monitoring anoa

Upload: hari-sutrisno

Post on 09-Oct-2015

122 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Populasi

TRANSCRIPT

back up juknis anoa

MONITORING POPULASI ANOA (Bubalus spp.)DI BIDANG PENGELOLAAN TAMAN NASIONALWILAYAH II MAKMUR2013I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman jenis mamalia, yaitu memiliki sebanyak 477 jenis atau sekitar 47% dari total keseluruhan jenis mamalia di dunia. Diantara jenis mamalia itu terdapat jenis mamalia besar yang memiliki keunikan dan kekhasan yang hanya dijumpai di Pulau Sulawesi, seperti Anoa (Bubalus spp.) yang salah satunya terdapat di Taman Nasional Lore Lindu. Taman Nasional Lore Lindu sebagai salah satu kawasan konservasi yang dihuni oleh satwa-satwa tersebut. Sejak beberapa tahun terakhir informasi mengenai keberadaaan satwa-satwa ini sulit terlacak akibat kawasan hutan yang mengalami deforestrasi yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Intinya adalah data dan informasi perihal satwa-satwa ini belum lengkap dan memadai. Diantara beberapa jenis satwa liar yang hidup di Taman Nasional adalah Anoa yang merupakan satwa yang dilindungi Undang-undang dan termasuk Appendiks I CITES (satwa-satwa ini digolongkan kedalam spesies yang langka menuju kepunahan). Dengan kondisi tersebut jenis satwa ini perlu menjadi perhatian dan perlu perlakuan konservasi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Populasi anoa di Taman Nasional Lore Lindu perlu diamati secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga potensi sumber daya hayati ini dapat dikembangkan secara optimal. Oleh sebab itu untuk mengetahui kondisi populasi anoa yang sebenarnya perlu dilakukan pengamatan populasi, kepadatan populasi, struktur populasi dan habitat anoa. Struktur populasi dapat memberikan gambaran jumlah anoa muda dalam populasi, selanjutnya populasi anoa muda dapat digunakan memperkirakan tingkat reproduksi anoa, sehingga tingkat pertumbuhan populasi dapat diperkirakan. Pentingnya akan terpantaunya data dan informasi tentang gambaran populasi satwa anoa di TN Lore Lindu mendorong Institusi Balai Besar TN Lore Lindu untuk melaksanakan kegiatan monitoring populasi satwa anoa di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Makmur. Kegiatan monitoring populasi ini diharapkan agar kondisi habitat dan populasi anoa di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Makmur dapat terpantau secara baik.

B. Tujuan Kegiatan monitoring populasi Anoa di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Makmur bertujuan untuk memantau dan mengetahui kondisi terkini habitat dan populasi satwa anoa di wilayah Kerja Bidang Pengelolaan TN. Wilayah II Makmur .

C. Manfaat KegiatanKegiatan ini diharapkan memberikan manfaat untuk pengelolaan satwa liar khususnya anoa terkait dengan upaya perlindungan dan pengawetan satwa. Selain itu data dan informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan promosi potensi TN Lore Lindu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Karakteristik AnoaKlasifikasi satwa Anoa (Bubalus spp.) menurut Maurice dan Labiro (2001) adalah sebagai berikut: Kingdom: AnimaliaPhyllum: Chordata Sub Phyllum: VertebrataKlas: MamaliaOrdo: ArtiodactylaFamili: BovidaeGenus: Bubalus Sub Genus: AnoaSpesies: Bubalus spp.Anoa merupakan satwa soliter yang sifatnya unik karena dari 5 (lima) species yang ada di Asia Tenggara, satwa inilah satu-satunya yang habitat utamanya di hutan perawan. Di Indonesia satwa Anoa telah dilindungi oleh hukum sejak tahun 1931 yaitu berdasarkan Undang-undang perlindungan binatang liar dan surat keputusan menteri pertanian tahun 1970 no. 421 dengan peraturannya bahwa Anoa dinyatakan sebagai satwa liar.

