muztahidin .yosi teory evolusi menurut pandangan social dan pandangan agama

9
Muztahidin Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama Teori Evolusi dan Rekayasa Sosial Teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin konon merupakan teori sentral bagi arus utama sains kealaman yang berbicara tentang makhluk hidup (biologi) saat ini. Beberapa pelaku sejarah bahkan menjadikannya dasar –atau sekedar legitimasi- bagi proses perubahan sosial yang menurut ideal mereka harus dilakukan. Sebut saja nama-nama seperti Marx dan Hegel (serta seluruh cabang dari aliran Sosialisme-Ilmiah), Hitler (penggagas ideologi sosialisme-nasionalis). Namun, terdapat cukup alasan paradigmatis bagi seorang Muslim untuk tidak menggunakan mekanisme evolusi sebagai asas rekayasa sosial, baik teori evolusi tersebut mengandaikan keberadaan Pencipta, apalagi menafikannya. Demikian, tulisan ini mencoba berbicara secara sekilas tentang teori evolusi, pandangan para saintis terhadapnya, konsekuensinya terhadap ide ketuhanan, peluangnya dikonversi ke dalam kancah ilmu sosial sebagai landasan rekayasa sosial, sampai pada perbincangan mengenai kebangkitan.. 1. Adi Setia, seorang peneliti di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC)-IIUM menyebutkan tidak kurang dari sepuluh tokoh sains dari berbagai disiplin ilmu yang melontarkan kritik tajam terhadap teori evolusi dalam sebuah tulisan bertajuk

Upload: asep-ahmad-syah

Post on 21-Jun-2015

196 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

Muztahidin

Yosi

Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

Teori Evolusi dan Rekayasa Sosial

Teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin konon merupakan teori sentral bagi arus utama sains kealaman yang berbicara tentang makhluk hidup (biologi) saat ini. Beberapa pelaku sejarah bahkan menjadikannya dasar –atau sekedar legitimasi- bagi proses perubahan sosial yang menurut ideal mereka harus dilakukan. Sebut saja nama-nama seperti Marx dan Hegel (serta seluruh cabang dari aliran Sosialisme-Ilmiah), Hitler (penggagas ideologi sosialisme-nasionalis).

Namun, terdapat cukup alasan paradigmatis bagi seorang Muslim untuk tidak menggunakan mekanisme evolusi sebagai asas rekayasa sosial, baik teori evolusi tersebut mengandaikan keberadaan Pencipta, apalagi menafikannya.

Demikian, tulisan ini mencoba berbicara secara sekilas tentang teori evolusi, pandangan para saintis terhadapnya, konsekuensinya terhadap ide ketuhanan, peluangnya dikonversi ke dalam kancah ilmu sosial sebagai landasan rekayasa sosial, sampai pada perbincangan mengenai kebangkitan..

1.Adi Setia, seorang peneliti di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC)-IIUM menyebutkan tidak kurang dari sepuluh tokoh sains dari berbagai disiplin ilmu yang melontarkan kritik tajam terhadap teori evolusi dalam sebuah tulisan bertajuk Kritik Sains Terhadap Evolusi Darwin yang dimuat pada Majalah ISLAMIA, Tahun I No.1/Muharram 1425. Ada nama Michael Behe (Profesor Madya dalam bidang biokimia di Universitas Lehigh), W.R. Thompson, L. Harrison Matthews (keduanya adalah ahli biologi), Phillip E. Johnson (pakar bidang kajian logika argumentasi, profesor hukum Universitas California, Bakeley), Karl Popper (filosof sains). Orang yang disebut terakhir ini menyifatkan teori evolusi sebagai teori yang tidak saintifik, karena bersifat tautologi dan ungkapannya terlalu umum sehingga bisa diputarbalikkan untuk menerangkan semua fenomena biologi, padahal teori itu tidak menerangkan apapun. Dan masih banyak tokoh sains lain yang teori-teorinya secara telak menggugurkan teori evolusi, termasuk pelopor psikologi dan lingusitik kognitif, Noam Chomsky.

Di Eropa sendiri, saat ini teori evolusi mendapat tantangan yang nyata dari para saintis penganut teori ‘Rancangan Cerdas’. Situs www.hidayatullah.com menyediakan kolom khusus ‘Teori Evolusi Menanti Ajal’ untuk mewadahi

Page 2: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

perkembangan informasi isu ini. Eropa sedang hangat berdebat mengenai keabsahan teori evolusi.

Kesimpulan minimalnya, bahwa teori evolusi masih dalam perdebatan ketimbang ‘telah dapat dibuktikan dan tidak lagi perlu bukti lebih lanjut’.

