monitoring icp r.13
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
“Monitoring ICP (Intracranial Pressure)”
1. Pengertian ICP
ICP/ Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga
kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan
intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total),
cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006).
ICP (Intracranial Pressure) adalah kombinasi tekanan yang digunakan oleh
jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. ICP normal antara 10-15 mmHg.
Tujuan monitor ICP adalah untuk menentukan tekanan di dalam cranium. Hal ini
membantu untuk menentukan intervensi untuk preventif sekunder pada trauma otak
yang mengarah pada kematian otak permanen. Jika TIK bernilai 20-25 mmHg maka
diperlukan intervensi seperti operasi. Peningkatan TIK menyebabkan darah sulit
untuk dipompa ke kepala dan menjaga perfusi jaringan otak (Orlando Regional
Healthcare, 2003).
2. Penyebab ↑ ICP/TIK
Otak secara otomatis dapat meregulasi aliran darah dengan mendilatasi atau
konstriksi pembuluh darah. Aliran darah di seluruh otak 750 ml/menit. Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan gangguan pada sistem regulasi tersebut, yaitu :
- Hipoksia (PaO2 < 80)
- Hiperkapnia (PCO2 > 35)
- Hipotensi (MAP < 90)
- Hipovolemi (Orlando Regional Healthcare, 2003).
3. Patofisiologi / Kompensasi ↑ ICP/TIK
Seperti doktrin Monroe-Kelly menyatakan “Ketika volume dari ketiga komponen
kranial meningkat, volume satu atau dua diantaranya akan menurun atau TIK akan
naik”. Ketika terjadi peningkatan TIK, otak akan mengkompensasi dengan
mengalirkan cairan serebrospinal ke subarachnoid, meningkatkan penyerapan cairan
serebrospinal, mengurangi produksi CSS, atau mengalirkan darah vena keluar
kepala. Dengan menggunakan sistem kompensasi ini maka ICP/TIK dapat normal.
Kompensasi secara terus menerus dapat mendorong terjadinya herniasi jaringan
otak, hipoksia jaringan otak, iskemi, infark, nekrosis, dan kematian.
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan
cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap
meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan
cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan
utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial
hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul
gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai.
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60%
darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah
metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia.
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan
otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke
dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian
dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial.
Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah
ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri.
Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium
serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang
meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang
tekanannya lebih rendah (Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh
darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana
perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume
otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005).
4. Manifestasi
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh
darah dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang
sensitif dan berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan
dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya.
Manifestasi klinis dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam
kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam
berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung.
Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda
terjadinya peningkatan TIK. Cushing triad yaitu peningkatan tekanan sistolik,
baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan
menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi
(Black&Hawks, 2005). Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi
neurogenik pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan
kenaikan TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan
diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak
direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan
cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan
cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan
cairan serebrospinal intrakranial (Black&Hawks, 2005).
5. Pathway
Trauma Kepala
Gangguan Autoregulasi
Aliran Darah ke otak ↓
rangsangan simpatis
↑ tahanan Vaskuler sistemik & ↑ TIK
O2 ↓
Asam Laktat ↑
Odem otak
Gangguan Perfusi Jaringan
↓ tekanan pemb. Darah pulmonal
↑ tekanan Hidrostatik
Gangguan Pola Nafas
Gangguan Pertukaran Gas
Hipoksemia, Hiperkapnea
Difusi O2 terhambat
Odem Paru
Resiko Injuri
Penurunan Kesadaran
Mesenfalon Tertekan
Herniasi unkus
Penurunan intake Kecemasan
Resiko Ketidakefektifan jalan nafas
Kemampuan batuk , mobolitas fisik , produksi sekret
Disfungsi kandung kemih dan saluran pencernaan
Gangguan Neurologis
Defisit Perawatan Diri
Resiko Nutrisi (-) dari kebutuhan tubuh
Resiko Gangguan Perfusi GI
6. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa intervensi untuk mempertahankan atau mengurangi TIK.
Tipe intervensi yang digunakan tergantung kondisi klinis pasien dan riwayat
kesehatan. Tujuan secara keseluruhannya adalah untuk menjaga dan
mengembalikan fungsi dengan cara sebagai berikut :
- Menjaga kepatenan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Hal ini termasuk
menjaga SaO2 100%, PaCO2 35-40 mmHg, dan MAP > 90 mmHg.
