modul rm yang fix di pake.doc
TRANSCRIPT
MEMAHAMI RETARDASI MENTAL DAN
DOWN SYNDROM
Disusun Untuk Memenuhi Materi Praktek Kerja Psikologi KlinisDi Panti Asuhan Bhakti Luhur Cabang Sidoarjo
Yang Dibimbing Oleh Ibu Nurul Hartini S.Psi, M.Kes.
Disusun oleh:
NADIYA ANDROMEDA S.Psi NIM 110941044HANGGARA HARDIANSYAH S.Psi NIM 110941020TOMMY H. FIRMANDA S.Psi NIM 110941037
MAYORING PSIKOLOGI KLINIS
PROGRAM STUDI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
1
SURABAYASeptember 2010
BAB I
LATAR BELAKANG
Banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota,
di mana sebagian besar penduduknya mungkin belum mengetahui banyak informasi
mengenai Down Syndrome dan retardasi mental, keluarga gangguan ini mendapat perlakuan
yang tidak selayaknya. Perlakuan yang tidak layak dalam konteks ini adalah tidak mendapat
perawatan yang tepat. Labeling ini yang menghambat proses pengoptimalisasian potensi
yang dimiliki anak-anak dengan gangguan mental dan Down Syndrome. Tak jarang juga
keluarga penyandang juga mendapat perlakuan yang tidak layak dari masyarakat.
Berkaca dari keadaan para penyandang baik gangguan retardasi mental maupun Down
Syndrome di luar negeri, eksistensi mereka di Indonesia pun dapat dioptimalkan. Dengan
memberikan perlakuan yang tepat pada mereka, maka kemampuan mereka untuk mandiri
dapat dioptimalkan. Jika di luar di negeri kita sering mendengar mereka dapat bersekolah,
bekerja, bahkan di Rusia ada yang berhasil menjadi aktor, di Indonesia pun tak ada kata tidak
mungkin untuk melakukannya.
Melalui makalah ini kami mencoba untuk memberi sedikit informasi mengenai
karakteristik penyandang, hal apa saja yang dapat kita ajarkan pada para penyandang, juga
penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab gangguan, kami berharap dapat memberi
wacana mengenai langkah preventif yang dapat dilakukan.
2
BAB II
KASUS DAN PEMBAHASAN
Tr adalah seorang anak berusia 10 tahun yang mengalami Down Syndrome. Ciri-ciri
fisiknya adalah tangan kecil, dahi lebar, rambut agak pirang, lemas, dan sedikit, dahinya
lebar, matanya sipit tidak punya punya kelopak, suka melongo, mengeluarkan lidah, kakinya
lebar, serta kulitnya putih. Tr adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kaka pertamanya
sudah menikah dan mempunyai anak, sedangkan kakak keduanya sudah lulus SMA. Karena
perkembangannya yang tidak sama dengan anak seusianya, Tr cenderung menghabiskan
waktunya dengan bermain seorang diri. Tr senang bermain peran sendiri dan berbicara
sendiri. Bila disapa dia diam saja, tetapi bila yang memanggil keluarganya dia masih mau
menyahut. Bicaranya tidak jelas, tidak ada korelasi antara kata satu dengan akat yang lainnya.
Bahkan terkadang ia tidak berkata-kata, hanya menggumam. Keterampilan mengurus diri
agak rendah. Kalau memakai baju, dia masih dipakaikan orang lain. Pernah terlihat memakai
sendiri, tetapi bajunya terbalik-balik. Keluarganya sangat memperhatikan namun perlakuan
mereka kurang bisa membantu Tr untuk mandiri.
PEMBAHASAN
Dari ciri-ciri fisik yang ditunjukkan oleh Tr, yaitu :
a. tangan kecil
b. dahi lebar
c. rambut agak pirang, lemas, dan sedikit
d. dahinya lebar
e. matanya sipit tidak punya punya kelopak
f. kakinya lebar
g. kulitnya putih
Dapat disimpulkan bahwa Tr memiliki karakteristik fisik penyandang Down
Syndrome. Sedangkan bila kita lihat dari karakteristik anak retardasi mental menurut Brown
et al, 1991; Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486, 1996
kriteria yang dapat ditemui pada Tr adalah:
3
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru. Tr mengalami kesulitan
dalam mengikuti pelajaran di sekolahnya, bahkan akibat dari kesulitannya
dalam belajar ia harus keluar dari sekolah.
