naskah publikasi kebahagiaan pada...
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
KEBAHAGIAAN PADA PENYANDANG CACAT TUBUH
(SEBUAH PENELITIAN KUALITATIF)
Oleh:
Ardian Adi Putra
Fuad Nashori
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
2
NASKAH PUBLIKASI
KEBAHAGIAAN PADA PENYANDANG CACAT TUBUH
(SEBUAH PENELITIAN KUALITATIF)
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psi.)
3
KEBAHAGIAAN PADA PENYANDANG CACAT TUBUH
(SEBUAH PENELITIAN KUALITATIF)
Ardian Adi Putra Fuad Nashori
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya kebahagiaan pada penyandang cacat tubuh dan tema-tema apa saja yang muncul dalam membentuk kebahagiaan tersebut.
Subjek dalam penelitian ini adalah penyandang cacat tubuh yang berumur lebih dari 25 tahun, sudah menikah, beragama islam, dan sudah bertempat tinggal dilingkungan masyarakat (tidak dalam yayasan)
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tema-tema yang muncul pada kebahagiaan penyandang cacat adalah faktor pergaulan sosial tema yang muncul adalah mampunya responden pertama untuk berinteraksi dalam masyarakat; faktor cinta dan perkawinan tema yang muncul adalah menjadikan hidup responden lebih berarti, terarah, serta tujuan hidup yang semakin jelas dan keluarga menjadi tempat berbagi; faktor kepuasan kerja tema yang muncul adalah selain dapat memenuhi kehidupan keluarga keinginan untuk membantu teman senasib juga menjadi harapan; faktor religius tema yang muncul adalah rasa syukur, hikmah dari permasalahan, keyakinan dan harapan. Namun setiap faktor-faktor di atas memiliki andil yang berbeda dalam membentuk kebahagiaan pada setiap responden. Keywords: Kebahagiaan, Penyandang Cacat Tubuh
4
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Dalam hidup ini setiap orang tidak akan pernah terlepas dari masalah, baik
masalah pribadi maupun masalah sosial yang akan mempengaruhi kebahagiaan pada
diri seseorang. Kebahagiaan adalah suatu hal yang bernilai tinggi dan tak ada seorang
pun di dunia ini yang tidak ingin meraihnya dan sesungguhnya setiap orang memiliki
hak untuk mendapatkan kebahagiaan.
Menurut Seligman (2002), kebahagiaan adalah keadaan dimana seseorang
lebih banyak mengenang peristiwa-peristiwa yang menyenangkan daripada yang
sebenarnya terjadi dan mereka lebih banyak melupakan peristiwa buruk. Kebahagiaan
merupakan suatu istilah yang menggambarkan parasaan positif (seperti ekstase dan
kenyamanan) serta kegiatan positif tanpa unsur perasaan sama sekali (seperti
keterserapan dan keterlibatan). Khavari (2006) mengatakan bahwa kebahagiaan
seseorang bergantung pada empat aspek yaitu material, intelektual, emosional, dan
spiritual.
Jumlah penyandang cacat menurut jenisnya seperti dalam Susenas 2003 dapat
diklasifikasikan menjadi: (1) penyandang cacat pendengaran (tuna rungu) sebanyak
106.612 orang; (3) penyandang cacat bisu (dang cacat penglihatan (tuna netra)
sebanyak 195.332 orang; (2) penyandang tuna wicara) sebanyak 118.293 orang; (4)
penyandang cacat bisu-tuli (tuna wicara dan rungu) sebanyak 67.575 orang; (5)
penyandang cacat tubuh (tuna daksa) sebanyak 521.231; (6) penyandang cacat mental
(tuna grahita) sebanyak 236.439 orang; (7) penyandang cacat jiwa sebanyak 149.789;
5
(8) penyandang cacat ganda sebanyak 83.396 orang (www.bappenas.co.id). Pada
Peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) di Bangsal Kepatihan
Yogyakarta, Wakil Gubernur Paku Alam IX mengatakan pada 2004 jumlah
penyandang cacat di DIY sebanyak 17.272 orang, dan setelah terjadi gempa pada
2006 jumlah itu meningkat menjadi 24.225 orang (www.media-indonesia.com).
