nasionalisme santri
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Nasionalisme Santri
1/11
Nasionalisme Santri
Keberadaan lembaga pendidikian (pondok pesantren) berbasis agama, khususnya Islam, di
Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Pondok pesantren dimaknai sebagai tempat
seseorang untuk mencari ilmu keagamaan yang benar melalui bimbingan-bimbingan para guru
yang dianggap memiliki pengetahuan luas terhadap agama oleh masyarakat sekitar.
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, memiliki banyak pondok
pesantren. Bahkan bisa dikatakan hampir seluruh daerah, baik kota maupun kabupaten di
Indonesia, tidak ada yang tidak memiliki pondok pesantren. Hal ini merupakan sebuah
interpretasi dari berbagai pertanyaan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya yang
membutuhkan adanya lembaga Islami yang dapat mengaarkan ilmu umum dan ilmu agama pada
khususnya.
Berdirinya pondok pesantren di Indonesia sering memiliki latar belakang yang sama. dimulaidengan usaha seorang atau beberapa orang secara pribadi atau kolekti! yang berkeinginan untuk
mengaarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat luas. "ereka membuka kesempatan
pengaian secara sederhana kepada penduduk setempat. Biasanya pengaian yang mula-mula
dilaksanakan adalah berlatih membaca al-#ur$an di mushala atau masid di daerah sekitar.
Beberapa %aktu kemudian tumbuh kesadaran masyarakat terhadap pengetahuan dan kelebihan
yang dimiliki oleh mereka yang mengaar, sehingga banyak penduduk sekitar belaar menuntut
ilmu agama. &khirnya masyarakat memanggil pengaar dengan predikat kiai. 'edangkan mereka
yang menuntut ilmu di tempat itu disebut santri. idak semua kiai memiliki santri, tetapi sebutan
santri senantiasa berkonotasi mempunyai kiai.
epas dari pengertian pondok pesantren, keberadaan lembaga pendidikan agama tersebutmemiliki banyak !ungsi, mikro maupun makro. Dalam konteks kebudayaan, !ungsi pondok
pesantren dipertaruhkan untuk mengangkat moral dan martabat masyarakat mayoritas maupun
minoritas di ba%ah keberagaman budaya dan adat istiadat yang dimiliki bangsa Indonesia. *ara
yang biasanya ditempuh adalah melalui penanaman dini mengenai bagaimana seharusnya
manusia sebagai khalifah&llah di dunia ini bersikap dan bertindak sesuai dengan kemutlakan
porsi al-#ur$an dan Hadits.
Bagi negara, !ungsi pondok pesantren salah satunya adalah sebagai pendukung sila ketiga
Pancasila, yakni persatuan Indonesia. Pondok pesantren mengaarkan kepada santrinya agar
berusaha menaga hubungan baik antar sesama manusia. "engingat bah%a multikulturalisme
dan pluralisme berdiri tegap di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen dalam segi suku,
ras, dan agama khususnya, meskipun mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. "aka
peran pondok pesantren dituntut untuk menyeimbangkan perbedaan-perbedaan tersebut dengan
menadikannya sebagai sebuah tuuan bersama.
Kepentingan negara dan kepentingan pondok pesantren diharapkan untuk senantiasa
diakomodasi, sehingga tidak teradi dwikepentingan yang saling berbenturan yang dapat
mengakibatkan perpecahan bangsa. +leh karena itu, hubungan antara pemimpin pondok dan
http://arif-dani.blogspot.com/2012/01/nasionalisme-santri.htmlhttp://arif-dani.blogspot.com/2012/01/nasionalisme-santri.html -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
2/11
pemerintah harus akur. &rtinya, keduanya dapat menalankan !ungsi yang dimilikinya tanpa
mengganggu apa yang menadi hak dan ke%aiban orang lain dalam ruang lingkup negara. 'elain
itu, keduanya dipaksa untuk taat kepada hukum negara yang mutlak, serta dituntut untuk
berpartisipasi memberikan sumbangsih terhadap negara.
