modul kegemukan

65
SKENARIO Seorang pria umur 44 tahun datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin. Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderita diabetes. Ia tidak merokok. Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg, LP = 95 cm, TD 150/95 mm/Hg. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Setelah diperiksa laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut : - GDP 110 mg/dl - Kolesterol total 280 mg/dl - LDL – kolesterol 180 mg/dl - TG 180 mg/dl - HDL – kolesterol 32 mg/dl - Asam urat 9 mg/dl - Lain-lain dalam batas normal KATA SULIT Obesitas : penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan KATA/KALIMAT KUNCI - Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg, - LP = 95 cm, - TD 150/95 mm/Hg - GDP 110 mg/dl - Kolesterol total 280 mg/dl

Upload: rani-mulia

Post on 27-Oct-2015

154 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Kegemukan

SKENARIO

Seorang pria umur 44 tahun datang ke dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin.

Dari anamnesis diketahui bahwa ibu dari pria tersebut menderita diabetes. Ia tidak

merokok. Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg, LP = 95 cm, TD 150/95

mm/Hg. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Setelah diperiksa

laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :

- GDP 110 mg/dl

- Kolesterol total 280 mg/dl

- LDL – kolesterol 180 mg/dl

- TG 180 mg/dl

- HDL – kolesterol 32 mg/dl

- Asam urat 9 mg/dl

- Lain-lain dalam batas normal

KATA SULIT

Obesitas : penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat

mengganggu kesehatan

KATA/KALIMAT KUNCI

- Pemeriksaan fisik TB 160 cm, BB 78 kg,

- LP = 95 cm,

- TD 150/95 mm/Hg

- GDP 110 mg/dl

- Kolesterol total 280 mg/dl

- LDL – kolesterol 180 mg/dl

- TG 180 mg/dl

- HDL – kolesterol 32 mg/dl

- Asam urat 9 mg/dl

- Ibu menderita DM

- Pasien tidak merokok

Page 2: Modul Kegemukan

PERTANYAAN

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas?

2. Hormon apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan berat badan?

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dari pria

tersebut?

4. Bagaimana hubungan obesitas dengan hasil pemeriksaan laboratorium

yang didapatkan?

5. Bagaimana hubungan riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami

pria tersebut?

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab

peningkatan BB yang abnormal?

7. Penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan akibat obesitas?

8. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan obesitas?

9. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien dengan obesitas?

10. Apa saja differential diagnoses dari scenario?

JAWABAN

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya obesitas?

Lingkungan

Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya :

apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana

aktifitasnya.

Aktivitas fisik

Kurangnya kativitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari

meningkatnya kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.

Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan yang kaya lemak dan

tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan mengalami obesitas.

Page 3: Modul Kegemukan

Kesehatan

Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya : Sindrom

cushing, Hyphothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan

saraf bias menyebabkan seseorang banyak makan

Psikis

Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bias mempengaruhi kebiasaan

makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya

dengan makanan

Obat-obatan

Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bias

menyebabkan penambahan berat badan

Perkembangan

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan

bertambahnya jumlah jumlah lemak dalam tubuh. Penderita obesitas

terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bias memiliki sel

lemak 5 kali lebih banyak dengan orang berat badan normal

Genetik

Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab

genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga

makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong terjadinya

obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik

memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Hormon apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan berat badan?

a. Kortisol, peningkatan kortisol akan memicu pemecahan glukosa

b. Leptin, memiliki reseptor Npy, yang merupakan pemicu rasa lapar

c. Tiroid, penurunan hormon tiroid akan menurunkan metabolisme tubuh

Page 4: Modul Kegemukan

3. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium dari pria

tersebut?

Pemeriksaan fisik :

TB 160 cm, BB 78 kg

IMT = Berat badan = 78 = 30,4 kg/m2 obes 2

Tinggi badan (m2) (1,6)2

LP = 95 cm obesitas sentral

Normal : laki –laki = 90 cm

TD 150/95 mm/Hg hipertensi

Normal pada orang dewasa : 120/80 mm/Hg

Pemeriksaan laboratorium :

GDP 110 mg/dl hiperglikemia

Normal : <100 mg/dl

Kolesterol total 280 mg/dl hiperkoleterolemia

Normal : <200 mg/dl

LDL – kolesterol 180 mg/dl tinggi

Normal : <120 mg/dl

TG 180 mg/dl tinggi

Normal : laki-laki 40-160 mg/dl

HDL – kolesterol 32 mg/dl rendah

Normal : 35-55 mg/dl

Asam urat 9 mg/dl tinggi

Normal : laki-laki 3,5 – 7 mg/dl

Page 5: Modul Kegemukan

4. Bagaimana hubungan obesitas dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang

didapatkan?

- Hipertrigliseridemia dapat terjadi pada penderita obesitas karena

peningkatan sekresi VLDL akibat hiperinsulinemia dan ketersediaan asam

lemak bebas yang berlebih.

- Total kolestrol pada penderita obesitas meningkat karena adanya

penumpukan kolestrol dalam jaringan lemak tubuh (adipose)

- Tekanan darah meningkat bisa terjadi karena terdapat plak aterosklerosis

akibat peningkatan kadar LDL

5. Bagaimana hubungan riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami pria

tersebut?

