modul & soal ujian perbandingan sistem peradilan 23

72
PERBANDINGAN SISTEM PERADILAN Dosen : Sigit Setyadi 1 Perbandingan sistem peradilan adalah membandingkan sistem hukum yang berlaku di beberapa negara di dunia atau perbandingan sistem peradilan di suatu negara atau beberapa negara dari masa ke masa. Tujuan membandingkan sistem tsb adalah agar mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih luas mengenai sistem peradilan yang diberlakukan di setiap negara. Aliran Klasik/Tradisional membagi 3 sistem hukum besar di dunia ini dengan : 1) Sistem Hukum Anglo Saxon; 2) Sistem Hukum Kontinental; 3) Sistem Hukum Islam. Sistem hukum Modern menurut Pierre Arminjon Di dunia ini dibagi dalam 7 sistem/golongan utama: 1) sistem hukum Perancis; 2) Jerman; 3) Skandinavia; 4) Inggris; 5) Rusia; 6) Islam; 7) Hindu. 1 Dosen / Lektor Kepala pada FH UJB Yogyakarta 1

Upload: oe-jiek

Post on 24-Dec-2015

89 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Modul Kuliah UJB

TRANSCRIPT

Page 1: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

PERBANDINGAN SISTEM PERADILAN Dosen : Sigit Setyadi 1

Perbandingan sistem peradilan adalah membandingkan sistem hukum yang berlaku di beberapa negara di dunia atau perbandingan sistem peradilan di suatu negara atau beberapa negara dari masa ke masa.

Tujuan membandingkan sistem tsb adalah agar mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih luas mengenai sistem peradilan yang diberlakukan di setiap negara.

Aliran Klasik/Tradisional membagi 3 sistem hukum besar di dunia ini dengan :1) Sistem Hukum Anglo Saxon;2) Sistem Hukum Kontinental;3) Sistem Hukum Islam.

Sistem hukum Modern menurut Pierre Arminjon Di dunia ini dibagi dalam 7 sistem/golongan utama: 1) sistem hukum Perancis; 2) Jerman; 3) Skandinavia; 4) Inggris; 5) Rusia; 6) Islam; 7) Hindu.

Marc Ancel membagi dalam :1) Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Amerika Latin (System of Civil Law);2) Sistem Hukum Anglo Amerika (System of Common Law);3) Sistem Timur Tengah;4) Sistem Timur Jauh (Cina, Jepang);5) Sistem Negara-negara sosialis.

1 Dosen / Lektor Kepala pada FH UJB Yogyakarta

1

Page 2: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Di dunia ini ada banyak sistem peradilan. Setiap Negara dapat menganut sistem yang berbeda.

Sistem Eropa : filsafat dan politik suatu bangsa merupakan sumber pertumbuhan hukum yang akan turut menentukan terbentuknya pola sistem hukum.

Sistem hukum acara di Indonesia yang kita kenal sekarang ini bersumber dari sejarah peninggalan dari jaman pemerintahan Hindia Belanda, sehingga dapat dikategorikan ke dalam sistem hukum Eropa Kontinental. Namun dalam perkembangannya, juga dianut sebagian sistem Anglo Sakson, terutama asas praduga tak bersalah (presumtion of innosence).

Adanya diskriminasi rakyat di Hindia Belanda menyebabkan diberlakukannya asas konkordansi ke dalam subyek hukum yang ada di Hindia Belanda, antara lain hukum mana yang berlaku bagi golongan Eropa, golongan Tiongkok (Cina), Jepang,.. gol Timur Asing... dan yang berlaku bagi golongan pribumi. Itupun juga berbeda-beda perlakuannya, misalnya untuk kerabat bangsawan kerajaan dengan rakyat jelata, dan sebagainya. Ttp asas konkordansi tsb tidak murni, masih ada perbedaan antar golongan.... ada Hk Antar Golongan (Intergentil).

Perobahan peraturan hukum sejak jaman kemerdekaan Indonesia, membuka peluang besar untuk diadakan atau berkembangnya sistem hukum yang diterapkan. Misalnya untuk hukum acara pidana, semakin banyak diterapkannya sistem hukum campuran antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan sistem hukum Anglo Saxon, serta sistem hukum yang modern yang dipengaruhi oleh asas-asas hukum yang bersifat universal. Dalam hukum acara perdata/bisnis, semakin banyak dimasukkannya sistem hukum Amerika Serikat, karena Negara itu banyak mempengaruhi sistem bisnis di seluruh dunia.... Anglo America System.

2

Page 3: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Adaptasi unsur sistem hukum itu dapat menjadi budaya hukum rakyat yang berkembang untuk menyusun pola tertentu dari sistem hukum yang berlaku, misalnya di Indonesia (Hindia Belanda) ketika terjadi pembaharuan hukum di Negeri Belanda pada abad 18-19, maka sistem hukum di Indonesia pun juga ikut dipengaruhi.

Sebagai contoh adalah dalam hukum acara pidana :Ketentuan HIR masa lalu dan pertumbuhan praktek hukum menghendaki pemeriksaan pendahuluan dilakukan secara tertutup dan pemeriksaan oleh hakim dilakukan secara aktif, yang menggam-barkan suatu pemeriksaan secara inquisitorial yang termasuk bagian dari sistem hukum Eropa Kontinental. Namun kemudian bergeser ke arah pemeriksaan terbuka secara accusatorial yang dikembangkan di Negara-negara Anglo Saxon.

SISTEM PERADILAN ANGLO SAXON

Sistem Peradilan Pidana Negara-negara Anglo SaxonKepolisian harus tanggap terhadap permasalahan hukum dan dapat melaksanakannya dengan baik, dan kemerdekaan Inggris tidak bergantung pada suatu bentuk khusus kepolisian, melainkan pd kewibawaan Parlemen dan the rule of law.Di negara demokrasi, tampak bahwa aparat kepolisian selalu dihadapkan pada dua konflik kepentingan yaitu kepentingan memelihara ketertiban di satu sisi, dan kepentingan mempertahankan asas alegalitas di sisi lain. Konflik yang sama juga terjadi di Amerika Serikat, bahkan semakin kompleks sifatnya.Perubahan-perubahan terjadi di ke dua Negara tsb, terutama diAS.Th 1962, di Inggris sebuah komisi yg dibentuk Raja Inggris, “The Royal Commission”, berpendapat bahwa kepolisian memiliki diskresi dalam mengemban tugas sebagai penegak hukum.

3

Page 4: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Pendekatan “hukum dan ketertiban” (law and order) yg mendominasi penegakan hukum sejak jaman Revolusi Perancis, dalam praktik menimbulkan dampak yang dilematis.

Ciri pendekatan law and order dalam peradilan pidana ialah :1. Kepribadian ganda : a. Penggunaan hukum sebagai instrument ketertiban masyarakat; b. Penggunaan hukum sbg pembatas kekuasaan penegak hukum.2. Titik berat pada “law enforcement” di mana hukum

diutamakan dengan dukungan instansi kepolisian. 3. Keberhasilan penanggulangan kejahatan sangat tergantung

pada effek-tivitas dan efisiensi tugas kepolisiaan.4 Menimbulkan ekses diskresi dalam pelaksanaan tugas kepolisian, yaitu police brutality, kolusi, dan police corruption.

Pendekatan “hukum dan ketertiban” dalam praktek telah mengalami kegagalan, terutama dalam menekan angka kriminalitas (di AS), sehingga muncul gagasan ”pendekatan sistem atau system approach”di dalam mekanisme administrasi peradilan pidana. Pendekatan ini dalam teori kriminologi dan prevensi kejahatan dikenal sebagai “ criminal justice system model ” (model sistem peradilan pidana) pada tahun 1960-an.Perkembangan pendekatan sistem ini di AS dan beberapa Negara Eropa menjadi model yg dominan dg menitikberatkan pada “the administration of justice” serta memberikan perhatian yg sama thd semua komponen dlm penegakan hukum.

Ciri pendekatan sistem peradilan pidana (SPP) ialah :1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen

peradilan pidana (kepolisisan, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan).

4

Page 5: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana.

3. Efektivitas system penaggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara.

4. Penggunaan hukum sebagai instrumen untuk memantapkan “the admisistration justice”.

SPP kini telah menjadi suatu istilah yg menunjukkan mekanisme kerja dalam menanggulangi kejahatan dg mempergunakan dasar pendekatan sistem.

Remington dan Ohlin mengemukakan sbb :Criminal justice system dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem thd mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dg cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.

Hogan (1987) membedakan pengertian antara “criminal justice process” dengan “criminal justice system”. Criminal justice process adalah setiap tahap dari suatu putusan yg menghadapkan seorang tersangka ke dalam proses yg membawanya kpd penentuan pidana baginya, sedangkan “criminal justice system” adalah interkoneksi antara keputusan dari setiap intansi yg terlibat dalam proses peradilan pidana.Mardjono Reksodipoetro memberikan batasan bahwa yg dimaksud dg sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yg terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Tujuan SPP adalah :1) mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

5

Page 6: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

2) menyelesaikan kasus kejahatan yg terjadi shg masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yg bersalah dihukum;

3) mengusahakan agar mereka yg pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Romli Atmasasmita sependapat dg Sanford Kadish , bahwa pengertian SPP dapat dilihat dari sudut pendekatan normatif, managemen dan sosial, yang walaupun ke tiganya berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, bahkan saling mempengaruhi.

