modul kegemukan
TRANSCRIPT
![Page 1: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/1.jpg)
SKENARIO
Seorang pria umur 44 tahun datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin.
Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderita diabetes. Ia tidak
merokok. Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg, LP = 95 cm, TD 150/95
mm/Hg. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Setelah diperiksa
laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :
- GDP 110 mg/dl
- Kolesterol total 280 mg/dl
- LDL – kolesterol 180 mg/dl
- TG 180 mg/dl
- HDL – kolesterol 32 mg/dl
- Asam urat 9 mg/dl
- Lain-lain dalam batas normal
KATA SULIT
Obesitas : penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat
mengganggu kesehatan
KATA/KALIMAT KUNCI
- Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg,
- LP = 95 cm,
- TD 150/95 mm/Hg
- GDP 110 mg/dl
- Kolesterol total 280 mg/dl
- LDL – kolesterol 180 mg/dl
- TG 180 mg/dl
- HDL – kolesterol 32 mg/dl
- Asam urat 9 mg/dl
- Ibu menderita DM
- Pasien tidak merokok
![Page 2: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/2.jpg)
PERTANYAAN
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas?
2. Hormon apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan berat badan?
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dari pria
tersebut?
4. Bagaimana hubungan obesitas dengan hasil pemeriksaan laboratorium
yang didapatkan?
5. Bagaimana hubungan riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami
pria tersebut?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab
peningkatan BB yang abnormal?
7. Penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan akibat obesitas?
8. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan obesitas?
9. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien dengan obesitas?
10. Apa saja differential diagnoses dari scenario?
JAWABAN
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas?
Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya :
apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana
aktifitasnya.
Aktivitas fisik
Kurangnya kativitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan yang kaya lemak dan
tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas.
![Page 3: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/3.jpg)
Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya : Sindrom
cushing, Hyphothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan
saraf bias menyebabkan seseorang banyak makan
Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bias mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya
dengan makanan
Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bias
menyebabkan penambahan berat badan
Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan
bertambahnya jumlah jumlah lemak dalam tubuh. Penderita obesitas
terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bias memiliki sel
lemak 5 kali lebih banyak dengan orang berat badan normal
Genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga
makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya
obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
2. Hormon apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan berat badan?
a. Kortisol, peningkatan kortisol akan memicu pemecahan glukosa
b. Leptin, memiliki reseptor Npy, yang merupakan pemicu rasa lapar
c. Tiroid, penurunan hormon tiroid akan menurunkan metabolisme tubuh
![Page 4: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/4.jpg)
3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dari pria
tersebut?
Pemeriksaan fisik :
TB 160 cm, BB 78 kg
IMT = Berat badan = 78 = 30,4 kg/m2 obes 2
Tinggi badan (m2) (1,6)2
LP = 95 cm obesitas sentral
Normal : laki –laki = 90 cm
TD 150/95 mm/Hg hipertensi
Normal pada orang dewasa : 120/80 mm/Hg
Pemeriksaan laboratorium :
GDP 110 mg/dl hiperglikemia
Normal : <100 mg/dl
Kolesterol total 280 mg/dl hiperkoleterolemia
Normal : <200 mg/dl
LDL – kolesterol 180 mg/dl tinggi
Normal : <120 mg/dl
TG 180 mg/dl tinggi
Normal : laki-laki 40-160 mg/dl
HDL – kolesterol 32 mg/dl rendah
Normal : 35-55 mg/dl
Asam urat 9 mg/dl tinggi
Normal : laki-laki 3,5 – 7 mg/dl
![Page 5: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/5.jpg)
4. Bagaimana hubungan obesitas dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang
didapatkan?
- Hipertrigliseridemia dapat terjadi pada penderita obesitas karena
peningkatan sekresi VLDL akibat hiperinsulinemia dan ketersediaan asam
lemak bebas yang berlebih.
- Total kolestrol pada penderita obesitas meningkat karena adanya
penumpukan kolestrol dalam jaringan lemak tubuh (adipose)
- Tekanan darah meningkat bisa terjadi karena terdapat plak aterosklerosis
akibat peningkatan kadar LDL
5. Bagaimana hubungan riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami pria
tersebut?
Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi. Risiko
mengidap diabetes cukup tinggi jika keluarga, orang tua atau saudara juga
memiliki riwayat DM. Risiko DM diturunkan jika ada salah satu orang tua
dengan diabetes tipe 2, risiko penyakit itu diturunkan sebesar 15 persen. Tetapi
jika kedua orang tua memiliki kondisi tersebut, risiko penyakit itu diturunkan
kepada anak mereka sebesar 75 persen.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Tetapi
anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan
gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak tidak ada keterkaitan secara langsung
antara riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami pria tersebut,
melainkan lebih cenderung ke arah riwayat obesitas orang tua yang dapat
diturunkan ke anaknya, dan gaya hidup yang dapat memicu terjadinya obesitas
![Page 6: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/6.jpg)
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab peningkatan
BB yang abnormal?
a. Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan menggunakan rumus
kemudian menggunakan interpretasi sebagai berikut:
Menurut WHO
Tabel 1. IMT & risiko komorbiditas menurut WHO
Asia Pasifik
IMT (Kg/m2) Risiko ko-morbiditas
BB kurang < 18.5 Rendah
Normal 18.5 - 24.9 Normal
BB lebih 25.0 - 29.9 Meningkat
Obes I 30.0 - 34.9 Moderat
Obes II 35.0 - 39.9 Berat
Obes III > 40 Sangat berat
IMT (Kg/m2) Risiko ko-morbiditas
BB kurang < 18.5 Rendah
Normal 18.5 - 22.9 Normal
BB lebih > 23 -
Beresiko 23 - 24.9 Meningkat
Obes I 25 - 29.9 Moderat
Obes II > 30 Berat
![Page 7: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/7.jpg)
Tabel 2. IMT & risiko komorbiditasnya berdasarkan standar Asia-
Pasific
Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik
![Page 8: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/8.jpg)
Gambar 1. Tipikal bentuk tubuh sesuai dengan IMT
b. Mengukur Lingkar Pinggang dengan nilai-nilai sebagai berikut:
WHO 2000Laki-laki = 94 cm Perempuan = 80 cm
EropaLaki-laki = 102 cm
![Page 9: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/9.jpg)
Perempuan = 88 cm Asia Pasifik
Laki-laki = 90 cm Perempuan = 80 cm
Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik.
c. Mengukur Kadar lemak
Tidak mudah untuk mengukur lemak tubuh seseorang. Cara-cara berikut
memerlukan peralatan khusus dan dilakukan oleh tenaga terlatih:
Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air
dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang
tersisa.
BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah
dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah
udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.
DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening
tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokalisasi
dari lemak tubuh.
Cara yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu:
a. TLK, mengukur ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh
diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang
menyerupaiforseps). Tebal lipatan kulit dapat diukur pada sembilan
tempat pada tubuh, yaitu dada, subskapula, mid-axilaris, supraliaka,
perut, trisep, bisep paha, dan betis.
b. Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik),
penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik tidak
berbahaya di alirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.
7. Penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan akibat obesitas?
Obesitas dapat menyebabkan beberapa penyakit, lebih tepatnya meningkatkan
resiko terjadinya penyakit berikut ini:
![Page 10: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/10.jpg)
a) Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 terjadi oleh dua kelainan utama yaitu adanya
defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan adanya
resistensi insulin. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa diabetes melitus
tipe 2 dimulai dengan adanya resistensi insulin, kemudian menyusul
berkurangnya pelepasan insulin. Pada penderita obes juga ditemukan
adanya resistensi insulin. Ada dugaan bahwa penderita diabetes melitus
tipe 2 dimulai dengan berat badan normal, kemudian menjadi obes dengan
resistensi insulin dan berakhir dengan diabetes melitus tipe 2. Pada
umumnya penderita diabetes melitus dengan keluhan khas yang datang ke
klinik sudah ditemukan baik resistensi insulin maupun defek sel beta
pancreas.
Resistensi insulin erat hubungan dengan penderita obesitas. Pada
orang yang mengalami obesitas, terdapat penimbunan lemak yang berlebih
pada jaringan adiposa dalam tubuh. Jaringan adiposa mempunyai dua
fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserid,
dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan berbagai hormon
yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor necrosis
factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin.
Hormon-hormon tersebut berperan juga pada terjadinya resistensi insulin.
![Page 11: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/11.jpg)
Gambar 2. Hubungan jaringan lemak dengan kejadian resistensi
insulin.
b) Gallbladder disease
Penyakit batu kandung empedu dan saluran empedu biasanya
menyerang orang-orang berusia antara 20 - 50 tahun. Penyakit ini 6 kali
lebih sering terjadi pada wanita sampai usia 50 tahun. Di atas usia tersebut
sama untuk kedua jenis kelamin. Selain itu, wanita yang mengalami lebih
dari 2 kali kehamilan, maka resiko mendapatkan batu empedu semakin
tinggi. Obesitas/kegemukan mempunyai resiko menderita batu empedu
lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak obesitas. Beberapa upaya
pencegahan terbentuknya batu empedu yang dapat ditempuh antara lain
menjaga berat badan agar tetap normal, menurunkan kolesterol, dan
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat. Tetapi di lain
pihak, diet keras untuk menurunkan berat badan dengan cepat dapat
merangsang hati untuk mengeluarkan kolesterol dalam jumlah besar ke
dalam cairan empedu, sehigga dapat menimbulkan batu empedu.
c) Hipertensi
Hubungan antara hipertensi dan obesitas di laporkan pada penelitian
Kannel dkk yaitu ditemukannya insidens hipertensi dua kali lipat pada
populasi obesitas dibandingkan dengan yang non obesitas dalam umur 20
- 39 tahun. Penelitian ini juga melaporkan adanya peningkatan insiden
hipertensi 50% pada usia 40 - 60 tahun.
d) Coronary Heart Disease
Obesitas juga mengakibatkan beberapa penyakit seperti perubahan
kadar lipid plasma yang cenderung memperberat proses aterosklerosis,
kelainan metabolik terutama pada keberadaan insulin sehingga tidak
sedikit yang berkaitan dengan penyakit Diabetes, dikatakan juga kejadian
stroke lebih tinggi pada penderita obesitas. Oleh karena berlebihnya berat
badan, maka jantung akan bekerja dengan beban yang berlebih sehingga
hal ini akan mempengaruhi terjadinya hipertropi ventrikel.
