monografi ppp di afrika selatan - fikiawati triana
DESCRIPTION
fTRANSCRIPT
Kata Pengantar
Tujuan: untuk memberikan bukti yang sesuai berdasarkan informasi praktis dan acuan untuk
seluruh tingkat paramedis yang menangani wanita yang mengalami perdarahan pasca
persalinan.
Jurnal ini diangkat dari gagasan National Committee on Confidential Enquiries into Maternal
Deaths (NCCEMD) mengenai cara terbaik untuk mengurangi kematian maternal saat melahirkan
yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan (PPP) di Afrika Selatan. Jurnal mengenai PPP
ini dirasa perlu karena di dalamnya terdapat algoritma dan sudut pandang praktis yang baru
terhadap perawatan medis dan operasi. Perdarahan pasca persalinan adalah penyebab utama
yang langsung mengakibatkan kematian saat melahirkan dan penyebab terjadinya morbiditas di
Afrika Selatan. Kematian yang disebabkan perdarahan pasca persalinan dapat dikurangi dengan
mengidentifikasi wanita yang beresiko mengalami perdarahan dan meyakinkan wanita-wanita
ini untuk dapat melahirkan di rumah sakit atau klinik yang menyediakan perawatan kesehatan
yang berkualitas dan ditangani oleh paramedis yang berpengalaman. Selain itu, beberapa tahun
belakangan ini, teknik-teknik baru telah dikembangkan yang menunjukkan kelebihan dari
histerektomi khususnya yang dilakukan secara darurat. Teknik lainnya menunjukkan
penanganan kehabisan darah yang disebabkan komplikasi pada saat atau setelah caesar. Teknik
ini sangatlah penting mengingat tingkat operasi caesar yang meningkat di seluruh tingkat
fasilitas kesehatan di Afrika Selatan. Sejumlah anggota NCCEMD dan ahli di tingkat nasional
telah memberikan kontribusi yang berguna mengenai PPP. Tingkat kematian yang disebabkan
oleh perdarahan pasca persalinan dapat dikurangi oleh seluruh pihak yang berperan dalam
kesehatan maternal, yaitu wanita beserta keluarganya, manajer fasilitas kesehatan, serta pihak
yang memberikan perawatan kesehatan (dokter dan bidan). Oleh karena itu, jurnal ini ditujukan
untuk seluruh manajer, asisten dokter, dokter layanan masyarakat, dan perawat yang
memberikan pelayanan awal pada perawatan persalinan di rumah sakit. Jurnal ini diharapkan
berguna bagi para ahli kesehatan dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas maternal akibat
perdarahan pasca persalinan.
Bab SatuTinjauan mengenai Perdarahan Pasca
persalinan sebagai Masalah Global dan di Afrika Selatan
S.Fawcus
Perdarahan pasca persalinan (PPP) merupakan penyebab utama mortalitas maternal
secara global, khususnya di area yang minim akan sumber daya. World Health Organisation
(WHO) memperkirakan bahwa sedikitnya 166.000 atau 28% dari jumlah kematian maternal
secara langsung per tahun nya disebabkan oleh PPP (1). Perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab utama kematian maternal dan morbiditas yang parah di Sub-Sahara
Afrika, yaitu benua dengan tingkat mortalitas maternal tertinggi di dunia (2).
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian maternal dan
morbiditas yang parah di Sub-Sahara Afrika, yaitu benua dengan tingkat mortalitas maternal
tertinggi di dunia (3).
PPP benar-benar menguji keberadaan system kesehatan serta kemampuan para ahli
kesehatan, karena PPP seringkali terjadi secara tidak terduga dan kondisi pasien menurun
secara drastis tidak lama setelah itu. Pasien seringkali tidak terselamatkan sebelum dilanjutkan
ke tingkat tindakan selanjutnya. Manajemen yang efektif termasuk resusitasi harus tersedia
ketika terjadi, biasanya sudah terdapat di rumah sakit daerah.
Di sejumlah negara Sub-Sahara Afrika, wanita umumnya melahirkan di rumah masing-
masing dan kematian maternal terjadi di rumah dan tidak dilaporkan. Jumlah kematian yang
disebabkan PPP di daerah ini cukup signifikan dikarenakan sulit untuk mencapai fasilitas gawat
darurat dari rumah mereka. Di Afrika Selatan, tidak ada perkiraan jumlah mortilitas maternal di
rumah dengan lokasi yang baik, akan tetapi mortalitas yang disebabkan PPP terdapat di daerah-
daerah terpencil tepatnya di propinsi-propinsi terjadinya persalinan di dalam rumah.
Pengertian Perdarahan Pasca persalinan
Perdarahan pasca persalinan primer adalah berkurangnya darah dalam jumlah yang
besar dari system genitalia selama 24 jam setelah melahirkan. Diketahui juga bahwa
memperkirakan jumlah darah yang hilang merupakan hal yang subjektif dan tidak di ukur secara
akurat. Berikut ini adalah kategori tingkat besarnya perdarahan yang terjadi:
PPP -- -- ------ kehilangan darah >/= 500mlsPPP kondisi parah -- -- ------ kehilangan darah >/= 1000mlsKehilangan darah kondisi gawat -- -- ------ kehilangan darah >/= 2500mls.
PPP sekunder adalah berkurangnya darah 24 jam sampai 6 minggu setelah melahirkan.
PPP sekunder merupakan masalah Penanganan yang juga penting, namun demikian kematian
maternal jarang disebabkan oleh PPP sekunder, tidak demikian dengan PPP primer. PPP terjadi
sejumlah kira-kira 10,5% dari seluruh jumlah kelahiran. WHO memperkirakan jumlah
keseluruhan PPP setiap tahun adalah sebanyak 13,8 juta kasus, dengan 1% adalah rata-rata
kasus fatal di beberapa area.
Penyebab Perdarahan Pasca persalinan
Atonia Uteri
Trauma pada sistem genitalia:
- laserasi atau cairan pada vagina, perineum, dan serviks
- Pecah rahim
Retensio plasenta – pada seluruh atau jaringan plasenta
Uterus retrofleksi
Perdarahan yang terjadi saat pra persalinan yang disebabkan oleh abruptio plasenta
(plasenta mulai terpisah dari dinding rahim sebelum bayi lahir).
Perdarahan yang terjadi saat pra persalinan yang disebabkan oleh plasenta previa
(plasenta di bagian bawah rahim)
Gangguan perdarahan maternal
NB: 1. Jumlah penyebab perdarahan pasca persalinan dapat lebih dari satu pada satu
orang pasien.
2. Seluruh penyebab perdarahan pasca persalinan dapat mengakibatkan
komplikasi dengan adanya koagulasi (gangguan perdarahan).
3. PPP dapat timbul pada saat dan setelah bedah Caesar seperti halnya yang
terjadi dalam persalinan normal.
Perdarahan pasca persalinan sebagai Masalah di Afrika Selatan
The Saving Mothers Reports yang diterbitkan setiap tiga tahun sekali sejak tahun 1998
oleh National Committee for Confidential Enquiry into Maternal Deaths
(NCCEMD)menunjukkan bahwa perdarahan obstetric (umumnya PPP) termasuk LIMA BESAR
penyebab kematian maternal di Afrika Selatan (4).
Saving Mothers Report 2005-2007: PPP
- Merupakan penyebab 491 kematian maternal di Afrika Selatan selama 2005-2007
- PPP merupakan penyebab kematian maternal paling umum peringkat ketiga,
menjadikannya 12,4% dari total (3959) kematian maternal. (Infeksi terkait hal ini namun
non-kehamilan yang umumnya disebabkan HIV/AIDS adalah sebanyak 43% dari seluruh
jumlah kematian dan Hipertensi saat Kehamilan sebanyak 15%)
Afrika Selatan: dibandingkan negara dengan sumber daya yang baik
- MMR (Maternal Mortality Ratio = Rasio Mortalitas Maternal) karena perdarahan
obstetri di Afrika Selatan (2005-2007) adalah 18,8 kematian per 100.000 kelahiran;
artinya jumlah kematian dalam tiga tahun adalah 491.
- Rasio Mortalitas Maternal karena perdarahan obstetri di Inggris Raya (2003-2005)
adalah 0,8 per 100.000 kelahiran; artinya jumlah kematian dalam tiga tahun adalah 17.
Afrika Selatan: Jumlah kematian yangdisebabkan perdarahan tidak menurun
Rasio Mortalitas Maternal (jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran) karena
perdarahan obstetri adalah 13,6 selama tahun 1999-2001, 19.5 selama tahun 2002-2004
dan 18.8 selama tahun 2005-2007.
Usia maternal yang telah lebih dari 35 tahun merupakan faktor riskan untuk mengalami
perdarahan pra kelahiran dan perdarahan pasca kelahiran.
Waktu dan Tempat Kematian
- Lebih dari 75 % kematian akibat perdarahan terjadi di rumah sakit tingkat 1 dan 2.
- 43% perdarahan pasca persalinan terjadi di rumah sakit tingkat 1.
- Beberapa wanita meninggal setelah tiba di fasilitas kesehatan atau meninggal dalam
perjalanan.
- Mayoritas wanita meninggal dalam jangka waktu 24 jam semenjak awal terjadinya
perdarahan. Sejumlah wanita bahkan meninggal dalam jangka waktu 6 jam.
Kondisi yang menyebabkan perdarahan obstetric di Afrika Selatan tahun 2005-2007:
Sebab Jumlah Kematian
%
Abruptio plasenta 48 9,8Plasenta previa 13 2,6Perdarahan pra persalinan – tidak disebutkan 47 9,6Retensio plasenta 88 17,9Atonia uteri 67 13,6Pecah raim 80 16,3Perdarahan saat/pasca bedah Caesar dan trauma pada sistem genitalia 141 20,4Uterus retrofleksi 7 1,4Total 491
Sejumlah 108 kematian yang terjadi saat perdarahan pra persalinan disebabkan oleh abruptio
plasenta, dan mayoritas meninggal karena perdarahan pasca persalinan. Dari 383 jumlah
kematian karena perdarahan pasca persalinan, terdapat 4 kelompok besar dari penyebab
utama yang seluruhnya dapat dengan mudah dihindari dengan perawatan obstetri dasar terkait
. 88 (17,9%) jumlah kematian disebabkan oleh retensio plasenta, hanya sedikit saja jumlah
retensio plasenta yang dianggap sangat parah . 67 (13,6 %) kematian disebabkan oleh atonia
uteri, baik disebabkan karena proses melahirkan yang lama atau karena distensi berlebihan
pada uterus. 80 (16,3 %) kematian karena pecah rahim, dari jumlah ini 37 diantaranya adalah
wanita dengan bedah Caesar yang dilakukan sebelumnya, dan 43 lainnya adalah wanita tanpa
bedah Caesar. Selebihnya dari penyebab perdarahan pasca persalinan adalah “trauma uterin
lainnya”, yang menyebabkan 141 (20,4 %) kematian. Sub kategori ini adalah yang terbesar dan
telah meningkat secara drastis selama tiga tahun belakangan ini. Kematian yang diakibatkan
kelompok sub kategori ini umumnya disebabkan oleh perdarahan ketika dan setelah bedah
Caesar, serta seringkali disertai dengan penyebab sub kategori lainnya. Walaupun dalam jumlah
yang kecil, trauma vaginal yang cukup serius, trauma serviks, dan perdarahan pasca persalinan
sekunder merupakan penyebab lain yang dapat menambah faktor terjadinya kematian. Jumlah
kematian yang cukup besar karena perdarahan terkait dengan bedah Caesar menimbulkan
kekhawatiran mengenai kemampuan teknis, khususnya di rumah sakit daerah.
Persalinan yang lama dan terganggu merupakan faktor penting yang menyebabkan
perdarahan pasca persalinan pada banyak kasus.
Hypovolaemia merupakan penyebab kematian yang terakhir pada 78,7% kematian saat
perdarahan pra persalinan dan 88,3% kematian saat perdarahan pasca persalinan.
Hal-hal yang dapat mengurangi resiko kematian akibat perdarahan pasca persalinan
Perdarahan pra dan pasca persalinan merupakan penyebab kematian yang dinilai oleh
para pengamat sebagai hal yang “jelas dapat terhindari”; yaitu 68,5% untuk perdarahan pra
persalinan dan 80% untuk perdarahan pasca persalinan. Hal yang sesungguhnya dapat dihindari
sehubungan dengan pasien adalah karena tidak adanya perawatan pasca melahirkan dan
keterlambatan dalam mencari pertolongan. Dalam hal administratif, hal yang seharusnya
dapat dihindari adalah: keterlambatan transportasi yang berkendara antara fasilitas kesahatan
ke fasilitas kesehatan yang lain (umumnya dari fasilitas kesehatan tingkat satu); kurangnya
fasilitas kesehatan tertentu (umumnya kekurangan ruang operasi di rumah sakit tingkat satu
dan Unit Rawat Intensif /Intensive Care Unit); kurangnya darah yang cukup (menunjukkan
masalah yang meningkat cukup signifikan selama tiga tahun terakhir); dan kurangnya staff yang
memadai untuk memonitor pasien dan memberikan keahlian bedah yang diperlukan. Problem
administratif ini sangat membatasi kemampuan para pekerja kesehatan untuk memberikan
perawatan berkualitas yang diperlukan.
Prosentase faktor yang berhubungan dengan pekerja kesehatan hingga mencapai 50%
adalah hal-hal yang dapat dihindari, sehingga disimpulkan bahwa para pekerja kesehatan ini
menemukan masalah pada setiap tingkat perawatan. Hal lain adalah kurangnya identifikasi
masllah, sebagai contoh terlambat mengidentifikasi PPP karena kurangnya pengawasan pasca
persalinan atau pasca bedah Caesar. Selain itu, terdapat juga masalah dengan diagnosis yang
salah terhadap kondisi seperti pecah rahim yang tidak diketahui sebelum kondisi menjadi
gawat atau bahkan sebelum mengakibatkan kematian. Namun, perawatan di bawah standar,
seperti yang dilaporkan sebelumnya, menjadi masalah yang sangat besar, karena menyebabkan
kematian hingga mencapai 40% untuk setiap tingkat perawatan. Perawatan bawah standar juga
menyebabkan kegagalan karena lambatnya penanganan dan gagal mengambil langkah penting
sebagaimana tercantum dalam prosedur. Selain itu, tidak mengenali dan lamanya persalinan
menyebabkan pecah rahim dan atonia uteri yang sesungguhnya dapat dihindari.
Masalah dalam mengembalikan sirkulasi pada pasien yang mengalami perdarahan
adalah hal yang sangat serius. Hal ini terjadi seringkali karena parahnya perdarahan yang tidak
dikenali lebih awal dan resusitasi yang tidak dilakukan secara agresif.
Peranan penting jurnal ini
Laporan periode 2005-2007 menunjukkan bahwa mayoritas kematian yang disebabkan
perdarahan pasca persalinan sesungguhnya dapat dihindari. Laporan tersebut juga
menunjukkan kekurangan yang luar biasa dalam mengakses fasilitas sistem kesehatan di
seluruh tingkat. Pasien yang mengalami PPP membutuhkan perawatan SEGERA , namun
seringkali pasien tidak selamat untuk menjalani tingkat perawatan selanjutnya. Penting sekali
bagi seluruh tingkat perawatan untuk dapat menangani kondisi darurat PPP, juga mengetahui
pencegahannya.
Hal ini membutuhkan fasilitas dan persediaan yang cukup, serta staff yang ahli. Tujuan artikel
ini adalah untuk memberikan acuan untuk para dokter, bidan, dan paramedis mengenai
pencegahan dan merawat wanita dengan perdarahan berlebihan pasca melahirkan agar dapat
mengurangi kematian yang tragis dan yang sesungguhnya tak perlu terjadi. Jika penyebab
mortalitas maternal (perdarahan pasca persalinan), yang sesungguhnya dapat dihindari, ingin
dikurangi, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah peningkatan besar-besaran
dalam menjalankan sistem kesehatan dan pelatihan yang benar untuk dokter dan bidan di
seluruh tingkat perawatan
Bab Dua
Pencegahan PPP dan Kematian karena
PPP
S.Fawcus
Pencegahan terhadap Perdarahan Pasca Persalinan dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan PPP, juga dengan penanganan yang
tepat pada tahap ktiga persalinan. Selain itu, faktor individu wanita itu sendiri dapat mencegah
terjadinya PPP dengan mencukupi asupan zat besi dan nutrisi sebelum melahirkan. Resiko PPP
juga dapat dikurangi dengan cara mendeteksi lebih dini perdarahan yang berlebihan dan wanita
yang mengalami hal ini ditempatkan di fasilitas kesehatan yang memiliki para ahli yang cukup
serta sarana dan prasarana untuk menangani PPP.
Mendeteksi antenatal dan menangani anemia
Salah satu tujuan perawatan antenatal adalah memastikan bahwa tingkat Haemoglobin
(HB) pada seluruh wanita hamil yang akan melahirkan adalah >/=11gms/dl, sehingga
dapat mengurangi bahaya terjadinya PPP.
Wanita hamil dengan HB rendah, dan wanita dengan penyakit kronis seperti
Tubercolosis (TB) dan HIV/AIDS beresiko lebih tinggi mengalami anemia pada saat
melahirkan, terlebih lagi wanita yang mengonsumsi Zidovudine dan obat-obatan
antiretroviral beresiko cukup tinggi mengalami anemia selama masa kehamilan.
Melakukan perawatan antenatal secara rutin untuk mengukur haemoglobin (HB) dan
memberikan zat besi serta suplemen folat untuk seluruh wanita hamil untuk
menghindari anemia yang terus menerus selama masa kehamilan.
Wanita dengan HB dibawah 8gms/dl pada saat perawatan harus dirujuk ke klinik untuk
resiko tinggi agar ditangani dokter untuk identifikasi selanjutnya.
HB harus selalu diperiksa ulang pada saat 32-34 minggu, dan ditindak lebih lanjut
apabila HB<8gms/dl.
HB harus selalu diperiksa pada seluruh wanita saat mulai persalinan. Jika kurang dari
10gms/dl, maka mereka harus melanjutkan persalinan ke rumah sakit yang dirujuk yang
memiliki darah di tempat tersebut.
Wanita dengan HB<8mgs/dl pada saat awal persalinan harus ditempatkan di fasilitas
yang dapat melakukan pemeriksaan silang dalam darah.
Identifikasi wanita‘beresiko’yang akan melahirkan di rumah sakit
Perdarahan pasca persalinan sayangnya merupakan komplikasi yang tidak dapat
diprediksi oleh para wanita. Namun, ada beberapa kondisi yang diketahui sebagai tanda-tanda
PPP dan para wanita ini harus dirujuk untuk melahirkan di rumah sakit dan bukan di klinik
bersalin (1). Berikut ini adalah beberapa faktor beresiko untuk terjadinya PPP:
Terdeteksi sebelum persalinan:
Pernah mengalami PPP
Pernah di bedah Caesar
Usia >35 tahun
Jumlah kehamilan >5
Obesitas; BMI>35
Bayi besar (Berat janin diperkirakan >4kgms)
Kehamilan kembar
Plasenta previa yang telah terdeteksi
Pre-eklampsia
Abruptio plasenta
Anemia parah (HB <8mgs/dl)
Terdeteksi/terjadi saat melahirkan
Seluruh faktor yang telah disebut sebelumnya
Anemia saat awal melahirkan (HB<10mgs)
Pireksia saat melahirkan/korioamnionitis
Induksi saat melahirkan
Persalinan yang lama >12 jam
Tahap kedua persalinan yang lama
Proses persalinan normal yang dibantu (forsep dan vakum)
Kesulitan melahirkan lengan dan bahu (shoulder dystocia)
Bedah Caesar
Jika wanita yang beresiko PPP dapat diketahui sebelum melahirkan atau saat
melahirkan, maka mereka dapat segera dirujuk untuk melahirkan rumah sakit. Kemudian,
mereka dapat ditempatkan di fasilitas yang sesuai dengan tingkat keahlian yang diperlukan,
dengan ruang operasi dan darah yang tersedia apabila terjadi PPP.
Wanita tertentu memiliki resiko perdarahan yang berlebihan dan akan lebih baik apabila
jika mereka dapat dirujuk ke rumah sakit regional (sekunder) atau tertier untuk dapat
melakukan persalinan (misalnya pernah bedah Caesar dan plasenta previa anterior, abruption
plasenta dengan IUD dan koagulasi).
