nama : paulina sie program studi : s-1 reguler npm...

27
Nama : Paulina Sie Program Studi : S-1 Reguler Jurusan : Akuntansi NPM : 0811031043 No. Hp : 081977150015 Email : [email protected] Pembimbing I : Dr.Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. Pembimbing II : Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt. ANALISIS PENGARUH EKSPOSUR RISIKO INSTRUMEN DERIVATIF TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA ABSTRAK Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat kegagalan pengelolaan derivatif menimbulkan pertanyaan apakah auditor sebelumnya sudah secara tepat mendeteksi dan mengungkapkan keadaan tersebut dalam laporan auditnya. Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah. Namun, apabila kenyataan tersebut tidak diungkapkan, auditor dipandang gagal karena tidak memberikan peringatan dini sehubungan dengan keberlangsungan usaha perusahaan kepada stakeholder. Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor determinasi opini audit going concern pada perusahaan publik yang teridentifikasi menggunakan instrumen derivatif dengan tujuan lindung nilai. Berdasarkan telaah pustaka, diajukan hipotesis bahwa biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position berpengaruh terhadap opini audit going concern. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 18 perusahaan sebagai objek penelitian selama periode tahun 2007 hingga tahun 2010. Hasil uji empiris dengan menggunakan teknik regresi binary logistic ini menunjukkan bahwa hanya tingkat utang yang diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio) yang berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going concern. Tingginya tingkat utang sebagai motif perusahaan melakukan lindung nilai dengan derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari perusahaan dan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat utang, semakin besar kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang menggunakan instrumen derivatif. Kata Kunci: derivatif, eksposur risiko, hedging, opini audit going concern

Upload: hathuy

Post on 20-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nama : Paulina Sie

Program Studi : S-1 Reguler

Jurusan : Akuntansi

NPM : 0811031043

No. Hp : 081977150015

Email : [email protected]

Pembimbing I : Dr.Einde Evana, S.E., M.Si., Akt.

Pembimbing II : Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt.

ANALISIS PENGARUH EKSPOSUR RISIKO INSTRUMEN DERIVATIF

TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN

PUBLIK YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

ABSTRAK

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat kegagalan pengelolaan

derivatif menimbulkan pertanyaan apakah auditor sebelumnya sudah secara tepat

mendeteksi dan mengungkapkan keadaan tersebut dalam laporan auditnya.

Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah. Namun,

apabila kenyataan tersebut tidak diungkapkan, auditor dipandang gagal karena

tidak memberikan peringatan dini sehubungan dengan keberlangsungan usaha

perusahaan kepada stakeholder.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor determinasi opini audit going

concern pada perusahaan publik yang teridentifikasi menggunakan instrumen

derivatif dengan tujuan lindung nilai. Berdasarkan telaah pustaka, diajukan

hipotesis bahwa biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position

berpengaruh terhadap opini audit going concern. Metode pengambilan sampel

yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 18 perusahaan

sebagai objek penelitian selama periode tahun 2007 hingga tahun 2010.

Hasil uji empiris dengan menggunakan teknik regresi binary logistic ini

menunjukkan bahwa hanya tingkat utang yang diukur dengan DER (Debt to

Equity Ratio) yang berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going

concern. Tingginya tingkat utang sebagai motif perusahaan melakukan lindung

nilai dengan derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin

dihindari perusahaan dan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan

tidak bisa melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat utang,

semakin besar kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern pada

perusahaan yang menggunakan instrumen derivatif.

Kata Kunci: derivatif, eksposur risiko, hedging, opini audit going concern

ABSTRACT

Bankruptcy of large companies due to the failure of the derivatives management

raises the question whether the auditors previously had accurately detected and

disclosed these circumstances in their audit report. Provision of going concern

status is not an easy task. However, if the fact was not disclosed, the auditor is

deemed to fail because they did not give the warning early about sustainability of

the company to stakeholders.

This study aims to examine the determinant factors of going concern audit opinion

on public companies which were identified using derivatives to hedging purposes.

Based on the literature review, this study hypothesized that the cost of capital,

liquidity, debt level, and net open position have impact on the going concern audit

opinion. The sampling method used purposive sampling method and obtained 18

companies as the objects of study during the period of 2007 to 2010.

The results of empirical tests using binary logistic regression techniques showed

that only debt level as measured by DER (Debt to Equity Ratio) that has

significantly positive effect on going-concern audit opinion. The high level of debt

as a motive for companies to hedge with derivatives reflects the level of financial

risk which the company avoided and indicates the possibility that the company

can not pay its liabilities. Therefore, the higher the level of debt, the more likely

the auditor gives a going concern audit opinion on the companies that use

derivative instruments.

Keywords: derivative, risk exposure, hedging, going concern audit opinion

1. Pendahuluan

Penggunaan produk derivatif untuk tujuan lindung nilai diyakini dapat

mengurangi eksposur risiko yang dihadapi perusahaan (Zhang, 2009 dan Bartram,

2011). Namun, dalam implementasinya, ketika transaksi derivatif dengan maksud

hedging tersebut dikelola dengan tidak efektif, dampaknya justru akan sama

dengan transaksi spekulatif. Hal tersebut akan mengakibatkan volatilitas risiko

dan nilai perusahaan menjadi lebih tinggi, sehingga perusahaan bisa mengalami

kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat.

Kebangkrutan perusahaan-perusahaan besar akibat derivatif merupakan

contoh nyata kegagalan pengelolaan derivatif sebagai instrumen lindung nilai.

Sayangnya, sebelum kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi, pada beberapa

perusahaan tersebut, tidak ditemukan adanya tanda-tanda atau peringatan dini

akan kesulitan keuangan yang sedang dialami perusahaan terkait instrumen

derivatif tersebut. Auditor sebagai pihak independen yang menilai kewajaran

laporan keuangan sebuah perusahaan memiliki suatu tanggung jawab untuk

mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan

auditnya. Oleh karena itu, hal tersebut dipandang sebagai kegagalan auditor

melaksanakan tugasnya dalam mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan

mengungkapkan masalah keberlangsungan usaha perusahaan.

