model pengembangan profesi guru berbasis …eprints.ums.ac.id/67405/2/final model...
TRANSCRIPT
4
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-KolaboratifHak Cipta ©Bambang Sumardjoko, 2018
Editor: NgadiyoTata letak dan sampul: Na’imatur Rofiqoh Ilustrasi dalam: Gambar Google
Cetakan Pertama, Januari 2018
Redaksi & Pemasaran:DiomediaWisma ridho.Jl. Ahmad Yani Gang Manggis No.2 RT 2 RW 3.Ngadirejo Kartasura Sukoharjo 57552Telepon: 0856 4376 2005 Email: [email protected]: dio_mediaFacebook: Penerbit DiomediaTokopedia/diomedia
Bekerja sama dengan Cantrik Pustaka
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-KolaboratifPenulis: Bambang SumardjokoSukoharjo: Diomedia13,5 x 20 cm, 224 halaman ISBN: 978-602-6645-42-5
5
DAFTAR ISI
Pengantar dan Terima Kasih - 9
Bab 1: PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Kualitas Pendidikan Indonesia Terkini - 13Guru dan Penulisan Karya Ilmiah - 24Tujuan dan Manfaat Penelitian Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif - 30
Tujuan Penelitian - 30Manfaat Penelitian - 31
Manfaat Teoretis - 31Manfaat Praktis - 31
Bab 2: PROFESIONALISME GURU, PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-KOLABORATIF DAN PENTINGNYA KARYA ILMIAH BAGI GURU
Profesi, Profesional, dan Profesionalisme - 35Profesionalisme Guru - 39Profesionalitas Guru Bagian dari Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi - 42 Prinsip-prinsip Profesionalitas Guru - 46Model Pengembangan Profesional Guru - 48Dasar Pengembangan KeprofesianBerkelanjutan (PKB) - 52
Pengertian PKB - 53
6
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Dasar Pengembangan PKB - 57Pendekatan Konstruktivisme-Kolaboratif untuk Meningkatkan Soft Skills-Transferable Skills Guru - 61
Pengertian Konstruktivisme - 61Konstruktivisme dalam Pembelajaran - 63Kolaboratif dalam Pembelajaran - 64Soft Skills - Transferable Skills - 70
Pengertian Soft Skills - 70Kontribusi Soft-Skills terhadap Profesionalitas Guru - 73Pentingnya Soft Skills bagi Profesi Guru - 75
Penulisan Karya Ilmiah - 77Karya Tulis Ilmiah - 77Pentingnya Penulisan Karya Tulis Ilmiah - 79Kaidah Penulisan Artikel - 81
BAB 3: PENELITIAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU
Penelitian Terdahulu yang Relevan - 85Kerangka Pikir Penelitian - 95
BAB 4: METODE DAN MODEL PENELITIAN KEPROFESIAN GURU
Metode Penelitian Tahun I (Tahun 2015) - 98Penyusunan Draf Pengembangan Model - 103
Metode Penelitian Tahun I (Tahun 2016) - 104Metode Perumusan Model - 105
Pemaparan (Explanatory) - 105Focus Group Discussion (FGD) - 105Wawancara Mendalam (In-depth Interview) - 106Perumusan dan Penyusunan Model - 107Evaluasi dan Pemantauan Pelaksanaan Uji Coba Model - 108Revisi Model - 109
7
Uji Implementasi Model - 110Sosialisasi Model - 110
Metode Penelitian Tahun III (Tahun 2017) - 111Kerangka Metode Pemecahan Masalah - 112
BAB 5: PENGEMBANGAN PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIF-KOLABORATIF DI SMA/MA/SMK MUHAMMADIYAH SUKOHARJO
Deskripsi Kota Sukoharjo - 115Deskripsi Guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah - 120
Data Guru - 120Data Guru Bersertifikasi - 121Deskripsi Profil Guru Secara Keseluruhan - 122Profil Jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi - 123Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian - 124Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan - 126Profil Guru Berdasarkan Jenis Kelamin - 127
Hasil Studi Pendahuluan - 128Pengembangan Keprofesian Guru Selama Ini - 128
Perspektif Guru - 128Perspektif Kepala Sekolah - 134Perspektif Majelis Dikdasmen - 140
Pemetaan Kemampuan Guru dalam Penulisan Karya Ilmiah - 143Kendala yang Dihadapi Guru dalam Menulis Karya Ilmiah - 170
Kebutuhan Guru dalam PKB - 172Kendala Guru dalam Membuat Karya Ilmiah - 173
Kebutuhan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah - 175
8
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
BAB 6: PENGEMBANGAN MODEL PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF
Dasar Pengembangan Model - 179Analisis SWOT sebagai Dasar Pengembangan Model - 179Undang-Undang - 183Dasar Teoritik Pengembangan Model - 185
Bagan Pengembangan Model - 192Validasi Model Melalui FGD - 193Implementasi Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif - 193
Pelatihan Model Pada Guru-Guru - 193Uji Implementasi Model - 197
Observasi dan Refleksi Implementasi Model Pada Kelompok Guru SMK I dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo - 203Efektivitas Implementasi Model dalam Kelompok Terbatas - 204Keunggulan dan Keterbatasan Implementasi Model Kelompok Terbatas - 205
Keunggulan Implementasi Model - 205Keterbatasan Implementasi Model - 206
BAB 7: MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF: SEBUAH KESIMPULAN - 209
Daftar Pustaka - 215Indeks - 220Biodata Penulis - 223
9
PENGANTAR DAN TERIMA KASIH
Bismillahirohmanirrohim, puji dan syukur kami
panjatkan ke hadlirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia-Nya akhirnya kami dapat mengerjakan sekaligus
menyelesaikan laporan penelitian hibah pasca tentang
“Model Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan
Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif untuk Meningkatkan
Soft Skills-Transferable Skills Dalam Penulisan Artikel
Ilmiah Bagi Guru di Sekolah Menengah Muhammadiyah
Kabupaten Sukoharjo” tahun 2015-2017.
Penelitian Hibah Pasca ini dikerjakan berdasarkan
surat perjanjian pelaksanaan penelitian nomor:
135.69/A.3-III/LPPM/IV/2015 tanggal 21 April 2015.
Penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
selain karena komitmen dan usaha yang terus-menerus
dari tim peneliti, juga karena peran serta dan sumbangsih
10
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada berbagai pihak sebagai
berikut.
1. Direktur DP-2M Ditjen Dikti Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
yang telah berkenan memberikan kesempatan tim
peneliti dan menyediakan dana untuk melakukan
penelitian hibah pasca.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakar ta
yang telah mendorong dan turut memberikan
fasilitas peneliti untuk melakukan kegiatan
penelitian bagi para dosen.
3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakar-
ta yang telah memberikan persetujuan untuk
terlaksananya kegiatan penelitian ini.
4. Guru-guru Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan
Muhammadiyah di Daerah Sukoharjo, Kepala
MA/SMA/SMK Muhammadiyah, dan Pejabat
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo
yang telah membantu tim peneliti mendapatkan
data secara mudah dan komprehensif.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah membantu, memberikan
motivasi, dan mengilhami peneliti untuk
11
menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.
Atas bimbingan dan sumbangsih yang telah diberikan,
secara lahiriyah kami tidak dapat membalasnya. Namun,
kami senantiasa berdoa semoga Allah SWT berkenan
memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada semua yang
telah berjasa pada karya ini dan atas kebaikan yang telah
diberikan.
Akhirnya, menyadari adanya berbagai kekurangan
dalam penelitian ini kami selalu membuka diri bagi
tanggapan, kritik, dan saran sebagai masukan untuk
perbaikan di masa menda tang. Semoga penelitian ini
bermanfaat adanya. Amin.
Surakarta, 10 Januari 2018
Ketua Peneliti,
Bambang Sumardjoko
12
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Guru sebagai pengajar dituntut memiliki kompetensi atau
kemampuan paedagogi sehingga guru mampu mentransformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
13
BAB 1PENGEMBANGAN PROFESI GURU
KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA TERKINI
Kualitas pendidikan di tanah air Indonesia benar-
benar dipertaruhkan pada Era Masyarakat ASEAN (Asean
Community Era). Bidang pendidikan memiliki kontribusi
besar dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia
(SDM) agar mampu berkompetisi di pasar global.
SDM yang berkualitas menjadi kebutuhan bagi bangsa
Indonesia agar mampu menjawab berbagai tantangan baik
lokal, nasional, maupun internasional. SDM berkualitas
tersebut disiapkan oleh para guru profesional dan institusi
pendidikan atau sekolah-sekolah yang berkualitas. Hal
ini selaras dengan penegasan Sahlberg (2007) yang
menyatakan bahwa ekonomi modern dengan pasar tenaga
14
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
kerja membutuhkan orang-orang dengan keterampilan
dan pengetahuan yang tidak dapat dikembangkan di
sekolah yang berkualitas rendah. Pernyataan ini diperkuat
oleh Ayhan (2011) bahwa hal yang sangat penting dalam
perekonomian Negara, yaitu menghasilkan tenaga kerja
berkualitas tinggi.
Untuk menghasilkan siswa yang berkualitas
dibutuhkan guru yang berkualitas. Namun pada
kenyataannya, di lapangan menunjukkan bahwa kualitas
guru saat ini sedang dipertanyakan. Bagaimana mungkin
akan menghasilkan lulusan yang berkualitas jika gurunya
tidak berkualitas. Pada Uji Kompetensi Guru (UKG)
tanggal 30 Juli 2012 menjadi tonggak sejarah baru bagi
guru di Indonesia. Dalam uji tersebut menunjukkan bahwa
kualitas guru di Indonesia ternyata belum tinggi, yakni
dengan rata-rata nilai 44,55. Hasil UKG tahun 2015, pada
uji kompetensi guru untuk dua bidang, yaitu kompetensi
pedagogik dan profesional hasilnya diperoleh bahwa
rata-rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang
kompetensi itu adalah 53,02. Direktur Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI, Sumarna
Surapranata mengatakan, jika dirinci lagi hasil UKG
untuk kompetensi bidang pedagogik, rata-rata nasional
hanya 48,94 yakni berada di bawah standar kompetensi
minimal (SKM), yaitu sebesar 55. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa kualitas paedagogik guru di Indonesia
masih di bawah standar.
15
Untuk memahami potret kualitas guru di Indonesia,
dapat ditunjukan beberapa fakta sebagai berikut.
(1) Kemampuan Penguasaan Bidang Kompetensi.
Kemampuan rata-rata calon guru berdasarkan kemampuan
menjawab soal uji kompetensi ketika melakukan tes
calon guru ternyata masih di bawah 50%, yaitu hanya
44%. Kemampuan terendah ada pada kompetensi fisika
dan matematika yang hanya mencapai 33% dan 46%.
Kemampuan tertinggi pada kompetensi bahasa Inggris
yang mencapai 58%. Fakta ini memperlihatkan betapa
rendahnya kompetensi para calon guru di Indonesia.
Karena itu dapat dibayangkan apa dampaknya terhadap
lulusan yang dihasilkan jika siswa dididik oleh guru yang
memiliki kompetensi kurang. (2) Kemampuan pedagogik.
Kemampuan rata-rata pedagogik berdasarkan data
uji kompetensi guru 2015 adalah 56,69%. (3) Kualitas
guru berdasarkan asal perguruan tinggi berbeda tetapi
tidak terlalu signifikan. (4) Distribusi kemampuan rata-
rata guru dari urutan terbaik, yakni Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara-Maluku-Papua.
(5) Tidak terdapat perbedaan signifikan antara hasil UKG
di Kabupaten dan Kota. (6) Hasil UKG menurun cukup
tajam sesudah usia 41 tahun. (7) Guru Non PNS sekolah
negeri mempunyai nilai UKG paling rendah. (8) Tidak ada
perbedaan signifikan antara kompetensi guru bersertifikasi
dengan kompetensi guru belum bersertifikasi. (9) Semakin
tinggi kualifikasi (tingkat pendidikan akhir guru) semakin
Pengembangan Profesi guru
16
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
baik nilai UKG.
Berdasarkan potret kondisi guru di Indonesia yang
sebagian besar berdasarkan hasil uji kompetensi Guru
2015 dapat ditarik beberapa hasil analisa sebagai berikut.
Rendahnya tingkat kompetensi calon guru berdasarkan
beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyebabnya,
di antaranya adalah (1) kualitas perguruan tinggi yang
menghasilkan guru masih perlu ditingkatkan lagi, (2)
lulusan-lulusan SMA yang mengambil pendidikan untuk
menjadi guru bukan mahasiswa terbaik, (3) lulusan-
lulusan terbaik dari perguruan tinggi di Indonesia tidak
tertarik menjadi guru.
Kemampuan pedagogik adalah salah satu kunci
keberhasilan mendidik. Guru yang memiliki kompetensi
tinggi mungkin tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa
didukung oleh kemampuan pedagogik yang memadai.
Hasil kemampuan pedagogik yang masih relatif rendah
(56,59%) menunjukkan bahwa masih perlu usaha-usaha
keras untuk meningkatkan kemampuan ini. Pengetahuan
pedagogik diperlukan di semua proses pendidikan bukan
hanya di sekolah.
Kualitas guru menjadi sangat penting karena salah
satu dari 17 sasaran SDG (Sustainable Development
Goals, 2015-2030) yang dideklarasikan oleh PBB adalah
“by 2030 all governments ensure that all learners are
taught by qualified, professionally-trained, motivated
and well-supported teachers”. Sasaran tersebut kurang
17
lebih menyatakan bahwa proses pendidikan harus
didukung oleh guru-guru yang memiliki kualifikasi,
terlatih-profesional, memiliki motivasi tinggi, serta
didukung penuh.
Menurut penelitian yang dilakukan Professor
John Hattie dari University of Auckland menunjukkan
bahwa faktor dominan penentu prestasi siswa adalah (1)
karakteristik siswa (49%), (2) guru (30%), (3) lain-lain
(21%). Beberapa penelitian juga memperlihatkan besarnya
pengaruh kemampuan guru terhadap hasil pendidikan.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pencapaian salah
satu sasaran SDG maka peningkatan kualitas guru di
Indonesia menjadi upaya strategis yang harus dilakukan
karena akan menentukan kualitas generasi penerus
bangsa Indonesia.
Guru merupakan tenaga pengajar dalam institusi
pendidikan. Guru sebagaimana ditegaskan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 butir 1 adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Kedudukan guru sebagai tenaga
profesional yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
Pengembangan Profesi guru
18
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
pendidikan nasional (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 4).
Pendidikan dalam upaya menyiapkan SDM yang
berkualitas unggul dan berdaya saing akan selalu
menuntut guru untuk mengembangkan profesionalitasnya
melalui pendidikan dan pelatihan secara mandiri maupun
kelembagaan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Pasal 20 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik serta kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ipteks. Untuk itu pemerintah menetapkan regulasi baru
melalui Permenegpan Nomor 16 Tahun 2009 Tentang
Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya. Guru, terutama
yang telah memiliki sertifikat pendidik diwajibkan
melaksanakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) dengan diperhitung-kan angka kreditnya sebagai
persyaratan kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Pengembangan profesionalisasi guru dilakukan
berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru,
maupun individu guru sendiri. Hal ini sejalan dengan
pendapat Danim (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009) bahwa
pengembangan guru dimaksudkan untuk merangsang,
memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam
memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Meski
secara tegas dikatakan bahwa pengembangan guru
berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting namun
hal yang lebih penting dalam pengembangan profesi
19
guru adalah berdasarkan kebutuhan individu guru untuk
menjalani proses profesionalisasi. Hal ini karena substansi
kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan
berubah menurut dimensi ruang dan waktu sehingga
guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya
dengan cara PKB.
Untuk meningkatkan kinerja guru Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menfasilitasinya dengan
Permendiknas Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, yang menyatakan bahwa, “Jika guru tidak dapat
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan padahal telah
melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian maka
beban kerjanya dikurangi...” Kegiatan PKB merupakan
sebuah keniscayaan bagi semua guru, karena bila guru
tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan maka
guru akan terkena sanksi pengurangan beban mengajar
dari 24 jam atau dinyatakan kurang dari 24 jam. Dengan
demikian guru tersebut tidak berhak untuk mendapatkan
promosi dan pengembangan karier. Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan merupakan kegiatan guru di
sekolah atau di luar sekolah meliputi tiga jenis kegiatan
yaitu (1) Pengembangan diri (PD), melalui kegiatan
kolektif guru (MGMP) dan mengikuti diklat, (2) Publikasi
Ilmiah (PI), karya tulis ilmiah yang dipublikasikan kepada
masyarakat sebagai kontribusi guru terhadap peningkatan
kualitas pendidikan, dan (3) Karya Inovatif, karya bersifat
Pengembangan Profesi guru
20
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai
bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas
proses pembelajaran. Melalui PKB guru berusaha mencapai
kriteria tertentu untuk pengembangan kompetensi
sekaligus mempersiapkan diri dalam menghadapi UKG
dan Penilaian Kinerja Guru (PKG).
Hasil uji kompetensi guru akan dijadikan dasar
apakah guru tersebut layak untuk dilakukan penilaian
kinerja atau tidak. Hanya guru yang lulus Uji Kompetensi
saja yang layak dilakukan Penilaian Kinerja Guru. Menurut
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009, penilaian
kinerja guru adalah penilaian yang dilakukan terhadap
butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan
karier, kepangkatan, dan jabatannya (Kemendikbud,
2012).
Guru sebagai pengajar dituntut memiliki kompetensi
atau kemampuan paedagogi sehingga guru mampu
mentransformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Namun, Guru dalam proses pendidikan tidak hanya
menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge) tetapi juga menjalankan fungsi menanamkan
nilai (value) serta membangun karakter (character
building) peserta didik secara berkelanjutan dan
berkesinambungan. Karena itu peran guru menjadi sangat
strategis dalam menyiapkan SDM yang berkualitas.
Dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru
21
maka Kemendiknas (2010: 18-19) telah memberikan
prinsip-prinsip dasar agar PKB berjalan optimal yaitu
sebagai berikut. Pertama, PKB harus fokus kepada
keberhasilan peserta didik atau berbasis hasil belajar
peserta didik. Oleh karena itu, PKB harus menjadi bagian
integral dari tugas guru sehari-hari. Kedua, setiap guru
berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan
diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan. Ketiga,
sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap
guru untuk mengikuti program PKB dengan minimal
jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas
Pendidikan Kabupaten/ Kota dan/atau sekolah berhak
menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu. Keempat,
bagi guru yang tidak memperlihatkan peningkatan setelah
diberikan kesempatan untuk mengikuti program PKB
sesuai dengan kebutuhannya, dimungkinkan diberikan
sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sanksi tersebut tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak
dapat memenuhi kebutuhan guru untuk melaksanakan
program PKB. Kelima, cakupan materi untuk kegiatan
PKB harus terfokus pada pembelajaran peserta didik, kaya
dengan materi akademik, proses pembelajaran, penelitian
pendidikan terkini, dan teknologi dan/atau seni, serta
menggunakan pekerjaan dan data peserta didik untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pengembangan Profesi guru
22
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Kemudian prinsip keenam, proses PKB bagi guru
harus dimulai dari guru sendiri. Oleh karena itu untuk
mencapai tujuan PKB, kegiatan pengembangan harus
melibatkan guru secara aktif sehingga betul-betul terjadi
perubahan pada dirinya. Ketujuh, PKB yang baik harus
berkontribusi untuk mewujudkan visi, misi, dan nilai-
nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota.
Oleh karena itu kegiatan PKB harus menjadi bagian
terintegrasi dari rencana pengembangan sekolah dan/
atau kabupaten/ kota dalam melaksanakan peningkatan
mutu pendidikan yang disetujui bersama antara sekolah,
orangtua peserta didik, dan masyarakat. Kedelapan,
sedapat mungkin kegiatan PKB dilaksanakan di sekolah
atau dengan sekolah di sekitarnya (misalnya di gugus KKG
atau MGMP) untuk menjaga relevansi kegiatannya dan
juga untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan
yang disebabkan jika guru dalam jumlah besar bepergian
ke tempat lain. Kesembilan, PKB harus mendorong
pengakuan profesi guru menjadi lapangan pekerjaan yang
bermartabat dan memiliki makna bagi masyarakat dalam
pencerdasan bangsa dan sekaligus mendukung perubahan
khusus di dalam praktik-praktik serta pengembangan karir
guru yang lebih obyektif, transparan maupun akuntabel.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi
guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan
dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya
tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
23
teknologi, seni, dan budaya dan /atau olah raga
(Kemendikbud, 2012). Kegiatan PKB yang dilakukan
guru mencakup pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan
karya inovatif.
Peningkatan profesionalisme guru tidak hanya
dengan cara-cara ketiga aktivitas di atas melainkan
juga dengan memberikan layanan yang berkualitas.
Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 013/U/2002 tentang
Petunjuk teknis penilaian angka kredit jabatan fungsional
guru bahwa unsur pengembangan profesi dapat diperoleh
guru melalui (1) karya tulis ilmiah, (2) penemuan teknologi
tepat guna, (3) karya seni monumental, (4) Keterlibatan
dalam Pengembangan Kurikulum, dan (5) membuat alat
peraga.
Berbicara tentang pengembangan profesi guru
berkelanjutan diperoleh data bahwa banyak guru
termasuk di dalamnya guru berstatus Pegawai Negeri
Sipil dalam pengembangan keprofesian terhalang oleh
keharusan pembuatan karya ilmiah. Padahal kemampuan
menulis karya ilmiah itu penting bagi guru (Anah
Suhaenah, Kompas, 22 April 2014) karena aktivitas saat
menulis karya ilmiah akan menjadi sarana guru dalam
merefleksikan pengalamannya. Di Propinsi Jawa Tengah
misalnya, hampir 60% guru PNS yang telah mencapai
golongan ruang IVa tidak dapat naik pangkat setingkat
lebih tinggi. Data menunjukkan bahwa Guru Sekolah
Pengembangan Profesi guru
24
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Menengah yang telah menduduki pangkat golongan IVa
mencapai 50,88% sedangkan guru yang mampu naik
pangkat ke IVb dan seterusnya hanya sebesar 0,5%. (Eris
Yunianto, 2007). Dari penelitian Sumardjoko (2013)
tentang Model Penguatan Guru Bersertifikasi melalui
Pemaknaan Profesionalisme, suatu Penelitian pada Guru-
guru SMA Negeri di Sukoharjo Jawa Tengah menunjukkan
bahwa faktor dominan penyebab kurang berhasilnya guru
dalam meningkatkan profesionalisme adalah kurangnya
kemampuan guru dalam melakukan penelitian tindakan
kelas dan menulis karya ilmiah.
GURU DAN PENULISAN KARyA ILMIAH
Berdasarkan hasil penelitian awal di sekolah
Muhammadiyah (SMA/ SMK/ MA) Sukoharjo, ditemukan
bahwa dalam hal pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan cenderung stagnan atau jalan di tempat dan
belum tampak adanya program-program pengembangan
profesi guru yang tersusun secara jelas. Karena tidak
menjadi tuntutan dan keharusan maka kegiatan penelitian
hampir tidak dilakukan. Para guru juga belum sepenuhnya
memiliki pemahaman konsep karya ilmiah secara benar.
Pengalaman guru membuat karya ilmiah, sebagian
besar dilakukan pada saat Pendidikan Latihan Profesi
Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai konsep karya
25
ilmiah terkendala pada sistematika baku penelitian dan
beberapa faktor lain. Karena itu berdasarkan fenomena
di atas maka dipandang perlu untuk merumuskan sebuah
pengembangan model keprofesionalan guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah.
Kurangnya kemampuan guru dalam melakukan
penelitian tindakan kelas dan pembuatan artikel ilmiah
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Ketua PGRI
Sulistya (Kompas, 22 April 2014) bahwa kurangnya
kemampuan guru dalam melakukan penelitian tindakan
klas dikarenakan (1) guru tidak disiapkan untuk memiliki
kemampuan menulis karya ilmiah, (2) pemerintah
tidak memberikan dukungan dana untuk pelatihan, (3)
penulisan karya ilmiah tidak didesain dalam pelatihan
guru, (4) tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi
peserta didik. Mengingat pentingnya kemampuan menulis
karya ilmiah bagi guru sehingga dapat merefleksikan
pengalamannya maka pelatihan penulisan karya ilmiah
pada guru-guru perlu dilakukan.
Menurut Anah Suhaenah (dalam Kompas, 22 April
2014, hal 14) Kemampuan menulis karya ilmiah ini
penting bagi guru, karena saat menulis karya ilmiah
guru dapat merefleksikan pengalamanya. Untuk itu guru
harus dilatih, melalui penguatan kemampuan menulis
Pengembangan Profesi guru
26
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
karya ilmiah. Dengan demikian pelatihan penulisan karya
ilmiah harus diprogramkan.
Guru profesional adalah guru yang memiliki sejumlah
kompetensi. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009
telah mengatur dengan tegas bahwa publikasi ilmiah dan
karya inovatif merupakan prasarat angka kredit untuk
kenaikan pangkat. Ketentuan tersebut menjadi salah satu
penyebab minimnya guru dengan golongan IVA ke atas
di jenjang pendidikan dasar. Hanya 30,4% guru yang
memiliki golongan IVA dan 27% memiliki golongan IV B
dari sekitar 1,58 juta guru. Di jenjang SMP, guru golongan
IV A 28,3%, golongan IV B 2,1%, dan golongan IVC
0,1% dari 609.000 guru. Salah satu penyebab macetnya
pengembangan karier guru adalah adanya kewajiban karya
ilmiah sebagai syarat naik ke golongan IV B (Kompas 22
April 2014. Hal 12).
Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa
(1) guru-guru di Sekolah Muhammadiyah Sukoharjo
yang bersertifikasi pendidik selama ini telah melakukan
serangkaian kegiatan untuk mengembangkan kompetensi.
Pengembangan yang dilakukan oleh guru secara mandiri
dengan mengikuti workshop, seminar, membeli buku teks
pelajaran terbaru, mengikuti kegiatan Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP), dan berdiskusi dengan rekan
guru bidang studi. (2) Kemampuan menulis karya ilmiah
bagi guru-guru bersertifikasi pendidik di lingkungan
27
Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah Sukoharjo
masih kurang. Para guru yang bersertifikasi secara umum
belum sepenuhnya memiliki pemahaman konsep karya
ilmiah. Pengalaman guru membuat karya ilmiah sebagian
besar dilakukan pada saat Pendidikan Latihan Profesi
Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai konsep karya
ilmiah secara umum terkendala pada sistematika baku
penelitian. (3) Motivasi yang rendah merupakan salah
satu faktor penghambat internal, seperti sikap guru yang
belum memiliki kebiasaan membaca buku, belum memiliki
kemampuan berbahasa yang baik dan belum adanya
motivasi untuk menulis, termasuk kebutuhan untuk
melakukan aktualisasi diri. (4) Para guru pascasertifikasi
dalam mengembangkan profesi secara berkelanjutan
menemui kendala. Berbagai kendala itu antara lain adalah
masalah kendala waktu, dana, usia, sarana prasarana
sekolah, motivasi, kebijakan pimpinan, dan akses jaringan
internet.
Berdasarkan deskripsi di atas maka dibutuhkan adanya
langkah dari pemangku kebijakan untuk mengembangkan
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah. Model PKB ini dikembangkan secara konstruktif,
artinya didasari oleh permasalahan yang ditemukan guru
sendiri. Kolaboratif artinya para guru akan berkolaborasi
dengan kelompoknya (satu sekolah sama/bidang
Pengembangan Profesi guru
28
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
studi sama) untuk menghasilkan karya ilmiah. Usaha
menemukan solusi pemecahan masalah (konstruktif) dan
secara kolaboratif menyusun artikel ilmiah merupakan
dasar untuk mengembangkan kemampuan menulis secara
lebih mudah dan bermakna karena didasari oleh masalah
yang ditemukan guru sendiri. Adapun komponen-
komponen penting pendukung penyusunan model adalah
(1) Partisipasi seluruh elemen pemangku kepentingan
(stakeholder), (2) Dukungan Majlis Dikdasmen Daerah
Muhammadiyah, (3) Sekolah merupakan komponen
utama dalam pelaksanan model, (4) Guru merupakan
komponen kunci terlaksananya model karena guru dalam
hal ini sebagai subyek pengembangan, (5) LPTK, dalam
hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah
Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.
Keunggulan model yang dikembangkan adalah
(1) melalui proses kontruktivis, para guru dapat
menemukan sendiri permasalahan proses pembelajaran,
menemukan pemecahan melalui Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), dan mensosialisasikan temuannya dalam
artikel ilmiah, (2) Melalui diskusi kelompok kecil guru–
guru secara kolaboratif saling memberikan penguatan
dan pembimbingan dalam melakukan PTK dan
mendokumentasikan hasilnya dalam artikel ilmiah, (3)
menjadi media yang tepat untuk menumbuh-kembangkan
motivasi dan kepercayaan diri dalam menulis serta dapat
berbagi pengalaman pada guru lainnya. Dengan demikian
29
model PKB ini akan mempercepat proses pengembangan
profesional guru dalam menulis artikel ilmiah. Ini berarti,
pengembangan sebuah Model PKB berbasis konstruktivis-
kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable
Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah sangat penting
dan diperlukan adanya.
Buku ini akan membahas lebih lanjut tentang hal-hal
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca
sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah
Daerah Muhammadiyah Sukoharjo yang
berlangsung selama ini?
2. Bagaimanakah kemampuan guru dalam menulis
karya ilmiah pasca sertifikasi di lingkungan
Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo?
3. Bagaimanakah bentuk kebutuhan pengembangan
profesional guru pasca sertifikasi pendidik
di lingkungan Sekolah Menengah Daerah
Muhammadiyah Sukoharjo?
4. Bagaimanakah model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-
kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–
Transferable Skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah?
5. Bagaimanakah implementasi model keprofesian
Pengembangan Profesi guru
30
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif
untuk meningkatkan soft skills–transferable
skills guru dalam penulisan artikel ilmiah?
TUjUAN DAN MANFAAT
PENELITIAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU
BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF
Tujuan PenelitianTujuan penelitian model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif
untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan memvalidasi model
pengembangan keprofesian berkelanjutan berbasis
konstruktivis-kolaboratif yang dapat meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan
artikel ilmiah. Secara rinci pengembangan dan
validasi dimaksud ini meliputi tujuan (a) validasi
model, (b) sosialisasi model pada guru-guru,
(c) uji implementasi model, dan (e) revisi dan
penyempurnaan model.
