na penyelenggaraan reklamasi & pascatambang kaltim

Upload: eko-priyo-utomo

Post on 29-Oct-2015

533 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

naskah akademik pengaturan reklamasi dan pascatambang provinsi Kalimantan TImur

TRANSCRIPT

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah ditentukan bahwa Daerah diberikan hak otonomi yang

    seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai

    dengan kemampuan dan kondisi daerahnya masing-masing. Hal ini

    dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

    melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peranserta masyarakat,

    serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip

    demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu

    daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Provinsi Kalimantan Timur sebagai daerah otonom memiliki hak,

    wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

    sendiri dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, baik itu urusan

    pemerintahan yang bersifat wajib maupun yang bersifat pilihan, sesuai

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 2

    peraturan perundang-undangan. Dalam mewujudkan otonomi tersebut

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dapat mendayagunakan semua dan

    segala potensi sumber daya alam (SDA) yang terdapat di wilayahnya,

    termasuk sumber daya tambang, baik untuk tujuan ekonomi daerah maupun

    ekologi sesuai peraturan perundang-undangan. Bersamaan dengan itu

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bertanggung jawab atas perlindungan

    dan pelestarian fungsi-fungsi sumber daya alam (lingkungan) tersebut guna

    menjamin pemanfaatan sumber daya alam serta menjamin terwujudnya

    pembangunan berwawasan lingkungan berkelanjutan (sustainable

    development).

    Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki luas wilayah 211.440 Km2,

    terletak diantara 113 44 BT - 119100 BT dan 0425 LU - 0225 LS, terdiri

    dari 12 Daerah Kabupaten dan Kota, 87 Kecamatan dan 1241 desa, tercatat

    sebagai penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubaranya

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 3

    mencapai sekitar 19,5 miliar ton (sekitar 54,4 % dari seluruh total produksi

    batubara di Indonesia), dengan temuan cadangan yang dapat dieksploitasi

    mencapai 2,4 miliar ton. Sejak tahun 2003 perkembangan produksi batubara

    di Kalimantan Timur terus melonjak tajam setiap tahunnya. Pada tahun 2008

    saja produksi batubara mencapai 118.853.758 ton. Sesuai dengan potensi

    alam yang terkandung di dalam bumi Kalimantan Timur tersebut, maka urusan

    pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral merupakan urusan

    pemerintahan bersifat pilihan yang menjadi kewenangan pemerintah Provinsi

    Kalimantan Timur. Hal ini didasarkan dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2)

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang

    menyatakan, bahwa Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi

    urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

    daerah yang bersangkutan. Selanjutnya ketentuan Pasal 13 ayat (2) tersebut

    dijelaskan dalam Penjelasan pasal, bahwa yang dimaksud dengan urusan

    pemerintahan yang secara nyata ada adalah yang sesuai dengan kondisi, kekhasan

    dan potensi yang dimiliki, antara lain pertambangan, perikanan, pertanian,

    perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.

    Kaidah dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

    2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam

    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

    Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan

    Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, bahwa kewenangan pemerintah Provinsi

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 4

    dalam urusan pemerintahan di bidang pengelolaan pertambangan mineral dan

    batubara antara lain meliputi :

    1. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;

    2. Penyusunan data dan informasi usaha pertambangan mineral dan

    batubara serta panas bumi lintas kabupaten/kota.

    3. Penyusunan data dan informasi cekungan air tanah lintas

    kabupaten/kota.

    4. Pemberian rekomendasi teknis untuk izin pengeboran, izin penggalian dan

    izin penurapan mata air pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota

    5. Pemberian izin usaha pertambangan mineral, batubara dan panas bumi

    pada wilayah lintas kabupaten/kota dan paling jauh 12 (dua belas) mil laut

    diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan

    kepulauan.

    6. Pemberian izin usaha pertambangan mineral, dan batubara untuk operasi

    produksi, yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan

    paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut

    lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

    7. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha pertambangan

    mineral, batubara dan panas bumi pada wilayah lintas kabupaten/kota dan

    paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut

    lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

    8. Pemberian izin badan usaha jasa pertambangan mineral, batubara, dan

    panas bumi dalam rangka PMA dan PMDN lintas kabupaten/kota.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 5

    9. Pengelolaan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha jasa

    pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi dalam rangka

    penanaman modal lintas kabupaten/kota.

    10. Pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja,

    lingkungan pertambangan termasuk reklamasi lahan pasca tambang,

    konservasi dan peningkatan nilai tambah terhadap usaha pertambangan

    mineral, batubara dan panas bumi, pada wilayah lintas kabupaten/kota

    atau yang berdampak regional.

    11. Pembinaan dan pengawasan pengusahaan KP lintas kabupaten/kota.

    12. Pembinaan dan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja,

    lingkungan pertambangan termasuk reklamasi lahan pascatambang,

    konservasi dan peningkatan nilai tambah terhadap KP lintas

    kabupaten/kota.

    13. Penetapan wilayah konservasi air tanah lintas kabupaten/kota.

    14. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan izin usaha pertambangan

    mineral, dan batubara untuk operasi produksi, serta panas bumi yang

    berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota.

    15. Penetapan nilai perolehan air tanah pada cekungan air tanah lintas

    kabupaten/kota.

    16. Pengelolaan data dan informasi mineral, batubara, panas bumi dan air

    tanah serta pengusahaan dan SIG wilayah kerja pertambangan di wilayah

    provinsi.

    17. Penetapan potensi panas bumi dan air tanah serta neraca sumber daya

    dan cadangan mineral dan batubara di wilayah provinsi.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 6

    18. Pengangkatan dan pembinaan inspektur tambang serta pembinaan

    jabatan fungsional provinsi.

    Dengan 18 poin tersebut tampak jelas bahwa kewenangan

    pemerintah provinsi di bidang energi dan sumber daya mineral atau

    pertambangan cukup luas. Hal ini tentu menjadi suatu tantangan tersendiri

    bagi daerah untuk dapat merealisasikan kewenangan tersebut. Tetapi yang

    lebih penting untuk dipertimbangkan dalam merealisasikan kewenangan

    tersebut adalah menyangkut urgensitas dan prioritas dari tiap-tiap persoalan

    pertambangan untuk direalisasikan.

    Selanjutnya kewenangan pemerintah provinsi tersebut secara

    khusus dipertegas kembali dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009

    tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 7 ayat (1)

    Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

    Batubara tersebut dinyatakan, bahwa kewenangan pemerintah provinsi dalam

    pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, antara lain meliputi:

    1. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;

    2. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

    pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota

    dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;

    3. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

    pengawasan zusaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya

    berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4

    (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 7

    4. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

    pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung

    lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan

    12 (dua belas) mil;

    5. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi dalam

    rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sesuai

    dengan kewenangannya;

    6. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan

    batubara, serta informasi pertambangan pada daerah/wilayah provinsi;

    7. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada

    daerah/wilayah provinsi;

    8. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha

    pertambangan di provinsi;

    9. pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha

    pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;

    10. pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak

    di wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya;

    11. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan

    penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan bupati/walikota;

    12. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta

    ekspor kepada Menteri dan bupati/walikota;

    13. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang;

    dan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 8

    14. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah

    kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha

    pertambangan.

    Baik Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

    Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

    Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maupun Undang-undang

    Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka

    kewenangan yang diberikan kepada pemerintah provinsi, yang pertama, dan

    berarti pula yang utama, adalah kewenangan regulatif, yakni kewenangan

    membuat peraturan perundang-undangan daerah di bidang pertambangan

    mineral dan batubara. Hal ini berarti pemerintah provinsi berwenang

    menetapkan suatu peraturan daerah maupun peraturan gubernur di bidang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang dan batubara. Atas dasar

    pemikiran yuridis tersebut maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur

    berwenang menyusun peraturan daerah di bidang Penyelenggaraan

    Reklamasi dan Pascatambang dan batubara.

    Meski demikian dari luas lingkup bidang pertambangan yang

    menjadi kewenangan pemerintah provinsi untuk dikelola dan diatur dengan

    peraturan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan

    Timur memandang kegiatan reklamasi dan pascatambang merupakan

    persoalan yang serius dan urgen untuk dibenahi sehingga dipandang

    mendesak untuk diatur tersendiri dengan peraturan daerah. Hal ini lebih

    disebabkan oleh kondisi kualitas lingkungan di Kalimantan Timur yang sudah

    sedemikian merosot sebagai akibat dari penambangan sumber daya alam,

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 9

    khususnya batubara, secara berlebihan dan tidak diikuti dengan kegiatan

    reklamasi pada tahapan pascatambang.

    Yang dimaksud dengan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan

    sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan

    memperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi

    kembali sesuai peruntukannya. Sedangkan pascatambang merupakan

    kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir dari sebagian atau

    seluruh kegiatan usaha pertambangan. Tujuannya, untuk memulihkan fungsi

    lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah

    penambangan. Jadi pemikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

    Kalimantan Timur ini sesungguhnya merupakan wujud kepedulian dan

    sekaligus sebagai upaya pencegahan, pengendalian, penyelamatan dan

    pelestarian fungsi dan/atau eksistensi sumber daya lingkungan, yang pada

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 10

    gilirannya menyangkut pula upaya perlindungan umat manusia, khususnya

    masyarakat Kalimantan Timur, terhadap dampak lingkungan.