- Menjaga TIK < 20 mmHg
- Berikan volume untuk menjaga CVP 5-10 mm Hg atau PCWP 10-15 mmHg
- Berikan vasopressor jika dibutuhkan untuk menjaga MAP > 90 mmHg dan untuk
membantu CPP
- Tentukan CPP optimal untuk pasien
- Menjaga suhu otak antara 36-37 C
- Posisikan kepala 15-30 derajat
# Monitoring ICP/TIK
Indikator utama dalam memonitoring TIK, adalah sebagai berikut :
- GCS < 8
- Posisi tubuh (ekstensi, fleksi)
- Bilateral atau unilateral dilatasi pupil (kecuali dengan epidural hematoma)
- Hasil CT Scan terdapat edema serebri
7. Klasifikasi Monitoring ICP
Berikut klasifikasi monitoring ICP/TIK berdasarkan letaknya :
a. Subdural ICP Monitoring
Pada tipe ini, kateter diletakkan dibawah duramater. Biasanya digunakan
pada kasus sub-dural hematoma.
b. Parenkimal ICP Monitoring
Pada tipe ini kateter diletakkan pada jaringan otak.
c. Intraventrikuler ICP Monitoring
Pada tipe ini, kateter diletakkan pada ventrikel otak. Otak memiliki 4
ventrikel, yang terdapat cairan serebrospinal. Terdapat 2 ventrikel lateral kanan
dan kiri yang terdapat pada masing-masing hemisfer, ventrikel 3 yang terdapat
dibawah ventrikel lateral, dan ventrikel 4 berada di antara pons dan cerebellum.
Pasien dengan trauma kepala, tumor otak, dan hidrocephalus biasanya diberikan
monitoring ICP tipe ini.
8. Cara Pengukuran ICP
Untuk mengetahui dan memonitor tekanan intrakranial, dapat digunakan
metode non invasif atau metode invasif.
Metode non invasif meliputi (Thamburaj, Vincent, 2006) :
1. Penurunan status neurologi klinis dipertimbangkan sebagai tanda peningkatan
TIK. Bradikardi, peningkatan tekanan pulsasi, dilatasi pupil normalnya dianggap
tanda peningkatan TIK.
2. Transkranial dopler, pemindahan membran timpani, teknik ultrasound “time of
flight” sedang dianjurkan. Beberapa peralatan digunakan untuk mengukur TIK
melalui fontanel terbuka. Sistem serat optik digunakan
ekstra kutaneus.
3. Dengan manual merasakan pada tepi kraniotomi atau defek tengkorak jika ada,
dapat juga memberi tanda.
Sedangkan metode invasif meliputi :
1. Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular, terutama pada klien
dengan ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga mengalirkan
cairan serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat menimbulkan perdarahan
dan infeksi (5%).
2. Sekrup, palang dan kateter subdural. Sekrup Richmond dan palang Becker
digunakan ekstradural. Cairan dimasukkan oleh kateter ke dalam ruang subdural,
kemudian dihubungkan ke system monitoring tekanan arteri. Cara ini hemat biaya
dan berguna secara adekuat.
3. “Ladd device” digunakan secara luas. Cara ini memerlukan sistem serat optik
untuk mendeteksi adanya distorsi pada cermin kecil dalam sistem balon, dapat
digunakan subdural, ekstra dural dan ekstra kutaneus.
4. “Cardio Serach monitoring sensor” digunakan subdural atau ekstradural. Sistem ini
jarang digunakan.
5. Peralatan elektronik (Camino dan Galtesh) popular di dunia.
6. Peralatan yang ditanam secara penuh diperlukan oleh klien yang memerlukan
monitoring TIK jangka panjang, seperti pada tumor otak, hidrocephalus, atau
penyakit otak kronik lainnya. Cosmon telesensor dapat ditanam sebagai bagian
dari sistem shunt.
7. Lumbal pungsi dan pengukuran tekanan cairan serebrospinal tidak
direkomendasikan. Masing-masing cara memilki keuntungan dan
kerugian/kelemahan.
Monitor TIK yang digunakan sebaiknya memiliki kapabilitas 0 – 100 mmHg,
akurasi dalam 1-20 mmHg + 2 mmHg, dan kesalahan maksimum 10% dalam rentang
10-100 mmHg (Morton, et.al, 2005). Klien dengan kenikan TIK perlahan seperti klien
dengan tumor otak lebih toleran terhadap kenaikan TIK daripada klien dengan
kenaikan TIK mendadak, seperti klien dengan hematoma subdural akut (Morton,
et.al, 2005).
