model pendidikan islam suku samin di dusun...
TRANSCRIPT
i
MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN
BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
HADI MUSTOFA NIM 111 09 006
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN SALATIGA 2014
ii
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website : www.iainsalatiga.ac.idEmail:[email protected]
Mufiq, S.Ag., M.Phil. DOSEN IAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi Saudara Hadi Mustofa Kepada: Yth. Rektor IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : HADI MUSTOFA NIM : 111 09 006 Fakultas / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam Judul : MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN
KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb. Salatiga, 27 Desember 2014 Pembimbing
Mufiq, S.Ag., M.Phil. NIP. 19690617 199603 1 004
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website www.iainsalatiga.ac.id Email:[email protected]
SKRIPSI MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN
DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA
TAHUN 2014 DISUSUN OLEH HADI MUSTOFA NIM : 111 09 006
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah PAI, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 24 Februari 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam.
Susuanan Panitia Ujian
Ketua Penguji : Ilyya Muhsin,S. HI., M.Si. __________________ Sekretaris Penguji : Mufiq, M.Phil. __________________ Penguji I : Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________ Penguji II : Drs. Juz’an, M.Hum. __________________
Salatiga, Maret 2015 Rektor IAIN Salatiga
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. NIP: 19670112 199203 1 005
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website : www.iainsalatiga.ac.id Email:[email protected]
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Hadi Mustofa NIM : 111 09 006 Fakultas : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah..
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 27 Desember 2014
Penulis
Hadi mustofa NIM: 111 09 006
MOTTO
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl 125)
“YAKINKAN DENGAN IMAN, USAHAKAN DENGAN ILMU DAN SAMPAIKAN DENGAN AMAL”.
“ISO NGEWONGKE WONG”.
PERSEMBAHAN Saya persembahkan skripsi ini untuk: 1. Ayah saya Bapak Sarmo yang selalu memberi arahan, kasih sayang, bimbingan dan
motivasi sampai saat ini, semoga sehat. 2. Ibu saya ibu Sumini yang selalu sabar merawat, mendidik saya, memberikan kasih
sayang, motivasi dan dukungan sampai saat ini, semoga sehat selalu. 3. Keluarga saya yaitu kakek dan nenek saya yang selalu memberi dukungan moril,
semoga sehat selalu. 4. Keluarga besar dan teman-teman seperjuangan saya di Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) yaitu Pak Rijal, Nida, Bang Ilman, Mbak Ta, Bang Pendi, Pak Anam, Bibah, Said, Miftah, Pak Rolet, Pak Fauzy, Pak Iswan, Lely, iin, Fifi, Shokif, Didik, Cahyo sekeluarga, faizatun dan keluarga besar HMI Cabang Salatiga lainnya, yang selalu memberikanku semangat berjuang dan selalu menemaniku di saat sedih dan duka ketika di kampus.
5. Teman-teman saya di Pondok Pesantren Al Huda Doglo, Cepogo, Boyolali yang sudah alumni maupun masih nyantri.
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI).
3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada ibu lurah desa Klopoduwur dan seluruh masyarakat suku
Samin.
6. Bapak dan ibu serta keluarga saya di rumah yang telah mendoakan dan
membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam
menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 27, Desember, 2014
Penulis
Hadi Mustofa
ABSTRAK
Hadi Mustofa (NIM. 111 09 006). model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa klopoduwur kecamatan banjarejo kabupaten blora tahun 2014 Kata kunci: Model Pendidikan Islam, Suku Samin.
Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang peneliti
karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora, padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin. Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan penelitian, hal ini yang membuat tambah semangat untuk melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan tarbiyah kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan sstudi peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace?, 2) Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace?, 3) Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace?, Tujuan dari penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace. 2) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace. 3) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang akan terjadi.
Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Model pendidikan Islam formal pada suku Samin di Karangpace sama dengan model dalam pendidikan formal pada umumnya yaitu menggunakan kurikulum dari pemerintah. Hanya saja dalam praktik pengajarannya dihubungkan dengan prinsip Samin yang sesuai ajaran Islam. 2) Model pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di Karangpace sama dengan TPQ yang lainnya yaitu ceramah yang difokuskan pada hafalan bacaan sholat, do’a sehari-hari, bacaan surat pendek dan ekstra kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat bakat anak. TPQ Al-Kausar adalah sebuah lembaga pendidikan Islam nonformal yang ada di desa Klopoduwur. 3) Model pendidikan Islam informal pada suku Samin di Karangpace menggunakan prinsip teladan. Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan untuk berangkat mengaji di tempat pengjian umum, dengan harapan anak-anak dapat mengikuti orang tuanya, kemudian memperoleh pelajaran yang bermanfaat dari pengajian yang diikutinya
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
HALAMAN BERLOGO ………....................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................ iv
DEKLARASI...................................................................................... v
MOTTO............................................................................................... vi
PERSEMBAHAN.............................................................................. vii
KATA PENGANTAR........................................................................ viii
ABSTRAK.......................................................................................... x
DAFTAR ISI...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................. 1
B. Fokus Masalah................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian............................................................ 4
D. Kegunaan Penelitian........................................................ 5
E. Definisi Operasional....................................................... 5
F. Metode Penelitian........................................................... 6
G. Sistematika Penulisan..................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Model Pendidikan Islam................................................ 14
B. Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal.............. 24
C. Suku Samin…............……........................................... 28
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.............................. 39
B. Pendidikan di Desa Klopoduwur................................... 45
C. Temuan Penelitian.......................................................... 51
BAB IV PEMBAHASAAN
A. Model dalam Pendidikan Islam Formal Suku Samin................ 61
B. Mode dalaml Pendidikan Islam Nonformal Suku Samin........67
C. Model dalam Pendidikan Islam Informal Suku Samin.............. 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................... 73
B. Saran................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang
peneliti karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku
Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa
peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora,
padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul
rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin.
Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku
Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun
Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan
bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan
penelitian. Hal ini yang membuat peneliti tambah semangat untuk
melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan Tarbiyah
kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan
antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan studi
peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan
semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini.
Sosial kultural Samin Blora memang ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk menjadi sebuah kajian disaat ini. komunitas Samin Blora
berada di dekat kota, namun pola hidupnya jauh dari pengaruh budaya
perkotaan, karena karakter orang Samin ini memang sudah terbentuk sejak
dahulu. Kedekatan suku Samin dengan perkotaan tidak membuat luntur
budaya aslinya yang serba „naturalis‟. Seperti yang diungkapkan oleh
Rosyid (2008:133) bahwa beberapa budaya Samin Kudus yang identik
mengikuti budaya masyarakat sekitar di antaranya adalah (a) slametan
kelahiran, khitanan (sunatan), pernikahan dan kematian, (b) gotong-royong,
dan (c) organisasi intern Samin. Begitu juga Samin yang berada di daerah
Blora.
Agama suku Samin adalah agama adam. Salah satu ajaran agama
adam adalah tidak boleh merugikan orang lain dan menghormati sesama.
Inilah dasar dari konsep Samin, tidak boleh merugikan orang lain, artinya
bahwa setiap manusia yang menjadi keturunan Nabi Adam harus saling
bersikepan, saling memiliki dan hormat-menghormati kepada sesama, tidak
boleh saling hina menghina, apalagi saling merugikan terhadap sesama dan
berkerja keras. Menurut Ba‟asyin (2014:157) bahwa kaitan formulasi
tersebut dengan dunia pertanian, yang sekaligus menandai bahwa ajaran ini
diterapkan bagi dan oleh petani adalah pada formulasi turunannya, yang
merupakan praksis atau laku yang harus dijalani oleh Wong Sikep berupa:
tata wong (tata manusia) yaitu sikep rabi, bergaul dengan istri, dan tata
nggauta (tata kerja), yaitu menggarap sawah atau ladang. Sedulur sikep
hidup berdampingan satu dengan yang lainnya dan saling menghargai.
Islam seharusnya tidak dalam bentuk tindakan saja karena Islam yang
sesungguhnya adalah Islam secara ucapan, Islam secara tindakan dan
kesesuaian hati. Marimba bertutur dalam Suharto (2011:108) bahwa
manusia yang dikehendaki pendidikan Islam adalah manusia yang
berkepribadian muslim. Di ungkapan lain Muhammad Munir Mursi dalam
Suharto (2011:108) bahwa menyebutkan insan kamil. Artinya semua
manusia memang dididik oleh pendidikan agama Islam untuk menjadi
pribadi yang jujur, secara ucapan maupun tindakan. Ajaran dari Samin
Surosentiko ini mengajarkan tentang kejujuran secara ucapan serta
perbuatan. Seperti halnya ajaran Samin yang dipaparkan dalam koran Suara
Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa mari kita menyimak ajaran panca
sesanti, panca paniten, panca wawaler dan panca walika. Kemudian empat
panca ini termasuk kategori angger-angger (peraturan) pangucap, dan
pratikel (perilaku) dengan kata lain kandhakna apa anane.
Akan tetapi setelah peneliti melakukan observasi sementara dan
melakukan wawancara terhadap salah satu orang Samin hasilnya mereka
mengakui bahwa agama yang mereka peluk adalah Islam sejak agama Islam
itu sendirai diturunkan. Bukti secara hukumnya dengan menunjukan KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Orang Samin sudah masuk Islam terlebih dahulu,
dengan perilakunya ramah-tamah terhadap siapapun, memiliki pandangan
yang positif terhadap siapa saja.
Dengan didasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mencoba
untuk lebih dalam menggali dengan melakukan sebuah penelitian yang
berjudul “model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa
klopoduwur kecmatan banjarejo kabupaten blora tahun 2014”.
B. Fokus Penelitian
Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk
menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di
Karangpace?
2. Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di
Karangpace?
3. Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di
Karangpace?
C. Tujuan Penelitian
Berpijak dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui model pendidikan Islam formal suku Samin di
Karangpace.
2. Untuk mengetahui model pendidikan Islam nonformal suku Samin di
Karangpace.
3. Untuk mengetahui model pendidikan Islam informal suku Samin di
Karangpace.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoristis dan
praktis.
1. Kegunaan teoritis
Penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberi sumbangan
teoritis bagi dunia pendidikan khususnya pada masyarakat yang
memiliki ciri khusus.
2. Kegunaan praktis
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi
kemajuan pendidikan agama Islam formal, nonformal, dan informal di
suku Samin.
E. Definisi Operasional
Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk
menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dengan
menyebutkan definisi operasional sesuai judul, yaitu:
1. Model Pendidikan Islam
Menurut Huda (2014:viii) model didefinisikan gambaran
menyeluruh dari berbagai teknik dan prosedur yang menjadi bagian
penting di dalamnya.
Model pendidikan Kastolani (2014:204) antara lain model
Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, Portofolio.
Undang-undang SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003,
menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah
sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai
Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
2. Samin
Di ungkapkan oleh Kardi dalam Rosyid (2008:4) bahwa
menurut masyarakat Samin, kata „Samin‟ memiliki pengertian “sama”
yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela
negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejahteraan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap
fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang
akan terjadi. Menurut Rufaidah (2002:102) bahwa pendekatan
kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan
dunia tingkah laku manusia itu sendiri. Menurut Pohan (2007:93)
bahwa data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta
yang tidak dapat dihitung dan diukur secara matematis karena
berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata). Serta lebih bersifat
proses. Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud
kategori-kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan
bagus, buruk, mencekam, menarik, membosankan, sangat istimewa
dan sebagainya. Hakekatnya adalah manusia sebagai makhluk sosial,
psikis, dan budaya yang mengaitkan makna dan interpretasi dalam
bersikap dan bertingkah laku. Makna interpretasi itu sendiri
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan sekitar.
Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti adalah penelitian
lapangan, artinya bahwa penelitian ini bersifat kemasyarakatan,
melakukan observasi kemasyarakat atau suku Samin, melakukan
wawancara mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian terhadap
sumbernya langsung.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen, artinya
peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan
pemgumpulan data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara
terstruktur, untuk mendapatkan data tentang latar belakang
pendidikan, Sehingga memungkinkan untuk mengembangkan
pertanyaan untuk wawancara secara mendalam di lapangan.
3. Lokasi Penelitian dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Karangpace Desa
Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Adapun alasan
peneliti memilih Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan
Banjarejo Kabupaten Blora sebagai objek adalah bahwa Dusun
Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora
dirasa patut untuk diteliti karena keberadaan suku Samin di zaman
yang sudah serba maju dengan ajaran yang terkenal sederhana dan
memiliki keunikan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober
2014.
4. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, maka
problematika esensial yang muncul adalah dari mana data itu
diperoleh. Dengan kata lain sumber data yang diperlukan berasal dari
mana, sehingga peneliti mudah mendapatkan data-data yang
diperlukan. Dengan demikian untuk mempermudah pengidentifikasian
sumber data, peneliti mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian
dengan huruf depan P singkatan dari bahasa Inggris, Menurut
Arikunto (2002:107) bahwa:
a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara. Sumber data yang berupa
person dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Samin
Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora.
b. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa
keadaan diam dan bergerak. Diam misalnya rumah, kelengkapan
alat, wujud benda, warna dan lain-lain. Sedangkan bergerak
misalnya aktifitas. Sumber data yang berupa place dalam
penelitian ini adalah tempat.
c. Paper, sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar atau simbol-simbol lain. Sumber data yang
berupa paper dalam penelitian ini yaitu dokumen tentang suku
Samin, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Interview
Menurut Hadi (1994:136) bahwa metode interview adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan pendidikan.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1986:129) bahwa metode
interview adalah metode penelitian yang dipergunakan seseorang
untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seorang informan, dengan bercakap-
cakap berhadapan muka dengan orang lain itu.
wawancara termasuk salah satu cara untuk pengumpulan data
untuk penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan oleh peneliti secara
mendalam kepada informan, dengan cara peneliti datang langsung
kelokasi penelitian dan menemui informan kemudian melakukan
wawancara terstruktur dan mendalam. Sumber informan ada bapak
tarhib, mbah lasio, ibu lasmi, ibu ana, bapak karjan, ibu umi kulsum,
ibu mini dan yang lain-lainnya.
b. Observasi
Menurut Usman (2005:54) bahwa observasi adalah pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.
Observasi ini dilakukan dengan mengamati instrumen-instrumen
dalam proses evaluasi serta data yang dapat menunjang kelengkapan
penelitian ini. Peneliti melakukan observasi dengan cara peneliti
datang ketempat penelitian untuk mengamati igejala-gejala yang
terjadi di lokasi penelitian.
c. Metode Dokumentasi
Menurut Arikunto (1998:236) bahwa metode dokumentasi
adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda dan lain sebagainya. Metode dokumentasi ini digunakan untuk
mendapatkan data-data tentang keadaan masyarakat suku Samin
Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora. Dokumen yang bisa dikumpulkan oleh peneliti yaitu
foto-foto, visi missi sekolah, surat, materi-materi pelajaran.
6. Analisis Data
Menurut Pohan (2007:94) bahwa data dalam penelitian kualitatif
sangat beragam bentuknya, ada berupa catatan wawancara, rekaman
suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shooting
lapangan.
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat
ditafsirkan. Menurut Pohan (2007:133) bahwa menyusun data berarti
menggolongkan ke dalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau
interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan
pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Analisis
data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu :
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian
yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum,
dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal yang penting dan
berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih
tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat membantu dalam
memberikan kode kepada aspek-aspek yang dibutuhkan.
b. Pengkajian Data
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah
direduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema
penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di
lapangan tentang nilai-nilai keteladanan dikaji lebih mendalam dengan
mengaitkan dengan ilmu-ilmu Pendidikan Agama Islam.
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara
sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian
disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan
itu baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya
kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukan data
yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Kredibilitas
data dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil
dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam lapangan.
Untuk menetapkan keabsahan data atau kredibilitas data tersebut
digunakan teknik pemeriksaan sebagai berikut: (1) perpanjangan
keikutsertaan peneliti, (2) ketekunan pengamatan, dan (3) triangulasi,
yaitu memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi
dilakukan oleh peneliti dengan mencari sumber data yang dari luar
yang bertujuan untuk pendampingan data yang sudah ada, hal ini
dilakukan dengan melakukan wawancara kepada sumber luar.
G. Sistematika Penulisan
Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan
penulisanya, adapun tata urutanya sebagai berikut:
BAB I Memuat: latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB II Memuat: Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan
dengan variabel penelitian yaitu: Pendidikan Islam dan masyarakat
suku Samin.
BAB III Memuat: gambaran masyarakat suku Samin secara kompleks,
sistem pendidikan secara fomal, informal maupun nonformal
masyarakat suku Samin.
BAB IV Memuat: analisis data penelitian pada bab ini akan menguraikan
analisis tentang pandangan responden, analisis data, reduksi data
tentang masyarakat suku Samin.
BAB V Penutup: berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang
berhubungan dengan pihak terkait.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Model Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka
harus dilihat dari bahasa Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam
bahasa Arab. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang,
dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Harus dilihat juga kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah
“ta‟lim” dengan kata kerjanya adalah “allama”. Karena pendidikan dan
pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah wa ta‟lim”. Menurut
Daradjat (2012:25) bahwa “Pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya
adalah “Tarbiyah Islamiyah”.
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur,an dan hadist Nabi.
Dalam Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam salah satu ayat Al-Qur‟an,
yaitu:
,...
Artinya:
"..., Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Isra‟ 24).
Menurut Muhammad An-Nasir dan Qullah Abd Al-Qadir Darwis
dalam Raqib (2009:17) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani,
akal, bahasa, tingkal laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang
diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.
Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah
sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam
yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata
lain manusia yang mendapatkan pendidikan Islam harus mampu hidup di
dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-
cita Islam. Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu
sistem pendidikan yang mencangkup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah SWT, sebagaimana Islam telah menjadi
pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun
ukhrawi.
Menurut Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani dalam Mujib
(2006:25-26) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan
alam sekitarnya.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut para ahli pendidikan, Naquib al-Attas dalam Mudzakir
(2006:69) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk Insan Kamil. Abd ar-Rahman Shaleh Abd Allah dalam
Mudzakir (2006:78) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
harus mencangkup tujuan pendidikan jasmani, tujuan pendidikan rahani,
tujuan pendidikan akal, tujuan pendidikan sosial. Muhammad Athahiyah
al-Abrasyi, dalam Mujib (2006:79) menyatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW, sewaktu hidupnya membentuk moral yang tinggi,
karena pendidikan moral ruhnya pendidikan Islam. Ahmad Fuad al-
Ahwani dalam arifin (2011:56) menyatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah pendidikan yang menyatu antara pendidikan jiwa,
pendidikan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani.
Orang Islam harus mempunyai orientasi untuk menjadi manusia
yang Kamil yang pada akhirnya akan meninggal dalam keadaan husnul
khotimah, sesuai dengan tujuan hidup dan tugas hidup manusia, tujuan
diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Tugasnya
berupa ibadah (sebagai „Abdullah) dan tugas sebagai wakil-Nya di bumi
(Khalifah Allah).
Firman Allah SWT.
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-
An‟am:162)
Kemudian memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep
tentang manusia makluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan,
fitrah manusia, bakat, minat dan karakter, yang berkecenderungan pada
Al-Hanief (rindu akan kebenaran) berupa agama Islam.
Tujuan merupakan standar yang sudah ditentukan akan
membatasi ruang gerak, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang
dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian
atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Pendidikan Islam secara
keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuat menjadi “Insan
Kamil” dengan pola taqwa. Insan Kamil, artinya manusia utuh rohani dan
jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal. Ini
mengandung pengertian bahwa pendidikan Islam tujuannya adalah
menghasilkan manusia yang berguna bagi diri pribadi dan masyarakat
pada umumnya, serta senang dan gemar mengamalkan dan
mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah SWT
dan manusia sesama. Ada beberapa tujuan pendidikan Islam, yaitu:
a. Tujuan umum
Ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau dengan cara yang lain.
Tujuan ini meliputi: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan
pandangan. Bentuk Insan Kamil dengan pola taqwa harus dapat
tergambar pada peserta didik walaupun dalam ukuran kecil dan mutu
yang rendah sesuai dengan tingkatan-tingkatan. Tujuan umum
pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan
Nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus
dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga. Tujuan itu tidak
dapat dicapai kecuali melalui proses pengajaran, pengalaman,
pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran. Tahap-tahap
dalam mencapai tujuan itu adalah mulai sekolah dasar, sampai
perguruan tinggi.
b. Tujuan akhir
Pendidikan Islam mempunyai tujuan akhir kemulian di dunia
dan akhirat. Hal ini sesuai dengan Tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk Insan Kamil. Dengan pola takwa yang dipengaruhi oleh
perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan
hidup seseorang/pengalaman. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat
dipahami dalam Al-Qur‟an.
Firman Allah SWT:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imron
102).
c. Tujuan sementara
Ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal pada tujuan sementara bentuk Insan
Kamil, pola taqwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana.
Sejak tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar gambaran Insan
Kamil itu hendaknya sudah kelihatan. Karena itu setiap lembaga
pendidikan Islam harus dapat merumuskan tujuan pendidikan Islam
sesuai dengan tingkatan jenis pendidikannya. Ini berarti bahwa tujuan
pendidikan Islam di Madrasah Tsanawiyah berbeda dengan tujuan di
Madrasah Aliyah. Meskipun demikian muaranya harus sama, yaitu
Insan Kamil.
3. Sumber Pendidikan Islam
a. Sumber Pendidikan Islam
Sumber pendidikan Islam semua yang digunakan untuk menjadi
acuan atau rujukan dalam menentukan kurikulum. Sebuah sumber
yang baik haruslah mempunyai kebenaran secara rasiao agar dapat
dipertanggung jawabkan.
Menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana yang dikuti oleh
Langgulung dalam Muzakir dan Mujib (2006:31) bahwa sumber
pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur‟an, As-
Sunnah, kata-kata sahabat (Mazhab Sahabat), kemaslahatan
umat/sosial (Mashalil Al-Mursalah), tradisi atau adat kebiasaan
masyarakat (Urf) dan pemikiran para ahli dalam Islam (Ijtihad).
Al_Qur‟an secara etimologi/bahasa berasal dari qara’a yang
artinya bacaan. Secara terminologi/istilah berarti wahyu Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril. Beberapa alasan mengapa Al-Qur‟an dibuat sumber hukum
pendidikan Islam yang pertama yaitu: Al-Qur‟an adalah kebenaran
mutlak yang merupakan wahyu Illahi, ada kisah-kisah Nabi yang
terdahulu dan kalam Allah SWT tidak ada yang bisa menendinginya.
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. As-Sunnah merupakan sumber pendidikan Islam
yang kedua karena menjadi penjelas Al-Qur,an dan kebenarannya
dapat diuji. Pendidikan Islam merujuk pada Sunnah Nabi dengan
tujuan: materi yang disampaikan menjadi rahmat bagi seluruh alam,
materi menjadi kebenaran yang sesuai dengan kenyataan, peserta
didik mampu menjdi contoh yang baik dan selamat di dunia akhirat.
Ahmed dalam Ahid (2010:40-41) mengungkapkan bahwa ijtihad
secara etimologi berarti usaha keras dan bersungguh-sungguh yang
dilakukan oleh para ulama, untuk menetapkan hukum, suatu perkara
atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Menurut terminologi
ijtihad merupakan ungkapan atas kesepakatan dari sejumlah ahl hall
wa al-„aqd.
Dalm meletakan ijtihad sebagai suber dasar pendidikan Islam,
ada dua pendapat ahid (2010:39) bahwa tidak menjadikannya sebagai
sumber dasar pendidikan Islam. Kelompok ini hanya menetapkan Al-
Qur‟an dan Hadis sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya
sebagai upaya memahami makna ayat Al-Qur‟an dan Hadis sesuai
dengan konteksnya. Kedua, meletakan ijtihad sebagai sumber dasar
pendidikan Islam. Menurut kelompok ini, meskipun ijtihad merupakan
salah satu metode istinbat hukum, akan tetapi pendapat para ulama
perlu dijadikan sebagai sumber rujukan bagi membangun paradigma
pendidikan Islam.
4. Tanggung Jawab Pendidikan Islam
Proses pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Dalam UU
guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 menjabarkan bahwa penyelenggara
pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal”. UU sistem
pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 Bagian tiga hak dan kewajiban
masyarakat pasal 8 masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi.
Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Seperti yang dinyatakan oleh
Daradjat (2012:34) bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan
masyarakat. Oleh karena itu bahwa tanggung jawab pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
a. Orang tua
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-
anak merekalah yang mendidik pertama-tama anaknya dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat di keluarga. Orang
tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang sangat penting atas
pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir ibunyalah yang selalu ada di
sampingnya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Cara ayah
melakukan pekerjaanya sehari-hari berpengaruh pada cara berkerja
seorang anak.
Tidaklah diragukan lagi bahwa tanggung jawab pendidikan
secara mendasar terpikul kepada orang tua. Apakah tanggung jawab
pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan
sepenuh hatinya atau tidak, hal itu merupakan “fitrah” yang telah
dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Orang tua tidak bisa
menghindari itu semua karena itu merupakan tanggung jawab dan
amanah dari Allah SWT.
Seperti firman Allah SWT, yaitu:
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat. (Qs.Asy-Syuara‟:214).