2. Implementasi model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif
untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills
guru dalam penulisan Artikel Ilmiah.
31
Manfaat Penelitian
Manfaat TeoretisKeunggulan dan manfaat model pengembangan
ini adalah (1) melalui proses kontruktivis guru dapat
menemukan sendiri permasalahan proses pembelajaran,
menemukan pemecahan melalui Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dan mensosialisasikan temuannya dalam
artikel ilmiah, (2) melalui diskusi kelompok kecil guru–
guru secara kolaboratif saling memberikan penguatan
dan pembimbingan dalam melakukan PTK dan
mendokumentasikan hasilnya dalam artikel ilmiah, (3)
menjadi media yang tepat untuk menumbuh kembangkan
motivasi dan kepercayaan diri dalam menulis karya ilmiah
serta dapat berbagi pengalaman pada guru lain. Dengan
demikian model PKB berbasis konstruktivis-kolaboratif
ini dapat mempercepat proses pengembangan profesional
guru secara berkelanjutan terutama dalam menulis artikel
ilmiah.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini merupakan tindak lanjut dari
penelitian Bambang Sumardjoko (2011) tentang Model
Penguatan Guru Bersertifikasi melalui Pemaknaan
Profesionalisme (Penelitian pada Guru-guru SMA Negeri
di Sukoharjo Jawa Tengah). Karena itu implementasi
Pengembangan Profesi guru
32
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
model pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis kolaboratif ini secara praktis dapat
digunakan untuk: (1) menumbuh-kembangkan budaya
meneliti dan menulis para guru, yakni mengajar sekaligus
meneliti dan mendokumentasi hasil penelitian dalam
artikel ilmiah, (2) sebagai acuan dalam mengembangkan
profesionalisme guru berkelanjutan, (3) media para guru
secara kolaboratif melakukan penelitian tindakan kelas
dan menulis artikel ilmiah, (4) sebagai strategi dalam
meraih atau meningkatkan kepangkatan fungsional dan
golongan kepegawaian para guru.
34
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk
mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut.
35
BAB 2
PROFESIONALISME GURU, PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-KOLABORATIF, DAN PENTINGNyA KARyA ILMIAH BAGI GURU
PROFESI, PROFESIONAL,
DAN PROFESIONALISME
Pembicaraan tentang istilah profesionalisme sering
dikaitkan dengan istilah profesi dan profesional. Secara
konseptual, istilah profesi menunjuk pada suatu pekerjaan
atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab,
dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara
teoretis tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang
tidak dilatih atau disiapkan untuk itu. Profesi adalah
suatu pernyataan atau janji terbuka bahwa seseorang akan
36
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan
(Hamalik, 2002). Menurut Saud (2009: 6), profesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
(experties) dari para anggotanya. Keahlian tersebut
diperoleh melalui pendidikan/ latihan pra jabatan
maupun in service training.
Menguatkan konsep di atas adalah Howard M.Vollmer
dan Donald (dalam Danim, 2010: 56) yang menyatakan
bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan
kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui
kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan menguasai
keterampilan atau keahlian dalam melayani atau
memberikan nasehat pada orang lain, dengan memperoleh
upah/gaji dalam jumlah tertentu. Profesi juga berarti
suatu kompetensi khusus yang memerlukan kemampuan
intelektual tinggi, yang mencakup penguasaan atau
didasari pengetahuan tertentu. Menurut Payong (2011:6),
profesi adalah pekerjaan yang digeluti dengan pengabdian
dan dedikasi serta dilandasi oleh keahlian atau
keterampilan tertentu. Berdasarkan pengertian di atas
dapat disintesiskan bahwa profesi pada hakikatnya adalah
suatu pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu yang
didasarkan pada basis keilmuan tertentu, dengan lingkup
tugasnya diarahkan kepada pelayanan masyarakat.
Kemudian istilah profesional. Masalah profesional
ini menunjuk pada dua hal, yaitu pertama, menunjuk
pada penampilan atau kinerja seseorang yang sesuai
37
dengan tuntutan profesinya, misalnya pekerjaan itu
dilaksanakan secara profesional. Kedua, menunjuk pada
orang yang melakukan pekerjaan itu, misalnya dia seorang
profesional. Sebagaimana Saud (2009:6) menjelaskan
bahwa profesional menunjuk pada dua hal, pertama
orang yang menyandang suatu profesi, kedua penampilan
seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai
dengan profesinya. Orang yang menyandang suatu
jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian
atau keterampilan yang tinggi akan berpengaruh juga
terhadap penampilan atau performance orang tersebut
dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Orang disebut
profesional karena didasarkan pada kompetensi tertentu,
kompetensi tersebut merupakan kemampuan untuk
melakukan sesuatu (the ability to do something).
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen dijelaskan
bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dengan
demikian, seorang profesional harus memiliki profesi
tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan
maupun pelatihan yang khusus, di samping adanya
unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam
melaksanakan suatu kegiatan kerja. Terdapat tiga watak
kerja yang merupakan persyaratan seorang profesional,
Profesionalisme guru
38
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
yaitu (1) harus dilandaskan iktikad untuk merealisasikan
kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang
digelutinya (dalam artian tidak hanya mementingkan
imbalan upah materiil semata); (2) harus dilandasi oleh
kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai
melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang
panjang, ekslusif, dan berat; dan (3) diukur dengan
kualitas teknis dan kualitas moral, harus menundukkan
diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik
yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam
sebuah organisasi profesi.
Selanjutnya, istilah profesionalisme menunjuk
pada derajat penampilan atau performance seseorang
dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang
profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Menurut
Supriadi (2000) profesionalisme menuntut tiga prinsip
utama, yakni well educated, well trained, dan well paid
(memperoleh pendidikan yang cukup, mendapatkan
pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang
memadai). Profesionalisme berarti menuntut pendidikan
yang tinggi, kesempatan memperoleh pelatihan yang
cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang
memadai.
39
PROFESIONALISME GURU
Guru merupakan profesi, maksudnya bahwa suatu
jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru. Unsur terpenting dalam profesi
guru adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai
ketrampilan atau keahlian khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas mendidik dan mengajar secara efektif
dan efisien (Moh Uzer Usman dalam Danim, 2010: 56).
Guru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.
Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah
pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan
pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,
profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a
systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik
yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota
beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar
kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode
etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi
yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi
secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan
Profesionalisme guru
40
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan
guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima
karakteristik tersebut.
Aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai salah
satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk
penghargaan non-materi, seperti: pemberian piagam
penghargaan berdasarkan prestasi kerja guru yang dapat
dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi
model penghargaan terhadap guru, meskipun ada yang
berpendapat bahwa adanya hymne guru justru dipandang
sebagai bentuk penghargaan semu. Dalam kajian lain
dijelaskan bahwa pada prinsipnya profesionalisme guru
adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara
profesional, yang indikatornya adalah ahli di bidang teori
dan praktik keguruan. Guru profesional merupakan guru
yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli
mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru
profesional adalah guru yang mampu membelajarkan
peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya
dengan baik. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan
yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan
tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh
pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut
tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang
tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru
sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja
41
profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan
melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat
merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang
dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahatan dengan fungsi
mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga
negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut
pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis
serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja
yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani
orang lain.
Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan
profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik,
seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional
Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan
yang mempunyai kode etik, yaitu norma-norma tertentu
sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai
oleh masyarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat
penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan
landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung
tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi
untuk meningkatkan layanan profesionalismenya demi
kemaslahatan orang lain. Guru memiliki otonomi dan rasa
tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur
diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri
dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang
guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk
membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil
Profesionalisme guru
42
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan
keputusan yang dipilihnya.
Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat.
Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun
masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai
tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk
itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi
kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan
anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam
melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat
hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan
hati nurani sehingga guru akan merasa senang dalam
melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik.
PROFESIONALITAS GURU BAGIAN DARI
KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI
Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,
Bab XI menyatakan bahwa pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Selanjutnya, dalam Undang-Undang
Guru dan Dosen pada Bab IV dinyatakan bahwa guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
43
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Kualifikasi akademik minimum yang
dipersyaratkan untuk guru sebagai pendidik profesional
adalah memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-4 dibuktikan
dengan ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada
jenjang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang
dibina.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada
Bab I dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya. Kompetensi yang harus dimiliki
guru sebagai pendidik profesional dan agen pembelajaran
meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik yang berarti
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Kompetensi kepribadian yang berarti kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi
profesional yang berarti kemampuan penguasaan materi
Profesionalisme guru
44
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial
yang berarti kemampuan guru dalam berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik, sesama guru, orang tua / wali peserta didik dan
masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain
dan mempunyai hubungan hirarkhis, artinya kompetensi
yang satu mendasari kompetensi yang lainnya.
Sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional, sedang sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi
persyaratan. Menurut Asmani (2010: 194), sertifikasi
adalah proses yang harus dilalui seorang guru untuk
mendapatkan sertifikat mengajar sebagai tanda bahwa
ia telah memenuhi kualifikasi guru ideal sesuai dengan
syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah, baik yang
berhubungan dengan akademis, sosial dan akuntabilitas
publik, sedang sertifikasi guru dapat diartikan sebagai
suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah
lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga
sertifikasi.
Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem
pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan
45
berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenaga-kerjaan,
keuangan dan pemerintah daerah. Sehubungan dengan itu
diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru sebagai
tenaga profesional dalam suatu undang-undang. Untuk
meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru, maka
perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik.
Sertifikat dimaksudkan sebagai pengakuan atas kedudukan
guru dalam melaksanakan tugas, guru harus memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga
memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya.
Merencanakan suatu pendidikan untuk masa depan
yang baik adalah dengan membangun dan meningkatkan
kualitas guru. Maksudnya, mengarahkan para guru pada
profesionalitas yang diharapkan (actual profesionality).
Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru
saat ini adalah meningkatkan kualifikasi, peningkatan
kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir,
penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan
guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.
Dalam konsep Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan dijelaskan bahwa profesionalitas
guru terkait dengan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi
/remunerasi (penggajian). Yang dimaksud kualifikasi
ini tersurat dengan jelas dalam PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni bahwa
Profesionalisme guru
46
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
untuk menjadi guru yang bersangkutan minimal berlatar
belakang pendidikan sarjana. Diasumsikan bahwa dengan
latar kesarjanaan yang bersangkutan telah memiliki dasar
kuat menjadi guru yang berkompeten. Dengan kompetensi
tersebut, guru diharapkan dapat memiliki kontribusi
lebih besar dalam peningkatan mutu pendidikan. Karena
itu, yang bersangkutan dipandang berhak memperoleh
remunerasi yang lebih besar. Profesionalitas harus dimiliki
guru, dengan bekal profesionalitas itulah, guru dapat
melakukan tugas pokok dan fungsinya secara semestinya
sehingga kualitas pendidikan dapat tercapai.
PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU
Undang-Undang Guru dan Dosen Bab III Pasal
7 menjelaskan tentang prinsip profesionalitas, yaitu
profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme.
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia.
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang
pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
47
dengan bidang tugas.
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja.
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelan-jutan dengan
belajar sepanjang hayat.
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas profesinya.
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Prinsip-prinsip profesionalitas guru di atas
menunjukkan bahwa guru sebagai tenaga profesional
hanya bisa dimasuki atau dilaksanakan dengan baik oleh
orang yang memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu.
Dari sisi lain bagi siapapun termasuk para guru itu sendiri,
apabila ingin menjadi guru profesional dituntut untuk
meningkatkan kualifikasi (misalnya jenjang pendidikan
formalnya) dan kompetensi- nya agar bisa melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Profesionalisme guru
48
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
MODEL PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU
Banyak cara yang dilakukan guru untuk menyesuaikan
dengan perubahan, baik itu dilakukan secara perorangan
maupun kelompok atau dalam satu sistem yang
diatur lembaga. Mulya (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009)
menyebutkan bahwa pengembangan profesional guru
dapat dilakukan dengan on the job training dan in service
training. Sementara itu Castetter menyampaikan lima
model untuk pengembangan guru, seperti ditunjukkan
pada tabel 2.1 di bawah.
Tabel 2.1 Model Pengembangan Guru
Model Pengembangan Guru
Keterangan
Individual Guided StaffDevelopment (Pengembangan Guru yang Dipadu secara Individual)
Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka.
Observation/Assessment(Observasi/ Penilaian)
Observasi dan penilaian dari instruksi menyediakan guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi oleh guru pada praktiknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainnya.
Involvement in a development/ Improvement Process (Keterlibatan dalam Suatu Proses Pengembangan/ Peningkatan)
Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau perlu memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.
49
Model Pengembangan Guru
Keterangan
Training (Pelatihan)
Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku dalam kelas mereka.
Inquiry (Pemeriksaan)
Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.
Dari kelima model pengembangan guru pada table 2.1
di atas, model training merupakan model pengembangan
yang banyak dilakukan lembaga pendidikan. Pada lembaga
pendidikan ini cara yang populer untuk pengembangan
kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan
penataran (in service training) baik dalam dalam
rangka penyegaran (refreshing) maupun peningkatan
kemampuan (up-grading), baik dilakukan sendiri-sendiri
informal) maupun bersama-sama, seperti on the job
training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat,
simposium, konferensi dan sebagainya.
Inovasi dalam pendidikan berdampak pada
pengembangan guru. Beberapa model pengembangan
guru sengaja dirancang untuk menghadapi pembaharuan
pendidikan. Candall menemukan model-model efektif
pengembangan kemampuan profesional guru yaitu:
model mentoring, model ilmu terapan atau model “dari
teori ke praktik”, dan model inquiry atau model efektif.
Profesionalisme guru
50
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Model mentoring adalah model dimana guru yang sudah
berpengalaman merilis pengetahuannya atau melakukan
aktivitas mentor pada guru yang kurang berpengalaman.
Model ilmu terapan berupa perpaduan antara hasil-hasil
riset yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis.
Model inquiry yaitu pendekatan yang berbasis pada guru-
guru, para guru harus aktif menjadi peneliti, seperti:
pembaca, bertukar pendapat, melakukan observasi,
melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman
praktis mereka sekaligus meningkatkannya.
Menurut Soetjipto dan Osasi (dalam Syaefudin Sa’ud,
2009), pengembangan sikap profesional guru dapat
dilakukan selama dalam pendidikan prajabatan maupun
setelah bertugas (dalam jabatan), yaitu dengan (1)
pengembangan profesional selama pendidikan prajabatan
dan (2) pengembangan profesional selama dalam jabatan.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2005)
menyebutkan beberapa alternatif Program Pengembangan
Profesionalisme Guru, yakni sebagai berikut. (1) Program
Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru. (2) Program
Penyetaraan dan Sertifikasi. (3) Program Pelatihan
Terintegrasi Berbasis Kompetensi. (4) Program Supervisi
Pendidikan. (5) Program Pemberdayaan MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran). (6) Simposium Guru.
(7) Program pelatihan tradisional lainnya. (8) Membaca
dan menulis jurnal atau karya ilmiah. (9) Berpartisipasi
51
dalam Pertemuan Ilmiah. (10) Melakukan penelitian
(khususnya Penelitian Tindakan Kelas). (11) Magang.
(12) Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan. (13)
Berpartisipasi dan Aktif dalam Organisasi Profesi, dan
(14) Menggalang Kerjasama dengan Teman Sejawat.
Dari sekian model pengembangan tersebut maka
terdapat beberapa model pengembangan yang berkaitan
dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut. Pertama,
pengembangan profesional guru bidang membaca dan
menulis jurnal atau karya ilmiah. Sebagaimana diketahui
bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara
berkesinambungan dihasilkan oleh individual pengarang,
lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.
Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebar dan dapat
ditemui di berbagai pusat sumber belajar (perpustakaan,
internet, dan sebagainya). Walaupun artikel dalam
jurnal cenderung singkat tetapi dapat mengarahkan
pembacanya kepada konsep-konsep baru dan pandangan
untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru.
Ia juga memiliki kolom berita yang berkaitan dengan
pertemuan, pameran, seminar, program pendidikan, dan
sebagainya yang mungkin menarik bagi guru. Dengan
membaca dan memahami isi jurnal atau makalah
ilmiah dalam bidang pendidikan maka guru akan dapat
mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya seiring
dengan meningkatnya pengetahuan dan bertambahnya
pengalaman, guru diharapkan dapat membangun konsep
Profesionalisme guru
52
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
baru, keterampilan khusus dan alat/media belajar yang
dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan
tugasnya.
Kedua, berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh masing-masing guru
secara mandiri. Adapun yang diperlukan adalah bagaimana
memotivasi dirinya sendiri untuk berpartisipasi dalam
berbagai pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan
ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga
kemutakhiran hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru.
Tujuan utama kebanyakan konferensi atau pertemuan
ilmiah adalah menyajikan berbagai informasi dan inovasi
terbaru di dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi guru
minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan
ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang
berharga dalam membangun profesionalisme guru
dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Penyampaian
makalah utama, kegiatan diskusi kelompok kecil, pameran
ilmiah, pertemuan informal untuk bertukar pikiran atau
ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk
memberikan kesempatan pada guru untuk tumbuh
sebagai seorang profesional.
Ketiga, melakukan penelitian (khususnya penelitian
tindakan kelas). Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui
kerjasama atau tidak dengan ahli pendidikan dalam
rangka merefleksikan dan sekaligus meningkatkan praktik
53
pembelajaran secara terus menerus juga merupakan
strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme
guru. Berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru
yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan
yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan
memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran
berlangsung akan bermanfaat sebagai inovasi pendidikan.
DASAR PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN BERKELANjUTAN (PKB)
Pengertian PKBProfesionalisasi mengandung makna dan dimensi
utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan
kemampuan praktis. Aksentuasinya dapat dilakukan
melalui penelitian, diskusi antar rekan profesi, penelitian
dan pengembangan, membaca karya akademik kekinian,
dan sebagainya. Kegiatan belajar mandiri, mengikuti
pelatihan seperti pendidikan latihan profesionalisme
guru (PLPG) dalam bidang tenaga pendidik dan
kependidikan, studi banding, observasi praktikal, dan
lain-lain serangkaian kegiatan dan bagian integral upaya
profesionalisasi anggota profesi.
Profesionalisme menuntut adanya suatu keharusan
memiliki kemampuan agar profesi itu berfungsi sebaik-
Profesionalisme guru
54
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
baiknya. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Setidaknya
ada tiga ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional.
Secara berturut-turut adalah pekerjaan itu disiapkan
melalui proses pendidikan dan pelatihan secara formal,
mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan ditandai
dengan organisasi (Cece Wijaya dan Tabrani, 1991:23).
Bahkan suatu “Profesi pada hakikatnya adalah suatu
pernyataan atau suatu janji terbuka, yang menyatakan
seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau
pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk
menjabat pekerjaan itu” (Sahertian, 1994: 26). Definisi ini
memperlihatkan beberapa pengertian: (1) profesi sebagai
suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, (2) profesi
mengandung unsur pengabdian, dan (3) profesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan.
Syarat pokok pekerjaan profesional menurut Wina
Sanjaya (2005:142-143) adalah sebagai berikut: (1)
pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu
secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari
lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya
didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, (2) suatu profesi
menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu
55
yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya sehingga
antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat
dipisahkan secara tegas, (3) tingkat kemampuan dan
keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat,
sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan
akademik sesuai dengan profesinya semakin tinggi pula
tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula
tingkat penghargaan yang diterimanya, (4) suatu profesi
selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak
terhadap sosial kemasyarakatan sehingga masyarakat
memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang
ditimbulkan dari pekerjaan profesinya.
Adapun tugas guru sebagai profesi meliputi: mendidik,
mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan
dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan
ketrampilan pada siswa. Selain itu guru juga harus
memiliki beberapa kemampuan, seperti: (1) Kemampuan
di bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti
penguasaan mata pelajaran, pengetahuan cara mengajar,
bimbingan penyuluhan, pengetahuan cara belajar dan
tingkah laku individu, administrasi kelas dan sebagainya.
(2) Kemampuan afektif (sikap), artinya kesiapan dan
kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan
dengan tugas-tugas profesinya. (3) Kemampuan
Profesionalisme guru
56
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
psikomotorik (perilaku), yaitu kemampuan guru dalam
berbagai keterampilan dan perilaku (performance).
Ketiga kemampuan tersebut tidak berdiri sendiri tetapi
saling berhubugan dan saling mempengaruhi.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
profesionalisme guru maka pemerintah telah melaksanakan
terobosan, antara lain melalui sertifikasi guru. Dengan
sertifikasi guru diharapkan kinerja guru terus meningkat.
Hal ini dapat dibuktikan adanya kompetensi yang harus
dimiliki dan dipenuhi seorang guru, yaitu seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya (Kepmendiknas
No. 045/U/2002). Kompetensi guru ini merupakan
salah satu persyaratan dalam uji sertifikasi sebagaimana
tertuang dalam UU Guru dan Dosen No. 14/2005 dan
PP No. 19/2005. Karena itu, profesionalisme guru bukan
hanya sekedar diarahkan pada aspek-aspek administratif
kepegawaian (minimal guru memiliki ijazah S1 misalnya)
tetapi lebih pada peningkatan kemampuan profesionalisme
dan komitmen sebagai seorang pendidik. Ini berarti
setiap guru perlu secara terus menerus mengembangkan
profesionalismenya secara berkelanjutan.
Dasar Pengembangan PKBTerdapat 16 Undang-undang dan peraturan yang
melandasi perlunya PKB bagi guru, yaitu sebagai berikut:
57
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai-mana telah dua
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008.
3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
Pegawai Negeri Sipil.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru.
9) Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil.
10) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Profesionalisme guru
58
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya.
11) Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional
dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14
Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan
Angka Kreditnya.
12) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Kepala Sekolah.
13) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
14) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Konselor.
15) Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63
Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan.
16) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya.
Selanjutnya, untuk jenis-jenis kegiatan dalam
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan meliputi
hal-hal sebagai berikut. (1) Pengembangan diri, yang
59
meliputi: diklat fungsional, seperti kursus, pelatihan,
penataran, dan bentuk diklat lain. (2) Mengikuti lokakarya
atau kegiatan kelompok musyawarah kerja guru atau in
house training untuk kegiatan pengembangan keprofesian
guru, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta
pada seminar, koloqium, diskusi panel atau bentuk
pertemuan ilmiah lainnya. (3) Mengikuti kegiatan kolektif
lain yang sesuai tugas dan kewajiban guru terkait dengan
pengembangan keprofesiannya.
Publikasi ilmiah, berupa presentasi pada forum
ilmiah dengan menjadi pemrasaran / nara sumber pada
seminar atau lokakarya ilmiah atau menjadi pemrasaran /
nara sumber pada coloqium atau diskusi ilmiah. Makalah
berupa tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal
dan pembelajaran. Publikasi buku teks pelajaran, buku
pengayaan dan pedoman guru. Karya inovatif kegiatan
pengembangan profesi berkelanjutan, yaitu dengan (a)
menemukan teknologi tepat guna, (b) menemukan atau
menciptakan karya seni, (c) membuat atau memodifikasi
alat pelajaran, dan (d) mengikuti pengembangan
penyusunan standar, pedoman soal dan sejenisnya.
Prinsip-prinsip Pembinaan dan Pengembangan
Profesi Guru Berkelanjutan.
1) Diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
Profesionalisme guru
60
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
bangsa.
2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3) Diselenggarakan sebagai suatu proses
pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang
hayat.
4) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan
kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
5) Diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.
Guru sebagai profesi dikembangkan melalui: (1)
sistem pendidikan, (2) sistem penjaminan mutu, (3)
sistem manajemen, (4) sistem remunerasi, (5) sistem
pendukung profesi guru. Kegiatan pengembangan
profesi adalah kegiatan guru dalam rangka penerapan
dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses
pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun
lingkup sekolah pada khususnya. Dengan pengembangan
guru sebagai profesi diharapkan mampu menunjukkan
hal-hal berikut: (1) Membentuk, membangun, dan
mengelola guru yang memiliki harkat dan martabat yang
tinggi di tengah masyarakat. (2) Meningkatkan kehidupan
61
guru yang sejahtera, dan (3) Meningkatkan mutu
pembelajaran yang mampu mendukung terwujudnya
lulusan yang kompeten dan terstandar dalam kerangka
pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional
pada masa mendatang.
Setiap guru wajib melakukan berbagai kegiatan
dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.
Lingkup kegiatan guru tersebut meliputi: (1) mengikuti
pendidikan, (2) menangani proses pembelajaran, (3)
melakukan kegiatan pengem-bangan profesi dan (4)
melakukan kegiatan penunjang. Tujuan kegiatan pengem-
bangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu
guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas
dan tanggung jawabnya. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperbanyak guru yang profesional.
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-
KOLABORATIF UNTUK MENINGKATKAN SOFT
SKILLS-TRANSFERABLE SKILLS GURU
Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan pendekatan untuk
pembelajaran yang menekankan bahwa individu
akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman (Santrock,
2007: 389). Segala sesuatu yang dilalui dalam kehidupan
Profesionalisme guru
62
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
peserta didik selama ini sebenarnya merupakan kumpulan
pengalaman. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus
memberikan ruang bagi peserta didik untuk aktif dan
menjadi pusat kegiatan pembelajaran.
Konstruktivisme pada dasarnya dapat dijadikan
sebagai salah satu model pendekatan pembelajaran.
Konstruktivisme dilakukan dalam rangka mengembangkan
kemampuan kognitif dan menumbuhkembangkan daya
pikir peserta didik (cognitive development and brain
growth). Von Glasersfeld dan Kitchener dalam Paul
Suparno (1997: 21) merumuskan gagasan konstruktivisme
mengenai pengetahuan, yang meliputi: (1) Pengetahuan
bukan merupakan gambaran dunia kenyataan belaka
tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan
subjek, (2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori,
konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan, (3)
Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang
dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.
Charlotte Hua Liu dan Robert Matthews (2005:
387) menjelaskan bahwa pada kenyataannya dalam
konstruktivisme pengetahuan tidak dibangun secara
mekanis tetapi dibangun melalui aktivitas di lingkungan
belajar sebagai bagian dari paradigma psikologi
pendidikan. Hal ini kemudian dikembangkan oleh
Vygotsky melalui konstruktivisme sosial yaitu belajar
dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial
63
maupun fisik. Dalam model Piaget dan Vygotsky, guru
berfungsi sebagai fasilitator dan membimbing ketimbang
sebagai pengatur dan pembentuk pembelajaran anak
(Santrock, 2007: 390).
Konstruktivisme dalam PembelajaranPengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep
atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus
mengkontruksikan pengetahuan tersebut dan memberi
makna melalui pengalaman nyata (Hendra, 2012:14).
Konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran
yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan
baik apabila merasa aktif mengkontruksikan pengetahuan
dan pemahaman. Menurut Agus Suprijono (2009:39)
bahwa konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai
proses operatif bukan figuratif. Belajar operatif adalah
belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran
yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-
macam situasi. Belajar operatif tidak hanya menekankan
pada pengetahuan struktural (pengetahuan tentang
“apa”), namun juga pengetahuan struktural (pengetahuan
tentang “mengapa”) serta pengetahuan prosedural
(pengetahuan tentang “bagaimana”). Belajar figurative
adalah pembelajaran memperoleh pengetahuan dan
penambahan pengetahuan.
Konstruktivisme menekankan pada belajar operatif
dan autentik, konstruktivisme juga memberikan
Profesionalisme guru
64
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau
belajar kolaboratif dan kooperatif. Belajar merupakan
hubungan timbal balik dan fungsional antara individu dan
individu, antara individu dan kelompok, serta kelompok
dan kelompok. Singkatnya belajar adalah interaksi
sosial. Secara sosiologis, pembelajaran konstruktivisme
menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar
dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan belajar
kolaboratif dan kooperatif akan dapat meningkatkan
pengubahan secara konseptual. Keterlibatan dengan
orang lain membuka kesempatan bagi peserta didik untuk
mengevaluasi dan memperbaiki mereka saat mereka
bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka
berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama.
Kolaboratif dalam PembelajaranMengkolaborasikan adalah mengerjakan sesuatu
dengan pihak lain. Dalam pembelajaran kolaboratif peserta
didik belajar berpasangan atau membentuk kelompok kecil
dalam mencapai tujuan. Mereka membentuk kelompok
belajar dan tidak belajar sendiri (Barkley, 2007:4).
Setiap kelompok memiliki struktur yang khusus dan
mendapatkan tugas yang sama dari guru. Masing-masing
kelompok saling membantu dan memiliki tanggung
jawab yang sama. Pembelajaran kolaboratif dirancang
untuk melaksanakan belajar tuntas. Pembelajaran tidak
akan berhasil jika masing-masing siswa tidak memahami
65
tujuan atau kompetensi pembelajaran. Dalam mencapai
tujuan, peserta didik melakukan konsultasi atau sharing
dengan guru (Barkley, 2007: 5).
Pembelajaran kolaboratif dilaksanakan dengan
tiga prinsip, yaitu (1) kemampuan bekerjasama dalam
berfikir, bertindak, dan merespon. (2) Suasana kelas
selalu didorong untuk saling mengikat. (3) Tiap individu
bertanggungjawab secara pribadi maupun sosial.
Kebanyakan ahli pendidikan merujuk pada ahli kamus
bahwa antara pembelajaran kooperatif dan kolaboratif
memiliki kesamaan arti, jika keduanya diterapkan dalam
kelompok belajar. Beberapa penulis menggunakan istilah
ini secara bergantian untuk mengartikan para peserta
didik yang sedang belajar kelompok.
Namun, penulis lain ada yang tetap membedakan
secara tegas antara cooperative dengan collaborative
learning (Bruffee, 1995 dalam Barkley, 2007:5).
Cooperative learning menggunakan kelompok yang
turut membantu sistem pembelajaran untuk tetap dalam
garis tradisional secara klasikal (Flannery, 1994 dalam
Barkley, 2007: 5). Cooperative learning adalah sub
kategori sederhana dari kolaboratif learning (Cuseo, 1992
dalam Barkley, 2007:5). Penulis yang lain menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bagian dari
pembelajaran kolaboratif yang menggunakan pendekatan
yang sensible, pembelajaran kooperatif diposisikan
sebagai sebuah kontinum dan struktur dalam kooperatif
Profesionalisme guru
66
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
menjadi struktur kolaboratif (Millis dan Cottel, 1998
dalam Barkley, 2007: 5).
