nasionalisme i.j. kasimo pada zaman kolonial … · lalu disusul indische partij oleh e.f.e. douwes...
TRANSCRIPT
NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Klemens Setya Puja Kisworo
Nim: 121314014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Klemens Setya Puja Kisworo
Nim: 121314014
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatNya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Kepada orang tua yang saya cintai, Ayahanda Agustinus Suhadi dan Ibunda
Agatha Sutantini.
3. Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.
4. Monica Inggrid Kurniawan yang selalu memberi semangat dan motivasi
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat saya yang telah memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2012 yang telah berjuang bersama.
7. Para pendidik dan saudara-saudaraku yang telah membantu, membimbing,
memotivasi, dan mendoakanku selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat
(Winston Churchill)
Life is just script to play.
The good news is, you can choose the character you want to play
(Monica Ingrid Kurniawan)
Jangan pernah berhenti melangkah ketika kamu ingin mencapai tujuanmu
(Klemens Setya Puja Kisworo)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL
Oleh :
Klemens Setya Puja Kisworo
Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga
permasalahan pokok, yaitu : (1) latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan
nasionalisme pada zaman kolonial; (2) proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam
mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan
pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat
Indonesia.
Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan
tahapan : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan
historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional
yaitu ilmu sosial-politik dengan model penulisan deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya nasionalisme I.J.
Kasimo merupakan akibat dari adanya sistem feodalisme dan kolonialisme yang
dialaminya sejak kecil. Selain itu aspek lain yang yang mendorongnya menjadi
seorang yang nasionalis adalah ajaran-ajaran dari Pastor van Lith serta
kegemarannya membaca buku-buku yang berkaitan dengan sosial politik. (2) I.J.
Kasimo mengembangkan nasionalisme dengan cara yang evolusioner. Ia
bekerjasama dengan kaum pergerakan lainnya untuk mendapatkan hak mereka
dengan meyakinkan pemerintah kolonial menggunakan cara-cara yang tidak
bertentangan dengan hukum. (3) I.J. Kasimo memberikan banyak pelajaran bagi
masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar
hidup toleran dan berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan NKRI.
Kata Kunci: I.J. Kasimo, Nasionalisme, Kolonialisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
I.J. KASIMO NASIONALISM IN COLONIAL ERA
By:
Klemens Setya Puja Kisworo
University of Sanata Dharma
2017
This study aims to describe and analyze three major problems; they are: (1)
the background of I.J. Kasimo who had developed nationalism in colonial era; (2)
the process of I.J. Kasimo in developing his nationalism in colonial era. (3) I.J.
Kasimo’s conceptual contribution of nationalism for Indonesian society.
This study is based on factual historical research involving selection topics,
researches collection, verification, interpretation, and historiography. Approaches
that has been used is a multidimensional approach. It is a socio-political science
with an analytical model of descriptive writing.
The result of the study showed that : (1) The emergence nationalism of I.J.
Kasimo were is the result of feudalism and colonialism’s system that he had been
undergone since he was a child. Other than that, other aspects that pushed him to
be a nationalism were the teachings from Pastor van Lith and the hobby of reading
books related to social politics. (2) I.J. Kasimo developed nationalism in an
evolutionary way. He cooperated with other movements to get their rights by
convincing the colonial’s government using ways that were not contradicting to
the law. (3). I.J. Kasimo had offered many lessons for the people of Indonesia. He
taught the whole community of Indonesia to live a tolerant life and striving
wholeheartedly to maintain NKRI.
Keywords : I.J. Kasimo, Nasionalism, Colonialism
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Nasionalisme I.J. Kasimo Pada Zaman Kolonial”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata
Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan
Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Sharma Yogyakarta.
3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selakuKetua Progam Studi Pendidikan
Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah sabar
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta
masukan selama penyusunan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMA JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ...................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 5
F. Landasan Teori ....................................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian ............................................................................ 13
H. Sistematika Penulisan ............................................................................ 18
BAB II LATAR BELAKANG I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN
NASIONALISME ............................................................................................ 19
A. Masa Kecil I.J. Kasimo .......................................................................... 19
B. Bertemu Pastor F. van Lith .................................................................... 24
C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J. Kasimo .................................. 27
BAB III PROSES I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN
NASIONALISME ............................................................................................ 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai katolik .......................... 32
B. Mengaktualisasikan Nasionalisme Melalui Voolksraad ........................ 42
C. Mendukung Petisi Soetardjo dan GAPI ................................................. 50
D. I.J. Kasimo pada Zaman Jepang ............................................................. 54
BAB IV SUMBANGAN PEMIKIRAN I.J. KASIMO .................................. 58
A. Bagi Dunia Politik .................................................................................. 58
B. Bagi Umat Katolik di Indonesia ............................................................. 67
C. Bagi Keberagaman di Indonesia ............................................................ 72
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 80
LAMPIRAN ...................................................................................................... 82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ignatius Joseph Kasimo adalah salah satu tokoh Katolik Indonesia yang
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada tanggal 8 November 2011.1 Ia dinilai pantas mendapatkan gelar Pahlawan
Nasional karena berjasa sebagai salah satu tokoh pelaku sejarah pergerakan awal
kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini memiliki jiwa kepemimpinan yang nasionalis,
jujur, berani, dan konsisten. I.J Kasimo juga memberikan teladan nyata dalam
pengabdian tanpa pamrih bagi bangsa serta melaksanakan politik yang beretika
dan bermartabat.
I.J. Kasimo dilahirkan dalam zaman di mana rakyat mulai sadar dan
bangkit melawan penjajah Belanda. Pada awal abad ke-20 berbagai organisasi
pergerakan nasional didirikan. Mula-mula masih bersikap hati-hati dan
terselubung “meningkatkan martabat rakyat”. Akan tetapi kemudian makin berani
dan makin terang-terangan. Tujuan perjuangannya, yaitu : kemerdekaan
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan.2 Tiga tahun
kemudian golongan Islam mendirikan Sarekat Islam. Lalu disusul Indische Partij
oleh E.F.E. Douwes Dekker. Kemudian Jong Java, Pasundan, Jong Minahasa,
Jong Celebes, Jong Ambon dan Jong Sumatranen Bond. Indonesia benar-benar
dilanda pergerakan nasional. Setahun setelah Boedi Oetomo didirikan, pada 1909
organisasi tersebut sudah mempunyai 40 cabang dengan jumlah anggota kurang
1 Benny Sabdo, “ Pahlawan Nasional untuk Kasimo” Hidup, 27 November 2011, hlm. 14.
2 Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
lebih 10.000 orang. Sarekat Islam juga tumbuh pesat sehingga antara 1917-1920
menjadi organisasi massa pertama yang sangat terasa pengaruhnya di dalam
politik Indonesia.3
Ketika I.J. Kasimo masih belajar di Muntilan, iklim pergerakan nasional
yang melanda kota-kota besar di Indonesia sudah menghembus dan
mempengaruhi murid-murid Kweekschool4 Muntilan. Akan tetapi kesempatan
yang luas baru terbuka setelah mereka meninggalkan sekolah. Pada tahun 1918,
I.J. Kasimo memasuki Middelbare Landbouwschool Bogor.5 Di sekolah tersebut
ia aktif dalam keanggotaan Jong Java yang bertujuan untuk mendidik para
anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa
Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta
berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. 6
Pada tahun 1924-1960 I.J. Kasimo dipilih sebagai ketua Pakempalan
Politiek Katholiek Djawi (PPKD)7. Karena jiwa nasionalisme yang dimilikinya,
anggota PPKD meluas sampai ke luar Jawa. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi
diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD) dan bahasa
Indonesia dijadikan sebagai bahasa organisasi. Perubahan nama terjadi lagi pada
1935, menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek Indonesia (PPKI)8
3Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980 ,
hlm. 18. 4 Kweekschool adalah sekolah pendidikan guru 6 tahun berbahasa Belanda, menyiapkan tenaga
pengajar bagi HIS (SD Pribumi 7 tahun berbahasa Belanda) dan dapat dimasuki oleh lulusan HIS. 5 Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 16.
6 Ibid., hlm. 19.
7 Ibid., hlm. 26.
8 Anton Haryono, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940,
Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 202.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Pada masa pergerakan kemerdekaan, Kasimo ditunjuk sebagai anggota
Volksraad periode 1931-1942.9 Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang
menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda.10
Dalam sebuah sidang di Volksraad
19 Juli 1932, ia mengemukakan sebuah pernyataan politik tentang kemerdekaan
Indonesia.
“ Suku-suku bangsa Indonesia yang berada di bawah kekuasaan Belanda,
menurut kodratnya mempunyai hak dan kewajiban untuk membina
eksistensinya sebagai bangsa dan berhak memperjuangkan pengaturan
Negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai
dengan kebutuhan nasionalnya”.11
Beberapa kali ia menjabat sebagai menteri, diantaranya menjadi Menteri
Muda Kemakmuran (1947-1948), Menteri Persediaan Makanan Rakyat (1948-
1949 dan 1949-1950), Menteri Kemakmuran (1949-1950), Menteri Perekonomian
(1955-1956). Ia juga sempat mendapat penghargaan Bintang Ordo Gregorius
Agung dari Paus Yohanes Pulus II pada 29 Agustus 1980.12
I.J. Kasimo merupakan seseorang yang mengubah citra golongan Katolik
sebagai unsur yang melekat pada kolonialisme menjadi bagian integral dari
bangsa Indonesia. Ia telah berjuang sejak menjadi anggota Volksraad dengan
gagasan yang mendukung perjuangan kemerdekaan antara lain dengan
mendukung petisi Soetardjo. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia menjadi menteri
yang mengupayakan swasembada pangan ketika hubungan dengan dunia luar
terputus. Dalam persidangan konstituante ia memperjuangkan Pancasila agar tetap
9 Anhar Gonggong, “Kasimo layak jadi Pahlawan Nasional”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 6.
10 Alexander Aur, “Perjuangkan Kemerdekaan”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 7.
11 Ibid
12 Greg Soetomo, “Katolik yang tidak minder”, Hidup, 27 November 2011, hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menjadi dasar negara.13
Bahkan ia turut bergerilya dari desa ke desa selama
beberapa bulan dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember
1948.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada
zaman kolonial ?
2. Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
Nasionalismenya pada zaman kolonial ?
3. Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari Nasionalisme yang
dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Menjelaskan latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada
zaman kolonial.
2. Menjelaskan proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
Nasionalismenya pada zaman kolonial.
13
Asvi Warman Adam, Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow, Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara, 2012, hlm. 69.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
3. Mendiskripsikan sumbangan-sumbangan I.J Kasimo dari Nasionalisme yang
dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat
membantu penulis memahami perjuangan-perjuangan I.J. Kasimo dalam
mengembangkan nasionalisme, sehingga tokoh ini sangat berperan dalam
mengangkat jati diri dan martabat bangsa Indonesia. Hasil penulisan skripsi juga
berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam menganalisa perjuangan-perjuangan
I.J. Kasimo pada masa kolonial. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian
lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa dan pihak lain yang
membutuhkan.
E. Tinjauan Pustaka
Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan
adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam
skripsi ini antara lain buku karangan Anton Haryono berjudul Awal Mulanya
Adalah Muntilan : Missi Jesuit Di Yogyakarta14
. Buku ini mendiskripsikan
sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada
tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai
14
Anton Haryono, Awal Mulanya Adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta1914-1940,
Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2009.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
perkembangan umat Katolik Jawa yang sudah mempunyai organisasi politik yang
mandiri, yaitu PPKD. Selain itu, buku ini mendiskripsikan berbagai visi
kebangsaan PPKD, diantaranya terrmuat dalam pidato-pidato I.J. Kasimo di
Voolksraad. Dari pidato-pidato I.J. Kasimo ataupun visi-visi kebangsaan PPKD,
nantinya akan terlihat bagaimana perjuangan I.J. Kasimo untuk mengembangkan
nasionalisme yang tampak semakin nyata.
Sumber berikutnya adalah buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia V
karangan Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.15
Buku ini membahas
mengenai zaman kebangkitan nasional sampai masa akhir pemerintahan Belanda
di Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai kegigihan I.J. Kasimo dalam
mengembangkan nasionalismenya lewat dukungannya agar Petisi Soetardjo dapat
diterima oleh pemerintahan Belanda. Buku ini juga menerangkan saat I.J. Kasimo
terlibat dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang kemudian ia menjadi
semakin akrab dengan tokoh pergerakan yang beragama non Katolik.
Buku Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow16
, karya
Asvi Warman Adam menguraikan bagaimana I.J. Kasimo telah berjasa mengubah
citra golongan Katolik yang semula dianggap sebagai golongan yang pro terhadap
bangsa kolonial kemudian diakui menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia.
Citra Katolik yang melekat dengan kolonialisme dibuang, namun penampilan
golongan Katolik yang sedari dulu peduli dengan kesejahteraan rakyat yang
ditonjolkan. Buku tersebut juga memberikan gambaran bagaimana I.J. Kasimo
15
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta :PN. Balai
Pustaka, 1984. 16
Asvi Warman Adam, Menyingkap Tirai Sejarah, Bung karno & Kemeja Arrow, Jakarta : PT
Kompas Media Nusantara, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
berjuang dengan mendirikan PPKD, masuk dalam anggota Voolksraad dan
mendukung petisi Soetardjo.
Buku Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama17
karya Mikhael Dua.
Buku ini memberikan gambaran seputar perjuangan-perjuangan tokoh Katolik
untuk mencapai kemerdekaan melalui dunia politik, salah satunya adalah I.J.
Kasimo. Buku ini juga menguraikan tentang ajaran-ajaran dari Pastor van Lith
yang mempengaruhi I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya. Dalam
mengembangkan nasionalismenya, melalui partai Katolik ia berusaha
membuktikan kepada kaum pribumi dengan bekerja sekuat-kuatnya untuk
mengembangkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Sejak awal
perjuangan kemerdekaan, gerakan politik Katolik secara sadar memang diarahkan
dengan menjadikan kepentingan bersama sebagai tujuan tertinggi politik Katolik,
yaitu kemerdekaan.
Buku berjudul Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia18
yang
ditulis I.J. Kasimo sendiri membahas bagaimana lahirnya golongan-golongan
Katolik yang turut memperjuangkan hak sebagai warga negara melalui partai
politik. Buku ini juga menjelaskan keterlibatan PPKD sebagai partai yang menjadi
pusat penggerak perjuangan politik Katolik di Indonesia.
Buku karya Thasadi, dkk yang berjudul Tokoh-Tokoh Pemikir Paham
kebangsaan19
menguraikan bagaimana I. J. Kasimo mempunyai rasa nasionalisme
yang tinggi karena ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang merasakan betapa
sistem feodalisme dan kolonialisme yang sangat merugikan keluarganya. Buku ini
17
Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008. 18
I.J. Kasimo, Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia, Jakarta : Dewan PKRI, 1949. 19
Tashadi, dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir paham Kebangsaan, Jakarta : Dedikbud, 2001.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
juga menjelaskan tentang kehidupan I.J. Kasimo setelah mengenal Pastor van Lith
yang membuatnya semakin menghayati ajaran Katolik. Situasi tersebut ternyata
mampu membentuk pribadi dan pemikiran-pemikiran I.J. Kasimo sebagai
penganut agama Katolik yang taat sekaligus sebagai nasionalis yang gigih.
Semuanya itu terlihat dari aktivitas dan perjuangannya selama masa pergerakan
nasional, masa merebut kemerdekaan dan masa mengisi kemerdekaan.
Buku karya Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia
dengan judul I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya20
, memberikan gambaran
tentang kehidupan dan perjuangan I.J. Kasimo secara keseluruhan. Buku ini
berisi tentang kehidupan I.J. Kasimo semasa kecil hingga dewasa yang kemudian
berperanan dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya
serta agama.
F. Landasan Teori
Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan
beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep
nasionalisme dan kolonialisme. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari
beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga
ada kesamaan pandang.
1. Nasionalisme
Boy C. Shafer mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut: 1)
nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa serta sejarah budaya
20
Tim Wartawan Kompas , I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
bersama; 2) nasionalisme adalah suatu keinginan yang tinggi akan kemerdekaan
politik, keselamatan dan prestise bangsa; 3) nasionalisme adalah suatu kebaktian
mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati
yang disebut bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-
bagiannya; 4) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa setiap
individu hanya hidup untuk bangsa dan demi bangsa itu sendiri; 5) nasionalisme
adalah dogma yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus dominan di
antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak lebih agresif.21
Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, tradisi
setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan
kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir abad ke-18 Masehi
nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara
umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk
semua segi kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.22
Dahulu kesetiaan orang tidak ditujukan kepada negara kebangsaan, melainkan
kepada berbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik atau raja
feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya suku dan clan, negara kota, atau
raja feodal, kerajaan dinasti, Gereja atau golongan keagamaan. Berabad-abad
lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan
21
Boyd C. Shafer, Nationalism Myth and Reality, New York, A Harvest Book Harcourt Brace &
World Inc, 1955, hlm. 6. 22
Hans Kohn, Nasionalisme arti dan sejarahnya, Jakarta : P.T. Pembangunan Djakarta, 1961,
hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
setidak-tidaknya dalam teori imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi
berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama
serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam
sejarah modern. Nasionalisme berasal dari Eropa Barat abad ke-18; selama abad
ke-19 nasionalisme telah tersebar diseluruh Eropa dan dalam abad ke -20 menjadi
suatu pergerakan sedunia. Dari tahun ke tahun arti nasionalisme makin bertambah
penting di Asia dan Afrika. Tetapi nasionalisme tidaklah sama di setiap negara
dan setiap zaman. Nasionalisme merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi
ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyarakat dari berbagai negara di
mana ia berakar. Sebagaimana agama, nasionalisme dapat menggambarkan
bentuk-bentuk yang sangat berbeda-beda. Hanya dengan mempelajari
pertumbuhan sejarah nasionalisme dan mengadakan penyelidikan perbandingan
tentang bentuknya yang berbeda itu, akan dipahami pengaruh nasionalisme
sekarang, dan harapan serta bahaya yang telah dibawanya dan akan terus
dibawanya, bagi kemerdekaan umat manusia dan pemeliharaan perdamaian.23
Sebelum abad nasionalisme muncul, banyak individu yang mempunyai
perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan ini hanyalah terbatas
kepada individu-individu saja. Banyak rakyat melihat bahwa hidupnya hanya
tergantung kepada negaranya saja. Bisa saja bahaya dari luar membangkitkan
perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang
Persia atau di Perancis dalam perang Seratus Tahun.
23
Ibid., hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Nasionalisme Indonesia dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 sebagai
nasionalisme Pancasila, yaitu religius, monoteistis, humanistis, berkerakyatan, dan
keadilan sosial. Nasionalisme dan patriotisme saling kait mengkait dan merupakan
dwi tunggal. Keduanya disumberi oleh rasa cinta, hanya arahnya berbeda. Apabila
cinta nasionalisme lebih terarah kepada sesama bangsa, maka patriotisme lebih
terarah kepada cinta tanah air dan keduanya berisikan solidaritas atau rasa setia
kawan.24
Nasionalisme Indonesia dipertegas secara khusus sebagai nasionalisme
pancasila, yaitu nasionalisme yang 1) ber-Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) ber-
Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalsime; 3) ber-Persatuan Indonesia
yang patriotik; 4) ber-Kerakyatan atau demokratis, dan; 5) ber-Keadilan sosial
untuk seluruh rakyat.25
2. Kolonialisme
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas
wilayah dan manusia di luar batas negaranya, sering kali kolonialisme digunakan
untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar
wilayah. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang
digunakan untuk melegitimasi atau mempromosikan sistem ini, terutama
kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang
dikolonikan.26
Kekuasaan dari kolonialisme biasanya mengambil sikap
bermusuhan terhadap pergerakan nasional dan menentangnya. Kekuasaan tersebut
24
Roeslam Abdulghani, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987, hal.