Rekomendasi yang telah disebutkan sebelumnya (untuk pemeriksaan resiko dan
persalinan berencana di rumah sakit) membutuhkan:
(a) Wanita tersebut menggunakan transportasi untuk mencapai rumah sakit. Sebelum
kelahiran sangat penting untuk diingat bagi para wanita ini untuk memiliki perencanaan
yang matang mengenai transportasi yang akan dipakai untuk mencapai rumah sakit.
(b) Transportasi darurat dari klinik ke rumah sakit atau dari rumah sakit ke rumah sakit
harus tersedia, khususnya bagi wanita dengan status “beresiko”.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, umumnya kasus perdarahan pasca
persalinan tidak bisa diprediksi dan banyak wanita dengan status beresiko terlanjur tiba di klinik
dan melahirkan disana dengan kondisi PPP sebelum ada rujukan, bahkan setelah sebelumnya
dilakukan pemeriksaan resiko pasca persalinan. Oleh karena itu semua klinik dan rumah sakit
tingkat satu harus selalu siap untuk mengatur situasi darurat terhadap PPP.
Tempat menunggu bagi wanita hamil
Tempat menunggu bagi wanita hamil merupakan fasilitas tempat para wanita yang
rumahnya jauh dari rumah sakit yang dirujuk. Tempat ini juga merupakan tempat bagi mereka
yang memiliki resiko pada saat persalinan, sehingga mereka dapat tinggal di fasilitas ini sejak
awal persalinan. Fasilitas ini bukanlah ruang perawatan medis, melainkan lebih merupakan
akomodasi terdekat. Para wanita ini harus mengatur sendiri makanan dan bahkan tempat tidur
mereka sendiri. Mereka juga harus mengurus keluarga di rumah dari fasilitas ini. Tempat
menunggu atau tempat menginap yang menjadi satu dengan rumah sakit regional atau daerah
ini telah terbukti bermanfaat dalam membantu wanita hamil yang beresiko dalam
memperpendek jarak dengan fasilitas yang diperlukan pada saat mereka melahirkan, sehingga
dapat mengurangi “penundaan tahap pertama” dalam menjangkau perawatan yang
dibutuhkan.
Mencegah persalinan yang lama dengan Partogram
Persalinan yang lama sering dikaitkan dengan penyebab PPP dikarenakan atonia uteri.
Selain itu persalinan yang lama juga dikaitkan dengan korioamnionitis yang juga mengarah pada
PPP. Lebih jauh lagi, persalinan yang lama dapat mengakibatkan pecah rahim dan perdarahan
gawat lainnya.
Oleh karena itu perawatan yang sesuai dan pengawasan pada wanita yang melahirkan
dengan Partogram, yang digunakan sejak perawatan primer di klinik hingga di rumah sakit, akan
dapat mengurangi kondisi PPP. Dalam kasus khusus seperti melahirkan setelah mengalami
bedah Caesar satu kali (VBAC), maka pengawasan khusus terhadapa kemajuan persalinan
dengan Partogram juga sangat penting untuk mencegah robeknya luka/pecah rahim.
Waspada dalam penggunaan Oxytocin dan Misoprostol dalam Multigravida
Penggunaan oxytocin dan misoprotol yang berlebihan dan terus menerus pada saat
terjadi aktivitas pada rahim dapat mengakibatkan pecah rahim. Penggunaan oxytocin yang
tidak tepat saat sudah terdapat tanda-tanda CPD atau malpresentasi dapat juga mengarah pada
pecah rahim.
Tindakan aktif saat tahap ketiga persalinan
Tindakan aktif pada tahap ketiga persalinan (AMTSL=Active management of third stage
of labour) dapat mengurangi perdarahan pasca persalinan dan apabila memungkinkan, harus
juga dipraktekkan oleh seluruh pekerja kesehatan yang melakukan persalinan (2). Elemen yang
penting dari AMTSL adalah:
Oxytocin 10 iu im setelah bayi dilahirkan
Menjepit tali pusar – tunda kecuali terdapat perdarahan dan kondisi tidak baik pada
janin intrapartum
Penarikan tali pusar yang terkendali
Pemijatan pada uterus
NB. Menempelkan bayi pada payudara lebih cepat dan sang ibu memijat rahimnya dapat juga
mengurangi resiko PPP.
Mengingat zat uterotonic pada AMTSL, syntometrine satu amp (kombinasi antara 5iu
oxytocin dan 0,5mgms ergometrine) dapat diberikan dan bukan oxytocin, kecuali sang ibu
memiliki hipertensi atau sakit jantung.
Misoprostol (600ugms secara oral) merupakan pengobatan alternative untuk AMTSL,
tetapi sifatnya inferior terhadap oxytocin dan synomterine untuk mengurangi PPP. Namun
misoprostol dapat digunakan apabila tidak ada oxytocin yang tersedia, terutama dalam situasi
tidak ada pendingin. Misalnya, di beberapa negara dengan proses melahirkan secara
tradisional, wanita yang melahirkan di rumah masing-masing telah mengatur misoprostol untuk
tahap ketiga persalinan dengan mengurangi resiko PPP.
Pada bedah Caesar, setelah bayi dilahirkan, iv oxytocin 2,5 diatur untuk tahap ketiga
persalinan (dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan hipotensi). Kemudian “dosis stat
iv” untuk infuse oxytocin (10 iu dalam cairan 1 liter) dapat dilakukan.
Memonitor selama 2 jam setelah persalinan, termasuk setelah bedah Caesar
Tindakan resusitasi lebih awal dan perawatan yang tepat untuk menghentikan
perdarahan dapat dilakukan, apabila PPP dideteksi lebih awal sebelum kehilangan darah dalam
jumlah banyak, sehingga dapat mengurangi morbiditas yang disebabkan PPP.
Setelah melahirkan secara normal, seluruh wanita harus diobservasi di ruang perawatan
bersalin selama minimal satu jam untuk memonitor kehilangan darah, tekanan darah, dan
detak jantung. Mereka dapat dipindahkan ke ruang rawat pasca persalinan apabila tidak ada
PPP. Hal yang sama juga berlaku pada wanita yang mengalami bedah Caesar, harus diobservasi
selama 30 menit dalam ruang pemulihan sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap. Bagi
wanita yang beresiko PPP karena memiliki faktor-faktor resiko ketika antepartum, intrapartum
atau melahirkan, maka mereka sebaiknya diobservasi dan dimonitor untuk tanda-tanda PPP di
ruang perawatan khusus selama minimal 4 jam setelah melahirkan, sebelum mereka
ditempatkan di ruang rawat pasca persalinan. Sebagai catatan, apabila umumnya PPP terlihat
melalui vagina yang berdarah, maka dalam beberapa kasus tertentu hal ini menutupi situasi
perdarahan lain, misalnya haematoma vaginal atau perdarahan intra-abdominal pasca bedah
Caesar.
Identifikasi wanita yang menolak transfusi darah
Beberapa wanita menolak penggunaan darah dengan alasan agama (missal: wanita dari
kelompok agama Jehovah’s Witness) dan dengan alasan keamanan. Pada situasi PPP yang
serius, tidak menggunakan darah dalam proses pengobatan dapat mengakibatkan morbiditas
parah dan terkadang kematian maternal. Walaupun kita menghormati wanita dewasa untuk
memutuskan hal tersebut, setiap langkah harus diambil untuk memperkecil kemungkinan
morbiditas dan mortalitas.
Penting bagi para wanita ini untuk diidentifikasi selama periode antepartum dengan
mencatat histori wanita tersebut. Perhatikan hal-hal yang dapat mencegah anemia dan
mengoptimalkan asupan zat besi dengan hematinics. Saran para ahli harus diusahakan melalui
telephone untuk mengkonsultasikan kondisi wanita tersebut. Perawatan pra persalinan dan
saat persalinan idealnya dilakukan di rumah sakit tingkat 2 atau 3 dengan pengawasan spesialis.
dalam situasi gawat pada PPP diperlukan konseling untuk meyakinkan instruksi yang tepat dari
wanita tersebut, lalu rekam instruksi tersebut. Jika ia menolak darah dalam situasi apapun,
mintalah nasihat dari pusat spesialis dan departemen hematologi mengenai ketersediaan
Hemopure (analog darah) dan ketersediaan teknik transfusi darah autologi. Pilihan-pilihan ini
juga harus dibicarakan kepada wanita ini.
Semua usaha harus bertujuan untuk mencegah perdarahan, deteksi dini dan cegah
perdarahan berlebihan dengan penggunaan zat uterotonic serta gunakan sumber daya lebih
dini untuk tindakan operasi untuk menghentikan perdarahan.
Bab Tiga
Algoritma Praktis untuk Penanganan
Perdarahan Pasca Persalinan
S.Fawcus
Pembukaan
Bab ini membahas algoritma untuk penanganan PPP
(a) Setelah persalinan normal di rumah sakit
(b) Terkait bedah Caesar
(c) Setelah persalinan normal di rumah dibantu oleh tenaga yang tidak berpengalaman
Algoritma ini dapat diperlihatkan dalam bentuk poster yang di dalamnya juga terdapat urutan
alur tindakan pencegahan, identifikasi, menemukan penyebab, resusitasi dan menghentikan
perdarahan. Seluruh ruang rawat bersalin sebaiknya memajang poster ini. Ruang operasi juga
perlu memajang poster ini yang di dalamnya juga terdapat diagram prosedur tambahan yang
diperlukan untuk menghentikan perdarahan.
Diperlukan rujukan untuk perawatan tingkat selanjutnya, namun bergantung pada
kapasitas rumah sakit/klinik tempat perdarahan berlangsung. Konsultasi dengan dan nasihat
dari rumah sakit yang dirujuk merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, bab ini memiliki
bagian (d) Pemindahan pasien yang mengalami PPP dan (e) jaringan saran melalui telepon.
Untuk melaksanakan penanganan komprehensif yang tergambar pada algoritma-
algoritma ini beserta penjelasannya, berikut ini merupakan hal-hal yang dibutuhkan:
Implementasi strategi untuk mencegah PPP, termasuk AMTSL (Bab 2)
Pengetahuan dan keahlian praktek dalam resusitasi darah dan cairan (Bab 4)
Pengetahuan dan keahlian tindakan medis untuk menghentikan perdarahan, khususnya
yang berasal atonia uteri (Bab 5)
Pengetahuan dan keahlian prosedur operasi yang dapat digunakan untuk enghentikan
perdarahan dari beberapa penyebab (Bab 6)
Kontribusi khusus dari bidan lapangan; seringkali merupakan orang pertama yang
mengetahui perdarahan (Bab 7)
Fasilitas yang memiliki staff yang terorganisir dengan baik dan juga memiliki obat-
obatan, persediaan dan darah yang cukup (Bab 8)
Bersiap untuk keadaan darurat berbekal observasi dan pelatihan kondisi PPH dengan
skenario sehari-hari (Bab 9)
Kesadaran dan mobilisasi masyarakat mengenai PPP (Bab 10).
Algoritma pada bab ini skematis dan untuk keterangan selanjutnya dapat merujuk pada
bab-bab yang terdapat pada keterangan di atas.
Komunikasi dengan pasien dan keluarganya
NB. Berlaku untuk semua algoritma
PPP merupakan hal yang menakutkan yang harus dialami pasien dan keluarganya. Stress
dan kekhawatiran berlebihan pada pekerja medis yang menangani pasien dapat meningkatkan
rasa takut pasien tersebut.
Sangat penting bagi para pekerja medis untuk bekerja cepat dan dengan sikap setenang
mungkin. Usahakan dalam setiap situasi selalu ada seorang, biasanya bidan atau pemimpin
klinik, yang menjelaskan situasi yang terjadi kepada pasien dan prosedur yang dilakukan oleh
para pekerja medis. Setelah melakukan tindakan besar, penting untuk member tahu pihak
keluarga pasien yang mungkin sedang menunggu di rumah sakit atau yang perlu dihibungi di
rumah.
Penanganan PPP setelah persalinan normal
Algoritma pada halaman berikut, tersedia dalam bentuk poster, merangkum langka-
langkah pendekatan terhadap pencehagan, deteksi, dan penemuan penyebab serta
penanganan terhadap PPP.
Algoritma ini digunakan di fasilitas kesehatan dan khususnya merujuk pada perdarahan
setelah persalinan normal. Poster ini di desain untuk menggambarkan dua pilar penanganan:
Resusistasi Cairan dan Menghentikan Perdarahan harus dilakukan PADA WAKTU YANG
BERSAMAAN. Itulah mengapa sangat penting untuk MEMINTA BANTUAN ketika PPP terjadi.
Algoritma ini juga dirancang untuk menunjukkan pendekatan langkah-langkah yang
menunjukkan perawatan awal dan tindakan resusitasi hingga menuju ke tindakan yang lebih
kompleks untuk perdarahan yang sedang terjadi.
Menghentikan perdarahan sebagai permulaan dapat menemukan penyebab
perdarahan. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan apakah plasenta telah dikeluarkan atau
belum. Jika terjadi retensi, maka penanganan berlanjut ke retensio plasenta yang tertera pada
algoritma.
Jika plasenta telah ada di luar, maka penyebab umunya adalah atonia uteri, yang
didiagnosa dengan teknik merasakan langsung uterus yang lemah berkontraksi. Robeknya
perineum dapat didiagnosa pada pemeriksaan rutin setelah persalinan normal.
Apabila tidak terjadi reaksi pada infuse oxytocin (perawatan pertama untuk atonia
uteri), maka zat tambahana yang mengandung oxytocin lainnya perlu diberikan sebagaimana
tertuang pada algoritma. Bidan dapat mengatur konsumsi ergometrine dan misoprostol tetapi
intramyometrial PGF2alpha diatur penggunaannya oleh dokter. Namun pada tahap ini, pada
saat terjadinya perdarahan yang terus menerus, sangat penting untuk mengabaikan penyebab
lain seperti laserasi vagina dalam, robekan serviks, dan/atau retensi fragmen plasenta atau
membrane.
Algoritma (a)
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN (PPP) PASCA PERSALINAN NORMAL
PENANGANAN
PLASENTA
UTERUS
*Di fasilitas kesehatan yang tidak memiliki ruang operasipasien tetap membutuhkan tindakan darurat. Kateter balon dapat dimasukkan ke dalam uterus untuk sementera hinggapemindahan pasien dilakukan.
Pencegahan(a) Pasca persalinan
normal 10u oxytocin pasca
persalinan Penarikan tali
pusar yang terkendali
(b) Saat terjadi resiko PPP, pertimbangkan infuse oxytocin atau ergometrine sebagai tambahan di atas
Diagnosa Setelah persalinan kehilangan darah >500ml atau terlihat berlebihan
Resusitasi Kompresi bimanual Masukkan 2 IV canulla besar Infus oxytocin 20 iu dalam RL Kateter urin Monitor TTV
Tidak Keluar Oxytocin drip 10 iu Ulangi penarikan tali pusat Pengeluaran secara manual
Tidak Tuntas Evakuasi uterus Eksplorasi digital Forsep ovum dan kuret
terbesar
LembutPijat uterus dan keluarkan
sumbatanLanjutkan infus oxytocinErgometrine 0,5mg atau
syntometrine 1 amp IMI (ulangi sekali lagi bila perlu)
Misoprostol 400 hingga 600 µgm per rectum
PGF 2α 5mg dalam 10ml saline, injek 1ml ke dalam myometrium
Tampon balon
KencangLaserasi jahit pada
perineum, vagina, atau serviks
Tidak TerasaPeriksa secara vaginal bila terjadi
uterus retrofleksi Reduksi hidrostatis:
Infus saline ke dalam vaginaPegang vulva sekitar tuba atau
gunakan cup vakum karet dalam vagina sebagai penutup
TUNTAS
Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan di ruang perawatan bersalin, namun bila
perdarahan masih berlangsung, maka harus dilakukan di ruang operasi dalam kondisi anestesi.
Hingga tahap ini, seluruh prosedur dapat dilakukan oleh bidan di klinik perawatan primer.
Ketika tindakan yang memerlukan ruang operasi diperlukan, maka tindakan tersebut harus
dilakukan di rumah sakit agar tindakan yang direkomendasikan dapat dilakukan. Pada tahap ini,
tampon balon dapat dimasukkan untuk mengurangi perdarahan saat pemindahan atau ketika
Non Pneumatic Anti Shock Garment (NASG) dapat digunakan. NASG saat ini belum terdapat di
Afrika Selatan (lihat komentar mengenai pemindahan pasien; bagian d). Kompresi bimanual
adalah tindakan sementara yang penting untuk dilakukan sambil menunggu ketersediaan
bantuan para ahli atau ruang operasi (lihat Bab 7, gbr.8).
Pemeriksaan menyeluruh terhadap uterus akan adanya jaringan janin yang tertinggal, robekan
pada vagina dalam dan/atau robekan serviks merupakan tindakan awal yang dilakukan di ruang
operasi.
Jika semua faktor tersebut bukan penyebabnya dan perdarahan masih berlangsung
meski dengan penggunaan zat oxytocic yang tersedia untuk atonia uteri, maka tindakan
laporotomi menjadi sangat penting.
Kompresi aorta dapat menjadi tindakan sementara yang berguna untuk mengurangi
kehilangan darah sambil mencoba mengendalikan hemostasis.
Sebagai alternative, sejumlah praktisi mengikat turniket uterine (missal cateter foley) di
sekitar bagian bawah uterus utnuk mengurangi perdarahan sambil mencoba menghentikan
perdarahan, dengan teknik yang mirip dengan myomektomi.
Jika perdarahan terus menerus:Tampon balonLaparotomi:
-Tekanan pada aorta- Jahit tekanan uterina- Ligasi arteri uterina- Histerektomi
Kemudian jahit kompresi uterina vertical, yaitu jekujur Hayman (lihat Bab 6)diperlukan
untuk merawat atonia uteri yang terus menerus. Apabila tidak berhasil, masukkan tampon
balon, atau lakukan langkah-langkah devaskulerisasi uterina. Seluruh langkah bedah ini harus
dalam cakupan praktek petugas medis dan COSMO. Histerektomi subtotal (STAH=Subtotal
Hysterectomy) merupakan perawatan tepat dan biasanya membutuhkan petugas medis
berpengalaman atau spesialis obstetri.
Keputusan ini tidak boleh dibuat terlambat dan jangan “membuang” waktu dengan
tindakan konservatif apabila kondisi pasien menurun secara drastis. Tindakan-tindakan ini tidak
menghentikan perdarahan. Umumnya tindakan histerektomi harus segera dilakukan apabila
terjadi situasi khusus seperti pecah uterina yang tidak bisa diperbaiki atau plasenta
increta/percreta.
Perdarahan terkait bedah Caesar
(i) Terdeteksi saat bedah Caesar
(ii) Terdiagnosa selama periode pasca operasi
“Waspada”:
- Jika kehilangan darah dalam jumlah berlebihan telah diantisipasi, pastikan bedah Caesar
dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
- Jika diduga plasenta previa mayor +/- increta, maka atur bedah Caesar untuk dapat
dilakukan di rumah sakit regional atau tertier.
- Jika pasien menderita anemia dengan HB < 10, pastikan darah tersedia apabila
diperlukan dan jika < 8gms/dl periksa silang lalu tempatkan di ruang operasi.
Meskipun hal-hal diatas sangat dianjurkan, sayangnya “situasi ideal” ini mungkin tidak dapat
terjadi,karena situasi dapat berlangsung dan berkembang dengan cepat. Sebagai contoh:
seorang pasien tiba di rumah sakit tingkat satu dengan HB rendah saat melahirkan, dan pernah
melakukan 2 kali bedah Caesar sebelumnya dan distress janin; maka ia memerlukan operasi
segera untuk menyelamatkannya dan bayinya oleh siapapun yang ada pada saat itu dan pada
tingkat perawatan tersebut.
