new microsoft office word document

133
I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemikiran tentang ayat-ayat yang muhkan dan yang mutasyabihat dalam al-Qur’an masih sering diperdebatkan oleh para pakar baik dari kalangan sarjana Islam maupun sarjana Barat, khususnya mereka yang mempunyai perhatian serius terhadap ilmu- ilmu al-Qur’an (ulumul Qur’an). Term muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an sering kita temukan. Kalau kita mengamati secara sepintas terhadap beberapa term tersebut dan berusaha untuk memahami maknanya, maka seolah-olah antara ayat yang satu dengan yang lainnya saling kontradiktif. Dalam surat al-Hud (11: 1) menyatakan bahwa semua ayat dalam al-Qur’an adalah muhkam, dalam surat Az-Zumar (39: 23) menyatakan semua ayat dalam al-Qur’an adalah mutasyabih. Sedangkan dalam surat Ali Imron (3:7) menyatakan bahwa ayat-ayat dalam al-Qur’an adalah muhkam dan sebagian yang lain adalah mutasyabih. Dari ketiga ayat tersebut, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam kajian ini adalah ayat yang disebutkan terakhir, yaitu ayat-ayat al-Qur’an itu ada yang muhkam dan ada yang mutasyabih. Pembatasan masalah Untuk lebih lanjut terarahnya penulisan makalah ini, maka penulis membatasi sebagai berikut :

Upload: tokayohli-bachok

Post on 26-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

,,mmnbvvcv

TRANSCRIPT

Page 1: New Microsoft Office Word Document

I

PENDAHULUAN

  Latar Belakang

Pemikiran tentang ayat-ayat yang muhkan dan yang mutasyabihat dalam al-Qur’an masih

sering diperdebatkan oleh para pakar baik dari kalangan sarjana Islam maupun sarjana Barat,

khususnya mereka yang mempunyai perhatian serius terhadap ilmu-ilmu al-Qur’an (ulumul

Qur’an). Term muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an sering kita temukan. Kalau kita

mengamati secara sepintas terhadap beberapa term tersebut dan berusaha untuk memahami

maknanya, maka seolah-olah antara ayat yang satu dengan yang lainnya saling kontradiktif.

Dalam surat al-Hud (11: 1) menyatakan bahwa semua ayat dalam al-Qur’an adalah

muhkam, dalam surat Az-Zumar (39: 23) menyatakan semua ayat dalam al-Qur’an adalah

mutasyabih. Sedangkan dalam surat Ali Imron (3:7) menyatakan bahwa ayat-ayat dalam al-

Qur’an adalah muhkam dan sebagian yang lain adalah mutasyabih.

Dari ketiga ayat tersebut, maka yang menjadi pokok pembahasan dalam kajian ini adalah

ayat yang disebutkan terakhir, yaitu ayat-ayat al-Qur’an itu ada yang muhkam dan ada yang

mutasyabih.

  Pembatasan masalah

Untuk lebih lanjut terarahnya penulisan makalah ini, maka penulis membatasi sebagai berikut :

1. Pengertian Al-Muhkam wal Mutasyabih.

2. Sikap Ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih.

3. Dasar-dasar pengetahuan Al-Muhkam wal Mutasyabih.

4. Faktor-faktor adanya Al-Muhkam wal Mutasyabih.

5. Fawatill Al-Suwar..

  Tujuan Pembahasan

1.      Untuk menambah ilmu pengetahuan kita, dalam memahami tentang ilmu Muhkam   wal

Mutasyabih

2.      Mengetahui tentang  Sikap Ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih

3.      Mengetahui tentang  Dasar-dasar pengetahuan dan Faktor-faktor adanya Al-Muhkam

wal Mutasyabih.

4.      Mengetahui tentang  Fawatill Al-Suwar

Page 2: New Microsoft Office Word Document

BAB IIPEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AL-MUHKAM AL-MUTASYABIH

1. Al-Muhkam

Muhkam berasal dari kata Ihkam yang bearti kekukuhan, kesempurnaan,

keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminology muhkam berarti ayat-ayat

yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.

Contoh surat Al- Baqarah ayat 83 :

�ين� اك م�س� و�ال �ام�ى �ت ي و�ال �ى ب ق�ر ال و�ذ�ي �ا ان �حس� إ ن� �د�ي و�ال �ال و�ب �ه� الل �ال إ �د�ون� �عب ت ال �يل� ائ ر� �س إ �ي �ن ب �اق� م�يث �ا �خ�ذن أ �ذ و�إ

م�عر�ض�ون �م ت �ن و�أ �م ك م�ن �يال ق�ل �ال إ �م ت �ي �و�ل ت �م� ث �اة� ك الز� �وا و�آت الص�الة� �ق�يم�وا و�أ �ا ن ح�س �اس� �لن ل �وا و�ق�ول

Artinya :

“Dan ketika kami mengambil janji dari anak-anak Israel : tidak akan menyembah

selain Allah, dan berbuat kebaikan kepada Ibu, Bapak dan kerabat dekat dan anak-anak-

piatu dan orang- oarng miskin, dan ucapkanlah kata yang baik kepada manusia, dan

kerjakanlah sembahyang dan bayarlah zakat, kemudian itu kamu berpaling kecuali

sebagian kecil dari padamu dan kamu tidak mengambil perduli”[1][1]

2. Al-Mutasyabih

Kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan

dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyahabad

Isttabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainnya. Sedangkan secara

terminology Al Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelasmaksudnya, dan mempunyai

banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan

keterangan tertentu, atau Allah yang mengetahuinya. Contoh surat Thoha ayat 5 :

�و�ى ت اس ع�رش� ال ع�ل�ى حم�ن� الر�

Artinya :

“( Allah ) yang maha pemurah, yang bersemayam diatas ‘Arasy”.

Secara istilah, para Ulama berbeda pendapat dalam merumuskan Muhkam dan

Mutasyabih. Al- Suyuti telah mengemukakan 18 definisi atau tempat yang diberikan Ulama.

[1]

Page 3: New Microsoft Office Word Document

Al-Zarqani mengemukakan 11 definisi yang sebagian dikuip dari Al-Suyuti.

Diantara defenisi yang dikemukakan Al-Zakqarni adalah :

1.      Pendapat Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.

  Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan

nasakh.

  Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi ( maknanya ), tidak diketahui maknanya baik secra

akil maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah yang mengetauhinya , seperti

datangnya kiamat , huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat.

2.      Pendapat dibangsakan kepada ahli sunah sebagai pendapat yang terpilih  dikalangan

mereka.

  Muhkam ialah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun Takwil.

  Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah lah yang mengetahui maksudnya, seperti datangnya

hari kiamat, kelurnya Dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat.

3.      Pendapat dibangsakan kepada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli fikih mengikutinya.

  Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna Takwil.

  Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak Takwil.

4.      Pendapat ini diceritakan dari Imam Ahmad ra.

  Muhkam ialah ayat yang tidak berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan.

  Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri tetapi memerlukan keterangan.

5.      Pendapat ini dibangsakan kepada Imam Al-Haramain.

  Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya.

  Mutasyabih ialah ayat yang seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada

bersamanya indikasi / melalui konteksi.

6.   Pendapat Al-Thibi.

  Muhkam ialah ayat yang jelas maknya dan tidak masuk kepadanya isykal ( kepelikan ).

  Mutasyabih ialah lawannya.

7.      Pendapat dibangsakan kepada Imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilih

  Muhkam  ialah ayat yang ditujukan makna kuat, yaitu lafal Al-Qur’an nas dan lafal zahir

sunah.

Page 4: New Microsoft Office Word Document

  Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat yaitu lafal mujmal, muawwal,

dan musykil.[2][2]

Muhkam dan Mutasyabih terjadi banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting di antaranya

sebagai berikut :

1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanya Allah-

lah yang mengetahui akan maksudnya.

2. Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui secara langsung, sedangkan mutashabih baru dapat

diketahui dengan memerlukan penjelasan ayat-ayat lain.

Para ulama memberikan contoh ayat-ayat Muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat yang

berkaitan dengan hukum. Seperti halal dan haram, kewajiban dan larangan, janji dan ancaman.

Sementara ayat-ayat Mutasyabih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifat-

Nya, seperti:

: البقرة ) ض ر�واأل اوات م الس� ي�ه� س ك�ر� ع ) (255وس

“Kursi-Nya meliputi langit dan bumi”.

: طه ) توى اس� ش ال�عر� على من� ح� (5الر� (

“Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam di atas ‘Arsy”.

: القمر ) ر ك�ف كان ل من� اء'ا ز ج ب أع�ي�ن نا ر ى (14تج� (

“(bahteranya nabi Nuh as) berlayar dengan pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang

Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar”.

  : ( , الفتح م� ي�د ي�ه أ و�ق ف الله يد� الله اي�باي ع�و�ن ن�م إ نك ي�باي ع�و� ال�ذ ي�ن (10إ ن� (

“Sesungguhnya orang-orang yang membai’at-mu ya Rasul, mereka-lah yang berikrar menerima

(bahwa Tuhan mereka) adalah Allah. Tangan Allah diatas tangan-tangan mereka”. الله� م�ع� �دع� �ت و�ال

: القصص ( و�جه�ه� � �ال إ Cك� ه�ال Fئ ي ش� Iل� ك ه�و� � �ال إ �ه� �ل �إ ال ء�اخ�ر� �ه�ا �ل )88إ

“Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak

disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah”.

Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri

sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena

pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh. Sedangkan

[2]

Page 5: New Microsoft Office Word Document

pengertian mutasyabih ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau

oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri

karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan cukup diyakini adanya

saja dan tidak perlu amalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.[3][3]

B. SIKAP ULAMA TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIH DAN AYAT-   AYAT MUHKAM

Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :

1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti

pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat

Allah. Sebagian mana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 59 :

Artinya : “dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yang

mengetahui kecuali Dia sendiri.

2. Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan

pengkajian, seperti ayat-ayat : Hutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas,

panjang, urutannya, dan seumpamanya.

Contoh surat An-Nisa’ ayat 3 :

Artinya : “dan jika kamu takut tidak adakn dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak )

perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita”.

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan

bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang

memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid. Sebagai mana diisyaratkan

oleh Nabi dengan do’anya bagi Ibnu Abbas :

Artinya :“ Ya Tuhanku, jadikanlah seseorang yang paham dalam agama,dan ajarkanlah

kepada takwil”.[4][4]

Mengenal ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah, pendapat Ulama terbagi

kepada dua mazhab :[5][5]

[3]

[4]

[5]

Page 6: New Microsoft Office Word Document

1.      Mazhab salaf.

Yaitu mazhab yang mempunyai dan mengimani sifat-sifat Allah yang Mutasyabih, dan

menyerahkan hakikatnya kepada Allah.

2.      Mazhab Khakaf.

Yaitu Ulama yang menakwilkan lafal yang maknanya lahirnya musthahil kepada makna

yang baik bagi zat Allah, contohnya mazhab ini mengartikan mata dengan pengawasan

Allah, tangan diartikan kekuasaan Allah, dan lain-lain.

Pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara pendapat Ulama tersebut,

permasalahannya hanya berkisar pada perbedaan dalam menakwilkannya. Secara teoritis

pendapat Ulama dapat di kompromikan, dan secara praktis penerapan mazhab khalaf lebih

dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang

dan kritis. Dengan melihat kondisi obyektif intelektual masyarakat modern yang semakin

berpikirkritis dewasa, maka mazhab khalaf atau mazhab takwil ini yang lebih tepat

diterapkan dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat dengan mengikuti ketentuan takwil

yang dikenal dengan ilmu tafsir.

C. DALIL ADANYA MUHKAM DAN MUTASYABIH

Dalam al-Qur’an surat Ali-Imron ayat 7 menyatakan adanya ayat-ayat yang muhkam

dan mutasyabih

Cه�ات� اب �ش� م�ت �خ�ر� و�أ �اب� �ت ك ال Iم� أ ه�ن� Cم�ات� م�حك Cات� آي ه� م�ن �اب� �ت ك ال ك� �ي ع�ل ل� ز� �ن أ �ذ�ي ال ه�و�

و�م�ا �ه� و�يل �أ ت �غ�اء� ت و�اب �ة� ن ف�ت ال �غ�اء� ت اب ه� م�ن �ه� اب �ش� ت م�ا �ع�ون� �ب �ت ف�ي Cغ ي ز� �ه�م �وب ق�ل ف�ي �ذ�ين� ال م�ا

� ف�أ

و�م�ا �ا Xن ب ر� د� ن ع� م�ن Zل� ك �ه� ب �ا آم�ن �ون� �ق�ول ي � م ع�ل ال ف�ي اس�خ�ون� و�الر� �ه� الل �ال إ �ه� و�يل �أ ت �م� �عل ي

�اب� ب األل �و �ول أ �ال إ �ر� �ذ�ك ي

Artinya:

“Dialah yang menurunkan Al-Kitab (al-Qur’an) kepada kamu, diantara (isi)nya ada

ayat-ayat yang muhkamat. Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)

mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka

mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan

untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah.

Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “kami beriman kepada ayat-ayat yang

Page 7: New Microsoft Office Word Document

mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran

(dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

Dari ayat di atas secara eksplisit menyebutkan bahwa ayat al-Qur’an dapat dibagi

menjadi dua bagian. (1) Ayat Muhkamat, yang merupakan pokok-pokok isi al-Qur’an dan

menjadi landasannya serta menjadi bagian terbesar darinya. (2) Ayat Mutasyabihat. Baik

ayat yang muhkamat maupun mutasyabihat, keduanya saling berhadap-hadapan. Artinya

bahwa ayat yang muhkam sebagai imbangan terhadap ayat yang mutasyabih. Hal ini

sebagaimana kebenaran berhadapan dengan kebatilan, orang-orang yang berilmu

berhadapan dengan orang-orang yang di dalam hatinyat terdapat kecenderungan sesat.[6]

[6]

D. FAKTOR-FAKTOR ADANYA  MUHKAM DAN MUTASYABIH

Disebabkan tersembunyinya apa yang dimaksud oleh syar’I (Allah SWT) dalam

kalimah ayat tersebut.

a.      Kadang-kadang ia terdapat dalam  lafadz  atau  kata

�م�ين� ي �ال ب �ا ب ض�ر ه�م �ي ع�ل اغ�     ف�ر�

“Lalu dihadapinya berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya” (surat Shaffat:

93).

Kata alyamiin mengandung 3 pengertian, yaitu:

1. Menggunakan tangan kanan, tidak tangan kiri

2. Memukul dengan keras, karena yang kanan ialah yang terkuat dari kedua  anggota

badan

3. Berarti sumpah

b.      Kadang-kadang ia kembali kepada pengertian atau makna, seperti apa yang dikhususkan

Allah dengan-Nya terhadap diri-Nya disebabkan ilmu-Nya. Contoh: huru-hara hari kiamat,

tanda-tanda kiamat besar. Atau Assa’ah, Syurga dan Neraka antara lain: (QS. Al-Qiyamah:

6-13).[7][7]

[6]

[7]

Page 8: New Microsoft Office Word Document

E.     FAWATIH AS SUWARI

Sebelum kita membahas tentang Fawatih As Suwar, adakala baiknya terlebih dahulu

kita bersama-sama mengetahui apa yang dimaksud dengan Fawatih As Suwar itu sendiri.

Fawatih As Suwar itu adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surat, ia

merupakan bagian dari ayat Mutasyabih karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal

(memerlukan takwil), dan musykil (sukar dipahami). Didalam Al Qur’an terdapat huruf-huruf

awalan dalam pembukaan surah dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini merupakan

salah satu ciri kebesaran Allah dan ke MahatahuanNya, sehingga kita terpanggil untuk

menggali ayat-ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan bahwa semakin dikaji ayat Al

Qur’an itu, maka semakin luas pengetahuan kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan

perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga sekarang ini.[8][8]

Adapun untuk memperjelas lagi apa itu ayat Fawatih As Suwar, maka dengan ini

kami tampilkan ayat-ayatnya sebagai berikut.[9][9]

Awalan surah yang terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surah.

Surah Shad: .الذكر ذى القرآن و                       ص

Surah Qaaf: المجيد القرآن ق                      و .

Surah Al Qolam: .يسترون ما و القلم و       ن

Awalan surah yang terdiri dari dua huruf, ini terdapat pada sepuluh surah :

Surah Al Mukmin  حم                              

Surah Fushilat                                     حم

Surah Asy-Syura حم                               

Surah Az Zukhruf. حم                           

Surah Ad Dukhan. حم                             

Surah Al Jasyiah. حم                              

[8]

[9]

Page 9: New Microsoft Office Word Document

Surah Al Ahqaf. حم                                

Surah Thaha.طه                                   

Surah An-Naml.طس                               

Surah Yasin. يس                                     

Tujuh dari sepuluh surah diatas, ini dinamakan Hawwaamiim.[10][10]

Awalan surah yang terdiri dari tiga huruf, ini terdapat pada tiga belas surah, yaitu :

  Enam surah diawali Alif Lam Mim (الم)

Surah Al Baqoroh

Surah Ali Imran

Surah Al Ankabut

Surah Ar Rum

Surah Luqman

Surah As-Sajada

  Lima surah diawali dengan Alif Lam Ro (الر)

Surah Yunus

Surah Hud

Surah Yusuf

Surah Ibrahim

Surah Al Hijr

  Dua surah yang diawali dengan Tha Sin Mim (طسم)

Surah Asy Syu’ara

Surah Al Qoshosh

Awalan surah yang terdiri dari empat huruf, ini terdapat pada dua tempat, yaitu :

Surah Al A’araf.         المص

Surah Ar Ra’du.             المر

Awalan surah yang terdiri dari lima huruf, ini hanya terdapat pada surah Maryam,

yaitu :          كهيعص .

[10]

Page 10: New Microsoft Office Word Document

Dari ketiga belas ayat-ayat Fawatih As Suwar yang tersebut di atas, dengan ini kami

selaku pemakalah (berpendapat) akan mengambil satu ayat sebagai penjelasan, yaitu Alif

Lam Mim (الم). Didalam tafsir Jalalin mengenai ayat-ayat Fawatih As Suwar ini sudah

dijelaskan tidak bisa ditafsirkan (menurut golongan madzhab salaf), hanya Allahlah yang

Maha Mengetahui.

Yaitu Alif Lam Mim ditafsirkan dengan د�ه� �م�ر� ب �م� �عل ا و�الله�

Artinya

“Dan Allah Maha Lebih Mengetahui dengan maksudNya”.

Dan ada lagi didalam tafsir Marohi syarach Imam Nawawi, Alif Lam Mim beliau

tafsirkan mengambil pendapat Imam Syu’bi dan Jama’ah, yaitu :

م�ه� �ع�ل ب الله� د� ف�ر� �ن ا �ذ�ى ال �ه� اب �ش� الم�ت م�ن� و�ر� Iالس �ل� �و�ائ ا ف�ى اله�ج�اء� وف� ح�ر� �ر� ائ و�س� الم Cو�ج�م�اع�ة �ى عب Iالش ق�ال�

. م�ان� �ي اال ط�ل�ب� ر�ه�ا ذ�ك �د�ة� و�ف�ائ �ع�ال�ى ت الله� �ل�ى ا ه�ا ف�ي م� الع�ل �ف�وض� و�ن �ظ�اه�ر�ه�ا ب �ؤم�ن� ن �حن� ف�ن ن�� أ الق�ر Iر س� و�ه�ى�

�ه�ا .ب

Artinya:

“ Alif Lam Mim itu adalah menjadi rahasia pada seluruh huruf hijaiyah pada awal

surah dari ayat mutasyabih yang telah disatukan oleh Allah dengan ilmuNya, yaitu menjadi

rahasia Al Qur’an. Maka kami beriman dengan zhohirnya dan kami menuntut ilmu padanya

hingga kepada Allah Ta’ala. “

Tafsiran ini, menurut kami sudah jelas bahwa Imam Syu’bi termasuk golongan

madzhab salaf. Beliau tidak mau menafsirkan lafadz Alif Lam Mim ini karena beliau takut

tersesat sehingga beliau mengatakan biarlah ini menjadi rahasia Al Qur’an. Akan tetapi,

beliau tetap beriman dengan zhohirnya dan beliau tetap menuntut dan memohon diberikan

ilmu lebih dari Allah Swt.

Dan dipenghujung tafsir Abu Bakar r.a. berkata:

و�ر� Iالس �ل� و�ائ� أ ن�

� أ الق�ر ف�ى الله� Iر و�س� Zر س� Fاب� �ت ك Xل� ك .ف�ى

“ Didalam seluruh kitab mempunyai rahasia, dan rahasia Allah didalam Al Qur’an itu

ada pada awal surah “.

Hal ini bertolak belakang dengan Ibnu Abbas r.a. beliau mampu untuk

menafsirkannya, yaitu kata beliau

Page 11: New Microsoft Office Word Document

: ( ) . : ( ) . : ( �لله� ( ا �ا �ن أ ق�ال� الر �ه� ق�ول و�ف�ى �ف�صXل� ا �لله� ا �ا �ن ا ق�ال� �م�ص� ال �ه� ق�ول و�ف�ى �م� �عل ا �لله� ا �ا �ن ا ق�ال� الم �ه� ق�ول ف�ى

ى �ر� .ا

“ Tentang firman Allah Alif Lam Mim adalah Aku Allah Maha Mengetahui, tentang Alif Lam

Mim Shodh adalah Aku Allah akan memperinci, dan Alif Lam Ro adalah Aku Allah Maha

Melihat”. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan Abu Al-Dhuha)

Dan ada lagi dari Ibnu Abbas r.a. dengan tafsirannya sebagai berikut :

ق�ة� : م�ف�ر� حم�ن� الر� وف� ح�ر� ن و� حم و� الر .ق�ال�

“ Tentang ( firman Allah) pada ayat Alif Lam Ro, Ha Mim, dan Nun adalah huruf-huruf Ar

Rahman yang dipisahkan “. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Jalan Ikrimah)

            Dan masih banyak lagi pendapat dari ulama yang menafsirkan ayat Fawatih As

Suwar, seperti Salim Ibnu Abdillah, Al Saddiy, Al Baidhawi dan lain-lain. Akan tetapi disini,

kami hanya menampilkan pendapat Ibnu Abbas r.a. karena menurut kami Ibnu Abbas r.a.

memang patut mendapatkan anugerah yang luar biasa. Karena ia bisa mentakwilkan ayat

mutasyabihat, berkat atas do’a Rosulullah S.a.w. yang sudah kami jelaskan sebelumnya.[11]

[11]

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian ayat-ayat muhkam dan mutasyabih diatas, dapat dipahami sebagai

berikut : Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya.

Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah

ditakwilkan barulah kita dapat memahami tentang maksud ayat.

Ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu Al Qur’an yang

para ulama menilainya dengan alasan masing-masing, seperti Ulama Tafsir, Madzhab

Salaf, Madzhab Khalaf dan Ulama’ Ahlulbait.

Fawatih As Suwar itu adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surat, ia

merupakan bagian dari ayat Mutasyabih karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal

(memerlukan takwil), dan musykil (sukar dipahami).

[11]

Page 12: New Microsoft Office Word Document

Pada penafsiran ayat Fawatih As Suwar terjadi perselisihan dua golongan ulama,

yaitu golongan pertama mengatakan bahwa ayat Fawatih As Suwar itu tidak bisa

ditakwilkan, mereka ini adalah Imam Syu’bi dan Jama’ah, serta tafsir Jalalin. Sedangkan

golongan yang kedua ini mengatakan bahwa ayat Fawatih As Suwar itu bisa ditakwilkan,

mereka ini adalah Ibnu Abbas r.a., Salim Ibnu Abdillah, Al Saddiy, Al Baidhawi dan lain

BAB IIAL-MUHKAM AL-MUTASYABIH

A. PENGERTIAN AL-MUHKAM AL-MUTASYABIH,1. Al-Muhkam,Muhkam berasal dari kata Ihkam yang bearti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminology muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Contoh surat Al- Baqarah ayat 83 :

Artimya : “dan ketika kami mengambil janji dari anak-anak Israel : tidak akan menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikankepadaIbu,Bapak dan kerabat dekat dan anak-anak-piatu dan orang- oarng miskin, dan ucapkanlah kata yang baik kepada manusia, dan kerjakanlah sembahyang dan bayarlah zakat, kemudian itu kamu berpaling kecuali sebagian kecil dari padamu dan kamu tidak mengambil perduli”

2. Al-Mutasyabihkata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyahabad Isttabaha berarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainnya. Sedangkan secara terminology Al Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelasmaksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau Allah yang mengetahuinya. Contoh surat Thoha ayat 5 :

Artinya : “( Allah ) yang maha pemurah, yang bersemayam diatas ‘Arasy”.

Secara istilah, para Ulama berbeda pendapat dalam merumuskanMuhkam dan Mutasyabih. Al- Suyuti telah mengemukakan 18 definisi atau tempat yang diberikan Ulama. Al-Zarqani mengemukakan 11 definisi yang sebagian dikuip dari Al-Suyuti.Diantara defenisi yang dikemukakan Al-Zakqarni adalah :

1. Pendapat Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.? Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh.? Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi ( maknanya ), tidak diketahui maknanya baik secra akil maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah yang mengetauhinya , seperti datangnya kiamat , huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat.

2. Pendapat dibangsakan kepada ahli sunah sebagai pendapat yang terpilih dikalangan mereka.? Muhkam ialah ayta yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun Takwil.? Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah lah yang mengetahui maksudnya, seperti datangnya hari kiamat, kelurnya Dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat.

3. Pendapat dibangsakan kepada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli fikih mengikutinya.? Muhkam ialah ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna Takwil.? Mutasyabih ialah ayat yang mengandung banyak Takwil.

Page 13: New Microsoft Office Word Document

4. Pendapatini diceritakan dari Imam Ahmad ra.? Muhkam ialah ayat yang tidak berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan.? Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri tetapi memerlukan keterangan.

5. Pendapat ini dibangsakan kepada Imam Al-Haramain.? Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya.? Mutasyabih ialah ayat yang seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi / melalui konteksi.

6. Pendapat Al-Thibi.? Muhkam ialah ayat yang jelas maknya dan tidak masuk kepadanya isykal ( kepelikan ).? Mutasyabih ialah lawannya.

7. Pendapat dibangsakan kepada Imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilih.? Muhkam ialah ayat yang ditujukan makna kuat, yaitu lafal Al-Qur’an nas dan lafal zahir sunah.? Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil.

B. SIKAP ULAMA TERHADAP AYAT-AYAT MUTASYABIH DAN AYAT-AYAT MUHKAM

Menurut Al-Zarqani, ayat-ayat Mutasyabih dapat dibagi 3 ( tiga ) macam :1. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat mengetahui maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hari kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah. Sebagian mana firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 59 :Artinya : “dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tak ada yangmengetahui kecuali Dia sendiri.

2. Ayat-ayat yang setiap orang bias mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat : Hutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutannya, dan seumpamanya.Contoh surat An-Nisa’ ayat 3 :

Artinya : “dan jika kamu takut tidak adakn dapat berlaku adil terhadap ( hak-hak ) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita”.

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua Ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati seseorang yang jernih jiwanya dan mujahid. Sebagai mana diisyaratkan oleh Nabi dengan do’anya bagi Ibnu Abbas :

Artinya :“ Ya Tuhanku, jadikanlah seseorang yang paham dalam agama,dan ajarkanlah kepada takwil”.

Mengenal ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah, pendapat Ulama terbagi kepada dua mazhab :

1. Mazhab salaf.Yaitu mazhab yang mempunyai dan mengimani sifat-sifat Allah yang Mutasyabih, dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah.2. Mazhab Khakaf.Yaitu Ulama yang menakwilkan lafal yang maknanya lahirnya musthahil kepada makna yang baik bagi zat Allah, contohnya mazhab ini mengartikan mata dengan pengawasan Allah, tangan diartikan kekuasaan Allah, dan lain-lain.

Pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara pendapat Ulama tersebut, permasalahannya hanya berkisar pada perbedaan dalam menakwilkannya. Secara teoritis pendapat Ulama dapat di kompromikan, dan secara praktis penerapan mazhab khalaf lebih dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang dan kritis. Dengan melihat

Page 14: New Microsoft Office Word Document

kondisi obyektif intelektual masyarakat modern yang semakin berpikirkritis dewasa, maka mazhab khalaf atau mazhab takwil ini yang lebih tepat diterapkan dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat dengan mengikuti ketentuan takwil yang dikenal dengan ilmu tafsir.

C. FAWATIB AL-SUWAR.Fawatib Al-Suwar yaitu pembukaan-pembukuan surat yang dimulai dengan potongan-potongan huruf, yang ada umumnya terdapat pada pembukuan ayat atau surat makkiah / huruf- huruf hijaiyah. Pembukuan surat ini ada yang terdiri dari dua huruf, enam huruf, lima huruf dan lain-lain. Seperti : Dalam hal ini ada beberapa pendapat Ulama diantaranya yaitu :1. Ulama memahami Fatwatil Al-Suwar ini sebagai rahasia hanya Allah yang mengetahuinya.2. Ulama ini mengatakan bahawa huruf-huruf awal surat sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian dapat dipahami oleh menusia, karena pengnut pendapat ini memberi pengertian kepada ayat ini :Contoh :Yang berarti “Aku Allah yang Melihat”.Sedangkan sebagian Ulama memnadang huruf ini sebagai peringatan ( tanbih ) kepada agar Ulama waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengar ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandang sebagai peringatn kepada orang Arab agar mereka tertarik mendengarnya.