Ishikawa (Tokyo) dalam Kongres PBB di Tokyo mengeluarkan ide Integrated Criminal Justice Syastem (Sistem Peradilan Pidana Terpadu). Maknanya adalah agar di antar para penegak hukum ada keselarasan dalam penegakan hukum (bukan kolusi). ..... Di Indonesia muncul Mahkejapol (I dan II).

Muladi mengemukakan bahwa integrated criminal justice system adalah sinkronisasi atau keserampakan dan keselarasan yg dpt dibedakan dalam :

1) sinkronisasi struktural ; - k.k. dlm kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum;

2) sinkronisasi substansial ; k.k. yg bersifat vertikal dan horisontal dlm kaitannya dg hukum positif;

3) sinkronisasi kultural ; - k.k. dlm menghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yg secara menyeluruh mendasari jalannya SPP.

4)

Manajemen Peradilan Pidana

Pusat perhatian manajemen peradilan pidana berjalan sesuai revolusi yg telah diterima sbg hasil Keputusan Kongres Pererikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders ke 8 yg diselenggarakan di Havana, Cuba

6

Page 7: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

pd th 1990. Beberapa resolusi yg telah disetujui Konggres PBB itu berkaitan erat dg peradilan pidana, antara lain butir ke 19 : “Manajemen peradilan pidana dan pengembangan kebijakan pidana” (Management of criminal justice and development of sentencing policies). Ada 3 pertimbangan yg dimasukkannya manjemen peradilan pidana sebagai salah satu Resolusi PBB :

a. Apabila jika sistem peradilan pidana dimanagemen dg baik, dapatlah membuat perubahan ke arah kemajuan situasi;b. .........c. Hubungan antara lembaga lain dari sistem peradilan pidana dapat membagi secara efektif pengalokasian dari …

Ke tiga pertimbangan itu pd intinya menitikberatkan pd kekhawatiran akan terjadinya ketidakadilan dalam proses peradilan pidana dan dipertimbangkan sbg salah satu resolusi dg tujuan membangun suatu sistem peradilan pidna yg dipandang rasional dan efisien di seluruh negara.

Penelitian kepustakaan atas UU No.8 Th. 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menunjukkan bahwa sebagian besar substansi UU tsb memiliki persamaan dg sistem peradilan pidana yg dilandaskan pada sistem akusatur (accusatoir system) dan telah meninggalkan sistem lama yg mempergunakan sistem inkuisitur (inquisitoir system), dan bahkan pada beberapa ketentuan terlihat pengaruh dari “due process model” yg kini dianut di beberapa maju seperti AS dan Inggris.

Pengamatan thd praktik penegakan hukum berdasarkan UU No. 8 Th. 1981 tsb, menunjukkan telah tampak banyak kejadian yg mrpk penyimpangan thd ketentuan dalam UU tsb, dan tidak sesuai dg maksud dan tujuan ditetapkannya UU tsb. Namun secara konsepsional, substansi UU tsb sudah memenuhi persyaratan sbg konsep peradilan yg cepat, sederhana dan jujur, serta adil dan

7

Page 8: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

manusiawi sebagaimana telah ditegaskan dalam Konggres PPP ke 8 th 1990 tsb.

Sistem Hukum di Negeri Belanda Di Negeri Belanda, menurut D.W. Steenhuis kedudukan

“warga pelanggar hukum” (the law breaker) dikelilingi oleh banyak perlindungan seperti :

a. Harus ada asas praduga bersalah yg beralasan;b. Seorang tersangka berhak untuk tidak menjawab pertanyaan

selama dalam penyidikan;c. Seorang tersangka berhak untuk didampingi penasehat

hukum, jika dianggap perlu tidak perlu membayar;d. Seorang tersangka hanya boleh ditahan dan diperiksa untuk

selama-lamanya 6 jam. Seorang tersangka harus segera dibebaskan seketika batas waktu ini selesai;

e. Seorang tersangka berhak untuk diberi kesempatan memiliki berkas hasil pemeriksaan atas dirinya;

f. Seorang tersangka berhak untuk mengajukan banding thd putusan hakim yg menetapkan tersangka tetap berada dalam tahanan;

g. Penerapan tindakan yg bersifat memaksa tidak dibenarkan menurut UU;

h. Seorang tersangka tidak boleh dituntut dua kali untuk kejahatan yg sama;

i. Setiap perintah dan tuntutan harus memenuhi persyaratan yg sangat ketat. Kesalahan kecil dapat mengakibatkan batalnya perintah/tuntutan tsb;

j. Seorang tersangka juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaan selama pemeriksaan di muka sidang pengadilan;

k. Pelaksanaan perintah/tuntutan juga dikenai persyaratan yg ketat, kesalah-an yg kecil saja dapat mengakibatkan pelaksanaan menjadi batal;

8

Page 9: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

l. Seorang tersangka berhak untuk didengar/diperiksa perkaranya secara penuh oleh dua pengadilan, sekalipun ia memilih untuk tidak hadir dalam persidangan yg pertama;

m. Seorang terdakwa setiap waktu dapat mengajukan permintaan ampun, sehingga pelaksanaan pidana bagi dirinya ditangguhkan, kecuali dalam perkara-perkara di mana pidana penjara yg didahului oleh penahanan oleh hakim.

Meskipun demikian dalam praktik di Negeri Belanda, hukum pidana tidak mampu mengatasi kejahatan-kejahatan yg serius dalam masyaraka t . Contoh :a. Persentase keberhasilan penyelesaian kasus yg dilaporkan

kpd polisi sangat sedikit; *)b. Sekalipun pelakunya dapat diketahui, tidak selalu

dilanjutkan dg penuntutan karena buktinya kurang memadai;

c. Jika penuntutan dilakukan, prosesnya berjalan sangat lambat;

d. Pelaksanaan putusan pengadilan sering kaku dan tidak efektif. Masih banyak daftar tunggu dalam pelaksanaan pidana pengawasan, belum adanya sistem yg efektif untuk mengumpulkan uang denda dan penggunaannya, serta penerapan pidana pengawasan yg di luar standar semestinya.

*) Data kriminal di Negeri Belanda : + 1.100.000 kejahatan pada th 1989, yang dilaporkan hanya 22 %. Pencurian berat 410.000 kasus pencurian ringan 292.000 kasus. Korban kejahatan itu berpendapat bahwa kemungkinan pelaku kejahatan diajukan ke pengadilan sangat kecil, sama kecilnya dg kemungkinan barang miliknya yg hilang akan dapat kembali padanya.

Berdasarkan kelemahan tsb, maka Steenhuis menyimpulkan bahwa praktik penegakan hukum pidana di Negeri Belanda :

9

Page 10: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

a. Terdapat ketidakseimbangan antara tindakan yg diberikan pemerintah kpd seseorang pelaku kejahatan dan thd seseorang warga masyarakat yg justru taat kpd hukum;

b. Penegakan hukum tidak akan mencapai kemajuan jika dalam praktek peradilan, pelaku kejahatan sering diperlakukan dan diberi kedudukan yg lebih baik dibandingkan dg bukan pelaku kejahatan atau warga masyarakat yg taat kpd hukum.

Steenhuis akhirnya memberikan resep agar hukum pidana memiliki tingkat efisiensi tinggi dan mencerminkan suatu “criminal pol” yg baik.

Resep tsb adalah :1) Peninjauan secara kritis atas perundang-undangan yg ada

untuk menentukan apakah ketentuan tsb realistik sbg suatu perangkat hukum pidana;

2) Penegakan kembali seluruh asas yg telah diatur sbg perlindungan masyarakat dari kejahatan, yaitu penuntutan yg efektif di mana efisiensi hukum pidana hanya dpt dicapai jika arah yg dilaksanakan memperoleh dukungan masyarakat;

3) Adanya keterkaitan dan kesinambungan antara tindakan penyidik dan kelanjutan tindakan penuntutan;

4) Diperlukan efisiensi dg memperhatikan kemampuan peradilan dg menggunakan alternatif sarana antara menggunakan sarana penuntutan (formal) dan sarana penyelesaian (informal);

5) Mengembangkan alternatif pemidanaan untuk kejahatan yg sering terjadi, terutama dalam proses peneguran dan aturan pembuktiannya;

6) Penegakan hukum yg lebih efisien dan efektif untuk semua tipe kejahatan.

10

Page 11: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

(D.W. Steenhuis, Individual Rights and Collective Interests in the Application of Criminal law (dikutip dari “Criminology in the 21 Century), 1990.

SISTEM : INKUISITUR DAN AKUSATUR

Asal-usul perkembangan sistem inkuisitur Sistem inkuisitur mrpk bentuk proses penyelesaian perkara pidana yg semula ber kembang di Eropa daratan sejak abad 13 s/d awal pertengahan abad 19. Adanya sistem ini dimulai dg adanya inisiatif penyidik atas kehendak sendiri untuk menyelidiki dan memeriksaan kejahatan, yg dilakukan scara rahasia.