2.Arus utama teori evolusi mengklaim bahwa semua jenis kehidupan yang ada sekarang telah berkembang secara bertahap dari beberapa organisme yang sederhana, malah mungkin juga dari satu organisma sederhana saja, melalui proses pemilihan alami atau penurunan dengan pemodifikasian. Proses perkembangan mendatar dari bibit yang alami itu dianggap muncul dari bahan-bahan galian dan kimia yang tidak hidup. Malah bibit hidup yang alami itu dianggap muncul dai bahan-bahan galian dan kimia yang tidak hidup. (Islamia, thn 1 No.1/Muharram 1425, hal.70)

Dengan kata lain, pemikiran evolusionis mainstream mengandaikan ketiadaan Pencipta; sebuah kesimpulan yang sama sekali ngawur dengan bebagai bukti yang meyakinkan. (Bukti-bukti tentang kelemahan ateisme berbalut evolusionis akan dikemukakan pada kesempatan lain apabila diperlukan).

Untuk lebih meingkas jalan menuju pembahasan pokok ‘rekayasa sosial’, poin selanjutnya akan meninggalkan sama sekali pengandaian evolusionis mainstream tentang qadimnya alam itu.

3.Informasi yang didapatkan (salah satunya) dari Syaikh Nadim al-Jisr, dalam buku Para Pencari Tuhan, bahwa Charles Darwin sendiri bukan seorang ateis. Bahkan Hitler, di beberapa tempat dalam bukunya Mein Kampf, sering menyebut-nyebut tentang Tuhan (tentu dalam kadar yang tidak melampaui kosep Tuhan dalam Barat; meski orang-orang telah mafhum Hitler sebenarnya musuh bagi agama). Ketika menyifati Yahudi–bangsa manusia yang amat dibencinya–, misalnya, Hitler menyebut “Keseluruhan eksistensi mereka adalah sebuah perwujudan proses melawan estetika imaji Tuhan”. Sebuah kolom di harian Kedaulatan Rakyat beberapa tahun yang lalu mengabarkan bagaimana seorang Hitler mempercayai klenik dengan memiliki tongkat yang dipercaya pernah digunakan untuk membunuh Yesus serta –seperti halnya George W. Bush pada masa ini- pernah dengan sengaja melabeli crusade sebagai penyemangat bala tentara untuk perang.

Nah, taruhlah teori evolusi adalah valid serta tidak memiliki konsekuensi penafian wujud Pencipta. Namun, abhsahkah yang dilakukan Adolf Hitler (dan dengan kadar yang lebih ringan, Marx dan Engels) dengan menyulapnya menjadi dasar rekayasa sosial? Inilah pertanyaan paling penting dalam bahasan ini.

4.Manusia, meskipun bagian dari alam, namun mereka memiliki keistimewaan berupa akal. Manusia memiliki hukum-hukum khusus yang berbeda dengan alam

Page 3: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

secara umum, maupun hewan-hewan. Manusia dapat memilih melakukan banyak hal dan meninggalkannya dengan bebas.

Aktivitas manusia, selain didorong oleh naluri-naluri dan kebutuhan pokok tertentu, juga dipengaruhi oleh pemikirannya. Berbeda sama sekali dengan hewan yang hanya bergerak sesuai dengan dorongan naluri dan kebutuhan jasmani. Hal ini menjadikan interaksi antar-manusia juga berkaitan dengan interaksi-pemikiran antar-mereka. Keunikan manusia dalam interaksinya ini tidak sesederhana interaksi hewan-hewan yang bergerak dengan dorongan naluri dan kebutuhan jasmani.

Karenanya, fatal jika menerapkan teori evolusi –yang mengkaji benda-benda mati yang pasif dan hewan-hewan yang beraktivitas monoton- untuk mengatur tata kehidupan manusia.

Fatal misalnya, jika karena pada kenyataannya makhluk hidup adalah bertingkat-tingkat, maka yang kuat wajib melenyapkan yang lemah. Sebab hal itu berarti mengingkari keistimewaan manusia yang punya akal. Ketika pelenyapan sebuah elemen dalam masyarakat tidak didasari pada pandangan dunia melalui proses berpikir mendasar yang benar, itu sama artinya berlipat-lipat mengingkari mematikan kemuliaan manusia.

Sedikit meloncat, dalam Islam, sebuah pertarungan (baik secara ide maupun –dalam kondisi yang memaksa untuk itu, sebagai jalan terakhir: fisik) tidak didasarkan pada kategori primordial berdasarkan ras yang di sana manusia sama sekali tidak bisa memilih, melainkan didasarkan pada kategori haqq dan bâthil; sebuah kategori yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempergunakan potensi kemuliaannya.

6.Kebangkitan manusia diawali dari pemikiran. Pemikiran itu didapat dari proses ‘aqlî dalam usahanya menjawab pertanyaan-pertanyaan asasi yang sejatinya selalu muncul dalam benak setiap orang baik disadarinya atau tidak. Pertanyaan itu menyangkut eksistensi dirinya dan wujud yang ada sebelum dan sesudahnya. Secara sederhana dirumuskan dalam tiga pertanyaan: dari mana, untuk apa, dan mau ke mana seluruh eksistensi yang ada di dunia ini?