Pendapat Ulama tentanghuruf hijaiyah pembuka surat.

a. Az Zamakhsari berkata dalam tafsirnya “Al- Qasysyaf” hururf-huruf ini ada beberapa pendapat, yaitu :1. Merupakan nama surat.2. Sumpah Allah3. Supaya menarik hati orang yang mendengarnya.

b. As Suyuti menakwilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut sebagai berikut :Dikatakan bahwapendapat itu hanya ,erupakan anggapan belaka, kemudian As-SSuyuti menerangkan bahwa hal itu suatu rahasia yang hanya Allah lah yang mengetahuinya.

c. Al- Quwabi mengatakan bahwasannya kalimat itu merupakan tambih bagi Nabi, maka Allah menyuruh Jibril untuk memberikan perhatian terhadapa apa yang disampaikan kepadanya.

d. As-Sayid Rasyid Ridha tidak membenarkan Al-Quwabi karena Nabi senantiasa menunggu kedatangan wahyu, Ia erpendapat sesuai dengan Ar-Rasi, bahwa tambih sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang kafir apabila nabi membaca Al-Qur’an mereka menganjurkan satu sama lain untuk tidak mendengarkannya.

e. Ulama salaf berpendapat bahwa fawati Al-Suwar telah disusun sejak zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan manusia dari yang didatangkan seperti Al-Qur’an.

Oleh karena itu I’Tikad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka banyaklah orang tidak berani mengeluarkan pendapat tentang huruf-huruf itu, orang menganggap huruf itu termasuk golongan mutasyabihat yang hanya Allah lah yang mengetahuinya.

D. HIKMAH ADANYA AYAT-AYAT MUTASYABIHAT DAN AL- MUHKAM

1. Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upayayang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.2. Jika ayat-ayat Al-Qur’an mengandung ayat Mutasyabihat maka untuk memehami diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya, hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti Bahasa, Gramatika, Ma’ni, Ilmu Bayan, Ushul Fiqih, dan sebagainya.3. Ayat-ayat Mutasyabihat merupakan rahmat bagi manusia yang lemah yang tidak mengetahui segala sesuatu.4. Ayat ini juga merupakam cobaan bagi manusia apakah mereka percaya atau tidak tentang hal yang gaib.

Page 15: New Microsoft Office Word Document

5. Ayat ini menjadi dalil atas kebodohan dan kelemahan manusia.6. Ayat ini dalam Al-Qur’an menguatkan kemukjjizatannya.

C. PENUTUP

Demikianlah makalah ini yang bisa kami sampaikan dan sajikan. Segala kritik dan saran kami tunggu untuk melengkapi segala kekuranga. Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca maupun para pendengar mampu memahami, mengkaji dengan seksama, sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi khasanah dan menjadikan motivasi dalam membuat makalah yang lebih sempurna.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang, Dina Utama, 1989.Ichwan, Mohammad Nor, Memahami Bahasa al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002.Al-Qaththan, Manna, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta, Pustaka Litera Antar Nusa, 1973.Mansyur, Kahar, H. Drs, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, Jakarta, Renika Cipta, 1992.Syadali, Ahmad, H.Drs, Rofi’I, Ahmad H. Drs. Ulumul Qur’an I, Bandung, Pustaka Setia, 2006.Supiana, M.Ag. Karman, Muhammad, M.Ag. Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung, Pustaka Islamika, 2002.

Makna Muhkam dan Mutasyabih

.    Makna secara Lugawi(bahasa)

Muhkam secara lugawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara dua

hal atau lebih perkara, maka hakimadalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua

pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan

membedakan antara yang hak dan batil.

Mutasyabih secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu dari dua hal serupa

dengan yang lain. Syubhah  ialah keadaan di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari

yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak

   Makna secara Istilah

Banyak sekali pendapat para ulama tentang pengertian muhkamdan mutasyabih, salah satunya

al-Zarqani. Diantara definisi yang diberikan Zarqani adalah sebagai berikut:

1). Muhkamialah ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan

nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik

secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya, seperti datangnya

hari kiamat, huruf-huruf yang terputus-putus di awal surat (fawatihal-suwar). Pendapat ini

dibangsakan al-Lusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.

2).Muhkam ialah ayat-ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun melalui takwil.

Mutasyabih ialah ayat-ayat yang hanya Allah yang mengetahui maksudnya, seperti datang hari

kiamat, keluarnya dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat (fawatih al-suwar)

pendapat ini dibangsakan kepada ahli sunah sebagai pendapat yang terpilih di kalangan mereka.

Page 16: New Microsoft Office Word Document

3). Muhkamialah ayat-ayat yang tidak mengandung kecuali satu kemungkinan makna takwil.

Mutasyabih ialah ayat-ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat ini

dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli ushul fikih mengikutinya.

4). Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah ayat

yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan

dengan ayat atau keterangan yang lain pula karena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya.

Pendapat ini diceritakan dari Imam Ahmad.r.a.

5). Muhkam  ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya yang membawa kepada kebangkitan

makna yang tepat tanpa pertentangan. Mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak

terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi atau melalui konteksnya. Lafal

musytarak masuk ke dalam mutasyabih menurut pengertian ini. Pendapat ini dibangsakan kepada

Imam Al-Haramain.

6). Muhkamialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk kepadanya isykal (kepelikan).

Mutasyabihialah lawannya muhkamatas ism-ism (kata-kata benda) musytarak dan lafal-lafalnya

mubhamah (samar-samar). Ini adalah pendapat al-Thibi.

7). Muhkam ialah ayat yang ditunjukkan makna kuat, yaitu lafal nash dan lafal zahir.Mutasyabih

ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil.

Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam Al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.

Subhi As-Shalih merangkum pendapat ulama dan menyimpulkan bahwa muhkamadalah ayat-ayat

yang bermakna jelas. Sedangkan mutasyabih adalah ayat yang maknanya tidak jelas, dan untuk

memastikan pengertiannya tidak ditemukan dalil yang kuat.

Kriteria Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Perbedaan pengertian muhkamdan mutasyabih yang telah disampaikan para ulama di atas,

nampak tidak ada kesepakatan yang jelas antara pendapat mereka tentang muhkamdan

mutasyabih, sehingga hal ini terasa menyulitkan untuk membuat sebuah  kriteria ayat yang

termasuk muhkamdan mutasyabih.

J.M.S Baljon, mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat bahwa termasuk kriteria ayat-ayat

muhkamat adalah apabila ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan),

sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian (tahqiqat).

Ali Ibnu Abi Thalhah memberikan kriteria ayat-ayat muhkamatsebagai berikut, yakni ayat-ayat

yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan,

Page 17: New Microsoft Office Word Document

ayat-ayat yang mengandung kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan. Sedangkan

ayat-ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang dipertukarkan

antara yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi beberapa variabel, ayat-ayat yang

mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh diimani dan tidak boleh diamalkan.

Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kreteria ayat-ayat mutasyabihat sebagai ayat atau lafal yang

tidak diketahui hakikat maknanya, seperti tibanya hari kiamat, ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya bisa

diketahui maknanya dengan sarana bantu, baik dengan ayat-ayat muh}kamat, hadis-hadis sahih

maupun ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya terlihat aneh dan hukum-hukumnya

tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya.

Sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rasulullah untuk Ibnu Abbas, Ya Allah, karuniailah ia ilmu

yang mendalam mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya.

Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (faraid), janji, dan ancaman, sedangkan mutasyabih

mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.

Ahmad As-Syadali dan Ahmad Ar-Rofi’i meringkas ada 3 sebab terjadinya tasyabuh dalam Al-

Qur’an.

a.      Disebabkan oleh ketersembunyian pada lafal

            Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31

�ه�ة� و� pاو�ف�اك �ب أ            Artinya: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.

                   Lafal Zب� di siniأ mutasyabihkarena ganjilnya dan jarangnya digunakan. kata Zب� diartikanأ

rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :

               Q.S. Abasa [80]: 32 yang berbunyi:

�م ع�ام�ك �ن �م و�أل �ك �اع�ا ل م�تArtinya: Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.

Page 18: New Microsoft Office Word Document

Ar-Raghib al-Asfhani membagi mutasyabihat dari segi lafal menjadi dua, yaitu mufrad dan

murakkab. Mutasyabihlafal mufrad adalah tinjauan dari segi kegaribannya, seperti kata yaziffun,

al-abu; Isytirak, seperti kata al-yadu, al-yamin.

Tinjauan lafal murakkab berfaedah untuk meringkas kalam, seperti: wa in khiftum al-tuqsitu fil

yatama fankhihu ma taba lakum....,untuk meluruskan kalam, seperti: laisa kamislihi syai’un,

untuk mengatur kalam, seperti: anzala ‘ala ‘abdihilkitaba walam yaj’al lahu ‘iwaja..

b.  Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna

Terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat Allah swt. dan berita gaib.

Contoh: Q.S. al-Fath [48]: 10.

�د�... ه�مي د�ي �ي …. الله� ف�وق� اArtinya: ...tangan Allah di atas tangan mereka....

c.    Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna dan lafal

Ditinjau dari segi kalimat, seperti umum dan khusus, misalnya uqtulul musyrikina, dari segi cara,

seperti wujub dan nadb, misalnya, fankhihu ma taba lakum minan nisa, dari segi waktu, seperti

nasikh dan mansukh, misalnya, ittaqullah haqqa tuqatihi, dari segi tempat dan hal-hal lain yang

turun di sana, atau dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan adat-istiadat jahiliyah, dan yang

dahulu dilakukan bangsa Arab. Seperti, laisal birru bian ta’tul buyuta min zuhuriha, segi

syarat-syarat yang mengesahkan dan membatalkan suatu perbuatan, seperti syarat-syarat salat dan

nikah.

Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Qur’an

Al-Zarqani membagi ayat-ayat mutasyabihatmenjadi tiga macam:

a.       Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan

tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib

lainnya. Allah berfirman Q.S. al-An’am [6]: 59

� ه�و�... �ال �م�ـه�ا ا �عل � ي ب� ال غ�ي �ح� ال د�ه م�ف�ـات ن .و�ع�Artinya :Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya

kecuali Dia sendiri....

Page 19: New Microsoft Office Word Document

b.       Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti

ayat-ayat mutasyabihatyang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan

seumpamanya. Allah berfirman Q.S. an-Nisa’[4]: 3

�م م�ن� �ك اب� ل ك�ح�وا م�اطـــ� ان �تمى فـــ� ي ط�وا ف�ى ال �قســـ� � ت �ال �م ا فــــت �ن خ� و�ا

اء�.... Xس� النArtinya:Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang

yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi....

Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal

berbunyi :

�تمى ط�وا ف�ى الي �قســ� � ت �ن ال �م ا �ن خ�فـت �ه�ن� و�ا �م ب ــت ـ و�ج ز� ـ� �ذ�ا ت ك�ح�واا ان فــ�

م�اط�اب�

اء�.... Xس� �م م�ن� الن �ك لArtinya:Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang

yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.

c. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan

bukan semua ulama.

Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas:

ل� و�ي �أ Xمه� الت ن� و�ع�ل ه� ف�ى الدXي �ه�م� ف�قXهـ �لل ا

Artinya:Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya

takwil.

Sikap Ulama Menghadapi Ayat-ayat Mutasyabihat

Dalam Al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihatyang menjelaskan tentang sifat-sifat

Allah. Contohnya Surah ar-Rahman[55]: 27:

Page 20: New Microsoft Office Word Document

قى �ب �و�جه�و�ي ام ر� �ك �ل� و�األ ج�ال Xك� ذ�و ال ب ر�

Artinya:Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

Atau dalam Q.S. Taha [20]: 5 Allah berfirman :

حمن� ع�ل�ى �وىالر� ـت ع�رش� اس الArtinya:(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.

Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab.

a.      Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih itu dan

menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian

lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta

menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan

urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab

Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata:

�و�اء� ت �س ــك�اال Iـ ن �ظـ� ةC و� ا �دعــ� ــه� ب ـ ؤ�ال� ع�ن Iو�الســ Cلف� م�جه�و �ي ك �ومC و�ال م�عل

وء� Iج�ل� الس ر�

.Xي �خر�ج�وه� ع�ن اArtinya:Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah (mengada-

ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya.

Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi, pengertian

yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian

membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena

itu, bagaimana cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk

mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada).

Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas.

�ه �ا ب � ام�ـن م ع�ل خ�ون� ف�ى ال اس� �ق�ول� الر� � الله و�ي �ال ه� ا ـ� ل و�ي �أ �م� ت �عل و�م�ا ي

Page 21: New Microsoft Office Word Document

Artinya:Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam

ilmunya, ”kami mempercayai”. (dikeluarkan oleh Abd. al-Razzaq dalam tafsirnya dari al-Hakim

dalam mustadraknya).

b.   Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menkwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna

yang laik dengan zat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab Takwil. Mereka

memaknai istiwa`dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini

tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah

berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah

dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan,

dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyabihatyang ditempuh oleh

ulama Khalaf.

Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal yang

harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan

kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil

kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya.

Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqli

berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi:

خ�ون� اســ� � اللــه� و� الر� �ال ه� ا ــ� ل و�ي �أ �م� ت �عل ا ي �ه� :)و�مــ� �اسF ف�ي ق�ول ن� ع�ب ع�ن� اب

ا ـ� �ن : ا �) ق�ال� م ع�ل ف�ى ال

�ه�.)رواه ابن المنذر) ل ـ و�ي أ ـ� �م�ون� ت �عل ي م�م�ن

Artinya: “dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan

orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas:”saya adalah di antara orang yang

mengetahui takwilnya.(H.R. Ibnu al-Mundzir)

Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyutibahwa Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan

pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil

itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang

dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya.

Page 22: New Microsoft Office Word Document

Adapun penulis makalah ini sendiri lebih sepakat dengan mazhab kedua, mazhab khalaf.  Karena

pendapat mazhab khalaf lebih dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari

semakin berkembang, dengan syarat penakwilan harus di lakukan oleh orang-orang yang benar-

benar tahu isi Al-Qur’an, atau dalam bahasa Al-Qur’an adalah ar-rasikhuna fil ‘ilmi dan dikuatkan

oleh doa nabi kepada Ibnu Abbas.

Sejalan dengan ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena

tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan salah. Mazhab

khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya dengan argumen aqli.

Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan dalam ayat-ayat Muhkamdan Mutasyabih

Ada pepatah yang mengatakan, khudilhikmata min ayyi wi’ain kharajat, ambillah hikmah dari

manapun keluar. Begitu pun dalam masalah muhkam  dan mutasyabih. Muhammad Chirzin

menyimpulkan setidaknya ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalan muhkamdan

mutasyabih tersebut, hikmah-hikmah itu adalah:

a.       Andaiakata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian

keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas.

b.      Seandainya seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan lenyaplah kedudukannya sebagai

penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an

seluruhnya dari sis Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur

dengan kebatilan.

Fد F ح�م�ي م �ي لC م�ن ح�ك ز�ي �ن ف�ه� ت ل � م�ن خ� ه� و�ال �د�ي ن� ي �ي �اط�ل� م�ن ب ب ه� ال �ي ت �أ � ي ال

Artinya: Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari

belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

(Q.S. Fussilat [41]:42)

c.       Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat mukamat dan ayat-ayat mutasyabihat, menjadi motivasi bagi

umat Islam untuk teus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga mereka akan terhindar

dari taklid, bersedia membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.

Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam dan mutasyabihsebenarnya merupakan ke-

mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi orang

yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang senang terhadap bentuk

lahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian

Page 23: New Microsoft Office Word Document

kepada spritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga

ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pen takwilan, ada

manusia intelek dan manusia spiritual.

Kalau hikmah ini kita kaitkan dengan dunia pendidikan, setidaknya Allah telah mengajarkan ”ajaran”

muhkamdan mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan karakter pada

setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya

meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh

peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.       

Pendahuluan

Sebagaimana sedia tahu bahawa aqidah as-Salaf dan aqidah al-Khalaf masing-masing ada jalannya, dan Umat Islam terbahagi kepada dua golongan. Satu golongan menyokong jalan as-Salaf, manakala yang satu lagi menyokong jalan al-Khalaf. Dengan ini, marilah kita sama-sama cuba membuat satu penilaian terhadap kedua jalan tersebut iaitu: jalan as-Salaf dan al-Khalaf. Walau bagaimanapun, di sana kita dapati ada kata-kata yang masyur, iaitu:

أحكم الخلف وطريقة أسلم السلف طريقة

Ertinya: “Jalan as-Salaf lebih selamat, manakala jalan al-Khalaf adalah lebih tahu/ lebih alim.”

(Ada setengah ibarat mengatakan "أحكم" lebih bijak dan ibarat lain pula mengatakan " أعلم(.atau lebih alim dan lebih bijak "وأحكم

Berkata as-Sayyid Murtadha az-Zubaidi –Rahimahullah- :

أنه – – بعضهم عن حجر بن الحافظ نقل أحكم الخلف وطريقة أسلم السلف طريقة قال من قولظان ألن بمستقيم، :ليس

ذلك · في فقه غير من والحديث القرآن بألفاظ اإليمان مجرد السلف طريقة .إن

المصروفة · النصوص معاني استخراج هي الخلف طريقة .وإن

المجازات · بأنواع حقائقها :عن

بين – القائل هذا :فجمع

السلف - بطريقة .الجهل

ظن - كما األمر وليس الخلف طريقة في .والدعوى

Ertinya:

Page 24: New Microsoft Office Word Document

Perkataan mereka yang berkata: “Jalan as-Salaf lebih selamat dan jalan al-Khalaf lebih bijak.” sebenarnya al-Hafiz Ibn Hajar –Rahimahullah- telah menaqalkan dari setengah ulama’ mengatakan bahawa perkataan tersebut tidak betul dan tidak lurus. Ini kerana al-Khalaf menyangka bahawa:

* Jalan as-Salaf adalah hanya semata-mata beriman dengan lafaz-lafaz al-Quran al-Karim dan al-Hadith as-Syarif sahaja, tanpa perlu memahami pengertiannya.

* Jalan al-Khalaf adalah usaha mengeluarkan atau memahamkan makna pengertian lafaz-lafaz itu dengan berbagai-bagai jenis kata “Majaz” yang mana makna dan pengertian tersebut adalah sengaja dipalingkan daripada makna atau pengertian asalnya atau hakikatnya.

* Orang-orang yang berpendapat demikian adalah jelas berada di antara:

- Jahil dengan jalan as-Salaf semata-mata dakwaan kepada jalan al-Khalaf. Tetapi setiap dakwaan perlukan dalil. Di sini tidak ada yang membuktikannya.

- Lantaran demikian, maka perkataan dan pendapat tersebut bukanlah seperti yang disangka dan ianya memanglah tidak betul.

Jawapan kepada dakwaan al-Khalaf

Untuk menjawab sangkaan-sangkaan al-Khalaf, marilah kita membuat penilaian kepada beberapa masalah yang menjadi perbincangan antara jalan as-Salaf dengan al-Khalaf, antara lain ialah:

MASALAH PERTAMA: Firman Allah S.W.T pada ayat ketujuh surah Ali Imran

�ول�و ... أ � �ال إ �ر� �ذ�ك ي و�م�ا �ا Xن ب ر� د� ن ع� م�ن Zل� ك �ه� ب �ا �م�ن آ �ون� �ق�ول ي � م ع�ل ال ف�ي اس�خ�ون� و�الر� �ه� الل � �ال إ �ه� و�يل �أ ت �م� �عل ي و�م�ا

�اب� ب �ل .األ

Bermaksud: “…Dan tidak mengetahui takwilnya (yang kesamaran) melainkan Allah, dan orang-orang yang pakar dalam bidang keilmuan mereka berkata: telah kami beriman terhadapnya (yang kesamaran) kerana kesemua itu (muhkam/ jelas dan mutasyabih/ kesamaran) adalah dari sisi Tuhan kami, tidak dapat pengajaran melainkan orang-orang yang mempunyai hati/ menggunakan fikiran.” –Surah Ali Imran ayat 7-

Berkata Imam Ibn Katsir (Rahimahullah): “Terdapat berselisihan qura’ (para qari) tentang waqaf ditengah-tengah ayat yang mulia ini.

1. Di antara ulama’ ada yang mengatakan pada lafaz al-Jalalah, iaitu mereka membaca م�� �عل ي و�م�ا�ه� الل � �ال إ �ه� و�يل

�أ اس�خ�ون� waw” pada“ ت قبله :adalah istiknaf, maknanya و�الر� عما مقطوع iaitu كالمperkataan yang terhenti apa sebelumnya. Ini adalah pendapat Ibn Omar, Ibn Abbas, ‘Aisyah, Urwah Ibn az-Zubair, Omar Ibn Abdul Aziz, Abu Asyakthak, Abu Nahik dan lain-lain lagi.[1]

Page 25: New Microsoft Office Word Document

Berkata Imam Asy-Syaukani: “Ia merupakan mazhab al-Kisai, al-Farrak, al-Akhfasy, Abu Ubaid, dan lain-lain lagi. Ibn Jarir at-Tabari meriwayatkan daripada Imam Malik bahawa ia menjadikan pendapat pilihannya (al-Muktar). Al-Khattabi menghikayatkan daripada Ibn Mas’ud dan Ubai Ibn Ka’ab. Imam Syaukani menegaskan: “Inilah pendapat kebanyakan Ulama’.[2]

2. Ada yang mewaqafkan pada “… ع�لم ال ف�ي اس�خ�ون� و�الر� �ه� الل � �ال waw” adalah ‘ataf“ ”…إmaknanya: قبله ما على معطوف iaitu ayat bersambung dengan apa yang sebelumnya. Ini كالمdiriwayatkan daripada Ibn Abbas Radhiallahu ‘anhum, Rabie Ibn Abbas dan Muhammad Ibn Ja’far Ibn Zubir dan ramai daripada golongan Mutakallimin. Diriwayatkan daripada Mujahid bahawa beliau berkata: “ �ه� ب �ا �م�ن آ �ون� �ق�ول ي � م ع�ل ال ف�ي اس�خ�ون� ahli bahasa Arab cuba memberi ”و�الر�alasan bahawa " ون�� �ق�ول apabila huruf) "قائلين" di tempat nasab dan ia menjadi “hal” takdirnya "يwaw dianggap ‘ataf).

Tetapi keseluruhan ahli bahasa Arab tidak setuju dan mengingkari alasan tersebut kerana orang Arab tidak mengidhmarkan (menyembunyikan) “فعل” dan “مفعول” dalam satu masa. Dan mereka tidak menyebut “حال” dalam percakapan mereka kecuali ada zahirnya “فعل”. Maka apabila tidak zahir “فعل” sudah tentu bukannya “حال” (hal) [3]. Jikalau dibolehkan seperti itu, maka bolehlah dikatakan “ راكبا الله “ dengan makna ”عبد راكبا الله عبد Tetapi tidak boleh .”اقبلdibuat begitu.

Setelah mengetahui kedua-dua pendapat yang tersebut di atas, kita lihat pula pendapat ulama’ dalam mentarjih (memilih) pendapat-pendapat itu. As-Salaf berpegang dengan pendapat pertama, manakala al-Khalaf berpegang dengan pendapat yang kedua, kenapa?

As-Salaf mengikuti jumhur al-Quraa dan ulamak, dan riwayatnya sahihah. Manakala pendapat yang kedua adalah riwayat yang Dha'ifah (lemah) dan qiraah syaz (ganjil).

Berkata Imam Ibn Katsir –Rahimahullah- : Takwil di dalam al-Quran al-Karim ada dua makna:

PERTAMA: Dengan makna " إليه أمره يؤول وما الشيء "حقيقة

Ertinya: Hakikat sesuatu dan apa yang kembali urusannya kepadanya.

KEDUA: Dengan makna " الشيء عن والتعبير والبيان "التفسير

Ertinya: Penjelasan, penerangan dan kenyataan terhadap sesuatu.[4]

Sepertimana yang telah diketahui, bahawa as-salaf berpendapat bahawa kaifiat nama-nama Allah dan sifat-sifat baginya adalah daripada Zat-Nya, yang mana tidak mengetahuinya melainkan Allah.

Di atas asas ini, maka kedua-dua erti takwil adalah lebih tepat waqafnya pada lafaz al-Jalalah.

Dalam hal ini al-Khalaf mentarjihkan waqaf pada � م ع�ل ال ف�ي اس�خ�ون� serta mereka menjadikan و�الر�takwil kepada makna kedua, yang mana bukanlah erti yang sedia tahu oleh pada 'Ulamak, tetapi dalam erti yang bukan kebiasaan ertinya. Inilah tujuan tarjih mereka.

Page 26: New Microsoft Office Word Document

Misalnya, Firman Allah:

�و�ى ت اس ع�رش� ال ع�ل�ى حم�ن� الر�

Ertinya: Tuhan AR-RAHMAN di atas ARASY Dia Istiwa'. [Surah Thaha: 5][5]

''Istiwa'' yang segera faham mengikut ibarat ulamak adalah dengan makna ''عال'' atau seumpamanya, yang mana ertinya tertinggi atau maha Tinggi.

Tetapi golongan al-Khalaf tidak setuju kepada tafsir itu, serta menukarkan maknanya kepada makna yang tidak pernah diketahui dalam bahasa Arab iaitu dengan makna ''استولى'' ertinya menguasai/menjajah.

MASALAH KEDUA: Perkataan '' مجهول والكيف معلوم، ''اإلستواء

Pernah ditanya Imam Malik (rahimahullah) tentang maksud Istiwa' lalu menjawab:

( ) ( بدعة ( عنه والسؤال واجب، به واإليمان معلوم غير مجهول والكيف مجهول غير معلوم اإلستواء

Bermaksud: Istiwa' adalah maklum atau tidak majhul, kaifiat (caranya) adalah majhul atau tidak ma'qul, beriman dengannya adalah wajib dan menyoal tentangnya adalah bid'ah.[6]

Golongan al-Khalaf berkata bahawa: Imam Malik dan Imam-imam yang lain mengatakan ''Istiwa'' itu maklum adalah dalam erti kata maklum datangnya daripada al-Quran al-Karim. Manakala kaifiat ''Istiwa'' itu majhul adalah menjadi dalil mereka tidak mengetahui hakikatnya. Dengan itu mereka (as-Salaf) mewajibkan beriman dengannya secara buta tuli sahaja. Serta janganlah sama sekali bertanya tentangnya.

Tetapi manakala kita mengkaji kepada jalan as-Salaf, kita dapati bahawa yang dimaksudkan dengan maklum adalah maklum ertinya. Cuma yang majhulnya ialah kaifiatnya. Oleh itu, hendaklah kita beriman dengannya. Dengan demikian itu, tidak perlulah untuk kita bertanya tentang kaifiat kerana bertanya demikian tidak pernah dibuat oleh para sahabat di zaman pertama dahulu. Dalam ertikata yang lain mereka tidak jahil tentang erti sifat, Cuma yang mereka jahil ialah kaifiat sifat tersebut.

Sekiranya mereka hanya beriman dengan zahir lafaznya sahaja serta tidak mengerti maknanya, maka timbullah pertanyaan bagaimana mereka berkata ''Istiwa'' adalah tidak majhul dan kaifiat adalah tidak makqul? Kerana pengertian itu akan menjadikan lafaz ''Istiwa'' adalah tidak maklum, bahkan majhul. Maka ini akan menepati Fawatih al-Suur ( السور الم seperti (فواتح يس،dan sebagainya.

Dengan kata lain: Jalan as-Salaf : ''Istiwa maklum'' ertinya majhul kaifiat. Maka bukanlah seperti yang didakwa iaitu jalan at-Tafwidh. Manakala jalan al-Khalaf ''Istiwa'' majhul ertinya. Oleh itu, hendaklah takwilkan maknanya mengikut pengertian al-Khalaf pada TAKWIL, bukanlah TAKWIL yang dimaksudkan oleh 'Ulamak muktabir.

Page 27: New Microsoft Office Word Document

Penutup

Kesimpulan:

(a) Dakwaan yang menyatakan:

أحكم أو أعلم الخلف وطريقة أسلم السلف طريقة

Adalah kurang betul kerana sebenarnya ialah:

وأحكم وأعلم أسلم السلف طريقة

(b) As-salaf bukan tafwidh atau mufawwidhah, malahan jalannya cukup mengetahui akan erti al-Quran al-Karim dan al-Hadis al-Syarif. Cuma yang menjadi persoalan ialah berkenaan kaifiat nama-nama Allah dan sifat-sifatnya dimana tidak perlu kita mengetahui akan kaifiatnya.

(c) Dakwaan bahawa jalan al-Khalaf boleh memberi erti yang betul pada setengah nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala, sebenarnya erti yang diberikan itu tidak betul mengikut bahasa Arab yang biasa dipakai oleh orang Arab, malahan yang lebih tepat ertinya adalah mengikuti jalan as-Salaf.