entu saa, aktor penggerak yang diharapkan dalam partisipasi tersebut adalah santri. 'antri
adalah unsur pondok pesantren yang amat ital. 'antri memegang dominasi dalam umlah orang
terbanyak di dalam pesantren. &tas dasar itulah kiai dibuktikan perannya untuk menanamkan
pemahaman ke%aiban yang harus dilakukan oleh para santri terhadap negara yang ditempatinya
melalui pendekatan agama. ika keduanyasinkron, maka santri akan meniru apa yang diaarkan
oleh kiainya. Inilah bagian terpenting dari penerapan kesadaran berbangsa dan bernegara.
'antri diaarkan untuk memiliki sikap nasionalisme. Doktrin tentang pengertian nasionalisme
yang digunakan biasanya adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi
inividu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Nasionalisme merupakansebuah ideologi
yang mencakup prinsip kebebasan (liberty), kesatuan (unity), kesamarataan (equality), serta
kepribadian yang menjadi nilai kehidupan kolektif suatu kemunitas untuk merealisasikan tujuanpolitik yaitu pembentukan dan pelestarian negara nasional.Nasionalisme berakar dari
timbulnya kesadaran kolektif tentang ikatan tradisi dan deskriminasi pada masa kolonial yang
sangat membatasi ruang gerak bangsa ndonesia. !eaksi terhadap situasi itu merupakan
kesadaran untuk membebaskan diri dari tradisi dan untuk melawan pengingkaran terhadap
identitas bangsa". Dari situ mereka (santri) akan mencoba mengenal lebih auh tentang
penabaran nasionalisme dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, minimal di
dalam pesantren.
Kendati demikian, meskipun dogma yang disampaikan sama, tetapi dalam pemahamannya
akan berbeda antara santri satu dengan lainnya. Begitu pula alasan yang mereka miliki uga
bermacam-macam sesuai pemahaman ilmu yang mereka dapat. "aka tidak heran apabila di balikpenelasan mengenai de!inisi nasionalisme tersebut, kerap kali santri mengungkapkan
argumentasinya terhadap sesamanya untuk mendiskusikan kebenaran de!inisi yang diungkapkan
dengan memba%a pengetahuan indiidunya. Dari retorika yang mereka kemukakan, kemudian
akan muncul perbedaan-perbedaan pendapat. "ereka yang setuu, akan mendukung sepenuhnya
de!inisi nasionalisme dan berusaha mengamalkan pengertian tersebut.
amun yang menadi masalah adalah adanya santri yang tidak setuu terhadap pengertian dan
pengamalan nasionalisme. "ereka akan membandingkan pengertian nasionalisme tersebut
dengan dalil-dalil agama serta urgensinya. Demi memperkuat argumentasinya, mereka
menggunakan apa yang pernah disampaikan kiainya kemudian menyambungkan de!inisi
nasionalisme dengan dhawuhkiainya, maka masalah yang serius akan muncul. Ketika
nasionalisme yang mereka pahami adalah sebuah %uud dari penyimpangan sebuah agama, maka
semangat bela negaranya akan luntur. Kekeliruan pemahaman ini terletak pada, misalnya,
disebutkan bah%a nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bah%a kesetiaan tertinggi
iniidu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Kata-kata kesetiaan tertinggi individu
harus diserahkan kepada negara", dipahami sebagai sesuatu yang menistakan agama. /ang
mereka anggap adalah bah%a kata-kata tersebut tidak selayaknya diucapkan dan diterapkan oleh
-
7/26/2019 Nasionalisme Santri
3/11
umat Islam yang seharusnya menyerahkan kesetiaannya kepada 'ang Pencipta, &llah s%t. Hal itu
merupakan bentuk penyimpangan dari aaran Islam dan aaran para kiai mereka.
