modul anak
TRANSCRIPT
ModulPermainanKearifanBudayaLokalpadaSiswaTKdiKabupatenSlemanOleh:Dr.Dra.SumarniD.W.,M.KesBAGIANKEDOKTERANJIWAFAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITASGADJAHMADAYOGYAKARTA2013
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................ A. PENGANTAR ................................................................................
1. Definisi Permainan Kearifan Budaya Lokal ................. 2. Manfaat Permainan Kearifan Budaya Lokal ............. 3. Tujuan Permainan Kearifan Budaya Lokal
B. PERMAINAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL .......................... 1. Paket permainan I ...............................................................
a. Permainan Jamuran b. Permainan Gobak Sodor c. Lagu Padhang Mbulan d. Lagu Suwe Ora Jamu
2. Paket permainan II .............................................................. a. Permainan Cublak-Cublak Suweng b. Permainan Kucing-Kucingan c. Lagu Perahu Layar d. Lagu Sluku-Sluku Bathok
3. Paket permainan III ............................................................. a. Permainan Jaranan b. Permainan Endhog-Endhog’an c. Lagu Lir-ilir d. Lagu Gundul-Gundul Pacul
4. Paket permainan IV ............................................................ a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik b. Lagu Menthok-Menthok c. Lagu Kidang Talun
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
3
KATA PENGANTAR
Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam. Bencana alam merupakan peristiwa traumatis bagi anak yang sering
berpengaruh terhadap gangguan kejiwaan dan perilakunya. Gangguan jiwa yang sering muncul pada anak antara lain gangguan stres pasca trauma, depresi
dan kecemasan.
Kondisi yang saat ini berkembang di masyarakat, bahwa gejala depresi dan kecemasan pada anak (seperti anak cengeng, mudah marah, dll) sering
diabaikan dan dianggap sebagai hal wajar, sehingga tidak perlu untuk mendapatkan penanganan. Penanganan justru diberikan pada gejala penyakit fisik
yang muncul akibat dari depresi, sehingga depresi dan kecemasan yang mungkin sebagai pangkal permasalahan justru sering luput dari perhatian.
Penanganan depresi dan kecemasan di masyarakat sebenarnya tidak hanya dengan obat. Akan tetapi, dapat juga dilakukan dengan metode permainan
kearifan budaya lokal.
Permainan kearifan budaya lokal adalah suatu bentuk permainan yang berdasar pada budaya masyarakat daerah setempat. Seiring dengan arus
modernisasi, budaya lokal mulai tergeser posisinya sehingga perlu untuk terus dilestarikan. Pelestarian harus hidup, berkembang, serta diperjuangkan di
masyarakat. Kearifan budaya lokal perlu dipertahakan sebagai identitas bangsa dan juga karena berbagai manfaat yang dapat kita diperoleh.
Permainan kearifan budaya lokal dapat memicu tertawa, perasaan senang, meningkatkan interaksi sosial, meningkatkan aktivitas fisik, konsentrasi
dan perasaan semangat. Permainan kearifan budaya lokal yang dilakukan bersama-sama dinilai dapat memperbaiki kondisi kesehatan, tidak hanya
memperbaiki gejala fisik yang muncul akan tetapi juga dapat memperbaiki sistem interaksi dalam kelompok masyarakat tersebut. Sehingga dapat terbentuk
sistem masyarakat yang harmonis, sehat fisik dan sosial.
Namun demikian, penulis menyadari bahwa buku ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sekiranya dapat penulis gunakan sebagai masukan untuk perbaikan buku ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih.Akhir kata, semoga segala upaya
yang kita lakukan dapat bermanfaat bagi sektor kesehatan dan perkembangan budaya bangsa.
Yogyakarta, 13 April 2013
Penulis
4
A. PENGANTAR
Modul ini menyajikan sekilas teori mengenai permainan
kearifan budaya lokal, diikuti panduan praktis permainan dan
pemaknaan secara filosofis dari permainan kearifan budaya
lokal yang disajikan.
1. Definisi Permainan Kearifan Budaya Lokal
Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan
yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri
(Santrock, 2002). Permainan adalah bagian dari metode yang
dapat memicu tertawa (Muhammad, 2011).
Permainan dipandang sebagai warisan, karena
terkandung nilai-nilai kebudayaan dan aktivitas fisik yang
membantu meningkatkan kesehatan fisik, mental, sosial, dan
daya tahan tubuh yang lebih baik (Hartoto, 1995).
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia (Pamungkas, 2011). Budaya
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Dalam hal ini,
Koentjoroningrat menyebut konsep kebudayaan sebagai sistem
ide yang dimiliki bersama oleh masyarakat pendukungnya
meliputi: (1) kepercayaan; (2) pengetahuan; (3) keseluruhan
nilai dan norma hubungan antar individu dalam suatu
komunitas yang dihayati, dilakukan, ditaati, dan dilestarikan;
(4) keseluruhan cara mengungkapkan perasaan dengan
bahasa lisan, tulisan, nyanyian, permainan musik, tarian,
lukisan atau penggunaan lambang (Soetarno : 2004).
5
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Secara umum local wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang
patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di
dalamnya dianggap sangat universal (Sartini, 2006).
Kearifan lokal pada hakekatnya terkandung di dalam
nilai budaya. Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage)
inilah yang berasal dari budaya-budaya lokal yang ada di
Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa
ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan),
kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat
(Galla, 2001). Kata lokal disini tidak mengacu pada wilayah
geografis dengan batas administratif yang jelas, tetapi lebih
mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi
wilayah administratif.Kata budaya lokal juga bisa mengacu
pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah
dipandang sebagai warisan budaya (Karmadi, 2007).
Di Indonesia istilah budaya lokal sering disepadankan
dengan budaya etnik/subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub
etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur,
yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem
6
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian,
sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986).
Namun demikian, sifat-sifat khas kebudayaan hanya
dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas, terutama
melalui bahasa, kesenian, dan upacara (Koentjaraningrat,
1984). Permainan Kearifan Budaya Lokal adalah suatu bentuk
permainan yang didasarkan pada produk budaya masa lalu
disuatu tempat. Oleh karena it, bentuk dari permainan
tersebut akan berbeda-beda antar daerah/ wilayah.
Ditinjau dari faktor kebebasan dan tingkat kesulitannya,
permainan dapat dibedakan menjadi 2 macam (Hartoto,
1995):
a. Paidia, yang memberikan kebebasan (bergerak dan
memilih) yang lebih leluasa, bentuk permainannya
sederhana, sehingga tingkat kesulitannya relatif rendah.
