naskah dliy al-anwÂr fi tashfiat...

190
Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRKarya Muhammad Idrus Qaimuddin (Tinjauan Stilistika) TESIS Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum) Pembimbing: Dr. Darsita Suparno, M.Hum Oleh: AMSIR NIM: 21160222000013 PROGRAM MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVESRSITS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 25-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

i

Naskah “DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂR”

Karya Muhammad Idrus Qaimuddin

(Tinjauan Stilistika)

TESIS

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Pembimbing:

Dr. Darsita Suparno, M.Hum

Oleh:

AMSIR

NIM: 21160222000013

PROGRAM MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVESRSITS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JAKARTA

2019

Page 2: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang saya tulis sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M. Hum.) dan diajukan pada

jurusan Magister Bahasa dan Sastra Arab, pada Fakultas Adab dan Humaniora,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ini sepenuhnya karya

tulis ilmiah pribadi.

Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat dalam tesis ini

telah saya sebutkan kutipannya secara jelas sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku di bidang karya ilmiah.

Apabila kemudian hari terbukti bahwa sebagian atau seluruh isi tesis ini

merupakan hasil dari plagiat atau mencontek karya tulis orang lain, saya bersedia

untuk menerima sanksi yang berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang saya

terima ataupun sanksi akademik lain sesuai dengan peraturan akademik yang

berlaku.

Jakarta, 12 Juni 2020

Amsir

Nim: 21160222000013

Page 3: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Naskah “DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂR”

Karya Muhammad Idrus Qaimuddin

(Tinjauan Stilistika)

Tesis ini diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memenuhi

syarat-syarat mencapai gelar sarjana Magister Humaniora (M. Hum)

Oleh:

Amsir

NIM: 21160222000013

Di bawah bimbingan

Dosen pembimbing,

Dr. Darsita Suparno, M.Hum

NIP, 196108071993032001

PROGRAM MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVESRSITS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020M

Page 4: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

iv

Page 5: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan karunia-Nya sehingga penelitian dengan judul “Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr Karya Muhammad Idrus Qaimuddin (Tinjauan Stilistika)”

dapat terselesiakan. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah membimbing umat manusia kepada kebahagiaan dunia dan

akhirat.

Penulis telah mampu merampungkan tesis ini dengan baik. Segala bentuk

rintangan dan cobaan, merupakan suatu perjuangan bagi penulis. Tentu semua itu,

membutuhkan proses panjang dan berliku. Kesabaran dan keuletan merupakan

obat yang mujarap, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Di balik semua itu,

banyak pihak-pihak yang ikut membantu serta mendoakan hingga tesis ini dapat

terselesaikan. Tanpa dukungan, bantuan, dan do‟a dari mereka, tentu tesis ini

belum bisa terselesaikakn hingga saat ini. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Berbagai pihak tersebut antara lain: 1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bapak Drs. Saiful Umam, M.A.,

Ph.D.

3. Ketua Program Magister Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan

Humaniora, Bapak Dr. Adib Misbachul Islam, M.Hum, terima kasih atas

semua bantuannya, terutama dalam hal administrasi serta pengaturan

jadwal ujian.

4. Dosen Pembimbing, Ibu Dr. Darsita Suparno, M.Hum, terima kasih telah

banyak meluangkan waktu dan memberikan saran serta motivasi yang tak

henti dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah SWT membalas

kebaikan Ibu dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.

5. Dosen Pengajar Program Magister Bahasa dan Sastra Arab Fakultas

Adab dan Humaniora, Bapak Dr. Zubair, M.Ag, yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk konsultasi pemilihan judul serta

Page 6: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

vi

mengarahkan penelitian. Dengan sabar mendengarkan keluhan dan

pertanyaan sehingga memberikan solusi penyelesaian tesis. Semoga

Allah SWT membalas kebaikan Bapak dengan pahala yang berlipat

ganda, Amin.

6. Dewan Penguji Tesis Saya, pada Program Magister Bahasa dan Sastra

Arab Fakultas Adab dan Humaniora, Ibu Dr. R. Yaniah Wardani M.A,

yang telah banyak memberikan saran guna kesempurnaan Tesis saya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu dengan pahala yang berlipat

ganda, Amin.

7. Kepada kedua orang tuaku, yang telah melahirkan dan membesarkanku.

Membimbing serta mengajarkanku tentang makna hidup. Mendoakan

dengan setulus hati agar anaknya berhasil dan sukses.

8. Kepada teman-teman seangkatan, Program Magister Bahasa dan Sastra

Arab pada Fakultas Adab dan Humoniora. Terutama teman-teman dari

Jambi, Ust. Muttaqi, Ust. Saupi, Ust. Fajri, yang telah menemeni

berdiskusi tentang tesis yang diteliti.

9. Kepada teman-teman serumpun dari Tanah Buton yang berada di Jakarta

(HIPMIB). Terutama Ust. Sairul, Ust. Falah, Ust. Syarif, Ust. Rasyid,

Ust. Elfar, Ust. Lani, Ust. Jumadin, Ust. Razak, Ust. Hafid, dan masih

banyak lagi teman-teman lainnya yang tidak sempat saya sebutkan satu

persatu. Saya ucapkan terima kasih telah mendukung selama pendaftaran,

perkuliahan, hingga penyelesaian tesis ini.

10. Keluargaku, sahabatku, di Tanah Buton yang telah mengirimkan do‟a

dan dukungan kepada saya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan

mereka dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.

Akhirnya penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah

membantu, selalu mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat, terutama yang tertarik dengan linguistik dan stilistika.

Jakarta, 23 April 2019

Penulis

Amsir

Page 7: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

vii

ABSTRAK

Amsir (NIM : 21160222000013), “Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr

Karya Muhammad Idrus Qaimuddin (Tinjauan Stilistika),” Program Magister

Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2019, Pembimbing: Dr. Darsita Suparno, M. Hum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan diksi dan gaya bahasa

dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dengan menggunakan jenis

penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini mengambil data berupa diksi dan

gaya bahasa yang terdapat dalam naskah berupa kata, frasa, dan kalimat yang

menunjukkan adanya ciri-ciri diksi dan gaya bahasa. Sumber data dalam

penelitian ini adalah Naskah Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Teknik

pengumpulan data yang digunakan ialah teknik catat. Data di analisis dengan

menggunakan tinjauan stilistika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat Sembilan (9) diksi yang

digunakan dan di bagi berdasarkan jenisnya yaitu: a) diksi bermakna denotitif, b)

diksi bermakna konotatif, c) diksi bermakna sinonim, d) diksi bermakna antonim,

e) diksi bernilai rasa, f) diksi bermakna konkret, g) diksi bermakna abstrak, h)

diksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

gaya bahasa kiasan yang digunakan dan di bagi berdasarkan jenisnya yaitu: a)

gaya simile (tasybih), b) metafora (isti‟ârah), c) personifikasi (tajsîd).

Dengan penemuan di atas, semoga dapat membantu para pembaca untuk

memahami isi naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, baik dari segi diksi

dan gaya bahasanya maupun makna yang terkandung didalamnya. Berdasarkan

hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan stilistika dapat

dijadikan sebagai alat mengaanalisis dalam penelitian naskah tasawuf.

Kata Kunci: Naskah, Diya Al-Anwar fi Tasfiat Al-Akdar, stilistika, diksi, gaya

bahasa.

Page 8: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

viii

ABSTRACT

Amsir (NIM: 21160222000013), “Manuscript of Dliyâ' al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr by Muhammad Idrus Qaimuddin (Stylistic Review),” Arabic Language and

Literature Master Program, Faculty of Adab and Humanities, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2019, Advisor: Dr. Darsita Suparno, M. Hum.

This study aims to determine the use of diction and language style in the

manuscript Dliy 'al-Anwar fi Tashfiat al-Akdâr. By using descriptive qualitative

research, this study takes data in the form of diction and language style in the

manuscript in the form of words, phrases, and sentences that indicate the

characteristics of diction and language style. The data source in this study is the

Manuscript of Dliy'al al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. The data collection

technique used is the note taking technique. Data were analyzed using stylistics

reviews.

The results showed that: 1) there were nine (9) diction which were used and

divided based on the type, namely: a) denotitive meaningful diction, b)

connotative meaningful diction, c) diction meaning synonym, d) diction

meaningful antonym, e) diction worth taste, f) diction meaning concrete, g)

diction meaning abstract, h) diction meaning publicity, i) diction meaning

specificity, 2) there are three (3) figures of speech language used and divided by

type: a) simile style (tasybih), b) metaphor (isti'ârah), c) personification (tajsîd).

With the above findings, hopefully it can help the reader to understand the

contents of the Dliyâ' al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr manuscript, both in terms of

diction and language style as well as the meaning contained therein. Based on the

above research results, it can be concluded that the and stylistics approach can be

used as an analysis tool in Sufism manuscript research.

Keywords: Manuscripts, Dliyâ' al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, stylistics, diction,

language style.

Page 9: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

ix

الملخص

نص ضياء الأنوار في تصفية الأكدار بتأليف بؿمد إدركس قاإـ الدين ”(،21161222111113م ىوية الطالب : أمست )رق

، قسم اللغة العربية كآدابها، كلية الآداب كالعلوـ الإنسانية، جامعة شريف ىداية الله الإسلامية “ الأسلوبية ( البحث في علم ( سوبارنو.فة: د. دارستا ، مشر٢ابغكومية جاكرتا،

تصفية في الأنوار ضياء بـطوطة في اللغة كالأسلوب الكلمة اختيار استخداـ برديد إلى البحث ىذه تهدؼ

تدؿ التي كابعملة الكلمة بشكل البيانات يأخذ البحث ىذا كاف النوعي، الوصفي البحث باستخداـ. الأكدار في الأنوار ضياء بـطوطة ىو البحث ىذا في البيانات مصدر. اللغة كالأسلوب الكلمة اختيار خصائص على

.الأسلوبية منهج باستخداـ البيانات برليل تم. ابؼلاحظات تدكين تقنية ىي البيانات بصع تقنية. الأكدار تصفية

الكلمة( أ(: كىي ، النوع على كتقسيمها استخدامها يتم التي الكلمة اختيار تسعة ىناؾ( 1:أف النتائج أظهرت( ق( تضاد، معت بؽا الكلمة( د (ادؼ، معت بؽا الكلمة( ج(بؾازم، معنىى بؽا الكلمة( ب( قيقة،ح معنىى بؽا

(العاـ معت بؽا الكلمة( ح (باطن، معت بؽا الكلمة( ز (ظاىر، معت بؽا الكلمة( ك( سياقية، معت بؽا الكلمة: كىي النوع، على كتقسيمها استخدامها يتم التي الغوية أسلوب ثلاثة ك ىناؾ( 2 ابػاص، معت بؽا الكلمة( ط .بذسيد معت بؽا الكلمة( ج (استعارة، معت بؽا الكلمة( ب( ، تشبيو معت بؽا الكلمة( أ(

تصفية في الأنوار ضياء بـطوطة بؿتويات فهم على القارئ يساعد أف نأمل أعلاه، ابؼذكورة النتائج مع لذلك أف أعلاه، البحث نتائج على بناءن ك .فيو كاردة التي كابؼعت اللغة كأسلوب الكلمات اختيار حيث الأكدارمن

.التصوؼ بـطوطات بحث في لتحليل يستخدـ أف بيكن ةالأسلوبي ابؼنهج

.الكلمة، أسلوب اللغة ،الأسلوبية ، ضياء الأنوار في تصفية الأكدار،بـطوطةالكلمات ابؼفتاحية:

Page 10: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

x

PEDOMAN TRANSLITERASI*

* Metode transliterasi diadopsi dari Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor

Kajiam Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007/2008

I. Konsonan II. Vokal Pendek

' ء a

B ة i

T د u

TS III. Vokal Panjang س

ا J ج â

H ح î

KH ر û

D IV. Diftong د

DZ ر au

R س ai

Z V. Pembauran ص

-al ا S ط

ؼا SY ػ al-sy-

-Wa al ا SH ؿ

Page 11: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

xi

DL ك

TH ه

ZH ظ

A„ ع

GH ؽ

F ف

Q ق

K ن

L ي

M

N

W

H

Y

T ح

Page 12: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

xii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ........................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING............ ................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... x

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Batasan Masalah........................................................................................... 4

C. RumusanMasalah ......................................................................................... 5

D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

E. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5

F. Kerangka teori .............................................................................................. 5

G. Tinjauan Kajian Terdahulu .......................................................................... 6

H. Metode Penelitian......................................................................................... 8

I. Sistematika Penulisan ................................................................................ 10

BAB II DIKSI DAN GAYA BAHASA

A. Diksi ........................................................................................................... 12

B. Gaya Bahasa ............................................................................................... 18

C. Gaya Bahasa Kiasan ................................................................................... 22

BAB III BIOGRAFI MUHAMMAD IDRUS QAIMUDDIN DAN NASKAH

DLIYÂ’ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂR

1. Biografi Muhammad Idrus Qaimuddin ................................................... 25

2. Karya-karya Muhammad Idrus Qaimuddin............................................ 29

3. Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr ........................................ 32

Page 13: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

xiii

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penggunaan Diksi dan Maknanya Pada Naskah ....................................... 36

B. Penggunaan Bahasa Kiasan dan Maknanya Pada Naskah ....................... 64

C. Analisis .................................................................................................... 113

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 128

B. Saran ........................................................................................................ 129

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 130

LAMPIRAN TERJEMAHAN NASKAH ........................................................ 137

Page 14: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

xiv

DAFTAR TABEL

A. Tabel 1 Simpulan Penanda Gaya Bahasa Simile (tasybih) ....................... 84

B. Tabel 2 Ciri Gaya Bahasa Metafora (isti‟ârah) ...................................... 106

C. Tabel 3 Ciri Gaya Bahasa Personifikasi (tajsîd) ..................................... 112

Page 15: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Islam di Nusantara tidak terlepas dari pengaruh Ulama-

ulama yang berada di Timur Tengah. Hubungan antara para penuntut ilmu dari

Nusantara dengan Ulama Timur Tengah.1 Hubungan interaksi inilah, kelak akan

melahirkan Ulama-ulama yang fasih di bidang agama, khususnya dalam

pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah lautan

yang luas. Pulau-pulau terbentang di seluruh Nusantara.2 Buton merupakan salah

satu pulau di Nusantara yang terletak bagian timur Indonesia. Posisinya berada di

ujung tenggara Sulawesi.3 Buton berada dalam jalur pelayaran yang

menghubungkan Makssar dan Maluku.4 Di sanalah tempat lahirnya seorang

Ulama yang alim dan pandai menulis. Memiliki karya agung dalam sejarah

kesusastraan di Nusantara. Tulisan yang menggugah jiwa serta menuntun jalan

kebajikan. Ia adalah Muhammad Idrus Qaimuddin, seorang sastrawan Islam dari

Tanah Buton.

Muhammad Idrus Qaimuddin termasuk ulama yang menganut ajaran

tasawuf.5 Dapat dilihat pada karyanya yang bernuansa ajaran tasawuf,

diantaranya: Kashf al-Hijâb fi Murâqabat al-Wahhâb, Mu‟nisat al-Qulȗb fi al-

Dzikr wa Mushâdah „Allam al-Ghuyûb, Dliyâ al-Anwâr fi tashfiat al-Akdâr.6

Menurut Rosidi (1994:337), Muhammad Idrus Qaimuddin termasuk salah seorang

1 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

& XVIII (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 1. 2 Susanto Zuhdi dkk, Orang Buton Dalam Diaspora Nusantara Dan Integrasi Bangsa

(Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2019), hal. 1. 3 M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo,

2005), hal. 245. 4 Susanto Zuhdi, Sejarah Buton Yang Terabaikan, Labu Rope Labu Wana (Jakarta:

Rajawali Pers, 2010), hal. 3. 5 M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo,

2005), hal. 273. 6 Falah Sabirin, Tarekat Sammaniyah Di Kesultanan Buton, Kajian Naskah-Naskah

Buton (Jakarta: YPM, 2011), hal. 71.

Page 16: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

2

“sastrawan sufi terkenal abad XIX,” sedangkan karya-karyanya digolongkan

kepada kelompok “zaman Islam.”.7

Selain sebagai ulama, Muhammad Idrus Qaimuddin adalah seorang

Sultan. Muhammad Idrus terpilih sebagai Sultan Buton ke dua puluh sembilan

pada tahun (1824-1851).8 Walaupun Muhammad Idrus sebagai Sultan, tidak

mengurangi semangatnya untuk melahirkan karya gemilang. Di sela-sela

kesibukannya sebagai Sultan, ia juga menyempatkan waktu untuk menulis. Dapat

dilihat pada tulisannya yang berjudul “Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr,”

ditulis pada hari ketiga, bulan rabi‟ul awwal 1250 H atau Kamis, sepuluh Juli

1834 M. Maka dapat dipastikan bahwa naskah ini, ditulis ketika Muhammad Idrus

telah menjabad sepuluh tahun sebagai Sultan Buton Ke-29 (1824-1851 M).9

Karya Muhammad Idrus Qaimuddin saat ini tersimpan di Keraton Buton, berada

dalam pengawasan Al-Mujazi yang tinggal di sekitaran Berteng Keraton Buton.

Karya tersebut telah berumur ratusan tahun yang kini dikenal dengan naskah

kuno.

Naskah dalam pandangan Arab ialah tulisan tangan yang disebut “al-

Makhtûtât.” Adapun dalam bahasa Inggris, naskah ialah “manuscript” yang

merupakan buku, dokumen atau lainnya yang ditulis tangan. Naskah atau

manuskrip dalam pemahaman filologi ialah tulisan tangan yang berbahan kertas,

lontar, bambu, dan lainnya yang telah berumur tua. Melalui naskah, kita

mendapatkan informasi sejarah serta cermin kehidupan masa lalu yang dapat

dikaitkan dengan masa kini, sehingga dapat menambah inspirasi dalam berpikir.10

Selain karya Muhammad Idrus Qaimuddin, dalam naskah koleksi Al-

Mujazi juga terdapat karya ulama serta cendekia lainnya yang turut memperkaya

khazasnah kepustakaan di Tanah Buton. Karya-karya tersebut, ada yang berkaitan

dengan ajaran-ajaran Islam seperti: tarekat, tasawuf, fikih, tauhid. Ada pula yang

berkaitan ilmu pengetahuan lainnya seperti: hukum, sejarah, primbon, bahasa, dan

7 La Niampe, Nasihat Leluhur Untuk Masyarakat Buton-Muna (Mujahid Press, 2014),

hal. xiv. 8 Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 6. 9 Falah Sabirin, Tarekat Sammaniyah Di Kesultanan Buton, Kajian Naskah-Naskah

Buton (Jakarta: YPM, 2011), hal. 85. 10

Oman Fathurahman, Filologi Indonesia Teori Dan Metode (Jakarta: Prenada Media

Group, 2015), hal. 22–23.

Page 17: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

3

hikayat. Naskah-naskah tersebut diwarisi oleh ayahnya yaitu Abdul Mulku Zahari

yang merupakan sekertaris Sultan terakhir. Naskah Dliyâ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr adalah salah satu dari koleksi Al-Mujazi yang berisi tentang ajaran tasawuf.

Dalam naskah, dijelaskan tentang sifat-sifat tercela yang ada di hati serta

anjuran untuk mensucikan jiwa dari sifat tersebut. Selain penjelasan tentang

penyakit hati, masih banyak lagi uraian lainnya yang tidak kalah menarik untuk

disimak. Salah satunya ialah tentang zikir, dijelaskan bahwa dengan berzikir dapat

mendekatkan seorang hamba kepada tuhan, sebagaimana yang tampak pada

penggalan kutipan berikut:

11

Artinya: „Sesungguhnya temanmu yang tidak akan pernah

meninggalkanmu dalam kesendirianmu, perjalananmu, tidurmu, terjagamu,

begitupula dalam hidup dan matimu, Dia adalah tuhanmu sebagai walimu,

pemimpinmu, dan penciptamu. Dan ketika engkau mengingatNya, maka dia akan

duduk bersamamu.‟

Kutipan di atas, jika dibaca secara sederhana tentu akan sulit dipahami

makna yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena ungkapan tersebut

menggunakan bahasa perumpamaan, dalam Ilmu Bayan disebut tasybih.12

Dapat

dilihat pada diksi yang dipakai “ج١غه” (duduk bersamamu) yang

mengumpamakan seorang kawan yang menemani, seolah-olah tuhan datang

kepada seorang hamba yang berzikir bagaikan seorang kawan yang menemani.

Manfaat zikir selain dapat mendekatkan seorang hamba kepada tuhan, juga

dapat membuka hakekat kebenaran hati. Sebagaimana yang tampak pada

penggalan kutipan berikut:

13

11 Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 12r.

12 Bayan ialah salah satu bab dalam ilmu Balaghah yang mempelajari tentang tasybih.

Adapun tasybih ialah penjelasan suatu hal atau beberapa hal yang memiliki kesamaan sifat dengan

hal lain; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 21. 13

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 7r.

Page 18: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

4

Artinya: „Amalan zikir ini dapat mempercepat membuka (kebenaran) hati

dan mendekatkan diri kepada Allah, dengan syarat menghadirkan makna zikir di

dalam hati pada setiap kali mengucapkannya. Sebab zikir adalah kunci hakekat

hati dan mengangkat derajat para salik pada alam gaib.‟

Sama halnya dengan kutipan sebelumnya, kutipan ini juga sulit dipahami

makna yang sesungguhnya jika dibaca secara sederhana. Hal ini disebabkan

karena ungkapan tersebut juga menggunakan bahasa perumpamaan. Dapat dilihat

pada diksi yang dipakai “فزبح” (kunci) yang mengumpamakan pembuka hati,

yaitu dengan berzikir akan membuka hakekat-hakekat kebenaran yang ada di

dalam hati.

Jika kita menelaah lebih jauh, pemaparan di dalam naskah banyak

menggunakan diksi dan bahasa kiasan. Hal ini mengandung gaya bahasa yang

menarik untuk diteliti. Diksi apa saja yang digunakan, juga gaya bahasa apa saja

yang terdapat dalam naskah.

Mengungkap diksi dan gaya bahasa yang terdapat dalam naskah ini sangat

penting, guna memahami isi naskah secara utuh dan mendalam. Dengan

pendekatan linguistik dan stilistika, maka diksi dan gaya bahasa dalam naskah

Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr akan terungkap. Berangkat dari sini,

penelitian diksi dan gaya bahasa dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr dapat diteliti.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan yang tepat

digunakan untuk menganalisis naskah ialah linguistik, stilistika, dan tasawuf.

Linguistik akan mengkaji diksi berdasarkan maknanya. Stilistika mengkaji gaya

bahasanya. Adapun tasawuf digunakan untuk membantu memperkaya makna-

makna yang diuraikan dalam pemaknaan gaya bahasa.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini menitik beratkan pada analisis:

1. Diksi dan maknanya pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

2. Gaya bahasa kiasan dan maknanya pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat

al-Akdâr.

Page 19: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

5

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin di analisis pada penelitian ialah :

1. Bagaimana penggunaan diksi dan maknanya pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr ?

2. Bagaimana penggunaan gaya bahasa kiasan dan maknanya pada naskah Dliyâ‟

al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diantaranya:

1. Untuk mengetahui penggunaan diksi dan maknanya pada naskah Dliyâ‟ al-

Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

2. Untuk mengetahui penggunaan gaya bahasa kiasan dan maknanya pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diantaranya:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wawasan dan sarana

pengembangan analisis bahasa, khususnya penggunaan diksi dan gaya bahasa

pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

2. Memberikan kerangka teoritik untuk pengembangan kajian naskah melalui

pendekatan linguistik dan stilistika.

3. Pengembangan kajian naskah melalui pendekatan linguistik dan stilistika.

F. Kerangka Teori

Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa, sesungguhnya

mempersoalkan kesanggupan sebuah kata, frasa atau kelompok kata, untuk

menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar.14

Didalam diksi terdapat untaian kata-kata yang dapat mendukung ungkapan. Kata,

rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih si penyusun secara seksama dapat

menimbulkan suatu efek yang dikehendaki pada diri pembaca.15

Pengertian kata

(Murphy, 2013:11) merujuk kepada satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri,

14

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 31. 15

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 63.

Page 20: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

6

satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau morfem terikat. Makna sebuah

kata meskipun secara sinkronik tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam

kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau

berada dalam konteksnya.16

Setiap kata yang dipilih oleh pengarang digunakan

untuk menyampaikan suatu fenomena. Sehubungan dengan ini digunakan konsep

diksi atau pilihan kata yang dikenal dengan istilah gaya bahasa. Adapun yang

secara khusus mengkaji gaya bahasa ialah stilistika. Agar lebih jelas uraian

tentang kerangka teori yang mengkaji linguistic dan stilistik pada penelitian ini

akan dipaparkan lebih lanjut pada bab dua.

G. Tinjauan Kajian Terdahulu

Setelah dilakukan penelusuran naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr, ditemukan beberapa penelitian diantaranya yang berjudul “Tarekat

Sammânîyah di Kesultanan Buton: Kajian Naskah-Naskah Buton”. Penelitian ini

dilakukan oleh Falah Sabirin sebagai tesisnya pada SPS UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penelitian ini menguraikan bagaimana naskah-naskah kuno

mengilustrasikan Tarekat Sammânîyah dan hubungan Tarekat Sammânîyah di

Buton dengan Tarekat Sammânîyah lainnya di Nusantara yaitu Banten serta

berbagai coraknya.17

Adapun perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan

terletak pada analisis yang dilakukan. Saya mengkaji diksi dan gaya bahasa kiasan

pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

Selanjutnya Jurnal yang diterbitkan BRILL oleh A.C.S. Peacock, di

Univefsitas St Andrews dengan judul “Arabic Manuscripts from Buton, Southeast

Sulawesi, and the Literary Activities of Sultan Muḥammad ʿAydarûs (1824–

1851).” Penelitian ini ditemukan koneksi Buton dan gerakan sufi reformisnya

dengan dunia Islam yang lebih luas di Nusantara dan luar negeri termasuk Hijaz.18

Perbedaan penelitian yang saya lakukan terletak pada analisis yang dilakukan.

16

Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Universitas

Terbuka, 2009), hal. 1.27. 17

Falah Sabirin, Tarekat Sammaniyah Di Kesultanan Buton, Kajian Naskah-Naskah

Buton (Jakarta: YPM, 2011). 18

A.C.S. Peacock, “Arabic Manuscripts from Buton, Southeast Sulawesi, and the

Literary Activities of Sultan Muḥammad ʿAydarūs 1824–1851,” BRILL, Journal of Islamic

Manuscrip, 2019, 44–83, Brill.com/04/16/2019 02:08:53PM via University of St. Andrews.

Page 21: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

7

Saya mengkaji diksi dan gaya bahasa kiasan pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr.

Kemudian kajian manuskrip oleh Imam Sya'roni dengan judul “Kitâb

Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.” Penelitian ini ditemukan biografi tentang

Sultan Muahammad Idrus Qaimuddin. Kemudian peneliti mendeskripsikan

susunan pembahasan didalam naskah tersebut. Perbedaan dalam penelitian yang

saya lakukan terletak pada pada analisis yang dilakukan. Saya mengkaji diksi dan

gaya bahasa kiasan pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.19

Adapun tesis yang berkaitan dengan kajian stilistika, ditemukan sebagai

berikut: penelitian yang berjudul “Analisa Stilistika Pada Surat Al-Jin.” Penelitian

ini dilakukan oleh Muthmainah sebagai tesisnya di UIN Sunan Kali Jaga.

Penelitian ini mendeskripsikan Surah al-Jin dan gaya bahasa dalam surat tersebut,

yaitu gaya bahasa berdasarkan kata, struktur kalimat dan langsung tidaknya

makna.20

Perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan terletak pada obyek yang

diteliti dan fokus analisis. Saya lebih memfokuskan pada analisis penggunaan

diksi dan gaya bahasa pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

Begitu juga penelitian Suniarti Sunny yang berjudul “Gaya Bahasa dalam

Surat Ar-Rahmân (Kajian Stilistika).” Penelitian ini sebagai tesisnya di UIN

Sunan Kalijaga. Dalam penelitian ini memahami konteks surah ar-Raḥmān isinya

adalah nikmat- nikmat Allah sehingga berimplikasi pada pilihan kata dan

ritmenya. Bentuk gaya bahasa dalam surat ar-Raḥmân ini mempunyai ciri-ciri

pengulangan ayat. Ditemukan juga gaya bahasa berdasarkan nada, yaitu gaya

bahasa sederhana dan gaya bahasa mulia dan bertenaga. Kemudian gaya bahasa

berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya

makna.21

Perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan terletak pada obyek

penelitian dan fokus analisis. Saya lebih memfokuskan pada analisis penggunaan

diksi dan gaya bahasa pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

19

Imam Sya‟roni, "Kitab Dliyâ‟ al-Anwâr Fi Tashfiat al-Akdâr Karya Muhamad Idrus

Kaimuddin Ibnu Fakir Badaruddin al-Butuni”, n.d., http://nahdlatululama.id/blog/6/17/2020. 20

Muthmainah, Analisa Stilistika Pada Surat Al-Jinn (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,

2012). 21

Suniarti Sunny, Gaya Bahasa Dalam Surat Ar-Rahmān (Kajian Stilistika) (Yogyakarta:

Uin Sunan Kalijaga, 2014).

Page 22: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

8

Kemudian penelitian disertasi Syihabudin Qalyubi yang berjudul

“Stilistika al-Qur‟an Kisah Ibrahim.” Gaya bahasa kisah Ibrahim kemudian

dianalisis dari aspek leksikal, gramatika, gaya retoris dan kiasan serta kohesi.22

Penelitian ini ditemukan gaya bahasa aspek leksikal, gramatika, gaya retoris dan

kiasan serta kohesi. Perbedaan dalam penelitian yang saya lakukan terletak pada

obyek penelitian dan fokus analisis. Saya lebih memfokuskan pada analisis

penggunaan diksi dan gaya bahasa pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang merupakan penelitian

kepustakaan (library research). Digolongkan kepada penelitian dokumen yaitu

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr karya Muhammad Idrus Qaimuddin.

Penelitian kualitatif bidang perpustakaan yang sering dilakukan adalah analisis

dokumen. Penelitian dokumen atau historiografi yang selama ini terkumpul di

perpustakaan kemudian diorganisir dan dianalisis secara kualitatif.23

Studi dengan

cara mengkaji naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, buku-buku, naskah-

naskah, serta sumber kepustakaan lainnya yang relevan dengan dalam penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data terbagi dua yaitu primer dan sekunder. Data primer ialah data

utama yang dikumpul dan diolah sendiri oleh peneliti langsung dari objek.

Sedangkan data sekunder adalah data pendukung dalam penelitian.24

Data primer

dalampenelitian ini ialah Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr karya

Muhammad Idrus Qaimuddin. Sedangkan data sekunder adalah buku-buku yang

membahas naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, buku-buku yang

membahas karya Muhammad Idrus Qaimuddin, buku-buku yang mengkaji diksi,

buku-buku kajian gaya bahasa, buku-buku yang mengkaji tasawuf, dan sumber-

22

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009). 23

Sri Hartinah Zahari, “Metode Penelitian Perpustakaan” (Banten: UT, n.d.). 24

Sri Hartinah Zahari, “Metode Penelitian Perpustakaan” (Banten: UT, n.d.).

Page 23: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

9

sumber lain yang masih relevan dengan kajian penelitian yang berasal dari

kepustakaan manual dan digital.

3. Obyek dan Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi obyek untuk diteliti ialah naskah Dliyâ‟

al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Penelitian ini tergolong dalam analisis semiotik,

melihat sisi tanda dari setiap sisi kejadian atau peristiwa (dalam hal ini bahasa)

sebagai sumber makna.25

Dengan menggunakan teori linguistik dan stilistika

untuk mengungkap makna. Teori berguna menjelaskan variabel yang diteliti

sesuai ruang lingkup yang diteliti. Fungsi teori sebagai dasar untuk membuat

hipotesis.26

Berdasarkan objek dan pendekatan di atas, maka analisis terhadap

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr terutama diksi dan gaya bahasa yang

terdapat di dalamnya, dapat dianalisis dengan lebih mendalam.

4. Tehnik Penyediaan Data

Lembar catatan data menyertai pengkodean, menganalisis, mengecek sel

satu demi satu selagi mengkode masing-masing dokumen.27

Teknik catatan yaitu

dengan mencatat bahasa tulis yang terdapat dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr berupa frase, klausa, kalimat dan paragraf yang berkaitan

dengan obyek penelitian.

5. Metode dan Tahap Analisis Data

Setelah menyingkap dan menguraikan fenomena, teori-teori tersebut

menganjurkan pendekatan dan cara analisis yang memadai.28

Menyingkap

fenomena-fenomena kebahasaan utamanya gaya bahasa yang terdapat dalam

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, kemudian menguraikan sesuai

dengan teori dan pendekatan dalam penelitian. Dalam hai ini teori slistika guna

dapat diklasifikasi data yang akan diteliti lebih lanjut.

25

Izzuddin Musthafa dan Acep Hermawan, Metodologi Bahasa, Arab (Bandung: PT.

Remaja Rosda, 2018), hal. 285. 26

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011),

hal. 423–24. 27

Matthew B. Miles dan A.Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru (Jakarta: UI Press, 1992), hal. 134. 28

Ambar Yoganingrum dkk, Merajuk Makna Penelitian Kualitatif Bidang Perpustakaan

Dan Informasi (Cipta Karsa Mandiri, 2009), hal. 55.

Page 24: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

10

6. Metode Analisis

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera digarap

oleh peneliti.29

Setelah data diseleksi sesuai rumusan masalah, kemudian

mengumpulkan data, mengevaluasi semua pilihan dalam data, kemudian

memecahkan masalah sesuai teori dan pedekatan yang dipakai. Selanjutnya

pemaparan metode pemecahan masalah yang sesuai rumusan masalah, kemudian

menyempurnakannya dan menguraikan hasil penelitian.30

Data yang telah diseleksi yang memiliki unsur-unsur diksi dan gaya

bahasa dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr dicek dan dievalusi

kembali guna menyesuaikan dengan rumusan masalah yang akan diteliti guna

meyakinkan dan memahami data yang telah terkumpul. Selanjutnya membahas

data tersebut dengan cara kerja aplikasi yang sesuai dengan teori dan pendekatan

yang digunakan dalam hal ini linguistik dan stilistika. Hasil pembahasan yang

telah dianalisis sesuai teori, kemudian disempurnakan dengan melihat stuktur

diksi dan gaya bahasa. Serta menguraikan hasil penelitian yang terdapat dalam

naskah yang merupakan hasil dari rumusan masalah.

I. Sistematika Penulisan

Untuk mendapat hasil yang sistematis dan mudah dipahami, penelitian ini

di bagi sistematika penulisan penelitian ini yaitu:

Bab satu adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan

kerangka dasar yang merupakan pijakan untuk penelitian bab-babselanjutnya.

Bab berikutnya bab kedua adalah penjelasan diksi dan gaya bahasa. Kajian

diksi dan maknanya meliputi: diksi bermakna denotitif dan konotatif, sinonim dan

antonim, nilai rasa, konkret dan abstrak, keumuman dan kekhususan, kelugasan

kata, penyempitan dan perluasan makna kata, keaktifan dan kepasifan, ameliorasi

dan peyorasi, kesenyawaan kata, kebakuan dan ketidakbakuan. Kajian gaya

29

Sumarsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2014), hal. 278. 30

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Grafindo Persada, 1995),

hal. 94.

Page 25: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

11

bahasa dikhususkan pada gaya bahasa kiasan meliputi: gaya simile (tasybih),

metafora (isti'ârah), personifikasi (tajsîd).

Bab ketiga adalah penjelasan biografi dan naskah. Menerangkan tentang

biografi Muhammad Idrus Qaimuddin yang meliputi latar belakang keluarga,

nama dan gelar, jabatan dan prestasi, pendidikan dan karya-karyanya.

Menerangkan perihal naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr meliputi

keberadaan naskah, penamaan naskah, motifasi penulisan naskah, dan

karakteristik naskah. Penjelasan pada bab ini, diharapkan mampu menerangkan

secara singkat tentang biografi dan naskah yang akan diteliti.

Bab keempat adalah penjelasan tentang hasil temuan terhadap penggunaan

diksi dan gaya bahasa pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr.

Penggunaan diksi meliputi: 1) diksi bermakna denotitif, diksi bermakna konotatif,

2) diksi bermakna sinonim, diksi bermakna antonim, 3) diksi bernilai rasa rasa, 4)

diksi bermakna konkret diksi bermakna abstrak, 5) diksi bermakna keumuman

dan diksi bermakna kekhususan. Penggunaan gaya bahasa kiasan meliputi: (1)

gaya simile (tasybih), (2) metafora (isti'ârah), (3) personifikasi (tajsîd).

Bab lima adalah penjelasan kesimpulan dan penutup. Pada bab ini terbagi

pada kesimpulan-kesimpulan, saran-saran dan kata penutup. Kesimpulan

merupakan hasil dari rangkaian penelitian yang berasal dari masalah akademik,

analisis dan pemaparan hasil sesuai dengan yang dijelaskan pada bab-bab

sebelumnya. Dari kesimpulan ini akan dijelaskan jawaban dari permasalahan yang

diajukan pada rumusan masalah. Selanjutnya dilengkapi dengan saran dari

penelitian, untuk penelitian selanjutnya. Tujuan bab ini memberikan gambaran

yang utuh dan efektif terkait masalah yang diajukan pada bab sebelumnya.

Page 26: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

12

BAB II

DIKSI DAN GAYA BAHASA

Pada bab ini akan dipaparkan teori yang digunakan dalam menganalisis

diksi dan gaya bahasa.

A. Diksi

Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan

suatu gagasan sehingga gagasan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca

dengan tepat.31

Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa, sesungguhnya

mempersoalkan kesanggupan sebuah kata, frasa atau kelompok kata, untuk

menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar.32

Didalam diksi terdapat untaian kata-kata yang dapat mendukung ungkapan.

1. Kata

Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan

perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

berbahasa33

Kata, rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih si penyusun

secara seksama dapat menimbulkan suatu efek yang dikehendaki pada diri

pembaca.34

Pengertian kata (Murphy, 2013:11) merujuk kepada satuan bahasa

yang dapat berdiri sendiri, satuan bahasa itu dapat berupa morfem bebas atau

morfem terikat. Morfologi memandang kata sebagai satuan terbesar dalam unit

analisis. Suatu hal yang bertolak belakang dengan morfologi ialah sintaksis.

Tataran ini memandang kata sebagai satuan analisis terkecil. Sedangkan semantik,

mempelajari makna kata. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa kata

merupakan satuan bahasa yang mempertemukan tiga tataran dalam linguistik

31

Teguh Santoso, “Diksi Dan Pola Sintaksis Dalam Pepatah Aceh,” HUMANIORA, No. 3

Oktober, VOLUME 19 (2007): Halaman 309-316. https://media.neliti.com/media/publications/6/12/2020.

32 Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 33

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 34

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 63.

Page 27: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

13

yakni morfologi, sintaksis dan semantik.35

Setiap kata yang digunakan memiliki

konsep makna.

2. Makna Kata

Makna menurut pendekatan konseptual adalah gagasan, ide, konsep atau

pengertian yang ada atau melekat secara inheren pada sebuah satuan bahasa atau

satuan ujaran yang dalam hal ini bisa diwakili oleh sebuah kata atau leksem

karena makna itu merupakan komponen yang ada pada kata leksem itu.36

Makna

sebuah kata meskipun secara sinkronik tidak berubah, tetapi karena berbagai

faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru

menjadi jelas kalau berada dalam konteksnya. Kalau terlepas dari konteks kalimat

maka makna kata itu menjadi kabur, tidak jelas.37

Didalam pragmatik, juga

mengkaji makna. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh

penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Sebagai akibatnya, studi ini lebih banyak

berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan

tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang

digunakan dalam tuturan itu sendiri.38

Setiap kata yang dipilih oleh pengarang

digunakan untuk menyampaikan suatu fenomena. Sehubungan dengan ini

digunakan konsep diksi atau pilihan kata.

3. Pilihan Kata

Pemilihan kata-kata yang layak atau pantas, penting sekali dalam semua

bentuk komunikasi terutama dalam bahasa tulis yang harus membawakan ide atau

gagasan dan sikap tanpa peragaan, ekspresi, intonasi, atau isyarat berupa gerakan

tubuh. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting. Dalam memilih

kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, dapat digunakan

kamus. Kamus dapat membantu ketepatan pemakaian kata. Pemakaian kata yang

tepat akan membantu seseorang mengungkapkan apa yang ingin disampaikannya

dengan tepat, baik lisan mau- pun tulisan, sesuai dengan situasi dan tempat

35

Darsita Suparno, Morfologi Bahasa Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2015), hal. 34. 36

Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, “Semantik Bahasa Indonesia,”

PBIN4215/MODUL 1, n.d., 1.14, http://repository.ut.ac.id/6/12/2020. 37

Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Universitas

Terbuka, 2009), hal. 1.27. 38

George Yule, Pragmatik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hal. 4.

Page 28: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

14

penggunaan kata itu. Diksi atau pilihan kata didasarkan pada tiga tolok ukur, yaitu

ketepatan, kebenaran, dan kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang

mempunyai makna yang dapat mengungkapkan makna sesuai dengan gagasan

pemakai bahasa.39

4. Piranti-piranti Diksi

Kalau pendekatan konseptual berteori bahwa setiap kata atau saatuan

bahasa lainnya pada dirinya secara inheren telah memiliki makna yang bisa

berupa konsep, ide, gagasan atau hal, maka pendekatan komponensial ini berteori

bahwa makna yang dikandung setiap kata itu dapat dianalisis atau diuraikan atas

sejumlah ciri atau komponen yang membentuk makna kata itu secara

keseluruhan.40

Diksi memiliki banyak bentuk dan makna, bengantung pada situasi dan

konteksnya. Ada beberapa bentuk Piranti-piranti diksi yang dikemukakan oleh

Rahardi, namun yang dijelaskan disini hanyalah diksi yang berkaitan dengan

penggunaan diksi dalam naskah yang menjadi objek penelitian. Adapun uraian

diksi sebagai berikut:

a) Diksi bermakna denotatif

Makna denotatif ialah makna yang merujuk pada makna sebenarnya,

makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan.41

Menurut Arifin dan Tasai

(2010:28), makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit.

Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah

suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Hal ini didukung

oleh pendapat Alwasilah (2011: 169) yang mengemukakan bahwa denotasi

mengacu kepada makna leksis yang umum dipakai, objektif. Belum dibayangi

perasaan, nilai, dan rasa tertentu. Dikatakan objektif sebab makna denotasi ini

berlaku umum. Selain itu Berger (2010:65) mengatakan bahwa makna denotasi

39

Teguh Santoso, “Diksi Dan Pola Sintaksis Dalam Pepatah Aceh,” HUMANIORA, No.

3. Oktober, VOLUME 19 (2007): Halaman 309-316. https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-

humaniora//6/12/2020. 40

Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, “Semantik Bahasa Indonesia,”

PBIN4215/MODUL 1, n.d., 1.14, http://repository.ut.ac.id//6/12/2020. 41

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 32.

Page 29: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

15

bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu petanda.42

b) Diksi Bermakna Konotatif

Makna konotatatif adalah makna yang mengandung arti tambahan,

perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum.

Makna konotatif bergantung pada konteks.43

Makna konotatif adalah makna

asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan

kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna-makna

konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif.

Makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi

tertentu (Arifin dan Tasai, 2010:28).44

Makna konotatif juga dapat dikatakan

sebagai makna kias, bukan makna sesungguhnya. Konotasi merupakan perubahan

nilai arti kata yang terjadi akibat pendengar mengartikan kata dengan memakai

perasaannya.45

c) Diksi Bermakna Sinonim

Kata bersinonim berarti kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan

memiliki makna yang sama walaupun bentuk katanya berbeda.46

Sinonim adalah

hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan

ujaran dan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah. Hubungan

sinonimi ditandai oleh kemampuan dua leksem yang bisa saling menggantikan

sebagai pengisi gatra di dalam kalimat tanpa mengubah makna. Sinonim yang

tidak mengubah makna itu disebut sinonim mutlak (absolute synonym). Namun,

sinonim mutlak jarang sekali ditemukan dalam bahasa karena setiap kata memiliki

makna tersendiri.47

42

Nina Selviana Tudjuka, “Makna Denotasi Dan Konotasi Pada Ungkapan Tradisional

Dalam Konteks Pernikahan Adat Suku Pamona,” Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia,

FKIP Universitas Tadulako 3 No 2 (2018), jurnal.untad.ac.id/6/12/2020. 43

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 44

Tudjuka, “Makna Denotasi Dan Konotasi Pada Ungkapan Tradisional Dalam Konteks

Pernikahan Adat Suku Pamona.” 45

Dwi Puspitasari, “Makna Denotasi, Konotasi, Dan Asosiasi Dalam Unsur-Unsur Pokok

Iklan Alianz,” FIB UI, 2014, http://lib.ui.ac.id/2016-3//6/12/2020. 46

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 47

Zaenal Arifin, Kesinoniman Dalam Bahasa Indonesia (Universitas Indraprasta PGRI,

Page 30: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

16

d) Diksi Bermakna Antonim

Kata berantonim berlawanan dengan kata bersinonim. Bentuk kebahasaan

tertentu dapat dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki makna

berlawanan.48

Chaer yang mengungkapkan bahwa antonim adalah ungkapan

(biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang

maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Jadi, hanya dianggap

kebalikan bukan mutlak berlawanan. Relasi makna antara dua buah kata yang

berantonim bersifat dua arah. Sejalan dengan pernyataan tersebut menegaskan

bahwa antonim tidak saja pada tataran kata, tetapi juga pada tataran morfem,

frasa, dan kalimat.49

e) Diksi Bernilai Rasa

Kata bernilai rasa ialah bentuk kebahasaan tertentu yang dianggap atau

dirasakan lebih tepat, lebih memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks.50

Untuk mengetahui makna kata-kata tersebut bernilai rasa halus atau bernilai kasar,

apabila kata-kata itu diterapkan dalam kalimat atau konteks tertentu.51

f) Diksi Bermakna Konkret

Kata konktret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dapat

dipilih, didengar, dirasakan, diraba, atau dicium.52

Kata konkrit adalah kata yang

menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat ataudirasakan oleh satu atau lebih dari

pancaindra. Kata-kata konkrit menunjukkepada barang yang aktual dan spesifik

dalam pengalaman. Kata konkrit digunakan untuk menyajikan gambaran yang

n.d.), 4, http://journal.unas.ac.id/6/12/2020.

48 Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 33. 49

Paramita Ida Safitri Rosika Herwin Puspitasari, “Daya Pragmatik (Pragmatik Force)

Pada Perbandingan Antonim Bahasa Jawa Dan Bahasa Indonesia Serta Korelasi Budaya

Masyarakat Penuturnya,” Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret, n.d., 106,

https://jurnal.uns.ac.id/6/12/2020.. 50

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 51

“Kata Bernilai Rasa Halus (Konotasi Halus) Dan Bernilai Rasa Kasar (Konotasi

Kasar),” Pelajaran Bahasa Indonesia Di Jari Kamu, Tata Bahasa, Oktober 2013,

https://www.wartabahasa.com/6/12/2020. 52

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006).

Page 31: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

17

hidup dalam pikiran pembaca melebihi kata-kata yang lain.53

g) Diksi Bermakna Abstrak

Kata abstrak menunujuk pada konsep atau gagasan. Kata-kata abstrak

sering dipakai untuk mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit.54

Kata

abstrak adalah kata yang mempunyai referan berupa konsep, sedangkan kata

konkret adalah kata yang mempunyai referen berupa objek yang dapat diamati.

