morfopatologi hati tikus (rattus norvegicus … · 2017-05-10 · dan dibagi menjadi 6 kelompok...

27
MORFOPATOLOGI HATI TIKUS (Rattus norvegicus) OVARIEKTOMI PASCA PEMBERIAN TEPUNG TERIPANG (Holothuria scabra) NUR HANA SAFITRI DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

Upload: dinhphuc

Post on 11-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MORFOPATOLOGI HATI TIKUS (Rattus norvegicus)

OVARIEKTOMI PASCA PEMBERIAN

TEPUNG TERIPANG (Holothuria scabra)

NUR HANA SAFITRI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfopatologi Hati

Tikus (Rattus norvegicus) Ovariektomi Pasca Pemberian Tepung Teripang

(Holothuria scabra) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Nur Hana Safitri

NIM B04120122

ABSTRAK

NUR HANA SAFITRI. Morfopatologi Hati Tikus (Rattus norvegicus)

Ovariektomi Pasca Pemberian Tepung Teripang (Holothuria scabra). Dibimbing

oleh EVA HARLINA dan CHAIRUN NISA’.

Teripang merupakan biota laut yang bergizi tinggi dan bermanfaat untuk

kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian tepung

teripang terhadap organ hati dari tikus putih (Rattus norvegicus) yang

diovariektomi. Sebanyak 30 ekor tikus betina galur Sprague dawley yang berumur

12 minggu dengan bobot ± 200 g, diovariektomi (kecuali kelompok normal/N)

dan dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok normal (N), kontrol

negatif (KN, diberi minyak jagung), kontrol positif (KP, diberi minyak jagung +

ethinyl estradiol 30μg/100 g BB), dan kelompok perlakuan teripang D1, D2 dan

D3 (diberi minyak jagung + tepung teripang masing-masing 30μg/100 g BB,

40μg/100 g BB, dan 50μg/100 g BB). Pemberian tepung teripang dan ethinyl

estradiol dengan cara dicekok setiap hari selama 20 hari. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa seluruh hati tikus mengalami degenerasi hidropis. Pemberian

tepung teripang dosis 40μg/100 g BB dapat mencegah terjadinya degenerasi

lemak hati, sedangkan dosis 50μg/100 g BB dapat menurunkan jumlah hepatosit

yang mengalami apoptosis. Pemberian tepung teripang pada kedua dosis tersebut

dapat memperbaiki morfopatologi hepatosit.

Kata kunci: hati, morfopatologi, teripang, tikus

ABSTRACT

NUR HANA SAFITRI. Liver Morphopathology of Ovariectomized Rat (Rattus

norvegicus) Treated by Sea Cucumber Powder (Holothuria scabra). Supervised

by EVA HARLINA and CHAIRUN NISA’.

Sea cucumber (Holothuria scabra) is one of sea animals that have nutrition

and good for health. The aim of this research is to study the effect of sea

cucumber powder on liver of ovariectomized rat (Rattus norvegicus). Thirty of 12

weeks aged of female Sprague dawley rats were ovariectomized (except normal

control group, N), divided into six groups and treatments, i.e. normal control (N),

negative control (KN, treated by canola oil), positive control (KP, treated by

canola oil + ethinyl estradiol 30 μg/100 g BW) and sea cucumber group (D1, D2

and D3, treated by canola oil + sea cucumber powder that contain 30 μg/100 g

BW, 40 μg/100 g BW, and 50 μg/100 g BW steroid each). The treatment of sea

cucumber and ethinyl estradiol was by force-fed every day for 20 days. The

results showed that all of the rat livers have hydrophic degeneration. The dose

treatment of 40 μg/100 g BW sea cucumber showed protecting hepatocyte from

fatty changes, and dose of 50 μg/100 g BW were decrease of hepatocyte

apoptosis. The both of sea cucumber dose could improve hepatocyte

morphopathology.

Keywords: liver, morphopathology, sea cucumber, rats.

MORFOPATOLOGI HATI TIKUS (Rattus norvegicus)

OVARIEKTOMI PASCA PEMBERIAN

TEPUNG TERIPANG (Holothuria scabra)

NUR HANA SAFITRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2017

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul Morfopatologi Hati

Tikus (Rattus norvegicus) Ovariektomi Pasca Pemberian Tepung Teripang

(Holothuria scabra) dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet

dan Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PaVet selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan, kritik, dan saran selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Drh Koekoeh Santoso

selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi dorongan

selama penulis menjadi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan. Terima kasih

kepada Dr Drh Hera Maheshwari, MSc, Dr Ir Etty Riani, MS, Dr Drh Andriyanto,

MSi dan Drh Yulvian Sani, PhD, APVet yang telah banyak memberi saran dalam

penelitian ini.

Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kakak,

dan Putra Rahmad Hidayat yang selalu memberikan dukungan, doa, dan kasih

sayang kepada penulis. Terima kasih kepada rekan seperjuangan penelitian yaitu

Ulfa Miranda Damanik, Clara Pusparani, Rizwansyah, dan Gregorius Meyki.

Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan Astrocyte 49

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2017

Nur Hana Safitri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Teripang Pasir (Holothuria scabra) 2

Hati 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan 4

Rancangan Percobaan 4

Pengelompokan Hewan Coba 4

Ovariektomi 5

Tepung Teripang 5

Perlakuan 5

Pengambilan dan Pengamatan Sampel 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

RIWAYAT HIDUP 13

DAFTAR TABEL

1 Pengelompokan hewan coba, jenis perlakuan, dan kandungan steroid

dalam tepung teripang yang diberikan pada setiap perlakuan 4 2 Hasil skoring histopatologi hati tikus 6

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi teripang pasir (Holothuria scabra) 2 2 Gambaran histologi hati tikus di sekitar vena sentralis (A) dan segitiga

porta (B) 3

3 Degenerasi hidropis pada hati tikus, Lobulus terbalik (A) dan sitoplasma

bervakuola dengan batas yang tidak jelas dan inti tetap di tengah (B) 8 4 Kongesti dan dilatasi sinusoid pada hati tikus 9 5 Degenerasi lemak hati, dicirikan oleh mikrovakuola dan makrovakuola 9 6 Apoptosis terjadi di sekitar vena sentralis (A) maupun di sekitar vena

porta (B) 9 7 Fokal sel mononuklear ditemukan di antara hepatosit (A) maupun di

sekitar segitiga porta (B) 10

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman biota yang sangat tinggi

(Kordi 2010). Pemanfaatannya tidak hanya sekadar untuk dikonsumsi saja namun

juga untuk kesehatan dan terapi. Dewasa ini penelitian mengenai pemanfaatan

biota laut dalam dunia kesehatan dan terapi terus berkembang, seperti penemuan

obat-obatan berbahan dasar teripang (Namdeo dan Syed 2014). Teripang telah

dikenal dan dimanfaatkan sejak lama oleh bangsa Cina. Sejak Dinasti Ming,

teripang telah dijadikan sebagai hidangan istimewa maupun sebagai obat (Kordi

2010).

Teripang merupakan biota laut penghasil senyawa bioaktif yang berpotensi

digunakan sebagai bahan baku obat-obatan (Kordi 2010). Penelitian-penelitian

dalam bidang farmasi dan kedokteran modern telah membuktikan khasiat dari

teripang yaitu sebagai antibakteri, antiinflamasi, membantu pertumbuhan tulang

dan sendi (Kordi 2010), antikoagulan, antikanker, sumber steroid alami (Kiew dan

Don 2012), penyembuh luka, antiarthritis, antiasma, antihipertensi,

antihiperglikemia (Ridzwan et al. 2014), dan antioksidan (Dakrory et al. 2015).

Fungsi organ reproduksi wanita mengalami penurunan seiring dengan

menopause yang ditandai dengan penurunan kadar estrogen. Penurunan kadar

estrogen mengakibatkan peningkatan kadar trigliserida darah (Sniekers et al.

2008) dan berkorelasi dengan perlemakan hati (Maronpot et al. 1999).

Ovariektomi pada tikus muda mengakibatkan penurunan kadar estrogen, seperti

yang terjadi pada wanita menopause (Sniekers et al. 2008). Penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian tepung teripang terhadap hati

tikus putih betina yang diovariektomi yang menyerupai kondisi menopause pada

wanita.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian tepung

teripang (Holothuria scabra) pada hati tikus putih (Rattus norvegicus) yang

diovariektomi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

manfaat teripang pada organ hati tikus putih (Rattus norvegicus) yang telah

diovariektomi. Informasi tersebut dapat dijadikan acuan dalam penggunaan

tepung teripang sebagai alternatif terapi kekurangan hormon estrogen pada

wanita.

1

2

TINJAUAN PUSTAKA

Teripang (Holothuria scabra)

Teripang merupakan hewan avertebrata dengan ciri berkulit duri. Adanya

duri-duri lunak (papila) atau tonjolan-tonjolan besar sebagai modifikasi papila

(tuberkel) membuat permukaan tubuhnya kasar (Pawson 2010). Genus Holothuria

merupakan salah satu anggota dari famili Holothuriidae yang paling banyak

dikenal dan dimanfaatkan (Kordi 2010).

Teripang telah diketahui di seluruh dunia ada 1.135 spesies. Indonesia

diperkirakan memiliki 257 spesies, tetapi baru diketahui sebanyak 60 spesies dan

baru 23 spesies yang telah dieksploitasi dan dikonsumsi. Diantaranya hanya 5

spesies yang banyak dicari karena nilai ekonominya yang tinggi, antara lain

teripang putih atau teripang pasir (Holothuria scabra), teripang hitam (Holothuria

nobilis), teripang getah atau keling (Holothuria vacabunda), teripang merah

(Holothuria vatiensis), dan teripang coklat (Holothuria marmorata) (Kordi 2010).

