mtsl2015_robby cahyadi_3314202815_program sanimas di daerah padat penduduk di kota semarang

13
Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815 Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 1 PERAN PROGRAM SANIMAS DALAM PENINGKATAN KUALITAS SANITASI MASYARAKAT DI DAERAH PADAT PENDUDUK KHUSUSNYA PADA KOTA SEMARANG Robby Cahyadi Diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas akhir studi mata kuliah Analisa Kebijakan Spasial untuk Program Magister Teknik Sanitasi Lingkungan yang diasuh oleh Bapak Prof. Ir. Wahyono Hadi, MSc. PhD. dan Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. Tahun Ajaran 2014/2015 Mei 2015 1. PENDAHULUAN Istilah pembangunan menurut Todaro (1998), pada hakikatnya merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Sedangkan istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987) adalah proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan". Sementara itu pengertian dan penerapan pembangunan wilayah pada umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Cullis dan Jones (Nugroho dan Dahuri, 2004: Sugiharto, 2006). Pembangunan wilayah sangat tepat diimplementasikan dalam perekonomian yang tumbuh dengan mengandalkan pengelolaan sumber daya publik (common and public resources), antara lain sektor kehutanan, perikanan, atau pengelolaan wilayah. 1 Dengan demikian pembangunan wilayah tentu saja memiliki kompleksitas permasalahan terkait dengan pengelolaan 1 Sugiharto, 2006. “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU Press, Medan. hlm.34.

Upload: robby-cahyadi

Post on 15-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan Spasial

TRANSCRIPT

Page 1: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 1

PERAN PROGRAM SANIMAS DALAM PENINGKATAN KUALITAS SANITASI MASYARAKAT DI DAERAH PADAT

PENDUDUK KHUSUSNYA PADA KOTA SEMARANG

Robby Cahyadi

Diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas akhir studi mata kuliah Analisa Kebijakan Spasial untuk Program Magister Teknik Sanitasi Lingkungan yang diasuh oleh Bapak Prof. Ir. Wahyono Hadi, MSc. PhD. dan Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. Tahun Ajaran 2014/2015 – Mei 2015

1. PENDAHULUAN

Istilah pembangunan menurut Todaro (1998), pada hakikatnya

merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa

mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun

kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi

kehidupan yang lebih baik. Sedangkan istilah pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987) adalah

proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga

semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip "memenuhi

kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa

depan".

Sementara itu pengertian dan penerapan pembangunan wilayah pada

umumnya dikaitkan dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang

berhubungan dengan alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan

nasional secara keseluruhan. Menurut Cullis dan Jones (Nugroho dan Dahuri,

2004: Sugiharto, 2006). Pembangunan wilayah sangat tepat diimplementasikan

dalam perekonomian yang tumbuh dengan mengandalkan pengelolaan sumber

daya publik (common and public resources), antara lain sektor kehutanan,

perikanan, atau pengelolaan wilayah.1 Dengan demikian pembangunan wilayah

tentu saja memiliki kompleksitas permasalahan terkait dengan pengelolaan

1 Sugiharto, 2006. “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU Press, Medan. hlm.34.

Page 2: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 2

sumberdaya-sumberdaya tersebut, mengintensifkan pembinaan lingkungannya

ataupun yang terkait dengan masalah moral pelaksananya. Namun untuk

sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah,

karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas. Salah satu faktor yang harus

dihadapi untuk mencapai pembangunan wilayah yang berkelanjutan adalah

bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan

pembangunan ekonomi dan keadilan sosial di wilayah tersebut.

Mengingat pembangunan wilayah yang berkelanjutan memiliki makna

yang multidimensional, maka diperlukan mekanisme pengambilan keputusan yang

tepat melalui analisis kebijakan pembangunan wilayah yang mampu

mengkombinasikan dan mentransformasikan substansi dan metode beberapa

disiplin ilmu. Lebih jauh lagi analisis tersebut harus manghasilkan informasi yang

relevan dengan kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah

publik tersebut.

