modul pai unjani

Download Modul PAI Unjani

If you can't read please download the document

Upload: aqmar-sajidah-luthfiana-soebaredja

Post on 05-Aug-2015

24 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

MANUSIA DAN AGAMAAgama dalam bentuk apa pun tetap memenuhi kebutuhan manusia yang paling ideal (Anselm Fuerbach) A. Definisi Agama Cukup sulit untuk mendefinisikan agama, setidaknya, karena tiga sebab:1 Pertama, etnosentrisme; agama selalu diterima dan dialami secara subyektif. Kita sulit melepaskan diri dari kerangka acuan agama yang kita kenal. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang dianutnya. Agama adalah problem of ultimate concern, suatu problem yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang. Oleh karena itu, setiap orang yang beragama selalu terlibat (involved) dengan agama yang dianutnya. Karena agama mengenai kepentingan mutlak dan setiap orang beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah membuat definisi yang mencakup semua agama. Kedua, kompleksitas; agama berbicara tentang banyak hal, sementara definisi hanya menangkap sebagian dari realitas agama. Definisi adalah batasan; dan agama sangat sulit dibatasi. Ketiga, keragaman. Ada banyak agama di dunia. Tidak semua komponen yang menjadi ciri agama ada pada setiap agama. Pada agama-agama yang sudah diakui secara resmi saja, kita melihat keragaman yang luar biasa. Apalagi kalau kita melihat cara setiap orang menjalankan agamanya. Pada satu sisi ada orang yang menganggap agama itu hanya urusan individual antara seseorang dan Tuhannya. Pada sisi lainnya, ada orang yang menganggap bahwa agama baginya adalah urusan politik yang menyangkut semua anggota masyarakat. Ada yang berpendapat agama hanya menyangkut urusan ibadah dan pemujaan kepada Tuhan saja. Pengertian Etimologis Secara etimologis, kata agama berasal dari bahasa Sanskerta. Kata agama berasal dari kata dasar gam yang berarti pergi (sama dengan kata ga atau gaan [Belanda] atau go [Inggis]). Setelah mendapat awalan dan akhiran a menjadi agama, pengertiannya menjadi jalan; yaitu jalan atau petunjuk kehidupan yang akan mengantarkan para pemeluknya menuju keselamatan. Pengertian jalan ini adalah ciri hakiki dalam banyak agama. Taoisme dan Shinto (Jepang) berarti jalan. Buddhisme menyebutkan undang-undang pokoknya dengan jalan. Yesus menyuruh pengikutnya untuk mengikutinya jalannya. Dalam Islam, tharqah dan syarah juga berarti jalan.2 Kata agama pada awalnya digunakan oleh agama Hindu dan Budha untuk menunjuk sistem kepercayaan dan tata cara serta upacara dalam agama mereka. Ketika Islam datang ke Indonesia dimana Hindu dan Budha sudah dipeluk oleh masyarakat Indonesia maka untuk mengajarkan Islam, para mubalig juga menggunakan istilah agama sebagai pendekatan sosiokultural untuk menunjukkan sistem ajaran yang dibawa oleh Islam.3 Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dan dipakai untuk menyebut kepercayaan yang ada di Indonesia secara umum. Dalam bahasa aslinya, agama Islam berasal dari dn (Arab) yang berarti ketundukan, kepatuhan, dan kepasrahan. Dari makna pokok itu kemudian lahir makna-makna lain, seperti1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, Bandung: Mizan, 2003, hal. 20-29 2 Sidi Gazalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang Manusia dan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, h. 95 3 Sistem dan ruang lingkup ajaran Islam berbeda dengan sistem ajaran Hindu dan Budha. Ajaran agama Islam tidak berasal dari tradisi, tetapi dari Allah melalui wahyu-Nya.1hukum, kebiasaan dan balasan. Bila kita perhatikan makna-makna tambahan itu, tidak terlepas dari makna asalnya: kepatuhan. Hukum disebut din, karena peraturan tidak bisa tegak tanpa kepatuhan. Tradisi atau adat kebiasaan disebut din karena perilaku tertentu dipatuhi dan dijalankan terus menerus; lalu, seluruh anggota komunitas harus patuh padanya. Cara mengatur tingkah laku menurut prosedur tertentu juga terbentuk karena kepatuhan yang berlangsung lama, sehingga menjadi kebiasaan. Bila kepatuhan itu dilanggar, bila aturan yang baku itu tidak dipenuhi, orang mendapat hukuman dari masyarakatnya. Karena itu, balasan disebut juga din.4 Agama Islam kemudian disusul oleh agama Nasrani (kristen) memasuki kepulauan Nusantara ini. Maka timbullah istilah baru yang menunjukkan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani, yaitu religion, yang pada mulanya berasal dari bahasa Latin, relegere atau relegare, yang berarti berpegang pada norma-norma. Istilah ini kemudian diindonesiakan menjadi religi. Bagi orang Erofa, religion hanya mengatur hubungan tetap (vertikal) antara manusia dengan Tuhan saja. Dari uraian di atas, jelas bahwa ada masalah mengenai makna perkataan agama di Indonesia. Permasalahannya adalah, dilihat dari sudut ilmu pengetahuan keagamaan, terdapat kerancuan dalam pemakaian kata agama, karena dipakai untuk agama-agama yang berbeda sistem dan ruang lingkupnya. Sistem dan ruang lingkup agama Kristen hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, sedangkan sistem dan ruang lingkup agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain dalam masyarakat dan dengan lingkungan hidupnya. Namun, harus segera dikemukakan bahwa perbedaan itu tidak boleh dipergunakan untuk menyerang dan merendahkan agama lain. Kita harus saling menghormati pemeluk agama lain yang sistem dan ruang lingkup agamanya berbeda dengan agama yang kita peluk. Namun, perlu ditegaskan pula bahwa persamaan istilah untuk menyebut agama yang berbeda sistem dan ruang lingkupnya, tidak boleh dipahami untuk mengatakan bahwa semua agama sama. Bagaimana mungkin semua agama dianggap sama, sementara sistem, ruang lingkup dan klasifikasinya berbeda. Pengertian Terminologis Secara terminologis, para ahli telah memberikan pengertian agama yang beragam dengan menekankan salah satu aspek atau beberapa aspek yang menarik perhatiannya. WJS. Poerwodarminto dalam kamusnya menerangkan bahwa agama adalah segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dsb) serta dengan kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.5 Mukti Ali mendefinisikan agama dengan percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat.6 Syekh Mahmud Syaltut mendefinisikan agama sebagai segala sesuatu yang telah ditentukan Allah terhadap hamba-Nya yang meliputi hubungannya dengan Tuhan, hubungan antar sesama Muslim, hubungan sesama manusia pada umumnya, hubungan dengan kehidupan dan hubungannya dengan alam sekitar.7 Paul Tillich menyebutkan bahwa agama adalah keadaan ketika dipenuhi perhatian paling utama (ultimate concern), perhatian yang menyebabkan perhatian-perhatian lain bersifat pengantar saja, dan yang dengan sendirinya mengandung jawaban menyangkut pertanyaan4 Aflatun Muchtar, Tunduk Kepada Allah: Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia, Jakarta: Khazanah Baru, 2001, hal. 223-224 5 WJS. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1966, hal. 21 6 A. Mukti Ali, Teknologi & Falsafah Hidup dan Kehidupan Beragama dalam Proses Pembangunan Bangsa, dalam Agama & Kerukunan Penganutnya, hal. 18 7 Mahmud Syaltut, al-Islam Aqidah wa Syariah (terj.), Jakarta: Bulan Bintang, 1967, hal. 192tentang makna hidup kita.8 Batson, Schoenrade, dan Ventis, mendefinisikan agama sebagai apa saja yang kita lakukan sebagai individu dalam usaha kita mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi karena kita sadar bahwa kita, dan yang lain seperti kita, hidup dan bakal mati. 9 Jika kita melihat definisi-definisi di atas, setidaknya ada dua pendekatan dalam mendefinisikan agama: definisi substantif dan definisi fungsional. Kita membuat definisi substantif, jika kita bertanya, Apa yang diyakini atau dipercayai oleh individu atau umat dari agamanya?, seperti definisinya Mukti Ali. Definisi itu bersifat substantif karena melihat agama dari segi kepercayaan, doktrin, keimanan, atau praktik-praktik keagamaan. Kepercayaan ini bisa sangat spesifik seperti percaya pada Tuhan Yang Esa atau tauhid (Islam), atau sangat umum, seperti kepercayaan adanya Ruh universal atau dewa. Jika definisi substantif menghubungkan agama dengan Tuhan atau konsep-konsep sejenis, definisi fungsional menghubungkan agama dengan upaya manusia menjawab masalahmasalah kehidupan. Kita membuat definisi fungsional jika kita bertanya, Apa peran agama dalam kehidupan personal dan masyarakat?, seperti terlihat pada definisi Paul Tillich, Batson, Schoenrade, dan Ventis. Dari berbagai rumusan tentang agama di atas juga, setidaknya kita dapat melihat ada tiga unsur pokok dalam agama: (1) sistem keyakinan yang merupakan dimensi ideologis, (2) sistem ritus (tata cara peribadatan) yang merupakan dimensi ritualistik, dan (3) sistem norma (tata tingkah laku) yang merupakan dimensi normatif. Dimensi ideologis adalah dimensi agama yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai. Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling dasar. Inilah yang membedakan satu agama dengan agama yang lain. Kepercayaan pada Tuhan Yang Esa (tauhid) dan kepercayaan kepada Nabi Muhammad Saw. di dalam Islam adalah ideologi Islam; kepercayaan pada Trinitas yang Suci Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus- adalah ideologi Kristen; kepercayaan pada Ahuramazda Dewa Tertinggi yang dibantu oleh enam wujud abadi lainnya, yang bekerjasama dengannya- adalah basis ideologi Zoroastrianisme. Dimensi ritualistik adalah dimensi agama yang berkaitan dengan sejumlah perilaku khusus yang ditetapkan oleh agama, seperti tata cara ibadah, shalat dengan menghadap kiblat beserta ruku dan sujud, berpuasa, haji ke Baitullah dalam Islam, atau pembaptisan, pengakuan dosa, atau menjalankan ritus-ritus khusus pada hari-hari suci dalam Kristen. Sedangkan dimensi normatif, adalah dimensi yang menyangkut sikap hidup manusia menurut ajaran agama itu. C. Kebutuhan Manusia kepada Agama Pertanyaan terbesar zaman ini, kata Will Durant, seorang filsuf terkenal, bukanlah komunisme melawan individualisme, bukan Erofa versus Amerika, melainkan apakah manusia bisa tetap hidup tanpa Tuhan. Dikatakan bahwa Rudyard Kipling, ketika ia terbaring sakit dan diserang demam, berguling-guling di atas ranjang dan menggumamkan kata-kata yang tidak dipahami siapa pun. Suatu pagi, seorang perawat memeriksanya dan bertanya, Tuan Kipling, apa yang kau inginkan? Sang penyair pun bangkit dari tidurnya, membuka mata dan berbisik lirih, Aku butuh Tuhan. Agama adalah obat untuk semua kekacauan jiwa dan mental. Gilbert Burnet menulis, Dengan hidup sesuai aturan agama, manusia menjadi makhluk yang paling bijak, baik, dan bahagia di dunia ini.10 Sebagaimana dikemukakan di awal agama adalah problem of ultimate concern, suatu problem yang mengenai kepentingan mutlak, dan diakui eksistensinya sejak pertama manusia8 Paul Tillich, Christianity and the Encounter of World Religion, New York: Columbia University Press, 1963, h. 4 9 C.D. Batson, P. Schoenrade & W.L. Ventis, Religion and the Individual: A Social Psychological Perspektive, New York: Oxford University Press, 1993, hal. 8 10 Imam Musbikin, Melogikakan Rukun Islam bagi Kesehatan Fisik dan Psikologi Manusia, Jogjakrta, Diva Press, 2008, hal. 19-203diciptakan. Dengan kata lain, agama telah ada dan sama tuanya dengan usia manusia. Menunjuk akan adanya relasi yang demikian kuat antara manusia dan agama menyebabkan manusia disebut sebagai homo religius (makhluk beragama). Ada beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama. 1. Beragama adalah fitrah manusia. Menurut Hendry Bergson, ... sesungguhnya telah ditemukan kelompok-kelompok manusia yang tidak mengenal ilmu, seni dan filsafat tetapi tidak satu kelompok pun dari mereka yang tanpa menganut suatu agama.11 Suku-suku Hotentot di Amerika, misalnya, kendati mereka belum meninggalkan tingkat keprimitifannya sampai sekarang, bahkan ada di antara orangorang suku tersebut makan daging manusia, tetapi mereka mengenal Tuhan yang satu di atas dewa-dewa dan disebut Bapak semua Bapak.12 Fakta historis di atas tampaknya memberikan pemahaman bahwa tidak ada manusia yang dapat menghindarkan diri dari ketergantungan kepada agama. Kebutuhan kepada agama merupakan kebutuhan yang intrinsik dalam eksistensi kemanusiaan hingga kalaupun mereka tidak percaya pada agama wahyu, maka mereka cenderung menciptakan agamanya sendiri. Menurut Erich Fromm, tidak ada seorang pun yang tanpa kebutuhan religius, yaitu suatu kebutuhan akan suatu kerangka orientasi dan obyek pengabdian. Karenanya manusia bisa menyembah binatang, pepohonan, patung, emas atau batu, dewa yang tidak tampak, orang suci atau pemimpin yang menakutkan; dan juga bisa menyembah nenek moyangnya, bangsanya, kelas, atau partainya, uang dan lain-lain 13 Karena itu, cukup beralasan, jika Islam memberikan penegasan bahwa pada dasaranya sejak semula manusia telah memiliki fitrah (pembawaan alamiah) beragama, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah Swt: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. alRum [30]: 30). Dengan demikian, manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama adalah kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, agama tidak hanya dianggap perlu, karena ia merupakan kebutuhan hidup, tetapi lebih dari itu, agama itu sendirin pada hakikatnya adalah sesuai dengan fitrah manusia. 2. Kelemahan dan kekurangan manusia. Manusia di samping memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa (QS. al-Nahl [16]: 78). Banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di sekitar manusia dan di dalam diri manusia, tetapi tidak dipahami oleh mereka. Yang tidak dipahami ini dimasukkan ke dalam kategori gaib. Menghadapi peristiwa gaib ini, mereka merasa lemah dan tidak berdaya. Untuk menguatkan diri, manusia mencari perlindungan kepada kekuatan yang menurut mereka menguasai alam gaib, yaitu Tuhan, dewa atau kekuatan lainnya. Demikian pula akal manusia memiliki kelemahan. Muhammad Abduh mengungkapkan bahwa akal manusia tidak memiliki kemampuan yang sama untuk mengetahui Tuhan dan kehidupan akhirat, bahkan adalah di luar kemampuan akal manusia untuk menetapkan ganjaran bagi setiap perbuatan. Lebih jauh, dengan akal saja manusia tidak akan mampu mencapai kebahagiaan di dalam kehidupan di dalam dunia ini.1411 Abdul Karim Khatib, Qadliyyah al-Ulhiyyah bayna al-Dn wa al-Falsafah, Beirut: Dr alFikr al-Arab. t.th, hal 25 12 Abbas Mahmud al-Aqqad, Allh, Kairo: Dr al-Marif, 1974, hal. 26 13 Seri Esensia 2, Agama dan Kekerasan, Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1985, hal. xxi 14 Muhammad Abduh, Rislah al-Tauhd, t.tp., 1969, hal. 69-714Kenyataan di atas menunjukkan bahwa untuk mengatur masyarakat dan umat dengan berpedoman pada aturan-aturan yang disusun berdasarkan kemampuan akal semata tidaklah mudah. Ternyata para filsuf, orang-orang bijak, dan para pembuat undang-undang dan hukum belum mampu menyusun undang-undang yang dapat dipedomani secara baku dan berlaku secara universal. Sebab bagaimana pun, produk pemikiran yang dihasilkan oleh akal manusia bersifat relatif dan nisbi. Jika demikian halnya, maka untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan dinamis dalam interaksi sosial, manusia membutuhkan undang-undang yang abadi, universal dan cocok bagi semua umat manusia. Undang-undang yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah agama, karena agama lah yang dapat menentukan arah keyakinan untuk mengatur kehidupan individu dan masyarakat, menjamin kehidupan duniawi dan ukhrawi serta mampu menjelaskan tentang Pencipta dan adanya hari akhirat.15 D. Klasifikasi Agama Agama-agama yang ada di dunia ini, dari segi sumbernya, dapat diklasifikasikan menjadi dua: agama wahyu (revealed religion) dan agama budaya (cultural religion). Kedua agama itu dapat dibedakan dengan memperhatikan ciri-ciri berikut ini: 1- Agama wahyu dapat dipastikan kelahirannya. Ia lahir ketika malaikat Jibril memberikan wahyu kepada Rasul yang menerima wahyu tersebut. Sedangkan agama budaya tidak dapat dipastikan kelahirannya, karena mengalami proses pertumbuhan sesuai dengan proses pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau perkembangan pemikiran manusia yang mengajarkan agama itu. 2- Agama wahyu turun dari Allah/langit (agama samawi/langit), disampaikan melalui wahyu kepada Rasul, yang bertugas, selain menyampaikan, juga menjelaskan wahyu yang diterimanya kepada manusia. Para Rasul selanjutnya mendakwahkan dan mengaplikasikan agama wahyu ini ke dalam sistem kehidupan sosial budaya umatnya. Dengan demikian, ajaran agama samawi sebagaimana agama budaya- pun mengalami proses tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan budaya manusia. Karena itu, memiliki kecenderungan terjadinya penyimpanganpenyimpangan dari tujuan semula. Agama budaya adalah ciptaan manusia sendiri yang berkembang yang lahir dalam kebudayaan dan perjalanan sejarah masyarakat, yang dibentuk oleh akal dan filsafat hidup masyarakat (agama akal) dalam kehidupan mereka di dunia (agama ardhi/bumi), yang disampaikan oleh filsuf atau pemimpin kerohanian atau pendiri agama itu sendiri. 3- Agama wahyu mempunyai kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang diturunkan Allah. Wahyu yang ada di kitab suci itu tidak boleh berubah atau diubah. Yang berhak mengubahnya hanya Allah melalui wahyu-Nya juga. Agama budaya tidak mempunyai kitab suci. Agama budaya mungkin mempunyai kitab suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat agama atau kesadaran agama masyarakatnya. Selain, dari perubahan isi, mungkin juga penambahan kitab suci dalam perjalanan sejarah agama budaya itu yang panjang. 4- Agama wahyu mutlak benar karena berasal dari Allah Yang Mahabenar dan Mahatahu segala-galanya. Karena itu, kebenarannya tidak terikat ruang dan waktu. Yang terikat pada ruang dan waktu adalah kebenaran pemahaman dan penafsiran agama wahyu yang dilakukan oleh akal yang terbatas kemampuannya dan terikat pada pengalaman dan pengetahuan manusia. Sementara agama budaya relatif kebenarannya, terikat pada ruang dan waktu. E. Fungsi Agama bagi Manusia Agama memegang peranan penting sebagai sebuah sistem yang mengatur keseluruhan15 Mahmud Syaltut, Min Tawjht al-Islm, Mesir: Dr al-Qalam, t.t., `hal. 165individu dan masyarakat. Setidaknya ada 5 fungsi agama:16 1- Fungsi edukatif: agama sebagai sumber pelajaran atau bimbingan bagi kehidupan manusia 2- Fungsi penyelamatan: agama mengajarkan tentang keselamatan dan ketentraman hidup, baik di dunia maupun di akhirat. 3- Fungsi pengawasan sosial: agama menegakkan kaidah-kaidah kehidupan moral masyarakat, mengamankan dan menjadi pengendali bagi pelanggaran yang timbul dalam masyarakat. 