ebih mirisnya lagi, %uud dari pemahaman tersebut pernah teradi di negara Indonesia
sendiri. &da dua sekolah yang sistem pendidikannya berbasis Islam, yaitu 'ekolah Dasar Islam
&l-&lbani "atesih dan 'ekolah "enengah Pertama &l-Irsyad a%angmangu, Karanganyar yang
mengatakan bah%a hormat kepada bendera merah putih merupakan perbuatan syirik.1Pihak
kedua sekolah tersebut tidak pernah mengaarkan kepada para sis%anya untuk menghormat
kepada bendera merah putih. "ereka mengatakan bah%a aksi penolakan hormat kepada merah
putih tersebut dilatarbelakangi oleh keyakinan pribadi mereka masing-masing, baik guru maupun
murid, dan pihak sekolah tidakberhak mencampurinya. &sumsi itu uga didukung oleh
pemahaman pribadi dari ketua "aelis 0lama Indonesia ("0I) yang mengatakan bah%a hormat
kepada bendera adalah tindakan yang tidak diperbolehkan dalam Islam.
etapi pernyataan tersebut di atas, mencoba diakomodir oleh para pemuka masyarakat,
seperti "enteri Pendidikan Indonesia, ". uh, yang menyatakan bah%a penghormatan kepada
bendera merah putih dihukumi haram ika tuuannya untuk menyembah, sebaliknya akandiperbolehkan ika tuuannya hanya sekedar memberikan rasa hormat saa akan kesakralan
merah putih sebagai lambang negara kesatuan Indonesia.
Peristi%a di atas merupakan keadian yang sangat disayangkan teradi. 'ebab, Indonesia
butuh akan semangat nasionalisme dari para penduduknya. "eskipun terdapat kepentingan
agama di tengah pembangunan struktural bangsa, hendaknya menggunakan penalaran yang
obyekti!. ika yang digunakan adalah aaran yang bersumber pada agama sepenuhnya dan
mengabaikan relitas yang ada, maka yang teradi hanyalah perbedaan-perbedaan pendapat yang
beruung pada kon!lik.
1acun pikiran semacam ini sangat tidak diharapkan dimiliki oleh para santri. "aka
dibutuhkan komunikasi secara intens mengenai pemahaman urgensi nasionalisme yangsebenarnya. Dan pihak yang paling dipercaya untuk mengubah mindsetsantri-santri tersebut
adalah kiai. 'eorang kiai harus bisa menyeimbangkan antara pemahaman dirinya dengan
pemahaman santrinya melalui dialog-dialog khusus. Dari sini kemudian perlahan-lahan santri
akan memahami apa yang dimaksud kiainya. &kibatnya, nasionalisme tidak disalah artikan
sebagai suatu bentuk penyele%engan agama.
Berbicara mengenai perkembangan nasionalisme, tampaknya ada perbedaan antara 2aman
sekarang dengan masa penaahan dahulu. &rtikulasi nasionalisme pada 2aman penaahan dulu
dipahami secara menyeluruh. 'ehingga tidak ada ketidaksetuuan masyarakat Indonesia pada
saat itu untuk menolak paham nasionalis. "alahan yang muncul adalah kesadaran masyarakat
untuk ikut beruang dalam mempertahankan kedaulatan dan martabat bangsa.
Hal semacam itu berbeda dengan masa sekarang yang cenderung manganggap nasionalisme
adalah sesuatu yang biasa saa. Karena sebagian orang merasa bah%a sudah tidak ada lagi yang
harus dipertaruhkan untuk beruang mela%an penaah seperti pada saat penaahan. Pemahaman
yang keliru ini menalar dengan cepat sampai pada lembaga pendidikan agama, yakni pondok
pesantren yang seharusnya menadi tutor atau pelopor berkembangnya paham nasionalis yang
dipadu dengan unsur agama sehingga menadi kekuatan tersendiri yang kuat.