200. 25
Siswono Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta: Widya
Patria, 1994, hlm. 35. 26
https://id.m.wikipedia.org/wiki/kolonialisme
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
mempertahankan tata tertib yang ada sebagai realitas yang berfungsi. Ideologi
kolonialisme dengan jelas menunjukkan orientasinya ke masa lampau dan tidak
mempunyai pandangan ke masa depan. Bahkan kelompok konservatif yang
ekstrem ingin mengembalikan masa depan ke masa lampau.27
Masyarakat kolonial terbagi atas dua golongan yang berbeda, yakni
penjajah dan terjajah, dan sebagai dua kesatuan yang berlawanan kepentingannya
menciptakan situasi konflik yang permanen di berbagai bidang kehidupan. Prinsip
diskriminasi pada masyarakat kolonial, lebih memperhebat konflik ini.
Nasionalisme yang lahir, berkembang, dan terwujud sebagai pergerakan nasional
adalah suatu bentuk tanggapan terhadap situasi tersebut. Nasionalisme sebagai
faktor kekuatan juga menentukan jalannya politik kolonial. 28
Kehadiran kolonialisme di bumi Indonesia adalah fakta historis yang turut
menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.29
Bagi Indonesia, masa
kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi
pada masa 1800-an mengalami ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya
sistem kolonial yang cenderung memaksa.30
Kondisi masyarakat Jawa tidak
semakin baik tetapi semakin miskin dan mengalami pembodohan yang dilakukan
oleh pemerintah demi mencapai keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa
27
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari
Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta : PT Gramedia, 1990, hlm. 260. 28
Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 252. 29
Ibid., hlm. 15. 30
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta: PN Balai Pustaka,
1984, hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
hanya sekedar dimanfaatkan sebagai penyedia sumber tenaga kerja murah serta
memiliki tanah sangat potensial31
G. Metode dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1)
pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verivikasi, (4) interpretasi, (5)
penulisan.32
a. Pemilihan Topik
Penelitian ini telah menentukan topik “Nasionalisme I.J. Kasimo pada
Zaman Kolonial”. Nasionalisme pada zaman kolonial sangat menarik untuk
dibahas, karena Indonesia pada zaman itu sudah terdiri dari golongan-golongan
yang beranekaragam sehingga untuk mewujudkan nasionalisme diperlukan
kerjasama antara golongan yang satu dengan golongan yang lain.
Topik harus memiliki nilai, artinya harus berdasarkan pengalaman
manusia yang dianggap penting terutama peristiwa-peristiwa yang dapat
membawa perubahan dalam masyarakat. Bagi penulis, skripsi ini memiliki nilai
yang sangat mendalam bagi kemajemukan Indonesia di mana pada masa kolonial
orang kristiani dianggap sebagai sekutu Belanda, namun I.J. Kasimo yang selalu
mengedepankan kemerdekaan Indonesia membuktikan bahwa pada saat itu orang
kristiani tidak berpihak pada Belanda melainkan kemerdekaan untuk Indonesia.
31
Ibid., hlm. 5. 32
Kuntowijoyo, PengantarIlmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2005, hlm. 89.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber
Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan
sumber-sumber sejarah (Heuristik) baik yang berupa sumber primer dan sumber
sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data-data
diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang Nasionalisme I.J. Kasimo yang
terdapat dalam buku, majalah, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan
sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber-
sumber terkait di perpustakaan Kolsani Yogyakarta dan Perpustakaan Seminari
Tinggi Santo Paulus Kentungan.
c. Verifikasi atau Kritik Sumber
Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah
pengumpulan data. Ktitik sumber bertujuan untuk mengetahui kredibilitas (dapat
dipercaya atau tidaknya sebuah sumber) dan otentisitas (asli atau tidaknya)
sumber data yang dipakainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik
sumber dalam penelitian atau penulisan sejarah merupakan langkah yang harus
dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada dapat dipertanggungjawabkan
atau tidak.33
Langkah-langkah konkret kritik sumber dalam rangka mendapatkan data
yang kredibel menggunakan beberapa sumber buku yang terkumpul seperti pada
buku yang ditulis oleh Tim Wartawan Kompas dengan judul “I.J. Kasimo Hidup
dan Perjuangannya” yang diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta tahun 1980, yang
nantinya dianggap sebagai sumber primer karena buku ini menggali data dengan
33
Ibid., hlm. 98.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
mewawancarai I.J. Kasimo sendiri di samping kerabat, para sahabat dan rekan-
rekan seperjuangannya. Buku ini juga memuat tulisan-tulisan yang disumbangkan
oleh sejumlah tokoh masyarakat, yakni Mohammad Hatta, A.H. Nasution,
Mohammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Dr. T.B. Simatupang, Dr. Alfian
dan Drs. Ben Mang Reng Say yang mengungkapkan segi-segi tertentu dari hidup
dan perjuangan I.J. Kasimo.
Selain menggunakan sumber-sumber yang terdapat dalam buku, penelitian
ini juga menggunakan majalah yang pernah memuat tulisan mengenai I.J. Kasimo.
Data-data yang berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai konteks
Zaman yang dialami I.J. Kasimo. Data-data tersebut kemudian ditelaah dan
dibandingkan dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
d. Interpretasi
Interpretasi juga sering disebut penafsiran data. Data yang diperoleh dari
sumber kemudian diintepretasi. Terdapat dua macam interpretasi yaitu analisis
(menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang diperoleh melalui
sumber kemudian diinterpretasi menjadi rangkaian peristiwa yang dapat diuji
kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data tersebut menjadi kuat karena
berdasarkan data yang relevan.
e. Historiografi atau Penulisan
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan
data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan.
Dalam penulisan ini, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang
berurutan, penyusunan berbagai kejadian sesuai urutan waktu, hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, daya pikir untuk
menciptakan sesuatu yang ada dipikirannya berdasarkan pengalamannya.
Berdasarkan judul “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial” yang
menyiratkan ruang dan waktu yang begitu luas, maka diperlukan sistem,
kronologi dan periodisasi dalam penulisannya, yaitu terlihat dalam pembagian
periodisasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan masa pendudukan
Jepang.
Penulisan sejarah ini dilakukan setelah melalui beberapa kriteria yang
telah tercantum dalam metode penelitian sejarah, antara lain: pemilihan topik,
pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Di samping itu
dalam penulisan sejarah haruslah sistematis yang mencakup topik, latar belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Beberapa masalah pokok yang akan dibahas pada penulisan ini adalah,
pertama : Bagaimana latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme
pada zaman kolonialisme; kedua : Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo
dalam mengembangkan nasionalismenya; ketiga : sumbangan I.J. Kasimo dari
nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
2. Pendekatan Penelitian
Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial
yang lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain agar penelitian
sejarah lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan
yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kisah kejadian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
tertentu.34
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosial
dan pendekatan politik dalam memahami Nasionalisme I.J. Kasimo.
a. Pedekatan Sosial
Pendekatan sosial adalah pendekatan yang mempelajari manusia dalam
hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Selain itu, dapat diartikan sebagai
pendekatan yang mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam kehidupan
bersama. Pendekatan sosial dipilih karena Nasionalisme I.J. Kasimo berawal dari
lingkungan tempat tinggal Kasimo pada masa feodalisme dan kolonialisme. Ia
melihat betapa menderitanya kaum pribumi karena adanya sistem feodalisme dan
kolonialisme. Dalam pendekatan ini, akan dilihat kembali loyalitas I.J. Kasimo
beserta kaum pergerakan lain untuk bersama-sama berusaha menyejahterakan
rakyat.
b. Pendekatan Politik
Pendekatan politik merupakan pendekatan yang berorientasi pada
kebijakan-kebijakan politik. Pendekatan politik digunakan untuk melihat
kehidupan politik khususnya pada zaman kolonial di Indonesia. Pendekatan
politik juga digunakan untuk melihat kembali perjuangan I.J. Kasimo melawan
kolonialisme di Indonesia.
34
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010, hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
H. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I pendahuluan memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi
penelitian dan pendekatan, serta sistematika penulisan.
BAB II membahas latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan
Nasionalisme pada zaman kolonial.
BAB III membahas proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam
mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial.
BAB IV membahas sumbangan pemikiran I.J. kasimo dari Nasionalisme
yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.
BAB V berisi kesimpulan. Bab ini berisi pernyataan penulis mengenai
hasil penelitian sekaligus jawaban atas permasalahan yang ada pada pendahuluan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
BAB II
LATAR BELAKANG
I. J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME
A. Masa Kecil I.J. Kasimo
Permulaan abad ke-20 adalah keadaan di mana orang-orang Katolik mulai
menemukan jalan baru untuk ikut memperjuangkan nasionalisme. Hal ini
dikarenakan menjelang akhir abad ke-19, perubahan haluan politik terjadi di
negeri Belanda. Kaum Liberal yang didukung oleh partai-partai Kristen dan
Katolik menang dalam parlemen terhadap kelompok konservatif. Dengan
kemenangan ini, politik Cultuurstelsel, politik “tanam paksa” yang digulirkan
oleh van den Bosch dan didukung oleh partai konservatif pada 1830 diganti
dengan politik etis.1 Meskipun akhirnya politik etis terbilang gagal di beberapa
bidang, namun politik etis membawa pengaruh besar bagi lahirnya partai-partai
dari golongan pribumi yang nantinya memberikan semangat nasionalisme kepada
masyarakat pribumi. Dari partai-partai pribumi itulah orang Katolik mulai sadar
besarnya pengaruh politik pada nasib dan masa depan bangsa. Keterlibatan
kalangan Katolik akan sangat bermanfaat untuk ikut mempengaruhi dan
mengarahkan kebijakan-kebijakan publik selaras dengan nilai-nilai Katolik.
Salah satu tokoh Katolik yang turut memperjuangkan nasionalisme di
Indonesia adalah Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjana. I.J. Kasimo lahir di
Yogyakarta, 10 April 1900.2 Ia dilahirkan sebagai anak keempat di antara sebelas
1 Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 27.
2 Alexander Aur, “Perjuangkan Kemerdekaan”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
orang anak dari suami-istri Ronosentiko dan Dalikem. Ayahnya bekerja sebagai
prajurit Keraton Yogyakarta, sedangkan segala urusan rumah tangga diserahkan
kepada istrinya. Dalikemlah yang harus mengurusi segala urusan rumah tangga,
karena pada saat itu seorang prajurit Keraton tidak diperkenankan memiliki
pekerjaan lain selain mengabdi pada Sultan.
I.J. Kasimo dilahirkan di Yogyakarta, dimana sistem feodalisme saat itu
sangat merugikan rakyat kecil. Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan
Sultan serta keluarganya. Kepentingan rakyat kecil tidak pernah menjadi bahan
pertimbangan utama. Hampir seluruh tanah di dalam wilayah kesultanan
misalnya, dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para pangeran (putra-putri
Sri Sultan) dan petugas-petugas kesultanan sebagai sumber kehidupan. Rakyat
kecil sudah boleh merasa bangga jika sampai dipilih menjadi bekel3 dan menerima
sebagian dari hasil tanah.4
Dalam struktur feodal yang berlaku di Yogyakarta pada waktu itu, abdi
dalem merupakan milik pribadi sultan. Ronosentiko sebagai abdi dalem prajurit
Mantrijero tidak menerima gaji. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Ronosentiko
memperoleh sebidang tanah seluas dua jung atau kurang lebih delapan bahu
(7096,50 m2). Setelah sistem apanage
5dihapuskan dan diganti dengan undang-
undang tahun 1918, ia menerima ganti berupa uang sebesar 26 gelo.6
3 Bekel adalah pengelola milik pangeran atau keluarga Sultan. Ia biasanya berfungsi sebagai lurah
oleh karena lurah sebagai kepala desa menurut pengertian sekarang, pada waktu itu belum
dikenal. 4 Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980,
hlm. 3. 5 Apanage adalah sistem tanah untuk jabatan sementara, sebagai upah atau gaji seorang priyayi
atau bangsawan. 6 Tashadi, dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta : Dedikbud, 1993, hlm. 156.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Sejak kecil I.J. Kasimo sudah merasakan betapa sistem feodal yang
berlaku sangat merugikan rakyat kecil. Gaji ayahnya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Untuk itu ibunya harus membanting tulang untuk mencari
tambahan penghasilan dengan membuka warung dan menjadi Parealan7 serta
mengusahakan pembatikan kecil-kecilan. Melihat kerja keras ibunya, ia tidak
tinggal diam. Setiap hari Kasimo kecil pergi ke pasar bersama ibunya untuk
membeli kebutuhan sehari-hari. Ia juga membantu ibunya melayani pelanggan di
warung, mengerok batik, dan sebagainya. Setiap pagi ia membuat teh untuk
ayahnya, membersihkan rumah, dan menimba air untuk mandi.
Dalam keluarganya, I.J. Kasimo juga mendapat perlakuan tidak adil
karena sistem feodalisme pada saat itu. Pada zaman itu merupakan kebiasaan yang
lazim bahwa anak laki-laki sulung dicalonkan untuk menggantikan kedudukan
ayah. Akan tetapi karena Daliman (anak laki-laki pertama dalam keluarga
Ronosentiko) meninggal dunia ketika masih kecil, maka anak kedua yaitu
Mangoenprawiro, yang mempersiapkan untuk menggantikan ayahnya menjadi
prajurit Mantrijero.8 Sebagai calon pengganti ayahnya, kakak yang akan menjadi
priyayi ini mempunyai kedudukan istimewa di dalam keluarga. Ia adalah seorang
kompris.9 Sebagai kompris ia dibebaskan dari semua pekerjaan rumah tangga dan
setelah cukup usianya harus meninggalkan rumah untuk magang di kediaman
7 Parealan adalah tukang tukar uang di pasar.
8 Mantrijero adalah salah satu laskar prajurit professional dan prajurit pengawal Keraton
Yogyakarta. 9 Kompris berasal dari bahasa Belanda kroonprins, yang di sini berarti anak laki-laki tertua dari
keluarga priyayi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
seorang pangeran10
Dengan begitu semua pekerjaan untuk membantu pekerjaan
rumah tangga dibebankan oleh I.J. Kasimo dan adik-adiknya.
Selain dilahirkan di zaman feodal, Kasimo juga dilahirkan pada zaman di
mana kolonialisme Belanda di Indonesia masih sangat besar pengaruhnya
terhadap kehidupan di Hindia Belanda. Khususnya pada 1901 saat sistem tanam
paksa dihapuskan dan pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru,
yaitu politik etis. Tanam Paksa dihapuskan karena alasan kemanusiaan. Tanggal
17 September 1901 pada pidato kerajaannya, Ratu Wilhemina mendesak
pemerintahan Hindia Belanda untuk menjalankan kewajiban moral
mengembangkan perbaikan nasib penduduk pribumi. Daerah jajahan seperti
Indonesia tidak harus dieksploitasi untuk memberikan keuntungan bagi negeri
Belanda. Menjadi kewajiban Belanda untuk mendidik bangsa Indonesia ke arah
pemerintahan sendiri yang harus dilakukan secara adil dan jujur berdasarkan rasa
kemanusiaan.11
Politik etis tersebut seakan memberikan harapan baru bagi kaum pribumi
karena pendidikan dan pelayanan kesehatan mulai dibangun untuk kepentingan
kaum pribumi. Banyak pengusaha mulai menanamkan modalnya di Indonesia.
Permulaan abad ke-20 ditandai oleh semangat baru: rakyat Hindia Belanda perlu
dipersiapkan untuk menangani administrasi pemerintahan. Pendidikan menjadi
fokus kebijakan baru pemerintah Hindia Belanda dan lembaga-lembaga non
pemerintah.12
10
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 5. 11
Mikhael Dua, dkk, op.cit, hlm. 27. 12
Ibid., hlm. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pada kelanjutannya, politik etis dianggap gagal karena pelaksanaannya
berlangsung sangat lambat. Politik etis gagal memecahkan masalah ekonomi,
politik, dan sosial. Politik etis juga menyebabkan diskriminasi rasial semakin
kuat di kalangan masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, sistem
persekolahan oleh pemerintah Hindia Belanda waktu itu secara politis
mengelompokkan masyarakat ke dalam golongan-golongan dengan garis pemisah
yang tajam. Tidak hanya antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi saja,
melainkan pemerintah mendorong penggolongan-penggolongan di dalam
masyarakat pribumi sendiri. Bentuk-bentuk pengelompokan itu, selain kelas
Ongko Loro13
yang diperuntukan bagi pribumi sebagai sekolah rakyat, juga ada
sekolah Bumiputera Kelas Satu (Eerste Indlandsche-School) yang didirikan tahun
1907 dan kemudian di tahun 1914 diganti dengan nama Holland Inlandsche
School (HIS), yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi dari golongan
masyarakat kelas atas seperti bangsawan dan priyayi tinggi.14
Dalam zaman kolonialisme inilah I.J. Kasimo dilahirkan dan dibesarkan.
Sebagai anak kecil yang baru berusia 11-12 tahun, I.J. Kasimo memang
sepenuhnya belum menyadari akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh sistem
feodalisme dan kolonialisme. Akan tetapi pengalaman pribadi yang dirasakannya
dari keadaan tersebut sangat menentukan kepribadian dan perjuangan hidupnya di
kemudian hari.
13
Ongko Loro adalah sekolah yang diperuntukkan untuk kaum pribumi. 14
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 156.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
B. Bertemu Pastor F. van Lith
Watak dan kepribadian I.J. Kasimo semakin terbentuk ketika ia bertemu
dengan Frans van Lith S.J. atau lebih dikenal dengan nama Pastor van Lith. Pastor
van Lith adalah seorang imam Jesuit dari Belanda yang meletakkan dasar karya
Katolik di Jawa. Ia dicintai masyarakat pribumi karena turut membela dan
berjuang bersama masyarakat pribumi dibandingkan mendukung penindasan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Pastor van Lith selalu membela dan
memotivasi murid-muridnya supaya kelak bisa menjadi pemimpin bagi kaum
pribumi. Bahkan ia berusaha membentuk jiwa-jiwa pejuang agar kelak bisa bebas
dari penindasan bangsa asing. Ia dikenal sangat sabar dan lebih mementingkan
agar apa yang diajarkannya itu benar-benar meresap ke dalam jiwa murid-
muridnya. Apabila para pastor lain yang datang dari negeri Belanda hanya
mempunyai misi untuk membabtis orang-orang pribumi, tidak demikian dengan
Pastor van Lith. Ia berusaha keras untuk benar-benar menyelami jiwa Jawa
dahulu, baru kemudian ia memberikan pengertian kepada orang Jawa tentang
pembabtisan tersebut. Selain itu, ia juga mempelajari bahasa Jawa, bahasa Kawi
(Jawa Kuno), sejarah serta kebudayaan Jawa.15
Dalam misinya, Pastor van Lith bertujuan untuk memberikan pendidikan
yang tinggi kepada pemuda-pemuda Jawa, sehingga mereka mendapat kedudukan
yang lebih baik dalam masyarakat. Ia menyadari perasaan tertindas yang
dirasakan oleh murid-muridnya. Ia juga tahu bahwa murid-muridnya mempunyai
bibit-bibit nasionalisme yang sudah tertanam karena faktor keadaan. Tetapi Pastor
15
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
van Lith tidak mematikan perasaan nasionalisme itu, namun ia malah
membinanya sambil membuang sentimen negatif tentang nasionalisme.
Berkat kepedulian dan kecintaannya terhadap kaum pribumi, Pastor van
Lith mendapat julukan sebagai “Bapak orang Jawa” dan “Perintis misi Jawa”.
Pastor van Lith sangat dihormati dan disayangi oleh siswa-siswanya ataupun
bekas anak didiknya. Mereka sering menganggapnya sebagai seorang rasul.
