multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

15
MULTIPLE CROPPING DALAM KORIDOR SISTEM PERTANIAN TERPADU DENGAN SISTEM IRIGASI TERINTREGASI Mata Kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan II Disusun oleh : Martha Christy D 150110080209 Rizky Hadi R 150110080211 Imam Mukti F 150110080218 Redy Aditya P 150110080220 AGROTEKNOLOGI F FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

Upload: rizky-hadi

Post on 30-Jun-2015

682 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

MULTIPLE CROPPING DALAM KORIDOR SISTEM PERTANIAN TERPADU

DENGAN SISTEM IRIGASI TERINTREGASI

Mata Kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan II

Disusun oleh :

Martha Christy D 150110080209

Rizky Hadi R 150110080211

Imam Mukti F 150110080218

Redy Aditya P 150110080220

AGROTEKNOLOGI F

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN

2011

BAB I

Page 2: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

Pendahuluan

Tantangan dari Pertanian Indonesia adalah bagaimana cara untuk mengatasi masalah

karena pertumbuhan penduduk dan booming dari semua jenis industri. Masalah krusial adalah

(1) meningkatnya permintaan pangan, sandang dan perumahan, (2) penurunan lahan pertanian

subur, (3) kelangkaan air tawar, (4) meningkatkan limbah dan lingkungan yang tercemar, dan (5)

aturan paten , manajemen lingkungan, keamanan hayati dan keamanan pangan. Pada tahun 2020

diperkirakan jumlah penduduk di Indonesia mencapai 288 juta orang dan konsumsi beras 42.3

juta ton.

Meningkatnya populasi dan pendapatan perkapita (US $ 3500/ pada tahun 2008) membuat

Indonesia menjadi pangsa pasar yang cukup besar khususnya untuk bidang pertanian dan

produk-produk terkait pertanian. Pasar juga meningkat karena pasar bebas membuka sub

regional (AFTA/2003), pasar bebas regional (APEC / 2010) dan pasar dunia (2020).

Meningkatnya permintaan pasar, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerjasama

regional dan internasional adalah kesempatan untuk pengembangan bioteknologi pertanian

berkelanjutan Indonesia.

Pertanian berkelanjutan merupakan sebuh sistem pertanian berjangka panjang yang sesuai

dengan nilai-nilai : (1) ekologis, (2) ekonomis, dan (3) keadilan sosial dan (4) etis manusiawi dan

damai. Jenis pertanian berkelanjutan sesuai baik negara maju maupun negara berkembang.

Visi pertanian berkelanjutan menuju tahun 2020 adalah untuk mengembangkan pertanian dan

agroindustri yang layak berdasarkan agrobiotechnology dan agribisnis. Oleh karena itu misi

bioteknologi untuk pertanian berkelanjutan adalah untuk mengamankan kelangsungan hidup

manusia melalui produksi pangan yang cukup, cukup kain, suara, keselamatan dan lingkungan

yang damai.

Strategi yang tepat adalah untuk mengembangkan bioteknologi sesuai dengan sistem

pertanian berkelanjutan di Indonesia seperti multiple cropping, pengolahan minimal, dan sistem

pertanian mengintegrasikan padi dan ikan (mina padi) atau ikan dan ayam (longjam).

Page 3: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

Multiple Cropping

Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan usaha petanian untuk

mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari jenis atau beberapa jenis pada sebidang tanah

yang sama dalam satu tahun. Ada beberapa jenis multiple cropping, seperti mixed cropping,

relay planting, intercropping dan lain-lain. Intercropping (tumpangsari) merupakan salah satu

jenis multiple cropping yang paling umum dan sering dilakukan oleh petani di Indonesia.

Biasanya pada system tumpangsari, hasil dari masing-masing jenis tanaman akan berkurang

apabila dibandingkan dengan system monokultur, tetapi hasil secara keseluruhan lebih tinggi.

Multiple cropping merupakan system budidaya tanaman yang dapat meningkatkan

produksi lahan. Peningkatan ini dapat diukur dengan besaran yaitu NKL (Nisbah Kesetaraan

Lahan) atau LER (Land Equivalent Ratio). Sebagai contoh nilai NKL atau LER = 1,8; artinya

bahwa untuk mendapatkan hasil atau produksi yang sama dengan 1 hektar diperlukan 1,8 hektar

pertanaman secara monokultur.

HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara tumpangsari.

HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara tumpangsari.

HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam secara monokultur.