2. Kemampuan bicaranya kurang. Tr kurang mampu mengelaborasikan kata
demi kata, terkadang ia pun hanya bergumam saja.
3. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Tr kesulitan untuk
melakukan pekerjaan untuk mengurus diri sendiri. Contohnya adalah Tr
belum dapat dengan baik memakai baju sendiri, ia masih harus dibantu
anggota keluarganya yang lain untuk melakukannya.
Meskipun tidak secara pasti diketahui berapa IQ yang dimiliki Tr, akan tetapi dari
beberapa karakteristik baik fisik maupun perilakunya menunjukkan bahwa Tr pun mengalami
retardasi mental. Apalagi Down Syndrome merupakan salah satu penyebab dari terjadinya
retardasi mental. Juga didukung oleh kriteria yang dikeluarkan oleh American Asociation on
Mental Deficiency, Tr pun mengalami kesulitan dalam perilaku adaptif dan kondidi yang
dialaminya berkembang dalam usianya yang belum menginjak 18 tahun.
Hal yang sangat disayangkan kemudian adalah Tr tidak dimasukkan sekolah lagi. Tr,
layaknya anak dengan retardasi mental dan Down Syndrome lainnya, juga dapat bersekolah
meskipun tetap membutuhkan bantuan individual secara khusus. Dengan pendidikan dan
dukungan yang tepat, Tr dapat diajari untuk belajar membaca, menulis, dan mengerjakan
tugas aritmatika sederhana.
Tr juga memerlukan bantuan dalam kemampuan adaptasinya, yaitu keterampilan
untuk hidup, mengurus diri sendiri, bekerja, dan bergaul dalam komunitas. Guru dan orang
tua dapat membantunya untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut baik di
rumah maupun di sekolah. Beberapa keterampilan yang bisa diajarkan :
Berkomunikasi dengan orang lain
Mengurusi kebutuhan diri sendiri (memakai baju, pergi ke kamar mandi)
Kesehatan dan keselamatan
Pekerjaan rumah tangga (membantu untuk menata meja, membersihkan rumah, atau
membantu memasak)
Keterampilan sosial (perilaku yang baik, sopan santun, memainkan permainan)
Membaca, menulis, matematika sederhana
4
BAB III
TEORI
A. PENGERTIAN R ETARDASI MENTAL
Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Retardasi mental sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( Feeble-minded);
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded);
3. Bodoh atau dungu (Idiot);
4. Pandir (Imbecile);
5. Tolol (Moron);
6. Oligofrenia (Oligophrenia); juga dikenal sebagai sebagai mental. Istilah oligophrenia
ini banyak digunakan oleh ilmuwan- imuwan di wilayah Eropa Timur untuk menyebut
retardasi mental
7. Mampu Didik (Educable);
8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat;
10. Mental Subnormal;
11. Defisit Mental;
12. Defisit Kognitif;
13. Cacat Mental;
14. Defisiensi Mental;
15. Gangguan Intelektual
Di Amerika Serikat prevalensi gangguan ini adalah 3:100 orang (The Arc, 2001).
American Psychiatric Accociation tahun 2000 (dalam Rathus, 2005, h.149-153)
menyatakan penyebab dari retardasi mental dapat disebabkan oleh:
a. Down sindrom dan abnormalitas kromosom lainnya
Wade pada tahun 2000 menyatakan abnormalitas kromosom yang paling
umum menyebabkan retardasi mental adalah down sindrom yang ditandai oleh adanya
kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21,
sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.
Anak dengan down sindrom dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik
tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang
mengarah kebawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit.
5
Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari
pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta
tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupaka ciri-ciri anak
dengan down sindrom. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan
banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada
pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
b. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas genetik lainnya
Sindrom fragile X merupakan tipe umum dari retardasi mental yang
diwariskan. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. gen yang
rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut sindrom
fragile X. sindrom ini menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500 pria dan
hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Efek dari sindrom fragile X
berkisar antara gangguan belajar ringan sampai retardasi parah yang dapat
menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat.
Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan genetik yang terjadi pada satu
diantara 10000 kelahiran. Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang
menghambat anak untuk melakukan metabolisme. Konsekuensinya, phenilalanin dan
turunannya asam phenilpyruvic, menumpuk dalam tubuh, menyebabkan kerusakan
pada system saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan
emosional.
c. Faktor prenatal
Penyebab retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama
ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental,
seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu
selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat
menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.
Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir
dengan sindrom fetal fetal, dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera
kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat
yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
6
d. Faktor-faktor psikososial
Penyebab retardasi mental pada sebagian kasus disebabkan faktor
psikososial, seperti lingkungan rumah, atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak
memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat
menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental.
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi
budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Individu dalam keluarga miskin
kekurangan keperluan untuk menerima pendidikan dan pengembangan keterampilan-
keterampilan. Akibatnya, individu menjadi retardasi mental akibat dari kemiskinan,
tidak menerima pendidikan dan larangan-larangan pada budaya tertentu untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan individu.
Menurut PPDGJ III Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental
yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya penurunan
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD mendefinisikan Retardasi
mental sebagai kelainan:
1. Yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84
ke bawah berdasarkan tes;
2. Yang muncul sebelum usia 16 tahun;
3. Yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Retardasi mental menurut Japan League for Mentally
Retarded (1992) sebagai berikut:
1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
B. PENYEBAB RETARDASI MENTAL
Retardasi mental dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Genetik.
a. Kerusakan/Kelainan Biokimiawi.
b. Abnormalitas Kromosomal (chromosomal Abnormalities).
c. Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah
7
Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan
rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.
2. Pada masa sebelum kelahiran (pre-natal).
a. Infeksi Rubella (Cacar)
b. Faktor Rhesus (Rh)
3. Pada saat kelahiran (perinatal)
Retardasi mental/tunagraita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat
kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir
rematur.
4. Pada saat setelah lahir (post-natal)
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya: Meningitis (peradangan pada selaput otak)
dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi misalnya: kekurangan protein yang
diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan retardasi mental.
5. Faktor sosio-kultural.
Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan
intelektual manusia.
6. Gangguan Metabolisme/Nutrisi.
a. Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada
enzym Phenylketonuria.
b. Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak.
c. Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena defisiensi yodium.
Secara umum, Grossman et al, 1973, menyatakan penyebab retardasi mental akibat
dari:
1. infeksi dan/atau intoxikasi,
2. rudapaksa dan/atau sebab fisik lain,
3. gangguan metabolisma, pertumbuhan atau gizi (nutrisi),
4. penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal),
5. akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui,
6. akibat kelainan kromosomal,
7. gangguan waktu kehamilan (gestational disorders),
8. gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders),
9. pengaruh-pengaruh lingkungan, dan
10. kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.
8
7. KARAKTERISTIK ANAK RETARDASI MENTAL
Karakteristik anak retardasi mental menurut Brown et al, 1991; Wolery & Haring,
1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486, 1996 menyatakan:
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam
mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang
dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak denga retardasi mental berat
mempunyai ketebatasab dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat
berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas
yang sangatsederhana, sulit menjangkau sesuatu , dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental
berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti: berpakaian, makan, dan
mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk
mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahta ringan dapat bermain
bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat
tidak meakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
retardasi mental dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental berat
bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya:
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan
diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dll.
9
8. KLASIFIKASI RETARDASI MENTAL
Pengklasifikasian/penggolongan Anak Retardasi mental untuk keperluan
pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education
in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
1. EDUCABLE
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan
anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
2. TRAINABLE
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian
sosial. Sangat terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara kademik.
3. CUSTODIAL
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang
dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini
biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus menerus.
Sedangkan penggolongan Retardasi mental untuk Keperluan Pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1. Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow
learner) dengan IQ 70 – 85.