Kondisi ketidaksempurnaan dalam bentuk fisik tersebut apakah lantas
kesempatan mereka untuk meraih kebahagiaan akan menjadi tertutup? Berdasarkan
pengamatan peneliti, jika dikaitkan dengan kehidupan masyarakat normal pada
umumnya, para penyandang cacat tubuh terlihat mampu berinteraksi dengan baik.
Hubungan interaksi yang mereka jalin dalam masyarakat terlihat saat perayaan hari-
hari besar nasional atau agama di mana mereka selalu terlibat sebagai di dalamnya.
Sebagai contoh setiap perayaan hari kemerdekaan Indonesia mereka para penyandang
cacat ikut serta dalam tahap persiapan maupun pelaksanaan kegiatan tersebut. Seolah-
olah kekurangan yang ada pada diri mereka tak terlihat sebagai halangan dalam
bersosialisasi dalam masyarakat. Selain itu wujud kepercayaan dan penyamaan hak
terhadap mereka dalam masyarakat, sering kali peniliti menyaksikan para
penyandang cacat tubuh diberikan kesempatan menjadi seorang imam dalam sholat
berjamaah di tempat peribadatan. Ketidaksempurnaan yang mereka miliki bukan
berarti membuat mereka berpangku tangan dalam menjalani hidup, banyak hal yang
dapat mereka lakukan dengan kemampuan sendiri. Dapat peneliti saksikan sendiri
banyak sekali para penyandang cacat tubuh yang mampu menjalankan sebuah jenis
usaha untuk mendapat penghasilan hidup. Selain itu berdasarkan wawancara singkat
6
dengan salah seorang informan peneliti dapat menyimpulkan, bahwa perasaan lemah
dan tidak percaya diri mereka akan tertutupi jika adanya penerimaan dalam
lingkungan masyarakat. Saat dimana mereka mampu berinteraksi dengan kehidupan
sosial layaknya orang normal adalah bagian dari kebahagiaan para penyandang cacat,
karena tidak seperti manusia normal usaha penyandang cacat untuk berinteraksi
dalam masyarakat tentu relatif lebih sulit.
Maxwell (Etty, 2002), berpandangan bahwa bagaimanapun juga, semua
manusia memiliki kesulitan. Masalah ataupun penderitaan adalah bagian dari
kehidupan. Yang penting adalah bagaimana cara seseorang menghadapi masalah atau
penderitaaan dalam hidupnya. Saat seseorang mampu mengabaikan bahkan
menyelesaikan masalah atau penderitaannya maka akan memunculkan kepuasaan dan
akan menciptakan kebahagiaan pada dirinya.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tema-tema dan proses
terbentuknya kebahagiaan pada diri penyandang cacat tubuh.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebahagiaan
Khavari (2006) menyebutkan bahwa kebahagiaan berkaitan dengan
keseimbangan material, intelektual, emosional, dan spiritual. Saat berhadapan dengan
masalah seperti apapun, seseorang yang mampu menyeimbangkan aspek-aspek
tersebut akan dapat mengatasi masalah yang ada. Berkaitan dengan makna
7
kebahagiaan secara religiusitas yang merupakan karunia Tuhan, Quayyid & Mubarak
(2004) menyatakan bahwa kebahagiaan adalah kondisi jiwa yang terdiri dari perasaan
tenang, damai, ridho terhadap diri sendiri, dan puas dengan ketetapan Allah.
Kebahagiaan merupakan kondisi yang tepat untuk merealisasikan kesuksesan dalam
hidup, sebagaimana individu yang berbahagia adalah yang paling cenderung dan
tertarik untuk mewujudkan kesuksesan.
Menurut Seligman (2002), kebahagiaan merupakan suatu istilah yang
menggambarkan parasaan positif (seperti ekstase dan kenyamanan) serta kegiatan
positif tanpa unsur perasaan sama sekali (seperti keterserapan dan keterlibatan).
Kebahagiaan terkadang mengacu pada perasaan dan terkadang mengacu pada
kegiatan yang di dalamnya tidak muncul satu pun perasaan. Menurut Pribadi
(Muslim, 2007) bahagia itu penghayatan rasa atau emosi yang sifatnya positif, dan
penghayatan perasaan bahagia itu seakan-akan sebagai karunia Tuhan, yang dapat
meliputi seluruh kepribadian karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang
memuaskan dalam kehidupan. Selanjutnya Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan
adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya
kondisi-kondisi yang diinginkan, terpenuhinya segala kebutuhan, lepas dari segala
sesuatu yang menyusahkan, serta tercapainya atau terwujudnya suatu tujuan yang
diinginkan, atau kondisi di mana seseorang merasa senang dan puas secara
keseluruhan terhadap kehidupan yang dijalaninya.