Algoritma (bi)PERDARAHAN SAAT BEDAH CAESAR
PENANGANANPencegahan2,5 iu oxytocin iv lebih dari
30 detik pasca bayi lahir, dilanjutkan dengan infuse oxytocin
Mengeluarkan plasenta dengan cara menarik tali pusat
Teknik operasi yang baik
DiagnosisEstimasi visualKehilangan darah dalam botol hisap sebanyak >500ml BP & HR sebagaimana terdeteksi oleh ahli anestesi
Hubungi bantuan lebih senior (jika ada atau minta saran lewat telepon)
Resusitasi (ahli anestesi)Saluran 2nd iv20 iu oxytocin dripPertahankan tekanan darah
dengan cairan dan darahUbah menjadi GASaluran pusat
HENTIKAN PERDARAHAN *(Operasi)
Uterus AtonikInfus oxytocinErgometrine 0,2mg iv
(dilarang bagi hipertensi atau jantung) – ulangi 1 x
Misoprostol 400 hingga 600µgm per rectum
PGF 2α 1mg intra-myometrial (ulangi 1 x)
Jahit kompresi B-LynchSubtotal histerektomi (STAH)
Robekan UterinaRobekan lateral
Ligasi arteri uterinaRobekan inferior
Amankan apex & jahitan (periksa ureter dalam kondisi lateral untuk robek)
PecahPerbaiki STAH
Perdarahan Lokasi PlasentaMattress suture Jahitan kompresiLangkah-langkah
devaskulerisasi uterinTampon balonSTAH
NB. Segera lakukan STAH apabila terjadi pecah uterina, yaitu plasenta increta atau percreta yang tidak dapat diperbaiki
Berikut ini adalah langkah-langkah modalitas perawatan yang dapat digunakan:
Uterus atonik – oxytocics, jahit kompresi B Lynch
Robekan lateral menjadi ligamen yang luas – devaskulerisasi arteri pada uterina bilateral
dan sesuai prosedur.
Robekan ke bawah membuat segmen uterus lebih rendah – jahit hemostatis, pastikan
mendapat robekan apex, periksa jalur ureter apabila robekan menjadi lateral.
Perdarahan dari tempat plasenta – jahit individual hemostatis dan ligasi arteri uterina,
tampon balon.
Jika plasent menempel parah – seperti yang disebutkan sebelumnya, pertimbangkan
untuk melakukan kuret Baum
NB. Langsung lakukan histerektomi jika terjadi plasenta percreta, pecah rahim yang tidak dapat
diperbaiki, atau ketika tindakan konservatif diatas tidak berhasil.
Subtotal histerektomi (STAH) biasanya cukup untuk mengendalikan perdarahan kecuali
terjadi robekan ke bawah menuju serviks atau dalam beberapa kasus ke perdarahan segmen
bagian bawah yang menyertai plasenta previa mayor. Untuk situasi ini serviks juga harus
diangkat.
Jika hemostasis tidak berjalan setelah dilakukan STAH, maka penyedotan dapat
dilakukan di tempat. Jika koagulasi terjadi setelah STAH/TAH, maka coba lakukan penutupan
abdominal untuk menyumbat lubang abdominal. Sedikitnya digunakan 5 cotton buds kecil
hingga cotton buds abdominal. Pasien harus berada di ventilator dan sumbatan diangkat
setelah 48 jam.
Algoritma (bii)
PERDARAHAN PASCA BEDAH CAESAR
PENANGANAN
Jika perdarahan masih berlangsung ko
NB. Segera lakukan STAH apabila kondisi pasien sangat tidak stabil
Pencegahan & Deteksi DiniHemostasis pada awal bedah
CaesarPengawasan pasca operasi
secara rutinPengawasan terhadap
wanita yang beresiko berdarah intra-op di ruang rawat High Care (jika tersedia)
DiagnosisPerdarahan pv yang berlebihan
(menunjukkan PPP) BP + HR + distensi abdominal + pallor
(menutupi perdarahan)ResusitasiSaluran 2nd ivi Oxytocin 20iu dalam 1liter
infusPertahankan tekanan darah
dengan cairan dan darah
Uterus AtonikPijat/angkat sumbatan20 iu oxytocin dalam 1liter sebagai
infusErgometrine 0,2mg iv ((dilarang
bagi hipertensi atau jantung) – ulangi 1 x
Misoprostol 400 hingga 600µgm per rectum
Uterus berkontraksi dengan baik
Uterus Atonik
Jahit kompresi
STAH
Perdarahan dari sayatan uterin
Perdarahan Perdarahan tunggal sepanjang sayatandalam pembuluh
Sayatan terbukaJahit hemostatis pada uterin, periksa
untuk perdarahanLangkah-langkah dan jahitan kembali devaskulerisasi arteri pada uterin Langkah-langkah
devaskulerisasi STAH arteri pada uterin
STAH
Dicurigai sebagai Perdarahan Lokasi Plasenta
Tampon balon
Langkah-langkah devaskulerisasiarteri pada uterin
STAH
Laparotomi (posisi Llyod Davies
Algoritma (c)
PPP TERJADI SETELAH MELAKUKAN PERSALINAN DI RUMAH (DIBANTU OLEH BIDAN YANG TIDAK BERPENGALAMAN)
(d) Memindahkan pasien dengan PPP dari rumah sakit ke rumah sakit
Memindahkan pasien dalam kondisi tidak stabil secara hemodinamis adalah tindakan
yang kurang tepat. Sayangnya, hal ini sering dilakukan di Afrika Selatan dimana staf rumah sakit
merasa mereka telah berbuat semampunya dan pasien harus mendapatkan perawatan di
tingkat selanjutnya dari ahli yang tersedia di tempat tersebut. Pasien seringkali meninggal pada
saat situasi pemindahan ini terjadi atau tiba di saat “genting” ketika memerlukan perawatan
selanjutnya. Jika pasien secara hemodinamis tidak stabil dan anda tidak yakin akan yang anda
lakukan selanjutnya, hubungi obstetrician di rumah sakit regional anda untuk meminta saran
(nomor telepon obstetrician ini sudah harus anda miliki; lihat bagian e)
Pencegahan Publikasi perawatan pra
kelahiran Publikasi “Kesiapan
kompllikasi” & membuat perencanaan transportasi.
Menggerakkan masyarakat Pelatihan TBA +
pertimbangan untuk menyediakan misoprostol untuk digunakan pada tahap ketiga persalinan
Diagnosis Estimasi visual terhadap
perdarahan berat Baju dan seprai yang terendam Sang ibu pusing dan pingsan
Atur perjalanan menuju rumah sakit yang dirujuk Buang air kecil Kompresi bimanual Sang ibu memijat sendiri uterusnya Arahkan bayi ke payudara Stimulasi pada puting
PENANGANAN
Sebelum Pemindahan:
1. Pastikan seluruh kemungkinan tindakan untuk menghentikan atau mengurangi
perdarahan telah dilakukan. Hal ini termasuk (a) terapi oxytocic yang cukup dan harus
berkelanjutan selama pemindahan, (b) tampon balon pada uterus atonik yang tidak
responsive, (c) jahit B Lynch, jepit dan sumbat jika perdarahan kurang terkendali pada
saat bedah Caesar, dll.
2. Pastikan resusitasi yang cukup sedang dilakukan (kristalloid, koloid dan/atau darah
sebagaiman tersedia di rumah sakit yang dirujuk) dan petugas ambulans mengerti
pentingnya mempertahankan resusitasi selama transit.
3. Jika jarak yang ditempuh jauh dan tersedia transportasi udara, gunakanlah transportasi
udara ini. Pengaturan transportasi ini merupakan tanggung jawab manajer medis, jika
transportasi ini tersedia di area tersebut.
4. Non-pneumatic Anti- Shock Garment (NASG) adalah bahan kompresi dengan 5 panel
yang diamankan dengan Velcro dan bila telah digunakan menekan 4 bagian tubuh dan
abdomen. Alat ini cenderung dapat meningkatkan pembalikan vena, mempertahankan
tekanan darah dan meningkatkan tanda-tanda syok. Bahan ini belum terdapat di Afrika
Selatan. Bahan ini dapat digunakan ulang dan saat ini sedang di uji coba lapangan di
Zambia dan Zimbabwe untuk penggunaan ketika transit dari klinik yang dimaksud. Jika
hasilnya terlihat baik, maka bahan ini dapat diperoleh di Afrika Selatan.
Bab 3. GAmbar 1. Non-pneumatic anti-shock garment.
(Adapted from: Hensleigh PA. BJOG 2002;109:1377)
(e) Jaringan Saran melalui Telepon
Bagi dokter yang bekerja di rumah sakit yang jauh pada awal karir mereka dan yang
tidak mendapatkan pengalaman yang cukup dengan perdarahan obstetric mayor, maka
sambungan telepon darurat dengan obstetrician yang ada di rumah sakit manapun akan
berguna bagi dokter-dokter ini. Jika “supervisor” mengijinkan, sambungan melalui telepon
selular juga dapat membantu dokter yang kurang berpengalaman untuk mendapatkan saran
ketika terjadi situasi gawat darurat atau jika contohnya kesulitan melakukan hemostasis pada
saat bedah Caesar. Mendapatkan jadwal telepon spesialis di rumah sakit regional secara rutin
akan sangat berguna bagi rumah sakit daerah, karena mereka akan mendapatkan saran dari
para spesialis sebagaimana dokter junior yang mendapatkannya secara langsung di rumah sakit
regional.
Bab Empat
Menilai dan Menangani Kehilangan
Darah
E. Langenegger / C. Rout
Proses awal menyadarkan / resusitasi pasien syok akibat perdarahan (haemorrhagic Shock):
PERTOLONGAN : Memanggil bantuan pertolongan
ALIRAN PERNAFASAN : Membantu aliran pernafasan apabila diperlukan melalui mulut
atau hidung. Melakukan intubasi apabila pasien dalam keadaan
tidak sadar yang berat.
PERNAFASAN : Apabila pasien tidak bernafas, gunakan bantuan vetilasi. Apabila
bernafas, pasangkan O2 (40% masker, 8 – 10 l/menit)
SIRKULASI : Apabila tidak ada denyut nadi (atau anda tidak yakin) lakukan
CPR.
Menghentikan Pendarahan : Penekanan bimanual pada rahim . Infusi Oxytocin atau
syntometrine.
Komentar atas resusitasi awal
Perkiraan darah yang hilang bukanlah hal yang mudah. Kehilangan biasanya tidak
diperkirakan karena tidak terobservasi atau tidak kelihatan ( seperti ligamen haematoma yang
luas ). Selain itu, perubahan fisiologis selama kehamilan dapat menyembunyikan tingkat
keparahan. Pasien yang sedang hamil dapat kehilangan darah dalam jumlah besar tanpa
Resusitasi Cairan ( Mengembalikan volume, outpun jantung) 2 bore cannulae yang besar
(paling sedikit 18 g. Melalui antecubital fossa, Jugular eksternal, atau pengirisan vena
(venous cut-down).
Kirim darah untuk pencocokan darurat.
Pemberian cairan untuk meningkatkan konsentrasi dalam darah dengan cepat ( rapid
fluid bolus) selama 10 menit ( kantong tekanan atau BP Cuff)
2 liter crystalloid (Ringers / Plasmalyte / 0.9%NaCl / Balsol)
Melakukan evaluasi pada menit ke 10. Apabila SBP<100, pulse>110 500ml colloid
(starch seperti Voluven), diulang dua kali apabila diperlukan (1.5 L crystalloid apabila
koloid (colloid) tidak tersedia.)
Gunakan cairan hangat (38°C ) apabila diperlukan
Evaluasi kembali . Apabila SBP<100, pulse >110, 3.5 L cairan bening telah diberikan dan
donor darah yang cocok tidak tersedia, maka mulai melakukan transfusi darah O
negatif 2 unit.
Melaksanakan tranfusi dengan darah yang cocok atau sejenis begitu telah tersedia.
menunjukkan gejala klinis ( syok yang tersembunyikan). Tabel 1 dapat dipakai sebagai panduan
untuk menentukan perkiraan kehilangan darah .
Tabel 1. Perkiraan Volume Darah yang Hilang akibat Perdarahan
Ringan Sedang Parah
Kehilangan Darah 500-1000ml 1000-2000 ml >2000ml
Tekanan Darah Sistolic Normal atau sedikit
menurun , parah ketika
duduk
Menurun, (80-
100 mm Hg)
Jauh menurun (<80
mm Hg)
Denyut Jantung < 100 100-120 >120
Pernafasan Normal sedikit Meningkat 20-
25 / menit
Meningkat > 25/menit
Tingkat kesadaran Normal Gelisah Bingung atau depresi
Perfusi perifer dingin (Cold
peripheries)
dingin dingin dan basah
Air Seni sangat sedikit (oliguria) tidak ada sama sekali
(anuria)
Kateter air seni harus segera dipasang , volume awal dihitung kemudian dibuang , cairan
air seni yang berikutnya dimonitor setiap 15 menit.
Prinsip-Prinsip Penanganan adalah :
MENGHENTIKAN PERDARAHAN
Mengembalikan volume darah yang bersirkulasi
Tabel 1 harus lebih dipakai sebagai panduan tahapan fisiologis dari syok daripada
sebagai sebuah diagnosa seberapa parah perdarahan. Tanpa dengan efektif menghilangkan
penyebab perdarahan, kondisi pasien akan terus memburuk . dengan demikian, tujuan dari
resusitasi atau menyadarkan pasien di awal adalah untuk mencapai volume darah yang
bersikulasi yang cukup sehingga pasien dapat dipindahkan ke tempat yang dapat memberikan
penanganan efektif ( karena berdasarkan pengukuran sederhana, bahwa penekanan rahim atau
penanganan medis tidak berhasil).Tingkatan dari resusitasi volume awal akan tergantung
kepada kondisi kondisi tertentu. Contohnya, apabila PPH terjadi di area bangsal pemulihan,
maka pasien dapat dengan segera dikembalikan ke meja operasi dan tindakan operasi
perbaikan dapat dilaksanakan sambil tetap melakukan tindakan resusitasi. Apabila kondisi ini
terjadi di luar area rumah sakit atau klinik, maka resusitasi harus lebih lengkap agar pasien
dapat selamat selama perjalanan ambulans. Apabila resusitasi diteruskan selama perjalanan,
maka diperlukan mesin pendukung yang lebih canggih yang juga mampu mentransfusi darah.
Apabila perlu, pasien didampingi oleh staf ahli yang berpengalaman. Transportasi udara
sebaiknya dipakai apabila kondisi ini terjadi di rumah sakit yang terisolasi.
Apabila kondisi kehilangan darah sudah berhenti, langkah akhir dari resusitasi awal
adalah menormalisasikan tekanan darah dan menurunkan denyut jantung ke 110
denyut/menit atau kurang dari itu. Normalisasi denyut jantung yang sempurna adalah hal yang
tidak mungkin. Pada saat yang bersamaan, pemulihan tingkat kesadaran, pernafasan, dan
peripheral perfusion (tingkat aliran darah) juga harus terjadi. Semua ini harus dicapai dalam
waktu 30 menit, atau paling lama 1 jam, dan harus menunjukan volume penggantian sama
dengan volume yang hilang . Sebagai contoh kasar, cairan koloid dan darah dapat mengganti
volume yang hilang 1 banding 1, sementara dibutuhkan 3 volume crystalloid untuk
menggantikan 1 volume darah yang hilang.
Walaupun air seni jarang berguna pada pengukuran tingkat keparahan syok tetapi
sebaiknya tetap dimonitor, air seni sebaiknya tidak dipakai sebagai langkah terakhir dari
resusitasi. Fungsi ginjal (renal) seringkali bekerja dengan lambat untuk kembali ke normal dan
ada kemungkinan kondisi perdarahan menyebabkan kegagalan ginjal yang akut. Penggunaan
keluaran air seni sebagai poin terakhir dari resusitasi awal dapat mengarah kepada pemberian
volume yang berlebihan dan edema paru (pulmonary oedema).
Haemoglobin (Hb) dan haematocrit (Hct) hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak
ada manfaatnya pada pelaksanaan resusitasi awal dari perdarahan yang akut. Vena Kanulasi
Sentral (Central venous cannulation) ( apabila tersedia) juga hanya mempunyai sedikit manfaat
di tahap awal kecuali akses vena sekelilingnya (peripheral Venous) tidak memungkinkan.
Terapi oksigen sebaiknya terus diberikan bahkan apabila pasien dapat bernafas dengan normal.
Tingkat kejenuhan Hb harus selalu dimonitor ( pulse oximetry)
Penanganan aktif dari suhu tubuh harus selalu dijaga. Gunakan cairan hangat atau penghangat
berisi air atau selimut penghangat.
Resusitasi lanjutan
Catatan : Volume pengganti dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap terapi awal, tidak
hanya berdasarkan kategori klasifikasi awal.
Kegagalan mendapatkan respon terhadap resusitasi berarti terjadinya perdarahan lebih
lanjut yang harus diidentifikasi dan ditangani sambil meneruskan tindakan resusitasi.
Setelah resusitasi awal, insersi kateter vena sentral (central venous) dan pengambilan
darah untuk investigasi laboratarium merupakan tindakan yang seharusnya apabila tersedia.
Periksa :
• Haemoglobin
• Analisa arteri gas darah (Arterial blood gas)
• Jumlah Platelet
• parameter pembekuan darah (Coagulation)
• Urea and elektrolit
Haemoglobin: Haemoglobin seringkali dihitung berlebihan selama pelaksanaan resusitasi dari
perdarahan yang sedang terjadi. Walaupun tujuan utamanya adalah mendapatkan volume
darah yang bersirkulasi dan hasil jantung (cardiac) yang cukup, tetap harus terus
mempertahankan Hb diatas 8 g/dL.
Analisa Arteri gas darah: Asidosis (pH < 7.35) diasosiasikan dengan proses bergeraknya darah
yang tidak cukup baik. Penangannya adalah dengan resusitasi volume lebih lanjut. Peningkatan
konsentrasi laktat juga mengindikasikan adanya jaringan perfusi yang kurang memadai.
Penghitungan jumlah Platelet dan Paramenter pembekuan darah (coagulation) :
Keabnormalan pembekuan dan platelet merupakan hal yang biasanya terjadi setelah resusitasi
yang diperpanjang, dan pada kasus PPH yang terjadi setelah abrupsi plasenta atau sepsis. Darah
harus diberikan penanganan sebagai terapi komponen, dengan rasio 1 PRBC banding 1FFP/FDP
setelah 2 PRBC yang pertama; hal ini ditujukan untuk mendapatkan tingkat keberhasilan yang
lebih tinggi. Apabila kehilangan darah terus berlangsung setelah operasi perbaikan pada
sumber perdarahan, berikan konsentrat platelet apabila jumlah platelet < 50,000/μL dan
tangani pembekuan darah yang tidak normal – periode tromboplatin parsial activated (partial
thromboplastin time - aPTT) yang diaktifkan dan periode trombin (thrombin time -PT)- dengan
konsentrat plasma. Apabila pasien sudah dapat disadarkan dan tidak mengalami perdarahan
lagi, maka kedua tindakan diatas tidak perlu dilakukan.
Urea dan elektrolit : Perawatan dengan eloktorlit biasanya tidak membantu selama resusitasi
akut. Pemberian darah dalam volume yang besar dapat menyebakan hiperkalemia atau
hipokalemia yang kemudian membutuhkan perawatan lebih lanjut. Kegagalan ginjal akut (acute
renal function) paling baik bila dimonitor melalui keluaran air seni; urea dan kreatin tidak
meningkat dengan banyak hingga dikemudian waktu.
Penekanan pada vena sentral (Central Venous Pressure) : Tindakan ini merupakan indikator
yang sangat buruk untuk mengetahui volume darah dan sebaiknya tidak pernah begitu saja
digunakan untuk menentukan penggantian volume. Cek posisinya secepatnya dengan
menggunakan X-Ray untuk bagian dada yang portabel, dan mengabaikan pneumothorax.
Inotropik : Apabila terdapat fasilitas yang cukup baik untuk pelaksanaan monito ( ECG, Tingkat
Kejenuhan Hb, CVP dan jalur arteri), dan pasien terus dalam kondisi syok walaupun sudah
mendapatkan resusitasi volume yang memadai (perdarahan tidak berlanjut, CVP 10 cm atau
lebih, rata-rata tekanan arteri < 65 mm Hg) maka pemberian inotropik merupakan hal yang
sebaiknya dilakukan. Satu satunya infusi inotropik yang harus diberikan pada situasi seperti ini
adalah adrenalin ( dimulai dengan konsentrasi 20 microg. per mL).
Komplikasi pada transfusi darah :
Komplikasi paling umum pada resusitasi dengan sejumlah besar volume sel darah merah adalah
hipotermia, asidosis, dan keabnormalan pembekuan darah. Aspek paling penting dari
Penanganan yang dapat diaplikasikan pada semua tingkat perawatan adalah membuat suhu
pasien tetap hangat dan memberikan cairan hangat (38 - 40°C).
