modul anak

44
Modul Permainan Kearifan Budaya Lokal pada Siswa TK di Kabupaten Sleman Oleh: Dr. Dra. Sumarni D.W., M.Kes BAGIAN KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Upload: hida-nur-aini

Post on 26-Dec-2015

136 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Anak

 

ModulPermainanKearifanBudayaLokalpadaSiswaTKdiKabupatenSlemanOleh:Dr.Dra.SumarniD.W.,M.KesBAGIANKEDOKTERANJIWAFAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITASGADJAHMADAYOGYAKARTA2013

Page 2: Modul Anak

 

 2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................ A. PENGANTAR ................................................................................

1. Definisi Permainan Kearifan Budaya Lokal ................. 2. Manfaat Permainan Kearifan Budaya Lokal ............. 3. Tujuan Permainan Kearifan Budaya Lokal

B. PERMAINAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL .......................... 1. Paket permainan I ...............................................................

a. Permainan Jamuran b. Permainan Gobak Sodor c. Lagu Padhang Mbulan d. Lagu Suwe Ora Jamu

2. Paket permainan II .............................................................. a. Permainan Cublak-Cublak Suweng b. Permainan Kucing-Kucingan c. Lagu Perahu Layar d. Lagu Sluku-Sluku Bathok

3. Paket permainan III ............................................................. a. Permainan Jaranan b. Permainan Endhog-Endhog’an c. Lagu Lir-ilir d. Lagu Gundul-Gundul Pacul

4. Paket permainan IV ............................................................ a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik b. Lagu Menthok-Menthok c. Lagu Kidang Talun

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

Page 3: Modul Anak

 

 3

KATA PENGANTAR

Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap bencana alam. Bencana alam merupakan peristiwa traumatis bagi anak yang sering

berpengaruh terhadap gangguan kejiwaan dan perilakunya. Gangguan jiwa yang sering muncul pada anak antara lain gangguan stres pasca trauma, depresi

dan kecemasan.

Kondisi yang saat ini berkembang di masyarakat, bahwa gejala depresi dan kecemasan pada anak (seperti anak cengeng, mudah marah, dll) sering

diabaikan dan dianggap sebagai hal wajar, sehingga tidak perlu untuk mendapatkan penanganan. Penanganan justru diberikan pada gejala penyakit fisik

yang muncul akibat dari depresi, sehingga depresi dan kecemasan yang mungkin sebagai pangkal permasalahan justru sering luput dari perhatian.

Penanganan depresi dan kecemasan di masyarakat sebenarnya tidak hanya dengan obat. Akan tetapi, dapat juga dilakukan dengan metode permainan

kearifan budaya lokal.

Permainan kearifan budaya lokal adalah suatu bentuk permainan yang berdasar pada budaya masyarakat daerah setempat. Seiring dengan arus

modernisasi, budaya lokal mulai tergeser posisinya sehingga perlu untuk terus dilestarikan. Pelestarian harus hidup, berkembang, serta diperjuangkan di

masyarakat. Kearifan budaya lokal perlu dipertahakan sebagai identitas bangsa dan juga karena berbagai manfaat yang dapat kita diperoleh.

Permainan kearifan budaya lokal dapat memicu tertawa, perasaan senang, meningkatkan interaksi sosial, meningkatkan aktivitas fisik, konsentrasi

dan perasaan semangat. Permainan kearifan budaya lokal yang dilakukan bersama-sama dinilai dapat memperbaiki kondisi kesehatan, tidak hanya

memperbaiki gejala fisik yang muncul akan tetapi juga dapat memperbaiki sistem interaksi dalam kelompok masyarakat tersebut. Sehingga dapat terbentuk

sistem masyarakat yang harmonis, sehat fisik dan sosial.

Namun demikian, penulis menyadari bahwa buku ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

sekiranya dapat penulis gunakan sebagai masukan untuk perbaikan buku ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih.Akhir kata, semoga segala upaya

yang kita lakukan dapat bermanfaat bagi sektor kesehatan dan perkembangan budaya bangsa.

Yogyakarta, 13 April 2013

Penulis

Page 4: Modul Anak

 

 4

A. PENGANTAR

Modul ini menyajikan sekilas teori mengenai permainan

kearifan budaya lokal, diikuti panduan praktis permainan dan

pemaknaan secara filosofis dari permainan kearifan budaya

lokal yang disajikan.

1. Definisi Permainan Kearifan Budaya Lokal

Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan

yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri

(Santrock, 2002). Permainan adalah bagian dari metode yang

dapat memicu tertawa (Muhammad, 2011).

Permainan dipandang sebagai warisan, karena

terkandung nilai-nilai kebudayaan dan aktivitas fisik yang

membantu meningkatkan kesehatan fisik, mental, sosial, dan

daya tahan tubuh yang lebih baik (Hartoto, 1995).

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta

yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi

(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia (Pamungkas, 2011). Budaya

sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Dalam hal ini,

Koentjoroningrat menyebut konsep kebudayaan sebagai sistem

ide yang dimiliki bersama oleh masyarakat pendukungnya

meliputi: (1) kepercayaan; (2) pengetahuan; (3) keseluruhan

nilai dan norma hubungan antar individu dalam suatu

komunitas yang dihayati, dilakukan, ditaati, dan dilestarikan;

(4) keseluruhan cara mengungkapkan perasaan dengan

bahasa lisan, tulisan, nyanyian, permainan musik, tarian,

lukisan atau penggunaan lambang (Soetarno : 2004).

Page 5: Modul Anak

 

 5

Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan

(wisdom) dan lokal (local). Secara umum local wisdom (kearifan

setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat

(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,

yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya

masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.

Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang

patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.

Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di

dalamnya dianggap sangat universal (Sartini, 2006).

Kearifan lokal pada hakekatnya terkandung di dalam

nilai budaya. Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage)

inilah yang berasal dari budaya-budaya lokal yang ada di

Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa

ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan),

kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat

(Galla, 2001). Kata lokal disini tidak mengacu pada wilayah

geografis dengan batas administratif yang jelas, tetapi lebih

mengacu pada wilayah budaya yang seringkali melebihi

wilayah administratif.Kata budaya lokal juga bisa mengacu

pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah

dipandang sebagai warisan budaya (Karmadi, 2007).

Di Indonesia istilah budaya lokal sering disepadankan

dengan budaya etnik/subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub

etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur,

yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem

Page 6: Modul Anak

 

 6

peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian,

sistem religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986).

Namun demikian, sifat-sifat khas kebudayaan hanya

dapat dimanifestasikan dalam unsur-unsur terbatas, terutama

melalui bahasa, kesenian, dan upacara (Koentjaraningrat,

1984). Permainan Kearifan Budaya Lokal adalah suatu bentuk

permainan yang didasarkan pada produk budaya masa lalu

disuatu tempat. Oleh karena it, bentuk dari permainan

tersebut akan berbeda-beda antar daerah/ wilayah.

Ditinjau dari faktor kebebasan dan tingkat kesulitannya,

permainan dapat dibedakan menjadi 2 macam (Hartoto,

1995):

a. Paidia, yang memberikan kebebasan (bergerak dan

memilih) yang lebih leluasa, bentuk permainannya

sederhana, sehingga tingkat kesulitannya relatif rendah.

