modul baru tgts 2015

94

Upload: axel-kevin

Post on 19-Feb-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tgts 2015

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Baru Tgts 2015
Page 2: Modul Baru Tgts 2015

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan Negara tidak dapat dilaksanakan.

Pada dasarnya setiap orang baik WNI/WNA yang bertempat tinggal di Indonesia atau badan yang didirikan/berkedudukan di Indonesia merupakan Wajib Pajak, kecuali ketentuan perundang-undangan menentukan lain. Karena sifatnya yang wajib maka orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan disebut Wajib Pajak (WP).Wajib Pajak ada 2, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dan Wajib Pajak Badan.

Wajib Pajak Orang Pribadi adalah mereka yang telah mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dimana batasan PTKP telah ditentukan oleh undang-undang.

Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan (organisasi, perseroan, firma, koperasi, persekutuan, lembaga, bentuk usaha tetap, danbentuk badan lainnya) yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanannya,sehingga dapat dipaksakan

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secaraindividual oleh pemerintah

4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung

Fungsi Pajak

1. Fungsi financial (budgeter)

Disebut sebagai fungsi utama pajak atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Fungsi ini disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Di sini pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar.

Page 3: Modul Baru Tgts 2015

2. Fungsi mengatur (regulerend)

Alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, social, maupun politik dengan tujuan tertentu. Fungsi ini mempunyai pengertian bahwa pajak dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh, ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani dalam negeri, pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea masuk, atas kegiatan impor komoditas tertentu. 

Hukum Pajak

Hukum pajak adalah hukum yang mengatur mengenai :

Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan Wajib Pajak

Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak

Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah

Timbul dan hapusnya utang pajak

Cara penagihan pajak

Cara mengajukan keberatan dan banding

Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Hukum pajak formal, memuat adanya ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.

Hukum pajak material, memuat mengenai subjek pajak, Wajib Pajak, objek pajak,

tarif pajak.

Perlawanan terhadap Pajak

Perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas Negara.Perlawanan pajak dapat dibedakan menjadi dua bagian, adalah sebagai berikut:

1. Perlawanan pasif Perlawanan pajak secara pasif ini berkaitan dengan keadaan social ekonomi masyarakat di Negara yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan Negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Perlawanan pasif ini disebabkan oleh struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Misalnya: kebiasaan menyimpan uang di rumah atau dibelikan emas bukanlah karena menghindari pajak penghasilan dari bunga tetapi karena belum terbiasa dengan perbankan.

2. Perlawanan aktif Perlawanan secara aktif merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya

Page 4: Modul Baru Tgts 2015

dibayar melalui penghindaran diri dari pajak, pengelakan diri dari pajak dan melalaikan pajak. Perlawanan secara aktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

Penghindaran Pajak (tax avoidance), adalah suatu usaha pengurangan pajak secara ilegal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan secara optimal.

Penggelapan pajak (tax evasion), adalah usaha pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan seperti memberi data-data palsu atau menyembunyikan data.

Asas-asas Pemungutan Pajak

“The Four Maxims” menurut Adam Smith :

1. Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan) Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

2. Certainty (asas kepastian hukum)Pajak yang harus dibayar  oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi untuk menjamin adanya kepastian hukum, baik mengenai subjek, objek, besarnya pajak dan saat pembayarannya.

3. Convenience of payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu)Hendaknya dipungut pada saat yang tepat (saat yang paling baik) bagi Wajib Pajak, yaitu sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak,

4. Economic of collections (asas efesien atau asas ekonomis)Pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.

Stelsel Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak khususnya PPh dikenal 3 macam stelsel pajak :

1. Stelsel nyata (riel stelsel)

Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak.

Kelemahan: pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak/periode pajak, padahalpemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun saja.

Kelebihan : besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku, sehingga penghasilan yangsesungguhnya telah diketahui.

2. Stelsel fiktif (fictieve stelsel)

Menurut stelsel ini pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi).

Page 5: Modul Baru Tgts 2015

Anggapan dapat berupa anggaran pendapatan tahun berjalan atau diasumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak yang lalu.

Kelemahan: besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan berdasarkan suatu anggapan bukan penghasilan yang sesungguhnya.

Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, karena berdasarkan pada suatu anggapan

3. Stelsel Campuran

Stelsel campran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak atau periode pajak penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak atau akhir periode dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata.

Kelemahan: adanya tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir tahun pajak atau periode pajak

Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, dan besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir tahun pajak atau akhir periode pajak setelah penghasilan yang seungguhnya diketahui.

Page 6: Modul Baru Tgts 2015

Pembagian Pajak

P a j a k

L a n g s u n g

Berdasarkan Golongan

P a j a k t i d a k

l a n g s u n g

Pajak Pusat /

N e g a r a

P A J A K Berdasarkan Wewenang

P e m u n g u t

Pajak Daerah

P a j a k

B e r d a s a r k a n S i f a t

S u b j e k t i f

P a j a k

Objektif

Page 7: Modul Baru Tgts 2015

Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya, Pajak Penghasilan.

Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pajak Pusat/Pajak Negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintahpusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya pertama-tama memperhatikan kondisi wajib pajak (subjek), kemudian menetapkan objek pajaknya. Keadaan pribadi wajib pajak (gaya pikulnya) sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang. Contohnya, Pajak Penghasilan.

Pajak Objektif adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.

Cara Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan Pajak Penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan, antara lain:

1. Asas Domisili (tempat tinggal)

Dalam asas ini pemungutan pajak berdasarkan pada domisili atau tempat tinggal Wajib Pajak dalam suatu Negara. Negara dimana wajib pajak itu bertempat tinggal berhak mengenakan pajak atas segala penghasilan yang diperoleh dari manapun.

2. Asas Sumber

Dalam asas ini Negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak. Jika di suatu negara terdapat suatu sumber penghasilan, maka negara tersebut berhak memungut pajak, tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal.

3. Asas kebangsaan

Dalam asas kebangsaan (nationaliteit), pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan / penghasilan tersebut maupun di Negara mana tempat tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Page 8: Modul Baru Tgts 2015

Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenal dan diterapkan dapat dibedakan menjadi empat.

1. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap. Contoh: bea materai untuk cek dan bilyet giro, berapa pun nominalnya dikenakan Rp 1.000.

2. Tarif Proporsional atau sebanding

Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Contoh: Tarif PPN 10%

3. Tarif Progresif

Tarif Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat. Tarif progresif ini dapat dibedakan menjadi tiga :

Tarif Progresif-Proporsional, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya sama besar.

Tarif Progresif-Progresif, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin besar.

Tarif Progresif-Degresif, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasarp engenaan pajaknya meningkat dan besarnya peningkatan tarifnya semakin kecil.

4. Tarif Degresif

Tarif Degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat. Tarif degresif ini dapat dibedakan menjadi tiga:

Tarif Degresif-Proporsional, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.

Tarif Degresif-Progresif, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin besar.

Tarif Degresif-Degresif, adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya semakin kecil.

Page 9: Modul Baru Tgts 2015

REFORMASI PAJAK

Reformasi pajak (tax reform) dilakukan karena pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat itu (1983 dan sebelumnya) adalah peninggalan colonial belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tidak sesuai dengan struktur dan organisasi pemerintahan, tidak berdasarkan pancasila, dan tidak lagi dengan perkembangan ekonomi yang selama ini berlaku di Indonesia.

LATAR BELAKANG REFORMASI PAJAK

UU Perpajakan yang berlaku saat itu (tahun 1983 dan sebelumnya) dibuat di zaman colonial mempunyai landasan, pemikiran, jiwa, sasaran, dan tujuan yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan harkat, hakikat, dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat

Pada zaman colonial pungutan pajak semata-mata dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan pemerintahan penjajahan, sedangkan dalam alam kemerdekaan pungutan pajak dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dan partisipasi anggota masyarakat dalam pembiayaan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai keadilan social dan kemakmuran yang merata, baik material maupun spiritual

System perpajakan yang berlaku saat itu bukan saja tidak sesuai dengan perekonomial Indonesia yang makin modern, tetapi sangat rumit dan sukar dipahami oleh pemungut/pemotong pajak maupun oleh WP

Penerimaan Negara di APBN dari sumber migas yang semakin lama semakin berkurang sehingga perlu ada penggantinya, yaitu yang berasal dari penerimaan pajak.