Semenjak munculnya beberapa argumen maka
istilah cooperative learning dan collaborative learning
dibedakan secara tajam. Duin, Jorn, DeBower, dan Johnson
(1994) dalam M Asrori (2003:110), mendefinisikan
“collaboration” sebagai suatu proses di mana dua orang
atau lebih merencanakan, mengimplementasikan,
dan mengevaluasi kegiatan bersama. Pembelajaran
kolaboratif diasumsikan sebagai perbedaan cara pandang
epistemologi yang bersumber pada konstruktivisme
masyarakat. Seorang ahli fisiologi Mathew menyatakan
bahwa “pembelajaran kolaboratif terjadi apabila
pengetahuan dibangun oleh fakultas dan mahasiswa,
ini sebagai sebuah pembelajaran yang berorientasi pada
masyarakat dan prosesnya diperdalam serta diperluas di
lembaga atau fakultas” (Matthew, 1996 dalam Barkley,
2007: 6).
Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai
kegiatan belajar dalam kelompok, tidak selalu dimonitor
oleh guru tetapi guru lebih berperan dan bertanggung jawab
sebagai anggota selama proses mencari pengetahuan. Model
pembelajaran kolaboratif memiliki beberapa keuntungan,
yaitu sebagai berikut. (1) Siswa mendapatkan prestasi lebih
tinggi. Teori-teori pembelajaran terdahulu kebanyakan
menekankan pada intelektual individu. Pembelajaran
kolaboratif menekankan pada intelektual sosial, yaitu
67
proses manusia berinteraksi dengan lingkungan serta
bersosialisasi. Interaksi sosial memberikan nilai lebih
pada perkembangan kognitif. (2) Pemahaman yang lebih
mendalam. Ketika siswa bekerjasama dalam belajar maka
mereka akan lebih lama bertahan dalam mencurahkan ide
serta motivasi. Kolaboratif memungkinkan antar anggota
dalam kelompok saling mendengarkan dan mendapatkan
banyak pendapat dari sudut pandang berbeda-beda.
Hal itu akan merangsang pemahaman siswa yang lebih
mendalam. (3) Peserta akan merasakan belajar yang
menyenangkan. Belajar akan lebih menyenangkan bila
dilakukan secara bersama-sama dan saling melengkapi
gagasan. Sebagaimana disebutkan Susan danTim Hill,
”Most importantly we realised that in working together
and playing with ideas we were enjoying ourselve. (it is
also true that we had to call on all our cooperative social
skills at times to keep the pairs or group functioning
and afloat)” (Susan Hill dan Tim Hill, 1996:3). (4)
Mengembangkan kemampuan kepemimpinan. Johnson
dan Johnson (1983,1987) dalam Susan Hill danTim Hill
(1996: 4) mengatakan, “Children with these learning
experiences are more able to undersanding another’s
perspective and have better developed interaction skill
than do those from competitive or individualistic settings.
Maksudnya, bahwa anak-anak yang belajar dengan model
ini ternyata lebih bisa memahami perspektif orang lain
dan memiliki kemampuan berinteraksi yang berkembang
Profesionalisme guru
68
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
lebih baik daripada siswa yang berada di kelas yang
kompetitif dan individualis.
Keuntungan model pembelajaran kolaboratif
yang lain adalah (5) mengembangkan sikap positif.
Penelitian menunjukkan bahwa ketika lingkungan
belajar disusun dalam situasi bekerjasama, siswa akan
berfikir positif tentang sekolah, lingkungan serta gurunya,
tidak memperdulikan perbedaan latar belakang dan
kemampuan, siswa saling memandang positif satu lain.
Kolaboratif mendorong harapan positif tentang bekerja
bersama dan berpartisipasi dalam memecahkan masalah.
(6) Meningkatkan penghargaan diri. Model pembelajaran
kolaboratif memacu seseorang untuk bertahan dalam
kelompoknya. Ketika dia mampu bertahan maka dia akan
mampu menunjukkan keeksistensiannya kepada orang
lain. Setiap orang dalam kelompok tersebut punya peran
penting sehingga masing-masing memiliki penghargaan
diri (Susan Hill dan Tim Hill, 1996: 5). (7) Merupakan
pembelajaran terbuka. (8) Memiliki rasa kepemilikan.
“A collaborative learning environment has enormous
potential for these childrent. It satisfies fortheir needs
for recognition and belonging through their involvement
inworth while activities”. (Susan Hill dan Tim Hill, 1996:
6). Maksudnya, karena tuntutan siswa harus terlibat
dalam kelompoknya maka siswa akan merasa memiliki
kelompok tersebut. (9) Peserta akan memiliki ketrampilan
untuk masa depan. Susan Hill dan Tim Hill, (1996:
69
6) mengatakan,”The cooperative skillnecessary work
effectively in a group are essential not only for learning
inschools but also for succes in the workplace and getting
on with people at home”.
Bekerja dalam group itu bukan hanya bermanfaat
saat pembelajaran tetapi sampai nanti di dunia kerja dan
masyarakat. Nilai lebih dari Collaborative learning (Adi W.
Gunawan, 2006:127-128) adalah (1) Melatih rasa peduli,
perhatian, dan kerelaan untuk berbagi, (2) Meningkatkan
rasa penghargaan terhadap orang lain. (3) Melatih
kecerdasan emosional, (4) Mengutamakan kepentingan
kelompok di atas kepentingan pribadi. (5) Mengasah
kecerdasan interpersonal, (6) Melatih kemampuan bekerja
sama/ teamwork, (7) melatih mendengarkan pendapat
orang lain, (8) Melatih menejemen konflik, (9) Melatih
kemampuan berkomunikasi, (10) Murid tidak malu
bertanya kepada temannya sendiri, (11) Kecepatan dan
hasil belajar meningkat pesat, (12) Peningkatan daya ingat
terhadap materi yang dipelajari, dan (13) Meningkatkan
motivasi dan suasana belajar.
Beberapa kelemahan collaborative learning adalah
sebagai berikut. (1) Murid yang lebih pintar bila belum
mengerti tujuan sesungguhnya dari proses ini akan merasa
sangat dirugikan. (2) Murid yang lebih pintar akan merasa
keberatan karena nilai yang diperoleh akan ditentukan
oleh capaian kelompoknya. (3) Bila kerja sama tidak dapat
dijalankan dengan baik maka yang akan bekerja hanyalah
Profesionalisme guru
70
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
beberapa murid yang pintar dan aktif (Adi W. Gunawan,
2006: 127).
Soft Skill-Transferable Skills
Pengertian Soft SkillSoft skills merupakan kompetensi yang sulit
didefinisikan karena sangat subyektif. Soft skill merujuk
pada kompetensi interpersonal atau kepribadian. Ada
bermacam-macam kompetensi interpersonal yang
sudah teridentifikasi. Berdasarkan publikasi Career
Opportunities News, disebutkan bahwa soft skills meliputi
keterampilan yang positif untuk mendukung kepribadian.
Soft skills dapat berupa: motivasi, menghormati orang
lain, bekerja dalam tim, disiplin diri, percaya diri,
penyesuaian terhadap norma-norma yang berlaku umum,
dan kecakapan berbahasa atau berkomunikasi baik lisan
maupun tertulis. Guru yang mempunyai soft skill positif
diharapkan dapat menguasai komunikasi secara lisan
dan tertulis serta mempunyai motivasi kerja yang tinggi,
sehingga mampu bekerja secara intensif di bawah tekanan
target produk dan batas waktu (deadline).
Soft skill hanya dapat dinterpretasikan secara
kualitatif melalui observasi perilaku manusia. Kompetensi
teknik atau hard skill lebih mudah untuk diidentifikasi
sebab lebih objektif dan dapat diukur secara kuantitatif.
Data hasil pengukuran soft skill berupa dampak yang
positif atau negatif dalam interaksi manusia. Soft skill
71
dibutuhkan dosen terutama dalam menghadapi stressor
(tekanan yang dapat menyebabkan stres). Seseorang
yang mempunyai soft skill bagus adalah orang yang
dapat berdaya di kemudian hari karena dapat mengelola
kehidupan pribadi, baik secara internal ke dalam dirinya
maupun secara eksternal dalam menjalin hubungan
dengan orang lain.
Besarnya pengaruh kepribadian dalam kehidupan
kerja membuat banyak penelitian yang mengidentifikasi
kompetensi interpersonal yang diperlukan oleh seorang
pekerja. Marquardt & Engel (1993) menghubungkan
kompetensi dosen dengan kebutuhan global pasar kerja.
Kompetensi yang membuat dosen efektif tidak menjamin
efektivitas dalam tatanan budaya. Marquardt & Engel
mengidentifikasi 16 kompetensi yang disusun berdasarkan
wilayah sikap, (attitude) keterampilan (skills) dan
pengetahuan (knowledge) yang dipercaya mempunyai
konstribusi tinggi untuk meraih sukses dalam tatanan
lintas budaya. Kompetensi sikap yang disarankan adalah
(1) menghargai nilai-nilai dan praktik budaya lain, (2)
sabar dan toleran, (3) komitmen terhadap prinsip-prinsip
SDM, (4) banyak inisiatif, tekun, dan (5) mempunyai rasa
humor. McLagan (1989) mengidentifikasi 25 kompetensi
yang harus dimiliki oleh guru dalam ‘Models for HRD
Practice’. Kompetensi tersebut kemudian diklasifikasian
menjadi 4 kelompok, yaitu kompetensi teknik, bisnis,
interpersonal, dan intelektual. Soft skill menjadi bagian
Profesionalisme guru
72
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dari kompetensi HRD professional tersebut yang termuat
dalam kompetensi interpersonal. Leach (1999) menguji
kembali model yang dikembangkan oleh McLagan dan
menemukan 23 kompetensi yang masih relevan untuk
menyiapkan tenaga guru yang profesional.
Dua puluh lima kompetensi guru yang dikembangkan
dalam Models for HRD Practice adalah (1) keterampilan
menulis, (2) keterampilan berpresentasi, (3) kompetensi
computer, (4) keterampilan menyiapkan tujuan, (5)
keterampilan mencari informasi, (6) keterampilan
berproses dalam kelompok, (7) keterampilan bertanya,
(8) keterampilan memberi feedback, (9) pemahaman
tentang pembelajaran orang dewasa, (10) keterampilan
menjalin hubungan, (11) keterampilan mengevaluasi,
(12) keterampilan mewujudkan visi, (13) keterampilan
mereduksi data, (14) keterampilan pelatihan, (15)
keterampilan memilih media, (16) keterampilan
mengidentifikasi kompetensi, (17) keterampilan meneliti,
(18) keterampilan negosiasi, (19) perilaku organisasi, (20)
teori pengembangan karier, (21) teori pengembangan
dan pelatihan, (22) keterampilan sistem elektronik, (23)
teori pengembangan organisasi, (24) penganggaran
dan keterampilan mengelola sumber-sumber, dan (25)
memahami bisnis.
73
Kontribusi Soft Skill terhadap Profesionalitas GuruSoft skill dapat membangun kepribadian guru yang
lebih mantap. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
dosen yang efektif ditemukan gejala umum bahwa dosen
yang disukai oleh mahasiswanya adalah dosen yang
mempunyai kepribadian positif. Hasil penelitian Gordon
(1999) menemukan delapan dari 18 pernyataan kompetensi
mengajar efektif dan mempunyai hubungan signifikan dan
positif adalah tipe kepribadian. Data mengindikasikan
bahwa 42.25% variasi kompetensi dapat diprediksi dari
tipe kepribadian. Dimensi tipe kepribadian dosen yang
mempunyai skor tinggi dalam efektivitas mengajar adalah
apakah kehadiran dosen diperlukan atau diinginkan,
dan apakah mereka bekerja dengan sekuat tenaga untuk
menyelesaikan pekerjaan secara penuh dan tepat waktu.
Dosen yang menghargai prosedur yang ditetapkan dan
otoritas, percaya bahwa mereka akan tetap dapat bertahan
sebab mereka sudah menjalankan fungsinya dengan baik.
Dosen yang seperti ini pada umumnya lebih mempunyai
perasaan dan intuisi. Dosen yang mendapat skor rendah
atau kurang efektif menurut Myers and McCaulley
(1985), yaitu apabila dosen tidak menemukan tempat
yang dapat digunakan untuk menyalurkan kecerdasan
dan apresiasinya, atau memperoleh tempat yang dapat
memberi sumbangan tinggi untuk hidupnya, merasa
Profesionalisme guru
74
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
frustasi dan dingin, dogmatis, ragu-ragu, merasa berdosa,
menjadi terganggu, merasa ahli dan mengetahui semua,
merasa lebih berkuasa dari yang lain, dan menolak untuk
mendengarkan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil
sebuah teladan bahwa menjadi dosen yang efektif tidak
hanya dituntut untuk menguasai kompetensi professional,
tetapi dia juga harus mempunyai kepribadian yang positif
agar dapat diterima oleh mahasiswanya. Kompetensi
profesional justru dapat menjadi bumerang bagi dosen
apabila dosen merasa dirinya yang paling superior.
Coker and Coker (1982), melalui sebuah penelitian
mengidentifikasi keterlibatan kompetensi kunci yang
menjadi prasarat mengajar efektif pada beberapa tingkat.
Aspek yang diteliti meliputi strategi pembelajaran, teknik
atau metode, komunikasi dengan siswa, keterlibatan
penguatan dalam belajar untuk tujuan memperbaiki
pembelajaran di kelas. Kompetensi yang diamati adalah
dimensi perilaku dosen dalam proses mengajar. Studi
memperlihatkan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh
dosen dapat meningkatkan outcome belajar.
Dosen yang kompeten berdasarkan data empiris yang
telah dilakukan dalam beberapa penelitian adalah dosen
professional yang mempunyai karakteristik kepribadian
menarik. Kepribadian dapat dibangun dari soft skills
melalui penyesuaian diri secara terus menerus.
75
Pentingnya Soft Skills Bagi Profesi GuruKompetensi guru yang termasuk soft skills adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Kompetensi kepribadian lebih mengacu pada kematangan
pribadi guru secara intrapersonal, antara lain mencakup
kematangan moral, etika, komitmen, tanggung jawab,
kearifan, wibawa, inklusif, toleransi dan disiplin.
Sementara itu, kompetensi sosial lebih mengacu pada
kematangan guru dalam membangun relasi dengan pihak
lain dalam konteks pendidikan, seperti peserta didik,
kolega, orang tua murid, asosiasi profesi, dan komunitas
lain pada umumnya.
Ada beberapa alasan tentang peran kompetensi
keperibadian dan sosial sebagai soft skills bagi guru.
Pertama, kepribadian dan sosial lebih substantif
ketimbang profesional dan pedagogik. Jika kedua
kompetensi soft skills tersebut dimiliki guru, maka
secara otomatis kompetensi soft skills tersebut dimiliki
guru dan secara otomatis kompetensi profesional dan
pedagogik akan teratasi. Hal ini disebabkan bahwa di
lapangan banyak dijumpai guru yang sebenarnya bukan
berlatar belakang LPTK, namun cukup berhasil dalam
mengajar karena mempunyai semangat belajar tinggi dan
mampu menjalin komunikasi efektif dengan stakeholder
pendidikan lain. Ini bukan berarti menjadi alasan untuk
Profesionalisme guru
76
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
tidak memerlukan LPTK sebagai lembaga penghasil calon
guru. Logikanya harus diubah, kalau alumni non-LPTK
saja bisa berhasil menguasai kompetensi kepribadian
dan sosial, terlebih alumni LPTK, maka pasti akan lebih
berhasil jika kedua kompetensi tersebut dikuasai.
Secara umum soft skills dimaknasi sebagai
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan
orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam
mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang
mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal.
Dikaitkan dengan kompetensi guru, kompetensi
kepribadian merupakan bentuk dari intrapersonal skills,
sementara kompetensi sosial merupakan wujud dari
interpersonal skills. Di antara contoh intrapersonal skills
adalah jujur, tanggung jawab, toleransi, menghargai orang
lain, kemampuan bekerja sama, bersikap adil, kemampuan
mengambil keputusan, kemampuan memecahkan
masalah, mengelola perubahan, dan sebagainya.
Sementara itu di antara wujud interpersonal skills
adalah keterampilan bernegosiasi, presentasi, melakukan
mediasi, kepemimpinan, berkomunikasi dengan pihak
lain dan berempati dengan pihak lain.
Kedua, jenis soft skills tersebut sangat diperlukan
oleh setiap orang, sebab setiap orang harus mempunyai
komitmen, tanggung jawab, jujur, disiplin dan mampu
mengambil keputusan dan memecahkan masalah apa
pun profesinya. Yang membedakan anatara profesi guru
77
dengan profesi lain justru hard skills. Hal ini disebabkan
bahwa hard skills terkait dengan penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang
berhubungan dengan bidang ilmunya.
PENULISAN KARyA ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah Karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah
seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan)
yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan
pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain
sebelumnya (Dwiloka, 2005: 2). Menurut Pateda
(1993:91), karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah
pada suatu disiplin ilmu tertentu yang disu sun secara
sistematis, ilmiah, logis, benar, bertanggung jawab, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi, karya
ilmiah ditulis bukan sekedar untuk mempertanggung-
jawabkan penggunaan sumber daya penelitian (uang,
bahan, dan alat) tetapi juga untuk mempertanggung-
jawabkan penulisan karya ilmiah tersebut secara teknis
dan materi. Hal ini terjadi karena hasil suatu karya ilmiah
dibaca dan dipelajari oleh orang lain dalam kurun waktu
yang tidak terbatas sebagai sarana mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
Profesionalisme guru
78
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Karya ilmiah memenuhi syarat-syarat keilmiahan
pada suatu disiplin ilmu tertentu yang dikuasai oleh
penulisnya. Hasil penulisan ilmiah itu bersifat sistematis,
artinya disusun dalam suatu urutan yang teratur sehingga
pembaca mudah memahami hasil tulisannya. Hasil tulisan
ilmiah disusun pula secara logis dan benar. Karena itu
untuk mencapai keilmiahan yang logis dan benar, seorang
penulis karya ilmiah harus memiliki landasan teori
yang kuat. Landasan teori yang kuat akan menyebabkan
keilmiahan yang ditampilkan tidak menyimpang dari
suatu disiplin ilmu tertentu sehingga dapat dipertanggung-
jawabkan secara ilmiah. Pertanggung-jawaban ilmiah
tidak hanya berkaitan dengan isi karya ilmiah tetapi juga
berkaitan dengan susunan penulisannya. Penyusunan
karya ilmiah harus memenuhi kaidah penulisan, antara
lain (1) penyebutan sumber tulisan yang jelas. Jika
penyusun karya ilmiah mengutip pendapat orang lain
maka sumber kutipan itu harus disebutkan dengan
jelas dan lengkap, (2) memenuhi kaidah penulisan yang
berkaitan dengan teknik kutip-mengutip, penulisan kata,
frasa, dari kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa yang
baik dan benar.
Pentingnya Penulisan Karya IlmiahPenulisan karya ilmiah yang dipublikasikan secara
ilmiah harus menjadi agenda penting dan kesadaran
bagi para ilmuwan dan akademisi. Publikasi ilmiah perlu
79
mendapatkan perhatian karena tidak hanya sebagai
prasyarat untuk kepentingan akademik melainkan juga
untuk kepentingan masa depan Bangsa. Dengan mempubli-
kasikan karya ilmiah, baik karya ilmiah yang berupa hasil
penelitian, tinjauan, ulasan atau review maupun kajian
ilmiah lain maka masyarakat akan mengetahui dan dapat
memanfaatkannya untuk kepentingan yang lebih luas dan
bermakna.
Karya ilmiah apapun bentuk dan macamnya
tidak akan banyak manfaatnya bila hanya disimpan di
perpustakaan dan di almari buku, begitu pula karya ilmiah
yang sangat tebal dapat menjadikan para peminatnya
malas membaca. Di negara Indonesia yang memiliki
jutaan mahasiswa, ribuan tenaga pengajar, dan ratusan
pakar ternyata hasil penelitiannya kurang dipublikasikan.
Hal inilah yang menjadikan salah satu alasan Dirjen Dikti
Kemendikbud mengeluarkan surat edaran bagi mahasiswa
S1, S2, dan S3 wajib menulis ringkasan karya ilmiah dan
diterbitkan, baik dalam jurnal on line maupun cetak.
Dengan demikian peningkatan kesadaran kepada para
guru akan pentingnya sebuah karya ilmiah perlu secara
terus-menerus dilakukan.
Menulis karya tulis ilmiah selain sebagai upaya
untuk mengembangkan profesi guru juga sebagai
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui
sistem pemberian angka kredit sesuai dengan jenis
karya tulis ilmiah yang ditulisnya. Ada beberapa jenis
Profesionalisme guru
80
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
karya ilmiah yang dapat ditulis oleh guru sebagai
sarana pengembangan profesinya, seperti: laporan hasil
penelitian, makalah berupa tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah
populer, artikel ilmiah, buku pelajaran dan sebagainya.
Semua jenis karya ilmiah tersebut merupakan sarana
bagi guru untuk mengembangkan profesi sekaligus
meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PermenPANRB) Nomor 16 Tahun 2009 tanggal 10
Nopember 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kredit bahwa salah satu kegiatan pengembangan
profesi adalah publikasi ilmiah.
Publikasi ilmiah meski dapat ditulis secara ringan
tetapi harus tetap berisi. Artikel ilmiah yang akan
dipublikasikan bukan merupakan ringkasan semata tetapi
suatu naskah yang ditulis kembali berdasarkan hasil
ekstraksi dari laporan hasil penelitian dan pemikiran
mendalam. Karena itulah penulisan sebuah artikel untuk
publikasi ilmiah tidak boleh seenaknya sendiri tetapi
menggunakan sistematika dan pedoman yang ditentukan.
Kaidah Penulisan ArtikelMenurut jenisnya karya ilmiah, terutama yang
terdapat dalam dunia perguruan tinggi, adalah makalah,
skripsi, tesis, dan di sertasi. Hal ini perlu diketahui agar
dalam penulisan karya ilmiah tidak keliru maksud dan
81
tujuannya. Setiap penulis artikel ilmiah perlu memahami
tentang kaidah penulisan secara benar. Beberapa kaidah
dalam penulisan artikel ilmiah itu antara lain adalah
(1) logis, yang berarti karya ilmiah itu ada kerunutan
penjelasan dari data dan informasi yang masuk ke dalam
logika pemikiran kebenaran ilmu, (2) objektif, yang berarti
data dan informasi sesuai dengan fakta sebenarnya,
(3) sistematis, yakni sumber data dan informasi yang
diperoleh dari hasil kajian mengikuti urutan pola pikir yang
sistematis, (4) andal, berarti data dan informasi yang telah
teruji dan sahih serta masih memungkinkan untuk terus
dikaji ulang, (5) desain, berarti karya ilmiah itu terencana
dan memiliki rancangan, serta (6) akumulatif, berarti
kumpulan dari berbagai sumber yang diakui kebenaran
dan keberadaannya serta memberikan kontribusi bagi
khasanah pengembangan iptek yang sedang berkembang.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu
tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah. Syarat-syarat
itu, antara lain sebagai berikut.
a. Komunikatif, artinya uraian yang disampaikan
dapat dipa hami pembaca. Kata dan kalimat yang
disusun penulis hendaknya bersifat denotatif
sehingga tidak menim bulkan penafsiran ganda
pada pembaca. Pemahaman penulis hendaknya
sama dengan pemahaman pembaca.
b. Bernalar, artinya tulisan itu harus sistematis,
berurutan secara logis, ada kohesi dan koherensi,
Profesionalisme guru
82
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dan mengikuti metode ilmiah yang tepat,
dipaparkan secara objektif, benar, dan dapat
dipertanggung jawabkan.
c. Ekonomis, artinya kata atau kalimat yang ditulis
hendak nya diseleksi sedemikian rupa sehingga
tersusun secara padat berisi.
d. Berdasarkan landasan teoretis yang kuat, artinya
suatu hasil karya ilmiah bukan subjektivitas
penulisnya tetapi harus berlandaskan pada teori-
teori tertentu yang dikua sai secara mendalam
oleh penulis. Penulis melakukan kajian berdasar
teori-teori tersebut.
e. Tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu
tertentu, arti nya tulisan ilmiah itu ditulis
oleh seseorang yang mengua sai suatu bidang
ilmu tertentu. Karena itu, tulisan ilmiahnya
harus menunjukkan kedalaman wawasan dan
kecermatan pikiran berkaitan dengan disiplin
ilmu tertentu tersebut. Penguasaan penulis pada
disiplin ilmu tertentu akan tampak melalui teori,
pendekatan, pemaparan yang selalu berlandaskan
pada prinsip-prinsip ilmu tertentu.Memiliki
sumber penopang mutakhir artinya tulisan
ilmiah harus mempergunakan landasan teori
berupa teori mutakhir (terbaru). Penulis ilmiah
harus mencermati teori-teori mutakhir melalui
penelusuran internet atau jurnal ilmiah.
83
f. Bertanggungjawab artinya sumber data, buku
acuan, dan kutipan harus secara bertanggung
jawab disebutkan dan ditulis dalam karya ilmiah.
Teknik penulisan yang tepat serta penggunaan
bahasa yang baik dan benar juga terma suk bentuk
tanggung jawab seorang penulis karya ilmiah.
Profesionalisme guru
84
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Sebagai profesional, guru dihimbau untuk bergulat dengan tujuan
pendidikan yang lebih besar dan arah. Dalam budaya yang lebih profesional,
guru memikul tanggung jawab lebih besar untuk menghasilkan ahli
pengetahuan mereka sendiri.
85
BAB 3PENELITIAN PENGEMBANGAN
KEPROFESIAN GURU
PENELITIAN TERDAHULU yANG RELEVAN
Pertama, Penelitian Atay Derin (2003), Teacher
research for professional Development. Dalam
penelitiannya menyatakan bahwa: saat ini layanan
pendidikan dan program pelatihan (INSET) yang sering
ditemukan tidak memuaskan karena faktanya bahwa
mereka tidak memberikan kesempatan para guru untuk
terlibat secara aktif dalam perkembangan mereka dan
untuk merefleksikan pengalaman mengajar. Penelitian
ini menyajikan INSET program di mana Turki EFL guru
diberi pengetahuan teoritis yang relevan bersama dengan
bimbingan untuk penelitian, refleksi, dan kolaborasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun guru
86
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
menghadapi kesulitan dalam melakukan dan melaporkan
penelitian mereka, program ini memiliki dampak positif
pada pengembangan profesional mereka. Dengan
demikian, program penelitian berorientasi kindmay ini
membantu untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan
yang berhubungan dengan program INSET pada
umumnya.
Kedua, Audrey Seezink, Rob Poell and Paul
Kirschner 2010 berjudul “SOAP in practice: learning
outcomes of a cross-institutional innovation project
conducted by teachers, student teachers, and teacher
educators”. Makalah ini melaporkan pada studi kasus
menyelidiki hasil belajar pada tingkat individu dan
organisasi dari proyek inovasi lintas kelembagaan
berdasarkan pendekatan SOAP. SOAP mengintegrasikan
Sekolah guru, pengembangan organisasi sekolah,
tindakan dan pengembangan berorientasi penelitian, dan
pengembangan profesional guru. Proyek inovasi bertujuan
untuk menggabungkan guru, siswa, dan pendidik guru
dalam aliansi untuk merancang dan mengembangkan
kompetensi baru berbasis pengaturan pendidikan kejuruan
bagi siswa. Analisis kualitatif induktif dari 37 wawancara
semi-terstruktur antara para peserta mengungkapkan
tujuh kategori utama dari hasil pembelajaran individu:
sikap, proyek desain dan manajemen, kolaborasi, teori
tindakan, praktik mengajar, prinsip-prinsip pendidikan,
dan perkembangan dalam pendidikan menengah
87
kejuruan. Tiga kategori utama dari hasil pembelajaran
organisasi diidentifikasi: lembaga tingkat pembelajaran,
tingkat proyek belajar, dan menggabungkan institusi-
level dan tingkat proyek belajar. Sebuah ketegangan
telah diidentifikasi antara kepentingan individu peserta
dalam belajar dan pengembangan pribadi, dan kebutuhan
belajar organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan
proses organisasi.
Ketiga, Alper Kackaya, IhsanÜnlü’ M. Said Akar, dan
Meryem Özturan Sagirli, 2011, berjudul The Effect of School
and Teacher Themed Movies on Pre-service Teachers’
Professional Attitudes and Perceived Self-Efficacy.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki
efek dari sekolah dan film bertema guru pada sikap pra
pelayanan guru terhadap profesi mereka dan dianggap
mereka efikasi diri. Sebagai pendekatan penelitian
kualitatif dan kuantitatif yang digunakan selama prosedur
pengumpulan data, metodologi campuran diadopsi dalam
penelitian ini.
Dalam studi tersebut, salah satu desain penelitian
campuran, model desain jelas digunakan. Penelitian
dilakukan dengan 102 siswa kelas dua yang terdaftar
pada departemen pendidikan dasar fakultas pendidikan
seperti Primer. Matematika. Ilmu Sosial dan Divisi
Pelatihan Guru Sains. Sebagai instrumen pengumpulan
data kuantitatif. «Guru Profesi Sikap Skala» yang
dikembangkan oleh Cetin dan Efikasi dikembangkan dan
PeneliTian Pengembangan
88
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
validitas dan reliabilitas dilakukan studi oleh para peneliti
digunakan dalam proses pengumpulan data. Dalam
prosedur pengumpulan data kualitatif, semi-terstruktur
wawancara bentuk dipersiapkan oleh para peneliti dan
surat-surat yang ditulis oleh siswa setelah penelitian
yang digunakan. Dalam studi tersebut, enam minggu film
kegiatan presentasi yang berbeda dan diskusi tentang film
dilakukan. Pada akhir kegiatan, wawancara dilakukan
pada aplikasi dan surat dilakukan. Diperoleh analisis
data mengungkapkan bahwa film pendidikan dipengaruhi
sikap bermakna mahasiswa terhadap profesi guru dan
dirasakan efikasi dirimereka dalam sisi positif. Dalam
sikap terhadap profesi, terlihat bahwa siswa berkembang
dalam dimensi “cinta, nilai, dan adaptasi”. Selain itu,
kemajuan positif terlihat pada dirasakan siswa keyakinan
efikasi diri. Studi bertujuan akan dilakukan pada masalah
ini adalah signifikan untuk penggunaan film pendidikan di
lembaga-lembaga pelatihan guru.