Banyak di antara bekas siswanya yang kemudian memeluk sambil berjongkok jika
mereka bertemu kembali dengan Pastor van Lith. Di luar lingkungan Katolik pun
ia sangat dihormati dan disegani orang. Hidupnya yang sangat akrab dengan
dengan rakyat membuat Pastor van Lith diterima di semua lapisan masyarakat. Ia
diterima baik di antara para petani kecil maupun di kalangan bangsawan.16
Pengaruh imam Jesuit ini amat besar terhadap I.J. Kasimo. Ajaran-ajaran
Pastor van Lith demikian meresap dalam jiwa I.J. Kasimo sehingga dapat
dikatakan menjadi pedoman hidup dalam dirinya. Ia terkesan dengan pribadi
Pastor van Lith yang sangat menyelami jiwa Jawa, padahal ia adalah seorang
Belanda. Ia juga terkesan karena Pastor van Lith halus perangainya dan sesuai
dengan kepribadian orang Jawa. Menghadapi anak-anak yang nakal misalnya, ia
hanya melelehkan air mata. Mungkin karena ia menyelami jiwa Jawa yang lebih
dapat menerima kritik yang disampaikan secara halus daripada dimaki-maki atau
dibentak secara kasar.17
Banyak dari murid-muridnya yang memilih dipukuli
daripada melihat Pastor van Lith menangis, karena jika Romo van Lith menangis
mereka tahu bahwa Pastor van Lith sangat terluka hatinya.
16
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 181. 17
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Berkat ajaran Romo van Lith, bibit-bibit nasionalisme yang ada pada I.J.
Kasimo semakin tertanam kuat. Ia mengajarkan kepada I.J. Kasimo untuk bekerja
keras, hidup sederhana, mempunyai rasa kemanusiaan, serta bersikap jujur dan
berani dalam mebela hak dan kepentingan rakyat yang tertindas. Ia juga
mengajarkan agar I.J. Kasimo mempunyai sikap toleransi terhadap golongan lain
yang bukan Katolik dengan memberikan kepada yang bukan Kristen kebahagiaan
dari iman kepercayaan dan permandian. Sifat-sifat seperti perikemanusiaan,
kerakyatan, kesederhanaan, kejujuran dan keberanian serta toleransi terhadap
golongan lain yang dimiliki I.J. Kasimo, sedikit banyak merupakan pencerminan
dari ajaran yang diterimanya dari Pastor van Lith yang nantinya sangat berguna
untuk memperjuangkan nasionalisme yang ia cita-citakan kelak. Banyak ucapan
Pastor van Lith yang masih diingat oleh I.J. Kasimo. Diantaranya adalah :
“ Ik leef te midden der Javanen. Ik voel en denk met hun”. (Saya hidup
ditengah-tengah orang Jawa. Saya merasakan dan berpikir seperti mereka)
“De Javaan is eenverschoppeling in zijn eigen land” (Orang Jawa menjadi
orang yang diperlakukan dengan hina di negaranya sendiri.)18
Ucapan dari Pastor van Lith tersebut membuat I.J. Kasimo kagum karena
rasa peduli yang dimiliki Pastor van Lith terhadap kaum pribumi. Ia juga kagum
terhadap ucapannya tersebut karena Pastor van Lith yang seorang Belanda lebih
membela kaum pribumi dibandingkan bangsanya sendiri.
Tidak diragukan lagi bahwa ajaran-ajaran dari Pastor van Lith memang
menjadi faktor penting dalam menentukan watak dan kepribadian I.J. Kasimo
dalam mengembangkan benih-benih nasionalisme yang dimilikinya. Berkat
dukungan, semangat, dan kerja nyata dari Pastor van Lith untuk membebaskan
18
Ibid., hlm. 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Indonesia dari penjajahan bangsa asing membuat I.J. Kasimo semakin berpegang
teguh pada pendiriannya. Pastor van Lith selalu menekankan kesetaraan, bahwa
pribumi sama kedudukannya dengan bangsa Belanda. Dengan kata lain, Pastor
van Lith selalu menanamkan jiwa nasionalisme kepada muridnya, termasuk I.J.
Kasimo.
C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J Kasimo
I.J. Kasimo adalah seseorang yang sangat gemar membaca. Karena
kegemarannya ini, ia menjadi seseorang yang mempunyai pikiran yang sangat
luas dan menjadi bekalnya dikemudian hari untuk turut serta membangun bangsa
Indonesia. Kegemaran membacanya ini sebenarnya ia peroleh sejak kecil.
Sewaktu kecil ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya, Ronosentiko. Setiap
malam ia selalu membaca buku tentang babad Ramayana.
Sewaktu sekolah di Muntilan, I.J. Kasimo mempunyai lebih banyak waktu
untuk membaca. Jika ada waktu luang di sekolah, ia selalu menggunakann waktu
tersebut untuk membaca. Keadaan ini sangat berbeda sewaktu ia masih tinggal
dengan keluarganya. Setiap hari ia harus membantu ibunya untuk mengurus
kebutuhan rumah tangga. Keadaan itu membuat kesempatannya untuk membaca
hanya didapatkan sewaktu malam hari saja.
Kesempatan membaca yang banyak membuat minat membacanya makin
berkembang di Muntilan, terlebih karena ia sudah lancar berbahasa Belanda. Hal
ini membuat wawasannya semakin luas karena ia bisa mempelajari buku-buku
yang menggunakan bahasa Belanda. Di Muntilan, ia selalu membaca majalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Sworo Tomo19
dan banyak membaca buku yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan ekonomi dan sosial. Akan tetapi kadang-kadang ia juga tertarik
dengan buku-buku lain, seperti buku-buku tentang ilmu sosiologi, agama serta
roman.20
Kegemaran membacanya ini ternyata sangat bermanfaat ketika I.J. Kasimo
menjadi anggota klub diskusi di sekolahnya. Pada waktu itu setiap murid kelas IV
harus mengikuti klub diskusi yang dipimpin oleh Mas Soejoet, guru bahasa Jawa.
Setiap hari miggu tertentu mereka berkumpul dan salah seorang harus
menyampaikan pidato atau pendapat yang mengomentari suatu masalah yang
yang dianggap yang paling menarik. Pada waktu itulah nampak benar bagaimana
ketekunan I.J. Kasimo dalam membaca memberikan sumbangan yang besar
terhadap kemampuannya untuk menyampaikan argumentasi. Dukungan kekayaan
pengetahuan umum serta bacaan yang luas yang mencakup segala masalah, sangat
membantunya dalam mengutarakan pendapat maupun dalam menyanggah
pendapat orang lain. Ditambah lagi dengan kelincahannya berbicara, I.J. Kasimo
waktu itu tampil sebagai anggota yang paling menonjol dan disegani oleh yang
lain.21
Dari kegemarannya ini, banyak buku-buku yang sangat mempengaruhi I.J.
Kasimo untuk menjadi seorang yang nasionalis. Seperti buku karangan de Bruijn
yang berjudul Sociologische Beginselen (Prinsip-prinsip Sosiologi). Di dalam
19
Sworo Tomo adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk
alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam
terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna
melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan. 20
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 14. 21
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
buku ini dikatakan bahwa pemerintah yang terbaik sebaiknya berasal dari
masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan anggota masyarakat yang bersangkutan
jauh lebih mengenal masyarakatnya sendiri daripada orang lain yang datang dari
luar masyarakat itu sendiri.22
Sebuah buku lain yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah buku
Katholieke Maatschappijleer (Ajaran Sosial Katolik), terjemahan oleh Dr.
Drieschen dari buku karangan seorang imam Karmelit, Dr. Llovera. Ia
mengatakan bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk mencapai kemerdekaan
dan persatuan.23
Buku ini memberikan landasan idiil kepada Kasimo untuk
memperjuangkan kemajuan sosial ekonomi yang memang sudah lama menjadi
minat dan perhatiannya.
Kemudian ada artikel yang dibuat oleh Pastor van Lith yang tentunya
sangat berpengaruh besar bagi I.J. Kasimo. Artikel ini berjudul De Politiek Van
Nederlands ten Opzinchte Van Nederlands Indie (politik Negeri Belanda terhadap
Hindia Belanda). Dalam artikel ini Romo van Lith mempunyai pandangan
mengenai perkembangan politik yang akan terjadi di negeri ini. Dalam seruannya
kepada orang-orang Indo-Belanda misalnya, Romo van Lith mengatakan,
“ Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit
putih tidak akan bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000
orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin
menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia seorang Jawa. Akuilah
hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui. Di
dalam gereja kristus tidak ada orang Jahudi, orang Romawi, orang Junani,
orang Belanda atau orang Jawa. Dan apa yang ada di dalam gereja sejak
semula sudah merupakan hukum, kini kita harus dijadikan hukum pula di
luar gereja. Orang Belanda. orang Indo, orang Jawa mulai saat ini harus
22
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 185. 23
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 17.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
hidup rukun seperti saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan
terjadi perpecahan. Banyak orang di negeri Belanda tidak melihat keadaan
di Hindia Belanda seperti kenyataannya. Mereka mengira bahwa keadaan
akan tetap berlangsung seperti sekarang, akan tetapi mereka salah. Apa
yang berlangsung sekarang tidak akan tetap demikian, yang lemah menjadi
kuat dan yang kuat menjadi lemah. Apa yang sekarang berjalan akan
berhenti dan apa yang sekarang tegak akan jatuh. Zaman baru dan dunia
baru akan tiba dan siapa yang bijaksana akan mempersiapkan diri.”24
Artikel tersebut dipahami sebagai ancaman Pastor van Lith kepada
pemerintah Belanda untuk segera mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi
yang telah hilang akibat keserakahan bangsa Belanda. Artikel tersebut juga
membenarkan bahwa perlawanan dari kaum pribumi sebenarnya adalah hal yang
wajar dilakukan. Bahkan Pastor van Lith meyakini jika Belanda tidak segera
mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi, mereka akan bersatu untuk
mengusir bangsa Belanda dari bumi Indonesia.
Artikel Pastor van Lith ini sangat penting artinya untuk I. J. Kasimo.
Artikel tersebut memberikan pedoman kepada I. J. Kasimo dalam tahun-tahun
pertamanya mengenai perjuangan politiknya di Indonesia, bahkan dapat dikatakan
bahwa seluruh hidupnya merupakan jawaban terhadap seruan Romo van Lith
tersebut.
Pengalaman-pengalaman inilah yang menumbuhkan jiwa kerakyatan pada
diri I.J. Kasimo. Ia semakin yakin dan berani untuk membela rakyat yang tertindas
akibat kebijakan-kebijakan dari bangsa penjajah. Pengalaman-pengalamannya
tersebut juga mendorongnya untuk selalu berjuang bagi kepentingan rakyat kecil.
24
Tashadi, dkk, op.cit, hlm. 183.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Di samping itu, pengalaman ini juga menyebarkan benih nasionalisme yang akan
nampak berkembang dalam periode hidup yang berikutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB III
PROSES
I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME
A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai Katolik
Upaya I.J. Kasimo untuk memperjuangkan nasionalisme di tengah
masyarakat pribumi yang mempunyai sentimen negatif terhadap agama Kristiani
semakin terbukti setelah ia lulus dari MLS pada tahun 1921.1 Pada saat itu orang
Kristiani dianggap sebagai sekutu dari pemerintah Hindia Belanda dikarenakan
persamaan agama yang mereka anut. I.J. Kasimo sebagai seorang pribumi yang
beragama Katolik mempunyai keinginan untuk membentuk suatu partai Katolik
khusus untuk golongan pribumi. Hal tersebut dilakukannya karena ia ingin
membuktikan bahwa agama Katolik bukan berarti agama yang mendukung
pemerintah Hindia Belanda. Dari situ nasionalisme I.J. Kasimo sangat terlihat
karena pemikirannya mengenai pendirian partai Katolik khusus untuk golongan
pribumi. Rencana pendirian partai Katolik tersebut berarti sama saja ingin
memisahkan diri dari pemerintah Hindia Belanda karena pasti terdapat tujuan
yang berbeda antara golongan pribumi dan pemerintah Belanda. Jika ia
bergabung dengan partai dari orang Belanda, maka nasionalismenya sangat sulit
tercapai karena partai Belanda pasti mempunyai kepentingan sendiri untuk
bangsanya. Sedangkan jika ia memiliki partai sendiri, maka ia bisa mengajak
kaum pribumi untuk memberikan pengertian mengenai pentingnya nasionalisme
bagi kermajuan bangsa.
1 Thasadi, dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Dewan PKRI, 1949, hlm. 164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
I.J. Kasimo semakin berpegang teguh pada pendiriannya untuk mendirikan
partai Katolik ketika pada tahun 1922 Pastor Frans van Lith menulis sebuah
artikel yang antara lain berbunyi :
“Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit
putih tidak akan dapat bertahan untuk selama-lamanya menghadapi
100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati
ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia orang Jawa.
Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu
diakui.”2
Artikel ini membuat I.J. Kasimo semakin yakin untuk mengembangkan
nasionalisme di tengah keraguan masyarakat Indonesia terhadap umat Kristiani.
I.J. Kasimo mengartikan artikel tersebut sebagai kritik terhadap kolonialisme
Belanda dan bukti keberpihakan Pastor van Lith kepada kaum pribumi yang
menghendaki kemerdekaan. Artikel tersebut juga menjadi suatu peringatan dari
Pastor van Lith terhadap pemerintah Belanda bahwa penjajahan tidak akan
bertahan selamanya. Suatu saat kaum pribumi akan bangkit untuk menuntut hak
mereka. Yang lebih mendalam lagi, artikel ini mencoba menegaskan bahwa
arogansi Belanda terhadap kaum pribumi tidak hanya merusak citra Belanda,
melainkan juga citra agama Kristiani di hadapan orang-orang Indonesia.
Artikel ini menjadi inspirasi utama bagi I.J. Kasimo dan mantan murid-
muridnya di Kweekschool3 Muntilan yang ingin melibatkan diri secara aktif dalam
kehidupan politik. Artikel ini dipandang sebagai sebuah pedoman yang menjadi
alasan utama bagi pertemuan para tokoh seperti I.J. Kasimo, F.S Harjadi, dan
Raden Mas Jakobus Soejadi Djajasepoer. I.J. Kasimo memulai pemikirannya
2 Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 34.
3 Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia
Belanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
untuk mendirikan partai Katolik pada tahun 1923 bersama F.S. Harjadi dan RM
Jakob Soedjadi.4 Mereka bertiga sepakat untuk membentuk sebuah panitia
persiapan untuk mendirikan partai Katolik. Selama satu tahun mereka
mengadakan persiapan dengan memberikan pengertian kepada masyarakat Jawa
di Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap mengadakan pertemuan dengan masyarakat
pribumi Jawa selalu dimanfaatkan untuk mematangkan gagasan mendirikan partai
politik tersebut.
Melalui partai Katolik tersebut, sangat jelas bahwa nasionalisme yang
dikembangkan I.J. Kasimo memang tidak bisa terlepas dari nasionalisme yang
bersifat religius. Ia mengembangkan nasionalisme dengan berpedoman pada
ajaran-ajaran Katolik. Dari ajaran Katolik tersebut, ia mengaktualisasikannya ke
dalam nasionalisme yang ia cita-citakan. Hal itu dibuktikan saat ia menolak untuk
bergabung dengan IKP (Indische Katholieke Partij) yang berdiri sejak tahun
1917.5 Memang benar bahwa IKP adalah partai Katolik yang didalamnya pasti
terdapat banyak persamaan dengan partai yang ingin dibentuk I.J. Kasimo
mengenai ajaran-ajaran Katolik. Tetapi karena nasionalisme yang dimilikinya I.J.
Kasimo beranggapan jika ia bergabung dengan IKP, maka ia sama saja menjadi
penjajah bangsanya sendiri karena IKP dikendalikan oleh orang Belanda. Ia tidak
dapat mengabdikan diri pada negerinya jika nama Katolik terdiri dari orang-orang
yang menindas bangsanya. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa I.J. Kasimo
memang seorang nasionalis sejati. Ia tetap berpegang teguh untuk mendirikan
partai khusus untuk golongan Katolik pribumi. Ia bisa saja bergabung dengan IKP
4Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 37.
5Ibid.,hlm. 33.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
jika hanya ingin memperkuat identitas agama Katolik. Tetapi ia dengan tegas
menolak bergabung dengan IKP dan ingin membuktikan bahwa Katolik Pribumi
adalah Katolik yang nasionalis.
Masalah-masalah yang dihadapi I.J. Kasimo untuk mendirikan partai
Katolik tidak membuatnya gentar untuk tetap bersikeras mendirikan partai Katolik
bersama teman-teman bekas murid Kweekschool Muntilan. I.J. Kasimo dan
teman-temannya tahu bahwa kedudukan mereka di kalangan masyarakat tidak
dapat dipandang tinggi. Kecuali itu, mereka juga tahu bahwa jumlah orang
Katolik Jawa waktu itu belum banyak, yaitu kurang dari 10.000 orang.6 Meskipun
demikian, dalam pertemuan tersebut mereka berani mengambil keputusan untuk
mendirikan partai politik untuk .golongan Jawa sendiri, di samping Indische
Katholieke Partij (IKP) yang anggota-anggotanya hampir 100% terdiri dari orang-
orang Katolik Belanda.
Akhirnya upaya I.J. Kasimo dan teman-temannya untuk mendirikan partai
Katolik untuk golongan pribumi dapat terwujud pada tahun 1923.7 Kebanyakan
dari mereka adalah guru sekolah rakyat di Jawa Tengah. Mereka adalah rakyat
biasa yang mempunyai cita-cita yang sangat tinggi demi tercapainya pemerintahan
yang adil di negaranya. Mereka sadar bahwa pemerintahan yang adil adalah
pemerintahan yang menjamin kebebasan beragama, kebebasan menerima
pendidikan, kebebasan pelayanan di bidang sosial, kesehatan, dan lain-lain.
6 Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT. Gramedia, 1980,
hlm. 21. 7 I.J. Kasimo, Perdjoangan Politik Katholik Indonesia, Jakarta :Penghubung Dewan Pimpinan
PKRI, 1949, hlm. 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Pengurusnya terdiri atas tiga orang, yaitu FS. Haryadi sebagai ketua, I.J. Kasimo
sebagai sekretaris, dan RM. Yakob Sujadi sebagai bendahara.
Di dalam lembaran negara, nama resmi yang tercantum adalah Katholieke
Vereeniging Voor Politieke Actie Afdeling Khatolieke Javanen. Tetapi berkat
nasionalisme yang dimiliki I.J. Kasimo, ia merasa tidak pantas jika nama partai
yang dibentuknya menggunakan nama Belanda. Untuk itu, agar partai tersebut
dapat dimaknai sebagai partai Katolik pribumi, maka partai tersebut mempunyai
nama tersendiri di kalangan pribumi, yaitu Pakempalan Politik Katholik Djawi
(PPKD). Perubahan nama partai menggunakan bahasa Jawa tersebut bukan tanpa
alasan. Ia ingin menunjukkan bahwa partai yang ia dirikan adalah partai yang
benar-benar milik pribumi dan tidak ada campur tangan Belanda. Mengenai
perubahan nama partai di kalangan pribumi tersebut, nasionalis I.J. kasimo
semakin terbukti meskipun dalam lingkup nasionalis Jawa. Tetapi nasionalis Jawa
ini akan berkembang menjadi nasionalis Indonesia seiring dengan perjuangan-
perjuangannya kelak.
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali
mendapatkan hambatan pada awal terbentuknya partai, yakni pada tahun 1923.
Melalui partai Katolik ini ia harus memutuskan untuk bergabung dengan IKP
dengan alasan agar mendapat persetujuan dari hirarki gereja mengenai izin
pendirian partai. Memang pada saat itu tidak diperbolehkan mendirikan partai
Katolik baru jika sebelumnya sudah ada partai Katolik lain.8 Padahal izin dari
hirarki gereja adalah syarat mutlak untuk mendirikan partai katolik. Untuk itu,
8 Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
mau tidak mau partai yang baru didirikan itu harus bergabung dengan IKP agar
mendapatkan izin dari Hirarki Gereja.
Dengan bergabungnya PPKD dengan IKP tidak membuat semangat I.J.
Kasimo untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik pribumi luntur.