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote1symhttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote1sym -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
4/11
Penyebab yang dominan dari pemahaman nasionalisme di 2aman sekarang dengan masa
penaahan adalah, pada masa penaahan, nasionalisme identik dengan kenegaraan yang
merupakan implikasi dari de!inisi politik, yang tidak mengesampingkan kepentingan agama
dalam pengaplikasiannya. ustru antara agama dan politik saling berhubungan. Hal tersebut
disebut dengansimbiosis#mutualisme. Ibarat dua sisi mata uang yang berbeda namun pada
hakikatnya saling berhubungan dan membutuhkan.
Di dalam melihat hubungan antara Islam dan negara, data pengertian semacam ini
menunukkan bah%a kiai memandangnya bercoraksimbiotik, sebagaimana yang diungkapkan
oleh KH. /asri "ar2uki yang menegaskan bah%a Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri
dari berbagai agama, suku, dan bahasa dan uga oleh ka%asan yang uga berlainan. +leh karena
itu, ika masing-masing elemen bangsa melihat kepentingan golongan atau pribadinya sendiri
maka Indonesia akan mengalami disintegrasi sosial yang beruung pada keruntuhan bangsa dan
negara ini. Dalam konteks ini, nasionalisme bisa menadi sesuatu yang mengikat (kalimatun
sawa$)dengan syarat adanya komitmen terlebih dahulu untuk menamin kedaulatan rakyat di
depan negara. 'iapa yang bertanggung a%ab terhadap nasionalisme3 entu saa adalah semuakelompok yang ada di dalam K1I, baik atas nama agama, suku, kelompok kepentingan, atau
golongan manapun, termasuk kiai dan santri di dalam pondok pesantren.2
Dengan ungkapan lain, para kiai sebagai pemimpin tradisional telah sepakat untuk
mempertahankan dan memantapkan nasionalisme Indonesia tanpa membedakan garis
kepentingan agama, suku, umat, golongan dan kepentingannya sendiri. "ereka berkomitmen
untuk tetap mengokohkan nasionalisme dalam situasi sesulit apa pun, seperti pada masa
penaahan dahulu. Bayangkan saa, ketika itu Indonesia diaah oleh berbagai negara mulai dari
Portugal, Inggris, Belanda, hingga epang, namun masyarakat Islam di Indonesia mampu untuk
menahan bahkan menyerang balik penaah-penaah tersebut. Hal itu didorong dengan adanya
dukungan dari para pemuka agama, dalam hal ini adalah kiai, serta masyarakat muslim, tanpaterkecuali santri, yang memiliki i%a nasionalisme yang tinggi sehingga tidak mampu
digoyahkan oleh para penaah. Kondisi semacam inilah yang sulit untuk dikembangkan di
tengah tantangan bangsa Indonesia yang sedang berhadapan dengan maraknya gerakan kembali
ke etnisitas, primordialisme kelompok, semangat globalisasi, dan bahkan !undamentalisme
agama. &dalah sangat ironis ika pemberian paham nasionalis dari para kiai terhadap santrinya
sering diabaikan. "eskipun memang asumsi semacam itu hanya teradi pada pondok pesantren
tertentu, namun dikha%atirkan akan merambat kepada pemahaman masyarakat secara luas.
erkait dengan hal itu, maka memang benar pada a%alnya dibutuhkan hubungan komunikati!
antara kiai dengan santrinya mengenai pemahaman kenegaraan dan keagamaan tanpa berusaha
memisahkan secara mutlak terhadap keduanya (separatis). Dan untuk menciptakan hubungan
yang komunikati! tersebut, maka perlahan-lahan diperlukan keselarasan hubungan yang kondusi!
antara kiai dengan santri. Hubungan kiai dan santri harus diaga dengan baik agar tidak
menimbulkan sub sektor pemahaman agama yang berbeda antar satu sama lain. 'ebaliknya, ika
hubungan tersebut diabaikan dan pudar, maka perbedaan pemahaman agama tidak dapat
dihindarkan, dan hal tersebut akan ra%an dimasuki oleh pengaruh-pengaruh luar yang ekstrem.
'ecara rinci, hubungan antara kiai dan santri adalah sebagai berikut.