Sulitnya memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan membuat

auditor mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini audit

going concern mengingat hal tersebut justru dapat mempercepat proses

kebangkrutan (hipotesis self-fulfilling prophecy) (Venuti,2004). Pemberian status

going concern ini bukanlah suatu tugas yang mudah. Namun, seperti yang telah

dikemukakan sebelumnya, apabila kenyataan tersebut tidak diungkapkan, auditor

dipandang gagal karena tidak memberikan peringatan dini sehubungan dengan

masalah keberlangsungan usaha perusahaan kepada pihak-pihak berkepentingan

(stakeholder). Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi auditor untuk dapat

secara tepat mendeteksi salah saji material laporan keuangan klien (Fanny dan

Saputra, 2005; Pambudhi, 2011; Santosa dan Wedari, 2007 ), termasuk risiko

default perusahaan akibat strategi derivatif yang kompleks.

Sebagian besar penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

penerimaan opini audit going concern di atas belum mempertimbangkan risiko

yang mungkin dihadapi perusahaan sehubungan dengan penggunaan derivatif

terhadap opini audit going concern. Berdasarkan pemaparan di atas maka

penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi opini

audit going concern, terutama eksposur risiko instrumen derivatif berupa (i) biaya

modal, (ii) likuiditas, (iii) tingkat utang, dan (iv) net open position.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam menambah

khasanah ilmu pengetahuan bagi akademisi untuk lebih memahami instrumen

derivatif beserta pengaruhnya terhadap kecenderungan penerimaan opini audit

going concern. Implikasi dari penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi praktisi, emiten, dan investor

dalam mengambil keputusan mengenai derivatif dan menjadi suatu masukan bagi

para auditor untuk memperhitungkan risiko instrumen derivatif perusahaan pada

saat proses audit, terutama ketika memberikan pendapat mengenai

keberlangsungan usaha perusahaan.

2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Teori Agensi dan Keberlangsungan Usaha (Going Concern)

Teori agensi menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di

bawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan

beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang

pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan

sebagai orang ekonomi rasional dan dan semata-mata termotivasi oleh

kepentingan pribadi. Hal ini dapat memicu terjadinya konflik keagenan. Untuk itu,

dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara

prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani

kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam

mengelola keuangan perusahaan (Januarti, 2007). Auditor sebagai pihak ketiga

yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja

manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui

laporan keuangan. Auditor bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran

laporan keuangan perusahaan dan mengungkapkan permasalahan going concern

yang dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Suatu perusahaan didirikan dengan harapan akan beroperasi untuk waktu

yang tidak terbatas atau diasumsikan akan melanjutkan usahanya dan tidak akan

dibubarkan. Going concern adalah suatu dalil bahwa kesatuan usaha akan

menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk

mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya (Noverio,

2011). Dengan adanya going concern, suatu badan usaha dianggap akan mampu

mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang. Dalam SPAP

2011, SA Seksi 341, dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk

mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas

dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Auditor dapat mengidentifikasi

informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya

kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu

tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit.

2.2 Risiko Instrumen Derivatif

Derivatif adalah suatu sekuritas yang tercipta sebagai turunan dari sekuritas

lain yang mendasarinya (underlying assets) (Reynolds, 2000; Irfani, 1999; Stice,

2009). Produk derivatif memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai berikut:

1. Hedging (lindung nilai), merupakan suatu tindakan pencegahan terjadinya

risiko atas nilai dan posisi dari suatu aset finansial pada waktu yang akan datang

melalui penggunaan instrumen derivatif atas transaksi underlying asset yang akan

dilindungi nilainya.

2. Spekulasi, merupakan pengelolaan yang salah dalam tujuan derivatif,

sehingga pada saat itu produk derivatif justru berubah menjadi sumber risiko baru

yang bersifat spekulatif dan membahayakan pemegangnya.

Menurut Geraldina dan Rossieta (2011), secara umum, instrumen derivatif

dapat digunakan untuk dua tujuan dengan dampak yang bertentangan terhadap

risiko, yaitu hedging atau lindung nilai, yang mengakibatkan menurunnya

eksposur risiko, dan trading dengan motif spekulatif yang mengakibatkan

meningkatnya eksposur risiko.

Risiko instrumen derivatif bukan merupakan risiko baru atau risiko unik,

melainkan sama dengan risiko-risiko produk atau aset yang mendasarinya. Yang

berbeda hanyalah kompleksitas dan diversitas permasalahannya. Hal ini terjadi

karena banyaknya pengguna instrumen derivatif dengan sifat dan tujuan yang

berbeda-beda (Arifin, 2010). Di samping itu, transaksi instrumen derivatif banyak

dilakukan secara over-counter tanpa persyaratan standar karena disesuaikan

dengan selera nasabah dan jumlahnya sangat besar. Kondisi tersebut

menyebabkan betapa sulitnya mengukur dan mengawasi aktivitas instrumen

derivatif.

Irfani (1999) mengungkapkan adanya beberapa risiko dari instrumen

derivatif, yang di antaranya adalah risiko kredit (credit risk), risiko likuiditas

(liquidity risk), risiko tingkat bunga (interest rate risk), dan risiko nilai tukar

valuta asing (foreign exchange rate risk).

2.3. Opini Audit Going Concern

PSA No.30 (SPAP, 2011) yang membahas mengenai “Pertimbangan

Auditor atas Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan

Hidupnya” mengindikasikan bahwa auditor harus memberikan warning kepada

pembaca laporan keuangan akan adanya suatu kesangsian mengenai kemampuan

suatu entitas untuk bisa bertahan hidup paling tidak dalam satu periode

mendatang. Laporan audit yang dimodifikasi karena masalah going concern

menjelaskan adanya ketidakpastian di pihak auditor tentang kelangsungan hidup

suatu perusahaan atau karena dalam penilaiannya auditor meyakini terdapat risiko

yang melekat pada auditee yang berupa tidak dapat bertahan dalam bisnis.

Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap

analisis (Elder, 2011). Auditor harus mempertimbangkan hasil operasi, kondisi

ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan

kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Selain itu, auditor pun harus

memperoleh informasi tentang rencana manajemen, dan mempertimbangkan

apakah ada kemungkinan bila rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan,

mampu mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan peristiwa tersebut

dalam jangka waktu pantas.