Tanggung jawab pendidikan Islam yang dibebankan kepada
orang tua, setidaknya harus dilaksanakan dalam rangka: mempelihara
dan membesarkan anak, melindungi dan menjamin kesamaan,
memberi pengajaran dan membahagiakan anak. Dilihat dari tujuannya
pendidikan Islam yang berorientasi pada kebahagian dunia dan
akhirat, maka orang tua tidak akan sanggup memikulnya sendiri, oleh
karena itu ada juga guru.
b. Guru
Guru adalah tenaga profesional, para orang tua menyerahkan
anak-anaknya kepada seorang guru untuk mendidiknya. Dengan ini
berarti pelimpahan tanggung jawab orang tua terhadap seorang guru
dan secara otomatis tanggung jawab mendidik anak akan beralih pada
guru.
c. Masyarakat
Masyarakat turut ikut memikul tanggung jawab pendidikan.
Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi peranan dalam
pendidikan anak, terutama para pemuka atau tokoh masyarakat.
Dengan demikian dipundak mereka terdapat beban juga dalam ikut
menanggung tanggung jawab terhadap terselenggaranya pendidikan
Islam. Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan merupakan
tanggung jawab setiap orang dewasa baik secara perorangan maupun
kelompok sosial.
Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani
mengemukakan dalam Daradjat (2012:45) bahwa di antara ulama-
ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab
adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung
jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian Al-
Qur‟an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai:
“manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab”.
Seperti firman Allah SWT, yaitu:
,...
Artinya:
... tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
(Ath-Thur:21)
B. Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal.
1. Pendidikan Formal
a. Pengertian Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur, dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net)
b. Kelebihan dan kelemahan pendidikan formal
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh pendidikan
formal, di antaranya:
1) Mempunyai gedung sendiri.
2) Bersifat umum.
3) Meliki ijazah.
4) Lebih sistematis.
Adapun untuk kelemahan pendidikan formal, di antaranya
sebagai berikut:
1) Waktunya panjang.
2) Ada jenjang yang ketat.
2. Pendidikan Informal
a. Pengertian Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net).
Tanggal 27 Maret, pukul 07:10.
b. Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Seorang ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula
paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada
akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan
anak. Menurut Ahid (2010:4) bahwa anak pertama sekali
berkenalan dengan ibu dan ayah serta saudara-saudaranya.
Kemudian dari sinilah anak akan beriteraksi dengan lingkungan
keluarga, peran keluarga sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini Ahid (2010:145)
menegaskan lagi bahwa oang tua sebagai rrujukan, menempati
posisi rujukan moral dan informasi.
Menurut Ahid (2010:3) bahwa lahirnya keluarga sebagai
lembaga pendidik semenjak manusia itu ada, dan tugas keluarga
adalah meletakan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar anak
dapat berkembang secara baik. Pada hakikatnya manusia lahir akan
mengalami proses pendidikan, pendidikan ini dimulai di
lingkungan keluarga. Ini menjadi penting ketika keluarga mendidik
dengan baik dan benar maka anak akan tumbuh menjadi manusia
yang sesuai dengan harapan Islam, beraklak terpuji. Sebaliknya
ketika awal pendidikan ini kurang baik maka hasilnya juga akan
menjadi generasi yang beraklak tercela.
c. Lingkungan Informal
Lingkungan Informal adalah lingkungan atau tempat
berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu
keluarga. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri
dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah.
Menurut Ahid (2010:3) bahwa keluarga merupakan lingkungan
pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak
mendapatkan pengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah
iklim sosial, kebudayaan, tingkat kemakmuran dan keadaan rumah.
Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh
keseluruhan situasi dan kondisi keluarga.
3. Pendidikan Nonformal
a. Pengertian pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net).
Tanggal 27 Maret, pukul 07:00.
b. Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
c. Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.
C. Suku Samin
1. Pengertian Suku Samin
Istilah Samin diplesetkan dengan kata “nyamen”, sebuah istilah
diidentikan dengan perbuatan-perbuatan yang menyalahi tradisi-
kebiasaan. Menurut orang Samin kata Samin memiliki pengertian “sama”
yakni anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan
menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejatraan, Kardi dalam
Rosyid (2008:4).
Istilah Samin digeser oleh pengikutnya, dengan asumsi istilah
tersebut bertedensi negatif, sehingga orang Samin menamakan diri
dengan sedulur sikep. Latarbelakangnya yang pertama, karena mendapat
tekanan dari penjajah belanda, dipimpin oleh seorang petani yang
bernama kiai Samin Surosentiko (Raden Kohar) yang semula adalah
pujangga Jawa pesisiran pasca-Ronggowasito dengan menyamar sebagai
petani untuk menghimpun kekuatan melawan Belanda. Pada tahun 1890
mengembangkan ajaran Samin di desa Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah
dan pada tahun 1905 karena banyaknya pengikut mereka melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Namun pada tahun 1907 kiai Samin
Surosentiko dibawa Belanda ke Rembang berserta delapan pengikutnya,
selanjutnya dibuang di Sawahlunto, Padang, Sumatra Barat dan wafat
pada tahun 1914 (sebagai tawanan) Dewanti dalam bukunya Rosyid
(2008:5).
Dengan action itulah masyarakat Samin dianggap pembangkang
oleh Belanda dan masyarakat pada umumnya. Agar image negatif
tersebut tidak menempel pada generasi sekarang ini, penggantian julukan
dipandang sangat penting. Kedua, julukan diberikan oleh aparat desa di
wilayah Blora bagian selatan dan wilayah Bojonegoro pada tahun 1903-
1905 (sebagai embrio Samin pertama) karena tindakan Samin yang
menentang aparat desa (di era penjajahan Belanda) dengan cara tidak
membayar pajak dan dengan memisahkan diri dengan masyarakat umum
Fatkurahman (2003) dalam bukunya Rosyid (2008:5), dengan penolakan
itulah muncul kata nyamin. Ketiga, sebagai sarana membangun
komunikasi dengan sesama penganutnya dan pihak yang membutuhkan
informasi sebagai wujud simbolisasi penamaan diri dengan filosofi
bahwa munculnya kelahiran-kehidupan manusia berawal dari proses
“sikep” atau berdekapan (Jawa: bentuk hubungan seksual suami-istri)
atau proses menanak nasi secara tradisional adalah melalui “nyikep”, dan
keempat, menurut analisis ahli antropologi, Amrih Widodo dalam
bukunya Rosyid (2008:5), kata “sikep” merupakan cara untuk melawan
atau menghindari penamaan dengan kata “Samin” akibat konotasi negatif
yang dilekatkan pada kata tersebut (Samin) selama bertahun-tahun,
terutama ketika wacana Saminisme semakin dipisahkan dari semangat
gerakan perlawanan petani. Pemasungan kata “Samin” dan “Saminisme”
dari konteks sejarah perlawanan merupakan dampak kebijakan politik
kebudayaan dan hegemoni developmentalisme pada rezim Orde Baru
Harian Kompas dalam bukunya Rosyid (2008:5).
2. Sejarah Suku Samin
Blora, Rembang, Kudus, Bojonegoro, Grobogan, Pati, Demak dan
sekitarnya inilah daerah yang disinyalir menjadi penyebaran ajaran
Samin. Terutama di daerah Kecamatan Banjarejo, Klopodhuwur. Hal ini
dalam laksanto (2013:191) pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai
mengembangkan ajarannya di desa Klopoduwur, Blora. Samin
Surosentiko tidak mau membayar pajak karena dia menganggap bahwa
barang yang sudah kita miliki sepenuhnya menjadi hak milik kita sudah
tidak ada kewajiban yang lainya termasuk membayar pajak. Kemudian
Samin Surosentiko ini dianggap tidak taat terhadap peraturan negara
maka dari itu dia diinterogasi oleh pihak yang berwenang, akan tetapi dia
tetap pada pendiriannya.
Salah satu ajaran samin dalam Ba‟asyin (2014:81) lemah podo
nduwe, banyu podo nduwe dan kayu podo nduwe. Yang artinya tanah
milik semua orang, air milik semua orang, kayu milik semua orang.
Termasuk juga orang yang membutuhkan membangun rumah untuk
membenahi rumahnya demi keberlangsungan hidupnya dia bisa
mengambil kayu di hutan secukupnya dengan alasan karena kebutuhan,
catatannya bukan untuk dijual. Ada sebuah cerita pemuda laki-laki Blora
yang akan menikahi gadis, dia harus berpisah dengan keluarganya atau
orang tua dan membangun rumah untuk kehidupan keluarganya yaitu
bersama-sama istrinya, untuk keperluan membangun rumah ini pemuda
tersebut harus mengambil kayu yang ada di hutan secukupnya. Ini
berlawanan dengan peratuan pemerintah (hutan tidak boleh dimiliki oleh
perorangan dengan alasan apapun).
Kemudian pemerintah mengalami kebingungan dengan sikap
orang sikep, makanya pemerintah tidak ada aturan yang pasti yang
diterapkan di daerah ini sebelum abad ke 19-an. Hanya bisa menerapkan
peraturan trial and error coba-coba dan gagal, membuat peraturan
kemudian tidak dapat diterapkan. Sampai akhirnya pada abad ke 20-an
baru ada peraturan yang tegas.
3. Keberagamaan Suku Samin
Agama suku Samin adalah agama adam. Suku Samin ini
menganggap bahwa manusia sejak dilahirkan di dunia sudah beragama
dengan sendirinrinya. Hal ini disampaikan oleh Rosyid (2008:196)
bahwa agama Adam bagi masyarakat Samin dibawa sejak lahir Adam
merupakan perwujudan “ucapan” dan diwujudkan dengan aktivitas yang
baik. Hal di atas menyebabkan kebingungan dalam menentukan hukum
yang ada di masyarakat suku Samin seperti berikut ini:
Sanksi adat yang diberikan pada orang yang melakukan tindak
pidana pencurian yaitu: orang yang melakukan tindak pidana pencurian
dan diketahui oleh masyarakat maka orang tersebut akan dikucilkan dari
masyarakat Suku Samin. Orang tersebut sudah tidak lagi dianggap
sebagai warga masyarakat Samin. Apabila ada acara-acara di desa
tersebut seperti acara syukuran desa, pertemuan-pertemuan antar
masyarakat desa maka orang yang melakukan tindak pidana pencurian
tidak lagi diundang hadir dalam acara-acara tersebut, seperti yang
dikemukakan, Laksanto (2013:229) setiap kehidupan dalam masyarakat
mempunyai adat istiadat yang mengatur hubungan individu-individu
berupa norma-norma. Aturan-aturan yang disebut adat istiadat
merupakan suatu pedoman bagi individu yang hidup sebagai warga
masyarakat. Seperti juga yang dikemukakan oleh Bapak Suradi sebagai
sekertaris Desa Klopoduwur. Peranan masyarakat Samin dalam
penyelesaian sangatlah besar dengan menjalankan ajaran-ajaran yang
diajarkan oleh Samin Surosentiko dengan baik, sehingga dengan
menjalankan ajaran tersebut dapat mencegah terjadinya tindak pidana
pencurian.
Penyelesaian tindak pidana yang di selesaikan berdasarkan
hukum adat Samin apabila dilaporkan oleh salah satu pihak yang menjadi
korban pencurian ke kantor polisi sektor Banjarejo, Kabupaten Blora,
maka dari pihak kepolisian akan menindaklanjuti semua laporan dari
masyarakat Suku Samin. Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenang
polisi yaitu menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat. Dengan
demikian penyelesaian tindak pidana pencurian di Suku Samin tidak
diakui oleh hukum positif Indonesia. Tindak pidana pencurian yang
terjadi di Desa Klopoduwur diselesaikan menurut hukum adat
masyarakat Samin, dan diselesaikan menurut hukum positif Indonesia.
Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang sedikit
diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin dan untuk tindak
pidana yang mengakibatkan kerugian material yang banyak diselesaiakan
menurut hukum positif Indonesia. Peranan masyarakat Suku Samin
dalam mencegah tindak pidana pencurian di Desa Klopoduwur
Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora sangat besar. Ajaran-ajaran itu
digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau perbuatan
manusia khususnya orang-orang Samin agar selalu hidup dengan baik
dan jujur untuk anak keturunannya kelak. Penyelesaian tindak pidana
pencurian yang diselesaikan oleh masyarakat Suku Samin Desa
Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora tidak diakui oleh
hukum negara Indonesia.
Pemerintah seyogyanya mengakui hukum yang hidup dan
berkembang di masyarakat Suku Samin untuk pertimbangan penegakan
hukum di Indonesia. Pemerintah seyogyanya memberi peluang dan
kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya adat budaya dan kearifan
lokal masyarakat Suku Samin. Bagi masyarakat Samin untuk
melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga
kebudayaan Saminisme tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang,
serta bagi masyarakat Samin untuk tetap menjaga adat istiadat dan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko. Selama ini
masyarakat samin tidak menerapkan sanksi yang tegas bagi anggota
masyarakat yang telah melanggar norma-norma yang ada di dalam
masyarakat Samin. Hal ini dikarenakan setiap warga Samin mempercayai
bahwa apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang maka akan
menghasilkan akibat yang akan dirasakan oleh orang itu sendiri. Akan
tetapi seiring perkembangan jaman, maka aturan mengenai sanksi pun
sudah mulai mengikuti aturan formal dalam pemerintahan desa.