Tahap pertama, yg dilakukan oleh penyidik ialah meneliti apakah suatu kejahatan telah dilakukan, serta melakukan identifikasi para pelakunya. Apabila tersangka pelaku kejahatan telah diketahui dan ditangkap, maka ;

Tahap ke dua ialah memeriksa pelaku kejahatan tsb. Dalam tahap ini, tersangka ditempatkan terasing dan tidak diperkenankan berkomunikasi dg pihak lain atau keluarganya. Pemeriksaan atas diri Ts dan para saksi dilakukan secara terpisah, dan semua jawaban Ts maupun saksi dilakukan di bawah sumpah dan dicatat dalam berkas hasil pemeriksaan. Kpd Ts tdk diberitahukan dg jelas tuduhan dan jenis kejahatan yg telah dilakukannya, serta bukti yg memberatkannya. Satu-satunya tujuan pemeriksaan ialah utk memperoleh pengakuan (confession) dari Ts. Khususnya dlm kejahatan berat, apabila Ts tidak mau secara sukarela mengakui perbuatannya atau kesalahannya, dan bukti yg dikumpulkan menimbulkan dugaan kuat akan kesalahannya, maka petugas pemeriksa akan memperpanjang penderitaan Ts melalui cara penyiksaan (torture) sampai diperoleh pengakuan.

11

Page 12: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Setelah selesai, petugas pemeriksa akan menyampaikan berkas hasil pemeriksaannya ke pengadilan. Pengadilan akan memeriksa perkara Ts hanya atas dasar hasil pemeriksaan dalam berkas tsb. Walaupun penuntut umum pada masa itu sudah ada, namun tidak memiliki peranan yg berarti dalam proses penyelesaian perkara, khususnya dalam pengajuan, pengembangan lebih lanjut atau dlm penundaan perkara ybs.Selama pemeriksaan berkas perkara berlangsung, tertuduh tidak dihadapkan ke muka sidang pengadilan (dilakukan persidangan tertutup), dan tidak didampingi pembela.

Apabila diteliti, tampak bahwa proses penyelesaian perkara pidana pada masa itu demikian singkat dan sederhana, dan tidak tampak sama sekali adanya perlindungan atau jaminan akan hak asasi seseorang (HAM) pada tersangka atau tertuduh.Demikianlah gambaran buruk sistem inkuisitur pad masa itu (Hk acaranya kejam).

Timbulnya gerakan revolusi di Perancis mengakibatkan perubahan banyak pada bentuk prosedur lama dalam peradilan pidana. Sebagai bentuk pengganti dari sistem inkuisitur, muncul model baru yaitu “the mixed type” sebagai bentuk yg modern yg terkenal dg nama “the modern continental criminal procedure”, yg muncul dari gagasan para cendekiawan di Eropa.Gambaran pokok dari “the mixed type” adlah :

a. Pada tahap pendahuluan , pada dasarnya menggunakan bentuk inkuisitur, akan tetapi penyelidikan dapat dilaksanakan oleh “the public prosecutor”. Dalam prelaksanaan penyelidikan ini terdapat seorang “investigating judge” atau pejabat yg ditunjuk untuk itu yg tidak memihak dalam mengumpulkan bukti-bukti. Dalam pengumpulan bukti, aktivitas pengumpulan bukti dapat dihadiri para pihak (tersangka/tertuduh dan jaksa). Tertuduh dapat diperiksa oleh pemeriksa, tetapi boleh tidak menjawab. Pada akhir proses pemeriksaan ini, tertuduh dan penasehat hukum memperoleh

12

Page 13: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

hak yg tidak terbatas untuk meneliti berkas perkara. Jadi dalam proses ini, penemuan bukti dilakukan secara terbuka.

b. Tahap selanjutnya didasarkan pada sistem akusatur (adanya hak yg sama/seimbang antara tertuduh dg jaksa). Tahap ini dimulai dg penyampaian berkas perkara kpd “public prosecutor”. Yg akan/harus menentukan apakah perkara diteruskan ke pengadilan atau tidak.

c. Pemeriksaan di pengadilan. Pemeriksaan dilakukan secara terbuka. Ke dua pihak punya hak sama untuk mengajukan argumentasi dan berdebat (sistem akusatur). Semua bukti dalam proses pemeriksaan pendahuluan diuji kembali kebenarannya yg dilakukan oleh seorang hakim. Ia tidak hanya bertanya kpd saksi, tetapi juga dapat mengembangkan permasalahannya yg relevan dg isi surat tuduhan. Ia dapat mencari bukti lain yg relevan. Pada proses ini tidak dibedakan antara “fase penentuan kesalahan” (guilt determination) dg “fase penghukuman” (sentencing phase).

Kalau kita lihat, tipe campuran ini terletak antara sistem inkuisitur dg sistem akusatur.Apabila dilihat dari sudut “Common Law System”, baik sistem inkuisitur maupun sistem campuran itu menganut landasan pemikiran “non-adversary proceedings” (lebih membatasi ruang gerak aparat penegak hukum terutama polisi sehingga tidak mudah memperoleh fakta atau bukti yg relevan dalam suatu kasus pidana). Namun yg penting bahwa hal lama sudah ditinggalkan, seperti tuduhan rahasia, proses pemeriksaan tertutup dan cara pemeriksaan dg penyiksaan.

Sejak pertengahan abad ke 19, maka di Eropa telah dianut sistem campuran (the mixed type), tidak lagi dianut sistem inkuisitur yg sesungguhnya.HIR yg disusun Komisi Wichres yg diundangkan dg S.1941 No.44 adalah menganut sistem campuran tsb.

13

Page 14: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Walaupun secara teoritis, sistem campuran itu tampak lebih baik dari pada sistem inkuisitur, tetapi dlm prakteknya banyak mendapat kecaman., karena tugas penyidikan dan penuntutan berada dlm satu tangan. Apabila ditinjau dari sistem adversary (yg dikembangkan di Negara Anglo Amerika), dianggap membahayakan obyektivitas penemuan fakta dlm suatu perkara pidana. Bahkan pada abad itu timbul kehendak untuk mengadakan perubahan mengenai cara pengungkapan fakta dan penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum.Sejak saat itu, ahli hukum Eropa lebih sering mempergunakan sifat akusatorial dalam tindakan penuntutan, di mana sifat ini dijadikan landasan bagi aktivitas suatu penyidikan, serta sekaligus dianggap garis batas dari ruang lingkup aktivitas suatu penyidikan.

Di sinilah letak perbedaaan fundamental antara sistem inkuisitur dibandingkan dg sistem akusatur : 1) Pada sistem inkuisitur tidak tdp perbedaan pembatasan bagi aktivitas antara penyelidikan atau pemeriksaan; Pada sistem akusatur, dibedakan antara penyelidikan/penyidikan dg pemeriksaan perkara.2) Pada sistem inkuisitur, proses pernyelesaian perkara dilakukan sepihak dan tertuduh dibatasi dalam mengajukan pembelaan. Pada sistem akusatur, tertuduh berhak mengetahui dan mengikuti setiap tahap dari proses peradilan.

Perkembangan terakhir dalam SPP

Baik di Eropa daratan maupun yg menganut Common Law System, dikenal dua model dalam SPP. :

14

Page 15: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

1) The adversary model; 2) The non-adversary model.

1) Adversary model Adversary model dalam sistem peradilan pidana menganut prinsip sbb: a) Prosedur peradilan pidana harus merupakan suatu “sengketa” (dispute) antara ke dua belah pihak (tertuduh dan penuntut umum) dalam kedudukan (secara teoritis) yg sama di muka pengadilan; b) Tujuan utama prosedur itu ialah menyelesaikan sengketa yg ditimbulkan oleh adanya kejahatan;

c) Penggunaan cara pengajuan sanggahan atau pernyataan (pleadings) dan adanya lembaga jaminan dan perundingan bukan hanya mrpk suatu keharusan tetapi mrpk hal yg sangat penting;

d) Para pihak atau kontestan memiliki fungsi yg otonom dan jelas : peranan penuntut umum

ialah melakukan penuntutatan, dan peran tertuduh ialah menolak atau menyangah tuduhan Penuntut umum bertujuan menetapkan fakta yg akan dibuktikannya disertai bukti relevan,

sedangkan tertuduh bertugas menentukan fakta yg menguntungkan kedudukannya dengan menyampaikan bukti sendiri atau menolak bukti dari penuntut umum)

Kedudukan hakim di sini adalah sebagai “wasit” yg tidak memihak, namun juga agar para pihak mematuhi jalannya persidangan (tidak semaunya sendiri). Hakim berperan aktif apabila salah satu pihak mengajukan keberatan atas argumentasi atau cara yg dipergunakan pihak lain dalam menunjang fakta yg diajukan di muka sidang.

15

Page 16: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Setelah semua proses persidangan selesai, diharapkan agar hakim dapat menetapkan putusannya. Prinsip adversary model menunjukkan bahwa peradilan pidana menghadapi banyak peraturan mengenai hal yg bersifat teknis-prosedural yg dianggap layak oleh para kontestan, demi memelihara prinsip otonomi.

2) Non-adversary model Non-adversary model menganut prinsip :a)Proses pemeriksaan harus bersifat lebih formal dapat berkesinambungan serta dilaksanakan atas dasar praduga bahwa kejahatan telah dilakukan (asas presumption of guilt).b) Tujuan utama prosedur itu (ad.a) adalah menetapkan apakah dlm kenyataannya perbuatan tsb mrpk perkara pidana,dan apakah penjatuhan hukuman dapat dibenarkan karenanya.c) Penelitian thd fakta yg diajukan oleh para pihak (PU dan Tetuduh), oleh hakim dapat berlaku tidak terbatas dan tidak bergantung pada atau tidak perlu memperoleh ijin dari para pihak tsb.d) Kedudukan masing-masing pihak tidak lagi otonom/sederjat.e) Semua sumber informasi yg dapat dipercaya dapat dipergunakan guna kepentingan pemeriksaan pendahuluan ataupun di persidangan.