Gambar 1. Satwa AnoaSpecimen satwa Anoa pertama dideskripsi oleh Smith (1827) di museum Inggris dengan panjang tanduk spesimen 10 inci, kuat dan pipih yang diberi nama depressicornis dan datar di atas bagian anterior, berbentuk segi tiga kira-kira dua pertiga. Groves (1969) menggolongkan sub genus Anoa menjadi dua spesies yang berbeda yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus Quarlesi (Anoa pegunungan). Anoa dataran rendah relatif lebih besar, ekor panjang, kaki ada bercak putih dengan tanduk yang pipih dan kasar. Anoa gunung berukuran lebih kecil, ekor pendek dan tanduk yang berbentuk kerucut yang rata (Whitten, 1987). Anoa hanya dijumpai di pulau di Sulawesi. Anoa dataran rendah dijumpai di hutan berawa dan Anoa gunung di jumpai di hutan pada ketinggian lebih tinggi. Satwa ini tergolong ruminan yang berukuran sedang. Tidak seperti umumnya pada hewan ternak, Anoa tidak suka hidup berkelompok, tetapi lebih suka hidup soliter atau berpasangan dan hanya bertemu dengan kelompok ketika betina melahirkan. Anoa aktif pada pagi dan petang ketika suhu udara relatif dingin, dan beristirahat di bawah naungan ketika suhu udara naik di siang hari. Anoa akan berendam untuk mendinginkan tubuh. Anoa memasuki kematangan seksual pada umur dua sampai tiga tahun dan akan berpasangan dan melahirkan satu kali dalam satu tahun. Mereka tidak berkeliaran di musim beranak. Setelah periode gestational antara 275-315 hari, induk akan melahirkan seekor anak dan jarang sekali sampai dua ekor. Anoa kecil disusui sampai umur enam sampai sembilan bulan dan dapat hidup di alam bebas sampai umur 15-20 tahun (Anonimous, 2000).Sampai saaat ini tidak banyak yang diketahui tentang anoa, para ahli masih menduga apakah anoa mempunyai daerah teritori atau tidak. Anoa jantan terlihat menandai pohon menggunakan tanduknnya dan mengais tanah setelah mengencinginya. Tidak satu orangpun yakin jika anoa menandai daerah teritori atau hanya sekedar menunjukan kekuasaannya.

B. Deskripsi UmumAnoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi. Mempunyai bentuk dan warna kulit mirip kerbau. Satwa ini terdiri atas dua spesies yaitu: Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis).

1) Nama DaerahBeberapa nama lokal Anoa antara lain : Lupu (Kulawi); Buulu Tutu atau Bandogo Tutu (Minahasa); Sapi Utan, Dangko atau Langkau (Gorontalo); Nuua (Kaili); Baulu (Dampelas); Bukuya (Buol Toil-toll); Anuang (Malili dan sekitar Danau Matano).

2) Bentuk FisikAnoa Dataran Rendah Bentuk tubuh dan kepala menyerupai kerbau tetapi lebih kecil, tanduk memanjang lurus ke belakang (1); Warna rambut dari hitam kecoklatan (Gb.1) sampai hitam legam (Gb.2), rambut lebih jarang pada individu dewasa; Panjang ekor mencapai lutut kaki belakang (2); Tinggi bahu berkisar antara 70 cm-110 cm (3); Berat badan dewasa mencapai 100-150 kg; Telinga berbentuk oval (lonjong) dengan ujungnya meruncing, bagian dalam berwarna terang (putih kecoklatan), ada noktah putih di daun telinga sebelah dalam (4); Ujung hidung berwarna hitam (5); Kadang terdapat warna putih pada bagian bawah leher berbentuk bulan sabit (white crescent) (6); Bentuk pangkal tanduk mendekati segitiga, membesar di pangkal tanduk dan semakin mengecil dan meruncing di ujungnya (7); Terdapat garis-garis menyerupai cincin (wrinkle) dari pangkal sampai sekitar pertengahan panjang tanduk (8); Panjang tanduk dapat mencapai 35 cm (9).

