skripsi yosi

Upload: yoseminang

Post on 11-Jul-2015

1.142 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Pendidikan inklusi merujuk pada kebutuhan pendidikan untuk semua anak (Education for All) dengan fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap pemisahan .Pendidikan inklusi berarti sekolah harus melayani semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, atau keadaan lainnya. Penerapan pendidikan inklusi ditujukan untuk pengembangan

kurikulum, pelatihan guru, kapasitas bangunan atau lokal serta kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Salah satu sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah inklusi adalah Sekolah Dasar Negeri 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Adapun sasaran sekolah penyelenggara pendidikan inklusi atau sekolah reguler yang ditunjuk berkewajiban menerima peserta didik antara lain peserta didik yang menyandang cacat dan berkebutuhan khusus, salah satunya adalah anak tunarungu. Anak tunarungu atau anak yang mengalami gangguan pendengaran yaitu mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan karena kurang berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kegiatan sehari-hari.

2

Di SDN 09 Koto Luar ini terdapat seorang anak tunarungu yang berasal dari SLB YPAC (Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat) yang terletak di Alai Padang Utara. Anak tunarungu ini pindah ke SDN 09 Koto Luar atas saran dan ajakan dari Kepala Sekolah yang kebetulan berteman dengan orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu ini sudah mengikuti proses belajar mengajar di 09 Koto Luar dari kelas III, dan sekarang sudah duduk di kelas V. Dari evaluasi hasil belajar mengajar selama ini terlihat nilai anak cenderung menurun. Hal ini di sebabkan karena guru kelas masih menggunakan kurikulum yang ada dan belum memahami bagaimana cara menyesuaikan kurikulum dengan kondisi anak sehingga terwujud kurikulum yang fleksibel. Kemampuan guru untuk memahami karakter anak tunarungu masih minim, sehingga anak cenderung kurang mendapat perhatian khusus. Anak tunarungu juga pernah tidak mau ke sekolah karena takut belajar dengan salah seorang guru mata pelajaran yaitu agama, anak tunarungu dituntut harus bisa seperti anak-anak lainnya dalam ujian praktek sholat, sehingga anak takut dan tidak mau ke sekolah. Orangtua anak tunarungu menyalahkan guru pembimbing khusus yang tidak mampu membantu dan membimbing anaknya saat proses belajar mengajar, guru pembimbing khusus sering meninggalkan anak saat proses belajar mengajar. Guru pembimbing khusus juga kurang memberi pemahaman pada guru-guru lain tentang kondisi anak. Demikian juga kerjasama antara guru dan orangtua sangat kurang, karena orangtua cenderung menutup diri.

3

Hal ini disebabkan karena pendidikan orangtua yang hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sementara guru pembimbing khusus juga kurang aktif menginformasikan perkembangan anak pada orangtua ataupun pada Kepala Sekolah. Berdasarkan kondisi di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kec.Pauh Padang.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu dirumuskan masalah dalam penelitian ini yakni Bagaimanakah Pelaksanaan Pendidikan Inklusi Bagi Anak Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang?.

C.

Fokus Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka fokus penelitian ini sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. 2. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. 3. Usaha-usaha pihak sekolah dalam mengatasi kendala-kendala terkait dengan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang.

4

D.

Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu? 3. Usaha-usaha apakah yang dilakukan pihak sekolah dalam mengatasi kendala-kendala terkait dengan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang?

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti: 1. Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh pihak sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN.09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. 3. Usaha-usaha yang dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi kendala

dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang.

5

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi semua pihak antara lain: 1. Bagi peneliti, meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pendidikan inklusi serta dapat memberikan layanan tepat.. 2. Bagi sekolah, untuk mengevaluasi diri ke arah yang lebih maju dalam meningkatkan pelayanan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu. 3. Bagi guru, sebagai bahan informasi untuk memperbaiki kinerjanya dalam memberikan pelayanan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu. 4. Bagi orang tua, sebagai bahan informasi untuk memberikan motivasi kepada orang tua dalam meningkatkan layanan pendidikan terhadap anak tunarungu kearah yang lebih baik.

6

BAB II KAJIAN TEORI

A. 2.

Sistem Pendidikan Inklusi Pengertian Sistem Pendidikan Inklusi Sistem pendidikan inklusi merupakan penggabungan antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus, tanpa membedakan fisik, sosial, atau kondisisi lain di sekolah umum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Anton Moeliono dkk (1990) sistem diartikan sebagai suatu kesatuan unsur-unsur atau komponen yang saling berinteraksi secara fungsional yang memproses masukan menjadi keluaran. Kelemahan salah satu unsur dalam sistem tersebut akan mempengaruhi seluruh sistem itu. Oleh karena itu dalam usaha pengembangan sistem pendidikan setiap unsur pokok memdapat perhatian dan pengembangan yang utama. Senada dengan itu Zahara Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau unsur-unsur sebagai sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil atau produk. Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara formal ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang

7

Pendidikan Kebutuhan Khusus bulan Juni 1994 berkenaan dengan prinsip pendidikan inklusi yakni: Prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Pendidikan inklusi menurut beberapa ahli mempunyai pengertian yang beragam, diantaranya menurut: a. Sunardi (2002:2) mengatakan bahwa sekolah inklusi

adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. b. Sunardi (2002:3) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas reguler. c. Sunardi (2002:2) menyatakan pendidikan yang

mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani disekolah-sekolah terdekat, dikelas reguler bersama teman-teman seusianya. Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa sistem pendidikan inklusi merupakan suatu kesatuan layanan pendidikan yang mengacu kepada pendidikan untuk semua dengan mengikut sertakan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler terdekat dengan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuannya sebagai individu, dimana dalam pendidikan ini setiap unsur atau komponennya tidak adapat dipisahkan. Baik itu dari segi guru, lembaga atau cara penanganan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus.

8

2. Tujuan Pendidikan Inklusi Sesuai dengan tujuan pendidikan inklusi, dalam tujuan pendidikan nasional juga dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang sama, termasuk bagi mereka yang berkelainan atau berkebutuhan khusus. Hal ini juga terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa: Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Nasichin (2002:2) menyatakan: Pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus agar potensi yang dimiliki (kognitif, psikomotorik dan sikap) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri sesuai dengan prinsip pendidikan. Jadi sistem pendidikan inklusi mempunyai tujuan tidak jauh berbeda dengan tujuan sistem pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi anak berkebutuhan khusus agar dapat berkembang secara optimal, mampu hidup mandiri, layak, dan wajar di tengah-tengah masyarakat. 3. Sasaran Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi merupakan suatu sistem pendidikan yang mewajibkan semua sekolah umm untuk menerima anak berkebutuhan khusus tanpa melihat kekurangan anak, adapun sasaran pendidikan inklusi menurut Nasichin (2002:2):

9

a. SD Inklusi bagi siswa yang berkebutuhan adalah anak usia 7 sampai 12 tahun. b. SMP Inklusi adalah tamatan SDLB atau SD/MI yang mempunyai pendidikan khusus. c. SMA dan SMK Inklusi adalah tamatan SMP/MTs (Inklusi) yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus. Disamping sasaran di atas, Tarmansyah (2003:4) mengemukakan bahwa lembaga penyelenggaraan pendidikan inklusi berkewajiban menerima peserta didik sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. Anak-anak penyandang cacat dan berkebutuhan khusus Anak dari latar belakang status sosial ekonomi lemah Anak dari latar belakang beragam budaya dan agama Anak dari latar kelompok linguistik minoritas Anak jalanan Anak pekerja atau buruh Anak dari latar belakang orang tua berpenyakit kronis Pada prinsipnya sasaran lembaga pendidikan inklusi yakni mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual sosial linguistik atau kondisi lainnya. 4. Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan (guru) yakni tenaga profesional yang mengajar dan bertindak sebagai pengelola, katalisator dan peran lain yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar menagajar yang efektif. Menurut Nasichin (2002:13) guru terdiri atas: a. Guru kelas, berkedudukan di sekolah dasar reguler yang ditetapkan sebagai sekolah inklui yang bertugas menciptakan iklim belajar yang kondusif, melaksanakanPBM untuk semua mata pelajaran, program pengajaran individual dan melaksanakan bersama-sama guru pembimbing khusus. b. Guru mata pelajaran, berkedudukan di SD, SMP, SMA, dan SMK reguler yang ditetapkan sebagai sekolah inklusi, bertugas

10

menciptakan iklim belajar yang kondusif, bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan PBM, memberikan program remedial/pengayaan serta menyusun program pengajaran individual dan melaksanakan bersama-sama guru pembimbing. c. Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempuayai latar belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan khusus tentang pendidikan luar biasa dan berkedudukan sebagai guru di sekolah reguler. Bertugas menciptakan iklim belajar yang kondusif, memberikan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus, memberikan bantuan kepada guru kelas/guru mata pelajaran agar dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa yang berkebutuhan khusus serta melaksanakan administrasi kelas. 5. Landasan Pendidikan Inklusi Landasan pendidikan inklusi merupakan pengembangan dari keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI No. 002/u/1996 tentang Pendidikan Terpadu bagi anak Berkebutuhan Khusus Bab I yang dijadikan acuan formal: a. Pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak kebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. b. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai kelainan jasmani atau rohani yang terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangannya baik jasmani, rohani atau sosial sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan dengan wajar. c. Guru pembimbing khusus ialah guru khusus yang bertugas di sekolah umum, memberikan bimbingan dan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan di sekolah yang menyelenggarakan pendidikan terpadu. (Tarmansyah, 2003:4). Landasan pendidikan inklusi sekarang ini mengacu kepada surat edaran Dirjen Dikdasmen No. 280 tahun 2003 dan Direktorat PLB yang menyatakan bahwa dalam rangka menuntaskan wajib belajar pendidikan

11

dasar dan memberikan kesempatan pendidikan bagi semua (Education For All) termasuk anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah umum terdekat yang bisa dijangkau oleh anak tersebut. Kemudian dalam al-Quran surat An-Nur (Cahaya) ayat 61: tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang pincang, tidak pula bagi orang sakit dan tidak pula bagi dirimu sendiri, maka (bersama-sama dengan mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu.... Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat Nya bagimu, agar kamu memahaminya, (Tafsir Mahmud Junus, 1987:323). Surat An-Nur di atas menyiratkan bahwa, Allah tidak membedakan manusia dari bentuk, kekurangan/kecatatan dan kelemahannya, akan tetapi Allah menganjurkan agar manusia dapat bersatu dan saling menghormati . 6. Profil Pembelajaran pada Pendidikan inklusi Sesuai dengan sistem pendidikan inklusi yang menggabungkan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, maka harus tercipta lingkungan yang kondusif bagi anak. Sistem pendidikan inklusi dalam makalah Asep Ahmad Sopandi (2003), ada lima profil pembelajaran yaitu: a. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, yang menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan b. Pendidikan inklusi berarti penerapan kurikulum yang multivel dan multi modalitas. c. Pendidikan inklusi berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. d. Pendidikan inklusi berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus-menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.