Kata abstrak lebih sulit diamati daripada kata konkret. Kata abstrak menununjuk

pada konsep atau gagasan. Kata-kata abstrak sering digunakan untuk

mengungkapkan gagasan yang cenderung rumit.55

h) Diksi Bermakna Umum

Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dngan

kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik.56

Kata

umum, adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas, kata-kata

umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada

keseluruhan.57

i) Diksi Bermakna Khusus

Kata-kata khusus adalah kebalikan dari kata-kata umum. Kata-kata khusus

digunakan dalam konteks terbatas pada kepentingan-kepentingan yang perlu

perincian.58

Kata khusus yaitu sebuah kata mengacu kepada

pengarahanpengarahan yang khusus dan kongkrit.59

53

Lamsike Pateda, “Gaya Kepengarangan Tere Liye Dalam Novel „Moga Bunda

Disayang Allah‟ Tinjauan Retorika-Stilistika,” IAIN Sultan Amai Gorontalo, n.d.,

http://journal.iaingorontalo.ac.id/6/12/2020. 54

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 55

Dwi Nur Prasetyo 1), , Teguh Suharto2), and , Ermi Adriani Meikayanti 3), Analisis

Diksi Dan Gaya Bahasa Pada Baliho Kampanye Pemilu Di Kabupaten Magetan Tahun 2018,

Juni, vol. Volume 06, Widyabastra, Nomor 1 (Universitas PGRI Madiun, 2018), 79. http://e-

journal.unipma.ac.id/index.php/widyabastra/article/6/12/2020. 56

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 35. 57

Irfariati, “Diksi Dalam Retorika Anas Urbaningrum,” Balai Bahasa Provinsi Riau,

Madah, Volume 4 (2013): Nomor 1. http://garuda.ristekbrin.go.id/6/12/2020. 58

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 36. 59

David Adikara, Gaya Bahasa (Style) Dalam Buku Dongeng Klasik 5 Benua Karya

Page 32: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

18

B. Gaya Bahasa

Gaya bahasa termasuk dalam ranah kajian stilistika. Sebagai disiplin ilmu

tersendiri, stilistika lahir pada abad kedua puluh yang merupakan pengembangan

dari ilmu retorika yang telah lama berkembang di Yunani pada zaman Plato dan

Aristoteles. Stilistika berasal dari bahasa Latin, yaitu stilus yang berarti „pena‟,

kemudian berkembang menjadi sesuatu yang berkaitan dengan teknik penulisan,

khususnya tulisan tangan. Makna ini juga kemudian berkembang menjadi

„ekspresi bahasa sastra‟. Berbeda dengan kata stylos berasal dari bahasa Yunani,

yang berarti „tiang‟ atau „pilar‟. Dari kata inilah gelar diberikan pada seorang ahli

hikmah Yunani yang bernama Simeon Stilita, karena hidupnya selalu bersandar

pada sebuah tiang/pilar. Adapun dalam bahasa inggris, style yang berarti „gaya‟

seharusnya tertulis stil, dianggap sebagai kata serapan dari bahasa Yunani.60

1. Istilah Stilistika

Istilah stilistika lebih singkat dan efisien dari pada terjemahnya yaitu

“kajian gaya bahasa” atau “kajian stile.” Stilistika merujuk pada pengertian studi

tentang stile (Leech dan Short, 2007:11), yaitu kajian terhadap wujud performasi

kebahasaan khususnya yang terdapat dalam sebuah teks-teks kesastraan. Bahasa

yang dipakai dalam berbagai karya sastra yang menjadi fokus kajian. Akan tetapi

kajian stilistika tidak bertumpu pada bahasa sastra saja, namun dapat juga

ditujukan pada kajian ragam bahasa lainnya yang tidak terbatas pada ragam sastra

saja. Lewat kajian stilistika dapat dibedakan tanda-tanda linguistik, ciri khas, atau

tanda khusus dalam bahasa sastra dan non sastra.61

Stilistika adalah telaah tentang variasi pemilihan dan penggunaan unsur-

unsur bahasa yang sesuai dengan situasi serta memperhatikan akibat bagi

pembaca atau pendengar, apakah respon pembaca atau pendengar seperti yang

dikehendaki penulis atau pembicara. Stilistika sangat memperhatikan pilihan-

pilihan (satuan bahasa) yang tersedia, dan alasan mengapa bentuk dan ungkapan

Astri Damayanti (SMK Muhamadiyah 5 Babat, Lamongan, n.d.), 52, e-

jurnal.unisda.ac.id/6/12/2020. 60

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 58. 61

Burhan Nurgiantoro, Stilistika (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), hal.

75.

Page 33: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

19

tertentu yang dipilih (parera, 1993).62

2. Stilistika dan Sastra

Sebuah karya sastra menjadi bernilai seni, indah, dan menghibur dalam

banyak hal disebabkan perpaduan yang harmonis antara unsur bentuk dan isi,

form dan content, yaitu cara mengungkapkan dan apa yang diungkapkan. Bentuk

yang indah dengan muatan makna yang berbobot akan menjamin nilai sebuah

karya sastra.63

Karya sastra termasuk karya seni seperti halnya karya seni lainnya,

didalamnya sudah mengandung penilaian seni. Sampai sejauh manakah nilai seni

suatu karya sastra ini “indah” sedang karya sastra yang lainnya tidak. Menurut

Rene Wellek, kita tak dapat memahami dan menganalisis karya seni (satra) tanpa

menunjuk kepada nilai, karena kalau kita menyatakan suatu struktur sebagai karya

seni (sastra), kita sudah memakai timbangan penilaian. Jadi, bila kita mengkritik

karya sastra tanpa penilaian, maka karya sastra yang kita kritik itu tetap tidak

dapat kita pahami baik buruknya, atau berhasil tidaknya sastrawan

mengungkapkan pengalaman jiwanya.64

Seniman pada umumnya, bila ternyalakan emosi keseniannya oleh sesuatu,

akan berusaha semerdeka mungkin untuk bersatu dengan medium yang

dipakainya untuk menyatakan haru yang ditimbulkan itu.65

Jika seseorang setuju

dengan pandangan I.A. Richards pada awal tahun 1929, yang memformulasikan

bahwa seni merupakan bentuk supremasi aktivitas komunikasi, penelitian tentang

seni dapat dipahami dengan cara menghubungkannya dengan semiotik dan teori

informasi.66

Bahasa sebagai media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan

masyarakat. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran, jiwa dan

kepribadiannya. Dengan bahasa pula seseorang mendapatkan efek tertentu, dan

62

Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Universitas

Terbuka, 2009), hal. 612. 63

Burhan Nurgiantoro, Stilistika (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), hal.

70. 64

Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-Prinsip Kritik Sastra (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2011), hal. 30. 65

Samsuri Analisa Bahasa, Memahami Bahasa Secara Ilmiah (Jakarta: Erlangga, 1978),

hal. 24. 66

Sugihastuti, Rona Bahasa Dan Sastra Indonesia, Tanggapan Penutur Dan

Pembacanya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 94.

Page 34: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

20

dengan bahasa seseorang dapat mencapai tujuannya. Adapun ilmu yang

mempelajari penggunaan bahasa dan efek yang ditimbulkannya adalah Stilistika

atau Ilmu Uslub dalam istilah sastra Arab. Maka, Menerangkan hubungan antara

bahasa dengan sastra atau fungsi artistik dan maknanya.67

Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi bukan sebuah imitasi.

Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, sastra merupakan luapan emosi

yang spontan.68

Kata-kata bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada

pula yang tidak. Karena itu kita harus memilih secara tepat asas bersinonim

dengan kata dasar, pokok, dan prinsip.69

Karya sastra yang mendapat apresiasi

adalah karya sastra yang sesuai dengan keadaan situai “muqtadhol hal” yaitu

karya yang ditulis pengarangnya dengan penuh tanggung jawab dan rasa empatik

yang tinggi pada lingkungan dan dunia dimana ia berada.70

3. Stilistika dan Balagah

Stilistika dalam istilah Arab, dikenal dengan sebutan Ilmu Uslub. Adapun

Uslub menurut istilah, cara berbicara seseorang dalam menyusun kalimat dan

memilih lafaz-lafaznya. Dengan demikian, Uslub merupakan cara yang dipilih

seseorang atau penulis didalam menyusun lafaz-lafaz untuk mengungkapkan suatu

tujuan. Uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafaz, dan makna. Sedangkan dalam

aspek keilmuannya tentang studi Ilmu Uslub atau gaya bahasa disebut dengan

Uslubiyyah atau kita sering mengenalnya dengan istilah stilistika.71

Retorika dalam istilah Arab, sepadan dengan Ilmu Balagah.72

Balagah

dapat didefinisikan sebagai seni yang didasarkan pada kebeningan bakat alami

dan kedalaman menemukan sisi artistik dan pikiran, sehingga tidak meninggalkan

hal-hal yang samar, dan juga kecerdaan dalam mengakomodasi situasi atau

67

Yaniah Wardani dan Umi Musyarofah, Retorika Dakwah Dai Di Indonesia, Kajian

Stilistika Dalam Sastra Arab (Banten: Adabia Press, 2019), hal. 57. 68

Jan Van Luxamburg Mieke Bal Willen G Weststeijd, Pengantar Ilmu Sastra (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1986), hal. 5. 69

Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif, Diksi, Srtktur, Dan Logika (Bandung: Refika

Aditama, 2007), hal. 8. 70

Anwar Efendi, Bahasa Dan Sastra, Dalam Berbagai Perspektif (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2008), hal. 270. 71

Yaniah Wardani dan Umi Musyarofah, Retorika Dakwah Dai Di Indonesia, Kajian

Stilistika Dalam Sastra Arab (Banten: Adabia Press, 2019), hal. 59; Lihat: Adib Dahlan, Stulistika

dalam Pandangan Al-Jahiz dan Al-Baqilani, (SPS UIN Syarif Hidayatullah), 2014. 72

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 17.

Page 35: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

21

konteks. Sebagai sebuah disiplin ilmu, balagah meliputi tiga bidang, ma‟ani,

bayan dan Badi.73

Sebagaimana kita ketahui, bahwa hubungan Ilmu Uslub dan Ilmu

Balaghah terdapat tanda kesamaan diantara keduanya. Tujuan akhir dari Ilmu

Uslub adalah mengungkap berbagai bentuk struktur secara konprehensip meliputi

jenis-jenis mufradat, struktur, dan secara khusus adalah makna, dan hal tersebut

sebagaimana dideskripsikan didalam Ilmu Balaghah. Dalam Ilmu Balaghah juga

menyajikan metode tertentu dalam penggunaan kata seperti dalam isti‟ârah,

majazmursal, dan kinayah.74

4. Ranah Kajian Stilistika

Analisis stilistika biasanya dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu yang

pada umumnya dalam dunia kesasteraan untuk menerangkan hubungan bahasa

dengan fungsi artistik dan maknanya (Wellek dan Warren, 1989: 180). Penjelasan

fungsi artistik, fungsi keindahan, bentuk-bentuk kebahasaan tertentu dalam sebuah

teks. Dengan kata lain, kajian stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi

keindahan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi,

leksikal, struktur, bahasa figuratif, sarana retorika, sampai grafologi. Hal ini

dipandang sebagai bagian terpenting dalam analisis bahasa sebuah teks dengan

pendekatan stilistika.75

Yang dimasud dengan teks ialah ungkapan bahasa yang

menurut isi, sintaksis, dan pragmatik yang merupakan suatu kesatuan yang dalam

praktek ilmu sastra dibatasi pada teks-teks tertulis.76

Kajian stiistika yang

disarankan oleh Leech dan Short, dapat diarahkan pada semua kategori

kebahasaan meliputi leksikal, gramatikal, pemakaian majas, kohesi dan konteks.77

Hampir senada dengan yang dikemukakan oleh Ahmad Asy-Syayib, Uslub

73

Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Dan Modern (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2012), hal. 138-140. 74

Yaniah Wardani dan Umi Musyarofah, Retorika Dakwah Dai Di Indonesia, Kajian

Stilistika Dalam Sastra Arab (Banten: Adabia Press, 2019), hal. 63. 75

Burhan Nurgiantoro, Stilistika (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014), hal.

76. 76

Jan Van Luxamburg Mieke Bal Willen G Weststeijd, Pengantar Ilmu Sastra (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1986), hal. 24. 77

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 26.

Page 36: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

22

(Stilistika) mencakup kajian tentang unsur-unsur dan sifat-sifatnya, kata, kalimat,

paragraf, ungkapan, dan seni penggambaran.78

C. Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan pada perbandingan atau

persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berusaha

menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut,

untuk mendapatkan pemahaman. Sebagai bandingannya dalam khasanah sastra

Arab, gaya kiasan ini mirip dengan istilah al-Bayan.79

Merujuk pada Ilmu Balagah

yang diuraikan dalam terjemah “Al-Balaaghatul Waadhihah,” dijelaskan bahwa

Ilmu Balaghah meliputi Bayan, Ma‟ani, Badi.‟80

Bahasa kiasan adalah bahasa yang menyatakan sesuatu dengan

menggunakan perumpamaan atau pilihan kata yang dapat menggambarkan

sesuatu yang ingin disampaikan. Diksi atau pilihan kata yang terdapat dalam gaya

bahasa kiasan, merupakan diksi bermakna kias. Pemanfaatan diksi digunakan

untuk menggambarkan objek dalam sebuah ungkapan agar memiliki citra yang

lebih hidup. Ada banyak bentuk bahasa kiasan, namun hanya beberapa gaya

bahasa kiasan yang akan dijelaskan di sini, sesuai dengan penelitian sebagai

berikut:

1. Simile (tasybih)

Simile ialah membandingkan dua hal yang memiliki kesamaan sifat

dengan menggunakan kata seperti, laksana, umpama.81

Dalam sastra Arab, simile

dikenal dengan istilah tasybih.82

Adapun tasybih ialah menjelaskan suatu hal yang

memiliki kesamaan sifat dengan hal lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf

kaf‟ atau sejenisnya, baik tersirat maupun tersurat. Unsur tasybih terdiri„ / ن /

dari: musyabbah, musyabbah bih, adat tasybih, wajah syibeh. Adapun wajah

78

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 19. 79

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 134. 80

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018). 81

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 82

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 20.

Page 37: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

23

syibeh pada musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada

musyabbah.83

Simile atau tasybih memiliki posisi khusus dalam seni berbahasa,

karena mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi, mendekatkan yang jauh, dan

memperjelas suatu pesan; disamping memiliki nilai estetik.84

Berdasarkan

jenisnya, tasybih terbagi dalam beberapa jenis: (1) tasybih mursal adalah tasybih

yang di sebut adat tasybih-nya, (2) tasybih mu‟akkad adalah tasybih yang di

buang adat tasybih-nya, (3) tasybih mujmal adalah tasybih yang di buang wajah

syibeh-nya, (4) tasybih mufashshal adalah tasybih yang di sebut wajah syibeh-nya,

(5) tasybih baligh adalah tasybih yang di buang adat tasybih-nya dan wajah

syibeh-nya.85

2. Metafora (isti'ârah)

Metafora adalah perbandingan yang bersifat implisit. Dimaksud dengan

perbandingan yang bersifat implisit ialah bahwa ia tidak langsung menyatakan

sesuatu sama dengan hal yang lain dan tidak menggunakan kata: seperti, bagaikan,

laksana. Dalam stilistika Arab yang mirip dengan metofora ialah isti‟ârah, atau

yang dikenal dengan metafora sebagian.86

Berdasarkan jenisnya, isti‟ârah terbagi dalam beberapa jenis: (1) isti‟ârah

murasysyahah adalah isti‟ârah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan

dengan musyabbah bih, (2) isti‟ârah mujarradah adalah isti‟ârah yang disertai

penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah, (3) isti‟ârah muthlaqah

yaitu isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan

musyabbah bih maupun musyabbah, (4) isti‟ârah tamtsiliyyah adalah susunan

kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada hubungan

keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adaya karinah yang

menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli.87

83

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 21. 84

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 121. 85

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28. 86

Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Dan Modern (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2012), hal. 142. 87

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121-133.

Page 38: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

24

3. Personifikasi (tajsîd)

Personifikasi merupakan suatu gaya bahasa di dalam karya sastra yang

memberikan sifat-sifat insani kepada suatu benda mati atau benda hidup yang

bukan manusia, sehingga seolah-olah bisa atau dapat bersikap layaknya seorang

manusia.88

Penggunaan majas personifikasi dalam sebuah karya sastra bertujuan

untuk menambah estetika dalam suatu ungkapan dan untuk meningkatkan kesan

beserta pengaruhnya terhadap pembaca.89

88

Parta Ibeng, “Pengertian Majas Personifikasi, Ciri, Beserta 25 Contohnya,”

Pendidikan.Co.Id Januari 10 (2020), https://pendidikan.co.id/6/12/2020. 89

Ni Luh Jessica Pratiwi, “Penerjemahan Majas Personifikasi Dalam Novel Sekai

NoChuushin De Ai Wo Sakebu Karya Katayama Kyoichi,” Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu

Budaya Unud 20.1 Agustus (2017): 162–168. https://ojs.unud.ac.id/6/12/2020.

Page 39: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

25

BAB III

BIOGRAFI MUHAMMAD IDRUS QAIMUDDIN

DAN NASKAH DLIYÂ’ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂR

A. Biografi Muhammad Idrus Qaimuddin

1. Latar Belakang Keluarga Muhammad Idrus Qaimuddin

Muhammad Idrus Qaimuddin merupakan keturunanan bangsawan Buton.

Ia adalah putra dari La Badaru sebagai Sultan kedua puluh tujuh (1799-1823). Ia

diperkirakan lahir sekitar abad kedelapan belas akhir. Ia termasuk keturunan

keenam belas dari raja Sipanjonga yaitu raja melayu yang pernah migrasi ke

Tanah Buton. Muhammad Idrus mempunyai tiga puluh tiga istri dan Sembilan

puluh sembilan anak. Diantara anak tersebut ada yang menjadi Sultan yaitu

Muhammad Isa (Sultan Buton ketiga puluh satu) dan Muhammad Salih (Sultan

Buton ketiga puluh dua).90

2. Nama dan Gelar

Muhammad Idrus juga memiliki nama dan gelar yang di sandangkan

kepadanya yaitu:

a) La Ode

La Ode merupakan gelar bagi bangsawan Buton dari golongan

tertinggi yang menduduki jabatan penting dalam struktur pemerintahan.

b) Oputa Mokobaadiana

Oputa Mokobaadiana merupakan gelar yang diberikan sebagai julukan

yang bermakna „Sultan Pemilik Kota Baadia.‟ disebabkan Muhammad Idruslah

telah membuka perkampungan Badia yang sebelumnya sebagai hutan.

c) Oputa Ikuba

Oputa Ikuba merupakan gelar yang diberikan julukan yang bermakna

„Sultan yang Menggali Kolam.‟ Hal tersebut berkaitan dengan pembutan kolam di

samping Masjid yang terletak di Kota Badia.

90

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), 47.

Page 40: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

26

d) Oputa Mancuana

Oputa Mancuana merupakan gelar sebagai julukan “Sultan Tua” yang

identik dengan “Kaimuddin I.” Hal ini berkaitan dengan dua orang putranya yaitu

Muhammad Isa sebagai “Kaimuddin II” dan Muhammad Saleh sebagai

“Kaimuddin III.”

e) Sultan Khalifatullah

Sultan Khalifatullah merupakan gelar sebagai julukan yang dijelaslan H.

Abdul Ganiu bahwa “dinamakan dia Sultan Butun itu, Sultan Khalifatullah.”

f) Sulutani Moadilina dan Aedurusu Matambe

Sulutani Moadilina dan Aedurusu Matambe merupakan gelar yang tertulis

pada syair yang dibuatnya. “Sulutani Moadilina” yang bermakna ‟Sultan yang

adil.‟ “Aedurusu Matambe” yang bermakna “Idrus yang hinakan diri di hadapan

tuhan-Nya.”91

3. Muhammad Idrus Qaimuddin Sebagai Sultan

Muhammad Idrus Qaimuddin dipilih menjadi Sultan Buton kedua puluh

Sembilan pada tahun (1924-1851).92

Sebelum menjadi Sultan, Muhammad Idrus

menjabat sebagai kapitalao (panglima angkatan darat). Beliau termasuk perwira

kerajaan yang tangguh sehingga dalam masa tugasnya, banyak mengemban misi-

misi pengamanan wilayah-wilayah Kesultanan Buton yang terancam dari dalam

dan luar Buton.93

Pusat pemerintahan Kesultanan Buton berada di Wolio. Para pejabat

kesultanan juga pegawainya tinggal di sana sehingga aktifitas pemerintahan

berpusat disana. Wilayah tersebut dikelilingi benteng yang luasnya + 2.740. M.94

91

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 1-3. 92

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 6. 93

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 18. 94

La Niampe, Undang-Undang Buton Versi Muhammad Idrus Qaimuddin (Kendari:

FKIP Unhalu, n.d.), hal. 23.

Page 41: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

27

4. Kehidupan Politik Muhammad Idrus Qaimuddin

Pada awal masa jabatannya ia mengirim utusannya untuk melakukan

pembaharuan perjanjian 1766. Isi perjanjiannya secara umum menjelaskan bahwa

tidak ada kerugian atau penebangan cengkeh dan pala ditambah dan menjadi 120

Ringgit.95

Pada tahun 1847, Sultan Buton memberikan perlindungan politik

kepada Raja Banggai yang meninggalkan Kesultanannya karena berperang

dengan Ternate.

5. Kehidupan Sosial Muhammad Idrus Qaimuddin

Melihat perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kesultanan, maka

sesuai dengan keadaan penduduk di dalam keraton dan sekitarnya yang mungkin

mulai meningkat jumlahnya, maka Muhammad Idrus Qaimuddin membuka

perkampungan baru yang diberi nama dengan “Baadia.” Sebagai penghuni

kampung baru tersebut adalah Muh. Idrus sendiri bersama-sama dengan pengikut-

pengikutnya yang lambat laun, Baadia menjadi kampung baru yang ramai dan

padat penduduknya. Kemudian Muh. Idrus mengangkat seorang pejabat yang

khusus mengepalai Baadia dengan gelar “Lakina Baadia” kemudian berturut-

turut dibangun mesjid dan kolam air.

6. Pengaruh Muhammad Idrus Terhadap Pemerintahan

Pada Tahun 1838 Undang-undang mengenai pemerintahan disempurnakan

karena pasal-pasal di dalamnya tidak seauai lagi dengan perkembangan masa

sehingga butuh penyempurnaan.96

Begitu pula dengan penyempurnaan atas

ketentuan-ketentuan lain yang belum diuraikan pada masa Dayanu Iksanuddin.

Muhammad Idrus juga menyusun kembali Undang-undang Buton yang menjadi

pedoman.97

7. Pengaruh Muhammad Idrus Terhadap Keagamaan

Pada masa periode pemerintahannya, Muhammad Idrus sangat

memperhatikan bidang keagamaan hingga bahasa pengantar dalam Kesultanan

95 Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 18. 96

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 22. 97

La Niampe, Undang-Undang Buton Versi Muhammad Idrus Qaimuddin (Kendari:

FKIP Unhalu, n.d.), hal. 23.

Page 42: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

28

memakai bahasa Arab.98

Tak luput perhatiannya terhadap mesjid, maka mesjid

keraton dengan mengadakan perbaikan lantainya dengan jalan disemen,

sedangkan pada mesjid Baadia diperlengkapi dengan pegawainya yang terdiri dari

seorang Imam, Khatib, dan Bilal.99

8. Muhammad Idrus Sebagai Ulama Sufi

Muhammad Idrus juga seorang sufi ternama. Ia termasuk penganut

Tarekat Khalwatiyah Samaniyah yang ada di Nusantara. Pemikiran-pemikirannya

tentang amali kelihatannya terpengaruh oleh tokoh tasawuf Sunni. Adapun

pemikiran tentang wujudiyyah, ia dipengaruhi oleh tokoh sufi falsafi. Hal ini dapat

nampak dalam karya-karyanya. Pemikirannya tentang fana dan baqa dapat dilihat

dalam karyanya yang berjudul “Mu'nisah al-Qulub fi Dzikr wa-Musyahadah.”

Pemikirannya tentang zikir dan Khalawat dapat dilihat dalam karyanya yang

berjudul “Mu'nisat al-Qulȗb fi al-Dzikr wa Mushâdah, Dliyâ al-Anwâr fi tashfiat

al-Akdâr, Kashf al-Hijâb fi Murâqabat al-Wahhâb, dan Jauharana

Manikamu.”100

.

9. Pendidikan Muhammad Idrus Qaimuddin

Muhammad Idrus pada masa kecilnya menerima pendidikan agama dari

kakeknya bernama La Jampi yang pernah menjadi Sultan Buton kedua puluh tujuh

pada tahun (1763-1788) dengan gelar Sultan Qaimuddin Tua. Tempat

pendidikannya yang di kenal dengan Zawiyah, masih dapat disaksikan sampai

tahun 1974. Selain belajar dari kakeknya, Muhammad Idrus juga belajar pada

Syekh Muhammad Ibn Syekh Syais Sumbul al-Makki. Darinya ia menerima

ajaran Tarekat Khalwatiyah Sammânîyah hingga dianugerahkan ijazah kepadanya

dan sekaligus mengukuhkannya sebagai syekh.101

98

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 16. 99

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 19. 100

M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo,

2005), hal. 273. 101

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 3.

Page 43: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

29

9. Wafatnya Muhammad Idrus Qaimuddin

Sebelum sultan Muhammad idrus meninggal dunia, beliau telah menulis

beberapa surat wasiat untuk keluagra, masyarakat dan pemerintah agar

memperbanyak ibadah. Melaksanakan sholat, Puasa, zakat dan pesan lainnya.102

Demikianlah sejarah dan peristiwa selama Sultan Muhammad hidup. Setelah itu

Sulatan berpulang kerahmatullah pada tanggal dua puluh delapan April 1851 di

Baadia. Beliau dimakamkan dalam area mesjid Kuba yang berada di Badia.

B. Karya-karya Muhammad Idrus Qaimuddin

Muhammad Idrus banyak menulis tentang keagamaan dalam bahasa wolio,

Arab dan Jawi.103

Karya-karya tersebut mungkin hanya merupakan sebagian dari

tulisan Muhammad Idrus Kaimuddin. Hal ini dikarenakan naskah-naskah Buton

yang dihasilkan pada abad kesembilan belas, tidak hanya berada dalam lingkup

kota Baubau, khususnya pusat pemerintahan Kesultanan Buton, namun naskah-

naskah Buton tersebar sampai ke wilayah Wakatobi yang merupakan bekas

wilayah Kesultanan Buton pada masa silam. Dua naskah pertama (satu dan dua)

yang disebut di atas ditemui di luar koleksi Mulku Zahari yang merupakan salah

satu kolektor naskah terbanyak di Buton. Hal ini mengindikasikan masih adanya

naskah-naskah lain yang berada di luar kota Baubau. Salah satu di antaranya

adalah adanya naskah al-Qur‟an yang di temui di Wakatobi, yang di pegang oleh

La Ode Hati. Naskah al-Qur‟an tersebut di bawa pada masa pemerintahaan

Muhammad Idrus Kaimuddin. Di samping itu, didapatkan pula beberapa salinan

naskah di wilayah Wakatobi (Pulau Binongko) dalam bahasa Wolio. Teks naskah

tulisan itu berasal dari masa pemerintahaan Muhammad Idrus Qaimuddin.104

102

Abdul Mulku Zahari, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca (Baubau: CV. Dia dan

Aku, n.d.), hal. 7. 103

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 16. 104

Andi Tenri Machmud Hasaruddin, “Peranan Sultan Dalam Pengembangan Tradisi

Tulis Di Kesultanan Buton,” Majalah : JUMANTARA 3 (Oktober 2012): No. 2.

https://www.perpusnas.go.id/27/2/2020.

Page 44: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

30

1. Buku Dalam Bahasa Wolio

Buku dalam bahasa wilio cenderung digunakan untuk kabanti105

. Adapun

karyanya dalam Buku Kabanti yang berbahasa Wolio sebagai berikut:

1) Bula malino (Bulan Sunyi)

2) Tazikiri momapodona (Zikir Pendek)

3) Jaohara maanikamu molabina (Permata Manikam yang Indah)

4) Fakihi (Orang yang Pandai)

5) Guru molakina (Guru yang Baik)106

Tradisi lisan kabanti merupakan salah satu bentuk puisi yang paling

banyak berkembang dalam masyarakat Wakatobi. Kabanti lahir dan berkembang

secara turun-temurun sebagai salah satu kesenian dan juga sebagai bagian dari

berbagai aktivitas kehidupan masyarakat Wakatobi. Kabanti di tulis dengan

menggunakan aksara Arab, Arab Melayu dan Aksara Walio dan menceritakan

tentang tema-tema tasawuf atau keagamaan.107

2. Buku dalam Bahasa Arab dan Jawi

Buku dalam bahasa merupakan buku keagamaan. Adapun karyanya dalam

bahasa Arab sebagai bedikut:

108

1) Hadits Arba‟în (Kumpulan hadis empat puluh)

2) Nur al-Mu‟minîn (Cahaya orang-orang beriman)

3) Al Maulîd Al-Karîm wa al-Rasûl al-Azîm (kelahiran orang yang mulia dan

utusan yang agung)

4) Dliyâ al-Anwâr fî Tashfiyat al-Akdâr (Pancaran cahaya dalam pensucian

hal keruh)

5) Fathur Rahîm fî Tauhîd Rabb al-„Arys al-„Azhîm (Pembuka ketuhanan

dalam keesaan pemilik singgasana yang agung)

105

Kabanti merupakan salah satu bentuk puisi yang menceritakan tentang tema-tema

tasawuf atau keagamaan. Kabanti lahir dan berkembang secara turun-temurun sebagai salah satu

kesenian dan juga sebagai bagian dari berbagai aktivitas kehidupan, biasanya dilantunkan pada

waktu-waktu tertentu; lihat pula: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/kabanti/6/12/2020. 106

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 16. 107

“Kabanti,” Ditindb 17 Desember 2015 (2015), https://kebudayaan.kemdikbud. go.id. 108

Andi Tenri Machmud Hasaruddin, “Peranan Sultan Dalam Pengembangan Tradisi

Tulis Di Kesultanan Buton,” Majalah : JUMANTARA 3 (Oktober 2012): No. 2.

https://www.perpusnas.go.id/27/2/2020.

Page 45: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

31

6) Ibtidâ‟ Sâyr al-Ârifîn (Awal perjalanan orang-orang Arif)

7) Kasyf al-Hijâb fî Murâqabat al-Wahhâb (Pembuka tabir/hijab dalam

pengawasan Yang Maha Pemberi)

8) Kasyf al-Muntazar Limâ Yarâh Al-Muhtadar (Pembuka seorang penanti

terhadap apa yang dilihat oleh orang yang akan wafat)

9) Hidâyat al-Basyîr fi Ma‟rifat Al-Qadîr (Hidayah pembawa berita gembira

dalam pengetahuan al-Qadir)

10) Zubdat al-Asrâr fi Tahqîqi Ba‟da Nasyârib fi al-Akhyâr wa Risâlah As-

Syatariyyah (Intisari rahasia-rahasia dalam penelitian sebagian (nasyarib)

dalam hal-hal yang dipilih dan risalah terekat Syattariyyah)

11) Mushbâh al-Râjîn fî Dzikr al-Shalât wa al-Salâm „alâ al-Nabî Syafî‟ al-

Mudznibîn (cahaya bagi orang yang memohon dalam zikir shalawat dan

salam bagi Nabi penyembuh/penyelamat orang-orang yang berdosa)

12) Mu‟nisat al-Qulûb fî Dzikr wa Musyâhadat „Allâm al-Ghuyûb

(ketenangan hati dalam berzikir dan musyahadah alam-alam ghaib)

13) Sabîl al-Salâm li Bulûgh al-Marâm (Jalan keselamatan untuk menggapai

maksud)

14) Sabîl al-Salâm ilâ Bulûgh al-Marâm Fi Ahadisi Sayyid Al-Anam (Jalan

keselamatan untuk menggapai maksud dalam hadist-hadist Nabi)

15) Tahsîn al-Awlâd fî Thâ‟at Rabb al-„Ibâd (Pendidikan anak dalam ketaatan

kepada Tuhan Seluruh Hamba)

16) Tanbîh al-Gafîl wa Tanzîlat al-Mahâfil (Peringatan untuk orang lalai dan

penempatan orang yang lupa)

17) Tanqiyyah al-Qulûb fî Ma‟rifat „Allâm al-Ghuyûb (Penyucian hati dalam

ma‟rifah alam-alam ghaib) (Ikram, et. al. 2001: 46-159)

18) Raudhah al-Ikhwân fî „Ibâdat al-Rahmân (Taman untuk pemuda yang

beribadah kepada yang maha penyayang)

19) Durrat al-Ahkâm109

(Seputar Masalah Hukum-hukum)

Selain buku berbahsa Wolio dan Arab, terdapat pula buku dalam Bahasa

Jawi yaitu “Bidayatil Alamiyyati.”110

Buku-buku di atas yang populer dan khusus

109

A. Ginanjar Sya‟ban, “Fathur Rahim, Kitab Karya Sultan Idrus Kaimuddin Buton,”

Khadim Pusat Kajian Islam Nusantara (PKIN) Pascasarjana Islam Nusantara UNU Indonesia,

September 26, 2018, https://www.butonmagz.id/6/12/2020.

Page 46: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

32

membahas tentang tasawuf antara lain: Jauharana Manikamu, Mu‟nisat al-Qulûb

fî Dzikr wa Musyâhadah, Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr dan Kasyf al-Hijâb

fî Murâqabat al-Wahhâb.111

Dalam karyanya Mu‟nisat al-Qulûb fî Dzikr wa Musyâhadah, Fana‟

menurutnya terbagi kepada tiga macam: Fana‟ al-af‟al, fana‟ shifat dan fana‟ al-

Dzat. Sedangkan baqa‟, menurutnya, terbagi kepada dua macam, yaitu: Syuhud

al-Kasrah fi wahdah (menyaksikan yang banyak pada yang esa), dan Syuhud al-

Wahdah fi Kasrah (menyaksikan yang esa pada yang banyak). Uraiannya tentang

fana‟ dan baqa‟ ini menunjukkan bahwa ia cenderung pada corak tasawuf yang

berkembang pada masanya, yakni corak teosofi atau falsafi. Hanya saja, ia

menyangkal akan terjadinya hulul dan ittihad. Ajarannya tentang dzikir dianut

juiga oleh Muhammad Idrus. Ajarannya tentang zikir ini termuat dalam beberapa

tulisannya, antara lain dalam Mu‟nisat al-Qulûb fî Dzikr wa Musyâhadah, Dliyâ‟

al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, Kasyf al-Hijâb fî Murâqabat al-Wahhâb, dan

Jauharana Manikamu. Dalam tulisan-tilisannya ini dikemukakan hal-hal yang

menyangkut kemuliaan, adab, dan tata cara zikir.112

C. Naskah Dliyâ’ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr

1. Penamaan Naskah

Nama Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr diambil dari penamaan

yang beradadalam naskah tersebut. Dalam naskah tercata bahwa ditulis pada hari

ketiga bulan Rabiul Awwal 1250 H/ atau Kamis, sepuluh Juli 1834 M, maka dapat

diketahui bahwa naskah ini di tulis pada saat Muhammad Idrus telah menjabat

sepuluh tahun sebagai Sultan Buton. Sedangkan judul naskah yang terdata pada

Perpuatakaan Keraton Buton yaitu Pustaka Faoka Zahari Wolio Butuni “Liyatul

Anwari” dengan kode nomor naskah: 145/Arab/19/55. Judul tersebut dikoreksi

dalam Buku Katalog Naskah Buton, Koleksi Abdul Mulku Zahari dengan nama

110

Abdul Mulku Zahari, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3 (Baubau: CV. Dia dan

Aku, 2017), hal. 16. 111

La Niampe, “Siapa Muhammad Idrus (Sultan Buton Ke 29) Itu ?,”

Kerajaantiworo.Blogspot.Com, September 2013. http://kerajaantiworo.

blogspot.com/2013/09/./27/2/2020. 112

La Niampe, Mengungkap Ketokohan Muhammad Idrus (Pusatstudiwakatobi.Blogspot,

2011), http://pusatstudiwakatobi.blogspot.com/6/12/2020.

Page 47: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

33

Diya' al-Anwar fi Tasfiyat al-Akdar.113

Dalam katalog dari The British Library

kode referensi EAP212/2/7 dan berdasarkan katalog terbitan melalui Katalog

Naskah Buton: Koleksi Abdul Mulku Zahari, terdaftar dengan kode naskah

IS/25/SYAM. Dalam Katalog Naskah Buton disebutkan bahwa daftar Arsip

Nasional judul naskah “Liyatul Anwari” dengan nomor koleksi

146/Arab/19/54.114

2. Keberadaan Naskah Dliyâ’ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr

Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr saat ini berada ditangan Al-

Mujazi yang merupakan anak dari Abdul Mulku Zahari. Ia mewarisi berbagai

buku karya Muhammad Idrus dan penulis lainnya dari ayahnya yang merupakan

sekertaris Sultan Buton ketiga puluh delapan bernama Muhammad Falihi. Al-

Mujazi tinggal di sekitaran Benteng Keraton Buton. Kesehariaannya banyak

mengurus Museum Kesultanan Buton yang terletak di Baadia Kota Baubau.

3. Motivasi Penulisan

Dalam menulis Dliyâ‟al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, Muhammad Idrus

ingin menganjurkan kepada masyarakat agar menjauhi sifat tercela serta

menggantinya dengan sifat-sifat kebajikan. Sifat buruk diantaranya ialah menjauhi

sifat tercela seperti hasad, dengki, sombong. Kemudian menggantinya dengan

sifat terpuji seperti sabar, sukur, zikir, salat. Juga berkhalawat guna mendekatkan

diri kepada Allah SWT.

4. Metode Penulisan Naskah

Naskah Dliyâ‟al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, penulisannya diawali dengan

muqaddima pembukaan yaitu dengan pujian kepada Allah SWT, rasa syukur atas

nikmat yang diberikannya. Kemudian shalam kepada dan salam kepada rasul

Muhammad SAW, para sahabat, para pengikutnya, orang-orang soleh, serta

penduduk langit dan bumi hingga akhir zaman. Pada bagian diuraikan penjelaskan

tentang pembahasan yaitu sifat tercela dan cara mensucikan serta penjelasann

lainnya. Kemudian penutup disertai penamaan pada kitab tersebut. Di dalam

113

Falah Sabirin, Tarekat Sammaniyah Di Kesultanan Buton, Kajian Naskah-Naskah

Buton (Jakarta: YPM, 2011), hal. 84. Lihat: Katalok Naskah Buton Abdul Mulku Zahari… 114

Diah Ayu Agustina, “Diya Al-Anwar Fi Tasfiat al-Akdar‟: Menelusuri Naskah

Tasawuf Dari Kesultanan Buton,” n.d., https://bincangsyariah.com/6/12/2020.

Page 48: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

34

penulisan teks, Jika diperhatikan tidak terlalu banyak kekeliruan, baik dari segi

morfologis (sarfiyyah) maupun segi sintaksisnya (nahwiyyah). Hanya di beberapa

kata-kata tertentu terdapatkekeliruan, itu pun sangat sedikit. Namun demikian, ada

sedikit catatan dalam penulisan nibrah (tempat hamzah) yang selalu diberi dua

titik di bagian bawahnya sehingga tampak seperti huruf ya, seperti dalam kata /

Terlepas dari ./ دائ, عبئش/ Dalam teks suntingan kata tersebut ditulis / دائ١, عبئ١ش

semua catatan tersebut, teks ini sangat patut untuk dibaca guna memperkaya

khasanah keilmuan khususnya bidang tasawuf.115

5. Sistematika Pembahasan Naskah

Pemabahasan dalam teks diawali dengan mendeskripsikan tentang sifat

tercela. Kemudian menjelaskantentang hasad, dengki, iri hati, sombong, cinta

dunia. Kemudian membahasa tentang tata cara membersihkan hati dari sifat

tercela. Menganjurkan khalawat, dengan cara mengasingkan diri. Memperbanyak

amalan sunah, berdzikir, solat, puasa. Selain itu membahas adab-adab dalam

bergaul kepada orang lain, kepada yang lebih pintar, kepada guru, dan kepada

orang tua. Tidak luput pula penjelasan tentang keadaan roh setelaheninggal dunia,

ruh para Nabi, para syahid, orang-orang mukmin, orang munafik, dan orang kafir.

6. Karakteristik Naskah

Karakteristik naskah merupakan hasil pengamatan peneliti terhadap

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr berdasarkan ciri-ciri yang terdapat

pada tema-tema pembahasan. Dalam naskah, terdapat tema pembahasan yang

menjelaskan tentang sifat-sifat tercela serta anjuran untuk menjauhinya. Terdapat

pula tema pembahasan tentang anjuran untuk memperbaiki akhlak. Anjuran untuk

menjauhi sifat tercela dan mengganti dengan sifat terpuji. merupakan ajaran yang

terdapat dalam aliran tasawuf akhlaqi, yaitu aliran tasawuf yang berorientasi pada

perbaikan moral dan aklak. Penjelasan tentang keistimewaan khalawat,

menggambarkan tentang keadaan seorang hamba yang telah berhasil dalam

khalawatnya, sehingga terpancar padanya cahaya keyakinan dan ketakwaan

bagaikan cahaya di waktu pagi. Uraiaan di atas menggambarkan tata cara

115

Diah Ayu Agustina, “Diya Al-Anwar Fi Tasfiat al-Akdar‟: Menelusuri Naskah

Tasawuf Dari Kesultanan Buton,” n.d., https://bincangsyariah.com/6/12/2020.

Page 49: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

35

berkhalawat yang berkaitan dengan membuka hijab penghalang antara hamba dan

khalik yang dikenal dalam ilmu tasawuh dengan istilah wujudiyah. Dapat

disimpulkan bahwa Pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalan naskah Dliyâ‟

al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, khusus tentang amal kebaikan dapat dikatakan

termasuk dalam kategori tasawuf Sunni atau tasawuf akhlaqi. Adapun pemikiran

tentang wujudiyyah, dapat dikatakan termasuk dalam kategori tasawuf falsafi.

Page 50: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

36

BAB IV

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjawab pernyataan masalah, ada dua aspek yang

disebutkan sebagai pernyataan masalah, kedua aspek tersebut adalah penggunaan

diksi dan maknanya juga penggunaan gaya bahasa kiasan dan maknanya pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Uraian jawaban tersebut sebagai

berikut.

A. Penggunaan Diksi dan Maknanya Pada Naskah

Dalam menganalisis diksi atau pilihan kata dan maknanya dapat dilihat

dari kriteria diksi yang dikemukakan oleh Rahardi.116

Dalam bukunya yang lain,

dikemukakan pula piranti-piranti untuk menganalisis diksi yang meliputi beberapa

kriteria berikut: 1) diksi bermakna denotitif dan konotatif, 2) sinonim dan

antonim, 3) nilai rasa, 4) konkret dan abstrak, 5) keumuman dan kekhususan, 6)

kelugasan kata, 7) Penyempitan dan perluasan makna kata, 8) keaktifan dan

kepasifan, 9) ameliorasi dan peyorasi, 10) kesenyawaan kata, 11) kebakuan dan

ketidakbakuan.117

Analisis dan Pembahasan ini diawali dengan menganalisis diksi dan

maknanya dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, dilihat dengan

menggunakan piranti-piranti analisis diksi sebagaimana dianjurkan oleh Rahardi

(2006). Analisis dan pembahasannya diuraikan sebagai berikut:

1. Diksi Bermakna Denotatif

Makna denotatif ialah makna yang merujuk pada makna sebenarnya,

dalam Ilmu Balaghah disebut / ؼ دم١مخ / yaitu makna yang ditunjuk oleh sesuatu

yang disimbolkan.118

Dapat dilihat pada kutipan berikut:

116

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 45. 117

Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Erlangga,

2015), hal. 35-40. 118

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 32.

Page 51: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

37

1) Kutipan Data No. 11

119

Terjemah penulis: „Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Iblis

terlaknat: aku lebih baik dari dia (Adam), aku terbuat dari api sedangkan dia

(Adam) terbuat dari tanah.‟

Pada data teks (11), terdapat kata / بس / yang berarti „api‟ dengan kategori

atau kelas kata sebagai kata benda atau / إع /. Kata / بس / merupakan bentuk kata

bermakna denotatif atau makna yang disimbolkan. Kata / بس / bermakna „api; api

neraka‟ sebagaimana tertera dalam Kamus Almaany online.120

Dalam literatur

bahasa Indonesia berdasarkan KBBI, kata /api/ bermakna „panas dan cahaya dari

sesuatu yang terbakar.‟121

Selanjutnya, ada kata dalam bahasa Arab yaitu / ه١ / yang berarti „tanah.‟

Kata ini dikategorikan sebagai kata benda atau / إع /. Kata / ه١ / merupakan

bentuk kata bermakna denotatif. Kata / ه١ / dapat juga bermakna „tanah liat;

lumpur‟ sebagaimana tertera dalam Kamus Almaany online.122

Dalam literatur

bahasa Indonesia berdasarkan KBBI, kata /tanah/ bermakna „permukaan bumi

atau lapisam bumi yang di atas sekali.‟123

Berdasarkan konteks tuturan, ungkapan

tersebut menggambarkan kesombongan Iblis dihadapan Allah SWT, dengan

berkata: “aku (Iblis) terbuat dari “api” sedangkan Dia (Nabi Muhammad) terbuat

dari “tanah.”

2) Kutipan Data No. 46

124

119

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4r. 120

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 121

Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”

(Jakarta: Balai Pustaka, 2015), hal. 60. 122

Anonim, “Kamus Arab Indonesia Almaany, https://www.Almaany.Com/Id/Dict/Ar-

Id/Arab-Ke-Indonesia/6/12/2020. 123

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,” n.d.,

https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 124

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 10v.

Page 52: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

38

Terjemah penulis: „Apabila seorang hamba senantiasa berzikir dengan

penuh keikhlasan, dan membiasakan dirinya berzikir dengan tanpa beban,

sehingga bibirnya mengalir ucapan ke hatinya tanpa disadari oleh lidahnya,

maka inilah tujuan utama di dalam berkhalawat.‟

Merujuk pada data teks (46) seperti tertera pada terjemahan penulis,

terdapat kata / اؾخـ / yang berarti „orang; individu; manusia.‟ Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, kata “orang” bermakna „manusia; dirinya sendiri.‟125

Bertumpu pada penjelasan ini, kata /اؾخـ / merupakan kata bermakna denotatif

dan berkelas kata nomina atau kata benda. Dalam konteks tuturan, ungkapan

tersebut menganjurkan untuk banyak melakukan zikir ketika melakkukan

khalawat.

3) Kutipan Data No. 25

126

Terjemahan penulis: „Meminum air bagi para pelaku riyadah,127

akan

memecah konsentrasi.‟

Pada data teks (25), terdapat kata / بء / yang berarti „air.‟128

Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia kata air bermakna „cairan jernih tidak berwarna, tidak

berasa, dan tidak berbau.‟129

Bertumpu pada penjelasan ini, kata /بء / merupakan

kata bermakna denotatif dan berkelas kata nomina atau kata benda. Dalam

konteks tuturan, ungkapan tersebut bermaksud menjelaskan tentang akibat dari

meminum air bagi orang yang melakukan riyadah.

4) Kutipan Data No. 42

130

125

Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”

(Jakarta: Balai Pustaka, 2015), hal. 801. 126

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 6r-6v. 127

Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020. 128

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 129

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 130

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9v.