Umumnya gejala awal diabetes tipe 2 tidak dapat dideteksi. Risiko

mengidap diabetes cukup tinggi jika keluarga, orang tua atau saudara juga

memiliki riwayat DM. Risiko DM diturunkan jika ada salah satu orang tua

dengan diabetes tipe 2, risiko penyakit itu diturunkan sebesar 15 persen. Tetapi

jika kedua orang tua memiliki kondisi tersebut, risiko penyakit itu diturunkan

kepada anak mereka sebesar 75 persen.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik

memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Tetapi

anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan

gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak tidak ada keterkaitan secara langsung

antara riwayat DM orang tua dengan obesitas yang dialami pria tersebut,

melainkan lebih cenderung ke arah riwayat obesitas orang tua yang dapat

diturunkan ke anaknya, dan gaya hidup yang dapat memicu terjadinya obesitas

Page 6: Modul Kegemukan

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab peningkatan

BB yang abnormal?

a. Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan menggunakan rumus

kemudian menggunakan interpretasi sebagai berikut:

Menurut WHO  

Tabel 1. IMT & risiko komorbiditas menurut WHO

Asia Pasifik

IMT (Kg/m2) Risiko ko-morbiditas

BB kurang < 18.5 Rendah

Normal  18.5 - 24.9 Normal

BB lebih 25.0 - 29.9 Meningkat

Obes I 30.0 - 34.9 Moderat

Obes II 35.0 - 39.9 Berat

Obes III > 40 Sangat berat

IMT (Kg/m2) Risiko ko-morbiditas

BB kurang < 18.5 Rendah

Normal  18.5 - 22.9 Normal

BB lebih > 23 -

Beresiko 23 - 24.9 Meningkat

Obes I 25 - 29.9 Moderat

Obes II > 30 Berat

Page 7: Modul Kegemukan

Tabel 2. IMT & risiko komorbiditasnya berdasarkan standar Asia-

Pasific

Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik

Page 8: Modul Kegemukan

Gambar 1. Tipikal bentuk tubuh sesuai dengan IMT

b. Mengukur Lingkar Pinggang dengan nilai-nilai sebagai berikut:

WHO 2000Laki-laki    = 94 cm Perempuan = 80 cm

EropaLaki-laki    = 102 cm 

Page 9: Modul Kegemukan

     Perempuan = 88 cm Asia Pasifik

Laki-laki    = 90 cm Perempuan = 80 cm

Nilai yang digunakan di Indonesia, yaitu menurut Asia Pasifik.

c. Mengukur Kadar lemak

Tidak mudah untuk mengukur lemak tubuh seseorang. Cara-cara berikut

memerlukan peralatan khusus dan dilakukan oleh tenaga terlatih:

Underwater weight, pengukuran berat badan dilakukan di dalam air

dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang

tersisa.

BOD POD merupakan ruang berbentuk telur yang telah

dikomputerisasi. Setelah seseorang memasuki BOD POD, jumlah

udara yang tersisa digunakan untuk mengukur lemak tubuh.

DEXA (dual energy X-ray absorptiometry), menyerupai skening

tulang. Sinar X digunakan untuk menentukan jumlah dan lokalisasi

dari lemak tubuh.

Cara yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu:

a. TLK, mengukur ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh

diukur dengan jangka (suatu alat terbuat dari logam yang

menyerupaiforseps). Tebal lipatan kulit dapat diukur pada sembilan

tempat pada tubuh, yaitu dada, subskapula, mid-axilaris, supraliaka,

perut, trisep, bisep paha, dan betis.

b. Bioelectric impedance analysis (analisa tahanan bioelektrik),

penderita berdiri di atas skala khusus dan sejumlah arus listrik tidak

berbahaya di alirkan ke seluruh tubuh lalu dianalisa.

7. Penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan akibat obesitas?

Obesitas dapat menyebabkan beberapa penyakit, lebih tepatnya meningkatkan

resiko terjadinya penyakit berikut ini:

Page 10: Modul Kegemukan

a) Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 terjadi oleh dua kelainan utama yaitu adanya

defek sel beta pankreas sehingga pelepasan insulin berkurang, dan adanya

resistensi insulin. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa diabetes melitus

tipe 2 dimulai dengan adanya resistensi insulin, kemudian menyusul

berkurangnya pelepasan insulin. Pada penderita obes juga ditemukan

adanya resistensi insulin. Ada dugaan bahwa penderita diabetes melitus

tipe 2 dimulai dengan berat badan normal, kemudian menjadi obes dengan

resistensi insulin dan berakhir dengan diabetes melitus tipe 2. Pada

umumnya penderita diabetes melitus dengan keluhan khas yang datang ke

klinik sudah ditemukan baik resistensi insulin maupun defek sel beta

pancreas.

Resistensi insulin erat hubungan dengan penderita obesitas. Pada

orang yang mengalami obesitas, terdapat penimbunan lemak yang berlebih

pada jaringan adiposa dalam tubuh. Jaringan adiposa mempunyai dua

fungsi yaitu sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserid,

dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan berbagai hormon

yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor necrosis

factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin.

Hormon-hormon tersebut berperan juga pada terjadinya resistensi insulin.

Page 11: Modul Kegemukan

Gambar 2. Hubungan jaringan lemak dengan kejadian resistensi

insulin.

b) Gallbladder disease

Penyakit batu kandung empedu dan saluran empedu biasanya

menyerang orang-orang berusia antara 20 - 50 tahun. Penyakit ini 6 kali

lebih sering terjadi pada wanita sampai usia 50 tahun. Di atas usia tersebut

sama untuk kedua jenis kelamin. Selain itu, wanita yang mengalami lebih

dari 2 kali kehamilan, maka resiko mendapatkan batu empedu semakin

tinggi. Obesitas/kegemukan mempunyai resiko menderita batu empedu

lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak obesitas. Beberapa upaya

pencegahan terbentuknya batu empedu yang dapat ditempuh antara lain

menjaga berat badan agar tetap normal, menurunkan kolesterol, dan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat. Tetapi di lain

pihak, diet keras untuk menurunkan berat badan dengan cepat dapat

merangsang hati untuk mengeluarkan kolesterol dalam jumlah besar ke

dalam cairan empedu, sehigga dapat menimbulkan batu empedu.

c) Hipertensi

Hubungan antara hipertensi dan obesitas di laporkan  pada penelitian

Kannel dkk yaitu ditemukannya insidens  hipertensi dua kali lipat pada

populasi obesitas dibandingkan dengan yang non obesitas dalam umur  20

- 39 tahun. Penelitian ini juga melaporkan adanya peningkatan insiden

hipertensi  50%  pada usia 40 - 60 tahun.

d) Coronary Heart Disease

Obesitas juga mengakibatkan  beberapa penyakit  seperti  perubahan

kadar lipid plasma yang cenderung memperberat proses aterosklerosis,

kelainan metabolik terutama pada keberadaan insulin  sehingga tidak

sedikit yang berkaitan dengan penyakit Diabetes, dikatakan juga kejadian

stroke lebih tinggi pada penderita obesitas. Oleh karena berlebihnya berat

badan, maka jantung akan bekerja dengan beban yang berlebih sehingga  

hal ini akan mempengaruhi terjadinya hipertropi ventrikel.