2. Retardasi mental mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75.
3. Tunagrahit mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 5
4. Retardasi mental butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ
dibawah 25 atau 30
Penggolongan Retardasi mental secara Medis-Biologis menurut Roan, 1979, adalah sebagai
berikut:
1. Retardasi mental taraf perbatasan (IQ: 68 – 85).
2. Retardasi mental ringan (IQ: 52 – 67).
3. Retardasi mental sedang (IQ: 36 – 51).
4. Retardasi mental berat (IQ: 20 – 35).
5. Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 20); dan
6. Retardasi mental tak tergolongkan.
Adapun penggolongan Retardasi mental secara Sosial-Psikogis terbagi 2 (dua) kriteria yaitu:
psikometrik dan perilaku adaptif.
10
Ada 4 (empat) taraf Retardasi mental berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala
inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 1979, dalam B3PTKSM, p. 26), yaitu:
1. Retardasi mental ringan (mild mental retardation) dengan IQ 55 – 69.
2. Retardasi mental sedang (moderate mental retardation) dengan IQ 40 –54.
3. Retardasi mental berat (severe mental tetardation) dengan IQ: 20 – 39.
4. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation) dengan IQ 20 kebawah.
5. Penggolongan anak Retardasi mental menurut kriteria perilaku adaptif tidak
berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga
mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu:
a. Ringan;
b. Sedang;
c. Berat; dan
d. Sangat Berat.
TINGKAT RETARDASI MENTAL
Derajat keparahan Perkiraan tentang IQ Jumlah penyandang
Retardasi mental dalam
rentang ini.
Retardasi mental ringan
(mild)
50-55 sampai sekitar 70 Kira-kira 85%
Retardasi mental sedang
(moderate)
35-40 sampai 50-55 10%
Retardasi mental berat
(severe)
20-25 sampai 35-40 3-4%
Retardasi mental parah
(profound)
Di bawah 20-25 1-2%
TINGKAT RETARDASI MENTAL, PERKIRAAN RENTANG IQ, DAN JENIS
TINGKAH LAKU ADAPTIF YANG TERLIHAT
Perkiraan
rentang skor IQ
Usia prasekolah 0-5 tahun
kematangan&perkembangan
Usia sekolah 6-21 tahun
Pelatihan dan pendidikan
Ringan 50-70 Sering terlihat tidak
memiliki gangguan tetapi
lambat dalam berjalan,
Menguasai keterampilan
praktis serta kemampuan
membaca dan aritmatika
11
makan sendiri dan bicara
dibanding anak-anak
lainnya
sampai kelas 3-6 SD dengan
pendidikan khusus. Dapat
diarahkan pada konformitas
sosial.
Sedang 35-49 Keterlambatan yang nyata
pada perkembangan
motorik, terutama dalam
bicara ; berespon terhadap
pelatihan dalam berbagai
aktivitas self help
Dapat mempelajari komunikasi
sederhana, perawatan
kesehatan dan keselamatan
dasar, serta keterampilan
tangan sederhana; tidak
mengalami kemajuan dalam
fungsi membaca atau
aritmatika
Berat 20-34 Ditandai dengan adanya
keterlambatan dalam
perkembangan motorik,
kemampuan komunikasi
yang minim atau tidak ada
sama sekali; dapat berespon
terhadap pelatihan self help
mendasar misalnya makan
sendiri.
Biasanya mampu berjalan,
tetapi memiliki
ketidakmampuan yang
spesifik; dapat mengerti
pembicaraan dan memberikan
respon; tidak memiliki
kemajuan dalam kemampuan
membaca atau aritmatika
Parah dibawah
20
Retardasi motorik kasar;
kapasitas minimal untuk
berfungsi pada area sensori
motor; membutuhkan
bantun rawat
Keterlambatan yang terlihat
jelas dalam semua area
perkembangan; dapat
menunjukkan respon
emosional dasar; mungkin
berespon terhadap pelatihan
keterampilan dengan
menggunakan kaki, tangan,
dan rahang;memerlukan
supervisi/ pengawasan yang
ketat
12
DOWN SINDROM (DOWN SYNDROME)
A. Pengertian Down sindrom
Down syndrome pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh John Langdom
Down pada tahun 1886, namun baru sekitar awal tahun 1960-an ditemukan diagnosis
pastinya setelah penelitian pada kromosom penyandang yang diduga mengalami down
syndrome.