    Potensi sumberdaya alam, terutama batubara, yang dimiliki

    Kalimantan Timur memang cukup besar. Di satu sisi hal itu membawa nilai

    positif bagi perkembangan perekonomian daerah maupun nasional. Bahkan

    menurut Andi Harun (Bahan Presentasi 2013), bahwa aktivitas ekonomi di

    Kalimantan Timur ini berbasiskan Sumber Daya Alam (Ekonomi SDA),

    memiliki konstribusi yang besar terhadap perkembangan ekonomi masyarakat

    maupun ekonomi daerah. Pada sisi lain, pihak pengelolaan sumber daya alam

    tersebut memerlukan kehati-hatian dari semua pihak dalam pelaksanaannya,

    sebab bisa menimbulkan dampak lingkungan manakala pengelolaannya tidak

    dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan, dan tidak berwawasan

    lingkungan berkelanjutan. Terdapat prinsip dalam pengelolaan lingkungan,

    bahwa setiap pemanfaatan sumber daya alam (lingkungan) senantiasa

    memiliki resiko lingkungan (environmental risk). Artinya, semakin intens kita

    melakukan ekploitasi terhadap sumber daya alam, maka akan semakin besar

    resiko yang bakal timbul, resiko itu adalah pencemaran dan/atau perusakan

    lingkungan (Emil Salim : 1991). Resiko yang dapat timbul atas pengelolaan

    suatu sumberdaya alam sesungguhnya bukan semata resiko lingkungan,

    tetapi juga memiliki dampak sosial atau resiko social tertentu.

    Terkait dengan pengelolaan sumber daya tambang, banyak data

    dan fakta yang menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan memiliki resiko

    lingkungan dan sosial yang besar, merugikan masyarakat umum yang

    dengan demikian juga merugikan pemerintah atau negara.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 11

    Kondisi alam Indonesia uang pada umumnya dengan keterpadatan

    bahan galian yang dangkal mengakibatkan sebagian besar kegiatan

    pertambangan dilakukan dengan metode tambang terbuka, dimana pada

    kegiatannya memerlukan aktivitas penggalian yang berakibat pada terjadinya

    perubahan bentang.

    Perubahan bentang alam pada area dengan curah hujan yang tinggi

    berpotensi menurunkan fungsi lingkungan yang ditunjukkan dengan adanya

    erosi dan sedimentasi, air asam tambang, penurunan kualitas air permukaan

    dan air tanah, serta penurunan produktivitas lahan.

    Selain berpotensi menurunkan fungsi lingkungan, kegiatan

    penambangan juga dengan terpaksa akan menggali dan memindahkan

    material yang tidak berharga dari penambangan dan sisa hasil pengolahan

    (tailing) yang berpotensi menimbulkan perusakan, pencemaran lingkungan

    dan bencana. Kegiatan pembukaan lahan di area hutan hujan tropis

    berpotensi merusak ekosistem sebagai tempat hidupnya berjuta aneka ragam

    hayati.

    Sementara itu yang menyangkut resiko sosial terkait dengan

    perubahan sosial budaya dalam struktur masyarakat, perubahan ekologis

    yang berakibat pada perubahan sosial ekonomi dan budaya, misalnya banjir

    hingga terjadinya kematian jiwa. Data yang diperoleh Jatam Kaltim

    menunjukkan bahwa di Samarinda, dalam periode 2011-2012, terdapat 7

    (tujuh) anak meninggal akibat lubang tambang dekat permukiman penduduk

    yang tidak ditutup oleh penambangnya. Kasus sejenis ini diduga masih

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 12

    banyak terjadi di beberapa lokasi bekas penambangan, tetapi nyaris tidak

    terekpos karena tidak terliput oleh media dan/maupun tidak mendapat

    pengawasan, baik dari instansi yang berwenang maupun dari pihak luar,

    terutama lembaga swadaya masyarakat pemerhati pertambangan.

    Resiko sosial yang muncul sesungguhnya bukan saja dirasakan

    oleh warga di kawasan lokasi penambangan, namun juga warga di luar

    kawasan. Terjadinya kasus banjir yang banyak disebabkan oleh pola

    pengelolaan tambang yang tidak baik pada akhirnya menjadi tanggungan

    pemerintah. Anggaran daerah yang mestinya bisa dialokasikan untuk

    pelayanan publik dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat

    lainnya, menjadi terserap untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh

    perilaku segelintir pengusaha tambang (KOMPPAK : Kertas Posisi : 2013).

    Kegiatan penambangan batubara di Kalimantan Timur

    sesungguhnya telah berlangsung sejak akhir Abad XVIII, dan mengalami

    ekskalasi sejak adanya kebijaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah

    sebagai buntut dari gerakan reformasi Tahun 1998, dimana pemerintahan

    daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus

    sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas

    pembantuan.

    Dalam rangka pengelolaan pertambangan, terutama tambang

    batubara, hingga saat ini di Kalimantan Timur telah diterbitkan izin usaha

    pertambangan (IUP) oleh pemerintah daerah sebanyak 1.337 izin (Wagub

    Kaltim, 7 Maret 2013), dan oleh pemerintah pusat sebanyak 33 PKP2B,

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 13

    dengan jumlah keseluruhan lahan sekitar 5,2 juta Ha, atau 24% dari luas

    daratan Kalimantan Timur. Luasan ini diperkirakan bakalan terus meningkat

    mengingat data yang ada menunjukkan pertumbuhan pertahun yang terus

    meningkat (Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim).

    Dampak negatif yang paling nyata dari pelaksanaan izin-izin

    pertambangan tersebut adalah timbulnya kerusakan lingkungan, termasuk

    timbulnya lubang-lubang raksasa atas permukaan tanah sebagai akibat belum

    dilakukannya reklamasi, atau pun dilakukan reklamasi tetapi tidak dijalankan

    sebagaimana standar kegiatan reklamasi. Ada yang beralasan bahwa belum

    dilakukannya reklamasi karena lubangan tersebut masih aktif sehingga kalau

    ditutup malah akan bisa merusak proses reklamasi. Kegiatan pertambangan

    yang tidak tereklamasi di Kalimantan Timur ini menjadi hal umum ditemukan,

    sementara di sisi lain, fakta ini belum difahami dengan benar oleh para pihak

    terkait (stakeholders), termasuk oleh yang berwenang. Banyak kasus

    pertambangan yang menimbulkan dampak pascapenambangan batubara

    setelah potensi sumber daya alamnya habis. Rusaknya lingkungan alam,

    rusaknya sarana dan prasarana, bertambahnya angka pengangguran sebagai

    dampak kehilangan pekerjaan, serta menurunnya kondisi kesehatan

    masyarakat sebagai akibat adanya dampak lingkungan. Kondisi tersebut

    sesungguhnya merupakan fakta hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar

    tuntutan pertanggungjawaban hukum kepada pelaku usaha/kegiatan

    pertambangan (Andi Harun : Bahan Presentasi: 2013).

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 14

    Tambang belum/tidak tereklamasi, pada poros Balipapan-Samarinda (Foto: M. Muhdar. 12 Maret 2012, 8.18 wita)

    Di Kalimantan Timur saat ini terdapat paling kurang 94 lubangan

    lahan yang cukup besar sebagai bekas kegiatan penambangan, kata Kepala

    Dinas Pertambangan Kalimantan Timur, Amrullah (Amir Sarifudin Okezone,

    Kamis, 12 Januari 2012). Dari 94 lubang-lubang lahan pascatambang itu

    diperkirakan luasnya mencapai ratusan ribu hektar, dan paling banyak

    terdapat di Kabupaten Kutai Kertanegara kemudian diikuti Kota Samarinda.

    Kawasan pascatambang batubara merupakan kawasan yang telah

    mengalami degradasi lingkungan dari fungsi lingkungan sebelumnya.

    Pengelolaan dan pemanfaatannya tidak hanya meliputi aspek lingkungan

    hidup, namun mencakup pula aspek ekonomi dan sosial. Proses

    penambangan batubara itu membongkar bagian atas tanah (over burden) dan

    memindahkan batuan. Pada penambangan secara terbuka, bahan non

    tambang atau sisa hasil penambangan berupa batu liat, batu pasir, dan bahan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 15

    tanah lapisan atas ditimbun di suatu tempat sehingga membentuk bukit yang

    cukup besar dan tinggi menyerupai stupa, dengan lereng/tebing cukup terjal

    (antara 15-20%). Timbunan ini kelak digunakan untuk menimbun kembali

    lubang-lubang galian bekas tambang yang luasnya bisa mencapai ratusan

    hektar (Soekardi dan Mulyani, 1997).

    Tanah bekas tambang berbeda sifatnya dengan tanah yang

    terbentuk dan berkembang secara alami, diantaranya: kualitas fisik jelek

    karena berupa batuan; sifat kimia yang kurang baik, tingkat kesuburannya

    sangat rendah, toksisitas, dan kemasaman tinggi, kualitas hidrologi yang jelek

    dicirikan oleh rendahnya daya pegang air (water holding capacity), percepatan

    aliran permukaan (run off) dan erosi, serta kualitas biologi tanah rendah

    (Haigh, 2000).

