naskah publikasi -...

30
1 AKUNTABILITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( Studi pada Bappeda Kabupaten Lingga ) NASKAH PUBLIKASI Oleh FRENKY EZRA PARDOSI NIM. 100563201233 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNG PINANG 2015

Upload: vutu

Post on 01-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

AKUNTABILITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

( Studi pada Bappeda Kabupaten Lingga )

NASKAH PUBLIKASI

Oleh

FRENKY EZRA PARDOSI

NIM. 100563201233

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNG PINANG

2015

2

AKUNTABILITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

( Studi pada Bappeda Kabupaten Lingga )

FRENKY EZRA PARDOSI

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Akuntabilitas pada dasarnya merupakan suatu ukuran seberapa besar kebijakan dan

kegiatan sektor publik dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Oleh sebab itu butuh

adanya tahap perencanaan yang betul-betul mengarah pada akuntabilitas. Adapun tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar akuntabilitas

perencanaan pembangunan di daerah di.Kabupaten Lingga. Adapun yang menjadi informan

didalam penelitian ini, dibagi atas 3 kriteria lembaga yaitu : Lembaga Eksektif, yang diambil

dari Bupati / Wabup / Sekda / Kasubag bagian perencanaan pembangunan Sekda Kab.

Lingga. Sedangkan dari Lembaga Legislatif yang melibatkan unsur DPRD Kab. Lingga

komisi perencanaan pembangunan dan Media lokal yang ada serta, Masyarakat sebagai LSM

yang concern terhadap masukan perencanaan pembangunan di Kabupaten Lingga. Jadi

didalam pengambilan informasi disini peneliti menggunakan sampel dengan teknik pemilihan

informasi diambil dengan menggunakan teknik purposive (sengaja), karena dengan

menggunakan teknik purposive, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh benar - benar

sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data

kualitatif. teknik analisa data kualitatif adalah dengan cara menjelaskan hasil tabulasi dari

jawaban responden mengenai akuntabilitas, dalam perencanaan pembangunan kabupaten

lingga.

Kesimpulan akuntabilitas Badan perencanaan pembangunan daerah Bappeda belum

dapat maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya. Tugas dan

fungsi Bappeda tidak diserap secara luas oleh masyarakat sehingga timbulnya anggapan

negatif bahwa peran pemerintah daerah dan Bappeda belum respon terhadap masalah

perencanaan pembangunan. Adapun yang menjadi saran yaitu perlu adanya

pertanggungjawaban peningkatan pembinaan dan kedisiplinan pegawai mulai dari Bappeda

sampai kepada setiap SKPD, hendaknya melakukan peningkatan koordinasi perencanaan

didalam tingkatan pusat, provinsi dan daerah untuk peningkatan infrastuktur pendukung

yang proporsional, profesional dan berkelanjutan, dan sosialisasi pertanggungjawaban

terhadap peningkatan keterampilan dan keahlian pegawai melalui pendidikan dan pelatihan

serta program kegiatan yang sesuai dengan program dan rencana yang ditetapkan.

Kata kunci : Akuntabilitas

3

AKUNTABILITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

( Studi pada Bappeda Kabupaten Lingga )

FRENKY EZRA PARDOSI

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRACT

Accountability is basically a measure the magnitude of the policy and the public

sector accountable to the people. Therefore need a truly planning leads to accountability.

The aim does this research is to find out how much more accountability of development

planning at the lingga distric. The sample into the population and in this study, 3 institutions

based on criteria which are : eksecutive institutions, taken by the regent / vice regent /

secretary part / the head of division secretary distric development planning. The phallus

while the legislative institutions involving council element distric. lingga development

planning commission and the local media that exist and, the community as that concern to

input in distric lingga development planning. So in retrieval of information here researchers

used by applying a technique information sample election taken with using a technique (

deliberately ) purposive, as by using a technique purposive it is expected that the criteria

samples gathered really according to research to be performed.

The data analysis technique used in this research is qualitative data analysis.

Technical analysis of qualitative data is by a way of explaining the tabulation of the results

from the answers of the respondents had of accountability in district planning the lingga

distric.

Regional development planning agency conclusion accountability bappeda

could not be optimal in the running duties and functions as intended. Duties and functions

bappeda not absorbed widely by the community so that the emergence of the negative

perceptions that the role of local government and bappeda not yet responded to the problem

of development planning. The need of advice is to increase accountability and discipline of

training employees ranging from up to each the regional apparatus work unit bappeda,

coordination should do an increase in levels of central planning provincial and local

governments to increase infrastuktur supporting proportional, professional and sustainable,

and socialization skills and expertise on increasing accountability of employees through

education and training and the program activities in accordance with the program and a

plan that set.

Keywords : Accountability

4

I. PENDAHULUAN

Diberlakukannya otonomi daerah dan

desentralisasi sejak Januari 2004

merupakan langkah awal terciptanya

otonomi daerah ini, peranan dan tanggung

jawab akan kinerja yang seimbang dengan

kemampuan setiap pihak, sebagai contoh,

otoritas, kemampuan dan sumber daya

harus menjadi hal yang utama.

Akuntabilitas dapat diartikan sebagai

kewajiban-kewajiban dari individu -

individu atau penguasa yang dipercayakan

untuk mengelola sumber - sumber daya

publik dan yang bersangkutan, untuk dapat

menjawab hal-hal yang menyangkut

pertanggungjawabannya. Tujuan utama

dilaksanakannya otonomi daerah dan

desentralisasi tersebut adalah untuk

mengembalikan kepercayaan rakyat

kepada pemerintah dengan mewujudkan

suatu pemerintah yang bersih dan

berwibawa atau terciptanya good

governance. Good governance ditandai

dengan adanya akuntabilitas, terkait

dengan konsep good governance, dalam

prakteknya aparat pemerintahan dituntut

untuk dapat mempertanggungjawabkan

atas kewenangan yang diembannya.

Dalam hal mempertanggungjawabkan

kewenangannya inilah aparat pemerintah

dituntut untuk menjalankan asas-asas

akuntabilitas, dimana didalam hal ini

sesuai dengan asas-asas umum

penyelenggaraan negara sebagaimana

ditegaskan dalam UU No. 28 Tahun 1999

yang menyatakan bahwa asas

akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan

bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari

kegiatan penyelenggaraan negara harus

dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Hal ini bertujuan karena

pemerintah merupakan aktor utama dalam

menjalankan fungsi-fungsi pokok

pemerintahan. Oleh karena itu, menjadi

kewajiban seseorang / badan hukum atau

pimpinan suatu organisasi untuk

mempertanggungjawabkan dan

5

menjelaskan tentang hal perencanaan dan

pembangunannya dan atau tindakannya

kepada pihak-pihak yang mempunyai hak

untuk meminta jawaban serta penjelasan

atas hasil seluruh tindakannya yang

berpengaruh bagi aktivitas publik di

kabupaten lingga.

