mu'tazilah

6
Sejarah dan asal kata Kemunculan sekte Mu’tazillah bermula dari sebuah lontaran ketidaksetujuan dari Washil bin Atha’ atas pendapat Hasal Al Bashri (yang mrupakan pendapat ahlus sunnah) yang mengatakan bahwa seorang muslim yang melakukan kefasikan (dosa besar), maka didunia ia adalah muslim yang fasik, dalam arti kata imannya kurang sempurna. Adapun nasibnya di akhirat nanti tergantung kepada kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, Allah akan melimpahkan rahmatNya dan mengampuninya. Sebaliknya, jika Allah tidak merahmatinya, maka niscaya dia akan disiksa di neraka terlebih dahulu seusai dengan kadar dosanya, kemudian akan dimasukan surga sebagai rahmat Allah atasnya. Washil bin Atha’ menyangkal pendapat tersebut, menurutnya didunia, orang mukmin yang fasik tersebut tidak lagi mu’min dan tidak pula kafir. Dia berada dalam satu posisi antara iman dan kufur (Almanzilah baina Manzilatain). Adapun diakhirat orang tersebut kekal di neraka. Mendengar pendapat Washil yang tidak berdasarkan dari dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah ini Hasan Al Bashri membantahnya. Karena tidak puas, Washil lantas berta’zil (memisahkan diri) kesalah satu Masjid Basroh yang kemudian diikuri oleh sahabat yang bernama Amru bin Ubaid. Pada saat itu orang-orang menyebut mereka telah beri’tizal (memisahkan diri dan keuar) dari pendapat umat Islam. Sejak itulah pengikut mereka dinamakan Mu’tazilah.

Upload: aisyah-nur-saadah

Post on 14-Dec-2014

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

teologi

TRANSCRIPT

Page 1: Mu'Tazilah

Sejarah dan asal kata

Kemunculan sekte Mu’tazillah bermula dari sebuah lontaran ketidaksetujuan

dari Washil bin Atha’ atas pendapat Hasal Al Bashri (yang mrupakan pendapat ahlus

sunnah) yang mengatakan bahwa seorang muslim yang melakukan kefasikan (dosa

besar), maka didunia ia adalah muslim yang fasik, dalam arti kata imannya kurang

sempurna. Adapun nasibnya di akhirat nanti tergantung kepada kehendak Allah.

Jika Allah menghendaki, Allah akan melimpahkan rahmatNya dan mengampuninya.

Sebaliknya, jika Allah tidak merahmatinya, maka niscaya dia akan disiksa di neraka

terlebih dahulu seusai dengan kadar dosanya, kemudian akan dimasukan surga

sebagai rahmat Allah atasnya. Washil bin Atha’ menyangkal pendapat tersebut,

menurutnya didunia, orang mukmin yang fasik tersebut tidak lagi mu’min dan tidak

pula kafir. Dia berada dalam satu posisi antara iman dan kufur (Almanzilah baina

Manzilatain). Adapun diakhirat orang tersebut kekal di neraka.

Mendengar pendapat Washil yang tidak berdasarkan dari dalil Al-Qur’an dan

As-Sunnah ini Hasan Al Bashri membantahnya. Karena tidak puas, Washil lantas

berta’zil (memisahkan diri) kesalah satu Masjid Basroh yang kemudian diikuri oleh

sahabat yang bernama Amru bin Ubaid. Pada saat itu orang-orang menyebut mereka

telah beri’tizal (memisahkan diri dan keuar) dari pendapat umat Islam. Sejak itulah

pengikut mereka dinamakan Mu’tazilah.

Sekte Mu’tazilah ini dianut oleh 3 khalifah Bani Abasiyah yaitu Khalifah Al

Ma’mun Abdullah bin Harun Ar-rasyid (198 – 218 H), Al Mu’tasim Billah

Muhammad bin Harun Ar-rasyid (218-227 H), dan Al Watsiq Billah Harun bin

Muhammad (227 – 332 H). dengan kekerasan lewat kekuatan Negara, mereka

berusaha keras menanamkan dan memaksakan aqidah sesat mereka kepada kaum

muslimin. Peristiwa ini terkenal dengan istilah fitnah Kholqul Qur’an, yaitu bencana

akibat penguasa yang memaksakan rakyatnya untuk menganut aqidah Mu’tazilah,

aqidah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, bukan firman Allah.