Page 53: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

39

Terjemah penulis: „Adapun yang berkaitan dengan tempat, maka akan

jauh lebih baik jika ada orang yang tinggal dekat dengan rumah tempat

khalawatnya.‟

Pada data teks (42), terdapat kata / ث١ذ / yang berarti „rumah.‟131

Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “rumah” bermakna „bangunan untuk tempat

tinggal.‟132

Bertumpu pada penjelasan ini, kata / ث١ذ / merupakan kata bermakna

denotatif dan berkelas kata nomina atau kata benda. Dalam konteks tuturan,

ungkapan tersebut bermaksud menganjurkan bagi orang yang ingin melakukan

khalawat untuk tinggal pada rumah yang berdekatan dengan tempat khalawatnya.

5) Kutipan Data No. 43

133

Terjemah penulis: „Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir

sampai gelapnya malam.‟134

Pada data teks (43), terdapat kata / ؽظ / yang berarti „matahari.‟135

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “matahari” bermakna „benda

angkasa, titik pusat tata surya berupa bola berisi gas yang mendatangkan terang

dan panas pada bumi pada siang hari.‟136

Bertumpu pada penjelasan ini, kata

merupakan kata bermakna denotatif dan berkelas kata nomina atau kata / ؽظ/

benda. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut bermaksud menganjurkan untuk

melaksanakan shalat sejak tergelincir matahari hingga gelap malam.

2. Diksi Bermakna Konotatif

Makna konotatatif adalah makna yang mengandung arti tambahan, dalam

Ilmu Balaghah disebut / ؼ جبص / yaitu makna yang mengandung perasaan

tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. Makna

131

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 132

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 133

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9v. 134

Tafsir Al Quran Al Karim (Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an, Software Al

Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al Qur'an);

http://www.tafsir.web.id./6/3/2020. 135

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 136

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020.

Page 54: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

40

konotatif bergantung pada konteks. Makna konotatif juga dapat dikatakan sebagai

makna kias, bukan makna sesungguhnya. Konotasi merupakan perubahan nilai

arti kata yang terjadi akibat pendengar mengartikan kata dengan memakai

perasaannya.137

Data berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi

bermakna konotatif yang berada dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 2

138

Terjemah penulis: „Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan

kita nabi Muhammad, seorang yang suci lagi mensucikan serta memiliki akhlak

mulia, baik sifat yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan atas keluarganya

serta sahabatnya juga pengikutnya, para al-Aqtâb139

(pemimpin para wali), al-

Autâd140

(wali empat penjuru), al-Abdâl141

(para wali yang zuhud dan soleh).‟142

Pada data teks (2), terdapat kata / الألطبة / bentuk jamak dari / لطت / yang

berarti „sumbu, poros, kutub.‟143

Namun dalam konteks tuturan yang terdapat

dalam teks di atas, kata / لطت / bukan mengacu pada makna kata „sumbu‟ yang

sesungguhnya, sebab kata „sumbu‟ tidak dapat menjelaskan makna ungkapan

secara utuh. Oleh karena itu, makna yang tepat berdasarkan konteks tuturan di

137

Dwi Puspitasari, “Makna Denotasi, Konotasi, Dan Asosiasi Dalam Unsur-Unsur

Pokok Iklan Alianz,” FIB UI, 2014, http://lib.ui.ac.id/6/12/2020. 138

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 139

A-Aqtâb adalah para wali Kutub yang merupakan pusat dari seluruh wilayah yang ada

sekelilingnya, dan merupakan cermin kebenaran dan keyakinan bagi para sufi diseluruh dunia;

lihat: لطت )رقف( .منزل القطب ومقامه لابن عربي. https://ar.wikipedia.org/wiki/. 140

Al-Autâd merupakan empat orang wali yang menempati empat penjuru dunia bagian

timur, barat, utara dan selatan, dan masing-masing mereka memimpin penjuru itu; Dictionary

Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 141

Al-Abdâl merupakan para wali yang zuhud dan soleh, dunia tidak terlepas dari

keberadaan mereka. Jika salah seorang dari mereka meninggal, Allah akan menggantikannya

dengan yang lain. Julukan yang diberikan kepada para sufi dan kepada mereka yang diperintahkan

untuk mengikuti tugas-tugas kepemimpinannya setelah kematiannya atau sebuah gelar yang

diberikan kepada para Sufi yang memiliki tingkat suluk yang tinggi diantara mereka (para sufi);

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 142

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 143

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 55: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

41

atas, kata / لطت / bermakna „pemimpin para wali.‟ Dalam hal ini, „pemimpin

spiritual,‟ „pemimpin seluruh wali yang ada di dunia‟ kemudian, kata / الأربد /

bentuk jamak dari / رذ / yang berarti „pancang, peniti, baji, pasak.‟144

Namun

dalam konteks tuturan yang terdapat dalam teks di atas, kata / رذ / bukan mengacu

pada makna kata „pancang‟ yang sesungguhnya, sebab kata „pancang‟ tidak dapat

menjelaskan makna ungkapan secara utuh. Oleh karena itu, makna yang tepat

berdasarkan konteks tuturan di atas, kata / رذ / bermakna „para wali empat

penjuru.‟ Selanjutnya, kata / الأثذاي / bentuk jamak dari / ثذي / yang berarti

„pengganti.‟145

Namun dalam konteks tuturan yang terdapat dalam teks di atas,

kata / ثذي / bukan mengacu pada makna kata „pengganti‟ yang sesungguhnya,

sebab kata „pengganti‟ tidak dapat menjelaskan makna ungkapan secara utuh.

Olehnya itu, makna yang tepat untuk kata / ثذي / sesuai dengan konteks tuturan di

atas ialah bermakna „para wali.‟ Dalam hal ini, „para wali di seluruh alam yang

memiliki tingkat suluk yang tinggi.‟

2) Kutipan Data No. 67

146

Terjemah penulis: „Bangkitlah wahai orang yang terpedaya, tinggalkanlah

reruntuhannya (dunia) karena ia adalah tempat yang sementara.‟

Pada data teks (67), terdapat kata / دطب / yang berarti „bekas,

peninggalan, reruntuhan, rongsokan.‟147

Namun dalam konteks tuturan yang

terdapat dalam teks, kata / دطب / bukan mengacu pada makna „reruntuhan‟ yang

sesungguhnya, sebab kata „reruntuhan‟ tidak dapat menjelaskan makna ungkapan

secara utuh. Oleh karena itu, makna yang tepat berdasarkan konteks tuturan di

atas, kata / دطب / bermakna „kesenangan.‟ Dalam hal ini, „kesenangan dunia yang

menipu.‟

144

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 145

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 146

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 147

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 56: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

42

3) Kutipan Data No. 56

148

Terjemah penulis: „Adab-adabnya (di dalam pergaulan pada sesama

manusia) sebagai berikut: tundukkan kepala, memusatkan perhatian,

membiasakan diam, meredam anggota badan, bersegera kepada kebaikan dan

menghindari kemungkaran, mengurangi keluhan, membiasakan zikir, senantiasa

menggunakan akal pikiran, mengutamakan fokus kepada Allah, tidak berharap

pada makhluk.‟

Pada data teks (56), terdapat kata / إهشاق اشأط / yang berarti

„mengemukakan kepala.‟149

Namun dalam konteks tuturan, kata / إهشاق اشأط /

bukan mengacu pada makna „mengemukakan kepala‟ yang sesungguhnya, sebab

kata „mengemukakan kepala‟ tidak dapat menjelaskan makna ungkapan secara

utuh. Oleh karena itu, makna yang tepat berdasarkan dengan konteks tuturan di

atas, kata /إهشاق اشأط / bermakna „mengeluarkan pemikiran yang baik.‟ Dalam hal

ini, „pemikiran yang mampu membimbing dan memberi manfaat.‟

4) Kutipan Data No. 2

150

Terjemah penulis: „Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan

kita nabi Muhammad, seorang yang suci lagi mensucikan serta memiliki akhlak

mulia, baik sifat yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan atas keluarganya

serta sahabatnya juga pengikutnya, para al-Aqtâb151

(pemimpin para wali), al-

148

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 12v. 149

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 150

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 151

Al-Aqtâb adalah para wali Kutub yang merupakan pusat dari seluruh wilayah yang ada

sekelilingnya, dan merupakan cermin kebenaran dan keyakinan bagi para sufi diseluruh dunia;

lihat: لطت )رقف( .منزل القطب ومقامه لابن عربي. https://ar.wikipedia.org/wiki/6/12/2020.

Page 57: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

43

Autâd152

(wali empat penjuru), al-Abdâl153

(para wali yang zuhud dan soleh). Dan

atas seluruh malaikat, muslimin dan muslimat juga mukmin dan mukminat yang

masih hidup dan yang wafat, dan seluruh umat Muhammad SAW yang senantiasa

dalam kebaikan hingga ke negeri abadi. Dan para sholeh dari penduduk langit

dan bumi serta serta hamba yang senantiasa berbuat kebajikan. Dan atas seluruh

malaikat, muslimin dan muslimat juga mukmin dan mukminat yang masih hidup

dan yang wafat, dan seluruh umat Muhammad SAW yang senantiasa dalam

kebaikan hingga ke negri abadi.‟

Pada data teks (2), terdapat kata / داس امشاس / yang berarti „tempat

ketetapan.‟154

Namun dalam konteks tuturan, kata / داس امشاس / bukan mengacu

pada makna „tempat ketetapan‟ yang sesungguhnya, sebab kata „tempat

ketetapan‟ tidak dapat menjelaskan makna ungkapan secara utuh. Oleh karena itu,

makna yang tepat berdasarkan konteks tuturan di atas, kata / داس امشاس / bermakna

„hari ketetapan.‟ Dalam hal ini ialah „negeri abadi.‟

5) Kutipan Data No. 18

155

Terjemah penulis: Dari Aisyah ra. berkata: “Biasakanlah mengetuk pintu

kerajaan alam malakut, maka akan dibukakan untukmu” kemudian ditanyakan:

“bagaimana melakukannya?” kemudian dijawab: “dengan lapar dan haus.”

Pada data teks (18), terdapat kata / ثبة اىد / yang berarti „pintu

kerajaan.‟156

Namun dalam konteks tuturan, kata / ثبة اىد / bukan mengacu

152

Al-Autâd merupakan empat orang wali yang menempati empat penjuru dunia bagian

timur, barat, utara dan selatan, dan masing-masing mereka memimpin penjuru itu; Dictionary

Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 153

Al-Abdâl merupakan para wali yang zuhud dan soleh, dunia tidak terlepas dari

keberadaan mereka. Jika salah seorang dari mereka meninggal, Allah akan menggantikannya

dengan yang lain. Julukan yang diberikan kepada para sufi dan kepada mereka yang diperintahkan

untuk mengikuti tugas-tugas kepemimpinannya setelah kematiannya atau sebuah gelar yang

diberikan kepada para Sufi yang memiliki tingkat suluk yang tinggi diantara mereka (para sufi);

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 154

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 155

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5r. 156

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

Page 58: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

44

pada makna „pintu kerajaan‟ yang sesungguhnya, sebab tidak dapat menjelaskan

makna ungkapan secara utuh. Oleh karena itu, makna yang tepat berdasarkan

konteks tuturan di atas, kata / ثبة اىد / bermakna „pintu alam malakut.‟

3. Diksi Bermakna Sinonim

Kata bersinonim berarti kata sejenis, dalam Ilmu Balaghah disebut / ؼ

yaitu makna yang sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki makna yang / ادف

sama walaupun bentuk katanya berbeda157

. Data berikut menunjukkan adanya

bentuk penggunaan diksi bermakna sinonim yang ditemukan pada teks dalam

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 1

158

Terjemah penulis: „Segala puji bagi Allah yang memerintahkan kepada

kita sekalian untuk membersihkan segala sifat buruk yang berada di dalam hati

dengan cara memperbanyak al-Mujâhadah159

(kesungguhan dalam perjuangan

meninggalkan sifat-sifat tercela), al-Riyâdlah160

(melatih jiwa untuk

meninggalkan sifat tercela), dan al-Adzkâr (berdzikir kepada Allah SWT baik

yang tertulis maupun yang tercipta).‟

2) Kutipan Data No. 34

161

Terjemah penulis: „Adapun zikir hati itu tidak membutuhkan adab tertentu

(secara fisik), namun lebih kepada pembersihan hati dari ingatan selain Allah

Ta‟âlâ.‟

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

157 Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006). 158

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 159

Al-Mujâhadah ialah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat buruk;

M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. 160

Al-Riyâdlah ialah internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih

membiasakan meninggalkan sifat-sifat jelek; M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di

Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. lihat: Al-Ghazali, Risalah Al-Laduniyyah,

dalam Al-Qushur Al-„Awali, Jilid 1, Maktabah Al-Jundi, Mesir, 1970, hal. 122. 161

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 7v.

Page 59: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

45

Pada data teks (1), terdapat kata / شرط١ / yang berarti „membersihkan,‟162

memiliki makna yang sama dengan kata / رقف١خ / berarti „membersihkan‟163

pada

data teks (34). Kedua kata di atas memiliki bentuk yang berbeda tetapi

mempunyai makna yang sama yaitu „membersihkan.‟ Dalam konteks tuturan, kata

membersihkan pada data teks (1) digunakan untuk menjelaskan tentang

„membersihkan hati dari sifat tercela.‟ Adapun data teks (34), kata

„membersihkan‟ digunakan untuk menjelaskan tentang „membersihkan hati dari

sifat syirik.‟

3) Kutipan Data No. 19

164

Terjemah penulis: „Sungguh banyak hadits yang diriwayatkan tentang

keutamaan lapar dan haus.‟

4) Kutipan Data No. 20

165

Terjemah penulis: „Lapar dan haus merupakan mujahadah166

yang paling

baik untuk diri.‟

Pada data teks (19), terdapat kata / اؼطؼ / yang berarti „haus‟167

memiliki

makna yang juga sama dengan kata / اظأ / berarti „haus‟ pada data teks (20).

Kedua kata di atas memiliki bentuk berbeda namun memiliki makna yang sama

yaitu „menahan diri dari meminum air.‟168

Dalam konteks tuturan, kata „haus‟

pada data teks (19) digunakan untuk menjelaskan tentang „keutamaan lapar dan

haus.‟ Adapun data teks (20) kata „haus‟ digunakan untuk menjelaskan „keadaan

lapar dan haus merupakan amalan mujahadah yang paling baik untuk diri.‟

162

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 163

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 164

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 6r. 165

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5v. 166

Mujahadah ialah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat buruk; M.

Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. 167

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 168

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 60: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

46

5) Kutipan Data No. 2

169

Terjemah penulis: „Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan

kita nabi Muhammad, seorang yang suci lagi mensucikan serta memiliki akhlak

mulia, baik sifat yang nampak maupun yang tersembunyi.‟

6) Kutipan Data No. 17

170

Terjemah penulis: „Sebaiknya bagi para murid171

yang melakukan salik,172

agar (mendawamkan) mujahadah173

dan riyadah,174

dengan cara mengurangi

makan, minum, dan tidur. Karena seseorang yang mengurangi makan, minum,

dan tidur, akan membuat hatinya bersih serta terang jiwanya sehingga

mempermudah baginya membentuk akhlak yang diridhoi dan sifat-sifat mulia.‟

Pada data teks (2) terdapat kata / الأخلاق اذدح / berarti „akhlak yang

terpuji,‟175

memiliki makna yang juga sama dengan kata / الأخلاق اشم١خ / berarti

„akhlak yang diridhoi‟176

pada data teks (17). Kedua kata di atas memiliki bentuk

yang berbeda namun mempunyai makna yang sama yaitu „akhlak mulia seperti

169

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 170

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5r. 171

Murid adalah orang yang memiliki iradah. Iradah ialah tekad kuat secara sadar untuk

melakukan tindakan atau yang disengaja pada hal tertentu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/6/11/2020. 172

Salik adalah orang yang menempuh jalan suluk. Adapun suluk ialah cara mengenal

Tuhan melalui olah batin dan badan; Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.”

(Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 173

Mujahadah ialah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat buruk; M.

Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. 174

Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020. 175

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 176

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 61: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

47

sabar, sukur, ridho.‟ Dalam konteks tuturan, kata „akhlak mulia‟ pada data teks

(2) digunakan untuk menjelaskan tentang „akhlak mulia yang terdapat pada Nabi

Muhammad SAW.‟ Adapun pada data teks (17) kata „akhlak mulia‟ digunakan

untuk menjelaskan „manfaat mujahadah dan riyadah akan membentuk akhlak

mulia.‟

4. Diksi Bermakna Antonim

Kata berantonim berlawanan dengan kata bersinonim,177

dalam Ilmu

Balaghah disebut / ؼ رنبد / yaitu makna yang memiliki makna yang

berlawanan.

Data berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi bermakna

antonim yang ditemukan pada teks dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 2

178

Terjemah penulis: „Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan

kita nabi Muhammad, seorang yang suci lagi mensucikan serta memiliki akhlak

mulia, baik sifat yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan atas keluarganya

serta sahabatnya juga pengikutnya, para al-Aqtâb179

(pemimpin para wali), al-

Autâd180

(wali empat penjuru), al-Abdâl181

(para wali yang zuhud dan soleh). Dan

177

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 33. 178

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 179

Al-Aqtâb adalah para wali Kutub yang merupakan pusat dari seluruh wilayah yang ada

sekelilingnya, dan merupakan cermin kebenaran dan keyakinan bagi para sufi diseluruh dunia;

lihat: لطت )رقف( .منزل القطب ومقامه لابن عربي. https://ar.wikipedia.org/wiki/6/12/2020. 180

Al-Autâd merupakan empat orang wali yang menempati empat penjuru dunia bagian

timur, barat, utara dan selatan, dan masing-masing mereka memimpin penjuru itu; Dictionary

Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 181

Al-Abdâl merupakan para wali yang zuhud dan soleh, dunia tidak terlepas dari

keberadaan mereka. Jika salah seorang dari mereka meninggal, Allah akan menggantikannya

dengan yang lain. Julukan yang diberikan kepada para sufi dan kepada mereka yang diperintahkan

untuk mengikuti tugas-tugas kepemimpinannya setelah kematiannya atau sebuah gelar yang

Page 62: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

48

atas seluruh malaikat, muslimin dan muslimat juga mukmin dan mukminat yang

masih hidup dan yang wafat, dan seluruh umat Muhammad SAW yang senantiasa

dalam kebaikan hingga ke negri abadi. Dan para sholeh dari penduduk langit dan

bumi serta serta hamba yang senantiasa berbuat kebajikan. Dan atas seluruh

malaikat, muslimin dan muslimat juga mukmin dan mukminat yang masih hidup

dan yang wafat.‟

Pada data teks (2), terdapat kata yang memiliki makna berlawanan atau

bertolak belakang yaitu kata / الأػلا / bentuk jamak dari / ػ / yang berarti

„nampak‟182

dengan kata / الأعشاس / bentuk jamak dari /عش / yang berarti

„rahasia.‟183

Dalam konteks tuturan, kedua kata tersebut memiliki makna

berlawanan namun sama-sama mengacu pada pemberitahuan.

Selanjutnya, kata / اغاد / bentuk jamak dari / عبء / yang berarti „langit,

berwarna biru, lapisan langit‟184

memiliki makna yang bertolak belakang dengan

kata / الأسم١ / bentuk jamak dari /أسك / yang berarti „bumi, tanah, daratan,

landasan, lahan, daerah, teritorial, wilayah, negeri.‟185

Dalam konteks tuturan,

kedua kata tersebut memiliki makna berlawanan namun sama-sama

menyimbolkan ciptaan tuhan.

Selanjutnya, kata / اغ١ / bentuk jamak dari / غ / yang berarti „orang

Islam‟186

memiliki makna yang berlawanan dengan kata / اغبد / bentuk jamak

dari / غخ / yang berarti „perempuan muslim.‟187

Dalam konteks tuturan, kedua

kata tersebut memiliki makna berlawanan tetapi sama-sama menyimbolkan dua

karakter umat Islam.

diberikan kepada para Sufi yang memiliki tingkat suluk yang tinggi diantara mereka (para sufi);

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 182

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 183

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 184

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 185

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 186

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 187

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 63: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

49

Selanjutnya, kata / اؤ١ / bentuk jamak dari / ؤ / yang berarti „orang

yang beriman‟188

memiliki makna yang berlawanan dengan kata / اؤبد /

bentuk jamak dari / ؤخ / yang berarti „perempuan mukmin.‟189

Dalam konteks

tuturan, kedua kata tersebut memiliki makna berlawanan tetapi sama-sama

menyimbolkan dua jenis karakter orang beriman.

Selanjutnya, kata / الأد١بء / bentuk jamak dari /د١بء / yang berarti „hidup,

kehidupan, eksistensi, seumur hidup‟190

memiliki makna yang berlawanan dengan

kata / الأاد / bentuk jamak dari / د / yang berarti „kematian, maut.‟191

Dalam

konteks tuturan, kedua kata tersebut memiliki makna berlawanan tetapi sama-

sama menyimbolkan fase kehidupan manusia.

2) Kutipan Data No. 54

192

Terjemah penulis: „Seandainya engkau mengenalnya (Allah SWT dengan

sebenar-benarnya ma‟rifat), maka engkau akan menjadikannya sebagai sahabat

dan meninggalkan orang di sekelilingmu. Namun bila engkau tidak mampu

melakukan hal itu di setiap waktumu, maka engkau akan menyia-nyiakan

waktumu pada siang dan malam dengan kehampaan tanpa bermunajat dengan

penuntunmu (Allah SWT).‟

Pada data teks (54), terdapat kata yang memiliki makna berlawanan atau

bertolak belakang yaitu / بس / yang berarti „siang hari.‟193

dengan kata / بس /

yang berarti „siang hari.‟194

Dalam konteks tuturan, kedua kata tersebut memiliki

makna berlawanan tetapi sama-sama menyimbolkan waktu.

188

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 189

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 190

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 191

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 192

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 12v. 193

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 194

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 64: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

50

5. Diksi Bernilai Rasa

Kata bernilai rasa ialah bentuk kebahasaan tertentu yang dianggap atau

dirasakan lebih tepat, lebih memenuhi nilai rasa, dalam Ilmu Balaghah disebut /

.yaitu makna yang memiliki rasa dan sesuai dengan konteks / ؼ ع١بل١خ195

Data

berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi bernilai rasa yang

ditemukan pada teks dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dapat

dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 63

196

Terjemah penulis: „Kesusahan senantiasa meliputi orang yang mencintai

sesuatu, maka bebaskan hatimu dengan tidak mencintainya, karena sesungguhnya

zuhud di dunia akan menenangkan hati dan badan.‟

Pada data teks (63), terdapat kata / صذ / yang berarti „meninggalkan

kesenangan duniawi.‟ 197

Kata tersebut berdasarkan konteks tuturan, diidentifikasi

sebagai kata yang memiliki makna bernilai rasa. Kata / صذ / yang dipilih oleh

pengarang (Muhammad Idrus) dianggap sebagai kata yang mengandung nilai rasa.

Ditinjau dari aspek makna kata / صذ /, manusia harus meninggalkan kesenangan

yang bersifat fisik dan batin ditinjau dari kalimat itu. Contoh pada klausa yang

mengandung makna zuhud kepada dunia akan membebaskan hati dan badan.

Badan dapat diartikan bersifat fisik misalnya kesenangan seksual, makanan, harta,

pemandangan, yang harus ditinggalkan. Demikian juga halnya dengan yang

bersifat batin yaitu cinta, bahagia, dan kasih sayang. Jadi, kata / صذ / yang

bermakna „meninggalkan kesenangan duniawi‟ mengandung kata bernilai rasa

dari segi fisik maupun batin. Kata / صذ / yang bermakna „kesenangan duniawi,‟

dalam bahasa Arab terdapat beberapa bentuk leksikan lainnya yang sepadan,

diantaranya / رضذ , رؼجذ , رغه , ذ , رجز Kata-kata tersebut, tidak dipilih ./ػف , غه , ص

oleh pengarang dalam mengungkapkan kalimat “ فئ اضذ ف اذ١ب ٠ش٠خ امت اجذ, ”

195

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 34. 196

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 14v-

15r. 197

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 65: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

51

karena kata / صذ / dianggap lebih memiliki makna bernilai rasa dibandingkan

dengan kata / , رضذ , رؼجذ , رغه رجز ذ , ,Dalam konteks tuturan ./ػف , غه , ص

ungkapan tersebut menjelaskan tentang sikap zuhud di dunia yang akan

menenangkan jiwa dan badan.

2) Kutipan Data No. 64

198

Terjemah penulis: „Apabila engkau mementingkan kebahagiaan dunia,

maka sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Namun bila engkau

mementingkan kebahagian akhirat, maka Allah SWT akan menambahkannya

dunia dan akhirat untukmu.‟

Pada data teks (64), terdapat kata / / yang memiliki arti „kesedihan,

penderitaan, kekhawatiran, kebimbangan.‟199

Kata tersebut berdasarkan konteks

tuturan, diidentifikasi sebagai kata yang memiliki makna bernilai rasa. Kata / /

yang dipilih oleh pengarang (Muhammad Idrus) sebagai kata yang mengandung

nilai rasa, bahwa manusia yang mementingkan kehidupan dunia maka kelak akan

berpisah dengannya, tetapi manusia yang mementingkan akhirat maka kelak akan

disempurnakan nikmat itu oleh Allah SWT. Contoh kesenangan dunia harta, tahta,

wanita, anak-anak, rumah, ternak, kendaraan. Adapun kesenangan akhirat

misalnya taman surga, bidadari, istana, makanan, minuman. Kata / / dalam

bahasa Arab memiliki padanan /٠ذاء ,دض ,اثزئبط ,أع namun bentuk leksikal ini ,/ع

tidak dipilih oleh pengarang untuk menyatakan ungkapannya, karena kata /

/lebih memiliki makna yang bernilai rasa serta kesesuaian terhadap topik yang

disampaikan. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang

perbandingan antara mementingkan kehidupan dunia dengan mementingkan

kehidupan akhirat.

3) Kutipan Data No. 71

200

198

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 199

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 200

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15v.

Page 66: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

52

Terjemah penulis: „sesungguhnya di dalamnya (dunia) terdapat kelelahan

dan memperdaya, hingga engkau tidak menemukan waktu untuk beristirahat.‟

Pada data teks (71), terdapat kata / سادخ / yang berarti „tenang.‟201

Kata

tersebut berdasarkan konteks tuturan, diidentifikasi sebagai kata yang memiliki

makna bernilai rasa. Kata / سادخ / dipilih oleh pengarang (Muhammad Idrus)

karena kata itu mengandung nilai rasa, bahwa kelelahan dan kesengsaraan tidak

akan terlepas dari kehidupan manusia hingga ia tidak merasa tenang. Kata lain

yang sepadan dengam kata / سادخ / ialah kata / جب / yang berarti „sukses,

kemakmuran, keberhasilan, lulus.‟ 202

Namun kata tersebut terkesan datar dan

kurang bernilai rasa. Dalam bahasa Arab, Kata / سادخ / memiliki makna

„beristirahat, rileks, menenangkan, membebaskan, menghibur.‟203

Oleh karena

itu, kata ini diidentifikasi sebagai satu kata yang memiliki banyak makna atau

disebut polisemi. Kata / سادخ / yang berkaitan dengan batin manusia, dianggap

bernilai rasa bila dikaitkan dengan situasi “keadaan batin, pikiran, perasaan hati

yang tentram dan aman.” Selanjutnya, kata / سادخ / bila dikaitkan dengan badan

atau fisik, kata ini akan bermakna „diam tidak bergerak atau tenang.‟ Dalam

konteks tuturan, ungkapan diatas bermaksud menjelaskan tentang keadaan

manusia yang tak lepas dari kelelahan dan kesengsaraan hidup di dunia.

4) Kutipan Data No. 44

204

Terjemah penulis: „Bertawasul dengannya (syekh) kepada Allah dengan

merendahan diri, lemah merasa butuh, dan hina.‟

Pada data teks (44), terdapat kata / ري / yang berarti „kerendahan,

kesederhaan, kehinaan, ketundukan.‟ 205

Kata tersebut berdasarkan konteks

tuturan, diidentifikasi sebagai kata yang memiliki makna bernilai rasa. Kata / ري /

yang dipilih oleh pengarang (Muhammad Idrus) sebagai kata yang mengandung

201

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 202

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 203

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 204

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 10r. 205

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 67: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

53

nilai rasa, bahwa merasa hina ketika mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kata

/ dalam bahasa Arab memiliki padanan /ري / خؾغ , خنغ , خغ , عف /, namun bentuk

frasa ini tidak dipilih oleh pengarang untuk menyatakan ungkapannya. Hal ini

karena kata / ري / lebih memiliki makna yang bernilai rasa serta kesesuaian

terhadap topik yamg disampaikan. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut

menjelaskan tentang tata cara berkhalawat.

5) Kutipan Data No. 45

206

Terjemah penulis: „Seseorang yang berkhalawat hendaklah tetap diam

ditempat saat bermuraqabah dan menjadi pemberani ketika suara melengking.‟

Pada data teks (45), terdapat kata / ؽجبع / yang berarti „yang teguh hati,

berani, tegas, gagah berani, tak takut, tak gentar.‟207

Kata tersebut berdasarkan

konteks tuturan, diidentifikasi sebagai kata yang memiliki makna bernilai rasa.

Kata / ؽجبع / dipilih oleh pengarang (Muhammad Idrus) karena kata itu

mengandung nilai rasa, bahwa didalam berkhalawat hendaknya memiliki mental

yang teguh hati dalam menghadapi ujian-ujian yang mengganggu. Kata / ؽجبع /

dalam bahasa Arab memiliki padanan / مذا ,ثبع /, namun bentuk frasa ini tidak

dipilih oleh pengarang untuk menyatakan ungkapannya. Hal ini karena kata / ؽجبع

/ lebih memiliki makna yang bernilai rasa serta kesesuaian terhadap topik yamg

disampaikan. Dalam konteks tuturan, ungkapan di atas menjelaskan tentang

keberanian menghadapi ujian dalam berkhalawat dengan cara menghadapinya

dengan teguh hati.

6. Diksi Bermakna Konkret

Kata konktret adalah kata-kata yang menunjuk pada objek yang dapat

dipilih, didengar, dirasakan, dalam Ilmu Balaghah disebut / ؼ ظبش / yaitu

makna yang dapat diraba, atau dicium.208

Data berikut menunjukkan adanya

206

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, n.d., 10r–10v. 207

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 208

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 68: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

54

bentuk penggunaan diksi bermakna konkret yang ditemukan pada teks dalam

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 25

209

Terjemah penulis: „Meminum air bagi para pelaku riyadah, 210

akan

memecah konsentrasi.‟

Pada data teks (25), terdapat kata / بء / yang berarti „air,‟ 211

merupakan

kata yang memiliki makna konkret, sebab kata tersebut merujuk pada suatu benda

yang memiliki bentuk dan wujud berupa „benda cair.‟ Dalam konteks tuturan

berdasarkan pokok bahasan pada ungkapan yang tertera pada data no.25.

Ungkapan tersebut bermaksud menjelaskan akibat meminum air bagi orang yang

melakukan riyadah akan merusak amalannya.

2) Kutipan Data No. 42

212

Terjemah penulis: „Adapun yang berkaitan dengan tempat, maka akan

jauh lebih baik jika ada orang yang tinggal dekat dengan rumah tempat

khalawatnya.‟

Pada data teks (42), terdapat kata / ث١ذ / yang berarti „rumah,‟ 213

merupakan kata yang memiliki makna konkret, sebab kata tersebut merujuk pada

suatu benda yang memiliki bentuk fisik yaitu „bangunan tempat tinggal.‟ Dalam

konteks tuturan berdasarkan pokok bahasan pada ungkapan yang tertera pada data

no. 41, ungkapan tersebut bermaksud memberikan anjuran bagi para salik untuk

tinggal pada rumah yang dekat dengann tempat khalawatnya.

209 Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 6v.

210 Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020. 211

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 212

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9v. 213

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 69: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

55

3) Kutipan Data No. 43

214

Terjemah penulis: „Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir

sampai gelapnya malam.‟215

Pada data teks (43), terdapat kata / ؽظ / yang berarti „matahari,‟ 216

merupakan kata yang memiliki makna konkret, sebab kata tersebut merujuk pada

suatu benda yang yang dapat dirasakan yaitu „cahaya panas yang menyinari

bumi.‟ Dalam konteks tuturan berdasarkan pokok bahasan pada ungkapan yang

tertera pada data no. 43, ungkapan tersebut menganjurkan untuk shalat sejak

waktu tergelincirnya matahari hingga gelapnya malam.

4) Kutipan Data No. 11

217

Terjemah penulis: „Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Iblis

terlaknat: “aku lebih baik dari dia (Adam), aku terbuat dari api sedangkan dia

(Adam) terbuat dari tanah.”

Pada data teks (11), terdapat kata / بس / yang berarti „api,‟218

merupakan

kata yang memiliki makna konkret, sebab kata tersebut merujuk pada suatu benda

yang yang dapat dirasakan yaitu „rasa panas.‟ Selanjutnya, kata / ه١ / yang

berarti „tanah,‟219

merujuk pada benda yang dapat diraba yaitu „benda padat.‟

Dalam konteks tuturan berdasarkan pokok bahasan pada ungkapan yang tertera

pada data no. 11, ungkapan tersebut ingin menjelaskan tentang sikap sombong

yang dilakukan Iblis karena ia diciptakan dari api, sedangkan Muhammad

diciptakan dari tanah.

214

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9v. 215

Tafsir Al Quran Al Karim (Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an,

Software Al Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al Qur'an);

http://www.tafsir.web.id./6/3/2020. 216

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 217

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4r. 218

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 219

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 70: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

56

5) Kutipan Data No. 46

220

Terjemah penulis: „Apabila seorang hamba senantiasa berzikir dengan

penuh keikhlasan, dan membiasakan dirinya berzikir dengan tanpa beban,

sehingga bibirnya mengalir ucapan ke hatinya tanpa disadari oleh lidahnya,

maka inilah tujuan utama di dalam berkhalawat.‟

Pada data teks (46) terdapat kata / غب / yang berarti „lidah,‟ 221

merupakan

kata yang memiliki makna konkret, sebab kata tersebut merujuk pada suatu benda

yang dapat raba yaitu „organ mulut yang berfungsi merasakan dan mencerna

makanan.‟ Dalam konteks tuturan berdasarkan pokok bahasan pada ungkapan

yang tertera pada data no. 46, ungkapan tersebut menjelaskan tentang seorang

hamba yang terbiasa berzikir tanpa beban, hingga lidahnya tidak terasa terus

menerus mengucapkan lafaz dzikir dengan tanpa beban.

7. Diksi Bermakna Abstrak

Kata abstrak menunujuk pada konsep atau gagasan, dalam Ilmu Balaghah

disebut / ؼ ثبه / yaitu makna yang dapat mengungkapkan gagasan yang

cenderung rumit.222

Data berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi

bermakna abstrak yang ditemukan pada teks dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 40

223

Terjemah penulis: „Bagi orang-orang yang hendak melaksanakan

khalawat, maka sebaiknya mendahulukan pengasingan diri karena itu merupakan

220

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 10v. 221

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 222

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 223

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9r.

Page 71: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

57

syarat. Sampai ia terbiasa menyendiri serta jauh dari keramaian orang disertai

mengurangi makan, minum, tidur.‟

Pada data teks (40), terdapat kata / خح / yang berarti „tempat yang tenang,

tempat tersembunyi, tempat pribadi, tempat pingitan, tempat ibadah kecil.‟224

Kata tersebut merupakan kata bermakna abstrak, sebab kata / خح / masih dalam

bentuk konsep yaitu “pengasingan diri (untuk menenangkan pikiran dan

sebagainya).225

Bila di tambah dengan imbuhan [ber-] pada awal kata „khalwat,‟

maka kata tersebut berubah menjadi kata kerja „berkhalawat‟ yang memiliki

makna „mengasingkan diri di tempat yang sunyi untuk bertafakur, beribadah.‟

Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menganjurkan bagi orang yang ingin

berkhalawat agar mendahulukan pengasingan diri, disertai dengan mengurangi

makan, minum, dan tidur.

2) Kutipan Data No. 8

226

Terjemah penulis: „Makna riya adalah mengharapkan pengakuan dari

makhluk (manusia) untuk mendapatkan kehormatan. Tidaklah terjadi kehancuran

pada manusia, kecuali disebabkan oleh manusia pula.‟

Pada data teks (8), terdapat kata / جب / yang berarti „rangking tertinggi,

kemuliaan, gengsi, prestise, penghormatan, penghargaan, ketenaran‟227

merupakan kata bermakna abstrak, sebab kata / جب / masih dalam bentuk konsep,

bukan dalam bentuk fisik yang dapat dilihat, disentuh, didengar. Dalam konteks

tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang sifat riya yang melakukan sesuatu

karena mengharapkan penghormatan dari manusia.

3) Kutipan Data No. 11

228

224

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 225

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 226

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3v. 227

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 228

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4r.

Page 72: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

58

Terjemah penulis: „Makna ujub dan takabur adalah melihat diri sendiri

dengan pandangan mulia dan keagungan, namun melihat orang lain dengan

pandangan hina dan rendah.‟

Pada data teks (11), terdapat kata / ػض / yang berarti „kemuliaan, kekuatan,

kehormatan, martabat, gengsi, kedudukan tinggi‟229

dikategorikan sebagai kelas

kata benda230

merupakan kata bermakna abstrak, sebab kata / ػض / masih dalam

bentuk konsep, bukan dalam bentuk fisik yang dapat dilihat, disentuh, didengar.

Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang sifat ujub dan

takabur yang menggap dirinya lebih mulia dari orang lain.

4) Kutipan Data No. 18

231

Terjmah penulis: „Dari Aisyah ra. berkata: “Biasakanlah mengetuk pintu

kerajaan alam malakut, maka akan dibukakan untukmu” kemudian ditanyakan:

“bagaimana melakukannya?” kemudian dijawab: “dengan lapar dan haus.”

Pada data teks (18), terdapat kata / ىد / yang berarti „kekuasaan,

kerajaan‟232

dikategorikan sebagai kelas kata benda233

merupakan kata bermakna

abstrak, sebab kata / ىد / atau „kekuasaan‟ masih dalam bentuk konsep atau

gagasan, bukan dalam bentuk fisik yang dapat dilihat, disentuh, didengar. Dalam

ungkapan di atas, terdapat simbol berupa „kekuasaan,‟ namun yang dimaksud

pada ungkapan di atas ialah kekuasaan Allah SWT.

5) Kutipan Data No. 76

234

Terjemah penulis: „Adapun arwah orang-orang yang taat dari para

mukmin, mereka berada pada taman-taman surga.‟

229

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 230

Qbab.la, “Https://En.Bab.La/Dictionary/Arabic-English/6/12/2020. 231

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5r. 232

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 233

Qbab.la, “Https://En.Bab.La/Dictionary/Arabic-English/6/12/2020. 234

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 16r.

Page 73: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

59

Pada data teks (76), terdapat kata / اجخ / yang berarti „kebun, taman,

surga‟235

merupakan kata bermakna abstrak, sebab kata / اجخ / masih dalam

bentuk konsep, bukan dalam bentuk fisik yang dapat dilihat, disentuh, didengar.

Surga merupakan tempat di akhirat yang diperuntukkan bagi orang-orang yang

beramal soleh. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang

keadaan orang beriman setelah meninggal dunia, akan ditempatkan di surga yang

penuh kenikmatan.

8. Diksi Bermakna Umum

Kata-kata umum adalah kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut,

dalam Ilmu Balaghah disebut / اؼب ؼ / yaitu makna yang sifatnya khusus untuk

mendapatkan perincian lebih lanjut.236

Data berikut menunjukkan adanya bentuk

penggunaan diksi bermakna umum yang ditemukan pada teks dalam naskah

Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 4

237

Terjemah penulis: „Makna hasad ialah mengharapkan hilangnya nikmat

dari sisi orang lain.‟

Pada data teks (4), terdapat kata / اؼ / yang merupakan bentuk jamak dari

‟.memiliki arti „nikmat / ؼ /238

Dalam konteks tuturan, kata / ؼ / merupakan kata

bermakna umum, sebab kata tersebut masih membutuhkan penjelasan yang lebih

rinci tentang „nikmat‟ yang dimaksudkannya.

2) Kutipan Data No. 14

239

235

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 236

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 35. 237

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3r. 238

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 239

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4v.

Page 74: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

60

Terjemah penulis: „Bila engkau melihat orang berilmu, katakanlah dalam

dirimu: ia telah diberi (ilmu oleh Allah) dan aku belum diberi (ilmu), telah

mencapai suatu ilmu dan aku belum mencapainya, dia mengetahui apa yang tidak

kuketahui, maka bagaimana seharusnya aku bisa sepertinya.‟

Pada data teks (14), terdapat kata / ثؾ / yang memiliki arti „sampai.‟240

Dalam konteks tuturan, kata / ثؾ / merupakan kata bermakna umum, sebab kata

tersebut masih membutuhkan penjelasan lebih rinci tentang apa yang „sampai‟

dimaksudkannya.

3) Kutipan Data No. 17

241

Terjemah penulis: „Sebaiknya bagi para murid242

yang melakukan salik,243

agar (mendawamkan) mujahadah244

dan riyadah,245

dengan cara mengurangi

makan, minum, dan tidur. Karena seseorang yang mengurangi makan, minum,

dan tidur, akan membuat hatinya bersih serta terang jiwanya sehingga

mempermudah baginya membentuk akhlak yang diridhoi dan sifat-sifat mulia.‟

Pada data teks (17), terdapat kata / الأخلاق اشم١خ / yang memiliki arti

„akhlak yang diridhoi‟246

atau „akhlak mulia.‟ Dalam konteks tuturan, kata / الأخلاق

merupakan kata bermakna umum, sebab kata tersebut masih / اشم١خ

240

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 241

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5r. 242

Murid adalah orang yang memiliki iradah. Iradah ialah tekad kuat secara sadar untuk

melakukan tindakan atau yang disengaja pada hal tertentu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/6/11/2020. 243

Salik adalah orang yang menempuh jalan suluk. Adapun suluk ialah cara mengenal

Tuhan melalui olah batin dan badan; Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.”

(Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/11/2020. 244

Mujahadah ialah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat buruk; M.

Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. 245

Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020. 246

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 75: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

61

membutuhkan penjelasan lebih rinci tentang „akhlak mulia‟ yang

dimaksudkannya.

4) Kutipan Data No. 21

247

Terjemah penulis: „Hendaknya bagi para pelaku riyadah,248

menjadikan

amalan riyadahnya dengan melakukan puasa sebagai pendekatan diri kepada

Allah Ta‟âlâ juga amalan-amalan tambahan (amalan Sunnah), sehingga lahirlah

padanya pancaran kecintaan Allah.‟

Pada data teks (21), terdapat kata / ااف / yang merupakan bentuk jamak

dari kata /ف / memiliki arti „tambahan‟249

atau „ibadah tambahan.‟ Dalam

konteks tuturan, kata / ف / merupakan kata bermakna umum, sebab kata tersebut

masih membutuhkan penjelasan dan rincian lebih lanjut tentang „ibadah

tambahan‟ yang dimaksudkannya.

5) Kutipan Data No. 71

250

Terjemah penulis: „Sesungguhnya dunia dan seisinya, tidak sebanding

dengan luasnya pemberian Allah kepada hambanya yang beriman.‟

Pada data teks (71), terdapat kata / ػطب٠ب / yang memiliki arti

„pemberian.‟251

Dalam konteks tuturan, kata / ػطب٠ب / merupakan kata bermakna

umum, sebab kata tersebut masih membutuhkan penjelasan dan rincian tentang

„pemberian‟ apa yang dimaksudkannya.

247

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 8v. 248

Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020. 249

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020. 250

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15v. 251

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Page 76: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

62

9. Diksi Bermakna Khusus

Kata-kata khusus adalah kebalikan dari kata-kata umum, dalam Ilmu

Balaghah disebut / اخبؿ ؼ / yaitu kata-kata khusus yang digunakan dalam

konteks terbatas pada kepentingan-kepentingan yang perlu perincian.252

Data

berikut menunjukkan adanya bentuk penggunaan diksi bermakna khusus, yang

ditemukan pada teks dalam naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr. Dapat di

lihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 1

253

Terjemah penulis: „Segala puji bagi Allah yang memerintahkan kepada

kita sekalian untuk membersihkan segala sifat buruk yang berada didalam hati

dengan cara memperbanyak al-Mujâhadah254

(berusaha mendekatkan diri kepada

Allah), al-Riyâdlah255

(melatih diri dengan amal-amal sholeh), dan al-Adzkâr

(berdzikir kepada Allah SWT baik yang tertulis maupun yang tercipta.‟

Pada data teks (1), terdapat kata bermakna khusus yaitu rincian amalan

yang dapat dilakukan untuk membersihkan hati diantaranya al-mujâhadah

(berusaha mendekatkan diri kepada Allah), al-riyâdlah (melatih diri dengan

amal-amal sholeh), dan al-adzkâr (berdzikir kepada Allah SWT baik yang tertulis

maupun yang tercipta). Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan

tentang latihan-latihan yang dapat dilakuakan untuk membersihkan sifat-sifat

buruk yang ada di dalam hati.

252

Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Terkini

(Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 36. 253

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v. 254

Mujahadah ialah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat buruk; M.

Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89. 255

Riyadah menurut sufi yaitu menumbuhkan akhlak yang terpuji didalam diri dengan

cara membiasakan ibadah dan mengekang hawa nafsu; Dictionary Almaany, “Kamus Arab

Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019), https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-

indonesia/ 6/11/2020.

Page 77: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

63

2) Kutipan Data No. 3

256

Terjemah penulis: „Ketahuilah saudara sekalian, sesungguhnya sifat-sifat

buruk yang ada di dalam hati sangatlah banyak. Di antara sifat-sifat itu adalah

marah, iri hati, kikir, cinta harta, cinta kehormatan, cinta dunia, sombong,

merasa hebat, riya, makan dan minum berlebih-lebihan, serta bicara yang

berlebihan.‟

Pada data teks (3), terdapat kata-kata bermakna khusus yaitu rincian sifat-

sifat tercela diantaranya: „marah, iri hati, kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta

dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan dan minum berlebih-lebihan, bicara

yang berlebihan.‟ Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang

jenis-jenis sifat tercela yang ada di dalam hati.

3) Kutipan Data No. 7

257

Terjemah penulis: „Sesungguhnya dunia tidak hampa dari begitu banyak

anugerah dan pengetahuan yang diberikan Allah kepada seseorang yang

dikehendaki nya berupa ilmu, kehormatan, dan harta.‟

Pada data teks (7), terdapat kata bermakna khusus yaitu rincian anugerah

diantaranya: „ilmu, kehormatan, dan harta.‟ Dalam konteks tuturan, ungkapan

tersebut menjelaskan tentang anugerah yang diberikan Allah kepada hamba yang

dikehendaki.

4) Kutipan Data No. 20

258

256

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 2v-3r. 257

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3r-3v. 258

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5v.