Teripang pasir diklasifikasikan sebagai Kingdom: Animalia, Filum:

Echinodermata, Kelas: Holothuroidea, Ordo: Aspidochirotida, Famili:

Holothuriidae, Genus: Holothuria, dan Spesies: Holothuria scabra (Pawson

2010).

Holothuria scabra atau teripang pasir mempunyai bentuk badan yang bulat

dengan panjang sekitar 30 cm, warna punggung abu-abu sampai agak kehitaman

dengan garis-garis melintang, dan di antara garis-garis tersebut terdapat warna

putih (Gambar 1). Bagian ventral tubuh berwarna kuning keputihan dengan

bercak-bercak hitam kecil (Kordi 2010)

Gambar 1 Morfologi teripang pasir (Holothuria scabra)

(Sumber: Hamel et al. 2013)

Habitat teripang adalah perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang

dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Hewan ini juga dapat ditemukan di

dasar perairan yang gelap, di bawah batu, di karang, serta ada yang

membenamkan diri di bawah pasir. Teripang hidup soliter di antara karang dan

perairan yang dasarnya mengandung pasir halus. Penyebaran teripang di

Indonesia antara lain perairan Madura, Bali, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka,

Riau, Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,

Sulawesi, Maluku, NTT, NTB, dan Kepulauan Seribu (Kordi 2010).

3

Teripang memiliki kandungan protein tinggi, mineral, asam lemak,

mucopolysacarida, antibakteri, antikoagulan, kolagen, kondroitin sulfat, saponin

glikosida, CGF (Cell Growth Factor), enzim SOD (Super Oxide Dismutase), dan

steroid (Kordi 2010).

Hati

Hati adalah organ asesoris terbesar dalam sistem pencernaan dan terlibat

dalam proses metabolisme yang kompleks. Hati memiliki fungsi utama yaitu

sintesis, metabolisme, ekskresi dan detoksifikasi berbagai zat endogen dan

eksogen (Namdeo dan Syed 2014). Hati berperan dalam detoksifikasi dengan

menetralisir bahan-bahan kimia beracun yang diserap melalui saluran pencernaan

(Rivera et al. 2013).

Organ hati terdiri dari berbagai sel, yaitu hepatosit, sel kupffer, sel endotel

sinusoid, pembuluh darah, dan pembuluh limfatik (Maronpot et al. 1999). Lobulus

hati dibagi menjadi 3 zona yaitu periportal (Zona 1), midzonal (Zona 2), dan

centrilobular (Zona 3) (Maronpot et al. 1999; Yoo et al. 2014). Hepatosit yang

berada di sekitar periportal mendapatkan darah yang kaya oksigen dan nutrisi,

sebaliknya hepatosit yang berada di centrilobular mendapatkan darah yang

bercampur dengan metabolit. Hal ini yang mengakibatkan hepatosit di sekitar

centrilobular terlebih dahulu mengalami kerusakan karena defisiensi nutrisi dan

oksigen (Maronpot et al. 1999).

Sirkulasi darah hati meliputi sistem vena porta dan sistem arteri hepatika.

Sepertiga darah yang masuk ke hati berasal dari arteri hepatika dan duapertiganya

berasal dari vena porta. Vena porta mengalirkan darah yang berasal dari saluran

pencernaan ke hati (Yoo et al. 2014). Darah akan masuk ke sinusiod dan

didetoksifikasi oleh hepatosit-hepatosit disekitarnya (Rivera et al. 2013).

Selanjutnya darah disalurkan melalui vena sentralis menuju vena hepatika dan

vena cava (Yoo et al. 2014). Histologi hati disajikan pada (Gambar 2).

Gambar 2 Gambaran histologi hati tikus di sekitar vena sentralis (A) dan

segitiga porta (B). Sel-sel hepatosit tersusun radier di sekitar vena

centralis (Hill 2016)

A B

4

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Agustus 2016

di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian Veteriner (BBVet) Bogor.

Bahan dan Alat

Tepung teripang (Holothuria scabra) diperoleh dari Laboratorium

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Hewan coba yang digunakan adalah 16 ekor tikus putih betina, galur

Sprague dawley varitas II umur 12 minggu dengan bobot badan ± 200 g, yang

diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah

tepung teripang, minyak jagung sebagai pelarut, ethinyl estradiol, ketamin,

xylazin, oxytetrasiklin, iodine, paraformaldehid 4%, kloroform, NaCl fisiologis

0.9% dan bahan-bahan pembuat sediaan histopatologi.

Peralatan yang digunakan adalah kandang tikus dari kotak plastik berukuran

30x20x12 cm3, seperangkat alat bedah minor, catgut, jarum bedah, syringe, sonde

lambung, timbangan digital, peralatan pembuat sediaan histopatologi, mikroskop

cahaya dan kamera mikroskop.

