modul 2 respi

5
ASMA Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungakan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Di Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis kelamin perempuan di bagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan dirumah sakit dua kali lebih banyak daripada pasien pria. Data penelitian menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase premenstruasi. Di Australia, Kanada, dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan pasien dengan asma akut dibagian gawat darurat berkisar antara 1-12%. (2) Asma juga merupakan penyakit obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi mucus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus. (1) Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor resiko untuk salah satu jenis gangguan hiper-responsif ini adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga, yang mengisyaratkan adanya kecenderungan

Upload: nurholis-majid

Post on 01-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

respirasi

TRANSCRIPT

Page 1: Modul 2 Respi

ASMA

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan

yang dihubungakan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible

dan gejala pernapasan. Di Amerika kunjungan pasien asma pada pasien berjenis

kelamin perempuan di bagian gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan

dirumah sakit dua kali lebih banyak daripada pasien pria. Data penelitian

menunjukkan bahwa 40% dari pasien yang dirawat tadi terjadi selama fase

premenstruasi. Di Australia, Kanada, dan Spanyol dilaporkan bahwa kunjungan

pasien dengan asma akut dibagian gawat darurat berkisar antara 1-12%. (2)

Asma juga merupakan penyakit obstruktif yang ditandai inflamasi saluran

napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan produksi

mucus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan

ventilasi alveolus. (1)

Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif terhadap

berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor resiko untuk salah satu jenis gangguan

hiper-responsif ini adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga, yang

mengisyaratkan adanya kecenderungan genetik. Pajanan yang berulang atau terus-

menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemungkinan pada masa

perkembangan juga dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Meskipun kebanyakan

kasus asma didiagnosis pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa dapat menderita

asma tanpa riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi pada asma awitan dewasa

seringkali terjadi dikaitkan dengan rriwayat alergi yang memburuk. Infeksi

pernapasan atas yang berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa seperti akibat

pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja. (1)

Gambaran Klinis

Dispnea

Page 2: Modul 2 Respi

Batuk terutama di malam hari.

Pernapasan yang dangkal dan cepat.

Mengi. Biasanya mengi terdengar hanya pada saat ekspirasi, kecuali kondisi

pasien parah.

Peningkatan usaha bernapas ditandai dengan retraksi dada, kondisi

memburuk, serta napas cuping hidung.

Waktu ekspirasi memanjang. (1)

Diagnosis asma akut merapukan kegawatdaruratan medis yang harus segera

didiagnosis dan diobati. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. (2)

Riwayat Penyakit

Tujuannya untuk menentukan waktu saat timbulnya serangan dan beratnya

gejala, terutama untuk membandingkan dengan eksaserbasi sebelumnya, semua obat

yang digunakan selama ini, riwayat di RS sebelumnya, kunjungan ke gawat darurat,

riwayat eepisode gagal napas sebelumnya, dan gangguan psikiatrik atau psikologis.

(2)

Pemeriksaan Fisis

Perhatian terutama ditujukan kepada keadaan umum pasien. Pasien dengan

kondisi sangat berat akan dudk tegak. Penggunaan otot-otot tambahan untuk

membantu bernapas juga harus menjadi perhatian, sebagai indicator adanya obstruksi

yang berat. Adanya retraksi otot sternocleidomastoideus dan suprasternal

menunjukkan adanya kelemahan fungsi paru. (2)

Frekwensi pernapasan (RR) > 30x/menit, takikardi > 120x/menit atau pulsus

paradoxus > 12mmHg merupakan tanda vital adanya serangan asma akut berat. Lebih

dari 50% pasien dengan asma akut berat, frekwensi jantungnya berkisar antara 90-

120x/menit. (2)

Page 3: Modul 2 Respi

Pemeriksaan Laboratorium

1. Pulse Oximetry.

Pengukuran saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SpO2) perlu dilakukan

pada seluruh pasien dengan asma akut untuk mengeksklusi hipoksemia.

Pengukuran SpO2 diindikasikan saat kemungkinan pasien jatuh kedalam gagal

napas dan kemudian memerlukan penatalaksanaan yang lebih intensif. Target

pengobatan ditentukan agar SpO2 tettap terjaga.

2. Analisa Gas Darah.

Keputusan untuk dilakukan pemeriksaan AGD jarang diperlukan pada awal

penatalaksanaan. Karena ketepatan dan kegunaan pulse oximetry. Hanya

pasien dengan terapi oksigenasi SpO2 tak membaik 90% perlu dilakukan

pemeriksaan AGD. (2)

Pemeriksaan Radiologi

Foto toraks dilakukan hanya pada pasien dengan tanda dan gejala adanya

pneumothoraks (nyeri dadapleuritik, emfisema subkutis, instabilitas kardiovaskular

atau suara napas yang asimetris), pada pasien yang secara klinis dicurigai adanya

pneumonia atau pasien asma yang setelah 6-12 jam dilakukan pengobatan secara

intensif tetapi tidak berespon terhadap terapi. (2)

Penatalaksanaan

Target pengobatan asma meliputi beberapa hal, diantaranya adalah menjaga

saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi

saluran pernapasan dengan pemberian bronchodilator inhalasikerja cepat (β2-agonis

dan anti kolinergik), dan mengurangi inflamasi saluran pernapasan serta mencegah

kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal. (2)

Page 4: Modul 2 Respi

REFERENSI

1. Corwin EJ. buku saku patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2009.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. buku ajar ilmu penyakit

dalam Jilid II. 2nd ed. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam

FKUI; 2007.