Anoa Dataran Tinggi Bentuk tubuh dan kepala menyerupai kerbau tetapi lebih kecil dibandingkan Anoa dataran rendah dan tanduk memanjang lurus ke belakang (1); Warna rambut coklat kemerahan, tebal, agak ikal/keriting mirip rambut domba;

Ekor pendek, panjangnya tidak mencapai lutut kaki belakang (2); Tinggi bahu berkisar antara 60 cm-70 cm (3); Berat badan dewasa tidak lebih dari 70 kg; Telinga berbentuk oval (lonjong), bagian dalam berwarna coklat kehitaman (4); Ujung hidung berwarna hitam (5); Potongan melingkar pangkal tanduk bulat mendekati bentuk cincin, diameter tanduk dari pangkal sampai pertengahan tanduk hampir sama besar (seperti tabung) kemudian semakin mengecil dan meruncing di ujungnya (6); Permukaan tanduk rata/halus, tidak terdapat garis-garis menyerupai cincin (wrinkle) dari pangkal sampai sekitar pertengahan panjang tanduk seperti pada tanduk Anoa dataran rendah (7);

Panjang tanduk dapat mencapai 20-25 cm (8); Bentuk tengkorak menyerupai tengkorak kerbau dengan tanduk lurus memanjang ke belakang.

3) Perilaku Penciuman Anoa sangat peka dan selalu menghindar dari kontak langsung dengan manusia, maka pengamat harus menghindari penggunaan wangi-wangian dan mengusahakan berada di tempat yang berlawanan dengan arah angin; Anoa hidup soliter dengan jumlah anggota kelompok 1-3 ekor. Apabila dijumpai lebih dari 3 individu Anoa dalam satu kelompok (biasanya disekitar tempat kubangan), maka kelompok itu tidak permanen karena akan terpecah menjadi kelompok-kelornpok kecil ketika menjelajah hutan; Anoa dapat diamati waktu siang atau malam karena Anoa aktif rnencari makan pada siang dan malam hari; Pengamat harus berhati-hati saat Anoa terluka, beranak atau pada musim kawin karena satwa sangat agresif pada kondisi tersebut; Pengamat dapat menunggu pada sumber air atau tempat berkubang yang sering dikunjungi Anoa untuk memperbesar kemungkinan pertemuan dengan Anoa karena Anoa sering mengunjungi sumber air untuk minum, mandi atau berkubang saat terik matahari sekitar puku1 11.00 - 14.00; Pada daerah dimana aktivitas manusia tinggi, Anoa lebih banyak aktif pada malam hari; Anoa mencapai dewasa kelamin pada umur 3-4 tahun; Musim kawin berlangsung pada musim kemarau, yaitu pada bulan Agustus-November; Masa kehamilan induk Anoa berkisar 275-315 hari; Anak Anoa akan lahir sekitar bulan September-Nopember tahun berikutnya; Jumlah anak yang dilahirkan seekor Anoa betina setiap kali melahirkan (littersize) adalah 1 ekor; Rentang hidup Anoa (life span) dapat mencapai 27 tahun.

4) Habitat Anoa dapat dijumpai mulai dari hutan pantai sampai hutan pegunungan; Anoa dataran rendah menghuni hutan dataran rendah pada ketinggian 0-1000 m dpi, sedangkan Anoa gunung lebih sering dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Namun pembagian ketinggian tempat tidaklah mutlak, karena sering juga Anoa gunung dijumpai pada habitat di bawah 1000 m dpl, bahkan sering dijumpai di hutan pantai mencari mineral; Selain hutan primer, Anoa dapat dijumpai di hutan sekunder dan hutan yang berbatasan dengan kebun untuk mencari makan, namun satwa ini akan selalu menjadikan hutan primer sebagai tempat berlindung tetapnya (cover); Anoa sering mengunjungi sumber air panas dan mineral atau belerang.