Page 78: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

64

Terjemah penulis: „Lapar dan haus merupakan mujahadah yang paling

baik untuk diri, namun dengan syarat bahwa dalam melakukannya hendaknya

disertai dengan memperbaiki akhlak seperti sifat sabar, ridho, syukur, lembut,

zuhud, ikhlas, dermawan dan sebagainya.‟

Pada data teks (20), terdapat kata bermakna khusus yaitu kata yang

memiliki perincian. Adapun rianciannya ialah tentang akhlak terpuji, seperti sifat:

„sabar, ridho, syukur, lembut, zuhud, ikhlas, dermawan.‟ Dalam konteks tuturan,

ungkapan tersebut menjelaskan bahwa dalam berusaha mendekatkan diri kepada

Allah SWT, selain berpuasa, maka perlu juga memperbaiki akhlak dan sifat mulia

seperti:

5) Kutipan Data No. 40

259

Terjemah penulis: „Bagi orang-orang yang hendak melaksanakan

khalawat, maka sebaiknya mendahulukan pengasingan diri karena itu merupakan

syarat. Sampai ia terbiasa menyendiri serta jauh dari keramaian orang disertai

mengurangi makan, minum, tidur.‟

Pada data teks (40), terdapat kata bermakna khusus yaitu berupa kata yang

memiliki rincian. Adapun rinciannya ialah hal-hal yang harus dikurangi pada saat

melakukan khalawat, diantaranya: mengurangi „makan, minum, dan tidur.‟

Ungkapan diatas, menjelaskan tentang hal-hal yang perlu dikurangi pada saat

melakukan khalawat.

B. Penggunaan Bahasa Kiasan dan Maknanya

Zubair (2017) menyebutkan bahwa fenomena bahasa yang paling istimewa

dalam suatu naskah ada dua hal yaitu: gaya bahasa itu sendiri, termasuk majas.

Majas mencakupi aneka persoalan dua puluh tiga gaya bahasa. Majas dianggap

sebagai aspek utama atau tolak ukur untuk mengetahui ada tidaknya gaya bahasa

pada suatu karya sastra. Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa majas

merupakan bagian dari gaya bahasa, bukan padanan atau sinonim dari gaya

bahasa. Kajian Stilistika yang disarankan oleh Leech dan Short, dapat diarahkan

259

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 9r.

Page 79: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

65

pada semua kategori kebahasaan meliputi leksikal, gramatikal, pemakaian majas,

kohesi dan konteks.260

Hampir senada dengan yang dikemukakan oleh Ahmad

Asy-Syayib, Uslub (Stilistika) mencakup kajian tentang unsur-unsur dan sifat-

sifatnya, kata, kalimat, paragraf, ungkapan, dan seni penggambaran.261

Berdasarkan ranah kajian stilistika yang dijelaskan di atas, penelitian ini di

fokuskan pada analisis diksi atau pilihan kata dalam gaya bahasa kiasan.

1. Makna Kiasan

Makna kiasan, bukan merujuk pada makna yang sesungguhnya melainkan

makna dari sebuah kata yang dikiaskan pada makna lain. Diksi atau pilihan kata

yang terdapat dalam gaya bahasa kiasan, merupakan diksi bermakna kias.

Penggunaan kata bermakna kiasan biasanya untuk menggambarkan suatu objek

atau maksud tertentu agar lebih jelas dan terang. Penggunaan kata bermakna kias

juga dapat memperindah sebuah ungkapan agar memiliki citra yang lebih hidup.

Gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan pada perbandingan atau

persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berusaha

menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut,

untuk mendapatkan pemahaman. Sebagai bandingannya dalam khasanah sastra

Arab, gaya kiasan ini mirip dengan istilah al-Bayan.262

Merujuk pada Ilmu Balaghah yang diuraikan dalam terjemah “Al-

Balaaghatul Waadhihah,” kajian balaghah meliputi: Bayan, Ma‟ani, Badi‟.

Namun yang secara khusus mengkaji bahasa kiasan ialah al-Bayan. Ranah kajian

Bayan meliputi: tasybih, majaz, kinayah.263

Ilmu Balagah juga menyajikan

metode tertentu dalam penggunaan istiarah, majas mursal, dan kinayah.264

260

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 26. 261

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 19. 262

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 134. 263

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 19. 264

Yaniah Wardani dan Umi Musyarofah, Retorika Dakwah Dai Di Indonesia, Kajian

Stilistika Dalam Sastra Arab (Banten: Adabia Press, 2019), hal. 63.

Page 80: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

66

Berdasarkan penelitian pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr,

penggunaan gaya bahasa kiasan sebagai berikut: (1) simile (tasybih), (2)

metafora (isti‟ârah), (3) personifikasi (tajsîd).

a) Simile (tasybih)

Simile atau tasybih memiliki posisi khusus dalam seni berbahasa, karena

mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi, mendekatkan yang jauh, dan

memperjelas suatu pesan; disamping memiliki nilai estetik.265

Simile ialah

membandingkan dua hal yang memiliki kesamaan sifat dengan menggunakan kata

seperti, laksana, umpama.266

Bertumpu pada penjelasan ini, dapat diketahui bahwa

suatu pemakaian ujaran dalam naskah sastra bergaya bahasa simile terdapat dua

aspek penting, yaitu:

1) Bagian yang diperbandingkan

2) Bagian yang dibandingkan

Kedua bagian tersebut dihubungkan dengan kata /sebagaimana/, /seperti/,

/sama/, /sebagai/, /bagaikan/, /laksana/, /bagai/.

Pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, ditemukan gaya bahasa

simile dengan menggunakan kata penghubung sebagai penanda simile yaitu kata:

/sebagaimana/, /seperti/, /sama/, /sebagai/, /bagaikan/, /laksana/, /bagai/. Dalam

sastra Arab, simile dikenal dengan istilah tasybih.267

Kegunaan tasybih ialah

menjelaskan suatu hal yang memiliki kesamaan sifat dengan hal lain untuk

memperjelas makna yang disifatinya. Penjelasannya menggunakan huruf / ن / kaf

atau sejenisnya, baik tersirat maupun tersurat. Unsur tasybih terdiri dari:

musyabbah, musyabbah bih, adat tasybih, wajah syibeh. Adapun wajah syibeh

pada musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada

musyabbah.268

Penggunaan gaya bahasa simile (tasybih) pada naskah dapat dilihat pada

data berkut:

265

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 121. 266

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia,” n.d., https://kbbi.web.id/api/6/12/2020. 267

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hal. 20. 268

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 21.

Page 81: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

67

1) Kutipan Data No. 15

269

Terjemah penulis: „Apabila engkau melihat orang yang kafir, maka

katakanlah pada dirimu: saya tidak mengetahui, boleh jadi kelak ia (hamba) akan

masuk islam, sehingga Dia (Allah) menutup usianya dengan kebaikan amal dan

melepaskan dosanya (hamba) sebab keislamannya sebagaimana lepasnya rambut

dari kumpulannya (kepala). Sedangkan aku, boleh jadi Allah SWT menyesatkanku

sehingga aku menjadi kafir, dan Dia (Allah) menutup usiaku dengan keburukan

amal. Lalu bagaimana jikalau esok, ia menjadi orang yang dekat kepada Allah

SWT dan aku menjadi orang yang jauh darinya (Allah).‟

Kutipan pada data (15), di dalam ungkapannya terdapat frasa yang

mengandung unsur bahasa perumpamaan yakni gaya simile (tasybih).270

Dapat

dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / وب ٠غ اؾؼش اؼج١ /

bermakna „sebagaimana melepaskan rambut dari kumpulannya.‟

Mengumpamakan terlepasnya dosa seorang hamba dari dirinya. Ketika Allah

SWT mengampuni dosa seorang hamba karena taubatnya, maka orang tersebut

akan bersih dari segala dosa-dosanya yang telah lalu.

Frasa / ٠غ اؾؼش اؼج١ / bemakna „melepas rambut dari kumpulannya‟

adalah musyabbah bih, dibandingkan frasa / ٠غ ثئعلا رث / bermakna

„melepas dosa hamba karena keislamannya‟ sebagai musyabbah, dengan

menggunakan kata pembanding / وب / bermakna „sebagaimana‟ sebagai adat al-

tasybih. Ungkapan pada data (15) tidak memiliki wajah syibeh, sehingga

ungkapan ini termasuk dalam kategori tasybih mursal mujmal.271

269

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4v. 270

Tasybih adalah penjelasan suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan

hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunkan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun

tersirat; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung:

Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 20. 271

Tasybih Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan Tasybih Mujmal

adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 82: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

68

Di sisi lain, sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di atas

ialah sama-sama memiliki sifat „melepaskan,‟ yakni tidak terdapat lagi sesuatu

yang melekat. Pada frasa / ٠غ اؾؼش اؼج١ / bermakna „melepas rambut dari

kumpulannya,‟ bertanda bahwa rambut yang “terlepas” tidak akan mungkin lagi

melekat di kepala. Begitupula frasa / ٠غ ثئعلا رث / bermakna „melepas

dosa hamba karena keislamannya,‟ bertanda bahwa sesorang yang telah diampuni

oleh Allah SWT akan “terlepas” segala dosa-dosanya yang telah lalu.

Ungkapan pada data (13), ingin menggambarkan keadaan seorang hamba

yang diampuni dosanya. Terlepasnya dosa karena taubat dan keislaman. Dalam

paragraf terdapat dua sosok yang berbeda. Sosok pertama adalah tokoh “aku”

yang diumpamakan melihat orang kafir. Tokoh “aku” dinasehati oleh narator,

yang mana narator ini bisa merujuk kepada pengarang yang berperan sebagai

ulama tasawuf (Muhammad Idrus). Dinasehatinya tokoh “aku,” dilarang

berprasangka buruk kepada orang kafir. Karena boleh jadi, orang kafir mendapat

hidayah dari Allah SWT, kemudian ia bertobat dan masuk Islam sehingga ia

termasuk orang yang beriman. Sebaliknya, boleh jadi orang mukmin akan

tergelincir keimananya pada kehinaan karena merasa ujub, suci, takabur, hebat,

sombong, sehingga ia dilaknat oleh Allah dan di akhir hayatnya tersesat dari jalan

yang lurus dan termasuk orang yang tercela.

Tobat (pengampunan), datangnya dari Allah untuk hamba yang dipilih-

Nya.272

Ketika seorang hamba dengan sungguh-sungguh bertaubat, niscaya Allah

SWT akan mengampuninya. Seorang hamba yang memiliki banyak dosa, jika

mendapat ampunan dari Allah SWT akan bersih dari segala dosanya. Oleh karana

itu, seorang hamba tidak boleh menggap orang lain hina karena perbuatan

dosanya, dan menganggap dirinya lebih baik dari orang lain karena amalannya.

Boleh jadi orang yang berdosa melakukan taubat serta melakukan amal sholeh

hingga dia meninggal dunia dalam keadaan akhir yang baik. Sebaliknya, boleh

jadi Allah SWT menyesatkan seorang Muslim karena kesombongannya sehingga

ia meninggal dalam keadaan kafir.

272

Sentot Hartono, Syaikh Al-Waasi‟ Achmad Syaechudin “Bulan Terang Di Bukhara”

Risalah Tentang Tasawuf (Jakarta: Khazanah, 2007), hal. 72.

Page 83: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

69

2) Kutipan Data No. 29

273

Terjemah penulis: „Di dalam Hadist Qudsi dikatakan: la ilaha illallah

adalah bentengku, dan barangsiapa yang masuk ke dalam bentengku akan

selamat dari siksaku.‟

Ungkapan pada data (29) diidentifikasi sebagai ) diidentifikasi sebagai

gaya simile (tasybih). Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu

kata / دق / yang bermakna „benteng,‟ mengkiaskan perlindungan yaitu kalimat

la ilâha illallâh adalah pelindung dari azab hari kiamat.

Kata / دق / yang bermakna „benteng‟ adalah musyabbah bih,

dibandingkan dengan frasa / إ اللهلا / bermakna „tiada tuhan selain Allah‟ sebagai

musyabbah, namun tidak menggunakan kata pembanding sebagai adat al-tasybih.

Ungkapan pada data (29) sebagai wajah syibehnya „barangsiapa yang masuk

kedalam benteng akan selamat dari mara bahaya.‟ Dengan demikian, ungkapan

ini termasuk dalam kategori tasybih mu‟akkad.274

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di

atas ialah sama-sama memiliki unsur “menyelamatkan.” Pada kata „benteng,‟

merupakan sesuatu yang dapat “menyelamatkan” dari serangan musuh.

Begitupula pada kata „tiada tuhan selain Allah,‟ terdapat unsur yang dapat

“menyelamatkan” karena ungkapan tersebut adalah nama tuhan yang melindungi

manusia.

Ungkapan pada data (29) adalah ucapan (Hadist) Rasulullah SAW yang

merupakan (Hadist Qudsi) menjelaskan tentang keutamaan kalimat „la ilâha

illallâh‟. Dalam hadist digambarkan bahwa kalimat la ilâha illallâh bagaikan

benteng yang melindungi dari azab pada hari kiamat. Allah SWT memberikan

syafaat (pertolongan) bagi orang-orang yang mengucapkan la ilâha illallâh

dengan penuh keikhlasan tanpa menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Syafaat

atau pertolongan dari Allah SWT berupa terbebas dari azab dan siksa api neraka.

273

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 6v-7r. 274

Tasybih mu‟akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya; Lihat: Ali Al-Jarim

dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2018), hal. 28.

Page 84: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

70

3) Kutipan Data No. 33

275

Terjemah penulis: „Amalan zikir ini dapat mempercepat membuka

(kebenaran) hati dan mendekatkan diri kepada Allah, dengan syarat

menghadirkan makna zikir di dalam hati pada setiap kali mengucapkannya.

Sebab zikir adalah kunci hakekat hati dan mengangkat derajat para salik pada

alam gaib.‟276

Ungkapan pada data (33) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / فزبح دمبئك امة /

bermakna „kunci hakekat hati.‟ Menggambarkan kunci rahasia hati, yaitu dengan

berdzikir akan menyingkap tabir rahasia yang berada di dalam hati, berupa

ketajaman mata hati dalam mengenal kebesaran tuhan serta keyakinan yang

mendalam akan kekuasaannya.

Frasa / فزبح دمبئك امة / bermakna „kunci hakekat hati‟ adalah musyabbah

bih, dibandingkan dengan kata / ازوش / bermakna „zikir‟ sebagai musyabbah,

namun tidak menggunakan kata pembanding sebagai adat al-tasybih. Ungkapan

pada data (33) tidak terdapat wajah syibehnya. Dengan demikian, ungkapan ini

termasuk dalam kategori tasybih baligh.277

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada tasybih

di atas ialah sama-sama memiliki unsur “pembuka.” Pada frasa „kunci hakekat

hati,‟ merupakan “pembuka” hakekat kebenaran hati. Begitupula pada kata „zikir‟

juga dapat “membuka” tabir rahasia yang berada di dalam hati.

Ungkapan pada data (33) menjelaskan tentang amalan dzikir dapat

membuka rahasia hakekat hati. digambarkan bahwa zikir bagaikan kunci hakekat

hati. Hamba yang senantiasa berzikir, akan diberi petunjuk di dalam hatinya oleh

Allah.

275

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 7r. 276

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 7r. 277

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya dan wajah syibehnya;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 85: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

71

Dalam ajaran Ibnu „Arabi sebagaimana dalam sufisme umumnya, hati

(qalbu) adalah organ penghasil pengetahuan sejati, intuisi komprehensif, gnosis

(ma‟rifat) tuhan dan misteri-misteri ilahiah.278

zikir ialah mengingat Allah dengan

cara memuji dan menyebut namanya. Orang yang senantiasa berzikir, akan di

angkat derajatnya di sisi Allah SWT. Makhluk ciptaan Tuhan yang ada di bumi

dan di langit juga senantiasa berzikir. Bahkan ada pula malaikat yang ditugaskan

khusus oleh Allah SWT untuk berzikir. Denngan berzikir pula, dapat membuka

rahasia hakekat kebenaran hati (qalbu). Dengan berzikir, hati dapat melihat

pancaran kebesaran Allah SWT. Dengan berzikir dapat mendekatkan seorang

hamba kepada sang khalik. Ketika berzikir hendaknya diiringi dengan mengingat

kebesaran tuhan. Berzikir dengan mengesakannya sebagai satu-satu tuhan yang

disembah.

4) Kutipan Data No. 43

279

Terjemah: „Dan Kami turunkan dari Al Qur‟an (sesuatu) yang menjadi

penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang

zalim (Al Quran itu) hanya akan menambah kerugian.‟280

Ungkapan pada data (43) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu kata / ؽفبء / yang

bermakna „obat,‟ menggambarkan petunjuk ilahi dan solusi kehidupan, yakni

sebagai petunjuk dan solusi dari seluruh permasalahan hidup bagi umat manusia.

Kata / ؽفبء / yang bermakna „obat‟ adalah musyabbah bih dibandingkan

dengan kata / مشآا / bermakna „dunia‟ sebagai musyabbah dengan tidak memakai

kata pembanding sebagai adat al-tasybihnya. Ungkapan ini, tidak terdapat wajah

syibehnya. Dengan demikian, ungkapan pada data (43) termasuk dalam kategori

tasybih baligh.281

278

Henri Corbin, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibnu ‟Arabi (Yogyakarta: LKiS, 2014), hal.

302. 279

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 10r. 280

Tafsir Al Quran Al Karim (Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an,

Software Al Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al Qur'an);

http://www.tafsir.web.id./6/3/2020. 281

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya dan wajah syibehnya;

Lihat; Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Page 86: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

72

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada isti‟ârah

di atas ialah sama-sama memiliki unsur “solusi.” Kata „obat‟ adalah bahan untuk

penyembuhkan penyakit yang menjadi “solusi” bagi orang yang menderita sakit.

Begitupula pada frasa „petunjuk dan solusi kehidupan,‟ juga merupakan “solusi”

dari seluruh permasalahan kehidupan.

Ungkapan pada data (43) adalah kutipan dari Al-Qur‟an dalam Surat Al-

Isr'a ayat (82) yang menjelaskan tentang tujuan diturunkan Al-Qur‟an.

Didalamnya, Allah SWT menggambarkan Al-Qur‟an sebagai obat dan rahmat

bagi orang beriman. Selain kedua makna di atas, Al-Qur'an juga sebagai solusi

dan petunjuk bagi kehidupan manusia. Dengan petunjuk Al-Qur'an, dapat

diketahui perintah dan larangan Allah sang pencipta. Dengan petunjuk Al-Qur'an

pula, dapat diketahui pedoman hidup yang akan menuntun kepada jalan

kebahagiaan di dunia dan akhirat.

5) Kutipan Data No. 45

282

Terjemah penulis: „Seseorang yang berkhalawat hendaklah tetap diam

ditempat saat bermurâqabah dan menjadi pemberani ketika suara melengking

atau apapun yang nampak padanya seperti kilat, cahaya, sesuatu yang

tersingkap, tabir rahasia, pandangan, pengetahuan, dan pengenalan, maka

hendaknya ia berhati-hati dari segala hal yang dapat memalingkannya (dari

murâqabah) dan apapun yang nampak padanya sebab itu merupakan hijab

penghalang. Tetapi hendaknya ia melakukan amalan-amalan (beserta Allah),

(karena Allah), (di dalam keridhoan Allah), dan bukan amalan selain itu,

sehingga ia merasakan kenikmatan ketika bermurâqabah dan mendekatkan diri

Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

282 Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 10v.

Page 87: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

73

kepada Allah, hingga Allah menjadikannya sebagai orang yang mulia dan

tercerahkan. Begitupula ketika ia memasuki tempat khalawat yang dicintainya,

hendaknya ia memperbanyak zikir dan rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas apa

yang dianugerahkan kepadanya, dengan senantiasa tekun melakukan zikir di

dalam hatinya sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh gurunya.

Kecuali jika ia lupa, maka boleh melakukannya dengan ucapan. Barangsiapa

yang sering melakukan hal itu, maka akan nampak padanya cahaya bagaikan

cahaya di waktu pagi.‟

Ungkapan pada data (45) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih),

sebab menggunakan bahasa perumpamaan. Hal ini dapat dilihat dari diksi (pilihan

kata) yang dipakai yaitu frasa / س وبقجبح / bermakna „cahaya bagaikan di waktu

pagi.‟ Mengumpamakan cahaya petunjuk Ilahi, berupa cahaya keimanan dan

ketakwaan yang terpancar dari diri seorang hamba yang telah berhasil melakukan

khalawat.

Frasa / س وبقجبح / bermakna „bagaikan cahaya di waktu pagi‟ adalah

musyabbah, dibandingkan dengan frasa / ظش ػ١ س / bermakna„nampak

padanya cahaya‟ sebagai musyabbah bih, menggunakan kata pembanding / ن /

bermakna „bagaikan‟ sebagai adat al-tasybih. Namun ungkapan tersebut tidak

memiliki wajah syibeh. Dengan demikian, ungkapan pada data (41) dapat

dikategorikan sebagai tasybih mursal mujmal.283

Ditinjau dari aspek „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di atas,

sama-sama memiliki sifat „menerangi.‟ Frasa / س وبقجبح / bermakna „bagaikan

cahaya di waktu pagi,‟ merujuk pada suatu keadaan ketika pagi telah datang,

maka seluruh alam akan “terang-benerang”. Begitupula frasa / ظش ػ١ س /

bermakna „nampak padanya cahaya‟ menunjukkan keadaan “terangnya” jiwa

setelah berhasil didalam melakukan khalawat, berupa pancaran cahaya keimanan

dan ketakwaan.

Data (45) diidentifikasi sebagai paragraf sebab akibat. Tokoh “aku” yang

digunakan dalam paragraf adalah sosok yang bisa mendapat akibat dari

perbuatannya. Hal itu digunakan oleh tokoh “aku” yang diawasi oleh nurani

283

Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan tasybih mujmal

adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 88: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

74

sebagai orang yang serba tahu dan bisa menasehati, narasi ini dapat diperankan

oleh pengarang (Muhammad Idrus).

Merujuk pada penjelasan-penjelasan yang dikemukakan oleh Kunjana

(2018:130), terdapat paragraf sebab akibat yaitu penjelasan cerita berasal dari

sebab-sebab yang bermuara pada akhirat. Paragraf (45) mengkisahkan tentang

tokoh “aku” yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, yaitu tidak boleh

terganggu oleh berbagai aspek yang menimbulkan hilangnya konsentrasi untuk

mengingat Allah. Hal ini berdampak pada rusaknya amal khalawat. Sebaliknya,

bila ia berkonsentrasi melakukan penyerahan diri kepada Allah SWT maka ia

akan mendapat cahaya keyakinan. Keyakinan merupakan akibat / hasil dari upaya

Khalawat kepada Allah. Alamat ini, yang menyebabkan paragraf ini sebagai

paragraf sebab akibat.

Ungkapan pada data (45), menjelasankan tentang keadaan seorang hamba

yang melakukan khalawat. Dimenggambarkan keadaan seorang hamba yang telah

berhasil dalam khalawatnya, akan terpancar padanya cahaya berupa cahaya

keyakinan dan ketakwaan yang bersinar cerah bagaikan cahaya di waktu pagi.

Dalam melakukan khalawat, hendaknya memiliki semangat yang tinggi serta

keteguhan jiwa. Sebab didalam melakukan khalawat, terdapat banyak cobaan dan

gangguan yang dapat memalingkan diri seorang hamba dari mengingat Allah.

Gangguan tersebut merupakan hijab penghalang bagi orang yang melakukan

khalawat. Oleh karena itu, maka hendaknya banyak melakukan dzikir dan hal-hal

lain yang dapat mengantarkan pada mengingat Allah SWT.

Terbukanya hijap seseorang, sesuai dengan kadar tingkatan ilmunya. Ilmu

mengenal Allah SWT merupakan pemberian dari-Nya yang di peroleh setelah

melakukan mujahadah.284

Ketika pengaruh rahasia itu mulai menjamah hati dan

pikiran, melalui praktek kontak ibadah, meditasi, dan pengabdian serta melalui

penyingkapan-penyingkapan, gairah sang pencari pada pencarian semakin

menyala-nyala.285

Menurut Abdul Rauf al-Sinkili seorang ulama sufi dari Aceh,

seorang sufi yang telah mengalami puncak pendakian ruhani, pandangan hatinya

284

Ibnu ‟Arabi, Cahaya Penakluk Surga, Sisi Praktis Khalawat Di Kalangan Para Auliya

(Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), hal. 18. 285

Mutiara Hikmah Tokoh-Tokoh Tasawuf (Tangerang Selatan: Alifia Books, 2018), hal.

30.

Page 89: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

75

akan berpusat kepada Allah sepenuhnya.286

Seorang hamba yang melakukan

khalawat dengan baik, akan mengetahui kenikmatan ketika mendekatkan diri

kepada Allah. Beserta itu, Allah akan menjadikannya sebagai orang yang mulia

dan jernih jiwanya. Dalam melakukan khalawat, hendaknya memperbanyak zikir

dan rasa syukur kepada Allah SWT atas apa yang dialaminya. Senantiasa tekun

melakukan zikir di dalam hatinya sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan

gurunya. Barangsiapa yang sering melakukannya, maka akan nampak padanya

cahaya bagaikan cahaya di waktu pagi. Cahaya yang akan menerangi hatinya

dengan keyakinan dan ketakwaan pada Allah SWT.

6) Kutipan Data No. 63

287

Terjemah penulis: „Berkata Qotbul Gaus Syekh Abu Bakar bin Salim,

semoga Allah yang maha kuasa mensucikan ruhnya: “kepadamu wahai

saudaraku, harus meninggalkan dunia secara zahir dan batin, karena itu

merupakan pangkal dari semua keburukan. Keluarkanlah ia (cinta dunia) dari

dalam hatimu.”

Uangkapan pada data (63) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu kata / سأط / yang

bermakna „kepala‟, mengkiaskan pangkal keburukan, yaitu mencintai dunia

merupakan pangkal dari semua keburukan.

Frasa / سأط و خط١ئخ / yang bermakna „kepala dari setiap keburukan‟

adalah musyabbah dibandingkan dengnan frasa / هت اذ١ب / bermakna „mencari

dunia‟ sebagai musyabbah dengan tidak memakai kata pembanding sebagai adat

al-tasybihnya. Ungkapan ini, tidak terdapat wajah syibehnya. Dengan demikian,

ungkapan pada data (63) termasuk dalam kategori tasybih baligh.288

286

M. Wildan Yahya, Menyingkap Tabir Rahasia Spiritual Syekh Abdul Muhyi,

Menapaki Jejak Para Tokoh Sufi Nusantara Abad XVII & XVIII (PT. Refika Aditama, 2007), hal.

97. 287

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 14v. 288

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya dan wajah syibehnya;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 90: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

76

Disisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada (tasybih)

di atas ialah sama-sama memiliki unsur “pusat.” Kata „kepala‟ adalah bagian

tubuh yang menjadi “pusat” syaraf dari segala aktifitas badan. Begitupula pada

frasa „pangkal keburukan,‟ juga merupakan “pusat” dari segala keburukan.

Ungkapan pada data (63), merupakan ungkapan Syekh Abu Bakar bin

Salim yang ingin menjelasankan tentang bahaya mecintai dunia. Ia

menggambarkan bahwa mencintai dunia merupakan pangkal dari setiap

keburukan. Seseorang yang mencintai dunia, akan terpedaya hingga ia lupa

kepada akhirat. Pada umumnya, manusia sangat mencintai dunia karena

didalamnya terdapat banyak kenikmatan dan keindahan.

Anda bisa menjauh dari kemegahan dunia, segala kenikmatan jasmani

yang berlebihan. Namun jika secara rohani, pikiran, hati, perasaan, dan hasrat

anda masih mencintai semua hal tersebut, anda masih terjerat ego.289

Meninggalkan cinta kepada dunia kemudian menggantinya dengan cinta kepada

Allah semata, merupakan cara untuk bisa memurnikan cinta kepada sang pencipta.

7) Kutipan Data No. 63

290

Terjemah penulis: „Keluarkanlah ia (cinta dunia) dari dalam hatimu,

karena mencintainya (dunia) dan mencintai Allah SWT, tidak akan dapat bersatu

di dalam hati. Laksana tidak dapat bersatunya air dan api di dalam satu wadah.

Mencarinya (dunia) merupakan kehinaan di sisi Allah SWT dan makhluknya.

Sesungguhnya ia (dunia) adalah tempat yang menipu dan memperdaya.

Kesusahan senantiasa meliputi orang yang mencintainya, maka bebaskan dirimu

dengan meniggalkannya.‟

Ungkapan pada data (63) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih). Hal

ini dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / ٠جزؼب ابء ابس لا وب

bermakna „laksana air dan api yang tidak akan bersatu di dalam / ف إبء ادذ

289

Zaprulkhan, Pencerahan Sufistik, Menimba Kearifan Hidup Melalui Kisah-Kisah

Kaum Sufi (Jakarta: Quanta, 2015), hal. 145. 290

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 14v.

Page 91: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

77

wadah.‟ Kata laksana merupakan sinomim dari kata sebagaimana, atau bagaikan.

Perumpamaan diatas, diindikasikan sebagai cara untuk menggambarkan keadaan

hati seorang hamba yang tidak mungkin bisa mencintai dunia dan mencintai Allah

SWT sekaligus di dalam hatinya.

Frasa / ابء ابس / bermakna „air dan api‟ adalah musyabbah,

dibandingkan frasa / دجب دت الله / bermakna „mencintainya (dunia) dan mencintai

Allah‟ sebagai musyabbah bih dengan menggunakan kata pembanding / وب /

bermakna „sebagaimana‟ sebagai adat al-tasybih. Ungkapan ini yang menjadi

wajah syibehnya ialah frasa / ٠جزؼبلا / bermakna „tidak dapat bersatu.‟ Dengan

demikian, ungkapan pada data (63) termasuk dalam kategori tasybih mursal

mufashshal.291

Di sisi lain sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “saling kontradiksi.” Frasa / ابء ابس /

bermakan „air dan api‟ memiliki unsur yang “saling kontradiksi” yaitu panas dan

dingin. Begitu pula frasa / دجب دت الله / bermakna „mencintainya (dunia) dan

mencintai Allah,‟ juga memiliki unsur yang “saling kontradiksi” yaitu cinta

kepada dunia dan cinta kepada Allah.

Ungkapan pada kutipan data (63) ialah ungkapan Syekh Abu Bakar bin

Salim yang penjelasan tentang bahaya mencintai dunia. Ia menggambarkan

tentang suatau keadaan yang mana tidak dapat disatukannya antara mencintai

dunia dan mencintai Allah SWT sekaligus di dalam hati, sebagaimana tidak dapat

bersatunya air dan api di dalam sebuah wadah. Seorang hamba yang mencintai

dunia akan mustahil baginya dapat mencintai Allah SWT dengan sempurna, sebab

hatinya telah dipenuhi oleh kecintaan terhadap keindahan dunia. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa mencintai dunia secara berlebihan merupakan pangkal

dari segala keburukan.

Ketika hasrat (syahwat) menguasai kalbu hingga tak terkendali, maka

Setan akan bercokol di relungnya. Hati yang tidak mengandung sifat-sifat kotor,

Setan bisa saja memasukinya bukan karena adanya syahwat, tetapi karena

kosongnya hati sebab lalai dari zikir kepada Allah. Bila ia kembali berzikir,

291

Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan Tasybih Mufashshal

adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 92: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

78

Setanpun akan keluar dan pergi bersembunyi.292

Mencari kesenangan dunia

merupakan kehinaan di sisi Allah. Seharusnya seorang hamba lebih mencintai

sang pencipta dari pada ciptaan. Dunia sesungguhnya adalah tempat yang menipu

dan memperdaya bahkan kesusahan senantiasa meliputi orang yang mencintainya.

Oleh karena itu, tinggalkan kecintaan terhadap dunia yang berlebihan karena

dapat melalaikan dari mengingat Allah SWT.

8) Kutipan Data No. 65

293

Terjemah penulis: „Berkata penghulu orang-orang terdahulu dan terakhir

Muhammad SAW: “Dunia merupakan tempat bagi orang yang tidak memiliki

tempat, dan dikumpulkannya (kesenangan dunia) oleh orang yang tidak memiliki

akal.”

Ungkapan pada data (65) diidentifikasi sebagai ) diidentifikasi sebagai

gaya simile (tasybih). Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu

Frasa / داس لا داس / yang bermakna „tempat bagi orang yang tidak memiliki

tempat,‟ mengkiaskan orang yang mencintai dunia sebab tidak mengetahui

nikmatya kehidupan akhirat.

Frasa / داس لا داس / yang bermakna „tempat bagi orang yang tidak

memiliki tempat‟ merupakan musyabbah dibandingkan dengan kata / اذ١ب/

bermakna „dunia‟ sebagai musyabbah bih, tanpa menggunakan kata pembanding

sebagai adat al-tasybih. Ungkapan ini yang menjadi wajah syibehnya ialah frasa

ػم لا ٠جزؼب / / bermakna „dikumpulkannya (dunia) oleh orang yang tidak

memiliki akal.‟ Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada

tasybih di atas ialah sama-sama memiliki unsur yang “menginginkan

dunia”.Dengan demikian, ungkapan pada data (65) termasuk dalam kategori

tasybih mu‟akkad.294

292

Mahbub Djamaluddin, Imam Al-Ghazali, Biografi & Warisan Sang Ensiklopedi

Zaman (Senja Publishing, 2015). 293

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 294

Tasybih mu‟akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya; Lihat: Ali Al-Jarim

dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2018), hal. 28.

Page 93: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

79

Ungkapan pada data (65) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang keadaan orang yang mencintai dunia. Ia menggambarkan

bahaya orang yang mencintai dunia bagaikan orang yang tidak memiliki akal.

Kebodohan orang yang mencintai dunia secara berlebihan. Digambarkan bahwa

dunia adalah tempat yang indah, sehingga manusia banyak yang terpedaya

karenanya. Terkadang manusia hanya memilih kejayaan dan kesenangan dunia

tetapi lupa pada akhirat. Orang yang hanya mengejar perhiasan dunia akan

meruggi di akhirat kelak.

9) Kutipan Data No. 66

295

Terjemah penulis: „Dunia adalah musuh Allah dan musuh para walinya.‟

Ungkapan pada data (66) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu frasa / ػذح الله ػذح

yang bermakna „musuh Allah dan musuh para nabi,‟ menggambarkan / أ١بئ

kebencian Allah SWT dan para walinya terhadap kelalaian dan kemaksiatan yang

ada di dunia.

Frasa / ػذح الله ػذح أ١بئ / yang bermakna „musuh Allah dan musuh para

wali,‟ merupakan musyabbah dibandingkan dengan kata / اذ١ب / yang bermakna

„dunia‟ sebagai musyabbah bih, tanpa menggunakan kata pembanding sebagai

adat al-tasybih. Ungkapan ini tidak terdapat wajah syibehnya. Dengan demikian,

ungkapan pada data (66) termasuk dalam kategori tasybih baligh.296

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di

atas ialah sama-sama memiliki unsur yang “kebencian.” Pada kata „musuh,‟

terdapat “kebencian” bagi orang yang saling bermusuhan. Begitupula kata

„dunia,‟ juga terdapat “kebencian” sebab didalamnya terjadi kemaksiatan.

Ungkapan pada data (66) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang kebencian Allah SWT dunia karena kemaksiatan.

Digambarkan bahwa Allah SWT dan para walinya membenci dunia bagaikan

musuh kepada dunia. Allah SWT membenci dunia karena kelalaian manusia dari

295

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 296

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya dan wajah syibehnya; Lihat: Ali

Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 94: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

80

ketaatan dan ibadah. Para walinya membenci dunia disebabkan sakitnya menahan

diri dari godaan yang berada didunia. Kezaliman dilakukan tanpa memperdulikan

syariat dan hukum yang diturunkan kepada manusia didunia. Oleh sebab itu,

sudah seharusya kita menjauhi kemaksiatan karena itu akan menyebabkan murka

Allah SWT.

10) Kutipan Data No. 70

297

Terjemah penulis: „Berkata Rasulullah sallalâhu alaihi wa sallam: “dunia

adalah penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir.”

Ungkapan pada data (64) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / عج اؤ جخ

‟yang bemakna „penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir /اىبفش

menggambarkan orang mukmin yang menahan diri dari segala yang di larang

Allah SWT dan orang kafir yang hidup bebas menikmati dunia tanpa

memperdulikan aturan serta laranga Allah SWT.

Frasa / عج اؤ جخ اىبفش / yang bemakna „penjara bagi orang beriman

dan surga bagi orang kafir‟ merupakan musyabbah dibandingkan dengan kata /

yang bermakna „dunia,‟ sebagai musyabbah bih, tanpa menggunakan kata / اذ١ب

pembanding sebagai adat al-tasybih. Ungkapan ini ,tidak terdapat wajah

syibehnya. Dengan demikian, ungkapan pada data (70) termasuk dalam kategori

tasybih baligh.298

Disisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di

atas ialah sama-sama memiliki unsur “kontra diksi.” Pada frasa „penjara dan

surga‟ merupakan sesuatu yang “kontra diksi.” begitupula kata„dunia‟ didalamnya

terdapat hal yang “kontra diksi” yaitu menahan diri dan perilaku bebas.

Ungkapan pada data (70) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang keadaan orang beriman dan orang kafir di dunia.

Digambarkan bahwa dunia adalah tempat yang penuh kesengsaraan bagi orang

297

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 16v. 298

Tasybih baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya dan wajah syibehnya;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 95: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

81

beriman karena menahan diri dari hal yang dilarang Allah SWT, tetapi sebagai

tempat yang menyenangkan bagi orang kafir karena memperturutkan hawa nafsu.

11) Kutipan Data No. 74

299

Terjemah penulis: „Adapun ruh para Nabi, ketika keluar dari jasadnya

(meninggal dunia), ia menyerupai minyak wangi dan kapur harum, ia berada di

surga yang penuh kenikmatan. Pada malam harinya, ia berlindung pada lampu

yang berada di bawah „Arsyi.‟

Ungkapan pada data (74) diidentifikasi sebaga gaya simile (tasybih). Hal

ini dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa /ث اغه اىبفس

/ bermakna „seperti minyak wangi dan kapur harum.‟ Mengumpamakan keadaan

ruh para Nabi yang begitu mulia dan istimewa. Ruh para nabi ketika keluar dari

jasadnya pada saat meninggal dunia, berbentuk halus dan istimewa serta berbau

harum semerbak karena amal dan ibadahnya.

Frasa / اغه اىبفس / bermakna„minyak wangi dan kapur harum‟ adalah

musyabbah bih, dibandingkan frasa / أساح الأج١بء / bermakna „ruh para nabi‟

sebagai musyabbahnya, dengan menggunakan kata pembanding / ث / bermakna

„seperti‟ sebagai adat al-tasybih. Ungkapan pada data (74) tidak terdapat wajah

syibeh-nya, sehingga ungkapan ini termasuk dalam kategori tasybih mursal

mujmal.300

Ditinjau dari aspek „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “keistimewaan.” Frasa / اغه اىبفس / bermakna

„minyak wangi dan kapur harum‟ memiliki unsur yang “istimewa” yaitu

disenangi banyak orang karena memiliki “keistimewaan” aroma yang wangi.

Begitupula frasa / أساح الأج١بء / bermakna„ruh para nabi‟ juga memiliki unsur yang

“istimewa” yaitu keistimewaan amal dan ibadahnya.

299

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 16r. 300

Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan tasybih mujmal

adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 96: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

82

Ungkapan pada data (74), menjelasankan tentang keadaan ruh setelah

meninggal dunia. Digambarkan bahwa keadaan ruh para Nabi yang diistimewakan

oleh Allah bagaikan kapur harum yang semerbak karena amal dan ibadahnya.

Ketika manusia meninggal dunia, ruhnya akan keluar dari jasadnya dalam

beberapa bentuk penyerupaan dan tetap hidup di alam yang berbeda.

Allah yang menghidupkan, mematikan, dan menghidupkan kembali. Ruh

kembali keasal ruh.301

Ruh akan kembali kepada penciptanya. Ruh mengalami

keadaan berbeda-beda setelah keluar dari jasadnya bergantung pada amalannya

selama di dunia. Keadaan ruh ketika keluar dari jasadnya terbagi atas lima bentuk

yaitu keadaan ruh para nabi, ruh para syahid, ruh orang yang taat dari para

mukmin, ruh orang yang bermaksiat dari para mukmin, ruh orang-orang kafir.

Keadaan ruh para nabi ketika keluar dari jasadnya memiliki bentuk yang

istimewa. Hal ini disebabkan karena amalanya yang begitu mulia, hingga Allah

SWT menganugerahkan keistimewaan tersebut. Perjuangan para nabi dalam

mendakwahkan agama begitu besar, mengajak umatnya untuk beribadah kepada

Allah SWT dan menuntun umatnya agar mendapatkan hidayah dan petunjuk ke

jalan kebenaran. Usaha itu dilakukan guna keselamatan umatnya di dunia dan

akhirat.

12) Kutipan Data No. 79

302

Terjemah penulis: „Berkat petunjuk Allah yang Maha Mulia, tamatlah

tulisan ini pada hari selasa bulan rabi'ul awal tahun 1250H. Hari ini merupakan

bulan yang penuh berkah sebagaimana bulan hijrahnya Nabi dan para

sahabatnya. Teriring salawat dan salam kepadanya. Kuberikan judul pada tulisan

ini, “Diya al-Anwar fi Tasfiat al-Akdar.” Seraya berharap kepada Allah, semoga

menjadikannya (para sahabat) sebagai orang yang ikhlas disisi-Nya, serta

301

Candra Malik, Makrifat Cinta (Jakarta: Noura Books, 2012), hal. 11. 302

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 16v.

Page 97: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

83

memasukkan kedalam surga yang penuh kenikmatan. Tiada daya dan upaya,

kecuali atas izin Allah yang maha tinggi lagi mulia. Semoga Allah merahmati

orang-orang yang telah mempersatukan mukmin yang berselisih. Persatuan

mukmin seperti bangunan yang saling memperkuat satu sama lain.‟

Ungkapan pada data (79) diidentifikasi sebagai gaya simile (tasybih). Hal

ini di lihat pada diksi (pilihan kata) yang di gunakan yaitu frasa / ث اج١ب ٠ؾذ

bermakna „sebagaimana bangunan yang saling memperkuat satu / ثؼن ثؼنب

sama lain.‟ Mengumpamakan persatuan kaum mukminin, yaitu persaudaraan di

antara sesama mukmin yang saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.

Kata / اج١ب / bemakna „bangunan‟ adalah musyabbah bih dibandingkan

kata / اؤ / bermakna „orang-orang beriman‟ sebagai musyabbah dengan

menggunakan kata pembanding / ث / bermakna „seperti‟ sebagai adat al-tasybih.

Ungkapan ini yang menjadi wajah syibehnya ialah frasa / ٠ؾذ ثؼن ثؼنب /

bermakna „saling memperkuat satu sama lain.‟ Dengan demikian, ungkapan pada

data (79) termasuk dalam kategori tasybih mursal mufashshal.303

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di

atas ialah sama-sama memiliki unsur yang “saling memperkuat”. Kata / اج١ب /

bermakna „bangunan‟ memiliki struktur rangka dan material yang “saling

mendukung dan memperkuat.” Begitupula pada kata / اؤ / bermakna „orang-

ornag beriman,‟ memiliki ikatan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) diantara

sesama mukmin yang “saling mendukung dan memperkuat” satu sama lain.

Ungkapan pada data (79), menjelasankan tentang persatuan kaum

muslimin. Digambarkan bahwa persaudaraan sesama mukmin seperti bangunan

yang kokoh karena memiliki struktur yang saling mendukung satu sama lain. Pada

dasarnya, seorang muslim ialah bersaudara karena diikat oleh tali akidah. Oleh

karena itu, seorang muslim yang baik ialah muslim yang mencintai saudaranya

sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Saling tolong menolong diantara

sesama muslim.

Adab bersaudara dan bertetangga kepada sesama muslim secara umum

ialah mendahului untuk memberi salam, bermuka manis, bersahabat, memanggil

303

Tasybih mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan tasybih mufashshal

adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28.

Page 98: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

84

dengan nama yang baik, tidak menyukai perdebatan, menjenguk ketika sakit,

menghiburnya ketika di timpa musibah, menegur ketika bersalah dengan cara

yang baik, memaafkan kesalahannya.304

Selain dari mengikuti apa yang

diperintahkan dan menjauhi apa yang di larangan, puncak tertinggi pandangan

hidup seorang muslim ialah cinta.305

Bertumpu kepada hasil analisis data di atas, dapat diketahui bahwa pada

naskah ini terdapat pemakaian gaya bahasa simile yang dapat diketahui melalui

tanda pemakaian kata konjungsi, /sebagaimana/, /bagaikan/, /laksana/, /seperti/,

rekapitulasi dapat digambarkan sebagai berikut penanda gaya bahasa simile.

Tabel 1 Simpulan Penanda Gaya Bahasa Simile (tasybih)

304

Imam al-Gazali, Jalan Bijak, Adab Berinteraksi Dengan Allah Dan Sesama (Jakarta:

Zaman, 2016), hal. 195. 305

Hamka, Renungan Hati (Jakarta: Republika, 2016), hal. 54.

Data

Ungkapan Kutipan

Pada Naskah

Penanda

Adat tasybih Keterangan

1 Data

No. 15

Sebagaim

ana melepaska

n rambut

dari

kumpulan

nya

Ungkapan

٠غ اؾؼش /

وب اؼج١ /

bermakna :

„sebagaimana

melepaskan

rambut dari

kumpulannya‟

/sebagaimana/ Tasybih mursal

mujmal

2 Data

No. 29 Benteng

Ungkapan

yang / دق /

bermakna

„benteng‟

Tidak ada Tasybih

mu‟akkad

3 Data

No. 33 kunci

Ungkapan /

فزبح دمبئك

/ امة

bermakna

„kunci hakekat

hati‟

Tidak ada Tasybih baligh

4 Data

No. 43 Obat

Ungkapan

Kata / ؽفبء /

yang

bermakna

„obat‟ adalah

Tidak ada Tasybih baligh

5 Data

No. 45

cahaya

bagaikan

Ungkapan

/ س وبقجبح //bagaikan/

Tasybih mursal

mujmal

Page 99: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

85

di waktu

pagi

Bermakna

„cahaya

bagaikan di

waktu pagi‟

6 Data

No. 63 Kepala

Ungkapan /

/ اذ١ب

bermakna

„kepala‟

Tidak ada Tasybih baligh

7 Data

No. 63

Laksana

air dan

api

Ungkapan

/ ٠جزؼب لا وب

ابس ف ابء

/ إبء ادذ

bermakna

„laksana air

dan api yang

tidak akan

bersatu di

dalam wadah‟

/laksana/ Tasybih mursal

mufashshal

8 Data

No. 65

Tempat

bagi

orang

yang

tidak

memiliki

tempat

Ungkapan داس

داسلا / /

yang

bermakna

„tempat bagi

orang yang

tidak memiliki

tempat‟

Tidak ada Tasybih

mu‟akkad

9 Data

No. 66

Musuh

Allah dan

musuh

para wali

Ungkapan

ػذح الله ػذح /

yang / أ١بئ

bermakna

„musuh Allah

dan musuh

para wali‟

Tidak ada Tasybih baligh

10 Data

No. 70

Penjara

bagi

orang

beriman

dan surga

bagi

orang

kafir

/ عج اؤ

/جخ اىبفش

yang bemakna

„penjara bagi

orang

beriman dan

surga bagi

orang kafir‟

Tidak ada Tasybih baligh

11 Data

No. 74

Sepert

minyak

wangi

dan kapur

harum

Ungkapan

ث اغه /

/ اىبفس

bermakna

„seperti

minyak wangi

dan kapur

/seperti/ Tasybih mursal

mujmal

Page 100: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

86

b) Gaya Metafora (isti’ârah)

Dalam Zubair (2017), menjelaskan bahwa metafora atau isti'ârah ialah

penggunaan suatu kata pada makna yang tidak sebenarnya karena adanya relasi

keserupaan („alaqah musabbah bih) antara makna denotasi dan konotasi yang

disertai oleh indikator yang memalingkan makna denotasi.306

Menurut Syukron

Kamil (2012), isti‟ârah ialah metafora sebagian.307

Dalam Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, penjelasannya juga

menggunakan gaya metafora (isti‟ârah). Hal ini untuk menggambarkan obyek

atau maksud yang dituju, dapat dilihat pada kutipan berikut:

1) Kutipan Data No. 11

308

Terjemah penulis: „Makna ujub dan takabur adalah melihat diri sendiri

dengan pandangan mulia dan keagungan, namun melihat orang lain dengan

pandangan hina dan rendah, kemudian ia membanggakan sifat itu (ujub dan

kibr), yang akan mempersulit dokter dari penyembuhan.‟

Ungkapan pada data (11) berdasarkan analisis, dikategorikan sebagai

metafora (isti‟ârah). Alasan identifikasi sebagai metafora didasarkan pada frasa

yang dipilih pengarang (diksi) untuk mengungkapkan / ٠ؼجض الأهجبء ػ ػلاج / yang

306

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran (Jakarta: Amzah,

2017), hal. 135. 307

Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Dan Modern (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2012), hal. 142. 308

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4r.

harum‟

12 Data

No. 79

sebagaim

ana bangunan

yang

saling

memperk

uat satu

sama lain

Ungkapan

ث اج١ب ٠ؾذ /

/ ثؼن ثؼنب

bermakna

„sebagaimana

bangunan

yang saling

memperkuat

satu sama

lain‟

/sebagiamana/ Tasybih mursal

mufashshal

Page 101: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

87

berarti „menyulitkan dokter dari penyembuhan,‟ mengkiaskan bahaya sifat „ujub

dan takabur,‟ yaitu sulitnya menghilangkan sifat „ujub‟ dan „takabur‟ dari dalam

hati.