12

e. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Masih dari sumber yang sama profil pembelajaran di atas dapat ditambahkan bahwa: a. Pendidikan inklusif berarti menyiapkan guru yang ranah/menghargai dan fleksibel b. Pendidikan inklusif berarti menciptakan sekolah yang ramah memerangi deskriminasi, membangun suatu masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua. c. Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik dan kondisi lainnya. d. Pendidikan inklusif berarti melibatkan semua unsur masyarakat dalam perencanaan dan penataan program pendidikan inklusif. 7. Layanan Pendidikan Inklusif Pelaksanaan pendidikan inklusi juga menempatkan anak pada kelas-kelas tertentu dimana anak tunarungu akan dilayani. Layanan pendidikan bagi anak tunarungu menurut Nasichin (2002) terbagi tiga yaitu: a. Kelas khusus Sistem pelayanan dalam bentuk kelas khusus menampung 10 sehingga 20 anak kesulitan belajar, 1 hingga 5 orang anak berkelainan di bawah asuhan 1 orang guru khusus. Ada 2 jenis kelas khusus yaitu: Kelas khusus sepanjang hari belajar Dalam kelas ini anak tunarungu dilayani oleh guru pembimbing khusus. Anak belajar semua jenis mata pelajaran dan hanya berinteraksi dengan anak lain pada saat bermain dan beristirahat. Kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu Untuk mata pelajaran tertentu, anak tunarungu mempelajari mata pelajaran yang dianggap sulit terutama pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. b. Ruang sumber

1)

2)

13

Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak tunarungu, terutama memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. c. Kelas reguler Bentuk kelas reguler dimaksudkan untuk mengubah citra tentang adanya 2 tipe anak yakni berkebutuhan khusus dan normal. Dalam kelas guler anak tunarungu belajar bersama anak normal dalam satu kelas dan didampingi oleh guru pembimbing khusus. Dalam kelas reguler program pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan dan menggunakan berbagai metode untuk berbagai jenis anak, karena itu guru kelas dan guru pembimbing khusus dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam pendidikan luar biasa. 8. Peranan Sekolah Dalam Pendidikan Inklusi Agar inklusi menjadi kenyataan, maka pendidikan inklusi harus mampu merubah dan menjamin semua pihak untuk membuktikan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Maka tugas dan kewajiban sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan Inklusi adalah sebagai berikut, seperti yang dikemukakan Anupam Ahuya (2003): 1. Mengubah sikap siswa, guru, orang tua dan masyarakat. 2. Menjamin semua siswa mempunyai akses terhadap pendidikan dan mengikutinya secara rutin. 3. Menjamin semua siswa diberi kurikulum penuh yang relevan dan menantang. 4. Membuat rencana kelas untuk seluruhnya. 5. Menjamin dukungan dan bantuan yang tersedia (teman sebaya, guru, spesialis, orang tua dan masyarakat). 6. Menjamin semua siswa menyelesaikan sekolah dan mereka yang putus sekolah diberikan kesempatan untuk meneruskan sekolah. 7. Memperbaiki pencapaian dan kesuksesan semua siswa pada semua level. 8. Menjamin pelatihan aktif berorientasi sekolah. 9. Menggunakan metode yang fleksibel dan mengubah kelompok belajar. 10. Menjamin terlaksananya pembelajaran yang aktif. 11. Menjamin adanya ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa.

14

Sekolah inklusi harus didasari oleh keyakinan bahwa semua anak dapat belajar, semua anakberbeda satu sama lain. Perbedaan yang terjadi garus dihargai, dengan demikian dalam pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama guru, orangtua dan masyarakat. Kita semua adalah bagian dari masyarakat dan harusberperan di dalamnya. Sasaran sebagai subyek peserta didik sekolah inklusi seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah tahun 2003 ( RPP-PK dan PLK) Bab II Pasal 3, peserta didik : (1) Peserta didik berkelainan yang memerlukan pendidikan khusus meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Tunanetra atau gangguan penglihatan Tunarungu atau gangguan pendengaran Tunawicara atau gangguan komunikasi Tunagrahita atau gangguan kecerdasan Tunadaksa atau gangguan fisik dan kesehatan Tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku Berkesulitan belajar Lambat belajar Autistik Gangguan motorik Korban penyalahgunaan narkoba Sementara menurut PP No.002/U/1989 tentang Pendidikan Terpadu bagi anak cacat yang dimaksud anak cacat Bab I Pasal i (b) sebagai berikut: Anak cacat ialah anak yang mempunyai kelainan jasmani dan atau rohani yang terdiri dari dari cacat netra, cacat rungu, cacat grahita, cacar daksa, cacat laras, dan oleh karenanya dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan baik jasmani, rohani dan atau sosial sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan dengan wajar. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka sekolah yang

menyelenggrakan pendidikan inklusi harus menerima peserta didik yang membutuhkan layanan khusus atau anak berkelainan/anak cacat seperti

15

disebutkan di atas. Tentunya sesuai dengan situasi dan kondisi serta kemampuan anak yang akan diterima di sekolah tersebut. Sekolah sebagai penyelenggara sistem pendidikan inklusi tentu harus memiliki seperangkat instrumen sebagai alat diagnosis. Instrumen tersebut meliputi instrumen identifikasi, analisis dan diagnosis. Hal tersebut dapat bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Luar Biasa (LPTK. PLB). Untuk merancang alat identifikasi dan melaksanakan berbagai ujicoba dan penelitian secara terpadu sehubungan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi.

B.

Kegiatan Belajar Mengajar Agar kegiatan belajar mengajar berhasil dan tercapai dengan baik,

maka seorang guru perlu mempunyai kompetensi untuk mengorganisasikan bahan ajar, penyajian materi dan kemampuan untuk mengorganisasikan bahan ajar. Dengan adanya penyajian pengajaran dan kemampuan untuk merancang penilaian evaluasi hasil, kompetensi pengelolaan kelas dan sebagainya maka pelaksanaan dalam pembelajaran nantinya akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Setiap penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru: 1. Persiapan Mengajar Persiapan mengajar merupakan penjabaran dari setiap pokok bahasan/sub pokok bahasan dalam tiap semester. Penyusunan persiapan mengajar dimaksudkan agar guru memiliki perencanaan atau kesiapan mental dan fisik yang baik untuk mengajar serta membawa manfaat

16

positif bagi proses belajar mengajar dan bukan hanya sebagai bukti administratif. Sesuai dengan hal di atas, maka peranan guru dalam perencanaan pengajaran perlu memperhatikan hal-hal seperti, siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar, waktu yang akan digunakan, uraian materi yang akan disampaikan, rangkaian perkembangan proses berfikir dan keterampilan yang akan ditumbuhkan kepada siswa, alat peraga yang digunakan dan penilaian yang akan diberikan. Kemudian menurut Nasichin (2002:17), persiapan atau

perencanaan pembelajaran terdiri atas tiga aspek yaitu: a. Menetapkan bidang-bidang atau aspek kesulitan belajar yang akan ditangani. Apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran atau hanya satu mata pelajaran. b. Menetapkan pendekatan pembelalajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan dan penguasaan pembelajaran. c. Menyusun program pembelajaran individual sesuai dengan kebutuhan pendidikan khusus bagi anak yang berkesulitan belajar dan anak berkebutuhan khusus. 2. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Berdasarkan proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kurikulum 1994, kegiatan guru dalam PBM adalah: a.Kegiatan Appersepsi Sebelum menyampaikan pelajaran, guru perlu menyampaikan bahan pengait/appersepsi dengan cara menghubungkan pelajaran yang akan

17

diberikan dengan bahan sebelumnnya atau menghubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa. b. Mengelola Kegiatan inti Dalam pengelolaan kegiatan inti ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain: a) Menyampaikan bahan

Dalam menyampaikan bahan pelajaran guru harus merencanakan tentang urutan penyajian dan strategi serta bahan yang digunakan. Apakah benar atau mudah dimengerti oleh siswa. Agar siswa dapat memahami bahan yang akan disampaikan, maka salah satu cara guru harus memberi contoh yang tepat tentang apa yang akan dibahas, hal ini ditujukan agar siswa dapat memahami materi tersebut. b) Menggunakan alat atau media pengajaran

Menunjang penyampaian tujuan dalam pelaksanaan PBM guru menggunakan alat/media pembelajaran. Pemakaian media

bertujuan untuk memperjelas informasi atau proses pengajaran dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar. Alat/media pembelajaran dalam pendidikan inklusi disesuaikan dengan materi, karateristik dan kebutuhan anak. Misalnya anak tunanetra, media yang tepat yaitu yang dapat merangsang indera lain selain penglihatan. Seperti, peta timbul, miniatur, huruf dan angka-angka timbul, anak kesulitan belajar dapat menggunakan semua media

18

yang

digunakan

anak

normal. lainnya

Begitupun

dengan dengan

anak materi,

berkebutuhan

khusus

disesuaikan

karakteristik dan kebutuhan anak.

c)

Menggunakan metode

Metode mengajar yakni suatu cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tidak ditetapkan, karena anak tunarungu memiliki daya abstraksi lebih rendah dari anak normal, maka dalam pendidikan inklusi guru harus dapat memilih dan menggunakan berbagai metode sesuai dengan materi, karakteristik dan kebutuhan anak, misalnya untuk anak tunarungu metode yang digunakan hendaknya menggunakan alat peraga, tanya jawab dan diskusi. Dan begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus lainnya disesuaikan dengan metode yang disampaikan dan fasilitas yang ada. Waktu yang tersedia sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa itu sendiri. d) Dalam Pelaksanaan Penilaian Proses Belajar Mengajar pembuatan evaluasi guru dituntut dan untuk benar mampu dengan

mengkondisikan

evaluasi

yang

baik

memperhatikan kemampuan keterbatasan siswa, memberikan ukuran yang dipakai, mendiskusikan tentang fungsi penilaian,

19

melaksanakan standar nilai dalam ujian, merancang soal-soal menurut tingkat kesukaran dan menentukan bobot penilaian. 3. Penilaian Hasil Belajar Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan anak, perlu dilaksanakan suatu penilaian terhadap kemajuan belajar anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang dilakukan oleh guru kelas dan guru mata pelajaran. Alat penilaian bagi anak yang berkebutuhan khusus sama dengan alat penilaian sekolah umum yang disesuaikan dengan program pengajaran individual. 4. Kurikulum Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak tunarungu harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorentasi pada

kemampuan dan keterbatasan anak dengan memperhatikan perbedaan individu. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan anak, dimodifikasi dan dikembangkan oleh guru. Pemilihan dan memodifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat dan jenis kelainan anak serta kemampuan dan keterbatasan, sehingga anak dapat berkembang secara wajar. Dalam arti kurikulum bagi anak tunarungu di sekolah yang inklusif adalah fleksibel. Tarmansyah (2003:3) menyatakan kurikulum yang fleksibel dapat memfasilitasi perkembangan seting yang lebih inklusif karena itu sekolah hendaknya memberikan kesempatan kurikuler yang sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat anak.