5) PakanUntuk memperbesar peluang pertemuan dengan Anoa, pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan Anoa: Anoa termasuk satwa ruminansia browser (lebih banyak memakan dedaunan daripada rerumputan); Jenis makanannya terutama tumbuhan dikotil (70%) yaitu daun lebar serta berbagai jenis tumbuhan bawah dan liana, dan tumbuhan monokotil seperti berbagai jenis rumput, bamboo, dan berbagai jenis buah yang jatuh ke lantai hutan seperti buah kayu hitam (Diospyros malabarica), berbagai jenis beringin (Ficus spp), dongi (Dillenia ochreata), rao (Drocontomelon mangiferum), matoa (Pometia pinnato) dan Artocarpus sp.

6) Jejak Kaki dan Kotorana. Jejak Kaki Anoa merupakan Satwa Unguligradi, yaitu satwa yang berdiri pada ujung kaki. Yang termasuk satwa ini diantaranya : Anoa, babihutan, babianoa, banteng, dan kambing hutan; Jejak kaki Anoa biasanya banyak dijumpai di daerah sekitar sungai, sumber air, jalur lintasan, tempat mengasin dan tempat berkubang Anoa; Pengukuran jejak kaki Anoa sebaiknya jejak kaki depan yang diukur karena biasanya tercetak lebih jelas di tanah.

Metode Menentukan Jenis Kelamin dan Kelas Umur Anoa Berdasarkan JejakSalah satu karakteristik yang digunakan untuk membedakan jenis kelamin Anoa dewasa yaitu bentuk dan posisi kuku Anoa dari kedua jenis kelamin (Van strien, 1983). Sedangkan hasil penelitian Mustari (2000) menunjukkan bahwa terdapat karakteristik morfometrik yang berbeda antara Anoa dengan kelas umur Dewasa, Muda dan Anak. Berikut panduan identifikasi Jejak Anoa Berdasarkan bentuk jejak :

Anoa Jantan Dewasa :Panjang Jejak = panjang kuku 6,5 cmBentuk Kuku = memanjang dengan posisi membuka membentuk sudut 30o Anoa Betina Dewasa :Panjang Jejak = panjang kuku 6,5 cmBentuk Kuku = membulat dengan posisi sejajar Anoa Muda :Panjang Jejak = panjang kuku 4,8-6,5 cmBentuk Kuku = kuku sejajar Anoa Anak :Panjang Jejak = panjang kuku 4,8 cmBentuk Kuku = kuku sejajar

Anoa yang berjalan normal atau berlari, ukuran jejak kakinya dapat berbeda; Anoa yang mendaki atau menuruni bukit dapat berbeda ukuran jejak kakinya ketika satwa yang sama berjalan dimedan yang rata/datar; Harus konsisten kaki mana yang diukur, karena pada beberapa jenis satwa ungulata termasuk Anoa, ukuran jejak kaki depan dan belakang dapat berbeda pada individu yang sama

b. Kotoran/Feses Feses Anoa mudah dikenali karena bentuknya bersatu menumpuk seperti feses kerbau atau sapi; Cukup sulit dibedakan antara feses Anoa dataran rendah dan Anoa gunung; Setelah 6 jam, biasanya feses Anoa dikerumuni serangga pemakan atau pengurai kotoran (dung beettle); Kotoran Anoa betina biasanya lebih basah daripada kotoran Anoa jantan karena bercampur atau terkena urin. Letak anus dan lubang keluar urin pada Anoa betina berdekatan, maka kotoran Anoa betina sering bercampur urin karena biasanya setelah mengeluarkan feses dibarengi dengan mengeluarkan urin; Kotoran Anoa yang masih baru terlihat basah/lembab dan lembek, sedangkan kotoran yang sudah lama akan terlihat kering dan keras, kotoran pada berumur sekitar 3 hari.

III. PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Lokasi dan Waktu Kegiatan monitoring populasi Anoa ini dilaksanakan di Gunung Rorekatimbu, Gunung Torenali dan Gunung Tokosa Seksi Pengelolaan TN. Wilayah III Tongoa Bidang Pengelolaan TN. Wilayah II Makmur. Waktu pelaksanaan kegiatan mulai pada tanggal 17 sampai 21 Mei 2013.

B. Pelaksana Kegiatan Kegiatan inventarisasi Anoa dilaksanakan sebanyak 5 orang dengan didampingi 3 orang sebagai Tim Supervisi. Tim Inventarisasi bekerja berdasarkan surat perintah tugas Kepala Balai Besar TN Lore Lindu Nomor : PT. ......./IV-T.13/Tu-Um/2013 tanggal ...... 2013 dengan susunan sebagai berikut:No.Nama/NIPJabatanKeterangan

1.Subagio, SH/19730808 200003 1 003Kepala Seksi PTN Wil. III TongoaKetua Tim

2.Yusrin /19661126 199703 1 001Polhut Seksi PTN Wil. III TongoaAnggota Tim

3.Asdi Soiyong /19711027 199703 1 004Kepala Resort TongoaAnggota Tim

4.Tomi D. Saragih/19741207 200501 1 005PEH Bidang PTN Wil. II MakmurAnggota Tim

5.Novel Heins Bone/ 19791118 200003 1 002PEH Seksi PTN Wil. III TongoaAnggota Tim

C. Bahan dan Alat1. Alat : Personal use seperti baju dan celana lapang, Raincoat, Sleeping bag, Topi, Tenda, Alat masak, P3K, GPS, Kompas, Penggaris, Peta (kontur, vegetasi, landuse, topografi), Milimeter block, Parang, Cangkul kecil, Rafia, kalkir, dan Kamera sebagai alat dokumentasi.2. Bahan : Gipsum, Air, Alat tulis, Tallysheet, Plastik transparan, Spidol permanen dan Tusuk gigi.

D. Metode Inventarisasi Metode inventariasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur menggunakan Kombinasi Transek Jalur (Line Transec) dan Perhitungan Jejak (Footprint Count), dengan langkah-langkah sebagai berikut : Penetapan jalur transek antara 500 meter sampai dengan 1.600 meter, disesuaikan dengan kondisi habitat dan homerange dengan lebar jalur 10 m. Jarak antar transek minimal 2000 m dan apabila dalam perpindahan jalur belum mencapai jarak 2000 m dan sudah menemukan jejak dan kotoran individu lain, maka pembuatan jalur dilakukan pada lokasi tersebut. Jumlah jalur transek 7 jalur dengan Intensitas sampling (IS) 2, 5 % Melakukan identifikasi dan pengukuran pada setiap jejak dan kotoran Anoa yang ditemukan dan melakukan :a. Pengambilan titik koordinat b. Ukur jejak dan identifikasi jejak kaki depan (sebelah kanan dan kiri) dan identifikasi kotoranc. Pengukuran jejak tapak kaki meliputi panjang, lebar, bentuk, dugaan umur, dan arah jejak. d. Jejak dan kotoran Anoa yang diukur diklasifikasikan berdasar kelas umur (dewasa, muda, dan anak), dan jenis kelamin individu dewasa (jantan, betina, dan tidak diketahui). Semua hasil pengukuran dan identifikasi jejak dan kotoran Anoa dicatat dalam tally sheet.