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote2symhttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote2sym -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
5/11
Hubungan Santri dan Kiai
Islam masuk ke Indonesia lebih bersi!at asimilati! daripada gerakan reolusioner, yakni
melalui pedagang dan bukan dengan alan peperangan. Pada a%alnya, Islam mengambil alih
peranan-peranan tradisional pra Islam yang meskipun a%alnya tradisi lama (a%a) yang
dominan. Ilustrasi nyata mengenai hal ini adalah legenda yang menceritakan unsur-unsur pokok
kebudayaan pra Islam, seperti %ayang atau gamelan yang diciptakan dan dikembangkan oleh
para %ali.
4ali dianggap sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih
dalam masyarakat tradisional pada saat itu. ambat laun orang kemudian menyebut %ali sebagai
seseorang yang paling berasa dalam kehidupan masyarakat, karena ia telah mengentaskan
masyarakat dari kerusakan moral maupun adat melalui dak%ah agama yang disampaikannya.
'ehingga masyarakat pada saat itu memberikan penghormatan yang lebih terhadap %ali-%ali di
daerah mereka. Di tanah a%a sendiri, masyarakat menyebut para %ali tersebut dengan
sebutan wali songo(sembilan %ali).
Dalam konteks 2aman sekarang, ulukan %ali bergeser menadi sebutan kiai. Kiai adalahperan pengganti %ali di 2aman sekarang ini. "asyarakat menganggap bah%a aaran-aaran yang
ditinggalkan oleh para %ali telah turun temurun di%ariskan kepada para kiai. 'ehingga rasa
hormat mereka terhadap para kiai masih ada, seperti yang teradi di banyak pondok pesantren di
Indonesia. Kiai dimaknai sebagai seseorang yang harus diunung
ke%iba%aannya (prestise)karena memiliki karisma tersendiri yang dianugerahkan oleh &llah
s%t.
Karisma yang dimilki para kiai menyebabkan mereka menduduki posisi kepemimpinan
dalam lingkungannya. 'elain sebagai pemimpin agama dan pemimpin masyarakat desa, kiai uga
memimpin pondok pesantren tempat ia tinggal. Di lingkungan pondok pesantren inilah kiai tidak
saa diakui sebagai guru mengaar pengetahuan agama, tetapi uga dianggap oleh santri sebagaiseorang bapak atau orang tuanya sendiri. 'ebagai seorang bapak yang luas angkauan
pengaruhnya kepada semua santri, menempatkan kiai sebagai seorang yang disegani, dihormati,
dipatuhi dan menadi sumber petunuk ilmu pengetahuan bagi santri.
"emang dapat diibaratkan sebuah keraaan, di mana kiai merupakan pucuk pemegang
kekuasaan yang mempunyai ke%enangan mutlak dalam kehidupan lingkungan pondok
pesantren. Karena itu rasa hormat harus ditunukkan oleh santri kepada kiai, baik dalam
kehidupan keagamaan, kemasyarakatan maupun pribadi. etapi sekalipun telah tersusun
kedudukan dan !ungsi masing-masing pemimpin sesuai garapannya, unsur otoriter dalam
kehidupan pondok pesantren masih dirasa kuat. Kiai adalah pemilik tunggal pondok pesantren.
Betapa pun demokratis susunan kepemimpinan di pondok pesantren, masih terdapat arak antara
kiai dengan keluarganya di satu pihak dan para santri atau ustad-ustad di pihak lain.
Kedudukan kiai seperti itu, sesungguhnya merupakanpatron, tempat bergantung para santri.
Hubungan santri dan kiai apalagi dilandasi dengan pembenaran aaran agama, seperti hubungan
murid-guru di lingkungan tarekat. Karena ke%iba%aan kiai, seorang murid tidak pernah
membantah apa yang dilakukan oleh kiai. Kedudukan santri adalah clientbagi dirinya. a2imnya
kiai sebagaipatrontidak saa terbatas pada kehidupan santri.