![Page 12: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/12.jpg)
Obesitas juga sangat erat hubungannya dengan kejadian hipertensi,
bahkan salah satu pengobatan hipertensi adalah dengan mengurangi berat
badan yang berlebih. Pada Framingham heart study tampak jelas sekali
bahwa obesitas merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya penyakit
jantung koroner. Hal ini di perkuat dengan hasil penelitian The Nurse’s
Health study maupun penelitian yang dilakukan di Finlandia terhadap
16000 laki laki dan wanita yang berumur 30-59 tahun. Dikatakan pada
peneltian tersebut bahwa tiap kenaikan berat badan 1 unit BMI dari
BMI 22 dapat meningkatkan 4-5 % mortalitas penyakit jantung koroner.
e) Osteoarthritis
Obesitas merupakan penyebab umum dari radang sendi. Mekanisme
yang tepat tentang bagaimana kelebihan berat badan mempengaruhi
osteoartritis tidak jelas. Meskipun kelebihan beban ditempatkan pada
permukaan sendi akan mempercepat rusaknya tulang rawan, obesitas juga
berkorelasi dengan osteoarthritis tangan, menunjukkan penyebab yang
lebih sistemik.
Dalam penelitian terbaru dalam jurnal Radiologi rangka, dilakukan
evaluasi ketebalan dinding arteri poplitea pada individu dengan
osteoarthritis. Empat puluh dua pasien yang didiagnosis dengan
osteoarthritis pada beberapa sendi dibandingkan dengan 27 pasien tanpa
osteoartritis (kelompok kontrol). MRI lutut digunakan untuk mengevaluasi
ketebalan dinding pembuluh arteri poplitea. Kelompok osteoartritis
memiliki dinding pembuluh tebal daripada kelompok kontrol, bahkan
ketika para peneliti membuat penyesuaian untuk jenis kelamin, berat
badan dan usia. Karena ketebalan dinding pembuluh secara langsung
berhubungan dengan tekanan darah tinggi dan penyakit arteri perifer dan
koroner. Salah satu teori untuk menjelaskan hubungan antara osteoarthritis
dan obesitas didasarkan pada sel-sel darah putih, sel-sel yang berperan
dalam kekebalan tubuh. Sel darah putih meningkat di daerah di mana
lemak terakumulasi, terutama di sekitar perut (obesitas perut). Peningkatan
sel darah putih menyebabkan peradangan yang luas di dalam tubuh,
![Page 13: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/13.jpg)
sehingga terbentuk daerah pro-inflamasi yang ditunjukkan oleh
peningkatan C-reactive protein dan produksi sitokin yang menyebabkan
reaksi berantai mengakibatkan kerusakan pada tulang rawan. Kombinasi
resistensi insulin dan area pro-inflamasi juga dapat mempengaruhi proses
perbaikan tulang rawan yang normal.
8. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan obesitas?
a) Hypothyroidisme
Adanya penurunan kadar hormon thyroid akan menyebabkan penurunan
metabolisme basal 50-60 % dari keadaan normal. Sehingga lemak yang
normalnya pada keadaan basal harus dilisiskan sebesar 2,5 g/kgBB/hari
akan mengalami penurunan sama sekali bahkan tidak ada. Akibatnya
kandungan lemak dalam tubuh semakin banyak. Hal inilah yang dapat
menyebabkan obesitas.
b) Cushing’s Syndrome
Pada Cushing syndrome terjadi peningkatan kadar kortisol yang cukup
signifikan, dimana efek dari peningkatan hormon kortisol akan
berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak,
protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi. Khusus pada
metabolisme lemak, akibat peningkatan kortisol maka semakin banyak
terjadi lipogenesis pada jaringan adiposa dan glukoneogenesis di hepar,
namun hasil dari lipolisis berupa asam lemak ini banyak yang dimobilisasi
kembali dan terpusat pada dada dan wajah. Demikian halnya kita ketahui
bahwa selain meningkatkan mobilisasi asam lemak tubuh, kortisol
jugamenyebabkan penumpukan lemak pada wajah dan dada, sehingga 30-
40% hasil metabolisme dari glukosa berupa lemak akan banyak yang
ditumpuk pada bagian dada dan wajah. Hal inilahkemudian yang memicu
terjadinya obesitas.
c) Growth Hormone Disorders
Pada keadaan normal GH berfungsi dalam meningkatkan sintesa
protein,memobilisasi asam lemak dan meningkatkan penggunaan lemak
sebagai sumber energi terutama pada keadaan puasa. Adanya gangguan
![Page 14: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/14.jpg)
pada GH akan mengakibatkan berkurangnya pemakaian lemak sebagai
sumber energi, dan pemakaian glukosa menjadi tidak terkontrol.
Akibatnya pemakaian lemak menjadi berkurang dan pembentukannya
meningkat sebagai hasil dari metabolisme glukosa. Keadaan inilah yang
menyebabkan terjadinya kegemukan pada seseorang.
9. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien dengan obesitas?
I. Anamnesis
Mengucapkan salam pada pasien
Menjaga suasana santai dan rileks
Menanyakan identitas pasien
Menanyakan keluhan pasien
Apakah pasien menyadari ada spasme otot atau kekakuan ?
Apakah pasien merasa ngilu atau sakit di kaki, lengan atau tangan ?
Apakah pasien mengalami penambahan atau pengurangan berat badan
tanpa melakukan aktivitas berat ?
Apakah pasien merasa haus berlebih dan urin yang meningkat ?
Apakah pasien merasa terjadi perubahan dalam kebutuhan energinya ?