2. KONSEP DASAR TEORI DAN KONSEP KEBIJAKAN SPASIAL

DALAM PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN

2.1 Dasar hukum kebijakan pembangunan wilayah/spasial di Indonesia

Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana

manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah

menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi,

bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang

dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat

terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah

sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya

nasional adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah

adalah sebutan untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah.

Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan

Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur

terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan

atau aspek fungsional.

Page 3: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 3

Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada

Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU

tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan menyusun

rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan

jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan

menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah

kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan.

Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN

2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan

pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan

aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang

ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam

perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan

pembangunan harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan

informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.2

Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di

Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum

mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan

hukum yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata

ruang wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah.

Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang

sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata

ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang

yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan

jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan

dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang-

undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, meliputi:

1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.

2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.

3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.

2 Meneg PPN/Ketua Bappenas, 2009. Seminar Nasional Sosialisasi RUU Informasi Geospasial: Kebijakan Perencanaan Pembangunan yang Didukung Data Geospasial. Hotel Borobudur, Jakarta – 26 November

Page 4: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 4

4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.

5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.

6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.

Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam

rencana pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional,

provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari

aspek substansi dan operasional harus konsistensi.

Adanya peraturan perundang-undangan penyusunan tata ruang yang

bersifat nasional, seperti UU No. 25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor

327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam

melaksanakan pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.

Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang

wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut.

Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah

yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara

rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan

ruang wilayah Negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan

pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang

disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25

tahun.

2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan

runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan

antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat

ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada

landasan hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi

data dan analisis penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan

pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya manusia,

sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan

lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan

struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung

dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan

tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan,

Page 5: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 5

pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya;

arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;

arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan

kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara,

dan sumber daya alam lain.

3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun

berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk

pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada

tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah

perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan

daerah.

2.2 Kebijakan otonomi daerah dan pembangunan wilayah/spasial

Pembangunan dalam bidang apapun pada hakikatnya menghendaki

terjadinya keseimbangan, dan tercermin dalam konsep pemerataan

pembangunan. Terkait erat dengan idealisasi pembangunan serta pelaksanaan

pembangunan yang berimbang di daerah, maka diterbitkanlah UU No. 22 Tahun

1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini

mengamanahkan pemberian kewenangan (otonomi) oleh Pemerintah Pusat

kepada Pemerintah Daerah. Otonomi daerah (OTDA) yang secara universal

dikenal sebagai desentralisasi, bukan hanya sekedar proses administrasi politik

menyangkut pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah semata, namun

yang lebih penting lagi adalah transfer proses pengambilan keputusan (transfer of

decision-making process) dalam merencanakan, melaksanakan dan

mempercepat kegiatan pembangunan, oleh daerah sendiri dan hasilnya ditujukan

untuk kesejahteraan rakyat di daerah tersebut.

Penerapan desentralisasi merupakan respon atas gagalnya sistem

pembangunan nasional yang sentralistik dan keinginan berbagai daerah untuk

mendapatkan manfaat dan rasa keadilan dalam alokasi hasil pengelolaan

sumberdaya alam. Sistem sentralistik yang diterapkan di Indonesia selama masa

orde baru selama 32 tahun (1966-1998) telah berakhir dengan kondisi antiklimaks

ditandai dengan terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik. Proses

pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama

Page 6: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 6

ini lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sentralisasi ekonomi dan pemerintahan

yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru telah banyak menguras sumberdaya

alam (SDA) lokal dan mengalirkan keuntungan ekonomi yang diperoleh ke pusat

pemerintahan dan bisnis di Jakarta sehingga menimbulkan ketimpangan ekonomi

dan sosial di daerah. Indikator hasil pengurasan SDA secara sentralistik di

Indonesia ditunjukkan dengan terjadinya kesenjangan ekonomi antara daerah dan

pusat, distribusi pendapatan semakin melebar, tingginya tingkat kemiskinan di

daerah, kerusakan lingkungan hidup di daerah, dan lemahnya kelembagaan di

daerah.