Frasa / ٠ؼجض الأهجبء ػ ػلاج / yang berarti „menyulitkan dokter dari

penyembuhan‟ adalah isti‟ârah dari „sulitnya menghilangkan sifat hasad.‟ Di sisi

lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah

sama-sama memiliki unsur yang “sulit”. Frasa „menyulitkan dokter dari

penyembuhan‟ memiliki unsur yang “menyulitkan” yaitu menyulitkan dokter dari

kesembuhan. Begitupula pada frasa „sulitnya menghilangkan sifat hasad‟ juga

memiliki unsur yang “menyulitkan” yaitu sulitnya menghilangkan sifat hasad di

dalam hati karena telah berakar di dalam jiwa, sebagai qarinahnya adalah haliyah.

Dengan demikian, dapat dikategorikan bahwa isti‟ârah di atas termasuk isti‟ârah

tamtsiliyyah.309

Ungkapan pada data (11) adalah ungkapan Muhammasd Idrus Qaimuddin

yang menjelaskan tentang bahaya sifat takabur. Ia menggambarkan sulitnya

menghilangkan sifat takabur dari dalam hati. Makna ujub dan takabur adalah

melihat diri sendiri dengan pandangan mulia dan keagungan, namun melihat

orang lain dengan pandangan hina dan rendah. Sesungguhnya manusia di hadapan

tuhan adalah sama, namun yang membedakan ialah amal perbuatannya. Memiliki

sifat ujub dan takabur di dalam hati sangat berbahaya karena dapat membuat diri

merasa hebat dan besar sehingga lupa pada Allah yang maha kuasa. Oleh karena

itu, sucikanlah batin dari sifat ujub dan takabur.

Menurut al-Kalahazi, suci batin yaitu bersih dari segala penyakit-penyakit

hati.310

Sifat ujub dan takabur merupakan bagian dari penyakit hati. Orang yang

memiliki sifat ujub dan takabur, terkadang ia lupa bahwa segala yang dimilikinya

adalah pemberian Allah SWT. Ciri-ciri orang yang memiliki sifat tersebut ialah ia

membanggakan pada manusia dengan berkata: "aku dan aku", sebagaimana yang

309

Isti‟ârah tamtsiliyyah adalah susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna

aslinya karena ada hubungan keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adanya

karinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 133. 310

Kautsar Azhari Noer, Warisan Agung Tasawuf (Jakarta: Sadra Press, 2015), hal. 168.

Page 102: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

88

telah dikatan iblis yang terlaknat: "aku lebih baik dari dia, aku terbuat dari api

sedangkan dia terbuat dari tanah".

2) Kutipan Data No. 12

311

Terjemah penulis: „Dalam Hadist Nabi SAW, dijelaskan: tidak akan

masuk surga, seseorang yang memiliki seberat biji zara dari sifat takabur di

dalam hatinya.‟

Ungkapan pada data (12) termasuk gaya metafora (isti‟ârah). Dapat dilihat

pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / ثمبي ازسح / bermakna „seberat

biji dzarah‟ mengkiaskan kecilnya sifat takabur, yaitu sekecil apapun sifat takabur

di dalam hati akan menyebabkan terhalangnya masuk surga.

Pada frasa [ثمبي ازسح], diidentifikasi sebagai frasa yang dipilih (diksi) oleh

pengarang untuk mengungkapkan aspek yang bermakna „seberat biji dzarah.‟

Frasa ini adalah isti‟ârah dari sesuatu benda yang lebih kecil dari „secercah sifat

takabur‟ yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.312

Di sisi lain, sebagai „alaqah

(hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama memiliki unsur

“kecil”. Frasa „seberat biji dzarah‟ memiliki unsur yang “kecil” yaitu bentuk biji

tanaman yang sangat kecil. Begitupula pada frasa „secercah sifat takabur‟ juga

memiliki unsur yang “kecil” yaitu kecilnya takabur yang ada dalam jiwa. Dengan

demikian, isti‟ârah pada data (12) dapat dikategorikan sebagai Isti‟ârah

Muthlaqah.313

Ungkapan pada data (12) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang bahaya sifat takabur. Ia menggambarkan bahaya sifat takabur

di dalam hati, walaupun sekecil biji zarrah akan mengakibatkan terhalangnya

untuk masuk kedalam surga. Sifat takabur sangat di benci oleh Allah SWT,

sehingga siapapun yang memilikinya akan jauh dari rahmat-Nya. Sifat takabur

merupakan sifat manusia yang membanggakan diri, biasanya disebabkan karena

merasa memiliki kelebihan tertentu sehingga memandang orang lain dengan

311

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 4r. 312

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti'ârah yang musabbah bihnya ditegaskan. 313

Isti'ârah muthlaqah adalah isti'ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 103: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

89

pandangan hina. Kelebihan yang dimiki manusia pada hakekatnya adalah milik

tuhan, tidak pantas bagi manusia membanggakan diri. Sifat takabur atau

membesarkan diri hanya pantas di miliki oleh Allah SWT yang mengusai seluruh

alam.

Renungkanlah hal berikut, Dia (Allah) menciptakan kita sebagai makhluk

yang paling rentan, sengsara, menderita dan hina, kemudian memberi akal sebagai

sebuah pemberian dari kebijaksanaan-Nya yang menjadi sarana untuk

menemukan kebahagiaan.314

Sifat takabur memandang dirinya di atas orang lain.

Sehingga di dalam hatinya timbul kepuasan, kesenangan, kecenderungan terhadap

apa yang diyakini dan terasa berwibawa di dalam dirinya dengan hal tersebut.315

Tuhan sangat membenci dan mengancam orang yang membanggakan diri serta

mengharamkan surga bagi orang yang memiliki sifat takabur walaupun sekecil

biji zarrah.

3) Kutipan Data No. 18

316

Terjemah penulis: „Sungguh telah dikutip oleh Qusyairi rt. Dari Aisyah ra.

berkata: “Biasakanlah mengetuk pintu kerajaan alam malakut, maka akan

dibukakan untukmu” kemudian ditanyakan: “bagaimana melakukannya?”

kemudian dijawab: “dengan lapar dan haus.”

Ungkapan pada data (18) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / دىثبة ا / لشع

bermakna „mengetuk pintu kerajaan.‟ Mengkiaskan ajuran untuk mendekatkan

diri kepada Allah SWT dengan cara melakukan amalan puasa. Dalam hal ini,

puasa-puasa Sunnah.

Frasa / دىثبة ا ‟,yang bermakna „mengetuk pintu alam malakut / لشع

adalah isti‟ârah dari „mendekatkan diri kepada Allah SWT,‟ yang merupakan

314

Sugeng Hariyanto, Dimensi Abadi Kehidupan, Terjemah Dari: Badiuzzaman Said

Nursi "The Resurrection and The Hereaster (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 100. 315

Mohammad Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf Dalam Dunia

Modern (Malang: Uin Malang Press, 2008), hal. 95. 316

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 5r.

Page 104: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

90

isti‟ârah tashrîhiyyah.317

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan

keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama ingin “berhubungan lebih

dekat.” Pada frasa „mengetuk pintu kerajaan‟ terdapat unsur ingin “berhubungan

lebih dekat,” karena urusan tertentu ataupun hajat lainnya. Begitupula pada kata

„mendekatkan diri kepada Allah SWT‟ juga memiliki unsur keinginan

“berhubungan lebih dekat” dalam hal ini, dekat dalam ibadah. Dengan demikian

isti‟ârah di atas dapat dikategorikan sebagai isti‟ârah muthlaqah.318

Ungkapan pada data (18) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ia

menggambarkan mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti layaknya mengetuk

pintu penguasa. Mendekatkan diri dengan cara menahan lapar dan haus atau

berpuasa. Dalam hal ini, puasa-puasa sunah yang telah dicontohkan oleh

Rasulullah seperti (puasa senin-kamis dan puasa sunah lainnya). Orang yang

menahan lapar (berpuasa) dapat merasakan kedekatan batin pada Allah. Begitu

pula ketika berbuka puasa, ia juga akan merasa kenikmatan dengan segala rezki

yang dimakannya.

Salah satu amalan didalam bermujahadah ialah berpuasa. Mujahadah bisa

juga berarti melatih diri dengan sungguh-sungguh dengan cara menundukkan

keinginan nafsu, kemudian memisahkannya sekaligus mendorongnya untuk

menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya.319

Puasa termasuk

amalan mujahadah untuk melatih diri. Puasa yang dilakukan dengan sempurna

serta penuh keikhlasan, dapat mendekatkan diri kepada Allah.

4) Kutipan Data No. 25

320

317

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti'ârah yang disebut musyabbah bihnya. 318

Isti‟ârah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121. 319

Saifuddin Aman & Abdul Qadir Isa, Tasawuf “Revolusi Mental” Dzikir “Mengolah

Jiwa & Raga” (Banten: Ruhama, 2014), hal. 134. 320

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 6r-6v.

Page 105: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

91

Terjema penulis „Berkata al-'Ârif al-Buni rt.; “Sungguh ia tidak meminum

air, kecuali setelah lima hari.” Meminum air bagi para pelaku riyâdah,321

akan

memecah konsentrasi. Dan tanda sahnya amalan riyadah seseorang, jika Allah

SWT hadir kepada hamba, seolah-olah mengalirkan air disela-sela giginya

(seorang hamba). Hal ini merupakan tanda bahwa riyadah tersebut berhasil

dengan baik.‟

Ungkapan pada data (25) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Frasa / ٠ذذس الله رؼب ؼجذ ف أدذ أعب أ بر ػ١ب بء رجش ف ف١ إ أ ٠ش /

bermakna „Allah SWT berbicara kepada hamba dengan menampakkan mata air

yang mengalir di sela-sela gigi seorang hamba,‟ Mengkiaskan Allah SWT

menganugerahkan rahmatnya, berupa menghilangkan rasa haus seorang hamba

yang sedang melaksanakan puasa.

Frasa / ٠ذذس الله / yang bermakna „Allah berbicara,‟ diserupakan dengan

manusia, kemudian musyabbah bihnya dibuang dan diisyaratkan dengan salah

satu sifatnya sebagai isti‟ârah makniyyah.322

Selanjutnya, terdapat pula kata-kata

yang relevan dengan musyabbah bih yaitu frasa / / ػ١ب بء رجش ف ف١ إ أ ٠ش

yang bermakna „mata air yang mengalir disela-sela gigi seorang hamba.‟ Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa isti‟ârah di atas ialah isti‟ârah murasysyahah.

323

Ungkapan pada data (25) adalah ucapan al-'Ârif al-Bauni yang

menjelaskan tentang tanda diterimanya riyadah seseorang. Ia menggambarkan

bahwa Allah SWT menganugerahkan rahmatnya kepada hamba bagaikaikan Allah

berbicara kepada hamba tersebut. Jika Allah SWT menerima amalan riyadah

seorang hamba maka Dia (Allah AWT) menghilangkan rasa haus hamba tersebut.

Meminum air bagi para pelaku Riyadah, akan memecah konsentrasinya.

321

Riyadah ialah internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih

membiasakan meninggalkan sifat-sifat jelek; M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf Di

Nusantara (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), hal. 89; Lihat: Al-Ghazali, Risalah Al-Laduniyyah,

dalam Al-Qushur Al-„Awali, Jilid 1, Maktabah Al-Jundi, Mesir, 1970, hal. 122. 322

Isti‟ârah makniyyah, yaitu isti‟ârah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai

isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya. 323

Isti‟ârah murasysyahah adalah isti‟ârah yang disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 120.

Page 106: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

92

5) Kutipan Data No. 31

324

Terjemah penulis: „Dari Atbân bin Malik berkata; “Sesungguhnya Allah

mengharamkan api bagi seorang hamba yang mengucapkan laâilâha illallah

dengan mengharap wajah Allah.”

Ungkapan pada data (31) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / ٠جزغ ث ج الله /

yang bermakna „mengharap wajah Allah,‟ yang mengkiaskan sebuah amalan yang

ikhlas dilakukan demi mencari keridhoan Allah SWT.

Frasa / ٠جزغ ث ج الله / bermakna „mengharap wajah Allah‟ adalah isti‟ârah

dari „mengharap ridho Allah SWT,‟ yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.325

Di

sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “diterima.” Pada frasa „mengharap wajah Allah,‟

dapat dikatakan bahwa setiap orang yang berjumpa tentu berharap “diterima”

dengan baik. Begitupula pada frasa „mengharapkan ridho Allah‟ juga dapat

dikatakan bahwa setiap orang yang beramal tentu akan berharap “diterima” amal-

amalnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ungkapan di atas termasuk

dalam kategori isti‟ârah muthlaqah. 326

Ungkapan pada data (31) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang amalan yang dilakukan dengan ikhlas dengan mengharap

keridhoan Allah SWT. Ia menggambarkan bahwa amalan yang ikhlas (mencari

keridhoan Allah SWT) bagaikan amalan yang dilakukan dengan mengharap wajah

Allah SWT. Makna ungkapan di atas, ingin menjelaskan tentang keistimewaan

dzikir. Digambarkan bahwa orang yang berzikir dengan ikhlas karena mengharap

keridhoan Allah SWT, kelak di akhirat akan terbebas dari siksaan api neraka.

Zikir juga akan mendatangkan rahmat dan anugerah dari Allah SWT, dengan

dzikir pula hati menjadi tenang.

324

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 7r. 325

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 326

Isti‟arah Muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal 121.

Page 107: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

93

Dalam ranah tasawuf, riyadah (latihan) yang paling utama adalah

dzikrullah.327

Adapun dzikir yang paling utama ialah kalimat "laâilâha illallah".

Seorang hamba yang rajin berzikir, kelak di akhirat akan berjumpa dengan Allah

sang pencipta.

6) Kutipan Data No. 38

328

Terjemah penulis: „Ada tiga adab berzikir untuk bagian terakhir, (1) diam

dan (2) tenang - Sambil khusyu (merasa diawasi) Allah, Boleh jadi ada

wujud/hasilnya - Di waktu yang singkat dianugrahi/diwarisi musyahadah,

Janganlah hentikan/lemahkan usahamu/riyadlahmu - Pada saat terseret kepada

limpahan rahmat, Pada hatimu yang memiliki - Pengharapan di dunia maka

bersiaplah, Ketika hati bertemu dengan yang diharapkan (Allah) - Maka engkau

tidak melihat kesulitan yang menyengsarakan.‟

Ungkapan pada data (38) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / إر عذج ف١بمخ /

bermakna „ketika terseret kepada limpahan rahmat (anugerah dari Allah).‟

Mengkiaskan terbimbing oleh Allah sehingga nampah padanya limpahan

anugerah darinya (Allah SWT) yang merupakan hasil dari amalan zikirnya ketika

bermuraqabah dalam khalawatnya.

Frasa / إر عذج ف١بمخ / bermakna „ketika terseret kepada limpahan rahmat

(anugerah dari Allah),‟ adalah isti‟ârah dari „terbimbing kepada limpahan

rahmat,‟ yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.329

Di sisi lain, sebagai sebagai

„alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama memiliki

unsur “tertuntun.” Pada frasa „ketika terseret kepada limpahan rahmat (anugerah

dari Allah),‟ terdapat unsur “tertuntun” yakni dituntun kepada limpahan rahmat.

Begitupula pada frasa „terbimbing kepada limpahan rahmat‟ juga terdapat unsur

“tertuntun” yakni dituntun oleh Allah kepada anugerah Allah SWT. Dengan

327

Cecep Alba, Tasawuf Dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, n.d.). 328

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 8r-8v. 329

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti'ârah yang disebut musyabbah bihnya.

Page 108: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

94

demikian, dapat dikatakan bahwa isti‟ârah di atas termasuk isti‟ârah

mujarradah.330

Ungkapan pada data (38) menjelaskan tentang keadaan orang yang

dibimbing kepada rahmat Allah ketika berdzikir (Muraqabah). Digambarkan

bahwa orang yang terbimbing kepada anugerah Allah, bagaikan terseret pada

anugerahnya (Allah SWT). Berzikir dengan diam dan tenang sambil khusyu

sesuai adab zikir dua puluh, boleh jadi ada wujud dan hasil dari zikirnya,

walaupun dalam waktu yang singkat berupa anugrah dari Allah SWT. Dengan

demikian, janganlah hentikan usahamu dalam berdzikir. Ketika hati bertemu

dengan yang diharapkan Allah, maka engkau tidak melihat kesulitan yang

menyengsarakan.

7) Kutipan Data No. 38

331

Terjemah penulis: „Maka usahakanlah tiga hal ini (adab zikir:

sebelum/sedang/setelah), kemudian tekunilah – (Barangsiapa yang

membiasakannya), maka nampakkanlah padanya hasil dari dzikirnya, Padanya

diperkuat selalu, - Akan datang limpahan rahmat dengan sangat deras, (3)

Menahan diri dari meminum air, sebab dapat meredakan - Panasnya rindu

kepada-Nya (Allah), (yang merupakan hasil dari berzikir) kecuali setelah

beberapa saat - atau separuh dari bebera saat atau yang lebih singkat dari

bebera saat.‟

Ungkapan pada data (38) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / غ ؽشة ابء إر را

دشلخ ؽق -٠طف / bermakna „menahan diri dari meminum air sebab dapat

meredakan panasnya rindu.‟ Mengkiaskan orang yang telah berhasil dalam

zikirnya ketika bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah pada saat melakukan

330

Isti‟arah mujarradah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121. 331

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 8v.

Page 109: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

95

khalawat) akan nampak padanya limpahan rahmat, namun dengan meminum air,

akan lenyap seketika apa yang dirasakannya (limpahan rahmat dari Allah SWT).

Frasa / دشلخ ؽق / bermakna „panasnya rindu‟ adalah isti‟ârah dari

„konsentrasi,‟ yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.332

Di sisi lain, sebagai

sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama

memiliki unsur “semangat”. Pada frasa „panasnya rindu,‟ yang memiliki

“semangat” untuk berjumpa. Begitupula pada frasa „konsentrasi‟ juga terdapat

“semangat” dalam melakukan sesuatu yang dihadapinya. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa isti‟ârah di atas termasuk Isti‟ârah mujarradah.333

Ungkapan pada data (38) menjelaskan tentang adab dalam berdzikir.

Digambarkan bahwa orang yang semangat orang yang berdzikir bagaikan

panasnya rindu. Seseorang yang telah berhasil dalam bermuraqabah zikirnya,

hendaknya tidak meminum air kecuali beberapa saat karena hala itu dapat

menghilangkan konsentrasi dari menghayati limpahan rahmat darinya (Allah

SWT). Ada tiga hal yang perlu dilakukan sebagai akhir dari adab berdzikir yaitu

diam, tenang dan menahan diri dari meminum air. Barangsiapa yang dapat

membiasakannya, maka nampakkanlah padanya hasil dari dzikirnya. Akan datang

limpahan rahmat padanya dengan sangat deras.

8) Kutipan Data No. 54

334

Terjemah penulis: „Berkata Syekh hujjatul Islam Al-Gazali, semoga Allah

SWT merahmatinya: Sesungguhnya temanmu yang tidak akan pernah

meninggalkanmu dalam kesendirianmu, perjalananmu, tidurmu, terjagamu,

begitupula dalam hidup dan matimu, Dia adalah tuhanmu sebagai walimu,

pemimpinmu, dan penciptamu. Dan ketika engkau mengingatNya, maka dia akan

duduk bersamamu.‟

332

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 333

Isti‟arah Mujarradah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121. 334

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 12r.

Page 110: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

96

Ungkapan pada data (54) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu kata / ج١غه / yang

bermakna „duduk bersamamu,‟ mengkiaskan seolah-olah tuhan datang kepada

seorang hamba yang berzikir bagaikan seorang kawan yang menemani yakni

menaungi dan menolongnya.

Kata / ج١غه / yang bermakna „duduk bersamamu‟ diserupakan dengan

manusia, kemudian musyabbah bihnya dibuang dan diisyaratkan dengan salah

satu sifatnya sebagai isti‟arah makniyyah.335

Disisi lain, sebagai sebagai „alaqah

(hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama memiliki unsur

“kedekatan.” Pada kata „duduk bersamamu,‟ menggambarkan kedekatan dianatara

keduanya. Begitupula pada kata „Allah yang menaungi,‟ juga menggambarkan

kedekatan Tuhan kepada hambanya. Dengan demikian, ungkapan pada data (52)

termasuk dalam kategori Isti‟ârah Muthlaqah 336

Ungkapan pada data (54) adalah ucapan imam Al-Gazali yang

menjelaskan tentang keutamaan amalan dzikir. Ia menggambarkan bahwa ketika

seorang hamba yang berzikir kepada Allah SWT, maka Allah akan dekat

kepadanya bagaikan seorang kawan yang menemani. Ketika seorang hamba

mengingat Allah seraya bermohon dan berdoa kepadanya, niscaya Allah SWT

akan menolongnya dan mengabulkannya. Hamba yang senantiasa berzikir akan

merasakan ketenangan jiwa, dan kemudahan urusan. Keberkahan hidup jika

segala urusan dilakukan dengan menyertakan Allah sebagai penolongnya. Oleh

karena itu, perbanyaklah mengingat Allah dimana saja berada.

9) Kutipan Data No. 60

337

335

Isti‟ârah makniyyah, yaitu isti‟ârah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai

isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya. 336

Isti‟arah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121. 337

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 14r.

Page 111: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

97

Terjemah penulis: „Jika engkau memiliki kedua orang tua, maka adab

kepada kepada kedua orang tua ialah mendengarkan kata-katanya, berdiri jika

mereka berdiri, melaksanakan perintahnya, tidak berjalan mendahuluinya, tidak

bersuara melebihi suaranya, menyambut panggilannya, mengharap keridhoanya,

merendahkan sayap di hadapannya dengan hina.‟

Ungkapan pada data (60) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / ٠ذفل ب جبح

yang bermakna „rendahkan sayapmu di hadapannya (mereka berdua) / ازي

dengan hina,‟ mengkiaskan kerendahan hati, yaitu merendahkan hati kepada

kedua orang tua sebagai wujud penghormatan.

Frasa / ٠ذفل ب جبح ازي / yang bermakna „merendahkan sayap di

hadapannya (mereka berdua) dengan hina‟ adalah isti‟ârah dari „kerendahan hati

dihadapan kedua orang tua‟ yang merupakan isti‟ârah isti‟ârah tashrîhiyyah.338

Disisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “penghormatan.” Pada frasa „rendahkan

sayapmu di hadapan mereka berdua dengan hina,‟ melambangkan sebuah

“penghormatan.” Begitupula pada frasa „kerendahan hati,‟ juga mengandung

maksud sebuah bentuk “penghormatan.” Dengan demikian, ungkapan pada data

(60) termasuk dalam kategori isti‟ârah muthlaqah 339

Ungkapan pada data (60) menjelaskan tentang adab kepada kedua orang

tua. digambarkan bahwa merendahkan diri dihadapan kedua orang tua bagai

merendahkan sayap. Seorang anak sudah sepatutnya bersikap rendah hati

dihadapan kedua orang tua, sebagai wujud penghormatan kepada orang tua.

Mereka berdua telah telah melahirkan dan membesarkan kita, sehingga itu sudah

sepantasnya kita berbakti kepada mereka berdua. Diantara wujud bakti kepada

orang tua adalah janganlah memanggil mereka dengan cara berdiri, dan janganlah

memandang mereka dengan sinis, dan janganlah memandang kepada mereka

dengan muka kusut dan senantiasa mengharap keridoannya.

338

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 339

Isti‟ârah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 112: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

98

10) Kutipan Data No. 63

340

Terjemah penulis: „Mencarinya (dunia) merupakan kehinaan di sisi Allah

SWT dan makhluknya. Sesungguhnya ia (dunia) adalah tempat yang menipu dan

memperdaya. Kesusahan senantiasa meliputi orang yang mencintainya, maka

bebaskan dirimu dengan meniggalkannya.‟

Ungkapan pada data (63) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu kata / داس اىش اخذاع /

yang bermakna „tempat yang memperdaya dan yang menipu,‟ mengkiaskan

tempat yang melalaikan dengan segala keindahannya, sehingga mengejar dunia

akan melalaikan diri dari perintah dan larangan Allah SWT.

Frasa / داس اىش اخذاع / yang bermakna „tempat yang menipu‟ adalah

isti‟ârah dari „tempat yang melalaikan‟ yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.341

Disisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “tempat yang memperdaya.” Pada kata „tempat

yang menipu‟ merupakan “tempat yang memperdaya.” Begitupula kata „tempat

yang melalaikan,‟ juga merupakan “tempat yang memperdaya.” Dengan

demikian, ungkapan pada data (63) termasuk dalam kategori isti‟ârah muthlaqah

342

Ungkapan pada data (63) adalah ucapan Abu Bakar bin Salim yang

menjelaskan tentang peringatan agar tidak tertipu oleh dunia. Digambarkan bahwa

dunia sebagai tempat yang memperdaya dan menipu. Menginginkan kesenangan

dunia merupakan kehinaan disisi tuhan dan para malaikatnya. Sesungguhnya

kesenangan dunia memperdaya dan menipu karena hingga manusia lupa pada

akhirat. Kedukaan akan menyertai mereka yang mencintai duina.

340

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 14v. 341

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 342

Isti‟arah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 113: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

99

11) Kutipan Data No. 66

343

Terjemah penulis: „Seandainya Dia (Allah) tidak menyamakannya

(nilainya) dengan sayap seekor nyamuk, maka Dia (Allah) tidak akan memberi

minum orang yang kafir. Lalu bagaimana mungkin engkau dapat tinggal di

dalamnya pada siang dan malam hari wahai orang yang terpedaya.‟

Ungkapan pada data (66) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada di diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu kata / غشس / yang

bermakna „orang yang tertipu,‟ mengkiaskan orang yang terpedaya, yaitu

bagaimana mungkin bisa hidup tenang di dunia yang penuh ujian bagi orang yang

terpedaya.

Kata /غشس / yang bermakna „orang yang tertipu‟ adalah isti‟ârah dari

„orang yang terlena‟ merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.344

Di sisi lain, sebagai

sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama

memiliki unsur “orang yang terpedaya.” Pada frasa „orang yang tertipu,‟

merupakan “orang yang terpedaya.” Begitupula frasa orang yang terlena.‟ Juga

Merupakan “orang yang terpedaya.” Dengan demikian, ungkapan pada data (66)

termasuk dalam kategori isti‟ârah muthlaqah 345

Ungkapan pada data (66) adalah ucapan Rasulullah SAW yang

menjelaskan tentang kehidupan dunia yang sementara. Digambarkan bahwa

manusia bagaikan orang yang terpedaya kepada kesenagan dan keindahan dunia.

Keindahan dunia menyebabkan manusia tertipu padahal hidup di dunia tidak

untuk selamanya. Manusia tinggal di dunia hanyalah sementara menuju akhirat

yang kekal. Sehingga manusia yang hanya mengejar kesenangan dunia akan

merugi di akhirat. Jangan terlena dan tertipu pada kehidupan dunia yang

sementara. Manusia tinggal di dunia, hanyalah merupakan tempat dia diuji. Kelak

di akhirat akan menerima balasan amal perbuatannya. Pada hakekatnya dunia

343

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 344

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 345

Isti‟arah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 114: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

100

hanyalah tempat persinggahan, sehingga tak mungkin untuk tetap tinggal selama-

lamanya. Oleh karena itu, janganlah tertipu olehnya.

12) Kutipan Data No. 66

346

Terjemah penulis: „Jadilah seperti sebuah ungkapan: “berpuasalah dari

dunia dan berbukalah dengan akhirat.”

Ungkapan pada data (66) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu frasa / ف اذ١ب اجؼ

‟,yang bemakna „berpuasalah di dunia dan berbukalah diakhirat / فطشن ا٢خشح

mengkiaskan menahan diri dari maksiat bagi yang orang beriman selama hidup

didunia dan menikmati amal kebaikannya di akhirat.

Frasa / ف اذ١ب اجؼ فطشن ا٢خشح / yang bemakna „berpuasalah di dunia

dan berbukalah diakhirat‟ merupakan isti‟ârah dari „menahan diri dan menikmati

amal.‟ Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada isti‟ârah

di atas ialah sama-sama memiliki unsur “pengendalian diri.” Pada frasa „berpuasa

dan berbuka‟ merupakan usaha “mengedalikan diri” agar tidak memperturutkan

hawa nafsu. Begitupula „menahan diri dan menikmati amal,‟ juga terdapat unsur

“mengendalikan diri” guna menjadi orang yang selamat dunia dan akhirat.

Dengan demikian, ungkapan pada data (66) termasuk dalam kategori isti‟ârah

tamtsiliyyah.347

Ungkapan pada data (66) menjelaskan tentang anjuran menahan diri dari

segala kesenangan dunia dan menikmati amal diakhirat. Ia menggambarkan

bahwa orang yang menahan diri di dunia bagaikan orang berpuasa. Orang yang

menikmati amalannya di surga bagaikan orang yang berbuka puasa. Seseorang

yang ingin terbebas dari cinta dunia akan berusaha dan melatih diri dengan cara

berkhalawat agar dapat mendekatkan diri pada tuhan. Menjauhkan diri dari

pengaruh kejahatan-kejahatan yang ada di dunia.

346

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r. 347

Isti‟arah tamtsiliyyah adalah susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna

aslinya karena ada hubungan keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adaya

karinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 133.

Page 115: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

101

Salah satu adab mengasingkan diri (uzlah) ialah meyakini bahwa

pengasingan dirinya untuk menghindarkan kejahatan dari mereka para pelaku

maksiat.348

Orang beriman yang menahan diri di dunia dari segala hal yang

dilarang syariat akan menikmatinya amal kebaikannya kelak di akhirat. Segala

amal soleh akan dibalas oleh Allah SWT dengan surga yang penuh kenikmatan

13) Kutipan Data No. 67

349

Terjemah penulis: „Dalam sebuah syair diungkapkan: “Bangkitlah wahai

orang yang terpedaya, tinggalkanlah reruntuhannya (dunia) karena ia adalah

tempat yang sementara, tidak kekal untuk dinikmati. Mencarinya (kesenangan

dunia), sebuah hal yang berbau busuk dari penciuman, sehingga Allah

meridhoiku bila kumeninggalkannya.”

Ungkapan pada data (67) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu kata /غشس / yang

bermakna „orang yang terpedaya‟ dan frasa / ف زب أ ٠ؾب / yang bermakna

„berbau busuk dari penciuman.‟ Dalam ungkapan, mengkiaskan orang yang

terpedaya oleh dunia agar bangkit dari keterpurukannya dengan meninggalkannya

(cinta dunia) karena itu (cinta dunia) merupakan perbuatan yang hina, sehingga

mencintainya (dunia) dapat membawa orang tersebut terhina dimata tuhan sang

pencipta.

Kata /غشس / yang bermakna „orang yang terpedaya‟ adalah isti‟arah dari

„orang yang terlena‟ dan frasa / زب أ ٠ؾبف / yang bermakna „berbau busuk

dari penciuman‟ adalah ist‟arah dari „kehinaan diri karena mencintai dunia.‟ Di

sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas

ialah sama-sama memiliki unsur “kehinaan” Pada frasa „orang yang terpedaya‟

dan frasa „berbau busuk dari penciuman‟ juga tergambar kelemahan dan

“kehinaan” karena mencintai dunia. Begitupula pada frasa „orang yang terlena‟

dan „kehinaan diri karena mencintai dunia.‟ juga mengisyaratkan dan

348

Imam al-Gazali, Jalan Bijak, Adab Berinteraksi Dengan Allah Dan Sesama (Jakarta:

Zaman, 2016), hal. 165. 349

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15r.

Page 116: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

102

menyimbolkan “kehinaan” karena mencintainya (dunia). Dengan demikian,

ungkapan pada data (67) termasuk dalam kategori isti‟ârah tamtsiliyyah.350

Ungkapan pada data (67) menjelaskan tentang kehinaan diri karena

mencintai dunia. Digambarkan bahwa manusia bagaikan orang yang terpedaya

karena mencintai dunia. Didalam syair tersebut, dianjurkan untuk bangkit dari

keterpurukannya dengan meninggalkannya (cinta dunia), karena itu (cinta dunia)

merupakan perbuatan yang hina di mata tuhan, Mencintainya (dunia) dapat

membawa orang lupa kepada akhirat yang kekal.

Makna kutipan kalimat di atas ialah menjelaskan tentang anjuran untuk

meninggalkan kesenangan dunia. Digambarkan bahwa dunia adalah tempat yang

sementara. Sudah sepatutnya, meninggalkan hal-hal yang dapat menyebabkab

manusia lalai dari perintah Allah dan rasulnya. Perhiasan dunia yang memukau

akan menggoda keinginan untuk memilikinya, namun terkadang pengaruhnya

akan memggelincirkan manusia pada perbuatan yang melanggar syariat agama

seperti harta, tahta, wanita. Oleh karena itu, semoga kita terhindar dari pengaruh

dunia yang melalaikan. Kesenangan dunia yang tidak kekal untuk dinikmati.

Makna kutipan di atas adalah anjuran untuk meninggalkan perasaan cinta

kepada dunia. Digambarkan bahwa mencari kenikmatan dunia dengan

menghalalkan segala cara, akan menyebabkan manusia menjadi hina. Mencintai

dunia akan melalaikan dari cinta pada Allah SWT. Oleh sebab itu, sudah

seharusya menjauhi hati dari rasa cinta pada dunia yang berlebihan.

14) Kutipan Data No. 69

351

Terjemah penulis: „Ketahuilah, sesungguhnya tempat ini (dunia) adalah

tempat yang keruh, maka janganlah engkau tenggelam di dalam kekeruhannya,

Beristirahat di dalamnya (dunia) sesuatu yang langka, engkau tidak mendapati

350

Isti‟arah tamtsiliyyah adalah susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna

aslinya karena ada hubungan keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adaya

karinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 133. 351

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15v.

Page 117: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

103

kelangkaan itu kecuali berupa kenikmatan, ketenangan, dan gembiraan

sementara.‟

Ungkapan pada data (69) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Ungkapan diatas, menkiaskan keadaan dunia yang penuh kemaksiatan dan

kesengsaraan hidup. Mencari ketenangan didunia, sulit didapatkan kecuali hanya

sementara.

Kata / رغزغشة / bermakna „tenggelam‟ adalah isti‟ârah dari „larut dalam

kenikmatan dunia.‟ Kata / الأوذاس / bermakna „keruh‟ adalah isti‟ârah dari

„kemaksiatan‟. Kata / اشادخ / bermakna „istirahat‟ merupakan isti‟ârah dari

„ketenangan.‟ Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah (hubungan keserupaan) pada

isti‟ârah di atas ialah sama-sama memiliki unsur “kesulitan hidup didunia.”

Dengan demikian, ungkapan pada data (69) termasuk dalam kategori isti‟ârah

tamtsiliyyah.352

Ungkapan pada data (69) menjelaskan tentang keadaan dunia yang selalu

di landa ujian. Digambarkan bahwa dunia tidak akan henti dilanda ujian yang

terus-menerus. Orang-orang yang menginginkan ketenangan di dunia akan sulit

didapatka, kecuali mereka yang hanya mencari kenikmatan serta kesenangan yang

sesaat. Namun kesenangan itu silih berganti dengan kesedihan dan kedukaan.

Apabila ingin mencari ketenangan di dunia, maka itu akan sulit didapatkan

karena dunia adalah tempat ujian. Namun sebalik bagi mereka yang mencari

kesenangan semata akan menemukannya namun hanya sesaat.

15) Kutipan Data No. 71

353

Terjemah penulis: „Sesungguhnya luasnya dunia, tidak sebanding dengan

luasnya pemberian Allah kepada hambaNya yang beriman di dunia, karena itu

disebut sebagai penjara karena sempitnya. Maka kekeruhan, kekacauan dan

kesedihan hati, janganlah engkau larut didalamnya.‟

352 Isti‟arah tamtsiliyyah adalah susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna

aslinya karena ada hubungan keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adaya

karinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli;

Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar

Baru Algensindo, 2018), hal. 133. 353

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15v.

Page 118: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

104

Ungkapan pada data (71) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat di lihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu frasa / فغبب عجب ن١مب

bermakna „disebut sebagai penjara karena sempitnya,‟ mengkiaskan nikmat / ػ١

Allah SWT yang begitu luas di dunia ini yang diberikan kepada orang yang

beriman, namun tidak diketahui oleh kebanyakan orang sebab tidak mengenal

Allah SWT.

Pada frasa / فغبب عجب ن١مب ػ١ / bermakna „disebut sebagai penjara

karena sempitnya,‟ adalah isti‟ârah dari „ketidak tahuan akan nikmat Allah SWT,‟

yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.354

Selanjutnya, terdapat pula kata-kata

yang relevan dengan musyabbah bih yaitu frasa / رغغ ؽ١ئب ػطب٠ب اللهلا أ اذ١ب ج١ؼب

yang bermakna „Sesungguhnya luas dunia, tidak sebanding dengan luasnya /ؼجذ

pemberian Allah kepada hambanya.‟ Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

isti‟ârah di atas ialah isti‟ârah mujarradah. 355

Ungkapan pada data (71) menjelaskan tentang penjara yang

menyempitkan luasnya dunia. Digambarkan bahwa penjara bagaikan

mempersempit luasnya dunia. Betapapun luasnya dunia tidak sebanding dengan

pemberian Allah kepada hamba. Namun betapapun banyaknya nikmat pada

hamba tersebut akan terasa sempit karena terpenjara.

16) Kutipan Data No. 72

356

Terjemah penulis: „Roh para manusia di dunia, terpenjara dengan

jasadnya, merindukan Allah dan kampungnya setiap waktu. Ia memiliki dua mata

untuk memandang tetapi terhalang oleh hijab. Barangsiapa yang dibebaskan oleh

Allah pandangannya, maka terbakar hijabanya. Dan Allah memuliakannya

dengan kemuliaan-kemuliaan disisinya. Lalu Allah memberinya rezki dengan

354

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 355

Isti‟arah mujarradah adalah isti‟ârah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan

dengan musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121. 356

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 15v-

16r.

Page 119: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

105

berzikir, sehingga ia (hamba) merasa nikmat. Bertambah rindunya kepada taman

yang berseri-seri dan juga taman-taman surga. Begitulah perumpamaan ruh

orang yang beriman.‟

Ungkapan pada data (72) diidentifikasi sebagai gaya metafora (isti‟ârah).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang di pakai yaitu kata / خشق / yang

bermakna „terbakar,‟ mengkiaskan tersingkapnya hijab yang menghalangi

pandangan roh orang yang beriman ketika telah meninggal dunia yakni

tersingkapnya hijab penghalang pandangannya sehingga ia dapat melihat surga.

Kata / خشق / yang bermakna „terbakar‟ adalah isti‟ârah dari „tersingkap,‟

yang merupakan isti‟ârah tashrîhiyyah.357

Di sisi lain, sebagai sebagai „alaqah

(hubungan keserupaan) pada isti‟ârah di atas ialah sama-sama memiliki unsur

“lenyap.” Pada kata „terbakar,‟ menandakan “lenyapnya” sesuatu karena terbakar.

Begitupula kata „tersingkap,‟juga menandakan “lenyapnya” sesuatu yang

menghalangi pandangan. Dengan demikian, ungkapan pada data (66) termasuk

dalam kategori isti‟ârah muthlaqah 358

Makna dari kutipan di atas ialah menjelaskan tentang tersingkapnya hijap.

Digambarkan bahwa seseorang yang dikehendaki Allah SWT, akan tersingkap

hijap penghalang yang menghalangi pandangannya untuuk melihat surga. Hamba

yang terhalang pandangannya oleh hijab jika dikehendaki Allah SWT maka

tersingkap hijap yang menghalangi pandangannya. Ia akan dapat melihat surga

yang indah. Hal ini dianugerahkan kepada para nabi karena amalannya yang

mulia.

Bertumpu kepada hasil analisis data di atas, dapat diketahui bahwa pada

naskah ini terdapat pemakaian gaya bahasa metafora (Isti‟ârah) yang dapat

diketahui melalui rekapitulasi dapat digambarkan sebagai berikut.

357

Isti'ârah tashrîhiyyah yaitu isti‟ârah yang disebut musyabbah bihnya. 358

Isti‟arah muthlaqah adalah isti‟ârah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang

relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin,

Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 120: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

106

Tabel 2 Ciri Gaya Bahasa Metafora (isti’ârah)

No Judul Kutipan Pada

Naskah

Ciri-Ciri

Perbandingan

Analogis Antara

Ox dengan Oy

Keterangan

Data

No.11 Sifat hasad

Frasa

/ ثمبي ازسح /

bermakna

„seberat biji

dzarah‟

mengkiaskan

kecilnya sifat

takabur

Seberat biji zarah

dari sifat takabur

Isti‟ârah

Muthlaqah

Data

No. 12 Sifat ujub

Frasa

٠ؼجض الأهجبء ػ /

/ ػلاج

yang berarti

„menyulitkan

dokter dari

penyembuhan‟

merupakan

isti‟ârah dari

„sulitnya

menghilangkan

sifat hasad‟

Sifat ujub Isti‟ârah

tamtsiliyyah

Data

No. 18

Mengetuk

pintu

penguasa

Frasa

دىثبة ا / لشع

/ bermakna „

Mengetuk pintu

penguasa,

Mengetuk pintu

penguasa

Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 25

Allah

berbicara

Frasa / ٠ذذس الله /

yang bermakna

„Allah

berbicara‟

Allah berbicara Isti‟ârah

murasysyahah

Data

No. 31 Wajah Allah

Frasa

/ ٠جزغ ث ج الله /

bermakna

„mengharap

wajah Allah‟

Wajah Allah Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 38

Terseret

pada

limpahan

rahmat

Farasa / إر عذج

/ ف١بمخ

bermakna

„ketika terseret

kepada

limpahan

rahmat

(anugerah dari

Ketika terseret

kepada

limpahan

rahmat

(anugerah dari

Allah)‟

Isti‟ârah

mujarradah

Page 121: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

107

Allah)‟

Data

No. 38

Panasnya

rindu

Frasa / غ ؽشة

-٠طف ابء إر را

/ دشلخ ؽق

bermakna

„menahan diri

dari meminum

air sebab dapat

meredakan

panasnya

rindu‟

Menahan diri

dari meminum

air sebab dapat

meredakan

panasnya rindu

Isti‟ârah

mujarradah

Data

No. 53 Duduk

Kata

/ ج١غه /

yang bermakna

„duduk

bersamamu‟

Duduk

bersamamu

Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 60 Sayap

Frasa

٠ذفل ب جبح /

/ ازي

yang bermakna

„rendahkan

sayapmu di

hadapannya

(mereka

berdua) dengan

hina‟

Rendahkan

sayapmu

Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 63

Tempat

yang

memperdaya

kata / اخذاع

اسد اىش / yang

bermakna

„tempat yang

memperdaya

dan yang

menipu‟

Tempat yang

memperdaya dan

menipu

Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 66

Orang yang

terpedaya

kata

/ غشس /

yang bermakna

„orang yang

terpedaya‟

Orang yang

terpedaya

Isti‟ârah

muthlaqah

Data

No. 66 Berpuasa

Frasa / ف اذ١ب

اجؼ فطشن

yang / ا٢خشح

bemakna

„berpuasalah di

dunia dan

berbukalah

diakhirat,

Berpuasalah di

dunia dan

berbukalah

diakhirat

Isti‟ârah

tamtsiliyyah

Data Orang yang Kata /غشس / Orang yang Isti‟ârah

Page 122: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

108

No. 67 terpedaya yang bermakna

„orang yang

terpedaya‟

terpedaya tamtsiliyyah

Data

No. 69 Tenggelam

Frasa / رغزغشة

/ ف١ب الأوذاس

bermakna

„tenggelam

dalam

kekeruhannya‟

Tenggelam dalam

kekeruhannya

Isti‟ârah

tamtsiliyyah

Data

No. 71

Penjara

yang sempit

Frasa / فغبب

ب ػ١عجب ن١م /

bermakna

„disebut

sebagai

penjara karena

sempitnya,‟

Dunia yang

sempit

Isti‟ârah

mujarradah

Data

No. 72 Terbakar

Kata

/ خشق /

yang bermakna

„terbakar,‟

Tersingkap Isti‟ârah

muthlaqah

c) Gaya Personifikasi (tajsîd).

Personifikasi merupakan suatu gaya bahasa di dalam karya sastra yang

memberikan sifat-sifat insani kepada suatu benda mati atau benda hidup yang

bukan manusia, sehingga seolah-olah bisa atau dapat bersikap layaknya seorang

manusia.359

Penggunaan majas personifikasi dalam sebuah karya sastra bertujuan

untuk menambah estetika dalam suatu ungkapan dan untuk meningkatkan kesan

beserta pengaruhnya terhadap pembaca.360

Dalam Naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, ditemukan

penggunaan gaya bahasa personifikasi. Penjelasan tersebut tampak pada kutipan

berikut:

359

Parta Ibeng, “Pengertian Majas Personifikasi, Ciri, Beserta 25 Contohnya,”

Pendidikan.Co.Id Januari 10 (2020), https://pendidikan.co.id/6/12/2020. 360

Ni Luh Jessica Pratiwi, “Penerjemahan Majas Personifikasi Dalam Novel Sekai

NoChuushin De Ai Wo Sakebu Karya Katayama Kyoichi,” Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu

Budaya Unud 20.1 Agustus (2017): 162–68. https://ojs.unud.ac.id/6/12/2020.

Page 123: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

109

1) Kutipan Data No. 5

361

Terjemah penulis: „Sifat hasad merobek nikmat Allah SWT yang ada pada

orang lain yaitu anugerah yang diberikan kepada hambanya berupa harta, ilmu,

rasa cinta manusia, atau keberuntungan hingga dia menginginkan lenyapnya

anugerah pada orang tersebut sehingga tidak memiliki sesuatu apapun. Dan ini

merupakan hal yang teramat buruk.‟

Ungkapan pada data (5) diidentifikasi sebagai gaya personifikasi (tajsîd).