20

C.

Anak Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu Banyak istilah yang sudah kita dengar bagi anak yang mengalami kelainan pendengaran, misalnya dengan istilah tuli, bisu, kurang dengar ataupun tunarungu. Sedangkan dalam dunia pendidikan istilah tersebut dikenal dengan tunarungu. Tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar, yang meliputi kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, hal ini digolongkan dalam bagian tuli, dan kurang dengar. Menurut Permanarian Somad (1996:26) mengemukakan tunarungu yakni suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran. Masih menurut Permanarian Somad dkk (1996:26) anak tunarungu adalah: Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks Jadi jelaslah bahwa anak tunarungu mengalami gangguan pada alat pendengarannya yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidak berfungsian sebagian alat pendengarannya sehingga mereka memerlukan pendidikan dan layanan secara khusus.

21

2. Klasifikasi Anak Tunarungu Menurut Permanarian Somad, (1996:29) adalah sebagai berikut: a. 27-40 dB mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi

yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan). b. 41-55 dB mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi berbicara (tergolong tunarungu sedang). c. 56-70 dB hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat,

masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu agak berat). d. 71-90 dB hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat). 3. Karateristik Anak Tunarungu Karateristik anak tunarungu bila dibandingkan dengan ketunaan yang lain tidak begitu tampak, karena sepintas mereka tidak kelihatan mengalami kelainan. Tetapi sebagai dampak dari ketunaan tersebut anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas, menurut Permanarian Somad (1996) dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Intelegensi

22

Anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya namun mereka memiliki intelegensi rata-rata, normal dan di bawah rata-rata. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi yang normal, akan tetapi perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Anak tunarungu nampak memiliki intelegensi yang rendah dibandingkan dengan anak normal lainnya bila dalam memahami materi yang diverbalisasikan, akan tetapi bila materinya tidak diverbalisasikan seimbang dibandingkan dengan anak normal. b. Bahasa Kemampuan bahasa dan bicara pada seseorang diperoleh dengan cara mendengar kemudian meniru bunyi bahasa yang didengar melalui bicara. Anak tunarungu mengalami kelainan pada indera pendengaran, sehingga mereka tidak atau kurang dapat meniru bunyi bahasa yang diucapkan orang lain. Mereka hanya dapat meniru yang sifatnya visual yaitu gerak isyarat. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam berbicara dan bahasa, oleh karena itu anak tunarungu memerlukan latihan dan bimbingan secara khusus. Bahasa dan bicara anak tunarungu akan berkembang apabila diberikan latihan dan bimbingan secara profesional. c. Emosi dan Sosial Akibat dari ketunarunguannya daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil dibandingkan dengan anak yang mendengar, karena daerah pengamatan pendengaran lebih jauh dari pada daerah penglihatan.

23

Karena itu anak tunarungu disebut juga sebagai insan pemata, mereka sering mengalami kegagalan dalam berkomunikasi dengan lingkungan, sehingga mereka merasa terasig dalam pergaulan sosial atau aturanaturan yang ada di masyarakat.

4. Prinsip Pembelajaran Umum Dan Khusus Pada Anak Tunarungu a. Prinsip Pembelajaran Umum Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara aktif dan efesien guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berlaku pada siswa pada umumnya, namun demikian, karena di dalam kelas inklusi terdapat siswa berkelainan yang mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, emosional dan sensoris neurologis dibanding dengan siswa pada umumnya, maka guru yang mengajar di kelas inklusi disamping menerapkan prinsip-prinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan siswa. Prinsip-prinsip umum pada

pembelajaran anak tunarungu adalah: 1) Prinsip motivasi

Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anakagar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar

24

2)

Prinsip latar/konteks

Guru perlu mengenal siswa secara mendalam, menggunakan contoh, memanfaatkan sumber belajar yang dilingkungan sekitar, dan maksimal mungkin menghindri pengulangan-pengulangan materi pengajaran yang sebenarnya tidak terlalu perlu bagi siswa.

3)

Prinsip keterarahan

Setiap akan melakukan kegiatan pembelajaran, guru harus merumuskan tujuan secara jelas menetapkan bahan dan alat yang sesuai serta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat. 4) Prinsip hubungan sosial

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan, serta interaksi banyak arah. 5) Prinsip belajar sambil bekerja

Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan praktek/percobaan atau menemukan sebagainya. 6) Prinsip individualisasi sesuatu melalui pengamatan, penilaian, dan

Guru perlu mengenal kemampuan awal dan karakteristik setiap siswa secara mendalam baik dari segi kemampuan maupun

25

ketidakmampuan, kelambanannya dalam belajar, dan perilakunya sehingga setiap kegiatan pembelajaran masing-masing siswa mendapat perhatian dan perlakuan yang sesuai.

7)

Prinsip menemukan

Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing siswa untuk terlibat secara aktif baik fisik, mental, sosial dan emosional. 8) Prinsip pemecahan masalah

Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar, dan siswa dilatih untuk merumuskan mencari data, menganalisis dan memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan. b. Prinsip Pemecahan Masalah 1) Prinsip keterarahan wajah Siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), sehingga organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut siswa tunarungu dengan istilah

26

permata, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan hendaknya menghadap ke siswa (face to face) sehingga siswa dapat membaca gerak bibir guru, karena organ bicaranya kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka siswa diminta menghadap guru (face to face) ketika berbicara. 2) Prinsip keterarahan suara Setiap kali ada suara/bunyi, pasti ada sumber

suara/bunyinya. Dengan sisa pendengarannya, siswa hendaknya dibiasakan mengkonsentrasikan sisa pendengarannya ke arah sumber suara/bunyi yang dihayatinya sangat membantu proses belajar-mengajar siswa terutama dalam pembentukan sikap, pribadi, tingkah laku, dan perkembangan bahasanya. Dalam proses belajar-mengajar, ketika berbicara guru hendaknya menggunakan lafal atau ejaan yang jelas dan cukup keras, sehingga arah suaranya dikenali siswa. Demikian pula, bagi siswa yang mengalami gangguan komunikasi, agar bicaranya selalu menghadap ke lawan bicaranya agar suaranya terarah. 3) Prinsip keperagaan

27

Siswa tunarungu karena mengalami ganguan oragan pendengaran, maka mereka lebih banyak menggunakan indera. D. Kerangka Konseptual Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN.09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang akan terlaksana dengan baik apabila semua aspek yang berhubungan dengan pelaksanaan berjalan dengan baik.. Karena itu perlu diteliti bagaimana sebenarnya pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN.09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang, apa saja kendala-kendala yang dihadapi serta bagaimana usaha pihak sekolah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Sehingga didapat hasil dari pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN.09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang yang kemudian akan dideskripsikan dan diambil kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka konseptual berikut:

28

Kerangka Konseptual

Pelaksanaan Pendidikan Inklusi Bagi Anak Tunarungu di SDN. 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang

Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi Anak Tunarungu

Kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi Anak Tunarungu

Usaha-usaha sekolah mengatasi kendala dalam pelaksanan pendidikan inklusi bagi Anak Tunarungu

1. 2. 3. 4.

Kurikulum KBM Sarana prasarana Kompetensi guru untuk pendidikan inklusi 5. Peranan sekolah dalam pendidikan inklusi 6. Kerjasama antar personil

1. Kurikulum 2. KBM 3. Sarana prasarana 4. Kompetensi guru untuk pendidikan inklusi 5. Peranan sekolah dalam pendidikan inklusi 6. Kerjasama Hasil

1. 2. 3. 4.

Kurikulum KBM Sarana prasarana Kompetensi guru untuk pendidikan inklusi 5. Peranan sekolah dalam pendidikan inklusi 6. Kerjasama antar personil

29

Deskriptif

Kesimpulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.

Latar Entri Penelitian ini dilaksanakan di SDN.09 Koto Luar yang terletak di jalan Limau Manis Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Keadaan fisik sekolah permanen serta dapat menampung anak untuk belajar dengan baik. Sekolah ini memiliki beberapa gedung berukuran besar ,yaitu ruang majelis guru dan ruang kepala sekolah. Dan di samping gedung ini terdapat beberapa kelas tempat proses belajar mengajar berlangsung. Sekolah ini juga memiliki satu ruang khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang di dalamnya sekaligus dipakai sebagai ruang pustaka. Tempat anak tunarungu belajar berada di depan ruang majelis guru tepatnya kelas VA . Anak tunarungu ini belajar didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus.