HB2 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam secara monokultur

Pada prinsipnya teknik budidaya tanaman sama, seperti tanaman pangan, industri, atau

yang lainnya. Bentuk sistem budidaya sangat bermacam, contohnya Multiple Croping. Bentuk

sistem Multiple Croping yang telah lama dikenal adalah tanaman campuran, tumpang sari dan

pergiliran tanaman kemudian tanaman sisipan. Tumpang sari sering dijumpai di daerah sawah

tadah hujan, tegalan dataran rendah maupun dataran tinggi. Tumpang sari di dataran rendah

biasanya terdiri dari berbagai macam palawija atau padi dan palawija, sedangkan di dataran

Page 4: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

tinggi biasanya terdiri dari berbagai macam tanaman hortikultura (sayuran) (Thahir, M. et al.

1985).

BAB II

Pembahasan

Sistem bertanam di Indonesia lebih banyak dilaksanakan dalam

bentuk multiple cropping. Thahir 1994, menyebutkan Multiple cropping adalah suatu sistem

bercocok tanam selama satu tahun atau lebih/kurang pada sebidang tanah yang terdiri atas

beberapa kali bertanam dari satu atau beberapa jenis tanaman secara bergilir atau bersisipan,

dengan maksud meningkatkan produktivitas tanah, atau pendapatan petani tiap satuan luas dan

satuan waktu.

Menurut Seetisarn (1977), multiple cropping didifinisikan sebagai intensifikasi

penanaman dalam dimensi waktu dan ruang, misalnya menanamn dua macam tanaman atau lebih

pada sebidang tanah sama dalam waktu satu tahun. Selanjutnya dikemukakan pula beberapa

istilah yang digunakan dalam multiple cropping sebagai berikut :

a. Cropping pattern, diartikan sebagai susunan dan urut-urutan jenis tanaman yang dapat

diusahakan dalam jangka waktu setahun pada areal tanah tertentu.

b. Cropping system, adalah cropping pattern dalam hubungannya dengan sumberdaya untuk

usahatani (farm resources), usahatani yang lain dan teknologi yang dapat dilaksanakan.

Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari

satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Sistem ini dapat menunjang

strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi pertanian yang diarahkan

untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan tetap memperhatikan

kelestariannya.  

Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di daerah

tropis, sehingga dapat memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus

meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu keuntungan lain dari sistem

ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah-

tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga

Page 5: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan

memperbaiki struktur tanah, (d) mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan

meningkat pula, (e) mampu menghemat tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran

musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu

dilakukan berulang kali, (h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i)

memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik. 

Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping).

Sistem tumpang sari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah dengan menanam dua

atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem tumpang sari ini, disamping

petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan beraneka komoditas (deversifikasi hasil),

juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman dapat meningkat dan pemanfaatan

sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada akan lebih efisien.

Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih

sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat

menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya. Sehingga jenis tanaman yang digunakan

dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan

dapat saling melengkapi. Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling

atau tidak membentuk barisan. Misalnya tumpang sari kacang tanah dengan ketela pohon,

kedelai diantara tanaman jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan sayuran

seperti kacang panjang di dalamnya.

Contoh sistem multiple cropping yang dilakukan pada lahan sawah beririgasi teknis

adalah budidaya caisim di daerah Bali Beberapa permasalahan pokok yang menyebabkan

kejenuhan usahatani di lahan sawah diantaranya adalah: (1) rata-rata penguasaan lahan kecil dan

bahkan makin mengecil; (2) semakin terbatasnya kapasitas ekonomi usahatani padi dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani; (3) terhambatnya upaya diversifikasi akibat

kendala teknis, sosial dan ekonomi.

Untuk mengantisipasi tantangan tersebut di atas, petani sawah di Bali khususnya telah

lama melakukan kegiatan usahatani non padi dengan mengusahakan tanaman sayuran berumur

pendek setelah panen padi. Tanaman sayuran yang cukup potensial diusahakan dan memberikan

keuntungan yang cukup tinggi adalah sawi hijau (caisim), mentimun, kacang panjang, bayam

Page 6: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

potong, dan “gonda” (sayuran khas Bali). Diantara tanaman sayuran tersebut, caisim yang paling

banyak diusahakan karena ditinjau dari aspek teknis budidaya caisim relatif lebih mudah

dibandingkan dengan jenis tanaman hortikultura lainnya.