Rancangan Percobaan

Pengelompokan Hewan Coba

Tikus putih dibuat menyerupai wanita fase pra-menopause melalui

ovariektomi, selanjutnya tikus diadaptasikan selama 45 hari. Sebanyak 30 ekor

tikus betina dibagi menjadi 6 kelompok (Tabel 1), yang masing-masing kelompok

terdiri atas 5 ekor. Semua kelompok tikus dikandangkan secara terpisah, kandang

dialasi dengan serbuk gergaji yang diganti 2 kali seminggu, serta pakan pelet dan

air minum diberikan secara ad libitum.

Tabel 1 Pengelompokan hewan coba, jenis perlakuan, dan kandungan steroid

dalam tepung teripang yang diberikan pada setiap perlakuan

Simbol Hewan Coba Jenis Perlakuan Steroid dalam Teripang

N Non-ovariektomi MJ 2 mL -

KN Ovariektomi MJ 2 mL -

KP Ovariektomi MJ 2 mL+ ethinyl estradiol 30μg/100g BB

D1 Ovariektomi

MJ 2 mL + tepung teripang

30μg/100g BB

D2 Ovariektomi 40μg/100g BB

D3 Ovarektomi 50μg/100g BB Keterangan: N: Kelompok Normal; KN: Kontrol Negatif; KP: Kontrol Positif; D1: Dosis 1; D2:

Dosis 2; D3: Dosis 3; MJ: Miyak Jagung.

5

Ovariektomi

Tikus dianastesi dengan ketamin dan xylazin secara intramuskular (IM).

Flank kiri dicukur dan dibersihkan dengan alkohol 70% dan iodin. Selanjutnya

dilakukan penyayatan di flank kiri dan organ-organ difiksir untuk menemukan

ovarium. Setelah ovarium teraba ditarik keluar dengan pinset, saluran tuba fallopii

diikat dengan catgut lalu dipotong. Selanjutnya dilakukan penjahitan kembali,

bekas luka diberi iodin, dan tikus disuntik oxytetrasiklin satu kali pemberian

dengan dosis 2-4mg/200g BB secara IM.

Perlakuan

Tepung teripang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan dalam minyak

jagung. Pemberian sediaan tepung teripang dan ethinyl estradiol dilakukan dengan

cara dicekok (force feeding) menggunakan sonde lambung, setiap hari selama 20

hari, pada jam yang sama setiap harinya.

Pengambilan dan Pengamatan Sampel

Hewan coba dieuthanasia pada hari ke-21 dengan cara perinhalasi

menggunakan chloroform, lalu dilakukan pengeluaran darah (exanguinasi) dengan

menusukkan kanul berisi larutan NaCl fisiologis pada ventrikel kiri jantung dan

menyayat atrium kanan. Setelah cairan yang keluar dari atrium kanan jernih,

larutan diganti dengan larutan fiksatif paraformaldehid 4%. Kemudian seluruh

organ direndam dalam larutan paraformaldehid 4% selama 3-4 hari.

Organ hati dipisahkan dan dipindahkan ke dalam alkohol 70% untuk

stopping point. Lobus dextra dan sinistra hati dipotong 1x0,5x0,5 cm3,

dimasukkan ke dalam tissue casette, kemudian diproses menggunakan tissue

processor otomatis, dan selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan Hematoksilin-

Eosin (HE) untuk mengamati struktur organ hati.

Evaluasi Histopatologi

Berdasarkan pengamatan histopatologi sediaan hati ditemukan lesio berupa

apoptosis, degenerasi hidropis, dan degenerasi lemak. Penghitungan apoptosis

dilakukan pada 10 lapang pandang mikroskop dengan perbesaran 40x (satu luas

lapang pandang = 0,059 mm2). Penilaian degenerasi lemak dilakukan dengan

metode skoring pada 10 lapang pandang mikroskop dengan perbesaran 20x,

dengan parameter skoring: skor 0 (tidak ditemukan degenerasi lemak), skor 1

(luas <25%), skor 2 (luas ≤ 25-75%), dan skor 3 (luas ≥75%) (Vos et al. 2012).

Kesepuluh lapang pandang harus berbeda dan tersebar merata pada sediaan.

Penghitungan jumlah fokal infiltrasi sel mononuklear, penilaian degenerasi

hidropis, dan dilatasi sinusoid dilakukan pada perbesaran mikroskop 4x pada

seluruh lapang pandang.

Analisis Data

Hasil perhitungan jumlah sel apoptosis dan jumlah fokal infiltrasi sel

mononuklear diolah dengan analisis ragam ANNOVA yang dilanjutkan dengan

uji Duncan untuk mengetahui perbedaan perlakuan. Hasil penilaian degenerasi

lemak dianalisis dengan metode Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann

Whitney untuk mengetahui perbedaan perlakuan. Semua analisis menggunakan

selang kepercayaan 95%, dan dengan perangkat lunak Minitab 16.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan histopatologi seluruh sediaan hati ditemukan parenkim

hati yang normal hingga hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis,

degenerasi lemak dan apoptosis. Pada interstitium hati ditemukan adanya dilatasi

sinusoid dan akumulasi sel radang kronis yang berbentuk fokal atau-fokus-fokus.