4. Ajaran-Ajaran Suku Samin
Suku Samin memang menjadi sebuah wacana tidak asing lagi
untuk didengar, karena keberadaan dengan sifatnya ikhlas, narimo, dan
tidak ingin merugikan siapa pun. Menurut Rosyid (2008:211) Konsep
ikhlas muncul diawali dari konsep bahwa „semua adalah saudara‟.
Orang-orang yang bertamu di kampung Samin akan diterima dengan baik
dan akan disambut dengan penuh penghormatan selayaknya
penghormatan sebagai tamu di dalam agama Islam.
Pemberian penghormatan kepada tamu sangat diperhatikan seperti
memberikan suguhan yang terbaik, menemani berbincang-bincang
dengan penuh keramahan. Konsep Ikhlas ini juga bisa disebut dengan
narimo, ada ungkapan Rosyid (2008:211) sifat „narimo‟ ini diwujudkan
dalam konsep ajarannya yang identik dengan takdir. Sehingga konsep ini
mengilhami anak-anak generasi Samin jika melihat rekan-rekannya
bersekolah formal mereka hanya narimo untuk tidak „meri‟ karena
berprinsip kono-kono, kene-kene. Artinya bahwa orang lain berhak
melakukan apa saja yang diinginkan, kita tidak perlu untuk ikut-ikutan
dan orang Samin tidak akan menganggunya selama dia juga tidak
diganggu.
Disamping itu sedulur sikep Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora juga melakukan beberapa budaya yang sudah lama
dilakukan sejak dulu, seperti paparannya Rosyid (2008: 133) bahwa
slametan yang dilakukan masyarakat Samin karena proses adaptasi
budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim. Ada
beberapa slametan yang dilakukan oleh masyarakat Samin.
Sifat gotong-royong, warga Samin memang menjadi sebuah
tradisi. Hidup masyarakat Samin Blora saling berdampingan dengan
masyarakat sesama Samin, maupun masyarakat sekitar. Karena termasuk
sifat dari orang Samin suka gotong-royong, seperti ungkapan Rosyid
(2008:134) bahwa keaktifan warga masyarakat Samin Kudus dalam
gotong-royong dapat dijadikan tauladan bagi warga lainya.
Tidak ketinggalan juga untuk masalah organisasi intern,
masyarakat Samin aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi
intern maupun masyarakat. Tidak dapat dipungkiri hidup bermasyarakat
harus bersosialisasi karena itu masyarakat Samin ini memandang bahwa
harus mengikuti beberapa oraganisasi masyarakat seperti pada hari
tertentu (Jum‟at). Bagi warga Samin Blora seperti hasil wawancara
dengan salah satu warga Samin „di setiap hari Jum‟at di pendopo sedulur
sikep ada perkumpulan yang dilakukan secara rutin‟.
Di lain sisi dalam koran suara Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa
Perbincangan mutakhir masyarakat Blora dan sekitarnya adalah diskursus
tentang upaya PEMDA untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-
nilai ajaran. Satu gagasan menarik adalah ketika PEMKAB berkeinginan
tiap Jum‟at , PNS mengenakan pakaian Samin, yang pola dan modelnya
masih didiskusikan.
Prinsip ajaran Samin memang masih berlaku atau masih
diaplikasikan oleh masyarakat Samin sampai pada saat ini menjadi
sebuah dasar masyarakat Samin dalam melakukan hubungan
bermasyarakat. Seperti dalam ungkapannya Rosyid (2008:170) bahwa
Samin sebagai pegangan dan keyakinan hidup memiliki prinsip dasar
ajaran (perintah) dan prinsip dasar pantangan (laraangan). Masyarakat
Samin mempunyai beberapa prinsip dasar ajaran di antaranya seperti
yang telah dikemukakan oleh Rosyid (2008:180) bahwa ajaran Samin
mempunyai enam prinsip dasar dalam beretiika berupa pantangan untuk
tidak: dengki, srei, panasten, dawen, kemeren, lan nyiyo marang sepodo,
bejok reyot iku dulure, waton meningso tur gelem di ndaku sedulur.
Dalam sistem perkawinan di masa lalu calon mempelai pria harus
menginap terlebih dahulu di calon wanita, atau lebih sering dikenal
dengan istilah nyuwita sampai beberapa bulan bahkan tahunan, namun
sekarang sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan
dengan ajaran agama Islam. Mengingat sekarang ini sebagian masyarakat
Samin memeluk agama Islam. Sehingga untuk mengikuti prosedur
formal dalam perkawinan, maka sekarang ini perkawinan harus disahkan
melalui KUA (Kantor Urusan Agama), kalau di masa lalu hanya dengan
persetujuan dari orang tua saja sudah dirasa cukup. Awalnya masyarakat
Samin sangat memegang teguh ajaran agama Adam. Bahkan sampai
sekarang pun masih menunjukkan hal yang sama.
Hanya saja ketika peneliti menanyakan kepada Kepala Desa
mengenai agama yang tertulis di KTP masing-masing warga Samin,
maka jawaban yang didapat bukannya Agama Adam yang termuat di
KTP. Namun di KTP jelas tertera agama Islam lah yang dianut.
5. Pendidikan Suku Samin
Pendidikan memang menjadi sebuah alat atau fasilitas utama
untuk melakukan perubahan. Dalam dunia ini ada beberapa aspek
kehidupan demikian juga dalam suatu masyarakat. Suku samin
khususnya di Karangpace memandang dunia pendidikan sebagai wahana
untuk perubahan sosial. Karena mereka berpandangan bahwa tidak ada
pendidikan yang sia-sia dan dapat dilakukan dimanpun dan kapan saja
artinya bahwa orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang
yang tidak terdidik maka kelak tidak akan menjadi manusia yang sia-sia
yang artinya menjadi manusia yang bermanfaat. Dan pendidikan tidak
hanya ada di bangku sekolahan artinya pendidikan dapat dilakukan
dimana-mana tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Kemudian orang samin di Krangpace untuk memulai perubahan
sosial, merka mengawali dari menyekolahkan anak-anaknya dengan
tujuan anak-anaknya dapat melakukan perubahan terhadap aspek-aspek
kehidupan. Hal ini juga disampaikan oleh laksanto (2013:25) untuk bisa
melakukan perubahan terhadap tatanan sosial diperlukan pendidikan.
Ketika masih kecil dibekali dengan pendidikan kelak dewasa akan
menjadi manusia yang bermanfaat terhadap diri, keluarga, masyarakat
sekitar.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis
Blora MUSTIKA inilah semboyan dari kota Blora. Kata MUSTIKA
memiliki arti, Maju, Unggul, Sehat, Tertib, Indah, Kontinyu, Aman.
Semboyan ini sebagai kata-kata semangat masyarakat Blora untuk
membangun daerah. Dusun Karangpace sebagai lokasi dalam penelitian
adalah salah satu dusun dari Desa Klopoduwur Kecamata Banjarejo
Kabupaten Blora yang luas wilayahnya 687,705 ha.
Pandangan umum tentang Blora pada awalnya identik dengan
masyarakat Samin. Bahkan ketika masuk Desa Klopoduwur, sebutan wong
(orang) Samin masih melekat. Berdasarkan penuturan dari salah satu tokoh
masyarakat, orang luar sering salah memandang Desa Klopoduwur yang
dianggap sebagai Desa yang mengajarkan ajaran Samin. Kenyataannya
hanya sedikit orang yang tahu tentang komunitas Samin (Wawancara
dengan Kahari 23 September 2014). Kondisi semacam ini sebenarnya
berbahaya bagi kelangsungan hidup komunitas Samin, maka lambat laun
akan hilang kebudayaan dan peradaban Sami.
a. Desa Klopoduwur terdiri dari enam padukuhan yaitu:
1) Dukuh Wotrangkul
2) Dukuh Bandung Kidul
3) Dukuh Bandong Geneng
4) Dukuh Sale
5) Dukuh Semengko
6) Dukuh Karangpace
b. Dukuh Karangpace terdiri 60 KK. Desa Klopoduwur terdiri dari 6 RW
dan 30 RT.
c. Batas-Batas Desa Klopoduwur, sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Gedongsari, Banjarejo, Blora.
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidomulyo, Jipang, Bolo,
dan Hutan Jati Negara.
3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumber Agung, Banjarejo,
Blora.
4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Jepangrejo, kecamatan
Banjarejo, Blora.
d. Batas-Batas Dukuh Karangpace yaitu:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Klopoduwur.
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Jurang Jeru.
3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Beringin.
4) Sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Trangkul.
e. Desa Klopoduwur memiliki ketinggian dari permukaan laut 75 m (Data
dari arsip kantor Desa Klopoduwur, 23 September 2014 ):
1) Jalan : 2, 825 Km
2) Sawah dan ladang : 205, 487 Ha
3) Perkantoran : 3, 26 Ha
4) Tanah wakaf : 0, 425 Ha
5) Irigasi tadah hujan : 101, 073 Ha
Jarak Desa Klopoduwur ke Kota Kabupaten 5 Km, sedangkan jarak
ke Kecamatan Banjarejo 9 Km. Jalan desa yang beraspal, penerangan dari
listrik (sejak tahun 1990-an) dan fasilitas telpon sudah di temukan di desa
ini (Buku Administrasi Desa Klopoduwur).
Desa Klopoduwur memiliki potensi alam khususnya hutan jati, dan
khasanah budaya Samin yang sangat menarik. Selain alam dan budaya
Samin, desa ini juga memiliki potensi untuk menuju desa pariwisata.
2. Keadaan Demografis
Orang luar masih menganggap bahwa di desa ini masih banyak
warga keturunan komunitas Samin. Orang luar juga menganggap bahwa
desa ini tertinggal dibandingkan desa-desa lainya. Padahal kalau dilihat
kenyataanya, desa ini sudah maju. Dibuktikan denagan jalan desa yang
beraspal, penerangan listrik sejak tahun 1990-an.
Anggapan bahwa Desa Klopoduwur masih terdapat banyak
komunitas Samin tidak sepenuhnya benar. Masyarakat yang tahu ajaran
Samin dan melaksanakannya sudah tidak banyak. Generasi sekarang
banyak yang tidak tahuu persis ajaran Samin yang sesungguhnya.
(Wawancara dengan Kahari 23 September 2014).
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Perekonomian di masyarakat Desa Klopoduwur ditopang oleh
perkonomian yang berbasis pertanian, karena memang letak geografisnya
mendukung untuk menggarap ladang. Kemampuan masyarakat yang tidak
memadai mengharuskan untuk bertani. Hal lain yang mendukung
masyarakat ini untuk bertani adalah Klopoduwur merupakan desa agraris,
seperti halnya desa-desa di pulau Jawa pada umumnya. Sebagian besar
lahan yang ada merupakan lahan pertanian yang sekaligus juga merupakan
pekerjaan dan mata pencaharian penduduk secara turun-temurun.
Masyarakat Samin memiliki kaidah dasar berupa pedoman hidup
yang berbunyi: Sami-sami artinya, sebagai sesama manusia harus bersikap
dan bertindak „sama-sama‟, maksudnya; adalah sama-sama jujurnya,
sama-sama adilnya, sama-sama saling menjaga, sama-sama saling
menolong. Hal ini juga diungkapkan oleh Mbah Lasio nepake awake dewe
nang awake liyan yang berarti bahwa sebagai manusia itu harus bisa saling
merasakan yang dirasakan orang lain, Mbah Lasio mencontohkan nak
ngakon wong liyo kuwi kudu nggunake perasaane dewe. Maksudnya,
ketika kita meminta atau menyuruh orang lain juga harus merasakan
perasaan orang yang kita suruh atau minta, hasil (Wawancara dengan
Mbah Lasio 23, september 2014). Oleh karena itu, mereka menggunakan
istilah sedulur (saudara) untuk membahasakan diri sendiri kepada orang
lain. Jadi siapa pun dan dalam kondisi apa pun, ketika sudah masuk dalam
komunitas dan bersedia mengamalkan ajaran Samin, maka mereka
menjadi saudara.
Salah satu motto hidup orang Samin adalah dhuwekmu yo dhuwekku,
dhuwekku yo dhuwekmu, yen dibutuhke sedulur yo diiklasake (milikmu
juga milikku, milikku juga milik kamu, apabila diperlukan oleh
saudaranya, maka akan diikhlaskan). Berasal dari motto hidup yang
demikian, maka model kehidupan bermasyarakat komunitas Samin adalah
perilaku saling tolong-menolong, gotong royong. Hal ini sangat cocok
dengan kehidupan para petani.