Dari pernyataan-pernyataan diatas peneliti dapat menyimpulkan, kebahagiaan
adalah suatu keadaan di mana seseorang mampu memunculkan perasaan emosi yang
8
positif dalam kondisi seperti apapun, adanya rasa syukur terhadap kenikmatan dan
adanya keikhlasan saat menghadapi permasalahan karena berlandaskan pengahayatan
rasa ke-Tuhanan.
B. Penyandang Cacat Tubuh
Tidak semua manusia yang dilahirkan ke dunia memiliki bentuk fisik yang
sempurna atau lengkap. Menurut As’jari (1995), tuna daksa atau cacat tubuh
ditujukan pada individu-individu yang memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna,
misalnya bunting atau cacat. Istilah tuna daksa atau cacat tubuh dimaksudakan untuk
menyebut orang-orang yang memiliki cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat pada
indranya. Pengertian cacat tubuh atau tuna daksa adalah sebagai bentuk kelainan atau
kecacatan pada system otot, tulang, dan persendian yang bersifat primer dan sekunder
yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi,
dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Sedangkan menurut Mumpuniarti
(2001), mengartikan cacat tubuh atau tuna daksa sebagai individu yang
keadaannyamengalami cacat, hambatan, kerugian, pada jasmani, syaraf penggerak
atau motorik, anggota gerak yang memerlukan pengobatan untuk meluruskan anggota
gerak atau tulang punggung yang tidak lurus atau salah bentuk. Khusus yang menjadi
perhatian keadaan rugi, hambatan, cacat adalah pada anggota gerak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat tubuh atau
tuna daksa diartikan suatu bentuk ketidaksempurnaan atau ketidaknormalan bagian
tubuh yang disebabkan oleh bawaan atau kejadian yang menyebabkan tidak dapat
9
berfungsi dengan baik bahkan tidak berfungsi sama sekali anggota tubuh sehingga
tubuh tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.
1. Ragam Cacat Tubuh
Penyandang cacat tubuh atau tuna daksa dapat diklasifikasikan atas dasar jenis
kelainan tuna daksa, sangat banyak variasi dan ragamnya serta setiap jenis
kelainanjuga bervariasi tingkatannya. Berikut klasifikasi yang akan memperlihatkan
ragam-ragam atau jenis-jenis kelainan yang termasuk penyandang cacat tubuh
(Mumpuniarti, 2001):
a. Klasifikasi berdasarkan penyebab orang menjadi penyandang cacat tubuh
b. Klasifikasi penyandang cacat tubuh berdasarkan jumlah anggota badan yang
kelainan atau kekurangan.
c. Klasifikasi penyandang cacat tubuh berdasarkan sistem jaringan tubuh yang
mengalami kelainan.
d. Kalsifikasi berdasarkan tingkatan ketunaan atau cacat yang disandang.
e. Klasifikasi berdasarkan kemampuan dalam mengikuti pendidikan.
f. Klasifikasi berdasarkan kecerdasannya.
Adapun faktor yang menyebabkan seseorang menjadi penyandang cacat tubuh
(tuna daksa) antara lain:
a. Asal faktor, yaitu:
1. Faktor yang berasal dari dalam. Termasuk di dalamnya faktor genetis,
faktor kromosom, faktor RH (Rhesus Factor)
10
2. Faktor yang berasal dari luar. Seperti faktor gizi yang kurang sewaktu
anak masih dalam kandungan, berbagai macam penyakit (polio, TBC,
tulang dan persendian), berbagai zat kimia yang terbawa oleh makanan
dan minuman pada waktu ibu mengandug anak, berbagai macam
kecelakaan, berbagai radiasi, sinar tembus (roentgen), atau sinar sinar
yang mengandung ion lainnya.
b. Terjadinya kelainan
1. Terjadi dalam kandungan yang sering disebut dangan faktor bawaan
(congential)
2. Terjadi sewaktu lahir, seperti: waktu lahir sulit sehingga lama dijalan
lahir, lama dijalan lahir ini dapat menyebabkan kekurangan oksigen
yang merusak otak, sehingga memunculkan cerebral palsy.