Pelaksanaan OTDA dalam pembangunan wilayah diharapkan dapat

mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas,

meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan fungsi dan peran

kelembagaan (legislatif) di daerah.

Asumsinya adalah dengan desentralisasi maka rentang birokrasi semakin

pendek, sehingga pembangunan dapat dijalankan lebih terfokus dan tepat sesuai

dengan aspirasi dan perkembangan masyarakat serta dinamika pembangunan.

Daerah mendapat kewenangan yang luas dalam pengaturan, pembagian, dan

pemanfaatan sumberdaya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan

daerah secara berkeadilan. Kebijakan desentralisasi yang menitikberatkan pada

penyelenggaraan otonomi di suatu daerah, menurut Djohan, 1998 (dalam

Kartodihardjo, 2004) pada hakekatnya adalah:

1. Mendekatkan penyelenggaraan dan pelayanan pemerintah dengan

masyarakat, sehingga kebijakan yang disusun akan lebih sesuai dengan

aspirasi masyarakat;

2. Mendekatkan pemerintah dengan situasi dan kondisi kehidupan masyarakat,

sehingga pemerintah dengan cepat mengetahui dan memantau

perkembangan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Menyesuaikan kebijakan-kebijakan maupun program pemerintah dengan

kebutuhan masyarakat baik ekonomi, sosial, politik, budaya, spiritual

maupun faktor-faktor lokal/indigeneous lainnya;

4. Menggunakan sistem nilai dan mekanisme sosial yang hidup dan

berkembang di masyarakat setempat sebagai rujukan untuk sistem dan

mekanisme birokrasi pemerintahan daerah;

Page 7: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 7

5. Mengoptimalkan upaya pengembangan produktivitas sektor-sektor yang

memiliki keunggulan komparatif atau dominan di kabupaten/kota/wilayah

untuk dapat dikembangkan secara maksimal bersama-sama perintah

daerah;

6. Menciptakan sistem birokrasi pemerintahan daerah yang sesuai dengan

kondisi kedaerahan dan karakter penduduknya masing-masing, sehingga

akan terwujud suatu manajemen pemerintahan daerah yang berbeda satu

sama lain;

7. Meringankan beban tugas pemerintah (pusat)/instansi vertikal dengan

memberikan pelimpahan wewenang kepada daerah dengan tetap

memperhatikan azas efisiensi dan efektivitas, dan;

8. Mengutamakan kepentingan kabupaten/kota yang dapat menampilkan

keunggulan, keistimewaan dan kreativitasnya.

Menurut UU No. 25 Tahun 1999, dalam rangka implementasi

desentralisasi, daerah akan memperoleh alokasi dana pembangunan yang terdiri

atas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian daerah

tersebut berasal dari hasil pajak dan hasil non pajak yakni penerimaan dari

sumberdaya alam. Sesungguhnya desentralisasi menyangkut masalah ekonomi

secara keseluruhan, terutama yang menyangkut distribusi hasil pemanfaatan

sumberdaya alam (SDA) yang lebih merata dan dinikmati lebih besar oleh

masyarakat di daerah.

Beberapa peran dan manfaat yang diharapkan dari penerapan

desentralisasi antara lain adalah: (a) mempercepat terselenggaranya pelayanan

publik dan pengadaan fasilitas kepada masyarakat, sehingga mempercepat

pertumbuhan ekonomi daerah ,(b) alokasi dan distribusi hasil pemanfaatan

sumberdaya alam lebih adil dan merata, (c) membuka peluang berkembangnya

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah yang lebih merata, (d)

meningkatkan peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam pemanfaatan

sumberdaya alam secara lebih efisien, efektif, dan sesuai dengan dinamika

masyarakat di daerah, dan (e) menempatkan posisi pengambil kebijakan lebih

dekat dengan kepentingan masyarakat.