Table 2. Komplikasi-komplikasi Berat pada Transfusi Darah
Edema Paru, baik yang disebabkan oleh tranfusi yang berlebihan atau disebut juga dengan
TRALI sebaiknya dirawat dengan intubasi trakea dan pemberian tekanan positif pada ventilasi
berselang (IPPV).
Volume – Edema Paru ( Pulmonary oedema)
Suhu badan (dingin)
- Hipotermia (Hypothermia)
Metabolik dan Elektrolit
- Asidosis (Acidosis)
- Keabnormalan K, Na. Ca, Mg
Keabnormalan Pembekuan
Reaksi transfusi
- Reaksi transfusi hemolitik (Acute haemolytic transfusion reaction)
- Anafilaksis (Anaphylaxis)
- Luka paru akut akibat tranfusi (TRALI - transfusion related acute lung
injury)
Infeksi
- Virus dan Bakteri
- Immunodulation yang berhubungan dengan transfusi (TAI -
transfusion associated immunomodulation)
Pertimbangan Anastesi
Tidak boleh ada perawatan anastesi yang dilakukan oleh satu orang yang juga
mempunyai tugas lain (misalnya satu orang doktor melakukan tindakan anastesi dan
pembedahan). Apabila terdapat dua dokter, maka salah satunya bertanggung jawab akan
perawatan anastesi.
Tidak diperbolehkan melakukan anestesi area pada pasien yang sedang mengalami
perdarahan. Apabila perdarahan yang hebat terjadi pada prosedur anestesi area maka
dipertimbangkan untuk mengganti ke anestesi umum, intubasi trakea dan IPPV.
Efek dari anestesi (baik yang area maupun yang umum ) akan menetralkan efek
kehamilan yang tidak terlihat . Hipotensi terjadi lebih awal. Monitor kehilangan darah dengan
terperinci dan ganti volume kehilangan lebih cepat. Pastikan bahwa darah untuk pencocokan
dikirim lebih lebih awal. Pasang tambahan kanula dengan bore lebih besar lebih awal.
Gunakan iv cairan hangat
Pada pelaksanaan caesar mulai pemberian oxytocin pada saat bahu bayi mulai tampak (
catatan : waspada terhadap kehamilan multipel dan bagian belakang)
Pastikan infusi oxytocin diteruskan pada saat pemulihan dan selama perjalan ke
bangsal. Tidak boleh memperbolehkan seorang pasien keluar dari pemulihan dengan gejala
takikardia atau hipotensi yang tidak dirawat atau tidak diketahui/jelas. Selalu memeriksa
kondisi rahim mengkerut dan melihat ke bawah selimut sebelum memindahkannnya ke
bangsal.
Bab Lima
Penanganan Medis untuk Perdarahan
Pasca Persalinan (PPP)
G.J Hofmeyer
Pengantar
Walaupun terdapat beberapa faktor resiko yang telah dikenali dapat terjadi pada
pendarahan postpartum (Postpartum Haemorrage - PPH), PPH secara tidak terduga juga dapat
terjadi pada wanita yang telah melahirkan. Semua petugas yang terlibat dalam proses
persalinan harus mempunyai keahlian dan pengetahuan tentang bagaimana menangani PPH
dan bangsal persalinan harus mempunyai obat-obatan dan peralatan yang dibutuhkan yang
siap digunakan.
Karena PPH disebabkan oleh beberapa hal dan penyebabnya tidak selalu kelihatan,
maka Penanganan melakukan intervensi dengan pendekatan yang menggunakan langkah-
langkah tertentu pada semua penyebab yang mungkin terjadi, yang dilaksanakan dengan
urutan yang sangat cepat sampai pendarahan berhenti.
Pada Bab ini akan dibahas obat-obatan yang digunakan untuk mempercepat kontraksi rahim
dan mempercepat pembekuan darah (coagulation). Penggunaan obat-obatan harus dianggap
sebagai satu elemen dalam Penanganan holistik, termasuk yang berikut ini :
Penanganan aktif pada tahap ketiga termasuk pemberian rutin oxytocin (Bab 2)
Tingkat kewaspadaan akan terjadinya PPH (Bab 2)
Resusitasi dan penggantian volume (Bab 4)
Tindakan bedah (Bab 6)
Panduan Perawatan Proses Kelahiran di Afrika Selatan dari Departement Kesehatan Nasional
merekomendasikan beberapa langkah sebagai berikut :
Pijat rahim / penekanan atau kompresi bimanual
Berikan infus oxytocin 20u dalam 1 liter Ringers dengan laktak pada 120 – 240 mL/jam
Pasang kateter air seni.
Apabila rahim masih tetap lunak atau belum mengeras
Ergometrine 0.5mg atau syntometrine 1 amp IMI (diulang satu kali apabila diperlukan]
Misoprostol 400 sampai 600µgm per dubur atau sublingually
Prostaglandin F2a 5mg dalam 10ml saline, suntikkan 1ml kedalam Myometrium
“Pemijatan” Rahim dilakukan dengan memijat rahim dengan mantap melalui dinding perut ibu.
Tindakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kontraksi dengan menstimulasi pelepasan
prostaglandin dari desidua lisosom . Apabila oxytocin tidak tersedia, maka menghisap atau
menstimulasi puting dapat pula dilakukan karena tindakan tersebut menstimulasi pelepasan
endogen oxitosin dari posterior pituitary gland (kelejar bawah otak bagian belakang).
Tranexamic acid dan recombinant factor VIIa adalah dua obat yang telah dipakai untuk
mempercepat proses pembekuan darah (coagulation) pada kasus perdarahan setelah
melahirkan (PPH) yang tidak merespon penanganan rutin .
Kedua obat tersebut akan dibahas dengan terperinci pada bab ini.
WHO telah mengeluarkan panduan untuk menangani PPH berdasarkan hasil peninjauan fakta
oleh panel ahli pada bulan November 2008. Topik pada bab ini akan dibahas berdasarkan
rekomendasi WHO karena fakta-fakta yang diteliti oleh panel tersebut melibatkan beberapa
percobaan yang cukup besar yang dilakukan secara acak dan belum dipublikasian hingga saat
ini.
Obat-obatan untuk uterotonika
Kebanyakan penggunaan obat-obatan uteronika yang digunakan untuk menangani PPH
didasarkan pada extrapolasi dari fakta-fakta keefektifannnya untuk mencegah PPH, karena
tidak adanya bukti langsung dari percobaan-percobaan penanganan PPH.
Untuk mencegah PPH, penggunaan syntometrine dibandingkan dengan oxytocin diasosiasikan
dengan kecenderungan untuk kehilangan darah yang berkurang hingga > 100- ml ( rasio odds
(OR) 0.78, 0.58 – 1.03) ; tidak berbeda dengan transfusi darah (OR 1.37, 0.89 hingga 2.10);dan
penggunaan tambahan uterotonics yang lebih sedikit (rasio resiko (RR) 0.83, 0.72-0.96), tetapi
akan ada lebih banyak efek samping, terutama tekanan darah tinggi (hypertension) (RR 2.40,
1.58-3.64).1
Penggunaan Oxytocin dibandingkan dengan ergometrine secara statistik diasosiasikan
dengan tidak adanya perbedaan yang cukup besar pada kehilangan darah >1000ml (RR 1.09,
0.45-2.66) dan penggunaan tambahan uterotonika (RR 1.02, 0.67-1.55); dan lebih sedikit efek
yang merugikan : muntah (RR 0.09, 0.05-0.16); peningkatan tekanan darah (RR 0.01,0.00-0.15).
Tidak terdapat cukup data untuk membandingkan hasil dari dengan tranfusi darah . 2,,3
Tidak terdapat manfaat yang jeas dari penggunaan carbetocin4, intramuscular
prostaglandins5 atau sulprostone 6,7 terhadap oxytocin dan/atau ergometrine.
Untuk mencegah PPH, penggunaan misoprostol (400 hingga 800 mcg) yang
dibandingakan dengan uterotonika yang disuntikkan (injectable uterotonics) diasosiasikan
dengan peningkatan kehilangan darah ≥ 1000ml (RR 1.32; 95% CI 1.16-1.51), tetapi tidak
terdapat perbedaan secara statistik pada insiden morbiditas (mudah terkena penyakit) yang
parah, termasuk kematian akibat melahirkan (RR 1.00, 95% CI 0.14-7.10)55
Rekomendasi
Berdasarkan fakta tidak langsung, maka untuk menangani PPH, WHO sangat
merekomendasikan :
• Oxytocin daripada ergometine atau syntometrine sebagai langkah pertama
• Ergometrine atau syntometrine sebagai langkah kedua
• Prostaglandin sebagai langkah ketiga
Peninjauan akan bukti langsung dari keefektifan misoprostol untuk menangani PPH
(termasuk dari percobaan yang belum dipublikasikan ) menemukan bahwa :
Untuk mereka yang diberikan oxytocin pada tahap ketiga proses melahirkan, penambahan
penggunaaan misoprostol dibandingkan dengan placebo tidak memberikan efek yang berarti
pada penambahan kehilangan darah ≥ 500 mls (RR:0.83, 95% CI: 0.64-1.07), penambahan
kehilangan darah ≥ 1000 mls (RR:0.76, 95% CI: 0.43-1.34) dan transfusi darah (RR: 0.96, 0.77-
1.19).8,9,10,11
Untuk mereka yang tidak diberikan oxytocin selama tahap ketiga dari proses melahirkan,
pemberian misoprostol 800 µg sublingually dibandingkan dengan oxytocin 40 IU IV mempunyai
resiko yang lebih besar pada penambahan kehilangan darah ≥ 500 mls (RR: 2.84 (95% CI: 1.63-
5.01) dan mendapatkan penambahan therapeutic uterotonics (RR: 198, 95% CI: 1.31-2.99);
dan kecenderungan membutuhkan lebih banyak transfusi darah (RR: 1.58, 95% CI: 0.98-2.55).
Dari sisi efek samping, 66/488 wanita yang menerima perawatan misoprostol maka suhu
tubuhnya diatas 40°C dibandingkan dengan yang mendapatkan oxytocin jumlahnya 0/490.
Kebanyakan kasus suhu tubuh yang tinggi terjadi di Ekuador. Telah terdapat tujuh kasus
mengigau karena demam yang tinggi pada wanita yang sedang dalam proses melahirkan.12
Rekomendasi
Berdasarkan bukti langsung tersebut, WHO sangat merekomendasikan penggunaan oxytocin
untuk mencegah PPH dibandingkan dengan penambahan misoprostol.
Dewan panel memahami bahwa di beberapa tempat ada kemungkinan oxytocin tidak tersedia.
Oleh karena itu mereka mendorong agar para pengambil keputusan di bidang kesehatan di
tempat-tempat tersebut untuk memperjuangkan keberadaan oxytocin. Akan tetapi , karena
penggunaan uterotonik sangat penting dalam menangani PPH sehubungan dengan adanya
atonia, maka mereka merekomendasikan agar misoprostol dapat tetap dipakai sampai oxytocin
tersedia. Masih terdapat perbedaan pendapat dalam menentukan konsesus apakah 800mcg
sublingually atau dosis yang lebih rendah sebaiknya direkomendasikan sebagai dosis maksimum
yang aman.
Prostaglandin F2α
Prostaglandin F2 α intramyometrially telah dipakai secara empiris sebagai langkah terakhir
ketika semua usaha penanganan tidak berhasil, walaupun tidak terdapat bukti langsung akan
keefektifannya. Dikarenakan resiko efek negatif yang berbahaya apabila diberikanmelalui urat
nadi, maka dengan dosis yang sangat kecil (1ml cairan dari 5mg dengan 10ml saline) disuntikkan
melalui transabdominal ke dalam miometrium, dan harus dipastikan pada saat menarik jarum
suntik tidak berada di dalam pembuluh darah.
Tranexamic acid
Tranexamic acid adalah agen anti fibrinolitik yang digunakan pada pembedahan untuk
mengurangi kehilangan darah dan kebutuhan akan transfusi darah. Dewan panel WHO
menemukan bahwa peninjauan secara sistematis dari percobaan yang terkontrol dan acak
menunjukkan bahwa pada pasien operasi, asam traneksamat mengurangi resiko transfusi
darah hingga 39%. Tinjauan Cohrane lainnya menunjukkan bahwa asa, traneksamat
mengurangi pendarahaan menstruasi yang hebat tanpa menimbulkan efek samping.
Merujuk kepada konsultasi WHO, sebuah peninjauan secara sistematik pada asam
traneksamat untuk pendarahan pasca melahirkan telah mengidentifikasi tiga percobaan yang
terkontrol dan acak yang melibatkan 561 partisipan. Penggunaan Asam traneksamat
dibandingkan dengan tidak adanya penanganan sama sekali dapat mengurangi kehilangan
darah hingga 92 ml (95%CI 76 sampai 109). Akan tetapi dari ketiga percobaan ini, keterbukaan
alokasi tidak mencukupi atau tidak jelas.
Sebuah percobaan acak baru-baru ini menemukan bahwa penggunaan asam
traneksamat dibandingan dengan penggunaan placebo dapat mengurangi kehilangan darah
pada pasca operasi caesar hingga 9.1ml dan meningkatkan level haemoglobin dalam 24 jam
hingga 0.8g/dl. Tidak terdapat komplikasi atau efek samping dari kedua grup tersebut. 16
Rekomendasi (lemah) :
Asam Traneksamat dapat ditawarkan untuk menangani PPH apabila pilhan uterotonika tidak
berhasil atau adanya trauma yang menyebabkan pendarahan. Diperlukan penelitian lebih
lanjut.
Recombinant Factor VIIa
Terdapat bukti yang terbatas sehubungan dengan kefektifan recombinant Factor VIIa untuk
menangani PPH. Pada dua penelitian observasional, pada wanita yang dirawat dengan
Recombinant Factor VIIa setelah menerima perawatan konvensional mempunyai
kecenderungan berkurangannya resiko komatian (OR 0.38, 95% CI 0.09-1.60)17,18
Terdapat kasus jumlah trombotik yang tinggi pada pasien yang mendapatkan perawatan
recombinant factor VIIa tanpa label.19
Rekomendasi :
Tidak terdapat cukup bukti untuk memberikan rekomendasi sehubungan dengan penggunaan
recombinant factor VIIa untuk menangani PPH. Selain itu, harganya juga sangat mahal sekali.
Kesimpulan
Berikut ini adalah rangkaaian obat-obatan yang dapat dipakai untuk menangani PPH
Dipakai oleh Bidan :
1. Apabila belum diberikan sebagai pencegahan penyakit dan tetesan belum berkurang, maka
diberikan oxytocin 10u im
2. Infus Iv oxytocin 20u dalam 1000ml Ringers lactate atau saline dengan 120-240 mL/jam
3. Ergometrine 0.5mg atau syntometrine 1 amp IMI selama pasien tidak mempunyai penyakit
hipertensi atau penyakit jantung ( dapat diulang satu kali apabila diperlukan)
Dipakai oleh petugas medis:
1. Pada wanita dengan penyakit hipertensi atau jantung yang terus menerus mengalami perdarahan
dengan rahim lemah (atonic uterus) walaupun sudah diberikan perawatan oxytocin, maka resiko
dan keuntungan penggunaan ergometrik perlu dipertimbangkan.Kompromi empiris untuk
memberikan im dengan dosis sangat kecil dan memberikan kembali apabila diperlukan sambil
memonitor tekanan darah . Cairkan 0.5mg ergometrine dengan 10ml atau 0.2mg hingga 4ml dan
berikan 1ml (=0.05mg) im sekaligus.
2. Prostaglandin F2a 5mg dengan 10ml saline, disuntikkan sebanyak 1ml kedalam myometrium, dan
pastikan dengan hati hati untuk tidak sampai menyuntikkannya ke dalam pembuluh darah.
3. Cyclokapron 1g dengan pelan-pelan melalui urat nadi .
Misoprostol tidak seefektif oxytocin dan mempunyai efek samping sehubungan dengan dosis
yang diberikan termasuk hiperpireks . Begitu oxytocin dipakai maka misoprostol tidak mempunyai
Misoprostol 400µg sublingually atau 600µg per dubur dapat digunakan pada situasi
berikut ini :
1. Apabila oxytocin atau ergometrine tidak tersedia (misalnya pada proses
melahirkan di rumah yang tidak direncanakan sebelumnya)
2. Ketika semua usaha penanganan tidak berhasil.
Bab Enam
Penanganan Bedah untuk Perdarahan
Pasca Persalinan (PPP)
GB. Theron
Penanganan plasenta yang tertahan
Plasenta yang tertahan adalah plasenta yang tidak keluarksetelah 30 menit.
Plasenta yang tertahan meningkatkan resiko perdarahan pospartum (PPH) 8 hingga 12 kali.
Harus dilakukan pemeriksaan vaginal :
Apabila plasenta atau bagian dari plasenta dapat terasa di dalam vagina atau bagian
bawah rahim , maka dapat dipastikan bahwa plasenta telah terpisahkan. Tarik tali ari-ari
dengan menggunakan satu tangan, sementara tangan yang lain mendorong fundus dari rahim
ke atas (disebut dengan metode tarikan tali ari-ari Brandt-Andrews) maka plasenta dapat
dikeluarkan.
Apabila plasenta atau bagian dari plasenta tidak terasa di dalam vagina atau bagian
bawah rahim dan hanya tali ari-ari yang terasa, maka plasenta masih berada di bagian atas
rahim dan diagnosa plasenta yang tertahan harus dibuat.
Mulai laksanakan infusi melalui urat nadi dengan 20 unit oxytocin dan pastikan bahwa
rahim mengkerut dengan baik. Tindakan ini akan mengurangi resiko perdarahan postpartum.
Pengambilan plasenta secara manual
Sambil menunggu ruang operasi atau memindahkan pasien, periksa secara terus
menerus apakah rahim terus mengkerut dengan baik dan apakah terjadi perdarahan vaginal
yang berlebihan. Tekanan darah tinggi dan denyut nadi harus diukur dan dicatat setiap 15
menit.
Apabila pasien berada di sebuah klinik atau rumah sakit level 1 tanpa fasilitas ruang
operasi, maka dia harus dipindahkan ke rumah sakit level 2 atau 3 untuk mendapatkan
perawatan pengambilan plasenta dengan anestesi umum. Pasien harus berpuasa.
Pemeriksaan vaginal harus dilakukan sebelum memindahkan pasien ke ruang iperasi.
Apabila plasenta atau bagian dari plasenta terasa di dalam vagina atau bagian bawah rahim,
berarti plasenta telah terpisahkan. Plasenta dapat dikeluarkan dengan tindakan penarikan tali
ari-ari yang terkontrol.
Anestesi tulang belakang dapat diberikan selama paseien telah diresusutasu dengan
baik, mempunyai tekanan darah dan denyut nadi normal, dan tidak mengalami perdarahan
yang aktif.
Sebaiknya menggunakan sarung tangan dengan lengan yang panjang.
Infusi melalui urat nadi dengan 20 unit oxytocin harus diberikan dengan aliran cepat selama
prosedur.
Langkah 1
Prosedur dilaksanakan dengan pasien pada posisi Litotomi. Kosongkan saluran kandung kemih.
Langkah 2 (Gambar 2)
Satu tangan dimasukkan ke dalam rahim dan mengidentifikasi ujung plasenta di dalam rahim.
Dorsum tangan diputar ke arah dingding rahim dan plasenta diambil dari dinding rahim. Sambil
memasukkan tangan ke dalam rahim dan memanipulasi isi rahim, tangan yang lain
diletakkkan di dinding perut untuk menstabilkan rahim. Begitu plasenta dilepaskan dengan
sempurna, plasenta ditarik dan diambil dari rahim.
Bab 6. Gambar 2. Teknik untuk Pengambilan Plasenta secara Manual
(Diambil dari Van den Broek N, Life Saving Skills Manual. Essential obstetric and newborn care.
Modul 5 halaman 33. RCOG press 2007)
Langkah 3
Periksa apakah plasenta sudah benar-benar terambil . Apabila kotiledon atau sebagian dari
jaringan plasenta ada yang hilang, maka rahim harus kembali diperiksa secara manual. Apabila
jaringan plasenta yang hilang tidak dapat ditemukan, maka rahim harus dikosongkan
menggunakan tang telur yang besar diikuti dengan tindakan kuret ringan dengan menggunakan
kuret tajam terbesar yang tersedia. (Baum kuret). Ultrasound Trans-abdominal di dalam ruang
operasi akan sangat bermanfaat untuk memastikan apakah rahim telah bersih.