Tertuduh mrpk obyek utama dalam pemeriksaan.

Perbedaan yg prinsip antara ke dua model itu adalah dlm hal pemberian perlindungan hukum atas hak asasi tersangka/tertuduh;

Cita-cita tertinggi dari adversary model adalah melindungi seseorang yg benar-benar tidak bersalah dan memisah-kan secara tegas antara mereka yg bersalah dg orang yg tidak bersalah.

16

Page 17: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Ada yang berpendapat bahwa adversary model didasari nilai-nilai pemikiran liberalisme tradisional gaya John Locke, sedangkan non-adversary model berlandaskan pada nilai dan pemikiran kolektivisme dan paternalisme.

PERGESERAN SISTEM AKUSATUR KE SISTEM INKUISITUR

DALAM UU ACARA PIDANA INGRIS (1994)

The right to remain silent (hak untuk tidak menjawab pertanyaan atau hak untuk diam) berkembang selama ratusan tahun di Inggris. Sistem itu kemudian ber-kembang di AS.Parlemen Inggris telah menyetujui usul PM. John Major utk menghapuskan hak itu dg Persetujuan Raja tgl 3 Nopember 1994 serta berlaku efektif mulai 1 Maret 1995. UU baru itu disebut “The Criminal Justice and Public Order”, Act.1994 Part III, ff 27-31, yg berisi 4 bagian :1) Para hakim dan para juri dapat memberikan kesimpulan yg berbeda apa-bila tersangka selama pemeriksaan pendahuluan tidak memberitahu polisi mengenai suatu fakta yg kemudian dipergunakannya dlm pembelaan di muka pengadilan;2) Jika tertuduh tidak memberikan kesaksian, para hakim dan para jaksa penuntut umum dapat meminta dewan juri agar memberikan kesimpulan yg dianggap layak termasuk kesimpulan yg masuk akal bahwa tidak ada penjelas-an mengenai bukti yg dikemukakan tertuduh dan bahwa tertuduh bersalah;3) Para hakim dn para angota juri dpt memberikan kesimpulan yg berbeda jika tersangka tdk menanggapi pertanyaan polisi mengenai obyekl-obyek, isi-isi, atau tanda-tanda yg ditemukan di tempat kediaman tertuduh atau pd pakaian mereka di tempat mana mereka ditangkap;4) Para hakim dan para anggota juri dapat memberikan kesimpulan yg ber-beda jika tersangka tidak menjelaskan kpd polisi mengapa

17

Page 18: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

tersangka berada di suatu tempat atau mengenai waktu tindak pidana itu di mana tersangka ditangkap.

UU baru itu bertujuan untuk mengendalikan kejahatan dg membatasi “hak untuk tidak menjawab”, memaksa tersangka mengaku, dan dg sendirinya akan mengefektifkan penuntutan.Pembatasan penggunaan hak tsb akan menggeser SPP dari sistem akusatur yg menitikberatkan pembuktian dg saksi dan bukti nyata, kepada sistem inkuisitur yg menitikberatkan pada proses interogasi tersangka utk memper-oleh bukti atas kesalahannya.

Perubahan yg sama terjadi pula di Irlandia Utara dan Singapura. Bahkan di Singapura menghapus hak tersangka untuk memberikan kesaksian tanpa sumpah (unsworn testimony) dan untuk menolak pemeriksaan silang (cross-examination).Dengan adanya perkembangan itu, menunjukkan adanya pergeseran nilai-nilai yg selama ini dominan dalam sistem hukum Common Law yg dikenal dengan “due process model” kepada nilai-nilai yg berlawanan yaitu “crime control model”.

Romli Atmasasmita berpendapat bahwa perubahan drastis itu dilatarbelakangi oleh berbagai kendala yg dihadapi petugas kepolisian Inggris dalam mengungkapkan atau menyelesaikan berbagai kasus, yg menimbulkan bahaya dan ancaman serius thd masyarakat Inggris, terutama kasus terorisme yg sering melanda negara itu. Pelaku terorisme sering berlindung di balik “kekebalan hukum” yg diberikan kpd mereka oleh UU, dan salah satu diantaranya ialah “the right to remain silent’ tsb.Di samping itu dibandingkan dg perkembangan hukum acara pidana di Indonesia, mrpk hal yg dilematis, karena HAP Indonesia mulai menganut sistem akusatorial dengan mengesampingkan (walau belum penuh) sistem inkuisitorial.

18

Page 19: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

“ PLEA BARGAINING SYSTEM ” DALAM SPP DI AMERIKA SERIKAT

Kolusi/kompromi antara jaksa dg tersangka tentang hukuman yg akan dituntut mrpk hal yg “tabu” (pelanggaran hukum) di Indonesia. Tetapi di Amerika Serikat diperbolehkan (mrpk bagian tak terpisahkan dari keseluruhan penegaka hokum yg berlaku, shg merpk salah satu prosedur formal dan legal). Praktek tsn disebut dg istilah “ plea bargaining system”.

Tentang kapan lahirnya sistem ini belum jelas, tetapi adalah seiring dg perkembangan sistem hukum “Common law system” yg digunakan di AS.Prof. Albert Alschuler dalam “Plea Bargaining and Its History” (1979) menegemukakan perbedaan dalam praktek antara masa “common law” dg era perkembangan “plea bargaining system” versi sekarang.

Pada masa “common law”, thd seorang tertuduh telah diberikan perlakuan yg tidak kejam, karena ial telah membantu penutntu umum dalam melakukan penuntutan thd orang lain dalam perkara tertentu. (walaupun tidak menyebabkan penuntutan menjadi mudah atau ia telah berbuat baik kpd korban). Pada masa “common law’ praktek negosisasi guna kepentingan memperoleh suatu informasi (bargaining for information) seperti dalam praktek negosiasi utk kepentingan suatu restitusi (bargaining for restitution) tidak menempatkan tertuduh dalam kedudukan yg sama dg tertuduh yg menyatakan mengakui sbg yg bersalah (bargaing for his plea of guilty).Menurut Alschuler, plea barganing itu muncul pada pertengahan abad ke-19 dan kemudian berkembang sebagaimana seperti sekarang ini. Waktu itu sistem ini sangat berperan dalam mengatasi kesulitan dalam menangani perkara, bahkan pada tahiun 1930-an, pengadilan di AS sangat bergantung pada sistem ini.

19

Page 20: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Pd th 1958 MA AS (The Supreme Court of Justice) pernah mengatakan bahwa sistem itu adalah illegal. Tetapi dg adanya kebertana Dario Dep. Kehakiman, maka kehendak tsb tidak dilaksanakan. Bahkan pd th 1970. MAS amnyatakan pendapatnya bahwa”Plea bargaining adalah sesuai di dalam hukum kriminal dan itu adalah merupakan suatu prosedur dalam adminsitrasi”.Hingga saat ini tidak ada perhatian yg sungguh-sungguh untuk menghapuskan sistem ini, karena dg adanya sistem ini dapat diperoleh suatu “fair trial” dan “accurancy” dalam penanganan perkara pidana.

SISTEM HAP di AS

Di AS dikenal “adversary system”.Dalam menangani perkara pidana, pihak yg menjadi penggugat adalah Negara, yg mewakili korban dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tergugat adalah tertuduh. Si tertuduh biasanya dibantu/ diwakili oleh penasehat hukum/pembela (defence attorney), sedangkan Negara diwakili oleh penuntut umum (prosecuting attorney). Pihak yg bertugas menemukan kebenaran atas fakta dan tidak memi-hak biasanya diwakili oleh para juri.Pihak yg bertugas menerapkan hukum yg berlaku dan tidak memihak salah satu pihak adalah hakim. Dalam hal tertuduh menolak diadili oleh juri, maka hakim juga bertugas sbg penemu kebenaran atas fakta yg diajukan dlm persidangan.

Adversary system juga disbeut sbg “accusatorial system” biasanya diper-tentangkan dg non-adversary system yg dikenal dg “inquisitorial system”.

20

Page 21: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Satu-satunya ciri dari accusatorial system ialah adanya perlindungan thd hak asasi seseorang (tertuduh) yg dilandaskan pada klasula “due process of law”. Klausula itu tercantum di dalam Konstitusi AS : “…. No State shall make or enforce any law shall abridge the privilege of immunities of citizens of the United States; nor shall any State deprive any person of life, liberty, or property, without due process of law ….”

