etnobiologi masyarakat samin · masyarakat samin adalah masyarakat penganut ajaran samin...
TRANSCRIPT
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT SAMIN
JUMARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Etnobiologi Masyarakat
Samin adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Jumari
NRP G363070051
ABSTRACT
JUMARI. Ethnobiology of The Samin. Under direction of DEDE SETIADI, Y. PURWANTO and EDI GUHARDJA
This ethnobiological research focus on the ethnoecological, ethnobotanical and ethnozoological study of the adaptation process (correlating to management concept, impact on people’s activities, and technology usage) of Samin Community. The goals of this research were to study the beliefs, knowledge, and practice the Samin community for the comprehensive understanding of landscape use and management, ant to reveal the local knowledge of Samin community in managing their natural resource (plants and animals) whice include species diversity, the index of ecological importance value (INP), and the index of cultural significance (ICS). The study was conducted during the period of August 2009 to December 2011. The research was carried out in 7 villages in 4 districts, namely: (1) Larikrejo and (2) Kaliyoso (Kudus District); (3) Bombong and (4) Ngawen (Pati District); (5) Klopoduwur and (6) Tambak, Sumber (Blora District); (7) Jepang, Margomulyo (Bojonegoro, East Java). The research data consisted of ecological, ethnobotanical, ethnozoological and ethological data. Data collection using direct observation; open ended and structured interview, and participant observation. The results showed that the Samin society has a fairly good knowledge of biological resources and their environment. Use practices and management of natural resources is reflected in the form units of the environmentals and biological resources contained therein. Knowledge of the spatial environment simply divided into two main units, namely: mondokan (house and yard), and lemah garapan includes: fields (sawah), moor (tegalan) and teak (alas jati). Paddy field, dry field, yard, garden, teak forests, marsh ponds, and rivers were the places where the cultivation of a wide variety of production activities of plants and animals which were conducted to meet their basic needs. The research obtained more than 300 of plant species in the Samin settlement, which 235 species among those were useful for their life. Utilization of those plants include for food (118 species), traditional medicine and cosmetics (74 species), building materials (17 species) equipment (15 species), firewood (16 species), animal feed (27 species), fiber materials and the straps (3 species), ritual materials (26 species), toxic materials (2 species), pest control materials (16 species), environmental indicators (5 species), and ornamental plants and fences (45 species). Based on the role and utilization of animals, it can be grouped into: animal protein source (21 species), pets (7 species), pests of cultivated plants (17 species), pests of livestock (3 species), pest predators (11 species), animals for medicine (10 species), animals for ritual (1 species), and wildlife (35 species). The Samin community the resources and the environment only as necessery. They always maintained a harmonious relationship with nature.
Key word: ethnobotany, ethnoecology, ethnozoology, local knowledge the Samin
RINGKASAN
Masyarakat Samin adalah masyarakat penganut ajaran Samin Surosentiko yang muncul pada akhir abad ke-19. Mereka adalah petani pedesaan yang kehidupannya sangat tergantung pada sumberdaya alam, sehingga memiliki pengetahuan bagaimana mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat lokal mulai banyak ditinggalkan digantikan dengan pengetahuan dan teknologi baru dari luar. Proses pembangunan dan kemajuan teknologi tidak dapat dihindari menjadi salah satu pemicu semakin terdegradasinya pengetahuan lokal. Untuk mengungkapkan pengetahuan lokal masyarakat diperlukan kajian berbagai bidang Etnosain. Etnobiologi merupakan suatu bidang Etnosain yang mengkaji interaksi masyarakat lokal dengan sumberdaya hayati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses adaptasi yang dilakukan masyarakat Samin terhadap kondisi lingkungan mereka tempat beraktivitas, melalui cara-cara pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang mereka miliki dan kenali, terkait dengan sistem teknologi, konsep pengelolaan dan pemanfaatan serta akibat yang dihasilkan atas interaksi kegiatan yang dilakukan. Penelitian ini meliputi sub kajian: Etnoekologi (Pengetahuan masyarakat mengenai lingkungannya); Etnobotani (Pengetahuan masyarakat mengenai sumberdaya tumbuhan) dan Etnozoologi (Pengetahuan masyarakat mengenai sumberdaya hewan).
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2009 hingga Desember 2011, meliputi 7 dusun pemukiman masyarakat Samin yakni: (1) dusun Larikrejo (Desa Larikrejo), dan (2) dusun Kaliyoso (desa Karangrowo) Kecamatan Undaan Kab. Kudus; (3) dusun Ngawen (desa Sukolilo) dan (4) dusun Bombong (desa Baturejo) Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati; (5) dusun Klopoduwur (Desa Klopoduwur), Kecamatan Baturejo dan (6) dusun Tambak (desa Sumber) Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora; Jawa Tengah dan (7) dusun Jepang (desa Margomulyo), Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan emik (pengetahuan lokal) dan pendekatan etik (pengetahuan ilmiah). Dengan memadukan beberapa aspek yaitu etnoekologi, etnobotani, etnozoologi dan aspek sosial budaya. Pengumpulan data dengan metode survei lapang dengan teknik wawancara terbuka (open ended) dan wawancara semi terstruktur, dengan menetapkan beberapa informan kunci yang diambil berdasarkan status dan perannya dalam masyarakat. Penentuan informan menggunakan teknik sampling purposive sampling dan snowball sampling. Informan keseluruhan berjumlah 72 orang.
Penelitian etnoekologi dilakukan empat tahap: (1) Deskripsi kondisi ekosistem, (2) Penyusunan kembali pola pikir (corpus) masyarakat Samin tentang alam dan lingkungannya menggunakan metode baku penelitian antropologi. (3) Pengkajian bentuk-bentuk aktivitas pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati bagi masyarakat Samin (praxis), (4) Penilaian secara ilmiah (ekologis) terhadap bentuk aktivitas produksi masyarakat.
Pengumpulan data Etnobotani dan Etnozoologi menggunakan pendekatan dan teknik pengumpulan informasi yang bersifat partisipatif atau penilaian etnobotani partisipasif yang terdiri dari: (1) Wawancara bebas (open ended) dan wawancara terstruktur atau semi terstruktur, (2) Observasi partisipatif dengan mengikuti aktivitas masyarakat. Data etnobotani kuantitatif diperlukan untuk kuantifikasi data hasil ekplorasi kepentingan jenis tumbuhan bagi kehidupan
masyarakat melalui analisis indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance, ICS).
Berdasarkan penelaahan mengenai sistem pengelolaan sumberdaya alam dan lingkunganya didapatkan bahwa masyarakat Samin dalam mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya didasarkan pada prinsip memanfaatkan seperlunya dan selalu menjaga keseimbangan sistem sosial dan keselarasan dengan alam sekitarnya. Praktek pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam hayati dan lingkungan tersebut didasari oleh pandangan hidup mereka. Masyarakat Samin adalah masyarakat tradisional yang mempunyai pandangan menyeluruh terhadap sistem sosial dan ekosistemnya. Secara sederhana mereka membagi isi alam dunia ini terdiri dari dua macam yaitu wong (manusia/hidup) dan sandang pangan (selain manusia/ sumber penghidupan). Pandangan mengenai wong dan sandang pangan ini identik dengan konsep manusia dan alam lingkungan dalam pandangan ilmiah. Pandangan ini juga terkait dengan ajaran Manunggaling Kawulo Gusti, yaitu menyatunya Tuhan dalam wujud diri manusia dan wujud selain manusia. Manusia dan alam merupakan kesatuan yang tak terpisahkan sehingga harus hidup kompak berdampingan. Karena itu manusia harus berusaha untuk dapat hidup serasi dengan bagian-bagian lain dalam ekosistem. Sebagai bagian integral ekosistemnya, masyarakat Samin dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya selalu berikhtiar untuk dapat menjaga kelestarian ekosistemnya. Pandangan ekologi-sentris ini secara umum terefleksikan dalam sikap mereka terhadap tumbuhan, binatang, dan lingkungan alam. Interaksi masyarakat Samin dengan lingkungannya tergambar dari bentuk satuan lingkungan yang ada dan aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan hayati yang terdapat di dalamnya. Dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang tata ruang, masyarakat Samin secara sederhana membagi aktvitas hidupnya dalam dua ruang yaitu mondokan (rumah) dan lemah garapan (sawah). Lemah garapan merupakan presentasi dari aktivitas bertani atau sumber penghidupan. Pekarangan, sawah, tegalan, hutan, merupakan lahan budidaya masyarakat. Pada lahan tersebut tersimpan beragam sumberdaya nabati dan hewani yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Masyarakat Samin telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri terutama bahan pangan pokok dari usaha pertanian mereka.
Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh lebih dari 300 jenis tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitar pemukiman masyarakat Samin. Jenis tumbuhan berguna bagi masyarakat jumlahnya tidak kurang dari 235 jenis. Penggunaan jenis tersebut meliputi: bahan pangan (118 jenis), obat tradisional dan kosmetik (74 jenis), bahan bangunan (16 jenis) bahan peralatan (15 jenis), kayu bakar (16 jenis), Pakan ternak (27 jenis), bahan serat dan tali (3 jenis), bahan ritual 26 jenis, bahan racun (2 jenis), bahan pengendali hama (16 jenis), indikator lingkungan (5 jenis), dan tanaman hias dan pagar (45 jenis).
Berdasarkan analisis Indeks Kepentingan budaya, telah di analisis 235 jenis tumbuhan berguna dan diperoleh 10 jenis tumbuhan yang penting bagi masyarakat Samin yakni: Oryza sativa (padi), Tectona grandis (jati), Bambusa bambos (bambu ori), Samanea saman (Trembesi, Ki Hujan), Dendrocalamus asper (pring petung), Leucaena glauca (lamtoro), Musa paradisiaca (pisang), Zea mays (jagung), Swietenia mahagoni (mahoni) Ceiba pentandra (kapuk randu). Nilai kepentingan tumbuhan dalam sosial budaya suatu masyarakat dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu sesuai dengan nilai kegunaan, intensitas penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat terhadap suatu jenis tumbuhan.
Masyarakat Samin mengenal dengan baik berbagai jenis hewan yang ada di sekitar pemukiman mereka terutama hewan ternak dan hewan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian masyarakat. Berdasarkan hasil inventarisasi dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat diperoleh lebih dari 80 jenis hewan yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin. Berdasarkan kategori peran dan pemanfaatannya dapat di bedakan: hewan sumber protein (21 jenis), hewan peliharaan untuk kesenangan (7 jenis), hewan pengganggu tanaman budidaya (17 jenis), penganggu hewan ternak (3 jenis), hewan pemangsa hama (11 jenis), hewan untuk obat (10 jenis), hewan untuk ritual (1 jenis), hewan liar (35 jenis). Jenis hewan yang penting bagi masyarakat Samin adalah hewan ternak terutama Sapi, hewan peliharan untuk kesenangan adalah anjing.
Berdasarkan analisis gabungan nilai INP dan nilai ICS tumbuhan didapat jenis tumbuhan yang mempunyai nilai INP tinggi dan ICS tinggi, yaitu: Jati (Tectona grandis), pring ori (Bambusa bambos) dan lamtoro (Leucaena glauca). Jenis tersebut banyak tersedia di lingkungan dan banyak digunakan masyarakat. Strategi pengelolaan yang dilakukan adalah mempertahankan jenis tersebut. Jenis yang mempunyai INP rendah dan ICS tinggi adalah Meh/Ki Hujan (Samanea saman) dan pring petung (Dendrocalamus asper). Upaya pengelolaan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pembudidayaan. Sedang jenis tumbuhan dengan INP rendah dan ICS merupakan jenis yang ketersediaan di lingkungan rendah dan kurang penting bagi masyarakat, perlu dilakukan pengkajian potensi pemanfaatannya dan pengembangan jenis-jenis potensial.
Masyarakat Samin mempunyai strategi adaptasi untuk bertahan pada kondisi ekosistem yang ada. Mereka memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam sistem pertanian mereka melakukan pola pertanian multiple cropping (tumpang sari) sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi sepanjang musim. Untuk mengatasi keterbatasan lahan, sawah yang sering banjir, kekeringan dan perubahan iklim yang tidak menentu mereka melakukan pengaturan pola tanam dan pemilihan jenis tanaman yang tepat sesuai dengan kondisi setempat. Dalam hal teknologi pertanian mereka menerapkan cara pertanian modern namun mengadaptasikan dengan sistem pertanian tradisional. Sistem pertanian tradisional yang masih diterapkan sebagian masyarakat Samin, antara lain dalam seleksi benih padi, penggunaan pupuk organik, cara penanggulangan hama, pengaturan pola tanam, dan sistem sambatan dalam pengelolaan dari penanaman sampai pemanenan. Masyarakat Samin masih memiliki kebanggaan yang tinggi terhadap profesi sebagai petani. Bertani dengan sepenuh jiwa, ketekunan dan etos kerja yang tinggi merupakan modal yang kuat untuk bertahan dalam kehidupannya.
Pada prinsipnya masyarakat Samin memiliki sistem pengetahuan lokal hasil adaptasi terhadap kondisi lingkungannya yang terbukti memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Pengetahuan tersebut dapat diadopsi sebagai pelengkap atau alternatif pengelolaan sumberdaya alam kawasan dan pengaturan tata guna lahan. Prinsip-prinsip ajaran dan pengetahuan lokal tentang sumberdaya hayati dan lingkungan merupakan elemen penting yang dapat dikembangkan sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya hayati lokal yang berkelanjutan. Oleh karena itu pengelolaan partisipatif masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam hayati dan lingkungan mutlak diperlukan.
Kata kunci: etnobotani, etnoekologi, etnozoologi, masyarakat Samin, pengetahuan lokal
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT SAMIN
JUMARI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Burhanudin Masy’ud
: Dr. Sri Sudarmiati Tjitrosoedirjo
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M. Zuhud, MS
: Prof. Dr. Eko Baroto Walujo
Judul Penelitian : Etnobiologi Masyarakat Samin Nama : Jumari NRP : G363070051 Program Studi : Biologi Tumbuhan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir.H. Dede Setiadi,MS Ketua
Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto,DEA Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Edi Guhardja, M.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biologi Tumbuhan
Dr. Ir. Miftahudin, MSi
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal ujian : 25 Juli 2012 Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
“Etnobiologi Masyarakat Samin” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya
penulis persembahkan kepada yang saya hormati dan saya cintai Prof. Dr. Ir. H.
Dede Setiadi MS, Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto, DEA. serta Prof. Dr. Ir. H. Edi
Guhardja, MSc. Selaku Komisi Pembimbing yang dengan kesabaran dan
ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian
hingga penyelesaian penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada Dr. Burhanudin
Masy’ud dan Dr. Sri Sudarmiati Tjitrosoedirjo yang menjadi penguji luar komisi
pada ujian tertutup. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Ervizal A.M. Zuhud dan Prof. Dr. Eko Baroto Walujo, atas kesediaan sebagai
penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan
saran untuk perbaikan penulisan disertasi ini. Tidak lupa ucapan terima kasih
saya sampaikan kepada segenap Pimpinan Fakultas MIPA IPB, Ketua
Departemen Biologi, serta Dr. Ir. Miftahudin, MSi selaku Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan (BOT).
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Diponegoro, Dekan beserta segenap Pembantu Dekan Fakultas Sains dan
Matematika, dan Ketua Jurusan Biologi atas dukungan dan bantuan selama
penulis menyelesaikan pendidikan di Program Doktor Sekolah Pascasarjana IPB.
Di samping itu ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan
kepada segenanp masyarakat Samin di lokasi penelitian beserta perangkat desa
di Larikrejo dan Kaliyoso Kudus, desa Sukolilo Pati, desa Klopoduwur Blora,
desa Sumber Blora dan desa Margomulyo Bojonegoro atas bantuan yang
diberikan selama berada di lapangan hingga selesainya penelitian ini.
Teriring salam dan ungkapan terimakasih kami sampaikan kepada semua
pihak atas dukungannya. Kepada segenap keluarga tercinta, Ayah (Alm), Ibu,
Paman dan Bibi, Bapak Ibu Mertua, kakak-kakakku, adik. Kepada istriku terkasih
Faridah Aryani SS serta ananda terkasih: Alyarahma Nur Aisya dan Afif Abda
Syakur, terima kasih tak terhingga atas kesabaran, do’a dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari betapa kurangnya perhatian pada mereka selama menempuh
pendidikan ini.
Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari sempurna, namun ada hal
mendasar yang penulis dapatkan pada akhir proses menempuh pendidikan ini,
bahwa proses pencarian kebenaran itu tidak akan pernah berakhir dan tidak
dapat dibatasi oleh waktu, dan saya menjadi semakin sadar dan tahu atas
ketidaktahuan saya, ternyata lebih banyak ketidaktahuan saya dibanding apa
yang saya ketahui. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat
bagi yang membutuhkannya. Penulis mengikhlaskan disertasi ini menjadi
rujukan pada penelitian lainnya jika hal itu diperlukan, kepada-Nya saya
serahkan segala urusan. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberkahi. Amin.
Bogor, Agustus 2012
Jumari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta tanggal 26 Juli 1967
sebagai anak ke-4 dari lima bersaudara dari pasangan
Dartawiyana dan Sadirah. Pada tahun 1996 penulis menikah
dengan Faridah Aryani SS, dan telah dianugerahi dua orang
anak: Alyarahma Nur Aisya (15 th) dan Afif Abda Syakur (10
th).
Pendidikan dasar dan Menengah penulis selesaikan di SD Negeri Kretek 1
pada tahun 1984, SMP Negeri 1 Kretek tahun 1984 dan SMA Negeri 2 Bantul
tahun 1987. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Botani Fakultas Biologi
UGM, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1994 penulis diterima menjadi staf
pengajar di Jurusan Biologi FMIPA Undip, dan bekerja pada instansi tersebut
sampai sekarang. Pada tahun 1997 penulis diterima sebagai mahasiswa
Program Pascasarjana UGM dan menamatkannya pada tahun 2000. Pada tahun
2007 mendapat kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor pada Sekolah
Pascasarjana IPB Program Studi Biologi Tumbuhan dengan Beasiswa BPPS
dari DIKTI Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Selama mengikuti program S3, penulis aktif mengikuti Seminar
Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia dan Etnobotani Nasional. Dua
buah artikel telah diterima untuk diterbitkan di Jurnal Ilmiah. Artikel pertama
berjudul Etnoekologi Masyarakat Samin Kudus Jawa Tengah, terbit pada bulan
Juni 2012 pada Majalah Ilmiah Biologi BIOMA Jurusan Biologi FMIPA UNDIP,
Vol 14:1 dan artikel kedua berjudul Pengetahuan Lokal Masyarakat Samin
tentang Keanekaragaman Tumbuhan dan Pengelolaannya diterbitkan di Jurnal
Media Konservasi, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB, edisi Agustus 2012 Vol 17:2.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL........................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR....................................................................................... Xviii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xx 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 3 1.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3 1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6 1.6 Kebaruan Penelitian (Novelty) ...................................................... 6 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9 2.1 Masyarakat Samin ........................................................................ 9 2.1.1 Pokok-Pokok Ajaran Samin ................................................ 9 2.1.2 Pergerakan Samin .............................................................. 13 2.1.3 Persebaran Masyarakat Samin .......................................... 15 2.1.4 Penelitian yang Berkaitan dengan Masyarakat Samin ...... 18 2.2 Etnobiologi .................................................................................... 18 2.2.1 Etnoekologi ........................................................................ 19 2.2.2 Etnobotani .......................................................................... 20 2.2.3 Etnozoologi ......................................................................... 21 2.3 Hubungan Masyarakat dengan Sumberdaya Hayati dan
Lingkungan ...................................................................................
22 3 KEADAAN UMUM LOKASI DAN METODE PENELITIAN ................ 27 3.1 Deskripsi Dusun/Desa Penelitian.................................................. 27 3.2 Geologi dan Tanah ....................................................................... 34 3.3 Iklim dan Curah Hujan .................................................................. 36 3.4 Sumberdaya Biologi........ ............................................................. 39 3.5 Kondisi Sosial Budaya .................................................................. 41 3.6 Metode Penelitian.......................................................................... 48 3.6.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data....................... 48 3.6.2 Analisis Data ....................................................................... 50 4 ETNOEKOLOGI MASYARAKAT SAMIN ........................................... 53 Abstract ............................................................................................... 53 4.1 Pendahuluan ................................................................................ 53 4.2 Tujuan Penelitian........................................................................... 54 4.3 Metode Penelitian......................................................................... 55 4.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................. 55 4.3.2 Alat dan Bahan................................................................... 55 4.3.3 Tahap Penelitian ................................................................ 55 4.3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................. 56 4.3.5 Analisis data. .................................................................... 59 4.4 Hasil............................................................................................... 60 4.4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan ...................... 60
4.4.1.1 Pandangan Tentang Alam Semesta ...................... 60 4.4.1.2 Pandangan Tentang Manusia dan Lingkungan .. 62 4.4.1.3 Pandangan Tentang Makhluk Hidup ..................... 62 4.4.2 Pengetahuan Tentang Tata Ruang dan Satuan
Lingkungan .........................................................................
63 4.4.2.1 Rumah ................................................................... 66 4.4.2.1 Pekarangan ........................................................... 70 4.4.2.3 Tegalan ................................................................... 77 4.4.2.4 Sawah .................................................................... 81 4.4.2.5 Rawa dan Embung ................................................ 95 4.4.2.6 Hutan Jati............................................................... 96 4.4.2.7 Sumber Mata Air dan Tempat yang Dilindungi...... 102 4.5 Pembahasan................................................................................. 105 4.5.1 Pandangan masyarakat Samin Terhadap Lingkungan ...... 105 4.5.2 Kegiatan Produksi............................................................... 106 4.5.3 Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Samin...................... 115 4.6. Simpulan........................................................................................ 119 5 ETNOBOTANI MASYARAKAT SAMIN............................................... 121 Abstract................................................................................................ 121 5.1 Pendahuluan................................................................................. 121 5.2 Tujuan Penelitian........................................................................... 123 5.3 Metode Penelitian......................................................................... 123 5.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................. 123 5.3.2 Alat dan Bahan................................................................... 123 5.3.3 Pengumpulan Data Etnobotani........................................... 124 5.4 Hasil............................................................................................... 130 5.4.1 Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Berguna ............ 131 5.4.1.1 Bahan pangan.................................................... 131 5.4.1.2 Bahan Obat Tradisional dan Kosmetik............... 136 5.4.1.3 Bahan Bangunan................................................ 144 5.4.1.4 Bahan Peralatan dan Kerajinan.......................... 146 5.4.1.5 Bahan Kayu Bakar.............................................. 155 5.4.1.6 Bahan Pakan Ternak.......................................... 157 5.4.1.7 Bahan Serat dan Tali.......................................... 159 5.4.1.8 Bahan Racun ..................................................... 159 5.4.1.9 Bahan Pengendalian Hama............................... 159 5.4.1.10 Bahan Ritual....................................................... 160 5.4.1.11 Bahan Mitos dan Legenda.................................. 163 5.4.2 Nilai Kepentingan Budaya Tumbuhan bagi Masyarakat
Samin..................................................................................
165 5.5 Pembahasan................................................................................. 168 5.6 Simpulan....................................................................................... 174 6 ETNOZOOLOGI MASYARAKAT SAMIN............................................ 175 Abstract................................................................................................ 175 6.1 Pendahuluan................................................................................. 175 6.2 Tujuan Penelitian........................................................................... 176
6.3 Metode Penelitian.......................................................................... 176 6.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian............................................... 176 6.3.2 Alat dan Bahan.................................................................... 176 6.3.3 Pengumpulan Data Etnozoologi.......................................... 176 6.3.4 Analisis Data........................................................................ 177 6.4. Hasil.............................................................................................. 178 6.4.1 Pengetahuan Keanekaragaman Jenis Hewan ................. 178 6.4.2 Kategori Pemanfaatan Jenis Hewan .................................. 183 6.4.2.1 Sumber Protein Hewani..................... .................... 183 6.4.3.2 Hewan Peliharaan untuk Kesenangan................... 190 6.4.3.3 Hewan Pemangsa Hama....................................... 191 6.4.3.4 Hewan Pengganggu Tanaman Budidaya............... 192 6.4.3.5 Hewan untuk Obat.................................................. 194 6.4.3.6 Hewan untuk Ritual................................................. 195 6.4.3.7 Hewan Liar Hutan................................................... 195 6.5 Pembahasan: ............................................................................... 196 6.6 Simpulan....................................................................................... 199 7 PEMBAHASAN UMUM........................................................................ 201 7.1 Masyarakat Samin Saat ini ........................................................... 201 7.2 Hubungan Masyarakat Samin dengan Lingkungan ..................... 205 7.3 Hubungan Masyarakat Samin dengan Sumberdaya Hayati........ 212 7.4 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Tumbuhan Menggunakan
Nilai INP dan ICS.........................................................................