Bahkan setelah mendapat persetujuan dari hirarki gereja dan IKP untuk
mendirikan partai yang berafiliasi dengan IKP, I.J. Kasimo masih harus berjuang
untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu
pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda sangat penting bagi
suatu organisasi.
I.J. Kasimo adalah seorang Nasionalis yang sangat cerdas dan berani.
Demi mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda, I.J. Kasimo
mencantumkan secara terselubung tujuan partai tersebut. Sejak semula I.J.
Kasimo ingin menunjukkan bahwa perjuangan golongan Katolik Jawa yang
dicanangkan adalah suatu perjuangan dalam rangka emansipasi bangsa, yang
bertujuan mencapai Indonesia merdeka.9 Dengan tujuan partai seperti itu I.J.
Kasimo tidak akan mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda karena
pada saat itu adalah zaman penjajahan. Maka dari itu demi memperoleh
pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, tujuan partai hanya dicantumkan
sebagai partai yang ikut serta berusaha membangun dan memajukan negara.
Dengan tujuan partai seperti itu, partai yang baru ini langsung memperoleh
pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda.
9 Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 189.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Pada tahun 1925 merupakan langkah baru perjuangan I.J. Kasimo untuk
mendirikan partai Katolik tanpa adanya campur tangan oleh orang Belanda. Pada
saat itu di bidang politik terjadi perkembangan baru. Untuk menjamin agar
mayoritas di dalam dewan-dewan perwakilan rakyat tetap berada di tangan
Belanda, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai
pemilihan anggota dewan-dewan perwakilan ini. Menurut peraturan tersebut para
pemilih dibagi dalam 3 golongan : golongan Belanda, pribumi dan timur asing
(pemilihan anggota pada waktu itu dilakukan secara tidak langsung). Jika
sebelumnya golongan penduduk Belanda dapat memilih seorang pribumi atau
timur asing, maka kini tiap golongan penduduk hanya boleh memilih wakil dari
golongannya sendiri. 10
Dengan peraturan tersebut, pemerintah kolonial ingin
menjaga agar golongan Belanda tidak sampai kehilangan mayoritas melalui
politik tersebut.
Akibat perkembangan tersebut, cita-cita I.J. Kasimo untuk mendirikan
partai Katolik akhirnya terwujud. Kebijakan tersebut membuat sistem federasi di
dalam lingkungan IKP dihapuskan. IKP berdiri sendiri sebagai partai politik,
begitu juga dengan PPKD akhirnya bisa berdiri sendiri tanpa adanya campur
tangan dari pemerintah Belanda. Tepatnya pada tanggal 22 februari 1925
tercapailah cita-cita I.J. Kasimo untuk mempunyai partai politik yang berdiri
sendiri.11
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme melalui PPKD
mulai berkembang dari nasionalis Jawa ke nasionalis Indonesia. Ia sadar bahwa
10
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 27. 11
I.J. Kasimo, op. cit., hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
persatuanlah yang harus dicapai demi kemajuan bangsa Indonesia. Hal tersebut
terlihat dari tujuan PPKD yang akan turut berusaha sekuat-kuatnya bagi kemajuan
Indonesia. Usahanya itu didasarkan atas dasar-dasar Katolik, tetapi dengan
memperhatikan bahwa penduduk Indonesia terdiri terutama atas orang-orang yang
bukan Katolik.12
Sementara itu PPKD yang saat itu dipimpin I.J. Kasimo,
tepatnya pada 1924 mempunyai pedoman pokok yaitu (a) Aksi PPKD terletak
pada politik yang berdasarkan asas-asas Katolik. (b) Aksi ini bersifat pada
permulaan nasional Jawa, kemudian nasional Indonesia. (c) Haluan PPKD harus
evolusioner, artinya menurut jalan yang teratur, tetapi dengan tempo yang cepat.13
Atas dasar pemikiran I.J. Kasimo yang mulai mengembangkan
nasionalismenya dari Jawa menuju Indonesia, anggota PPKD meluas. Anggotanya
tidak hanya terdiri atas orang-orang Katolik Jawa tetapi juga orang-orang Katolik
pribumi lainnya. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi diubah menjadi
Perkoempoelan Politiek Khatoliek di Djawa dan bahasa Indonesia dijadikan
sebagai bahasa organisasi.14
Perubahan nama partai tersebut kembali
memperlihatkan nasionalisme I.J. Kasimo yang semakin maju. Ia sadar bahwa
Indonesia terdiri dari berbagai pulau. Maka dari itu partai yang semula bernama
Pakempalan Politik Khatolik Djawa diubah menjadi Perkoempoelan Politiek
Khatolik di Djawa. Nama partai yang semula memakai bahasa Jawa diubah
menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian bila dicermati nama partai ditambah
menggunakan kata “di”. Kata “di” dapat diartikan bahwa I.J. Kasimo menyadari
12
A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta : PT. Dian Rakyat, 1980,
hlm. 72. 13
I.J. Kasimo, Perdjoangan Politik Katholik Indonesia, Jakarta : Dewan Pimpinan PKRI, 1949,
hlm. 18. 14
Anton Haryono, Awal Mulanya adalah Muntilan. Yogyakarta : Kanisius, 2009, hlm. 202.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari Jawa saja, melainkan terdiri dari banyak
daerah. Kata “di” dalam “di Jawa” menunjukkan bahwa Jawa hanya sebagian
daerah dari Indonesia.
Selain ditandai dengan perubahan nama partai yang semakin mengarah ke
sifat keindonesiaan, nasionalisme I.J. Kasimo semakin terlihat ketika ia
menerbitkan surat kabar politik berbahasa Indonesia yaitu Soeara Khatoliek.
Media komunikasi ini semula menumpang pada Swara Tama15
, pers Katolik
berbahasa Jawa yang sangat tekun mengulas berbagai persoalan bangsa. Namun,
sejak 1930 Soeara Katholiek terbit mandiri tiga kali sebulan dan sejak 1934
berubah menjadi mingguan.16
Dengan Soeara Katholiek, I.J. Kasimo berharap
umat Katolik bisa memperkokoh ikatan persaudaraan serta menumbuhkan
semangat kekatolikan dan nasionalisme di seluruh Indonesia.
Dari waktu ke waktu I.J. Kasimo semakin gencar dalam mengembangkan
nasionalismenya. Hal tersebut terbukti bahwa melalui PPKD, ia terus berusaha
memperluas jangkauan pengaruh perjuangan kebangsaannya. Melalui PPKD, ia
mulai mendekatkan diri dengan partai-partai nasional lainnya seperti Parindra,
Pasundan., Gerindo, dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukannya agar PPKD
bisa berdialog mengenai visi dan misi kebangsaan diantara partai-partai nasionalis
lainnya. Kedekatan PPKD dengan partai nasional lainnya semakin
memperlihatkan usaha I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya yang
semula hanya bersifat kedaerahan yang kemudian meluas dengan mendekatkan
15
Swara Tama adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk
alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam
terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna
melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan. 16
Anton Haryono, op. cit., hlm. 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
diri dengan partai-partai yang bersifat nasionalis lainnya. Hal tersebut semakin
meyakinkan masyarakat Indonesia bhawa PPKD pimpinan I.J. Kasimo adalah
partai yang nasionalis walaupun partai tersebut berlabel Katolik.
Semangat I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalime semakin nyata
ketika pada 1935 PPKD memutuskan untuk menganti nama partai menjadi
Perkoempoelan Politik Katholieke Indonesia (PPKI)17
. Perubahan tersebut
dikarenakan adanya kecenderungan pada organisasi-organisasi pergerakan
nasional di Indonesia untuk berkembang dari organisasi-organisasi lokal menjadi
nasional. Dari pengaruh tersebut, I. J. Kasimo yang semula mencita-citakan suatu
partai Katolik yang dikhususkan untuk golongan Katolik Jawa, kini ia mulai
menaruh perhatiannya kepada golongan Katolik di luar Jawa. Hal tersebut juga
dikarenakan mulai menyebarnya agama Katolik di luar Jawa. Semula PPKD
dengan kata Djawa-nya terasa kental dengan orang-orang Katolik jawa saja.
Dengan perubahan nama menjadi PPKI memungkinkan partai yang dipimpin I.J.
kasimo tersebut menerima anggota dari luar Jawa. Dari perubahan nama partai
tersebut, uapaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali
muncul karena dengan perubahan nama partai tesebut, ia ingin menghilangkan
akar kesukuan di dalam partainya.
Sebenarnya yang mendorong I.J. Kasimo terjun dalam dunia politik adalah
kesadarannya tentang perintah keempat dari Sepuluh Perintah Tuhan yang
berbunyi “Hormati Ayah Ibumu”. Perintah ke empat tersebut dipahami I.J.
Kasimo dalam arti luas. Menurutnya hormat kepada ayah dan ibu dalam perintah
17
Ibid., hlm. 202.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
keempat tersebut tidak hanya hormat dan cinta kepada orang tua saja, melainkan
cinta dan hormat kepada nusa dan bangsa. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran
I.J Kasimo yang mengalami perubahan ketika awalnya ia memperjuangkan
nasionalisme dari nusa bangsa Jawa kemudian menjadi nusa bangsa Indonesia..
Hal ini mengundang kewajiban antara lain kewajiban untuk bekerja bagi
kesejahteraan dan keluhuran tanah air. Semuanya itu mempunyai arti
membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan.18
Hal inilah yang mendorong
I.J. kasimo terjun dalam dunia politik khusunya melalui PPKD/PPKI untuk
mencapai cita-citanya dengan menyumbangkan tenaga untuk membebaskan
rakyat dari penindasan bangsa asing.
2. Mengaktualisasikan Nasionalisme melalui Voolksraad
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya
kembali berlanjut ketika ia diangkat menjadi anggota Voolksraad pada 1931.19
Keanggotaan Volksraad terdiri dari wakil-wakil golongan masyarakat yang
jumlahnya sejak tahun 1927 diperluas dari 48 menjadi 60 orang. Dari jumlah ini,
sejak tahun 1931 golongan pribumi diwakili oleh 30 orang sedangkan sisanya
terdiri dari wakil-wakil golongan Belanda dan Timur Asing (yaitu Cina dan
Arab). Para anggota Voolksraad sebagian besar dipilih secara tidak langsung
melalui dewan perwakilan kotapraja, kabupaten dan propinsi. Sebagian lainnya
diangkat oleh gubernur jenderal. Untuk masa sidang tahun 1931-1935, ada 5
orang pribumi yang diangkat oleh gubernur jenderal termasuk I.J. Kasimo.
Bersama I.J. Kasimo diangkat pula Wiwoho dari golongan Islam, dr. Apituley
18
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 190. 19
Greg Soetomo SJ, “Katolik yang Tidak Minder”. Hidup. 27 November 2011, hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dari Moluks Politiek Verbond (Perhimpunan Politik Maluku), Tuanku Mahmud
dari Kesultanan Aceh, dan dr. Arifin, yaitu adik dari Abdul Muis, seorang tokoh
Sarekat Islam.20
Voolksraad atau Dewan Rakyat didirikan pada 1917.21
Badan ini tidak
mempunyai kekuasaan legislatif, hanya memberi nasihat antara lain mengenai
keuangan. Voolksraad juga membahas mengenai segala permasalahan yang
dihadapi oleh negara Hindia Belanda pada waktu itu. Mulai dari masalah
anggaran belanja, pendidikan dan agama sampai kepada masalah tenaga kerja,
nasib petani kecil dan kemerdekaan bangsa. Pada tahun 1920 jumlah anggota
menjadi 49 orang, diantaranya 24 dipilih dan 24 diangkat termasuk 8 pribumi.
Anggota Dewan Rakyat mempunyai kebebasan untuk mengecam aturan-aturan
pemerintah. Dengan pecahnya perang Dunia I, muncullah suasana yang lebih
demokratis. Bahasa dewan boleh menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa
debat. Pidato dalam sidang-sidang permulaan sering mengarah pada revolusioner,
mengandung banyak kecaman terhadap pemerintah dan menimbulkan perasaan
anti terhadap kolonialisme, anti Belanda dan anti kapitalisme.22
Dengan adanya Voolksraad inilah muncul pidato-pidato I.J. Kasimo yang
dikenal sebagai pidato yang sangat berani menentang pemerintah Hindia Belanda.
Hal ini dikarenakan di dalam Voolksraad I.J. Kasimo beserta anggota lainnya
bebas melontarkan kritik-kritik tajam terhadap pemerintah Hindia Belanda karena
sidang-sidang Voolksraad sifatnya bebas dan terbuka. Setiap anggota bebas untuk
20
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 33. 21
Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 29. 22
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta, PN. Balai
Pustaka.1984, hlm. 50.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengajukan pendapatnya mengenai masalah apa saja. Mereka juga bebas untuk
menyerang pemerintah dan melontarkan kritik yang setajam-tajamnya. Semua
anggota di Voolksraad juga diperlakukan dengan sama. Seperti pada saat sidang
tidak ada anggota yang menempatkan dirinya lebih tinggi atau lebih rendah
daripada yang lain. Sekalipun mereka berbeda pendapat dan kerap kali terlibat
dalam perdebatan sengit, namun hubungan pribadi tetap baik. Terutama di antara
para anggota golongan pribumi, nampak terjalin hubungan yang akrab sekali.
I.J. Kasimo berpendapat bahwa cara terbaik untuk menarik kepercayaan
golongan lain adalah ikut serta duduk di dalam dewan-dewan perwakilan rakyat
seperti Voolksraad. Oleh sebab itu sebagian besar dari kegiatan partai diarahkan
untuk memperoleh kursi-kursi di dalam dewan-dewan perwakilan. Melalui
dewan-dewan perwakilan itu wakil-wakil PPKI memperjuangkan kepentingan
rakyat banyak. Tentu saja berdasarkan prinsip-prinsip Katolik dan sesuai dengan
program kerja PPKI yang antara lain bertujuan memperjuangkan desentralisasi
pemerintahan, undang-undang sosial, peningkatan dan perluasan fasilitas
pendidikan serta kesehatan rakyat.23
Di dalam Voolksraad, I.J. Kasimo dengan tegas berkomitmen agar PPKI
tidak berada dalam satu fraksi dengan IKP. Ia ingin menunjukkan kepada para
pemimpin dari golongan lain, bahwa PPKI dan IKP Sekalipun sama-sama partai
Katolik, tetapi mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda. Hal tersebut
sangat jelas menekankan bahwa I.J. Kasimo adalah seorang yang nasionalis. Ia
tidak mau bekerjasama dengan partai yang didirikan oleh orang Katolik Belanda,
23
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
meskipun adanya persamaan agama yang mereka anut. Ia sangat yakin bahwa
partai tersebut hanya mementingkan kekuasaan, berbeda dengan pendiriannya
yang ingin mengembangkan nasionalisme untuk Indonesia.
Dalam mewujudkan kemerdekaan, kaum pribumi menempuh cara yang
berbeda-beda. Diantaranya ada yang melalui paham tentang sikap terhadap
pemerintah (kooperasi dan non-kooperasi), menurut agama (Islam, netral,
Kristen), dan menurut pengikutnya (laki-laki, perempuan, pemuda, pemudi)24
Mengenai Voolksraad ini memang ada dua aliran pendapat diantara kaum
pergerakan, diantaranya ada orang-orang yang berpendapat seperti I.J. Kasimo. Ia
mengatakan bahwa Volksraad mempersatukan gerakan nasional Indonesia.
Dengan mengumpulkan pemimpin-pemimpin Indonesia dari berbagai daerah dan
menghadapkan mereka kepada masalah-masalah bersama, terutama hubungan
mereka dengan Belanda, Voolksraad membantu mempersatukan dan
mengintegrasikan gerakan nasional Indonesia. 25
Di samping pendapat I.J. Kasimo tersebut, ada pemikiran lain bahwa
Voolksraad justru memecah belah gerakan nasional Indonesia menjadi kelompok
nonkooperasi dan kelompok Kooperasi. Kelompok nonkooperasi terdiri dari
organisasi-organisasi seperti PNI (Partai Nasional Indonesia), PI (Perhimpunan
Indonesia), Partindo (Partai Indonesia), dan PKI (Partai Komunis Indonesia), serta
meliputi pemimpin-pemimpin seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan
Sjahrir, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Ali Sastroamidjojo, dan lain-lain. Tujuan
perjuangan mereka adalah mencapai kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan
24
A.K. Pringgodigdo, op.cit., hlm. 195. 25
Ibid.,hlm. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
sendiri. Mereka menolak untuk bekerja sama dengan pemerintah kolonial
(nonkooperasi) dan menganggap dewan-dewan perwakilan seperti Voolksraad
tidak ada gunanya sama sekali.26
Jika kelompok radikal ini ingin mencapai kemerdekaan dengan aksi dan
revolusi, maka kelompok kedua yang terdiri dari partai-partai moderat ingin
mencapai kemerdekaan nasional melalui evolusi. Mereka ingin mengadakan
perombakan di bidang ketatanegaraan, politik, ekonomi dan sosial melalui cara-
cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Tokoh –tokoh Voolksraad seperti
Mohammad Hoesni Thamrin, Soetardjo Kartohadikusumo, Mr. Soesanto
Tirtoprodjo, Soekardjo Wirjopranoto, Wurjaningrat dan dr. Sam Ratulangi serta
I.J. Kasimo termasuk tokoh-tokoh dalam kelompok moderat.27
I.J. Kasimo memilih jalan evolusi karena dengan duduk di Voolksraad, ia
ingin meyakinkan Pemerintah Belanda mengenai perlunya diadakan perubahan
dalam susunan ketatanegaraan di Indonesia. Ia tidak ingin menempuh jalur
revolusi karena pada saat itu Belanda sangat tegas dalam menangani gerakan yang
radikal atau revolusioner. Gerakan revolusioner tersebut akan ditindas dengan
alasan bahwa pemerintah Belanda bertanggung jawab atas keadaan di Indonesia
pada saat itu. Dengan keadaan seperti itu, ia memilih untuk mengembangkan
nasionalismenya melalui jalan evolusi agar tidak terjadi kelumpuhan perjuangan
dikalangan kaum pergerakan nasional. Dengan jalan evolusi yang dipilih I.J.
Kasimo, bukan berarti ia mengikuti alur dari pemerintah Belanda. Ketegasan dan
26
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 35. 27
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
keberaniannya sangat terbukti melalui pidato-pidatonya di Voolksraad. Bahkan
pidato-pidatonya dikenal sangat radikal dikalangan kaum pergerakan nasional.
Hal ini terbukti dari pidato-pidatonya yang sangat berani untuk menentang
penjajahan di Indonesia. Hal ini ia lontarkan dalam pidatonya di depan
Voolksraad pada tanggal 13 Juli 1931. Mewakili PPKI, ia menegaskan bahwa
kekatolikan tidak bertentangan dengan kebangsaan. Ia menyatakan,
“Kami orang-orang Katolik Jawa bukanlah pengikut-pengikut yang baik
dari perintis besar Misi Jawa ini jika kami tidak sependapat dengan dia
serta pengarang-pengarang Katolik terkenal lainnya seperti Cathrein dan
Ferrari mengenai prinsip kebangsaan, yaitu prinsip yang mengatakan
bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk membentuk sebuah negara
merdeka”28
Pidato yang dikemukakan I.J. Kasimo di dalam Voolksraad tersebut sudah
sangat jelas bahwa ia ingin membuktikan bahwa umat Katolik pribumi sangat
mendukung dan mengupayakan kemerdekaan bagi Indonesia. Dalam pidatonya ia
menegaskan bahwa orang Katolik sangat sependapat dengan “perintis besar Misi
Jawa” yaitu Pastor van Lith. Pernyataan ini secara implisit memberi gambaran dua
hal sekaligus. Pertama, pendidikan karakter di Kweekschool Muntilan
menunjukkan keberhasilan Pastor van Lith. Pendidikan ini tidak hanya sebatas
pada terciptanya kader-kader Gereja, tetapi juga kader-kader bangsa yang tanggap
akan kebutuhan aktual masyarakat. Kedua, keberpihakan Pastor van Lith terhadap
aspirasi nasional bangsa Indonesia yang hendak diteladani merupakan daya
dorong yang sangat berharga. Misionaris Jesuit tidak hanya memberi ruang
kebebasan bagi umat Katolik pribumi untuk memupuk nasionalismenya, tetapi
28
Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
juga mendukungnya.29
Selain karena pendidikan karakter yang diterima I.J.