3. Terjadinya setelah anak lahir dan berkembang sampai dewasa.
2. Aspek Psikologis Penyandang Cacat Tubuh
Dijelaskan Mumpuniarti (2001), bahwa karekteristik tuna daksa dapat ditinjau
secara psikologis dan fisologis, hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik psikologis
Penyandang tuna daksa akan mengalami gejala yang dapat
membahayakan perkembangan kepribadian, seperti:
1. Terhambatnya aktivitas normal pada penyandang cacat tubuh akan dapat
menyebabkan frustrasi.
11
2. Orang tua yang overprotective akan dapat mengahambat perkembangan pada
penyandang cacat tubuh.
3. Karena kecacatannya tersebut, orang yang ada disekitarnya menganggap dia
berbeda dengan orang lain. Perlakuan yang berbeda tersebut dapat
menyebabkan penyandang cacat tubuh merasa dirinya berbeda pula.
Ketiga hal diatas dapat menimbulkan sifat-sifat, seperti berikut: harga diri
yang rendah, tidak percaya pada diri sendiri, dan kurang atau bahkan tidak
mempunyai inisiatif dalam menjalani aktivitas kehidupannya.
C. Kebahagiaan pada Penyandang Cacat Tubuh
Kesempurnaan dalam bentuk fisik ataupun kesehatan yang baik pada
seseorang belum bisa menjamin kebahagiaan pada diri individu. Kepuasan hidup
pasien penderita kanker parah yang parah sekalipun tidak jauh berbeda dibandingkan
dengan orang yang sehat secara objektif (Seligman, 2002). Ketika penyakit yang
meyebabkan kelumpuhan atau kecacatan menjadi begitu parah dan berlangsung lama,
kebahagiaan dan kepuasan hidup memang menurun, tetapi hal ini tidak berlangsung
lama karena dalam tahun-tahun berikutnya kebahagiaan dan kepuasan hidup yang
dirasa semakin meningkat. Masalah ringan dalam kesehatan tidak berpengaruh pada
kebahagiaan, namun sakit yang berlangsung lama bahkan kecacatan sepanjang hidup
akan mempengaruhi kebahagiaan pada seseorang (Seligman, 2002).
Hampir sama dengan pernyataan diatas Khavari (2006) mengungkapkan,
bahwa kehilangan orang yang dicintai, mengalami penyakit yang parah berlangsung
lama, kecelakaan yang menyebabkan kecacatan, dan peristiwa-peristiwa yang besar
12
dalam hidup berkaitan kesehatan fisik dapat mempengaruhi kebahagiaan pada diri
seseorang. Namun, menurut Khavari (2006) segala peristiwa-peristiwa yang dapat
mengubah kondisi kehidupan tersebut akan dapat diatasi oleh seseorang jika mampu
menggunakan aspek emosional, intelektual, dan spiritual. Aspek-aspek tersebut akan
mampu menetralisir permasalahan yang terjadi dan menuntun seseorang kembali
kepada kebahagiaan, terutama pada aspek religiusitas karena saat individu dapat
menghayati segala keadaan dengan aspek ini, maka akan muncul penerimaan dan
kepasrahan. Kecakapan spiritual memungkinkan seseorang merasa bahagia
bagaimanapun keadaannya, karena kebahagiaan ini tidak dilantari oleh keadaan
tersebut. Kecerdasan spiritual memberikan seseorang mata untuk melihat nilai positif
dari setiap kejadian yang menimpa dirinya, dan kearifan untuk menghadapi
permasalahan dan mampu mengambil hikmah darinya.
Pertanyaan Penelitian
Apa sajakah tema-tema kebahagiaan yang muncul pada penyandang cacat tubuh?
Bagaimanakah proses terbentuknya kebahagiaan pada diri penyandang cacat tubuh?
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah yang dimana temuan-temuannya tidak diperoleh melalui
prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Prosedur penelitian ini menghasilkan
temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan
13
beragam sarana. Sarana itu meliputi pengamatan dan wawancara, namun bisa juga
mencakup dokumen, buku, kaset, video, dan bahkan data yang telah dihitung untuk
tujuan lain, misalnya data sensus (Strauss & Corbin, 2003).
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah mengetahui tema-tema kebahagiaan pada
penyandang cacat tubuh dan bagaimana proses mendapatkan kebahagiaan tersebut.
Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para penyandang cacat tubuh.