Langkah 4
Pijat rahim secara menyeluruh dan pastikan rahim terus mengkerut dengan baik.
Masukkan spekulum Auvard atau Sims dan lakukan observasi beberapa saat untuk melihat
apakah terdapat perdarahan yang melebihi jumlah normal sebelum menurunkan kedua kaki
pasien. Selain itu gunakan kesempatan ini untuk memeriksa sobekan vaginal dan leher rahim.
Langkah yang sama juga akan dilakukan untuk plasenta yang secara tidak sehat
melekat/menempel. Semua pasien yang memerlukan pengangkatan plasenta secara manual
harus secara terus menerus diobservasi untuk kondisi PPH oleh staf yang sudah terlatih dengan
benar paling tidak selama 4 jam setelah keluar dari ruang iperasi. Selama masa tersebut, infusi
oxytocin melalui urat nadi diteruskan. Setelah pengangkatan plasenta secara manual, pasien
diberikan sejumlah antibiotik oral selama 5 hari.
Penyuntikan oxytocin pada urat tali pusar (teknik Pipingas) untuk memfasilitasi
pengangkatan plasenta yang tertahan.
Tindakan ini bisa dilaksanakan apabila pasien stabil secara hemodinamik dan tidak terdapat
keterlambatan dalam mengakses ruang operasi. Potong tali pusar yang tertahan kira-kira 5 cm
dari luar introitus. Masukkan selang pemberian nasogastric nomor 10 melalui urat tali pusar
(yang paling besar dari 3 pembuluh yang terlihat pada permukaan pusar yang sudah terpotong).
Apabila terjadi penolakan, tarik kembali selang sepanjang 5 cm. Suntikkan campuran 50unit
oxytocin dan 30 ml air steril melalui selang makanan. Selang dapat diangkat dan tali pusar akan
kembali tertahan. Usaha lebih lanjut untuk pengeluaran plasenta dengan tindakan tarikan tali
pusar secara terkontrol dapat dilakukan. Apabila plasenta tidak dapat dikeluarkan maka
pengangkatan plasenta secara manual harus dilakukan di ruang operasi. Tidak terdapat
konsensus akan dosis oxytoscin yang direkomoendasikan karena banyak dokter menggunakan
dosis yang lebih kecil seperti 10-30 iu oxytocin. .
(Catatan: walaupun penelitian awal menunjukkan manfaat dari intervensi ini, hasil peneliatian
yang diumumka dan dipublikasikan pada tahun 2010, yang merupakan sebuah percobaan acak
Sambil menunggu ruang operasi atau memindahkan pasien, secara berkala, periksa pasien apakah
rahimnya terus mengkerut dengan baik dan apakah terdapat perdarahan vaginal yang berlebihan.
yang terkontrol membandingakn antara penyuntikan oxytocin melalui pembuluh pusar intra
dengan pemberian placebo menunjukkan bahwa tindakan tersbut tidak memberikan manfaat.).
Penjahitan sobekan perineal, vaginal atau leher rahim.
Setelah tahap ketiga dari proses persalinan, perineum dan bagian ketiga bawah vagina
harus secara berkala diperiksa oleh yang membantu proses persalinan, dengan hati-hati
meregangkan vagina agar terbuka dengan menggunakan jari-jari kedua tangan. Sobekan yang
menyebabkan perdarahan atau yang melibatkan lapisan otot dibawah kulit atau dibaewah
epithelium vaginal harus dijahit.
Semua pasien yang mengalami perdarahan vaginal dari yang seharusnya harus diperiksa
untuk menentukan apakah terdapat sobekan di bagian atas di vagina atau sobekan di leher
rahim.Tindakan tersebut dapat dilakukan di ruangan yang sama dengan ruangan saat proses
persalinan dilaksanakan. . Untuk melaksanan hal ini, diperlukan :
Sumber pencahayaan yang baik
Tiang- tiang Litotomi
Paket untuk menjahit leher rahim yang terdiri dari rektraktor vaginal, spekulum Sims
dan setidaknya 2 pegangan penyeka.
Seorang asisten
Langkah 1
Prosedur ini dilakukan dengan pasien pada posisi Litotomi . Dengan menggunakan spekulum
Sims dan retractor vaginal, bagian atas dari dua pertiga vagina dengan hati-hati diperiksa untuk
melihat apakah terdapat sobekan.
Langkah 2
Spekulum Sims sekarang dimasukkan dari belakang/posterior kedalam vagina dan retractor
vagina digunakan untuk menaikkan dinding vagina depan/anterior untuk memungkinkan
visualisasi separuh bagian atas vagina dan leher rahim. Asisten membantu memegang specula
pada tempatnya. Sobekan vaginal yang melibatkan lapisan otot di bawah epithelium vaginal
harus dijahit.
Langkah 3
Selanjutnya leher rahim harus diinspeksi dengan menempelkan penyangga penyeka pada leher
rahim pada jam 12 dan yang satunya lagi pada jam 3. Bagian di antara kedua penyangga
penyeka diperiksa untuk melihat sobekan leher rahim. Pegangan penyeka pada jam 12
diangkat dan ditempelkan ke leher rahim pada jam 6 . Selanjutnya porsi antara kedua penyeka
diinspeksi untuk melihat adanya sobekan leher rahim. Tindakan ini dilakukan langkah demi
langkah sampai seluruh keliling leher rahim diperiksa. .
Langkah 4
Leher rahim setelah persalinan akan mengalami beberapa sobekan di bagian permukaan.
Sebuah sobekan leher rahim akan diregangkan dari epithelium hingga ke bagian lapisan otot
dari leher rahim yang lebih dalam . Begitu sebuah sobekan leher rahim teridentifikasi,
pegangan penyeka diletakkan disetiap sobekan. Tarikan kebawah digunakan untuk melihat
apakah bagian atas (apex) dari sobekan dapat terlihat.Apabila bagian apex telah dapat dilihat,
maka langkah berikutnya adalah penjahitan. Selanjutnya harus dilakukan penjahitan yang
kontinr dengan chtomic O dengan jarum berbentuk bulat.
Langkah 5
Apabila apex tidak dapat terlihat, maka pasien akan dibawa ke ruang operasi . Di ruang
opereasi, pasien akan ditangani oleh petugas yang berpengalaman. Prosedur vaginal diulang di
ruang operasi.Apabila sobekan pada bagian apex tidak dapat teridentifikasi, langkah berikutnya
adalah laparotomi. Pasien ditutup oleh kain operasi dan berada pada posisi litotomi dengan
kedua kaki diposisikan ke arah bawah dengan sudut pada kira-kira 30. Derajat. (Posisi Lyod-
Davis). Pada beberapa kasus terdapat kemungkinan untuk melakukan tindakan kombinasi
abdominal yang kemudian diikuti dengan penjahitan vaginal.Pada kebanyakan kasus,
histerektomi perut total akan menjadi penting.
Terus berlanjutnya pengeluaran darah dari berbagai sobekan vaginal setelah dilakukan
penjahitan, dapat dirawat dengan hati-hati memenuhi/menutup vagina dengan menggunakan
penyumbat vagina setelah memastikan tidak ada perdarahan dari dalam rahim. Apabila tampon
sudah terendam oleh darah, ia harus diambil dan vagina kembali diperiksa. Setelah yakin bahwa
perdarahan merupakan adalah aliran darah dari sobekan vaginal yang telah diperbaiki dan
jaringan vaginal yang rapuh, maka balon tampon sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya dapat digunakan pada vagina. Kateter Foley harus dimasukkan setelah
penyumpalan atau penggunaan tampon pada vagina.
Penggunaan Tampon balon
Metode ini harus diberikan pada kasus PPH sebungan dengan rahim lemah yang tidak berhasil
(Bab 5). Metode ini juga harus diberikan kepada PPH yang terjadi setelah pengangkatan seluruh
plasenta previa atau sebgaian dari plasenta yang tidak sehat dan menempel. Laparotomy dan
subtotal hysterectomy seharusnya menjadi pilihan prosedur bagi pasien dengan keseimbangan
yang lebih tinggi dan bahwa orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan prosedur ini
tersedia. Kateter Cooke, Bakri atau Rusch dapat digunakan sebagai tampon air seni apabila
tersedia, tetapi harganya mahal dan biasanya juga jarang tersedia.
Tampon balon untuk rahim dapat dibuat dari alat yang lebih murah dengan menggunakan
sistem kateter kondom atau sistem kateter dari sarung tangan bedah. Sistem kedua lebih dipilih
oleh penulis dan didemonstrasikan di Gambar 3.
Persiapan untuk sistem tampon dari sarung tangan
Yang dibutuhkan :
• Selang plastik steril dengan lubang (bore) yang besar ( selang nasogastric FG 16)
• Sarung tangan lateks steril.
• Satu set alat pengukur tetesan
Semua pasien yang mengalamai perdarahan tidak normal harus diperiksa apakah terjadi
sobekan di bagian vagina lebih atas dan sobekan leher rahim.
• Satu liter saline normal
• Satu buah handuk steril
• Gunting
Bab 6. Gambar 3. Sistem Tampon Balon menggunakan Sarung Tangan Operasi
Selang /pipa berdinding keras
Balon sarung tangan diisi dengan cairan saline normal
Vacoliter, kira-kira berada 1,5 meter diatas uterus
Rahim
Vagina
(Metode ini mengkombinasikan ide-ide dari JG Hofmeyr, C. Cluver, DR Hall dan penulis)
Persiapan dilakukan diatas handuk steril dan oleh operator yang menggunakan sarung tangan
steril. Untuk membuat balon dari sarung tangan, gunting area dekat ujung jari tengah . Melalui
ujung lubang, masukkan ujung kateter plastik. Sepanjang 8cm. Amankan sarung tangan dengan
mengikat jari manis dan jari tengah disekeliling kateter. Mengikuti ikatan pertama, jari-jari
sarung tangan harus ditarik selebar-lebarnya dan beberapa ikatan dibuat untuk memastikan air
terwadahi dengan pas, tidak ada ruang udara. Lengan dari sarung tangan harus diikat dengan
kecang.
Kemudian udara dikeluarkan dari balon sarung tangan , balon diisi dengan saline dan
dimasukkan ke dalam ujung kateter yang lebar. Selanjutnya balon sarung tangan dimasukkan
melalui leher rahim ke dalam rahim dan sumbatan balon set dibuka. Keluarkan tangan anda
dari rahim begitu sarung tangan terisi oleh cairan saline.
Tekanan darah diperiksa. Tekanan sistolik dikali 13# digunakan untuk menentukan tinggi
dari tas berisi saline diatas pasien yang tidur terlentang. Apabila tekanan darah sistolik pasien
120mmHg, tinggi dari kantung seharusnya berada 1,56 meter diatas pasien. Apabila tiang
kalibrasi tidak tersedia, kantung dipastikan berada 1,5 m dari pasien dengan melakukan
perkiraan ketinggian. Sumbatan alat dibiarkan terbuka. Tekanan dari aliran air akan cukup
untuk menghentikan perdarahan dari lokasi gumpalan plasenta. Begitu rahim mulai
berkontraksi,cairan akan terdorong kembali ke kantung saline. Balon tidak akan mencegah
kontraksi dan penarikan .
Graviti spesifik dari merkuri adalah 13.
Tekanan Sistolik dikalikan 13 yang digunakan menentukan ketinggiian kantung saline diatas
pasien yang tidur terlentang. Sumbatan set administrasi dibiarkan terbuka. Tekanan aliran air
akan cukup untuk mengehentikan perdarahan dari area asal plasenta. .
Penanganan lebih lanjut tergantung kepada apakah :
PPH telah berkurang dengan cukup banyak - balon dipasang selama 8 jam dan pasien harus
betul-betul diobservasi untuk menghidari kemungkinan perdarahan dan gejala syok. Apabila
balon mengempes setelah 8 jam tapi perdarahan kembali terjadi, maka balon ditiup kembali
dan dipasang di dalam rahim maksimal selama 24 jam. Apabila sebuah balon dipasang selama 8
jam maka pemberian antibiotik dengan dosis prophylatic tunggal sudah memadai sedangkan
apabila balon dipasang selama 24 jam maka diperlukan pemberian antibiotik selama 5 hari.
Apabila PPH tidak berkurang dengan banyak - pasien perlu diberikan tindakan resusitasi dan
dibawa ke ruang operasi untuk tindakan laparatomi. Penanganan lebih lanjut akan dijelaskan di
bagian berikut.
Penanganan lebih lanjut bagi perdarahan postpartum sehubungan dengan rahim lemah
apabila manajeman awal tidak berhasil.
Apabila rahim terus menerus kendur, maka pasien harus dibawa ke ruang operasi.Empat
unit darah dan satu orang dengan keahlian yang diperlukan untuk melalukan histerektomi
darurat harus tersedia apabila dibutuhkan. Sambil menunggu ruang operasi, dilakukan
penekanan manual dengan kedua tangan untuk mengurangi kehilangan darah lebih lanjut.
Laparotomy
Di ruang operasi, pemeriksaan vaginal dilaksanakan dengan anestesi umum dilakukan
sebagaimana telah dijelaskan di atas. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemeriksaan
sobekan dan sudah memastikan bahwa rahim sudah kosong, maka perlu dilakukan laparotomi.
(Pengirisan garis tengah /midline incision)
Apabila pasien telah melengkapi keluarganya atau mempunyai kondisi keseimbangan yang
tinggi,maka harus langsung memdapat perawatan abdominal hysterectomy total atau subtotal.
Apabila pasien mengalami primipara atau dalam kondisi keseimbangan yang rendah, maka
langkah-lengkah berikut ini dapat dilakukan :
Pasien ditutup dengan kain operasi dalam posisi Lloyd-Davis. Posisi ini meberikan kemudahan
untuk inspeksi dengan cepat untuk menentukan hasil dari pengukuran intra-abdominal
bertujuan untuk mengurangi kehilangan darah.
Penjahitan pada proses penekanan rahim( Uterine compression sutures)
Apabila penekanan dengan kedua tangan dapat mengontrol PPH, penjahitan penekanan rahim
Hayman dimasukkan (Gambar 4). Saluran kandung kemih peritoneum dibuka . Sebuah jahitan
chromic 1 pada jarum berbentuk bulat dimasukkan melalui segmen bagian bawah 2 - 3 cm dari
perbatasan rusuk (rusuk) rahim. Kedua jahitan pertama-tama dimasukkan dan kemudian diikat
sekencang mungkin diatas untuk rahim 3-4 cm ditengah-tengah dengan kornu rahim. Seorang
asisten harus terus memberikan penekanan dengan kedua tangan agar rahim mengecil sekecil
mungkin saat jahitan diikat.
Bab 6 Gambar 4. Penjahitan penekanan pada rahim vertikal (tidak terjadi pengirisan rahim)
(Diadaptasi dari : A textbook of pospartum haemorrhage, Ed. B. Lynch C, et al. Bab 21, Halaman
181. Sapiens Publishing 2006 )
Jarum dijahitkan dari depan ke belakang
Ikat a dan b dengan kencang untuk membantu menekan rahim
Apabila pasien mengalami rahim yang lemah secara terus menerus pada operasi caesar, maka
jahitan B-Lynch dapat dimasukkan seperti pada ilustrasi (Gambar 5). Penekanan dengan kedua
tangan oleh seorang asisten juga dapat diberikan ketika ikatan ditali.
Bab 6, Gambar 5. Penjahitan Penekanan Rahim B. Lynch
(Diadaptasi dari : A textbook of pospartum haemorrhage . Ed B. Lynch C. et al , Bab 21, halaman 181,
Sapiens Publishing 2006)
Ikat a dan b dengan kencang untuk membantu menekan rahim
Penjahitan penekanan rahim plus penggunaan tampon
Apabila perdarahan masih terjadi, penggunaan tampon balon pada rahim harus dilakukan
mengikuti penjahitan B-lynch atau penekanan. Penekanan yang berlawanan arah dari dalam
rahim akan sering menghentikan PPH.
Ligasi Pembuluh Rahim (Uterine vessel ligation) (Figure 6)
Apabila PPH belum dapat dihentikan, maka devascularization sistematis pada rahim harus
dilakukan. Satu jahitan Chromic 1 benang jahit dengan jarum berbadan bulat dapat dipakai.
Bab 6, Gambar 6. Teknik ligasi pembuluh rahim dan ovarium.
Pertama-tama, ikat atau ligasi pembuluh darah rahim. Sebuah jarum dimasukkan
melalui miometrium yang tebal diatas belokan dari ikatan yang luas pada dasar panggul
(Gambar 6). Hal ini akan berada di level os bagian dalam dari leher rahim. Titik jalur masuk
depan/anterior dan jalur keluar belakang/posterior jarum akan berukuran 2 cm ditengah-
tengah pada insersi rusuk pada ikatan yang luas. Masukkan jarum kembali dari
belakang/posterior ke aterior melalui sebuah avascular porsi dari ikatan yang luas dan diikat
dengan kencang.
Pembuluh darah ovarium
Pembuluh darah rahim
Apabila perdarahan masih terjadi, lakukan penjahitan yang sama dengan sebelumnya
pada sisi lain dari rahim. Apabila perdarahan masih terjadi , maka anastomosis dari ovarium dan
pembuluh darah rahim diikat dengan jahitan yang sama dimasukkan pas di bawah level insersi
dari ikatan ovarium sampai ke rahim dan dibawah tabung rahim.( Gambar 6) Kedua
Anastomoses harus diikat dengan adanya perdarahan yang terus menerus.
Apabila perdarahan masih terjadi, langkah berikutnya adalah histerektomi untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Ahli bedah yang kurang banyak pengalamannya harus
melakukan histerektomi subtotal dengan memotong rahim diatas leher rahim mengikuti ikatan
dari pembuluh darah rahim .
Prinsip umum dalam mengambil keputusan, tindakan histerektomi tidak boloh ditunda
terlalu lama. Kehilangan darah yang terus menerus dan membutuhkan 5 atau lebih unit darah
beresiko pembekuan darah dan meningkatkan resiko kematian ibu dalam persalinan. Aliran
darah dari area permukaan kasar setelah histerektomi dapat ditampung dengan
memyumbat/memadati area panggul /pelvis dengan kencang , dengan menggunakan penyeka
perut. Penyeka harus diambil setelah 48 jam setelah memberikan cukup waktu untuk
memperbaiki kelainan pembekuan darah.
Tingkat perawatan
Penjahitan penekanan rahim, penggunaan tampon balon, dan pengikatan pembuluh darah
rahim merupakan prosedur yang dapat dipelahari oleh dokter mana saja yang dilatih untuk
melakukan bedah caesar , dan juga merupakan prosedur yang dapat dilakukan di rumah sakit
level 1 selama persediaan darah untuk kondisi darurat tersedia. Keahlian untuk melakukan
histerektomi total mungkin tidak tersedia pada rumah sakit ini, tapi tersedia pada rumah sakit
level 2 dan 3 yang pada situasi ideal, rumah sakit tersebut lebih mampu memberikan
penanganan pada pasien dengan perdarahan hebat.
Cara pengukuran yang lain
Pengikatan iliaka inernal dapat dilaksanakan apabila kesuburan perlu dipertahankan dan
bahwa sbuah histerektomi telah terindikasi. Walaupun demikian, tetap dibutuhkan seseorang
yang sudah berpengalaman dan selalu diingat bahwa tingkat kesuksesan hanya 50%.
Beberapa institusi tertier mungkin mempunyai peralatan radiologi dan keahlian untuk
melaksanakan embolisasi pembuluh darah rahim. Prosedur ini merupakan pilihan yang lain
apabila tersedia, tetapi ia tetap membutuhkan tindnkan resusitasi pasien yang benar. Harus
diingat bahwa pengikatan iliaka internal menyingkirkan kemungkinan embolisasi.
Penanganan Pembalikan/inversi Rahim
Ini merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan perdarahan pospartum dan syok yang
sangat berat. Rahim menjadi terbalik posisinya selama pengeluaran plasenta.