Perbedaan ke dua sistem itu ialah :1. “Adversary system” menghendaki agar kebenaran dapat diungkapkan secara akurat dalam suatu keadaan di mana masing-masing pihak yg berperkara berada dalam posisi yg bertentangan. Pada “inquisitorial system”, kebenaran tsb dapat diungkapkan melalui penyelidikan yg tidak memihak yg dilakukan oleh suatu badan peradilan. Dg cara terakhir ini, maka pihak peradilan mrpk pihak yg aktif menemukan fakta yg relevan dg bukti yg diajukan.2. Dalam “inquisitorial sistem”, pemanggilan saksi mrpk tugas peradilan, bukan tugas pihak yg berperkara. Begitu pula dalam memastikan dan memutuskan bahwa semua bukti yg relevan telah diperoleh.3. Dalam “inquisitorial system” masing-masing pihak yg berperkara diwajibkan membantu peradilan dg mengajukan bukti sebagaimana yg dike-hendaki oleh peradilan, termasuk saksi-saksi (dlm sistem peradilan di AS, ini tiak dpt dilakukan dan bertentangan dg perlindungan hukum thd tertuduh utk tdk memberikan kesaksian yg dpt merugikan kepentingannya di muka persidangan, atau “the privilege against self-incrimination”);4. Sbg akibat ad.1,2,3, maka “inqusatorial system” telah mengurangi peranan pembela dan kesempatannya utk mengambil inisiatif mengajukan pembuktian, serta saksi tidak lagi dpat

21

Page 22: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

diwawancarai oleh pembela sebelum persidangan, oleh karena mereka buka llagi saksi yg bertindak untuk kepentingan apra pihak, melainkan untuk kepentingan peradilan.(Hazel B.Kerper, Introduction to the Criminal Justice System second ed,. West Publishing Company, 1979, p.201-203).

Herbert L. Packer mengemukakan dua teori keadilan yg berlaku dalam lingkup SPP (the crime justice system) yaitu : 1) crime control model; 2) due process model.

Crime control model menekankan pentingnya penegasan adanya kekuasaan dan penggunaan kekuasaan thd setiap kejahatan dan pelaku kejahatan. Model ini memiliki asumsi bahwa setiap orang yg terlibat (tersangka/tertuduh) dalam SPP ada kemungkinan bersalah (adanya praduga bersalah), dan karenanya penggunaan kekuasaan pada aparat pemerintah (polisi, jaksa dan hakim) harus semaksimal mungkin. Tetapi di lain pihak model ini dilandasi pada “presumption of innocence”(asas praduga tak bersalah) sbg dasar nilai sistem peradilan. Tujuan utama “ d.p.m ” ialah melindungi seseorang yg sungguh-sungguh tidak bersalah dan menuntut yg benar-benar bersalah, untuk itu dituntut adanya suatu proses penyelidikan secara formal dan penemuan fakta secara obyektif, di mana kasus serorang tertuduh didengar secara terbuka di muka persidangan dan penilaian atas tuduhan penuntut umum baru dilakukan setelah tertuduh memperoleh kesempatan sepenuhnya untuk mengajukan fakta yg membantah atau menolak tuduhan kepadanya.

Pada hakekatnya, d.p.m. adalah suatu “negative model”, sedangkan c.c.m. adalah suatu”affirmative model”. Yg dimaksud “negative model” adalah bahwa d.p.m. menegaskan sangat perlunya pembatasan atas kekuasaan dan cara penggunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum, sedangkan yg dimaksud dg “affirmative model” adalah menekankan pada eksistensi kekuasaan dan

22

Page 23: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

penggunaan kekuasaan secara maksimal oleh aparat penegak hukum.

Plea bargaining system dan criminal justice system

Sbg bagian yg tak terpisahkan dari sistem penegakan hukum secara keseluruhan/terpadu (criminal justice system), plea bargaining jelas akan selalu terjadi dalam rangkaian penanganan perkara pidana.

Criminal justice system is “the system by which society identifies, accus, tries, convicts and punishes those who violated the criminal law”.Criminal justice process is “the series of procedures by which society identifies, accuses, tries, convicts and punishes offenders”.

Proses penanganan perkara pidana tsb melalui beberapa pentahapan, dimulai dari penyelidikan atas penangkapan atau penahanan, penuntutan, penentuan kesalahan, penetapan hukuman, dan akhirnya pelaksanaan hukumannya.

Apabila kita teliti, “the criminal justce system” yg berlaku di Amerika pada umumnya, jelaslah bahwa “plea bargaining” ini terjadi pada periode “arraignment” dan “preliminary hearing”. Apabila tertuduh menyatakan dirinya bersalah atas kejahatan yg dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penjatuhan hukuman tanpa melaui trial.

Periode “arraignment on information or indictment” ini mrpk suatu proses singkat, guna mencapai 2 tujuan :1) memberitahukan kpd tertuduh perihal tuduhan yg dijatuhkan padanya, dan2) memberikan kesempatan pd tertuduh untuk menjawab tuduhan tsb dg menyatakan “not guilty” atau “guilty” atau “nolo contendere” (non-contest).

23

Page 24: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Pd langkah ini, pengadilan akan membacakan tuduhan yg diajukan kpd tertuduh dan kemudian diajukan pertanyaan kpd tertuduh dan bagaimana jawaban tertuduh atas tuduhan tsb.Jika tertuduh menyatakan “not guilty”, maka perkaranya diiapkan untuk dilanjutkan dan kemudian diadili di muka pengadilan oleh juri.Jika tertuduh menyatakan “guilty” atau “nolo contendere” (non contest), maka perkaranya siap untuk diputus.

Khususnya pernyataan “nolo contendere” (non contest), pada hakekatnya memiliki implikasi yg sama dg pernyataan “guilty”, akan tetapi d.h.i. tidak disyaratakan bahwa tertuduh harus mengakui kesalahannya, melainkan cukup jika ia menyatakan bahwa dia tidak akan menentang tuduhan jaksa di muka pengadilan juri nanti.

Pengertian ” plea bargainin g ” dan masalahnya Banyak pengerian yg diberikan thd plea bargaining. Misalnya : “Plea bargaining consist of exchange of official convictions for defendant’s self-conviction”. Dsb. Dalam “Federal Rules of Criminal Procedure” (rule 11), tidak diketemukan secara eksplisit bataasan tentang plea bargaining, ttp dlm peraturan tsb telah diatur tata cara pelaksanan plea bargaining .

Kesimpulan tentang plea bargaining :1) bahwa plea bargaining pd hakekatnya mrpk sustu negosiasi antara pihak penuntut umum dg tertuduh atau pembelanya;2) motivasi negosiasi tsb yg paling utama ialah untuk mempercepat proses penanganan perkara pidana;3)sifat negosiasi harus dilandaskan pada “kesukarelaan” tertuduh untuk mengakui kesalahan-

24

Page 25: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

nya dan kesediaan penuntut umum memberikan ancaman hukuman yg dikehendaki tertuduh atau pembelanya;4) keikutsertaan hakim sbg wasit yg tidak memihak dlm negosiasi dimaksud tidak diperkenankan. Pada ad 4), itu muncul karena turut campurnya hakim dalam negosiasi justru akan memberikan citra yg buruk thd bidang peradilan (yg tidak memihak).

Walaupun “plea bargaining system” telah berlangsung lama dalam praktek penanganan perkara pidana di AS, tidak berarti tidak ada masalah dalam konsepsi dan pelaksanaannya. a.l. dalam kaitan adanya kesalahan tertuduh dg citra peradilan yg menghukum orang yg bersalah, shg melemahkan peraturan penegakan hukum dan kewibawaan pengadilan.1) pengadilan seharusnya menjadi simbol dari penjamin hak-hak yg dilindungi UU;2) pengadilan tidak ikut serta dalam tindakan-tindakan yg bertentangan dg prinsip perlindungan tsb.

Untuk itu maka hakim thd plea bargaining bertindak :1) meneliti kembali penawaran jaksa thd tertuduh, terutama apabila ada paksaan oleh jaksa;2) jika hakim tidak puas atau tidak sependapat dg penilaian jaksa dan tertuduh mengenai syarat perundingan yg telah disepakatinya, maka hakim berhak menolak pernyataan bersalah (guilty plea) tertuduh. Maka ia kemudian harus mempersiapkan persidangan bagi si tertuduh.

Penutup

25

Page 26: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Bahwa dunia ilmu pengetahuan hukum (acara) pidana mengenal dan meng-akui eksistensi dua sistem dalam penanganan perkara pidana yaitu system akusatur dan sistem inkuisitur. Sistem akusatur lebih dikenal dan digunakan di daratan AS, shg terkenal sbg “the Anglo American Model”. Sedangkan sistem inkuisitur dikenal dan digunakan di daratan Eropa shg dikenal sbg “the Continental Model”.Dalam praktek peradilan, sesungguhnya ke dua sistem itu tidak dapat digunakan sepenuhnya sehubungan dg pelbagai hal yg timbul dan tumbuh-berkembang dalam pelaksanaannya. Salah satu kesulitian terbesar dalam pelaksaaan sstem akusatur adalah yg menyangkut pembuktian.

Damaska thd plea bargaining punya pendapat bahwa model itu justru menimbulkan akibat sebaliknya di mana seorang yg nyata-nyata tidak bersalah dapat dikenakan hukuman, sedangkan seorang pelaku kejahatan yg nyata-nyata berslah dapat menghindar dari hukuman yg lebih berat (karena ada negosiasi antara jaksa dg tertuduh).

Romli Atmasasmita : plea bargaining mrpk bentuk peralihan sifat akusatur ke sifat inkuisitur, dalam arti penyerahan kewenangan untuk menentukan kesalahan tersangka atau tertuduh pada tingkat pemeriksan pendahuluan dari tersangka atau tertuduh ybs kpd pengadilan.