Responden dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik case
reprecentativeness. Teknik ini dilaksanakan dengan cara peneliti langsung mengamati
dan bertanya mengenai kriteria-kriteria calon responden, jika calon respon memenuhi
kriteria yang telah dibuat calon responden dimintai kesediaannya untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Proses penelitian (wawancara dan observasi) ini
dilaksanakan di Yogyakarta. Selanjutnya dalam penelitian ini didapat responden
berjumlah 3 orang.
Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara
2. Metode Observasi
Teknik Pemeriksaan Data
Menurut Bungin (2003) Pada penelitian kualitatif untuk memeriksa keabsahan
data, terdapat empat kategori yang dapat digunakan sebagai patokan, yaitu derajat
14
kepercayaan (credibility), keteralihan (transferabiliy), kebergantungan
(dependability), dan kepastian (confirmability).
Penelitian kualitatif dianggap memiliki kredibilitas data jika telah berhasil
mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses,
kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Untuk itu, diperlukan deskripsi
mendalam dari fokus penelitian, identifikasi responden yang terjamin, dan kejelasan
langkah penelitian (Poerwandari, 2005). Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dilihat
dari konstruksi dependability yang dibangun. Kepastian (confirmability) pada
penelitian kualitatif berawal dari konsep objektifitas. Obyektivitas bagi penelitian
kualitatif dilihat sebagai kesamaan pandangan terhadap fenomena yang diteliti
(Poerwandari, 2005).
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian ini adalah analisa
kualitatif. Jorgensen (Poerwandari, 2005) menjelaskan yang dimaksud dengan
analisis adalah memecah, memisah, atau menguraikan materi penelitian kedalam
potongan-potongan, bagian-bagian, elemen-elemen atau unit-unit. Setelah dat
dipecah, peneliti memilih dan menyaring data untuk diperoleh tipe, kelassekuen, pola,
atau gambaran yang menyeluruh.
Data kualitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan content
analysis. Pada content analysis ini dibagi pada beberapa tahap, yaitu:
1. Open Coding, yaitu di mana seluruh teks coding dikode baris perbaris, kemudian
dimasukkan dalam setiap konsep atau tema yang berbeda.
15
2. Axial Coding, di mana kode-kode yang telah diamsukkan dalam tema dibuat
menjadi kategori-kategori, biasanya akan terwujud struktur pohon
3. Selective Coding, yaitu di mana mencari hubungan antara kategori yang
selanjutnya diuji dan tema baru dpat dikembangkan.
Pada penelitian ini pengkodean dilakukan sampai dengan tahap axial coding
karena sudah dianggap cukup.
Pengkodean yang dimaksud adalah pengkodean terbuka seperti diungkap
Strauss & Corbin (2003) yaitu proses menguraikan, memeriksa, membandingkan,
mengkonsepkan, dan mengkategorikan data. Metode ini terdiri dari beberapa langkah,
yaitu:
1. Pelabelan fenomena.
2. Penemuan kategori.
3. Penamaan kategori.
4. Penyusunan kategori berdasarkan sifat dan ukuran.
Setelah melakukan koding, tahapan selanjutnya adalah analisis tematik.
Poerwandari (2005) mengatakan analisis tematik adalah proses mengkode informasi
yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks,
kualifikasi yang biasanya berhubungan dengan tema. Tema merupakan gambaran
atau deskripsi mengenai fenomena yang terjadi.
16
HASIL PENELITIAN
1. Tema-tema kebahagiaan pada penyandang cacat tubuh
Kategori Tema-tema kebahagiaan penyandang cacat
tubuh
Pergaulan sosial (hubungan dengan
masyarakat)
1. Mampu berhubungan atau berinteraksi
dengan masyarakat
2. Dapat memberikan manfaat dalam
masyarakat
Hubungan keluarga (cinta dan
perkawinan)
1. Tempat berbagi
2. Mengarahkan, memantapkan arah hidup
Kepuasan kerja 1. Mampu memenuhi kebutuhan keluarga
2. Membantu teman senasib
Religiusitas (agama) 1. Memunculkan rasa syukur
2. Hikmah dari permasalahan/kejadian
3. Keyakinan dan harapan
2. Proses terbentuknya kebahagiaan pada penyandang cacat tubuh
Berdasarkan temuan data di lapangan bahwa tema-tema yang terbentuk dari
faktor pergaulan sosial, cinta dan perkawinan, kepuasan kerja, dan agama
(religiusitas) saling mempengaruhi dalam proses terbentuknya kebahagiaan pada
penyandang cacat tubuh.