Hasil skoring hati seluruh kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil skoring histopatologi hati tikus Kelompok Degenerasi

Hidropis

Dilatasi

Sinusoid

Degenerasi

Lemak

Apoptosis Fokal

Mononuklear

N 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a

KN 1,20 ± 0,13c 0,20 ± 0,48a 0,00 ± 0,00a

KP 0,00 ± 0,00a 18,07 ± 3,93d 17,67 ± 2,80c

D1 0,43 ± 0,09b 4,93 ± 1,89c 4,83 ± 1,94b

D2 0,00 ± 0,00a 2,33 ± 1,56b 0,83 ± 0,75a

D3 0,00 ± 0,00a 0,53 ± 0,90a 0,00 ± 0,00a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan

nyata (p<0,05). N: Kelompok Normal; KN: Kontrol Negatif; KP: Kontrol Positif;

D1: Dosis 1; D2: Dosis 2; D3: Dosis 3; : ada; : tidak ada

Semua sediaan hati tikus pada penelitian ini mengalami degenerasi hidropis,

tidak terkecuali pada kelompok N yang tanpa perlakuan (Gambar 3). Degenerasi

hidropis mengenai hepatosit yang berada di sekitar vena sentralis (zona 3) dan

daerah tengah lobulus (zona 2), sedangkan hepatosit di sekitar segitiga porta

umumnya normal. Gambaran lobulus demikian seperti lobulus terbalik, dengan

vena porta sebagai sentralnya. Degenerasi hidropis terjadi pada beberapa lobulus

hingga merata di seluruh lobulus. Pemberian tepung teripang tidak memperbaiki

lesi denegerasi hidropis, karena degenerasi hidropis masih ditemukan pada

pemberian tepung teripang dosis 1 hingga dosis 3.

Degenerasi hidropis merupakan akumulasi cairan di dalam matriks

sitoplasma akibat bocornya membran sitoplasma, yang ditandai dengan

pembengkakan sitoplasma, vakuolasi sitoplasma yang tidak berbatas jelas namun

inti sel tetap di tengah hepatosit. Degenerasi hidropis dapat disebabkan oleh

kongesti dan stres oksidatif. Lesi ini bersifat reversibel (Baiomy et al. 2015).

Berdasarkan aliran darah di hati, hepatosit di sekitar periportal mendapatkan darah

yang kaya oksigen dan nutrisi, sebaliknya hepatosit di sekitar centrilobular miskin

oksigen dan nutrisi namun kaya metabolit (Maronpot et al. 1999). Oleh karena itu

degenerasi hidropis pada hepatosit di sekitar centrilobular dapat disebabkan

defisiensi nutrisi dan oksigen. Jika degenerasi terus berlangsung, maka hepatosit

dapat mengalami nekrosis yang ditandai dengan piknosis, karioreksis, kariolisis,

dan lisisnya membran sel (Kumar et al. 2007).

Dilatasi sinusoid merupakan pelebaran pembuluh kapiler hati di lobulus

(Arsad et al. 2014), yang ditandai dengan jarak endotel yang meluas. Akibat dari

dilatasi sinusoid menyebabkan hepatosit atropi, yang jika berlanjut dapat

menyebabkan apoptosis (Abdelhalim dan Jarrar 2011). Lesi ini disebabkan adanya

kongesti (Maronpot et al. 1999). Kongesti dapat disebabkan oleh biotransformasi

xenobiotika, hipertensi, endotoksin, atau gagal jantung (Vinchi et al. 2008;

7

Abdelhalim dan Jarrar 2011). Hampir semua hati tikus penelitian ini mengalami

dilatasi sinusoid (Gambar 4). Diduga hal ini disebabkan penggunaan bahan

anastesi yang dapat menyebabkan kongesti buluh darah. Menurut Ago et al.

(2011), senyawa kloroform dan eter merupakan senyawa anastesi yang dapat

menimbulkan kongesti pada berbagai organ seperti hati, ginjal, otak, dan jantung.

Ovariektomi pada hewan coba bertujuan meniru keadaan menopause,

karena dapat menurunkan kadar estrogen, progesteron, testosteron, serta

meningkatkan kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing

Hormone). Estrogen berperan dalam peningkatan HDL (High Density Lipid),

penurunan kolesterol total, LDL (Low Density Lipid), dan trigliserida (Sniekers et

al. 2008). Hati mamalia memiliki reseptor spesifik terhadap estrogen (Ruggieri et

al. 2010). Menurunnya kadar estrogen akibat ovariektomi menyebabkan

terjadinya akumulasi trigliserida pada hepatosit sehingga menyebabkan

terbentuknya degenerasi lemak.