Dapat digolongkan ke dalam Paidia, adalah permainan
atau kegiatan olah raga yang telah disederhanakan
peraturan dan peralatannya. Jumlah peserta dapat
bervariasi, larangan-larangan dikurangi, alat yang
dipergunakan tidak standar, orientasinya adalah
kegembiraan bukan kemenangan, misalnya: bola voli
plastik, sepakbola sarung, bola keranjang yang
disederhanakan; dan permainan-permainan ringan,
misalnya: gobag sodor, jaranan, jamuran, cublak-cublak
suweng, acak-ancak alis, merias wajah dan sebagainya.
b. Ludus, yang kurang memberikan kebebasan karena
disertai dengan peraturan-peraturan yang mengikat,
7
bentuk permainannya lebih kompleks, sehingga tingkat
kesulitannya lebih tinggi. Termasuk di dalamnya adalah
permainan olah raga yang masih dalam bentuk resmi,
belum dimodifikasi peraturan maupun peralatannya,
misalnya: bola basket, tenis, dan sebagainya.
Pada modul ini menggunakan jenis permainan paidia, karena
paidia memiliki bentuk permainan yang sederhana, serta tidak
ada batasan bagi pesertadalam melakukan gerakan-gerakan
didalam permainan.
2. Manfaat Permainan Kearifan Budaya Lokal
Dalam permainan, dikandung nilai-nilai yang membantu
meningkatkan keberanian untuk aktif, meningkatkan
kesehatan jasmani dan rohani maupun sosial, serta memberikan
daya tahan yang lebih baik (Hartoto, 1995). Permainan tertentu
dapat membuat tertawa lepas yang memberikan rasa senang
dan rileks serta meningkatkan rasa percaya diri karena dapat
menguasai dalam memecahkan permasalahan dalam
permainan (Adikusumo, 1999).
Selain itu tertawa dalam permainan juga dapat
memberikan manfaat lainnya seperti:
a) Menurunkan stres
Tawa adalah salah satu cara terbaik untuk
mengendurkan otot, melebarkan pembuluh darah, dan
mengirim lebih banyak darah hingga ke perifer dan ke
semua otot ke seluruh tubuh (Boone et al., 2000; Miller et
8
al., 2006).Selain itu, tawa juga bagus untuk mengurangi
tingkat hormon stres, epineprin, dan kortisol (Szabo, 2003).
b) Memperkuat sistem kekebalan
Terapi tertawa dapat membantu meningkatkan
jumlah sel-sel pembunuh alami (Sel NK-semacam sel putih)
dan juga menaikkan antibodi (Martin, 2007).Selain itu
telah diteliti pula bahwa setelah mengikuti terapi tertawa,
para peserta mengalami peningkatan antibodi
(Immunoglobulin A) dalam lendir di hidung dan di saluran
pernafasan yang dipercaya mempunyai kemampuan
melawan virus, bakteri dan mikroorganisme lain (Kataria,
2004). Berk &Tan (1996), menemukan peningkatan
kadarinterferon-gamma pada sepuluh laki-laki setelah
melihat film komedi, sedangkan interferon diketahui
mempunyai manfaat farmakoterapi terhadap infeksi virus,
systemic carcinomas, hepatitis B dan C, disamping juga
bermanfaat untuk mengem bangkan obat antiretroviral.
c) Mencegah Depresi, Kecemasan dan GangguanPsikosomatis
Terapi tertawa telah membantu banyak orang yang
menggunakan obat antidepresi dan obat penenang
menjadi lebih mudah tidur dan mengalami penurunan
tingkat depresi, serta orang-orang yang memiliki
kecenderungan bunuh diri mulai mendapat harapan
(Kataria, 2004).
d) Menurunkan Nyeri
Terapi tertawa menaikkan tingkat endorphin dalam
tubuh yang merupakan penghilang rasa sakit alami (Mora
9
& Ripoll, 2010).Endorphin yang dipicu oleh terapi tertawa
bisa membantu mengurangi intensitas rasa sakit penderita
radang sendi, radang tulang belakang dan kejang otot,
serta bisa menurunkan frekuensi migrain pada wanita
(Kataria, 2004).
e) Mengurangi bronkhitis dan asma
Terapi tertawa dapat meningkatkan kapasitas paru-
paru dan tingkat oksigen dalam darah (Filippelliet al., 200
1; Sakuragi et al., 2002).Tertawa seperti meniupkan udara
ke dalam sebuah alat atau balon yang merupakan terapi
penunjang yang baik bagi penderita asma dan bronkhitis
(Kataria, 2004).
f) Menggencangkan otot
Terapi tertawa dapat mengencangkan otot-otot wajah
(Kataria, 2004). Terapi Tertawa juga melatih otot-otot
perut, membantu mengencangkan dan mengurangi
ketegangan otot (Mora & Ripoll, 2011).
3. Tujuan permainan kearifan budaya lokal
Pada modul ini permainan kearifan budaya lokal
meliputi:
a. Bermain dan bernyanyi dengan olah dialog
b. Bermain dan bernyanyi dengan adu ketangkasan.
c. Bermain dan bernyanyi dengan olah fisik.
Yang mana semuanya bertujuan untuk meningkatkan
keberanian, rasa senang, rasa kebersamaan, serta
meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial pada anak.
10
B. PERMAINAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL
Modul ini diperuntukan bagi siswa-siswa TK di Kabupaten
Sleman dan permainan yang disajikan telah disesuaikan
dengan Permainan kearifan budaya lokal setempat, meliputi:
a. Permainan Jamuran
b. Permainan Gobak Sodor
c. Permainan Cublak-Cublak Suweng
d. Permainan Kucing-Kucingan
e. Permainan Jaranan
f. Permainan Endhog-endhog’an
g. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik
Permainan-permainan ini dikemas menjadi 4 paket permainan
yang terdiri atas:
Paket Permainan
Keterangan
Paket permainan I
a. Permainan Jamuran b. Permainan Gobak Sodor c. Lagu Padhang Mbulan d. Lagu Suwe Ora Jamu
Paket permainan II
a. Permainan Cublak-Cublak Suweng b. Permainan Kucing-Kucingan c. Lagu Perahu Layar d. Lagu Sluku-Sluku Bathok
Paket permainan III
a. Permainan Jaranan b. Permainan Endhog-Endhog’an c. Lagu Lir-ilir d. Lagu Gundul-Gundul Pacul
Paket permainan IV
a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik
b. Lagu Menthok-Menthok c. Lagu Kidang Talun
11
Setiap paket permainan dalam pelaksanaannya
membutuhkan waktu selama 60 menit.