TUJUAN REFORMASI PAJAK

(diuraikan oleh Menkeu RI Bapak Radius Prawiro dalam siding DPR tanggal 5 Oktober 1983) untuk lebih menegakkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengarahkan segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan cara menigkatkan penerimaan Negara melalui perpajakan dari sumber-sumber di luar minyak bumi dan gas alam

Untuk menaikkan penerimaan pajak tersebut, perlu juga dilakukan penyempurnaan aparatur perpajakan dengan melakukan komputerisasi dan peningkatan mutu para pegawainya, perbaikan sikap mental para pejabatnya, serta mempersiapkan para WP yang telah diberi kebebasan dan kepercayaan yang besar sekali dalam menghitung dan membayar pajaknya sendiri (self assessment)

Untuk mewujudkan ekstensitifikasi dan intensifikasi pengenaan dan pemungutan pajak

Upaya peningkatan keadilan beban pajak bagi Wajib Pajak Penghapusan fasilitas pajak yang tidak memiliki landasan hokum yang akan

merugikan perekonomian nasional Menutup peluang-peluang penghindaran pajak (loopholes)

PAJAK-PAJAK SEBELUM REFORMASI

Page 10: Modul Baru Tgts 2015

1. Staatsblad Nomor 13 Tahun 1908 tentang Ordonasi Rumah Tangga2. Staatsblad Nomor 498 Tahun 1921 tentang Aturan Bea Materai3. Staatsblad Nomor 291 Tahun 1924 tentang Ordonasi Bea Balik Nama4. Staatsblad Nomor 405 Tahun 1932 tentang Ordonasi Pajak Kekayaan5. Staatsblad Nomor 718 Tahun 1934 tentang Ordonasi Pajak Kendaraan Bermotor6. Staatsblad Nomor 611 Tahun 1934 tentang Ordonasi Pajak Upah7. Staatsblad Nomor 671 Tahun 1936 tentang Ordonasi Pajak Upah8. Staatsblad Nomor 17 Tahun 1944 tentang Ordonasi Pajak Potong9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1947 Tentang Pajak Radio10. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1947 Tentang Rajak Pembangunan11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1952 Tentang Pajak Pembangunan I12. Undang-Undang Tahun 1951 tentang Pajak Penjualan yang diubah dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 196813. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti

14. Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1958 Tentang Pajak Bangsa Asing15. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 Tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK,

dan PPs atau Tata Cara MPS-MPO

REFORMASI PAJAK TAHUN 1983

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan berlaku sejak 1 Januari 1984

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan berlaku sejak 1 Januari 1984

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, direncanakan diberlakukan Tahun 1984 juga, akan tetapi masih ada sesuatu yang harus dipersiapkan lebih matang, Undang-Undang tersebut diberlakukan mulai 1 April 1985

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan mulai diberlakukan mulai tahun 1985

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai mulai diberlakukan mulai tahun 1985

6. Pada tahun 1991 dikeluarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991

REFORMASI PAJAK TAHUN 1994

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Page 11: Modul Baru Tgts 2015

Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

REFORMASI PAJAK TAHUN 1997

1. Undang-Undang nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak2. Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah3. Undang-Undang nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa4. Undang-Undang nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan Pajak5. Undang-Undang nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan

Bangunan

REFORMASI PAJAK TAHUN 2000

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

6. Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

REFORMASI PAJAK TAHUN 2002-2009

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengubah Undang-Undang No.17 Tahun tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tenang Pajak Penghasilan

4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak(PPKP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Page 12: Modul Baru Tgts 2015

Pengertian NPWP

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya (pasal 1 (6) UU KUP).

Kewajiban mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 UU KUP yang berbunyi “Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.

Wajib Pajak terdaftar adalah Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Fungsi NPWP adalah sebagai berikut:

1. Sarana dalam administrasi

2. Identitas Wajib Pajak

3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak

4. Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan

Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan NPWP adalah sebagai berikut:

1. Badan

2. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP

3. Pengurus, Komisaris, dan pemegang Saham Perusahaan

Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan system self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP.

Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenal pajak secara terpisah berdasarkan putusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.

Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi

Page 13: Modul Baru Tgts 2015

kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

Nomor Pokok Wajib Pajak/Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terdiri atas 15 digit yaitu 9 digit pertama adalah kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya adalah kode administrasi perpajakan, misalnya:

60 .810 . 616. 1 - 104 . 000 ---------------------- 15 digit

Kode Wajib Pajak kode adm.

Manfaat Nomor Pokok Wajib Pajak, adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh pinjaman modal dari bank

2. Untuk memudahkan berhubungan dengan instasi yang mewajibkan mencantumkan NPWP, seperti kantor imigrasi, Kantor Bea dan Cukai, kantor KPKN, kantor PLN, kantor Telkom, dan sebagainya.

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Dalam pasal 2 ayat (2) UU KUP disebutkan sbb. :

“Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha Kena Pajak Terdaftar adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang telah tercatat dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Fungsi Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, adalah sebagai berikut:

1. Dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya.

2. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.

Manfaat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat menjadi rekanan pemerintah dalam mendaftarkan/memperoleh tender proyek pemerintah.

2. Untuk memperoleh pembayaran dari KPKN dan sebagainya.

Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha :

Beberapa hal yang berkaitan dengan jangka waktu pendaftaran atau pelaporan kegiatan usaha adalah sebagai berikut (Per DJP no.44/PJ/2008):

1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak

Page 14: Modul Baru Tgts 2015

paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. Saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan

2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

3. Wajib Pajak orang pribadi selain yang di atas (1 dan 2) yang memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.

4. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bagi yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

5. Wajib Pajak sebagai pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang:

a. Memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. Tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

6. Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang disebut di atas (1,2,3,4,dan 5) diterbitkan NPWP dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) :

Pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau menjadi wajib PPN adalah pengusaha yang memiliki omzet mencapai Rp. 4,8 milyar setahun dari sebelumnya Rp 600juta setahun. Perubahan ini tercantum dalam Peraturan menteri keuangan Nomor : 197/PMK.03/2013 yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku aktif sejak 1 Januari 2014. Dengan adanya PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp.4,8 Milyar setahun dan memilih menjadi Non PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP dan menjalankan kewajiban pajak yang melekat.

Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP ternyata orang pribadi atau badan atau pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.

Page 15: Modul Baru Tgts 2015

Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP dan PPKP:

Pendaftaran NPWP dan PPKP dapat sekaligus dilakukan dengan cara mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran yang dapat diminta di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Pajak terdekat, adalah sebagai berikut.

1. Formulir bentuk KP.PDIP.4.1. untuk Wajib Pajak orang pribadi

2. Formulir bentuk KP.PDIP.4.2. untuk Wajib Pajak badan

3. Formulir bentuk KP.PDIP.4.3. untuk Wajib Pajak pemungut/pemotong

Dengan melampirkan dokumen berupa fotokopi berikut ini.

1. Untuk WP orang pribadi non-usahawan

a. Fotokopi KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor

2. Untuk WP orang pribadi usahawan

a. Fotokopi KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor b. Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi

yang berwenang

3. Untuk WP badan

a. Fotokopi akta pendirian b. Fotokopi KTP salah seorang pengurus c. Fotokopi Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dan instansi

yangberwenang

4. Untuk bendaharawan sebagai pemungut/pemotong

a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan b. Fotokopi tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor

5. Apabila Wajib Pajak pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan fotokopi kartu NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor Pusatnya. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi surat kuasa. Fotokopi sebagai kelengkapan formulir pendaftaran Wajib Pajak tersebut di atas harus disahkan oleh Petugas Pendaftaran Wajib Pajak kecuali dalam hal pendaftaran dilakukan melalui pos, maka fotokopi harus disahkan oleh pejabat/instansi yang berwenang.

Kewajiban setelah memperoleh NPWP atau PPKP

Berkaitan dengan telah diperolehnya NPWP atau PPKP, perlu diketahui ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk dilaksanakan.

1. Kewajiban sehubungan dengan PPh, antara lain:

a. Pembayaran pajak

b. Pemungutan pajak

c. Penyetoran pajak

d. Pelaporan pajak

Page 16: Modul Baru Tgts 2015

2. Kewajiban sehubungan dengan PPN dan PPnBM, antara lain:

a. Pembayaran/penyetoran pajak

b. Faktur pajak

c. Pelaporan pajak yang telah disetor

Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP

Penghapusan NPWP dilakukan oleh oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :

1. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Wajib Pajak Badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha.3. Wajib Pajak BUT menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia 4. Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang

sudah tidak memenuhi syarat baik subjektif dan/atau objektif sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.

5. Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk WPOP atau 12 (dua belas) bulan untuk WP Badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

6. Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

7. Dirjen pajak setelah melakukan pemerikasaan harus memberikan keputusan atas pemohonan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Hak Wajib Pajak:

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus

2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)

3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT

4. Hak untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak

5. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak

6. Hak mengajukan keberatan dan banding

Kewajiban Wajib Pajak:

1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri

Page 17: Modul Baru Tgts 2015

2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT

3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak

4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan

5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak

6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak

7. Kewajiban membuat faktur pajak

s Airlangga D3 Perpajakan

Hak dan Kewajiban Fiskus

Hak Fiskus:

1. Menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan

2. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)

3. Melakukan pemeriksaan dan penyegelan

4. Melakukan penyidikan

5. Menerbitkan Surat Paksa dan melaksanakan penyitaan

Kewajiban Fiskus:

1. Kewajiban untuk melakukan penyuluhan kepada Wajib Pajak

2. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

3. Merahasiakan data Wajib Pajak

Sistem Pemungutan Pajak

Pada dasarnya terdapat tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku.

1. Sistem Official Assessment (Official Assessment System)

Sistem official assessment adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh Wajib Pajak dihitung dan ditetapkan oleh fiskus/aparat pajak. Jadi, dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedang fiskus bersifat aktif. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah ada ketetapan pajak dari fiskus.

2. Sistem Self Assessment (Self Assessment System)

Sistem self assessment adalah sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Jadi, dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat aktif sedang fiskus hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Menurut sistem ini utang pajak timbul tanpa menunggu surat ketetapan pajak dari fiskus. Untuk menyukseskan sistem self assessment ini dibutuhkan beberapa prasyarat dari Wajib Pajak, yaitu:

Page 18: Modul Baru Tgts 2015

Kesadaran Wajib Pajak (tax consciousness)

Kejujuran Wajib Pajak

Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (tax mindedness)

Kedisiplinan Wajib Pajak (tax disciplin)

3. Sistem Withholding (Withholding System)

Sistem withholding adalah sistem pemungutan pajak yang mana besarnya pajak terutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud di sini antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah. Menurut sistem ini utang pajak timbul tanpa menunggu surat ketetapan pajak.

Pembayaran Pajak

Surat Setoran Pajak (SSP)

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (Pasal 1 ayat (14) UU KUP).

SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang peruntukannya sebagai berikut:

Lembar 1 : untuk arsip Wajib Pajak

Lembar 2: untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

Lembar 3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak

Lembar 4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran

Lembar 5: untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku

Fungsi SSP

SSP merupakan formulir yang digunakan sebagai sarana untuk membayar pajak dan merupakan bukti pembayaran pajak.

Tempat Pembayaran Pajak

1. Kantor Pos2. Bank badan usaha milik negara atau bank badan usaha milik daerahn3. Tempat lain yang ditentukan menteri keuangan

Batas Waktu Pembayaran Pajak

1. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak bagi masing-masing jenis pajak,

Page 19: Modul Baru Tgts 2015

paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

2. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

3. Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada nomor 1 , yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

4. Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada nomor 2, yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

5. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

6. Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada nomor 5 dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

7. Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada nomor 2 paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pelaporan Pajak

Surat Pemberitahuan

Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT

1. Bagi Wajib Pajak, SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

Page 20: Modul Baru Tgts 2015

mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui

b. pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak

c. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak

d. Harta dan kewajiban

e. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku

c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya

Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah:

a. Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam penulisan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan

c. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.

Surat pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Surat Pemberitahuan Masa (Surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak)

Surat Pemberitahuan Tahunan (Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak)

Page 21: Modul Baru Tgts 2015

Tempat Pengambilan SPT

Wajib Pajak harus mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Tempat pengambilan SPT adalah sebagai berikut:

1. Kantor Pelayanan Pajak

2. Kantor Penyuluhan Pajak

3. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

4. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

5. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak

6. Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu http://www:pajak.go.id

7. Mencetak/menggandakan/fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya

Pengisian SPT

Ketentuan-ketentuan dalam mengisi SPT adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya

2. Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi

3. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus

4. Pengisian SPT tahunan PPh oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak

Penyampaian SPT

Penyampaian SPT dapat dilakukan dengan cara:

1. Menyampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak

2. Melalui Kantor Pos

3. Melalui Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak harus memenuhi syarat antara lain :

1. Berbentuk badan2. Memiliki izin usaha ekspedisi atau jasa kurir

Page 22: Modul Baru Tgts 2015

3. Mempunyai NPWP dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak4. Bersedia menandatangani perjanjian dengan Dirjen PajakUni

Batas Waktu Penyampaian SPT:

1. Surat Pemberitahuan Masa

J E N I S P A J A K HARUS DISETOR PALING LAMBAT

P P h p a s a l 2 1 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

PPh pasal 23 dan pasal 26 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

P P h p a s a l 2 5 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

P P h p a s a l 2 2 , P P N , P P n B M a t a s I m p o r 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir

P P H P A S A L 2 2 , P P N , P P N B M A T A S I M P O R Y A N G P E M U N G U T A N N Y A DILAKUKAN OLEH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

7 (tujuh) hari setelah masa pajak berakhir

PPH PASAL 22 YANG PEMUNGUTANNYA DILAKUKAN OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH

14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir

P PH PASAL 22 DARI PENYERAHAN OLEH PERTAMINA ATAS HASIL PRODUKSINYA DAN DARI PENYERAHAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS OLEH BADAN USAHA LAIN

20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

P P H P A S A L 2 2 Y A N G P E M U N G U T A N N Y A D I L A K U K A N OLEH BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK

20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

PPN DAN PPNBM YANG TERUTANG DALAM SATU MASA PAJAK

20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

P P N D A N P P N B M Y A N G P E M U N G U T A N N Y A D I L A K U K A N O L E H BENDAHARAWAN PEMERINTAH ATAU INSTANSI PEMERINTAH YANG DITUNJUK.

14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir

P PN D A N P P N BM Y A NG PE M UN G U T AN N Y A D I LA K U K A N OL E HPEMUNGUT PPN SELAIN BENDAHARAWAN PEMERINTAH ATAU INSTANSIPEMERINTAH YANG DITUNJUK

20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir

2. Surat Pemberitahuan Tahunan

J E N I S P A J A K HARUS DISETOR PALING LAMBAT

S P T T a h u n a n P P h B a d a n 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun pajak

S P T T a h u n a n P P h O P 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya tahun pajak

3. Apabila SPT tidak disampaikan dalam batas waktu yang dimaksud diatas atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Besarnya denda adalah sebagai berikut (Pasal 7 ayat (1) UU KUP) :

Page 23: Modul Baru Tgts 2015

1. Sebesar Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN dan PPnBM.

2. Sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT masa lainnya. 3. Sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Badan. 4. Sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh orang

pribadi.

Page 24: Modul Baru Tgts 2015

D A S A R H U K U M B E A

Page 25: Modul Baru Tgts 2015

M A T E R A I

1 . U n d a n g - u n d a n g N o m o r 1 3 T a h u n 1 9 8 5 t e n t a n g B e a M e t e r a i

2 . Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.

3 . Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk, Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005

4 . Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.

5 . Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan.

6 . Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan.

7 . Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan Sistem Komputerisasi.

8 . Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.

9 . Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara Pemeteraian Kemudian.

PENGERTIAN BEA MATERAI

Bea materai merupakan pajak yang dikenakanterhadap dokumen yang menurut Undang-Undang Bea materai menjadi objek Bea Materai harus sudah dibubuhi benda materai atau pelunasan Bea Materai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan

OBJEK BEA MATERAI

Page 26: Modul Baru Tgts 2015

Dokumen yang harus dikenakan materai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :

a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata

b. akta-akta notaris termasuk salinannyac. akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnyad. surat yang membuat jumlah uang yaitu :

- yang menyebutkan penerimaan uang- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank- yang berisi pemberitahuan saldo rekening bank- yang berisi pengakuan bahwa utang usaha seluruhnya atau sebagian telah dilunasi

atau diperhitungkane. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cekf. dokumen yang dikenakan bea materai terhadap dokumen yang digunakan sebagai alat

pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain maksud semula.

TATA CARA PELUNASAN BEA MATERAI SAAT TERUTANG

Saat terutangnya bea materai adalah saat sebelum dokumen yang terutang bea materai tersebut digunakan dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 13 tahun 1985 disebutkan saat terutangnya Bea Materai adalah :

- dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan- dokumen yang dibuat oeleh lebih dan satu pihak adalah pada saat selesainya

dokumen dibuat- dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia

CARA PELUNASAN BEA MATERAI

A. PELUNASAN BEA MATERAI DENGAN MENGGUNAKAN MATERAI TEMPEL- materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak diatas dokumen

yang dikenakan Bea Materai- materai tempel yang dikeratkan di tempat dimana tanda tangan dibubuhkan- pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun

dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan di atas kertas dan sebagian lagi di atas materai tempel

- jika digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas kertas

- pelunasan Bea Materai dengan menggunakan materai tempel tetapi tidak memenuhi ketentuan di atas dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai.

