ibenu rahmadani -...

63
INFEKSI ALAMI VIRUS RABIES PADA ANJING : STUDI MORFOPATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA IBENU RAHMADANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: vokiet

Post on 29-May-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

INFEKSI ALAMI VIRUS RABIES PADA ANJING :STUDI MORFOPATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA

IBENU RAHMADANI

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 2: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Infeksi Alami Virus Rabies pada

Anjing : Studi Morfopatologi dan Imunohistokimia adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Ibenu RahmadaniNRP. B351090031

Page 3: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

ABSTRACT

IBENU RAHMADANI Natural Infection of Rabies Virus on Dogs:Pathomorphological and Immunohistochemical Study. Under the supervision ofEKOWATI HANDHARYANI and EVA HARLINA.

Rabies is a zoonotic disease that remains a big problem in public healthsector in Indonesia. The pathomorphological and antigen distribution of streetrabies virus infection of the dogs brain from endemic area in Indonesia need forfurther investigation. The aim of this study was to describe macroscopical,histopathological and antigen distribution of rabid dogs which is infected withrabies virus naturally. Fourteen brains of stray rabid dogs from DiseaseInvestigation Centre Bukittinggi area were used as samples. Conformatorydiagnosed based on direct fluorescence antibody technique test. Hyperemicmeningeal blood vessels were consistently found in all samples, sometimesassociated with multiple ptechie and cerebral edema. Histopathological changesshowed mild non-suppuratif meningoencephalitis with perivascullar cuffingsurrounded by lymphocyte cells, associated with gliosis. Negri bodies were foundin neuron cytoplasms in all samples mainly localized in pyramidal cells of cornuaammons of hippocampus and cerebral cortex, while neuronal degeneration andnecrosis were mild. Viral antigens localized in perikaryon extending along thedendrites and axon and mostly localized on pyramidal cells of hippocampus,talamus and frontal lobes of cerebral cortex. Rabies antigen were also detected inepithelial cells of mucogenic acini of mandibulary glands and mildly in granularof striated duct of luminal parotidal glands. This study suggested that frontal lobesof cerebral cortex and mandibulary glands could be used as samples for rabies testin laboratory besides hippocampus.

Keywords: rabies, dogs, brain, pathomorphology, immunohistochemistry.

Page 4: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

RINGKASAN

IBENU RAHMADANI. Infeksi Alami Virus Rabies pada Anjing:Studi Morfopatologi dan Imunohistokimia. Dibimbing oleh EKOWATIHANDHARYANI dan EVA HARLINA.

Rabies adalah salah satu penyakit zoonosis yang masih menjadi masalahbagi kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Diperkirakan 55.000orang didunia setiap tahunnya meningggal akibat infeksi virus rabies, khususnyaterjadi di negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Selatan.Indonesia adalah daerah endemis rabies, hanya sembilan propinsi yang masihdinyatakan bebas. Anjing, kucing dan kera merupakan sumber penular utamavirus rabies di Indonesia. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah pusatmaupun daerah bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat untukmenurunkan angka kejadian rabies di Indonesia. Usaha yang dilakukan antara laindengan vaksinasi, eliminasi anjing liar, depopulasi serta pengawasan lalu lintashewan. Namun usaha tersebut belum mampu menurunkan angka kejadian rabiesdi Indonesia bahkan ada kecenderungan daerah yang sebelumnya bebas menjaditertular rabies.

Diagnosa laboratorium yang tepat dan akurat merupakan salah satukomponen utama dalam usaha pengendalian penyakit rabies. Pengambilan sampeluji yang tepat menjadi kunci awal dalam diagnosa rabies di laboratorium.Hipokampus merupakan bagian dari otak yang direkomendasikan OfficeInternational des Epizooties untuk uji rabies. Karena ukurannya yang kecil sertaletaknya yang jauh dari permukaan otak, mengakibatkan kesulitan dalampengambilannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan patologianatomi, histopatologi dan distribusi antigen virus rabies pada otak dan kelenjarludah anjing yang terinfeksi virus rabies secara alami. Diharapkan dalampenelitian ini dapat memberikan informasi tentang lokasi pengambilan sampelyang lebih mudah agar dapat terhindar dari resiko terpapar virus rabies. Teknikpewarnaan jaringan dengan hematoksilin eosin telah dikenal dapat menjelaskanperubahan histopatologi, sedangkan teknik pewarnaan imunohistokimia dikenaldapat menjelaskan distribusi antigen.

Sebanyak empat belas kepala anjing yang telah didiagnosa positifterinfeksi virus rabies berdasarkan uji direct Fluorescence Antibody Techniquedigunakan sebagai sampel. Satu kepala anjing negatif virus rabies digunakansebagai kontrol negatif. Perubahan patologi anatomi pada otak menunjukkanseluruh sampel (14/14) mengalami hiperemia, ptekia terjadi pada 6 sampel danekimosa pada 2 sampel, sedangkan pembengkakan hanya terjadi pada 2 sampel.

Gambaran histopatolgi seluruh otak anjing yang terinfeksi virus rabiessecara alami menunjukkan menunjukkan meningoensefalitis non supuratif ringandisertai perivascular cuffing dengan dominasi sel mononuklear khususnya sellimfosit. Sel-sel saraf terlihat mengalami degenerasi dan nekrosis meskipunjumlahnya sedikit. Korteks serebrum serta talamus merupakan bagian sel sarafyang banyak mengalami degenerasi dan nekrosis, sedangkan pada hipokampusditemukan dalam jumlah sedikit. Degenerasi sel paling banyak terjadi pada lobusfrontalis korteks serebrum (6/14) kemudian talamus (4/14). Negri bodies dengan

Page 5: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

mudah ditemukan pada sitoplasma sel piramida hipokampus (12/14), lobusfrontalis korteks serebrum (10/14), serta pada bagian talamus (7/14).

Distribusi antigen virus rabies terbanyak ditemukan pada bagianhipokampus kemudian talamus dan lobus frontalis korteks serebrum. Namunberdasarkan uji statistik tidak didapatkan perbedaan yang nyata jumlah antigenpada talamus dan lobus frontalis korteks serebrum. Diantara empat lobusserebrum, deposit antigen virus rabies terbanyak ditemukan pada lobus frontalis.Perubahan histopatologi pada kelenjar mandibula menunjukkan sialodenitisnonsupuratif dengan derajat sedang hingga berat dengan dominasi sel limfosit.Perubahan yang terjadi pada kelenjar parotid cenderung lebih ringan. Denganmempertimbangkan kemudahan dalam koleksi sampel dan antigen virus rabiesterdeposit dalam jumlah yang cukup banyak, maka lobus frontalis kortekserebrum dan kelenjar mandibula dapat dijadikan sebagai alternatif lokasipengambilan sampel untuk pengujian rabies di lapangan selain hipokampus.

Distribusi antigen pada jaringan menunjukkan variasi bentuk pada tiap-tiap bagian antara lain titik, granul serta massa tebal berwarna coklat. Padatalamus dan korteks serebrum antigen berbentuk titik, di hipokampus terdapatkecenderungan berbentuk bulatan atau granul, sedangkan pada kelenjar ludahberbentuk seperti massa yang tebal. Perbedaan bentuk antigen ini menunjukkantahapan perkembangan, proses replikasi dan kepadatan protein virus. Selain itudiduga perbedaan bentuk antigen berhubungan dengan kandungan virus yangterdapat pada masing-masing bagian. Daerah dengan antigen berbentuk granulataupun massa yang tebal memiliki jumlah virus yang lebih tinggi dibandingkandaerah dengan antigen yang hanya berbentuk titik (spot).

Pada penelitian ini anjing yang diduga terinfeksi rabies secara alami tidakdilakukan tindakan observasi terlebih dahulu, namun segera dilakukan eutanasioleh pemilik atau petugas peternakan setempat. Gambaran distribusi antigen padapenelitian ini menunjukkan antigen tersebar pada berbagai bagian otak dankelenjar ludah. Tindakan eutanasi HPR didaerah endemis dan epidemis rabiessegera setelah terjadinya kasus gigitan tidak berpengaruh terhadap keberadaanantigen dalam jaringan saraf dan kelenjar ludah.

Kata kunci : rabies, anjing, morfopatologi, imunohistokimia.

Page 6: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau salah seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan atau menyebutkan sumbernya.a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatumasalah.

b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karyatulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

INFEKSI ALAMI VIRUS RABIES PADA ANJING :STUDI MORFOPATOLOGI DAN IMUNOHISTOKIMIA

IBENU RAHMADANI

TesisSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains padaMayor Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2012

Page 8: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D. APVet.

Page 9: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Infeksi Alami Virus Rabies pada Anjing:

Studi Morfopatologi dan Imunohistokimia

Nama : Ibenu Rahmadani

NRP : B 351090031

Mayor : Ilmu Biomedis Hewan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D. APVet Dr. drh.Eva Harlina, MSi. APVetKetua Anggota

Diketahui,

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Biomedis Hewan

drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D. APVet Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 20 Januari 2012 Tanggal Lulus : 3 Februari 2012

Page 10: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2011 adalah

Infeksi Alami Virus Rabies pada Anjing: Studi Morfopatologi dan

Imunohistokimia.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu drh. Ekowati Handharyani,

MS, Ph.D, APVet dan Ibu Dr. drh. Eva Harlina, MSi, APVet. yang telah banyak

meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan saran serta bimbingan selama

pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Disamping itu penghargaan

penulis sampaikan kepada Bapak drh. Muhammad Syibli, APVet sebagai Kepala

Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional II Bukittinggi 2007-

2010 yang telah memberikan kesempatan berharga kepada penulis untuk dapat

melanjutkan pendidikan program magister, serta Bapak drh. Azfirman Kepala

BPPV Regional II Bukittinggi 2010-sekarang yang masih memberikan

kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan pendidikan. Penulis sampaikan

terima kasih kepada seluruh staf BPPV Regional II Bukittinggi, dosen dan tenaga

kependidikan Bagian Patologi FKH IPB, seluruh rekan-rekan seperjuangan

mahasiswa Pascasarjana Mayor Ilmu Biomedis Hewan dan Biologi Reproduksi

2009, serta seluruh keluarga Perwira 6. Ungkapan terima kasih juga disampaikan

kepada bapak (Alm.), ibu, istri serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih

sayangnya.

Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Januari 2012

Ibenu Rahmadani

Page 11: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pad tanggal 1 September 1977 dari ayah

H. Mardjani (Alm.) dan Ibu Hj. Piatun SPd. Penulis merupakan putra kedua dari

tiga bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Surabaya dan pada tahun

yang sama penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga melalui jalur UMPTN. Lulus Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun

2000 dan memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 2001. Tahun 2009 penulis

mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Mayor

Ilmu Biomedis Hewan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan

beasiswa DIPA BPPV Regional II Bukittinggi Kementerian Pertanian RI.

Penulis bekerja sebagai staf Laboratorium Patologi pada BPPV Regional

II Bukitinggi, Kementerian Pertanian RI sejak tahun 2003-sekarang.

Saat ini penulis sebagai anggota Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia

(PDHI) dan Asosiasi Patologi Veteriner Indonesia (APVI). Karya Ilmiah berjudul

Natural Case of Rabies in Street Dogs: Pathomorphology and Antigen

Distribution Studies of Brain and Salivary Glands telah disajikan pada

International Seminar and Second Congress of Sout East Asia Veterinary School

Association (SEAVSA) di Surabaya pada bulan Juni 2011. Karya ilmiah tersebut

adalah bagian dari penelitian s2 penulis.

Page 12: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvi

PENDAHULUANLatar Belakang ………………………………………………………... 1Kerangka Pemikiran………………………………………………….... 2Tujuan Penelitian……………………………………………………..... 3Manfaat Penelitian................................................................................... 4Hipotesis ……………………………………………………................. 4

TINJAUAN PUSTAKAVirus Rabies………………………………………………………….... 5Genotip Lyssavirus ……………………………………………………. 6Penularan……………………………………………………………..... 6Gejala Klinis…………………………………………………………… 7Patologi Anatomi dan Histopatologi…………………………………... 8Patogenesis…………………………………………………………….. 9Replikasi Virus ....................................................................................... 10Diagnosa Laboratorium Rabies……………………………………....... 11Anatomi dan Histologi Organ Saraf …………………………………... 12Serebrum ……………………………………………………………… 12Sistem Limbus ………………………………………………………… 14Hipokampus …………………………………………………………... 15Talamus ……………………………………………………………….. 15Kelenjar Ludah…………………………………………………………

METODE PENELITIAN

16

Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………….. 17Sampel Penelitian……………………………………………………… 17Prosedur Penelitian…………………………………………………...... 17Sampling…………..………………………………………………….... 17Pembuatan Preparat Histopatologi…… ………………………………. 18Imunohistokimia………………………………………………….......... 18Pengamatan Patologi Anatomi…………..…………………………….. 19Pengamatan Perubahan Histopatologi…………………………………. 19Pengamatan Imunohistokimia……………………………………......... 20Analisa Data.…………………………………………………………... 20

Page 13: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Patologi anatomi…………..……………………………………………Histopatologi…...……....………………………………………………Distribusi Antigen Virus Rabies pada Jaringan..…………………….....

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...

Halaman

212328

35

37

Page 14: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia
Page 15: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

1

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perubahan patologi anatomi pada hewan yang diduga terinfeksi

virus rabies ………………………………………………………. 22

2 Perubahan histopatologi pada masing-masing bagian otak……… 25

3 Distribusi antigen virus rabies pada masing-masing bagian otak

yang berbeda……………………………………………………... 28

Page 16: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

2

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi virus rabies………………………………………… 5

2 Tahapan replikasi virus rabies………………………………… 10

3 Struktur anatomi serebrum……………………………………. 13

4 Struktur anatomi sistem limbus……………………………….. 14

5 Struktur anatomi kelenjar ludah anjing……………………….. 16

6 Potongan bagian otak membujur……………………………… 18

7 Patologi anatomi otak anjing yang diduga terinfeksi virus

rabies………............................................................................... 23

8 Perubahan histopatologi masing-masing bagian otak………… 26

9 Perubahan Histopatologi kelenjar ludah………………………. 27

10 Distribusi antigen pada hipokampus…………………….…….. 30

11 Distribusi antigen pada kelenjar ludah………...………………. 31

12 Distribusi antigen pada talamus dan korteks serebrum….…….. 32

Page 17: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

3

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Skor distribusi antigen virus rabies pada masing-masing bagian

otak……………………………………………………………… 43

2 Metode kerja pewarnaan imunohistokimia rabies…………….. 44

Page 18: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia
Page 19: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rabies adalah salah satu penyakit zoonosis yang bersifat neurotropik dan

neuroinvasif. Penyakit ini dapat mengakibatkan ensefalitis, paralisa dan kematian

pada hewan dan manusia. Infeksi virus rabies pada kondisi alami hanya

menimbulkan perubahan neuropatologi yang ringan tanpa didapatkan kematian sel

saraf (McGavin & Zachary 2007). Diperkirakan 55.000 orang didunia setiap

tahunnya meningggal akibat infeksi virus rabies, hal ini terjadi khususnya di

negara-negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Selatan (Knobel et al.

2005). Rabies disebabkan oleh virus dari famili Rhabdoviridae, genus Lyssavirus,

non segmented negative-stranded RNA dan beramplop (Hunt 2009).

Kejadian rabies di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Schoorl tahun

1884 pada kuda di Bekasi. Tahun 1889, Esser melaporkan kejadian pada kerbau

sedangkan kasus pada anjing pertama kali ditemukan tahun 1890 oleh Penning.

Kejadian pada manusia dilaporkan pertama kali oleh EV de Haan tahun 1894

(Dirjennak 1991). Hingga saat ini sudah 128 tahun penyakit rabies masih

ditemukan di Indonesia. Diantara 33 propinsi di Indonesia hanya sembilan

propinsi yang masih dinyatakan bebas yaitu DKI Jakarta, Jateng, Jatim, DIY,

Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Nusa Tengggara Barat

(Soegiarto 2010).

Hampir semua mamalia dapat tertular virus rabies. Di Indonesia 95%

kasus rabies ditularkan oleh anjing, 3,5% oleh kucing dan 1,5% oleh kera. Kurang

dari satu persen rabies ditularkan oleh sapi, kambing, domba, musang dan babi

tetapi hewan tersebut bukan merupakan sumber penular yang penting (Soegiarto

2010). Di luar negeri kelelawar, racoon, coyotte, skunk, serigala liar, dan beberapa

jenis anjing hutan sebagai vektor utama (Iwasaki & Tobita 2002).

Usaha pengendalian rabies di Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah

antara lain dengan melakukan vaksinasi, pengendalian populasi anjing liar, serta

pengawasan lalu lintas hewan. Namun hal tersebut belum mampu menurunkan

angka kejadian rabies di lapangan, bahkan ada kecenderungan semakin bertambah

daerah yang sebelumnya bebas kemudian dinyatakan tertular rabies. Beberapa

kendala yang terjadi di lapangan dalam upaya pengendalian penyakit rabies antara

Page 20: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

2

lain kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi secara rutin,

lemahnya pengawasan lalu lintas hewan, serta kurangnya kemampuan teknis

Petugas Peternakan atau Kesehatan Hewan di daerah dalam penentuan sampel

yang tepat untuk pemeriksaan rabies.

Diagnosa laboratorium yang tepat dan akurat sangat diperlukan dalam

rangka menunjang pengendalian rabies. Pengambilan sampel yang tepat sangat

penting untuk menghasilkan diagnosa yang akurat. Hipokampus merupakan

bagian dari otak yang direkomendasikan oleh OIE (Office International des

Epizooties) sebagai sampel untuk pengujian rabies (OIE 2000). Karena ukurannya

yang kecil serta terletak di bawah serebrum seringkali menyebabkan kesulitan

bagi petugas dilapangan dalam pengambilan sampel. Oleh karena itu perlu dicari

bagian lain dari sistem saraf pusat yang lebih mudah pengambilannya untuk

menghindari resiko terpapar virus.

Teknik pewarnaan imunohistokimia telah digunakan untuk menjelaskan

distribusi antigen virus rabies pada hewan dan manusia. Teknik ini mereaksikan

jaringan yang terinfeksi virus rabies dengan antibodi spesifik yang ditandai

dengan adanya perubahan warna (Sinchaisri et al. 1992). Teknik pewarnaan

imunohistokimia untuk penyakit rabies merupakan uji yang cepat, aman dan

sensitif (Jogai et al. 2000).

Kerangka Pemikiran

Penyakit rabies sampai saat ini masih menjadi masalah bagi sektor

kesehatan dan kesehatan hewan di Indonesia. Penyakit ini menyerang sistem saraf

dan menyebabkan kematian pada manusia atau hewan yang terinfeksi. Anjing,

kucing dan kera merupakan hewan pembawa rabies (HPR) utama di Indonesia.

Usaha penanggulangan rabies telah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah

bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, antara lain

dengan vaksinasi masal HPR, depopulasi anjing dan pengawasan lalu lintas

hewan. Namun berbagai usaha yang telah dilakukan belum mampu menurunkan

angka kejadian rabies di Indonesia. Bahkan terdapat kecenderungan daerah yang

sebelumnya bebas menjadi daerah yang terinfeksi rabies. Beberapa kendala yang

Page 21: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

3

dihadapi antara lain kurangnya kesadaran pemilik hewan untuk memvaksin

hewannya dan sulitnya mengendalikan populasi HPR terutama anjing.

Peranan laboratorium dalam pengendalian penyakit rabies sangatlah

penting. Diagnosa laboratorium yang cepat, tepat dan akurat sangat diperlukan

jika terjadi kasus gigitan oleh HPR. Pada manusia atau hewan yang positif

terinfeksi virus rabies harus secepatnya dilakukan vaksinasi sebelum gejala klinis

muncul. Pengambilan sampel yang tepat merupakan langkah awal untuk

mendapatkan hasil pengujian yang akurat. Hipokampus merupakan lokasi

pengambilan sampel yang direkomendasikan oleh OIE untuk pengujian rabies.

Karena ukuran yang kecil dan lokasi yang jauh dari permukaan otak seringkali

menyebabkan kesulitan dan kesalahan dalam pengambilannya. Sehingga perlu

dicari alternatif lokasi pengambilan sampel yang lebih mudah dalam

pengambilannya namun tidak mengurangi keakuratan hasil pengujian.

Penjelasan tentang patomorfologi dan distribusi antigen virus rabies pada

masing-masing bagian otak sangat diperlukan. Diharapkan dapat memberikan

informasi lokasi pengambilan sampel yang tepat untuk pengujian penyakit rabies

selain hipokampus. Teknik pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) digunakan untuk

menjelaskan patomorfologi jaringan secara umum, sedangkan teknik pewarnaan

imunohistokimia (IHK) dipergunakan untuk mendeteksi adanya antigen virus

rabies pada jaringan. Dengan menggunakan teknik IHK dapat dijelaskan pola

distribusi antigen virus rabies dalam jaringan tubuh hewan dan manusia,

berdasarkan ikatan spesifik antara antigen dan antibodi yang ditandai dengan

perubahan warna.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan patologi anatomi

dan histopatologi serta distribusi antigen pada jaringan saraf dan kelenjar saliva

anjing yang terinfeksi virus rabies secara alami.

Page 22: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang lokasi

pengambilan sampel yang tepat dan menghindari resiko terpapar virus dalam

diagnosa penyakit rabies di lapangan.

Hipotesis

Terdapat perbedaan pola perubahan patologi anatomi dan histopatologi

serta distribusi antigen virus rabies pada masing-masing bagian jaringan sistem

saraf pusat anjing yang terinfeksi virus rabies secara alami.

Page 23: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

5

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Rabies

Virus Rabies

Rabies termasuk dalam famili Rhabdoviridae dari genus Lyssavirus. Virus

ini berbentuk peluru dengan ukuran 180 x 75 nm (Gambar 1), mengandung single

stranded ribonucleic acid (ss-RNA) (Rantam 2005). Nukleokapsid membungkus

RNA spiral, pada bagian luar terdapat amplop yang mengandung spike (Fenner et

al. 1993). Struktur protein virus rabies tersusun dari 5 komponen, yakni

glikoprotein (G), nukleoprotein (N), RNA dependen polymerase (L), protein

matrik (M), fosfoprotein (P). Protein L, N dan P terikat secara non-kovalen pada

avirion RNA, menghasilkan kompleks ribonukleoprotein (RNP) yang berbentuk

gulungan heliks dalam virion. Nukleokapsid dikelilingi amplop lipoprotein yang

terdiri dari protein M dan pada permukaan virion terdapat protein G (Dietzschold

et al. 2008).

Gambar 1 Morfologi virus rabies, G=Glikoprotein, N=Nukleoprotein, M=Matriksprotein, P = Phosphoprotein, L=RNA dependen polymerase (Wunner et al.1988).

Page 24: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

6

Diantara kelima protein diatas, nukleoprotein (N) dan glikoprotein (G)

memiliki arti yang penting. Nukleoprotein berperan langsung pada pengaturan

transkripsi, replikasi, dan faktor penting bagi adaptasi inang sedangkan

glikoprotein berperan penting dalam patogenitas, antigenitas dan menentukan

kisaran inang (Kissi et al. 1995; Tuffereau et al. 1998; Sato et al. 2004).

Kompleks ribonukleoprotein (RNP) adalah antigen yang penting dalam

menginduksi CD4+ sel T yang berperan dalam pembentukan antibodi terhadap

virus rabies (Dietzschold 1987).

Smith et al. (1992) mengelompokkan virus rabies di Indonesia satu grup

dengan isolat Cina karena tingkat homologi sekuen nukleotida mencapai 95 %.

Menurut Suwarno (2005) telah terjadi perubahan nukleotida pada fragmen gen-G

virus rabies strain alam asal Sumatera (Bukittinggi) dengan strain alam asal

Kalimantan. Perubahan nukleotida pada fragmen gen-N terjadi pada strain alam

asal Nusa Tenggara Timur dengan strain alam yang berasal dari Sulawesi.

Adaptasi terhadap lingkungan menyebabkan virus rabies mengalami perubahan

sekuens nukleotida, dimana kondisi fisik suatu daerah geografik di Indonesia

merupakan faktor pemicu terjadinya mutasi.

Genotipe Lyssavirus

Virus rabies yang berada di alam disebut street virus sedangkan yang telah

diadaptasikan di laboratorium dikenal dengan fixed virus. Berdasarkan penyebaran

inang alamiahnya, genus Lyssavirus dibedakan menjadi 7 genotipe/serotipe yakni

Rabies (genotipe 1), Lagos Bat (genotipe 2), Mokola (genotipe 3), Duvenhage

(genotipe 4), European Bat Lyssavirus type-1/EBL-1 (genotipe 5), European Bat

Lyssavirus type-2/ dan EBL-2 (genotipe 6) dan Australian Bat Lyssavirus (ABL)

(genotipe 7) (Tordo et al. 2006).

Penularan

Virus rabies ditularkan secara langsung pada hewan lain maupun manusia

melalui gigitan, goresan, jilatan hewan tersangka rabies pada kulit yang luka atau

membran mukosa, dan jarang sekali hewan ataupun manusia terinfeksi melalui

kontak langsung. Terdapat kemungkinan penularan melalui cara yang berbeda

Page 25: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

7

yaitu ditemukan kasus positif rabies setelah transplantasi kornea, pankreas, hati,

ginjal dan paru-paru dari manusia yang terinfeksi rabies Bronnet (2007). Virus

rabies juga dapat ditularkan melalui aerosol seperti terjadi di laboratorium ataupun

di gua kelelawar (Winkler 1967). Penularan rabies secara oral berhasil dibuktikan

oleh Ramsden & Jahnston (1975) pada red fox dan skunk yang diberi makan

mencit yang diinfeksi virus rabies strain alam dan Challenge Virus Standard

(CVS). Di Massachusets, Amerika Serikat, tahun 1996 pernah dilaporkan kejadian

sekelompok orang harus divaksin anti rabies karena meminum susu yang belum

dipasteurisasi yang berasal dari sapi yang diduga rabies (CDC 1999).

Gejala Klinis

Gejala kinis pada hewan yang terinfeksi virus rabies secara alami sering

tidak spesifik dan masing-masing spesies hampir mirip namun secara individu

terdapat variasi (Murphy et al. 2006). Sebagai pedoman hanya adanya perubahan

tingkah laku. Hewan menunjukkan gejala klinis rabies diawali munculnya rasa

takut, gelisah, tidak mau makan, muntah, demam ringan, dilatasi pupil,

hipersensitif dan hipersalivasi. Beberapa kasus pada kucing tidak menyebabkan

perubahan tingkah laku, gejala klinis diawali dengan ataksia, kelemahan kaki

belakang dan diikuti dengan paralisa. Kuda yang terinfeksi sering menampakkan

gejala kolik, sedangkan pada sapi, kuda dan anjing mengalami paralisa pada laring

yang mengakibatkan perubahan nada suara. Penyakit rabies pada beberapa hewan

dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba tanpa menimbulkan gejala klinis

yang jelas. Apabila gejala klinis telah muncul biasanya hewan jarang bertahan

untuk hidup.

Kejadian di lapangan masa inkubasi penyakit rabies berlangsung beberapa

hari hingga beberapa bulan, tergantung dari virulensi, lokasi dan jumlah gigitan

(Jackson & Rossiter 2007). Secara klinis dikenal bentuk ganas (furious form),

bentuk diam (dumb form) dan bentuk tak tersifat (atypical form). Bentuk ganas

pada rabies ditandai oleh hewan yang menyerang dan menggigit setiap makhluk

atau benda yang bergerak, saliva keluar secara berlebihan dan mengalir dari mulut

atau terlihat sebagai buih disekitar mulut. Hewan umumnya berubah sifat yang

tadinya penakut berubah menjadi agresif. Rubah pada siang hari berani mendekati

Page 26: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

8

tempat ramai, demikian pula di Amerika Utara dan Selatan, kelelawar yang

terbang kian kemari pada siang hari dicurigai menderita rabies. Bentuk diam pada

rabies ditunjukkan dengan gejala hewan berada dalam keadaan sebagian atau

sama sekali tidak sadar ditandai dengan paralisa yang progresif. Paralisa pada

rahang bawah dan tenggorokan akan menyebabkan hewan mengalami kesulitan

dalam menelan dan mengakibatkan hipersalivasi. Gejala klinis pada ruminansia

biasanya hewan mengasingkan diri dari kelompoknya, terlihat depresi, mengantuk

dan berhenti ruminasi. Gejala klinis pada bentuk tak tersifat hewan menunjukkan

gatal dan sembelit.

Patologi Anatomi dan Histopatologi

Perubahan mikroskopis pada sistem saraf pusat hewan positif rabies

adalah meningoensefalitis non supuratif ringan, perivascular cuffing yang

didominasi sel limfosit, makrofag, dan sel plasma, mikrogliosis, degenerasi

neuron, dan ganglioneuritis, dengan penekanan bahwa neuron yang terinfeksi

sedikit menimbulkan perubahan morfologi. Badan inklusi intrasitoplasma yang

disebut Negri Bodies pada sistem saraf pusat dan ganglion perifer merupakan ciri

khas infeksi virus rabies meskipun tidak ditemukan pada semua kejadian (Carlton

et al. 1995).

Negri body adalah badan sebesar 1-27 µ, yang awalnya merupakan

agregasi dari untaian nukleokapsid. Kemudian berubah bentuk secara cepat

membentuk matriks granular, berbentuk bundar, lonjong kadang berbentuk

segitiga. Semakin lama seiring berjalannya penyakit semakin besar negri bodies.

Negri bodies di jaringan otak banyak ditemukan pada hipokampus, sedangkan

pada sapi banyak ditemukan di sel purkinje serebelum. Tiap neuron dan sel glia

dalam susunan saraf pusat dapat mengandung negri bodies.

Selain limfosit pada daerah perivaskuler juga ditemukan sarang-sarang

neurofagi, kariopiknosis dan karioreksis. Perubahan spongiform ditemukan pada

hewan yang terinfeksi secara alami atau secara buatan, dan biasa ditemukan pada

neuropil substansia abu-abu talamus dan korteks serebrum yang awalnya

merupakan vakuola pada intrasitoplasma dendrit yang membesar dan menekan

jaringan disekitarnya (Carlton et al. 1995).

Page 27: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

9

Patogenesis

Pengenalan tentang pola patogenesis penyakit rabies khususnya yang

disebabkan oleh virus rabies strain alam (street rabies virus) menjadi sangat

penting dalam mengetahui perubahan yang ditimbulkan pada jaringan. Pola dan

taraf kerusakan jaringan dapat dikaitkan dengan manifestasi klinis sehingga

berguna bagi penentuan diagnosa yang akurat, strategi pengendalian yang tepat,

serta dasar untuk mengetahui mekanisme tanggap kebal inang dalam usaha

pencegahan dan pemberantasan penyakit rabies (Murphy 1977). Selain peran

langsung dari virus rabies pada host, cara penularan, jenis host serta letak

geografik suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap kerentanan host, masa

inkubasi, gejala klinis, lama penyakit dan ekskresi virus (Hamir et al. 1996).

Pada kejadian rabies di lapangan virus rabies masuk dalam tubuh melalui

gigitan atau luka pada otot atau jaringan subkutan, kemudian terjadi replikasi pada

serabut otot untuk menghasilkan virus dalam jumlah yang cukup sebelum menuju

sistem saraf (Park et al. 2006). Virus menuju sistem saraf melalui ikatan dengan

reseptor postsynaptic asethylcholine pada neuromuscular junction (Lentz et al.

1982). Apabila virus telah berada pada saraf tepi, virus dapat terbawa aliran

aksoplasma secara retrograde atau melalui saraf sensorik atau motorik menuju

korda spinalis atau ganglion akar dorsal (Kojima 2009), sebelum berakhir pada

sistem saraf pusat. Glikoprotein berperan penting dalam distribusi virus rabies

saat terjadi infeksi pada sistem saraf.

Saat tiba di sistem saraf pusat virus menginfeksi neuron dan dendrit

kemudian terjadi replikasi besar-besaran pada membran neuron dan secara

langsung akan menyebar dari sel ke sel. Di sistem saraf pusat virus mengalami

pergerakan centripetal menuju sel asinar kelenjar ludah (salivary gland) dengan

konsentrasi virus tertingi pada kelenjar mandibula, konsentrasi virus sedang pada

kelenjar parotid dan terendah pada kelenjar sublingualis (Charlton 1983).

Replikasi virus rabies pada neuron sistem saraf pusat akan membentuk badan

inklusi intrasitoplasmik (negri bodies) (Dietzschold 2008).

Page 28: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

10

Replikasi Virus Rabies

Infeksi dimulai ketika tonjolan protein G berinteraksi dengan membran sel

inang (Gambar2.). Protein G akan terikat pada reseptor nikotinik asetilkolin

(nACH) sehingga virus mulai menyerang dan menginfeksi sel saraf. Absorbsi

virus kedalam sel melalui pinositosis. Sekali didalam sel saraf, virus berkumpul

dalam endosom dan dengan cepat akan menurunkan pH. Saat pH berubah

konformasi protein G berubah dan menyebabkan membran viral berfusi dengan

membran endosom serta dilepaskannya protein RN dalam sitoplasma, protein

viral dan RNA masuk dalam sitoplasma. Protein-L akan mentranskripsi 5’

mRNA dari genom RNA menggunakan nukleotida bebas dari sitoplasma sel

inang. Monosistronik mRNA adalah ujung 3’ bertudung dan ujung 5’ mengalami

poliadenilasi yang akan ditranslasi menjadi lima macam protein viral yaitu protein

N, P, M, G, L di dalam ribosom bebas.

Gambar 2 Tahapan replikasi virus rabies (Jackson & Wunner 2007).

Protein juga mengalami modifikasi pasca translasi, meliputi glikolisasi

protein-G dan fosforilasi protein N. Meskipun pada awalnya protein G disintesis

dalam ribosom bebas tetapi sintesis secara lengkap dan pemrosesannya terjadi

didalam retikulum endoplasmik dan apparatus golgi. Rasio intraseluler leader-

RNA menjadi protein N akan mengatur proses dari trankripsi ke replikasi, jika

perubahan ini diaktivasi, maka replikasi genom dimulai. Tahap awal replikasi

Page 29: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

11

adalah sintesis full-length copies (plus strand) genom virus. Polimerasi viral

memasuki sisi tunggal ujung -3’ genom dan memulai mensistesis full-length copy

genom. Plus strand RNA bertindak sebagai template untuk sisntesis full-length

negative strand genom. Semua komponen viral dikumpulkan dalam satu lokasi

sitoplasma yang dapat terlihat dengan pewarnaan pada diagnostik sebagai Negri

bodies. Selama proses perakitan komplekss N-P-L menyelimuti negative strand

RNA menjadi protein RN dan protein M sebagai kapsul atau matriks yang

mengelilingi protein RN. Kompleks protein RN-M bermigrasi ke dalam area

plasma membran yang mengandung protein G dan protein M akan membelitnya.

Kompleks protein RN-M kemudian mengikat protein G dan virion akan bertunas

pada membran plasma. Virus kemudian menyebar dari sel ke sel dekatnya. Di

dalam sel neuron virus menyebar dengan sangat cepat, partikel virus secara

sederhana dipindahkan sepanjang akson sebelum proses pertunasan, hal ini

merupakan alasan mengapa penyakit dapat menyebar dengan cepat dari saraf tepi

menuju saraf pusat.

Diagnosis Laboratorium Rabies

Diagnosa rabies berdasarkan gejala klinis saja memiliki beberapa

kelemahan, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk

memperoleh diagnosa yang tepat. Beberapa diagnosa laboratorium yang rutin

dilakukan untuk pemeriksaan rabies antara lain 1. direct Fluorescence Antibody

Test (dFAT) merupakan gold standard untuk diagnosa rabies yang ditetapkan oleh

OIE. Sensitifitas dFAT mencapai 97-99 %. Prinsip kerjanya adalah jaringan otak

diwarnai dengan menggunakan antibodi yang dilabel dengan fluorescence iso-

thyo-cyanat (FITC) untuk mendeteksi antigen rabies. Preparat sentuh otak hewan

yang diduga rabies difiksasi dengan aseton 30 menit pada suhu -200C, kemudian

dilakukan pewarnaan menggunakan conjugate fluorescence kemudian diamati

pada mikroskop fluorescence. Hasil positif jika didapatkan warna hijau

fluorescence dengan ukuran bervariasi. Hasil negatif jika tidak memberikan warna

fluorescence (Dean et al. 1996). 2. Sellers Test, prinsipnya preparat sentuh otak

diwarnai dengan sellers atau velabo kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya

utuk menentukan ada tidaknya negri bodies rabies (Atanasiu et al. 1996). 3.

Page 30: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

12

Mouse Inoculation Test (MIT) adalah uji biologis pada mencit yang dilakukan

jika uji dFAT dan Sellers hasilnya negatif, uji ini dilakukan dengan cara

mensuspensikan otak hewan yang diduga rabies kedalam 10 % NaCl fisiologis

kemudian disuntikkan pada 6 ekor mencit dengan dosis masing-masing 0,03 ml.

Dilakukan observasi selama 3 minggu jika didapatkan mencit yang mati segera

dilakukan uji dFAT untuk memastikan penyebab kematian mencit karena virus

rabies (Koprowski 1996).

Beberapa teknik diagnosa uji yang lain telah dikenal meskipun tidak

secara rutin digunakan, yakni imunohistokimia (direct dan indirect),

histopatologi, kultur sel untuk isolasi virus, nucleic acid probes atau polymerase

chain reaction (PCR) diikuti sekuensing DNA. Uji serologik untuk mendeteksi

keberadaan antibodi dapat dilakukan dengan menggunakan virus neutralization

test (VNT), indirect enzyme linked immunosorbent assay (i-ELISA), rapid

fluorescence focus inhibition test (RFFIT), passive haemagglutination test (PHA)

dan fluorescence inhibition micro test (FIMT).

Anatomi dan Histologi Organ Sistem Saraf Pusat

Serebrum

Serebrum merupakan bagian otak terbesar dan paling berkembang, yang

meliputi 80% dari berat total. Serebrum merupakan sumber dari semua kegiatan

dan gerakan sadar, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Serebrum

terbagi menjadi dua belahan yaitu hemisfer kiri dan kanan. Masing-masing

serebrum hemisfer dapat dibedakan menjadi empat lobus yaitu lobus frontalis,

lobus temporalis, lobus parietalis dan lobus oksipitalis. Serebrum manusia

masing-masing lobus dipisahkan dengan sulkus, tetapi pada hewan lokasi lobus

sesuai dengan pembagian letak tulang kranium. Pada permukaan serebrum

ditandai dengan adanya penonjolan yang disebut sulkus dan lekukan yang disebut

girus.

Serebrum mempunyai dua lapis utama yakni substansia grisea (berwarna

abu-abu) dan substansia alba (berwarna putih). Substansia grisea pada otak

disebut juga korteks sedangkan substansia alba disebut medula. Korteks serebrum

terdapat pada permukaan serebrum yang menutupi substansia alba dibagian bawah

Page 31: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

13

yang lebih tebal. Didalam substansia alba terdapat substansia grisea lain yaitu

nukleus atau ganglion basalis. Substansia grisea terdiri dari neuron yang tersusun

rapat dengan dendrit dan sel-sel glia, sedangkan jalinan serat-serat saraf bermielin

(akson) akan membentuk substansia alba. Warna putih pada substansia alba

disebabkan komposisi lemak dari mielin. Jalinan akson pada substansia alba akan

menyalurkan sinyal dari satu bagian korteks serebrum ke bagian sistem saraf pusat

yang lain, komunikasi semacam ini akan menyebabkan integrasi antar bagian

korteks dan bagian saraf yang lain.

Gambar 3 Struktur anatomi serebrum (Akers & Denbow 2008).

Bagian korteks pada hewan disebut neokorteks yang terdapat pada

permukaam hemisfer serebrum. Korteks serebrum terdiri dari beberapa lapis sel

yang tersusun pararel pada permukaan otak. Ciri khas sel saraf pada korteks

serebrum yaitu berbentuk piramida, yang terdiri dari enam lapisan sel yaitu

(1) Lapisan molekular, terdiri dari neuropil dan dendrit yang berasal dari sel

piramida dan cabang terminal serabut efferent, merupakan lapisan yang paling

dekat dengan permukaan otak yang dipisahkan oleh piamater, (2) Lapisan

granular eksternal, terdiri dari neuron kecil bertindak sebagai interneuron, (3)

Lapisan piramidal eksternal, terdiri dari sel piramida berukuran kecil sampai

medium. (4) Lapian granular internal, terdiri dari sel stellat neuron yang menerima

sensor spesifik, (5) Lapisan piramidal internal, terdiri dari sel piramida berukuran

medium sampai yang besar, dan (6) Lapisan multiform, terdiri atas banyak spindle

neuron merupakan bagian terdalam dari lapisan korteks.

Page 32: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

14

Korteks serebrum berfungsi sebagai pengendali tingkah laku. Berdasarkan

fungsinya bagian korteks serebrum dapat dibedakan menjadi tiga area yaitu

(1) Area motorik, area ini merupakan bagian akhir sebelum sinyal dikirim ke otot

somatik, bertanggung jawab dalam mengontrol fungsi motorik. Area ini pada

mamalia terletak pada bagian rostral lobus frontalis dan memiliki sistem

piramidal. (2) Area sensoris, terletak pada seluruh bagian korteks yang bertugas

menerima informasi dari reseptor sensoris yang terletak pada kulit dan otot

skeletal. (3) Area gabungan yang berfungsi mengintegrasikan sinyal motorik dan

sensorik.

Sistem Limbus

Sistem limbus terdiri dari sekelompok bagian organ yang terletak pada

bagian medial setiap hemisfer serebrum yang melingkari brainstem. Sistem

limbus terdiri dari tiga struktur girus yaitu; girus cingulat, terletak pada bagian

dorsal dari corpus collosum. Girus dentatus dan girus parahipokampus, terletak

pada bagian posterior lobus limbus. Sistem ini meliputi antara lain korteks

serebrum, nukleus basalis, talamus, hipotalamus dan hipokampus, amigdala

(Akers & Denbow 2008).

Gambar 4 Anatomi sistem limbus (Sherwood 2001).

Sistem limbus yang kompleks ini berkaitan dengan emosi dan pola-pola

perilaku sosioseksual. Fungsi sistem limbus meliputi pengaturan perilaku dan

sifat emosi, menghubungkan perilaku sadar dan non sadar, serta menyimpan

memori. Konsep emosi mencakup perasaan marah, takut, ditambah dengan

Page 33: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

15

respon fisik yang nyata yang berkaitan dengan perasaan tersebut. Respon tersebut

mencakup pola perilaku spesifik misalnya persiapan menyerang atau bertahan.

Pemberian stimulasi pada sistem limbus di hewan coba yang secara normal jinak

akan menyebabkan pemunculan perilaku yang aneh yaitu respon kemarahan dan

kegusaran (Sherwood 2001).

Amigdala merupakan komponen utama pada sistem limbus yang

mempengaruhi sifat emosi. Adanya kerusakan pada bagian amigdala yang

menyebabkan munculnya perasaan takut terhadap sesuatu sehingga hewan terlihat

jinak. Percobaan dengan menghilangkan bagian amigdala kucing, menyebabkan

kucing tidak sadar adanya ancaman serangan dari sekelompok monyet (Akers &

Denbow 2008).

Hipokampus

Hipokampus terbentuk karena korteks serebrum menggulung ke dalam

ventrikel lateralis sepanjang girus hipokampus, girus tampak pada permukaan

medial serebrum hemisfer, tetapi hipokampus sendiri tersembunyi di dalam

ventrikel. Hipokampus berbentuk melengkung mengitari talamus dengan arah

dorso-caudo-ventral. Hipokampus terdiri dari enam lapis yaitu: (1) Lapis ependim

ventrikel, (2) Lapis endoventrikular alveus, mengandung akson berselubung

myelin, (3) Stratum oriens dengan sedikit sel polimorf, (4) Lapis piramidal besar

dan kecil dalam satu lapis, (5) Lapis lakunar, dan (6) Lapis molekular.

Talamus

Talamus terletak pada bagian dorsal hipotalamus, dipisahkan oleh nukleus

caudatus lateral dan kapsul internal lateralis. Bagian ini dipisahkan oleh ventrikel

tiga. Nukleus thalamus dibedakan menjadi empat kelompok yakni; anterior,

ventrolateral, medial dan posterior (Akers & Denbow 2008). Talamus berfungsi

sebagai stasiun penyambung dan pusat integrasi sinaps untuk pengolahan

pendahuluan semua masukan sensoris dalam perjalanannya menuju korteks.

Bagian ini menyaring sinyal-sinyal yang tidak bermakna dan mengarahkan

impuls-impuls sensoris penting ke daerah korteks somatosensoris yang sesuai

serta ke daerah-daerah lain. Talamus bersama dengan batang otak dan daerah

Page 34: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

16

asosiasi korteks penting untuk kemampuan mengarahkan perhatian pada

rangsangan yang menarik (Sherwood 2001).

Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan kelenjar pencernaan yang berhubungan dengan

rongga mulut. Sekresi yang dihasilkan berbentuk mukus, serus atau campuran

keduanya. Kelenjar utama pada kelenjar ludah terletak jauh dari rongga mulut

sehingga memerlukan saluran (ductus) untuk menyalurkan hasil sekresinya.

Kelenjar ludah parotid terletak dibawah telinga diantara otot maseter dan kulit

yang menghasilkan serus. Kelenjar mandibularis (mandibula dan submaksilaris)

terletak pada bagian kauda sudut rahang, yang merupakan kelenjar campura

(mukus dan serus). Kelenjar sublingual terletak dibawah lidah dan menghasilkan

sekresi dalam bentuk mukus (Akers & Denbow 2008).

Gambar 5 Struktur anatomi kelenjar ludah anjing (Akers & Denbow 2008).

Page 35: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

17

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga September 2011,

bertempat di Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner

Regional II Bukitinggi dan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan

Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini berupa lima belas kepala anjing berasal dari daerah

endemis rabies yang merupakan wilayah kerja Balai Penyidikan dan Pengujian

Veteriner (BPPV) Regional II Bukittinggi. Empat belas sampel kepala anjing

yang telah didiagnosa positif dan satu negatif terhadap virus rabies; berdasarkan

uji direct Fluorescence Antibody Technique (dFAT) yang merupakan gold

standard untuk diagnosis rabies (OIE 2000).

Prosedur PenelitianSampling

Sampel kepala anjing yang diduga terinfeksi rabies dilakukan nekropsi,

kemudian dilakukan pembuatan preparat sentuh pada bagian hipokampus untuk

dilakukan pengujian dFAT. Setelah didiagnosa positif rabies kemudian dilakukan

pengambilan organ serebrum, hipokampus, talamus dan amigdala. Dilakukan juga

pengambilan kelenjar ludah, khususnya pada bagian kelenjar mandibula dan

kelenjar parotid. Jaringan difiksasi dalam larutan Buffered Neutral Formalin

(BNF) 10% selama satu malam. Selanjutnya dilakukan pemotongan organ secara

transversal menjadi tiga bagian sama besar, lalu dilakukan fiksasi kembali dalam

BNF 10% semalam. Hasil potongan pada masing-masing bagian dilakukan

pemotongan kembali secara transversal menjadi tiga bagian, sehingga didapatkan

sembilan bagian yang sama besar (Suja et al. 2009). Kemudian dilakukan

pengambilan sampel korteks serebrum pada daerah lobus frontalis, lobus

temporalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis (masing-masing sisi kanan dan kiri),

hipokampus, talamus dan amigdala dengan ketebalan ± 0,3 cm.

Page 36: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

18

Gambar 6 Potongan bagian otak anjing secara transversal.

Pembuatan Preparat Histopatologi

Potongan jaringan diletakkan pada tissue cassette kemudian direndam

dalam alkohol 70% selama satu malam. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan

mesin tissue processor menggunakan alkohol bertingkat (70%-absolut), terakhir

direndam dalam parafin cair sebelum diblok dengan menggunakan parafin. Blok

parafin dipotong setebal 4-5 µm, kemudiam ditempelkan pada slide preparat.

Selanjutnya dideparafinisasi dengan larutan xylol I, II dan III masing-masing

selama 3 menit, kemudian dilakukan rehidrasi dengan alkohol konsentrasi

menurun mulai dari alkohol 95%, 80% dan 70% yang masing-masing selama 3

menit. Setelah itu dilakukan pencucian dengan distillated water selama 3-5

menit. Slide kemudian direndam dalam pewarna hematoksilin selama 2 menit

kemudian dicuci dengan air mengalir lalu direndam dalam eosin selama 5 menit

dan dicuci kembali dengan air mengalir. Selanjutnya slide dicelup masing-masing

10x dalam alcohol absolut bertingkat, kemudian dilap, lalu diberi perekat entellan

dan ditutup menggunakan cover glass. Perubahan histopatologi diamati dengan

menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 40x.

Imunohistokimia

Deteksi antigen virus rabies menggunakan teknik pewarnaan

imunohistokimia berdasarkan metode polymer labeling two-step method (Ramos-

Vara & Miller 2006) yang telah dimodifikasi, dengan menggunakan reagen kit

Page 37: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

19

polyvalent (universal) detection system RealTM EnvisionTM (K5007 DAKO®,

Denmark). Potongan jaringan dalam parafin setebal 4-5 µ ditempelkan pada objek

glass yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine. Slide dideparafinisasi dalam xilol

kemudian rehidrasi dalam alkohol bertingkat, dicuci dengan Phosphat Buffered

Saline Tween 20 (PBST), blocking peroksidase endogenous menggunakan 3%

H2O2 yang dilarutkan dalam metanol, untuk menghilangkan reaksi nonspesifik

digunakan normal goat serum.

Adanya antigen virus rabies pada jaringan dideteksi dengan menggunakan

rabbit anti-rabies virus P antibody (Yuji Sunden, Laboratory of Comparative

Pathology, Graduate School of Veterinary Medicine, Hokkaido University,

Jepang) (1 : 1000). Sebagai kontrol negatif digunakan jaringan otak anjing yang

didiagnosa negatif virus rabies. Slide diwarnai dengan kromogen 3-3

diaminobenzidine (DAB), sebagai counterstain digunakan Mayer Haematoxyillin

untuk mendapatkan warna kebiruan pada jaringan. Kemudian slide ditutup

dengan coverslide yang sebelumnya dilakukan mounting dengan entellan, lalu

diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 20x.

Pengamatan Patologi Anatomi

Data patologi anatomi didapatkan setelah dilakukan nekropsi pada 14

kepala anjing yang diduga terinfeksi rabies secara alami, yaitu dengan membuka

tulang kranium. Perubahan patologi anatomi yang ditemukan pada organ sistem

saraf pusat, meliputi hiperemi, pembengkakan dan pendarahan.

Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada jaringan otak meliputi bagian

lobus frontalis, lobus temporalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis, hipokampus,

talamus dan amígdala. Pengamatan histopatologi juga dilakukan pada kelenjar

ludah yang meliputi kelenjar mandibula dan kelenjar parotid. Pengamatan ini

bertujuan untuk menentukan derajat kerusakan pada jaringan. Perubahan yang

diamati meliputi bentukan badan inklusi intrasitoplasmik (negri body), infiltrasi

sel-sel radang, perivascular cuffing, proliferasi sel glia serta degenerasi dan

Page 38: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

20

nekrosis neuron. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dengan

pembesaran obyektif 40x.

Pengamatan Imunohistokimia

Hasil pewarnaan imunohistokimia pada setiap bagian otak dan kelenjar

saliva diamati dibawah mikroskop cahaya pada lima lapang pandang dengan

pembesaran obyektif 20x. Reaksi positif ditemukan antigen virus rabies ditandai

dengan bentukan berwarna kecoklatan dalam sel neuron. Distribusi antigen pada

masing-masing lapang pandang dihitung kemudian dilakukan skoring menurut

Suja et al. (2009), dengan kriteria sebagai berikut:

0 = Tidak ditemukan antigen rabies pada neuron.

1 = Ditemukan antigen rabies pada 1-30% neuron.

2 = Ditemukan antigen rabies pada 30-60% neuron.

3 = Ditemukan antigen rabies pada 60-100% neuron.

Analisis Data

Data perubahan patologi anatomi dan histopatologi pada masing-masing

kelompok perlakuan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data skor distribusi

antigen virus dianalisis dengan uji Kruskal Wallis (Petrie & Watson 2006).

Page 39: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seluruh anjing pada penelitian ini; yang diduga terinfeksi virus rabies

setelah menggigit hewan atau manusia tidak dilakukan tindakan observasi terlebih

dahulu. Seluruh anjing dengan sejarah menggigit hewan lain maupun manusia

langsung di-eutanasi oleh pemilik atau petugas peternakan setempat. Gejala klinis

yang dapat dilaporkan yaitu anjing tiba-tiba menjadi agresif kemudian menggigit

manusia ataupun hewan yang ada disekitarnya, tanpa ada provokasi terlebih dulu.

Patologi Anatomi

Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan pada saat nekropsi, yaitu pada

bagian permukaan otak setelah membuka tulang kranium. Empat belas sampel

otak anjing positif rabies menunjukkan perubahan patologi anatomi yang

bervariasi dengan derajat ringan. Hiperemi pembuluh darah meningen secara

konsisten ditemukan pada semua sampel otak yang diperiksa (14/14). Perdarahan

pada selaput meningen juga terlihat dengan variasi mulai ptekia (6/14) dan

ekimosa (2/14) (Gambar 1). Pembengkakan sulkus dan girus serebrum ditemukan

pada 2 dari 14 otak anjing yang diduga terinfeksi virus rabies. Data lengkap

perubahan patologi anatomi disajikan pada Tabel 1.

Hiperemi ditemukan pada seluruh sampel yang diperiksa. Hal tersebut

merupakan perubahan awal yang terjadi pada pembuluh darah sebagai respon

akibat terjadinya reaksi radang. Hiperemi terjadi akibat dilatasi pembuluh darah

yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dalam kapiler. Dilatasi terjadi

karena pelepasan zat vasoaktif yang dapat merangsang saraf vasodilator atau

hambatan hantaran saraf vasokonstriktor (McGavin & Zachary 2007).

Perdarahan yang terjadi pada sistem saraf pusat terlihat sangat jelas

dikarenakan jaringan ini berwarna putih sehingga kontras dengan darah yang

berwarna merah. Pada penelitian ini juga terjadi perdarahan ptekia dan ekimosa

pada lapisan selaput otak (meningen). Rossiter & Jackson (2007) berpendapat

bahwa perdarahan yang terjadi pada bagian subaraknoid dan parenkim otak bukan

merupakan ciri khas penyakit rabies. Perdarahan yang lebih luas juga ditemukan

pada permukaan sulkus dan girus. Hal ini diakibatkan trauma yang terjadi

Page 40: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

22

sebelum hewan mati. Anjing yang diduga terinfeksi virus rabies setelah terjadi

kasus gigitan, segera dieutanasi tanpa dilakukan observasi terlebih dulu. Eutanasi

dilakukan dengan cara memukul bagian kepala atau menjerat bagian leher.

Tindakan ini mengakibatkan trauma pada tulang kranium dan rusaknya dinding

pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan secara spontan.

Keberadaan benda asing (kayu, pasir dan tanah) pada saluran pencernaan

merupakan salah satu indikasi infeksi virus rabies pada anjing (Summers et al.

1995). Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan pada organ

pencernaan dikarenakan sampel yang diperoleh hanya berupa kepala anjing.

Tabel 1 Perubahan patologi anatomi pada otak anjing yang diduga terinfeksi virusrabies secara alami

Nomor Kongesti PembengkakanPerdarahan

Ptekia Ekimosa

1 √ - √ -2 √ - √ -3 √ - - -4 √ - - -5 √ √ √ √6 √ √ √ √7 √ - - -8 √ - √ -9 √ - - -

10 √ - - -11 √ - √ -12 √ - - -13 √ - - -14 √ - - -

Pembengkakan yang terjadi pada otak mengakibatkan peningkatan tekanan

intrakranial yang disebabkan vasodilatasi dan diikuti akumulasi cairan

intraselular. Otak yang bengkak menyebabkan girus terlihat membengkak dan

datar (McGavin & Zachary 2007). Menurut pendapat Iwasaki & Tobita (2002)

pada kasus rabies pembengkakan pada otak disertai kongesti pembuluh darah

meningen dan parenkim lebih disebabkan karena kegagalan sistem respirasi dan

jantung.

Page 41: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

23

Manusia ataupun hewan yang terinfeksi virus rabies secara alami tidak

menunjukkan perubahan patologi anatomi pada sistem saraf pusat meskipun

gejala saraf yang ditimbulkan terlihat jelas (Jackson & Rossiter 2007). Hal ini

diduga virus bertahan pada organ non saraf atau penurunan respon kekebalan host

selama masa inkubasi (Iwasaki & Tobita 2002). Namun pada penelitian ini secara

konsisten ditemukan hiperemi serta ptekia pembuluh darah meningen. Hal ini

dapat dijadikan sebagai petunjuk awal adanya infeksi virus rabies, khususnya

kejadian di daerah endemis.

Gambar 7 Perubahan patologi anatomi otak anjing yang diduga terinfeksi virus rabiessecara alami. Hiperemia (panah hitam), ptekia (panah orange) perdarahan(panah biru), pembengkakan girus (bintang).

Histopatologi

Berdasarkan perubahan histopatologi dengan menggunakan pewarnaan

hematoksilin eosin, seluruh hewan menunjukkan ensefalitis non-suppuratif ringan

disertai perivascular cuffing (PVC) dengan dominasi sel limfosit pada bagian

korteks serebrum. Sel-sel saraf terlihat mengalami degenerasi dan nekrosis

meskipun jumlahnya sedikit. Korteks serebrum dan talamus merupakan bagian

otak yang banyak mengalami degenerasi dan iskemia.

Degenerasi sel paling banyak terjadi pada lobus frontalis serebrum 6/14,

lalu talamus (4/14), kemudian pada lobus parietalis serebrum (3/14), namun pada

hipokampus dan oksipitalis tidak ditemukan sel yang mengalami degenerasi. Sel

saraf yang mengalami degenerasi (kromatolisis) terlihat neuron membengkak

Page 42: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

24

serta badan nisl tersebar. Gangguan saraf pada infeksi virus rabies lebih

disebabkan karena disfungsi sel saraf daripada kematian sel saraf (Jackson 2002).

Namun infeksi virus rabies yang telah dilemahkan dapat menginduksi reaksi

inflamasi, degenerasi, apoptosis dan nekrosis sel saraf (Miyamoto 1968). Infeksi

virus rabies strain patogen baik secara in vitro maupun in vivo dapat

menyebabkan kerusakan pada prosesus neuron (akson dan dendrit) dengan cara

merusak keutuhan sitoskeleton, sehingga mengakibatkan gangguan pada

neurotransmisi (Li et al. 2005).

Menurut Jackson dan Roositer (1997) disfungsi sel saraf pada infeksi virus

rabies lebih disebabkan karena apoptosis. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya sel

piramida hipokampus dan korteks neuron yang mengalami apoptosis pada tikus

yang diinfeksi virus rabies strain CVS secara intraserebral berdasarkan uji

TUNEL. Infeksi virus rabies strain alam (street rabies virus) pada hewan dan

manusia, serta infeksi buatan intramuskular pada tikus menunjukkan sedikit

neuron yang mengalami apoptosis meskipun antigen virus rabies tersebar pada

seluruh area sistem saraf pusat. Virus rabies strain alam hanya menginduksi

apoptosis pada sel radang dengan cara mempengaruhi pelepasan sitokin sitotoksik

dan mencegah sel lisis (Iwasaki & Tobita 2002). Usaha mencegah terjadinya

apoptosis pada sel saraf merupakan strategi virus rabies untuk tetap bertahan dan

melanjutkan tahapan infeksi dalam tubuh host (Suja et al. 2011). Perubahan

histopatologi pada masing-masing bagian otak disajikan pada Tabel 2.

Negri body (badan inklusi) merupakan ciri khas adanya infeksi virus

rabies, berdasarkan uji histopatologi lebih banyak ditemukan pada sitoplasma sel

saraf hipokampus (12/14), kemudian lobus frontalis korteks serebrum (10/14),

serta pada bagian talamus (7/14). Negry bodies lebih mudah ditemukan pada sel

saraf yang berukuran besar antara lain sel piramida hipokampus, piramida korteks,

sel purkinje serebelum, disekitar sel saraf yang tidak mengalami degenerasi dan

area yang tidak mengalami inflamasi (Iwasaki & Tobita 2002). Namun tidak

semua anjing positif antigen virus rabies didapatkan bentukan negri body pada sel

sarafnya. Infeksi intraserebral pada mencit dengan menggunakan virus rabies

strain CVS tidak didapatkan negri body pada sitoplasma, namun hal tersebut tidak

dapat disimpulkan tidak ada infeksi virus rabies (Sinchaisri et al. 1992). Semakin

Page 43: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

25

lama seiring dengan perjalanan penyakit jumlah negri body akan semakin banyak

serta ukuran akan semakin bertambah besar (Sandyamani et al. 1981).

Tabel 2 Perubahan histopatologi pada masing-masing bagian otak anjing yangterinfeksi virus rabies secara alami

Jaringan Negri Bodies PVC Degenerasi Nekrosis Gliosis Peradangan

Lobus Frontalis 10/14 7/14 6/14 5/14 7/14 8/14

Lobus Parietalis 5/14 7/14 3/14 3/14 8/14 8/14

Lobus Temporalis 5/14 2/14 2/14 1/14 3/14 5/14

Lobus Oksipitalis 2/14 1/14 0/14 0/14 2/14 2/14

Hipokampus 12/14 0/14 0/14 0/14 4/14 8/14

Talamus 3/14 8/14 4/14 4/14 7/14 10/14

Amigdala 2/14 0/14 0/14 0/14 2/14 1/14

* PVC = Perivascular cuffing, Gliosis = Proliferasi sel-sel glia,x / x = Hewan yang mengalami perubahan histopatologi / total sampel.

Perivascular cuffing (PVC) dapat dijadikan sebagai pedoman adanya

infeksi virus rabies jika tidak didapatkan negri body dan nekrosis sel saraf pada

hewan yang diduga terinfesi virus rabies (Hicks et al. 2009). Evaluasi pada studi

ini menunjukkan PVC banyak ditemukan di daerah talamus (10/14). Komponen

PVC terdiri atas sel-sel mononuklear terutama sel limfosit, sedikit sel

polimorfonukler, gliosis dan neuronofagi. Distribusi PVC banyak terdapat pada

otak bagian kauda antara lain medula, ponds dan talamus (Hicks et al. 2009). Hal

ini disebabkan otak bagian kauda merupakan lokasi awal replikasi virus pada

inokulasi di perifer, sehingga proses inflamasi terjadi lebih dulu dibandingkan

otak bagian depan (Hicks et al. 2009). Kajian sebelumnya tentang infeksi buatan

virus rabies strain alam pada mencit menjelaskan bahwa infiltrasi sel limfosit T

lebih banyak ditemukan disekitar PVC dan parenkim, sedangkan limfosit B sama

sekali tidak ditemukan (Kojima et al. 2009). Hal tersebut sama dengan yang

dilaporkan oleh Iwasaki et al. (1993) pada manusia yang terinfeksi virus rabies,

70% sel mononuklear adalah limfosit T dan lebih dari 2/3 nya adalah sel T helper.

Page 44: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

26

Gambar 8 Perubahan histopatologi masing-masing bagian otak (Hematoksilin Eosin). (a)Korteks serebrum: perivascular cuffing (panah hitam), disertai infiltrasi selmononuklear khususnya limfosit (panah orange) dan degenerasi sel saraf(panah biru); (b). Hipokampus; inklusion bodies intrasitoplasmik (negribodies) pada sitoplasma sel piramida amons horn (panah); (c). Korteksserebrum; perivascular cuffing (panah orange) disertai proliferasi sel glia,neuronofagi (panah hitam), serta sel-sel saraf yang mengalami nekrosis (panahorange) (d); Selaput meningen; perivascular cuffing (panah hitam) ditandaidengan infiltrasi sel limfosit (panah orange (Bar = 50 µm).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan proliferasi sel glia (gliosis) terutama

mikroglia dan astrosit. Gliosis paling banyak terjadi pada bagian lobus parietalis

(8/14) dan lobus frontalis (7/14) korteks serebrum. Pada sistem saraf pusat

mikroglia merupakan makrofag pada jaringan otak yang berfungsi neuroprotektif

dan fagosit sel-sel saraf yang mati. Adanya infeksi sistem saraf pusat

mengaktifkan sel mikroglia sehingga sel ini merubah morfologi menjadi lebih

amuboid dan bercabang-cabang. Mikroglia menginduksi pengeluaran faktor

neuroprotektif seperti plasminogen dan IL-6, namun aktivasi mikroglia ini juga

menginduksi sitokin (IL-1, TNF-α, dan nitric oxide) yang menyebabkan kematian

sel baik secara langsung maupun tidak langsung (Kojima et al. 2009, Kojima et

Page 45: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

27

al. 2010). Astrosit berfungsi menjaga struktur dan metabolisme sel saraf. Pada

infeksi virus rabies strain CVS intramuskular terjadi proliferasi astrosit yang

sejalan dengan nekrosis yang terjadi pada sel saraf medula spinalis (Kojima et al.

2009).

Infeksi buatan intraserebral dengan virus yang sama menunjukkan bahwa

proliferasi astrosit sejalan dengan terjadinya apoptosis pada sel saraf. Proliferasi

sel glia akibat infeksi virus rabies strain CVS pada tikus berpengaruh penting pada

patogenesa virus rabies secara eksperimental (Kojima et al. 2010). Proliferasi

astrosit dan oligodendroglia tidak biasa terjadi pada infeksi virus rabies strain

alam meskipun masa inkubasi penyakit berjalan lama. Ada dugaan bahwa astrosit

bertindak hanya sebagai antigen-presenting cells (APC) sehingga memicu reaksi

mikroglia (Suja et al. 2009).

Evaluasi histopatologi juga dilakukan pada kelenjar saliva dengan

pewarnaan hematoksilin-eosin yaitu kelenjar parotid dan mandibula. Pengamatan

histopatologi menunjukkan infiltrasi sel mononuklear terutama sel limfosit dengan

derajat sedang hingga berat pada septa asini disertai nekrosis sel epitel asinus

(Gambar 9a). Berbeda dengan kelenjar mandibula, pada kelenjar parotid hanya

menunjukkan infiltrasi sel radang limfosit dengan derajat ringan serta tidak

didapatkan adanya nekrosis sel (Gambar 9b).

Gambar 9 Perubahan Histopatologi kelenjar saliva (HE) (a). Kelenjar mandibula:Infiltrasi sel limfosit pada septa sel epitel mukogenik asini (panah hitam),nekrosis sel epitel (panah biru); (b). Kelenjar parotid: tidak terdapat Perubahanhistopatologi pada kelenjar parotid.

Page 46: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

28

Distribusi Antigen Virus Rabies pada Jaringan

Teknik pewarnaan imunohistokimia dikenal untuk mengidentifikasi

antigen virus rabies pada sel saraf secara akurat (Damayanti 2009). Hasil evaluasi

pada seluruh sampel otak ditemukan antigen virus rabies berbentuk titik maupun

granula berwarna coklat. Antigen terdeposit pada sitoplasma sel saraf, akson

maupun dendrit dengan jumlah dan pola penyebaran berbeda. Rata-rata skor

antigen virus rabies terbanyak ditemukan di hipokampus, kemudian talamus dan

lobus frontalis korteks serebrum. Namun tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara jumlah antigen pada talamus jika dibandingkan dengan lobus frontalis

korteks serebrum. Diantara empat lobus serebrum, deposit antigen virus rabies

terbanyak ditemukan pada lobus frontalis, sedangkan pada lobus temporalis,

parietalis dan oksipitalis juga ditemukan antigen namun dalam jumlah yang lebih

sedikit, begitu juga pada bagian amígdala. Seluruh bagian talamus (anterior,

ventrolateral, medial dan posterior) ditemukan antigen virus rabies dalam jumlah

yang hampir sama, hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Suja et al. (2009)

dan Jackson & Reimer (1989). Rata-rata distribusi antigen virus rabies secara

lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata skor distribusi antigen pada masing-masing bagian otak

Bagian Otak Skor

Lobus Frontalis 1.57bc

Lobus Parietalis 1.28cd

Lobus Temporalis 1.14cd

Lobus Oksipitalis 1.21cd

Hipokampus 2.50a

Talamus 1.86b

Amigdala 1.00d

Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkanadanya perbedaan yang nyata, α = 0,05.

Lobus frontalis merupakan bagian dari serebrum yang paling banyak

ditemukan deposit antigen virus rabies jika dibandingkan lobus parietalis,

temporalis dan oksipitalis. Granula antigen virus rabies terletak pada sitoplasma

Page 47: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

29

sel piramida, khususnya pada lapisan granular. Lapisan ini banyak ditemukan sel

piramida dengan ukuran kecil, medium hingga besar. Hasil pengamatan lebih

lanjut menunjukkan bahwa pada lapisan molekular jarang ditemukan antigen

karena lapisan ini terdiri dari neuropil yang merupakan gabungan dari akson,

dendrit, serabut sel glia dan cabang akhir serabut saraf aferen. Lobus frontalis

serebrum bertanggung jawab terhadap fungsi motorik tubuh, dan tingkah laku

sadar. Wilayah tersebut secara anatomi merupakan bagian terdepan dari serebrum.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang nyata skor

distribusi antigen virus rabies pada lobus frontalis serebrum dan talamus. Dengan

mempertimbangkan kemudahan dalam koleksi sampel dan jumlah antigen virus

yang cukup banyak, maka lobus frontalis korteks serebrum dapat dijadikan

alternatif lokasi pengambilan sampel untuk pengujian rabies di lapangan selain

hipokampus.

Granula antigen pada bagian hipokampus terbanyak ditemukan pada

sitoplasma sel piramida hipokampus khususnya bagian CA1 (cornua ammons 1)

dan CA3 (cornua ammons 3) sedangkan pada bagian girus dentatus jarang

ditemukan. Menurut Park et al. (2006) infeksi buatan pada telapak kaki mencit

menunjukkan bahwa antigen virus rabies pertama kali ditemukan pada

hipokampus (CA3) pada hari ke 8 dan pada CA1 pada hari ke 10; sedangkan pada

girus dentatus ditemukan dalam jumlah sedikit. Inokulasi intraserebral

memberikan hasil bahwa antigen virus rabies terbanyak ditemukan pada CA3,

yaitu 2 hari setelah infeksi. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa hipokampus

relatif lebih lambat terinfeksi pada inokulasi perifer dibandingkan dengan

inokulasi intraserebral. Sinchaisri et al. (1992) menyatakan, pada kejadian infeksi

alami virus rabies dengan gejala klinis saraf yang jelas, sering mendapatkan hasil

negatif dengan uji dFAT pada preparat sentuh hipokampus. Setelah dikonfirmasi

dengan uji imunohistokimia, hanya ditemukan sedikit antigen pada hipokampus.

Sebaliknya pada serebelum ditemukan antigen dalam jumlah banyak. Berdasarkan

hasil-hasil penelitian tersebut sangat dianjurkan agar pengambilan sampel

dilakukan lebih dari satu bagian otak untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Hasil lain dari penelitian ini menjelaskan bahwa jumlah antigen virus

rabies pada bagian amígdala adalah lebih sedikit jika dibandingkan dengan

Page 48: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

30

hipokampus. Distribusi antigen pada anjing yang terinfeksi virus rabies secara

alami di India menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah antigen antara

hipokampus dan amígdala (Suja et al. 2009). Berbeda dengan hasil penelitian ini,

bahwa antigen virus rabies lebih banyak ditemukan pada hipokampus

dibandingkan amígdala. Hal ini dimungkinkan karena terdapat perbedaan asal

virus rabies yang ada di Indonesia dan di India. Virus rabies di Indonesia satu

grup dengan isolat yang berasal dari Cina dan Filipina, sedangkan isolat dari India

satu grup dengan isolat Srilangka (Sugiyama 2007). Adaptasi virus terhadap

kondisi lingkungan menyebabkan virus rabies yang berasal dari daerah geografik

berbeda mempunyai patogenitas yang berbeda terhadap inangnya (Suwarno

2005).

Gambar 10 Distribusi antigen pada hipokampus (a). Antigen berbentuk granula denganbagian tengah cenderung bening pada sitoplasma sel piramida ammons horn(panah hitam); (b). Antigen berbentuk titik pada sitoplasma sel saraf sertaakson dan dendrit (panah).

Amigdala berfungsi mengontrol tingkah laku sadar dan nonsadar, emosi

serta tingkah laku sosioseksual sedangkan hipokampus berfungsi sebagai pusat

memori. Fungsi bagian ini saling berhubungan erat dengan korteks serebrum

(Sherwood 2001). Adanya lesi pada hipokampus dan amigdala pada anjing yang

terinfeksi virus rabies menyebabkan peningkatan agresifitas sehingga anjing tidak

mengenali lagi tuannya. Akibatnya seringkali yang menjadi korban gigitan

pertama adalah keluarga pemilik atau orang yang berada disekitar anjing penderita

rabies.

Mikroglia, astrosit, oligodendroglia dan ependim merupakan sel glia

(neuroglia) yang terdapat pada sistem saraf pusat. Neuroglia merupakan sel

Page 49: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

31

penunjang sel saraf dan pembuluh darah. Sel ini berdiameter lebih kecil dari

neuron, inti tidak mempunyai nukleolus. Jumlah sel glia lebih banyak daripada

sel saraf, namun hanya menempati setengah bagian dari volume otak. Pada

penelitian ini didapatkan mikroglia dan astrosit pada korteks serebrum positif

antigen virus rabies. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Suja et al. (2009) pada

anjing yang terinfeksi virus rabies secara alami di India, astrosit dan

oligodendroglia pada bagian medula juga mengandung antigen virus rabies. Hal

ini menunjukkan bahwa virus rabies juga dapat menginfeksi sel-sel yang lain

selain sel saraf.

Distribusi antigen pada kelenjar saliva menunjukkan, antigen virus rabies

dalam bentuk massa yang tebal pada sel epitel asinus kelenjar mandibula (Gambar

11a), sedangkan pada kelenjar parotis antigen ditemukan pada lumen duktus

striata dengan bentuk titik dan granula (Gambar 11b). Dierks et al. (1969)

melakukan pemeriksaan fluorescence terhadap kelenjar saliva serigala yang

diinfeksi virus rabies, menemukan masa antigen virus dalam jumlah besar pada

bagian tengah asinus; sedangkan pada bagian granular dan duktus striata antigen

rabies ditemukan di lumen. Hasil selanjutnya menjelaskan bahwa virion rabies

pada kelenjar saliva berbentuk seragam dan tidak ditemukan reruntuhan sel.

Diduga tingkat infektifitas virusnya lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada

jaringan saraf. Virion kelenjar saliva berkembang secara khusus dari bagian apical

membran plasma pada permukaan lumen sel mukus untuk kemudian dilepaskan

dalam konsentrasi yang tinggi pada saliva (Murphy et al. 2006).

Gambar 11 Antigen virus rabies pada kelenjar saliva (a). Kelenjar mandibula: Depositantigen virus rabies pada sel epitel mukogenik (panah hitam); (b). Kelenjarparotid: antigen virus rabies pada lumen duktus striata (panah hitam).

Page 50: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

32

Antigen virus rabies pada infeksi alami dapat ditemukan di seluruh bagian

saraf pusat dan kelenjar saliva dengan bentuk yang berbeda-beda. Antigen virus

pada bagian korteks serebrum dan talamus ditemukan dalam bentuk titik (Gambar

12). Ada kecenderungan bahwa antigen virus pada hipokampus berbentuk bulatan

atau granula (Gambar 10a), sedangkan di kelenjar saliva antigen berbentuk seperti

massa yang tebal (Gambar 11).

Gambar 12 Distribusi antigen virus rabies pada talamus dan korteks serebrum (a).Talamus: antigen pada sitoplasma neuron (panah hitam), sel gliamengandung antigen (panah orange); (b). Talamus: antigen pada prosesusneuron (panah hitam); (c). Lobus parietalis korteks serebrum. antigen virusrabies intrasitoplasma (panah orange), antigen dalam sitoplasma danprosesus neuron (panah hitam); (d). Lobus temporalis korteks serebrum:antigen dalam sitoplasma (panah orange), sel astrosit mengandung antigenvirus rabies (panah putih).

Perbedaan bentuk antigen ini menunjukkan perkembangan virus, proses

replikasi dan kepadatan protein virus dalam membentuk negri bodies (Suja et al.

2009). Selain itu perbedaan bentuk antigen diduga berhubungan dengan

kandungan virus yang terdapat pada masing-masing bagian; pada daerah dengan

antigen berbentuk masa yang tebal diduga memiliki jumlah virus yang lebih tinggi

Page 51: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

33

dibanding antigen yang berbentuk granula. Sedangkan antigen yang berbentuk

granula diduga kandungan virusnya lebih tinggi daripada bagian otak dengan

antigen yang berbentuk titik (spot).

Di daerah endemik dan epidemik anjing yang diduga terinfeksi rabies

setelah menggigit harus dilakukan tindakan observasi selama 14 hari. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui patogenesa penyakit sebelum anjing mati. Sampel

kepala pada penelitian ini berasal dari anjing dengan sejarah setelah anjing

menggigit tidak dilakukan tindakan observasi namun segera dilakukan eutanasi.

Tindakan ini umum dilakukan pada setiap kejadian kasus gigitan HPR di wilayah

kerja BPPV Regional II Bukittinggi. Hal ini disebabkan keluarga korban tergigit

ingin secepatnya mengetahui hasil diagnosa untuk segera dilakukan tindakan

pengobatan pada korban. Data penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun tanpa

dilakukan tindakan observasi HPR, antigen virus rabies berhasil ditemukan pada

seluruh bagian otak dan kelenjar saliva dengan intensitas yang berbeda. Diduga

pada anjing yang telah menunjukkan gejala klinis rabies (menggigit), virus telah

terdistribusi keseluruh bagian otak dan kelenjar ludah tanpa harus menunggu

hewannya mati. Sehingga eutanasi HPR yang dilakukan segera setelah terjadi

kasus gigitan merupakan tindakan yang tepat untuk menghasilkan diagnosa yang

cepat dan akurat.

Page 52: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

34

Page 53: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

35

SIMPULAN DAN SARAN

1 Infeksi alami virus rabies pada anjing menimbulkan perubahan patologi

anatomi pada otak berupa hiperemi, ptekia dan edema.

2 Berdasarkan evaluasi histopatologi, seluruh hewan menunjukkan

meningoensefalitis non-supuratif ringan disertai perivascular cuffing dengan

dominasi sel limfosit, sedangkan degenerasi dan nekrosis sel saraf ditemukan

dalam jumlah sedikit.

3 Negry bodies terbanyak ditemukan pada sitoplasma sel piramida hipokampus

dan lobus frontalis korteks serebrum.

4 Antigen terdistribusi pada seluruh area sistem saraf pusat; secara berurutan

jumlah antigen virus terbanyak ditemukan pada hipokampus kemudian talamus

dan lobus frontalis korteks serebrum.

5 Mempertimbangkan kemudahan dan tingkat resiko terpapar virus, maka lobus

frontalis korteks serebrum dan kelenjar mandibula dapat dijadikan sebagai

alternatif lokasi pengambilan sampel untuk diagnosa rabies.

Page 54: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

36

Page 55: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

37

DAFTAR PUSTAKA

Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals.

Ames Iowa. Blackwell Publishing.

Atanasiu P, Tierkel ES. 1996. Rapid microscopic examination for negri bodies

and preparation of spesiment for biological test. In : Laboratory

Techniques in rabies. Geneva. Fourth Edition. hlm 55-56.

Bronnert J, Henry W, Veera T, Bonlert L, Hemachuda T. 2007. Organ

transplantations and rabies transmission. J Travel Med 14: 195–199.

[CDC] Central Disease Control. 1999. Mass Treatment of Humans Who Drank

Unpasteurized Milk from Rabid Cow Massachusetts, 1996-1998.

Washington DC. 48: 228-229

Charlton KM, Casey GA, Campbell JB. 1983. Experimental rabies in skunks:

mechanisms of infection of the salivary glands. Can J Comp Med 47: 363-

369.

Carlton WW, McGavin MD. 1997. Special Veterinary Pathology. Second edition.

Mosby. Missouri USA.

Damayanti R, Alfinus, Rahmadani I, Faizal. 2009. Deteksi antigen virus rabies

pada jaringan otak dengan metode imunohistokimia. Prosiding Seminar

Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan.

Bogor.