Dapat dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / اذغد از ٠ؾك

bermakna „sifat hasad merobek nikmat Allah SWT yang diberikan / ػ١ إؼب الله رؼبي

kepada hamba,‟ yang mengkiaskan sifat hasad dapat melenyapkan nikmat yang

ada pada diri orang lain.

Pada frasa / الله رؼبي اذغد از ٠ؾك ػ١ إؼب / bermakna „sifat hasad

merobek nikmat Allah SWT yang diberikan kepada hamba‟ menggambarkan

seolah-olah sifat hasad memiliki sifat layaknya manusia yaitu “merobek.” Gaya

bahasa yang identik dengan sifat manusia, termasuk dalam kategori gaya

personifikasi. Dengan demikian, gaya bahasa pada ungkapan diatas ialah gaya

personifikasi (tajsîd).

Di sisi lain, ungkapan diatas juga memiliki unsur isti‟ârah. Dapat dilihat

pada kata / ٠ؾك / yang bermakna „merobek‟ diserupakan dengan manusia,

kemudian musyabbah bihnya dibuang dan diisyaratkan dengan salah satu sifatnya

sebagai isti‟arah makniyyah.362

Selanjutnya, terdapat pula kata-kata yang relevan

dengan musyabbah yaitu frasa / ١ذت صاب / bermakna „menginginkan

hilangnya nikmat darinya.‟ Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa isti‟ârah di

atas termasuk isti‟ârah mujarradah. 363

361

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3r. 362

Isti‟ârah makniyyah, yaitu isti‟ârah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai

isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya. 363

Isti‟arah mujarradah adalah isti‟ârah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan

dengan musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 124: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

110

Ungkapan pada data (5) menjelaskan tentang bahaya sifat hasad.

Digambarkan bahwa Sifat hasad merobek nikmat-nikmat yang telah diberikan

Allah SWT kepada hambanya. Makna hasad ialah menginginkan lenyapnya

kenikamatan dari diri orang lain.

Bertumpu kepada hasil analisis data di atas, dapat diketahui bahwa pada

naskah ini terdapat pemakaian gaya bahasa metafora yang dapat diketahui melalui

tanda pemakaian berupa perbandingan atau Personifikasiogis yang mana kata

atau frasa yang digunakan bukanlah makna sebenarnya. Gaya ini cenderung

menggambarkan perbandingan atau persamaan pada suatu objek dengan objek

lainnya. Rekapitulasi atau simpulan yang dapat digambarkan sebagai berikut

penanda gaya bahasa metafora (tajsîd).

2) Kutipan Data No. 6

364

Terjemah penulis: „Rasul S.A.W. bersabda: “sesungguhnya perbuatan

hasad akan memakan kebaikan bagaikan api memakan kayu bakar.”

Ungkapan pada data (6) diidentifikasi sebagai gaya personifikasi. Dapat

dilihat pada diksi (pilihan kata) yang dipakai yaitu frasa / رأو ابس اذطت بو / yang

bermakna „bagaikan api memakan kayu bakar,‟ mengkiaskan bahaya sifat hasad

yang dapat menghabiskan amal kebaikan disebabkan keburukannya (sifat hasad).

Pada frasa / رأو ابس اذطت بو / bermakna „bagaikan api memakan kayu

bakar,‟ menggambarkan seolah-olah api memiliki sifat layaknya manusia yaitu

„makan.‟ Gaya bahasa yang identik dengan sifat manusia, termasuk dalam

kategori gaya personifikasi. Dengan demikian, gaya bahasa pada ungkapan diatas

ialah gaya personifikasi (tajsîd).

Di sisi lain, ungkapan diatas juga memiliki unsur tasybih (perumpamaan).

Dapat di lihat pada frasa / رأو ابس اذطت بو / bermakna „bagaikan api memakan

kayu bakar, adalah musyabbah bih, dibandingkan dengan frasa / اذغذ ٠أو اذغبد /

bermakna „perbuatan hasad akan memakan kebaikan‟ sebagai musyabbah,

menggunakan kata pembanding / بو / bermakna „sebagaimana‟ sebagai adat al-

tasybih. Adapun sebagai sebagai „alaqah (hubungan kesamaan) pada tasybih di

364

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3r.

Page 125: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

111

atas ialah sama-sama memiliki unsur “melenyapkan.” Pada frasa „bagaikan api

memakan kayu bakar,‟ yang menggambarkan api “melenyapkan” kayu bakar.

Begitupula pada frasa „perbuatan hasad akan memakan kebaikan,‟ juga

menggambarkan sifat hasad yang dapat “melenyapkan” kebaikan. Ungkapan pada

data (6) ini, tidak memiliki wajah syibeh, sehingga ungkapan ini termasuk dalam

kategori tasybih mursal mujmal.365

Ungkapan pada data (6) adalah ucapan (Hadits) Rasulullah SAW yang

merupakan (Hadits Qudsi) menjelaskan tentang bahasa sifat hasad. Digambarkan

bahwa sifat hasad dapat memakan kebaikan bagaikan api yang dapat memakan

kayu bakar. Sifat hasad ialah menginginkan lenyapnya kenikamatan dari diri

orang lain. Sifat hasad merupakan perbuatan dosa karena zolim pada oramg lain.

Perbuatan dosa karena menyakiti orang lain yang disebabkan oleh sifat hasad

lama-kelamaan akan memhabiskan amal kebaikan orang yang memiliki sifat

hasad tersebut.

3) Kutipan Data No. 7

366

Terjemah penulis: „Sifat hasad penyiksa dengan tidak memiliki rasa

kasihan, dan tidak berhenti selalu menyiksa.‟

Ungkapan pada data (7) diidentifikasi sebagai gaya personifikasi. Dapat di

lihat pada frasa / اذغد اؼزة از لا ٠شد / bermakna „sifat hasad menyiksa

dengan tidak memiliki rasa kasihan‟ yang mengkiaskan sifat hasad yang

menyiksa orang lain tanpa belas kasihan yakni sifat dengki dan iri hati dalam

hatinya mendorong dirinya untuk berbuat zalim pada orang lain yang memiliki

kelebihan dari nikmat Allah SWT.

Pada frasa / اذغد اؼزة از لا ٠شد / yang bermakna „sifat hasad

menyiksa dengan tidak memiliki rasa kasihan‟ menggambarkan seolah-olah sifat

hasad memiliki sifat layaknya manusia yaitu “menyiksa.” Gaya bahasa yang

identik dengan sifat manusia, termasuk dalam kategori gaya personifikasi. Dengan

demikian, gaya bahasa pada ungkapan diatas ialah gaya personifikasi (tajsîd).

365

Tasybih Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya dan Tasybih Mujmal

adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah

Al-Balaaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 28. 366

Muhammad Idrus Qaimuddin, Diya Al-Anwar Fi Tashfiat al-Akdar, 1834, hal. 3r.

Page 126: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

112

Di sisi lain, ungkapan diatas juga memiliki unsur isti‟ârah. Dapat dilihat

pada kata / اؼزة / yang bermakna „menyiksa‟ diserupakan dengan manusia,

kemudian musyabbah bihnya dibuang dan diisyaratkan dengan salah satu sifatnya

sebagai isti‟arah makniyyah.367

Selanjutnya, terdapat pula kata-kata yang relevan

dengan musyabbah yaitu frasa / ٠ضاي ف ػزاة دائفلا / bermakna „tidak berhenti

selalu menyiksa.‟ Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa isti‟ârah di atas

termasuk isti‟ârah mujarradah. 368

Ungkapan pada data (6) menjelaskan tentang bahaya sifat hasad.

Digambarkan bahwa Sifat hasad menyiksa dengan tiada belas kasihan kepada

orang lain. Sifat hasad menzolimi orang lain karena rasa iri pada sesuatu yang

dimilikinya. Menzolimi orang lain tanpa henti padahal orang tersebut tidak

bersalah padanya.

Bertumpu kepada hasil analisis data di atas, dapat diketahui bahwa pada

naskah ini terdapat pemakaian gaya bahasa personifikasi melalui rekapitulasi yang

dapat digambarkan sebagai berikut.

Tabel 3 Ciri Gaya Bahasa Personifikasi (tajsîd)

No Judul Kutipan Pada

Naskah

Ciri-Ciri

Perbandingan

Analogis

Antara Ox

dengan Oy

Keterangan

Data

No. 5 Merobek

Frasa

اذغد از ٠ؾك /

/ ػ١ إؼب الله رؼبي

bermakna

„sifat hasad

merobek nikmat

Allah SWT‟yang

diberikan kepada

hamba,‟

Sifat yang ingin

melenyapkan

Disertai

isti‟ârah

mujarradah

Data

No. 6 Memakan

Frasa

رأو ابس اذطت بو / /

bermakna

Sifat yang dapat

menghabiskan

Disertai

tasybih mursal

mujmal

367

Isti‟ârah makniyyah, yaitu isti'ârah yang dibuang musyabbah bihnya dan sebagai

isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya. 368

Isti‟arah mujarradah adalah isti'ârah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan

dengan musyabbah; Lihat: Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul

Waadhihah (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018), hal. 121.

Page 127: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

113

„bagaikan api

memakan kayu

bakar,‟

Data

No. 7 Menyiksa

Frasa

اذغد اؼزة /

/ از لا ٠شد

yang bermakna

„sifat hasad

penyiksa dengan

tidak memiliki rasa

kasihan‟

Sifat yang

penyiksa

Disertai

isti‟ârah

mujarradah

C. Analisis

1. Penggunaan Diksi

Analisis penggunaan diksi pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr, diuraikan sebagai berikut:

a) Diksi Bermanka Denotatif

Pada data teks (11), penggunaan kata „api dan tanah‟ merupakan kata

yang merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh sesuatu

yang disimbolkan. Berdasarkan konteks tuturan, ungkapan tersebut

menggambarkan tentang kesombongan Iblis di hadapan Allah SWT, dengan

berkata: “aku (Iblis) terbuat dari “api” sedangkan Dia (Nabi Muhammad) terbuat

dari “tanah”. Dengan demikian, kata „api dan tanah‟ dapat dikatan sebagai diksi

bermanka denotatif.

Pada data teks (46), penggunaan kata „orang; individu; manusia‟

merupakan kata yang merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk

oleh sesuatu yang disimbolkan. Berdasarkan konteks tuturan, ungkapan tersebut

menganjurkan pada setiap orang, agar banyak melakukan zikir ketika melakkukan

khalawat, karena itu merupakan amalan yang mulia di dalam khalawat. Dengan

demikian, kata „orang; individu; manusia‟ dapat dikatan sebagai diksi bermanka

denotatif.

Pada data teks (25), penggunaan kata „air‟ merupakan kata yang merujuk

pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh sesuatu yang

disimbolkan. Berdasarkan konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan

Page 128: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

114

tentang akibat dari meminum „air‟ bagi orang yang melakukan riyadah. Dengan

demikian, kata „air‟ dapat dikatan sebagai diksi bermanka denotatif.

Pada data teks (42), penggunaan kata „rumah.‟ merupakan kata yang

merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh sesuatu yang

disimbolkan. Berdasarkan konteks tuturan, ungkapan tersebut menganjurkan bagi

orang yang ingin melakukan khalawat untuk tinggal pada rumah yang berdekatan

dengan tempat khalawatnya. Dengnan demikian, kata „rumah‟ dapat dikatan

sebagai diksi bermanka denotatif.

Pada data teks (43), penggunaan kata „matahari‟ merupakan kata yang

merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang

disimbolkan. Berdasarkan konteks tuturan pada data teks (42), ungkapan tersebut

bermaksud menganjurkan untuk melaksanakan shalat sejak matahari tergelincir

hingga gelap malam. Dengan demikian, kata „matahari‟ dapat dikatan sebagai

diksi bermanka denotatif.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna denotatif pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan kata

yang merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh sesuatu

yang disimbolkan seperti: api, tanah, orang, air, rumah, dan matahari. Tanpa

menggunakan diksi bermakna denotatif, sulit kiranya dapat menyebutkan sebuah

objek yang dapat disimbolkan.

b) Diksi Bermakna Konotatif

Pada data teks (2), penggunaan kata „sumbu, poros, kutub‟ merupakan kata

yang mengandung arti tambahan di samping makna dasar yang merujuk pada

makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan.

Berdasarkan konteks tuturan data teks (2), kata „kutup‟ mengacu pada pemimpin

spriritual yaitu pemimpin spiritual sebagai penerus perjuangan Nabi yang ada di

dunia. Dengan demikian, kata „kutub‟ dapat dikatan sebagai diksi bermanka

konotatif.

Pada data teks (67), penggunaan kata „bekas, peninggalan, reruntuhan,

rongsokan‟ merupakan kata yang mengandung arti tambahan di samping makna

dasar yang merujuk pada makna sebenarnya atau makna yang di tunjuk oleh

sesuatu yang disimbolkan. Berdasarkan konteks pada data (67) kata „kesenangan

Page 129: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

115

mengacu pada „kesenangan‟, dalam hal ini, „kesenangan dunia yang menipu.‟

Dengan demikian, kata „kutub‟ dapat dikatan sebagai diksi bermanka konotatif.

Pada data teks (59), penggunaan kata „mengemukakan kepala‟ merupakan

kata yang mengandung arti tambahan di samping makna dasar yang merujuk pada

makna sebenarnya atau makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan.

Berdasarkan konteks pada data (59) kata „mengemukakan‟ bermakna

„mengeluarkan pemikiran yang baik.‟ Dalam hal ini, „pemikiran yang mampu

membimbing dan memberi manfaat.‟ Dengan demikian, kata „mengemukakan

kepala‟ dapat dikatan sebagai diksi bermanka konotatif.

Pada data teks (2), penggunaan kata „tempat ketetapan.‟ merupakan kata

yang mengandung arti tambahan di samping makna dasar yang merujuk pada

makna sebenarnya atau makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan.

Berdasarkan konteks pada data (2) kata „tempat‟ bermakna „hari ketetapan,‟

dalam hal ini ialah „hari kiamat.‟ Dengan demikian, kata „hari ketetapan‟ dapat

dikatan sebagai diksi bermanka konotatif.

Pada data teks (18), penggunaan kata „pintu kerajaan‟ merupakan kata

yang mengandung arti tambahan di samping makna dasar yang merujuk pada

makna sebenarnya atau makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan.

Berdasarkan konteks pada data (18), kata „pintu kerajaan‟ bermakna „pintu

kerajaan alam malakut.‟ Dengan demikian, kata „pintu kerajaan‟ dapat dikatakan

sebagai diksi bermanka konotatif.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna konotatif pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan kata

yang memiliki arti tambahan di samping makna dasar yang umum seperti: kutub,

reruntuhan, mengemukakan kepala, tempat ketetapan, pintu penguasa. Tanpa

menggunakan diksi bermakna konotatif, sulit kiranya menggambarkan sebuah

objek atau ungkapan-ungkapan sebagai kiasan.

c) Diksi Bermakna Sinonim

Pada data teks (1) dan (34), penggunaan kata / رط١ش / dan kata / رقف١خ

/yang berart „membersihkan‟ merupakan kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun,

dan memiliki makna yang sama walaupun bentuk katanya berbeda. Dalam

konteks tuturan, kata membersihkan pada data teks (1) digunakan untuk

Page 130: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

116

menjelaskan tentang „membersihkan hati dari sifat tercela.‟ Adapun data teks

(34), kata „membersihkan‟ digunalan untuk menjelaskan tentang „membersihkan

hati dari sifat syirik.‟ Dengan demikian, kata / رط١ش / dan kata / رقف١خ /, dapat

dikatakan sebagai diksi bermanka sinonim.

Pada data teks (19) dan (20), penggunaan kata / اؼطؼ / dan / اظأ / yang

berarti „haus,‟ merupakan kata sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki

makna yang sama walaupun bentuk katanya berbeda. Dalam konteks tuturan, kata

„haus‟ pada data teks (19) digunakan untuk menjelaskan tentang „keutamaan

lapar dan haus.‟ Adapun data teks (20) kata „haus‟ digunakan untuk menjelaskan

„keadaan lapar dan haus merupakan amalan mujahadah yang paling baik untuk

diri.‟ Dengan demikian, kata / اؼطؼ / dan / اظأ / dapat dikatakan sebagai diksi

bermanka sinonim.

Pada data teks (2) dan (17) penggunaan kata / الأخلاق اذدح / dan kata

,yang berarti „akhlak yang diridhoi,‟ merupakan kata sejenis / الأخلاق اشم١خ /

sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki makna yang sama walaupun bentuk

katanya berbeda. Dalam konteks tuturan, kata „akhlak mulia‟ pada data teks (2)

digunakan untuk menjelaskan tentang „akhlak mulia yang terdapat pada Nabi

Muhammad SAW‟. Adapun pada data teks (17) kata „akhlak mulia‟ digunakan

untuk menjelaskan „manfaat mujahadah dan riyadah akan membentuk akhlak

mulia.‟ Dengan demikian, kata / الأخلاق اذدح / dan kata / الأخلاق اشم١خ / dapat

dikatakan sebagai diksi bermanka sinonim.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna antonim pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan kata

yang memiliki makna sama dengan bentuk kata yang berbeda seperti kata: /رط١ش /

dan / اؼطؼ / ,/ رقف١خ / dan / الأخلاق اذدح / ,/ اظأ / dan / الأخلاق اشم١خ /. Tanpa

menggunakan diksi bermakna sinonim, maka akan terdapat kata yang berulang

sehingga kalimat tersebut nampak kurang berkesan.

d) Diksi Bermakna Antonim

Pada data teks (2), penggunaan kata „nampak‟ dan „rahasia‟ merupakan

kata yang memiliki makna berlawanan namun sama-sama mengacu pada

keterangan. Begitupula kata „langit‟ dan „bumi‟ merupakan kata memiliki makna

berlawanan namun sama-sama menyimbolkan suatu ciptaan tuhan. Selanjutnya,

Page 131: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

117

kata „muslimîn‟ dan „muslimât‟ merupakan kata memiliki makna berlawanan

namun sama-sama menyimbolkan dua karakter umat Islam. Selanjutnya, kata

„mu‟mîn dan „mu‟minât‟ merupakan kata memiliki makna berlawanan namun

sama-sama menyimbolkan dua jenis karakter orang beriman. Selanjutnya, kata

„hidup‟ dan „mati‟ merupakan kata memiliki makna berlawanan namun sama-

sama menyimbolkan fase kehidupan manusia. Dengan demikian, kata „nampak‟

dan „rahasia,‟ kata „langit‟ dan „bumi,‟ kata „muslimîn‟ dan „muslimât,‟ kata

„mu‟mîn dan „mu‟minât,‟ kata „hidup‟ dan „mati,‟ dapat dikatakan sebagai diksi

bermakna antonim.

Pada data teks (54), penggunaan kata „siang‟ dan „malam‟ merupakan kata

yang yang memiliki makna berlawanan tetapi sama-sama menyimbolkan waktu. .

Dengan demikian, kata „siang‟ dan „malam‟dapat dikatakan sebagai diksi

bermakna antonim.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna antonim pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan kata

yang memiliki makna berlawanan seperti kata: „nampak‟ dan „rahasia,‟ „langit‟

dan „bumi,‟ „muslimîn‟ dan „muslimât,‟ „mu‟mîn‟ dan „mu‟minât,‟ „hidup‟ dan

„mati,‟ „siang‟ dan „malam.‟ Tanpa menggunakan diksi bermakna antonim, akan

sulit kiranya membedakan sebuah objek yang dijadikan keterangan, sehingga

kurang memperjelas penyampaian maksud ungkapan.

e) Diksi Bernilai Rasa

Pada data teks (63), penggunaan kata / صذ / yang berarti „meninggalkan

kesenangan duniawi.‟ merupakan bentuk kebahasaan lebih memenuhi nilai rasa

yang sesuai dengan konteks. Dengan demikian, kata / صذ / dapat dikatakan

sebagai diksi bernilai rasa.

Pada data teks (64), penggunaan / / yang memiliki arti „kesedihan,

penderitaan, kekhawatiran, kebimbangan‟ merupakan bentuk kebahasaan lebih

memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks. Dengan demikian, kata / /

dapat dikatakan sebagai diksi bernilai rasa.

Pada data teks (71), terdapat kata / سادخ / yang berarti „tenang.‟ merupakan

bentuk kebahasaan lebih memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks.

Dengan demikian, kata / سادخ / dapat dikatakan sebagai diksi bernilai rasa.

Page 132: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

118

Pada data teks (44), terdapat kata / ري / yang berarti „kerendahan,

kesederhaan, kehinaan, ketundukan‟ merupakan bentuk kebahasaan lebih

memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks. Dengan demikian, kata / ري /

dapat dikatakan sebagai diksi bernilai rasa.

Pada data teks (45), terdapat kata / ؽجبع / yang berarti „yang teguh hati,

berani, tegas, gagah berani, tak takut, tak gentar‟ merupakan bentuk kebahasaan

lebih memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks. Dengan demikian, kata /

.dapat dikatakan sebagai diksi bernilai rasa / ري

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bernilai rasa pada naskah

Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan kata yang

lebih memenuhi nilai rasa yang sesuai dengan konteks seperti kata: / صذ /, / / ,

kata / سادخ / ,/ ري / ,/ ؽجبع /. Tanpa menggunakan diksi bernilai rasa,

makna ungkapan terkesan datar dan penggunaan kata tidak sesuai dengan konteks.

Bahkan tidak memiliki nilai rasa yang dapat mewakili sebuah ungkapan.

f) Diksi Bermakna Konkret

Pada data teks (25), penggunaan kata / بء / yang berarti „air,‟ merupakan

kata yang merujuk pada suatu benda yang memiliki bentuk dan wujud berupa

„benda cair.‟ Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan akibat

meminum air bagi orang yang melakukan riyadah akan merusak amalannya.

Dengan demikian, kata „air‟ dapat dikatakan sebagai diksi bermakna konkret.

Pada data teks (42), penggunaan kata / ث١ذ / yang berarti „rumah,‟

merupakan kata yang merujuk pada suatu benda yang memiliki bentuk dan wujud

berupa „bangunan.‟ Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut bermaksud

memberikan anjuran bagi para salik untuk tinggal pada rumah yang dekat dengann

tempat khalawatnya. Dengan demikian, kata „rumah,‟ dapat dikatakan sebagai

diksi bermakna konkret.

Pada data teks (43), penggunaan kata / ؽظ / yang berarti „matahari,‟

merupakan kata yang merujuk pada suatu benda yang yang dapat dirasakan yaitu

„cahaya panas yang menyinari bumi.‟ Dalam konteks, ungkapan tersebut

menganjurkan untuk shalat sejak waktu tergelincirnya matahari hingga gelapnya

malam. Dengan demikian, kata „matahari,‟ dapat dikatakan sebagai diksi

bermakna konkret.

Page 133: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

119

Pada data teks (11), penggunaan kata / بس / yang berarti „api,‟ merupakan

kata yang merujuk pada suatu benda yang yang dapat dirasakan yaitu „rasa

panas.‟ Selanjutnya, kata / ه١ / yang berarti „tanah,‟ merujuk pada benda yang

dapat diraba yaitu „benda padat.‟ Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut ingin

menjelaskan tentang sikap sombong yang dilakukan Iblis karena ia diciptakan dari

api, sedangkan Muhammad diciptakan dari tanah. Dengan demikian, kata „api'

dan „tanah‟ dapat dikatakan sebagai diksi bermakna konkret.

Pada data teks (46) penggunaan kata / غب / yang berarti „lidah,‟

merupakan kata yang merujuk pada suatu benda yang dapat raba yaitu „organ

mulut yang berfungsi merasakan dan mencerna makanan.‟ Dalam konteks

tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang seorang hamba yang terbiasa

berzikir tanpa beban, hingga lidahnya tidak terasa terus menerus mengucapkan

zikir dengan tanpa beban. Dengan demikian, kata „lidah‟ dapat dikatakan sebagai

diksi bermakna konkret.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna konkret pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk menyebutkan objek

yang dapat di pilih, didengar, dirasakan, diraba atau dicium seperti: air, rumah,

matahari, api, tanah, lidah. Tanpa menggunakan diksi bermakna konkret, sulit

kiranya menyebutkan sebuah objek yang dapat di kenali oleh indera. Bahkan

menjelaskan sesuatu benda akan terkesan abstrak.

g) Diksi Bermakna Abstrak

Pada data teks (40), penggunaan kata / خح / yang berarti „tempat yang

tenang, tempat tersembunyi, tempat pribadi, tempat pingitan, tempat ibadah

kecil,‟ merupakan kata yang menunujuk pada konsep atau gagasan. Dalam

konteks tuturan, ungkapan tersebut menganjurkan bagi orang yang ingin

berkhalawat agar mendahulukan pengasingan diri, di sertai dengan mengurangi

makan, minum, dan tidur. Dengan demikian, kata / خح / dapat dikatakan sebagai

diksi bermakna abstrak.

Pada data teks (8), penggunaan kata / جب / yang berarti „rangking tertinggi,

kemuliaan, gengsi, prestise, penghormatan, penghargaan, ketenaran‟ merupakan

kata yang menunujuk pada konsep. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut

menjelaskan tentang sifat riya yang melakukan sesuatu karena mengharapkan

Page 134: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

120

penghormatan dari manusia. Dengan demikian, kata / جب / dapat dikatakan sebagai

diksi bermakna abstrak.

Pada data teks (11), penggunaan kata / ػض / yang berarti „kemuliaan,

kekuatan, kehormatan, martabat, gengsi, kedudukan tinggi‟ merupakan kata yang

menunujuk pada konsep. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan

tentang sifat ujub dan takabbur yang menggap dirinya lebih mulia dari orang lain.

Dengan demikian, kata / ػض /dapat dikatakan sebagai diksi bermakna abstrak.

Pada data teks (18), penggunaant kata / ىد / yang berarti „kekuasaan,

kerajaan‟ dikategorikan sebagai kelas kata benda merupakan kata yang

menunujuk pada konsep. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan

tentang cara mengetuk pintu kekuasan, dalam hal ini kekuasaan Allah SWT.

Dengan demikian, kata / ىد / dapat dikatakan sebagai diksi bermakna abstrak.

Pada data teks (76), penggunan kata / اجخ / yang berarti „kebun, taman,

surga‟ merupakan kata yang menunujuk pada konsep. Dalam konteks tuturan,

ungkapan tersebut menjelaskan tentang keadaan orang beriman setelah meninggal

dunia, akan ditempatkan di surga yang penuh kenikmatan. Dengan demikian, kata

.dapat dikatakan sebagai diksi bermakna abstrak / اجخ /

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna abstrak pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk mengungkapkan

konsep atau gagasan seperti: kata / اجخ / ,/ ىد / ,/ ػض / ,/ جب / ,/ خح /. Tanpa

menggunakan kata bermakna abstrak, sulit kiranya menyebutkan sebuah konsep

atau gagasan dalam sebuah ungkapan yang memiliki maksud dan tujuan yang

ingin disampaikan.

h) Diksi Bermakna Umum

. Pada data teks (4), penggunaan kata / اؼ / yang merupakan bentuk jamak

dari /ؼ / memiliki arti „nikmat.‟ merupakan kata yang perlu dijabarkan lebih

lanjut dengan kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih

baik. Dengan demikian, kata / اؼ / dapat dikatakan sebagai diksi bermakna umum

Pada data teks (14), penggunaan kata / ثؾ / yang memiliki arti

„sampaikanlah.‟ merupakan kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-

kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Dengan

demikian, kata / ثؾ / dapat dikatakan sebagai diksi bermakna umum.

Page 135: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

121

.Pada data teks (17), penggunaan kata / الأخلاق اشم١خ / yang memiliki arti

„akhlak yang diridhoi‟ atau „akhlak mulia‟ merupakan kata-kata yang perlu

dijabarkan lebih lanjut dengan kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan

perincian lebih baik. Dengan demikian, kata / الأخلاق اشم١خ / dapat dikatakan

sebagai diksi bermakna umum.

Pada data teks (21), penggunaan kata / ااف / yang merupakan bentuk

jamak dari kata /ف / merupakan kata-kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut

dengan kata-kata yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik.

Dengan demikian, kata / ااف / dapat dikatakan sebagai diksi bermakna umum.

Pada data teks (71), penggunaan kata / ػطب٠ب / yang memiliki arti

„pemberian,‟ merupakan kata yang perlu dijabarkan lebih lanjut dengan kata-kata

yang sifatnya khusus untuk mendapatkan perincian lebih baik. Dengan demikian,

kata / ػطب٠ب / dapat dikatakan sebagai diksi bermakna umum.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna umum pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk mengungkapkan

kata-kata yang masih bersifat umum seperti: penyampaian, akhlak mulia, amalan

tambahan, pemberian. Tanpa menggunakan diksi bermakna umum, sulit kiaranya

menyampaikan sebuah maksud dengan cara singkat dan efektif.

i) Diksi Bermakna Khusus

Pada data teks (1), penggunaan kata: „mujâhadah, riyâdah, dan adzkâr,‟

merupakan kata-kata khusus yang terperinci. Dalam konteks tuturan, ungkapan

tersebut menjelaskan tentang latihan-latihan yang dapat dilakuakan untuk

membersihkan sifat-sifat buruk yang ada di dalam hati. Dengan demikian, kata

„mujâhadah, riyâdah, dan adzkâr,‟ dapat dikatakan sebagai diksi bermakna

khusus.

Pada data teks (3), penggunaan kata: „marah, iri hati, kikir, cinta harta,

cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan dan minum

berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan.‟ merupakan kata-kata khusus yang

terperinci. Dalam konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang jenis-

jenis sifat tercela yang ada di dalam hati. Dengan demikian, kata „marah, iri hati,

kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan

Page 136: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

122

dan minum berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan,‟ dapat dikatakan sebagai

diksi bermakna khusus.

Pada data teks (7), penggunaan kata: „ilmu, kehormatan, dan harta,‟

„marah, iri hati, kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa

hebat, riya, makan dan minum berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan,‟

merupakan kata-kata khusus yang terperinci. Dalam konteks tuturan, ungkapan

tersebut menjelaskan tentang anugerah yang diberikan Allah kepada hamba yang

di kehendaki. Dengan demikian, kata „ilmu, kehormatan, dan harta,‟ „marah, iri

hati, kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa hebat, riya,

makan dan minum berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan,‟ dapat dikatakan

sebagai diksi bermakna khusus.

Pada data teks (20), penggunaan kata: „sifat sabar, ridho, syukur, lembut,

zuhud, ikhlas, dermawan,‟ merupakan kata-kata khusus yang terperinci. Dalam

konteks tuturan, ungkapan tersebut menjelaskan tentang akhlak mulia yang

dianjurkan dalam berkhalawat. Dengan demikian, kata: „sifat sabar, ridho,

syukur, lembut, zuhud, ikhlas, dermawan,‟ dapat dikatakan sebagai diksi

bermakna khusus.

Pada data teks (40), penggunaan: „makan, minum, dan tidur,‟ merupakan

kata-kata khusus yang terperinci Dalam konteks tuturan berdasarkan tema,

ungkapan tersebut menjelaskan tentang kebiasaan-kebiasaan yang harus dikurangi

dalam melakukan khalawat. Dengan demikian, kata „makan, minum, dan tidur,

dapat dikatakan sebagai diksi bermakna khusus.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan diksi bermakna umum pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr bertujuan untuk mengungkapkan

kata-kata yang bersifat rincian seperti: amalan yang dapat membersihkan sifat

tercela (mujâhadah, riyâdah, dan adzkâr), sifat-sifat tercela (marah, iri hati,

kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan

dan minum berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan), anugerah Allah (ilmu,

kehormatan, dan harta,‟ „marah, iri hati, kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta

dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan dan minum berlebih-lebihan, bicara

yang berlebihan), akhlak mulia (sifat sabar, ridho, syukur, lembut, zuhud, ikhlas,

dermawan), sesuatu yang dikurangi dalam melakukan khalawat (makan, minum,

Page 137: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

123

dan tidur). Tanpa menggunakan diksi bermakna khusus, sulit kiranya dapat

menyampaikan maksud secara terperinci.

2. Penggunaan Bahasa Kiasan

Analisis penggunaan bahasa kiasan pada naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi

Tashfiat al-Akdâr, diuraikan sebagai berikut:

a) Simile (tasybih)

Ungkapan pada data (15), penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan melepaskan dosa seorang hamba karena keislamannya, yaitu

ketika Allah SWT mengampuni dosa seorang hamba, maka orang tersebut akan

bersih dari segala dosanya yang telah lalu.

Ungkapan pada data (29) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan perlindungan yaitu kalimat la ilâha illallâh adalah pelindung

dari azab hari kiamat.

Ungkapan pada data (33) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan menggambarkan jalan menyingkap rahasia hati, yaitu dengan

berzikir akan menyingkap tabir rahasia yang berada di dalam hati.

Ungkapan pada data (43) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan tentang tujuan diturunkan Al-Qur‟an. Didalamnya, Allah SWT

menggambarkan al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi orang beriman.

Ungkapan pada data (45) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan cahaya petunjuk Ilahi, berupa cahaya keimanan dan ketakwaan

yang terpancar dari diri seorang hamba yang telah berhasil melakukan khalawat.

Ungkapan pada data (63), penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan bahwa mencintai dunia merupakan pangkal dari setiap

keburukan. Seseorang yang mencintai dunia, akan terpedaya hingga ia lupa

kepada akhirat.

Ungkapan pada kutipan data (63) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan tentang suatau keadaan yang mana tidak dapat disatukannya

antara mencintai dunia dan mencintai Allah SWT sekaligus di dalam hati.

Page 138: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

124

Ungkapan pada data (65) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan bahaya orang yang mencintai dunia bagaikan orang yang tidak

mengetahui kenikmatan dan keindahan syurga diakhirat.

Ungkapan pada data (66) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan kelalaian manusia dari ketaatan dan ibadah sakitnya menahan

diri dari godaan yang berada didunia bagi para wali Allah.

Ungkapan pada data (70) penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan dunia adalah tempat yang penuh kesengsaraan bagi orang

beriman karena menahan diri dari hal yang dilarang Allah SWT, tetapi sebagai

tempat yang menyenangkan bagi orang kafir karena memperturutkan hawa nafsu.

Ungkapan pada data (74), penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan keadaan ruh para Nabi yang diistimewakan oleh Allah bagaikan

kapur harum yang semerbak karena amal dan ibadahnya.

Ungkapan pada data (79), penggunaan gaya Simile (tasybih) untuk

menggambarkan persaudaraan dan persatuan sesama mukmin antara satu sama

lain.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan gaya Simile (tasybih) pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, bertujuan untuk membantu

menggambarkan sebuah objek atau ungkapan seperti: melepaskan dosa,

penyelamat diakhirat, menyingkap tabir, petunjuk bagi orang beriman, cahaya

keimanan, pangkal keburukan, tidak dapat disatukannya antara mencintai dunia

dan mencintai Allah SWT sekaligus, orang yang tidak mengetahui kenikmatan

dan keindahan syurga diakhirat, kelalaian manusia dari ketaatan dan ibadah

sakitnya menahan diri dari godaan, adalah tempat yang penuh kesengsaraan bagi

orang beriman, keadaan ruh para Nabi, persaudaraan dan persatuan sesama

mukmin. Tanpa menggunakan gaya Simile (tasybih), sulit kiranya

menggambarkan serta memperjelas ungkapan dalam naskah. Dengan penggunaan

gaya Simile (tasybih), maka dengan mudah memahami ungkapan tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 139: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

125

b) Gaya Metafora (isti’ârah)

Ungkapan pada data (11) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan kecilnya sifat takabur, yaitu sekecil apapun sifat takabur di

dalam hati, akan menyebabkan terhalangnya masuk surga.

Ungkapan pada data (12 penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan bahaya sifat ujub dan takabur, yaitu sulitnya menghilangkan sifat

ujub dan takabur dari dalam hati.

Ungkapan pada data (18) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan tentang cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mendekatkan

diri kepada Allah SWT.

Ungkapan pada data (25) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan bahwa Allah SWT menganugerahkan rahmatnya kepada hamba.

Ungkapan pada data (31) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan tentang amalan yang dilakukan dengan ikhlas dengan mengharap

keridhoan Allah SWT.

Ungkapan pada data (38) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan orang yang terbimbing kepada anugerah Allah, bagaikan terseret

pada anugerahnya (Allah SWT).

Ungkapan pada data (38) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan orang yang semangat orang yang berzikir dalam

bermuraqabahnya.

Ungkapan pada data (53) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan ketika seorang hamba yang berzikir kepada Allah SWT, maka

Allah akan dekat kepadanya.

Ungkapan pada data (60) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan merendahkan diri dihadapan kedua orang tua.

Ungkapan pada data (63) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan dunia sebagai tempat yang memperdaya dan menipu.

Ungkapan pada data (66) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan orang yang terpedaya kepada kesenangan dan keindahan dunia.

Page 140: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

126

Ungkapan pada data (66) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan orang yang menahan diri di dunia bagaikan orang berpuasa.

Orang yang menikmati amalannya di surga bagaikan orang yang berbuka puasa.

Ungkapan pada data (67) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan manusia bagaikan orang yang terpedaya karena mencintai dunia

sebab mencintainya (dunia) dapat membawa orang lupa kepada akhirat yang

kekal.

Ungkapan pada data (69) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan dunia yang tidak akan henti dilanda ujian yang terus-menerus

sehingga orang-orang yang menginginkan ketenangan di dunia akan sulit

didapatkan.

Ungkapan pada data (71) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan dunia yang sempit sebab tidak mengenal Allah.

Ungkapan pada data (72) penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) untuk

menggambarkan Roh para manusia di dunia ketika meninggal dunia jika

dikehendaki Allah SWT, akan tersingkap hijap penghalang yang menghalangi

pandangannya untuk melihat surga.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan gaya Metafora (isti‟ârah) pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, bertujuan untuk membantu

mengkiaskan sebuah objek atau ungkapan manusia seperti: kecilnya sifat takabur,

sulitnya menghilangkan sifat ujub dan takabur, mendekatkan diri kepada Allah

SWT, Allah menganugerahkan rahmatnya kepada hamba, mengharap keridhoan

Allah SWT, orang yang terbimbing kepada anugerah Allah, semangat orang yang

berdzikir, Allah dekat kepada hamba, merendahkan diri dihadapan kedua orang

tua, dunia tempat yang memperdaya, orang yang terpedaya, orang yang menahan

diri di dunia, terpedaya karena mencintai dunia, dunia yang tidak akan henti

dilanda ujian, dunia yang sempit sebab tidak mengenal Allah, tersingkap hijap

penghalang yang menghalangi pandangannya. Tanpa menggunakan gaya

Metafora (isti‟ârah), sulit kiranya menggambarkan serta memperjelas ungkapan

dalam naskah. Sebab dengan penggambaran tersebut, maka dengan mudah

memahami ungkapan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Page 141: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

127

c) Gaya Personifikasi (tajsîd)

Ungkapan pada data (5) penggunaan gaya personifikasi untuk

menggambarkan sifat hasad yang ingin melenyapkan nikmat pada diri orang lain.

Ungkapan pada data (6) penggunaan gaya personifikasi untuk

menggambarkan dari sifat hasad yang dapat menghabiskan amal kebaikan.

Ungkapan pada data (7) penggunaan gaya personifikasi untuk

menggambarkan sifat hasad yang menyakiti orang lain tanpa belas kasihan.

Sebagai kesimpulan, bahwa penggunaan gaya personifikasi (tajsîd) pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, bertujuan untuk membantu

mengkiaskan sebuah objek yang menyerupai sifat-sifat manusia seperti:

menghabiskan amal kebaikan, menyakiti orang lain, melenyapkan nikmat. Tanpa

menggunakan gaya personifikasi (tajsîd), sulit kiranya menggambarkan serta

memperjelas ungkapan dalam naskah.

Page 142: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

128

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap diksi dan gaya bahasa kiasan pada

naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-Akdâr, diperoleh kesimpulan mengenai

diksi dan gaya bahasa yang digunakan sebagai berikut:

1. Terdapat Sembilan (9) diksi yang digunakan dan dibagi berdasarkan jenisnya

yaitu: 1) diksi bermakna denotitif, 2) diksi bermakna konotatif, 3) diksi

bermakna sinonim, 4) diksi bermakna antonim, 5) diksi bernilai rasa, 6) diksi

bermakna konkret, 7) diksi bermakna abstrak, 8) diksi bermakna keumuman,

9) diksi bermakna kekhususan. Diksi bermakna denotitif diantaranya: tanah,

api, manusia, air, rumah, matahari. Diksi bermakna konotatif diantaranya:

kutub bermakna pemimpin, pancang bermakna pembimbing, pengganti

bermakna penerus Nabi, reruntuhan bermakna kesenangan, mengemukakan

kepala bermakna mengeluarkan pemikiran baik, tempat ketetapan bermakna

hari kiamat, pintu alam malqût bermakna „pintu kerajaan langit.‟ Diksi

bermakna sinonim diantaranya: tathir dan tasfiyah yang sama bermakna

membersihkan, „atos dan zom‟a yang sama bermakna haus, akhlah mahmudah

dan akhlak mardiah yang sama bermakna sifat terpuji. Diksi bermakna

antonym diantaranya: sifat yang nampak maupun yang tersembunyi,

penduduk langit dan bumi, kaum muslimin dan muslimat, mukmin dan

mukminat, yang masih hidup dan yang wafat, siang dan malam. Diksi bernilai

rasa diantaranya: meninggalkan kesenangan duniawi, khawatir, tenang,

kehinaan, tenang, berani. Diksi bermakna konkret diantaranya: air, rumah,

matahari, api, lidah. Diksi bermakna abstrak diantanya: tempat yang tenang,

kehormatan, kemuliaan, kekuasaan, surga. Diksi bermakna keumuman

diantaranya: nikmat, penyampaian, akhlak mulia, ibadah tambahan,

pemberian. Diksi bermakna kekhususan diantaranya: perbanyak amalan

mujahadah, riyadah, dan adzkar, sifat-sifat tercela diantaranya: „marah, iri

hati, kikir, cinta harta, cinta pangkat, cinta dunia, sombong, merasa hebat, riya,

makan dan minum berlebih-lebihan, bicara yang berlebihan, anugerah Allah

Page 143: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

129

berupa ilmu, kehormatan, dan harta, memperbaiki akhlak seperti sifat sabar,

rido, syukur, lembut, zuhud, ikhlas, dermawan dan sebagainya, kebiasaan

yang harus dikurangi diantaranya makan, minum, dan tidur.

2. Terdapat tiga (3) gaya bahasa kiasan yang digunakan dan dibagi berdasarkan

jenisnya yaitu: 1) gaya simile (tasybih), 2) metafora (isti‟ârah), 3)

personifikasi. Gaya simile (tasybih) memaknai dan menggambarkan

tentang:prasangka buruk kepada orang kafir, keistimewaan zikir,

keistimewaan al-Qur‟an, tersingkapnya hijab, cinta dunia, keadaan ruh setelah

meninggal dunia, persatuan kaum muslimin. Gaya metafora (isti‟ârah)

memaknai dan mengkiaskan tentang: bahaya sifat takabur, sifat ujub dan kibr,

berpuasa, amalan riyadah, keistimewan dzikir, adab dzikir, adab kepada orang

tua, keteguhan iman, keadaan dunia, keadaan ruh manusia. Gaya personifikasi

(tajsîd) memaknai dan menggambarkan bahaya sifat hasad.

B. Saran

Setelah penelitian dilakukan terhadap naskah Dliyâ‟ al-Anwâr fi Tashfiat al-

Akdâr dengan kaca mata stilistika, maka kajian ini merupakan bentuk kajian

integrasi ilmu antara ilmu agama dan ilmu umum yaitu sastera. Dari sini makna

tasawuf yang berada dalam naskah akan lebih mendalam dirasakan. Walaupun

berkaitan dengan ilmu umum, akan tetapi tidak meninggalkan kaidah islamiyah

dalam memahami naskah tasawuf tersebut. Oleh karena itu, beberapa hal yang

perlu diperhatikan peneliti selanjutnya antara lain:

1. Kajian stilistika ini, dapat digunakan untuk mengkaji naskah-naskah tasawuf.

Dari kajian ini, didapatkan gaya bahasa terhadap naskah yang lebih

mendalam.

2. Dengan stilistika pula bisa menguak diksi dalam gaya bahasa yang digunakan

sehingga pengkajian terhadap teks akan lebih kaya.

3. Kajian stilistika adalah hal yang menarik, walaupun kadang-kadang

menjemukan karena masih berkaitan dengan struktur-struktur gramatika yang

sudah kaku. Tetapi kelebihannya, peneliti dapat menganalis dari rasa bahasa

yang ada.

Page 144: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

130

DARTAR PUSTAKA

Alba, Cecep, Tasawuf Dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

al-Gazali, Imam, Jalan Bijak, Adab Berinteraksi Dengan Allah Dan Sesama,

Jakarta: Zaman, 2016.

al-Jarim, Ali dan Musthafa Amin, Terjemah Al-Balaaghatul Waadhihah,

Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2018.

Aman, Saifuddin & Abdul Qadir Isa, Tasawuf “Revolusi Mental” Dzikir

“Mengolah Jiwa & Raga,” Banten: Ruhama, 2014.

Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Grafindo Persada,

1995.

‟Arabi, Ibnu, Cahaya Penakluk Surga, Sisi Praktis Khalawat Di Kalangan Para

Auliya, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.

Arikunto, Sumarsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2014.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVIII, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Chaer, Abdul dan Liliana Muliastuti, Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta:

Universitas Terbuka, 2009.

Corbin, Henri, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibnu ‟Arabi, Yogyakarta: LKiS, 2014.

Dahlan, Adib, Stulistika dalam Pandangan Al-Jahiz dan Al-Baqilani, SPS UIN

Syarif Hidayatullah, 2014.

Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa, “Kamus Besar Bahasa

Indonesia,” Jakarta: Balai Pustaka, 2015.

Page 145: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

131

Djamaluddin, Mahbub, Imam Al-Ghazali, Biografi & Warisan Sang Ensiklopedi

Zaman, Senja Publishing, 2015.

Efendi, Anwar, Bahasa Dan Sastra, Dalam Berbagai Perspektif , Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2008.

Fathurahman, Oman, Filologi Indonesia Teori Dan Metode, Jakarta: Prenada

Media Group, 2015.

Hamka, Renungan Hati, Jakarta: Republika, 2016.

Hartono, Sentot, Syaikh Al-Waasi‟ Achmad Syaechudin “Bulan Terang Di

Bukhara” Risalah Tentang Tasawuf, Jakarta: Khazanah, 2007.

Hariyanto, Sugeng, Dimensi Abadi Kehidupan, Terjemah Dari: Badiuzzaman

Said Nursi "The Resurrection and The Hereaster, Jakarta: Prenada Media,

2003.

Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Dan Modern, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2012.

Malik, Candra, Makrifat Cinta, Jakarta: Noura Books, 2012.

Miles, Matthew B. dan A.Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Jakarta: UI Press, 1992.

Musthafa, Izzuddin dan Acep Hermawan, Metodologi Bahasa, Arab, Bandung:

PT. Remaja Rosda, 2018.

Noer, Kautsar Azhari, Warisan Agung Tasawuf, Sadra Press, 2015.

Niampe, La, Nasihat Leluhur Untuk Masyarakat Buton-Muna, Mujahid Press,

2014.

Niampe, La, Undang-Undang Buton Versi Muhammad Idrus Qaimuddin,

Kendari: FKIP Unhalu.

Page 146: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

132

Nurgiantoro, Burhan, Stilistika, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014.

Pradopo, Rachmat Djoko, Prinsip-Prinsip Kritik Sastra, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2011.