216 7.5 Pengelolaan Sumberdaya Hayati dan Pengembangan Kampung
Samin Masa Depan......................................................................
219 7.6 Pelajaran yang Dapat Diambil dari Studi Kearifan Lokal
Masyarakat Samin dalam Mengelola Sumberdaya Hayati dan Lingkungannya..............................................................................
226 8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN....................................................... 229 8.1 Simpulan Umum............................................................................ 229 8.2 Saran ............................................................................................ 232 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 235 LAMPIRAN................................................................................................... 243
DAFTAR TABEL Halaman 1 Lokasi penelitian masyarakat Samin.................................................... 28 2 Enam kategori iklim di Indonesia ......................................................... 37 3 Jumlah penganut ajaran Samin di desa penelitian ............................. 41 4 Tingkat pendidikan penduduk Samin.................................................. 42 5 Rincian data primer yang diambil pada penelitian Etnobiologi
masyarakat Samin................................................................................
49 6 Jumlah informan setiap dusun pengamatan ........................................ 50 7 Jenis data sekunder yang digunakan pada penelitian Etnobiologi
masyarakat Samin................................................................................
50 8 Jenis satuan lingkungan pada lokasi penelitian................................... 64 9 Keanekaragaman tanaman pekarangan dan kegunaannya............... 73 10 Indeks Nilai Penting (INP) pohon dominan pada pekarangan.......... 76 11 Jenis tanaman di tegalan Masyarakat Samin..................................... 78 12 Indek Nilai Penting (INP) pohon dominan pada tegalan Masyarakat
Samin...................................................................................................
80 13 Jenis sawah dan sistem pengairan pada lingkungan masyarakat
Samin...................................................................................................
83 14 Pola tanam lahan sawah di lingkungan Masyarakat Samin................ 84 15 Jenis Tanaman yang budidayakan di sawah masyarakat Samin 85 16 Tanda tanda alam yang berkaityan dengan aktifitas pertanian pada
masyarakat Samin................................................................................
86 17 Jenis pupuk organik dan teknologi pembuatannya.............................. 88 18 Tahapan kegiatan pengerjaan sawah dan pembagian tenaga pada
masyarakat Samin................................................................................
89 19 Teknologi tradisional penanggulangan hama pada pertanian
masyarakat Samin................................................................................
93 20 Jenis pohon di hutan jati dan potensi pemanfaatannya............ 98 21 Indek Nilai Penting (INP) pohon dominan pada hutan jati di
lingkungan masyarakat Samin.............................................................
100 22 Jenis Pohon di sekitar Sumber mata air .............................................. 104 23 Keanekaragaman jenis hasil hutan bukan kayu bangunan yang
diekstraksi masyarakat Samin.............................................................
107 24 Kondisi persawahan dan jenis aktivitas yang dilakukan pada desa
pengamatan .......................................................................................
109 25 Kalender masa tanam padi dan palawija sawah di lingkungan
masyarakat Samin................................................................................
110 26 Luas tanam produktivitas dan produksi padi tahun 2008/2009.......... 111 27 Luas tanam dan produktivitas dan produksi jagung
tahun2008/2009.................................................................................... 113
28 Jenis ikan hasil tangkapan di sungai, rawa dan embung pada
lingkungan masyarakat Samin......................................... ...................
114 29 Pengaruh aktivitas masyarakat Samin terhadap lingkungannya......... 118 30 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori
etnobotani (Quality of use category in ethnobotani) ............................
126
31 Kategorisasi yang menggambarkan intensitas penggunaan (Intensity of use) jenis tumbuhan berguna...........................................................
129
32 Kategori yang menggambarkan tingkat eksklusivitas atau tingkat kesukaan..............................................................................................
129
33 Pengelompokan tumbuhan pada Masyarakat Samin.......................... 130 34 Kategori pemanfaatan jenis tumbuhan berguna................................... 131 35 Jenis tumbuhan sebagai bahan makanan pokok dan sumber
karbohidrat ...........................................................................................
132 36 Jenis Sayur-sayuran, buah-buahan, bahan minuman, bumbu dan
aroma masakan ...................................................................................
133 37 Kategori kegunaan dan jumlah jenis tumbuhan obat yang digunakan
masyarakat Samin................................................................................ 137
38 Jenis tumbuhan obat yang digunakan Masyarakat Samin................... 139 39 Jenis tumbuhan sebagai bahan bangunan rumah masyarakat .......... 145 40 Peralatan rumah tangga dan jenis tumbuhan yang digunakan ........... 147 41 Peralatan pertanian dan Jenis tumbuhan yang digunakan.................. 150 42 Peralatan pemeliharaan ternak dan Jenis tumbuhan yang digunakan 151 43 Peralatan penangkap ikan dan jenis tumbuhan yang digunakan......... 152 44 Peralatan senjata dan Jenis tumbuhan yang digunakan...................... 153 45 Jenis kerajinan dan benda seni pada Masyarakat Samin.................... 154 46 Jenis tumbuhan sebagai bahan kayu bakar......................................... 156 47 Jenis tumbuhan sebagai bahan pakan ternak sapi dan kambing........ 158 48 Bahan sesaji dan jenis tumbuhan yang digunakan dalam kegiatan
ritual pertanian......................................................................................
161 49 Bahan sesaji dan jenis tumbuhan yang digunakan pada kegiatan
ritual atau hajatan.................................................................................
162 50 Jenis tumbuhan yang berkaiatan dengan mitos atau legenda............. 163 51 Sepuluh jenis tumbuhan dengan Nilai ICS tertinggi bagi Masyarakat
Samin...................................................................................................
166 52 Keanekaragaman jenis hewan pada lingkungan
masyarakat Samin...............................................................................
178 53 Kategori pemanfaatan hewan pada masyarakat Samin...................... 183 54 Jenis hewan ternak di lingkungan masyarakat Samin......................... 184 55 Jumlah ternak sapi yang terdapat di tiap desa pengamatan................ 185 56 Jumlah ternak kambing di lingkungan masyarakat Samin.................. 187 57 Jenis pakan ternak kambing di lingkungan masyarakat Samin.......... 188 58 Jenis ikan sumber protein hewani bagi masyarakat Samin................. 190 59 Jenis hewan pemangsa hama.............................................................. 191 60 Jenis hewan penganggu ternak dan tanaman budidaya..................... 193 61 Jenis hewan bahan obat tradisional.................................................... 194 62 Jenis hewan liar di sekitar hutan.......................................................... 196 63 Karakteristik masyarakat Samin.......................................................... 204 64 Kategori nilai INP dan ICS serta strategi pengelolaan........................ 217
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Skema kerangka pikir etnobiologi....................................................... 5 2 Peta persebaran masyarakat Samin pada awal pergerakan............. 16 3 Peta persebaran masyarakat Samin saat ini....................................... 17 4 Hubungan antara sistem sosial dengan ekosistem............................. 22 5 Peta lokasi penelitian Masyarakat Samin di Jawa.............................. 27 6 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Larikrejo dan
Karangrowo Kecamatan Undaan Kudus............................................
29 7 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Baturejo dan Sukolilo
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati................................................... 30
8 Peta administrasi dan penggunaan lahan desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora..............................................
31
9 Peta administrasi dan penggunaan lahan desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora..................................................................
32
10 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro................................
33
11 Peta tanah pada lokasi penelitian......................................................... 36 12 Rata-rata curah hujan pada wilayah penelitian (2005-2009)............... 38 13 Rata-rata kelembaban udara pada wilayah penelitian (2005-2009) 38 14 Rata-rata suhu udara pada wilayah penelitian (2005-2009).......... 38 15 Persentase tingkat pendidikan penduduk Samin................................ 42 16 Persentase mata pencaharian penduduk masyarakat Samin............. 43 17 Skema konsep jagad gede dan jagad cilik dalam pandangan
masyarakat Samin................................................................................
60 18 Skema pandangan masyarakat Samin mengenai manusia dan
lingkungan............................................................................................
62 19 Skema pembagian tata ruang masyarakat Samin................................ 64 20 Grafik persentase luas lahan di desa lokasi penelitian........................ 65 21 Lingkungan pemukiman warga Samin di dusun Tambak Desa
Sumber Kab Blora................................................................................
67 22 Bentuk rumah di lingkungan masyarakat Samin.................................. 67 23 Skema bagian- bagian rumah masyarakat Samin................................ 68 24 Rata-rata luas pekarangan di lingkungan masyarakat Samin............. 70 25 Pekarangan di lingkungan masyarakat Samin dusun Tambak
Sumber Blora........................................................................................
71 26 Embung dan Sungai di Karangrowo Kudus....................................... 95 27 Jumlah jenis tumbuhan berguna pada pekarangan dan tegalan
masyarakat Samin .............................................................................
112 28 Organ tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat........................ 138 29 Skema rumah kampung ....................................................................... 144 30 Jumlah hewan tiap kategori kelas......................................................... 181 31 Jumlah hewan peliharaan dan hewan liar............................................ 182 32 Interaksi masyarakat Samin dengan lingkungannya .......................... 206 33 Konsep kehidupan masyarakat Samin dan Konsep ilmiah .................. 208
34 Skema ruang aktivitas lingkungan masyarakat Samin........................ 211 35 Persentase jumlah tumbuhan berguna berdasar kategori
pemanfaatannya...................................................................................
212 36 Jumlah jenis tumbuhan bahan pangan............................................... 213 37 Persentase intensitas penggunaan tumbuhan bahan pangan.......... 214 38 Persentase subsistensi pemanfaatan tumbuhan bagi
masyarakat Samin................................................................................
215 39 Jumlah jenis dan kategori pemanfaatan hewan bagi
masyarakat Samin................................................................................
215 40 Konsep pengelolaan sumberdaya hayati bagi masyarakat Samin....... 224 41 Konsep pengembangan kampung Samin............................................. 225
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Analisis vegetasi pohon pekarangan masyarakat Samin Kudus.......... 243 2 Analisis vegetasi pohon pekarangan Masyarakat Samin
Klopoduwur Blora................................................................................. 244
3 Analisis vegetasi pohon pekarangan masyarakat Samin Pati.............. 245 4 Analisis vegetasi Pohon pekarangan masyarakat Samin Tambak
Sumber Blora........................................................................................ 246
5 Analisis vegetasi pohon pekarangan masyarakat Samin di Jepang Bojonegoro..............................................................................................
247
6 Analisi vegetasi pohon Tegalan masyarakat Samin Kudus.................. 248 7 Analisi vegetasi Pohon Tegalan masyarakat Samin Pati................... 249 8 Analisi vegetasi Pohon Tegalan masyarakat Samin Klopoduwur....... 250 9 Analisis vegetasi Pohon Tegalan masyarakat Samin Tambak
Sumber Blora........................................................................................
251 10 Analisis vegetasi Pohon Tegalan masyarakat Samin Jepang
Bojonegoro............................................................................................ 252
11 Analisis vegetasi Pohon kawasan hutan jati Sukolilo Pati.................. 253 12 Analisis pohon kawasan Perhutani Klopoduwur Blora....................... 254 13 Analisis vegetasi Kawasan Perhutani dusun Jepang Margomulyo
Bojonegoro........................................................................................... 255
14 Data hasil analisis tanah....................................................................... 257 15 Keanekaragaman jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat Samin 259 16 Kategori penyakit dan komposisi bahan pengobatan......................... 265 17 Nilai ICS Tumbuhan berguna bagi Masyarakat Samin........................ 273 18 Nilai INP dan ICS vegetasi pohon pekarangan.................................... 283 19 Nilai INP dan ICS vegetasi Pohon Tegalan......................................... 285 20 Nilai INP dan ICS vegetasi pohon sekitar hutan jati............................ 287 21 Nilai INP dan ICS tumbuhan bawah Pekarangan............................... 288 22 Nilai INP dan ICS tumbuhan bawah Tegalan..................................... 290 23 Nilai INP dan ICS tumbuhan bawah sekitar hutan jati....................... 292
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masyarakat Samin merupakan suatu kelompok masyarakat yang secara
idiologis disatukan oleh kesamaan ajaran atau keyakinan. Komunitas ini adalah
sekelompok orang yang mengikuti ajaran Samin Surosentiko yang muncul pada
masa kolonial Belanda (Benda & Castel 1969; Hutomo 1996; Mumfangati et al.
2004; Poluso 2006). Saat ini mereka tinggal di pedesaan di daerah perbatasan
Jawa Tengah dan Jawa Timur yakni di desa Larikrejo dan Karangrowo,
Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus; di wilayah Kecamatan Sukolilo Pati; di
beberapa desa di Kabupaten Blora; dan di desa Margomulyo, Kabupaten
Bojonegoro.
Komunitas Samin merupakan bagian dari masyarakat Jawa. Mereka
mempunyai budaya unik dan menyimpan banyak nilai-nilai tradisi. Dalam aspek
idiologi mereka memiliki ajaran dan pandangan hidup tersendiri, mengajarkan
kesetaraan hidup dan kemerdekaan menjalankan keyakinannya. Dalam aspek
sosial mereka hidup mengelompok dalam komunitasnya sendiri, mempunyai
tradisi tersendiri. Dalam aspek ekonomi mereka mempunyai sifat madiri, tidak
menggantungkan diri pada pemerintah atau kelompok manapun (Arybowo 2008).
Nilai-nilai yang masih dipertahankan antara lain kejujuran, kesederhanaan,
semangat gotong royong dan kesederhanaan (Sukari 1993; Tashadi et al. 1998)
selain itu mereka dikenal mempunyai ketekunan dan etos kerja yang tinggi
(Mumfangati et al. 2004; Rosyid 2008).
Masyarakat Samin masih memiliki sifat tradisional yang kental. Segala
aspek kehidupannya sangat erat berhubungan dengan lingkungan sekitarnya.
Sebagai petani mereka mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap
sumberdaya hayati dan lingkungannya. Mereka sebagian besar tinggal di di
sekitar kawasan hutan jati, dengan lahan pertanian yang kering dan luas lahan
yang terbatas. Sebagian tinggal di pedesaan dengan lahan sawah berawa dan
sering dilanda banjir saat musim hujan. Kondisi biofisik yang kurang
menguntungkan ini tidak menyurutkan semangat mereka untuk bertahan menjadi
petani. Sebaliknya mereka justru tertantang untuk melakukan berbagai upaya
agar bisa bercocok tanam dengan keterbatasan lahan yang ada. Para sesepuh
masyarakat biasanya memiliki kearifan dalam memanfaatkan dan melestarikan
2 sumberdaya hayati dan lingkungan. Pengalaman itulah yang diajarkan secara
turun-temurun kepada generasi penerusnya menjadi suatu pengetahuan lokal.
Sebagai masyarakat pedesaan yang hidup dari sektor pertanian,
masyarakat Samin mempunyai tradisi yang kuat dan mempunyai strategi
adaptasi, teknik budidaya, teknik produksi, dan teknik pengelolaan sumberdaya
biologi terutama tumbuhan dan hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Dewasa ini banyak pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dan
hewan yang hilang sebelum dicatat atau diketahui peneliti. Dilain pihak muncul
gerakan ‘back to nature’, diantaranya upaya pemanfatan kembali sumberdaya
nabati alami, misalnya bahan obat tradisional, bahan kosmetik, bahan pewarna
makanan dan lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya pengetahuan
pemanfaatan tumbuhan dan hewan secara tradisional tersebut, dimana hal
tersebut merupakan informasi yang sangat berharga untuk pemanfaatan maupun
pelestariannya. Pengetahuan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya hayati
dan lingkungan yang dimiliki masyarakat lokal merupakan pengetahuan yang
kharakteristik, dipengaruhi oleh kekuatan tradisi, faktor sosial budaya dan kondisi
biofisik lingkungan setempat. Karena adanya keterkaitan yang kuat antara
masyarakat Samin dengan sumberdaya hayati dan lingkungannya maka sangat
relevan untuk dilakukan kajian dengan pendekatan bidang biologi (etnobiologi).
Pada umumnya pengetahuan lokal terakumulasi dari generasi ke
generasi dan merupakan kekayaan bangsa yang tidak tergantikan dan
bermanfaat bagi masa kini dan masa yang akan datang. Pengetahuan tersebut
perlu didokumentasi dan dikaji keilmiahannya tentang potensi, kegunaan,
manfaat atau prospek pengembangannya. Disamping itu pengetahuan lokal
dapat dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan sumberdaya hayati
dan lingkungan yang lebih bermanfaat dan berdayaguna.
Untuk mengungkapkan pengetahuan tradisional suatu kelompok
masyarakat atau etnik diperlukan suatu kajian multidisiplin mencakup berbagai
aspek kajian etnosain antara lain adalah Etnobiologi. Secara sederhana Cotton
(1996) mendefinisikan etnobiologi sebagai suatu kajian pengetahuan biologi
tradisional dan penilaian pengaruh manusia pada aspek biologi dan
lingkungannya. Etnoekologi, etnobotani dan etnozoologi merupakan tiga bidang
utama kajian etnobiologi (Johnson 2002). Studi etnobiologi masyarakat Samin
hanya akan menitik-beratkan pada kajian aspek etnoekologi, etnobotani, dan
etnozoologi. Kajian etnobotani membahas secara multidisiplin pengetahuan
3
lokal masyarakat Samin tentang pengelolaan sumberdaya hayati tumbuhan.
Studi etnozoologi akan mengkaji pengetahuan masyarakat mengenai
pengelolaan sumberdaya hayati fauna dan studi etnoekologi membahas
pengetahuan masyarakat Samin dalam mengelola lingkungannya. Kajian
multidisipliner berbagai pengetahuan masyarakat dari aspek pengelolaan
sumberdaya hayati dan lingkungannya ini akan menjadi focus bahasan dalam
penelitian ini.
Studi etnobiologi masyarakat Samin mendesak dilakukan untuk
mendokumentasi dan mengkaji pengetahuan masyarakat dan mengungkapkan
interrelasi masyarakat dengan sumberdaya hayati dan lingkungannya,
mengingat semakin besarnya degradasi pengetahuan lokal akibat kemajuan
teknologi maupun aktivitas manusia yang mengancam kerusakan lingkungan.
Kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang besar dalam proses
pengungkapan manfaat dan potensi sumberdaya hayati dan lingkungan yang
ada di suatu wilayah untuk pengelolaan selanjutnya.
1.2 Perumusan Masalah
Pada era keterbukaan komunikasi dan pesatnya pembangunan dewasa
ini, masyarakat Samin masih bisa bertahan dengan tatanan tradisi yang kuat
dalam mengelola sumberdaya biologi dan lingkungan. Bagaimana mereka
mampu bertahan dalam kondisi yang demikian tidak hanya merupakan cerminan
tingginya faktor adaptasi masyarakat terhadap segala perubahan itu tetapi juga
kekuatan tradisi yang diyakininya. Kekuatan tradisi dan adaptasi inilah yang
melahirkan pengetahuan dalam mengelola sumberdaya biologi dan lingkungan.
Dalam konteks hubungan keterkaitan inilah yang kemudian dijadikan sebagai
alasan mengapa didekati dari perspektif penelitian etnobiologi.
1.3 Kerangka Pemikiran
Perbedaan latar belakang historis, sosial, ekonomi dan budaya
mempengaruhi masyarakat Samin dalam mengelola sumberdaya alam
lingkungannya. Sifat masyarakatnya yang agraris menyebabkan segala aspek
kehidupannya menjadi sangat tergantung dari lingkungannya. Interaksi
masyarakat Samin dengan lingkungan alamnya dapat tergambar dari konsep
tata ruang lingkungan, bentuk satuan lingkungan dan bagaimana mereka
mengekploitasi, memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada.
4 Kondisi biofisik yang kurang mendukung dan minimnya sumberdaya alam yang
tersedia, melahirkan bentuk-bentuk kearifan tertentu yang bersifat
mengoptimalkan pemanfaatan, menjaga dan melestarikan lingkungan tersebut.
Menurut Berkes dan Folke (1998), masyarakat yang sering dihadapkan pada
tantangan mempunyai banyak pengetahuan lokal dibanding dengan
masyarakat yang jarang menghadapi masa-masa kritis, mereka bisa bertahan
hidup karena mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Pengetahuan
lokal tersebut terbentuk dari hasil adaptasi interaksi masyarakat dengan
lingkungannya dalam jangka waktu yang lama. Pengetahuan tersebut
merupakan informasi yang berharga sebagai acuan untuk mengelola
sumberdaya hayati masyarakat Samin (Gambar 1).
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dititik beratkan pada masyarakat Samin yang tinggal di
pedesaan Kabupaten Blora, Pati, Kudus dan Bojonegoro. Tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui proses adaptasi yang dilakukan
masyarakat Samin terhadap kondisi lingkungan mereka tempat beraktivitas,
melalui cara-cara pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang mereka miliki
dan kenali, terkait dengan sistem teknologi, konsep pengelolaan dan
pemanfaatan serta akibat yang dihasilkan atas interaksi kegiatan yang dilakukan.
Adapun tujuan secara khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mengungkapkan pengetahuan lokal masyarakat Samin mengenai
sistem pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya terutama mengenai
persepsi dan konsepsi, pengetahuan tata ruang, terkait dengan kegiatan
yang dilakukan masyarakat hingga terbentuknya satuan-satuan lingkungan
dengan berbagai macam penutup vegetasi.
2. Untuk mengungkapkan keanekaragaman jenis tumbuhan berguna bagi
masyarakat Samin, nilai kepentingan tumbuhan pada sosial budaya, serta
pemanfaatan dan pengelolaannya.
3. Mengungkapkan pengetahuan lokal Masyarakat Samin mengenai
sumberdaya hewan, keanekaragaman jenis, pemanfaatan dan
pengelolaanya.
5
Gambar 1 Skema kerangka pikir etnobiologi
Konsep Pengelolaan Sumberdaya Hayati beserta Lingkungan Masyarakat Samin
Adaptasi terhadap kondisi lingkungan biofisik untuk memenuhi kebutuhan hidup
Pandangan tentang Sumberdaya hayati, keanekaragaman jenis, pemanfaatan dan pengelolaan
dalam kehidupan sehari-hari
Konsep tata ruang lingkungan, bentuk satuan lingkungan, Pandangan (Corpus) dan
Praktek pemanfaatan (praxis)
Pengetahuan mengenai lingkungan
Pengetahuan Sumberdaya hayati hewan
Pengetahuan Sumberdaya
hayati tumbuhan
Latar Belakang Historis-Sosial-Ekonomi-Budaya mempengaruhi masyarakat Samin
dlm mengelola sumberdaya hayati dan lingkungan
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT SAMIN
Lingkungan alam (ekosistem) masyarakat Samin
Sumberdaya hayati pada masyarakat Samin
EKOLOGI
EMIK
ETIK BOTANI ZOOLOGI
ETNOEKOLOGI ETNOBOTANI ETNOZOOLOGI
6 1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran baru
tentang pengembangan interdisiplin keilmuan bidang etnologi dan biologi
untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan saling ketergantungan
antara masyarakat Samin sebagai produsen (informan) dalam menyusun pola
pikir (corpus) dalam mengelola dan memanfaatkan (praxis) sumberdaya di
lingkungan tempat mereka bermukim. Dengan demikian antara informan,
corpus dan praxis menjadi bagian-bagian yang penting untuk menjelaskan
proses adaptasi yang terjadi akibat hubungan keterkaitan antara masyarakat
Samin dengan sumberdaya biologi dan lingkungannya.
