model pengembangan profesi guru berbasis …eprints.ums.ac.id/67405/2/final model...

224
MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

Upload: lambao

Post on 05-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURUBERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

2

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

3

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURUBERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

Prof. Dr. Bambang Sumardjoko

4

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-KolaboratifHak Cipta ©Bambang Sumardjoko, 2018

Editor: NgadiyoTata letak dan sampul: Na’imatur Rofiqoh Ilustrasi dalam: Gambar Google

Cetakan Pertama, Januari 2018

Redaksi & Pemasaran:DiomediaWisma ridho.Jl. Ahmad Yani Gang Manggis No.2 RT 2 RW 3.Ngadirejo Kartasura Sukoharjo 57552Telepon: 0856 4376 2005 Email: [email protected]: dio_mediaFacebook: Penerbit DiomediaTokopedia/diomedia

Bekerja sama dengan Cantrik Pustaka

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-KolaboratifPenulis: Bambang SumardjokoSukoharjo: Diomedia13,5 x 20 cm, 224 halaman ISBN: 978-602-6645-42-5

5

DAFTAR ISI

Pengantar dan Terima Kasih - 9

Bab 1: PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Kualitas Pendidikan Indonesia Terkini - 13Guru dan Penulisan Karya Ilmiah - 24Tujuan dan Manfaat Penelitian Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif - 30

Tujuan Penelitian - 30Manfaat Penelitian - 31

Manfaat Teoretis - 31Manfaat Praktis - 31

Bab 2: PROFESIONALISME GURU, PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-KOLABORATIF DAN PENTINGNYA KARYA ILMIAH BAGI GURU

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme - 35Profesionalisme Guru - 39Profesionalitas Guru Bagian dari Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi - 42 Prinsip-prinsip Profesionalitas Guru - 46Model Pengembangan Profesional Guru - 48Dasar Pengembangan KeprofesianBerkelanjutan (PKB) - 52

Pengertian PKB - 53

6

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Dasar Pengembangan PKB - 57Pendekatan Konstruktivisme-Kolaboratif untuk Meningkatkan Soft Skills-Transferable Skills Guru - 61

Pengertian Konstruktivisme - 61Konstruktivisme dalam Pembelajaran - 63Kolaboratif dalam Pembelajaran - 64Soft Skills - Transferable Skills - 70

Pengertian Soft Skills - 70Kontribusi Soft-Skills terhadap Profesionalitas Guru - 73Pentingnya Soft Skills bagi Profesi Guru - 75

Penulisan Karya Ilmiah - 77Karya Tulis Ilmiah - 77Pentingnya Penulisan Karya Tulis Ilmiah - 79Kaidah Penulisan Artikel - 81

BAB 3: PENELITIAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN GURU

Penelitian Terdahulu yang Relevan - 85Kerangka Pikir Penelitian - 95

BAB 4: METODE DAN MODEL PENELITIAN KEPROFESIAN GURU

Metode Penelitian Tahun I (Tahun 2015) - 98Penyusunan Draf Pengembangan Model - 103

Metode Penelitian Tahun I (Tahun 2016) - 104Metode Perumusan Model - 105

Pemaparan (Explanatory) - 105Focus Group Discussion (FGD) - 105Wawancara Mendalam (In-depth Interview) - 106Perumusan dan Penyusunan Model - 107Evaluasi dan Pemantauan Pelaksanaan Uji Coba Model - 108Revisi Model - 109

7

Uji Implementasi Model - 110Sosialisasi Model - 110

Metode Penelitian Tahun III (Tahun 2017) - 111Kerangka Metode Pemecahan Masalah - 112

BAB 5: PENGEMBANGAN PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIF-KOLABORATIF DI SMA/MA/SMK MUHAMMADIYAH SUKOHARJO

Deskripsi Kota Sukoharjo - 115Deskripsi Guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah - 120

Data Guru - 120Data Guru Bersertifikasi - 121Deskripsi Profil Guru Secara Keseluruhan - 122Profil Jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi - 123Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian - 124Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan - 126Profil Guru Berdasarkan Jenis Kelamin - 127

Hasil Studi Pendahuluan - 128Pengembangan Keprofesian Guru Selama Ini - 128

Perspektif Guru - 128Perspektif Kepala Sekolah - 134Perspektif Majelis Dikdasmen - 140

Pemetaan Kemampuan Guru dalam Penulisan Karya Ilmiah - 143Kendala yang Dihadapi Guru dalam Menulis Karya Ilmiah - 170

Kebutuhan Guru dalam PKB - 172Kendala Guru dalam Membuat Karya Ilmiah - 173

Kebutuhan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah - 175

8

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

BAB 6: PENGEMBANGAN MODEL PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

Dasar Pengembangan Model - 179Analisis SWOT sebagai Dasar Pengembangan Model - 179Undang-Undang - 183Dasar Teoritik Pengembangan Model - 185

Bagan Pengembangan Model - 192Validasi Model Melalui FGD - 193Implementasi Model Pengembangan Profesi Guru Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif - 193

Pelatihan Model Pada Guru-Guru - 193Uji Implementasi Model - 197

Observasi dan Refleksi Implementasi Model Pada Kelompok Guru SMK I dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo - 203Efektivitas Implementasi Model dalam Kelompok Terbatas - 204Keunggulan dan Keterbatasan Implementasi Model Kelompok Terbatas - 205

Keunggulan Implementasi Model - 205Keterbatasan Implementasi Model - 206

BAB 7: MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF: SEBUAH KESIMPULAN - 209

Daftar Pustaka - 215Indeks - 220Biodata Penulis - 223

9

PENGANTAR DAN TERIMA KASIH

Bismillahirohmanirrohim, puji dan syukur kami

panjatkan ke hadlirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya akhirnya kami dapat mengerjakan sekaligus

menyelesaikan laporan penelitian hibah pasca tentang

“Model Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan

Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif untuk Meningkatkan

Soft Skills-Transferable Skills Dalam Penulisan Artikel

Ilmiah Bagi Guru di Sekolah Menengah Muhammadiyah

Kabupaten Sukoharjo” tahun 2015-2017.

Penelitian Hibah Pasca ini dikerjakan berdasarkan

surat perjanjian pelaksanaan penelitian nomor:

135.69/A.3-III/LPPM/IV/2015 tanggal 21 April 2015.

Penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya

selain karena komitmen dan usaha yang terus-menerus

dari tim peneliti, juga karena peran serta dan sumbangsih

10

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan

ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang tinggi kepada berbagai pihak sebagai

berikut.

1. Direktur DP-2M Ditjen Dikti Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

yang telah berkenan memberikan kesempatan tim

peneliti dan menyediakan dana untuk melakukan

penelitian hibah pasca.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Surakar ta

yang telah mendorong dan turut memberikan

fasilitas peneliti untuk melakukan kegiatan

penelitian bagi para dosen.

3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakar-

ta yang telah memberikan persetujuan untuk

terlaksananya kegiatan penelitian ini.

4. Guru-guru Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan

Muhammadiyah di Daerah Sukoharjo, Kepala

MA/SMA/SMK Muhammadiyah, dan Pejabat

Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo

yang telah membantu tim peneliti mendapatkan

data secara mudah dan komprehensif.

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu, yang telah membantu, memberikan

motivasi, dan mengilhami peneliti untuk

11

menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.

Atas bimbingan dan sumbangsih yang telah diberikan,

secara lahiriyah kami tidak dapat membalasnya. Namun,

kami senantiasa berdoa semoga Allah SWT berkenan

memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada semua yang

telah berjasa pada karya ini dan atas kebaikan yang telah

diberikan.

Akhirnya, menyadari adanya berbagai kekurangan

dalam penelitian ini kami selalu membuka diri bagi

tanggapan, kritik, dan saran sebagai masukan untuk

perbaikan di masa menda tang. Semoga penelitian ini

bermanfaat adanya. Amin.

Surakarta, 10 Januari 2018

Ketua Peneliti,

Bambang Sumardjoko

12

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Guru sebagai pengajar dituntut memiliki kompetensi atau

kemampuan paedagogi sehingga guru mampu mentransformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

13

BAB 1PENGEMBANGAN PROFESI GURU

KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA TERKINI

Kualitas pendidikan di tanah air Indonesia benar-

benar dipertaruhkan pada Era Masyarakat ASEAN (Asean

Community Era). Bidang pendidikan memiliki kontribusi

besar dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia

(SDM) agar mampu berkompetisi di pasar global.

SDM yang berkualitas menjadi kebutuhan bagi bangsa

Indonesia agar mampu menjawab berbagai tantangan baik

lokal, nasional, maupun internasional. SDM berkualitas

tersebut disiapkan oleh para guru profesional dan institusi

pendidikan atau sekolah-sekolah yang berkualitas. Hal

ini selaras dengan penegasan Sahlberg (2007) yang

menyatakan bahwa ekonomi modern dengan pasar tenaga

14

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

kerja membutuhkan orang-orang dengan keterampilan

dan pengetahuan yang tidak dapat dikembangkan di

sekolah yang berkualitas rendah. Pernyataan ini diperkuat

oleh Ayhan (2011) bahwa hal yang sangat penting dalam

perekonomian Negara, yaitu menghasilkan tenaga kerja

berkualitas tinggi.

Untuk menghasilkan siswa yang berkualitas

dibutuhkan guru yang berkualitas. Namun pada

kenyataannya, di lapangan menunjukkan bahwa kualitas

guru saat ini sedang dipertanyakan. Bagaimana mungkin

akan menghasilkan lulusan yang berkualitas jika gurunya

tidak berkualitas. Pada Uji Kompetensi Guru (UKG)

tanggal 30 Juli 2012 menjadi tonggak sejarah baru bagi

guru di Indonesia. Dalam uji tersebut menunjukkan bahwa

kualitas guru di Indonesia ternyata belum tinggi, yakni

dengan rata-rata nilai 44,55. Hasil UKG tahun 2015, pada

uji kompetensi guru untuk dua bidang, yaitu kompetensi

pedagogik dan profesional hasilnya diperoleh bahwa

rata-rata nasional hasil UKG 2015 untuk kedua bidang

kompetensi itu adalah 53,02. Direktur Jenderal Guru dan

Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI, Sumarna

Surapranata mengatakan, jika dirinci lagi hasil UKG

untuk kompetensi bidang pedagogik, rata-rata nasional

hanya 48,94 yakni berada di bawah standar kompetensi

minimal (SKM), yaitu sebesar 55. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa kualitas paedagogik guru di Indonesia

masih di bawah standar.

15

Untuk memahami potret kualitas guru di Indonesia,

dapat ditunjukan beberapa fakta sebagai berikut.

(1) Kemampuan Penguasaan Bidang Kompetensi.

Kemampuan rata-rata calon guru berdasarkan kemampuan

menjawab soal uji kompetensi ketika melakukan tes

calon guru ternyata masih di bawah 50%, yaitu hanya

44%. Kemampuan terendah ada pada kompetensi fisika

dan matematika yang hanya mencapai 33% dan 46%.

Kemampuan tertinggi pada kompetensi bahasa Inggris

yang mencapai 58%. Fakta ini memperlihatkan betapa

rendahnya kompetensi para calon guru di Indonesia.

Karena itu dapat dibayangkan apa dampaknya terhadap

lulusan yang dihasilkan jika siswa dididik oleh guru yang

memiliki kompetensi kurang. (2) Kemampuan pedagogik.

Kemampuan rata-rata pedagogik berdasarkan data

uji kompetensi guru 2015 adalah 56,69%. (3) Kualitas

guru berdasarkan asal perguruan tinggi berbeda tetapi

tidak terlalu signifikan. (4) Distribusi kemampuan rata-

rata guru dari urutan terbaik, yakni Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara-Maluku-Papua.

(5) Tidak terdapat perbedaan signifikan antara hasil UKG

di Kabupaten dan Kota. (6) Hasil UKG menurun cukup

tajam sesudah usia 41 tahun. (7) Guru Non PNS sekolah

negeri mempunyai nilai UKG paling rendah. (8) Tidak ada

perbedaan signifikan antara kompetensi guru bersertifikasi

dengan kompetensi guru belum bersertifikasi. (9) Semakin

tinggi kualifikasi (tingkat pendidikan akhir guru) semakin

Pengembangan Profesi guru

16

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

baik nilai UKG.

Berdasarkan potret kondisi guru di Indonesia yang

sebagian besar berdasarkan hasil uji kompetensi Guru

2015 dapat ditarik beberapa hasil analisa sebagai berikut.

Rendahnya tingkat kompetensi calon guru berdasarkan

beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyebabnya,

di antaranya adalah (1) kualitas perguruan tinggi yang

menghasilkan guru masih perlu ditingkatkan lagi, (2)

lulusan-lulusan SMA yang mengambil pendidikan untuk

menjadi guru bukan mahasiswa terbaik, (3) lulusan-

lulusan terbaik dari perguruan tinggi di Indonesia tidak

tertarik menjadi guru.

Kemampuan pedagogik adalah salah satu kunci

keberhasilan mendidik. Guru yang memiliki kompetensi

tinggi mungkin tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa

didukung oleh kemampuan pedagogik yang memadai.

Hasil kemampuan pedagogik yang masih relatif rendah

(56,59%) menunjukkan bahwa masih perlu usaha-usaha

keras untuk meningkatkan kemampuan ini. Pengetahuan

pedagogik diperlukan di semua proses pendidikan bukan

hanya di sekolah.

Kualitas guru menjadi sangat penting karena salah

satu dari 17 sasaran SDG (Sustainable Development

Goals, 2015-2030) yang dideklarasikan oleh PBB adalah

“by 2030 all governments ensure that all learners are

taught by qualified, professionally-trained, motivated

and well-supported teachers”. Sasaran tersebut kurang

17

lebih menyatakan bahwa proses pendidikan harus

didukung oleh guru-guru yang memiliki kualifikasi,

terlatih-profesional, memiliki motivasi tinggi, serta

didukung penuh.

Menurut penelitian yang dilakukan Professor

John Hattie dari University of Auckland menunjukkan

bahwa faktor dominan penentu prestasi siswa adalah (1)

karakteristik siswa (49%), (2) guru (30%), (3) lain-lain

(21%). Beberapa penelitian juga memperlihatkan besarnya

pengaruh kemampuan guru terhadap hasil pendidikan.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pencapaian salah

satu sasaran SDG maka peningkatan kualitas guru di

Indonesia menjadi upaya strategis yang harus dilakukan

karena akan menentukan kualitas generasi penerus

bangsa Indonesia.

Guru merupakan tenaga pengajar dalam institusi

pendidikan. Guru sebagaimana ditegaskan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 butir 1 adalah

pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan

pendidikan menengah. Kedudukan guru sebagai tenaga

profesional yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi

untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai

agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu

Pengembangan Profesi guru

18

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

pendidikan nasional (UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 4).

Pendidikan dalam upaya menyiapkan SDM yang

berkualitas unggul dan berdaya saing akan selalu

menuntut guru untuk mengembangkan profesionalitasnya

melalui pendidikan dan pelatihan secara mandiri maupun

kelembagaan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005

Pasal 20 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan dan

mengembangkan kualifikasi akademik serta kompetensi

secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan

ipteks. Untuk itu pemerintah menetapkan regulasi baru

melalui Permenegpan Nomor 16 Tahun 2009 Tentang

Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya. Guru, terutama

yang telah memiliki sertifikat pendidik diwajibkan

melaksanakan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

(PKB) dengan diperhitung-kan angka kreditnya sebagai

persyaratan kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.

Pengembangan profesionalisasi guru dilakukan

berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru,

maupun individu guru sendiri. Hal ini sejalan dengan

pendapat Danim (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009) bahwa

pengembangan guru dimaksudkan untuk merangsang,

memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam

memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Meski

secara tegas dikatakan bahwa pengembangan guru

berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting namun

hal yang lebih penting dalam pengembangan profesi

19

guru adalah berdasarkan kebutuhan individu guru untuk

menjalani proses profesionalisasi. Hal ini karena substansi

kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan

berubah menurut dimensi ruang dan waktu sehingga

guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya

dengan cara PKB.

Untuk meningkatkan kinerja guru Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan telah menfasilitasinya dengan

Permendiknas Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Kreditnya, yang menyatakan bahwa, “Jika guru tidak dapat

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan padahal telah

melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian maka

beban kerjanya dikurangi...” Kegiatan PKB merupakan

sebuah keniscayaan bagi semua guru, karena bila guru

tidak dapat memenuhi kinerja yang dipersyaratkan maka

guru akan terkena sanksi pengurangan beban mengajar

dari 24 jam atau dinyatakan kurang dari 24 jam. Dengan

demikian guru tersebut tidak berhak untuk mendapatkan

promosi dan pengembangan karier. Pengembangan

Keprofesian Berkelanjutan merupakan kegiatan guru di

sekolah atau di luar sekolah meliputi tiga jenis kegiatan

yaitu (1) Pengembangan diri (PD), melalui kegiatan

kolektif guru (MGMP) dan mengikuti diklat, (2) Publikasi

Ilmiah (PI), karya tulis ilmiah yang dipublikasikan kepada

masyarakat sebagai kontribusi guru terhadap peningkatan

kualitas pendidikan, dan (3) Karya Inovatif, karya bersifat

Pengembangan Profesi guru

20

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

pengembangan, modifikasi atau penemuan baru sebagai

bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas

proses pembelajaran. Melalui PKB guru berusaha mencapai

kriteria tertentu untuk pengembangan kompetensi

sekaligus mempersiapkan diri dalam menghadapi UKG

dan Penilaian Kinerja Guru (PKG).

Hasil uji kompetensi guru akan dijadikan dasar

apakah guru tersebut layak untuk dilakukan penilaian

kinerja atau tidak. Hanya guru yang lulus Uji Kompetensi

saja yang layak dilakukan Penilaian Kinerja Guru. Menurut

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009, penilaian

kinerja guru adalah penilaian yang dilakukan terhadap

butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan

karier, kepangkatan, dan jabatannya (Kemendikbud,

2012).

Guru sebagai pengajar dituntut memiliki kompetensi

atau kemampuan paedagogi sehingga guru mampu

mentransformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

Namun, Guru dalam proses pendidikan tidak hanya

menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of

knowledge) tetapi juga menjalankan fungsi menanamkan

nilai (value) serta membangun karakter (character

building) peserta didik secara berkelanjutan dan

berkesinambungan. Karena itu peran guru menjadi sangat

strategis dalam menyiapkan SDM yang berkualitas.

Dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru

21

maka Kemendiknas (2010: 18-19) telah memberikan

prinsip-prinsip dasar agar PKB berjalan optimal yaitu

sebagai berikut. Pertama, PKB harus fokus kepada

keberhasilan peserta didik atau berbasis hasil belajar

peserta didik. Oleh karena itu, PKB harus menjadi bagian

integral dari tugas guru sehari-hari. Kedua, setiap guru

berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan

diri secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan. Ketiga,

sekolah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap

guru untuk mengikuti program PKB dengan minimal

jumlah jam per tahun sesuai dengan yang ditetapkan dalam

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Dinas

Pendidikan Kabupaten/ Kota dan/atau sekolah berhak

menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu. Keempat,

bagi guru yang tidak memperlihatkan peningkatan setelah

diberikan kesempatan untuk mengikuti program PKB

sesuai dengan kebutuhannya, dimungkinkan diberikan

sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sanksi tersebut tidak berlaku bagi guru, jika sekolah tidak

dapat memenuhi kebutuhan guru untuk melaksanakan

program PKB. Kelima, cakupan materi untuk kegiatan

PKB harus terfokus pada pembelajaran peserta didik, kaya

dengan materi akademik, proses pembelajaran, penelitian

pendidikan terkini, dan teknologi dan/atau seni, serta

menggunakan pekerjaan dan data peserta didik untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pengembangan Profesi guru

22

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Kemudian prinsip keenam, proses PKB bagi guru

harus dimulai dari guru sendiri. Oleh karena itu untuk

mencapai tujuan PKB, kegiatan pengembangan harus

melibatkan guru secara aktif sehingga betul-betul terjadi

perubahan pada dirinya. Ketujuh, PKB yang baik harus

berkontribusi untuk mewujudkan visi, misi, dan nilai-

nilai yang berlaku di sekolah dan/atau kabupaten/kota.

Oleh karena itu kegiatan PKB harus menjadi bagian

terintegrasi dari rencana pengembangan sekolah dan/

atau kabupaten/ kota dalam melaksanakan peningkatan

mutu pendidikan yang disetujui bersama antara sekolah,

orangtua peserta didik, dan masyarakat. Kedelapan,

sedapat mungkin kegiatan PKB dilaksanakan di sekolah

atau dengan sekolah di sekitarnya (misalnya di gugus KKG

atau MGMP) untuk menjaga relevansi kegiatannya dan

juga untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan

yang disebabkan jika guru dalam jumlah besar bepergian

ke tempat lain. Kesembilan, PKB harus mendorong

pengakuan profesi guru menjadi lapangan pekerjaan yang

bermartabat dan memiliki makna bagi masyarakat dalam

pencerdasan bangsa dan sekaligus mendukung perubahan

khusus di dalam praktik-praktik serta pengembangan karir

guru yang lebih obyektif, transparan maupun akuntabel.

Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi

guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan

dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya

tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

23

teknologi, seni, dan budaya dan /atau olah raga

(Kemendikbud, 2012). Kegiatan PKB yang dilakukan

guru mencakup pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan

karya inovatif.

Peningkatan profesionalisme guru tidak hanya

dengan cara-cara ketiga aktivitas di atas melainkan

juga dengan memberikan layanan yang berkualitas.

Sebagaimana dijelaskan dalam Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 013/U/2002 tentang

Petunjuk teknis penilaian angka kredit jabatan fungsional

guru bahwa unsur pengembangan profesi dapat diperoleh

guru melalui (1) karya tulis ilmiah, (2) penemuan teknologi

tepat guna, (3) karya seni monumental, (4) Keterlibatan

dalam Pengembangan Kurikulum, dan (5) membuat alat

peraga.

Berbicara tentang pengembangan profesi guru

berkelanjutan diperoleh data bahwa banyak guru

termasuk di dalamnya guru berstatus Pegawai Negeri

Sipil dalam pengembangan keprofesian terhalang oleh

keharusan pembuatan karya ilmiah. Padahal kemampuan

menulis karya ilmiah itu penting bagi guru (Anah

Suhaenah, Kompas, 22 April 2014) karena aktivitas saat

menulis karya ilmiah akan menjadi sarana guru dalam

merefleksikan pengalamannya. Di Propinsi Jawa Tengah

misalnya, hampir 60% guru PNS yang telah mencapai

golongan ruang IVa tidak dapat naik pangkat setingkat

lebih tinggi. Data menunjukkan bahwa Guru Sekolah

Pengembangan Profesi guru

24

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Menengah yang telah menduduki pangkat golongan IVa

mencapai 50,88% sedangkan guru yang mampu naik

pangkat ke IVb dan seterusnya hanya sebesar 0,5%. (Eris

Yunianto, 2007). Dari penelitian Sumardjoko (2013)

tentang Model Penguatan Guru Bersertifikasi melalui

Pemaknaan Profesionalisme, suatu Penelitian pada Guru-

guru SMA Negeri di Sukoharjo Jawa Tengah menunjukkan

bahwa faktor dominan penyebab kurang berhasilnya guru

dalam meningkatkan profesionalisme adalah kurangnya

kemampuan guru dalam melakukan penelitian tindakan

kelas dan menulis karya ilmiah.

GURU DAN PENULISAN KARyA ILMIAH

Berdasarkan hasil penelitian awal di sekolah

Muhammadiyah (SMA/ SMK/ MA) Sukoharjo, ditemukan

bahwa dalam hal pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan cenderung stagnan atau jalan di tempat dan

belum tampak adanya program-program pengembangan

profesi guru yang tersusun secara jelas. Karena tidak

menjadi tuntutan dan keharusan maka kegiatan penelitian

hampir tidak dilakukan. Para guru juga belum sepenuhnya

memiliki pemahaman konsep karya ilmiah secara benar.

Pengalaman guru membuat karya ilmiah, sebagian

besar dilakukan pada saat Pendidikan Latihan Profesi

Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai konsep karya

25

ilmiah terkendala pada sistematika baku penelitian dan

beberapa faktor lain. Karena itu berdasarkan fenomena

di atas maka dipandang perlu untuk merumuskan sebuah

pengembangan model keprofesionalan guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah.

Kurangnya kemampuan guru dalam melakukan

penelitian tindakan kelas dan pembuatan artikel ilmiah

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Ketua PGRI

Sulistya (Kompas, 22 April 2014) bahwa kurangnya

kemampuan guru dalam melakukan penelitian tindakan

klas dikarenakan (1) guru tidak disiapkan untuk memiliki

kemampuan menulis karya ilmiah, (2) pemerintah

tidak memberikan dukungan dana untuk pelatihan, (3)

penulisan karya ilmiah tidak didesain dalam pelatihan

guru, (4) tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi

peserta didik. Mengingat pentingnya kemampuan menulis

karya ilmiah bagi guru sehingga dapat merefleksikan

pengalamannya maka pelatihan penulisan karya ilmiah

pada guru-guru perlu dilakukan.

Menurut Anah Suhaenah (dalam Kompas, 22 April

2014, hal 14) Kemampuan menulis karya ilmiah ini

penting bagi guru, karena saat menulis karya ilmiah

guru dapat merefleksikan pengalamanya. Untuk itu guru

harus dilatih, melalui penguatan kemampuan menulis

Pengembangan Profesi guru

26

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

karya ilmiah. Dengan demikian pelatihan penulisan karya

ilmiah harus diprogramkan.

Guru profesional adalah guru yang memiliki sejumlah

kompetensi. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009

telah mengatur dengan tegas bahwa publikasi ilmiah dan

karya inovatif merupakan prasarat angka kredit untuk

kenaikan pangkat. Ketentuan tersebut menjadi salah satu

penyebab minimnya guru dengan golongan IVA ke atas

di jenjang pendidikan dasar. Hanya 30,4% guru yang

memiliki golongan IVA dan 27% memiliki golongan IV B

dari sekitar 1,58 juta guru. Di jenjang SMP, guru golongan

IV A 28,3%, golongan IV B 2,1%, dan golongan IVC

0,1% dari 609.000 guru. Salah satu penyebab macetnya

pengembangan karier guru adalah adanya kewajiban karya

ilmiah sebagai syarat naik ke golongan IV B (Kompas 22

April 2014. Hal 12).

Hasil penelitian tahun pertama menunjukkan bahwa

(1) guru-guru di Sekolah Muhammadiyah Sukoharjo

yang bersertifikasi pendidik selama ini telah melakukan

serangkaian kegiatan untuk mengembangkan kompetensi.

Pengembangan yang dilakukan oleh guru secara mandiri

dengan mengikuti workshop, seminar, membeli buku teks

pelajaran terbaru, mengikuti kegiatan Musyawarah Guru

Mata Pelajaran (MGMP), dan berdiskusi dengan rekan

guru bidang studi. (2) Kemampuan menulis karya ilmiah

bagi guru-guru bersertifikasi pendidik di lingkungan

27

Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah Sukoharjo

masih kurang. Para guru yang bersertifikasi secara umum

belum sepenuhnya memiliki pemahaman konsep karya

ilmiah. Pengalaman guru membuat karya ilmiah sebagian

besar dilakukan pada saat Pendidikan Latihan Profesi

Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai konsep karya

ilmiah secara umum terkendala pada sistematika baku

penelitian. (3) Motivasi yang rendah merupakan salah

satu faktor penghambat internal, seperti sikap guru yang

belum memiliki kebiasaan membaca buku, belum memiliki

kemampuan berbahasa yang baik dan belum adanya

motivasi untuk menulis, termasuk kebutuhan untuk

melakukan aktualisasi diri. (4) Para guru pascasertifikasi

dalam mengembangkan profesi secara berkelanjutan

menemui kendala. Berbagai kendala itu antara lain adalah

masalah kendala waktu, dana, usia, sarana prasarana

sekolah, motivasi, kebijakan pimpinan, dan akses jaringan

internet.

Berdasarkan deskripsi di atas maka dibutuhkan adanya

langkah dari pemangku kebijakan untuk mengembangkan

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah. Model PKB ini dikembangkan secara konstruktif,

artinya didasari oleh permasalahan yang ditemukan guru

sendiri. Kolaboratif artinya para guru akan berkolaborasi

dengan kelompoknya (satu sekolah sama/bidang

Pengembangan Profesi guru

28

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

studi sama) untuk menghasilkan karya ilmiah. Usaha

menemukan solusi pemecahan masalah (konstruktif) dan

secara kolaboratif menyusun artikel ilmiah merupakan

dasar untuk mengembangkan kemampuan menulis secara

lebih mudah dan bermakna karena didasari oleh masalah

yang ditemukan guru sendiri. Adapun komponen-

komponen penting pendukung penyusunan model adalah

(1) Partisipasi seluruh elemen pemangku kepentingan

(stakeholder), (2) Dukungan Majlis Dikdasmen Daerah

Muhammadiyah, (3) Sekolah merupakan komponen

utama dalam pelaksanan model, (4) Guru merupakan

komponen kunci terlaksananya model karena guru dalam

hal ini sebagai subyek pengembangan, (5) LPTK, dalam

hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah

Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.

Keunggulan model yang dikembangkan adalah

(1) melalui proses kontruktivis, para guru dapat

menemukan sendiri permasalahan proses pembelajaran,

menemukan pemecahan melalui Penelitian Tindakan

Kelas (PTK), dan mensosialisasikan temuannya dalam

artikel ilmiah, (2) Melalui diskusi kelompok kecil guru–

guru secara kolaboratif saling memberikan penguatan

dan pembimbingan dalam melakukan PTK dan

mendokumentasikan hasilnya dalam artikel ilmiah, (3)

menjadi media yang tepat untuk menumbuh-kembangkan

motivasi dan kepercayaan diri dalam menulis serta dapat

berbagi pengalaman pada guru lainnya. Dengan demikian

29

model PKB ini akan mempercepat proses pengembangan

profesional guru dalam menulis artikel ilmiah. Ini berarti,

pengembangan sebuah Model PKB berbasis konstruktivis-

kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable

Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah sangat penting

dan diperlukan adanya.

Buku ini akan membahas lebih lanjut tentang hal-hal

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca

sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah

Daerah Muhammadiyah Sukoharjo yang

berlangsung selama ini?

2. Bagaimanakah kemampuan guru dalam menulis

karya ilmiah pasca sertifikasi di lingkungan

Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah

Sukoharjo?

3. Bagaimanakah bentuk kebutuhan pengembangan

profesional guru pasca sertifikasi pendidik

di lingkungan Sekolah Menengah Daerah

Muhammadiyah Sukoharjo?

4. Bagaimanakah model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-

kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–

Transferable Skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah?

5. Bagaimanakah implementasi model keprofesian

Pengembangan Profesi guru

30

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif

untuk meningkatkan soft skills–transferable

skills guru dalam penulisan artikel ilmiah?

TUjUAN DAN MANFAAT

PENELITIAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

Tujuan PenelitianTujuan penelitian model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif

untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru

dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan dan memvalidasi model

pengembangan keprofesian berkelanjutan berbasis

konstruktivis-kolaboratif yang dapat meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan

artikel ilmiah. Secara rinci pengembangan dan

validasi dimaksud ini meliputi tujuan (a) validasi

model, (b) sosialisasi model pada guru-guru,

(c) uji implementasi model, dan (e) revisi dan

penyempurnaan model.

2. Implementasi model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif

untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills

guru dalam penulisan Artikel Ilmiah.