Keempat, Gambell Trevor, 2004, dengan
penelitian berjudul “Teachers working around large-
scale assessment: Reconstructing professionalism
and professional development,” Dalam penelitian ini
menyebutkan bahwa inisiatif reformasi pendidikan
yang didasarkan pada profesionalisme pengajaran.
Profesionalisasi berarti bahwa guru menganggap dan
melatih kontrol meningkat di daerah non-instruksional
pengambilan keputusan, bukannya sibuk dengan konten
89
dan pengetahuan prosedural.
Sebagai profesional, guru dihimbau untuk bergulat
dengan tujuan pendidikan yang lebih besar dan arah. Dalam
budaya yang lebih profesional, guru memikul tanggung
jawab lebih besar untuk menghasilkan ahli pengetahuan
mereka sendiri. Skala besar penilaian sering digambarkan
sebagai bertentangan dengan kepentingan guru dan
sebagai laknat oleh asosiasi profesi guru. Penelitian
primer sedikit yang menyentuh pada dampak skala besar
pengujian pada identitas-diri guru, rasa profesionalisme,
dan mereka menggunakan penelitian evaluatif. Penelitian
ini menguji mengapa guru bahasa Inggris termotivasi
untuk mengambil bagian secara profesional dalam
penilaian 1998 Kanada skala besar keaksaraan. Guru
diwawancarai sebelum, selama, dan empat sampai enam
bulan setelah mengambil bagian dalam sesi penilaian.
Makalah ini membahas sebuah konsep yang berkembang
dan ditingkatkan profesionalisme di antara guru. Daripada
merampok para guru otonomi profesional mereka dan
penilaian, partisipasi dalam program penilaian menantang
mereka untuk merenungkan konten mereka sendiri dan
pengetahuan kritik, praktis mengajar mereka sendiri
dan praktik evaluasi, dan mendefinisikan kembali peran
profesional mereka.
Tema yang muncul meliputi penegasan dan penegasan
kembali, validasi pengetahuan dan praktik kelas, klarifikasi
peran skala besar penilaian di guru dan pembelajaran,
PeneliTian Pengembangan
90
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
profesionalisme yang disempurnakan, dan pergeseran
filosofis. Guru-guru ini direkonstruksi profesionalisme
dan melakukan pengembangan profesional secara
individual dan kolektif dan melalui berbagai pengalaman
dianggap bertentangan dengan kesejahteraan profesional
kolektif guru hanya beberapa tahun yang lalu.
Kelima, Servage Laura, 2009, Who is the
“Professional” in a Professional Learning Community?
An Exploration of Teacher Professionalism Collaborative
Professional Development Settings”. Penelitian ini
merupakan survei dan penafsiran literatur pengembangan
profesional yang berhubungan dengan komunitas
belajar profesional, (Professional Learning Community,
PLC) di sekolah. Saat ini K-12 publikasi perdagangan
berfokus pada PLC dianalisis terhadap empat model
teoritis yang berbeda profesionalisme. Setiap model
mendorong dan melegitimasi pemahaman yang berbeda
dari isi pengetahuan dan praktik yang membuat guru
dan sekolah mereka. Artikel itu menyimpulkan bahwa
PLC pembelajaran saat ini mencakup dimensi teknis dan
manajerial kerja guru dengan mengorbankan pengetahuan
kerajinan dan perspektif kritis “profesional.” , sehingga
pemahaman sempit dan miskin profesionalisme guru, dan
membatasi kontribusi potensi PLC untuk pertumbuhan
profesional guru dan pembelajaran.
Keenam, penelitian Wahyuni (2009), tentang
Kompetensi Guru Pasca Sertifikasi (Studi Kasus Guru
91
Bersertifikat Pendidik Profesional di SMPN Kota Blitar),
menyimpulkan hal-hal berikut. (1) Terjadi peningkatan
kompetensi pedagogik pada guru-guru bersertifikat
pendidik di Kota Blitar, (2) Terjadi peningkatan
kompetensi profesional pada guru yang sudah bersertifikat
pendidik yang ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas
dan kewajiban. (3) Tidak terjadi perubahan kompetensi
kepribadian pada guru yang sudah bersertifikat, (4)
hubungan antara guru dengan masyarakat lingkungan
lebih baik, diwujudkan dengan pemberian sebagian
dari insentif yang diberikan pemerintah, (5) Guru-guru
selalu berupaya untuk meningkatkan kompetensi yang
dimiliki dengan cara membaca banyak referensi, melatih
kemampuan teknologi, menjaga hubungan baik dengan
teman sejawat.
Ketujuh, penelitian Sukamto dkk (2010), tentang
Pengembangan Profesi Guru secara Berkesinambungan
sebagai Strategi Nasional Pendukung Sertifikasi Guru,
menyatakan hal-hal berikut. Penelitian yang dilaksanakan
untuk mengidentifikasi beberapa kelemahan program
sertifikasi guru dan pengembangan program teachers’
continuing professional development (TCPD). UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya
program sertifikasi guru telah mulai dilaksanakan sejak
2007.
Hasil penelitian ini mengungkapkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan antara kelompok guru yang
PeneliTian Pengembangan
92
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
sudah lolos sertifikasi dengan kelompok guru yang baru
akan diusulkan untuk kuota 2010, baik dalam hal persepsi
terhadap sertifikasi, sikap mereka tentang implementasi
kebijakan sertifikasi dan evaluasi mereka tentang dampak
sertifikasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Bahkan antara 3 propinsi yang ditelitipun tidak ada
perbedaan signifikan dalam kaitannya dengan persepsi,
sikap, dan evaluasi tentang dampak program sertifikasi.
Diperoleh kesan kuat bahwa guru dan organisasi keguruan
saat ini masih sangat mementingkan sertifikasi sebagai
program peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan
dengan peningkatan kualitas profesional mereka sebagai
guru. Meskipun secara kuantitatif ada perbedaan rerata
antar kelompok guru atau ditinjau dari daerah penugasan
guru, namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara
statistik.
Pendalaman lebih lanjut melalui wawancara dan
FGD mengungkapkan bahwa para guru antara lain
menyatakan persyaratan seorang guru pofesional harus
bertugas 24 jam per minggu adalah terlalu berat untuk
dipenuhi. Hampir semua kepala sekolah dan guru yang
diwawancarai mengkhawatirkan proses sertifikasi yang
kompleks dan berbelit-belit akan menyibukkan para guru
dan mengalihkan perhatian mereka ke aspek-aspek non-
teaching sehingga aspek pembelajaran akan terbengkalai.
Juga terungkap dari jawaban guru terhadap angket
terbuka bahwa mereka banyak yang menganggap proses
93
sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
guru, bahkan sebahagian mereka berpendapat tanpa
uji sertifikasipun apabila pemerintah memperbaiki
kesejahteraan guru maka otomatis akan meningkatkan
mutu pendidikan. Secara akademis, kegiatan yang
dirasakan masih lemah namun dinyatakan sebagai
kegiatan yang membantu guru secara profesional adalah
penelitian tindakan kelas dan kegiatan penulisan karya
ilmiah.
Kelompok guru di Singaraja, Bali dan Daerah
Istimewa Yogyakarta menyebutkan beberapa hal yang
mereka nyatakan sebagai kebutuhan pelatihan bagi semua
guru, yatu pengembangan inovasi dalam pembuatan media
pembelajaran, aplikasi berbagai metode pembelajaran,
pemanfaatan ICT dalam pembelajaran, menjalin hubungan
sekolah dengan masyarakat, termasuk hubungan yang
efektif dengan orangtua siswa, pelaksanaan konsep
supervisi teman sejawat (peer supervision) dan partisipasi
dalam kegiatan ilmiah melalui berbagai organisasi sosial
kependidikan. Dari tanggapan para siswa terungkap
bahwa kecuali di Makassar, uji-t yang dilakukan antara
kelompok guru yang sudah dan yang belum mengikuti
sertifikasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan dalam hal kinerjanya (p=0.048 di Makasar;
p=0,124 di DIY; dan p=0,163 di Singaraja, Bali).
Kedelapan, penelitian Deni Koswara, dkk tentang
Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap
PeneliTian Pengembangan
94
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Peningkatan Profesionalisme dan Mutu di Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi memiliki
pengaruh yang rendah terhadap profesionalisme dan
mutu pembelajaran. Hasil ini tidak bersesuaian dengan
tujuan sertifikasi itu sendiri. Kondisi ini harus dipahami
sebagai adanya suatu kondisi yang salah dengan sertifikasi,
apakah desainnya atau sistemnya, prosesnya, atau hasil
yang ditargetkannya. Ke depan perlu ada kajian evaluasi
program sertifikasi ini untuk melihat apakah sertifikasi
ini sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Selain
itu perlu dikaji kembali mengenai desain atau system
sertifikasi yang terjadi saat ini, apakah sudah efektif atau
tidak dalam meningkatkan mutu guru dan mutu proses
pembelajaran serta hasil pembelajaran.
Kesembilan, penelitian I Wayan Santyasa tentang
Peningkatan Profesio-nalisme Guru menyimpulkan
bahwa profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga
faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi, sertifikasi,
dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi
mempengaruhi kualitas pendidikan. Sertifikasi erat
kaitannya dengan proses belajar sehingga tidak bisa
diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul
sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan
tonggak awal bagi guru untuk meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme secara kontinu.
96
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
... rangkaian metode selama tiga tahun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang
integral dalam memecahkan masalah pokok yang diteliti.
97
BAB 4METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan research and development
yang dilakukan secara bertahap dalam waktu tiga tahun.
Tahap pertama dilakukan pada tahun I (2015), tahap
kedua dilakukan pada tahun ke II (2016), dan tahap
ketiga dilakukan pada tahun ke-III (2017). Penelitian
tahap pertama merupakan landasan bagi pengembangan
tahap kedua dan seterusnya. Dengan demikian rangkaian
metode selama tiga tahun pada hakikatnya merupakan
satu kesatuan yang integral dalam memecahkan masalah
pokok yang diteliti.
98
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
METODE PENELITIAN TAHUN I
(TAHUN 2015)
Pada tahapan pertama, penelitian dilakukan untuk
menghasilkan pemetaan data secara komprehensif,
mengenai (1) pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan bagi guru-guru pasca sertifikasi di
lingkungan Sekolah Menengah di Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo yang berlangsung selama ini, (2) kemampuan
guru dalam menulis karya ilmiah pasca sertifikasi di
lingkungan Sekolah Menengah di Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo, dan (3) bentuk kebutuhan pengembangan
profesional guru pasca sertifikasi di lingkungan
Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah Sukoharjo.
Selanjutnya, pada akhir tahun pertama menemukan draft
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah.
Metode tahun pertama dilakukan dengan eksploratif,
yaitu dilakukan secara langsung ke lapangan. Penelitian
penjelajahan (eksploratif) dimaksudkan untuk
mengungkap kedalaman mengenai pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca
sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah di Daerah
Muhammadiyah Sukoharjo. Selain itu juga dimaksudkan
untuk memperoleh masukan-masukan dari berbagai
99
pihak yang terkait, sebagai bahan utama dalam menyusun
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah.
Target out put yang dicapai pada tahun pertama
adalah (1) mendeskripsikan pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca sertifikasi di
lingkungan Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo yang berlangsung selama ini. (2)
Mendeskripsikan kemampuan guru dalam menulis karya
ilmiah pasca sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah di
Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. (3) Mendeskripsikan
bentuk kebutuhan pengembangan profesional guru pasca
sertifikasi pendidik di lingkungan Sekolah Menengah
Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. (4) Merumuskan
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruk tivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah.
Dalam penelitian eksploratif dimaksudkan untuk
menelusuri ke berbagai sumber data yang ada dengan
langkah-langkah terencana guna memperoleh data
lengkap sebelum dikembangkan lebih lanjut. Karena itu
untuk menghimpun data ditempuh dengan antara lain
melalui: (1) sumber informan, (2) sumber tempat dan
peristiwa, serta (3) sumber dokumentasi/ arsip yang ada.
meToDe PeneliTian
100
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Informan yang diminta keterangan, meliputi Guru
bersertifikasi, Kepala Sekolah, dan Majlis Dikdasmen
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. Adapun
yang tercakup sebagai kategori informan pelengkap yang
dimintai keterangan, meliputi Ketua MGMP dan beberapa
tokoh atau ahli pendidikan. Teknik wawancara digunakan
untuk mendapatkan data dari para informan dilakukan
secara mendalam, terbuka, dan bebas, tidak terstruktur
tetapi terfokus pada pengembangan guru yang diteliti.
Proses wawancara juga dilakukan di setiap tempat, kapan
saja secara luwes karena menempatkan informan sebagai
orang yang paling memahami mengenai masalah yang
dipertanyakan. Oleh karena itu orientasi kebenaran hasil
isi wawancara bersifat empirik, artinya pemahaman isi
dan konteks senantiasa diinterpretasi dalam kerangka
kebudayaan tempat informan berada, sehingga diperoleh
data yang empirik (Spreadly, 1979). Untuk membantu
pengumpulan data hasil wawancara dilengkapi alat
perekam suara. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
sekecil-kecilnya informasi yang tidak terjangkau.
Sumber tempat dan peristiwa digunakan sebagai
fokus observasi. Tempat yang dijadikan sebagai sumber
data adalah SMA, MA, dan SMK Muhammadiyah di
Sukoharjo. Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya
meliputi aspek perilaku guru, kepala sekolah dan aspek
sosial lainnya yang berhubungan dengan pengembangan
profesionalisme guru. Adapun secara khusus fokus
101
kajian ditujukan pada peristiwa dan proses aktivitas
yang bertalian dengan usaha guru dan kepala sekolah
serta Majlis Dikdasmen Daerah Muhammadiyah dalam
pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan.
Selanjutnya untuk merekam situasi dan peristiwa serta
tempat selama pengamatan digunakan teknik catatan
lapangan (field work) maupun alat pemotret serta alat
perekam audio visual. Dengan demikian hasil rekaman
dapat dijadikan sebagai bahan pendukung dalam analisis
data hasil wawancara (Spreadly, 1980).
Untuk data yang berupa dokumen dan arsip,
maupun hasil studi pustaka dalam penelitian digunakan
sebagai data pelengkap, setelah diseleksi dan dianalisis
isinya. Dengan teknik seperti ini informasi dan data
pengembangan profesionalisme guru dalam bentuk
penulisan karya ilmiah dapat dihimpun, diidentifikasi,
dikembangkan, dan dijabarkan dalam deskripsi yang
menyeluruh (lengkap).
Untuk meningkatkan tingkat kepercayaan data
dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
peerdebriefing, yaitu diskusi dengan beberapa personal
(para guru bersertifikasi, pakar pendidikan, dan
majlis dikdasmen Muhammadiyah Sukoharjo). Hal ini
dimaksudkan untuk mempertajam dan koreksi maupun
untuk memperoleh masukan-masukan serta kritikan-
kritikan sehingga data hasil informasi benar-benar telah
teruji kebenarannya. Teknik triangulasi sumber juga
meToDe PeneliTian
102
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dilakukan sebagai cara mempertinggi kebenaran data,
yakni dengan mengecek data dari beberapa sumber
yang berbeda mengenai masalah yang sama. Adapun
langkah untuk mendapatkan kebenaran informasi setiap
informan, dilakukan teknik recheck, yaitu upaya meneliti
data hasil wawancara dari informan untuk memperoleh
tingkat kebenaran data dari informan yang telah dimintai
informasi.
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan
teknik analisis model interaktif (Miles dan Huberman,
1984), yang meliputi komponen: (1) pengumpulan data,
(2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) penarikan
kesimpulan. Analisa data dilakukan secara terus menerus
dari awal pengumpulan data hingga proses verifikasi yang
berlangsung mulai dari awal penelitian sampai dengan
akhir. Dengan demikian proses analisis terjadi secara
interaktif dan menguji antar komponen secara siklus yang
berlangsung terus menerus dalam waktu cukup lama.
Karena itu, data hasil kesimpulan telah teruji dengan
selektif dan akurat. Berikut ini bagan analisis siklus proses
analisis interaktif.
103
Bagan 1: Model Analisis Interaktif (Sumber: Miles & Huberman, 1984)
Penyusunan Draf Pengembangan Model
Berdasarkan analisis data, peneliti merumuskan
draf model yang bisa digunakan sebagai sarana untuk
pengembangan model keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis kolaboratif. Pada proses tahapan
ini, hasilnya baru pada model tentatif yang relevan untuk
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis
konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-
transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah
guru-guru di SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo.
Target out put yang dicapai pada tahun pertama,
meliputi (1) Pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan. (2) Deskripsi kemampuan guru dalam
menulis karya ilmiah. (3) Bentuk-bentuk kebutuhan
meToDe PeneliTian
104
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
pengembangan profesional guru pasca sertifikasi di
lingkungan Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah
Sukoharjo. Adapun out come yang diperoleh adalah draf
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah.
METODE PENELITIAN TAHUN II
(TAHUN 2016)
Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada tahun
pertama, maka metode penelitian yang diterapkan tahun
ke-dua menitikberatkan pada penyempurnaan dan
pemantapan model pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif. Target
dari proses ini adalah terbentuknya model pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-
kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable
Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.
Pada dasarnya perumusan model pengembangan
pada tahun ke-2 didasarkan pada pendekatan partisipatif,
di mana seluruh elemen pemangku kepentingan
(stakeholder) Majlis Dikdasmen Muhammadiyah
Sukoharjo turut berperan serta dalam proses penyusunan
model. Proses perumusan model pengembangan
105
keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-
kolaboratif untuk meningkatkan soft skills–transferable
skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.
Metode Perumusan ModelPemaparan (Explanatory)Metode ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
memberikan penjelasan kepada seluruh peserta dalam
proses perumusan model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif
untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills guru
dalam penulisan artikel ilmiah. Hal-hal yang dijelaskan
dalam proses tersebut meliputi pengembangan profesi
guru berkelanjutan, artikel ilmiah sebagai salah satu syarat
PKB, berbagai jenis artikel ilmiah, cara mudah membuat
artikel ilmiah, dan strategi publikasi karya Ilmiah.
Focus Group Discussion (FGD)Capaian yang diharapkan dengan metode FGD adalah
untuk memperoleh masukan informasi dari berbagai
elemen tentang draft model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif
untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills guru
dalam penulisan artikel ilmiah. Peserta FGD yang diajak
untuk mengembangkan model meliputi tiga unsur pokok,
unsur sekolah, yakni Kepala Sekolah dan Guru, unsur
Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Sukoharjo, dan unsur
meToDe PeneliTian
106
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
LPTK. Peran tim peneliti memandu dan memfasilitasi
jalannya proses sehingga informasi serta gagasan untuk
mengembangkan model adalah muncul dari pihak-pihak
yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat
dalam kegiatan PKB. Dengan pendekatan partisipatif ini
ternyata mampu mewakili kepentingan dan keinginan
berbagai pihak sehingga bisa digunakan sebagai strategi
mengembangkan PKB. Melalui forum FGD model
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis
konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan Soft
Skills–Transferable Skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah dapat dimunculkan, dirumuskan, dan disusun
serta dilakukan maupun diuji dan dinilai sendiri tingkat
efektivitasnya. Dalam keadaan demikian maka legitimasi
dan kebutuhan akan muncul dari pihak-pihak yang
secara langsung berkaitan dan berkepentingan, sehingga
realisasi pengembangannya lebih kongkrit. Forum FGD
dilakukan dua hingga tiga kali sehingga para peserta dapat
bersepakat dan bulat merumuskan serta menentukan
model yang mereka inginkan.
Wawancara Mendalam (In-depth Interview)Wawancara mendalam dilakukan untuk melengkapi
teknik pengumpulan data berupa informasi dan
pendapat untuk membentuk model. Hal-hal yang perlu
dikonfirmasikan lebih lanjut kepada elemen pemangku
107
kepentingan pengembangan PKB di Majlis Dikdasmen
Kabupaten Sukoharjo, serta hal-hal yang belum diperoleh
melalui metode-metode lainnya termasuk diskusi dan
sarasehan dikonfirmasi melalui wawancara mendalam.
Perumusan dan Penyusunan ModelLangkah perumusan ini dilakukan beberapa kali
yang beranggotakan tim terpadu, terdiri dari tim penulis,
peserta FGD, dan beberapa ahli pendidikan. Forum ini
menetapkan dan merumuskan model panduan yang bisa
digunakan sebagai sarana untuk implementasi model. Pada
tahapan ini, hasilnya sudah sampai pada ditetapkannya
model yang relevan sebagai upaya meningkatkan soft
skills-transferable skills guru dalam menyusun artikel
ilmiah dan sebagai salah satu model PKB.
Target out put yang ingin dicapai adalah (1) tersusunnya
model. (2) Tersusunnya strategi implementasi model.
Out come yang dihasilkan berupa model pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-
kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable
Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah dan sebagai
alternatif pengembangan model PKB.
Uji Coba Implementasi ModelDalam memberikan penyuluhan dan bimbingan yang
diutamakan adalah kegiatan transfer pengetahuan dan
cara-cara menulis karya ilmiah berbasis konstruktivis-
meToDe PeneliTian
108
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
kolaboratif. Teknik pendampingan dilakukan dengan
motivatif dan alternatif, yakni memberi (1) penyuluhan
yang bersifat motivatif untuk menggarap pengembangan
profesi, (2) memberi bimbingan dan saran yang bersifat
alternatif dalam peningkatan kualitas guru. Dengan
demikian peranan pendampingan lebih bersifat kemitraan,
tidak mendominasi dan tetap memberi ruang kreatif
bagi pelaku interpretasi (guide) dalam mengembangkan
knowledge tentang penulisan karya ilmiah. Materi
pendampingan antara lain berkenaan dengan pengertian
cara-cara menulis karya ilmiah. Sasaran pendampingan
adalah guru-guru bersertifikasi yang tertarik untuk
menulis karya ilmiah.
Evaluasi dan Pemantauan Pelaksanaan Uji Coba Model
Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang langsung, akurat, dan apa adanya tentang
sejauh mana model yang disusun memberikan dampak
positif bagi kegiatan pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan dalam menulis karya ilmiah yang berbasis
konstruktivis-kolaboratif. Proses evaluasi melibatkan
orang-orang yang sejak awal terlibat dalam penyusunan
draf model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
Soft Skills–Transferable Skills guru dalam penulisan
artikel ilmiah. Dengan demikian hasil yang diperoleh
109
dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Proses
pemantauan ini juga dimaksudkan untuk mengetahui
kekuatan/kelebihan dan kelemahan, baik yang bersifat
substansial maupun teknis. Karena itu dalam evaluasi dan
pemantauan telah dilakukan analisis SWOT (Strenghs,
Weaknesses, Opportunities, Threats). Dengan cara ini
perbaikan atau revisi model dapat dilakukan secepatnya
guna membuat penyempurnaan model sehingga dapat
direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait.
Revisi Model Setelah selesai melakukan uji coba dan evaluasi
model dengan mencermati berbagai kekurangan dan
kelemahan model, maka langkah selanjutnya adalah
memperbaiki dan menyempurnakan model. Model
yang telah diperbaiki dan disempurnakan kemudian
direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait. Dengan
demikian model pengembangan ini menjadi lebih
sempurna. Model selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai
bentuk pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel
ilmiah di Sukoharjo dan di tempat lain.
meToDe PeneliTian
110
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Uji Implementasi ModelImplementasi model pengembangan dilakukan pada
kelompok terbatas dengan tahapan sebagai berikut (1)
penyuluhan dan pelatihan pembuatan karya ilmiah secara
klasikal, (2) pendampingan pembuatan artikel ilmiah
pada kelompok guru, (3) pendampingan publikasi artikel
hasil kerja kelompok guru. Out put yang diperoleh pada
tahun II (kedua) ini meliputi (1) terbentuknya kelompok
guru (konstruktif kolaboratif) sebagai basis implementasi
model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan
berbasis konstruktivis-kolaboratif, (2) tersusunnya artikel
ilmiah hasil, dan (3) penerbitan artikel ilmiah.
Sosialisasi ModelSosialisasi hasil ini dimaksudkan untuk
menyebarluaskan hasil temuan imple-mentasi model
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis
konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan soft skills–
transferable skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.
Sosialisasi juga diharapkan berdampak positif bagi
pengembangan guru-guru di Daerah Sukoharjo.
Langkah–langkah sosialisasi atau desiminasi
dilakukan sebagai berikut. Pertama, dilakukan secara
langsung kepada pihak (a) Internal, yakni guru-guru
yang bersangkutan, Sekolah, dan Majlis Dikdasmen. (b)
Eksternal, yaitu Kantor Pendidikan Nasional Kabupaten
111
Sukoharjo dan LPTK terkait, yakni FKIP-UMS. Kedua,
desiminasi dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui
media massa, internet, leaflet, dan jurnal.
METODE PENELITIAN TAHUN III (TAHUN 2017)
Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada tahun
pertama dan kedua, maka metode penelitian yang
diterapkan tahun ketiga lebih menitikberatkan pada
menguji efektivitas model pengembangan keprofesian
guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif.
Target dari proses ini adalah meningkatnya Soft Skills–
Transferable Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.
Out put penelitian tahun ke tiga yakni (1) hasil uji
efektivitas model terhadap peningkatan Soft Skills–
Transferable Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah,
(2) meningkatnya Soft Skills–Transferable Skills guru
dalam dalam penulisan artikel ilmiah. (3) Peningkatan
jumlah publikasi artikel ilmiah guru.
Outcome yang ditargetkan pada tahun ketiga ini
adalah (1) model pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk
meningkatkan soft skills–transferable skills guru dalam
penulisan artikel ilmiah, (2) guru memiliki kemampuan
menulis artikel ilmiah dan mempublikasikannya sebagai
bentuk peningkatan profesional guru berkelanjutan.
meToDe PeneliTian
114
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
”Sebagai guru saya sudah berusaha untuk meningkatkan kompetensi baik
paedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan diskusi dengan rekan-rekan sejawat berkaitan dengan berbagai hal
dalam peningkatan kompetensi.”
115
BAB 5PENGEMBANGAN PROFESI GURU
BERBASIS KONSTRUKTIF-KOLABORATIF DI SMA/MA/SMK MUHAMMADIyAH SUKOHARjO
DESKRIPSI KOTA SUKOHARjO
Sukoharjo merupakan ibukota salah satu kabupaten
di karesidenan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Kota
Sukoharjo terletak di sekitar 10 km sebelah selatan Kota
Surakarta. Sejarah singkat Kabupaten Sukoharjo berawal
dari pasca perang Jawa (1825-1830) ketika kompeni
Belanda makin memperketat keamanan untuk mencegah
terulangnya pemberontakan rakyat Jawa. Kondisi
masyarakat Jawa semakin miskin sehingga mendorong
terjadinya tindak kejahatan (pidana) di berbagai tempat.
Menghadapi kondisi seperti itu pemerintah kolonial
menekan raja Surakarta dan Yogyakarta agar menerapkan
116
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
hukum secara tegas. Salah satunya dengan membentuk
lembaga hukum yang dilengkapi dengan berbagai
pendukung.
Di Kasunanan Surakarta dibentuk Pradata
Gedhe, yakni pengadilan kerajaan yang menjadi pusat
penyelesaian semua perkara. Lembaga ini dipimpin oleh
Raden Adipati (Patih) di bawah pengawasan Residen
Surakarta. Dalam pelaksanaannya Pradata Gedhe
mengalami kesulitan karena volume perkara yang sangat
besar. Sunan Pakubuwono dan Residen Surakarta
memandang perlu melimpahkan sebagian perkara
kepada pemerintah daerah. Mereka sepakat membentuk
pengadilan di tingkat kabupaten yang diberi nama
Pradata Kabupaten. Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan
Pakubuwono IX dan Residen Surakarta Keucheneus
membuat perjanjian pembentukan Pradata Kabupaten di
wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan
Larangan. Surat perjanjian tersebut disyahkan pada hari
Kamis tanggal 7 Mei 1874 Staatsblad nomor 209. Pada Bab
I surat perjanjian, tertulis sebagai berikut: “Ing Kabupaten
Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura lan Sragen, apadene
ing Kawedanan Larangan kadodokan pangadilan
ingaranan Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan
saikiki kadadekake kabupaten ingaranan Kabupaten
Sukoharjo” (Di Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali,
Kartasura dan Sragen dan juga Kawedanan Larangan
dibentuk pengadilan yang disebut Pradata Kabupaten.
117
Kawedanan Larangan sekarang dijadikan kabupaten
dengan nama Kabupaten Sukoharjo). Berdasarkan Surat
Perjanjian tersebut dapat disimpulkan bahwa hari jadi
Kabupaten Sukoharjo adalah tanggal 7 Mei 1874, yang
sebelumnya bernama Kawedanan Larangan. Dengan
demikian pada tahun ini (2015) Kabupaten Sukoharjo
sudah berusia 141 tahun.
Kabupaten Sukoharjo mempunyai slogan
“MAKMUR”, kependekan dari Maju, Aman, Konstitusional,
Mantap, Unggul, Rapi. Slogan tersebut menjadi kebanggan
dan cermin dari kebribadian masyarakat Sukoharjo.
Kabupaten Sukoharjo sendiri mempunyai visi dan misi
sebagai berikut.
Visi: Mewujudkan Sukoharjo yang makmur,
sejahtera, dan mandiri serta bertaqwa.
Misi Kabupaten Sukoharjo:
1. Mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian
masyarakat yang bertumpu pada Peningkatan
Ketahanan Pangan dan UKM.
3. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Perekonomian
4. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas
dan aparatur pemerintah daerah yang profesional
dan bebas KKN.
5. Mewujudkan supremasi Hukum, penegakan
Pengembangan Profesi guru
118
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Hukum di daerah.
6. Menciptakan kondisi daerah yang aman, damai,
tertib dan tenteram.
Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas area 444,666
km 2, terletak di 7’ 32’17’ – 7’ 49’32’ Lintang Selatan dan
110’ 42’06,79’ – 110’ 57’33,7’ Bujur Timur di ketinggian 80
m – 125 m di atas permukaan laut dengan batas-batasnya
sebagai berikut.
1. Sebelah Utara : Kota Surakarta dan
Kabupaten Karanganyar
3. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
4. Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY)
dan Kab. Wonogiri
5. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan
Kabupaten Klaten
Secara geografis Kabupaten Sukoharjo dibelah
oleh Sungai Bengawan Solo menjadi dua bagian, bagian
utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan
bergelombang, sedangkan bagian selatan merupakan
dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di
perbatasan merupakan daerah perkembangan Kota
Surakarta, di antaranya di kawasan Grogol dan Kartosuro.