Pada umumnya, tambahan paragraf penjelas mengenai keberlangsungan

usaha perusahaan tercantum setelah paragraf ketiga laporan auditor dalam laporan

keuangan tahunan perusahaan yang telah terdaftar di BEI. Salah satu contoh

laporan auditor yang berisi opini audit going concern yaitu ditandai dengan

adanya pengungkapan tentang keraguan auditor atas keberlangsungan usaha

perusahaan yang mengalami kerugian yang cukup material di tahun berjalan, yang

dapat berdampak pada kondisi keuangan perusahaan di tahun mendatang. Hal

tersebut biasanya diungkapkan dengan pernyataan sebagai berikut:

“Laporan keuangan konsolidasian yang terlampir telah disusun dengan

asumsi bahwa Perusahaan dan Anak perusahaannya akan melanjutkan

usahanya secara berkesinambungan. Seperti disajikan dalam laporan

keuangan konsolidasi, Perusahaan dan Anak Perusahaan mengalami defisit

sebesar ...............”

(Sumber: Paragraf ke-6 Laporan Auditor Independen untuk Tahun yang

Berakhir 31 Desember 2009 PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk.)

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah menguji secara empiris faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi opini audit going concern. Hasil penelitian oleh Setyarno et al

(2006) memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan

dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern. Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan

perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan

opini audit going concern.

Januarti (2009) meneliti mengenai pengaruh faktor perusahaan, kualitas

auditor, kepemilikan perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern adalah

variabel default, ln sales (size), lamanya perikatan (audit client tenure), opini

tahun sebelumnya (prior opinion), dan kualitas auditor (specialization), sedangkan

variabel financial distress meskipun signifikan tetapi arah tandanya berkebalikan

dengan yang dihipotesakan.Variabel yang tidak mempengaruhi pemberian opini

going concern adalah audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional.

Prayitno (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern dengan

menggunakan variabel opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan

(penjualan dan laba), quick ratio, current ratio, return on investment, total debt

to equity ratio, return on equity, total asset turnover, dan kualitas audit. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari sembilan variabel yang digunakan,

hanya pertumbuhan perusahaan, return on investment, return on equity, total

asset turnover, dan kualitas audit yang berpengaruh terhadap kemungkinan

auditor dalam pemberian opini audit going concern.

Geraldina dan Rossieta (2011) meneliti tentang eksposur risiko instrumen

derivatif, volatilitas nilai perusahaan, dan opini audit going concern. Volatilitas

nilai perusahaan sebagai variabel antara, diproksikan dengan volatilitas return

saham. Penelitian menggunakan 13 perusahaan publik non-keuangan di Indonesia

yang menggunakan instrumen derivatif selama 2001 hingga 2008. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa dari beberapa eksposur risiko instrumen derivatif, yaitu

eksposur risiko kebangkrutan, likuiditas, fluktuasi tingkat laba, risiko pelanggaran

debt covenant, dan pergerakan nilai tukar mata uang asing, hanya eksposur risiko

pelanggaran debt covenant dan pergerakan nilai tukar mata uang asing yang

berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going concern melalui

volatilitas nilai perusahaan di Indonesia.

Noverio (2011) menganalisis pengaruh kualitas auditor, likuiditas,

profitabilitas, dan solvabilitas terhadap opini audit going concern pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa kualitas auditor dan solvabilitas berpengaruh signifikan

terhadap opini audit going concern, sedangkan likuiditas dan profitabilitas tidak

berpengaruh signifikan.

2.5. Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Eksposur Risiko Tingkat Suku Bunga

Risiko yang sering dihadapi perusahaan terhadap perubahan suku bunga

pasar terutama terkait dengan arus kas untuk pembayaran bunga atas hutang

jangka panjang dengan suku bunga mengambang. Biaya modal (cost of capital)

merupakan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk mendapatkan

pendanaan eksternal. Salah satu upaya perusahaan untuk mendapatkan dana yaitu

pendanaan dengan utang, dimana biaya modal yang harus ditanggung berupa

biaya bunga yang berkaitan dengan peminjaman uang.

Dalam suatu penyusunan anggaran modal, biaya modal dapat dianggap

sebagai suatu tingkat diskonto yang digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek

jangka panjang. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan dana,

semakin sedikit proyek jangka panjang yang menguntungkan bagi perusahaan

untuk dilakukan. Suatu proyek yang memberikan ekonomi bagi perusahaan

dengan biaya modal yang rendah akan menjadi tidak menguntungkan bagi

perusahaan dengan biaya modal yang tinggi.

Salah satu faktor penting dalam menentukan biaya modal suatu perusahaan

adalah risiko yang berkaitan dengan perusahaan. Untuk suatu perusahaan yang

sangat berisiko, para peminjam dan investor akan meminta suatu tingkat

pengembalian yang cukup tinggi sehingga memungkinkan mereka untuk

memberikan pinjaman itu. Oleh karena itu, semakin tinggi risiko yang berkaitan

dengan perusahaan, akan semakin tinggi pula tingkat biaya modal.

Aktivitas lindung nilai dapat mengurangi variabilitas nilai perusahaan di

masa depan, sehingga menurunkan probabilitas timbulnya biaya kebangkrutan

akibat meningkatnya biaya modal karena perubahan tingkat suku bunga

(Geraldina dan Rossieta, 2011 dan Utomo, 2000). Sebaliknya, risiko akibat

tingkat suku bunga akan meningkat bila penggunaan instrumen derivatif

digunakan untuk tujuan trading karena semakin tinggi biaya modal, akan semakin

besar kemungkinan sebuah perusahaan akan benar-benar bangkrut.

Biaya modal yang tinggi akan meningkatkan peluang risiko kebangkrutan

perusahaan semakin besar, sehingga meningkatkan opini audit going concern.

Berdasarkan argumentasi di atas, maka disusun hipotesis (H1) berikut ini:

H1 : Biaya modal berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going

concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.

2.5.2 Eksposur Risiko Likuiditas

Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan)

perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo

secara tepat waktu. Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh current

ratio. Makin rendah nilai current ratio menunjukkan semakin rendah kemampuan

perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Apabila perusahaan

tidak mampu memenuhi klaim kreditor jangka pendek maka hal tersebut dapat

memengaruhi kredibilitas perusahaan dan dapat dianggap sebagai suatu sinyal

bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah yang dapat mengganggu

kelangsungan usahanya.