Menurut Romzek, (2000:22)

akuntabilitas adalah tentang pemberian

suatu laporan tentang apa, bagaimana, dan

mengapa sumber daya dialokasikan untuk

tujuan tertentu, bagaimana kekuasaan

dijalankan dan hubungan antara kekuasaan

yang dijalankan dengan hasil yang

diharapkan dan dicapai.

Tujuan akuntabilitas adalah untuk

menghindari penyalahgunaan kekuasaan,

untuk memastikan bahwa tugas

dilaksanakan sebagaimana yang

dimaksudkan untuk mendorong perbaikan

kinerja. Jika melihat ciri personal dalam

suasana demokratis, maka bisa kita

simpulkan bahwa pemerintahan yang

menjadi penyelenggara negara haruslah

mempunyai sifat terbuka sehingga

akuntabilitas menjadi unsur yang sangat

penting. Oleh karena itu untuk bisa

menciptakan kepemerintahan yang baik

good governance sebagai wujud tuntutan

masyarakat yang demokrat dalam lingkup

demokratisasi.

Dari hal ini peneliti melihat

fenomena proses akuntabilitas

perencanaan pembangunan di Kabupaten

Lingga masih ada kecenderungan instansi

pemerintah yang terlibat langsung dalam

prosesnya mengalami ketidaktepatan

dalam pengambilan keputusan untuk

peningkatan infrastruktur seperti pada

sekolah masih ada sekolah – sekolah yang

mengalami kebocoran pada ruangannya

sehingga tidak layak untuk ditempati serta

membahayakan, dan juga pembangunan

RTLH yang masih tidak selesai direnovasi

di pulau dan desa menunjukkan masih

kurangnya perhatian yang diberikan oleh

pemerintah. Oleh sebab itu butuh adanya

tahap perencanaan yang betul-betul

mengarah pada akuntabilitas dari

pemerintah yang menjalankan proses

6

pembangunan tersebut, karena untuk

membangun suatu daerah tersebut

diperlukan adanya respon yang kuat dari

aktor penyelenggara pembangunan

tersebut, yang sebenarnya semua

dialokasikan bagi kepentingan publik

kedepannya. Oleh karena itu penelitian ini

membahas tentang “Akuntabilitas

Perencanaan Pembangunan (Studi Pada

Bappeda Kabupaten Lingga)

Sebagai tanggapan atas tujuan utama

dilaksanakannya otonomi daerah dan

desentralisasi tersebut adalah untuk

mengembalikan kepercayaan rakyat

kepada pemerintah dengan mewujudkan

suatu pemerintah yang bersih dan

berwibawa atau terciptanya good

governance. good governance ditandai

dengan adanya akuntabilitas, terkait

dengan konsep good governance, dalam

prakteknya aparat pemerintahan di-tuntut

untuk dapat mempertanggungjawabkan

atas kewenangan yang diembannya.

Adapun yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

: ”Bagaimana akuntabilitas perencanaan

pembangunan di Kabupaten Lingga?”

Akuntabilitas

Menurut Romzek, (2000:22)

“akuntabilitas adalah tentang pemberian

suatu laporan tentang apa, bagaimana, dan

mengapa sumber daya dialokasikan untuk

tujuan tertentu, bagaimana kekuasaan

dijalankan dan hubungan antara kekuasaan

yang dijalankan dengan hasil yang

diharapkan dan dicapai”.

Menurut Stewart (2007:23)

“akuntabilitas adalah pilihan kebijakan

yang dibuat atas penggunaan proses,

prosedur dalam tindakan yang ditetapkan

mencakup legalitas dan kejujuran atau

ketaatan sesuai undang - undang yang

berlaku.” Didalam pendapat yang

diberikan oleh Stewart penulis mengerti

bahwa akuntabilitas sangat perlu dilakukan

bila dikaitkan dengan kebijakan yang

dibuat sehingga berjalan balance dengan

kejadian yang terjadi.

7

Menurut Andrianto (2007:26)

“akuntabilitas adalah para pengambil

keputusan di pemerintah, sektor swasta

dan organisasi-organisasi masyarakat

bertanggung jawab, baik kepada

masyarakat maupun kepada lembaga-

lembaga yang berkepentingan. Bentuk

pertanggungjawaban tersebut berbeda satu

dengan yang lainnya tergantung kepada

jenis organisasi yang bersangkutan”

Penulis mendapat pengertian yang cukup

memberikan pengaruh bahwa akuntabilitas

mempunyai peran untuk mengatur

penyelenggara pemerintah sesuai dengan

ketetapan yang berlaku.

Ciri-ciri pemerintahan akuntabilitas

Menurut Andrianto (2007:23) adalah

sebagai berikut :

1. Mampu menyajikan informasi

penyelenggaraan pemerintahan secara

terbuka, cepat, dan tepat kepada

masyarakat tentang proses perencanaan

dan pelaksanaan pengelolaan keuangan

daerah dan masyarakat dapat

mengetahui informasi tentang program

dan kebijakan pembangunan di daerah.

2. Mampu memberikan pelayanan yang

memuaskan bagi publik.

3. Mampu menjelaskan dan

mempertanggungjawabkan setiap

kebijakan publik secara proporsional.

Penjelasan sasaran kebijakan yang

diambil dikomunikasikan, untuk

mengetahui penjelasan sasaran

kebijakan yaitu setiap keputusan dalam

pengambilan kebijakan dan program

pembangunan pemerintah di daerah

telah disosialisasikan kepada

masyarakat dan telah tersedia informasi

secara tertulis yang dapat diketahui oleh

masyarakat tentang program dan

kebijakan di daerah.

4. Mampu memberi ruang bagi

masyarakat untuk terlibat dalam proses

pembangunan dan pemerintahan, dalam

pelaksanaan kebijakan pembangunan

harus sesuai dengan keputusan yang

telah disepakati oleh masyarakat

sebelumnya.

8

5. Adanya sarana bagi publik untuk

menilai kinerja pemerintah. Dengan

pertanggung jawaban publik,

masyarakat dapat menilai derajat

pencapaian pelaksanaan program

/kegiatan pemerintah.