4- Fungsi persaudaraan: agama menyatukan celah dan eksistensi dan perilaku manusia, menentukan pandangan hidup seseorang dalam persaudaraan yang abadi, tanpa dibatasi sekat-sekat ras, suku dan bangsa. 5- Fungsi transformatif: agama mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dengan bentuk kehidupan yang baru, mengganti nilai-nilai lama yang tidak relevan dengan nilai-nilai baru yang positif. Sementara Mahmud Syaltut menjelaskan bahwa fungsi agama adalah sebagai wahana untuk: 1- Mensucikan jiwa dan membersihkan hati 2- Membentuk sikap patuh dan taat serta menimbulkan sikap dan perasaan mengagungkan Tuhan. 3- Memberi pedoman kepada manusia dalam menciptakan kebaikan hidup di dunia secara mantap dengan cara mempererat hubungan dengan Tuhan secara erat.17 Merujuk pada berbagai fungsi di atas, agama itu pada dasarnya berfungsi sebagai pemberi motivasi dan mendidik para penganutnya untuk melakukan tindakan positif dan konstruktif dalam segala aspek kehidupan, agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, sulit diterima jika ada pendapat yang mengatakan bahwa agama adalah penghambat pembangunan dan kemajuan. Bahkan, sebaliknya agama memberi motivasi untuk meningkatkan kemajuan dan membina perdamaian bagi manusia.16 Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan, Perempuan dan Agama, Jakarta: Ford Foundation, 2006, hal. 9 17 Mahmud Syaltut, op. cit., hal. 22-236AGAMA ISLAMPengamatan pertama ialah bahwa, dari semua tradisi keagamaan di dunia, tradisi Islam akan tampak sebagai satu-satunya nama yang terpasang tetap (built-in). Kata Islam sendiri terdapat dalam Al-Quran, dan orang-orang Islam teguh menggunakan istilah itu untuk mengenal sistem keimanan mereka. Berbeda dengan apa yang telah terjadi pada masyarakat keagamaan lain.18 Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, agama Islam bukan Mohammedanism sebagaimana banyak ditulis para orientalis, yang mengandung arti bahwa Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan Kristen yang mengandung makna pemujaan terhadap Kristus.19 Di dalam Al-Quran sudah jelas dinyatakan bahwa nama agama itu adalah Islam: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan atasmu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu (QS. Al-Maidah [5]:3) Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya (QS. Ali Imran [3]:19) Nabi Muhammad Saw sendiri menyatakan dirinya sebagai Muslim: Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan karena itulah aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama-tama Muslim (QS. Al-Anam [6]:63) Nama Islam bukan nama yang lahir berdasarkan pendirinya seperti agama Budha (tokoh yang mendirikannya bernama Sidharta Budha Gautama)20, agama Kristen (tokoh yang mendirikannya adalah Isa atau Yesus yang bergelar al-Masih atau Kristus) 21, Confusianisme (yang dibawa oleh Confusius atau Kong Hu Cu) 22, Zoroastrianisme yang dinisbatkan kepada18 Wilfred Cantwell Smith, The Meaning and End of Religion, New York: The New American Library of the World Literature, 1964, hal. 75 19 Pemakaian nama Mohammedanism untuk menyebut Islam selain salah juga penghinaan. Dikatakan salah karena Muhammad bukanlah yang membikin agama itu. Ia hanya menyampaikan apa yang diajarkan Allah Swt. Dikatakan penghinaan karena Mohammedanism mengandung pengertian bahwa Islam itu berpusat kepada Muhammad, sebagai sosok manusia, dan bukan kepada Tuhan (H.A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Agama Islam, Bandung: Mizan, 1991, hal. 49-50)20 Sidharta Gautama (563 - 483 SM) adalah guru spiritual dari wilayah timur laut India yang merupakan pendiri agama Budha. Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Buddha sebagai Buddha Agung (Sammsambuddha) di masa sekarang. Kehidupan kecilnya dihabiskan di istana dengan segala kemewahannya. Pergolakan batinnya berjalan terus sampai berusia 29 tahun, ketika putra tunggalnya, Rahula, lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya kuat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa. Lalu ia berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati kepada Alra Klma dan Uddaka Ramputra. Karena tidak merasa puas dengan apa yang diharapkannya, ia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya ia juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung. Jadilah ia sang Buddha (orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna). 21 Agama Kristen adalah nama yang berasal dari pengajarnya, Jesus Christ, dan pengikut-pengikut Kristus disebut pula orang-orang Kristen. Kaum Muslim biasanya menyebut agama Kristen dengan Nasrani yang disandarkan kepada daerah asal Yesus, yaitu Nazareth. Sebagian lain berpendapat Ali Imkata Nasrani diambil dari dialog antara Isa as dan pengikutnya sebagaimana dijelaskan dalam AlQuran: Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil), ia berkata: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (anshr) untuk Allah? Kaum hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong Allah (anshrullh). Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (QS. Ali Imran [3]:52) 22 Confusius atau Kong Hu Cu (551 479 SM) adalah seorang guru atau orang bijak yang terkenal dan juga filsuf sosial Tiongkok. Filsafahnya mementingkan moralitas pribadi dan pemerintahan, dan7pendirinya, Zoroaster.23 Nama Islam bukan berdasarkan nama tempat kelahiran agamanya, seperti agama Hindu24, agama Nasrani (berdasarkan tempat kelahiran Isa, yaitu Nazareth di Palestina). Juga bukan berdasarkan kebangsaan, kesukuan atau dinasti, seperti agama Yahudi (karena tumbuh di kalangan bangsa, suku atau dinasti Yahuda atau Yudea).25 Nama Islam adalah pemberian Allah. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. bukan agama baru, karena semua agama yang diturunkan Allah memiliki nama Islam, yang intinya adalah menyerahkan diri secara total kepada Allah. Para Nabi dan Rasul sebelum Muhammad Saw mengajarkan Islam sebagaimana dinyatakan Al-Quran, seperti Nabi Nuh (QS. Yunus [10]:71-72), Nabi Ibrahim (QS. Ali Imran [3]:67; al-Hajj [22]:78), Nabi Yaqub (QS. al-Baqarah [2]:132), Nabi Yusuf (QS. Yusuf [12]:101), Nabi Sulaiman (QS. al-Naml [27]:29-31), Nabi Isa (QS. Ali Imran [3]:52) dan sebagainya. A. Pengertian Islam Kata Islam berasal dari akar kata Arab, s-l-m (sin-lam-mim) yang berarti: Pertama, berserah diri, tunduk dan patuh;26 yakni sikap penyerahan diri, kepasrahan, ketundukan dan kepatuhan dari makhluk kepada Khaliknya. Sikap tersebut sebenarnya tidak hanya berlaku bagi manusia, tetapi juga hakikat seluruh alam. Langit dan bumi taat, patuh dan pasrah (islam) kepada Tuhan. Demikian pula semua yang ada di langit dan di bumi berjalan mengikat diri dalam kepasrahan kepada ketentuan-Nya: Maka apakah mereka mencari selain agama Allah, padahal kepada-Nya berserah diri (aslama) apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan sukarela maupun terpaksa dan kepada Allahlah mereka dikembalikan (QS. Ali Imrn [3]:83)menjadi populer karena asasnya yang kuat pada sifat-sifat tradisonal Tionghoa. Oleh para pemeluk agama Kong Hu Cu, ia diakui sebagai nabi. Pengaruh Kong Hu Cu terhadap peradaban Tiongkok cukup besar. Ajarannya telah meluas ke Jepang, Korea dan Vietnam, khususnya melalui Konfusianisme, doktrin yang dikembangkan murid-muridnya dan para komentator.Buku Analek adalah sebuah karya singkat yang berisi diskusi dan pembicaraannya dengan murid-muridnya. Ia disusun setelah dia meninggal dan berisi inti-inti ajarannya.23 Zoroaster diperkirakan hidup sekitar 1100 - 550 SM. Dia dipandang seorang nabi dan pengajar dari Persia. Sebelum ia lahir, agama yang ada di Persia, bersumber pada macam-macam ajaran (politeisme, paganisme, dan animisme). Ia merasa tidak puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Persia ketika itu dan berusaha membawa pembaruan. Ia dikenal sebagai nabi yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan melakukan berbagai mujizat. Pada usia 30 tahun, ia mendapatkan sebuah penglihatan. Menurut legenda, ia melihat cahaya besar yang kemudian membawanya masuk dalam hadirat Ahura Mazda (Sang Terang). Sejak itu, ia semakin giat menyebarkan ajaran yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Ahura Mazda yang kelak ia anggap sebagai Tuhan Terang. Sementara, Angra Mainyu (Sang Kegelapan) dan lawan dari Ahura Mazda, adalah pengingkaran Tuhan. 24 Agama Hindu (Sanskerta: Santana Dharma Kebenaran Abadi) adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). 25 Kata Yahudi diambil dari marga/suku Yehuda, salah seorang dari 12 putera nabi Yakub yang bergelar Israil. Karena itu, seluruh keturunan Yakub dikenal dengan Bani Israil. Setelah selama berabad-abad keturunan Yahudi berkembang menjadi bagian yang dominan dan mayoritas dari Bani Israel, sehingga sebutan Yahudi tidak hanya mengacu kepada orang-orang dari turunan Yehuda, tapi mengacu kepada seluruh keturunan Yakub. Pada awalnya, bangsa Yahudi hanya terdiri dari satu kelompok keluarga yang hidup di Kanan pada abad 18 SM. Ketika terjadi bencana kelaparan, mereka pergi mencari makanan ke Mesir. Berkat jasa Yusuf, mereka diterima dengan baik di Mesir dan bahkan diberi lahan pertanian di bagian timur laut Mesir. Pada akhirnya semua bangsa Israil, tanpa memandang warga negara atau tanah airnya, disebut juga sebagai orang-orang Yahudi. Demikian pula seluruh penganut ajarannya disebut dengan Yahudi. 