Page 12: Modul Kegemukan

Obesitas juga sangat erat hubungannya dengan kejadian hipertensi,

bahkan salah satu pengobatan hipertensi adalah dengan mengurangi berat

badan yang berlebih. Pada Framingham heart  study tampak jelas sekali

bahwa obesitas merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya penyakit

jantung koroner. Hal ini di perkuat dengan  hasil penelitian  The Nurse’s 

Health study maupun  penelitian yang dilakukan di Finlandia   terhadap

16000 laki laki dan wanita yang berumur 30-59 tahun. Dikatakan  pada

peneltian  tersebut bahwa  tiap kenaikan berat badan  1 unit BMI  dari

BMI 22  dapat meningkatkan  4-5 % mortalitas  penyakit jantung koroner.

e) Osteoarthritis

Obesitas merupakan penyebab umum dari radang sendi. Mekanisme

yang tepat tentang bagaimana kelebihan berat badan mempengaruhi

osteoartritis tidak jelas. Meskipun kelebihan beban ditempatkan pada

permukaan sendi akan mempercepat rusaknya tulang rawan, obesitas juga

berkorelasi dengan osteoarthritis tangan, menunjukkan penyebab yang

lebih sistemik.

Dalam penelitian terbaru dalam jurnal Radiologi rangka, dilakukan

evaluasi ketebalan dinding arteri poplitea pada individu dengan

osteoarthritis. Empat puluh dua pasien yang didiagnosis dengan

osteoarthritis pada beberapa sendi dibandingkan dengan 27 pasien tanpa

osteoartritis (kelompok kontrol). MRI lutut digunakan untuk mengevaluasi

ketebalan dinding pembuluh arteri poplitea. Kelompok osteoartritis

memiliki dinding pembuluh tebal daripada kelompok kontrol, bahkan

ketika para peneliti membuat penyesuaian untuk jenis kelamin, berat

badan dan usia. Karena ketebalan dinding pembuluh secara langsung

berhubungan dengan tekanan darah tinggi dan penyakit arteri perifer dan

koroner. Salah satu teori untuk menjelaskan hubungan antara osteoarthritis

dan obesitas didasarkan pada sel-sel darah putih, sel-sel yang berperan

dalam kekebalan tubuh. Sel darah putih meningkat di daerah di mana

lemak terakumulasi, terutama di sekitar perut (obesitas perut). Peningkatan

sel darah putih menyebabkan peradangan yang luas di dalam tubuh,

Page 13: Modul Kegemukan

sehingga terbentuk daerah pro-inflamasi yang ditunjukkan oleh

peningkatan C-reactive protein dan produksi sitokin yang menyebabkan

reaksi berantai mengakibatkan kerusakan pada tulang rawan. Kombinasi

resistensi insulin dan area pro-inflamasi juga dapat mempengaruhi proses

perbaikan tulang rawan yang normal.

8. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan obesitas?

a) Hypothyroidisme

Adanya penurunan kadar hormon thyroid akan menyebabkan penurunan

metabolisme basal 50-60 % dari keadaan normal. Sehingga lemak yang

normalnya pada keadaan basal harus dilisiskan sebesar 2,5 g/kgBB/hari

akan mengalami penurunan sama sekali bahkan tidak ada. Akibatnya

kandungan lemak dalam tubuh semakin banyak. Hal inilah yang dapat

menyebabkan obesitas.

b) Cushing’s Syndrome

Pada Cushing syndrome terjadi peningkatan kadar kortisol yang cukup

signifikan, dimana efek dari peningkatan hormon kortisol akan

berpengaruh pada berbagai metabolisme seperti karbohidrat, lemak,

protein, dan keadaan seperti stress oksidatif dan inflamasi. Khusus pada

metabolisme lemak, akibat peningkatan kortisol maka semakin banyak

terjadi lipogenesis pada jaringan adiposa dan glukoneogenesis di hepar,

namun hasil dari lipolisis berupa asam lemak ini banyak yang dimobilisasi

kembali dan terpusat pada dada dan wajah. Demikian halnya kita ketahui

bahwa selain meningkatkan mobilisasi asam lemak tubuh, kortisol

jugamenyebabkan penumpukan lemak pada wajah dan dada, sehingga 30-

40% hasil metabolisme dari glukosa berupa lemak akan banyak yang

ditumpuk pada bagian dada dan wajah. Hal inilahkemudian yang memicu

terjadinya obesitas.

c) Growth Hormone Disorders

Pada keadaan normal GH berfungsi dalam meningkatkan sintesa

protein,memobilisasi asam lemak dan meningkatkan penggunaan lemak

sebagai sumber energi terutama pada keadaan puasa. Adanya gangguan

Page 14: Modul Kegemukan

pada GH akan mengakibatkan berkurangnya pemakaian lemak sebagai

sumber energi, dan pemakaian glukosa menjadi tidak terkontrol.

Akibatnya pemakaian lemak menjadi berkurang dan pembentukannya

meningkat sebagai hasil dari metabolisme glukosa. Keadaan inilah yang

menyebabkan terjadinya kegemukan pada seseorang.

9. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada pasien dengan obesitas?

I. Anamnesis

Mengucapkan salam pada pasien

Menjaga suasana santai dan rileks

Menanyakan identitas pasien

Menanyakan keluhan pasien

Apakah pasien menyadari ada spasme otot atau kekakuan ?

Apakah pasien merasa ngilu atau sakit di kaki, lengan atau tangan ?

Apakah pasien mengalami penambahan atau pengurangan berat badan

tanpa melakukan aktivitas berat ?

Apakah pasien merasa haus berlebih dan urin yang meningkat ?

Apakah pasien merasa terjadi perubahan dalam kebutuhan energinya ?

Apakah pasien mampu bertoleransi dengan perubahan cuaca suatu

lingkungan ?

Apakah pasien merasa terjadi perubahan dalam perasaan (mood) atau

daya ingat ?

Menggali riwayat penyakit terdahulu

Menggali riwayat penyakit keluarga dan lingkungan,apakah keluarga

pasien mengalami gangguan tyroid,diabetes atau kelainan endokrin

lainnya ?

II. Pemeriksaan Fisis

a) Inspeksi

Observasi mood pasien

Melihat apakah terjadi pembesaran tyroid

Lihat exopthalmus

Page 15: Modul Kegemukan

Postur tubuh,lemak tubuh,dan kejadian tremor

Observasi kulit, teksture rambut dan kelembabannya

Perhatikan “moonlike-face” atau “buffalo hump”

Observasi extremitas bawah untuk kulit dan perubahan warna yang

mengindikasikan terjadi kelainan sirkulasi

b) Pemeriksaan Kelenjar Tyroid

Persiapan penderita dengan cara mengatur posisi pasien sedemikian

rupa sehingga saat mengamati kelenjar tyroid, posisi mata harus

sejajar(horizontal) dengan leher yang diperiksa

Melakukan cuci tangan rutin

Inspeksi daerah leher pasien apakah tampak tingkat I dan tingkat II.

Jika tidak tampak pembesaran,pasien diminta untuk menengadah dan

menelan ludah.

Lakukan palpasi dengan cara berdiri dibelakang pasien, lalu

diletakkan dua jari telunjuk dan jari tengah pada masing-masing

lobus kelenjar tyroid yang letaknya beberapa sentimeter dibawah

jakun. Perabaan jangan dilakukan dengan terlalu keras atau terlalu

lemah. Penekanan terlalu keras mengakibatkan kelenjar masuk atau

pindah kebagian belakang lehe, sehingga pembesaran tidak teraba.

Perabaan terlalu lemah akan mengurangi kepekaan perabaan.

Kembali melakukan cuci tangan rutin

Terakhir, menentukan tingkat pembesaran kelenjar tyroid dengan

melihat acuan untuk menentukan derajat pembesarannya.

c) Mengukur Tebal Lipatan Kulit dalam Menentukan Status Gizi Cara

Antropometrik

Mempersiapkan berupa Lange Skinfold Calipers dan/atau

Harpenden Skinfold Calipers. Pastikan alat tersebut masih dalam

keadaab baik.

Melakukan persiapan pada pasien lalu memberikan informasi umum

tentang pengukuran yang akan dilakukan.

Melakukan cuci tangan rutin

Page 16: Modul Kegemukan

Menentukan lokasi pengukuran TLK,yyaitu pada dada,mid-

axilla,suprailiaca,aubscapula,abdominal,biceps,triceps,paha dan betis

Kemudian melakukan pengukuran disembilan lokasi pengukuran

tadi

Lakukan cuci tangan rutin kembali

Menentukan nilai TLK pasien

Menentukan status gizi pasien

d) Mengukur Lingkar Pinggang

Mempersiapakan alat pengukur lingkar pinggang berupa meteran

dan pastikan bahwa alat tersebut masih baik untuk digunakan

Lakukan persiapan pada pasien dan berikan informasi umum berupa

tentang pengukuran yang akan dilakukan

Lakukan cuci tangan rutin

Menentukan tempat pengukuran lingkar pinggang,yaitu pertengahan

antara costa XII dengan crista iliaca

Letakkan meteran pada pertengahan antara ujung costa XII dan crista

iliaca

Tentukan titik tengah dari lokasi tersebut

Lingkarkan meteran sampai cukup terukur lingkar pinggang. Perlu

diingat bahwa meteran jangan terlalu kuat atau terlalu longgar

Membaca skala meteran dengan seksama dan catat hasilnya

Kembali lakukan cuci tangan rutin

Terakhir, tentukan status gizi lingkar pinggang berdasarkan nilai

acuan status gizi lingkar pinggang.

III. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

Tes Glukosa Darah Sewaktu

Tes Glukosa Darah Puasa

Tes Toleransi Glukosa Oral

Tes Glukosa 2 jam Post Prandial

Tes HbA1c

Page 17: Modul Kegemukan

Tes C-Peptide

b) Nuclear Scanning

c) Pemeriksaan Radiologi

CT-Scan

MRI

USG

d) Biopsi

Interpretasi hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :

Bila kadar GDS > 200 mg/dl disertai gejala klinis yang khas, maka

diagnosi DM ditegakkan.

GDP bila didapatkan hasil :

1. <100 mg/dl : normal

2. 100-125 mg/dl : Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

3. ≥126 mg/dl : Diabetes Melitus

TTGO : Interpretasi sama dengan diatas untuk GDP,sedangkan

untuk 2 jam setelah pembebanan glukosa adalah :

1. <140 mg/dl : Normal

2. 140-199 mg/dl : Gangguan toleransi glukosa

3. ≥200 mg/dl : Diabetes Melitus

10. Apa saja differential diagnoses dari scenario?

I. Sindroma Metabolik

A. Definisi

Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko

metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit

kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain

terdiri dari dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah,

peningkatan kadar glukosa plasma, keadaan prototrombik, dan

proinflamasi.

Page 18: Modul Kegemukan

B. Etiologi

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.

Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari Sindrom

Metabolik adalah resistensi insulin. Menurut pendapat Tenebaum

(2003) penyebab sindrom metabolik adalah

1. Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk

mengkompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya

komplikasi makrovaskuler

2. Kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi

insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini

menimbulkan komplikasi mikrovaskuler (Mis: nephropathy

diabetica)

Hipotesis lain juga menyatakan bahwa penyebab primer SM adalah

resistensi insulin (RI). RI berkorelasi dengan timbunan lemak visceral

yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist

to hip ratio. Hubungan antara RI dan PKV diduga dimediasi oleh

terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang

akan menyebabkan kerusakan vaskuler dan pembentukan atheroma.

Hipotesis lain karena perubahan hormonal yang mendasari

terjadinya obesitas sentral. Suatu studi membuktikan bahwa individu

yang mengalami kadar kortisol dalam serum (yang disebabkan oleh

stress kronik) mengalami obes sentral, RI dan dislipidemia. Para

peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stress akan

menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial

dan infark miokard.

C. Patofisiologi

Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun

mekanisme yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang

diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan menyebabkan

Page 19: Modul Kegemukan

produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik di sirkulasi

maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adipose dapat

menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)

terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi.

Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stres

oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan

awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis.

Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi

penyakit antara lain diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien

diabetes melitus tipe 2, biasanya terjadi peningkatan stress oksidatif,

terutama akibat hiperglikemia. Stress oksidatif dianggap sebagai salah

satu penyebab terjadinya disfungsi endotel-angiopati diabetic, dan

pusat dari semua angiopati diabetik adalah hiperglikemia yang

menginduksi stress oksidatif melalui 3 jalur, yaitu; peningkatan jalur

poliol, peningkatan auto-oksidasi glukosa dan peningkatan protein

glikosilat. Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat

pengambilan glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan

sekresi insulin oleh sel-β pankreas. Stres oksidatif secara langsung

mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan penting pada

patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Dari

beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas

dapat menginduksi keadaan stress oksidatif yang disertai dengan

peningkatan ekspresi Nicotinamide Adenine Dinucleotide

Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan ekspresi enzim

antioksidan.

Pada kultur sel adiposa, peningkatan kadar asam lemak

meningkatkan stres oksidatif melalui aktivasi NADPH oksidase

sehingga menyebabkan disregulasi sitokin proinflamasi IL-6 dan

MCP-1. Akumulasi peningkatan stres oksidatif pada sel adiposa dapat

menyebabkan disregulasi adipokin dan keadaan SM. Furukawa dkk

Page 20: Modul Kegemukan

(2004) menunjukkan bahwa kadar adiponektin berhubungan terbalik

dengan stres oksidatif secara sistemik.

Patofisiologi SM masih menjadi kontroversi, namun hipotesis yang

paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Gambar 2

menunjukkan etiologi patofisiologi dari resistensi insulin dan

sindroma metabolik .

Gambar 3. Berbagai keadaan pada sindroma metabolik

D. Kriteria Diagnosis

Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World

Health Organization) dan NCEP-ATP III (the National Cholesterol

Education Program- Adult Treatment Panel III)

Page 21: Modul Kegemukan

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik

E. Gejala Klinis

Sindrom metabolik pada umumnya tidak bergejala dan tidak

menimbulkan masalah kesehatan secara langsung, sehingga

diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi gangguan

metabolik tersebut. Seseorang dapat dikatakan mengalami sindrom

metabolik, jika memiliki lingkar perut > 90 cm untuk laki-laki atau >

80 cm untuk perempuan (obesitas sentral), disertai dengan dua atau

lebih dari empat kriteria klinis berikut:

1. Peningkatan kadar trigliserida

2. Peningkatan tekanan darah

3. Peningkatan kadar glukosa puasa

4. Perununan kadar kolesterol HDL

Pengukuran lingkar perut dilakukan pada bagian pinggang, di

antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian bawah.

Pemeriksaan kriteria klinis lainnya dilakukan melalui pemeriksaan

laboratorium.

F. Pengobatan

Penatalaksanaan sindrom metabolik bertujuan untuk menurunkan

resiko penyakit kardiovaskular dan DM tipe 2 pada pasien yang belum

diabetes. Apabila kondisi tersebut sudah ada maka perlu dilakukan

terapi pengobatan untuk sindrom metabolik. Penatalaksanaan sindrom

metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (kegemukan

atau obesitas dan inaktivitas fisik) serta tatalaksana faktor resiko lipid

dan non lipid.

Page 22: Modul Kegemukan

Pengaturan berat badan merupakan dasar, tidak hanya bagi obesitas

tapi juga sindrom metabolik. Penurunan berat badan 5-10 % sudah

bisa memberikan perbaikan profil metabolik. Penanganan dilakukan

terintegrasi dalam pengelolaan berat badan mencakup diet, aktivitas

fisik, dan perubahan perilaku. Tekanan darah juga harus diturunkan

dangan terapi farmakologi. Pilihan terapi untuk dislipidemia (kadar

lemak darah abnormal) adalah perubahan gaya hidup dan diikuti oleh

medikasi seperti gemfibrozil dan fenofibrat. Perbaikan profil lipid

diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

G. Komplikasi

Sindrom metabolik di kemudian hari dapat menimbulkan masalah

kesehatan yang lebih serius, seperti :

Diabetes melitus tipe 2

Penyakit jantung koroner (PJK)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi

Stroke

Perlemakan hati (fatty liver)

Gagal jantung

II. Cushing Syndrome

A. Defenisi

Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang

disebut dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan

menyebabkanaldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan

menyebabkan virilismeadrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam

bentuk murni tetapi bisa mempunyai gambaran yang tumpang tindih.

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek

metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam

darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara

Page 23: Modul Kegemukan

spontan atau karena pemeberian dosis farmakologik senyawa-senyawa

glukokortikoid.

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek

metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam

darah yang menetap.

Cushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh

hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau

adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila

terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan

akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.

B. Etiologi dan Klasifikasi

Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas

badan (truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan,

amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema,

glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. Sindrom ini

dinamakan dengan sindrom cushing. Adapun klasifikasinya adalah

sebagai berikut :

1. Hiperplasia Adrenal Sekunder terhadap kelebihan produksi

ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi hipothalamik-hipofisa

dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH

hipofisis. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang

menghasilkan ACTH atau CRH, yaitu karsinoma

Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma pankreas, dan

adenoma bronkhus.

2. Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa

adenoma dan karsinoma

3. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan

penggunaan glukokortikoid jangka lama penggunaan ACTH

jangka lama

Page 24: Modul Kegemukan

Tanpa mempertimbangkan etiologi, semua kasus cushing sindrom

endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh

adrenal. Pada kebanyakan kasus penyebabnya ialah :

1. Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH

hipofisis

2. Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin. 20-25% pasien

sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal

3. Penyebab terbanyak adalah iatrogenik

C. Epidemiologi

Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih

sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia

hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki,

kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.

D. Patofisiologi

Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih

diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah

adenoma hipofisis, pada beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada

lebih 90% pasien dengan hiperplasia adrenal tergantung hipofisis.

Disamping itu, defek bisa berada pada hipothalamus atau pada pusat-

pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan pelepasan CRH

(Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan keadaan

kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar

kortisol yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang

normal. Defek primer ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis,

menyebabkan hiperplasia atau pembentukan tumor. Pada waktu ini

tumor hipofisis menjadi independen dari pengaruh pengaturan sistem

saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar.

Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang

hipersekresi ACTH hipofisis menderita adenoma (diameter

<10mm;50% adalah 5mm atau kurang), tetapi bisa dijumpai

makroadenoma (>10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel kortikotropik.

Page 25: Modul Kegemukan

Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara

biologik, kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH

dan CRHdan menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari

kasus ini berkaitan denganprimitive small cell (Oat Cell) tipe dari

karsinoma bronkogenik atau tumor timus, pankreas, ovarium, Ca.

Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus.

Timbulnya sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien

dengan Ca. Paru, pasien tidak memperilahtkan gambaran klinis.

Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid atau feokromositoma

mempunyai perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan gambaran

Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom

Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar

kranium atau dalam kranium.

Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya

adalah ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran

biokimia hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya

mempunyai mikro atau makronudular kedua kelenjar nodular

mengakibatkan hiperplasi nodular. Penyebabnya adalah penyakit

autoimun familial pada anak-anak atau dewasa muda (disebut

displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitivitas

terhadapgastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap

peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal.

Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah iatrogenik pemberian

steroid eksogen dengan berbagai alasan.

E. Gejala klinis

Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemaha

otot dan kelelahanm osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di

bawah kulit. Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin

dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme

mendorong penumpukan jaringan adiposa di tempat-tempat tertentu

khususnya wajah bagian atas (Moon face), daerah antara tulang belikat

Page 26: Modul Kegemukan

(Bufallo Hump) dan mesentrik (Obesitas Badan). Jarang, tumor

episternal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap penumpukan

lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini

belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan/atau

peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai

peningkatan sel darah merah.

Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumpai perubahan emosional,

mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung atau psikosis.

Pada wanita peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan acne,

hirsutisme, dan oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain

seperti obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan DM kurang membantu

diagnosis. Sebaliknya tanda-tanda mudah berdarah, striae, miopati, dan

virilisasi adalah lebih sugestif pada sindrom Cushing. Kecuali pada

sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan urin meningkat.

Kadang-kadang hipokalemia, dan alkalosis metabolik dijumpai,

terutama dengan produksi ACTH ektopik.

F. Diagnosis

Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi

kortisol dan kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila

diberikan deksametason.

Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah

malam. Pada kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24

jam juga bisa digunakan sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol

bebas urin lebih tinggi dari 275 nmol/dl (100 mikrogram/dL),

diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal menurunkan kortisol urin

menuju ke <80nmol atau kortisol plasma turun ke <140nmol setelah

tes supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6 jam

selama 48 jam).

Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan

ACTH secreting pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary

disfunction dengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan

Page 27: Modul Kegemukan

menentukan respon pengeluaran kortisol terhadap pemberian

deksametason dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam selama 2 hari).

Kadar ACTH plasma digunakan untuk membedakan berbagai

penyebab sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab

tergantung-ACTH dari tak tergantung-ACTH. Pada sindrom ACTH

ektopik , kadar ACTH bisa meningkat diatas 100 pmol/L (500pg/mL),

dan kebanyakan pasien kadar ACTH berada di atas 40pmol/L

(200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma

atau disfungsi hipothalamik pituitari, kadar ACTH berkisar dari 6-

30pmol/L (30-150pg/mL) [normal <14pmol/L(<60pg/mL)]

Beberapa pemeriksaan tambahan seperti tes infus metirapon dan

CRH, sedangkan pasien dengan tumor yang memproduksi ACTH

ektopik tidak. Penggunaan tes infus CRH tidak memastikan karena

jumlah penelitian yang telah dilakukan terbatas dan CRH tidak

tersedia.

Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol

disangkatkan dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol

bebas basal urin dengan hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid

urin atau DHEA sulfat plasma. Sekresi estrogen adrenal pada pasien

ini biasanya menurun sehubungan dengan supresi ACTH yang

diinduksi-kortisol dan involusi zona retikularis yang menghasilkan

andrgogen.

Diagnosis karsinoma adrenal disangkatkan dengan massa abdomen

yang teraba dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan

DHEA sulfat plasma.

Evaluasi radiologik berupa CT scan bernilai untuk menemukan

lokalisasi tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral.

Semua pasien hipersekresi ACTH hipofisis harus mengalami

pemeriksaan pencitraan MRI scan hipofisis dengan bahan kontras

gadolinium.

Page 28: Modul Kegemukan

G. Pengobatan

Pengobatan sindroma cushing didasarakan pada penyebab awalnya,

seperti :

1. Neoplasma Adrenal

Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal adalah

mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan

produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan

urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk daerah

korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona

glomerulosa bisa terganggu. Obat ini biasanya diberikan dengan

dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan dosis

ditingkatkan secara bertahap menjadi 8-10 gr/hari. Semua pasien

yang diobati dengan mitotan harus menjalani terapi pemulihan

jangka lama.

2. Hiperplasia Bilateral

  Terapi yang harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH,

pengobatan ideal adalah pengangkatan dengan menjalani

eksplorasi bedah hipofisis via trans-sfenoidal dengan harapan

menemukan adenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan

selective petrosal sinus venous sampling dan adrenalektomi

total. Penghambatan steroidogenesis juga bisa diindikasikan

pada subjek cushingoid berat sebelum intervensi pembedahan.

Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan

pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-

1200mg/hari). Mitotan (2-3mg/hari) dan/atau penghambatan

sintesis steroid aminoglutetimid (1g/hari) dan metiraponi (2-

3g/hari). Mifeperistone, suatu inhibitor kompetitif ikatan

glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan

pengobatan.

Page 29: Modul Kegemukan

H. Prognosis

Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan

mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi.

Prognosis tergantung pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol

sebelum pengobatan, terutama aterosklerosis dan

osteoporosis.   Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek,

disamping pembedahan.

III. DM tipe 2

A. Definisi

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak

normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan

mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi

perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas

telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau

penyembuhan diabetes.

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes

oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh

jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual

dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat

menjadi parameter untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai

defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi

glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga.

Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik

menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler

dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini

ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya

ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana

diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD

(kardiovaskuler)

Page 30: Modul Kegemukan

B. Etiologi

DM tipe II diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan

lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga

yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang

berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi,

tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras

Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk

menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang

mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan

aktivitas fisik kita sehari-hari.

Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk

menderita diabetes tipe 2 :

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau

kakak atau adik)

Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)

Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi

(>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl

Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa

Darah Puasa Terganggu (GDPT)

Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan

bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram

Makanan tinggi lemak, tinggi kalori

Gaya hidup tidak aktif (sedentary)

Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat

badan ideal)

Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada

usia 45 tahun

Page 31: Modul Kegemukan

Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi

juga resistensi insulin

C. Gejala Diabetes Mellitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering

kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di

samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari

tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah

seks menurun, dan luka sukar sembuh.

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan

adanya keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan

diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat

check-up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu

dalam rangka penyuluhan kepada pasien seperti ini, kita sering

mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak

ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa

darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa

yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa.

Pasien dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau

komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal,

jantung, dan lain-lain. Beberapa faktor yang dapat menunjang

timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan

gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia.

D. Patofisiologi

Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk mmbentuk sel

baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga

memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik.

Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada

manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan

Page 32: Modul Kegemukan

sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan),

protein (asam amino) dan lemak (asam lemak)

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke

lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu

makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi

glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.

Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke

dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk

dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.

Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk

dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan

terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil

akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme.

Dalam proses metabolisme itu insulin meme peran yang sangat

penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah

suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.

E. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar

glukosadarah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya

glukosuria saja.Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan

asal bahan darah yangdiambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.

Untuk diagnosis DM,pemeriksaan yang dianjurkan adalah 

pemeriksaan glukosa dengan caraenzimatik dengan bahan glukosa

darah plasma vena. Untuk memastikandiagnosis DM, pemeriksaan

glukosa darah seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang

terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darahdapat dipakai bahan

darah kapiler.  Saat ini banyak dipasarkan alatpengukur kadar glukosa

darah cara reagen kering yang umumnya sederhanadan mudah

dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakaialat-alat

tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan denganbaik dan

Page 33: Modul Kegemukan

cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.Secara

berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu

dibandingkan dengan cara konvensional.

1. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada

kelompok  dengan salah satu faktor risiko untuk DM,

yaitu :

kelompok usia dewasa tua (>45 tahun )

kegemukan {BB (kg)>120% BB idaman atau

IMT>27 (kg/m2)}

tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

riwayat keluarga DM

riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi>4000

gram

riwayat DM pada kehamilan

dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau

Trigliserida>250 mg/dl

pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

atau  GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Page 34: Modul Kegemukan

*metode enzimatik

2. Langkah-langkah untuk  menegakkan diagnosis Diabetes

Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada

keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah,

dan penurunan berat badan yangtidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah

kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasienpria,

serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,

pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa >126 mg/dl juga digunakan untuk patokan

diagnosis DM.  Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil

pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal ,

belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali

lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126

mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang

lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) :

3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa

kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan

puasa semalam, selama 10-12 jam

kadar glukosa darah puasa diperiksa

diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan

dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit

diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban

glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap

istirahat dan tidak merokok.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :

Page 35: Modul Kegemukan

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)200 mg/dl  ,

atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)126 mg/dl

(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam

terakhir )  atau

3. Kadar glukosa plasma200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban

glukosa 75 gram pada TTG

F. Penatalaksanaan

Dalam pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama pengelolaan

yaitu:

1. Penyuluhan (edukasi)

Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan

diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan

latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam

pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap

pasien diabetes. Di samping kepada pasien diabetes,

edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,

kelompok masyarakat berisiko tinggi dan pihak-pihak

perencana kebijakan kesehatan.

Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung

rawat kesehatan diabetes, pada tiap kontak antara

diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit

pemisahan aspek-aspek edukasi yang terbaik sebagai

faktor penyumbang efektivitas. Pengakuan bahwa 95%

dari rawat kesehatan diabetes disediakan oleh diabetisi

sendiri, dan keluarganya, tercermin dalam terminologi

saat ini yaitu program edukasi swa-manajemen diabetes

(ESMD). Dengan pengertian bahwa pengetahuan

sendiri tidak cukup untuk memberdayakan orang untuk

mengubah perilaku dan memperbaiki hasil akhir.

