model penilaian cepat penanganan limbah pabrik … · tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi...

121
Oleh : THOMAS MAILINTON F34102008 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT

Upload: leanh

Post on 12-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Oleh :

THOMAS MAILINTON

F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

PABRIK KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON

F34102008

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

PABRIK KELAPA SAWIT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

THOMAS MAILINTON

F34102008

Dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1984

Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ir. Chamidun Daim, MM Pembimbing I Pembimbing II

MODEL PENILAIAN CEPAT PENANGANAN LIMBAH

PABRIK KELAPA SAWIT

Thomas Mailinton. F34102008. Rapid Assesment Model for Waste Management in Palm Oil Mill. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo and Chamidun Daim. 2007

SUMMARY Palm oil mill is an industrial sector that has good potential to develop as one of leading industry in Indonesia. In 2005 noted, palm crop field in Indonesia reach 4.2 millions acre and among 2.9 millions acre has been productive field. At the end of 2007, Indonesia has been predicted will be the largest producer of palm crop and crude palm oil in the world. In 2005, amount of palm oil mill in Indonesia is 320 units with any production capacity. Total production capacity of palm oil mill in Indonesia is 13520 tones/hour. At the side of produce crude palm oil and palm kernel oil as main product, palm oil mill also produces waste mill that are palm oil mill effluent, empty fruit bunch, shell, and fiber. Shell and fiber have been used by palm oil mill as alternative energy but palm oil mill effluent and empty fruit bunch not used very well yet. Annually, palm oil mill in Indonesia produced palm oil mill waste water 5.678 millions m3, sludge 1.135 millions ton, and empty fruit bunch 1.869 millions ton. The outsized amount of waste palm oil mill pushed each palm oil mill has a good waste management that will keep the environmental sustainability. The objective of this research is to identify the variety and the amount of waste at palm oil mill and build a rapid assesment model for waste management in palm oil mill. Waste management technology that usually used at palm oil mill in Indonesia could be categorized as three group of waste management technology. First, palm oil mill effluent treats by pond technology and empty fruit bunch used as mulsa. Second, palm oil mill effluent treats by land application technology to be liquid fertilizer and empty fruit bunch use as mulsa. Third, palm oil mill effluent an empty fruit bunch used as compost by composting technology. Rapid assesment model for waste management in palm oil mill implemented into computer software that called MPC LIKESWIT 1.0. This software contains fifteen sub-model penilaian kinerja (SMPK), (1) SMPK waste water characteristic, (2) SMPK waste water substances, (3) SMPK sludge characteristic, (4) SMPK empty friut bunch characteristic as group of variety and waste characteristic; (5) SMPK pond technology, (6) SMPK land application technology, (7) SMPK mulsa technology, (8) SMPK composting technology as group of waste management technology; (9) SMPK waste water product, (10) SMPK liquid organic fertilizer, (11) SMPK mulsa product, (12) SMPK compost as group of waste management product; (13) SMPK Economic, (14) SMPK Social, dan (15) SMPK Environmental. The judgement of the performances assesment is done by calculating the deviation. The maximum deviation value is 10 %. If the deviation of the criteria is less or equal to 10% then the criteria value is ‘good’. If the deviation of the criteria is between 10% to 30%, then the criteria value is ‘less good’. And If the deviation of the criteria is greater than 30%, then the criteria value mean ’bad’.

The result of overall analysis as validation process, palm oil mill PTPN IV Medan that used pond technology and mulsa technology perform PTPN IV Medan waste management was ‘less good’ by deviation value is 23.71%. Palm oil mill PT AIP Teluk Siak that used land application technology and mulsa technology perform PT AIP Teluk Siak waste management was ‘good’ by deviation value is 9.88%

Thomas Mailinton. F34102008. Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Dibawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo dan Chamidun Daim. 2007

RINGKASAN Industri pengolahan kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri unggulan Indonesia. Tahun 2005 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 4,2 juta ha, dengan lahan produktif mencapai 2,9 juta. Pada akhir tahun 2007, Indonesia diprediksi akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Pada tahun 2005, jumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton/jam. Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa air limbah dan lumpur (Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan air limbah sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,869 juta ton tandan kosong sawit. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik kelapa sawit dan membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, air limbah dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, air limbah dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, air limbah dan lumpur serta tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi pengomposan. Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC LIKESWIT 1.0. Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8) SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik, (11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK Lingkungan.

Penentuan kinerja dilakukan dengan menghitung nilai penyimpangan (deviasi). Pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini penyimpangan maksimal yang dapat diterima adalah 10%. Jika penyimpangan suatu kriteria kurang dari atau sama dengan 10% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih besar dari 10% dan kurang dari atau sama dengan 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘kurang baik’. Jika penyimpangan kriteria lebih dari 30% maka kriteria tersebut dinyatakan ‘buruk’.

Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan pada pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan yang menggunakan teknologi sistem kolam dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja penanganan limbah PTPN IV Medan adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan (deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada Teluk Siak yang menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Model Penilaian

Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit” adalah benar-benar hasil

karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing atau dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Agustus 2007

Yang menyatakan,

Thomas Mailinton

F34102008

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Mei 1984 dan

merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasangan Yosia Rutgers Sera dan

Barbara Shinta Gerson.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri Langkai 6

Palangkaraya pada tahun 1996, selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SLTP

Negeri 4 Selat Kuala Kapuas dan selesai pada tahun 1999. Setelah lulus pada

tahun 2002 dari SMU Negeri 5 Palangkaraya, penulis melanjutkan pendidikan di

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

PMDK.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan karunia-Nyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak

yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan

juga penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang tulus kepada :

• Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku dosen pembimbing I

atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa

perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.

• Bapak Ir. Chamidun Daim, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan

skripsi ini.

• Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM, selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran kepada penulis.

• Ayah, Ibu, dan seluruh anggota keluarga penulis atas doa, dukungan serta

bantuan moril dan materiil sampai selesainya skripsi ini.

• Ferryza, Iwal, Askam, Wahyu, Amin, Parlan, Sanz, Berry, Tedy, Nope,

dan Ednan atas persahabatan dan suasana kekeluargaan yang telah terjalin

selama ini.

• Rekan-rekan TIN 39 atas kebersamaan dan semangatnya selama ini.

• Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian hingga penyelesaian

skripsi.

Semoga karya ini dapat berkenan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang

memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Ruang Lingkup .............................................................................................. 3

C. Tujuan ............................................................................................................ 3

D. Manfaat .......................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5

A. Pabrik Kelapa Sawit ..................................................................................... 5

1. Tanaman Kelapa Sawit .............................................................................. 5

2. Pabrik Kelapa Sawit ................................................................................... 7

3. Proses Produksi ......................................................................................... 7

4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit ............................. 10

5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................................... 12

B. Pengukuran Kinerja ..................................................................................... 21

1. Definisi ................................................................................................... 22

2. Ukuran Kinerja ....................................................................................... 23

3. Teknik Pengukuran Kinerja .................................................................... 25

C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 27

III. METODOLOGI ............................................................................................. 32

A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32

B. Kerangka Pemikiran .................................................................................... 32

C. Pendekatan Sistem ....................................................................................... 33

1. Analisis Kebutuhan .................................................................................. 33

2. Formulasi Permasalahan .......................................................................... 35

3. Identifikasi Sistem ................................................................................... 34

Halaman

C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 36

D. Teknik Analisis ............................................................................................ 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 39

A. Konfigurasi Model ....................................................................................... 39

B. Struktur Model ............................................................................................. 42

C. Arsitektur Model .......................................................................................... 44

D. Rancang Bangun Model .............................................................................. 52

E. Validasi ........................................................................................................ 72

VI. KESIMPULAN .............................................................................................. 86

A. Kesimpulan .................................................................................................. 86

B. Saran ............................................................................................................ 87

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88

LAMPIRAN .......................................................................................................... 91

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit ............ 10

Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu ................................................. 16

Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam ................................................ 17

Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan .................................................................. 19

Gambar 5. Teknologi Pengomposan .................................................................. 21

Gambar 6. Feedback system ............................................................................... 28

Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem ................................................................ 30

Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem .................................................................. 31

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 33

Gambar 10. Diagram input-output sistem penanganan limbah PKS ................... 36

Gambar 11. Konfigurasi Model ........................................................................... 41

Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS ............. 42

Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit ................... 45

Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit........... 47

Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan ......... 51

Gambar 16. Halaman pengguna MPC LIKESWIT 1.0........................................ 53

Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0............................... 53

Gambar 18. Form Tahapan I, II, III ..................................................................... 54

Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan................................................. 56

Gambar 20. Kesimpulan kinerja MPC LIKESWIT 1.0 ....................................... 57

Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS .................. 71

Gambar 22. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PTPN IV Medan ........... 83

Gambar 23. Kinerja Keseluruhan Penanganan Limbah PT AIP Teluk Siak ....... 84

Halaman

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit ................................................ 11

Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit ....................... 12

Tabel 3. Analisa kebutuhan stakeholders sistem penanganan limbah PKS ....... 34

Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit ......................... 59

Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit .................... 59

Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit ....................... 60

Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit .................... 61

Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1) ............... 62

Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1I) .............. 62

Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan .............................. 63

Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa ........................................... 63

Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan .............................. 65

Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam .................................. 65

Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik ...................................... 66

Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa ................................................ 67

Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos ............................................ 68

Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah .................. 69

Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan

keuntungan ........................................................................................... 70

Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan .................................................... 72

Tabel 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan ........................... 73

Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak ....................... 74

Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan ............ 75

Tabel 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak......... 75

Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan ............ 76

Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan ............ 76

Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak ............ 77

Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan ............................ 77

Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak ........................ 78

Halaman

Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan .............................. 78

Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak .................... 79

Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan ................................. 80

Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak ............................. 80

Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan.................................... 82

Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak ................................ 82

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit ............................................ 91

Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit ............................................. 92

Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa

sawit ............................................................................................... 93

Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0 ......... 94

Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam ............... 95

Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi

pengomposan .................................................................................. 96

Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan ................... 97

Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ............... 98

Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan ............. 99

Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak ....... 100

Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan ............................ 101

Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak ........................ 102

Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan ............................... 103

Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak ............................ 104

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai

peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberi

manfaat sebagai bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah

di dalam negeri dan untuk ekspor sebagai penghasil devisa negara. Perkebunan

dan industri pemanfaatan kelapa sawit menyediakan kesempatan kerja bagi lebih

dari 2 juta tenaga kerja di berbagai subsistem. Dari sisi upaya pelestarian

lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan

berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan efek gas rumah

kaca seperti (CO2), dan mampu menghasilkan O2.

Keunggulan komperatif berupa sumber daya alam dengan lahan yang luas

dan subur, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen kelapa sawit

terbesar di dunia. Tahun 2003 tercatat luas areal perkebunan kelapa sawit di

Indonesia mencapai 4,9 juta hektar, dengan lahan produktif mencapai 2,9 hektar

(Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006). Diprediksi akhir tahun 2007 atau awal 2008,

Indonesia akan menjadi produsen tanaman kelapa sawit dan produk olahan CPO

(Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Ekspor CPO pada tahun 2005 memberikan

devisa negara sebesar US$ 2,348 milyar serta peningkatan nilai hingga diatas 10%

setiap tahunnya (Dirjen Perkebunan-Deptan, 2006).

Pabrik kelapa sawit merupakan sektor industri yang memiliki potensi yang

sangat besar untuk dikembangkan sebagai salah satu industri ungggulan

Indonesia. Pada tahun 2005 menurut data BP3-Deptan, jumlah pabrik kelapa sawit

di Indonesia mencapai 320 unit dengan berbagai kapasitas produksi pabrik. Total

kapasitas olahan pabrik kelapa sawit di Indonesia adalah 13520 ton TBS/jam.

Selain menghasilkan CPO dan PKO (Palm Kernel Oil) sebagai produk utama,

pabrik kelapa sawit juga menghasilkan limbah produksi berupa limbah cair pabrik

kelapa sawit (LCPKS), tandan kosong sawit (TKS), cangkang, dan serat.

Cangkang dan serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai alteratif bahan bakar

tetapi penanganan LCPKS dan TKS masih belum optimal. Apabila dilakukan

konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di Indonesia maka setiap tahunnya

akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta m3, lumpur sebanyak 1,135 juta

ton, dan 1,865 juta ton TKS. Banyaknya limbah yang dihasilkan pabrik kelapa

sawit menuntut adanya instalasi penanganan limbah yang dapat menjaga

kelestarian lingkungan.

Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dunia tentang pelestarian

lingkungan hidup serta adanya persaingan pada pasar global, maka mutu produk

tidak hanya dilihat dari aspek fisik dan kimianya saja, tetapi juga aspek

lingkungan. Sampai saat ini kebijakan pengelolaan lingkungan di bidang industri

perkebunan, khususnya industri minyak sawit masih belum mampu menyentuh

akar permasalahan. Banyak kendala masalah lingkungan yang muncul di lapangan

dan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan pada jangka panjang. Bila kondisi

ini berlanjut, tidak saja kualitas sumberdaya alam dan lingkungan yang

seharusnya dapat dijaga kelestariannya akan rusak, tetapi juga hambatan-

hambatan non tarif pada perdagangan dunia khususnya untuk minyak sawit akan

sangat sulit diatasi dimasa-masa mendatang.

Kuantitas limbah yang besar pada pabrik kelapa sawit menuntut pihak

manajemen harus memiliki kinerja penanganan limbah dengan teknologi yang

ramah terhadap lingkungan, biaya penanganan yang murah, dan mampu

memberikan nilai tambah terhadap limbah sehingga dapat dijadikan sebagai by

product pada pabrik kelapa sawit. Penilaian cepat penanganan limbah pabrik

kelapa sawit dapat memberikan informasi kepada para stakeholders untuk

melakukan evaluasi/audit, koreksi maupun perbaikan terhadap sistem penanganan

limbah sehingga membantu dalam menciptakan penanganan limbah yang optimal

bagi keuntungan pabrik kelapa sawit dan kelestarian lingkungan.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian model penilaian cepat (rapid assessment)

penanganan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) adalah pada lingkup sistem

penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dan limbah padat berupa

tandan sawit kosong (TKS). Model penilaian cepat yang disusun akan dibatasi

pada empat alternatif penanganan limbah, yaitu teknologi sistem kolam,

teknologi mulsa, teknologi aplikasi lahan, dan teknologi pengomposan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dalam pabrik

kelapa sawit.

2. Membangun model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit yang dikembangkan dalam sebuah perangkat lunak aplikatif.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penilaian terhadap kinerja penanganan limbah

pabrik kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat

(tool) untuk melakukan pengukuran tentang kinerja penanganan limbah pabrik

kelapa sawit di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah :

1. Bagi pemerintah, secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan

sebagai dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan agribisnis kelapa

sawit pada masa mendatang.

2. Bagi pengusaha dan pabrik kelapa sawit, hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kinerja penanganan

limbah pabrik saat ini (self assessment). Dengan demikian diharapkan

manajemen pabrik kelapa sawit dapat mengetahui prioritas utama yang

perlu dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja penanganan limbah pabrik

kelapa sawit.

3. Bagi lembaga penelitian, hasil penilaian kinerja penanganan limbah pabrik

kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menyusun

program kerja pada masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh

teknologi penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang paling tepat dan

ekonomis.

4. Bagi auditor, perangkat lunak aplikatif yang dihasilkan dari penelitian ini

dapat menjadi alternatif alat analisis (tools) dalam melakukan evaluasi dan

audit kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pabrik Kelapa Sawit

1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili

Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun demikian, kelapa sawit dapat

tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini tanaman

ini telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa

sawit (Fauzi et al., 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk

dalam kelas tanaman keras dengan produk primer buah dari tanaman ini

adalah minyak nabati dan sumber vitamin A (Mangoensoekarjo et al., 2003).

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak

mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit

berbentuk silinder dengan diameter 20 - 75 cm. Tinggi maksimum yang

ditanam di perkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai

30 m. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20 – 22

tandan/tahun (Fauzi et al., 2006).

Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama

adalah perikarpium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan

yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm, dan

lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin,

sedangkan mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung

minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung

berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan

penghasil inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal

tanaman (Fauzi et al., 2006).

Tanaman Kelapa Sawit secara umum memiliki waktu tumbuh rata-rata

20 – 25 tahun. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam

tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang,

dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan tandan buah segar (TBS).

Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai

mengalami penurunan produksi TBS dan terkadang pada usia 20-25 tahun

tanaman kelapa sawit mati (Anonim, 2005).

Pada tahun 1968, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia baru

120 ribu ha dan menjadi 4,926 juta ha pada tahun 2003. Selain dari

pertumbuhan areal yang cukup besar tersebut, hal lain yang lebih mendasar

lagi adalah penyebarannya, yang semula hanya ada pada 3 propinsi saja di

Sumatera, tetapi saat ini telah tersebar di 17 propinsi di Indonesia. Sumatera

masih memiliki areal terluas di Indonesia, yaitu mencapai 75,98% diikuti

Kalimantan dan Sulawesi, masing-masing 20,53% dan 2,81%. Komposisi

pengusahaan kelapa sawit juga mengalami perubahan, yaitu dari sebelumnya

hanya perkebunan besar, tetapi saat ini telah mencakup perkebunan rakyat dan

perkebunan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai

1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu ha (12,3%), dan

perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%). Sumatera

mendominasi ketiga jenis pengusahaan, sedangkan Kalimantan dan Sulawesi

menjadi lokasi pengembangan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat

(Goenadi et al., 2005).