InsyaAllah perbahasan seumpama ini akan dibuat kajian seterusnya. Ini hanya sebagai anak kunci dan pembuka jalan untuk membuat satu penilaian terhadap jalan as-salaf dan jalan al-Khalaf kerana mahu tak mahu kita sedang berada di tengah-tengah gelombang laut samudera kedua-duanya.

(Dinukil dari kertas kerja Prosiding Seminar AKIDAH AHLI SUNNAH WA AL-JAMA'AH, 25 Disember 1996, Di Dewan Kuliah 1, Fakulti Kejuruteraan Elektrik Universiti Teknologi Malaysia, Jalan Semarak, Kuala Lumpur, Anjuran Badan Perkhidmatan Penerangan Islam, Selangor dan Wilayah Persekutuan, Malaysia dan Persatuan Ulama Pulau Pinang & Seberang Perai)

___________________________________________[1] Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/346, tambahan: Ibn Omar dan Ibn Abbas daripada Tafsir Fath al-Qadir 1/315.

[2] Lihat Tafsir Fath al-Qadir 1/315.

[3] Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/347 dan Tafsir Fath al-Qadir 1/315.

[4] Lihat Tafsir Ibn Katsir 1/347.

[5] lihat juga: al-A'raf: 54, al-Ra'd: 2, Yunus: 3, al-Furqan: 59, al-Sajdah: 4, dan al-Hadiid: 4

[6] Riwayat al-Darimi dalam ''Fi al-Radd 'ala al-Jahmiyah'' m.s 55-56, al-Lalikai dalam ''Syarah al-Sunnah'' 3/398, Imam al-Sobuni dalam '''Aqidah al-Salaf'' no: 25 dan 26, al-Baihaqi dalam ''al-Asma wa al-Sifat'' m.s 408 ada 2 sanad. Al-Hafiz Ibn Hajar mengatakan ''Jayyid'' pada satu sanadnya; rujuk Fath al-Bari 13/406-407, Ibn Abdil Barr, al-Tamhid 7/138, 151, Abu Na'im, al-Haliyah 6/325-326, sebagaimana riwayat al-Lalikai 3/398 dan al-Baihaqi m.s 408-409 daripada guru bagi Imam malik iaitu Imam Rabi'ah al-Rakyi. Begitu juga daripada Ummul Salamah. Mendhaifkan hadis Ummul Salamah oleh Ibn Taimiyyah ''al-Fatawa'' 5/365, dan al-Zahabi serta berkata Hadis Mahfuz ialah daripada Imam Malik, Imam Rabi'ah ar-Rakyi dan beberapa orang Ulamak ''al-'Uluww'' m.s. 65.

Page 28: New Microsoft Office Word Document

PENDAHULUAN

Al Qur’an adalah sebuah kitab suci yang menjadi landasan dasar hukum dan tuntunan hidup bagi orang muslim. Adakalanya orang muslim mendapati suatu masalah, maka mereka akan lari mencari jawabannya didalam Al Qur’an. Perlu kita ketahui, bahwa ayat-ayat yang terkandung dalam Al Qur’an adakalanya berbentuk lafadz, ungkapan, dan uslub yang berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Disamping ayat yang sudah jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat Al Qur’an yang bersifat umum dan samar-samar yang menimbulkan keraguan bagi yang membacanya sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi para mujtahid untuk dapat mengembalikan kepada makna yang jelas dan tegas[34].

Dari kedua pernyataan diatas dapat kita simpulkan, bahwa pada kelompok ayat yang pertama, yang maksudnya sudah jelas itulah yang disebut dengan Muhkam. Sedangkan pada kelompok ayat yang kedua yang masih samar-samar maksudnya inilah yang disebut dengan Mutasyabih. Kedua macam ayat inilah yang akan kami bahas pada makalah kami pada kesempatan kali ini. Mudah-mudahan makalah yang telah kami susun ini, dapat menarik minat baca serta menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi para pembaca yang budiman. Kami sadar selaku menusia, pasti ada kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dengan tangan terbuka kami siap menerima kritikan dan saran dari Dosen Pembimbing pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Demikian makalah ini kami ketengahkan, atas perhatian dan minat bacanya, kami haturkan terima kasih.

PEMBAHASAN

AL MUHKAM DAN AL MUTASYABIHA. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama’ tafsir mengenai muhkam dan mutasyabih, yaitu :Menurut As Suyuthi, Muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya. Sedangkan Mutasyabih adalah sebaliknya[35].Menurut Imam Ar Razi, Muhkam adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat baik maksud maupun lafadznya. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat mujmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami[36].Menurut Manna’ Al Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain[37].

Dari pengertian-pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan Muhkam adalah ayat yang sudah jelas baik lafadz maupun maksudnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya. Sedangkan Mutasyabih adalah

Page 29: New Microsoft Office Word Document

merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal (global) dia membutuhkan rincian lebih dalam dan pentakwilan[38].

Didalam masalah ayat muhkam ini, kami rasa sudah jelas tidak perlu kami terangkan lebih lanjut. Cuma disini kami akan singgung sedikit isi dari ayat muhkam itu. Menurut Abdul Mun’im Qoi’I dalam bukunya Al Ashlan fi Ulum Al Qur’an, bahwa isi dari ayat al muhkam adalah tentang kewajiban-kewajiban (fardhu, janji dan ancaman, halal dan haram, dan hukum-hukumnya Allah)[39]. Salah satu contoh kami ambil adalah fardhu puasa, firman Allah didalam surat Al Baqoroh ayat 183 yang berbunyi :

�ام� الصXي �م� ك �ي ع�ل �ب� �ت ك �وا �م�ن ا ن� �ذ�ي Iه�اال �ي �اا !..……ي

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian untuk berpuasa …………….”

Pada ayat ini sudah jelas pengertiannya, bahwa yang diwajibkan untuk berpuasa adalah orang-orang yang beriman, selain orang yang beriman maka mereka tidak diwajibkan berpuasa. Jadi, barangsiapa beriman kepada Allah bersegeralah berpuasa, kalau tidak jangan sampai anda dicap sebagai orang yang lemah imannya.

Demikianlah sekelumit penjelasan dari kami tentang ayat-ayat Al Muhkam, mudah-mudahan dapat anda pahami secara bijaksana.

Setelah kita bersama-sama telah mengetahui apa yang dimaksud dengan Al Muhkam dan isi-isi ayat Al Muhkam. Kami akan lanjutkan kepembahasan isi daripada ayat-ayat Al Mutasyabih, masih menurut Abdul Mun’im Qoi’i dalam bukunya Al Ashlan fi Ulum Al Qur’an, bahwa isi dari ayat Mutasyabih adalah tentang kisah-kisah dan perempuan[40]. Dan ayat-ayat mutasyabih dapat dikategorikan kepada tiga bagian, yaitu pertama dari segi lafadznya; kedua, dari segi maknanya; dan yang ketiga, merupakan kombinasi antara lafadz dan maknanya[41]. Adapun ketiga hal ini dapat kami uraikan sebagai berikut :Mutasyabih dari Segi Lafadz

Mutasyabih dari segi lafadz ini dapat pula dibagi dua macam, yaitu :yang dikembalikan kepada lafadz yang tunggal (awal) yang sulit diartikan/pemaknaannya, disebabkan oleh :Sifatnya yang asing, seperti ا� �ب و�ا �ه�ة� �بlafadz Z , و�ف�اك disini mutasyabih karena ganjil dan jarangnya اdigunakan. Lafadz ini diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :

عبس ( : �م ع�م�ك ��ن و�ال �م �ك �ع�ال )32م�ت

“ Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu “. (QS. ‘Abasa : 32)[42]Mengandung makna yang ganda, seperti د�� ي �ل yang berarti hanya telapak tangan saja, atau اmencakup satu hasta, kekuasaan, atau juga meliputi sampai ke pangkal bahu.

Page 30: New Microsoft Office Word Document

kembali kepada susunan kata dalam bentuk perkataan. Perihal ini terbagi kedalam tiga bagian, yaitu :Untuk meringkaskan perkataan, seperti :

: ). البقرة الله� �ل�ى ا ه� مر�� و�أ ل�ف� م�اس� �ه� ف�ل �ه�ى ت ف�ان Xه� ب ر� م�ن Cع�ظ�ةم�و ه�

� أ ج� )275ف�م�ن

“ Maka orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengamalkan riba’), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya terserah kepada Allah “.

Semestinya dilanjutkan dengan ungkapan :

Fات� ن ح�س� �ه� �ات Xئ ي س� �د�لت� و�ب �اه� خ�ط�اي ت� .غ�ف�ر

“ Telah Ku-ampuni segala kesalahannya, dan Saya gantikan keburukannya dengan kebaikan “.

Inilah merupakan takwilan para ulama tentang menyikapi masalah makna yang terkandung didalam ayat diatas. Secara sekilas pengertian harfiahnya kita tidak mengerti apa maksud tujuan ayat tersebut. Setelah diadakan pentakwilan secara mendalam, maka bisa diartikan secara ringkas tentang pengertian dan maksudnya.Untuk lebih menyederhanakan perkataaan, seperti :

: الشورى ( Cئ ي ش� �ه� ل �م�ث ك س� �ي )11ل

“ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya “

Karena pendapat itu dapat diungkapkan dengan lebih panjang, misalnya tentu akan lebih jelas artinya :

ئ� ي ش� �ه� ل م�ث س� �ي لUntuk mengikuti keserasian bunyi perkataan, seperti :

: ) . الكهف سورة ع�و�ج�ا �ه� ل �جع�ل ي �م و�ل �اب� الك�ت د�ه� ع�ب ع�ل�ى ل� ز� �ن )1ا

“ Yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan didalamnya “

Maksud dari tidak ada kebengkokan didalamnya adalah tidak ada didalam Al Qur’an itu makna yang berlawanan dan tidak ada penyimpangan dari kebenaran.

Pada ayat diatas, sebenarnya dapat diperjelas dengan ungkapan :

ا ع�و�ج� �ه� ل �جع�ل ي �م و�ل Xم�ا ق�ي �اب� الك�ت د�ه� ع�ب ع�ل�ى ل� ز� �ن أ

Page 31: New Microsoft Office Word Document

“ Yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) sebagai bimbingan yang lurus, dan tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya “Mutasyabih dari segi maknanya

Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian tidak dapat digambarkan secara konkret karena kejadiannya belum pernah dialami oleh siapapun[43] . Untuk sebagai pemahaman lebih lanjut, ini kami tampilkan beberapa contoh ayat Mutasyabih didalam Al Qur’an yang menerangkan akan perihal diatas :

: ) . االنعام �ه�و� �ال ا �م�ه�ا �عل �ي ال ب� الغ�ي �ح� م�ف�ات د�ه� ن )59و�ع�

“ Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua ghaib; tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri ………..”

, Cس�ف ن �در�ى و�م�ات غ�د�ا س�ب� �ك ت م�اذ�ا Cس�ف ن �در�ى و�م�ات � ح�ام �ر اال م�اف�ى �م� �عل و�ي ث� الغ�ي ل� Xز� �ن و�ي اع�ة� الس� م� ع�ل د�ه� ن ع� الله� �ن� ا : ) . , لقمان Cر �ي ب خ� Cم �ي ع�ل الله� �ن� ا �م�وت� ت Fض�ر ا Xى� �ا )34ب

“ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”Mutasyabih dari Segi Lafadz dan Maknanya

Mutasyabih dari segi ini, menurut As-Suyuthi ada lima macam[44], yaitu :Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafadz yang umum dan khusus :

ن� �ي ر�ك الم�ش �وا �ل �قت .ا

“ Bunuhlah oleh kamu akan orang-orang musyrik “

Pada ayat ini, jika kita salah kaprah dalam memahaminya. Maka akan berdampak negatif dan merugikan diri kita sendiri dan orang lain. Ayat ini dilaksanakan, jika orang musyrik memerangi dan memusuhi kita, maka kita wajib membela diri. Hal ini sebagaimana firman Allah QS. Al Baqoroh ayat 191, yang berbunyi :

ن� �اف�ر�ي الك اء� ج�ز� �ذ�ل�ك� ك �وه�م �ل ف�اقت �م �وك �ل ق�ت �ن .ف�ا

“ Maka jika mereka memerangi kamu (ditempat itu Masjidil Haram), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang kafir “

Namun sebaliknya, jika mereka tidak memerangi kita sehingga mereka disebut dengan kafir

Page 32: New Microsoft Office Word Document

zhimmi, maka kita wajib tidak boleh memerangi mereka bahkan darah mereka diharamkan oleh agama.Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah :

: ) . , النساء ف�و�اح�د�ة� �وا �عد�ل ت � �ال ا �م فت خ� �ن ف�ا �ع� ب و�ر� �ل�ث� و�ث �ى ن م�ث اء� Xس� الن م�ن� �م �ك ل م�اط�اب� ك�ح�وا )3ف�ان

“ Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi, yaitu dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja “.Mutasyabih dari segi waktu, seperti nasakh dan mansukh :

: عمران ( أل �ه� �ق�ات ت ح�ق� الله� �ق�وا ات �وا �م�ن ا ن� �ذ�ي Iه�اال �ي �اا )102ي

“ Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa “

kemudian ayat yang lain :

�م �ط�عت ت م�ااس الله� �ق�وا ف�ات

“ Bertaqwalah kepada Allah menurut semampumu “

Namun dengan diketahui waktu turun masing-masing ayat, maka lenyaplah yang menyebabkan mutasyabih tersebut. Umpamanya dengan mengkompromikan keduanya, ayat pertama berkenaan dengan Aqidah dan ayat yang kedua berkenaan kegiatan anggota badan. Atau dengan menggunakan Al Nasakh, ayat pertama dinasakhkan oleh ayat yang kedua.Mutasyabih dari segi tempat, misalnya firman Allah Ta’ala:

�فر� الك ف�ى Cاد�ة� ز�ي �س�ئ� �م�االن �ن .ا

“ Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran “

Maka bagi orang yang telah mengetahui adat istiadat orang Arab dizaman jahiliah pastilah tidak akan mengerti tentang makna ئ� �س� mereka biasanya menjadikan suatu tempat bagi suatu , النbulan tertentu dari bulan-bulan haram di tempat bulan yang lain, umpamanya bulan Rajab digantikan di tempat bulan Sya’ban, dan bulan Sya’ban di tempat bulan Rajab dan seterusnya[45].Mutasyabih dari segi syarat-syarat, sehingga suatu amalan itu tergantung dengan ada atau tidaknya syarat yang dibutuhkan, misalnya ibadah sholat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika tidak cukup syaratnya.B. Sikap Para Ulama’ terhadap ayat-ayat Mutasyabih

Menyingkapi pandangan dan pendapat para ulama’ mengenai ayat-ayat mutasyabih ini, kami ketengahkan beberapa pendapat dari kalangan ulama’ yaitu Ulama’ Tafsir, Para Imam Ahlulbait, dan Ulama’ Salaf dan Khalaf.

Page 33: New Microsoft Office Word Document

@ Pendapat Ulama’ Tafsir (Mufasirin)

Dikalangan ulama’ tafsir terdapat perbedaan pendapat mengenai ayat-ayat mutasyabih ini. Apakah ayat itu dapat diketahui artinya atau takwilnya atau tidak, kemudian mengenai perbedaan apakah manusia berhak mengetahui maksud yang tersembunyi itu atau hanya Allah yang tahu. Perbedaan pendapat dikalangan para ulama’ ini pada intinya berawal dari pemahaman ayat 7 surat Ali Imron[46]:

. Cع ي ز� �ه�م �وب ق�ل ف�ى ن� �ذ�ي �م�اال ف�ا Cه�ات� اب �ش� م�ت �خ�ر� و�ا �اب� الك�ت Iم� ا ه�ن� Cم�ات� م�حك Cات� �ي ا ه� م�ن �اب� الك�ت ك� �ي ع�ل ل� ز� �ن ا �ذ�ى ال ه�و��ه� �اب م�ن

� أ �ون� �ق�ول ي � م الع�ل ف�ى خ�ون� اس� و�الر� الله� � �ال ا �ه� ل و�ي �أ ت �م� �عل و�م�اي �ه� ل و�ي

�أ ت �غ�اء� ت و�اب �ة� ن الف�ت �غ�اء� ت اب ه� م�ن �ه� اب �ش� م�ات �ع�ون� �ب �ت ف�ي�اب� ب �ل اال �وا �ول ا � �ال ا �ر� �ذ�ك و�م�اي �ا Xن ب ر� د� ن ع� م�ن Zل� .ك

“ Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Diantara( isi)-nya ada ayat-ayat yang Muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an, dan yang lain (ayat-ayat) Mutasyabihat. Adapun orang-orang yangdalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal “.

Dari ayat di atas, para ulama’ berbeda pendapat yang berawal dari lafadz � م الع�ل ف�ى خ�ون� اس� . و�الر�Permasalahannya apakah lafadz itu di-athof-kan dengan lafadz الله� � �ال خ�ون� atau lafadz , ا اس� و�الر�

� م الع�ل ) ’itu merupakan mubtada ف�ى �د�أ ت .(م�ب

Berangkat dari sinilah muncul silang pendapat dikalangan ulama. Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid (dari kalangan sahabat) berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui arti dan takwil ayat-ayat mutasyabihat. Mereka ini beralasan lafadz � م الع�ل ف�ى خ�ون� اس� di-athofkan kepada و�الر�lafadz الله� � �ال Menurut mereka jika hanya Allah yang mengetahui dan tidak dilimpahkan kepada . اmanusia khususnya ulama yang mendalami ilmunya tentang ayat-ayat mutasyabihat baik tentang pengertian maupun takwil, berarti mereka sama saja dengan orang awam. Pendapat ini didukung pula oleh Hasan Al Asy’ari[47] . Hal ini pemakalah berpendapat, bahwa memang sebagian atau bahkan seluruh ayat Al Qur’an mengandung pengertian ayat mutasyabihat. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan sebagian besar ayat-ayat mutasyabihat bisa ditakwilkan pengertiannya oleh para ulama yang mendalami ilmunya ( خ�ون� اس� seperti halnya contoh , (و�الر�QS. Al-Isro’ ayat 85, yang berbunyi :

, � ال �ي �ق�ل �ال ا � م الع�ل م�ن� �م ت �ي �وت و�م�اا Xى ب ر� �مر� ا م�ن وح� Iالر ق�ل� وح� Iالر ع�ن� �ك� �ون �ل ئ �س .و�ي

“ Dan mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh. Katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi ilmu, melainkan sedikit “ (QS. Al-Isro’ : 85)

Dari ayat ini, sudah dapat kita pahami secara bersama. Didalam ayat tersebut ada ayat Muhkam dan ayat Mutasyabih, letak dari ayat muhkam adalah pengertian mengenai masalah

Page 34: New Microsoft Office Word Document

ruh. Sesungguhnya ruh itu adalah urusan Allah, kita tidak diberi suatu ilmu melainkan hanya sedikit. Nah, ilmu yang sedikit inilah adalah termasuk ayat mutasyabih. Maka dengan pengertian ini, kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa para ulama tidak tertutup kemungkinan mereka bisa mengetahui tentang masalah ruh dengan melalui ilmu yang diberikan Allah hanya dengan sedikit ini. Bagi Allah ilmu ini sedikit, tetapi bagi ulama mungkin sangat luas sekali dalam mendalami dan mempelajarinya. Untuk itu, sama seperti halnya dengan ayat mutasyabih, Allah bukannya tidak memberitahukan tentang makna ayat tersebut, melainkan hanya sedikit dan keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh kita manusia sehingga kita tidak bisa mengetahui takwilnya. Pendapat kami ini pula, diperkuat dengan pendapat Drs. Abu Anwar, M.Ag. Ia mengatakan : Bahwa jika Allah yang mengetahui maksud ayat-ayat mutasyabih dalam Al Qur’an, tentu saja Al Qur’an itu akan kering maknanya serta tidak menjadi rahmat bagi alam semesta. Hal ini disebabkan karena banyaknya ayat-ayat mutasyabih yang diungkapkan dalam Al Qur’an[48].

Disamping pendapat kami dan pendapat ulama lainnya yang mengatakan, bahwa ayat mutasyabih itu bisa ditakwilkan. Ada juga pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorang pun kecuali Allah. Menurut ulama ini kita sebagai ciptaan Allah tidak perlu mencari-cari takwil tentang ayat-ayat mutasyabih, tetapi kita harus menyerahkan persoalannya kepada Allah semata[49].

Dari dua pendapat ini, sudah kelihatan kontradiksinya. Dalam hal ini Ar-Raghib Al-Asfahani, dia mengambil jalan tengah dari dua pendapat diatas. Ar-Raghib membagi ayat-ayat mutasyabih menjadi tiga bagian[50], yaitu :Ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya oleh manusia, seperti waktu tibanya hari kiamat.Ayat mutasyabih yang dapat diketahui oleh manusia (orang awam) dengan menggunakan berbagai sarana terutama kemampuan akal pikiran.Ayat-ayat mutasyabih yang khusus hanya dapat diketahui maknanya oleh orang-orang yang mendalami ilmunya dan tidak dapat diketahui oleh orang-orang selain mereka.

Demikianlah pokok-pokok yang merupakan pembahasan mufassirin di dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang mutasyabih.

@ Pendapat Ulama’ Salaf dan Khalaf

Dalam bagian ini, pembahasan khusus tentang ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat-sifat Tuhan, yang dalam istilah Al-Suyuthi adalah ayat Al-Shifat. Sedangkan dalam menurut istilah Shubi Al-Shalih adalah Mutasyabih Al Shifat. Adapun ayat-ayat Mutasyabih menurut sifat-sifat Tuhan adalah sebagai berikut[51] :Pada QS. Thaha : 5, adalah sebagai berikut :

�و�ى ت اس الع�رش� ع�ل�ى حم�ن� �لر� .ا

“ Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam diatas ‘Arsy “.

Page 35: New Microsoft Office Word Document

Dari ayat diatas ini, muncul sebuah kisah di mana pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang makna Istawa (bersemayam), lalu Imam Malik menjawab :

, , , ع�نXى �جر�ج�وه� ا Fءو س� ج�ل� ر� Iك� �ظ�ن و�ا Cع�ة�د ب ه� ع�ن ؤ�ال� Iو�الس Cله�و م�ج ف� �ي ك و�ال Cم�و م�عل �و�اء� ت �س �ال .ا

“ Istawa itu maklum, caranya tidak diketahui, mempertanyakannya adalah bid’ah. Saya duga engkau ini orang jahat, keluarkanlah orang ini dari majlis saya “

Dari penjelasan Imam Malik diatas dapat kita ambil suatu kesimpulan, bahwa lafadz Istawa dapat dimengerti, tetapi tentang bagaimananya tidaklah dapat diketahui oleh seorang pun selain Allah. Bahkan Imam Malik mengatakan bahwa pertanyaan seperti itu adalah Bid’ah[52].Pada QS. Al Fajr : 22, adalah sebagai berikut :

ص�فpاص�فpا و�الم�ل�ك� Iك� ب ر� اء� .و�ج�

“ Dan datanglah Tuhanmu; sedangkan malaikat berbaris-baris “Pada QS. Al-An’am : 61, adalah sebagai berikut :

�اد�ه� ب ع� ف�وق� الق�اه�ر� .و�ه�و�

“ Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi diatas semua hambanya “Pada QS. Al Zumar : 56, adalah sebagai berikut :

الله� ب� ن ج� ف�ى طت� م�اف�ر� ع�ل�ى �ى ت ر� �ح�س .ي

“ Amat besar penyesalanku atas kelalaianku disisi Allah “Pada QS. Ar-Rahman : 27, adalah sebagai berikut :

� ام ر� �ك و�اال �ل� ج�ال ذ�وال Xك� ب ر� و�جه� ق�ى �ب و�ي

“ Dan tetap kekallah wajah Tuhanmu “Pada QS. Thaha : 39, adalah sebagai berikut :

ن�ى ع�ي ع�ل�ى �ع� �صن �ت و�ل

“ ……dan supaya kamu diasuh atas mataku “Pada QS. Al-Fath : 10, adalah sebagai berikut :

ه�م د�ي �ي ا ف�وق� الله� �د� ي

“ Tangan Allah di atas tangan mereka “

Pada ayat ini, kalau kita lihat kembali dalam istilah ilmu fiqih, ayat ini termasuk dalam Manthuq

Page 36: New Microsoft Office Word Document

Zihar, yaitu suatu lafadz yang memungkinkan untuk ditakwilkan kepada arti lain, selain arti harfiyahnya[53]. Menurut zahirnya kata Cد� berarti tangan, tetapi mustahil Allah mempunyai يtangan. Maka tangan ini bisa ditakwilkan dengan arti kekuasaan.Pada QS. Ali-Imran : 28, adalah sebagai berikut :

ه� �فس� ن الله� �م� ك �ح�ذXر� و�ي

“ …..Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri-Nya “

Dalam ayat-ayat ini terdapat kata-kata bersemayam, datang, di atas, sisi, wajah, mata, tangan dan diri yang dibangsakan atau dijadikan sifat bagi Allah. Kata-kata ini menunjukkan keadaan, tempat, dan anggota yang layak bagi makhluk yang baharu, misalnya manusia. Karena dalam ayat-ayat tersebut kata-kata ini dibangsakan kepada Allah yang qodim (absolut), maka sulit dipahami maksud yang sebenarnya. Karena itu pula, ayat-ayat tersebut dinamakan mutasyabihat shifat[54]. Maka dalam hal ini timbul suatu pertanyaan, apakah maksud ayat-ayat ini dapat diketahui oleh manusia atau tidak ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Shubhi Sholih mengemukakan pendapat dua kelompok madzhab, yaitu Salaf dan Khalaf.

Madzhab Salaf

Kelompok ini mempercayai dan mengimani ayat-ayat (tentang sifat-sifat) mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah. Mereka tetap mensucikan Allah dari makna-makna lahir yang mustahil atau tidak mungkin bagi Allah[55]. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Asy-Syura ayat : 11;

Cئ ي ش� �ه� ل �م�ث ك س� �ي ل

“ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia “

Karena Madzhab Salaf menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula Madzhab Mufawwidhah atau Tafwidh[56]. Inilah sistem penafsiran yang diterapkan oleh Madzhab Salaf pada umumnya terdapat ayat-ayat mutasyabihat. Dalam penerapan sistem ini, mereka mempunyai dua argumen, yaitu argumen Aqli dan Naqli.

Argumen Aqli adalah bahwa menentukan maksud dari ayat-ayat mutasyabihat hanyalah berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan penggunaannya di kalangan bangsa Arab. Penentuan seperti ini, hanya dapat menghasilkan ketentuan yang bersifat zanni (tidak pasti). Sedangkan sifat-sifat Allah termasuk masalah aqidah yang dasarnya tidak cukup dengan argumen yang zanni. Lantaran dasar yang qath’i (pasti) tidak diperoleh, maka madzhab Salaf berkesimpulan untuk Tawaqquf (tidak memutuskan) dan menyerahkan ketentuan maksudnya kepada Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal[57].

Page 37: New Microsoft Office Word Document

Adapun dalam argumen naqli, mereka mengemukakan beberapa hadits dan Atsar shahabat[58]. Akan tetapi disini kami hanya akan mengambil dua hadits saja untuk menerangkan argumen naqli ini. Adapun haditsnya adalah sebagai berikut : ( - ) . . �اب� : ب �ل اال �وا �ول ا � �ال ا قوله الى �اب� الك�ت ك� �ي ع�ل ل� ز� �ن ا �ذ�ى ال ه�و� �ة� �ي اال ه�ذ�ه� م ص الله� ول� س� �ر� �ال ت ق�ال�ت ة� �ش� ع�ائ ع�ن. : . . : ه�م ف�احذ�ر الله� م�ى س� ن� �ذ�ي ال �ك� �ئ �ول ف�ا ه� م�ن �ه� اب �ش� م�ات �ع�ون� �ب �ت ي ن� �ذ�ي ال ت� �ي ا ر� �ذ�ا ف�ا م ص الله� ول� س� ر� ق�ال� ق�ال�ت( وغيرهما( ومسلم البخارى رواه

“ Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata : Rosulullah S.a.w. membaca ayat : الى �اب� الك�ت ك� �ي ع�ل ل� ز� �ن ا �ذ�ى ال ه�و��اب�- ب �ل اال �وا �ول ا � �ال ا -Rosulullah S.a.w. bersabda : Jika engkau melihat orang .(QS. Ali Imron : 7) قوله

orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat, daripadanya maka itulah mereka orang-orang yang disebutkan Allah (yaitu sesat). Maka berhati-hatilah terhadap mereka “. (HR. Imam Al Bukhori, Muslim dan lain keduanya) : . . �عض�ه� ب �ذXب� �ك �ي ل ز�ل �ن ي �م ل �ن� أ الق�ر �ن� ا ق�ال� م ص الله� ول� س� ر� ع�ن ج�دXه� ع�ن ه� �ي �ب ا ع�ن Fب ع�ي ش� ن� و�اب ع�مر� ث� ح�د�ي م�ن( ) . مرداويه رواه �ه� �واب م�ن

� ف�أ �ه� اب �ش� و�م�ات �ه� �واب ف�اعم�ل ه� م�ن �م فت ف�م�اع�ر� �عض�ا ب

“ Dari ‘Amr Ibnu Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya dari Rosulullah S.a.w. ia bersabda : Sesungguhnya Al Qur’an tidak diturunkan agar sebagiannya mendustakan sebagian yang lainnya; apa yang kamu ketahui daripadanya, maka amalkanlah. Dan apa yang mutasyabihat, maka hendaklah kamu meyakininya “. (HR. Mirdawaih).Madzhab Khalaf

Kelompok ini adalah kelompok ulama’ yang mentakwilkan lafadz yang makna lahirnya itu mustahil kepada makna yang lain yang sesuai dengan zat Allah. Kelompok ini lebih dikenal dengan nama Muawwilah atau Madzhab Takwil[59]. Mereka mentakwilkan semua sifat-sifat yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat di atas dengan takwilan yang bersifat rasional, seperti contoh : Istiwa mereka takwilkan dengan pengendalian Allah terhadap alam semesta ini tanpa merasa kesulitan. Kedatangan Allah mereka takwilkan dengan kedatangan perintah-perintah Allah. Allah berada di atas hamba-Nya mereka takwilkan dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada pada suatu tempat. Kata sisi mereka mereka takwilkan dengan hak Allah. Wajah mereka, mereka takwilkan dengan zat Allah. Mata mereka, mereka takwilkan dengan penglihatan/pandangan. Tangan mereka takwilkan dengan kekuasaan Allah. Dan diri, mereka takwilkan dengan siksaan Allah[60].