Degenerasi lemak merupakan lesi yang terjadi karena akumulasi trigliserida

di hepatosit (Maronpot et al. 1999). Pengendapan trigliserida terjadi jika

pelepasan dan sintesis asam lemak melebihi kemampuan hepatosit untuk

mengoksidasi atau mengedarkannya (Guyton dan Hall 2006). Degenerasi lemak

disebut juga dengan steatosis, lipidosis, deposisi lemak, dan metamorfosis

perlemakan. Degenerasi lemak (fatty liver) ditandai dengan adanya vakuola jernih

kecil atau besar yang berbatas jelas di sitoplasma (Gambar 5). Vakuola kecil tidak

mendesak nukleus ke pinggir hepatosit, sedangkan vakuola besar akan mendesak

nukleus ke pinggir (Maronpot et al. 1999).

Degenerasi lemak hanya ditemukan pada hati tikus kelompok KN dan

kelompok perlakuan teripang D1, yang keduanya berbeda nyata (p<0,05)

dibandingkan kelompok normal. Diduga kadar estrogen yang rendah akibat

ovariektomi pada kedua kelompok tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi

lemak hati. Pemberian tepung teripang pada kelompok D1 belum mampu

mencegah terjadinya degenerasi lemak hati, sedangkan pada kelompok D2 dan D3

tidak ditemukan lagi degenerasi lemak hati. Dengan demikian, pemberian tepung

teripang dosis 40μg/100g BB dan 50μg/100g BB mampu mencegah terjadinya

degenerasi lemak hati pada tikus yang diovariektomi. Degenerasi lemak hati

diduga dapat dicegah oleh saponin yang terkandung dalam teripang. Teripang

mengandung metabolit sekunder saponin, yang dapat menurunkan kolesterol

darah, sehingga dapat mencegah perlemakan hati (Moghimipour dan Handali

2015, Kordi 2010).

Pada sediaan histologi hati tikus penelitian juga dijumpai hepatosit yang

mengalami apoptosis, kecuali pada kelompok normal (Gambar 6). Apoptosis

adalah salah satu mekanisme kematian sel tunggal yang ditandai dengan

memadatnya inti dan fragmentasi sitoplasma tanpa hilangnya integritas membran

sel. Salah satu penyebab terjadinya apoptosis ialah stres oksidatif (Korolczuk et

al. 2016). Teripang mengandung SOD (super oxide dismutase) yang berfungsi

sebagai antioksidan yang dapat melindungi hepatosit dari kerusakan (Kordi 2010;

Dakrory et al. 2015).

Derajat apoptosis tertinggi ditemukan pada kelompok KP, yang berbeda

nyata (p<0.05) dengan kelompok perlakuan teripang, KN dan N. Derajat

apoptosis juga berbeda nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan tepung teripang,

dan semakin menurun dari D1 ke D3. Secara berurutan derajat apoptosis tertinggi

8

sampai terendah adalah kelompok KP, D1, D2 dan D3. Derajat apoptosis

kelompok perlakuan teripang D3 tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan

kelompok normal (N) dan kontrol negatif (KN). Pada penelitian ini tampak bahwa

pemberian teripang dengan dosis 50 μg/100g BB mampu mengurangi derajat

apoptosis hepatosit.

Pada pengamatan histopatologi hati ditemukan juga infiltrasi sel-sel

mononuklear yang membentuk agregat. Agregat atau kumpulan sel-sel

mononuklear ini membentuk satu fokal atau multifokal dengan berbagai ukuran

yang ditemukan di antara hepatosit maupun di daerah segitiga porta (Gambar 7).

Keberadaan sel mononuklear yang terdiri atas sel limfosit dan makrofag

merupakan respon imun terhadap kehadiran mikroorganisme, benda asing, sel

debris (Maronpot et al. 1999), maupun parasit (Lvova et al. 2012). Produksi sel-

sel mononuklear meningkat seiring dengan bertambahnya umur (Singh et al.

2008) ataupun meningkatnya produksi cyclooxygenase-2 yang merupakan

mediator peradangan (Maronpot et al. 1999).

Fokal sel mononuklear hanya ditemukan pada sediaan hati kelompok KP,

D1 dan D2. Jumlah fokal mononuklear kelompok KP lebih besar dan berbeda

nyata (p<0.05) dibandingkan kelompok D1 dan D2, dan kelompok D1 lebih besar

dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan kelompok D2. Semakin tinggi dosis

tepung teripang yang diberikan, terlihat fokal sel mononuklear semakin

berkurang, dan tidak dijumpai lagi pada kelompok D3. Teripang laut memiliki

efek sebagai antibakteri dan antioksidan, sehingga pemberian teripang pada dosis

tertentu dapat mengurangi infiltrasi sel mononuklear dan melindungi kerusakan

hepatosit (Kiew dan Don 2012; Farjami et al. 2013).

Gambar 3 Degenerasi hidropis pada hati tikus. Lobulus terbalik (A). Bar:

100µm; Sitoplasma bervakuola dengan batas yang tidak jelas dan inti

tetap di tengah (B). Bar 200µm. Pewarnaan HE.