Ciri dan karakteristik fisik yang nampak dari penyandang down syndrome antara
lain bagian belakang kepala rata (flattening of the back of the head), mata sipit karena
adanya tambahan lipatan kulit sepanjang kelopak mata, alis mata miring (slatning of the
eyelids), telinga lebih kecil, mulut yang mungil,otot lunak, persendian longgar (loose
ligament) dan tangan serta kaki mungil.
Masalah-masalah kesehatan yang sering dialami anak yang menderita down
syndrome antara lain :
1. sakit jantung berlubang
2. mudah mendapat salesma, radang tenggorok, radang paru-paru
3. kurang pendengaran
4. lambat/bermasalah dalam bertutur
5. penglihatan kurang jelas
a. Klasifikasi Down Syndrome
Berdasarkan tipe gangguan kromosom yang ditemukan, down syndrome dibagi menjadi :
1. Non disjunction
Tipe ini paling banyak terjadi dan dialami oleh penyandang down syndrome.
Penyebabnya adalah terdapat kelebihan kromosom pada sel telur yang seharusnya 23
menjadi 24, penambahan terjadi pada kromosom 22. Hal ini mengakibatkan distribusi
kromosom pada waktu pembelahan sel tidak merata. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan hal ini terjadi antara lain :
1. Genetik, peningkatan resiko berulang pada keluarga dengan
penyandang down syndrome
2. Radiasi, yang terjadi di daerah perut ibu sebelum melakukan
konsepsi yang mempengaruhi terhadap jumlah kromosom ibu.
3. Umur ibu, yaitu ibu yang mendekati masa menopause lebih besar
terkena resiko down syndrome pada anak yang dikandungnya.
13
2. Mozaikisme
Sama seperti non disjunction, pnyebab utamanya adalah karena distribusi kromosom
tidak merata saat terjadi pembelahan sel. Perbedaannya pada mozaikisme, distribusi
kromosom tadi terjadi setelah pembuahan normal dan tidak disebabkan oleh faktor
herediter sehingga tidak semua gejala down syndrome akan terlihat, tergantung dari
banyaknya sel yang normal dalam tubuh.
3. Translokasi
Translokasi dapat diturunkan secara herediter. Kebanyakan adalah translokasi
Robertsonian, yaitu adanya pelekatan lengan panjang kromosom 14, 21, atau 22.
Translokasi kromosom 21 ke dalam kromosom lainnya atau translokasi dalam bentuk
bergandengan sangat panjang.
b. Penyebab
Down Syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom ke-21. manusia
memiliki 23 pasang kromosom. Tapi pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-
21 tidak sepasang (dua) melainkan tiga kromosom (trisomi). Jadi dengan kata lain down
syndrome adalah gangguan genetik. Jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah.
Akibatnya, terjadi gangguan sistem metabolisme di dalam sel .
Hubungan seks (coitus) yang dilakukan saat pasangan atau salah satu pasangan stres,
bisa menghasilkan keturunan (anak) yang kelak mengidap down syndrome. Hipotesa itu
diungkapkan ahli penyakit down syndrome Dr. Dadang Syarief Effendi "Pada saat coitus atau
hubungan seks dimungkinkan terjadi pembuahan. Namun, jika hubungan seks dilakukan
dalam kondisi stres, pada saat pembuahan proses pembelahan kromosom terjadi secara tidak
sempurna. Secara normal, manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada penyandang down
syndrome, kromosom nomor 21 membelah menjadi tiga bagian (trisomi). Padahal pada
mutasi yang normal, kromosom tersebut seharusnya membelah menjadi dua bagian," katanya.
Selain stres, melahirkan di usia tua juga bisa menyebabkan anak yang dilahirkan
mengidap down syndrome. Mutasi gen pada saat sperma dan ovum bertemu, menyeaababkan
hasil pembuahan terkena down syndrome.