Madzhab Khalaf ini, pada umumnya adalah dari kalangan ulama muta’akhirin. Imam Al-Haramain (w. 478 H)[61] pada mulanya termasuk madzhab ini, tetapi kemudian beliau menarik diri darinya. Dalam sebuah Risalah An-Nizhamiyyah, ia menuturkan bahwa prinsip yang dipegang dalam beragama adalah mengikuti madzhab salaf sebab mereka memperoleh derajat dengan cara tidak menyinggung ayat-ayat mutasyabih[62].

Menurut kami sebagai pemakalah, kenapa Imam Haramain menarik diri dari madzhab khalaf adalah karena beliau takut dan ada rasa keragu-raguan dalam hati beliau didalam mentakwilkan ayat-ayat mutasyabih. Beliau takut keliru dan terjerumus kedalam kelompok orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat sehingga dicap dalam Al Qur’an sebagai orang-orang yang sesat.

Page 38: New Microsoft Office Word Document

Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menentukan dua syarat bagi absahnya sebuah penakwilan, yaitu :makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas.arti yang dipilih sudah dikenal oleh bahasa Arab Klasik.

Syarat yang dikemukakan ini lebih longgar daripada syarat kelompok Az-Zhahiriyyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal[63].

Madzhab Khalaf mengatakan ayat-ayat mutasyabihat itu sebagian bisa ditakwilkan, mereka berpegang kepada kata para sahabat-sahabat, dan para tabi’in. Seperti halnya kami kemukakan pendapat dibawah ini :

: ( �ه� ( ل و�ي �أ ت �م�ون� �عل ي �ام�م�ن �ن ا ق�ال� � م الع�ل ف�ى خ�ون� اس� و�الر� الله� � �ال ا �ه� ل و�ي

�أ ت �م� �عل و�م�اي �ه� ق�ول ف�ى Fاس� ع�ب ن� اب .ع�ن�

“ Dari Ibnu Abbas r.a. tentang firman Allah : Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalami ilmunya. Berkata Ibnu Abbas r.a. : Saya adalah diantara orang yang mengetahui takwilnya “. (Diriyawatkan oleh Ibnu Al-Munzir)

Menurut kami selaku pemakalah, pada perkataan Ibnu Abbas r.a. diatas sudah jelas sekali, bahwa beliau mengartikan ن�خ�و اس� الله� adalah di-athofkan kepada lafadz و�الر� � �ال ini berarti yang . اhanya bisa mengetahui takwil ayat-ayat mutasyabihat adalah Allah dan orang-orang yang mendalami ilmunya, termasuk kedalamnya adalah Ibnu Abbas r.a. sendiri. Pada dasarnya Ibnu Abbas r.a. sendiri pernah meminta dido’akan oleh Rosulullah S.a.w. supaya dia bisa memahami ilmu agama dan serta takwilannya. Adapun bunyi do’a Rosulullah S.a.w. itu adalah sebagai berikut :

ل� و�ي �أ الت Xمه� و�ع�ل ن� الدXي ف�ى ف�قXهه� �ه�م� �لل .ا

“ Ya Allah, berilah pemahaman kepadanya dalam bidang agama dan ajarkanlah takwil kepadanya “.

Dan selanjutnya ada pendapat dari Al-Dhahhak r.a. ia berkata :

ام�ه� ح�ر� م�ن �ه� �ل �ح�ال و�ال وخ�ه� س� م�ن م�ن خ�ه� �اس� ن �م�وا �عل ي �م ل �ه� ل و�ي �أ ت �م�وا �عل ي �م ل �و ل �ه� ل و�ي

�أ ت �م�ون� �عل ي � م الع�ل ف�ى خ�ون� اس� الر��ه�ه� اب �ش� م�ت م�ن �م�ه� �م�حك .و�ال

“ Orang-orang yang mendalami ilmunya mengetahui takwilnya. Sekiranya mereka tidak mengetahuinya, niscaya mereka tidak mengetahui nasakh dan mansukhnya, halalnya dari haramnya, dan ayat muhkam dan ayat mutasyabih “. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim).

@ Pendapat Para Imam Ahlulbait

Page 39: New Microsoft Office Word Document

Yang kami pahami (kata Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i) dari Imam Ahlulbait adalah bahwa tidak ada ayat mutasyabih yang tidak mungkin diketahui maksudnya secara hakiki. Bahkan ayat-ayat yang tidak mandiri makna-makna hakikinya, dapat diketahui dengan perantara ayat-ayat lain[64]. Inilah yang dimaksud dengan mengembalikan ayat muhkam kepada ayat mutasyabih, seperti lahir firman Allah Ta’ala sebagai berikut :pada QS. Thaha : 5, adalah sebagai berikut :

�و�ى ت اس الع�رش� ع�ل�ى حم�ن� �لر� .ا

“ Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam diatas ‘Arsy “.pada QS. Al-Fath : 10, adalah sebagai berikut :

ه�م د�ي �ي ا ف�وق� الله� �د� ي

“ Tangan Allah di atas tangan mereka “

Pada kedua ayat ini menunjukkan arti Jismiyyah (jisim-jisim), yaitu seolah-olah Allah itu benda dan makhluk. Maka kita kembalikan kepada firman Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 11, yaitu

Cئ ي ش� �ه� ل �م�ث ك س� �ي ل

“ Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia “

Dan juga pendapat Ulama Ahlulbait, diperkuat dengan kata Imam Shadiq as sebagai berikut[65] :

�ه� اه�ل ج� ع�ل�ى �ه� �ب ت م�ااش �ه� اب �ش� م�ت و�ال �ه� ب �عم�ل� م�اي �م� م�حك �ل .ا

“ Muhkam adalah ayat yang dapat diamalkan, sedangkan mutasyabih adalah ayat yang dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi orang yang tidak mengetahuinya “.

Dan Imam Ridha as berkata :

F م �ق�ي ت م�س Fاط ص�ر� �ل�ى ا ه�د�ى� �م�ه� م�حك �ل�ى ا ن�� أ الق�ر �ه� اب �ش� م�ت د� ر� .م�ن

“ Barangsiapa merujukkan ayat-ayat mutasyabih kepada ayat-ayat muhkam, maka dia telah ditunjukkan kepada jalan yang lurus “.

Dengan adanya dalil-dalil yang telah diutarakan oleh para ulama’ diatas, maka sudah jelaslah bahwa ayat-ayat mutasyabih itu tidak tertutup kemungkinan bisa ditakwilkan. Menurut hemat kami selaku pemakalah, bahwa Ulama’ Ahlulbait ini termasuk mendukung daripada pendapat Ulama’ Khalaf. Akan tetapi perlu kita ketahui secara bersama, bahwa tidak semua ayat-ayat mutasyabih mereka bisa takwilkan, melainkan hanya sebagian saja yang bisa mereka takwilkan. Sesungguhnya mereka sendiri mengakui bahwa ayat-ayat didalam Al Qur’an itu

Page 40: New Microsoft Office Word Document

banyak sekali kata-kata yang penuh dengan tanda tanya, yang masih ghoib dan tak jelas. Mereka masih memerlukan petunjuk dari Allah Swt.C. Fawatih As Suwari

Sebelum kita membahas tentang Fawatih As Suwar, adakala baiknya terlebih dahulu kita bersama-sama mengetahui apa yang dimaksud dengan Fawatih As Suwar itu sendiri ?

Fawatih As Suwar itu adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surat, ia merupakan bagian dari ayat Mutasyabih karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal (memerlukan takwil), dan musykil (sukar dipahami). Didalam Al Qur’an terdapat huruf-huruf awalan dalam pembukaan surah dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan ke MahatahuanNya, sehingga kita terpanggil untuk menggali ayat-ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan bahwa semakin dikaji ayat Al Qur’an itu, maka semakin luas pengetahuan kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga sekarang ini[66].

Adapun untuk memperjelas lagi apa itu ayat Fawatih As Suwar, maka dengan ini kami tampilkan ayat-ayatnya sebagai berikut[67] :Awalan surah yang terdiri dari satu huruf, ini terdapat pada tiga surah.Surah Shad. .ر� الذXك ذ�ى �ن� أ ق�ر و�ال .ص�Surah Qaaf. .د� ي م�ج� ال �ن� أ ق�ر و�ال .ق�Surah Al Qolam. .ن�و �سط�ر� و�م�اي �م� و�الق�ل .ن�Awalan surah yang terdiri dari dua huruf, ini terdapat pada sepuluh surah :Surah Al Mukmin. حم Surah Fushilat. حمSurah Asy-Syura. حمSurah Az Zukhruf. حمSurah Ad Dukhan. حمSurah Al Jasyiah. حمSurah Al Ahqaf. حمSurah Thaha. طهSurah An-Naml. طسSurah Yasin. يس

Tujuh dari sepuluh surah diatas, ini dinamakan Hawwaamiim[68].Awalan surah yang terdiri dari tiga huruf, ini terdapat pada tiga belas surah, yaitu :

F Enam surah diawali Alif Lam Mim (الم)Surah Al BaqorohSurah Ali ImranSurah Al AnkabutSurah Ar RumSurah LuqmanSurah As-Sajadah

Page 41: New Microsoft Office Word Document

F Lima surah diawali dengan Alif Lam Ro (الر)Surah YunusSurah HudSurah YusufSurah IbrahimSurah Al Hijr

F Dua surah yang diawali dengan Tha Sin Mim (طسم)Surah Asy Syu’araSurah Al QoshoshAwalan surah yang terdiri dari empat huruf, ini terdapat pada dua tempat, yaitu :Surah Al A’araf. المصSurah Ar Ra’du. المرAwalan surah yang terdiri dari lima huruf, ini hanya terdapat pada surah Maryam, yaitu : كهيعص .

Dari ketiga belas ayat-ayat Fawatih As Suwar yang tersebut di atas, dengan ini kami selaku pemakalah (berpendapat) akan mengambil satu ayat sebagai penjelasan, yaitu Alif Lam Mim ( Didalam tafsir Jalalin mengenai ayat-ayat Fawatih As Suwar ini sudah dijelaskan tidak bisa .(المditafsirkan (menurut golongan madzhab salaf), hanya Allahlah yang Maha Mengetahui. Yaitu Alif Lam Mim ditafsirkan dengan د�ه� �م�ر� ب �م� �عل ا artinya “Dan Allah Maha Lebih Mengetahui و�الله�dengan maksudNya”. Dan ada lagi didalam tafsir Marohi syarach Imam Nawawi, Alif Lam Mim beliau tafsirkan mengambil pendapat Imam Syu’bi dan Jama’ah, yaitu :

و�ه�ى� م�ه� �ع�ل ب الله� د� ف�ر� �ن ا �ذ�ى ال �ه� اب �ش� الم�ت م�ن� و�ر� Iالس �ل� �و�ائ ا ف�ى اء� اله�ج� وف� ح�ر� �ر� ائ و�س� الم Cو�ج�م�اع�ة �ى عب Iالش ق�ال� . �ه�ا ب م�ان� �ي اال ط�ل�ب� ر�ه�ا ذ�ك �د�ة� و�ف�ائ �ع�ال�ى ت الله� �ل�ى ا ه�ا ف�ي م� الع�ل �ف�وض� و�ن �ظ�اه�ر�ه�ا ب �ؤم�ن� ن �حن� ف�ن ن�

� أ الق�ر Iر .س�

“ Alif Lam Mim itu adalah menjadi rahasia pada seluruh huruf hijaiyah pada awal surah dari ayat mutasyabih yang telah disatukan oleh Allah dengan ilmuNya, yaitu menjadi rahasia Al Qur’an. Maka kami beriman dengan zhohirnya dan kami menuntut ilmu padanya hingga kepada Allah Ta’ala. “

Tafsiran ini, menurut kami sudah jelas bahwa Imam Syu’bi termasuk golongan madzhab salaf. Beliau tidak mau menafsirkan lafadz Alif Lam Mim ini karena beliau takut tersesat sehingga beliau mengatakan biarlah ini menjadi rahasia Al Qur’an. Akan tetapi, beliau tetap beriman dengan zhohirnya dan beliau tetap menuntut dan memohon diberikan ilmu lebih dari Allah Swt.

Dan dipenghujung tafsir Abu Bakar r.a. berkata :

و�ر� Iالس �ل� و�ائ� أ ن�

� أ الق�ر ف�ى الله� Iر و�س� Zر س� Fاب� �ت ك Xل� ك .ف�ى

“ Didalam seluruh kitab mempunyai rahasia, dan rahasia Allah didalam Al Qur’an itu ada pada awal surah “.

Page 42: New Microsoft Office Word Document

Hal ini bertolak belakang dengan Ibnu Abbas r.a. beliau mampu untuk menafsirkannya, yaitu kata beliau :

: ( ) . : ( ) . : ( �ر�ى ( ا �لله� ا �ا �ن أ ق�ال� الر �ه� ق�ول و�ف�ى �ف�صXل� ا �لله� ا �ا �ن ا ق�ال� �م�ص� ال �ه� ق�ول و�ف�ى �م� �عل ا �لله� ا �ا �ن ا ق�ال� الم �ه� ق�ول .ف�ى

“ Tentang firman Allah Alif Lam Mim adalah Aku Allah Maha Mengetahui, tentang Alif Lam Mim Shodh adalah Aku Allah akan memperinci, dan Alif Lam Ro adalah Aku Allah Maha Melihat”. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari jalan Abu Al-Dhuha)

Dan ada lagi dari Ibnu Abbas r.a. dengan tafsirannya sebagai berikut :

ق�ة� : م�ف�ر� حم�ن� الر� وف� ح�ر� ن و� حم و� الر .ق�ال�

“ Tentang ( firman Allah) pada ayat Alif Lam Ro, Ha Mim, dan Nun adalah huruf-huruf Ar Rahman yang dipisahkan “. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Jalan Ikrimah)

Dan masih banyak lagi pendapat dari ulama yang menafsirkan ayat Fawatih As Suwar, seperti Salim Ibnu Abdillah, Al Saddiy, Al Baidhawi dan lain-lain. Akan tetapi disini, kami hanya menampilkan pendapat Ibnu Abbas r.a. karena menurut kami Ibnu Abbas r.a. memang patut mendapatkan anugerah yang luar biasa. Karena ia bisa mentakwilkan ayat mutasyabihat, berkat atas do’a Rosulullah S.a.w. yang sudah kami jelaskan sebelumnya.

D. Hikmahnya ada ayat Al Muhkam dan Al Mutasyabih.

Adapun hikmah yang terkandung didalam ayat-ayat Al Muhkam dan Al Mutasyabih adalah sebagai berikut :Hikmah adanya ayat Al Muhkam adalah tidak adanya perselisihan pendapat mengenai cara pentakwilannya, adanya kesepakatan paham, tidak membuat orang menjadi syubhat, ragu-ragu, dan sesat. Dan serta menjadi suatu alat untuk bisa mentakwilkan ayat-ayat Mutasyabihat.Hikmah pada ayat Al Mutasyabih menurut As Suyuthi didalam kitab Al Itqan-nya beliau berkata :Ayat-ayat mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkapkan maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.Ayat-ayat mutasyabihat ini, untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya dengan memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, grametika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan lain sebagainya.Memperlihatkan kelemahan akal manusiaTeguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabihDan memberikan pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman inderawi yang biasa disaksikan dan dirasakan.Hikmah pada ayat mutasyabih menurut Drs. Rosihan Anwar, M.Ag dalam bukunya Ulumul Qur’an, beliau katakan sebagai berikut :E. Kesimpulan

Page 43: New Microsoft Office Word Document

Dari uraian ayat-ayat muhkam dan mutasyabih diatas, dapat dipahami sebagai berikut :Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan barulah kita dapat memahami tentang maksud ayat.Ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu Al Qur’an yang para ulama menilainya dengan alasan masing-masing, seperti Ulama Tafsir, Madzhab Salaf, Madzhab Khalaf dan Ulama’ Ahlulbait.Fawatih As Suwar itu adalah kalimat-kalimat yang dipakai untuk pembukaan surat, ia merupakan bagian dari ayat Mutasyabih karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal (memerlukan takwil), dan musykil (sukar dipahami).Pada penafsiran ayat Fawatih As Suwar terjadi perselisihan dua golongan ulama, yaitu golongan pertama mengatakan bahwa ayat Fawatih As Suwar itu tidak bisa ditakwilkan, mereka ini adalah Imam Syu’bi dan Jama’ah, serta tafsir Jalalin. Sedangkan golongan yang kedua ini mengatakan bahwa ayat Fawatih As Suwar itu bisa ditakwilkan, mereka ini adalah Ibnu Abbas r.a., Salim Ibnu Abdillah, Al Saddiy, Al Baidhawi dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Husni, Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki. 1999. Mutiara Ilmu-ilmu Qur’an. Bandung : Pustaka Setia. terj. Rosihan Anwar.

Al Qaththan, Manna. 1975/1393. Mabahits fi Ulum Al Qur’an. Riyadh: Mansyurat Al Ashri Al Hadits.

Al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim. 1988. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr.

Anshori M, Kusnadi. 2003. Ulumul Qur’an. Palembang : Pusat Penerbitan dan Percetakan IAIN Raden Fatah.

Anwar, Abu. 2005. Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah.

As Suyuthi. Al Itqan fi Ulumul Qur’an. juz II, Dar Al Fikr.

Bakr Ismail, Muhammad Al-. 1991. Dirasat fi Ulum Al Qur’an. Dar Al Manar.

Departemen Agama RI. 1989. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang : Toha Putra.

Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan Al Qur’an. Bandung : Mizan.

Page 44: New Microsoft Office Word Document

Shiddieqy, Hasbi Ash-. 1995. Ilmu-Ilmu Al Qur’an. Jakarta : Bulan Bintang.

Subhi Soleh, Dar Al-. 1993. Mabahits fi Ulumul Qur’an. Jakarta : Pustaka Firdaus. Terjemahan Pustaka Firdaus.

Thabathaba’i, Sayyid Muhammad Husain. 2000. Memahami Esensi Al Qur’an. Jakarta : Lentera.

Wahid, Ramli Abdul. 1993. Ulumul Qur’an. Jakarta : Rajawali.[34] Abu Anwar, Ulumul Qur’an; Sebuah Pengantar. (Pekanbaru: Amzah, 2005), cet. II, hlm. 77

[35] As Suyuthi, Al Itqan fi Ulumul Qur’an, juz II, Dar Al Fikr, h

Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai sumber ajaran agama

Islam yang utama.1 Semua isi kandungannya merupakan pedoman kuat serta hujjah yang ampuh.

Kitab suci yang menakjubkan ini merupakan pegangan umat manusia, sekaligus pelita dalam hidup

dan kehidupan agar dapat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.2 Di dalamnya terkandung ayat atau

makna yang antar satu dengan lainnya saling menyempurnakan dan membenarkan, tidak ada

pertentangan. Seluruh ayatnya bersifat Qot'i al-Wurud, yang jelas diyakini eksistensinya sebagai

wahyu Allah.3

Diperlukan persyaratan yang sangat berat dan penguasaan beberapa disiplin keilmuan agar

seseorang dapat dan mampu menterjemahkan serta menafsirkan al-Qur'an dengan baik dan benar. Ia

setelah benar-benar mahir dalam ilmu bahasa arab, ilmu kalam dan ilmu usul juga dituntut harus

menguasai pula ilmu-ilmu pokok al-Qur'an yang meliputi ilmu tentang:

Mawatin al-Nuzul (tempat-tempat turunnya ayat),

Tawarikh al-Nuzul (masa turunnya ayat),

Asbab al-Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat),

Qira'at (bacaan-bacaan al-Qur'an),

Tajwid (cara membaca al-Qur'an dengan baik dan benar),

Gharib al-Qur'an (kata-kata yang ganjil dalam al-Qur'an),

I'rab al-Qur'an (struktur kalimat),

al-Wujuh wa al-Naza'ir (kata-kata al-Qur'an yang multi makna),

al-Muhkam wa al-Mutashabihat,

al-Nasikh wa al-Mansukh (ayat yang menghapuskan atau dihapuskan ayat lain),

Bada'i al-Qur'an (keindahan nilai sastra al-Qur'an),

I'jaz al-Qur'an (kemukjizatan al-Qur'an),

Page 45: New Microsoft Office Word Document

Tanasub al-Qur'an (keserasian antara ayat-ayat al-Qur'an),

Aqsam al-Qur'an (sumpah-sumpah al-Qur'an),

Amthal al-Qur'an (perumpaan-perumpaan dalam al-Qur'an),

Jidal al-Qur'an (bentuk dan cara argumantasi dalam al-Qur'an), dan

Adab Tilawah al-Qur'an (adab dalam membaca al-Qur'an).4

Ilmu al-Muhkam wa al-Mutashabihat termasuk didalam ilmu-ilmu pokok al-Qur'an karena di dalam al-

Qur'an memuat ayat-ayat mutashabihat (yang mengandung ambiguitas) di samping ayat-ayat yang

tergolong muhkamat (yang pengertiannya telah tegas dan jelas).5 Ambiguitas ini disebabkan banyak

terjadinya kemiripan dalam segi balaghah-nya, i'jaz-nya atau sulitnya memilah bagian-bagian

manakah yang lebih utama.6 Sehingga menimbulkan pengertian yang tidak tegas atau samar-samar

(timbul beberapa pengertian) dikarenakan ketidakjelasan dalam segi lafadnya, rancu maknanya atau

rancu dalam hal kedua-duanya (lafad dan maknanya).

Ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat ini terutama dapat kita temukan dalam pembahasan yang

tergolong furu' (cabang) agama yang bukan termasuk dalam masalah pokok agama. Sehingga

memungkinkan bagi seorang mujtahid yang handal ilmunya untuk dapat mengembalikan ayat-ayat

mutasyabihat tersebut kepada maksud dan arti yang bersifat jelas (muhkam) dengan cara

mengembalikannya (masalah furu') kepada masalah pokok.7

Pengertian Ayat Mutashabihat dan Pandangan Ulama

Secara bahasa (etimologi), kata mutashabihat berasal dari kata tashabuh yang berarti "keserupaan"

dan "kemiripan". Tashabaha dan ishtabaha berarti saling menyerupai satu dengan lainnya hingga

tampak mirip sehingga perbedaan yang ada diantara keduanya menjadi samar. Sehingga ungkapan

orang-orang bani Israil kepada nabi Musa yang berbunyi "inna al-baqara tashabaha 'alayna"8 berarti

"sesungguhnya sapi itu sangat mirip di mata kami".9 Jadi makna mutashabih adalah ungkapan yang

memperlihatkan bahwa sesuatu itu sama dengan sesuatu yang lain dalam satu atau beberapa sisi

atau sifat, atau yang membuat sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal, dengan mudah dapat

dipahami.10

Tim penerjemah/penafsir al-Qur'an Departemen Agama memberikan catatan terhadap ayat

mutasyabihat sebagai ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan

arti mana yang di maksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang

pengertiannya hanya Allah yang mengetahui, seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal yang

ghaib seperti ayat mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.11

Page 46: New Microsoft Office Word Document

Terdapat tiga ayat yang sering muncul dipermukaan dan menjadi perdebatan apabila kita

membicarakan ayat-ayat muhkam dan mutashabihat al-Qur'an. Pertama, bahwa semua ayat al-Qur'an

adalah bersifat muhkam, berdasarkan Q.S Hud:1

F �د�ن ح�ك�يم �م� ف�صXل�ت م�ن ل �ه� ث �ات �حك�م�ت ء�اي �ابC أ �ت الر ك

�ير ب خ�

"Alif Lam Ra, (Inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan sempurna dan dijelaskan secara

terperinci yang diturunkan dari sisi Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui".12

Kedua, bahwa semua ayat al-Qur'an adalah mutashabihat, berdasarkan Q.S al-Zumar: 23,

�ي� ان ــ� �ه�ا م�ث اب �شــ� ا م�ت ــ� �اب �ت د�يث� ك حــ� ن� ال �حســ� ل� أ ز� ــ� �ه� ن الل

�ين� �ل �م� ت �ه�م ث ب ون� ر� �خشــ� ذ�ين� ي ــ� ود� ال ــ� ل ه� ج� ــ ع�رI م�ن �قشــ� ت

ه� ــ� د�ى الل ك� هــ� ه� ذ�لــ� ــ� ر� الل ــ �ل�ى ذ�ك �ه�م إ �وب �ود�ه�م و�ق�ل ل ج�

ه� م�ن ــ� ا ل ه� ف�مــ� ــ� ل�ل� الل �ضــ اء� و�م�ن ي �شــ� �ه� م�ن ي �هد�ي ب ي

Fه�اد

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (yaitu) al-Qur'an yang (kualitas ayat-ayatnya)

serupa dan berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya,

kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah

dengan kitab itu . Dia menunjukkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang

disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun."13

Page 47: New Microsoft Office Word Document

Ketiga, bahwa sebagian ayat-ayat al-Qur'an terdiri dari ayat yang tergolong muhkamat dan sebagian

lainnya tergolong mutashabihat. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Imron:7,

Cات �مــ� �اتC م�حك ه� ء�اي �اب� م�ن �ت ك ك� ال �ي ل� ع�ل ز� �ن �ذ�ي أ ه�و� ال

ذ�ين� ف�ي ــ� ا ال مــ�� �ه�اتC ف�أ اب �شــ� ر� م�ت �خــ� �اب� و�أ �ت ك �مI ال ه�ن� أ

ة� ــ� ن ف�ت اء� ال �غــ� ت ه� اب ــ �ه� م�ن اب �شــ� �ع�ون� م�ا ت �ب �ت غC ف�ي ي �ه�م ز� �وب ق�ل

خ�ون� اس� �ه� و�الر� �ال� الل �ه� إ و�يل �أ �م� ت �عل �ه� و�م�ا ي و�يل

�أ �غ�اء� ت ت و�اب

ا ا و�مــ� ــ� Xن ب د� ر� ــ ن �لZ م�ن ع� �ه� ك �ا ب �ون� ء�ام�ن �ق�ول � ي م ع�ل ف�ي ال

�اب� ب �ل �و األ �ول �ال� أ �ر� إ �ذ�ك ي

"Dialah (Allah) yang menurunkan al-Kitab kepadamu. Diantara isinya terdapat ayat-ayat muhkamat

yaitu pokok-pokok al-Kitab (Umm al-Kitab), dan yang lain ayat-ayat) mutashabihat. Adapun orang-

orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat

yang mutashabihat untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang

mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami

beriman kepada ayat-ayat yang mutashabihat Semuanyaitu berasal dari sisi Tuhan kami". Dan tidak

ada yang dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal".14

Sebenarnya ketiga pendapat diatas tidak ada yang kontroversi. Yang dimaksudkan dalam ayat

pertama adalah seluruh ayat-ayat al-Qur'an mengandung kesempurnaan susunan dan tidak ada

pertentangan diantara ayat-ayatnya. Ia laksana bangunan besar yang sangat kokoh sepanjang jaman.

Pengertian ayat kedua adalah seluruh ayat al-Qur'an mengandung segi kesamaan dalam hal

kesempurnaan kebenarannya, kebaikan dan kemukjizatannya, baik aspek lafad atau isinya. Sehingga

tidak ada kemungkinan sebagian ayat al-Qur'an melebih-lebihkan atas ayat lainnya. Ayat ketiga

mempunyai pengertian bahwa didalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang makna (dalalah)-nya

Page 48: New Microsoft Office Word Document

disebutkan secara jelas/eksplisit (muhkam) dan ada yang makna (dalalah)-nya disebutkan secara

samar/ implisit (mutashabihat).15

Al-Zarqani dalam mengartikan ayat-ayat mutashabihat mengatakan bahwa ia merupakan

perbandingan dari ayat-ayat muhkamat. Selanjutnya beliau menjelaskan keduanya, bahwa:

Menurut ulama Hanafiah

Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang dalalahnya jelas, terang dan tidak mengandung adanya

naskh. Sedangkan ayat-ayat mutashabihat adalah ayat-ayat yang samar dan tidak dapat diketahui

pengertiannya baik secara naqli maupun aqli, sesuatu yang ketentuannya dirahasiakan oleh Allah,

seperti terjadinya kiamat, makna al-ahruf al-muqatta'ah (huruf-huruf hijaiyyah yang terputus-putus)

pada beberapa permulaan surat.