A B

9

Gambar 4 Kongesti (panah merah) dan dilatasi sinusoid (panah kuning) pada

hati tikus. Pewarnaan HE, bar 100µm.

Gambar 5 Degenerasi lemak hati, dicirikan oleh mikrovakuola (panah kuning)

dan makrovakuola (panah merah). Pewarnaan HE, bar 200µm

Gambar 6 Apoptosis terjadi di sekitar vena sentralis (A), maupun di sekitar vena

porta (B). Pewarnaan HE, bar 200µm.

A B

10

Gambar 7 Fokal sel mononuklear ditemukan di antara hepatosit, bar 100µm (A); maupun di sekitar segitiga porta, bar 200µm (B). Pewarnaan HE

Teripang merupakan sumberdaya laut yang bernilai ekonomi tinggi, karena

selain bergizi tinggi juga memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian teripang pada hewan coba tikus yang diovariektomi mencegah terjadinya degenerasi lemak dan mengurangi apoptosis sel hati. Teripang memiliki efek protektif dan kuratif terhadap organ hati dan ginjal (Dakrory et al. 2015) dan teripang mengandung trifluroacetic acid yang berperan sebagai hepatoprotektor karena bersifat antioksidan (Namdeo dan Syed 2014). Selain itu, teripang memiliki efek mencegah dan mengobati kerusakan hati yang diakibatkan oleh stress oksidatif (Fahmy dan Mohamed 2015). Teripang juga memberikan efek hepatoprotektif berupa perbaikan struktur histopatologi sel hati tikus putih dengan parameter persentase nekrosis, perlemakan dan regenerasi sel (Adriansyah 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian tepung teripang pasir (Holothuria scabra) pada tikus putih yang diovariektomi selama 20 hari memperbaiki morfopatologi hati. Pemberian tepung teripang dengan dosis kandungan steroid 40μg/100g BB mencegah degenerasi lemak, sedangkan dosis kandungan steroid 50μg/100g BB mengurangi apoptosis hepatosit.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sara-saran sebagai berikut: 1. Memperpanjang durasi adaptasi pasca ovariektomi untuk mendapatkan hewan

dengan kadar estrogen rendah sebagai hewan model menopause. 2. Memperpanjang durasi pemberian tepung teripang untuk mengetahui efek

teripang dalam memperbaiki kondisi hati 3. Mengukur kadar estrogen darah 4. Penggunaan hewan coba yang bebas dari penyakit (Spesific Pathogenic Free).

A B

11

DAFTAR PUSTAKA

Abdelhalim MAK, Jarrar BM. 2011. Gold nanoparticles induced cloudy swelling

to hydropic degeneration, cytoplasmic hyaline vacuolation, polymorphism,

binucleation, karyopyknosis, karyolysis, karyorrhexis and necrosis in the

liver. Lipids in Health and Disease. 10(1): 1.

Adriansyah H, Kamaludin MT, Theodorus T, Sulastri H. 2014. Efek

Hepatoprotektif Teripang Emas (Stichopus variegatus) pada Tikus Jantan

Dewasa Galur Wistar yang Diinduksi Parasetamol Dosis Toksik. Majalah

Kedokteran Sriwijaya. 46(2): 136-143.

Ago M, Hayashi T, Ogata M. 2011. Two fatalities associated with chloroform

inhalation. Variation of toxicological and pathological findings. Legal

Medicine. 13(3): 156-160.

Arsad SS, Esa NM, Hamzah H. 2014. Histopathologic changes in liver and kidney

tissues from male Sprague dawley rats treated with Rhaphidophora

decursiva (Roxb.) schott extract. J Cytol Histol. 2014.

Baiomy AA, Attia HF, Soliman MM, Makrum O. 2015. Protective effect of

ginger and zinc chloride mixture on the liver and kidney alterations induced

by malathion toxicity. Int J Immunopath Ph. 28(1): 122-128.

Dakrory AI, Fahmy SR, Soliman AM, Mohamed, AS, Amer SA. 2015. Protective

and curative effects of the sea cucumber Holothuria atra extract against

DMBA-induced hepatorenal diseases in rats. BioMed Res Int. doi:

10.115/2015/563652.

Fahmy SR, Mohamed AS. 2015. Holothuria arenicola extract modulates bile duct

ligation-induced oxidative stress in rat kidney. Int J Clin Exp Path. 8(2):

1649.

Farjami B, Nematollahi MA, Moradi Y, Irajian G, Nazemi M, Ardebili A,

Pournajaf A. 2013. Antibacterial activity of the sea cucumber Holothuria

leucospilota. IJMCM. 3(1): 225-230.

Guyton AC dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Irawati S,

penerjemah. Jakarta: EGC.

Hamel JF, Mercier A, Conand C, Purcell S, Toral G, Gamboa R, Polidoro B,

Carpenter KE, Knapp L, Harwell H. 2013. Holothuria scabra (Golden

sandfish, sandfish). [internet]. [diacu 2016 September 26]. Tersedia dari:

http://www.iucnredlist.org/details/180257/0.