Diagnosa
Diagnosa biasanya dibuat saat plasenta yang dikeluarkan menarik fundus rahim yang saat
tersebut masih menempel satu sama lainnya bersamaan. Kadang kadang, kondisi ini didiagnosa
setelah pengambilan plasenta yang berbentuk seperti bola berwarna merah muda dan
bertekstur halus seperi struktur ( dinding dalam dari rongga rahim ) menonjol keluar melalui
introitus. Penanganan harus dilakukan dengan teliti agar dapat membedakan antara rahim
terbalik dengan jatuhnya/turunnya leher rahim dimana anda dapat melihat leher rahim yang
biru kemerah-merahan dengan os dan bahwa pasien tidak syok. Kondisi terbalik dapat
merupakan kondisi sebagian dan hanya terasa pada pemeriksaan vagina ketika sebuah bola
keras sperti structure dapat terasa pada vagina dan dapat membingungkan dengan sebuah
kondisi jatuh/turunnya leher rahim atau Fibroid rahim. Pada pemeriksaan perut, kondisi rahim
mungkin tidak dapat terasa.
Penanganan
Resusitasi: pasien dalam kondisi syok akibat jumlah darah yang hilang cukup banyak ,
oleh karena itu resusitasi aktif harus segera dilaksanakan dan dilanjutkan selama melakukan
usaha untuk mengembalikan rahim ke posisi semula.
Di ruang bersalin: jangan mengambil plasenta apabila ia masih menempel. Gantikan
rahim dengan segera dengan menggunakan semua bagian tangan kanan. Tahan fundus pada
bola tangan dan jari-jari dan jempol pada jalur/alur (groove) dimana kondisi terbalik terjadi.
Dengan tekanan dari bola tangan pada fundus dan jari-jari 'mengupasnya' di dalam jalur
(groove) , dengan hati-hati masukkan rahim kedalam abdomen. (Gambar 7)
Bab 6, Gambar 7. Teknik membetulkan rahim yang terbalik.
(Diadaptasi dari : Van den Broek N . Life Safing Skills Manual. Essential obstretic and newborn
care. Modul 5 halaman 35. RCOG press 2007)
Kondisi terbalik bisa sebagian dan terasa pada pemeriksaan vaginal. Pada pemeriksaan
abdominal , rahim tidak akan terasa.
Metode hidrostatik O’ Sullivan’s
Ini merupakan metode alternatif untuk membetulkan posisi rahim terbalik. Masukkan
cairan saline hangat melalui kateter ke dalam vagina dengan menggunaka gelas vakum silikon
atau sebuah kepalan salah seorang asisten sebagai "penutup" untuk mencegah kebocoran ke
belakang.
Apabila semua tindakan tersebut tidak berhasil , maka pasien perlu dibawa ke ruang
operasi untuk mendapatkan penukaran rahim dibawah anestetik umum.
1. Di dalam ruang operasi : ulangi kembali tindakakan penngembalian posisi rahim secara
manual dan dengan menggunakan metode O'Sullivan. Tetapi apabila kondisi rahim
terbalik telah terjadi beberapa jam dan semua usaha diatas tidak berhasil, maka harus
dilakukan laparotomi. Sebuah cincin penyempitan (constriction ring) akan terlihat
melalui mana rahim telah terbalik kebawah. Cobalah untuk "mengupasnya kembali"
dengan tarikan yang halus dan hati-hati menggunakan tang jaringan Allis yang
diletakkan disekitar Ikatan dari rahim tepat di dalam lesung dimana fundus menghilang.
2. Apabila tindakan tersebut tidak berhasil, potong cincin constriction ( dengan sabuah
irisan kira- kira sebesar 0.5 cm ) ke belakang/posteriorly. Rahim kemudian dapat ditarik
ke atas (menyeruduk kebelakang/popped backwards).Rahim akan kelihatannya
mempunyai irisan klasikal pada permukaan belakang/posterior yang perlu diperbaiki.
Angkat plasenta hanya apabila rahim telah pada tempatnya. Prosedur berikutnya adalah
pemberian infusi oxytocin untuk menjaga agar rahim terus mengkerut dengan benar dan perlu
dilakukan pemberian antibiotik.
Bab TujuhPendekatan Bidan terhadap Perdarahan
Pasca Persalinan
N. Mbombo
Fokus bab ini akan terletak pada Perdarahan Pasca Persalinan awal : terjadi selama tahapan
ketiga persalinan atau dalam 24 jam masa persalinan. Pada beberapa contoh, hanya ada sedikit
perdarahan atau tidak ada kehilangan darah yang terlihat, oleh karena itu sulit untuk
membatasi definisi Perdarahan Pasca Persalinan dengan kehilangan darah.
Panduan dalam mengenali PPH termasuk :
Perdarahan dengan :
Tetesan darah yang terus menerus
Perdarahan lebih dari 500 ml
Perban basah kurang dari 5 menit
Lokhia berat yang konstan yang berlangsung sepanjang waktu persalinan
Bidan seringkali adalah orang yang pertama dan/atau satu-satunya orang yang hadir
ketika seorang wanita mengalami PPH.Penting agar dia berkompeten dan terlatih dalam basic
life support.Ia harus paham mengenai faktor-faktor resiko PPH dan langkah-langkah darurat
yang harus diambil untuk mengendalikan kehilangan darah.Hal ini penting bagi pencegahan,
pengenalan, dan perlakukan yang efektif terhadap PPH.
Tata laksana didasarkan pada pemahaman patofisiologi dari shock hipovolemik dan dari
proses fisiologi normal, dan dari proses fisiologis normal dari tahap ketiga persalinan, yaitu
proses koagulasi darah dan dampak penyempitan urat-urat otot dinding uterus pada pembuluh
darah.
Proses Koagulasi Darah
Gagalnya darah untuk menggumpal dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti koagulopati
dari pre-eclampsia/eclampsia, dan kematian intra-uterus yang berlangsung lama.
Dampak Penyempitan Urat Otot Dinding Uterus
Ini dapat diakibatkan oleh : penuhnya kandung kemih, uterus yang menegang akibat kehamilan
berkali-kali, polihidramnios, persalinan yang lama, anemia, penggunaan yang tidak tepat dari
obat-obatan oxitoxik, dan pemisahan parsial dari plasenta karena kesalahan tata laksana dari
tahap ketiga oleh pekerja medis.
Pengetahuan ini harus digunakan terkait dengan pemahaman atas kesehatan sosial, budaya
dan psikologis ibu.
PRINSIP-PRINSIP DASAR yang harus diaplikasikan dalam tata laksana PPH :
1. Mintalah bantuan medis
2. Resusitasi ibu
3. Hentikan perdarahan
4. Berikan perawatan dasar
Mintalah bantuan
Tanpa meninggalkan pasien, mintalah bantuan. Jika perdarahan dapat terkendali sebelum
pertolongan medis tiba, jangan menghentikan dokter untuk datang, karena kondisi ibu bisa
menurun dengan sangat cepat dan bantuan dokter mungkin diperlukan secepatnya.Satu orang
tidak bisa mengatasi situasi darurat dengan efektif.Pertolongan pasti diperlukan dengan
mendesak sebelum memulai perawatan.
Resusitasi Ibu
Ibu tidak boleh dipindahkan sebelum resusitasi.Logaritma ABC berlaku.
Jalan nafas dan pernafasan
Hipoksia bisa lebih berbahaya daripada hipovolemia. Jalan nafas dan pernafasan harus
dikendalikan terlebih dahulu.
Pastikan jalan nafas lancar dan pernafasan cukup. Berikan terapi oksigen masker muka.
Jika ibu tidak merespon ketika diajak berbicara, dia mungkin mengalami hipoksia
cerebral dan tidak bisa mengatasinya sendiri.
Sirkulasi
PPH bersifat darurat; bidan dapat memberikan cairan resusitasi tanpa resep atau
perintah tertulis terlebih dahulu. Ikuti protocol institusi.
Setiap 1 ml darah yang hilang diperlukan 3 ml cairan untuk menggantikannya hingga
darah tersedia.
Mulai infus intravena dengan 2 jalur IV; pastikan bahwa cairan diberikan secepat
mungkin, dengan kanula terlebar yang tersedia.
Pasang kateter urin untuk memantau pengeluaran urin.
Hentikan Perdarahan
Tata laksana darurat awal dilakukan tanpa memandang apakah plasenta tertahan atau keluar.
Langkah 1: Menggosok Uterus
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kontraksi.Pastikan kandung kemih kosong.
Tempatkan sisi telapak jari secara abdominal di atas fundus pada 45 derajat.
Pijat fundus dengan lembut tanpa tekanan, gunakan gerakan memutar. Jika ada
kontraksi, tangan digenggam.
Hindari menggosok uterus berulang-ulang. Gosok dan cek jika ada kontraksi.
Langkah 2 : Berikan Obat-obatan Oxitoxic
Berikan infus IV 20 unit oxitoxin dalam 1 liter cairan IV.
Bergantung pada situasi, bayi mungkin bisa diletakkan di payudara untuk memperkuat
sekresi fisiologis oksitoxin dari kelenjar hipofisis.
Langkah 3 : Kosongkan Uterus
Masalah yang harus dihadapi yang berkaitan dengan plasenta termasuk :
Gagalnya plasenta untuk terpisah
Pemisahan parsial dari plasenta diikuti dengan perdarahan
Pemisahan dengan gagalnya persalinan
Persalinan dengan fragmen plasenta atau membran yang tertahan dan/atau
Perdarahan yang berlebihan yang terjadi selama atau segera setelah plasenta keluar.
Jika plasenta tidak keluar, maka harus dikeluarkan. Jika uterus tidak berkontraksi, traksi
umbai yang terkontrol bisa dilakukan. Penghilangan secara manual dengan anastesi oleh
dokter direkomendasikan jika traksi umbai terkontrol gagal.
Jika plasenta telah keluar, lakukan tekanan fundus untuk mengeluarkan gumpalan.
Periksa kembali plasenta untuk kelengkapan.
Jika tampaknya tidak ada fragmen membran atau plasenta, periksa saluran vagina dan
serviks untuk memastikan sisa-sisa membran atau jaringan atau robekan lain.
Coba untuk memisahkan dengan hati-hati dengan pijatan lembut namun kuat pada uterus
dengan tangan abdominal untuk mendorong kontraksi uterus.
Mungkin saja terjadi PPH segera setelah plasenta atau membran keluar. Ini merupakan
akibat myometrium berkontraksi pada area plasenta.
Jika terdapat robekan perineal dan vaginal:
Tentukan derajat dan luasannya
- tekan di bagian robekan dengan perban steril dan letakan kaki bersamaan, tetapi
tidak menyilangkan mata kaki.
- Periksa setelah 5 menit, jika perdarahan berlanjut, perbaiki robekan tersebut.
Memperbaiki episiotomy
- jika perdarahan berlanjut dari uterus yang berkontraksi buruk, kompresi bimanual
uterus diberikan.
- Dengan sikut kanan bertumpu pada tempat tidur, masukan jari-jari tangan kanan ke
dalam vagina seperti corong dan kemudian bentuk seperti kepalan ketika berada di
dalam vagina.
- Tempatkan kepalan tangan kanan ke dalam fornix vaginal anterior.
- Tempatkan tangan kiri secara abdominal di belakang uterus, jari-jari menunjuk ke arah
serviks.
- Dorong uterus ke arah depan, letakan antara telapak tangan kiri dan kepalan kanan di
vagina.
- Proses ini perlu beberapa detik. Anda akan merasakan uterus berkontraksi pada tangan
anda. Tahan dengan kuat di tempat nya tanpa melakukan manipulasi lebih lanjut.
Gambar 8. Teknik Kompresi Bimanual Uterus
Perawatan Dasar
Perawatan satu orang-satu pasien dan pemantauan yang ketat adalah penting,
Periksa dan catat tanda-tanda vital: tekanan darah dan denyut nadi setiap 15 menit untuk jam
pertama, setiap jam selama 4 jam selanjutnya, kemudian setiap 4 jam. Suhu tubuh setiap jam
kemudian setiap 4 jam.
Uterus harus diperiksa setiap seperempat jam pada jam pertama, setiap jam selama 4
jam selanjutnya. Lokhia diperiksa pada saat yang sama.
Jaga agar ibu tetap hangat untuk menghindari hipotermia yang menjadi konsekuensi
shock hipovolemik. Semua sprei basah harus diganti dan pasien harus nyaman setiap
saat.
Pantau dan catat semua asupan dan pengeluaran cairan (pengeluaran urin dan hilangya
darah) dan laporkan setiap perbedaan.
Tes hemoglobin dilakukan dan dokter diberitahu jika rendah.
Bidan mempunyai kewajiban professional untuk mendokumentasikan dengan akurat
dan mencatat. Catat jumlah, dosis dan unit cairan dan pengobatan yang diberikan
dengan tepat. Cetak nama dan kualifikasi dan ditanda tangani.
Komunikasi yang konstan dengan pasien, informasikan padanya setiap prosedur yang
dilakukan (jika dalam keadaan sadar). Jangan pernah meninggalkan pasien sendirian,
harus ada seseorang yang bisa menenangkannya.
RUANG LINGKUP PRAKTEK SEORANG BIDAN/BIDAN LANJUTAN DALAM TATA LAKSANA PPH
Ruang lingkup praktek bidan dan bidan lanjutan dalam kaitannya dengan obat-obatan dan
prosedur yang harus dilakukan dalam tata laksana PPH adalah berikut (NB: semua aturan South
African Nursing Council saat ini sedang dikaji ulang agar lebih responsive terhadap tantangan
praktek kebidanan saat ini. Juga perlu dicatat bahwa ruang lingkupnya sangat luas dan mungkin
diinterpretasikan dan diaplikasikan dalam konteks yang berbeda).
Prosedur
Peraturan Pemerintah No. 2488, 26 Oktober 1990. Regulasi Terkait Kondisi dimana Bidan
Dapat Melaksanakan Profesinya
7.(3) Bidan yang terdaftar dalam kasus Perdarahan Pasca Persalinan ketika tidak ada praktisi
medis atau tertundanya kedatangan praktisi medis, berikan oxitoxin tidak lebih dari 10 unit
(bukan PG F2 alpha) pada saat injeksi intramuscular, tetapi pemberian mungkin diulang dalam
interval jika dan kapan diperlukan.
10. (3) jika praktisi medis dipanggil atau dikonsultasikan seperti yang disebutkan dalam ayat (1)
dan (2), bidan yang terdaftar harus tetap bersama pasien dan berurusan dengan keadaan
darurat dengan kemampuan terbaiknya hingga datangnya praktisi medis. Ini termasuk
pengeluaran plasenta secara manual pada saat plasenta pada tingkat kompresi bimanual dan
bukaan.Ini bisa dilakukan hingga dokter tiba.
Undang-Undang Keperawatan mengkonsolidasi hal ini lebih lanjut. Ruang lingkupnya
melibatkan : ‘persiapan dan bantuan tindakan operasi (ini termasuk semua prosedur operasi),
diagnostic, dan terapetik bagi ibu dan anak.
2 (b) eksekusi program perawatan atau medikasi yang diresepkan oleh orang yang terdaftar;
3(e) pencegahan komplikasi berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan peurperium termasuk:
(ii) suture robekan derajat pertama dan kedua atau episiotomi;
Pengobatan
Peraturan Berkaitan dengan Menyimpan, Menyuplai, Memberikan atau Meresepkan Obat oleh
Perawat Terdaftar Peraturan Pemerintah R. 2418, Nov 1984
Perawat yang berwenang (bidan), berdasarkan ketentuan ayat 38A dan kondisi yang terdapat
dalam ayat 3, bisa menyimpan, dan mensuplai, memberikan atau meresepkannya untuk
seseorang :
a. obat yang tidak terjadwal;
b. setiap obat atau zat yang termuat dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, atau Tabel 4 dalam
Undang-undang Pengawasan Obat.
(hal-hal di atas termasuk ergometrin 0,5 mg imi atau Sintometrin 1 ampul im, atau Oxitoxin 10
unit IV berdasarkan protocol institusional.
Pencegahan PPH
Bidan mempunyai peran yang penting untuk dimainkan dalam semua tindakan preventif yang
didiskusikan dalam bab 2: pencegahan atau perawatan anemia antenatal, asesmen resiko
terhadap tempat bersalin yang tepat, pencegahan dan rujukan dengan persalinan yang lama,
tata laksana aktif dari tahap ketiga persalinan, dan tetap waspada terhadap pemantauan pasca
persalinan/pasca CS untuk memungkinkan deteksi awal PPH.
Rangkuman
Jembatan Keledai ini telah disesuaikan untuk SA, diadaptasi dari bidan Inggris bagaimana mengatasi perdarahan. Ini berdasarkan pada pelatihan ALSO (Advanced Life Support in Obstetrics)
H-Help (Pertolongan)
A-Airway (Jalan nafas)
E-Empty bladder (Kandung Kemih kosong)
M-Maintain circulation, Measure vital signs (Pertahankan sirkulasi,
ukur tanda-tanda vital)
O-Oxytoxic drugs (obat-obatan oxitoxic
R-Rub up uterus/put baby to breast (Menggosok
uterus/menempatkan bayi pada payudara)
R-Remove placenta, membranes, suture tears (keluarkan plasenta,
membran, jahit robekan)
H-Holistic & Human Rights approach (Pendekatan Holistik dan Hak Asasi Manusia dalam konteks kesehatan sosial, budaya, dan psikologis ibu)
A-Abdominal compression (Kompresi Abdominal)
G-General anaesthetic preparation for theatre (persiapan anastesi umum untuk operasi (mengeluarkan plasenta/histerektomi)
E-Ensure notes are complete (memastikan catatan dilengkapi)
Bab 8
Peran Penanganan dalam Menangani Perdarahan
M.Schoon
Organisasi penanganan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem yang diperlukan
berada pada tempatnya sehingga para dokter/petugas medis dapat menangani kasus
perdarahan akut dengan benar.
Tanggung jawab untuk memastikan hal diatas biasanya didelegasikan kepada struktur
penanganan bagian persalinan yang didukung oleh rantai penanganan suplai institusi.
Petugas utama adalah suster kepala dari bagian persalinan, kepala ahli klinik bagian persalinan,
manajer klinik institusi/ suster institusi dan petugas eksekutif dari institusi.
Tabel 1. Petugas utama di dalam penanganan.
Dokter Kepala Manager Utama
bangsal persalinan
Manajer Klinis Eksekutif/
pelaksana Rumah
Sakit
Memonitor
keluaran klinis
Memonitor daftar
tugas rutin
Memonitor keluaran
papan pedoman
instrumen/ dashboard
Akuntabilitas
Pertemuan Mengevaluasi Keselamatan klinis/ Memastikan alokasi
Morbiditas/
Mortalitas
jumlah stok di
bangsalpelaksanaan
penanganan
sumber daya
Mengivenstigasi
peristiwa yang
tidak seharusnya
terjadi
/merugikan
Mengontrol staf
suplai
Penanganan resiko Pemerintahan /
pelaksanaan
penanganan
Melaksanakan
protokol klinis
Rencana-rencana
peningkatan
Kualitas
Penyesuaian
kebijaksanaan sistem
Menjaga tingkat
keahlian
Menjaga tingkat
kualitas
Manipulasi kemacetan
suplai/bottleneck
Suplai darah yang selalu tersedia dan penggunaan darah yang aman
Darah harganya mahal, berbahaya tetapi sangat berarti di dalam tindakan untuk
menyelamatkan nyawa. Merupakan tanggung jawab dari eksekutif institusi untuk memastikan
bahwa suplai darah selalu terjamin. Para rumah sakit besar biasanya telah mempunyai
perjanjian kerja sama dengan bank darah, tetapi lembaga kesehatan yang lebih kecil harus
memastikan bahwa mereka mempunyai sistem baik yang mengatur keberlangsungan suplai
darah untuk keadaan gawat darurat.
Tanpa memperhitungkan darimana suplai sumber daya dipakai, berikut ini adalah hal-hal yang
harus diperhatikan :
1. Pemesanan darah/ produk darah merupakan tanggung jawab dari dokter yang
ditugaskan yang perlu mendapatkan persetujuan transfusi yang sudah
diinformasikan sebelumnya.
2. Plasma kering beku ( freeze dried plasma - FDP) atau bioplasma harus merupakan
stok bangsal di bangsal persalinan. Hal ini merupakan tanggung jawab para
profesional yang bertugas di sebuah unit untuk memastikan stok bangsal terjaga dan
bahwa setiap unit yang dipakai harus segera diganti dari divisi farmasi.
3. Mengontrol dan memeriksa darah untuk kebutuhan transfusi.
a. Mengontrol dan mencatat bukti penerimaan darah/produk darah dan setiap
nomor seri.
b. Persetujuan atau mandat untuk transfusi dari pasien yang sudah
diinformasikan sebelumnya.