Menurut ulama Ahl al-Sunnah

Ayat-ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang pengertiaanya dapat diketahui baik secara lahiriah

ataupun dengan takwil. Sedang ayat mutashabihat adalah ayat yang ketentuannya hanya diketahui

Allah.

Menurut Ibn 'Abbas dan ulama Ushul

Ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang hanya mengandung satu pengertian. Sedang ayat-ayat

mutashabihat mengandung beberapa pengertian.

Menurut Imam Ahmad

Ayat muhkamat adalah ayat yang bisa berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasan. Sedang

mutashabihat tidak dapat berdiri sendiri dan masih butuh penjelasan. Karena adanya perbedaan

dalam pengertiannya.

Menurut ulama muta'akhirin

Ayat muhkamat adalah ayat yang jelas dan tidak rancu. Sedang ayat mutashabihat adalah

kebalikannya.16

Ulama-ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ayat-ayat mutashabihat sebagaimana di atas

dikarenakan adanya perbedaan dalam memahami kedudukan dan status lafad العلم والراسخون في

pada surah al-Imran:7. Mereka memperdebatkan apakah lafad tersebut merupakan kalimat lanjutan

dari kalimat sebelumnya, yaitu dengan menganggap huruf و (wa/dan) sebagai harf 'atfi (kata

penghubung) sehingga pengertiannya:

"Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam

ilmunya...",

ataukah sebagai kalimat baru, yaitu dengan menganggap huruf و (wa) tersebut sebagai huruf ibtida'

(berfungsi sebagai permulaan pokok kalimat) sehingga pengertiannya menjadi,

Page 49: New Microsoft Office Word Document

"Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam

ilmunya..."

Bagi kelompok pertama, ayat-ayat mutashabihat itu dapat dipahami karena menurut mereka, al-

Qur'an justru diturunkan pada umat manusia untuk dipahami, termasuk di dalamnya ayat-ayat

mutashabihat. Akan tetapi bagi kelompok kedua, ayat-ayat mutashabihat tidak dapat dipahami oleh

manusia, karena menurut mereka, ayat-ayat tersebut diturunkan untuk menguji iman manusia.

Klasifikasi Ayat Mutashabihat dan Kontroversinya

Secara garis besar para ulama mengklasifikasikan ayat-ayat mutashabihat ke dalam dua kategori:

1. Berdasarkan aspek lafad, makna dan kedua-duanya (lafad dan maknanya)

a. Secara lafad

Ayat-ayat mutashabihat yang ambiguitasnya berawal dari ketidakjelasan bentuk lafad ayat, seperti

pada kata "al-yad" (tangan) dan kata "al-ain" (mata) yang mempunyai banyak pengertian.

Sebagaimana tercantum dalam surat al-Shaad:75,

termasuk didalamnya karena lafad yang terkandung tidak dapat diketahui secara pasti.17

b. Secara makna

Ayat yang mengandung ambiguitas karena rancu dalam kandungan maknanya. Hal ini ditunjukkan

pada ayat-ayat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah (mutashabih al-sifat/antromorfisme), hari

kiamat, nikmat surga dan siksa neraka. Seperti ayat 5, surat Taha:

-nya Allah di atas 'arsh.

c. Secara lafad dan makna

Ayat yang merngandung ambiguitas karena rancu dalam segi lafad dan sekaligus kandungan

maknanya. Sebagaimana yang tercantum dalam Qur'an surat at-Taubah:5,

�ين� ر�ك م�شــ �وا ال �ل اقت م� فــ� ر� حــ� ه�ر� ال �شــ �خ� األ ل ســ� �ذ�ا ان إ فــ�

د�وا وه�م و�اقعــ� ر� ذ�وه�م و�احصــ� �م�وه�م و�خــ� دت ث� و�جــ� ح�ي

Page 50: New Microsoft Office Word Document

و�ا ــ� ة� و�ء�ات ال� ام�وا الصــ� �قــ� �وا و�أ اب ــ� �ن ت ص�دF ف�إ �ل� م�ر �ه�م ك ل

Cح�يم �ه� غ�ف�ورC ر� �ن� الل �ه�م إ �يل ب Iوا س� �اة� ف�خ�ل ك الز�

Kata dan makna al-musyrikin (jamak dari kata al-musyrik) dapat berarti seluruh kaum musyrikin,

sebagian atau orang-orang tertentu saja.

2. Klasifikasi berdasarkan bisa tidaknya ayat mutashabihat diketahui manusia

a. Ayat yang sama sekali tidak bisa diketahui manusia hanya Allah saja yang mengetahuinya secara

pasti. Sebagaimana ayat-ayat tentang hakikat sifat-sifat Allah, tentang kiamat, dan hal-hal yang

ketentuannya di tangan Allah (seperti munculnya "dabbah", binatang yang keluar pada saat terjadi

kiamat, munculnya "dajjal", dll.).

b. Ayat yang setiap orang bisa mengetahuinya dengan mencermati dan mempelajarinya secara

mendalam. Sebagaimana ayat-ayat yang susunannya masih global, ringkas dan mengandung kata-

kata "asing".

c. Ayat yang hanya bisa diketahui oleh orang-orang tertentu (ulama khusus) dan mempunyai

pengetahuan yang mendalam.18

Metode Penafsiran Ulama terhadap Ayat-Ayat Mutashabihat

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan pemahaman ulama atas ayat-ayat mutashabihat

berpangkal pada perbedaan mereka dalam memahami surat Ali 'Imran ayat 7. Perbedaan inilah yang

menyebabkan mereka berbeda pula dalam metode penafsiran ayat-ayat mutashabihat.

Al-Suyuti mengatakan bahwa hanya sedikit dari ulama yang meyakini bahwa lafad والراسخون في

Sedangkan kebanyakan .(berfungsi sebagai harf athf) و adalah kelanjutan dari lafad sebelumnya العلم

para tokoh ahli tafsir di kalangan sahabat, tabi'in dan selanjutnya, terutama pengikut Ahl al-Sunnah

meyakini bahwa lafad tersebut adalah berdiri sendiri و adalah harf ibtida' dan terpisah dari kalimat

sebelumnya.

Berkaitan dengan ini, terdapat dua golongan yang berbeda didalam metode penafsiran ayat-ayat

mutashabihat, mereka adalah golongan salaf dan golongan khalaf.19

Golongan salaf (ada yang menyebut sebagai madhhab al-mufawwidah, aliran yang menyerahkan

permasalahan kepada Allah) berpendapat bahwa menentukan maksud dari ayat-ayat mutashabihat

Page 51: New Microsoft Office Word Document

yang hanya berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan penggunaannya di kalangan bangsa Arab

hanyalah akan menghasilkan kesimpulan yang bersifat zanni (tidak pasti). Padahal sebagian dari

ayat-ayat mutashabihat termasuk persoalan akidah yang dasar pijakannya tidak cukup hanya dengan

argumen yang bersifat zanni tetapi harus bersifat qat'i (pasti). Karena untuk mendapatkan dasar

yang bersifat qat'i tidak ada jalannya, maka mereka bersikap tawaqquf (tidak mengambil keputusan

dan menyerahkannya kepada Allah).20

Mereka berpegangan pada sebuah hadis yang berarti:

Al-Darimi meriwayatkan hadith dari Sulayman bin Yasar bahwa seorang laki-laki yang bernama Ibn

Subaygh datang ke Madinah, kemudian bertanya tentang mutasyabih dalam al-Qur'an maka Umar

datang seraya menyediakan sebatang pelepah kurma untuk (memukul) orang tersebut.

Umar bertanya:

"Siapakah anda?"

Ia menjawab:

"Saya adalah 'Abd Allah b. Subaygh".

Kemudian 'Umar mengambil pelepah kurma dan memukulkannya hingga kepalanya berdarah.

Dalam riwayat lain dikatakan:

Kemudian 'Umar memukulnya dengan pelepah kurma hingga mengakibatkan punggungnya terluka.

Kemudian 'Umar meninggalkannya hingga sembuh. Kemudian 'Umar mendatanginya kembali dan

meninggalkannya lagi hingga sembuh. Kemudian 'Umar memanggilnya supaya kembali. Maka orang

itu berkata kalau anda hendak membunuhku, maka bunuhlah aku dengan cara yang baik". Maka

'Umar membolehkannya untuk pulang ke negerinya. Dan 'Umar menulis surat kepada Abu Musa al-

Ash'ari agar tidak seorangpun dari kalangan muslimin bergaul dengan orang itu".21

Golongan khalaf (biasa disebut juga dengan madhhab al-Mu'awwilah, golongan yang melakukan

pentakwilan terhadap ayat-ayat mutashabihat) beranggapan bahwa sikap yang harus diambil dalam

hal ini adalah menghilangkan dari keadaan "kegelapan" yang apabila dibiarkan ayat-ayat

mutashabihat tidak bermakna, akan menimbulkan kebingungan manusia. Sehingga selama

dimungkinkan untuk diadakannya penakwilan terhadapnya maka akalpun mengharuskan untuk

melakukannya. Mereka menyandarkan pada hadis yang diriwayatkan Ibn 'Abbas.22

Golongan al-Mutawassitin kemudian muncul dan mengambil posisi ditengah dua golongan ini (salaf

dan khalaf). Diantara yang termasuk didalamnya adalah Ibn al-Daqiq al-'Id. Ia berpendapat apabila

Page 52: New Microsoft Office Word Document

penakwilan ayat-ayat mutashabihat itu berada "dekat" dengan wilayah ilmu bahasa Arab, maka

penakwilan tersebut bisa diterima. Tetapi bila berada "jauh" darinya maka kita bersikap tawaqquf.23

Dengan melihat kondisi di atas maka dapat dipahami bahwa hanya sebagian kecil dari golongan

ulama yang memandang bahwa ayat-ayat mutashabihat bisa diketahui maksudnya secara pasti.24

Sedang sebagian besar dari para ulama tetap meyakini bahwa yang mengetahui secara pasti tentang

ayat-ayat mutashabihat adalah Allah sendiri, sementara orang-orang yang mendalam ilmunya dengan

mantap mengimaninya.

Tinjauan Kritis Ayat-Ayat Mutashabihat

Membicarakan masalah pro dan kontra pendapat para ulama terhadap ayat-ayat mutashabihat adalah

merupakan persoalan yang rumit. Diperlukan pendekatan takwil dan tafsir dan penguasaan semua

ilmu pokok al-Qur'an untuk menilai pandangan dan pendapat para ulama berkaitan dengan ayat-ayat

ini. Namun membiarkannya lewat begitu saja bukan merupakan solusi terbaik.

Penulis meyakini bahwa bentuk-bentuk tashbih memang sengaja digunakan Allah dalam sebagian

kecil kalam-Nya. Dengan pola ini, Allah menjelaskan sesuatu yang konsepsional kepada kehidupan

yang aktual. Bentuk semacam ini pula dipergunakan dalam al-Qur'an sebagai upaya mendekatkan

penjelasan ajaran-ajarannya melalui ilustrasi yang mampu ditangkap akal dan indra manusia. Pola

seperti ini sekaligus membuat susunan redaksi al-Qur'an jauh lebih indah, sehingga nikmat untuk

dibaca, disimak dan dihayati sekaligus menjadi bukti bahwa al-Qur'an adalah bener-benar

kalamullah. Sebagimana sikap yang telah ditunjukkan oleh golongan al-Mutawassitin terhadap ayat-

ayat mutashabihat di atas.

Keyakinan bahwa segala sesuatu yang berasal dari Allah pastilah tidak mungkin tidak mengandung

sebuah nilai dan hanya bersifat sia-sia. Ketersia-siaan ini justru akan menjadikan kita terjerumus

dalam pandangan yang bersifat apatis dan acuh tak acuh. Dalam beberapa kesempatan, Allah malah

"sengaja" memberikan ruang dan kesempatan pada manusia untuk berusaha sekuat mungkin

menyingkap tabir-tabir rahasia yang memang sengaja ditutupi oleh-Nya. Terlebih-lebih dalam

menyingkap dan mengungkap ayat-ayat yang tidak bersentuhan oleh akidah yang hanya didasarkan

oleh adanya rasa ketakutan akan berbuat dosa karena menyalahi dari makna dan maksud

sebenarnya.

Hanya saja penggunaan akal yang berlebih-lebihan dengan tanpa didasari oleh kemampuan yang

mencukupi, tentu bukanlah perbuatan yang dianjurkan. Ijtihad tetap diperlukan dengan segala ilmu,

syarat dan batasan-batasannya. Bukankah mengambil manfaat dan pelajaran dari segala yang masih

bersifat "setengah terbuka", bukan dengan cara menduga-duganya? Keberagaman pendapat

Page 53: New Microsoft Office Word Document

terhadap ayat-ayat mutashabihat justru malah memberikan khazanah dan peluang yang semakin

lebar pada manusia untuk selalu berusaha dan memacu dalam membuka rahasia-rahasia ayat-ayat

mutashabihat.

Hikmah Ayat-Ayat Mutashabihat

Perbedaan dan perdebatan dalam memahami ayat-ayat mutashabihat, tetaplah memberikan

keyakinan bahwa ayat-ayat mutashabihat ini memberikan banyak manfaat kepada manusia.

Diantaranya:

1. Ayat-ayat mutashabihat menjadi dalil betapa lemah dan terbatasnya kemampuan manusia. Betapa

luas dan mahirnya manusia tetaplah Tuhan sendirilah yang mengetahui hakekat sebuah kebenaran.

2. Keberadaannya menjadi cobaan dan ujian bagi manusia (khususnya ayat mengenai hari kiamat, siksa

neraka, nikmat surga, datangnya dajjal, dabbah). Mereka mau percaya atau tidak terhadap hal-hal

yang gaib sebagai pembuktian atas kualitas iman mereka.

3. Menambah wawasan, karena dengan sendirinya seorang peneliti didorong untuk membandingkan

pandangannya atau pandangan madhhab-nya mengenai maksud ayat-ayat mutashabihat tersebut

dengan pandangan orang lain atau madhhab lain, sehingga ia akan menyimpulkan atau sampai pada

pendapat yang dekat dengan kebenaran.

4. Sebagai isyarat bahwa secara umum kandungan al-Qur'an mencakup kalangan Khawas (orang-orang

tertentu) dan awam. Sifat orang awam adalah sulit untuk memahami esensi sesuatu. Misalnya,

mereka sulit memahami suatu wujud yang tidak mempunyai materi atau dimensi. Dalam hal ini

bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sederhana yang sesuai dengan kemampuan mereka agar

mereka dapat mencernanya, akan tetapi di balik itu terkandung makna yang sebenarnya.

5. Sebagai rahmat bagi manusia yang lemah dan tidak tahu segala-galanya, agar meraka tidak malas

dan dan berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Sebagaimana ayat-ayat tentang

kematian dan hari kiamat.

6. Dengan terkandungnya muhkam dan mutashabih dalam al-Qur'an, maka memaksa orang untuk

meneliti dan menggunakan argumen-argumen akal. Dengan dekian ia akan terbebas dari kegelapan

taqlid. Hal ini merupakan indikasi atas kedudukan akal dan keabsahan untuk memeganginya.

Sekiranya seluruh ayat al-Qur'an adalah muhkam, maka tentu tidak memerlukan argumen akal dan

tetaplah akal akan terabaikan.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, terdapat beberapa kesimpulan berkaitan dengan ayat-ayat mutashabihat

yang dapat dijadikan pelajaran:

1. Bahwa ayat-ayat mutashabihat adalah ayat-ayat yang dapat menimbulkan ambiguitas dalam makna

dan maksudnya dan masih memerlukan penjelasan-penjelasan. Para ulama mempunyai pandangan

Page 54: New Microsoft Office Word Document

yang berbeda terhadap ayat-ayat mutashabihat ini karena perbedaan ulama dalam menafsirkan

Qur'an Ali 'Imran ayat 7.

2. Dalam menyikapi dan menafsirkannya, hanya sebagian kecil ulama yang mentakwilkannya. Sedang

sebagian besar lainnya menggunakan cara dengan menyerahkan sepenuhnya maksud dari ayat-ayat

tersebut kepada Allah.

3. Dalam memahami dan menyikapi ayat-ayat mutashabihat diperlukan keahlian dan kemahiran dalam

segala ilmu pokok al-Qur'an agar tidak terjebak dalam pemahaman yang salah.

4. Bagaimanapun hebatnya kontroversi yang terjadi terhadap ayat-ayat mutashabihat, ia tetap

memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia.

Bibliografi

Ash-ashiddieqy, T. M. Hasbi,

Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Denffer, Ahmad Von,

'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation,

1989.

al-Kirmani, Mahmud b. Hamzah b. Nasr,

Al-Burhan fi Tawjih Mutashabih al-Qur'an, Beirut: Dar al-Kutub al 'Ilmiyyah, 1986.

al-Qattan, Manna' Khalil,

Mabahith fi 'Ulum al-Qur'an, terj., Jakarta: Litera Antar Nusa. 2001.

al-Sabbagh, Muhammad b. Lutfi,

Lamahat fi 'Ulum wa Ittijahat al-Tafsir, Beirut: Al-Maktab al-Islami, 1990.

al-Salih, Subhi,

Mabahith fi 'Ulum al-Qur'an, Beirut: Dar al-'Ilm fi al-Malayin, 1988

al-Suyuti, Jalal al-Din,

Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an, Vol. II, Beirut: Muassasat al-Kutub al-Thaqafiyyah, 1996.

Shalthut, Mahmud,

Al-Islam Aqidah wa Syari'at, Mesir: Dar al-Qalam, 1986.

Shihab, Quraish M. dan tim,

Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Tim Penerjemah Depag RI,

al-Qur'an dan Terjemahannya, Surabaya: Jaya Sakti, 1997.

Ushama, Thameem,

Methodologies of the Qur'anic Exegesis, Kuala Lumpur, Pustaka Hayathi, 1995.

Watt, W. Montgomery, Bell, Richard

Pengantar al-Qur'an, Terj. Lilian D. Tedjasudhana, Jakarta: INIS, 1998.

Page 55: New Microsoft Office Word Document

al-Zarqani, Muhammad 'Abd al-'Azim,

Manahil al-'Urfan fi 'Ulum al-Qur'an, Vol II, Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

1 Muhammad abd al-Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur'an Vol II (Bairut: Dar al-Fikr,

1996), 19.

2 Thamem Ushama, Methodologies of The Qur'anic Exegisis (Kuala Lumpur; Pustaka Hayathi,

1995),1.

3 Mahmud Shalthut, al-Islam Aqidah wa Syari'at (Mesir: Dar al-Qalam, 1986), 507.

4 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an (Jakarta: Bulan Bintang, 1987),

102-107.

5 Al-Kirmani, menjelaskan terdapat 594 ayat (9,5%) mutashabihat dari 6236 ayat dalam al-Qur'an.

Dan al-Shanqiti mengatakan, terdapat 525 ayat muhkamat yang membahas tentang tauhid, ibadah

dan mu'amalah. Baca Mahmud b. Hamzah b. Nasr al-Kirmani, al-Burhan fi Tawjih Mutashabih al-

Qur'an (Bairut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1986).

6 Subhi al-Salih, Mabahith fi 'Ulum al-Qur'an (Bairut: Dar al-'Ilm, 1988), 281.

7 Manna' Khalil al-Qattan, Mabahith fi 'Ulum al-Qur'an, terj. (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa,

2001), 303.

8 Qur'an surah al-Baqarah: 70.

9 Al-Zarqani, Manahil, 270.

10 M. Quraish Shihab dan tim, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), 120.

11 Depag RI., Al-Qur'an dan Terjemahnya (Jakarta: Bumi Restu, 1976), 76.

12 Depag RI., Al Qur'an dan Terjemahnya (Semarang, Toha Putra, 1989), 326.

13 Ibid, 749.

14 Ibid, 76.

15 Al-Zarqani, Manahil, 271.

16 Ibid, 275-276.

17 Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to the Sciences of the Qur'an (Liecester: the

Islamic Foundation, 1980), 81. Mengenai al-ahruf al-muqatta'ah, para sarjana barat

menggambarkannya sebagai huruf-huruf misterius, meskipun banyak diantara mereka yang berusaha

Page 56: New Microsoft Office Word Document

untuk meraba-raba makna yang terkandung. Mereka memandang huruf-huruf tersebut sebagai

singkatan dari nama-nama para pengumpul al-Qur'an sebelum Zayd Ibn Thabit. Kelompok surat yang

diawali dengan "Ha-Mim" diduga bersal dari orang-orang yang singkatan namanya menjadi "Ha-

Mim". Hirschfeld, misalnya mencoba memandang huruf "Sad" sebagai kependekan dari nama Hafsah,

"Kaf" sebagai Abu Bakr dan "Mim" sebagai 'Uthman, sedang "Alif-Lam-Mim" kependekan dari nama

al-Mughirah. Sedang Eduard Gussens menduga bahwa huruf-huruf tersebut merupakan judul dari

surat-surat yang tidak digunakan. Meski demikian pada akhirnya tetaplah huruf-huruf tersebut

menjadi misteri. Tidak ada argumen yang cukup valid dari mereka untuk mendukung hipotesa

mereka. Lihat W. Montgomery Watt, Richard Bell: Pengantar al-Qur'an, terj. Lilian D. Tedjasudhana

(Jakarta: INIS, 1998), 55-56.

18 Al-Zarqani, Manahil ..., 280-281. Ulama berpeda pendapat dalam memandang pengklasifikasian

golongan ke-dua ini. Al-Sabbagh memandang bahwa hanya jenis pertama (dalam klasifikasi ke-2)

yang termasuk mutashabihat. Sedang lainnya termasuk muhkamat, sebab muhkamat terbagi menjadi

2, yaitu ayat yang bisa diketahui oleh siapa saja dan yang diketahui oleh orang-orang tertentu. Lihat

Muhammad b. Lutfi al-Sabbagh, Lamahat fi "Ulum al-Qur'an wa Ittijahat al-Tafsir (Bairut: Al-Maktab

al-Islami, 1990), 157-158.

19 Al-Salih, Mabahith, 218.

20 Al-Zarqani, Manahil, 287.

21 Mushtafa Zayd, Dirasat fi al-Tafsir (Kairo: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1970), 63.

22 Ketika membaca ayat 7 surat Ali 'Imran ini, Ibn 'Abbas mengatakan, "Saya termasuk orang yang

mengetahui ta'wilnya...". Ini adalah sebagai bukti dari do'a nabi kepadanya. Lihat al-Suyuti, al-Itqan fi

'Ulum al-Qur'an. Vol. II (Bairut: Muassasah al-Kutub al-Thaqafiyah, 1996), 7.

23 Al-Zarqani, Manahil, 289. 23 Diantara golongan ini adalah golongan Mu'tazilah, Syiah dan

beberapa tokoh

Pendahuluan: Skop Perbahasan pada Surah Ali Imran ayat Ketujuh

 

Allah s.w.t. berfirman yang bermaksud:

 

“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah isi utama Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk

Page 57: New Microsoft Office Word Document

mencari-cari ta'wilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal” [Surah Ali Imran: 7]

 

Perbincangan kita adalah berkenaan berbahasan ayat Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat ketujuh ini di mana Allah s.w.t. membahagikan ayat-ayat Al-Qur’an kepada dua jenis yang utama iaitu mutasyabihat dan muhkamat. Fokus kita dalam perbahasan ini adalah kepada memahami pendirian salafus-soleh dan majoriti ulama’ Islam terhadap ayat-ayat mutasyabihat dengan makna yang dimaksudkan daripada surah Ali Imran ayat ketujuh ini.

 

Adapun mengenai ayat pertama daripada Surah Hud dan surah Az-Zumar ayat ke-23, maka lafaz muhkam dan mutasyabih dalam kedua-dua ayat tersebut berbeza makna dan penggunaannya berbanding ayat ke-7 surah Ali Imran ini. Oleh sebab itulah, kita fokus kepada Surah Ali Imran ayat ke-7 ini kerana tafsiran-tafsirannya di sisi para ulama’ tafsir berbeza jika dibandingkan perbahasan mereka dalam surah Az-Zumar (ayat 23) dan surah Hud (ayat pertama).

 

 

Muhkamat dalam surah Ali Imran (ayat ketujuh) berbeza dengan maksud Muhkam dalam surah Hud (ayat pertama) kerana Muhkam dalam Surah Ali Imran bermaksud: sesuatu ayat yang tidak mempunyai kesamaran maknanya yang bertentangan dengan mutasyabih. Adapun Muhkam dalam surah Hud maknanya suatu ayat itu putus dan tetap daripada Allah sw.t. yang tidak mengandungi kebatilan. Ia bukan kata lawan bagi mutasyabih.

 

Begitu juga Mutasyabih dalam surah Ali Imran berbeza maknanya daripada Mutasyabih dalam surah Az-Zumar kerana Mutasyabih dalam surah Ali Imran bermaksud, ianya mengandungi kesamaran sedangkan Mutasyabih dalam surah Az-Zumar bermaksud, saling menyamai antara sesuatu lafaz dengan lafaz yang lain. Maka, mutasyabih dalam surah Az-Zumar bukan kata lawan bagi muhkam sedangkan Mutasyabih dalam surah Ali Imran adalah kata lawan bagi Muhkam dalam surah yang sama.

 

Imam Al-Qurtubi misalnya, ketika membahaskan perkataan Muhkam dalam surah Hud ayat pertama, beliau berkata:

 

خ�ل�ل )) (( ال Ãها كل محكمة جعلت أي �ادة؛ ق�ت قول �ه� �ات آي �حك�م�ت أ معنى في قيل ما وأحسن. باطل وال فيها

Page 58: New Microsoft Office Word Document

 

Maksudnya: “Sebaik-baik perkataan yang menjelaskan makna “putus ayat-ayatnya” adalah perkataan Qatadah iaitu: “Dijadikan ayat-ayat Al-Qur’an muhkamah semuanya kerana ianya (ayat-ayat Al-Qur’an) tiada kecelaan dan tiada kebatilan padanya…” [Al-Jami’e li Ahkam Al-Qur’an pada surah Hud ayat pertama]

 

Namun, ketika Imam Al-Qurtubi mentafsirkan perkataan Muhkamat dalam surah Ali Imran ayat ketujuh, beliau berkata:

 

: وغيرهما الثوري وسفيان الشعبي قول مقتضى وهو الله، عبد بن جابر فقالالقرآن آي من وتفسيره المحكمات معناه وفهم تأويله عر ف ما. ما والمتشابه

. خلقه دون بعلمه تعالى الله ستأثر مما سبيل علمه إلى ألحد يكن ٱلم 

Maksudnya: “Jabir bin Abdullah berkata, berdasarkan perkataan As-Syi’bi, Sufian At-Thauri dan sebagainya: “Muhkamat dalam mana-mana Al-Qur’an adalah apa yang diketahui ta’wilnya dan apa yang difahami maknanya dan tafsirnya sedangkan Mutasyabih adalah apa yang tidak ada jalan bagi seseorangpun untuk mengetahuinya kerana ianya disembunyikan oleh Allah pada ilmuNya tanpa (pengetahuan) makhlukNya” [Al-Jami’e Li Ahkam Al-Qur’an pada surah Ali Imran ayat ketujuh]

 

Ini jelas menunjukkan perbahasan muhkam dan mutasyabih dalam dua ayat berbeza (surah Hud dan surah Az-Zumar) berbeza dengan perbahasan muhkam dan mutasyabih dalam satu ayat yang disertakan kedua-dua perkataan tersebut (Ali Imran ayat ketujuh).

 

Begitu juga kalau kita lihat dalam tafsir Al-Jalalain ada menyebut tentang membezakan kedua-dua penggunaan lafaz muhkam dan mutasyabih dalam surah Ali Imran dengan lafaz muhkam dan mutasyabih dalam surah Hud dan surah Az-Zumar. Ianya berbunyi:

 

�خ�ر�} { } { } و�أ األحكام في عليه المعتمد أصله �Åب� �ت ك ل Iم� أ ه�ن� الداللة واضحات CتÅم�� مIحك CتÅ� ء�اي ه� م�ن �Åب� �ت ك ل ك� �ي ع�ل ل� �نز� أ �ذ�ى ل ٱه�و� ٱ ٱالسور { أوائل ك معنيه تفهم لا ت� ه�ه ب� �ه� �� مم

 

قوله } في � محكما كله آياته  وجعله �حك�م�ت ا] 1:11 [ أ ه ب � � م و ب ي ع ه ي ف س ي ل ه ن أا ى ن ع م ب (( � �ها اب �ش� م�ت � �ا �اب �ت ك قوله والصدق] 23:39 [ في الحسن في � بعضا بعضه يشبه أنه بمعنى

 

Page 59: New Microsoft Office Word Document

Maksudnya: “((Dia yang menurunkan kepadamu Al-Kitab yang mana antaranya ada ayat-ayat muhkamat…)) iaitu yang jelas petunjuk )maknanya(, ((ia adalah ummul kitab…)) iaitu yang mana ianya suatu asas yang dipegang dalam panduan hukum-hakam, ((…dan yang lain adalah mutasyabihat…)) iaitu tidak diketahui maknanya seperti awal-awal Surah…

 

“Allah juga menyebutkan bahawa Al-Qur’an seluruhnya sebagai muhkam pada firmanNya: “putus/jelas ayat-ayatnya…” (Surah Hud ayat pertama) dengan makna bahawasanya tiada keaiban padanya )keseluruhan Al-Qur’an(. Begitu juga Allah s.w.t. menyebut Al-Qur’an (keseluruhannya) sebagai mutasyabih pada firmanNya: ((suatu kitab yang mutasyabih…)) [Surah Az-Zumar: 23] dengan makna: saling menyamai antara sesetengah ayat dengan ayat yang lain dari sudut keindahan dan kebenarannya…” [Tafsir Jalalain: Ali Imran ayat ke-7]

 

Ini menunjukkan secara jelas, perbezaan antara muhkam dan mutasyabih dalam ayat ketujuh surah Ali Imran dengan muhkam dan mutasyabih dalam surah Hud dan surah Az-Zumar. Oleh kerana itulah, apa yang menjadi fokus perbahasan dalam risalah ini adalah cara berinteraksi para ulama’ salaf dan sebahagian ulama’ khalaf terhadap nas-nas mutasyabihat berdasarkan surah Ali Imran ayat ketujuh. Pendirian ini dan fokus ini perlu dijelaskan supaya tidak membincangkan sesuatu yang tidak tepat pada konteksnya.