30

Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu dilakukan dengan cara klasikal yaitu anak belajar bersama-sama dengan anak-anak lainnya tidak dipisah atau secara individual, namun didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus. Jumlah guru kelas yang mengajar ada 11 orang, yang terdiri dari guru mata pelajaran lima orang, dua orang guru agama islam, satu orang guru pendidikan jasmani dan lima orang guru pembimbing khusus. Termasuk guru pembimbing khusus bagi anak tunarungu. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dikembangkan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto (1993:121) untuk melaksanakan penelitian deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tapi hanya menggambarkan apa adanya gejala atau keadaan yang diteliti. Berdasarkan pendapat di atas dapat dimaknai bahwa tujuan dari penelitian deskriptif yaitu menggambarkan tentang keadaan atau gejala yang terjadi sebagaimana adanya saat penelitian ini dilakukan. Dalam penelitian ini deskriptif yang dimaksud adalah untuk menggambarkan tentang pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SD 09. Koto Luar Kecamatan Pauh padang. C. Subjek Penelitian dan Sumber Data

31

Subjek dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SDN. 09 koto Luar Kecamatan Pauh Padang yang meliputi: kepala sekolah, guru kelas, guru pembimbing khusus, guru mata pelajaran, orang tua anak tunarungu serta anak tunarungu yang mengikuti pendidikan inklusi.

D.

Teknik dan Alat Pengumpul Data Pengumpulan data ini peneliti langsung mengamati kelapangan untuk mendapatkan sejumlah data yang diperlukan. Teknik-teknik yang peneliti gunakan adalah: 1. Observasi Observasi merupakan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Suharsimi Arikunto (1993:128)

mengemukakan bahwa Observasi adalah mengamati gejala-gejala atau objek yang diteliti secara berulang dengan menggunakan alat bantu seperti alat pencatatan. Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung tentang pelaksanaan pendidika inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. 2. Wawancara

32

Wawancara (interviu) merupakan metode yang mendasarkan diri kepada laporan verbal, terdapat hubungan langsung antara peneliti dengan objek yang diteliti. Muhammad Ali menyatakan bahwa wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data. Jadi wawancara dilakukan untuk mengungkapkan data yang tidak bisa diungkapkan melalui observasi. Peneliti di sini melakukan wawancara dengan guru kelas, guru mata pelajaran, guru pembimbing khusus, dan kepala sekolah untuk mendapatkan data. 3. Studi Dokumentasi Selain observasi dan wawancara dalam penelitian ini juga menggunakan studi dokumentasi yang dapat mendukung hasil penelitian. Dokumentasi di sini digunakan untuk mendapatkan data yang

berhubungan dengan hal-hal tertulis. Sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (1993:131) studi dokumentasi yaitu mencari data yang berhubungan dengan benda-benda tertulis, tempat, kertas, atau orang. Dokumentasi ini perlu dilakukan sebagai bukti fisik dalam melakukan penelitian ini seperti foto-foto dan rapor siswa. E. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata. Suharsimi Arikunto

33

(1993:311) mengemukakan terhadap data yang bersifat kualitatif yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Langkah-langkah untuk memperoleh kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Mencatat hasil pengamatan yang diperoleh melalui

observasi, wawancara dan dokumentasi dalam bentuk catatan lapangan dan transkip. 2. Setelah ditafsirkan lalu data dipilah-pilah untuk

menajamkan serta mengarahkan dan membuang yang tidak perlu. Data hasil penelitian kemudian ditafsirkan dan diperoleh maknanya. 3. Mengklasifikasikan data-data tersebut sesuai dengan

fokus penelitian, data yang diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai dengan fokus penelitian. Yaitu data yang termaksuk dalam pelaksanaan, kendala-kendala dan usaha yang dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN.09 Luar Kecamatan Pauh Padang. 4. Menganalisis data-data tersebut dan memberikan

interpensi terhadap data yang diperoleh dengan cara memberikan penjelasan yang bersifat kualitatif. Data yang telah dikelompokkan tadi diberi penjelasan satu-persatu menurut bahasa peneliti. 5. Penarikan kesimpulan, agar maksud dari penelitian ini

dapat memberikan arti. F. Teknik Keabsahan Data

34

Teknik keabsahan data yang digunakan adalah : 1. Memperpanjang keikutsertaan Kegiatan ini dilakukan agar segala sesuatu yang sedang diamati di lapangan benar-benar dapat dipercaya kebenarannya. Maka peneliti perlu melibatkan diri lebih lama untuk memperoleh data yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang untuk mendapatkan data yang akurat.

2. Kegiatan

Mengadakan Triangulasi ini dilakukan untuk pemeriksaan keabsahan data

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu, keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Moleong (2000:178) hal ini dilakukan dengan cara: a. Membandingkan data yang diperoleh melalui

observasi dan wawancara dari sumber data yang diperoleh untuk mencari kebenaran data. b. Membandingkan apa yang dikatakan orang umum

dan apa yang dikatakan diri sendiri maupun yang dikatakan buku sumber, kemudian diambil keputusan bahwa data yang diperoleh data yang benar sesuai dengan permasalahan. 3. Audit dan Dosen Pembimbing

35

Kegiatan

ini

bertujuan

untuk

memeriksa

kebenaran

dan

kelengkapan data yang ditentukan serta merujuk pada sumber yang dapat mempermudah untuk mengetahui kebenaran data yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan dosen pembimbing mulai dari penyusunan kisi-kisi instrumen, dan audit data-data yang diperoleh di lapangan. 4. Pemeriksaan sejawat Hasil temuan yang diperoleh dari lapangan didiskusikan dengan teman sejawat yang pernah atau sedang mengadakan penelitian dan tematema yang hampir bersamaan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Umum Tentang Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 09. Padang yang beralamat di Jl. Limau manis. Bangunan sekolah ini semuanya permanen, yang terdiri dari 2 bangunan yang menyatu dan 2 bagunan yang terpisah dilingkungannya. Bila kita memasuki gerbang utama maka kita akan menemukan lapangan yang tidak terlalu luas, ketika kita berada di dalam sekolah bagian depan merupakan ruangan kelas VI A dan VI . Bila kita lihat dari depan bagian samping kiri terdapat ruangan kepala sekolah yang bersebelahan dengan tujuh buah ruang kelas masing-masing kelas V A, V B, IV A, IV B, III A, dan kelas III B . Kemudian dibagian samping kiri terdapat ruangan majelis guru, ruangan

khusus dan ruangan kelas I B. Ruangan yang berhadapan dengan ruangan

36

paling depan terdapat kelas I B, II A, dan kelas II B. Sekolah ini juga memiliki lapangan yang di kelilingi oleh kelas-kelas yang ada. Biasanya lapangan ini di gunakan untuk upacara dan olah raga. Selain itu kalau ada acara yang cukup besar lapangan ini juga digunakan untuk acara tersebut. Sekolah ini mempunyai guru 25 orang , 18 orang guru kelas, 1 orang guru agama, 1 orang guru olah raga, 5 orang GPK dan 1 kepala sekolah. Siswa berjumlah 309 orang, yang diantaranya terdapat 35 orang ABK. Masing-masingnya yaitu 1 orang anak tunarungu, 1 orang anak hiperaktif, 1 orang anak sprektrum autis, 1 orang anak low vision, 3 orang anak autis dan selebihnya anak yang mengalami kesulitan belajar. Kegiatan belajar mengajar berlangsung dari pukul 07.30 12.00 WIB, jadwal pelajaran setiap harinya sama untuk semua kelas. Penelitian dilakukan saat jam pelajaran ini dalam rangka memperoleh informasi yang berkaitan dengan keadaan dan situasi pelaksanaan pendidikan inklusi. Sedangkan informasi yang harus diperoleh dari orang tua dan pihak terkait dilakukan di luar jam belajar. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan adalah wawancara dan observasi serta dokumentasi, sesuai dengan sifat penelitian yaitu non partisipan. B. Deskripsi Khusus tentang Pelaksanaan Pendidikan Inklusi bagi Anak Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang Teknik pengambilan data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Selanjutnya data yang akan dideskripsikan berkenaan dengan permasalahan diajukan dalam fokus

37

penelitian. Data yang akan dideskripsikan, terdapat tiga aspek yang akan diungkapkan untuk menggambarkan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi

anak tunarungu di SDN 09. Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Berikut ini diuraikan hasil penelitian. 1. Pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu ini meliputi kurikulum, kegiatan belajar mengajar, sarana prasarana, kompetensi guru untuk pendidikan inklusi, peranan sekolah dalam pendidikan inklusi, dan kerjasama antar personil. a. Kurikulum. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada tanggal 15 Mei s.d 5 Juni 2006 diperoleh informasi sebagai berikut: 1) Kurikulum yang digunakan. Hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan dengan guru kelas, guru pembimbing khusus, dan guru mata pelajaran bahwa kurikulum yang digunakan adalah kurikulum normal, belum ada kurikulum khusus bagi anak tunarungu. Jadi guru kelas

menggunakan kurikulum umum, dan belum pernah dilakukan modifikasi kurikulum. Hal ini menurut keterangan guru kelas dan guru pembimbing khusus karena belum adanya petunjuk khusus cara menyusun kurikulum bagi anak tunarungu di sekolah inklusi.

38

Data ini di dukung dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Ibu Ma, pada tanggal 10 mei 2006 tentang kurikulum yang digunakan yang diperoleh dari beberapa kali pertemuan dari hasil wawancara dengan guru kelas : Selama ini kami hanya memakai kurikulum biasa dan belum pernah dimodifikasi. Kalau kami berharap bagi anak ini hendaknya ada kurikulum tersendiri, jadi kami tinggal menerapkan saja. Seperti data tersebut dapat dipahami bahwa guru belum memodifikasi kurikulum sesuai dengan kondisi anak.