31

Manfaat Penelitian

Manfaat TeoretisKeunggulan dan manfaat model pengembangan

ini adalah (1) melalui proses kontruktivis guru dapat

menemukan sendiri permasalahan proses pembelajaran,

menemukan pemecahan melalui Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) dan mensosialisasikan temuannya dalam

artikel ilmiah, (2) melalui diskusi kelompok kecil guru–

guru secara kolaboratif saling memberikan penguatan

dan pembimbingan dalam melakukan PTK dan

mendokumentasikan hasilnya dalam artikel ilmiah, (3)

menjadi media yang tepat untuk menumbuh kembangkan

motivasi dan kepercayaan diri dalam menulis karya ilmiah

serta dapat berbagi pengalaman pada guru lain. Dengan

demikian model PKB berbasis konstruktivis-kolaboratif

ini dapat mempercepat proses pengembangan profesional

guru secara berkelanjutan terutama dalam menulis artikel

ilmiah.

Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini merupakan tindak lanjut dari

penelitian Bambang Sumardjoko (2011) tentang Model

Penguatan Guru Bersertifikasi melalui Pemaknaan

Profesionalisme (Penelitian pada Guru-guru SMA Negeri

di Sukoharjo Jawa Tengah). Karena itu implementasi

Pengembangan Profesi guru

32

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

model pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis kolaboratif ini secara praktis dapat

digunakan untuk: (1) menumbuh-kembangkan budaya

meneliti dan menulis para guru, yakni mengajar sekaligus

meneliti dan mendokumentasi hasil penelitian dalam

artikel ilmiah, (2) sebagai acuan dalam mengembangkan

profesionalisme guru berkelanjutan, (3) media para guru

secara kolaboratif melakukan penelitian tindakan kelas

dan menulis artikel ilmiah, (4) sebagai strategi dalam

meraih atau meningkatkan kepangkatan fungsional dan

golongan kepegawaian para guru.

33

34

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk

mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam

mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut.

35

BAB 2

PROFESIONALISME GURU, PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-KOLABORATIF, DAN PENTINGNyA KARyA ILMIAH BAGI GURU

PROFESI, PROFESIONAL,

DAN PROFESIONALISME

Pembicaraan tentang istilah profesionalisme sering

dikaitkan dengan istilah profesi dan profesional. Secara

konseptual, istilah profesi menunjuk pada suatu pekerjaan

atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab,

dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara

teoretis tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang

tidak dilatih atau disiapkan untuk itu. Profesi adalah

suatu pernyataan atau janji terbuka bahwa seseorang akan

36

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan

(Hamalik, 2002). Menurut Saud (2009: 6), profesi adalah

suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian

(experties) dari para anggotanya. Keahlian tersebut

diperoleh melalui pendidikan/ latihan pra jabatan

maupun in service training.

Menguatkan konsep di atas adalah Howard M.Vollmer

dan Donald (dalam Danim, 2010: 56) yang menyatakan

bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan

kemampuan intelektual khusus, yang diperoleh melalui

kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan menguasai

keterampilan atau keahlian dalam melayani atau

memberikan nasehat pada orang lain, dengan memperoleh

upah/gaji dalam jumlah tertentu. Profesi juga berarti

suatu kompetensi khusus yang memerlukan kemampuan

intelektual tinggi, yang mencakup penguasaan atau

didasari pengetahuan tertentu. Menurut Payong (2011:6),

profesi adalah pekerjaan yang digeluti dengan pengabdian

dan dedikasi serta dilandasi oleh keahlian atau

keterampilan tertentu. Berdasarkan pengertian di atas

dapat disintesiskan bahwa profesi pada hakikatnya adalah

suatu pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu yang

didasarkan pada basis keilmuan tertentu, dengan lingkup

tugasnya diarahkan kepada pelayanan masyarakat.

Kemudian istilah profesional. Masalah profesional

ini menunjuk pada dua hal, yaitu pertama, menunjuk

pada penampilan atau kinerja seseorang yang sesuai

37

dengan tuntutan profesinya, misalnya pekerjaan itu

dilaksanakan secara profesional. Kedua, menunjuk pada

orang yang melakukan pekerjaan itu, misalnya dia seorang

profesional. Sebagaimana Saud (2009:6) menjelaskan

bahwa profesional menunjuk pada dua hal, pertama

orang yang menyandang suatu profesi, kedua penampilan

seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai

dengan profesinya. Orang yang menyandang suatu

jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian

atau keterampilan yang tinggi akan berpengaruh juga

terhadap penampilan atau performance orang tersebut

dalam melakukan pekerjaan di profesinya. Orang disebut

profesional karena didasarkan pada kompetensi tertentu,

kompetensi tersebut merupakan kemampuan untuk

melakukan sesuatu (the ability to do something).

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen dijelaskan

bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma

tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dengan

demikian, seorang profesional harus memiliki profesi

tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan

maupun pelatihan yang khusus, di samping adanya

unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam

melaksanakan suatu kegiatan kerja. Terdapat tiga watak

kerja yang merupakan persyaratan seorang profesional,

Profesionalisme guru

38

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

yaitu (1) harus dilandaskan iktikad untuk merealisasikan

kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang

digelutinya (dalam artian tidak hanya mementingkan

imbalan upah materiil semata); (2) harus dilandasi oleh

kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai

melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang

panjang, ekslusif, dan berat; dan (3) diukur dengan

kualitas teknis dan kualitas moral, harus menundukkan

diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik

yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam

sebuah organisasi profesi.

Selanjutnya, istilah profesionalisme menunjuk

pada derajat penampilan atau performance seseorang

dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang

profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Menurut

Supriadi (2000) profesionalisme menuntut tiga prinsip

utama, yakni well educated, well trained, dan well paid

(memperoleh pendidikan yang cukup, mendapatkan

pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang

memadai). Profesionalisme berarti menuntut pendidikan

yang tinggi, kesempatan memperoleh pelatihan yang

cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang

memadai.

39

PROFESIONALISME GURU

Guru merupakan profesi, maksudnya bahwa suatu

jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian

khusus sebagai guru. Unsur terpenting dalam profesi

guru adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai

ketrampilan atau keahlian khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan tugas mendidik dan mengajar secara efektif

dan efisien (Moh Uzer Usman dalam Danim, 2010: 56).

Guru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.

Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah

pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi

sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan

pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.

Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang

diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang

akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,

profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a

systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik

yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota

beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar

kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode

etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.

Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi

yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi

secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan

Profesionalisme guru

40

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan

guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima

karakteristik tersebut.

Aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai salah

satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk

penghargaan non-materi, seperti: pemberian piagam

penghargaan berdasarkan prestasi kerja guru yang dapat

dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi

model penghargaan terhadap guru, meskipun ada yang

berpendapat bahwa adanya hymne guru justru dipandang

sebagai bentuk penghargaan semu. Dalam kajian lain

dijelaskan bahwa pada prinsipnya profesionalisme guru

adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara

profesional, yang indikatornya adalah ahli di bidang teori

dan praktik keguruan. Guru profesional merupakan guru

yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli

mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru

profesional adalah guru yang mampu membelajarkan

peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya

dengan baik. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan

yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan

tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh

pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut

tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang

tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.

Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru

sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja

41

profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan

melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat

merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang

dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahatan dengan fungsi

mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga

negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut

pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis

serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja

yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani

orang lain.

Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan

profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik,

seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional

Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan

yang mempunyai kode etik, yaitu norma-norma tertentu

sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai

oleh masyarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat

penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan

landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung

tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi

untuk meningkatkan layanan profesionalismenya demi

kemaslahatan orang lain. Guru memiliki otonomi dan rasa

tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur

diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri

dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang

guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk

membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil

Profesionalisme guru

42

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan

keputusan yang dipilihnya.

Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat.

Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun

masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai

tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam

mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk

itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi

kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan

anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam

melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat

hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan

hati nurani sehingga guru akan merasa senang dalam

melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik.

PROFESIONALITAS GURU BAGIAN DARI

KUALIFIKASI, KOMPETENSI, DAN SERTIFIKASI

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,

Bab XI menyatakan bahwa pendidik harus memiliki

kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan

jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Selanjutnya, dalam Undang-Undang

Guru dan Dosen pada Bab IV dinyatakan bahwa guru wajib

memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat

43

pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional, yakni berkembangnya potensi siswa agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Kualifikasi akademik minimum yang

dipersyaratkan untuk guru sebagai pendidik profesional

adalah memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-4 dibuktikan

dengan ijazah dan persyaratan relevansi mengacu pada

jenjang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang

dibina.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada

Bab I dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat

pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan

tugas keprofesionalannya. Kompetensi yang harus dimiliki

guru sebagai pendidik profesional dan agen pembelajaran

meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan

kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik yang berarti

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kompetensi kepribadian yang berarti kemampuan

kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan

berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi

profesional yang berarti kemampuan penguasaan materi

Profesionalisme guru

44

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial

yang berarti kemampuan guru dalam berkomunikasi dan

berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta

didik, sesama guru, orang tua / wali peserta didik dan

masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut saling

berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain

dan mempunyai hubungan hirarkhis, artinya kompetensi

yang satu mendasari kompetensi yang lainnya.

Sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai

pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga

profesional, sedang sertifikasi adalah proses pemberian

sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhi

persyaratan. Menurut Asmani (2010: 194), sertifikasi

adalah proses yang harus dilalui seorang guru untuk

mendapatkan sertifikat mengajar sebagai tanda bahwa

ia telah memenuhi kualifikasi guru ideal sesuai dengan

syarat-syarat yang ditetapkan pemerintah, baik yang

berhubungan dengan akademis, sosial dan akuntabilitas

publik, sedang sertifikasi guru dapat diartikan sebagai

suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan

pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah

lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga

sertifikasi.

Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga

profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem

pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan

45

berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenaga-kerjaan,

keuangan dan pemerintah daerah. Sehubungan dengan itu

diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru sebagai

tenaga profesional dalam suatu undang-undang. Untuk

meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru, maka

perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik.

Sertifikat dimaksudkan sebagai pengakuan atas kedudukan

guru dalam melaksanakan tugas, guru harus memperoleh

penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga

memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya.

Merencanakan suatu pendidikan untuk masa depan

yang baik adalah dengan membangun dan meningkatkan

kualitas guru. Maksudnya, mengarahkan para guru pada

profesionalitas yang diharapkan (actual profesionality).

Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru

saat ini adalah meningkatkan kualifikasi, peningkatan

kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir,

penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan

guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.

Dalam konsep Peningkatan Mutu Pendidikan dan

Tenaga Kependidikan dijelaskan bahwa profesionalitas

guru terkait dengan kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi

/remunerasi (penggajian). Yang dimaksud kualifikasi

ini tersurat dengan jelas dalam PP No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni bahwa

Profesionalisme guru

46

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

untuk menjadi guru yang bersangkutan minimal berlatar

belakang pendidikan sarjana. Diasumsikan bahwa dengan

latar kesarjanaan yang bersangkutan telah memiliki dasar

kuat menjadi guru yang berkompeten. Dengan kompetensi

tersebut, guru diharapkan dapat memiliki kontribusi

lebih besar dalam peningkatan mutu pendidikan. Karena

itu, yang bersangkutan dipandang berhak memperoleh

remunerasi yang lebih besar. Profesionalitas harus dimiliki

guru, dengan bekal profesionalitas itulah, guru dapat

melakukan tugas pokok dan fungsinya secara semestinya

sehingga kualitas pendidikan dapat tercapai.

PRINSIP-PRINSIP PROFESIONALITAS GURU

Undang-Undang Guru dan Dosen Bab III Pasal

7 menjelaskan tentang prinsip profesionalitas, yaitu

profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan

idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu

pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak

mulia.

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang

pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai

47

dengan bidang tugas.

e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

keprofesionalan.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai

dengan prestasi kerja.

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan

keprofesionalan secara berkelan-jutan dengan

belajar sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas profesinya.

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai

kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan tugas keprofesionalan guru.

Prinsip-prinsip profesionalitas guru di atas

menunjukkan bahwa guru sebagai tenaga profesional

hanya bisa dimasuki atau dilaksanakan dengan baik oleh

orang yang memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu.

Dari sisi lain bagi siapapun termasuk para guru itu sendiri,

apabila ingin menjadi guru profesional dituntut untuk

meningkatkan kualifikasi (misalnya jenjang pendidikan

formalnya) dan kompetensi- nya agar bisa melaksanakan

tugasnya dengan baik.

Profesionalisme guru

48

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

MODEL PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU

Banyak cara yang dilakukan guru untuk menyesuaikan

dengan perubahan, baik itu dilakukan secara perorangan

maupun kelompok atau dalam satu sistem yang

diatur lembaga. Mulya (dalam Syaefudin Sa’ud, 2009)

menyebutkan bahwa pengembangan profesional guru

dapat dilakukan dengan on the job training dan in service

training. Sementara itu Castetter menyampaikan lima

model untuk pengembangan guru, seperti ditunjukkan

pada tabel 2.1 di bawah.

Tabel 2.1 Model Pengembangan Guru

Model Pengembangan Guru

Keterangan

Individual Guided StaffDevelopment (Pengembangan Guru yang Dipadu secara Individual)

Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka.

Observation/Assessment(Observasi/ Penilaian)

Observasi dan penilaian dari instruksi menyediakan guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi oleh guru pada praktiknya dapat ditingkatkan oleh observasi lainnya.

Involvement in a development/ Improvement Process (Keterlibatan dalam Suatu Proses Pengembangan/ Peningkatan)

Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau perlu memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.

49

Model Pengembangan Guru

Keterangan

Training (Pelatihan)

Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku dalam kelas mereka.

Inquiry (Pemeriksaan)

Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.

Dari kelima model pengembangan guru pada table 2.1

di atas, model training merupakan model pengembangan

yang banyak dilakukan lembaga pendidikan. Pada lembaga

pendidikan ini cara yang populer untuk pengembangan

kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan

penataran (in service training) baik dalam dalam

rangka penyegaran (refreshing) maupun peningkatan

kemampuan (up-grading), baik dilakukan sendiri-sendiri

informal) maupun bersama-sama, seperti on the job

training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat,

simposium, konferensi dan sebagainya.

Inovasi dalam pendidikan berdampak pada

pengembangan guru. Beberapa model pengembangan

guru sengaja dirancang untuk menghadapi pembaharuan

pendidikan. Candall menemukan model-model efektif

pengembangan kemampuan profesional guru yaitu:

model mentoring, model ilmu terapan atau model “dari

teori ke praktik”, dan model inquiry atau model efektif.

Profesionalisme guru

50

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Model mentoring adalah model dimana guru yang sudah

berpengalaman merilis pengetahuannya atau melakukan

aktivitas mentor pada guru yang kurang berpengalaman.

Model ilmu terapan berupa perpaduan antara hasil-hasil

riset yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis.

Model inquiry yaitu pendekatan yang berbasis pada guru-

guru, para guru harus aktif menjadi peneliti, seperti:

pembaca, bertukar pendapat, melakukan observasi,

melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman

praktis mereka sekaligus meningkatkannya.

Menurut Soetjipto dan Osasi (dalam Syaefudin Sa’ud,

2009), pengembangan sikap profesional guru dapat

dilakukan selama dalam pendidikan prajabatan maupun

setelah bertugas (dalam jabatan), yaitu dengan (1)

pengembangan profesional selama pendidikan prajabatan

dan (2) pengembangan profesional selama dalam jabatan.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2005)

menyebutkan beberapa alternatif Program Pengembangan

Profesionalisme Guru, yakni sebagai berikut. (1) Program

Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru. (2) Program

Penyetaraan dan Sertifikasi. (3) Program Pelatihan

Terintegrasi Berbasis Kompetensi. (4) Program Supervisi

Pendidikan. (5) Program Pemberdayaan MGMP

(Musyawarah Guru Mata Pelajaran). (6) Simposium Guru.

(7) Program pelatihan tradisional lainnya. (8) Membaca

dan menulis jurnal atau karya ilmiah. (9) Berpartisipasi

51

dalam Pertemuan Ilmiah. (10) Melakukan penelitian

(khususnya Penelitian Tindakan Kelas). (11) Magang.

(12) Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan. (13)

Berpartisipasi dan Aktif dalam Organisasi Profesi, dan

(14) Menggalang Kerjasama dengan Teman Sejawat.

Dari sekian model pengembangan tersebut maka

terdapat beberapa model pengembangan yang berkaitan

dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut. Pertama,

pengembangan profesional guru bidang membaca dan

menulis jurnal atau karya ilmiah. Sebagaimana diketahui

bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara

berkesinambungan dihasilkan oleh individual pengarang,

lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.

Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebar dan dapat

ditemui di berbagai pusat sumber belajar (perpustakaan,

internet, dan sebagainya). Walaupun artikel dalam

jurnal cenderung singkat tetapi dapat mengarahkan

pembacanya kepada konsep-konsep baru dan pandangan

untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru.

Ia juga memiliki kolom berita yang berkaitan dengan

pertemuan, pameran, seminar, program pendidikan, dan

sebagainya yang mungkin menarik bagi guru. Dengan

membaca dan memahami isi jurnal atau makalah

ilmiah dalam bidang pendidikan maka guru akan dapat

mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya seiring

dengan meningkatnya pengetahuan dan bertambahnya

pengalaman, guru diharapkan dapat membangun konsep

Profesionalisme guru

52

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

baru, keterampilan khusus dan alat/media belajar yang

dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan

tugasnya.

Kedua, berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah.

Kegiatan ini dapat dilakukan oleh masing-masing guru

secara mandiri. Adapun yang diperlukan adalah bagaimana

memotivasi dirinya sendiri untuk berpartisipasi dalam

berbagai pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan

ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga

kemutakhiran hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru.

Tujuan utama kebanyakan konferensi atau pertemuan

ilmiah adalah menyajikan berbagai informasi dan inovasi

terbaru di dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi guru

minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan

ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang

berharga dalam membangun profesionalisme guru

dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Penyampaian

makalah utama, kegiatan diskusi kelompok kecil, pameran

ilmiah, pertemuan informal untuk bertukar pikiran atau

ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk

memberikan kesempatan pada guru untuk tumbuh

sebagai seorang profesional.

Ketiga, melakukan penelitian (khususnya penelitian

tindakan kelas). Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui

kerjasama atau tidak dengan ahli pendidikan dalam

rangka merefleksikan dan sekaligus meningkatkan praktik

53

pembelajaran secara terus menerus juga merupakan

strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme

guru. Berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru

yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan

rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan

yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan

memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran

berlangsung akan bermanfaat sebagai inovasi pendidikan.

DASAR PENGEMBANGAN

KEPROFESIAN BERKELANjUTAN (PKB)

Pengertian PKBProfesionalisasi mengandung makna dan dimensi

utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan

kemampuan praktis. Aksentuasinya dapat dilakukan

melalui penelitian, diskusi antar rekan profesi, penelitian

dan pengembangan, membaca karya akademik kekinian,

dan sebagainya. Kegiatan belajar mandiri, mengikuti

pelatihan seperti pendidikan latihan profesionalisme

guru (PLPG) dalam bidang tenaga pendidik dan

kependidikan, studi banding, observasi praktikal, dan

lain-lain serangkaian kegiatan dan bagian integral upaya

profesionalisasi anggota profesi.

Profesionalisme menuntut adanya suatu keharusan

memiliki kemampuan agar profesi itu berfungsi sebaik-

Profesionalisme guru

54

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

baiknya. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan

kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau

kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma

tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Setidaknya

ada tiga ciri pokok pekerjaan yang bersifat profesional.

Secara berturut-turut adalah pekerjaan itu disiapkan

melalui proses pendidikan dan pelatihan secara formal,

mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan ditandai

dengan organisasi (Cece Wijaya dan Tabrani, 1991:23).

Bahkan suatu “Profesi pada hakikatnya adalah suatu

pernyataan atau suatu janji terbuka, yang menyatakan

seseorang mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau

pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk

menjabat pekerjaan itu” (Sahertian, 1994: 26). Definisi ini

memperlihatkan beberapa pengertian: (1) profesi sebagai

suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, (2) profesi

mengandung unsur pengabdian, dan (3) profesi adalah

suatu jabatan atau pekerjaan.

Syarat pokok pekerjaan profesional menurut Wina

Sanjaya (2005:142-143) adalah sebagai berikut: (1)

pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu

secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari

lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya

didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah, (2) suatu profesi

menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu

55

yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya sehingga

antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat

dipisahkan secara tegas, (3) tingkat kemampuan dan

keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang

pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat,

sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan

akademik sesuai dengan profesinya semakin tinggi pula

tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula

tingkat penghargaan yang diterimanya, (4) suatu profesi

selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak

terhadap sosial kemasyarakatan sehingga masyarakat

memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang

ditimbulkan dari pekerjaan profesinya.

Adapun tugas guru sebagai profesi meliputi: mendidik,

mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan

dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan

ketrampilan pada siswa. Selain itu guru juga harus

memiliki beberapa kemampuan, seperti: (1) Kemampuan

di bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti

penguasaan mata pelajaran, pengetahuan cara mengajar,

bimbingan penyuluhan, pengetahuan cara belajar dan

tingkah laku individu, administrasi kelas dan sebagainya.

(2) Kemampuan afektif (sikap), artinya kesiapan dan

kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan

dengan tugas-tugas profesinya. (3) Kemampuan

Profesionalisme guru

56

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

psikomotorik (perilaku), yaitu kemampuan guru dalam

berbagai keterampilan dan perilaku (performance).

Ketiga kemampuan tersebut tidak berdiri sendiri tetapi

saling berhubugan dan saling mempengaruhi.

Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

profesionalisme guru maka pemerintah telah melaksanakan

terobosan, antara lain melalui sertifikasi guru. Dengan

sertifikasi guru diharapkan kinerja guru terus meningkat.

Hal ini dapat dibuktikan adanya kompetensi yang harus

dimiliki dan dipenuhi seorang guru, yaitu seperangkat

pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan guru dalam

melaksanakan tugas keprofesionalannya (Kepmendiknas

No. 045/U/2002). Kompetensi guru ini merupakan

salah satu persyaratan dalam uji sertifikasi sebagaimana

tertuang dalam UU Guru dan Dosen No. 14/2005 dan

PP No. 19/2005. Karena itu, profesionalisme guru bukan

hanya sekedar diarahkan pada aspek-aspek administratif

kepegawaian (minimal guru memiliki ijazah S1 misalnya)

tetapi lebih pada peningkatan kemampuan profesionalisme

dan komitmen sebagai seorang pendidik. Ini berarti

setiap guru perlu secara terus menerus mengembangkan

profesionalismenya secara berkelanjutan.

Dasar Pengembangan PKBTerdapat 16 Undang-undang dan peraturan yang

melandasi perlunya PKB bagi guru, yaitu sebagai berikut:

57

1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagai-mana telah dua

kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008.

3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000

tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000

tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000

tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Pegawai Negeri Sipil.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008

tentang Guru.

9) Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999

tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai

Negeri Sipil.

10) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Profesionalisme guru

58

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru

dan Angka Kreditnya.

11) Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional

dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14

Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan

Angka Kreditnya.

12) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan

Kompetensi Kepala Sekolah.

13) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru.

14) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan

Kompetensi Konselor.

15) Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63

Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan.

16) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka

Kreditnya.

Selanjutnya, untuk jenis-jenis kegiatan dalam

pengembangan keprofesian guru berkelanjutan meliputi

hal-hal sebagai berikut. (1) Pengembangan diri, yang

59

meliputi: diklat fungsional, seperti kursus, pelatihan,

penataran, dan bentuk diklat lain. (2) Mengikuti lokakarya

atau kegiatan kelompok musyawarah kerja guru atau in

house training untuk kegiatan pengembangan keprofesian

guru, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta

pada seminar, koloqium, diskusi panel atau bentuk

pertemuan ilmiah lainnya. (3) Mengikuti kegiatan kolektif

lain yang sesuai tugas dan kewajiban guru terkait dengan

pengembangan keprofesiannya.

Publikasi ilmiah, berupa presentasi pada forum

ilmiah dengan menjadi pemrasaran / nara sumber pada

seminar atau lokakarya ilmiah atau menjadi pemrasaran /

nara sumber pada coloqium atau diskusi ilmiah. Makalah

berupa tinjauan ilmiah di bidang pendidikan formal

dan pembelajaran. Publikasi buku teks pelajaran, buku

pengayaan dan pedoman guru. Karya inovatif kegiatan

pengembangan profesi berkelanjutan, yaitu dengan (a)

menemukan teknologi tepat guna, (b) menemukan atau

menciptakan karya seni, (c) membuat atau memodifikasi

alat pelajaran, dan (d) mengikuti pengembangan

penyusunan standar, pedoman soal dan sejenisnya.

Prinsip-prinsip Pembinaan dan Pengembangan

Profesi Guru Berkelanjutan.

1) Diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan

Profesionalisme guru

60

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

bangsa.

2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang

sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.

3) Diselenggarakan sebagai suatu proses

pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang

hayat.

4) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan dan mengembangkan

kreativitas guru dalam proses pembelajaran.

5) Diselenggarakan dengan memberdayakan

semua komponen masyarakat melalui peran serta

dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu

layanan pendidikan.

Guru sebagai profesi dikembangkan melalui: (1)

sistem pendidikan, (2) sistem penjaminan mutu, (3)

sistem manajemen, (4) sistem remunerasi, (5) sistem

pendukung profesi guru. Kegiatan pengembangan

profesi adalah kegiatan guru dalam rangka penerapan

dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

dan keterampilan untuk meningkatkan mutu proses

pembelajaran dalam rangka menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat bagi pendidikan pada umumnya maupun

lingkup sekolah pada khususnya. Dengan pengembangan

guru sebagai profesi diharapkan mampu menunjukkan

hal-hal berikut: (1) Membentuk, membangun, dan

mengelola guru yang memiliki harkat dan martabat yang

tinggi di tengah masyarakat. (2) Meningkatkan kehidupan

61

guru yang sejahtera, dan (3) Meningkatkan mutu

pembelajaran yang mampu mendukung terwujudnya

lulusan yang kompeten dan terstandar dalam kerangka

pencapaian visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional

pada masa mendatang.

Setiap guru wajib melakukan berbagai kegiatan

dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya.

Lingkup kegiatan guru tersebut meliputi: (1) mengikuti

pendidikan, (2) menangani proses pembelajaran, (3)

melakukan kegiatan pengem-bangan profesi dan (4)

melakukan kegiatan penunjang. Tujuan kegiatan pengem-

bangan profesi guru adalah untuk meningkatkan mutu

guru agar guru lebih profesional dalam pelaksanaan tugas

dan tanggung jawabnya. Kegiatan ini bertujuan untuk

memperbanyak guru yang profesional.

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME-

KOLABORATIF UNTUK MENINGKATKAN SOFT

SKILLS-TRANSFERABLE SKILLS GURU

Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan pendekatan untuk

pembelajaran yang menekankan bahwa individu

akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif

mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman (Santrock,

2007: 389). Segala sesuatu yang dilalui dalam kehidupan

Profesionalisme guru

62

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

peserta didik selama ini sebenarnya merupakan kumpulan

pengalaman. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus

memberikan ruang bagi peserta didik untuk aktif dan

menjadi pusat kegiatan pembelajaran.

Konstruktivisme pada dasarnya dapat dijadikan

sebagai salah satu model pendekatan pembelajaran.

Konstruktivisme dilakukan dalam rangka mengembangkan

kemampuan kognitif dan menumbuhkembangkan daya

pikir peserta didik (cognitive development and brain

growth). Von Glasersfeld dan Kitchener dalam Paul

Suparno (1997: 21) merumuskan gagasan konstruktivisme

mengenai pengetahuan, yang meliputi: (1) Pengetahuan

bukan merupakan gambaran dunia kenyataan belaka

tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan

subjek, (2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori,

konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan, (3)

Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang

dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman

seseorang.

Charlotte Hua Liu dan Robert Matthews (2005:

387) menjelaskan bahwa pada kenyataannya dalam

konstruktivisme pengetahuan tidak dibangun secara

mekanis tetapi dibangun melalui aktivitas di lingkungan

belajar sebagai bagian dari paradigma psikologi

pendidikan. Hal ini kemudian dikembangkan oleh

Vygotsky melalui konstruktivisme sosial yaitu belajar

dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial

63

maupun fisik. Dalam model Piaget dan Vygotsky, guru

berfungsi sebagai fasilitator dan membimbing ketimbang

sebagai pengatur dan pembentuk pembelajaran anak

(Santrock, 2007: 390).

Konstruktivisme dalam PembelajaranPengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep

atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus

mengkontruksikan pengetahuan tersebut dan memberi

makna melalui pengalaman nyata (Hendra, 2012:14).

Konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran

yang menekankan bahwa individu akan belajar dengan

baik apabila merasa aktif mengkontruksikan pengetahuan

dan pemahaman. Menurut Agus Suprijono (2009:39)

bahwa konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai

proses operatif bukan figuratif. Belajar operatif adalah

belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran

yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-

macam situasi. Belajar operatif tidak hanya menekankan

pada pengetahuan struktural (pengetahuan tentang

“apa”), namun juga pengetahuan struktural (pengetahuan

tentang “mengapa”) serta pengetahuan prosedural

(pengetahuan tentang “bagaimana”). Belajar figurative

adalah pembelajaran memperoleh pengetahuan dan

penambahan pengetahuan.

Konstruktivisme menekankan pada belajar operatif

dan autentik, konstruktivisme juga memberikan

Profesionalisme guru

64

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau

belajar kolaboratif dan kooperatif. Belajar merupakan

hubungan timbal balik dan fungsional antara individu dan

individu, antara individu dan kelompok, serta kelompok

dan kelompok. Singkatnya belajar adalah interaksi

sosial. Secara sosiologis, pembelajaran konstruktivisme

menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar

dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan belajar

kolaboratif dan kooperatif akan dapat meningkatkan

pengubahan secara konseptual. Keterlibatan dengan

orang lain membuka kesempatan bagi peserta didik untuk

mengevaluasi dan memperbaiki mereka saat mereka

bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka

berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama.

Kolaboratif dalam PembelajaranMengkolaborasikan adalah mengerjakan sesuatu

dengan pihak lain. Dalam pembelajaran kolaboratif peserta

didik belajar berpasangan atau membentuk kelompok kecil

dalam mencapai tujuan. Mereka membentuk kelompok

belajar dan tidak belajar sendiri (Barkley, 2007:4).

Setiap kelompok memiliki struktur yang khusus dan

mendapatkan tugas yang sama dari guru. Masing-masing

kelompok saling membantu dan memiliki tanggung

jawab yang sama. Pembelajaran kolaboratif dirancang

untuk melaksanakan belajar tuntas. Pembelajaran tidak

akan berhasil jika masing-masing siswa tidak memahami

65

tujuan atau kompetensi pembelajaran. Dalam mencapai

tujuan, peserta didik melakukan konsultasi atau sharing

dengan guru (Barkley, 2007: 5).

Pembelajaran kolaboratif dilaksanakan dengan

tiga prinsip, yaitu (1) kemampuan bekerjasama dalam

berfikir, bertindak, dan merespon. (2) Suasana kelas

selalu didorong untuk saling mengikat. (3) Tiap individu

bertanggungjawab secara pribadi maupun sosial.