 

Maka, kita berikan tumpuan kepada mentafsirkan surah Ali Imran ayat ketujuh ini kerana pada ayat ini kerana daripadanyalah beredarnya kebanyakkan perbahasan-perbahasan berkenaan nas-nas mutasyabihat yang melibatkan lafaz-lafaz yang dinisbahkan kepada Allah s.w.t..

 

Perbahasan Pertama: Apa Itu Mutasyabihat )Berdasarkan surah Ali Imran ayat ketujuh(?

 

Ramai ulama’ meriwayatkan banyak perkataan-perkataan ulama’ salaf dan khalaf tentang makna mutasyabihat tersebut. Itu tidak perlu dibahaskan secara terperinci di sini. Ini kerana, semua perkataan-perkataan tersebut adalah perbezaan tanawwu’ (kepelbagaian) yg mana satu sama lain tidak saling bertentangan. Fokusnya adalah: mutasyabihat itu mempunyai kemungkinan makna-makna lain selain makna zahir. Ini berdasarkan sebahagian pendapat ulama’ antaranya:

 

Imam At-Tabari, seorang ulama’ tafsir salaf berkata (310 H) dalam tafsir beliau:

 

: } { : الـمعنى فـي مختلفـات التالوة، فـي متشابهات معناه فإن Cات �هـ� ـاب �ش� م�ت قوله وأما

 

Page 60: New Microsoft Office Word Document

Adapun firman Allah s.w.t. ((Mutasyabihat)) maka maknanya: kehampiran dari sudut bacaan tetapi berbeza dari sudut makna” [Jamie’ Al-Bayan pada tafsir surah Ali Imran ayat ketujuh]

 

Imam As-Samarqandi (375 H) juga berkata:

  : يشبه: اللفظ يكون الذي والمتشابه التأويل يحتمل ال � واضحا كان ما المحكم ويقال

مختلف والمعنى اللفظ 

 Maksudnya: “Dikatakan: Al-Muhkam itu apa yang jelas maknanya dan tidak membawa ta’wil. Dan mutasyabih adalah apa yang lafaznya menyamai lafaz lain sedangkan maknanya berbeza. [tafsir Bahr Al-Ulum: Ali Imran ayat ketujuh] 

Imam Al-Khazin (725 H) juga meriwayatkan makna tersebut:

 

. )) معناه)) يخالف ومعناه غيره لفظ يشبه لفظه أن يعني متشابهات

 

Maksudnya: “((Mutasyabihat)) iaitu lafaznya sama dengan lafaz lain tetapi maknanya berbeza dengan maknanya pada lafaz lain tersebut” [Lubab At-Ta’wil: Ali Imran ayat ketujuh]

  Lafaz yang hampir sama antara satu sama lain namun mempunyai makna yang berbeza adalah seperti lafaz yadd yang mana jika nisbahnya kepada manusia, maknanya suatu keanggotaan (tangan) namun jika dinisbahkan kepada Allah, maka maknanya berbeza, kerana Allah s.w.t. tidak bersifat dengan keanggotaan. Ini kita akan buktikan kemudian.   Imam At-Tabrani (360 H) juga berkata:

  

  : م�ا ابه� �ش� م�ت و�ال ،� و�اح�دا � و�جها Ã إال التأويل� من يحتمل� ال الذي هو �م� م�حك ال بعض�هم وقال

. � و�ج�وها �م�ل� ت اح 

 

Page 61: New Microsoft Office Word Document

Maksudnya: “Sebahagian ulama berkata: “Al-Muhkam itu adalah apa yang tidak membawa kepada ta’wil melainkan dengan satu sudut makna. Adapun mutasyabih adalah apa yang mengandungi banyak sudut (makna). [At-Tafsir Al-Kabir pada Ali Imran:7]

 

Imam Ibn Al-Jauzi berkata dalam kitab tafsirnya:

 

. مجاهد: قاله معانيه، اشتبهت ما أنه والرابع

 

“Pendapat Maksud (mutasyabihat) Keempat: Apa yang kesamaran maknanya. Ini pendapat Imam Mujahid.”

 

Imam Al-Baghawi berkata dalam tafsirnya:

 

: المحكممااليحتملمنالتأويلغيروجهواحد، وقالمحمدبنجعفربنالزبير. � أوجها احتمل ما والمتشابه

 

Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair berkata: “Muhkam adalah apa yang tidak mengandungi kemungkinan ta’wil melainkan hanya satu sudut makna. Mutasyabih adalah apa yang mengandungi banyak sudut kemungkinan (maknanya). [tafsir Al-Baghawi: surah Ali Imran ayat 7]

 

Perbahasan Kedua: Adakah nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat?

 

Sebahagian ulama’, bahkan majoriti ulama’ Ahlus-Sunnah menegaskan, nas-nas seperti yadd Allah, wajh Allah, istiwa, nuzul dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.

 

Antara bukti-buktinya adalah:

 

- Berdasarkan Kitab-kitab Tafsir

 

Page 62: New Microsoft Office Word Document

Imam Abu Hayyan berkata dalam tafsirnya pada surah Ali Imran ayat ketujuh:

 . واالستواء: واليد، واليدين، الوجه، كصفة معرفته، إلى سبيل ال ما المتشابهات وقيل

  Maksudnya: “Dikatakan: “Mutasyabihat (juga adalah) apa yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya (makna dan hakikatnya) seperti sifat wajh (Allah), Al-Yadain (jika nisbah kepada Allah), Al-Yadd (jika nisbah kpd Allah) dan istiwa’. [Al-Bahr Al-Muhith: Surah Ali Imran ayat ketujuh]   Ini menunjukkan di sisi Imam Abu Hayyan r.a., nas-nas seperti yadd dan istiwa adalah sebahagian daripada nas-nas mutasyabihat yang mengandungi pelbagai kemungkinan maknanya sebagaimana yang disebutkan sebelum ini.   Imam Abu Hayyan (754 H) berkata lagi:-

  

)) منه)) تشابه ما فيتبعون  

: ظواهر طل�و إام و وتكرير، وتنقض ت�كيك طل�و إام به��الم م��عو القرط�ي قلورجل: وجنب ويد وعين وجه، ذات وصورة جسم، أنه أثبتوا إذ كالمجمسة المتشابه

وأصبع.  

Maksudnya:   “((mereka yang mengikuti kesamaran daripadanya)):  “Imam Al-Qurthubi berkata: Mereka adalah yang mengikut mutasyabihat samada menginginkan utk meragukan, atau mendakwa pertentangan dalam Al-Qur’an atau pengulangan. Ataupun, mereka yang meninginkan zahir-zahir mutasyabih seperti golongan mujassimah yang menetapkan bahawasanya Allah itu jisim, menetapkan rupa bentuk bagi zat itu adalah wajah, menetapkan mata, tangan, bahu, kaki dan jemari bagiNya…”  Jelas di sisi Imam Abu Hayyan, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat dan menjelaskan bahawasanya, mujassimah menetapkan makna-makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat tersebut dengan menukilkan perkataan Imam Al-Qurthubi r.a..

Page 63: New Microsoft Office Word Document

  Imam At-Tabrani (360 H) yang merupakan seorang ulama’ tafsir turut meletakkan nas-nas seperti yadd, istiwa dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat dengan menukilkan perkataan ulama’ salaf. Beliau berkata dalam tafsirnya:- 

  

) : ابه� �ش� م�ت و�ال ،ف�ق�ط د� ي �وح� الت � إال ه�ا ف�ي س� �ي ل �ه� ألن �ص� اإلخال ة� ور� س� ه�و� الفضل� بن محمد� وقال(( �ه� ق�ول �حو� ه8  ن �و �� س9 ٱ ب; سر �ع سل ٱ �>ى �ع م= ه< �م س? �@ر :  ٱل ))5طه) �ه�( ق�ول �حو� :  و�ن ] )) ص �د�ي� �ي ب �قت� �ك�] 75خ�ل ذل �حو� و�ن ،

.)) ه�ا ع�ن �ة� �ان اإلب ف�ي �ه�ا ل وي� �أ ت �ى إل �اج� ت �ح ي م�م�ا

  

Muhammad bin Al-Fadhl berkata: ia (muhkam) adalah Surah Al-Ikhlas kerana tiada di dalamnya melainkan tauhid semata-mata. Adapun mutasyabih seperti firman Allah: (( على لر�ح�مـKن�

Kىس�تو ٱل�عر�ش ) dan firman Allah (( ٱ ب يدي� dan sebagainya yang memerlukan kepada ta’wil bagi ))خلق�ت�menjelaskannya.

 

Jelas menurut Imam Muhammad bin Al-Fadhl, ayat-ayat seperti istiwa’ dan yadd Allah adalah nas-nas mutasyabihat yang mempunyai kesamaran dari sudut maknanya.

 

Imam An-Nasafi (710 H) dalam tafsirnya juga berkata:-

 

. } { } ذلك مثال محتمالت مشتبهات CتÅ �هـ� Åب ـ �ش� م�ت أخر وآيات �خ�ر� )) ((و�أ Kىس�تو علىل�عر�ش ٱلر�ح�مـKن� ٱ : ٱ ]5طه بدليل تعالى الله على األول يجوز وال واالستيالء، القدرة وبمعنى الجلوس بمعنى يكون فاالستواء

قوله وهو شي�ء  }المحكم : { لي�سكم ث�ل ه 11الشورى

 

Maksudnya: ((Dan yang lainnya)) ayat-ayat lain ((mutasyabihat)) membawa pelbagai kemungkinan (dari sudut maknanya). Contohnya: ((Ar-Rahman atas Al-Arsy beristawa)) (Surah Toha: 5)

 

Istiwa’ boleh bermakna duduk dan boleh bermakna kekuasaan dan penguasaan. Tidak boleh dengan makna pertama (iaitu makna duduk) bagi Allah berdasarkan dalil ((tiada yang menyerupaiNya sesuatupun)) (Surah As-Syura: 11)” [Madarik At-Tanzil: surah Ali Imran: 7]

 

Di sisi Imam An-Nasafi r.a. juga, nas-nas seperti istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat yang kesamaran maknanya.

Page 64: New Microsoft Office Word Document

  Ini jelas menunjukkan ramai ulama’ berpegang bahawasanya nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. Ini berbeza dengan pendirian Mujassimah yang menetapkan makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat kerana menganggap ianya sebagai muhkamat (difahami maknanya iaitu dengan makna zahirnya).  - Berdasarkan kitab-kitab Syarah Hadith

 

Apa yang terlalu jelas juga adalah, majoriti ulama’ hadith seperti imam An-Nawawi, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani, Imam As-Suyuti, Imam Al-Qurthubi, Imam Al-‘Aini Imam Al-Ubbi dan sebagainya berpegang kepada bahawasanya nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ dan nuzul adalah nas-nas mutasyabihat. Tidak perlu memperincikannya kerana sudah jelas aqidah mereka yang tidak memahami nas-nas mutasyabihat ini dengan makna zahir.

 

Contohnya:-

 

Imam Al-Hafiz Al-Karmani (786 H) berkata:

 

المكان ( ( في الحلول عن منزه الله إذ ، مراد غير ظاهره السماء في قوله

 

Maksudnya: "Perkataan Allah "fis sama'" maka makna zahirnya bukanlah yang dimaksudkan oleh Allah s.w.t. kerana Allah s.w.t. tidak bertempat pada sebarang tempat, [Fath Al-Bari: 13/412].

 

Ini merujuk kepada pendirian Imam Al-Karmani dan Imam Ibn Hajar Al-Asqollani yang menukilkannya dalam Fath Al-Bari. Ini menunjukkan pendirian ulama’-ulama’ hadith muktabar bahawasanya nas-nas tersebut adalah nas-nas mutasyabihat. Begitu juga pendirian Imam Muslim dan Imam Al-Qurtubi r.a..

 

 

 

- Berdasarkan kitab-kitab Aqidah

Page 65: New Microsoft Office Word Document

 

Adapun dalam kitab-kitab aqidah dan tauhid ulama’ Ahlus-sunnah wal jamaah, maka kita dapati banyak nas-nas menunjukkan bahawasanya ayat-ayat seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.

 

Jika kita rujuk Al-Fiqh Al-Akbar dan syarahnya oleh Imam Mulla Ali Al-Qari, kita dapati Imam Abu Hanifah r.a. dan Imam Mulla berpegang bahawasanya nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. Begitu juga dalam kitab-kitab seperti Al-Luma’ dan Maqalat Islamiyyin oleh Imam Al-Asy’ari (antara ulama’ salaf), kitab Syarh bad’ie Al-Amali oleh Imam Abu Bakr Ar-Razi, kitab Risalah Nizhomiyyah oleh Imam Al-Haramain Al-Juwaini, Al-Asma’ wa As-Sifat oleh Imam Al-Baihaqi, Iljamul Awam oleh Imam Al-Ghazali r.a. dan sebagainya.

 

Dalam sejumlah sekian kitab-kitab tersebut dan kitab-kitab lain yang tidak ada kesempatan untuk menyebutnya di sisi, kesemuanya menukilkan pendapat-pendapat salaf dan khalaf yang menegaskan bahawasanya nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.

 

Sebagai contoh:-

 

Imam Al-Baihaqi r.a. meriwayatkan secara bersanad:

 

هذه عن سعد بن والليث الثوري وسفيان ومالك األوزاعي التي سئل األحاديثالتشبيه جاءت كيفية في بال جاءت كما أمروها فقالوا

 

Maksudnya: “Imam Al-Auzai’e, Imam Malik, Imam Sufiyan At-Thauri dan Imam Laith bin Sa’ad ketika ditanya tentang hadith-hadith yang diriwayatkan yang mengandungi tasybih )dari sudut makna zahirnya(, maka mereka berkata: “lalui bacaannya terhadapnya sebagaimana ia diriwayatkan tanpa kaifiyyat…” [Sunan Al-Baihaqi 3/3 dengan sanad yang kuat]

 

Ini jelas menunjukkan di sisi ulama’ salaf bahawasanya ada hadith-hadith yang mempunyai kesamaran aau makna zahirnya membawa kepada tasybih sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dengan sanad yang kuat pada perkataan ini. Ini menunjukkan pendirian salafus-soleh bahawasanya nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat.

 

Page 66: New Microsoft Office Word Document

- Berdasarkan Kitab-kitab Ulum Al-Qur’an

 

Imam As-Suyuti meletakkan nas-nas seperti yadd, wajh, istiwa’ sebagai nas-nas mutasyabihat dalam kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Begitu juga Imam Az-Zarkasyi, meletakkan nas-nas seperti istiwa’, wajh, yad dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat dalam kitab Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an [373/376-382]. Bolehlah rujuk kitab-kitab tersebut.

 

Imam Az-Zarkasyi berkata:

 

: الصفات في الواردة المتشابهات اآليات حكم في والثالثون السابع النوع

 

Maksudnya: “Jenis Ketigapuluh Tujuh: Hukum Ayat-ayat Muasyabihat pada bab sifat-sifat”.

 

Dalam bab ini, Imam Az-Zarkasyi meletakkan nas-nas seperti yadd, istiwa dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. [ibid]

 

Begitu juga dalam Mufradat Al-Qur’an pada bab Syabaha di mana Imam Al-Raghib Al-Asfahani meletakkan istiwa’, yadd Allah dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. Begitu juga dalam kitab Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an [2/185-188] karangan Imam Az-Zarqoni.

 

- Berdasarkan kitab-kitab Ulama’ Mutakhir

 

Imam Hasan Al-Banna juga turut berpegang bahawasanya nas-nas seperti istiwa’ dan sebagainya sebagai nas-nas mutasyabihat. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi bersetuju dengan Imam Hasan Al-Banna malah mengakui ianya sebagai pendirian majoriti ulama’, salaf dan khalaf, yang mana Ibn Taimiyyah terkecuali dalam hal ini. [rujuk bahagian awal fusulun fi Al-Aqidah]

 

Dr. Yusuf Al-Qaradhawi berkata:

 

“Realitinya, bagi sesiapa yang membaca karangan para ulama' salafus soleh berkenaan ayat-ayat mutasyabihat tersebut, maka dia akan dapati bahawa, kebanyakkan daripada mereka meninggalkan usaha untuk mendalami makna ayat-ayat mutasyabihat tersebut, tidak

Page 67: New Microsoft Office Word Document

bersusah-payah untuk mentafsirkannya dengan sebarang ungkapan. (Ini manhaj tafwidh menurut salafus soleh).

 

"Perkara ini jelas bahkan, hampir kepada tahap muttafaqun alaih (disepakati oleh ulama') sebelum kelahiran Sheikhul Islam Ibn Taimiyah dan madrasahnya (pemikiran dan manhajnya yang tersendiri)…” [Fusulun fil Aqidah 40-41]. Rujuk juga kata-kata aluan beliau dalam buku Al-Qaul At-Tamam karangan Ustaz Sheikh Saif Al-‘Ashri.

 

Jelas di sisi Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, nas-nas seperti yadd, istiwa’ dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat yang tidak difahami oleh ulama’ salaf dengan makna zahirnya. Ini juga pendirian Imam Hasan Al-Banna. Begitu juga pendirian Sheikh Dr. Al-Buti dalam buku As-Salafiyyah.

 

Malah, Dr. Suhaib As-Saqqar dalam tesis PhD-nya bertajuk At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami juga menukilkan sejumlah dalil dan bukti bahawasanya di sisi salafus-soleh, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah ayat mutasyabihat. Bolehlah rujuk tesis tersebut. Begitu juga buku-buku lain seperti Ibn Taimiyyah Laisa Salafiyyan oleh Sheikh Manshur Muhammad, Mauqif As-Salaf min Al-Mutasyabihat oleh Dr. Muhammad Abdul Fadhil dan sebagainya.

 

Perbahasan Ketiga: Nas-nas Mutasyabihat tidak difahami dengan makna zahir?

 

Memang benar. Nas-nas mutasyabihat tidak difahami dengan maknanya dari sudut bahasa (makna zahir) kerana ianya tidak sesuai berdasarkan petunjuk-petunjuknya. Khususnya, pada nas-nas mutasyabihat yang melibatkan lafaz-lafaz yang kesamaran maknanya tatkala dinisbahkan kepada Allah s.w.t. kerana Allah s.w.t. Maha Suci daripada makna zahir bagi lafaz-lafaz tersebut.

 

Antara nas-nas mutasyabihat tersebut adalah seperti yad Allah, istiwa’ Allah, nuzul, ‘ain dan sebagainya yang merupakan nas-nas mutasyabihat yangmana makna zahirnya (maknanya dari sudut bahasa) membawa kesamaran dan tidak layak bagi keagungan Allah s.w.t..

 

Kita kemukakan sebahagian buktinya dengan bantuan Allah s.w.t. berdasarkan perkataan salafus-soleh khususnya dan ulama’-ulama’ muktabar yang lain.

 

Imam Al-Baihaqi (ulama’ hadith yang agung) meriwayatkan:

Page 68: New Microsoft Office Word Document

 

“Imam Ahmad bin Hanbal mengingkari mereka yang menyifatkan Tuhan dengan kejisiman. Beliau (Imam Ahmad) berkata: Sesungguhnya, nama-nama diambil daripada syariat dan bahasa. Adapun ahli bahasa meletakkan nama tersebut -nama-nama yang boleh membawa kepada maksud jisim- dengan maksud, sesuatu yang ada ukuran ketinggian, ukuran lebar, tersusun dengan beberapa anggota, mempunyai bentuk dan sebagainya, sedangkan Maha Suci Allah s.w.t. daripada sebarang sifat kejisiman tersebut (Maha Suci Allah s.w.t. daripada makna-makna lafaz mutasyabihat tersebut dari sudut bahasa)” [Manaqib Imam Ahmad oleh Imam Al-Baihaqi]

 

Ini jelas bahawasanya di sisi Imam Ahmad bin Hanbal r.a., lafaz-lafaz seperti yadd dan sebagainya dari sudut bahasanya mengandungi maksud kejisiman yang tidak layak bagi Allah s.w.t.. Maknanya, nas-nas tersebut tidak perlu difahami dengan maknanya dari sudut bahasa. Inilah pendirian salafus-soleh.

 

Imam Al-Qadhi Iyad meriwayatkan pendirian Imam Malik r.a. dengan berkata:

 

أا?ديث ال هذه بمثل ال�حديث كره ف>قد ا ملك إامم ال ال>ه المعنى ر?م والمشكلة للتشبيه الموهمة

 

Maksudnya: “Semoga Allah merahmati Imam Malik r.a.. Beliau sangat membenci berbicara tentang hadith-hadith yang membawa kesamaran tasybih dan kekeliruan maknanya…” [As-Syifa’ 2/542]

 

Jelaslah menurut Imam Al-Qadhi Iyad bahawasanya, ada hadith-hadith yang membawa waham tasybih dan maknanya sukar difahami. Apa sebabnya? Ini kerana, berdasarkan makna lafaz-lafaz tersebut dari sudut bahasa, ianya membawa makna kejisiman yang tidak layak bagi Allah s.w.t.. Kalau lafaz-lafaz tersebut perlu difahami dengan makna zahir, maka tidak timbul kekeliruan dan tidak timbul juga prasangka bahawasanya ianya tasybih. Timbul prasangka begitu kerana makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat tersebut tidak layak bagi Allah s.w.t..

 

Sheikh Mahmud Khitab As-Subki berkata:

 

“…Oleh kerana itu, telah sepakat Salaf dan Khalaf akan ta’wil dengan ta’wil ijmali iaitu memalingkan lafaz daripada makna zahirnya yang mustahil bagi Allah…” [Ittihaf Al-Ka’inat: 167]

Page 69: New Microsoft Office Word Document

 

Imam Al-Qurthubi berkata:

 

قطعهم مع لتأويلها التعرض ترك السلف ظواهرها مذهب باستحالة

 

Maksudnya: “Mazhab Salaf adalah, meninggalkan usaha ta’wilnya beserta ketegasan mereka bahawasanya zahir-zahir (mutasyabihat) itu mustahil…” [Syarh Jauharah At-Tauhid: 167]

 

Imam Al-Hafiz Al-Karmani, seorang ulama’ hadith yang agung (786 H), menjelaskan tentang aqidah ini:

 

السماء ( ( في مراد قوله غير المكان ظاهره في الحلول عن منزه الله إذ ،

 

Maksudnya: "Perkataan Allah "fis sama'" maka makna zahirnya bukanlah yang dimaksudkan oleh Allah s.w.t. kerana Allah s.w.t. tidak bertempat pada sebarang tempat, [Fath Al-Bari: 13/412]

 

Imam Ibn Hajar Al-Asqollani berkata tentang nas-nas mutasyabihat:

 

“...sedangkan zahirnya bukan dimaksudkan (oleh Allah)...” [Fathul Bari 1/272]

 

Imam An-Nawawi juga berkata:

 

بالله يليق ما على حق بأنها يؤمن أنه المتكلمين، وبعض السلف جمهور مذهب وهووأن مراد تعالى غير حقنا في المتعارف ظاهرها

 

Maksudnya: “Iaitu mazhab jumhur Salaf dan sebahagian mutakallimin bahawsanya seseorang itu beriman bahawasanya ia (nas mutasyabihat) benar daripada Allah s.w.t. dengan makna yang bersesuaian dengan Allah serta )makna( zahir yang diketahui di sisi kita bukanlah yang dimaksudkan...” [Syarah Muslim 6/36]

Page 70: New Microsoft Office Word Document

 

Imam Badruddin Ibn Jama’ah berkata dalam menjelaskan lafaz istiwa:

 

غير... تعالى الرب بجالل ذلك من يليق ال ما أن على التأويل وأهل السلف واتفق ... واالعتدال كالقعود مراد،

 

Maksudnya: “Telah bersepakat salaf dan ahli ta’wil bahawasanya apa sahaja makna yang tidak sesuai bagi Allah (termasuklah makna zahir) tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t. seperti (makna zahir istiwa sebagai) duduk...” [Idhah Ad-Dalil fi Qat’ie Hujaj Ahl At-Ta’thil m/s 103]

 

Imam Fakhruddin Al-Razi (ulama’ aqidah) juga menjelaskan bahawasanya, nas-nas mutasyabihat tidak boleh dipegang dengan makna zahirnya dalam kitab Asas At-Taqdis. Begitu juga jika kita merujuk Iljam Al-‘Awam oleh Imam Al-Ghazali r.a..

 

Imam Ibn Khaldun (ulama’ ahli sejarah Islam) berkata:

 

يتعرضوا ولم بها فآمنوا الله كالم من اآليات بأن وقضوا التشبيه استحالة وعلموا داللتها ووضوح لكثرتها التنزيه أدلة فغلبوا السلف أما… ب�حث لمعنه

 

Maksudnya: “Adapun salaf, maka dalil-dalil tanzih telah banyak dan jelas petunjuknya, maka mereka )salaf( mengetahui kemustahilan tasybih dan menetapkan bahawasanya ayat-ayat daripada kalam Allah maka mereka beriman dengannya namun tidak berusaha untuk membahaskan tentang makna-maknanya… [Muqoddimah Ibn Khaldun: 395]

 

Sheikh Sulaiman bin Umar Al-Jamal As-Syafi’e berkata dalam Hasyiyah Tafsir Al-Jalalain m/s 149:

 

“Manhaj Salaf menyerahkan ilmu tentang makna mutasyabihat kepada Allah s.w.t. setelah memalingkannya daripada zahirnya…”

 

Imam Al-Ubbi (ulama’ hadith) berkata:

Page 71: New Microsoft Office Word Document

 

أن ذلك جميع في الحق أهل المحال ومذهب ظاهره عن اللفظ يصرف

 

Maksudnya: “Mazhab Ahli Al-Haq pada setiapnya (nas-nas mutasyabihat) ialah, memalingkan lafaz daripada makna zahirnya yang mutahil )bagi Allah(…” [Syarah Sahih Muslim 2/385]

 

Imam Mulla Ali Al-Qari berkata:

 

والغزالي الحرمين وإمام الشيرازي إسحاق أبي الرباني الشيخ وبكالم وبكالمهالظواهر تلك صرف على متفقان المذهبين أن يعلم وغيرهم أئمتنا من وغيرهم

 

Adapun dengan perkataannya (Imam An-Nawawi) dan perkataan Imam Abu Ishaq As-Syirazi, Imam Al-Haramain, Imam Al-Ghazali dan sebagainya dari kalangan para imam kita dan sebagainya diketahui bahawasanya kedua-dua mazhab (tafwidh dan ta’wil) bersepakat untuk memalingkan lafaz daripada (makna) zahirnya…” [Mirqat Al-Mafatih 2/136]

 

Imam Az-Zarkasyi (ulama’ tafsir yang besar dalam Islam) berkata:

 

حقيقته: من المفهوم خالف على الكالم حمل وجوب التأويل على حملهم وإنما قلتتعالى البارئ حق في والجسمية المتشابه استحالة على األدلة لقيام

 

Maksudnya: “Saya katakan: Mereka menta’wilkan nas-nas mutasyabihat kerana wajib membawa kalam )mutasyabihat( berlainan dengan mafhumnya )dari sudut bahasa( pada hakikatnya )zahirnya( kerana adanya dalil-dalil yang menunjukkan kemustahilan tasybih dan kejisiman daripada hak Allah s.w.t.. [Al-Burhan pada bab Mutasyabihat]

 

Oleh kerana itulah, Imam Ibn Al-Jauzi mengkritik mujassimah di zamannya dengan berkata:

 

: . نحملها: قالوا ثم تعالى الله إال يعلمه ال الذي المتشابه من األحاديث هذه إن قالواإال االستواء ظاهر فهل له؟ ظاهر أي الله إال يعلمه ال ما � فواعجبا ظواهرها، على

االنتقال؟ إال النزول وظاهر القعود؟

Page 72: New Microsoft Office Word Document

 

Maksudnya: “Mereka (mujassimah) berkata: Sesungguhnya hadith-hadith mutasyabihat ini tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Kemudian mereka berkata: “Kita tetapkannya (maknanya) dengan (makna) zahirnya”. Alangkah peliknya. Apa yang tidak diketahui kecuali Allah itu adalah (makna) zahirnya? Bukankah makna zahir istiwa itu tiada lain melainkan duduk? Bukankah tiada makna zahir bagi nuzul melainkan berpindah-pindah (yang makna kesemua makna tersebut tidak layak bagi Allah)?” [Daf Syubah At-Tasybih m/s 34]

 

Di sisi Imam Ibn Al-Jauzi sendiri, nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat. Di sisi beliau juga, makna zahir bagi nas-nas tersebut tidak layak bagi Allah s.w.t..