-
7/26/2019 Nasionalisme Santri
6/11
Hubungan pemimpin dan yang dipimpin dalam orientasi budaya seperti itu, setidaknya
melahirkan hubungan kepemimpinan model patron#client relationship. 'ecara de!initi!, ames *.
'cott menelaskan pola hubunganpatron#clientsebagai berikut5
Hubungan timbal balik di antara dua orang dapat diartikan sebagai sebuah kasus khusus
yang melibatkan perka%anan secara luas, di mana indiidu yang satu memiliki status sosial-
ekonomi yang lebih tinggi (patron), yang menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang
dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan-keuntungan kepada indiidu lain
yang memiliki status lebih rendah (klien), dalam hal ini klien mempunyai ke%aiban membalas
dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum, termasuk pelayanan-pelayanan pribadi
kepada patron6.
"eruuk pada penelasan 'cott di atas, peran patron dalam kehidupan kepemimpinan di
pondok pesantren dialankan oleh kiai atau keluarga kiai. 'eperti diungkapkan Dho!ier, bah%a
kiai merupakan patron karena memiliki otoritas dan kekuasaan mutlak dalam me%arnai lembaga
pondok pesantren. ak seorang pun mela%an kiai, apalagi santri di lingkungan pesantren, kecuali
kiai yang memiliki kekuasaan dan ke%enangan yang lebih besar. Dengan sumber-sumberke%enangan dan kekuasaan yang dimiliki secara normati! ditempatkan dalam status paling tinggi
dari unsur-unsur lain yang ada di lingkungan pondok pesantren.
Dari penelasan di atas, tampak bah%a hubungan kiai sebagai patron dengan santri sebagai
klien diperkuat oleh sisitem nilai yang melembaga, yaitu tradisisami$na wa atho$na(mendengar
dan menaati). ilai ini dibarengi dengan nilai lainnya yang mengatur antarunsur di pondok, yang
kemudian membentuk subkultur tersendiri. Kemudian ika dikai lebih auh, sisitem nilai yang
membentuk subkultur ini berkembang menadi ciri khas pesantren. 'egala aktiitas yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh kiai diperkenalkan kepada santri sebagai tata kehidupan
yang bersi!at keibadatan.
ilai-nilai yang terdapat di pondok pesantren bila dicermati ternyata mengandung tiga unsuryang mengarah pada terbentuknya hubungan patron-klien antara kiai dan
santri.%ertama,hubungan patron-klien mendasarkan diri pada pertukaran yang tidak seimbang,
yang mencerminkan perbedaan status. 'eorang klien, dalam hal ini santri, telah menerima
banyak asa dari patron, yakni kiai, sehingga klien terikat dan tergantung pada
patron.&edua,hubungan patron-klien bersi!at personal. Pola resiprositas yang personal antara
santri dan kiai menciptakan rasa kepercayaan dan ketergantungan di dalam mekanisme hubungan
tersebut. Hal ini dapat dilihat dari budaya penghormatan santri kepada kiai yang cenderung
bersi!at kultus indiidu.&etiga,hubungan patron tersebar dan menyeluruh, !leksibel dan tanpa
batas kurun %aktunya. Hal ini dimungkinkan karena sosialisasi nilai ketika menadi santri
beralan bertahun-tahun. 'uatu bentuk nilai yang senantiasa dipegang teguh oleh para santri,
misalnya tidak adanya keberanian dari para santri untuk berdebat dan membantah soal apapun
yang dikemukakan oleh kiai karena bisa kuwalatdan ilmunya tidak berman!aat. 'uatu kutukan
dirasa berat, bila sampai dilontarkan kiai kepada santri.3
Ketiga !aktor yang mendasaripatron#client relationship di pondok pesantren tersebut
tentunya dapat terlihat dari tipe kepemimpinan yang dialankan dalam mengelola lembaga
pondok pesantren. Dengan penonolan dominasi kiai dan penekanan kuat tradisi, akhirnya
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote3symhttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote3sym -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
7/11
kepemimpinan yang muncul bercorak paternalistik di mana seorang kiai berstatus sebagai
pelindung, guru, dan bapak bagi para santri. &rtinya kebersamaan para anggota, posisinya
sebagai ba%ahan dalam pondok pesantren. 'edangkan pemimpin berada di atas para anggota
tersebut.