E. Analisis Data1. Taksiran jumlah Anoa dalam PopulasiDihitung dengan menggunakan metode perhitungan jejak (Footprint Count) dan Metode perhitungan Feses (Pellet group count) dengan formula sebagai berikut :Jumlah Anoa dalam Populasi dengan Metode Perhitungan Jejak :

P = jumlah individuJi = jumlah individu berdasarkan jejak dari seluruh jalur (J1 + J2 + ... + Jn)u = ulanganai = luas seluruh petak contoh (a1 + a2 + ... + an)A = luas total

Jumlah Anoa Populasi dengan Metode Perhitungan Feses :

P = jumlah individuNi = jumlah total kotoran dari seluruh jalur (N1 + N2 + ... + Nn)t = umur kotoran terlaman = rata-rata jumlah kotoran Anoa/hari = 8 kaliai = luas seluruh petak contoh (a1 + a2 + ... + an)A = luas total

2. Kepadatan PopulasiDihitung dengan menggunakan rumus :Luas Jalur

a = luas jalurp = panjang jalurl = lebar jalur = 10 m

Kepadatan Populasi

D = Kepadatan Populasi A = Luas Habitat

3. Taksiran Jumlah PopulasiDihitung dengan menggunakan rumus : C1 = X + t. S x C1 = Taksiran Populasi X = Nilai Rata-rata populasi per jalurt = Nilai t didapat dengan menggunakan Tabel t, menggunakan = 0.05 S x = Standar Eror

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Desain SamplingDesain sampling merupakan suatu kegiatan persiapan kegiatan sampling dalam menentukan ukuran populasi sampling dan penentuan ukuran contoh beserta skema tata letaknya yang digambarkan dalam peta. Dalam kegiatan ini, ditentukan ukuran populasi dalam kegiatan sampling yang dilaksanakan adalah areal kawasan TN Lore Lindu di Bidang PTN Wilayah II Makmur Resort Tongoa seluas + 421 ha. Jangkauan luasan habitat anoa pada kegiatan monitoring populasi kali ini lebih kecil dibandingkan dengan luasan habitat pada kegiatan inventarisasi karena mengingat alokasi waktu dan anggaran yang tersedia sangat terbatas. Walaupun demikian, keterwakilan habitat anoa yang merupakan lokasi inventarisasi tahun sebelumnya menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kegaiatn ini. Areal yang dilakukan kegiatan monitoring adalah adalah wilayah Gunung Rore Katimbu, Gunung Toronali dan Gunung Tokosa yang merupakan habitat Anoa dari hasil kegiatan inventarisasi sebelumnya. Diatas peta dilakukan deliniasi homerange dengan luasan mempertimbangkan kondisi topografi, jenis dan tutupan vegetasi, batas punggungan bukit dan sungai serta batas terdekat aktivitas manusia yang diduga sebagai batas wilayah aktivitas kelompok Anoa. Selanjutnya pada setiap luasan homerange tersebut dibuat plot sampling IS 2,5 % berupa transek jalur sebagai jalur pengamatan dengan lebar jalur 10 meter, 5 meter sisi kanan dan 5 meter sisi kiri. Total luas plot sampling adalah 10, 15 Ha dengan rincian sebagai berikut :No.LokasiLuas homerange (Ha)LuasPlot sampling (Ha)Jmlh plot samplingKet.

1.Gunung Rore Katimbu2516,2754 jalurIS : 2,5 %

2.Gunung Torenali1182,9502 jalurIS : 2,5 %

3.Kaki Gunung Tokosa 521,3001 jalurIS : 2,5 %

Total42110,5257 jalur

Pada jalur pengamatan mendata semua jejak dan feses yang ditemukan dan mencatatnya ke dalam tally sheet. Setiap jejak dan feses didokumentasikan, jejak yang jelas bentuknya digambar dengan kertas transparan, dicetak dengan gypsum dan diambil titik koordinatnya. Ukuran jejak dan bentuk feses ini nantinya akan digunakan sebagai bahan analisis pendugaan populasi.

B. Kondisi Populasi1. Jumlah Anoa Dalam PopulasiDugaan jumlah populasi Anoa di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Makmur Resort Tongoa dalam luasan 421 Ha dengan perhitungan metode jejak adalah berjumlah 40 ekor, sedangkan dengan perhitungan metode feses hanya berjumlah 17 ekor. Perbedaan hasil ini disebabkan jalur transek yang dilalui oleh Tim inventarisasi hanya sedikit menemukan feses dibandingkan dengan jejak. Feses Anoa yang ditemukan di luar jalur dikeluarkan dari hitungan, dan pada saat melintasi jalur banyak kotoran yang ditemukan di luar jalur yang diduga sudah merupakan individu lain. Hal inilah yang diduga menjadi perbedaan perhitungan angka jumlah populasi. Namun demikian, data yang digunakan dalam perhitungan taksiran jumlah populasi adalah angka yang tertinggi sebanyak 40 ekor berdasarkan perhitungan analisis jejak.

2. Kepadatan PopulasiKepadatan rata-rata populasi Anoa di Bidang Pengelolaan TN Wilaya II Makmur wilayah Resort Tongoa adalah 0,09 ekor/ha atau terdapat 1 ekor anoa dalam luasan 11,11 Ha. Kepadatan populasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur Resort Tongoa berdasarkan hasil monitoring menunjukkan hasil relatif sama dibanding kepadatan populasi hasil inventarisasi pada tahun 2012 yaitu 0,084 ekor/ha atau terdapat 1 ekor dalam luasan 11,48 Ha. Dari hasil pemantaun lapangan, kondisi populasi anoa di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Bidang Wilayah II Makmur khususnya di wilayah gunung Rorekatimbu, gunung Torenali dan Tokosa masih dalam kondisi stabil, namun keterancaman akan gangguan habitatnya oleh aktivitas masyarakat yang berprofesi sebagai pendamar menjadi faktor utama dalam berpindahnya satwa liar ini ke lokasi yang lebih aman, jauh dari jangkauan dan aktivitas manusia.

C. Taksiran Populasi1. Nilai Rata-rata PopulasiRata-rata Populasi (X) = Jumlah keseluruhan perjumpaan populasi (X) Jumlah lokasi sampling (n)

= 281/7 = 40,14 ekor

5. Standar DeviasiStandar Deviasi (S) = (99-40,14) +(100-40,14)+ (82-40,14) 7 - 1= 8.779/6

= 15,634

6. Standar ErorStandar Deviasi (S x) = Sn = 15, 634/7 = 5,911

7. Taksiran Populasi (CI)Nilai t didapat dengan Tabel t, menggunakan = 0.05 artinya Ci akan dihitung pada tingkat keyakinan 95 %. Nilai t tabel pada db=12-1 adalah 1,796

C1 = X + t. S x = 40,14 + 1,943 x 5,911= 40,14 +11,48= 28,66 < < 51,63Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah hasil monitoring populasi anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur wilayah Resort Tongoa dengan luas habitat 421 hektar berkisar antara 29 ekor sampai dengan 52 ekor (pembulatan keatas).

E. Tingkat GangguanTingkat gangguan ini berhubungan erat dengan keberadaan habitat anoa di Bidang PTN wilayah Resort Tongoa yang berada dekat dengan daerah aktivitas pendamar. Gangguan aktivitas manusia ini menyebabkan Anoa semakin berpindah ke tempat yang jauh dan susah dijangkau oleh aktivitas manusia. Selain itu faktor makanan, sumber air, dan faktor lingkungan lainnya juga mempengaruhi keberadaan Anoa.

D. Kondisi HabitatKondisi habitat yang diamati secara umum pada kegiatan ini adalah komponen dasar penyusun habitat, yaitu : Pakan, Air, Cover dan Ruang1. PakanKetersediaan pakan Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur, wilayah Resort Tongoa yang merupakan lokasi yang diinventarisasi masih cukup tersedia. Pakan berupa tumbuhan bawah seperti jenis paku-pakuan masih cukup banyak, begitupun dedaunan seperti jenis beringin masih cukup banyak tersedia sehingga memungkin Anoa dapat tumbuh secara normal dalam perkembangbiakannya.

2. AirAir adalah faktor pembatas terpentng dalam kehidupan satwa liar. Dari pengamatan sumber air di daerah Resort tongoa yang merupakan lokasi inventarisasi, ketersediaan air sangat cukup karena banyak terdapat sungai yang mengalir sepanjang tahun dan dapat dipastikan tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau. Hal ini memungkinkan Anoa tidak akan mengalami kekurangan air di lokasi habitanya. 3. Cover/PelindungCover/pelindung diartikan sebagai segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator atau kondisi yang lebih baik dan menguntungkan (Nugroho, 1992). Dari hasil pengamatan, kondisi cover yang digunakan sebagai tempat berlindung Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur sudah mulai menunjukkan bahaya yang mengancam terhadap kelangsungan hidup Anoa.4. RuangRuang/space bagi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur wilayah Resort Tongoa sebagai lokasi habitatnya berdasarkan kegiatan monitoring adalah seluas 421 Hektar dan masih cukup untuk perkembangan populasi anoa. Dengan luasan tersebut dengan kepadatan + 1 ekor per 11,11 hektar maka masih memungkinkan Anoa bisa berkembang secara wajar dan normal dalam menempati wilayah habitatnya.

V. penutup

A. KesimpulanDari kegiatan Inventarisasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur wilayah Resort Tongoa ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :1. Populasi : Dugaan jumlah populasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur dengan luasan habitat 421 hektar berkisar antara 29 ekor sampai dengan 52 ekor. Kepadatan populasi Anoa adalah 0,095 ekor/hektar atau terdapat 1 ekor anoa dalam luasan 11,11 hektar. Kondisi ini masih relatif sama dibandingkan dengan hasil inventarisasi populasi anoa pada tahun 2012, dimana terdapat 1 ekor anoa dalam luasan 11,84 hektar.2. Kondisi Habitat : Kondisi habitat pada faktor pakan dan air masih cukup, secara kualitas maupun kuantitas Kondisi habitat pada faktor cover sudah mulai terganggu, secara kualitas maupun kuantitas Kondisi habitat pada faktor ruang masih cukup dan masih memungkinkan penambahan jumlah anoa di daerah tersebut.

B. SaranDari kegiatan monitoring populasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur dapat diberikan saran berikut :1. Diperlukan perhatian lebih dari petugas dalam upaya perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi anoa. 2. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat pendamar tentang arti pentingnya upaya penyelamatan dan pelestarian anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur.

Lampiran: Rekapitulasi data perjumpaan jejak anoa kegiatan monitoring populasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur

No. JalurPanjang jalur (M)

Titik koordinatBentuk perjumpaan dengan jejak (jumlah)Dugaan Struktur Populasi

Ket.

Dewasa JantanDewasa BetinaMudaAnak

1.1.570E : 1201842,3S : 011706,710100

2.1.570E : 1201844,2S : 011708,600000

3.1.570E : 1201833,8S : 011706,011000

4.1.570E : 1201811,1S : 011546,700000

5.1.500E : 1201713,4S : 012009,321100

6.1.500E : 1201709,9S : 012012,210010

7.1.300E : 1201802,6S : 012027,521100

Total10.58073310

Lampiran: Rekapitulasi data perjumpaan feses anoa kegiatan monitoring populasi Anoa di Bidang PTN Wilayah II Makmur

No. JalurPanjang jalur (M)

Titik koordinatBentuk perjumpaan dengan kotoran (jumlah)Dugaan Struktur Populasi

Ket.

Dewasa JantanDewasa BetinaMudaAnak

1.1.570E : 1201842,3S : 011706,72`1100

2.1.570E : 1201844,2S : 011708,600000

3.1.570E : 1201833,8S : 011706,010100

4.1.570E : 1201811,1S : 011546,710010

5.1.500E : 1201713,4S : 012009,321100

6.1.500E : 1201709,9S : 012012,210100

7.1.300E : 1201802,6S : 012027,521100

Total10.58092510

Monitoring Populasi Anoa (Bubalus spp) di Bidang PTN Wilayah II Makmur27