Akuntabilitas adalah ukuran seberapa

besar kebijakan dan kegiatan sektor publik

dapat dipertanggung jawabkan kepada

rakyat atau konsisten dengan kehendak

rakyat dan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Artinya seberapa besar

tanggung jawab yang dilakukan

pemerintah dalam mempertanggung

jawabkan apa yang telah mereka lakukan

selama menjalankan tugas dan fungsinya

kepada masyarakat. Bentuk

pertanggungjawaban tersebut berbeda satu

dengan yang lainnya tergantung kepada

jenis organisasi yang bersangkutan, para

pemimpin masyarakat memiliki perspektif

yang luas dan jauh kedepan atas tata

pemerintahan yang baik dan pembangunan

manusia, serta kepekaan akan apa saja

yang dibutuhkan untuk mewujudkan

perkembangan tersebut. Selain itu, mereka

juga harus memiliki pemahaman atas

bentuk pertanggungjawaban tersebut

berbeda satu dengan yang lainnya

tergantung kepada jenis organisasi yang

bersangkutan.

Konsep Perencanaan Pembangunan

Dasar konsepsional pembangunan

daerah umumnya tidak dijelaskan secara

eksplisit. Pengertiannya lebih bermakna

praktis, dimana pembangunan daerah

dianggap mampu secara efektif

menghadapi permasalahan pembangunan

di daerah. Pembangunan daerah melalui

mekanisme pengambilan keputusan

otonomi diyakini mampu merespon

permasalahan intensitas alokasi sumber

daya alam dalam pembangunan.

Pengertian dan penerapan pembangunan

daerah umumnya dikaitkan dengan

kebijakan ekonomi atau keputusan politik

yang berhubungan dengan alokasi secara

spasial dari kebijakan pembangunan

nasional secara keseluruhan. Nugroho dan

Dahuri (2004:197) menjelaskan tentang

9

konsep kebijakan pembangunan

operasional sebagai berikut :

a) Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan memiliki dampak jangka

panjang bukan hanya untuk memperbaiki

keadaan kemiskinan. Pendidikan dapat

merubah tata nilai, pemikiran, dan pola

(orientasi) hidup yang secara langsung

atau tidak membantu memecahkan

permasalahan kemiskinan dan aspek

kehidupan lainnya. Sementara itu yang

lebih relevan dalam jangka pendek untuk

mengentaskan kemiskinan adalah dengan

pelatihan. Pelatihan secara langsung dapat

meningkatkan pengetahuan atau

kemampuan seseorang untuk

menyesuaikan diri dengan kebutuhan

lapangan kerja; sekaligus dapat

meningkatkan prodiktivitas dan

pendapatan.

b) Mengurangi Ketidaksempurnaan

Tenaga Kerja

Keadaan pasar tenaga tidak sempurna

muncul dalam bentuk diskriminasi

gender, ras, dan keragaman tingkat

keterampilan. Upaya tersebut dapat

dikurangi dengan menetapkan aturan yang

melarang perilaku diskriminasi dan

perpindahan penduduk, serta memberi

insentif bagi sektor-sektor yang terkait

dengan peningkatan.

c) Penyusunan Tata Ruang

Ruang dan fungsinya memuat karakteristik

- karakteristik sumber daya publik.

Implikasinya upaya penataan ruang harus

diformulasikan oleh aturan main tertentu,

bukan oleh mekanisme pasar. Untuk

mendukung pengembangan agro industri,

kerangka kebijakan makro ekonomi

memerlukan suatu tata ruang agro industri.

Yang dimaksut tata ruang agro industri

merupakan penyusunan wilayah-wilayah

komoditi yang didasarkan keunggulan

komparatif dan kompetitif. Selanjutnya

dalam setiap wilayah dilengkapi dengan

infrastruktur dan pusat-pusat pelayanan

yang mendukung sistem produksi

komoditi yang bersangkutan. Dengan

mempertimbangkan skala ekonomi dan

10

konfigurasi ruang, dipastikan muncul pusat

pelayanan yang lebih berkembang dan

dapat digunakan sebagai agro industri.

Pola demikian, pada hakikatnya

membentuk ikatan-ikatan (fungsional)

ekonomi wilayah yang kuat sebagai basis

sistem tata ruang agro industri yang kokoh.

Konsep Operasional dan Pengukuran

1. Akuntabilitas Legal merupakan

karakter dominan dari suatu negara

hukum, Pemerintah dituntut untuk

menghormati aturan hukum, yang

didasarkan pada badan peradilan yang

independen. Aturan hukum yang dibuat

berdasarkan landasan ini biasanya

memiliki sistem peradilan, dan semua

pejabat publik dapat dituntut pertanggung

jawabannya di depan pengadilan atas

semua tindakannya.

Adapun pengukurannya :

setiap pejabat publik dapat dikenakan

aturan hukum yang berlaku, serta

dipertanggungjawabkan atas tindakan-

tindakan yang telah diperbuatnya.

menghormati aturan hukum atau

perundangan-undangan yang berlaku.

2. Akuntabilitas Hirarki merupakan

pengaturan secara hirarki berdasarkan

pengawasan dan insturksi organisasi.

Efesiensi dinilai yang paling utama dan

kepatuhan kepada aturan organisasi

merupakan ekspektasi perilaku individu

merefleksikan kewajiban dan

tanggungjawab individu terhadap

organisasinya, serta menekankan

kepatuhan terhadap peraturan dan

perundang-undangan maupun arahan

organisasi.

Adapun pengukurannya :

mekanisme internal.

hubungan pengawasan.

peraturan perundang-undangan, serta

tingkatan yang tinggi dari pengawasan.

3. Akuntabilitas Profesional mengenali

sisi berdasarkan pada keahlian seseorang

atau kelompok kerja, menurut tipe ini

11

aspek yang paling dikedepankan adalah

keahlian, sementara penghargaan terhadap

prestasi dan keahlian individu merupakan

ekspetasi individu, hal ini dikarenakan

penghormatan terhadap keahlian, yakni

norma-norma yang sudah terinternalisasi

mengenai praktek yang sesuai dan

merefleksikan standar, pelatihan, dan

sosialisasi professional.

Adapun pengukurannya :

karakteristik utama dari akuntabilitas

profesional adalah mekanisme internal.

penghormatan terhadap keahlian.

serta tingkatan otonomi yang tinggi.

4. Akuntabilitas Politik berdasarkan

responsivitas kepada pejabat terpilih,

mengikuti tipe ini derajat responsivitas

merupakan keutamaan dalam nilai,

sedangkan responsive kepada pemangku

kepentingan eksternal menjadi perilaku

yang diharapkan, dengan adanya

ketanggapan terhadap pemangku

kepentingan eksternal baik pejabat yang

dipilih, masyarakat, kepala instansi atau

kelompok kepentingan tertentu.