2)

Penggunaan PPI. Masih pada hari yang sama dari hasil wawancara dan

observasi peneliti menemukan bahwa GPK tidak membuat program PPI bagi anak tunarungu yang dibimbingnya. Data ini didukung dengan hasil wawancara dengan guru pembimbing khusus bahwa: Saya memang tidak menggunakan program PPI karena anak tersebut juga tidak mau bimbingan secara individu dengan saya, ia hanya mau belajar bersama temantemannya. 3) Isi Kurikulum. Melalui wawancara dengan guru kelas dan guru

pembimbing khusus serta observasi peneliti didapati isi kurikulum

39

memang tidak ada yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi anak. Contohnya pada salah satu mata pelajaran yaitu agama dimana anak tunarungu tetap dituntut supaya mampu melakukan praktek sholat dengan lafal dan ucapan-ucapan dalam bacaan sholat. Anak tentu saja tidak mampu melakukannya. b. Kegiatan Belajar Mengajar. 1) Persiapan Guru Kelas dan Guru Pembimbing Khusus. Berdasarkan dasarkan hasil observasi pada tanggal 15 Mei 2006 mengenai kesiapan guru kelas, dengan gambaran guru

mempersiapkan segala sesuatu sebelum memberikan materi pelajaran. Data ini didukung hasil wawancara peneliti dengan Ibu Ma pada tanggal 11 Mei 2006, mengenai persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar yaitu sebelumnya guru kelas

merundingkan terlebih dahulu dengan guru pembimbing khusus mengenai tugas yang akan di jalankan masing-masing guru. Seperti pembuatan program pengajaran, penanganan anak di dalam kelas dan penentuan nilai akhir. Saperti data tersebut dapat dipahami bahwa sebelum pelaksanaan pembelajaran guru mempersiapkan rancangan

program dengan guru pembimbing khusus. Hasil observasi pada tanggal 15 Mei 2006 mengenai

kesiapan guru pembimbing khusus, yang meliputi kesiapan di

40

dalam kelas, menyusun program, menentukan nilai akhir sebelum pelaksaan pembelajaran di mulai. Melengkapi data ini sejalan dengan hasil wawancara dengan guru GPK pada tanggal 15 Mei 2006 tentang kesiapan guru pembimbing khusus Hal-hal yang perlu disiapkan oleh guru pembimbing khusus yaitu kesiapan mental menghadapi anak tunarungu di dalam kelas, pembuatan program pengajaran, menentukan nilai akhir dan kesiapan guru untuk menjelaskan kepada kepala sekolah maupun guru kelas tentang penanganan anak tunarungu di sekolah. Hal ini dapat dipahami bahwa kesiapan yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing khusus yaitu kesiapan mental untuk langsung menangani anak tunarungu di sekolah normal,

pembuatan program pengajaran, penanganan anak di dalam kelas dan menentukan nilai akhir, begitu juga yang harus dilakukan oleh guru kelas sebelum memulai pelaksanaan pembelajaran. 2). Pengelolaan Kelas. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 17 Mei 2006, peneliti melihat secara penempatan tempat duduk anak sudah optimal dimana anak tunrungu ditempatkan di depan dengan alasan agar ia dapat melihat dengan jelas keterangan-keterangan yang diberikan guru. Data ini didukung oleh hasil wawancara peneliti dengan guru pembimbing khusus pada tanggal yang sama bahwa:

41

Anak tunarungu tersebut sengaja didudukan di depan agar bisa menangkap materi atau penjelasan yang diberikan oleh guru kelas. 3). Penggunaan Metoda . Dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 18 Mei 2006 dan wawancara dengan guru kelas dan guru pembimbing khusus diperoleh data mengenai penggunaan metoda, bahwa metoda yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab dan demonstrasi. Jadi guru kelas tidak menggunakan metoda-metoda khusus bagi anak tunarungu dalam kegiatan belajar mengajar.

4)

Penggunaan Media. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti melihat

bahwa guru jarang menggunakan media pembelajaran dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Hal ini didukung dengan hasil wawancara peneliti dengan guru pembimbing khusus pada tanggal 18 Mei 2006 bahwa: Saat belajar memang kami belum menggunakan media yang sesuai dengan anak tunarungu,salah satunya seperti media gambar yang memang tidak tersedia. 5) Evaluasi.

42

Dari hasil wawancara dengan guru kelas dan guru pembimbing khusus evaluasi bagi anak tunarungu dilihat dari hasil tertulis san juga motivasi anak saat belajar. Contohnya anak mau maju ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis sudah merupakan nilaitambah bagi anak tunarungu. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas mengenai penilaian bagi anak tunarungu, guru bekerjasama dengan guru pembimbing khusus yang mendampingi anak di dalam kelas untuk merumuskan penilaian yang didapat oleh anak tunarungu selama belajar demikian juga pada saat pengisian rapor di akhir semester. Adapun hal-hal yang dinilai berdasarkan wawancara peneliti pada tanggal 22 Mei 2006 yaitu bagaimana sikap anak saat belajar, kehadiran dan dari tugas-tugas yang dikumpulkan oleh anak tunarungu tersebut. c. Sarana Prasarana. 1) Kelengkapan Sarana dan Prasarana Umum. Dari observasi yang peneliti lakukan tentang kelengkapan

sarana prasarana umum yang dimiliki oleh sekolah pada tanggal 23 Mei 2006, secara umum sudah lengkap. Hal ini dapat dilihat dari adanya ruangan kepala sekolah tersendiri, ruangan majelis guru dan beberapa ruang kelas tempat kegiatan belajar mengajar, dan juga sebuah ruang perpustakaan. Namun sekolah belum menyediakan

43

ruangan khusus bagi GPK, sarana ibadah,dan kantin yang bersih untuk anak belanja. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 23 Mei 2006, ternyata sarana ibadah sudah berubah fungsi menjadi ruang kelas, karena kurangnya ruangan bagi kegiatan belajar. 2). Kesiapan Sarana Khusus. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah dan GPK pada tanggal 25 Mei 2006 tentang kesiapan sarana khusus bagi anak Tunarungu contohnya alat asesmen, alat bantu dengar, media belajar, dan miniatur benda belum ada sarananya yang ada hanya kaca untuk latihan bicara anak Tunarungu.

3). Kesiapan Prasarana Khusus. Berdasarkan observasi pada tanggal 23 Mei 2006 mengenai kesiap[an sarana khusus, sekolah hanya memiliki satu buah ruangan khusus yang dekaligus berfungsi sebagai ruang perpustakaan. Dari hasil wawancara dengan guru pembimbing khusus pada tanggal 24 Mei 2006 menyatakan: Sebenarnya ini memang ruang perpustakaan yang atas kebijakan kepala sekolah digunakan juga sebagai ruang khusus. Tapi jarang juga digunakan karena anak tunarungu tidak mau dibawa ke ruangan ini.

44

Jadi berdasarkan penelitian tentang kesiapan sarana khusus di sekolah sudah terdapat sebuah ruangan khusus, namun belum dipergunakan dengan efektif. d. Kompetensi Guru Pendidikan Inklusi. 1) Latar Belakang GPK. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah pada tanggal 25 Mei 2006 tentang latar belakang GPK bahwa latar belakang pendidikan GPK di sekolah ini sudah sesuai dengan anak yang dibimbingnya yaitu spesialisasi Tunarungu. Wawancara peneliti dengan GPK juga menyatakan bahwa latar belakang GPK sudah sesuai dengan anak yang dibimbingnya.

2) Pembuatan PPI. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 26 Mei 2006

dengan GPK bahwa: Saya tidak menggunakan PPI karena dirasa tidak perlu bagi anak soalnya perkembangan anak dapat dilihat setiap hari. 3) Bentuk bimbingan terhadap anak Tunarungu. Berdasarkan wawancara pada tanggal 27 Mei 2006 dengan GPK tentang bentuk bimbingan yang diberikan kepada anak Tunarungu hanya dilakukan kadang-kadang bila akan ujian saja.

45

Itupun pelaksanaannya dilakukan di rumah GPK karena anak tidak mau dibimbing secara individu di sekolah. GPK melaporkan setiap perkembangan anak tunarungu di dalam kelas pada orang tua dan GPK berusaha menjalin komunikasi yang baik pada orang tua agar orang tua mau membantu GPK dalam proses kegiatan belajar anak di sekolah maupun di rumah. GPK juga memberikan informasi bagaimana cara menangani anak di rumah dan mengonsultasikan mengenai buku paket yang harus di pakai oleh anak Tunarungu. Data ini didukung juga hasil observasi pada tanggal 15 Mei 2006 mengenai kerjasama dengan orang tua yaitu: Orang tua berusaha membantu program pelaksanaan pendidikan inklusi ini bagi anak Tunarungu di sekolah dan orang tua berusaha menyediakan buku paket yang di butuhkan anak. Namun orang tua terkendala dalam segi pelajarannya, makanya selama ini orang tua hanya bisa membantu sebatas kemampuannya saja.

4)

Kerjasama dengan orang tua anak Tunarungu. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan GPK pada

tanggal 1 Juni 2006 tentang kerjasama yang dilakukan dengan orang tua anak Tunarungu bahwa kurang terjalin kerjasama antara GPK dengan orang tua. Hal ini disebabkan karena kurang aktifnya GPK dan juga respon orang tua terhadap pembelajaran anak Tunarungu. e. Peranan Sekolah dalam Pendidikan Inklusi. 1). Merespon kebutuhan guru.

46

Berdasarkan wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah pada pada tanggal 1 Juni 2006 tentang peranan sekolah dan respon terhadap kebutuhan guru adalah Selama ini saya mendukung

kegiatan inklusi, tapi GPK kurang berkomunikasi dengan saya tentang anak Tunarungu yang dibimbingnya, karena kurangnya komunikasi sehingga saya tidak bisa merespon kebutuhan guru tersebut. 2) Melengkapi fasilitas penunjang. Hasil wawancara penulis dengan Kepala Sekolah pada tanggal 1 Juni 2006 yaitu tentang melengkapi fasilitas penunjang karena kurangnya komunikasi antara kepala sekolah dengan GPK maka kelengkapan fasilitas penunjang kurang memadai seperti alat bantu untuk belajar. Berkaitan dengan peranan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi dapat disimpulkan bahwa sekolah sebenarnya sudah berperan. Hal ini ditunjang dengan wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 5 Juni 2006 dengan Kepala Sekolah bahwa sekolah telah memberikan tugas dan tanggung jawab masingmasing kepada semua komponen yang terkait di sekolah. f. Kerjasama antar Personil. 1). Bentuk kerjasama . Semua antar personil yang ada di sekolah baik itu guru kelas, GPK, guru mata pelajaran, Kepala Sekolah maupun tenaga

47

administrasi

dan

penjaga

sekolah

mereka

semua

saling

bekerjasama dan mau menerima keberadaan anak dilingkungan mereka. 2). Bentuk kerjasama guru kelas dengan GPK. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas dan GPK tentang bentuk kerjasama yaitu dalam pemberian nilai bagi anak Tunarungu, sedangkan saat proses belajar mengajar masing-masing menjalankan perannya sesuai dengan tugasnya. 3). Bentuk kerjasama GPK dengan Kepala Sekolah Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan GPK dan Kepala Sekolah yaitu belum terjalin dengan baik. Hal ini dikarenakan GPK kurang aktif dalam menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Kepala Sekolah. 2. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak

Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. a. Kendala dalam kurikulum.