Kebanyakan ahli pendidikan merujuk pada ahli kamus

bahwa antara pembelajaran kooperatif dan kolaboratif

memiliki kesamaan arti, jika keduanya diterapkan dalam

kelompok belajar. Beberapa penulis menggunakan istilah

ini secara bergantian untuk mengartikan para peserta

didik yang sedang belajar kelompok.

Namun, penulis lain ada yang tetap membedakan

secara tegas antara cooperative dengan collaborative

learning (Bruffee, 1995 dalam Barkley, 2007:5).

Cooperative learning menggunakan kelompok yang

turut membantu sistem pembelajaran untuk tetap dalam

garis tradisional secara klasikal (Flannery, 1994 dalam

Barkley, 2007: 5). Cooperative learning adalah sub

kategori sederhana dari kolaboratif learning (Cuseo, 1992

dalam Barkley, 2007:5). Penulis yang lain menyatakan

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bagian dari

pembelajaran kolaboratif yang menggunakan pendekatan

yang sensible, pembelajaran kooperatif diposisikan

sebagai sebuah kontinum dan struktur dalam kooperatif

Profesionalisme guru

66

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

menjadi struktur kolaboratif (Millis dan Cottel, 1998

dalam Barkley, 2007: 5).

Semenjak munculnya beberapa argumen maka

istilah cooperative learning dan collaborative learning

dibedakan secara tajam. Duin, Jorn, DeBower, dan Johnson

(1994) dalam M Asrori (2003:110), mendefinisikan

“collaboration” sebagai suatu proses di mana dua orang

atau lebih merencanakan, mengimplementasikan,

dan mengevaluasi kegiatan bersama. Pembelajaran

kolaboratif diasumsikan sebagai perbedaan cara pandang

epistemologi yang bersumber pada konstruktivisme

masyarakat. Seorang ahli fisiologi Mathew menyatakan

bahwa “pembelajaran kolaboratif terjadi apabila

pengetahuan dibangun oleh fakultas dan mahasiswa,

ini sebagai sebuah pembelajaran yang berorientasi pada

masyarakat dan prosesnya diperdalam serta diperluas di

lembaga atau fakultas” (Matthew, 1996 dalam Barkley,

2007: 6).

Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai

kegiatan belajar dalam kelompok, tidak selalu dimonitor

oleh guru tetapi guru lebih berperan dan bertanggung jawab

sebagai anggota selama proses mencari pengetahuan. Model

pembelajaran kolaboratif memiliki beberapa keuntungan,

yaitu sebagai berikut. (1) Siswa mendapatkan prestasi lebih

tinggi. Teori-teori pembelajaran terdahulu kebanyakan

menekankan pada intelektual individu. Pembelajaran

kolaboratif menekankan pada intelektual sosial, yaitu

67

proses manusia berinteraksi dengan lingkungan serta

bersosialisasi. Interaksi sosial memberikan nilai lebih

pada perkembangan kognitif. (2) Pemahaman yang lebih

mendalam. Ketika siswa bekerjasama dalam belajar maka

mereka akan lebih lama bertahan dalam mencurahkan ide

serta motivasi. Kolaboratif memungkinkan antar anggota

dalam kelompok saling mendengarkan dan mendapatkan

banyak pendapat dari sudut pandang berbeda-beda.

Hal itu akan merangsang pemahaman siswa yang lebih

mendalam. (3) Peserta akan merasakan belajar yang

menyenangkan. Belajar akan lebih menyenangkan bila

dilakukan secara bersama-sama dan saling melengkapi

gagasan. Sebagaimana disebutkan Susan danTim Hill,

”Most importantly we realised that in working together

and playing with ideas we were enjoying ourselve. (it is

also true that we had to call on all our cooperative social

skills at times to keep the pairs or group functioning

and afloat)” (Susan Hill dan Tim Hill, 1996:3). (4)

Mengembangkan kemampuan kepemimpinan. Johnson

dan Johnson (1983,1987) dalam Susan Hill danTim Hill

(1996: 4) mengatakan, “Children with these learning

experiences are more able to undersanding another’s

perspective and have better developed interaction skill

than do those from competitive or individualistic settings.

Maksudnya, bahwa anak-anak yang belajar dengan model

ini ternyata lebih bisa memahami perspektif orang lain

dan memiliki kemampuan berinteraksi yang berkembang

Profesionalisme guru

68

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

lebih baik daripada siswa yang berada di kelas yang

kompetitif dan individualis.

Keuntungan model pembelajaran kolaboratif

yang lain adalah (5) mengembangkan sikap positif.

Penelitian menunjukkan bahwa ketika lingkungan

belajar disusun dalam situasi bekerjasama, siswa akan

berfikir positif tentang sekolah, lingkungan serta gurunya,

tidak memperdulikan perbedaan latar belakang dan

kemampuan, siswa saling memandang positif satu lain.

Kolaboratif mendorong harapan positif tentang bekerja

bersama dan berpartisipasi dalam memecahkan masalah.

(6) Meningkatkan penghargaan diri. Model pembelajaran

kolaboratif memacu seseorang untuk bertahan dalam

kelompoknya. Ketika dia mampu bertahan maka dia akan

mampu menunjukkan keeksistensiannya kepada orang

lain. Setiap orang dalam kelompok tersebut punya peran

penting sehingga masing-masing memiliki penghargaan

diri (Susan Hill dan Tim Hill, 1996: 5). (7) Merupakan

pembelajaran terbuka. (8) Memiliki rasa kepemilikan.

“A collaborative learning environment has enormous

potential for these childrent. It satisfies fortheir needs

for recognition and belonging through their involvement

inworth while activities”. (Susan Hill dan Tim Hill, 1996:

6). Maksudnya, karena tuntutan siswa harus terlibat

dalam kelompoknya maka siswa akan merasa memiliki

kelompok tersebut. (9) Peserta akan memiliki ketrampilan

untuk masa depan. Susan Hill dan Tim Hill, (1996:

69

6) mengatakan,”The cooperative skillnecessary work

effectively in a group are essential not only for learning

inschools but also for succes in the workplace and getting

on with people at home”.

Bekerja dalam group itu bukan hanya bermanfaat

saat pembelajaran tetapi sampai nanti di dunia kerja dan

masyarakat. Nilai lebih dari Collaborative learning (Adi W.

Gunawan, 2006:127-128) adalah (1) Melatih rasa peduli,

perhatian, dan kerelaan untuk berbagi, (2) Meningkatkan

rasa penghargaan terhadap orang lain. (3) Melatih

kecerdasan emosional, (4) Mengutamakan kepentingan

kelompok di atas kepentingan pribadi. (5) Mengasah

kecerdasan interpersonal, (6) Melatih kemampuan bekerja

sama/ teamwork, (7) melatih mendengarkan pendapat

orang lain, (8) Melatih menejemen konflik, (9) Melatih

kemampuan berkomunikasi, (10) Murid tidak malu

bertanya kepada temannya sendiri, (11) Kecepatan dan

hasil belajar meningkat pesat, (12) Peningkatan daya ingat

terhadap materi yang dipelajari, dan (13) Meningkatkan

motivasi dan suasana belajar.

Beberapa kelemahan collaborative learning adalah

sebagai berikut. (1) Murid yang lebih pintar bila belum

mengerti tujuan sesungguhnya dari proses ini akan merasa

sangat dirugikan. (2) Murid yang lebih pintar akan merasa

keberatan karena nilai yang diperoleh akan ditentukan

oleh capaian kelompoknya. (3) Bila kerja sama tidak dapat

dijalankan dengan baik maka yang akan bekerja hanyalah

Profesionalisme guru

70

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

beberapa murid yang pintar dan aktif (Adi W. Gunawan,

2006: 127).

Soft Skill-Transferable Skills

Pengertian Soft SkillSoft skills merupakan kompetensi yang sulit

didefinisikan karena sangat subyektif. Soft skill merujuk

pada kompetensi interpersonal atau kepribadian. Ada

bermacam-macam kompetensi interpersonal yang

sudah teridentifikasi. Berdasarkan publikasi Career

Opportunities News, disebutkan bahwa soft skills meliputi

keterampilan yang positif untuk mendukung kepribadian.

Soft skills dapat berupa: motivasi, menghormati orang

lain, bekerja dalam tim, disiplin diri, percaya diri,

penyesuaian terhadap norma-norma yang berlaku umum,

dan kecakapan berbahasa atau berkomunikasi baik lisan

maupun tertulis. Guru yang mempunyai soft skill positif

diharapkan dapat menguasai komunikasi secara lisan

dan tertulis serta mempunyai motivasi kerja yang tinggi,

sehingga mampu bekerja secara intensif di bawah tekanan

target produk dan batas waktu (deadline).

Soft skill hanya dapat dinterpretasikan secara

kualitatif melalui observasi perilaku manusia. Kompetensi

teknik atau hard skill lebih mudah untuk diidentifikasi

sebab lebih objektif dan dapat diukur secara kuantitatif.

Data hasil pengukuran soft skill berupa dampak yang

positif atau negatif dalam interaksi manusia. Soft skill

71

dibutuhkan dosen terutama dalam menghadapi stressor

(tekanan yang dapat menyebabkan stres). Seseorang

yang mempunyai soft skill bagus adalah orang yang

dapat berdaya di kemudian hari karena dapat mengelola

kehidupan pribadi, baik secara internal ke dalam dirinya

maupun secara eksternal dalam menjalin hubungan

dengan orang lain.

Besarnya pengaruh kepribadian dalam kehidupan

kerja membuat banyak penelitian yang mengidentifikasi

kompetensi interpersonal yang diperlukan oleh seorang

pekerja. Marquardt & Engel (1993) menghubungkan

kompetensi dosen dengan kebutuhan global pasar kerja.

Kompetensi yang membuat dosen efektif tidak menjamin

efektivitas dalam tatanan budaya. Marquardt & Engel

mengidentifikasi 16 kompetensi yang disusun berdasarkan

wilayah sikap, (attitude) keterampilan (skills) dan

pengetahuan (knowledge) yang dipercaya mempunyai

konstribusi tinggi untuk meraih sukses dalam tatanan

lintas budaya. Kompetensi sikap yang disarankan adalah

(1) menghargai nilai-nilai dan praktik budaya lain, (2)

sabar dan toleran, (3) komitmen terhadap prinsip-prinsip

SDM, (4) banyak inisiatif, tekun, dan (5) mempunyai rasa

humor. McLagan (1989) mengidentifikasi 25 kompetensi

yang harus dimiliki oleh guru dalam ‘Models for HRD

Practice’. Kompetensi tersebut kemudian diklasifikasian

menjadi 4 kelompok, yaitu kompetensi teknik, bisnis,

interpersonal, dan intelektual. Soft skill menjadi bagian

Profesionalisme guru

72

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dari kompetensi HRD professional tersebut yang termuat

dalam kompetensi interpersonal. Leach (1999) menguji

kembali model yang dikembangkan oleh McLagan dan

menemukan 23 kompetensi yang masih relevan untuk

menyiapkan tenaga guru yang profesional.

Dua puluh lima kompetensi guru yang dikembangkan

dalam Models for HRD Practice adalah (1) keterampilan

menulis, (2) keterampilan berpresentasi, (3) kompetensi

computer, (4) keterampilan menyiapkan tujuan, (5)

keterampilan mencari informasi, (6) keterampilan

berproses dalam kelompok, (7) keterampilan bertanya,

(8) keterampilan memberi feedback, (9) pemahaman

tentang pembelajaran orang dewasa, (10) keterampilan

menjalin hubungan, (11) keterampilan mengevaluasi,

(12) keterampilan mewujudkan visi, (13) keterampilan

mereduksi data, (14) keterampilan pelatihan, (15)

keterampilan memilih media, (16) keterampilan

mengidentifikasi kompetensi, (17) keterampilan meneliti,

(18) keterampilan negosiasi, (19) perilaku organisasi, (20)

teori pengembangan karier, (21) teori pengembangan

dan pelatihan, (22) keterampilan sistem elektronik, (23)

teori pengembangan organisasi, (24) penganggaran

dan keterampilan mengelola sumber-sumber, dan (25)

memahami bisnis.

73

Kontribusi Soft Skill terhadap Profesionalitas GuruSoft skill dapat membangun kepribadian guru yang

lebih mantap. Berdasarkan beberapa hasil penelitian

dosen yang efektif ditemukan gejala umum bahwa dosen

yang disukai oleh mahasiswanya adalah dosen yang

mempunyai kepribadian positif. Hasil penelitian Gordon

(1999) menemukan delapan dari 18 pernyataan kompetensi

mengajar efektif dan mempunyai hubungan signifikan dan

positif adalah tipe kepribadian. Data mengindikasikan

bahwa 42.25% variasi kompetensi dapat diprediksi dari

tipe kepribadian. Dimensi tipe kepribadian dosen yang

mempunyai skor tinggi dalam efektivitas mengajar adalah

apakah kehadiran dosen diperlukan atau diinginkan,

dan apakah mereka bekerja dengan sekuat tenaga untuk

menyelesaikan pekerjaan secara penuh dan tepat waktu.

Dosen yang menghargai prosedur yang ditetapkan dan

otoritas, percaya bahwa mereka akan tetap dapat bertahan

sebab mereka sudah menjalankan fungsinya dengan baik.

Dosen yang seperti ini pada umumnya lebih mempunyai

perasaan dan intuisi. Dosen yang mendapat skor rendah

atau kurang efektif menurut Myers and McCaulley

(1985), yaitu apabila dosen tidak menemukan tempat

yang dapat digunakan untuk menyalurkan kecerdasan

dan apresiasinya, atau memperoleh tempat yang dapat

memberi sumbangan tinggi untuk hidupnya, merasa

Profesionalisme guru

74

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

frustasi dan dingin, dogmatis, ragu-ragu, merasa berdosa,

menjadi terganggu, merasa ahli dan mengetahui semua,

merasa lebih berkuasa dari yang lain, dan menolak untuk

mendengarkan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil

sebuah teladan bahwa menjadi dosen yang efektif tidak

hanya dituntut untuk menguasai kompetensi professional,

tetapi dia juga harus mempunyai kepribadian yang positif

agar dapat diterima oleh mahasiswanya. Kompetensi

profesional justru dapat menjadi bumerang bagi dosen

apabila dosen merasa dirinya yang paling superior.

Coker and Coker (1982), melalui sebuah penelitian

mengidentifikasi keterlibatan kompetensi kunci yang

menjadi prasarat mengajar efektif pada beberapa tingkat.

Aspek yang diteliti meliputi strategi pembelajaran, teknik

atau metode, komunikasi dengan siswa, keterlibatan

penguatan dalam belajar untuk tujuan memperbaiki

pembelajaran di kelas. Kompetensi yang diamati adalah

dimensi perilaku dosen dalam proses mengajar. Studi

memperlihatkan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh

dosen dapat meningkatkan outcome belajar.

Dosen yang kompeten berdasarkan data empiris yang

telah dilakukan dalam beberapa penelitian adalah dosen

professional yang mempunyai karakteristik kepribadian

menarik. Kepribadian dapat dibangun dari soft skills

melalui penyesuaian diri secara terus menerus.

75

Pentingnya Soft Skills Bagi Profesi GuruKompetensi guru yang termasuk soft skills adalah

kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.

Kompetensi kepribadian lebih mengacu pada kematangan

pribadi guru secara intrapersonal, antara lain mencakup

kematangan moral, etika, komitmen, tanggung jawab,

kearifan, wibawa, inklusif, toleransi dan disiplin.

Sementara itu, kompetensi sosial lebih mengacu pada

kematangan guru dalam membangun relasi dengan pihak

lain dalam konteks pendidikan, seperti peserta didik,

kolega, orang tua murid, asosiasi profesi, dan komunitas

lain pada umumnya.

Ada beberapa alasan tentang peran kompetensi

keperibadian dan sosial sebagai soft skills bagi guru.

Pertama, kepribadian dan sosial lebih substantif

ketimbang profesional dan pedagogik. Jika kedua

kompetensi soft skills tersebut dimiliki guru, maka

secara otomatis kompetensi soft skills tersebut dimiliki

guru dan secara otomatis kompetensi profesional dan

pedagogik akan teratasi. Hal ini disebabkan bahwa di

lapangan banyak dijumpai guru yang sebenarnya bukan

berlatar belakang LPTK, namun cukup berhasil dalam

mengajar karena mempunyai semangat belajar tinggi dan

mampu menjalin komunikasi efektif dengan stakeholder

pendidikan lain. Ini bukan berarti menjadi alasan untuk

Profesionalisme guru

76

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

tidak memerlukan LPTK sebagai lembaga penghasil calon

guru. Logikanya harus diubah, kalau alumni non-LPTK

saja bisa berhasil menguasai kompetensi kepribadian

dan sosial, terlebih alumni LPTK, maka pasti akan lebih

berhasil jika kedua kompetensi tersebut dikuasai.

Secara umum soft skills dimaknasi sebagai

keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan

orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam

mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang

mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal.

Dikaitkan dengan kompetensi guru, kompetensi

kepribadian merupakan bentuk dari intrapersonal skills,

sementara kompetensi sosial merupakan wujud dari

interpersonal skills. Di antara contoh intrapersonal skills

adalah jujur, tanggung jawab, toleransi, menghargai orang

lain, kemampuan bekerja sama, bersikap adil, kemampuan

mengambil keputusan, kemampuan memecahkan

masalah, mengelola perubahan, dan sebagainya.

Sementara itu di antara wujud interpersonal skills

adalah keterampilan bernegosiasi, presentasi, melakukan

mediasi, kepemimpinan, berkomunikasi dengan pihak

lain dan berempati dengan pihak lain.

Kedua, jenis soft skills tersebut sangat diperlukan

oleh setiap orang, sebab setiap orang harus mempunyai

komitmen, tanggung jawab, jujur, disiplin dan mampu

mengambil keputusan dan memecahkan masalah apa

pun profesinya. Yang membedakan anatara profesi guru

77

dengan profesi lain justru hard skills. Hal ini disebabkan

bahwa hard skills terkait dengan penguasaan ilmu

pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang

berhubungan dengan bidang ilmunya.

PENULISAN KARyA ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah

seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan)

yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan

pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain

sebelumnya (Dwiloka, 2005: 2). Menurut Pateda

(1993:91), karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah

pada suatu disiplin ilmu tertentu yang disu sun secara

sistematis, ilmiah, logis, benar, bertanggung jawab, dan

menggunakan bahasa yang baik dan benar. Jadi, karya

ilmiah ditulis bukan sekedar untuk mempertanggung-

jawabkan penggunaan sumber daya penelitian (uang,

bahan, dan alat) tetapi juga untuk mempertanggung-

jawabkan penulisan karya ilmiah tersebut secara teknis

dan materi. Hal ini terjadi karena hasil suatu karya ilmiah

dibaca dan dipelajari oleh orang lain dalam kurun waktu

yang tidak terbatas sebagai sarana mengembangkan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni.

Profesionalisme guru

78

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Karya ilmiah memenuhi syarat-syarat keilmiahan

pada suatu disiplin ilmu tertentu yang dikuasai oleh

penulisnya. Hasil penulisan ilmiah itu bersifat sistematis,

artinya disusun dalam suatu urutan yang teratur sehingga

pembaca mudah memahami hasil tulisannya. Hasil tulisan

ilmiah disusun pula secara logis dan benar. Karena itu

untuk mencapai keilmiahan yang logis dan benar, seorang

penulis karya ilmiah harus memiliki landasan teori

yang kuat. Landasan teori yang kuat akan menyebabkan

keilmiahan yang ditampilkan tidak menyimpang dari

suatu disiplin ilmu tertentu sehingga dapat dipertanggung-

jawabkan secara ilmiah. Pertanggung-jawaban ilmiah

tidak hanya berkaitan dengan isi karya ilmiah tetapi juga

berkaitan dengan susunan penulisannya. Penyusunan

karya ilmiah harus memenuhi kaidah penulisan, antara

lain (1) penyebutan sumber tulisan yang jelas. Jika

penyusun karya ilmiah mengutip pendapat orang lain

maka sumber kutipan itu harus disebutkan dengan

jelas dan lengkap, (2) memenuhi kaidah penulisan yang

berkaitan dengan teknik kutip-mengutip, penulisan kata,

frasa, dari kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa yang

baik dan benar.

Pentingnya Penulisan Karya IlmiahPenulisan karya ilmiah yang dipublikasikan secara

ilmiah harus menjadi agenda penting dan kesadaran

bagi para ilmuwan dan akademisi. Publikasi ilmiah perlu

79

mendapatkan perhatian karena tidak hanya sebagai

prasyarat untuk kepentingan akademik melainkan juga

untuk kepentingan masa depan Bangsa. Dengan mempubli-

kasikan karya ilmiah, baik karya ilmiah yang berupa hasil

penelitian, tinjauan, ulasan atau review maupun kajian

ilmiah lain maka masyarakat akan mengetahui dan dapat

memanfaatkannya untuk kepentingan yang lebih luas dan

bermakna.

Karya ilmiah apapun bentuk dan macamnya

tidak akan banyak manfaatnya bila hanya disimpan di

perpustakaan dan di almari buku, begitu pula karya ilmiah

yang sangat tebal dapat menjadikan para peminatnya

malas membaca. Di negara Indonesia yang memiliki

jutaan mahasiswa, ribuan tenaga pengajar, dan ratusan

pakar ternyata hasil penelitiannya kurang dipublikasikan.

Hal inilah yang menjadikan salah satu alasan Dirjen Dikti

Kemendikbud mengeluarkan surat edaran bagi mahasiswa

S1, S2, dan S3 wajib menulis ringkasan karya ilmiah dan

diterbitkan, baik dalam jurnal on line maupun cetak.

Dengan demikian peningkatan kesadaran kepada para

guru akan pentingnya sebuah karya ilmiah perlu secara

terus-menerus dilakukan.

Menulis karya tulis ilmiah selain sebagai upaya

untuk mengembangkan profesi guru juga sebagai

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui

sistem pemberian angka kredit sesuai dengan jenis

karya tulis ilmiah yang ditulisnya. Ada beberapa jenis

Profesionalisme guru

80

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

karya ilmiah yang dapat ditulis oleh guru sebagai

sarana pengembangan profesinya, seperti: laporan hasil

penelitian, makalah berupa tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah

populer, artikel ilmiah, buku pelajaran dan sebagainya.

Semua jenis karya ilmiah tersebut merupakan sarana

bagi guru untuk mengembangkan profesi sekaligus

meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini sesuai dengan

ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(PermenPANRB) Nomor 16 Tahun 2009 tanggal 10

Nopember 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kredit bahwa salah satu kegiatan pengembangan

profesi adalah publikasi ilmiah.

Publikasi ilmiah meski dapat ditulis secara ringan

tetapi harus tetap berisi. Artikel ilmiah yang akan

dipublikasikan bukan merupakan ringkasan semata tetapi

suatu naskah yang ditulis kembali berdasarkan hasil

ekstraksi dari laporan hasil penelitian dan pemikiran

mendalam. Karena itulah penulisan sebuah artikel untuk

publikasi ilmiah tidak boleh seenaknya sendiri tetapi

menggunakan sistematika dan pedoman yang ditentukan.

Kaidah Penulisan ArtikelMenurut jenisnya karya ilmiah, terutama yang

terdapat dalam dunia perguruan tinggi, adalah makalah,

skripsi, tesis, dan di sertasi. Hal ini perlu diketahui agar

dalam penulisan karya ilmiah tidak keliru maksud dan

81

tujuannya. Setiap penulis artikel ilmiah perlu memahami

tentang kaidah penulisan secara benar. Beberapa kaidah

dalam penulisan artikel ilmiah itu antara lain adalah

(1) logis, yang berarti karya ilmiah itu ada kerunutan

penjelasan dari data dan informasi yang masuk ke dalam

logika pemikiran kebenaran ilmu, (2) objektif, yang berarti

data dan informasi sesuai dengan fakta sebenarnya,

(3) sistematis, yakni sumber data dan informasi yang

diperoleh dari hasil kajian mengikuti urutan pola pikir yang

sistematis, (4) andal, berarti data dan informasi yang telah

teruji dan sahih serta masih memungkinkan untuk terus

dikaji ulang, (5) desain, berarti karya ilmiah itu terencana

dan memiliki rancangan, serta (6) akumulatif, berarti

kumpulan dari berbagai sumber yang diakui kebenaran

dan keberadaannya serta memberikan kontribusi bagi

khasanah pengembangan iptek yang sedang berkembang.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu

tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah. Syarat-syarat

itu, antara lain sebagai berikut.

a. Komunikatif, artinya uraian yang disampaikan

dapat dipa hami pembaca. Kata dan kalimat yang

disusun penulis hendaknya bersifat denotatif

sehingga tidak menim bulkan penafsiran ganda

pada pembaca. Pemahaman penulis hendaknya

sama dengan pemahaman pembaca.

b. Bernalar, artinya tulisan itu harus sistematis,

berurutan secara logis, ada kohesi dan koherensi,

Profesionalisme guru

82

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dan mengikuti metode ilmiah yang tepat,

dipaparkan secara objektif, benar, dan dapat

dipertanggung jawabkan.

c. Ekonomis, artinya kata atau kalimat yang ditulis

hendak nya diseleksi sedemikian rupa sehingga

tersusun secara padat berisi.

d. Berdasarkan landasan teoretis yang kuat, artinya

suatu hasil karya ilmiah bukan subjektivitas

penulisnya tetapi harus berlandaskan pada teori-

teori tertentu yang dikua sai secara mendalam

oleh penulis. Penulis melakukan kajian berdasar

teori-teori tersebut.

e. Tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu

tertentu, arti nya tulisan ilmiah itu ditulis

oleh seseorang yang mengua sai suatu bidang

ilmu tertentu. Karena itu, tulisan ilmiahnya

harus menunjukkan kedalaman wawasan dan

kecermatan pikiran berkaitan dengan disiplin

ilmu tertentu tersebut. Penguasaan penulis pada

disiplin ilmu tertentu akan tampak melalui teori,

pendekatan, pemaparan yang selalu berlandaskan

pada prinsip-prinsip ilmu tertentu.Memiliki

sumber penopang mutakhir artinya tulisan

ilmiah harus mempergunakan landasan teori

berupa teori mutakhir (terbaru). Penulis ilmiah

harus mencermati teori-teori mutakhir melalui

penelusuran internet atau jurnal ilmiah.

83

f. Bertanggungjawab artinya sumber data, buku

acuan, dan kutipan harus secara bertanggung

jawab disebutkan dan ditulis dalam karya ilmiah.

Teknik penulisan yang tepat serta penggunaan

bahasa yang baik dan benar juga terma suk bentuk

tanggung jawab seorang penulis karya ilmiah.

Profesionalisme guru

84

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Sebagai profesional, guru dihimbau untuk bergulat dengan tujuan

pendidikan yang lebih besar dan arah. Dalam budaya yang lebih profesional,

guru memikul tanggung jawab lebih besar untuk menghasilkan ahli

pengetahuan mereka sendiri.

85

BAB 3PENELITIAN PENGEMBANGAN

KEPROFESIAN GURU

PENELITIAN TERDAHULU yANG RELEVAN

Pertama, Penelitian Atay Derin (2003), Teacher

research for professional Development. Dalam

penelitiannya menyatakan bahwa: saat ini layanan

pendidikan dan program pelatihan (INSET) yang sering

ditemukan tidak memuaskan karena faktanya bahwa

mereka tidak memberikan kesempatan para guru untuk

terlibat secara aktif dalam perkembangan mereka dan

untuk merefleksikan pengalaman mengajar. Penelitian

ini menyajikan INSET program di mana Turki EFL guru

diberi pengetahuan teoritis yang relevan bersama dengan

bimbingan untuk penelitian, refleksi, dan kolaborasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun guru

86

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

menghadapi kesulitan dalam melakukan dan melaporkan

penelitian mereka, program ini memiliki dampak positif

pada pengembangan profesional mereka. Dengan

demikian, program penelitian berorientasi kindmay ini

membantu untuk menyelesaikan masalah dan kesulitan

yang berhubungan dengan program INSET pada

umumnya.

Kedua, Audrey Seezink, Rob Poell and Paul

Kirschner 2010 berjudul “SOAP in practice: learning

outcomes of a cross-institutional innovation project

conducted by teachers, student teachers, and teacher

educators”. Makalah ini melaporkan pada studi kasus

menyelidiki hasil belajar pada tingkat individu dan

organisasi dari proyek inovasi lintas kelembagaan

berdasarkan pendekatan SOAP. SOAP mengintegrasikan

Sekolah guru, pengembangan organisasi sekolah,

tindakan dan pengembangan berorientasi penelitian, dan

pengembangan profesional guru. Proyek inovasi bertujuan

untuk menggabungkan guru, siswa, dan pendidik guru

dalam aliansi untuk merancang dan mengembangkan

kompetensi baru berbasis pengaturan pendidikan kejuruan

bagi siswa. Analisis kualitatif induktif dari 37 wawancara

semi-terstruktur antara para peserta mengungkapkan

tujuh kategori utama dari hasil pembelajaran individu:

sikap, proyek desain dan manajemen, kolaborasi, teori

tindakan, praktik mengajar, prinsip-prinsip pendidikan,

dan perkembangan dalam pendidikan menengah

87

kejuruan. Tiga kategori utama dari hasil pembelajaran

organisasi diidentifikasi: lembaga tingkat pembelajaran,

tingkat proyek belajar, dan menggabungkan institusi-

level dan tingkat proyek belajar. Sebuah ketegangan

telah diidentifikasi antara kepentingan individu peserta

dalam belajar dan pengembangan pribadi, dan kebutuhan

belajar organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan

proses organisasi.

Ketiga, Alper Kackaya, IhsanÜnlü’ M. Said Akar, dan

Meryem Özturan Sagirli, 2011, berjudul The Effect of School

and Teacher Themed Movies on Pre-service Teachers’

Professional Attitudes and Perceived Self-Efficacy.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki

efek dari sekolah dan film bertema guru pada sikap pra

pelayanan guru terhadap profesi mereka dan dianggap

mereka efikasi diri. Sebagai pendekatan penelitian

kualitatif dan kuantitatif yang digunakan selama prosedur

pengumpulan data, metodologi campuran diadopsi dalam

penelitian ini.

Dalam studi tersebut, salah satu desain penelitian

campuran, model desain jelas digunakan. Penelitian

dilakukan dengan 102 siswa kelas dua yang terdaftar

pada departemen pendidikan dasar fakultas pendidikan

seperti Primer. Matematika. Ilmu Sosial dan Divisi

Pelatihan Guru Sains. Sebagai instrumen pengumpulan

data kuantitatif. «Guru Profesi Sikap Skala» yang

dikembangkan oleh Cetin dan Efikasi dikembangkan dan

PeneliTian Pengembangan

88

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

validitas dan reliabilitas dilakukan studi oleh para peneliti

digunakan dalam proses pengumpulan data. Dalam

prosedur pengumpulan data kualitatif, semi-terstruktur

wawancara bentuk dipersiapkan oleh para peneliti dan

surat-surat yang ditulis oleh siswa setelah penelitian

yang digunakan. Dalam studi tersebut, enam minggu film

kegiatan presentasi yang berbeda dan diskusi tentang film

dilakukan. Pada akhir kegiatan, wawancara dilakukan

pada aplikasi dan surat dilakukan. Diperoleh analisis

data mengungkapkan bahwa film pendidikan dipengaruhi

sikap bermakna mahasiswa terhadap profesi guru dan

dirasakan efikasi dirimereka dalam sisi positif. Dalam

sikap terhadap profesi, terlihat bahwa siswa berkembang

dalam dimensi “cinta, nilai, dan adaptasi”. Selain itu,

kemajuan positif terlihat pada dirasakan siswa keyakinan

efikasi diri. Studi bertujuan akan dilakukan pada masalah

ini adalah signifikan untuk penggunaan film pendidikan di

lembaga-lembaga pelatihan guru.