2. Bagi masyarakat Samin kearifan lokal yang dimiliki merupakan nilai positif
yang dapat menghapus citra negatif tentang masyarakat Samin. Inventarisasi
tentang keanekaragaman, manfaat dan potensi sumberdaya alam hayati yang
tersedia dapat dikelola dan dikembangkan lebih untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Samin sendiri atau menjadi bahan bagi
pengembangan bagi masyarakat lainnya.
3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu kerangka
acuan dalam merencanakan, menangani dan mengelola sumberdaya alam
hayati terkait dengan masyarakat Samin dan masyarakat sekitar, serta
reformasi kebijakan pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan
rakyat.
4. Bagi masyarakat dan bangsa pada umumnya, falsafah hidup dan kearifan
masyarakat Samin dapat dijadikan teladan untuk memperbaiki moralitas
bangsa, dan penanganan pembangunan fisik yang tetap ramah lingkungan.
1.6 Kebaruan Penelitian (Novelty)
1. Mengungkapkan proses adaptasi masyarakat Samin dengan pendekatan
interdisiplin keilmuan bidang etnologi dan biologi dalam menganalisis
keterkaitan hubungan masyarakat Samin dengan sumberdaya hayati dan
lingkungannya.
2. Mengungkapkan jenis-jenis tumbuhan potensial bagi masyarakat Samin untuk
dikaji lebih lanjut potensi pengembangannya.
3. Mengungkapkan jati diri masyarakat Samin, bahwa mereka menganggap
menjadi petani merupakan pekerjaan mulia, karena bertani sama artinya
7
mengolah tanah, tanah adalah asal muasal manusia, maka bertani bagi
masyarakat Samin sama artinya dengan mengamalkan ajaran mereka tentang
“Sangkan paraning dumadi”.
4. Mengungkapkan bahwa pandangan masyarakat Samin mengenai wong dan
sandang pangan merupakan pandangan yang universal, identik dengan
pandangan ilmiah tentang manusia dan lingkungan. Manusia itu ‘hidup’ dan
sandang pangan adalah ‘penghidupan’, menyatunya dua unsur antara ‘yang
dihidupkan’ (manusia) dengan ‘Yang Menghidupkan’ (Tuhan), ini merupakan
inti dari ajaran ‘Manunggaling Kawulo Gusti’.
5. Mengusulkan konsep pengembangan desa Samin menjadi “Cagar Budaya
Kampung Samin”, untuk mendukung kedaulatan pangan dan pelestarian
sumberdaya hayati lokal beserta lingkungannya.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masyarakat Samin
2.1.1 Pokok-Pokok Ajaran Samin
Masyarakat Samin adalah kelompok masyarakat atau komunitas penganut
ajaran Samin (Saminisme). Ajaran Samin merupakan semacam aliran kebatinan
yang diajarkan oleh Samin Surosentiko (Soekanwo 1968; Hutomo 1996). Aliran
kebatinan tersebut berkaitan dengan ajaran Manunggaling Kawulo Gusti1 atau
Sangkan paraning dumadi2
Samin Surosentiko mengajarkan kepada murid-muridnya agar berbuat
kebajikan, kejujuran dan kesabaran. Meskipun hidup menderita, teraniaya, atau
disakiti, murid-muridnya dilarang membalas dendam. Menurut Hutomo (1996) ini
merupakan sifat-sifat yang dimiliki Prabu Puntodewo
(Hutomo 1996). Manunggaling kawulo Gusti menurut
Samin Surosentiko diibaratkan sebagai curigo umanjing rangka (keris yang
meresap masuk ke dalam tempat kerisnya). Oleh beberapa peneliti ajaran ini
disebut sebagai agama Adam (King 1973; Benda & Castel 1969).
Samin Surosentiko dilahirkan tahun 1859 di dusun Plosowetan, Desa
Kediren, Distrik Randublatung, Blora. Nama asli Samin Surosentiko adalah
Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin, karena lebih bernafas
kerakyatan (Hutomo 1996). Samin Surosentiko masih kerabat Pangeran
Kusumaningayu (Raden Adipati Brotodiningrat) yang memerintah di Kabupaten
Sumoroto (sekarang Tulungagung). Ayahnya bernama Raden Surowijoyo yang
dikenal sebagai Samin Sepuh (Benda & Castle 1969; King 1973; Hutomo 1996;
Mumfangati et al. 2004).
3
1 Manunggaling Kawulo Gusti adalah suatu ajaran yang dibawa oleh Syeh Siti Jenar yang menganggap Tuhan itu ada dalam diri manusia yaitu, dalam budi pekerti 2 Sangkan paraning dumadi, suatu ajaran Jawa yang mengajarkan dari mana manusia berasal dan akan kemana nantinya 3 Puntodewo nama tokoh pewayangan, nama lain adalah Yudistira, merupakan pemimpin Kerajaan Amarta, mempunyai sifat yang menonjol yaitu adil, jujur, taat ajaran agama dan percaya diri
. Prinsip ajaran Samin
pada hakekatnya menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan manusia. Ajaran itu
dijadikan sebagai pedoman bersikap dan tingkah laku atau perbuatan manusia,
khususnya orang Samin agar selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak
10
keturunan kelak (Mumfangati et al. 2004). Ajaran Samin biasanya disampaikan
secara lisan, bukan tertulis, ini menyebabkan banyak versi dikalangan penganut
ajaran Samin.
Menurut penganutnya, ajaran Samin memiliki Kitab suci yang disebut
Serat Jamus Kalimasada4
Serat Panjer Kawitan
. Buku ini dianggap berasal dari Prabu Puntodewo
(Hutomo 1996). Kitab tersebut terdiri dari 5 buku, yaitu: ,
Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, dan Serat
Lampahing Urip. Kitab-kitab tersebut pernah ditemukan pada orang Samin di
Tapelan, tetapi keberadaannya sudah tidak diketahui lagi (Hutomo 1996;
Sastroatmodjo 2003).
Buku Serat Panjer Kawitan berisi silsilah keluarga, adipati-adipati di Jawa
Timur dari garis raja-raja di Jawa dan wali-wali terkenal di Jawa. Ajaran ini pada
prinsipnya mengakui bahwa orang Jawa adalah sebagai keturunan Adam dan
keturunan Pendowo. Hal ini membuat semua yang ada di bumi Jawa adalah milik
atau hak orang Jawa. Dengan demikian Belanda tidak berhak atas bumi Jawa.
Ajaran ini secara simbolik memacu semangat nasionalisme bagi orang Jawa
menghadapi penjajahan Belanda (Hutomo 1996; Widyarini 2006).
Serat Pikukuh Kasejaten, berisi ajaran tenang tata cara dan hukum
perkawinan yang dipraktikkan oleh komunitas Samin. Konsep pokok yang
terkandung dalam ajaran ini adalah membangun keluarga yang merupakan
sarana keluhuran budhi, yang akan menghasilkan atmajatama (anak yang
utama). Rumah tangga (dalam kitab ini) harus berlandaskan pada ungkapan
‘kukuh demen janji’ (kokoh memegang janji). Maka dalam berumah tangga, unsur
yang utama adalah kesetiaan dan kejujuran guna menciptakan saling percaya
dalam rangka membangun kebahagiaan keluarga.
Buku yang paling penting menurut Hutomo (1996) adalah Serat uri-uri
Pambudi yang mengajarkan tentang cara memelihara tingkah laku manusia yang
berbudi. Kitab ini memuat beberapa aturan atau hukum, yang oleh masyarakat
Samin di Tapelan disebut sebagai angger-angger pratikel (Hukum tindak tanduk),
yang berbunyi : “Aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Ojo kutil jumput,
mbedog colong, nemu wae emoh. Maksudnya orang Samin dilarang berhati
jahat, berperang mulut, iri hati, dilarang mengambil milik orang lain, menemukan 4 Jamus Kalimosodo adalah nama pusaka dalam pewayangan yang dimiliki oleh Prabu Puntodewo, pemimpin Pandowo, pusaka tersebut berupa kitab yang sangat di keramatkan kerajaan Amarta. Sunan Kalijogo memaknainya sebagai Kalimat Syahadat
11
barang milik orang lain saja tidak mau. Ajaran ini merupakan salah satu ajaran
Samin Surosentiko yang sampai saat ini masih banyak ditaati penganutnya.
Serat Jati Sawit, buku yang membahas tentang kemuliaan hidup sesudah
mati (kemuliaan hidup di akhirat). Ajaran ini mengenal konsep ‘hukum karma’.
Disinilah kata-kata mutiara yang menjadi falsafah berbunyi: Becik ketitik, olo
ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah seleh (yang baik dan yang jelek
akan kelihatan, siapa yang berbohong akan nista, siapa yang bersalah akan
kalah).
Serat Lampahing Urip, buku yang berisi tentang primbon yang berkaitan
dengan kelahiran, perjodohan, mencari hari baik untuk seluruh kegiatan aktivitas
kehidupan.
Dalam tradisi di kalangan masyarakat Samin juga terdapat anjuran untuk
berperilaku dengan dengan prinsip: kudu weruh theke dewe, lugu, mligi lan rukun
(Rosyid 2010). Kudu weruh theke dewe, maksudnya, masyarakat Samin hanya
boleh menggunakan barang yang memang jelas merupakan kepunyaannya
sendiri. Pantangan untuk memanfaatkan/menggunakan hak milik orang lain
tanpa ada ijin. Lugu artinya, jika mengadakan suatu perjanjian, jika ya harus
katakan ya, jika tidak katakan tidak. Mligi, taat memegang aturan dalam beretika
dan berinteraksi dengan orang lain (misalnya, tidak boleh berjudi, atau
melakukan pergaulan bebas). Rukun dengan istri/suami, anak, orang tua,
tetangga kanan kiri dan rukun kepada sesama makhluk.
Masyarakat Samin dikenal sebagai masyarakat yang menjungjung tinggi
kejujuran. Kejujuran ini sebagai wujud dari ajaran mereka tentang nilai-nilai
kehidupan. Mereka menghayati dan mempraktekkan ajaran mereka sebagai
landasan manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kuatnya para
penganut ajaran Samin menjaga prinsip, menyebabkan mereka sering berbeda
pandangan dengan masyarakat umum. Sehingga mereka sering dicap sebagai
orang yang aneh, atau kolot, tradisional atau sebutan miring lainnya.
Masyarakat luar sering menyebutnya Wong Samin dengan konotasi negatif
yang melekat pada nama tersebut. Sebagian masyarakat Samin sendiri kurang
suka disebut sebagai Wong Samin, mereka lebih suka disebut wong sikep
karena konotoasinya lebih baik (Prasongko 1981; Mumfangati et al. 2004).
12
Istilah wong sikep tersebut dapat diartikan sebagai orang dewasa yang
sudah menjalani tatane wong sikep rabi5
Ajaran Samin juga mengandung paham mesianisme yaitu mengharap
datangnya “Ratu adil” yang akan membebaskan masyaralat Samin dari
kesengsaraan (Benda & Castel 1969; Hutomo 1996; Warto 2006). Gerakan
Samin dapat disejajarkan dengan gerakan mesias
(pernikahan dengan tatacara ajaran
Samin), dan mengakui apa yang dijalankannya. Orang Samin yang belum
menjalani pernikahan dengan cara mereka belum disebut wong sikep. Sebutan
untuk anak-anak atau orang yang belum dewasa, belum ‘brai’ (akil balik) atau
belum disunat disebut dengan istilah Adam Timur. Orang Samin tidak menyebut ajaran Samin sebagai agama atau
kepercayaan sebagaimana yang kita pahami. Agama disebut sebagai lakon,
yaitu hal-hal yang harus dilakukan manusia selama hidup di dunia
(Djokosoewardi 1969), atau agama bermakna sebagai ugeman atau pegangan
hidup (Rosyid 2010).
6
Orang Samin mempercayai adanya satu Tuhan, (monoteisme). Mereka
menyebut Tuhan dengan berbagai istilah, antara lain: Gusti, Pangeran, Gusti
Allah (Hutomo 1996), Gusti atau Hyang Bethara (Prasongko 1981). Masyarakat
Samin Kudus menyebut Tuhan sebagai Ya’i
dalam Jongko Joyoboyo.
Dasar ajaran Samin adalah pemikiran primitif tentang perkawinan langit dan
bumi, yang mempunyai hubungan penting dengan petani (Warto 2006). Oleh
karena itu mereka mengharapkan hadirnya pemimpin yang dapat membebaskan
mereka dari segala kewajiban yang berkaitan dengan pembebasan tanah.
7
Tentang agama yang dianutnya mereka menegaskan bahwa: “Agama niku
gaman, Adam pangucape, man gaman lanang”. Pengertian gaman lanang bagi
masyarakat Samin adalah sikep rabi. Mereka tidak membeda-bedakan agama,
semua agama adalah baik, mereka tidak mengingkari atau membenci suatu
agama. Yang penting dalam hidup ini adalah tabiatnya, bukan lahirnya tapi isi
hati dan perbuatan nyata (Mumfangati et al. 2004).
(Rosyid 2008).
5 Menurut Tradisi lisan masyarakat Samin di Tapelan, pengantin laki-laki mengucapkan ijab kabul sebagai berikut: “Wit Jeng Nabi jenenge lanang, damele rabi tata-tata jeneng wedok pangaran.....kukuh demen janji buk nikah empun kulo lakoni” Kukuh demen janji berarti kesetiaan suci yang harus ditepati 6 Kata mesias merujuk pada orang yang diurapi Tuhan, dianggap sebagai milik Tugan dan mempunyai tugas khusus 7 Ya’i berasal dari kata sing ngayahi (yang menguasai segala sesuatu)
13
Masyarakat Samin mempercayai adanya penitisan atau reinkarnasi sesuai
dengan apa yang disampaikan Djokosoewardi (1969); Hutomo (1996), yaitu
penjelmaan kembali sesudah mati. Pemahaman tersebut berkaitan dengan
ajaran Sangkan paraning dumadi, yakni dari mana kita berasal dan kemana
sesudah mati. Mereka percaya apabila selama hidupnya banyak berbuat
kebaikan, maka dalam hidup yang akan datang akan mengalami nasib yang
baik. Sebaliknya bila dalam hidupnya banyak melakukan hal yang tidak baik,
maka hidup yang akan datang mereka dapat menjelma menjadi kayu atau batu
atau derajat yang lebih rendah menjadi binatang seperti sapi atau kerbau, bila
dosanya terlalu besar dapat menjelma menjadi binatang hutan misalnya kera
atau babi hutan.
2.1.2 Pergerakan Samin Sebelum kedatangan kolonial Belanda masyarakat Samin mengganggap
bahwa tanah sebagai warisan nenek moyang dan anak cucu mereka berhak atas
pemakaiannya (Widiyanto 1983). Kedatangan pemerintah kolonial Belanda,
banyak merubah tatanan-tatanan masyarakat tradisional yang telah tercipta dan
tertradisi. Penguasaan tanah atau hutan, penerapan tanam paksa, penerapan
pajak tanah yang tinggi melatar belakangi munculnya gerakan Samin di daerah
Blora. Sikap dan tindakan pemerintah saat itu menimbulkan kebencian komunitas
Samin terhadap pemerintah Belanda. Munculnya gerakan Samin lebih
disebabkan karena adanya disharmonisasi hubungan antara komunitas Samin
dengan pemerintah kolonial Belanda (Widyarini 2006).
Awalnya gerakan Samin dipelopori oleh Raden Surowijoyo, bentuk
perlawanannya adalah menjadi seorang bromocorah8
8 Bromocorah merupakan istilah untuk penjahat pada jaman dahulu
, untuk kepentingan
masyarakat bawah. Setelah Raden Surowijoyo gerakan ini diteruskan oleh
anaknya yaitu Samin Surosentiko. Gerakan ini oleh Samin Surosentiko banyak
mengalami penyegaran dan perubahan melalui ajaran-ajarannya. Bentuk
perlawanan tidak dilakukan dengan menggunakan kekerasan fisik melainkan
dengan simbol-simbol, bahasa, budaya, busana serta adat istiadat yang berbeda
jika berhadapan dengan masyarakat umum dan pemerintah. Bentuk perlawanan
lain adalah pembangkangan atas peraturan pemerintah terhadap pembayaran
pajak, kepemilikan tanah, pengumpulan ternak di kandang umum dan penolakan
pengumpulan padi di lumbung desa (Widyarini 2006).
14
Pergerakan Samin dicatat oleh beberapa peneliti Samin antara lain Benda &
castle (1968), King (1973), Sastroatmojo (2003), dan dirangkum oleh Hutomo
(1996) disampaikan secara kronologis sebagai berikut:
• Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di
desa klopoduwur, Blora. Banyak orang-orang desa tertarik pada ajaran
Samin dan berguru kepadanya.
• Tahun 1905 orang-orang desa pengikut Samin mulai mengubah tatacara
hidup dan pergaulan sehari-hari di desa. Mereka tidak mau menyetor padi ke
lumbung desa dan menolak membayar pajak, dan menolak mengandangkan
sapi dan kerbau mereka di kandang umum bersama orang desa lain yang
bukan Samin. Sikap demikian dipelopori oleh Samin Surosentiko.
• Pada tahun 1907 dilaporkan pengikut Samin berjumlah 5000 orang.
Pemerintah Belanda terkejut dan merasa takut dengan pesatnya
perkembangan gerakan Samin tersebut. Pada tanggal 1 Maret 1907
pemerintah Belanda menangkap sejumlah pengikut Samin karena dianggap
akan melakukan pemberontakan.
• Tanggal 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh para
pengikutnya menjadi Ratu adil dengan gelar Panembahan Suryongalam.
Empat puluh hari setelah penobatan Samin Surosentiko di tangkap dan di
tahan di Rembang. Kemudian bersama beberapa pengikutnya di buang ke
luar Jawa. Samin Surosentiko meninggal di Padang tahun 1914.
• Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan Pergerakan Samin.
Beberapa pengikutnya mulai menyebarkan gerakannya ke luar daerah.
• Tahun 1911, Suro Kidin menantu Samin Surosentiko; dan Engkrak, murid
Samin Surosentiko menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan
(Purwodadi), Karsiyah pengikut Samin menyebarkan ajaran Samin di Kajen,
Pati.
• Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin, karena terjadi penolakan
membayar pajak oleh pengikut Samin di berbagai tempat.
• Tahun 1916, ajaran Samin mulai dikembangkan di daerah Kudus
• Tahun 1930, pergerakan Samin tampak terhenti karena ketiadaan pemimpin
yang tangguh
• Tahun 1945, Pak Engkrek, seorang murid Samin Surosentiko di Klopoduwur
Blora, ikut bertempur di Surabaya melawan Belanda, untuk menyambut
datangnya Ratu Adil.
15
Pergerakan Samin tersebut oleh sejumlah penulis sering disebut Geger
Samin. Pada dasarnya catatan tersebut menggambarkan sejarah dan tahab
perjuangan Samin Surosentiko dan para pengikutnya. Gerakan tersebut menguat
karena Samin Surosentiko sekaligus menyampaikan ajaran-ajaran moral kepada
para pengikutnya.
Samin Surosentiko merupakan seorang pejuang yang membela rakyat
melawan ketidakadilan yang dialami akibat penindasan oleh pemerintah kolonial
Belanda pada saat itu. Samin Surosentiko yang hidup dari tahun 1859 sampai
dengan tahun 1914 telah memberi warna sejarah perjuangan bangsa. Walaupun
orang-orang yang bukan warga Samin mencemoohnya, tetapi sejarah telah
mencatatnya, bahwa dia telah menghimpun kekuatan yang luar biasa untuk
membebaskan dari pemerintah kolonial.
2.1.3 Persebaran Masyarakat Samin Samin Surosentiko mulai menyebarkan ajarannya di desa Klopoduwur,
Kabupten Blora, pada tahun 1890. Kemudian meluas ke desa Bapangan
Kecamatan Menden. Selanjutnya ke daerah Kedungtuban, Sambong, Jiken,
Jepon, Blora, Tunjungan, Ngawen, Todanan, Kunduran, Bangirejo dan Doplang
(Benda & Castel 1969).
Persebaran masyarakat Samin meluas ke luar wilayah Kabupaten Blora,
ada dua alasan yang menjelaskan penyebaran ini, pertama: dilakukan sendiri
oleh Samin Surosentiko, dibantu oleh murid-muridnya seperti Wongsorejo (di
Jiwan, Madiun), Engkrak (di Grobogan) dan Karsiyah (di Kajen Pati). Kedua,
banyak orang Samin yang meninggalkan desanya, menghindarkan diri dari
penangkapan kolonial Belanda karena menolak membayar pajak dan
menyerahkan sebagian hasil panen mereka, mereka sembunyi di pinggiran
hutan jati atau sungai (Mumfangati et al. 2004).
Jumlah pengikut Samin pada awal pergerakannya mengalami
perkembangan pesat. Pada tahun 1903, Residen Rembang melaporkan bahwa
pengikut Samin berjumlah sekitar 772 orang di desa-desa Blora selatan dan
sebagian wilayah Bojonegoro (Hutomo 1996). Pata tahun 1907 dilaporkan
pengikut Samin berjumlah 5000 orang (Hutomo 1996) atau 3000 keluarga
menurut Poluso (2006). Sedangkan Residen Rembang J.E. Jasper pada tahun
1916 melaporkan jumlah pengikut Samin berjumlah 2305 keluarga, meliputi 1701
keluarga di Blora dan 283 keluarga tinggal di Pati, Rembang, Grobokan, Ngawi
dan Kudus (Benda & Castle 1969) (Gambar 2). Pada akhirnya tahun 1930
16
gerakan Samin mulai menurun jumlah pengikutnya karena ketiadaan pemimpin
yang tangguh. Pada jaman pemerintahan Jepang paham Samin tidak banyak
diceritakan lagi.
Gambar 2 Peta persebaran masyarakat Samin pada awal pergerakannya berdasarkan laporan Jasper tahun 1917 (Sumber Benda & Castle 1969) Keterangan: Komunitas Samin, arah persebaran
Tidak banyak bukti sejarah yang mengungkapkan perkembangan ajaran
Samin pada awal masa kemerdekaan. Namun menurut beberapa tokoh Samin
yang berhasil diwawancarai, masyarakat Samin pada saat itu banyak yang tidak
mengetahui kalau bangsanya sudah merdeka. Sehingga mereka masih menutup
diri dan tidak kooperatif terhadap terhadap penguasa.
Di desa Klopoduwur Blora pada masa kemerdekaan sampai tahun 1965,
ajaran Samin masih berkembang. Namun setelah tahun ini gerakan Samin di
desa tersebut tidak terlihat dengan nyata (Widyarini 2006). Pada saat
meletusnya pemberontakan PKI tahun 1965, banyak tokoh Samin yang ikut
ditangkap, karena dituduh ikut terlibat dalam gerakan tersebut. Kondisi tersebut
semakin menyudutkan keberadaan orang Samin. Berdasarkan wawancara
penulis dengan Kepala Desa Klopoduwur bahwa bahwa pada saat ini
17
komunitas`Samin di Klopoduwur sudah tidak ada. Namun hasil pengamatan di
lapangan masih menunjukkan terdapat kelompok masyarakat yang masih
meyakini ajaran Samin.
Hingga saat ini belum didapatkan data akurat mengenai di mana saja
persebaran masyarakat Samin dan berapa jumlah penganut Samin yang ada.
Sifat ajaran Samin yang merupakan bentuk ajaran kebatinan, atau kepercayaan
dan tidak tercantum dengan jelas pada kartu identitas (misalnya KTP, KK atau
lainnya), sehingga menyulitkan dalam pendataannya.
Komunitas Samin di Blora yang masih bisa dijumpai selain di Klopoduwur
adalah di dusun Tambak, desa Sumber Blora, desa Kemantren, desa Sambong,
dan desa Bapangan. Sedang di Bojonegoro komunitas Samin tinggal di dusun
Jepang Desa Margomulyo. Di Kabupaten Pati masyarakat Samin tinggal di
dusun Bombong dan Ngawen, Kecamatan Sukolilo dan desa Nggaliran. Sedang
di Kabupaten Kudus masyarakat Samin masih banyak di jumpai di dusun
Kaliyoso desa Karangrowo dan desa Larikrejo Kecamatan Undaan, Kabupaten
Kudus (Gambar 3).