9. Komplikasi
Terdapat komplikasi pemasangan ICP sebagai berikut :
- Drainase Berlebihan
Kelebihan drainase dapat menyebabkan ventrikel collaps. Hal ini dikarenakan :
a. Pasien yang tiba-tiba duduk
b. HOB yang terlalu tinggi dari tempat drainase
c. Membiarkan sistem drainase terbuka dalam periode tertentu yang
mengakibatkan ventrikel kolaps.
- Drainase Kurang
Drainase yang kurang dapat menyebabkan dilatasi ventrikel, peningkatan TIK,
hal ini dikarenakan :
a. Clotting kateter ventrikular oleh jaringan
b. Terdapat purulen di selang drainase atau gumpalan darah yang menyumbat
c. Kantong drainase tidak pada level yang benar
- Infeksi
Infeksi pada otak dapat mematikan. Meningitis dan Ventrikulitis adalah
masalah infeksi utama yang berkaitan dengan monitoring ICP. Resiko infeksi
berhubungan dengan adanya penetrasi kateter yang masuk ke dalam otak.
10. Pengkajian Keperawatan terkait Peningkatan TIK
Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu
(Black&Hawks, 2005) :
1. Pemeriksaan GCS.
GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga
komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika
klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak&tertutup, tidak bisa
berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami
paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan
dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi
keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri
yang serius (Black&Hawks, 2005).
2. Tingkat kesadaran.
Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah
perubahan tingkat kesadaran. Pengkajian tngkat kesadaran berlanjut dan rinci perlu
dilakukan sampai klien mencapai kesembuhan maksimal (Black&Hawks, 2005).
3. Respon pupil.
Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya. Pupil yang terpengaruh
biasanya pada sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit
motorik dan sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral).
Pemeriksaan pupil meliputi : kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil
(ditengah atau miring), rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal
peningkatan TIK), akomodasi pupil (Black&Hawks, 2005).
4. Gerakan mata.
Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan
(diskonjugasi), catat dan segera laporkan.
5. Tanda – tanda vital.
Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu
tubuh diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat
dan herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga
respon ini perlu juga diperiksa.
6. Pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerkaan ekstraokular, gag
refleks, pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya. Selain pemeriksaan diatas,
pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data lain dari klien tetap diperlukan
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun rencana
keperawatan dengan akurat dan tepat.
11. Diagnosa yang mungkin muncul untuk Pasien terpasang ICP
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif.
c. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
d. Risti gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan restriksi cairan untuk
menurunkan edema serebral.
e. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran).
12. Intervensi Keperawatan
No
Dx
Tgl/
jam
Tujuan
Kriteria hasilIntervensi Rasional
1. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan, klien tidak
menunjukkan peningkaatan TIK,
dengan kriteria:
1. Klien akan mengatakan tidak
sakit kepala dan merasa
nyaman
2. Mencegah cedera
3. Pupil membaik
4. TTV normal, GCS normal
1. Kaji faktor penyebab dari
situasi/keadaan individu/penyebab
coma/penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.
Menganalisa tingkat kesadaran dan
kemungkinan dari peningkatan TIK dan
menentukan lokasi dari lesi.
Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai
dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari
outoregulator kebanyakan merupakan tanda
penurun difusi lokal vaskularisasi darah
serebral. Dengan peningkatan tekanan darah
(diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intra kranial.
Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi
dari multiple trauma yang dapat menyebabkan
ischemia serebral. HR dan disrhytmia
merupakan perkembangan dari gangguan
4. Evaluasi pupil.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan
mata dan reaksi reflek babinski.
6. Monitor temperatur dan pengaturan
suhu lingkungan.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor
kulit, keadaa membran mukosa.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi
yang netral, usahakan dnegan sedikit
bantal. Hindari penggunaan bantal yang
banyak pada kepala.
9. Berikan periode istirahat anatara
tindakan perawatan dan batasi lamanya
batang otak.
Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola
mata merupakan tanda dari gangguan
nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antara simpatik dan
parasimpatik merupakan respon reflek nervus
kranial. Kemungkinan injuri pada otak besar
atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan
merupakan tanda dari trauma pons dan medulla.
Batuk dan cekukan merupakan reflek dari
gangguan medulla.Adanya babinski reflek
indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
Panas merupakan reflek dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan ICP.
Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma
kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus
atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis
dan menghambat drainage pada vena cerebral
dan meningkatkan ICP.
Tindakan yang terus-menerus dapat
meningkatkan ICP oleh efek rangsangan
prosedur.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan
rasa nyaman seperti massage
punggung, lingkungan yang tenang,
sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak
gaduh.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah
laku pada pagi hari.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran
blader, pertahankan drainage urin
secara paten jika digunakan dan juga
monitor terdapatnya konstipasi.
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed
15 - 45 derajat sesuai dengan
tolenransi/indikasi.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan
komulatif.
Memberikan suasana yang tenag (colming efek)
dapat mengurangi respon psikologis dan
memberikan istirahat untuk
mempertahankan/ICP yang rendah.
Aktivitas ini dapat meningkatkan intra
thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam
abdomen dimana akitivitas ini dapat
meningkatkan tekanan ICP.
Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi
peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri
dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatakan ICP.
Dapat meningkatkan respon automatik yang
potensial menaikan ICP.
Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala,
mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko
terjadi ICP.
Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk
yang dindikasikan.
16. Berikan Oksigen.
17. Kolaborasi pemberian obat Diuretik
contohnya : mannitol, furoscide.
18. Kolaborasi pemberian Steroid
contohnya : Dextamethason, methyl
prednisolone.
19. Kolaborasi pemberian Sedatif contoh :
Benadryl.
20. Kolaborasi pemberian antipiretik,
contohnya : aseptaminophen.
menguransi edema cerebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah, tekanan darah
dan ICP.
Mengurangi hipoxemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume
darah dan menaikkan ICP.
Diuretik mungkin digunakan pada pase akut
untuk mengalirkan air dari brain cells, dan
mengurangi edema cerebral dan ICP.
Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan
mengurangi edema jaringan.
Mungkin digunakan untuk mengontrol
kurangnya istirahat dan agitasi.
Mengurangi/mengontrol hari dan pada
metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
2 Setelah diberikan intervensi
keperawatan 1 x 24 jam tidak
terdapat tanda-tanda infeksi
K.H :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Mencapai kesembuhan kulit
tepat waktu
1. Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan, daerah yang terpasang alat
invasi, catat karakteristik dari drainase
Cara pertama untuk menghindari terjadinya
infeksi nosokomial.
Deteksi dini perkembangan infeksi
memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan pencegahan terhadap
dan adanya inflamasi.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat
adanya demam, menggigil, diaforesis
dan perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran).
4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam,
latihan pengeluaran sekret paru secara
terus menerus. Observasi karakteristik
sputum.
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi
komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis
yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan pembersihan
sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya
pneumonia, atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien
yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
3 Setelah diberikan intervensi
keperawatan 1 x 24 jam dapat
mempertahankan pola
pernafasan efektif
KH :
Tidak ada sianosis
BGA dalam batas normal
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan. Catat ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat kompetensi reflek
gag/menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan napas sendiri.
Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Perubahan dapat menandakan awitan
komplikasi pulmonal atau menandakan
lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan
sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas.
Kehilangan refleks menelan atau batuk
menandakan perlunya jalan napas buatan atau
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai
aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas
dalam yang efektif bila pasien sadar.
5. Lakukan penghisapan dengan ekstra
hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan
dari sekret.
6. Auskultasi suara napas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya suara
tambahan yang tidak normal misal:
ronkhi, wheezing, krekel.
7. Pantau analisa gas darah, tekanan
oksimetri
8. Lakukan ronsen thoraks ulang.
intubasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi
paru dan menurunkan adanya kemungkinan
lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien
koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam
harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena
hal tersebut dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan
napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan,
keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan
terapi.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
tanda komplikasi yang berkembang misal:
9. Berikan oksigen.
10. Lakukan fisioterapi dada jika ada
indikasi.
atelektasi atau bronkopneumoni.
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika
pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi
tindakan ini seringkali berguna pada fase akut
rehabilitasi untuk memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan menurunkan
resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Daftar Pustaka
Orlando Regional Healthcare. 2003. Overview of Adults Intracranial Pressure (ICP) Management and Monitoring System. Orlando
Black&Hawks. 2005. Neuroscience Nursing a spectrum of Care, edisi ke-2. Mosby inc : St Louis.Missouri.
Doenges M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 .
EGC : Jakarta.