17
PEMBAHASAN
1. Tema-tema Kebahagiaan pada Penyandang cacat
Pembahasan pertama adalah berkenaan dengan tema-tema kebahagiaan pada
penyandang cacat tubuh. Tema-tema kebahagiaan yang dimaksud adalah gambaran
atau deskripsi mengenai fenomena yang terjadi.dalam hal ini khususnya kebahagiaan
pada penyandang cacat tubuh.
Faktor-faktor kebahagiaan dalam penelitian ini yaitu, pergaulan sosial, cinta
dan perkawinan, kepuasan kerja, dan religiusitas. Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan tema-tema yang muncul dari setiap faktor-faktor yang mempengaruhi
kebahagiaan diatas.
a. Pergaulan Sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Spot (2004), menunjukkan bahwa ada
hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan kebahagiaan pada
wanita karir yang masih lajang. Pergaulan sosial membawa pengaruh yang penting
bagi kebahagiaan seseorang, yaitu ketika hubungan dengan teman-teman kerja atau
peer group memuaskan. Sebaliknya, orang yang tak mempunyai teman bergaul
cenderung tidak berbahagia (Khavari, 2006). Menjelaskan lebih dalam, tema-tema
yang muncul pada penyandang cacat tubuh terhadap kepuasan terhadap pergaulan
sosial adalah penerimaan masyarakat dan mampu memberikan kontribusi bagi
masyarakat. Saat tema-tema di atas dapat terpenuhi maka akan memunculkan
kepuasan terhadap pergaulan sosial pada penyandang cacat dan perasaan hidup
layaknya orang normal pada umumnya
18
b. Cinta dan Perkawinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap indeks kesengsaraan itu lebih
tinggi pada para lajang, duda atau janda dibandingkan pada suami atau istri (Khavari,
2006). Berdasarkan penelitian di atas cinta dan perkawinan mempengaruhi
kebahagiaan pada seseorang, adapun mengapa perkawinan dapat mempengaruhi
kebahagiaan pada penyandang cacat tubuh dikarenakan munculnya tema-tema yaitu,
saat menjalin pernikahan hidup akan lebih berarti, terarah, dan memiliki tujuan selain
itu saat dalam hubungan perkawinan suami atau istri memiliki tempat untuk berbagi
dalam menghadapi permasalahan.
c. Kepuasan Kerja
Perasaan puas dengan pekerjaan dan perasaan bermanfaat berkorelasi erat
dengan kebahagiaan. Sebaliknya pengangguran membawa dampak yang merusak
kesejahteraan. Hasil kerja yang memuaskan, baik yang diupah maupun tidak,
mendorong seseorang berpandangan ke depan dan berpartisipasi menciptakan
kebaikan bersama (Khavari, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kepuasan kerja mempenagruhi kebahagiaan pada penyandang cacat tubuh, namun
yang menjadi titik berat disini adalah tema-tema seperti apa yang dapat menciptakan
kepuasan kerja pada penyandang cacat tubuh. Berdasarkan hasil analisis data pada
penelitian ini didapat bahwa tema-tema yang muncul berkenaan kepuasan kerja pada
penyandang cacat tubuh adalah saat dimana penghasilan yang didapat dari pekerjaan
dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan dengan pekerjaannya dapat membantu
teman-teman senasib dengannya.
19
d. Religiusitas (agama)
Myers (Khavari, 2006) menjelaskan mengapa para pemeluk agama lebih
bahagia dari pada yang tidak beragama, dia mengatakan bahwa mereka lebih bahagia
karena agama mengajarkan tujuan hidup, menuntun mereka menerima dan
menghadapi aneka masalah dengan tenang, dan mengikat seseorang dalam satu umat
yang saling memberikan dukungan. Dengan agama para penyandang cacat tubuh
memunculkan tema-tema yaitu rasa syukur terhadap apa yang mereka dapatkan,
hikmah yang dapat diambil dari permasalahan yang ada, dan keyakinan serta harapan
akan masa depan. Melihat dampak yang diberikan agama tersebut, bisa dikatakan
bahwa kebahagiaan adalah bagian hidup dari para penyandang cacat karena saat
mereka dihadapkan pada kondisi atau keadaan yang serba kekurangan maka akan
muncul kesadaran dan rasa syukur berlandaskan rasa ketuhanan dan tidak hanya
sampai disitu, dengan rasa syukur tersebut responden dapat mengambil hikmah dari
permasalahan yang kemudian memunculkan harapan dan keyakinan bahwa dengan
usaha dan do’a segala akan kembali membaik. Sesuai dengan pernyataan Khavari
(2006) bahwa Kecakapan spiritual memungkinkan seseorang merasa bahagia
bagaimanapun keadaannya, karena kebahagiaan ini tidak disebabkan oleh keadaan
tersebut.