Gambar 3 Peta sebaran masyarakat Samin saat ini
18
2.1.4 Penelitian yang Berkaitan dengan Masyarakat Samin
Penelitian mengenai masyarakat Samin terutama banyak mengamati
mengenai pergerakan Samin dan perubahan kondisi dinamika social budaya
masyarakat. Beberapa peneliti mengenai masyarakat Samin diantaranya: Benda
& Castle (1969) yang menulis The Samin Movent, King (1973) menganalisis
penyebab gerakan Samin, Hutomo (1996) memaparkan tentang Samin dan
ajaran-ajarannya dalam bukunya Tradisi dari Blora. Dan Sastroatmodjo (2003)
menulis tentang siapa Samin Surosentiko.
Penelitian skripsi dan thesis pernah dilakukan mahasiswa dengan
pendekatan berbagai bidang. Skripsi dalam bidang antropologi diantaranya
dilakukan oleh Soekanwo (1968) dan Djokosoewardi (1969) yang mengkaji
tentang Ajaran Saminisme di Blora. Widyarini (2008) mengkaji tentang
Perubahan social komunitas Samin di Blora Tahun 1968-1999 dengan
pendekatan bidang sejarah. Penelitian thesis dalam bidang komunikasi dan
budaya diantaranya: Warsito (2001) membahas tentang Pergeseran budaya
masyarakat Samin; Wibowo (2004) mengenai Pengetahuan lokal dan
kemandirian petani Samin dalam usahatani; dan Darmastuti (2005) tentang
Pola komunikasi social masyarakat Samin khususnya komunitas di Sukolilo.
Peneliti penelitian yang berkaitan dengan lingkungan dan sumberdaya
hayati pernah dilaporkan oleh Munfangati et al. (2004) memaparkan kearifan
lokal masyarakat Samin di Blora khususnya di dusun Tambak desa Sumber
Kecamatan Kradenan Blora, dengan pendekatan antropologi. Al-Susanti (2007),
serta Mahfudhloh (2011), menulis skripsi tentang etnobotani tumbuhan obat di
Margomulyo Bojonegoro. Sejauh ini penelitian yang berkaitan lingkungan dan
sumberdaya hayati masyarakat Samin yang lebih komprehensif mencakup
leseluruhan masyarakat Samin yang ada belum dilakukan. Oleh karena itu
peluang penelitian dengan aspek biologi (etnobiologi) terkait dengan
sumberdaya hayati dan lingkungannya masih sangat terbuka untuk dilakukan.
2.2 Etnobiologi
Etnobiologi didefinisikan sebagai suatu kajian pengetahuan biologi
tradisional dan penilaian pengaruh manusia pada aspek biologi dan
lingkungannya (Cotton1996). Sedangkan Society of Ethnobiology
mendefinisikan Etnobiologi sebagai suatu studi yang mengkaji dinamika
hubungan masyarakat, biota dan lingkunganya pada masa lampau sampai masa
19
sekarang (Anonim 2010). Studi ini juga dipahami sebagai bidang kajian yang
mengungkapkan hubungan masyarakat atau kelompok masyarakat pada etnik
tertentu sesuai dengan karakteristik geografisnya dalam mengatur kelompoknya
terhadap objek biologi (Suryadarma 2008). Kajian etnobiologi setidaknya
mejawab pertanyaan mengenai bagaimana pandangan masyarakat terhadap
alam dan bagaimana praktek pemanfaatan dan pengelolaan alam oleh
masyarakat (Anonim 2010). Secara luas etnobiologi mengkaji berbagai aspek
mengenai: pengetahuan terhadap sumberdaya hayati; pengetahuan terhadap
ekologi; pengetahuan terhadap etnobotani cognitive; pengetahuan terhadap
budaya materi; pengetahuan terhadap palaeoetnobotani; pengetahuan terhadap
fitokimia tradisional; dan pengetahuan terhadap sistem pertanian tradisional
(Purwanto 2007).
Adanya perkembangan teknologi dan dinamika masyarakat maka muncul
berbagai bidang kajian yang terkait dengan objek-objek biologi oleh kelompok
masyarakat. Menurut Cotton (1996) Studi Etnobiologi meliputi berbagai macam
kajian antara lain etnobotani, etnomikologi, etnoentomologi, etnozoologi.
Etnobiologi juga membahas tentang etnotaksonomi, etnomedisin, ekonomi
subsisten, budaya materi dan etnoekologi. Dalam penelitian ini hanya mengkaji
etnoekologi, etnobotani dan etnozoologi.
2.2.1 Etnoekologi
Istilah etnoekologi dicetuskan oleh Harold Conklin pada tahun 1954 ketika
mempelajari masyarakat Hanunoo di Philipina. Secara istilah Etnoekologi dapat
didefinisikan sebagai suatu ilmu multidisiplin yang mengkaji hubungan timbal
balik antara aspek pola pikir dan aspek praktis suatu etnik terhadap sumberdaya
alam mereka berikut pengaruhnya dalam suatu proses produksi.
Etnoekologi merupakan satu sains yang bertumpu pada kebutuhan praktis
(Suryadarma 2008). Merupakan bidang studi yang kehadirannya relatif baru,
sehingga terminologinya masih menjadi perdebatan diantara para ahli. Menurut
Toledo (1992) bidang ilmu etnoekologi berkembang dari 4 bidang ilmu yaitu:
etnobiologi, agro-ekologi, etnosain dan geografi lingkungan. Kajiannya bertumpu
pada bagaimana pemanfaatan alam oleh kelompok masyarakat sesuai ragam
kepercayaan, pengetahuan, dan bagaimana pandangan kelompok etnis tersebut
dalam pemanfaatan sumberdaya alam (Toledo 1992, Suryadarma 2009).
Pandangan masyarakat terhadap alamnya (corpus), dan rangkaian proses
20
pengelolaan sumberdaya alam (praxis), pengamatan terhadap karakteristik dan
penilaian dinamika kualitas ekosistemnya adalah wujud totalitas kegiatannya.
Corpusnya mencakup simbol, konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap alam
dan praksisnya berupa praktek atau rentetan aktivitas dalam pengelolaan
sumberdaya alam.
Studi etnoekologi berkembang tidak hanya mempelajari interaksi antara
suatu bentuk kehidupan dengan kehidupan lainnya, dan lingkungannya, tetapi
bersifat menganalisis secara holistik sampai pada analisis tentang sistem
pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungannnya berikut strategi
adaptasi dan sistem produksi yang dikembangkan di lingkungannya tersebut
(Purwanto 2007).
Pengetahuan etnoekologi mencakup keseluruhan pengetahuan ekologi
yang menganalisis semua aspek pengetahuan lokal masyarakat tentang
lingkungannya meliputi persepsi dan konsepsi masyarakat lokal terhadap
lingkungannya beserta strategi adaptasi dan sistem produksi serta pengelolaan
sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya. Pengetahuan ini juga
menganalisis pengaruh formatif persepsi lokal tentang lingkungan dan
pengetahuan lokal mengenai pembangunan, serta pengaruh semua aktivitas
manusia terhadap lingkungannya (Purwanto 2007).
2.2.2 Etnobotani
Istilah etnobotani dikemukakan pertama kali oleh Harshberger pada
tahun 1895 yang memberikan batasan etnobotani adalah ilmu yang mempelajari
berbagai jenis tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat primitif (Walujo
2004). Etnobotani secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai kajian
interaksi manusia dengan keanekaragaman jenis tumbuhan (Cotton 1996; Martin
1995). Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan kajian etnobotani
berkembang menjadi ilmu multidisiplin yang mempelajari hubungan manusia
dengan sumberdaya tumbuhan.
Etnobotani secara etimologi terdiri atas dua penggal kata yaitu etno yang
berarti bangsa atau kelompok etnis, dan botani yaitu tentang tumbuh-tumbuhan.
Faham ini memadukan dalam satu ranah etnologi dan botani yang harus mampu
saling mengisi dan menguatkan (Walujo 2009). Pengertian etnobotani harus
mampu menungkapkan keterkaitan hubungan budaya masyarakat, terutama
21
tentang persepsi dan konsepsi masyarakat dalam memahami sumberdaya nabati
di sekitar tempat bermukim.
Pengetahuan tradisional tentang botani membahas secara menyeluruh
pengetahuan botani yang dimiliki masyarakat lokal. Pengetahuan lokal
merupakan pengetahuan masyarakat mencakup segala aspek pemanfaatan,
aspek ekologis dan kognitif pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan dan
pengelolaannya. Sehingga pengetahuan tradisional ini mencakup seluruh aspek
pengetahuan lokal tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam
tumbuhan dan lingkungannya, meliputi identifikasi, pemanfaatan dan
pengelolaan keanekaragaman jenis tumbuhan secara subsisten, serta sistem
pengetahuan dalam konteks sosiologis dan spiritual (Purwanto 2007).
Etnobotani dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk
mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional yang telah
menggunakan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya.
Pendukung kehidupan untuk kepentingan makan, obat-obatan, bahan bangunan,
upacara adat, budaya, bahan bakar, pakan ternak dan lainnya. Semua kelompok
masyarakat memiliki ketergantungan terhadap tumbuhan tidak hanya sebagai
sumber pangan (Suryadarma 2008).
Peneliti etnobotani dalam melakukan analisis etnosain pengetahuan
tradisional harus menitik beratkan pada dunia tumbuhan meliputi berbagai aspek
diantaranya adalah pemanfaatannya, pengelolaannya, persepsi dan konsepsi
dari berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda. Pada umumnya
penelitian etnobotani selalu menitikberatkan pada pengetahuan tradisional
masyarakat lokal, namun perkembangan terkini telah dimulai upaya mempelajari
etnobotani masyarakat urban, misalnya kelompok masyarakat Matizaro di
Amerika tengah (Purwanto 2007); Varanasi Uttar Pradesh, India (Verma et al.
2007)
2.2.3 Etnozoologi Hewan tidak hanya makhluk yang berguna dan menarik dalam dunia
biologi. Sebagian bangsa menganggap bahwa hewan adalah makhluk sosial
yang hidup bersama dengan manusia, dan sebagian kebutuhan manusia
bergantung pada hewan (Johnson 2002). Studi Etnozoologi mengkaji interaksi
antara budaya manusia dengan hewan dan lingkungannya pada masa lampau
maupun masa sekarang. Kajian bidang ini mencakup klasifikasi, penamaan dan
22
pengetahuan keterkaitan dengan budaya masyarakat lokal, dan kegunaannya
baik hewan liar maupun hewan budidaya (Johnson 2002). Studi ini juga
mempelajari persepsi manusia tentang hewan kaitannya dengaan ajaran moral
atau nilai-nilai spiritual (Ellen 1993).
Studi etnozoologi mengkaji pengetahuan masyarakat mengenai
pengelolaan sumberdaya hayati fauna. Studi ini sangat jarang dilakukan di
Indonesia dan bahkan sangat langka, walaupun sebenarnya masyarakat
Indonesia mengenal dengan baik pemanfaatan bebagai jenis hewan (fauna)
yang digunakan dalam berbagai kepentingan, seperti sebagai bahan pangan,
bahan kerajinan, bahan pakaian, bahan obat-obatan, bahan hiasan, ritual,
peralatan dan lain-lainnya.
2.3 Hubungan Masyarakat dengan Sumberdaya Hayati dan Lingkungannya Kehidupan manusia senantiasa terjadi hubungan timbal balik antara sistem
sosial dengan sistem biofisik (Rambo 1983; Parson 1985; Marten 2001; Soerjani
et al. 2008; Hadi 2009). Kedua sistem berubah sesuai dengan dinamika internal
masing-masing, namun tetap mempertahankan integritas mereka sebagai sistem
terpisah. Hubungan timbal balik yang erat antara dua subsistem itu dapat
berjalan dengan baik dan teratur karena adanya arus enegi, materi dan informasi
(Gambar 4).
Gambar 4 Hubungan antara sistem sosial dengan ekosistem ( Rambo 1983)
23
Aspek latar belakang sosial ekonomi budaya manusia dapat
mempengaruhi perilaku manusia dalam memperlakukan alam lingkungan
sekitarnya. Sebaliknya karena pengaruh lingkungan biofisik sekitarnya, manusia
harus melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar agar dapat
bertahan hidup (Hutterer & Rambo 1985). Hubungan sistem sosial dan biofisik
tersebut sangat dinamis setiap waktu, oleh karena itu bila ada perubahan sistem
sosial masyarakat secara otomatis akan mengakibatkan perubahan sistem
biofisik, dan sebagainya (Rambo 1983). Perubahan hubungan interaksi antara
manusia dan lingkungannya dapat disebabkan oleh faktor internal seperti
pertambahan penduduk, juga faktor eksternal, misalnya pembangunan dan
kebijakan pemerintah, serta perkembangan ekonomi pasar (Iskandar 2001).
Dalam melakukan pendekatan pada penelitian hubungan antara
masyarakat dan lingkungannya Vayda (1983) menolak adanya pandangan
homogenitas ekologi dan sosial budaya. Ia menekankan pelunya memusatkan
perhatiannya pada keanekaragaman serta bagaimana individu-individu yang
berbeda atau kelompok-kelompok yang berperan di dalamnya beradaptasi
terhadap keseluruhan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, misalnya: adat
kebiasaan, teknologi, kelembagaan masyarakat dan kepercayaannya. Para
peneliti diharapkan memprioritaskan penelitiannya untuk mengidentifikasi nilai-
nilai mengenai alam lingkungannya, dan menunjukkan bagaimana perilaku
masyarakat dapat mempengaruhi keharmonisan hubungan dengan
lingkungannya.
Pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis pengetahuan dan teknologi
modern yang lebih menekannya orientasi ekonomi jangka pendek, ternyata
banyak mengalami kegagalan bahkan sering menimbulkan kerusakan
lingkungan. Oleh karena itu berbagai kalangan mulai berpaling pada sistem
budaya lokal (Adimihardja 2008). Kearifan tradisi yang tercemin dalam
pengetahuan dan teknologi lokal di berbagai daerah secara dominan masih
diwarnai nilai-nilai kearifan sebagaimana tampak dari cara-cara mereka
melakukan praktek-praktek konservasi, managemen dan eksploitasi sumberdaya
alam. Sehingga menjamin ketersediaan secara berkesinambungan dari sumber
alam yang ada.
Tingkat pengetahuan yang dicapai suatu kelompok masyarakat berasal
dari akumulasi dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan
kondisi alam sekitarnya berjalan lama dan umumnya mereka memiliki tatanan
24
yang telah disepakati dan dilaksanakan bersama dalam menjaga keseimbangan
dengan alam lingkungan sekitar (Soedjito & Sukara 2006; Purwanto 2007).
Pengetahuan mengenai tatanan, aturan atau pranata sosial yang berlaku di
masyarakat tersebut kita kenal sebagai pengetahuan tradisional atau indigenous
knowledge. Menurut Adimihardja (2008) pengertian indigenous knowledge
meliputi Sistem Pengetahuan dan Teknologi Lokal (STPL), yang didefinisikan
sebagai suatu pengetahuan yang tumbuh dan berkembang secara lokal,
merupakan perkembangan dari bagian keseluruhan masyarakat lokal. Dasar-
dasar pengetahuan itu bersumber dari nilai-nilai tradisi dan adaptasi dengan
nilai-nilai dari luar.
Pengetahuan secara turun-temurun yang dimiliki oleh masyarakat untuk
mengelola lingkungan hidupnya, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku
sebagai hasil dari adaptasi mereka terhadap lingkungan yang mempunyai
implikasi positif terhadap kelestarian lingkungan melahirkan suatu konsep
Kearifan tradisional. Dove (1985) mendefinisikan kearifan tradisional sebagai
seperangkat nilai budaya, pengetahuan, aturan, kepercayaan, tabu, sanksi,
upacara dan sejumlah perilaku budaya yang arif dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam. Masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
kearifan tersebut, sehingga tidak sedikit sumberdaya alam yang dapat
dipertahankan.
Pengetahuan lokal memberikan informasi yang berharga bagi kita untuk
memahami aspek-aspek ekologi lansekap serta kekayaan sumberdaya hayati di
sekitar mereka (Raynor & Kostka 2003). Dewasa ini banyak pengetahuan lokal
mengenai pemanfaatan tumbuhan dan hewan yang hilang sebelum dicatat dan
ketahui peneliti. Di lain pihak timbul gerakan kembali ke alam (Back to nature)
diantaranya upaya memanfaatkan kembali sumberdaya nabati alami, misalnya
penggunaan obat tradisional, kosmetik, pewarna dan lain-lain. Hal ini
menunjukkan pentingnya pengetahuan pemanfaatan tumbuhan dan hewan
tersebut secara tradisional, dan informasi tersebut merupakan informasi yang
sangat berharga untuk pelestarian pemanfaatan keanekaragaman sumberdaya
hayati dan lingkungannya.
Pengetahuan tradisional sering dianggap tidak ilmiah, karena belum dapat
dijelaskan secara kuantitatif, terukur oleh metode penelitian. Padahal dalam
kehidupan nyata pengetahuan tradisional terbukti mampu menyelesaikan
kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat tradisional melestarikan
25
sumberdaya dan menghindari over konsumsi melalui aturan tabu atau sistem
kepercayaan lainnya. Pengelolaan ruang dan lahan dilembagakan dalam sistem
adat yang dipegang teguh serta dipatuhi oleh segenap masyarakat anggotanya.
Sehingga tercipta kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam karena
kesimbangan ekologi tetap terjaga (Soedjito & Sukara 2006).
Upaya untuk menjaga keseimbangan antara sumberdaya alam dengan
lingkungannya dilakukan dengan konservasi. Konservasi alam diartikan sebagai
upaya pengelolaan yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan biosfer
sehingga dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya dan berkelanjutan
bagi kehidupan generasi manusia. Upaya ini bertujuan memelihara dan
mempertahankan potensi alam agar dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi
generasi mendatang. Pengertian konservasi tersebut mencakup perlindungan,
pemeliharaan, pemanfaatan secara berkelanjutan, restorasi dan penguatan
lingkungan alam (IUCN 1980). Selain itu ditekankan bahwa konservasi alam tidak
bertentangan dengan pemanfaatan beranekaragam jenis, varietas dan ekosistem
bagi kepentingan manusia selama pemanfaatan tersebut dilakukan secara
berkelanjutan.
Tujuan konservasi adalah terjaminnya kebutuhan dasar material, spiritual
dan budaya masyarakat baik kualitas maupun kuantitasnya secara lestari dan
berkesinambungan (Setiadi 2007). Tujuan tersebut dapat dicapai dengan
melakukan upaya: (1) menjamin kelestarian manfaat sumberdaya alam bagi
masyarakat dalam pembangunan berkesinambungan; (2) menjamin
terpeliharanya keanekaragaman jenis dan sumber plasma nutfah; (3) menjamin
terpeliharanya kelangsungan proses-proses ekologi yang esensial dan sistem
pendukung kehidupan; (4) meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya
konservasi sumberdaya alam.
Penerapan konservasi alam yang menekankan pada aspek perlindungan
alam fisik semata-mata, tanpa melibatkan aspirasi dan kepentingan sosial
ekonomi dan budaya penduduk sekitar, cepat atau lambat akan menemui
kesulitan. Konservasi semacam itu tidak mungkin dapat mewujudkan tujuan
mulianya, yaitu pembangunan berwawasan lingkungan dan memberikan manfaat
secara adil kepada segenap lapisan masyarakat.
27
3 KEADAAN UMUM LOKASI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Deskripsi Dusun/Desa Penelitian
Lokasi penelitian meliputi 5 lokasi pada 7 dusun di lingkungan pemukiman
masyarakat Samin, mencakup 4 kabupaten yakni: Kabupaten Kudus,
Kabupaten Pati dan Kabupaten Blora di propinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten
Bojonegoro propinsi Jawa Timur (Gambar 5). Dusun tersebut dipilih karena (a)
merupakan tempat tinggal/pemukiman masyarakat Samin; (b) mayoritas
penduduknya hidup bertani; (c) masih terdapat tokoh Samin, generasi tua, atau
informan lokal yang memahami tentang lingkungan dan sumberdaya alam di
tempat tersebut Letak dusun studi dan posisi geografis kabupaten ditampilkan
pada Tabel 1.
Gambar 5 Peta lokasi penelitian masyarakat Samin
Tambak Sumber Blora
Larikrejo dan Kaliyoso Kudus
Ngawen dan Bombong Pati
Klopoduwur Blora
Jepang Margomulyo Bojonegoro
28
Tabel 1 Lokasi penelitian Masyarakat Samin
Kabupaten Posisi geografis Nama Desa/Dusun Kudus, Jawa Tengah
Bujur Timur: 110o36’ - 110o
Lintang Selatan 650’
o51’ - 7o
• Dusun Larikrejo, Desa Larikrejo, Kec. Undaan
16’ • Dusun Kaliyoso, Desa Karangrowo Kec. Undaan
Pati, Jawa Tengah
Bujur Timur:1100, 50’–1110
Lintang Selatan: 6
, 15’
0, 25’– 70
• Dusun Bombong, Desa Baturejo, Kec. Sukolilo
,00’ • Dusun Ngawen, Desa.
Sukolilo, Kec. Sukolilo Blora, Jawa Tengah
Bujur Timur: 111016’ - 1110
Lintang Selatan 6
38’
0 52’ - 70
• Dusun Klopoduwur, Desa Klopduwur Kec. Banjarejo
24
• Dusun Tambak, Desa Sumber, Kec. Kradenan
Bojonegoro, Jawa Timur
Bujur Timur : 111º25'- 112º09' Lintang Selatan : 6º59' - 7º37'
• Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kec. Margomulyo
3.1.1 Dusun Larikrejo dan dusun Kaliyoso
Desa Larikrejo dan dusun Kaliyoso termasuk dalam wilayah di Kecamatan
Undaan, Kabupaten Kudus (Gambar 6). Desa tersebut berjarak sekitar 7 km dari
Ibu Kota Kecamatan dan sekitar 13 km jarak dari Ibu Kota Kabupaten. Untuk
menunju ke lokasi tidak ada jalur angkutan umum. Jalan desa sebagian sudah
beraspal dan jalan makadam. Kondisi jalan bisa dilewati kendaraan beroda
empat.
Topografi desa datar dengan kemiringan lahan 0-20
3.1.2 Dusun Bombong dan Ngawen
. Desa Larikrejo dan
Kaliyoso dahulu merupakan rawa-rawa, sebagian lahan desa merupakan sawah
yang sering tergenang air. Luas lahan desa Larikrejo 222.26 ha dan Karangrowo
1100.26. Sebagian besar merupakan lahan sawah 61.71% (Larikrejo) dan
81.75% (Karangrowo). Tegalan 32.17% (Larikrejo) dan 13.58% (Karangrowo),
serta sisa lahan berupa pekarangan 6.13% di Larikrejo dan 4.65% di desa
Karangrowo (BPS Kudus 2010).
Masyarakat Samin di Kabupaten Pati sebagian besar tinggal di dusun
Bombong dan dusun Ngawen, Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo kabupaten
Pati. Kecamatan Sukolilo terletak 27 km ke arah barat daya dari Ibu Kota
Kabupaten Pati. Sebelah utara dibatasi Kabupaten Kudus, Sebelah selatan dan
barat dibatasi Kabupaten Grobokan dan Sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Kayen. Luas wilayah ± 15 973.9 ha, terdiri dari 7 245 ha lahan sawah
dan 8.619 Ha lahan bukan sawah (BPS Pati 2009).
29
Dusun Bombong secara administrasi termasuk pada Desa Baturejo dan
dusun Ngawen termasuk dalam desa Sukolilo (Gambar 7). Jarak ke Ibu Kota
Kecamatan kurang dari 1 km dan sekitar 15 km dari Ibu Kota kabupaten Pati.
Gambar 6 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Larikrejo dan Karangrowo Kecamatan Undaan Kudus.