14
contoh USG janin yang diprediksi Contoh USG janin yang normal
mengalami Down Syndrome
c. Karakteristik
1. Bagian belakang kepala rata (Flattening of the back of the head),
2. Mata sipit karena adanya tambahan lipatan kulit sepanjang kelopak mata,
3. Alis mata miring (slanting of the eyelids),
4. Telinga lebih kecil, sehingga mudah terserang infeksi
5. Mulut yang mungil, lidah tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal. Di
samping itu, otot mulut mereka juga kerap lemah, sehingga menghambat
kemampuan bicara. Pertumbuhan gigi geligi mereka pun lambat dan tumbuh tak
beraturan. Gigi yang berantakan ini juga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.
6. Otot lunak,
7. Persendian longgar (loose ligament),
8. Tangan mungil ruas jari kelingking mereka kadang tumbuh meiring atau malah
tidak ada sama sekali
9. Di telapak tangan mereka terdapat garis melintang yang disebut simian crease
10. Kaki yang mungil, simian crease juga terdapat di kaki mereka, yaitu di telunjuk dan
ibu jari yang cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk
dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot.
11. Hidung mereka cenderung lebih kecil dan datar. Ini tak jarang diikuti dengan
saluran pernapasan yang kecil pula, sehingga mereka sering kesulitan bernapas
12. Rambut mereka lemas, tipis, dan jarang
15
d. Onset
Ketika hamil, ibunya tidak pernah merasa ada sesuatu yang salah pada kehamilannya.
Setelah beberapa bulan kelahiran, baru ia menyadari ada sesuatu yang salah pada
putrinya. Di usianya yang sudah tujuh bulan, dimana bayi-bayi lain sudah mulai duduk,
ia bahkan belum bisa tengkurap. Ibunya memang merasa heran, tapi karena pengetahuan
yang kurang, keadaan ini dibiarkan saja.
e. Prevalensi
Mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000
sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari
300 ribu jiwa. Usia ibu diantara 35-39 tahun, maka kemungkinan melahirkan anak
dengan down sindrom adalah 1 berbanding 280
16
BAB III
TREATMENT DAN PENCEGAHAN
A. TREATMENT RETARDASI MENTAL
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak retardasi mental adalah:
1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak retardasi mental untuk melatih gerak funsional
anggota tubuh (gerak kasar dan halus).
2. Play therapy (Terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak retardasi mental dengan cara bermain, misalnya:
memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama,
bermain jual-beli.
3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri Untuk
memandirikan anak retardasi mental, mereka harus diberikan pengetahuan dan
keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat
merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang
lain.
4. Life Skill (Keterampilan hidup)
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-
rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak retardasi
mental yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat
hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan
keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat
hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri
dan usaha.
5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)
Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan latihan
kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental
diharapkan dapat bekerja.
B. TREATMENT UNTUK DOWN SYNDROM
1. Mengajarkannya ketrampilan untuk merawat diri sehingga mereka menjadi
mendiri
2. Melakukan kegiatan atau permainan bahasa yang dapat menarik perhatian
mereka
17
3. Memilih alat permainan sesuai tahap perkembangan anak-anak
4. Senam otak adalah sejenis kegiatan therapy berbentuk senam yang
ditujukan untuk memberikan kondisi relaksasi pada otak. Pada umumnya
senam otak hanyalah gerakan-gerakan sederhana yang bisa dilakukan agar
otak menjadi lebih rileks.
C. PENCEGAHAN
1. Bagi semua pihak yang terkait dapat melakukan tindakan pencegahan agar dapat
menekan munculnya kasus-kasus serupa. Pencegahan retardasi mental tergantung
pada pemahaman terhadap berbagai penyebabnya. Bidang genetika medis belum
mampu mencegah penyebab genetik yang lebih parah dalam retardasi mental, namun
kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu genetika dapat mengubah situasi ini dalam
waktu yang tidak terlalu lama. Bila penyebab retardasi tidak diketahui, maka
pencegahan tidak mungkin dilakukan. Namun, penanganan untuk meningkatkan
kemampuan orang yang bersangkutan untuk hidup mandiri dapat menjadi pilihan.