"elihat dari gambaran inilah kemudian denotasi pengertian nasionalisme bertumpu pada kiai
sebagai !aktor utama berkembangnya paham nasionalis di pondok pesantren. Kiai yang
berkompeten dan memiliki pengetahuan cukup luas mengenai kenegaraan di samping
pengetahuan agamanya, akan melibatkan santri-santrinya untuk ikut andil dalam berbagai
kegiatan yang berbasis kenegaraan, misalnya ikut serta dalam organisasi kemasyarakatan seperti
ahdlatul 0lama (0) dan seenisnya yang bertuuan untuk mendidik para generasi muda
menadi kader-kader yang ber%a%asan agamis dan nasionalis. &taupun minimal mengikuti
kegiatan sosial masyarakat di lingkungannya, seperti akti! menadi anggota karang taruna. Ini
menunukkan betapa pentingnya kiai untuk mengenali pola perilaku dan pikiran para santrinya.
'eatinya, kehidupan santri di pondok pesantren bersi!at komunalistik, di mana tata pergaulan
di antara para santri tidak tersekat oleh tradisi kehidupan yang indiidualistik. Berbagai santriberasal dari daerah-daerah yang berbeda, tetapi kemudian dalam kehidupan pesantren menadi
satu kesatuan utuh di ba%ah kebesaran kiai. Kehidupan sehari-hari yang menampakkan komunal,
seperti kebiasaan makan dan minum, belaar, serta tidur bersama merupakan tindakan yang
mudah membentuk ikatan-ikatan sosial di mana pengaruh terhadap masing-masing indiidu
sangat kuat. Para santri yang menamatkan belaar di pondok pesantren kemudian kembali ke
kampung halamannya membentuk organisasi atau perkumpulan yang menghimpun masyarakat
setempat. 'uatu bentuk aringan sosial yang ber!ungsi menghubungkan kepentingan pondok
pesantren dengan pihak-pihak yang tersebar dalam kehidupan masyarakat.
Hal inilah tampaknya kurang diperhatikan oleh sebagian pondok pesantren kecil maupun
besar. Kebanyakan dari pondok pesantren hanya mem!okuskan kurikulum pembelaarannya padasegi agama saa, sesuai dengan !ungsi utamanya. Pandangan atau aaran-aaran yang berbasis
kenegaraan dan sosial kurang ditanamkan kepada para santri. 'ehingga santri
yang awamterhadap pendidikan ke%arganegaraan akan merasa asing ketika berbicara mengenai
ke%aibannya terhadap negara di samping agama.
7aktor lain yang menadi penyebab utama adalah tipe pondok pesantren yang memiliki ciri
khas berbeda. Pondok pesantren di Indonesia umumnya dibagi menadi dua, yakni pondok
pesantren tradisional (salaf)dan pondok pesantren modern (khalaf). Pondok pesantren sala!
memiliki unsur-unsur internal yang sederhana, yakni masih menampakkan homogenitas tinggi
dan enis pendidikannya sederhana atau tradisional. Kiai mendominasi sistem pengaaran dan
pendidikan. 'elain itu, hubungan santri dengan kiai dilakukan secara langsung atau bertatap
muka. Dalam hal ini, unsur kiai sangat kuat. Di samping karena !aktor komunitas yang tidak
kompleks dalam membentuk ikatan-ikatan sosial, uga !aktor materi pengaaran kitab yang sarat
dengan nilai-nilai religius dapat membentuk hubungan santri dan kiai dalam bingkai legitimasi
agama. Dari sini diketahui betapa besar kepatuhan seorang santri terhadap kiai di pondok
pesantren sala!.