Keempat, Gambell Trevor, 2004, dengan

penelitian berjudul “Teachers working around large-

scale assessment: Reconstructing professionalism

and professional development,” Dalam penelitian ini

menyebutkan bahwa inisiatif reformasi pendidikan

yang didasarkan pada profesionalisme pengajaran.

Profesionalisasi berarti bahwa guru menganggap dan

melatih kontrol meningkat di daerah non-instruksional

pengambilan keputusan, bukannya sibuk dengan konten

89

dan pengetahuan prosedural.

Sebagai profesional, guru dihimbau untuk bergulat

dengan tujuan pendidikan yang lebih besar dan arah. Dalam

budaya yang lebih profesional, guru memikul tanggung

jawab lebih besar untuk menghasilkan ahli pengetahuan

mereka sendiri. Skala besar penilaian sering digambarkan

sebagai bertentangan dengan kepentingan guru dan

sebagai laknat oleh asosiasi profesi guru. Penelitian

primer sedikit yang menyentuh pada dampak skala besar

pengujian pada identitas-diri guru, rasa profesionalisme,

dan mereka menggunakan penelitian evaluatif. Penelitian

ini menguji mengapa guru bahasa Inggris termotivasi

untuk mengambil bagian secara profesional dalam

penilaian 1998 Kanada skala besar keaksaraan. Guru

diwawancarai sebelum, selama, dan empat sampai enam

bulan setelah mengambil bagian dalam sesi penilaian.

Makalah ini membahas sebuah konsep yang berkembang

dan ditingkatkan profesionalisme di antara guru. Daripada

merampok para guru otonomi profesional mereka dan

penilaian, partisipasi dalam program penilaian menantang

mereka untuk merenungkan konten mereka sendiri dan

pengetahuan kritik, praktis mengajar mereka sendiri

dan praktik evaluasi, dan mendefinisikan kembali peran

profesional mereka.

Tema yang muncul meliputi penegasan dan penegasan

kembali, validasi pengetahuan dan praktik kelas, klarifikasi

peran skala besar penilaian di guru dan pembelajaran,

PeneliTian Pengembangan

90

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

profesionalisme yang disempurnakan, dan pergeseran

filosofis. Guru-guru ini direkonstruksi profesionalisme

dan melakukan pengembangan profesional secara

individual dan kolektif dan melalui berbagai pengalaman

dianggap bertentangan dengan kesejahteraan profesional

kolektif guru hanya beberapa tahun yang lalu.

Kelima, Servage Laura, 2009, Who is the

“Professional” in a Professional Learning Community?

An Exploration of Teacher Professionalism Collaborative

Professional Development Settings”. Penelitian ini

merupakan survei dan penafsiran literatur pengembangan

profesional yang berhubungan dengan komunitas

belajar profesional, (Professional Learning Community,

PLC) di sekolah. Saat ini K-12 publikasi perdagangan

berfokus pada PLC dianalisis terhadap empat model

teoritis yang berbeda profesionalisme. Setiap model

mendorong dan melegitimasi pemahaman yang berbeda

dari isi pengetahuan dan praktik yang membuat guru

dan sekolah mereka. Artikel itu menyimpulkan bahwa

PLC pembelajaran saat ini mencakup dimensi teknis dan

manajerial kerja guru dengan mengorbankan pengetahuan

kerajinan dan perspektif kritis “profesional.” , sehingga

pemahaman sempit dan miskin profesionalisme guru, dan

membatasi kontribusi potensi PLC untuk pertumbuhan

profesional guru dan pembelajaran.

Keenam, penelitian Wahyuni (2009), tentang

Kompetensi Guru Pasca Sertifikasi (Studi Kasus Guru

91

Bersertifikat Pendidik Profesional di SMPN Kota Blitar),

menyimpulkan hal-hal berikut. (1) Terjadi peningkatan

kompetensi pedagogik pada guru-guru bersertifikat

pendidik di Kota Blitar, (2) Terjadi peningkatan

kompetensi profesional pada guru yang sudah bersertifikat

pendidik yang ditunjukkan dalam pelaksanaan tugas

dan kewajiban. (3) Tidak terjadi perubahan kompetensi

kepribadian pada guru yang sudah bersertifikat, (4)

hubungan antara guru dengan masyarakat lingkungan

lebih baik, diwujudkan dengan pemberian sebagian

dari insentif yang diberikan pemerintah, (5) Guru-guru

selalu berupaya untuk meningkatkan kompetensi yang

dimiliki dengan cara membaca banyak referensi, melatih

kemampuan teknologi, menjaga hubungan baik dengan

teman sejawat.

Ketujuh, penelitian Sukamto dkk (2010), tentang

Pengembangan Profesi Guru secara Berkesinambungan

sebagai Strategi Nasional Pendukung Sertifikasi Guru,

menyatakan hal-hal berikut. Penelitian yang dilaksanakan

untuk mengidentifikasi beberapa kelemahan program

sertifikasi guru dan pengembangan program teachers’

continuing professional development (TCPD). UU Nomor

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya

program sertifikasi guru telah mulai dilaksanakan sejak

2007.

Hasil penelitian ini mengungkapkan tidak adanya

perbedaan yang signifikan antara kelompok guru yang

PeneliTian Pengembangan

92

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

sudah lolos sertifikasi dengan kelompok guru yang baru

akan diusulkan untuk kuota 2010, baik dalam hal persepsi

terhadap sertifikasi, sikap mereka tentang implementasi

kebijakan sertifikasi dan evaluasi mereka tentang dampak

sertifikasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Bahkan antara 3 propinsi yang ditelitipun tidak ada

perbedaan signifikan dalam kaitannya dengan persepsi,

sikap, dan evaluasi tentang dampak program sertifikasi.

Diperoleh kesan kuat bahwa guru dan organisasi keguruan

saat ini masih sangat mementingkan sertifikasi sebagai

program peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan

dengan peningkatan kualitas profesional mereka sebagai

guru. Meskipun secara kuantitatif ada perbedaan rerata

antar kelompok guru atau ditinjau dari daerah penugasan

guru, namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara

statistik.

Pendalaman lebih lanjut melalui wawancara dan

FGD mengungkapkan bahwa para guru antara lain

menyatakan persyaratan seorang guru pofesional harus

bertugas 24 jam per minggu adalah terlalu berat untuk

dipenuhi. Hampir semua kepala sekolah dan guru yang

diwawancarai mengkhawatirkan proses sertifikasi yang

kompleks dan berbelit-belit akan menyibukkan para guru

dan mengalihkan perhatian mereka ke aspek-aspek non-

teaching sehingga aspek pembelajaran akan terbengkalai.

Juga terungkap dari jawaban guru terhadap angket

terbuka bahwa mereka banyak yang menganggap proses

93

sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

guru, bahkan sebahagian mereka berpendapat tanpa

uji sertifikasipun apabila pemerintah memperbaiki

kesejahteraan guru maka otomatis akan meningkatkan

mutu pendidikan. Secara akademis, kegiatan yang

dirasakan masih lemah namun dinyatakan sebagai

kegiatan yang membantu guru secara profesional adalah

penelitian tindakan kelas dan kegiatan penulisan karya

ilmiah.

Kelompok guru di Singaraja, Bali dan Daerah

Istimewa Yogyakarta menyebutkan beberapa hal yang

mereka nyatakan sebagai kebutuhan pelatihan bagi semua

guru, yatu pengembangan inovasi dalam pembuatan media

pembelajaran, aplikasi berbagai metode pembelajaran,

pemanfaatan ICT dalam pembelajaran, menjalin hubungan

sekolah dengan masyarakat, termasuk hubungan yang

efektif dengan orangtua siswa, pelaksanaan konsep

supervisi teman sejawat (peer supervision) dan partisipasi

dalam kegiatan ilmiah melalui berbagai organisasi sosial

kependidikan. Dari tanggapan para siswa terungkap

bahwa kecuali di Makassar, uji-t yang dilakukan antara

kelompok guru yang sudah dan yang belum mengikuti

sertifikasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

signifikan dalam hal kinerjanya (p=0.048 di Makasar;

p=0,124 di DIY; dan p=0,163 di Singaraja, Bali).

Kedelapan, penelitian Deni Koswara, dkk tentang

Studi Dampak Program Sertifikasi Guru Terhadap

PeneliTian Pengembangan

94

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Peningkatan Profesionalisme dan Mutu di Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi memiliki

pengaruh yang rendah terhadap profesionalisme dan

mutu pembelajaran. Hasil ini tidak bersesuaian dengan

tujuan sertifikasi itu sendiri. Kondisi ini harus dipahami

sebagai adanya suatu kondisi yang salah dengan sertifikasi,

apakah desainnya atau sistemnya, prosesnya, atau hasil

yang ditargetkannya. Ke depan perlu ada kajian evaluasi

program sertifikasi ini untuk melihat apakah sertifikasi

ini sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Selain

itu perlu dikaji kembali mengenai desain atau system

sertifikasi yang terjadi saat ini, apakah sudah efektif atau

tidak dalam meningkatkan mutu guru dan mutu proses

pembelajaran serta hasil pembelajaran.

Kesembilan, penelitian I Wayan Santyasa tentang

Peningkatan Profesio-nalisme Guru menyimpulkan

bahwa profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga

faktor yang cukup penting, yaitu kompetensi, sertifikasi,

dan tunjangan profesi. Ketiga faktor tersebut diprediksi

mempengaruhi kualitas pendidikan. Sertifikasi erat

kaitannya dengan proses belajar sehingga tidak bisa

diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul

sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan

tonggak awal bagi guru untuk meningkatkan kompetensi

dan profesionalisme secara kontinu.

95

KERANGKA PIKIR PENELITIAN

PeneliTian Pengembangan

96

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

... rangkaian metode selama tiga tahun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang

integral dalam memecahkan masalah pokok yang diteliti.

97

BAB 4METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan research and development

yang dilakukan secara bertahap dalam waktu tiga tahun.

Tahap pertama dilakukan pada tahun I (2015), tahap

kedua dilakukan pada tahun ke II (2016), dan tahap

ketiga dilakukan pada tahun ke-III (2017). Penelitian

tahap pertama merupakan landasan bagi pengembangan

tahap kedua dan seterusnya. Dengan demikian rangkaian

metode selama tiga tahun pada hakikatnya merupakan

satu kesatuan yang integral dalam memecahkan masalah

pokok yang diteliti.

98

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

METODE PENELITIAN TAHUN I

(TAHUN 2015)

Pada tahapan pertama, penelitian dilakukan untuk

menghasilkan pemetaan data secara komprehensif,

mengenai (1) pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan bagi guru-guru pasca sertifikasi di

lingkungan Sekolah Menengah di Daerah Muhammadiyah

Sukoharjo yang berlangsung selama ini, (2) kemampuan

guru dalam menulis karya ilmiah pasca sertifikasi di

lingkungan Sekolah Menengah di Daerah Muhammadiyah

Sukoharjo, dan (3) bentuk kebutuhan pengembangan

profesional guru pasca sertifikasi di lingkungan

Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah Sukoharjo.

Selanjutnya, pada akhir tahun pertama menemukan draft

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah.

Metode tahun pertama dilakukan dengan eksploratif,

yaitu dilakukan secara langsung ke lapangan. Penelitian

penjelajahan (eksploratif) dimaksudkan untuk

mengungkap kedalaman mengenai pengembangan

keprofesian guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca

sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah di Daerah

Muhammadiyah Sukoharjo. Selain itu juga dimaksudkan

untuk memperoleh masukan-masukan dari berbagai

99

pihak yang terkait, sebagai bahan utama dalam menyusun

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah.

Target out put yang dicapai pada tahun pertama

adalah (1) mendeskripsikan pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan bagi guru-guru pasca sertifikasi di

lingkungan Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah

Sukoharjo yang berlangsung selama ini. (2)

Mendeskripsikan kemampuan guru dalam menulis karya

ilmiah pasca sertifikasi di lingkungan Sekolah Menengah di

Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. (3) Mendeskripsikan

bentuk kebutuhan pengembangan profesional guru pasca

sertifikasi pendidik di lingkungan Sekolah Menengah

Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. (4) Merumuskan

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruk tivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah.

Dalam penelitian eksploratif dimaksudkan untuk

menelusuri ke berbagai sumber data yang ada dengan

langkah-langkah terencana guna memperoleh data

lengkap sebelum dikembangkan lebih lanjut. Karena itu

untuk menghimpun data ditempuh dengan antara lain

melalui: (1) sumber informan, (2) sumber tempat dan

peristiwa, serta (3) sumber dokumentasi/ arsip yang ada.

meToDe PeneliTian

100

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Informan yang diminta keterangan, meliputi Guru

bersertifikasi, Kepala Sekolah, dan Majlis Dikdasmen

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo. Adapun

yang tercakup sebagai kategori informan pelengkap yang

dimintai keterangan, meliputi Ketua MGMP dan beberapa

tokoh atau ahli pendidikan. Teknik wawancara digunakan

untuk mendapatkan data dari para informan dilakukan

secara mendalam, terbuka, dan bebas, tidak terstruktur

tetapi terfokus pada pengembangan guru yang diteliti.

Proses wawancara juga dilakukan di setiap tempat, kapan

saja secara luwes karena menempatkan informan sebagai

orang yang paling memahami mengenai masalah yang

dipertanyakan. Oleh karena itu orientasi kebenaran hasil

isi wawancara bersifat empirik, artinya pemahaman isi

dan konteks senantiasa diinterpretasi dalam kerangka

kebudayaan tempat informan berada, sehingga diperoleh

data yang empirik (Spreadly, 1979). Untuk membantu

pengumpulan data hasil wawancara dilengkapi alat

perekam suara. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

sekecil-kecilnya informasi yang tidak terjangkau.

Sumber tempat dan peristiwa digunakan sebagai

fokus observasi. Tempat yang dijadikan sebagai sumber

data adalah SMA, MA, dan SMK Muhammadiyah di

Sukoharjo. Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya

meliputi aspek perilaku guru, kepala sekolah dan aspek

sosial lainnya yang berhubungan dengan pengembangan

profesionalisme guru. Adapun secara khusus fokus

101

kajian ditujukan pada peristiwa dan proses aktivitas

yang bertalian dengan usaha guru dan kepala sekolah

serta Majlis Dikdasmen Daerah Muhammadiyah dalam

pengembangan profesionalisme guru berkelanjutan.

Selanjutnya untuk merekam situasi dan peristiwa serta

tempat selama pengamatan digunakan teknik catatan

lapangan (field work) maupun alat pemotret serta alat

perekam audio visual. Dengan demikian hasil rekaman

dapat dijadikan sebagai bahan pendukung dalam analisis

data hasil wawancara (Spreadly, 1980).

Untuk data yang berupa dokumen dan arsip,

maupun hasil studi pustaka dalam penelitian digunakan

sebagai data pelengkap, setelah diseleksi dan dianalisis

isinya. Dengan teknik seperti ini informasi dan data

pengembangan profesionalisme guru dalam bentuk

penulisan karya ilmiah dapat dihimpun, diidentifikasi,

dikembangkan, dan dijabarkan dalam deskripsi yang

menyeluruh (lengkap).

Untuk meningkatkan tingkat kepercayaan data

dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:

peerdebriefing, yaitu diskusi dengan beberapa personal

(para guru bersertifikasi, pakar pendidikan, dan

majlis dikdasmen Muhammadiyah Sukoharjo). Hal ini

dimaksudkan untuk mempertajam dan koreksi maupun

untuk memperoleh masukan-masukan serta kritikan-

kritikan sehingga data hasil informasi benar-benar telah

teruji kebenarannya. Teknik triangulasi sumber juga

meToDe PeneliTian

102

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dilakukan sebagai cara mempertinggi kebenaran data,

yakni dengan mengecek data dari beberapa sumber

yang berbeda mengenai masalah yang sama. Adapun

langkah untuk mendapatkan kebenaran informasi setiap

informan, dilakukan teknik recheck, yaitu upaya meneliti

data hasil wawancara dari informan untuk memperoleh

tingkat kebenaran data dari informan yang telah dimintai

informasi.

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan

teknik analisis model interaktif (Miles dan Huberman,

1984), yang meliputi komponen: (1) pengumpulan data,

(2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) penarikan

kesimpulan. Analisa data dilakukan secara terus menerus

dari awal pengumpulan data hingga proses verifikasi yang

berlangsung mulai dari awal penelitian sampai dengan

akhir. Dengan demikian proses analisis terjadi secara

interaktif dan menguji antar komponen secara siklus yang

berlangsung terus menerus dalam waktu cukup lama.

Karena itu, data hasil kesimpulan telah teruji dengan

selektif dan akurat. Berikut ini bagan analisis siklus proses

analisis interaktif.

103

Bagan 1: Model Analisis Interaktif (Sumber: Miles & Huberman, 1984)

Penyusunan Draf Pengembangan Model

Berdasarkan analisis data, peneliti merumuskan

draf model yang bisa digunakan sebagai sarana untuk

pengembangan model keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis kolaboratif. Pada proses tahapan

ini, hasilnya baru pada model tentatif yang relevan untuk

pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis

konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-

transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah

guru-guru di SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo.

Target out put yang dicapai pada tahun pertama,

meliputi (1) Pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan. (2) Deskripsi kemampuan guru dalam

menulis karya ilmiah. (3) Bentuk-bentuk kebutuhan

meToDe PeneliTian

104

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

pengembangan profesional guru pasca sertifikasi di

lingkungan Sekolah Menengah Daerah Muhammadiyah

Sukoharjo. Adapun out come yang diperoleh adalah draf

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah.

METODE PENELITIAN TAHUN II

(TAHUN 2016)

Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada tahun

pertama, maka metode penelitian yang diterapkan tahun

ke-dua menitikberatkan pada penyempurnaan dan

pemantapan model pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif. Target

dari proses ini adalah terbentuknya model pengembangan

keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-

kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable

Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.

Pada dasarnya perumusan model pengembangan

pada tahun ke-2 didasarkan pada pendekatan partisipatif,

di mana seluruh elemen pemangku kepentingan

(stakeholder) Majlis Dikdasmen Muhammadiyah

Sukoharjo turut berperan serta dalam proses penyusunan

model. Proses perumusan model pengembangan

105

keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-

kolaboratif untuk meningkatkan soft skills–transferable

skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.

Metode Perumusan ModelPemaparan (Explanatory)Metode ini dilaksanakan dengan tujuan untuk

memberikan penjelasan kepada seluruh peserta dalam

proses perumusan model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif

untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills guru

dalam penulisan artikel ilmiah. Hal-hal yang dijelaskan

dalam proses tersebut meliputi pengembangan profesi

guru berkelanjutan, artikel ilmiah sebagai salah satu syarat

PKB, berbagai jenis artikel ilmiah, cara mudah membuat

artikel ilmiah, dan strategi publikasi karya Ilmiah.

Focus Group Discussion (FGD)Capaian yang diharapkan dengan metode FGD adalah

untuk memperoleh masukan informasi dari berbagai

elemen tentang draft model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif

untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable Skills guru

dalam penulisan artikel ilmiah. Peserta FGD yang diajak

untuk mengembangkan model meliputi tiga unsur pokok,

unsur sekolah, yakni Kepala Sekolah dan Guru, unsur

Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Sukoharjo, dan unsur

meToDe PeneliTian

106

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

LPTK. Peran tim peneliti memandu dan memfasilitasi

jalannya proses sehingga informasi serta gagasan untuk

mengembangkan model adalah muncul dari pihak-pihak

yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat

dalam kegiatan PKB. Dengan pendekatan partisipatif ini

ternyata mampu mewakili kepentingan dan keinginan

berbagai pihak sehingga bisa digunakan sebagai strategi

mengembangkan PKB. Melalui forum FGD model

pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis

konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan Soft

Skills–Transferable Skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah dapat dimunculkan, dirumuskan, dan disusun

serta dilakukan maupun diuji dan dinilai sendiri tingkat

efektivitasnya. Dalam keadaan demikian maka legitimasi

dan kebutuhan akan muncul dari pihak-pihak yang

secara langsung berkaitan dan berkepentingan, sehingga

realisasi pengembangannya lebih kongkrit. Forum FGD

dilakukan dua hingga tiga kali sehingga para peserta dapat

bersepakat dan bulat merumuskan serta menentukan

model yang mereka inginkan.

Wawancara Mendalam (In-depth Interview)Wawancara mendalam dilakukan untuk melengkapi

teknik pengumpulan data berupa informasi dan

pendapat untuk membentuk model. Hal-hal yang perlu

dikonfirmasikan lebih lanjut kepada elemen pemangku

107

kepentingan pengembangan PKB di Majlis Dikdasmen

Kabupaten Sukoharjo, serta hal-hal yang belum diperoleh

melalui metode-metode lainnya termasuk diskusi dan

sarasehan dikonfirmasi melalui wawancara mendalam.

Perumusan dan Penyusunan ModelLangkah perumusan ini dilakukan beberapa kali

yang beranggotakan tim terpadu, terdiri dari tim penulis,

peserta FGD, dan beberapa ahli pendidikan. Forum ini

menetapkan dan merumuskan model panduan yang bisa

digunakan sebagai sarana untuk implementasi model. Pada

tahapan ini, hasilnya sudah sampai pada ditetapkannya

model yang relevan sebagai upaya meningkatkan soft

skills-transferable skills guru dalam menyusun artikel

ilmiah dan sebagai salah satu model PKB.

Target out put yang ingin dicapai adalah (1) tersusunnya

model. (2) Tersusunnya strategi implementasi model.

Out come yang dihasilkan berupa model pengembangan

keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-

kolaboratif untuk meningkatkan Soft Skills–Transferable

Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah dan sebagai

alternatif pengembangan model PKB.

Uji Coba Implementasi ModelDalam memberikan penyuluhan dan bimbingan yang

diutamakan adalah kegiatan transfer pengetahuan dan

cara-cara menulis karya ilmiah berbasis konstruktivis-

meToDe PeneliTian

108

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

kolaboratif. Teknik pendampingan dilakukan dengan

motivatif dan alternatif, yakni memberi (1) penyuluhan

yang bersifat motivatif untuk menggarap pengembangan

profesi, (2) memberi bimbingan dan saran yang bersifat

alternatif dalam peningkatan kualitas guru. Dengan

demikian peranan pendampingan lebih bersifat kemitraan,

tidak mendominasi dan tetap memberi ruang kreatif

bagi pelaku interpretasi (guide) dalam mengembangkan

knowledge tentang penulisan karya ilmiah. Materi

pendampingan antara lain berkenaan dengan pengertian

cara-cara menulis karya ilmiah. Sasaran pendampingan

adalah guru-guru bersertifikasi yang tertarik untuk

menulis karya ilmiah.

Evaluasi dan Pemantauan Pelaksanaan Uji Coba Model

Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh

informasi yang langsung, akurat, dan apa adanya tentang

sejauh mana model yang disusun memberikan dampak

positif bagi kegiatan pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan dalam menulis karya ilmiah yang berbasis

konstruktivis-kolaboratif. Proses evaluasi melibatkan

orang-orang yang sejak awal terlibat dalam penyusunan

draf model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

Soft Skills–Transferable Skills guru dalam penulisan

artikel ilmiah. Dengan demikian hasil yang diperoleh

109

dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya. Proses

pemantauan ini juga dimaksudkan untuk mengetahui

kekuatan/kelebihan dan kelemahan, baik yang bersifat

substansial maupun teknis. Karena itu dalam evaluasi dan

pemantauan telah dilakukan analisis SWOT (Strenghs,

Weaknesses, Opportunities, Threats). Dengan cara ini

perbaikan atau revisi model dapat dilakukan secepatnya

guna membuat penyempurnaan model sehingga dapat

direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait.

Revisi Model Setelah selesai melakukan uji coba dan evaluasi

model dengan mencermati berbagai kekurangan dan

kelemahan model, maka langkah selanjutnya adalah

memperbaiki dan menyempurnakan model. Model

yang telah diperbaiki dan disempurnakan kemudian

direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait. Dengan

demikian model pengembangan ini menjadi lebih

sempurna. Model selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai

bentuk pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills–transferable skills guru dalam penulisan artikel

ilmiah di Sukoharjo dan di tempat lain.

meToDe PeneliTian

110

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Uji Implementasi ModelImplementasi model pengembangan dilakukan pada

kelompok terbatas dengan tahapan sebagai berikut (1)

penyuluhan dan pelatihan pembuatan karya ilmiah secara

klasikal, (2) pendampingan pembuatan artikel ilmiah

pada kelompok guru, (3) pendampingan publikasi artikel

hasil kerja kelompok guru. Out put yang diperoleh pada

tahun II (kedua) ini meliputi (1) terbentuknya kelompok

guru (konstruktif kolaboratif) sebagai basis implementasi

model pengembangan keprofesian guru berkelanjutan

berbasis konstruktivis-kolaboratif, (2) tersusunnya artikel

ilmiah hasil, dan (3) penerbitan artikel ilmiah.

Sosialisasi ModelSosialisasi hasil ini dimaksudkan untuk

menyebarluaskan hasil temuan imple-mentasi model

pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis

konstruktivis-kolaboratif untuk meningkatkan soft skills–

transferable skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.

Sosialisasi juga diharapkan berdampak positif bagi

pengembangan guru-guru di Daerah Sukoharjo.

Langkah–langkah sosialisasi atau desiminasi

dilakukan sebagai berikut. Pertama, dilakukan secara

langsung kepada pihak (a) Internal, yakni guru-guru

yang bersangkutan, Sekolah, dan Majlis Dikdasmen. (b)

Eksternal, yaitu Kantor Pendidikan Nasional Kabupaten

111

Sukoharjo dan LPTK terkait, yakni FKIP-UMS. Kedua,

desiminasi dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui

media massa, internet, leaflet, dan jurnal.

METODE PENELITIAN TAHUN III (TAHUN 2017)

Berdasarkan hasil-hasil yang dicapai pada tahun

pertama dan kedua, maka metode penelitian yang

diterapkan tahun ketiga lebih menitikberatkan pada

menguji efektivitas model pengembangan keprofesian

guru berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif.

Target dari proses ini adalah meningkatnya Soft Skills–

Transferable Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.

Out put penelitian tahun ke tiga yakni (1) hasil uji

efektivitas model terhadap peningkatan Soft Skills–

Transferable Skills guru dalam penulisan artikel ilmiah,

(2) meningkatnya Soft Skills–Transferable Skills guru

dalam dalam penulisan artikel ilmiah. (3) Peningkatan

jumlah publikasi artikel ilmiah guru.

Outcome yang ditargetkan pada tahun ketiga ini

adalah (1) model pengembangan keprofesian guru

berkelanjutan berbasis konstruktivis-kolaboratif untuk

meningkatkan soft skills–transferable skills guru dalam

penulisan artikel ilmiah, (2) guru memiliki kemampuan

menulis artikel ilmiah dan mempublikasikannya sebagai

bentuk peningkatan profesional guru berkelanjutan.

meToDe PeneliTian

112

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

KERANGKA METODE PEMECAHAN MASALAH

113

114

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

”Sebagai guru saya sudah berusaha untuk meningkatkan kompetensi baik

paedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan diskusi dengan rekan-rekan sejawat berkaitan dengan berbagai hal

dalam peningkatan kompetensi.”

115

BAB 5PENGEMBANGAN PROFESI GURU

BERBASIS KONSTRUKTIF-KOLABORATIF DI SMA/MA/SMK MUHAMMADIyAH SUKOHARjO

DESKRIPSI KOTA SUKOHARjO

Sukoharjo merupakan ibukota salah satu kabupaten

di karesidenan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Kota

Sukoharjo terletak di sekitar 10 km sebelah selatan Kota

Surakarta. Sejarah singkat Kabupaten Sukoharjo berawal

dari pasca perang Jawa (1825-1830) ketika kompeni

Belanda makin memperketat keamanan untuk mencegah

terulangnya pemberontakan rakyat Jawa. Kondisi

masyarakat Jawa semakin miskin sehingga mendorong

terjadinya tindak kejahatan (pidana) di berbagai tempat.

Menghadapi kondisi seperti itu pemerintah kolonial

menekan raja Surakarta dan Yogyakarta agar menerapkan

116

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

hukum secara tegas. Salah satunya dengan membentuk

lembaga hukum yang dilengkapi dengan berbagai

pendukung.

Di Kasunanan Surakarta dibentuk Pradata

Gedhe, yakni pengadilan kerajaan yang menjadi pusat

penyelesaian semua perkara. Lembaga ini dipimpin oleh

Raden Adipati (Patih) di bawah pengawasan Residen

Surakarta. Dalam pelaksanaannya Pradata Gedhe

mengalami kesulitan karena volume perkara yang sangat

besar. Sunan Pakubuwono dan Residen Surakarta

memandang perlu melimpahkan sebagian perkara

kepada pemerintah daerah. Mereka sepakat membentuk

pengadilan di tingkat kabupaten yang diberi nama

Pradata Kabupaten. Pada tanggal 16 Februari 1874, Sunan

Pakubuwono IX dan Residen Surakarta Keucheneus

membuat perjanjian pembentukan Pradata Kabupaten di

wilayah Klaten, Boyolali, Ampel, Kartasura, Sragen dan

Larangan. Surat perjanjian tersebut disyahkan pada hari

Kamis tanggal 7 Mei 1874 Staatsblad nomor 209. Pada Bab

I surat perjanjian, tertulis sebagai berikut: “Ing Kabupaten

Klaten, Ampel, Boyolali, Kartasura lan Sragen, apadene

ing Kawedanan Larangan kadodokan pangadilan

ingaranan Pradata Kabupaten. Kawedanan Larangan

saikiki kadadekake kabupaten ingaranan Kabupaten

Sukoharjo” (Di Kabupaten Klaten, Ampel, Boyolali,

Kartasura dan Sragen dan juga Kawedanan Larangan

dibentuk pengadilan yang disebut Pradata Kabupaten.

117

Kawedanan Larangan sekarang dijadikan kabupaten

dengan nama Kabupaten Sukoharjo). Berdasarkan Surat

Perjanjian tersebut dapat disimpulkan bahwa hari jadi

Kabupaten Sukoharjo adalah tanggal 7 Mei 1874, yang

sebelumnya bernama Kawedanan Larangan. Dengan

demikian pada tahun ini (2015) Kabupaten Sukoharjo

sudah berusia 141 tahun.

Kabupaten Sukoharjo mempunyai slogan

“MAKMUR”, kependekan dari Maju, Aman, Konstitusional,

Mantap, Unggul, Rapi. Slogan tersebut menjadi kebanggan

dan cermin dari kebribadian masyarakat Sukoharjo.

Kabupaten Sukoharjo sendiri mempunyai visi dan misi

sebagai berikut.

Visi: Mewujudkan Sukoharjo yang makmur,

sejahtera, dan mandiri serta bertaqwa.

Misi Kabupaten Sukoharjo:

1. Mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

2. Meningkatkan pertumbuhan perekonomian

masyarakat yang bertumpu pada Peningkatan

Ketahanan Pangan dan UKM.

3. Meningkatkan Sarana dan Prasarana Perekonomian

4. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

dan aparatur pemerintah daerah yang profesional

dan bebas KKN.

5. Mewujudkan supremasi Hukum, penegakan

Pengembangan Profesi guru

118

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Hukum di daerah.

6. Menciptakan kondisi daerah yang aman, damai,

tertib dan tenteram.

Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas area 444,666

km 2, terletak di 7’ 32’17’ – 7’ 49’32’ Lintang Selatan dan

110’ 42’06,79’ – 110’ 57’33,7’ Bujur Timur di ketinggian 80

m – 125 m di atas permukaan laut dengan batas-batasnya

sebagai berikut.