 

Oleh kerana itu juga, Imam Abu Hayyan ketika menjelaskan makna antara mereka yang mengikut mutasyabihat dalam surah Ali Imran ayat tujuh adalah mereka yang berpegang dengan makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat.

  

: )) وتناقضوتكرير،)) تشكيك طالبو إما المتشابه متبعو قالالقرطبي منه تشابه ظواهر فيتبعونما طالبو وإماجسم،: أنه أثبتوا إذ كالمجمسة نب المتشابه ج و د ي و = ي ع و ، ه ج و ت ا ذ ة ر و ص و

. وأصبع ورجل 

 Maksudnya: “((mereka yang mengikuti kesamaran daripadanya)) Imam Al-Qurthubi berkata: Mereka adalah yang mengikut mutasyabihat samada menginginkan utk meragukan, atau mendakwa pertentangan dalam Al-Qur’an atau pengulangan. Ataupun, mereka yang meninginkan zahir-zahir mutasyabih seperti golongan mujassimah yang menetapkan bahawasanya Allah itu jisim, menetapkan rupa bentuk bagi zat itu adalah wajah, menetapkan mata, tangan, bahu, kaki dan jemari bagiNya…” [Al-Bahr Al-Muhith pada ayat tersebut]  Beliau meriwayatkan perkataan Imam Al-Qurthubi ini tanda bersetuju dengan pendirian Imam Al-Qurthubi r.a. bahawasanya, mujassimah adalah mereka yang menetapkan makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat iaitu dengan makna kejisiman.  Imam Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya:-

 

 

} { : شيخنا: قال �ه� و�يل �أ ت �غ�اء� ت ب و� �ة� ن ف�ت ل �غ�اء� ت ب ه� م�ن �ه� اب �ش� ت م�ا �ع�ون� �ب �ت ف�ي تعالى قوله ٱالسادسة ٱ ٱ

: للتشكيك � طلبا ويجمعوه يتبعوه أن يخلو ال المتشابه �عو متب عليه الله رحمة العباس أبو

Page 73: New Microsoft Office Word Document

الذ�ين المجسXمة فعلته كما المتشابه، ظواهر العتقاد � طلبا أو القرآن؛ في الطاعنون والقرام�طة الزنادقة فعلته كما ، Ãالعوام وإضالل� القرآن فينب ج و د ي و = ي ع و ه ج و ت ا ذ ة ر @و ص م ة ر و ص و م جس م م س ج ى ل ع ت ء 8 ر � ل ا ن أا ا و د ق � ٱع ى � ? ة ي م س بج ل ا ه ر ه ظ م م ة ن س ل ا و ب �ك ل ا ي ف م ا و ع م ج

… هك ذل ع= ال>ه تعلى أاص�ع، و ورجل 

 

Maksudnya: “Keenam: Firman Allah ((mereka mengikut apa ytang kesamaran daripadanya untuk mengkehendaki fitnah dan mengkehendaki ta’wilnya)). Guru kami Abu Al-Abbas berkata: “Mereka yang ikut mutasyabihat tidak sunyi daripada samada mengikut mutasyabihat dan menghimpunkannya (menghimpunkan ayat-ayat mutasyabihat untuk menetapkan makna zahir atau menetapkan pertembungan antara ayat-ayat Al-Qur’an) untuk membuat keraguan dalam Al-Qur’an dan menyesatkan orang awam sebagaimana yang dilakukan oleh Zindiq, Qaramithoh yang mentohmah Al-Qur’an, ataupun mengkehendaki percaya/berpegang dengan zahir-zahir )makna zahir( mutasyabih sebagaimana yang dilakukan oleh mujassimah yang menghimpun apa yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mana makna zahirnya mengandungi makna kejisiman, lalu mempercayai Alla itu suatu jisim yang berjisim, suatu rupa yang mempunyai rupa bentuk, yang mempunyai wajah, mata, tangan, sisi, kaki dan jemari yang mana maha suci Allah daripadanya (sifat-sifat tersebut)….”

  

Begitu juga Imam Al-Alusi dalam Ruh Al-Ma’ani menjelaskan ayat tersebut dengan berkata:

 

)) من)) يطابقه ما إلى ينظروا ال بأن وحده بذلك يتعلقون أي ه� م�ن �ه� Åب ـ �ش� ت م�ا �ع�ون� �ب �ت ف�يبطونه أحد أخذ أو تعالى له المراد الغير ظاهره بأخذ إما وهو إليه ويردوه المحكم

الباطلة

 

Maksudnya: “((mereka mengikut apa yang kesamaran daripadanya)) iaitu mereka bergantung kepadanya (mutasyabihat) semata-mata dan tidak melihat kepada apa yang bersesuaian dengannya dalam ayat muhkam untuk dibandingkan (dikembalikannya) kepadanya. Iaitu, samada mengambil zahir )mengikut makna zahir mutasyabihat( yang tidak dimaksudkan oleh Allah atau mengambil suatu makna batin yang batil. [Ruh Al-Ma’ani dalam tafsir surah Ali Imran: 7]

 

Jelas di sini pendirian Imam Al-Alusi yang menjelaskan bahawasanya makna zahir bagi mutasyabihat tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t.. Mereka yang menetapkan maknanya dari sudut bahasa adalah mereka yang mengikut apa yang kesamaran dalam Al-Qur’an yang dicela oleh Allah s.w.t.. Ini jelas berdasarkan tafsiran empat ulama’ besar iaitu Imam Al-Qurtubi, gurunya Abu Al-Abbas, Imam Abu Hayyan dan Imam Al-Alusi r.a..

Page 74: New Microsoft Office Word Document

 

Malah, secara jelas Imam Al-Qurthubi menisbahkan pegangan ini kepada salafus-soleh dengan berkata:

 

مع لتأويلها التعرÃض ترك السلف مذهب Ãأن عرف ستحالة وقد ب ٱقطعهم.ظواهرها جاءت كما وها Ãأم�ر فيقولون ،

 

Maksudnya: Telah diketahui bahawasanya mazhab salaf adalah meninggalkan usaha untuk mencari ta’wil (makna) bagi nas-nas mutasyabihat dengan keteguhan pegangan mereka tentang kemustahilan makna-makna zahir tersebut )bagi Allah(. Mereka berkata: “biarkan (lalui) ia sebagaimana didatangkan…” [Al-Jamie Li Ahkam Al-Qur’an surah Ali Imran: 7]

 

Imam Az-Zarqani juga berkata:

 

“Salaf dan Khalaf bersepakat bahawasanya makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat tidak dimaksudkan oleh Allah s.w.t. secara putus…” [Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an: 2/186]

 

Maka, sekadar keterbatasan ini, kita dapat simpulkan bahawasanya Imam Ahmad r.a., Imam Malik r.a. (berdasarkan riwayat Qadhi Iyad), Imam Abu Hanifah (dalam fiqh Al-Akbar), Imam Al-Baihaqi r.a., Imam Al-Qurthubi r.a., Imam Abu Al-Abbas, Imam Abu Al-Hayyan, Imam Ibn Al-Jauzi, Imam Al-Karmani, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani (yang menukilkan perkataan Imam Al-Karmani) dan sebagainya, menjelaskan bahawasanya, nas-nas mutasyabihat tidak difahami dengan maknanya dari sudut bahasa (makna zahir). Malah, pendirian ini adalah pendirian salafus-soleh menurut Imam Al-Qurthubi dan sebagainya.

 

Ulama’-ulama’ mutakhir turut membuktikan pendirian salafus-soleh ini seperti Imam Al-Kauthari dalam Maqalat Al-Kauthari dan ta’liqatnya, Imam At-Tabbani dalam Bara’ah Al-Asy’ariyyin, Imam Hasan Al-Banna dalam risalah aqidahnya, Sheikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti dalam buku As-Salafiyyahnya, Sheikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fusulun Fi Al-Aqidahnya, Sheikh Dr. Shuhaib As-Saqqar dalam tesis At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami, Dr. Muhamamd Abdul Fadhil dalam buku Mauqif As-Salaf, Sheikh Manshur Muhammad dalam Ibn Taimiyyah Laisa Salafiyyan, Sheikh Sa’id Fudah dalam Naqd Risalah At-Tadamuriyyah dan sebagainya.

 

Perbahasan Keempat: Adakah Nas-nas Mutasyabihat Tidak Diketahui maknanya?

Page 75: New Microsoft Office Word Document

 

Benar. Inilah juga pendirian salafus-soleh iaitu, nas-nas mutasyabihat seperti huruf-huruf di awal surah, lafaz-lafaz seperti yadd dan sebagainya, tidak diketahui maknanya kecuali Allah s.w.t.. Bahkan, ia antara bukti keagungan dan mukjizat Al-Qur’an yang tidak boleh dipertikaikan lagi. Nas-nas mutasyabihat yang tidak difahami maknanya tidak membawa kepada Al-Qur’an itu mengandungi lafaz-lafaz yang sia-sia tetapi ianya menunjukkan keagungan Al-Qur’an itu sendiri yang mana Allah s.w.t. menunjukkan bahawasanya hanya Allah s.w.t. sahaja mengetahui seluruh makna Al-Qur’an.

 

Lihatlah perkataan para ulama’ yang menjelaskan bahawasanya, nas-nas mutasyabihat secara jelas tidak diketahui maknanya. Sesetengah pendapat yang mengatakan, apa yang tidak diketahui daripada nas-nas mutasyabihat adalah kaifiyyatnya, sedangkan maknanya diketahui berdasarkan sudut bahasa, maka apa makna bagi huruf-huruf di awal surah seperti Alif Laam Mim dan sebagainya yang secara jelas perlu diserahkan (tafwidh) makna kepada Allah s.w.t., bukan sekadar tafwidh kaifiyyat kerana Alif Laam Mim tidak punyai kaifiyyat malah tidak diketahui maknanya itu sendiri.

 

Imam At-Tabari (310 H) yang merupakan ulama’ yang hidup di akhir zaman salaf berkata:

 

: : و تأويـله، العلـماء عرف ما القرآن آي من الـمـحكم بل آخرون معناه وقال فهموا: وتفسيره إلـى ألحد يكن لـم ما والـمتشابه استأثراللهبعلمهدونخلقه، علـمه؛ سبـيلمما

 

Maksudnya: “Sebahagian ulama berkata: “Bahkan Muhkam dalam mana-mana ayat Al-Qur’an: Apa yang diketahui ulama’ akan ta’wilnya, dan mereka faham makna dan tafsirannya. Adapun mutasyabih adalah apa yang tidak ada jalan bagi seseorang untuk mengetahui (makna)-nya yang mana ianya apa yang disembunyikan oleh Allah s.w.t. dengan ilmuNya tanpa makhluk lain” [rujuk kitab tafsir At-Tabari]

 

Lihat menurut Imam At-Tabari, Muhkam itu diketahui makna dan tafsirnya sedangkan Mutasyabih adalah berbeza dengan Muhkam iaitu tidak diketahui makna dan sifatnya. Itulah yang dimaksudkan oleh Imam At-Tabari.

 

Imam At-Tabrani (360 H) berkata:

  

Page 76: New Microsoft Office Word Document

: Fألحد ليس� ما ابه� �ش� م�ت و�ال معانيه، وفهموا تأويل�ه العلماء� عرف� ما �م� م�حك ال بعض�هم وقالبعلمه الله استأثر� مما Cسبيل علمه� إلى

  

Sebahagian ulama’ berkata: Al-Muhkam itu apa yg diketahui oleh ulama’ akan ta’wilnya dan memahami maknanya. Al-Mutasyabih adalah apa yang tidak ada jalan bagi seseorang untuk mengetahuinya yang mana ia disembunyikan oleh Allah s.w.t. dalam ilmunya…”

 

Ini jelas menunjukkan di sisi Imam At-Tabari dan Imam At-Tabrani, beza antara Muhkam dan Mutasyabih menurut sebahagian ulama’ adalah, Muhkam diketahui maknanya sedangkan Mutasyabih tidak diketahui maknanya.

 

Hal ini dikuatkan lagi dalam tafsir Al-Jalalain yang menyebut:

 

�خ�ر� { } { } و�أ األحكام في عليه المعتمد أصله �Åب� �ت ك ل Iم� أ ه�ن� الداللة واضحات CتÅم�� مIحك CتÅ� ء�اي ه� م�ن �Åب� �ت ك ل ك� �ي ع�ل ل� �نز� أ �ذ�ى ل ٱه�و� ٱ ٱالسور { أوائل ك معنيه تفهم لا ت� ه�ه ب� �ه� �� مم

  Maksudnya: ((Dia yang menurunkan kepadamu (hai Muhammad) Al-Kitab dalamnya ayat-ayat muhkamat)) iaitu jelas petunjuknya )maknanya( ((ianya adalah Ummul Kitab)) asasnya dipegang dalam berhukum ((dan selainnya adalah mutasyabihat)) tidak difahami maknanya seperti awal-awal surah (huruf hija’iyah)”. [Tafsir Surah Ali-Imran ayat ketujuh]  Seterusnya disebutkan juga: 

 الله} { عند من أنه بالمتشابه أي �ه� ب �ا ءام�ن �ون� �ق�ول معناه ي نعلم وال

  

Maksudnya: “((Mereka berkata kami beriman dengannya)) iaitu dengan mutasyabihat bahawasanya ianya dari Allah dan kami tidak mengetahui maknanya… [rujuk tafsir Al-Jalalain]  Imam Abu Al-Hayyan juga berkata dalam Al-Bahr Al-Muhith: 

 : قوله)) (( عند الكالم تم به آمنا يقولون العلم في والراسخون الله � إال تأويله يعلم وما

وأبي، مسعود، ابن قول وهو المتشابه، تأويل بعلمه استأثر الله ان ومعناه الله، إال

Page 77: New Microsoft Office Word Document

األسدي، نهيك وأبي العزيز، عبد بن وعمر وعروة، والحسن، وعائشة، عباس، وابن: . واختاره عبيد وأبي واألخفش، والجبائي، والفراء، والكسائي، أنس، بن ومالك

. الرازي والفخر الخطابي 

 Maksudnya: “((Tiada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah sedangkan orang yang mendalam ilmunya berkata kami beriman dengannya)) kalam sudah sempurna pada perkataan ((kecuali Allah)). Maknanya: Allah s.w.t. menyembunyikan dengan ilmuNya akan ta’wil mutasyabih. Inilah perkataan Ibn Mas’ud, Ubay, Ibn Abbas, ‘Aisyah, Al-Hasan, Urwah, Umar bin Abdil Aziz, Abi Nahyak (?) Al-Asadi, Malik bin Anas, Al-Kisa’ie, Al-Farra’, Al-Jubbai’e, Al-Akhfasy dan Abi Ubaid. Imam Al-Khattabi dan Fakhruddin Al-Razi juga memilih pendapat ini.  Ini jelas menunjukkan bahawasanya, hatta secara umum, nas-nas mutasyabihat itu hanya diketahui maknanya oleh Allah s.w.t.. Ini sudah jelas sejelas matahari di siang hari. Matahari jelas bersinar, tetapi mereka yang buta terus mengingkarinya.   Adapun secara khusus, bagi nas-nas mutasyabihat berbentuk yadd Allah, wajh Allah, istiwa’ dan sebagainya, secara jelas juga salafus-soleh menegaskan bahawasanya mereka tidak mengetahui maknanya. Ini sebahagian buktinya:-  

… : الشافعي معناها عن حقيقة يعلموا يعلموه ولم لم عما فسكتوا

 

Diriwayatkan oleh Imam As-Syafi’e r.a. berkata: “…tetapi mereka tidak mengetahui hakikat maknanya )tidak tahu makna sebenar lafaz-lafaz mutasyabihat tersebut(. Oleh yang demikian, mereka mendiamkan diri daripada membicarakannya…” [Majmu’ Fatawa 7/1-4 dan Ijtima’ Al-Juwusy oleh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah 137-139]

 

Imam As-Syafi'e r.a. berkata:

 

"Saya beriman (dengan nas-nas mutasyabihat) tanpa tasybih. Saya percaya tanpa tamsil. Saya menegah diriku dari cuba memahaminya. Saya menahan diriku dari mendalaminya dengan seboleh-bolehnya" [Daf' Syubah man Syabbaha oleh Imam Taqiyuddi Ad-Dimasyqi Al-Hisni (829 H) m/s 147]  Ini secara jelas menunjukkan Imam As-Syafi’e tidak menetapkan sebarang makna bagi nas-nas mutasyabihat seperti yadd dan sebagainya malah menegah dirinya daripada memahaminya atau

Page 78: New Microsoft Office Word Document

cuba memahami maknanya. Inilah pendirian salafus-soleh. Maka, ianya juga menunjukkan nas-nas mutasyabihat tidak diketahui maknanya melainkan Allah s.w.t..  Imam Ibn Qudamah meriwayatkan juga perkataan Imam Ahmad bin Hanbal r.a. yang berkata:

 

كيف ال بها ونصدق بها معنى نؤمن وال ،

  Maksudnya: “Kita beriman dengannya (ayat nuzul dan sebagainya) dan membenarkannya tanpa kaif dan tanpa makna...” [Lam’atul I’tiqad m/s 9]  Ini secara jelas menunjukkan Imam Ahmad dan Imam As-Syafi’e tidak memahami nas-nas mutasyabihat seperti yadd dan sebagainya dengan sebarang makna. Maknanya, mereka tidak menetapkan maknanya dari sudut bahasa pun (makna zahir).  Imam Ibn Rajab berkata:  

من جاءت كما وأحاديثها الصفات آيات إمرار من الصالح السلف عليه ما والصوابلها تفسير أحمد … غير اإلمام معانيها خصوصا في خوض .وال

  Maksudnya: “Apa yang betul adalah, apa yang dipegang oleh Salaf Soleh yang melalukan (biarkan) ayat-ayat sifat dan hadith-hadithnya sebagaimana ia disebutkan tanpa tafsir...khususnya Imam Ahmad yang tidak mendalami langsung akan makna-maknanya )mutasyabihat(” [Fadhl Ilm As-Salaf ‘ala Al-Khalaf: 30]  Saya bersetuju dengan pendirian Imam Ibn Al-Jauzi dalam menolak mujassimah seraya berkata:  

"Mereka (mujassimah yang berselindung dalam kelompok hanabilah) berkata: Kita berpegang dengan zahirnya )makna zahir nas mutasyabihat tersebut(, sedangkan makna zahirnya mengandungi ciri-ciri manusia )kejisiman dan sebagainya(. Seolah-olah, sesuatu itu perlu ditetapkan dengan hakikatnya (makna zahirnya) seboleh mungkin. Namun, dalam masa yang sama, mereka cuba keluar daripada tasybih, dan mendakwa sebagai ahlus-sunnah, padahal apa yang mereka lakukan adalah tasybih pada hakikatnya. Bahkan, fahaman mereka turut dianuti oleh sebahagian orang awam." [Daf' Syubah At-Tasybih: 3].

 

Page 79: New Microsoft Office Word Document

Oleh yang demikian, suatu hal yang membezakan antara nas-nas mutasyabihat daripada nas-nas muhkamat adalah dari sudut maknanya, kerana muhkamat adalah jenis ayat yang difahami maknanya sedangkan jenis mutasyabihat adalah yang tidak diketahui maknanya. Jadi, tidak boleh seseorang mendakwa mengetahui makna-makna nas mutasyabihat berdasarkan maknanya dari sudut bahasa kerana ianya seolah-olah menyamakan jenis mutasyabihat dengan jenis muhkamat yang dicela dalam Al-Qur’an.

 

Antara petunjuk lain menunjukkan para ulama’ termasuk salaf menegah seseorang memahami nas-nas mutasyabihat dengan makna zahirnya adalah dengan tidak mentafsirkan lafaz-lafaz mutasyabihat tersebut. Jika sesuatu lafaz itu boleh difahami dengan maknanya dari sudut bahasa, maka tidak timbul larangan terhadap menafsirkan nas-nas mutasyabihat.

 

Imam Abu Hanifah berkata:

 

" : رسول – عن الثقات بها جاء التي واألحاديث بالقرآن اإليمان على ، المغرب إلى المشرق من كلهم، الفقهاء اتفق يقول حنيفة أبي ( النبي ( عليه كان عما خرج فقد ذلك من � شيئا اليوم فسر فمن تشبيه، وال وصف، وال تفسير، غير من عزوجل الرب صفة في ص الله

( وفارقالجماعة،( يفسروا ص ولم يصفوا لم والسنة، فإنهم الكتاب في بما أفتوا بل ، " سكتوا ثم

 

Maksudnya: “Telah bersepakat fuqaha’ seluruhnya dari timur sampai barat bahawasanya wajib beriman dengan Al-Qur’an dan Hadith yang diriwayatkan dengan riwayat yang terpercaya daripada Rasulullah s.a.w. tentang sifat Tuhan tanpa tafsiran, tanpa penyifatan dan tanpa penyerupaan. Sesiapa yang menafsirkannya bererti telah meninggalkan apa yang dipegang oleh Nabi s.a.w. dan telah keluar daripada jemaah. Ini kerana, mereka )para salaf( tidak menyifati dan tidak mentafsirkan )nas-nas mutasyabihat( bahkan mereka berfatwa dengan apa yang tersebut dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah kemudian berdiam diri (dari menyebut makna mutasyabihat). [Al-Uluw oleh Imam Az-Zahabi: m/s 59]

 

Imam Ibn Rajab berkata:  

من جاءت كما وأحاديثها الصفات آيات إمرار من الصالح السلف عليه ما والصوابلها تفسير غير

  Maksudnya: “Apa yang betul adalah, apa yang dipegang oleh Salaf Soleh yang melalukan ayat-ayat sifat dan hadith-hadithnya sebagaimana ia disebutkan tanpa tafsir...” [Fadhl Ilm As-Salaf ‘ala Al-Khalaf: 30]

Page 80: New Microsoft Office Word Document

 

Imam Al-Baihaqi berkata:

 

فإنهم األمة هذه من المتقدمون يفسروا أما هذا لم في واألخبار اآليات من كتبنا ماب � ل ا

 

Maksudnya: “Golongan terdahulu (salaf) dalam umat ini, mereka tidak menafsirkan apa yang kita tuliskan (riwayatkan) dari ayat Al-Qur’an dan hadith pada bab ini (mutasyabihat)”. [Al-Asma’ wa As-Sifat: 407]

 

Imam Az-Zahabi turut meriwayatkan dengan berkata:

  

الصفات، أحاديث عن سأله أنه مسلم بن الوليد رواية الله رحمه مالك عن والمحفوظجاءت: كما أمرها تفسير فقال بال

  Maksudnya: “Diriwayatkan secara terpelihara (sanadnya) daripada Imam Malik dengan riwayat Al-Walid bin Muslim bahawasanya beliau bertanya kepadanya (Malik) tentang hadith-hadith sifat maka beliau berkata: “Laluinya sebagaimana ia tanpa tafsir... [Siyar A’laam An-Nubala’ 8/105]  Imam At-Tirmizi pula berkata:  

وابن أنس بن ومالك الثوري سفيان مثل االئمة من العلم أهل عند هذا في والمذهب : هذه تروى قالوا ثم االشياء هذه رووا أنهم وغيرهم ووكيع عيينة وابن المباركهذه تروى أن الحديث أهل اختاره الذي وهذا ، كيف يقال وال ، بها ونؤمن االحاديث

بها ويؤمن جاءت كما تفسر االشياء كيف وال يقال وال تتوهم وال  Maksudnya: “Mazhab pada perbahasan ini (mutasyabihat) di sisi ahli Ilmu dari kalangan Imam Sufyan At-Thauri, Malik bin Anas, Ibn Al-Mubarak, Ibn Uyainah, Waqi’e dan sebagainya bahawasanya mereka meriwayatkan sifat-sifat tersebut kemudian mereka berkata: “Diriwayatkan hadith-hadith tersebut (mutasyabihat) dan kami beriman dengannya serta tidak berkata kaif (bagaimana). Inilah pegangan yang dipegang oleh ahli hadith bahawasanya nas-nas tersebut diriwayatkan sebagaimana ia diriwayatkan, lalu dia beriman dengannya dan tidak ditafsirkan, tidak dikhayalkan dan tidak dikatakan kaif )bagaimana ia(…” [Sunan At-Tirmizi: 4/692]

Page 81: New Microsoft Office Word Document

 

Imam Sufian bin ‘Uyainah berkata:

 

ألحد أنما وصف الله تبارك وتعالى به نفسه في كتابه ، قراءته تفسيره ، وليس يفسره بالعربية وال بالفارسية

 

Maksudnya: “Apa yang Allah sifatkan tentang diriNya dalam kitabNya maka bacaannyalah tafsirnya )hanya lafaz sahaja(. Tiada sesiapa boleh mentafsirkannya dalam bahasa Arab ataupun dalam bahasa Farsi”. [Al-Asma’ wa As-Sifat: 314]

 

Apa yang dimaksudkan dengan:

 

“Bacaannya adalah tafsirannya…”: maknanya, cukup menetapkan lafaznya tanpa perlu memahami maknanya dari sudut bahasa. Ia berdasarkan perkataan seterusnya:-

 

“Tiada sesiapa boleh menafsirkannya dalam bahasa Arab…”: Maknanya, tidak boleh memahaminya dengan maknanya dari sudut bahasa Arab itu sendiri kerana boleh membawa kepada tasybih dan prasangka.

 

Perkataan beliau lagi: “…tidak boleh menafsirkannya dalam bahasa Farsi”: maknanya, tidak boleh menterjemahkannya ke dalam bahasa lain berdasarkan maknanya dari sudut bahasa seperti menterjemahkan yadd Allah kepada tangan Allah dan sebagainya.

 

Imam Abu ‘Ubaid Al-Qasim berkata:

 

ونحن ، � شيئا منها يفسر � أحدا أدركنا نفسر ما ونسكت ال بها نصدق ، � شيئا منها

 

Maksudnya: “Kami tidak mendapati dalam kalangan kami seorangpun yang menafsirkan satupun daripadanya (nas-nas mutasyabihat melibatkan sifat Allah). Kami tidak menafsirkan satupun daripadanya dan kami beriman dengannya lalu kami mendiamkan diri )daripada membahaskan mengenai maknanya(. [Syarah As-Sunnah oleh Al-Lalka’ie: 3/526]

 

Page 82: New Microsoft Office Word Document

Imam Muhammad bin Al-Hasan berkata:

 

يصفوا لم يفسروا فإنهم ولم

 

Maksudnya: “Maka mereka (salaf) tidak menyifatkan dan tidak menafsirkannya…” [ibid: 3/432]

 

Imam Ibn Batthah berkata:

 

بها العلم أن ورأوا تفسيرها عن المسألة في وتركوا الكالم معانيها ترك

 

Maksudnya: “Mereka (salaf) meninggalkan masalah (mutasyabihat) daripada menafsirkannya dan mereka meriwayatkan bahawasanya ahli ilmu mengenainya meninggalkan berkata tentang makna-maknanya…” [As-Syarh wa Al-Ibanah fi Usul As-Sunnah wa Ad-Diyanah]

 

Inilah yang membezakan antara mukhamat dengan mutasyabihat. Muhkamat adalah apa yang diketahui maknanya sedangkan mutasyabihat adalah apa yang tidak diketahui maknanya. Maka, sesiapa yang cuba menetapkan makna zahir bagi nas-nas mutasyabihat seolah-olah sudah menyamakan antara muhkamat dengan mutasyabihat.

 

Imam At-Tabari berkata:

 

, , : , : , ابن عن علـي عن معاوية ثنـي قال صالـح بن الله عبد حدثنا قال الـمثنى حدثنـي , } والـمتشابه: } الـمتشابه علـى الـمـحكم فـيحملون ه� م�ن �ه� �شاب ت ما �ع�ون� Ãب �ت ي فـ� عبـاس

… , Ãسون ويـلب الـمـحكم علـى

 

Maksudnya: Al-Matha meriwayatkan bahawasanya Abdullah bin Shaleh berkata bahawasanya Mu’awiyyah meriwayatkan daripada Ali daripada Ibn Abbas r.a. yang berkata: “Mereka mengikuti apa yang mutasyabih daripadanya…” iaitu mereka yang berinteraksi dengan muhkam sepertimana mutasyabih dan berinteraksi dengan mutasyabih sebagaimana muhkam lalu mereka mencampur adukkan )antara muhkamat dan mutasyabihat(…” [Tafsir At-Tabari pada ayat tersebut]

 

Page 83: New Microsoft Office Word Document

Perbahasan Kelima: Adakah Para Ulama’ Ahlus Sunnah wal Jamaah )khususnya majoriti Salaf dan sebahagian Khalaf( Menyerahkan Makna Nas-nas Mutasyabihat kepada Allah?