Kota Kartosuro merupakan persimpangan jalur Solo-
Yogyakarta dengan Solo-Semarang.
Kabupaten Sukoharjo juga dilintasi jalur kereta api
Solo-Wonogiri, yang dioperasikan kembali pada tahun
2004 setelah selama puluhan tahun tidak difungsikan.
119
Kabupaten Sukoharjo secara administratif terdiri atas 12
kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 150 desa dan
17 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan
Sukoharjo. Kecamatan tersebut adalah Sukoharjo,
Tawangsari, Bulu, Weru, Nguter, Bendosari, Grogol, Baki,
Gatak, Kartasura, Mojolaban, dan Polokarto. Kabupaten
Sukoharjo memiliki luas wilayah keseluruhan sebesar
46.666 ha atau sekitar 1,43% luas wilayah Provinsi Jawa
Tengah, dengan jumlah penduduk sekitar 900.000 jiwa.
Dengan luas lahan 46,67 kilometer persegi atau 1,43
persen luas wilayah Provinsi Jawa Tengah, Sukoharjo
masih mengandalkan sektor pertanian. Namun, sejumlah
industri manufaktur dan tekstil serta garmen skala besar
juga beroperasi di kabupaten ini.
Peta Kabupaten Sukoharjo
Pengembangan Profesi guru
120
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
DESKRIPSI GURU SMA/MA/SMK
MUHAMMADIyAH SUKOHARjO
Deskripsi ini mencakup data guru, data guru
bersertifikasi, deskripsi Profil guru secara keseluruhan,
pemetaan dan kemampuan guru dalam penulisan
karya ilmiah, dan kebutuhan dalam pengembangan
keprofesionalan guru berkelanjutan.
Data Guru Amal Usaha Muhammadiyah yang berupa Pendidikan
di Daerah Muham-madiyah Sukoharjo tergolong banyak
jumlahnya. Lembaga pendidikan yang berupa sekolah
menengah atas, yaitu MA, SMA, dan SMK Muhammadiyah
sebanyak 11 sekolah. Berdasarkan pencatatan arsip yang
dilakukan pada tanggal 27 Juni 2015 ditemukan bahwa
jumlah total guru di 11 Sekolah Menengah tingkat Atas
Muhammadiyah Sukoharjo adalah sebanyak 346 orang.
Dari sejumlah tersebut, guru yang sudah mendapatkan
sertifikasi pendidik atau bersertifikasi sejumlah 119 orang,
sedangkan yang belum bersertifikasi sejumlah 227 orang.
Data profil jumlah guru di sekolah menengah tingkat atas,
setara dengan MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah di Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo digambarkan
dalam table 5.1 sebagai berikut.
121
Tabel 5.1. Profil Guru Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Sukoharjo.
No Nama Sekolah Belum Sertifikasi
Sudah Sertifikasi Jml.
1 SMK Muhammadiyah 1 SKH 57 29 862 SMK Muhammadiyah 2 SKH 26 7 333 SMK Muhammadiyah Watukelir 20 16 36
4 SMK Muh. Pontren Imam Syuhodo 22 2 24
5 SMK Muhammadiyah Kartasura 13 22 356 SMA Muhammadiyah 1 SKH 13 7 207 SMA Muhammadiyah 3 Watukelir 13 6 198 SMA Muhammadiyah 4 Kartasura 7 8 159 SMA Muhammadiyah 5 Gatak 10 7 17
10 SMA Muh. Pontren Imam Syuhodo 28 5 33
11 MA Muhammadiyah Bekonang 18 10 28Jumlah 227 119 346
Data Guru BersertifikasiBerdasarkan pencatatan arsip yang dilakukan peneliti
pada tanggal 27 Juni 2015 diperoleh data bahwa jumlah
guru yang sudah bersertifikasi di sekolah Muhammadiyah
setingkat MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah Sukoharjo
berjumlah 119 orang. Sekolah yang memiliki guru
bersertifikasi paling banyak adalah SMK Muhammadiyah
1 Sukoharjo dengan 29 orang, sedangkan sekolah yang
memiliki guru bersertifikasi paling sedikit adalah SMK
Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, yakni 2 orang.
Mayoritas guru yang bersertifikasi pendidik memiliki
pendidikan terakhir Strata Satu (S.1), dengan status
kepegawaian sebagai guru tetap yayasan.
Pengembangan Profesi guru
Sumber: Pencatatan Arsip Peneliti 2015
122
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Deskripsi Profil Guru Secara KeseluruhanSecara histogramik data profil guru-guru sekolah
menengah tingkat atas Muhammadiyah di Daerah
Muhammadiyah Sukoharjo dapat ditunjukkan sebagai
berikut. Dari jumlah 346 guru menurut perolehan
sertifikasi pendidik terbagi menjadi dua, yakni yang
sudah mendapat sertifikat pendidik 119 orang dan yang
belum memperoleh sertifikat pendidik 227 orang. Dari
sejumlah 119 orang guru yang telah memperoleh sertifikat
pendidik, berdasarkan status kepegawaiannya terbagi
menjadi 20 PNS, 72 GTY, dan 27 GTT. Dari sejumlah 119
orang guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik,
berdasarkan status pendidikan terakhir terbagi menjadi
109 memiliki tingkat pendidikan sarjana strata satu (S.1)
dan 10 orang memiliki tingkat pendidikan magister strata
dua (S.2). Kemudian, dari sejumlah 119 orang guru yang
telah memperoleh sertifikat pendidik maka berdasarkan
jenis kelaminnya terdapat 81 pria dan 38 wanita. Dalam
bentuk histogram data profil guru secara keseluruhan
digambarkan sebagai berikut.
123
Histogram 1 Profil Guru SMA/SMK/MA Muhammadiyah Sukoharjo
Profil jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi Data guru berdasarkan keikursertaannya dalam
program sertifikasi pendidik dapat ditunjukkan dalam
histogram sebagai berikut.
Histogram 2 Profil Jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi
Pengembangan Profesi guru
124
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Berdasarkan data pada histogram 2 di atas, dapat
dijelaskan bahwa dari sejumlah 346 guru yang status
kepegawaian tersebar ke dalam status PNS, guru tetap
yayasan, dan guru kontrak tetap ternyata yang sudah
mengikuti program sertifikasi pendidik sejumlah 119
orang atau sebesar 34,39% dan yang belum mengikuti
program sertifikasi pendidik sejumlah 227 orang atau
65,61%. Ini menunjukkan bahwa guru yang belum
mengikuti program sertifikasi lebih banyak dari pada yang
sudah mengikuti program sertifikasi. Meski baru sebesar
34,39% yang mengikuti program sertifikasi pendidik,
sebagai perguruan swasta atau lembaga pendidikan bukan
pemerintah maka jumlah di atas dapat dikatakan sudah
baik karena telah berada di atas angka 25%.
Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian Data guru SMA / MA/ SMK Muhammadiyah
Sukoharjo yang bersertifikasi pendidik menurut status
kepegawaiannya dapat digambarkan dalam histogram
sebagai berikut.
125
Histogram 3 Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian
Berdasarkan data pada histogram tiga di atas, dapat
dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 bersertifikasi pendidik
maka status kepegawaiannya terbagi menjadi tiga kategori,
yakni status pegawai negeri sipil (PNS), guru tetap yayasan
(GTY), dan guru tidak tetap (GTT). Guru SMA/MA/SMK
Muhammadiyah Sukoharjo bersertifikasi pendidik yang
berstatus PNS sejumlah 20 orang atau 16.81%, berstatus
GTY sejumlah 72 orang atau 60.50%, dan berstatus GTY
sejumlah 27 orang guru atau 22.69%. Data menurut status
kepegawaian ini cukup menarik karena guru berstatus non
PNS banyak yang memperoleh sertifikasi pendidik, yakni
sebesar 83,19% dibandingkan dengan guru berstatus PNS.
Pengembangan Profesi guru
126
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan Data guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah
Sukoharjo yang telah bersertifikasi pendidik menurut
tingkat pendidikannya dapat digambarkan dalam
histogram sebagai berikut.
Histogram 4. Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data pada histogram 4 di atas, dapat
dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 guru bersertifikasi
pendidik maka berdasarkan tingkat pendidikannya terbagi
menjadi dua kategori, yakni berpendidikan akhir magister
(S.2) dan memiliki tingkat pendidikan akhir sarjana
(S.1). Guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo
bersertifikasi pendidik yang bergelar S.2 sejumlah 10
127
orang atau 08,40% dan bergelar S.1 sejumlah 109 orang
atau 91,60%. Data menurut tingkat pendidikan ini
menunjukkan masih sedikit yang memiliki gelar S.2 yakni
08,40% sehingga perlu peningkatan yang bergelar S1
untuk mengikuti program pendidikan jenjang berikutnya.
Profil Guru Berdasarkan jenis Kelamin Data guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah
Sukoharjo yang telah bersertifikasi pendidik menurut jenis
kelaminnya dapat digambarkan dalam bentuk histogram
sebagai berikut.
Histogram 5. Profil Guru Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data pada histogram 5 di atas, dapat
dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 guru SMA/MA/SMK
Muhammadiyah Sukoharjo yang telah bersertifikasi
pendidik maka berdasarkan jenis kelaminnya, terbagi
yang pria sejumlah 81 orang atau 68,07% dan wanita
Pengembangan Profesi guru
128
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
38 orang atau 31,93%. Data menurut jenis kelamin
menunjukkan bahwa guru pria masih menjadi mayoritas
yang memperoleh sertifikasi pendidik daripada wanita.
HASIL STUDI PENDAHULUAN
Pengembangan Keprofesian Guru Selama Ini
Perspektif GuruPengumpulan informasi dilakukan dari beberapa
guru untuk menghimpun data penelitian mengenai “Model
pengembangan profesi guru berkelanjutan berbasis
kontruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-
transferable skills dalam penulisan artikel ilmiah bagi
guru di sekolah menengah Muhammadiyah Sukoharjo.”
Pada dasarnya segala bentuk pengembangan diri sudah
dilakukan oleh para guru meski hasilnya belum maksimal.
Guru telah berusaha melakukan pengembangan diri untuk
memenuhi dan meningkatkan kompetensi paedagogik,
profesional, sosial, dan kepribadian.
Wawancara dilakukan kepada Bapak Drs. Bambang
Sahana, M.Pd., selaku guru PPKn di SMK Muhammadiyah
1 Sukoharjo (5 Juni 2015). Bapak Bambang Sahana
mengatakan bahwa “Selama ini saya banyak membaca
buku, mengikuti workshop, dan outbond. Jika itu dilakukan
129
semua, saya rasa cukup untuk meningkatkan kompetensi.”
Hasil informasi dari Bapak Drs. Bambang Sahana, M.Pd
kemudian dicoba dicek dengan hasil wawancara guru
lain di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo, yakni Bapak
Sri Suharjo, S.Pd guru Sejarah, yang mengatakan: “Saya
selain baca buku, juga sering melihat di internet. Karena
peristiwa sejarah lebih mudah jika mencari di internet.
Datang di seminar atau workshop juga pernah. Itu bisa
mendukung kompetensi kita sebagai guru Sejarah.”
Informasi yang didapatkan dari kedua nara sumber
di atas rupanya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan
Bapak Drs. H. Sumarno, M.Si sebagai guru bersertifikasi
pengampu kewirausahaan di SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo. Menurutnya, juga melakukan pengembangan
kompetensi dengan mendatangi seminar, workshop, serta
kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Hasil
wawancara dari guru SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo
terkait pengembangan kompetensi guru bersertifikasi,
kemudian dikroscek dengan hasil informasi dari SMK
Muhammadiyah 2 Sukoharjo. Berdasarkan keterangan
Bapak Eko Suryanto, S.Pd selaku guru PPKn pada tanggal
8 Juni 2015, mengatakan bahwa, “Untuk mengembangkan
kompetensi, saya ikut kegiatan-kegiatan MGMP. Lantas
juga beli laptop untuk internetan, karena sangat bagus
untuk mencari informasi yang terbaru mengenai isu-isu
kewarganegaraan.”
Keterangan Bapak Eko Suryanto, S.Pd., coba
Pengembangan Profesi guru
130
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dikroscek dengan informasi dari guru bersertifikasi
lainnya di SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo, yakni Bapak
Drs. Wiyono yang mengampu bidang studi Penjaskes.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 6 Juni 2015, Bapak
Drs. Wiyono mengatakan, “Jika sekolah dapat undangan
seminar atau workshop, biasanya datang. Membaca
buku olahraga sering saya lakukan, lantas melihat video-
video di Youtube.” Media internet rupanya dimanfaatkan
Bapak Drs. Wiyono guna mencari materi-materi tentang
olahraga. Video-video yang terdapat pada situs Youtube,
juga dimanfaatkan Bapak Drs. Wiyono dalam mencari
praktik-praktik olahraga.
Informasi yang diperoleh dari guru SMK
Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo,
dicek dengan informasi dari guru SMA Muhammadiyah
1 Sukoharjo. Guru di SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo
yang sudah bersertifikasi berjumlah tujuh orang. Salah
satu guru yang sudah bersertifikasi adalah Bapak Sugino,
S.Pd,. M.Hum, pengampu Bahasa Indonesia. Berstatus
sebagai PNS, beberapa kegiatan dilakukan Bapak
Sugino, S.Pd,.M.Hum., guna meningkatkan kualitas
kompetensinya. Ketika diwawancarai, Bapak Sugino,
S.Pd,.M.Hum mengatakan “Saya melakukan penelitian
dan membuat artikel ilmiah. Ada yang dipublikasikan
dan ada yang disimpan hanya untuk kenaikan pangkat
saja. Lantas membeli buku, ikut wokshop, seminar, dan
kegiatan MGMP.”
131
Hasil wawancara Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum,
dikroscek dengan informasi dari Ibu Heni Supriyanti,
S.Pd pengajar BK. Ketika ditanya mengenai usaha dalam
mengembangkan kompetensi yang selama ini dilakukan,
Ibu Heni Supriyanti S.Pd., mengatakan, “Saya cukup ikut
seminar dan MGMP saja, karena usia sudah sudah. Lagi
pula banyak kegiatan di luar sekolah.”
Guru sekolah menengah Muhammadiyah di daerah
Watukelir, juga dijadikan narasumber dalam penelitian
ini. Daerah Watukelir terdapat dua sekolah bertaraf
MA/SMA/SMK, yakni SMA Muhammadiyah 3 dan SMK
Watukelir. Guru bersertifikasi yang diminta menjadi
narasumber dari SMK Muhammadiyah Watukelir
adalah Bapak Eko Kahono, S.Pd., dan Tutik Heni R,
S.E. Sementara itu guru bersertifikasi yang dijadikan
narasumber dari SMA Muhammadiyah 3 Watukelir adalah
Mudjijono, S.Ag., dan Pancawati Setyaningsih, S.Pd. Hasil
wawancara yang dilakukan kepada guru bersertifikasi
di SMA Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah
Watukelir tanggal 13 Juni 2015 memberikan gambaran
bahwa kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan
kompetensi di antaranya adalah menghadiri workshop,
seminar, membeli buku pelajaran, memanfaatkan
internet, mengadakan perayaan hari keagamaan, dan
menghadiri MGMP.
Narasumber lain yang juga dimintai keterangannya
adalah Bapak Sutadi, yang merupakan guru SMA
Pengembangan Profesi guru
132
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Muhammadiyah 4 Kartasura. Beliau yang berstatus
Pegawai Negeri Sipil, mendapatkan sertifikasi guru melalui
proses PLPG. Bapak Sutadi dalam jawaban wawancaranya
mengatakan “Usaha yang dilakukan dalam peningkatan
kompetensi antara lain menyisihkan uang untuk membeli
buku, mengikuti workshop, seminar, mengikuti kegiatan-
kegiatan ilmiah tingkat MGMP”. Keterangan dari Bapak
Sutadi coba dikroscek dengan informasi dari Bapak
Suminto, yang merupakan guru MA Muhammadiyah
Bekonang. Bapak Suminto mengatakan:
“Sebagai guru saya sudah berusaha untuk meningkatkan kompetensi baik paedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan diskusi dengan rekan-rekan sejawat berkaitan dengan berbagai hal dalam peningkatan kompetensi. Apalagi saya sebagai seorang guru PKn harus selalu update berbagai
informasi tentang dunia politik, hukum, dan kenegaraan.”
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sutadi
dan Bapak Suminto, diperoleh gambaran bahwa guru-
guru Muhammadiyah di Sukoharjo yang bersertifikasi
pendidik selama ini telah melakukan beberapa kegiatan
untuk mengembangkan kompetensi setelah bersertifikasi.
Kegiatan yang dilakukan berupa mengikuti workshop,
seminar, membeli buku teks pelajaran terbaru, mengikuti
kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
serta berdiskusi dengan rekan guru bidang studi.
Kesimpulan wawancara Bapak Sutadi dan Bapak Suminto
dikroscek dengan wawancara yang dilakukan kepada Ibu
133
Sularsih yang mengajar di SMA Muhammadiyah 5 Gatak
Sukoharjo. Ibu Sularsih menjelaskan:
“Kegiatan pengembangan kami lakukan sebagai seorang guru. Kami mengikuti seminar, workshop, atau pelatihan yang dilakukan oleh instansi pendidikan. Itu jarang kami ikuti, ya pas ada waktu longgar saja. Karena dari sisi pendanaannya pun kami harus mengambil dari kantong pribadi, tidak ada alokasi dana dari sekolah untuk kegiatan
tersebut.”
Informasi yang didapatkan dari Ibu Sularsih dicek
dengan wawancara Bapak Agus Susilo, S.Pd.I., selaku
Guru Agama SMK Muhammadiyah Pontren Imam
Syuhada. Bapak Agus Susilo, S.PdI mengatakan, “Untuk
meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel
ilmiah kalau pas ada kesempatan saya mengikuti seminar/
workshop.”
Pengumpulan data yang telah dilakukan kepada
beberapa guru MA/SMA/SMK Muhammadiyah di
Sukoharjo memberikan gambaran terkait kegiatan
yang dilakukan selama ini dalam hal pengembangan
keprofesionalan guru berkelanjutan. Berbagai usaha
dan kegiatan guru dalam meningkatkan profesionalisme
secara berkelanjutan tersebut dapat ditunjukkan dalam
gambar histogram sebagai berikut.
Pengembangan Profesi guru
134
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Histogram 6. Kegiatan Guru Meningkatkan Profesionalisme
Perspektif Kepala SekolahKepala sekolah sebagai pimpinan, sudah semestinya
ikut bertanggung jawab dalam hal pengembangan
profesionalisme guru di sekolah. Berbagai cara
dilakukan kepala sekolah untuk mendukung guru
bersertifikasi agar memiliki kompetensi yang lebih baik.
Bapak Drs. Hadi Mualim, MM., kepala sekolah SMK 2
Muhammadiyah Sukoharjo, mendukung aktivitas guru
untuk mengembangkan kompetensi. Berdasarkan hasil
wawancara pada tanggal 8 Juni 2015, Bapak Drs. Hadi
Mualim, MM mengatakan:
“Apabila ada undangan seminar atau worskhop, kami akan mengirimkan guru. Untuk dana dibantu dari sekolah. Guru diberikan surat perjalanan dinas, lantas di cap pada panitia di seminar/workshop. Selanjutnya bukti itu diserahkan ke sekolah. Kegiatan MGMP juga didukung, terutama penyediaan tempat jika dibutuhkan. Terkait jam mengajar,
135
kami sesuaikan dengan kebutuhan guru khususnya yang bersertifikasi agar sesuai kebutuhan jam mengajarnya. Masih banyak lagi kegiatan lain untuk mengembangkan kompetensi guru.”
Informasi dari Bapak Drs. Hadi Mualim, MM,
kemudian dicek dengan keterangan dari Drs. Mudjijono
sebagai kepala sekolah di SMA Muhammadiyah 1
Sukoharjo. Drs. Mudjijono mengatakan jika pihak sekolah
mendukung penuh terkait pengembangan kompetensi
guru, meski terkadang menemui kendala. Drs. Mudjijono
mengatakan:
“Sekolah menerima dengan baik undangan untuk menghadiri seminar/workshop. Namun jika bersamaan dengan kegiatan sekolah yang tidak bisa ditinggalkan, maka tidak ada guru yang berangkat. Misalnya ketika ujian siswa, kemungkinan besar sekolah tidak bisa ditinggal. Untuk dana dari sekolah, akan diberikan untuk kegiatan guru. Biasanya menggunakan surat perjalanan dinas.”
Guru yang berkualitas merupakan pengajar yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang
ilmu tertentu, sehingga mampu melakukan tugasnya
untuk mentransfer ilmu. Sejalan dengan hal tersebut,
Bapak Sukino, M.Pd., sebagai kepala sekolah di SMK
Muhammadiyah Watukelir turut mendukung aktivitas
guru dalam pengembangan kompetensi. Bapak Sukino,
M.Pd mengatakan:
“Kita dukung guru jika ingin mengembangkan kompetensi.
Bila mendesak terkait dana, biasanya menggunakan uang dari guru terlebih dahulu, lantas kita ganti. Bila acara hari
Pengembangan Profesi guru
136
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
besar keagamaan, sekolah juga melibatkan guru. Itu salah satu wujud pengembangan kompetensi kepribadian dan sosial.” Pembagian jam pengajar sudah memperhatikan kebutuhan guru, khususnya yang sudah bersertifikasi.”
Kepala sekolah SMA Muhammadiyah Pontren Imam
Syuhada juga dimintai keterangannya terkait penelitian
“Model pengembangan profesi guru berkelanjutan
berbasis kontruktivis kolaboratif untuk meningkatkan
soft skills-transferable skills dalam penulisan artikel
ilmiah bagi guru di sekolah menengah Muhammadiyah
Kabupaten Sukoharjo. Bapak Awaludin M.E., S.Pd.I,
M.Si., menyatakan, guru yang berkualitas harus meliputi
persyaratan. Syarat tersebut antara lain memiliki bakat
sebagai seorang guru. Memiliki keahlian sebagai seorang
guru. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
Memiliki mental yang sehat. Memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang luas. Guru adalah manusia yang berjiwa
Pancasila. Berbadan yang sehat. Guru adalah seorang
warga negara yang baik. Memiliki kepribadian yang
matang dan berkembang. Guru melakukan pengembangan
profesi secara berkesinambungan.
Tujuan diadakannya sertifikasi guru untuk
menentukan kelayakan kompetensi seseorang sebagai
agen pembelajaran, serta persyaratan memangku jabatan
professional sebagai pendidik. Landasan diadakannya
sertifikasi antara lain UU RI No. 20 Tahun 2003; PP. RI
No. 19 Tahun. 2005 SPN; Pernyataan Presiden RI pada
137
peringatan hari guru tanggal 2 Desember 2004. Bapak
Awaludin ME, S.PdI, M.Si menjelaskan “Pekerjaan guru
merupakan suatu profesi. Sehingga akan diperkuat
dengan undang-undang Guru & Dosen, uji sertifikasi
kompetensi sebagai wujud peningkatan & penjaminan
kualitas layanan dan hasil pendidikan.”
Menurut Bapak Awaludin ME, S.Pd.I, M.Si., manfaat
diadakannya sertifikasi yaitu untuk melindungi profesi
pendidik dari praktek-praktek yang tidak kompeten
sehingga merusak citra profesi pendidik. Melindungi
masyarakat dari praktik–praktik pendidikan yang tidak
professional. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan
dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Menjadi wahana penjaminan mutu bagi penyelenggara
program penyiapan tenaga kependidikan (PPTK) di
Perguruan Tinggi dan layanan hasil pendidikan usia dini,
dasar, dan menengah. Bapak Awaludin M E, S.Pd.I, M.Si.,
menambahkan:
“Saya menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2014, namun belum mendapatkan sertifikasi guru. Terdapat 5 guru di SMA Muh Pontren Imam Syuhada yang mendapatkan sertifikasi. Dilihat dari personal beberapa guru di SMA ini yang sudah mendapatkan sertifikasi dapat saya simpulkan sudah baik. Ya boleh dibilang guru-guru kami lebih di depan dari pada sekolah lain. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan dari bapak dan ibu guru kami dalam mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti workshop dan yang lebih sering buat kami ikuti adalah seminar-seminar.”
Pengembangan Profesi guru
138
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Menurut Bapak Awaludin ME, S.Pd.I, M.Si.,
perbandingan kinerja guru yang sudah tersertifikasi dengan
yang belum tersertifikasi, sebenarnya tidak jauh berbeda.
Guru yang belum tersertifikasi bahkan terlihat lebih giat
dalam melakukan tugasnya sebagai pengajar. “Greget dari
bapak ibu guru kami dalam mengimplentasikan ilmunya
juga terbilang baik, ini ditunjukkan dengan berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh siswa kami dalam bidang
ilmiah.”
Hasil wawancara dengan Ibu Diyah Herawati sebagai
kepala sekolah memberikan gambaran tentang bagaimana
pengembangan guru yang selama ini dilaksanakan di
SMA Muhammadiyah 5 Gatak Sukoharjo. Kepala sekolah
memberikan dukungan penuh dalam peningkatan mutu
guru. Kendala yang dihadapi yaitu berkaitan dengan
motivasi guru, lokasi sekolah yang jauh dengan pusat kota.
Guru yang merasa sudah mau pensiun tidak memiliki
motivasi untuk mengikuti berbagai pengembangan
kompetensi guru. Ibu Diyah Herawati mengatakan:
“Memberikan support kepada bapak/ibu guru untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pengembangan kompetensi guru. Yang biasa dilakukan antara lain seminar, pelatihan, worksop, pertemuan ilmiah lainnya yang mendukung peningkatan mutu guru. Kepala sekolah sebagai kontrol/pengendali jalannya sekolah yang dipimpin bertanggung jawab penuh terhadap segala aktivitas dan mutu sekolah.”
Pengumpulan data yang telah dilakukan dengan
139
beberapa kepala sekolah MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah
di Sukoharjo, memberikan gambaran terkait kegiatan
yang dilakukan selama ini dalam hal pengembangan
kompetensi guru bersertifikasi. Berdasarkan hasil
wawancara yang telah dilakukan, diperoleh gambaran
bahwa kepala sekolah ternyata selama ini telah berusaha
mendukung guru bersertifikasi di SMA/ MA/ SMK
Muhammadiyah Sukoharjo untuk melakukan berbagai
kegiatan guna meningkatkan kompetensi paedagogik,
profesional, kepribadian, dan sosial. Dukungan yang
dilakukan antara lain: (1) Memberikan dukungan kepada
guru apabila ingin mengikuti seminar. (2) Memberikan
dukungan kepada guru apabila ingin mengikuti workshop.
(3) Memfasilitasi kegiatan diskusi dengan rekan bidang
studi di sekolah masing-masing. (4) Memberikan terhadap
kegiatan MGMP. (5) Memotivasi guru bersertifikasi yang
sudah berusia tua, agar tetap produktif. (6) Mendukung
guru dalam menyelenggarakan kegiatan sosial pada acara
hari besar keagamaan. (7) Memberikan pengawasan
terhadap aktivitas guru di sekolah. (8) Mendukung guru
yang ingin melakukan penelitian. (8) Ikut berperan dalam
menentukan kebijakan ketika pembagian jam mengajar
guru.
Berbagai usaha dan kegiatan kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan
tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar histogram
sebagai berikut.
Pengembangan Profesi guru
140
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Histogram 7. Usaha Kepala Sekolah Meningkatkan Profesionalisme Guru
Perspektif Majelis DikdasmenRealitas yang terjadi di lapangan menggambarkan jika
pihak Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah
Sukoharjo cenderung hanya mengawasi, memberikan
dorongan, dan motivasi kepada aktivitas guru bersertifikasi
dalam pengembangan kompetensi. Bisa dikatakan sistem
yang sedang terjadi adalah buttom up. Hal itu ditandai
dengan segala ide muncul dari sekolah masing-masing
sehingga Majlis Dikdasmen akan memberikan dukungan
setelah sekolah tersebut melakukan action.
Pihak Guru Pendidikan Dasar dan Menengah
Muhammadiyah Sukoharjo sebenarnya harus memiliki
peran yang lebih, tidak hanya sekedar menunggu aksi dari
sekolah. Hal itu karena guru sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah dituntut harus konsisten
141
melaksanakan tugasnya. Sertifikasi guru berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran pengakar sebagai
agen pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Guru yang berkomitmen tinggi
harus memenuhi kompetensi pedagogik, profesional,
kepribadian, dan sosial.
Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: (1)
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (2)
pemahaman terhadap peserta didik; (3) perancangan
pembelajaran; (4) pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; (5) evaluasi hasil belajar; serta (6)
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi
kepribadian yang harus dimiliki seorang guru antara lain:
(1) mantap; (2) stabil; (3) dewasa; (4) arif dan bijaksana;
(5) berwibawa; (6) menjadi teladan bagi peserta didik; (7)
berakhlak mulia; (8) mengevaluasi kinerja sendiri; serta
(9) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang meliputi: (1) konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/ teknologi/ seni yang menaung/koheren dengan
materi ajar; (2) materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah, (3) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
(4) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari; serta (5) kompetensi secara profesional
Pengembangan Profesi guru
142
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai
dan budaya nasional. Kompetensi sosial merupakan
kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk:
(1) berkomunikasi lisan dan tulisan, (2) menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
(3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, serta (4)
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Berbagai usaha dan kegiatan kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan
tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar histogram
sebagai berikut.
Histogram 8. Usaha Majlis Dikdasmen Meningkatkan Profesionalisme Guru
143
Pemetaan Kemampuan Guru dalam Penulisan Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah hasil pemikiran seorang ilmuwan
yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Kegiatan ilmiah diperoleh melalui kepustakaan,
kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang
lain sebelumnya. Guru yang berstatus PNS harus membuat
hasil penelitian guna kenaikan pangkat. Sementara guru
swasta tidak diharuskan melakukan penelitian, karena
poin kenaikan pangkat memiliki penilaian yang berbeda
dengan guru negeri.
Wawancara dilakukan kepada Bapak Drs. Bambang
Sahana, M.Pd., selaku guru PPKn di SMK Muhammadiyah
1 Sukoharjo (5 Juni 2015), terkait konsep karya ilmiah.
Bapak Bambang mengatakan, “Pengusaan konsep
penelitian menjadi hambatan saya dalam PTK. Terkadang
ketika membuat, tapi bingung ini sudah benar atau belum.