Page 36: Modul Kegemukan

Dalam laporan teknologi yang memberitahukan

panduannya atas pemakaian model edukasi-pasien,

NICE menyediakan suatu tinjauan, bukan sekedar

meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan,

durasi, pengukuran hasil akhir dapat mengurangi resiko

penyakit Diabetes mellitus tipe 2

2. Diet

Karena penting bagi pasien untuk pemeliharaan pola

makan yang teratur, maka penatalaksanaan dapat

dilakukan dengan perencanaan makanan. Tujuan

perencanaan makanan dan dalam pengelolaan diabetes

adalah sebagai berikut :

Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid

dalam batas-batas normal

Menjamin nutrisi yang optimal untuk

pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil dan

janinnya

Mencapai dan mempertahankan berat badan ideal

3. Latihan jasmani

Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang

teratur memegang peran penting terutama pada DM

tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada

diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau

menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah,

meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan

berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa

percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler

4. Obat hipoglikemik

Page 37: Modul Kegemukan

Jika pasien telah melaksanakan program diet DM dan

latihan jasmani teratur, namun pengendalian glukosa

darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat

hipoglikemik baik oral maupun terapi insulin.

Terapi Insulin

Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia,

yang terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan

masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi

dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga

insulin reguler. Yang termasuk disini adalah insulin reguler

(Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI,

yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain:

Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit

sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya

dapat bertahan sampai 8 jam.

b. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting). Bentuknya terlihat

keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan

menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara

memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat

ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard.

Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam. Puncaknya tercapai dalam

4-15 janm dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

c. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat, yaitu insulin yang

mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini

mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:

Mixtard 30 / 40

d. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin). Merupakan

campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari

tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu

sekitar 24 – 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ),

Ultratard.

Page 38: Modul Kegemukan

Obat Hipoglikemik Oral

Untuk sediaan Obat Hipoglikemik Oral terbagi menjadi 3 golongan:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang

sekresi insulin di kelenjar pankreas, meliputi obat hipoglikemik

oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan

fenilalanin). Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah

Gliburida/Glibenklamid, Glipizida, Glikazida, Glimepirida,

Glikuidon, Repaglinide, Nateglinide.

b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas

sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan

biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk

memanfaatkan insulin secara efektif. Contoh-contoh senyawa dari

golongan ini adalah Metformin, Rosiglitazone, Troglitazone,

Pioglitazone.

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain Inhibitor α-

glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum

digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial.

Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Acarbose dan

Miglitol

G. Komplikasi

Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat

perubahan yang relatif akut dari kadar glukosa plasma.

Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoadosis

diabetik. Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien

mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan

lipognesis, peningkatan liposis dan peningkatan oksidasi asam

lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetosetat,

hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma

mengakibatkan ketosis, peningkatan beban ion hidrogen dan

Page 39: Modul Kegemukan

asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga

dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir

dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi

hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan

penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan

meninggal.

Yang termasuk komplikasi vaskular jangka panjang adalah:

1. Nefropati Diabetik

Keluhan yang tersering adalah rasa kesemutan, rasa

lemah dan baal. Manifertasi lain dari nenropati

diabetik adalah adanya hiportensi aotostatik serta

gangguan pengeluaran keringat. Terkadang dapat pula

terjadi inkontinensia fekal dan urin

2. Retinopati Diabetik

Manifertasi diri metinupati berupa mikronenrisma

dari areriola retina. Akibatnya terjadi perdarahan,

neovaskularisasi dan jaringan pant retina yang dapat

mengakibatkan kebutaan. Selain itu katarak pada

pasien diabetes melitus dapat terjadi lebih dini.

3. Nefrotika Diabetik

Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan

gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual,

pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbungan

cairan. Menifertasi dini dari nefrotik diabetik juga

berupa hipertensi dan proteinia.

4. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa

dalam tubuh sehingga kan menimbulkan gangguan

fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin

kematian apabila berkepanjangan. Hipoglikemia pada

pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan

Page 40: Modul Kegemukan

gangguan pengguanaan obat-obatan sulfonslurea dan

insulin. Hipo merupakan salah satu komplikasi

Diabetes Melitus yang sering terjadi.

H. Prognosis

Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada

beberapa hal dan tidak selamanya buruk, pasien usia lanjut

dengan Diabetes Melitus tipe II yang terawat baik prognosisnya

baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam

keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya

kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya

berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang

permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering

ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

Page 41: Modul Kegemukan

Daftar Pustaka

- At a glance hal 138-143

- Buku Ajar Kardiologi FK UI

- http://gizi.picsidev.com

- http://www.medicalera.com/3/9599/standard-imt-indeks-massa-tubuh-

untuk-orang-indonesia

- http://www.scientificpsychic.com/fitness/diet-kalkulator-id.html

- http://m.medicastore.com

- http://www.perkeni.org/

- http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/sindrom-metabolik

- http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/

- Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses

Penyakit Volume II Edisi 6. Jakarta: EGC.

- Rojas-Rodr guez J, et al. 2007. Hubungan antara sindrom metabolik dan

energi pemanfaatan defisit dalam patogenesis obesitas diinduksi

osteoartritis. Hipotesis Med

- Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi

V. Jakarta : Internal publishing

- Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi

V. Jakarta : Internal publishing.

Page 42: Modul Kegemukan

Makassar, 11 Mei 2013

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 2 (KEGEMUKAN)

SISTEM ENDOKRIN METABOLIK

OLEH :

KELOMPOK 6A

Ayu Pratiwi Syukur 110 211 0002Intan Purnama Sari 110 211 0000Nur Indah Ramadhani 110 211 0000Ramdita Amalia 110 211 0000Gabriyah Hamzah 110 211 0000Siti Fajriah A 110 211 0123Rani Mulia 110 211 0102Dirga Rasyidin 110 211 0000Fadhil Mochammad 110 211 0000Jauhar Mario 110 211 0000

Tutor : dr . Sri Juliani

Page 43: Modul Kegemukan

Fakultas KedokteranUniversitas Muslim Indonesia

Makassar2013