26 Afif Abd al-Fattah Thabarah, Rh al-Dn al-Islmi, Damaskus: Syarf Khall Sakar, 1966, hal. 18 8Dan kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka tidak menyombongkan diri (QS. Al-Nahl [16]:49) Tetapi berbeda dengan makhluk Allah yang lain, manusia memiliki kebebasan untuk memilih. Karena faktor eksternal yang memengaruhinya, manusia seringkali membangkang dan berpaling dari ketentuan Allah untuk pasrah dan tunduk pada ketentuan-Nya, sekalipun secara fitrah mereka telah melakukan perjanjian primordial dengan Tuhannya untuk patuh dan pasrah. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. Hal itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang melupakan hal itu (QS. al-Araf [7]:172). Jadi sebenarnya sikap tunduk dan pasrah (islam) adalah sikap yang alami, sesuai dengan fitrah manusia. Karena itu, Islam adalah satu-satunyua agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Kedua, damai, aman dan sejahtera. Ini berarti bahwa orang Muslim (yang ber-islam) adalah orang yang masuk dalam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan. Seorang Muslim adalah orang yang membikin perdamaian dan keamanan dengan Allah, diri sendiri, manusia, dan alam sekitar. Nabi Saw bersabda:: Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi Saw bersabda: Orang Muslim itu adalah orang yang membuat damai, aman dan tentram orang Muslim lainnya dari gangguan lidahnya dan tangannya (HR. Bukhari) Pengertian ini merupakan konsekuensi dari makna Islam yang pertama. Dengan kepasrahan kepada Tuhan, maka seseorang akan mampu mengembangkan seluruh kepribadiannya secara menyeluruh untuk berdamai dan membikin kedamaian serta keamanan di muka bumi ini. Hal ini disebabkan karena Allah mengajarkan kepada umat manusia untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di muka bumi. Dan peringatan kepada manusia untuk pasrah kepada Allah seringkali dikaitkan dengan peringatan bahwa seluruh alam ini pasrah kepada Allah. Demikian pula seluruh makhluk hidup di langit dan bumi selain manusia, sehingga manusia dapat hidup serasi dan hidup dalam kedamaian dengan seluruh ciptaan Allah. Dari uraian di atas tampak bahwa pada intinya Islam itu adalah kepasrahan, ketundukan, kepatuhan, dan ketaatan dengan sepenuh hati kepada kehendak Allah Swt. Kehendak Ilahi yang wajib ditaati itu, manfaatnya, bukan untuk Allah sendiri tetapi untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia dan lingkungannya. Kehendak Allah Swt itu telah disampaikan oleh Allah melalui para Rasul berupa wahyu. Para Rasul pun telah memberikan penjelasan, petunjuk dan contoh bagaimana memahami dan menjalankan ajaran Islam itu. Islam adalah agama yang diturunkan Allah ke bumi sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad Saw: Katakanlah (hai orang-orang Mukmin): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada para nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (QS. Al-Baqarah [2]:136) Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa semua Rasul mengajarkan tauhid (keesaan Allah) sebagai dasar keyakinan pada umatnya. Sedangkan aturan-aturan atau syariat disesuaikan dengan tingkat perkembangan sosial budaya pada zamannya. Karena itu, pada setiap Rasul Allah memberikan syariat (aturan) yang berbeda, dan mengalami penyempurnaan yang terakhir pada syariat Nabi Muhammad Saw. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diwahyukan Allah kepada para Rasul dan terakhir disempurnakan pada Rasul Muhammad Saw, yang berisi9undang-undang dan metode kehidupan yang mengatur dan mengarahkan bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta, agar kehidupan manusia terbina dan dapat meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. B. Karakteristik Islam Agama Islam memiliki karakteristik, diantaranya: a. Universal Islam adalah agama Allah yang berlaku untuk semua umat manusia. Sepanjang sejarah Allah telah mengutus para Rasul secara silih berganti dengan membawa ajaran Islam untuk disampaikan kepada umatnya. Di antara para Rasul itu terdapat hubungan fungsional satu sama lain; yaitu para Rasul yang datang kemudian berfungsi untuk menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasul sebelumnya. Fungsi menyempurnakan berkaitan dengan keadaan ajaran Islam terdahulu yang sudah tidak relevan dengan keadaan masyarakat dan perubahan serta perkembangan zaman. Sedangkan fungsi meluruskan berkaitan dengan telah terjadinya penyelewengan dan penyimpangan pelaksanaan ajaran Islam yang dilakukan oleh umat sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ajaran Islam secara prinsip dan asasnya adalah satu. Tetapi pelaksanaan dan operasionalnya mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan akal dan intelektual serta kebudayaan dan peradaban manusia. Nabi Muhammad Saw adalah rasul terakhir yang membawa ajaran Islam dalam bentuknya yang terakhir dan final, yang menyempurnakan dan meluruskan ajaran-ajaran Islam yang dibawa para Rasul sebelumnya. Karena itu, beliau diutus kepada seluruh umat manusia. Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. al-Anbiya [21]:107) Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada seluruh manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Saba [34]:28) Karena itu, walaupun Nabi Muhammad tumbuh dan berkembang di jazirah Arab, namun ajarannya menjangkau semua lapisan bangsa Arab dan non-Arab, serta tidak tergantung kepada satu ras, bahasa, tempat atau kelompok tertentu. Universalisme (syumuliyah) Islam juga berarti bahwa ajaran mencakup berbagai aspek kehidupan: akidah, syariah dan akhlak; sosial, budaya, politik, ekonomi dan sendi-sendi kehidupan lain. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu (QS. al-Baqarah [2]:208) b. Otentik Maksudnya bahwa Islam adalah agama yang terjamin keasliannya. Nabi Muhammad Saw telah membakukan ajaran Islam secara sempurna sehingga akan terjamin otentitas-nya. Sistem pembakuan ajaran Islam tersebut adalah sebagai berikut: 1Membukukan secara otentik sumber dasar pokok-pokok dan prinsip-prinsip ajaran Islam sebagai wahyu dari Allah yang tertuang dalam Al-Quran dan asSunnah. Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran, dan Kamilah yang akan menjaganya (QS. al-Hijr [15]:9) 23Memberikan penjelasan contoh dan teladan pelaksanaan ajaran Islam secara operasional dalam kehidupan sosial budaya umatnya. Memberikan cara atau metode untuk mengembangkan ajaran Islam secara terpadu dalam kehidupan sosial budaya umat manusia sepanjang sejarah10dengan sistem ijtihad.c. Dinamis Sebagai agama yang dinamis Islam mampu bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat (shlih likulli zamn wa makn). Mengenai dinamika ajaran Islam ini, Dr. Muhammad Iqbal menyatakan, The prophet of Islam seems to stand between the ancient and the modern world. In so far as the source of his revelation is concerned he belongs to the ancient world, in so far as the spirit of his revelation is concerned he belongs the world.27 (Nabi Muhammad Saw rupanya berdiri di antara dunia purba dan dunia modern, sejauh mengenai sumber masa turun wahyunya yang diperhatikan maka dia milik dunia purba, sejauh mengenai spirit-semangat dan jiwa-jiwa wahyunya yang diperhatikan maka dia milik dunia modern, kapan saja tidak pernah usang). C. Hubungan Islam dengan Agama-Agama Lain 1Islam adalah agama yang meyakini agama-agama yang dibawa para Rasul sebelumnya. Karena itu seorang Muslim diwajibkan untuk beriman kepada semua Nabi dan Rasul.Katakanlah, Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya (QS. al-Baqarah [2]:136). Lihat pula QS. al-Baqarah [2]:4 dan 2852-Selain sebagai agama yang terakhir, Islam adalah agama yang paling sempurna (QS. al-Midah [5]:3). Islam adalah agama yang menghimpun segala kebenaran yang telah termuat dalam agama sebelumnya. Kebenaran agung inilah yang diisyaratkan oleh Yesus dalam sabdanya, Banyak lagi perkara yang hendak aku katakan kepadamu, tetapi sekarang ini tiada kamu dapat menanggung dia. Akan tetapi ia sudah datang, yaitu Roh Kebenaran, maka ia pun akan membawa kamu kepada segala kebenaran.28Jika diibaratkan sebuah bangunan, para Nabi sebelumnya membawa bahan-bahan bangunan seperti batu kali, bata, semen pasir dan sebagainya; atau para Nabi sebelumnya itu hanya membangun bagian-bagian tertentu dari sebuah bangunan, maka Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw merekonstruksi kembali bangunan tersebut, dengan membuang bangunan-bangunan yang sudah tidak diperlukan lagi, mempertahankan bangunan yang masih relevan dan menambah bagian bangunan yang diperlukan dan belum ada sebelumnya. Nabi Saw menghimpunnya dalam sebuah sistem bangunan yang kokoh, utuh dan komprehensif.29 3Sebagai agama yang terakhir, Islam mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan penganut agama sebelumnya yang dimasukkan ke dalam agama mereka.Dalam Al-Quran banyak dijumpai ayat-ayat yang menyatakan adanya penyimpangan dalam agamaagama sebelum Islam yang dilakukan para penganutnya. Islam, misalnya, menyatakan bahwa Trinitas bukan berasal dari ajaran Isa, tetapi merupakan penyimpangan dari ajaran Isa.27 Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, New Delhi-India: Lahoti Fine Art Press Sui Wulan, 1981, hal. 126 28 Yahya, 16:12-13 29 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, cet. 1, 1998, hal. 6711Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah adalah al-Masih putera Maryam, padahal al-Masih berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, Allah mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orangorang zalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang berkata, Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Midah [5]:72-74) 4Islam adalah agama yang mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan di antara semua agama. Al-Quran menganjurkan umatnya agar hidup berdampingan dan saling menghormati dengan penganut agama lainnya.Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku (QS. al-Kfirn [109]:6) Allah tiada melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yang tidak memerangimu dalam agama dan tidak mengusirmu negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu mereka yang memerangimu dalam agama dan mengusirmu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. al-Mumtahanah [60]:8-9). D. Komitmen Muslim terhadap Islam Seorang Muslim harus mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) dan komitmen (keterikatan diri) terhadap ajaran Islam. Adapun bentuk komitmen seorang Muslim terhadap agamanya adalah sebagai berikut: 1- Mengimani Islam Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, dan kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kemudian, maka sungguh dia benar-benar telah sesat (QS. al-Nisa [4]:136) Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu), Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu maka kami pun beriman (QS. Ali Imran [3]:193) 2- Mendalami Islam Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-Mujadilah [58]:11) 3- Mengamalkan Islam Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan (QS. al-Shaff [61]:2-3) Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab)? Apakah kamu tidak berpikir? (QS. Al-Baqarah [2]:44) 4- Mendakwahkan Islam Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,12mengerjakan kebaikan dan berkata, Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri? (QS. Fushshilat [41]:33)13SUMBER AJARAN ISLAMAjaran Islam bersumber dari Al-Quran dan hadis Nabi Saw serta ijtihad yang merupakan penjabaran atas ajaran yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis. Landasan ketiganya sebagai sumber ajaran Islam adalah: Pertama, firman Allah Swt: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (QS. al-Nisa [4]:59) Kalimat taatilah Allah menjelaskan tentang Al-Quran sebagai sumber pokok yang memuat firman-firman Allah, kalimat taatilah Rasul-Nya menjelaskan hadis Nabi Saw sebagai sumber ajaran kedua yang memuat sabda-sabda Nabi, sedangkan kalimat ulil amri menjelaskan sumber ketiga, yaitu ijtihad dimana ulil amri dalam urusan dunia ialah kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedangkan ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid. Kedua, hadis Nabi Saw: Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw bertanya kepadanya, Apa yang akan kamu lakukan apabila kamu menghadapi suatu masalah? Muadz menjawab, Memutuskannya dengan apa yang ada dalam Kitabullah. Nabi bertanya: Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah? Muadz menjawab: Dengan Sunnah Rasulullah. Nabi bertanya lagi: Apabila tidak ada dalam Sunnah Rasulullah? Muadz menjawab: Aku akan berijtihad mennggunakan pemikiranku. Lalu Rasulullah Saw menepuk dadanya dan berkata: Segala puji bagi Allah yang telah memberinya petunjuk kepada utusan utusan Allah (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi) AL-QURAN Al-Quran adalah sumber ajaran Islam yang utama. Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Quran adalah bentuk masdar (verbal noun) dari kata kerja qa-ra-a (membaca). Jadi alQurn adalah bacaan yang sempurna. Secara terminologis, Al-Quran adalah Kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, berbahasa Arab, yang merupakan mukjizat, ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah. Dengan definisi tersebut, dapat diidentifikasi unsur-unsur pokok yang menjelaskan hakikat Al-Quran: Kalam (firman) Allah yang diturunkan kepada nabi selain Muhammad Saw, tidak dinamai Al-Quran, seperti Taurat (Musa), Injil (Isa), Zabur (Dawud) dan kitab-kitab lain. Al-Quran menggunakan bahasa Arab. Karena itu, Al-Quran yang diterjemahkan ke dalam bahasa lain tidak disebut Al-Quran. Al-Quran mengandung mujizat pada setiap ayat dan surahnya. Karena itu, terjemahan Al-Quran yang tidak mengandung daya mujizat bukanlah Al-Quran. Al-Quran tertulis dalam mushaf. Karena itu, wahyu yang turun kepada Nabi Saw tetapi tidak tertulis dalam mushaf tidak disebut Al-Quran. Al-Quran seluruh ayatnya diriwayatkan secara mutawatir sehingga tidak diragukan keautentikannya. Membaca Al-Quran bernilai ibadah. Nabi Saw bersabda, Barangsiapa membaca satu huruf Al-Quran akan mendapatkan sepuluh pahala. Aku tidak mengatakan Alif Lm Mm adalah satu huruf, namun Alif satu huruf, Lm satu huruf dan Mm satu huruf (HR. al-Tirmidzi) 14a. Keotentikan Al-Quran Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah. Ia adalah kitab yang terpelihara kemurniannya. Dengan demikian, Al-Quran itu murni, asli, tanpa perubahan, penambahan atau pengurangan sedikit pun. Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemeliharanya (QS. Al-Hijr [15]:9). Dengan jaminan tersebut, setiap Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya dari Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah Saw dan para sahabat Nabi Saw. Jaminan keotentikan tersebut didukung bukti-bukti yang mengantarkan kita kepada kesimpulan tersebut, sehingga sebagaimana yang ditulis oleh Abdul Halim Mahmud, Para orientalis yang dari saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk meragukan keotentikannya.30 A.1. Bukti-bukti Kesejarahan (Historis) Al-Quran turun dalam masa sekitar 23 tahun secara berangsur-angsur. Tujuannya adalah agar Rasulullah Saw. dan para sahabatnya dapat menyimak, memahami, mengamalkan dan memeliharanya dengan baik. Dan Al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (QS. Al-Isr [17]:106) Selain itu, ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, baik peristiwa yang bersifat individual maupun sosial. Dengan cara seperti ini, proses pemeliharaan kemurnian Al-Quran berjalan dengan sendirinya. Setiap kali ayat Al-Quran turun, Nabi Saw menghapalnya dan menyuruh para penulis wahyu seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Ubay bin Kaab dan lain-lain untuk menuliskannya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang dan media tulis yang tersedia ketika itu. Al-Quran dan hadis Nabi Saw. menganjurkan kepada kaum Muslim untuk selalu membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat. Bahkan, sebagian sahabat ada yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi. Namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan, maka tidak banyak yang melakukannya. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk kitab (mushaf) pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ra.31 Pada masa Abu Bakar, dalam peperangan Yamamah telah gugur tidak kurang dari 70 orang penghafal Al-Quran.32 Peristiwa ini membuat Umar ibn al-Khaththab risau tentang masa depan Al-Quran. Karena itu, beliau mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasul. Abu Bakar kemudian memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Quran tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh puterinya, yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad Saw. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan AlQuran (qirat) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang30 Abdul Halim Mahmud, al-Tafkir Al-Falsafiy fi al-Islam, Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnaniy, t.t., hal. 50 31 Ibid., hal. 252 32 Abdul Azhim al-Zarqaniy, Manahil al-Irfan fi Ulum Al-Quran, Kairo: al-Halabiy, 1980, jilid 1, hal. 25015berasal dari daerah yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku dengan menggunakan dialek Quraisy, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasm) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar mushaf Usmani dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Quran. Mushaf itu digandakan menjadi 7 buah mushaf, dan dikirim ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah disimpan di Madinah. Dengan demikian, secara historis dapat dibuktikan bahwa Al-Quran yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah Saw. Bukti lain yang mendukung keotentikan Al-Quran adalah bahwa Al-Quran diturunkan dari Lauh Mahfudz kepada Nabi Saw. melalui Jibril. Lauh Mahfudz adalah tempat yang terpelihara dari gangguan dan pengrusakan. Bahkan yang didustakan mereka itu adalah Al-Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (QS. Al-Buruj [85]:21-22) Jibril sebagai mediator proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Saw. adalah malaikat yang terpercaya (al-Rh al-Amn). Ia adalah utusan yang mulia (QS. Al-Haqqah [69]:40) dan makhluk yang tidak pernah durhaka terhadap apa yang diperintahkan Tuhannya (QS. AlTahrm [66]:6). Al-Quran turun melalui al-Ruh al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang pemberi peringatan (QS. Al-Syuar [26]:193-194) Nabi Muhammad Saw. sebagai penerima Al-Quran dianugerahi Allah sifat-sifat mulia (QS. AlQalam [68]:4) sehingga mustahil ia berdusta dan memalsukan Al-Quran. Apa yang beliau ucapkan tidak lain kecuali adalah wahyu. Sejarah hidupnya membuktikan nilai-nilai luhur itu. Dan tidaklah yang diucapkan (Muhammad) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (QS. Al-Najm [53]:3-4) Ini semua menambah argumentasi dan bukti bahwa Al-Quran adalah kitab yang terjaga keasliannya karena mediatornya adalah utusan yang terpercaya dan diterima oleh seorang Nabi yang terpercaya. A.2. Kemujizatan (Ijaz) Al-Quran Di antara bukti kebenaran Al-Quran adalah kemujizatan Al-Quran itu sendiri. Mujizat adalah sesuatu yang menjadikan manusia tidak mampu mendatangkannya. Kemujizatan Al-Quran itu dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap. 1. Menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Quran secara keseluruhan (baca QS. Al-Thr [52]:34). 2. Menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Quran (QS. Hd [11]:13). 3. Menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Quran (baca QS.Ynus [10]:38). 4. Menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Quran (QS. Al-Baqarah [2]:23). Tetapi tidak ada seorang pun yang mampu melakukannya. Bahkan sekiranya manusia dan jin bekerjasama untuk membuat yang semisal Al-Quran, mereka tidak akan mampu melakukannya (QS. Al-Isr [17]:88). Paling tidak ada tiga aspek kemukjizatan Al-Quran yang menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw, sekaligus menjadi bukti bahwa seluruh informasi atau petunjuk yang16disampaikannya adalah benar bersumber dari Allah Swt. A.2.1. Aspek Kebahasaan. a. Nada dan langgamnya yang unik. Marmudake Pickhall, dalam The Meaning of Glorious Quran, berkata, Al-Quran mempunyai simfoni yang tidak ada taranya, yang setiap nada-nadanya menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Hal ini karena huruf dari kata-kata yang diplih melahirkan keserasian bunyi. Kemudian kumpulan kata-kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Bacalah misalnya, QS. al-Nzi`t [79]:1-5 dan 6-14. b. Keseimbangan redaksinya. Dr. Abdurrazaq Nawfal, dalam al-Ijz Al-Adabiy li Al-Qurn Al-Karim (Kemukjizatan Sastrawi Al-Quran), sebagaimana dikutip Quraish Shihab,33 mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut: A. Keseimbangan Jumlah Kata dengan Antonimnya. Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali; Al-naf' (manfaat) dan al-madharrah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali; Al-Shalihat (kebajikan) dan al-Sayyiat (keburukan), masing-masing 167 kali; Al-Kufr (kekufuran) dan al-Iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali; Kufr (kekufuran) dan Iman (iman) dalam bentuk indifinite, masing-masing 8 kali;B. Keseimbangan Jumlah Kata dengan Sinonimnya Al-Harts dan al-Ziraah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali; Al-Quran, al-Wahyu dan Al-Islam (Al-Quran, wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali; Al-Aql (akal) dan al-Nur (cahaya), masing-masing 49 kali; Al-Jahr dan al-Alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali. C. Keseimbangan Jumlah Kata dengan Kata yang menunjuk kepada akibatnya. Al-Infaq (infak) dengan al-Ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali; Al-Bukhl (kekikiran) dengan al-Hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali; Al-Kafirun (orang-orang kafir) dengan al-Nar/al-Ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing 154 kali; Al-Zakah (zakat/penyucian) dengan al-Barakat (kebaikan yang banyak), masingmasing 32 kali; D. Keseimbangan Jumlah Kata dengan Kata Penyebabnya. Al-Israf (pemborosan) dengan al-Surah (ketergesa-gesaan), masing-masing 23 kali; Al-Maw`izhah (nasihat/petuah) dengan al-Lisan (lidah), masing-masing 25 kali; Al-Asr (tawanan) dengan al-Harb (perang), masing-masing 6 kali; Al-Salm (kedamaian) dengan al-Thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali. E. Keseimbangan Khusus. Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni) disebut 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disisi lain, kata syahr (bulan) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun. Al-Quran menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulanginya sebanyak 7 kali pula; yakni dalam QS. al-Baqarah [2]:29, al-Isra [17]:44, al-Muminun [23]:86, Fushshilat [41]:12, al-Thalaq [65]:12, al-Mulk [67]:3, dan Nuh [71]:15.33 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan, 1998, hal. 200-20217 A.2.2. Pemberitaan Gaib. Pemberitaan gaib dalam Al-Quran ada yang berkaitan dengan peristiwa masa lampau seperti firman Alllah: Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami (QS. Ynus [10]:92) Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut, karena hal itu telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada tahun 1896 M, ahli purbakala Loret menemukan di Lembah Raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-data sejarah terbukti bahwa ia adalah Firaun yang bernama Maniptah dan yang pernah mengejar Nabi Musa as. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya adalah satu jasad utuh, seperti yang diberitakan oleh AlQuran melalui Nabi yang tidak pernah belajar kepada seorang pun.34 Mungkinkah ini? Ada juga pemberitaan gaib yang berkaitan dengan peristiwa yang akan datang, seperti kisah peperangan Romawi dengan Persia sebagaimana firman Allah: Alif Laam Miim. Bangsa Romawi telah dikalahkan. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan itu) orang-orang Mukmin bergembira QS. Al-Rm [30]:1-5) Pada abad ke-5 dan 6 M terdapat dua adikuasa; Romawi (Kristen) dan Persia (Majusi). Pada tahun 61 H terjadi peperangan antara keduanya yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika kaum musyrik Makkah mengejek kaum Muslim yang berpihak kepada Romawi sehingga kaum Muslim merasa sedih dengan kekalahan tersebut. Kemudian turunlah ayat tersebut untuk menghibur mereka, sekaligus memberi kabar gembira buat mereka akan kemenangan yang akan diperoleh Romawi. Sejarah kemudian menginformasikan bahwa pada tahun 622 M terjadi peperangan antara keduanya dan Romawi memperoleh kemenangan.35 A.2.3. Isyarat Ilmiah Banyak isyarat ilmiah yang dikemukakan Al-Quran, misalnya: Semakin ke atas, oksigen semakin berkurang dan hal itu akan mengganggu pernafasan. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman (QS. al-Anam [6]:125) Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri, sedang cahaya bulan adalah pantulan (dari cahaya matahari) Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya (QS. Ynus [10]:5) Jenis kelamin anak adalah hasil sperma pria, sedang wanita sekadar mengandung karena mereka hanya bagaikan ladang (QS. al-Baqarah [2]:223) Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan (QS. Al-Najm [53] :45-46) Isteri-isterimu adalah ladang tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. al-Baqarah [2]:223)34 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan, 1998, hal. 200-202 35 Ibid, hal. 213-21418B. Fungsi Al-Quran Umat Islam wajib percaya bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup (QS. Fthir [35]:24 dan Ynus [10]:47). Iman kepada kitab-kitab tersebut adalah wajib. Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya (QS. al-Nis [4]:136). Sebagai kitab terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw, Al-Quran berfungsi sebagai: 1. Pembenar & Penguji Setelah berbicara tentang Taurat dan Injil (QS. Al-Midah [5]:44, 47), Allah berfirman: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, dan penguji terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu (QS. al-Maidah [5]: 48) 2. Referensi Utama Al-Quran adalah hakim atau referensi utama dalam menghadapi berbagai perselisihkan: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS. al-Nahl [16]:64) 3. Menghapus hukum syariat kitab-kitab terdahulu. Dan apabila Kami mengganti suatu ayat (syariat) atas ayat (syariat) yang lain dan Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja. Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui (QS. AlNahl [16]:101) i.Isi Kandungan Al-Quran Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam. Di dalamnya termuat ajaran dan petunjuk bagi seluruh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (QS. Al-Isr [17]:9) Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (QS. AlNahl [16]:89) Secara garis besar, isi kandungan Al-Quran adalah: 1. Akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah, keimanan kepada para malaikat, para Rasul, kitab-kitab yang diturunkan kepada para Rasul, dan kepercayaan akan adanya hari akhir.2. Syariat, yaitu jalan dan aturan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah (ibadah) dan dengan sesama manusia (muamalah). 3. Akhlak yang menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif. 4. Sejarah dan kisah umat terdahulu; baik kisah orang-orang yang taat maupun orang yang membangkang. Tujuannya agar kita mengambil pelajaran (itibr) dari kisah dan sejarah tersebut.195. Peristiwa-peristiwa dan hal-hal yang berhubungan dengan akhirat. 6. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Al-Quran hanya memuat benihbenih dan prinsip-prinsip pokok ilmu pengetahuan saja, karena Al-Quran bukan kitab ilmu pengetahuan tetapi ia adalah kitab petunjuk. 7. Hukum yang berlaku di alam semesta (takdir dan sunnatullah). Dari uraian di atas, jelas bahwa Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Posisinya sentral, bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga sebagai inspirator, pemandu gerakan umat Islam sepanjang sejarah. Dengan kata lain, AlQuran tidak hanya sebagai pedoman umat Islam, tetapi juga menjadi kerangka segala kegiatan intelektual Muslim. ii.Interaksi Muslim dengan Al-Quran a. Membaca Al-Quran Dan bacalah Al-Quran itu dengan tartil (QS. al-Muzammil [73]:4-5) Sesungguhnya mereka yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diamdiam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak rugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Fathir [35]:29) Orang yang membaca Al-Quran dengan mahir akan bersama para malaikat yang mulia dan baik. Adapun orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata dan berat dalam membacanya, maka dia mendapat dua pahala (HR. Bukhari dan Muslim) Nabi Saw pernah ditanya, Apa amal yang paling utama? Beliau menjawab, Al-Hllu al-Murtahil (orang yang singgah dan pergi). Beliau ditanya, Siapakah al-Hllu alMurtahil itu? Beliau menjawab, Orang yang membaca Al-Quran dari awal sampai akhir dan dari akhir sampai awalnya. Setiapkali dia selesai dia memulainya lagi (HR. alDarimi) b. Mendengarkan Al-Quran Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan simaklah dengan baik agar kamu mendapat rahmat (Qs. al-Araf [7]:204) Dan orang-orang kafir berkata: Janganlah kamu mendengarkan Al-Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka) (Qs. Fushshilat [41]:26) Abdullah bin Masud berkata: Rasulullah Saw. bersabda kepadaku: Bacakan Al-Quran kepadaku. Aku bertanya, Ya Rasulullah, aku membacakannya kepadamu, sedangkan ia diturunkan kepadamu? Beliau menjawab, Sesungguhnya aku senang mendengarkan dari orang selainku. Kemudian aku membaca surat al-Nisa, dan ketika sampai pada ayat yang berbunyi; Maka bagaimanakah jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkanMu sebagai saksi atas mereka, aku angkat kepalaku dan kulihat beliau mencucurkan air mata (HR. Muslim) c. Memahami Al-Quran Maka apakah mereka tidak memahami Al-Quran ataukah hati mereka terkunci? (Qs. Muhammad [28]:24) Ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang penuh berkah supaya mereka mentadaburi ayat-ayatnya dan supaya Ulul Albab mendapat pelajaran (QS. Shad [38]:29)20d. Menghapal Al-Quran Orang yang tidak mempunyai hapalan Al-Quran sedikit pun bagaikan rumah kumuh yang mau runtuh (HR. al-Tirmidzi) SUNNAH/HADIS Sunnah adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Quran. Apa yang ada dalam Al-Quran, selanjutnya dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah melalui sunnahnya yang terdapat dalam hadis. Karena itu sunnah Rasul yang termuat dalam hadis merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Al-Quran A. Pengertian Hadis dan Sunnah Para ulama hadis, umumnya, menyamakan antara hadis dan sunnah. Sedangkan ahli ushul fiqh membedakan antara keduanya. Secara etimologi, hadis berarti perkataan, ucapan atau berita, sedangkan sunnah adalah jalan yang dilalui atau tradisi yang dilakukan. Karena itu sunnah Nabi berarti jalan hidup Nabi. Secara terminologis, hadis adalah segala sesuatu yang dinisbahkan/disandarkan kepada Nabi Saw; baik berupa ucapan, perbuatan dan taqrir (ketetapan) atau selain itu.36 Termasuk dalam selain itu adalah sifat-sifat fisik, keadaan dan himmah (cita-cita) Nabi. Sedangkan sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbahkan/disandarkan kepada Nabi Saw; baik berupa ucapan, perbuatan dan taqrir (ketetapan) atau selain itu yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama.37 Kalimat segala sesuatu yang dinisbahkan/disandarkan kepada Nabi Saw mempunyai konsekuensi bahwa tidak semua hadis itu shahih (benar dan dapat diterima), karena ada hadis yang dhaif (lemah) bahkan ada yang maudhu (palsu). Adanya hadis yang lemah atau palsu itu bukan berarti karena kelemahan Nabi Saw, tetapi karena kesalahan dan kelemahan para perawi dalam menisbahkan/menyandarkan kepada beliau. Karena itu, kemudian muncullah usaha kritik hadis sehingga bisa ditemukan mana hadis yang sahih dan mana hadis yang tidak. a. Kedudukan Sunnah dalam Islam Sunnah adalah sumber hukum kedua dalam agama Islam setelah Al-Quran. Hal ini dipahami dari firman Allah Swt dan sabda Nabi Saw: 1.1. Kewajiban untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (QS. al-Nis [4]:59) 1.2. Kewajiban untuk menerima apa yang disampaikan Rasul Apa yang disampaikan Rasul kepadamu maka ambillah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS. al-Hasyr [59]:7) 1.3. Kewajiban bertahkim kepada Allah dan Rasul dalam setiap urusan Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai pemutus dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. al-Nisa [4]:65) Dan tidaklah patut bagi kaum Mukmin dan Mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang36 Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadis, Surabaya: Pustaka Progressif, 1978, hal. 13-14 37 Muhammad Ajjaj al-Khatib, Ushl al-Hadts, Beirut: Dr al-Fikr, 1975, hal. 2721urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat (QS. al-Ahzab [33]:36) 1.4. Orang yang menyalahi Rasul akan mendapat siksa Hal itu karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya (QS. al-Anfl [8]:13) 2. Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw bertanya kepadanya: Apa yang akan kamu lakukan apabila kamu menghadapi suatu masalah? Muadz menjawab, Memutuskannya dengan apa yang ada dalam Kitabullah. Nabi bertanya, Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah? Muadz menjawab, Dengan Sunnah Rasulullah. Nabi bertanya, Apabila tidak ada dalam Sunnah Rasulullah? Muadz menjawab, Aku berijtihad dengan pikiranku. Rasulullah kemudian menepuk dadanya dan berkata,Segala puji bagi Allah yang telah memberinya petunjuk kepada utusannya utusan Allah (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi) b. Peranan Sunnah terhadap Al-Quran Sebagai sumber ajaran Islam, sunnah mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. AlQuran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umumnya diturunkan dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Sebagai utusan Allah Swt, Nabi Muhammad Saw mempunyai wewenang menjelaskan dan merinci wahyu Allah yang bersifat umum sebagaimana firman Allah: Dan Kami turunkan kepadamu AlQuran agar kamu (Muhammad) menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan agar mereka berpikir (Q. Al-Nahl [16]:44). Tugas menjelaskan wahyu Allah telah dilaksanakan oleh Rasulullah. Penjelasan-penjelasan itulah yang kita kenal dengan nama hadis atau sunnah Rasulullah. Ada tiga peranan hadis/sunnah disamping Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam: 1. Menguatkan/menegaskan ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran (takd). Misalnya dalam Al-Quran diharamkan bersaksi dengan palsu sebagaimana dalam ayat: Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataanperkataan dusta (QS. al-Hajj [22]:30). Ayat tersebut dikuatkan oleh sabda Nabi Saw: Perhatikan, aku akan memberitahukan kepadamu dosa yang paling besar, yaitu (1) menyekutukan Allah, (2) durhaka kepada kedua orang tua. Saat itu Rasulullah Saw. sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya berkata, Awas, berkata palsu (HR. Bukhari dan Muslim). Juga hadis-hadis tentang perintah mengerjakan shalat, berbuat baik kepada kedua orang tua dan ancaman bagi yang durhaka kepada keduanya, anjuran silaturahim dan ancaman meninggalkannya, larangan meminum khamr dan judi. 2. Menjelaskan isi Al-Quran (bayn); baik dengan cara memerinci yang masih global (bayn al-mujmal) atau mengkhususkan ketentuan yang masih umum (takhssh al-ammh). Hadis-hadis yang menjelaskan rincian bilangan shalat, waktunya, jumlah rakaatnya dan tata cara pelaksanaannya adalah perincian kandungan ayat Al-Quran yang masih global seperti firman Allah: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah bersama orang-orang yang ruku (QS. al-Baqarah [2]:43) Demikian pula hadis yang menjelaskan tentang nisab (batas minimal) zakat, jenis-jenis harta yang wajib dizakati, jumlah yang mesti dikeluarkan, kapan waktunya dan yang lainnya merupakan penjelasan dari ayat di atas. Contoh hadis yang mengkhususkan ketentuan yang masih umum adalah sabda Nabi: Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai; bangkai ikan dan bangkai belalang dan dua macam darah; hati dan limpa (HR. Ibnu Majah & Ahmad)22Hadis ini merupakan pengkhususan atas ketentuan Al-Quran yang masih umum: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah (QS. al-Midah [5]:3) Demikian pula firman Allah Swt: Diwajibkan atas kamu, apabila salah seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya dengan cara yang baik, Inilah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS. al-Baqarah [2]:180). Ayat ini masih bersifat mutlak (umum), kemudian diberi batasan oleh sabda Nabi Saw, Sepertiga, sepertiga itu sudah banyak (HR. Bukhari & Muslim). 3. Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran Misalnya hadis Nabi Saw. bahwa Wanita haid mengganti (mengqadha) puasa, tetapi tidak mengqadha shalat (HR. Bukhari & Muslim). Contoh lain dalam Al-Quran adalah firman Allah Swt: Diharamkan atas kamu memadu antara dua orang perempuan bersaudara kecuali apa yang telah terjadi pada masa lampau (QS. al-Nisa [4]:23). Ayat ini seolah-oleh membolehkan seorang berpoligami antara seorang wanita dengan bibinya. Kemudian Nabi Saw bersabda, Tidak boleh dipoligami seorang wanita dengan bibinya (HR. Bukhari & Muslim) Demikian pula hadis yang menjelaskan tentang keharaman binatang buas, keharaman emas dan sutera bagi laki-laki, dan lain-lain adalah contoh-contoh hukum yang ditetapkan dalam hadis yang tidak terdapat dalam Al-Quran. B. Kriteria Kesahihan Hadis Untuk menilai dan menentukan kesahihan suatu hadis, sekaligus menjaga hadis dari upaya dan tindakan pemalsuan, para ulama menetapkan beberapa kriteria, yaitu: 1. Matan (materi/isi) hadis dinilai sahih apabila: Tidak bertentangan dengan Al-Quran Tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat Tidak bertentangan dengan akal sehat Tidak bertentangan dengan fakta sejarah2. Sanad (rangkaian perawi) hadis itu harus bersambung 3. Perawi (yang meriwayatkan) hadis seseorang yang adil (jujur) dan dhabith (kuat hapalannya atau mempunyai catatan yang dapat dipertanggungjawabkan) IJTIHAD Sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Quran dan Sunnah. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam semakin kompleks dan berkembang. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak persoalan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah Saw, kemudian timbul dan terjadi pada masa-masa sesudahnya. Seandainya tidak ada dalil yang dapat memecahkan hal-hal yang demikian berarti akan sempitlah kehidupan manusia. Ketika permasalahan-permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui Al-Quran dan hadis secara eksplisit, maka timbullah apa yang disebut ijtihad. Ijtihad pada hakikatnya merupakan realisasi dari sejumlah ayat Al-Quran yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Dengan ijtihad, Islam sebagai agama yang terakhir dan universal akan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai permasalahan dan tantangan yang ada pada setiap waktu dan tempat (shlih li kulli zamn wa makn). Karena itu, Muhammad Iqbal menyebut ijtihad sebagai prinsip gerak (the principle of movement) dalam Islam. A. Pengertian Ijtihad23Secara bahasa, ijtihd (sebagaimana kata jihd) berasal dari kata jahada yang berarti mengerahkan segenap kemampuan. Secara istilah, ijtihad diartikan dengan mengerahkan segenap kemampuan dan pemikiran untuk menemukan suatu keputusan hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit di dalam Al-Quran dan Sunnah. Ruang lingkup ijtihad terbatas pada penggalian hukum syariat dari dalil-dalil dzanni (diduga kuat benar) dan wilayah fur (cabang). Perkara-perkara semacam ini disebut perkara ijtihadiah. Ijtihad tidak dilakukan atas dalil-dalil yang sudah pasti (qathi), seperti masalahmasalah akidah, kewajiban shalat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Perkaraperkara semacam ini bukanlah lingkup ijtihad. Sebab, masalah-masalah seperti ini sudah sangat jelas. Adapun dasar hukum ijtihad adalah: 1. Firman Allah Swt: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Apabila kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (QS. al-Nisa [4]:59) Ulil amri dalam urusan dunia ialah kepala negara, pemimpin atau penguasa, sedangkan Ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid. Dari ayat di atas dipahami bahwa jika para Ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaklah dilaksanakan dan dipatuhi oleh kaum Muslimin. 2. Hadis Nabi Saw: Ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah Saw bertanya kepadanya, Apa yang akan kamu lakukan apabila kamu menghadapi suatu masalah? Muadz menjawab, Memutuskannya dengan apa yang ada dalam Kitabullah. Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah? Dengan Sunnah Rasulullah. Apabila tidak ada dalam Sunnah Rasulullah? Aku akan berijtihad mennggunakan pemikiranku. Rasulullah kemudian menepuk dadanya dan berkata,Segala puji bagi Allah yang telah memberinya petunjuk kepada utusannya utusan Allah (HR. Abu Dawud dan alTirmidzi) Apabila seorang hakim berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan pahala kebenarannya). Tetapi bila berijtihad lalu keliru maka baginya satu pahala (pahala ijtihadnya) (HR. al-Bukhari & Muslim). B. Kedudukan Ijtihad Berbeda dengan Al-Quran dan Sunnah, ijtihad dalam kapasitasnya sebagai sumber ajaran Islam terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan suatu ijtihad pun adalah relatif.2. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain; berlaku untuk satu masa atau tempat tapi tidak berlaku pada masa atau tempat yang lain. 3. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan dan atau pengurangan ibadah mahdhah (ibadah yang ketentuan dan aturannya sudah ditentukan). Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasul-Nya.4. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah.24C. Syarat Mujtahid Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid. Untuk menjadi seorang mujtahid, dituntut memiliki keahlian dan penguasaan terhadap beberapa disiplin ilmu yang diperlukan dalam berijtihad, diantaranya: 1. Memahami Al-Quran dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Quran. 2. Memahami Hadis dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Hadis. 3. Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Arab. 4. Mengetahui persoalan-persoalan yang menjadi ijma (konsensus) ulama terdahulu. 5. Memahami usul fikih (dasar-dasar penetapan hukum). 6. Memahami maksud-maksud syariat (maqshid al-syari`ah) , 7. Memiliki integritas pribadi: berakal sehat, adil, dan takwa. D. Pembagian Ijtihad Secara garis besar, ijtihad ada 2 jenis: 1. Ijtihad Intiqai (Ijtihad Tarjihi). Yaitu ijtihad yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang untuk memilih pendapat ahli fiqh terdahulu dalam masalahmasalah tertentu, dengan menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan untuk diterapkan dalam kondisi sekarang.2. Ijtihad Insyai (ijtihad kreasi). Yaitu mengambil konklusi hukum baru dalam suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama fiqh terdahulu. Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ijtihad pada masa sekarang perlu dilakukan secara kolektif dengan melibatkan ahli dalam berbagai bidang, sehingga kesimpulan yang diambil mendekati kebenaran. Apalagi pembidangan ilmu pada saat ini semakin ketat dan sempit, sehingga sulit mencari seseorang yang dapat memenuhi syarat-syarat inteletual mujtahid secara sempurna. Ijtihad semacam ini disebut ijtihad jamai (kolektif). Bahkan ijtihad semacam ini memiliki dasar dalam syariat Islam. Nabi Saw. bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, bagaimana ia menyelesaikan suatu kasus, sedangkan penjelasan terperinci mengenai kasus tersebut tidak ada dalam Al-Quran dan Sunnah.Ketika itu Rasulullah Saw bersabda, Kumpulkan para ahli dalam kasus tersebut dari kalangan mukmin, musyawarahkanlah kasus tersebut di antara sesama kamu dan janganlah kamu putuskan hukum pada kasus tersebut secara sendirian. (HR. Abu Dawud). E. Metode Ijtihad Ijtihad sebagai salah satu upaya penggalian hukum Islam yang cukup dinamis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya: 1. Qiyas. Yaitu menyamakan hukum suatu masalah dengan masalah lain yang telah ada kepastian hukumnya di dalam Al-Quran dan Hadis karena adanya kesamaan illat (sebab hukum). Contohnya, hukum minum bir sama dengan hukum meminum khamr, yaitu haram (QS. Al-Baqarah [2]:219), karena sifat keduanya adalah samasama memabukkan 2. Istislah. Yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya dalam AlQuran dan Sunnah atas pertimbangan kemaslahatan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syariat. Kemaslahatan ini sering disebut al-Maslahah al-Mursalah. Contoh istislah ialah usaha Abu Bakar untuk menghimpunkan Al-Quran dalam satu mushaf. Tidak ada nash yang memerintahkan dan tidak ada nash yang melarang upaya tersebut. Setelah terjadi peperangan Yamamah banyak para penghafal Al-Quran yang25mati syahid ( 70 orang). Umar bin Khattab melihat kemaslahatan yang sangat besar akan pengumpulan Al-Quran itu, bahkan menyangkut kepentingan agama. Seandainya tidak dikumpulkan, dikhawatirkan aI-Quran akan hilang. Karena itu Abu Bakar menerima anjuran Umar dan melaksanakannya. Demikian pula tidak disebut oleh syara tentang keperluan mendirikan rumah penjara, menggunakan mikrofon di waktu adzan, menjadikan tempat melempar jumrah menjadi dua tingkat, tempat sai dua tingkat, tetapi semuanya itu dilakukan semata-mata untuk kemashlahatan agama, manusia dan harta. 3. Sadd al-Zariah. Yaitu upaya menutup atau melarang sesuatu yang pada dasarnya diperbolehkan, karena akan membawa kepada kemafsadatan (kerusakan). Misalnya menjual senjata kepada musuh atau menjual anggur kepada produsen minuman keras. 4. Urf. Yaitu upaya menetapkan hukum melalui pertimbangan adat istiadat yang berlaku di suatu masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Misalnya kebiasaan yang berlaku di sebuah masyarakat dalam masa pertunangan, pihak laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita, tetapi hadiah itu tidak dianggap sebagai mahar (maskawin), atau kebiasaan masyarakat dalam berjual beli dengan cara mengambil barang dan membayar uang tanpa ijab kabul, seperti di pasar swalayan.26