Page 8: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 8

2.3 Isu pembangunan wilayah/spasial di perkotaan

Perbedaan pembangunan fasilitas untuk kepentingan masyarakat antara

daerah dan pusat, desa dan kota, merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya

urbanisasi selain keinginan untuk meningkatkan taraf hidup si pelaku.

Permasalahan yang ditimbulkan oleh urbanisasi :

1. Belum mampunya penyediaan perumahan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat, khususnya MBR (masyarakat berpenghasilan rendah);

2. Pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sebagian belum

sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan,

terutama bagi MBR;

3. Belum terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan;

4. Adanya pembangunan perumahan yang belum memperhatikan kelestarian

fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan.

Oleh karena itu, urbanisasi memancing terciptanya permukiman kumuh

diperkotaan. Permukiman kumuh (slum’s) adalah permukiman yang tidak layak

huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,

dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal tetapi kondisinya tidak layak huni

atau tidak memnuhi persyaratan sebagai tempat permukiman (Utomo Is Hadri,

2000). Slum’s yaitu permukiman diatas lahan yang sah yang sudah sangat

merosot (kumuh) baik perumahan maupun permukimannya (Herlianto, 1985).

Dalam kamus sosiologi Slum’s yaitu diartikan sebagai daerah penduduk yang

berstatus ekonomi rendah dengan gedung-gedung yang tidak memenuhi syarat

kesehatan (Sukamto Soerjono, 1985).

Permukiman kumuh diperkotaan merupakan masalah yang serius yang

harus ditindaklanjuti dan dikelola dengan baik terutama sanitasi lingkungannya

yang sangat berimplikasi terhadap segala aspek kehidupan. Oleh karena itu

pemerintah membuat salah satu program pemberdayaan masyarakat SANIMAS

(Sanitasi Oleh Masyarakat) yang merupakan salah satu opsi program untuk

peningkatan kualitas di bidang sanitasi khususnya pengelolaan air limbah yang

diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin

perkotaan (Pakumis) dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat,

Page 9: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 9

dengan maksud agar dapat berkelanjutan dikarenakan dikelola oleh masyarakat

langsung.

3. ALASAN PEMILIHAN JUDUL DAN LOKASI

Makalah ini berjudul : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan

Kualitas Sanitasi Masyarakat Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota

Semarang. Judul ini menurut penulis memenuhi kriteria dalam menggambarkan

kebijakan spasial yang dibuat pemerintah melalui program Sanimas untuk daerah-

daerah tertentu skala kota atau kawasan dalam hal ini kawasan kumuh perkotaan

untuk menangani permasalahan sanitasi lingkungan.

Program Sanimas telah dilaksanakan sejak tahun 2003 hingga tahun

2008 dimana dalam rentang waktu tersebut telah terdapat sebanyak 323 titik/lokasi

proyek Sanimas yang tersebar di 124 Kota/Kabupaten, 24 Provinsi di Indonesia.

Menurut data yang diperoleh, dari 323 titik/lokasi proyek yang telah dilaksanakan

terdapat beberapa titik pengembangan Sanimas yang dilakukan di wilayah

permukiman padat, kumuh, miskin dan rawan sanitasi Kota Semarang. Pada awal

pengembangan program Sanimas di Kota Semarang (tahun 2005), pembangunan

dilaksanakan di wilayah permukiman Kampung Bustaman (RT.04-05 RW,03),

Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah dengan aplikasi

(konstruksi) berupa MCK Plus yang pada awal pembangunananya diproyeksikan

untuk melayani sekitar 124 KK. Kemudian pada tahun 2006-2008, pembangunan

Sanimas terdapat di daerah Kecamatan Semarang Utara yaitu Kampung

Plombongan RT.04-05 RW.03 (tahun 2006), Kelurahan Bandarharjo RW.03 (tahun

2007), dan Kebonharjo RT,02 RW.02 (tahun 2008).