Kasimo dari Pastor van Lith, pidato tersebut juga terinspirasi dari buku Chaterin
dan Ferarri. Dalam buku tersebut ia menemukan bahwa setiap bangsa mempunyai
hak untuk merdeka. Dari buku tersebut, ia tahu bahwa Indonesia juga mempunyai
hak untuk lepas dari pemerintahan Belanda, pemerintahan yang sangat merugikan
kaum pribumi.
Dari pendidikan karakter dan buku-buku tentang prinsip kemerdekaan
yang diterimanya inilah yang mebuat I.J. Kasimo berani berpidato mengenai
keinginan untuk merdeka walaupun ia adalah kaum minoritas jika dilihat dari segi
agama. Ia ingin menyadarkan kaum pribumi bahwa Indonesia mempunyai hak
untuk merdeka. Indonesia berhak lepas dari belenggu pemerintah Belanda. Dari
pidato tersebut I.J. Kasimo juga ingin membuktikan bahwa kendati dirinya wakil
dari umat Katolik, namun sebenarnya ia mewakili kepentingan pribumi yang
sedang dibelenggu oleh penjajahan bangsa asing.
Sikap yang sama diungkapkannya setahun kemudian, tepatnya tanggal 19
Juli 1932 di sidang Voolksraad. Dalam sidang yang terhormat ini, ia
mengemukakan sebuah pernyataan politik yang tegas,
“Tuan Ketua! Dengan ini saya menyatakan suku-suku bangsa Indonesia
yang berada di bawah kekuasaan negeri Belanda, menurut kodratnya
mempunyai hak serta kewajiban untuk membina eksistensinya sendiri
sebagai bangsa, dan karenanya berhak memperjuangkan pengaturan
negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai
dengan kebutuhan nasional, yaitu sesempurna mungkin. Ini berarti bahwa
negeri Belanda sebagai negara berbudaya yang terpanggil mempunyai
kewajiban untuk ikut mengembangkan seluruh rakyat, dan khusunya
sebagai negara penjajah, mempunyai kewajiban untuk membimbing dan
merampungkan pendidikan rakyat, sehingga dengan demikian dapat
29
Anton haryono, op.cit., hlm. 204.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
dicapai kesejahteraan rakyat Indonesia, untuk kemudian dapat diberikan
hak untuk mengatur dan akhirnya memerintah negara sendiri.”30
Pidato dari I.J. Kasimo tersebut sudah sangat menegaskan bahwa ia
memiliki nasionalisme yang tinggi demi kepentingan bangsa Indonesia. Hal ini
terlihat dari pidatonya yang menekankan bahwa suku-suku bangsa Indonesia yang
berada di bawah kekuasaan negeri Belanda berhak merdeka. Pidato tersebut sudah
sangat jelas bahwa nasionalisme yang dimilikinya sudah meluas, tidak hanya
untuk kepentingan di Jawa saja, tetapi untuk kepentingan semua suku di
Indonesia. Selain itu melalui pidatonya tersebut, ia dengan tegas meminta
pertanggungjawaban dari pemerintah Hindia Belanda mengenai kebijakan-
kebijakan yang sangat merugikan kaum pribumi. Ia juga dengan tegas meminta
kepada pemerintah Belanda untuk segera pergi dari bumi Indonesia setelah
pemerintah Belanda merampungkan tanggungjawabnya untuk menyelesaikan
persoalan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda sendiri.
Pidato tersebut dikenal sebagai pidato yang sangat radikal diantara kaum
pergerakan. Pidato tersebut sekaligus membuktikan bahwa I.J. Kasimo yang
merupakan kelompok moderat bukanlah sebagian orang yang hanya menunggu
kemerdekaan yang diberikan oleh pemerintah. Kelompok moderat juga bisa
bersikap radikal tetapi melalui cara yang berbeda.
Perjuangan I.J. Kasimo di dalam Voolksraad dalam tahun-tahun pertama
memang ditujukan untuk meyakinkan para pemimpin golongan lain, bahwa
golongan Katolik Indonesia adalah orang-orang nasionalis seperti golongan lain
30
Ibid., hlm. 41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
juga. Hal ini terutama dilakukan dengan jalan memperjuangkan kepentingan
rakyat banyak.31
Selain itu, I.J. Kasimo juga banyak memperjuangkan
kepentingan rakyat khususnya dalam dua bidang, yaitu pertanian dan pendidikan
yang pada saat itu dinilai sangat merugikan kaum pribumi.
3. Mendukung Petisi Soetardjo dan GAPI
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali muncul
ketika ia mendukung gagasan dari Soetardjo Kartohadikusumo, teman
seperjuangannya di Voolksraad. Petisi ini berusaha mengupayakan agar
diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dengan negeri
Belanda dimana anggotanya harus mempunyai hak yang sama. Tujuannya adalah
untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada Indonesia
suatu pemerintahan yang berdiri sendiri. Pelaksanaannya akan dijalankan secara
berangsur-angsur dalam waktu sepuluh tahun atau dalam waktu yang akan
ditetapkan dari kesepakatan kedua belah pihak.32
Gagasan tersebut dikenal dengan
nama “Petisi Soetardjo” yang diajukan pada tanggal 15 Juli 1936.33
I.J. Kasimo sangat peduli terhadap kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
tanpa memandang agama apa yang mereka anut. Untuk itulah dengan jiwa
nasionalisme yang ia miliki, ia turut mendukung dan berupaya agar petisi tersebut
dapat terealisasi dengan baik. Selain itu ia sangat mendukung petisi Soetardjo
karena petisi tersebut sangat sejalan dengan pemikirannya yang moderat. Ia ingin
menuntut kemerdekaan dengan cara mengadakan perombakan di bidang
ketatanegaraan, politik, ekonomi, dan sosial melalui cara-cara yang tidak 31
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 39. 32
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit., hlm. 221. 33
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 196.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bertentangan dengan hukum. Menurutnya, kerjasama di berbagai bidang antara
Indonesia dan negeri Belanda tidak akan memberikan keuntungan yang seimbang
bagi kedua belah pihak . Kerja sama tersebut hanya akan menguntungkan pihak
yang kuat dan merugikan pihak yang lemah saja. Untuk itulah ia turut mendukung
petisi tersebut dengan harapan pemerintah Hindia Belanda bersedia memikirkan
pertanggungjawabannya atas segala kerugian yang dialami Indonesia melalui
petisi tersebut.
Nasionalisme yang dimiliki I.J. Kasimo sangat berperan ketika ia turut
serta membantu menyerbarluaskan petisi Soetardjo dikalangan masyarakat
Indonesia. Hal itu dilakukannya dengan cara menyebarluaskannya melalui
majalah Soeara Katholik. Soeara Katholik adalah majalah milik PPKI yang saat
itu diketuai oleh I.J. Kasimo. Berkat upayanya tersebut, dengan cepat petisi ini
menyebar luas di kalangan masyarakat. Usahanya untuk menyebarluaskan isi
tentang petisi Soetardjo didasarkan atas dasar keinginannya agar masyarakat
Indonesia turut mendukung petisi tersebut. Upaya I.J. Kasimo untuk menyebarkan
petisi Soetardjo melalui majalah Soeara Katholik sudah sangat membuktikan
bahwa ia adalah kaum minoritas yang nasionalis. Melalui majalah yang
mempunyai label Katolik, ia tetap menyisipkan kepentingan bangsa dengan
menyuarakan agar rakyat Indonesia mendukung petisi Soetardjo. Selain itu,
dukungannya juga diwujudkan melalui keanggotaanya di Sentral Komite Petisi
Soetardjo yang diketuai oleh Mr. Sartono. Dalam komite tersebut, I.J. Kasimo
duduk sebagai anggota panitia. Sentral Komite Soetardjo adalah komite yang
berusaha mencari dukungan dari partai-partai di Indonesia agar petisi Soetardjo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
mendapat dukungan dari berbagai partai-partai di Indonesia. Melalui komite
tersebut, ia turut berkerja keras dengan mendirikan sub-komite melalui berbagai
cabang-cabang PPKI di berbagai daerah. Dalam hal ini, nasionalismenya kembali
dibuktikan dengan mendirikan sub-komite melalui PPKI. Ia tidak pernah
mempermasalahkan agama untuk mencapai tujuannya dalam mengembangkan
nasionalisme walaupun agama Katolik adalah agama yang minoritas. Yang
terpenting adalah memerdekaan Indonesia demi kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia, bukan kesejahteraan umat Katolik saja. Berkat I.J. Kasimo, PPKI
sebagai partai Katolik sangat berperan dalam usaha untuk turut memperjuangkan
petisi Soetardjo. Upaya tersebut membuat PPKI semakin dikenal dikalangan para
kaum pergerakan ataupun partai-partai yang turut memperjuangkan nasionalisme.
Hal tersebut juga semakin membuktikan bahwa Katolik pribumi adalah Katolik
yang nasionalis.
Namun usaha-usaha untuk mewujudkan Petisi Soetardjo gagal. Keputusan
Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 16 November 1938, menegaskan petisi yang
diajukan atas nama Voolksraad ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakannya
antara lain ialah bahwa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab
memerintah diri sendiri. Surat keputusan itu disampaikan pada sidang Voolksraad
tanggal 29 November 1938.34
Kekecewaan atas penolakan tersebut mendorong
terbentuknya suatu federasi pada 21 Mei 1939 yang diberi nama Gabungan Politik
Indonesia (GAPI). Adapun organisasi politik yang tergabung di dalamnya yaitu
34
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit.,hlm. 229.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Parindra, Gerindo, PSII, PII, Persatuan Minahasa, Pasundan, dan PPKI.35
GAPI
menuntut kepada pemerintah Belanda supaya di Indonesia membentuk parlemen
yang sebenarnya, bukan parlemen sandiwara seperti Voolksraad. Untuk
melancarkan aksinya tersebut, GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia
(KRI). Kongres Rakyat Indonesia diresmikan sewaktu diadakannnya Kongres
Rakyat Indonesia yang pertama tanggal 25 Desember 1939 di Jakarta.36
Kongres
Rakyat Indonesia ini berhasil mengeluarkan keputusan antara lain adalah tuntutan
agar Indonesia berparlemen penuh dan penetapan bendera Merah Putih dan Lagu
Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia, serta peningkatan
pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.
Meskipun petisi yang didukung oleh I.J. Kasimo ini gagal, perjuangannya
untuk menarik kepercayaan dari masyarakat pribumi mulai memperlihatkan
hasilnya. Dalam lingkungan Voolksraad, ia sudah diterima sebagai seorang
nasionalis. Berbeda dengan sebelumnya, banyak yang menganggap I.J. Kasimo
adalah seorang tokoh yang pro terhadap Belanda. Selain itu, ia juga dikenal
karena bisa berelasi dan bersosialisasi dengan baik di dalam GAPI. Melalui GAPI,
ia bisa mendekatkan serta memperluas hubungannya dengan pemimpin-pemimpin
nasional lainnya yang beragama non Katolik seperti Muhammad Husni Thamrin
dan Abikusno Tjokrosuyoso. Melalui hubungan dekat antara I.J. Kasimo dan
tokoh-tokoh non Katolik tersebut sangat berpengaruh bagi upayanya untuk terus
mengembangkan nasionalisme. Ia semakin dikenal sebagai tokoh yang benar-
benar berupaya mengembangkan nasionalisme. Karena kedekatannya dengan para
35
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 197. 36
Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit., hlm. 232.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
tokoh pergerakan lain , PPKI juga mendapat pengaruh yang sangat besar darinya.
Untuk pertama kalinya di dalam sejarah, PPKI benar-benar ikut aktif di dalam
gelanggang percaturan politik. Untuk pertama kalinya juga, golongan Katolik
Indonesia secara terorganisir benar-benar ikut di dalam emansipasi bangsa yang
bertujuan mencapai negara merdeka dan berdaulat.37
4. I.J. Kasimo pada Zaman Jepang
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme terus berlanjut
ketika Jepang berusaha masuk ke Indonesia dan merebut tampuk kekuasaan dari
tangan pemerintah Hindia Belanda. Usaha Jepang untuk membangun suatu
imperium di Asia telah menyebabkan suatu perang di Pasifik. Pada tanggal 8
Desember 1941 secara tiba-tiba Jepang menyerang dan membom Pearl Harbor
yakni pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat yang terbesar di Pasifik. Setelah
itu, tepatnya pada tanggal 10 Januari 1942 Jepang bergerak ke selatan dan
menyerang Indonesia.38
Tiga bulan kemudian, yaitu pada tanggal 8 Maret 1942,
pemerintah Hindia Belanda menyerah dan Jepang secara resmi memegang tampuk
kekuasaan di Indonesia. Bendera Hinomaru39
menggantikan bendera Merah-
Putih-Biru. Lagu kebangsaan Kimigayo40
dikumandangkan di seluruh Nusantara.
Zaman pendudukan Jepang adalah zaman dimana I.J. Kasimo mempunyai
beban yang sangat berat untuk mengembangkan nasionalismenya. Hal ini
dikarenakan Jepang menganggap agama Kristiani adalah agama “barat”, agama
37
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 42. 38
Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Jilid VI, Jakarta, Depdikbud, 1975, hlm. 1. 39
Hinomaru adalah lambang bendera nasional Jepang dengan sebuah lingkaran merah di tengah
bidang putih. Hinomaru berarti lingkaran matahari. 40
Kimigayo adalah lagu kebangsaan Jepang yang berarti “Semoga kekuasaan yang mulia berlanjut
selamanya”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
barat berarti agama musuh. Oleh karena itu sikap mereka terhadap golongan
Kristiani sama sekali tidak menunjukkan toleransi. Banyak rohaniwan dan
pemimpin awam katolik disiksa dan dibunuh oleh tentara Jepang. Tidak kurang
dari 74 imam, 47 bruder, dan 160 suster meninggal. Selain itu Vikarius Apostolik
Maluku dan Papua, Mgr. J. Aerts dituduh menyembunyikan senjata. Bersama 12
imam dan bruder, ia ditembak mati tanpa proses pengadilan.41
Karena keadaan
tersebut kegiatan partai Katolik lumpuh total. Dalam situasi seperti ini,
pemerintah Jepang membuat sejumlah peraturan dalam rangka pengawasan dan
pengaturan hidup beragama, termasuk dilarangnya penggunaan bahasa Belanda
dalam kegiatan rohani.42
Kehidupan umat Katolik pada saat itu menjadi sangat
mencekam. Mereka tidak bisa menjalankan kegiatan keagamaan secara bebas.
Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya semakin sulit
ketika Jepang tidak mengikutsertakannya untuk bekerjasama dengan
pemerintahan Jepang. Padahal ia adalah tokoh pergerakan yang cukup terpandang
karena telah menjabat sebagai anggota Voolksraad selama lebih dari 10 tahun.
Sebaliknya, tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, dan Sutan Syahrir
yang sempat dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda dibebaskan dan mendapat
tawaran untuk bekerjasama dengan pemerintahan Jepang. Padahal sangat jelas
bahwa Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Sutan syahrir adalah tokoh-tokoh yang
ingin mencapai kemerdekaan melalui cara-cara yang radikal, berbeda dengan I.J.
Kasimo yang ingin mencapai kemerdekaan dengan jalan moderat. Namun I.J.
41
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 42. 42
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Kasimo yang mempunyai paham moderat malah dimasukkan ke penjara tanpa
alasan yang jelas, tepatnya pada tahun 1942.43
Meskipun I.J. Kasimo tidak mengalami penyiksaan yang kejam, namun ia
sering menyaksikan bagaimana kejamnya tentara Jepang jika sedang menyiksa
tahanan. Ia sangat prihatin dengan keadaan para tahanan lain. Mereka tak segan-
segan menggunakan cara-cara penyiksaan yang paling kejam untuk mengorek
keterangan dari seorang tahanan.44
Setelah 53 hari di dalam tahanan, ia pun juga
dibebaskan tanpa alasan yang jelas oleh tentara Jepang.
I.J. Kasimo sadar bahwa pada saat zaman pemerintahan Jepang, sangat
sulit mengembangkan nasionalisme yang menjadi cita-citanya. Tetapi ia tidak
berdiam diri begitu saja dengan keadaan pada waktu itu. Setelah bebas dari
tahanan, I.J. Kasimo mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk
mensejahterakan masyarakat di bidang pertanian. Ia bekerja di kantor Jawatan
Pertanian Surakarta. Ia menjabat sebagai adjun landbouw consulent (penyuluh
pertanian). Tugasnya antara lain memberikan bimbingan kepada para mantri tani
atau demang tani. Pada waktu itu hampir semua mantri tani yang pernah
bersekolah di sekolah pertanian adalah bekas murid I.J. Kasimo di Tegalgondo45
,
bahkan di antara para kepala desa di daerah Surakarta banyak juga yang pernah
43
Tim Wartawan Kompas, op.cit, hlm. 45. 44
Ibid.,hlm. 46. 45
Seperti diketahui bahwa I.J. kasimo pernah menjadi guru sekolah pertanian di Tegalgondo
karena ia pernah berselisih paham dengan pimpinan tertinggi perkebunan sewaktu ia bekerja di
perkebunan karet milik Belanda di Merbuh. Kasimo tidak terima ia dikatakan sebagai anak kera.
Harga dirinya terasa diinjak-injak dan ia membalas perkataan pimpinan tersebut dengan
menyebutnya sebagai kera. Ia melarikan diri dan ia dipindahkan ke sekolah pertanian di
Tegalgondo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
menjadi muridnya, sebab itu pengaruh I.J. Kasimo di bidang pertanian di daerah
Surakarta sangat besar pada waktu itu.46
Memang selama penjajahan Jepang I.J. Kasimo tidak mempunyai banyak
pilihan untuk terus memperjuangkan nasionalismenya. Terlebih agama yang
dianutnya sangat dibenci oleh pemerintahan Jepang. Tetapi dalam hal ini ia tidak
mudah menyerah. Ia tetap berpegang teguh pada agama yang dianutnya walaupun
taruhannya adalah nyawa. Ia juga tetap mengabdikan diri pada negara dengan
usaha mensejahterakan rakyat di bidang pertanian.
46
Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 170.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
BAB IV
SUMBANGAN PEMIKIRAN I.J. KASIMO
A. Sumbangan Pemikiran I.J. Kasimo Bagi Dunia Politik
I.J. Kasimo adalah seorang tokoh nasionalis yang memilih terjun ke dalam
dunia politik untuk mencapai cita-citanya. Ia adalah seorang politisi berkarakter
yang sulit dicari padanannya di masa sekarang ini. Ia menganggap berpolitik
adalah sebuah pengabdian, bukannya kesempatan untuk mencari keuntungan.
Dalam berpolitik ia tidak pernah menonjolkan jasa-jasa pribadinya kepada orang
lain. Ia bekerja dengan kerendahan hati, ketulusan, serta kejujuran. Untuk itulah ia
pantas menjadi seorang tokoh inspiratif bagi politikus-politikus di Indonesia
khususnya pada masa sekarang ini.
Dewasa ini banyak sekali tindakan-tindakan kurang terpuji yang dilakukan
oleh elit politik. Perlombaan untuk mendahulukan kepentingan pribadi atau
golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan bersama,
korupsi yang menggerogoti hampir semua elemen politik, serta berbagai perilaku
tidak pantas lainnya yang didukung oleh kekuasaan politik tidak jarang
mengundang sinisme yang pada gilirannya membuat politik dipandang rendah
seakan-akan hanya layak bagi manusia tidak bermoral.1
Saat ini politik di Indonesia juga cenderung diikuti dengan semangat
perlombaan penguatan identitas komunal. Tuntutan untuk mendapatkan
pengakuan diri dan identitas kelompok menjadi sangat kuat. Asas partai politik
mulai dipersoalkan. Pancasila yang sebelumnya dijadikan asas setiap partai politik
1 Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta :Obor, 2008, hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
cenderung digugat. Tidak heran, gesekan dan konflik sosial sering terjadi dan
hampir tidak terhindarkan. Ruang kemerdekaan yang diciptakan oleh revolusi
diisi dengan persaingan politik yang tidak jarang menimbulkan konflik sosial.