    Kondisi tanah yang memiliki sifat perpaduan fisik, kimia, dan biologi

    tanah, merupakan satu faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi lahan

    pascatambang. Diperlukan waktu cukup lama jika tanah pascatambang

    batubara diharapkan kembali pada keadaan semula, maka intervensi melalui

    kebijakan pengaturan reklamasi dan pascatambang menjadi pilihan penting

    agar degradasi kualitas lahan dapat diminimalkan. Tujuan dari reklamasi ini

    adalah untuk menstabilkan permukaan tanah sambil menyediakan kondisi fisik

    yang menunjang agar dapat terbentuk kembali suatu komunitas spesies

    tumbuhan asli yang beragam, atau dapat menyamai dengan kondisi

    lingkungan hutan primer. Cara lain adalah dengan melakukan kegiatan

    konservasi sebagai upaya memacu pelaksanaan reklamasi agar sebanding

    dengan laju aktifitas penambangan, serta untuk mengoptimalkan upaya

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 16

    pemulihan lingkungan pascatambang sesuai peruntukannya. Kegiatan

    konservasi diantaranya meliputi konservasi sumberdaya alam hayati dan

    ekosistemnya, konservasi tanah, dan konservasi air. Hal ini sesuai dengan

    ketentuan dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

    Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sementara itu pelaksanaan

    reklamasi terhadap kawasan pascatambang selama ini cenderung bersifat

    sekedarnya, sekedar memenuhi persyaratan formal dan tuntutan prosedur

    belaka.

    Pengaturan mengenai kegiatan reklamasi dan pascatambang

    sebenarnya pernah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun

    2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, tetapi peraturan menteri ini

    sifatnya cuma pedoman sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang

    mengikat. Saat ini peraturan menteri tersebut sudah tidak berlaku demi hukum

    dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 17

    reklamasi dan Pascatambang. Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 78

    Tahun 2010 itu sendiri merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan

    Pasal 101 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

    Mineral dan Batubara. Dengan demikian aturan hukum yang berlaku

    mengenai reklamasi dan pascatambang saat ini adalah Peraturan Pemerintah

    Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.

    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tersebut

    sesungguhnya sudah terdapat norma hukum yang mewajibkan pemegang izin

    pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar.

    Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi

    diwajibkan melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP dan IPUK

    Operasi Produksi selain reklamasi juga diwajibkan untuk melakukan

    pascatambang pada lahan terganggu. Disamping itu, peraturan pemerintah

    tersebut juga mengatur ancaman sanksi administrasi bagi pengusaha yang

    tidak memenuhi kewajibannya melakukan reklamasi dan pascatambang

    sesuai aturan. Meski demikian, sesuai dengan nomenklaturnya, peraturan

    pemerintah ini tidak memuat ancaman sanksi pidana atau denda, dan hal ini

    menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.

    Pengalaman evaluasi terhadap kawasan/lingkungan pascatambang

    yang dilakukan oleh Pusat Studi Reklamasi Tambang Lembaga Penelitian

    dan Pengabdian pada Masyakat Institut Pertanian Bogor menunjukkan fakta-

    fakta sebagai berikut :

    a. Tidak dilakukan pengelolaan stock pile tanah pucuk dengan baik, sehingga

    mengakibatkan tanah pucuk hilang tererosi;

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 18

    b. Penataan lahan tidak mengikuti kaidah konservasi;

    c. Penanam cover crop sebagai mulsa sering terlambat, sehingga terjadi

    erosi dan sedimentasi yang cukup tinggi;

    d. Tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah, seperti penyesuaian pH tanah,

    penambahan bahan organik, pemupukan;

    e. Tidak dilakukan pemeliharaan tanaman, seperti penyiangan, pemupukan,

    pengendalian hama penyakit;

    f. Pemeliharaan check dam, settling pond, dan lain-lain kurang diperhatikan;

    g. Pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang kurang

    maksimal; dan

    h. Program pengelolaan timbunan batuan penutup sangat jarang dilakukan.

    Kegiatan pertambangan yang tidak disertai atau disertai reklamasi

    dan pascatambang tetapi tidak dilaksanakan sesuai standar kegiatan, dapat

    menyebabkan kerusakan lingkungan, menyebabkan penurunan mutu dan

    fungsi lingkungan, kerusakan ekosistem, yang selanjutnya dapat

    mengancam dan membayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri.

    Gejala yang ditimbulkan antara lain : kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah

    menjadi buruk, seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi pemadatan tanah

    (bulk density), kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran

    oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, penurunan populasi

    mikroba tanah, riskan terjadi banjir, tanah longsor, erosi, dsb. Sebagai

    ilustrasi, dalam APBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013 ini, telah

    dianggarkan untuk penaggulangan banjir dan kerusakan lingkungan sebesar

    Rp 602 milyar (KOMPPAK, Kertas Posisi, 2013).

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 19

    Gambaran permasalahan lingkungan pertambangan di atas patutlah

    menjadi keprihatinan semua pihak yang untuk selanjutnya perlu dicarikan

    terobosan-terobosan sebagai solusi efektif. Sebagai wujud perhatian,

    keprihatinan, dan kepedulian terhadap kepentingan ligkungan dan

    kepentingan bersama umat manusia, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi

    Kalimantan Timur berinisiatif membuat solusi dengan melakukan terobosan

    pembuatan rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan reklamasi

    dan pascatambang. Rancangan peraturan daerah tersebut didesain bukan

    untuk menduplikasi ketentuan yang telah ada dalam peraturan perundang-

    undangan, tetapi memilih dan memiliki beberapa isu-isu strategis berdasarkan

    fakta sebagai bagian penguatan atas aturan yang telah ada saat ini,

    diantaranya mengenai:

    Efektifitas jaminan dana reklamasi dan pascatambang;

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 20

    lembaga pengawasan yang efektif, responsiv, dan partisipatif terhadap

    pelaksanaan reklamasi dan pascatambang;

    penerapan sanksi yang efektif terhadap pelanggaran system reklamasi

    dan pascatambang, baik sanksi administrative maupun sanksi pidana;

    dsb.

    Dalam rangka penyusunan rancangan peraturan daerah Provinsi

    Kalimantan Timur tentang penyelenggaraan reklamasi dan pascatabang

    tersebut, maka terlebih dalu dilakukan kajian akademis guna memperoleh

    dasar pembenar yang objektif serta demi kesempurnaan substansi rancangan

    peraturan daerah tersebut. Kajian akademis tersebut dilakukan terhadap

    segala dan semua permasalahan reklamasi dan pascatambang, baik terhadap

    fakta-fakta, teori-teori, maupun norma-horma hukum yang ada, yang hasilnya

    dituangkan dalam bentuk Naskah Akademik. Dengan demikian Naskah

    Aklademik ini merupakan bentuk argumentasi objektif dan

    pertanggungjawaban ilmiah terhadap urgensi pembentukan peraturan daerah

    Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan

    Tambang.

    B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

    Dengan latar belakang masalah dan pemikiran sebagaimana terurai

    di atas, maka untuk lebih mempertajam permasalahannya sebagai

    argumentasi penyusunan rancangan peraturan daerah, berikut ini

    dikemukakan identifikasi beberapa permasalahan yang merupakan kendala

    dalam pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap kegiatan reklamasi dan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 21

    pascatambang di Kalimantan Timur. Identifikasi permasalahan tersebut dapat

    dijadikan rujukan dalam merumuskan materi muatan peraturan daerah

    Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan

    Pascatambang. Adapun permasalahan yang dimaksud dapat dikemukakan

    sebagai berikut :

    1. Terjadi kerusakan lingkungan pada kawasan pascatambang batubara,

    yatu : kemampuan fungsi lahan menurun, dan air menjadi bersifat asam.

    2. Terdapat ribuan hektar lahan pascatambang berupa lubangan yang

    membayakan keselamatan manusia dan lingkungan, sebagai akibat tidak

    ditutup kembali oleh pengusaha tambang.

    3. Munculnya dampak social-ekonomi pada masyarakat di sekitar kawasan

    pascatambang batubara.

    4. Implementasi terhadap aturan dan kebijakan kegiatan reklamasi dan

    pascatambang batubara belum terlaksana secara optimal, aturan dan

    kebijakan yang ada belum mengakomodasikan kebutuhan stakeholder.

    5. Tidak adanya system pengawasan yang aktif dan efektif oleh yang

    berwenang terhadap pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang.

    6. Belum tersedianya disain strategi dan kebijakan untuk pengelolaan

    kawasan pascatambang batubara yang berkelanjutan berbasis kebutuhan

    stakeholder dengan mengakomodir dimensi ekologi, ekonomi dan sosial.

    7. Belum adanya suatu peraturan perundang-undangan yang memuat

    ancaman sanksi tegas terhadap penambang yang tidak melakukan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 22

    reklamasi dan pascatambang, atau melakukannya tapi tidak sebagaimana

    mestinya.

    Sesungguhnya masih banyak permasalahan lainnya terkait dengan

    permasalahan reklamasi dan pascatambang, tetapi apa yang telah

    diidentifikasi di atas dipandang sebagai representasi permasalahan reklamasi

    dan pascatambang yang patut diakomodasi dalam penyusunan rancangan

    peraturan daerah yang hendak dibentuk nantinya.

    Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah

    tersebut, maka output dari penyusunan naskah akademik ini adalah dalam

    rangka menjawab rumusan masalah sebagai berikut :

    a. Bagaimanakah membentuk peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur

    tentang reklamasi dan pascatambang yang responsif, akomodatif, dan

    aplikatif?

    b. Sejauhmanakah pembentukan peraturan daerah Provinsi Kalimantan

    Timur ini memiliki landasan pembenar secara filosofis, sosiologis, yuridis,

    maupun ekologis?

    C. Maksud dan Tujuan

    1. Maksud

    Maksud pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

    Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan

    Pascatambang ini, pertama-tama adalah untuk memenuhi ketentuan

    perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 23

    12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Produk

    Hukum Daerah, bahwa setiap pembuatan peraturan perundang-undangan,

    dalam hal ini adalah Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur

    tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang, terlebih dulu

    dilakukan kajian akademis yang dituangkan dalam Naskah Akademis.