Akhirnya berhenti tidak jadi membuat.” Jawaban Bapak
Drs. Bambang Sahana, M.Pd., coba dikroscek dengan
hasil wawancara guru lain di SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo, yakni Bapak Sri Suharjo, S.Pd guru Sejarah.
Bapak Sri Suharjo, S.Pd., mengatakan:
“Sebenarnya pembelajaran sejarah ada banyak problem. Misalnya motivasi siswa, cara penyampaian metode yang efektif, lantas sumber pembelajaran yang relevan. Itu bisa menjadi tema penelitian tindakan kelas. Hanya konsep PTK tidak terlalu saya kuasai. Agak bingung membuat proposal yang benar dan sistematikanya. Sebenarnya
Pengembangan Profesi guru
144
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
sudah diberikan contoh, tapi karena ilmunya beda jadi tetap merasa kesulitan.”
Informasi yang didapat dari Bapak Drs. Bambang
Sahana, M.Pd., dan Bapak Sri Suharjo, S.Pd., dicoba
dikroscek dengan hasil wawancara dari guru SMK
Muhammadiyah 2 Sukoharjo. Berdasarkan keterangan
Bapak Eko Suryanto, S.Pd selaku guru PPKn pada tanggal
8 Juni 2015, mengatakan “Membuat penelitian mungkin
jadi salah satu kelemahan saya, karena dulu saat kuliah
tidak menempuh jalur yang skripsi.” Keterangan Bapak
Eko Suryanto, S.Pd coba dikroscek dengan informasi
dari guru bersertifikasi lainnya di SMK Muhammadiyah
2 Sukoharjo, yakni Bapak Drs. Wiyono. Hasil wawancara
tanggal 6 Juni 2015 dengan Bapak Drs. Wiyono
mengatakan:
“Kesulitan dalam membuat PTK secara umum ada pada pengembangan konsep penelitiannya. Mulai dari menentukan judul yang pas, rumusan masalah, dan teori yang digunakan. Lantas metodenya bagaimana, itu juga jadi hambatan. Seandainya tidak ada yang membimbing, pasti saya kesulitan.”
Keterangan yang didapatkan dari guru SMK
Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo,
dikroscek dengan informasi dari guru SMA Muham-
madiyah 1 Sukoharjo. Salah satu guru yang yang cukup
baik dalam melakukan penelitian di SMA Muhammadiyah
1 Sukoharjo adalah Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum. Ketika
diwawancarai, Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum mengatakan:
145
“Saya sudah 3 kali melakukan penelitian, bahkan ada artikelnya yang dimuat di salah satu jurnal. Ada juga yang saya buat, tapi tidak dipublikasi karena hanya untuk kepentingan naik pangkat saja. Secara umum faham untuk membuat proposal atau pengetahuan penelitian, namun
karena usia sudah tua jadi tidak terlalu agresif seperti dulu.”
Informasi lain diperoleh dari Ibu Heni Supriyanti,
S.Pd., pengajar Bimbingan Konseling di SMA
Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Ketika ditanyakan mengenai
konsep pemahaman karya ilmiah, Ibu Heni Supriyanti
S.Pd., mengatakan bahwa “Saya agak kesulitan dengan
konsep penelitian, karena banyak jenisnya. Jika membuat
latar belakang dan rumusan masalah mungkin bisa tetapi
untuk teori dan analisis data rasanya cukup sulit.”
Kelemahan dalam memahami konsep penelitian juga
dialami oleh guru bersertifikasi dari sekolah menengah
Muhammadiyah di daerah Watukelir, yang menjadi
narasumber dalam penelitian ini. Hasil wawancara yang
dilakukan pada guru bersertifikasi di SMA Muhammadiyah
3 dan SMK Muhammadiyah Watukelir tanggal 13 Juni
2015, menyimpulkan secara umum guru terkendala dalam
pemahaman konsep karya ilmiah. Guru merasa kesulitan
ketika sudah masuk pada sistematika baku dan metodologi
penelitian.
Membuat karya ilmiah harus didukung dengan
pemahaman yang cukup. Peneliti yang kurang memiliki
pemahaman tentang konsep ilmiah, akan mengalamai
kendala. Hal itu juga dirasakan Bapak Rahman Haryanto,
Pengembangan Profesi guru
146
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
yang mengatakan:“Secara prinsip kami belum memahami konsep karya ilmiah, ilmu dalam membuat PTK masih sedikit, cara pembuatan belum paham dan jelas, pendidikan dan latihan PTK belum pernah mengikuti. Ilmu dalam pembuatan artikel ilmiah belum memadai, cara pembuatan belum ada bayangan, pendidikan dan latihan belum pernah mengikuti.”
Pengumpulan data terkait pemahaman konsep karya
ilmiah juga didapat dari Bapak Sutadi, yang menyatakan:
“Kami belum memahami konsep karya ilmiah. Konsep penulisan, metode yang benar seperti apa kami belum memahami dengana baik. Keadaan yang kami alami, kurangnya bimbingan pembuatan PTK, tidak ada bimbingan cara penulisan yang diadakan pemerintah secara gratis.”
Guru selain mendidik siswa juga harus
mengembangkan kompetensinya dalam bentuk karya
ilmiah. Pendapat lain disampaikan Agus Susilo guru
SMK Muhammadiyah Ponten Imam Syuhada, yang
berpendapat:
“Selama ini pemahaman konsep karya ilmiah kami masih mengambang, belum jelas secara menyeluruh sehingga kami kesulitan ketika mau menindaklanjuti pemikiran kami tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang tertulis. Ketika ada tuntutan kepada kami untuk membuat penelitian/karya ilmiah dan ada ruang untuk itu kami akan senang sekali.”
Keterangan lain didapatkan dari Ibu Dra. Endang
P sebagai guru Bimbingan Konseling (BK) SMK
Muhammadiyah Kartasura, yang menyatakan:
147
“Sebenarnya secara prinsip kami memahami apa dan bagaimana artikel ilmiah ataupun Penelitian Tindakan Kelas (PTK), namun kami merasa susah dalam pengaplikasiannya/menyusun dalam bentuk karya ilmiah. Saya sebenarnya berusaha mengatasi kendala dalam membuat artikel ilmiah dengan membuat kelompok studi bersama guru.”
Senada dengan pendapat Ibu Dra. Endang, Ibu Ike
Lambangsari guru di SMA Muhammadiyah 4 Kartasura
mengatakan:
“Sebagai guru swasta tidak ada ruang untuk membuat penelitian atau karya ilmiah, seandainya membuat karya hanya digunakan untuk pribadi, tidak ada kenaikan pangkat seperti guru PNS. Saya membuat karya ilmiah saat PLPG. belum pernah membuat artikel ilmiah dan tidak ada motivasi dalam membuat artikel ilmiah.”
Pernyataan lain disampaikan Bapak Agus Susilo
sebagai Guru Agama di SMK Muhammadiyah Pontren
Imam Syuhada terkait model pengembangan profesi
guru berkelanjutan berbasis kontruktivis kolaboratif
untuk meningkatkan soft skills-transferable skills dalam
penulisan artikel ilmiah bagi guru di sekolah menengah
Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo. Bapak Agus Susilo
mengatakan:“Saya baru saja mendapatkan sertifikasi yaitu tahun 2014, membuat penelitian ketika skripsi S-1 dan latihan membuat penelitian ketika mengikuti PLPG. Hambatan untuk membuat penelitian/artikel ilmiah karena saya banyak mengikuti kegiatan sosial, pengurus masjid, karangtaruna sehingga tidak ada waktu. Selain itu penguasaan IT yang tidak mahir sehingga menyulitkan dalam pembuatan
Pengembangan Profesi guru
148
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
penelitian. Ilmu membuat PTK masih sedikit, sehingga kami mau memulai melaksanakan tidak bisa. Saya belum pernah membuat artikel ilmiah dan prosedurnya juga belum tahu. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel ilmiah kalau pas ada kesempatan saya
mengikuti seminar/workshop.”
Berdasarkan hasil wawancara dan isian angket
para guru yang bersertifikasi di SMA/SMK/MA
Muhammadiyah, dapat diperoleh gambaran bahwa secara
umum guru belum sepenuhnya memiliki pemahaman
konsep karya ilmiah. Pengalaman guru membuat karya
ilmiah, sebagian besar dilakukan pada saat Pendidikan
Latihan Profesi Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai
konsep karya ilmiah secara umum terkendala pada
sistematika baku penelitian.
Pemahaman guru-guru bersertifikasi pendidik
mengenai konsep karya ilmiah dapat ditunjukkan dalam
gambar histogram sebagai berikut.
Histogram 9. Pemahaman Guru Bersertifikasi Terhadap Karya Ilmiah
149
Berdasarkan gambar histogram di atas dapat
dijelaskan bahwa pemahaman guru terhadap karya llmiah
secara umum masih kurang. Pengalaman guru membuat
karya ilmiah, sebagian besar dilakukan pada saat
Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Pemahaman
guru mengenai konsep karya ilmiah secara umum
terkendala pada sistematika baku penelitian dan juga
faktor internal dari guru sendiri yakni minat, motivasi,
malas, kesibukan guru dan faktor lainnya.
Kondisi tersebut di atas sejalan dengan hasil
penelitian Bambang Sumardjoko (2012) bahwa kendala
guru untuk menulis karya tulis ilmiah adalah sebagai
berikut. (1) Minat membaca rendah. Sebagian besar
masyarakat Indonesia termasuk para gurunya memiliki
minat baca yang rendah. Rendahnya minat baca tersebut
menutup wawasan, pengertian, pemahaman, semangat
dan motivasi dalam memandang suatu permasalahan
yang dapat diangkat sebagai bahan dalam penulisan karya
tulis ilmiah. (2) Guru kurang informasi mengenai kegiatan
pengembangan terbaru. Guru mendapat informasi yang
setengah-setengah sehingga lebih mempercayai isu
yang berkembang. Salah satu isu yang beredar ialah isu
mengenai pembuatan karya tulis ilmiah yang sangat berat
namun tidak dinilai dengan layak. (3) Salah Persepsi. Guru
yang kurang informasi akan karya tulis ilmiah menjadikan
guru salah persepsi mengenai menulis karya tulis ilmiah.
Guru menganggap menulis merupakan hal yang sulit
Pengembangan Profesi guru
150
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
untuk dilakukan. Paradigma tersebut memunculkan
keengganan guru untuk menulis karena merasa hal
tersebut tidak begitu berguna untuk mereka. Guru
menganggap peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah
tidak berakibat langsung pada profesinya, sehingga para
guru tidak melaksanakan kewajiban menulis karya tulis
ilmiah dengan sungguh-sungguh.
Selain itu penyebab rendahnya pemahaman terhadap
karya ilmiah adalah faktor internal dari guru itu sendiri.
Faktor internal itu adalah pengaruh yang datang dari
dalam diri seseorang. Motivasi rendah merupakan salah
satu faktor penghambat internal yang antara lain terdiri
dari sikap para guru yang belum memiliki kebiasaan
membaca buku, belum memiliki kemampuan berbahasa
yang baik dan belum adanya motivasi untuk menulis.
Faktor malas mencoba, minat dan motivasi menulis dapat
dilihat dari mau tidaknya mencoba menulis. Malas untuk
mencoba merupakan salah satu faktor yang menghambat
guru untuk mulai menulis.
Kondisi tersebut di atas sangat memprihatinkan
karena PLPG sebagai usaha meningkatkan profesionalisme
guru mengandung pengertian kegiatan dan atau usaha
meningkatkan kompetensi guru kearah yang lebih baik dari
berbagai aspek demi terselenggaranya pelayanan kegiatan
atau pekerjaan profesi guru. Profesionalisme memberikan
kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang
memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik
151
mungkin dan memaksimalkan kompetensi.
Pemerintah senantiasa mencari jalan untuk
mendapatkan guru yang berkualitas tinggi dan profesional.
Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan tugas profesionalisme guru antara lain
melalui sertifikasi guru. Dengan adanya sertifikasi guru
diharapkan kinerja guru terus meningkat.
Guru merupakan profesi yang artinya suatu jabatan
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru. Unsur terpenting dalam profesi guru adalah
penguasaan sejumlah kompetensi sebagai ketrampilan
atau keahlian khusus yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien
(Moh Uzer Usman dalam Danim, 2010: 56).
Guru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.
Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah
pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan
pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,
profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a
systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik
yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota
beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar
Pengembangan Profesi guru
152
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode
etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi
yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi
secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan
finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan
guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima
karakteristik tersebut.
Karena tuntutan kualitas pekerjaan guru sebagai
profesi maka Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
(2005) memberikan alternatif Program Pengembangan
Profesionalisme Guru, antara lain adalah membaca dan
menulis jurnal atau karya ilmiah. Sebagaimana diketahui
bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara
berkesinambungan diproduksi oleh individual pengarang,
lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.
Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut tersebar
dan dapat ditemui di berbagai pusat sumber belajar
(perpustakaan, internet, dan sebagainya). Walaupun
artikel dalam jurnal cenderung singkat, tetapi dapat
mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru
dan pandangan untuk menuju kepada perencanaan dan
penelitian baru.
Dengan membaca dan memahami isi jurnal atau
makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan guru
dapat mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya
153
dengan meningkatnya pengetahuan seiring dengan
bertambahnya pengalaman, guru diharapkan dapat
membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/
media belajar yang dapat memberikan kontribusi dalam
melaksanakan tugasnya.
Realitasnya, berdasarkan hasil wawancara dan
analisis dokumen dapat dijelaskan bahwa pemahaman
guru-guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo
terhadap karya Ilmiah masih perlu ditingkatkan, karena
55% guru menyatakan kurang paham dan 30% tidak
paham. Pada umumnya guru sekedar mengetahui bahwa
karya tulis wajib dibuat agar mendapat angka kredit
sebagai syarat untuk kenaikan pangkat dan golongan. Hal
ini merupakan indikasi bahwa guru kurang mengetahui
kebijakan baru mengenai PKB.
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran,
kemampuan guru dalam menulis sangat dibutuhkan
sebagai wahana untuk menyampaikan materi. Guru
dapat menyampaikan banyak hal dalam bentuk tulisan
sehingga anak didik dapat belajar secara mandiri. Menulis
karya tulis ilmiah merupakan sarana bagi guru untuk
menuliskan gagasan yang ada dalam pikirannya, tulisan
yang dihasilkan merupakan wujud intelektual diri.
Menurut Mohammad Saroni (2012: 25) semakin banyak
karya tulis yang dihasilkan, semakin bagus isi tulisan
dan hal tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat
intelektual seorang guru.
Pengembangan Profesi guru
154
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Rendahnya pemahaman guru SMA/MA/
SMK Muhammadiyah terhadap karya ilmiah dapat
diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, pada aspek
substansi dan metodologi. Kedua, aspek psikologis, yakni
minat, motivasi, rasa malas dan lainnya. Para guru SMA/
MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo kurang memahami
substansi dan sistematika sebuah karya ilmiah. Hal
terungkap dari pernyataan beberapa informan sebagai
berikut.“Kami belum memahami konsep karya ilmiah. Konsep penulisan, metode yang benar seperti apa kami belum memahami dengana baik. Keadaan yang kami alami, kurangnya bimbingan pembuatan PTK, tidak ada bimbingan cara penulisan yang diadakan pemerintah secara gratis.”
“Kesulitan dalam membuat PTK secara umum ada pada pengembangan konsep penelitiannya. Mulai dari menentukan judul yang pas, rumusan masalah, dan teori yang digunakan. Lantas metodenya bagaimana, itu juga jadi hambatan. Seandainya tidak ada yang membimbing,
pasti saya kesulitan.Secara prinsip kami belum memahami konsep karya ilmiah, ilmu dalam membuat PTK masih sedikit, cara pembuatan belum paham dan jelas, pendidikan dan latihan PTK belum pernah mengikuti. Ilmu dalam pembuatan artikel ilmiah belum memadai, cara pembuatan belum ada bayangan, pendidikan dan latihan belum pernah mengikuti.Sebagai guru swasta tidak ada ruang untuk membuat penelitian atau karya ilmiah, seandainya membuat karya hanya digunakan untuk pribadi, tidak ada kenaikan
155
pangkat seperti guru PNS. Saya membuat karya ilmiah saat PLPG. belum pernah membuat artikel ilmiah dan tidak ada
motivasi dalam membuat artikel ilmiah.”
Tugas guru adalah menyampaikan ilmu. Ilmu yang
disampaikan oleh guru akan lebih bermanfaat apabila
penyampaiannya juga dilakukan melaui karya tulis ilmiah
karena tidak hanya dapat dinikmati oleh anak didiknya,
namun juga oleh masyarakat luas. Guru juga dapat
mengangkat permasalahan pembelajaran dalam praktik
pendidikan serta mencari solusi untuk memecahkannya
melalui karya tulis ilmiah. Permasalahan dan solusi yang
dituangkan guru dalam karya tulis ilmiah tersebut dapat
lebih dipertanggungjawabkan oleh guru karena guru
sendiri yang mengalami persoalan tersebut.
Menulis karya tulis ilmiah merupakan sarana melatih
berpikir logis, sistematis, argumentatif, penggunaan
bahasa dan lain sebagainya. Semua kemampuan yang
mendukung dalam kegiatan menulis karya tulis ilmiah
tersebut sangat mendukung profesi guru, baik dalam
proses belajar mengajar maupun dalam berdiskusi dan
memecahkan suatu masalah. Menulis karya tulis ilmiah
selain sebagai upaya untuk mengembangkan profesi guru
juga sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
guru melalui sistem pemberian angka kredit sesuai
dengan jenis karya tulis ilmiah yang ditulis oleh guru.
Karena itulah guru yang telah memiliki sertifikasi pendidik
diwajibkan melaksanakan PKB, salah satu kompnenannya
Pengembangan Profesi guru
156
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
adalah menulis karya ilmiah. Realitasnya, masih banyak
guru PNS dan guru bersertifikasi di beberapa daerah,
seperti di Gemolong, Sragen yang belum melaksanakan
pengembangan profesi mengikuti kegiatan pengembangan
diri, melaksanakan penelitian tindakan, menulis karya
tulis ilmiah, dan membuat karya inovatif (Murni, 2015).
Seorang profesional adalah orang yang senantiasa terbuka
dan tanggap terhadap berbagai perubahan tertutama
yang berkaitan dengan bidang profesinya. Agar selalu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut
maka salah satu tuntutan profesionalisme guru adalah
pengembangan profesionalisme berkelanjutan.
Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian
Murni dan Bambang Sumardjoko (2015) bahwa: (1)
belum ada perubahan yang signifikan kinerja guru
setelah sertifikasi, (2) upaya pengembangan keprofesian
berkelanjutan dalam pengembangan diri, penulisan
karya tulis ilmiah, dan pembuatan karya inovatif belum
maksimal, (3) permasalahan yang dihadapi guru dalam
pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dominan
adalah undangan pada jam efektif, bertepatan dengan
kegiatan di sekolah, kurang memahami pentingnya
penelitian, kurang menguasai materi dan teknik penulisan,
dan belum ada sosialisasi/pelatihan/pendampingan
dalam penyusunan PTK.
Pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan
bentuk akuntabilitas moral, sebagaimana dikemukakan
157
Payong (2011) bahwa sebagai profesional guru memiliki:
(1) komitmen moral untuk melayani kepentingan
siswa melalui refleksi terus menerus terhadap praktik
profesionalnya sehingga dapat diketahui manakah yang
terbaik yang dapat diberikan kepada siswa, (2) kewajiban
profesional untuk meninjau secara berkala efektifitas dari
praktik pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu
pembelajaran, manajemen dan pedagogi, (3) kewajiban
profesional untuk mengembangkan secara terus menerus
pengetahuan-pengetahuan praktis baik melalui refleksi
pribadi maupun melalui interaksi dengan teman-teman
sejawat.
Menulis karya tulis ilmiah merupakan sarana melatih
berpikir logis, sistematis, argumentatif, penggunaan
bahasa dan lain sebagainya. Semua kemampuan yang
mendukung dalam kegiatan menulis karya tulis ilmiah
sangat mendukung profesi guru, baik dalam proses belajar
mengajar maupun dalam berdiskusi dan memecahkan
suatu masalah. Menulis karya tulis ilmiah selain sebagai
upaya untuk mengembangkan profesi guru juga sebagai
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui
sistem pemberian angka kredit sesuai dengan jenis karya
tulis ilmiah yang ditulisnya.
Rendahnya pemahaman dan kemampuan guru-guru
dalam menulis karya ilmiah ini disebabkan karena budaya
menulis karya tulis ilmiah di kalangan guru masih rendah.
Hal ini juga ditemukan di lingkungan guru-guru SMA/
Pengembangan Profesi guru
158
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo, dari pernyataan
informan sebagai berikut.“Saya baru saja mendapatkan sertifikasi yaitu tahun 2014, membuat penelitian ketika skripsi S-1 dan latihan membuat penelitian ketika mengikuti PLPG. Hambatan untuk membuat penelitian/artikel ilmiah karena saya banyak mengikuti kegiatan sosial, pengurus masjid, karangtaruna sehingga tidak ada waktu. Selain itu penguasaan IT yang tidak mahir sehingga menyulitkan dalam pembuatan penelitian. Ilmu membuat PTK masih sedikit sehingga kami mau memulai melaksanakan tidak bisa. Saya belum pernah membuat artikel ilmiah dan prosedurnya juga belum tahu. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel ilmiah kalau pas ada kesempatan saya mengikuti seminar/
workshop.”
Hasil penelitian ini sangat memprihatinkan
karena program peningkatan profesionalisme guru
melalui PLPG kurang berdampak secara signifikan
terhadap peningkatan konpetensi guru. Seharusnya
pasca sertifikasi, guru harus menindak lanjuti dengan
kegiatan pengembangan profesionalisme guru secara
berkelanjutan. Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Sukamto dkk (2010), tentang Pengembangan
Profesi Guru secara Berkesinambungan sebagai Strategi
Nasional Pendukung Sertifikasi Guru yang menyatakan
hal-hal sebagai berikut. Hasil penelitian mengungkapkan
tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok
guru yang sudah lolos sertifikasi dengan kelompok guru
yang baru akan diusulkan untuk kuota 2010, baik dalam
159
hal persepsi terhadap sertifikasi, sikap mereka tentang
implementasi kebijakan sertifikasi, dan evaluasi mereka
tentang dampak sertifikasi untuk peningkatan kualitas
pembelajaran. Bahkan guru dan organisasi keguruan
saat ini masih sangat mementingkan sertifikasi sebagai
program peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan
dengan peningkatan kualitas profesional mereka sebagai
guru. Meskipun secara kuantitatif ada perbedaan rerata
antar kelompok guru atau ditinjau dari daerah penugasan,
namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.
Berdasarkan Pedoman Kegiatan Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya
kegiatan PKB yang telah dilaksanakan oleh guru wajib
disajikan dalam bentuk tertulis berupa karya tulis ilmiah.
Karya tulis ilmiah tersebut dinilai berdasarkan kriteria
umum dalam penulisan karya publikasi ilmiah. Selain itu
dalam karya tulis tersebut harus memenuhi persyaratan
“APIK” (2010:9).
Penulisan karya ilmiah dalam rangka pengembangan
profesionalisme guru memiliki signifikansi dalam
kerangka sebagai berikut. (1) Menyuarakan pengetahuan
atau pengalaman atau knowledge telling mode. (2)
Mentransformasikan pengetahuan atau knowledge
transformational. (3) Melakukan retorika keilmuan atau
rhetorical mode of knowledge, dimana pengetahuan
dan pengalaman merupakan representasi dari
produksi ekspresi akademik yang berkaitan dengan
Pengembangan Profesi guru
160
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
teks dan substansi temuan atau hasil kerja ilmiah. (4)
Memecahkan masalah yang relevan dengan bidang
pengetahuan dan keilmuan yang menjadi fokus utama
kegiatan penelitian atau kajian. (5) Sebagai bentuk
ekspresi emosional peneliti atas fokus permasalahan yang
dihadapi. (6) Sebagai latihan dan proses kognitif seorang
pengembang atau ilmuan. (7) Menstimulasi diskusi
(stimulated-recall discussion) sesama pakar sebidang
atau antar bidang dalam kerangka pengembangan ilmu,
pengetahuan, dan teknologi yang relevan. (8) Mengkreasi,
mendesiminasikan, dan mengaplikasikan pengetahuan
baru (creation, dissemination, and application of new
knowledge), dimana hal itu sangat mendasar terhadap
proses terbentuknya masyarakat update informasi
(Sudarwan, 2010: 20)
Hasil penelitian di atas menguatkan pernyataan Dr.
Sugijanto, Kepala Pusat Perbukuan Depdiknas dalam
Nugroho (2010) bahwa guru yang bisa menulis tidak lebih
dari 1%. Indikatornya adalah peserta yang mengikuti
lomba menulis buku di Pusat Perbukuan pada tahun 2009
hanya 818 peserta, padahal jumlah guru di Indonesia
berjumlah kurang lebih 2,7 juta guru. Pemerintah dalam
hal ini sudah berusaha memotivasi guru untuk menulis
melalui pemberian angka kredit sebagai syarat kenaikan
pangkat/ golongan, namun ternyata hal tersebut tidak
cukup memotivasi guru untuk menulis. Hal tersebut
juga dapat dilihat dari banyaknya guru yang kenaikan
161
pangkatnya terhenti pada pangkat pembina dan
golongan IV/a. Menurut data Dirjen PMPTK Departemen
Pendidikan Nasional tahun 2009, jumlah guru yang berada
di golongan IV/a sebanyak 569.611 guru, sedangkan yang
berada di golongan IV/b ke atas jumlahnya tidak lebih dari
1000 guru. Gambaran ini menunjukkan bahwa terlihat
perbedaan yang mencolok antara jumlah guru golongan
IV/a dan IV/b ke atas.
Hasil penelitian juga sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan pada guru-guru peserta Diklat Tindak
Lanjut Hasil Uji Kompetensi In Service Training 2 dari
tiga lokasi kegiatan Diklat, yaitu Serang, Pandeglang, dan
Lebak. Dari hasil analisis data diperoleh fakta sebagai
berikut. (1) Gagasan penulisan karya tulis yang dihasilkan
masih sangat umum dan belum spesifik mengenai kejadian
nyata pada saat guru melaksanakan pembelajaran di
kelas, (2) Judul yang dicantumkan oleh penulis belum
sesuai dengan isi karya tulis yang dibuat sehingga judul
tidak mencerminkan isinya, (3) Guru belum mampu
merumuskan masalah sesuai dengan judul dan isi karya
tulis yang dicantumkan, (4) Pada bab yang menyatakan
hasil, kajian fakta atau pembahasan sangat minim sekali
data atau paparan hasil yang disajikan, bahkan tidak ada
sama sekali hasil bahasan yang dikaji sehingga tidak jelas
apa yang ingin diceritakan penulis pada karya tulisnya,
(5) Kurangnya pustaka/literatur yang dimiliki atau dibaca
guru tentang model/metode pembelajaran sehingga judul
Pengembangan Profesi guru
162
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
atau bahasan yang disajikan peserta berkisar pada satu
model/metode pembelajaran tertentu saja, yang berbeda
hanyalah fokus materi pelajarannya, (6) Lampiran yang
dicantumkan sangat minim atau tidak ada sama sekali
sehingga akurasi bukti hasil karya tulis kurang dapat
dipertanggung-jawabkan, (7) Anatomi penulisan belum
mengikuti kaidah-kaidah penulisan karya tulis yang
ditetapkan.
Dari berbagai penjelasan di atas maka dapat
dinyatakan bahwa rendahnya hasil karya ilmiah guru-guru
SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut.
1) Kurangnya pemahaman dan kemampuan guru
dalam membuat karya ilmiah yang meliputi
pengetahuan tentang konsep karya ilmiah,
substansi dan sistematikanya. Kondisi ini
membuat tidak ada motivasi menulis karya
ilmiah.
2) Belum berkembangnya budaya menulis di sekolah.
Umumnya majalah atau jurnal sekolah tidak
berkembang disebabkan karena kurangnya artikel
yang masuk dari warga sekolah. Petunjuk lainnya
yang mengisyaratkan tidak adanya budaya
menulis di sekolah dapat dilihat dari kondisi
perpustakaan sekolah sebagai penopang utama
kegiatan menulis yang sangat tidak memadai,
bahkan banyak di antaranya yang terkesan
163
keberadaannya sekedar formalitas belaka.
3) Kegiatan seminar dan workshop yang sering
diikuti guru adalah pengembangan pembelajaran
yang inovatif dan Penelitian Tindakan Kelas.
Dalam kegiatan ini para guru biasanya hanya
menjadi peserta pasif, yakni datang, duduk,
dengar, lihat, dapat sertifikat, dan pulang. Dengan
demikian kegiatan workshop tidak berdampak
bagi peningkatan pemahaman dan pengetahuan
guru.
4) Kurangnya budaya membaca di kalangan guru.
Kegiatan membaca dapat dikatakan sebagai
faktor kunci dalam menulis. Dengan banyaknya
seseorang menguasai informasi maka ada
kecenderungan semakin mudah pula ia dalam
menulis. Pengetahuan sebagai hasil membaca
dalam hal ini tidak hanya berguna sebagai
pendukung atau penolak ide atau gagasan, tetapi
juga berguna sebagai bahan inspirasi dalam
menemukan masalah. Makin sering seseorang
membaca maka akan semakin banyak pula
perbendaharaan masalah yang dimiliki. Dengan
terinventarisasinya banyak masalah maka si
penulis akan lebih mudah memilih masalah
yang sesuai dengan kepentingan dan kondisi
penulis. Kegiatan membaca tidak hanya berguna
untuk penguasaan informasi dan sarana untuk
Pengembangan Profesi guru
164
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
menemukan masalah tetapi dapat juga dijadikan
sarana pembelajaran dari berbagai model dan
gaya bahasa penulis melalui bahan yang dibaca.
5) Kurangnya latihan menulis di lingkungan guru
SMA/MA/SMK. Makin banyak guru berlatih
akan semakin baik. Kegiatan menulis merupakan
proses belajar yang tidak pernah tamat. Melihat
dari kondisi sekolah yang belum berhasil
menjadikan menulis sebagai suatu budaya
maka tentu akan mempengaruhi frekuensi guru
dalam menulis. Rendahnya frekuensi menulis
bagaimanapun sama artinya dengan rendahnya
frekuensi latihan menulis. Kondisi ini jelas tidak
menguntungkan dan akan membuat guru semakin
jauh dari penguasaan keterampilan menulis.