Sebagian elemen bangsa sibuk dengan upaya penguatan komunal, bukannya
menggunakan kesempatannya untuk mendorong bangsa ini ke suatu masa depan
yang lebih baik. Akibatnya, mereka yang tidak lagi merasa aman berada dalam
ruang publik berlari masuk ke dalam kelompoknya sendiri dan ikut memperkuat
diri sehingga tercipta berbagai kelompok yang saling berhadapan secara
konfrontatif. Yang menyedihkan, tidak jarang agama dijadikan tameng penguatan
diri.2 Hal semacam itu tentunya sangat jauh dari sikap yang harusnya dilakukan
oleh masyarakat Indonesia, yaitu toleransi dan sikap saling menghargai. Padahal
untuk menjalankan sistem politik yang baik seharusnya diikuti dengan kesadaran
dan kearifan untuk menerima pluralisme. Oleh karena itu, seharusnya pluralisme
disadari sebagai sebuah kunci untuk mencapai suatu masyarakat yang demokratis.
Bahkan dalam semangat kebersamaan sebagai bangsa, kesadaran akan
kemajemukan seharusnya diikuti dengan semangat membangun kerjasama yang
saling menguntungkan. Sayangnya, yang terjadi adalah sebaliknya. Selalu saja ada
kelompok yang merasa tidak nyaman dan bahkan tidak rela hidup berdampingan
dengan mereka yang berbeda.3
Dari sikap dan tingkah laku seorang politikus akan mudah terlihat apakah
dia seorang oportunis ataukah seorang politikus konsekuen dan berkepribadian.
Seorang politikus oportunis akan memakai politik untuk kepentingan dirinya
2 Ibid., hlm. 15.
3 Ibid., hlm. 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
seperti memperkaya diri atau memperoleh kekuasaan. Dia tidak akan malu
mengubah pendirian politiknya sejauh itu menguntungkan dirinya. Berbeda
dengan itu, seorang politikus yang berkepribadian biasanya berpolitik untuk suatu
idealisme atau cita-cita tertentu yang diyakininya berguna bagi masyarakat
banyak. Oleh karena itu ia akan terus berjuang guna mencapai cita-cita itu, dan
tidak mungkin akan mengubah pendirian politiknya di dalam suasana politik yang
sebagaimanapun kalau seandainya ia menganggap hal itu bertentangan dengan
idealisme yang mendasari perjuangan politiknya.4
I.J. Kasimo adalah seorang politikus yang berkepribadian. Ia selalu
mendahulukan kepentingan orang banyak dibanding kepentingan dirinya sendiri.
Ia adalah seorang nasionalis sejati yang memilih terjun ke dunia politik untuk
mencapai cita-citanya. Salus populi suprema lex (Kesejahteraan Umum adalah
hukum yang tertinggi) adalah azas perjuangan politik yang utama bagi I.J.
Kasimo. Ia mengartikan Salus Populi sebagai tiga prinsip yang menjadi tujuan
perjuangan, yaitu keadilan bagi setiap warga negara, demokrasi sebagai sarana
dan tujuan perwujudan kehendak rakyat, dan kesejahteraan bangsa yang
diwujudkan dalam kemakmuran rakyat yang terlepas dari belenggu kemiskinan
dan kebodohan, keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Azas ini
memberikan dorongan dan insiprasi kepadanya untuk menerjunkan diri dalam
perjuangan politik. Ia percaya bahwa kekatolikan seorang Katolik dibangun tidak
dengan membangun diri sendiri, melainkan dengan membangun sesama, dengan
menjadikan nasib dan masa depan sesama sebagai bagian dari nasib dan masa
4Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT. Gramedia, 1980,
hlm. 164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
depannya sendiri.5 Ia tidak ingin menjadi penonton pasif yang hanya menunggu
kebaikan yang diberikan oleh pihak penguasa. Terdapat suatu keyakinan kuat
untuk ikut mencerdaskan dan memajukan bangsa melalui politik.
Pertama-tama I.J. Kasimo ingin memperjuangkan tempat yang wajar bagi
umat Katolik sebagai kelompok minoritas di Indonesia. Pada zaman penjajahan
Belanda umat Katolik pribumi dianggap sebagai sekolompok orang yang pro
terhadap Belanda. Untuk itulah, ia bersama teman-teman bekas murid
kweekschool6 Muntilan memutuskan untuk mendirikan partai Katolik khusus
untuk golongan Katolik pribumi. I.J. Kasimo beranggapan bahwa jalan satu-
satunya untuk mendapatkan kepercayaan terhadap masyarakat Indonesia adalah
turut berjuang melalui partai Katolik. Memang pada saat itu sudah ada partai lain
seperti Indische Partij, Sarekat Islam dan Boedi Oetomo. Namun ia merasakan
adanya suatu kekurangan yang tidak dapat dipenuhi oleh partai-partai tersebut. Ia
pernah mengatakan bahwa :
“Sebab meskipun kita dengan partai-partai nasional itu mempunyai banyak
kepentingan-kepentingan nasional bersama, namun disana kita merasa
kekurangan banyak satu hal sangat penting, yaitu perhatian terhadap soal
agama Katolik di bidang politik. Memang sewajarnya bahwa suatu partai
netral tidak dapat memperhatikan kepentingan-kepentingan agama, dan
berdasarkan asas netralnya malahan tidak boleh berbuat demikian. Lain
dari pada itu meskipun tujuan-tujuan nasional golongan Katolik bangsa
kita sama dengan tujuan-tujuan partai netral, namun penentuan syarat-
syarat untuk mencapai tujuan tersebut dapat berlainan sekali karena azas
dan keyakinan berlainan”7
Dari ungkapan I.J. Kasimo , ia menyadari jika bergabung dengan partai-
partai tersebut, ia tidak bisa berjuang untuk membuktikan bahwa agama Katolik
5 Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 11.
6 Kweekschool adalah salah satu jenjang resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia Belanda
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. 7 Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
adalah agama yang nasionalis. Dalam partai-partai tersebut, masih timbul banyak
kecurigaan terhadap agama Katolik. Golongan Katolik dinggap sebagai golongan
yang mendukung pemerintahan Belanda di Indonesia. Untuk itu ia mempunyai
tekad untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik.
Kesetiaan I.J. Kasimo terhadap kaum pribumi semakin terbukti saat ia
tidak mau bergabung dengan IKP ( Indische Katholieke Partij). IKP adalah partai
Katolik yang dimiliki oleh orang Belanda. Jika ia hanya ingin memperkuat
identitas agama Katolik, maka tentu saja ia memilih bergabung dengan IKP.
Tetapi ia ingin mendirikan partai Katolik khusus golongan pribumi. Tujuannya
adalah agar masyararakat Indonesia percaya bahwa golongan Katolik pribumi
sangat berbeda dengan pemerintah Belanda. Golongan Katolik pribumi
sebenarnya adalah golongan yang menginginkan kesejahteraan bagi Indonesia.
Sebaliknya pemerintahan Belanda hanya ingin meraih keuntungan dengan
menindas kaum pribumi.
Kecintaan I.J. Kasimo kepada tanah air kembali dibuktikan melalui dunia
politik ketika ia berhasil membentuk partai khusus untuk golongan Katolik
pribumi di Yogyakarta pada tahun 1923. Dari keberhasilan I.J. Kasimo tersebut,
partai Katolik untuk kaum pribumi secara resmi sudah terbentuk. Di dalam
pemerintahan Belanda, partai ini dikenal dengan nama Katholieke Vereeniging
Voor Politieke Actie Afdeling Khatolieke Javanen. Tetapi karena I.J. Kasimo ingin
membuktikan bahwa partai yang baru dibentuknya ini adalah partai khusus untuk
golongan Katolik pribumi, maka nama partai menggunakan nama Jawa, yaitu
Pakempalan Politik Katholik Djawi (PPKD). Dalam kepengurusannya, PPKD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
terdiri dari tiga orang, mula-mula F.S Haryadi sebagai ketua, I.J. Kasimo sebagai
sekretaris, dan R.M. Yakob Sujadi sebagai bendahara. Namun setelah setahun
kemudian yaitu pada 1924, I.J. Kasimo menjabat sebagai ketua PPKD.8
Upaya I.J. Kasimo untuk mendapatkan kepercayaan dari kaum pribumi
mulai mebuahkan hasil. Seiring dikenalnya PPKD oleh kaum pribumi, golongan
Katolik mulai mendapatkan kepercayaan dari kaum pribumi. Tetapi hal tersebut
tidak membuatnya berpuas diri. Ia masih harus berjuang agar masyarakat
Indonesia mendapatkan kesejahteraan yang selama ini dirampas oleh pemerintah
Belanda. Usahanya kembali dimulai ketika ia diangkat menjadi anggota
Voolksraad9 pada tahun 1931.
10 Sebagai anggota Voolksraad, ia dikenal sebagai
politikus yang sangat berani dalam menentang penjajahan Belanda yang memang
sangat merugikan rakyat. Dalam sidang Voolksraad, tidak segan-segan ia
berpidato yang langsung mengarah mengenai kemerdekaan Indonesia.
Sebagai anggota Voolksraad, I.J. Kasimo juga sangat peduli terhadap
kehidupan kaum pribumi yang banyak dirugikan oleh pemerintah Belanda. Di
bidang pertanian Ia selalu memperjuangkan agar setiap peraturan baru yang
dikeluarkan tidak merugikan kepentingan para petani. Seperti misalnya ketika
dalam tahun 1933 pemerintah bermaksud mengeluarkan peraturan baru dibidang
impor beras, maka I.J. Kasimo mendesak agar diambil langkah-langkah yang
melindungi harga beras dalam negeri, sehingga dengan demikian penghasilan
8 Tashadi, dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta : Dedikbud. 1993, hlm. 193.
9 Voolksraad adalahdewan perwakilan rakyat Hindia Belanda yang diprakarsai oleh Gubernur
Jendral J.P. van Limburg Stirum bersama dengan Menteri urusan Koloni Belanda; Thomas Bastian
Pleyte. 10
Anhar Gonggong, “Kasimo Layak Jadi Pahlawan Nasional”, Hidup. 9 November 2008, hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
petani tidak dirugikan.11
Sementara itu dibidang pendidikan ia mengkritik sistem
pendidikan yang berlaku pada saat itu. Sistem pendidikan pada sat itu bertujuan
untuk menghasilkan tenaga-tenaga pribumi bagi pemerintah dan perusahaan asing.
Hal ini dimaksudkan agar jumlah tenaga impor yang sangat mahal dapat dibatasi
dengan adanya tenaga pribumi yang murah. I.J. Kasimo sangat menentang hal ini
karena menurutnya sistem pendidikan yang demikian adalah hal yang salah.
Misalnya saja sistem pendidikan seperti itu menyebabkan anak-anak golongan
menengah yang sudah menyelesaikan pendidikan harus bekerja pada pemerintah
atau perusahaan Belanda dengan gaji yang lebih rendah dari pada meneruskan
usaha orangtuanya. Menurut I.J. Kasimo, sistem pendidikan di sekolah-sekolah
seharusnya lebih ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada murid-murid,
bukannya mempersiapkan mereka untuk pekerjaan tertentu saja. Dengan begitu
pendidikan akan membantu perkembangan penduduk di bidang kebudayaan,
sosial, dan ekonomi.12
Hal-hal tersebut membuktikan bahwa sebagai politikus
yang beragama Katolik, I.J. Kasimo tidak hanya memperjuangkan golongan
Katolik agar diterima dalam masyarakat pribumi melainkan ia berjuang dengan
sepenuh hati untuk menyejahterakan kaum pribumi yang tidak lain bukan terdiri
dari golongan Katolik saja.
Upaya I.J. Kasimo untuk memperjuangkan kemerdekaan dan
memperjuangkan agar golongan Katolik mendapat kepercayaan dari kaum
pribumi kembali berlanjut tepatnya pada 1936. Pada saat itu ia memperlihatkan
sikap yang memihak perjuangan kaum nasionalis karena turut mendukung petisi
11
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 40. 12
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Soetardjo yang menuntut otonomi bagi Indonesia.13
Meskipun akhirnya Petisi
Soetardjo gagal, tetapi usaha I.J. Kasimo dengan turut mengumpulkan dukungan
dari berbagai pihak sangat dihargai oleh tokoh-tokoh nasionalis lainnya. Sebagai
politikus yang mulai mendapatkan kepercayaan dari tokoh-tokoh nasional lainnya,
ia bersama PPKD/PPKI bersama partai nasionalis lainnya mendirikan GAPI
(Gabungan Politik Indonesia) bersama PSII, PII, Gerindo, Pasundan, dan
Persatuan Minahasa. Saat bergabung dengan GAPI ia mulai akrab dengan tokoh
nasional non Katolik seperti Mohammad Hoesni Thamrin. Setelah berjuang
selama hampir 20 tahun, akhirnya I.J. Kasimo berhasil mendapatkan kepercayaan
dari tokoh-tokoh nasional lainnya. PPKI diterima sebagai partai nasional dan
sederajat dengan partai-partai politik lainnya.
Sebagai seorang politikus, hidup I.J. Kasimo secara keseluruhan dapat
dikatakan berhasil. Ia berhasil , dalam arti bahwa usaha dan jerih payahnya
membawa hasil yang baik. Cita-citanya untuk membuktikan bahwa golongan
Katolik Indonesia adalah golongan yang sepenuhnya menginginkan kemerdekaan
Indonesia sudah tercapai. Berkat usahanya, golongan Katolik tidak dianggap lagi
sebagai golongan yang pro Belanda. Mereka sudah dianggap sebagai warga
negara penuh yang mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sama seperti
warga negara Indonesia lainnya. Selain itu ia juga berhasil mempertahankan
citranya sebagai seorang politikus yang jujur. Ia tidak pernah memakan uang
rakyat demi kepentingan pribadinya. I.J. Kasimo juga tidak mendirikan partai
Katolik untuk mencari kedudukan. Baginya, kegiatan politik memang tidak untuk
13
Asvi Warman Adam, Bung Karno & kemeja Arrow, Jakarta: Kompas. 2012, hlm. 66.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
mencari keuntungan pribadi. Menurutnya, kegiatan politik adalah suatu cara untuk
mengabdi rakyat dan mengabdi kepentingan umum. Ketika I.J. kasimo dan
kawan-kawannya mendirikan Pakempalan Politik Katolik Djawi dalam tahun
1923, tujuannya memang untuk membela kepentingan golongan Katolik,
khususnya golongan Katolik Jawa. Tetapi tujuan akhir dari seluruh perjuangan
politiknya adalah mengabdi kepentingan umum. Ia percaya bahwa kegiatan politik
merupakan suatu bentuk merasul. Melalui politik orang pun dapat berbuat banyak
bagi kepentingan umum.14
Untuk itulah ia patut menjadi panutan bagi politikus-politikus di
Indonesia karena ia adalah seorang politikus yang nasionalis. Memang pertama-
tama ia mencari keadilan dengan memperjuangkan hak kaum Katolik, dan setelah
itu ia mampu membuktikan bahwa kaum Katolik adalah kaum yang 100% pro
terhadap Indonesia. Baru setelah itu ia turut berjuang bersama-sama dengan
partai-partai non Katolik ataupun tokoh-tokoh non Katolik untuk mencapai
kesejahteraan bersama, bukannya malah memperkuat identitas agamanya sendiri.
Tidaklah mengherankan kalau dia dianggap sebagai pemimpin serta pengembang
nasionalisme oleh masyarakat Indonesia.
Tokoh-tokoh politik pada saat ini seharusnya mencontoh bagaimana
perjuangan I.J. Kasimo dalam mewujudkan nasionalismenya melalui dunia
politik. Ia mengajarkan politik yang jujur, konsekuen, dan politik yang
bermartabat. Ia juga sangat berani dalam menentang kebijakan-kebijakan yang
menurutnya merugikan rakyat kecil. Ia lebih mendahulukan kepentingan bersama
14
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 107.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dari pada kepentingan pribadi. Tokoh ini tidak mengenal kata mayoritas dan
minoritas saat berpolitik. Ia menganggap masyarakat Indonesia itu sama,
masyarakat Indonesia itu satu. I.J. Kasimo juga mengajarkan bahwa jika masuk
dalam dunia politik, maka cita-cita terpenting yang harus dicapai adalah kemajuan
bagi seluruh rakyat Indonesia, bukannya kemajuan dalam satu golongan saja.
B. Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo bagi Umat Katolik di Indonesia
Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa seorang anak dari latar
belakang agama Islam dan dari keluarga yang biasa kelak bisa menjadi seorang
yang sangat berjasa bagi umat Katolik di Indonesia. Itulah I.J. Kasimo, seorang
tokoh pergerakan nasional yang sangat dikenang oleh umat Katolik. Ia adalah
seorang nasionalis yang sangat hebat. Ia selalu membela rakyat kecil yang
tertindas tanpa membedakan suatu golongan apapun. Atas jasa-jasanya, umat
Katolik mendapatkan tempat setara di kalangan masyarakat Indonesia sampai saat
ini.
Dalam sambutan peringatan 40 tahun partai Katolik, ia pernah
mengungkapkan,
“Betul kita umat Katolik di tanah ini merupakan golongan kecil saja.
Tetapi dengan asas-asas katolik yang kita sadari serta kita yakini sebagai
asas-asas yang benar-benar dapat merupakan dasar kokoh bagi segala
usaha dan kegiatan ke arah lekas tercapainya masyarakat adil dan makmur,
kita tetap mempunyai panggilan. Janganlah kita hendaknya mengingkari
panggilan suci ini.”15
Ungkapan dari I.J. Kasimo jelas menunjukkan bahwa sebagai kaum
peribumi, umat Katolik tidak boleh takut untuk turut memperjuangkan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia meskipun golongan Katolik adalah
15
Ibid., hlm. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
golongan yang minoritas. Golongan Katolik harus yakin bahwa asas-asas Katolik
adalah asas-asas yang tidak bertentangan dengan tujuan seluruh rakyat Indonesia,
yaitu kemerdekaan. Maka dari itu, I.J. Kasimo mengajak umat Katolik untuk turut
berjuang demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur tanpa meninggalkan
ajaran-ajaran Katolik.
I.J. Kasimo mempunyai pedoman sendiri dalam kiprahnya untuk
mengembangkan nasionalisme. Ia adalah seorang tokoh nasionalis yang
berpedoman pada ajaran-ajaran Katolik. Ia mengajarkan kepada umat Katolik agar
menjadi seorang yang nasionalis tanpa meninggalkan ajaran-ajaran Katolik. Selain
itu, ia ingin menggunakan ajaran-ajaran Katolik sebagai roh untuk berkiprah di
tengah masyarakat.16
Atas dasar pedoman tersebut, ia mampu menyelaraskan
ajaran-ajaran kekatolikan dengan perjuangannya untuk mengembangkan
nasionalisme.