4. Keadaan Sosial Budaya
Secara sejarah, Desa Klopoduwur mempunyai potensi sosial budaya
yang sangat besar, yakni potensi tentang budaya dan adat Samin. Budaya
dan adat Samin ini bahkan dikenal secara nasional dan internasional,
banyak lembaga-lembaga asing yang pernah datang dan melakukan
penelitian tentang budaya dan adat-istiadat Samin. (Wawancara dengan
widodo 23 september 2014).
Melihat budaya yang sudah ada sebenarnya pemerintah Desa
Klopoduwur dapat mengembangkan masyarakat desa termasuk sistem
pemerintahan desa yang bercirikan khas "budaya adat Samin". Artinya
bahwa dalam era otonomi daerah yang mana pemerintah desa memiliki
kewenangan otonomi desa, maka Desa Klopoduwur dapat dikembangkan
menjadi suatu desa yang bercirikan budaya dan adat Samin, seperti halnya
desa-desa di pulau Bali dan daerah-daerah pariwisata lainya.
Saat ini ajaran Samin masih diikuti oleh beberapa penduduk asli
Klopoduwur dan khususnya di Dukuh Karangpace terutama bagi orang
dianggap tua di Dusun ini. Adapun ajaran Samin diantaranya adalah:
tentang ajaran perilaku, seperti angger-angger pratikel (hukum tingkah
laku) yang mempunyai ugkapan Aja drengki, tukar padu, mbadhok colong
(jangan dengki dan iri, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri).
Angger-angger Pangucap (hukum bicara). Memiliki patokan: pangucap
saka limo, bundhelane ana pitu, Lan pangucap saka sango, bundhelane
ana pitu (ucapan yang berasal dari pancaindera, pengendaliannya ada
tujuh. Ucapan yang bersumber dari sembilan lubang (babahan hawa
sanga) dan pengendaliannya juga ada tujuh). Terakhir anggr-angger
lakonono (hukum yang harus dijalankan), berbunyi sabar trokol, sabar
dieleng-eleng, trokole dilakoni (kerjakan sikap sabar dan giat, agar selalu
ingat tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan).
Karena pada budaya adat Samin merupakan salah satu peninggalan
sejarah yang layak dilestarikan dan diketahui masyarakat khususnya di
pulau Jawa maka dari itu hal ini menjadi daya tarik di bidang pariwisata
budaya Samin dan mempunyai nilai jual yang sangat baik.
5. Keadaan Sosial Keagaman
Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti
halnya untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa
Klopoduwur (Suku Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian
mereka belum menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat
menghargai muslim yang taat dan selalu membantu dan menyukseskan
program yang berkaitan dengan aktivitas dakwah Islam, seperti
membangun masjid, musollah, madrasah, pengajian (Wawancara derngan
Widodo, 23 September 2014).
Tingkat keagamaan masyarakat di Desa Klopoduwur sangat maju.
Hal ini dapat dilihat dari sarana-prasarana keagamaan dan kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan. Jumlah tempat ibadah ada 4 masjid
(Wawancara dengan bpk Tarhib, 22 September 2014). Demikian pula
dengan Jumlah sarana-prasarana pendidikan agama Islam di masyarakat
ini tentunya menggunakan strategi dakwah Islam, salah satunya dengan
membangun sarana pendidikan Islam, baik itu formal maupun non formal.
Adapun sarana pendidikan yang sudah ada di antaranya, ada Sekolah
Dasar Negeri SDN 1 Klopoduwur (formal) dan mengaji di musholah-
musholah dan serambi masjid (nonformal). Hal yang dibuktikan juga
dengan aktivitas keagamaan, masyarakat melakuakan aktivitas keagamaan
hampir sama yang dilakukan desa-desa tetangga di antaranya majelis
ta'lim, yang meliputi kelompok pengajian Bapak-Bapak, kelompok
pengajian ibu-ibu. Majelis ini terbagi kedalam masing-masing dukuh dan
kegiatanya arisan, tahlil, dan mujahadah mingguan, dan untuk bulanan
mujahadah bersama dengan menghadirkan ustazd- kyai untuk mengisi.
B. Pendidikan di Desa Klopoduwur
1. Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar” Klopoduwur
Pendidikan merupakan upaya sistematis pembinaan Siswa / Santri
dengan menyiapkan forum yang kondusif. Dibuktikan dengan Taman
Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar”. Pendidikan nonformal anak-anak
muslim di tingkat TPQ diharapkan dapat meningkatkan wawasan keislaman
dan kemampuan membaca Al-Qur‟an para peserta didik. Melalui pendidikan
ini insya Allah, akan dihasilkan anak-anak muslim yang mau dan mampu
berinteraksi dengan Al-Quran. Walaupun hanya dengan modal keikhlasa dan
semangat siar Islam dari para pendidik kemudian Taman Pendidikan Al-
Qur‟an TPQ “Al-Kautsar” mengalami perkembangan yang pesat.
Dengan adanya TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal
perkembangan Islam, akan tetapi masih terkendala untuk masalah pendanaan.
Keberadaan dan sumber dana TPQ Al-Kautsar, dengan penjelasan sebagai
berikut
a. Keberadaan TPQ “Al-Kautsar”
Keberadaan Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ “Al-Kautsar”
terletak di pinggir jalan, 4 guru, 60 santri, berdekatan dengan Mushola
Klopoduwur, di tengah-tengah desa klopoduwur. Satu lokasi dengan
yayasan Tunas Rimba Perhutani, karena dulunya memang bukan untuk
kegiatan TPQ tapi sekarang ini digunakan untuk tempat pembelajaran
TPQ, hal ini belum berlangsung lama, baru berjalan selama 2 tahun. Hal
ini disebabkan pemanfaatan gedung yang ada untuk bidang pendidikan
nonformal. Di tempat yang strategis, mudah dijangkau oleh penduduk
sekitar walaupun dengan jalan kaki.
b. Sumber Dana
Pendanaan yang bersumber dari beberapa sumber seperti halnya:
dari iuran santri bulanan, danatur muhsinin, lemabaga yang menaungi
(pengurus masjid dan mushola) dan dari usaha yang halal tidak mengikat.
Melihat dari segi dana konsep awal yang dibangun oleh para guru adalah
keikhlasan. Dana yang digunakan untuk biaya operasional guru memang
dialokasikan, akan tetapi tidak besar dan bila dihitung tidak seimbang
dengan pengorbanannya, (wawancara dengan Umi Kulsum 22 September
2014). Oleh karena itu guru TPQ “Al-Kautsar” masih mau bertahan
disebabkan beberapa hal, diantaranya: rasa peduli terhadap pendidikan,
si‟ar Islam, panggilan masyarakat, (wawancara dengan Karjan 22
September 2014).
2. Sekolah Dasar Negeri SDN 1 Klopoduwur
Visi dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Klopoduwur adalah
terwujudnya anak didik yang berakhlak mulia, cerdas, kreatif mandiri, sehat
jasmani dan rokhani yang beralandaskan iptek serta imtaq kepada Tuhan
YME.
Adapun Misi dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Klopoduwur yaitu
sebagai berikut:
a. Melaksanakan pembelajaran bimbingan yang efektif baik pengetahuan
maupun keagamaan.
b. Mengembang tingkatkan potensi, disiplin dan motivasi siswa untuk
berprestasi.
c. Menumbuhkembangkan semangat kesetiakawanan rasa kebudayaan, rasa
kebangsaan, dan 5 K baik siswa maupun guru.
d. Mengoptimalkan potensi guru dalam KBM serta kerjasama antar sekolah
dan masyarakat terutama bagi orang tuasiswa/komite sekolah.
e. Meningkatkan lingkungan yang bersih, nyaman, sejuk dan menjalin rasa
kekeluargaan antar warga.
SD N 1 Klopoduwur memang berdiri disiapkan untuk pendidikan
generasi muda yang berilmu dan mempunyai pengetahuan kemudian
bertaqwa.
3. Peran orang tua terhadap pendidikan anak di keluarga
Seorang ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh
anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Menurut Ahid (2010:4)
bahwa anak pertama sekali berkenalan dengan ibu dan ayah serta saudara-
saudaranya. Kemudian dari sinilah anak akan beriteraksi dengan lingkungan
keluarga, peran keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian anak. Dalam hal ini Ahid (2010:145) menegaskan lagi bahwa
oang tua sebagai rrujukan, menempati posisi rujukan moral dan informasi.
Menurut Ahid (2010:3) bahwa lahirnya keluarga sebagai lembaga
pendidik semenjak manusia itu ada, dan tugas keluarga adalah meletakan
dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar anak dapat berkembang secara
baik. Pada hakikatnya manusia lahir akan mengalami proses pendidikan,
pendidikan ini dimulai di lingkungan keluarga. Ini menjadi penting ketika
keluarga mendidik dengan baik dan benar maka anak akan tumbuh menjadi
manusia yang sesuai dengan harapan Islam, beraklak terpuji.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Djamarah (2004:20) orang tua
memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan
sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak. Kebiasaan
orang tua dalam melaksanakan ibadah menjadi suri teladan bagi anak untuk
mengikutinya.
4. Pendidikan dalam Keluarga
a. Dasar pembinaan keluarga
Kesejahteraan lahir dan batin yang dimiliki oleh keluarga atau
sebaliknya, adalah cerminan dari sebuah keluarga-keluarga yang hidup
dalam masyarakat tertentu. Inilah sebabnya setiap dari keluarga dalam
masyarakat menjadi sebuah ukuran untuk maju atau tidaknya suatu
masyarakat tersebut. Apabila dalam suatu masyarakat, terdiri dari
keluarga-keluarga yang memperhatikan masalah pendidikan, maka
masyarakat tersebut akan lebih maju. Dibandingkan dengan masyarakat
yang kurang perhatian dalam masalah pendidikan.
b. Tujuan pembentukan keluarga untuk pendidikan
Tujuan yang pertama orang menjalin ikatan pernikahan pada
dasarnya itu adalah melestarikan generasi atau juga bisa disebut dengan
meperoleh keturunan, kemudian untuk dididik agar menjadi manusia
yang bisa memanusiakan manusia dan mengerti hak-kewajibannya.
c. Tanggung jawab keluarga dalam pendidikan
Bisa diketahui secara umum bahawa manusia memang makluk
sosial, karena ketika manusia lahir di dunia tanpa ada campur tangan
orang lain kususnya orang tua, tidak akan dapat berbuat banyak. Maka
dari itu pada dasarnya manusia itu membutuhkan orang lain. Apalagi
dalam hal pendidikan, seseorang tidak akan mampu cerdas, beraklak
terpuji dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari orang lain
lebih-lebih campur tangan dari pihak keluarga. Pendidikan keluarga
sangat berpengaruh terhadap pembentukan mental seorang anak.
Di samping tugas pendidikan keluarga juga merupakan
tanggung jawab yang mendasar untuk diperhatikan secara sungguh-
sungguh. Lingkunagn keluarga memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar, nilai-nilai moral, norma sosial dan pandangan
hidup yang diperlukan peserta didik untuk dapat berperan dalam
masyarakat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh karakter seorang pemimpin
keluarga yaitu ayah. Seorang ayah dan ibu merupakan penentu dari
karakter, moral, keprcayaan, paradigmanya anak. Ayah menjadi contoh
pertama yang bisa secara langsung untuk ditiru oleh seorang anak, hal
in akan memberikan pendidikan terhadap anak dan berpengaruh pada
perkembangan selanjutnya.
C. Temuan Penelitian
1. Model dalam pendidikan Islam Formal pada suku Samin di
Klopoduwur
Minat masyarakat suku Samin di dusun Karangpace desa
Klopoduwur pada pendidikan formal menurut Mbah Lasio adalah:
“Seko wong tuane wes ngakon nang bocah-bocah perlune ben podo
sekolah, tapi seng paling penting kuwi berguna kanggo wong liyo,
nak wes pinter ben ora minteri wong liyo”.
Artinya : dari orang tua telah menyuruh anak-anak agar dapat bisa
sekolah, tetapi yang paling penting adalah berguna untuk orang lain,
kalau sudah pintar tidak untuk membohongi orang lain (wawancara
dengan Mbah Lasio).
Setiap pendidikan memang harus berorientasi pada asas kemanfaatan
sesama manusia dan kesejahteraan umat. Seperti halnya individu yang
menempuh pendidikan tinggi ini idealnya mampu memberi perubahan
dalam masyarakat tentunya perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat
sekitar. Hasil wawancara dengan ibu Lasmi adalah sebagai berikut:
“Sekolah anak-anak wes podo lulus seko SD kabeh, namung wong-
wong tuane daerah kene rata-rata gak podo lulus SD malahan ono
seng gak sekolah blas”.