Putrayasa, Ida Bagus, Kalimat Efektif, Diksi, Srtktur, Dan Logika, Bandung:

Refika Aditama, 2007.

Qalyubi, Syihabuddin, Stilistika Al-Qur‟an, Makna Di Balik Kisah Ibrahim,

Yogyakarta: LKiS, 2009.

Rahardi, Kunjana, Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa

Terkini, Jakarta: Erlangga, 2006.

Sabirin, Falah, Tarekat Sammaniyah Di Kesultanan Buton, Kajian Naskah-

Naskah Buton, Jakarta: YPM, 2011.

Samsuri, Analisa Bahasa, Memahami Bahasa Secara Ilmiah, Jakarta: Erlangga,

1978.

Solihin, M., Melacak Pemikiran Tasawuf Di Nusantara, Jakarta: PT Raja

Grafindo, 2005.

Sugihastuti, Rona Bahasa Dan Sastra Indonesia, Tanggapan Penutur Dan

Pembacanya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Mixed Methods, Bandung: Alfabeta,

2011.

Toriquddin, Mohammad, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf Dalam

Dunia Modern, Malang: Uin Malang Press, 2008.

Wardani, Yaniah dan Umi Musyarofah, Retorika Dakwah Dai Di Indonesia,

Kajian Stilistika Dalam Sastra Arab, Banten: Adabia Press, 2019.

Weststeijd, Jan Van Luxamburg Mieke Bal Willen G, Pengantar Ilmu Sastra,

Page 147: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

133

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986.

Yahya, M. Wildan, Menyingkap Tabir Rahasia Spiritual Syekh Abdul Muhyi,

Menapaki Jejak Para Tokoh Sufi Nusantara Abad XVII & XVIII, PT.

Refika Aditama, 2007.

Yoganingrum, Ambar dkk, Merajuk Makna Penelitian Kualitatif Bidang

Perpustakaan Dan Informasi, Cipta Karsa Mandiri, 2009.

Yule, George, Pragmatik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.

Zahari, Abdul Mulku, Daarul Butuni Sejarah Dan Adatnya 3, Baubau: CV. Dia

dan Aku, 2017.

Zahari, Abdul Mulku, Syair Bula Malino Kapekarunana Yinca, Baubau: CV. Dia

dan Aku.

..........., Mutiara Hikmah Tokoh-Tokoh Tasawuf, Tangerang Selatan: Alifia

Books, 2018.

Zahari, Sri Hartinah, “Metode Penelitian Perpustakaan,” Banten: UT.

Zaprulkhan, Pencerahan Sufistik, Menimba Kearifan Hidup Melalui Kisah-Kisah

Kaum Sufi, Jakarta: Quanta, 2015.

Zubair, Stilistik Arab, Studi Ayat-Ayat Pernikahan Dalam Alquran, Jakarta:

Amzah, 2017.

Zuhdi, Susanto dkk, Orang Buton Dalam Diaspora Nusantara Dan Integrasi

Bangsa, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2019.

Zuhdi, Susanto, Sejarah Buton Yang Terabaikan, Labu Rope Labu Wana, Jakarta:

Rajawali Pers, 2010.

Page 148: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

134

PUSTAKA DIGITAL

Adikara, David, Gaya Bahasa (Style) Dalam Buku Dongeng Klasik 5 Benua

Karya Astri Damayanti (SMK Muhamadiyah 5 Babat, Lamongan, n.d.),

52, e-jurnal.unisda.ac.id/6/12/2020.

Agustina, Diah Ayu, “Diya Al-Anwar Fi Tasfiat al-Akdar‟: Menelusuri Naskah

Tasawuf Dari Kesultanan Buton,” n.d.,

https://bincangsyariah.com/6/12/2020.

Arifin, Zaenal, Kesinoniman Dalam Bahasa Indonesia (Universitas Indraprasta

PGRI, n.d.), 4, journal.unas.ac.id/6/12/2020..

Chaer, Abdul dan Liliana Muliastuti, “Semantik Bahasa Indonesia,”

PBIN4215/MODUL 1, n.d., 1.14, http://repository.ut.ac.id/6/12/2020..

Ditindb, “Kabanti” Desember 17, 2015 (n.d.), https://kebudayaan.kemdikbud.

go.id/6/12/2020.

Hasaruddin, Andi Tenri Machmud, “Peranan Sultan Dalam Pengembangan

Tradisi Tulis Di Kesultanan Buton,” Majalah : JUMANTARA Edisi: Vol.

3 No. 2-Oktober 2012. https://www.perpusnas.go.id.23.03.42/2/27/2020.

Ibeng, Parta, “Pengertian Majas Personifikasi, Ciri, Beserta 25 Contohnya,”

Pendidikan.Co.Id Januari 10 (2020). https://pendidikan.co.id/6/12/2020..

Irfariati, “Diksi Dalam Retorika Anas Urbaningrum,” Balai Bahasa Provinsi

Riau, Madah, Volume 4 (2013): Nomor 1.

http://garuda.ristekbrin.go.id/6/12/2020.

Niampe, La, “Mengungkap Ketokohan Muhammad Idrus,” www.Pusatstudi

wakatobi.Blogspot. http://pusatstudiwakatobi.blogspot.com/2011/04/.

16.55/27/2/2020.

Page 149: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

135

Niampe, La, “Siapa Muhammad Idrus (Sultan Buton Ke 29) Itu..?,”

Kerajaantiworo.Blogspot.Com, September 2013, http://kerajaantiworo.

blogspot.com/2013/09/.04.08/2/27/2020.

Pateda, Lamsike, “Gaya Kepengarangan Tere Liye Dalam Novel „Moga Bunda

Disayang Allah‟ Tinjauan Retorika-Stilistika,” IAIN Sultan Amai

Gorontalo, n.d. http://journal.iaingorontalo.ac.id/6/12/2020..

Prasetyo, Dwi Nur 1), , Teguh Suharto2), and , Ermi Adriani Meikayanti 3),

Analisis Diksi Dan Gaya Bahasa Pada Baliho Kampanye Pemilu Di

Kabupaten Magetan Tahun 2018, Juni, vol. http://e-

journal.unipma.ac.id/index.php/widyabastra/article/6/12/2020..

Pratiwi, Ni Luh Jessica, “Penerjemahan Majas Personifikasi Dalam Novel Sekai

No Chuushin De Ai Wo Sakebu Karya Katayama Kyoichi,” Jurnal

Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud 20.1 Agustus (2017): 162–68.

https://ojs.unud.ac.id/6/12/2020.

Puspitasari, Dwi, “Makna Denotasi, Konotasi, Dan Asosiasi Dalam Unsur-Unsur

Pokok Iklan Alianz,” FIB UI, 2014, http://lib.ui.ac.id/6/12/2020..

Puspitasari, Paramita Ida Safitri Rosika Herwin, “Daya Pragmatik (Pragmatik

Force) Pada Perbandingan Antonim Bahasa Jawa Dan Bahasa Indonesia

Serta Korelasi Budaya Masyarakat Penuturnya,” Pendidikan Bahasa

Indonesia Universitas Sebelas Maret, n.d., 106,

https://jurnal.uns.ac.id/6/12/2020.

………, “Kata Bernilai Rasa Halus (Konotasi Halus) Dan Bernilai Rasa Kasar

(Konotasi Kasar),” Pelajaran Bahasa Indonesia Di Jari Kamu, Tata

Bahasa, Oktober 2013, https://www.wartabahasa.com/6/12/2020.

Page 150: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

136

Santoso, Teguh, “Diksi Dan Pola Sintaksis Dalam Pepatah Aceh,” HUMANIORA,

No. 3 Oktober, VOLUME 19 (2007): Halaman 309-316.

https://media.neliti.com/media/publications/6/12/2020.

Sya‟ban, A. Ginanjar, “Fathur Rahim, Kitab Karya Sultan Idrus Kaimuddin

Buton,” Khadim Pusat Kajian Islam Nusantara (PKIN) Pascasarjana Islam

Nusantara UNU Indonesia, Jakarta, September 26, 2018,

https://www.butonmagz.id/2018/09/. 03.40/2/27/2020.

Tafsir Al Quran Al Karim (Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an,

Software Al Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al

Qur'an); http://www.tafsir.web.id./6/3/2020.

Tudjuka, Nina Selviana, “Makna Denotasi Dan Konotasi Pada Ungkapan

Tradisional Dalam Konteks Pernikahan Adat Suku Pamona,” Prodi

Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Tadulako 3

No 2 (2018), jurnal.untad.ac.id/6/12/2020..

Redaksi JCS, “Manfaat Dzikir,” October 20, 2018,

https://www.jurnalcianjurselatan.com/5/27/2020

KAMUS DIGITAL

Dictionary Almaany, “Kamus Arab Indonesia Almaany.” (Almaany.com, 2019),

https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/arab-ke-indonesia/6/12/2020.

Tim, “Kamus Besar Bahasa Indonesia Online,” n.d.,

https://kbbi.web.id/api/6/12/2020.

Qbab.la, “Https://En.Bab.La/Dictionary/Arabic-English/6/12/2020.,

(تصوفقطب ) . https://ar.wikipedia.org/wiki/6/12/2020.

Page 151: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

137

Lampiran terjemahan naskah Dliyâ al-Anwâr fi tashfiat al-Akdâr

Terjemahan Indonesia Salinan Naskah

1) Segala puji bagi Allah yang memerintahkan kepada kita sekalian

untuk membersihkan segala sifat buruk yang berada di dalam hati

dengan cara memperbanyak al-Mujâhadah (kesungguhan dalam

perjuangan meninggalkan sifat-sifat tercela), al-Riyâdlah (melatih

jiwa untuk meninggalkan sifat tercela), dan al-Adzkâr (berdzikir

kepada Allah SWT baik yang tertulis maupun yang tercipta).

2) Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita nabi

Muhammad, seorang yang suci lagi mensucikan serta memiliki

akhlak mulia, baik sifat yang nampak maupun yang tersembunyi. Dan

atas keluarganya serta sahabatnya juga pengikutnya, para al-Aqtâb

(pemimpin para wali), al-Autâd (wali empat penjuru), al-Abdâl (para

wali yang zuhud dan soleh). Dan atas seluruh malaikat, muslimin dan

muslimat juga mukmin dan mukminat yang masih hidup dan yang

wafat, dan seluruh umat Muhammad SAW yang senantiasa dalam

kebaikan hingga ke negri abadi. Dan para sholeh dari penduduk

كبو نستعت، ابغمد لله .بسم الله الربضن الرحيم (1ا بتطهت بصيع الصفات ابؼذمومة في الذم امرن

.القلب بكثرة المجاىدة كالرياضة كالأذكار

كالصلاة كالسلاـ على سيدنا بؿمد الطاىر ابؼطهر (2ابؼتخلق بالأخلاؽ المحمودة في الأعلاف ك الأسرار، كعلى آلو كأصحابو كمن تبعهم من الأقطاب كالأكتاد كالأبداؿ كالصابغت من أىل السموات

كالأبرار، كعلى بصيع ابؼلائكة كابؼسلمت كالأرضت كابؼسلمات كابؼؤمنت كابؼؤمنات الأحياء منهم كالأموات، كسائر أمة بؿمد صلى الله عليو ك سلم

.بإحساف الى دار القرار

Page 152: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

138

langit dan bumi serta serta hamba yang senantiasa berbuat

kebajikan. Dan atas seluruh malaikat, muslimin dan muslimat juga

mukmin dan mukminat yang masih hidup dan yang wafat, dan seluruh

umat Muhammad SAW yang senantiasa dalam kebaikan hingga ke

negeri abadi.

3) Selanjutnya, Ketahuilah saudara sekalian, sesungguhnya sifat-sifat

buruk yang ada di dalam hati sangatlah banyak. Di antara sifat-sifat

itu adalah marah, iri hati, kikir, cinta harta, cinta kehormatan, cinta

dunia, sombong, merasa hebat, riya, makan dan minum berlebih-

lebihan, serta bicara yang berlebihan. Namun sumbernya ada empat

yaitu iri hati, riya, merasa hebat, sombong. Oleh karena itu, maka

berusahalah untuk membersikan hati darinya.

4) Makna hasad ialah mengharapkan hilangnya nikmat dari sisi orang

lain. Sifat itu (hasad), merupakan cabang dari sifat al-syahhu. Sifat

bakhil ialah sifat kikir terhadap sesuatu yang dimilikinya (berupa

harta) untuk diberikan kepada orang lain. Adapun sifat syahhu ialah

sifat kikir terhadap nikmat Allah yang dimilikinya (berupa harta,

كبعد، فاعلم أيها الإخواف أف الصفات ابؼذمومة (3في القلب كثتة. منها الغضب كابغسد كالبخل

حب الدنيا كالتكبر كحب ابؼاؿ كحب ابعاه ك كالعجب كالرياء ككثرة الأكل كالشرب كفضوؿ الكلاـ. كلكن أصوبؽا أربعة كىى ابغسد كالرياء

.كالعجب كالكبر، فاجتهد في تطهت قلبك منها

معت ابغسد أف يتمت زكاؿ النعمة عن غته. فهو (4متشعب من الشح، فإف البخيل ىو الذم يبخل

كالشحيح ىو الذم يبخل بدا في يده على غته، بنعمة الله، كىي في خزانة قدرتو تعالى لا في خزائنة

على عباد الله تعالى، فشحو أعظم.

كابغسود ىو الذم يشق عليو إنعاـ الله تعالى من (5خزانة قدرتو على عبد من عباد الله بداؿ أك علم أك

Page 153: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

139

jabatan, ilmu, wewenang, dukungan). Padahal yang dimilikinya itu

adalah milik Allah ta‟âla dan bukan milik seorang hamba. Oleh

karena itu, maka sifat syahhu lebih besar.

5) Sifat hasad merobek nikmat Allah SWT yang ada pada orang lain

yaitu anugerah yang diberikan kepada hambanya berupa harta, ilmu,

rasa cinta manusia, atau keberuntungan hingga dia menginginkan

lenyapnya anugerah pada orang tersebut sehingga tidak memiliki

sesuatu apapun. Dan ini merupakan hal yang teramat buruk.

6) Untuk itu, Rasul SAW bersabda: “sesungguhnya perbuatan hasad

akan memakan kebaikan bagaikan api memakan kayu bakar.”

7) Sifat hasad penyiksa dengan tidak memiliki rasa kasihan, dan tidak

berhenti selalu menyiksa. Sesungguhnya dunia tidak hampa dari

begitu banyak anugerah dan pengetahuan yang diberikan Allah

kepada seseorang yang dikehendakiNya berupa ilmu, kehormatan,

dan harta. Namun ia (orang yang memiliki sifat hasad) selalu

menyakiti orang lain ketika hidup di dunia sampai ia meninggal

dunia. Maka baginya (orang yang memiliki sifat hasad), kelak di

بؿبة في قلوب الناس أك حظ من ابغظوظ حتى أنو منو كاف لم بوصل لو شيئ، ك ىذا ليحب زكابؽا منتهى ابػبث.

كبؽذا قاؿ صلى الله عليو كسلم: إف ابغسد يأكل (6 ابغسنات كم تأكل النار ابغطب.

كابغسود ىو ابؼعذب الذم لا يرحم، كلا يزاؿ في (7عذاب دائم. فإف الدنيا لا بزلو عن خلق كثت من

أك أقرانو ك معارفو بفن أنعم الله عليهم بعلم أك جاه ماؿ، فلا يزاؿ في عذاب دائم في الدنيا إلى موتو، كلعذاب الآخرة أشد كأكبر. كلا يصل العبد إلى حقيقة الإبياف ما لم بوب لسائر ابؼسلمت ما بوب

لنفسو.

كمعت الرياء طلب ابؼنزلة في قلوب ابػلق ليناؿ بو (8

Page 154: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

140

akhirat akan di adzab dengan lebih keras dan dasyat. Tidak akan

sampai seorang hamba pada hakikat kesempurnaan iman, hingga ia

mencintai kaum muslimin sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.

8) Makna riya adalah mengharapkan pengakuan dari makhluk

(manusia) untuk mendapatkan kehormatan. Tidaklah terjadi

kehancuran pada manusia, kecuali disebabkan oleh manusia pula

dan itu merupakan syirik kecil. Ia merasa senang jika ibadah dan

amal kebaikannya diketahui oleh orang lain, hingga merasa takjub

kepadanya. Berkata al-Syaid Kholîl Abu Ali al-Fâdlil bin „Iyâd rt,

berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya',

sedangkan mengerjakan amal karena manusia adalah syirik. Adapun

ikhlas adalah jika Allah menyelamatkanmu dari kedua perkara tadi.”

9) Sungguh mulia sebuah ungkapan dikalangan masyarakat:

Berapa banyak orang yang mencoba# Kebenaran yang sulit dan tidak

mengetahuinya sia-sia# Karena tidak ada keihklasan dan syariat yang

menyertai# Bila engkau mengabaikannya maka inilah sesuatu yang

tertolak

ابعاه فما أىلك الناس الا الناس. كىو الشرؾ لموا بعبادتو كأعمالو ابغسنة حتى ابػفي، يفرح إذا ع

ينظركف إليو بعت التعظيم. قاؿ الشيد ابػليل ابو علي الفاضل بن عياض ربضو الله تعالى: ترؾ العمل لأجل الناس الرياء، كالعمل لأجل الناس شرؾ،

خلاص أف يعافيك الله منهما.لإكا

كلقد احسن القائل في الناس: (9

من يدريو ابغق صعب ك - كم امرؤ فيما بواكلوكإف - ما لم يكن خالص كالشرع يقبلو مفقود،

.تناىا فهذا الشيء مردكد

قاؿ حجة الإسلاـ الغزالي رحم الله تعالى: اعلم (11أف الرياء حراـ، كصاحبو بفقوت عند الله تعالى. ففي ابػبر: إف أخوؼ ما أخاؼ على أمتي الشرؾ

Page 155: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

141

10) Berkata hujjatul islam al-Gazali rt.: “ketahuilah bahwa

sesungguhnya sifat riya adalah sesuatu yang haram, dan pelakunya

sangat dibenci oleh Allah.” Dalam Khabar dijelaskan: sungguh hal

yang paling kuhawatirkan kepada umatku ialah syirik kecil, lalu

mereka berkata: “apa yang dimaksud dengan syirik kecil ya

Rasulullah” ?, dijawab: “riya,” Allah berkata pada hari kiamat

(kepada orang yang berbuat riya) ketika manusia akan dibalas amal

kebaikannya: pergilah engkau kepada orang yang telah kau berbuat

riya padanya dan lihatlah, apakah engkau mendapatkan balasan

amalmu dari mereka. Dalam Khabar juga disampaikan:

sesungguhnya orang yang berbuat riya, kelak di akhirat akan

dipanggil, wahai sang durhaka, sang munafik, sang riya, telah sesat

amalanmu dan lenyaplah seluruh pahalamu, pergilah dan ambillah

balasan dari orang yang engkau berbuat ria kepadanya.

11) Makna ujub dan takabur adalah melihat diri sendiri dengan

pandangan mulia dan keagungan, namun melihat orang lain dengan

pandangan hina dan rendah, kemudian ia membanggakan sifat itu

(ujub dan takabur), yang akan mempersulit dokter dari penyembuhan,

الأصغر، قالوا: ما الشرؾ الأصغر يا رسوؿ الله؟ : الرياء، يقوؿ الله تعالى يوـ القيامة إذا أجاز قاؿ

العباد بأعمابؽم: اذىبوا الى الذين كنتم تراءكف في الدنيا فأنظركا ىل بذدكف عندىم ابعزاء. كفي ابػبر أيضا: إف ابؼرائي، يناد يوـ القيامة: يا فاجر، يا غادر، يا رائي، ضل عملك ك حبط أجرؾ. اذىب

لو. فخذ أجرؾ بفن كنت تعمل

كمعت العجب كالكبر نظر العبد الى نفسو بعت (11العز كالإستعظاـ ك نظره الى غته بعت الذؿ ك كالإحتقار، كىو اكبرىا الذم يعجز الأطباء عن

من يقوؿ: انا كانا، كما علاجو. كبشرتو على اللسافقاؿ إبليس اللعت: أنا خت منو خلقتت من نار

لمجالس التفع كالتقدـ كخلقتو من طت، ك بشرتو في اكطلب التصدر، كفي المجاكرة الاستكاؼ أم

Page 156: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

142

dan ia membanggakan dengan berkata: aku dan aku, Sebagaimana

yang telah dikatakan oleh Iblis terlaknat: “aku lebih baik dari dia

(Adam), aku terbuat dari api sedangkan dia (Adam) terbuat dari

tanah,” kemudian dia membanggakan dirinya pada majelis agung

seraya mengharapkan pengakuan pujian dari seluruh hadirin.

12) Dalam Hadist Nabi SAW, dijelaskan: tidak akan masuk surga,

seseorang yang memiliki seberat biji zara dari sifat takabur di dalam

hatinya. Berkata hujjatul islam al-Gazali rt.: “setiap orang yang

melihat dirinya lebih baik dari makhluk Tuhan yang lain, maka ia

termasuk orang yang takabur.”

13) Dan ketahuilah, sesungguhnya orang yang baik ialah orang yang

baik menurut Allah di akhirat kelak. Oleh karena itu, kita tidak dapat

mengetahui (orang yang baik) kecuali pada akhir kehidupannya.

Maka hendaknya, engkau melihat orang lain lebih baik darimu. Bila

engkau melihat yang lebih rendah darimu, maka katakanlah dalam

dirimu: ia tidak bermaksiat kepada Allah, dan aku telah berbuat

maksiat kepadanya (Allah), maka aku tidak meragukan lagi, bahwa ia

الاستكمار من أف يرد كلامو عليو.

كفي ابػبر: لا يدخل ابعنة من كاف في قلبو (12مثقاؿ ذرة من كبر. قاؿ حجة الإسلاـ الغزالي ربضو الله تعالى: ككل من رأل نفسو ختا من أحد من

خلق الله فهو متكبر.

ابػت من ىو خت عند الله في الآخرة، كاعلم (13كذلك لا يعرؼ إلا بابػابسة. فينبغى أف تنظر الناس كلهم ختا منك، فإف رأيت صغتا قلت: ىذا لم

كاف يعص الله كأنا عصيتو فلا أشك أنو خت مت، رأيت كبتا قلت: ىذا عبد الله قبلي،

كإف رأيت عابؼا قلت: ىذا قد أعطي ما لم (14ما لم أبلغ، كعلم ما جهلت، فكيف أعط، كبلغ

أكوف مثلو، كإف رأيت جاىلا قلت: ىذا عصى

Page 157: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

143

lebih baik dariku, dan bila engkau melihat orang yang lebih hebat

darimu, maka katakanlah dalam dirimu: ia adalah hamba Allah

sebelumku.

14) Bila engkau melihat orang berilmu, katakanlah dalam dirimu: ia

telah diberi (ilmu oleh Allah) dan aku belum diberi (ilmu), telah

mencapai suatu ilmu dan aku belum mencapainya, dia mengetahui

apa yang tidak kuketahui, maka bagaimana seharusnya aku bisa

sepertinya, dan bila engkau melihat orang yang bodoh katakanlah

dalam dirimu: ia bermaksiat kepada Allah karena kebodohannya,

sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya dengan kepandaianku, maka

ketentuan Allah Pasti berlaku. Aku tidak mengetahui bagaimana Dia

(Allah) mengakhiri hidupku dan bagaimana Dia (Allah) mengakhiri

hidupnya.

15) Apabila engkau melihat orang yang kafir, maka katakanlah pada

dirimu: saya tidak mengetahui, boleh jadi kelak ia (hamba) akan

masuk islam, sehingga Dia (Allah) menutup usianya dengan kebaikan

amal dan melepaskan dosanya (hamba) sebab keislamannya

الله بجهل ك أنا عصيتو بعلم، فحجة الله علي آكد، كما أدرم بدا بىتم لي كبدا بىتم لو،

أدرم عسى أف يسلم لا كإف رأيت كافرا قلت: (15ك بىتم لو بخت العمل، كينسل بإسلامو من ذنوبو

العجت، كأما أنا فعسى أف كما ينسل الشعر منيضلت الله فأكفر فيختم لي بشر العمل، فيكوف

غدا ىو من ابؼقربت كأنا من ابؼبعدين،

بأف تعرؼ أف لا فلا بىرج الكبر من فلبك إ (16الكبت من ىو كبت عند الله تعالى، ك ذلك موقوؼ على ابػابسة كىي مشكوؾ فيها، فيشغلك خوؼ

على عباد الله. ابػابسة أف يتكبر مع شك فيهاكيقينك كإبيانك في ابغاؿ لا يناقض بذويز التغت في الاستقباؿ، فإف الله تعاؿ يقلب القلوب ك

Page 158: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

144

sebagaimana lepasnya rambut dari kumpulannya (kepala).

Sedangkan aku, boleh jadi Allah SWT menyesatkanku sehingga aku

menjadi kafir, dan Dia (Allah) menutup usiaku dengan keburukan

amal. Lalu bagaimana jikalau esok, ia menjadi orang yang dekat

kepada Allah SWT dan aku menjadi orang yang jauh darinya (Allah).

16) Tidak akan keluar sifat takabur dari dalam hatimu, kecuali jika

engkau mengetahui bahwasanya kebesaran (kemuliaan) itu ialah

kebesaran (kemuliaan) di sisi Allah ta‟âlâ. Dan hal itu, terletak pada

akhir dari kehidupan (kematian) yang sangat menggetarkan. Maka

engkau akan disibukkan dengan rasa takut akan kematian disertai

keguncangan jiwa yang begitu hebat bagi seorang hamba.

Keyakinanmu dan keimananmu jangan sampai berubah

menghadapinya, karena sesungguhnya Allah membolak balikkan hati

dan pandangan, Dia memberi petunjuk kepada yang dia kehendaki

dan menyesatkan yang dia kehendaki pula. Ya Allah, akhirilah hidup

kami dengan husnul khotimah, amin.

17) Perhatian, sebaiknya bagi para murid yang melakukan salik, agar

الأبصار، يهدم من يشاء ك يضل من يشاء. اللهم اختمنا بحسن ابػابسة. آمت.

تنبيو (17

فينبغي على ابؼريدين السالكت أف يداكـ المجاىدة ب كابؼناـ، لأف من كالرياضة بتقليل الطعاـ كالشرا

قلل طعامو كشرابو كنومو صفا قلبو كأشرؽ لبو فيسهل عليو التخلق بالأخلاؽ ابؼرضية كالصفات

السنية.

كقد نقل القشتم رحم الله تعالى عن عائشة (18رضي الله عنها أنها قالت: أدبيوا قرع باب ابؼلكوت يفتح لكم، قالوا: كيف ندن ذلك؟ قالت: بابعوع

ك العطش.

Page 159: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

145

(mendawamkan) mujahadah dan riyadah, dengan cara mengurangi

makan, minum, dan tidur. Karena seseorang yang mengurangi

makan, minum, dan tidur, akan membuat hatinya bersih serta terang

jiwanya sehingga mempermudah baginya membentuk akhlak yang

diridhoi dan sifat-sifat mulia.

18) Sungguh telah dikutip oleh Qusyairi rt. Dari Aisyah ra. berkata:

“Biasakanlah mengetuk pintu alam malqȗt, maka akan dibukakan

untukmu” kemudian ditanyakan: “bagaimana melakukannya?”

kemudian dijawab: “dengan lapar dan haus.”

19) Sungguh banyak hadits yang diriwayatkan tentang keutamaan lapar

dan haus, sebab rasa lapar dapat membuat seorang murid menguasai

dirinya setelah dikuasai oleh nafsunya. Sungguh Allah ta‟ala tidaklah

memberi petunjuk dan mendekati (hamba), kecuali didapatinya dalam

keadaan lapar (puasa), maka ketika datang kepadamu seorang murid,

ingatkanlah sebagaimana yang telah lalu.

20) Untuk itu, lapar dan haus merupakan mujahadah yang paling baik

untuk diri, namun dengan syarat bahwa dalam melakukannya

كرد في فضل ابعوع كالعطش أحاديث كقد (19كثتة، لأف ابعوع بيلك ابؼريد نفسو بعد أف كانت

بؼا لا مالكتو، فإنها ما اىتدت كرجعت إليو تعالى إألقيت في بحر ابعوع، فإذا جاع الطالب تذكرت

العهد السابق.

فلهذا، كاف ابعوع ك الظمأ من أعظم المجاىدة (21فسو في للنفس، لكن بشرط أف بهاىد مع ذلك ن

برست الأخلاؽ، كالصبر كالرضا كالشكر كابغلم كالزىد كالإخلاص كالسخاء كبكوىا. كأما إذا كاف بؾرد جوع كظمأ فليس لله حاجة في أف يدع طعامو

ك شرابو.

كينبغي لصاحب الرياضة أف بهعل رياضتو في (21الصياـ متقربا إلى الله تعالى بالنوافل فينتج لو المحبة

Page 160: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

146

hendaknya disertai dengan memperbaiki akhlak seperti sifat sabar,

ridho, syukur, lembut, zuhud, ikhlas, dermawan dan sebagainya.

Adapun jika hanya menahan rasa lapar dan haus, maka Allah tidak

butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga.

21) Hendaknya bagi para pelaku riyadah, menjadikan amalan

riyadahnya dengan melakukan puasa sebagai pendekatan diri kepada

Allah SWT juga amalan-amalan tambahan (amalan Sunnah),

sehingga lahirlah padanya pancaran kecintaan Allah. Hadits qudsi

mengatakan: tidak akan berhenti seorang hamba mendekatkan diri

kepadaku dengan amalan-amalannya, sehingga aku mencintainya, al-

hadis. Mereka (para pelaku riyadah) berusaha menahan rasa lapar

sedikit demi sedikit dengan cara mengurangi makanan ketika berbuka

puasa di malam hari. Mereka mengurangi uang belanja untuk

berbuka, sehingga mereka berbuka puasa pada malam harinya

dengan menggunakan buahan dan sebagian lagi dengan buah

zabibah dan buah lawizah, serta mengenyangkan perut mereka

dengan buahan tersebut. namun dengan buah-buahan itu, tidak

يزاؿ لا د بها ابغديث القدسي: الإبؽية التي كر عبدم يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبو، ابغديث. كأف يكوف جوعو بالتدريج شيء فشيء حتى أف بعضهم يزف غداءه في كل ليلة عند الفطر ينقص منو دربنا أك كثر إلى أف يصل في غدائو في اليلة كاليوـ الى بسر، كبعضهم الى زبيبة كإلى لوزة، ك

يتضرر من ذلك ابعسد. لا عدة، كتكتفي بها ابؼ

ككذلك في ابؼاء حتى بيكث ابؼريد الأياـ الكثتة (22يشرب. كلقد قاؿ الشيخ قاسم ابؼغربي أف شيخو لا

قاؿ: إذا أردت أف بزتبر نفسك ىل تقدر على الزىد في الدنيا فازىد في ابؼاء، فإف قدرت على الزىد فيو فاعلم انك تقدر على الزىد في الدنيا،

.فلالا كإ

Page 161: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

147

merusak kesehatan badan mereka.

22) Begitu pula pada air minum, seorang murid menahan diri, untuk

tidak minum selama berhari-hari. Sungguh Syekh Kasim al-Magribi

telah berkata, telah disampaikan oleh gurunya: “bila engkau ingin

menguji dirimu, apakah engkau mampu untuk zuhud di dunia, maka

zuhudlah terhadap air, apabila engkau sanggup melakukannya, maka

ketahuilah bahwa engkau telah sanggup untuk zuhud terhadapnya

(dunia), namun bila engkau tidak sanggup, maka engkau termasuk

orang yang tidak sanggup akan hal itu (zuhud).”

23) Berkata Syekh Mustofa al-Bakri rt.: telah disampaikan oleh

sahabatnya bahwa ada seorang pemuda yang bertekad menahan diri

selama empat puluh hari dengan tidak meminum air. Ia sangat

berhati-hati ketika berwudu, sebagaimana ia berhati-hati ketika

berpuasa. Sungguhnya Nabi Ilyas as. tidak meminum air kecuali

setelah satu tahun lamanya.

24) Dari Syekh Akbar Muhiddin ibnu A'rabi, semoga Allah mensucikan

rasahasianya, berkata: "dan ketahuilah, sesungguhnya kami telah

:قاؿ الشيخ مصطفى البكرم رحم الله تعالى (23أخبره بعض الأصحاب عن شاب متعبدا أنو

يشرب فيها ابؼاء، كأنو لا بيكث بكو أربعت يوما بوتز من ابؼاء عند الوضوء كما بوتز الصائم، كأف

بعد سنة.لا يشرب ابؼاء إلا الإلياس عليو السلاـ

قدس كقاؿ الشيخ الأكبر بؿي الدين ابن عربي (24 من الله سره: "كاعلم اف العطش جربناه فوجدناه

الشهوات الكاذبة، كجربو غتنا فوجده كذلك، فعود نفسك أف بسسكها من ابؼاء. كإف عطشت

فإنك إف جاىدتها قليلا تنعمت بها كثتة.

قاؿ العارؼ البوني رحم الله تعالى: إف ابؼاء لا (25بعد بطسة أياـ، لأف شرب ابؼاء لأىل لا يشربو إ

الرياضة تفرقة. كعلامة صحة الرياضة أف بودث الله

Page 162: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

148

menguji diri kami dengan rasa haus, namun kami mendapati di

dalamnya (diri kami) syahwat yang menipu, dan telah diuji pula oleh

orang lain, namun hasilnya juga demikian. Kemudian dicoba oleh

selain kami, namun hasilnyapun demikian. Biasakanlah diri anda

untuk melakukannya (menahan haus). Bila engkau dapat

melakukannya (menahan haus) walaupun sedikit, maka engkau akan

mendapatkan kenikmatan yang besar.

25) Berkata Berkata al-„Ârif al-Buni rt.; “Sungguh ia tidak meminum air,

kecuali setelah lima hari.” Meminum air bagi para pelaku riyâdah,

akan memecah konsentrasi. Dan tanda sahnya amalan riyadah

seseorang, jika Allah SWT hadir kepada hamba, seolah-olah

mengalirkan air disela-sela giginya (seorang hamba). Hal ini

merupakan tanda bahwa riyadah tersebut berhasil dengan baik. Akan

dijelaskan kemudian tata cara pelaksanaannya (riyadah), insya Allah

ta‟âlâ.

26) Perhatian, sebaiknya bagi para murid yang ingin memulai suluk,

agar memperbanyak dzikir dalam keadaan apapun, baik dalam

تعالى للعبد في أحد أسنانو أك بؽاتو عينا من ماء بذرم في فيو إلى أف يركل، يكوف في ابػلوة أفضل،

كستأتي كيفيتها إف شاء الله تعالى.

تنبيو (26

إلو لا فينبغي للمريد في ابتداء سلوكو أف يكثر ذكر يامو كفي خاؿ الله في حاؿ سفره كحضره كقلا إ

سيما بعد لا مرضو كصحتو كقعوده كمضجعو صلوات ابػمس ليستعت بو في تطهت قلبو من سائر الصفات ابؼذمومة كالغضب كبكوىا، كما

تقدـ.

قاؿ كفضيلة ىذه الكلمة ابؼشرفة كثتة، منها: (27صل الله عليو كسلم: أفضل ما قلت أنا كالنبيوف

Page 163: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

149

bepergian, kedatangan, berdiri, sakit dan sehat, duduk dan

berbaring, serta dalam solat lima waktu untuk memohon pertolongan

kepadanya (Allah) agar disucikan hatinya dari sifat tercela seperti:

marah dan semacamnya, sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya. Betapa banyak keutamaan kalimat yang agung ini, di

antaranya:

27) Berkata Rasul SAW: keutamaan kata yang kuucapkan, sebagaimana

ucapan para nabi terdahulu ialah kata laa ilaha illa allah, akan

masuk surga.

28) Berkata Rasulullah SAW: barangsiapa di akhir hidupnya

mengucapan la ilaha illallah, akan masuk surga.

29) Di dalam Hadits qudsi dikatakan: lâ ilâha illallâh adalah bentengku,

dan barangsiapa yang masuk ke dalam bentengku akan selamat dari

siksaku. Diriwayatkan oleh ibnu Asâkir.

30) Di sampaikan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah ra. Telah berkata,

Dari rasul SAW: “perbaharui iman kalian,” kemudian mereka

الله دخل ابعنة؛لا الو إلا من قبلي

ك قاؿ صلى الله عليو كسلم: من كاف آخر (28الله دخل ابعنة، ركاه أبو داكد لا إلو إلا كلامو كغته؛

الله حصت، لا إلو إلا ك في حديث القدسي: (29من دخل حصت أمن من عذبابي، ركاه ابن

عساكر؛

أخرج ابغاكم عن أبي ىريرة رضي الله عنو قاؿ: (31قاؿ رسوؿ الله صلى الله عليو كسلم: جددكا

انكم، قيل: كيف بقدد إبياننا يا رسوؿ الله؟ إبي الله؛لا إلو إلا قاؿ: أكثركا من قوؿ

كالشيخاف، عن عتباف بن مالك: إف الله تعالى (31

Page 164: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

150

bertanya: “bagaimana cara memperbarui iman kita ya rasulullah,”

dijawab: “perbanyak ucapan la ilaha illallah.”

31) Syaikhani (Imam Bukhari dan Imam Muslim) menyampaikan: Dari

Atbân bin Malik berkata; “Sesungguhnya Allah mengharamkan api

bagi seorang hamba yang mengucapkan lâilâha illallâh dengan

mengharap wajah Allah.”

32) Disampaikan oleh Nasai, dari Abu Said al-Khudri, dari Nabi SAW

berkata: Nabi Musa as. berkata: “wahai Tuhanku, ajarkanlah aku

suatu kalimat yang dapat aku berzikir dengannya,” maka Allah

berfirman: “ucapkanlah laa ilaha illallah,” maka ia (Nabi Musa)

berkata: “wahai Tuhanku, semua hamba-Mu mengucapkan ini,

sesungguhnya aku menginginkan sesuatu yang khusus buat-ku,”

maka Dia (Allah) menjawab: “wahai Musa, seandainya ketujuh

langit serta seluruh penghuninya, selain Aku, dan ketujuh bumi

diletakkan dalam satu timbangan dan kalimat lailahaillah diletakkan

dalam timbangan yang lain, niscaya kalimat lailahaillah lebih berat

timbangannya.”

الله يبتغي بو لا إلو إلا قد حرـ على النار من قاؿ كجو الله؛

كالنسائي عن أبي سعيد ابػدرم، عن النبي (32صلى الله عليو كسلم قاؿ: قاؿ موسى عليو

لاـ: يا رب، علمت شيئا أذكر بو، فقاؿ: قل السالله، فقاؿ: يا رب، كل عبدؾ يقوؿ لا إلو إلا

ىذا، إبما أريد شيئا بزتص بو، فقاؿ: يا موسى، لو أف السموات السبع كعامرىن غتم كالأرضت

الله في كفة بؼالت لا إلو إلا السبع جعلنا في كفة ك الله.لا إلو إلا بهن

للقلب كتقريبا من ك ىذا الذكر أسرع فتحا (33الرب بشرط إحضار معت الذكر بقلبو مع كل مرة، فيهي مفتاح حقائق القلوب كترتقي السالكت إلى

Page 165: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

151

33) Dan amalan zikir ini dapat mempercepat membuka (kebenaran) hati

dan mendekatkan diri kepada Allah, dengan syarat menghadirkan

makna zikir di dalam hati pada setiap kali mengucapkannya. Sebab

zikir adalah kunci hakekat hati dan mengangkat derajat para salik

pada alam gaib.

34) Manfaat, sesungguhnya zikir terbagi dua yaitu zikir lisan dan zikir

galbu. Zikir lisan membutuhkan tindakan sebagaimana yang akan

dibahas kemudian. Adapun zikir hati itu tidak membutuhkan adab

tertentu (secara fisik), namun lebih kepada pembersihan hati dari

ingatan selain Allah SWT. Adapun tata cara pelaksanan zikir lisan

sangat banyak, namun langkah yang paling utama ialah bertaubat.

Pengantar melakukan taubat ada tiga:

35) Satu, mengingat dampak dari keburukan dosa. Dua, mengingat

kerasnya balasan siksa dari Allah ta'âla atas dosa, dan pedihnya

siksaan dan kemarahannya (Allah) yang tidak akan sanggup engkau

menanggungnya. Tiga, mengingat lemah dan sedikitnya kekuatanmu

untuk itu.

علاـ الغيوب.

فائدة (34

إف الذكر قسماف: ذكر باللساف كذكر في القلب. كأما الذكر باللساف بوتاج إلى الآداب كما سيأتي،

إلى كأما الذكر بالقلب فلا بوتاج إلى الآداب بلكآداب الذكر تصفية سريرتو عما سول الله تعالى.

باللساف كثتة، أعظمها التوبة. كأما مقدمات التوبة فثلاث:

الثانية: ذكر أحدىا: ذكر غاية قبيح الذنوب؛ (35شدة عقوبة الله تعالى ك عظيم سخطو كغضبو

الثا لثة: ذكر ضعفك كقلة طاقة لك بو؛لا الذم حيلتك في ذلك.

Page 166: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

152

36) Syarat tobat ada tiga, pertama meninggalkan perbuatan dosa. Kedua,

menyesali perbuatan dosa yang telah lalu. Ketiga, bertekad untuk

tidak kembali melakukan perbuatan dosa seperti yang telah lalu pada

masa yang akan datang.

37) Apabila dosa tersebut bersangkutan dengan hak manusia seperti

merampas dan mencuri harta, maka tata caranya ada empat, namun

tiga di antaranya telah dijelaskan. Adapun yang keempat ialah

mengembalikan harta, menggantinya atau meminta dihalalkan oleh

pemiliknya. Sebaiknya hal ini dilakukan bagi mereka yang ingin

bertobat agar terlepas dari dosanya.

38) Telah disampaikan oleh yang mulia tuan guru kita, pembimbing kita

yang faham dan arif kepada Allah ta'ala al-Sayyid Mustofa bin

Kamaludin al-Bakri tentang tata cara berdzikir sebelumnya,

perbedaan dan tata cara yang benar (dalam berdzikir), kemudian ia

berkata: Adab berzikir itu berjumlah dua puluh, maka peliharalah -

Janganlah dilupakan dan diabaikan begitu saja, Ada Lima adab

sebelum berzikir, maka dengarkanlah - Wahai orang-orang yang

الأكؿ: الإقلاع عن الذنب ثلاثة:كشرائطها (36 كالثاني: الندـ على ما مضى عن الذنب؛ فيو؛

كالثالث: ترؾ نية العود إلى الذنب في الزماف الزماف الآتي.

كإف كاف الذنب حقا لآدمي، كغصب ابؼاؿ (37كالسرقة، فللتوبة منها أربعة أركاف: ىذه الثلاثة

ستحلاؿ ابؼذكورة، كالرابع رد الظابؼة اك بدبؽا أك امن صاحبها. فينبغي لأحد إذا تاب أف يتوب من

بصيع الذنوب كلها.

كقد ذكر مولانا كأستاذنا الأعظم كملاذنا (38الأفخم العارؼ بالله تعالى السيد مصطفى بن كماؿ الدين البكرم آداب الذكر السابقة كابؼقارنة

تكن لا ك -كاللاحقة فقاؿ:آدابو عشركف فاحفطها

Page 167: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

153

berzikir kepada Allah, (2) Mandi atau berwudhulah kemudian (1)

bertaubat - (3) Berzikir dalam keadaan tenang dan diam dengan hati

dan pikiran yang lurus, Seorang murid hendaknya (4) menyandarkan

zikirnya kepada gurunya - Sambil (5) meyakini asal zikirnya

bersambung kepada nabi Muhammad, Kemudian dua belas hal zikir

berikutnya - Ada pada saat berzikir kepada pemilik kebajikan

(Allah), (1) Duduklah seperti saat sedang shalat - Sambil menghadap

ke arah yang sangat mulia (kiblat), (2) Letakanlah kedua tangan di

atas paha - (3) Sambil memenjamkan kelopak mata, (4) Duduklah di

tempat yang suci - Lagi (5) gelap demi mendapatkan rahasia yang

terbaik, Dalam zikir ada (6) kejujuran dan (7) keikhlasan maka

jagalah keduanya - (8) Harumkan pakaian dengan wewangian serta

berzikir dalam keadaan sadar, (9) Baguskanlahkanlah tempat duduk

dan hilangkan segala yang ada dalam hati - Demikianlah riwayat

penjelasan zikir, (10) Zikir La ilaaha illalah - (11) Hadirkanlah dan

resapi maknanya, (12) Lalu bayangkan sosok guru - Jangan lalaikan

hal ini, agar konsentrasi semakin tinggi, Ada tiga adab berzikir untuk

bagian terakhir, (1) diam dan (2) tenang - Sambil khusyu (merasa

diawasi) Allah, Boleh jadi ada wujud/hasilnya - Di waktu yang

مسة قبل الشركع فاستمع تلهو كتسهو عنها، فخيا من يذكر ابغق في القرب بصع، غسل أك -

صمت سكوف ثم يا من قبلا، -الوضوء توبة تلا معتقدا إمداده من -إف يستمد من مربيتو الصبي

في حالة الذكر بذم -النبي، ثم لو عشرة كاثناف مستقبلا - بالإحساف، جلوسو كحالة الصلاة -يضع يديولأشرؼ ابعهات، كفوؽ فخذيو

يغمض الأجفاف من عينيو، كبهلسن على مكاف في ظلمة لأجل سر باىر، كالصدؽ -طاىر

كطيب ثوبا ثم كن -كالإخلاص فيو فاحفظا جود عن -مستيقظا، كطيب المجلس كانف كل مو

-الله لا إلو إلا القلب كىكذا رككا، كالذكر كاستحضرف صاح لو معناه، ثم خياؿ صورة الشيخ

تكن ذا غفلة ترقى العلا، ثم ثلاث عنو -لا ك

Page 168: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

154

singkat dianugrahi/diwarisi musyahadah, Janganlah

hentikan/lemahkan usahamu/riyadlahmu - Pada saat terseret kepada

limpahan rahmat, Pada hatimu yang memiliki - Pengharapan di

dunia maka bersiaplah, Ketika hati bertemu dengan yang diharapkan

(Allah) - Maka engkau tidak melihat kesulitan yang menyengsarakan,

Maka usahakanlah tiga hal ini (adab zikir: sebelum/sedang/setelah),

kemudian tekunilah – (Barangsiapa yang membiasakannya), maka

nampakkanlah padanya hasil dari dzikirnya, Padanya diperkuat

selalu, - Akan datang limpahan rahmat dengan sangat deras, (3)

Menahan diri dari meminum air, sebab dapat meredakan - Panasnya

rindu kepada-Nya (Allah), (yang merupakan hasil dari berzikir)

kecuali setelah beberapa saat - atau separuh dari bebera saat atau

yang lebih singkat dari bebera saat.

39) Perhatian, hendaknya bagi para murid salik, untuk dapat membantu

memperbaiki hatinya, hendaknya melakukan khalwat untuk berzikir.

Adapun bentuk khalwat, terbagi dalam tiga jenis: khalwat arif,

khalwat salik, khalwat muhaqqiq. Khalwat arif dilakukan oleh Mullah

(ahli fiqih) atau yang dinamakan dengan khalwat mutlaqah. Khalwat

مرتقبا لوارد يكوف، فربدا يعمر -صمت كالكوف في بغظة كيورث الشهودا، بدا بو ليست -ابعودا

في مدة إذ سحبو فياضة، كاف على -تفي الرياضة كارد في الدنيا فمستعد، إذا -قلبك يا ذا يكوف

فلا ترل بؤس عناء كردا، -يقبل القلب بؼا قد كرد نتيجة الذكر لو -فاحرص على ىذا الثلاث دأبها

تأتي الفيوضات لو -تبدك بها، نفسو يزمو مرار حرقة شوؽ -مدرارا، كمنع شرب ابؼاء إذ ذا يطفي

كنصفها ك -بعيد ساعة لا للسلو ينفي، عقيبو إ .بػفي الساعة

تنبيو (39

فينبغي للمريد السالك أف يستعت في إصلاح قلبو كابغلوة ثلاثة أقساـ: خلوة سالك بابػلوة للذكر.