    Yang kedua, pembuatan Naskah Akademik ini dimaksudkan untuk

    memberi gambaran dan alasan yang objektif mengenai tingkat urgensitas

    peraturan daerah ini dibuat. Secara objektif pelaksanaan reklamasi dan

    pascatambang di Provinsi Kalimantan Timur ini sangat lemah, tidak berjalan

    sebagaimana mestinya, dan hal ini telah membawa dampak yang cukup

    membayakan terhadap pelestarian fungsi-fungsi komponen lingkungan

    dan/maupun perlindungan kepentingan penghidupan masyarakat. Dampak

    terhadap fungsi lingkungan dan penghidupan masyarakat tersebut makin hari

    makin besar seiring dengan lajunya kegiatan pertambangan batubara di

    Provinsi Kalimantan Timur.

    Yang ketiga, pembuatan naskah akademik ini merupakan upaya

    untuk mempertemukan persepsi ataupun pemikiran dari berbagai pihak

    berkenaan dengan permasalahan reklamasi dan pascatambang, terutama

    pihak Pemerintah Daerah sebagai yang bertanggung jawab terhadap

    pengelolaan pertambangan, pihak pengusaha tambang sebagai pelaksana di

    lapangan, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pihak lembaga-lembaga

    kajian di berbagai perguruan tinggi, pihak lembaga swadaya masyarakat,

    pihak pemerhati masalah pertambangan dan lingkungan, serta pihak

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 24

    masyarakat umum lainnya, mengenai pentingnya reklamasi dan

    pascatambang di Provinsi Kalimantan Timur ini diatur dan ditegakkan dengan

    sebaik-baiknya agar masyarakat dapat terhindar dari bencana-bencana

    lingkungan.

    Dan yang keempat, pembuatan naskah akademik rancangan

    peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan

    Reklamasi dan Pascatambang ini dimaksudkan untuk memberi dasar

    pertanggungjawaban objektif dan ilmiah , sehingga diharapkan dapat

    meningkatkan sifat penerimaan oleh masyarakat, dan meningkatkan

    efektivitas pelaksanaannya, serta memperkecil kemungkinan terjadinya

    resistensi dari kelompok-kelompok masyarakat terhadap peraturan daerah ini.

    2. Tujuan

    Pembuatan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

    Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan

    Pascatambang antara lain bertujuan sebagai berikut :

    a. Untuk memberi landasan pemikiran bagi penyusunan rancangan Peraturan

    Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi

    dan Pascatambang. Substansi peraturan daerah tersebut dapat

    memperkuat dan menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang terdapat

    dalam peraturan perudang-undanan yang ada tentang reklamasi dan

    pascatambang.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 25

    b. Memberi dasar argumentasi dan landasan pembenar secara filosofis,

    sosiologis, ekologis, maupun secara yuridis terhadap penyusunan

    rancangan peraturan daerah tersebut, sehingga keberadaannya lebih

    dapat dipertanggung jawabkan.

    c. Memberi arah dan pedoman didalam menuangkan pokok-pokok pikiran,

    norma dan kaidah ke dalam rumusan pasal-pasal dalam Ranperda

    tersebut berkenaan dengan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang

    baik, optimal, efektif, transparan, dan berkeadilan.

    d. Mempertajam pengertian, konsep, dan norma hukum sehingga dapat

    menambah bobot kualitas rancangan peraturan daerah tentang

    penyelenggaraan reklamasi dan pascatambang tersebut.

    e. Pada akhirnya dengan naskah akademik ini dapat memberi penguatan

    secara politis dan sosiologis terhadap rancangan peraturan daerah

    tersebut.

    D. Metode Penyusunan

    Penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah

    Provinsi Kalimantan Timur tentang penyelenggaraan reklamasi dan

    pascatambang ini dilakukan dengan mengaji dan menguji kaidah-kaidah

    hukum pertambangan, hukum lingkungan, dan hukum perizinan. Kajian

    akademis tersebut dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan,

    literatur-literatur, selanjutnya dilakukan kajian terhadap data, fakta, dan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 26

    informasi-informasi lapangan (field) di Provinsi Kalimantan Timur guna

    memperoleh gambaran yang lebih realistik.

    1. Kajian Pustaka

    Kajian pustaka dimaksudkan untuk mengkaji persoalan kegiatan

    reklamasi dan pascatambang, baik dikaji dari aspek filosofinya, aspek

    sosiologi, aspek ekologi, aspek yuridisnya, maupun aspek efektivitasnya. Hal

    ini dimaksudkan agar peraturan daerah yang dibentuk ini memiliki dasar

    teoritik yang kuat.

    Pertama-tama dilakukan kajian secara mendalam terhadap Undang-

    Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

    untuk diketahui apa yang menjadi filosofi, politik hukum, kaidah-kaidah,

    maupun substansi dari pengelolaan pertambangan secara umum. Selanjutnya

    untuk mengetahui apa-apa yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi

    di bidang pengaturan reklamasi dan pascatambang, maka disamping dikaji

    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, juga dikaji Peraturan Pemerintah

    Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

    Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah

    Kabupaten/Kota.

    Selanjutnya untuk memperkaya dan mempertajam kajian, serta

    untuk memperluas wawasan mengenai teori-teori pertambangan dan

    reklamasi, ditelusuri pula literatur-literatur, hasil penelitian, hasil

    worshop/seminar, majalah-majalah, terbitan-terbitan resmi, koran, internet,

    berita media elektronik, dan lain-lain sumber data terkait. Data dan informasi

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 27

    yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut diinventarisasi, diverifikasi,

    diidentifikasi sesuai jenis dan sifat permasalahannya, selanjutnya dianalisis

    untuk diperoleh intisari pokok-pokok permasalahannya, dan selanjutnya

    dirumuskan dalam suatu pokok pikiran untuk dijadikan bahan dalam

    pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.

    2. Kajian Lapangan (field)

    Kajian lapangan (field) perlu dilakukan untuk bahan penyempurna

    hasil kajian pustaka. Kajian lapangan dilakukan secara wawancara dan

    diskusi-diskusi dengan pimpinan satuan kerja perangkat daerah Provinsi

    Kalimantan Timur, beberapa anggota Dewan, para pakar (akademisi), praktisi

    hukum, para tokoh masyarakat, para pengusaha tambang, dan beberapa

    anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), untuk dapat menemukan

    pokok permasalahan dan simpulan, serta upaya-upaya yang dapat ditempuh

    oleh semua pihak sebagai masukan ataupun saran jalan keluar.

    Beberapa tahapan kegiatan yang pernah dilakukan dalam rangka

    penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah ini, diantaranya :

    Pertama-tama dilakukan diskusi internal Pansus sebagai tahapan persiapan

    dan kesiapan guna menentukan arah dan lingkup pengaturan.

    Tahap berikutnya Pansus melakukan diskusi keluar dengan melibatkan

    SKPD dalam lingkup Provinsi guna lebih memantapkan sunstansi dan

    lingkup Pengaturan.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 28

    Tim Pansus Dewan melakuan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten

    Berau guna memperoleh data dan informasi awal berkenaan dengan

    permasalahan reklamasi dan pascatambang.

    Tim Pansus melakukan konsultasi ke Kementerian ESDM di Jakarta guna

    memperoleh informasi mengenai kebijakan kementerian dan teknisnya

    terkait dengan reklamasi dan pascatambang.

    Tim Pansus juga sempat melakukan konsultasi dengan Kementerian

    Lingkungan Hidup di Jakarta, guna memperoleh informasi dari segi

    kebijakan lingkungan. Sebab persoalan reklamasi dan pascatambang ini

    lebih dimunan sebagai aspek lingkungan hidup.

    Konsultasi dengan Departemen Kehutanan RI di Jakarta guna memperoleh

    informasi mengenai status pinjam pakai kawasan hutan dalam kegiatan

    pertambangan.

    Konsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta dimaksudkan

    untuk memperoleh informasi berkenaan dengan harmonisasi peraturan

    perundang-undangan, dan jangkauan pengaturan yang dimungkinkan

    dalam rancangan peraturan daerah provinsi yang hendak dibentuk ini.

    Tim Pansus juga melakukan konsultasi dan diskusi dengan beberapa

    pakar/ akademisi, antara lain dengan UNHAS, IPB, dan GIZ, menyangkut

    aspek content rancangan peraturan daerah, aspek legal drafting, dan

    kriteria teknis dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.

    Rapat dengar pendapat dengan pengusaha tambang PKP2B (sebagai

    pelaku reklamasi dan pascatambang) sempat dilakukan sebanyak 3x.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 29

    Tim Pansus juga melakukan studi banding ke Pemerintah Provinsi Jambi

    untuk memperoleh informasi pengalaman mereka dalam mengelola sistem

    perizinan, reklamasi, dan pascatambang.

    Studi banding juga dilakukan pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara,

    sebab provinsi tersebut merupakan provinsi kedua di Indonesia yang

    mengeluarkan IUP terbanyak, dan telah melakukan harmonisasi kebijakan

    antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dari sisi aspek pengawasan

    kegiatan reklamasi dan pascatambang.

    Juga sempat dilakukan pertemuan dengan para bupati/walikota se-

    Kalimantan Timur guna membahas penyelenggaraan pengawasan dan

    sistem perizinan pertambangan.

