mojokerto 1918

Upload: indah-wahyu

Post on 14-Jul-2015

265 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

MOJOKERTO 1918-1942: KOTA KOLONIAL?

Paper Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kota Yang dibina oleh Najib Jauhari, M.Hum

Oleh Indah Wahyu P.U. 804261472299

JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MALANG Desember 2008

2

MOJOKERTO 1918 - 1942: KOTA KOLONIAL?

Sebuah kota tentu saja tak bisa lepas dari masa lalunya. Kota-kota di negeri ini berlomba-lomba mencari akar masa lalunya terutama berkaitan dengan hari jadi sebuah kota. Masalah hari jadi menjadi penting karena diangap sebagai identitas sebuah kota. Hari jadi Kota Mojokerto ditetapkan pada tanggal 20 Juni 1918. Hal ini mengacu pada keputusan Gubernur Jendral J. Van Limburgstirum pada tanggal 20 Juni 1918, Staatblad tahun 1918 Nomor 324 tentang pembentukan gemeente Mojokerto1 yang wilayahnya meliputi distrik kota yang dulunya termasuk dalam wilayah Regentschap Mojokerto. Oleh karena itulah sampai saat ini kantor bupati Mojokerto sampai saat ini masih berada tepat di pusat kota, di wilayah yang secara administratif termasuk kota Mojokerto. Sejarah kota Mojokerto sebenarnya cukup menarik, namun masih belum banyak yang mengkaji sejarah kota yang merupakan hinterland dari Surabaya. Bagaimanakah sejarah berdirinya kota ini? Apakah kota ini merupakan tipe kota kolonial? Kedua hal itulah yang menjadi permasalahan yang hendak dibahas dalam tulisan ini. Tentang perkembangan sebuah kota kecil yang menjadi hinterland dari kota metropolitan Surabaya. DARI JAPAN HINGGA MOJOKERTO Penamaan kota Mojokerto memiliki kisah sejarah yang cukup menarik. Wilayah Mojokerto dulunya merupakan bekas pusat kerajaan Majapahit, namun dalam masa kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam, wilayah ini nampaknya kurang menarik bagi mereka. Pada masa Mataram, wilayah ini bernama Kabupaten Japan yang termasuk dalam wilayah Monconegoro Wetan. Wilayah ini kemudian dikuasai oleh VOC dan pada masa pemerintahan Raffles, tepatnya pada tahun1

Pemerintah Kota Mojokerto, Profile Kota Mojokerto 2007 (Mojokerto:Pemkot Mojokerto, 2007) hlm. 4

3

1816, Kabupaten Japan digabungkan dengan Kabupaten Wirosobo menjadi satu dengan nama Kabupaten Japan. Pada tahun 1838 terjadi sebuah perubahan besar pada kabupaten Japan. Wirosobo lepas dari kabupaten Japan dan berganti nama menjadi kabupaten Jombang, sementara kabupaten Japan berganti nama menjadi Kabupaten Mojokerto. Nama Mojokerto dipilih untuk menyesuaikan dengan daerah sekitarnya yang namanya berawalan dengan kata mojo yaitu Mojoangung di sebelah selatan dan Mojosari di sebelah timur. Nama Japan sampai saat ini masih bisa kita jumpai di Mojokerto. Japan adalah sebuah desa yang terletak sekitar 2 km dari perbatasan kota dan kabupaten Mojokerto saat ini. Japan berjarak sekitar 4 km dari alun-alun Mojokerto yang merupakan pusat kota. Jadi desa ini sebenarnya tak terlalu jauh dari pusat kota Mojokerto Kota Mojokereto sendiri baru berdiri pada tanggal 20 Juni 1918, yaitu berdasarkan keputusan Gubernur Jendral J. Van Limburgstirum pada tanggal 20 Juni 1918, Staatblad tahun 1918 Nomor 24 tentang pembentukan gemeente Mojokerto yang wilayahnya meliputi distrik kota yang dulunya termasuk dalam wilayah Regentschap Mojokerto. Sepuluh tahun berikutnya yaitu pada tahun 1929, status Mojokerto berubah dari gemeente menjadi staadgemeente berdasarkan ordonoansi Hindia Belanda yang tertuang dalan Staatblad no 503 tahun 1928. Setahun setelah ditetapkan sebagai staadgemeente, lambang kota yang sebelumnya hanya berupa gambar pohon mojo, mengalami perubahan. Lambang kota yang ditetapkan pada 28 Agustus 19292 adalah sebagai berikut:

2

Ralf Hartemink. Indonesian Civic Heraldy (1996)(online), http://www.ngw.nl/int/ind/modjokerto.htm diakses pada 29 November 2008.