Page 2: Mu'Tazilah

Faham Mu’tazilah

Mu’tazilah memiliki kitab yang disebut Al Ushul Khamsah. Kedudukan lima dasar ini

adalah seperti rukun iman. Pengertian lima dasar ini adalah masing-masing:

1. At-Tauhid. Mereka mengatakan Tuhan akan betul-betul esa hanya kalau Tuhan

merupakan dzat yang unik, tidak ada yang serupa denganNya. Maka mereka

menolak semua sifat Tuhan kecuali qadim. Mereka juga mengatakan bahwa Al-

Quran itu adalah makhluk, karena jika tidak, maaka aka nada dua zat yang bersifat

qadim ( Allah dan Al-Qur’an). Mereka juga berpendapat Allah akan mustahil dilihat

di hari kiamat kelak.

2. Al-Adl. Memiliki arti pengingkatan terhadap takdir. Sebab menurut mereka Allah

tidak akan menciptakan dan tidak mentakdirkan keburukan. Apabila Allah

menciptakan keburukan, kemudian menyiksa manusia karena melakuka keburukan

yang diciptakannya maka Allah telah berbuat zalim.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id. Atau terlaksananya janji dan ancaman, menurut mereka

janji allah tentang pahala atas kebaikan demikian juga siksaan atas kejahatan akan

terjadi. Oleh karena itu menurut mereka Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa

selain syirik bagi orang-orang yang dikehendakinya.

4.Al-Manzilah Bain al-Manzilatain. Posisi menengah. Dosa tidak menjadikan

seseorang kafir sebagaimana kebaikan tidak berpengaruh pada seorang kafir. Orang

yang fasik akan kekal di neraka.

5. Al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy’an al-Munkar. (menyuruh berbuat baik dan

mencegah kemungkaran) bagi kaum Muktazilah, prinsip ini adalah kewajiban setiap

muslim.

Page 3: Mu'Tazilah

Mu’tazilah adlah golongan rasionalis, mereka menjunjung tinggi akal, menganjurkan untuk meragui segala sesuatu. Bagi mereka seoang murid tidak salah untuk mendebat gurunya. Maka tak heran jikalau banyak terjadi perbedaan pendapat tokoh-tokoh mu’tazilah tapi itu hanya dlam beberapa masalah kecil bukan dalam lima perkara ajaran dasr.

Sekte atau golongan mu’tazilah ini muncul akibat perbedaan pendapat dalam substansi-substansi pembahasan mereka. Biasanya golongan ini dinamai sesuai dengan nama pemimipin mereka, seperti Al-Bahsyamiah, an-nizhamiyah, al-jubbaiyah dan lain-lain. Salah satunya adalah golongan ahwal, yaitu merka yang meyakini akan ahwal bagi Allah. Aliran ini juga dikeal dengan nama Al-Bahsyamiyah yang dinisbatkan kepada tokohnya Abu Hasyim. Pendapat mereka adalah

allah bersifat kalam tapi tidak dengan suara juga tidak dengan lambang, maka mushaf yang kita baca bukanlah kalam allah tapi lambang dari kalam Allah

allah tidak mungkin melihat kepada manusia di akhirat karena melihat itu harus bertempat, sedangkan kalau bertempat berati ia terbatas

sifat allahadlah apa yang ia sifati bagi dirinya dalam al-qur’an teapi dzat yang qadim tetaplah satu tidak terpilah.

ahwal yaitu keadaan tuhan. Menetapkan sift yang qadim bagi tuhan bukan berarti menetapkan ada yang qadim selain dzatnya, tapi sifat itu adalah keadaan, dengan begitu ahwal tidak akan ada jika dzatnya tidak ada dan dzatnya tidak ada jika ahwal tidak ada. Dan akal dapat membedakan antara menganal ahwal dan mengenal dzat.

Golongan selanjutnya adalah Nozhamiyah, yaitu pengikut ibrahim Siyar An-Naam. Pendapat An-Nazzham adalah:

1. keinginan Allah terbagi tiga: apbila kehendak itu berkaitan dengan perbuatan Allah menciptakan sesuatu maka disebut kaun. Apabila berkenaan dengan perbuatan manusia maka disebut dengan amr. Apabila berkenaan dengan perbuatan menciptakan sesuatu tapi belum terwujud maka disebut

sebagai ketetapan.2. mu’zijat al-qur’an bukanlah dari segi bahasanya, tapi:

informasi tentang yang ghaib. Informasi tentang kejadian lampau. Kehendak allah melemahkan manusia untuk menciptakan tandingan Al-Qur’an.