    Akhirnya Pansus bekerjasama dengan Tim Pakar dari Universitas Muslim

    Indonesia Makassar dalam penyusunan dan perampungan Naskah

    Akademik rancangan Peraturan Daerah Kalimantan Timur tentang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.

    Disamping tahapan di atas, berikut ini dikemukakan beberapa

    kegiatan dalam rangka penyusunan naskah akademik tersebut, yaitu:

    Waktu Kegiatan Tujuan Keterangan

    04-04

    Jam 10-12 Wita

    Paparan Tim GIZ/ Jerman mengenai kriteria keberhasilan reklamasi dan pascatambang pada area Kaltim

    Penguatan dari Aspek Teknis

    Tenaga Ahli Pansus, GIZ, dan IPB

    04-04 Jam 14-selesai

    Paparan draft pembanding atau Naskah Akademik Tim

    Penguatan sisi Konten dan aspek legal drafting

    TA Pansus dan Tim UMI

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 30

    UMI

    05-04

    Jam 10-11.30

    Review Hasil diskusi Tenaga Ahli dan Pihak Ketiga (UMI, IPB/GIZ)

    Draft untuk konsultasi Publik dengan Civil Sociaty Organization (CSO) dan SKPD

    Tim Pansus, TA, GIZ/IPB, UMI, dan Staff Pansus

    8-04

    Jam 14-selesai

    Sosialisasi draft

    Melahirkan komunikasi diantara penyelenggara pemerintah daerah terhadap materi draft

    Tim Pansus, TA, GIZ,/IPB, dan UMI

    13-04

    Jam 09-selesai

    Diskusi dalam format pembahasan berdasarkan isu (kelembagaan, sistem perizinan, reklamasi, dan pascatambang

    Mendapatkan masukan dari aliansi CSO di Kaltim dan Jakarta terhadap penyempurnaan Draft

    Tim Pansus, TA, GIZ,/IPB, Prof. Abrar (UNHAS) dan Tim-UMI

    Dalam pertemuan hari Sabtu tanggal 13 April 2013 tersebut, draft

    rancangan peraturan daerah yang telah ada mendapat tanggapan dan

    masukan dari kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi

    Masyarakat Pemantau Pertambangan Kaltim (KOMPAKK). Tanggapan dan

    masukan tersebut sangat bagus, dan sedapat mungkin akan diakomodasi

    dalam penyempurnaan rancangan peraturan daerah tersebut.

    E. Sistematika Penulisan

    Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

    Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini berisi uraian mengenai permasalahan dan dasar pemikiran

    yang melatarbelakangi pembuatan naskah akademik, identifikasi

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 31

    permasalahan, tujuan dan manfaat, metode penulisan naskah

    akademik, serta sistematika penulisan itu sendiri. Dengan

    pendahuluan ini diharapkan dapat memberi gambaran yang objektif

    mengenai pentingnya peraturan daerah ini dibuat. Disamping itu

    juga digambarkan mengenai proses dan metode pengolahan dan

    analisis atas segala informasi dan data yang digali dari sumbernya,

    selanjutnya dirumuskan dan disusun dalam suatu naskah

    rancangan peraturan daerah.

    BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS PENYELENGGARAAN

    REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

    Pada bagian ini dikemukakan teori-teori keilmuan dan norma-norma

    hukum yang terkait dengan penyelenggaraan reklamasi dan

    pascatambang. Selanjutnya atas dasar kajian teori tersebut lantas

    diperbandingkan dengan praktik empiris penyelenggaraan reklamasi

    dan pascatambang di Kalimantan Timur selama ini. Dengan

    komparasi itu maka dapat diketahui permasalahan dan solusinya,

    serta segi pengembangan yang dapat diterapkan ke depan.

    BAB III ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

    PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

    Dalam bab ini diuraikan mengenai analisis peraturan perundang-

    undangan yang menjadi landasan yuridis penyelenggaraan

    reklamasi dan pascatambang. Analisis yuridis dimakksudkan untuk

    mencari dan menemukan keserasian, harmonisasi, dan sinkronisasi

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 32

    antar-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

    pengaturan reklamasi dan pascatambang, untuk diintrodusir dan

    diserasikan substansinya satu sama lain, dan selanjutnya disusun

    sebagai materi muatan peraturan daerah.

    BAB IV LANDASAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN

    DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TENTANG

    PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

    Pada bab ini berisi uraian telaah akademis terhadap teori-teori dan

    norma-norma hukum yang terkait dengan hukum pertambangan,

    pengelolaan pertambangan, maupun usaha pertambangan. Dalam

    kajian ini dikelompokkan dalam empat landasan, yaitu landasan

    filosofis, landasan sosiologis, landasan ekologis, dan landasan

    yuridis. Hasil kajian akademis tersebut dimaksudkan untuk lebih

    memperkuat argumentasi dan urgensi pembentukan Peraturan

    Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan

    Reklamasi dan Pascatambang.

    BAB V ARAH MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

    PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TENTANG

    PENYELENGGARAAN REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

    Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai pokok-pokok pikiran dan

    maupun latar belakang pemikiran yang merupakan substansi dari

    rancangan peraturan daerah tentang Penyelenggaraan Reklamasi

    dan Pascatambang. Disamping itu, keseluruhan materi pokok-pokok

    pikiran tersebut berfungsi sebagai argumentasi atas susunan dan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 33

    sistematika materi muatan rancangan peraturan daerah tentang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.

    BAB VI KESIMPULAN

    Bab ini merupakan bagian penutup dari Naskah Akademik yang

    berisi simpulan dari keseluruhan materi naskah akademik dan

    rekomendasi sebagai tindak lanjut, serta dilengkapi dengan daftar

    pustaka sebagai referensi pendukung.

    LAMPIRAN : Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 34

    BAB II

    KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS PENYELENGGARAAN

    REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

    Pada bagian ini dikemukakan teori-teori yang relevan dengan

    persoalan reklamasi dan pascatambang. Teori-teori ini merupakan standar

    keilmuan dan/maupun standar norma, sehingga dengan mengemukakan teori

    ini maka dapat dijadikan dasar atau patokan dalam mengevaluasi seberapa

    jauh kegiatan empirik reklamasi dan pascatambang selama ini sudah

    bersesuaian dengan standar keilmuan dan standar norma tersebut.

    Teori-teori yang dipandang relevan terkait dengan persoalan

    reklamasi dan pascatambang ini, diantaranya adalah teori perizinan, kriteria

    keberhasilan reklamasi dan pascatambang, teori pembanguan berkelanjutan,

    maupun teori penegakan hukum (law enforcement).

    A. Teor i Per i z inan

    Relevansi teori perizinan dengan persoalan reklamasi dan

    pascatambang adalah, bahwa rencana reklamasi dan pascatambang

    itu pada hakekatnya juga lembaga izin, ia merupakan bagian yang

    tidak terpisahkan dengan izin pertambangan. Ketika seseorang

    mengajukan permohonan izin pertambangan (IUP Ekplorasi dan IUP

    Ekploitasi Produksi), maka bersamaan itu harus pula mengajukan

    rencana reklamasi dan pascatambang. Di sini secara normativ harus

    dipahami bahwa permohonan IUP tidak akan diproses manakala

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 35

    tidak disertai dokumen rencana reklamasi dan pascatambang. Dan

    justru pada dokumen rencana reklamasi dan pascatambang itulah

    pertimbangan pemberian izin disandarkan.

    Apakah sesungguhnya izin itu? Lembaga perizinan

    merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari pengaturan yang

    bersifat pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

    masyarakat. Lembaga izin dipergunakan oleh pemerintah untuk

    mengendalikan warganya agar dalam melaksanakan suatu kegiataan

    atau usaha bersuaian dengan tata cara dan tata pola tertentu

    dengan maksud untuk menghindarkan atau memperkecil terjadinya

    hal-hal yang negative atau merugikan kepentingan bersama.

    Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, pakar hukum

    Belanda, bahwa izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa

    yang berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk

    dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan

    perundang-undangan. Hal ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan

    yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus

    atasnya (J.B.J.M ten Berge, 1993, hlm 2).

    Izin digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk

    mempengaruhi (hubungan dengan) para warga agar mau mengikuti cara

    yang dianjurkan guna mencapai tujuan konkretnya. Di sini fungsi izin adalah

    sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Dengan

    memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang bermohon tersebut

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 36

    untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimohonkan, tetapi harus dilakukan

    dengan cara-cara yang ditentukan oleh penguasa. Dalam keputusan izin yang

    diberikan, biasanya tercantum batasan-batasan yang menjadi hak dan

    kewajiban bagi pemegang izin tersebut. Berhubung dengan itu, pemegang izin

    menjadi terikat secara hukum dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum

    dalam keputusan izin. Jika ketentuan dalam izin itu tidak dipatuhi, maka

    kepada pemohon atau pemegang izin dapat diberikan sanksi-sanksi sesuai

    dengan peraturan-peraturan yang ada. Biasanya, sanksi-sanksi tersebut

    dicantumkan secara tegas dalam izin yang diberikan, misalnya sanksi dalam

    IMB, dapat berupa peringatan, perintah penghentian bekerja sementara,

    penyegelan alat-alat tertentu, sampai pencabutan kembali izin.

    Menurut Sjahran Basah, bahwa izin sebagai perbuatan administrasi

    Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan ke dalam hal konkreto

    berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaiana ditetapkan oleh ketentuan

    peraturan perundang-undangan. Sementara menurut W.F. Prins, bahwa izin

    ( vegunning) adalah keputusan administrasi negara berupa peraturan

    yang pada umumnya tidak melarang suatu perbuatan tapi masih juga

    memperkenankan asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-

    masing hal yang kongkret (Prins, 1987, hlm 50).