Permainan kearifan budaya lokal ini diberikan selama satu
bulan dengan total kegiatan 16 pertemuan. Setelah
pertemuan ke-16 akan diadakan lomba dan pentas seni
sebagai puncak kegiatan. Adapun penjabaran pelaksanaan
kegiatannya sebagai berikut:
Waktu Pertemuan Paket permanian Minggu ke-1
Pertemuan 1 Paket permainan I
Pertemuan 2 Paket permainan IIPertemuan 3 Paket permainan IIIPertemuan 4 Paket permainan IV
Minggu ke-2
Pertemuan 5 Paket permainan I Pertemuan 6 Paket permainan IIPertemuan 7 Paket permainan IIIPertemuan 8 Paket permainan IV
Minggu ke-3
Pertemuan 9 Paket permainan I Pertemuan 10 Paket permainan IIPertemuan 11 Paket permainan IIIPertemuan 12 Paket permainan IV
Minggu ke-4
Pertemuan 13 Paket permainan I Pertemuan 14 Paket permainan IIPertemuan 15 Paket permainan IIIPertemuan 16 Paket permainan IV
Total: 16 pertemuan Adapun penjelasan dari setiap paket permainan, sebagai
berikut:
1. PAKET PERMAINAN I
Paket permainan ini berisikan permainan “Jamuran dan
Gobak Sodor” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan
“Padhang Mbulan dan Suwe Ora Jamu” dengan Satuan Acara
Permainan (SAP) sebagai berikut:
12
No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu
1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan
5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu
Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam
2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Padhang Mbulan dan Suwe Ora Jamu”
Menciptakan perasaan senang & kebersamaan
Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi
10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama
Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama
3. Permainan “Jamuran dan Gobak Sodor”
Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi
Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia
Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon
40 menit Mengikuti permainan
Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung
4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam
Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu
Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi
5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri
Menumbuhkan semangat pada peserta
Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.
2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu
Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.
Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -
a. Permainan Jamuran
Cara permainan:
Permainan diikuiti minimal oleh 5 anak. Permainan
diawali dengan “hom pim pah”. Bagi yang kalah “hom
pim pah” maka akan berdiri ditengah lingkaran dan
dikelilingi oleh 4 anak lainnya yang saling
bergandengan tangan membentuk lingkaran.
Lingkaran tersebut bergerak memutar sambil
melantunkan tembang Jamuran, dengan tetap dalam
posisi berpegangan tangan. Pada waktu tembang
tersebut berakhir, anak yang berada ditengah
lingkaran akan ditanya: Milih jamur apa?. Umpama si
13
anak menjawab: Jamur jambu! maka semua peserta
akan berhamburan menyentuh pohon jambu yang
berada didekat mereka. Selesai menyentuh pohon
tersebut, anak anakpun bergegas kembali ketempat
permainan untuk bergandeng tangan dan
membentuk lingkaran. Anak terakhir yang tidak
mendapatkan gandengan akan mendapat hukuman
dengan cara disuruh berdiri di tengah lingkaran.
Babak baru permainan dimulai lagi seperti diatas.
Lirik tembang jamuran:
jamuran ya ge ge thok
jamur apa ya ge ge thok
Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung
sira badhe jamur apa?
Pemaknaan:
Permainan ini mengajarkan agar anak-anak tidak
bersifat eksklusif dan diskriminatif. Mereka yang terlalu
memilih teman gandengan akan akan terlambat
membentuk mata rantai. Akibatnya anak tersebut
akan dikucilkan dan harus berdiri ditengah lingkaran
sendirian. Secara tidak langsung ditumbuhkannya rasa
kesadaran untuk saling mengasihi dan rukun terhadap
sesamanya.
b. Permainan Gobak Sodor
Cara permainan:
Permainan ini diikuti minimal oleh 5 anak atau lebih.
Permainan di lakukan dengan membuat persegi
14
panjang dengan 4 garis horisontal. Dimana 2 garis
horisontal didalam persegi panjang akan diisi oleh 2
orang penjaga. Pemain akan berdiri di garis pertama,
tugasnya melewati garis ke-2 dan ke-3 tanpa
tersentuh sedikitpun oleh penjaga yang ada digaris
tersebut, menuju ke garis ke-4 dan kembali
menyebrang untuk ke garis pertama. Permainan
selalu diawali dengan “hom pim pah”, untuk
menentukan penjaga dan pemain, bagi 2 anak
terakhir yang kalah “hom pim pah” maka akan
bertugas menjadi penjaga, sedangkan sisanya menjadi
pemain. Inti permainannya adalah menghadang
lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris
terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih
kemenangan seluruh pemain harus secara lengkap
melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan
yang telah ditentukan. Bagi pemain yang tersentuh
oleh penjaga maka wajib menggantikan posisi
penjaga.
Ilustrasi permainan:
15
Pemaknaan:
Permainan ini melatih ketangkasan fisik dan
kepiawaian anak untuk melewati setiap garis
horisontal yang dijaga. Anak dituntut untuk
berkonsentrasi mencari kelengahan penjaga agar
dapat melewati garis dengan baik. Inti utama
permainan ini adalah kebersamaan dan sportivitas.
c. Lagu Padhang Mbulan
Lirik:
Yo prakanca, dolanan neng njaba
Padhang bulan, padhange kaya rina
Rembulane ne, wes ngawe-awe
Ngelingake, aja turu sore-sore
Ya prakanca, dha padha mrenea
Bareng-bareng, dolanan suka-suka
Langite padhang, sumebar lintang
Ya padha dolanan, sinambi cangkriman
Pemaknaan:
Nilai budaya jawa yang tersirat dalam lagu padhang
mbulan yaitu penghargaan terhadap alam semesta,
religiusitas, dan solidaritas. Penghargaan terhadp alam
semesta dapat ditunjukkan dengan perasaan kagum
dan takjub terhadap keindahan alam. Nilai
penghargaan terhadap alam semesta tersebut juga
mendukung nilai religiusitas. Kesadaran akan
keagungan alam semesta menuntun kekaguman
16
pada Sang Pencipta-Nya. Dengan demikian, nilai
penghargaan terhadap alam semesta mendukung
kuatnya nilai religiusitas sesorang.
Nilai solidaritas dapat terbentuk melalui pemahaman
ajaran yang terkandung pada syair “ya prakanca dolanan
neng njaba dan ya prakanca dha padha mrenea, bebarengan
dolanan suka-suka”.Syair tersebut menunjukan ajakan
untuk bermain bersuka ria bersama-sama. Ajakan
tersebut menunjukan solidaritas kebersamaan dengan
sesamanya untuk bermain bersuka ria. Kesenangan
tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan dinikmati
dengan kebersamaan.Nilai ini perlu dikembangkan
supaya setiap masalah yang dihadapi lansia tidak
dipendam sendiri. Akan tetapi, lansia bisa saling
bertukar pendapat dan pemikiran mengenai masalah
tersebut sehingga beban hidup akan terasa lebih
ringan.
d. Lagu Suwe Ora Jamu
Lirik:
Suwe ora jamu, jamu godong telo
Suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gelo
Pemaknaan:
Makna dari lagu ini menggambarkan kerinduan akan
masa lalu yang indah ketika berkumpul bersama
orang-orang yang disayangi.