Tanaman kelapa sawit menghasilkan tandan buah sawit (TBS) yang

merupakan bahan baku bagi industri pengolahan di pabrik kelapa sawit.

Pabrik kelapa sawit (PKS) mengolah TBS menjadi produk minyak sawit

mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Crude palm

oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO) merupakan bahan baku industri hilir

kelapa sawit, industri hilir ini dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, pertama

industri pangan yang berupa industri minyak goreng, kedua industri non-

pangan yang meliputi industri oleokimia seperti, fatty acid, fatty alcohol,

stearin, gyserin, dan metallic soap (Goenadi et al., 2005). Pada Lampiran 1

ditunjukkan pohon industri tanaman kelapa sawit.

2. Pabrik Kelapa Sawit

Pabrik kelapa sawit adalah industri pengolahan tanaman kelapa sawit

menjadi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit. Tidak semua usaha

perkebunan kelapa sawit mempunyai pabrik untuk mengolah tandan buah

segar (TBS). Dalam hal ini menurut luas atau kapasitas pabriknya usaha

perkebunan kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu :

Perusahaan besar : kapasitas pabrik lebih dari 10 ton TBS/jam

Perusahaan menengah : kapasitas pabrik kurang dari 10 ton TBS/jam

Perusahaan kecil : tanpa pabrik, luas perkebunan kurang dari 200 ha

(Mangoensoekarjo et al.,2003).

3. Proses Produksi Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)

Proses produksi minyak kelapa sawit diawali dengan penerimaan TBS

di pabrik, perebusan, penebahan, pengadukan, pemisahan dan pemurnian

minyak, pengambilan minyak dari sludge dan pengolahan inti (Lampiran 2).

3.1 Penerimaan TBS di Pabrik

TBS yang sudah ditimbang di looding ramp dan selanjutnya

dicurahkan pada lori-lori (kapasitas 2,5, ton) sebelum dibawa ke tempat

perebusan. Letak looding ramp lebih tinggi dari pada letak lori.

3.2 Perebusan

Rebusan merupakan bejana besar terbuat dari besi yang dapat

memuat beberapa lori. TBS dalam lori yang telah selesai direbus diangkat

dengan hoisting crane ke bak penebah. Tujuan perebusan adalah agar

enzim sebagai katalis yang dapat menguraikan minyak menjadi asam

lemak bebas (ALB) dan gliserin rusak. Lendir dikeluarkan agar minyak

lebih mudah terpisah dari air dalam proses pemurnian minyak. Lama

perebusan 90 menit dengan suhu 135-150 oC dan tekanan uap 2,5-3,0 atm.

3.3 Penebahan

Pelepasan buah dari tandannya dilakukan oleh mesin penebah.

Buah yang sudah lepas akan jatuh ke ularan dan dibawa ke stasiun

pengadukan. Pada proses ini menghasilkan limbah padat berupa tandan

kosong sawit.

3.4 Pengadukan

Di tempat pengadukan, buah dilumatkan untuk melepaskan daging

buah dari biji. Selanjutnya dilakukan pemanasan dengan suhu 85-95 oC

untuk menjaga minyak tidak membeku.

3.5 Pengempaan

Minyak yang berbentuk bubur yang masuk dari tangki pengadukan

kemudian dikempa. Alat yang dipakai adalah scew press dengan tekanan

50 kg/cm, suhu 85-90 oC, selama 6-10 menit. Pada tekanan 50 kg/cm

minyak dapat terpisah dari ampasnya dengan baik dan biji yang pecah

akan minimal. Minyak kasar yang keluar dari mesin kempaan ditampung

pada tangki setelah melalui saringan getar untuk memisahkan sabut dan

biji. Biji dan serat akan dikirim ke deperikarper.

Mengingat pengoperasian scew press berpengaruh terhadap

presentase biji yang pecah, yang menyebabkan rendemen inti sawit

menjadi rendah, maka untuk meningkatkan ekstraksi minyak dan inti pada

saat ini sudah diterapkan pengempaan dua tahap (double pressing).

Penerapan pengempaan dua tahap dapat meningkatkan ektraksi inti

sebesar 23,02% atau 1,15% terhadap TBS, selain itu metode ini dapat

menurunkan kadar minyak dalam ampas (Naibaho, 1998).

3.6 Pemisahan dan pemurnian minyak

Minyak yang masih bercampur serat dan kotoran ditampung pada

bak pengendap. Minyak yang ada dibagian atas disalurkan ke tangki

minyak kasar setelah mengalami penyaringan di ayakan getar. Minyak

yang akan dimasukan ke dekanter dipanaskan terlebih duhulu dengan uap

panas. Fraksi padat (non oil solid) dan fraksi cair (minyak dan air)

dipisahkan dalam dekanter ini dengan gaya sentrifugal. Fraksi padat yang

masih mengandung 80% air dikeringkan atau dibuang ke lapangan sebagai

buangan lumpur (sludge effluent). Fraksi padat yang sudah dikeringkan

(kadar air 9%) disebut lumpur kering (dry sludge). Penggunaan dekanter

ini adalah untuk mengurangi limbah, tetapi penggunaannya belum disertai

persiapan alat pembantu, misalnya alat angkut bahan padatan yang

diproduksi. Minyak yang terpisah dari fraksi padat dialirkan ke continous

settling tank. Minyak pada bagian atas tangki ini dialirkan ke tangki

minyak sebelum masuk ke pemurnian. Pada bagian bawah continous

settling tank akan terkumpul lumpur yang akan dialirkan ke tangki lumpur.

Untuk menghindari hidrolisis, minyak yang keluar dari pemurnian masuk

ke alat pengering, sedangkan kotoran dialirkan ke fat pit (tempat

pengutipan minyak dari kotoran).

3.7 Pengambilan minyak dari lumpur

Lumpur yang berasal dari continous settling tank masih

mengandung minyak. Suhu lumpur pada tangki lumpur dinaikkan menjadi

95 oC, lalu dialirkan ke tabung penyaring minyak dari serabut (self

cleaning strainer) dan diteruskan ke pemisah minyak dari pasir (desanding

cyclone). Minyak yang sudah bebas serabut dan pasir sebelum masuk ke

continous settling tank, disaring lagi dari kotoran pada pemisah lumpur.

Air dan kotoran dari pemisah lumpur, pemurnian dan rebusan yang masih

mengandung minyak dialirkan ke fat pit. Dengan cara pemanasan, minyak

dapat dipisahkan dari lumpur, sedangkan air dan kotoran dialirkan ke

kolam limbah.

3.8 Pengolahan inti sawit

Ampas yang nerupakan campuran serat dan biji dibawa ke

deperikarper dengan alat cake breaker conveyor. Ampas halus

dikeluarkan melalui fibre cyclone, yang selanjutnya dipakai sebagai bahan

bakar ketel uap, sedangkan biji dikeluarkan melalui polishing drum. Biji

yang bersih diangkut ke silo biji dan dipanaskan agar inti mudah lepas dari

cangkang. Selanjutnya bijih dipecah, dipisahkan dan keringkan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rendemen minyak dan inti

kelapa sawit normal adalah masing-masing sebesar 22% dan 5%,

sedangkan kehilangan minyak dan inti kelapa sawit normal masing-masing

sebesar 1,23% dan 0,27% (Naibaho, 1998). Pada beberapa PKS di

Indonesia, rendemen minyak dan inti kelapa sawit bervariasi, selain oleh

faktor tanaman dan iklim, juga sering ditemui akibat peralatan yang sudah

tua dan tidak standar lagi (Turner et al., 1974).

4. Jenis dan Karakteristik Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Industri minyak kelapa sawit yang beroperasi saat ini pada umumnya

sudah berusaha meminimumkan limbah yang dihasilkan, akan tetapi masih

menghasilkan limbah yang cukup potensial mencemari lingkungan, seperti

terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahap proses, fungsi dan limbah pengolahan minyak sawit

(Anonim, 1998)

Limbah industri minyak sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat

proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis

yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi et al., 2006).

a. Limbah Padat (tandan kosong sawit)

Sa’id (1996) menyebutkan bahwa limbah padat industri kelapa sawit

mempunyai kekhasan tersendiri pada komposisinya. Komponen bahan

terbesar dari limbah padat adalah selulosa disamping hemiselulolsa dan lignin

dalam jumlah yang lebih kecil. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa

sawit yang terbesar adalah tandan kosong sawit (TKS). Komposisi kimiawi

TKS terlihat seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia tandan kosong sawit

Jenis Komponen Komposisi (%) Kadar abu Selulosa Lignin hemiselulosa

15 40 21 24

Sumber : Pratiwi, et al. (1995)

b. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (air limbah dan lumpur)

Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga limbah cair (palm

oil mill effluent) yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi dan dari

hidrosiklon. Sebagaimana hasil limbah pertanian lainnya, limbah cair kelapa

sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan

organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar,

karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu

limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai

penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari

proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996).

Seperti halnya limbah cair industri hasil pertanian lainnya, limbah cair

industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi,

sehingga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi. Limbah cair industri

minyak kelapa sawit umumnya mengandung minyak dan lemak. Hal ini

disebabkan proses ekstraksi minyak kelapa sawit menggunakan uap air,

sehingga air buangan dari proses ini akan mengandung minyak, disamping itu,

sifatnya yang cenderung asam jika dibiarkan lama pH akan turun mencapai

lebih kecil dari empat (Anonim, 1998). Semakin banyak bahan-bahan organik

pada limbah cair, maka semakin besar pula nilai biological oxygen demand

(BOD) limbah tersebut (Anonim, 1995).

Pengaruhnya apabila limbah dibuang langsung tanpa di tangani

terlebih dahulu akan mengakibatkan dampak lingkungan yang menyebabkan

pengurangan kadar oksigen di dalam badan air yang menerimanya sebagai

akibat dari terjadinya pemecahan bahan-bahan organik (Anonim, 1995).

Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan

menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air tersebut.

Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan makhluk hidup yang

membutuhkan oksigen di dalam air akan terganggu dan menghambat

perkembangannya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).

Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996) menyebutkan karakteristik

lumpur limbah cair industri minyak sawit seperti yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik lumpur limbah cair industri kelapa sawit

Parameter Kolam primer Kolam sekunder pH Padatan tersuspensi (ppm) Padatan volatil (ppm) COD (ppm) Nitrat (ppm) Fosfat (ppm)

3,75 80.720 64.760 28.220

31 106

4,54 243.670 233.730 16.320

3 3

Sumber : Nurcahyo (1993) dalam Sa’id (1996)

5. Sistem Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan

tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk

daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui

kepadatan penduduk dan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair

yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis

dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,

dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat

(sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan

baik secara langsung maupun tak langsung.

Secara konvensional pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit

(LCPKS) dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik

dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (Wulfert et al.,

2000). Keuntungan dari cara ini antara lain adalah:

• Sederhana

• Biaya investasi untuk peralatan rendah

• Kebutuhan energi rendah

Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai

beberapa kerugian antara lain :

• Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas, yaitu sekitar 5 ha untuk pabrik

kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas 30 ton/jam.

• Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan Lumpur dari

kolam. Untuk PKS yang menggunakan separator 2 fase, praktis semua

lumpur (sludge) yang berasal dari buah mengalir ke kolam. Padatan

tersuspensi dari Lumpur ini tidak akan/sedikit didegradasi sehingga

konsentrasinya akan semakin meningkat dan akan mengendap di dasar

kolam akan semakin menurun sehingga waktu retensi limbah akan turun

dan kapasitas perombakkan kolam juga turun. Disamping itu pembuangan

lumpur juga tidak dapat dilakukan pada semua bagian kolam karena luas

dan dalamnya kolam.

• Hilangnya nutrisi

Semua nutrisi yang berasal dari limbah (N, P, K, Mg, Ca) akan hilang

pada waktu limbah dibuang ke sungai.

• Emisi gas metana ke udara bebas

Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik

tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan

karbondioksida. Emisi gas metana ke udara bebas dapat menyebabkan

efek rumah kaca yang besarnya 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan

dengan karbon dioksida. Jumlah gas metan yang diproduksi kolam limbah

anaerobik sekitar 10 m3 setiap ton TBS diolah.

Dengan memperhatikan kerugian pada penggunaan sistem kolam,

maka perlu dikembangkan konsep alternatif pengolahan LCPKS secara

terpadu.

Konsep Alternatif Pengolahan LCPKS

Pada tahap pertama, lumpur/padatan tersupsensi dipisahkan dengan

dekanter atau dissolved air floatation dengan tujuan :

• Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir

• Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti foaming,

sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur.

Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya

adalah padatan terlarut di pompakan ke reaktor anaerobik (unggun tetap/fixed

bed, up flow anaerobic sludge blanket atau lainnya), dimana akan terjadi :

• Perombakan bahan organik menjadi biogas

• Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan kinerja yang

tinggi

• Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan

LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan

sebagai air irigasi (aplikasi lahan/land application) untuk :

• memanfaatkan nutrisi dalam limbah

• menghemat areal untuk kolam

• meminimalisasi pencemaran dan konsumsi energi

Apabila aplikasi lahan tidak dapat dilakukan, limbah dapat diolah lebih

lanjut secara aerobik (kolam aerobik atau activated sludge system) sampai

memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke sungai.

Apabila energi menjadi faktor yang penting, fraksi lumpur dapat diolah

secara anaerobik dalam reaktor anaerobik berpengaduk untuk produksi biogas.

Lumpur yang sudah diolah dapat digunakan sebagai pupuk bersama dengan

limbah cair untuk memanfaatkan nutrisinya. Lumpur juga dapat dikeringkan

dengan drum drier untuk dijadikan pakan ternak. Pemanfaatan lain dari

lumpur adalah untuk produksi kompos bersama-sama dengan tandan kosong

sawit. Lumpur dicampur dengan TKS yang telah dirajang dan dibiarkan

beberapa minggu sampai menjadi kompos. Dengan cara ini akan terjadi

penguapan air pada lumpur. Tumpukan kompos ini harus dibalik secara

periodik agar proses penguapan maksimal.

Pada Gambar 2 terlihat beberapa variasi dan konsep alternatif

pengolahan LCPKS. Apabila pabrik menggunakan sistem dekender 3 fase,

maka tidak diperlukan proses pemisahan lumpur, tetapi proses pengolahan

lumpur dan limbah cair adalah serupa. Proses utama dari konsep ini adalah

pengolahan secara anaerobik dan pemisahan lumpur.

16

Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu (PKS dengan separator 2 fase)

(BAPEDAL, 1998)

39

Pengelolaan limbah cair dan lumpur dengan teknologi sistem kolam

Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik

kelapa sawit (LCPKS) yang dianggap paling mudah dan murah bagi

pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip

instalasi penanganan air limbah (IPAL) yang bersifat end of pipe. Gambar

3 menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan

menggunakan teknologi sistem kolam (PPKS, 2000).

Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam (PPKS, 2000)

• Recovery Tank

Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah.

• Deoiling Pond

Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam

limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%.

• Cooling Pond

Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar

mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat

digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun

lebih menghemat lahan.

Recovery Tank

Deoiling Tank

Cooling Pond/Tower

Netralization

Seedling Pond

Primary Anerobic Pond

Secondary Anerobic Pond

Facultative Pond

Aerobic Pond FinalPond

Public River

40

• Netralization Pond

Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan

menambahkan kaustik soda (NaOH) atau kapur tohor (CaO).

• Seedling Pond

Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan

dialirkan ke kolam anaerobik.

• Primary Anaerobic Pond

Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri

menjadi asam-asam organik yang mudah menguap.

• Secondary Anaerobic Pond

Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi

untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat

menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida.

• Facultative Pond

Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada

penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan

sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond.

• Aerobic Pond

Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana

oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis

menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir (CO2, H2O, dan

NH3) yang stabil.

• Final Pond

Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah,

dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan

pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem

pengolahan air limbah.

Pengelolaan limbah cair dengan teknologi aplikasi lahan

Pemanfaatan limbah cair PKS dengan teknologi aplikasi lahan

dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang berasal dari kolam

penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di perkebunan kelapa

sawit. Pemanfaatan limbah cair PKS menjadi pupuk dikarenakan

41

komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara

yang tinggi.

Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum

dialirkan ke lahan-lahan (flat bed) perkebunan sama dengan teknologi

sistem kolam hingga pada proses pengendapan di kolam anaerobik.

Penanganan ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai parameter

limbah cair seperti BOD (< 5000 ppm) dan COD (< 10000 ppm) sehingga

lahan dapat menyerap limbah tersebut sebagai pupuk cair organik. Gambar

4 berikut ini adalah yang menunjukkan teknologi yang menggunakan

aplikasi lahan (PTPN IV, 2004).

Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan (PTPN IV, 2004)

Pengelolaan limbah padat dengan teknologi mulsa

Penanganan limbah padat berupa tandan kosong sawit dengan

menggunakan tekologi mulsa merupakan teknologi penanganan yang

paling mudah dan murah diantara sistem penanganan limbah padat

lainnya. Proses teknologi mulsa hanya dilakukan dengan meletakkan dan

mengatur tandan kosong sawit pada bagian-bagian dari lahan perkebunan

sebagai pupuk organik. Penyebaran TKS harus sesuai dengan prosedur

42

agar tidak memicu pembususkan pada tanaman kelapa sawit (PPKS,

2000).

Selain pemanfaatan nilai haranya, dengan teknologi mulsa juga

dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut.

• Perbaikan struktur tanah oleh mikroorganisme pada pelapukan tandan

buah sawit

• Pengurangan erosi tanah karena pembentukan lapisan pelindung

• Perbaikan penahanan air dan pengurangan penguapan oleh lapisan

yang terbentuk.

Ada beberapa kerugian pemanfaatan mulsa sebagai pengganti

pupuk anorganik, yaitu dapat terjadinya pembentukan jamur karena masih

memiliki nilai hara yang tinggi sehingga menimbulkan pencemaran bau

pada areal perkebunan. Kontrol yang kurang terhadap nilai-nilai parameter

juga dapat memicu proses anaerob yang menyebabkan kematian tanaman

kelapa sawit.

Pengelolaan limbah cair dan limbah padat (TKS) dengan teknologi

pengomposan

Teknologi pembuatan kompos (Gambar 5) pada pabrik kelapa

sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu : (PTPN IV, 2003)

i) Pencacahan Tandan Kosong Sawit

Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit

sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses

pengomposan dapat berjalan dengan baik.

ii) Pembuatan Tumpukan

Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat

ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana.

Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi

mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan

lahan dan produksi kompos.

iii) Pembalikan

Pembalikan dilakukan agar seluruh bagian tumpukan memperoleh

aerasi yang cukup sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik.

43

Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu.

iv) Penyiraman Limbah Cair PKS

Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk

menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman

dilakukan 3 - 5 kali seminggu.

v) Pengeringan/Penjemuran

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk

mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi.

Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses

terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme, waktu

pengomposan 6-8 minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko

kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja

rendah.

Gambar 5. Teknologi Pengomposan (PPKS, 2000)

B. Pengukuran Kinerja

Sistem pengukuran kinerja (measurement performance system) telah

dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja

pertama kali diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun

44

1919. Sistem pengukuran kinerja tersebut dikenal dengan nama skema Dupont.

Pengukuran kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan

penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on

investment). Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode

1980an sampai 1990an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya

berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun

kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan

adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-

assestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC),

Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Krueng

et al., 2004).

1. Definisi

Sistem pengukuran kinerja adalah suatu cara atau alat (tools) yang

terorganisasi untuk mendefinisikan (defining), mengumpulkan (collecting),

menganalisis (analyzing), melaporkan (reporting), dan membuat keputusan

berkenaan dengan ukuran-ukuran kinerja dalam suatu proses atau produk.

Ukuran kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan

basis kuantitatif dari penilaian atau pengukuran kinerja suatu proses atau

produk terhadap tujuan dan standar yang telah ditetapkan (PBM-SIG, 1995).

Ukuran-ukuran kinerja merupakan bagian penting dari konsep Total Quality

Management (TQM).

Sebagai sebuah proses, konsep pengukuran kinerja tidak hanya

menitikberatkan pada standar dan pengumpulan data. Lebih dari itu,

pengukuran kinerja merupakan pola pikir manajemen sistem terhadap

keseluruhan proses yang bermula dari pencegahan (prevention) dan deteksi

yang ditujukan untuk memenuhi standar permintaan dari proses atau produk

(PBM-SIG, 1995). Fokus pengukuran kinerja adalah optimalisasi proses,

yaitu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas suatu proses atau produk.

Pengukuran kinerja merupakan suatu program yang harus dijalankan secara

kontinu. Selanjutnya hasil pengukuran kinerja dapat ditingkatkan sampai

pada taraf perluasan dan pengembangan teknik kerja. Prinsip-prinsip dasar

sistem pengukuran kinerja meliputi:

45

a. Mengukur hanya yang penting.

b. Fokus kepada kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun

pelanggan eksternal.

c. Melibatkan karyawan dalam proses desain dan implementasi sistem

pengukuran kinerja.

Salah satu fungsi penting pengukuran kinerja adalah untuk

mengurangi atau menghilangkan variasi yang terjadi di dalam proses atau

produk kerja. Target pengukuran kinerja adalah sampai pada tahap

pengambilan keputusan tindakan atau perbaikan proses dan outputnya.

Keuntungan pengukuran kinerja adalah :

a. Mengetahui apakah proses atau produk telah sesuai dengan permintaan

konsumen.

b. Membantu mengetahui masalah dan keadaan yang terjadi di dalam

proses.

c. Membantu mengambil keputusan berdasarkan fakta.

d. Mengatahui peningkatan-peningkatan aktual yang terjadi.

2. Ukuran Kinerja

Ukuran kinerja tersusun atas nilai dan satuan. Nilai berfungsi untuk

menunjukkan besar atau jarak, dan satuan berfungsi untuk memberi arti pada

nilai. Ukuran-ukuran kinerja selalu berhubungan dengan target (objective)

dan tujuan (goal). Secara umum ukuran kinerja dapat dikelompokkan

menjadi enam kategori:

a. Efektivitas : karakteristik proses yang menunjukkan derajat

pemenuhan output atau proses terhadap permintaan

(spesifikasi).

b. Efisiensi : karakteristik yang menunjukkan derajat dimana

proses menghasilkan output pada tingkat biaya

minimum.

c. Kualitas : derajat dimana produk atau pelayanan sesuai dengan

keinginan dan harapan pelanggan.

46

d. Timeliness : menunjukkan ketepatan waktu, yaitu ukuran apakah

sebuah unit kerja telah dikerjakan dengan benar dan

tepat waktu.

e. Produktivitas : ukuran besarnya nilai tambah yang dihasilkan proses

dibagi dengan jumlah modal dan tenaga kerja yang

dikonsumsi.

f. Keamanan : keseluruhan ukuran aspek kesehatan dari organisasi

dan lingkungan kerja untuk karyawan.

Hasil pengukuran kinerja diperlukan untuk mengontrol suatu

aktivitas atau proses, tanpa pengukuran yang akurat dan terpercaya maka

kita tidak akan dapat membuat keputusan dengan baik. Terdapat tiga dasar

teknik pengukuran kinerja (PBM-SIG, 1995), yaitu:

1. Perencanaan dan pengembangan standar operasi yang akan dicapai.

2. Pendeteksian penyimpangan (deviasi) terhadap ukuran kinerja yang telah

ditetapkan.

3. Memperbaiki kinerja proses sehingga kembali memenuhi tingkat standar

kinerja yang telah ditetapkan.

Prinsip-prinsip dan dasar teknik pengukuran kinerja selanjutnya

dijabarkan dalam pedoman (guideline) langkah-langkah umum proses

pengembangan sistem pengukuran kinerja. Pedoman berikut merupakan

pedoman umum proses pengembangan sistem pengukuran kinerja yang

disusun oleh PBM-SIG (1995):

1. Identifikasi aliran proses

2. Identifikasi aktivitas kritis

3. Mengembangkan standar atau tujuan kinerja yang ingin dicapai

4. Mengembangkan ukuran kinerja

5. Identifikasi bagian yang bertanggung jawab dalam proses pengukuran

kinerja

6. Mengumpulkan data

7. Analisis atau melaporkan kinerja aktual

47

8. Membandingkan kinerja aktual dengan tujuan atau standar

9. Identifikasi apakah diperlukan tindakan perbaikan, dan

10. Tindakan perbaikan jika diperlukan.

Menurut PBM-SIG (1995), langkah-langkah yang telah

dikembangkan tersebut bukanlah suatu kerangka kerja yang bersifat mutlak,

setiap organisasi dapat memodifikasi dan mengembangkan kerangka

tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3. Teknik Pengukuran Kinerja

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan

pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik “studi kapabilitas

jangka pendek (short term capability study)”. Studi kapabilitas jangka

pendek merupakan dasar dari statistical process control (SPC) dan total

quality management (TQM). Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi

suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada

dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup et al., 1993). Studi

kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran

tingkat penyimpangan sistem (measurement system error) dan ukuran

kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar.

Menurut Alsup, et al. (1993), studi kapabilitas jangka pendek

dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:

1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan.

2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat.

3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat.

4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat.

5. Mengurangi waktu dan biaya studi.

Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi

kapabilitas jangka pendek:

1. Mengumpulkan data

2. Kalkulasi data

3. Analisis hasil

4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil.

48

Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi

kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup et al., 1993). Dalam PBM-

SIG (1995), akurasi didefinisikan sebagai kedekatan nilai pengukuran

terhadap nilai standar. Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran

dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Dalam

Alsup, et al. (1993) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata

data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan

rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability).

Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima

(Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan

kontrak kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut

Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan

berdasarkan:

1. Data historis

2. Pengalaman (Empirical judgment)

3. Informasi Teknik (engineering information)

4. Percobaan

5. Kemampuan produsen, dan

6. Keinginan konsumen.

Dalam praktek rentang nilai acceptabiltas bervariasi antara ±0.01%

sampai dengan ±10% (Besterfield, 1990). Jika akurasi masih berada dalam

rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi

melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima.

TrueValueAverageAccuracy −=

49

C. Pendekatan Sistem

Pada dasarnya sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen-

elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja

sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna. Berdasarkan pengertian ini,

maka perumusan ciri-ciri atau karakteristik sistem, yaitu : (Gaspersz, 2001)

1. Terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan

2. Adanya tujuan dan saling ketergantungan

3. Adanya interaksi antar elemen

4. Mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga sebagai

transformasi

5. Adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

Tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai sesuatu yang berharga,

memiliki nilai, dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan

atau masukan dengan suatu cara tertentu (Amirin et al., 1993 dalam Budihardjo,

1995). Tujuan sistem biasanya lebih dari satu yang sering disebut dengan tujuan

jamak (multiple purposes), sekalipun ada urut-urutan prioritasnya. Untuk

menentukan peringkat tujuan yang dicapai oleh suatu sistem, digunakan empat

tolak ukur, yaitu kualitas atau mutu, kuantitas, waktu, dan biaya. Dalam

menentukan tujuan sistem harus memperhatikan kepentingan sistem sebagai

keseluruhan harus lebih diutamakan daripada kepentingan subsistemnya.

Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam

sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan

sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar

sistem yang merupakan tempat bagi terjadinya perubahan-prubahan yang dapat

mempengaruhi sistem. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalam sistem disebut

endogenus, sedangkan aktifitas-aktifitas yang terjadi di luar sistem disebut

eksogenus (Sushil, 1993).

Ditinjau dari hubungan antara objek maupun unsur objek yang ada

dalam suatu sistem, maka sifat hubungannya dapat diklasifikasikan menjadi dua

macam, yaitu :

50

1. Sistem yang mempunyai hubungan searah yang sering disebut

nonfeedback system. Sifat hubungan antara objek yang satu dengan objek-

objek yang lain ataupun unsur-unsur dari objek tersebut merupakan

hubungan yang searah.

2. Sistem yang mempunyai hubungan bolak balik (feedback system). Sifat

hubungan antara objek yang satu dengan objek-objek yang lain ataupun

unsur-unsur dari objek tersebut bukan merupakan hubungan yang searah.

Antara satu objek dengan yang lain mempunyai hubungan bolak balik

yang disebabkan adanya aksi yang datang darisesuatu objek, dimana

timbulnya aksi tersebut akan diikuti oleh reaksi yang kembali ke arah

objek semula (Gambar 6).

Gambar 6. Feedback system (Sabari et al., 1991)

Menurut Marimin (2004), terdapat tiga pola pikir yang menjadi pegangan

pokok dalam menganalisis suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem

yaitu:

1. Cybernetic, artinya cara pandang berorientasi tujuan

2. Holistic, artinya cara pandang yang menyeluruh terhadap keutuhan sistem

3. Efectiveness, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna operasional

serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai

efisiensi keputusan.

Pengkajian permasalahan menggunakan pendekatan sistem ditandai

dengan ciri-ciri : (Marimin, 2004)

1. Mencari faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk

menyelesaikan permasalahan.

2. Adanya model kuantitatif untuk membantu menyelesaikan permasalahan

secara rasional.

X Y

51

Metodologi pendekatan sistem erat kaitannya dengan prinsip dasar ilmu

manajemen, yaitu merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumber daya

(input) menjadi hasil yang dikehendaki (output), secara sistematis dan

terorganisasi guna mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang dirancang

(Eriyatno, 1999). Dalam aplikasi manajemen, teknik pendekatan sistem

dipersyaratkan menggunakan beberapa teori dasar yang bersifat kuantitatif

meliputi : (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik

yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan.

Model adalah simplifikasi atau penyederhanaan sistem. Model harus

memiliki 3 elemen penting dalam proses rancang bangunnya, yaitu pemahaman

proses, peramalan, dan mampu membantu stakeholders dalam mengambil

kebijakan. Pemahaman proses merupakan kegiatan yang dilakukan agar model

yang dibangun mampu mewakili sistem dengan verifikasi dan validitas yang baik.

Peramalan merupakan salah satu alat untuk melakukan simulasi yang berarti

menirukan tingkah laku sistem. Apabila suatu model mampu melakukan simulasi

dengan baik dan akurasi yang tepat maka model tersebut dapat dinilai baik. Model

juga harus mampu memberikan informasi kepada para stakeholders sehingga

dapat membantu dalam hal pengambilan kebijakan/keputusan.

Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem

terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa

model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap

dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui

apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau

belum. Diagram alir metode pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 7.

52

Gambar 7. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)

Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam

tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2)

identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5)

determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan

finansial. Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu

kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Model tahap analisis sistem

disajikan dalam Gambar 8.

53

Gambar 8. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 1999)

54

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2006 hingga bulan April 2007

sedangkan tempat penelitian dilakukan dibeberapa tempat, yaitu Bogor, Medan,

dan Teluk Siak (Riau). Di PT Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti

Persada Teluk Siak dilakukan verifikasi dan validasi terhadap model penilaian

cepat penanganan limbah pabrik yang dihasilkan.

B. Kerangka Pemikiran

Pabrik kelapa sawit merupakan industri pengolahan kelapa sawit menjadi

minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Rendemen yang

dihasilkan kedua produk tersebut adalah 30%, artinya ada 70% dari bahan baku

yang merupakan limbah pabrik. Semakin rendah rendemen yang dihasilkan maka

semakin besar limbah pabrik yang dihasilkan. Limbah tidak hanya berasal dari

bahan baku, bahan penunjang seperti air pengolahan juga merupakan sumber

limbah pabrik yang besar. Apabila limbah pabrik kelapa sawit tidak ditangani

dengan baik dan benar maka buangan limbah dapat merusak kelestarian

lingkungan bahkan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar pabrik.

Kualitas buangan limbah atau produk olahannya bergantung pada

karakteristik dan sistem penanganan yang digunakan pada pabrik kelapa sawit.

Berdasarkan hal tersebut maka dibuat suatu model penilaian cepat penanganan

limbah pabrik kelapa sawit. Karakteristik, kinerja penanganan, dan nilai tambah

produk olahan limbah dibangun menjadi nilai-nilai standar sebagai bahan ukuran

kinerja penanganan pabrik. Dengan memasukkan nilai-nilai parameter tersebut

maka model mampu mengukur kinerja suatu penanganan limbah pabrik kelapa

sawit. Kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.

55

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian

C. Pendekatan Sistem

Metode penelitian yang digunakan dalam membuat model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini adalah pendekatan sistem. Pendekatan

sistem terdiri atas beberapa tahapan kegiatan, yaitu analisa kebutuhan, formulasi

permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan, verifikasi dan validasi serta

implementasi. Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap verifikasi dan validasi.

1. Analisa Kebutuhan

Analisa kebutuhan menunjukkan apa saja hal-hal utama yang

diharapkan aktor-aktor (stakeholders) di dalam sistem yang menjadi

kebutuhan yang dikehendaki. Hasil analisa kebutuhan pada sistem penanganan

limbah pabrik kelapa sawit stakeholders yang terkait dalam sistem adalah

pemerintah pusat dan daerah, pabrik kelapa sawit (pengusaha/manajemen),

perguruan tinggi dan pihak akademisi lainnya, masyarakat dan lembaga

swadaya. Analisa kebutuhan stakeholders dalam sistem penanganan limbah

PKS disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

56

Tabel 3. Analisa Kebutuhan Stakeholders Sistem Penanganan Limbah PKS

No. Pelaku Sistem Kebutuhan Pelaku Sistem

1. Pemerintah Pusat dan Daerah

• Kesejahteraan masyarakat

• Peningkatan devisa negara

• Pemanfaatan sumberdaya lingkungan secara optimal dan tidak terjadi pencemaran

2. Pabrik Kelapa Sawit • Keamanan investasi

• Biaya pengelolaan limbah rendah

• Peraturan atau regulasi yang jelas

• Fasilitas sarana atau prasarana memadai

• Tersedia teknologi yang tepat

• Profit yang lebih tinggi

3. Perguruan Tinggi dan Akedemisi

• Mampu memberikan masukan untuk diaplikasikan kepada pihak industri kelapa sawit

• Adanya network antara akademisi dengan dunia usaha dan pemerintah

4. Masyarakat dan Lembaga Swadaya

• Tidak terjadi konflik sosial

• Kepercayaan atau dukungan masyarakat

• Infrastruktur fisik yang memadai

• Sarana pembuangan limbah

• Tingkat pencemaran rendah

• Kelestarian lingkungan hidup

• Produk yang ramah lingkungan

• Air bersih

• Aksesibilitas informasi dan data

• Dukungan lembaga donor

57

2. Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan

permasalahan yang dihadapi stakeholders berdasarkan kebutuhan-kebutuhan

yang telah diidentifikasi. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan yang

dibandingkan dengan keadaaan yang sekarang maka permasalahan-

permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan limbah pabrik kelapa

sawit adalah sebagai berikut.