Manajer sebagai agen dari pemegang saham berhadapan dengan masalah

konflik kepentingan antara pemegang saham dan bondholders (Berkman dan

Bradbury, 1996; Geraldina dan Rossieta, 2011). Proyek NPV yang bernilai positif

tidak selalu dapat direalisasikan oleh manajer ketika terdapat masalah likuiditas

jangka pendek. Hal tersebut karena bondholders selalu memperoleh bagian tetap

hasil investasinya berupa bunga, sedangkan pemegang saham belum tentu

memperoleh sisanya. Hedging dapat memitigasi konflik antara pemegang saham

dan debtholders dengan mengurangi fluktuasi arus kas (menjaga stabilitas arus

kas), mengurangi risiko default, dan menciptakan arus kas masa depan bagi

pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Berkman dan

Bradbury, 1996; Geraldina dan Rossieta, 2011).

Oleh karena itu, likuiditas yang tinggi mendorong suatu perusahaan untuk

mengurangi penggunaan instrumen derivatif dengan maksud lindung nilai,

sehingga meningkatkan potensi arus kas masa depan dan sebaliknya. Berdasarkan

argumen tersebut maka disusun hipotesis (H2) sebagai berikut:

H2 : Likuiditas jangka pendek perusahaan berpengaruh negatif terhadap

penerimaan opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan

transaksi derivatif.

2.5.3 Eksposur Risiko Kredit

Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan

indikator going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai

kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa status hutang

perusahaan merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk

mengukur kesehatan keuangan perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan

sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan

untuk menutupi hutangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi

perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan

memberikan status default. Status default dapat meningkatkan kemungkinan

auditor mengeluarkan laporan going concern. Seperti yang tercantum dalam PSA

30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan

keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya

(default).

Kebijakan manajer dapat dibatasi melalui derivatif untuk tujuan lindung

nilai dengan cara menjaga varian angka akuntansi untuk menghindari risiko

default atas pelanggaran debt covenant. Contohnya, setiap proyek dengan NPV

positif akan dipertimbangkan oleh manjer dengan cara memperhatikan dampaknya

terhadap stabilitas arus kas dan nilai perusahaan (Geraldina dan Rossieta, 2011).

Dengan demikian, instrumen derivatif dapat digunakan untuk mengakomodasi

kepentingan manajer untuk menghindari debt covenant dengan menjaga risiko

fluktuasi laba, sehingga menurunkan probabilitas penerimaan opini audit going

concern, dan sebaliknya. Berdasarkan argumen tersebut maka diajukan hipotesis

(H3) sebagai berikut:

H3 : Besarnya tingkat utang berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit

going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.

2.5.4 Eksposur Risiko Nilai Tukar Mata Uang Asing

Perusahaan yang memiliki bisnis dalam lingkup global tidak terlepas dari

risiko pergerakan nilai tukar mata uang asing. Apabila perusahaan tidak memiliki

aset dalam mata uang asing yang cukup untuk menutupi liabilitas dalam mata

uang asing (net open position yang memadai), maka pergerakan tukar mata uang

asing ini akan meningkatkan risiko default perusahaan. Oleh karena itu,

perusahaan yang terlibat dalam bisnis global akan lebih berisiko terhadap

perubahan nilai mata uang asing dibandingkan dengan perusahaan domestik murni

(Geraldina dan Rossieta, 2011).

Eksposur risiko yang berasal dari pergerakan nilai tukar mata uang asing

dapat dikurangi dengan menggunakan instrumen derivatif untuk tujuan lindung

nilai, sehingga meningkatkan nilai perusahaan (Berkman dan Bradbury, 1996).

Semakin besar net open position perusahaan, maka semakin besar risiko

pergerakan nilai tukar mata uang sehingga meningkatkan penerimaan opini audit

going concern. Berdasarkan argumen di atas, disusun hipotesis (H4) sebagai

berikut:

H4 : Besarnya net open position berpengaruh positif terhadap penerimaan opini

audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif.

3. Metode Penelitian

3.1. Data dan Sampel Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh

data bersumber dari laporan keuangan auditan perusahaan publik selain perbankan

dan lembaga keuangan tahun 2007 sampai tahun 2010 yang telah dipublikasi

secara lengkap di BEI, serta data-data perusahaan di ICMD. Seluruh sumber data

tersebut diperoleh melalui akses langsung ke www.idx.co.id dan Indonesian

Capital Market Directory (ICMD).

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan publik yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2007 sampai

tahun 2010 secara berturut-turut, kecuali yang bergerak pada industri keuangan

dan perbankan, karena perusahaan di sektor keuangan mempunyai kecenderungan

untuk menggunakan instrumen derivatif sebagai sarana berspekulasi mencari

keuntungan dan bukan melakukan lindung nilai. Untuk menghilangkan bias hasil

penelitian maka penelitian kali ini hanya menyelidiki instrumen derivatif dalam

fungsi hedging.

2. Berturut-turut melaporkan laporan keuangannya pada Bursa Efek Indonesia

selama periode tahun 2007 sampai 2010.

3. Perusahaan menggunakan instrumen derivatif, dengan ditunjukkan oleh

adanya aset dan kewajiban instrumen derivatif yang dilaporkan oleh perusahaan

dalam laporan keuangan tahun berjalan.

3.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian

a. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam model penelitian ini adalah opini audit going

concern. Opini audit going concern dalam penelitian ini berupa variabel dummy,

dimana kategori 1 untuk perusahaan yang menerima opini audit going concern

dan 0 untuk yang tidak menerima opini audit going concern. Geraldina dan

Rossieta (2011) menyatakan bahwa opini audit going concern yang diberikan

auditor dapat berbentuk pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf

penjelas berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas atas penekanan suatu hal,

pendapat wajar dengan pengecualian, pendapat tidak wajar, atau tidak

memberikan pendapat.

b. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

1 . Biaya Modal (Cost)

Biaya modal merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan akibat

memperoleh sumber dana berupa pinjaman atau obligasi. Biaya modal

diukur dengan rasio beban bunga terhadap total utang. (Stice, 2009)

Cost = Beban Bunga

Total Utang

2. Likuiditas

Current Ratio (rasio lancar) merupakan proksi yang akurat untuk mengukur

risiko likuiditas jangka pendek sebagai dampak penggunaan instrumen derivatif

dalam rangka mengatasi risiko masalah keagenan (underinvestment problem).

Variabel ini diukur dengan rasio aset lancar terhadap liabilitas lancar periode

berjalan. (Stice, 2009; Geraldina dan Rossieta, 2011)

CR= Aset Lancar

Utang Lancar

3. Tingkat utang

Tingkat utang (Debt to equity ratio - DER) merupakan proksi untuk

mengukur eksposur risiko pelanggaran debt covenant pada perusahaan yang

menggunakan instrumen derivatif (Geraldina dan Rossieta, 2011). DER diukur

dengan rasio total utang dibagi dengan total ekuitas.