Larikrejo
Kaliyoso
30
Gambar 7 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Baturejo dan Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati 3.1.3 Dusun Klopoduwur
Desa Klopoduwur terletak lebih kurang 7 km ke arah Selatan dari Ibukota
Kabupaten Blora. Secara administratif desa Klopoduwur termasuk dalam
kecamatan Banjarejo kabupaten Blora. Bagian utara berbatasan dengan desa
Gedongsari, bagian barat berbatasan dengan desa Sumber Agung, bagian
selatan dengan desa Sidomulyo dan bagian Timur dengan desa Ngampon dan
Bombong
Ngawen
31
Jepang Rejo (Gambar 8). Untuk menuju desa ini terdapat akses jalan beraspal
yang sudah dilalui jalur angkutan bus ke arah Randublatung. Topografi daerah ini
adalah datar dan berombak, berada pada ketinggian 75 m dpl. Luas wilayah
desa Klopoduwur adalah 687.70 hektar. Berdasar penggunaan lahan paling luas
adalah hutan Negara 43.49%; ladang/tegalan 27.80%; pekarangan dan sawah
sekitar 10% dan hutan rakyat 7.6% (BPS Pati 2009).
Gambar 8 Peta administrasi dan penggunaan lahan desa Klopoduwur
Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora
32
3.1.4 Dusun Tambak Dusun Tambak secara administratif termasuk dalam wilayah desa
Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora (Gambar 9). Desa ini terletak
lebih kurang 40 km arah Barat dari kota Blora. Untuk mencapai desa ini terdapat
jalan beraspal yang dilalui jalur angkutan bus ke arah Randublatung. Luas desa
Sumber 1 369 395 hektar, sebagian besar berupa sawah (41.63%), lainnya
adalah pekarangan 33.89% dan tegalan 24.49%. Jenis tanahnya adalah Aluvial.
Desa ini berada pada ketinggian 52 m dpl, topografi datar (BPS Pati 2010).
Gambar 9 Peta administrasi dan penggunaan lahan desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora
Tambak
33
3.1.5 Dusun Jepang Dusun Jepang secara administrasi terletak pada Desa Margomulyo,
Kecamatan Margomulyo, Kab. Bojonegoro Jawa Timur (Gambar 10). Desa
Margomulyo berada pada daerah perbukitan dengan ketinggian sekitar 151 dpl,
topografi sebagian besar datar (95%) dan sebagian lainnya berombak berbukit.
Luas Desa Margomulyo adalah 1 208 ha. Penggunaan lahan paling besar adalah
sebagai hutan produksi (55.15%), lahan pekarangan 20.77%; tegalan 14. 23%
dan sawah 10.10% (BPS Bojonegoro 2009).
Gambar 10 Peta administrasi dan penggunaan lahan Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro
34
Dusun ini agak terisolir karena terletak di tengah kawasan hutan jati. Tidak
ada angkutan umum menuju dusun ini, tetapi sudah terdapat jalan beraspal,
sehingga cukup memudahkan mobilitas penduduk dusun. Dusun Jepang
berjarak sekitar 5 km dari ibu kota kecamatan, 65 km dari ibu kota kabupaten.
Desa Margomulyo berada di tepi jalan kabupaten yang menghubungkan ibu kota
Bojonegoro dengan kota Ngawi.
3.2 Geologi dan Tanah
Fisiografi daerah Kudus, Blora Jawa Tengah dan Bojonegoro Jawa Timur,
dibedakan menjadi tiga lajur yang membentang arah barat-timur yaitu Lajur
Rembang di bagian utara, Lajur Randublatung di tengah dan Lajur Kendeng di
bagian selatan (Van Bemmelen 1949). Lajur Rembang terdiri dari pegunungan
lipatan berbentuk antiklinorium yang memanjang arah barat-timur, memanjang
dari utara Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban dan berakhir di P. Madura
(Suwarti & Wikanto 1992). Lajur Kendeng bagian utara berbatasan dengan
depresi Randublatung, sedang bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona
Solo). Zona Kendeng merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu
Utara yang berkembang di Jawa Tengah.
Bagian utara antiklinorium Rembang mengandung formasi batuan berumur
Miosen Awal telah mengalami pengangkatan dan erosi. Suatu kelompok antiklin
yang terdapat di bagian selatan dikenal sebagai Zona Rembang tengah dan
selatan, sering disebut sebagai Cepu Trend
Secara umum daerah kajian terdiri dari dataran rendah dan perbukitan
bergelombang, dan pegunungan terjal dengan ketinggian 0 sampai dengan 650
m. Berdasar bentang alam daerah kajian dapat dibagi menjadi empat satuan
morfologi yaitu: dataran rendah, perbukitan bergelombang, karst, dan
pegunungan (Kadar & Sudiyono 1994).
. Batuan tertua yang tersingkap di
bagian ini berumur Miosen Akhir, kebanyakan mengandung minyak. Batuan
yang berfungsi sebagai reservoar hidrokarbon yang utama di daerah Rembang
adalah batu pasir Ngrayong (Miosen Tengah) sedang penyumbat atau (seal) nya
adalah batu lempung Wonocolo yang berumur Miosen Akhir.
Berdasar peta geologi lembar Rembang, dataran rendah mencapai 45%,
ketinggian antara 0 hingga 50 m dpl. Dataran rendah menempati daerah dari
pantai utara, hingga dataran rendah di Pati. Dataran ini terutama terdiri dari
endapan Alluvial dan batu lempung. Satuan morfologi yang terbentuk umumnya
35
berupa lahan sawah. Sedang pada peta geologi lembar Bojonegoro
(Pringgoprawiro & Sukido 1992), morfologi dataran rendah pada Lajur
Randublatung merupakan daerah aliran bengawan Solo. Sepanjang aliran
Bengawan Solo umumnya ditempati satuan batuan lempung dari endapan banjir.
Aliran sungai umumnya berkelok-kelok dan bermeander.
Daerah Perbukitan pada lembar geologi Rembang berketingian antara 50-
300 m dpl. Menempati daerah selatan Rembang, Blora, Jepon, Ngawen dan
Todanan. Satuan morfologi ini dibentuk oleh batuan sedimen Formasi Tawun,
Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Lidah (Kadar & Sudijono 1992). Sedang pada
lembar Bojonegoro, daerah perbukitan ketinggian 150-350 m dpl, ditandai
dengan puncak-puncak bukit kasar, lereng agak landai sampai curam. Satuan ini
biasanya ditempati batuan sedimen napal, batugamping dan batupasir.
Daerah karst berketinggian antara 100-500 m dpl, dicirikan oleh perbukitan
kasar, terjal, bukit-bukit kerucut, gua-gua dan sungai dalam tanah. Satuan
morfologi ini menempati daerah pegunungan Kendeng Sukolilo. Satuan batuan
yang menyusunnya adalah batu gamping formasi Bulu, yang berumur Miosen
Tengah dan formasi Pasiran yang berumur Pliosen-Plistosen. Daerah ini
umumnya ditumbuhi rerumputan dan digunakan sebagai ladang.
Kondisi tanah merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
penyebaran vegetasi. Ada lima faktor utama dalam pembentukan formasi tanah,
lithologi, iklim, topografi, makhluk hidup dan waktu. Berdasar peta tanah
Indonesia (Bakosurtanal 1999) (Gambar 11) sebagian besar wilayah Pati, Blora
dan Bojonegoro mempunyai jenis tanah dominan pada kelompok tanah
Haplustoll, Ordo Mollisol (setara Andosol). Sebagian kecil di daerah rendah
Kudus, Pati dan Blora mempunyai tipe tanah Inseptisol (setara tanah Latosol
dan Aluvial)
Bahan induk tanah Mollisol (Andosol) berasal dari bantuan gamping
(limestone). Tergolong tanah berpelapukan lanjut berwarna coklat tua sampai
hitan, miskin unsur hara P dan K, kaya bahan organik dan basa (kation). Ada
yang mempunyai horison argilik (berat) atau kalsik (berkapur). Penyebarannya di
daerah beriklim kering dari bahan volkan maupun non volkan. Sebagian
tanahnya jenuh air, beriklim lembab, dan mengandung kapur. Potensinya
sangat tergantung dari kedalaman tanah dan lereng. Tanah dalam dan topografi
datar mempunyai potensi yang lebih tinggi dari pada tanah dangkal dan topografi
berlereng curam.
36
Tanah pada dataran rendah di Pati, Kudus dan Blora umumnya
mempunyai tipe tanah Inseptisol (latosol, alluvial). Tanah Inseptisol tergolong
masih muda, teksturnya lebih halus dari pasir halus berlempung. Bahan asal
bervariasi dan penyebarannya dari dataran rendah sampai pegunungan dengan
iklim basah sampai kering. Sifat tanah sangat bervariasi, dari sangat miskin
sampai kaya unsur hara, tergantung sifat bahan asal dan keadaan
lingkungannya.
Gambar 11 Peta tanah pada lokasi penelitian (Sumber : Bakosurtanal 1999)
3.3 Iklim dan Curah Hujan Iklim mengalami fluktuasi sepanjang masa. Variasi iklim tahunan yang
dialami di Jawa dan Bali sekarang ini merupakan akibat dari osilasi massa udara
di dalam kawasan tropis (Whitten et al. 1999). Osilasi disebabkan pergerakan
matahari antara garis balik utara dan garis balik selatan melintasi garis
katulistiwa setiap bulan.
Iklim berpengaruh penting dalam distribusi tumbuhan, perbedaan yang
relative kecil berpengaruh besar. Distribusi tipe vegetasi di jawa dan Bali sangat
dipengaruhi jumlah bulan kering dan curah hujan. Faktor ini digunakan untuk
memetakan distribusi tipe vegetasi alami. Bulan kering curah hujan kurang dari
60 mm, bulan basah adalah bulan dengan curah hujan lebih dari 100mm.
Klasifikasi iklim berkaitan erat dengan zona vegetasi.
Andosol
Latosol, alluvial
37
Klasifikasi iklim yang banyak dipakai adalah yang dibuat oleh Schmidt dan
Ferguson (1951) yang didasarkan atas nisbah bulan kering terhadap bulan basah
(disebut Q) yang nilainya dinyatakan dengan persen. Bulan kering adalah bulan
dengan curah hujan kurang dari 60mm, sedang bulan basah adalah bulan
dengan curah hujan lebih dari 100 mm (Whitten et al. 1999). Klasifikasi ini terdiri
dari enam kategori (Tabel 2 ).
Tabel 2 Enam kategori iklim di Jawa dan Bali
Tipe iklim Kategori Persen Q Lembab A Q=0-14% Agak musiman B Q=14-33% Musiman C Q=33-60% Musiman D Q=60-100% Sangat musiman E Q=100-167% Sangat musiman F Q=167-100% Sumber: Schmidt & Ferguson 1951, Whittmore 1984
Curah hujan merupakan variabel ekologis terpenting, karena berkaitan
langsung dengan pertumbuhan tanaman. Bagian Jawa Timur lebih kering
dibanding Jawa bagian barat. Wilayah Jawa memiliki iklim tropis. Curah hujan di
Pulau Jawa bagian barat cenderung lebih tinggi dari pada Jawa bagian timur. Di
Jawa Tengah curah hujan tahunan rata-rata 2000 mm, dan suhu rata-rata 21-
320C. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di Nusakambangan
bagian barat, dan sepanjang Pegunungan Serayu Utara. Daerah dengan curah
hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah
Blora dan sekitarnya serta di bagian selatan Kabupaten Wonogiri.
Jawa Timur memiliki iklim tropis basah, dibandingkan dengan wilayah
Pulau Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan yang
lebih sedikit. Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan
selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar antara 21-34 °C.
Gambaran iklim dan cuaca selama lima tahun (1995-1999) di lokasi
penelitian di lakukan dengan pengambilan data sekunder dari BMKG pada
stasiun klimatologi terdekat. Retata Curah hujan tahunan selama lima tahun
bervariasi, kurang dari 50mm di daerah Bojonegoro, dan sekitar 150 mm di Pati,
Kudus dan Blora. Curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari (Gambar
12). Rerata kelembaban udara sekitar 80%, kecuali di Bojonegoro hampir 95%
(Gambar 13). Rerata suhu udara tahunan berkisar antara 25-31oC (Gambar 14).
38
Gambar 12 Rata-rata curah hujan di wilayah penelitian (tahun 2005-2009)
Gambar 13 Rata-rata kelembaban udara di wilayah penelitian (tahun 2005-2009)
Gambar 14 Rata-rata suhu udara di wilayah penelitian (tahun 2005-2009)
39
3.4 Sumberdaya Biologi
Distribusi tumbuhan dan hewan sangat dipengaruhi oleh sejarah geologi
dan sejarah iklim (terutama fluktuasi iklim di daerah tersebut). Distribusi flora di
Indonesia terbentuk karena peristiwa geologis yang terjadi jutaan tahun yang
lalu. Flora Indonesia dipisahkan oleh garis Wallace menjadi genera Asian
(Laurasia) dan Australasian (Godwana). Garis ini merupakan batas antara flora
bagian barat dan bagian timur Indonesia. Pulau Jawa terletak di bagian barat
garis Wallace, lokasi biografi ini sangat menentukan karakteristik flora dan fauna
di Jawa.
Berdasar distribusi tipe ekosistem dan ciri spesies di Indonesia, para ahli
membagi wilayah Indonesia menjadi tujuh wilayah biogeografi, yakni: 1) Sumatra
dan pulau pulau lepas pantainya; 2) Jawa dan Bali; 3) Kalimantan; 4) Sulawesi
dan pulau pulau lepasnya; 5) Nusa tenggara; 6) Maluku; dan 7) Papua.
Jawa memiliki kurang lebih setengah dari 580 marga tumbuhan yang ada
di kawasan Malesia. Pada pulau Jawa terdapat sedikitnya 10 suku yang menjadi
ciri khas hutan basah di Kawasan Sunda, yaitu famili Sapotaceae, Palmae,
Myristicaceae, Ebenaceae, Annonaceae, Gesneriaceae, dan Dipterocarpaceae,
sedang di Borneo 267 suku (155 endemik) di Sumatra 105 suku (11 endemik)
(Ashton 1982). Flora pegunungan di Jawa dan Bali banyak memiliki keterkaitan
dengan yang ada di Sumatra, tetapi sangat berbeda dengan yang ada di Borneo
(Whitten et al. 1999).
Jawa Barat paling kaya flora asli (3882 jenis), diikuti Jawa Tengah (2581
jenis) dan Jawa Timur (2717 jenis). Jawa Barat memiliki bagian terbesar dari
jenis flora yang tidak terdapat di jawa Tengah, diikuti oleh Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Tumbuhan yang tahan terhadap kekeringan lebih umum terdapat di
utara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Perbedaan flora di Jawa bagian barat dan bagian timur sebagian besar
ditentukan oleh perbedaan iklim (Van Steenis 2006). Bentang alam pulau Jawa
dan Bali yang memanjang memungkinkan iklim yang berbeda antara wilayah
Jawa bagian barat dengan Jawa bagian timur. Curah hujan di pulau Jawa bagian
barat cenderung lebih tinggi daripada Jawa bagian timur sampai ke Bali.
Perbedaan menyebabkan sebaran vegetasi yang berbeda.
Jawa Barat dengan curah hujan yang cukup tinggi mempunyai beberapa
kawasan vegetasi hutan hujan tropik. Sedang hutan bagian utara Jawa Barat
sampai bagian utara Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur, mempunyai curah
40
hujan yang kurang, sehingga jenis vegetasi yang biasa terdapat daerah ini
menjadi ciri khas adalah jenis tumbuhan meranggas, misalnya pohon jati.
Kawasan hutan jati ini membentang dari Alas Roban di Jawa Tengah, Jepara,
Pati, Rembang , Blora, Ngawi sampai Bojonegoro Jawa Timur.
Hutan alam di Jawa secara komersial tidak ada lagi dan hampir semua
kegiatan kehutanan terbatas pada hutan tanaman. Hutan tanaman di Jawa di
dominasi oleh jati (Tectona grandis) (Whitten et al. 1999). Semua hutan tanaman
di Jawa dikelola oleh Perhutani. Jati tumbuh baik di daerah bulan kering 4-7
bulan, pada ketinggian di atas permukaan laut sampai 700 m. Selain pohon jati
terdapat jenis lain yang di tanam sesuai dengan kondisi lahan dan tujuan. Jenis
tersebut misalnya mahoni (Swietenia spp), sonokeling (Dalbergia latifolia),
kesambi (Shleichera oleosa).
Lokasi penelitian yang terletak di Jawa Tengah bagian utara dan Jawa
Timur yang berbatasan dengan Jawa Tengah, sebagian merupakan zona
dataran rendah yang merupakan kawasan pertanian dan pemukiman, sehingga
jenis tumbuhan yang mendominasi adalah jenis tanaman budidaya antara lain:
padi, jagung, kedelai, pisang, singkong. Selain itu terdapat tanaman perkebunan
misalnya jati, mahoni, kelapa, magga, bambu (Bappedal Jateng 2004).
Pekarangan masyarakat didominasi oleh jenis-jenis tanaman pohon.
Tanaman ini terdiri dari berbagai jenis, fase pertumbuhan dan ketinggian yang
berbeda. Tanaman yang paling umum dibudidayakan adalah buah-buahan
seperti mangga, nangka, pepaya, pisang yang membentuk lapisan tajuk yang
hijau. Lapisan di bawahnya adalah tanaman pangan seperti jagung dan ketela
pohon. Di dekat permukaan tanah biasanya ditanami berbagai tanaman sayuran
seperti talas, ubi jalar, cabe, bayam dan tanaman rempah serta obat. Berdasar
jumlah jenis dan varietas yang ada, memperlihatkan bahwa pekarangan
merupakan sumber plasma nutfah yang sangat penting dan dinamis (Whitten et
al. 1999). Dengan keragaman jenis yang sangat tinggi setiap hari ada jenis yang
bisa dipanen untuk kebutuhan sendiri atau di jual. Selain tanaman pangan
terdapat berbagai jenis tanaman obat tradisional, tanaman penunjuk musim dan
tanaman yang mempunyai nilai sejarah atau nilai magis.
Kondisi fauna di Jawa juga paling miskin di banding kepulauan besar
lainnya Seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi atau Papua. Mamalia asli dari
Jawa 137 jenis, 22 jenis merupakan jenis endemik. Tercatat lebih dari 430 jenis
41
burung, 30 jenis diantaranya bersifat endemik. Whitten & Mc Carthy (1993)
mencatat 87 jenis ular, 42 jenis kadal, cicak dan biawak; serta 36 Ampibi.
Jenis satwa liar yang terdapat di wilayah Jawa Tengah antara lain:
Mamalia: babi hutan, bajing, garangan, kalong, kera ekor panjang, musang;
Aves: burung madu, sriganti, cinenen, kapasan, kutilang, srigunting, manyar,
peking, prenjak sisi merah, tengkek dll. Jenis reptil antara lain: ular koros (Ptyas
coros), gadung, phyton (Bappedal Jateng 2004). Jenis ternak yang dipelihara
terutama adalah sapi, kerbau, kambing, ayam, bebek.
3.5 Kondisi Sosial Budaya
3.5.1 Jumlah Penduduk, Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Masyarakat Samin hidup di pedesaan bersama masyarakat non Samin.
Namun umumnya penduduk Samin membentuk komunitas sendiri dan tinggal
berdekatan dengan sesama penganut Samin. Berdasar penelusuran dari
beberapa referensi dan sumber diperoleh jumlah penganut Samin yang ada di
desa lokasi penelitian sekitar 1464 jiwa, meliputi sekitar 420 Kepala keluarga
(Tabel 3 )
Tabel 3 Jumlah penganut ajaran Samin di desa penelitian
Dusun/desa Jumlah KK Laki -laki
Perempuan Jumlah individu
Larikrejo dan Kaliyoso 76 125 119 241 Bombong dan Ngawen 234 405 389 791 Klopoduwur 29 56 54 110 Tambak 31 49 51 110 Jepang 50 105 95 202
Jumlah 420 740 724 1464
(Sumber: data primer dan data sekunder, diolah dari beberapa sumber)
Tingkat pendidikan komunitas Samin masih rendah. Sebagian besar
tidak mengenyam pendidikan formal (Tabel 4 dan Gambar 15). Bagi sebagian
penganut Samin pendidikan formal dianggap sebagai pantangan. Karena masih
ada anggapan bahwa pendidikan merupakan budaya peninggalan penjajah
Belanda. Alasan lain bahwa pekerjaan mereka sudah jelas menjadi petani maka
tidak perlu ijasah untuk mencari pekerjaan. Pendidikan yang utama bagi mereka
adalah pendidikan keluarga. Materi pendidikan yang paling penting adalah
berperilaku baik dengan menerapkan ajaran Samin dan praktek bertani di sawah
42
sebagai penghidupan mereka. Rumah dan sawah merupakan sekolah yang
sebenarnya bagi mereka.
Tabel 4 Tingkat pendidikan penduduk Samin Dusun Blm/tdk
sekolah Tamat SD Tamat
SMP Tamat SMA
Jumlah
Kaliyoso 146 17 5 2 170 Larikrejo 52 15 67 Bombong 717 717 Ngawen 54 54 Tambak 105 2 107 Klopoduwur 23 41 36 20 120 Jepang 76 71 40 15 202
1173 146 81 37 1437
Sebagian masyarakat Samin sudah terbuka dengan pendidikan formal,
seprti yang terjadi di Desa Koloduwur Blora dan Margomulyo Bojonegoro.
Sebagian besar generasi mudanya sudah sekolah formal Sekolah Dasar, bahkan
sampai tamat SMA. Tetapi tidak jarang yang hanya sampai kelas 3 atau 4 SD,
sekedar untuk bisa baca tulis, misalnya pada anak-anak Samin di Sumber Blora.
Setelah itu mereka tidak lagi bersekolah, dan membantu orangtua mereka
bekerja di Sawah.
Gambar 15 Persentase tingkat pendidikan penduduk Samin
Jenis mata pencaharian mayoritas penduduk di lingkungan masyarakat
Samin bekerja sebagai petani, sebagai petani penggarap lahan sendiri atau
petani buruh (Gambar 16). Pekerjaan lain yang persentasenya cukup besar
adalah sebagai buruh industri (7%), terutama pada penduduk Kaliyoso dan
penduduk desa Sukolilo; serta sebagai buruh bangunan terutama penduduk
43
desa Sukolilo. Penduduk yang menekuni pekerjaan lain misalnya sebagai
peternak, pengrajin penjahit jumlah yang kurang dari 1%. Pekerjaan berdagang
dianggap sebagai pantangan bagi sebagian komunitas Samin, karena
mengambil untung dari barang yang diperjualikan merupakan suatu tindakan
tidak jujur.
Gambar 16 Persentase mata pencaharian penduduk masyarakat Samin
5.3.2 Adat Kebiasaan Masyarakat Samin Adat istiadat masyarakat Samin tidak jauh berbeda dengan masyarakat
Jawa non Samin. Kebiasanya yang menonjol adalah gotong-royong, hampir
seluruh aspek kehidupan sosial mereka diwarnai dengan kebersamaan, antara
lain dalam membagun rumah, mengerjakan sawah, dan dalam kegiatan hajatan
khusus misalnya kelahiran bayi, pernikahan, kematian dan lain-lain. Gotong
royong ini mereka lakukan bukan hanya pada kalangan masyarakat Samin
sendiri, namun juga terhadap masyarakat umum. Gotong-royong ini menjadi
penciri yang kuat bagi masyarakat Samin yang umumnya masih tinggal di
pedesaan (Tashadi et al. 1998).
Dalam pelaksanaan tradisi berkaitan dengan proses kehidupan seperti
selamatan kelahiran, perkawinan, tujuh bulanan, kematian, dan lain-lain,
prosesnya sudah lebih sederhana dibanding masyarakat Jawa pada umumnya.
Hajatan tersebut biasanya diwujudkan dalam bentuk kenduri (brokohan), dengan
hidangan berupa nasi dan lauk pauk. Berkumpul bersama dan didoakan oleh
orang yang dituakan. Tidak ada ritual khusus dan tidak ada sesaji yang harus
disiapkan. Kebiasaan ini agak berbeda dengan masyarakat Jawa di pedesaan
yang umumnya masih punya banyak ritual dan sesaji untuk mengadakan suatu
hajatan.