Untuk mengalami kebangkitan, suatu bangsa tidak memerlukan penerjemahan fenomena alam untuk dijadikan tata sosial. Yang mereka perlukan hanyalah kepemimpinan berpikir. Dan dari sedikit pandangan hidup yang mampu menjawab tiga soal asasi dan sekaligus menjadi kepemimpinan berpikir suatu bangsa, manusia hendaknya memilih satu-satunya yang haqq: Islam.

Ilmu psikologi yang dijelaskan berlandaskan teori evolusi Darwin ternyata keliru, kata para pakar. Metoda dan datanya tidak bisa dijadikan bukti. Psikologi evolusioner ala Darwin mulai tumbang !

Page 4: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

Hidayatullah.com–Pakar biologi asal Belanda, Johan J. Bolhuis, yang juga presiden Royal Dutch Zoological Society, baru-baru ini menulis di terbitan ilmiah pro-evolusi terkemuka, Science, 6 Juni 2008. Di jurnal itu, profesor di Institute of Biology, Leiden University, Belanda ini membedah sebuah buku penting yang baru terbit, Evolutionary Psychology as Maladapted Psychology (Psikologi Evolusioner sebagai Psikologi Salah Tempat), karya Robert C. Richardson.

Buku tersebut membongkar kekeliruan penerapan teori evolusi Darwin di bidang psikologi. Pendekatan evolusi ini menarik perhatian kalangan masyarakat luas karena, sebagaimana dituturkan Bolhuis, seringkali menyentuh bahasan-bahasan seperti birahi manusia, seks dan nafsu.

Psikologi ala Darwin

Dalam ulasannya yang berjudul “Psychology: Piling On the Selection Pressure” di majalah Science itu, Johan J Bolhuis menyatakan bahwa Charles Darwin memperluas cakupan teori evolusi dalam buku The Origin of Species-nya untuk menjelaskan kemampuan berpikir pada manusia. Ini dituangkan Darwin dalam bukunya yang lain, The Descent of Man, di mana Darwin berpendapat bahwa sifat-sifat pada diri manusia seperti moralitas dan emosi muncul melalui evolusi.

Dalam perkembangan selanjutnya, para pakar di bidang psikologi yang datang kemudian lalu mengekor jejak sang guru Charles Darwin, berusaha menerapkan teori evolusi untuk menjelaskan akal pikiran manusia, atau yang dikenal dengan istilah evolutionary psychology (psikologi evolusioner, yakni psikologi yang dijelaskan menurut teori evolusi). Lebih khusus lagi, psikologi evolusioner mengemukakan bahwa akal pikiran manusia terdiri dari simpul-simpul daya pikir yang berevolusi sebagai tanggapan atas tekanan seleksi yang dihadapi nenek moyang manusia pada Zaman Batu.

Evolusi adalah ideologi

Awalnya berupaya menjelaskan asal usul keanekaragaman makhluk hidup dengan menihilkan pencipta, teori evolusi pun lalu merambah ke ranah psikologi manusia. Ini menyiratkan betapa evolusi bukanlah sekedar teori di bidang biologi semata. Lebih luas dari itu, evolusi adalah ideologi atau akidah ateis materialis, yang diterima benar secara dogmatis, meski tanpa bukti nyata, dan dijadikan penganutnya sebagai cara pandang serta pijakan dalam mengembangkan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi manusia.

Karena dijadikan landasan dogma tanpa bukti di bidang psikologi evolusioner, tidak heran jika terjadi kejumudan dengan menolak penjelasan selainnya. Bolhuis menegaskan permasalahan penting ini:

Page 5: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

“The main problem with evolutionary psychology is that it usually does not consider alternative explanations but takes the assumption of adaptation through natural selection as given.”

Permasalahan utama dengan psikologi evolusioner adalah biasa tidak dipertimbangkannya penjelasan-penjelasan alternatif tapi menjadikan anggapan (asumsi) adaptasi melalui seleksi alam sebagai kebenaran yang wajib diterima.

Perkataan di atas adalah bukti jelas yang menggambarkan sifat teori evolusi yang tidak mencerminkan teori ilmiah, melainkan akidah, dogma ataupun ideologi yang wajib diterima dengan menutup diri dari penjelasan lain.