Page 27: Modul Baru Tgts 2015

B. PELUNASAN BEA MATERAI DENGAN MENGGUNAKAN KERTAS MATERAI- sehelai kertas materai hanya dapat digunakan untuk skali pemakaian- kertas materai yang sudah digunakan tidak boleh digunakan lagi- jika isi dokumen yang dikenakan Bea Materai terlalu panjang untuk dimuat

seluruhnya di atas kertas Materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermaterai

- jika sehelai kertas materai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini belum ditandatangani oleh yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas materai yang terlanjur tertulis dengan beberapa kata/kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas maerai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru, maka kertas materai yang demikian dapat dan tidak perlu dibubuhi materai lagi

- apabila ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermaterai

C. PELUNASAN DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA MATERAI LUNAS DENGAN MESIN TUNAIPelunasan dengan membubuhkan tanda bea materai lunas dengan mesin teraan memerlukan beberapa syarat sebagai berikut1. pelunasan Bea Materai dengan mesin teraan materai hanya diperlukan kepada

penerbit dokumen yang melakukan pemetaraan dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen

2. penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan mesin teraan materai harus melakukan prosedur sebagai berikut :- mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada kepala Kntor Pelayanan

Pajak setempat dengan mencantumkan jenis / merk dan tahun pembuatan mesin teraan materai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi Bea Materai setiap hari

- melakukan penyetoran Bea Materai di muka minimal sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui Bank Persepsi

- menyampaikan laporan bulanan penggunaan mesin teraan materai kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat tanggal 15 setiap bulan

- ijin penggunaan mesin teraan materai berlaku selama 2 tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhipersyaratan

D. PELUNASAN DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA MATERAI LUNAS DENGAN SISTEM KOMPUTERISASI1. pelunasan Bea Materai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk

dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 huruf d PP No. 24 Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak 100 dokumen- pengajuan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak

dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Materai setiap hari

Page 28: Modul Baru Tgts 2015

- pembayaran Bea Materai dimuka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Materai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melaluli Bank Persepsi

- menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Materai kepada Direktur Jendral pajak Paling lambat tanggal 15 setiap bulan

2. ijin pelunasan Bea Materai dengan membubuhkan Tanda Bea Materai Lunas dengan sistem komputernisasi berlaku selama saldo Bea Materai yang telah dibayar pada saat mengajukan ijin masih mencukupi kebutuhan pemerataan 1 bulan berikutnya

E. TATA CARA PELUNASAN BEA MATERAI DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN 1. Pelunasan Bea Materai dengan teknologi percetakan hanya diperlukan untuk

dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun

2. penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Materai dengan teknologi percetakan harus melakukan prosedur sebagai berikut :- pembayaran Bea Materai dimuka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi

Bea Materai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melaluli Bank Persepsi

- menggunakan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Materai dan jumlah Bea Materai yang telah dibayar

3. perum peruri dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Materai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, harus menyempaikan laporan bulanan kepada Direktur Jendral Pajak paling lambat tanggal 10setiap bulan

4. pelunasan bea materai bagi dokumen yang dibuat diluar negeri . dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenkan Bea Materai spanjang tidak digunakan di Indonesia

TARIF BEA MATERAI

1. TARIF Bea Materai Rp 6.000,- untuk dokumen sebagai berikut :a. surat perjanjian dan surat-surat lain yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyatan, atau keadaan yang ersifat perdata

b. akta-akta notaris termasuk salinannyac. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dari Rp

1.000.000,- d. dokumen yang ada digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :

- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya,

jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan tujuan semula

Page 29: Modul Baru Tgts 2015

2. untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut :- nominal sampai Rp 250.000,- tidak dikenakan Bea Materai- nominal antara Rp 250.000,- sampai Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp

3.000,-- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp 6.000,-

3. cek dan bilyet giro dikenakan Bea Materai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal

4. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp 6.000,-

5. sekumpulan efek dengan nama dan dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp 3.000,- sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Materai Rp 6.000,-

Page 30: Modul Baru Tgts 2015
Page 31: Modul Baru Tgts 2015

Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

1. Objek dan Tarif Pajak Daerah

a. Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Propinsi

1) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor

a) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2% dan untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi sebesar 10%

b) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%.

c) Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%.

2) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

a) Penyerahan pertama sebesar 20%

b) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

a) Penyerahan pertama sebesar 0,75%

b) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%

Page 32: Modul Baru Tgts 2015

3) Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi.

4) Tarif Pajak Air Permukaan

Ditetapkan paling tinggi 10%.

5) Tarif Pajak Rokok

Ditetapkan sebesar 10% daricukai rokok.Pajak Rokok dikenakan atas cukai rokok. Penerimaan pajak rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

b. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kota

1) Tarif Pajak Hotel sebesar 10%

2) Tarif Pajak Restoran 10%

3) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%. Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%. Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan paling tinggi 10%.

4) Tarif Pajak Reklame 25%

5) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% .

6) Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Bahan 25%

7) Tarif Pajak Parkir 30%

8) Tarif Pajak Air Tanah 20%

9) Tarif Sarang Walet 10%

10) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan 0,3%

11) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5%

Peraturan Daerah tentang Pajak

Peraturan Daerah disampaikan kepada pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari

Page 33: Modul Baru Tgts 2015

setelah ditetapkan. Apabila Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah tersebut.Pembatalan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud.

Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem Official Assessment

Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakanSurat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

Sistem Self Assessment

Wajib Pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang.Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan daerah. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila:

1. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; 2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan

pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Tata Cara Pembayaran dan PenagihanTanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30

(tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Atas permohonan Wajib Pajak, Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% sebulan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Apabila pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.

Keberatan dan BandingWajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat

yang ditunjuk atas suatu:

Page 34: Modul Baru Tgts 2015

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang2. Surat Ketetapan Pajak Daerah 3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar 4. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan 5. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar 6. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil 7. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-

undangan perpajakan daerah yang berlaku Dalam mengajukan keberatan Wajib Pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-

alasan yang jelas.2. Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikitsejumlah

yang telah disetujui Wajib Pajak.3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal

surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila jangka waktu telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Jika Wajib Pajak menolak keputusan surat keberatan maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya surat keputusan keberatan.

Daluwarsa Pajak DaerahBatas daluwarsa dari Pajak Daerah adalah 5 tahun, kecuali Wajib Pajak Daerah

melakukan tindak pidana Pajak Daerah. Jangka waktu 5 tahun ditangguhkan jika:1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa 2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik secara langsung maupun tidak

langsung

Retribusi DaerahRetribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Objek Retribusi daerah dapat dibagi menjadi 3, yaitu jasa umum, jasa usaha, perizinan tertentu.Jasa yang diselenggarakan oleh badan usaha milik daerah bukan merupakan objek retribusi. Retribusi dibagi atas tiga golongan, sebagai berikut:

1. Retribusi Jasa Umum Kriteria retribusi jasa umum antara lain: Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha

atau retribusi perizinan tertentu. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang

diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

Page 35: Modul Baru Tgts 2015

Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.

Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.

Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkatdan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

2. Retribusi Jasa Usaha Kriteria retribusi jasa usaha antara lain: Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum

atau retribusi perizinan tertentu. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya

disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh PemerintahDaerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu Kriteria retribusi perizinan tertentu adalah: Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada

daerah dalam rangka asas desentralisasi. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya

untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Sistem Pemungutan RetribusiSistem pemungutan retribusi daerah adalah sistem official assessment, yaitu

pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib retribusi setelah menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika wajib retribusi tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).

Daluwarsa Retribusi DaerahBatas daluwarsa retribusi daerah adalah 3 tahun kecuali wajib retribusi melakukan

tindak pidana retribusi daerah. Jangka waktu 3 tahun ditangguhkan jika:a. Diterbitkan surat teguran b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik secara langsung maupun tidak

Langsung Pemeriksaan Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban Pajak Daerah.

Kewajiban Wajib Pajak jika diperiksa: 1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi

dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Pajak atau objek Retribusi yang terutang

2. Memberikan keterangan yang diperlukan 3. Memberikan kesempatan untuk memasuki ruangan/tempat tertentu

PenyidikanWewenang penyidik adalah:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

Page 36: Modul Baru Tgts 2015

2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi.

3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi.

4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi.

5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi.

7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa.

8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi.

9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

10. Menghentikan penyidikan.11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di

bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang

Page 37: Modul Baru Tgts 2015
Page 38: Modul Baru Tgts 2015

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek pajak yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan.Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak.Subjek Pajak dari PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Objek PBB adalah “bumi dan/atau bangunan”:

Bumi : Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Contohnya adalah sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dan lain-lain.

Bangunan : konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia. Contohnya adalah rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dan lain-lain.

Objek PBB yang dikecualikan adalah objek yang:

1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain;

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala;

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan lain-lain;

4. Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Perhitungan PBB

PBB terutang = Tarif (0.5%) x NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau

Page 39: Modul Baru Tgts 2015

= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)

Contoh soal:

Apabila WP mempunayai dua (2) atau lebih Obyek Pajak maka hanya satu (1) NJOPTKP yang diberikan.

1. Wajib Pajak A, mempunyai tanah kosong seluas 500 m, di Kel. Rungkut. NJOP Tanah (ditentukan oleh PEMDA) Rp 500.000,-/m2 dan NJOPTKP sebesar Rp 25.000.000,-.

M a k a : NJOP 500 m x Rp 500.000 Rp 250.000.000

N J O P T K P (Rp 25.000.000 )

N J O P K P Rp 225.000.000

NJKP 20% x Rp 225.000.000 Rp 112.500.000

Besarnya PBB terutang 0.5% x 112.500.000 = 562.500

2. PT Angin Ribut mempunyai lahan kosong di kawasan Pakuwon dengan luas 3 ha. NJOP tanah (ditentukan oleh Pemda) Rp 75.000,-/m2 dan NJOPTKP sebesar Rp 21.000.000,-.

M a k a : NJOP 30.000 m x Rp 75.000 Rp 2.250.000.000N J O P T K P (Rp 21.000.000 ) N J O P K P Rp 2.229.000.000NJKP 40% x Rp 2.229.000.000 Rp 891.600.000

Besarnya PBB terutang 0.5% x 891.600.000 = 4.458.000

3. WP Amir memilki dua (2) atau lebih objek pajak maka yang dapat dikenakan NJOPTKP hanya satu saja. NJOPTKP sebesar Rp 15.000.000,-.

a. Rumah di jalan airlangga: NJOP PBB Rp 300.000.000

b. Tanah kosong di kenjeran : NJOP PBB Rp 70.000.000

Maka NJOPTKP yang diperkenankan adalah:

a. Di jalan Airlangga NJOPTKP : Rp. 15.000.000

NJOP PBB Rp 350.000.000

NJOPTKP Rp 15.000.000

PBB terutang:

0,5% x Rp 67.000.000 = Rp 335.000

b. Sedangkan di jalan kenjeran NJOPTKP: NIHIL

NJOP PBB Rp 70.000.000 NJOPTKP Rp 0

PBB Terhutang:

Page 40: Modul Baru Tgts 2015

0,5% x Rp 14.000.000 = Rp 70.000 saja.

Page 41: Modul Baru Tgts 2015
Page 42: Modul Baru Tgts 2015

PPh termasuk dalam kategori sebagai pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan.Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan Pph.

Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Orang Pribadi

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga jenjang sosial ekonomi, dengan perkataan lain berlaku sama untuk semua (non-discrimination).

2. Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak

Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.Penunjukan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.

3. Badan

Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau bentuk non-usaha yang meliputi hal-hal berikut ini.

- Perseroan terbatas

- Perseroan komanditer

- BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apa pun

- Persekutuan

- Perseroan atau perkumpulan lainnya

- Firma

- Kongsi

- Perkumpulan koperasi

- Yayasan

- Lembaga

- Dana pensiun

- Bentuk usaha tetap

- Bentuk usaha lainnya

Dari uraian di atas terlihat bahwa yang dimaksudkan dengan badan sebagai subjek pajak tidaklah semata yang bergerak dalam bidang usaha (komersial), namun juga yang bergerak di bidang sosial, kemasyarakatan dan sebagainya, sepanjang

Page 43: Modul Baru Tgts 2015

pendiriannya dikukuhkan dengan akta pendirian oleh yang berwenang.Sehingga tidak ada alasan bagi badan (khususnya organisasi) selain yang bergerak di bidang usaha untuk menyatakan bahwa mereka tidak termasuk sebagai subjek pajak.

4. Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek pajak dalam PPh terdiri atas 2 jenis, yaitu:1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut: a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada diIndonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Jangka waktu 12 bulan tersebut bukanlah harus dimulai dari bulan Januari atau awal tahun pajak, namun bisa jadi setelahnya. Di samping itu juga tidak harus secara berturut-turut 183 hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi secara tidak kontinyu sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12 bulan.

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau pun berada di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Saat Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak SubjektifSaat Mulainya Kewajiban Pajak Subjektif

1. Subjek Pajak Orang Pribadi a. Bagi subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka

kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia.

Page 44: Modul Baru Tgts 2015

b. Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai sejak saat orang tersebut berada di Indonesia.

c. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usahanya diIndonesia.

a. Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat orang pribadi tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2. Subjek Pajak Badan a. Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

b. Bagi subjek pajak badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan berakhir pada saat badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia .

3. WarisanUntuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subjektfnya akan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi kepada ahli warisnya masing-masing, dan sejak saat itu pula beralih pemenuhan kewajiban perpajakannya kepada para ahli warisnya.

Pengecualian sebagai Subjek Pajak1. Badan perwakilan negara asing 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari

negara asing, demikian juga dengan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama dengan mereka, dengan persyaratan bukan sebagai WNI, serta tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya selama di Indonesia, di samping itu tentu juga negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama secara timbal balik

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. b. tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggotanya.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat tidak sebagai warga negara Indonesia serta tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain yang dapat memberikan penghasilan di Indonesia

Page 45: Modul Baru Tgts 2015

Objek Pajak PenghasilanYang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggotayang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan Karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecualiyang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat danbadan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atauorang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebihlanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan,tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayarantambahan pengembalian pajak;

f.Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i.Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l.Keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

Wajib Pajakyang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak; q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r.Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

Page 46: Modul Baru Tgts 2015

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat

utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang

diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e.penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:1. Bantuan dan Hibah

a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau

sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia;

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,

Page 47: Modul Baru Tgts 2015

termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;10.Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba

dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pph Pasal 4 ayat (2)PPh pasal 4 ayat (2) ini mengatur tentang pemotongan pajak terhadap penghasilan

yang dikenakan pajak bersifat final. Arti final adalah lunas (apabila pemotongan pajaknya telah benar) dan tidak dapat dijadikan kredit paajk atau pengurang terhadap penghitungan PPh terutang dalam suatu tahun pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh. Atas penghasilan dan biaya yang diperoleh dari penghasilan yang dikenakan PPh secara final harus dilakukan koreksi fiskal atau tidak dapat digabung dengan penghasilan yang dikenakan PPh dengan tarif umum (tarif pasal 17).

Tarif:N o . J e n i s P e n g h a s i l a n Tarif1 Bunga deposito dan tabungan 20%2 Bunga simpanan koperasi kepada anggota orang pribadi 10%3 H a d i a h u n d i a n 25%4 Pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan 5 %5 Persewaan atas tanah dan/ atau bangunan 10%6 J a s a K o n s t r u k s i :

a. Perencanaan/ Pengawasan Konstruksi : Perencanaan/ pengawasan konstruksi dilakukan oleh 4 %penyedia jasa yang emilki kualifikasi usaha Perencanaan/ pengawasan konstruksi dilakukan oleh 6 %penyedia jasa yang tidak memilki kualifikasi usahab . P e l a k s a n a a n K o n s t r u k s i : Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa yang 2 %m e m i l k i k u a l i f i k a s i u s a h a k e c i l Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa yang 3 %memilki kualifikasi usaha menengah dan besar Pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh penyedia jasa yang 4 %t i d a k m e m i l k i k u a l i f i k a s i u s a h a

Contoh:

Page 48: Modul Baru Tgts 2015

Tuan Bashier memenangkan kuis Piala Dunia 2010 yang diselenggarakan oleh suatu media massa. Hadiahnya berupa uang tuani sebesar Rp 5.000.000,- dan penentuan pemenangnya dengan cara diundi. Maka PPh pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh pihak penyelenggara adalah:

25% x Rp 5.000.000,- = Rp 1.250.000,-Uang (hadiah) yang diterima oleh tuan Rompi adalah:

Rp 5.000.000 – Rp 1.250.000 = Rp 3.750.000

PPh Pasal 21PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dikenakan atas penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Tarif PPhPasal 21 adalah tarif pajak pasal 17 UU PPh. Bagi Wajib Pajak yang tidak dapat menunjukkan NPWP, tarif pajak diterapkan 20% lebih tinggi dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Pemotong Pajak PPh pasal 21 adalah pihak yang membayarkan penghasilan, yaitu:

1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah dan honorarium; 2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah honorarium; 3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran

lainnyaa; 4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lainnya; 5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan pengurang pajak yang khusus diberikan

kepada wajib pajak orang pribadi.Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, wajib pajak orang pribadi harus terlebih dahulu mengurangi penghasilan netonya dengan PTKP yang besarnya ditentukan oleh Menteri Keuangan. Ada tiga prinsip untuk mengklaim PTKP, yaitu:

a. PTKP hanya untuk orang pribadi, yaitu wajib pajak beserta keluarga yang menjadi tanggungan

b. PTKP hanya berlaku terhadap penghasilan global. Wajib Pajak yang hanya memperoleh

c. penghasilan khusus yang bersifat final tidak memperoleh pengurangan PTKP d. PTKP ditentukan oleh kondisi pada awal tahun. Maka, ketika suami istri

mendapatkan anak di pertengahan tahun, belum bisa mengklaim PTKP atas anaknya yang baru lahir tersebut.

Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun berdasarkan PMK 162/PMK.011/2012 berlaku sejak 1 januari 2013 :

a. Rp 24.300.000,- (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak.

b. Rp 2.025.000,- ( dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp 24.300.000,- ( dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

d. Rp 2.025.000,- ( dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misalnya ayah, ibu dan anak kandung) dan keluarga semenda (misalnya mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

YANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR

Page 49: Modul Baru Tgts 2015

Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun berdasarkan PMK 122/PMK.010/2015 berlaku sejak 1 januari 2015 :

a. Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak. b. Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.c. Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. d. Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

(misalnya ayah, ibu dan anak kandung) dan keluarga semenda (misalnya mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Status Besarnya PTKP K e t e r a n g a nT K / 0 36 .0 00 .0 0 0 U n t u k d i r i w a j i b p a j a kT K / 1 39 .0 00 .0 0 0 3 6 . 0 0 0 . 0 0 0 + 3 . 0 0 0 . 0 0 0T K / 2 42 .0 00 .0 0 0 36 .000 .000 + ( 2 x 3 .000 .000 )T K / 3 45 .0 00 .0 0 0 36 .000 .000 + ( 3 x 3 .000 .000 )K / 0 39 .0 00 .0 0 0 3 6 . 0 0 0 . 0 0 0 + 3 . 0 0 0 . 0 0 0K / 1 42 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + 3.000.000K / 2 45 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + ( 2 x 3.000.000 )K / 3 48 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + ( 3 x 3.000.000 )K / I / 0 75 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + 36.000.000K / I / 1 78 .0 00 .0 0 0 36 . 0 0 0 . 0 0 0 + 3 . 0 0 0 . 0 0 0 + 3 6 . 0 0 0 . 0 0 0 + 3 . 0 0 0 . 0 0 0K / I / 2 81 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + 36.000.000 + (2x3.000.000)K / I / 3 84 .0 00 .0 0 0 36.000.000 + 3.000.000 + 36.000.000 (3x3.000.000 )

Catatan:- TK/0 (tidak kawin tanpa tanggungan) - TK/1 (tidak kawin, 1 tanggungan) - TK/2 (tidak kawin, 2 tanggungan) - TK/3 (tidak kawin, 3 tanggungan) - K/0 (Kawin, tanpa tanggungan) - K/1 (Kawin, 1 tanggungan) - K/2 (Kawin, 2 tanggungan) - K/3 (Kawin, 3 tanggungan) - K/I/0 (Kawin, istri berpenghasilan, tanpa tanggungan) - K/I/1 (Kawin, istri berpenghasilan, 1 tanggungan) - K/I/2 (Kawin, istri berpenghasilan, 2 tanggungan) - K/I/3 (Kawin, istri berpenghasilan, 3 tanggungan)

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak:

L a p i s a n P e n g h a s i l a n K e n a P a j a k T a r i f P a j a kSampai dengan Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) 5 % ( l i m a p e r s e n )Di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp 15% (lima belas persen)25 0 . 00 0 . 00 0 , - ( d ua r a t u s l im a pu lu h j u t a r up i ah )Di atas Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) 25% (dua puluh lima persen)s . d . R p 5 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 , - ( l i m a r a t u s j u t a r u p i a h )Di a t a s Rp 500 .000 .000 , - ( l ima r a tu s j u ta rup i ah ) 30% (t iga puluh persen )

Contoh Perhitungan Pph pasal 21 (masih menggunakan perhitungan tahun 2013)1. Tuan Padi ber-NPWP (01.234.533.4-615.000) bekerja sebagai pegawai tetap di PT A,

Page 50: Modul Baru Tgts 2015

status kawin dan memiliki tanggungan satu (1) anak. Setiap bulan Tuan Padi menerima gaji sebesar Rp 6.000.000. Penghasilan neto Tuan Padi sebesar Rp 5.400.000,-. Berapakah PPh pasal 21 Tuan Padi yang terutang pada tahun 2013?

J a w a b :

P e n g h a s i l a n p e r b u l a n 6.000.000

Penghasilan Neto per Bulan 5.400.000

Penghasilan Neto setahun (x 12) 64.800.000

P T K P K / 1 28.350.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) 36.450.000

P Ph P as a l 21 t e ru t a ng :5% x 36.450.000 = Rp 1.822.500,-

2. Bachri memiliki NPWP bekerja sebagai pegawai di PT Sejahtera, status belum menikah. Setiap bulan Bachri menerima penghasilan dengan penghasilan neto sebesar Rp. 8.000.000. Berapakah PPh pasal 21 Bachri yang terutang pada tahun 2014?

J a w a b :

Penghasi lan neto per bula n 8.000.000

Penghasilan neto setahun (x12) 96.000.000

P T K P T K / 0 24.300.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) 71.700.000

PPh Pasal 21 terutang:

5% x 50.000.000 = Rp 2.500.000,-

15% x 21.700.000 = Rp 3.255.000, -

Rp 5.524.000,-

3. Tuan Yudi ber-NPWP (01.234.533.4-615.000) bekerja sebagai pegawai tetap di PT A, status kawin dengan istri berpenghasilan sendiri dan memilki tanggungan dua (2) anak. Setiap bulan Tuan Yudi menerima gaji sebesar Rp 15.000.000. Penghasilan neto Tuan Yudi sebesar Rp 14.500.000,-. Berapakah PPh pasal 21 Tuan Yudi yang terutang pada tahun 2013? Jawab:

Page 51: Modul Baru Tgts 2015

4. Citra Kirana pegawai pada perusahaan PT

Sinemart, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 6.000.000,00. PT Sinemart mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Sinemart menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Sinemart juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Sinemart membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Berapa pajak terutangnya dlm setahun pada tahun 2015 :

G a j i   6.000.000,00Premi Jaminan Kecelakaan Kerja       3 0 . 0 0 0 , 0 0Premi Jaminan Kematian   1 8 . 0 0 0 , 0 0Penghasilan bruto   6.048.000,00P en gu r a n ga n    1. Biaya jabatan    5%x6.048.000,00 302.400,00  2. Iuran Pensiun 5 0 . 0 0 0 , 0 0  3. Iuran Jaminan Hari Tua2,00%x6.048.000

120.000,00 

    472.400,0 0 Penghasilan neto sebulan   5 .575.600,00Penghasilan neto setahun    12x5.575.600,00   66.907.200,00P T K P    - untuk WP sendiri 36.000.000,00  - tambahan WP kawin 3.000.000,0 0      39.000.000,00Penghasilan Kena Pajak setahun   27.907.200,00PPh t erutan g    5%x 27.907.200,00 1.395.360,00  

Catatan:

P e ng ha s i l a n N e to p e r Bu la n 14.500.000Penghasilan Neto setahun (x 12) 174.000.000P T K P K / I / 2 54.675.00 0 Penghasilan Kena Pajak (PKP) 119.325.000PPh Pasal 21 terutang :

5% x 50.000.000 = Rp 2.500.000,-

15% x 69.325.000 = Rp 10.398750,-

Rp 12.898.750,-

Page 52: Modul Baru Tgts 2015

- Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. Biaya Jabatan dipungut 5%. Dan ditetapkan batas paling tinggi sebesar Rp 500.000

- Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP.

Pph Pasal 22PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu.Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 adalah pemasok barang kepada pemerintah, importir, dan pemasok/ pembeli barang dari badan-badan tertentu.Objek, Pemungut dan Tarif PPh Pasal 22

N o O b j e k P e m u n g u t T a r i f1 P e m b e l i a n b a r a n g o l e h Pihak yang membayar/ membeli: 1 , 5 %

Bendaharawan Pemerintah, DJA Bendaharawan Pemerintah, DJA.(Direktorat Jenderal Anggaran), BUMN/D, badan te r tent uBUMN/D, badan ter tent u

2 I m p o r b a r a n g : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai( D J B C ) , B a n k D e v i s a

Dilakukan oleh importir yang 2 , 5 %m e m i l i k i A P I

Dilakukan oleh importir yang 7 , 5 %t i d a k m e m i l k i A P I

Pembelian tidak dikuasai 7 , 5 %l e l a n g

3 Pembelian bahan untuk industry Industri tertentu yang bergerak di 0,25%tertentu atau eksportir dari bidang pertanian, perhutanan,p e d a g a n g p e n g u m p u l perkebunan dan perikanan

4 Penjualan oleh Pertamina: P e r t a m i n aPremium, solar, premix, super TT 0,25%Minyak tanah, LPG, Pelumas 0 , 3 %

Page 53: Modul Baru Tgts 2015

5 Penjualan oleh selain Pertamina P e n j u a lPremium, solar premix, super TT 0 , 3 %Mnyak tanah, LPG, Pelumas 0 , 3 %

6 Penjualan hasil industri tertentu: Industri tertentu yang menjual- K e r t a s 0 , 1 %- B a j a 0 , 3 %- Otomotif 0,45%- S e m e n 0,25%- R o k o k 0,15%

Catatan:1. Penjualan BBM, Pelumas dan LPG kepada agen atau penyalur dipungut PPh final. 2. Penjualan/ penyaluran hasil roko oleh penyalur/ distributor tidak dikenakan tarif

0,15% tapi wajib melakukan pembayaran angsuran PPh sesuai dengan Pasal 25 UU PPh.

3. Besarnya pemungutan yang diterapkan terhadap wajib pajak yang tidak memilki NPWP lebih tinggi 100% dari pada tarif yang dikenakan kepada WP yang memilki NPWP.

Contoh:- CV. Jaya merupakan supplier ATK. Pada bulan Juni 2010 menjual ATK kepada

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 2.000.000 tidak termasuk PPN. PPh pasal 22 terutang yang harus dipungut oleh bendahara Dinas P&K adalah:1,5% x Rp 2.000.000 = Rp 30.000Jika CV. Jaya belum terdaftar sebagai WP, maka PPh Pasal 22 terutang: 3% x Rp 3.000.000 = Rp 60.000

Dikecualikan dari pemungutan/ bukan objek PPh Pasal 22:1. Impor barang dan/ penyerahan barang yang menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang tidak terutang PPh; 2. Impor barang yang dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan/ atau PPN 3. Re-ekspor, dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata

dimaksudkan untuk diekspor kemabli 4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah 5. Pembayaran untuk pembelian BBm, listrik, air minum atau PDAM dan benda pos 6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk

tujuann ekspor 7. Pembayaran atau pencairan dana GPS oleh KPPN 8. Re-impor, yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC

Pph Pasal 23PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang akan

dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayrannya oleh badan pemerintah, subjek badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT.

NO O b j e k P a j a k T a r i f1 D i v i d e n ; 1 5 %

B u n g a t e r m a s u k p r e m i u m , d i s k o n t o d a n j a m i n a n p e n g e m b a l i a n u t a n g ; R o y a l t i a t a u i m b a l a n a t a s p e n g g u n a a n h a k ; H a d i a h , p e n g h a r g a a n , b o n u s d a n s e j e n i s n y a s e l a i n y a n g t e l a h d i p o t o n g

Page 54: Modul Baru Tgts 2015

P P h P a s a l 2 12 S e w a d a n p e n g h a s i l a n l a i n s e h u b u n g a n d e n g a n p e n g g u n a a n h a r t a 2 %

k e c u a l i s e w a d a n p e n g h a s i l a n y a n g d i k e n a i P P h P a s a l 4 a y a t ( 2 )3 I m b a l a n s e h u b u n g a n d e n g a n j a s a s e l a i n j a s a y a n g t e l a h d i p o t o n g 2 %

P P h P a s a l 2 1

Catatan:1. Apabila WP yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memilki

NPWP, besarnya tarif pemotongan diterapkan 100% lebih tinggi dari pada tarif yang berlaku;

2. Setiap pemotongan/ pemungutan pajak, wajib dibuatkan bukti potong/ pungut oleh pihak yang memotong/ memungut.

Contoh:Dalam acara syukuran atas tercapainya target penjualan tahun 2010, PT. Aman mengadakan acara makan bersama seluruh karyawannya. Menu makanan dipesan dari Nyaman Catering. Jumlah pemesanan catering adalah Rp 5.000.000 PPh pasal 23 yang terutang dan wajib dipotong oleh PT Aman adalah:

2% x Rp 5.000.000 = Rp 100.000Jika Nyaman Catering tidak memilki NPWP, maka PPh pasal 23 yang terutang:

4% x Rp 5.000.000 = Rp 200.000Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan

hak opsi; 3. Dividen; 4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota persekutuan komanditer yang

moalnya tidak tervagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oelh koperasi kepada anggotanya; 6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang

berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan yang ditur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

PPh Pasal 25PPh Pasal 25 merupakan pembayaran angsuran pajak yang harus dibayar sendiri

setiap bulannya dan diberlakukan kepada Wajib Pajak badan atau orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha bebas (bukan sebagai karyawan). Adapun maksud dan tujuannya adalah DJP menghitung dengan perkiraan yang mendekati jumlah pajak yang dianntikannya akan terutang dalam suatu tahun pajak. Sehingga di akhir tahun nanti kekurangan pajak yang harus dibayar tidak terlalu besar dan memberatkan WP. Besarnya angsuran pajak pada dasarnya sama besar (tetap) setiap bulan kecuali terdapat hal-hal tertentu seperti:

1. Atas pajak tahun yang lalu diterbitkan SKP 2. WP berhak kompensasi kerugian 3. Terjadi perubahan atas keadaan usaha atau kegiatan usaha atau dsb

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan Sama dengan PPh yang terutang menurut SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/ dipungut pihak lain seperti PPh pasal 21, 22, 23 dan PPh yang terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan, dibagi 12 atau banyaknya bualan dalam bagian tahun pajak. Pasal 25 juga

Page 55: Modul Baru Tgts 2015

mengutur pajak bagi orang pribadi yang bertolak ke luar negeri atau disebut sebagai fiscal luar negeri yang ketentuannnya selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tarif PPh Pasal 25 adalah 25% dari laba perusahaan.

PPh Pasal 26PPh pasal 26 adalah pemotongan pajak atas penghasilan dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang dibayarakan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo, pembayaran oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT/ perwkilan usaha luar negeri lainnya kepada WPLN (selain BUT di Indonesia), dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto. Perlakuan perpajakan terhadap WPLN diatur pula dengan persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B (Tax Treaty) antara Indonesia dengan Negara WP tersebut.Ketentuan lebih lanjut diatur dengan peraturan pelaksanaan perundang-undangan perpajakan.

PPh Pasal 29PPh Pasal 29 adalah pelunasan pajak atas kekurangan atas pembayaran pajak dalam

suatu pajak, atau dengan kata lain besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak lebih besar dari kredit pajak. Pelunasan PPh pasal 29 harus dilakukan sebelum SPT tahunan disampaikan atau dilaporkan ke KPP. Kredit pajak merupakan pelunasan pajak baik yang dibayar sendiri (PPh pasal 25) ataupun yang dipotong/ dipungut (PPH Pasal 21, 22 dan pasal 25, dll) sepanjang tidak dikenakan pajak secara final.C o n t o h :

P P h t e r u t a n g 80.000.000K r e d i t P a j a k :

-dibayar sendiri (PPh pasal 25) 40.000.000-dipotong pihak lain (PPh pasal 23) 10.000.000-dipungut pihak lain (PPh Pasal 22) 5 . 0 0 0 . 0 0 0

J u m l a h (55.000.000)

PPh yang kurang dibayar 25.000.000Pada uraian diatas disebutkan adanya pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain.

Apakah bedanya keduanya? Secara sederhana keduanya dapat dijelskan sebagai berikut:1. Pemotong pajak tidak selalu memerlukan pengukuhan atau penunjukan, sedangkan

pemungut harus melalui penunjukkan atau pengukuhan. Contoh: agar dapat memungut PPN WP harus dikukuhkan dulu sebagai PKP.

2. Pemotongan pajak berarti mengurangi jumlah yang dibayarkan. Contoh: sebelum gaji dibayarkan ke pegawainya, harus dihitung dan dipotong PPh 21 .

3. Jika pemungutan berarti menambah jumlah yang dibayarkan. Contoh: membeli BKP dari PKP X sebesar Rp 100.000,- maka jumlah yang dibayar oleh A ke PKP X adalah? Harga jual + PPN = Rp 110.000,-.

4. Yang menjadi pemotong pajak adalah pihak yang membayar, sedangkan pemungut pajak adalah pihak yang menyerahkan barang atau jasa, kecuali UU Perpajakan menentukan lain.

Page 56: Modul Baru Tgts 2015

PP 46 Tahun 2013Dalam ketentuan pajak penghasilan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 46 Tahun 2013, merupakan kebijkan pemerintah yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang dimili peredaran Bruto tertentu.

Kebijakan Pemerintah dengan pemberlakuan PP ini didasari dengan:

Maksud:

Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi, Mengedukasi masyarakat untuk transparansi, Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan

negara. 

Tujuan:

Kemudahan bagi masyrakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,  Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat, Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Objek pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini adalah penghasilan dari USAHA yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- dalam 1 tahun pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.

Pajak yang terhutang dan harus dibayar adalah:

- 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet)

Objek pajak yang tidak dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Pekerjaan dari jassa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut, 

2. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa kontruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pmerintah tersendiri. 

3. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.

Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP No. 46 Tahun 2013 adalah:

1. Orang Pribadi, 2. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Page 57: Modul Baru Tgts 2015

Yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- dalam 1 tahun pajak.

 Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP No. 46 Tahun 2013 adalah:

1. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagaian atau seluruh tempat kepentingan umum. Misalnya pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki lima dan sejenisnya.  

2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp.4.800.000.000,- 

Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP No. 46 Tahun 2013 termasuk dalam:

1. PPh Pasal 4 Ayat (2), bersifat FINAL2. Setoran bulanan dimaksud merupakan PPh Pasal 4 ayat (2), bukan PPh pasal 25. Jika

penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib PPh Pasal 25. 3. Penyetoran dan Pelaporan PPh sesuai ketentuan PP No. 46 Tahun 2013 adalah paling

lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika SSP sudah validasi NTPN, wajib pajak tidak perlu melaporkan SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) karena dianggap telah menyampaikan SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi NTPN.

Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final.

Page 58: Modul Baru Tgts 2015
Page 59: Modul Baru Tgts 2015

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor

Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dan dapat dikenakan berkali-kali setiap ada pertambahan nilai dan dapat dikreditkan.Subjek Pajak dari PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan NON PKP.Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang KenaPajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh pengusaha.

2. Impor Barang Kena Pajak. 3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan dalam

lingkunganperusahaan atau pekerjaan oleh Pengusaha. 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean. 5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. 8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan

atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.

10. Penyerahan aset oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aset tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

Page 60: Modul Baru Tgts 2015

b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan

sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan

d. Uang, emas batangan, dan surat berharga. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktu pajak.

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnyadiminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang danpotongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang dibayaratau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau olehpenerima manfaat BKP tidak berwujud karena pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luardaerah pabean di dalam daerah pabean.

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambahpungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturmengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM yangdipungut menurut Undang-undang.

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnyadiminta oleh eksportir.

Nilai Lain adalah nilai berupa uang, yang ditetapkan sebagai DPP

Perhitungan PPN

Tarif PPN (10%) x Dasar Pengenaan Pa

Contoh soal:Rika membeli TV seharga Rp 2.500.000,-. Kepadanya dikenakan PPN sebesar 10%.

Berapakah harga tv setelah dikenakan PPN ?J a w a b : H a r g a T V = Rp. 2.500.000,-

PPN 10% x Rp 2.500.000,- = Rp 250.000,-Harga TV sete lah PP N = Rp 2.750.000,-

Pajak Penjualan atas Barang MewahPajak Penjualan aats Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan

atau impor barang-barang berwujud yang tergolong mewah.PPnBM hanya dikenakan satu kali pada sumbernya yaitu pabrikan atau saat impor dan tidak dapat dikreditkan. PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa dikenakan PajakPertambahan Nilai (PPN). Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaanya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah. ObjekPajak atas Barang Mewah adalah penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah dan impor barang yang tergolong mewah.Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).

Perhitungan PPnBM

Page 61: Modul Baru Tgts 2015

Tarif PPnBM x Dasar Pengenaan Pajak

Contoh soal:Pak Andi merupakan Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor Barang Kena Pajak yang

tergolong mewah dengan nilai impor sebesar Rp 200.000.000,-. Barang Kena Pajak tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM dengan tarif 35%.Berapakah pajak yang terutang?Jawab: PPN yang terutang = 10% x Rp 200.000.000,-

= Rp 20.000.000,-PPnBM yang terutang = 35% x Rp 200.000.000,-

= Rp 70.000.000,

Jadi, besarnya pajak terutang adalah PPN sebesar Rp 20.000.000,- dan PPnBM sebesarRp 70.000.000,-

Page 62: Modul Baru Tgts 2015

PERATURAN TERBARU MENGENAI PPN

PMK No 68/PMK.03/2010 tentang “Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai” menyebutkan, yang dikecualikan dari kewajiban ‘memungut-menyetor-melaporkan’ PPN terutang adalah pengusaha dengan omzet per tahun tak lebih dari Rp 600 juta.

Pada tanggal 20 Desember 2013 lalu, PMK No 68/PMK.03/2010 resmi dicabut dan digantikan oleh PMK Nomor 197/PMK.03/2013.

Dengan adanya PMK ini, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan memilih menjadi non-PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP dan menjalankan kewajiban perpajakann yang melekat

KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH BERUPA KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Tarif (%) Jenis barang kena pajak10% kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima

belas)orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua kapasitas isi silinder ;kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc;

25 % kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc;kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

30% kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc;kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

50% kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc; kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc; kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang

Page 63: Modul Baru Tgts 2015

termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

60% kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.

75% kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedanatau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc; kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc; kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc; trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

KELOMPOK BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH

SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Tarif (%)

Jenis barang kena pajak

10% kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi; kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga; kelompok mesin pengatur suhu udara; kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio; kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya;

20% kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang dikenakan tarif 10%; kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya; kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang dikenakan tariff 10%; kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering; pesawat elektromagnetik dan instrumen musik; kelompok wangi-wangian;

30% kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk

Page 64: Modul Baru Tgts 2015

keperluan negara atau angkutan umum; kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tariff 10%;

40% kelompok minuman yang mengandung alcoholkelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruankelompok permadani yang terbuat dari sutra atau woolkelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itukelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanyakelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang dikenakan tarif 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umumkelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerakkelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negarakelompok jenis alas kakikelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantorkelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramikKelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan

50% kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus; kelompok pesawat udara selain yang dikenakan tarif 40%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga; kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang dikenakan tarif 10% dan tarif 30%; kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

75% kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dikenakan tariff 40%; kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya; kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum

Page 65: Modul Baru Tgts 2015

D A F T A R P U S T A K AUniversitas Airlangga D3 PerpajakanSuandy, Erly. 2010. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Waskito, Agus. 2011. Mudahnya Menghitung Pajak Penghasilan.Yogyakarta: Buku Pintar.

UU Republik Indonesia No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009.

UU Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008.UU Republik Indonesia No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Republik Indonesia No. 42 Tahun 2009.

UU Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

UU Republik Indonesia No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Republik Indonesia No. 12 Tahun 1994.

www.pajak.go.id

www.tarif.depkeu.go,id

http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-fungsi-jenis-manfaat-pajak.html

http://www.pajak.go.id/content/mari-pahami-fungsi-pajak

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pajak

http://tegarnawawy.blogspot.com/2013/11/hambatan-dalam-pemungutan-pajak.html

http://wulansari-wulansari31.blogspot.com/p/asas-pemungutan-pajak.html

http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/asas-asas-hukum-pajak.html

http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/04/pengertian-pajak-subjektif-dan-pajak.html

Page 66: Modul Baru Tgts 2015

http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/asas-asas-hukum-pemungutan-pajak.html#_

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=meterai