Dari segi pengusahaan, caisim cukup menjanjikan keuntungan yang lebih baik. Sebagai

contoh, pengusahaan caisim seluas 2 are (0,02 ha) dengan teknik sebar benih langsung (tanpa

pesemaian) dapat dihasilkan 4-5 kwintal atau rata-rata 4,5 kwintal sayur segar pada musim

kemarau per periode penanaman. Dengan harga rata-rata Rp. 1500/kg maka akan diperoleh

keuntungan tidak kurang dari Rp. 675. 000. Haryanto dkk (2005) melaporkan bahwa dari

pengusahaan caisim seluas 1 ha dengan rata-rata produksi 25 ton sayur segar dengan rata-rata

harga Rp. 100/kg keuntungan yang diperoleh tidak kurang dari Rp. 13.000.000 pada musim

kemarau per periode penanaman.

Pengembangan berbagai tanaman hortikultura, khususnya penanaman caisim, mentimun,

kacang panjang, bayam potong, dan ”gonda” setelah padi dapat ditingkatkan, namun masih

belum seimbang dengan permintaan pasar. Keadaan ini dimungkinkan antara lain sebagai akibat

peningkatan jumlah penduduk, perbaikan pendapatan dan peningkatan kesadaran gizi

masyarakat. Selain itu di kota-kota besar tumbuh permintaan pasar yang menghendaki kualitas

yang baik dengan berbagai jenis yang lebih beragam. Konsekuensi dari kebutuhan yang

demikian menyebabkan permintaan beberapa jenis sayuran meningkat (Pabinru, 1991).

Permintaan terhadap komoditas sayuran yang meningkat tersebut menghendaki penanganan yang

optimal, baik dari segi produksi, panen dan pasca panen, pemasaran dan pendekatan aspek

kelembagaan.

Kondisi tersebut di atas dibenarkan oleh Baharsyah (1990), yang menyatakan bahwa pola

permintaan pangan dan hortikultura secara umum akan tetap meningkat dengan percepatan

disekitar pertumbuhan penduduk dan elastisitas pendapatan yang sudah mengecil. Demikian

pula komposisi menu makanan rumah tangga akan berubah secara dinamis kearah peningkatan

proporsi konsumsi hasil-hasil peternakan, perikanan dan hortikultura, sehingga terjadi

keseimbangan konsumsi karbohidrat, protein dan vitamin serta mineral yang lebih baik.

Sementara itu Pasandaran dan Hadi (1994) melaporkan bahwa konsumen sayuran sebagian besar

adalah masyarakat perkotaan, dimana rata-rata konsumsi sayuran masyarakat kota perkapita

adalah 6,9% lebih tinggi daripada masyarakat desa, yaitu mencapai 29-32 kg/kapita/tahun dari

Page 7: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

anjuran 60 kg/kapita/tahun. Dengan demikian pengeluaran untuk pangan di pedesaan lebih kecil

dari pada perkotaan. Hal yang menarik terjadi adalah semakin tinggi pengeluaran rumah tangga

maka semakin tinggi pula pengeluaran untuk sayuran dan buah (Gatoet & Arifin, 1992). Kondisi

ini memberikan prospek bagi pengembangan usahatani sayuran di daerah pedesaan yang

memiliki nilai ekonomis serta memiliki orientasi pasar.

Sementara itu produktivitas dan keuntungan yang diperoleh dari usahatani caisim setelah

padi dengan teknik sebar langsung yang biasa dilakukan oleh petani rendah. Karena itu

diperlukan adanya inovasi teknologi terutama dalam teknik penanaman untuk memperoleh

perlakuan (perbandingan benih caisim dan urea) sebelum disebar yang memberikan produktivitas

yang paling optimal. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji produktivitas dan keuntungan

yang diperoleh petani dari budidaya caisim setelah panen padi pada lahan sawah irigasi melalui

perbaikan teknik penanaman.

Contoh lain terdapat di kabupaten Karawang Jawa Barat. Para petani di sana

mengusahakan sistem multiple cropping dengan tanaman palawija seperti jagung manis, kacang

panjang, cabai, dan caisim.

Pola tanam Padi-Padi-Jagung Manis

Karena hampir semua petani mengusahakan tanaman jagung manis di Kabupaten

Karawang. Jagung manis merupakan salah satu komoditi  strategis  yang  bernilai ekonomis 

dan sebagai sumber utama karbohidrat serta protein setelah beras. Potensi penanaman jagung

pada lahan sawah yang ditanami padi 2 kali setahun dapat Meningkatkan IP  menjadi

IP.300 dengan menanam jagung manis pada musim tanam ketiga.