Adapun pengukurannya :

mekanisme eksternal, tingkatan yang

rendah dari pengawasan langsung.

serta ketanggapan terhadap berbagai

pemangku kepentingan.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Data Wawancara

Proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara si penanya

atau pewawancara dengan si penjawab

atau responden dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide panduan

wawancara, pengumpul data telah

menyiapkan instrument penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis melalui

wawancara.

b. Data Dokumentasi

12

Dokumentasi adalah salah satu metode

pengumpulan data kualitatif dengan

melihat atau menganalisis dokumen-

dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri

atau oleh orang lain tentang subjek.

c. Data Observasi

Penulis melakukan pengamatan dan

melakukan komunikasi tanya jawab

langsung terhadap proses Akuntabilitas

Perencanaan Pembangunan Bappeda

Kabupaten Lingga. Maksudnya

pengamatan dengan menggunakan indera

penglihatan, mulut dan pendengaran yang

berarti mengajukan pertanyaan dengan

menggunakan pedoman wawancara.

5. Teknik Analisa Data

Analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisa data

kualitatif. teknis analisa data kualitatif

adalah dengan cara menjelaskan hasil

tabulasi dari jawaban responden mengenai

akuntabilitas, dalam perencanaan

pembangunan kabupaten lingga. Analisis

data menurut Miles dan Hubermen ada

tiga tahap, yaitu : (1). Tahap reduksi data

(2). Tahap penyajian data (3). Tahap

penarikan kesimpulan dan verifikasi data.

1. Tahap Reduksi Data yaitu :

a. meringkaskan data kontak langsung

dengan orang, kejadian dan situasi di

lokasi penelitian. Pada langkah pertama ini

termasuk pula memilih dan meringkas

dokumen yang relevan.

2. Tahap Penyajian Data/ Analisis Data

Setelah Pengumpulan Data

Penyajian data diarahkan agar data hasil

reduksi terorganisirkan, tersusun dalam

pola hubungan, sehingga makin mudah

dipahami dan merencanakan kerja

penelitian selanjutnya. Pada langkah ini

peneliti berusaha menyusun data yang

yang relevan sehingga menjadi informasi

yang dapat disimpulkan dan memiliki

makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan

dengan cara menampilkan data, membuat

hubungan antar fenomena untuk

memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan

13

apa yang perlu ditindaklanjuti untuk

mencapi tujuan penelitian.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan

Verifikasi Data

Langkah selanjutnya adalah tahap

penarikan kesimpulan berdasarkan temuan

dan melakukan verifikasi data. Seperti

yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara dan akan berubah bila

ditemukan bukti -bukti kuat yang

mendukung tahap pengumpulan data

berikutnya. Proses untuk mendapatkan

bukti - bukti inilah yang disebut sebagai

verifikasi data. Apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung

oleh bukti - bukti yang kuat dalam arti

konsisten dengan kondisi yang ditemukan

saat peneliti kembali ke lapangan maka

kesimpulan yang diperoleh merupakan

kesimpulan yang kredibel.

II. LANDASAN TEORI

A. Konsep Perencanaan pembangunan

Konsep perencanaan pembangunan dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi

sebagai lembaga perencanaan

pembangunan nasional tersebut,

Kementerian PPN/Bappenas menetapkan

program-programnya sesuai RPJMN

periode 2010-2014, yaitu program utama

(teknis), sebagai berikut :

Program Perencanaan Pembangunan

Nasional.

Program ini dimaksudkan untuk

mendukung pelaksanaan tugas-tugas

utama Kementerian PPN/Bappenas dalam

proses perencanaan, pemantauan, evaluasi,

kajian dan koordinasi kebijakan

pembangunan. Selanjutnya, program-

program tersebut dijabarkan dalam

kegiatan-kegiatan prioritas Kementerian

PPN/Bappenas, sebagai berikut :

14

1. Kegiatan - kegiatan utama untuk

melaksanakan program perencanaan

pembangunan nasional :

a) Penyusunan rencana pembangunan

nasional dan pendanaan / penganggaran

baik antarwaktu, sektor, wilayah

maupun antar tingka fungsi

pemerintahan.

b) Pemantauan terhadap pelaksanaan

rencana pembangunan nasional.

c) Evaluasi atas pelaksanaan rencana

pembangunan nasional, dan kajian

serta,

d) evaluasi kebijakan pembangunan

sebagai masukan bagi proses

perencanaan berikutnya dan

atau perumusan kebijakan

pembangunan.

e) Pengelolaan data dan informasi

perencanaan pembangunan.

f) Koordinasi dalam melaksanakan

perencanaan pembangunan nasional.

2. Proses perencanaan pembangunan

nasional harus melibatkan para pelaku

pembangunan dan dilaksanakan secara

akuntabel serta diarahkan untuk

menyelesaikan permasalahan

pembangunan di berbagai bidang. Sejalan

dengan itu, maka pengertian kata andal,

kredibel dan proaktif adalah sebagai

berikut:

a) Andal : Mampu melakukan koordinasi,

integrasi dan sinkronisasi rencana

pembangunan sesuai dengan tujuan

pembangunan yang akan dicapai serta

dapat diimplementasikan.

b) Kredibel : Menerapkan prinsip-prinsip

good governance, yang meliputi antara

lain transparansi, taat hukum,

partisipatif, keterbukaan, dan

akuntabilitas.

c) Proaktif : Antisipatif dan aktif dalam

turut menentukan arah tujuan berbangsa

dan bernegara, serta mampu dengan

cepat menyelesaikan dan atau

memberikan kontribusi secara

signifikan dalam penyelesaian

permasalahan pembangunan nasional.

15

Oleh karena itu misi merupakan

langkah utama sesuai dengan tugas pokok

dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas.

ada 3 (tiga) misi atau langkah utama yang

kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai

visi : ”Mewujudkan Kementerian PPN /

Bappenas yang andal, kredibel dan

proaktif untuk mendukung pencapaian

tujuan berbangsa dan bernegara”.

Kementerian PPN / Bappenas

bertanggungjawab untuk menghasilkan

rencana pembangunan nasional

berdasarkan proses perencanaan

sebagaimana diamanatkan dalam UU

Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, yang

dimulai dari daerah hingga tingkat

nasional, melibatkan para pemangku

kepentingan (stakeholders) dan dalam

rangka mengintegrasikan, memadukan

(sinkronisasi), dan mensinergikan baik

antar daerah, antar ruang, antar waktu, dan

antar fungsi pemerintah, maupun antara

pusat dan daerah; mewujudkan keterkaitan

dan konsistensi antara perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan dan

pengawasan ; mengoptimalkan partisipasi

masyarakat ; serta menggu-nakan sumber

daya secara efisien, efektif, berkeadilan

dan berkelanjutan. Misi pertama ini

sebagai bagian dari pelaksanaan peran

Kementerian PPN / Bappenas sebagai

pengambil kebijakan (policy maker).