Artinya : anak-anak sudah lulus dari SD semuanya, tetapi orang
tuanya rata-rata belum atau tidak lulus bahkan ada yang tidak
sekolah sama sekali (wawancara dengan ibu Lasmi).
Generasi Samin sudah membuka diri dengan adanya minat terhadap
pendidikan pada anak-anak mereka. Bapak Tarhib menyatakan bahwa:
“Minat dari anak-anak Samin yang sekolah di SD Negeri 1
Klopoduwur terhadap pendidikan Islam sangat baik”, dia juga
menambahkan bahwa:
“Hal itu dibuktikan dengan beberapa pemuka agama Islam lulusan
dari Sekolah Dasar Negeri 1 Klopoduwur yang sekarang menjadi
pengurus Masjid”. (wawancara dengan Bapak Tarhib).
Anak-anak dari dusun karangpace bersekolah di dusun Sale. Minat
anak dengan orang tua harus ada keselarasan, seorang anak yang
berminat besar untuk mengetahui ajaran Islam tanpa didukung oleh
orang tua maka hasilnya tidak akan maksimal. Minat orang tua
masyarakat samin sangat besar untuk menyekolahkan anak-anaknya
dengan tujuan dapat bermanfaat terhadap sesama.
Konsep pendidikan Islam dalam pendidikan di SD Negeri 1
Klopoduwur dijelaskan oleh Bapak Tarhib selaku pengampu materi
Pendidikan Agama Islam, dia menjelaskan lewat wawancara yang
dilakukan peneliti, bahwa:
“Konsep pendidikan Islam di sekolah sini itu tidak jauh berbeda
dengan konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah
lainnya yaitu mengacu pada kurikulum yang sudah ada kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP)”, akan tetapi Bapak Tarhib
menambahkan: “dengan beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh
siswa seperti: menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan sholat
tarawih pada bulan Puasa, mengikuti kegiatan TPQ karena memang
dia adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya TPQ yang ada di
masyarakat, mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat
magrib”. Dengan mengikuti kegiatan tambahan tersebut siswa akan
mendapatkan nilai tambahan. (wawancara dengan Bapak Tarhib)
Konsep tidak akan lepas dari kurikulum, karena kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Dengan kata lain kurikulum
merupakan acuan untuk menjalankan komponen-komponen pembelajaran.
Cara lain yang digunakan oleh Bapak Tarhib adalah metode
demonstrasi. Metode ini dipandang perlu dan tepat ketika digunakan pada
hari Qurban, Bapak Tarhib menuturkan:
“Guru-guru diminta iuran untuk membeli kambing kemudian
dijadikan Qurban dan disembelih oleh Bapak Tarhib sendiri hal ini
disaksikan seluruh siswa, guru-guru dan karyawan sekolah”.
(wawancara dengan Bapak Tarhib).
Metode seperti ini diharapkan memberikan pelajaran cara
menyembelih Qurban yang benar terhadap siswa.
Perilaku yang sudah terbentuk melalui Sekolah Dasar Negeri 1
Klopoduwur sudah baik tetapi perlu ditingkatkan lagi, berdasarkan
wawancara dengan Bapak Tarhib:
“Dibuktikan dengan beberapa pemuka agama Islam lulusan dari
Sekolah Dasar Negeri 1 Klopoduwur yang sekarang menjadi
pengurus Masjid”. (wawancara dengan Bapak Tarhib).
Mbah Lasio menyatakan bahwa:
“Anakku ono seng kerjo nang Jakarta”.
Artinya : anak saya ada yang berkerja di Jakarta (wawancara dengan
Mbah Lasio).
Hal yang lain diungkapkan oleh ibu Lasmi:
“Tonggo ku ono seng sekolah nang SMP”. Ketika peneliti tanya
“SMP mana”? Dia menjawab: “gak mudeng”.
Artinya : tetangga saya ada yang sekolah di SMP, gak tau
(wawancara dengan ibu Lasmi).
2. Model dalam pendidikan Islam Nonformal pada suku Samin di
Klopoduwur
Kegiatan keagamaan penting untuk melihat berapa besar tingkat
pemahaman masyarakat terhadap Islam dapat dilihat dari kegiatan yang
sudah berjalan di masyarakat. Kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di
masyarakat, Bapak Nyari, ibu Umi Lasmi) menyampaikan lewat hasil
wawancara:
Ada beberapa kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di Dusun
Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai berikut:
a. Yasinan.
b. Tahlilan.
c. Muslimatan.
d. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan.
e. Pengajian lapanan.
f. TPQ (Taman Pendidilan Al-Qur‟an).
Bapak Nyari menyampaikan bahwasanya:
“Kumpulan seng wes ono nang masyarakat yoiku: tahlilan, yasinan,
arisan, pengajian pendak lapan sepisan terus ono maneh TPA”.
Artinya : perkumpulan yang ada di masyarakat yaitu tahlilan,
yasinan, arisan, pengajian lapanan dan TPQ (wawancara dengan
Bapak Nyari).
Ibu Lasmi memberi tambahan penjelasan bahwa:
“Arisan iki kuwi yoiku namung kegiatan seng dienggo sarono
kumpulan wargo,seng tujuan sebenere iku nggo ngaji rutinan,
amargo nak wes rampungan arisan diisi ceramah-ceramah pengajian
seko kiyai”.
Artinya: arisan ini adalah sebagai kegiatan yang dibuat hanya untuk
sarana tempat berkumpul warga, yang tujuan sebenarnya untuk
mengajin rutinan, karena setiap selesai arisan ini diberikan ceramah-
ceramah pengajian oleh pemuka agama yang dianggap mampu”.
(wawancara dengan ibu Lasmi).
Pendidikan nonformal di masyarakat sudah berjalan, dengan adanya
TPQ Al-Kautsar. Dalam pendidikan nonformal para ustad menjelaskan
kepada peneliti bahawa pendidikan nonformal ini baru berjalan selama 2
tahun, namun berkembang sangat pesat. Bidikan dari pendidikan non
formal ini memang untuk mengajari anak-anak tentang bagaimana cara
sholat yang benar, baca tulis Al-Qur‟an, do‟a sehari-hari, selain itu juga
ada kegiatan ekstrakurikuler.
Ibu Umi Kulsum memaparkan tentang konsep pendidikan agama
Islam nonformal yang berada di suku Samin dengan menyatakan bahwa:
“TPQ Al-Kautsar mengajarkan pelajaran Islam pada umumnya yang
diajarkan di TPQ lainnya, dengan menambahkan kegiatan
ekstrakurikuler”. (Wawancara dengan Ibu Umi Kulsum)
Hal ini juga dibuktikan dengan penjelasan dari Bapak Karjan sebagai
berikut:
“Konsep pendidikan sebagai berikut Terdiri dari pendidikan utama,
pendidikan pendukung”. (Wawancara dengan Karjan).
a. Pendidikan Utama
Pendidikan utama berisi materi-materi yang berperan
membentuk generasi muslim yang mengenal baca tulis Al-Quran
dan taat beribadah, berdo‟a dan menegakkan shalat. Berisi materi:
pendidikan Al-Qur‟an dan pendidikan ibadah. Pendidikan Al-
Qur‟an merupakan pendidikan dasar yang membekali Santri
dalam membaca dan menulis Al-Qur‟an, sedangkan pendidikan
ibadah merupakan pendidikan untuk membentuk pribadi muslim
yang taat beribadah.
b. Pendidikan Pendukung
Pendidikan ini dimaksudkan untuk mengembangkan
potensi diri dan kemampuan beraktivitas sosial. Santri dibina
untuk mampu mengekspresikan bakat dan minatnya dalam
aktivitas ekstra kurikuler. Kegiatan pendidikan pendukung yaitu
ekstra kurikuler, Peringatan Hari Besar Islam dan mengadakan
perlombaan. Ekstra kurikuler diharapkan mampu membina santri
untuk berkemampuan seni Islami, seperti menggambar,
mewarnai, kaligrafi dan membaca puisi. Peringatan Hari Besar
Islam untuk membina peserta didik agar berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan seremoni dalam rangka perayaan / peringatan
hari-hari besar umat Islam. Seperti kegiatan perayaan tahun baru
hijriyyah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, kegiatan
bulan Ramadhan dan lain-lain. Event atau lomba-lomba untuk
membina santri untuk berprestasi dalam berbagai kegiatan lomba
tingkat TPQ, baik yang diselenggarakan internal maupun
eksternal. Adapun event perlombaan tersebut antara lain:lomba
qiro‟ah, lomba mewarnai dan lomba kaligrafi.
Ibu umi kulsum menyatakan bahwa:
“Siswa berdatangan kerumah para guru ketika TPQ diliburkan”.
(wawancara dengan ibu Umi Kulsum).
Pernyataan yang lain diungkapkan oleh Bapak Karjan, dia
menyatakan bahwa:
“Orang tua merelakan waktu untuk mengantarkan bahkan
menunggui di TPQ sampai proses pembelajaran selesai”.
(wawancara dengan Bapak Karjan).
Menurut pengamatan peneliti:
“Minat masyarakat pada pendidikan sudah baik, hal ini
berdasarkan hasil pengamatan peneliti masyarakat berdatangan
untuk mengikuti atau hanya sekedar melihat perlombaan yang
diselenggarakan oleh pihak TPQ”. (pengamatan peneliti).
Perilaku yang didapat santri diantaranya dituturkan oleh ibu Ana
bahwa:
“Bocah-bocah wes iso moco lan nulis arab ora ketang sitik,
kadang-kadang malahan sholat barang”.
Artinya : anak-anak sudah bisa membaca dan menulis arab
walaupun sedikit sekali-kali sholat juga (wawancara dengan ibu
Ana).
Ibu Umi Kulsum menyampaikan bahwa:
“Guru mung isone ngandani, ngarahke trus seng liyane iku ono
tanggungane wong tuwo lorone lan pituduhae Allah SWT”.
Artinya : guru hanya bisa menasehati, mengarahkan yang lainnya
adalah tanggungannya kedua orang tua dan petunjuk dari Allah
SWT (wawancara dengan ibu Umi Kulsum).
Arahan, ajakan dan pendampingan sudah dilakukan oleh guru
kemudian selehbihnya dari itu memang diserahkan kepada orang tua dan
semata-mata petunjuk itu hanya akan datang dari Allah SWT. Para guru
selalu berharap kepada santrinya agar mereka menjadi manusia yang
benar-benar bermanfaat untuk sesama.
3. Model dalam pendidikan Islam Informal pada suku Samin di
Karangpace
Konsep pendidikan Informal yang digunakan adalah dengan cara
mengajak. Bapak Nyari dan ibu Lasmi menyampaikan bahwa:
”Bocah-bocah pendak ono kumpulan lapanan mesti melu soale
kumpulane kanggo wong umum, cilik-gedhe, enom-tuwo, lanang-
wadon”.
Artinya : anak-anak ketika ada perkumpulan lapanan pasti ikut
karena kumpulan itu untuk umum , anak kecil maupun dewasa, pria
maupun wanita (wawancara dengan Bapak Nyari dan ibu Lasmi).
Ibu Lasmi menyampaikan bahwa:
”Wong tuwo wes kasep bodo gak mudeng agama gak opo-opo, seng
penting bocah-bocah pinter gak nggo minteri wong liyo”.
Artinya : orang tua sudah terlanjur bodoh tidak mengetahui agama
tidak apa-apa, yang penting anak-anak menjadi pintar tetapi tidak
digunakan untuk membohongi orang lain (wawancara dengan Ibu
Lasmi).
Hal yang senada juga disampaikan oleh Mbah Lasio bahwa:
“Wong tuwo koyo aku iki ora tau melebu sekolahan, melebu
sekolahan namung kaping pindo yoiku sepisan daftarke anak kaping
pindone jipok rapot”.
Artinya : orang tua seperti saya ini tidak pernah masuk sekolah,
masuk sekolah hanya dua kali yaitu sekali mendaftarkan anak saya
yang kedu mengambil rapot (wawancara dengan Mbah Lasio).
Karena orang tua kurang pemahaman tentang agama Islam. Jadi
orang tua membimbing, mendorong kepada anak-anak mereka untuk
mengaji di madrasah dan di tempat-tempat pengajian umum lainnya
(pengamatan peneliti).
Hal ini juga dibuktikan hasil wawancara dengan ibu Runi,
menyatakan bahwa:
“Bocah-bocah pendak jam setengah telu wes tak kon siap-siap, lak
mangkat nang pengajian sore”.
Artinya : anak-anak ketika sudah jam setengah 3 sudah saya suruh
siap-siap, untuk segera berangkat ke madrasah (wawancara dengan
ibu Runi).
Hal ini juga dibuktikan hasil wawancara dengan bapak Nyari,
bahwa:
“Pendak ono kumpulan rt, wong tuane tak ilengke kon ngandani
anak-anake supoyo podo diawasi nak wayah ngaji, kon ngoprak-
ngoprak”.