2. Proses Terbentuknya Kebahagiaan Pada Penyandang Cacat
Khavari (2006) menyatakan bahwa banyak faktor yang berperan dalam
membentuk kebahagiaan pada diri seseorang, diantaranya ada empat faktor yang
masih paling dianggap paling berpengaruh dengan kebahagiaan yaitu, pergaulan
20
sosial, kepuasan kerja, cinta dan perkawinan, serta agama. Berikut ini menjelaskan
bagaimana proses faktor-faktor dan tema-temanya bisa membentuk kebahagiaan pada
penyandang cacat tubuh.
a. Pergaulan sosial
Dengan keterbatasan dan kekurangan kondisi fisik, untuk memulai suatu
interaksi dengan masyarakat bagi para penyandang cacat tubuh merupakan suatu hal
yang relatif sulit. Tetapi, ketika masyarakat bisa menempatkan diri dan dapat
menerima keberadaan mereka dalam pergaulan sosial, para penyandang cacat tubuh
akan berusaha untuk dapat berinteraksi dan bahkan berupaya untuk dapat
memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat. Adapun alasan mengapa para
penyandang cacat tubuh berupaya demikian dikarenakan saat mereka berinteraksi
dengan masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat responden
merasa kehidupan yang mereka jalani layaknya orang normal pada umumnya.
b. Cinta dan perkawinan
Perkawinan adalah impian kebanyakan orang dan tidak terkecuali para
penayandang cacat tubuh. Bagi penyandang tubuh cacat perkawinan merupakan
anugerah yang besar. Adapun tema-tema yang menyebabkan para penyandang cacat
merasakan kebahagiaan setelah menikah adalah adanya pasangan ataupun teman
hidup untuk berbagi saat menghadapi permasalahan selain itu setelah menikah para
penyandang cacat merasa munculnya kesadaran akan arti hidup, tujuan hidup, serta
menigkatnya semangat untuk menjalani hidup.
c. Kepuasan kerja
21
Para penyandang cacat tubuh akan menunjukkan kepuasan ketika hasil dari
pekerjaan mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan satu hal yang sangat
menarik bagi peneliti, kepuasan kerja akan muncul ketita para responden dapat
membantu teman senasib dengannya.
d. Religiusitas (agama)
Berbeda dengan faktor-faktor di atas, faktor religius sifatnya berasal dari
internal responden. Adapun mengapa faktor ini bisa mempengaruhi kebahagiaan pada
penyandang cacat tubuh karena saat responden memiliki religiusitas di dalam dirinya
otomatis akan memunculkan rasa syukur dan keyakinan serta harapan berkenaan
dengan kehidupannya. Berdasarkan hasil analisis data rasa syukur, hikmah dari
permasalahan, dan keyakinan serta harapan ini sangat berhubungan dan bahkan
mempengaruhi faktor-faktor kebahagiaan yang lain.