Apakah pasien mampu bertoleransi dengan perubahan cuaca suatu
lingkungan ?
Apakah pasien merasa terjadi perubahan dalam perasaan (mood) atau
daya ingat ?
Menggali riwayat penyakit terdahulu
Menggali riwayat penyakit keluarga dan lingkungan,apakah keluarga
pasien mengalami gangguan tyroid,diabetes atau kelainan endokrin
lainnya ?
II. Pemeriksaan Fisis
a) Inspeksi
Observasi mood pasien
Melihat apakah terjadi pembesaran tyroid
Lihat exopthalmus
![Page 15: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/15.jpg)
Postur tubuh,lemak tubuh,dan kejadian tremor
Observasi kulit, teksture rambut dan kelembabannya
Perhatikan “moonlike-face” atau “buffalo hump”
Observasi extremitas bawah untuk kulit dan perubahan warna yang
mengindikasikan terjadi kelainan sirkulasi
b) Pemeriksaan Kelenjar Tyroid
Persiapan penderita dengan cara mengatur posisi pasien sedemikian
rupa sehingga saat mengamati kelenjar tyroid, posisi mata harus
sejajar(horizontal) dengan leher yang diperiksa
Melakukan cuci tangan rutin
Inspeksi daerah leher pasien apakah tampak tingkat I dan tingkat II.
Jika tidak tampak pembesaran,pasien diminta untuk menengadah dan
menelan ludah.
Lakukan palpasi dengan cara berdiri dibelakang pasien, lalu
diletakkan dua jari telunjuk dan jari tengah pada masing-masing
lobus kelenjar tyroid yang letaknya beberapa sentimeter dibawah
jakun. Perabaan jangan dilakukan dengan terlalu keras atau terlalu
lemah. Penekanan terlalu keras mengakibatkan kelenjar masuk atau
pindah kebagian belakang lehe, sehingga pembesaran tidak teraba.
Perabaan terlalu lemah akan mengurangi kepekaan perabaan.
Kembali melakukan cuci tangan rutin
Terakhir, menentukan tingkat pembesaran kelenjar tyroid dengan
melihat acuan untuk menentukan derajat pembesarannya.
c) Mengukur Tebal Lipatan Kulit dalam Menentukan Status Gizi Cara
Antropometrik
Mempersiapkan berupa Lange Skinfold Calipers dan/atau
Harpenden Skinfold Calipers. Pastikan alat tersebut masih dalam
keadaab baik.
Melakukan persiapan pada pasien lalu memberikan informasi umum
tentang pengukuran yang akan dilakukan.
Melakukan cuci tangan rutin
![Page 16: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/16.jpg)
Menentukan lokasi pengukuran TLK,yyaitu pada dada,mid-
axilla,suprailiaca,aubscapula,abdominal,biceps,triceps,paha dan betis
Kemudian melakukan pengukuran disembilan lokasi pengukuran
tadi
Lakukan cuci tangan rutin kembali
Menentukan nilai TLK pasien
Menentukan status gizi pasien
d) Mengukur Lingkar Pinggang
Mempersiapakan alat pengukur lingkar pinggang berupa meteran
dan pastikan bahwa alat tersebut masih baik untuk digunakan
Lakukan persiapan pada pasien dan berikan informasi umum berupa
tentang pengukuran yang akan dilakukan
Lakukan cuci tangan rutin
Menentukan tempat pengukuran lingkar pinggang,yaitu pertengahan
antara costa XII dengan crista iliaca
Letakkan meteran pada pertengahan antara ujung costa XII dan crista
iliaca
Tentukan titik tengah dari lokasi tersebut
Lingkarkan meteran sampai cukup terukur lingkar pinggang. Perlu
diingat bahwa meteran jangan terlalu kuat atau terlalu longgar
Membaca skala meteran dengan seksama dan catat hasilnya
Kembali lakukan cuci tangan rutin
Terakhir, tentukan status gizi lingkar pinggang berdasarkan nilai
acuan status gizi lingkar pinggang.
III. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Tes Glukosa Darah Sewaktu
Tes Glukosa Darah Puasa
Tes Toleransi Glukosa Oral
Tes Glukosa 2 jam Post Prandial
Tes HbA1c
![Page 17: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/17.jpg)
Tes C-Peptide
b) Nuclear Scanning
c) Pemeriksaan Radiologi
CT-Scan
MRI
USG
d) Biopsi
Interpretasi hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Bila kadar GDS > 200 mg/dl disertai gejala klinis yang khas, maka
diagnosi DM ditegakkan.
GDP bila didapatkan hasil :
1. <100 mg/dl : normal
2. 100-125 mg/dl : Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
3. ≥126 mg/dl : Diabetes Melitus
TTGO : Interpretasi sama dengan diatas untuk GDP,sedangkan
untuk 2 jam setelah pembebanan glukosa adalah :
1. <140 mg/dl : Normal
2. 140-199 mg/dl : Gangguan toleransi glukosa
3. ≥200 mg/dl : Diabetes Melitus
10. Apa saja differential diagnoses dari scenario?
I. Sindroma Metabolik
A. Definisi
Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko
metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit
kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain
terdiri dari dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kadar glukosa plasma, keadaan prototrombik, dan
proinflamasi.
![Page 18: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/18.jpg)
B. Etiologi
Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.
Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari Sindrom
Metabolik adalah resistensi insulin. Menurut pendapat Tenebaum
(2003) penyebab sindrom metabolik adalah
1. Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk
mengkompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya
komplikasi makrovaskuler
2. Kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi
insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini
menimbulkan komplikasi mikrovaskuler (Mis: nephropathy
diabetica)
Hipotesis lain juga menyatakan bahwa penyebab primer SM adalah
resistensi insulin (RI). RI berkorelasi dengan timbunan lemak visceral
yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist
to hip ratio. Hubungan antara RI dan PKV diduga dimediasi oleh
terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang
akan menyebabkan kerusakan vaskuler dan pembentukan atheroma.
Hipotesis lain karena perubahan hormonal yang mendasari
terjadinya obesitas sentral. Suatu studi membuktikan bahwa individu
yang mengalami kadar kortisol dalam serum (yang disebabkan oleh
stress kronik) mengalami obes sentral, RI dan dislipidemia. Para
peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stress akan
menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial
dan infark miokard.
C. Patofisiologi
Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun
mekanisme yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang
diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan
![Page 19: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/19.jpg)
produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik di sirkulasi
maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adipose dapat
menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi.
Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stres
oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan
awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis.
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi
penyakit antara lain diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien
diabetes melitus tipe 2, biasanya terjadi peningkatan stress oksidatif,
terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap sebagai salah
satu penyebab terjadinya disfungsi endotel-angiopati diabetic, dan
pusat dari semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang
menginduksi stress oksidatif melalui 3 jalur, yaitu; peningkatan jalur
poliol, peningkatan auto-oksidasi glukosa dan peningkatan protein
glikosilat. Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat
pengambilan glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan
sekresi insulin oleh sel-β pankreas. Stres oksidatif secara langsung
mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan penting pada
patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Dari
beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas
dapat menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai dengan
peningkatan ekspresi Nicotinamide Adenine Dinucleotide
Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan ekspresi enzim
antioksidan.
Pada kultur sel adiposa, peningkatan kadar asam lemak
meningkatkan stres oksidatif melalui aktivasi NADPH oksidase
sehingga menyebabkan disregulasi sitokin proinflamasi IL-6 dan
MCP-1. Akumulasi peningkatan stres oksidatif pada sel adiposa dapat
menyebabkan disregulasi adipokin dan keadaan SM. Furukawa dkk
![Page 20: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/20.jpg)
(2004) menunjukkan bahwa kadar adiponektin berhubungan terbalik
dengan stres oksidatif secara sistemik.
Patofisiologi SM masih menjadi kontroversi, namun hipotesis yang
paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Gambar 2
menunjukkan etiologi patofisiologi dari resistensi insulin dan
sindroma metabolik .
Gambar 3. Berbagai keadaan pada sindroma metabolik
D. Kriteria Diagnosis
Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World
Health Organization) dan NCEP-ATP III (the National Cholesterol
Education Program- Adult Treatment Panel III)
![Page 21: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/21.jpg)
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik
E. Gejala Klinis
Sindrom metabolik pada umumnya tidak bergejala dan tidak
menimbulkan masalah kesehatan secara langsung, sehingga
diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi gangguan
metabolik tersebut. Seseorang dapat dikatakan mengalami sindrom
metabolik, jika memiliki lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki atau >
80 cm untuk perempuan (obesitas sentral), disertai dengan dua atau
lebih dari empat kriteria klinis berikut:
1. Peningkatan kadar trigliserida
2. Peningkatan tekanan darah
3. Peningkatan kadar glukosa puasa
4. Perununan kadar kolesterol HDL
Pengukuran lingkar perut dilakukan pada bagian pinggang, di
antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian bawah.
Pemeriksaan kriteria klinis lainnya dilakukan melalui pemeriksaan
laboratorium.
F. Pengobatan
Penatalaksanaan sindrom metabolik bertujuan untuk menurunkan
resiko penyakit kardiovaskular dan DM tipe 2 pada pasien yang belum
diabetes. Apabila kondisi tersebut sudah ada maka perlu dilakukan
terapi pengobatan untuk sindrom metabolik. Penatalaksanaan sindrom
metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (kegemukan
atau obesitas dan inaktivitas fisik) serta tatalaksana faktor resiko lipid
dan non lipid.
![Page 22: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/22.jpg)
Pengaturan berat badan merupakan dasar, tidak hanya bagi obesitas
tapi juga sindrom metabolik. Penurunan berat badan 5-10 % sudah
bisa memberikan perbaikan profil metabolik. Penanganan dilakukan
terintegrasi dalam pengelolaan berat badan mencakup diet, aktivitas
fisik, dan perubahan perilaku. Tekanan darah juga harus diturunkan
dangan terapi farmakologi. Pilihan terapi untuk dislipidemia (kadar
lemak darah abnormal) adalah perubahan gaya hidup dan diikuti oleh
medikasi seperti gemfibrozil dan fenofibrat. Perbaikan profil lipid
diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
G. Komplikasi
Sindrom metabolik di kemudian hari dapat menimbulkan masalah
kesehatan yang lebih serius, seperti :
Diabetes melitus tipe 2
Penyakit jantung koroner (PJK)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
Stroke
Perlemakan hati (fatty liver)
Gagal jantung
II. Cushing Syndrome
A. Defenisi
Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang
disebut dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan
menyebabkanaldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan
menyebabkan virilismeadrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam
bentuk murni tetapi bisa mempunyai gambaran yang tumpang tindih.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam
darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara
![Page 23: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/23.jpg)
spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid.