    Terdapat beberapa fungsi dari setiap izin, yang utama adalah fungsi

    pengendalian (sturen). Dalam pengetian ini, melalui instrumen izin segala

    kegiatan atau usaha dikendalikan dan diarahkan sedemikian rupa sehingga

    sesuai dengan prosedur dan kriteria tertentu yang diatur dalam perundang-

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 37

    undangan. Dalam hal ini Philipus M. Hadjon (1993, hlm 1) dengan tepat

    menguraikan masalahanya sebagai berikut :

    Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinyu. Kekuasaan pemerintahan dalam hal menerbitkan izin mendirikan bangunan misalnya tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Kekuasaan pemerintahan senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan mendirikan bangunan tidak sesuai izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban yang mungkin berupa tindakan pembongkaran bangunan yang tidak sesuai.

    Pandangan tersebut tidak dimaksudkan secara khusus menjelaskan

    tentang IMB, melainkan menerangkan makna sturen dalam kaitannya dengan

    pengertian pemerintahan yang dalam istilah Belanda adalah bestuur.

    Fungsi izin berikutnya adalah fungsi perlindungan hukum. Pada satu

    sisi izin merupakan bentuk tindakan preventif terhadap kemungkinan

    timbulnya masalah yang dapat merugikan kepentingan orang perorang,

    kelompok orang, maupun kepentingan umum. Tetapi pada sisi yang lain, izin

    memberikan perlindungan bagi kegiatan atau usaha yang dimohonkan izin itu.

    Dengan adanya izin, maka kegiatan atau usaha yang diberi izin tersebut

    berarti legal atau sah, dengan demkian berhak memperoleh perlindungan

    hukum dari pemerintah terhadap kemungkinan adanya gangguan ataupun

    ancaman dari pihak manapun dan siapapun, termasuk dari pihak pemerintah

    itu sendiri.

    Fungsi yang ketiga dari izin adalah fungsi anggaran (budgetair),

    yaitu sebagai instrument untuk mengisi kas daerah (PAD). Sebenarnya fungsi

    ini bukan yang utama dalam setiap izin. Yang utama adalah, izin sebagai

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 38

    instrumen pengendali kegiatan. Fungsi pemasukan keuangan dalam

    pengurusan suatu izin, sekedar merupakan fungsi pelengkap (complementer),

    namun dalam perkembangannya, fungsi komplementer itu justru kerap

    menjadi semakin dominan.

    Terkait dengan perizinan pertambangan, dalam teori dikelompokkan

    sebagai jenis Konsesi, yaitu izin yang objeknya berkenaan dengan hak

    kedaulatan negara. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    ditentukan, bahwa sumber daya pertambangan dikuasai oleh negara dan

    diperuntukkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33). Karena itu

    sesuai dengan fungsi sturen tersebut, pemberian izin pertambangan harus

    diikuti dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin tercapainya tujuan

    pemberian izin. Dalam pengawasan ini termasuk terhadap kegiatan reklamasi

    dan pascatambang yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan izin

    pertambangan.

    B. Reklamasi dan Pascatambang

    Dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan

    Mineral dan Batubara (UU Minerba), tersirat tujuan pembangunan

    berkelanjutan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan mutu kehidupan

    secara menyeluruh, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi masa

    mendatang. Pembangunan berwawasan lingkungan dalam aspek

    pertambangan berkaitan dengan cara mempertahankan proses-proses ekologi

    yang menjadi tumpuan kehidupan melalui kegiatan reklamasi dan

    pascatambang.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 39

    Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakanan secara tepat

    dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama gangguan

    keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan yang

    mungkin timbul akibat kegiatan pertambangan antara lain: penurunan

    produktivitas lahan, tanah bertambah padat, terjadinya erosi dan sedimentasi,

    terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna

    (keanekaragaman hayati), terganggunya kesehatan masyarakat, serta

    perubahan iklim mikro. Oleh karena itu, perlu dilakukan reklamasi dan

    pascatambang yang tepat, sesuai peruntukannya, dengan menghormati nilai-

    nilai sosial dan budaya setempat.

    Keberhasilan pengelolaan pertambangan bergantung pada

    pengenalan, pencegahan dan pengurangan dampak kegiatan terhadap

    lingkungan. Perlindungan lingkungan membutuhkan perencanaan yang

    cermat dan komitmen semua tingkatan & golongan perusahaan

    pertambangan. Pengelolaan pertambangan yang baik menuntut proses yang

    terus menerus dan terpadu pada seluruh tahapan pertambangan.

    Pascatambang merupakan kegiatan untuk memulihkan fungsi

    lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah

    penambangan. Pascatambang dilakukan secara terencana, sistematis dan

    berlanjut. Keberlanjutan ini meliputi kegiatan akhir sebagian (bila dalam tahap

    operasi produksi ada sebagian wilayah yang diminta dan/atau akan

    diserahkan) hingga akhir keseluruhan usaha pertambangan. Dalam Pasal 99

    dan Pasal 100 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba ditentukan, bahwa

    setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 40

    rencana pascatambang dan melaksanakan reklamasi dan pascatambang.

    Dalam rangka menjamin kesungguhan pelaksanaan reklamasi dan

    pascatambang, setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menempatkan Jaminan

    Reklamasi dan Jaminan Pascatambang.

    1. Prinsip Reklamasi dan Pascatambang

    Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha

    pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan

    hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat. Prinsip pengelolaan

    lingkungan hidup meliputi perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air

    tanah, air laut, tanah, dan udara sesuai dengan standar baku mutu lingkungan

    hidup dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berhubung

    keanekaragaman hayati begitu kaya, maka reklamasi tambang wajib

    mempertimbangkan perlindungan keanekaragaman hayati tersebut. Untuk

    memastikan keamanan daerah timbunan bagi lingkungan sekitarnya,

    reklamasi dan pascatambang juga harus menjamin stabilitas dan keamanan

    timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang serta struktur

    buatan (man made structure) lainnya. Selanjutnya, reklamasi dan

    pascatambang pun harus memiliki nilai manfaat sesuai peruntukannya, dan

    menghormati nilai-nilai sosial & budaya setempat.

    2. Tata Laksana Reklamasi dan Pascatambang

    Dalam UU Minerba, reklamasi didefinisikan sebagai kegiatan yang

    dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 41

    memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat

    berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Karena itu kegiatan reklamasi

    dilaksanakan sejak pada tahap eksplorasi sampai pada tahapan operasi

    produksi.

    Pemegang IUPK eksplorasi wajib melakukan reklamasi terhadap

    lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi, meliputi reklamasi lubang

    pengeboran, sumur uji, dan/atau parit uji. Pada tahap eksplorasi, pemegang

    IUP dan IUPK harus menyiapkan rencana reklamasi yang akan dilaksanakan

    pada tahap operasi produksi, diantaranya dengan membuat tata guna lahan

    sebelum dan sesudah ditambang, rencana pembukaan lahan, program

    reklamasi pada lahan bekas tambang dan di luar bekas tambang, kriteria

    keberhasilan reklamasi dan rencana biaya reklamasi. Yang tercakup dalam

    lahan di luar bekas tambang adalah timbunan tanah penutup, timbunan bahan

    baku/produksi, jalan transportasi, instalasi pengolahan, instalasi pemurnian,

    kantor dan perumahan, pelabuhan, lahan penimbunan dan pengendapan

    tailing.

    Sejak awal tahap eksplorasi, rencana pascatambang sudah

    disiapkan, meski umur tambangnya masih beberapa puluh tahun yang akan

    datang. Proses perencanaan tersebut dilakukan bersamaan dengan

    penyusunan studi kelayakan dan analisis mengenai dampak lingkungan

    (AMDAL). Isi rencana pascatambang tersebut harus memuat profil wilayah,

    deskripsi kegiatan pertambangan, rona lingkungan akhir lahan pascatambang

    program pascatambang, organisasi, kriteria keberhasilan pascatambang dan

    rencana biaya pascatambang. Namun, dalam menyusun rencana

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 42

    pascatambang, pemegang IUP dan IUPK harus berkonsultasi dengan instansi

    pemerintah dan/atau instansi pemerintah daerah yang membidangi

    pertambangan mineral dan/atau batubara, instansi terkait, dan masyarakat.

    Hal itu dilakukan untuk mengakomodasikan kepentingan pemerintah dan

    masyarakat.

    Reklamasi dan pascatambang dinyatakan selesai bila telah berhasil

    memenuhi kriteria keberhasilan. Keberhasilan reklamasi bisa dicapai apabila

    berbagai tahapan dalam kegiatan reklamasi dipenuhi:

    Penataan Lahan: Pengelolaan tanah pucuk, pengelolaan overburden,

    stabilitas lereng, pencegahan erosi dan sedimentasi, rencana void akhir.

    Revegetasi: penaburan tanah pucuk, perbaikan kualitas tanah, populasi

    tanaman per ha, perawatan tanaman.

    Pengkayaan tanaman.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 43

    Pemantauan Lingkungan: pemantauan geoteknik, pemantauan kualitas

    tanah, pemantauan erosi dan sedimentasi, kualitas air, air asam tambang,

    keberhasilan revegetasi.

    Namun, bila reklamasi berada di kawasan hutan, wilayah pesisir dan

    pulau-pulau kecil, maka pelaksanaan dan kriteria keberhasilannya disesuaikan

    setelah berkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

    3. Jaminan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah menetapkan kebijakan bagi setiap pemegang IUP dan

    IUPK wajib menempatkan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang.