44
Masyarakat Samin juga mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan
masyarakat lain terutama dalam hal perkawinan dan kematian (Soekanwo 1968;
Djokosoewardi 1969). Perkawinan masyarakat Samin dilakukan dalam
beberapa tahapan. Dua tahapan yang penting adalah pasuwitan dan paseksen.
Pasuwitan adalah proses dimana calon pengantin laki-laki diantarkan ke tempat
calon mempelai perempuan untuk nyuwito (membantu pekerjaan keluarga calon
mertua perempuan). Paseksen, adalah acara persaksian bahwa calon penganten
sudah menjalani tatanan sikep rabi (perkawinan). Pernikahan (ijab qabul) cukup
dilakukan oleh orang tua kedua belah pihak, tanpa penghulu. Kemudian mereka
mengadakan hajatan dengan mengundang sanak kerabat baik warga Samin
maupun bukan. Hajatan pernikahan ini dalam istilah masyarakat Samin di Blora
dan sekitarnya disebut disebut adang akeh1
Kematian bagi orang Samin bukan sesuatu yang menyedihkan, mereka
mennyebutkan sebagai salin sandangan
. Sedang bagi masyarakat Kudus,
hajatan perkawinan ini hanya disebut brokohan atau slametan.
2
Dalam komunikasi sehari-hari diantara orang Samin, maupun dengan
orang bukan Samin, mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko
. Pada awalnya tidak ada perlakuan
khusus terhadap jenasah orang Samin. jenasah dimakamkan dengan pakaian
yang dikenakan ketika meninggal. Namun dalam perkembangannya sekarang
sudah banyak mengikuti cara Islam, misalnya dengan memandikan dan
mengkafani jenasah. Tidak ada tempat pemakaman pemakaman khusus bagi
orang Samin, biasanya dimakamkan di pemakaman umum.
5.3.3 Simbol dan Identitas Bahasa
3
Mereka tidak mengenal tingkatan
, yakni bahasa
jawa yang sederhana dan bersahaja. Mereka tidak mau mempelajari dan
menggunakan bahasa selain bahasa Jawa. Menurut mereka orang Jawa harus
berbahasa Jawa dan tidak pantas menggunakan bahasa asing. Hal demikian
terbawa dari sikap mereka yang menentang pemerintah kolonial Belanda
(Munfangati et al. 2004).
bahasa Jawa, bagi mereka menghormati
orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tetapi dari sikap dan perbuatan yang
ditunjukkannya. Manusia hidup mempunyai kedudukan dan tingkatan yang sama. 1 Memasak nasi dalam jumlah besar, istilah untuk menggambarkan sedang punya hajatan besar, atau perkawinan 2 Orang meninggal ibaratnya seperti berganti pakaian 3 Tingkatan bahasa Jawa untuk rakyat biasa
45
Dalam pergaulan sehari-hari dengan siapapun, mereka menyebut sedulur
(saudara), sekalipun terhadap para priyayi (bangsawan), pejabat, orang kaya
atau orang miskin.
Dalam perkembangannya sekarang, masyarakat Samin sudah bisa
menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar. Bila berkomunikasi dengan orang
yang tidak sefaham mereka tidak menggunakan bahasa bahasa Jawa ngoko,
tetapi mereka menggunakan bahasa kromo andhap. Bahkan sebagian dari
mereka terutama generasi muda, bisa berbahasa Indonesia, tetapi dalam
percakapan dengan sesama orang Samin maupun bukan Samin mereka selalu
menggunakan bahasa Jawa.
Pakaian
Dalam keseharian tidak ada pembeda yang jelas antara masyarakat Samin
dengan non Samin. Pada saat acara tertentu, misalnya hajatan, perkawinan,
menghadiri suatu undangan mereka menggunakan pakaian khusus berwarna
hitam. Untuk laki-laki menggunakan baju lengan panjang tidak memakai krah,
berwarna hitam. Celana kolor hitam, ukuran panjang sampai bawah lutut,
memakai ikat kepala (iket atau udeng) . Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya
lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata
kaki.
5.3.4 Sistem kekerabatan Kekerabatan merupakan kelompok sosial yang anggotanya terikat karena
keturunan yang sama. Kelompok semacam itu yang terbentuk sebagai hasil
perkawinan disebut rumah tangga. Koentjaraningrat (1992) menyebutnya
sebagai keluarga inti atau keluarga batih (nuclear family), anggotanya adalah
suami, istri dan anak anak hasil perkawinan. Sedang rumah tangga disebut
dengan istilah household, anggotanya satu keuarga inti, dan satu keluarga inti
yang lain makan bersama dalam satu dapur.
Dalam masyarakat Samin yang mengikat aktifitas bersama adalah keluarga
inti, rumah tangga, dan saudara-saudara orang tua dari pihak orang tua dari
pihak ayah maupun dari pihak ibu, orang tua istri, saudara-saudara orang tua
istri, para kemenakan, anak-anak dari saudara orang tua dari pihak ayah maupun
ibu. Kelompok ini berkumpul ketika mereka mengadakan suatu aktifitas misalnya
mengadakan hajatan.
46
Aktifitas hidup dalam masyarakat Samin juga diikat oleh perasaan
sepaham. Perasaan sefaham ini diucapkan dengan sebutan sedulur. Untuk
hubungan seketurunan disebut sedulur tenan, dulur tenan, sedulur dewek, dulur
dewek atau isih kulit (Mumfangati et al. 2004). Pada keluarga yang ideal dalam
satu rumah hanya dihuni oleh satu keluarga batih, yakni suami, istri, dan anak
anak yang belum menikah, inilah yang disebut keluargo. Namun yang ditemui
dalam penelitian ternyata umumnya dalam satu rumah dihuni lebih dari satu
keluarga batih, ada anggota kerabat lainnya, misalnya kemenakan atau orang
tua. Inilah yang kemudian disebut rumah tangga atau sekeluargo. Sekeluargo
inilah dalam masyarakat Samin berperan sebagai pengikat aktifitas hidup yang
dilakukan seseorang.
3.5.5 Kepemimpinan Lokal Setelah Samin Surosentiko dibawa kepengasingan, kepemimpinan Samin
diwariskan kepada Suro Kidin. Suro Kidin adalah menantu Samin Surosentiko.
Setelah Suro Kidin wafat, kepemimpinan diteruskan kepada Tro Sadik. Tro Sadik
memegang kepemimpinan sampai jaman awal kemerdekaan. Sepeninggal Tro
Sadik pola kepemimpinan masyarakat Samin tidak sentralistik, namun lebih
bergantung pada pemimpin lokal masing-masing wilayah.
Saat ini, tidak ada pimpinan yang membawahi seluruh komunitas Samin.
Kepemimpinannya bersifat lokal pada tiap daerah yang menjadi daerah
persebaran Samin. Dalam komunitas Samin tidak pernah ada pemilihan atau
pengangkatan pimpinan secara resmi oleh pemimpin sebelumya atau oleh
masyarakat. Tokoh yang dipercaya mampu mengatasi berbagai persoalan
masyarakat Samin maupun persoalan umum lainnya, secara otomatis akan
dianggap sebagai pemimpin masyarakat Samin.
Saat ini terdapat beberapa tokoh Samin (botoh) masyarakat Samin.
Mereka merupakan panutan atau pemimpin di wilayahnya masing masing.
Tokoh tersebut antara lain: Bapak Sumar dan Bapak Wargono (Kaliyoso,
Kudus), Bapak Budi Santosa (Larikrejo, Kudus), Bapak Gunretno (Bombong,
Sukolilo Pati), Bapak Kasbi (Sumber, Blora), Bapak Pramugi (Sambong, Blora)
dan Bapak Hardjokardi (dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro). Tokoh-tokoh
tersebut bisa dikatakan sebagai tokoh lokal yang dikenal luas tidak hanya
komunitas Samin, tetapi juga dikenal oleh masyarakat luas.
47
3.5.6 Sarana dan Prasarana Sarana jalan menuju lokasi studi umumnya sudah ada meskipun belum
cukup memadai. Jalan desa sebagian sudah diaspal, sebagian masih berupa
jalan yang diperkeras. Sebagian besar dapat dilalui kendaraan roda empat.
sebagai alat transportasi sebagian masyarakat sudah mempunyai kendaraan
bermotor roda dua. Sarana penerangan berupa listrik PLN sudah ada. Alat-alat
elektronik seperti, televisi, radio sudah banyak ditemukan di masyarakat dan
dapat diakses dengan baik. Sarana komunikasi berupa handpone sudah dimiliki
oleh sebagian masyarakat Samin terutama kaum muda, sehingga memudahkan
berkomunikasi dengan masyarakat luar. 3.5.7 Sistem Penguasaan Lahan (Tenurial system) Kepemilikan tanah dalam kehidupan manusia memiliki nilai politis, nilai
sosial, nilai ekonomi dan nilai religi. Tanah dapat dipecah-pecah dan dibagikan
kepada perseorangan atau lembaga/badan hukum. Oleh karena itu diperlukan
peraturan dan kepastian hukum terhadap hak milik tanah sehingga pemilik dapat
terjamin dalam mempertahankan hak miliknya.
Bentuk bentuk penguasaan tanah antara lain: penguasaan secara yuridis,
penguasaan secara komunal terhadap tanah tanah desa dan hak ulayat,
penguasaan tanah secara bersama anggota keluarga, penguasaan tanah
sementara sebagai barang gadai (Poeja 1989). Pada masyarakat Samin di Klopoduwur, terdapat penggunaan hak milik
kolektif tanah pertanian kepada warga desa dan mempunyai kewajiban-
kewajiban tertentu tergadap desa, ada yang diwariskan secara turun temurun
(tanah yasan) dan yang di miliki selama menjabat /bekerja untuk desa (tanah
bengkok). Jadi terdapat tanah komunal dengan pemakaian sementara atau
seterusnya.
Pada masyarakat Samin di dusun Tambak, Sumber Blora, kepemilikan
tanah adalah tanah milik keluarga. Generasi saat ini mendapatkan tanah dari
kakek mereka, tanah tersebut dikelola secara bersama seluruh anggota
keluarga. Tanah warisan dari orang tua tidak disertifikatkan, sehingga tidak bisa
diperjual belikan. Mereka menambah tanah garapan mereka dengan cara
membeli atau menyewa tanah sawah milik masyarakat sekitar.
48
3.6 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan emik
(pengetahuan lokal) dan pendekatan etik (pengetahuan ilmiah).Pendekatan emik
dimaksudkan untuk mengumpulkan data berdasarkan pengetahuan masyarakat
Samin, yaitu dengan membuat deskripsi secara rinci tentang satuan-satuan
lingkungan yang dikenali, termasuk deskripsi tentang sifat dan cirinya.
Pendekatan emik dapat dilakukan dengan menggunakan metode baku pebelitian
sosial seperti antropologi dan etnologi, yaitu melalui pengamatan langsung,
tinggal bersama mereka, mengadakan wawancara baik secara terbuka, semi
struktur dan terstruktur. Pendekatan etik dimaksudkan untuk melakukan
penelitian secara ilmiah berdasarkan ilmu biologi, ekologi untuk menganalisis
struktur dan komposisi vegetasi pada setiap satuan lingkungan yang dikenalinya.
Kedua pendekatan ini digunakan untuk mengungkapkan hubungan
keterkaitan antara satuan lingkungan yang satu dengan yang lainnya (penelitian
etnoekologi) berdasarkan atas pola pemikiran (corpus) untuk memanfaatkan
(praxis) aumberdaya tumbuhan di masing-masing satuan lingkungan (penelitian
etnobotani), sementara itu akan pula diungkapkan tentang sumberdaya fauna
sebagai bagian dari subsistem yang menunjang kehidupan masyarakat Samin.
3.6.1 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan dari
wawancara dengan informan. Data sekunder dari pemerintah desa dan dinas
terkait. Jenis data primer disajikan pada Tabel 5.
Jenis data primer didapatkan melalui: a. Pengamatan langsung kondisi setiap satuan lingkungan dengan teknik
wawancara, inventasisasi jenis jenis tumbuhan lokal dan jenis hewan,
pembuatan herbarium jenis tumbuhan yang belum teridentifikasi.
b. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka (open ended)
dan wawancara semi terstruktur dan menetapkan beberapa informan kunci
berdasarkan status dan perannya dalam masyarakat (Purwanto 2003).
Penentuan informan menggunakan teknik sampling purposive sampling dan
snowball sampling (Sugiyono 2005). Dalam penelitian ini sebagai narasumber
difokuskan pada informan kunci yaitu tokoh masyarakat Samin atau
masyarakat Samin yang dianggap mempunyai pemahaman yang baik
49
mengenai sumberdaya hayati dan lingkungannya. Untuk mendapatkan
informan kunci yang tepat didasarkan atas rekomendasi dari tokoh
masyarakat setempat (Purwanto 2007). Selain itu digunakan informan
pendukung, yaitu masyarakat Samin dan masyarakat non Samin yang terkait
dengan masyarakat Samin, antara lain pemerintah desa, Petugas Penyuluh
Pertanian (PPL), dan masyarakat umum. Sedang Snowball sampling yaitu
teknik penentuan sampel sumber data (informan) berdasarkan petunjuk atau
penentuan informal awal terhadap seseorang yang dianggap lebih mampu
memberikan informasi sesuai kebutuhan penelitian. Jumlah responden
keseluruhan 72 dengan rinciannya pada Tabel 6.
Tabel 5 Rincian data primer yang diambil pada penelitian Etnobiologi masyarakat Samin
No Jenis Data Rincian data Metode pengumpulan data
1. Data etnoekologi A. Pola pikir masyarakat terhadap satuan lingkungan
• Wawancara terbuka dan semi terstruktur
• Observasi partisipatif B. Aktivitas produksi dan
sistem pengeloaan • Wawancara terbuka dan
semi terstruktur • Observasi partisipatif
C. Struktur dan komposisi vegetasi
Analisis vegetasi
2 Data etnobotani A. Data kualitatif: Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna, nama lokal, nama ilmiah, nama famili, status (liar, budidaya); kategori pemanfaatan
• Survei • Wawancara terbuka dan
semi terstruktur • Herbarium • Identifikasi tumbuhan
B. Data kualitatif: Nilai kepentingan sosial budaya tumbuhan bagi masysrakat lokal
• Analisis Indeks Kepentingan budaya (ICS)
3 Data Etnozoologi A. Kenekaragaman jenis hewan dan kategori pemanfaatannya
• Survei dengan wawancara terbuka dan semi tersruktur
• Observasi partisipatif 4 Data pengelolaan
Sumberdaya hayati tumbuhan
A. Data nilai INP vegetasi pada setiap satuan lingkungan
B. Data Nilai ICS tumbuhan
• Penggabungan antara Nilai INP dan Nilai ICS
4 Data Sosial budaya Persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap lingkungan dan sumberdaya alam
• Wawancara terbuka dan semi terstruktur
50
Tabel 6 Jumlah informan pada setiap dusun pengamatan No Jenis informan Jumlah 1 Masyarakat Samin di Larikrejo dan Kaliyoso,
Kecamatan Undaan, Kab. Kudus 16
2 Masyarakat Samin di Bombong dan Ngawen Kecamatan Sukolilo, Kab. Pati
13
3 Masyarakat Samin di dusun Klopoduwur Kecamatan Banjarejo, Kab. Blora
7
4 Masyarakat Samin di dusun Tambak, desa Sumber, Kab. Blora
11
5 Masyarakat Samin di dusun Jepang, desa Margomulyo Kab. Bojonegoro
7
6 Perangkat desa, dan masyarakat non Samin lainnya 10 7 Masyarakat umum 10 Jumlah 72
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka dari berbagai instansi terkait, penelitian-penelitian yang relevan, meliputi (Tabel 7)
Tabel 7 Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian Etnobiologi Masyarakat Samin
No Macam data Rincian data Metode pengumpulan data
1 Data Kondisi fisik Letak, luas wilayah, kondisi iklim, curah gujan, topografi, jenis tanah
BPS (Kabupaten Kudus, Pati, Blora, Bojonegoro) BMKG Jawa Tengah dan Jawa Timur Peta geologi
2 Data Sosial Jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian
Monografi desa, BPS
3 Kondisi umum lingkungan Biologi
Flora dan Fauna Bappedal Jateng, Pustaka
4 Peta lokasi Peta administrasi dan pennggunaan lahan
Peta Rupa Bumi
3.6.2 Analisis Data 1. Data kondisi fisik iklim dan curah hujan, diolah ditampilkan dalam bentuk
grafik; letak luas, wilayah, geologi dan jenis tanah di sajikan dalam bentuk
deskriptif untuk memberikan gambaran keadaan umum lokasi penelitian.
2. Data sosial terkait dengan jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata
pencaharian diolah dan ditabulasi, dibuat gambar ditampilkan dalam
gambaran keadaan umum lokasi penelitian.
3. Data etnoekologi: Data hasil wawancara terkait dengan persepsi masyarakat,
pengetahuan masyarakat mengenai satuan lingkungan, aktivitas produksi,
pemanfaatan dan pengeloaan lingkungan, yang berhasil dikumpulkan diolah
dengan cara diseleksi, direduksi dan ditabulasi. Data struktur dan komposis
vegetasi dianalisis dengan analisis vegetasi untuk memperoleh Indeks Nilai
51
Penting (INP) pada setiap satuan lingkungan, sebagai gambaran aktivitas
masyarakat terhadap penutupan vegetasi satuan lingkungan. Data dianalis
dengan pendekatan emik (pengetahuan masyarakat lokal) dan pendekatan
etik (pendekatan ilmiah dari sudut pandang ekologi)
4. Data etnobotani: Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna, kategori
pemanfaatan dan pengelolaan yang diperoleh dari hasil pengamatan
langsung dan hasil wawancara ditabulasi dan dialaisis sesuai dengan tujuan
penggunaan data. Data nilai kepentingan tumbuhan dalam budaya
masyarakat dianalisis dengan perhitungan Indek kepentingan Budaya (Index
of cultural signification, ICS).
5. Data etnozoologi: Keanekaragaman jenis hewan, kategori pemanfaatan dan
pengelolaannya, di tabulasi dan dianalisis dengan pendekatan pengetahuan
masyarakat dan pengetahuan ilmiah (zoologi).
4 ETNOEKOLOGI MASYARAKAT SAMIN
Abstract
This study aimed to reveal the Samin community interaction with the
environment. The study was conducted in August 2009 to June 2010. Study sites included seven villages in four districts namely Larikrejo and Kaliyoso (Kudus District); Ngawen and Bombong (Pati District); Klopoduwur and Pond (Blora District) and the Japanese village (Bojonegoro District). Data collection used field survey methods, open and semistructured interviews. Interviews were conducted to the key informants and supporters with the number of informants were 72. Determination of informants used purposive sampling and snowball sampling techniques. The results showed that the Samin communities have local knowledge in managing and utilizing biological resources and their environment. Their local knowledge was reflected in the shapes and forms of land use management system. Unit land of their production activities were in the form of fields, yards, moor, ponds, swamps, rivers and forests. The relationship between the Samin community and their environment was a manifestation of their worldview, such as between human (wong), food (sandang) and clothing (pangan)
.
Key word: ethnoecology, land use, local knowledge, the Samin
4.1 Pendahuluan
Etnoekologi merupakan bidang studi yang kehadirannya relatif baru,
sehingga terminologinya masih menjadi perdebatan diantara para ahli. Istilah
etnoekologi dicetuskan oleh Conklin (1954) ketika mempelajari masyarakat
Hanunoo di Philipina. Secara istilah Etnoekologi dapat didefinisikan sebagai
suatu ilmu multidisiplin yang mengkaji hubungan timbal balik antara aspek pola
pikir dan aspek praktis suatu etnik terhadap sumberdaya alam mereka berikut
pengaruhnya dalam suatu proses produksi. Kajiannya bertumpu pada
bagaimana pemanfaatan alam oleh kelompok masyarakat (etnis) sesuai ragam
kepercayan, pengetahuan dan pandangan kelompok etnis bersangkutan dalam
pemanfaatannya (Toledo 1992; Purwanto 2007).
Studi etnoekologi mencakup keseluruhan pengetahuan ekologi masyarakat
lokal yang menganalisis semua aspek pengetahuan lokal masyarakat tentang
lingkungannya meliputi persepsi dan konsepsi masyarakat lokal terhadap
lingkungannya (corpus) beserta strategi adaptasi dan sistem produksi serta
pengelolaan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya (praxis). Pengetahuan
ini juga menganalisis pengaruh persepsi lokal tentang lingkungan dan
54
pengetahuan lokal mengenai pembangunan, serta pengaruh semua aktivitas
manusia terhadap lingkungannya (Purwanto 2007).
Adanya paradigma baru tentang sustainability dalam ilmu ekologi
mendorong munculnya bidang studi etnoekologi ini. Menurut Toledo (1992)
bidang ilmu etnoekologi berkembang dari 4 bidang ilmu yaitu: etnobiologi, agro-
ekologi, etnosain dan geografi lingkungan. Sehingga studi etnoekologi
berkembang tidak hanya mempelajari interaksi antara suatu bentuk kehidupan
dengan kehidupan lainnya, dan lingkungannya, tetapi juga menganalisis sistem
pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungannnya berikut strategi
adaptasi dan sistem produksi yang dikembangkan.
Sistem pendayagunaan sumberdaya hayati pada setiap daerah dan suku
atau kelompok masyarakat mempunyai karakteristik yang khas. Perbedaan ini
pada akhirnya akan mempengaruhi segala kegiatan atau aktivitas manusia
dalam hidupnya. Dengan demikian tidak heran kalau dijumpai pola kehidupan
maupun perilaku pada setiap suku atau kelompok masyarakat. Pemahaman
pengetahuan masyarakat lokal mengenai tata ruang bertujuan untuk mengetahui
tingkat strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang ada di
sekitarnya. Selain itu pemahaman ini juga untuk mengidentifikasi aktivitas
masyarakat dan menilai pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. Selanjutnya
kita dapat pula melihat bagaimana masyarakat mengelola dan memanfaatkan
lingkungannya tersebut.
Kearifan ekologi dalam konteks sejumlah pengetahuan yang berkaitan
dengan kegiatan aktivitas masyarakat lokal dapat menggambarkan pola adaptasi
yang memainkan peranan penting dalam keberhasilan pertanian mereka
(Amsikan 2006). Penggalian pengetahuan ekologi masyarakat lokal, khususnya
di kalangan masyarakat Samin diharapkan mempunyai implikasi positif dan
strategis terhadap pemeliharaan lingkungan dan sumberdaya alamnya untuk
kelangsungan hidup mereka.
4.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan sistem pengetahuan
masyarakat lokal yang berkaitan dengan lingkungannya, antara lain meliputi:
pandangan tentang lingkungan alam, pembagian ruang tata ruang, praktek-
praktek pemanfaatan dan cara pengelolaannya.
55
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2009 hingga Juni 2010, meliputi 7
dusun yakni: (1) dusun Larikrejo (Desa Larikrejo), dan (2) dusun Kaliyoso (desa
Karangrowo) Kecamatan Undaan Kab. Kudus; (3) dusun Ngawen (desa Sukolilo)
dan (4) dusun Bombong (desa Baturejo) Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati;
(5) dusun Klopoduwur (Desa Klopoduwur), Kecamatan Baturejo dan (6) dusun
Tambak (desa Sumber) Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora; dan (7) dusun
Jepang (desa Margomulyo), Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro.
Alasan pemilihan dusun/desa tersebut antara lain: a) merupakan tempat
tinggal/pemukiman masyarakat Samin; b) mayoritas penduduknya hidup bertani;
c) masih terdapat tokoh Samin, generasi tua, atau informan lokal yang
memahami tentang lingkungan dan sumberdaya alam di tempat tersebut.
4.3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat rekam, kamera,
peta lokasi, GPS, diameter tape, altimeter, kompas, jangka sorong, mistar,
gunting stek, tali plastik, kantong plastik berbagai ukuran, amplop sampel, kertas
mounting, label gantung, kertas koran, sasak, dan alat tulis. Bahan yang
digunakan alkohol 70%, formalin 5% dan spiritus.