1). Kendala dalam penggunaan kurikulum. Berdasarkan hasil wawancara mengenai kendala guru dalam penggunaan kurikulum pada tanggal 25 Mei 2006 bahwa kendalanya yaitu dari segi penerapan pada kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan metode oral. Seperti membaca juga dari segi pemahaman.

48

2). Kendala dalam penyusunan PPI. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 17 Mei 2006 dan 18 Mei 2006 peneliti memaknai bahwa kendala dalam penyusunan PPI yaitui keterbatasan kemampuan dan waktu yang dimiliki GPK untuk menyusun PPI 3). Kendala dalam isi kurikulum. Dari hasil wawancara peneliti dengan guru kelas dan GPK pada tanggal 25 Mei 2006 tentang kendala dalam isi kurikulum bahwa kendalanya lebih kepada tidak adanya kesesuaian antara kurikulum dengan kondisi anak. Jadi dapat dimaknai bahwa kendala dalam kurikulum yaitu dari segi penerapannya pada anak Tunarungu b. Kendala dalam KBM.

1). Kendala dalam persiapan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas pada tanggal 27 Mei 2006 tentang kendala dalam persiapan guru yaitu mengenai persediaan buku yang kurang lengkap atau terbatas. Hal inilah yang menjadi kendala dalam menyiapkan materi pelajaran bagi anak Tunarungu Dari hasil wawancara peneliti dengan GPK pada tanggal 27 Mei 2006 mengenai kendala yang berhubungan dengan persiapan guru yaitu:

49

Saya rasa untuk persiapan tidak ada kendala karena pembelajaran bagi anak Tunarungu sama dengan anak lainnya sehingga tidak ada kendala dalam persiapannya. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan GPK tentang penyusunan program tidak ada masalah karena tidak ada kekhususan bagi anak Tunarungu. 2). Kendala dalam pengelolaan kelas. Dari hasil observasi peneliti melihat kalau penempatan

tempat duduk bagi ATR susah sesuai yaitu didekat meja guru agar anak dapat melihat dengan jelas gerakan bibir guru ketika menyampaikan materi pelajaran. Wawancara peneliti dengan GPK tentang kendala dalam pengelolaan kelas yaitu seringnya guru kelas sewaktu memberikan materi pelajaran posisi guru berada di tengah kelas sehingga menyulitkan anak melihat gerakan bibir guru. Hal ini didukung dari data guru kelas tentang kendala dalam pengelolaan kelas, bahwa guru kelas belum terbiasa menjelaskan dengan pelan agar ATR dapa melihat gerakan bibirnya. Selain itu guru kelas juga merasa itu tugas GPK. 3). Kendala dalam penggunaan metoda. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas tentang kendala dalam penggunaan metoda yaitu :

50

Saya rasa kendala dalam penggunaan metoda ini yaitu ketika GPK tidak mendampingi anak, sehingga anak seperti kebingungan. Dari wawancara dengan guru kelas tentang kendala memang guru tersebut mengalami kendala jika GPK tidak mendampingi anak, hal ini disebabkan karena guru kurang paham bagaimana cara berkomunikasi dengan anak Tunarungu. 4). Kendala dalam penggunaan media. Dari hasil wawancara peneliti dengan guru kelas tentang kendala dalam penggunaan media bahwa kndalanya adalah guru tidak memiliki media untuk pembelajaran bagi anak Tunarungu. Guru hanya menggunakan media papan tulis dan memberikan latihan dalam proses belajar mengajar. Jadi dari hasil wawancara peneliti dengan guru kelas didapatkan data bahwa memang ada kendala dalam penggunaan media yaitu ketidak tersediaannya media. 5). Kendala dalam evaluasi. Menurut guru kelas tentang kendala yang dihadapi dalam evaluasi yaitu pada saat pengisian rapor karena nilai yang diperoleh anak belum memenuhi standar yang disepakati oleh guru mata pelajaran dan guru kelas. Hal ini dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh anak Tunarungu, jadi untuk mengisi rapor guru mengambil nilai yang dimiliki oleh anak Tunarungu.

51

c.

Kendala dalam sarana prasarana.

1). Kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana umum. Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah dengan tentang kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana bahwa kendalanya adalah dari segi dana. Namun sarana dan prasarana umum yang tersedia dirasa telah memadai. 2). Kendala dalam kesiapan sarana khusus. Untuk kendala dalam kesiapan sarana khusus ini, masih dari hasil wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 2 Juni 2006 yaitu: kurangnya kerjasama dari GPK sehingga Kepala Sekolah tidak tau sarana khusus apa saja yang harus disediakan.

3). Kendala dalam kesiapan prasarana khusus. Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah pada tanggal 3 Juni 2006 tentang kendala dalam kesiapan prasarana khusus sama dengan kendala yang lainnya yaitu kurang aktifnya GPK dalam memberi laporan serta tentang dana yang tersedia. Jadi prasarana khusus yang tersedia hanyalah sebuah sarana khusus yang belum memadai. d. Kendala kompetensi guru untuk pendidikan inklusi.

1). Kendala dalam latar belakang GPK.

52

Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah tentang kendala dalam latar belakang GPK, tidak ada kendala karena latar belakang GPK telah sesuai dengan anak yang dibimbingnya yaitu spesialisasi Tunarungu. 2). Kendala dalam pembuatan PPI. Menurut GPK kendala yang dihadapi dalam pembuatan PPI yaitu keterbatasan waktu, di samping itu juga karena guru merasa anak tidak perlu diberi PPI. 3). Kendala dalam pemberian bimbingan bagi ATR GPK mengatakan kepada peneliti pada tanggal 18 Mei 2006 tentang kendala dalam pemberian bimbingan bagi anak Tunarungu yaitu anak itu sendiri yang tidak mau dibawa ke ruangan khusus untuk mendapatkan PPI, anak merasa dipisahkan dari teman-temannya. Jadi kendala dalam pemberian bimbingan bagi anak Tunarungu adalah anak tidak mau diajak oleh GPK. 4). Kendala dalam kerjasama dengan orang tua anak Tunarungu. Dari hasil wawancara peneliti dengan GPK tentang kendala kerjasama orang tua dengan anak Tunarungu pada tanggal 20 Mei 2006 kendalanya yaitu orang tua yang acuh tak acuh terhadap perkembangan anaknya. Jadi orang tua kurang berperan dalam kerjasama dengan GPK. Kendala lainnya adalah kurangnya keaktifan dari GPK untuk memberikan laporan pada orang tua

53

sehubungan dengan perkembangan anak sehingga orang tua tidak mau bekerja sama dengan GPK. e. Kendala sehubungan dengan peranan sekolah dalam

pendidikan inklusi. 1). Kendala dalam tugas dan tanggung jawab sekolah Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah tentang kendala dalam tugas dan tanggung jawab sekolah yaitu dalam pelaksanaannya. Setiap anggota di sekolah sudah mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun kendalanya adalah kuranya kesadaran dari masing-masing anggota. Misalnya seperti guru kelas, GPK, dan guru mata pelajaran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap anak Tunarungu. Contoh lainnya yaitu saat GPK tidak mendampingi anak, guru kelas sering membiarkan anak sesukanya. 2.). Kendala dalam memenuhi kebutuhan guru. Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah tentang kendala dalam memenuhi kebutuhan guru pada tanggal 3 Juni 2006 bahwa dalam pemenuhan kebutuhan guru akan sarana dan prasarana pembelajaran dikarenakan tidak adanya laporan tentang kebutuhan anak. 3). Kendala dalam kelengkapan fasilitas penunjang.

54

Wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah pada tanggal 4 Jini 2006 tentang kendala dalam kelengkapan fasilitas penunjang adalah belum tersedianya dana bagi fasilitas penunjang tersebut. f. Kendala dalam kerjasama antar personil.

1). Kendala dalam bentuk kerjasama. Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah pada tanggal 3 Juni 2006 tentang kendala dalam bentuk kerjasama tidak terkendala hal ini disebabkan karena bentuk kerjasama antar personil sudah terjalin, contohnya yaitu menerima keberadaan anak Tunarungu di sekolah atau lingkungan mereka. 2). Kendala dalam kerjasama antara guru kelas, GPK dan guru mata pelajaran. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas dan GPK pada tanggal 5 Juni 2006, bahwa kerjasama antara mereka yaitu kemampuan masing-masing untuk menerima kondisi dalam pembelajaran anak Tunarungu 3). Kendala dalam kerjasama antara GPK dengan Kepala Sekolah Dari wawancara peneliti dengan GPK pada tanggal 4 Juni 2006 tentang kerjasama antara GPK dengan Kepala Sekolah bahwa antara mereka tidak ada kendala dalam kerjasama. Hanya saja GPK tidak melaporkan perkembangan anak Tunarungu. Sehingga Kepala Sekolah tidak peduli. Sedangkan menurut Kepala Sekolah tentang kendala antara GPK dengan Kepala Sekolah yaitu

55

kurangnya komunikasi antara GPK dengan Kepala sekolah dalam segi pemberian pendidikan bagi anak Tunarungu. 3. Usaha-usaha pihak sekolah dalam mengatasi kendala-kendala

terkait dengan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. a. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala sehubungan

dengan kurikulum. 1). Usaha untuk mengatasi kendala dalam kurikulum. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti dengan guru kelas tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam kurikulum yaitu berusaha untuk menyesuaikan kurikulum dengan kemampuan anak 2). Usaha untuk mengatasi kendala-kendala dalam penyusunan PPI. Dari wawancara dengan GPK tentang usaha mengatasi kendala-kendala dalam penyusunan PPI yaitu GPK mulai berusaha menyusun PPI pada mata pelajaran yang terkendala bagi anak Tunarungu, Minangkabau. 3). Usaha untuk mengatasi kendala-kendala dalam isi kurikulum Hasil wawancara peneliti dengan guru kelas dan GPK tentang usaha untuk mengatasi kendala-kendala dalam isi kurikulum yaitu dengan cara memberikan materi yang sama seperti Bahasa Indonesi dan Budaya Alam