• PKS belum menggunakan teknologi penanganan limbah yang efektif dan

efisien.

• Keterbatasan sarana dan prasarana, SDM , modal, mekanisme dan

informasi transfer teknologi dalam sistem penanganan limbah PKS.

• Terjadi pencemaran lingkungan (penurunan kualitas lingkungan) di sekitar

lokasi PKS.

• Peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang tidak

operasional.

3. Identifikasi Sistem

Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi

kinerja suatu sistem, yaitu : (1) variabel output yang dikehendaki, yang

ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, (2) variabel output yang tidak

dikehendaki, (3) variabel input yang terkontrol, (4) variabel input yang tidak

terkontrol, (5) variabel input lingkungan dan (6) variabel kontrol sistem. Pada

sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit, variabel-variabel yang

mempengaruhi sistem tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 10).

58

Gambar 10. Diagram Input-Output Sistem Penanganan Limbah PKS

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data pengukuran pada proses penanganan limbah

pabrik kelapa sawit. Data primer ini berasal dari dua pabrik kelapa sawit, yaitu PT

Perkebunan Negara IV Medan dan PT Aneka Inti Persada Teluk Siak. Data

primer ini digunakan untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap model

penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Data sekunder diperoleh

dari badan-badan yang melakukan pengumpulan data, pusat penelitian, studi

pustaka, dan publikasi hasil penelitian. Data sekunder ini digunakan sebagai nilai

standar kriteria pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit.

E. Teknik Analisis

Ukuran kinerja aktivitas atau proses dapat dianalisis menggunakan

parameter tingkat akurasi. Akurasi merupakan perbedaan antara rata-rata data

Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Input Tidak Terkontrol

— Jenis Limbah PKS — Kualitas Limbah — Cuaca dan Iklim — Kondisi Kebun

Input Terkontrol

— Teknologi Penanganan & Pemanfaatan Limbah — Biaya Penanganan Limbah — Sarana & Prasarana — Kuantitas Limbah — Kapasitas Produksi Pabrik Kelapa Sawit

Output Dikehendaki

— Tidak Ada Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Rendah — Profit lebih Tinggi — limbah yg Minimal — Limbah Termanfaatkan

Output Tidak Dikehendaki

— Terjadi Pencemaran — Biaya Penanganan Limbah yg Tinggi — Kerusakan Lingkungan — Limbah yang tidak Dimanfaatkan — Limbah yang Banyak

Input Lingkungan

— Kebijakan Pemerintah — Globalisasi — Kondisi SDA

Umpan Balik

59

aktual (average) dengan nilai standar (true value). Akurasi dihitung

menggunakan persamaan:

SXA −= …................................................. Persamaan 1

Dimana:

A = Akurasi

X = Rata-rata hasil pengukuran

S = Standar pabrikasi

Variasi (penyimpangan) maksimum akurasi dihitung menggunakan persamaan

berikut:

SVSA *%max ±= ....................................…… Persamaan 2

Dimana:

maxA = Akurasi maksimum

VS = Variasi standar yang masih dapat diterima (%)

S = Standar pabrikasi

Persentase variasi yang digunakan adalah 10%. Nilai 10% merupakan

nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia

industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan ± akurasi maksimum

(Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang diukur dinyatakan diterima (baik),

dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari

aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik atau buruk).

Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai

justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari

variasi (penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan

memudahkan untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai

baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS, dan sebaliknya

aktivitas akan dinilai kurang baik atau buruk jika persentase variasi lebih dari nilai

VS.

60

Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses penanganan limbah pada pabrik

kelapa sawit (PKS) dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari

setiap aktivitas yang terdapat dalam sistem penanganan limbah tersebut. Jika nilai

rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka

kinerja penanganan limbah tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata

persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut

dinyatakan kurang baik atau buruk.

Persentase variasi aktivitas dihitung menggunakan persamaan berikut:

( )

SSXV act

act−

=% ........................................…… Persamaan 3

Dimana:

%Vact = Persentase variasi aktivitas

actX = Rata-rata hasil pengukuran variasi aktivitas

S = Standar pabrikasi

Persentase variasi stasiun produksi dihitung menggunakan persamaan sebagai

berikut:

n

VV

n

iact

st

i∑== 1

%% ...............................................…… Persamaan 4

Dimana:

%Vst = Persentase variasi stasiun produksi iactV% = Persentase variasi aktivitas yang ke-i

n = Jumlah aktivitas

Persentase variasi pada tingkat PKS dihitung menggunakan persamaan berikut:

m

VV

m

jpg

pg

j∑== 1

%% ..............................................…… Persamaan 5

Dimana:

%Vst = Persentase variasi stasiun produksi jstV% = Persentase variasi aktivitas yang ke-i

n = Jumlah aktivitas

61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konfigurasi Model

Konfigurasi model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit

terdiri atas basis data dan model penilaian kinerja. Model basis data dan model

penilaian kinerja akan diolah pada pengolahan terpusat yang membentuk

rancangan antarmuka pengguna (user interface). Antarmuka pengguna

selanjutnya yang menghubungkan antara penguna dengan model yang dibuat

sehingga antarmuka pengguna merupakan salah satu faktor yang penting dalam

implementasi model dalam sebuah perangkat lunak.

Basis data pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit terdiri dari 4 elemen data, yaitu data pabrik kelapa sawit, data kriteria, data

nilai ideal, dan data pengukuran. Data pabrik kelapa sawit meliputi profil pabrik

sebagai informasi umum dan kapasitas pabrik sebagai input dalam perhitungan

neraca massa. Data kriteria adalah jenis-jenis kriteria yang menjadi parameter-

parameter penilaian dalam penentuan kinerja penanganan limbah pabrik kelapa

sawit. Data nilai ideal merupakan nilai kriteria yang menjadi standar dalam

perhitungan nilai deviasi dengan nilai pengukuran. Data pengukuran adalah data

yang dimiliki pabrik kelapa sawit yang akan menjadi input untuk menilai kinerja

tiap-tiap kriteria.

Model penilaian cepat merupakan bagian yang berfungsi sebagai kerangka

model yang akan menganalisis input data pengukuran dengan data nilai ideal

sehingga dapat diketahui ukuran kinerja pabrik dalam melakukan penanganan

limbah. Model penilaian terdiri atas beberapa sub-model yang mewakili sistem

penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan

limbah pabrik kelapa sawit ini tersusun atas limabelas sub-model penilaian

kinerja (SMPK), yaitu :

1. SMPK Karakteristik limbah cair

2. SMPK Kandungan hara limbah cair

3. SMPK Karakteristik lumpur

4. SMPK Karakteristik TKS

5. SMPK Teknologi sistem kolam

62

6. SMPK Teknologi mulsa

7. SMPK Teknologi aplikasi lahan

8. SMPK Teknologi pengomposan

9. SMPK Buangan sistem kolam

10. SMPK Produk pupuk mulsa

11. SMPK Produk pupuk cair organik

12. SMPK Produk pupuk kompos

13. SMPK Ekonomi

14. SMPK Sosial

15. SMPK Lingkungan

Pengolahan terpusat merupakan kendali utama dalam konfigurasi model

penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pengolahan terpusat

merupakan bagian yang berfungsi untuk mengkombinasikan nilai data pada basis

data yang digunakan dalam model penilaian kinerja serta mengatur tampilannya

sebagai antarmuka pengguna sehingga pengguna memperoleh informasi yang

dibutuhkannya serta mudah untuk dipahami.

Antarmuka pengguna atau user interface adalah bagian yang

menghubungkan pengguna dengan model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit pada tampilan perangkat lunak. Perangkat lunak yang baik

harus memiliki tampilan antarmuka pengguna yang mudah dalam

pengoperasiannya dan memberikan penjelasan yang mudah dipahami tentang

model yang ada didalam perangkat lunak tersebut. Antarmuka pengguna pada

model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit diutamakan kepada

auditor maupun pihak perusahaan yang cukup memahami proses dalam

penanganan limbah pabrik. Antarmuka pengguna juga disesuaikan dengan

kebutuhan perangkat lunak yang dirancang untuk melakukan penilaian auditor

maupun self assessment yang dilakukan pabrik kelapa sawit.

Berikut Gambar 11 yang menunjukkan konfigurasi model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

63

Model Penilaian CepatLimbah PKS

Basis Data Model Penilaian Kinerja

Pengolahan Terpusat

AntarmukaPengguna

Pengguna

- Data Pabrik Kelapa Sawit

- Data Kriteria

- Data Nilai Ideal

- Data Pengukuran

- SMPK Parameter kimia limbahcair

- SMPK Kandungan hara limbahcair

- SMPK Karakteristik lumpur- SMPK Karakteristik TKS- SMPK Teknologi sistem kolam

dan mulsa- SMPK Teknologi aplikasi lahan

dan mulsa- SMPK Teknologi pengomposan- SMPK Produk limbah- SMPK Ekonomi (Investasi dan

analisa biaya penanganan)- SMPK Sosial- SMPK Lingkungan

Model Penilaian CepatLimbah PKS

Basis Data Model Penilaian Kinerja

Pengolahan Terpusat

AntarmukaPengguna

Pengguna

- Data Pabrik Kelapa Sawit

- Data Kriteria

- Data Nilai Ideal

- Data Pengukuran

- SMPK Parameter kimia limbahcair

- SMPK Kandungan hara limbahcair

- SMPK Karakteristik lumpur- SMPK Karakteristik TKS- SMPK Teknologi sistem kolam

dan mulsa- SMPK Teknologi aplikasi lahan

dan mulsa- SMPK Teknologi pengomposan- SMPK Produk limbah- SMPK Ekonomi (Investasi dan

analisa biaya penanganan)- SMPK Sosial- SMPK Lingkungan

Gambar 11. Konfigurasi Model

64

B. Struktur Model

Struktur model merupakan desain yang menunjukkan kerangka dasar

model. Kerangka dasar model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit terdiri dari kombinasi objek kajian penelitian yaitu, input, proses, dan output

sebagai kajian internal; faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan

sebagai kajian eksternal; dan gabungan antara kajian internal dan kajian eksternal

penanganan limbah pabrik kelapa sawit sebagai kajian kinerja keseluruhan.

Gambar 12 menunjukkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit (PKS).

Gambar 12. Struktur Model Penilaian Cepat Penanganan Limbah PKS

Kajian internal model adalah objek penelitian penilaian cepat penanganan

limbah pabrik kelapa sawit yang meliputi proses penanganan limbah pada pabrik

kelapa sawit. Elemen-elemen pembentuk kajian internal model terdiri dari input,

proses, dan output. Limbah pabrik kelapa sawit merupakan elemen input pada

kajian internal. Input berasal dari produk samping proses pengolahan pabrik

kelapa sawit yang tidak termanfaatkan lagi bagi proses pengolahan CPO maupun

PKO. Produk samping ini adalah limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS)

dan limbah cair (Palm Oil Mill Effluent).

65

Elemen proses menunjukkan sistem penanganan limbah pabrik kelapa

sawit yang digunakan untuk mengolah input menjadi produk olahan limbah

(output). Elemen proses pada model ini mencakup 3 kelompok alternatif

penanganan limbah dengan 4 sistem penanganan limbah yang dapat digunakan.

Kelompok pertama, limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) ditangani dengan

teknologi sistem kolam dan tandan kosong sawit (TKS) ditangani dengan

teknologi mulsa. Kelompok kedua, LCPKS ditangani dengan teknologi aplikasi

lahan (land aplikasi) dan TKS ditangani dengan teknologi mulsa. Kelompok

ketiga, LCPKS dan TKS ditangani dengan teknologi pengomposan. Selain

melakukan penilaian kinerja proses penanganan limbah terpasang, kajian proses

dapat memberikan informasi sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk

diterapkan berdasarkan kinerja prosesnya.

Empat sistem penanganan limbah pabrik kelapa sawit menghasilkan

produk limbah sebagai elemen output pada kajian internal. Teknologi sistem

kolam menghasilkan produk limbah berupa air buangan sistem kolam yang

kemudian akan dialirkan ke lingkungan (sungai, laut, dll). Pupuk cair organik

adalah produk penanganan limbah dengan sistem teknologi aplikasi lahan, produk

ini dialirkan ke lahan perkebunan. Tekonologi mulsa menghasilkan pupuk organik

yang disebar pada lahan perkebunan. Teknologi pengomposan menghasilkan

pupuk kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk alternatif pada lahan

pertanian atau dapat pula dikomersialisasikan.

Kinerja internal merupakan penilaian akumulatif terhadap kajian internal

pada elemen input, elemen proses, dan elemen output. Kinerja internal

menyimpulkan penilaian keseluruhan kriteria pada sistem penanganan limbah

pabrik kelapa sawit dengan merata-ratakan nilai deviasi setiap elemen kajian

internal.

Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan adalah bagian kajian

eksternal pada struktur model. Biaya investasi dan biaya operasional penanganan

limbah merupakan komponen yang membentuk penilaian faktor ekonomi. Nilai

tambah, kemungkinan pencemaran, bau yang dihasilkan, potensi dampak sosial,

dan pemenuhan program produksi bersih merupakan komponen pembentuk

penilaian faktor sosial. Laju respirasi, penyerapan karbondioksida, produksi

66

biomassa merupakan komponen-komponen utama pada penilaian kinerja faktor

lingkungan. Seperti halnya kinerja internal, kinerja eksternal merupakan

kesimpulan penilaian kajian eksternal dengan merata-ratakan nilai deviasi faktor

ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan.

Rata-rata deviasi kinerja internal dan kinerja eksternal akan menghasilkan

kinerja keseluruhan model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit. Kinerja keseluruhan merupakan informasi akumulatif dari kajian internal

dan kajian eksternal. Kinerja keseluruhan menunjukkan detail tiap sub-model

penilaian kinerja sebagai laporan keseluruhan penilaian kinerja penanganan

limbah pabrik kelapa sawit.

C. Arsitektur Model

Berdasarkan struktur model penilaian cepat penanganan limbah pabrik

kelapa sawit dibuat sebuah rancangan detail model untuk memudahkan

pemahaman dalam mengimplementasikan model dalam perangkat lunak

komputer. Rancangan detail model penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini

digambarkan pada sebuah arsitektur model yang secara umum merupakan

rancangan aliran limbah (jenis dan jumlah limbah) dan rancangan sistem

penanganan limbah.

Aliran limbah yang terdiri atas jenis dan jumlah limbah adalah produk

samping yang tidak diharapkan dalam proses produksi pada pabrik kelapa sawit.

Akan tetapi, aliran limbah ini tidak mungkin dihilangkan dalam proses produksi

pengolahan kelapa sawit. Hal yang mungkin dilakukan adalah meminimalisasi

produk samping ini, melakukan penanganan limbah yang baik dan ramah

lingkungan atau memanfaatkanya kembali menjadi by product yang memiliki

nilai tambah bagi pabrik kelapa sawit. Pada model penilaian cepat penanganan

limbah pabrik kelapa sawit ini tidak mencakup kegiatan yang berhubungan

dengan minimalisasi limbah karena kegiatan tersebut terintegrasi dengan sistem

proses produksi pengolahan kelapa sawit. Aliran limbah pada arsitektur model

bertujuan memberikan informasi jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan

sehingga dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk

diterapkan pada pabrik kelapa sawit. Selain itu, dapat pula diketahui by product

yang berpotensi untuk diproduksi dari aliran limbah pabrik kelapa sawit tersebut.

67

TBS

Pemisahan Serat

Pengeringan Biji

Pemecahan Biji

PemisahanCangkang

Pengeringan Inti

Pembersihan Inti

Cangkang

Limbah CairLimbah Cair

Limbah Cair

TKS

Limbah Cair

Proses Produksi

ALIRAN

LIMBAH

Perebusan

Penebahan

Pengadukan

Pressing

Pemurnian

Vacum Drier

CPO

Biji Pemisahan Serat

Serat

Pengeringan Biji

Pemecahan Biji

PemisahanCangkang

Pengeringan Inti

Pembersihan Inti

PKO

Cangkang

Limbah CairLimbah Cair

Limbah Cair

TKS

Limbah Cair

Proses Produksi

ALIRAN

LIMBAH

Kapasitas PKS

TBS

Pemisahan Serat

Pengeringan Biji

Pemecahan Biji

PemisahanCangkang

Pengeringan Inti

Pembersihan Inti

Cangkang

Limbah CairLimbah Cair

Limbah Cair

TKS

Limbah Cair

Proses Produksi

ALIRAN

LIMBAH

Perebusan

Penebahan

Pengadukan

Pressing

Pemurnian

Vacum Drier

CPO

Biji Pemisahan Serat

Serat

Pengeringan Biji

Pemecahan Biji

PemisahanCangkang

Pengeringan Inti

Pembersihan Inti

PKO

Cangkang

Limbah CairLimbah Cair

Limbah Cair

TKS

Limbah Cair

Proses Produksi

ALIRAN

LIMBAH

Kapasitas PKS

Gambar 13. Arsitektur Model Aliran Limbah Pabrik Kelapa Sawit

68

Gambar 13 menunjukkan arsitektur model yang menggambarkan aliran

limbah pada proses produksi pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan arsitektur

model tersebut, proses produksi pada pabrik kelapa sawit menghasilkan 4 jenis

limbah, yaitu limbah cair, tandan kosong sawit (TKS), serat, dan cangkang.

Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari proses perebusan, penebahan,

pengadukan, klarifikasi (pemurnian dan vacum drier), dan pemisahan cangkang.

Tandan kosong sawit berasal dari proses penebahan yang merupakan proses

pemisahan antara buah sawit dengan jejang buahnya. Serat dihasilkan pada lini

produksi minyak inti sawit yaitu proses pemisahan serat dengan biji sawit. Proses

pemecahan biji sawit akan menghasilkan limbah cangkang yang dipisahkan pada

proses pemisahan cangkang.

Limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari air limbah dan lumpur

(sludge). Akan tetapi, tidak setiap proses yang menghasilkan limbah cair

mengandung lumpur. Lumpur hanya dihasilkan pada proses klarifikasi

(pemurnian). Lumpur merupakan kotoran-kotoran yang berasal dari buah sawit

seperti lendir, getah, fospolipid, karbohidrat, serat-serat kulit, mineral, senyawa

nitrogen, dan senyawa lainnya.

Limbah yang berupa serat dan cangkang telah dimanfaatkan pabrik kelapa

sawit sebagai alternatif bahan bakar pabrik. Pemanfaatan ini dinilai cukup tepat

bagi limbah serat dan cangkang sehingga jenis limbah ini tidak dimasukkan

sebagai objek dan parameter yang diukur dalam model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

Selain limbah yang tersebut diatas, pabrik kelapa sawit juga menghasilkan

limbah lainnya dalam jumlah yang kecil. Bungkil inti buah sawit merupakan

limbah hasil proses ekstraksi minyak inti sawit. Limbah ini digunakan secara

efektif sebagai bahan baku pakan ternak. Pabrik kelapa sawit umumnya menjual

limbah ini kepada industri pakan ternak.

Limbah pabrik kelapa sawit selanjutnya akan mengalami proses

penanganan limbah agar limbah tersebut dapat dibuang ke lingkungan atau dapat

dimanfaatkan kembali menjadi produk limbah berupa pupuk organik atau

kompos. Berikut ini Gambar 14 menunjukkan arsitektur penanganan limbah pada

pabrik kelapa sawit.

69

PKS(Kapasitas Pabrik)

AliranLimbah

Limbah Cair

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS

Tandan Kosong

Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS

JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan

Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Pengomposan

Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk

Teknik Penilaian :

PRODUK LIMBAH

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara

Teknik Penilaian :

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%

- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa

- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa

- Pupuk Kompos

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

PROSES

PRODUKS I

PKS(Kapasitas Pabrik)

AliranLimbah

Limbah Cair

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS

Tandan Kosong

Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS

JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan

Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Pengomposan

Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk

Teknik Penilaian :

PRODUK LIMBAH

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara

Teknik Penilaian :

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%

- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa

- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa

- Pupuk Kompos

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

PKS(Kapasitas Pabrik)

AliranLimbah

Limbah Cair

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- TSS <= 250 mg/L- Debit LCPKS <= 0,7 m3/Ton TBS- Minyak <= 25 mg/L- Total Lumpur <= 52% TBS

Tandan Kosong

Kriteria :- Bahan Kering=300-320 kg/ton DM- C/N =50-65 kg/Ton DM- Kalium =20,1-21,8 kg/TonDM- Ca = 1,6-4 kg/Ton DM- Jumlah TKS <= 23% TBS

JENIS LIMBAH TeknologiPenanganan

Alternatif I :- Teknologi Sistem Kolam- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Aplikasi Lahan- Teknologi Mulsa

Alternatif II :- Teknologi Pengomposan

Kriteria :- pH - Outlet Sistem Kolam (BOD,COD,TSS)- Lama Proses penanganan- Dosis Sebaran Mulsa- Outlet land aplikasi (BOD,COB,TSS)- Peningkatan Produktifitas Kebun- Rendemen produk

Teknik Penilaian :

PRODUK LIMBAH

Kriteria :- BOD <= 100 mg/L- COD <= 350 mg/L- Peningkatan Produksi >= 1,6-3,5%- Jumlah produk limbah- Kandungan hara

Teknik Penilaian :

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%( )

SSXV act

act

−=%

- Buangan Air Limbah- Pupuk Mulsa

- Pupuk Cair Organik- Pupuk Mulsa

- Pupuk Kompos

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

PROSES

PRODUKS I

Gambar 14. Arsitektur Model Penanganan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

70

Limbah pabrik kelapa sawit yang keluar dari proses produksi akan diukur

karakteristik limbahnya. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah limbah

tersebut harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan atau dapat langsung dibuang

ke lingkungan. Selain itu, informasi tentang karakteristik limbah pabrik dapat

membantu manajemen dalam menentukan teknologi penanganan limbah yang

paling tepat. Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari karakteristik

fisiko-kimia dan kandungan hara, sedangkan karaktersistik limbah padat (TKS)

meliputi kandungan mineral limbah.

Pengukuran karakteristik fisiko-kimia limbah cair pabrik kelapa sawit

yaitu membandingkan nilai baku mutu limbah cair dengan nilai pengukuran

terhadap limbah. Apabila nilai pengukuran limbah menunjukkan penyimpangan

deviasi lebih kecil daripada 10% maka limbah cair tersebut dapat langsung

dibuang ke lingkungan tetapi apabila penyimpangan deviasi lebih besar daripada

10% maka limbah cair tersebut wajib melalui proses penanganan limbah sebelum

dibuang ke lingkungan. Baku mutu limbah cair yang menjadi parameter utama

adalah nilai biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD),

padatan tersuspensi, pH, dan debit limbah.

Limbah cair kelapa sawit tidak semua yang ditangani untuk selanjutnya

dibuang ke lingkungan. Akan tetapi, ada limbah cair yang kemudian dimanfaatkan

sebagai pupuk cair organik dan bahan campuran pada teknologi pengomposan.

Pemanfaatan tersebut akan lebih efektif apabila limbah cair yang keluar dari

pabrik memiliki kandungan hara yang masih tinggi. Untuk hal tersebut maka

model penilaian cepat pabrik kelapa sawit ini juga menyediakan penilaian

kandungan hara pada limbah pabrik kelapa sawit. Nilai kandungan hara yang

tinggi akan membuat produk limbah sebagai pupuk mampu meningkatkan

pendapatan pabrik kelapa sawit melalui peningkatan produksi kebun dan

keuntungan dari penjualan kompos.

Setelah pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang tandan kosong

sawit ditangani dengan teknik incenerator, sebagian besar pabrik kelapa sawit

memanfaatkan tandan kosong sawit sebagai pupuk mulsa atau bahan baku

pembuatan kompos. Seperti halnya limbah cair yang akan dimanfaatkan sebagai

produk pupuk maka tandan kosong sawit juga perlu diketahui kadungan hara dan

71

mineralnya agar produk pupuk yang dihasilkan dapat memberikan efek nilai

tambah pada produktifitas kebun. Kriteria-kriteria yang diukur pada karakteristik

tandan kosong sawit antara lain kandungan bahan kering (dry matter), kandungan

karbon/nitrogen (C/N), kandungan kalium, kandungan kalsium, dan jumlah

tandan kosong yang dihasilkan.

Ruang lingkup model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit ini mencakup 4 jenis teknologi penanganan limbah, yaitu teknologi sistem

kolam, teknologi aplikasi lahan, teknologi mulsa, dan teknologi pengomposan.

Secara umum pada pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia, terdapat 3

kelompok alternatif penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Alternatif pertama,

limbah cair ditangani dengan menggunakan teknologi sistem kolam yang

kemudian dibuang ke lingkungan dan tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai

pupuk mulsa dengan teknologi mulsa. Alternatif kedua, limbah cair pabrik kelapa

sawit ditangani dengan menggunakan teknologi aplikasi lahan yang menghasilkan

pupuk cair organik dan tandan kosong sawit menjadi pupuk mulsa dengan

teknologi mulsa. Alternatif ketiga, limbah cair dan tandan kosong kelapa sawit

dimanfaatkan sebagai bahan baku teknologi pengomposan yang akan

menghasilkan pupuk kompos.

Pengukuran kinerja teknologi sistem kolam adalah mengukur penurunan

nilai-nilai fisiko-kimia limbah cair pada point pengukuran sampai limbah tersebut

siap untuk dibuang ke lingkungan. pengukuran kinerja ini dapat mengetahui

efektifitas teknologi sistem kolam apakah telah sesuai dengan standar efektifitas

teknologi sistem kolam. Pada teknologi aplikasi lahan, pengukuran kinerja

dilakukan pada proses penanganan limbah cair sebelum dialirkan ke areal

perkebunan dan dosis pupuk cair organik yang dialirkan ke areal perkebunan.

Teknologi mulsa membandingkan dosis sebaran tandan kosong sawit ke areal

perkebunan dengan standar dosis sebaran pupuk mulsa. Penilaian kinerja

teknologi pengomposan meliputi standar-standar tiap proses produksi dan

rendemen produk yang dihasilkan.

Produk yang dihasilkan dari proses penanganan limbah kelapa sawit

adalah buangan air limbah sebagai produk teknologi sistem kolam, pupuk cair

organik sebagai produk aplikasi lahan, pupuk mulsa sebagai produk teknologi

72

mulsa, dan kompos sebagai produk teknologi pengomposan. Penilaian buangan

air kolam akan membandingkan kembali nilai baku mutu air limbah yang boleh

dibuang ke lingkungan, sedangkan pupuk cair organik, pupuk mulsa, dan kompos

diukur kandungan hara, rendemen produk, dan peningkatan produksi kebun.

Teknik analisis yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja

teknologi penanganan limbah (proses) dan produk limbah adalah mengukur

penyimpangan deviasi hasil pegukuran dengan standar yang dimiliki kriteria

tersebut. Ada tiga kesimpulan penilaian kinerja pada model ini, yaitu ‘baik’

apabila nilai penyimpangan deviasi lebih kecil atau sama dengan 10%, ‘kurang

baik’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari 10% dan kurang dari atau

sama dengan 30%, dan ‘buruk’ apabila nilai penyimpangan deviasi lebih dari

30%. Deviasi untuk parameter nilai ‘mutlak’ dihitung keatas dan kebawah,

deviasi untuk parameter dengan nilai ‘lebih kurang atau sama dengan’ dihitung

hanya keatas, dan deviasi untuk parameter nilai ‘lebih besar atau sama dengan’

dihitung kebawah saja.

Seperti yang telah dijelaskan dalam struktur model penanganan limbah

pabrik kelapa sawit sebelumnya, selain faktor internal yang terdiri dari input,

proses, dan produk sebagai pusat kajian penelitian ini, faktor eksternal yang terdiri

dari faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan merupakan tonggak

model yang mempengaruhi kinerja internal pada teknologi penanganan limbah

kelapa sawit.

Faktor ekonomi yang menjadi tolak ukur kinerja model adalah nilai

investasi teknologi penanganan limbah, biaya penanganan limbah, dan nilai

tambah produk limbah yang diinterpretasikan dalam peningkatan keuntungan

(profit) pabrik kelapa sawit. Faktor sosial melihat dampak yang diperoleh dari

produk limbah yang dihasilkan terhadap kehidupan sosial sekitar pabrik kelapa

sawit. Parameter yang dilihat pada faktor sosial antara lain, kemungkinan

pencemaran, produksi bau limbah, nilai tambah produk limbah, dan tersedianya

standar mutu terhadap karakteristik limbah yang dibuang ke lingkungan.

Arsitektur faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor lingkungan dalam model

penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terlihat pada gambar 15

berikut.

73

INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah

-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

PROSES

PRODUKSI

INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah

-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

INPUT PROSES OUTPUTINPUT PROSES OUTPUTAliranLimbah

-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi-- ProduksiProduksi BiomassaBiomassa-- FiksasiFiksasi COCO22-- LajuLaju FotosintesisFotosintesis-- RespirasiRespirasi-- ProduksiProduksi OksigenOksigen

-- NilaiNilai TambahTambah SebagaiSebagai PupukPupuk-- BauBau yang yang DihasilkanDihasilkan-- LimbahLimbah Yang Yang DibuangDibuang KeKe lingkunganlingkungan-- Baku Baku MutuMutu-- KemungkinanKemungkinan PencemaranPencemaran-- DampakDampak SosialSosial-- NilaiNilai TambahTambah bagibagi PKSPKS-- PemeliharaanPemeliharaan-- MemenuhiMemenuhi Program Program ProduksiProduksi BersihBersih

-- InvestasiInvestasi-- BiayaBiaya PenangananPenanganan LimbahLimbah-- ProfitProfit

LingkunganLingkunganSosialSosialEkonomiEkonomi

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :Skor = 1 (Positif Effect)

Skor = 0 (Negative Effect)

Standar Skor = 8

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

Teknik Penilaian :

If %Vact <= 10% then Kinerja = ‘Baik’If 10%<%Vact < 30% then

Kinerja = ‘Kurang Baik’If %Vact > 30% then Kinerja = ‘Buruk’

( )S

SXV actact

−=%( )

SSXV act

act

−=%

PROSES

PRODUKSI

Gambar 15. Arsitektur Model Faktor Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan Model

86

D. Rancang Bangun Model

Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit

dimplementasikan dalam sebuah program komputer aplikatif yang diberi nama

MPC LIKESWIT versi 1.0. Program komputer aplikatif ini dibangun dengan

menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0 dan microsoft access 2000

sebagai aplikasi database model. Perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0

diharapkan mampu membantu peneliti maupun evaluator dalam menganalisa

kinerja penanganan limbah pada pabrik kelapa sawit. Keluaran yang dihasilkan

dari model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah berupa

nilai penyimpangan atau gap kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit

terhadap standar ideal yang telah ditetapkan. Diagram alir implementasi model

penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit dapat dilihat pada

lampiran 3.

Dalam pengembangan suatu perangkat lunak antar muka pengguna (user

interface) merupakan bagian yang berinteraksi secara langsung antara model

dengan pengguna. User interface sangat mempengaruhi pemahaman dan

penggunaan pada suatu perangkat lunak. Semakin baik tampilan user interface

suatu perangkat lunak maka program tersebut semakin mudah untuk dipergunakan

bahkan oleh user yang awalnya tidak mengerti model dalam perangkat lunak

tersebut.

Pengguna MPC LIKESWIT 1.0 dibedakan menjadi dua, yaitu pengguna

umum dan peneliti. Pengguna ”umum” memiliki hak untuk hanya mengakses

baca informasi dan tidak memiliki hak untuk mengubah basis data (read only).

Pengguna umum juga tidak memiliki hak untuk menjalankan model perhitungan

kinerja. Sedangkan pengguna ”peneliti” merupakan pengguna yang memiliki

akses penuh terhadap data dan model. Untuk membedakan hak akses masuk

pengguna MPC LIKESWIT 1.0, maka bagi pengguna peneliti disediakan kunci

akses berupa ”user name” dan ”password”. Sedangkan bagi pengguna umum

dapat langsung masuk ke dalam sistem (Gambar 16).

87

Gambar 16. Halaman Pengguna MPC LIKESWIT 1.0

Lingkup informasi yang ditampilkan baik dalam mode pengguna umum

maupun mode pengguna peneliti adalah sama, yang membedakan hanya pada hak

akses terhadap modifikasi data. Seperti yang telah dijelaskan pada struktur model

penanganan limbah pabrik kelapa sawit, ruang lingkup informasi pada perangkat

lunak ini meliputi model kajian internal (penanganan limbah), faktor ekonomi,

faktor sosial, dan faktor lingkungan. Lingkup informasi MPC LIKESWIT 1.0

digambarkan dalam form tampilan program seperti ditampilkan dalam gambar di

bawah ini.

Gambar 17. Form Lingkup Informasi MPC LIKESWIT 1.0

88

Form tahapan (Gambar 18a, 18b, 18c) menunjukkan proses produksi

pengolahan tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil)

dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Diagram proses produksi dilengkapi

dengan neraca massa tiap stasiun produksi sehingga dapat diketahui rendemen

minyak yang hilang dan yang dihasilkan pada setiap stasiun produksi. Diagram

proses produksi pada model penilaian cepat ini telah sesuai dengan standar proses

produksi menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Kelapa Sawit Medan

Diagram proses produksi pabrik kelapa sawit pada form tahapan ini menunjukkan

stasiun-stasiun produksi yang menghasilkan produk samping berupa limbah cair

(air limbah dan lumpur), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Konversi

neraca massa pada setiap form tahapan berdasarkan kapasitas pabrik yang telah

diinput dan standar konversi proses produksi pengolahan minyak sawit.