Bila lingkungan miskin menjadi sumber retardasi ringan, program-program
pengayaan, seperti Head Start, dapat mencegah semakin buruknya kelemahan yang
dialami dan kadang dapat mengatasi kelemahan yang sudah terjadi.
a. Penanganan Residensial. Sejak tahun 1960-an, sebagian besar orang yang mengalami
retardasi dapat menguasai kompetensi yang dibutuhkan untuk berfungsi secara
efektif di masyarakat. Trend yang berlaku adalah memberikan pelayanan pendidikan
dan layanan masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat
bersifat pengawasan seperti di rumah-rumah sakit jiwa besar. Sejak tahun 1975,
individu yang mengalami retardasi mental berhak untuk mendapatkan penanganan
yang sesuai dalam lingkungan dengan batasan yang sangat minimal. Anak-anak yang
mengalami retardasi mental dapat tinggal di rumah atau di rumah-rumah perawatann
yang dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis. Hanya orang-orang yang
mengalami retardasi mental berat dan sangat berat serta memiliki cacat fisik yang
cenderung tetap tinggal di berbagai institusi mental ( Cunningham & Mueller, 1991 ).
b. Intervensi Behavioral Berbasis Pengkondisian Operant. Program ini dikembangkan
untuk meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan retardasi berat. Beberapa
proyek pelopor telah melakukan intervensi pada anak-anak dengan sindroma Down
semasa bayi dan kanak-kanak awal sebagi upaya meningkatkan fungsi mereka.
Program-program tersebut umumnya mencakup instruksi sistematis yang dilakukan
18
di rumah dan pusat penanganan terkait perkembangan sosial. Ditetapkan berbagia
sasaran behavioral spesifik; dan dalam mode operant, anak-anak diajari berbagai
keterampilan selangkah demi selangkah dan berurutan ( a,l., Clunies-Ross, 1979;
Reid, Wilson, & Faw, 1991 ). Anak-anak dengan retardasi mental berat biasanya
membutuhkan instruksi intensif agar mampu makan, menggunakan toilet, dan
berpakaian sendiri. Prinsip-prinsip pengkondisian operant kemudian diterapkan untuk
mengajarkan berbagai komponen aktivitas makan tersebut kepada si anak.
Contohnya, si anak dapat diberi penguat untuk terus-menerus mencoba mengambil
sendok sampai ia mampu melakukannya. Pendekatan operant kadang disebut analisis
perilaku terapan, juga digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak pada
tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri. Gerakan maladaptif dan tindakan
mencederai diri tersebut sering kali dapat dikurangi dengan memberi penguat pada
respons-respons pengganti.
c. Intervensi Kognitif. Banyak anak yang mengalami retardasi mental tidak mampu
menggunakan berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah, dan bila mereka
memiliki strategi, mereka sering kali tidak menerapkannya secara efektif. Latihan
Instruksional Diri mengajari anak-anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian
masalah mereka melalui kata-kata yang diucapkan. Meichenbaum dan Goodman
( 1971 ) merinci prosedur lima langkah:
1. Guru melakukan tugas terkait, mengucapkan instruksi dengan keras kepada
dirinya sendiri sementara si anak mengamati dan mendengarkannya.
2. Anak mendengarkannya dan melakukan tugas tersebut sementara guru
mengucapkan instruksinya kepada si anak.
3. Si anak mengulang tugas tersebut seraya mengucapkan instruksi kepada dirinya
sendiri dengan keras.
4. Si anak mengulang kembali tugas tersebut seraya membisikkan instruksinya
kepada dirinya sendiri.
5. Anak siap melakukan tugas tersebut seraya memberikan instruksi tanpa bersuara
kepada diri sendiri.
a. Anak-anak yang mengalami retardasi mental berat menggunakan berbagai
tanda alih-alih bicara untuk memandu dirinya melakukan tugas terkait. Latihan
instruksional diri telah digunakan untuk mengajarkan pengendalian diri dan cara
memusatkan perhatian serta cara menguasai berbagai tugas akademik kepada
19
anak-anak yang mengalami retardasi. Anak-anak dengan retardasi berat dapat
secara efektif menguasai keterampilan mengurus diri sendiri melalui teknik ini.
b. Instruksi dengan Bantuan Komputer.