3. Pokok Perencanaan Pembangunan

Daerah

Ada tiga unsur dasar dari perencanaan

pembangunan ekonomi daerah jika

dikaitkan dengan hubungan pusat dan

daerah sebagai berikut :

a) Perencanaan pembangunan ekonomi

daerah yang realistis memerlukan

pemahaman tentang hubungan antara

daerah dengan lingkungan nasional

dimana daerah tersebut merupakan

bagian darinya, keterkaitan secara

mendasar antar keduanya, dan

konsekuensi akhir dari interaksi

tersebut.

16

b) Sesuatu yang tampaknya baik secara

nasional belum tentu baik untuk daerah.

Sebaliknya, yang baik bagi daerah

belum tentu baik secara nasional.

c) Perangkat kelembagaan yang tersedia

untuk pembangunan daerah, misalnya

administrasi, proses pengambilan

keputusan, dan otoritas biasanya sangat

berbeda pada tingkat daerah dengan

yang tersedia pada tngkat pusat. Selain

itu, derajat pengendalian kebijakan

sangat berbeda pada dua tingkat

tersebut. Oleh karena itu perencanaan

daerah yang efektif harus dapat

membedakan apa yang seyogianya

dilakukan dan apa yang dapat dilakukan

dengan menggunakan sumber daya-

sumber daya pembangunan sebaik

mungkin yang benar-benar dapat

dicapai, dengan mengambil manfaat

dari informasi yang lengkap yang

tersedia pada tingkat daerah karena

kedekatan para perencananya dengan

objek perencanaan.

Ada dua kondisi yang mempengaruhi

proses perencanaan pembangunan daerah

menurut Kuncoro (2012:10) yaitu

a) Tekanan yang berasal dari lingkungan

dalam ataupun luar negeri yang

mempengaruhi kebutuhan daerah dalam

proses pembangunan perekonomian.

b) Kenyataan bahwa perekonomian daerah

dalam suatu negara dipengaruhi oleh

setiap sektor secara berbeda-beda,

misalkan beberapa daerah mengalami

pertumbuhan pada sektor industrinya,

sedangkan daerah lain mengalami

penurunan.

Inilah yang menjelaskan perbedaan

perspektif masyarakat daerah mengenai

arah dan makna pembangunan daerah.

Terdapat dua perspektif pembangunan

perekonomian yaitu responsif terhadap

kebutuhan eksternal dan responsif

terhadap kebutuhan masyarakat lokal.

(Blakely, 1989:81). Responsif terhadap

kebutuhan eksternal merupakan praktik

perencanaan yang banyak dianut.

17

Responsif terhadap kebutuhan masyarakat

lokal merupakan pendekatan baru yang

baru naik daun. Kedua jenis perspektif

pembangunan tersebut bermuara pada

tahapan tipologi empat orientasi

perencanaan yang berbeda, yaitu dua

model yang sudah umum diterapkan

(recrutmen planning dan impact planning)

dan dua model yang baru naik daun

(perencanaan kontingensi dan perencanaan

strategis) bagi perekonomian daerah (lihat

Tabel 2.1). Dua pendekatan terakhir lebih

responsif terhadap semua dimensi kondisi

perekonomian daerah dan nasional.

Recrutmen planning disebut juga

dengan pendekatan proaktif terhadap

kondisi eksternal. Artinya masyarakat

daerah memulai aktivitas untuk

membangun atau menjaga basis ekonomi

sebagai respon terhadap kondisi

persaingan. Pendekatan ini tergolong

“tradisional” dengan ciri-ciri sebagai

berikut :

a) Menarik dan mendorong ekspansi

bisnis (karena semua bisnis baik bagi

masyarakat).

b) Kebijakan industrialisasi merupakan

kata kunci sehingga segala upaya

diarahkan untuk mengembangkan

industry dan bisnis.

c) Peningkatan iklim bisnis.

Sementara itu, perencanaan dampak

(impact planning) disebut juga dengan

perencanaan reaktif. Artinya, perencanaan

ini menitik beratkan pada upaya untuk

mengurangi dampak terburuk dari

kerugian bisnis atau industri terhadap

perekonomian daerah. Asumsi dasarnya

adalah masyarakat dan perekonomian

berada dalam kondisi krisis dan

deindustrialisasi (pertumbuhan dan

sumbangan industry menurun). Di

Indonesia, pendekatan ini banyak

diterapkan oleh pemerintah pusat maupun

daerah untuk meminimalkan dampak

negatif dari gejolak nilai tukar rupiah

terhadap dollar Amerika Serikat dan laju

pertumbuhan ekonomi yang negatif.

18

III. GAMBARAN UMUM LOKASI

A. Gambaran Umum Kabupaten

Lingga

Kabupaten Lingga merupakan pemekaran

dari Kabupaten Kepulauan Riau Provinsi

Kepulauan Riau. Secara geografis wilayah

Kabupaten Lingga berada pada koordinat

0000’-1000’ Lintang Selatan 103030’-

105000’ Bujur Timur, dengan batas

administrasi sebelah utara berbatasan

dengan Kecamatan Galang Kota Batam

dan Laut Cina Selatan, sebelah timur

berbatasan Laut Cina Selatan, sebelah

selatan berbatasan dengan Laut Bangka

dan Selat Berhala, serta sebelah barat

berbatasan dengan Laut Indragiri.

Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Lingga ±

211.772 km2 yang terdiri dari daratan

seluas 2.117,72 km2 dan lautan seluas

209.654,28 km2. Wilayah Kabupaten

Lingga terdiri atas 531 pulau besar dan

kecil. diantara pulau-pulau tersebut 92

pulau sudah berpenghuni, sedangkan 439

pulau belum berpenghuni. Kabupaten

Lingga terdiri dari 9 Kecamatan, 6

Kelurahan dan 73 Desa.

Dilihat dari topografinya, sebagian

besar daerah Kabupaten Lingga adalah

berbukit-bukit. Berdasarkan data dari

Badan Pertanahan Nasional (BPN)

terdapat 73.947 ha berupa daerah berbukit-

bukit dan dataran hanya sekitar 11.015 ha.

Klasifikasi kemiringan lahan di Kabupaten

Lingga digolongkan dalam kelas

kemiringan, yaitu : 0 - 2%, 2 - 8%, 8 -

15%, 25 - 40% dan > 40%. Wilayah

Kabupaten Lingga memiliki kemiringan

yang cukup tinggi, dimana sebanyak

76,92% wilayah dataran memiliki

kemiringan diatas 15%. Hal ini sesuai

dengan keadaan tofografi Kabupaten

Lingga yang didominasi oleh daerah yang

berbukit-bukit.