PERBEDAAN ANTARA SISTEM HUKUM ANGLO AMERIKA

DENGAN SISTEM HUKUM KONTINENTAL

26

Page 27: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Sistem Hukum Anglo Amerika (Anglo Akson) berbeda dg sistem hukum Kontinental (Eropa Kontinental).

Sistem Hukum Anglo Amerika

Hukum di Negara Amerika Serikat yang berdasar pada hukum Inggris (Common Law) berkembang menurut tatacara yang timbul dalam praktek yang mandiri di Amerika. Hukum Inggris tidak menyerap hukum Romawi, tetapi ber-kembang secara mandiri, terasing dari perkembangan sistem hu-kum yang berlaku di negara-negara Eropa Barat yang menyerap hukum Romawi dan menitikberatkan pada kodifikasi. Sistem hukum Anglo Amerika bersifat dualistis, karena me-misahkan antara Common Law dg Equity.Common Law adalah hukum yg diciptakan oleh Raja, dan beserta lembaga peradilannya mrpk hukum yg berlaku di seluruh kerajaan Inggris.Equity adalah sistem hukum yg dibentuk oleh suatu lembaga per-adilan yg disebut The Court of Chancerry, dan sengaja dibentuk untuk mengatasi berbagai kekurangan yg ada pd ketentuan-keten-tuan dan prosedur yg berlaku dlm The Court of Common Law. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Equity mrpk suplemen dari Common Law.

Dualisme di dlm ketentuan-ketentuan hukum dan lembaga per-adilan seperti itu berlaku sampai sekarang dan disebarkan pula ke negara-negara yg bersistem Anglo Amerika. Di dalam sistem hukum Anglo Amerika, tdp sentralisasi lem-baga pembentuk hukum, yaitu pada Raja dan lembaga peradilan-nya. Ketentuan-ketentuan hukum yg diciptakan oleh Raja dan lem-baga peradilannya ini disebut Common Law, dan mrpk hukum yg berlaku di seluruh kerajaan Inggris. Di dalam sistem hukum Anglo Amerika, kpts-kpts pengadilan mempunyai arti yg lebih penting bila dibandingkan dg UU serta ilkmu hukum, krn Hk Anglo Amerika mrpk ciptaan hakim ( Case

27

Page 28: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Law ). Di dalam sistem ini, seorang hakim Common Law terikat pd kpts-kpts hakim sebelumnya ( preseden ). {Asas : Stare decisis et quieta non movere }. Keadaan yg sama juga berlaku pada hakim Equity. Berdasarkan keadaan itu, hukum seolah-olah tumbuh dan ber-kembang dari dirinya sendiri, sebab penerapan hukum pada saat yg bersamaan mrpk juga pembentukan hukum. Dalam sistem hukum yg demikian, maka UU dan ilmu hukum menjadi kurang penting artinya bagi perkembangan sistem hukum tsb.

Sistem Hukum Kontinental

Hk Kontinental (Hk. Eropa Kontinental) dimulai dari perkembangan pembentukan sistem hk Romawi, hk Germania, kebiasaan-kebiasaan setempat, hk Gereja dan hk Perniagaan Internasional. Pada tahap perkembangan selanjutnya, karakteristik hk Eropa Kontinental ini ditentukan pula oleh adanya tanggapan yg khusus thd runtuhnya feodalisme dan munculnya negara-negara kebangsaan di Eropa Barat, serta peranan khusus yg diberikan pada ilmu hukum. Dasar umum dari berbagai sistem hukum yg termasuk dlm group sistem hukum Kontinental adalah hukum Romawi. Sistem hukum Kontinental mengenal kodifikasi, yaitu pembukuan jenis hukum tertentu ke dlm kitab UU secara sistematis dan lengkap. Dilihat dari segi bentuknya, maka sistem hk Kontinental mrpk hukum tertulis, dan hk perundang-undangan. Did lm system peradilannya tdk dikenal asas stare decisis , shg seorang hakim di dlm memutuskan suatu perkara tidak terikat pd putusan hakim yg terdahulu. Ilmu Hukum mempunyai peranan yg penting di dlm sistem hk Kontinental, sebab pad awal perkembangannya, memang para ahli

28

Page 29: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

hukumlah yg banyak mempengaruhi perkembangan sistem hukum ini, dg pendapat-pendapat serta ulasan-ulasan mereka thd kasus-kasus yg sulit terjadi di lembaga peradilan, yg dimintakan nasihat atau pendapat kpd mereka (para ahli hukum). Perbedaan sistem hukum Anglo Amerika dg sistem hukum Kontinental

Berdasarkan karakteristik-karakteristik tsb di atas, maka jelaslah perbedaan yg ada pada ke dua macam sistem itu :1) Perbedaan pada dasarnya. Dasar dari sistem hukum Kontinental adalah hukum Romawi, sedangkan sistem hukum Anglo Amerika berkembang secara mandiri dan berkesinambungan, tanpa adanya pengaruh dari hukum Romawi.2) Di dlm sistem hukum Kontinental dikenal kodifikasi, sehingga segala lembaga hukum yg berkembang dlm masyarakat sesudah terbentuknya kodifikasi itu senantiasa harus dikualifikasikan berdasarkan ketentuan-ketentuan di dalam kodifikasi tsb, untuk menentukan sifat serta ketentuan hukum yg dapat berlaku bagi lembaga hukum baru tsb. Di dlm sistem hukum Anglo Amerika tidak dikenal suatu kodifikasi, meskipun di dlm perkembangan akhir-akhir ini di negara-negara dg sistem hukum Anglo Amerika dikenal juga kodifikasi parsial – (terpisah-pisah, tidak mrpk kodifikasi). Misalnya, The Law of Property Act 1925 di Inggris, dan Uniform Commercial Code di Amerika Serikat.3) Adanya kodifikasi dlm sistem hukum Kontinental tsb menyebabkan hukum Kontinental disebut sbg hukum tertulis atau hukum perundang-undangan, sedangkan hukum Anglo Amerika sering juga disebut hukum tidak tertulis krn sebagian besar terdiri dari hukum kebiasaan.4) Dalam sistem peradilannya dan cara pengambilan keputusan dalam lembaga peradilan. Di dlm hukum Anglo Amerika dikenal adanya dualisme antara lembaga peradilan Common Law dan Equity, sedangkan di dlm

29

Page 30: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

sistem hukum Kontinental tidak ada. Pengambilan keputusan dlm badan peradilan di negara-negara yg bersistem hukum AngloAmerika menggunakan sistem Preseden berdasarkan asas stare decisis, sedangkan di dlm sistem hukum Kontinental, pengambilan keputusan di dlm lembaga peradilannya tidak menggunakan asas tsb.5) Perbedaan yg mendasar antara hukum Anglo Amerika dg sistem hukum Kontinental adalah pd struktur hukumnya.

Hal ini disebabkan krn adanya perbedaan-perbedaan pada lembaga-lembaga hukum yg terdapat pd ke dua sistem hukum tsb. Di dlm sistem hukum Anglo Amerika, tidak terdapat perbedaan antara hukum publik dan hukum privat, dan materi hukumnya adalah Real Property, Personal Property, Torts, Contracts, Trust dan Agency. Dalam sruktur hukum Kontinental, terdapat perbedaan antara hukum publik dan hukum privat, dan materi hukum privatnya adalah Hukum Badan Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Benda, Hukum Perikatan dan Hukum Waris. Sehubungan dg adanya perbedaan-perbedaan tsb di atas, maka jika suatu lembaga hukum yg berasal dari satu sistem akan dimasukkan ke dalam sistem hukum yg lain, perlu dilakukan berbagai penyesuaian, sebab di dalam struktur hukum asal lembaga hukum tsb telah memiliki kedudukan tersendiri sebagai bagian dari suatu sistem hukum, lembaga tsb tentulah memiliki berbagai kaitan dengan bagian-bagian lain dari sistem hukum tsb.

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

ASAS KEKEBASAN BEKONTRAK DALAM ST HK ANGLO AMERIKA DAN ST HK KONTINENTAL

30

Page 31: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Di dalam perjanjian dikenal berbagai macam asas hukum, salah satunya adalah asas hukum kebebasan berkontrak. Asas hukum atau prinsip hokum adalah pikiran dasar yang umum sifatnya atau mrpk latar belakang dari peraturan yg konkrit yg tdp dalam dan di bela-kang setiap sistem hukum yg terjelma dlm peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim dengan mencari sifat-sifat umum dlm pert hukum kon-krit tsb. (Soedikno). Asas kebebasan berkontrak (dikenal baik dlm st hk Anglo Amerika maupun dlm st hk freedom of contract/party auto nomie) Kontinental. Maka asas ini bersifat universal. Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan seseorang untuk membuat suatu perjanjian apabila ia menghendakinya, dan dg ketentuan-ketentuan persyaratan-persyaratan yg menurut pendapatnya menguntungkan baginya.

Asas ini berkembang dlm st ekonomi laissez–faire pd abad 18. Dlm st per-ekonomian ini diakui kebebasan berniaga (freedom of trade) yg akan dicapai melalui pemberian kebebasan yg sepenuhnya pd setiap orang utk memperoleh apa yg dikehendakinya. Hal ini dpt dicapai jika di dlm masyarakat diterima asas kebebasan berkontrak. Pandangan itu sekarang sudah berubah.