Banyak sekali ajaran-ajaran Katolik yang mendoirong I.J. Kasimo untuk
mengembangkan nasionalismenya bagi bangsa Indonesia. . Salah satunya adalah
nilai kerasulan yang menjadi salah satu pedomannya untuk mengembangkan
nasionalisme. Secara garis besar nilai-nilai kerasulan yang dipahaminya adalah
nilai-nilai humanisme. Nilai humanisme berarti semua manusia memiliki
kedudukan yang sama di mata Tuhan. Maka dari itu diharuskan setiap bangsa
menghormati martabat bangsa lain, sehingga ia tidak setuju dengan perjuangan
nasionalisme yang revolusioner dan radikal. Ajaran mengenai nilai humanisme
telah diaktualisasikan oleh I.J. Kasimo saat terjadi dua aliran pendapat mengenai
16
Greg Soetomo, “Katolik yang Tidak Minder”. Hidup, 27 November 2011, hlm.11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
bagaimana cara meraih kemerdekaan. Kelompok pertama menginginkan
kemerdekaan dicapai melalui aksi dan revolusi. Kelompok ini terdiri dari Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Ali
Sastroamidjojo, dan lain sebagainya. Sedangkan kelompok kedua menginginkan
kemerdekaan diraih dengan jalan evolusi. Yaitu dengan jalan mengadakan
perombakan di bidang ketatanegaraan, politik, ekonomi dan sosial melalui cara-
cara yang tidak bertentangan dengan hukum. I.J. Kasimo, dr. Sam Ratulangi,
Mohammad Hoesni Thamrin, Soetardjo Kartohadikusumo, Mr. Soesanto
Tirtoprodjo, Soekardjo Wirjopranoto dan Wurjaningrat tergolong dalam
kelompok pemimpin yang moderat ini.17
I.J. Kasimo memilih jalan evolusi karena
terpengaruh dari ajaran-ajaran Katolik tentang nilai humanisme. Ia lebih
mengutamakan cinta kasih dan persaudaraan antara semua bangsa. Ia menganggap
perang hanyalah sapu dendam.
Dalam perjuangan I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya, ia
selalu mengingat tentang perintah keempat dari Sepuluh Perintah Tuhan dalam
arti luas. “Hormati ayah-ibumu” tidak hanya berarti hormat dan cinta kepada
orang tua saja, melainkan juga cinta dan hormat kepada nusa dan bangsa. Hal ini
mengundang kewajiban antara lain kewajiban untuk bekerja bagi tercapainya
kehormatan dan keagungan tanah air. Semuanya itu mempunyai arti untuk
membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan. Dalam hal ini, selain hormat
kepada kepada ayah dan ibu yang telah membesarkan I.J. Kasimo, ia juga sadar
bahwa Indonesia adalah suatu tempat dimana ia tinggal. Jika tempat kelahirannya
17
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
diusik, maka ia juga harus berjuang agar di tanah kelahirannya ini ia beserta
seluruh rakyat Indonesia dapat hidup tentram. Rasa cinta dan hormat pada tanah
air tentu saja sudah dilakukan oleh I.J. Kasimo lewat perjuangan-perjuangannya
dalam mengembangkan nasionalisme. Seperti pada saat Jepang menguasai
Indonesia pada 1942.18
Ia dipenjara karena dituduh sebagai orang yang pro kepada
Belanda dan dapat membahayakan kelangsungan misi Jepang di Indonesia.
Setelah bebas dari penjara ia tetap berfikir bagaimana caranya agar dapat berjuang
untuk Indonesia. Ia tidak pernah takut kepada Jepang walaupun pada saat itu
Jepang dikenal sangat kejam pada agama Kristiani. Perasaan takut itu hilang
karena kecintaannya pada tanah air. Maka dari itu ia tetap mengabdi kepada
negara dengan mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya dibidang pertanian.
Semuanya itu ia lakukan demi mensejahterakan kaum pribumi.
Selain itu, banyak sekali ajaran-ajaran yang diberikan oleh pastor van Lith
kepada I.J. Kasimo untuk menjadi seorang Katolik yang nasionalis. Pastor van
Lith memang dikenal sebagai pastor yang membela kaum pribumi dari penindasan
bangsa Belanda, padahal ia sendiri adalah seorang Belanda. Pastor van Lith
menyadari perasaan tertindas yang dirasakan oleh I.J. Kasimo beserta kaum
pribumi lainnya dan sangat memaklumi perasaan cinta kepada tanah air yang
dimiliki mereka. Berkat ajaran dari pastor van Lith, I.J. Kasimo sebagai seorang
Katolik bisa menjadi pribadi yang mempunyai sikap perikemanusiaan,
kerakyatan, kesederhanaan, kejujuran dan keberanian, serta toleransi terhadap
golongan lain yang bukan Katolik. Sifat-sifat yang dimiliki I.J. kasimo tersebut,
18
Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Jilid VI, Jakarta: Depdikbud, 1975, hlm. 1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
ternyata membawa pengaruh besar bagi agama Katolik. Agama Katolik sudah
dianggap sebagai agama yang nasionalis. Selain itu, berkat kegigihannya, orang-
orang Katolik mulai masuk pada jabatan-jabatan di pemerintahan.
I.J. Kasimo juga seorang tokoh nasionalis yang patut diteladani oleh umat
Katolik karena ia bisa menyeimbangkan antara kegiatan berpolitik dan kegiatan
menggereja. Kesibukannya dalam berpolitik tidak membuatnya lupa untuk
menjalankan kewajibannya sebagai seorang Katolik yang taat. Ia mempunyai
kebiasaan untuk menghadiri misa kudus setiap hari. Suatu kebiasaan yang
dimulainya sejak ia bersekolah di Muntilan. Ia biasa berjalan kaki dari rumahnya
di Jalan Gresik ke gereja Santa Theresia. Ketika masih tinggal di Surakarta ia juga
sangat rajin untuk beribadah di gereja Purbayan walaupun ia harus berjalan sejauh
3 kilometer dari rumahnya. Dahulu ketika masih ada kebiasaan untuk
membagikan komuni suci sebelum misa untuk mereka yang terburu-buru, I.J.
Kasimo biasa menerima komuni sebelum misa.19
Dengan kegiatan menggereja
itulah ia dapat menimba kekuatan untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang
politikus.
I.J. Kasimo memang salah satu tokoh nasional yang patut menjadi teladan
bagi umat Katolik di Indonesia. Ia mengajarkan kepada umat Katolik di Indonesia
untuk lebih memahami dan memaknai ajaran-ajaran Katolik dengan baik. Bukan
hanya memahami dan memaknai saja, melalui ajaran Katolik ia mengajarkan
bahwa ajaran-ajaran Katolik harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, ia mengajarkan kepada umat Katolik sebagai umat yang minoritas
19
Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 108.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
untuk turut serta mengembangkan negara Indonesia agar menjadi bangsa yang
kokoh walaupun terdapat berbagai perbedaan di dalamnya. Setiap orang Katolik
dalam status atau profesi apapun harus mengambil bagian dalam perjuangan untuk
mengembangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia20
. Ia juga
mengajarkan kepada umat Katolik agar menjadi seorang Katolik yang nasionalis.
Walaupun agama Katolik adalah agama yang minoritas di Indonesia, tetapi umat
Katolik harus terus berjuang demi kepentingan bersama tanpa memandang suku
ataupun golongan.
C. Sumbangan Pemikiran I.J. Kasimo bagi Keberagaman Agama di
Indonesia
I.J. Kasimo adalah seorang tokoh pergerakan yang patut menjadi teladan
bagi keberagaman agama yang ada di Indonesia jika melihat situasi di Indonesia
saat ini. Saat ini di Indonesia sering terjadi konflik yang diakibatkan oleh
kesalahpahaman di antara agama-agama yang ada di Indonesia. Jika dipahami
dengan baik, agama memang menjadi alat persatuan untuk membangun suatu
negara. Tetapi tidak sedikit orang malah menjadikan agama sebagai pemicu
konflik di dalam masyarakat Indonesia. Mereka berlomba-lomba untuk
menguatkan identitas agama mereka masing-masing. Wacana dominan dan non
dominan serta mayoritas dan minoritas pun semakin memperuncing terjadinya
konflik.
Mereka ingin menunjukkan bahwa agama yang mereka anut adalah
agama yang paling suci dengan cara yang salah. Tidak segan-segan agama yang
20
Benny Sabdo, Kiprah Tokoh Katolik Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 2015.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
satu membuat kebohongan terhadap agama yang lain. Mereka sampai lupa bahwa
keberagaman agama yang ada di Indonesia itu sebenarnya bertujuan untuk
membangun bangsa yang hebat, bukannya berlomba-lomba untuk mendapat
pengakuan bahwa agama merekalah yang paling hebat. Mereka tidak sadar bahwa
apa yang mereka lakukan sebenarnya tidak bisa membuat bangsa Indonesia
menjadi semakin maju, tetapi sebaliknya hal itu membuat Indonesia akan semakin
hancur karena tidak adanya persatuan yang selama ini dicita-citakan oleh I.J.
Kasimo serta tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya.
Dari persoalan-persoalan yang didasari oleh agama tersebut, sebaiknya
masyarakat Indonesia belajar dari I.J. Kasimo. Ia adalah seorang tokoh nasionalis
yang mempunyai komitmen kemanusiaan tanpa mempersoalkan agama. Hal itu
terbukti ketika pada 1921 ia diangkat sebagai pegawai gubernemen di Merbuh
yang terletak di kabupaten Kendal, di sebelah barat kota Semarang.. Di dalam
perkebunan yang sangat luas ini ia bersama mandor-mandor lain dari bangsa
Belanda bertugas mengawasi buruh-buruh yang menyadap karet.21
Sebagai
mandor, ia tidak pernah menabur kebencian mengenai agama yang dianut oleh
buruh tersebut, padahal saat itu banyak kecurigaan dari kaum pribumi kepada
golongan Katolik. Kaum pribumi menganggap golongan Katolik adalah golongan
yang mendukung penuh pemerintahan Belanda di Indonesia. I.J. Kasimo tetap
bersikap baik walaupun terdapat perbedaan agama antara ia dan buruh-buruh
penyadap karet. Dengan sifatnya yang seperti itu, ia mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan para buruh penyadap karet. Bahkan sewaktu ada buruh yang
21
Ibid.,hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dipecat, ia tetap menerima buruh tersebut dan dipekerjakan di bagian lain. Padahal
peraturan pada saat itu melarangnya untuk melakukan hal tersebut. Akibatnya I.J.
Kasimo dipanggil oleh pemimpin tertinggi perkebunan. Ia dimaki-maki, dituduh
merusak ketertiban umum dan dituduh merusak suasana kerja. Akhirnya ia dipecat
oleh pemimpin tertinggi perkebunan tersebut. Ia rela kehilangan jabatannya hanya
demi seorang buruh. Ia rela membela kaum kecil karena alasan kemanusiaan. Ia
menolong rakyat kecil tanpa memandang latar belakang agamanya. Yang ia
pikirkan hanyalah menolong semua kaum pribumi tanpa kecuali.
I.J. Kasimo adalah salah satu tokoh Katolik yang dikenal mempunyai
nasionalisme yang tinggi. Pada saat penjajahan Belanda, tidak henti-hentinya ia
ingin membuktikan kepada masyarakat Indonesia bahwa agama Katolik adalah
agama yang nasionalis. Jika ia tidak mempunyai rasa nasionalis dan hanya ingin
menguatkan identitas agama Katolik, bisa saja ia menggabungkan diri dengan IKP
yang dibentuk oleh Belanda. IKP adalah partai Katolik yang dimiliki oleh
Belanda. Tetapi karena pendiriannya, ia tetap ingin membuktikan bahwa agama
Katolik adalah agama yang nasionalis. Agama Katolik ingin ikut berjuang demi
terciptanya kesejahteraan rakyat di Indonesia. Perjuangannya pun tidak sia-sia
karena ia bisa mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik. Melalui partai
tersebut, ia berjuang bersama kelompok lain yang bukan berasal dari agama
Katolik. Lambat laun agama Katolik sudah dianggap sebagai agama yang
nasionalis karena bukti perjuangan yang nyata dari I.J. Kasimo untuk
mengembangkan nasionalismenya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Ia adalah salah satu tokoh yang menginspirasi masyarakat Indonesia agar
bisa menghormati hak-hak semua agama yang ada di Indonesia. Ia selalu
membela kepentingan pribumi tanpa kecuali. Ia membela semua kaum pribumi,
termasuk membela kaum pribumi mayoritas padahal ia adalah kaum minoritas
jika dilihat dari segi agama. Ia dikenal sebagai tokoh yang bisa menerima semua
kalangan, tidak memandang latar belakang sosial ataupun agama. Ia tidak pernah
alergi pada perbedaan, baginya perbedaan justru bisa menjadi rahmat untuk
membangun negeri ini.22
I.J. Kasimo juga dikenal sebagai simbol minoritas yang percaya diri.
Dalam banyak hal, ia maju ke depan sebagai orang Katolik. Ia tidak pernah
menutup-nutupi kekatolikannya. Sejak berumur 23 tahun, ia berjuang tanpa ragu-
ragu menggunakan bendera Katolik. Kekatolikannya tidak pernah menjadi
penghambat baginya untuk berperan secara luas. Tetapi dengan menggunakan
ajaran-ajaran katolik, ia menyuarakan cita-cita yang universal. Dengan demikian,
dalam perjuangannya ia tidak bisa dikatakan minoritas. Perjuangannya yang
universal ini membawanya melintasi berbagai golongan dan agama. Inti
perjuangannya adalah mewujudkan hak-hak asasi manusia untuk merdeka dari
segala bentuk penjajahan dan penindasan.23
Perjuangan I.J. Kasimo tersebut tentunya sangat berbanding terbalik
dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin memperkuat identitas
agamanya dengan cara yang salah. Mereka hanya ingin menghakimi dan mencari
kesalahan agama lain tanpa memikirkan pentingnya nasionalisme bagi
22
Tom Saptaatmaja, “ Belajar dari Kasimo dan Gus Dur”, Hidup, 27 November 2011, hlm.19. 23
Greg Soetomo, “Minoritas yang Percaya Diri”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
kelangsungan hidup di Indonesia. Untuk itulah I.J. Kasimo patut menjadi teladan
oleh masyarakat Indonesia. Bukannya mencari kesalahan agama lain, tetapi ia
berusaha membuktikan bahwa agama yang ia anut adalah agama yang nasionalis
tanpa memandang rendah agama lain. Apa yang dilakukan I.J. kasimo tersebut
seharusnya menjadi contoh yang baik bagi kehidupan beragama di Indonesia.
Masyarakat Indonesia harus membuktikan bahwa agama yang mereka anut adalah
agama yang nasionalis tanpa memandang rendah agama lain dan siap bekerjasama
dengan agama lain untuk mewujudkan negara Indonesia menjadi negara yang
hebat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sejak memutuskan untuk mengembangkan nasionalisme, I.J. Kasimo
bertekad untuk memperjuangkan nasib kaum pribumi agar mendapat
kehidupan yang layak di tanah airnya sendiri. Perilaku dan sifat I.J. Kasimo
terbentuk karena pengalaman masa kecilnya yang penuh dengan ketidak
adilan. Ia dibesarkan pada saat sistem feodalisme dan kolonialisme yang
menggerogoti hampir seluruh lapisan masyarakat. Sistem feodalisme dan
kolonialisme inilah yang nantinya menjadi salah satu alasannya untuk
mengembangkan nasionalisme. Tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri I.J.
Kasimo tidak luput dari pengaruh Pastor van Lith yang menanamkan rasa
cinta kepada tanah air dan patriotisme ditengah penderitaan yang terjadi
akibat kolonialisme. Selain itu aspek lain yang membentuk dirinya menjadi
seorang nasionalis adalah kegemarannya membaca. Dari kegemaran
membacanya tersebut, ia menemukan buku-buku yang semakin
mematangkan pemikirannya bahwa kesejahteraan rakyat memang hal yang
paling penting bagi kelangsungan hidup di suatu negara.
2. Proses yang dilalui I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya
ditempuh melalui jalur politik. Dalam mengembangkan nasionalismenya
melalui jalur politik, ia memilih jalan yang evolusioner. Ia memilih jalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
evolusi karena pada saat itu Belanda sangat tegas dalam menangani
kelompok-kelompok revolusioner. Ia khawatir jika semua kaum pergerakan
menggunakan cara yang revolusioner , maka akan terjadi kelumpuhan
perjuangan karena akan ditindak tegas oleh Belanda. Oleh karena itu ia
memilih jalan evolusioner dengan cara bekerjasama dengan partai nasionalis
lainnya dan meyakinkan pemerintah Belanda melalui cara-cara yang tidak
bertentangan dengan hukum. Meskipun cara yang ditempuh I.J. Kasimo
melalui jalan evolusioner, namun ia menunjukkan sikap yang sangat radikal
melalui pernyataan-pernyatannya yang dikenal sangat berani.
3. Berkat upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya, banyak
sekali pemikiran-pemikirannya yang bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat
Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar
mayarakat Indonesia bisa menghargai perbedaan agama yang ada di
Indonesia. Ia mengajarkan kepada masyarakat Indonesia bahwa perbedaan
yang ada sebenarnya adalah suatu kekuatan yang hebat untuk membangun
negeri ini. Ia juga mengajarkan kepada politikus di Indonesia agar menjadi
politikus yang benar-benar mengorbankan tenaganya untuk rakyat, bukannya
memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Ia juga mengajarkan
politikus di Indonesia agar menjadi politikus yang jujur, bermartabat, dan
konsekuen untuk menjalankan tugasnya. Selain itu ia juga mengajarkan
kepada umat katolik agar mampu menyelaraskan ajaran-ajaran Katolik
dengan kegiatan sehari-hari. I.J. Kasimo juga menginspirasi umat katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
agar menjadi umat yang turut memajukan bangsa Indonesia meskipun
golongan katolik adalah golongan yang minoritas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Asvi Warman Adam. 2012. Menyingkap Tirai Sejarah : Bung Karno dan kemeja
Arrow. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Benny Sabdo. 2015. Kiprah Tokoh Katolik Indonesia. Yogyakarta: PT Kanisius.
Dua, Mikhael, dkk. 2008. Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama. Jakarta:
Obor.
Haryono, Anton. 2009. Awal Mulanya Adalah Muntilan. Yogyakarta: Kanisius.
Kasimo, I.J. 1949. Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia. Jakarta:
Dewan PKRI.
Kohn, Hans. 1961. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Pustaka Sardjana.
Kuntowijoyo. 2006. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Jilid V.
Jakarta: PN. Balai Pustaka.
--------------------- 1993. Sejarah Nasional Jilid VI. Jakarta : PN. Balai Pustaka.
Pringgodigdo, A. K. 1979. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: P.T.
Dian Rakyat.
Roeslam Abdulghani. 1987. Indonesia Menatap Masa Depan. Jakarta: Pustaka
Merdeka.
Sartono Kartodirjo. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan nasional Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta:
P.T. Gramedia.
Shafer, Boyd. C. 1955. Nationalism Myth and Reality. New York: A Harvest
Book Harcourt Brace & World Inc.
Siswono Yudohusodo, dkk. Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi.
Yogyakarta: Widya Patria.
Suhartono Pranoto.W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Thasadi, dkk. 1993. Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: CV.
Manggala Bhakti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tim Wartawan Kompas. 1980. I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya. Jakarta:
Gramedia.
Sumber Majalah
Anhar Gonggong. 2008. “Kasimo layak jadi Pahlawan Nasional”. dalam Hidup, 62
(45), 6-7.
Aur, Alexander. 2008. “Perjuangkan Kemerdekaan”. dalam Hidup, 62 (45), 7.
Benny Sabdo. 2011. “Pahlawan Nasional untuk Kasimo”. dalam Hidup, 65 (48), 14.
Soetomo, Greg. 2011. “Katolik yang Tidak Minder”. dalam Hidup, 65 (48), 11.
------------------- 2008. “Minoritas yang Percaya Diri”. Dalam Hidup, 62 (45), 4.
Tom Saptaatmaja. 2011. ““ Belajar dari Kasimo dan Gus Dur”. dalam Hidup, 65 (48), 19.
Sumber Internet
Kolonialisme, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kolonialsime. Diakses 19 Oktober 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Foto diri I.J. Kasimo
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Ignatius_Joseph_Kasimo_Hendrowahyono
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I.J. Kasimo (kanan) saat masa pendidikan di Bogor
Sumber : prioritasnews.com
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I.J. Kasimo saat berbincang dengan Ir. Soekarno
Sumber : http://www.slideshare.net/giovannipromesso/gereja-dan-politik-belajar-
dari-ij-kasimo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SILABUS
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas : XI
Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong kerjasama, toleran, damai), santun, responsif,
dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah
secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber Belajar
1.1 Menghayati nilai-
nilai persatuan dan
keinginan bersatu
dalam perjuangan
pergerakan nasional
menuju
kemerdekaan
bangsa sebagai
karunia Tuhan
Yang Maha Esa
terhadap bangsa
dan negera
Indonesia.