    Jaminan tersebut diperlukan sebagai wujud kesungguhan setiap pemegang

    IUP dan IUPK untuk memulihkan lahan bekas tambang dan lahan di luar

    bekas tambang sesuai peruntukan yang disepakati para pemangku

    kepentingan dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

    Besaran Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang dihitung

    berdasarkan rencananya, dengan ketentuan harus cukup untuk menutup

    seluruh biaya reklamasi dan pascatambang. Jika besaran dana jaminan

    tersebut ternyata tidak mencukupi, maka hal itu menjadi kewajiban pemegang

    UP/IUPK.

    Penempatan jaminan yang dilakukan oleh pemegang IUP dan IUPK,

    bukan berarti menghilangkan kewajiban perusahaan melaksanakan reklamasi

    dan pascatambang. Penempatan jaminan reklamasi dimohonkan kepada

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 44

    perusahaan beserta bentuk jaminannya. Bentuk jaminan reklamasi yang

    diperbolehkan adalah deposito berjangka, bank garansi, atau cadangan

    akuntansi. Dalam peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang

    Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang, bentuk jaminan reklamasi

    ditetapkan deposito berjangka.

    Jaminan pascatambang ditempatkan setiap tahun sesuai dengan

    umur tambangnya saat mulai menempatkannya. Bila kegiatan usaha

    pertambangan berakhir sebelum masa yang telah ditentukan dalam rencana

    pascatambang, perusahaan tetap wajib menyediakan jaminan pascatambang

    sesuai dengan yang telah ditetapkan.

    C. Pembangunan Berkelanjutan

    Konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan

    semula merupakan program yang mengintegrasikan kegiatan pembangunan

    dengan konsep dan kepentingan lingkungan. Setiap kegiatan pembangunan

    wajib mempertimbangkan aspek kelestarian kemampuan lingkungan hidup

    yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang

    berkesinambungan. Konsep tersebut pertama kali dikemukakan oleh Komisi

    Dunia tentang Pembangunan dan Lingkungan Hidup World Commision on

    Environment and Development (WCED) dalam sebuah Our Common Future

    dengan pernyataannya : Development that meets of the present without

    compromising the ability of the future generation to meet their own needs,

    yang kurang lebih maknanya adalah, bahwa pembangunan yang memenuhi

    kebutuhan generasi masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 45

    akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan konsep tersebut lantas

    berkembang dan dijadikan rujukan oleh berbagai kajian dan maupun kebijakan

    pada berbagai Negara.

    Menurut Koesnadi Hardjasoemantri (1990, Hal 127) pembangunan

    berwawasan lingkungan yaitu pembangunan dengan memperhatikan

    kepentingan lingkungan, atau tanpa merusak lingkungan. Pembangunan

    berkesinambungan atau berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi

    kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang

    untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ini artinya, bahwa setiap kegiatan

    pembangunan, termasuk kegiatan pertambangan, harus memperhitungkan

    segala kemungkinan timbulnya dampak lingkungan, baik untuk jangka pendek

    maupun jangka panjang. Rencana reklamasi dan pascatambang merupakan

    salah satu instrumen pertambangan dalam rangka mempertahankan dan

    melindungi fungsi-fungsi lngkungan serta sebagai upaya pengendalian

    terjadinya dampak.

    Dalam dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World

    Summit 2005, disebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak saja

    berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, tetapi lebih luas daripada itu

    mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan

    sosial dan perlindungan lingkungan. Ketiga dimensi tersebut saling terkait dan

    merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.

    Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

    Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada Pasal 1 angka 3

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 46

    dikemukakan bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan

    terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke

    dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup

    serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi

    masa kini dan generasi masa depan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

    tidak lagi mencantumkan kalimat berwawasan lingkungan, hal ini dapat

    dimaknai bahwa pengertian berwawasan lingkungan sudah include dalam

    makna berkelanjutan. Yang kedua, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

    telah memadukan aspek lingkungan, ekonomi, dan pembangunan sosial,

    sebagai kerangka dari pembangunan berkelanjutan.

    Dalam kaitan dengan pertambangan, maka kegiatan reklamasi dan

    pascatambang sesungguhnya merupakan instrument untuk mewujudkan

    konsep pertambangan berwawasan lingkungan berkelanjutan, hal ini tercermin

    dari prinsip-prinsip reklamasi dan pascatambang.

    D. Teori Penegakan Hukum

    Suatu ketentuan hukum yang tidak (dapat) dilaksanakan dan

    ditegakkan dengan baik dalam kenyataan (law in action), tidak mempunyai

    makna apa-apa. Salah satu tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian

    dengan mewujudkan keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum dalam

    masyarakat. Kepastian hukum menghendaki perumusan kaidah-kaidah

    hukum yang berlaku umum, yang berarti pula kaidah-kaidah tersebut harus

    ditegakkan dan dilaksanakan dengan tegas.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 47

    Penegakan hukum merupakan upaya untuk ditaatinya kaidah-

    kaidah hukum dalam kenyataan, dilakukan sejak awal adanya kaidah hukum

    sampai kepada timbulnya pelanggaran terhadap pelaksanaan kaidah hukum

    tersebut.

    Dalam kenyataan sehari-hari, penegakan hukum sering dikaitkan

    dengan adanya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).

    Perbuatan melanggar hukum bisa terjadi atau dilakukan oleh orang atau

    badan hukum perdata, atau oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad).

    Karena itu, penegakan hukum dapat juga diarahkan kepada orang atau badan

    hukum perdata, atau kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

    Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi

    preventif dan represif. Secara konsepsional, inti penegakan hukum terletak

    pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

    kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran

    nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

    kedamaian pergaulan hidup (Soeryono Soekanto, 1983, hlm. 3).

    Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, penegakan hukum tidak

    selamanya harus dilakukan melalui Pengadilan, tetapi dapat dilaksanakan

    melalui berbagai jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administratif,

    sanksi perdata dan sanksi pidana (Koesnadi Hardjasoemantri, 1992, hal. 25)

    Penegakan hukum sangat esensial dalam proses bekerjanya hukum

    dalam kehidupan masyarakat. Hukum merupakan suatu instrument yang

    ampuh guna mewujudkan ketertiban dalam tata kehidupan masyarakat.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 48

    Esensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya-bahaya yang

    dapat meresahkan kehidupan masyarakat, sehingga setiap anggota

    masyarakat merasa aman dan tenteram karena memperoleh perlindungan

    hukum (Wahyu Effandy, 1994, h 4).

    Secara filosofi, penegakan hukum terkait dengan fungsi hukum

    sebagai sarana pengendalian sosial. Hal ini sejalan dengan yang

    dikemukakan Ronny Hanitijo (1984, 50), bahwa hukum sebagai mekanisme

    pengendalian sosial merupakan suatu proses yang telah direncakan lebih

    dahulu dan bertujuan untuk menganjurkan, mengajak, menyuruh atau bahkan

    memaksa anggota masyarakat supaya mematuhi norma-norma hukum atau

    tata-tertib hukum yang sedang berlaku.

    Selanjutnya oleh Soerjono Soekanto (Rajawali Pers, 1993, hal 5)

    dikemukakan bahwa terdapat pula beberapa factor yang mempengaruhi

    efektifitas penegakan hukum, yaitu:

    a. Faktor hukumnya sendiri.

    b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

    menerapkan hukum.

    c. Faktor sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung

    penegakan hukum.

    d. Faktor masyrakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

    atau diterapkan

    e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

    didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 49

    Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, karena merupakan

    esensi dari penegkan hukum, serta merupakan tolok ukur dari efektivitas

    penegakan hukum. Dengan adanya hukum yang baik, seyogianya telah

    tersedia pula sarana yang baik. Namun, agar kebaikan terlaksana secara

    nyata, maka sarana yang baik itu diterapkan dan digunakan setepat-tepatnya.

    Oleh sebab itu, terlaksananya kebaikan secara nyata, ditentukan oleh

    kehendak dan perbuatan nyata manusia yang dapat ditunjang oleh hukum.

    Dalam kaitan dengan reklamasi dan pascatambang, penegakan

    hukum dimaksudkan agar setiap rencana reklamasi dan pascatambang dari

    suatu kegiatan penambangan, dapat dilaksanakan secara taat asas sesuai

    dengan rencana yang telah disetujui oleh yang berwenang.

    Dengan merujuk pada teori efektifitas penegakan hukum yang

    dikemukakan Soerjono Soekanto, maka agar setiap rencana reklamasi dan

    pascatambang dapat terlaksana sebaik-baiknya, paling tidak musti dipenuhi 2

    (dua) factor pengaruh (indipenden), yaitu : 1) peraturan perundang-undangan

    tentang reklamasi dan pascatambang yang baik, jelas, dan aplikatif, termasuk

    ketentuan tentang sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana; 2) factor

    kelembagaan yang jelas dan tegas kewenangannya dalam menegakkan

    peraturan perundang-undangan tentang reklamasi dan pascatambang.

    E. Empirik Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Substansi mengenai pentingnya reklamasi dan pascatambang bagi

    pemegang IUP dan IUPK ini sudah ada pengaturan sebelumnya, yaitu

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 50

    Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman Reklamasi

    dan Penutupan Tambang. Namun karena sifat Peraturan Menteri ESDM yang

    hanya sebuah pedoman, akibatnya dalam praktek ketentuan ini cenderung

    dianggap tidak pernah ada oleh para pemegang IUP dan IUPK. Maka sudah

    bisa dipastikan, makin marak kegiatan pertambangan saat itu tanpa diikuti

    atau disertai dengan reklamasi dan kegiatan pascatambang.