Jenis tanah pada umumnya podsolik

merah kuning, litosol dan organosol

dengan lapisan tanahnya berstruktur remah

sampai gumpal. Sedangkan jenis bebatuan

adalah batuan pluton asam (asid pluton)

19

yang berupa batuan sejenis granit tersebar

pada kawasan Gunung Daik di bagian

barat pulau Lingga dan juga endapan dari

zaman prateseiser yang tersebar di seluruh

Pulau Lingga. Pada umumnya sungai-

sungai yang terdapat di Kabupaten Lingga

ditutupi oleh vegetasi hutan dengan

kedalaman pada daerah datar sekitar 2-3 m

sedangkan pada tempat yang berbukit

antara 3 - 7 m. Kabupaten Lingga

mempunyai iklim tropis dan basah dengan

variasi curah hujan rata-rata : - Tahun

2009 : 168,7 mm - Tahun 2010 : 197,2

mm - Tahun 2011 : 232,4.mm - Tahun

2012 : 192,8 mm Rata-rata suhu udara

tahun 2012 berkisar antara 21,40C –

33,30C. Rata-rata kelembaban bervariasi

antara 63 % sampai dengan 97 %.

Musim yang terdapat di Kabupaten

Lingga sama dengan musim yang terjadi di

wilayah Indonesia lainnya yaitu musim

kemarau dan musim penghujan. Pada

bulan Juni s.d September arus angina

berasal dari Australia dan tidak banyak

mengandung uap air sehingga

mengakibatkan musim kemarau,

sedangkan pada bulan Desember s.d Maret

arus angin banyak mengandung uap air

yang berasal dari Asia dan Samudera

Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.

Keadaan seperti itu terjadi setiap setengah

tahun setelah melewati masa peralihan

pada bulan April s.d Mei dan Oktober s.d

November.

Berdasarkan data penduduk dari Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Lingga pada tahun 2013,

penduduk Kabupaten Lingga berjumlah

100.732 jiwa yang terdiri dari jenis

kelamin laki-laki 52.010 jiwa (51,63 %)

dan jenis kelamin perempuan 48.722 jiwa

(48,37 %) dengan jumlah penduduk

terbesar terdapat di Kecamatan Singkep

(26.894 jiwa) sedangkan jumlah penduduk

terkecil terdapat di Kecamatan Selayar

(3.506 jiwa).

Visi dan Misi Kabupaten Lingga :

20

a) Untuk melaksanakan amanah dari

masyarakat Kabupaten Lingga, terlebih

dahulu perlu ditetapkan Visi dan Misi

Pemerintah Kabupaten Lingga. Visi

merupakan gambar kondisi ideal yang

diinginkan pada masa yang akan

datang. Sedangkan Misi adalah

pernyataan tentang apa yang harus

dilakukan Daerah sebagai upaya untuk

mewujudkan Visi tersebut.

b) Pemerintah Kabupaten Lingga memiliki

Visi yaitu :“ Terwujudnya Kabupaten

Lingga sebagai Bunda Tanah Melayu

yang Agamis, Berbudaya, Demokratis

dan mampu bersaing untuk menuju

Masyarakat Sejahtera”

Sedangkan untuk mencapai visi tesebut,

Pemerintah Kabupaten Lingga telah

menetapkan misi sebagai berikut :

Menjadikan Kabupaten Lingga

sebagai rujukan budaya melayu,

Meningkatkan Keimanan dan

Ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa,

Melestarikan nilai-nilai luhur dan

khazanah budaya melayu,

Meningkatkan kesadaran Hukum

dan mengembangkan kehidupan

masyarakat yang demokratis,

Meningkatkan dan mengembangkan

potensi sumber daya manusia yang

berkualitas,

Pemberdayaan ekonomi kerakyatan

berbasis potensi unggulan daerah,

Pemberdayaan Potensi Sumber daya

Kelautan, dan

Meningkatkan Infrastruktur.

B. Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Lingga

Badan Perencanaan dan Pembangunan

Daerah (Bappeda) merupakan unsur

perencanaan penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang dipimpin oleh

seorang kepala yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Bupati melalui

sekretaris Daerah. Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan dan

21

pelaksanaan kebijakan daerah dibidang

perencanaan dan pembangunan daerah.

Peraturan Bupati Lingga Nomor 7

tahun 2011 tentang uraian tugas dan

fungsi Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Lingga, mengacu pada

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional,

sistem Perencanaan Pembangunan

mencakup lima pendekatan dalam seluruh

rangkaian perencanaan, yaitu: Politik,

teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-

down) danbawah atas (bottom-up).

Terciptanya fundementasi yang

mendasar bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat dimasa-masa mendatang.

Budaya dan agama secara konsisten

menjadi dasar awal. Selanjutnya,

komitmen terhadap kepatuhan hukum

oleh masyarakat dan tentunya aparatur

pemerintah adalah gambaran nyata

berikutnya yang ingin diwujudkan.

Perbaikan kualitas kehidupan

masyarakat selanjutnya dijadikan tujuan

mendasar pembangunan daerah yang

secara bertahap dilakukan terhadap tingkat

pendidikan dan kesehatan serta

ketrampilan masyarakat. Pemanfaatan

sumber daya alam dan peningkatan

kualitas/kuantitas infrastruktur dasar

menjadi faktor pendukung yang tak kalah

penting bagi pembangunan di segala

aspek.

1. Adapun beberapa Tugas Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah

menyelenggarakan Tugas :

a) Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah mempunyai tugas

penyusunan dan pelaksanaan urusan

pemerintahan daerah di bidang

perencanaan pembangunan dan

pelaksanaan tugas lain yang

diberikan oleh Bupati sesuai dengan

lingkup tugas dan fungsinya.

b) Dalam pelaksanaan tugasnya Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah

dipimpin oleh seorang Kepala Badan

22

yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Bupati

melalui Sekretaris Daerah.