1. Sebelah Utara : Kota Surakarta dan

Kabupaten Karanganyar

3. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar

4. Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY)

dan Kab. Wonogiri

5. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan

Kabupaten Klaten

Secara geografis Kabupaten Sukoharjo dibelah

oleh Sungai Bengawan Solo menjadi dua bagian, bagian

utara pada umumnya merupakan dataran rendah dan

bergelombang, sedangkan bagian selatan merupakan

dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian daerah di

perbatasan merupakan daerah perkembangan Kota

Surakarta, di antaranya di kawasan Grogol dan Kartosuro.

Kota Kartosuro merupakan persimpangan jalur Solo-

Yogyakarta dengan Solo-Semarang.

Kabupaten Sukoharjo juga dilintasi jalur kereta api

Solo-Wonogiri, yang dioperasikan kembali pada tahun

2004 setelah selama puluhan tahun tidak difungsikan.

119

Kabupaten Sukoharjo secara administratif terdiri atas 12

kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 150 desa dan

17 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan

Sukoharjo. Kecamatan tersebut adalah Sukoharjo,

Tawangsari, Bulu, Weru, Nguter, Bendosari, Grogol, Baki,

Gatak, Kartasura, Mojolaban, dan Polokarto. Kabupaten

Sukoharjo memiliki luas wilayah keseluruhan sebesar

46.666 ha atau sekitar 1,43% luas wilayah Provinsi Jawa

Tengah, dengan jumlah penduduk sekitar 900.000 jiwa.

Dengan luas lahan 46,67 kilometer persegi atau 1,43

persen luas wilayah Provinsi Jawa Tengah, Sukoharjo

masih mengandalkan sektor pertanian. Namun, sejumlah

industri manufaktur dan tekstil serta garmen skala besar

juga beroperasi di kabupaten ini.

Peta Kabupaten Sukoharjo

Pengembangan Profesi guru

120

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

DESKRIPSI GURU SMA/MA/SMK

MUHAMMADIyAH SUKOHARjO

Deskripsi ini mencakup data guru, data guru

bersertifikasi, deskripsi Profil guru secara keseluruhan,

pemetaan dan kemampuan guru dalam penulisan

karya ilmiah, dan kebutuhan dalam pengembangan

keprofesionalan guru berkelanjutan.

Data Guru Amal Usaha Muhammadiyah yang berupa Pendidikan

di Daerah Muham-madiyah Sukoharjo tergolong banyak

jumlahnya. Lembaga pendidikan yang berupa sekolah

menengah atas, yaitu MA, SMA, dan SMK Muhammadiyah

sebanyak 11 sekolah. Berdasarkan pencatatan arsip yang

dilakukan pada tanggal 27 Juni 2015 ditemukan bahwa

jumlah total guru di 11 Sekolah Menengah tingkat Atas

Muhammadiyah Sukoharjo adalah sebanyak 346 orang.

Dari sejumlah tersebut, guru yang sudah mendapatkan

sertifikasi pendidik atau bersertifikasi sejumlah 119 orang,

sedangkan yang belum bersertifikasi sejumlah 227 orang.

Data profil jumlah guru di sekolah menengah tingkat atas,

setara dengan MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah di Daerah

Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo digambarkan

dalam table 5.1 sebagai berikut.

121

Tabel 5.1. Profil Guru Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Sukoharjo.

No Nama Sekolah Belum Sertifikasi

Sudah Sertifikasi Jml.

1 SMK Muhammadiyah 1 SKH 57 29 862 SMK Muhammadiyah 2 SKH 26 7 333 SMK Muhammadiyah Watukelir 20 16 36

4 SMK Muh. Pontren Imam Syuhodo 22 2 24

5 SMK Muhammadiyah Kartasura 13 22 356 SMA Muhammadiyah 1 SKH 13 7 207 SMA Muhammadiyah 3 Watukelir 13 6 198 SMA Muhammadiyah 4 Kartasura 7 8 159 SMA Muhammadiyah 5 Gatak 10 7 17

10 SMA Muh. Pontren Imam Syuhodo 28 5 33

11 MA Muhammadiyah Bekonang 18 10 28Jumlah 227 119 346

Data Guru BersertifikasiBerdasarkan pencatatan arsip yang dilakukan peneliti

pada tanggal 27 Juni 2015 diperoleh data bahwa jumlah

guru yang sudah bersertifikasi di sekolah Muhammadiyah

setingkat MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah Sukoharjo

berjumlah 119 orang. Sekolah yang memiliki guru

bersertifikasi paling banyak adalah SMK Muhammadiyah

1 Sukoharjo dengan 29 orang, sedangkan sekolah yang

memiliki guru bersertifikasi paling sedikit adalah SMK

Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, yakni 2 orang.

Mayoritas guru yang bersertifikasi pendidik memiliki

pendidikan terakhir Strata Satu (S.1), dengan status

kepegawaian sebagai guru tetap yayasan.

Pengembangan Profesi guru

Sumber: Pencatatan Arsip Peneliti 2015

122

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Deskripsi Profil Guru Secara KeseluruhanSecara histogramik data profil guru-guru sekolah

menengah tingkat atas Muhammadiyah di Daerah

Muhammadiyah Sukoharjo dapat ditunjukkan sebagai

berikut. Dari jumlah 346 guru menurut perolehan

sertifikasi pendidik terbagi menjadi dua, yakni yang

sudah mendapat sertifikat pendidik 119 orang dan yang

belum memperoleh sertifikat pendidik 227 orang. Dari

sejumlah 119 orang guru yang telah memperoleh sertifikat

pendidik, berdasarkan status kepegawaiannya terbagi

menjadi 20 PNS, 72 GTY, dan 27 GTT. Dari sejumlah 119

orang guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik,

berdasarkan status pendidikan terakhir terbagi menjadi

109 memiliki tingkat pendidikan sarjana strata satu (S.1)

dan 10 orang memiliki tingkat pendidikan magister strata

dua (S.2). Kemudian, dari sejumlah 119 orang guru yang

telah memperoleh sertifikat pendidik maka berdasarkan

jenis kelaminnya terdapat 81 pria dan 38 wanita. Dalam

bentuk histogram data profil guru secara keseluruhan

digambarkan sebagai berikut.

123

Histogram 1 Profil Guru SMA/SMK/MA Muhammadiyah Sukoharjo

Profil jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi Data guru berdasarkan keikursertaannya dalam

program sertifikasi pendidik dapat ditunjukkan dalam

histogram sebagai berikut.

Histogram 2 Profil Jumlah Guru Berdasarkan Sertifikasi

Pengembangan Profesi guru

124

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Berdasarkan data pada histogram 2 di atas, dapat

dijelaskan bahwa dari sejumlah 346 guru yang status

kepegawaian tersebar ke dalam status PNS, guru tetap

yayasan, dan guru kontrak tetap ternyata yang sudah

mengikuti program sertifikasi pendidik sejumlah 119

orang atau sebesar 34,39% dan yang belum mengikuti

program sertifikasi pendidik sejumlah 227 orang atau

65,61%. Ini menunjukkan bahwa guru yang belum

mengikuti program sertifikasi lebih banyak dari pada yang

sudah mengikuti program sertifikasi. Meski baru sebesar

34,39% yang mengikuti program sertifikasi pendidik,

sebagai perguruan swasta atau lembaga pendidikan bukan

pemerintah maka jumlah di atas dapat dikatakan sudah

baik karena telah berada di atas angka 25%.

Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian Data guru SMA / MA/ SMK Muhammadiyah

Sukoharjo yang bersertifikasi pendidik menurut status

kepegawaiannya dapat digambarkan dalam histogram

sebagai berikut.

125

Histogram 3 Profil Guru Berdasarkan Status Kepegawaian

Berdasarkan data pada histogram tiga di atas, dapat

dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 bersertifikasi pendidik

maka status kepegawaiannya terbagi menjadi tiga kategori,

yakni status pegawai negeri sipil (PNS), guru tetap yayasan

(GTY), dan guru tidak tetap (GTT). Guru SMA/MA/SMK

Muhammadiyah Sukoharjo bersertifikasi pendidik yang

berstatus PNS sejumlah 20 orang atau 16.81%, berstatus

GTY sejumlah 72 orang atau 60.50%, dan berstatus GTY

sejumlah 27 orang guru atau 22.69%. Data menurut status

kepegawaian ini cukup menarik karena guru berstatus non

PNS banyak yang memperoleh sertifikasi pendidik, yakni

sebesar 83,19% dibandingkan dengan guru berstatus PNS.

Pengembangan Profesi guru

126

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan Data guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah

Sukoharjo yang telah bersertifikasi pendidik menurut

tingkat pendidikannya dapat digambarkan dalam

histogram sebagai berikut.

Histogram 4. Profil Guru Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data pada histogram 4 di atas, dapat

dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 guru bersertifikasi

pendidik maka berdasarkan tingkat pendidikannya terbagi

menjadi dua kategori, yakni berpendidikan akhir magister

(S.2) dan memiliki tingkat pendidikan akhir sarjana

(S.1). Guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo

bersertifikasi pendidik yang bergelar S.2 sejumlah 10

127

orang atau 08,40% dan bergelar S.1 sejumlah 109 orang

atau 91,60%. Data menurut tingkat pendidikan ini

menunjukkan masih sedikit yang memiliki gelar S.2 yakni

08,40% sehingga perlu peningkatan yang bergelar S1

untuk mengikuti program pendidikan jenjang berikutnya.

Profil Guru Berdasarkan jenis Kelamin Data guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah

Sukoharjo yang telah bersertifikasi pendidik menurut jenis

kelaminnya dapat digambarkan dalam bentuk histogram

sebagai berikut.

Histogram 5. Profil Guru Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data pada histogram 5 di atas, dapat

dijelaskan bahwa dari sejumlah 119 guru SMA/MA/SMK

Muhammadiyah Sukoharjo yang telah bersertifikasi

pendidik maka berdasarkan jenis kelaminnya, terbagi

yang pria sejumlah 81 orang atau 68,07% dan wanita

Pengembangan Profesi guru

128

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

38 orang atau 31,93%. Data menurut jenis kelamin

menunjukkan bahwa guru pria masih menjadi mayoritas

yang memperoleh sertifikasi pendidik daripada wanita.

HASIL STUDI PENDAHULUAN

Pengembangan Keprofesian Guru Selama Ini

Perspektif GuruPengumpulan informasi dilakukan dari beberapa

guru untuk menghimpun data penelitian mengenai “Model

pengembangan profesi guru berkelanjutan berbasis

kontruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-

transferable skills dalam penulisan artikel ilmiah bagi

guru di sekolah menengah Muhammadiyah Sukoharjo.”

Pada dasarnya segala bentuk pengembangan diri sudah

dilakukan oleh para guru meski hasilnya belum maksimal.

Guru telah berusaha melakukan pengembangan diri untuk

memenuhi dan meningkatkan kompetensi paedagogik,

profesional, sosial, dan kepribadian.

Wawancara dilakukan kepada Bapak Drs. Bambang

Sahana, M.Pd., selaku guru PPKn di SMK Muhammadiyah

1 Sukoharjo (5 Juni 2015). Bapak Bambang Sahana

mengatakan bahwa “Selama ini saya banyak membaca

buku, mengikuti workshop, dan outbond. Jika itu dilakukan

129

semua, saya rasa cukup untuk meningkatkan kompetensi.”

Hasil informasi dari Bapak Drs. Bambang Sahana, M.Pd

kemudian dicoba dicek dengan hasil wawancara guru

lain di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo, yakni Bapak

Sri Suharjo, S.Pd guru Sejarah, yang mengatakan: “Saya

selain baca buku, juga sering melihat di internet. Karena

peristiwa sejarah lebih mudah jika mencari di internet.

Datang di seminar atau workshop juga pernah. Itu bisa

mendukung kompetensi kita sebagai guru Sejarah.”

Informasi yang didapatkan dari kedua nara sumber

di atas rupanya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan

Bapak Drs. H. Sumarno, M.Si sebagai guru bersertifikasi

pengampu kewirausahaan di SMK Muhammadiyah 1

Sukoharjo. Menurutnya, juga melakukan pengembangan

kompetensi dengan mendatangi seminar, workshop, serta

kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Hasil

wawancara dari guru SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo

terkait pengembangan kompetensi guru bersertifikasi,

kemudian dikroscek dengan hasil informasi dari SMK

Muhammadiyah 2 Sukoharjo. Berdasarkan keterangan

Bapak Eko Suryanto, S.Pd selaku guru PPKn pada tanggal

8 Juni 2015, mengatakan bahwa, “Untuk mengembangkan

kompetensi, saya ikut kegiatan-kegiatan MGMP. Lantas

juga beli laptop untuk internetan, karena sangat bagus

untuk mencari informasi yang terbaru mengenai isu-isu

kewarganegaraan.”

Keterangan Bapak Eko Suryanto, S.Pd., coba

Pengembangan Profesi guru

130

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dikroscek dengan informasi dari guru bersertifikasi

lainnya di SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo, yakni Bapak

Drs. Wiyono yang mengampu bidang studi Penjaskes.

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 6 Juni 2015, Bapak

Drs. Wiyono mengatakan, “Jika sekolah dapat undangan

seminar atau workshop, biasanya datang. Membaca

buku olahraga sering saya lakukan, lantas melihat video-

video di Youtube.” Media internet rupanya dimanfaatkan

Bapak Drs. Wiyono guna mencari materi-materi tentang

olahraga. Video-video yang terdapat pada situs Youtube,

juga dimanfaatkan Bapak Drs. Wiyono dalam mencari

praktik-praktik olahraga.

Informasi yang diperoleh dari guru SMK

Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo,

dicek dengan informasi dari guru SMA Muhammadiyah

1 Sukoharjo. Guru di SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo

yang sudah bersertifikasi berjumlah tujuh orang. Salah

satu guru yang sudah bersertifikasi adalah Bapak Sugino,

S.Pd,. M.Hum, pengampu Bahasa Indonesia. Berstatus

sebagai PNS, beberapa kegiatan dilakukan Bapak

Sugino, S.Pd,.M.Hum., guna meningkatkan kualitas

kompetensinya. Ketika diwawancarai, Bapak Sugino,

S.Pd,.M.Hum mengatakan “Saya melakukan penelitian

dan membuat artikel ilmiah. Ada yang dipublikasikan

dan ada yang disimpan hanya untuk kenaikan pangkat

saja. Lantas membeli buku, ikut wokshop, seminar, dan

kegiatan MGMP.”

131

Hasil wawancara Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum,

dikroscek dengan informasi dari Ibu Heni Supriyanti,

S.Pd pengajar BK. Ketika ditanya mengenai usaha dalam

mengembangkan kompetensi yang selama ini dilakukan,

Ibu Heni Supriyanti S.Pd., mengatakan, “Saya cukup ikut

seminar dan MGMP saja, karena usia sudah sudah. Lagi

pula banyak kegiatan di luar sekolah.”

Guru sekolah menengah Muhammadiyah di daerah

Watukelir, juga dijadikan narasumber dalam penelitian

ini. Daerah Watukelir terdapat dua sekolah bertaraf

MA/SMA/SMK, yakni SMA Muhammadiyah 3 dan SMK

Watukelir. Guru bersertifikasi yang diminta menjadi

narasumber dari SMK Muhammadiyah Watukelir

adalah Bapak Eko Kahono, S.Pd., dan Tutik Heni R,

S.E. Sementara itu guru bersertifikasi yang dijadikan

narasumber dari SMA Muhammadiyah 3 Watukelir adalah

Mudjijono, S.Ag., dan Pancawati Setyaningsih, S.Pd. Hasil

wawancara yang dilakukan kepada guru bersertifikasi

di SMA Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah

Watukelir tanggal 13 Juni 2015 memberikan gambaran

bahwa kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan

kompetensi di antaranya adalah menghadiri workshop,

seminar, membeli buku pelajaran, memanfaatkan

internet, mengadakan perayaan hari keagamaan, dan

menghadiri MGMP.

Narasumber lain yang juga dimintai keterangannya

adalah Bapak Sutadi, yang merupakan guru SMA

Pengembangan Profesi guru

132

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Muhammadiyah 4 Kartasura. Beliau yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil, mendapatkan sertifikasi guru melalui

proses PLPG. Bapak Sutadi dalam jawaban wawancaranya

mengatakan “Usaha yang dilakukan dalam peningkatan

kompetensi antara lain menyisihkan uang untuk membeli

buku, mengikuti workshop, seminar, mengikuti kegiatan-

kegiatan ilmiah tingkat MGMP”. Keterangan dari Bapak

Sutadi coba dikroscek dengan informasi dari Bapak

Suminto, yang merupakan guru MA Muhammadiyah

Bekonang. Bapak Suminto mengatakan:

“Sebagai guru saya sudah berusaha untuk meningkatkan kompetensi baik paedagogik, profesional, sosial, maupun kepribadian. Saya selalu berinisiatif untuk melakukan diskusi dengan rekan-rekan sejawat berkaitan dengan berbagai hal dalam peningkatan kompetensi. Apalagi saya sebagai seorang guru PKn harus selalu update berbagai

informasi tentang dunia politik, hukum, dan kenegaraan.”

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sutadi

dan Bapak Suminto, diperoleh gambaran bahwa guru-

guru Muhammadiyah di Sukoharjo yang bersertifikasi

pendidik selama ini telah melakukan beberapa kegiatan

untuk mengembangkan kompetensi setelah bersertifikasi.

Kegiatan yang dilakukan berupa mengikuti workshop,

seminar, membeli buku teks pelajaran terbaru, mengikuti

kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),

serta berdiskusi dengan rekan guru bidang studi.

Kesimpulan wawancara Bapak Sutadi dan Bapak Suminto

dikroscek dengan wawancara yang dilakukan kepada Ibu

133

Sularsih yang mengajar di SMA Muhammadiyah 5 Gatak

Sukoharjo. Ibu Sularsih menjelaskan:

“Kegiatan pengembangan kami lakukan sebagai seorang guru. Kami mengikuti seminar, workshop, atau pelatihan yang dilakukan oleh instansi pendidikan. Itu jarang kami ikuti, ya pas ada waktu longgar saja. Karena dari sisi pendanaannya pun kami harus mengambil dari kantong pribadi, tidak ada alokasi dana dari sekolah untuk kegiatan

tersebut.”

Informasi yang didapatkan dari Ibu Sularsih dicek

dengan wawancara Bapak Agus Susilo, S.Pd.I., selaku

Guru Agama SMK Muhammadiyah Pontren Imam

Syuhada. Bapak Agus Susilo, S.PdI mengatakan, “Untuk

meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel

ilmiah kalau pas ada kesempatan saya mengikuti seminar/

workshop.”

Pengumpulan data yang telah dilakukan kepada

beberapa guru MA/SMA/SMK Muhammadiyah di

Sukoharjo memberikan gambaran terkait kegiatan

yang dilakukan selama ini dalam hal pengembangan

keprofesionalan guru berkelanjutan. Berbagai usaha

dan kegiatan guru dalam meningkatkan profesionalisme

secara berkelanjutan tersebut dapat ditunjukkan dalam

gambar histogram sebagai berikut.

Pengembangan Profesi guru

134

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Histogram 6. Kegiatan Guru Meningkatkan Profesionalisme

Perspektif Kepala SekolahKepala sekolah sebagai pimpinan, sudah semestinya

ikut bertanggung jawab dalam hal pengembangan

profesionalisme guru di sekolah. Berbagai cara

dilakukan kepala sekolah untuk mendukung guru

bersertifikasi agar memiliki kompetensi yang lebih baik.

Bapak Drs. Hadi Mualim, MM., kepala sekolah SMK 2

Muhammadiyah Sukoharjo, mendukung aktivitas guru

untuk mengembangkan kompetensi. Berdasarkan hasil

wawancara pada tanggal 8 Juni 2015, Bapak Drs. Hadi

Mualim, MM mengatakan:

“Apabila ada undangan seminar atau worskhop, kami akan mengirimkan guru. Untuk dana dibantu dari sekolah. Guru diberikan surat perjalanan dinas, lantas di cap pada panitia di seminar/workshop. Selanjutnya bukti itu diserahkan ke sekolah. Kegiatan MGMP juga didukung, terutama penyediaan tempat jika dibutuhkan. Terkait jam mengajar,

135

kami sesuaikan dengan kebutuhan guru khususnya yang bersertifikasi agar sesuai kebutuhan jam mengajarnya. Masih banyak lagi kegiatan lain untuk mengembangkan kompetensi guru.”

Informasi dari Bapak Drs. Hadi Mualim, MM,

kemudian dicek dengan keterangan dari Drs. Mudjijono

sebagai kepala sekolah di SMA Muhammadiyah 1

Sukoharjo. Drs. Mudjijono mengatakan jika pihak sekolah

mendukung penuh terkait pengembangan kompetensi

guru, meski terkadang menemui kendala. Drs. Mudjijono

mengatakan:

“Sekolah menerima dengan baik undangan untuk menghadiri seminar/workshop. Namun jika bersamaan dengan kegiatan sekolah yang tidak bisa ditinggalkan, maka tidak ada guru yang berangkat. Misalnya ketika ujian siswa, kemungkinan besar sekolah tidak bisa ditinggal. Untuk dana dari sekolah, akan diberikan untuk kegiatan guru. Biasanya menggunakan surat perjalanan dinas.”

Guru yang berkualitas merupakan pengajar yang

memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang

ilmu tertentu, sehingga mampu melakukan tugasnya

untuk mentransfer ilmu. Sejalan dengan hal tersebut,

Bapak Sukino, M.Pd., sebagai kepala sekolah di SMK

Muhammadiyah Watukelir turut mendukung aktivitas

guru dalam pengembangan kompetensi. Bapak Sukino,

M.Pd mengatakan:

“Kita dukung guru jika ingin mengembangkan kompetensi.

Bila mendesak terkait dana, biasanya menggunakan uang dari guru terlebih dahulu, lantas kita ganti. Bila acara hari

Pengembangan Profesi guru

136

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

besar keagamaan, sekolah juga melibatkan guru. Itu salah satu wujud pengembangan kompetensi kepribadian dan sosial.” Pembagian jam pengajar sudah memperhatikan kebutuhan guru, khususnya yang sudah bersertifikasi.”

Kepala sekolah SMA Muhammadiyah Pontren Imam

Syuhada juga dimintai keterangannya terkait penelitian

“Model pengembangan profesi guru berkelanjutan

berbasis kontruktivis kolaboratif untuk meningkatkan

soft skills-transferable skills dalam penulisan artikel

ilmiah bagi guru di sekolah menengah Muhammadiyah

Kabupaten Sukoharjo. Bapak Awaludin M.E., S.Pd.I,

M.Si., menyatakan, guru yang berkualitas harus meliputi

persyaratan. Syarat tersebut antara lain memiliki bakat

sebagai seorang guru. Memiliki keahlian sebagai seorang

guru. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.

Memiliki mental yang sehat. Memiliki pengalaman dan

pengetahuan yang luas. Guru adalah manusia yang berjiwa

Pancasila. Berbadan yang sehat. Guru adalah seorang

warga negara yang baik. Memiliki kepribadian yang

matang dan berkembang. Guru melakukan pengembangan

profesi secara berkesinambungan.

Tujuan diadakannya sertifikasi guru untuk

menentukan kelayakan kompetensi seseorang sebagai

agen pembelajaran, serta persyaratan memangku jabatan

professional sebagai pendidik. Landasan diadakannya

sertifikasi antara lain UU RI No. 20 Tahun 2003; PP. RI

No. 19 Tahun. 2005 SPN; Pernyataan Presiden RI pada

137

peringatan hari guru tanggal 2 Desember 2004. Bapak

Awaludin ME, S.PdI, M.Si menjelaskan “Pekerjaan guru

merupakan suatu profesi. Sehingga akan diperkuat

dengan undang-undang Guru & Dosen, uji sertifikasi

kompetensi sebagai wujud peningkatan & penjaminan

kualitas layanan dan hasil pendidikan.”

Menurut Bapak Awaludin ME, S.Pd.I, M.Si., manfaat

diadakannya sertifikasi yaitu untuk melindungi profesi

pendidik dari praktek-praktek yang tidak kompeten

sehingga merusak citra profesi pendidik. Melindungi

masyarakat dari praktik–praktik pendidikan yang tidak

professional. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan

dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang

menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Menjadi wahana penjaminan mutu bagi penyelenggara

program penyiapan tenaga kependidikan (PPTK) di

Perguruan Tinggi dan layanan hasil pendidikan usia dini,

dasar, dan menengah. Bapak Awaludin M E, S.Pd.I, M.Si.,

menambahkan:

“Saya menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2014, namun belum mendapatkan sertifikasi guru. Terdapat 5 guru di SMA Muh Pontren Imam Syuhada yang mendapatkan sertifikasi. Dilihat dari personal beberapa guru di SMA ini yang sudah mendapatkan sertifikasi dapat saya simpulkan sudah baik. Ya boleh dibilang guru-guru kami lebih di depan dari pada sekolah lain. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan dari bapak dan ibu guru kami dalam mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti workshop dan yang lebih sering buat kami ikuti adalah seminar-seminar.”

Pengembangan Profesi guru

138

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Menurut Bapak Awaludin ME, S.Pd.I, M.Si.,

perbandingan kinerja guru yang sudah tersertifikasi dengan

yang belum tersertifikasi, sebenarnya tidak jauh berbeda.

Guru yang belum tersertifikasi bahkan terlihat lebih giat

dalam melakukan tugasnya sebagai pengajar. “Greget dari

bapak ibu guru kami dalam mengimplentasikan ilmunya

juga terbilang baik, ini ditunjukkan dengan berbagai

kegiatan yang dilakukan oleh siswa kami dalam bidang

ilmiah.”

Hasil wawancara dengan Ibu Diyah Herawati sebagai

kepala sekolah memberikan gambaran tentang bagaimana

pengembangan guru yang selama ini dilaksanakan di

SMA Muhammadiyah 5 Gatak Sukoharjo. Kepala sekolah

memberikan dukungan penuh dalam peningkatan mutu

guru. Kendala yang dihadapi yaitu berkaitan dengan

motivasi guru, lokasi sekolah yang jauh dengan pusat kota.

Guru yang merasa sudah mau pensiun tidak memiliki

motivasi untuk mengikuti berbagai pengembangan

kompetensi guru. Ibu Diyah Herawati mengatakan:

“Memberikan support kepada bapak/ibu guru untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dalam pengembangan kompetensi guru. Yang biasa dilakukan antara lain seminar, pelatihan, worksop, pertemuan ilmiah lainnya yang mendukung peningkatan mutu guru. Kepala sekolah sebagai kontrol/pengendali jalannya sekolah yang dipimpin bertanggung jawab penuh terhadap segala aktivitas dan mutu sekolah.”

Pengumpulan data yang telah dilakukan dengan

139

beberapa kepala sekolah MA/ SMA/ SMK Muhammadiyah

di Sukoharjo, memberikan gambaran terkait kegiatan

yang dilakukan selama ini dalam hal pengembangan

kompetensi guru bersertifikasi. Berdasarkan hasil

wawancara yang telah dilakukan, diperoleh gambaran

bahwa kepala sekolah ternyata selama ini telah berusaha

mendukung guru bersertifikasi di SMA/ MA/ SMK

Muhammadiyah Sukoharjo untuk melakukan berbagai

kegiatan guna meningkatkan kompetensi paedagogik,

profesional, kepribadian, dan sosial. Dukungan yang

dilakukan antara lain: (1) Memberikan dukungan kepada

guru apabila ingin mengikuti seminar. (2) Memberikan

dukungan kepada guru apabila ingin mengikuti workshop.

(3) Memfasilitasi kegiatan diskusi dengan rekan bidang

studi di sekolah masing-masing. (4) Memberikan terhadap

kegiatan MGMP. (5) Memotivasi guru bersertifikasi yang

sudah berusia tua, agar tetap produktif. (6) Mendukung

guru dalam menyelenggarakan kegiatan sosial pada acara

hari besar keagamaan. (7) Memberikan pengawasan

terhadap aktivitas guru di sekolah. (8) Mendukung guru

yang ingin melakukan penelitian. (8) Ikut berperan dalam

menentukan kebijakan ketika pembagian jam mengajar

guru.

Berbagai usaha dan kegiatan kepala sekolah dalam

meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan

tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar histogram

sebagai berikut.

Pengembangan Profesi guru

140

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Histogram 7. Usaha Kepala Sekolah Meningkatkan Profesionalisme Guru

Perspektif Majelis DikdasmenRealitas yang terjadi di lapangan menggambarkan jika

pihak Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah

Sukoharjo cenderung hanya mengawasi, memberikan

dorongan, dan motivasi kepada aktivitas guru bersertifikasi

dalam pengembangan kompetensi. Bisa dikatakan sistem

yang sedang terjadi adalah buttom up. Hal itu ditandai

dengan segala ide muncul dari sekolah masing-masing

sehingga Majlis Dikdasmen akan memberikan dukungan

setelah sekolah tersebut melakukan action.

Pihak Guru Pendidikan Dasar dan Menengah

Muhammadiyah Sukoharjo sebenarnya harus memiliki

peran yang lebih, tidak hanya sekedar menunggu aksi dari

sekolah. Hal itu karena guru sebagai agen pembelajaran

pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah dituntut harus konsisten

141

melaksanakan tugasnya. Sertifikasi guru berfungsi untuk

meningkatkan martabat dan peran pengakar sebagai

agen pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan mutu

pendidikan nasional. Guru yang berkomitmen tinggi

harus memenuhi kompetensi pedagogik, profesional,

kepribadian, dan sosial.

Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan

mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi: (1)

pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (2)

pemahaman terhadap peserta didik; (3) perancangan

pembelajaran; (4) pelaksanaan pembelajaran yang

mendidik dan dialogis; (5) evaluasi hasil belajar; serta (6)

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi

kepribadian yang harus dimiliki seorang guru antara lain:

(1) mantap; (2) stabil; (3) dewasa; (4) arif dan bijaksana;

(5) berwibawa; (6) menjadi teladan bagi peserta didik; (7)

berakhlak mulia; (8) mengevaluasi kinerja sendiri; serta

(9) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan

mendalam yang meliputi: (1) konsep, struktur, dan metoda

keilmuan/ teknologi/ seni yang menaung/koheren dengan

materi ajar; (2) materi ajar yang ada dalam kurikulum

sekolah, (3) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(4) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan

sehari-hari; serta (5) kompetensi secara profesional

Pengembangan Profesi guru

142

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai

dan budaya nasional. Kompetensi sosial merupakan

kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk:

(1) berkomunikasi lisan dan tulisan, (2) menggunakan

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

(3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama

pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, serta (4)

bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Berbagai usaha dan kegiatan kepala sekolah dalam

meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan

tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar histogram

sebagai berikut.

Histogram 8. Usaha Majlis Dikdasmen Meningkatkan Profesionalisme Guru

143

Pemetaan Kemampuan Guru dalam Penulisan Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah hasil pemikiran seorang ilmuwan

yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan seni. Kegiatan ilmiah diperoleh melalui kepustakaan,

kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang

lain sebelumnya. Guru yang berstatus PNS harus membuat

hasil penelitian guna kenaikan pangkat. Sementara guru

swasta tidak diharuskan melakukan penelitian, karena

poin kenaikan pangkat memiliki penilaian yang berbeda

dengan guru negeri.