Tabel 1. Pengaturan Pola tanamnya yaitu :

Musim Musim Hujan

Pertama

(MH)

Musim Kering

Pertama

(MK1)

Musim Kering

kedua (MK2)

Komoditas Padi Padi Jagung manis

Padi-Padi-kacang Panjang

Pola tanam Padi-Padi-kacang panjang memiliki presentase sebaran petani tertinggi kedua

sekitar 20,43 % setelah pola tanam padi-padi-jagung manis di daerah Kabupaten Karawang ini.

Page 8: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

Pola tanam padi-padi-kacang panjang, jika dilihat dari segi biaya yang harus dikeluarkan masih

sangat tinggi, dan berbanding terbalik dengan pendapatan petani yang rendah jika menggunakan

pola tanam ini.

Pola Tanam Padi-Padi-Gambas

Berdasarkan analisa biaya usahatani, pola tanam dengan sistem Padi-Padi-Gambas ini

memerlukan biaya yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan petani memerlukan tenaga kerja

keluarga yang tinggi. Tenaga kerja keluarga ini termasuk dalam biaya yang harus diperhitungkan

oleh petani dalam hal usahatani ini. Pola tanam Padi-Padi-Gambas menjadi alternatif petani

Karawang untuk luasan lahan terluas selain pola tanam Padi-Padi-Jagung manis. Presentasi

sebaran petani yang menggunakan pola tanam padi-padi-gambas sebesar 13,91%.Presentase ini

lebih kecil dibandingkan dengan pola tanam Padi-Padi-jagung manis dan padi-padi-kacang

panjang.

Pola Tanam Padi-Padi- Cabai

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani Kabupaten Karawang, pola tanam padi-padi-

cabai merupakan pendapatan atas biaya tunai tertinggi dan merupakan pola tanam alternatif yang

memerlukan tenaga kerja yang tinggi pula. Pada analisis ini terdapat biaya- biaya yang harus

diperhitungkan, salah satu biaya yang harus diperhitungkan yaitu biaya tenaga kerja keluarga.

Pola tanam padi-padi-cabai ini menggunakan tenaga kerja keluarga tertimggi di Kabupaten

Karawang, seharusnya pendapatan riil keluarga yang menggunakan pola tanam ini lebih besar.

Jika dilihat dari total pendapatan petani atas biaya-biaya yang dikeluarkan pola tanam padi-padi-

cabai mendapatkan presentase tertinggi

Pola tanam Padi-Padi-Caisim

Selain pola tanam padi-padi-cabai yang memberikan pendapatan besar kepada petani,

terdapat alternatif pola tanam lainnya yaitu pola tanam padi-padi-caisim. Pola tanam ini

mendapat presentase tertinggi kedua setelah cabai dari segi pendapatan petani di Kabupaten

Karawang. Besarnya tingkat keuntungan usahatani menjadi salah satu dari faktor pertimbangan

petani dalam memilih komoditas pada pola tanam.

Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Memilih Komoditas Pada Pola Tanam

antara lain :

Ketersediaan air,

Penguasaan teknologi usahatani,

Page 9: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

Biaya produksi,

Resiko yang akan terjadi,

Rasa tenteram karena memiliki pangan pokok yang merupkan berbagai pertimbangan lain

yang cukup berperan dala menentukan komoditas maupun pola tanam yang ingin

diusahakan.

Page 10: Multiple cropping dalam koridor sistem pertanian terpadu dengan sistim irigasi terintregasi

Daftar Pustaka

KAJIAN BUDIDAYA SAWI HIJAU DI LAHAN SAWAH IRIGASI SETELAH PANEN

PADI

I.B.K. Suastika, A.A.N.B. Kamandalu, I Ketut Kariada dan I.G.K. Dana Arsana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali

Yunita T. Winarto, Kees Stigter, Esti Anantasari and Siti Nur Hidayah Climate Field

Schools in Indonesia: Improving “response farming” to climate change.

Siti Jahroh and Akimi Fujimoto FISH AND VEGETABLES DIVERSIFICATION IN IRRIGATED RICE FIELDS IN SUMATRA, INDONESIA: A STUDY OF TWO VILLAGES IN THE KOMERING IRRIGATION DEVELOPMENT AREA. May 19, 2010Darius. 2011. Sistem penanamanganda (multiple cropping). Jakarta. Diaksesmelaluihttp://berusahatani.blogspot.com/2011/01/sistem-penanaman-ganda-multiple.html. Pada tanggal 9 Oktober 2011 pukul 20.30Tarbiah Siti, Raharja Sapta, dan Purwanto, 2010, Kajian Tingkat Pendapatan Petani Sawah

Irigasi dengan Diversifikasi Pola Tanam di Kabupaten Kerawang, Jawa Barat, Manajemen IKM,

Vol 5 No. 2