Page 169: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

155

muhaqqiq, tidak dapat dilakukan kecuali oleh para Qotbul Ghous

(pemimpin para wali) di setiap zaman. Adapun khalawat selain dari

yang dua ini, maka khalwat tersebut bukanlah ditujukan untuk Allah,

tetapi hanya untuk menambah persiapan dan jauh dari para makhluk

terhadap segala yang menyibukkannya dari ketaatan, yakni khalwat

seorang salik yang akan kita bahas.

40) Dan penjelasan syarat-syarat dan adab-adabnya adalah jalan untuk

sampai kepada kedua khalwat ini (khalwat mutlak dan khlawat

muhaqqiq). Waktu paling singkat dalam berkhalawat yang dilakukan

oleh para sufi ialah tiga hari, adapula yang empat puluh hari, namun

sesungguhnya batasan waktu lebih dari itu tidak ditentukan.

Dikisahkan, bahwa Syekh Sya‟ban Afandi telah menetap dalam

khalawatnya selama tiga puluh tahun.

41) Wahai para murid sekalian, (saya berharap) semoga Allah

memberikan taufik kepadaku dan kepada kalian semua. Bagi orang-

orang yang hendak melaksanakan khalawat, maka sebaiknya

mendahulukan pengasingan diri karena itu merupakan syarat.

كخلوة عارؼ كخلوة بؿقق. فخلوة العارؼ في ابؼلأ، لا تكوف إلا كتسمى ابػلوة ابؼطلقة، كخلوة المحقق

لقطب الغوث في كل زماف. كأما خلوة غت ىذين فلا تكوف بالله، كإبما ىي بؼزيد الإستعداد كالبعد عما يشغلو عن الطاعات من ابؼخلوقت، كىي

السالك التي بكن بصددىا. كبياف شركطها خلوةكآدابها فهي طريق موصل إلى ىاتت ابػلوتت. كأقل زمن ابػلوة عند بعض الصوفيت ثلاثة أياـ، كقيل

حد لأكثره. كحكي أف الشيخ لا أربعت يوما، ك شعباف أفندم بيكث في ابػلوة ثلاثت سنة.

كاعلم أيها الطالب كفقنا الله كإياؾ أف من أراد (41بد لو من تقدن العزلة، كىي لا أف يدخل ابػلوة

شرط حتى تألف النفس الوحدة كالانفراد عن الناس، ك تقلل الطعاـ كالشراب كابؼناـ، كأف يكوف

Page 170: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

156

Sampai ia terbiasa menyendiri serta jauh dari keramaian orang

disertai mengurangi makan, minum, tidur. Melakukan puasa didalam

khalawatnya. Itulah pertama yang diwajibkan bagi orang yang

memasukinya, kewajiban secara „uruf (tradisi) bukan kewajiban

syariah. Hendaknya memperbanyak amalan-amalan sunnat sebelum

memasukinya dan

42) Mensucikan diri dan mensucikan pakaian, tempat shalat dan

memasuki rumah/tempat khalwatnya sebagaimana yang dikatakan

(dianjurkan). Kondisi tempat khalwat tingginya setinggi ketika berdiri

dan panjangnya memungkinkan untuk shalat di dalamnya, luasnya

sebatas untuk duduk di dalamnya, hendaknya tidak ada lobang/celah

untuk cahaya masuk, pintunya dibuat sedikit dan sempit dari arah

menghadap kiblat, hendaknya juga di tempat yang jauh dari bising

suara-suara dan dari pemukiman masyarakat.

43) Adapun yang berkaitan dengan tempat, maka akan jauh lebih baik

jika ada orang yang tinggal dekat dengan rumah tempat

khalawatnya, akan tetapi ia tidak boleh terlalu banyak bergerak

صائما في خلوتو. ثم إف اكؿ ما بوب على الداخل كجوب شرعيا، أف يتصدؽ لا فيها، كجوبا عرفيا بنافلة قبل دخوبؽا،

صلاه، كيدخل بيت كيتطهر كيطهر اثوابو كم (41خلوتو قيل. ككيفيتو أف يكوف ارتفاعو قدر قامة، كطولو بحيث بيكنو الصلاة فيو، كعرضو بقدر

يكوف فيو منفذ للضوء، كليكن بابو لا جلسة فيو، كمن جهة القبلة قصتا ضيقا، كيكوف في مكاف بعيد

عن الاصوات في دار معمورة بالناس

يبا من كإف أمكن أف يبات عنده أحد يكوف قر (42يكثر لا بيت ابػلوة كاف أحسن، لكن بشرط أف

تكثر ابغركة عنده لا من ابغركة فيشغل قلبو بها، كأيضا فتشوش عليو أحوالو، كليلازـ على الفرائض

Page 171: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

157

sehingga mengganggu konsentrasiya. Hendaknya ia memperbanyak

melakukan amalan yang wajib dan amalan mulia lainnya. Kemudian

melakukan wudlu dan sholat dua rakaat ketika selesai dari buang

hajat dan berhati-hati pula dari semua godaan yang mempengaruhi

jiwanya pada saat keluar untuk bersuci karena itu sebagaib ujian.

Adapun untuk makanannya, hendaknya ia tidak membebani orang

lain tetapi jauh lebih baik jika ia menyiapkannya sendiri. Kemudian

setelah melakukan wudlu, hendaknya ia memasuki tempat khalawat

nya dan sholat dua rakaat serta membaca surah al-Fatihah

dilanjutkan membaca:

44) (77) (Yang demikian itu) merupakan ketetapan bagi para rasul Kami

yang Kami utus sebelum engkau, dan tidak akan engkau dapati

perubahan atas ketetapan Kami, (78) Laksanakanlah shalat sejak

matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula

shalat) Subuh. Sungguh, shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat),

(79) Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai

suatu ibadah) tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu

mengangkatmu ke tempat yang terpuji, (80) Dan katakanlah

كالنوافل ابؼرتبة، كركعتي الوضوء عند كل طهارة، كليحتز من ابؽول في حالة خركجو إلى الطهارة

لا ليكن غداؤه بفا فإنو يؤثر فيو باعتبار فراغو، ك كلفة لأحد فيو، كأف يكوف غداؤه معو في بيتو خلوتو كاف أحسن. ثم بعد الطهارة يدخل خلوتو كيصلى فيو ركعتت يقرأ فيهما بعد الفابرة قولو

تعالى:

دي (43 سينةى مىن قىد أىرسىلنىا قػىبػلىكى من ريسيلنىا كىلا بذىصلاةى لديليوؾ الشمس أىقم ال) ٧٧لسينتنىا برىويلا )

إلىى غىسىق الليل كىقػيرآفى الفىجر إف قػيرآفى الفىجر كىافى ( كىمنى الليل فػىتػىهىجد بو نىافلىةن لىكى ٧٧مىشهيودنا )

( كىقيل ٧٢عىسىى أىف يػىبػعىثىكى رىبكى مىقىامنا بؿىميودنا )دؽو كىأىخرجت بـيرىجى صدؽو رىب أىدخلت ميدخىلى ص

( كىقيل ٧) نىصتنا كىاجعىل لي من لىدينكى سيلطىاننا

Page 172: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

158

(Muhammad), "Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang

benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan

berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat

menolong(ku), (81) Dan Katakanlah, "Kebenaran telah datang dan

yang batil telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap, (82)

Dan Kami turunkan dari Al Qur‟an (sesuatu) yang menjadi

penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi

orang yang zalim (Al Quran itu) hanya akan menambah kerugian.

Hal ini dilakukan bila tidak memiliki syekh sebagai mursyid.

45) Bila seseorang yang melakukan khalawat bersama dengan seorang

Syekh sebagai mursyidnya (guru spiritual), maka hendaknya Syekh

tersebut memasuki tempat khalawat terlebih dahulu lalu sholat dua

rakaat dan berdoa untuk muridnya, kemudian disusul oleh murid

tersebut memasuki tempat khalawat setelah Syekh berada

didalamnya, kemudian ia sholat setelah meminta izin kepada Syekh

dan membaca surah al-Fatihah. Namun jika ia tidak bersama

seorang Syekh sebagai mursyidnya, maka ia meminta izin kepada

syekhnya dengan menggunakan hatinya, Bertawasul dengannya

جىاءى ابغىق كىزىىىقى البىاطلي إف البىاطلى كىافى ( كىنػينػىزؿي منى القيرآف مىا ىيوى شفىاءه كىرىبضىةه ٧) زىىيوقنا

ىذا ). ٧الظالمتى إلا خىسىارنا )للميؤمنتى كىلا يىزيدي إذا لم يكن عنده شيخ.

أما إذا عنده شيخ كدخل الشيخ قبلو في بيت (44ابػلوة كصلى فيها ركعتت كدعا لو فهو أكلى، ثم ليدخل بعد دخوؿ الشيخ كيصلي بعد استئذاف

لا الشيخ كقراءة الفابرة معو إف كاف عنده، كإتو، كيتوسل بو إلى فليستئذف بقلبو كيتوجو إليو بكلي

الله تعالى بالذؿ كالانكسار كالافتقار كالتذلل، كذلك بعد التوبة الصحيحة من بصيع الذنوب

كبتىا كصغتىا، كقد سبق بياف التوبة.

كينبغي للمختلي الثبات عند مراقبتو بأف يكوف (45

Page 173: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

159

(syekh) kepada Allah dengan merendahan diri, lemah merasa butuh,

dan hina. Hal ini dilakukan setelah taubat dari seluruh dosa yang

besar maupun yang kecil, sebagaimana penjelasan pada pembahasan

terdahulu.

46) Seseorang yang berkhalawat hendaklah tetap diam ditempat saat

bermuraqabah dan menjadi pemberani ketika suara melengking atau

apapun yang nampak padanya seperti kilat, cahaya, sesuatu yang

tersingkap, tabir rahasia, pandangan, pengetahuan, dan pengenalan,

maka hendaknya ia berhati-hati dari segala hal yang dapat

memalingkannya (dari murâqabah) dan apapun yang nampak

padanya sebab itu merupakan hijab penghalang. Tetapi hendaknya ia

melakukan amalan-amalan (beserta Allah), (karena Allah), (di dalam

keridhoan Allah), dan bukan amalan selain itu, sehingga ia

merasakan kenikmatan ketika bermurâqabah dan mendekatkan diri

kepada Allah, hingga Allah menjadikannya sebagai orang yang mulia

dan tercerahkan. Begitupula ketika ia memasuki tempat khalawat

yang dicintainya, hendaknya ia memperbanyak zikir dan rasa syukur

kepada Allah Ta'ala atas apa yang dianugerahkan kepadanya,

شجاعا عند بظاع زعقة أك صيحة أك ما يظهر لو في خلوتو من بوارؽ كأنوار كمكاشفات كأسرار كىواتف كعوارؼ كمعارؼ، فليحذر من الالتفات كالوقوؼ معها، فإنو حجاب، بل يكوف بفن دخل

لشيء سول ابؼقصود الأعظم، لا بالله لله في الله عرؼ قدر ىذه النعمة حيث قربو كأدناه، كجعلو كلي

بفن اصطفى كصفاه، كلدخوؿ ابػلوة حباه كاجتباه، كيكثر من ابغمد كالشكر لو تعالى على

ق، فليثابر الذكر في قلبو الذم لقنو أستاذه، لاما أكزـ عليو لاإذا نسيها، فليستعن بلسانو. كمن لا إ

ظهر عليو نور كالصباح.

كره كأكثر، كللفت كإف الشخص إذا أخلص ذ (46لا الذكر نفسو جرل على لسانو من غت كلفة بل ك

قصد حتى أنو بهرم على خاطره من غت اختياره.

Page 174: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

160

dengan senantiasa tekun melakukan zikir di dalam hatinya sesuai

dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh gurunya. Kecuali jika ia

lupa, maka boleh melakukannya dengan ucapan. Barangsiapa yang

sering melakukan hal itu, maka akan nampak padanya cahaya

bagaikan cahaya di waktu pagi.

47) Apabila seorang hamba senantiasa berzikir dengan penuh keikhlasan,

dan membiasakan dirinya berzikir dengan tanpa beban, sehingga

bibirnya mengalir ucapan ke hatinya tanpa disadari oleh lidahnya,

maka inilah tujuan utama di dalam berkhalawat.

48) Adapun zikir yang dipilih oleh hujjatul islam al-Gazali dan para Arif

yang lain ialah kalimat laa ilaha illallah. Begitu pula yang dipilih

oleh Syekh Muhyiddin (Ibn „Arabi) dan para Muhaqqiqin ialah

“Allah-Allah”.

49) Perhatian, bagi para murid salik, hendaknya membersihkan hati dan

jiwanya dari segala gundah gulana ketika ia melakukan khalawat.

Maka oleh karena itu dikatakan: adab seorang murid salik ialah

memberikan kabar kepada syekh muryid (guru spiritual) setiap

كىذا ابؼقصود الأعظم في ابػلوة.

كالذم اختار حجة الإسلاـ الغزالي كغته من (47إلو لا بعض العارفت أف يذكر بكلمة الطيبة، كىي

كبعض من كلذم اختاره الشيخ بؿي الدين الله.لا إ المحققت لفظة الله الله.

تنبيو (48

ينبغي للمريد السالك أف يصفي قلبو كسريرتو من بصيع ابػواطر في حاؿ سلوكو. فلهذا قيل: إف من آداب ابؼريد أف بىبر شيخو بجميع خواطره، حسنة كانت أك قبيحة، بىبره بابؼكرر عليو منها، لأنها،

الليلة كثتة إذ ىي سبعوف ألف خاطر في اليوـ ك ليعرؼ طريق التمييز بها.

Page 175: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

161

perasaan (khatir/khawatir) yang dialaminya berupa sesuatu hal yang

baik ataupun yang buruk. Mengabarkan kepadanya terus menerus,

karena dalam sehari terdapat hingga tujuh puluh ribu permasalahan

(khatir), itu dialaminya pada siang dan malam. Ini dilakukan untuk

mengetahui cara membedakan hal-hal tersebut".

50) Telah banyak dijelaskan sebelumnya tentang tata cara

menghilangkan kegelisahan hati, sehingga hati tidak sibuk hanya

kepada Allah, karena hal tersebut akan menghalanginya dipermulaan

khalawat. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan ketika rasa khawatir

melanda hati, hendaknya memperhatikan kebersihan/thaharah

pertama kali dengan memperbaharui wudhuhnya. Apabila

kegelisahan tidak kunjung reda maka berdzikirlah dengan suara

keras, kemudian mengecilkan suara. Apabila tidak menghilang atau

berkurang kegelisahannya, maka hendaknya ia menemui syekh nya

untuk menghilangkannya. Namun bila kegelisahan itu datang dan

pergi, maka hendaknya ia meletakkan tangannya di dada kemudian

mengucapkan: “subhâna malikul quddȗs, al-af‟âl al-khalâiq,”

[sebanyak tujuh kali. Kemudian mengucapkan] “in yasya‟

كقد ذكركا اف من بصلة شركط الطريق اللازمة (49نفي ابػواطر عن القلب لئلا تشغلو عن ربو، فيكوف نفيها في ابػلوة أكلى. كبفا ينفع في طرد ابػواطر عن القلب إذا ىجمت عليو أف يشغل صاحبها بالطهارة أكلا، بأف بهدد الوضوء. فإف لم

صوت بالذكر إلى أف تقل، ثم يعد تذىب فلتفع الإلى خفضو بعد ذلك، فإف لم تذىب أك تقل فليتوجو بؽمة شيخو في دفعها، فإذا ذىبت ثم عادت فليضع يده على قلبو كليقل: سبحاف ابؼلك القدكس، الفعاؿ ابػلاإؽ، سبع مرات، ثم يقوؿ:

( كما ١إف يشأ يذىبكم كيأت بخلق جديد )كإذا كجد استخاء، أم ( ٧ذلك على الله بعزيز )

ابؼختلى في بدنو، كاستشعر الضعف فليغتسل كليذكر )يا قوم( إلى أف ينقطع نفسو سبع أنفاس،

Page 176: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

162

yadzhabkum, wa ya‟ti bikhalqi jadid,” [sebanyak enam puluh satu

kali, kemudian mengucapkan] “wa ma dzalika ala allahi bi „aziz,”

[sebanyak tujuh puluh satu kali.]. QS. Fathir: ayat 16-17. Apabila ia

merasakan lemas atau kegelisahan pada dirinya, maka hendaknya ia

mandi terlebih dahulu kemudian berzikir “ya qawi,” sebanyak tujuh

kali, maka Allah akan menjadikannya kuat lahir dan batin.

51) Imam al-Buni menyampaikan: barangsiapa yang merasakan lapar,

kegelisahan, kekacauan hati, dan pikiran, maka hendaknya ia

berwudu dan melakukan zikir: “ya âmîn, ya haadii,” sebanyak tujuh

kali. Sebagaimana telah dijelaskan, maka Allah ta'ala akan

menghilangkan darinya rasa lapar serta menenangkan

kegelisahannya serta menjernihkan perasaannya, sehingga lenyaplah

kegelisahannya.

52) Ungkapan yang lain juga mengatakan: sesungguhnya nama-nama

Allah Ta'ala yang bermanfaat adalah (al-Shamad). Ketika menyebut

nama tersebut, maka akan terasa berbeda di dalam diri. Nama Allah

Ta'ala yang lain ialah (al-Jalîl), ketika seseorang yang sedang haus

فإف الله تعالى بودث فيو قوة باطنة كظاىرة.

كذكر الإماـ البوني: من أدركو جوع كقلق (51كتشوش خاطره من اختلاؼ الأفكار فليتوضأ

س كاملة، كما كيذكر )يا أمت، يا ىادم( سبع أنفاتقدـ، فإف الله تعالى يذىب عنو جوعو كيسكن

خاطره كيصفو كقتو. انتهى.

كذكر غته أف بفا ينفع ابعوع ابظو تعالى (51)الصمد(، فإنو اذا ذكره ابعائع ظهر أثره في ابغاؿ، كابظو تعالى )ابعليل( يتلوه الظمآف فيسكن ظمأه.

كيده كقيل إف سورة )تبارؾ ابؼلك( إذا تلاىا إنساف على قلبو سكن عطشو.

قاؿ الشيخ الأكبر بؿي الدين ابن عربي: (52كليكن عند دخولك إلى خلوتك، إف الله ليس

Page 177: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

163

menyebut nama tersebut, maka akan hilang rasa hausnya. Begitu

pula dengan surat (tabaroka mulk), ketika dibaca oleh seseorang

seraya meletakkan tangannya di dada maka akan hilang rasa

hausnya.

53) Syekh al-Akbar Muhyiddin ibn 'Arabî berkata: “ketika seseorang

memasuki tempat khalawatnya (melakukan khalawat), maka

hendaknya ia meyakini bahwa ((sesungguhnya Allah tidak ada yang

serupa dengan Dia)). Maka setiap yang terlintas dalam pikiranmu

tentang bentuk Allah ketika sedang berkhalawat, seraya berkata

kepadamu: Aku Allah, katakanlah: Maha Suci Allah-Engkau bersama

Allah, dan terus berzikir. Janganlah meminta selain Allah di dalam

khalawatmu. Janganlah menggantungkan keinginan/hasrat-mu

(himmah) selain Allah, walaupun ditampakkan kepadamu segala apa

yang di alam semesta, maka ambillah dengan adab dan jangan

berhenti padanya.

54) Penutup, adab dalam berkawan dan berhubungan kepada sesama

manusia dan kepada Tuhan. Berkata Syekh hujjatul Islam Al-Gazali,

كمثلو شيء. فكل ما يتخيل لك من الصور في خلوتك كيقوؿ لك: أنا الله، فقل: سبحاف الله

تطلب من لا أنت بالله، كاستغل بالذكر دائما، كبغته، كلو تعلق بنتكلا الله في خلوتك سواه، ك

لا عرض عليك كل ما في الكوف فخذه بأدب ك تقف عنده.

خابسة (53

قاؿ . في آداب الصحبة كابؼعاشرة مع ابػلق كابػالقالشيج حجة الإسلاـ الغزالي رحم الله تعاؿ: اعلم أف صاحبك الذم لا يفارقك فى حضرؾ كسفرؾ كنومك كيقظتك بل فى حياتك كموتك ىو ربك

مهما ذكرتو فهو كمولاؾ ك سيدؾ كخالقك ك جليسك،

Page 178: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

164

semoga Allah SWT merahmatinya: Sesungguhnya temanmu yang

tidak akan pernah meninggalkanmu dalam kesendirianmu,

perjalananmu, tidurmu, terjagamu, begitupula dalam hidup dan

matimu, Dia adalah Tuhanmu sebagai walimu, pemimpinmu, dan

penciptamu. Dan ketika engkau mengingatNya, maka dia akan duduk

bersamamu.”

55) Sebagaimana firman Allah: Aku bersama orang yang mengingat-Ku.

Meski hatimu sedang bersedih disebabkan kelalaianmu dalam

kewajiban agamamu maka Dia-lah teman dan pendamping-mu.

Ketika Ia berfirman: Aku bersama orang-orang yang hancur hatinya

karena-Ku. Seandainya engkau mengenalnya (Allah SWT dengan

sebenar-benarnya ma‟rifat), maka engkau akan menjadikannya

sebagai sahabat dan meninggalkan orang di sekelilingmu. Namun

bila engkau tidak mampu melakukan hal itu di setiap waktumu, maka

engkau akan menyia-nyiakan waktumu pada siang dan malam dengan

kehampaan tanpa bermunajat dengan penuntunmu (Allah SWT).

56) Adab-adabnya (di dalam pergaulan pada sesama manusia) sebagai

إذ قاؿ الله تعالى: أنا جليس من ذكرني. كمهما (54انكسر قلبك حزنا على تقصتؾ في حق دينك

فهو صحبك كملازمك

إذا قاؿ: أنا عند منكسرة قلوبهم من أجلي. (55فلو عرفتو حق معرفتو لابزذتو صاحبا ك تركت الناس جانبا، فإف لم تقدر على ذلك في بصيع

أف بزلي ليلك ك نهارؾ عن كقت اكقاتك فإيك بزلو فيو بدولاؾ، كتلتذ معو بدناجاتك، كعند ذلك

فعليك اف تتعلم آداب الصحبة مع الله تعالى.

كآدابو إطراؽ الرأس، كبصع ابؽم، كدكاـ (56الصمت، كسكوف ابعوارح، كمبادرة الأمر كاجتناب النهي، كقلة الاعتاض على القدر، كدكاـ الذكر،

كإيثار ابغق، كاليأس من ابػلق، كملازمة الفكر،

Page 179: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

165

berikut: tundukkan kepala, memusatkan perhatian, membiasakan

diam, meredam anggota badan, bersegera kepada kebaikan dan

menghindari kemungkaran, mengurangi keluhan terhadap taqdir,

membiasakan zikir, senantiasa menggunakan akal pikiran,

mengutamakan fokus kepada Allah, tidak berharap pada makhluk,

tunduk di bawah kemuliaan, tenang terhadap tipu daya usaha yang

pasti, dan bertawakkal atas keutamaan Allah dengan sebaik-baiknya

ikhtiar. Ini semua hendaknya menjadi semboyanmu di setiap malam

dan siangmu. Demikianlah tata cara berkawan dengan kawan yang

tidak akan pernah meninggalkanmu. Padahal seluruh makluk

meninggalkanmu pada sebagian waktumu.

57) Apabila engkau seorang alim, maka adab seorang alim ada sembilan

belas: mengedepankan toleransi, harus pengertian, duduk dengan

penuh wibawa dengan tenang sembari menganggukkan kepala,

meninggalkan sifat takabbur kepada semua orang, mengutamakan

rendah hati dalam perayaa-perayaan maupun di majelis-majelis,

meninggalkan perkara yang sia-sia, bersenda gurau, bersikap ramah

terhadap pelajar, berhati-hati terhadap kesewenang-wenangan,

كابػضوع برت ابؽيبة، كالإنكسار برت ابغياء، كالسكوف عن حيل الكسب ثقة بالضماف، كالتوكل على فضل الله تعالى معرفة بحسن الاختيار. كىذا كلو ينبغي أف يكوف شعارؾ في بصيع ليلك كنهارؾ

لا فإنها آداب الصحبة مع صاحبك الذم هم يفارقونك في بعض أكقاتك.يفارقك، كابػلق كل

كإف كنت عابؼا فآداب العالم تسعة عشر: (57الاحتماؿ، كلزكـ ابغلم كابعلوس بابؽيبة على بظت الوقار مع إطراؽ الرأس، كترؾ التكبر على بصيع العباد، كإيثار التواضع في المحافل كالمجالس، كترؾ ابؽزؿ كالدعابة كالرفق بابؼتعلم، كالتأني بابؼتعجز،

صلاح البليد بحسن الإرشاد، كترؾ ابغرد عليو، كإأدرم(، كصرؼ ابؽمة إلى )لا كترؾ الأنفة من قوؿ

السائل، كتفهم سؤالو، كقبوؿ ابغجة، كالانقياد

Page 180: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

166

mengarahkan orang dungu dengan petunjuk yang baik, meninggalkan

kekerasan, menjaukan diri dari perkataan “saya tidak tahu”,

memberikan ruang untuk penanya, menjelaskan pertanyaan penanya,

menerima hujjah/alasan, mengarahkan kepada kebenaran dan

kembali kepadanya ketika terjadi kesalahan, mencegah murid dari

segala ilmu yang membahayakannya, menegurnya dari keinginan

menuntut ilmu yang bermanfaat selain karena Allah ta‟ala,

menghalangi murid dari menyibukkan diri dari perihal fardhu kifayah

sebelum selesai dari perihal fardhu „ain.

58) Apabila engkau seorang pelajar, maka adab seorang pelajar kepada

gurunya ialah dengan mendahulukan penghormatan dan salam.

Berkata syekh akbar Muhyiddin Ibnu 'Arabi, semoga Allah SWT

mensucikan rahasianya (pribadinya): "ketika engkau memberi salam

kepada seseorang, dengan mengucapkan assalamu alaikum, maka

yang saya maksud disini ialah seluruh hamba yang soleh yaitu hamba

Allah SWT yang berada di bumi dan di langit, maka ketika itu

dijawab/kembali kepadamu. Maka tidak satupun malaikat yang

mengawal, ruh yang suci yang tidak menjawab salam. Salam adalah

للحق بالرجوع إليو عند ابؽفوة، كمع ابؼتعلم من كل علم يضره، كزجره عن أف يريد بالعلم النافع غت

ف يشتغل بفرض كجو الله تعالى، كصد ابؼتعلم عن أ الكفاية قبل الفراغ من فرض العت.

كإف كنت متعلما فآداب ابؼتعلم مع العالم أف (58قاؿ الشيخ الأكبر بؿي يبدأ بالتحية كالسلاـ.

الدين ابن عربي قدس الله سره: أف سلمت على أحد، فقلت: السلاـ عليكم، فأقصد كل عبد

الله في الأرض كالسماكات، كىي صالح من عبدلا حينئذ يرد عليك، فلا يبقي ملك مقرب ك فإنو

كيرد عليك. كىو لا ركح مطهرة يبلغها سلامك إدعاء مستجب لك فتفلح، كمن لم يبلغو سلامك من عباد الله ابؽائمت في جلاؿ الله للمستغلت بو، فإف الله ينوب عنهم في الرد عليك ككفى بهذا شرفا

Page 181: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

167

dua yang mustajab bagimu, maka beruntunglah kamu. Bagi yang

tidak menjawab salammu dari hamba Allah yang (haimin) yang

sedang sibuk (zikir) kepada-Nya, maka Allah menggantikan mereka

dalam menjawabmu. Dan Cukuplah dengan ini lebih mulia karena

dijawab langsung oleh Allah. Maka seandainya (semoga saja) tidak

didengar orang yang engkau salami agar Allah menggantikan setiap

balasan salam bagimu.

59) Sedikitlah berkata-kata kepadanya (guru). Dan jangan berbicara

sesuatu yang tidak ditanyakan oleh guru. Dan janganlah bertanya

sebelum meminta izin terlebih dahulu. Janganlah berkata-kata yang

bertentangan dengan pendapatnya (guru). Berkata Fulan yang

bertentangan dengan perkataanmu, janganlah memberi isyarat yang

bertentangan dengan pemikirannya sehingga ia (murid) merasa lebih

tau dari ustadznya, janganlah meminta menjadi teman ngobrol di

majlisnya, tidak menoleh kesana-sini tetapi tetap fokus dengan tata

krama sebagaimana dalam sholat, tidak terlalu lama bersamanya

ketika ia sedang letih. Ketika ia berdiri maka ikut berdiri

bersamanya, dan tidak mengikutinya dengan pertanyaan dan ucapan.

حيث يسلم عليك الرب جل كعلا، فليتو لم يسمعأحد بفن سلمت عليهم حتى ينوب الله عن الكل

في الرد عليك.

يتكلم ما لم لا كأف يقلل بت يديو الكلاـ، ك (59لا ، كلايسأؿ ما لم يستأذف أكلا يسألو أستاذه، ك

يقوؿ في معارضة قولو: قاؿ فلاف خلاؼ ما قلت، يشت عليو بخلاؼ رأيو فتل أنو أعلم لا ك

يسأؿ جليسو فيلا بالصواب من أستاذه، كيلتفت إلى ابعوانب بل بهب مطرقا لا بؾلسو، ك

يكثر عليو عند مللو. لا متأدبا كأنو في الصلاة، كيسأؿ لا كإذا قاـ قاـ لو كلم يتبعو بسؤالو ككلامو، ك

يسيء الظن لا منو في طريق إلى أف يبلغ منزلو، ك في أفعاؿ ظاىرىا منكرة عنده فهو أعلم بأسراره.

Page 182: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

168

Tidak bertanya kepadanya ketika berada dalam perjalanan kecuali

telah sampai di rumahnya. Tidak berprasangka buruk kepada

perbuatannya yang nampak kurang baik (munkar) karena ia lebih

mengetahui rahasianya.

60) Jika engkau memiliki kedua orang tua, maka adab kepada kepada

kedua orang tua ialah mendengarkan kata-katanya, berdiri jika

mereka berdiri, melaksanakan perintahnya, tidak berjalan

mendahuluinya, tidak bersuara melebihi suaranya, menyambut

panggilannya, mengharap keridhoanya, merendahkan sayap

dihadapannya dengan hina dan tidak luput untuk selalu berbakti

padanya, tidak memanggilnya dengan berdiri, tidak memandang

mereka dengan pandangan sinis, tidak mempertentangkan wajah

dengan wajah mereka berdua dan tidak bepergian kecuali dengan

izin mereka.

61) Ketahuilah, manusia yang sesungguhnya memiliki beberapa bentuk,

apakah ia orang yang benar, atau orang yang pandai, apakah orang

yang bodoh. Ketika diuji dengan awam yang bodoh maka adab dalam

والدين أف كإف كاف لك كالداف فالأدب مع ال (61يستمع كلامهما، كيقوـ لقيامهما، كبيتثل أمربنا،

يرفع صوتو فوؽ صوتهما، لا بيشي أمامهما، كلا ككيلبي دعوتهما، كبورص علي طلب مرضيتهما،

بيتن عليهما بالبر لا كبوفض بؽما جناح الذؿ، كلا ينظر إليهما شزرا، كلا بالقياـ بأمربنا، كلا بؽما ك

لا افر إيسلا تقطب كجهك في كجوىهما، ك بإذنهما.

كاعلم الناس بعد ىؤلاء في حقك ثلاثة: إما (61أصدقاء كإما معارؼ كإما بؾاىيل فإف بليت بالعواـ المجهولت فآداب بؾالسة العامة ترؾ ابػوض في حديثهم، كقلة الإصغاء إلى أرجيفهم، كالتغافل عما بهرم في سوء ألفاظهم، كالإحتاز عن كثرة لقائهم

لتنبيو على منكراتهم باللطف كابغاجة إليهم، كا

Page 183: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

169

majelis ialah meninggalkan kesesatan dari ucapannya. Mengurangi

untuk mendengarkan fitnahnya. Mengabaikan ucapan-ucapan

buruknya. Waspadalah dari sering bertemu dengannya dan bermohon

kepadanya. memperingati keburukan mereka dengan lemah lembut,

memberi nasehat ketika dimintai mereka.

62) Kepada saudara dan teman, terdapat dua tanggung jawab, satu

diantaranya ialah engkau mencari tahu syarat dalam berteman dan

bergaul. Janganlah berteman, kecuali dengan yang kepada yang baik

untuk ditemani. Nabi Muhammad bersabda: “Seseorang itu

tergantung pada agama temannya, maka hendaknya memperhatikan

dengan siapa dia berteman”. Maka jika kamu mencari teman untuk

menjadi rekanmu dalam belajar dan dalam perkara agama serta

perkara dunia.

63) Penyelesaian, sifat dunia dan keburukannya. Berkata Qotbul Gaus

Syekh Abu Bakar bin Salim, semoga Allah yang maha kuasa

mensucikan ruhnya: “kepadamu wahai saudaraku, harus

meninggalkan dunia secara zahir dan batin, karena itu merupakan

كالنصح عند رجاء القبوؿ منهم.

كأما الإخوة كالأصدقاء فعليك كظيفتاف: (62أحدبنا أف تطلب أكلا شركط الصحبة كالصداقة، فلا تواخي إلا من يصلح للأخوة. قاؿ صلى الله عليو كسلم: ابؼرء على الدين خليلو فلينظر إحدكم

شريكك في من بىالل، فإذا طلبت رفيقا ليكوف .التعلم كصاحبك في أمر دينك

تتمة (63

في صفة الدنيا كذمها

قاؿ القطب الغوث الشيخ أبو بكر بن سالم قدس الله ركحو العزيز: )كعليك يا أخي بتؾ الدنيا ظاىرا كباطنا، فإنها رأس كل خطيئة. كأخرجها من

Page 184: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

170

pangkal dari semua keburukan. Keluarkanlah ia (cinta dunia) dari

dalam hatimu, karena mencintainya (dunia) dan mencintai Allah

SWT, tidak akan dapat bersatu di dalam hati. Laksana tidak dapat

bersatunya air dan api di dalam satu wadah. Mencarinya (dunia)

merupakan kehinaan di sisi Allah SWT dan makhluknya.

Sesungguhnya ia (dunia) adalah tempat yang menipu dan

memperdaya. Kesusahan senantiasa meliputi orang yang mencintai

sesuatu, maka bebaskan hatimu dengan tidak mencintainya, karena

sesungguhnya zuhud di dunia akan menenangkan hati dan badan.

64) Berkata wanita arab kepada suaminya, ketika melihatnya sedang

sibuk: “Apabila engkau mementingkan kebahagiaan dunia, maka

sesungguhnya engkau akan meninggalkannya. Namun bila engkau

mementingkan kebahagian akhirat, maka Allah SWT akan

menambahkannya dunia dan akhirat untukmu.”

65) Berkata penghulu orang-orang terdahulu dan terakhir Muhammad

SAW: “Dunia merupakan tempat bagi orang yang tidak memiliki

tempat, dan dikumpulkannya (kesenangan dunia) oleh orang yang

بهتمعاف في قلب لا قلبك، فإف حبها كحب الله اء ك النار في إناء كاحد، بهتمعاف ابؼلا كاحد، كما

كطالبها ذليل عند الله ذليل عند ابػلق، فإنها دار ابؼكر كابػداع، كابؽموـ متعلقة بدن أحبها فأرح قلبك بتكها، فإف الزىد في الدنيا يريح القلب

كالبدف.

قالت الأعربية لزكجها بؼا رأيتو مهموما: أف (64بنك بالدنيا قد فرغ منها، كإنك بنك بالأخرة

ادؾ الله بنا بها.فز

قاؿ سيد الأكلت كالآخرين بؿمد صلى الله (65دار لو كبهتمعها من لا عليو كسلم: الدنيا دار بؼن

عقل لو.لا

كالدنيا عدكة الله كعدكة أكليائو، كلو سويت (66

Page 185: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

171

tidak memiliki akal.”

66) Dunia adalah musuh Allah dan musuh para walinya. Seandainya Dia

(Allah) tidak menyamakannya (nilainya) dengan sayap seekor

nyamuk, maka Dia (Allah) tidak akan memberi minum orang yang

kafir. Lalu bagaimana mungkin engkau dapat tinggal di dalamnya

pada siang dan malam hari wahai orang yang terpedaya. Jadilah

seperti sebuah ungkapan: “berpuasalah dari dunia dan berbukalah

dengan akhirat.”

67) Dalam sebuah syair diungkapkan: “Bangkitlah wahai orang yang

terpedaya, tinggalkanlah reruntuhannya (dunia) karena ia adalah

tempat yang sementara, tidak kekal untuk dinikmati. Mencarinya

(kesenangan dunia), sebuah hal yang berbau busuk dari penciuman,

sehingga Allah meridhoiku bila kumeninggalkannya.”

68) Berkata sebagian orang: Walaupun dunia terbuat dari emas akan

lenyap, dan akhirat terbuat dari keramik (tembikar) akan kekal. Maka

sebaiknya kita memilih keramik (tembikar) yang kekal dari pada

emas. Namun bagaimana sebaliknya, seandainya dunia terbuat dari

عند الله جناح بعوضة ما سقى كافرا منها شربة ماء، ككيف أنت معتكف عليها نهارؾ كليلك يا

يل: صم الدنيا كاجعل فطرؾ مغركر، ككن كما ق الآخرة.

تيقظ يا مغركر، كاترؾ حطامها فهي " :شعره (67يبقي لنعيمها، كطالبها في نتنها أف لا دار فاف،

."يشمها، ككفقت ربي على ترؾ كلها

كقاؿ بعضهم: لو كانت الدنيا من ذىب يفت (68كالآخرة من خزؼ يبقي لكاف لنا أف بلتار خزفا

كيف كالأمر بالعكس يبقى على ذىب، ككفقت ف الدنيا خزفا يفت كالآخرة ذىبا يبقى.

كاعلم أف ىذا الدار بؿلا للأكدار، فلا (69ندرؾ لا تستغرب فيها الأكدار، كالراحة فيها نادرة

Page 186: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

172

keramik (tembikar) yang tidak kekal dan akhirat terbuat dari emas

yang kekal.

69) Ketahuilah, sesungguhnya tempat ini (dunia) adalah tempat yang

keruh, maka janganlah engkau tenggelam di dalam kekeruhannya,

Beristirahat di dalamnya (dunia) sesuatu yang langka, engkau tidak

mendapati kelangkaan itu kecuali berupa kenikmatan, ketenangan,

dan gembiraan sementara.

70) Berkata Rasulullah sallalâhu alaihi wa sallam: “dunia adalah

penjara bagi mukmin dan surga bagi orang kafir.” Hadits ini

diperuntukkan bagi semua orang beriman. Adapun ungkapan

"penjara bagi orang beriman" terdiri dari tiga penjelasan yaitu:

71) Pertama, sesungguhnya di dalamnya (dunia) terdapat kelelahan dan

memperdaya, hingga engkau tidak menemukan waktu untuk

beristirahat. Kedua, seorang penguasa jika murka pada orang lain

maka ia akan memenjararakannya. Ketiga, sesungguhnya dunia dan

seisinya, tidak sebanding dengan luasnya pemberian Allah kepada

hambaNya yang beriman di dunia, karena itu disebut sebagai penjara

إلا لأجل الذكؽ كالصفا كالأسرار.

قاؿ صل الله عليو كسلم: الدنيا سجن ابؼؤمن (71كجنة الكافر. كىذا ابغديث يطلق على كل مؤمن،

لو )سجن ابؼؤمن( يعت من ثلاثة أكجو:قو

لا أف فيها التعب كالنصب بحيث -أحدىا (71أف ملوؾ الدنيا إذا -الثانى توجد فيها الراحة؛

الثالث بالسجن؛لا غضبوا على أحد لم يعاقبوه إتسع شيئا من عطايا الله لا أف الدنيا بصيعها -

لعبده ابؼؤمن فيها، فسماىا سجنا لضيقها عليو. تستغرب فيها.لا كابؽموـ كالأحزاف الأكدار

كأركاح الإنساف في الدنيا سجوف بأجسادىا، (72مشتاقة إلى الله في كل كقت كإلى أكطانها، بؽا أنت كحنت كلكن عليها حجب. كمن أنقذ الله بصتتو

Page 187: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

173

karena sempitnya. Maka kekeruhan, kekacauan dan kesedihan hati,

janganlah engkau larut didalamnya.

72) Roh para manusia di dunia, terpenjara dengan jasadnya, merindukan

Allah dan kampungnya setiap waktu. Ia memiliki dua mata untuk

memandang tetapi terhalang oleh hijab. Barangsiapa yang

dibebaskan oleh Allah pandangannya, maka terbakar hijabanya. Dan

Allah memuliakannya dengan kemuliaan-kemuliaan disisinya. Lalu

Allah memberinya rezki dengan berzikir, sehingga ia (hamba) merasa

nikmat. Bertambah rindunya kepada taman yang berseri-seri dan

juga taman-taman surga. Begitulah perumpamaan ruh orang yang

beriman.

73) Ketauhilah, sesungguhnya keadaan ruh terbagi atas lima bentuk: ruh

para Nabi, ruh para Syuhada, ruh orang-orang yang taat dari para

mukmin, ruh para pelaku maksiat dari mukmin, dan ruh orang-orang

kafir.

74) Adapun ruh para Nabi, ketika keluar dari jasadnya (meninggal

dunia), ia menyerupai minyak wangi dan kapur harum, ia berada di

خرؽ ابغجب كأمده الله بالإمداد من حضرتو، كجعلو يتغدل بذكره كيتنعم بو كيزداد شوقا إلى

نس كرياض ابعنة. كابؼراد بو أركاح رياض الأ ابؼؤمنت.

كاعلم أف الأركاح على بطسة اقساـ: اركاح (73الأنبياء كاركاح الشهداء كأركاح ابؼطيعت من ابؼؤمنت

كاركاح العصاة من ابؼؤمنت كاركاح الكفار.

فأما أركاح الأنبياء فتخرج من اجسادىا كتصت (74في ابعنة على صورتها مثل ابؼسك كالكافور، كتكوف

تأكل كتتنعم كتأكل باليل إلى قناديل معلقة برت العرش.

كأما أركاح الشهداء في اجواؼ طيور قصر (75تدكر بها في أنهار ابعنة كتأكل من بشارىا كتشرب

Page 188: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

174

surga yang penuh kenikmatan. Pada malam harinya, ia berlindung

pada lampu yang berada di bawah „Arsyi.‟

75) Adapun arwah para syuhada berada dalam perut burung kecil,

berkeliling pada sungai yang berada di surga dan makan dari buah-

buahannya serta meminum airnya, kemudian berlindung pada lampu

emas yang bergantung pada naungan „arsyi.

76) Adapun arwah orang-orang yang taat dari para mukmin, mereka

berada pada taman-taman surga. Mereka tidak makan dan tidak pula

menikmati, tetapi hanya melihat surga saja.

77) Ruh orang yang bermaksiat dari para mukmin, mereka berada

diantara langit dan bumi terletak di angkasa. Adapun ruh orang yang

kafir, berada didalam perut burung hitam yang terpenjara di bawah

lapisan bumi yang ketujuh. Ruh tersebut disertai dengan jasadnya,

tersiksa ruhnya maka akan terasa pula jasadnya. begitupula ruh

orang yang beriman, berada di tempat yang tinggi dengan penuh

kenikmatan dan akan terasa pula pada jasadnya. Sebagaimana sabda

Rasul SAW: "jasadnya di kubur dan ruhnya di tempat yang tinggi nan

من ماء فيها، كتأكل إلى قناديل ذىب معلقة في ظل العرش.

كأما أركاح ابؼطيعت من ابؼؤمنت فهي في رياض (76تتنعم لكن تنظر في ابعنة لا كتأكل لا ابعنة،

فقط.كأركاح العصاة من ابؼؤمنت فبت السماء كالأرض في ابؽول.

كأما أركاح الكافر ففي أجواؼ طيور سود في (77سجت، كسجت برت الأرض السابعة، كىي متصلة بأجسادىا، فتعذب أركاحها فيتألم بذلك ابعسد، كما أف أركاح ابؼؤمنت في عليت متنعمة

سد، لقولو صل الله عليو كسلم: ابعسد متصل بابع في القبر كالركح في عليت.

أحيانا الله بإسلاـ كالإبياف كأمتنا بكلمة (78

Page 189: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

175

mulia.

78) Semoga Allah menghidupkan kita dalam keadaan Islam dan iman,

kita dimatikan dalam kalimat ikhlas dan ihsan, dan menjadikan kita

sebagai orang yang sukses berdzikir di setiap kesempatan, baik yang

tersembunyi maupun yang nampak, dan dengan segala kemuliaan

junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW yang terlahir dalam

segala keagungannya.

79) Berkat petunjuk Allah yang Maha Mulia, tamatlah tulisan ini pada

hari selasa bulan rabi'ul awal tahun 1250 H. Hari ini merupakan

bulan yang penuh berkah sebagaimana bulan hijrahnya Nabi dan

para sahabatnya. Teriring salawat dan salam kepadanya. Kuberikan

judul pada tulisan ini, “Dliyâ al-Anwâr fi Tasfiat al-Akdâr.” Seraya

berharap kepada Allah, semoga menjadikannya (para sahabat)

sebagai orang yang ikhlas disisi-Nya, serta memasukkan kedalam

surga yang penuh kenikmatan. Tiada daya dan upaya, kecuali atas

izin Allah yang maha tinggi lagi mulia. Semoga Allah merahmati

orang-orang yang telah mempersatukan mukmin yang berselisih.

الإخلاص كالإحساف، كجعلنا بفن ظفر بذكره في الأسرار كالأعلاف، بجاه سيدنا بؿمد صلى الله عليو

كسلم أفضل كلد عدناف.

كبست ىذه النبذة بتوفيق ابؼولى يوـ الثلاث في (79شهر ربيع الأكؿ ابؼباركة في ىجرة النبوية على صاحبها أفضل الصلاة كالسلاـ ألف كمائتاف

ضياء الأنوار في "كاثناف كبطسوف سنة. كبظيتها ، أرجو الله أف بهعلها خالصا "تصفية الأكدار

لا حوؿ كلا لوجهو الكرن كفوزا بجنات النعيم. كل خلاؿ بالله العلي العظيم. رحم الله بؼن رألا قوة إ

فأصلحها ابؼؤمن مثل البنياف يشد بعضهم بعضا.

كصلى الله على خت خلقو بؿمد كآلو كصحبو (08كأىل بيتو كذرياتو كسلم تسليما كثتا. كابغمد لله

Page 190: Naskah DLIYÂ AL-ANWÂR FI TASHFIAT AL-AKDÂRrepository.uinjkt.ac.id/.../123456789/51264/1/AMSIR-FAH.pdfdiksi bermakna keumuman, i) diksi bermakna kekhususan, 2) terdapat tiga (3)

176

Persatuan mukmin seperti bangunan yang saling memperkuat satu

sama lain.

80) Salawat dari Allah kepada ciptaan terbaiknya Muhammad, dan atas

keluarganya, dan keturunannya, dan salam keselamatan yang

banyak, dan segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara alam.

Amin.

رب العابؼت. أمت.