Wawancara dilakukan kepada Bapak Drs. Bambang

Sahana, M.Pd., selaku guru PPKn di SMK Muhammadiyah

1 Sukoharjo (5 Juni 2015), terkait konsep karya ilmiah.

Bapak Bambang mengatakan, “Pengusaan konsep

penelitian menjadi hambatan saya dalam PTK. Terkadang

ketika membuat, tapi bingung ini sudah benar atau belum.

Akhirnya berhenti tidak jadi membuat.” Jawaban Bapak

Drs. Bambang Sahana, M.Pd., coba dikroscek dengan

hasil wawancara guru lain di SMK Muhammadiyah 1

Sukoharjo, yakni Bapak Sri Suharjo, S.Pd guru Sejarah.

Bapak Sri Suharjo, S.Pd., mengatakan:

“Sebenarnya pembelajaran sejarah ada banyak problem. Misalnya motivasi siswa, cara penyampaian metode yang efektif, lantas sumber pembelajaran yang relevan. Itu bisa menjadi tema penelitian tindakan kelas. Hanya konsep PTK tidak terlalu saya kuasai. Agak bingung membuat proposal yang benar dan sistematikanya. Sebenarnya

Pengembangan Profesi guru

144

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

sudah diberikan contoh, tapi karena ilmunya beda jadi tetap merasa kesulitan.”

Informasi yang didapat dari Bapak Drs. Bambang

Sahana, M.Pd., dan Bapak Sri Suharjo, S.Pd., dicoba

dikroscek dengan hasil wawancara dari guru SMK

Muhammadiyah 2 Sukoharjo. Berdasarkan keterangan

Bapak Eko Suryanto, S.Pd selaku guru PPKn pada tanggal

8 Juni 2015, mengatakan “Membuat penelitian mungkin

jadi salah satu kelemahan saya, karena dulu saat kuliah

tidak menempuh jalur yang skripsi.” Keterangan Bapak

Eko Suryanto, S.Pd coba dikroscek dengan informasi

dari guru bersertifikasi lainnya di SMK Muhammadiyah

2 Sukoharjo, yakni Bapak Drs. Wiyono. Hasil wawancara

tanggal 6 Juni 2015 dengan Bapak Drs. Wiyono

mengatakan:

“Kesulitan dalam membuat PTK secara umum ada pada pengembangan konsep penelitiannya. Mulai dari menentukan judul yang pas, rumusan masalah, dan teori yang digunakan. Lantas metodenya bagaimana, itu juga jadi hambatan. Seandainya tidak ada yang membimbing, pasti saya kesulitan.”

Keterangan yang didapatkan dari guru SMK

Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo,

dikroscek dengan informasi dari guru SMA Muham-

madiyah 1 Sukoharjo. Salah satu guru yang yang cukup

baik dalam melakukan penelitian di SMA Muhammadiyah

1 Sukoharjo adalah Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum. Ketika

diwawancarai, Bapak Sugino, S.Pd,. M.Hum mengatakan:

145

“Saya sudah 3 kali melakukan penelitian, bahkan ada artikelnya yang dimuat di salah satu jurnal. Ada juga yang saya buat, tapi tidak dipublikasi karena hanya untuk kepentingan naik pangkat saja. Secara umum faham untuk membuat proposal atau pengetahuan penelitian, namun

karena usia sudah tua jadi tidak terlalu agresif seperti dulu.”

Informasi lain diperoleh dari Ibu Heni Supriyanti,

S.Pd., pengajar Bimbingan Konseling di SMA

Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Ketika ditanyakan mengenai

konsep pemahaman karya ilmiah, Ibu Heni Supriyanti

S.Pd., mengatakan bahwa “Saya agak kesulitan dengan

konsep penelitian, karena banyak jenisnya. Jika membuat

latar belakang dan rumusan masalah mungkin bisa tetapi

untuk teori dan analisis data rasanya cukup sulit.”

Kelemahan dalam memahami konsep penelitian juga

dialami oleh guru bersertifikasi dari sekolah menengah

Muhammadiyah di daerah Watukelir, yang menjadi

narasumber dalam penelitian ini. Hasil wawancara yang

dilakukan pada guru bersertifikasi di SMA Muhammadiyah

3 dan SMK Muhammadiyah Watukelir tanggal 13 Juni

2015, menyimpulkan secara umum guru terkendala dalam

pemahaman konsep karya ilmiah. Guru merasa kesulitan

ketika sudah masuk pada sistematika baku dan metodologi

penelitian.

Membuat karya ilmiah harus didukung dengan

pemahaman yang cukup. Peneliti yang kurang memiliki

pemahaman tentang konsep ilmiah, akan mengalamai

kendala. Hal itu juga dirasakan Bapak Rahman Haryanto,

Pengembangan Profesi guru

146

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

yang mengatakan:“Secara prinsip kami belum memahami konsep karya ilmiah, ilmu dalam membuat PTK masih sedikit, cara pembuatan belum paham dan jelas, pendidikan dan latihan PTK belum pernah mengikuti. Ilmu dalam pembuatan artikel ilmiah belum memadai, cara pembuatan belum ada bayangan, pendidikan dan latihan belum pernah mengikuti.”

Pengumpulan data terkait pemahaman konsep karya

ilmiah juga didapat dari Bapak Sutadi, yang menyatakan:

“Kami belum memahami konsep karya ilmiah. Konsep penulisan, metode yang benar seperti apa kami belum memahami dengana baik. Keadaan yang kami alami, kurangnya bimbingan pembuatan PTK, tidak ada bimbingan cara penulisan yang diadakan pemerintah secara gratis.”

Guru selain mendidik siswa juga harus

mengembangkan kompetensinya dalam bentuk karya

ilmiah. Pendapat lain disampaikan Agus Susilo guru

SMK Muhammadiyah Ponten Imam Syuhada, yang

berpendapat:

“Selama ini pemahaman konsep karya ilmiah kami masih mengambang, belum jelas secara menyeluruh sehingga kami kesulitan ketika mau menindaklanjuti pemikiran kami tersebut dalam sebuah karya ilmiah yang tertulis. Ketika ada tuntutan kepada kami untuk membuat penelitian/karya ilmiah dan ada ruang untuk itu kami akan senang sekali.”

Keterangan lain didapatkan dari Ibu Dra. Endang

P sebagai guru Bimbingan Konseling (BK) SMK

Muhammadiyah Kartasura, yang menyatakan:

147

“Sebenarnya secara prinsip kami memahami apa dan bagaimana artikel ilmiah ataupun Penelitian Tindakan Kelas (PTK), namun kami merasa susah dalam pengaplikasiannya/menyusun dalam bentuk karya ilmiah. Saya sebenarnya berusaha mengatasi kendala dalam membuat artikel ilmiah dengan membuat kelompok studi bersama guru.”

Senada dengan pendapat Ibu Dra. Endang, Ibu Ike

Lambangsari guru di SMA Muhammadiyah 4 Kartasura

mengatakan:

“Sebagai guru swasta tidak ada ruang untuk membuat penelitian atau karya ilmiah, seandainya membuat karya hanya digunakan untuk pribadi, tidak ada kenaikan pangkat seperti guru PNS. Saya membuat karya ilmiah saat PLPG. belum pernah membuat artikel ilmiah dan tidak ada motivasi dalam membuat artikel ilmiah.”

Pernyataan lain disampaikan Bapak Agus Susilo

sebagai Guru Agama di SMK Muhammadiyah Pontren

Imam Syuhada terkait model pengembangan profesi

guru berkelanjutan berbasis kontruktivis kolaboratif

untuk meningkatkan soft skills-transferable skills dalam

penulisan artikel ilmiah bagi guru di sekolah menengah

Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo. Bapak Agus Susilo

mengatakan:“Saya baru saja mendapatkan sertifikasi yaitu tahun 2014, membuat penelitian ketika skripsi S-1 dan latihan membuat penelitian ketika mengikuti PLPG. Hambatan untuk membuat penelitian/artikel ilmiah karena saya banyak mengikuti kegiatan sosial, pengurus masjid, karangtaruna sehingga tidak ada waktu. Selain itu penguasaan IT yang tidak mahir sehingga menyulitkan dalam pembuatan

Pengembangan Profesi guru

148

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

penelitian. Ilmu membuat PTK masih sedikit, sehingga kami mau memulai melaksanakan tidak bisa. Saya belum pernah membuat artikel ilmiah dan prosedurnya juga belum tahu. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel ilmiah kalau pas ada kesempatan saya

mengikuti seminar/workshop.”

Berdasarkan hasil wawancara dan isian angket

para guru yang bersertifikasi di SMA/SMK/MA

Muhammadiyah, dapat diperoleh gambaran bahwa secara

umum guru belum sepenuhnya memiliki pemahaman

konsep karya ilmiah. Pengalaman guru membuat karya

ilmiah, sebagian besar dilakukan pada saat Pendidikan

Latihan Profesi Guru (PLPG). Pemahaman guru mengenai

konsep karya ilmiah secara umum terkendala pada

sistematika baku penelitian.

Pemahaman guru-guru bersertifikasi pendidik

mengenai konsep karya ilmiah dapat ditunjukkan dalam

gambar histogram sebagai berikut.

Histogram 9. Pemahaman Guru Bersertifikasi Terhadap Karya Ilmiah

149

Berdasarkan gambar histogram di atas dapat

dijelaskan bahwa pemahaman guru terhadap karya llmiah

secara umum masih kurang. Pengalaman guru membuat

karya ilmiah, sebagian besar dilakukan pada saat

Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Pemahaman

guru mengenai konsep karya ilmiah secara umum

terkendala pada sistematika baku penelitian dan juga

faktor internal dari guru sendiri yakni minat, motivasi,

malas, kesibukan guru dan faktor lainnya.

Kondisi tersebut di atas sejalan dengan hasil

penelitian Bambang Sumardjoko (2012) bahwa kendala

guru untuk menulis karya tulis ilmiah adalah sebagai

berikut. (1) Minat membaca rendah. Sebagian besar

masyarakat Indonesia termasuk para gurunya memiliki

minat baca yang rendah. Rendahnya minat baca tersebut

menutup wawasan, pengertian, pemahaman, semangat

dan motivasi dalam memandang suatu permasalahan

yang dapat diangkat sebagai bahan dalam penulisan karya

tulis ilmiah. (2) Guru kurang informasi mengenai kegiatan

pengembangan terbaru. Guru mendapat informasi yang

setengah-setengah sehingga lebih mempercayai isu

yang berkembang. Salah satu isu yang beredar ialah isu

mengenai pembuatan karya tulis ilmiah yang sangat berat

namun tidak dinilai dengan layak. (3) Salah Persepsi. Guru

yang kurang informasi akan karya tulis ilmiah menjadikan

guru salah persepsi mengenai menulis karya tulis ilmiah.

Guru menganggap menulis merupakan hal yang sulit

Pengembangan Profesi guru

150

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

untuk dilakukan. Paradigma tersebut memunculkan

keengganan guru untuk menulis karena merasa hal

tersebut tidak begitu berguna untuk mereka. Guru

menganggap peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah

tidak berakibat langsung pada profesinya, sehingga para

guru tidak melaksanakan kewajiban menulis karya tulis

ilmiah dengan sungguh-sungguh.

Selain itu penyebab rendahnya pemahaman terhadap

karya ilmiah adalah faktor internal dari guru itu sendiri.

Faktor internal itu adalah pengaruh yang datang dari

dalam diri seseorang. Motivasi rendah merupakan salah

satu faktor penghambat internal yang antara lain terdiri

dari sikap para guru yang belum memiliki kebiasaan

membaca buku, belum memiliki kemampuan berbahasa

yang baik dan belum adanya motivasi untuk menulis.

Faktor malas mencoba, minat dan motivasi menulis dapat

dilihat dari mau tidaknya mencoba menulis. Malas untuk

mencoba merupakan salah satu faktor yang menghambat

guru untuk mulai menulis.

Kondisi tersebut di atas sangat memprihatinkan

karena PLPG sebagai usaha meningkatkan profesionalisme

guru mengandung pengertian kegiatan dan atau usaha

meningkatkan kompetensi guru kearah yang lebih baik dari

berbagai aspek demi terselenggaranya pelayanan kegiatan

atau pekerjaan profesi guru. Profesionalisme memberikan

kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang

memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik

151

mungkin dan memaksimalkan kompetensi.

Pemerintah senantiasa mencari jalan untuk

mendapatkan guru yang berkualitas tinggi dan profesional.

Salah satu usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk

meningkatkan tugas profesionalisme guru antara lain

melalui sertifikasi guru. Dengan adanya sertifikasi guru

diharapkan kinerja guru terus meningkat.

Guru merupakan profesi yang artinya suatu jabatan

atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus

sebagai guru. Unsur terpenting dalam profesi guru adalah

penguasaan sejumlah kompetensi sebagai ketrampilan

atau keahlian khusus yang diperlukan untuk melaksanakan

tugas mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien

(Moh Uzer Usman dalam Danim, 2010: 56).

Guru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.

Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah

pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi

sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan

pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.

Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang

diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang

akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,

profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a

systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik

yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota

beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar

Pengembangan Profesi guru

152

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode

etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.

Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi

yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi

secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan

finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan

guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima

karakteristik tersebut.

Karena tuntutan kualitas pekerjaan guru sebagai

profesi maka Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

(2005) memberikan alternatif Program Pengembangan

Profesionalisme Guru, antara lain adalah membaca dan

menulis jurnal atau karya ilmiah. Sebagaimana diketahui

bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara

berkesinambungan diproduksi oleh individual pengarang,

lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain.

Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut tersebar

dan dapat ditemui di berbagai pusat sumber belajar

(perpustakaan, internet, dan sebagainya). Walaupun

artikel dalam jurnal cenderung singkat, tetapi dapat

mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru

dan pandangan untuk menuju kepada perencanaan dan

penelitian baru.

Dengan membaca dan memahami isi jurnal atau

makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan guru

dapat mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya

153

dengan meningkatnya pengetahuan seiring dengan

bertambahnya pengalaman, guru diharapkan dapat

membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/

media belajar yang dapat memberikan kontribusi dalam

melaksanakan tugasnya.

Realitasnya, berdasarkan hasil wawancara dan

analisis dokumen dapat dijelaskan bahwa pemahaman

guru-guru SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo

terhadap karya Ilmiah masih perlu ditingkatkan, karena

55% guru menyatakan kurang paham dan 30% tidak

paham. Pada umumnya guru sekedar mengetahui bahwa

karya tulis wajib dibuat agar mendapat angka kredit

sebagai syarat untuk kenaikan pangkat dan golongan. Hal

ini merupakan indikasi bahwa guru kurang mengetahui

kebijakan baru mengenai PKB.

Dalam proses pendidikan dan pembelajaran,

kemampuan guru dalam menulis sangat dibutuhkan

sebagai wahana untuk menyampaikan materi. Guru

dapat menyampaikan banyak hal dalam bentuk tulisan

sehingga anak didik dapat belajar secara mandiri. Menulis

karya tulis ilmiah merupakan sarana bagi guru untuk

menuliskan gagasan yang ada dalam pikirannya, tulisan

yang dihasilkan merupakan wujud intelektual diri.

Menurut Mohammad Saroni (2012: 25) semakin banyak

karya tulis yang dihasilkan, semakin bagus isi tulisan

dan hal tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat

intelektual seorang guru.

Pengembangan Profesi guru

154

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Rendahnya pemahaman guru SMA/MA/

SMK Muhammadiyah terhadap karya ilmiah dapat

diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, pada aspek

substansi dan metodologi. Kedua, aspek psikologis, yakni

minat, motivasi, rasa malas dan lainnya. Para guru SMA/

MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo kurang memahami

substansi dan sistematika sebuah karya ilmiah. Hal

terungkap dari pernyataan beberapa informan sebagai

berikut.“Kami belum memahami konsep karya ilmiah. Konsep penulisan, metode yang benar seperti apa kami belum memahami dengana baik. Keadaan yang kami alami, kurangnya bimbingan pembuatan PTK, tidak ada bimbingan cara penulisan yang diadakan pemerintah secara gratis.”

“Kesulitan dalam membuat PTK secara umum ada pada pengembangan konsep penelitiannya. Mulai dari menentukan judul yang pas, rumusan masalah, dan teori yang digunakan. Lantas metodenya bagaimana, itu juga jadi hambatan. Seandainya tidak ada yang membimbing,

pasti saya kesulitan.Secara prinsip kami belum memahami konsep karya ilmiah, ilmu dalam membuat PTK masih sedikit, cara pembuatan belum paham dan jelas, pendidikan dan latihan PTK belum pernah mengikuti. Ilmu dalam pembuatan artikel ilmiah belum memadai, cara pembuatan belum ada bayangan, pendidikan dan latihan belum pernah mengikuti.Sebagai guru swasta tidak ada ruang untuk membuat penelitian atau karya ilmiah, seandainya membuat karya hanya digunakan untuk pribadi, tidak ada kenaikan

155

pangkat seperti guru PNS. Saya membuat karya ilmiah saat PLPG. belum pernah membuat artikel ilmiah dan tidak ada

motivasi dalam membuat artikel ilmiah.”

Tugas guru adalah menyampaikan ilmu. Ilmu yang

disampaikan oleh guru akan lebih bermanfaat apabila

penyampaiannya juga dilakukan melaui karya tulis ilmiah

karena tidak hanya dapat dinikmati oleh anak didiknya,

namun juga oleh masyarakat luas. Guru juga dapat

mengangkat permasalahan pembelajaran dalam praktik

pendidikan serta mencari solusi untuk memecahkannya

melalui karya tulis ilmiah. Permasalahan dan solusi yang

dituangkan guru dalam karya tulis ilmiah tersebut dapat

lebih dipertanggungjawabkan oleh guru karena guru

sendiri yang mengalami persoalan tersebut.

Menulis karya tulis ilmiah merupakan sarana melatih

berpikir logis, sistematis, argumentatif, penggunaan

bahasa dan lain sebagainya. Semua kemampuan yang

mendukung dalam kegiatan menulis karya tulis ilmiah

tersebut sangat mendukung profesi guru, baik dalam

proses belajar mengajar maupun dalam berdiskusi dan

memecahkan suatu masalah. Menulis karya tulis ilmiah

selain sebagai upaya untuk mengembangkan profesi guru

juga sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

guru melalui sistem pemberian angka kredit sesuai

dengan jenis karya tulis ilmiah yang ditulis oleh guru.

Karena itulah guru yang telah memiliki sertifikasi pendidik

diwajibkan melaksanakan PKB, salah satu kompnenannya

Pengembangan Profesi guru

156

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

adalah menulis karya ilmiah. Realitasnya, masih banyak

guru PNS dan guru bersertifikasi di beberapa daerah,

seperti di Gemolong, Sragen yang belum melaksanakan

pengembangan profesi mengikuti kegiatan pengembangan

diri, melaksanakan penelitian tindakan, menulis karya

tulis ilmiah, dan membuat karya inovatif (Murni, 2015).

Seorang profesional adalah orang yang senantiasa terbuka

dan tanggap terhadap berbagai perubahan tertutama

yang berkaitan dengan bidang profesinya. Agar selalu

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut

maka salah satu tuntutan profesionalisme guru adalah

pengembangan profesionalisme berkelanjutan.

Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian

Murni dan Bambang Sumardjoko (2015) bahwa: (1)

belum ada perubahan yang signifikan kinerja guru

setelah sertifikasi, (2) upaya pengembangan keprofesian

berkelanjutan dalam pengembangan diri, penulisan

karya tulis ilmiah, dan pembuatan karya inovatif belum

maksimal, (3) permasalahan yang dihadapi guru dalam

pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dominan

adalah undangan pada jam efektif, bertepatan dengan

kegiatan di sekolah, kurang memahami pentingnya

penelitian, kurang menguasai materi dan teknik penulisan,

dan belum ada sosialisasi/pelatihan/pendampingan

dalam penyusunan PTK.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan

bentuk akuntabilitas moral, sebagaimana dikemukakan

157

Payong (2011) bahwa sebagai profesional guru memiliki:

(1) komitmen moral untuk melayani kepentingan

siswa melalui refleksi terus menerus terhadap praktik

profesionalnya sehingga dapat diketahui manakah yang

terbaik yang dapat diberikan kepada siswa, (2) kewajiban

profesional untuk meninjau secara berkala efektifitas dari

praktik pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu

pembelajaran, manajemen dan pedagogi, (3) kewajiban

profesional untuk mengembangkan secara terus menerus

pengetahuan-pengetahuan praktis baik melalui refleksi

pribadi maupun melalui interaksi dengan teman-teman

sejawat.

Menulis karya tulis ilmiah merupakan sarana melatih

berpikir logis, sistematis, argumentatif, penggunaan

bahasa dan lain sebagainya. Semua kemampuan yang

mendukung dalam kegiatan menulis karya tulis ilmiah

sangat mendukung profesi guru, baik dalam proses belajar

mengajar maupun dalam berdiskusi dan memecahkan

suatu masalah. Menulis karya tulis ilmiah selain sebagai

upaya untuk mengembangkan profesi guru juga sebagai

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru melalui

sistem pemberian angka kredit sesuai dengan jenis karya

tulis ilmiah yang ditulisnya.

Rendahnya pemahaman dan kemampuan guru-guru

dalam menulis karya ilmiah ini disebabkan karena budaya

menulis karya tulis ilmiah di kalangan guru masih rendah.

Hal ini juga ditemukan di lingkungan guru-guru SMA/

Pengembangan Profesi guru

158

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo, dari pernyataan

informan sebagai berikut.“Saya baru saja mendapatkan sertifikasi yaitu tahun 2014, membuat penelitian ketika skripsi S-1 dan latihan membuat penelitian ketika mengikuti PLPG. Hambatan untuk membuat penelitian/artikel ilmiah karena saya banyak mengikuti kegiatan sosial, pengurus masjid, karangtaruna sehingga tidak ada waktu. Selain itu penguasaan IT yang tidak mahir sehingga menyulitkan dalam pembuatan penelitian. Ilmu membuat PTK masih sedikit sehingga kami mau memulai melaksanakan tidak bisa. Saya belum pernah membuat artikel ilmiah dan prosedurnya juga belum tahu. Untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat artikel ilmiah kalau pas ada kesempatan saya mengikuti seminar/

workshop.”

Hasil penelitian ini sangat memprihatinkan

karena program peningkatan profesionalisme guru

melalui PLPG kurang berdampak secara signifikan

terhadap peningkatan konpetensi guru. Seharusnya

pasca sertifikasi, guru harus menindak lanjuti dengan

kegiatan pengembangan profesionalisme guru secara

berkelanjutan. Temuan penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Sukamto dkk (2010), tentang Pengembangan

Profesi Guru secara Berkesinambungan sebagai Strategi

Nasional Pendukung Sertifikasi Guru yang menyatakan

hal-hal sebagai berikut. Hasil penelitian mengungkapkan

tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok

guru yang sudah lolos sertifikasi dengan kelompok guru

yang baru akan diusulkan untuk kuota 2010, baik dalam

159

hal persepsi terhadap sertifikasi, sikap mereka tentang

implementasi kebijakan sertifikasi, dan evaluasi mereka

tentang dampak sertifikasi untuk peningkatan kualitas

pembelajaran. Bahkan guru dan organisasi keguruan

saat ini masih sangat mementingkan sertifikasi sebagai

program peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan

dengan peningkatan kualitas profesional mereka sebagai

guru. Meskipun secara kuantitatif ada perbedaan rerata

antar kelompok guru atau ditinjau dari daerah penugasan,

namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik.

Berdasarkan Pedoman Kegiatan Pengembangan

Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya

kegiatan PKB yang telah dilaksanakan oleh guru wajib

disajikan dalam bentuk tertulis berupa karya tulis ilmiah.

Karya tulis ilmiah tersebut dinilai berdasarkan kriteria

umum dalam penulisan karya publikasi ilmiah. Selain itu

dalam karya tulis tersebut harus memenuhi persyaratan

“APIK” (2010:9).

Penulisan karya ilmiah dalam rangka pengembangan

profesionalisme guru memiliki signifikansi dalam

kerangka sebagai berikut. (1) Menyuarakan pengetahuan

atau pengalaman atau knowledge telling mode. (2)

Mentransformasikan pengetahuan atau knowledge

transformational. (3) Melakukan retorika keilmuan atau

rhetorical mode of knowledge, dimana pengetahuan

dan pengalaman merupakan representasi dari

produksi ekspresi akademik yang berkaitan dengan

Pengembangan Profesi guru

160

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

teks dan substansi temuan atau hasil kerja ilmiah. (4)

Memecahkan masalah yang relevan dengan bidang

pengetahuan dan keilmuan yang menjadi fokus utama

kegiatan penelitian atau kajian. (5) Sebagai bentuk

ekspresi emosional peneliti atas fokus permasalahan yang

dihadapi. (6) Sebagai latihan dan proses kognitif seorang

pengembang atau ilmuan. (7) Menstimulasi diskusi

(stimulated-recall discussion) sesama pakar sebidang

atau antar bidang dalam kerangka pengembangan ilmu,

pengetahuan, dan teknologi yang relevan. (8) Mengkreasi,

mendesiminasikan, dan mengaplikasikan pengetahuan

baru (creation, dissemination, and application of new

knowledge), dimana hal itu sangat mendasar terhadap

proses terbentuknya masyarakat update informasi

(Sudarwan, 2010: 20)

Hasil penelitian di atas menguatkan pernyataan Dr.

Sugijanto, Kepala Pusat Perbukuan Depdiknas dalam

Nugroho (2010) bahwa guru yang bisa menulis tidak lebih

dari 1%. Indikatornya adalah peserta yang mengikuti

lomba menulis buku di Pusat Perbukuan pada tahun 2009

hanya 818 peserta, padahal jumlah guru di Indonesia

berjumlah kurang lebih 2,7 juta guru. Pemerintah dalam

hal ini sudah berusaha memotivasi guru untuk menulis

melalui pemberian angka kredit sebagai syarat kenaikan

pangkat/ golongan, namun ternyata hal tersebut tidak

cukup memotivasi guru untuk menulis. Hal tersebut

juga dapat dilihat dari banyaknya guru yang kenaikan

161

pangkatnya terhenti pada pangkat pembina dan

golongan IV/a. Menurut data Dirjen PMPTK Departemen

Pendidikan Nasional tahun 2009, jumlah guru yang berada

di golongan IV/a sebanyak 569.611 guru, sedangkan yang

berada di golongan IV/b ke atas jumlahnya tidak lebih dari

1000 guru. Gambaran ini menunjukkan bahwa terlihat

perbedaan yang mencolok antara jumlah guru golongan

IV/a dan IV/b ke atas.

Hasil penelitian juga sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan pada guru-guru peserta Diklat Tindak

Lanjut Hasil Uji Kompetensi In Service Training 2 dari

tiga lokasi kegiatan Diklat, yaitu Serang, Pandeglang, dan

Lebak. Dari hasil analisis data diperoleh fakta sebagai

berikut. (1) Gagasan penulisan karya tulis yang dihasilkan

masih sangat umum dan belum spesifik mengenai kejadian

nyata pada saat guru melaksanakan pembelajaran di

kelas, (2) Judul yang dicantumkan oleh penulis belum

sesuai dengan isi karya tulis yang dibuat sehingga judul

tidak mencerminkan isinya, (3) Guru belum mampu

merumuskan masalah sesuai dengan judul dan isi karya

tulis yang dicantumkan, (4) Pada bab yang menyatakan

hasil, kajian fakta atau pembahasan sangat minim sekali

data atau paparan hasil yang disajikan, bahkan tidak ada

sama sekali hasil bahasan yang dikaji sehingga tidak jelas

apa yang ingin diceritakan penulis pada karya tulisnya,

(5) Kurangnya pustaka/literatur yang dimiliki atau dibaca

guru tentang model/metode pembelajaran sehingga judul

Pengembangan Profesi guru

162

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

atau bahasan yang disajikan peserta berkisar pada satu

model/metode pembelajaran tertentu saja, yang berbeda

hanyalah fokus materi pelajarannya, (6) Lampiran yang

dicantumkan sangat minim atau tidak ada sama sekali

sehingga akurasi bukti hasil karya tulis kurang dapat

dipertanggung-jawabkan, (7) Anatomi penulisan belum

mengikuti kaidah-kaidah penulisan karya tulis yang

ditetapkan.

Dari berbagai penjelasan di atas maka dapat

dinyatakan bahwa rendahnya hasil karya ilmiah guru-guru

SMA/MA/SMK Muhammadiyah Sukoharjo disebabkan

oleh faktor-faktor sebagai berikut.

1) Kurangnya pemahaman dan kemampuan guru

dalam membuat karya ilmiah yang meliputi

pengetahuan tentang konsep karya ilmiah,

substansi dan sistematikanya. Kondisi ini

membuat tidak ada motivasi menulis karya

ilmiah.

2) Belum berkembangnya budaya menulis di sekolah.

Umumnya majalah atau jurnal sekolah tidak

berkembang disebabkan karena kurangnya artikel

yang masuk dari warga sekolah. Petunjuk lainnya

yang mengisyaratkan tidak adanya budaya

menulis di sekolah dapat dilihat dari kondisi

perpustakaan sekolah sebagai penopang utama

kegiatan menulis yang sangat tidak memadai,

bahkan banyak di antaranya yang terkesan

163

keberadaannya sekedar formalitas belaka.

3) Kegiatan seminar dan workshop yang sering

diikuti guru adalah pengembangan pembelajaran

yang inovatif dan Penelitian Tindakan Kelas.

Dalam kegiatan ini para guru biasanya hanya

menjadi peserta pasif, yakni datang, duduk,

dengar, lihat, dapat sertifikat, dan pulang. Dengan

demikian kegiatan workshop tidak berdampak

bagi peningkatan pemahaman dan pengetahuan

guru.

4) Kurangnya budaya membaca di kalangan guru.

Kegiatan membaca dapat dikatakan sebagai

faktor kunci dalam menulis. Dengan banyaknya

seseorang menguasai informasi maka ada

kecenderungan semakin mudah pula ia dalam

menulis. Pengetahuan sebagai hasil membaca

dalam hal ini tidak hanya berguna sebagai

pendukung atau penolak ide atau gagasan, tetapi

juga berguna sebagai bahan inspirasi dalam

menemukan masalah. Makin sering seseorang

membaca maka akan semakin banyak pula

perbendaharaan masalah yang dimiliki. Dengan

terinventarisasinya banyak masalah maka si

penulis akan lebih mudah memilih masalah

yang sesuai dengan kepentingan dan kondisi

penulis. Kegiatan membaca tidak hanya berguna

untuk penguasaan informasi dan sarana untuk

Pengembangan Profesi guru

164

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

menemukan masalah tetapi dapat juga dijadikan

sarana pembelajaran dari berbagai model dan

gaya bahasa penulis melalui bahan yang dibaca.

5) Kurangnya latihan menulis di lingkungan guru

SMA/MA/SMK. Makin banyak guru berlatih

akan semakin baik. Kegiatan menulis merupakan

proses belajar yang tidak pernah tamat. Melihat

dari kondisi sekolah yang belum berhasil

menjadikan menulis sebagai suatu budaya

maka tentu akan mempengaruhi frekuensi guru

dalam menulis. Rendahnya frekuensi menulis

bagaimanapun sama artinya dengan rendahnya

frekuensi latihan menulis. Kondisi ini jelas tidak

menguntungkan dan akan membuat guru semakin

jauh dari penguasaan keterampilan menulis.

6) Kesulitan disebabkan karena kerancuan dalam

berpikir. Faktor ini sering terjadi sehingga tulisan

kelihatan kacau dan tidak jelas alur logika yang

digunakan. Pesan ilmiah yang ingin disampaikan

menjadi kabur dan tidak sistematis sehingga

sangat sulit dipahami. Benang merah mulai

dari permasalahan sampai kepada penarikan

kesimpulan tidak nyambung.