DER = Total Utang

Total Ekuitas

4. Net Open Position

Net open position absolut (NOP) merupakan proksi untuk mengukur risiko

pergerakan nilai tukar mata uang asing akibat instrumen atau kontrak dengan

pihak luar negeri. Net open position (NOP) merupakan posisi bersih keuangan

perusahaan dalam bentuk mata uang asing untuk mengelola eksposur risiko

pergerakan nilai tukar mata uang asing. Variabel ini diukur dengan proporsi

absolut selisih aset dan liabilitas dalam mata uang asing terhadap total nilai buku

ekuitas perusahaan. (Geraldina dan Rossieta, 2011)

NOP = Abs(Aset – Liabilitas) (dalam mata uang asing)

Ekuitas Perusahaan

4. Analisis Hasil Uji Statistik dan Interpretasi Hasil Pembahasan

Berdasarkan kriteria sampel dan prosedur penyampelan yang telah

dilakukan 18 perusahaan yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini dengam

72 sampel dalam tahun pengamatan. Data yang diperoleh dalam penelitian

mengindikasikan hal-hal sebagai berikut.

1. Dari 72 sampel perusahaan, terdapat sebesar 33% atau 24 perusahaan yang

mendapatkan opini audit going concern.

2. Sebagian besar dari 24 perusahaan yang mendapat opini audit going concern

tersebut, yaitu sebesar 83%, menerima laporan auditor independen yang berisi

pernyataan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai

kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

3. Dan sebesar sebesar 4% menerima laporan auditor independen yang berisi

pendapat wajar dengan pengecualian.

4. Sedangkan, sisanya sebesar 13% dari seluruh perusahaan yang mendapatkan

opini audit going concern menerima laporan auditor independen yang berisi

pernyataan tidak memberikan pendapat.

4.1. Analisis Statistik Deskriptif

Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata dan

deviasi standar masing-masing variabel, baik variabel dependen maupun variabel

independen.

1. Nilai rata-rata opini audit going concern (Opini_Audit) dari seluruh

perusahaan sampel adalah 0,33 dengan standar deviasi sebesar 0,475. Hal ini

menunjukkan bahwa dari 72 perusahaan sampel, hanya 24 perusahaan yang

memperoleh opini audit going concern, dan sisanya menerima opini audit non

going concern/ wajar tanpa pengecualian (unqualified).

2. Nilai biaya modal (Cost) yang diukur menggunakan rasio beban bunga

terhadap total utang memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0386532 dengan standar

deviasi sebesar 0,02668401. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa variabel biaya

modal memiliki penyebaran data yang baik karena nilai standar deviasinya lebih

kecil dari nilai rata-ratanya. Nilai tertinggi sebesar 0,10818 dimiliki oleh PT

Mobile 8 Telecom Tbk pada tahun 2010 (menerima opini audit going concern),

sedangkan nilai terendah sebesar 0.00256 dimiliki oleh PT Unilever Indonesia

Tbk pada tahun 2009 (menerima opini audit non going concern).

3. Nilai rata-rata current ratio dari 72 sampel yang diteliti adalah sebesar

1,58256. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan sampel secara rata-

rata baik. Angka rata-rata current ratio tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

sampel memiliki aktiva lancar di atas kewajiban lancar sehingga sampel

diharapkan akan mampu untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya yang

jatuh tempo. Dilihat dari besarnya standar deviasi yaitu sebesar 1,38947,

mengindikasikan bahwa variabel current ratio memiliki penyebaran data yang

baik karena nilai standar deviasinya lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Nilai

tertinggi sebesar 8,01653 dimiliki oleh PT Aneka Tambang (Persero) Tbk pada

tahun 2008 (menerima opini audit non going concern) dari nilai aset lancar

Rp5.819.531.944.000 dan utang lancar Rp725.941.574.000, sedangkan nilai

terendah sebesar 0,17102 dimiliki oleh PT Mitra International Resources Tbk

pada tahun 2010 (menerima opini audit going concern) dari nilai aset lancar

Rp1.530.347.791.998 dan utang lancar Rp8.948.107.812.410.

4. Nilai tingkat utang yang dihitung dengan rasio utang terhadap ekuitas

(DER) menunjukkan nilai rata-rata sebesar 3,02463 dengan nilai standar deviasi

sebesar 4,26444156. Dengan nilai standar deviasi yang lebih besar dari nilai rata-

rata, mengindikasikan bahwa variabel ini memiliki penyebaran data yang kurang

baik. Nilai terendah tingkat utang sebesar 0,21452 berasal dari PT Aneka

Tambang (Persero) Tbk pada tahun 2009 (menerima opini audit non going

concern), sedangkan nilai tertinggi sebesar 27,03928 berasal dari PT Indomobil

Sukses Internasional Tbk pada tahun 2007 (menerima opini audit going concern).

5. Nilai net open position menunjukkan perbandingan nilai absolut aset bersih

dalam mata uang asing dengan total ekuitas perusahaan. Nilai rata-rata NOP dari

72 sampel adalah sebesar 1,1169 dengan standar deviasi sebesar 1,80549. Nilai

tertinggi 10,62 dimiliki oleh PT Bayan Resources Tbk pada tahun 2007

(menerima opini audit going concern), sedangkan nilai terendah sebesar 0,01

dimiliki oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk pada tahun 2010 (menerima

opini audit non going concern).

4.2. Hasil Uji Model Penelitian

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi

logistik. Hasil uji kelayakan model menggunakan Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit Test dan diperoleh nilai signifikansi Chi-Square di atas 5%

(0,799>0,05), dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik

yang digunakan telah memenuhi kecukupan data (Fit).

Uji model Fit ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 log

likehood pada awal (block number= 0) dengan nilai -2 log likehood pada akhir

(block number = 1). Adanya pengurangan nilai -2 LL awal (initial -2 LL function)

yaitu sebesar 91,658 menjadi 68,317 pada -2 LL akhir mengartikan bahwa model

tersebut fit dengan data (Ghozali, 2005). Hal tersebut karena adanya

penambahan-penambahan variabel bebas yaitu Cost, CR, DER, dan NOP ke

dalam model penelitian tersebut akan memperbaiki model fit penelitian ini.