Hill M. 2016. Gastrointestinal tract – Liver histology. [internet]. [diacu 2016

September 26]. Tersedia dari: https://embryology.med.unsw.edu.au/embryo-

logy/index.php/Gastrointestinal_Tract_-_Liver_Histology

Kiew PL, Don MM. 2012. Jewel of the seabed: sea cucumbers as nutritional and

drug candidates. Int J Food Sci Nutr. 63(5): 616-636. doi:

10.3109/09637486.2011.641944.

Kordi MGH. 2010. Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-

obatan. Yogyakarta: Lily Publisher. Page: 17-52.

Korolczuk A, Caban K, Amarowicz M, Czechowska G, Irla MJ. 2016. Oxidative

stress and liver morphology in experimental cyclosporine A induced

hepatotoxicity. BioMed Res Int. doi: 10.1155/2016/5823271.

12

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2007. Robbins and Cotran. Pathologic Basis of

Disease. 8 th Edition. Philadelphia: Elsevier.

Lvova MN, Tangkawattana S, Balthaisong S, Katokhin AV, Mordvinov VA,

Sripa B. 2012. Comparative histopathology of Opisthorchis felineus and

Opisthorchis viverrini in a hamster model: an implication of high

pathogenicity of the European liver fluke. Parasitology international. 61(1):

167-172.

Maronpot RR, Boorman GA, Gaul BW. 1999. Pathology of the Mouse. Vienna:

Cache River Press.

Moghimipour E, Handali S. 2015. Saponin: properties, methods of evaluation and

applications. Sciencedomain International. 5(3): 207. doi: 10.9734/ARRB/

11674.

Namdeo AG, Syed SH. 2014. Current status of natural products for the treatment

of liver disease: A review. Int J of Phyto Pharm. 4(2): 37-43. doi:

10.7439/ijpp.

Pawson DL. 1982. Holothuroidea. Parker SP, editor. New York: McGraw-Hill.

Ridzwan BH, Hanita MH, Nurzafirah M, Norshuhadaa MS, Hanis ZF. 2014. Free

fatty acids composition in lipid extracts of several sea cucumbers species

from Malaysia. Int J Biosci Biochem Bioinforma. 4(3): 204. doi:

10.7763/IJBBB.2014.V4.340.

Rivera EL, Floriano SE, Pedraza CJ, Coballase UE, Sampieri A, Ortega CD,

Cárdenas RN, Carmona AL. 2013. Contributions of microdialysis to new

alternative therapeutics for hepatic encephalopathy. Int J Mol Sci. 14(8):

16184-16206. doi: 10.3390/ijms140816184.

Ruggieri A, Barbati C, Malorni W. 2010. Cellular and molecular mechanisms

involved in hepatocellular carcinoma gender disparity. Int J Cancer. 127(3):

499-504.

Singh P, Coskun ZZ, Goode C, Dean A, Thompson‐ Snipes L, Darlington G.

2008. Lymphoid neogenesis and immune infiltration in aged liver.

Hepatology. 47(5): 1680-1690.

Sniekers YH, Weinans H, Bierma ZSM, Van LJPTM, Van OGJVM. 2008.

Animal models for osteoarthritis: the effect of ovariectomy and estrogen

treatment - A systematic approach. Osteoarthritis Research Society

International. 16(5): 533-541. doi: 10.1016/j.joca.2008.01.002.

Vos, M.B., Colvin, R., Belt, P., Molleston, J.P., Murray, K.F., Rosenthal, P.,

Schwimmer, J., Tonascia, J., Unalp, A., Lavine, J.E. and NASH CRN

Research Group, 2012. Correlation of vitamin E, uric acid and diet

composition with histologic features of pediatric nonalcoholic fatty liver

disease. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 54(1): 90.

Vinchi F, Gastaldi S, Silengo L, Altruda F, Tolosano E. 2008. Hemopexin

prevents endothelial damage and liver congestion in a mouse model of heme

overload. The American journal of pathology. 173(1): 289-299.

Yoo SJ, Prsa M, Schantz D, Grosse WL, Seed M, Kim TK, Wald R, Chaturvedi

R. 2014. MR assessment of abdominal circulation in Fontan physiology. Int

J Cardiovas Imag. 30(6): 1065-1072. doi: 10.1007/s10554-014-0424-x.

13

RIWAYAT HIDUP

Nur Hana Safitri dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 14 Maret 1994

dari pasangan Bapak Ir Heru Prasetyo Bawiyanto dan Ibu Endang Kusdiningsih.

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Panaragan 1, Tahun 2009

penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 4, dan

Tahun 2012 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 5. Pada tahun

yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan (SNMPTN UNDANGAN).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Badan Eksekutif

Mahasiswa (BEM FKH), serta Himpunan Profesi Hewan Kesayangan Satwa

Akuatik.