Gambar 18a. Form Tahapan I

89

Gambar 18b. Form Tahapan II

Gambar 18c. Form Tahapan III

90

Diagram proses produksi yang ditampilkan pada form tahapan diharapkan

dapat memberikan pengertian buat pengguna awam yang tidak mengetahui proses

produksi pengolahan minyak sawit sehingga mampu menjalankan perangkat lunak

dengan mudah. Form ini membantu peneliti dalam mengetahui jumlah dan jenis

limbah yang dihasilkan dari setiap proses produksi minyak sawit dengan berbagai

skenario kapasitas produksi.

Untuk meng-input profil pabrik atau perusahaan pengolahan minyak sawit

yang akan diukur kinerja penanganan limbah pabriknya, perangkat lunak

menyediakan form profil perusahaan (Gambar 19) yang berisi ID pabrik, nama

pabrik, lokasi pabrik, dan kapasitas pabrik. ID pabrik dan kapasitas pabrik

merupakan item yang harus diisi pada saat memasukkan profil pabrik atau

perusahaan karena selanjutnya akan dijadikan acuan untuk menjalankan model

basis data dan proses konversi selama model penilaian cepat dijalankan.

Gambar 19. Form Profil Pabrik atau Perusahaan

91

Setelah selesai melakukan penilaian, tahap selanjutnya pengguna dapat

melihat kesimpulan hasil penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit secara

keseluruhan. Contoh tampilan formulir kesimpulan kinerja penanganan limbah

PKS disajikan pada gambar di bawah ini (Gambar 20). Dalam form pada Gambar

20 tersebut pengguna dapat melihat kesimpulan penilaian kinerja dalam level

pabrik kelapa sawit, dan pada level detail setiap parameter. Pada tabel pertama,

pengguna dapat melihat ringkasan kesimpulan kinerja dari setiap unit proses dan

sub proses. Pada tabel kedua, pengguna dapat melihat ringkasan penilaian setiap

parameter kinerja sesuai dengan stasiun atau unit kerja yang di pilih (klik) pada

tabel pertama. Melalui form ini pengguna juga dapat mencetak hasil analisis ke

dalam hardcopy menggunakan printer melalui perintah ”Print”. Contoh tampilah

hardcopy hasil penilaian cepat penanganan limbah PKS ditampilkan pada

Lampiran 4.

Gambar 20. Form Kesimpulan Kinerja MPC LIKESWIT 1.0

92

Jenis model yang digunakan dalam implementasi model ini adalah berupa

model simbolik (matematik). Format model yang dipakai adalah berupa

persamaan (equation). Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa

sawit meliputi penilaian karakteristik limbah, kinerja penanganan limbah, kinerja

produk, kinerja ekonomi, kinerja sosial, dan kinerja lingkungan. Masing-masing

kategori penilaian kinerja selanjutnya diterapkan menjadi sub model - sub model

penilaian kinerja. Prinsip kerja utama setiap sub-model penilaian kinerja adalah

menghitung penyimpangan (deviasi) data empirik setiap parameter terhadap nilai

standar ideal. Nilai standar yang dijadikan sebagai parameter ideal merupakan

nilai standar ideal bagi penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Nilai ini diperoleh

berdasarkan studi pustaka dan berdasarkan referensi para pakar.

Model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit terdiri atas

lima belas sub-model penilaian kinerja (SMPK) yang diimplementasikan dalam

perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Setiap SMPK tersusun atas beberapa

parameter penilaian kinerja. Berikut adalah penjelasan masing-masing sub-model

penilaian kinerja.

1. SMPK karakteristik limbah cair

Limbah cair industri minyak kelapa sawit berasal dari proses sterilisasi

(perebusan), pengempaan (pressing), proses klarifikasi, dan buangan dari

hidrosiklon. Seperti halnya limbah cair industri pertanian lainnya, limbah cair

kelapa sawit memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar

tersebut dapat menimbulkan beban pencemaran yang besar sehingga

diperlukan degradasi bahan organik yang besar pula (Husni, 2000). Kualitas

limbah cair kelapa sawit dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji.

Parameter uji yang pokok dalam parameter limbah cair kelapa sawit adalah

BOD, COD, padatan tersuspensi, kandungan minyak, kadar nitrogen, jumlah

limbah, dan pH. Kriteria penilaian karakteristik limbah cair pabrik kelapa

sawit adalah :

93

Tabel 4. Kriteria karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit

2. SMPK kandungan hara limbah cair

Limbah cair kelapa sawit termasuk dalam limbah cair yang memilki

kandungan senyawa organik dan anorganik yang cukup tinggi. Kandungan

senyawa organik yang terdapat pada limbah cair kelapa sawit antara lain

berupa senyawa amoniak (NH3-N), dan senyawa hidrokarbon. Senyawa

anorganik yang paling banyak terkandung dalam limbah cair kelapa sawit

adalah besi diikuti oleh senyawa kalium, magnesium, dan posfat.

Menurut Sharifuddin, et al. (1996) kandungan hara yang tinggi tersebut

dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai pupuk. Berdasarkan percobaan yang

dilakukan selama 20 tahun terakhir menunjukkan penggunaan limbah cair

sebagai pupuk mampu meningkatkan produksi tanaman, menurunkan biaya

produksi, dan penggunaannya tidak menimbulkan polutan ke lingkungan.

Limbah cair kelapa sawit dapat dijadikan pupuk cair menggunakan teknologi

aplikasi lahan dan dapat pula sebagai bahan baku pada teknologi pembuatan

kompos dari bahan-bahan limbah PKS. Pemanfaatan ini lebih bijaksana dan

menguntungkan daripada limbah hanya ditangani dengan sistem kolam dan

dibuang kembali ke lingkungan. Kriteria penilaian kandungan hara limbah cair

pabrik kelapa sawit adalah :

Tabel 5. Kriteria kandungan hara limbah cair pabrik kelapa sawit

94

3. SMPK karakteristik lumpur

Drab lumpur merupakan kotoran-kotoran yang terikut pada limbah cair

pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses sterilisasi dan klarifikasi minyak.

Drab lumpur berasal dari sisa-sisa kotoran yang menempel pada tandan buah

segar kelapa sawit pada saat pemanenan dan senyawa-senyawa dari buah

sawit yang berbentuk getah, lendir, fosfolipid, karbohindrat, senyawa nitrogen

serta beberapa senyawa protein. Selain itu, drab lumpur juga dihasilkan pada

saat limbah cair mengalami proses perombakan oleh mikroba (BAPEDAL,

1998).

Drab lumpur yang terikut dalam limbah cair juga mengandung hara

yang cukup tinggi sehingga digunakan juga sebagai pupuk organik yang

alirkan dengan teknologi aplikasi lahan dan teknologi pengomposan. Drab

lumpur juga yang mengandung senyawa protein yang menggumpal berpotensi

digunakan sebagai sumber protein untuk pakan ternak namun hingga saat ini

belum dimanfaatkan. Kriteria penilaian karakteristik drab lumpur pabrik

kelapa sawit adalah :

Tabel 6. Kriteria karakteristik drab lumpur pabrik kelapa sawit

4. SMPK karakteristik TKS

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah padat yang dihasilkan

pada proses pengolahan minyak sawit. Tahapan proses produksi PKS yang

menghasilkan tandan kosong adalah pada tahap pemisahan tandan dengan

buah sawit. Pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah TKS hingga 23 % dari

95

produksi tandan buah segar. Jumlah limbah yang besar ini berpotensi untuk

memberikan nilai tambah pada pabrik kelapa sawit.

Secara umum, tandan kosong sawit yang dihasilkan pada PKS

dipergunakan sebagai bahan bakar pembantu generator dan sebagai pupuk

alami (mulsa). Sebagai bahan bakar pembantu generator TKS sudah jarang

digunakan pabrik kelapa sawit karena pembakaran yang dihasilkan tidak

efisien karena masih tingginya kadar air dalam TKS. Menurut Chavalvarit

(2006), TKS dimanfaatkan sebagai mulsa untuk meningkatkan daya serap air

dan menurunkan erosi tanah. Selain itu, TKS juga digunakan sebagai bahan

baku kompos karena nilai pupuk yang dimiliki tinggi yaitu N, P2O5, dan K2O

(Unapumnuk, 1999). Penilaian karakteristik tandan kosong sawit difokuskan

pada kandungan bahan kering dan kandungan mineral yang terdapat dalam

TKS. Hal ini berkaitan dengan fungsi TKS yang sebagian besar digunakan

sebagai pupuk mulsa maupun bahan baku pupuk kompos. Kriteria penilaian

karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit adalah :

Tabel 7. Kriteria karakteristik tandan kosong pabrik kelapa sawit

5. SMPK teknologi sistem kolam

Penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan teknologi sistem

kolam menggunakan prinsip penguraian bahan-bahan organik yang

terkandung dalam limbah dengan penguraian secara biologis dengan bantuan

bakteri pengurai. Teknologi sistem kolam yang dikaji pada model ini adalah

sistem kolam konvensional dengan terdiri dari penguraian secara anaerobik

96

dan aerobik. Limbah cair pabrik kelapa sawit mengalami proses penurunan

parameter mutu limbah sebanyak tiga kali, yaitu pada kolam anaerobik I,

kolam anaerobik II, dan kolam aerobik.

Penilaian kinerja teknologi sistem kolam dilihat dari lama proses

penanganan limbah cair, dan efektifitas penurunan parameter mutu limbah.

Point proses yang menjadi lokasi penilaian adalah kolam anaerobik II (outlet

1) dan kolam aerobik (outlet 2). Lama waktu penanganan berhubungan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk penanganan limbah. Semakin panjang

waktu yang diperlukan maka biaya penanganan akan semakin tinggi.

Efektifitas penurunan berhubungan dengan kinerja bakteri yang melakukan

penguraian terhadap senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair

pabrik kelapa sawit (Ahmad, 2003). Efektifitas yang baik akan menghasilkan

produk buangan air limbah dengan parameter mutu sesuai baku mutu yang

ditetapkan pemerintah sebelum produk limbah tersebut dibuang ke

lingkungan. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam adalah:

Tabel 8. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 1)

Tabel 9. Kriteria penilaian kinerja teknologi sistem kolam (outlet 2)

6. SMPK teknologi aplikasi lahan

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi pupuk cair

organik (aplikasi lahan) dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang

berasal dari kolam penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di

97

perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi

pupuk cair organik karena komposisi limbah cair yang masih banyak

mengandung unsur-unsur hara yang tinggi.

Limbah cair PKS yang digunakan untuk aplikasi lahan sebaiknya

memiliki nilai BOD yang rendah (<5000 ppm). Limbah cair dengan nilai

BOD yang masih tinggi menunjukkan bahan organik pada limbah tersebut

belum terurai dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya kondisi

anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit

(BAPEDAL, 1998). Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan adalah :

Tabel 10. Kriteria penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan

7. SMPK teknologi mulsa

Mulsa merupakan teknologi penanganan limbah yang memanfaatkan

tandan kosong sawit sebagai penutup permukaan tanah, pupuk organik dan

pupuk Kalium. Menurut Mangoensoekarjo, et al. (2003), nilai hara per ton

mulsa adalah lebih kurang ekivalen dengan urea 7 kg, rock phosphate 2,5 kg,

muriate of potash 18,8 kg, dan kieserite 4,7 kg. Areal tanaman yang terdekat

dengan pabrik cukup dapat menggunakan mulsa sebagai alternatif pengganti

pupuk anorganik. Tingkat produksi tanaman ternyata dapat meningkat dengan

pemberian mulsa. Setiap tahunnya, peningkatan produksi perkebunan kelapa

sawit dengan pemberian mulsa dapat mencapai 3,5 %.

Penilaian kinerja yang dilakukan terhadap teknologi mulsa adalah

besarnya dosis tandan kosong yang disebar pada areal perkebunan. Terdapat

dua teknik sebaran pada teknologi mulsa, yaitu sebaran teknik merata dan

piringan keliling serta sebaran teknik merata saja. Dosis sebaran ini

98

mempengaruhi efektifitas pemanfaatan tandan kosong sawit sebagai pupuk

mulsa sehingga potensi peningkatan produksi kebun seperti yang dijelaskan

diatas dapat tercapai. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa adalah :

Tabel 11. Kriteria penilaian kinerja teknologi mulsa

8. SMPK teknologi pengomposan

Teknologi pengomposan merupakan sistem penanganan limbah pabrik

kelapa sawit yang masih belum banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik kelapa

sawit di Indonesia. Apabila diamati dari jenis limbah yang mampu ditangani

dengan teknologi pengomposan ini, seharusnya teknologi ini yang lebih

banyak dipergunakan karena mampu menangani limbah cair dan tandan

kosong secara sekaligus. Pabrik kelapa sawit beralasan biaya investasi yang

cukup tinggi untuk menjalankan teknologi pengomposan.

Pupuk kompos yang dihasilkan teknologi pengomposan tidak hanya

dapat dipergunakan sebagai bahan pupuk alternatif pada areal perkebunan

kelapa sawit pabrik bersangkutan, tetapi pupuk kompos ini juga baik untuk

dipergunakan bagi tanaman-tanaman hortikultura. Hal tersebut telah diperkuat

dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan.

Penilaian yang dilakukan pada teknologi pengomposan berpusat pada

penilaian standar teknik pengolahan pupuk kompos. Teknik pengolahan ini

meliputi ukuran cacahan tandan kosong sawit, dimensi tumpukan pada saat

penumpukan untuk pengeringan pertama, frekuensi pembalikan, periode

pembalikan, volume penyiraman limbah cair, dan penurunan volume setelah

dilakukan penjemuran terakhir. Berikut ini menunjukkan nilai kriteria

penilaian kinerja teknologi pengomposan :

99

Tabel 12. Kriteria penilaian kinerja teknologi pengomposan

9. SMPK buangan sistem kolam

Sistem kolam merupakan penanganan limbah cair dengan konsep end

of pipe. Konsep ini dalam konteks produksi bersih merupakan hirarki

penanganan limbah yang paling bawah dan tidak dianjurkan untuk diterapkan.

Buangan sistem kolam pada pabrik kelapa sawit diwajibkan memilki nilai

parameter mutu limbah yang telah ditetapkan pemerintah sebelum dibuang ke

lingkungan.

Buangan sistem kolam harus memilki nilai parameter kimia yang telah

ditetapkan. Hal ini berhubungan dengan dampak yang dapat terjadi apabila

parameter kimia tersebut tidak terpenuhi. Eutrofikasi, kematian organisme air

dan mahluk air, bau busuk, penyakit kulit, dan pendangkalan perairan adalah

beberapa potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat diakibatkan

buangan sistem kolam (BAPEDAL, 1998). Oleh karena itu, proses

penanganan limbah, dan pengawasan menjadi hal yang sangat penting agar

buangan sistem kolam tidak mencemari lingkungan. Kriteria parameter mutu

buangan sistem kolam adalah :

Tabel 13. Kriteria parameter mutu buangan sistem kolam

100

10. SMPK produk pupuk cair organik

Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) sebagai produk

pupuk cair organik merupakan salah satu produk sistem penanganan LCPKS

yang ramah terhadap lingkungan. Pupuk cair organik bertujuan untuk

meningkatkan produktifitas kebun kelapa sawit, pemanfaatan nutrisi yang

masih terkandung dalam LCPKS, dan mencegah terjadinya pencemaran

lingkungan. LCPKS tidak dapat secara langsung dialiri menjadi pupuk cair

organik karena nilai parameter kimia LCPKS yang keluar dari proses produksi

masih tinggi. Untuk menurunkan nilai parameter kimia ini, LCPKS di-

treatment hingga kolam anaerobik I untuk menurunkan parameter kimianya

sehingga cukup layak untuk dialirkan ke kebun kelapa sawit.

Seperti pupuk mulsa, pupuk cair organik memilki kemampuan untuk

memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah. pupuk cair organik juga tidak

mencemari air tanah disekitar lokasi aplikasi (aliran aplikasi lahan).

Penggunanan pupuk cair organik pada perkebunan kelapa sawit adalah

12,66mm ECH LCPKS/bulan dengan tambahan pupuk organik komersil

dengan dosis 50% dari dosis normal (Mangoensoekarjo et al., 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan BP3-Deptan, penerapan aplikasi lahan

mampu meningkatkan produksi tandan buah sawit hingga 1,6% dan

penghematan biaya pupuk organik komersil hingga 45%. Kriteria penilaian

produk pupuk cair organik adalah :

Tabel 14. Kriteria penilaian produk pupuk cair organik

101

11. SMPK produk pupuk mulsa

Pupuk mulsa adalah produk pemanfaatan tandan kosong sawit menjadi

pupuk organik pada perkebunan kelapa sawit. Mulsa sebagai pupuk organik

memiliki kandungan hara yang cukup tinggi, antara lain kalium, magnesium,

posfor, kalsuim, besi, dan senyawa nitrogen. Apabila dikonversi menjadi

pupuk organik komersil, satu ton tandan kosong sawit setara dengan campuran

urea 3 kg, RP 0,6 kg, MOP 12 kg, dan Kiserit 12 kg. Dengan kandungan hara

yang cukup tinggi, mulsa dapat dijadikan pengganti pupuk organik komersil

atau sebagai alternatif pupuk yang digunakan secara kombinasi.