Metode penulisan yang dipergunakan adalah metode riset dan observasi

serta kepustakaan. Riset yang dilakukan dengan mencari informasi melalui

internet. Sedangkan untuk observasi didapatkan melalui peninjauan lapangan

ketika mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis Jabatan Fungsional Teknik Sanitasi

Lingkungan. Studi pustaka yang dilakukan dengan membaca literatur baik berupa

Jurnal, Skripsi, Tesis maupun buku cetak yang berkaitan dengan judul yang dipilih.

Page 10: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 10

4. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

4.1 Faktor Pendukung

Program SANIMAS merupakan inisiatif kerjasama Pemerintah Indonesia

dengan Pemerintah Australia melalui Australian International Agency for

International Development (AusAID) dan Water and Sanitation Program (WSP)

World Bank. Bremen Overseas Research and Development Association (BORDA),

bersama mitra LPTP, BEST, BALIFOKUS, YIS dan LPKP, sebagai executing

agency.

Program ini merupakan salah satu opsi program untuk peningkatan

kualitas di bidang sanitasi khususnya pengellaan air limbah yang diperuntukkan

bagi masyarakat miskin yang tinggal di wilayah permukiman padat, kumuh dan

rawan sanitasi perkotaan. Sanimas merupakan program dengan konsep Demand

Responsive Approach (DRA), Participative, Technical Options, Self-Selection

Process, Capacity Building atau dapat dikatakan pembangunan program ini

dilakukan dengan berbasis pada komunitas (community based depelopment).

Dikarenakan merupakan program pemerintah, maka dana dari pusat

dalam hal ini APBN bukan merupakan kendala apabila telah dipenuhi readiness

criteria-nya oleh daerah yang mengusulkan program ini.

4.2 Faktor Penghambat

Yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini adalah

keberlanjutan dari infrastruktur yang telah dibangun. Dari segi pembinaan

kelembagaan yang mengelola infrastruktur Sanimas menjadi suatu permasalahan

tersendiri bagi pemerintah daerah. Selain itu, permasalahan pada saat awal

perencanaan, baik berupa kesiapan lahan maupun readiness criteria kompeten

dan tepat sasaran merupakan kendala bagi pemerintah daerah.

Page 11: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 11

5. IMPLIKASI TEORI KEBIJAKAN SPASIAL TERHADAP

PENGELOLAAN SANITASI PADA PROGRAM SANIMAS

Akibat urbanisasi yang terjadi di kota Semarang, mengakibatkan adanya

daerah-daerah padat penduduk dengan kondisi yang kumuh. Lingkungan yang

kumuh ini memancing penurunan kualitas lingkungan baik berupa kondisi air

bersih maupun sanitasi yang buruk serta infrastruktur lainnya yang kurang

memadai. Dengan adanya salah satu program pemerintah dengan

memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi (Sanimas) di

permukiman kumuh diharapkan lebih memberikan efek yang berkelanjutan.

Dengan menerapkan dokumen-dokumen kebijakan spasial yang

kompeten dan komprehensif akan memberikan hasil yang baik dan maksimal. Ini

terjadi pada satu daerah di kota semarang tepatnya pada permukiman Kampung

Bustaman (RT.04-05 RW,03), Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang

Tengah pada tahun 2005 diusulkan sebagai percontohan pelaksanaan Sanimas.

Dalam pelaksanaan pembangunan baik dari segi aspirasi awal, perencanaan

sampai pembangunan melibatkan masyarakat sekitar. Perencanaan yang

dirumuskan dengan baik dengan data yang akurat memberikan hasil yang

maksimal, selain keterlibatan masyarakat secara langsung akan lebih

mempermudah segala permasalahan sosial yang akan terjadi.