Dapat digolongkan ke dalam Paidia, adalah permainan

atau kegiatan olah raga yang telah disederhanakan

peraturan dan peralatannya. Jumlah peserta dapat

bervariasi, larangan-larangan dikurangi, alat yang

dipergunakan tidak standar, orientasinya adalah

kegembiraan bukan kemenangan, misalnya: bola voli

plastik, sepakbola sarung, bola keranjang yang

disederhanakan; dan permainan-permainan ringan,

misalnya: gobag sodor, jaranan, jamuran, cublak-cublak

suweng, acak-ancak alis, merias wajah dan sebagainya.

b. Ludus, yang kurang memberikan kebebasan karena

disertai dengan peraturan-peraturan yang mengikat,

Page 7: Modul Anak

 

 7

bentuk permainannya lebih kompleks, sehingga tingkat

kesulitannya lebih tinggi. Termasuk di dalamnya adalah

permainan olah raga yang masih dalam bentuk resmi,

belum dimodifikasi peraturan maupun peralatannya,

misalnya: bola basket, tenis, dan sebagainya.

Pada modul ini menggunakan jenis permainan paidia, karena

paidia memiliki bentuk permainan yang sederhana, serta tidak

ada batasan bagi pesertadalam melakukan gerakan-gerakan

didalam permainan.

2. Manfaat Permainan Kearifan Budaya Lokal

Dalam permainan, dikandung nilai-nilai yang membantu

meningkatkan keberanian untuk aktif, meningkatkan

kesehatan jasmani dan rohani maupun sosial, serta memberikan

daya tahan yang lebih baik (Hartoto, 1995). Permainan tertentu

dapat membuat tertawa lepas yang memberikan rasa senang

dan rileks serta meningkatkan rasa percaya diri karena dapat

menguasai dalam memecahkan permasalahan dalam

permainan (Adikusumo, 1999).

Selain itu tertawa dalam permainan juga dapat

memberikan manfaat lainnya seperti:

a) Menurunkan stres

Tawa adalah salah satu cara terbaik untuk

mengendurkan otot, melebarkan pembuluh darah, dan

mengirim lebih banyak darah hingga ke perifer dan ke

semua otot ke seluruh tubuh (Boone et al., 2000; Miller et

Page 8: Modul Anak

 

 8

al., 2006).Selain itu, tawa juga bagus untuk mengurangi

tingkat hormon stres, epineprin, dan kortisol (Szabo, 2003).

b) Memperkuat sistem kekebalan

Terapi tertawa dapat membantu meningkatkan

jumlah sel-sel pembunuh alami (Sel NK-semacam sel putih)

dan juga menaikkan antibodi (Martin, 2007).Selain itu

telah diteliti pula bahwa setelah mengikuti terapi tertawa,

para peserta mengalami peningkatan antibodi

(Immunoglobulin A) dalam lendir di hidung dan di saluran

pernafasan yang dipercaya mempunyai kemampuan

melawan virus, bakteri dan mikroorganisme lain (Kataria,

2004). Berk &Tan (1996), menemukan peningkatan

kadarinterferon-gamma pada sepuluh laki-laki setelah

melihat film komedi, sedangkan interferon diketahui

mempunyai manfaat farmakoterapi terhadap infeksi virus,

systemic carcinomas, hepatitis B dan C, disamping juga

bermanfaat untuk mengem bangkan obat antiretroviral.

c) Mencegah Depresi, Kecemasan dan GangguanPsikosomatis

Terapi tertawa telah membantu banyak orang yang

menggunakan obat antidepresi dan obat penenang

menjadi lebih mudah tidur dan mengalami penurunan

tingkat depresi, serta orang-orang yang memiliki

kecenderungan bunuh diri mulai mendapat harapan

(Kataria, 2004).

d) Menurunkan Nyeri

Terapi tertawa menaikkan tingkat endorphin dalam

tubuh yang merupakan penghilang rasa sakit alami (Mora

Page 9: Modul Anak

 

 9

& Ripoll, 2010).Endorphin yang dipicu oleh terapi tertawa

bisa membantu mengurangi intensitas rasa sakit penderita

radang sendi, radang tulang belakang dan kejang otot,

serta bisa menurunkan frekuensi migrain pada wanita

(Kataria, 2004).

e) Mengurangi bronkhitis dan asma

Terapi tertawa dapat meningkatkan kapasitas paru-

paru dan tingkat oksigen dalam darah (Filippelliet al., 200

1; Sakuragi et al., 2002).Tertawa seperti meniupkan udara

ke dalam sebuah alat atau balon yang merupakan terapi

penunjang yang baik bagi penderita asma dan bronkhitis

(Kataria, 2004).

f) Menggencangkan otot

Terapi tertawa dapat mengencangkan otot-otot wajah

(Kataria, 2004). Terapi Tertawa juga melatih otot-otot

perut, membantu mengencangkan dan mengurangi

ketegangan otot (Mora & Ripoll, 2011).

3. Tujuan permainan kearifan budaya lokal

Pada modul ini permainan kearifan budaya lokal

meliputi:

a. Bermain dan bernyanyi dengan olah dialog

b. Bermain dan bernyanyi dengan adu ketangkasan.

c. Bermain dan bernyanyi dengan olah fisik.

Yang mana semuanya bertujuan untuk meningkatkan

keberanian, rasa senang, rasa kebersamaan, serta

meningkatkan kesehatan fisik, mental, dan sosial pada anak.

Page 10: Modul Anak

 

 10

B. PERMAINAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL

Modul ini diperuntukan bagi siswa-siswa TK di Kabupaten

Sleman dan permainan yang disajikan telah disesuaikan

dengan Permainan kearifan budaya lokal setempat, meliputi:

a. Permainan Jamuran

b. Permainan Gobak Sodor

c. Permainan Cublak-Cublak Suweng

d. Permainan Kucing-Kucingan

e. Permainan Jaranan

f. Permainan Endhog-endhog’an

g. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik

Permainan-permainan ini dikemas menjadi 4 paket permainan

yang terdiri atas:

Paket Permainan

Keterangan

Paket permainan I

a. Permainan Jamuran b. Permainan Gobak Sodor c. Lagu Padhang Mbulan d. Lagu Suwe Ora Jamu

Paket permainan II 

a. Permainan Cublak-Cublak Suweng b. Permainan Kucing-Kucingan c. Lagu Perahu Layar d. Lagu Sluku-Sluku Bathok

Paket permainan III 

a. Permainan Jaranan b. Permainan Endhog-Endhog’an c. Lagu Lir-ilir d. Lagu Gundul-Gundul Pacul

Paket permainan IV 

a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik

b. Lagu Menthok-Menthok c. Lagu Kidang Talun

Page 11: Modul Anak

 

 11

Setiap paket permainan dalam pelaksanaannya

membutuhkan waktu selama 60 menit.

Permainan kearifan budaya lokal ini diberikan selama satu

bulan dengan total kegiatan 16 pertemuan. Setelah

pertemuan ke-16 akan diadakan lomba dan pentas seni

sebagai puncak kegiatan. Adapun penjabaran pelaksanaan

kegiatannya sebagai berikut:

Waktu Pertemuan Paket permanian Minggu ke-1

Pertemuan 1 Paket permainan I

Pertemuan 2 Paket permainan IIPertemuan 3 Paket permainan IIIPertemuan 4 Paket permainan IV

Minggu ke-2

Pertemuan 5 Paket permainan I Pertemuan 6 Paket permainan IIPertemuan 7 Paket permainan IIIPertemuan 8 Paket permainan IV

Minggu ke-3

Pertemuan 9 Paket permainan I Pertemuan 10 Paket permainan IIPertemuan 11 Paket permainan IIIPertemuan 12 Paket permainan IV

Minggu ke-4

Pertemuan 13 Paket permainan I Pertemuan 14 Paket permainan IIPertemuan 15 Paket permainan IIIPertemuan 16 Paket permainan IV

Total: 16 pertemuan Adapun penjelasan dari setiap paket permainan, sebagai

berikut:

1. PAKET PERMAINAN I

Paket permainan ini berisikan permainan “Jamuran dan

Gobak Sodor” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan

“Padhang Mbulan dan Suwe Ora Jamu” dengan Satuan Acara

Permainan (SAP) sebagai berikut:

Page 12: Modul Anak

 

 12

No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu

1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan

5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu

Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam

2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Padhang Mbulan dan Suwe Ora Jamu”

Menciptakan perasaan senang & kebersamaan

Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi

10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama

Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama

3. Permainan “Jamuran dan Gobak Sodor”

Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi

Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia

Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon

40 menit Mengikuti permainan

Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung

4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam

Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu

Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi

5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri

Menumbuhkan semangat pada peserta

Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.

2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu

Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.

Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -

a. Permainan Jamuran

Cara permainan:

Permainan diikuiti minimal oleh 5 anak. Permainan

diawali dengan “hom pim pah”. Bagi yang kalah “hom

pim pah” maka akan berdiri ditengah lingkaran dan

dikelilingi oleh 4 anak lainnya yang saling

bergandengan tangan membentuk lingkaran.

Lingkaran tersebut bergerak memutar sambil

melantunkan tembang Jamuran, dengan tetap dalam

posisi berpegangan tangan. Pada waktu tembang

tersebut berakhir, anak yang berada ditengah

lingkaran akan ditanya: Milih jamur apa?. Umpama si

Page 13: Modul Anak

 

 13

anak menjawab: Jamur jambu! maka semua peserta

akan berhamburan menyentuh pohon jambu yang

berada didekat mereka. Selesai menyentuh pohon

tersebut, anak anakpun bergegas kembali ketempat

permainan untuk bergandeng tangan dan

membentuk lingkaran. Anak terakhir yang tidak

mendapatkan gandengan akan mendapat hukuman

dengan cara disuruh berdiri di tengah lingkaran.

Babak baru permainan dimulai lagi seperti diatas.

Lirik tembang jamuran:

jamuran ya ge ge thok

jamur apa ya ge ge thok

Jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung

sira badhe jamur apa?

Pemaknaan:

Permainan ini mengajarkan agar anak-anak tidak

bersifat eksklusif dan diskriminatif. Mereka yang terlalu

memilih teman gandengan akan akan terlambat

membentuk mata rantai. Akibatnya anak tersebut

akan dikucilkan dan harus berdiri ditengah lingkaran

sendirian. Secara tidak langsung ditumbuhkannya rasa

kesadaran untuk saling mengasihi dan rukun terhadap

sesamanya.

b. Permainan Gobak Sodor

Cara permainan:

Permainan ini diikuti minimal oleh 5 anak atau lebih.

Permainan di lakukan dengan membuat persegi

Page 14: Modul Anak

 

 14

panjang dengan 4 garis horisontal. Dimana 2 garis

horisontal didalam persegi panjang akan diisi oleh 2

orang penjaga. Pemain akan berdiri di garis pertama,

tugasnya melewati garis ke-2 dan ke-3 tanpa

tersentuh sedikitpun oleh penjaga yang ada digaris

tersebut, menuju ke garis ke-4 dan kembali

menyebrang untuk ke garis pertama. Permainan

selalu diawali dengan “hom pim pah”, untuk

menentukan penjaga dan pemain, bagi 2 anak

terakhir yang kalah “hom pim pah” maka akan

bertugas menjadi penjaga, sedangkan sisanya menjadi

pemain. Inti permainannya adalah menghadang

lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris

terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih

kemenangan seluruh pemain harus secara lengkap

melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan

yang telah ditentukan. Bagi pemain yang tersentuh

oleh penjaga maka wajib menggantikan posisi

penjaga.

Ilustrasi permainan:

Page 15: Modul Anak

 

 15

Pemaknaan:

Permainan ini melatih ketangkasan fisik dan

kepiawaian anak untuk melewati setiap garis

horisontal yang dijaga. Anak dituntut untuk

berkonsentrasi mencari kelengahan penjaga agar

dapat melewati garis dengan baik. Inti utama

permainan ini adalah kebersamaan dan sportivitas.

c. Lagu Padhang Mbulan

Lirik:

Yo prakanca, dolanan neng njaba

Padhang bulan, padhange kaya rina

Rembulane ne, wes ngawe-awe

Ngelingake, aja turu sore-sore

Ya prakanca, dha padha mrenea

Bareng-bareng, dolanan suka-suka

Langite padhang, sumebar lintang

Ya padha dolanan, sinambi cangkriman

Pemaknaan:

Nilai budaya jawa yang tersirat dalam lagu padhang

mbulan yaitu penghargaan terhadap alam semesta,

religiusitas, dan solidaritas. Penghargaan terhadp alam

semesta dapat ditunjukkan dengan perasaan kagum

dan takjub terhadap keindahan alam. Nilai

penghargaan terhadap alam semesta tersebut juga

mendukung nilai religiusitas. Kesadaran akan

keagungan alam semesta menuntun kekaguman

Page 16: Modul Anak

 

 16

pada Sang Pencipta-Nya. Dengan demikian, nilai

penghargaan terhadap alam semesta mendukung

kuatnya nilai religiusitas sesorang.

Nilai solidaritas dapat terbentuk melalui pemahaman

ajaran yang terkandung pada syair “ya prakanca dolanan

neng njaba dan ya prakanca dha padha mrenea, bebarengan

dolanan suka-suka”.Syair tersebut menunjukan ajakan

untuk bermain bersuka ria bersama-sama. Ajakan

tersebut menunjukan solidaritas kebersamaan dengan

sesamanya untuk bermain bersuka ria. Kesenangan

tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan dinikmati

dengan kebersamaan.Nilai ini perlu dikembangkan

supaya setiap masalah yang dihadapi lansia tidak

dipendam sendiri. Akan tetapi, lansia bisa saling

bertukar pendapat dan pemikiran mengenai masalah

tersebut sehingga beban hidup akan terasa lebih

ringan.

d. Lagu Suwe Ora Jamu

Lirik:

Suwe ora jamu, jamu godong telo

Suwe ora ketemu, ketemu pisan gawe gelo

Pemaknaan:

Makna dari lagu ini menggambarkan kerinduan akan

masa lalu yang indah ketika berkumpul bersama

orang-orang yang disayangi.

2. PAKET PERMAINAN II

Page 17: Modul Anak

 

 17

Paket permainan ini berisikan permainan “Cublak-

Cublak Suweng dan Kucing-Kucingan” diikuti menyanyi dan

menari lagu dolanan “Perahu Layar dan Sluku-Sluku Bathok”

dengan Satuan Acara Permainan (SAP) sebagai berikut:

No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu

1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan

5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu

Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam

2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Perahu Layar dan Sluku-Sluku Bathok”

Menciptakan perasaan senang & kebersamaan

Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi

10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama

Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama

3. Permainan “Cublak-Cublak Suweng dan Kucing-Kucingan”

Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi

Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia

Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon

40 menit Mengikuti permainan

Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung

4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam

Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu

Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi

5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri

Menumbuhkan semangat pada peserta

Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.

2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu

Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.

Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -

a. Permainan Cublak-Cublak Suweng

Cara bermain:

Permainan ini dimainkan oleh minimal tiga anak atau

lebih. Akan tetapi lebih baik antara 6-8 anak. Tujuan

dari permainan ini adalah Pak Empong menemukan

“suweng” (bola pingpong) yang disembunyikan

seseorang.

Page 18: Modul Anak

 

 18

Pada awal permainan selalu didahului dengan

hompimpah dan pingsut untuk menentukan salah

satu dari mereka yang menjadi Pak Empong. Setelah

ada yang berperan sebagai Pak Empong. Maka

mereka semua duduk melingkar. Sedangkan Pak

Empong menelungkupkan badan di tengah-tengah

mereka. Masing-masing orang menaruh telapak

tangannya menghadap ke atas di punggung Pak

Empong. Salah seorang dari mereka mengambil bola

ping-pong (diibaratkan suweng). Lalu mereka semua

bersama-sama menyanyikan cublak-cublak suweng

sambil memutar bola ping-pong dari telapak tangan

yang satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu

tersebut dinyanyikan beberapa kali (biasanya 2-3

kali). Setelah sampai dibait terakhir “...Sir-sir pong dele

kopong” Pak Empong Bangun dan pemain lainnya

pura-pura memegang bola ping-pong. Tangan kanan

dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam

sesuatu. Hal ini untuk mengecoh Pak Empong yang

sedang mencari ”bolanya”.Mereka semua tetap

menyanyikan “Sir-sir pong dele kopong” secara berulang-

ulang sampai Pak Empong menunjuk salah seorang

yang dianggap menyembunyikan bola ping-pong.

Ketika Pak Empong salah menunjuk maka permainan

dimulai dari awal lagi (Pak Empong menelungkupkan

badan). Dan ketika Pak Empong berhasil menemukan

orang yang menyembunyikan bolanya maka anak

Page 19: Modul Anak

 

 19

tersebut berganti peran menjadi Pak Empong.

Permainan selesai ketika mereka sepakat

menyelesaikannya.

Lirik tembang Cublak-Cublak Suweng:

Cublak-cublak suweng

Suwenge ting gelenter

Mambu ketundhung gudel

Pak Empong lera-lere

Sapa ngguyu ndhelikake

Sir-sir pong dhele kopong

Sir-sir pong dhele kopong

Pemaknaan:

Permainan dalam lagu dolanan tersebut

mengandung unsur penanaman nilai budaya jawa

pada pemain agar berperilaku: tanggung jawab,

waspada, jujur, berani, sportif, dan adil. Nilai tanggung

jawab ditanamkan dalam permainan cublak-cublak

suweng yaitu setiap peserta mampu menjalankan

setiap peran sesuai dengan aturan main dalam

permainan. Seorang pemain yang menjadi “Pak

Empong”, dia harus bersedia tengkurap, dan menebak

dengan cermat siapa yang menggenggam bola ping-

pong. Teman main yang lain, harus dapat

menyembunyikan dan menggenggam bola ping-pong

dengan baik agar sulit diketahui oleh anak yang

menjadi “Pak Empong”. Terlaksananya berbagai

Page 20: Modul Anak

 

 20

peran dalam permainan tersebut merupakan bagian

dari pembentukan nilai tanggung jawab.

Nilai kewaspadaan juga dibina melalui permainan

cublak- cublak suweng. Pemain yang menjadi

pemimpin dan teman mainnya harus waspada agar

bola ping-pong yang digenggam tidak diketahui oleh

pemain yang menjadi “Pak Empong”. Sikap dan

gelagat saat proses tebakan tidak boleh ceroboh dan

mencurigakan. Pemain yang menjadi “Pak Empong”

harus waspada mengikuti gerakan putaran bola ping

pong di punggunggnya, mencermati saat bola ping-

pong pertama diberikan pada teman mainnya agar

tebakannya tidak meleset.

Nilai kejujuran dibentuk pada saat tebakan siapa

yang menggenggam bola ping-pong. Pemain yang

menjadi “Pak Empong” menebak siapa yang

membawa bola ping pong. Pemain yang membawa

harus jujur mengakui jika tebakannya tepat. Nilai

keberanian dan sportif juga terbina bersamaan

dengan nilai kejujuran.

Hal tersebut dapat dicermati pada saat pemain

yang menjadi “Pak Empong” menebak, maka jika

tebakan benar pemain yang membawa bola ping-

pong harus sportif dan berani menggantikan posisi

“Pak Empong”. Pemain yang menjadi “Pak Empong”

juga harus sportif dan berani untuk berperan sebagai

“Pak Empong” lagi apabila tebakannya tidak tepat.

Page 21: Modul Anak

 

 21

Nilai mengenai berdaya juang juga dapat terbina

terutama bagi pemain yang menjadi “Pak Empong”,

apabila tebakannya berkali-kali meleset maka dia

harus berkali-kali tengkurap dan berperan “Pak

Empong”. Nilai berdaya juang sangat diperlukan agar

lansia mempunyai jiwa yang kuat, tidak rapuh dan

mudah putus asa.

Nilai keadilan juga dapat terbentuk melalui

permainan tersebut. Setiap pemain mendapatakan

kesempatan yang sama dalam permainan tersebut.

Tidak ada pemain yang mendapatkan hak istimewa,

semua berkedudukan sama. Setiap pemain dapat

berganti-ganti perannya berdasarkan aturan main.

Berdasarkan paparan tersebut maka dapat

diketahui bahwa nilai kejujuran, tanggung jawab,

kewaspadaan, keberanian, sportif, berdaya juang, dan

keadilan dapat dibentuk melalui permainan dalam

lagu dolanan.

b. Permainan Kucing-Kucingan

Cara bermain:

Permainan ini minimal dilakukan oleh 5 anak atau

lebih. Sebelum permainan di mulai anak-anak

membuat garis persegi panjang sebagai tempat

permainan dan melakukan hompimpah serta pingsut

untuk mencari siapa yang menjadi kucing dan tikus.

Anak yang kalah, akan menjadi kucing dan bertugas

untuk menangkap anak-anak lain yang menjadi tikus.

Page 22: Modul Anak

 

 22

Dalam permainan ini tikus akan dikejar oleh kucing,

namun tikus tidak boleh melewati garis persegi

panjang (tetap berada dalam garis). Jika tikus sampai

melewati garis, maka akan menggantikan anak yang

menjadi kucing. Selain itu, bila kucing berhasil

menyentuh tikus, walaupun cuma sedikit saja, maka

harus segera digantikan juga, begitulah alur

permainannya tikus yang tertangkap akan

menggantikan si kucing. Permaninan berlangsung

selama semua anak masih sepakat bermain.

Ilustrasi permainan kucing-kucingan:

Ket: : anak yang menjadi tikus (pemain)

: anak yang menjadi kucing (penjaga)

Pemaknaan:

Permainan ini meningkatkan aktivitas fisik para

pemain dengan berlari dan terus berpindah

menghindari kejaran penjaga (kucing). Selain itu

pemain (tikus) juga harus waspada dan mawas diri

bahwa sejauh apapun dia menghindar dan berlari dari

kejaran kucing, para pemain harus berada di dalam

garis. Permainan ini memiliki nilai sportivitas yang

tinggi, ditunjukkan dengan kepatuhannya dalam

menjalani setiap aturan permainan.

Page 23: Modul Anak

 

 23

c. Lagu Perahu Layar

Lirik:

Yo konco ning nggisik gembiro

Alerap lerap banyune segoro

Angliyak numpak prau layar

Ing dino minggu keh pariwisoto

Galo praune wis nengah

Byak byuk byak banyu binelah

Ora jemu jemu karo mesem ngguyu

Ngilangake roso lungkrah lesu

Adik njawil mas

Jebul wis sore

Witing kalopo katon ngawe awe

Prayogane becik balik wae

Dene sesuk esuk

Tumandang nyambut gawe

Pemaknaan:

Makna dari lagu ini, adalah ajakan untuk bersama-

sama melakukan wisata dihari libur, semua orang

bergembira dan tersenyum bahagia menikmati wisata.

Namun kita harus ingat bahwa bersenang-senang itu

ada batasnya. Ketika hari telah sore, sebaiknya kita

segera pulang untuk beristirahat. Agar besok pagi kita

bisa kembali beraktivitas dan bekerja dengan baik.

d. Lagu Sluku-Sluku Bathok

Lirik:

Sluku-sluku bathok

Page 24: Modul Anak

 

 24

Bathok’e ela-elo

Sirama menyang Solo

Oleh-oleh’e payung mutho

Pak Jenthit lo lo lo bah

Wong mati ora obah

Yen obah medheni bocah

Yen urip golek duwit

Pemaknaan:

Sluku-sluku bathok artinya bathok (kepala) kita

perlu beristirahat. Jika digunakan untuk bekerja terus

apalagi diforsir akan mengakibatkan otak menjadi

kurang bisa berpikir. Untuk itu Istirahatkanlah kepala

kita barang sejenak.

Bathok’e ela-elo, maksudnya adalah dengan

berdzikir. Ela-elo disini dapat diartikan Laa Ilaaha

Ilalloh (para Wali khan biasa dengan pendekatan

bahasa seperti ini). Jadi beristirahatlah dengan dzikir

La Ilaha Ilalloh. Karena seperti kita tahu dengan

mengingat Allah, maka hati kita akan tenang dan

otomatis tubuh kitapun akan menjadi tenang.

Sirama menyang Solo, menjelaskan bahwa sirama

(mandilah atau dengan kata lain bersucilah), menyang

(menuju), Solo (Sholat). Dirikanlah Sholat, karena

sewaktu sholat secara otomatis kita mengendurkan

otot-otot yang ada ditubuh kita sehingga tidak

tegang.

Page 25: Modul Anak

 

 25

Oleh-oleh’e payung mutho menjelaskan bahwa

dengan melakukan dzikir dan sholat kita akan

mendapatkan oleh-oleh payung mutho (perlindungan dari

Alloh SWT). Jika Allah sudah melindungi, apalagi yang

perlu kita takutkan.

Pak jenthit lo lo lo bah, Nada pada bait ini langsung

naik dan terkesan mengagetkan, hal ini

melambangkan akan datangnya kematian yang tidak

bisa kita sangka kapan datangnya. Dia bisa datang

kapan saja dan dimana saja.

Wong mati ora obah, Saat kematian datang maka

kita sama sekali ora obah (tidak bisa berbuat apa-

apa). Sehingga saat kita hidup, kita harus senantiasa

bersiap dan waspada. Selalu mengumpulkan amal

kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati.

Yen obah medeni bocah, menjelaskan konon banyak

orang mati ingin minta dihidupkan kembali, tetapi

Allah tidak mengijinkan. Jika mayat hidup lagi maka

akan menakutkan dan dampak buruknya akan lebih

besar.

Yen urip golek dhuwit, Oleh karena itu selagi masih

banyak kesempatan pergunakanlah untuk golek dhuwit

(beramal sebanyak-banyaknya) karena satu-satunya

kesempatan beramal adalah saat ini, saat kita masih

hidup. Karena kalau sudah mati kita tidak akan bisa

berbuat apa-apa.

3. PAKET PERMAINAN III

Page 26: Modul Anak

 

 26

Paket permainan ini berisikan permainan “Jaranan dan

Endhog-Endhogan” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan

“Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul” dengan Satuan Acara

Permainan (SAP) sebagai berikut:

No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu

1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan

5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu

Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam

2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul”

Menciptakan perasaan senang & kebersamaan

Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi

10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama

Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama

3. Permainan “Jaranan dan Endhog-Endhogan”

Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi

Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia

Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon

40 menit Mengikuti permainan

Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung

4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam

Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu

Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi

5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri

Menumbuhkan semangat pada peserta

Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.

2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu

Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.

Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -

a. Permainan Jaranan

Cara bermain:

Permainan ini berbentuk kelompok yang tiap

kelompoknya terdiri atas 5 orang. Alat permainan

yang digunakan berupa tongkat warna-warni (simbol

jaranan) dan tali warna-warni.

Adapun cara permainannya sebagai berikut:

1. Dimainkan secara berkelompok

Page 27: Modul Anak

 

 27

2. Menggunakan Kuda-kudaan (dalam modul

ini mengibaratkan tongkat warna-warni

sebagai kuda-kudaan).

3. Menyanyi sambil menirukan gerakan jaran

seperti: gedruk, kencak, gidro-gidro, dan

nyabet.

Lirik tembang Jaranan:

Jaranan, jaranan, jaranne, jaran teji

Sing nunggang dara bei

Sing ngiring para mantri

Jreg-jreg nong Jreg-jreg gung

Srek-srek turun lurung

Gedebug krincing, gedebug krincing

Prok. prok, gedebug jedher

Pemaknaan:

Tari jaranan menggambarkan prajurit, dan

prajuritadalah gambaran manusia yang sedang

berjuang menempuh kehidupannya di jagad raya.

Jaranan juga diibaratkan sebagai kendaraan manusia

untuk mencapai tujuan. Mengapa kuda (Jaran), hal ini

sangat besar pengaruhnya dengan kondisi waktu itu,

bahwa kendaraan sehari-hari yang biasa digunakan

oleh manusia adalah kuda. Mengapa kuda, bukan

kerbau atau lembu, beberapa pendapat menyatakan

bahwa kuda adalah lambang keperkasaan, lambang

kekuatan dan lambang kesetiaan.

Page 28: Modul Anak

 

 28

Gidro-gidro ini digambarkan dalam gerakan kaki

gedrugan, dalam koreografi jaranan berkesan seperti

gerakan penyela atau isen-isen (pengisian) sebagai

peristirahatan. Gidro-gidro adalah gerakan kaki

kanan gedrug ke belakang kaki kiri, posisi tubuh akan

meninggi dengan cara mengurangi tekukan kedua

lutut, tenaga untuk melakukan gerakan dikurangi,

sehingga nampak santai atau agak lunak.

Gedrug sebagai perlambang adanya kehidupan di

bumi, manusia hidup dengan menapakkan telapak

kakinya ke tanah (bumi), manusia tersebut sudah

mengenal adanya kehidupan di dunia, dalam

peristiwa kelahiran anak dikenal dengan mudun

leman (turun tanah), artinya insane Tuhan tersebut

sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan, ia atelah

mengenal lingkungannya, ia mencoba untuk menyapa

lingkungannya.

Kencak adalah gerakan kaki yang bergerak

kesamping kanan dengan posisi telapak membentuk

persilangan dengan arah gerak kesamping

kanan.Cara melakukan gerakan adalah mengangkat

telapak kaki dan bergeser kearah kanan, didahului

dengan kaki kiri.Gerakan kencak ini mirip dengan

gerakan kuda yang bergeser ke kanan.

Nyabet dikenal pula sebagai gerak sabetan atau

mbesut, sebagai gambaran menghalau zat yang

negative.Gerakan ini dilakukan dengan cara

Page 29: Modul Anak

 

 29

junjungan (mengakat) kaki kanan tendangan,

junjungan kaki kiri tendangan, kemudian langkah ke

depan mapan tanjak kanan dilanjutkan gerakan

berikutnya.

b. Permainan Endhog-Endhog’an

Kata “endhog” berasal dari bahasa Jawa.

Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah telur.

Kata tersebut jika diulang menjadi endhog-endhogan,

bisa berarti menyerupai telur. Begitu pula dalam

permainan anak Jawa yang disebut dolanan endhog-

endhogan ini bisa berarti suatu permainan yang

memakai media alat berupa batu, dan seolah-olah

menganggap batu tersebut diupamakan seperti telur.

Jadi, dalam permainan tersebut, batu diandaikan

sebagai telur. Maka untuk menamai permainan

tersebut, anak-anak Jawa menyebutkannya dolanan

endhog-endhogan.

Cara bermain:

Permainan endhog-endhogan minimal

dimainkan oleh 3 anak, dan lebih ideal jika dimainkan

antara 4—8 anak. Jika dimainkan 2 anak tidak ramai,

permainan tidak akan berkembang baik, sementara

jika dimainkan lebih dari 8 anak, akan membuat

kasihan anak yang “dadi”.

Permainan “endhog-endhogan” biasa dimainkan

di tanah yang cukup lapang, seperti halaman kebun

(belakang rumah), plataran (halaman depan rumah),

Page 30: Modul Anak

 

 30

atau lapangan. Namun, yang terpenting tempat

bermain halamannya rata, rindang, dan penuh

pepohonan. Fungsi rindang dan penuh pepohonan

untuk menyembunyikan batu-batu. Permainan ini

membutuhkan pencahayaan yang terang, makanya

biasanya dimainkan pada waktu pagi, siang, atau sore

hari. Sangat jarang dimainkan pada malam hari, untuk

menghindari bahaya dari gigitan ular, sengatan

kalajengking, dan binatang berbisa lainnya. Bisa juga

jika anak-anak sedang beristirahat sekolah, biasanya

dimainkan di halaman sekolah.

Permainan ini pun juga hanya membutuhkan

alat bantu, yaitu batu. Jika terpaksa tidak ada, bisa

digantikan pecahan batu bata atau sejenisnya, sebesar

telur. Jumlah batu sesuai kesepakatan anak-anak yang

hendak bermain. Semakin banyak pemain, jumlah batu

untuk setiap anak semakin sedikit. Misalkan, ada 4

pemain, idealnya setiap anak mencari 4 batu. Jika ada 8

anak, sebaiknya setiap anak mencari 2 batu. Tetapi

kesepakatan itu dikembalikan kepada anak-anak yang

hendak bermain.

Seperti permainan tradisional yang lain, dalam

permainan ini pun biasanya juga dilengkapi dengan

peraturan secara lisan dalam bermain.

Peraturan-peraturan itu, misalnya:

Page 31: Modul Anak

 

 31

1) setiap anak harus mencari jumlah batu (dengan

besaran hampir sama dengan telur) sesuai dengan

ketentuan yang disepakati;

2) anak yang tersentuh oleh pemain “dadi” di dalam

lingkaran akan menggantikan pemain “dadi”;

3) batu-batu yang disembunyikan oleh pemain mentas

tidak boleh keluar dari area yang ditentukan;

4) pemain mentas yang batunya ditemukan pertama

kali menjadi pemain “dadi” berikutnya, dengan

catatan, semua batu bisa ditemukan oleh pemain

“dadi”; jika pemain “dadi” menyerah mencari batu-

batu yang disembunyikan, berarti ia menjadi pemain

“dadi” lagi dalam permainan berikutnya.

Demikian tadi beberapa peraturan lisan dalam

permainan “endhog-endhogan”.

Pemaknaan:

Permainan ini melatih kejujuran, ketelitian dan

kejelian pemain untuk menyembunyikan dan mencari

batu yang disembuniykan.

c. Lagu Lir-Ilir

Lirik:

Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir

Tak ijo royo-royo taksengguh temanten anyar

Cah angon cah angon penek’no blimbing kuwi

Lunyu-lunyu ya penek’no kanggo mbasuh dodotira

Dodotira dodotira kumitir bedhah ing pinggir

Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore

Page 32: Modul Anak

 

 32

Mumpung padhang rembulane

Mumpung jembar kalangane

Ya surak’a surak horee

Pemaknaan:

1) Makna pertama

Lir-ilir, Lir-ilir

(Bangunlah, bangunlah)

Tandure wus sumilir

(Tanaman sudah bersemi)

Tak ijo royo-royo

(Demikian menghijau)

Tak sengguh temanten anyar

(Bagaikan pengantinbaru)

Sebagai umat beragama kita diminta

bangun.Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat

malas untuk lebih mempertebal keimanan yang

telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang

dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi

dan menghijau.Terserah kepada kita, mau tetap

tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati

atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan

tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan

kebahagiaan seperti pengantin baru.

2) Makna kedua

Cah angon, cah angon

(Anak gembala, anak gembala)

Penek’no Blimbing kuwi

Page 33: Modul Anak

 

 33

(Panjatlah pohon belimbing itu)

Lunyu-lunyu penek’no

(Meskipun licin dan susah tetaplahkau panjat)

Kanggo mbasuh dodotiro

(untuk membasuh pakaianmu)

Disini manusia diibaratkan seperti anak gembala.

Manusia telah diberikan sesuatu untuk

digembalakan yaitu hati.Bisakah manusia

menggembalakan hatinya dari dorongan hawa

nafsu yang demikian kuatnya. Anak gembala

diminta memanjat pohon belimbing yang pada

umumnya buah belimbing bergerigi lima. Buah

belimbing disini menggambarkan lima rukun Islam.

Jadi meskipun licin, meskipun susah kita harus

tetapmemanjat pohon belimbing tersebut dalam arti

sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan

Rukun Islam apapun halangan dan resikonya.

Gunanya adalah untuk mencuci pakaian manusia

yaitu pakaian taqwa.

3) Makna ketiga

Dodotiro, dodotiro

(Pakaianmu, pakaianmu)

Kumitir bedah ing pinggir

(Terkoyak-koyak dibagian samping)

Dondomono, Jlumatono

(Jahitlah, Benahilah)

Kanggo sebo mengko sore

Page 34: Modul Anak

 

 34

(Untuk menghadap nanti sore)

Pakaian taqwa sebagai manusia biasa pastiterkoyak

dan berlubang di sana sini, untuk itu manusia

diminta untuk selalu memperbaiki dan

membenahinya agar kelak siap ketika dipanggil

menghadap kehadirat Allah SWT.

4) Makna keempat

Mumpung padhang rembulane

(Mumpung bulan bersinar terang)

Mumpung jembar kalangane

(Mumpung banyak waktu luang)

Yo surako surak Hore

(Bersoraklah dengan sorakan Hore)

Manusia diharapkan melakukan hal-hal diatas (poin

makna pertama-ketiga).Ketika manusia masih sehat

(dilambangkan dengan terangnya bulan) dan masih

mempunyai banyak waktu luang dan jika ada yang

mengingatkan maka dengarkanlah nasehatnya.

d. Lagu Gundul-Gundul Pacul

Lirik:

Gundul gundul pacul cul gelelengan

Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan

Wakul ngglimpang segane dadi dak rattan

Wakul ngglimpang segane dadi sak rattan

Pemaknaan:

Gundul adalah kepala botak tanpa rambut. Kepala

adalah lambang kehormatan serta kemuliaan

Page 35: Modul Anak

 

 35

seseorang. Rambut adalah mahkota lambang

keindahan kepala. Jadi 'gundul' dapat diibaratkan

seperti kehormatan tanpa mahkota.

Pacul adalah cangkul petani yang terbuat dari

lempeng besi segi empat. Jadi pacul adalah lambang

golongan rendah, kebanyakan petani.

Gundul pacul artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa cangkul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya atau orang banyak. Orang Jawa mengatakan pacul adalah “Papat Kang Ucul” atau dalam bahasa Indonesia berarti “4 yang lepas”. Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, telinga, hidung, dan mulutnya.

Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.

Telingadigunakan untuk mendengar nasehat. Hidung digunakan untuk mencium

wewangian kebaikan. Mulut digunakan untuk berkata adil. Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah

kehormatan seseorang. Gembelengan artinya besar kepala, sombong, dan

bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah

kehilangan 4 indera (mata, telinga, hidung, dan mulut)

mengakibatkan seseorang bersikap gembelengan atau

sombong.

Page 36: Modul Anak

 

 36

Nyunggi wakul diibaratkan seperti menjunjung

amanah rakyat, sehingga apabila kita bersikap

sombong dalam menjalankan amanah maka akhirnya

Wakul Nglimpang (amanah jatuh tidak bisa

dipertahankan).

Segane Dadi Sak Latar yang berarti berantakan sia-sia

dan menjadi tidak bermanfaat.

4. PAKET PERMAINAN IV

Paket permainan ini berisikan permainan “Dingklik

Ongklak-Angklik” diikuti menyanyi dan menari lagu dolanan

“Menthok-Menthok dan Kidang Talun” dengan Satuan Acara

Permainan (SAP) sebagai berikut:

No. Kegiatan Tujuan Durasi Keterangan Peserta Pemandu

1. Nafas dalam Relaksasi fisik dan mental Pemanasan

5 menit Melakuan pernafasan dalam mengikuti pemandu

Memandu dan menginstruksikan peserta untuk pernapasan dalam

2. Tepuk tangan berirama dan menyanyikan lagu-lagu dolanan “Menthok-Menthok dan Kidang Talun”

Menciptakan perasaan senang & kebersamaan

Menciptakan rasa nyaman & meningkatkan energi

10 menit Mengikuti aba-aba pemandu dalam menyanyikan lagu dolanan diikuti bertepuk tangan berirama

Memberikan instruksi untuk bertepuk tangan sambil menyanyikan lagu bersama-sama

3. Permainan “Dingklik Ongklak-Angklik”

Memberikan rasa gembira, mengurangi kesepian, dapat melepaskan kebebasan dan ekspresi

Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan sesama lansia

Meningkatkan pengetahuan dan kerja otak dalam merespon

40 menit Mengikuti permainan

Menjelaskan alur permainan, memberikan instruksi, memantau serta memimbing selama permainan berlangsung

4. Penutupan dengan melakukan nafas dalam

Relaksasi dan pendinginan 3 menit Melakukan pernafasan dalam dan gerakan relaksasi sesuai instruksi pemandu

Memberikan instruksi untuk pernapasan dalam dan gerakan relaksasi

5. Memberikan pujian Meningkatkan penghargaan dan kepercayaan diri

Menumbuhkan semangat pada peserta

Mensugesti anak agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas, trampil dan sehat.

2 menit Mendengarkan pujian dan motivasi yang telah diberikan pemandu

Memberikan pujian dan menginstruksikan kepada peserta untuk meneriakkan kata-kata positif seperti: “anak indonesia yang sehat, pandai, terampil dan gembira”.

Total: 60 menit Alat permainan yang digunakan: -

Page 37: Modul Anak

 

 37

a. Permainan Dingklik Ongklak-Angklik

Salah satu jenis permainan tradisional anak-anak

yang cara memainkannya meniru dhingklik tugel atau

tempat duduk patah, sehingga keadaannya tidak

stabil dan mudah goyah (ongklak-angklik).

Permainan ini dimainkan oleh 3, 4, atau 5 anak dalam

satu kelompok, yang sebaiknya seusia, sama besar,

dan sama tinggi, agar dapat menjaga keseimbangan

suatu bentuk dingklik ongklak-angklik.

Cara bermain:

Permainan ini dilakukan secara bertahap. Tahap

pertama, semua pemain berdiri berhadap-hadapan

dengan tangan saling bergandengan. Misalkan pemain

tersebut adalah H, A, R, dan I.

Tahap kedua, H dan A menerobos (mblobos)

dibawah R dan I, sehingga para pemain

berdiribdengan saling bertolak belakang dan tangan

tetap bergandengan.

Tahap ketiga, setiap peserta mengangkat salah

satu kakinya ke arah dalam lingkaran, kemudian

masing-masing kaki saling dikaitkan untuk

membentuk suatu posisi yang kokoh sehingga tidak

akan mudah jatuh.

Tahap terakhir, tangan yang saling

bergandengan dilepaskan, lalu kedua tangan

bertepuk tangan. Para pemain melonjak-lonjak

sambil bertepuk tangan dan menyanyi. Para pemain

Page 38: Modul Anak

 

 38

saling menjaga keseimbangan agar tidak jatuh, kalau

jatuh permainan dimulai dari awal lagi.

Lirik tembang Dingklik Ongklak-Angklik :

Pasang dingklik ongklak-angklik

Yen keceklik adang gogik

Yu yu mbakyu mangga dhateng pasar blanja,

Leh olehe napa, Jenang jagung

enthok-enthok jenang jagung

enthok-enthok jenang jagung

enthok-enthok jenang jagung

Ilustrasi permainan Dingklik Ongklak-Angklik:

Ket: para pemain saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil mengangkat salah satu kaki dan mengunci dibelakang badan mereka dan meloncat-loncat sambil menyanyi dan bertepuk tangan.

Pemaknaan:

Permainan ini melatih koordinasi badan antar pemain

satu dengan lainnya. Selain itu permainan ini

meningkatkan kerjasama anta pemain untuk saling

menjaga keseimbangan badan pemain agar tidak

jatuh.

Page 39: Modul Anak

 

 39

b. Lagu Menthok-Menthok

Lirik:

Menthok, menthok tak kandhani

Mung lakumu angisin isini

Mbok ya aja ngetok ana kandhang wae

Enak enak ngorok ora nyambut gawe

Menthok, menthok mung lakumu

Megal megol gawe guyu

Pemaknaan:

Makna dari lagu tersebut adalah menggambarkan

binatang menthok yang mempunyai sifat pemalas,

seperti yang digambarkan pada lirik lagu:

“Mbok ya aja ndheprok, ana kandhang wae”

(Jangan hanya diam dan duduk, di kandang saja)

“Enak-enak ngorok, ora nyambut gawe”

(Enak-enak mendengkur, tidak bekerja)

Namun dibalik sikapnya yang pemalas, menthok

masih punya kemampuan untuk membuat anak lain

tertawa. Nilai yang terdapat pada lirik lagu tersebut

adalah mengajarkan kepada setiap orang untuk tidak

malas dan bekerja keras dalam melakukan berbagai

macam aktifitas.Selain itu, terdapat nilai pendidikan

yaitu percaya diri.Percaya diri bahwa setiap orang itu

memiliki kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Jadi,

setiap anak itu harus bangga dan tidak boleh

menganggap dirinya rendah jika dibandingkan

dengan anak lain.  

Page 40: Modul Anak

 

 40

c. Lagu Kidang Talun

Lirik:

Lirik 1:

Kidang talun mangan kacang talun Mil ketemil … mil ketemil… Si kidang mangan lembayung

Tikus siji duwe anak siji Cicit cuwit … cicit cuwit…

Si tikus mangani pari Gajah belang seko tanah sebrang Si gajah kecemplung blumbang

Lirik 2:

Kidang...talung duwe anak.... talung

mil ketemil .... mil ketemil si kidang mangan lembayung

** Tikus.... buntung

duwe anak.... buntung cit...cit...cit...cit....cit....cit

Si tikus sobo neng wuwung ***

Gajah...belang duwe anak....belang

nuk reng gunuk.... nuk reng gunuk Gedene meh podo gunung Kembali ke ( ** ) 2x / ***

Pemaknaan:

Maknanya bahwa binatang itu ada berbagai macam

jenisnya dan masing-masing memiliki keunikan,

perilaku, dan ciri khas sendiri-sendiri. Misalnya kidang

talung ciri khasnya punya talung (tanduk), tikus sobone

nang wuwung maksudnya tikus hidup di gorong-gorong,

Page 41: Modul Anak

 

 41

dan gajah gedhene meh podho gunung maksudnya gajah

merupakan binatang yang memiliki badan besar.

Page 42: Modul Anak

 

 42

DAFTAR PUSTAKA

Adikusumo, 1999, Penatalaksanaan Stres. Cermin Dunia Kedokteran, No. 23 Tahun 1999, p. 23-28

Berk, L. & Tan, S. (1996) The Laughter-Immune Connection.

American Association of Therapeutic Humor[Internet]. Diakses dari: <http://www.hospitalclown.com/Past%20Issues/Final%20PDFs/Vol%202-2Berk.pdf> [Diakses pada tanggal 2 Februari 2012].

Boone, T., Hansen, S., Erlandson, A. (2000) Cardivascular

Responses to Laughter: A Pilot Project. Nursing Research [Internet]. Diakses dari: <http://pdn.sciencedirect.com/science.pdf> [Diakses pada tanggal 23 Januari 2012].

Filippelli, M. et al. (2001) Respiratory dynamics during

laughter.The American Physiological Society. Diakses dari: <http://jap.physiology.org/content/90/4/1441.full.pdf> [Diakses pada tanggal 22 Februari 2012].

Galla, A. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in

HeritageConservation.Brisbane: Hall and jones Advertising Hartoto, J., 1995, Pendidikan Rekreasi, FPOK IKIP, Yogyakarta. John Santrock.2006.Life Span Development.Jakarta:Penerbit

Erlangga. Karmadi, Agus Dono. 2007. Budaya Lokal Sebagai Warisan

Budaya Dan Upaya Pelestariannya.Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas

Page 43: Modul Anak

 

 43

Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang 8 - 9 Mei 2007.

Kataria, M. (2009) Laugh For No Reason. PT Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta. Martin,R.A. (2007) The Psychology of Humour: An Integrative

Approach. San Fransisco:Elsevier. Diakses dari: <http://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=ieAcp2Z_zkIC&oi=fnd&pg=PP2&dq=The+Psychology+of+Humor:+An+Integrative+Approach.&ots=cvdHUqy8YQ&sig=jL08uUgz__tytdo0OY5AZBo5JPA&redir_esc=y#v=onepage&q=The%20Psychology%20of%20Humor%3A%20An%20Integrative%20Approach.&f=false> [Diakses pada tanggal 5 Januari 2012].

Miller, M., Mangano, C., Park, Y., Goel, R., Plotnick, G.D., Vogel,

R.A. (2006) Impact of cinematic viewing on endothelial function. Heart [Internet]. Diakses dari: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1860773/pdf/261.pdf> [Diakses pada tanggal 31 Januari 2012].

Mora,R. & Ripoll (2011) Potential health benefits of simulated

laughter: A narrative review of the literature and recommendations for future research. Complementary Therapies in Medicine 19, 170—177.[Internet]. Diakses dari: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21641524> [Diakses pada tanggal 5 Januari 2012].

Muhammad, A. (2011) Tertawalah Biar Sehat. Yogyakarta: Diva

Press. Pamungkas, Joko. 2011. Program Pembelajaran di TK Perspektif

Budaya Lokal. Makalah disampaikan pada seminar guru – guru TK se Kabupaten Bantul penyelenggara DPC GOPTKI 27 Desember 2011.

Page 44: Modul Anak

 

 44

Sakuragi, S., Sugiyama, Y., Takeuchi, K. (2002) Effects of Laughing and Weeping on Mood ad Heart Rate Variability. Journal of Physiological Anthropology and Applied Human Science [Internet]. Diakses dari: <http://www.jstage.jst.go.jp/article/jpa/21/3/159/_pdf> [Diakses pada tanggal 30 Januari 2012].

Soetarno, 2004, Ragam Budaya Indonesia, Direktorat Pembinaan

Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi-Dirjen Dikti-Depdiknas, Jakarta.

Szabo, A. (2003) Acute Psychological Benefits Of Excercise

Performed At Self-Selected Workloads: Implications For Theory and Practice. Journal of Sports Science and Medicine [Internet]. Diakses dari: <http://www.jssm.org/vol2/n3/2/v2n3-2pdf.pdf> [Diakses pada tanggal 2 Februari 2012].

Cahyono, Nuri. 2009. Permainan Tradisional ”Berteknologi

Namun Tapi Berbudaya” di akses dari blog http://permata-nusantara.blogspot.com/[Diakses pada tanggal 2 Febuari 2013]