Artinya : ketika ada perkumpulan rt, orang tua selalu dihimbau untuk
mengingatkan kepada anak-anaknya, untuk menyuruh anaknya
supaya berangkat ke tempat pengajian (wawancara dengan bapak
Nyari).
Seperti halnya, ibu Ana menuturkan bahwa:
“Anak ku seng iseh cilik-cilik, tak kon marahi sinau mbak yu ne,
masalahe aku wes gak mudeng pelajarane cah sekolah saiki”.
Artinya : anak saya yang masih kecil, saya suruh untuk belajar
dengan kakaknya, karena saya sudah tidak paham dengan pelajaran
anak sekolah zaman sekarang (wawancara dengan ibu Ana).
Mbah lasio menyampaikan bahwa:
“Sinau iku ora mung tutur, namung sinau ono seng aran tulodho, lan
wong tuwo kudu iso nyontoni seng apik ora gur marahi”.
Artinya : belajar itu tidak hanya secara lisan, tetapi belajar juga ada
yang melalui contoh langsung, dan orang tua harus bisa mencotohi
yang baik tidak hanya mengajar saja (wawancara dengan Mbah
Lasio).
Orang tua sadar betul, bahwa pengetahuan tentang agama Islam
masih kurang begitu paham, oleh karena itu orang tua mengambil peran
dalam hal pendidikan ini dinyatakan oleh ibu Rasmi, bahwa:
“Aku pernah ngakon anakku sholat jama‟ah nang masjid pas sholat
Magrib”.
Artinya : saya pernah menyuruh anak saya untuk menjalankan sholat
berjama‟ah di masjid ketika sholat magrib (wawancara dengan ibu
Rasmi).
Hal lain disampaikan oleh ibu Nyari, dia menyampaikan bahwa:
“Aku pernah kerungu anakku ngaji nang umah pas bar sholat subuh,
terus tak parani lan tak kandani sesuk nak ngaji maneh sangune
sekolah tak tambahi”.
Artinya : saya pernah mendengar anak saya mengaji di rumah ketika
ba‟da sholat subuh, lalu saya hampiri dan saya menasehati besok
kalau kamu ngaji lagi akan saya beri tambahan uang (wawancara
dengan ibu Nyari).
Walaupun orang tua kurang dalam pengetahuan agama, tetapi orang
tua tidak melepaskan anak-anak begitu saja dalam hal pendidikan. Orang
tua masih berperan dalam memperhatikan pendidikan dalam keluarga
BAB IV
PEMBAHASAN
Model pendidikan Islam terdiri dari pendidikan formal, pendidikan
nonformal dan pendidikan informal. Untuk lebih jelasnya mengenai pendidikan
formal, nonformal, dan informal pada masyarakat suku Samin yang terletak di
Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora
dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Model dalam Pendidikan Islam Formal Pada Suku Samin di
Klopoduwur
Pendidikan Islam formal merupakan pendidikan Islam yang berjenjang,
teratur, tertib, terikat dan bersifat formal. Biasanya pendidikan ini terdapat di
SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Dalam masyarakat suku Samin yang
terlatak di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo,
Kabupaten Blora terdapat pendidikan formal yaitu SD N 1 Klopoduwur.
Dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam di SD N 1 Klopoduwur
Generasi ke generasi memang berbeda, hal ini tidak bisa dipungkiri
lagi, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Samin di Dukuh
Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.
Anak-anak masyarakat Samin sudah berbeda dengan orang tuanya seperti
perbedaan dalam hal pendidikan formal. Orang tuanya tidak ada yang
sampai lulus SD dan ada juga yang tidak mengenyam pendidikan sama
sekali, hal ini sangat berbeda dengan anak-anaknya. Anak-anak sudah
bersekolah formal semuanya tanpa terkecuali. Ini menjadi bukti bahwa
masyarakat Samin di Dukuh Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan
Banjarejo, Kabupaten Blora tidak menutup dari perubahan yang ada, namun
masyarakat Samin masih mempunyai prinsip bahwa bersekolah formal
boleh asalkan mampu memberikan manfaat terhadap orang lain.
Pendidikan formal memang menjadi pilihan yang favorit untuk
mencari ilmu, apalagi ketika berhubungan dengan jenjang pendidikan dan
dunia pekerjaan. Seakan-akan pendidikan formal menjadi sebuah hal yang
pertama untuk dipertimbangkan dalam menerima seorang calon pekerja.
Begitu juga yang dialami oleh masyarakat Samin pada saat ini.
2. Konsep pendidikan Agama Islam di SD N 1 Klopoduwur
Pendidikan di SD N 1 Klopoduwur mengacu pada kurikulum yang
sudah ada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan ditambah
dengan beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh siswa seperti:
menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan sholat tarawih pada bulan Puasa,
mengikuti kegiatan TPQ, mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat
magrib. Dengan mengikuti kegiatan tambahan tersebut siswa akan
mendapatkan nilai tambahan.
Di samping itu guru menerapkan metode demontrasi dan eksperimen
secara langsung dalam pengamalan ajaran Islam. Metode ini dipandang
perlu dan tepat ketika digunakan pada hari Qurban, dengan konsep sebagai
berikut: Guru-guru diminta iuran untuk membeli kambing kemudian
dijadikan Qurban dan disembelih oleh Bapak Tarhib sendiri hal ini
disaksikan seluruh siswa, guru-guru dan karyawan sekolah. Yang pada
dasarnya ini memberikan pembelajaran secara langsung terhadap siswa
dalam penyembelihan korban yang tepat dan benar. Ini juga memberikan
kesan bahwa seorang guru memang harus mampu memberikan contoh yang
baik, tepat dan benar, tidak hanya dalam hal menyembelih korban tapi
mampu menjadi figur tauladan dalam segala hal, memang harapan guru
yang ideal adalah menjadi contoh bagi siswa tidak hanya menyampaikan
pelajaran saja.
Selain itu konsep pendidikan Islam dalam pendidikan formal yang
terdapat di SD N 1 Klopoduwur ada perbebedaan dengan sekolah-sekolah
lainnya. Perbedaannya terletak pada metode guru Pendidikan Agama Islam.
Guru Pendidikan Agama Islamnya memanfaatkan kearifan lokal yang sudah
ada di suku Samin. Karena kearifan lokal yang ada di suku Samin tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh guru menyampaikan
ajaran Samin berupa narimo ing pandum (menerima bagian apa adanya) hal
ini sesuai dengan materi agama Islam qona’ah (menerima bagian dengan
ikhlas). Dan guru Pendidikan Agama Islam berusaha menggali lebih dalam
kearifan lokal yang terdapat di suku Samin yang tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam untuk bisa disesuaikan dengan materi Islam Ini menjadi
metode tersendiri untuk mengajarkan agama Islam pada SD N 1
Klopoduwur yang tidak dimiliki oleh SD-SD lainnya.
3. Manfaat dan fungsi pendidikan formal pada masyarakat Samin
Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang
diakuioleh lembaga pendidikan Negara adalah sesuatu yang wajib
dilakukan di Indonesia. Termasuk juga yang dirasakan oleh masyarakat
Samin di daerah Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo,
Kabupaten Blora harus bersekolah, minimal 9 tahun lamanya hingga
lulus SMP.
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat
merupakan perangkat yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat dalam menjadi warga Negara.
Beberapa manfaat pendidikan formal pada masyarakat Samin di
daerah Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten
Blora yaitu khususnya terhadap anak-anak mereka sebagai berikut:
a) Memperkenalkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua
atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas
dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah yang rajin akan
membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.
b) Melatih Kemampuan Anak
Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal,
menganalisa, memecahkan masalah, logika, dan lain sebagainya maka
diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan yang baik. Orang yang
tidak sekolah biasanya kurang memiliki kemampuan yang baik sehingga
dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang akan
dialami pada zaman serba modern apalagi dengan kedatangan pasar
bebas tidaklah semudah dan seindah saat ini karena itu dibutuhkan
perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan salah satunya
cara dengan bersekolah formal.
c) Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin
Dengan mengharuskan seorang siswa datang dan pulang sesuai
dengan aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat
meningkatkan kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal
sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-menerus
akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik.
d) Sebagai Identitas Diri
Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima
suatu ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang
terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika
disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam suatu
lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akam
mendapatkan pekerjaan tersebut.
e) Kegiatan keagaamaan di sekolah
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah
(sekolah), keluarga dan masyarakat. Ini mengisyaratkan bahwa orang tua
murid dan masyarakat mempumyai tanggung jawab untuk berpartisipasi,
turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
Partisipasi yang tinggi dari orang tua murid dalam pendidikan di
sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan sekolah yang baik,
artinya sejauh mana masyarakat dapat diberdayakan dalam proses
pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah
yang bersangkutan.
Mengingat hal di atas kegiatan keagamaannya memang sudah
dikemas menyatu dengan masyarakat di SD Negeri 1 Klopoduwur yaitu
pengajian setiap satu tahun sekali. Konsep kegiatannya adalah: di setiap
akhir tahun pelajaran diadakan pengajian dengan mendatangkan mubalig
untuk mengisi. Di samping melibatkan wali murid, pengajian ini juga
untuk masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk: menyatukan
masyarakat dengan sekolah, upaya untuk mengembangkan ajaran Islam,
kontribusi sekolah terhadap masyarakat.
4. Pengelolaan Kelas di SD Negeri 1 Klopoduwur
Suatu pembelajaran akan mudah diterima siswa jika siswa merasa
nyaman. Dan di sinilah diperlukankreatifitas guru untuk mengelolanya agar
tercipta suasana yang nyaman dan kondusif untuk siswa belajar.
Di SD Negeri 1 Klopoduwur keadaan ruangan kelas ditata dengan
rapi. Meja dan kursi disusun dalam bentuk berkelompok, berjajar atau
berbaris sesuai dengan kebutuhan pada saat pembelajaran. Pajangan hasil
karya siswa yang ditata dengan rapi dan sangat menarik, membuat suasana
kelas menjadi lebih hidup dan dapat menjadikan guru lebih mudah untuk
menerangkan pelajaran.
B. Model dalam Pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di
Klopoduwur
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan mekanisme yang memberikan
peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan
berbasis masyarakat dipicu oleh perkembangan zaman yang sudah serba
modern dalam segala dimensi kehidupan manusia. Mau tak mau pendidikan
harus dikelola secara sungguh-sungguh dengan memberikan tempat seluas-
luasnya bagi partisipasi masyarakat. Pembangunan atau pengembangan
masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan dorongan yang sangat kuat
untuk meningkatkan pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan
masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu
yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan.
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap agama dapat dilihat dari
kegiatan-kegiatan berorientasi pada agama yang telah berjalan di suatu
masyarakat.
Ada beberapa kegiatan keagaman yang sudah berjalan di masyarakat
Samin di antaranya adalah: yasinan, tahlilan, muslimatan, arisan diikuti dengan
ceramah keagamaan, pengajian lapanan dan TPQ (Taman Pendidilan Al-
Qur‟an). Kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan di atas menunjukan bahwa
tingkat keagaman pada masyarakat Samin masih dapat dibilang tradisional,
karena keberagamanya masih berjalan dengan menjalankan rutinitas saja.
Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang bersifat teratur tetapi
tidak terikat, seperti Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ). Dalam masyarakat
suku Samin yang terlatak di Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan
Banjarejo, Kabupaten Blora terdapat TPQ yang bernama TPQ Al-Kautsar,
dengan penjelasan lebih rinci sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan TPQ Al-Kautsar
TPQ Al-Kautsar berorientasi untuk mengajari anak-anak tentang
bagaimana cara sholat yang benar, baca tulis Al-Qur‟an, do‟a sehari-hari,
selain itu juga ada kegiatan ekstrakurikuler.
Di samping itu juga menerapkan konsep pendidikan utama dan
pendidikan pendukung. Untuk lebih jelasnya dapat ditelaah sebagai berikut:
c. Pendidikan Utama
Pendidikan utama berisi materi-materi yang berperan membentuk
generasi muslim yang mengenal baca tulis Al-Quran dan taat beribadah,
berdo‟a dan menegakkan shalat. Berisi materi: pendidikan Al-Qur‟an dan
pendidikan ibadah.
d. Pendidikan Pendukung
Pendidikan ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi diri
dan kemampuan beraktivitas sosial. Santri dibina untuk mampu
mengekspresikan bakat dan minatnya dalam aktivitas ekstra kurikuler.
Kegiatan pendidikan pendukung berisi: ekstra kurikuler, even atau
lomba-lomba.
Adapun model pendidikan yang diterapkan adalah model hafalan.
Santri mempunyai kewajiban untuk menghafalkan bacaan sholat dengan
benar, do‟a sehari-hari dan bacaan surat pendek ini sebagai materi utama
yang menjadi fokus pendidikan TPQ Al-Kausar.