Pupuk mulsa memiliki sifat untuk memperbaiki kondisi kimia dan

fisika tanah sehingga sangat baik untuk peremajaan tanah. Dalam

penggunaannya, setiap hektar kebun sawit dibutuhkan 25-35 ton mulsa

ditambah pupuk organik komersil dengan komposisi 60% dari dosis normal.

Artinya, pupuk mulsa mampu menghemat penggunaan pupuk organik

komersil sekitar 40%. Pemanfaatan pupuk mulsa juga mampu meningkatkan

produksi tandan buah sawit hingga 3,5% sehingga akan meningkatkan

pendapatan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (Menon, 2004). Kelemahan

penggunaan pupuk mulsa adalah dapat menghasilkan polusi udara berupa bau

yang tidak enak, dan dapat menjadi media pertumbuhan jamur yang

berpotensi untuk menyerang tanaman kelapa sawit. Selama pemanfaatan dan

pemeliharaan yang baik, pupuk mulsa masih merupakan alternatif pupuk

organik yang ramah lingkungan dan efisien.

Tabel 15. Kriteria penilaian produk pupuk mulsa

102

12. SMPK produk kompos

Kompos merupakan produk teknologi penanganan limbah yang paling

menguntungkan dan ramah terhadap lingkungan. Menguntungkan karena

produk kompos dapat menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik yang

sekarang banyak dipergunakan pada sektor pertanian. Produk kompos yang

bersifat organik serta bahan-bahannya yang berasal dari alam tentu lebih

ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai didalam tanah.

Produk kompos tidak hanya dapat digunakan pada perkebunan kelapa

sawit saja, tetapi dapat pula dipergunakan pada perkebunan-perkebunan

tanaman lainnya. Produk kompos telah dilakukan uji coba terhadap tanaman-

tanaman hortikultura, antara lain tomat, cabai, dan jeruk manis, hasilnya

sangat memuaskan. Produktifitas tanaman tomat, cabai, dan jeruk manis

meningkat masing-masing 2,6 kg/tanaman, 2,41 kg/tanaman, dan 5,4

kg/pohon (Isroi, 2006). Akan tetapi, pemasaran produk kompos yang masih

kurang baik merupakan permasalahan utama yang dihadapi pabrik kompos.

Tabel 16. Kriteria penilaian produk pupuk kompos

13. SMPK Ekonomi

Investasi terbesar pada sistem kolam adalah pembangunan kolam-

kolam proses yang akan dipergunakan. Kolam yang dibutuhkan sedikitnya 6

buah sebagai bak netralisasi, kolam pembiakan,kolam pengasaman, kolam

anaerobik, kolam aerobik, dan kolam sedimentasi. Investasi lainnya pada

103

sistem kolam yaitu, menara pendingin, instalasi pipa dan listrik, pompa,

aerator permukaan, dan start up effluent. Total biaya operasional pada sistem

kolam adalah mencapai 570 juta rupiah pertahun untuk pabrik kelapa sawit

dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Detail penjelasan tentang modal investasi

dan biaya penanganan teknologi sistem kolam dapat dilihat pada lampiran 5.

Penanganan limbah tandan kosong sawit dengan teknologi mulsa,

tidak membutuhkan biaya investasi yang tinggi. Nilai investasi untuk

teknologi mulsa mencapai 425 juta rupiah pada pabrik dengan kapasitas 30

ton TBS/jam. Investasi ini terdiri dari pembelian truk pengangkut, dan

peralatan penunjang teknologi mulsa seperti, pengait. Biaya pengangkutan

dan upah tenaga kerja merupakan biaya operasi yang paling besar pada

aplikasi teknologi mulsa. Biaya pengangkutan untuk tiap ton mulsa adalah

5000 rupiah, sehingga biaya pengangkutan untuk setiap tahunnya adalah 230

juta rupiah. Upah tenaga kerja adalah 15000 rupiah per hari, sehingga total

upah tenaga kerja dalam 1 tahun adalah 40 juta rupiah. Total biaya operasional

teknologi mulsa adalah 270 juta rupiah pertahun.

Pembuatan lajur-lajur aliran produk land aplikasi pada seluruh bagian

perkebunan kelapa sawit merupakan biaya investasi yang paling tinggi pada

teknologi aplikasi lahan. Jumlah lalur-lalur aliran produk aplikasi lahan

mencapai 130 ha lahan perkebunan. Selain itu, pembelian pompa dan

pembangunan kolam penampungan sederhana juga membutuhkan dana yang

cukup besar. Total biaya investasi aplikasi lahan adalah sekitar 4 milyar

rupiah.

Teknologi pengomposan membutuhkan bangunan dan peralatan untuk

pembangunan pabrik kompos yang meliputi, lantai pengomposan dengan luas

2,5 ha (20%-nya beratap) dan tebal semen 10 cm, kolam penampung

sementara limbah caik kelapa sawit 1 buah (5000 m2), mesin pencacah TKS,

mesin pembalik, wheel loader, dump truck, dan pompa limbah. Total investasi

untuk kebutuhan bangunan dan peralatan tersebut adalah 2,7 milyar rupiah

ditambah biaya transfer teknologi dan supervisi yang mencapai 15% dari total

investasi. Total nilai investasi untuk pendirian pabrik kompos adalah 3,12

milyar rupiah. Apabila harga jual tiap ton kompos sebesar 250000 rupiah,

104

maka penerimaan dari penjualan kompos yang menjadi keuntungan pabrik

kompos untuk setiap tahunnya dapat mencapai 3 milyar rupiah. Perhitungan

secara lengkap untuk modal investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada

teknologi pengomposan dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 17. Kriteria penilaian investasi teknologi penanganan limbah (Rp. 000)

Tabel 18. Kriteria penilaian biaya penanganan limbah dan peningkatan profit (Rp. 000)

14. SMPK Sosial

Faktor sosial merupakan faktor yang langsung berhubungan dengan

kehidupan sosial masyarakat di sekitar areal perkebunan dan pabrik kelapa

sawit. Peran faktor sosial yang strategis menuntut pihak pabrik kelapa sawit

harus memperhatikan efek-efek yang dihasilkan dari proses produksi minyak

sawit. Efek ini terutama berasal dari limbah-limbah yang dibuang ke

lingkungan sekitar pabrik. Semakin kecil limbah yang dibuang ke lingkungan

105

maka akan semakin kecil efeknya terhadap faktor sosial disekitar pabrik

kelapa sawit.

Kajian faktor sosial pada model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit berbentuk pernyataan terhadap isu-isu menyangkut

teknologi penanganan limbah yang digunakan pabrik kelapa sawit. Pernyataan

tersebut antara lain ’ada’ atau ’tidak ada’ nilai tambah sebagai pupuk, bau

yang dihasilkan, limbah yang dibuang ke lingkungan, baku mutu, bau yang

dihasilkan, kemungkinan pencemaran, dampak sosial, peningkatan profit

perusahaan, ’mudah’ atau ’sedang’ atau ’sulit’ dalam pemeliharaan teknologi

penanganan limbah, serta ’ya’ atau ’tidak’ teknologi yang diterapkan telah

memenuhi program produksi bersih. Implementasi kajian sub-model penilaian

kinerja faktor sosial ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Kajian faktor sosial model penilaian cepat limbah PKS

15. SMPK Lingkungan

Penilaian kinerja faktor lingkungan yang dilakukan pada model

penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit ini mencakup

kapasitas respon eko-psikologi lingkungan terhadap perkebunan kelapa sawit

dan pabrik pengolahan minyak sawit. Analisis lingkungan ini termasuk dalam

kinerja eksternal dalam model penanganan limbah pabrik kelapa sawit.

106

Parameter lingkungan yang digunakan pada model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit antara lain produksi biomassa,

pengikatan karbondioksida, laju fotosintesis, kapasitas penyerapan energi,

respirasi, dan produksi oksigen.

Tabel 19. Kriteria penilaian faktor lingkungan

E. Validasi

Validasi bertujuan untuk mengetahui apakah model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang telah disusun dapat digunakan untuk

melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit sesuai dengan tujuan

semula, yaitu dapat melakukan penilaian penanganan limbah pabrik kelapa sawit

secara cepat dan akurat. Dari validasi model penilaian ini akan diperoleh

informasi tentang pencapaian kinerja pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit atau

penyimpangan penanganan limbah pabrik kelapa sawit terhadap standar ideal.

Dengan membandingkan antara data empirik penanganan limbah pabrik kelapa

sawit dengan standar pengelolaan limbah, maka akan diperoleh nilai gap (variasi)

antara penanganan limbah pabrik kelap sawit dengan standar. Dari kriteria-

kriteria yang mempunyai gap yang signifikan selanjutnya dapat disusun suatu

rekomendasi yang dapat memperbaiki kinerja penanganan limbah pada pabrik

kelapa sawit.

Validitas perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 dilaksanakan terhadap dua

pabrik kelapa sawit, yaitu PT Perkebunan Negara IV (PTPN IV) Medan, Sumatra

Utara yang menerapkan teknologi sistem kolam untuk penanganan limbah cair

dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan kosong sawit, dan PT Aneka Inti

107

Persada (PT AIP) Teluk Siak, Riau yang menerapkan teknologi aplikasi lahan

untuk penanganan limbah cair dan teknologi mulsa untuk penanganan tandan

kosong sawit. Kedua pabrik kelapa sawit ini mengolah tandan buah segar (TBS)

menjadi minyak sawit kasar (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel

oil). Kapasitas pabrik PTPN IV Medan adalah 60 ton TBS/jam, sedangkan PT

AIP Teluk Siak adalah 30 ton TBS/jam.

Berdasarkan proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit dengan data-data sekunder pada kedua pabrik di atas,

selanjutnya dapat ditentukan sistem penanganan limbah yang paling tepat untuk

diterapkan dari faktor pembiayaan, faktor sosial, faktor lingkungan, dan efektifitas

sistem penanganan itu sendiri. Validasi model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit dilaksanakan terhadap sub-model penilaian kinerja yang telah

diimplementasikan pada perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0. Berikut ini proses

validasi untuk setiap sub-model penilaian kinerja (SMPK).

1. SMPK Karakteristik limbah cair

Hasil penilaian karakteristik limbah cair pada PTPN IV (Tabel 20)

Medan menunjukkan penyimpangan deviasi yang tinggi yaitu mencapai

3505,57%. ini berarti bahwa limbah cair yang keluar dari proses produksi

PTPN IV wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk

menurunkan parameter-parameter mutu limbahnya agar dapat sesuai dengan

standard mutu yang telah ditetapkan pemerintah.

Table 20. Penilaian karakteristik limbah cair PTPN IV Medan

108

Nilai BOD, COD, padatan tersuspensi, dan minyak pada karakteristik

limbah cair PT AIP Teluk Siak menunjukkan penyimpangan yang besar

hingga mencapai 14465% untuk parameter BOD. Secara keseluruhan, nilai

rata-rata deviasi penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak adalah

5294%. Nilai penyimpangan ini menunjukkan bahwa kinerja proses produksi

PT AIP Teluk Siak lebih buruk daripada kinerja proses produksi PTPN IV

Medan.

Tabel 21. Penilaian karakteristik limbah cair PT AIP Teluk Siak

2. SMPK Karakteristik TKS

Tandan kosong sawit merupakan limbah pabrik kelapa sawit yang

berasal dari proses perontokan buah sawit dengan tandan buahnya sehingga

tandan kosong sawit merupakan limbah yang sebenarnya dapat dibuang

langsung ke lingkungan karena kecil kemungkinannya untuk menimbulkan

pencemaran. Akan tetapi, jumlahnya yang banyak dan bulk mengharuskan

pabrik untuk mengelola limbah ini menjadi produk yang lebih bermanfaat.

Selain itu, tandan kosong sawit masih memiiki kandungan hara yang tinggi

sehingga dapat dipergunakan sebagai alternatif pupuk organik.

Kandungan hara tandan kosong sawit inilah yang menjadi kriteria

penilaian karakteristik tandan kosong sawit. Rata-rata deviasi karaktristik

tandan kosong sawit PTPN IV Medan adalah 5,21% (Tabel 22) dan lebih

tinggi dari rata-rata deviasi yang dimiliki PT AIP Teluk Siak yaitu 4,01%

(Tabel 23). Karakteristik tandan sawit kedua pabrik ini baik untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos atau menjadi pupuk mulsa.

109

Tabel 22. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PTPN IV Medan

Table 23. Penilaian karakteristik tandan kosong sawit PT AIP Teluk Siak

3. SMPK Teknologi sistem kolam

Penilaian teknologi kolam pada outlet 1 PTPN IV Medan

menunjukkan kesimpulan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan

sebesar 6,4%. Kinerja teknologi sistem kolam PTPN IV Medan mampu

menurunkan parameter-parameter mutu limbah secara efektif seperti nilai

BOD dan COD. Walaupun demikian, kriteria padatan tersuspensi masih

memiliki nilai tertimbang ’kurang baik’. Nilai penilaian pada outlet 1

menunjukkan efektifitas teknologi kolam hingga proses di kolam anaerobik II.

110

Tabel 24. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet) 1 PTPN IV Medan

Nilai rata-rata deviasi teknologi sistem kolam PTPN IV Medan pada

outlet 2 adalah 100,06% yang berarti kinerja pada kolam aerobik adalah

’buruk’. Hal ini ditunjukkan nilai BOD,COD, dan padatan tersuspensi limbah

cair yang masih tinggi dibandingkan standar yang seharusnya dapat dicapai

setelah limbah melalui kolam aerobik.

Tabel 25. Penilaian kinerja teknologi kolam (outlet 2) PTPN IV Medan

Kinerja teknologi sistem kolam pada outlet 1 adalah ’baik’ tetapi pada

outlet 2 kinerja teknologi sistem kolam adalah ’buruk’. Kesimpulan kinerja ini

dapat menjadi informasi bagi manajemen perusahaan untuk melakukan

evaluasi terhadap sistem penanganan limbah cair yang telah terpasang saat ini

atau pihak perusahaan dapat merancang suatu teknologi penanganan limbah

cair yang lebih efektif.

111

4. SMPK Teknologi aplikasi lahan

Teknologi aplikasi lahan menunjukkan efektifitas penanganan limbah

cair yang tepat bagi pabrik kelapa sawit. Nilai parameter mutu limbah cair PT

AIP Teluk Siak yang awalnya tinggi dapat di-treatment dengan baik menjadi

pupuk cair organik. Pupuk cair organik tidak membutuhkan nilai parameter

mutu hingga standar mutu limbah yang ditetapkan pemerintah tetapi

disesuaikan dengan kemampuan lahan untuk menyerap produk limbah cair

menjadi pupuk cair organik. Kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP

menunjukkan rata-rata deviasi yang ’baik’ dengan penyimpangan 6,30%

(Tabel 26).

Tabel 26. Penilaian kinerja teknologi aplikasi lahan PT AIP Teluk Siak

5. SMPK Teknologi mulsa

Sebaran pupuk mulsa dengan teknik dosis I dan dosis II teknologi

mulsa yang dilakukan PTPN IV Medan dan PT AIP Teluk Siak menunjukkan

nilai tertimbang yang sama yaitu ’baik’. Tabel 27 dan Tabel 28 menujukkan

penilaian kinerja teknologi mulsa pada kedua pabrik kelapa sawit.

Tabel 27. Penilaian kinerja teknologi mulsa PTPN IV Medan

112

Tabel 28. Penilaian kinerja teknologi mulsa PT AIP Teluk Siak

6. SMPK Buangan sistem kolam

Berdasarkan penilaian kinerja tahap kedua teknologi sistem kolam

PTPN IV Medan sebelumnya, dapat diramalkan bahwa parameter mutu

limbah yang dihasilkan setelah masih berada diatas nilai standar baku mutu

limbah cair yang dikeluarkan pemerintah. Dari kriteria yang dinilai, nilai BOD

dan COD limbah cair PTPN IV Medan masih tinggi denagn nilai

penyimpangan masing-masing 222,00% dan 42,29%. Kesimpulan rata-rata

deviasi limbah cair pun adalah 38,50% yang berarti kinerja ’buruk’.

Limbah cair yang dibuang PTPN IV ini berpotensi mencemari

lingkungan sekitarnya, khususnya daerah aliran sungai yang menjadi transit

akhir limbah cair. Sebaiknya PTPN IV mengevaluasi teknologi sistem kolam

yang diterapkannya saat ini dan mempertimbangkan jenis teknologi lain yang

lebih ramah lingkungan, memberikan nilai tambah, dan memiliki peluang

pencemaran yang kecil.