Memang untuk mencapai kebahagiaan dipengaruhi besar oleh faktor cinta dan
perkawinan, pergaulan sosial, dan kepuasan kerja. Tetapi bukan berarti jika salah satu
atau bahkan ketiga faktor tersebut belum dapat terpenuhi kebahagiaan akan menjauh
dari para penyandang cacat tubuh karena di sinilah peran dari tema rasa syukur dan
keyakinan serta harapan yang terbentuk dari religius. Saat kepuasan kerja, cinta dan
perkawinan, serta pergaulan sosial belum dapat terpenuhi rasa syukur akan
memunculkan kepasrahan pada responden dan dengan itu responden dapat
mengambil hikmah dari permasalahan yang ada kemudian membentuk keyakinan dan
harapan yang berlandaskan kepercayaan pada Tuhan akan meningkatkan kembali
usaha responden untuk menjalani hidup dan bahkan meraih faktor-faktor kebahagiaan
22
yang belum dapat terpenuhi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Khavari
(2006) Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang merasa bahagia bagaimanapun
keadaannya, karena kebahagiaan tidak dilantari oleh keadaan tersebut. Kecerdasan
spiritual memberi kemampuan untuk melihat nilai positif dalam setiap masalah, dan
kearifan untuk menangani masalah tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh besar terhadap kebahagiaan
ditemukan bahwa tema-tema yang muncul pada responden penelitian sebagai berikut;
faktor pergaulan sosial tema yang muncul adalah mampunya responden pertama
untuk berinteraksi dalam masyarakat; faktor cinta dan perkawinan tema yang muncul
adalah menjadikan hidup responden lebih berarti, terarah, serta tujuan hidup yang
semakin jelas dan keluarga menjadi tempat berbagi; faktor kepuasan kerja tema yang
muncul adalah selain dapat memenuhi kehidupan keluarga keinginan untuk
membantu teman senasib juga menjadi harapan; faktor religius tema yang muncul
adalah rasa syukur, hikmah dari permasalahan, keyakinan dan harapan.
Namun setiap faktor-faktor di atas memiliki andil yang berbeda dalam
membentuk kebahagiaan pada setiap responden. Pada responden pertama terlihat
bahwa faktor religiusitas lebih berpengaruh besar terhadap kebahagiaan karena
responden pertama sudah melihat segala keadaan dari faktor religius. Pada responden
kedua dan responden ketiga menunjukkan bahwa faktor keluarga lebih berpengaruh
besar terhadap kebahagiaan mereka. Bahkan pada responden ketiga, berdasarkan
23
analisis data bahwa faktor religius dan faktor pergaulan sosial dipicu oleh faktor cinta
dan perkawinan.
SARAN
1. Kepada para penyandang cacat
Kepada penyandang cacat, kekurangan ataupun keterbatasan dalam bentuk
fisik bukanlah suatu alasan yang membuat kebahagiaan tidak akan menghampiri,
karena saat seseorang mampu memandang segala keadaan dari sudut agama maka ia
akan mampu melihat hikmah dibalik itu semua dan akan selalu berusaha menjadi
lebih baik.
2. Kepada peneliti selanjutnya
Setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian ini ada beberapa hal
pula yang memunculkan pertanyaan baru, karena itu peneliti mengajukan saran untuk
melakukan penelitian lanjutan. Selanjutnya diharapkan adanya pemilihan responden
yang lebih variaif, misalnya dengan melihat dari perbedaan latar belakang budaya
responden, penyebab kecacatan (dari lahir atau karena kecelakaan/penyakit). Selain
itu karena besarnya pengaruh religiusitas terhadap kebahagiaan, penelitian mengenai
kebahagiaan pada orang yang tidak percaya akan tuhan (atheis).
24
DAFTAR PUSTAKA
As’jari, M. 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Etty, M. 2002. Mengelola Emosi Tips Praktis Meraih Kebahagiaan. Jakarta:
Grasindo
Bungin, B 2003. Analisis Data Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Khavari K.A. 2006. The Art of Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Disetiap
Keadaan. Jakarta: Serambi Ilmu Alam
Moleong, L. J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Mumpuniarti. 2001. Pendidikan Tuna Daksa. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Muslim, D. 2007. Hubungan Kebahagiaan Otentik dengan Religiusitas Pada
Mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia
Nugroho, A dan Mulyati, R. 2006. Hubungan antara Self Efficacy dengan Perilaku
Produktif pada Penyandang Cacat. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
25
Seligman. 2002. Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Dengan Psikologi
Positif. Bandung: Mizan Pustaka
Spot, C. A. 2004. Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Kebahagiaan Hidup
pada Wanita Karir yang Masih Lajang. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia
Strauss & Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Quayyid & Mubarak. 2004. Panduan Menuju Bahagia dan Sukses. Jakarta:
Maghfirah Pustaka
Bappenas. 2007. Implementasi Undang-undang No. 1 Tentang Ketenagakerjaan Bagi
Penyandang Cacat. www.bappenas.co.id
Media-Indonesia. 2007. Pascagempa, Jumlah Penyandang Cacat di DIY Meningkat.
www.media-indonesia.com
Wordpress. 2007. Senantiasa Mencari Kebenaran. www.wordpress.com