    Selanjutnya dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan

    Batubara, pengaturan mengenai reklamasi dan pascatambang tersebut

    dimunculkan secara lebih tegas. Reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang

    dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan, dimaksudkan untuk

    menata, memulihkan, dan memperbaiki kembali kualitas lingkungan serta

    ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Sementara itu

    kegiatan pascatambang dimaknai sebagai kegiatan terencana, sistematis, dan

    berlanjut setelah akhir dari sebagian atau seluruh kegiatan usaha

    pertambangan. Tujuan dari kegiatan pascatambang adalah untuk memulihkan

    fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh

    wilayah penambangan. Dalam undang-undang tersebut ditentukan tegas,

    bahwa pemegang IUP Ekplorasi dan IUPK Ekplorasi yang melakukan

    kegiatannya wajib melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP Produksi

    dan IUPK Produksi wajib melakukan reklamasi dan kegiatan pascatambang.

    Jadi sebenarnya antara reklamasi dan pascatambang merupakan dua konsep

    yang terintegrasi mengenai recovery lingkungan.

    Hanya saja yang masih menjadi permasalahan saat itu, oleh karena

    ketentuan reklamasi dan pascatambang dalam UU No. 4 Tahun 2009 tersebut

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 51

    belum bisa efektif aplikatif karena sifatnya masih merupakan kebijakan umum

    dan masih akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Maka kurang

    lebih satu tahun berjalan, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

    2010 tentang Relamasi dan Pascatambang, sebagai implementasi dari

    ketentuan Pasal 101 UU No. 4 Tahun 2009.

    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tersebut

    ditegaskan kembali norma hukum yang mewajibkan pemegang izin

    pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan benar.

    Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus Eksplorasi

    diwajibkan melakukan reklamasi, sedangkan pemegang IUP dan IPUK

    Operasi Produksi selain reklamasi juga diwajibkan untuk melakukan

    pascatambang terhadap lahan terganggu. Bagi pengusaha yang tidak

    memenuhi kewajibannya melakukan reklamasi dan pascatambang

    sebagaimana mestinya, diancam dengan sanksi administrasi. Bagi sebagian

    kalangan beranggapan, bahwa ancaman sanksi administrasi tersebut terlalu

    ringan, dan tidak menimbulkan rasa jera. Seharusnya pengusaha yang tidak

    melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang dengan benar juga

    patut diberi sanksi pidana. Tetapi yang menjadi persoalan, sebuah peraturan

    pemerintah tidak boleh memuat ancaman sanksi pidana. Hal inilah yang kelak

    merupakan kendala tersendiri dalam pelaksanaan dan penegakan reklamasi

    dan pascatambang.

    Memang sampai saat ini belum terdapat data yang konprehensif

    dan valid mengenai informasi pertambangan, termasuk data mengenai

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 52

    kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan

    pertambangan, meski fakta itu semua pihak mengakuinya ada.

    Sudah berapa jumlah izin usaha pertambangan yang telah terbit di

    seluruh Kalmantan Timur, data itu belum jelas dan cenderung simpang siur.

    Berapa luas lahan yang telah dioperasi produksi, berapa luas lahan bekas

    penambangan yang telah dilakukan reklamasi dan pascatambang, berapa

    luas lahan bekas tambang yang telantar dan membahayakan, dsb, itu semua

    tidak terlalu jelas datanya. Hal ini merupakan sebuah kelemahan tersendiri

    dalam pengelolaan pertambangan oleh pemerintah, khususnya pemerintah

    Provinsi Kalimantan Timur.

    Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pusat Studi Reklamasi

    Tambang Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyakat Institut

    Pertanian Bogor, dalam pengalamannya studi mereka menemukan bahwa

    kegiatan reklamasi dan pascatambang kondisinya berlangsung sebagai

    berikut :

    Tidak dilakukan pengelolaan stock pile tanah pucuk dengan baik, sehingga

    mengakibatkan tanah pucuk hilang terkena erosi.

    Penataan lahan tidak mengikuti kaidah konservasi sebagaimana mestinya.

    Penanam cover crop sebagai mulsa sering terlambat, sehingga terjadi erosi

    dan sedimentasi yang cukup tinggi.

    Tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah, seperti penyesuaian pH tanah,

    penambahan bahan organik, pemupukan, dsb.

    Tidak dilakukan pemeliharaan tanaman, seperti penyiangan, pemupukan,

    pengendalian hama penyakit.

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 53

    Pemeliharaan check dam, settling pond, dan lain-lain kurang diperhatikan.

    Pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana penunjang kurang

    maksimal; dan

    Program pengelolaan timbunan batuan penutup sangat jarang dilakukan.

    Lubangan bekas penambangan yang belum/tidak direklamasi, volume mencapai ribuan M

    3.

    Banyak kasus pertambangan yang menunjukkan adanya dampak

    negatif pasca penambangan batubara setelah potensi sumberdaya alam yang

    tidak dapat diperbaharui tersebut habis. Potret nyata yang terjadi diantaranya

    adalah kerusakan lingkungan alam, rusaknya sarana dan prasarana, rentan

    terjadinya banjir, tanah longsor, timbulnya lubang-lubang raksasa akibat

    belum dilakukan reklamasi, dsb. Memang ada 94 lubang besar pada lahan

    bekas tambang di seluruh Kaltim, karena masih aktif kalau ditutup bisa rusak

    lagi nanti proses reklamasinya, kata Kadistambe Kaltim Amrullah di

    Balikpapan, Rabu (11/1/2012). Luasan dari 94 lubang-lubang tambang itu

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 54

    diperkirakan mencapai ratusan hektar dan paling banyak terdapat di

    Kabupaten Kukar diikuti kota Samarinda.

    Menurut Dyah (Peneliti ICEL), di daerah pertambangan di

    Samarinda, Kalimantan Timur, dari sekitar 1,4 juta hektar lahan terbuka,

    sekitar 839 ribu hektar belum direklamasi. Pernyataan ini didukung Carolus

    Tuah (Peneliti lingkungan dari Pokja 30 Samarinda), banyak lokasi tambang

    terbuka berupa lubang raksasa berdiameter ratusan meter dengan kedalaman

    lebih dari seratus meter. Saat hujan, lubang tersebut berisi air dan

    membentuk kolam raksasa. Hal ini menimbulkan penyakit, pencemaran, dan

    kerusakan lingkungan serta membahayakan masyarakat sekitar, kata pria asli

    Samarinda ini (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4de4f3e7b3a06/pengawasan-reklamasi-

    pascatambang-lemah).

    Persoalan lingkungan yang terjadi tersebut lebih disebabkan karena

    tidak adanya pengawasan yang efektif atas kegiatan pertambangan. Padahal

    seharusnya, pemerintah daerah tidak boleh dalam menjalankan

    kewenangannya hanya sebatas menerbitkan perizinan belaka, tetapi harus

    ditindaklanjuti dengan tindakan pengendalian dan pengawasan untuk

    memastikan rambu-rambu dalam perizinan tersebut terlmplementasi dengan

    baik.

    Sementara itu Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan

    Timur dalam pengawasannya tampaknya hanya mengandalkan tenaga pada

    Instektur Tambang, padahal jumlah inspektur tambang saat ini masih sangat

    terbatas. Saat ini Kaltim hanya terdapat sembilan Inspektur Tambang,

  • Naskah Akademik RANPERDA tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pascatambang

    Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2013 55

    sedangkan IUP yang dihadapi sekitar 1.400 izin, jelas tidak rasional dalam

    perbandingan ini. Untuk menambah personil inspektur tambang ini Dinas

    mengalami kesulitan karena terkait penambahan formasi pegawai dari pusat.

    Ini juga menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah terhadap sistem

    pengawasan pertambangan.

    Akibat kurangnya jumlah inspektur pertambangan, pengawasan

    terhadap sebuah perusahaan pertambangan sukar dilakukan secara seksama

    dan menyeluruh. Pengawasan cenderung tidak efektif, tidak optimal,

    cenderung sekenanya, semata-mata melaksanakan tugas formal. Seorang

    inspektur pertambangan harus menangani ratusan perusahaan tambang yang

    ada di Kaltim, padahal dia hanya bisa lakukan terhadap beberapa kawasan

    tambang saja, kata Kadis Pertambangan. Sebagai ilustrasi rasio antara

    petugas inspektorat tambang dengan jumlah perusahaan dan luasan yang

    diawasi, dapat dilihat pada Kota Samarinda, bahwa ratsio yang ada sekitar 1

    inspektur tambang : 26 perusahaan : 12.500 Ha. Artinya 1 orang inspektorat

    tambang harus mengawasi 26 perusahaan dengan luasan 12.500 Ha.

    Akibatnya frekuensi pengawasan sangat minim, mungkin hanya 1 kali dalam

    setahun karena anggaran yang terbatas. Sementara itu di Kutai Timur, rasio

    yang ada mencapai 1 inspektur tambang : 19 perusahaan dengan luas

    mencapai 330.000 Ha (Data JATAM Kaltim 2013).

    Pada sisi lain, lingkup tugas inspektur tambang itu cukup luas, yaitu

    meliputi seluruh pengawasan kegiatan pertambangan, antara lain,

    pengawasan teknis, konservasi bahan galian, keselamatan kesehatan kerja,

    keselamatan operasi pertambangan, hingga pengawasan lingkungan,

  • Nas