Tabel 29. Penilaian buangan sistem kolam PTPN IV Medan

113

7. SMPK Produk pupuk cair organik

Pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak hasil penerapan teknologi

aplikasi lahan memberikan nilai rata-rata deviasi kinerja 7,62% yang berarti

nilai tertimbangnya adalah ’baik’. Akan tetapi, salah satu tujuan utama

diterapkannya teknologi aplikasi lahan yaitu peningkatan produksi kebun tidak

tercapai dengan baik bahkan kinerjanya menunjukkan nilai tertimbang

’buruk’. Hal tersebut dapat disebabkan daya serap tanah yang kurang baik atau

kemampuan tanaman dalam mengambil hara dari pupuk cair organik yang

tidak optimal.

Walaupun peningkatan produktifitas kebun tidak tercapai dengan baik

tetapi dengan penerapan teknologi aplikasi lahan, PT AIP Teluk Siak telah

mampu memanfaatkan limbah cair pabrik menjadi by product yang memilki

nilai tambah kepada perusahaan dan mencegah terjadinya pencemaran

lingkungan.

Tabel 30. Penilaian produk pupuk cair organik PT AIP Teluk Siak

8. SMPK Produk pupuk mulsa

Penilaian yang dilakukan pada produk pupuk mulsa PTPN IV Medan

menunjukkan kesimpulan kinerja yang ’baik’ dengan nilai rata-rata deviasi

7,01% sedangkan penilaian yang dilakukan pada pupuk mulsa PT AIP Teluk

Siak menujukkan kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan nilai rata-rata

deviasi sebesar 16,37%. Seperti halnya pemanfaatan pupuk cair organik,

penggunaan pupuk mulsa pada kedua perusahaan juga masih belum optimal

karena masih berada dari standar yang seharusnya dapat dicapai yaitu

peningkatan produktifitas kebun 3,5%.

114

Tabel 31. Penilaian produk pupuk mulsa PTPN IV Medan

Tabel 32. Penilaian produk pupuk mulsa PT AIP Teluk Siak

9. SMPK Ekonomi

Faktor ekonomi pada model penilaian cepat penanganan limbah pabrik

kelapa sawit mengkaji aspek investasi, biaya operasional penanganan limbah,

dan nilai tambah produk limbah (keuntungan pabrik kelapa sawit). PTPN IV

Medan yang menerapkan teknologi limbah dan teknologi mulsa untuk

penanganan limbah pabriknya, tercatat total investasi bagi kedua teknologi

tersebut adalah 4,1 milyar rupiah. Nilai investasi ini masih lebih rendah

dibandingkan nilai standar investasi untuk penerapan kedua teknologi ini yang

bernilai 5 milyar rupiah (Lampiran 7). PT AIP Teluk Siak yang menerapkan

teknologi aplikasi lahan dan teknologi mulsa membutuhkan biaya investasi

sebesar 7,35 milyar rupiah (lampiran 8) atau lebih besar 4,13% dari nilai

standar yang berarti kesimpulan kinerja dalah ’baik’.

Biaya penanganan limbah pabrik kelapa sawit PTPN IV Medan per-

ton tandan buah sawit yang diolah adalah 21900 rupiah sedangkan PT AIP

115

Teluk Siak adalah 5610 rupiah. Keuntungan yang diperoleh dari produk

limbah PTPN IV Medan adalah 13,2 juta rupiah per-bulan sedangkan PT AIP

Teluk Siak adalah 9,75 juta rupiah per-bulan. Berdasarkan kedua aspek diatas,

PT AIP Teluk Siak memiliki kinerja faktor ekonomi yang lebih baik daripada

PTPN IV Medan yaitu biaya penanganan yang lebih rendah dan keuntungan

yang lebih tinggi per-ton tandan buah sawit yang diolah. Lampiran 9 dan

Lampiran 10 menunjukkan penilaian kinerja faktor ekonomi PTPN IV Medan

dan PT AIP Teluk Siak.

10. SMPK Sosial

Penilaian faktor sosial PTPN IV Medan menunjukkan skor 1

(penyimpangan 70%) untuk teknologi sistem kolam dan skor 8

(penyimpangan 0%) untuk teknologi mulsa. Penyimpangan yang tinggi pada

teknologi sistem kolam karena produk limbah yang dihasilkan berpotensi

menimbulkan pencemaran, dampak sosial, dan bau limbah serta tidak

memenuhi program produksi bersih dan tidak memberikan nilai tambah bagi

pabrik kelapa sawit (nilai tambah sebagai pupuk). Penilaian faktor sosial

PTPN IV Medan lebih lengkap disajikan pada Lampiran 11.

Penyimpangan teknologi aplikasi lahan pada PT AIP Teluk Siak

adalah 10% atau memiliki skor 7, sedangkan penyimpangan teknologi mulsa

adalah 0% atau memiliki skor 8. Penyimpangan yang dihasilkan teknologi

aplikasi lahan karena produk limbah ini masih mengeluarkan bau produk

pupuk cair organik yang kurang enak. Penilaian faktor sosial PT AIP Teluk

siak secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.

11. SMPK Lingkungan

Penilaian faktor lingkungan merupakan penilaian terakhir yang

dilakukan dalam proses validasi model penilaian cepat penanganan limbah

pabrik kelapa sawit. Penilaian faktor lingkungan pada PTPN IV memiliki

kesimpulan kinerja yang ’kurang baik’ dengan rata-rata deviasi 15,19%. Nilai

produksi biomassa yang tinggi dengan nilai tertimbang ’buruk’ merupakan

116

penyebab terbesar ’kurang baik’-nya kinerja faktor lingkungan PTPN IV

Medan.

Tabel 33. Penilaian kinerja lingkungan PTPN IV Medan

Pada PT AIP Teluk Siak menunjukkan rata-rata deviasi 9,84% dengan

nilai tertimbang adalah ’baik’ untuk penilaian kinerja faktor lingkungannya.

Akan tetapi, nilai produksi biomassa pada lingkungan pabrik dan perkebunan

kelapa sawit ini juga masih tinggi mencapai nilai penyimpangan 40,26% dari

standar yang seharusnya. Tabel 34 menyajikan penilaian kinerja lingkungan

PT AIP Teluk Siak secara lengkap.

Tabel 34. Penilaian kinerja lingkungan PT AIP Teluk Siak

Setelah melakukan penilaian terhadap seluruh sub-model penilaian kinerja

SMPK), perangkat lunak MPC LIKESWIT 1.0 menyediakan fitur berupa kinerja

keseluruhan yang merupakan kesimpulan menyeluruh dari SMPK-SMPK yang

telah dinilai. Kinerja keseluruhan dihitung dengan merata-ratakan deviasi setiap

kelompok SMPK, yaitu kelompok SMPK penanganan limbah cair, kelompok

SMPK penanganan tandan kosong sawit, SMPK ekonomi, SMPK sosial, dan

117

SMPK lingkungan. Apabila nilai deviasi kurang dari dan sama dengan 10% maka

kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘baik’.

Apabila nilai deviasi lebih dari 10% dan kurang dari dan sama dengan 30% maka

kinerja keseluruhan penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘kurang baik’

dan apabila nilai deviasi lebih besar daripada 30% maka kinerja keseluruhan

penanganan limbah pabrik kelapa sawit adalah ‘buruk’.

Rata-rata deviasi kinerja keseluruhan PTPN IV Medan adalah 23,71%

dengan kesimpulan kinerja keseluruhan ‘kurang baik’. Kelompok SMPK

penanganan limbah cair menunjukan nilai deviasi 48,50%, kelompok SMPK

penanganan tandan kosong sawit menunjukkan nilai deviasi 4,22%, SMPK

ekonomi dengan nilai deviasi 15,64%, SMPK sosial dengan deviasi 35%, dan

SMPK lingkungan dengan nilai deviasi 15,19%. Dari nilai deviasi tiap kelompok

SMPK, hanya kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit saja yang

tergolong kinerja ‘baik’ sedangkan kelompok kinerja lainnya menunjukkan

kinerja ‘kurang baik’. Hal ini yang menyebabkan kinerja keseluruhan penanganan

limbah pada PTPN IV adalah ‘kurang baik’. Cuplikan form kinerja keseluruhan

ditunjukkan pada Gambar 22 dan print laporan PTPN IV Medan dapat dilihat

pada Lampiran 13.

118

Kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak menunjukkan nilai deviasi yang

lebih baik dibandingkan PTPN IV Medan, yaitu 9,88% dengan kesimpulan kinerja

keseluruhan adalah ‘baik’. Kelompok SMPK penanganan limbah cair memiliki

nilai deviasi 6,96%, kelompok SMPK penanganan tandan kosong sawit memiliki

nilai deviasi 11,62%, SMPK ekonomi dengan nilai deviasi 15,67%, SMPK sosial

dengan nilai deviasi 5%, dan nilai deviasi SMPK lingkungan adalah 9,84%. Dari

seluruh kelompok SMPK yang dinilai hanya SMPK tandan kosong sawit dan

SMPK ekonomi saja yang tergolong memiliki kinerja ‘kurang baik’ dan nilai

deviasinya pun tidak lebih dari 16% sehingga setelah dilakukan kalkulasi rata-rata

deviasi, kesimpulan kinerja keseluruhan (Gambar 23) PT AIP Teluk Siak adalah

‘baik’. Print laporan kinerja keseluruhan PT AIP Teluk Siak dapat dilihat pada

lampiran 14.

Gambar 22. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PTPN IV Medan

119

Gambar 23. Kinerja keseluruhan penanganan limbah PT AIP Teluk Siak

120

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Jenis limbah produksi pabrik kelapa sawit berupa limbah cair dan lumpur

(Palm Oil Mill Effluent), tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Cangkang dan

serat telah dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan bakar industri tetapi

penanganan limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit masih belum

optimal. Apabila dilakukan konversi dari kapasitas pabrik kelapa sawit di

Indonesia maka setiap tahunnya akan dihasilkan limbah cair sebanyak 5,678 juta

m3, lumpur sebanyak 1,135 juta ton, dan 1,865 juta ton TKS.

Teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa

sawit di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan

limbah. Pertama, limbah cair dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem

kolam dan limbah tandan kosong sawit dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua,

limbah cair dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dan tandan

kosong sawit digunakan sebagai mulsa. Ketiga, limbah cair dan lumpur dan

tandan kosong sawit diolah menjadi kompos dengan menggunakan teknologi

pengomposan.

Model penilaian cepat kinerja penanganan limbah pabrik kelapa sawit

diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer dengan nama MPC

LIKESWIT 1.0 . Perangkat lunak ini terdiri dari limabelas sub-model penilaian

kinerja (SMPK), yaitu (1) SMPK karakteristik limbah cair, (2) SMPK kandungan

hara limbah cair, (3) SMPK karakteristik lumpur, (4) SMPK karakteristik TKS

sebagai kelompok kinerja jenis dan karakteristik limbah; (5) SMPK teknologi

sistem kolam, (6) SMPK teknologi aplikasi lahan, (7) SMPK teknologi mulsa, (8)

SMPK teknologi pengomposan sebagai kelompok kinerja teknologi penanganan

limbah; (9) SMPK buangan sistem kolam, (10) SMPK produk pupuk cair organik,

(11) SMPK produk pupuk mulsa, (12) SMPK produk kompos sebagai kelompok

kinerja produk limbah; (13) SMPK Ekonomi, (14) SMPK Sosial, dan (15) SMPK

Lingkungan.

121

Hasil analisis kinerja keseluruhan sebagai tahap validasi yang dilakukan

pada pabrik kelapa sawit PTPN IV yang menggunakan teknologi sistem kolam

dan mulsa sebagai teknologi penanganan limbahnya menunjukkan kinerja

penanganan limbah PTPN IV adalah ‘kurang baik’ dengan penyimpangan

(deviasi) sebesar 23,71%. Pabrik kelapa sawit PT Aneka Inti Persada yang

menggunakan teknologi aplikasi lahan dan mulsa menunjukkan kinerja

penanganan limbah yang ‘baik’ dengan penyimpangan deviasi sebesar 9,88%.

B. Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan dengan memperluas ruang lingkup model

yang mencakup seluruh jenis limbah pada pabrik kelapa sawit.

2. Evaluasi dan pengkajian tentang metode penanganan limbah lainnya pada

industri kelapa sawit untuk mengembangkan model penilaian cepat

penanganan limbah pabrik kelapa sawit yang lebih komprehensif.

122

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Andrianto. 2003. Penentuan Parameter Kinetika Proses Biodegradasi

Anaerob Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Natur Indonesia 6(1):

45-48 (2003).

Alsup, F dan Watson, R.M. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for

Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold, New York.

Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan. 1998. Buku Panduan Teknologi

Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Minyak Kelapa Sawit di

Indonesia. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Berburu Energi di Kebun

Sawit. Litbang Departemen Pertanian, Jakarta.

Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey.

Budihardjo, E. 1995. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang Pembangunan Daerah

untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional. UGM Press, Yogyakarta.

Chavalparit, O. 2006. Clean Technology for Crode Palm Oil Industry in Thailand.

PhD Thesis. Wageningen University. Belanda.

Dirjen Perkebunan-Departemen Pertanian. 2006. Statistik Pertanian Tahun 2005.

Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian. Jakarta.

Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press,

Bogor.

Fauzi, Yan dan Y.E. Widyastuti. 2006. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan

Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Kampus Dinoyo (Seri

Aribisnis), Jakarta.

Husni, A.A. 2000. Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan. ITP Press.

Bandung.

Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia. Bogor.

Gaspersz, V. 2001. Penerapan Total Quality Management in Education (TQME)

pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta.

123

Goenadi, G.H., B. Dradjat, L. Erningpraja, B. Hutabarat. 2005. Prospek dan Arah

Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia. BP3-Departemen

Pertanian. Jakarta.

Krueng, P. dan A.J.W. Krahn. 2004. Building a Process Performance

Measurement System: some early experiences. University of Fribourg,

Switzerland.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. UGM Press. Yogyakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.

Grasindo. Jakarta.

Menon, N.R. 2004. Empty Friut Bunch Evaluation : Mulch in Plantation vs Fuel

for Electricity Generation. MPOB. Malaysia.

Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian

Kelapa Sawit, Medan.

PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and

Tools. U.S. Department of Energy, USA

Pratiwi, W. , P. Goeritno, Darnoko, P..M. Naibaho 1995. Produksi Pulp dan

Kertas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Skala Pilot. Journal

Penelitian Kelapa Sawit, 1 (1), 89:100.

PT Perkebunan Negara IV. 2003. Kajian Pemanfaatan LCPKS dan TKKS Sebagai

Bahan Kompos. Medan.

PT Perkebunan Negara IV. 2004. Pengkajian Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik

Kelapa Sawit (LCPKS) Secara Aplikatisi Lahan dengan Sistem Long

Bed Terhadap Lingkungan. PTPN IV dan Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2000. Prosiding Pertemuan Teknis Sawit 2000-II :

Penanganan Terpadu Limbah Industri Kelapa Sawit yang Berwawasan

Lingkungan. Medan

Sa' id, G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus

Agriwidya. Jakarta.

124

Sharifuddin, H.A.H. dan A.R. Zaharah. 1996. Utilization of Organic Wastes and

Natural Systems in Malaysian Agriculture. University of Agriculture,

Serdang. Malaysia.

Sushil. 1993. Dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. Wiley

Eastern Limited, New Delhi.

Turner, P.D. dan R.A. Gillbanks R. 1974. Oil Palm Cultivation and Management.

The Incorporated Society of Planters, Kuala Lumpur, Malaysia.

Unapumnuk, K. 1999. Solid Waste Management in Palm Oil Mills: A Case Study

in Thailand. Master Thesis. Asian Institute of Technology, Thailand.

Wulfert, K. 2000. A New Integrated for Waste (EFB) and Waste Water (POME).

International Oil Palm Conference, Bali.

125

LAMPIRAN

126

Lampiran 1. Pohon industri tanaman kelapa sawit

Sumber : Goenadi, et al. (2005)

127

Lampiran 2. Proses produksi minyak kelapa sawit

Sumber : O. Chavalparit (2006)

128

Lampiran 3. Diagram alir implementasi model penilaian cepat pabrik kelapa sawit

Start

Kriteria Penilaian

Pemahaman Proses

Rancang Bangun Model MPC LIKESWIT 1.0

Verifikasi dan Validasi

Data Aktual PKS

Sesuai

End

Ya

Tidak

129

Lampiran 4. Contoh hardcopy kinerja keseluruhan MPC LIKESWIT 1.0

130

Lampiran 5. Investasi dan biaya penanganan teknologi sistem kolam (kapasitas pabrik 30 ton TBS / jam)

Sumber : Buana, et al. (2000)

131

Lampiran 6. Investasi, biaya operasional, dan keuntungan pada teknologi pengomposan (kapasitas pabrik 30 ton TBS/jam)

Sumber : Buana, et al. (2000)

132

Lampiran 7. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PTPN IV Medan

133

Lampiran 8. Hasil penilaian investasi (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak

134

Lampiran 9. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PTPN IV Medan

135

Lampiran 10. Hasil penilaian nilai tambah (Ekonomi) PT AIP Teluk Siak

136

Lampiran 11. Hasil penilaian kinerja sosial PTPN IV Medan

137

Lampiran 12. Hasil penilaian kinerja sosial PT AIP Teluk Siak

138

Lampiran 13. Hasil Kinerja Keseluruhan PTPN IV Medan

139

Lampiran 14. Hasil Kinerja Keseluruhan PT AIP Teluk Siak