4

Namun lambang kota ini tak bertahan lama. Setahun setelahnya, tepatnya pada 12 Agustus 1930 lambang kota ini kembali ke bentuknya semula, yaitu sebuah perisai bergambar pohon mojo.

MOJOKERTO: KOTA KOLONIAL? Kota Mojokerto yang berada di sebelah tenggara Surabaya merupakan sebuah kota kecil. Pusat kota ini berada di alun-alun. Di sebelah barat kota ini terdapat sebuah masjid yang dibangun pada 7 Mei 1878. Sementara itu di sebelah timurnya terdapat kantor bupati. Di sebelah utara alun-alun terdapat sebuah jalan yang berakhir pada Sungai Brantas. Di sebelah selatan alun-alun terbentang sebuah jalan besar yang menghubungkan alun-alun dengan stasiun Mojokerto.

5

Sepanjang jalan ini merupakan wilayah pemukiman dan pertokoan bagi warga Cina dan Jepang. Tepi jalan ini ditanami dengan pohon palem sehingga rindang dan tidak terasa panas walaupun matahari menyengat pada siang hari. Di sekitar alun-alun ada beberapa bangunan penting, antara lain Hotel Esplanade di sebelah timur lautnya3. Tak jauh dari hotel itu terdapat bioskop Halmahera. Di sebarang bioskop tersebut terdapat kantor BOW (Burgerlijke Openbaar Werken) afdeeling Brantas yang mengurusi DAS Brantas. Di sebelah timur kantor BOW, terdapat sebuah apotik dan di sebelahnya lagi, tepat di depan kantor bupati, terdapat HIS (Hollandsch Inlandsche School) di mana mantan Presiden Soekarno pernah bersekolah. Tak jauh dari sekolah itu terdapat sebuah kantor pos. Sementara di ujung jalan itu terdapat sebuah gereja protestan yang didirikan pada tahun 1889. Di jalan besar itu juga terdapat sebuah museum. Bangunan museum ini kecil tapi memanjang. Museum ini menyimpan berbagai koleksi barang-barang peninggalan kerajaan Majapahit. Tiket masuk museum ini pada 1939 adalah sebesar f. 0,15. Banyak warga kota yang mengunjungi museum ini terutama untuk memberikan sesaji pada arca-arca yang terdapat di dalamnya dan percaya bahwa benda-benda itu memiliki kekuatan mistik4. Tak jauh dari pusat keramaian itu terdapat pemukiman Eropa yang terletak di pinggiran Sungai Brantas, dengan pusatnya di kantor Walikota dan kediamannya yang menghadap ke arah sungai Brantas. Wilayah pemukiman warga Eropa itu kini dikenal sebagai kawasan Gedongan. Sementara itu penduduk bumiputra tinggal di kampung-kampung yang tak teratur yang tersebar di kota. Sebuah soos megah berdiri di sebelah barat kantor walikota. Soos ini merupakan tempat berkumpulnya orang-orang Eropa, terutama dari kalangan industri gula. Soos ini banyak mendapat sokongan dana dari perusahaan gula Eschauzier yang memiliki pabrik gula di Sentanan Lor5. Pusat perekonomian di dekat pusat kota dikuasai oleh golongan Timur Asing. Pusat perekonomian bumiputra adalah pasar yang terletak di sebelahnya.3 4

Willem Walraven. Modjokerto in de Motregen (Leiden: KITLV, 1998) hlm. 143 Ibid, hlm. 144 5 Ibid, hlm 145