Pembagian sekte diatas adalah berdasarkan pendapat mereka yang berbeda dengan mayoritas tokoh mu’tazilah lainnya. Dua sekte yang kita sebutkan diatas adalah sekte yang paling terkenal dalam mu’tazilah. Selain itu, jika kita mnegelompokkan mu’tazilah berdasarkan sikap mereka, kita akan menemukan dua kelompok besar :

1. mu’tazilah eksteim.

Yaitu ,u’tazilah yang memeaksakan faham mereka kepada orang lain. Meskipun mayoritas kaum mu’tazilah bersikap moderat tapi ada juga yang ekstrim. Golongan ini lahir pada masa keemasan mu’tazilah, yaitu mereka y menyalahgunakan kekuasaan Al-Ma’mun.

Golongan ini adlah yang menjunjung tinggi dasar kelima. Golongan ini dikenal dengan nama Waidiyah (pengancam]. Dalam melaksanakan dasar yang kelima ini mereka tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan.

2. mu’tazilah moderat

mayoritas kaum mu’tazilah adalah moderat, hal inilah salah satu yang membedakannya dengan Syi’ah maupun khawarij. Sikap moderat ini pulalah yang menjadi salah satu kunci kelanggengan aliran ini selama kurang lebih tiga abad lamanya.

H. Tokoh-Tokoh mu’tazilah

Page 4: Mu'Tazilah

I. Washil bin Atho [80-131 H]

Lahir di Madinah, dalam satu riwayat diakatakan ia lahir sebagai budak, tapi kemudian tidak disebutkan bagaimana ia bebas, karena ia tidak mungkin menuntut ilmu dalam status budak. Ia alah seorang pembawa bendera dalam perang, dari kerjanya inilah ia mendapatkan bekal dalam menuntut ilmu. Madinah sebagai tempat kelahirannya tentu sangata berpengaruh dalam sistimatika argumentasinya, terbukti ia lebih banyak menggunakan dalil-dalil naqli daripada dalil aqli. Ia menulis beberapa karya meskipun tidak sampai kepada kita, seperti: Al-khutbah Al-khaliyah minar Riba, As-Sabil ila ma’rifatil Haq, Alf Masalah dan Al-khutbah fil Adli wa Tauhid.

II. Amr bin Ubaid bin Bab [80- 140 H].

Lahir di Bulkh. Selain menjadi diplomat rahasia Bani Abbas ia juga seorang tukang besi bahkan industri besi. Dari penghasilannya inilah ia mempunyai bekal untuk menuntut ilmu.. ia diouji oleh hasan sebagai seorang yang berakhlak baik, zahid. Ia juga meriwayatkan hadist meskipun ia banyak dibenci oleh ahli hadist, karena ia berpendapat banyak hadist dhaif yang mereka riwayatkan adalah hadist dhaif.

Amr mahir dalam ilmu-ilmu rasional, ilmu naqli dan dunia dan akhirat, pada satu riwayat dikatakan bahwa ia termasuk orang terpintar pada zamannya. Ia juga pintar dalam berargumentasi. Ia berguru kepada Hasan Bashri bersama Wasil dan temasuk dari murid yang diusir.

III. Abu Hudzail Al-Allaf [135-226 H]

Lahir dan tumbuh di Bashrah, di suatu desa yang mayoritas penduduknya adalah penjual makanan binatang, karena itu ia diberi gelar AL-Allaf. Oleh Al-Ma’mun ia diminta pindah ke Madinah hingga wafat disana. Ia berguru kepada Utsman At-Thawil, salah satu murid Washil. Ia banyak membaca buku-buku sastra, filsafat dan agama. Ia juga banyak bergaul dengan para sastrawan dan filosof.

IV. Ibrahim bin Sayyar bin Hanafi An-Nazzham [185-221 H]

Ia lhir dan tumbuh di bashrah, wafat pada masa Al-Musta’sim. Pada masa kelcilnya ia banyak bergaul dengan non muslim dan para filosofis. Hal sangat berpengaruh pada sisitimatika argumentasinya. Sejak kecil ia terkenal dengan kecerdasan luar biasa