2. PAKET PERMAINAN II
17
Paket permainan ini berisikan permainan “Cublak-
Cublak Suweng dan Kucing-Kucingan” diikuti menyanyi dan
menari lagu dolanan “Perahu Layar dan Sluku-Sluku Bathok”
dengan Satuan Acara Permainan (SAP) sebagai berikut:
No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu
1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan
5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu
Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam
2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Perahu Layar dan Sluku-Sluku Bathok”
Menciptakan perasaan senang & kebersamaan
Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi
10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama
Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama
3. Permainan “Cublak-Cublak Suweng dan Kucing-Kucingan”
Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi
Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia
Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon
40 menit Mengikuti permainan
Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung
4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam
Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu
Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi
5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri
Menumbuhkan semangat pada peserta
Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.
2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu
Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.
Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -
a. Permainan Cublak-Cublak Suweng
Cara bermain:
Permainan ini dimainkan oleh minimal tiga anak atau
lebih. Akan tetapi lebih baik antara 6-8 anak. Tujuan
dari permainan ini adalah Pak Empong menemukan
“suweng” (bola pingpong) yang disembunyikan
seseorang.
18
Pada awal permainan selalu didahului dengan
hompimpah dan pingsut untuk menentukan salah
satu dari mereka yang menjadi Pak Empong. Setelah
ada yang berperan sebagai Pak Empong. Maka
mereka semua duduk melingkar. Sedangkan Pak
Empong menelungkupkan badan di tengah-tengah
mereka. Masing-masing orang menaruh telapak
tangannya menghadap ke atas di punggung Pak
Empong. Salah seorang dari mereka mengambil bola
ping-pong (diibaratkan suweng). Lalu mereka semua
bersama-sama menyanyikan cublak-cublak suweng
sambil memutar bola ping-pong dari telapak tangan
yang satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu
tersebut dinyanyikan beberapa kali (biasanya 2-3
kali). Setelah sampai dibait terakhir “...Sir-sir pong dele
kopong” Pak Empong Bangun dan pemain lainnya
pura-pura memegang bola ping-pong. Tangan kanan
dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam
sesuatu. Hal ini untuk mengecoh Pak Empong yang
sedang mencari ”bolanya”.Mereka semua tetap
menyanyikan “Sir-sir pong dele kopong” secara berulang-
ulang sampai Pak Empong menunjuk salah seorang
yang dianggap menyembunyikan bola ping-pong.
Ketika Pak Empong salah menunjuk maka permainan
dimulai dari awal lagi (Pak Empong menelungkupkan
badan). Dan ketika Pak Empong berhasil menemukan
orang yang menyembunyikan bolanya maka anak
19
tersebut berganti peran menjadi Pak Empong.
Permainan selesai ketika mereka sepakat
menyelesaikannya.
Lirik tembang Cublak-Cublak Suweng:
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundhung gudel
Pak Empong lera-lere
Sapa ngguyu ndhelikake
Sir-sir pong dhele kopong
Sir-sir pong dhele kopong
Pemaknaan:
Permainan dalam lagu dolanan tersebut
mengandung unsur penanaman nilai budaya jawa
pada pemain agar berperilaku: tanggung jawab,
waspada, jujur, berani, sportif, dan adil. Nilai tanggung
jawab ditanamkan dalam permainan cublak-cublak
suweng yaitu setiap peserta mampu menjalankan
setiap peran sesuai dengan aturan main dalam
permainan. Seorang pemain yang menjadi “Pak
Empong”, dia harus bersedia tengkurap, dan menebak
dengan cermat siapa yang menggenggam bola ping-
pong. Teman main yang lain, harus dapat
menyembunyikan dan menggenggam bola ping-pong
dengan baik agar sulit diketahui oleh anak yang
menjadi “Pak Empong”. Terlaksananya berbagai
20
peran dalam permainan tersebut merupakan bagian
dari pembentukan nilai tanggung jawab.
Nilai kewaspadaan juga dibina melalui permainan
cublak- cublak suweng. Pemain yang menjadi
pemimpin dan teman mainnya harus waspada agar
bola ping-pong yang digenggam tidak diketahui oleh
pemain yang menjadi “Pak Empong”. Sikap dan
gelagat saat proses tebakan tidak boleh ceroboh dan
mencurigakan. Pemain yang menjadi “Pak Empong”
harus waspada mengikuti gerakan putaran bola ping
pong di punggunggnya, mencermati saat bola ping-
pong pertama diberikan pada teman mainnya agar
tebakannya tidak meleset.
Nilai kejujuran dibentuk pada saat tebakan siapa
yang menggenggam bola ping-pong. Pemain yang
menjadi “Pak Empong” menebak siapa yang
membawa bola ping pong. Pemain yang membawa
harus jujur mengakui jika tebakannya tepat. Nilai
keberanian dan sportif juga terbina bersamaan
dengan nilai kejujuran.
Hal tersebut dapat dicermati pada saat pemain
yang menjadi “Pak Empong” menebak, maka jika
tebakan benar pemain yang membawa bola ping-
pong harus sportif dan berani menggantikan posisi
“Pak Empong”. Pemain yang menjadi “Pak Empong”
juga harus sportif dan berani untuk berperan sebagai
“Pak Empong” lagi apabila tebakannya tidak tepat.
21
Nilai mengenai berdaya juang juga dapat terbina
terutama bagi pemain yang menjadi “Pak Empong”,
apabila tebakannya berkali-kali meleset maka dia
harus berkali-kali tengkurap dan berperan “Pak
Empong”. Nilai berdaya juang sangat diperlukan agar
lansia mempunyai jiwa yang kuat, tidak rapuh dan
mudah putus asa.
Nilai keadilan juga dapat terbentuk melalui
permainan tersebut. Setiap pemain mendapatakan
kesempatan yang sama dalam permainan tersebut.
Tidak ada pemain yang mendapatkan hak istimewa,
semua berkedudukan sama. Setiap pemain dapat
berganti-ganti perannya berdasarkan aturan main.
Berdasarkan paparan tersebut maka dapat
diketahui bahwa nilai kejujuran, tanggung jawab,
kewaspadaan, keberanian, sportif, berdaya juang, dan
keadilan dapat dibentuk melalui permainan dalam
lagu dolanan.
b. Permainan Kucing-Kucingan
Cara bermain:
Permainan ini minimal dilakukan oleh 5 anak atau
lebih. Sebelum permainan di mulai anak-anak
membuat garis persegi panjang sebagai tempat
permainan dan melakukan hompimpah serta pingsut
untuk mencari siapa yang menjadi kucing dan tikus.
Anak yang kalah, akan menjadi kucing dan bertugas
untuk menangkap anak-anak lain yang menjadi tikus.
22
Dalam permainan ini tikus akan dikejar oleh kucing,
namun tikus tidak boleh melewati garis persegi
panjang (tetap berada dalam garis). Jika tikus sampai
melewati garis, maka akan menggantikan anak yang
menjadi kucing. Selain itu, bila kucing berhasil
menyentuh tikus, walaupun cuma sedikit saja, maka
harus segera digantikan juga, begitulah alur
permainannya tikus yang tertangkap akan
menggantikan si kucing. Permaninan berlangsung
selama semua anak masih sepakat bermain.
Ilustrasi permainan kucing-kucingan:
Ket: : anak yang menjadi tikus (pemain)
: anak yang menjadi kucing (penjaga)
Pemaknaan:
Permainan ini meningkatkan aktivitas fisik para
pemain dengan berlari dan terus berpindah
menghindari kejaran penjaga (kucing). Selain itu
pemain (tikus) juga harus waspada dan mawas diri
bahwa sejauh apapun dia menghindar dan berlari dari
kejaran kucing, para pemain harus berada di dalam
garis. Permainan ini memiliki nilai sportivitas yang
tinggi, ditunjukkan dengan kepatuhannya dalam
menjalani setiap aturan permainan.
23
c. Lagu Perahu Layar
Lirik:
Yo konco ning nggisik gembiro
Alerap lerap banyune segoro
Angliyak numpak prau layar
Ing dino minggu keh pariwisoto
Galo praune wis nengah
Byak byuk byak banyu binelah
Ora jemu jemu karo mesem ngguyu
Ngilangake roso lungkrah lesu
Adik njawil mas
Jebul wis sore
Witing kalopo katon ngawe awe
Prayogane becik balik wae
Dene sesuk esuk
Tumandang nyambut gawe
Pemaknaan:
Makna dari lagu ini, adalah ajakan untuk bersama-
sama melakukan wisata dihari libur, semua orang
bergembira dan tersenyum bahagia menikmati wisata.
Namun kita harus ingat bahwa bersenang-senang itu
ada batasnya. Ketika hari telah sore, sebaiknya kita
segera pulang untuk beristirahat. Agar besok pagi kita
bisa kembali beraktivitas dan bekerja dengan baik.
d. Lagu Sluku-Sluku Bathok
Lirik:
Sluku-sluku bathok
24
Bathok’e ela-elo
Sirama menyang Solo
Oleh-oleh’e payung mutho
Pak Jenthit lo lo lo bah
Wong mati ora obah
Yen obah medheni bocah
Yen urip golek duwit
Pemaknaan:
Sluku-sluku bathok artinya bathok (kepala) kita
perlu beristirahat. Jika digunakan untuk bekerja terus
apalagi diforsir akan mengakibatkan otak menjadi
kurang bisa berpikir. Untuk itu Istirahatkanlah kepala
kita barang sejenak.
Bathok’e ela-elo, maksudnya adalah dengan
berdzikir. Ela-elo disini dapat diartikan Laa Ilaaha
Ilalloh (para Wali khan biasa dengan pendekatan
bahasa seperti ini). Jadi beristirahatlah dengan dzikir
La Ilaha Ilalloh. Karena seperti kita tahu dengan
mengingat Allah, maka hati kita akan tenang dan
otomatis tubuh kitapun akan menjadi tenang.
Sirama menyang Solo, menjelaskan bahwa sirama
(mandilah atau dengan kata lain bersucilah), menyang
(menuju), Solo (Sholat). Dirikanlah Sholat, karena
sewaktu sholat secara otomatis kita mengendurkan
otot-otot yang ada ditubuh kita sehingga tidak
tegang.
25
Oleh-oleh’e payung mutho menjelaskan bahwa
dengan melakukan dzikir dan sholat kita akan
mendapatkan oleh-oleh payung mutho (perlindungan dari
Alloh SWT). Jika Allah sudah melindungi, apalagi yang
perlu kita takutkan.
Pak jenthit lo lo lo bah, Nada pada bait ini langsung
naik dan terkesan mengagetkan, hal ini
melambangkan akan datangnya kematian yang tidak
bisa kita sangka kapan datangnya. Dia bisa datang
kapan saja dan dimana saja.
Wong mati ora obah, Saat kematian datang maka
kita sama sekali ora obah (tidak bisa berbuat apa-
apa). Sehingga saat kita hidup, kita harus senantiasa
bersiap dan waspada. Selalu mengumpulkan amal
kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati.
Yen obah medeni bocah, menjelaskan konon banyak
orang mati ingin minta dihidupkan kembali, tetapi
Allah tidak mengijinkan. Jika mayat hidup lagi maka
akan menakutkan dan dampak buruknya akan lebih
besar.
Yen urip golek dhuwit, Oleh karena itu selagi masih
banyak kesempatan pergunakanlah untuk golek dhuwit
(beramal sebanyak-banyaknya) karena satu-satunya
kesempatan beramal adalah saat ini, saat kita masih
hidup. Karena kalau sudah mati kita tidak akan bisa
berbuat apa-apa.
3. PAKET PERMAINAN III
26
Paket permainan ini berisikan permainan “Jaranan dan
Endhog-Endhogan” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan
“Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul” dengan Satuan Acara
Permainan (SAP) sebagai berikut:
No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu
1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan
5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu
Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam
2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul”
Menciptakan perasaan senang & kebersamaan
Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi
10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama
Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama
3. Permainan “Jaranan dan Endhog-Endhogan”
Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi
Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia
Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon
40 menit Mengikuti permainan
Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung
4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam
Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu
Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi
5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri
Menumbuhkan semangat pada peserta
Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.
2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu
Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.
Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -
a. Permainan Jaranan
Cara bermain:
Permainan ini berbentuk kelompok yang tiap
kelompoknya terdiri atas 5 orang. Alat permainan
yang digunakan berupa tongkat warna-warni (simbol
jaranan) dan tali warna-warni.
Adapun cara permainannya sebagai berikut:
1. Dimainkan secara berkelompok
27
2. Menggunakan Kuda-kudaan (dalam modul
ini mengibaratkan tongkat warna-warni
sebagai kuda-kudaan).
3. Menyanyi sambil menirukan gerakan jaran
seperti: gedruk, kencak, gidro-gidro, dan
nyabet.
Lirik tembang Jaranan:
Jaranan, jaranan, jaranne, jaran teji
Sing nunggang dara bei
Sing ngiring para mantri
Jreg-jreg nong Jreg-jreg gung
Srek-srek turun lurung
Gedebug krincing, gedebug krincing
Prok. prok, gedebug jedher
Pemaknaan:
Tari jaranan menggambarkan prajurit, dan
prajuritadalah gambaran manusia yang sedang
berjuang menempuh kehidupannya di jagad raya.
Jaranan juga diibaratkan sebagai kendaraan manusia
untuk mencapai tujuan. Mengapa kuda (Jaran), hal ini
sangat besar pengaruhnya dengan kondisi waktu itu,
bahwa kendaraan sehari-hari yang biasa digunakan
oleh manusia adalah kuda. Mengapa kuda, bukan
kerbau atau lembu, beberapa pendapat menyatakan
bahwa kuda adalah lambang keperkasaan, lambang
kekuatan dan lambang kesetiaan.
28
Gidro-gidro ini digambarkan dalam gerakan kaki
gedrugan, dalam koreografi jaranan berkesan seperti
gerakan penyela atau isen-isen (pengisian) sebagai
peristirahatan. Gidro-gidro adalah gerakan kaki
kanan gedrug ke belakang kaki kiri, posisi tubuh akan
meninggi dengan cara mengurangi tekukan kedua
lutut, tenaga untuk melakukan gerakan dikurangi,
sehingga nampak santai atau agak lunak.
Gedrug sebagai perlambang adanya kehidupan di
bumi, manusia hidup dengan menapakkan telapak
kakinya ke tanah (bumi), manusia tersebut sudah
mengenal adanya kehidupan di dunia, dalam
peristiwa kelahiran anak dikenal dengan mudun
leman (turun tanah), artinya insane Tuhan tersebut
sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan, ia atelah
mengenal lingkungannya, ia mencoba untuk menyapa
lingkungannya.
Kencak adalah gerakan kaki yang bergerak
kesamping kanan dengan posisi telapak membentuk
persilangan dengan arah gerak kesamping
kanan.Cara melakukan gerakan adalah mengangkat
telapak kaki dan bergeser kearah kanan, didahului
dengan kaki kiri.Gerakan kencak ini mirip dengan
gerakan kuda yang bergeser ke kanan.
Nyabet dikenal pula sebagai gerak sabetan atau
mbesut, sebagai gambaran menghalau zat yang
negative.Gerakan ini dilakukan dengan cara
29
junjungan (mengakat) kaki kanan tendangan,
junjungan kaki kiri tendangan, kemudian langkah ke
depan mapan tanjak kanan dilanjutkan gerakan
berikutnya.
b. Permainan Endhog-Endhog’an
Kata “endhog” berasal dari bahasa Jawa.
Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah telur.
Kata tersebut jika diulang menjadi endhog-endhogan,
bisa berarti menyerupai telur. Begitu pula dalam
permainan anak Jawa yang disebut dolanan endhog-
endhogan ini bisa berarti suatu permainan yang
memakai media alat berupa batu, dan seolah-olah
menganggap batu tersebut diupamakan seperti telur.
Jadi, dalam permainan tersebut, batu diandaikan
sebagai telur. Maka untuk menamai permainan
tersebut, anak-anak Jawa menyebutkannya dolanan
endhog-endhogan.
Cara bermain:
Permainan endhog-endhogan minimal
dimainkan oleh 3 anak, dan lebih ideal jika dimainkan
antara 4—8 anak. Jika dimainkan 2 anak tidak ramai,
permainan tidak akan berkembang baik, sementara
jika dimainkan lebih dari 8 anak, akan membuat
kasihan anak yang “dadi”.
Permainan “endhog-endhogan” biasa dimainkan
di tanah yang cukup lapang, seperti halaman kebun
(belakang rumah), plataran (halaman depan rumah),
30
atau lapangan. Namun, yang terpenting tempat
bermain halamannya rata, rindang, dan penuh
pepohonan. Fungsi rindang dan penuh pepohonan
untuk menyembunyikan batu-batu. Permainan ini
membutuhkan pencahayaan yang terang, makanya
biasanya dimainkan pada waktu pagi, siang, atau sore
hari. Sangat jarang dimainkan pada malam hari, untuk
menghindari bahaya dari gigitan ular, sengatan
kalajengking, dan binatang berbisa lainnya. Bisa juga
jika anak-anak sedang beristirahat sekolah, biasanya
dimainkan di halaman sekolah.
Permainan ini pun juga hanya membutuhkan
alat bantu, yaitu batu. Jika terpaksa tidak ada, bisa
digantikan pecahan batu bata atau sejenisnya, sebesar
telur. Jumlah batu sesuai kesepakatan anak-anak yang
hendak bermain. Semakin banyak pemain, jumlah batu
untuk setiap anak semakin sedikit. Misalkan, ada 4
pemain, idealnya setiap anak mencari 4 batu. Jika ada 8
anak, sebaiknya setiap anak mencari 2 batu. Tetapi
kesepakatan itu dikembalikan kepada anak-anak yang
hendak bermain.
Seperti permainan tradisional yang lain, dalam
permainan ini pun biasanya juga dilengkapi dengan
peraturan secara lisan dalam bermain.
Peraturan-peraturan itu, misalnya:
31
1) setiap anak harus mencari jumlah batu (dengan
besaran hampir sama dengan telur) sesuai dengan
ketentuan yang disepakati;
2) anak yang tersentuh oleh pemain “dadi” di dalam
lingkaran akan menggantikan pemain “dadi”;
3) batu-batu yang disembunyikan oleh pemain mentas
tidak boleh keluar dari area yang ditentukan;
4) pemain mentas yang batunya ditemukan pertama
kali menjadi pemain “dadi” berikutnya, dengan
catatan, semua batu bisa ditemukan oleh pemain
“dadi”; jika pemain “dadi” menyerah mencari batu-
batu yang disembunyikan, berarti ia menjadi pemain
“dadi” lagi dalam permainan berikutnya.
Demikian tadi beberapa peraturan lisan dalam
permainan “endhog-endhogan”.
Pemaknaan:
Permainan ini melatih kejujuran, ketelitian dan
kejelian pemain untuk menyembunyikan dan mencari
batu yang disembuniykan.
c. Lagu Lir-Ilir
Lirik:
Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo taksengguh temanten anyar
Cah angon cah angon penek’no blimbing kuwi
Lunyu-lunyu ya penek’no kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore
32
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Ya surak’a surak horee
Pemaknaan:
1) Makna pertama
Lir-ilir, Lir-ilir
(Bangunlah, bangunlah)
Tandure wus sumilir
(Tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo
(Demikian menghijau)
Tak sengguh temanten anyar
(Bagaikan pengantinbaru)
Sebagai umat beragama kita diminta
bangun.Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat
malas untuk lebih mempertebal keimanan yang
telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang
dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi
dan menghijau.Terserah kepada kita, mau tetap
tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati
atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan
tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan
kebahagiaan seperti pengantin baru.
2) Makna kedua
Cah angon, cah angon
(Anak gembala, anak gembala)
Penek’no Blimbing kuwi
33
(Panjatlah pohon belimbing itu)
Lunyu-lunyu penek’no
(Meskipun licin dan susah tetaplahkau panjat)
Kanggo mbasuh dodotiro
(untuk membasuh pakaianmu)
Disini manusia diibaratkan seperti anak gembala.
Manusia telah diberikan sesuatu untuk
digembalakan yaitu hati.Bisakah manusia
menggembalakan hatinya dari dorongan hawa
nafsu yang demikian kuatnya. Anak gembala
diminta memanjat pohon belimbing yang pada
umumnya buah belimbing bergerigi lima. Buah
belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam.
Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus
tetapmemanjat pohon belimbing tersebut dalam arti
sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan
Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.
Gunanya adalah untuk mencuci pakaian manusia
yaitu pakaian taqwa.
3) Makna ketiga
Dodotiro, dodotiro
(Pakaianmu, pakaianmu)
Kumitir bedah ing pinggir
(Terkoyak-koyak dibagian samping)
Dondomono, Jlumatono
(Jahitlah, Benahilah)
Kanggo sebo mengko sore
34
(Untuk menghadap nanti sore)
Pakaian taqwa sebagai manusia biasa pastiterkoyak
dan berlubang di sana sini, untuk itu manusia
diminta untuk selalu memperbaiki dan
membenahinya agar kelak siap ketika dipanggil
menghadap kehadirat Allah SWT.
4) Makna keempat
Mumpung padhang rembulane
(Mumpung bulan bersinar terang)
Mumpung jembar kalangane
(Mumpung banyak waktu luang)
Yo surako surak Hore
(Bersoraklah dengan sorakan Hore)
Manusia diharapkan melakukan hal-hal diatas (poin
makna pertama-ketiga).Ketika manusia masih sehat
(dilambangkan dengan terangnya bulan) dan masih
mempunyai banyak waktu luang dan jika ada yang
mengingatkan maka dengarkanlah nasehatnya.
d. Lagu Gundul-Gundul Pacul
Lirik:
Gundul gundul pacul cul gelelengan
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi dak rattan
Wakul ngglimpang segane dadi sak rattan
Pemaknaan:
Gundul adalah kepala botak tanpa rambut. Kepala
adalah lambang kehormatan serta kemuliaan
35
seseorang. Rambut adalah mahkota lambang
keindahan kepala. Jadi 'gundul' dapat diibaratkan
seperti kehormatan tanpa mahkota.
Pacul adalah cangkul petani yang terbuat dari
lempeng besi segi empat. Jadi pacul adalah lambang
golongan rendah, kebanyakan petani.
Gundul pacul artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa cangkul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya atau orang banyak. Orang Jawa mengatakan pacul adalah “Papat Kang Ucul” atau dalam bahasa Indonesia berarti “4 yang lepas”. Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, telinga, hidung, dan mulutnya.
Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.
Telingadigunakan untuk mendengar nasehat. Hidung digunakan untuk mencium
wewangian kebaikan. Mulut digunakan untuk berkata adil. Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah
kehormatan seseorang. Gembelengan artinya besar kepala, sombong, dan
bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah
kehilangan 4 indera (mata, telinga, hidung, dan mulut)
mengakibatkan seseorang bersikap gembelengan atau
sombong.
36
Nyunggi wakul diibaratkan seperti menjunjung
amanah rakyat, sehingga apabila kita bersikap
sombong dalam menjalankan amanah maka akhirnya
Wakul Nglimpang (amanah jatuh tidak bisa
dipertahankan).
Segane Dadi Sak Latar yang berarti berantakan sia-sia
dan menjadi tidak bermanfaat.
4. PAKET PERMAINAN IV
Paket permainan ini berisikan permainan “Dingklik
Ongklak-Angklik” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan
“Menthok-Menthok dan Kidang Talun” dengan Satuan Acara
Permainan (SAP) sebagai berikut:
No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu
1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan
5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu
Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam
2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Menthok-Menthok dan Kidang Talun”
Menciptakan perasaan senang & kebersamaan
Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi
10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama
Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama
3. Permainan “Dingklik Ongklak-Angklik”
Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi
Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia
Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon
40 menit Mengikuti permainan
Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung
4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam
Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu
Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi
5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri
Menumbuhkan semangat pada peserta
Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.
2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu
Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.
Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -
37
a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik
Salah satu jenis permainan tradisional anak-anak
yang cara memainkannya meniru dhingklik tugel atau
tempat duduk patah, sehingga keadaannya tidak
stabil dan mudah goyah (ongklak-angklik).
Permainan ini dimainkan oleh 3, 4, atau 5 anak dalam
satu kelompok, yang sebaiknya seusia, sama besar,
dan sama tinggi, agar dapat menjaga keseimbangan
suatu bentuk dingklik ongklak-angklik.
Cara bermain:
Permainan ini dilakukan secara bertahap. Tahap
pertama, semua pemain berdiri berhadap-hadapan
dengan tangan saling bergandengan. Misalkan pemain
tersebut adalah H, A, R, dan I.
Tahap kedua, H dan A menerobos (mblobos)
dibawah R dan I, sehingga para pemain
berdiribdengan saling bertolak belakang dan tangan
tetap bergandengan.
Tahap ketiga, setiap peserta mengangkat salah
satu kakinya ke arah dalam lingkaran, kemudian
masing-masing kaki saling dikaitkan untuk
membentuk suatu posisi yang kokoh sehingga tidak
akan mudah jatuh.
Tahap terakhir, tangan yang saling
bergandengan dilepaskan, lalu kedua tangan
bertepuk tangan. Para pemain melonjak-lonjak
sambil bertepuk tangan dan menyanyi. Para pemain
38
saling menjaga keseimbangan agar tidak jatuh, kalau
jatuh permainan dimulai dari awal lagi.
Lirik tembang Dingklik Ongklak-Angklik :
Pasang dingklik ongklak-angklik
Yen keceklik adang gogik
Yu yu mbakyu mangga dhateng pasar blanja,
Leh olehe napa, Jenang jagung
enthok-enthok jenang jagung
enthok-enthok jenang jagung
enthok-enthok jenang jagung
Ilustrasi permainan Dingklik Ongklak-Angklik:
Ket: para pemain saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil mengangkat salah satu kaki dan mengunci dibelakang badan mereka dan meloncat-loncat sambil menyanyi dan bertepuk tangan.
Pemaknaan:
Permainan ini melatih koordinasi badan antar pemain
satu dengan lainnya. Selain itu permainan ini
meningkatkan kerjasama anta pemain untuk saling
menjaga keseimbangan badan pemain agar tidak
jatuh.
39
b. Lagu Menthok-Menthok
Lirik:
Menthok, menthok tak kandhani
Mung lakumu angisin isini
Mbok ya aja ngetok ana kandhang wae
Enak enak ngorok ora nyambut gawe
Menthok, menthok mung lakumu
Megal megol gawe guyu
Pemaknaan:
Makna dari lagu tersebut adalah menggambarkan
binatang menthok yang mempunyai sifat pemalas,
seperti yang digambarkan pada lirik lagu:
“Mbok ya aja ndheprok, ana kandhang wae”
(Jangan hanya diam dan duduk, di kandang saja)
“Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe”
(Enak-enak mendengkur, tidak bekerja)
Namun dibalik sikapnya yang pemalas, menthok
masih punya kemampuan untuk membuat anak lain
tertawa. Nilai yang terdapat pada lirik lagu tersebut
adalah mengajarkan kepada setiap orang untuk tidak
malas dan bekerja keras dalam melakukan berbagai
macam aktifitas.Selain itu, terdapat nilai pendidikan
yaitu percaya diri.Percaya diri bahwa setiap orang itu
memiliki kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Jadi,
setiap anak itu harus bangga dan tidak boleh
menganggap dirinya rendah jika dibandingkan
dengan anak lain.
40
c. Lagu Kidang Talun
Lirik:
Lirik 1:
Kidang talun mangan kacang talun Mil ketemil … mil ketemil… Si kidang mangan lembayung
Tikus siji duwe anak siji Cicit cuwit … cicit cuwit…
Si tikus mangani pari Gajah belang seko tanah sebrang Si gajah kecemplung blumbang
Lirik 2:
Kidang...talung duwe anak.... talung
mil ketemil .... mil ketemil si kidang mangan lembayung
** Tikus.... buntung
duwe anak.... buntung cit...cit...cit...cit....cit....cit
Si tikus sobo neng wuwung ***
Gajah...belang duwe anak....belang
nuk reng gunuk.... nuk reng gunuk Gedene meh podo gunung Kembali ke ( ** ) 2x / ***
Pemaknaan:
Maknanya bahwa binatang itu ada berbagai macam
jenisnya dan masing-masing memiliki keunikan,
perilaku, dan ciri khas sendiri-sendiri. Misalnya kidang
talung ciri khasnya punya talung (tanduk), tikus sobone
nang wuwung maksudnya tikus hidup di gorong-gorong,
41
dan gajah gedhene meh podho gunung maksudnya gajah
merupakan binatang yang memiliki badan besar.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adikusumo, 1999, Penatalaksanaan Stres. Cermin Dunia Kedokteran, No. 23 Tahun 1999, p. 23-28
Berk, L. & Tan, S. (1996) The Laughter-Immune Connection.
American Association of Therapeutic Humor[Internet]. Diakses dari: <http://www.hospitalclown.com/Past%20Issues/Final%20PDFs/Vol%202-2Berk.pdf> [Diakses pada tanggal 2 Februari 2012].
Boone, T., Hansen, S., Erlandson, A. (2000) Cardivascular
Responses to Laughter: A Pilot Project. Nursing Research [Internet]. Diakses dari: <http://pdn.sciencedirect.com/science.pdf> [Diakses pada tanggal 23 Januari 2012].
Filippelli, M. et al. (2001) Respiratory dynamics during
laughter.The American Physiological Society. Diakses dari: <http://jap.physiology.org/content/90/4/1441.full.pdf> [Diakses pada tanggal 22 Februari 2012].
Galla, A. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in
HeritageConservation.Brisbane: Hall and jones Advertising Hartoto, J., 1995, Pendidikan Rekreasi, FPOK IKIP, Yogyakarta. John Santrock.2006.Life Span Development.Jakarta:Penerbit
Erlangga. Karmadi, Agus Dono. 2007. Budaya Lokal Sebagai Warisan
Budaya Dan Upaya Pelestariannya.Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas
43
Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang 8 - 9 Mei 2007.
Kataria, M. (2009) Laugh For No Reason. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta. Martin,R.A. (2007) The Psychology of Humour: An Integrative
Approach. San Fransisco:Elsevier. Diakses dari: <http://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=ieAcp2Z_zkIC&oi=fnd&pg=PP2&dq=The+Psychology+of+Humor:+An+Integrative+Approach.&ots=cvdHUqy8YQ&sig=jL08uUgz__tytdo0OY5AZBo5JPA&redir_esc=y#v=onepage&q=The%20Psychology%20of%20Humor%3A%20An%20Integrative%20Approach.&f=false> [Diakses pada tanggal 5 Januari 2012].
Miller, M., Mangano, C., Park, Y., Goel, R., Plotnick, G.D., Vogel,
R.A. (2006) Impact of cinematic viewing on endothelial function. Heart [Internet]. Diakses dari: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860773/pdf/261.pdf> [Diakses pada tanggal 31 Januari 2012].
Mora,R. & Ripoll (2011) Potential health benefits of simulated
laughter: A narrative review of the literature and recommendations for future research. Complementary Therapies in Medicine 19, 170—177.[Internet]. Diakses dari: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21641524> [Diakses pada tanggal 5 Januari 2012].
Muhammad, A. (2011) Tertawalah Biar Sehat. Yogyakarta: Diva
Press. Pamungkas, Joko. 2011. Program Pembelajaran di TK Perspektif
Budaya Lokal. Makalah disampaikan pada seminar guru – guru TK se Kabupaten Bantul penyelenggara DPC GOPTKI 27 Desember 2011.
44
Sakuragi, S., Sugiyama, Y., Takeuchi, K. (2002) Effects of Laughing and Weeping on Mood ad Heart Rate Variability. Journal of Physiological Anthropology and Applied Human Science [Internet]. Diakses dari: <http://www.jstage.jst.go.jp/article/jpa/21/3/159/_pdf> [Diakses pada tanggal 30 Januari 2012].
Soetarno, 2004, Ragam Budaya Indonesia, Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi-Dirjen Dikti-Depdiknas, Jakarta.
Szabo, A. (2003) Acute Psychological Benefits Of Excercise
Performed At Self-Selected Workloads: Implications For Theory and Practice. Journal of Sports Science and Medicine [Internet]. Diakses dari: <http://www.jssm.org/vol2/n3/2/v2n3-2pdf.pdf> [Diakses pada tanggal 2 Februari 2012].
Cahyono, Nuri. 2009. Permainan Tradisional ”Berteknologi
Namun Tapi Berbudaya” di akses dari blog http://permata-nusantara.blogspot.com/[Diakses pada tanggal 2 Febuari 2013]