Uji validitas model dilihat dari nilai Negelkerke R. Square. Berdasarkan

hasil estimasi, nilai Negelkerke R. Square adalah sebesar 38,5%. Sehingga

disimpulkan variabilitas variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat sebesar

38,5%, sedangkan sisanya sebesar 61,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di

luar model.

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabel-

variabel bebas yaitu biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position

terhadap penerimaan opini audit going concern dengan menggunakan hasil uji

regresi logistik yang ditunjukkan dalam variables in the equation. Pengujian

hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the Equation,

pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0.05 (5%).

Apabila tingkat signifikansi < 0.05, maka Ha diterima. Tabel 4.5 menunjukkan

hasil pengujian dengan regresi logistik. Dari pengujian persamaan regresi logistik

tersebut maka diperoleh model regresi sebagai berikut :

Ln GC = -3,055 - 0.083 Cost + 0.695 CR + 0,608 DER – 0,249 NOP

1 – GC

Keterangan:

Ln GC : Probabilitas mendapatkan opini audit going concern

1-GC

Cost : Biaya modal

CR : Current Ratio

DER : Debt to Equity Ratio

NOP : Net Open Position

Konstanta sebesar -3,055 mempunyai arti bahwa dengan tidak melakukan

perhitungan nilai biaya modal (Cost), likuiditas (CR), tingkat utang (DER), dan

net open position (NOP) maka penerimaan terhadap opini audit going concern

sebesar -3,055. Variabel biaya modal (Cost), likuiditas (CR), tingkat utang (DER),

dan net open position (NOP) memiliki koefisien masing-masing sebesar –0,083;

0,695; 0,608; dan –0,249. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap

kenaikan 1 unit Cost dan NOP akan mempengaruhi penurunan penerimaan opini

audit going concern sebesar 0,083 dan 0,249. Sedangkan setiap kenaikan 1 unit

CR dan DER akan mempengaruhi kenaikan penerimaan opini audit going concern

sebesar 0,695 dan 0,608, begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan hasil pengujian dengan regresi logistik, maka keempat

hipotesis yang diajukan dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

1. Pengujian Hipotesis Pertama (H1)

Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel biaya modal

(Cost) yang dihitung dengan rasio beban bunga terhadap total utang memiliki

koefisien regresi negatif sebesar -0,083 dengan tingkat signifikansi 0,973 yang

lebih besar dari α 5% (0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

biaya modal tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern pada

perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H1 ditolak.

Hasil tersebut tidak mendukung hipotesis pertama penelitian ini yang menyatakan

terdapat pengaruh positif biaya modal terhadap opini audit going concern. Hal

tersebut dapat dikarenakan pada sebagian sampel penelitian dengan biaya modal

yang tinggi memiliki nilai aset yang besar dan nilai current ratio yang tinggi,

sehingga menjadi pertimbangan kembali bagi auditor untuk menerbitkan opini

audit going concern.

2. Pengujian Hipotesis Kedua (H2)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel likuiditas yang dihitung

menggunakan current ratio dengan cara membagi total aset lancar dengan total

utang lancar mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,695 dengan

signifikansi 0,085 lebih besar dari α 5% (0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap opini audit going

concern pada perusahaan yang melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain

H2 ditolak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor dalam menerbitkan opini

audit going concern tidak hanya mempertimbangkan kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tetapi lebih melihat pada

kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Hal tersebut

tidak mendukung hipotesis kedua dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Widyantari (2011), Noverio (2011), Geraldina dan

Rossieta (2011), dan Prayitno (2010) yang menunjukkan bahwa likuiditas tidak

berpengaruh pada pemberian opini audit going concern. Hal ini berarti besar

kecilnya current ratio, belum cukup menentukan apakah perusahaan termasuk

opini audit going concern atau opini audit non going concern.

3. Pengujian Hipotesis Ketiga (H3)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel debt covenant yang dihitung

dengan menggunakan rasio utang terhadap ekuitas (DER) mempunyai koefisien

regresi positif sebesar 0,608 dengan signifikansi 0,020 lebih kecil dari α 5%.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa debt covenant berpengaruh

terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang melakukan transaksi

derivatif atau dengan kata lain H3 diterima, semakin besar debt covenant

perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini

audit going concern.

Apabila utang tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status

default kepada perusahaan. Auditor dalam memberikan opini audit going concern

akan mempertimbangkan status default tersebut seperti yang tercantum dalam

PSA 30. Kesulitan dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta yang lalai atau

pelanggaran akan memperjelas masalah going concern (Januarti, 2009). Pengaruh

signifikan tingkat utang dalam penelitian ini konsisten dengan penelitian yang

telah dilakukan Geraldina dan Rossieta (2011) dan Januarti (2009) yang juga

secara empiris membuktikan adanya pengaruh signifikan positif antara tingkat

utang terhadap opini audit going concern.

4. Pengujian Hipotesis Keempat (H4)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel risiko nilai tukar mata uang

asing yang dihitung menggunakan net open position (NOP) dengan cara membagi

nilai absolut aset bersih mata uang asing dengan total ekuitas mempunyai tingkat

signifikansi lebih besar dari α 5% (0,05), yaitu sebesar 0,502. Berdasarkan hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa eksposur risiko nilai tukar mata uang asing

tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan yang

melakukan transaksi derivatif atau dengan kata lain H4 ditolak.

Hal ini menunjukkan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going

concern tidak hanya mempertimbangkan risiko default atas utang dalam mata

uang asing saja, tetapi lebih melihat pada kemampuan perusahaan untuk

membayar seluruh kewajibannya. Hal tersebut juga dikarenakan adanya faktor-

faktor lain yang membuat auditor mempertimbangkan kembali untuk menerbitkan

opini audit going concern.

Berdasarkan uraian di atas dan dengan memperhatikan kerangka berpikir

serta model penelitian, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model

regresi logistik. Hasil regresi logistik pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa besarnya

nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of Fitness sebesar 4.605 dan

degree of freedom=8 dengan probabilitas signifikansi 0,799 (0,799>0,05). Dengan

demikian Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi

logistik yang digunakan telah memenuhi kecukupan data (Fit).

Tabel 4.5 menginformasikan hasil pengujian dengan model regresi logistik.

Cost, CR, dan NOP signifikansinya lebih besar dari 5%. Hal ini memberi makna

bahwa hipotesis ke-1, ke-2, dan ke-4 dalam penelitian ini tidak dapat diterima.