7) Kesulitan disebabkan karena kerancuan dalam

berbahasa. Kerancuan berbahasa terjadi karena

penulis tidak merasa penting pada aspek bahasa

dalam sebuah tulisan. Padahal tanpa adanya

165

kemampuan berbahasa maka kegiatan berpikir

secara sistematik dan teratur tidak dapat

dilakukan. Bahkan lebih ekstrem lagi dinyatakan

bahwa keunikan manusia bukan terletak pada

kemampuan berpikirnya, melainkan terletak

pada kemampuannya berbahasa.

8) Kurangnya kesadasaran dari para guru terhadap

Permen PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009

yang mengatur Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya. Selain dari unsur utama dari

kegiatan mengajar, guru juga harus memenuhi

unsur pengembangan profesi melalui publikasi

kegiatan ilmiah atau karya inovatif. Penerapan

peraturan kenaikan pangkat guru tersebut di atas

berlaku periode Oktober 2013. Guru yang akan

naik pangkat harus mengumpulkan angka kredit

dari publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai

berikut. Untuk naik pangkat dari III/b ke III/c 4

poin, III/c ke III/d 6 poin, III/d ke IV/a sebanyak

8 poin. Sementara itu, guru yang naik pangkat

dari IV/a ke IV/b harus mengumpulkan angka

kredit 10 poin.

9) Adanya keterbatasan waktu. Guru yang sudah

sertifikasi wajib mengajar selama 24 jam

perminggu. Sementara membuat karya tulis hasil

penelitian, semisal penelitian tindakan kelas

(PTK) membutuhkan waktu yang cukup.

Pengembangan Profesi guru

166

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

10) Belum adanya kerjasama antara pengembang

penyelenggara PLPG dengan Yayasan

Muhammadiyah untuk memberikan

pendampingan terhadap guru pascasertifikasi

dalam Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan

khususnya dalam pembuatan karya ilmiah.

Kebutuhan Terhadap Pengembangan Keprofesionalan Guru Berkelanjutan

Berdasarkan hasil analisis dokumen dan wawancara

secara mendalam terhadap guru-guru SMA/MA/SMK

Muhammadiyah Sukoharjo dapat dijelaskan bahwa

para guru pascasertifikasi umumnya sudah berusaha

mengembangkan keprofesionalannya, dengan berbagai

cara sebagaimana sebagai berikut.

1) Mengikuti seminar terkait materi yang bermanfaat

bagi bahan pelajaran di sekolah. Mengikuti

seminar merupakan salah satu cara guru untuk

mengembangkan kompetensi paedagogik dan

keprofesionalan.

2) Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan

MGMP merupakan salah satu cara guru untuk

mengembangkan kompetensi paedagogik,

keprofesionalan, kepribadian, dan sosial.

3) Diskusi dengan rekan bidang studi di sekolah

167

masing-masing. Diskusi dengan rekan sejawat di

sekolah merupakan salah satu cara guru untuk

mengembangkan kompetensi sosial, kepribadian,

dan paedagogik.

4) Mengikuti workshop yang diselenggarakan

perguruan tinggi atau kantor dinas pendidikan.

Mengikuti workshop merupakan salah satu

cara guru untuk mengembangkan kompetensi

paedagogik dan keprofesionalan.

5) Membaca buku-buku pelajaran dalam upaya

menambah wawasan mengenai peristiwa-

peristiwa up to date. Membaca buku-buku

merupakan salah satu cara guru untuk

mengembangkan kompetensi paedagogik dan

keprofesionalan.

6) Memanfaatkan internet sebagai salah satu sumber

informasi. Internet dimanfaatkan guna mencari

materi ataupun video-video. Memanfaatkan

internet merupakan salah satu cara bagi guru

untuk mengembangkan kompetensi paedagogik

dan keprofesionalan.

Deskripsi di atas menunjukkan bahwa para guru secara

individual telah mengembangkan profesionalismenya.

Model pengembangan ini disebut sebagai “Individual

Guided Staff Development” (Pengembangan Guru yang

Dipadu secara Individual). Para guru dapat menilai

kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta

Pengembangan Profesi guru

168

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat

menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari

kebutuhan mereka.

Pengembangan profesionalisme secara mandiri yang

telah dilakukan guru-guru Muhammadiyah Sukoharjo

sudah sesuai dengan panduan kegiatan PKB. Kegiatan

PKB untuk pengembangan diri dilakukan di dalam sekolah

secara mandiri dan dikelompokkan menjadi tiga, yakni:

(1) dilakukan guru secara mandiri, (2) dilakukan oleh guru

bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah, dan

(3) dilakukan melalui jaringan.

Pengembangan PKB secara mandiri yang dilakukan

guru dengan kegiatan sebagai berikut.

1) Mengembangkan kurikulum yang mencakup

topik-topik aktual/ terkini yang berkaitan dengan

ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya

sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

2) Merencanakan dan melaksanakan pembelajaran

dengan menggunakan metode pembelajaran yang

bervariasi sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

3) Mengevaluasi, menilai, dan menganalis hasil

belajar peserta didik yang dapat menggambarkan

kemampuan peserta didik secara nyata.

4) Menganalisis dan mengembangkan model

pembelajaran berdasarkan umpan balik yang

diperoleh dari peserta didik.

5) Melakukan refleksi terhadap kegiatan

169

pembelajaran yang dilakukan sehari-hari sebagai

bahan untuk pengembangan pembelajaran.

6) Mengkaji artikel dan/ atau buku yang

berkaitan dengan bidang dan profesi untuk

membantu pengembangan pembelajaran.

7) Melakukan penelitian mandiri (Penelitian

Tindakan Kelas) dan menuliskan menjadi bahan

publikasi ilmiah.

8) Lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan

keprofesian guru.

Pengembangan PKB dilakukan oleh guru bekerja

sama dengan guru lain dalam satu sekolah, meliputi

kegiatan sebagai berikut.

1) Mengobservasi kegiatan pembelajaran sesama

guru dan memberikan saran untuk perbaikan

pembelajaran.

2) Melakukan identifikasi, investigasi, dan

membahas permasalahan yang dihadapi di kelas/

sekolah.

3) Menulis modul, buku panduan peserta didik,

lembar kerja peserta didik, dsb.

4) Membaca dan mengkaji artikel dan/ atau buku

yang berkaitan dengan bidang dan profesi untuk

membantu pengembangan pembelajaran.

5) Mengembangkan kurikulum dan persiapan

mengajar dengan memanfaatkan TIK.

6) Melaksanakan pembimbingan pada program

Pengembangan Profesi guru

170

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

induksi bagi guru pemula.

7) Melakukan penelitian bersama dan menuliskan

hasil penelitian tersebut.

8) Lain-lain kegiatan terkait dengan pengembangan

keprofesian guru.

Pengembangan PKB dilakukan oleh guru melalui

jaringan sekolah. Kegiatan PKB melalui jaringan sekolah

ini dapat dilakukan dalam satu rayon (kelompok kerja/

musyawarah kerja guru), antar rayon dalam kabupaten/

kota tertentu, antar provinsi, bahkan dimungkinkan

melalui jaringan kerjasama sekolah antar negara serta

kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung

maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan PKB

melalui jaringan ini kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut. (1) Kegiatan KKG/ MGMP/ MGBK,

(2) Pelatihan/ seminar/ lokakarya, (3) Kunjungan ke

sekolah lain, dunia usaha dan industri, dan sebagainya.

(4) Mengundang narasumber dari sekolah lain, komite

sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi,

atau dari instansi/ institusi yang relevan.

Kendala yang Dihadapi Guru dalam Menulis Karya Ilmiah

Berdasarkan hasil wawancara, pencatatan arsip, dan

observasi yang dilakukan terdapat beberapa permasalahan

muncul terkait pengembangan keprofesionalan guru

171

berkelanjutan. Permasalahan tersebut terbagi menjadi

sebagai berikut.

Kendala Umum1) Terkendala waktu. Aktivitas padat di sekolah

dalam pembelajaran dan penyiapan perangkat

bersifat administratif rupanya cukup menyita

waktu guru. Terlebih bagi guru yang juga memiliki

kesibukan lain di masyarakat atau keluarga. Hal

ini tentu saja menjadi kendala tersendiri bagi

guru dalam mengembangkan kompetensi.

2) Terkendala dana. Dana yang terbatas menjadi

persoalan klasik yang dialami guru dalam

mengembangkan kompetensi.

3) Terkendala usia. Usia guru yang sudah tua cukup

menjadi kendala dalam pengembangan

kompetensi. Usia tua yang dialami juga

menyebabkan kondisi fisik lemah sehingga

aktivitasnya menjadi terbatas.

4) Terkendala sarana prasarana sekolah. Sekolah

Menengah Muhammadiyah setaraf SMA/MA/

SMK di Sukoharjo sebagian masih memiliki sarana

yang terbatas. Hal itu tentu saja menjadi kendala

tersendiri bagi pengembangan kompetensi guru.

5) Terkendala motivasi. Motivasi guru menjadi peran

penting dalam pengembangan kompetensi.

Realitasnya terdapat kendala terkait motivasi

Pengembangan Profesi guru

172

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

seperti akan pensiun, usia tua, status guru swasta

hingga tidak mengejar keduniawian.

6) Terkendala kebijakan Pimpinan. Kebijakan bagi

guru tetap yayasan yang tidak terlalu menempatkan

penelitian sebagai syarat kenaikan pangkat secara

tidak langsung menjadi kendala tersendiri bagi

aktivitas pengembangan kompetensi bagi guru

bersertifikasi.

7) Terkendala akses jaringan internet. Internet

sebagai salah satu sarana, dianggap penting di era

globalisasi. Realitasnya bagi guru yang berada di

pedesaan, jaringan internet yang lambat menjadi

kendala sendiri dalam menghimpun sebaga

informasi.

Kebutuhan Guru Dalam PKBBerbagai kendala di atas bisa menjadi acuan dalam

menentukan langkah-langkah guna pengembangan

keprofesionalan guru berkelanjutan. Langkah-langkah

yang bisa dilakukan secara umum adalah sebagai berikut.

1) Adanya langkah dari pemangku kebijakan untuk

menyederhanakan segala hal terkait aktivitas

administratif pembelajaran atau pun evaluasi di

sekolah.

2) Adanya dukungan dana dari Majelis Dikdasmen

dan dari pihak sponsor lain dalam hal membuka

jalan bagi aktivitas guru. Majelis Dikdasmen tidak

173

hanya buttom up namun up to down.

3) Adanya perubahan kebijakan dari pimpinan

Majelis Dikdasmen agar syarat kenaikan pangkat

lebih selektif sehingga menyangkut ranah

paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial.

4) Adanya dukungan akses jaringan internet.

5) Adanya dukungan dari lembaga perguruan tinggi

dalam penyelenggaraan workshop/ seminar/

lokakarya/ dan kegiatan lainnya.

6) Adanya dukungan beasiswa untuk studi lanjut.

Kendala Guru dalam Membuat Karya IlmiahBerdasarkan hasil wawancara, pencatatan arsip, dan

observasi yang dilakukan terdapat beberapa permasalahan

muncul terkait pengembangan keprofesionalan guru

berkelanjutan, khususnya dalam penulisan karya ilmiah.

Permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Terkendala pengalaman ketika kuliah. Rupanya

ada diantara guru yang ketika kuliah tidak

mengalami membuat skripsi (jalur tanpa skripsi).

Hal ini membuat pengalaman guru dalam

penelitian menjadi minim.

2) Terkendala lemahnya pemahaman dan

pengetahuan tentang penelitian. Hal ini

merupakan faktor terbesar lemahnya kegiatan

penelitian yang dilakukan guru.

Pengembangan Profesi guru

174

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

3) Terkendala dukungan dari pembimbing. Para

guru sebenarnya ingin melakukan penelitian

apabila ada pihak yang membimbing hingga

tuntas dari awal membuat proposal sampai akhir

laporan.

4) Terkendala waktu.

Aktivitas padat di sekolah dalam pembelajaran

dan penyiapan perangkat yang bersifat

administratif rupanya cukup menyita waktu guru.

Terlebih bagi guru yang juga memiliki kesibukan

lain di masyarakat atau keluarga. Hal ini tentu

saja menjadi kendala tersendiri bagi guru dalam

mengembangkan melakukan penelitian.

5) Terkendala dana.

Dana yang terbatas menjadi persoalan klasik yang

dialami guru dalam penelitian.

6) Terkendala usia.

Usia guru yang sudah tua cukup menjadi kendala

dalam pengembangan kompetensi. Usia tua

yang dialami juga menyebabkan kondisi fisik

yang lemah sehingga aktivitas menjadi terbatas.

7) Terkendala sarana prasarana sekolah.

Sekolah menengah Muhammadiyah setaraf SMA/

MA/SMK di Sukoharjo, sebagian masih memiliki

sarana terbatas. Hal itu tentu saja menjadi kendala

tersendiri bagi pengembangan kompetensi guru.

8) Terkendala motivasi.

175

Motivasi guru menjadi peran penting dalam

pengembangan kompetensi. Realitasnya terdapat

kendala terkait motivasi seperti akan pensiun, usia

tua, status guru swasta, hingga tidak mengejar

keduniawian.

9) Terkendala kebijakan pemimpin.

Kebijakan bagi guru tetap yayasan yang tidak

terlalu menempatkan penelitian sebagai syarat

kenaikan pangkat, secara tidak langsung menjadi

kendala tersendiri bagi aktivitas pengembangan

kompetensi bagi guru bersertifikasi.

10) Terkendala akses jaringan internet.

Internet sebagai salah satu sarana, dianggap

penting di era globalisasi. Realitasnya bagi guru

yang berada di pedesaan, jaringan internet

yang lambat menjadi kendala sendiri dalam

menghimpun sebaga informasi.

Kebutuhan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah

Berbagai kendala di atas bisa menjadi acuan dalam

menentukan langkah-langkah guna pengembangan

keprofesionalan guru berkelanjutan di bidang pem-buatan

karya ilmiah. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah

sebagai berikut.

1) Guru memerlukan bantuan pihak-pihak dalam

Pengembangan Profesi guru

176

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

memberikan pemahaman, pengetahuan, dan

praktik tentang karya ilmiah. Bantuan ini bisa

berupa seminar, wokshop, dan kegiatan sejenis.

2) Guru membutuhkan bimbingan dalam membuat

karya ilmiah. Bimbingan bisa dilakukan dalam

kelompok-kelompok kecil.

3) Guru membutuhkan pelatihan yang intensif. Guru

merasa perlu dibimbing dan diberikan arahan

mulai dari awal membuat proposal hingga akhir

laporan.

4) Guru berharap peran kerjasama MGMP dengan

perguruan tinggi dalam hal pengembangan

potensi pembuatan karya ilmiah.

5) Guru memerlukan bantuan dana.

6) Dirasakan perlu dukungan dari pemangku

kebijakan untuk memodifikasi peraturan

kenaikan pangkat agar lebih memperhatikan

karya ilmiah yang dibuat guru.

177

178

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Seseorang yang mempunyai soft skill bagus adalah orang yang dapat

berdaya di kemudian hari karena dapat mengelola kehidupan pribadi, baik secara internal ke dalam dirinya

maupun secara eksternal dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

179

BAB 6PENGEMBANGAN MODEL PROFESI GURU

BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

DASAR PENGEMBANGAN MODEL

Analisis SWOT sebagai dasar Pengembangan Model

1) Kekuatan (Strength)

a) Adanya dasar hukum terhadap PKB yang

akan dikembangkan.

b) Adanya kemauan guru dalam mengembangkan

profesionalime melalui tiga jalur yakni: (1)

dilakukan guru secara mandiri, (2) dilakukan

oleh guru bekerja sama dengan guru lain

dalam satu sekolah, dan (3) dilakukan melalui

jaringan.

c) Adanya minat dan keinginan guru untuk

180

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

meningkatkan kemampuan menulis karya

ilmiah.

d) Adanya dukungan kepala sekolah, seperti:

memberikan dukungan kepada guru apabila

ingin mengikuti seminar dan workshop,

memfasilitasi kegiatan diskusi dengan

rekan bidang studi di sekolah masing-

masing, memberikan perhatian secukupnya

terhadap kegiatan MGMP, memotivasi

guru bersertifikasi yang sudah berusia

tua agar tetap produktif, mendukung

guru dalam menyelenggarakan kegiatan

sosial pada acara hari besar keagamaan,

memberikan pengawasan terhadap aktivitas

guru di sekolah, mendukung guru yang

ingin melakukan penelitian dalam bentuk:

dukungan dari Yayasan Muhammadiyah,

dari pengembang Muhammadiyah sebagai

pelaksana PLPG, dari Stakeholder terhadap

PKB, dan adanya kesempatan mencari

kerjasama dengan yayasan sejenis dalam

PKB.

2) Kelemahan (Weakness)

a) Tidak ada dukungan dana dari yayasan

untuk PKB.

b) Tidak ada dukungan dana dari sekolah

untuk PKB.

181

c) Kurangnya sarana dan prasarana sekolah

dalam mendukung PKB.

d) Kurangnya minat guru dalam mengurus

persyaratan kepangkatan.

e) SDM masih lemah dalam IT.

f) Kurangnya pemahaman dan kemampuan

SDM untuk membuat karya ilmiah

sebagai syarat kenaikan pangkat

3) Peluang (Oportunity)

a) Terbuka kesempatan menjalin kerjasama

dengan pengembang untuk PKB

b) Adanya kesempatan mencari dana

kompetetif dalam rangka PKB

c) Peluang mengembangkan model PKB

yang bersifat bottom up sesuai dengan

kebutuhan guru.

d) Terbuka kesempatan kerjasama dengan

yayasan sejenis dalam PKB.

4) Ancaman (Threat)

a) Rendahnya PKB akan mempengaruhi

proses pembelajaran di sekolah.

b) Kurang kepercayaan stakeholder terhadap

kualitas pendidikan di Muhammadiyah.

c) Persaingan dengan lembaga pendidikan

sejenis.

d) Pengembangan karir dan jabatan akan

stagnan.

Pengembangan moDel Profesi guru

182

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

5) Strategi

a) Meningkatkan sarana prasarana sekolah

berbasis IT.

b) Meningkatkan kualitas guru melalui

pelatihan dan pendampingan sebagai

bentuk PKB.

c) Meningkatkan perbaikan kualitas

pembelajaran melalui PTK dan

pembuatan karya ilmiah.

d) Meningkatkan budaya membaca dan

menulis melalui budaya sekolah.

e) Menjalan kerjasama dengan pengembang

dalam upaya PKB.

Berdasarkan analisis SWOT tersebut di atas maka

perlu dikembangkan Model PKB secara terpadu, yakni

dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah,

Pengembang Muhammadiyah, dan Stakeholder yang

mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB.

Dari hasil analisis penelitian pendahuluan ditemukan

komponen yang paling lemah, yakni pemahaman dan

kemampuan guru dalam membuat karya ilmiah. Karena

itu dikembangan model pengembangan profesi guru

berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif untuk

meningkatkan soft skills transferable skills dalam

penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru di sekolah

menengah Muhammadiyah.

183

Undang UndangTerdapat 16 Undang-undang dan peraturan yang

melandasi perlunya PKB bagi guru, yaitu sebagai berikut.

1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagai-mana telah dua

kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008.

3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000

tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000

tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000

tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Pegawai Negeri Sipil.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008

tentang Guru.

Pengembangan moDel Profesi guru

184

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

9) Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999

tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai

Negeri Sipil.

10) Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru

dan Angka Kreditnya.

11) Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional

dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14

Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan

Angka Kreditnya.

12) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan

Kompetensi Kepala Sekolah.

13) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru.

14) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan

Kompetensi Konselor.

15) Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63

Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan.

16) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35

Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

185

Selanjutnya, untuk jenis-jenis kegiatan dalam

pengembangan keprofesian guru berkelanjutan meliputi

hal-hal sebagai berikut. (1) Pengembangan diri, yang

meliputi: diklat fungsional, seperti kursus, pelatihan,

penataran, dan bentuk diklat lain. (2) Mengikuti lokakarya

atau kegiatan kelompok musyawarah kerja guru atau in

house training untuk kegiatan pengembangan keprofesian

guru, baik sebagai pembahas maupun sebagai peserta

pada seminar, koloqium, diskusi panel atau bentuk

pertemuan ilmiah lainnya. (3) Mengikuti kegiatan kolektif

lain yang sesuai tugas dan kewajiban guru terkait dengan

pengembangan keprofesiannya.

Prinsip-prinsip Pembinaan dan Pengembangan

Profesi Guru Berkelanjutan.

1) Diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan

bangsa.

2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang

sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.

3) Diselenggarakan sebagai suatu proses

pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang

hayat.

4) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan dan mengembangkan

kreativitas guru dalam proses pembelajaran.

Pengembangan moDel Profesi guru

186

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Dasar Teoritik Pengembangan ModelGuru sebagai profesi memiliki ciri-ciri yang jelas.

Ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi itu adalah

pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi

sosial bagi masyarakat. Guru, memberikan layanan

pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.

Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang

diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang

cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang

akuntabel atau dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga,

profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a

systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik

yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota

beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar

kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode

etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan.

Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi

yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi

secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan

finansial atau material. Dengan demikian pekerjaan

guru dianggap sebagai profesi karena memenuhi kelima

karakteristik tersebut.

Pengembangan profesional guru dapat dilakukan

selama dalam pendidikan prajabatan maupun setelah

bertugas (dalam jabatan), yaitu dengan (1) pengembangan

profesional selama pendidikan prajabatan dan (2)

187

pengembangan profesional selama dalam jabatan. Prinsip-

prinsip Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru

Berkelanjutan. (1) Diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan; (2) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan

yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. (3)

Diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan guru

yang berlangsung sepanjang hayat. (4) Diselenggarakan

dengan memberi keteladanan, membangun kemauan

dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses

pembelajaran.

Dari hasil analisis SWOT hasil penelitian pendahuluan

ditemukan komponen yang paling lemah, yakni

pemahaman dan kemampuan guru dalam membuat karya

ilmiah. Karena itu dikembangan model pengembangan

profesi guru berkelanjutan berbasis konstruktivis

kolaboratif untuk meningkatkan soft skills transferable

skills dalam penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru di

sekolah menengah Muhammadiyah.

Pengembangan model didasari teori belajar

konstruktivisme. Pada dasarnya dapat dijadikan

sebagai salah satu model pendekatan pembelajaran.

Konstruktivisme dilakukan dalam rangka mengembangkan

kemampuan kognitif dan menumbuhkembangkan

daya pikir guru (cognitive development and brain

growth). Konstruktivisme merupakan pendekatan

untuk pembelajaran yang menekankan bahwa individu

akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif

Pengembangan moDel Profesi guru

188

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman (Santrock

(2007: 389). Segala sesuatu yang dilalui dalam kehidupan

guru selama ini sebenarnya merupakan kumpulan

pengalaman. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus

memberikan ruang bagi guru untuk aktif dan menjadi

pusat kegiatan pembelajaran.

Menurut Agus Suprijono (2009:39) bahwa

kontruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses

operatif. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan

menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang

dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar

operatif tidak hanya menekankan pada pengetahuan

struktural (pengetahuan tentang “apa”), namun juga

pengetahuan struktural (pengetahuan tentang “mengapa”)

serta pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang

“bagaimana”). Belajar figurative adalah pembelajaran

memperoleh pengetahuan dan penambahan pengetahuan.

Konstruktivisme menekankan pada belajar operatif dan

autentik, konstruktivisme juga memberikan kerangka

pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar

kolaboratif dan kooperatif.

Mengkolaborasikan adalah mengerjakan sesuatu

dengan pihak lain. Dalam pembelajaran kolaboratif

peserta didik belajar berpasangan atau membentuk

kelompok kecil dalam mencapai tujuan. Mereka

membentuk kelompok belajar. Setiap kelompok memiliki

struktur yang khusus dan mendapatkan tugas yang sama

189

dari guru. Masing-masing kelompok saling membantu

dan memiliki tanggung jawab yang sama. Pembelajaran

kolaboratif dirancang untuk melaksanakan belajar

tuntas. Pembelajaran tidak akan berhasil jika masing-

masing siswa tidak memahami tujuan atau kompetensi

pembelajaran. Dalam mencapai tujuan, peserta didik

melakukan konsultasi atau sharing dengan guru (Barkley,

2007: 5).

Pembelajaran kolaboratif dilaksanakan dengan

tiga prinsip, yaitu (1) kemampuan bekerjasama dalam

berfikir, bertindak, dan merespon. (2) Suasana kelas

selalu didorong untuk saling mengikat. (3) Tiap individu

bertanggungjawab secara pribadi maupun sosial.

Pembelajaran kolaboratif didefinisikan kegiatan belajar

dalam kelompok tidak selalu dimonitor oleh guru tetapi

guru lebih berperan dan bertanggung jawab sebagai anggota

selama proses mencari pengetahuan. Model pembelajaran

kolaboratif memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai

berikut. (1) subjek belajar mendapatkan prestasi lebih

tinggi. Teori-teori pembelajaran terdahulu kebanyakan

menekankan pada intelektual individu. Pembelajaran

kolaboratif menekankan pada intelektual sosial, yaitu

proses manusia berinteraksi dengan lingkungan serta

bersosialisasi. Interaksi sosial memberikan nilai lebih

pada perkembangan kognitif. (2) Pemahaman yang lebih

mendalam. Ketika siswa bekerjasama dalam belajar maka

mereka akan lebih lama bertahan dalam mencurahkan ide

Pengembangan moDel Profesi guru

190

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

serta motivasi. Kolaboratif memungkinkan antar anggota

dalam kelompok saling mendengarkan dan mendapatkan

banyak pendapat dari sudut pandang berbeda-beda.

Hal itu akan merangsang pemahaman siswa yang lebih

mendalam. (3) Peserta akan merasakan belajar yang

menyenangkan. Belajar akan lebih menyenangkan bila

dilakukan secara bersama-sama dan saling melengkapi

gagasan.

Soft skill hanya dapat dinterpretasikan secara

kualitatif melalui observasi perilaku manusia. Data hasil

pengukuran soft skill berupa dampak yang positif atau

negatif dalam interaksi manusia. Soft skill dibutuhkan

terutama dalam menghadapi stressor (tekanan yang dapat

menyebabkan stres). Seseorang yang mempunyai soft skill

bagus adalah orang yang dapat berdaya di kemudian hari

karena dapat mengelola kehidupan pribadi, baik secara

internal ke dalam dirinya maupun secara eksternal dalam

menjalin hubungan dengan orang lain.

Soft skill dapat membangun kepribadian guru yang

lebih mantap. Berdasarkan beberapa hasil penelitian

dosen yang efektif ditemukan gejala umum bahwa

dosen yang disukai oleh mahasiswanya adalah dosen

yang mempunyai kepribadian positif. Hasil penelitian

Gordon (1999) menemukan delapan dari 18 pernyataan

kompetensi mengajar efektif dan mempunyai hubungan

signifikan dan positif adalah tipe kepribadian. Data

mengindikasikan bahwa 42.25% variasi kompetensi dapat

191

diprediksi dari tipe kepribadian.

Berdasarkan analisis SWOT dan kerangka teoritik

maka dikembangkan Model PKB secara terpadu, yakni

dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah,

pengembang Muhammadiyah, dan Stakeholder yang

mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB,

yakni model Pengembangan Profesionalisme Guru

Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif untuk

meningkatkan soft skills transfereble skills guru dalam

penulisan artikel ilmiah

Komponen-komponen penting pendukung

penyusunan model Pengembangan Profesionalisme

Guru Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif

untuk meningkatkan soft skills transfereble skills guru

dalam penulisan artikel ilmiah adalah (1) Partisipasi

seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder),

(2) Majelis Dikdasmen Muhammadiyah yang merupakan

komponen kunci menentukan pelaksanaan model, (3)

Sekolah merupakan komponen utama dalam pelaksanan

model karena sekolah yang menyediakan sarana dan

prasarana bagi guru dalam meningkatkan kemampuan

menulis karya ilmiah, (4) Guru merupakan komponen

kunci terlaksananya model karena guru dalam hal ini

sebagai subyek pengembangan, (5) pengembang dalam

hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah

Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.

Pengembangan moDel Profesi guru

192

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

BAGAN PENGEMBANGAN MODEL

VALIDASI MODEL MELALUI FGD

Hasil dari validator dapat disimpulkan sebagai berikut:

(a) Komponen yang ada dalam model cukup lengkap, dan

menunjukan sinergi yang kompak; (b) Model berdasarkan

kebutuhan praktis guru, UU sebagai pijakan dan kerangka

193

teori yang tepat. (c) model sudah menunjukkan kegiatan

apa yang akan dilaksanakan dan tindak lanjut setelah

kegiatan dilaksanakan, (d) Model sudah memiliki urutan

yang cukup baik dan cukup mudah untuk dimengerti; (e)

Mekanisme kegiatan mudah diterapkan dari perencanaan,

pelaksanaan, pendampingan dan tindak lanjut. (f) Tingkat

urgensi dari masing-masing komponen model dinilai.

IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN PROFESI

GURU BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF

Pelatihan Model Pada Guru-Guru1) Perencanaan:

Pelaksanaan pelatihan model di Kantor Cabang

Muhammadiyah Kartasura, hari Senin 9 Mei

2016, pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Tutor atau

pendamping Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd.,

dengan materi “Penulisan Karya Ilmiah”. Prof. Dr.

Sariyatun, M.Pd., M.Hum, dengan materi “Cara

Mudah Membuat Artikel Penelitian” dan Sunardi,

M.Pd., dengan tema “Pengalaman Menulis Artikel”.

Kegiatan dibagi menjadi dua tahap: (1) Pukul

08.00-12.00 pemberian materi pelatihan (2) Pukul

13.30-16.00 pendampingan pembuatan karya Ilmiah

bagi peserta yang sudah memiliki draf artikel, dan

pembentukan kelompok guru secara konstruktif

kolaboratif menulis artikel ilmiah.

Peserta yang diundang adalah guru perwakilan

Pengembangan moDel Profesi guru

194

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dari sekolah SMK/ SMA/ MA Muhammadiyah di

wilayah Sukoharjo dan mereka adalah guru yang

sudah bersertifikasi berjumlah 28 Orang.

Pada tahap awal peserta dibagi dalam delapan

dengan anggota dua atau tiga orang. Setiap

kelompok lantas dipandu oleh tim pendamping dari

pengembang. Setiap kelompok mencari permasalahan

sebanyak-banyaknya, bisa dari ruang lingkup sekolah

atau masyarakat sekitar. Permasalahan tersebut

kemudian didiskusikan oleh kelompok masing-

masing bersama tim pendamping, untuk menjadi

tema artikel ilmiah. Masing masing kelompok

melakukan presentasi tentang judul, fokus masalah,

dan latar belakang masalah. Kelompok lainnya dan

tim pendamping mengkritisi dan memberi saran

perbaikan. Pembagian kelompok dan tema artikel

penelitian dapat dilihat pada table 5.4 di bawah.

Komentar peserta terhadap pelaksanaan diklat,

secara umum merasa senang dengan diadakan

acara ini, karena menambah pengalaman dalam hal

penulisan karya ilmiah. Guru merasa termotivasi saat

mendengarkan pemaparan dari pembicara, sehingga

memiliki gambaran terkait langkah-langkah dalam

penulisan karya ilmiah. Guru juga merasa terbantu

dengan kelompok-kelopmok yang dibentuk, sehingga

bisa saling bertukar informasi dalam mencari

permasalahan yang akan ditulis di artikel ilmiah.