2. Fungsi Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah

menyelenggarakan adalah :

a) Perumusan kebijakan teknis

Pemerintah Daerah di bidang

perencanaan dan pengendalian

pembangunan daerah.

b) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di

bidang perencanaan pembangunan;

c) Penetapan pedoman dan standar

perencanaan pembangunan daerah

ditingkat Kecamatan/Desa;

d) Pelaksanaan Sistem Pelayanan

Minimal;

e) Pelaksanaan kerjasama

pembangunan lintas daerah dan

lintas lembaga;

f) Penetapan dan pelaksanaan

pengelolaan kawasan dan

lingkungan perkotaan skala

Kabupaten;

g) Penetapan dan pelaksanaan petunjuk

keserasian pengembangan kawasan

perkotaan dan perdesaan;

h) Penetapan petunjuk pelaksanaan

manajemen dan kelembagaan

wilayah dan kawasan;

i) Pelaksanaan pedoman dan petunjuk

standar pelayanan perkotaan;

j) Penetapan petunjuk dan standar

pedoman pengembangan

perwilayahan;

k) Pengembangan wilayah tertinggal

perbatasan pesisir dan pulau-pulau

kecil serta kawasan prioritas cepat

tumbuh dan kawasan strategis;

l) Penyelenggaraan urusan

penatausahaan perkantoran yang

meliputi urusan, perencanaan dan

evaluasi, keuangan, umum dan

kepegawaian;

m) Pelaksanaan perumusan kebijakan

sesuai dengan lingkup tugasnya;

n) Perumusan kebijaksanaan teknis di

bidang perencanaan pembangunan

23

terhadap kebijaksanaan umum yang

ditetapkan Bupati;

o) Pelaksanaan konsultasi

pembangunan daerah;

p) Pelaksanaan koordinasi perencanaan,

pengendalian, monitoring dan

evaluasi pembangunan daerah;

q) Bimbingan, suvervisi, dan konsultasi

kerjasama antar kecamatan/desa

dengan swasta dalam dan luar

negeri;

r) Penyusunan rencana umum program

dan kegiatan daerah dibidang data,

penelitian dan kerjasama

pembangunan, perencanaan sosial

dan budaya, perencanaan ekonomi,

dan perencanaan fisik dan prasarana

sebagaimana visi dan misi

Pemerintah Kabupaten;

s) Penyusunan Rencana Kerja

Pemerintahan Daerah, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah dan

Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Kabupaten;

t) Penyelenggaraan kegiatan penelitian

yang dilakukan bersama-sama

perangkat daerah terkait atau dengan

pihak lain untuk kepentingan

pengembangan perencanaan

pembangunan Kabupaten;

u) Penyusunan data statistik dalam

rangka pengendalian, monitoring dan

evaluasi pencapaian program dan

kegiatan pembangunan guna

penyusunan rencana tahap

berikutnya serta untuk kepentingan

pelayanan umum Kabupaten;

v) Penyusunan bahan perencanaan

pembangunan dalam rangka

pembuatan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah

w) Pelaksaaan tugas lain yang diberikan

Bupati sesuai dengan lingkup tugas

dan fungsinya.

C. Struktur Organisasi

Susunan organisasi Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah dan Kabupaten

adalah sebagai berikut :

24

1) Kepala Badan

2) Sekretariat

Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian

Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Perencanaan dan

Evaluasi

3) Bidang Perencanaan Fisik dan

Prasarana, terdiri atas:

Sub Bidang Sarana Prasarana

dan Pengembangan Wilayah

Sub Bidang Tata Ruang, Tata

Guna Lahan dan Lingkungan

Hidup

4) Bidang Perencanaan

Perekonomian, terdiri atas:

Sub Bidang Perindustrian dan

Perdagangan, Koperasi,

Pariwisata dan Pembangunan

Dunia Usaha

Sub Bidang Pertanian dan

Kelautan

5) Bidang Perencanaan Sosial dan

Budaya, terdiri atas:

Sub Bidang Pendidikan,

Kebudayaan, Tenaga Kerja

dan kesejahteraan Sosial

Sub Bidang Kesehatan,

Kependudukan, Pemerintahan

dan Aparatur

6) Bidang Pendataan dan

Pengembangan, terdiri atas:

Sub Bidang Analisa dan Data

Evaluasi Pembangunan

Sub Bidang Penelitian dan

Pengembangan Pembangunan

Jumlah pegawai (PNS) pada Badan

Perencanaan Pembangunan Kabupaten

Lingga sampai dengan tahun 2014

sebanyak 26 orang. yang terdiri dari :

Golongan IV : 2 orang

Golongan III : 20 oranG

Golongan II : 4 orang

Sumber: Bappeda Kabupaten Lingga 2014

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian akuntabililitas

perencanaan pembangunan studi pada

Bappeda Kabupaten Lingga sebagai

berikut :

Akuntabilitas Badan perencanaan

pembangunan daerah Bappeda belum

dapat maksimal dalam menjalankan tugas

dan fungsi sebagaimana mestinya. Tugas

dan fungsi Bappeda tidak diserap secara

luas oleh masyarakat sehingga timbulnya

anggapan negatif bahwa peran pemerintah

daerah dan Bappeda belum respon

terhadap masalah perencanaan

pembangunan.

1. Akuntabilitas legal, bahwa Bappeda

dalam melakukan tugas dan fungsi

sudah sesuai dengan undang-undang

yang berlaku dan memberikan

pelayanan yang cukup baik dilihat dari

tanggapnya Bappeda dalam menerima

laporan dari masyarakat. Akan tetapi

belum dapat dikatakan secara maksimal

dan belum sepenuhnya terealisasi dalam

setiap perencanaan pembangunannya.

Hal ini termasuk sering adanya miss

komunikasi antar setiap SKPD yang

dibawahi oleh Bappeda dan kurang

tanggapnya SKPD atas permasalahan

yang terjadi dimasyarakat. oleh karena

itu dalam rangka mengukur dan

peningkatan akuntabilitas serta lebih

meningkatnya akuntabilitas pemerintah,

maka setiap SKPD pemerintah perlu

indikator akuntabilitas yang utama.

Dengan demikian akuntabilitas bisa

terkandung didalam tujuan dan sasaran

strategis pemerintah, sehingga hal

tersebut merupakan ukuran

keberhasilan dari suatu tujuan dan

sasaran strategis setiap instansi

pemerintah.

2. Akuntabilitas politik, Bappeda sudah

memberikan pelayanan yang cukup

baik terhadap permasalahan yang

disampaikan kepada Bappeda dalam

menanggapi aspirasi masyarakat.

Namun belum maksimal karena tidak

semua aspirasi masyarakat dapat

26

direalisasikan. Pada dasarnya Bappeda

sudah menjalankan tugas pokok dan

fungsinya tetapi masih kurangnya

penerapan evaluasi dari hasil

perencanaan bagaimana supaya dapat

diserap oleh masyarakat secara luas.

Pemerintah daerah dan Bappeda

didalam hal ini mau tidak mau harus

bisa mengatasi berbagai kendala teknis

yang di sisi lain untuk mempercepat

peningkatan kualitas kesejahteraan

masyarakat, dan secara konsisten untuk

melaksanakan strategi perencanaan

pembangunan yang memprioritaskan

pada pelayanan dasar, pendidikan,

kesehatan, sarana dan prasarana umum,

dan perekonomian, kepentingan

masyarakat lainnya yang menjadi

prioritas berdasarkan analisis isu-isu

kekinian.

3. Akuntabilitas hirarki, Bappeda dalam

menjalankan tugas dan fungsinya sudah

sesuai dengan prosedur dan taat kerja.