4.3.3 Tahap Penelitian Pelaksanaan penelitian di lapangan dilakukan melalui empat tahap:
1. Dilakukan deskripsi tentang kondisi ekosistem di lokasi studi meliputi tipe
vegetasi, jenis dan sifat tanah, kekayaan flora dan fauna, kondisi topografi,
kondisi iklim dan curah hujan, dan lain-lainnya
2. Penyusunan kembali pola pikir (corpus) masyarakat Samin tentang persepsi
dan konsepsi mengenai lingkungan dan sumberdaya hayati.
3. Dilakukan pengkajian bentuk-bentuk aktivitas produksi yang dilakukan
masyarakat Samin (praxis) dan deskripsi bentuk aktivitas masyarakat dalam
mengelola sumberdaya alam hayati berikut teknologinya, produk- produk yang
dihasilkan, pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan dan aspek lainnya.
4. Dilakukan penilaian secara ilmiah (ekologis) sebuah praxis masyarakat Samin
melalui analisis pengaruh kegiatan produksi diantaranya pemanfaatan
sumberdaya alam hayati, kegiatan budidaya, dan lain-lainnya.
56
4.3.4 Metode Pengumpulan Data Untuk mengungkapkan sistim pengetahuan dan pola pikir masyarakat,
aktivitas produksi dan pengelolaan lingkungan digunakan metode penelitian
antropologi. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, yaitu:
wawancara bebas (open ended), dan wawancara terstruktur. Penelitian ini juga
menggunakan metode pengamatan terlibat (partisipant observation) yaitu
dengan pengamatan langsung dan terlibat dalam aktivitas kehidupan
masyarakat sehari-hari (CIFOR 2004; Usman & Akbar 2008). Daftar pertanyaan
baku yang disiapkan meliputi:
• Klasifikasi satuan lingkungan
• Persepsi terhadap satuan lingkungan
• Bentuk-bentuk aktivitas setiap satuan lingkungan
• Pola tanam
• Tanda-tanda alam dalam aktivitas pertanian
• Jenis tanaman budidaya
• Tatacara pengelolaan lahan
• Pemupukan dan teknologi pembuatan pupuk
• Tahap pengerjaan sawah
Penentuan informan menggunakan teknik sampling purposive sampling
dan snowball sampling (Sugiyono 2005). Purposive sampling adalah
pemgambilan narasumber dengan tujuan tertentu disesuaikan dengan ketentuan
penelitian. Dalam penelitian ini sebagai nara sumber difokuskan pada informan
kunci, jumlah informan kunci 21 orang. Untuk mendapatkan informan kunci yang
tepat didasarkan atas rekomendasi tokoh adat atau tokoh masyarakat setempat
(Purwanto 2007). Selain itu digunakan Informan pendukung yaitu masyarakat
Samin (diluar informan kunci, 31 orang) tokoh masyarakat non Samin yang
terkait antara lain pemerintah desa , Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) (10
orang), dan masyarakat umum (10 orang). Sedang Snowball sampling yaitu
teknik penentuan nara sumber (informan) berdasarkan petunjuk atau penentuan
informal awal terhadap seseorang yang dianggap lebih mampu memberikan
informasi sesuai kebutuhan penelitian.
Untuk mengetahui struktur dan komposisi tiap unit lahan pada lingkungan
Masyarakat Samin dilakukan analisis vegetasi dengan menggunakan metode
baku acuan penelitian ekologi (Muller-Dumbois & Ellenberg 1974; Cox 1976;
57
Setiadi et al. 1989). Pengambilan sampel vegetasi, ukuran plot dan cara
pengamatannya disesuaikan dengan ukuran, bentuk dan kondisi satuan
lingkungan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling
yaitu ditentukan pada dusun pemukiman masyarakat Samin di Larikrejo dan
Kaliyoso (Kudus), Ngawen dan Bombong (Pati), Klopoduwur (Blora), Tambak
(Blora) dan Jepang Margomulyo (Bojonegoro).
Pencuplikan data ekologi di setiap satuan lingkungan adalah sebagai
berikut:
1. Sampling untuk pekarangan
Sampling untuk satuan lingkungan yang berupa pekarangan dilakukan
pengambilan petak sampel dan pengukuran plot dengan metode seperti yang
digunakan Yuniati (2004):
a. Pemilihan pekarangan sebagai cuplikan diambil secara purposive
sampling. Secara statistik agar seluruh komunitas tumbuhan terwakili
pengamatannya, maka dipilih secara acak minimal 20% dari luasan
pekarangan masyarakat Samin.
b. Setiap pekarangan cuplikan diukur luasnya (di luar bangunan fisik),
dilakukan pencatatan nama jenis penyusun vegetasi, jumlah jenis dan
diameter basal area (dbh) untuk tegakan pohon. Untuk pohon petak
sampling disesuaikan dengan luas bangunan, untuk semak
menggunakan plot kuadrat berukuran 5x5m. Untuk herba dan semai,
dicatat nama jenis dan jumlah individu dengan membuat plot ukuran
1x1 m yang ditempatkan secara acak pada pekarangan.
2. Sampling untuk tegalan
Batasan tegalan adalah tanah kering bukan hutan yang letaknya jauh dari
rumah. Sampling tegalan dilakukan pada dusun pemukiman masyarakat Samin
Larikrejo dan Kaliyoso (Kudus), Ngawen dan Bombong (Pati), Klopoduwur
(Blora), Tambak (Blora) dan Jepang Margomulyo (Bojonegoro).
a. Pemilihan tegalan sebagai cuplikan diambil secara purposive
sampling. Secara statistik agar seluruh komunitas tumbuhan terwakili
pengamatannya, maka dipilih secara acak minimal 20% dari luasan
tegalan masyarakat Samin.
b. Pada setiap satuan lingkungan tegalan dibuat plot dengan ukuran: 10 x
10 m untuk pohon (dbh > 10 cm), 5 x 5 m untuk semak dan anak
58
pohon (dbh < 10 cm), dan 1 x 1 m untuk herba dan semai (kecambah
sampai ketinggian < 1.5m) (Barbour et al. 1987; Brower et al. 1990).
c. Pada plot pohon dilakukan pencatatan nama jenis, jumlah individu dan
diamater batang setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon total dan tinggi
pohon bebas cabang. Sedang untuk tingkat semai, herba, paku-pakuan
dilakukan pecatatan nama jenis dan jumlah individu.
3. Sampling di lahan pertanian (sawah)
Penentuan lokasi sampling dengan purposive sampling (sampling
bertujuan), yaitu pada persawahan milik penduduk Samin di tiap dusun
penelitian. Petak cuplikan berukuran 20x20m, tiap petak cuplikan dibuat 3 plot
kuadrat berukuran 5x5m untuk semak dan 3 plot kuadrat berukuran 1x1m untuk
herba. Tiap plot dicatat jenis tanaman dan jumlah tiap indiviu jenis.
4. Sampling untuk satuan lingkungan di kawasan hutan jati.
Penentuan lokasi sampling dengan purposive sampling (sampling
bertujuan) yaitu pada kawasan hutan di Kawasan Perhutani desa Sukolilo
(Pegunungan Kendeng); Lahan Perhutani Desa Klopoduwur Blora; dan Lahan
Perhutani dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro. Luas cuplikan 1 hektar setiap
area sampling.
Analisis vegetasi dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat sebagai berikut :
a. Dibuat plot ukuran 20 x 100 m pada satuan lingkungan hutan dengan,
sebanyak 5 buah plot (1 ha). Pengambilan lokasi plot atau petak cuplikan
strartified random berdasarkan umur tegakan jati dan kondisi lahan
b. Setiap plot dibuat subplot dengan ukuran: 20 x 20 m untuk pohon (dbh >
10 cm); 5 x 5 m untuk semak dan belta/anak pohon (dbh < 10 cm); dan 1
x 1 m untuk semai dan tumbuhan bawah, masing-masing diambil 3 plot
cuplikan.
c. Pada plot Pohon, semak dan belta, parameter yang dicatat adalah: nama
jenis, jumlah individu dan diamater batang setinggi dada (dbh). Sedang
untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah parameter yang dicatat: nama
jenis dan jumlah individu.
Identifikasi seluruh jenis tumbuhan yang ada dengan mengacu pada buku
identifikasi antara lain: Flora of Java (Backer & van den Brink 1965; Backer &
van den Brink 1965; Backer & van den Brink 1968), Weeds of Rice Indonesia
59
(Soerjani et al. 1987). Untuk setiap jenis yang belum diketahui nama ilmiah
botaninya diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Bogor.
4.3.5 Analisis Data Data hasil wawancara terkait dengan persepsi masyarakat, pengetahuan
masyarakat mengenai satuan lingkungan, aktivitas produksi, pemanfaatan dan
pengelolaan lingkungan, diolah dengan cara diseleksi, direduksi dan ditabulasi.
Data struktur dan komposis vegetasi dianalisis dengan Analisis vegetasi untuk
memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) pada setiap satuan lingkungan. Data
dianalis dengan pendekatan emik (pengetahuan masyarakat lokal) dan
pendekatan etik (pendekatan ilmiah dari sudut pandang ekologi) untuk melihat
menganalis pengaruh aktivitas masyarakat terhadap penutupan vegetasi satuan
lingkungan yang ada.
Untuk memperoleh nilai-nilai kerapatan, frekuensi, dominasi jenis dan nilai
penting tanaman dilakukan analisis data yang dihitung dengan beberapa rumus
sebagai berikut :
Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP)
Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (K) = Luas petak contoh
Kerapatan suatu jenis Kerapatan Relatif (KR) = x 100% Kerapatan seluruh jenis
Jumlah luas bidang dasar Dominansi (D) = Luas petak contoh Dominansi suatu jenis Dominansi Relatif (DR) = x 100% Dominansi seluruh jenis Jumlah petak ditemukannya suatu jenis Frekuensi (F) = Jumlah seluruh petak Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (FR) = x 100% Frekuensi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + DR + FR
60
4.4 Hasil 4.4.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Alam
Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungannya tidak terlepas dari
ajaran atau keyakinan mereka. Pola pikir mereka sangat sederhana, tindakan
mereka sesuai dengan ucapan. Samin dapat diartikan sami-sami (sama-sama),
antara lahir dan batinnya sama. Setiap manusia adalah sama, antara rakyat
biasa dengan bangsawan sama. Masyarakat Samin tidak pernah menganggap
punya derajat yang lebih tinggi dari masyarakat lainnya, bahkan dengan makhluk
hidup lainnya.
4.4.1.1 Pandangan tentang Alam Semesta
Masyarakat Samin menyebut alam yang ditempati saat ini sebagai alam
donya (alam dunia). Sedangkan alam yang akan ditempati nanti disebut alam
kelanggengan. Alam dunia terdiri dari unsur-unsur tanah (lemah), air (banyu),
api (geni) dan angin. Keempat unsur itu harus ada dalam keadaan seimbang,
agar seimbang harus di tata.
Mereka memahami adanya jagat gede dan jagad cilik. Alam raya atau alam
semesta ini disebut sebagai jagad gede (makrokosmos). Bumi yang ditempati,
langit dan matahari merupakan isi jagad gede. Sedangkan jagat cilik
(mikrokosmos) dalam diri manusia. Jagat gede dan jagat cilik hakekatnya sama,
jagad cilik merupakan gambaran dari jagad gede (Gambar 17).
Gambar 17 Skema konsep jagad gede dan jagad cilik dalam pandangan masyarakat
Samin. A. Skema jagad gede (alam semesta) (1) Langit dan matahari (2). bumi, (3) kehidupan; B. Jagad cilik (diri manusia), diwujudkan dalam perkawinan masyarakat Samin, (1) suami ‘pemilik sawah’ (2) istri ‘sawah’ (3) generasi penerus.
1
4
2
3
A B
1
2
3
+
1
2
3
61
Bumi melambangkan nama perempuan dari kata ibu sing di mimi atau
dipundi-pundi, (ibu yang sangat dihormati), seperti disampaikan oleh seorang
informan “ bumi iku iso nukulke samu barang, senajan diidak-idak, dipaculi, tetep
nguripi, ora nesu, ditanduri yo bakal woh, tetap menehi panguripan, makane
kudu dihormati, dipundi-pundi” (bumi itu bisa menumbuhkan berbagai macam
tanaman, meskipun dinjak-injak, dicangkuli, tetap memberikan penghidupan,
tidak marah, kalau ditanami tetap memberikan hasil, maka harus dihormati dan
dihargai).
Pemahaman tersebut memberi gambaran bahwa masyarakat Samin
sangat menghormati bumi dan apa yang ada di dalamnya, karena dari bumilah
mereka mendapatkan pangan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Bumi diibaratkan
sebagai seorang ibu, yang memberikan kasih sayang kepada anaknya
sepanjang hidupnya. Bumi memberikan tempat perlindungan, menumbuhkan
tanaman, menyediakan air, dan menyediakan segala kehidupan lainnya. Karena
itulah masyarakat Samin sangat menghormati bumi. Penghormatan mereka
terhadap bumi diwujudkan dengan bertani, mengolah tanah sebaik-baiknya,
memberikan pupuk, menanami, mengairi dan memberikan perhatian setiap
hari. Ibarat merawat seorang ibu yang telah memberikan kasih sayang dan
membesarkannya. Langit adalah nama atau simbol untuk laki-laki. Langit dan bumi merupakan
suatu pasangan, langit sebagai laki-laki dan bumi sebagai perempuan. Langit
berada di atas, dan bumi itu di bawah, menjadi simbol bagi mereka bahwa laki-
laki mempunyai kekuasaan yang lebih luas dibanding kaum wanita, namun laki
laki juga mempunyai tugas lebih berat untuk melindungi dan menghidupi
perempuan.
Matahari dalam bahasa Jawa adalah srengenge, berasal dari kata
sreng/ono karep (berarti hasrat atau keinginan). Matahari memancarkan energi,
yang disalurkan ke bumi. Bumi yang menyimpan benih kehidupan menerima
energi dari matahari. Sinergi antara bumi dan matahari menciptakan kehidupan
di bumi. Tumbuhan merupakan makhluk bumi yang mampu secara langsung
memanfaatkan energi matahari dalam proses fotosintesis sehingga dihasilkan
bahan-bahan organik yang diperlukan untuk bahan pangan organisme lainnya.
Masyarakat Samin merealisasikan pandangan mengenai sinergi antara
langit dan bumi tersebut dalam kehidupan mereka dalam bentuk perkawinan
antara laki-laki dan perempuan (sikep rabi). Perkawinan merupakan jalan yang
62
mulia untuk menghasilkan keturunan sebagai generasi penerus kehidupan
berikutnya. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, untuk menebarkan benih
kehidupan dengan cara yang baik, sehingga akan di hasilkan keturunan yang
baik. Dengan generasi yang baik diharapkan akan dihasilkan kualitas kehidupan
yang lebih baik.
4.4.1.2 Pandangan tentang Manusia dan Lingkungan Masyarakat Samin membagi isi dunia ini dalam dua bentuk yaitu wong1
(manusia) dan sandang pangan2
(penghidupan). Wong, dimaknai sebagai
manusia atau badan yang diberi hidup. Sedangkan sandang pangan, adalah
segala sesuatu selain manusia. Sandang pangan merupakan simbol dari segala
sesuatu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hewan,
tumbuhan, rumah, tanah, sawah, hutan, bumi dengan segala isinya merupakan
sandang pangan yang disediakan Yang Maha Kuasa untuk kehidupan bagi
manusia. Dalam konteks ilmu pengetahuan, sandang pangan tersebut identik
dengan lingkungan yang menopang kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Jadi pemahaman mengenai wong dan sandang pangan dalam
pandangan ilmiah sesuai dengan konsep manusia dan lingkungan (Gambar 18).
4.4.1.3 Pandangan tentang Makhluk Hidup
Masyarakat Samin menghormati dan menghargai sesama hidup tidak
hanya terhadap sesama manusia namun juga terhadap makhluk hidup lainnya
yaitu hewan dan tumbuhan. Manusia, hewan, tumbuhan disebut sebagai ‘tri
1 kata dari bahasa jawa yang artinya manusia 2 Kata sandang berarti pakaian dan pangan artinya makanan
Gambar 18 Skema pandangan Masyarakat Samin mengenai manusia dan lingkungan
Sandang pangan
Wong/ manusia
63
tunggal’ (satu wujud yaitu hidup, dalam tiga bentuk). Bentuk yang pertama
adalah manusia yang bisa bicara, bergerak atau berpindah tempat; bentuk
kedua, berupa sandang pangan yang bisa bisa berjalan atau bergerak/pindah
tempat (hewan), dan bentuk ketiga berupa sandang pangan yang hidup tapi
tidak bisa berjalanatau berpindah tempat (tumbuhan).
Realisasi masyarakat Samin terhadap pemahaman ini adalah adanya
bentuk penghormatan terhadap sesama hidup dengan tidak mengganggu,
membunuh, atau merusak hidupan lain tanpa hak, membiarkan hewan/tumbuhan
lain hidup seperti manusia hidup. Kehadiran hewan hewan hama seperti tikus,
wereng, walang sangit, hakekatnya tidak bermaksud mengganggu manusia
tetapi sebagaimana manusia hewan tersebut memerlukan makan untuk
kelangsungan hidupnya.
4.4.2. Pengetahuan tentang Tata Ruang dan Satuan Lingkungan
Konsep tata ruang menekankan kepada pemanfaatan ruang untuk
keperluan tertentu, terutama yang mendukung kehidupan manusia di dalamnya.
Bagi masyarakat Jawa, demikian juga pada masyarakat Samin konsep tata
ruang selalu dihubungkan dengan berbagai aspek kehidupan, baik aspek
ekonomi, sosial, budaya, sejarah, mupun aspek spiritual yang melingkupi
kehidupan masyarakat (Sumintarsih & Ariani 2007). Oleh karena itu dalam
budaya Jawa konsep tata ruang selalu mengandung unsur filosofi tertentu yang
menjadi kepercayaan mereka.
Secara umum tata ruang masyarakat Samin dapat digambarkan terdiri dari
empat lapisan yakni: lapisan pemukiman penduduk sebagai porosnya di
dalamnya berupa rumah dan pekarangan; lapisan kedua merupakan lahan
pertanian berupa sawah; dan lapisan ketiga berupa tegalan dan lapisan terakhir
berupa hutan (Gambar 19). Lapisan pemukiman sebagai porosnya merupakan
tempat tinggal dengan segala aktivitas kehidupan sosial dan kemasyarakatan
keseharian. Sedang lapisan di luarnya berupa sawah tegalan, hutan dan satuan
lingkungannya lainnya merupakan ruang aktivitas untuk mendapatkan sumber
penghidupan.
64
Gambar 19 Skema pembagian tata ruang lingkungan masyarakat Samin Keterangan: (a) pemukiman, (b) sawah, (c) tegalan 9d) hutan
Pada lingkungan Masyarakat Samin setidaknya ada enam satuan
lingkungan, pekarangan, tegalan, sawah, rawa, hutan Perhutani dan sungai.
Masyarakat Samin tinggal dalam wilayah terpisah, satuan lingkungan dan
kondisinya bervariasi. Sebaran satuan lingkungan pada 5 lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 8. Semua lingkungan pemukiman Masyarakat Samin
mempunyai lahan pekarangan, tegalan dan sawah. Satuan lingkungan hutan
jati terdapat di sekitar pemukiman masyarakat Samin di Sukolilo Pati;
Klopoduwur Blora dan Dusun Jepang, Bojonegoro. Rawa dan embung hanya
terdapat di lingkungan masyarakat Samin di Kudus.
Tabel 8 Jenis satuan lingkungan pada lokasi penelitian
Satuan lingkungan A B C D E Pekarangan + + + + + Tegalan + + + + + Sawah + + + + + Hutan jati - + + - + Rawa, Embung + - - - - Sungai + + + + + Keterangan: A (Desa larikrejo dan kaliyoso Kudus); B (Desa Ngawen dan Bombong Pati);
C (Desa klopoduwur Blora); D (desa sumber Blora); E (dusun Jepang Bojonegoro); +: ada; - : tidak
Persentase luas satuan lingkungan terhadap luas lahan keseluruhan pada
tiap lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 20. Lahan di lingkungan
b c d a
65
Masyarakat Samin di Desa Kaliyoso dan Larikrejo, Kecamatan Undaan Kudus,
merupakan bekas rawa-rawa, sehingga persentase tanah basah/sawah terhadap
luas lahan keseluruhan berturut-turut 61,71% dan 81,75%, jauh lebih besar
dibanding lahan keringnya. Demikian juga lahan sawah masyarakat Samin di
Sukolilo Pati sangat luas, hampir 90% dari luas lahan wilayah keseluruhan.
Namun sebagian besar lahan sawah tersebut masih berupa rawa-rawa yang
sering banjir ketika musim hujan sehingga, hanya bisa di tanami ketika air surut.
Gambar 20 Persentase luas satuan lingkungan terhadap luas lahan keseluruhan di tiap desa lokasi penelitian
Persentase luas lahan sawah terhadap luas lahan keseluruhan di
lingkungan masyarakat Samin dusun Jepang, Margomulyo Bojonegoro hanya
sekitar 7% dan desa Klopoduwur Blora 10%, karena dusun/desa tersebut
terletak di kawasan hutan jati, sebagian besar merupakan lahan kering (tegalan,
pekarangan dan hutan). Sawah di dusun tersebut hanya merupakan tanah-tanah
ledokan (tanah lebih rendah), yang lebih banyak mendapat air ketika musim
hujan.
Persentase luas satuan lingkungan terhadap luas keseluruhan di desa
Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora 41.63% merupakan lahan
sawah; 24.7% tegalan dan sisanya 33.89% merupakan lahan pekarangan.
Lahan sawah pada desa tersebut yang cukup ideal untuk kawasan pertanian
karena lahan pertanian cukup luas, tanahnya subur, sarana irigasi tersedia.
Sumber mata pencaharian utama masyarakat Samin di dusun Tambak Sumber
66
Blora, adalah dari hasil pertanian sawah. Mereka umumnya tidak mempunyai
profesi lain selain bertani.
Jenis satuan lingkungan mulai mondokan (rumah) beserta pekarangan,
tegalan, sawah, hutan jati serta satuan lingkungan lainnya yang terdapat pada
masyarakat Samin, diuraikan sebagai berikut:
4.4.2.1 Rumah (Mondokan)
Rumah dalam budaya Masyarakat Samin disebut mondokan, karena
merupakan tempat mondok (tinggal) seluruh anggota keluarga (suami, istri,
anak, anggota keluarga lain) dan tempat mondoknya sandang pangan. Dalam
pengertian masyarakat Jawa, rumah biasanya disebut omah, sedangkan dalam
pemahaman masyarakat Samin yang dimaksud omah adalah awak atau badan
manusia. Awak iku omahing urip (badan itu yang ketempatan hidup).
Mondokan, rumah atau tempat tinggal sebagaimana masyarakat lainnya
merupakan unit ruang yang mempunyai peran penting bagi masyarakat Samin.
Rumah berfungsi sebagai tempat berlindung bagi setiap anggota keluarga,
tempat melaksanakan berbagai aktivitas rumah tangga, melangsungkan
keturunan, membesarkan keturunan, tempat mewariskan ajaran atau norma-
norma kehidupan, memasak, beristirahat, bercengkerama dan sebagainya.
Konsep tata ruang rumah masyarakat Samin sangat sederhana. Tempat
tinggal mereka umumnya mengelompok sesama warga Samin, berjajar dan
berhadap-hadapan secara rapi, umumnya menghadap jalan atau lorong (Gambar
21). Letak rumah berhimpitan satu dengan lainnya, sehingga interaksi diantara
mereka selalu dekat. Tidak ada ketentuan khusus ke mana rumah harus
menghadap.
Bentuk rumah masyarakat Samin tidak berbeda dengan masyarakat umum
disekitarnya, bervariasi tergantung dari wilayah tempat tinggalnya. Tipe rumah
antara lain bucu (joglo), pagasan (limasan), dan bekuklulang (rumah kampung)
(Gambar 22). Rumah masyarakat Samin di Blora dan Bojonegoro umumnya
berbentuk bekuklulang atau rumah kampung. Konstruksi rumah untuk bagian
atas dan tiang umumnya menggunakan kayu jati (Tectona grandis), hanya
sebagian kecil bagian rumah menggunakan bahan lain yang terbuat dari bambu.