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek
metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam
darah yang menetap.
Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh
hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau
adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila
terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan
akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas
badan (truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan,
amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema,
glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini
dinamakan dengan sindrom cushing. Adapun klasifikasinya adalah
sebagai berikut :
1. Hiperplasia Adrenal Sekunder terhadap kelebihan produksi
ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi hipothalamik-hipofisa
dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH
hipofisis. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang
menghasilkan ACTH atau CRH, yaitu karsinoma
Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma pankreas, dan
adenoma bronkhus.
2. Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa
adenoma dan karsinoma
3. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan
penggunaan glukokortikoid jangka lama penggunaan ACTH
jangka lama
![Page 24: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/24.jpg)
Tanpa mempertimbangkan etiologi, semua kasus cushing sindrom
endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh
adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya ialah :
1. Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH
hipofisis
2. Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin. 20-25% pasien
sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal
3. Penyebab terbanyak adalah iatrogenik
C. Epidemiologi
Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih
sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia
hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki,
kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih
diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah
adenoma hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada
lebih 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis.
Disamping itu, defek bisa berada pada hipothalamus atau pada pusat-
pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan pelepasan CRH
(Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan keadaan
kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar
kortisol yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang
normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis,
menyebabkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada waktu ini
tumor hipofisis menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem
saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar.
Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang
hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma (diameter
<10mm;50% adalah 5mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai
makroadenoma (>10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik.
![Page 25: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/25.jpg)
Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara
biologik, kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH
dan CRHdan menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari
kasus ini berkaitan denganprimitive small cell (Oat Cell) tipe dari
karsinoma bronkogenik atau tumor timus, pankreas, ovarium, Ca.
Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus.
Timbulnya sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien
dengan Ca. Paru, pasien tidak memperilahtkan gambaran klinis.
Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma
mempunyai perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan gambaran
Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom
Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar
kranium atau dalam kranium.
Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya
adalah ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran
biokimia hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya
mempunyai mikro atau makronudular kedua kelenjar nodular
mengakibatkan hiperplasi nodular. Penyebabnya adalah penyakit
autoimun familial pada anak-anak atau dewasa muda (disebut
displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitivitas
terhadapgastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap
peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.
Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah iatrogenik pemberian
steroid eksogen dengan berbagai alasan.
E. Gejala klinis
Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemaha
otot dan kelelahanm osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di
bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin
dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme
mendorong penumpukan jaringan adiposa di tempat-tempat tertentu
khususnya wajah bagian atas (Moon face), daerah antara tulang belikat
![Page 26: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/26.jpg)
(Bufallo Hump) dan mesentrik (Obesitas Badan). Jarang, tumor
episternal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap penumpukan
lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini
belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan/atau
peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai
peningkatan sel darah merah.
Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan emosional,
mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung atau psikosis.
Pada wanita peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan acne,
hirsutisme, dan oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain
seperti obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan DM kurang membantu
diagnosis. Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae, miopati, dan
virilisasi adalah lebih sugestif pada sindrom Cushing. Kecuali pada
sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin meningkat.
Kadang-kadang hipokalemia, dan alkalosis metabolik dijumpai,
terutama dengan produksi ACTH ektopik.
F. Diagnosis
Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi
kortisol dan kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila
diberikan deksametason.
Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah
malam. Pada kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24
jam juga bisa digunakan sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol
bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl (100 mikrogram/dL),
diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin
menuju ke <80nmol atau kortisol plasma turun ke <140nmol setelah
tes supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6 jam
selama 48 jam).
Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan
ACTH secreting pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary
disfunction dengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan
![Page 27: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/27.jpg)
menentukan respon pengeluaran kortisol terhadap pemberian
deksametason dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam selama 2 hari).
Kadar ACTH plasma digunakan untuk membedakan berbagai
penyebab sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab
tergantung-ACTH dari tak tergantung-ACTH. Pada sindrom ACTH
ektopik , kadar ACTH bisa meningkat diatas 100 pmol/L (500pg/mL),
dan kebanyakan pasien kadar ACTH berada di atas 40pmol/L
(200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma
atau disfungsi hipothalamik pituitari, kadar ACTH berkisar dari 6-
30pmol/L (30-150pg/mL) [normal <14pmol/L(<60pg/mL)]
Beberapa pemeriksaan tambahan seperti tes infus metirapon dan
CRH, sedangkan pasien dengan tumor yang memproduksi ACTH
ektopik tidak. Penggunaan tes infus CRH tidak memastikan karena
jumlah penelitian yang telah dilakukan terbatas dan CRH tidak
tersedia.
Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol
disangkatkan dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol
bebas basal urin dengan hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid
urin atau DHEA sulfat plasma. Sekresi estrogen adrenal pada pasien
ini biasanya menurun sehubungan dengan supresi ACTH yang
diinduksi-kortisol dan involusi zona retikularis yang menghasilkan
andrgogen.
Diagnosis karsinoma adrenal disangkatkan dengan massa abdomen
yang teraba dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan
DHEA sulfat plasma.
Evaluasi radiologik berupa CT scan bernilai untuk menemukan
lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral.
Semua pasien hipersekresi ACTH hipofisis harus mengalami
pemeriksaan pencitraan MRI scan hipofisis dengan bahan kontras
gadolinium.
![Page 28: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/28.jpg)
G. Pengobatan
Pengobatan sindroma cushing didasarakan pada penyebab awalnya,
seperti :
1. Neoplasma Adrenal
Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal adalah
mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan
produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan
urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah
korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona
glomerulosa bisa terganggu. Obat ini biasanya diberikan dengan
dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis
ditingkatkan secara bertahap menjadi 8-10 gr/hari. Semua pasien
yang diobati dengan mitotan harus menjalani terapi pemulihan
jangka lama.
2. Hiperplasia Bilateral
Terapi yang harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH,
pengobatan ideal adalah pengangkatan dengan menjalani
eksplorasi bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan
menemukan adenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan
selective petrosal sinus venous sampling dan adrenalektomi
total. Penghambatan steroidogenesis juga bisa diindikasikan
pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan.
Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan
pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-
1200mg/hari). Mitotan (2-3mg/hari) dan/atau penghambatan
sintesis steroid aminoglutetimid (1g/hari) dan metiraponi (2-
3g/hari). Mifeperistone, suatu inhibitor kompetitif ikatan
glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan
pengobatan.
![Page 29: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/29.jpg)
H. Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan
mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi.
Prognosis tergantung pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol
sebelum pengobatan, terutama aterosklerosis dan
osteoporosis. Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek,
disamping pembedahan.
III. DM tipe 2
A. Definisi
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak
normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan
mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi
perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas
telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau
penyembuhan diabetes.
Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes
oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh
jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual
dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat
menjadi parameter untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai
defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi
glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga.
Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik
menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler
dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini
ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya
ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana
diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD
(kardiovaskuler)
![Page 30: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/30.jpg)
B. Etiologi
DM tipe II diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga
yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang
berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi,
tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras
Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk
menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang
mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan
aktivitas fisik kita sehari-hari.
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk
menderita diabetes tipe 2 :
Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau
kakak atau adik)
Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi
(>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan
bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat
badan ideal)
Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada
usia 45 tahun
![Page 31: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/31.jpg)
Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi
juga resistensi insulin
C. Gejala Diabetes Mellitus
Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di
samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah
seks menurun, dan luka sukar sembuh.
Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan
adanya keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan
diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat
check-up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu
dalam rangka penyuluhan kepada pasien seperti ini, kita sering
mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak
ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa
darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa
yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa.
Pasien dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau
komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal,
jantung, dan lain-lain. Beberapa faktor yang dapat menunjang
timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan
gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia.
D. Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk mmbentuk sel
baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga
memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik.
Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada
manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan
![Page 32: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/32.jpg)
sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan),
protein (asam amino) dan lemak (asam lemak)
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke
lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu
makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk
dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil
akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme itu insulin meme peran yang sangat
penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
E. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosadarah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya
glukosuria saja.Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan
asal bahan darah yangdiambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
Untuk diagnosis DM,pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan caraenzimatik dengan bahan glukosa
darah plasma vena. Untuk memastikandiagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang
terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darahdapat dipakai bahan
darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alatpengukur kadar glukosa
darah cara reagen kering yang umumnya sederhanadan mudah
dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakaialat-alat
tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan denganbaik dan
![Page 33: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/33.jpg)
cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.Secara
berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu
dibandingkan dengan cara konvensional.
1. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada
kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM,
yaitu :
kelompok usia dewasa tua (>45 tahun )
kegemukan {BB (kg)>120% BB idaman atau
IMT>27 (kg/m2)}
tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
riwayat keluarga DM
riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi>4000
gram
riwayat DM pada kehamilan
dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau
Trigliserida>250 mg/dl
pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
![Page 34: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/34.jpg)
*metode enzimatik
2. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes
Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah,
dan penurunan berat badan yangtidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasienpria,
serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa >126 mg/dl juga digunakan untuk patokan
diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal ,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali
lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang
lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) :
3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
puasa semalam, selama 10-12 jam
kadar glukosa darah puasa diperiksa
diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan
dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap
istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
![Page 35: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/35.jpg)
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)200 mg/dl ,
atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)126 mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam
terakhir ) atau
3. Kadar glukosa plasma200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban
glukosa 75 gram pada TTG
F. Penatalaksanaan
Dalam pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama pengelolaan
yaitu:
1. Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan
diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan
latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam
pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap
pasien diabetes. Di samping kepada pasien diabetes,
edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak
perencana kebijakan kesehatan.
Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung
rawat kesehatan diabetes, pada tiap kontak antara
diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit
pemisahan aspek-aspek edukasi yang terbaik sebagai
faktor penyumbang efektivitas. Pengakuan bahwa 95%
dari rawat kesehatan diabetes disediakan oleh diabetisi
sendiri, dan keluarganya, tercermin dalam terminologi
saat ini yaitu program edukasi swa-manajemen diabetes
(ESMD). Dengan pengertian bahwa pengetahuan
sendiri tidak cukup untuk memberdayakan orang untuk
mengubah perilaku dan memperbaiki hasil akhir.
![Page 36: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/36.jpg)
Dalam laporan teknologi yang memberitahukan
panduannya atas pemakaian model edukasi-pasien,
NICE menyediakan suatu tinjauan, bukan sekedar
meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan,
durasi, pengukuran hasil akhir dapat mengurangi resiko
penyakit Diabetes mellitus tipe 2
2. Diet
Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola
makan yang teratur, maka penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan
perencanaan makanan dan dalam pengelolaan diabetes
adalah sebagai berikut :
Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid
dalam batas-batas normal
Menjamin nutrisi yang optimal untuk
pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan
janinnya
Mencapai dan mempertahankan berat badan ideal
3. Latihan jasmani
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang
teratur memegang peran penting terutama pada DM
tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada
diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau
menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah,
meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan
berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa
percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler
4. Obat hipoglikemik
![Page 37: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/37.jpg)
Jika pasien telah melaksanakan program diet DM dan
latihan jasmani teratur, namun pengendalian glukosa
darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun terapi insulin.
Terapi Insulin
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia,
yang terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan
masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga
insulin reguler. Yang termasuk disini adalah insulin reguler
(Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI,
yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain:
Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit
sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya
dapat bertahan sampai 8 jam.
b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting). Bentuknya terlihat
keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara
memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat
ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard.
Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam. Puncaknya tercapai dalam
4-15 janm dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat, yaitu insulin yang
mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:
Mixtard 30 / 40
d. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin). Merupakan
campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari
tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu
sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ),
Ultratard.
![Page 38: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/38.jpg)
Obat Hipoglikemik Oral
Untuk sediaan Obat Hipoglikemik Oral terbagi menjadi 3 golongan:
a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang
sekresi insulin di kelenjar pankreas, meliputi obat hipoglikemik
oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan
fenilalanin). Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah
Gliburida/Glibenklamid, Glipizida, Glikazida, Glimepirida,
Glikuidon, Repaglinide, Nateglinide.
b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas
sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan
biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk
memanfaatkan insulin secara efektif. Contoh-contoh senyawa dari
golongan ini adalah Metformin, Rosiglitazone, Troglitazone,
Pioglitazone.
c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain Inhibitor α-
glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum
digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial.
Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Acarbose dan
Miglitol
G. Komplikasi
Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat
perubahan yang relatif akut dari kadar glukosa plasma.
Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoadosis
diabetik. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipognesis, peningkatan liposis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetosetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis, peningkatan beban ion hidrogen dan
![Page 39: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/39.jpg)
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga
dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi
hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan
penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal.
Yang termasuk komplikasi vaskular jangka panjang adalah:
1. Nefropati Diabetik
Keluhan yang tersering adalah rasa kesemutan, rasa
lemah dan baal. Manifertasi lain dari nenropati
diabetik adalah adanya hiportensi aotostatik serta
gangguan pengeluaran keringat. Terkadang dapat pula
terjadi inkontinensia fekal dan urin
2. Retinopati Diabetik
Manifertasi diri metinupati berupa mikronenrisma
dari areriola retina. Akibatnya terjadi perdarahan,
neovaskularisasi dan jaringan pant retina yang dapat
mengakibatkan kebutaan. Selain itu katarak pada
pasien diabetes melitus dapat terjadi lebih dini.
3. Nefrotika Diabetik
Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan
gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual,
pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbungan
cairan. Menifertasi dini dari nefrotik diabetik juga
berupa hipertensi dan proteinia.
4. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa
dalam tubuh sehingga kan menimbulkan gangguan
fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin
kematian apabila berkepanjangan. Hipoglikemia pada
pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan
![Page 40: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/40.jpg)
gangguan pengguanaan obat-obatan sulfonslurea dan
insulin. Hipo merupakan salah satu komplikasi
Diabetes Melitus yang sering terjadi.
H. Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada
beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut
dengan Diabetes Melitus tipe II yang terawat baik prognosisnya
baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam
keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya
kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya
berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang
permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering
ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.
![Page 41: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/41.jpg)
Daftar Pustaka
- At a glance hal 138-143
- Buku Ajar Kardiologi FK UI
- http://gizi.picsidev.com
- http://www.medicalera.com/3/9599/standard-imt-indeks-massa-tubuh-
untuk-orang-indonesia
- http://www.scientificpsychic.com/fitness/diet-kalkulator-id.html
- http://m.medicastore.com
- http://www.perkeni.org/
- http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/sindrom-metabolik
- http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/
- Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit Volume II Edisi 6. Jakarta: EGC.
- Rojas-Rodr guez J, et al. 2007. Hubungan antara sindrom metabolik dan
energi pemanfaatan defisit dalam patogenesis obesitas diinduksi
osteoartritis. Hipotesis Med
- Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta : Internal publishing
- Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta : Internal publishing.
![Page 42: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/42.jpg)
Makassar, 11 Mei 2013
LAPORAN TUTORIAL
MODUL 2 (KEGEMUKAN)
SISTEM ENDOKRIN METABOLIK
OLEH :
KELOMPOK 6A
Ayu Pratiwi Syukur 110 211 0002Intan Purnama Sari 110 211 0000Nur Indah Ramadhani 110 211 0000Ramdita Amalia 110 211 0000Gabriyah Hamzah 110 211 0000Siti Fajriah A 110 211 0123Rani Mulia 110 211 0102Dirga Rasyidin 110 211 0000Fadhil Mochammad 110 211 0000Jauhar Mario 110 211 0000
Tutor : dr . Sri Juliani
![Page 43: Modul Kegemukan](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022061601/55cf9bc7550346d033a758ec/html5/thumbnails/43.jpg)
Fakultas KedokteranUniversitas Muslim Indonesia
Makassar2013