Selain itu dengan kelembagaan yang dibentuk berupa KSM

(Kelembagaan Swadaya Masyarakat) dalam mengelola infrastruktur yang

terbangun akan memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam mengelola

asset sehingga bisa bermanfaat bagi mereka, bahkan bisa berkembang dan dapat

mensejahterakan pengelolanya.

6. PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL (Lesson Learned)

Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa pelajaran yang dapat diambil

pada pelaksanaan kebijakan spasial dalam pengelolaan sanimas di permukiman

kumuh perkotaan :

Page 12: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 12

1. Perlunya perencanaan dokumen spasial yang baik dan komprehensif

dengan data yang akurat untuk mempermudah dalam mengambil kebijakan

dan menentukan program-program kegiatan yang tepat;

2. Dalam program kegiatan yang memberdayakan masyarakat, peran

sosialisasi terhadap program dan rencana kegiatan yang berkelanjutan

sangatlah penting untuk mengeliminir permasalahan-permasalahan yang

akan muncul dikemudian hari;

3. Pendekatan secara personal dan instens terhadap pemimpin masyarakat

(pemuka adat, pemuka agama) dalam mensosialisasikan program

pemberdayaan memegang peranan sangat penting;

4. Pentingnya pembinaan yang berkelanjutan dan konsisten terhadap

kelembagaan yang telah dibentuk sangat mempengaruhi perkembangan

keberlanjutan program yang telah dilaksanakan.

5. Dengan melihat keberhasilan program Sanimas di kampung Bustaman, kita

dapat menyimpulkan karakteristik Sanimas agar pengembangannya pada

wilayah perkotaan lainnya dapat lebih optimal dan meminimalisasi tingkat

kegagalannya. Karakteristik tersebut cenderung kepada :

a. Sebagian besar penduduk terdapat dalam usia muda, memiliki

pengetahuan, sikap dan keahlian yang terbatas serta memiliki tingkat

perekonomian rendah.

b. Areal permukiman memiliki tingkat kerapatan bangunan dan kepadatan

hunian yang sangat tinggi.

c. Sebagian besar masyarakat tidak terakses oleh jaringan air bersih serta

fasilitas sanitasi pada bangunan huniannya serta jaringan drainase

kawasan permukiman yang sangat buruk.

Dengan kondisi dan karakteristik di atas mengakibatkan kebutuhan dan

ketergantungan akan fasilitas Sanimas yang dibangun sangat tinggi dan

rasa memiliki yang besar.

Page 13: MTSL2015_Robby Cahyadi_3314202815_Program Sanimas Di Daerah Padat Penduduk Di Kota Semarang

Magister Teknik Sanitasi Lingkungan - Robby Cahyadi - 3314202815

Makalah : Peran Program Sanimas Dalam Peningkatan Kualitas Sanitasi Masyarakat

Di Daerah Padat Penduduk Khususnya Pada Kota Semarang 13

7. DAFTAR PUSTAKA

Claire, H.W. 1973. Handbook on Urban Planning. New York: Van Hostrand

Rentrold.

Kuswartojo, Tjuk dkk. 2005. Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Bandung:

ITB.

Jaya, R.C.A. dan Diah I.K.D., 2014. “Karakteristik Sanimas di Kampung Bustaman

Kota Semarang”, Jurnal Ruang VoLume 2 Nomor I Tahun 2014 ISSN

1858-3881, Hal.391-400, URL: http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/ruang/article/view/5320

SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan

perkotaan

Sugiharto, 2006. “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, Cet. Ke-1. USU

Press, Medan. hlm.34

United Nations Division for Sustainable Development. 2007 Documents:

Sustainable Development Issues Retrieved: 2007-05-12

UN Economic and Social Development. Division for Sustainable Development,

URL: http://www.un.org/esa/dsd/agenda21/index.shtml Core Publications

Agenda 21

United Nations Centre for Human Settlements (Habitat) [2003], The challenge of

slums: global report on human settlements 2003, Earthscan Publications

Ltd, London

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman