modul 3 rev-program penyediaan air minum dan sanitasi untuk pdam-pemda

20
Collaborative Knowledge Network Indonesia SUB MODUL 2 Program SPAM dan Sanitasi 2! ISU"ISU S#$A#%&IS ' P%$MASALA(AN AI$ MINUM Beberapa isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015, sebagai berikut: ! Da)a D*k*ng Lingk*ngan Semakin #erbebani ole+ Pert*mb*+an Pend*d*k dan Urbanisasi ada tahun 2015, !umlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 2"5,# !uta !i$a, yang semuanya berhak mendapatkan akses air minum% ada tahun 2015, !umlah penduduk perkotaan men!adi lebih besar dibandingkan dengan perdesaan dengan perbandingan 5&' : "#'% ergeseran ini mengindikasikan semakin meningkatnya kebutuhan akan air minum per kapita, karena konsumsi air masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat perdesaan% ertumbuhan penduduk terutama di perkotaan lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana penyediaan air minum yang ada% (ementara itu penduduk di pulau )a$a akan meningkat dengan cepat, sementara ketersediaan airnya sangat terbatas% enggundulan hutan telah tidak terkendali sehingga semakin mengganggu ketersediaan air baku% (edangkan sumber air baku terutama air permukaan mengalami pencemaran yang semakin meningkat akibat limbah domestik, industri dan pertanian% (ehingga ketersediaan air baku semakin tidak bisa di!amin, baik kuantitas dan kualitas% *ir baku di sebagian besar $ilayah Indonesia sebenarnya tersedia dengan cukup, tetapi terancam keberadaannya akibat pengelolaan yang buruk, baik oleh pencemaran maupun kerusakan alam yang menyebabkan terhambatnya konser+asi air% Di sebagian $ilayah Indonesia seperti alimantan dan sebagian (umatera air baku sulit diperoleh karena kondisi alamnya sehingga masyarakat harus mengandalkan air hu!an atau air permukaan yang tidak sehat% *kibat kerusakan alam, semakin banyak $ilayah yang ra$an bencana air, kekeringan di musim kemarau dan keban!iran di musim hu!an% 2 Inter,retasi UU no - ta+*n 2../ #idak Mendorong Pengembangan dan Ker0asama Antar Daera+ Dalam Pen)ediaan Air Min*m -- .o #/200" tentang (umber Daya *ir telah mengamanatkan dibentuknya De$an *ir untuk mana!emen air secara terpadu dan Badan engatur untuk mengurusi air minum% etapi hingga saat ini lembaga lembaga tersebut belum terbentuk% 1 Sub module 2: Program SPAM dan Sanitasi Akibat pengelolaan yang buruk, air baku di sebagian besar wilayah Indonesia terancam keberadaannya

Upload: enikwahyuniati

Post on 04-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

program Penyediaan Air Minum dan snaitasi PDAM

TRANSCRIPT

MODUL 3

SUB MODUL 2Program SPAM dan Sanitasi

2.1 ISU-ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR MINUM

Beberapa isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015, sebagai berikut:

1.Daya Dukung Lingkungan Semakin Terbebani oleh Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 245,7 juta jiwa, yang semuanya berhak mendapatkan akses air minum. Pada tahun 2015, jumlah penduduk perkotaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perdesaan dengan perbandingan 53% : 47%. Pergeseran ini mengindikasikan semakin meningkatnya kebutuhan akan air minum per kapita, karena konsumsi air masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat perdesaan. Pertumbuhan penduduk terutama di perkotaan lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana penyediaan air minum yang ada. Sementara itu penduduk di pulau Jawa akan meningkat dengan cepat, sementara ketersediaan airnya sangat terbatas. Penggundulan hutan telah tidak terkendali sehingga semakin mengganggu ketersediaan air baku. Sedangkan sumber air baku terutama air permukaan mengalami pencemaran yang semakin meningkat akibat limbah domestik, industri dan pertanian. Sehingga ketersediaan air baku semakin tidak bisa dijamin, baik kuantitas dan kualitas. Air baku di sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya tersedia dengan cukup, tetapi terancam keberadaannya akibat pengelolaan yang buruk, baik oleh pencemaran maupun kerusakan alam yang menyebabkan terhambatnya konservasi air. Di sebagian wilayah Indonesia seperti Kalimantan dan sebagian Sumatera air baku sulit diperoleh karena kondisi alamnya sehingga masyarakat harus mengandalkan air hujan atau air permukaan yang tidak sehat. Akibat kerusakan alam, semakin banyak wilayah yang rawan bencana air, kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan.2.Interpretasi UU no 7 tahun 2004 Tidak Mendorong Pengembangan dan Kerjasama Antar Daerah Dalam Penyediaan Air MinumUU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air telah mengamanatkan dibentuknya Dewan Air untuk manajemen air secara terpadu dan Badan Pengatur untuk mengurusi air minum. Tetapi hingga saat ini lembaga-lembaga tersebut belum terbentuk. Dengan otonomi daerah, kewenangan penyediaan air adalah pada pemerintah daerah. Tetapi kebanyakan pemerintah daerah belum memandang air sebagai persoalan prioritas. Pemekaran wilayah yang berdampak pada pemekaran PDAM, sehingga terbentuk PDAM berukuran kecil dan cenderung tidak efisien, ditambah lagi permasalahan sumber air baku terletak diluar batas administrasi pengelola PDAM, sehingga menjadi kendala untuk peningkatan pelayanan.3.Kebijakan Yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin Masih Belum Berkembang Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No 7 tahun 2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya prosentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas. Walaupun sudah terdapat program program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah.4.PDAM Tidak Dikelola Dengan Prinsip KepengusahaanAir minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat ini baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada umumnya PDAM secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi air yang rendah (14 m3/bulan/RT). Biaya produksi tergantung dari sumber air baku yang digunakan oleh PDAM. Namun secara umum biaya produksi untuk sernua jenis air baku ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang menggunakan mata air sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 787/m3, sedangkan tarif rata-rata Rp 61 8/m3. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam dan sungai sekaligus, biaya produksi rata rata Rp 1.188/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.112/m3. Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 1.665/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.175/m3. PDAM belum mandiri karena campur tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan, cukup membebani PDAM. Sumber daya manusia pengelola PDAM umumnya kurang profesional sehingga menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit kas, dan tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih mempunyai hutang jangka panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan. Banyak PDAM yang mengabaikan pelayanan dan kepentingan pelanggan, keluhan pelanggan sering tidak ditanggapi dengan baik oleh PDAM, pelanggan merasa tidak berdaya. Hal ini menandakan kedudukan antara konsumen dan produsen tidak setara. Walaupun di beberapa PDAM sudah terbentuk forum pelanggan/konsumen, namun perannya belum maksimal, belum dianggap mitra kerja PDAM yang potensial. Pengawasan/akuntabititas terhadap pengelolaan penyedia air minum masih lemah, belum ada sanksi untuk penyelenggara air minum yang tidak memberikan pelayanan sesuai dengan syarat yang ditentukan. Badan pengawas masih lemah/kurang berfungsi. Berdasarkan uraian diatas, dari 300 lebih PDAM yang ada di Indonesia, sebagian besar mengalami kendala dalam memberikan pelayanan yang baik akibat berbagai persoalan, baik aspek teknis (air baku, unit pengolah dan jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, dan lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan PDAM, utang, sulitnya menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan, tarif tidak full cost recovery, dan lain lain).

5.Kualitas Air Belum Memenuhi Syarat Air Minum Kualitas yang diterima pelanggan dari PDAM masih berkualitas air bersih, belum memenuhi syarat kualitas air minum. Padahal di dalam peraturan sudah diisyaratkan bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang bisa dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu. Masyarakat tidak memahami akan hak-haknya untuk memperoleh air yang sesuai dengan persyaratan air minum yang ada, sehingga masyarakat sering menerima saja apa yang diterima dari penyedia air minum. Sedangkan PDAM tidak pernah menginformasikan kualitas air minum yang mereka sediakan kepada masyarakat. Apabila masyarakat bisa memperoleh air dengan kualitas air minum, diperkirakan angka penyakit yang ditularkan atau yang berhubungan dengan air akan bisa berkurang 80%.6. Keterbatasan Pembiayaan Mengakibatkan Rendahnya Investasi Dalam Penyediaan Air Minum Sampai tahun 1996 masih terdapat investasi yang cukup berarti dalam penyediaan air minum, yang meliputi hibah pemerintah (pusat dan daerah), dan pinjaman dalam dan luar negeri. Sejak itu kemampuan pemerintah semakin terbatas dalam membiayai investasi sarana penyediaan air minum, termasuk pula pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri. Investasi dalam bidang air minum sangat tergantung dari pinjaman dari dalam negeri dan terutama dari luar negeri. Sementara sumber sumber keuangan untuk investasi melalui pinjaman semakin terbatas, dan akan semakin terhambat oleh hutang PDAM, apabila tidak terdapat penyelesaian yang mernuaskan. Apabila untuk sektor perumahan terdapat pembiayaan yang murah untuk pembangunannya, bahkan dimasa yang lalu pernah didanai melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia, sektor air minum yang merupakan hajat hidup orang banyak tidak terdapat sumber dana murah yang bisa diakses oleh PDAM. Sumber pembiayaan sampai saat ini masih mengandalkan pinjaman dan hibah yang semakin terbatas jumlahnya, dan belum berkembang sumber pendanaan alternatif seperti obligasi. Dilain pihak terdapat Pemerintah Kota/Kabupaten yang mempunyai pendapatan yang tinggi dari PAD atau Bagi Hasil (PPn, PPh, dan PBB), namun kurang mempunyai perhatian terhadap pengembangan sektor air minum.7.Kelembagaan Pengelolaan Air Minum Yang Ada Sudah Tidak Memadai Lagi Dengan Perkembangan Saat Ini Fungsi PDAM sampai saat ini sebagai operator penyedia air minum dan sekaligus sebagai pengatur kebijakan air minum di daerah. Disamping itu terdapat ambiguitas misi PDAM, karena ketidakjelasan antara misi sosial dan misi komersial. Sementara itu dalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) telah mengamanatkan pembentukan badan pengatur yang bertujuan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum dan sanitasi, yang sampai saat ini belum terbentuk. Didalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) diamanatkan bahwa penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum diatur datam Peraturan Pemerintah, saat ini sedang dalam penyusunan. Dari lebih 300 PDAM yang ada, hanya sebagian kecil (3%) yang mempunyai pelanggan diatas 100.000 sebagian besar (49%) PDAM berukuran kecil dengan pelanggan dibawah 10.000 sehingga skala ekonominya kurang atau tidak menguntungkan.8.Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Penyediaan Air Minum Kurang Berkembang Belum terdapat kesamaan persepsi dan kesepakatan tentang keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum, dikalangan pemerintah Kota/Kabupaten. Akibatnya pengelola penyediaan air minum dan atau pemerintah daerah belum siap dalam bermitra dengan swasta. Belum terdapat aturan yang cukup mantap dan komprehensip bagi kemitraan pemerintah swasta dalam penyediaan air minum. Proses penyediaan ijin kepada swasta yang berminat jadi penyedia air minum belurn optimal. Sehingga swasta merasa investasi tidak aman dan tidak terjamin pengembaliannya. Belum terdapat skema pembiayaan yang mendukung keterlibatan swasta datam penyediaan air minum. Umumnya swasta mendapat pembiayaan dari bank dengan bunga komersial, sehingga biaya keuangan yang tinggi mengakibatkan tarif yang tinggi dan membebani petanggan. Ketentuan pengaturan tarif air minum yang saat ini berlaku, harus mendapat persetujuan oleh DPRD. Ketentuan ini mengakibatkan swasta merasa kepentingannya kurang terlindungi.

9.Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat Dalam Penyediaan Air Minum Kurang BerkembangPeran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penyediaan air minum masih terbatas. Kelembagaan masyarakat yang terlibat dan berkecimpung dalam penyediaan air minum tidak berkembang.10.Pemahaman Masyarakat Tentang Air Minum Tidak Mendukung Pengembangan Air MinumSebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal-hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial. Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip pertindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Belum ada kesepahaman dari semua stakeholders termasuk stakeholders di daerah dan masyarakat, tentang tujuan dan target target MDG, khususnya di bidang air minum, serta peran strategis pencapaian target MDG tersebut bagi kemajuan pembangunan air minum di Indonesia. Keterlibatan perempuan sebagai pengguna utama dan pengelota air minum dalam skala rumah tangga, pada setiap tahapan pengembangan penyediaan air minum masih sangat kurang. Ditingkat pemerintah pusat telah cukup banyak NSPM tentang penyediaan air minum masih yang dihasilkan, namun kurang dan tidak tersebar luas pada tingkat pemerintah daerah maupun masyarakat.

Source: (DR. M.P. Tumanggor, Ketua Umum Apkasi, digilib-ampl.net)

2.2 KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK PDAM

Pemerintah telah memberikan insentif berupa penghapusan hutang bunga dan denda hutang PDAM senilai Rp. 3.15 triliun yang akan diberlakukan secara efektif mulai Desember 2008. Penyelesaian Piutang Negara pada PDAM tersebut bertujuan untuk mengurangi beban keuangan PDAM, memperbaiki manajemen PDAM dan membantu PDAM untuk mendapatkan sumber pembiayaan untuk keperluan investasi. Mekanisme penghapusan hutang tersebut dilakukan melalui mekanisme debt swap to investment yaitu penghapusan hutang yang dilakukan dengan mekanisme pertukaran sebagian tunggakan non-pokok dengan kegiatan/proyek investasi yang dibiayai dari dana PDAM dan/atau APBD. Kebijakan penghapusan sebagian utang PDAM oleh Pemerintah perlu kita berikan apresiasi mengingat hutang PDAM selama ini selalu menjadi beban bagi PDAM dalam memberikan pelayanan penyediaan air bersih kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari penyelesaian piutang negara tersebut, PDAM diwajibkan memenuhi pra kondisi dengan ketentuan: 1. Menetapkan tarif lebih besar dari biaya dasar;

2. Pengangkatan direksi dilakukan melalui fit and proper test oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan;3. Membuat business plan untuk periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 yang disusun oleh PDAM dan disahkan oleh Kepala Daerah.

Selain ketiga hal tersebut, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menargetkan hingga tahun 2011 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) harus dapat menambah 10 juta sambungan baru yang bisa melayani 50 juta jiwa. Dengan demikian utang non-pokok PDAM berupa bunga dan denda akan dipakai sebagai modal awal dalam penyertaan modal negara (debt swap to equity) untuk menambah 10 juta sambungan baru tersebut.

Instruksi Wakil Presiden tersebut sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh PBB dalam upaya mengurangi kemiskinan dengan cara menetapkan target-target tertentu yang harus dicapai sampai tahun 2015 termasuk melalui pemberian akses pada sarana air minum dan sanitasi yang sehat sebesar 80% untuk penduduk perkotaan dan 60% untuk penduduk perdesaan.Untuk mencapai target tersebut dibutuhkan komitmen bersama antar seluruh stakeholder yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Pihak Swasta dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan penyediaan air minum dan kendala-kendala yang dihadapi PDAM pada umumnya.

Permasalahan Umum yang dihadapi PDAMSecara umum permasalahan penyediaan air bersih oleh PDAM di daerah terkait dengan kondisi sarana untuk pengembangan sistem penyediaan air minum yang membutuhkan biaya investasi cukup besar. Nilai investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan program 10 juta sambungan baru diperlukan dana sekitar Rp. 85 Triliyun. Sementara kemampuan APBN dan APBD selama ini belum mencapai besaran tersebut. Sedangkan untuk pembiayaan dengan pinjaman terutama dari luar negeri sulit untuk dilakukan mengingat pengalaman selama ini banyak PDAM yang tidak mampu membayar hutangnya.

Masalah lainnya adalah tarif PDAM yang kebanyakan lebih rendah dari biaya produksi yang komponen biayanya selalu meningkat. Dengan kondisi tarif seperti ini PDAM akan sulit untuk meningkatkan kinerja pelayananya termasuk memperluas cakupan layanannya.

Memang bagi Kepala Daerah, menaikan tarif PDAM merupakan kebijakan yang tidak populer karena akan selalu mendapat protes. Apalagi jika masalah penyesuaian tarif dicampuri aspek politik yang lebih kental, walaupun dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.16 tahun 2005 diatur penetapan tarif merupakan kewenangan bupati dan walikota.

Pihak yang merasa keberatan dengan adanya penyesuaian tarif PDAM beranggapan bahwa penyediaan air bersih bukan semata-mata untuk meningkatkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melainkan harus dipandang sebagai hak dasar warga negara yang harus dipenuhi. Pandangan seperti ini tentunya tidak dapat diterjemahkan bahwa penyesuaian tarif PDAM secara wajar adalah menyengsarakan rakkyat. Justru dengan penyesuaian tarif yang diimbangi dengan peningkatan kinerja pelayanannya, maka akses terhadap air bersih untuk masyarakat akan semakin luas. Sementara jika PDAM dibiarkan terus merugi, maka bukan tidak mungkin pelayanan air minum yang ada bukannya bertambah justru akan berkurang mengingat kenaikan biaya-biaya komponen produksi selalu meningkat.

Dukungan dan Peran Kepala Daerah Untuk Mencapai Target 10 Juta Sambungan BaruSesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, air minum merupakan salah satu sub bidang pekerjaan umum yang menjadi urusan bersama antar Pusat dan Daerah. Urusan Daerah Kabupaten/Kota meliputi: 1. Pengaturan berupa pembuatan kebijakan dan strategi pengembangan air minum sampai dengan pemberian izin pneyelengaraan pengembangan SPAM di Kabupaten. 2. Pembinaan yang meliputi kewenangan untuk penyelesaian masalah, peningkatan kapasitas teknis dan manajemen pelayanan air minum. 3. Pembangunan, antara lain berupa pengembangan SPAM di Kabupaten, bantuan teknis kepada Kecamatan serta kelompok masyarakat, termasuk penyediaan air minum untuk daerah bencana dan daerah rawan air. 4. Pengawasan yang mencakup seluruh tahapan penyelenggaraan pengembangan SPAM, evaluasi terhadap penyelenggaraan SPAM dan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriterianya.

Berdasarkan kewenangan yang dimiliki Daerah Kabupaten/Kota, Peran Pemerintah Daerah menjadi cukup penting untuk mendukung tercapainya target 10 juta sambungan baru air bersih, Peran Kepala Daerah sangat diperlukan dalam hal:1. Pemerintah Daerah dan DPRD perlu mendorong upaya-upaya penyehatan PDAM yang dilakukan secara terpadu baik dari sisi PDAM maupun dari sisi Pemerintah Pusat. Dengan menggabungkan seluruh potensi tersebut diatas, diharapkan penyehatan PDAM dapat lebih cepat terealisir. 2. Tidak mewajibkan penyetoran sebesar 60% hasil keuntungan yang diperoleh PDAM dari pelayanan distribusi air minum untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama cakupannya kurang dari 75% sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 690/7027/SJ.3. Pola pembiayaan PDAM pada masa lalu yang bertumpu pada anggaran khususnya pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri semakin berkurang. Untuk itu, diperlukan inovasi pola pembiayaan untuk menggali berbagai sumber pembiayaan yang belum dimanfaatkan khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat pengguna. Untuk itu, perlu dipertimbangkan pengalokasian dana APBD ke PDAM dalam bentuk subsidi, bukan penyertaan modal seperti yang dilakukan selama ini. Namun pemberian subsidi ini perlu memperhatikan kondisi PDAM yang terus merugi serta dilakukan dalam jangka waktu tertentu sampai PDAM dapat berdiri sendiri.4. Pemerintah Daerah bersama-sama dengan stakeholder lainya seperti LSM dan Lembaga-Lembaga Donor perlu memfasilitasi program-program penyediaan air minum di perdesaan dengan sistem instalasi sederhana diutamakan bagi desa atau kelurahan yang rawan atau kritis air bersih. Selain meringankan beban warga dan memberikan kemudahan akses terhadap air minum dan air bersih dan murah, juga dengan adanya isntalasi sederhana tersebut kelak dapat dilanjutkan dengan jaringan PDAM permanen.5. Dengan semangat reinventing government, Pemerintah Daerah berupaya untuk menyertakan pihak swasta untuk meningkatkan efisiensi penyediaan air minum terutama dalam melakukan pendistribusian air minum kepada masyarakat. Pemerintah Daerah menyadari bahwa penyediaan air minum sebagai bagian dari layanan publik tidak selalu menjadi monopoli pemerintah, sehingga pemerintah berhak atau berkewajiban mengikutsertakan pihak-pihak lain, misalnya masyarakat dan pihak swasta sebagai stake holder utama (privatisasi). Namun upaya privatisasi juga perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian jangan sampai PDAM sebagai Badan Usaha Milik Daerah menjadi kerdil.6. Diperlukan suatu aransemen layanan publik yang mensinergikan peran pemerintah, pihak swasta dan masyarakat sebagai upaya memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih pelayanan menjadi lebih efisien, efektif dan sesuai dengan kebutuhan. Salah satu aransemen yang dapat dipertimbangkan dalam penyediaan air minum adalah melalui Intergovernmental Agreement. Pendekatan ini menekankan pada kerjasama antar daerah dimana suatu pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah lain untuk memenuhi kebutuhan suatu layanan yang tidak atau belum dimiliki oleh daerah itu sendiri. Kerjasama seperti ini biasanya dilakukan antara daerah-daerah yang memiliki masalah yang sama, sedangkan untuk menyelenggarakan sendiri dirasa belum perlu, sehingga dengan kerjasama ini dirasa lebih efektif dan efisien.

2.3 PROGRAM-PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASIAda beberapa skema pendanaan program penyediaan air minum yang merupakan kerjasama antara pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan negara-negara donor / pemberi bantuan. Sebagian program pada saat ini sudah selesai dilaksanakan, namun sebagian lagi masih berlanjut sampai dengan beberapa tahun ke depan. Program-program tersebut antara lain:1. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP)Sekilas PPSP

Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP) adalah sebuah roadmap pembangunan sanitasi di Indonesia. Program ini digagas oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) dengan mempromosikan strategi sanitasi perkotaan (SSK) cetak biru bagi pembangunan sanitasi komprehensif di kawasan perkotaan. Roadmap ini akan diterapkan secara bertahap di 330 kabupaten/kota di seluruh Indonesia mulai 2010 hingga 2014.

Di samping untuk mengejar ketertinggalan dari sektor-sektor lain, roadmap sanitasi juga dimaksudkan untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia memenuhi tujuan-tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Khususnya yang terkait dengan Butir 7 Target ke-10 MDGs, yakni mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak punya akses berkelanjutan pada air yang aman diminum dan sanitasi yang layak pada tahun 2015. Target ini bisa dipenuhi secara kuantitif, tetapi secara kualitatif layanan yang tersedia masih belum memadai.

PPSP atau roadmap sanitasi merupakan muara berbagai aktivitas terkait pembangunan sektor sanitasi yang berlangsung beberapa tahun terakhir. Dimulai dengan Konferensi Sanitasi Nasional, November 2007, yang merintis kesepakatan langkah-langkah penting pembangunan sanitasi seiring pencapaian MDGs, penyelenggaraan International Year of Sanitation, 2008, yang mampu meningkatkan kesadaran dan komitmen pemerintah pusat dan daerah, dan Konvensi Strategi Sanitasi Perkotaan, April 2009, yang berhasil mengidentifikasi isu-isu terkait sektor sanitasi dan memperkenalkan pendekatan strategi sanitasi perkotaan kota yang lebih praktis.

Tujuan

PPSP diarahkan pada upaya memenuhi tiga sasaran, yakni:

1. Menghentikan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) pada tahun 2014, di perkotaan dan pedesaan.

2. Pengurangan timbunan sampah dari sumbernya dan penanganan sampah yang ramah lingkungan

3. Pengurangan genangan di 100 kabupaten/kota seluas 22.500 hektar.

Organisasi

Di bawah supervisi Tim Pengarah, TTPS membentuk Project Management Unit/PMU dan tiga Project Implementation Unit/PIU. Sebagai PMU, TTPS bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan, perencanaan, dan pemrograman PPSP.PIU Advokasi bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan peningkatan kepedulian, kesadaran, dan penyiapan masyarakat. PIU Teknis bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan teknis dalam penyiapan rencana strategis, penyiapan memorandum proyek, dan pelaksanaan pembangunan. Sedangkan PIU Kelembagaan bertanggung jawab menangani kegiatan pemberdayaan pemerintah daerah dan kesiapan fasilitasi.

Program Kerja

PPSP diiplementasikan dengan mendorong pemerintah-pemerintah daerah menyusun SSK kota mereka masing-masing. Hanya dengan SSK yang komprehensif, berskala kota, menggabungkan pendekatan top-down dan bottom-up, berdasarkan data aktual, pembangunan sektor sanitasi yang berkelanjutan bisa dijamin. SSK diharapkan menjadi cetak biru perencanaan pembangunan sektor sanitasi di kabupaten/kota.

1. Tahap pertama dimulai pada September 2009 yang mencakup kegiatan terkait perencanaan program, yakni membangun dukungan aspek politis (PPSP merupakan satu kesatuan dalam rumusan kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi sebagaimana tercantum dalam RPJMN), aspek administratif (bagaimana PPSP menjadi prioritas Daerah), dan aspek pendanaan (bagaimana PPSP mendapatkan dukungan dana Pemerintah Pusat, Daerah, dan sumber-sumber lain).

2. Tahap berikutnya, 2010 2014, adalah pelaksanaan program PPSP seperti penyusunan SSK, pemantauan, bimbingan, dan evaluasi, penyusunan memorandum program, dan implementasi.

Setiap kabupaten/kota yang menunjukkan komitmen dan memenuhi syarat-syarat tertentu dapat bergabung dalam skema PPSP. Hingga 2014, sasaran PPSP adalah 330 kota/perkotaan rawan kondisi sanitasi, yang 24 kota di antaranya sudah memiliki SSK.

Tahapan PPSP

Implementasi PPSP dilaksanakan dalam satu siklus penuh yang terbagi dalam enam tahap berikut:

1. Kampanye, Edukasi, Advokasi dan Pendampingan;

2. Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan;

3. Penyusunan Rencana Strategis (SSK);

4. Penyiapan Memorandum Program;

5. Pelaksanaan/implementasi;

6. Pemantauan, Pembimbingan, Evaluasi, dan Pembinaan.

2. Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)Latar belakang

Program ini dilatarbelakangi oleh kondisi sanitasi di Indonesia yang masih memprihatinkan, khususnya di daerah yang terdiri dari masyarakat miskin. Lebih dari 62 persen populasi penduduk pedesaan masih belum memiliki akses terhadap sanitasi yang memadai. Sedangkan untuk sektor air minum jumlah penduduk pedesaan yang belum memiliki akses masih mencapai 31 persen. Akibat buruknya kondisi sanitasi, diare dan tipus menjadi dua dari empat penyakit yang menyebabkan kematian pada bayi. Sedangkan laju kematian bayi di Indonesia mencapai 35 per 1000 kelahiran. Fakta lain yang menunjukkan buruknya kondisi sanitasi yaitu ditempatkannya Indonesia sebagai salah satu negara dengan penyebaran typus yang tinggi. Tujuan

Secara umum pelaksanaan Program PAMSIMAS bertujuan untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi setengah dari jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai pada tahun 2015. Selain itu adanya program ini ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Lebih jauh lagi Program PAMSIMAS memiliki tujuan-tujuan khusus yaitu:1. meningkatkan kepedulian masyarakat akan hidup sehat,2. meningkatkan jumlah penduduk dengan akses yang berkelanjutan terhadap air minum dan kesehatan,3. mengembangkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengembangan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat,4. mengembangkan kapasitas masyarakat dalam mengelola sarana air minum dan sanitasi, 5. meningkatkan efektifitas pengelolaan sarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat,6. meningkatkan produktifitas desa dalam upaya mendukung keberlanjutan penggunaan dan pemeliharaan sarana air minum dan sanitasi,7. meningkatkan kesehatan masyarakat, dan8. meningkatkan kepedulian masyarakat pada keberlanjutan lingkungan.

Pendekatan/penerapan program

Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan PAMSIMAS adalah CDD (Community Driven Development). Pelaksanaan program bertumpu pada prinsip-prinsip:1. berbasiskan masyarakat,2. adanya kerjasama,3. adanya partisipasi,4. adanya transparansi,5. demand responsive,6. mengutamakan masyarakat miskin,7. adanya kesamaan gender, dan8. adanya akuntabilitas. Pendanaan

Untuk melaksanakan program ini, penyediaan dana dilakukan secara kerjasama berupa:1. Pinjaman dari Bank Dunia sebesar US$ 160 juta.2.Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).3. Kontribusi masyarakat sebesar 20% pada pembangunan infrastuktur, terdiri dari 16% dalam in kind (materi/bahan) dan 4 % cash (uang tunai).

Setiap desa peserta PAMSIMAS mendapat dana block grant (yang disalurkan melalui rekening masyarakat) sebesar Rp. 275 juta yang terdiri dari APBN/PLN sebesar 70%, APBD 10%, dan kontribusi masyarakat 20% (4% tunai, 16% in kind). Dana tersebut akan digunakan untuk pelatihan/penyiapan masyarakat dan pelaksanaan fisik. Lokasi

Sasaran Program PAMSIMAS dilaksanakan di 15 Propinsi, 110 kab/kota dengan target pelaksanaan di 5.000 desa untuk periode pelaksanaan program 5 tahun sejak tahun 2007 - 2011 dan 1000 desa replikasi.3. Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP)Latar belakang

Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Tidak memadainya sanitasi baik di perkotaan dan pedesaaan telah berdampak buruk, dan masih terus berlangsung, terhadap kondisi kesehatan dan lingkungan. Investasi publik pada sektor sanitasi sangat rendah. Total investasi pada sanitasi kota (pengumpulan dan pengolahan) hanya mencapai US$ 200 juta selama 20 tahun terakhir dari proyeksi kebutuhan (untuk infrastruktur air dan sanitasi) sebesar US$ 1 triliun per tahun sampai 2015. Untuk mendorong investasi dalam penyediaan layanan sanitasi, Pemerintah Pusat telah meluncurkan Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP). Tujuan

Program ini bertujuan untuk:1. Meningkatkan kondisi kesehatan, lingkungan dan ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin, melalui peningkatan pelayanan sanitasi2. Meningkatkan profil sanitasi di Indonesia yang meliputi:

Peningkatan kesadaran (pemerintah, masyarakat, LSM, swasta)

Pemantapan strategi Membaiknya tingkat investasi (penggalian dan mobilisasi dana pemerintah, swasta, LSM, masyarakat)

Pendekatan/penerapan program

Melalui perencanaan yang strategis di tingkat lokal dan nasional, dan dengan melaksanakan reformasi/pembaharuan kelembagaan, ISSDP akan menciptakan suatu program yang berkelanjutan untuk meningkatkan pelayanan sanitasi yang berpihak pada penduduk miskin di Indonesia. Bantuan akan diberikan untuk pengembangan strategi sanitasi setempat di enam kota yang tanggap terhadap kebutuhan dan isu kesehatan masyarakat yang berkembang. ISSDP juga akan mendukung peningkatan kepedulian masyarakat akan sanitasi serta menggalakkan hidup sehat pada tingkat nasional dan daerah.

Lingkungan yang mendukung pengembangan sanitasi secara nasional akan dikembangkan melalui perkuatan kebijakan, peraturan, dan pedoman, mekanisme keuangan, kelembagaan, dan rencana tindak lanjut. Didasarkan atas pengalaman masa lalu dan pengembangan sanitasi yang sedang berlangsung di Indonesia, peningkatan kapasitas, konsolidasi kebijakan, dan pengembangan strategi baru akan dicapai melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia beserta para mitra pembangunan.

Perkembangan kapasitas tingkat daerah serta strategi dan rencana tindak lanjut tingkat kota akan diimplementasikan di 6 kota sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan pedoman nasional bagi pemerintah daerah. Semua itu didasarkan atas visi atau impian kota, apa yang ingin dicapai oleh sektor sanitasi agar dapat dimasukan ke dalam rencana anggaran pembangunan perkotaan.

ISSDP memfasilitasi Kelompok Kerja lintas sektoral tingkat daerah untuk mengembangkan strategi sanitasi bagi kota-kota: Surakarta di Jawa Tengah, Jambi di Jambi, Payakumbuh di Sumatera Barat, Banjarmasin di Kalimantan Selatan, Denpasar di Bali, dan Blitar di Jawa Timur. Kelompok Kerja Sanitasi akan mengkoordinasi pekerjaan tersebut melalui forum sanitasi untuk memastikan bahwa kapasitas tingkat daerah terbentuk, dan agar peningkatan sanitasi mejadi proses yang berjangka panjang. Pemetaan dan pengkajian sanitasi sebuah buku putih- untuk daerah, mengenai situasi sanitasi akan dihasilkan dan dipadukan dalam perencanaan kota serta mekanisme penyediaan pelayanan. Rencana pengembangan kapasitas dan srategi akan dikembangkan untuk membentuk perubahan dan pembaharuan kelembagaan. Pendanaan

Program ISSDP tahap awal berlangsung dalam kurun waktu 3-4 tahun (2006-2009), dengan dana berupa hibah dari Pemerintah Belanda dan merupakan bagian dari Indonesia Water Trust Fund yang dikelola oleh Bank Dunia (WSP-EAP). Dana yang disediakan oleh negara donor (Pemerintah Belanda) dalam program ini sebesar US$ 8 juta. Lokasi

Pemilihan lokasi dilakukan melalui serangkaian proses, yang diawali dengan Lokakarya Pematangan Konsep ISSDP. Peserta lokakarya berasal dari instansi Pemerintah Daerah yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko), dinas teknis yang menangani sanitasi (Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Kebersihan/Dinas Lingkungan Hidup) dan Perusahaan Daerah Air Minum. Kriteria pemilihan kota adalah sebagai berikut:1. Mewakili kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.2. Kombinasi antara kota-kota yang telah dan belum memiliki sistem sewerage.3. Sedapat mungkin mencakup juga kota-kota yang merupakan lokasi SANIMAS dan WASPOLA.4. Berkomitmen untuk:a. Menunjuk lead agency dan key contact person,b. Membentuk kelompok kerja khusus untuk menangani sanitasi,c. Menyediakan dana pendamping.

Berdasarkan kriteria di atas pada tahap awal pelaksanaan program diperoleh 6 kota yang diusulkan menjadi lokasi pilot project, yaitu: Banjarmasin, Blitar, Denpasar, Jambi, Surakarta, Payakumbuh.4. Environmental Services Program (ESP)Latar belakang

Program bantuan USAID Indonesia ditujukan untuk membantu penguatan Negara Indonesia yang moderat, stabil dan produktif. Terkait dengan hal tersebut USAID menyediakan bantuan teknis untuk Indonesia yang meliputi:

1. Pengembangan kualitas otonomi pendidikan dasar;

2. Peningkatkan kualitas pelayanan kebutuhan dasar manusia;

3.Mendorong efektifnya otonomi daerah dan pemerintahan demokratis;

4. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja;

Khusus dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebutuhan dasar manusia, USAID melalui salah satu programnya, Basic Human Services (BHS), akan mengintegrasikan seperangkat sasaran kegiatan yang meliputi:

1. Pengembangan pelayanan kesehatan;

2. Pengembangan akses air bersih;

3. Akses yang tak terbatas pada keseimbangan pola makan/akses akan pangan. Tujuan

Environmental Services Program (ESP) adalah salah satu program USAID yang memiliki misi meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pengelolaan air yang lebih baik, memperluas akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi.

Pendekatan/penerapan program

ESP menggunakan pendekatan "hulu ke hilir" dalam pelaksanaan programnya, serta mengintegrasikan tiga komponen utama programnya, yakni pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), peningkatan akses air dan sanitasi serta alternatif pembiayaan dan kompensasi terhadap perlindungan lingkungan. Termasuk di dalamnya kegiatan yang berhubungan dengan PDAM selaku distributor air bersih serta kesehatan dan kelangsungan hidup pengguna air.

ESP bekerjasama dengan pemerintah, sektor swasta, organisasi non pemerintah, kelompok-kelompok komunitas dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mendukung peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan pengelolaan sumber daya air dan perluasan akses layanan air bersih serta sanitasi. Sebagai upaya mewujudkan misi progam, ESP mengembangkan program kerja yang bersifat lintas sektoral, dengan kegiatan yang bersifat menyeluruh.

Sejak berdiri pada tahun 2005, ESP telah melakukan serangkaian kegiatan lapangan tingkat provinsi dan telah membangun kerjasama yang solid dengan masyarakat, pemerintah, LSM, universitas, media dan sekitor swasta. Pesan utama ESP, yaitu menggunakan air untuk mengusung masalah-masalah lingkungan hidup dan kesehatan, diterima dengan baik oleh mitra-mitra program dari tingkat masyarakat sampai nasional. Selanjutnya, berlandaskan pada kekuatan ini, ESP berkonsentrasi pada usaha penajaman pengaruh hasil kerja seiring keinginan membuahkan hasil kerja yang lebih signifikan. PendanaanSebagai pemilik program, USAID menyediakan dana sendiri untuk pelaksanaan program ESP ini.LokasiLokasi kerja ESP tersebar di beberapa daerah Indonesia yang dikoordinasikan di beberapa kantor yaitu Jakarta (Pusat/Jawa Barat), Surabaya (Jawa Timur), Yogyakarta (Jawa tengah), Banda Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), Medan (Sumatera Utara), Padang (Sumatera Barat), Balikpapan (Kalimantan Timur), dan Manokwari (Papua).5. Program Air Bersih dan Sanitasi Perdesaan (Pro Air)

Latar Belakang

Propinsi Nusa tenggara Timur (NTT) di kenal sebagai daerah yang angka curah hujannya rendah, oleh karena itu wilayah ini di kenal pula sebagai daerah yang sulit air. Selain kondisi daerah yang sedemikian itu, pengetahuan penduduk tentang higinitas yang masih kurang, serta sebagian penduduk yang masih tinggal di tempat yang belum memenuhi standar lingkungan yang sehat menyebabkan penduduk Nusa Tenggara Timur berada dalam kondisi rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui air.

Memperhatikan keadaan di atas, Pemerintah RI dan dan Pemerintah Jerman pada tahun 1998 sepakat untuk bekerjasama dalam pembangunan dibidang air minum dan sanitasi di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2001 dilakukan pertemuan antar sektor terkait di tingkat pusat dan daerah dengan German Bank for Reconstruction (KfW) Jerman. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa German Ministery for Economic Cooperation (BMZ), KfW dan Deutsche Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) mengkoordinasikan program bantuan teknis dan bantuan keuangan. Kabupaten yang menerima bantuan program adalah Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, dan Kabupaten TimorTengah selatan.

TujuanSecara umum Pro Air bertujuan memberikan konstribusi untuk menurunkan resiko kesehatan bagi masyarakat perdesaan akibat penyakit yang di tularkan melalui air yang digunakan melalui peningkatan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi di masyarakat perdesaan di propinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan secara lebih khusus lagi melalui Pro Air ini diharapkan masyarakat perdesaan mampu mengelola sendiri prasarana dan sarana air bersih dan sanitasinya secara kesinambungan dan pemerintah setempat dapat mengadopsi pendekatan ini.

Pendekatan/Penerapan ProgramBerbeda dengan cara pendekatan yang dilakukan pada masa lalu yang mendasarkan pada standar normatif dari pemerintah (Supply Driven), maka pada pelaksanaan program ProAir menggunakan pendekatan berdasarkan kebutuhan masyarakat (Demand Driven).

Ada beberapa tahap yang dilalui dalam pelaksanaan program ProAir, yaitu tahap sosialisasi dan diseminasi, tahap permohonan dan penilaian, tahap perencanaan, tahap rancang bangun dan pembuatan kontrak, tahap konstruksi dan tahap pasca konstruksi.

Pelaksanaan ProAir dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelaksanaan kegiatan di Kabupaten Sumba Timur. Pelaksanaan di Kabupaten Sumba Timur telah sampai pada tahap III. Tahap I sosialisasi dan diseminasi, telah dilaksanakan melalui kampanye yang dilakukan oleh tim koordinasikan ProAir Kabupaten (TKK) yang menghasilkan banyak permohonan tersebut diterima oleh ProAir dan dinilai proyek (project Implementation Unit-PIU. Tahap III berupa perencanaan pelaksanaan yang akan melibatkan kelompok masyarakat dalam rencana pelaksanaan yang sesungguhnya melalui proses partisifatif di bidang higinitas dan sanitasi dengan menggunakan metode MPA-PHST yang akan di fasilitasi oleh tenaga motivator.

PendanaanPada tanggal 12 Desember 2001 diterbitkan Grant Argeement Rural Water Supply and Sanitattion. KfW Jerman memberikan hibah untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 15,6 juta DM untuk biaya investasi (pembangunan konstruksi,pengadaan barang dan jasa ) serta untuk biaya konsultan. Sedangkan untuk dana pendampingnya, masing-Masing kabupaten akan menyediakan investasi di dalam Daftar Isian proyek Daerah (DIPDA) sebesar 10 persen dari nilai hibah yang diberikan oleh KfW Jerman dan dana non investasi yang besarnya sesuai kebutuhan dan kemampuan masingmasing kabupaten. Selanjutnya kegiatan ini di beri nama khusus yaitu proAir, untuk membedakannya dengan proyek air minum dan sanitasi perdesaan lainya. LokasiProAir berlokasi pada daerah perdesaan di Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, dan kabupaten Timor Tengah Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timor.6. Community Water Services and Health (CWSH)Latar belakang

Berdasarkan Memorandum of Understanding (MOU) antara Republik Indonesia dan Asian Development Bank (ADB), telah diperoleh kesepakatan bahwa ADB akan memberikan dukungan terhadap upaya-upaya Pemerintah Republik Indonesia mengurangi berbagai permasalahan dan keterbatasan yang berkaitan dengan pelayanan penyediaan sarana air minum dan peningkatan pelayanan kesehatan, baik di wilayah pedesaan maupun di perkotaan.

Berkaitan dengan hal tersebut pada Country Program Mission ADB (CPM) tahun 2002, telah di pastikan bahwa Community Water Services and Health Project (CWSHP) masuk pada Country Strategy and Program (CSP) 2003-2005 untuk Indonesia.

TujuanSecara umum CWSHP bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat masyarakat pedesaan dan perkotaan berpenghasilan rendah. Pencapaian hal ini dilakukan melalui perbaikan kesehatan termasuk perilaku hidup keluarga yang berkaitan dengan air dengan dukungan perbaikan akses terhadap air minum dan sanitasi.

Bersamaan dengan itu CWSHP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam pelayanan air minum dan kesehatan melalui pelembagaan sistem yang tanggap terhadap kebutuhan dan berbasis keluarga, program-program yang memfokuskan pada masyarakat berpenghasilan rendah, dan dalam kemitraan dengan masyarakat sipil dan sektor swasta.

Pendekatan/penerapan program

Penerapan program CWSH dilakukan melalui pemberdayaan pemerintah daerah, masyarakat, hingga keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi perencanaan dan pelaksanaan proyek berbasis masyarakat (termasuk manajemen proyek), dan mampu memberikan pelayanan kesehatan berbasis keluarga khususnya terhadap penyakir menular berbasis air. Di samping itu pemberdayaan peran masyarakat dan keluarga diharapkan agar mampu merencanakan, mengadvokasi, mengelola, dan memelihara program AMPL, serta meningkatkan perilaku sehat.

PendanaanAsian Development Bank (ADB) telah memasukkan proyek CWSH sebagai pinjaman yang akan berlaku efektif tahun 2004 kepada Pemerintah Indonesia.LokasiTim teknis Air Minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) pusat dengan beranggotakan sektor - sektor terkait (Bappenas, Depkes, Depdagri, Depkimpraswil, Depkeu ) telah mengembangkan kriteria sebagai dasar pemilihan calon propinsi yang akan ikut berpartisipasi dalam proyek. Kriteria disusun berdasarkan angka Human Development Index (HDI), Human poverti Index(HPI), cakupan air minum dan sanitasi, angka diare, dan keberadaan beberapa proyek air minum dan sanitasi, serta mempertimbangkan kesempatan untuk perolehan keterkaitan dengan proyek proyek ADB lainnya, seperti FHN, DHS,dan RWSS.7. Program Kerjasama BAPPENAS PLAN IndonesiaLatar Belakang

Pemerintah Indonesia telah berupaya mencapai tujuan dan target Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) untuk tahun 2015 yang diantaranya peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi. Namun dalam pelaksanaan upaya tersebut Pemerintah Indonesia masih terbentur masalah terbatasnya sumber pendanaan dalam negeri sehingga menghambat pelaksanaan semua program air minum dan penyehatan lingkungan.

Di lain pihak, Plan Indonesia merupakan salah satu organisasi non-profit pengembangan masyarakat dengan fokus utamanya adalah anak-anak dan sudah mulai melaksanakan kegiatannya di Indonesia sejak tahun 1969. Dalam ruang lingkup aktivitas Plan, pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan memainkan peran utama dalam upaya peningkatan kondisi kesehatan, kualitas hidup dan pengentasan kemiskinan untuk anak-anak beserta keluarga/masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan.

Kesamaan pemahaman antara Pemerintah Indonesia dan Plan Indonesia ini merupakan landasan dari terbentuknya kerjasama Bappenas Plan Indonesia dalam lingkup air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini direalisasikan dengan penandatangan Nota Kesepahaman/MoU (Memorandum of Understanding) pada tanggal 19 Oktober 2005. Terdapat tujuh lingkup kegiatan yang disepakati: yaitu: (1) Uji Coba Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan; (2) Bantuan Teknis; (3) Manajemen dan Jejaring Pengetahuan; (4) Pengembangan Strategi Komunikasi; (5) Dukungan Penelitian dan Pengembangan; (6) Jaminan dan Pemeriksaan Mutu; dan (7) Perencanaan Bersama dan Pemantauan/Kajian Berkala.

TujuanAdapun tujuan dari program kerjasama ini adalah :

1. Mengimplementasikan program-program air bersih dan sanitasi sesuai dengan kebijakan nasional Pemerintah Indonesia dan visi-misi dari Plan Indonesia.