6) Kesulitan disebabkan karena kerancuan dalam
berpikir. Faktor ini sering terjadi sehingga tulisan
kelihatan kacau dan tidak jelas alur logika yang
digunakan. Pesan ilmiah yang ingin disampaikan
menjadi kabur dan tidak sistematis sehingga
sangat sulit dipahami. Benang merah mulai
dari permasalahan sampai kepada penarikan
kesimpulan tidak nyambung.
7) Kesulitan disebabkan karena kerancuan dalam
berbahasa. Kerancuan berbahasa terjadi karena
penulis tidak merasa penting pada aspek bahasa
dalam sebuah tulisan. Padahal tanpa adanya
165
kemampuan berbahasa maka kegiatan berpikir
secara sistematik dan teratur tidak dapat
dilakukan. Bahkan lebih ekstrem lagi dinyatakan
bahwa keunikan manusia bukan terletak pada
kemampuan berpikirnya, melainkan terletak
pada kemampuannya berbahasa.
8) Kurangnya kesadasaran dari para guru terhadap
Permen PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009
yang mengatur Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Selain dari unsur utama dari
kegiatan mengajar, guru juga harus memenuhi
unsur pengembangan profesi melalui publikasi
kegiatan ilmiah atau karya inovatif. Penerapan
peraturan kenaikan pangkat guru tersebut di atas
berlaku periode Oktober 2013. Guru yang akan
naik pangkat harus mengumpulkan angka kredit
dari publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai
berikut. Untuk naik pangkat dari III/b ke III/c 4
poin, III/c ke III/d 6 poin, III/d ke IV/a sebanyak
8 poin. Sementara itu, guru yang naik pangkat
dari IV/a ke IV/b harus mengumpulkan angka
kredit 10 poin.
9) Adanya keterbatasan waktu. Guru yang sudah
sertifikasi wajib mengajar selama 24 jam
perminggu. Sementara membuat karya tulis hasil
penelitian, semisal penelitian tindakan kelas
(PTK) membutuhkan waktu yang cukup.
Pengembangan Profesi guru
166
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
10) Belum adanya kerjasama antara pengembang
penyelenggara PLPG dengan Yayasan
Muhammadiyah untuk memberikan
pendampingan terhadap guru pascasertifikasi
dalam Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan
khususnya dalam pembuatan karya ilmiah.
Kebutuhan Terhadap Pengembangan Keprofesionalan Guru Berkelanjutan
Berdasarkan hasil analisis dokumen dan wawancara
secara mendalam terhadap guru-guru SMA/MA/SMK
Muhammadiyah Sukoharjo dapat dijelaskan bahwa
para guru pascasertifikasi umumnya sudah berusaha
mengembangkan keprofesionalannya, dengan berbagai
cara sebagaimana sebagai berikut.
1) Mengikuti seminar terkait materi yang bermanfaat
bagi bahan pelajaran di sekolah. Mengikuti
seminar merupakan salah satu cara guru untuk
mengembangkan kompetensi paedagogik dan
keprofesionalan.
2) Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan
MGMP merupakan salah satu cara guru untuk
mengembangkan kompetensi paedagogik,
keprofesionalan, kepribadian, dan sosial.
3) Diskusi dengan rekan bidang studi di sekolah
167
masing-masing. Diskusi dengan rekan sejawat di
sekolah merupakan salah satu cara guru untuk
mengembangkan kompetensi sosial, kepribadian,
dan paedagogik.
4) Mengikuti workshop yang diselenggarakan
perguruan tinggi atau kantor dinas pendidikan.
Mengikuti workshop merupakan salah satu
cara guru untuk mengembangkan kompetensi
paedagogik dan keprofesionalan.
5) Membaca buku-buku pelajaran dalam upaya
menambah wawasan mengenai peristiwa-
peristiwa up to date. Membaca buku-buku
merupakan salah satu cara guru untuk
mengembangkan kompetensi paedagogik dan
keprofesionalan.
6) Memanfaatkan internet sebagai salah satu sumber
informasi. Internet dimanfaatkan guna mencari
materi ataupun video-video. Memanfaatkan
internet merupakan salah satu cara bagi guru
untuk mengembangkan kompetensi paedagogik
dan keprofesionalan.
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa para guru secara
individual telah mengembangkan profesionalismenya.
Model pengembangan ini disebut sebagai “Individual
Guided Staff Development” (Pengembangan Guru yang
Dipadu secara Individual). Para guru dapat menilai
kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta
Pengembangan Profesi guru
168
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat
menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari
kebutuhan mereka.
Pengembangan profesionalisme secara mandiri yang
telah dilakukan guru-guru Muhammadiyah Sukoharjo
sudah sesuai dengan panduan kegiatan PKB. Kegiatan
PKB untuk pengembangan diri dilakukan di dalam sekolah
secara mandiri dan dikelompokkan menjadi tiga, yakni:
(1) dilakukan guru secara mandiri, (2) dilakukan oleh guru
bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah, dan
(3) dilakukan melalui jaringan.
Pengembangan PKB secara mandiri yang dilakukan
guru dengan kegiatan sebagai berikut.
1) Mengembangkan kurikulum yang mencakup
topik-topik aktual/ terkini yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
2) Merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
dengan menggunakan metode pembelajaran yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
3) Mengevaluasi, menilai, dan menganalis hasil
belajar peserta didik yang dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik secara nyata.
4) Menganalisis dan mengembangkan model
pembelajaran berdasarkan umpan balik yang
diperoleh dari peserta didik.
5) Melakukan refleksi terhadap kegiatan
169
pembelajaran yang dilakukan sehari-hari sebagai
bahan untuk pengembangan pembelajaran.
6) Mengkaji artikel dan/ atau buku yang
berkaitan dengan bidang dan profesi untuk
membantu pengembangan pembelajaran.
7) Melakukan penelitian mandiri (Penelitian
Tindakan Kelas) dan menuliskan menjadi bahan
publikasi ilmiah.
8) Lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan
keprofesian guru.
Pengembangan PKB dilakukan oleh guru bekerja
sama dengan guru lain dalam satu sekolah, meliputi
kegiatan sebagai berikut.
1) Mengobservasi kegiatan pembelajaran sesama
guru dan memberikan saran untuk perbaikan
pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi, investigasi, dan
membahas permasalahan yang dihadapi di kelas/
sekolah.
3) Menulis modul, buku panduan peserta didik,
lembar kerja peserta didik, dsb.
4) Membaca dan mengkaji artikel dan/ atau buku
yang berkaitan dengan bidang dan profesi untuk
membantu pengembangan pembelajaran.
5) Mengembangkan kurikulum dan persiapan
mengajar dengan memanfaatkan TIK.
6) Melaksanakan pembimbingan pada program
Pengembangan Profesi guru
170
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
induksi bagi guru pemula.
7) Melakukan penelitian bersama dan menuliskan
hasil penelitian tersebut.
8) Lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan
keprofesian guru.
Pengembangan PKB dilakukan oleh guru melalui
jaringan sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah
ini dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok kerja/
musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/
kota tertentu, antar provinsi, bahkan dimungkinkan
melalui jaringan kerjasama sekolah antar negara serta
kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung
maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan PKB
melalui jaringan ini kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut. (1) Kegiatan KKG/ MGMP/ MGBK,
(2) Pelatihan/ seminar/ lokakarya, (3) Kunjungan ke
sekolah lain, dunia usaha dan industri, dan sebagainya.
(4) Mengundang narasumber dari sekolah lain, komite
sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi,
atau dari instansi/ institusi yang relevan.
Kendala yang Dihadapi Guru dalam Menulis Karya Ilmiah
Berdasarkan hasil wawancara, pencatatan arsip, dan
observasi yang dilakukan terdapat beberapa permasalahan
muncul terkait pengembangan keprofesionalan guru
171
berkelanjutan. Permasalahan tersebut terbagi menjadi
sebagai berikut.
Kendala Umum1) Terkendala waktu. Aktivitas padat di sekolah
dalam pembelajaran dan penyiapan perangkat
bersifat administratif rupanya cukup menyita
waktu guru. Terlebih bagi guru yang juga memiliki
kesibukan lain di masyarakat atau keluarga. Hal
ini tentu saja menjadi kendala tersendiri bagi
guru dalam mengembangkan kompetensi.
2) Terkendala dana. Dana yang terbatas menjadi
persoalan klasik yang dialami guru dalam
mengembangkan kompetensi.
3) Terkendala usia. Usia guru yang sudah tua cukup
menjadi kendala dalam pengembangan
kompetensi. Usia tua yang dialami juga
menyebabkan kondisi fisik lemah sehingga
aktivitasnya menjadi terbatas.
4) Terkendala sarana prasarana sekolah. Sekolah
Menengah Muhammadiyah setaraf SMA/MA/
SMK di Sukoharjo sebagian masih memiliki sarana
yang terbatas. Hal itu tentu saja menjadi kendala
tersendiri bagi pengembangan kompetensi guru.
5) Terkendala motivasi. Motivasi guru menjadi peran
penting dalam pengembangan kompetensi.
Realitasnya terdapat kendala terkait motivasi
Pengembangan Profesi guru
172
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
seperti akan pensiun, usia tua, status guru swasta
hingga tidak mengejar keduniawian.
6) Terkendala kebijakan Pimpinan. Kebijakan bagi
guru tetap yayasan yang tidak terlalu menempatkan
penelitian sebagai syarat kenaikan pangkat secara
tidak langsung menjadi kendala tersendiri bagi
aktivitas pengembangan kompetensi bagi guru
bersertifikasi.
7) Terkendala akses jaringan internet. Internet
sebagai salah satu sarana, dianggap penting di era
globalisasi. Realitasnya bagi guru yang berada di
pedesaan, jaringan internet yang lambat menjadi
kendala sendiri dalam menghimpun sebaga
informasi.
Kebutuhan Guru Dalam PKBBerbagai kendala di atas bisa menjadi acuan dalam
menentukan langkah-langkah guna pengembangan
keprofesionalan guru berkelanjutan. Langkah-langkah
yang bisa dilakukan secara umum adalah sebagai berikut.
1) Adanya langkah dari pemangku kebijakan untuk
menyederhanakan segala hal terkait aktivitas
administratif pembelajaran atau pun evaluasi di
sekolah.
2) Adanya dukungan dana dari Majelis Dikdasmen
dan dari pihak sponsor lain dalam hal membuka
jalan bagi aktivitas guru. Majelis Dikdasmen tidak
173
hanya buttom up namun up to down.
3) Adanya perubahan kebijakan dari pimpinan
Majelis Dikdasmen agar syarat kenaikan pangkat
lebih selektif sehingga menyangkut ranah
paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.
4) Adanya dukungan akses jaringan internet.
5) Adanya dukungan dari lembaga perguruan tinggi
dalam penyelenggaraan workshop/ seminar/
lokakarya/ dan kegiatan lainnya.
6) Adanya dukungan beasiswa untuk studi lanjut.
Kendala Guru dalam Membuat Karya IlmiahBerdasarkan hasil wawancara, pencatatan arsip, dan
observasi yang dilakukan terdapat beberapa permasalahan
muncul terkait pengembangan keprofesionalan guru
berkelanjutan, khususnya dalam penulisan karya ilmiah.
Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Terkendala pengalaman ketika kuliah. Rupanya
ada diantara guru yang ketika kuliah tidak
mengalami membuat skripsi (jalur tanpa skripsi).
Hal ini membuat pengalaman guru dalam
penelitian menjadi minim.
2) Terkendala lemahnya pemahaman dan
pengetahuan tentang penelitian. Hal ini
merupakan faktor terbesar lemahnya kegiatan
penelitian yang dilakukan guru.
Pengembangan Profesi guru
174
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
3) Terkendala dukungan dari pembimbing. Para
guru sebenarnya ingin melakukan penelitian
apabila ada pihak yang membimbing hingga
tuntas dari awal membuat proposal sampai akhir
laporan.
4) Terkendala waktu.
Aktivitas padat di sekolah dalam pembelajaran
dan penyiapan perangkat yang bersifat
administratif rupanya cukup menyita waktu guru.
Terlebih bagi guru yang juga memiliki kesibukan
lain di masyarakat atau keluarga. Hal ini tentu
saja menjadi kendala tersendiri bagi guru dalam
mengembangkan melakukan penelitian.
5) Terkendala dana.
Dana yang terbatas menjadi persoalan klasik yang
dialami guru dalam penelitian.
6) Terkendala usia.
Usia guru yang sudah tua cukup menjadi kendala
dalam pengembangan kompetensi. Usia tua
yang dialami juga menyebabkan kondisi fisik
yang lemah sehingga aktivitas menjadi terbatas.
7) Terkendala sarana prasarana sekolah.
Sekolah menengah Muhammadiyah setaraf SMA/
MA/SMK di Sukoharjo, sebagian masih memiliki
sarana terbatas. Hal itu tentu saja menjadi kendala
tersendiri bagi pengembangan kompetensi guru.
8) Terkendala motivasi.
175
Motivasi guru menjadi peran penting dalam
pengembangan kompetensi. Realitasnya terdapat
kendala terkait motivasi seperti akan pensiun, usia
tua, status guru swasta, hingga tidak mengejar
keduniawian.
9) Terkendala kebijakan pemimpin.
Kebijakan bagi guru tetap yayasan yang tidak
terlalu menempatkan penelitian sebagai syarat
kenaikan pangkat, secara tidak langsung menjadi
kendala tersendiri bagi aktivitas pengembangan
kompetensi bagi guru bersertifikasi.
10) Terkendala akses jaringan internet.
Internet sebagai salah satu sarana, dianggap
penting di era globalisasi. Realitasnya bagi guru
yang berada di pedesaan, jaringan internet
yang lambat menjadi kendala sendiri dalam
menghimpun sebaga informasi.
Kebutuhan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah
Berbagai kendala di atas bisa menjadi acuan dalam
menentukan langkah-langkah guna pengembangan
keprofesionalan guru berkelanjutan di bidang pem-buatan
karya ilmiah. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah
sebagai berikut.
1) Guru memerlukan bantuan pihak-pihak dalam
Pengembangan Profesi guru
176
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
memberikan pemahaman, pengetahuan, dan
praktik tentang karya ilmiah. Bantuan ini bisa
berupa seminar, wokshop, dan kegiatan sejenis.
2) Guru membutuhkan bimbingan dalam membuat
karya ilmiah. Bimbingan bisa dilakukan dalam
kelompok-kelompok kecil.
3) Guru membutuhkan pelatihan yang intensif. Guru
merasa perlu dibimbing dan diberikan arahan
mulai dari awal membuat proposal hingga akhir
laporan.
4) Guru berharap peran kerjasama MGMP dengan
perguruan tinggi dalam hal pengembangan
potensi pembuatan karya ilmiah.
5) Guru memerlukan bantuan dana.
6) Dirasakan perlu dukungan dari pemangku
kebijakan untuk memodifikasi peraturan
kenaikan pangkat agar lebih memperhatikan
karya ilmiah yang dibuat guru.
178
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Seseorang yang mempunyai soft skill bagus adalah orang yang dapat
berdaya di kemudian hari karena dapat mengelola kehidupan pribadi, baik secara internal ke dalam dirinya
maupun secara eksternal dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
179
BAB 6PENGEMBANGAN MODEL PROFESI GURU
BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF
DASAR PENGEMBANGAN MODEL
Analisis SWOT sebagai dasar Pengembangan Model
1) Kekuatan (Strength)
a) Adanya dasar hukum terhadap PKB yang
akan dikembangkan.
b) Adanya kemauan guru dalam mengembangkan
profesionalime melalui tiga jalur yakni: (1)
dilakukan guru secara mandiri, (2) dilakukan
oleh guru bekerja sama dengan guru lain
dalam satu sekolah, dan (3) dilakukan melalui
jaringan.
c) Adanya minat dan keinginan guru untuk
180
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
meningkatkan kemampuan menulis karya
ilmiah.
d) Adanya dukungan kepala sekolah, seperti:
memberikan dukungan kepada guru apabila
ingin mengikuti seminar dan workshop,
memfasilitasi kegiatan diskusi dengan
rekan bidang studi di sekolah masing-
masing, memberikan perhatian secukupnya
terhadap kegiatan MGMP, memotivasi
guru bersertifikasi yang sudah berusia
tua agar tetap produktif, mendukung
guru dalam menyelenggarakan kegiatan
sosial pada acara hari besar keagamaan,
memberikan pengawasan terhadap aktivitas
guru di sekolah, mendukung guru yang
ingin melakukan penelitian dalam bentuk:
dukungan dari Yayasan Muhammadiyah,
dari pengembang Muhammadiyah sebagai
pelaksana PLPG, dari Stakeholder terhadap
PKB, dan adanya kesempatan mencari
kerjasama dengan yayasan sejenis dalam
PKB.
2) Kelemahan (Weakness)
a) Tidak ada dukungan dana dari yayasan
untuk PKB.
b) Tidak ada dukungan dana dari sekolah
untuk PKB.
181
c) Kurangnya sarana dan prasarana sekolah
dalam mendukung PKB.
d) Kurangnya minat guru dalam mengurus
persyaratan kepangkatan.
e) SDM masih lemah dalam IT.
f) Kurangnya pemahaman dan kemampuan
SDM untuk membuat karya ilmiah
sebagai syarat kenaikan pangkat
3) Peluang (Oportunity)
a) Terbuka kesempatan menjalin kerjasama
dengan pengembang untuk PKB
b) Adanya kesempatan mencari dana
kompetetif dalam rangka PKB
c) Peluang mengembangkan model PKB
yang bersifat bottom up sesuai dengan
kebutuhan guru.
d) Terbuka kesempatan kerjasama dengan
yayasan sejenis dalam PKB.
4) Ancaman (Threat)
a) Rendahnya PKB akan mempengaruhi
proses pembelajaran di sekolah.
b) Kurang kepercayaan stakeholder terhadap
kualitas pendidikan di Muhammadiyah.
c) Persaingan dengan lembaga pendidikan
sejenis.
d) Pengembangan karir dan jabatan akan
stagnan.
Pengembangan moDel Profesi guru
182
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
5) Strategi
a) Meningkatkan sarana prasarana sekolah
berbasis IT.
b) Meningkatkan kualitas guru melalui
pelatihan dan pendampingan sebagai
bentuk PKB.
c) Meningkatkan perbaikan kualitas
pembelajaran melalui PTK dan
pembuatan karya ilmiah.
d) Meningkatkan budaya membaca dan
menulis melalui budaya sekolah.
e) Menjalan kerjasama dengan pengembang
dalam upaya PKB.
Berdasarkan analisis SWOT tersebut di atas maka
perlu dikembangkan Model PKB secara terpadu, yakni
dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah,
Pengembang Muhammadiyah, dan Stakeholder yang
mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB.
Dari hasil analisis penelitian pendahuluan ditemukan
komponen yang paling lemah, yakni pemahaman dan
kemampuan guru dalam membuat karya ilmiah. Karena
itu dikembangan model pengembangan profesi guru
berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif untuk
meningkatkan soft skills transferable skills dalam
penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru di sekolah
menengah Muhammadiyah.
183
Undang UndangTerdapat 16 Undang-undang dan peraturan yang
melandasi perlunya PKB bagi guru, yaitu sebagai berikut.
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai-mana telah dua
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008.
3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000
tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan
Pegawai Negeri Sipil.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru.
Pengembangan moDel Profesi guru
184
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
9) Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999
tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai
Negeri Sipil.
10) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya.
11) Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional
dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14
Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan
Angka Kreditnya.
12) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Kepala Sekolah.
13) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
14) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan
Kompetensi Konselor.
15) Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63
Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan.
16) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35
Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
185
Selanjutnya, untuk jenis-jenis kegiatan dalam
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan meliputi
hal-hal sebagai berikut. (1) Pengembangan diri, yang
meliputi: diklat fungsional, seperti kursus, pelatihan,
penataran, dan bentuk diklat lain. (2) Mengikuti lokakarya
atau kegiatan kelompok musyawarah kerja guru atau in
house training untuk kegiatan pengembangan keprofesian
guru, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta
pada seminar, koloqium, diskusi panel atau bentuk
pertemuan ilmiah lainnya. (3) Mengikuti kegiatan kolektif
lain yang sesuai tugas dan kewajiban guru terkait dengan
pengembangan keprofesiannya.
Prinsip-prinsip Pembinaan dan Pengembangan
Profesi Guru Berkelanjutan.
1) Diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa.
2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3) Diselenggarakan sebagai suatu proses
pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang
hayat.
4) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan
kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
Pengembangan moDel Profesi guru
186
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Dasar Teoritik Pengembangan ModelGuru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.
Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah
pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan
pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang
diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,
profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a
systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik
yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota
beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar
kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode
etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.
Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi
yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi
secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan
finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan
guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima
karakteristik tersebut.
Pengembangan profesional guru dapat dilakukan
selama dalam pendidikan prajabatan maupun setelah
bertugas (dalam jabatan), yaitu dengan (1) pengembangan
profesional selama pendidikan prajabatan dan (2)
187
pengembangan profesional selama dalam jabatan. Prinsip-
prinsip Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Berkelanjutan. (1) Diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan; (2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan
yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. (3)
Diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan guru
yang berlangsung sepanjang hayat. (4) Diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan
dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses
pembelajaran.
Dari hasil analisis SWOT hasil penelitian pendahuluan
ditemukan komponen yang paling lemah, yakni
pemahaman dan kemampuan guru dalam membuat karya
ilmiah. Karena itu dikembangan model pengembangan
profesi guru berkelanjutan berbasis konstruktivis
kolaboratif untuk meningkatkan soft skills transferable
skills dalam penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru di
sekolah menengah Muhammadiyah.
Pengembangan model didasari teori belajar
konstruktivisme. Pada dasarnya dapat dijadikan
sebagai salah satu model pendekatan pembelajaran.
Konstruktivisme dilakukan dalam rangka mengembangkan
kemampuan kognitif dan menumbuhkembangkan
daya pikir guru (cognitive development and brain
growth). Konstruktivisme merupakan pendekatan
untuk pembelajaran yang menekankan bahwa individu
akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
Pengembangan moDel Profesi guru
188
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman (Santrock
(2007: 389). Segala sesuatu yang dilalui dalam kehidupan
guru selama ini sebenarnya merupakan kumpulan
pengalaman. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus
memberikan ruang bagi guru untuk aktif dan menjadi
pusat kegiatan pembelajaran.
Menurut Agus Suprijono (2009:39) bahwa
kontruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses
operatif. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan
menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang
dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar
operatif tidak hanya menekankan pada pengetahuan
struktural (pengetahuan tentang “apa”), namun juga
pengetahuan struktural (pengetahuan tentang “mengapa”)
serta pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang
“bagaimana”). Belajar figurative adalah pembelajaran
memperoleh pengetahuan dan penambahan pengetahuan.
Konstruktivisme menekankan pada belajar operatif dan
autentik, konstruktivisme juga memberikan kerangka
pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar
kolaboratif dan kooperatif.
Mengkolaborasikan adalah mengerjakan sesuatu
dengan pihak lain. Dalam pembelajaran kolaboratif
peserta didik belajar berpasangan atau membentuk
kelompok kecil dalam mencapai tujuan. Mereka
membentuk kelompok belajar. Setiap kelompok memiliki
struktur yang khusus dan mendapatkan tugas yang sama
189
dari guru. Masing-masing kelompok saling membantu
dan memiliki tanggung jawab yang sama. Pembelajaran
kolaboratif dirancang untuk melaksanakan belajar
tuntas. Pembelajaran tidak akan berhasil jika masing-
masing siswa tidak memahami tujuan atau kompetensi
pembelajaran. Dalam mencapai tujuan, peserta didik
melakukan konsultasi atau sharing dengan guru (Barkley,
2007: 5).
Pembelajaran kolaboratif dilaksanakan dengan
tiga prinsip, yaitu (1) kemampuan bekerjasama dalam
berfikir, bertindak, dan merespon. (2) Suasana kelas
selalu didorong untuk saling mengikat. (3) Tiap individu
bertanggungjawab secara pribadi maupun sosial.
Pembelajaran kolaboratif didefinisikan kegiatan belajar
dalam kelompok tidak selalu dimonitor oleh guru tetapi
guru lebih berperan dan bertanggung jawab sebagai anggota
selama proses mencari pengetahuan. Model pembelajaran
kolaboratif memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai
berikut. (1) subjek belajar mendapatkan prestasi lebih
tinggi. Teori-teori pembelajaran terdahulu kebanyakan
menekankan pada intelektual individu. Pembelajaran
kolaboratif menekankan pada intelektual sosial, yaitu
proses manusia berinteraksi dengan lingkungan serta
bersosialisasi. Interaksi sosial memberikan nilai lebih
pada perkembangan kognitif. (2) Pemahaman yang lebih
mendalam. Ketika siswa bekerjasama dalam belajar maka
mereka akan lebih lama bertahan dalam mencurahkan ide
Pengembangan moDel Profesi guru
190
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
serta motivasi. Kolaboratif memungkinkan antar anggota
dalam kelompok saling mendengarkan dan mendapatkan
banyak pendapat dari sudut pandang berbeda-beda.
Hal itu akan merangsang pemahaman siswa yang lebih
mendalam. (3) Peserta akan merasakan belajar yang
menyenangkan. Belajar akan lebih menyenangkan bila
dilakukan secara bersama-sama dan saling melengkapi
gagasan.
Soft skill hanya dapat dinterpretasikan secara
kualitatif melalui observasi perilaku manusia. Data hasil
pengukuran soft skill berupa dampak yang positif atau
negatif dalam interaksi manusia. Soft skill dibutuhkan
terutama dalam menghadapi stressor (tekanan yang dapat
menyebabkan stres). Seseorang yang mempunyai soft skill
bagus adalah orang yang dapat berdaya di kemudian hari
karena dapat mengelola kehidupan pribadi, baik secara
internal ke dalam dirinya maupun secara eksternal dalam
menjalin hubungan dengan orang lain.
Soft skill dapat membangun kepribadian guru yang
lebih mantap. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
dosen yang efektif ditemukan gejala umum bahwa
dosen yang disukai oleh mahasiswanya adalah dosen
yang mempunyai kepribadian positif. Hasil penelitian
Gordon (1999) menemukan delapan dari 18 pernyataan
kompetensi mengajar efektif dan mempunyai hubungan
signifikan dan positif adalah tipe kepribadian. Data
mengindikasikan bahwa 42.25% variasi kompetensi dapat
191
diprediksi dari tipe kepribadian.
Berdasarkan analisis SWOT dan kerangka teoritik
maka dikembangkan Model PKB secara terpadu, yakni
dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah,
pengembang Muhammadiyah, dan Stakeholder yang
mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB,
yakni model Pengembangan Profesionalisme Guru
Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif untuk
meningkatkan soft skills transfereble skills guru dalam
penulisan artikel ilmiah
Komponen-komponen penting pendukung
penyusunan model Pengembangan Profesionalisme
Guru Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif
untuk meningkatkan soft skills transfereble skills guru
dalam penulisan artikel ilmiah adalah (1) Partisipasi
seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder),
(2) Majelis Dikdasmen Muhammadiyah yang merupakan
komponen kunci menentukan pelaksanaan model, (3)
Sekolah merupakan komponen utama dalam pelaksanan
model karena sekolah yang menyediakan sarana dan
prasarana bagi guru dalam meningkatkan kemampuan
menulis karya ilmiah, (4) Guru merupakan komponen
kunci terlaksananya model karena guru dalam hal ini
sebagai subyek pengembangan, (5) pengembang dalam
hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah
Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.
Pengembangan moDel Profesi guru
192
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
BAGAN PENGEMBANGAN MODEL
VALIDASI MODEL MELALUI FGD
Hasil dari validator dapat disimpulkan sebagai berikut:
(a) Komponen yang ada dalam model cukup lengkap, dan
menunjukan sinergi yang kompak; (b) Model berdasarkan
kebutuhan praktis guru, UU sebagai pijakan dan kerangka
193
teori yang tepat. (c) model sudah menunjukkan kegiatan
apa yang akan dilaksanakan dan tindak lanjut setelah
kegiatan dilaksanakan, (d) Model sudah memiliki urutan
yang cukup baik dan cukup mudah untuk dimengerti; (e)
Mekanisme kegiatan mudah diterapkan dari perencanaan,
pelaksanaan, pendampingan dan tindak lanjut. (f) Tingkat
urgensi dari masing-masing komponen model dinilai.
IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN PROFESI
GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF
Pelatihan Model Pada Guru-Guru1) Perencanaan:
Pelaksanaan pelatihan model di Kantor Cabang
Muhammadiyah Kartasura, hari Senin 9 Mei
2016, pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Tutor atau
pendamping Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd.,
dengan materi “Penulisan Karya Ilmiah”. Prof. Dr.
Sariyatun, M.Pd., M.Hum, dengan materi “Cara
Mudah Membuat Artikel Penelitian” dan Sunardi,
M.Pd., dengan tema “Pengalaman Menulis Artikel”.
Kegiatan dibagi menjadi dua tahap: (1) Pukul
08.00-12.00 pemberian materi pelatihan (2) Pukul
13.30-16.00 pendampingan pembuatan karya Ilmiah
bagi peserta yang sudah memiliki draf artikel, dan
pembentukan kelompok guru secara konstruktif
kolaboratif menulis artikel ilmiah.
Peserta yang diundang adalah guru perwakilan
Pengembangan moDel Profesi guru
194
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
dari sekolah SMK/ SMA/ MA Muhammadiyah di
wilayah Sukoharjo dan mereka adalah guru yang
sudah bersertifikasi berjumlah 28 Orang.
Pada tahap awal peserta dibagi dalam delapan
dengan anggota dua atau tiga orang. Setiap
kelompok lantas dipandu oleh tim pendamping dari
pengembang. Setiap kelompok mencari permasalahan
sebanyak-banyaknya, bisa dari ruang lingkup sekolah
atau masyarakat sekitar. Permasalahan tersebut
kemudian didiskusikan oleh kelompok masing-
masing bersama tim pendamping, untuk menjadi
tema artikel ilmiah. Masing masing kelompok
melakukan presentasi tentang judul, fokus masalah,
dan latar belakang masalah. Kelompok lainnya dan
tim pendamping mengkritisi dan memberi saran
perbaikan. Pembagian kelompok dan tema artikel
penelitian dapat dilihat pada table 5.4 di bawah.