Tak punya bukti

Sang pengarang buku Evolutionary Psychology as Maladapted Psychology, Robert Richardson, adalah pendukung evolusi, yang percaya bahwa kemampuan psikologis manusia merupakan sifat yang terevolusi. Meskipun begitu, filsuf asal University of Cincinnati itu menyatakan bahwa penafsiran psikologi evolusioner dari sudut pandang biologi evolusi adalah salah. Richardson sampai pada kesimpulan tersebut berdasarkan kajiannya yang berpegang teguh pada ilmu pengetahuan, terutama pada metoda-metoda ilmiah yang digunakan dalam penelitian di bidang tersebut.

Menurut Bolhuis, karya Richardson ini merupakan pelengkap karya yang telah terbit sebelumnya, yang juga memberikan bantahan telak terhadap penerapan teori evolusi selama ini di bidang psikologi. Karya yang lebih dulu terbit tahun 2005 itu berjudul Adapting Minds (Akal Yang Beradaptasi), yang juga karya pendukung evolusi, David Buller, pakar filsafat asal Northern Illinois University. Berbeda dari Richardson, karya Buller lebih terperinci, menitikberatkan pada bukti-bukti dan memberikan penafsiran lain.

Para pakar psikologi evolusioner seringkali bersikukuh dengan pendapat mereka hingga timbul kesan bahwa kemampuan nalar manusia hanya dapat dipahami berdasarkan sejarah evolusi manusia. Akan tetapi dalam kajiannya, sebagaimana dituangkan di banyak tempat dalam bukunya Evolutionary Psychology as Maladaptive Psychology, Richardson berkesimpulan bahwa tidak ada bukti sejarah yang dapat digunakan untuk merekonstruksi evolusi kemampuan berpikir manusia.

Contoh nyatanya adalah kemampuan berbahasa pada manusia. Penjelasan yang cenderung digunakan dalam psikologi evolusioner adalah bahwa proses evolusi mendorong kemunculan keterampilan berbahasa tersebut untuk digunakan dalam kelompok masyarakat kompleks. Dengan kata lain, ada kebutuhan akan bahasa. Richardson berpendapat bahwa para pakar fosil mustahil akan menemukan bukti-

Page 6: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

bukti yang dapat memberikan informasi tentang tatanan sosial masyarakat nenek moyang manusia.

Rekaan belaka

Bahkan kalaupun bukti-bukti yang diperlukan dalam pengkajian kemampuan berpikir manusia berdasarkan psikologi evolusioner dapat dikumpulkan, hal ini tidak akan menghasilkan pengetahuan tentang mekanisme kemampuan berpikir manusia, ulas Bolhuis yang juga menjabat sebagai profesor tamu di Department of Zoology, University of Salzburg, Austria. Sebab, kajian tentang evolusi berkutat pada rekonstruksi sejarah sifat-sifat manusia.

Kajian tersebut tidak, dan tidak dapat, menelaah mekanisme yang terlibat pada otak manusia, yang merupakan bidang kajian ilmu saraf dan psikologi kognitif. Dengan demikian pengkajian psikologi berlandaskan teori evolusi tidak akan pernah berhasil, karena berupaya menjelaskan mekanisme-mekanisme tapi secara tidak tepat mengacu pada sejarah mekanisme-mekanisme tersebut. Ini diibaratkan sang pengarang seperti menjelaskan struktur tanaman anggrek dengan merujuk pada keindahannya.

Di akhir ulasannya mengenai buku Evolutionary Psychology as Maladapted Psychology (Psikologi Evolusioner sebagai Psikologi Salah Tempat), profesor Bolhuis mengatakan bahwa hasil kajian Richardson mengungkap betapa kajian psikologi berdasarkan teori evolusi sebagian besarnya adalah rekaan semata:

In this excellent book, Richardson shows very clearly that attempts at reconstruction of our cognitive history amount to little more than "speculation disguised as results."

Dalam buku luar biasa ini, Richardson memperlihatkan dengan sangat gamblang bahwa upaya-upaya dalam penyusunan ulang sejarah kemampuan berpikir kita sedikit lebih dari “rekaan yang disamarkan sebagai hasil.” (Science 6 Juni 2008, Vol. 320. no. 5881, hal. 1293).

Atau sebagaimana diulas pula dalam editorial buku terbitan The MIT Press (http://mitpress.mit.edu) tersebut:

It is speculation rather than sound science--and we should treat its claims with skepticism. ([Psikologi evolusioner] itu lebih merupakan rekaan daripada ilmu pengetahuan yang mapan – dan kita sepatutnya memperlakukan pernyataan-pernyataannya dengan keraguan).

Mudah-mudahan psikologi evolusioner yang terbukti keliru ini, namun telah lama diajarkan di dunia akademis, tak terkecuali di lembaga pendidikan tinggi terkemuka di Indonesia, semakin mendapatkan pencerahan alternatif. Semoga. [as/science/MITpress/www.hidayatullah.com]

Page 7: Muztahidin .Yosi Teory Evolusi Menurut Pandangan Social Dan Pandangan Agama

 

Selasa, 27 April 2010