Semua institusi yang mempunyai bagian perawatan caesar harus mempunyai suplai darah di
tempat. Apabila depo distribusi bank darah tidak tersedia di lokasi atau kebutuhan darah tidak
dapat terpenuhi dalam waktu 15 - 20 menit, maka institusi tersebut harus mempunyai suplai
darah di tempat mereka. Elemen-elemen berikut ini harus tersedia di institusi dengan
kebutuhan darah untuk keadaan darurat :
1. Lemari pendingin berkualitas bagus yang sesuai dengan standar keamanan untuk
menyimpan darah untuk keadaan darurat .
a. Menjaga agar suhu selalu antara 1-10 C dan lemari pendingin mempunyai alarm
audiovisual.
b. Lemari pendingin yang hanya ditujukan untuk penyimpanan darah dan alat
untuk menentukan jenis Rh.
c. Mempunyai suplai tenaga listrik darurat.
2. Mempunyai perjanjian pelayanan tertentu dengan bank darah untuk masalah
penggantian darah.
3. Adanya tenaga profesional yang berdedikasi, akan lebih baik apabila petugas yang
bertanggung jawab di sebuah bangsal persalinan atau di ruang operasi dimana darah
untuk keadan gawat darurat disimpan diberikan tanggung jawab berikut ini untuk
mengatur suplai darah :
a. Memonitor dan mengganti darah untuk keadaan gawat darurat sebelum tanggal
kadaluarsa.
b. Memeriksa dan mencatat suhu lemari pendingin dua kali setiap hari.
c. Mengganti unit darah yang terpakai dengan segera.
d. Memastikan bahwa semua staf telah diberikan pelatihan yang sesuai yang
berkaitan dengan penggunaan darah untuk keadaan gawat darurat.
e. Mengatur dan mengrontrol semua permintaan transfusi darah.
f. Mencatat setiap reaksi dari transfusi darah.
g. Menyimpan kantung darah yang kosong selama 48 jam setelah transfusi.
Resep dan permintaan penggunaan darah untuk keadaaan gawat darurat sama dengan unit
dimana bank darah berada. Unit unit dengan darah untuk keadaan gawat darurat harus
mempunyai formulir " stok darah untuk gawat darurat" yang harus dilengkapi sebelum darah
diberikan kepada pasien.
Suplai Obat dan barang konsumsi yang berkelanjutan dan terjaga
Sebuah tim yang terdiri dari berbagai profesi bertanggung jawab memastikan bahwa
selalu terdapat suplai obat-obatan dan barang konsumsi yang diperlukan terutama di dalam
penanganan tindakan gawat darurat. Untuk PPH, tim harus memastikan keberadaan cairan
intravena, alat-alat infusi, kateter air seni, dan agen uterotonika. Barang-barang suplai bangsal
harus dikontrol setiap hari oleh kepala perawat / bidan yang bertanggung jawab. Untuk semua
obat-obatan harus terdapat jumlah stok minimal dan maksimal, dan pada setiap saat suplai
sebuah obat jumlahnya di bawah ketentuan jumlah minimal maka yang bertugas harus
memesan suplai baru ke farmasi atau toko obat.
Lapisan tanggung jawab untuk obat-obatan dan barang konsumsi adalah :
Penanganan perawat di setiap unit ( mengontrol stok di tingkat bangsal dan melakukan
pesanan).
Ahli farmasi untuk memastikan pembelian proaktif akan suplai yang berkaitan dengan
farmasi/obat-obatan.
Rantai penanganan suplai rumah sakit yang harus memastikan pembelian proaktif dari
barang konsumsi.
Masalah terbesar di tingkat bawah adalah kefektifan waktu penggantian pesanan yang sesuai.
Pemesanan harus dilakukan dengan memasukkan nomor ICN yang benar dan akan sangat
membantu apabila nomor-nomor ICN tersebut dipastikan sudah tersedia pada semua unit
untuk smua barang stok. Kepala perawat bertanggung jawab untuk memastikan daftar barang
yang diperlukan / checklist berada di tempatnya untuk memonitor jumlah stok. Apabila stok
tidak diganti dengan segera, manajer perawat harus mengontak farmasi atau toko obat untuk
menanyakan stok yang telah dipesan.
Staf klinis harus mengidentifikasi suplai yang sangat penting yang tidak boleh habis.
Apabila terjadi situasi dimana jumlah stok kurang, maka manajer klinis harus diberitahu agar
dapat membatu mempermudah prosedur dan kemudian mempercepat proses pembelian atau
mengijinkan pembelian darurat atau mencari alternatif lain.
Akses kepada bagian transportasi
Transportasi merupakan masalah yang sangat penting bagi staf klinis dan sering kali
berkaitan dengan faktor tingkat keparahan sebuah penyakit atau kematian.Walaupun di setiap
provinsi/tempat terdapat perbedaan, tetapi yang berikut ini harus tetap dilaksanakan :
1. Pasien wanita yang dalam proses persalinan dan mengalami perdarahan obstetrik akan
selalu dikategorikan sebagai kasus prioritas 1 dan petugas transpotasi gawat darurat
harus diberi informasi dengan sesuai.
2. Apabila terjadi sebuah masalah di dalam pemanggilan mobil ambulans atau terjadi
keterlambatan di tempat penjemputan, maka dokter yang bertugas atau tenaga
profesional yang ditugaskan harus menghubungi supervisor transportasi.
3. Apabila masalahnya terus berlangsung, maka harus menghubungi manajer klinis atau
dalam kasus fasilitas perawatan kesehatan yang utama dapat menghubungi manajer
area rumah sakit untuk membantu menyelesaikan masalah transportasi tersebut.
4. Setiap keterlambatan pada pengangkutan pasien harus dilaporkan menggunakan sistem
pelaporan insiden yang berlaku disetiap tempat.
5. Jalur penyerahan harus selalu dipasang di bangsal persalinan bersama dengan nomor
kontak telepon.
Keselamatan Pasien
Situasi yang membahayakan keselamatan pasien biasanya terjadi karena masalah
sistemik yang berkaitan dengan tingkat penentuan staf, tingkat keahlian atau kesalahan
administrasi. Walaupun diharapkan bahwa staf klinis dari yang paling bawah harus memastikan
pelaksanaan tindakan klinis yang aman, akuntabilitas tetap merupakan tanggung jawab
eksekutif rumah sakit dan / atau eksekutif area. Setiap kepala pelayanan klinis di rumah sakit,
atau manaker klinis darerah pada kasus fasilitas perawatan kesehatan utama, mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut :
1. Bahwa harus terdapat unit-unit pelayanan fungsional untuk memberikan paket
pelayanan yang sudah ditentukan ( misalnya , bahwa harus terdapat pelayanan bangsal
persalinan fungsional dengan jumlah minimal staf yang ditugaskan dan ruang operasi
yang siap beroperasi selama 24 jam di semua rumah sakit yang melayani proses
persalinan)
2. Bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk memberikan perawatan yang dibutuhkan.
3. Bahwa semua staf mempunyai keahlian yang seharusnya untuk memberikan perawatan
yang dibutuhkan.
Berdasarkan peraturan rumah sakit dan undang-undang kesehatan nasional, perawatan harus
diberikan apabila sumber dayanya tersedia, tetapi tidak ada kondisi gawat darurat yang boleh
ditolak untuk dirawat. Manajer klinis dan CEO lebaga harus menyeimbangkan pemakaian
sumber daya agar dapt memberikan perawatan yang cukup. Mekanisme untuk memastikan
keselamatan pasien diterangkan pada lapisan tanggung jawab pada tabel 2
"Manajer unit " mengacu kepada praktisi medis dan keperawatan yang memimpin yang
bertanggung jawab akan unit-unit tanpa memperdulikan peringkat, dan hal ini bervariasi
tergantung pada tingkat perawatan. "Manajer klinis" adalan dokter yang ditugaskan sebagai
kepala pelayanan klinis atau manajer perawat apabila memungkinkan. Pejabat eksekutif adalah
pejabat yang bertanggung jawab akan sebuah institusi.
Tabel 2. Alokasi tanggung jawab keselamatan pasien
Mekanisme Tingkat
Pelaksaaan
Tanggung
Jawab
Audit/
Monitor
Akuntabilitas
Protokol yang
sudah
tersandarisasi
Praktisi
kesehatan
Manajer Unit Pemenuhan
standar
Manajer klinis
Pertemuan
morbiditas
dan mortalitas
Manajer Unit Manajer Klinis Komite
keselamatan
pasien dan
pelaksanaan
klinis
Pejabat
Pelaksana/
Eksekutif
Insiden Pelaporan Manajer Unit Komite Pejabat
/peristiwa
yang tidak
diinginkan/
merugika n
kesehatan
yang
profesional
Keselamatan
Pasien &
Pelaksanaan
Klinis
Pelaksana/
Eksekutif
Menjaga
Keahlian
Supervisor
perawatan
kesehatan
Manajer unit Pemenuhan
kualitas
Manajer Klinis
Hasil keluaran
pelaksanaan
pekerjaan/pre
stasi
Supervisor
perawatan
kesehatan
Manajer unit Pemenuhan
kualitas
Manajer klinis
Fungsi dan
keselamatan
peralatan
Manajer Unit Pelayanan
dukungan
teknis
Pemenuhan
kualitas
Pejabat
Pelaksana/
Eksekutif
Pemanfaatan
staf yang
sesuai
Manajer
Operasional
Manajer Unit Pemenuhan
kualitas
Manajer Klinis
Pemberian
level staf yang
sesuai
Manajer Unit Manajer
Sumber Daya
Manusia
Manajer Klinis Pejabat
pelaksana/ekseku
tif
Audit catatan
klinis
Manajer Unit Pemenuhan
Kualitas
Pemenuhan
Kualitas
Manajer Klinis
Pada tingkat operasional, manajer unit harus memastikan bahwa standar protokol South Afican
EDL dan Panduan ibu dan Anak dilaksanakan dan para praktisi kesehatan mengikuti protokol
teresbut. Untuk pelayanan PPH, maka hal tersebut juga termasuk memastikan pemasangan
poster nasional PPH di bagsal persalinan dan ruang oeprasi, diseminasi monograf PPH dan
memastikan adanya pelatihan yang dilakukan pada praktek klinis.
Pertemuan mengenai morbiditas dan mortalitas pada tingkat operasional merupakan
alat yang sangat berguna untuk membatu menyoroti pentingnya protokol klinis dan melatih
staf untuk melaksanakan praktek klinis yang aman melalui diskusi yang terbuka dan jujur.
Semua institusi harus mempunyai mekanisme yang sesuai untuk melaporkan keluaran yang
merugikan, yang dikategorikan sebagai semua tindakan yang merugikan yang tidak diniatkan
dan menunjukkan bahaya atau kewajiban hukum berhubngan dengan medis. Hal ini berbeda
dengan pengukuran morbiditas dan mortalitas karena ia hanya fokus kepada hasil yang
merugikan, oleh karena itu ia menunjukkan peristiwa yang terjadi sebagai konsekuensi dari
sistem kesehatan dan bukan karena perkembangan alamiah dari penyakit. Tujuan pelaporan
peristiwa ini adalah untuk melakukan analisa akar penyebab masalah dengan menyeluruh.
Untuk menentukan sistem yang terlibat pada etiologi peristiwa tersebut. Manajer klinis
seharusnya mempunyai tim yang terdiri dr berbagai profesional dari berbagai disiplin ilmu
untuk membantu mengevaluasi peristiwa tersebut dan menggunakanya untuk menyesuikan
kebjaksanaan dan panduan di dalam institusi, atau apabila sebuah kegagalan sistem di luar
tingkatan institusional, digunakan untuk mengangkat masalah ini ke tingkat provinsi.
Bab Sembilan
Bersiap:Pelatihan dan Inisiatif Pendidikan yang
Berlangsung
R.C. Pattinson
Perdarahan pasca persalinan (PPP) seringkali terjadi pada wanita yang tidak memiliki
faktor resiko akan PPP. Kelahiran yang terlihat beresiko rendah dapat dengan cepat menjadi
ancaman hidup dan mati bagi ibu atau bayi atau bahkan keduanya. Oleh karena itu, seluruh
penyedia dan fasilitas perawatan kesehatan yang melibatkan persalinan harus memiliki
pengetahuan, keahlian, dan sumber daya untuk menangani kondisi gawat darurat obstetri,
seperti PPP, dan kondisi gawat lainnya seperti eklampsia, distosia bahu, tali pusat bayi yang
terlepas, kondisi tidak baik pada janin, pingsan yang aakut pada ibu, dan asphyxiated neonate.
Sebagaimana yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, PPP merupakan penyebab
kematian maternal yang jelas dapat dihindari, dengan perbandingan 4 dari 5 kematian maternal
karena PPP yang diamati sebagai hal yang dapat dihindari dengan adanya layanan perawatan
kesehatan. Cukup banyak faktor-faktor dapat dihindari, namun sederhananya dapat
disimpulkan “terlambat.”
Pada tahun 1999, Institute of Medicine (IOM) menerbitkan To Err is Human: Building a
Safer Health System. Laporan ini mencatat kekurangan dalam keselamatan yang juga menjadi
kekurangan pada penanganan medis di negara Amerika Serikat. Sejak itu, sejumlah penelitian
berkembang sangat cepat dalam menemukan cara untuk mengurangi resiko pada pasien dan
meningkatkan tanggapan penyedia layanan medis terhadap situasi darurat. Kini, sejumlah
pengetahuan mengenai cara mengurangi resiko pasien dan melatih petugas kesehatan telah
diperoleh, sehingga mereka dapat menanggapi situasi darurat dengan tepat. Hal ini juga
berlaku terhadap obstetric. Elemen penting yang harus ada pada petugas kesehatan dalam
menangani situasi obstetri darurat adalah pengetahuan, keahlian, dan kemampuan untuk
mengaplikasikan ini semua dalam tim dari berbagai bidang.
Meningkatkan pengetahuan
Pengetahuan dan kepatuhan terhadap acuan dapat ditingkatkan dengan materi
pendidikan yang dicetak (2), kunjungan ke lokasi yang jauh (3), pelatihan dan pendidikan medis
yang berkelanjutan (CME=Continuing Medical Education) (4), mendengarkan pendapat para
pemimpin (4), memilah dan memberikan umpan balik (6,7). Teknik-teknik pelatihan ini
seluruhnya dikaitkan dengan kemajuan kecil namun signifikan terhadap pengetahuan dan
kualitas perawatan pasien, sehingga harus diterapkan dalam keseharian untuk acuan yang
ditujukan kepada petugas kesehatan di bagian maternitas.
Meningkatkan keahlian
Pelatihan keahlian lebih sulit untuk dilakukan. Situasi darurat biasanya jarang terjadi
atau terjadi di saat yang kurang tepat, sehingga pelatihan tidak dapat dilakukan di samping
ranjang pasien. Karena dirasa sangat penting, maka manekin/boneka pun digunakan. Hal ini
terbukti meningkatkan keahlian klinis di Afrika Selatan(8) ketika diuji cobakan dalam skenario
klinis dan dalam situasi yang sesungguhnya (9-14).
Menerapkan pengetahuan dan keahlian dalam tim dari berbagai bidang
Meningkatkan pengetahuan dan keahlian klinis saja tidak cukup; supaya efektif, mereka
harus diujikan dalam keadaan bersama dengan tim. Satu tim harus terlibat apabila menangani
seluruh situasi obstetri darurat. Jika tim tidak dapat berkerja sama, penanganan situasi
obstetric darurat tidak akan optimal. Penelitian mengenai kematian maternal telah
menunjukkan kesalahan yang sering terjadi sehingga mengakibatikan kematian maternal, yaitu:
kebingungan dalam peran dan tanggung jawab, kurangnya pemeriksaan silang, gagal dalam
memprioritaskan dan melakukan tugas klinis dalam kerjasama yang teratur, komunikasi yang
sangat kurang, dan kurangnya dukungan kelompok (15).
Oleh karena itu, program-program Crew Resource Management (CRM) yang
dikembangkan oleh industri penerbangan untuk meningkatkan kerja tim telah diadaptasi ke
dalam situasi darurat medis. Hasil positif yang didapat dalam industri penerbangan tidak
demikian halnya dalam penanganan obstetri darurat. Hal ini mungkin disebabkan karena
pelatihannya yang bersifat mandiri dalam tugas dan konteks (16). Seluruh bagian yang
melaporkan kemajuan dalam menangani obstetri darurat telah menerapkan proram pelatihan
dalam kelompok mereka masing-masing dan telah melatih hampir seluruh staf mereka (15).
Paket-paket pelatihan ini telah memperkenalkan pelatihan simulasi dan hal ini juga telah
mempunyai kelebihan dalam meningkatkan kerjasama inter-profesional (16-18).
Pelatihan simulasi terdiri atas pembuatan skenario klinis dalam ruang bersalin atau
dalam ruang pasca persalinan atau klinik dan penggunaan orang yang berakting sebagai pasien
atau penggunaan manekin. Seluruh peserta melewati proses penanganan obstetri darurat.
Seorang pengamat mengevaluasi aktivitas tim dan memberi nilai pada tim tersebut. Setelah
pelatihan, pengamat memberikan umpan balik kepada seluruh peserta. Penilaian tidak hanya
menunjukkan keahlian klinis dan pengetahuan tim, tetapi juga mengevaluasi kinerja tim. Tim
harus melibatkan seluruh petugas kesehatan dan dalam hal obstetric darurat harus melibatkan
dokter dan bidan. Dalam skenario ini, seringkali kerja rim menjadi kacau sebagaimana bila
ditemukan dalam situasi nyata.
Langkah-langkah penting dalam Penanganan Obstetri Darurat
Afrika Selatan memiliki program pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keahlian professional perawatan kesehatan dalam menangani obstetric darurat. Program
pelatihan ini disebut Langkah-langkah Penting dalam menangani Obstetri Darurat (ESMOE =
Essential Steps in Managing Obstetric Emergencies). Program ini dikembangkan oleh kerjasama
petugas medis dari bagian obstetric di semua sekolah kesehatan, anggota National Committee
for the Confidential Enquiries untuk kesehatan maternal, maternal MRC dan unit penelitian
strategi perawatan kesehatan bagi bayi, juga didukung oleh departemen kesehatan nasional,
the South African College of Obstetrics and Gynaecology, South African Society of Obstetricians
and Gynaecologists, the Royal College of obstetricians and Gynaecologists (South African
Chapter), the South AfricanPaediatric Association, the South African College of anaesthetists
and the Midwifery Association of South Africa. Program ini berdasarkan program yang
dikembangkan oleh Royal College of Obstetricians andGynaecologists (Program keselamatan
(19))dan International Office mereka memberikan dukungan dan bantuan dalam
pengembangan ESMOE. Program ini diujikan terhadap pegawai magang dan hasilnya
menunjukkan peningkatan pengetahuan dan keahlian yang signifikan dalam menangani obstetri
darurat.
Dewan ESMOE didirikan untuk membantu koordinasi kenaikan tingkat dari program
tersebut. Visi dewan ini adalah untuk “Meningkatkan secara efektif penanganan obstetri
darurat untuk mengurangi mortalitas maternal dan perinatal.” Visi ini dicapai dengan cara
sebagai berikut:
Diajarkan kepada mahasiswa sarjana dalam bidang medis dan keperawatan.
Diajarkan kepada seluruh pegawai magang
- Lulus sebelum mendaftar sebagai dokter,
- Pelatihan yang dilakukan oleh pelaksana yang terakreditasi
- Terdaftar dan tersertifikasi
Diajarkan kepada seluruh dokter yang terlibat dalam perawatan maternal dan neonatal
Program yang telah dirancang diajarkan kepada seluruh bidan professional
Berlaku sebagai dasar pelatihan praktek simulasi untuk obstetri darurat untuk seluruh
professional kesehatan di semua institusi umum dan swasta yang menyediakan
perawatan maternitas.
- Praktek pelatihan ini direkam dan
- Praktek ini merupakan bagian dari kunci performa CEO institusi tersebut.
Proses diilustrasikan pada gambar 1
Pelaksana pelatihan utama dilatih selama 4 hari tempat kursus ESMOE berlangsung,
selain itu teknik pelatihan spesifik untuk dewasa juga dibahas disini. Pelaksana pelatihan utama
dipilih dari rumah sakit yang memiliki pegawai magang, Idealnya, setiap pegawai magang akan
dapat menghubungi pelaksana pelatihan, sehingga dapat diajarkan di ESMOE dan disertifikasi
sebelum melajutkan menjadi dokter bagi pelayanan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan
rumah sakit daerah, tempat para dokter ini ditempatkan, memiliki keahlian untuk menangani
obstetri darurat.
Para pelaksana utama ini akan dipekerjakan juga dalam pelatihan bagi dokter dan bidan
atau tumah sakit regional atau daerah yang berlangsung selama 3 hari. Pelatihan ini ditujukan
untuk melatih pagawai kesehatan dalam menangani situasi obstetri darurat dan melatih
mereka dalam melaksanakan praktek stimulasi obstetric darurat (EOST = Emergency Obstetric
Stimulation Training). Dengan demikian, setiap pegawai yang berada dalam tim dari berbagai
bidang dapat memenuhi elemen penting dalam menanggapi situasi obstetri darurat, yaitu
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan. Kursus khusus ESMOE sedang dikembangkan bagi
para bidan professional yang juga terlibat dalam bidang ini.
Gambar 1. Struktur Dewan ESMOE
Rangkuman
DEWAN ESMOE
PELATIHAN PELATIH UTAMA
SERTIFIKASI PEMASTIAN KUALITAS (MONITORING)
MEMPERBAHARUI/MENGEDIT
PELATIHAN PEGAWAI MAGANG
DISERTIFIKASI
TERDAFTAR OLEH HPCSA
PROPINSI:MENYEDIAKAN SDM UNTUK PELATIHANKOORDINASI PELATIHAN
PELATIH UTAMA DENGAN PEGAWAI MAGANG DI RUMAH SAKIT
EOST di RS:Bidan & dokterDirekamBagian dari KRA CEO
EOST di RS:Bidan & dokterDirekamBagian dari KRA CEO
PETUGAS KESEHATAN
BIDAN
KEAHLIAN COSMOEOST di RS:Bidan & dokterDirekamBagian dari KRA CEO
Agar bersiap dalam menangani wanita yang mengalami PPP, setiap unit maternitas harus:
1. Memajang poster yang menggambarkan prosedur penanganan PPP di setiap unit
2. Melakukan pelatihan di tempat secara rutin yang membahas PPP dan protokolnya telah
diperbaharui. Pelatihan semacam ini akan lebih baik diselengarakan saat pertemuan
unit morbiditas dan mortalitas. Periksa secara menyeluruh kondisi semua pasien yang
mengalami PPP dengan kondisi gawat oleh perawatan yang berkualitas agar dapat
meningkatkan perawatan itu sendiri.
3. Melakukan praktek EOST secara rutin dalam menangani PPP berdasarkan skenario yang
dikembangkan dari paket pelatihan ESMOE. Pelatihan ini harus direkam dan nilai tim
harus disimpan untuk perbandingan yang akan datang. Sangat penting bagi seluruh
petugas kesehatan untuk dapat terlibat dalam simulasi ini. Registrasi para peserta harus
disimpan untuk meyakinkan mengenai kasus tersebut.
4. Penanganan rumah sakit harus memastikan bahwa keahlian di tempat mereka cukup
untuk menyelenggarakan latihan EOST secara efektif. Hal ini memungkinkan jika petugas
kesehatan dan bidan rutin diikutsertakan dalam pelatihan ESMOE.
5. Recaman dari pelatihan EOST tersebut, beserta nilai dan para pesertanya harus tersedia
untuk kepentingan pemeriksaan oleh Manajer Daerah.
Persiapan ini juga harus ada untuk seluruh situasi obstetri darurat. Penurunan jumlah
kematian dalam situasi obstetri darurat sangat mungkin dapat terjadi, apabila praktek latihan
EOST rutin dilakukan. Penting sekali untuk pelatihan ini dilakukan secepat mungkin.
Bab Sepuluh
Pendekatan Masyarakat terhadap Pencegahan dan Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan
D.Nyasulu, S.Engelbrecht
Konteks keterlibatan masyarakat
Tantangan yang dihadapi sistem kesehatan dalam hal sumber daya dan statistic terkini
mengenai PPP membuat masyarakat semakin menguatkan perawatan maternitas berbasis
keluarga dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan wanita
yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan
Peranan keluarga dan masyarakat dalam mendukung wanita hamil dan kelahiran tidak
dapat dinilai terlalu tinggi juga. Sang ibu merupakan anggota keluarga dan keluarga merupakan
bagian dari masyarakat. Sangat mungkin bahwa jauh sebelum para wanita ini mendapatkan
layanan kesehatan, mereka telah menerima layanan dan dukungan kesehatan dari keluarga dan
masyarakat. Bahkan ketika persalinan dilakukan di sebuah pusat kesehatan dengan
pengawasan dari tenaga ahli, sang ibu akan kembali ke keluarganya dan masyarakatnya.
Anggota keluarga, seperti suami, ibu, dan anggota masyarakat seperti bidan tradisional dan
petugas kesehatan masyarakat mengambil alih tanggung jawab dalam hal memberikan
perawatan yang penting bagi ibu dan bayi yang baru lahir.
Hal inilah yang menjadikan masyarakat digunakan sebagai perpanjangan tangan dari
layanan kesehatan. Penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa hampir 95% wanita hamil
mendapatkan perawatan pra persalinan, namun faktor pasien dan masyarakat dapat
menyebabkan keterlambatan dalam mencari dan mendapatkan fasilitas perawatan kesehatan
yang sesuai. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan dan penyedia layanan kesehatan perlu
menyadari dan menerima bahwa keluarga dan masyarakat dapat berperan besat dalam
memberikan perawatan kesehatan dan meningkatkan kemampuan mereka dalam perawatan
kesehatan.
Pendekatan berbasis masyarakat terhadap pencegahan dan penanganan PPP harus
merupakan usaha yang kolaboratif antara orang tua, keluarga, perawat, para professional
medis, dan kelompok masyarakat terkait lainya. Yang jauh lebih penting lagi adalah mereka
yang terlibat membutuhkan informasi yang akurat mengenai kebutuhan perawatan yang
berkualitas selama pasca persalinan.
Rekanan Masyarakat
Rekanan masyarakat adalah kelompok dalam masyarakat yang dapat bekerja sama
dengan penyedia layanan kesehatan untuk mengembangkan perawatan kesehatan di tingkat
masyarakat. Hal ini termasuk, namun tidak terbatas hanya, sebagai berikut:
Pemimpin utama dalam masyarakat: Ketua, Penasihat, Pemuka agama, Tabib, Guru
Anggota keluarga: Orangtua, Kakek dan nenek, Suami/Pasangan, Mertua
Organisasi masyarakat: Kelompok wanita, Kelompok pendukung
Pekerja kesehatan desa/masyarakat, bidan tradisional
Penasihat masyarakat
Kelompok wanita
Organisasi non-pemerintah
Pesan utama bagi masyarakat mengenai PPP
PPP adalah hal yang tidak dapat diperkirakan. Hal ini dapat terjadi pada wanita yang
tidak mempunyai keluhan apapun selama kehamilan. PPP dapat timbul secara cepat, yang
mengakibatkas situasi menjadi gawat. Jika tidak ada perencanaan penanganan yang baik
terhadap situasi semacam ini, maka kondisi wanita yang mengalaminya akan menurun secara
drastic. Melahirkan di tempat dengan adanya ahli, dan pencegahan serta persiapan untuk
situasi darurat semacam ini merupakan kunci utama mencegah terjadinya PPP dan pastikan
penanganan yang tepat bila PPP terjadi.
Kunci menuju kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang lebih aman adalah sebagai
berikut:
(1) Bersalin di tempat terdapatnya ahli
(2) Persiapan yang cukup untuk persalinan dan kelahiran bayi
(3) Identifikasi tanda-tanda bahaya selama persalinan dan pasca persalinan
(4) Kesiapan adanya komplikasi selama persalinan dan pasca persalinan
(5) Seluruh wanita hamil harus mengonsumsi zat besi selama masa kehamilan.
Pencegahan/Perawatan PPP di tingkat masyarakat
Demi mencegah PPP dan mengurangi resiko kematian, maka tindakan pencegahan
harus diberikan secara rutin mulai saat wanita hamil hingga ke masa pasca persalinan.
Selama masa Kehamilan
(1) Publikasikan perawatan pra persalinan dan, bila memungkinkan, sediakan klinik di
tempat terpencil.
Selama kunjungan dalam perawatan pra persalinan, penyedia layanan kesehatan
harus mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
Membuat perencanaan persiapan persalinan.
Wanita harus merencanakan persalinan yang
didampingi ahli yang dapat memberikan
tindakan untuk mencegah PPP (termasuk
AMTSL), dapat mengetahui dan menangani
PPP, dan dapat mengetahui status wanita
tersebut membutuhkan perawatan lebih
lanjut bila diperlukan.
Membuat perencanaan kesiapan bila terjadi
komplikasi, yaitu mengenali tanda adanya
bahaya dan yang harus dilakukan bila terdapat
bahaya, kemana untuk mecari pertolongan,
dan bagaimana untuk mencapai ke tempat tersebut, dan cara menabung untuk
transportasi dan perawatan gawat darurat.
Menyiapkan persalinan didampingi bidan yang berpengalaman: Buatlah rencana untuk bersalin dengan
didampingi bidan yang berpengalaman Temukan masalah yang terjadi saat
merencanakan persalinan Siapkan yang dibutuhkan untuk
persalinan Menabung
Persiapan bila terjadi komplikasi: Pelajari tanda-tanda bahaya sebelum,
selama dan setelah persalinan Buatlah perencanaan keselamatan Buatlah rencana untuk mengambil
keputusan bila terjadi situasi gawat darurat ketika pembuat keputusan utama sedang tidak ada
Atur sebelumnya mengenai transportasi bila situasi menjadi gawat
Atur donor darah bila sewaktu-waktu diperlukan
Amati secara rutin selama kunjungan prekonseptual, pra persalinan, dan pasca
persalinan untuk mencegah dan merawat anemia agar dapat meningkatkan
toleransi wanita tersebut terhadap kehilangan darah saat bersalin. Adakan
konseling bagi wanita mengenai nutrisi, yang utamanya makanan yang kaya akan
zat besi dan asam folat, dan menyediakan suplemen zat besi/folat selama
kehamilan. Mencegah anemia dengan cara mengenali penyebabnya, seperti
malaria dan cacing tambang, di area endemic.
Pada kasus wanita yang tidak dapat melahrkan dengan didampingi bidan ahli,
cegah persalinan yang lama dengan memberikan informasi tentang tanda-tanda
melahirkan. Ketika proses bersalin menjadi lama, larikan ke rmah sakit atau
hubungi bidan.
Cegah praktek yang menyakitkan dengan membantu wanita tersebut dan
keluarganya untuk mengenali praktek adat yang dapat menimbulkan rasa sakit
selama persalinan (misalnya: mengonsumsi obat herbal untuk meningkatkan
kontraksi, dll)
Ambil langkah yang sensitif secara kultural untuk dapat melibatkan laki-laki dan
meningkatkan pemahaman mengenai daruratnya kondisi bersalin dan bantuan
yang dibutuhkan segera.
(2) Publikasikan untuk menghimpun masyarakat dan program komunikasi perubahan
sikap (BCC = Communication Behaviour Change) untuk mencegah PPP yang
didalamnya terdapat aktivitas, seperti: mingkatkan kesadaran dan dialog masyarakat
dalam keselamatan ibu; pentingnya bersalin dengan didampingi tenaga ahli di
fasilitas kesehatan; dan adanya evakuasi darurat/ sistem yang sesuai/rencana.
(3) Pertimbangkan penggunaan zat uterotonik seperti misoprostol di masyarakat.
Meski seluruh upaya telah diarahkan agar wanita dapat bersalin di fasilitas
kesehatan, namun beberapa area di Afrika Selatan masih sulit menjangkau fasilitas
dan akhirnya persalinan di rumah dilakukan dengan atau tanpa didampingi ahli. Di
beberapa daerah, bidan tradisional (TBA = Traditional Birth Attendant) dilibatkan
dalam persalinan semacam ini. Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan
bahwa pelatihan TBA untuk mengatur pemberian zat uterotonik seperti 400-
600mikrogram oral misoprostol setelah keluarnya plasenta atau disertai dengan
perdarahan yang berlebihan dapat mengurangi morbiditas akibat PPP. Jika
fasilitaspendingin ada, maka oxytocin yang dirancang sebagai unit injeksi (sistem
Unijek) lebih aman dan merupakan alternative yang lebih efektif. Tindakan-tindakan
seperti ini belum dikenalkan di Afrika Selatan, dan terdapat kekhawatiran mengenai
penggunaan misoprostol yang tidak diatur yang dapat mengakibatkan masalah
besar, seperti pecah rahim apabila diberikan dalam dosis tinggi dalam masa
kehamilan akhir atau dalam persalinan. Namun, penting juga untuk melakukan
pendekatan ini, terutama di daerah-daerah yang melakukan persalinan di rumah.
Sebelum mendistribusikan zat uterotonik kepada bidan masyarakat, penyedia harus
menjelaskan dengan seksama bahaya PPP dan pentingnya melakukan persalinan
yang didampingi oleh ahli dan ditempatkan di fasilitas. Penyedia juga harus
menjelaskan bagaimana misoprostol dapat mencegah PPP, penggunaan misoprostol
yang aman, dan bahaya dari penggunaan misoprostol yang tidak tepat.
Saat persalinan
Untuk mencegah terjadinya PPP:
1. Publikasikan agar bersalin di fasilitas kesehatan dan didampingi oleh seorang ahli.
Informasikan penggunaan setidaknya: (1) obat uterotonik setelah melahirkan
dan (2) pemijatan uterus setelah keluarnya plasenta:
Jika bidan ahli hadir saat persalinan, lakukan penanganan aktif tahap ketiga
persalinan (AMTSL). Jika pendingin menjadi masalah, gunakan oxytocin dalam
alat Unijek dengan indicator waktu dan suhu atau berikan secara oral
misoprostol 600mg.
Di daerah-daerah yang memiliki jumlah persalinan di rumah yang tinggi, TBA
harus disarankan untuk mengeluarkan plasenta dengan upaya maternal dan
gravitasi (lebih baik bila wanita dalam posisi jongkok), lalu pijat uterus segera
setelah keluarnya plasenta. Penarikan tali pusar yang terkendali JANGAN
dilakukan oleh tenaga non-ahli. Sediakan zat uterotonik seperti misoprostol
untuk TBA (lihat nomor 3 pada bagian sebelumnya).
2. Informasikan untuk buang air sebelumnya dan secara teratur
3. Informasikan agar memijat uterus sendiri dan memonitor sendiri kondisinya.
4. Informasikan agar segera member ASI atau melakukan stimulasi pada puting.
Untuk menangani PPPP
1. Informasikan untuk menggerakkan masyarakat dan
program komunikasi perubahan sikap (BCC = Behaviour
Change Communication) untuk meningkatkan kesadaran
dan dialog masyarakat tentang: tanda-tanda/gejala PPP agar
dapat mendeteksi PPP lebih awal; bahaya PPP; dan membuat
evakuasi darurat/sistem yang direkomendasikan/rencana.
Deteksi awal yang dilakukan bidan, keluarga atau ibu hamil itu
sendiri pada perdarahan berlebihan (PPP) setelah melahirkan
bayi, merupakan awal yang penting untuk tindakan cepat dalam
menyelamatkan nyawa ibu yang sedang mengalami perdarahan.
Deteksi PPP dari awal, inisiasi pertolongan pertama, dan tindakan
yang tepat dapat mengurangi keterlambatan untuk menjangkau
perawatan PPP demi menyelamatkan nyawa sang ibu.
Jika PPP terus terjadi, hasil yang positif akan bergantung pada sehat atau tidaknya kondisi
wanita tersebut ketika mengalami PPP (khususnya tingkat hemoglobinnya), seberapa cepat
diagnosis dibuat, dan seberapa cepat penaganan yang efektif dilakukan sejak awal
terjadinya PPP.
2. Informasikan mengenai keahlian penyelamatan di rumah (HBLSS = Home-based life-saving
skills) dalam menangani PPP dengan cara bernegosiasi dan bekerja sama dengan para
wanita dan masyrakat mengenai hal yang dapat dilakukan di rumah. Hal ini memerlukan
kartu tindakan yang bertuliskan “Perdarahan hebat” untuk mengingatkan para wanita,
Wanita disebut mengalami perdarahan hebat setelah melahirkan, apabila: Membasahi 2 lembar atau lebih
kangas (2 meter kain sprai) Perdarahan yang cepat dan tidak
berkurang pasca persalinan (membasahi 2 atau lebih pembalut dalam waktu 30 menit)
Terdapat gumpalan sebesar lemon atau lebih besar
Perdarahan yang lambat namun terus menerus dan tidak berhenti
Kapanpun wanita mengalami perdarahan dan merasa pusing atau pingsan, maka ia mengalami perdarahan hebat dan harus segera mendapat tindakan.
pasangan mereka, dan keluarga mereka akan keahlian yang penting untuk dimiliki dalam
mencegah dan menangani PPP, termasuk diantaranya (namun tidak terbatas hanya):
Stimulasi puting/pemberian ASI
Pemijatan uterus
Mengosongkan kantung kemih
Penggunaan tablet Misoprostol/oxytocin ke dalam alat Unijek yang dilakukan TBA (NB. Lihat
nomor 3 diatas)
Jika terjadi atonia uteri: lakukan kompresi bimanual eksternal hingga wanita tersebut tiba di
fasilitas perawatan
Jika terjadi laserasi genital: lakukan kompresi perineal/vaginal untuk menghentikan
perdarahan hingga wanita tersebut ti ba di fasilitas perawatan.
Strategi yang disarankan berdasarkan bukti di lapangan
Apa yang dapat anda lakukan jika anda mengalami perdarahan hebat pasca melahirkan?Jika anda piker anda mengalami perdarahan hebat dan anda merasa pusing dan lemah, segera cari pertolongan. Anda dapat kehilangan banyak darah dengan cepat dan membutuhkan penanganan sesegera mungkin untuk menyelamatkan nyawa anda. Sambil anda menunggu pertolongan, sebaiknya anda:
Meminta seseorang untuk menghubungi bantuan medis atau mengatur transportasi
Pastikan kantung kemih anda kosong. Jika kantung kemih penuh, maka kontraksi uterus tidak terjadi
Berikan ASI pada bayi anda, jika anda memilih demikian. Jika anda tidak member ASI, usap puting anda dengan jari jemari untuk menstimulasi putingnya. Saat putting sudah terstimulasi, cairan alami yang disebut oxytocin akan keluar dan membantu uterus untuk berkontraksi.
Jika terjadi perdarahan dari robekan saluran persalinan, seseorang harus menekan robekan tersebut dengan kain sampai perdarahannya berhenti atau hingga anda mencapai fasilitas kesehatan.
Jika plasenta anda tidak keluar, cobalah untuk jongkok dan tekan dengan kontraksi. Jika cara ini tidak berhasil, anda perlu segera mendapatkan bantuan.
Kesempatan tersedia di tingkat masyarakat untuk mencegah dan menangani PPP. Bukti
untuk beberapa penanganan oleh masyarakat dapat dilihat pada referensi yang terlampir di
bab ini. Artikel-artikel tersebut mencakup penanganan masyarakat, seperti pergerakkan
masyarakat dan perubahan sikap, pengaturan transportasi umum, pelatihan TBA, pemijitan
uterin, stimulasi puting dan ASI, keahlian penyelamatan di rumah, dan penggunaan zat
uterotonik di masyarakat.
Kesimpulan
Tidak ada “peluru ajaib” dalam mengurangi kematian akibat PPP pada wanita di
masyarakat. Melainkan, terdapat kebutuhan akan adanya upaya yang keras dalam
meningkatkan perawatan di seluruh tingkat – mulai dari masyarakat hingga ke fasilitas
kesehatan. Wanita merasa perlu untuk dihargai dan dirawat dengan baik di fasilitas kesehatan
karena itulah yang mereka cari disana. Jika masyarakat turut terlibat dalam hal ini, dan hal ini
mengakibatkan lebih banyak wanita yang mencari perawatan di fasilitas kesehatan, maka
fasilitas kesehatan harus siap untuk menerima dan melayani para wanita ini dengan baik dan
sesuai dengan yang mereka butuhkan.