Instruksi dengan bantuan computer semakin sering digunakan di seluruh lokasi
semua jenis pendidikan. Instruksi ini sangat cocok diterapkan dalam pendidikan
bagi individu yang mengalami retardasi mental. Komponen visual dan auditori
dalam komputer mempertahankan konsentrasi para siswa yang sulit
berkonsentrasi, tingkat materi dapat disesuaikan dengan individu sehingga
memastikan keberhasilan pembelajaran, dan komputer dapat memenuhi
kebutuhan akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak
sabar seperti yang dapat terjadi pada guru. Program instruksi dengan bantuan
computer telah terbukti lebih baik dari berbagai metode tradisional untuk
mengajarkan cara mengeja, menggunakan uang, aritmetika, membaca teks,
pengenalan kata, menulis, dan diskriminasi visual kepada orang-orang yang
mengalami retardasi mental ( Corners, Caruso, & Detterman, 1986).
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Down syndrome adalah kelainan dengan ciri dan karakteristik fisik antara lain bagian
belakang kepala rata (flattening of the back of the head), mata sipit karena adanya tambahan
lipatan kulit sepanjang kelopak mata, alis mata miring (slatning of the eyelids), telinga lebih
kecil, mulut yang mungil,otot lunak, persendian longgar (loose ligament) dan tangan serta
kaki mungil.
Down Syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom ke-21. manusia
memiliki 23 pasang kromosom. Tapi pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-
21 tidak sepasang (dua) melainkan tiga kromosom (trisomi). Jadi dengan kata lain down
syndrome adalah gangguan genetik. Jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah.
Akibatnya, terjadi gangguan sistem metabolisme di dalam sel
Abnormalitas kromosom yang paling umum memnyebabkan retardasi mental adalah
down syndrome. Anak-anak down syndrome menderita berbagai defisit dalam belajar dan
perkembangan. Anak-anak ini mengalami defisit memori, khususnya untuk informasi ynag
ditampilkan secara verbal. Sehingga sulit untuk belajar di sekolah. Mereka juga mengalami
kesulitan mengikuti instruksi dari guru, dan mengekspresikan pemikiran dan kebutuhan
mereka dengan jelas secara verbal dengan pendidikan yang tepat dan dukungan yang baik
mereka dapat belajar membaca, menulis, dan mengerjakan tugas aritmatika sederhana.
B. SARAN
1. Bagi orang tua yang memiliki anak Down Syndrome dan Retardasi Mental tidak
perlu malu menerima keadaan anaknya dan mengusahakan konsultasi dengan pihak
yang berkompeten agar dapat memberikan pendidikan yang tepat dan dukungan yang
baik bagi anak.
2. Menerapkan terapi yang tepat untuk tumbuh kembang anak yang optimal meski
memiliki kebutuhan khusus.
21
DAFTAR PUSTAKA
Rathus, S.A., Nevid, J.J. 2005. Abnormal Psychology. New Jersey: Prentice Hall, Englewood
Cliffs.
The Arc of the United States. 2004. Mental Retardation
http://www.nichcy.org/pubs/factshe/fs8txt.htm. Diakses tanggal 3 Oktober 2010
Down Syndrome. http://en.wikipedia.org/wiki/Down_syndrome. diakses tanggal 1 Oktober 2010
DownSyndrome. http://www.kidshealth.org/parent/medical/genetic/down_syndrome.html.
dfiakses tanggal 1 Oktober 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tunagrahita. Diakses tanggal 5 Oktober 2010
Indonesia.Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. ---Cet. Pertama.---. Jakarta: Departemen Kesehatan. 1993
American Psychiatric Association. 2000. Diagnoctic And Statistical Manual For
Mentaly Disorder. Text Revision. 4 th. Ed. Washington DC. American Psychiatric
Association.
Hallahan.D.P. Behavioral Modification. In Applied Setting 3rd Ed.Illinois The Dorsey
Press.
Satler J. 2002. Assessment Of Childern: Behavioral And Clinnical Application 4 th.
San Diego .Jerome M Sattler. Publisher.Inc.
22