2. Peran pendidikan TPQ Al-Kautsar terhadap masyarakat Samin
Kehadiran Taman Pendidikan Al-Qur‟an TPQ Al-Kautsar
menunjukkan betapa pedulinya masyarakat terhadap perkembangan Islam.
Ini akan sangat membantu para orang tua yang menginginkan nilai lebih
yang dihasilkan anak-anak mereka sebagai bentuk pendukung pendidikan
formal yang anak terima di sekolah, khususnya lagi terhadap pemahaman
tentang Islam. Masyarakat patut bersyukur dengan keberadaan Taman
Pendidikan Al-Qur‟an TPQ Al-Kautsar maka kebutuhan anak-anak tentang
ajaran Islam mereka bisa terpenuhi. Kemunculan Taman Pendidikan Al-
Qur‟an TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal pengajaran ajaran
Islam.
C. Model dalam Pendidikan Islam Innformal pada suku Samin di
karangpace
Kondisi masyarakat suku Samin desa klopoduwur sebagian dari
mereka pemikirannya sudah menerima Islam akan tetapi untuk sebagiannya
lagi belum bisa menerima Islam.
1. Konsep pendidikan informal pada masyarakat suku Samin
Konsep pendidikan Informal yang digunakan adalah model
pendidikan teladan. Hal ini dilakukan oleh orang tua terhadap anak-
anaknya ketika ada pengajian umum, orang tua selalu berusaha untuk ikut
pengajian dan sekaligus mengajak anak-anaknya untuk mengikuti
pengajian tersebut. Karena memang pengajian itu diselenggarakan untuk
umum. Dan mendorong kepada anak-anaknya untuk mengaji di madrasah
sore (TPQ).
Di samping itu juga orang tua menerapkan pendidikan dengan cara
pengarahan terhadap anak. Hal ini dilakukan karena orang tua merasa
kurang mampu dalam pemahaman terhadap ajaran agama Islam, orang tua
mengarahkan terhadap anak-anaknya untuk minta bimbingan kepada tokoh
agama setempat yang dianggap mampu dalam hal agama. Kemudian
ketika ada PR dari sekolahan orang tua selalu mendorong anak-anaknya
untuk dikerjakan bersama kakaknya karena orang tua merasa sudah tidak
mampu lagi untuk membantu anaknya mengerjakan PR, di dalam pelajaran
agama maupun pelajaran yang lainnya.
Selain itu orang tua juga menerapkan model pendidikan eksperimen.
Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan untuk
berangkat mengaji di tempat pengjian umum dengan harapan anak-anak
dapat mengikuti orang tuanya kemudian memperoleh pelajaran yang
bermanfaat dari pengajian yang disampaikan. Karena orang tua kurang
dalam pemahaman tentang ajaran agama Islam jadi orang tua lebih
memilih metode contoh dengan perilaku baik dan perkataan yang sesuai
dengan kaidah-kaidah Islam.
2. Peran orang tua terhadap anak-anak
Di dalam lingkungan informal, seseorang secara sadar atau tidak,
disengaja atau tidak, direncanakan atau tidak, memperoleh sejumlah
pengalaman yang berharga, sejak lahir hingga akhir hayatnya. Lembaga
keluarga merupakan lembaga terkecil yang pertama kali dialami oleh
seorang individu, yang dapat mengajarkan berbagai peran dan nilai-nilai
sosial.
Dalam hal pendidikan, khususnya pengetahuan agama Islam dari
orang tua sangat minim sekali, maka dari itu orang tua dalam pendidikan
informal menganmbil peran di anataranya adalah:
a) Memberikan dorongan kepada anak untuk selalu mengikuti pengajian-
pengajian yang diselenggarakan secara umum.
b) Memberikan dorongan kepada anak untuk selalu mengikuti kegiatan
pengajian sore (TPQ).
c) Mengawasi dalam tingkah laku anak supaya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang berlaku secara umum.
d) Mengingatkan ketika waktu sholat untuk menjalankan ibadah sholat.
3. Faktor penghambat dan pendukung pendidikan informal
Segala sesuatu pasti ada faktor penghambat dan ada pula faktor yang
mendukung.
Faktor-faktor pengahambat pendidikan Islam informal pada
masyarakat Samin adalah:
a) Kurangnya orang tua mengenai pengetahuan tentang ajaran agama
Islam.
b) Minimnya kegiatan keagamaan yang sifatnya mendidik orang tua.
c) Kurangnya contoh dari orang tua.
Adapun faktor pendukung pendidikan Islam informal di masyarakat
Samin adalah:
a) Ajaran Samin banyak yang sesuai dengan ajaran Islam.
b) Kesadaran orang tua mulai terbuka mengenai pendidikan agama
Islam.
c) Proses pendidikan tidak terikat oleh waktu dan tempat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Dusun Karangpace Desa
Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora dapat dipaparkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam formal pada suku Samin di Karangpace sama dengan
pendidikan formal pada umumnya yaitu menggunakan kurikulum dari
pemerintah. Hanya saja dalam praktik pengajarannya dihubungkan dengan
prinsip Samin yang sesui ajaran Islam.
2. Pendidikan Islam nonformal pada suku Samin di Karangpace fokus pada
hafalan bacaan sholat, do‟a sehari-hari, bacaan surat pendek dan ekstra
kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat bakat anak.
TPQ Al-Kausar adalah sebuah lembaga pendidikan Islam nonformal yang
ada di desa Klopoduwur.
3. Pendidikan Islam informal pada suku Samin di Karangpace menggunakan
prinsip teladan. Orang tua menganggap bahwa dengan memberikan teladan
untuk berangkat mengaji di tempat pengjian umum, dengan harapan anak-
anak dapat mengikuti orang tuanya, kemudian memperoleh pelajaran yang
bermanfaat dari pengajian yang diikutinya.
B. Saran
1. Kepada lembaga Sekolah Dasar Negeri 1 (SD N 1) Klopoduwur
a) Agar lebih meningkatkan dalam memberikan perhatian dan motivasi
keagamaan pada siswa. Meskipun sudah baik, tidak ada salahnya untuk
meningkatkan atau mempertahankan agar tidak menurun.
b) Menambahkan guru Agama Islam honorer, karena guru agamanya baru
ada satu untuk dipersiapkan sebagai pengganti ketika sudah pensiun.
c) Penyampaian materi dan metode yang digunakan sudah baik tetapi akan
lebih baik lagi, lebih tepat serta menarik jika menggunakan alat peraga
serta menggunakan metode dan media yang inovatif.
2. Kepada lembaga TPQ Al-Kausar
a) Penyampaian materi dan metode yang digunakan sudah baik tetapi akan
lebih baik lagi, lebih tepat serta menarik jika menggunakan alat peraga
serta menggunakan metode dan media yang inovatif.
b) Agar lebih meningkatkan dalam memberikan perhatian dan motivasi
keagamaan pada siswa. Meskipun sudah baik, tidak ada salahnya untuk
meningkatkan atau mempertahankan agar tidak menurun.
3. Kepada pendidikan informal di masyarakat Samin
a) Menambah kegiatan yang mengacu pada pembinaan agama Islam.
b) Orang tua harus mampu memadukan ajaran Samin dengan ajaran Islam
yang menjadi rahmat untuk semesta alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga Dalam Prespektif Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arifin.2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktik Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ba’asyin, Anis Sholeh. 2002. Samin Mistisisme Petani di tengah pergolakan.
Semarang: Gigih Pustaka Mandiri.
Darajat, Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ernawati. 2014. Samin Dalam Selembar Pakaian. Semarang: Suara Merdeka.
Hadi, Sutrisno. 1994. Metodologi Research. Jakarta: Andi Ofset.
Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Kastolani. 2014. Model Pembelajaran Inovatif teori dan aplikasi. Salatiga: STAIN Salatiga
Press.
Koentjaraningrat. 1986. Metode-Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.
Laksanto, Stefanus. 2013. Budaya Hukum: Masyarakat Samin. Bandung: P.T. Alumni.
Mudzakir, Jusuf 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Mulyasa. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Pohan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Roqib, Muh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembang Intergratif di Sekolah,
Keluarga, Masyarakat. Jogjakarta: LKIS.
Rosyid, Moh. 2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rufaidah. 2002. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia.
Time Pengembang MKDK. 1990. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: IKIP
Semarang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 Tentang Guru dan Dosen.
Usman. 2005. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Penton. 2014. Pendidikan. http://pendidikanformal,informaldannonformal.htm. 13:00
Oktober 2014.
Lampiran 3
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Tarhib
Usia : 43 Tahun
Pekerjaan : Guru Agama Islam SDN 1 Klopoduwur
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana konsep dalam pendidik Islam suku Samin di
Klopoduwur?
Jawaban : “Konsep pendidikan Islam di sekolah sini itu tidak jauh berbeda
dengan konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah lainnya yaitu
mengacu pada kurikulum yang sudah ada kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP)”, akan tetapi Bapak Tarhib menambahkan: “dengan beberapa kegiatan
yang harus diikuti oleh siswa seperti: menjalankan sholat Jum‟at, menjalankan
sholat tarawih pada bulan Puasa, mengikuti kegiatan TPQ karena memang dia
adalah termasuk salah satu pelopor berdirinya TPQ yang ada di masyarakat,
mengikuti pengajian Al-Qur‟an setiap ba‟da sholat magrib”. Dengan mengikuti
kegiatan tambahan tersebut siswa akan mendapatkan nilai tambahan.
HASIL WAWANCARA
Nama : Mbah Lasio
Usia : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan formal?
Jawaban : “Seko wong tuane wes ngakon nang bocah-bocah perlune ben podo
sekolah, tapi seng paling penting kuwi berguna kanggo wong liyo, nak wes pinter
ben ora minteri wong liyo”.
Artinya : dari orang tua telah menyuruh anak-anak agar dapat bisa sekolah, tetapi
yang paling penting adalah berguna untuk orang lain, kalau sudah pintar tidak
untuk membohongi orang lain.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Ana
Usia : 41 Tahun
Pekerjaan : Kepala Desa Klopoduwur
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana hasil dari pendidikan formal SDN 1 Klopoduwur?
Jawaban : “Anak ku seng iseh cilik-cilik, tak kon marahi sinau mbak yu ne,
masalahe aku wes gak mudeng pelajarane cah sekolah saiki”.
Artinya : anak saya yang masih kecil, saya suruh untuk belajar dengan kakaknya,
karena saya sudah tidak paham dengan pelajaran anak sekolah zaman sekarang.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Lasmi
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana tujuan dari pendidikan?
Jawaban : ”Wong tuwo wes kasep bodo gak mudeng agama gak opo-opo, seng
penting bocah-bocah pinter gak nggo minteri wong liyo”.
Artinya : orang tua sudah terlanjur bodoh tidak mengetahui agama tidak apa-apa,
yang penting anak-anak menjadi pintar tetapi tidak digunakan untuk membohongi
orang lain.
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Nyari
Usia : 42 Tahun
Pekerjaan : Ketua RT 03
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana konsep dalam pendidikan informal di karangpace?
Jawaban : ”Bocah-bocah pendak ono kumpulan lapanan mesti melu soale
kumpulane kanggo wong umum, cilik-gedhe, enom-tuwo, lanang-wadon”.
Artinya : anak-anak ketika ada perkumpulan lapanan pasti ikut karena kumpulan
itu untuk umum , anak kecil maupun dewasa, pria maupun wanita.
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Karjan
Usia : 40 Tahun
Pekerjaan : Ustadz TPQ Al Kautsar
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan nonformal di
karangpace?
Jawaban : “Orang tua merelakan waktu untuk mengantarkan bahkan menunggui
di TPQ sampai proses pembelajaran selesai”.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Umi Kulsum
Usia : 38 Tahun
Pekerjaan : Ustadzah TPQ Al Kautsar
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana minat anak terhadap pendidikan nonformal di
karangpace?
Jawaban : “Siswa berdatangan kerumah para guru ketika TPQ diliburkan”.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Runi
Usia : 46 Tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana peran orang tua terhadap pendidikan Islam anak?
Jawaban : “Bocah-bocah pendak jam setengah telu wes tak kon siap-siap, lak
mangkat nang pengajian sore”.
Artinya : anak-anak ketika sudah jam setengah 3 sudah saya suruh siap-siap,
untuk segera berangkat ke madrasah.
HASIL WAWANCARA
Nama : Ibu Rasmi
Usia : 53 Tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Transkip Wawancara
Pertanyaan : Bagaimana peran orang tua terhadap pendidikan Islam anak?
Jawaban : “Aku pernah ngakon anakku sholat jama‟ah nang masjid pas sholat
Magrib”.
Artinya : saya pernah menyuruh anak saya untuk menjalankan sholat berjama‟ah
di masjid ketika sholat magrib.