Tetapi sistem dari tingkatan pusat dan

provinsi sering terjadi miss komunikasi

didalam perencanaan pembangunan dan

ketidak singkronan antara kemauan

yang diambil dengan realisasinya. Oleh

karena itu implementasi yang menjadi

tanggungjawabnya harus diwujudkan

prakteknya secara teknis dan harus

bertanggungjawab dalam merencanakan

pembangunan dari sudut ekonomi,

sosial, dan maritim.

4. Akuntabilitas professional pada

dasarnya Bappeda sudah menjalankan

tugas dan fungsinya secara baik namun

kendala yang terjadi adalah kurang

maksimalnya koordinasi antar SKPD

dan bagaimana memantapkan rencana

pembangunan yang baik dan masih

kurangnya pengetahuan tentang aturan-

aturan perencanaan tentang

penyelesaian permasalahan dilapangan

dari setiap SKPD serta pelatihan

terhadap individu perlu dilakukan.

27

Dengan demikian perencanaan yang

dilakukan accountable.

Adapun saran-saran yang dapat peneliti

sampaikan sebagai berikut :

1. Akuntabilitas Legal

Hendaknya ada sebuah

pertanggungjawaban untuk

peningkatan pembinaan dan

kedisiplinan pegawai mulai

dari Bappeda sampai kepada

setiap SKPD.

2. Akuntabilitas Politik

Hendaknya melakukan

peningkatan koordinasi dan

kecermatan dalam melakukan

perencanaan berdasarkan

prioritas pembangunan melalui

penjaringan aspirasi

masyarakat seluas-luasnya.

Hendaknya Bappeda

melakukan peningkatan aspek

efisien dan kewajaran dalam

penganggaran belanja program

dan kegiatan dengan

memperhatikan prioritas

pembangunan.

3. Akuntabilitas Hirarki

Hendaknya melakukan suatu

rapat terbuka untuk koordinasi

perencanaan didalam tingkatan

pusat, provinsi dan daerah

untuk peningkatan infrastuktur

pendukung yang proporsional,

profesional dan berkelanjutan.

4. Akuntabilitas Profesional

Hendaknya Bappeda

melakukan pengawasan yang

proporsional dan profesional

atas perencanaan dan

pelaksanaan anggaran dalam

rangka pelaksanaan program

dan kegiatan pembangunan

sehingga program dan kegiatan

dapat dilaksanakan sesuai

dengan rencana yang

ditetapkan.

28

Hendaknya perlu ada

sosialisasi sebuah

pertanggungjawaban terhadap

peningkatan keterampilan dan

keahlian pegawai melalui

pendidikan dan pelatihan.

VI. DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Andrianto, Nico 2007 Transparansi dan

Akuntabilitas publik melalui e-

Government, Bayumedia Publishing :

Malang.

Bryson, M John. 2007. Perencanaan

Strategis bagi Organisasi Sosial,

diterjemahkan

M. Miftahudin, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Iwan dan Dahuri, 2004 Pembangunan

Wilayah : Perspektif ekonomi, sosial, dan

lingkungan, Jakarta : LP3ES.

Kuncoro, Mudrajat 2012 Perencanaan

Daerah : Bagaimana membangun ekonomi

lokal, kota dan kawasan, Jakarta

: Salemba Empat.

Nugroho Riant, 2012 Public Policy : Teori

Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses

Kebijakan, Perumusan,

Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk

Management Dalam Kebijakan Publik,

Kebijakan Publik Sebagai The Fifth

Estate, Metode Penelitian Kebijakan,

Jakarta : PT Gramedia

Sugiyono, 2009 Metode Penelitian

Administrasi, Cv Alfabeta : Bandung.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Unversitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun

2011, Pedoman Penulisan dan Skripsi

Serta Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja

Ali Haji. Tanjung pinang Tahun 2011.

29

JURNAL

Bovens. 2007. Analysing and Assessing

Accountability : A Conceptual framework

Jilid 13. No. 4 Journal

compilation, USA : Blackwell Publishing

Ltd.

Christensen. 2014. Performance and

Accountability-Atheoretical Discussion

and an Empirical Assessment,

(http://www.sagepublications.com, diakses

22

Januari 2014).

Deleon. 1998. Jilid 76. Accountability in A

reinvented Goverment, USA : Blackwell

Publishers Ltd.

Ghafana. Defrimen. Partisipasi,

Transparansi, Akuntabilitas, Efektivitas

dan

Efisiensidalam pengelolaan keuangan

pemerintah kota palembang menuju

Good governance

(http://id.scribd.com/doc/112109823/2012

03018-karya-ilmiah-753, diakses 12 April

2014, 20.00 Wib).

Garvey. 2001 Accountability in Public

Administration : A MultiPerspective

Framework of Analysis,

(http://ppa.sagepub.com/cgi/content/abstra

ct/16/2/17, diakses malse

yulivestra 7 April 2009).

Konsep Perencanaan Pembangunan,

(http://www.bappenas.go.id/profil

bappenas / misi/?&kid=1404121664,

diakses 16 Mei 2014, 22.24 Wib).

Menulis Proposal Penelitian,

(file:///H:/pendekatan-studi-kasus-case

study-dalam.

html, diakses 25 Juni 2014, 20.15

Wib).

Romzek and Dubnick. 1987

Accountability in the public sektor :

Lesson from the

challenger Tragedy Jilid 47.No.3

30

(http://www.jstor.org/stable/975901

diakses 26 Desember 2013 09:41 Wib)

Romzek and Ingraham. 2000 Cross

Pressures of Accountability : Initiative,

Command, and Failure in the Ron Brown

Plane Crash, Jilid 60. No. 3, diakses dari

(http://www.jstor.org/stable/977466, 22

Oktober 2013, 08:50 Wib).

Romzek. 2000 Dynamics of Public Sector

Accountability in an Era

of Reform,

(http://ras.sagepub.com/content/66/1/21

diakses dari ras.sagepub.com at Monash

University 22 Mei 2012).

Wahyurudhanto. 2002. Nim. D 4E001003.

Tesis Program pasca sarjana. UNDIP

Semarang, Analisis Wacana

tentang Sikap Media dan Akuntabilitas

Publik.

DOKUMEN

1. Kebijakan Umum Perubahan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2013

2. Kebijakan Umum Perubahan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Tahun Anggaran 2014

3. Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban Kabupaten

Lingga (LKPJ) 2012

4. Laporan Keterangan

Pertanggungjawaban Kabupaten

Lingga (LKPJ) 2013

5. Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara APBD perubahan

Tahun Anggaran 2012

6. Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara APBD perubahan

Tahun Anggaran 2013

7. Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) 2013

8. Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) 2014