Komentar peserta terhadap pelaksanaan diklat,
secara umum merasa senang dengan diadakan
acara ini, karena menambah pengalaman dalam hal
penulisan karya ilmiah. Guru merasa termotivasi saat
mendengarkan pemaparan dari pembicara, sehingga
memiliki gambaran terkait langkah-langkah dalam
penulisan karya ilmiah. Guru juga merasa terbantu
dengan kelompok-kelopmok yang dibentuk, sehingga
bisa saling bertukar informasi dalam mencari
permasalahan yang akan ditulis di artikel ilmiah.
195
Tabel 5.4 Pembagian Kelompok Pelatihan Penulisan Ilmiah Kelompok Nama Guru Tema untuk Artikel Ilmiah
Kelompok 1
Drs. Bambang Sahana, M.Pd.Drs. H. Sumarno, M.Si.Sri Suharjo, S.Pd.
Pembentukan karakter pada guru melalui program Morning Spiritual Gathering
Kelompok
2
Eko Suryanto, S. Pd.Drs. WiyonoAgus Setiyono, S.Pd.
Penanaman karakter pada siswa melalui kegiaatan Hizbul Wathan
Kelompok 3
Ahmad Sigit Riswanto, S.Pd.Lukman Hakim, S.Pd.Muhammad Amin, S.Pd.
Peningkatan keaktifan siswa di dalam kelas menggunakan salah satu strategi pembelajaran aktif
Kelompok 4
Dachlan Moersid, S.Pd., M.Pd.Sugiyatno, S.Pd.Sundari, S.Pd.
Pemanfaatan internet sebagai sumber dan media belajar siswa
Kelompok 5
Dra. WidarsiIke Lambangsari, M.Pd.Muhtar Irsyad, S.Pd.
Penanaman karakter kedisplinan melalui kegiatan Patroli Keamanan Sekolah
Kelompok 6
Eny Jufriyah S, SE, M.Si.Nur Indah Istiqomah, S.Pd.Agus Susilo, S.Pd.I.
Faktor penyebab dan dampak membolos pada siswa
Kelompok 7
Boyem, S.Pd.Dra Endang PDra. Diyah Herawati
Peningkatan prestasi belajar siswa melalui salah satu strategi pembelajaran
Kelompok 8
Muryani, S.Pd.Sri Martini, S.Pd.
Pemanfaatan perpustakaan sekolah dalam menumbuhkan karakter gemar membaca pada siswa
Sebagaimana dikemukakan Drs. Bambang
Sahana, M.Pd., yang merupakan guru dari SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo mengatakan:
“Kegiatan pelatihan ini sangat bagus, karena memberikan informasi kepada guru terkait penulisan karya ilmiah. Sebenarnya guru memiliki keinginan membuat karya ilmiah, tapi bingung harus memulai dari
Pengembangan moDel Profesi guru
196
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
mana. Dengan pemaparan dari materi dari penceramah, setidaknya ada banyangan dalam membuat artikel ilmiah. Kelompok yang dibuat juga sangat baik, karena guru bisa saling bertukar pikiran. Terlebih ada bimbingan dari pemateri, sehingga semakin jelas.”
Kegiatan pelatihan yang memberikan manfaat juga
diutarakan oleh Eko Suryanto, S.Pd., yang merupakan
guru dari SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo. bimbingan
dari pemateri membuka cakrawala baru bagi guru,
khususnya terkait pedoman dalam membuat artikel
ilmiah. Eko Suryanto, S.Pd., mengatakan “Sangat bagus
sekali kegiatan seperti ini. Guru jadi tidak sungkan dalam
bertanya, karena semua sama-sama belajar.” Senada
dengan Eko Suryanto, S.Pd., yang merasa kegiatan
workshop sangat bermanfaat, Ike Lambangsari, M.Pd.,
mengatakan “Guru yang ada dalam satu kelompok bisa
saling bertukar pikiran. Apalagi dibantu oleh pemateri
yang memberikan bimbingan, tentu saja menjadi lebih
termotivasi dan bermanfaat”.
Berdasarkan komentar dari beberapa peserta
,tersirat bahwa kegiatan pelatihan ini memiliki kontribusi
positif bagi guru dalam merespon minat untuk membuat
artikel ilmiah. Guru juga lebih termotivasi karena
dengan berkolaborasi dengan guru lain lebih mudah
megindentifikasi masalah dan merealisasikan dalam
bentuk artikel ilmiah.
197
Uji Implementasi Model Sebulan sesudah pelatihan setelah Tim peneliti
menindak lanjuti kesiapan kelompok yang telah terbentuk
dari pelatihan dalam hal penulisan artikel ilmiah.
Dari delapan kelompok yang terbentuk pada saat uji
implementasi model, hanya dua kelompok yang sudah
menampakan hasil.
Kelompok 1 dari SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo
mengambil tema tentang “Pembentukan Karakter pada
Guru melalui Program Morning Spiritual Gathering,
sedangkan kelompok 2 kelompok 2 berasal dari
SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo mengambil tema
“Penanaman Karakter pada Siswa melalui Kegiaatan
Hizbul Wathan.”
1) Implementasi Model pada Kelompok SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo
a) Proses Pendampingan
Kelompok satu beranggotakan Drs. Bambang
Sahana, M.Pd.; Drs. H. Sumarno, M.Si.; dan Sri
Suharjo, S.Pd. Ketiga guru tersebut memiliki
latar belakang dispilin ilmu yang berbeda.
Drs. Bambang Sahana, M.Pd., merupakan
guru bidang studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Drs. H. Sumarno, M.Si.,
merupakan guru bidang studi kewirausahaan.
Sri Suharjo, S.Pd., merupakan guru bidang
Pengembangan moDel Profesi guru
198
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
studi pendidikan sejarah. Dengan latar disiplin
ilmu yang berbeda, sempat muncul kesulitan
untuk memfokuskan permasalahan yang
akan dikaji. Namun ketiganya sepakat untuk
mengkaji mengenai pembentukan karakter
pada guru, yang dianggap lebih mudah untuk
diteliti, karena tidak terlalu berpengaruh pada
latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.
Tim pengembang mendampingi kelompok
1 di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo.
Pendampingan pertama dilakukan pada Kamis
14 Juli 2016, bertempat di ruang tamu SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Diskusi dilakukan
mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Agenda
diskusi pertama ini menentukan kepastian tema
yang kelak akan menjadi fokus artikel ilmiah.
Menariknya dalam diskusi tersebut, guru justru
memunculkan beberapa tema baru. Guru
akhirnya sepakat untuk tetap menggunakan
tema lama yang telah muncul saat pelatihan
pertama, namun dengan permasalahan yang
lebih fokus. Tema yang disepakati kelompok
satu akhirnya ditetapkan dengan judul
“Implementasi Program Morning Spiritual
Gathering dalam Upaya Membentuk Karakter
Religius pada Guru di SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo.”
199
Pemilihan judul program Morning Spiritual
Gathering yang dikaitkan dengan karakter
religius sebagai tema artikel ilmiah dengan
beberapa alasan. Menurut Drs. Bambang Sahana,
M.Pd., “Program Morning Spiritual Gathering
adalah program khas yang ada di sekolah
kami. Tema ini menarik untuk dikaji secara
ilmiah, sehingga bisa memberikan kontribusi
positif bagi sekolah lain yang membacanya.”
Program Morning Spiritual Gathering atau
yang disingkat MSG, memiliki peran positif
dalam membentuk karakter religius pada guru.
Sebagaimana diungkapkan Sri Suharjo, S.Pd.,
mengatakan, “Program MSG memiliki peran
untuk membentuk karakter religuis pada guru,
apabila dilaksanakan dengan optimal.” Dalam
program MSG karakter yang paling menonjol
adalah religius, hal itu diutarakan Drs. H.
Sumarno, M.Si yang mengatakan “Program
MSG, karakter yang paling menonjol adalah
religius. Dengan demikian tepat jika kegiatan
MSG dikaitkan dengan pembentukan karakter
religius pada guru, untuk dikaji secara ilmiah.”
Pendampingan kedua, berlanjut pada
Selasa 2 Agustus 2016, di ruang tamu SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Agenda diskusi
kali ini terkait landasan teori dan metode
Pengembangan moDel Profesi guru
200
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
penelitian yang akan digunakan dalam
pembuatan artikel ilmiah. Pada pendampingan
kedua ini, guru mulai mengalami kesulitan.
Pemahaman guru mengenai teori atau metode
penelitian, rupanya menjadi kendala untuk
menulis artikel ilmiah. Drs. Bambang Sahana,
M.Pd., mengatakan “Landasan teori dan metode
penelitian untuk membuat kajian ilmiah,
menjadi kendala bagi guru-guru.” Senada
dengan Drs. Bambang Sahana, M.Pd, kendala
terkait landasan teori dan metode ilmiah juga
dialami Sri Suharjo, S.Pd., yang mengatakan,
“Kami perlu bimbingan lebih intens terutama
pada metode penelitian memang menjadi
kendala kami.”
Tim pengembang memberikan bimbingan
kepada kelompok 1 terkait landasan teori dan
metode yang akan digunakan dalam pembuatan
karya ilmiah “Implementasi Program
Morning Spiritual Gathering dalam Upaya
Membentuk Karakter Religius pada Guru di
SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo.” Guru
diberikan beberapa sumber referensi terkait
teori mengenai karakter, pendidikan karakter,
karakter religius, penelitian kualitatif, serta
beberapa hasil jurnal penelitian yang dianggap
sesuai dengan tema tersebut. Tim peneliti juga
201
memberikan bimbingan metode yang akan
digunakan pada penulisan artikel ilmiah ini.
Agenda berikutnya adalah pengumpulan
data terkait implementasi program Morning
Spiritual Gathering dalam upaya membentuk
karakter religius pada guru di SMK
Muhammadiyah 1 Sukoharjo sebagai tema
artikel ilmiah. Pengumpulan data ini dilakukan
sendiri oleh kelompok 1, tanpa bimbingan tim
dari pengembang. Ketidak-hadiran tim dari
pengembang dalam pengumpulan data dengan
tujuan agar tercipta suasana yang natural
dari subjek penelitian. Kehadiran tim dari
pengembang dikhawatirkan akan menimbulkan
kesan ‘berlebih’ sehingga aktivitas pengumpulan
data menjadi tidak alamiah. Pengumpulan data
oleh kelompok 1 dilakukan pada hari Rabu 3
Agustus hingga Jumat 5 Agustus 2016. Data
yang diperoleh mengenai pelaksanaan program
Morning Spiritual Gathering dalam upaya
membentuk karakter religius pada guru di
SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Data juga
dilengkapi dengan foto observasi serta arsip
dari subjek penelitian.
Pada Sabtu 6 Agustus 2016 kelompok 1
mulai merumuskan hasil pengumpulan data
dalam naskah artikel ilmiah. Pada kegiatan ini,
Pengembangan moDel Profesi guru
202
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
tim pengembang tidak mendampingi dengan
tujuan agar mereka memiliki percaya diri dan
berdiskusi secara bebas dalam menyusun
artikel ilmiah.
Tim pengembang kembali mendampingi
kelompok 1 pada Senin 8 Agustus 2016.
Agenda kali ini adalah evaluasi artikel ilmiah
yang dibuat oleh kelompok 1. Tempat diskusi
masih di ruang tamu SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo, karena tempat ini dianggap nyaman
dan jauh dari aktivitas pembelajaran siswa. Tim
pengembang melihat jika artikel ilmiah yang
dibuat kelompok satu sudah cukup baik, meski
terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan
muncul terkait format tata tulis serta cakupan
isi hasil penelitian. Dalam pembuatan naskah
artikel ilmiah ini, anggota kelompok 1 memang
dihadapkan pada format tata tulis yang
belum dikuasai Drs. Bambang Sahana, M.Pd.,
mengatakan:
“Format tata tulisnya mungkin kami belum faham, sehingga kami buat dahulu sebisanya lantas dikonsultasikan dengan tim. Hasil penelitian yang didapat juga mungkin perlu disempurnakan, disesuaikan dengan alur pikir dalam kajian ilmiah.”
203
Setelah melakukan diskusi dan evaluasi dengan
tim pengembang, akhirnya draft artikel ilmiah yang
dibuat kelompok 1 dianggap layak untuk dikirimkan ke
jurnal ilmiah. Berikut ini ringkasan aktivitas kelompok 1
dalam pembuatan artikel ilmiah yang dipandu oleh tim
pengembang dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.
OBSERVASI DAN REFLEKSI IMPLEMENTASI
MODEL PADA KELOMPOK GURU SMK 1 DAN SMK
MUHAMMADIyAH 2 SUKOHARjO
Berdasarkan hasil observasi dan pendampingan
pembuatan artikel ilmiah selama tiga bulan, dapat
dikemukakan temuan penelitian sebagai berikut.
1) Guru-guru secara kolaboratif sudah mampu
menentukan tema dan fokus masalah, karena
pada awal pelatihan sudah diidentifikasi.
2) Kemampuan kelompok guru dalam membuat
laporan penelitian sehingga hasil penelitian masih
berupa kumpulan data- data yang diperoleh dari
hasil wancara observasi dan analisis dokumen.
3) Kemampuan kelompok guru masih kurang dalam
mengkontruksi teori untuk dan menyusun metode
penelitian.
4) Keberhasilan penyususnan artikel Ilmiah
kelompok tergantung dari satu orang guru yang
jadi pioneer menyelesaiakn penyusunan artikel
Pengembangan moDel Profesi guru
204
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
ilmiah.
5) Peran tim pengembang masih cukup tinggi, sejak
mulai penentuan tema dan judul sampai dengan
pembuatan artikel ilmiah.
6) Peran Dikdasmen Muhammadiyah dan sekolah
dalam menyediakan sarana prasarana dan fasilitas
sangat mendukung keberhasilan penyusunan
artikel Ilmiah.
EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MODEL
DALAM KELOMPOK TERBATAS
Keefektivan model dinilai kesesuaian sasaran,
ketercapaian target yang ditetapkan yakni perbandingan
sebelum dan sesudah dilakukan treatment/ implementasi
model. Dari hasil implementasi model dapat dikemukakan
temuan penelitian sebagai berikut.
a. Model efektif dalam meningkatkan kemampuan
guru yang secara konstruktif dan kolabotif
mengidentifikasi masalah dan merumuskan tema
penelitian.
b. Model efektif meningkatkan kemampuan
kelompok guru (konstruktif dan kolaboratif)
dalam membuat artikel ilmiah diterbitkan dalam
jurnal nasional,
c. Model efektif dalam meningkatkan profesional
guru berkelanjutan.
205
KEUNGGULAN DAN KETERBATASAN
IMPLEMENTASI MODEL KELOMPOK TERBATAS
Keunggulan Implementasi Model 1) Model ini melibatkan berbagai pihak dalam
pelaksanaannya yakni stakeholder, Majlis
Dikdasmen Muhammadiyah, sekolah, guru dan
tim LPTK.
2) Model ini dapat diterapkan dengan strategi
buttom up atau pun up to down. Artinya model ini
diawali dari inisiatif guru, direspon dan didukung
dari pihak Majlis Dikdasmen Muhammadiyah.
3) Model ini memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi guru untuk melakukan eksplorasi dalam
pembuatan artikel ilmiah. Hal itu dikarenakan
model ini dikembangkan secara konstruktif, yakni
didasari oleh permasalahan yang ditemukan guru
sendiri.
4) Model juga memberikan kesempatan seluas-
luasnya untuk mencari permasalahan, juga
memberikan peluang guru untuk saling
bekerjasamayakni para guru akan berkolaborasi
dengan kelompok (satu sekolah sama/bidang
studi sama), untuk menghasilkan artikel ilmiah.
5) Model ini mengkombinasikan langkah konstruktif
dan kolaboratif. Dengan usaha menemukan
solusi pemecahan masalah (konstruktif) dan
Pengembangan moDel Profesi guru
206
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
secara kolaboratif menyusun artikel ilmiah,
merupakan dasar untuk mengembangkan
kemampuan menulis secara lebih mudah serta
bermakna. Melalui model ini akan menumbuhkan
kepercayaan diri dan motivasi guru untuk
menyusun artikel ilmiah yang lain.
6) Model ini juga melibatkan LPTK sebagai
pendamping. LPTK dari perguruan tinggi cukup
memiliki peran penting dalam memberikan
bimbingan guna membantu guru untuk menyusun
artikel ilmiah.
7) Model ini tidak mengganggu pekerjaan utama
guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Hal tersebut dikarenakan sekolah menjadi bagian
komponen terselenggaranya model ini, sehingga
aktivitas guru dalam menyusun artikel ilmiah akan
disesuaikan dengan aktivitas belajar mengajar.
8) Model ini memiliki tahapan-tahapan yang
cukup efektif dilakukan dalam membangkitkan
semangat guru menulis artikel ilmiah.
Keterbatasan Implementasi Model Keefektifan model ini sangat tergantung pada hal-hal
sebagai berikut.
1) Guru sebagai subjek dalam implementasi model,
karena itu motivasi dan kemauan guru sangat
menentukan efektivitas model.
207
2) Guru sudah melakukan penelitian dan
mendokumentasikan laporannya, sehingga
tinggal menindak lanjuti dengan pembuatan
artikel ilmiah.
3) Penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN
atau ISBN maupun Prosiding Nasional dan
Internasional perlu adanya kerjasama dari Majlis
Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili
oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK.
Pengembangan moDel Profesi guru
208
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Cooperative menjadi sifat mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan
pengertian tentang semangat dan menurunkan konflik sosial.
209
BAB 7MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF: SEBUAH KESIMPULAN
Model Pengembangan Keprofesian Guru Berkelanjutan (PKB) berbasis konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah merupakan rumpun the social family models. Rumpun model ini menekankan pada sifat dasar masyarakat, dan belajar tingkah laku sosial, serta interaksi sosial dalam belajar. Cooperative menjadi sifat mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan pengertian tentang semangat dan menurunkan konflik sosial. Kerjasama ini akan menghasilkan collective energy yang disebut sinergi.
Model Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif untuk Meningkatkan Soft Skills-Transferable Skills dalam Penulisan Artikel
210
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Ilmiah memiliki empat ciri khusus yang harus dipenuhi sebagai sebuah model. Pertama, ciri rasional teoritik yang logis yakni menggunakan teori belajar Konstruktivistis, Kooperatif, dan Humanistik. Kedua, tujuan dari Model Pengembangan Profesionalisme Guru Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif meningkatkan soft-skills transferable skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.
Ketiga, Tingkah laku Mengajar untuk Implementasi Model. Implementasi model membutuhkan kerjasama secara secara terpadu, yakni dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah, Pengembang dari Universitas Muhammadiyah, dan Stakeholder yang mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB. Pelaksanaan model pengembangan mengacu pada prinsip-prinsip PKB, yakni sebagai berikut. (a) Diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (b) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna; (c) Diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat; (d) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
Keempat, lingkungan belajar, model dapat terlaksana dengan syarat ada dukungan sebagai berikut. (a) Partisipasi seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder), (b) Majelis Dikdasmen Muhammadiyah yang merupakan
211
komponen kunci menentukan pelaksanaan model, (c) Sekolah merupakan komponen utama dalam pelaksanan model karena sekolah yang menyediakan sarana dan prasarana bagi guru dalam meningkatkan kemampuan menulis karya ilmiah, (d) Guru merupakan komponen kunci terlaksananya model karena guru dalam hal ini sebagai subyek pengembangan, (e) pengembang dalam hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.
Keunggulan model Pengembangan Profesionalisme Guru berbasis Kontruktif Kolaboratif dibanding dengan model yang lain adalah sebagai berikut. (1) Model ini melibatkan berbagai pihak dalam pelaksanaannya yakni stakeholder, Majlis Dikdasmen Muhammadiyah, sekolah, guru dan tim LPTK. (2) Model ini dapat diterapkan dengan strategi buttom up atau pun up to down. (3) Model ini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi guru untuk melakukan eksplorasi dalam pembuatan artikel ilmiah. (4) Model juga memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari permasalahan, juga memberikan peluang guru untuk saling bekerjasama. (5) Model ini mengkombinasikan langkah konstruktif dan kolaboratif. Melalui model ini akan menumbuhkan kepercayaan diri dan motivasi guru untuk menyusun artikel ilmiah yang lain. (6) Model ini tidak mengganggu pekerjaan utama guru dalam proses belajar mengajar di sekolah. (7) Model ini memiliki tahapan-tahapan yang cukup efektif dilakukan dalam membangkitkan semangat guru menulis
moDel Pengembangan Profesi guru
212
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
artikel ilmiah.Keefektifan model tergantung pada prasarat sebagai
berikut. (1) Guru sebagai subjek dalam implementasi model, karena itu motivasi dan kemauan guru sangat menentukan efektivitas model. (2) Guru sudah melakukan penelitian dan mendokumen-tasikan laporannya sehingga tinggal menindaklanjuti dengan pembuatan artikel ilmiah.(3) adanyakerjasama, dari Majlis Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK dalam penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN atau ISBN maupun Prosiding Nasional dan Internasional.
Berdasarkan kesimpulan di atas, pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah ini akan efektif bila didukung sebagai berikut.1. Guru, terutama motivasi dan kemauan dalam menulis
karya ilmiah. Guru merupakan komponen kunci dan subjek pokok terlaksananya model pengembangan, karena itu guru hendaknya selalu bersemangat dan lebih serius dalam mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan. Guru telah melakukan penelitian dan mendokumen-tasikan laporannya sehingga tinggal bagaimana menindaklanjuti dengan pembuatan artikel ilmiah secara konsisten dan berkelanjutan.
2. Sekolah yang merupakan komponen utama dalam pelaksanaan model hendaknya selalu menunjukkan
213
komitmennya yang tinggi dalam mewujudkan program PKB karena pihak sekolah yang bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana bagi guru dalam aktivitas menulis karya ilmiah.
3. Majlis Dikdasmen Daerah Muhammadiyah yang merupakan penentu pelaksanaan model pengembangan hendaknya secara lebih jelas dan terprogam menyusun kalender kegiatan beserta membantu menyediakan fasilitas untuk mewujudkan PKB bagi guru-guru bersertifikat pendidik di Muhammadiyah Sukoharjo.
4. Kepada seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder) hendaknya lebih meningkatkan partisipasinya dalam mewujudkan PKB bagi guru-guru bersertifikat pendidik di lingkungan perguruan Muhammadiyah Sukoharjo. Penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN atau ISBN maupun Proseding Nasional dan internasional perlu adanya kerjasama Majlis Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK.
5. LPTK dalam hal ini Tim dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta hendaknya secara terus-menerus meningkatkan peran dan komitmennya mendampingi para guru yang sudah bersertifikasi pendidik di lingkungan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo dalam mengembangkan profesinya terutama yang berkaitan
moDel Pengembangan Profesi guru
215
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: CV. Yrama Widya.
Charlotte Hua Liu and Robert Matthews. 2005. ‘Vygotsky’s philosophy: Constructivism and its criticisms examined’. International Education Journal. 6 (3): 386-399.
Elfindri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter. Jakarta: Baduose Media.
Eris Yunanto, 2007. Evaluasi Program Bimbingan Teknis Penulisan Karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru Sekolah Menengah di Propoinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang: UNNES.
Gagne, Robert M. 2005. Principles of Instructional Design (Thomson Learning, Belmont-CA, 2005, Fifth Edition).
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hidayatullah, M Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Imran, Mohammad. 2013. Kerja Keras. Dikutip dari http://.slideshare.net/ busfaaja/kerja-keras
216
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.17 wib.Jayadi. 2012. “Kompetensi Guru, Spiritual Intelligence,
Self Determination Theory dan Organization Citizenship Behavior”. Jurnal Humanitas Vol. IX No.2 Agustus 2012.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Kesuma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kompas. 2016. Orangtua Siswa Pukul Guru. Dikutip dari http://lipsus.kompas. com/topikpilihanlist/4282/1/orangtua.siswa.pukul.guru diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.01 wib.
Madjid, Abdul dan Dian, Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maksudin. 2013. Pendidikan Karakter Non-Dikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: BPMIGAS.
Miles, Mathew B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Pusat Kurikulum Kemdiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Pusat Kurikulum.
Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
Sahlberg. 2007. Secondary education in OECD countries.
217
Brazil. www.europeantraining foundation.co.Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model
Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudrajat, Akhmad. 2010. “Pengembangan Karakter”. Dikutip dari http:// alkhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-karakter/ diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.10 wib.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wibowo, Agus. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peraturan Pemerintah: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional;2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000
218
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;
9. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
11. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya;
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah;
13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
219
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor;
15. Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
220
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
INDEKS
A
Agus Suprijono 63, 188Alper Kackaya 87Anah Suhaenah 23, 25artikel ilmiah 25, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 79, 80, 98, 99, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 128, 130, 133, 136, 146, 147, 148, 155, 158, 159, 182, 187, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 210, 211, 212, 213
Atay Derin 85Audrey Seezink 86Ayhan 14
B
Bali 93Blitar 91
C
character building 20cognitive development and
brain growth 61, 187
D
Daerah Istimewa Yogyakarta 93
Deni Koswara 93Desiminasi 110, 111
E
Era Masyarakat ASEAN 13Eris Yunianto 24
G
Gambell Trevor 88Guru profesional 26, 40
I
ICT 93IhsanÜnlü’ M. Said Akar 87In-depth interview 106Individual Guided Staff
Development 168In Service Training 162INSET 85, 86I Wayan Santyasa 94
K
Karya ilmiah 76, 77, 78, 143Karya inovatif 23, 26, 156,
157, 166Karya inovatif 59Karya Inovatif 19Kemendikbud 14, 20, 23, 79Knowledge telling mode 160Knowledge transformational
160Kolaboratif 25, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 98, 99, 103, 104, 105, 106, 107, 108,
221
109, 110, 111, 128, 136, 147, 182, 187, 188, 189, 191, 193, 203, 204, 205, 206, 209, 210, 211, 212
Konstruktivis 25, 27, 29, 30, 31, 32, 98, 99, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 182, 187, 209, 212
M
Majlis Dikdasmen 28, 100, 101, 104, 105, 106, 111, 140, 142, 182, 191, 205, 207, 210, 211, 212, 213
Makasar 93MGMP 19, 22, 26, 50, 100,
129, 131, 132, 134, 139, 167, 171, 177, 180, 207, 212, 213
Models for HRD Practice 71Morning Spiritual Gathering
195, 197, 198, 199, 200, 201
Muhammadiyah 7, 8, 9, 10, 24, 26, 27, 28, 29, 32, 98, 99, 100, 101, 103, 104, 105, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 153, 154, 158, 163, 166, 167, 168, 172, 175, 180, 181, 182, 187, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204,
205, 207, 210, 211, 212, 213
P
Paul Kirschner 86Peer supervision 93Pendidikan Latihan Profesi
Guru 24, 27, 148, 149Penelitian tindakan kelas 24,
25, 32, 52, 93, 143, 166Penilaian Kinerja Guru 20PermenPANRB 79PLC 90Profesional 13, 14, 17, 26, 29,
31Profesionalisasi 18, 19, 53, 88Profesionalisme 5, 23, 24, 31,
32, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 45, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 56, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77, 79, 81, 88, 89, 90, 94, 100, 101, 133, 134, 139, 140, 142, 151, 152, 157, 159, 160, 168, 191, 210, 211
Professional Learning Community 90
Professor John Hattie 17
R
Rhetorical mode of knowledge 160
Rob Poell 86
S
Sahlberg 13sertifikasi 29, 42, 44, 45, 55,
222
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
56, 91, 92, 93, 94, 98, 99, 103, 120, 122, 123, 124, 125, 128, 132, 136, 137, 147, 151, 156, 157, 158, 159, 166
Servage Laura 90Singaraja 93SOAP 86Soft Skill 69, 70, 74, 75, 76Soft skills-transferable skills
30, 103, 107, 128, 136, 147, 209, 212
Stimulated-recall discussion 161
Sukamto 91, 159Sulistya 25Sumardjoko 24, 31, 32, 149,
157, 193SWOT 109, 179, 182, 187, 191Syaefudin Sa’ud 18, 47, 50
T
TCPD 91transfer of knowledge 20
U
Uji Kompetensi Guru 14, 15, 20
Universitas Muhammadiyah Surakarta 10, 28, 191, 203, 211, 213
University of Auckland 17
W
Wahyuni 90
223
Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd., lahir
di Klaten tahun 1962 dari pasangan H.Parno Hadisiswoyo
dan Hj. Gunarsi (almarhum). Menikah dengan Dra.
Dwi Prasetyowati dan dikarunia tiga anak, yaitu Wahyu
Kusumanto, Kusuma Wijayanto, dan Haris Kusumanto.
Pendidikan Dasar dijalani di SD Negeri Sorogaten Tulung
Klaten (1968-1973). Pendidikan Menengah di SMP
Negeri Cokro Tulung (1974-1976) dan di SMA Negeri 4
Surakarta (1977-1980). Pendidikan Tinggi, S.1 PMP-Kn
di IKIP Semarang (1980-1984), S.2 Pendidikan Sejarah di
IKIP Jakarta KPK UNS (1992-1995), dan S.3 Manajemen
Pendidikan di UNNES Semarang (2007-2010). Sehari-
hari sebagai dosen tetap dan guru besar Ilmu Pendidikan
pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
BIODATA PENULIS
224
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Muhammadiyah Surakarta (UMS). Selain aktif di
program studi PPKn (S.1) juga aktif memberi kuliah pada
program studi Magister Manajemen Pendidikan (S.2)
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aktif melakukan penelitian dan sebagian besar didanai
oleh Kantor Kemenristekdikti Republik Indonesia. Saat
ini (2017) menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UMS,
pernah menjabat Ketua Program Studi PPkn (1985-
1992), Wakil Dekan FKIP (1995-1998), Dekan FKIP
UMS (1998-2005), dan Wakil Rektor UMS (2005-2013),
Direktur LWT dan Keuangan UMS (2013-2016). Dalam
organisasi Persyarikatan, saat ini (2017) sebagai Ketua
PCM Kartasura Sukoharjo, Wakil Ketua Majlis Dikdasmen
PWM Jateng, dan Anggota Pimpinan Majlis Dikdasmen
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beberapa buku yang
pernah ditulis adalah Model Pembelajaran PKn di SMP
Berbasis Kearifan Lokal (2015), Model Penjaminan
Mutu di Perguruan Tinggi Swasta (2010), Metode
Statistik (2009), Metode Penelitian Kualitatif (2005), dan
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi (2002).