Di dlm st hk Anglo Amerika , freedom of cont r act hanya diterima dan dianggap ideal jika para pihak yg mengikatkan diri dlm suatu perj memiliki kekuatan tawar menawar ( bargaining power ) yg seimbang, dan berlakunya asas itu tidak merugikan kepentingan ekonomis masyarakat banyak.

Berlakunya asas itu dibatasi oleh berbagai hal, a.l. :1) Berlakunya ketentuan UU yg melindungi pihak yg ekono-mis lebih lemah kedudukannya, melindungi masy dari tekanan ekonomi, dan menciptakan kompetisi di bidang industri serta melindungi kepentingan konsumen;

31

Page 32: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

2) Pembatasan krn terjadinya perubahan pd pelaku pereko-nomian. Saat ini kegiatan perekonomian tidak lagi dilakukan oleh perorangan, ttp oleh badan-badan usaha maupun kelom-pok-kelompok perorangan yg lain. Keadaan ini menyebabkan kurang pentingnya arti individu sbg pihak dlm suatu perj. 3) Pembatasan yg terjadi krn tuntutan ekonomis dan efisiensi, mis. dg dipergunakannnya bentuk standar di dlm berbagai transaksi perdagangan. Para pihak hanya menerima keselu-ruhan suatu bentuk perj atau isinya yg telah dibakukan oleh pihak lain. (Asser & Rutten) Mis. dlm kredit bank, kredit mobil.

Dalam st hk Kontinental, asas kebebasan berkontrak dimasukkan di dlm ketentuan perundang-undangan. Mis. Ps 1338 ay (1) KUH Perdata Indonesia; atau Ps 1374 ay (1) Burgerlijk Wetboek di negeri Belanda. Ps 1338 ay (1) KUH Perdata menentukan : “Semua perj yg dibuat secara sah berlaku sbg UU bagi mereka yg mem-buatnya”. Dalam pasal yg singkat ini termuat 3 asas yg menjadi dasar hk perikatan yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta sunt servanda .

Asas kebebasan berkontrak terkandung dalam kata semua yg mengandung makna :

a. Setiap orang bebas utk mengadakan atau tdk mengadakan perj;b. Setiap orang bebas utk mengadkan perj dg siapa yg

dikehendakinya;c. Setiap orang bebas utk menentukan isi dan syarat-syarat perj

yg dibuatnya;d. Setiap orang bebas utk menentukan bentuk perj yg dibu-atnyae. Setiap orang bebas utk menentukan ketentuan-ketentu-an hk

yg berlaku bagu perj yg dibuatnya.

Asas kebebasan berkonrak ini mencapai puncak perkembangannya sesudah revolusi Perancis. Dg timbulnya paham

32

Page 33: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

etis dan sosialisme pada akhir abad XIX. Paham individualisme yg mrpk sumber dari asas kebebasan berkontrak mulai pudar, sebab dianggap tidak mencerminkan keadilan. Sejak itu asas kebebasan berkontrak mulai dibatasi oleh berbagai hal, seperti pembatasan oleh UU, pembatasan oleh struktur masyarakat dan perekonomian yg berkembang. Meskipun ada pembatasan-pembatasan, namun asas itu tetap mrpk asas penting dlm st hk Kontinental yg mengenal kodifikasi. Melalui asas ini, terbukalah kemungkinan setiap orang utk mengadakan perjanjian apa saja, baik perj yg sudah diatur dlm UU, maupun perj yg belum diatur dlm UU atau perj jenis baru.

Kepastian hukum dan kepastian hak para pihak di dlm st hk Kontinental

Ciri khas st hk Kontinental adalah kodifikasi, yaitu pembukuan jenis hukum tertentu ke dalam kitab UU secara sistematis, lengkap dan tuntas. Tujuan kodifikasi ialah agar tidak ada hokum di luar kitab UU.

Didorong adanya kebutuhan akan kesatuan hk, kepastian hk, serta kepastian hak bagi para pencari keadilan, pd th 1800-an, di negara2 Eropa Barat, muncul gerakan utk melakukan kodifikasi yg berpusat di Perancis. Tgl 21 Maret 1804, dibentuk kodifikasi hk perdata Perancis dg nama Code Civil des Francais. Di Negeri Belanda, setelah lepas dari kekuasaan Perancis, pd 1 Oktober 1838. dibentuk Burgerlijk Wetboek sbg kodifikasi hk perdata Belanda. Di Hindia Bld. BW diberlakukan tgl 30 April 1847 dg S.1847/23. Setelah Indonesia merdeka, dg dasar Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945, BW diberlakukan dan diterjemahkan menjadi KUH Perdata. Dalam perkembangannya, ternyata di luar kodifikasi itu masih ada hukum perjanjian yang tumbuh sesuai dg perkembangan yg ada

33

Page 34: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

dlm masyarakat, yg berlaku sbg UU yg mengikat para pihak yg membuatnya, dan harus dihormati oleh pihak lain maupun Hakim.

Dg demikian, tujuan adanya kodifikasi itu tdk tercapai, krn hukum selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat di tempat hukum itu berada/berlaku.

Cara menghubungkan perjanjian baru dg kett hk kodifikasi :1) Kodifikasi itu dilengkapi dg kett2 yg memungkinkan masuknya berbagai jenis perj baru. Mis. dlm Ps 1338 (1) KUH Pdt. Kett ini memberi kebebasan pd semua orang utk membuat sgl macam perj yg dikehendakinya, baik perj itu sudah diatur dlm UU maupun belum diatur, contoh : – leasing.2) Adanya kett yg menghubungkan perj jenis baru tsb dg berbagai kett di dlm kodifikasi tsb, terutama yg bersifat umum. Mis. Ps 1319 KUH Pdt :“ Semua perj, baik yg mempunyai suatu nama khusus, maupun yg tidak terkenal dg suatu nama tertentu, tunduk pd pert umum, yg termuat di dlm bab ini dan bab yang lalu”.

Kaitan dg kett2 khusus dlm KUH Pdt Bk III Bab V-XVIII diatur jenis-jenis perj tertentu (perj bernama atau perj khusus) yg mrpk perj yg banyak dilakukan pd saat terbentuknya KUH Pdt. Kett tsb bersifat pelengkap bagi masing-masing jenis perj tsb.- kualifikasi pertama yi menentukan sifat keperdataan suatu perj dg meggunakan sbg criteria serta sifat-sifat dan cirri-ciri ming-masing perj tsb.- ke dua. Ketentuan mana yg dpt diterapkan di dlm perj tsb mana kala para pihak tidak mengaturnya did lm perj yg mereka buat.

Maka kualifikasi utk menentukan sifat keperdataan suatu perj mrpk suatu hal yg penting dlm sistem hk Kontinental yg mengenal kodifikasi. Dg melalui kualifikasi, setiap perj jenis baru yg timbul

34

Page 35: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

dlm masy, sifat keperdataannya senantiasa dpt dimasukkan dlm salah satu tipe perj khsus yg telah ada pengaturannya dlm UU. Kalaupun tidak, melalui asas kebebasan berkontrak dlm Ps 1338 ay (1) sert Ps 1319 KUH Pdt, perj jenis baru itu tetap diakui keberadaannya di dlm sistem hukum perj dan baginya dapat diberlakukan kett2 umum dlm hk perjanjian.

Cidera janji/wanprestasi dan akibatnya dlmHk Perikatan Indonesia

Tujuan perj, ada kalanya tidak tercapai krn salah satu pihak dlm perj itu melakukan cidera janji atau wanprestasi. Berdasarkan asas janji itu mengikat, maka seseorang yg melakukan cidera janji harus mendapatkan sanksi. Di dlm KUH Pdt diatur ttg cidera janji berserta akibat2nya. Sri Soedewi Masjchun Sofwan : “Cidera janji adalah tidak terpe-nuhinya prestasi krn kesalahan debitur, sedangkan debitur telah diperintahkan untuk itu”. Persyaratan terjadinya wanprestasi :1) Persyaratan materill; krn kesengajaan atau kelalaian.2) Persyaratan formal.

Hal-hal tsb hrs dicermati oleh Hakim dalam memutus perkara, krn ini sering menjadikan ketidakpuasan para pihak/salah satu pihak dalam perjanjian, maupun bagi pihak ke tiga, apalagi apabila akibatnya sangat berpengaruh bagi kehidupan masyrakat/orang banyak/kepentingan umum/Negara, seperti kedit macetnya perusahaan “Besar”.

LeasingLeasing sbg salah satu bentuk perj baru di Amerika Serikat sudah berpengaruh di beberapa Negara di dunia. Aturan tsb sudah dimasukkan ke dlm st hk Indonesia. – Dasarnya : Ps 1338 (1) KUH

35

Page 36: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Pdt.- Sewa Guna Usaha : lbg pembiayaan/penyediaan dana atau barang2 modal usaha.

PERADILAN ISLAM

Kurang lebih 70 th yl, banyak ahli hukum yg mempelajari sistem pidana Islam. Dasar hk dlm Hukum Islam adalah : 1) Al Qur’an (Kitab dari Tuhan Allah swt); 2) Sunnah Nabi Muhammad saw; 3) Ijma’ dan 4) Qiyas. Dalam hukum Islam, Al-Hudud diartikan sbg pemidanaan yg dilakukan menurut hukum Tuhan yg tertulis di dlm Al Qur’an atau yg ditentukan dlm Sunnah Nabi.