DER pada Tabel 4.5 mempunyai nilai wald sebesar 5,422; df sebesar 1;

signifikansi sebesar 0,020. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05 (5%), dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa tingkat utang (DER) mempengaruhi opini audit

going concern. Dengan demikian suatu perusahaan dengan tingkat utang yang

tinggi, yang merupakan suatu sinyal yang kurang baik, akan cenderung menerima

opini audit going concern dari auditor.

Dari data penelitian yang diperoleh, dapat diketahui bahwa sebagian besar

instrumen derivatif memang digunakan perusahaan untuk tujuan mengelola risiko

perubahan nilai tukar mata uang asing dan suku bunga yang berasal dari hutang

jangka panjang dalam mata uang asing. Debt To Equity Ratio (DER)

menggambarkan posisi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang

dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang yang

diukur dalam prosentase. Semakin tinggi hasil prosentasenya, semakin besar

risiko keuangan bagi kreditur maupun pemegang saham. Semakin besarnya

hutang jangka panjang suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut akan

cenderung mengalami kesulitan keuangan.

Selain dapat mengganggu kegiatan operasional perusahaan akibat

kesulitan keuangan, tingginya DER juga menunjukkan bahwa risiko distribusi

laba usaha perusahaan akan semakin besar terserap untuk melunasi kewajiban

perusahaan. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keuangan jangka

panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang

dengan pengembalian (rate of return) jangka panjang pula (Stice, 2009).

Tingginya tingkat DER sebagai motif perusahaan melakukan lindung nilai dengan

derivatif mencerminkan adanya tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari

perusahaan. Tingginya risiko ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa

perusahaan tidak bisa melunasi kewajiban atau bunganya. Risiko perusahaan yang

tinggi mengidentifikasi bahwa perusahaan merupakan berita buruk yang akan

mempengaruhi kondisi perusahaan di mata stakeholder. Hal-hal tersebut di atas

dapat mendorong auditor untuk meningkatkan kewaspadaan bahwa laporan

keuangan kurang dapat dipercaya sehingga perlu diaudit dengan lebih seksama.

Hal inilah yang memicu keraguan auditor mengenai kelangsungan usaha

perusahaan dan mengeluarkan opini audit going concern.

5. Kesimpulan dan Keterbatasan

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini pada dasarnya menjelaskan pengaruh eksposur risiko terhadap

opini audit going concern. Hasil pengujian regresi logistik secara empiris

menunjukkan bahwa eksposur risiko yang dikelola oleh instrumen derivatif,

berupa risiko kredit berpengaruh positif signifikan terhadap opini audit going

concern perusahaan di Indonesia. Dengan demikian suatu perusahaan dengan

tingkat utang yang tinggi, yang merupakan suatu sinyal yang kurang baik, akan

cenderung menerima opini audit going concern dari auditor.

5.2. Implikasi dan Keterbatasan

Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa penggunaan instrumen derivatif

untuk tujuan lindung nilai terhadap utang (kredit) seharusnya dapat dikelola

seefektif mungkin oleh manajemen perusahaan agar mencapai tujuan lindung nilai

sebagaimana mestinya sehingga dapat mengurangi eksposur risiko perusahaan dan

terhindar dari risiko kebangkrutan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap

publik, sudah menjadi suatu keharusan bagi manajemen untuk mengungkapkan

informasi mengenai risiko perusahaan terkait transaksi derivatif dalam laporan

tahunannya. Hal tersebut dapat mendorong terciptanya upaya pencegahan dini

ketika keberlangsungan hidup perusahaan mulai terganggu.

Pihak auditor sebagai pihak independen yang berkewajiban menilai

kewajaran informasi keuangan perusahaan (client) pun sebaiknya dapat lebih

seksama dalam memperhitungkan risiko penggunaan instrumen derivatif

perusahaan. Auditor dituntut untuk dapat menelusuri sejauh mana pengelolaan

eksposur risiko perusahaan, terutama risiko kredit, dengan instrumen derivatif

diterapkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan ketika derivatif dikelola dengan

tidak efektif, ia justru akan meningkatkan eksposur risiko seperti dampak

penggunaan derivatif untuk spekulasi. Tingginya tingkat utang sebagai motif

perusahaan melakukan lindung nilai dengan derivatif mencerminkan adanya

tingkat risiko keuangan yang ingin dihindari perusahaan dan menunjukkan adanya

kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa melunasi kewajiban atau bunganya.

Hal tersebut di atas dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan auditor ketika

mengeluarkan opini auditnya.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel eksposur risiko instrumen

derivatif, yaitu biaya modal, likuiditas, tingkat utang, dan net open position.

2. Periode pengamatan hanya empat tahun yaitu tahun 2007, 2008, 2009, dan

2010 sehingga belum bisa melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit

going concern oleh auditor dalam jangka panjang.

3. Jumlah sampel yang kurang banyak dapat menyebabkan kurang akuratnya

hasil penelitian ini.

Melihat keterbatasan penelitian sebagaimana dijelaskan di atas, penulis

menyadari bahwa penelitian ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengajukan saran-saran perbaikan untuk penelitian-penelitian yang akan

dilakukan selanjutnya mengenai pengaruh eksposur risiko intrumen derivatif

terhadap opini audit going concern, antara lain:

1. Periode sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebaiknya meliputi

periode yang lebih lama agar penelitian dapat mengikutsertakan sampel yang lebih

banyak sehingga hasil penelitian dapat lebih mampu menangkap gambaran

sebenarnya mengenai pengaruh eksposur risiko instrumen derivatif terhadap opini

audit going concern.

2. Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya ditambahkan variabel-variabel lain

yang memiliki pengaruh terhadap opini audit going concern atau mengubah

proksi untuk mengukur variabel eksposur risiko instrumen derivatif. Misalnya

menganti proksi Current Ratio dengan Devidend Payout Ratio, menambahkan

variabel kontrol seperti kondisi keuangan perusahaan, kualitas auditor, dan

sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Agus Zainul. 2010. Mengenal Pasti Aktiva Derivatif. Bahan Ajar,

Modul 13 Aktiva Derivatif. Pusat Pengembangan Bahan Ajar- UMB.

Bartram, Söhnke M. & Brown, Gregory W. & Conrad, Jennifer, 2011. The Effects

of Derivatives on Firm Risk and Value. Journal of Financial and

Quantitative Analysis, Cambridge University Press, vol. 46(04), pages 967-

999.