2. Membangun kerjasama yang saling mendukung antara Bappenas dan Plan Indonesia.

Pendekatan/penerapan program

Program kerjasama ini dilakukan melalui 8 kegiatan di mana dalam pelaksanaannya selain Bappenas dan Plan Indonesia sendiri juga melibatkan Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, dan Departemen Dalam Negeri sebagai bagian Pemerintah Indonesia. Cakupan kedelapan kegiatan kerjasama tersebut meliputi:

1. Penyusunan Modul Teknologi Tepat Guna untuk Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat.

Kegiatan ini akan mengkaji beberapa pilihan teknologi tepat guna yang dapat digunakan untuk penyediaan air minum oleh masyarakat. Keluaran (output) dari kegiatan ini adalah tersusunnya modul teknologi tepat guna yang mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat sehingga diharapkan pengoperasian dan pemeliharaan dari teknologi yang telah atau akan diterapkan dapat tetap berlanjut (sustainable).2. Pengembangan Modul Promosi Kesehatan Anak Sekolah Bidang Higiene & Sanitasi.

Tujuan dari kegiatan ini adalah mengembangkan modul pendidikan kesehatan bidang higiene & sanitasi untuk anak sekolah sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan kesehatan diri sendiri dan lingkungannya. Dalam pembuatan modul ini, guru dan murid akan dilibatkan sehingga rasa memiliki (sense of belonging) terhadap modul ini lebih kuat dan dapat lebih mudah diimplementasikan di lapangan.

3. Pengadaan Resource CenterPengadaan resource center ini untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan serta hasil pelaksanaan kegiatan air minum dan penyehatan lingkungan yang telah dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun lembaga non-pemerintah (LSM). Kegiatan ini meliputi pengadaan buku-buku terkait air minum dan sanitasi dan juga jurnal lingkungan dan penerbitan majalah Percik. 4. Penyusunan Buku Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Indonesia: Pembelajaran dari Kegagalan dan Keberhasilan.

Tujuan dari kegiatan ini adalah terdokumentasi dan tersosialisasinya berbagai pembelajaran yang diperoleh dari berbagai pengalaman pelaksanaan program pembangunan sektor air minum dan sanitasi yang dapat menjadi acuan bagi pelaksana program pengembangan program air minum dan sanitasi selanjutnya sehingga desain program akan menjadi semakin baik dengan pengalokasian sumber daya yang semakin efisien dan tepat. 5. Pembuatan Media Pendidikan Lingkungan Anak-anak: Majalah Percik Junior. Sejalan dengan target group Plan yang memfokuskan kegiatannya kepada anak-anak, maka penyadaran lingkungan kepada anak-anak usia sekolah sangat diperlukan. Untuk itu, perlu adanya media pendidikan lingkungan yang berbentuk majalah untuk anak-anak. Majalah diharapkan dapat menjadi sarana menyampaikan wawasan tentang lingkungan pada anak-anak. Majalah Percik Junior akan didistribusikan bersama dengan majalah Percik dan ke sekolah-sekolah wilayah kerja Plan.

6. Penyediaan Media Komunikasi Pelaksanaan MDGs di Tingkat Pemerintahan Daerah.

Kegiatan sosialisasi MDG ini diperlukan sebagai upaya transfer informasi guna memahamkan peran, fungsi, dan posisi agenda MDG di daerah sekaligus mencoba menggali potensi-potensi daerah dalam rangka pencapaian MDG. Kegiatan ini antara lain Training of Trainer (ToT) dan penyusunan media komunikasi (marketing kit) tentang MDG.7. Pengawasan Kualitas Air di Pedesaan

Kegiatan ini meliputi: (i) penilaian program; (ii) pelatihan pemeriksaan kualitas air bagi sanitarian puskesmas, pengelola program kabupaten dan petugas laboratorium pengawasan kualitas air; (iii) orientasi pemeriksaan kualitas air berbasis masyarakat; dan (iv) monitoring-evaluasi.

8. Koordinasi Kegiatan Kerjasama Bappenas Plan Indonesia. Kegiatan koordinasi program kerjasama ini mencakup pertemuan-pertemuan (rapat) rutin, rapat/lokakarya koordinasi program, dan lokakarya akhir kegiatan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kemajuan program kerjasama ini.

PendanaanBiaya untuk mendukung program kerjasama ini berasal dari Plan Indonesia dan juga Pemerintah Indonesia. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia menyediakan dana sebesar Rp. 326.800.000,- sedangkan Plan Indonesia sebesar Rp. 1.443.255.970,-

LokasiSasaran program kerjasama adalah wilayahwilayah dampingan Plan Indonesia, yaitu:1. Jawa Timur : Ponorogo, Pacitan, Surabaya2. Jawa Tengah : Rembang, Kebumen, Grobogan3. NTB : Bima, Dompu4. NTT : Sikka, Keffa Menanu, Soe, Lembatta5. Sulawesi Selatan : Selayar, Takalar (fade out)6. Aceh : Banda Aceh7. DI Yogyakarta : YogyakartaReferensi:

1. http://sanitasibersih.blogspot.com2. digilib-ampl.net

Isu-Isu Strategis dan Permasalahan Air Minum:

Daya Dukung Lingkungan Semakin Terbebani oleh Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi

Interpretasi UU no 7 tahun 2004 Tidak Mendorong Pengembangan dan Kerjasama Antar Daerah Dalam Penyediaan Air Minum

Kebijakan Yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin Masih Belum Berkembang

PDAM Tidak Dikelola Dengan Prinsip Kepengusahaan

Kualitas Air Belum Memenuhi Syarat Air Minum

Keterbatasan Pembiayaan Mengakibatkan Rendahnya Investasi Dalam Penyediaan Air Minum

Kelembagaan Pengelolaan Air Minum Yang Ada Sudah Tidak Memadai Lagi Dengan Perkembangan Saat Ini

Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Penyediaan Air Minum Kurang Berkembang

Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat Dalam Penyediaan Air Minum Kurang Berkembang

Pemahaman Masyarakat Tentang Air Minum Tidak Mendukung Pengembangan Air Minum

Akibat pengelolaan yang buruk, air baku di sebagian besar wilayah Indonesia terancam keberadaannya

Belum adanya lembaga yang mengatur tata guna air secara terpadu menyebabkan persoalan air di Indonesia ditangani secara sektoral sehingga tidak terarah dan tidak terintegrasi.

Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam mendapatkan akses pada air minum.

Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya keterlibatan pihak swasta:

Belum ada aturan yang jelas

Proses perijinan yang rumit

Investasi tidak aman dan tidak terjamin pengembaliannya.

Belum ada skema pembiayaan untuk mendukung keterlibatan swasta

Penentuan tarif air minum yang rumit

Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial, dan umumnya tidak memahami prinsip-prinsip konservasi air.

2Sub module 2: Program SPAM dan Sanitasi