195

Tabel 5.4 Pembagian Kelompok Pelatihan Penulisan Ilmiah Kelompok Nama Guru Tema untuk Artikel Ilmiah

Kelompok 1

Drs. Bambang Sahana, M.Pd.Drs. H. Sumarno, M.Si.Sri Suharjo, S.Pd.

Pembentukan karakter pada guru melalui program Morning Spiritual Gathering

Kelompok

2

Eko Suryanto, S. Pd.Drs. WiyonoAgus Setiyono, S.Pd.

Penanaman karakter pada siswa melalui kegiaatan Hizbul Wathan

Kelompok 3

Ahmad Sigit Riswanto, S.Pd.Lukman Hakim, S.Pd.Muhammad Amin, S.Pd.

Peningkatan keaktifan siswa di dalam kelas menggunakan salah satu strategi pembelajaran aktif

Kelompok 4

Dachlan Moersid, S.Pd., M.Pd.Sugiyatno, S.Pd.Sundari, S.Pd.

Pemanfaatan internet sebagai sumber dan media belajar siswa

Kelompok 5

Dra. WidarsiIke Lambangsari, M.Pd.Muhtar Irsyad, S.Pd.

Penanaman karakter kedisplinan melalui kegiatan Patroli Keamanan Sekolah

Kelompok 6

Eny Jufriyah S, SE, M.Si.Nur Indah Istiqomah, S.Pd.Agus Susilo, S.Pd.I.

Faktor penyebab dan dampak membolos pada siswa

Kelompok 7

Boyem, S.Pd.Dra Endang PDra. Diyah Herawati

Peningkatan prestasi belajar siswa melalui salah satu strategi pembelajaran

Kelompok 8

Muryani, S.Pd.Sri Martini, S.Pd.

Pemanfaatan perpustakaan sekolah dalam menumbuhkan karakter gemar membaca pada siswa

Sebagaimana dikemukakan Drs. Bambang

Sahana, M.Pd., yang merupakan guru dari SMK

Muhammadiyah 1 Sukoharjo mengatakan:

“Kegiatan pelatihan ini sangat bagus, karena memberikan informasi kepada guru terkait penulisan karya ilmiah. Sebenarnya guru memiliki keinginan membuat karya ilmiah, tapi bingung harus memulai dari

Pengembangan moDel Profesi guru

196

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

mana. Dengan pemaparan dari materi dari penceramah, setidaknya ada banyangan dalam membuat artikel ilmiah. Kelompok yang dibuat juga sangat baik, karena guru bisa saling bertukar pikiran. Terlebih ada bimbingan dari pemateri, sehingga semakin jelas.”

Kegiatan pelatihan yang memberikan manfaat juga

diutarakan oleh Eko Suryanto, S.Pd., yang merupakan

guru dari SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo. bimbingan

dari pemateri membuka cakrawala baru bagi guru,

khususnya terkait pedoman dalam membuat artikel

ilmiah. Eko Suryanto, S.Pd., mengatakan “Sangat bagus

sekali kegiatan seperti ini. Guru jadi tidak sungkan dalam

bertanya, karena semua sama-sama belajar.” Senada

dengan Eko Suryanto, S.Pd., yang merasa kegiatan

workshop sangat bermanfaat, Ike Lambangsari, M.Pd.,

mengatakan “Guru yang ada dalam satu kelompok bisa

saling bertukar pikiran. Apalagi dibantu oleh pemateri

yang memberikan bimbingan, tentu saja menjadi lebih

termotivasi dan bermanfaat”.

Berdasarkan komentar dari beberapa peserta

,tersirat bahwa kegiatan pelatihan ini memiliki kontribusi

positif bagi guru dalam merespon minat untuk membuat

artikel ilmiah. Guru juga lebih termotivasi karena

dengan berkolaborasi dengan guru lain lebih mudah

megindentifikasi masalah dan merealisasikan dalam

bentuk artikel ilmiah.

197

Uji Implementasi Model Sebulan sesudah pelatihan setelah Tim peneliti

menindak lanjuti kesiapan kelompok yang telah terbentuk

dari pelatihan dalam hal penulisan artikel ilmiah.

Dari delapan kelompok yang terbentuk pada saat uji

implementasi model, hanya dua kelompok yang sudah

menampakan hasil.

Kelompok 1 dari SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo

mengambil tema tentang “Pembentukan Karakter pada

Guru melalui Program Morning Spiritual Gathering,

sedangkan kelompok 2 kelompok 2 berasal dari

SMK Muhammadiyah 2 Sukoharjo mengambil tema

“Penanaman Karakter pada Siswa melalui Kegiaatan

Hizbul Wathan.”

1) Implementasi Model pada Kelompok SMK

Muhammadiyah 1 Sukoharjo

a) Proses Pendampingan

Kelompok satu beranggotakan Drs. Bambang

Sahana, M.Pd.; Drs. H. Sumarno, M.Si.; dan Sri

Suharjo, S.Pd. Ketiga guru tersebut memiliki

latar belakang dispilin ilmu yang berbeda.

Drs. Bambang Sahana, M.Pd., merupakan

guru bidang studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan. Drs. H. Sumarno, M.Si.,

merupakan guru bidang studi kewirausahaan.

Sri Suharjo, S.Pd., merupakan guru bidang

Pengembangan moDel Profesi guru

198

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

studi pendidikan sejarah. Dengan latar disiplin

ilmu yang berbeda, sempat muncul kesulitan

untuk memfokuskan permasalahan yang

akan dikaji. Namun ketiganya sepakat untuk

mengkaji mengenai pembentukan karakter

pada guru, yang dianggap lebih mudah untuk

diteliti, karena tidak terlalu berpengaruh pada

latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.

Tim pengembang mendampingi kelompok

1 di SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo.

Pendampingan pertama dilakukan pada Kamis

14 Juli 2016, bertempat di ruang tamu SMK

Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Diskusi dilakukan

mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Agenda

diskusi pertama ini menentukan kepastian tema

yang kelak akan menjadi fokus artikel ilmiah.

Menariknya dalam diskusi tersebut, guru justru

memunculkan beberapa tema baru. Guru

akhirnya sepakat untuk tetap menggunakan

tema lama yang telah muncul saat pelatihan

pertama, namun dengan permasalahan yang

lebih fokus. Tema yang disepakati kelompok

satu akhirnya ditetapkan dengan judul

“Implementasi Program Morning Spiritual

Gathering dalam Upaya Membentuk Karakter

Religius pada Guru di SMK Muhammadiyah 1

Sukoharjo.”

199

Pemilihan judul program Morning Spiritual

Gathering yang dikaitkan dengan karakter

religius sebagai tema artikel ilmiah dengan

beberapa alasan. Menurut Drs. Bambang Sahana,

M.Pd., “Program Morning Spiritual Gathering

adalah program khas yang ada di sekolah

kami. Tema ini menarik untuk dikaji secara

ilmiah, sehingga bisa memberikan kontribusi

positif bagi sekolah lain yang membacanya.”

Program Morning Spiritual Gathering atau

yang disingkat MSG, memiliki peran positif

dalam membentuk karakter religius pada guru.

Sebagaimana diungkapkan Sri Suharjo, S.Pd.,

mengatakan, “Program MSG memiliki peran

untuk membentuk karakter religuis pada guru,

apabila dilaksanakan dengan optimal.” Dalam

program MSG karakter yang paling menonjol

adalah religius, hal itu diutarakan Drs. H.

Sumarno, M.Si yang mengatakan “Program

MSG, karakter yang paling menonjol adalah

religius. Dengan demikian tepat jika kegiatan

MSG dikaitkan dengan pembentukan karakter

religius pada guru, untuk dikaji secara ilmiah.”

Pendampingan kedua, berlanjut pada

Selasa 2 Agustus 2016, di ruang tamu SMK

Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Agenda diskusi

kali ini terkait landasan teori dan metode

Pengembangan moDel Profesi guru

200

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

penelitian yang akan digunakan dalam

pembuatan artikel ilmiah. Pada pendampingan

kedua ini, guru mulai mengalami kesulitan.

Pemahaman guru mengenai teori atau metode

penelitian, rupanya menjadi kendala untuk

menulis artikel ilmiah. Drs. Bambang Sahana,

M.Pd., mengatakan “Landasan teori dan metode

penelitian untuk membuat kajian ilmiah,

menjadi kendala bagi guru-guru.” Senada

dengan Drs. Bambang Sahana, M.Pd, kendala

terkait landasan teori dan metode ilmiah juga

dialami Sri Suharjo, S.Pd., yang mengatakan,

“Kami perlu bimbingan lebih intens terutama

pada metode penelitian memang menjadi

kendala kami.”

Tim pengembang memberikan bimbingan

kepada kelompok 1 terkait landasan teori dan

metode yang akan digunakan dalam pembuatan

karya ilmiah “Implementasi Program

Morning Spiritual Gathering dalam Upaya

Membentuk Karakter Religius pada Guru di

SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo.” Guru

diberikan beberapa sumber referensi terkait

teori mengenai karakter, pendidikan karakter,

karakter religius, penelitian kualitatif, serta

beberapa hasil jurnal penelitian yang dianggap

sesuai dengan tema tersebut. Tim peneliti juga

201

memberikan bimbingan metode yang akan

digunakan pada penulisan artikel ilmiah ini.

Agenda berikutnya adalah pengumpulan

data terkait implementasi program Morning

Spiritual Gathering dalam upaya membentuk

karakter religius pada guru di SMK

Muhammadiyah 1 Sukoharjo sebagai tema

artikel ilmiah. Pengumpulan data ini dilakukan

sendiri oleh kelompok 1, tanpa bimbingan tim

dari pengembang. Ketidak-hadiran tim dari

pengembang dalam pengumpulan data dengan

tujuan agar tercipta suasana yang natural

dari subjek penelitian. Kehadiran tim dari

pengembang dikhawatirkan akan menimbulkan

kesan ‘berlebih’ sehingga aktivitas pengumpulan

data menjadi tidak alamiah. Pengumpulan data

oleh kelompok 1 dilakukan pada hari Rabu 3

Agustus hingga Jumat 5 Agustus 2016. Data

yang diperoleh mengenai pelaksanaan program

Morning Spiritual Gathering dalam upaya

membentuk karakter religius pada guru di

SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo. Data juga

dilengkapi dengan foto observasi serta arsip

dari subjek penelitian.

Pada Sabtu 6 Agustus 2016 kelompok 1

mulai merumuskan hasil pengumpulan data

dalam naskah artikel ilmiah. Pada kegiatan ini,

Pengembangan moDel Profesi guru

202

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

tim pengembang tidak mendampingi dengan

tujuan agar mereka memiliki percaya diri dan

berdiskusi secara bebas dalam menyusun

artikel ilmiah.

Tim pengembang kembali mendampingi

kelompok 1 pada Senin 8 Agustus 2016.

Agenda kali ini adalah evaluasi artikel ilmiah

yang dibuat oleh kelompok 1. Tempat diskusi

masih di ruang tamu SMK Muhammadiyah 1

Sukoharjo, karena tempat ini dianggap nyaman

dan jauh dari aktivitas pembelajaran siswa. Tim

pengembang melihat jika artikel ilmiah yang

dibuat kelompok satu sudah cukup baik, meski

terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan

muncul terkait format tata tulis serta cakupan

isi hasil penelitian. Dalam pembuatan naskah

artikel ilmiah ini, anggota kelompok 1 memang

dihadapkan pada format tata tulis yang

belum dikuasai Drs. Bambang Sahana, M.Pd.,

mengatakan:

“Format tata tulisnya mungkin kami belum faham, sehingga kami buat dahulu sebisanya lantas dikonsultasikan dengan tim. Hasil penelitian yang didapat juga mungkin perlu disempurnakan, disesuaikan dengan alur pikir dalam kajian ilmiah.”

203

Setelah melakukan diskusi dan evaluasi dengan

tim pengembang, akhirnya draft artikel ilmiah yang

dibuat kelompok 1 dianggap layak untuk dikirimkan ke

jurnal ilmiah. Berikut ini ringkasan aktivitas kelompok 1

dalam pembuatan artikel ilmiah yang dipandu oleh tim

pengembang dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.

OBSERVASI DAN REFLEKSI IMPLEMENTASI

MODEL PADA KELOMPOK GURU SMK 1 DAN SMK

MUHAMMADIyAH 2 SUKOHARjO

Berdasarkan hasil observasi dan pendampingan

pembuatan artikel ilmiah selama tiga bulan, dapat

dikemukakan temuan penelitian sebagai berikut.

1) Guru-guru secara kolaboratif sudah mampu

menentukan tema dan fokus masalah, karena

pada awal pelatihan sudah diidentifikasi.

2) Kemampuan kelompok guru dalam membuat

laporan penelitian sehingga hasil penelitian masih

berupa kumpulan data- data yang diperoleh dari

hasil wancara observasi dan analisis dokumen.

3) Kemampuan kelompok guru masih kurang dalam

mengkontruksi teori untuk dan menyusun metode

penelitian.

4) Keberhasilan penyususnan artikel Ilmiah

kelompok tergantung dari satu orang guru yang

jadi pioneer menyelesaiakn penyusunan artikel

Pengembangan moDel Profesi guru

204

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

ilmiah.

5) Peran tim pengembang masih cukup tinggi, sejak

mulai penentuan tema dan judul sampai dengan

pembuatan artikel ilmiah.

6) Peran Dikdasmen Muhammadiyah dan sekolah

dalam menyediakan sarana prasarana dan fasilitas

sangat mendukung keberhasilan penyusunan

artikel Ilmiah.

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MODEL

DALAM KELOMPOK TERBATAS

Keefektivan model dinilai kesesuaian sasaran,

ketercapaian target yang ditetapkan yakni perbandingan

sebelum dan sesudah dilakukan treatment/ implementasi

model. Dari hasil implementasi model dapat dikemukakan

temuan penelitian sebagai berikut.

a. Model efektif dalam meningkatkan kemampuan

guru yang secara konstruktif dan kolabotif

mengidentifikasi masalah dan merumuskan tema

penelitian.

b. Model efektif meningkatkan kemampuan

kelompok guru (konstruktif dan kolaboratif)

dalam membuat artikel ilmiah diterbitkan dalam

jurnal nasional,

c. Model efektif dalam meningkatkan profesional

guru berkelanjutan.

205

KEUNGGULAN DAN KETERBATASAN

IMPLEMENTASI MODEL KELOMPOK TERBATAS

Keunggulan Implementasi Model 1) Model ini melibatkan berbagai pihak dalam

pelaksanaannya yakni stakeholder, Majlis

Dikdasmen Muhammadiyah, sekolah, guru dan

tim LPTK.

2) Model ini dapat diterapkan dengan strategi

buttom up atau pun up to down. Artinya model ini

diawali dari inisiatif guru, direspon dan didukung

dari pihak Majlis Dikdasmen Muhammadiyah.

3) Model ini memberikan kesempatan seluas-luasnya

bagi guru untuk melakukan eksplorasi dalam

pembuatan artikel ilmiah. Hal itu dikarenakan

model ini dikembangkan secara konstruktif, yakni

didasari oleh permasalahan yang ditemukan guru

sendiri.

4) Model juga memberikan kesempatan seluas-

luasnya untuk mencari permasalahan, juga

memberikan peluang guru untuk saling

bekerjasamayakni para guru akan berkolaborasi

dengan kelompok (satu sekolah sama/bidang

studi sama), untuk menghasilkan artikel ilmiah.

5) Model ini mengkombinasikan langkah konstruktif

dan kolaboratif. Dengan usaha menemukan

solusi pemecahan masalah (konstruktif) dan

Pengembangan moDel Profesi guru

206

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

secara kolaboratif menyusun artikel ilmiah,

merupakan dasar untuk mengembangkan

kemampuan menulis secara lebih mudah serta

bermakna. Melalui model ini akan menumbuhkan

kepercayaan diri dan motivasi guru untuk

menyusun artikel ilmiah yang lain.

6) Model ini juga melibatkan LPTK sebagai

pendamping. LPTK dari perguruan tinggi cukup

memiliki peran penting dalam memberikan

bimbingan guna membantu guru untuk menyusun

artikel ilmiah.

7) Model ini tidak mengganggu pekerjaan utama

guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Hal tersebut dikarenakan sekolah menjadi bagian

komponen terselenggaranya model ini, sehingga

aktivitas guru dalam menyusun artikel ilmiah akan

disesuaikan dengan aktivitas belajar mengajar.

8) Model ini memiliki tahapan-tahapan yang

cukup efektif dilakukan dalam membangkitkan

semangat guru menulis artikel ilmiah.

Keterbatasan Implementasi Model Keefektifan model ini sangat tergantung pada hal-hal

sebagai berikut.

1) Guru sebagai subjek dalam implementasi model,

karena itu motivasi dan kemauan guru sangat

menentukan efektivitas model.

207

2) Guru sudah melakukan penelitian dan

mendokumentasikan laporannya, sehingga

tinggal menindak lanjuti dengan pembuatan

artikel ilmiah.

3) Penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN

atau ISBN maupun Prosiding Nasional dan

Internasional perlu adanya kerjasama dari Majlis

Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili

oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK.

Pengembangan moDel Profesi guru

208

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Cooperative menjadi sifat mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan

pengertian tentang semangat dan menurunkan konflik sosial.

209

BAB 7MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

BERBASIS KONSTRUKTIVIS-KOLABORATIF: SEBUAH KESIMPULAN

Model Pengembangan Keprofesian Guru Berkelanjutan (PKB) berbasis konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah merupakan rumpun the social family models. Rumpun model ini menekankan pada sifat dasar masyarakat, dan belajar tingkah laku sosial, serta interaksi sosial dalam belajar. Cooperative menjadi sifat mempertinggi kualitas hidup, membawa kegembiraan dan pengertian tentang semangat dan menurunkan konflik sosial. Kerjasama ini akan menghasilkan collective energy yang disebut sinergi.

Model Pengembangan Profesi Guru Berkelanjutan Berbasis Konstruktivis-Kolaboratif untuk Meningkatkan Soft Skills-Transferable Skills dalam Penulisan Artikel

210

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Ilmiah memiliki empat ciri khusus yang harus dipenuhi sebagai sebuah model. Pertama, ciri rasional teoritik yang logis yakni menggunakan teori belajar Konstruktivistis, Kooperatif, dan Humanistik. Kedua, tujuan dari Model Pengembangan Profesionalisme Guru Berkelanjutan berbasis konstruktif-kolaboratif meningkatkan soft-skills transferable skills guru dalam penulisan artikel ilmiah.

Ketiga, Tingkah laku Mengajar untuk Implementasi Model. Implementasi model membutuhkan kerjasama secara secara terpadu, yakni dengan melibatkan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah, Pengembang dari Universitas Muhammadiyah, dan Stakeholder yang mendasarkan pada kebutuhan guru di dalam PKB. Pelaksanaan model pengembangan mengacu pada prinsip-prinsip PKB, yakni sebagai berikut. (a) Diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskrimiatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (b) Diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna; (c) Diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat; (d) Diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran.

Keempat, lingkungan belajar, model dapat terlaksana dengan syarat ada dukungan sebagai berikut. (a) Partisipasi seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder), (b) Majelis Dikdasmen Muhammadiyah yang merupakan

211

komponen kunci menentukan pelaksanaan model, (c) Sekolah merupakan komponen utama dalam pelaksanan model karena sekolah yang menyediakan sarana dan prasarana bagi guru dalam meningkatkan kemampuan menulis karya ilmiah, (d) Guru merupakan komponen kunci terlaksananya model karena guru dalam hal ini sebagai subyek pengembangan, (e) pengembang dalam hal ini adalah Tim dari FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta sebagai pendamping dan pengembang.

Keunggulan model Pengembangan Profesionalisme Guru berbasis Kontruktif Kolaboratif dibanding dengan model yang lain adalah sebagai berikut. (1) Model ini melibatkan berbagai pihak dalam pelaksanaannya yakni stakeholder, Majlis Dikdasmen Muhammadiyah, sekolah, guru dan tim LPTK. (2) Model ini dapat diterapkan dengan strategi buttom up atau pun up to down. (3) Model ini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi guru untuk melakukan eksplorasi dalam pembuatan artikel ilmiah. (4) Model juga memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari permasalahan, juga memberikan peluang guru untuk saling bekerjasama. (5) Model ini mengkombinasikan langkah konstruktif dan kolaboratif. Melalui model ini akan menumbuhkan kepercayaan diri dan motivasi guru untuk menyusun artikel ilmiah yang lain. (6) Model ini tidak mengganggu pekerjaan utama guru dalam proses belajar mengajar di sekolah. (7) Model ini memiliki tahapan-tahapan yang cukup efektif dilakukan dalam membangkitkan semangat guru menulis

moDel Pengembangan Profesi guru

212

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

artikel ilmiah.Keefektifan model tergantung pada prasarat sebagai

berikut. (1) Guru sebagai subjek dalam implementasi model, karena itu motivasi dan kemauan guru sangat menentukan efektivitas model. (2) Guru sudah melakukan penelitian dan mendokumen-tasikan laporannya sehingga tinggal menindaklanjuti dengan pembuatan artikel ilmiah.(3) adanyakerjasama, dari Majlis Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK dalam penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN atau ISBN maupun Prosiding Nasional dan Internasional.

Berdasarkan kesimpulan di atas, pengembangan keprofesian guru berkelanjutan berbasis konstruktivis kolaboratif untuk meningkatkan soft skills-transferable skills guru dalam penulisan karya ilmiah ini akan efektif bila didukung sebagai berikut.1. Guru, terutama motivasi dan kemauan dalam menulis

karya ilmiah. Guru merupakan komponen kunci dan subjek pokok terlaksananya model pengembangan, karena itu guru hendaknya selalu bersemangat dan lebih serius dalam mengembangkan keprofesionalan berkelanjutan. Guru telah melakukan penelitian dan mendokumen-tasikan laporannya sehingga tinggal bagaimana menindaklanjuti dengan pembuatan artikel ilmiah secara konsisten dan berkelanjutan.

2. Sekolah yang merupakan komponen utama dalam pelaksanaan model hendaknya selalu menunjukkan

213

komitmennya yang tinggi dalam mewujudkan program PKB karena pihak sekolah yang bertanggungjawab menyediakan sarana dan prasarana bagi guru dalam aktivitas menulis karya ilmiah.

3. Majlis Dikdasmen Daerah Muhammadiyah yang merupakan penentu pelaksanaan model pengembangan hendaknya secara lebih jelas dan terprogam menyusun kalender kegiatan beserta membantu menyediakan fasilitas untuk mewujudkan PKB bagi guru-guru bersertifikat pendidik di Muhammadiyah Sukoharjo.

4. Kepada seluruh elemen pemangku kepentingan (stakeholder) hendaknya lebih meningkatkan partisipasinya dalam mewujudkan PKB bagi guru-guru bersertifikat pendidik di lingkungan perguruan Muhammadiyah Sukoharjo. Penerbitan artikel ilmiah dalam jurnal ber-ISSN atau ISBN maupun Proseding Nasional dan internasional perlu adanya kerjasama Majlis Dikdasmen Muhammadiyah dalam hal ini diwakili oleh kelompok kerja guru / MGMP dengan LPTK.

5. LPTK dalam hal ini Tim dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta hendaknya secara terus-menerus meningkatkan peran dan komitmennya mendampingi para guru yang sudah bersertifikasi pendidik di lingkungan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo dalam mengembangkan profesinya terutama yang berkaitan

moDel Pengembangan Profesi guru

214

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

dengan penulisan dan cara-cara mempublikasikan karya ilmiah.

215

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: CV. Yrama Widya.

Charlotte Hua Liu and Robert Matthews. 2005. ‘Vygotsky’s philosophy: Constructivism and its criticisms examined’. International Education Journal. 6 (3): 386-399.

Elfindri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter. Jakarta: Baduose Media.

Eris Yunanto, 2007. Evaluasi Program Bimbingan Teknis Penulisan Karya Ilmiah Pengembangan Profesi Guru Sekolah Menengah di Propoinsi Jawa Tengah. Tesis. Semarang: UNNES.

Gagne, Robert M. 2005. Principles of Instructional Design (Thomson Learning, Belmont-CA, 2005, Fifth Edition).

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Hidayatullah, M Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.

Imran, Mohammad. 2013. Kerja Keras. Dikutip dari http://.slideshare.net/ busfaaja/kerja-keras

216

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.17 wib.Jayadi. 2012. “Kompetensi Guru, Spiritual Intelligence,

Self Determination Theory dan Organization Citizenship Behavior”. Jurnal Humanitas Vol. IX No.2 Agustus 2012.

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Kesuma, dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kompas. 2016. Orangtua Siswa Pukul Guru. Dikutip dari http://lipsus.kompas. com/topikpilihanlist/4282/1/orangtua.siswa.pukul.guru diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.01 wib.

Madjid, Abdul dan Dian, Andayani. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Maksudin. 2013. Pendidikan Karakter Non-Dikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: BPMIGAS.

Miles, Mathew B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Pusat Kurikulum Kemdiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemdiknas Balitbang Pusat Kurikulum.

Sahertian, Piet A. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.

Sahlberg. 2007. Secondary education in OECD countries.

217

Brazil. www.europeantraining foundation.co.Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model

Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudrajat, Akhmad. 2010. “Pengembangan Karakter”. Dikutip dari http:// alkhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-karakter/ diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 20.10 wib.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Wibowo, Agus. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peraturan Pemerintah: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional;2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000

218

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil

7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru;

9. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;

11. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor Nomor 14 Tahun 2010 dan Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya;

12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah;

13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

219

14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor;

15. Peraturan Menteri Pedidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;

220

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

INDEKS

A

Agus Suprijono 63, 188Alper Kackaya 87Anah Suhaenah 23, 25artikel ilmiah 25, 27, 28, 29,

30, 31, 32, 79, 80, 98, 99, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 128, 130, 133, 136, 146, 147, 148, 155, 158, 159, 182, 187, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 210, 211, 212, 213

Atay Derin 85Audrey Seezink 86Ayhan 14

B

Bali 93Blitar 91

C

character building 20cognitive development and

brain growth 61, 187

D

Daerah Istimewa Yogyakarta 93

Deni Koswara 93Desiminasi 110, 111

E

Era Masyarakat ASEAN 13Eris Yunianto 24

G

Gambell Trevor 88Guru profesional 26, 40

I

ICT 93IhsanÜnlü’ M. Said Akar 87In-depth interview 106Individual Guided Staff

Development 168In Service Training 162INSET 85, 86I Wayan Santyasa 94

K

Karya ilmiah 76, 77, 78, 143Karya inovatif 23, 26, 156,

157, 166Karya inovatif 59Karya Inovatif 19Kemendikbud 14, 20, 23, 79Knowledge telling mode 160Knowledge transformational

160Kolaboratif 25, 27, 28, 29,

30, 31, 32, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 98, 99, 103, 104, 105, 106, 107, 108,

221

109, 110, 111, 128, 136, 147, 182, 187, 188, 189, 191, 193, 203, 204, 205, 206, 209, 210, 211, 212

Konstruktivis 25, 27, 29, 30, 31, 32, 98, 99, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 182, 187, 209, 212

M

Majlis Dikdasmen 28, 100, 101, 104, 105, 106, 111, 140, 142, 182, 191, 205, 207, 210, 211, 212, 213

Makasar 93MGMP 19, 22, 26, 50, 100,

129, 131, 132, 134, 139, 167, 171, 177, 180, 207, 212, 213

Models for HRD Practice 71Morning Spiritual Gathering

195, 197, 198, 199, 200, 201

Muhammadiyah 7, 8, 9, 10, 24, 26, 27, 28, 29, 32, 98, 99, 100, 101, 103, 104, 105, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 153, 154, 158, 163, 166, 167, 168, 172, 175, 180, 181, 182, 187, 191, 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, 204,

205, 207, 210, 211, 212, 213

P

Paul Kirschner 86Peer supervision 93Pendidikan Latihan Profesi

Guru 24, 27, 148, 149Penelitian tindakan kelas 24,

25, 32, 52, 93, 143, 166Penilaian Kinerja Guru 20PermenPANRB 79PLC 90Profesional 13, 14, 17, 26, 29,

31Profesionalisasi 18, 19, 53, 88Profesionalisme 5, 23, 24, 31,

32, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 45, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 55, 56, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77, 79, 81, 88, 89, 90, 94, 100, 101, 133, 134, 139, 140, 142, 151, 152, 157, 159, 160, 168, 191, 210, 211

Professional Learning Community 90

Professor John Hattie 17

R

Rhetorical mode of knowledge 160

Rob Poell 86

S

Sahlberg 13sertifikasi 29, 42, 44, 45, 55,

222

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

56, 91, 92, 93, 94, 98, 99, 103, 120, 122, 123, 124, 125, 128, 132, 136, 137, 147, 151, 156, 157, 158, 159, 166

Servage Laura 90Singaraja 93SOAP 86Soft Skill 69, 70, 74, 75, 76Soft skills-transferable skills

30, 103, 107, 128, 136, 147, 209, 212

Stimulated-recall discussion 161

Sukamto 91, 159Sulistya 25Sumardjoko 24, 31, 32, 149,

157, 193SWOT 109, 179, 182, 187, 191Syaefudin Sa’ud 18, 47, 50

T

TCPD 91transfer of knowledge 20

U

Uji Kompetensi Guru 14, 15, 20

Universitas Muhammadiyah Surakarta 10, 28, 191, 203, 211, 213

University of Auckland 17

W

Wahyuni 90

223

Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd., lahir

di Klaten tahun 1962 dari pasangan H.Parno Hadisiswoyo

dan Hj. Gunarsi (almarhum). Menikah dengan Dra.

Dwi Prasetyowati dan dikarunia tiga anak, yaitu Wahyu

Kusumanto, Kusuma Wijayanto, dan Haris Kusumanto.

Pendidikan Dasar dijalani di SD Negeri Sorogaten Tulung

Klaten (1968-1973). Pendidikan Menengah di SMP

Negeri Cokro Tulung (1974-1976) dan di SMA Negeri 4

Surakarta (1977-1980). Pendidikan Tinggi, S.1 PMP-Kn

di IKIP Semarang (1980-1984), S.2 Pendidikan Sejarah di

IKIP Jakarta KPK UNS (1992-1995), dan S.3 Manajemen

Pendidikan di UNNES Semarang (2007-2010). Sehari-

hari sebagai dosen tetap dan guru besar Ilmu Pendidikan

pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

BIODATA PENULIS

224

MODEL PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Muhammadiyah Surakarta (UMS). Selain aktif di

program studi PPKn (S.1) juga aktif memberi kuliah pada

program studi Magister Manajemen Pendidikan (S.2)

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aktif melakukan penelitian dan sebagian besar didanai

oleh Kantor Kemenristekdikti Republik Indonesia. Saat

ini (2017) menjabat Direktur Sekolah Pascasarjana UMS,

pernah menjabat Ketua Program Studi PPkn (1985-

1992), Wakil Dekan FKIP (1995-1998), Dekan FKIP

UMS (1998-2005), dan Wakil Rektor UMS (2005-2013),

Direktur LWT dan Keuangan UMS (2013-2016). Dalam

organisasi Persyarikatan, saat ini (2017) sebagai Ketua

PCM Kartasura Sukoharjo, Wakil Ketua Majlis Dikdasmen

PWM Jateng, dan Anggota Pimpinan Majlis Dikdasmen

Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Beberapa buku yang

pernah ditulis adalah Model Pembelajaran PKn di SMP

Berbasis Kearifan Lokal (2015), Model Penjaminan

Mutu di Perguruan Tinggi Swasta (2010), Metode

Statistik (2009), Metode Penelitian Kualitatif (2005), dan

Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi (2002).