Hukum dalam Al Qur’an, (sbg hak Allah) meliputi 3 unsur :1) ditentukan atas dasar kepentingan umum;2) tidak dapat mengurangi (lebih berat);3) setelah dilaporkan kpd hakim bahwa itu tidak dapat dimaafkan olehnya (pelapor), oleh penguasa atau korban yg terluka. (Dasar : Hadits Buchari-Muslim).

Klasifikasi al-hudud : 1) minum-minuman keras/beralkohol (drinking alcohol); 2) pencurian (theft); 3) prerampokan/penyamunan (hiraba / armed robbery); 4) perzinahan (adultery/illicit sexual relations); 5) tuduhan/fitnah (accusation of unchassity); 6) murtad (apostasy).

1) Pencurian ( theft ) Yang dimaksud di sini adalah pencurian milik. Sansksinya dipotong tangan/ kaki. Aliran Hanafi : Pencurian milik 10 dirham/lebih, dipotong satu tangan.

36

Page 37: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Aliran Maliki : Pencurian 3 dirham atau 1/4 dinar, dipotong satu tangan. Tata cara pemotongan tangan : - pencurian pertama : dipotong tangan kanan.

Menurut faham Sunni : pencurian ke dua, dipotong kaki kirinya. Menurut faham Maliki dan Syafii : untuk beberapa kali pencurian (3 kali) tangan kiri dipotong dan untuk pencurian ke 4, kaki kanan dipotong. Penahanan/penjagaan : dibedakan jenis-jenis perbuatannya, misalnya pencurian di tempat umum, pencurian dikamar mandi, pencurian di masjid, dsb. 2) Perampokan ( hiraba/armed robbery ) Pada pencurian, unsur dasarnya adalah dicuri (tidak diketahui pemiliknya); Pada perampokan, unsur dasarnya adalah pencurian yg dilakukan dg kekuatan. Jadi ada pencurian dg kekerasan, membunuh, dsb,misalnya: dilakukan dg cara menunggu kendaraan yg lewat, kemudian merampoknya/ merampas barang-barangnya.

Macam sanksi pidananya : mati, penyaliban, potong tangan dan kaki, pembuangan (dari Negara).

Pembuangan (banishment) – biasa dilakukan untuk bukan kriminal, seperti politik.

3) Zina ( illicit sexual relations/adultery ) Zina adalah : hubungan seks yg dilakukan oleh orang-orang yg tidak dlm pernikahan. Pelakunya meliputi : a) orang-orang yang ada dalam status pernikahan;

37

Page 38: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

b) orang-orang yang belum/tidak dalam status pernikahan.

Berdasar Al-Qur’an Surat XXIV ayat 2 : thd pelaku zina dicambuk 100 kali (dulu diranjam sampai mati bagi yang menikah). Sebelumnya dihukum ranjam (dilempari batu sampai mati). Perzinahan dipidana karena dikaitkan dg perilaku moral yg berlaku di dlm ajaran agama Islam, yaitu mencemarkan keluarga/suami/isteri, mengganggu ketenteraman rumah tangga atau masyarakat.

Dalam struktur hukum Barat, hal itu berdasarkan atas pengaduan. Namun karena pola tingkah laku itu sudah merupakan kebiasaan di Barat, maka hal itu sudah merupakan hal yang wajar, sehingga jarang dilakukan pengaduan pidana, namun sering dilakukan perceraian apabila pelakunya ada dalam status pernikahan (bersifat sebagai kepentingan pribadi/individu).

Menurut Muh. Abduh (Hakim Mesir), yg dipidana hanyalah pelaku dalam status menikah, tetapi hal itu kemudian dihapus, karena dalam perkembangannya orang yg tidak dalam status menikah pun dapat dipidana. Namun hukumannya lebih ringan darpada bagi yang sudah menikah. 4) Fitnah (Al- Qadhf/false accusations of unchanstity slander) Al Qur’an, surat XXIV ayat 4 dan 5 : dikaitkan dg pemberitahuan yg tidak benar thd perzinahan (Kasus Aisah – istri Nabi Muhammad dituduh melakukan zina dg penunggang kuda dalam perjalanan, 2 orang menuduh, saksi kurang dari 4 orang, sehingga tidak dipidana).

5) Untuk pidana pembunuhan ada maaf dari ahli waris korban dg membayar diyat (baca : diyah) = dam (denda pengganti).

38

Page 39: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Apabila tidak ada maaf dari keluarga kurban, maka pelakunya dapat dipidana.

6) Pidana untuk peminum keras : haram. Menurut ajaran Hanafi, Maliki dan Hambali : pidananya 80 kali cambuk. Menurut Syafii, Zahiri dan Zayidi : 40 kali cambuk. Abu Bakar (Chalifah sesudah Nabi Muhammad saw ) menghukum peminum dg 40 cambuk.

7) Murtad - ke luar dari agama Islam. Dosanya tidak akan diampuni oleh Tuhan. Ia akan dihukum, menjadi penghuni neraka untuk selamanya.

********

39

Page 40: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

40

Page 41: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

41

Page 42: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

42

Page 43: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

43

Page 44: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

44

Page 45: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS JANABADRA YOGYAKARTA

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMI 2008/2009

Mata Kuliah : Perbandingan Sistem Peradilan

45

Page 46: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Kelas : Pilihan Bagian Hk. AcaraTanggal : 25 Maret 2009

Penguji : Sigit Setyadi, SH., MH.Waktu : 60 menit.

_________________________________________________________________________________

Soal Ujian :

1. a. Secara tradisional, sistem hukum di dunia ini dibagi dalam beberapa bagian.

Jelaskan.

b. Sedangkan menurut sistem hukum modern, sistem hukum di dunia dibagi dalam berapa

macam, jelaskan.

2. Sistem hukum modern, dipengaruhi oleh asas-asas hukum yang bersifat universal. Jelaskan

arti

universal di sini.

3. Sebutkan ciri-ciri pendekatan Sitem Peradilan pidana (SPP).

4. Apa saja tujuan SPP ?

5. Walaupun sistem hukum pidana di negeri Belanda sudah cukup bagus, namun ternyata

dalam

prakteknya masih belum mampu mengatasi kejahatan-kejahatan yang serius dalam

masyarakat.

Apa sebabnya ?

6 Apa sebab lahir sistem campuran (the mixed type) setelah Revolusi Perancis yang dikenal

dengan

sebutan ”the modern continental criminal procedure” ?

**** ss ***

46

Page 47: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

Soal Ujian :

1. Hakim di Amerika tidak begitu saja menerima isi perjanjian sesuai asas kebebasan berkontrak. Mengapa demikian atau mengapa perlu dibatasi ?

2. Aliran hukum normatif selalu mengandalkan peraturan/UU sebagai ketentuan yang harus ditaati. Tetapi ternyata tujuan kodifikasi tidak selalu berhassil. Mengapa demi- kian ?

3. Hakim di Negara Islam ternyata sering kesulitan karena adanya madzhab-madhab yang berpeda pendapat. Untuk itu maka di Indonesia dilakukan “kompilasi” terhadap penerapan hukum Islam. Apa yang dimaksud demikian ?

4. Hukum Acara Pidana di Indonesia menerapkan asas pembuktian negatif. Apa maksudnya ? Jelaskan seperlunya.

5. Pelaksanaan asas akusatur sebaiknya dipadukan dengan asas inkuisitur. Mengapa demikian ? Bagimana ketentuan yang terdapat di dalam KUHAP terhadap pelaksanan asas itu ?

**********

47

Page 48: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

________________________________________________________________________ MATA UJIAN : PERBANDINGAN SISTEM PERADILAN HARI/TANGGAL : SENIN, 9 April 2012 PENGUJI : SIGIT SETYADI, SH., MH. WAKTU : 75 MENIT SIFAT : TERBUKA________________________________________________________________________

1. Penyelenggara peradilan pidana semata untuk menindas pelaku kriminal. Apakah

tujuan dari model ini ? Asas hukum apa yang diterapkan dalam model ini ?

2. Proses kriminal adalah untuk mengendalikan atau mencegah penyalahgunaan kekua-

saan dan sifat otoriter dari aparat penegak hukum. Model ini disebut dengan istilah

apa ? Asas hukum apa yang diterapkan dalam model ini ?

3. Packer mengatakan bahwa pelaku kriminal yang dipidana harus diasingkan dari per-

gaulan masyarakat sebagai sifat penjera bagi mereka itu. Namun model ini tidak dipa-

kai oleh John Grifiths. Model apa yang diperkenalkan oleh John Grifiths tersebut ?

Model ini di Indonesia dikenal dengan sebutan sistem apa ? Siapa yang pertama kali

mempelopori penggunaan sistem ini di Indonesia ? Tahukah saudara, apa nama

Undang-undang yang mengatur hal ini (yang sekarang berlaku di Indonesia) ?

4. Gambarkan mengenai Model Integrasi dalam peradilan pidana di Indonesia, sejauh

pengetahuan saduara mengenai hal ini.

5. Faktor apa saja yang menjadikan sistem peradilan pidana di Jepang menjadi sangat

solid dan berhasil dalam penerapannya, sehingga diakui oleh PBB, antara lain dengan

membentuk UNAFEI di Jepang ?

Selamat mengerjakan, semoga sukses.

48

Page 49: Modul & Soal Ujian Perbandingan Sistem Peradilan 23

49