56

dengan

kurikulum

anak

normal

tetapi

pada

penilaiannya

disesuaikan dengan kemampuan anakTunarungu. b. Usaha untuk mengatasi kendala dalam kegiatan belajar

mengajar. 1). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam persiapan guru. Dari hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru kelas pada tanggal 17 Mei 2006 tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam persiapan guru yaitu dengan cara bekerjasama dalam membuat persiapan belajar mengajar dengan GPK. 2). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan kelas. Hasil observasi dan wawancara peneliti dengan GPK pada tanggal 18 Mei 2006 tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam pengelolaan kelas yaitu

memberikan penjelasan pada anak Tunarungu tentang apa yang kurang dipahami dari penjelasan guru kelas. 3). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala dalam penggunaan metode. Berdasarkan wawancara dan observasi peneliti pada tanggal 27 Mei 2006 tentang usaha yang dilakukan oleh guru kelas dan GPK untuk mengatasi kendala-kendala dalam penggunaan metoda

57

yaitu dengan cara menggunakan metoda latihan dan penugasan berkelompok agar anak Tunarungu tidak kesulitan dengan metoda ceramah yang selalu dipakai oleh guru kelas. 4). Usaha untuk mengatasi kendala dalam penggunaan media. Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 28 Mei 2006 tentang penggunaan media, guru menggunakan media yang ada seperti papan tulis. Adapun usaha guru untuk mengatasi kendala tersebut yaitu dengan menggunakan buku bergambar yang ada dalam buku paket. 5). Usaha untuk mengatasi kendala dalam evaluasi. Dari hasil wawancara peneliti dengan GPK dan guru kelas tentang usaha untuk mengatasi kendala dalam evaluasi yaitu dari pemahaman anak terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru, sikap anak dalam belajar, kehadiran serta tugas-tugas yang dikumpulkan oleh anak Tunarungu. Jadi usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam evaluasi yaitu berdasarkan kemampuan anak saat proses belajar mengajar berlangsung. c. Usaha untuk mengatasi kendala-kendala dalam sarana

prasarana. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah pada tanggal 1 Juni 2006 tentang usaha dalam mengatasi kendalakendala dalam sarana prasarana yaitu kepala sekolah berusaha

58

menyediakan kebutuhan pembelajaran bagi anak Tunarungu seperti media untuk belajar serta ruangan khusus bagi anak Tunarungu. Di samping itu juga diusahakan kerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk bantuan dana. d. Usaha untuk mengatasi kendala-kendala sehubungan dengan

kompetensi guru untuk pendidikan inklusi. 1). Usaha untuk mengatasi kendala dalam latar belakang GPK Dari hasil wawancara peneliti dengan GPK pada tanggal 2 Juni 2006 tentang usaha untuk mengatasi kendala dalam latar belakang GPK yaitu dengan lebih meningkatkan kemampuan dan pemahaman karakter anak Tunarungu dalam pembelajaran. Guru pembimbing khusus juga mulai membuat PPI bagi anak Tunarungu. 2). Usaha untuk mengatasi kendala dalam pembuatan PPI. Hasil wawancara dengan GPK tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembuatan PPI yaitu kerjasama dengan guru kelas untuk menentukan pada bidang apa anak terkendala maka dibuatkanlah PPI 3). Usaha untuk mengatasi kendala dalam pemberian bimbingan bagi anak. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 25 Mei 2006 tentang usaha GPK untuk mengatasi kendala-kendala dalam pemberian bimbingan pada anak yaitu dengan cara memberikan

59

pelajaran tambahan yang dilaksanakan di rumah guru pembimbing tersebut. Jadi usaha untuk mengatasi kendala dalam pemberian bimbingan yang dilakukan yaitu dengan memberikan pelajaran tambahan pada anak di rumah. 4). Usaha untuk mengatasi kendala dalam kerjasama dengan orang tua anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan GPK pada tanggal 1 Juni 2006 tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendalakendala dengan orang tua anak Tunarungu dengan menghubungi orang tua anak tentang pelajaran tambahan yang akan diberikan pada anak. GPK berusaha untuk lebih aktif memberikan informasi pada orang tua anak. e. Usaha untuk mengatasi kendala-kendala peranan sekolah dalam pendidikan inklusi. 1). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab sekolah Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang terkait dengan tugas dan tanggung jawab sekolah yaitu dengan lebih memberikan pemahaman pada masing-masing pihak untuk menjalankan peran dan tugas masing-masing dengan lebih baik lagi.

60

2). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang terkait dengan kebutuhan guru. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah pada tanggal 4 Juni 2006 tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang terkait dengan kebutuhan guru yaitu mencarikan dana guna memenuhi kebutuhan guru dalam pembelajaran anak Tunarungu. 3). Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam melengkapi fasilitas penunjang. Sama dengan hasil wawancara di atas tentang usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam melengkapi fasilitas penunjang melengkapi Tunarungu. f. Usaha untuk mengatasi kendala-kendala dalam kerjasama antar personil. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan semua personil yang ada di sekolah yaitu usaha untuk mengatasi kendala dalam kerjasama yaitu meningkatkan keterbukaan antar personil, saling menghargai tugas masing-masing dan mengkomunikasikan kebutuhan antar personil dalam membantu pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu. yaitu Kepala Sekolah mencarikan dana guna anak

fasilitas

penunjang

dalam

pembelajaran

61

Disisi lain tentang pelaksanaan pendidikan inklusif bagi anak tunarungu di SDN 09 Pauh. Sekolah memiliki peranan yang amat besar tentang rincian tugas dan tanggung jawab sekolah. Menurut pihak yang terkait hal tersebut telah disusun sesuai dengan rumusan tugas dan tanggung jawab masing-masing guru sesuai dengan tanggung jawabnya. Kewajiban dan tugas sekolah menurut keterangan kepala sekolah misalnya merancang kegiatan dan pembagian tugas antara lain: menyusun uraian tugas-tugas kepala sekolah, tugas guru, tugas pembimbing khusus dan tugas guru bidang studi. Tugas kepala sekolah mengkoordinir kegiatan di dalam maupun diluar sekolah. Guru kelas menyampaikan materi di depan kelas dan langsung menjadi wali kelas dan bertanggung jawab terhadap kegiatan kelas. Sedangkan guru pembimbing khusus yaitu mendampingi dan memberikan pengajaran khusus bagi anak tunarungu yang ikut sistem pendidikan inklusi. Tugas guru pembimbing khusus bagi anak tunarungu yaitu mengatur kesiapan anak di dalam kelas seperti mengatur tempat duduk dan posisi guru pembimbing khusus di dalam kelas ini bertujuan agar tidak mengganggu anak yang lain dalam kegiatan belajar mengajar. GPK bersama guru kelas mengatur bagaimana menyusun program pengajaran dan menentukan nilai akhir. Jadi kerjasama antara guru pembimbing khusus dan guru kelas lebih pada mempertimbangkan hal-hal yang harus dicapai anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu.

62

Guru pembimbing khusus mengarahkan anak tunarungu pada hal-hal yang kurang dipahaminya dan memperjelas perintah yang diberikan guru kelas. Guru pembimbing khusus juga berperan aktif dalam keberhasilan anak Tunarungu di dalam kelas. Setiap mata pelajaran yang benar-benar belum dipahami oleh anak Tunarungu maka guru pembimbing khusus mendampingi anak dalam kelas untuk memberikan pemahaman lebih luas bagi anak Tunarungu. Bagi mata pelajaran yang tidak membutuhkan pemahaman yang luas maka anak tidak dibimbing oleh guru pembimbing khusus. Bentuk kerjasama guru pembimbing khusus dengan orang tua yaitu memberikan pemahaman kepada orang tua agar orang tua berperan aktif dalam keberhasilan anaknya. Sistem evaluasi belum terarah sesuai dengan kemampuan anak, kerjasama antara kemitraan dengan sekolah khusus perlu ditingkatkan. Dari kondisi di atas, menurut guru kelas agar sistem pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu berjalan dengan lancar sesuai dengan yang diharapkan, hendaknya pihak dinas menyediakan petunjuk teknis pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu. Mendukung keterangan di atas, menurut guru kelas dan guru pembimbing khusus bahwa seperangkat alat yang dibutuhkan untuk pelaksaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu masih banyak yang belum ada. Seperti media yang menunjang pemahaman anak Tunarungu, asesmen dan pelaksanaannya, tim khusus asesmen, model evaluasi bagi anak Tunarungu. Mengenai evaluasi bagi anak Tunarungu, materi yang diberikan dan

63

pelaksananya sama dengan anak lainnya tetapi bagi anak Tunarungu disesuaikan dengan kondisinya. Kemampuan guru untuk melaksanakan sistem pendidikan inklusi bagi anak tunarungu, menurut guru kelas dan guru pembimbing khusus bahwa perannya mereka pada dasarnya sama misalnya menerima kekurangan anak, menyayangi, menyesuaikan kondisi anak, memberikan pengalaman positif, menjalin komunikasi yang harmonis, membantu atau mengarahkan anak. Berkaitan dengan kehadiran anak tunarungu disekolah/ kelas mula-mula meraskan sesuatu yang aneh untuk berkomunikasi dengan anak, akan tetapi lambat laun adanya anak tersebut menjadi biasa saja. Hanya saja kesulitan menerangakan pelajaran dengan bahasa isyarat. Guna mendukung pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di sekolah, sebagai guru yang ramah adalah hal yang sangat mendasar yang dimiliki oleh semua guru. Berdasarkan keterangan guru kelas, guru pembimbing khusus maupun guru bidang studi bahwa mereka menerima kehadiran anak tunarungu di sekolah apa adanya. Jadi secara arfiah tentang guru yang ramah belum dapat diuraikan namun secara alamiah saja terhadap anak tersebut misalnya mengakui hak anak, menyedikan tempat yang layak, membuat anak tidak stres, mencatat setiap perkembangan anak, mengetahui kelemahan dan kelebihan setiap anak. Kurikulum yang digunakan disekolah untuk anak Tunarungu menurut guru kelas, guru pembimbing khusus dan guru bidang studi bahwa kurikulum yang digunakan adalah kurikulum anak normal dan belum ada kurikulum

64

khusus untuk anak Tunarungu. Jadi guru kelas masih menggunakan kurikulum umum, dan belum pernah dilakukan modifikasi kurikulum. Menurut keterangan guru kelas dan guru pembimbing khusus belum adanya penataran atau petunjuk cara penyusunan kurikulum bagi anak tunarungu di sekolah inklusif. Sehingga di sekolah belum ada juga kurikulum dan buku paket BPBI. Jadi guru kelas minimal membantu anak hanya dalam kelas dan sebaliknya maksimal bagi guru pembimbing khusus membantu di dalam kelas maupun di luar kelas. Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah bahwa pelaksanaan

pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang memang diperlukan adanya tenaga profesi terkait dengan pendidikan inklusi dan pembimbing khusus yang ahli pada bidangnya. Diharapkan ke depan agar adanya tenaga ahli dan bantuan guru pembimbing khusus yang relevan dan sesuai dengan jumlah anak yang berkebutuhan khusus yang ada di sekolah. Sehubungan dengan pelaksanaan pendidikan inklusif bagi anak Tunarungu maka diperlukan kerja sama antara kepala sekolah, guru kelas, maupun guru pembimbing khusus. Dengan adanya kerja sama dan pembagian tugas maka dapat terjalin hubungan yang baik antara sesama tenaga pengajar. Berdasarkan keterangan guru kelas dan GPK tentang tugas mereka dalam memberikan pembelajaran pada anak Tunarungu yaitu antara lain: 1. Menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar yang hendak

diberikan kepada anak tunarungu.