6

Mojokerto memiliki stasiun kereta api yang cukup besar. Kota ini juga memiliki jaringan trem. Pembangunan jalur kereta api dan trem di Mojokerto berlangsung pada tahun 1889 hingga 19076. Jalur kereta api ini menghubungkan Mojokerto dengan wilayah lainnya di Jawa Timur. Sekilas gambaran kota Mojokerto pada masa kolonial di atas nampaknya menunjukkan bahwa Mojokerto adalah sebuah kota kolonial. Menurut Peter J.M. Nas kota kolonial memiliki beberapa ciri, yaitu berorientasi ke Barat, mempunyai fungsi sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan, serta pemisahan kelompokkelompok penduduk berdasarkan latar belakang etnisnya7. Orientasi ke Barat ditunjukkan dengan adanya soos yang merupakan tempat berkumpulnya warga Eropa. Sumbangan yang diberikan para anggota societet pada soos ini dianggap sebagai bagian dari nostalgia dan cinta tanar air karena di soos itulah mereka berkumpul dan melakukan berbagai kegiatan layaknya yang mereka lakukan di Eropa, misalnya pesta dansa. Kota ini juga merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian. Di pusat kota terdapat dua pemerintahan, yaitu kantor bupati dan walikota yang letaknya hanya terpisah sekitar 500 meter. Selain itu juga terdapat kantor BOW afdeeling Brantas yang mengurusi DAS Brantas mulai dari hulunya di Malang hingga hilirnya di Surabaya. Pusat perekonomian terutama berada di sebelah selatan alun-alun yang didominasi oleh pengusaha timur asing. Selain itu di Mojokerto juga terdapat pabrik gula Sentanan Lor yang turut menopang perekonomian kota. Pemisahan penduduk berdasarkan latar belakang etnisnya juga nampak jelas dalam segregasi ruang kota. Sebelah timur alun-alun di sepanjang tepi Sungai Brantas adalah kawasan Eropa, sebelah selatan alun-alun adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kalangan Timur Asing, sementara penduduk pribumi tinggal di kampung-kampung yang tak teratur.

6

History of Railways in Indonesia (online), www.members.tripod.com/~keretapi/history.html diakses 29 November 2008 7 Peter J.M. Nas. Kota di Indonesia, hlm 305

7

EPILOG Kota Mojokerto kini telah mengalami berbagai perubahan seiring berjalannya waktu. Pada tahun 1982 terjadi perluasan kota dengan masuknya 6 desa dari wilayah kabupaten Mojokerto. Pembangunan juga telah banyak merubah wajah kota. Beberapa bangunan penting pada masa kolonial telah hilang atau berubah fungsi. Ciri-ciri kota kolonial yang pernah dimiliki oleh kota ini perlahan memudar. Mojokerto tak lagi berorientasi ke Barat dan segregasi ruang kota tak lagi berdasarkan ras, namun fungsinya sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian tetap bertahan. Alun-alun tetaplah menjadi pusat kota hingga saat ini. Berbagai kegiatan dan aktivitas warga kota berpusat di tempat ini, terutama pada hari libur atau peringatan hari-hari besar. Segregasi ruang kota tak lagi berdasarkan masalah rasial, namun kini beralih ke kelas. Masyarakat kelas atas tinggal di perumahan-perumahan mewah sementara masyarakat kelas menengah ke bawah menghuni perumahan sederhana atau tinggal di kampung-kampung padat penduduk dengan gang-gangnya yang sempit.

8

DAFTAR RUJUKAN

Hartemink, Ralf.1996. Indonesian Civic Heraldy (online), www.ngw.nl/int/ind/modjokerto.htm diakses pada 29 November 2008. History of Railways in Indonesia (online), www.members.tripod.com/~keretapi/history.html diakses 29 November 2008 Nas, Peter J.M. 2003. Kota di Indonesia Pemerintah Kota Mojokerto.2007. Profile Kota Mojokerto 2007.Mojokerto:Pemkot Mojokerto Walraven,Willem.1998.Modjokerto in de Motregen. Leiden: KITLV

9