2.1 Mengembangkan
nilai dan perilaku
mempertahankan
harga diri bangsa
dengan bercermin
pada kegigihan para
pejuang dalam
menjajah.
3.5 Menganalisis peran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tokoh-tokoh nasional
dalam perjuangan
menegakkan negara
Indonesia.
4.5. Menulis sejarah
tentang salah satu
tokoh nasional yang
berjuang melawan
penjajahan kolonial
barat.
Tokoh-tokoh
nasional dalam
perjuangannya
menegakkan negara
republik Indonesia
Latar belakang
I.J. Kasimo
mengembangkan
nasionalisme
pada zaman
kolonial
Proses yang
dilalui I.J.
Kasimo dalam
mengembangkan
nasionalisme
pada zaman
kolonial
Sumbangan
pemikiran I.J.
Mengamati :
Membaca buku
teks, browsing
internet dan
berdiskusi dengan
teman di samping
tentang
nasionalisme I.J.
Kasimo pada
zaman kolonial
Menanya:
Tanya jawab,
berdiskusi, dan
memberi komentar
tentang
nasionalisme I.J.
Kasimo pada
zaman kolonial
Mengekspolrasikan
:
Observasi :
Mengamati
kegiatan
peserta didik
dalam proses
mengumpulkan
data, analisis
data dan
pembuatan
laporan tentang
nasionalisme
I.J. Kasimo
pada zaman
kolonial
Portofolio :
Menilai laporan
makalah
peserta didik
tentang
nasionalisme
2 X 45
menit
I Wayan
Badrika. 2006.
Sejarah untuk
SMA kelas XI
Progam
Pengetahuan
Sosial, Jilid 2.
Jakarta :
Erlangga.
Tim Wartawan
Kompas. 1980.
I.J. Kasimo
Hidup dan
Perjuangannya.
Jakarta : PT
Gramedia
Mikhael Dua,
dkk. 2008.
Politik Katolik
Politik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kasimo dari
nasionalime
yang dimilikinya
bagi masyarakat
indonesia
Di dalam
kelompok, siswa
mengumpulkan
data lanjutan
terkait dengan
latar belakang,
serta usaha-usaha
I.J. Kasimo
mengembangkan
nasionalisme pada
zaman
kolonialimse,
melalui bacaan
atau internet
Mengasosiasi :
Menganalisis
informasi yang
didapat dari
berbagai sumber
mengenai
I.J. Kasimo
pada zaman
kolonial
Tes Tertulis :
Menilai
kemampuan
peserta didik
dalam
penguasaan
materi tentang
nasionalisme
I.J. Kasimo
pada zaman
kolonial
Kebaikan
Bersama.
Jakarta : Obor
Adam, Asvi
Warman. 2012.
Bung Karno
dan Kemeja
Arrow. Jakarta :
Kompas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterkaitan untuk
mendapatkan
kesimpulan
tentang latar
belakang, proses,
serta sumbangan
pemikiran I.J.
Kasimo dari
nasionalisme yang
dimilikinya bagi
masyarakat
Indonesia, melalui
bacaan atau
internet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA N 2 Yogyakarta
Kelas/ Semester : XI/ 2
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Materi Pokok : Tokoh-Tokoh Nasional
Pertemuan : 1
Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
2. Menghayati dan mengamati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif
dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No. Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi
1. 1.1 Menghayati nilai-nilai
persatuan dan keinginan
bersatu dalam perjuangan
pergerakan nasional
menuju kemerdekaan
bangsa sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa
terhadap bangsa dan
negera Indonesia.
1.1.1 Menunjukkan sikap syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas
kemerdekaan Indonesia dari tangan
penjajah.
2. 2.1 Mengembangkan nilai
dan perilaku
mempertahankan harga
diri bangsa dengan
bercermin pada kegigihan
para pejuang dalam
melawan penjajah.
2.1.1 Menunjukkan sikap dan perilaku cinta
tanah air dalam kehidupan sehari-
hari.
3. 3.5 Menganalisis peran
tokoh-tokoh nasional
dalam perjuangan
menegakkan negara
Republik Indonesia,
khususnya I.J. Kasimo.
3.5.1 Mendiskripsikan latar belakang I.J.
Kasimo mengembangkan
nasionalisme pada zaman kolonial.
3.5.2 Mendiskripsikan proses yang dilalui
I.J. Kasimo dalam mengembangkan
nasionalisme pada zaman kolonial.
3.5.3 Mendiskripsikan sumbangan
pemikiran I.J. Kasimo dari
nasionalisme yang dimilikinya bagi
masyarakat Indonesia. 4.1 4.1 Menyajikan hasil analisis
tentang peran tokoh-
tokoh nasional dalam
perjuangan menegakkan
negara Republik
Indonesia, khususnya
I.J. Kasimo.
4.1.1 Melaporkan hasil analisis tentang latar
belakang, poses, dan sumbangan
pemikiran I.J. Kasimo dari
nasionalisme yang dimilikinya bagi
masyarakat Indonesia.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi sikap spiritual
a. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah dengan belajar tekun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Kompetensi Sikap Sosial
b. Menunjukkan sikap perilaku menghargai jasa-jasa pahlawan dalam
melawan penjajah.
c. Menunjukkan sikap tanggungjawab dan peduli di sekolah.
d. Menunjukkan sikap responsif dan proaktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran di kelas.
e. Menunjukkan sikap dan perilaku cinta tanah air dalam kehidupan
sehari-hari.
f. Menunjukkan sikap dan perilaku jujur dan bertanggungjawab dalam
mengerjakan tugas.
3. Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik dapat :
g. Menjelaskan latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme
pada zaman kolonial.
h. Menjelaskan proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
nasionalisme pada zaman kolonial
i. Menjelaskan sumbangan pemikiran I.J. Kasimo bagi masyarakat
Indonesia.
j. Mempresentasikan dan melaporkan latar belakang, proses, dan
sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dalam mengembangkan
nasionalismenya bagi masyarakat Indonesia.
D. Materi Ajar
Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial
1. Latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman
kolonial.
2. Proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
nasionalismenya pada zaman kolonial.
3. Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya
bagi masyarakat Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E. Metode Pembelajaran
1. Metode Pembelajaran : Observasi, Diskusi, , presentasi, Tanya
Jawab, dan tugas.
2. Pendekatan Pembelajaran : Saintifik
3. Model Pembelajaran : Cooperative Learning
F. Sumber Belajar
Sumber buku
I Wayan Badrika. 2006. Sejarah untuk SMA kelas XI Progam
Pengetahuan Sosial, Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Tim Wartawan Kompas. 1980. I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya.
Jakarta : PT Gramedia.
Mikhael Dua, dkk. 2008. Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama.
Jakarta : Obor.
Adam, Asvi Warman. 2012. Bung Karno dan Kemeja Arrow. Jakarta :
Kompas.
G. Media Pembelajaran
Alat : Laptop, LCD
Bahan : Foto-foto perjuangan I.J. Kasimo
H. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
1. Pendahuluan Guru mengucapkan salam.
Guru mengabsen siswa.
Orientasi : Guru memusatkan perhatian
siswa pada materi yang akan dipelajari
dengan menampilkan slide.
Apersepsi : Guru menanyakan tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
10’
Menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
zaman kolonial.
Motivasi : Guru menyampaikan
mengenai dampak-dampak dari
pahlawan nasional dalam
mengembangkan nasionalismenya bagi
masyarakat Indonesia
Guru menuliskan tujuan pembelajaran.
Guru membagi siswa dalam beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5
siswa.
Guru memberikan bahan diskusi
pembelajaran.
2. Kegiatan Inti A. Mengamati
Siswa membaca teks atau referensi
yang disediakan oleh guru tentang
nasionalisme yang dikembangkan
para pahlawan nasional di Indonesia
Guru menampilkan gambar I.J.
Kasimo
B. Menanya
Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya
berkaitan dengan nasionalisme I.J.
Kasimo pada zaman kolonial.
C. Mengumpulkan Informasi
Peserta didik dapat mengumpulkan
informasi melalui internet, teks yang
sudah disediakan atau referensi lain
yang relevan tentang nasionalisme I.J.
Kasimo pada zaman kolonial.
70’
Menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Menalar
Peserta didik mendiskusikan tentang
nasionalisme I.J.Kasimo pada zaman
kolonial bersama teman satu
kelompoknya.
Dalam kelompok diskusi, peserta
didik menganalisis, menghubungkan,
dan mengasosiasikan informasi-
informasi yang ditemukan melalui
sumber tertulis atau internet tentang
nasionalisme I.J. Kasimo pada zaman
kolonial.
E. Mengkomunikasikan
Masing-masing kelompok
menyajikan secara lisan hasil analisis
dan kesimpulan tentang nasionalisme
I.J. Kasimo pada zaman kolonial.
Peserta didik yang lain menyimak dan
mencatat informasi dari siswa yang
mengungkapkan jawabannya di depan
kelas.
Peserta didik melaporkan hasil
analisis dan evaluasi dalam bentuk
tulisan yang berisi nasionalisme
I.J.Kasimo pada zaman kolonial.
3. Penutup Guru menyimpulan materi yang
dipelajari hari ini.
Guru mengevaluasi untuk mengukur
ketercapaian tujuan belajar.
10’
Menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peserta didik menyampaikan nilai-
nilai yang diperoleh hari ini.
Informasi pembelajaran yang akan
datang.
Mengucapkan salam.
I. Penilaian
A. Sikap Spiritual
1. Teknik penilaian : Non Tes (pengamatan sikap selama proses
Pembelajaran)
2. Bentuk instrumen : Lembar penilaian skala sikap
3. Kisi-kisi :
No Sikap/ nilai Butir Instrumen
1. Bersyukur kepada Tuhan 1
2. Berdoa kepada Tuhan 2
4. Instrumen :
No.
Nama Peserta
Didik
Indikator
Nilai Akhir Bersyukur Kepada
Tuhan (1-4)
Berdoa Sebelum dan
Sesudah Kegiatan
Pembelajaran (1-4)
1. Adam
2. Iwan
3. Arif
4. Aldi
Kisi-kisi indikator sikap spiritual : Bersyukur kepada Tuhan
1. Bersyukur dengan tidak sungguh-sungguh
2. Kadang-kadang bersyukur dengan sungguh-sungguh
3. Sering bersyukur
4. Selalu bersyukur dengan sungguh
Kisi-kisi indikator sikap spiritual: berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran
1. Berdoa tidak sungguh-sungguh
2. Kadang-kadang berdoa dengan sungguh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Sering berdoa
4. Selalu berdoa dengan sungguh-sungguh
Petunjuk Penyekoran :
Peserta didik memperoleh nilai :
A= baik sekali : apabila memperoleh skor 8
B= baik : apabila memperoleh skor 6
C= cukup : apabila memperoleh skor 4
D= kurang : apabila memperoleh skor 2
a. Sikap Sosial
1. Teknik Penilaian: Non Tes (pengamatan sikap selama proses pembelajaran)
2. Bentuk instumen: Lembar penilaian skala sikap
3. Kisi-kisi: Sikap menghargai
No. Sikap/ nilai Butir Instrumen
1. Sikap saling menghormati 1
2. Peduli 2
3. Santun 3
4. Kerja sama 4
5. Instrumen
No. Peserta
Didik
Indikator Jumlah
Skor
Memiliki sikap
saling meng-
hormati (1-4)
Peduli
(1-4)
Santun
(1-4)
Kerja sama
(1-4)
1. Adam
2. Iwan
3. Arif
4. Aldi
Kisi-kisi indikator sikap saling menghormati :
Deskriptor Skor
Tidak saling menghormati 1
Kurang menghormati 2
Cukup menghormati 3
Sangat menghormati 4
Kisi-kisi indikator sikap peduli :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Deskriptor Skor
Tidak saling peduli 1
Kurang peduli 2
Cukup peduli 3
Sangat peduli 4
Kisi-kisi indikator sikap santun :
Deskriptor Skor
Tidak pernah bersikap/ berperilaku santun 1
Kurang santun dalam bersikap/ berperilaku 2
Cukup santun dalam bersikap/ berperilaku 3
Sangat santun dalam bersikap/ berperilaku 4
Kisi-kisi indikator sikap kerja sama :
Deskriptor Skor
Tidak saling kerja sama 1
Kurang kerja sama 2
Cukup kerja sama 3
Sangat kerja sama 4
Petunjuk Penyekoran :
Peserta didik memperoleh nilai :
A= Baik Sekali : apabila memperoleh skor 16
B= Baik : apabila memperoleh skor 12
C= Cukup : apabila memperoleh skor 8
D= Kurang : apabila memperoleh skor 4
a. Penilaian Sikap Diskusi
1. Teknik : Non tes (pengamatan sikap selama diskusi)
2. Bentuk instrumen : Lembar penilaian skala nilai
3. Kisi-kisi : Sikap selama diskusi
No. Sikap/ nilai Butir Instrumen
1. Keaktifan 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Keseriusan 2
3. Mengemukakan pendapat 3
4. Bertanya 4
4. Instrumen :
No. Nama Indikator Nilai
Akhir Keaktifan Keseriusan Bertanya Mengemukakan
Pendapat
1. Adam
2. Iwan
3. Arif
4. Aldi
Kisi-kisi indikator penilaian sikap diskusi :
4.1 (Keaktifan, mengemukakan pendapat, bertanya)
a. Skor 1 diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok
b. Skor 2 diperoleh siswa bila terlibat dalam kelompok namun tidak memberi
masukan
c. Skor 3 diperoleh siswa bila terlibat dan memberi masukan
d. Skor 4 diperoleh siswa bila berperan aktif dalam kelompok
4.2 (Keseriusan)
a. Skor 1 diperoleh siswa bila tidak serius dalam mengerjakan tugas
b. Skor 2 diperoleh siswa bila siswa cukup serius dalam mengerjakan tugas
c. Skor 3 diperoleh siswa bila siswa serius dalam mengerjakan tugas
d. Skor 4 diperoleh siswa bila siswa sangat serius dalam mengerjakan tugas
Petunjuk Penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai :
A= Baik Sekali : apabila memperoleh skor 16
B= Baik : apabila memperoleh skor 12
C= Cukup : apabila memperoleh skor 8
D= Kurang : apabila memperoleh skor 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Pengetahuan (Kognitif)
1. Teknik Penilaian : Tes
2. Bentuk Instrumen : Lembar tugas
3. Kisi-kisi : Tugas terstruktur
4. Instrumen : Essai
4.1 Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman
kolonial ?
4.2 Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan
nasionalisme pada zaman kolonial ?
4.3 Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang
dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?
√ Kunci Jawaban
4.1 Sejak memutuskan untuk mengembangkan nasionalisme, I.J. Kasimo
bertekad untuk memperjuangkan nasib kaum pribumi agar mendapat
kehidupan yang layak di tanah airnya sendiri. Perilaku dan sifat I.J.
Kasimo terbentuk karena pengalaman masa kecilnya yang penuh
dengan ketidak adilan. Ia dibesarkan pada saat sistem feodalisme dan
kolonialisme yang menggerogoti hampir seluruh lapisan masyarakat.
Sistem feodalisme dan kolonialisme inilah yang nantinya menjadi
salah satu alasannya untuk mengembangkan nasionalisme.
Tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri I.J. Kasimo tidak luput dari
pengaruh Pastor van Lith yang menanamkan rasa cinta kepada tanah
air dan patriotisme ditengah penderitaan yang terjadi akibat
kolonialisme. Selain itu aspek lain yang membentuk dirinya menjadi
seorang nasionalis adalah kegemarannya membaca. Dari kegemaran
membacanya tersebut, ia menemukan buku-buku yang semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mematangkan pemikirannya bahwa kesejahteraan rakyat memang hal
yang paling penting bagi kelangsungan hidup di suatu negara.
4.2 Proses yang dilalui I.J. Kasimo untuk mengembangkan
nasionalismenya ditempuh melalui jalur politik. Dalam
mengembangkan nasionalismenya melalui jalur politik, ia memilih
jalan yang evolusioner. Ia memilih jalan evolusi karena pada saat itu
Belanda sangat tegas dalam menangani kelompok-kelompok
revolusioner. Ia khawatir jika semua kaum pergerakan menggunakan
cara yang revolusioner , maka akan terjadi kelumpuhan perjuangan
karena akan ditindak tegas oleh Belanda. Oleh karena itu ia memilih
jalan evolusioner dengan cara bekerjasama dengan partai nasionalis
lainnya dan meyakinkan pemerintah Belanda melalui cara-cara yang
tidak bertentangan dengan hukum. Meskipun cara yang ditempuh I.J.
Kasimo melalui jalan evolusioner, namun ia menunjukkan sikap yang
sangat radikal melalui pernyataan-pernyatannya yang dikenal sangat
berani.
4.3 Berkat upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya,
banyak sekali pemikiran-pemikirannya yang bisa menjadi inspirasi
bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh
masyarakat Indonesia agar mayarakat Indonesia bisa menghargai
perbedaan agama yang ada di Indonesia. Ia mengajarkan kepada
masyarakat Indonesia bahwa perbedaan yang ada sebenarnya adalah
suatu kekuatan yang hebat untuk membangun negeri ini. Ia juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengajarkan kepada politikus di Indonesia agar menjadi politikus
yang benar-benar mengorbankan tenaganya untuk rakyat, bukannya
memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Ia juga
mengajarkan politikus di Indonesia agar menjadi politikus yang jujur,
bermartabat, dan konsekuen untuk menjalankan tugasnya. Selain itu
ia juga mengajarkan kepada umat katolik agar mampu menyelaraskan
ajaran-ajaran Katolik dengan kegiatan sehari-hari. I.J. Kasimo juga
menginspirasi umat katolik agar menjadi umat yang turut memajukan
bangsa Indonesia meskipun golongan katolik adalah golongan yang
minoritas.
E. Pedoman Penskoran
No. Rambu-rambu skor Skor
1. Jawaban yang lengkap dengan alasan yang tepat 20
2. Jawaban berdasarkan referensi yang relevan dengan
alasan seadanya 15
3. Jawaban kurang lengkap 6
4. Jawaban tidak sesuai dengan soal yang ditanyakan 4
Catatan : Setiap soal, skor maksimal 20
Keterangan :
- Siswa yang memperoleh nilai <75 dinyatakan tidak tuntas dan mengikuti
remidi
- Siswa yang memperoleh nilai >75 dinyatakan tuntas dan mengikuti
pengayaan
F. Psikomotorik
a. Teknik Penilaian : Tes
b. Bentuk Instrumen : Lembar Tugas
c. Kisi-kisi :
Tugas : Peserta didik diberi tugas untuk membuat artikel ilmiah.
d. Instrumen :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Soal : Buatlah artikel ilmiah tentang I.J. Kasimo sebagai tokoh yang
mengembangkan nasionalisme dalam bentuk narasi !
No
.
Nama
Peserta
Didik
Aspek yang dinilai Nilai
akhir
Relevansi
(1-4)
Kelengkapan
(1-4)
Pembahasan
(1-4)
Ketepatan
waktu (1-4)
1. Adam
2. Iwan
3. Arif
4. Aldi
Petunjuk Penyekoran:
Peserta didik memperoleh nilai :
Baik sekali : apabila memperoleh skor 13-16
Baik : apabila memperoleh skor 9-12
Cukup : apabila meperoleh skor 5-8
Kurang : apabila memperoleh skor 1-4
Mengetahui :
Kepala SMA N 2 Yogyakarta
F. Rahardi. S.Pd.
NIP…….
Yogyakarta,…..Februari 2017
Guru Mata Pelajaran
Klemens Setya Puja Kisworo
NIP…..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI