morfologi generatif

30
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam perkembangannya analisis linguistik pada awalnya didasarkan oleh doktrin pemisahan tataran (seperation of levels) dan diidealkan sebagai suatu studi yang harus terfokus pada seleksi suatu dimensi struktur bahasa yang secara formal diacu sebagai linguistic level (dari yang paling bawah folologi, morfologi, sintaksis sampai semantik yang paling tinggi). Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis(Lihat Katamba,1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip Morfologi adalah suatu “study of word structure” (Katamba,1993:19). Nida (1949) melihat morfologi sebagai suatu “study of morphemes and their arrangements in forming words”. Dalam International Encyclopedia of Linguistiucs (1992) disebutkan bahwa secara tradisional jangkauan Morfologi mencakup: (1) inflectional morphology yang mempelajari bagaimana kata bervariasi dalam mengungkapkan perbedaan gramatikal dalam suatu kalimat (seperti misalnya singular/plural; past/present, dsb.) dan (2) derivational morphology yang mempelajari prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kata tanpa mengacu pada peran gramatikal tertentu dalam sebuah kalimat. Dalam model Bauer (1983) Morfologi mencakup inflection dan word formation yang selanjutnya word formation tersebut bisa dibedakan menjadi (a) derivation dan (b) composition (compounding) Pembentukan verba kausatif (selanjutnya disebut VK) dalam bahasa Inggris misalnya, merupakan sebuah fenomena morfologis yang cukup menarik untuk dikaji. 1

Upload: khairilusman

Post on 01-Jul-2015

1.089 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: morfologi generatif

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam perkembangannya analisis linguistik pada awalnya didasarkan oleh

doktrin pemisahan tataran (seperation of levels) dan diidealkan sebagai suatu studi

yang harus terfokus pada seleksi suatu dimensi struktur bahasa yang secara formal

diacu sebagai linguistic level (dari yang paling bawah folologi, morfologi, sintaksis

sampai semantik yang paling tinggi). Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai

studi yang mempermasalahkan struktur kata. Dengan berkembangnya aliran

strukturalis dan generatif doktrin pemisahan tataran dalam analisis memudar dan

selanjutnya berkembang ke arah doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus

analisis(Lihat Katamba,1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang

dikaitkan dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik

akan memungkinkan kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip

Morfologi adalah suatu “study of word structure” (Katamba,1993:19). Nida

(1949) melihat morfologi sebagai suatu “study of morphemes and their

arrangements in forming words”. Dalam International Encyclopedia of Linguistiucs

(1992) disebutkan bahwa secara tradisional jangkauan Morfologi mencakup: (1)

inflectional morphology yang mempelajari bagaimana kata bervariasi dalam

mengungkapkan perbedaan gramatikal dalam suatu kalimat (seperti misalnya

singular/plural; past/present, dsb.) dan (2) derivational morphology yang

mempelajari prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kata tanpa mengacu pada

peran gramatikal tertentu dalam sebuah kalimat. Dalam model Bauer (1983)

Morfologi mencakup inflection dan word formation yang selanjutnya word formation

tersebut bisa dibedakan menjadi (a) derivation dan (b) composition (compounding)

Pembentukan verba kausatif (selanjutnya disebut VK) dalam bahasa Inggris

misalnya, merupakan sebuah fenomena morfologis yang cukup menarik untuk dikaji.

1

Page 2: morfologi generatif

Sepanjang pengamatan penulis walupun pembicaraan mengenai VK pada

umumnya dan proses pembentukan verba tersebut pada khususnya bisa dijumpai

dalam berbagai pustaka tatabahasa Inggris namun jangkauan pembicaraan sangat

terbatas dan bersifat deskriptif tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang

lebih mutakhir (seperti Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap kajian VK

sehingga menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.

Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan

Chomsky (1970) melalui tulisannya yang berjudul “Remarks on Nominalisation”.

Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang morfologi terutama

proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi. Dardjowijojo

(1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat yang serius

terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang berjudul

“Morphology in a Generative Grammar” yang disajikan pada Congress of Linguists

di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan judul

“Prolegomena to a Theory of Word Formation”. Tulisan Halle memberikan dampak

yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel (1974). Botha (1974),

Boas (1974), Lipka (1975) dalam bentuk artikel dan oleh Aronoff (1976) serta

Scalise (1984) dalam bentuk buku. Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di

kalangan kelompok orang-orang yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat

dua pandangan. Kelompok pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi

bahwa yang menjadi dasar dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based

approach); kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan

bukan morfem sebagai dasar (word-based approach) Dardjowijojo (1988:33).Untuk

kepentingan ilmu itu sendiri (dalam hal ini linguistik pada umumnya dan morfologi

pada khususnya) berbagai konsep dan model teoretis muthakhir tersebut perlu

diujicobakan atau diaplikasikan pada studi kasus dalam berbagai bahasa sehingga

keunggluan dan akelemahan teori tersebut bisa diidentifikasi serta selanjutnya bisa

dipakai mengungkap atau mengkaji fenomena linguistik khususnya dalam bidang

morfologi suatubahasa secara lebih tuntas.

Walaupun kita bisa memahami keuniversalan bahasa, namun bahasa juga

bersifat arbitrer dan sampai batas-batas tertentu setiap bahasa memiliki keunikan

2

Page 3: morfologi generatif

tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Setiap bahasa juga memiliki kemiripan

dan perbedaan dengan bahasa lain dalam cara bagaimana membentuk kata. Atas

dasar pola tipikal pembentukan kata inilah para linguis membedakan 5 tipologi

morfologis bahasa yakni: (1) analytic languages (yang juga disebut isolating), (2)

agglutinating languages (juga disebut agglutinative), (3) inflecting languages (juga

disebut synthetic atau fusional), (4) incorporating languages (juga disebut

polysynthetic), dan (5) infixing languages (Katamba, 1993:56). Bahasa Inggris

secara dominan bertipologi isolating. Namun demikian sejumlah kata-kata bahasa

Inggris juga mencerminkan tipologi morfologis yang lain sehingga sampai batas-

batas tertentu Katamba (1993:60) menyebutkan bahwa bahasa Inggris berciri

synthetic. Oleh karena itu penerapan suatu model teoretis terhadap suatu bahasa

belum tentu bisa mentuntaskan fenomena kebahasaan secara keseluruhan dengan

model tersebut apalagi model yang dimaksud dibangun berdasarkan atas

generalisasi atau studi terhadap bahasa yang tidak serumpun. Begitu juga halnya

dengan model teoretis Halle dan Aronoff tentang proses pembentukan kata.

Walaupun secara terpisah untuk menjelaskan fenomena pembentukan kata bahasa

Inggris kedua model teoretis tersebut cukup memadai namun sejumlah konsep

komponen-komponen yang diajukan dalam model ini (khususnya DM dan KPK)

masih mengundang diskusi atau pertanyaan dan masih menyisakan kasus-kasus

yang tidak bisa dijelaskan dan memerlukan perpaduan dan penyesuaian model

kalau hendak diaplikasikan pada studi kasus atau korpus data tertentu.

1.2 Masalah

Proses pembentukan kata menyangkut masalah morfem yaitu perubahan

morfem dasar menjadi bentuk turunan melalui proses morfologis tertentu. Dalam

bahasa Inggris VK juga bisa dihasilkan melalui proses infleksi dan derivasi.

Berdasarkan latar belakang dan dasar pemikiran di atas terdapat berbagai masalah

pembentukan VK yang bisa diangkat untuk menjadi bahan kajian serta sejauh mana

konsep-konsep dan model teoretis Halle dan Aronoff bisa diaplikasikan dalam

pendeskripsian pembentukan VK dalam bahasa Inggris seperti:

3

Page 4: morfologi generatif

(a) bentuk dasar/ katagori kata apa saja yang bisa berfungsi sebagai dasar

bentukan VK?

(b) apakah jenis afiks derivasional apa yang bisa berfungsi sebagai pembentuk VK?

dan

(c) bagaimanakah kaidah pembentukan VK dalam bahasa Inggris?

1.3 Tujuan dan Jangkauan Secara umum tulisan ini bertujuan untuk memberikan tinjauan teoritis

terhadap konsep dan model teoretis morfologi generatif serta sejauh mana dapat

diterapkan dalam mengkaji fenomena morfologi bahasa Inggris. Secara khusus

tulisan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan prisnsip-prinsip yang mengatur

pembentukan VK bahasa Inggris dengan bertumpu pada penerapan perpaduan

model teoretis morfologi generatif Halle (1973) dengan Aronoff (1976). Tulisan ini pada hakekatnya merupakan studi morfologis yang bersifat kasus.

Jangkauan analisis terbatas pada (a) menjelaskan bentuk dasar/ katagori kata yang

berfungsi sebagai dasar bentukan dan jenis afiks derivasional pembentuk VK yang

didasarkan pada konsep list of morpheme Halle dan (b) mendeskripsi dan

menganalisis proses pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui berbagai

bentuk proses morfologis yang mengacu pada perpaduan konsep Halle dan Aronoff

tentang kaedah pembentukan kata dan (c) menguraikan berbagai makna kausatif

yang didasarkan pada hubungan VK dengan makna kata dasar pembentukan VK.

4

Page 5: morfologi generatif

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Kausatif Istilah kausatif sering juga disebut ”ergative” yaitu suatu istilah yang diambil

dari kata kerja bahasaYunani yang berarti ‘cause’, ‘bring about’, ‘create’ (Lyons,

1977:352) Pengertian kausatif yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pengertian

yang sebagimana dikemukakkan oleh Lyons dalam bukunya Introduction to

Theoretical Linguistics melalui contoh kalimat berikut:

(1) The stone moved.

(2) Billy moved.

(3) Billy moved the stones.

Verba move dalam kalimat (1) dan (2) adalah verba intransitif karena

penggunaannya dalam kalimat tanpa objek sedangkan kalimat (3) digunakan secara

transitif akibat hadirnya objek the stone. Antara kalimat (1) The stone moved

dengan kalimat (3) Billy moved the stone terdapat suatu hubungan yang penting

karena jika diperhatikan kalimat (1) mungkin kalimat itu mengundang pertanyaan

Who moved the stone? atau dengan kata lain siapa pelaku yang bertanggung jawab

atas berpindahnya the stone (‘batu itu’). Tetapi kalau diperhatikan kalimat (3) Billy

moved the stone jawabannya mungkin Billy did. Hubungan yang dimiliki antara

kalimat (1) dan (3) jenis inilah oleh para ahli linguistik diistilahkan dengan kausatif.

Dalam hal ini subjek dari verba intransitif menjadi objek verba transitif dan suatu

subjek kausatif dimasukkan sebagai “causer” dari pada tindakan yang dimaksud. Ini

berarti bahwa kalimat transitif seperti (3) Billy moved the stone boleh dikatakan

secara sintaksis berasal dari kalimat intransitif seperti (1) The stone moved malalui

transformasi kausatif. Peran causer biasanya menduduki fungsi sebagai subjek

dalam klausa aktif atau sebagai pelaku dalam kalimat pasif seperti misalnya dalam

contoh:

(4) Some children started the fire.

(5) The fire was started by some children .

5

Page 6: morfologi generatif

Dalam contoh sebelumnya verba move didapatkan tanpa modifikasi (Lyons,

1977:352) dan memperlihatkan bagaimana kalimat intransitif dihubungkan dengan

kalimat transitif mellallui pengertian kausatif. Selain itu dalam bahasa Inggris juga

dijumpai verba yang berbeda tetapi memiliki hubungan sintaksis dan semantik yang

sama seperti:

(6) Billy died.

(7) Bob killed Billy.

Kalimat (7) Bob killed Billy mengandung makna kausatif karena kalimat tersebut bisa

diinterpretasikan ke dalam Bob caused Billy to die. Dalam contoh ini hubungan

antara transitif dengan intransitif berbeda dengan yang didapatkan dalam contoh

sebelumnya (yakni kalimat (1) dan (3)). Hubungan kalimat intransitif Billy died

dengan kalimat transitif Bob killed Billy di sini dileksikalisasi. Jadi karena sistem

leksikal bahasa Inggrislah kita harus mengatakan Bob killed Billy bukannya *Bob

died Billy.

2.2 Morfologi Generatif Menurut Halle dan Aronoff Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang

yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat dua pandangan. Kelompok

pertama dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar

dari semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); kelompok yang

kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan morfem sebagai dasar

(word-based approach) Dardjowijojo (1988:33).

Asumsi dasar Halle (1973) adalah bahwa secara normal penutur bahasa di

samping memiliki pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan

struktur kata tersebut. Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai

kemampuan untuk mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu

terbentuk dan sekaligus bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam

bahasanya. Misalnya, penutur asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu

memahami bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-

hati bukan bahasa Inggris serta dengan segera bisa menunjukkan bahwa careful

dibentuk dari penambbahan morfem bebas care dengan sufiks -ful seperti halnya

6

Page 7: morfologi generatif

penutur Indonesia memahami kata bentukan hati-hati melalui perulangan kata hati

yang maknanya berbeda dari kata asalnya.

Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya

dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari

tiga komponen:

1. List of Morpheme yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM,

2. Word Formation Rules atau Kaedah Pembentukan Kata yang selanjutnya

disingkat KPK, dan

3. Filter atau saringan.

Dua tahun kemudian Halle menambahkan suatu komponen lagi yakni dictionary

(kamus) sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan

Saringan.

Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata

dan berbagai macam afiks baik yang bersifat infleksional maupun derivasional yang

disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal

yang relevan.

Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM

tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem

yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang

bena-benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang

belum ada dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan.

Dengan kata lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan

kata serta bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk

menjadi kata tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut. Misalnya dalam

bahasa Inggris bisa dicontohkan melalui kata-kata berikut: grammar, *grammaric,

?grammatic, grammatical, grammarian, ?grammarist.

Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi

sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis

ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang

semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa

saja yang di “recite”, tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh

7

Page 8: morfologi generatif

seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan

gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis

dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa

di mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam

bahasa bersangkutan seperti misalnya bahasa Inggris mengenal kata arrival tetapi

tidak diketemukan dalam bahasa tersebut kata *derival

Kamus tempat menyimpan bentuk-bentuk yang lolos dari saringan

sedangkan bentuk yang tidak berterima tertahan di saringan, Walaupun Halle tidak

menganggap kamus sebagai komponen morfologi namun dari uraiannya nampak

jelas kamus ini merupakan unit yang sama penting dengan ketiga komponen

sebelumnya.

Secara diagramatik, Dardjowijojo (1988:36) mempresentasikan model Halle

sebagai berikut:

KPK SARINGAN KAMUS

DM

KELUARAN FONOLOGI SINTAKSIS

Proses pembentukan kata dengan morpheme-based approach versi Halle

mensyaratkan terpenuhinya komponen DM, KPK, Saringan dan Kamus. Bila model

yang ditawarkan Halle diaplikasikan terhadap proses pembentukan kata dalam

bahasa Inggris, kita bisa mengidentifikasi bahwa paling sedikit terdapat 4 macam

proses yang dilalui dalam pembentukan kata dari DM sampai masuk dalam kamus:

1. bentuk dasar bebas monomorfemik. Bentuk ini lolos saringan tanpa melallui

pemrosesan di KPK. Kelompok ini adalah kata-kata yang sudah memiliki katagori

gramatikal dan makna leksikal melekat pada dirinya. Beberapa contoh dalam

8

Page 9: morfologi generatif

bahasa Inggris: dari kelompok Verba (ask, look, send, respect, interprete),

Nomina (book, pen, car, idea, banana), Adjektif (danger, sad, happy, red, big,)

dan Adverbial (near, below,dan above) dan sebaginya.

2. penggabungan sebuah akar bebas monomorfemik dengan sebuah morfem

terikat melalui proses infleksi maupun derivasi seperti afiksasi. Proses ini bisa

bersifat infleksional apabila hasil proses afiksasi tersebut tetap mempertahankan

kelas kata asalnya (class maintaining process) atau bersifat derivasional bila

hasil proses afiksasi dalam KPK ternyata mengubah kelas kata asalnya (class

changing process). Contoh kata bentukan yang bersifat ifleksional adalah : N + -s

> N seperti books, boxes, dan dogs, V + -ed > V seperti asked, wanted, seemed,

dan in- + A > A seperti incorrect, inadequate, N + -dom > N dalam kingdom, A + -

ish > A dalam yellowish, dan sebagainya. Contoh kelompok kata yang

mengalami class changing process adalah : act (v) + -ive > active (A), act (v) + -

ion > action (n), glory (n) + -fy > glorify (v), en- + danger (adj) > endanger (v),

quick (adj) + -ly > quickly (adv), dan sebagainya. Kedua kelompok kata bentukan

tersebut di atas setelah mengalami proses afiksasi di KPK lolos saringan dan

selanjutnya masuk dalam daftar kamus.

3. proses yang menghasilkan kata potensial. Kelompok kata ini dihasilkan dari KPK

yang merupakan bentuk-bentuk yang merupakan kata maupun bentuk lain yang

sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata tetapi nyatanya

tidak terdapat dalam bahasa tersebut atau belum berterima. Contoh kata-kata

potensial seperti ini dalam bahasa Inggris adalah: grammar, grammatical, dan

grammarian ada dan berterima tetapi *grammaric, *grammatic, *grammarist,

tidak ada, kata arrival berterima tetapi *derival tidak ada dan tidak berterima,

begitu juga kata soften berterima namun kata *brieften masih belum berterima

dan tetap potensial. Kelompok kata ini tertahan di Saringan sampai suatu saat

berterima di kalangan penutur bahasa Inggris sehingga bisa dimasukkan dalam

daftar Kamus.

4. Kata-kata dalam daftar kamus yang tergolong monomorfemik kelompok pertama

yang lolos langsung dan kelompok kedua yang berasal dari penggabungan

sebuah bentuk dasar monomorfemik dengan sebuah jenis afiks melalui proses

9

Page 10: morfologi generatif

morfologis (afiksasi) bisa dikembalikan kepada KPK untuk selanjutnya menjadi

akar pembentukan kata baru selanjutnya kecuali akar yang tergolong dalam

kelompok kata yang sebelumnya dihasilkan melalui proses infleksi (seperti

misalnya books dan seeing). Misalnya kata form; form (n/v) + -al > formal (adj);

formal (adj) + -ize > formalize (v); formalize (v) + -er > formalizer (n); formalizer

(n) + -s > formalizers (n).

Ada beberapa catatan yang perlu diingat dalam penerapan model teoretis

Morfologi Generatif menurut Halle. Walaupun kita bisa memahami keuniversalan

bahasa, namun bahasa juga bersifat arbitrer dan sampai batas-batas tertentu setiap

bahasa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Oleh

karena itu, penerapan suatu model teoretis terhadap suatu bahasa belum tentu bisa

menuntaskan fenomena kebahasaan secara keseluruhan dengan model tersebut

apalagi model yang dimaksud dibangun berdasarkan atas generalisasi atau studi

terhadap bahasa yang tidak serumpun. Begitu juga halnya dengan model teoretis

Halle tentang proses pembentukan kata. Walaupun untuk menjelaskan fenomena

pembentukan kata bahasa Inggris model teoretis Halle cukup memadai namun

sejumlah konsep komponen-komponen yang diajukan dalam model ini (khususnya

DM dan KPK) masih mengundang diskusi atau pertanyaan dan masih menyisakan

kasus-kasus yang tidak bisa dijelaskan dan memerlukan penyempurnaan konsep

dan penyesuaian model lebih-lebih lagi kalau diaplikasikan pada korpus data

bahasa Indonesia.

Dalam kaitan dengan DM, Dardjowijojo (1988:34) mencatat bahwa Halle

memberikan pengertian mengenai morfem yang berbeda dengan yang lumrah

dimengerti orang. Segmentasi atau pemisahan morfem transformational menjadi

lima (trans - form - at - ion - al) dan vacant menjadi dua (va - cant) nampak tidak

hanya bertentangan dengan prinsip dia sendiri yang menyatakan bahwa

“tatabahasa adalah representasi formal dari pengetahuan seorang penutur asli

terhadap bahasanya sendiri, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah misalnya

kalau diterapkan dalam bahasa Indonesia (misalnya menganggap percaya terdiri

dari per + caya, mengerti terdiri dari men + erti, pegawai terdiri dari pe + gawai dan

10

Page 11: morfologi generatif

halaman terdiri dari halam + an) yang akan menyisakan caya, erti, gawai, dan

halam tanpa arti.

Di samping segmentasi morfem, komponen DM yang dikemukakan

mengesampingkan kenyataan bahwa dalam bahasa-bahasa di luar bahasa Inggris

seperti bahasa Indonesia memiliki bentuk-bentuk prakatagorial (seperti juang, anjur,

temu, dan alir) yang tidak tertampung dalam komponen DM yang hanya

mengakomodasi morfem dasar bebas dan afiks.

Dilihat dari persepektif umum proses pembentukan kata, komponen KPK

model Halle hanya menonjolkan proses afiksasi (baik class maintaining process

maupun class changing process) yang memang cukup memadai bagi analisis

korpus data bahasa Inggris. Namun demikian model ini masih menyisakan kasus

infleksi dan derivasi yang perlu dicarikan penyelesaian teoretis yang bisa diterima.

Misalnya:

(1) dalam proses infleksi:

a. N + -s > N seperti dalam books, dogs, dan boxes. Tetapi bagaimana dengan

kata kata: ox (oxen), man (men), dan sheep (sheep)

b. V + -ed > V seperti dalam wanted, asked, dan reached. Tetapi bagaimana

dengan kata-kata: eat (ate), see(saw), take (took), bring (brought) , go (went),

dan hit (hit).

(2) Dalam proses derivasi misalnya bagaimana menjelaskan akhiran yang

menyatakan proses dari suatu perbuatan dalam bahasa Inggris yang bisa

berwujud: -ation, -ition, -ution, -ion, dan -tion seperti dalam realize > realization,

educate > education, reat> repetition, commune > communion, resume >

resumption, resolcve > resolution, dan receive > reception. Begitu juga dengan

kelompok kata seperti train > trainee, employ > employee, evacuate > evacuee,

dan nominate > nominee.

Pembentukan kata baru tidak hanya bisa dilakukan melalui afiksasi. Yang

menjadi pertanyaan bagaimana bisa dijelaskan dengan konsep KPK Halle menganai

kasus-kasus pembentukan kata melalui proses (1) conversion/ internal derivation

melalui zero morpheme, (2) reduplikasi (seperti yang ditemui dalam bahasa

Indonesia), (3) compounding seperti misalnya kata blackmail, bathroom, dan

11

Page 12: morfologi generatif

gearbox, (4) blending seperti kata brunch (dari breakfast + lunch), chunnel (dari

channel + tunnel), dan fantabulous (dari fantastic + fabulous), dan clipping seperti

kata (aero)plane, (tele)phone, dan lab(oratory).

Aronoff (1976) dalam tulisannya yang berjudul Word Formation in Generatif Grammar mengajukan hipotesis bahwa bentuk minimal yang dipakai dalam

pembentukan kata didasarkan pada kata bukan morfem. Penolakan konsep Halle

tentang morfem sebagai dasar pembentukan kata didasarkan pada dengan

argumentasi bahwa morfem tidak memiliki makna tetap, dan dalam hal tertentu

morfem tidak memiliki makna sama sekali. Aronoff memandang KPK sebagai kaidah

yang beraturan yang hanya akan menurunkan kata yang bermakna dari dasar yang

bermakna. Oleh karena itu hanya kata yang dapat dijadikan unit dasar dalam

pembentukan kata. Meskipun demikian istilah ‘kata’ sebagai dasar ini harus diartikan

sebagai leksem sehingga teori Aronoff yang dikenal dengan word-based

morphology lebih tepat disebut lexeme-based morphology. Sebuah kata baru

dibentuk dengan menerapkan kaidah beraturan pada kata tunggal yang telah ada.

Kata baru dan kata yang sudah ada merupakan anggota dari katagori leksikal

utama. Hipotesis yang dikemukakan Aronoff tersebut bertitik tolak dari sejumlah

syarat seperti: (1) sesuai dengan namanya, kata dasarnya haruslah kata (bukan

yang lebih kecil dari kata), (2) kata dasar tersebut haruslah kata-kata yang benar-

benar ada dan kata yang potensial tidak dapat menjadi dasar KPK, (3) KPK hanya

berlaku untuk kata tunggal dalam arti bahwa kata dasar ini bukan berwujud frase

ataupun bentuk terikat, (4) Input dan output dari KPK haruslah menjadi anggota

katagori leksikal yang utama. Dengan demikian kata dalam konteks ini merupakan

bentuk tanpa infleksi.

Pembentukan kata menurut Aronoff (1976:4) dilakukan melalui

pendayagunaan leksikon yang ada dalam kamus yang telah memiliki katagori

(nomina, verba, adjektiv) sedangkan afiks masuk dalam KPK yang hanya memiliki

informasi relasional yakni kemampuan untuk bergabung dengan bentuk tertentu

dalam proses pembentukan kata baru. KPK Aronoff sangat sensitif terhadap fitur

sintaktik maupun pembatasan seleksional dan fonologi. Semua restriksi tersebut

berlaku pada input untuk KPK dan outputnya harus pula memenuhi persyaratan

12

Page 13: morfologi generatif

tertentu baik sintaktik maupun semantik. Dari segi sintaktik keluaran dari KPK harus

memiliki kategori sintaktik utama sedangkan dari segi semantik keluaran dari KPK

pada umunya merupakan campuran antara semantik dari kata dasar dengan afiks

yang dipakai sehingga parafrase dari keluaran tersebut bisa dengan mudah dibuat

(Lihat Dardjowijojo, 1988:38-40)

Di samping tidak memiliki DM seperti model Halle, Aronoff tidak pula

menunjukkan adanya komponen khusus untuk menangani kata-kata yang potensial

dalam bahasa. Walaupun demikian Aronoff (1976:43) memiliki mekanisme lain yang

disebut blocking yang mencegah munculnya suatu kata karena sudah ada kata lain

yang mewakilinya.

Umumnya tidak ada masalah yang timbul apabila menurunkan suatu kata

dari kata lain melalui KPK. Tetapi kenyataannya cukup banyak contoh dalam

bahasa (Inggris) di mana penambahan afiks mensyaratkan adanya perubahan ujud

kata dasar (seperti nominate dan evacuate + -ee menjadi nominee dan evacuee

setelah melalui proses pemenggalan ate) yang perlu ditampung melalui suatu

aturan. Dalam kaitan dengan masalah ini Aronoff mengajukan seperangkat aturan

yang dinamakan Adjustment Rules (1976:105) yang menangani alternasi akibat

faktor-faktor lain yang termasuk dalam komponen leksikal. Kaidah penyesuaian ini

terdiri atas (1) aturan pemenggalan (truncation rule) dengan cara menghilangkan

sebuah morfem yang ada dalam kata dasar ditambah afiks dan (2) aturan alomorfi

(allomorphic rules) dengan menyesuaikan bentuk morfem atau kelas morfem dalam

lingkungan di mana morfem tersebut berada.

Sebagaimana dikutip oleh Dardjowijojo (1988:46) model Aronoff tersebut di

atas digambarkan oleh Scallise (1984:68) sebagai berikut:

KP

KPK

KAMUS

KOMPONEN LEKSIKAL

13

Page 14: morfologi generatif

Terdapat suatu kesamaan dalam kedua model teoretis morfologi generatif ini.

Baik Halle maupun Aronoff tidak menangani masalah pembentukan kata yang terdiri

dari dua kata atau lebih (compounding). Di samping itu mengenai isi dan kodrat dari

elemen yang ada dalam DM, baik Halle maupun Aronoff mengabaikan bentuk dasar

yang statusnya bukanlah kata (seperti kata prakatagorial juang, temu dan anjur

dalam bahasa Indonesia) maupun afiks dan akan memiliki status sebagai kata

hanya setelah diberi afiks.

Kajian morfologi generatif terhadap kasus pembentukan VK bahasa Inggris

ini bertumpu pada perpaduan konsep dan model teoretis Halle (1973) dan Aronoff

(1976). Perpaduan kedua model teoretis tersebut dapat didiagramkan sebagai

berikut:

BDB

AFIKS

KPK

KP

KAMUS

KPG

KA

DM

Keterangan:

BDB : Bentuk Dasar/Morfem Bebas KP : Kaidah Penyesuaian KPG : Kaidah Pemenggalan KA : Kaidah Alomorfi

14

Page 15: morfologi generatif

BAB III PEMBENTUKAN VERBA KAUSATIF BAHASA INGGRIS

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, tulisan ini pada hakekatnya

merupakan studi morfologis yang bersifat kasus dan pada pendeskripsian

pembentukan VK dalam bahasa Inggris akan diterapkan perpaduan dua model

teroretis morfologi generatif yakni model Halle dan Aronoff. Dalam pembicaraan

mengenai DM, tulisan ini mengacu konsep Halle sedangkan dalam pembicaraan

mengenai KPK akan diacu konsep Aronoff mengingat kelebihan model yang dimiliki

masing-masing untuk bisa menjelaskan setiap fenomena pembentukan VK tersebut

secara lebih komprehensip.

3.2.1 Daftar Morfem (DM) Seperti yang dikemukakan oleh Halle (1973) dalam pembentukan kata

(dalam kasus ini VK bahasa Inggris) komponen Daftar Morfem menempati urutan

pertama yang sangat penting karena DM tersebut berisikan morfem dasar bebas

dan afiks. Morfem dasar bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri, telah

memiliki makna leksikal, dan sudah memiliki identitas tertentu seperti verba, nomina,

ajektif dan sebagainya (lihat Aronoff, 1976:40). Dalam bahasa Inggris morfem dasar

bebas yang dapat diproses melalui infleksi dan derivasi menjadi VK berkatagori

verba, nomina, dan ajektif. Afiks merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri

sendiri sebagai kata, tetapi selalu terikat oleh bentuk lain sehingga afiks merupakan

alat pembentukan kata. Dalam bahasa Inggris terdapat sebuah prefik pembentuk VK

yakni eN- dan 4 jenis sufiks pembentuk VK yang terdiri dari -en, -ize, -fy, dan -ate.

3.2.2 Kaidah Pembentukan Kata (KPK) KPK merupakan tempat dan pedoman dalam pembentukan kata. Semua

muatan yang ada dalam DM disalurkan ke dalam KPK untuk selanjutnya diproses.

Dalam kaitannya dengan pembentukan VK, ada beberapa cara pemrosesan dalam

KPK: yang dapat dipresentasikan melalui bagan berikut:

15

Page 16: morfologi generatif

16

Page 17: morfologi generatif

Proses pembentukan VK yang terangkum dalam bagan di atas dapat dijelaskan

secara rinci sebagai berikut:

(1) Vi/ N/ A + ∅ > VK

Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori verba (V) intransitif (i) dibawa ke

KPK dan menjalani proses conversion atau internal derivation melalui modifikasi

kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga menghasilkan VK.

Jenis verba yang termasuk dalam kelompok ini biasanya adalah verba gerak (verb

of action) dan verba yang menunjukkan perubahan atau proses seperti: move,

change, grow, develop, open, close, start, begin, dan break. Verba kelompok ini

normalnya memiliki subjek makhluk hidup (animate) dalam konstruksi transitifnya

(Lyons, 1977:339). Sedikit berbeda dengan verba di atas adalah kelompok verba

seperti shine dan speed. Walaupun dalam penggunaannya sebagai VK melalui

modifikasi kosong, kedua verba ini memiliki dua bentuk sesuai dengan

kelompoknya. Maksudnya kedua kata ini pertama termasuk irregular verb dengan

infleksi sebagai berikut: shine (present), shone (past), dan shone (past participle)

dan speed (present), sped (past), dan sped (past participle). Tetapi sebagai VK

kedua kata ini termasuk kelompok regular verb dengan infleksi: shine (present),

shined (past), dan shined (past participle) yang bermakna ‘cause to shine’ dan

speed (present), speeded (past), dan speeded (past participle) yang bermakna

‘cause to speed’’

Seperti halnya dengan VK yang dihasilkan melalui penggunaan verba intransitif

menjadi transitif dengan modifikasi kosong, VK juga bisa terbentuk dari BDB

berkatagori nomina (N). BDB monomorfemik berkatagori N dibawa ke KPK dan

menjalani proses yang sama yakni conversion atau internal derivation melalui

modifikasi kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga

menghasilkan VK denominal.

Misalnya: a. water the lawn

b. skin the cat

c. pocket the pen

17

Page 18: morfologi generatif

Di samping nomina BDB berkatagori ajektif (A) juga bisa menjadi dasar

pembentukan VK, BDB monomorfemik berkatagori ajektif dibawa ke KPK dan

menjalani proses yang sama yakni conversion atau internal derivation melalui

modifikasi kosong atau zero morpheme (∅) menjadi verba transitif sehingga

menghasilkan VK deajektival.

Misalnya: A + ∅ > VK

perfect + ∅ > perfect ‘cause to be perfect’

free + ∅ > free ‘cause to be free”

narrow + ∅ > narrow ‘cause to become narrow or narrower’

empty + ∅ > empty ‘cause to become empty’

Ketiga kategori BDB (Vi, N, dan A) setelah mengalami conversion melalui zero

morpheme langsung masuk Kamus tanpa melalui KP.

(2) Vi + Umlaut > VK [ ] > [e] [ai] > [ei] [ai] > [e] [ I ] > [e] Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori verba intransitif diturunkan melalui

proses ‘’umlaut”. Kata fell misalnya, dibentuk dari verba intransitif fall dengan

mengalami suatu proses yang disebut “umlaut” . Proses umlaut adalah suatu istilah

yang berasal dari bahasa Jerman yang mengandung arti perubahan vokal. Umlaut

amat sering dijumpai dalam bahasa Jerman tetapi fenomena ini merupakan

asimilasi historis. Umpamanya dalam kata buch [bu:x] ‘buku’, bila dijamakkan

menjadi bucher [bu.. r] ‘buku-buku’. Dalam proses penjamakan ini vokal [u] pada

silabe pertama mengalami peninggian dan menjadi [u] (Verhaar, 1977:43). Verhaar

(1977) juga meyakini bahwa istilah ini sudah menjadi istilah internasional walaupun

untuk fenomena yang sama dikenal juga mutasi (mutation) dan metafoni. Perubahan

vokal [ ] dalam verba intransitif fall [f l] mengalami proses umlaut secara historis

menjadi vokal /e/ dalam bentuk transitifnya fell /fel/. Pada masa yang lampau dalam

bahasa Inggris perbedaan bentuk ini digunakan untuk menandai fungsi verba itu

sendiri apakah sebagai verba intransitif ataukah transitif. Dewasa ini verba

18

Page 19: morfologi generatif

bermakna kausatif semacam ini hanya sedikit sekali yang masih bisa dijumpai. Di

antaranya adalah:

intransitif > transitif

[ai] > [ei] lie > lay ‘cause to lie’ rise > raise ‘cause to rise’

[I] > [e] sit > set ‘cause to sit’ drink > drench ‘cause to drink’ [ai] > [e] bind > bend ‘cause to bind’ (House & Harman, 1950:95) (3) eN- + N/ A > VK Bentuk dasar bebas (monomorfemik berkatagori nomina atau ajektif dan

prefiks eN- dibawa ke KPK dan menjalani proses derivasi dalam bentuk prefiksasi

sehingga menghasilkan VK denominal atau deajektival.

Misalnya : (a) eN- + N > VK eN- + danger > endanger

eN- + slave > enslave

eN- + box > embox

(b) eN- + A > VK eN- + rich > enrich

eN- + able > enable Pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui proses afiksasi, sering melibatkan

proses morfofonemik sehingga memunculkan alomorf. Sesuai dengan model

teoretis Aronoff, proses morfofonemik ini akan dijelaskan dalam bagian Kaidah

Penyesuaian khususnya Kaidah Alomorfi berikut. (4) N/ A + -en/ -ize > VK

Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori nomina atau ajektif dan sufiks

dibawa ke KPK diturunkan dan menjalani proses derivasi dalam bentuk sufiksasi

19

Page 20: morfologi generatif

sehingga menghasilkan VK denominal atau deajektival. Dari sekian jumlah sufiks

yang ada dalam bahasa Inggris, imbuhan pembentuk VK dari nomina dan ajektif

(selanjutnya disingkat A) adalah sufiks -en dan -ize.

Misalnya: (a) N + -en > VK strength + -en > strengthen haste + -en > hasten (b) A + -en > VK deep + -en > deepen bright + -en > brighten fast + -en > fasten (c) N + -ize > VK colony + -ize > colonize harmony + -ize > harmonize (d) A + -ize > VK legal + -ize > legalize stable + -ize > stabelize (5) A + -fy/ -ate > VK

Bentuk dasar bebas monomorfemik berkatagori ajektif dan sufiks -fy / -ate

dibawa ke KPK diturunkan dan menjalani proses derivasi dalam bentuk sufiksasi

sehingga menghasilkan VK deajektival. Misalnya: , solid + -fy > solidify, simple +

-fy > simplify dan active + -ate > activate (6) (((A + Umlaut) + i) + -fy)) > VK

Dalam studi kasus pembentukan VK ini juga ditemukan dala seperti VK clarify

merupakan turunan BDB clear /kli r/ yang pada tahap pertama mengalami proses

umlaut ( [i ] > [a] ) dan selanjutnya mendapat penambahan bunyi /I/ sebelum

mendapat imbuhan -fy (clear + umlaut + I + -fy > clarify)

(7) (eN + (A + -en)) > VK Pola pembentukan ke tujuh ini menunjukkan bahwa VK dihasilkan dari dua

kali penurunan BDB berkatagori A melalui proses pertama afiksasi (penambahan

sufik -en kepada BDB) dan terkena kaidah alomorfi dan selanjutnya VK ini masuk

kamus. VK hasil bentukan tersebut selanjutnya bisa diturunkan kembali ke KPK dan

mengalami prefiksasi (penempelan prefiks eN- ) namun tetap mempertahankan

20

Page 21: morfologi generatif

katagori dan makna pertamanya sehingga dalam kamus terdapat dua kata yang

memiliki makna dan katagori sama dan satu. Misalnya (eN- + (bright + -en)) >

embrighten dan (eN- + (wide + -en)) > enwiden (Masalah ini juga akan disinggung

dalam pembicaraan Kaidah Alomorfi berikut)

3.2.2 Kaidah Penyesuaian (Adjustment Rules) 3.2.2.1 Kaidah Pemenggalan (Truncation Rules) dalam Pembentukan VK Untuk menangani alternasi oleh faktor-faktor lain yang termasuk dalam

komponen leksikal Aronoff (1976:105) mengajukan kaidah penyesuaian (adjustment

rules) yang terdiri dari dua kaidah yakni (1) kaidah pemenggalam (truncation rules)

dan (2) kaidah alomorfi (allomorphy rules). Truncation rules mencakup kaidah

menghilangkan atau memotong suatu morfem yang ada dalam kata pada proses

pembentukan kata ditambah imbuhan (seperti misalnya kata evacuate > evacuee

dan nominate > nominee dalam bahasa Inggris). Dalam kasus pembentukan VK

melalui afiksasi tidak diketemukan proses pemenggalan/ penghilangan morfem.

3.2.2.2 Kaidah Alomorfi (Allomorphy Rules) dalam pembentukan VK Pembentukan VK dalam bahasa Inggris melalui proses afiksasi, sering

melibatkan proses morfofonemik sehingga memunculkan alomorf. Seperti yang

tercantum dalam DM afiks derivasional pembentuk VK mencakup prefiks eN- dan

sufiks en-, -ize, -fy, dan -ate.

(1) Prefiks eN-

Prefiks eN- yang melekat di depan bentuk dasar bebas berkatagori N dan A

menimbulkan alomorf yang ditentukan oleh lingkungan segmen awal dari bentuk

asal. Varian prefiks eN- memiliki dua bentuk alomorf yakni en- dan em-.

Prefik eN- menjadi em- bila yang melekat pada bentuk dasar bebas

berkatagori N dan A yang diawali oleh konsonan bilabial stop [b] dan [p] seperti

dalam:

a. eN- + N > VK eN- + box > embox

21

Page 22: morfologi generatif

eN- + plane > emplane b. eN- + A > VK eN- + bitter > embitter eN- + brown > embrown

Prefiks eN- menjadi en- bila melekat pada N atau A yang diawali oleh bukan

konsonan [b] dan [p] seperti:

a. eN- + N > VK eN- + cage > encage eN- + danger > endanger eN- + force > enforce eN- + noble > ennoble eN- + slave > enslave eN- + throne > enthrone

b. eN- + A > VK eN- + rich > enrich eN- + able > enable

eN- + dear > endear

(2) Sufiks -en

Sufiks -en melekat pada akhir bentuk dasar berkatagori N atau A. Seperti

halnya dengan prefiks eN-, sufiks -en memiliki dua allomorf yakni -en dan -n. Sufiks

-en menjadi -n bila terjadi penghilangan akibat melekat pada bentuk dasar bebas N

atau A yang diakhiri oleh konsonan [ t ] seperti dalam:

a. N + -en > VK heart + -en > hearten [ ha:rtn ] fright + -en > frighten [ fraitn ] height + -en > heighten [ haitn ] b. A + -en > VK fat + -en > fatten [ faetn ] light + -en > lighten [laitn ] short + -en > shorten [ :tn ]

Sufiks -en melekat pada A atau N yang diakhiri oleh konsonan (kecuali

konsonan nasal m, n, dan n serta konsonan likwid r).

Contoh:

a. A + -en > VK (A diakhiri oleh konsonan bilabial stop [p] atau [b]) deep + -en > deepen sharp + -en > sharpen

22

Page 23: morfologi generatif

Untuk A yang diakhiri oleh [b] tidak didapatkan contoh.

b. A yang diakhiri oleh konsonan dental stop [d]

A + -en > VK bold + -en > bolden hard + -en > harden broad + -en > broaden

c. A yang diakhiri oleh konsonan velar stop [k] dan [g]

A + -en > VK black + -en > blacken dark + -en > darken weak + -en > weaken

Tidak diketemukan contoh A yang berakhir dengan [g]

d. A yang diakhiri oleh konsonan frikatif [f] dan [v]

A + -en > VK stiff + -en > stiffen deaf + -en > deafen live + -en > liven

e. A yang diakhiri oleh konsonan sibilant [ -s -z] dan [ ]

A + -en > VK less + -en > lessen loose + -en > loosen fresh + -en > freshen f. A yang yang berakhir dengan [ ] hanya largen ‘cause to become large or larger’

dan A yang berakhir dengan [ l ] berjumlah hanya dua buah yakni dullen ‘cause to

become dull’ dan palen ’cause to become pale’

g. Sufiks -en yang melekat pada bentuk dasar bebas berkatagori N adalah length +

-en > lengthen dan strength + -en > strengthen.

Seperti yang dijelaskan di depan, KPK Aronoff sangat sensitif terhadap fitur

sintaktik maupun pembatasan seleksional. Restriksi untuk KPK juga ditemukan

dalam fonologi. Ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan dalam proses

sufiksasi pembentukan VK dengan -en. Sufiks -en tidak bisa ditambahkan kepada A

23

Page 24: morfologi generatif

yang diakhiri oleh vokal atau diftong seperti: free [fri], blue [blu] , shy [ ai ] , high [hai],

low [lou] ,narrow [naerou] yellow [jelou] , holy [houli], steady [stedi], slow [slou], new

[nju]. Dari sudut konsonan, ternyata sufiks -en tidak bisa pula dilekatkan pada A

yang diakhiri oleh konsonan nasal m, n, dan n serta konsonan likwid seperti dalam

slim, clean, strong, long, far, near. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan kita tak

menjumpai VK longen atau strongen tetapi lengthen ‘cause to become long or

longer’ atau strengthen ‘cause to become strong or stronger’.

Kasus lain yang perlu dikemukakan di sini mengenai pembentukan VK dari A

yang menggunakan prefiks eN- dan sufiks -en adalah:

(a) untuk membentuk VK dari A rich dan large bisa dilakukan dengan proses

prefiksasi ataukah dengan sufiksasi tanpa mempengaruhi arti verba derivasi

tersebut. Jadi sebagai VK kita menemukan dua bentuk sesuai dengan proses

yang dialaminya yakni enrich atau richen dan enlarge atau largen. Tetapi

secara sinkronis biasanya kita hanya menjumpai bentuk enrich dan enlarge

saja.

(b) dalam VK yang dibentuk dari A seperti bold, bright, glad, live, dan wide,

menghasilkan VK bolden, brighten, gladden, liven dan widen berturut-turut

setelah mengalami proses sufiksasi. Di samping itu diketemukan juga bentuk

VK embolden, embrighten, engladden, enliven dan enwiden di mana kedua

jenis afiks (prefiks eN- dan sufiks -en) digunakan. Masalah ini perlu ditelusuri

lebih jauh secara historis ataukah kita harus menganggap bentuk ini adalah

hasil prefiksasi dari bentuk dasar kompleks bolden, brighten, gladden, liven

dan widen karena tidak diketemukan bentuk embold, embright, englad, enlive

atau enwide. Kalau demikian pastilah kata-kata itu mengalami dua kali proses

afiksasi dengan tetap mempertahankan fungsi dan maknanya. Kalau bukan

seperti itu apakah bisa dianggap VK embolden, embrighten, engladden,

enliven, dan enwiden dibentuk dari ajektif bold, bright, glad, live, dan wide

berturut-turut dengan menambahkan konfiks eN- -en? Kiranya proses ini

tidaklah mungkin karena dalam bahasa Inggris tidak didapatkan konfiks.

24

Page 25: morfologi generatif

3. Sufiks -ize

Sufiks -ize berasal dari bahasa Perancis -iser (Jespersen, 1974:318) Berbeda

dengan prefiks eN- dan sufiks -en, sufiks -ize merupakan sufiks pembentuk verba

dari nomina dan ajektif yang masih sering dan banyak dijumpai dalam bahasa

Inggris dewasa ini walaupun tidaklah semua verba yang dihasilkan melalui proses

sufiksasi dengan menggunakan sufiks -ize ini mengandung makna kausatif. Berikut

adalah contoh-contoh VK yang dibentuk melalui pelekatan sufiks -ize pada N dan A:

a. N + -ize > VK

hospital + -ize > hospitalize

b. N + penghilangan /i/ + -ize > VK colony + penghilangan /i/ + -ize > colonize harmony + penghilangan /i/ + -ize > harmonize

c. A + -ize > VK actual + -ize > actualize absolute + -ize > absolutize equal + -ize > equalize

4. Sufiks -ate

Sufiks -ate adalah sufiks pembentuk verba yang berkembang dari akhiran

partisipal bahasa Latin -atus yang kemudian berfungsi sebagai akhiran verba biasa

kira-kira tahun 1300 (Jespersen, 1974:447). Dalam pembentukan VK , sufiks -ate

melekat pada bentuk dasar bebas berkatagori A seperti dalam kata active + -ate >

activate

5. Sufiks -fy

Sufiks -fy melekat pada akhir bentuk dasar berkatagori A. Sufiks pembentuk

VK ini berasal dari bahasa Perancis -fier, dari bahasa Latin -ficare (Jesperson,

1974:451). Proses pembentukan VK dengan sufiks -fy selalu didahului oleh gejala

ponotaktik berupa penyisipan fonem /i/ di antara bentuk dasar bebas berkatagori A

seperti dalam contoh berikut:

A + i + -fy > VK

simple + /i/ + -fy > simplify ‘cause to become simple’ intense + /i/ + -fy > intensify ‘cause to become intense’

25

Page 26: morfologi generatif

solid + /i/ + -fy > solidify ‘cause to become solid’

3.3 Makna Kausatif Berdasarkan Hubungan VK dengan Kata Dasar Pembentukan VK

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kajian morfologis tidak bisa

dipisahkan secara mutlak dengan aspek-aspek linguistik lain seperti fonologi,

sintaksis dan semantik. Proses pembentukan kata tidak bisa dipisahkan dengan

bidang fonologi karena terkait dengan masalah morfofonemik yang diakibatkan oleh

penyesuaian atau perubahan bunyi dalam proses pembentukan yang dialami.

Bidang fonologi bisa dipakai untuk memecahkan masalah morfofonemik yang

menimbulkan adanya penambahan, penghilangan dan perubahan fonem akibat

adanya pengaruh bunyi dari lingkungannya dalam proses morfologi tertentu.

Pembentukan verba melalui proses derivasi misalnya mengakibatkan perubahan

makna dari bentuk dasarnya dan masalah ini terkait dengan kajian semantik serta

sekaligus pula tidak dapat dipisahkan dalam hubungannya dengan struktur kalimat

di mana verba itu digunakan.

Pembentukan VK dalam bahasa Inggris telah menunjukkan kesalingterkaitan

antara ke tiga aspek linguistik (fonologi, sintaksis dan semantik) dengan morfologi.

Terciptanya kata-kata seperti soften [sofen], fasten [fasen], dan moisen [moisen]

yang menambahkan afiks -en pada kata dasar yang berakhir dengan bunyi obstruen

diakibatkan oleh pembentukan kata ini tejadi setelah bunyi obstruen [t] menjadi luluh

(mute) dalam lingkungan -stn- dan -ftn-.Pada umumnya bunyi obstruen atau

sonoran tidak terlesapkan,apabila diikuti oleh afiks -en seperti bisadijumpai dalam

kata-kata : blacken, whiten, dampen, harden, dsb. Pelepasan [t] ini terjadi sebagai

akibat dari aturan fonologi. Dengan demikian maka KPK juga mempunyai akses

terhadap komponen fonologi.

Dardjowijojo (1988:50) melihat bahwa salah satu syarat utama dalam

penurunan secara transformasional adalah adanya suatu keajegan (consistency)

sintaktik maupun semantik. Menurut Aronoff, keluaran (output) dari KPK harus

memenuhi persyaratan tertentu baik sintaktik maupun semantik. Dari sudut sintaktik,

hasil KPK harus memiliki katagori sintaktik utama. Dari segi semantik keluaran KPK

26

Page 27: morfologi generatif

pada umumnya merupakan campuran antara semantik dari kata dasar dengan afiks

yang dipakai. Dengan demikian maka parafrase dari keluaran ini bisa dengan

mudah dibuat,

Secara struktural makna kausatif tidak bisa dilepaskan dari konstruksi transitif

dalam arti bahwa semua VK selalu didapatkan dalam bentuk transitif sehingga

mungkin bisa menimbulkan kesimpulan yang memandang bahwa setiap verba

transitif mengandung makna kausatif. Ditinjau secara semantik tidaklah demikian

halnya. Banyak kata kerja transitif yang tidak bisa diterjemahkan atau

diinterpretasikan ke dalam pengertian kausatif. Kita bisa memandang kata ring

sebagai ‘cause to ring’ dan kill sebagai ‘cause to die’, tetapi tidaklah demikian halnya

dengan hit. Misalnya, John killed Bill bisa diinterpretasikan dengan ‘John caused Bill

to die’ tetapi John hit Bill akan menjadi tanda tanya ‘John caused Bill to....?’

Dari segi semantik, VK yang diturunkan dari nomina bisa dibuatkan suatu

generalisasi makna kausatif berdasarkan parafrase atas unsur-unsur semantik

(semantic features) CAUSE, MOTION, dan LOCATION sebagai berikut:

1. Kelompok VK denominal yang melalui modifikasi kosong (∅)

(a) ‘CAUSE O to move to LOC. ’ : P : Obj. water the lawn oil the bike paper the wall

(b) ‘CAUSE O to move from LOC. ’ : P : Obj. skin the cat bone the chicken

Secara formal peran semantik O dalam hubungan contoh (a) dan (b) di atas

direalisasi oleh Predikat (P) sedangkan peran Loc. direalisasi oleh Objek (Obj.).

Dalam bahasa Inggris nampaknya sedikit sekali VK yang termasuk dalam golongan

ini, Penggunaan VK yang termasuk golongan (b) ini terbatas proses kegiatan

pembuatan makanan seperti kata skin, gut, scale, bone, defeather untuk binatang

dan peel, pit untuk buah-buahan. (Rose, 1977:46)

27

Page 28: morfologi generatif

(c) ‘CAUSE O to be in LOC. ’ : Obj. : P pocket the pen crate the books can the tomatoes 2. Kelompok VK denominal yang diturunkan melalui afiksasi : (a) ‘CAUSE O to be in LOC.’ encage the bird em[plane the passengers hospitalize the sick man (b) ‘CAUSE O to be in a state’ endanger the country colonize the country strengthen the argument (c) ‘CAUSE O to have ....’ encourage the people empower the president

3. Dari segi semantik, VK yang diturunkan dari A memiliki makna pokok :

‘CAUSE O to be (become) .... ’ : Obj. : P

(a) empty the wallets dry your hands blind the eyes

(b) weaken the trade enable the country to overcome ... legalize the document

28

Page 29: morfologi generatif

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarkan diskusi tentang pembentukan VK dalam bahasa Inggris di atas

terdapat beberapa kesimpulan yang bisa diambil:

1. Pembentukan VK dalam bahasa Inggris mengalami dua jenis proses morfologis

yakni infleksi dan derivasi.

2. Bentuk dasar yang bisa berfungsi sebagai dasar bentukan VK adalah BDB

berkatagori V, N, dan A. Pembentukan VK dari V melalui proses infleksi yang

dihasilkan dari conversion/ internal derivation (zero morpheme) dan umlaut.

Pembentukan VK dari N dan A selalu merupakan proses derivasi melalui

conversion/ internal derivation (zero morpheme) dan afiksasi melalui

penambahan prefiks eN- atau sufiks -en, -ize, -fy, dan -ate. Dalam beberapa

kasus juga ditemukan pembentukan VK melalui kombinasi beberapa proses

morfologi seperti bentuk dasar (A) + umlaut + -fy dan dua kali penurunan BDB

berkatagori A melalui proses pertama sufiksasi (penambahan sufiks -en) pada A

menjadi VK yang bersifat derivatif dan kemudian VK bentukan ini pada tahap ke

dua mengalami proses infleksi melalui penambahan prefiks eN- tanpa merubah

katagori dan makna kata dasarnya.

3. Hubungan VK dengan makna kata dasar pembentuk VK memungkinkan kita

untuk membuat suatu generalisasi makna dasar kausatif dalam bahasa Inggris.

Berdasarkan parafrase atas unsur-unsur semantik (semantic features) cause,

motion, dan location, VK yang diturunkan dari N memiliki makna:

(a) Cause O (secara formal direalisasi oleh P) to move to/ from Loc. (secara

formal direalisasi oleh Objek)

(b) Cause O (secara formal direalisasi oleh Objek) to be in Loc. (secara formal

direalisasi oleh P)

(c) Cause O to be in a state ..

(d) Cause O to have ……

29

Page 30: morfologi generatif

VK yang diturunkan dari A memiliki makna pokok: Cause O (secara formal

direalisasi oleh Objek) to be (become) …. (secara formal direalisasi oleh P).

4. Walaupun dalam model teoretis Aronoff menyediakan fasilitas aturan

pemenggalan (truncation rules) namun di dalam proses pembentukan VK dalam

bahasa Inggris belum diketemukan proses morfologis berupa pemenggalan

morfem pada bentuk dasar sebelum mengalami penambahan afiks.

30