Dean DJ, Abelseth MK, Atanasiu P. 1996. The Fluorescence Antibody Test. In ;

Laboratory Techniques in Rabies. Geneva. Fourth Edition. hlm 88-95.

Dierks RE, Murphy FA, Harrison AK. 1969. Extraneural rabies virus infection

virus development in fox salivary gland. Am J Pathol 54:251-273.

Dietszschold B et al. 1987. Induction of protective immunity against rabies by

immunization with rabies virus ribonucleoprotein. Proc Natl Acad Sci 84:

9165-9169.

Dietszschold B, Jianwei L, Milosz F, Matthias S. 2008. Concepts in the

pathogenesis rabies. Future Virol 3: 481-490.

Direktorat Jenderal Peternakan Deptan RI. Pedoman Umum Pemberantasan dan

Penanggulangan Rabies. Jakarta. Dirjennak Deptan RI.

Page 56: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

38

Fenner FJ et al. 1993. Rhabdoviridae in: Veterinary Virology. San Diego,

California. Academic Press, Inc. hlm 523-544.

Hamir AN, Moser G, Rupprecht CE. 1996. Clinicopathologic variation in

raccoons infected with different street rabies virus isolates. J Vet Diagn

Invest 8:31-37.

Hicks DJ et al. 2009. Comparative pathological study of the murine brain after

experimental infection with classical rabies virus and European bat

lyssaviruses. J Comp Pathol 140:113-126.

Hsu SM, Raine L, Fanger H. 1981. The use of avidin biotin peroxidase complex

in immunoperoxidase techniques. Am J Clin Pathol 75: 816-821.

Iwasaki Y, Tobita M. 2002. Pathology. In: Jackson AC and Wunner WH, Editor

Rabies. First Edition. San Diego California. Academic Press.

Iwasaki Y, Sako, Tsunoda I, Ohara Y. 1993. Phenotypes of mononuclear cell

infiltrates in human central nervous system. Acta Neuropathol 85: 653-

657.

Jackson AC. 2002. Rabies Pathogenesis. J Neuro Virol 8:267-269.

Jackson AC, Rossiter JP. 1997. Apoptosis play important role in experimental

rabies virus infection. J Neuro Virol 7: 5603-5607.

Jackson AC, Reimer DL. 1989. Pathogenesis of experimental rabies in mice: an

immunohistochemical study. Acta Neuropathol. 78:159-165.

Jogai S, Radotra BD, Banerjee AK. 2000. Immunohistochemical study of human

rabies. Neuropathology 20:197-203

Kienzle TE. 2007. Rabies Deadly Diseases and Epidemics. New York. Chelsea

House Publisher.

Kissi B, Tordo N, Bourhy H. 1995. Genetic polymorphism in the rabies virus

nucleoprotein gene. Virology 209: 526-537.

Kojima D et al. 2010. Lesions of the central nervous system induced by

intracerebral inoculation of BALAB/c with rabies virus (CVS-11). J Vet

Med Sci 72: 1011–1016.

Kojima D et al. 2009. Pathology of the spinal cord of C57BL/6J mice infected

with rabies virus (CVS-11). J Vet Med Sci 71: 319–324.

Page 57: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

39

Koprowski H. 1996. The Mouse Inoculation Test in Rabies. In: Laboratory

Techniques in Rabies. Geneva. Fourth Edition. hlm 80-87

Lents TL, Thomas GB, Abigail LS, Joan C, Gregory HN. 1982. Is acetylcholine

receptors a rabies virus receptor. Science 215: 182-184.

Li XQ, Sarmento L, Fu ZF. 2005. Degeneration on neuronal processes after

infection with pathogenic, but not attenuated, rabies viruses. J Virol

15:10063-10068.

Miyamoto K, Matsumoto S. 1967. Comparative study between pathogenesis street

of street and fixed rabies infection. J Exp Med 125:447-456.

Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinek MC, Studdert MC. Veterinary Virology. Third

Edition. San Diego: Academic Press.

Murphy FA. 1977. Rabies Pathogenesis. Arch Virol 54: 279-297.

[OIE] Office International Des Epizooties. 2000. Manual Standards for

Diagnostic Tests and Vaccines. Rabies. http://www.oie.int. (11 Agustus

2009).

Park CH et al. 2006. The histopathogenesis of paralytic rabies in six-week-old

C57BL/6J mice following inoculation of the CVS-11 strain into the right

triceps surae muscle. J Vet Med Sci 68: 589–595.

Petrie A, Watson P. 2006. Statistic for Veterinary and Animal Science. Second

Edition. Oxford. Blackwell Publishing.

Pulmanausahakul R, Li J, Schnell MJ, Dietzschold B. 2008. The glycoprotein and

the matrix protein of rabies virus effect pathogenicity by regulating viral

replication and facilitating cell-to-cell spread. J Virol 5:2330-2338.

Ramsden RO, Johnston DH. 1975. Studies on the oral invectifity of rabies virus in

carnivore. J Wildlife Dis 11: 318-324.

Rantam FA. 2005. Virologi. Cetakan pertama. Surabaya. Airlangga University

Press.

Rositter JP, Jackson AC. 2007. Pathology. In: Jackson AC and WH Wunner,

Editor Rabies. Second Edition. Oxford. Academic Pr.

Sandhyamani S, Roy S, Gode GR, Kala GN. 1981. Pathology of Rabies: A light

and electronmicroscopical study with particular reference to the change in

cases with prolonged survival . Acta Neuropathol 54 :247-251.

Page 58: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

40

Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Pendit BU, Penerjemah;

Santoso BI, editor Jakarta. EGC. Terjemahan dari: Human Physiology:

From Cells to Systems.

Sinchaisri TA, Nagata T, Yoshikawa Y, Kai C, Yamanouchi K. 1992.

Imunohistochemical and histopathoogical study of experimental rabies

infection in mice. J Vet Med Sci 54: 409-416.

Smith JS, Orciari LA, Yager PA, Seidel HD, Warner CK. 1992. Epidemiologic

and historical relationship among 87 rabies virus isolates as determined by

limited sequens analysis. J Infect Dis 166: 296-307.

Soegiarto. 2010. Epidemiology of Rabies in Indonesia. Di dalam : New strategies

for the control and prevention of zoonotic diseases. Prosiding Seminar

Internasional, Surabaya, 22-23 Juni Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga.

Sugiyama M, Ito N. 2007. Control of Rabies: Epidemiologi of Rabies in Asia and

Development of New-Generation Vaccines of Rabies. Jcimid 30: 273-286.

Suja MS, Mahadevan A, Madhusudana SN, Shankar SK. 2011. Role of apoptosis

rabies viral encephalitis: A comparative study in mice, canine and human

brain with a review of literature. J Pathol Res Int 1-13.

Suja MS, Mahadevan A, Madhusudana SN, Vijayasarathi SK, Shankar SK. 2009.

Neuroanatomical mapping of rabies nucleocapsid viral antigen distribution

and apoptosis in pathogenesis street dog rabies – an immunohistochemical

study. Clin Neuropathol 28: 113-124.

Summers BA, Cummings JF, Lahunta A de. 1995. Veterinary Neuropathology.

Mosby. Missouri. USA.

Suwarno. 2005. Karakterisasi molekuler protein serta gen penyandi nukleoprotein

dan glikoprotein virus rabies dari beberapa daerah geografik di Indonesia

(disertasi). Surabaya; Program Pascasarjana, Universitas Airlangga.

Tangchai P, Yenbutr D, Vejjajiva A. (1970). Central nervous system changes in

human rabies: a study of twenty-four cases. J Med Assoc Thai 53: 471–

488.

Page 59: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

41

Tordo N, Bahloul C, Jacob Y, Jallet C, Perrin P, Badrane H. 2006. Rabies:

Epidemiological tendencies and control tools. In: Epidemiology

Proceedings of the OIE International Conference Rabies in Europe. Kiev

Ukraine , 15-18 June 2005. Kiev. Pp 3-10.

Tufferau CJ, Benejean AM, Alfonso R, Flammand A, Fishman MC. 1998.

Neuronal cell survace molecules mediate spesific binding to rabies virus

glycoprotein expressed by recombinant baculovirus on the surfaces of

lepidopteran cells. J Virol 72: 1081-1085.

Winkler WG. 1968. Airborne rabies virus isolation. Bull Wildlife Diss Assoc. 4:

37-40.

Wunner WH, Larson JK, Dietzschold B, Smith CL. 1988. The molecular biology

of rabies viruses. Rev Infect Dis 10: 71–84.

Page 60: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

42

Page 61: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

43

Lampiran 1 Distribusi antigen virus rabies pada masing-masing bagian otak

NoNo.

AgendaFrontalis Parietalis Temporalis Oksipitalis Hipokampus Talamus Amigdala

1 31 1 1 1 1 2 2 1

2 32 0 0 0 0 1 1 0

3 39 2 1 1 1 3 3 1

4 40 1 1 1 1 2 1 1

5 84 2 1 1 2 3 2 1

6 86 3 2 1 1 3 2 1

7 122 2 1 1 1 3 2 1

8 89 2 2 2 2 3 2 2

9 214 2 2 2 2 3 2 2

10 50 1 1 1 1 2 1 1

11 71 1 2 2 2 3 2 1

12 150 2 2 1 1 2 2 0

13 198 2 1 1 1 3 2 1

14 199 1 1 1 1 2 2 1

* 1-30% = +, 30-60% = ++, 60-100%= +++, 0 = Tidak ditemukan antigen

Page 62: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

44

Lampiran 2 Pewarnaan imunohistokimia rabies metode polymer labelingtwo- step method (Ramos-Vara & Miller 2006) yangdimodifikasi

1 Slide dideparafinisasi masing-masing selama 3 menit

2 Slide kemudian direndam dalam aquades.

3 Proses antigen retrieval dilakukan dengan memanaskan buffer sitrat pH

7,4 pada suhu 90-95°C selama 20 menit

Buffer sitrat = 0,525 gr asam sitrat dilarutkan dalam 500 ml aquades.

4 Slide diinkubasi dalam bufer sitrat pada suhu kamar selama 20 menit

5 Slide dipindahkan dalam humidity chamber.

6 Slide dicuci dengan PBST 3x5 menit

7 Dilakukan blok peroksida endogenus dengan menggunakan 3% H2O2

dalam metanol selama 20 menit.

8 Slide dicuci dengan PBST 3x5 menit

9 Dilakukan blocking background menggunakan 0,1% skim milk dalam

PBS selama 20 menit

10 Skim milk dibuang tanpa harus dicuci dengan PBST

11 Dilakukan blocking background sekali lagi menggunakan normal goat

serum (Nichirei, Tokyo, Japan) selama 20 menit.

12 Normal goat serum dibuang tanpa harus dicuci dengan PBST.

13 Slide diinkubasi dengan antibodi primer rabbit anti rabies virus P (Dr.

Yuji Sunden, Pathology Laboratory, Graduate School of Veterinary

Medicine, Hokkaido University, Japan) pada suhu 4°C semalam.

14 Slide dicuci dengan PBST 3x5 menit.

15 Slide diinkubasi dengan antibodi sekunder dextran yang telah dilabel

HRP (Dako REAL Envision K5007, Denmark) selama 30 menit.

16 Slide dicuci dengan PBST 3x5 menit.

17 Slide diinkubasi dengan DAB selam 3-5 menit.

18 Slide dicuci dengan aquades.

19 Slide masing-masing di counterstain dengan mayer hematoksilin 5x

celupan kemudian dicuci dengan air mengalir

20 Slide didehidrasi

Page 63: IBENU RAHMADANI - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/58730/1/2012ira1.pdf · infeksi alami virus rabies pada anjing : studi morfopatologi dan imunohistokimia

45

21 Slide dimounting dengan entellan.

22 Slide diutup dengan cover glass.

23 Slide siap diamati menggunakan mikroskop cahaya.