-
7/26/2019 Nasionalisme Santri
8/11
amun model hubungan seperti ini memudar ketika mempelaari ikatan-ikatan sosial yang
menggeala di pondok pesantren khala!. 'i!at yang dimiliki pondok pesantren ini cenderung
memasukkan unsur-unsur luar pesantren menadi bagian dari sistem pembelaaran di pesantren.
Bentuk pesantren khala! ditandai dengan pendidikan sekolah yang menggunakan kurikulum
!ormal, dan setiap alumnus di pondok pesantren khala! diberikan ia2ah yang diakui legalitasnya
oleh pemerintah.
ika dicermati, hubungan santri dan kiai di pondok pesantren cenderung longgar dan tidak
sekuat seperti pondok pesantren sala!. Hal itu disebabkan karena proses pendidikan dan
pengaaran tidak lagi didominasi oleh peran kiai, melainkan oleh pihak-pihak di sekolah yang
dimiliki oleh pondok pesantren khala! sebagai pembuat kebiakan pendidikan !ormal. 'elain itu,
ciri yang bisa ditemukan antara pondok pesantren khala! dan pondok pesantren sala! adalah,
pada pondok pesantren khala! materi-materi yang diaarkan bersi!at umum seperti pendidikan
ke%arganegaraan, matematika, ekonomi, teknologi, dan sebagainya, yang tidak mungkin
diaarkan oleh kiai sendiri. 'ehingga dapat secara keseluruhan dapat dikatakan bah%a hubungan
antara kiai dan santri di pondok pesantren khala! tidak secara intens. Para santri cenderungmenalin komunikasi akti! dengan gurunya.
Kendati demikian, tidak sedikit pondok-pondok pesantren sala! yang lambat laun berubah
menadi pondok pesantren khala!, seperti pondok pesantren ebu Ireng ombang, pondok
pesantren irboyo Kediri, dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena perkembangan ilmu
pengetahuan yang menuntut agar setiap indiidu dapat ber%a%asan luas guna menaga dirinya
dari arus derasnya modernisasi.
7enomena tersebut di atas merupakan model hubungan yang menadi penentu dalam atau
tidaknya pemahaman para santri terhadap nasionalisme bangsanya. Hendaknya pemahaman
kenegaraan seperti ini masih dipertahankan di lembaga pendidikan manapun. Karena urgensi
yang dimilikinya akan menadi barometer kesuksesan pembangunan negara. egara tidak akanmampu berkembang ika tidak mendapat dukungan positi! dan aksi nyata dari rakyatnya.
"ungkin !akta semacam ini adalah benih dari masalah besar yang akan muncul di kemudian
hari. 'antri yang identik dengan korban dogma oleh kiainya selayaknya tidak hanya mempelaari
ilmu agama saa, melainkan uga ilmu ke%arganegaraan yang pada dasarnya akan
menguntungkan dirinya dan orang lain, terlebih untuk negaranya sendiri. Pendidikan seak dini
terhadap pemahaman tersebut mutlak diperlukan. Peran-peran dari pihak-pihak terkait,
khsusunya kiai sebagai seorang panutan menadi alternati! utama dalam pengembangan kualitas
anak didiknya. 'ehingga diharapkan agar kepemilikan i%a nasionalis tidak tumbuh secara
sepihak, melainkan mencakup seluruh unsur yang ada dalam kehidupan masyarakat.
-
7/26/2019 Nasionalisme Santri
9/11
1Terjadi pada pertengahan tahun 2011
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote1anchttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote1anc -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
10/11
2Dalam buku Ali Maschan Moesa,Nasionalisme Kiai; Konstruksi Sosial Berbasis Agama,
(Surabaya: LKIS Yogyakarta, 2007), hlm. 230-231
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote2anchttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote2anc -
7/26/2019 Nasionalisme Santri
11/11
3Sukamto,Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999), hlm. 79
http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote3anchttp://www.blogger.com/post-create.g?blogID=729695149696227702#sdfootnote3anc