 

Hal ini sememangnya benar. Mereka menyerahkan makna bagi nas-nas mutasyabihat seperti yadd, ain, istiwa’ dan sebagainya kepada Allah s.w.t.. Ini dinamakan sebagai manhaj tafwidh makna yang menjadi fokus utama perbincangan ini.

 

Dalilnya adalah berdasarkan hadith Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari r.a., bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

 

عالمه… إلى فكلوه ال وما فقولوا منه علمتم ما

 

Maksudnya: “…Apa yang kamu ketahui daripadanya (ayat-ayat Al-Qur’an) maka kamu katakanlah mengenainya tetapi apa yang kamu tidak tahu, maka serahkanlah ia (ilmu atau maknanya) kepada Tuhan yang Maha Mengetahuinya…” [Khalq Af’al Al-Ibad: m/s 46 dan dalam Musnad Imam Ahmad 2/185]

 

Begitu juga dalam suatu riwayat:

 

: استبانمنهفاعملبه، كتاباللهما به وأخرجابنأبيشيبةفيالمصنفعنأبيقال فآمن عليك اشتبه وماعالمه إلى .وك ل�ه�

 

Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Al-Musonnaf daripada Ubai bahawasanya dia berkata: “ (Dalam kitab) Allah, apa yang jelas maknanya maka amalkanlah sedangkan apa yang kesamaran, maka cukup sekadar beriman dengannya dan serahkan (pengetahuan tentang maknanya) kepada Yang Maha Mengetahuinya…”

 

Imam Ibn Qudamah berkata dalam buku Lum'ah Al-I'tiqod:

 

"Jika ada kesamaran pada ayat-ayat dan hadith-hadith tersebut (mutasyabihat), maka wajib kita menetapkan lafaznya dan meninggalkan usaha untuk mengetahui maknanya. Kita serahkan ilmu )tentang maknanya( kepada yang berfirman )Allah s.w.t.(…"

Page 84: New Microsoft Office Word Document

 

Beliau berkata lagi:

 

معنى لها أن علمنا قد ولكن بنفسه تفسير وال بعينه معنى غير من تفسيرها �ها قراءت بلكيف كذلك كان ومن المعنى، بذلك بها نؤمن فنحن بها المتكلم يعلمه الجملة في

أعلمه؟ ال يقول وهو معنى عن يسأل

 

Maksudnya: “Bahkan bacaannyalah tafsirannya (iaitu hanya tetapkan lafaz) tanpa (menetapkan) sebarang makna tertentu dan tanpa tafsiran yang tertentu. Tetapi, kita ketahui bahawasanya baginya (nas-nas mutasyabihat) tersebut ada makna berdasarkan apa yang diketahui oleh yang berfirman dengannya (iaitulah di sisi Allah). Maka, kita beriman dengan makna tersebut )yang hanya diketahui oleh Allah(. Kalau begitu perihal seseorang, bagaimana ditanya tentang makna sesuatu yang dia sendiri kata: “saya tidak tahu” [Tahrim An-Nazhor: 59 dan Zam At-Ta’wil 11]

 

Imam Az-Zahabi berkata:

 

: و" ، واإلمرار ، اإلقرار وبابه ذلك في معناه فقولنا الصادق تفويض قائله إلىالمعصوم "

 

Maksudnya: “Adapun perkataan kami pada bab ini (nas-nas mutasyabihat): Iqrar (mengakui), Imrar (melaluinya atau menyebutnya sahaja) dan menyerahkan maknanya kepada yang berkata tentangnya iaitulah As-Shodiq Al-Ma’shum )Rasulullah s.a.w.(.” [Siyar A’lam An-Nubala: 8/105]

 

Imam At-Tohawi r.a. seorang ulama’ salaf berkata tentang nas-nas mutasyabihat:

 

على ما أرادومعناه

 

Maksudnya: “…dan dengan maknanya yang bersesuaian dengan kehendak Allah…” [Aqidah Tohawiyyah]

 

Page 85: New Microsoft Office Word Document

Imam Abu Ubaid berkata:

 

أا?ديث ال هذه نروي لها نح= نريغ المعانيوال

 

Maksudnya: “Kami meriwayatkan hadith-hadith ini (sifat) tanpa mencari makna-maknanya…” [Al-Asma’ wa As-Sifat: 2/192]

 

Imam Ibn Al-Jauzi juga berkata:

 

السلف المعاني ذهب هذه علم ال�حث تفويض وترك 

Maksudnya: “Golongan Salaf: Tafwidh pengetahuan tentang makna-makna (mutasyabihat) lalu meninggalkan perbahasan mengenainya…” [Daf Syubah At-Tasybih]

 

Imam As-Shahrastani berkata:

( ) : وصدÃقنا بظاهره، Ãا آمن Ãنا رب عند من Ãكل العلم في الراسخون قال كما نقول بلو تعالى بباطنه، اللnه إلى علمه ذلك وكلنا بمعرفة Ãفين مكل ولسنا ،

 

Maksudnya: “Bahkan kita berpegang dengan perkataan Rasikhun (orang yang mendalam ilmu mereka): “Semua daripada Tuhan kami”, iaitu kami beriman dengan zahirnya (lafaznya) dan beriman dengan batinnya (maknanya) lalu menyerahkan ilmu )makna(nya kepada Allah dan kita tidak dibebankan untuk mengetahuinya…” [Al-Milal wa An-Nihal m/s 104-105]

 

Imam As-Shan’ani juga berkata:

 

و ورد بما اإليمان الله األحوط إلى معناه بيان تفويض

 

Page 86: New Microsoft Office Word Document

Maksudnya: “yang berhati-hati adalah, beriman dengan apa yang diriwayatkan lalu menyerahkan penjelasan maknanya kepada Allah…” [Ijabah As-Sa’il Syarh Bughyah Al-Amil m/s 114]

 

Imam Az-Zarqoni berkata dalam Manahil Al-‘Irfan:

 

“Adapun mazhab Salaf adalah, mereka mufawwidhah, iaitu menyerahkan ilmu tentang makna mutasyabihat kepada Allah setelah memalingkannya daripada zahirnya mustahil bagi Allah s.w.t..” [Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an: 185]

 

Sheikh Sulaiman bin Umar Al-Jamal As-Syafi’e berkata dalam Hasyiyah Tafsir Al-Jalalain m/s 149:

 

“Manhaj Salaf menyerahkan ilmu tentang makna mutasyabihat kepada Allah s.w.t. setelah memalingkannya daripada zahirnya…”

 

Imam Ibn Hisyam Al-Anshori berkata:

 

ربهم إلى معناه ويكلون

 

Maksudnya: “Mereka menyerahkan maknanya kepada Tuhan mereka…” [Mughni Al-Labib 81]

 

Inilah juga pendirian salafus-soleh sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani dalam Fath Al-Bari, Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’e li Ahkam Al-Qur’an, Imam Az-Zarkasyi, Imam As-Suyuti dan sebagainya dalam kitab-kitab ulum Al-Qur’an mereka dan ribuan kitab aqidah, tafsir, hadith, qawa’id dan sebagainya yang lain.

 

Inilah manhaj yang dikenali sebagai Tafwidh Makna di sisi salafus-soleh yang cuba dinafikan oleh Ibn Taimiyyah dan pengikut-pengikutnya, yang mana tidak timbul pengingkaran terhadap Tafwidh Makna ini sebelum Ibn Taimiyyah melainkan di sisi Hasyawiyyah (wallahu a’lam). Rujuklah buku-buku para ulama’ yang menukilkannya, pasti dia akan dapati salafus-soleh

Page 87: New Microsoft Office Word Document

sememangnya bertafwidh dengan tafwidh makna dan sebahagiannya juga ada memberi ta’wilan kepada nas-nas mutasyabihat.

 

Kalaulah ayat Al-Qur’an boleh difahami keseluruhannya, maka semua orang boleh memahami dengan makna zahir dari ilmu bahasa Arab, akan maksud Alif Laam Mim dan sebagainya. Namun, di sisi majoriti ulama’ tafsir, ianya tidak diketahui maknanya melainkan Allah s.w.t.. Maka, sebagaimana bolehnya ayat Al-Qur’an seperti Alif Laam Mim tidak diketahui maknanya melainkan Allah, begitu juga dengan nas-nas mutasyabihat yang melibatkan sifat-sifat yang dinisbahkan kepada Allah s.w.t. seperti yadd dan sebagainya.

 

Fasal: Tafwidh Kaifiyyat: Konsep Menetapkan Kaifiyyat dan Menyerahkan Ilmunya kepada Allah

 

Adapun pendirian Ibn Taimiyyah dan para pengikutnya yang berpendirian menetapkan kaifiyat bagi Allah s.w.t. lalu menyerahkan ilmu tentang kaifiyat kepada Allah s.w.t. adalah suatu kaedah yang tertolak berdasarkan beberapa hujah yang kuat namun tidak dapat dimuatkan di sini kerana keterbatasan skop kita yang mengkhususnya tentang perbahasan nas-nas mutasyabihat.

 

Namun, cukuplah sebahagian perkataan ulama’ yang menetapkan Tafwidh Makna sebagai asa ulama’ salaf dan sebahagian khalaf berinteraksi dengan nas-nas mutasyabihat, menjadi antara hujah menolak tafwidh kaifiyyat. Suatu hakikat yang perlu difahami adalah: daripada menetapkan kaifiyyat bagi sifat-sifat Allah, bererti telah menetapkan kadar dan ukuran bagi zat dan sifat Allah s.w.t.. Ini sendiri yang terpaksa diakui oleh Ibn Taimiyyah ketika menetapkan kaifiyyat bagi Allah namun tidak menafikan kemustahilan kadar dan batasan bagi Allah s.w.t. [rujuk At-Ta’sis dan sebagainya].

 

Ibn Taimiyyah berkata:

 

…" الذي " فهو للكمية � مستلزما هذا كان وإذا والشكل الكمية تقتضي الكيفية قوله وأماالحديث أاهل أاكثر و يخصه، سدر ق وله إالا بصفة موصوف م= م أانه المنزعون يذكره

نفس في الكيفية ثبوت ينفون ال وغيرهم الله رحمه أحمد اإلمام أصحاب من والسنةالكيفية نعلم ال يقولون بل األمر

 

Maksudnya: “Perkataannya bahawasanya Kaifiyyah membawa makna kammiyyah (bilangan) dan bentuk”… maka jika ia melazimkan kammiyyah (kuantiti) maka itulah yang disebutkan oleh golongan yang menentang (golongan mutakallimun) bahawasanya setiap yang disifati dengan

Page 88: New Microsoft Office Word Document

sifat tertentu, maka baginya ada kadar )batas( khusus )tertentu(… Kebanyakkan ahli hadith dan Sunnah dari kalangan pengikut Imam Ahmad dan sebagainya tidak menafikan wujudnya kaifiyah )tatacara( itu sendiri tetapi mereka berkata: kami tidak tahu kaifiyyah ” [Bayan Talbis Al-Jahmiyyah: 1/347]

 

Dalam perbahasan selanjutnya dalam buku tersebut dalam dalam buku At-Ta’sis, Ibn Taimiyyah tidak menafikan had dan batas bagi Allah s.w.t. kerana ianya seiring dengan tidak menafikan kaifiyyat daripada Allah s.w.t..

 

Namun, Imam Al-Qarafi mensyarahkan maksud perkataan Imam Malik yang menyebut: “Al-Kaif tidak masuk akal…” dengan berkata:

 

" وضعتلهالعربلفظكيف،" توصفبما معناهأنذاتاللهال المتنقلة والكيفغيرمعقول األحوال وهوالجسمية الربوبية … والهيئات جهة في الستحالته حقه في ذلك يعقل فال

 

Maksudnya: “Kaif tidak masuk akal” maknanya, zat Allah tidak disifati dengan apa yang diletakkan oleh kaedah bahasa Arab dengan lafaz Kaif iaitu )maksud kaif itu( suatu keadaan-keadaan yang berpindah-pindah )terpisah-pisah( dan suatu keadaan )sifat( kejisiman…Maka tidak masuk akal (mustahil) ianya (Kaif) dinisbahkan kepada Allah kerana ianya (kejisiman dan sebagainya) mustahil bagi sifat ketuhanan (Allah s.w.t)..” [Az-Zakhirah 13/242]

 

Maka, di sisi bahasanya, menetapkan kaifiyyat bagi Allah bererti menetapkan ukuran dan kadar batas bagi Allah s.w.t.. Ini bukan pegangan salafus-soleh. Tiada dalam kalangan salaf pernah mendakwa bahawasanya Allah s.w.t. mempunyai kadar dan kaifiyyat tetapi kita tidak mengetahuinya. Malah, mereka menafikan asal bagi kaifiyyat itu sendiri daripada nisbah kepada Allah s.w.t. berdasarkan perkataan Imam Al-Qarafi r.a..

 

Imam Ahmad bin Hanbal r.a. juga berkata:

 

غاية وال حد بال نفسه به وصف مما بأكثر الله يوصف وال صحاح بأسانيد كانت إذا

 

Page 89: New Microsoft Office Word Document

Maksudnya: “Jika riwayat-riwayat (mutasyabihat) dengan sanad yang sahih, maka kita tidak menyifati Allah lebih daripada apa yang Allah s.w.t. sifatkan tentang diriNya tanpa had dan tanpa batas…” [Syi’ab Al-Iman 1/105]

 

Malah, Ibn Taimiyyah sendiri tidak pernah meriwayatkan perkataan salaf yang mengatakan: “ada kaifiyat bagi Allah tetapi kita sahaja yang tidak tahu…” (berdasarkan kajian saya yang serba terbatas dan kejahilan saya). Malah, terlalu banyak nas-nas daripada salaf yang menafikan secara mutlak nisbah kaifiyyat kepada Allah s.w.t..

 

Adapun perkataan yang dinisbahkan kepada Imam Malik yang berkata: “Kaif Majhul”, maka menurut sebahagian besar ulama’, ianya tidak jelas menunjukkan Imam Malik menetapkan kaifiyyat bagi Allah s.w.t. di samping riwayat tersebut lemah (jika dikaji dari sudut sanadnya) berbanding riwayat yang menyebut: “Kaif ghair ma’qul… (maksudnya kaif tidak masuk akal…”.

 

Dengan banyaknya riwayat daripada salaf yang menafikan kaif dan batas bagi sifat Allah s.w.t., maka ini menunjukkan bahawasanya mereka tidak berpegang kepada tafwidh kaifiyyat kerana mereka sendiri menolak adanya kaifiyyat bagi Allah s.w.t. secara asalnya. [Dr. Suhaib As-Saqar: At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami: 41]

 

Antara contoh perkataan salaf yang menafikan asal bagi kaifiyyat juga adalah perkataan Imam Al-As’yari yang berkata: (( كيف maksudnya: “tanpa kaif…” [Maqalat Al-Islamiyyin: 217] ((بال

 

Namun, bukan di sini untuk membahaskan secara terperinci tentang menetapkan kaifiyyat dan menyatakan pembatalanya kerana ianya memerlukan ruang perbahasan yang lebih luas. Namun, dalam risalah ini, tujuan dan fokus perbahasan hanyalah tentang cara berinteraksi dengan nas-nas mutasyabihat di sisi majoriti salaf dan ulama’ khalaf.

 

Apa yang sangat dikesalkan adalah, tuduhan sesetengah pihak yang menuduh manhaj tafwidh makna sebagai suatu bid’ah dan kesesatan yang nyata sedangkan manhaj inilah yang dijelaskan sebagai pendirian salafus-soleh khususnya sebelum lahirnya Ibn Taimiyyah lalu menafikannya. Ungkapan-ungkapan seperti Tafwidh Makna adalah mazhab Tajhil (kebodohan) atau bid’ah adalah antara celaan sesetengah pihak yang tidak bertanggungjawab dalam melihat masalah ini secara lebih meluas dan adil.

 

Namun, tohmahan tersebut sudah banyak dijawab oleh banyak para ulama’ dari dahulu sehingga hari ini seperti dalam kitab As-Saif As-Saqil oleh Imam Al-Subki, Daf Syubah Man Syabbaha

Page 90: New Microsoft Office Word Document

oleh Imam Al-Hishni, At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami oleh Dr. Shuhaib As-Saqqar, Al-Mizan Al-‘Adil oleh Sheikh Abdul Qadir Isa Ad-Dayyab, Al-Kasyif As-Shaghir oleh Sheikh Sa’id Fudah, Fusulun fi Al-Aqidah oleh Sheikh Dr. Al-Qaradhawi, As-Salafiyyah oleh Sheikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti, Mauqif As-Salaf min Al-Mutasyabihat oleh Dr. Muhammad Abdul Fadhil, Ahlus Sunnah Al-Asya’irah oleh Sheikh Hamad As-Sinan dan Sheikh Fauzi, Al-Qaul At-Tamam oleh Sheikh Saif Al-Ashri dan sebagainya.

 

Maka, cukuplah dengan jawapan-jawapan mereka, menjelaskan tentang hakikat dan kebenaran Manhaj Tafwidh Makna di sisi Salafus-Soleh. Semoga Allah s.w.t. menjaga hati kita dari sebarang ketaksuban dalam membuat penilaian.

 

Kesimpulan Perbahasan

 

Apakah itu nas-nas mutasyabihat? Sebagaimana sudah dijelaskan antara maknanya, mutasyabihat adalah sesuatu yang kesamaran maknanya kerana ada banyak wajah (sudut) untuk memahaminya, bukan tertakluk kepada satu makna sahaja. Kita sudah nukilkan perkataan-perkataan ulama’ dalam menjelaskannya.

 

Adakah nas-nas yang menyebut lafaz-lafaz seperti Yadd Allah, Istiwa dan sebagainya adalah antara nas-nas mutasyabihat? Benar. Kita sudah buktikan sebahagian perkataan-perkataan sebahagian ulama’ mengenainya.

 

Adakah nas-nas mutasyabihat tidak difahami dengan maknanya dari sudut bahasa (makna zahir)? Benar. Inilah pendirian salafus-soleh dan ulama’ muktabar khalaf sebagaimana telah kita nukilkan sebahagian perkataan-perkataan mereka seperti perkataan Imam As-Syafi’e, Imam Ahmad bin Hanbal, ulama’-ulama’ tafsir, ulama’-ulama’ hadith dan sebagainya.

 

Adakah nas-nas mutasyabihat tidak diketahui maknanya? Benar. Ia berdasarkan surah Ali Imran ayat ketujuh sebagaimana yang ditafsirkan oleh sebahagian ulama’ secara umum. Begitu juga sebahagian perkataan salafus-soleh seperti Imam As-Syafi’ie yang khusus menjelaskan salafus-soleh tidak mengetahui makna bagi nas-nas mutasyabihat terutamanya yang berkaitan lafaz yadd, istiwa’ dan sebagainya yang dinisbahkan kepada Allah s.w.t..

 

Kalau begitu, apa aqidah mereka? Mereka menyerahkan makna nas-nas mutasyabihat kepada Allah s.w.t. berdasarkan saranan Surah Ali Imran ayat ketujuh dan seberapa hadith serta athar yang menggalakkannya. Manhaj ini merupakan manhaj Tafwidh Makna. Ia tidak sekali-kali

Page 91: New Microsoft Office Word Document

menafikan tujuan Al-Qur’an sebagai suatu penjelasan, tetapi menunjukkan keagungan Al-Qur’an yang mempunyai pelbagai rahsia yang membuktikan ianya daripada Allah s.w.t., Tuhan yang Maha Mengetahui.

 

Cukuplah sekadar membuktikan beberapa fokus utama tentang tafwidh makna di sisi salaf yang lahir daripada pendirian mereka bahawasanya nas-nas seperti yadd dan sebagainya adalah nas-nas mutasyabihat yang tidak diketahui maknanya melainkan Allah s.w.t..

 

Apa yang jelas, inilah pendirian para ulama’ salaf dalam Tafwidh Makna bagi nas-nas mutasyabihat sepertimana yang diriwayatkan daripada Imam Abu Hanifah, Imam As-Syafi’e, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam At-Tohawi dan sebagainya. Begitu juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh ramai ulama’ besar seperti Imam At-Tabari, Imam As-Samarqandi (375 H), Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, Imam Al-Baihaqi, Imam At-Tabrani (360 H), Imam Al-Ghazali, Imam Fakhrduddin Al-Razi, Imam Ibn Al-Jauzi, Imam Al-Khazin (725 H), Imam Abu Hayyan, Imam Al-Alusi, Imam As-Suyuti, Imam Az-Zarkasyi, Imam Az-Zarqani, Imam Ibn Hajar Al-Asqollani, Imam An-Nawawi, Imam Al-Ubbi, Imam Mulla Ali Al-Qari, Imam Al-Lalka’ie, Imam As-Shahrastani, Imam As-Subki, Imam Badruddin Ibn Jama’ah, Imam Taqiyuddi Ad-Dimasyqi Al-Hisni (829 H), Imam Az-Zahabi, Imam Qadhi Iyad, Sheikh Ibn Khaldun, Imam Ibn Rajab Al-Hanbali, Imam Al-Izz bin Abd As-Salam dan sebagainya.

 

Begitu juga diriwayatkan oleh beberapa ulama’ mutakhir seperti Imam Al-Kauthari, Imam Yusuf An-Nabhani, Imam At-Tabbani, Sheikh Abdullah As-Siddiq Al-Ghumari, Dr. Shuhaib As-Saqqar, Sheikh Manshur Muhammad, Dr. Muhammad Abdul Fadhil, Imam Hasan Al-Banna, Sheikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Sheikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti, Sheikh Sa’id Fudah, Sheikh Dr. Umar Abdullah Kamil, Sheikh Hamad As-Sinan dan Sheikh Fauzi Al-‘Anjari, Ustaz Sheikh Saif Al-‘Ashri dan sebagainya.

 

Adapun bagi mereka yang menolak konsep tafwidh makna ini lalu menetapkan tafwidh kaifiyyat, maka risalah ini bukanlah menjadi tempat untuk menolak dan membatalkan pendirian mereka. Ia memerlukan kepada ruang yang lebih luas untuk membahaskannya dari pelbagai sudut. Risalah ini cuma bertujuan untuk menunjukkan sebahagian petunjuk bahawasanya salaf dan khalaf (yang merupakan ahlus-sunnah) sepakat tentang konsep ta’wil Ijmali dan tafwidh makna (khususnya di sisi salaf) dalam berinteraksi dengan nas-nas mutasyabihat.

 

Apa yang cuba saya susunkan -dengan bantuan Allah s.w.t.- hanyalah antara usaha untuk menjelaskan sedikit pendirian Salafus-Soleh dan khalaf yang merupakan As-Sawad Al-A’zhom dalam berinteraksi dengan nas-nas mutasyabihat berdasarkan pendirian dan perkataan para ulama’ Islam yang sememangnya diakui keagungan mereka dalam bidang masing-masing.

Page 92: New Microsoft Office Word Document

 

Semoga Allah s.w.t. memberi kita peluang untuk mendengar kebaikan lalu mengikuti kebenaran. Hidayah hanyalah milik Allah s.w.t., yang mana Allah s.w.t. memberi hidayah kepada mereka yang dikehendakiNya dan tidak memberinya kepada mereka yang tidak dikehendakiNya. Semoga Allah s.w.t. memberi hidayah kepada kita semua. Amin…

 

Wallahu a’lam

 

Disusun dengan bantuan Allah oleh:

Al-Faqir ila Rabbihi Al-Jalil

Raja Ahmad Mukhlis bin Raja Jamaludin Al-Azhari

‘AmalahuLlahu bi LutfiHi Al-Khafiy

21 Jun 2009, Putrajaya

 

* * *

 

 

Rujukan:

 

Kitab Al-Qur’an, Tafsir dan Ulum Al-Qur’an

Al-Qur’an Al-Karim

Al-Jami’e li Ahkam Al-Qur’an

Tafsir Jalalain

Jamie’ Al-Bayan oleh Imam At-Tabari

tafsir Bahr Al-Ulum oleh Imam As-Samarqandi (375 H)

At-Tafsir Al-Kabir oleh Imam At-Tabrani (360 H)

Lubab At-Ta’wil oleh Imam Al-Khazin (725 H)

Tafsir Ibn Al-Jauzi

Page 93: New Microsoft Office Word Document

Tafsir Al-Baghawi

Al-Bahr Al-Muhith oleh Imam Abu Hayyan

Madarik At-Tanzil oleh Imam An-Nasafi

Ruh Al-Ma’ani oleh Imam Al-Alusi

Hasyiyah Tafsir Al-Jalalain oleh Sheikh Sulaiman bin Umar Al-Jamal As-Syafi’e

Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an oleh Imam As-Suyuti

Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an oleh Imam Az-Zarkasyi

Manahil Al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an oleh Imam Az-Zarqani

Mufradat Al-Qur’an oleh Imam Al-Raghib Al-Asfahani

 

Kitab Hadith dan Ulum Al-Hadith

Sahih Al-Bukhari

Sahih Muslim

Musnad Imam Ahmad oleh Imam Ahmad

Sunan At-Tirmizi oleh Imam At-Tirmizi

Sunan Al-Baihaqi oleh Imam Al-Baihaqi

Syi’ab Al-Iman

Fath Al-Bari oleh Imam Ibn Hajar Al-Asqollani

Syarah Sahih Muslim oleh Imam An-Nawawi

Syarah Sahih Muslim oleh Imam Al-Ubbi

Mirqah Al-Mafatih oleh Imam Mulla Ali Al-Qari

Syarah As-Sunnah oleh Al-Lalka’ie

 

Kitab-kitab Aqidah

Al-Fiqh Al-Akbar dan syarahnya oleh Imam Mulla Ali Al-Qari

Risalah At-Tahawiyyah oleh Imam At-Tohawi

Al-Luma’ oleh Imam Al-Asy’ari

Page 94: New Microsoft Office Word Document

Maqalat Islamiyyin oleh Imam Al-Asy’ari

Syarh Bad’ie Al-Amali oleh Imam Abu Bakr Ar-Razi

Risalah Nizhomiyyah oleh Imam Al-Haramain Al-Juwaini

Al-Asma’ wa As-Sifat oleh Imam Al-Baihaqi

Iljamul Awam oleh Imam Al-Ghazali r.a.

Asas At-Taqdis oleh Imam Fakhruddin Al-Razi

Al-Milal wa An-Nihal oleh Imam As-Shahrastani

Daf’ Syubah At-Tasybih oleh Imam Ibn Al-Jauzi

As-Saif As-Saqil oleh Imam As-Subki

Ittihaf Al-Ka’inat oleh Sheikh Mahmud Khitab As-Subki

Syarh Jauharah At-Tauhid

Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Jauharah At-Tauhid oleh Imam Al-Bajuri

Idhah Ad-Dalil fi Qat’ie Hujaj Ahl At-Ta’thil oleh Imam Badruddin Ibn Jama’ah

Daf' Syubah man Syabbaha oleh Imam Taqiyuddi Ad-Dimasyqi Al-Hisni (829 H) 

At-Tajsim fi Al-Fikr Al-Islami (tesis PhD) Dr. Shuhaib As-Saqqar

Ibn Taimiyyah Laisa Salafiyyan oleh Sheikh Manshur

Mauqif As-Salaf min Al-Mutasyabihat oleh Dr. Muhammad Abdul Fadhil

Fusulun fi Al-Aqidah oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi

As-Salafiyyah oleh Sheikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buti

Maqalat Al-Kauthari dan ta’liqat oleh Imam Al-Kauthari

Bara’ah Al-Asy’ariyyin oleh Imam At-Tabbani

Risalah Al-‘Aqa’id oleh Imam Hasan Al-Banna

Naqd Risalah At-Tadammuriyyah oleh Sheikh Sa’id Fudah

Ahl Sunnah Al-Asya’irah oleh Sheikh Hamad As-Sinan dan Sheikh Fauzi Al-‘Anjari

Al-Qaul At-Tamam karangan Ustaz Sheikh Saif Al-‘Ashri

Lum’ah Al-‘Itiqad oleh Sheikh Ibn Qudamah

Zamm At-Ta’wil oleh Sheikh Ibn Qudamah

Page 95: New Microsoft Office Word Document

Al-Uluw oleh Imam Az-Zahabi

As-Syarh wa Al-Ibanah fi Usul As-Sunnah wa Ad-Diyanah oleh Ibn Batthah

 

Kitab-kitab Sirah dan lain-lain:

As-Syifa’ oleh Al-Qadhi Iyad

Siyar A’laam An-Nubala’ oleh Imam Az-Zahabi

Muqoddimah Ibn Khaldun oleh Sheikh Ibn Khaldun

Fadhl Ilm As-Salaf ‘ala Al-Khalaf oleh Imam Ibn Rajab Al-Hanbali

Mughni Al-Labib oleh Sheikh Ibn Hisyam Al-Anshari

 

Kitab-kitab Sheikh Ibn Taimiyyah dan Sheikh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah

Majmu’ Fatawa oleh Sheikh Ibn Taimiyyah

Risalah At-Tadammuriyyah oleh Sheikh Ibn Taimiyyah

At-Ta’sis oleh Sheikh Ibn Taimiyyah

Bayan Talbis Al-Jahmiyyah oleh Sheikh Ibn Taimiyyah

Ijtima’ Al-Juwusy Al-Islamiyyah oleh Sheikh Ibn Qayyim Al-Jauziyyah