Berkman, H., & Bradbury. 1996. Empirical Evidence on The Corporate

Use of Derivatives. Financial Management, 5-13.

Elder, J. Randal, Mark S. Beasley, Alvin A. Arens, dan Amir Abadi Jusuf.

2011. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi

Indonesia). Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Fanny, M., & Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern: Kajian

Berdasarkan Model Prediksi Kebangrutan, Pertumbuhan Perusahaan,

dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek

Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.

Geraldina, Ira & Rossieta, Hilda. 2011. Eksposur Instrumen Derivatif, Volatilitas

Nilai Perusahaan, dan Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional

Akuntansi XIV. Aceh.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik.

Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Irfani, Agus S. 1999. Bagaimana Mengendalikan Risiko dengan Instrumen

Derivatif?. Panutan Bisnis Volume 2, ISSN 1410-7805.

Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,

Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern

(Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang.

Nahdi, Muhamad. 2008. Perdagangan Derivatif: Menguntungkan atau Merugikan?

Artikel: Perdagangan Derivatif. Diakses tanggal 11 Maret 2012 melalui

http://muhamadnahdi.blogspot.com/2008/01/artikel-perdagangan-

derivatif.html

Noverio, Rezkhy. 2011. Analisis Pengaruh Kualitas Auditor, Likuiditas,

Profitabilitas dan Solvabilitas Terhadap Opini Audit Going Concern Pada

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi,

Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Pambudhi, Nurcahyo Agung. 2011. The Effect of Bankruptcy Prediction of Model

Analysis, Financial Leverage, and Opinions in The Previous Year Audit

Revenue Audit to Opinion Going Concern. Skripsi. Universitas Gunadarma.

Prayitno. Mokhamad Yogi. 2010. Analisis Faktor – Faktor yang Dapat

Mempengaruhi Auditor dalam Pemberian Opini Audit Going Concern.

Skripsi, Fakultas Ekonomi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.

Yogyakarta.

Reynolds, Bob. 2000. Memahami Derivatif. Penerbit Interaksa. Batam.

Santosa, Arga Fajar & Wedari, Linda Kusumaning. 2007.Analisis Faktor-Faktor

yang mempengaruhi kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going

Concern. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 11 No. 2: 141-

156.

Setyarno, Eko Budi, Januarti Indira, & Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit,

Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya,

Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Simposium

Nasional Akuntansi IX. Padang.

Stice, Earl K., Stice, James D., Skousen K. Fred. 2009. Akuntansi Keuangan.

Buku 2 Edisi 16. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Utomo, Lisa Linawati. 2000. Instrumen Derivatif: Pengenalan dalam Strategi

Manajemen Risiko Perusahaan. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.2, No. 1,

Mei 2000: 53-68.

Venuti, Elizabeth K 2004. The Going-Concern Assumption Revisited: Assessing a

Company's Future Viability, CPA JOURNAL ONLINE, diakses 22 Maret

2012 http://www.nysscpa.org/cpajournal/2004/504/essentials/p40.htm.

Widyantari, Ayu Putri. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi: Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

Indonesia. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar

Zhang, H. (2009). Effect of Derivative Accounting Rules on Corporate Risk

Management Behavior. Journal of Accounting and Economics , 244–264.

LAMPIRAN 1

Tabel 2.1

KERANGKA PENELITIAN

LAMPIRAN 2

Tabel 3.1

Pemilihan Sampel Penelitian

No. Kriteria Jumlah Akumulasi

1 Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI periode

2007-2010 384 384

2 Bergerak pada industri keuangan, perbankan, dan

sekuritas 164 220

3 Tidak terindikasi menggunakan instrumen derivatif 191 29

4 Terindikasi menggunakan derivatif untuk spekulatif 11 18

5 Perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan

sampel 18 perusahaan

Jumlah tahun pengamatan 4 tahun

Total sampel penelitian 72 perusahaan

Tabel 3.2

Daftar Sampel Perusahaan Periode Tahun 2007-2010

No

Kode

Perusaha

an

Nama Perusahaan

1 ANTM PT Aneka Tambang

(Persero) Tbk

2 APOL PT Arpeni Pratama Ocean

Line Tbk

3 ASII PT Astra International Tbk

4 AUTO PT Astra Otoparts Tbk

5 BRPT PT Barito Pacific Tbk

6 BTEL PT Bakrie Telecom Tbk

7 BYAN PT Bayan Resources Tbk

8 ELTY PT Bakrieland Development Tbk

9 EXCL PT XL Axiata Tbk

No

Kode

Perusaha

an

Nama Perusahaan

10 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk

11 FREN PT Mobile‐8 Telecom Tbk

12 IMAS PT Indomobil Sukses

Internasional Tbk

13 ISAT PT Indosat Tbk

14 MIRA PT Mitra International Resources

Tbk

15 PGAS PT Perusahaan Gas Negara

(Persero) Tbk

16 SMDR PT Samudera Indonesia Tbk

17 UNVR PT Unilever Indonesia Tbk

18 VOKS PT Voksel Electric Tbk

Biaya Modal (Cost)

Likuiditas (CR)

Tingkat Utang (DER)

Net Open Position

(NOP)

OPINI AUDIT

GOING CONCERN

-

+

+

+

LAMPIRAN 3

Tabel 4.1.

Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

OPINI_AUDIT 72 0 1 .33 .475

Cost 72 .00256 .10818 .0386532 .02668401

CR 72 .17102 8.01653 1.5825643E0 1.38947273

DER 72 .21452 27.03928 3.0246356E0 4.26444156

NOP 72 .01 10.62 1.1169 1.80549

Valid N (listwise) 72

Tabel 4.2

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 4.605 8 .799

Tabel 4.3

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 23.341 4 .000

Block 23.341 4 .000

Model 23.341 4 .000

Tabel 4.4

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell

R Square

Nagelkerke R

Square

1 68.317a .277 .385

Tabel 4.5

Hasil Uji Koefisien Regresi

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a

Cost -.083 2.512 .001 1 .973 .920

CR .695 .404 2.962 1 .085 2.004

DER .608 .261 5.422 1 .020 1.837

NOP -.249 .370 .452 1 .502 .780

Constant -3.055 .939 10.589 1 .001 .047

a. Variable(s) entered on step 1: COST, CR, DER, NOP.

27