65

2.

Mengorganisasikan kegiatan dengan guru kelas, guru bidang studi

maupun guru pembimbing khusus 3. 4. Menyesuaiakan kurikulum bagi anak tunarungu Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan yang hendak

dilaksanakan 5. 6. Melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan Menentukan nilai akhir yang akan diberikan pada anak Tunarungu.

C. Pembahasan Hasil Penelitian Bagian ini akan membahas deskripsi hasil penelitian dan analisis data karena penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu pedoman observasi, pedoman

wawancara, dan studi dokumentasi. Dalam hal ini diharapkan diharapkan terlihat gambaran tentang pendidikan inklusi bagi anak tunarunggu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Hasil penelitian ini akan dibahas beradasarkan teori, sehingga akan nampak bagaimana keterkaitan teori dengan operasionalnya di lapamgan. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut:

1.

Pelaksanaan Pendidikan Inklusi bagi Anak Tunarungu di

SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang tergambar dalam deskripsi hasil penelitian dapat dikelompokan bahwa pelaksanaan

66

pendidikan inklusi bagi tunarungu yang meliputi penyusunan kurikulum, KBM, sarana dan prasarana, komptensi guru dan peranan sekolah dalam pendidikan inklusi serta kerjasama antar personil masih perlu ditingkatkan lagi. Berkaitan dengan peranan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 berdasarkan deskripsi penelitian disimpulkan bahwa untuk pelaksanaannya sekolah telah merancangnya dengan sebaik-baiknya dimana kepala sekolah telah memberikan intruksi sesuai dengan tugas yang harus di jalankan oleh masing-masing komponen yang terkait di sekolah. Tugas dan tanggung jawab tersebut di jabarkan dalam bentuk uraian tugas pokok dan fungsinya dari masing-masing petugas. Tanggung jawab dan peranan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09. berdasarkan hasil deskripsi bahwa sekolah juga menyediakan sarana dan prasarana seperti ruangan khusus, alat identifikasi, evaluasi, kurikulum, ruang pustaka dan lain-lain yang dapat mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09. Namun di akui bahwa tidak semua yang disediakan akan sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu, bahkan masih banyak yang belum di sediakan dan kurang tepat. Dengan demikian untuk menjamin keberhasilan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09. maka kepala sekolah dan pihak yang terlibat di dalamnya tetap akan terus berupaya meningkatkan kemampuan dan kepropesionalan guru dalam

67

menciptakan atmosfir linkungan belajar yang menyenangkan bagi sekolah. Tidak hanya itu enovatif dan kreatifitas guru sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan sistem inklusi di SDN 09. Melihat perkembangan yang ada bahwa kompetensi guru pembimbing khusus di SDN 09. Koto Luar sudah sesuai dengan yang diharapkan. Namun masih banyak kendala yang masih harus dihadapi dalam pelaksanaannya. Guru kelas, guru pembimbing khusus maupun guru bidang studi masih mengalami kesulitan dalam memberikan penanganan bagi anak Tunarungu. Karena guru masih mennggunakan program pengajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum. Dimana kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum umum dan belum diadakannya modifikasi atau kurikulum yang disesuaikan dengan kemampuan anak Tunarungu. Untuk mengejar materi pelajaran yang belum dikuasai oleh anak, guru pembimbing khusus memberikan pelajaran tambahan atau ramedial di sekolah di luar jam belajar. Berdasarkan deskripsi penelitian dapat dijelaskan bahwa

pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu di SDN 09. Koto Luar Padang dijalankan sesuai dengan apa yang telah diinstruksikan oleh Kepala Sekolah, dimana semua yang terlibat didalamnya harus bisa bekerja sama untuk mewujudkan program pendidikan inklusi. Kepala Sekolah dengan terbuka menerima anak Tunarungu di sekolah SDN 09, dan memberikan kesempatan kepada guru kelas untuk mengikuti seminarseminar mengenai pendidikan inklusi. Selain itu tetap menjalin kerjasama

68

yang baik dengan guru pembimbing khusus dan berupaya untuk menyediakan segala yang dibutuhkan untuk terlaksananya pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. 2. Kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan inklusi

bagi anak Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu di SDN 09. Koto Luar Kecamatan Pauh padang merupakan hal yang harus diidentifikasi dengan cermat agar kegiatan selanjutnya dapat diupayakan peningkatannya. Artinya apabila kendala tersebut sudah ditemukan jalan pemecahannya besar kemungkinan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun kendala-kendala yang dihadapi selama ini berdasarkan deskripsi penelitian adalah sebagai berikut: a. Belum adanya program khusus dan penataran tentang pembuatan kurikulum yang dibutuhkan oleh anak Tunarungu. Sehingga guru kelas maupun guru pembimbing khusus masih menggunakan kurikulum anak normal. Hal ini sangat mempersulit guru kelas dan guru pembimbing khusus untuk menyusun program pengajaran bagi anak Tunarungu. Untuk. meningkatkan hasil belajar yang baik maka harus disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Dimana guru sebagai pendidik harus mampu menyesuaikan program pengajaran sesuai

69

dengan peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh Dimyati & Mudjiono (1994:44) bahwa pendidik meyelenggarakan pembelajaran mengacu kepada kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa yang akhirnya merubah prilaku sesuai dengan tujuan pendidikan. b. Keterbatasan guru kelas maupun guru bidang studi dalam

menyampaikan pesan kepada anak Tunarungu dalam hal menerangkan pelajaran, sehingga apa yang disampaikan oleh guru kelas maupun bidang studi sering tidak dimengerti oleh anak Tunarungu. c. Kurangnya informasi guru pembimbing khusus kepada guru kelas bagaimana caranya menangani anak Tunarungu di dalam kelas, sehingga guru kelas masih megalami hambatan dalam menerangkan pelajaran. d. Belum adanya pelatihan khusus cara memberi pelajaran bagi anak Tunarungu dan tidak adanya kerjasama antara sekolah SLB dengan SDN 09, sehingga pelaksanaan sistem inklusi bagi anak Tunarungu masih mengalami berbagai kesulitan. e. Orang tua kurang terbuka mengenai perkembangan pelajaran anaknya di rumah dengan guru kelas. Ini terbukti orang tua tidak pernah bertanya tentang kemajuan anaknya pada guru kelas. Dan guru kelaspun kurang memberikan informasi tentang anak terhadap orang tua. Sehingga anak sering ketinggalan mata pelajaran dan untuk mengerjakan soal-soal anak sering terlambat dari teman-temanya.

70

f. Untuk penanganan di sekolah anak hanya dibawa ke ruangan khusus yang disediakan pihak sekolah, namun media, buku paket dan alat peraga khusus bagi anak Tunarungu belum ada, sehingga pembimbing khusus maupun guru kelas mengalami kesulitan dalam upaya membantu hasil pelajaran yang optimal. g. Sarana dan prasarana untuk anak Tunarungu masih kurang misalnya media pelajaran, model program pengajaran, evaluasi dan penilaian. Sehingga guru kelas belum paham standar apa yang digunakan untuk memberikan nilai bagi anak tunarungu. 3. Usaha-usaha pihak sekolah dalam mengatasi kendala-

kendala terkait dengan pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu di SDN 09 Koto Luar Kecamatan Pauh Padang. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh guru kelas maupun guru pembimbing khusus dan kepala sekolah untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak Tunarungu di SDN 09. Koto Luar Kecamatan pauh Padang antara lain: a. Guru kelas tetap memakai kurikulum normal namun berharap

guru pembimbing khusus dapat mendampingi anak Tunarungu di dalam kelas. Guru kelas juga memperhatikan dimana anak Tunarungu tepatnya ditempatkan di dalam kelas. Dan berharap kepada anak yang ada di kelas tersebut dapat membantu anak tunarungu. Kemudian guru kelas memberikan kelonggaran kepada anak dalam menyelesaikan soal pelajaran, namun untuk mencapai target pelajaran guru pembimbing

71

khusus memberikan materi tambahan kepada anak Tunarungu. Hal ini dilakukan dengan cara membimbing anak di ruangan khusus dan tambahan belajar di rumah. b. Keterbatasan guru kelas dalam menyampaikan materi pada

anak Tunarungu menggunakan bahasa isyarat tidak terlalu dijadikan masalah, karena hal tersebut sudah ditangani oleh guru pembimbing khusus. Namun dari pengaturan dimana anak ditempatkan di dalam kelas sudah dirundingkan terlebih dahulu dengan guru pembimbing khusus. Namun disini sebagai guru kelas berusaha untuk menggunakan bahasa isyarat dan bahasa bibir yang jelas. Seperti diungkapkan Pemanarian somad (1996:167) Komunikasi oral adalah metode ataupun cara mengajar siswa Tunarungu, suatu pendekatan yang memungkinkan tercapainya suatu iklim komunikasi yang luwes bagi kaum Tunarungu c. Kepala sekolah juga terus berusaha dan mengusulkan kepada

Dinas Pendidikan kota padang dan Dinas Pendidikan Sumatera Barat dan berharap bahwa guru pembimbing khusus yang ditugaskan pada SDN 09 Koto Luar Padang dapat memberikan informasi yang luas mengenai anak berkebutuhan khusus sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya. Dan memberikan banyak informasi kepada guru kelas tentang mengajar anak Tunarungu. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak tunarungu di SDN 09 Koto Luar. sesuai dengan apa yang diharapkan.

72

d.

Sehubungan dengan buku paket