Dinding umumnya terbuat dari papan kayu jati, kulit kayu jati (gelam) atau
anyaman bambu (gedhek), atapnya menggunakan genting. Lantai rumah
sebagian besar masih berupa tanah, sebagian sudah berlantai semen.
67
Bentuk rumah tradisional di perkampungan masyarakat Samin di Pati dan
Kudus terutama adalah Joglo atau limasan. Pondasi dan dindingnya sebagian
besar sudah permanen, sebagian kecil dindingnya dari kayu. Lantai umumnya
sudah bersemen, hanya sebagian kecil masih berupa tanah. Beberapa rumah
penduduk Samin sudah mengikuti bentuk rumah model baru, menyesuaikan
dengan bentuk rumah modern seperti masyarakat umum di sekitarnya.
3) Bagian-bagian rumah
Pembagian ruang rumah tidak ada ketentuan khusus tergantung selera dan luas rumah. Skema bagian-bagian rumah masyarakat Samin ditunjukkan pada Gambar 23. Secara umum rumah mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
• Paseban: ruang tamu
• Senthong:tempat tidur
• Ruang tengah: ruang keluarga
• Pendaringan/pawon: sebelah kiri atau belakang rumah
• Emper: depan atau samping
Ruang tamu (paseban) menjadi bagian yang penting sebagai tempat
menerima tamu. Bagian ruang tamu biasanya berukuran luas dan terbuka,
Gambar 21 Lingkungan pemukiman warga Samin di dusun Tambak Desa Sumber Kab Blora
Gambar 22 Bentuk rumah di lingkungan masyarakat Samin. (a) Bentuk Rumah Kampung di Blora ; (b) rumah joglo di daerah Pati
a
b
68
sehingga tampak lapang sehingga cukup untuk menerima banyak kunjungan
tamu (Mumfangati et al. 2004). Perabotan yang terdapat dalam ruang tamu
antara lain meja kursi tamu terbuat dari kayu. Perabotan meja kursi umumnya
banyak, lebih dari seperangkat meja dan kursi, hingga bisa untuk tempat duduk
sekitar 5-10 orang. Hal ini disebabkan dalam tradisi masyarakat Samin ada
keharusan seluruh anggota keluarga menyambut tamu yang datang, sebagai
penghormatan terhadap tamu yang datang (Mumfangati et al. 2004)
Dalam tradisi masyarakat Samin ruangan tamu mempunyai peran yang
sangat penting. Ruangan yang luas, terbuka dan meja kursi yang cukup banyak
menjadi simbol keterbukaan dan penghargaan mereka terhadap orang lain.
Masyarakat Samin sangat menghormati tamu yang datang. Bagi mereka tamu
adalah sedulur. Siapapun yang mau datang dan berkunjung kepada mereka,
tamu tersebut akan dianggap sebagai sedulur, sehingga mereka menyambutnya
dengan senang hati. Biasanya seluruh anggota keluarga menemui dan mereka
menghentikan semua aktivitas mereka yang sedang dilakukan saat itu untuk
menyambut tamu. Setiap tamu yang datang biasanya akan disuguhi minuman
dan makanan kecil, dan ditutup dengan makan besar/nasi sayur sekedarnya
sesuai yang mereka makan sehari-hari. Sebagai tanda persaudaraan, dan
3
4
6
7
Keterangan 1.Emper/serambi 2. Paseban 3. Sentong kiwo 4. Sentong tengen 5. Ruang tengah 6. Pendaringan 7. Jamban/pakiwan 8. Kandang ternak
4
5 8
Gambar 23 Skema bagian-bagian rumah masyarakat Samin
2
3
1
5
4
8
7
69
mereka akan sangat senang bila kita mau menyantapnya sebagai sambutan dari
persaudaraan mereka.
Kamar tidur disebut sentong, berbatasan langsung dengan kamar tamu, di
sebelah dalam, dua ruangan sebelah kanan dan kiri. Kamar tidur berisi amben,
tempat tidur yang cukup besar dari kayu, untuk tidur anggota keluarga ayah, ibu
dan anak anak yang masih kecil. Bagi anak yang telah dewasa biasanya tidur di
ruang terpisah. Kadang kadang anak laki laki tidur di kamar tamu. Ruang tidur
tanpa penutup pintu kayu, biasanya hanya menggunakan penutup kain.
Ruang tengah merupakan ruang keluarga, biasanya digunakan untuk
ruang makan bagi anggota keluarga. Dalam ruang tengah terdapat seperangkat
perabotan meja kursi panjang, juga bufet, tempat untuk pangan berbagai barang,
atau tempat benda elektronik seperti radio atau televisi bila memiliki.
Ruang dapur atau pendaringan terletak pada bagian belakang atau
samping rumah. Selain untuk memasak, juga untuk menyimpan peralatan
memasak dan bahan makanan yang akan dimasak. Untuk memasak sebagian
warga Samin masih menggunakan kayu bakar, mereka menggunakan tunggku
dari tanah liat yang disebut krapak. Di dapur terdapat perabotan seperti rak
(pogo) untuk menyimpan peralatan masak, juga terdapat amben yang digunakan
untuk menyiapkan bahan bahan masakan. Kegiatan memasak dilakukan setiap
hari untuk kebutuhan anggota keluarga, mulai dari pagi hari untuk menyiapkan
sarapan sebelum pergi ke sawah, sampai sore hari untuk makan malam. Selain
itu jika ada tamu mereka akan menyiapkan secara cepat masakan untuk
dihidangkan kepada tamu, untuk menghormati tamu yang datang.
Kamar mandi/jamban disebut juga sebagai pakiwan. Umunya lerletak
terletak di bagian beulakang rumah, jadi satu atau rumah terpisah dari rumah
induk. Kamar mandi Masyarakat Samin di dusun tambak Blora, di belakang
rumah terpisah dari rumah induk, dinding kamar mandi terbuat dari bambu
(gedhek), tanpa atap, sumber air dari sumur pompa. Sedang sumur dan kamar
mandi di dusun Jepang, digunakan bersama sama warga yang ada di tempat
tersebut.
Warga Samin di dusun Tambak, desa Sumber Blora, yang memiliki ternak
sapi, biasanya kandang sapi ditempatkan di bagian samping atau belakang
rumah menjadi satu dengan rumah utama. Tetapi mereka selalu menjaga
kebersihan kandang sehingga tidak bau dan tetap bersih.
70
4.4.2.2 Pekarangan Pekarangan merupakan sebidang lahan dengan batas tertentu, ada
bangunan tempat tinggal di atasnya dan umumnya di tanami berbagai jenis
tumbuhan (Soemarwoto 2008) . Selain tegalan pekarangan merupakan lahan
kering, antara lahan pekarangan dan tegalan sulit dibedakan (Prasetyo 1984). Menurut PPPB (1993), istilah pekarangan berasal dari kata karang yang
menunjuk arti tanah sekitar rumah, termasuk halaman rumah. Bisa juga disebut
sebagai tanah yang disiapkan untuk tempat tinggal.
Dalam pengetahuan masyarakat Samin pekarangan dipahami dalam
beberapa pengertian, antara lain: (1) pekarangan sebagai tanah yang di tempat
mondokan (rumah), (2) Pekarangan merupakan bagian dari rumah, atau tanah
yang ada di sekitar rumah (3) Pekarangan bagian depan rumah warga Samin
umumnya dibiarkan terbuka digunakan untuk menjemur padi (4) pekarangan
bukan merupakan lemah garapan, yang diolah secara intensif untuk pertanian.
Pola pemukiman masyarakat Samin umumnya mengelompok dengan
rumah yang berderet-deret cukup rapat sehingga tidak banyak menyisakan lahan
kosong (pekarangan). Berdasarkan data dari pemerintah desa setempat dan
pengkukuran secara langsung dari sejumlah cuplikan pekarangan didapatkan
rata-rata luas pekarangan Masyarakat Samin di setiap dusun/desa pengamatan
berkisar 100m2 hingga 200m2 (Gambar 24).
Gambar 24 Rata-rata luas pekarangan (m2
Pekarangan bagian depan (halaman) umumnya tidak terlalu luas,
dibiarkan terbuka untuk menjemur hasil panen padi. Pekarangan yang luas
biasanya pada bagian belakang rumah (kebon), banyak ditanami pohon dan
) di lingkungan masyarakat Samin
71
berbagai jenis tanaman obat atau sayur. Pekarangan bagian kanan kiri rumah
biasanya sempit berbatasan langsung dengan tetangga.
Pekarangan mempunyai banyak fungsi, diantaranya untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, biofisik, sosial budaya dan estetika. Selain sebagai tempat
pemukiman, pekarangan menjadi tempat usaha manusia untuk memenuhi fungsi
ekonomi. Pekarangan ditanami berbagai jenis tumbuhan buah-buahan, sayuran
atau obat-obatan, biasanya merupakan tanaman yang langsung bisa dikonsumsi
atau dimanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Bagi sebagian masyarakat Samin pekarangan menjadi lahan untuk hewan
Tumbuhan di pekarangan memberikan perlindungan dan menciptakan iklim
mikro di sekitar rumah tinggal, sehingga menciptakan kenyamanan bagi
penghuninya. Ini merupakan salah satu fungsi biofisik pekarangan. Fungsi
sosial budaya terutama adalah untuk tempat bermain anak-anak, tempat
perhelatan atau hajatan, dan interaksi sosial masyarakat. Fungsi estetik
pekarangan menekankan fungsi keindahan dan status sosial penghuninya
dengan penataan yang indah dan penanaman berbagai jenis tanaman hias.
Gambar 25 Pekarangan di lingkungan masyarakat Samin dusun Tambak Sumber Blora (a) bagian depan halaman bibiarkan kosong, sebagai tempat menjemur padi; (b) pekarangan dengan berbagai jenis sayur (c) pemeliharaan Ternak sapi di bagian samping atau depan pekarangan ; (d) Bambu sebagai batas antara pekarangan dan lahan sawah
a b
c d
72
Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan di pekarangan terutama tanaman
untuk kebutuhan sehari hari. Umumnya merupakan tanaman yang tahan
terhadap kekeringan dan hanya membutuhkan sedikit air. Pola tanam tergantung
turunnya hujan. Bila tanah basah berarti pekarangan bisa di tanami. Berbagai
jenis tanaman yang bisa di budidayakan di lahan pekarangan antara lain,
tanaman pangan, tanaman sayur, tanaman obat, tanaman buah buahan, dan
tanaman perkebunan.
Pada halaman rumah ditanami berbagai jenis tanaman sebagai tanaman
hias. Jenis jenis tanaman hias yang umum ditemukan antara lain: kembang
sepatu (Hibiscus rosa-chinensis), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa), bogenvil
(Bogainvillea spectabilis), Nusa indah (Mussaenda frondosa), kenikir (Tagetes
erecta), Andong (Cordyline sp), kamboja jepang (Adenium), mawar (Rosa sp),
daun suji (Pleome angustifolia), kemuning (Murayya paniculata), pacar air
(Impatien balSamina), kenanga (Cananga odorata), palem wregu (Raphis
exelsa), Sente (Alocasia xanthorriza ).
Pekarangan bagian samping atau belakang rumah biasanya di tanami
berbagai jenis tanaman sayuran, bumbu atau obat tradisional. Jenis tanaman
sayuran yang biasa dibudidayakan antara lain: lompong/tales (Colocasia
esculenta), cengeh/cabe (Capsicum anuum), telo rambat (Ipomoea batatas.), telo
pohong (Manihot utilissima), kates (Carica papaya), kacang lanjar (Vigna
unguiculata ), gambas (Luffa acutangula), waloh (Cucurbita moschata), kemangi
(Oscimum basilicum). Jenis tanaman bumbu atau obat tradisional yang ditanam
masyarakat Samin, antara lain kencur (Kampferia galanga), jahe (Zingiber
officinale), temu lawak (Curcuma xanthorhiza), kunyit, lengkuas (Alpinia
galanga
Hasil inventarisasi jenis tumbuhan di pekarangan masyarakat Samin
tercatat tidak kurang 189 jenis tumbuhan, 67 jenis diantaranya merupakan jenis
pohon tercatat 67 jenis (Tabel 9) yang tergolong dalam 52 marga, 26 suku.
Suku yang banyak anggota jenisnya secara berturutan adalah Fabaceae (13
jenis), Poaceae (5 jenis), Meliaceae (5 jenis), Moraceae (5 jenis), Rutaceae (4
jenis), Verbenaceae (4 jenis) , Rutaceae (4 jenis).
), jeruk pecel (Citrus aurantifolia), kemangi (Oscimum basilicum), pandan
wangi (Pandanus sp) dan lain-lain.
Pekarangan Masyarakat Samin menyimpan beranekaragam jenis
tumbuhan buah, sayuran, tanaman bumbu atau obat, dan tanaman kayu. Dalam
73
hal ini masyatakat Samin telah memanfaatkan pekarangan sebagai fungsi
ekologi dan fungsi ekonomi (Soemarwoto, 1993).
Tabel 9 Keanekaragaman jenis tanaman di pekarangan dan kegunaannya
No Nama ilmiah Nama lokal Suku Kegunaan
1 Acacia farnesiana (L.) Willd.Ex Del.
Klampis Fabaceae Kayu bakar
2 Aegle marmelos (L.) Corr. Serr. Mojo Meliaceae Tan pagar 3 Albizia procera (Roxb) Benth Weru Fabaceae Bangunan 4 Annacardium occidentale L. Jambu mete Annacardiaceae Buah 5 Annona squamosa L. Sirkoyo Annonaceae Buah 6 Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg Kluweh Moraceae Sayur
7 Artocarpus elasticus Reinw. Bendo Moraceae Bangunan, peralatan
8 Artocarpus heterophylla Lam Nangka Moraceae Buah, bangunan
9 Averrhoa bilimbi L. Blimbing wuluh Oxallidaceae Sayuran 10 Averrhoa carambola L. Blimbing buah Oxallidaceae Buah 11 Bambusa bambos (L.) Voss Pring ori Poaceae Bangunan,
peralatan 12 Bambusa sp Pring legi Poaceae Rebung
(sayur) 13 Bambusa vulgaris Schrad. ex
J.C. Wendl. Pring gading Poaceae Tanaman hias
14 Baringtonia racemosa L. Putat Letichidaceae Perindang 15 Cynometra sp Tayuman Fabaceae Tan pagar 16 Breynia disticha J.R.Forst & G.
Forst Babing Phyllantaceae Tanaman
pagar 17 Caesalpinia sappan L. Secang Fabaceae Pembatas
tanah 18 Cananga odorata (Lam) Hook.J.
&T.Thomson Kenango Annonaceae Tan hias
19 Carica papaya L. Kates Caricaceae Buah, sayur 20 Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Kapuk randu Bombacaceae Serat 21 Citrus reticulata Jeruk keprok Blanco Rutaceae Buah 22 Citrus maxima (Burm.f.) Merr. Jeruk bali Rutaceae Buah 23 Citrus aurantifolia (Christm)
swingle Jeruk nipis Rutaceae Aromatikum
24 Cocos nucifera L. Klopo Arecaceae Bangunan 25 Dendrocalamus asper (Schult.
& Schult. f.) Backer ex K. Heyne Pring Petung Poaceae Bangunan,
peralatan 26 Dracontomelum dao (Blanco)
Merris Rolfe Krao Verbenaceae Bangunan
27 Erioglossum rubiginosum Kleyu Meliaceae Buah 28 Eugenia cumini Druce Juwet Myrtaceae Buah 29 Eugenia samarangensis
(Blume) Merr. & Perry Jambu air Myrtacaea Buah
30 Ficus septica Burm F. Awar awar Moraceae Tanaman liar 31 Garcinia dulcis (Roxb.) Kurz Mundu Clusiaceae Buah 32 Gigantochloa apus (Schult &
Schult f.) Kurz Pring apus Poaceae Tali, anyaman
33 Gliricidia sepium (Jacq.) Steud Klerecede Fabaceae Pakan ternak 34 Gmelina arborea Roxb Gmelina Verbenaceae Pakan ternak
74
Tabel 9 Lanjutan
No Nama ilmiah Nama lokal Suku Kegunaan
35 Gnetum gnemon L. Mlinjo Gnetaceae Sayur 36 Hibiscus tiliaceus L. Waru Malvaceae Tanaman
pagar 37 Inocarpus fangifer (Parkinson)
F.R. Forsberg Gayam Fabaceae kayu bakar,
bahan pangan 38 Jatropa curcas L. Jarak Euphorbiaceae Tanaman
pagar, jamu 39 Lanea grandis Engl Kayu kudo Verbenaceae Batas
pekarangan 40 Leucaena glauca L. Klanding Fabaceae Kayu bakar,
pakan ternak 41 Leucaena leucocephala L. Lamtoro gung Fabaceae Peralatan 42 Mangifera indica L. Mangga Anacardiaceae Buah 43 Manilkara kauki (L.) Dubart Sawo Sapotaceae Buah 44 Melia azedarach L. Mindi Meliaceae Kayu papan 45 Michelia champaca L. Gading/
cempaka Annonaceae Tanaman hias
46 Morinda citrifolia L. Pace Rubiaceae Obat 47 Morus alba L. Besaran Moraceae Tanaman
pagar 48 Murraya paniculata L. Kemuning Rutaceae Peralatan 49 Musa balbisiana L. Pisang Klutuk Musaceae Daun
pembungkus 50 Musa paradisiaca L. Pisang Musaceae Buah 51 Mutingia calabura L. Kresen Elaeocarpaceae Buah 52 Nauclea orientalis L. Gempol Rubiaceae Pembatas
tanah 53 Paraserianthes falcataria
L.(Nielsen) Sengon Fabaceae Kayu papan
54 Premma integrifolia L. singkil Lamiaceae Sayur 55 Psidium guajava L. Jambu klutuk Myrtacaea Buah, obat 56 Pterocarpus indicus L. Angsana Fabaceae Bahan
bangunan 57 Punica granatum L. Delima Punicaceae Obat 58 Samanea saman (Jacq) Merr Meh Fabaceae Kayu bakar,
bangunan 59 Sambi Schleicera oleosa (Lour). Oken Sapindaceae Bangunan,
arang 60 Sesbania grandiflora (L.) Poir. Turi Fabaceae Kayu bakar,
sayur 61 Spondias dulcis L. Dondong Annacardiaceae Buah 62 Swietenia macrophylla King Mahoni Meliaceae Bangunan 63 Swietenia mahagoni (L.) Jacq Mahoni Meliaceae Bangunan 64 Syzygium aqueum (Burman f.)
Alston Jambu air Myrtacaea Buah
65 Tamarindus indica L. Asem jawa Fabaceae Bangunan, peralatan
66 Tectona grandis L.f Jati Verbenaceae Bangunan,
Struktur dan komposisi penyusun vegetasi pekarangan bagian depan atau
samping rumah terlihan longgar hanya jenis tumbuhan buah diselingi tanaman
hias atau sayuran. Sedangkan bagian belakang rumah terdiri dari lapisan kanopi
75
berbagai jenis tumbuhan berkayu dan pohon buah dan semak berselang seling
membentuk struktur yang rapat.
Secara fisiognomi jenis-jenis yang umum di jumpai pada 5 lokasi
pekarangan masyarakat Samin adalah: Jati (Tectona grandis), pisang (Musa sp),
nangka (Artocarpus heterophylla) dan mangga (Mangifera indica) dan jambu biji
(Psidium guajava). Jenis yang specifik terdapat di pekarangan masyarakat
Samin di Kudus dan Pati adalah singkil (Premna integrifolia), merupakan jenis
perdu atau pohon yang daunnya dimanfaatkan masyarakat untuk sayur. Jenis ini
mempunyai aroma yang khas, biasanya digunakan untuk campuran sayur
masakan ikan air tawar.
Berdasarkan analisis tegakan pohon di pekarangan di tampilkan 10 jenis
pohon yang mempunyai indek nilai penting paling tinggi pada tiap lokasi
pengamatan (Tabel 10). Hasil analisis vegetasi selengkapnya ditampilkan dalam
Lampiran 1 s/d 5. Berdasarkan tabel tersebut dapat didapatkan bahwa tanaman
jati (Tectona grandis), merupakan tanaman yang mempunyai INP tertinggi pada
pekarangan masyarakat Samin di Sukolilo Pati dan Klopoduwur Blora; serta
tertinggi kedua di dusun Tambak Blora. Tanaman jati biasanya dibudidayakan di
lahan pekarangannya yang cukup luas terutama di belakang rumah. Tanaman
jati yang umurnya bervariasi mulai yang baru di tanaman sampai yang berumur
lebih dari 10 tahun.
Tanaman bambu ori (Bambusa bambos) paling dominan di pekarangan
masyarakat Samin di Larikrejo dan Kaliyoso Kudus dengan INP 74.29. Jenis
bambu ini juga mendominasi pekarangan masyarakat Samin di Tambak Blora
dengan INP 81.38. Bambu biasanya tumbuh meliar di pekarangan bagian
belakang atau sebagai batas pekarangan. Bambu mempunyai banyak kegunaan
bagi masyarakat, antara lain untuk bahan bangunan atap (usuk, reng), untuk
tiang, untuk dinding (gedhek) dan untuk pagar rumah; selain itu juga digunakan
untuk membuat berbagai peralatan tradisional. Bambu ori banyak ditanam di
pekarangan bagian belakang rumah sebagai batas lahan pekarangan dengan
lahan persawahan sekaligus berfungsi sebagai penahan angin dari areal
persawahan.
Tanaman pisang merupakan tanaman yang umum di tanam di pekarangan
masyarakat Samin. Berdasarkan analisis vegetasi tenaman ini mempunyai nilai
INP tertinggi di pekarangan dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro dan
menempati nilai INP tertinggi kedua di pekarangan masyarakat Samin di Kudus
76
dan Klopoduwur Blora. Tanaman ini mudah tumbuh pada berbagai jenis lahan,
jumlah anakan yang banyak mempercepat tumbuhan berkembang dan
mendominasi lahan tempat hidupnya.
Tabel 10 Indeks Nilai Penting (INP) pohon dominan pada pekarangan masyarakat Samin
Nama lokal Nama ilmiah Indek Nilai Penting (INP)
A B C D E Asam jawa Tamarindus indica L. 12.21 Blimbing buah Averrhoa carambola L. 6.40 7.73 Jambu air Syzygium aqueum
(Burman f.) Alston 9.79
Jambu biji Psidium guajava L. 12.94 17.21 9.02 Jati Tectona grandis L. 102.54* 79.48* 40.73** 11.02 Kapuk randu Ceiba pentandra (L.)
Gaertn. 6.83
Kelapa Cocos nucifera L. 11.56 9.67 Kluweh Artocarpus altilis
(Parkinson) Fosberg 8.10
Lamtoro Leucaena glauca L. 7.04 18.94 32.72 33.56 Mahoni Swietenia macrophylla
King 14.09 17.94 34.80
Mangga Mangifera indica L. 33.48 11.10 37.90 17.48 15.94 Meh, Ki hujan Samanea saman (Jacq)
Merr 17.28
Nangka Artocarpus heterophylla Lam
7.42 5.83 7.88 13.60 11.10
Nimba Azadirachta indica L. 16.08 Pace Morinda citrifolia L. 7.98 Pepaya Carica papaya L. 6.84 8.21 7.08 Pisang Musa paradisiaca L. 64.33** 32.15 51.81** 13.15 77.15* Pring apus Gigantochloa apus
(Schult & Schult f.) Kurz 7.66 11.55
Pring Petung Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex K. Heyne
38.35**
Pring ri Bambusa bambos (L.) Voss
74.29* 81.38*
Secang Caesalpinnia sappan L. 6.42 Sirkaya Annona squamosa L. 9.83 Waru Hibiscus tiliaceus L. Keterangan: A: Larikrejo dan Kaliyoso (Kudus); B:Bombong dan Ngawen (Pati); C: Klopoduwur (Blora); D:
Tambak (Blora); Jepang (Bojonegoro); *) :tertinggi **) tertinggi kedua
4.4.2.3 Tegalan Dalam pengertian umum, tegalan merupakan lahan kering, tidak
memerlukan penggenangan air secara tetap seperti sawah. Ciri-ciri pokok yang
membedakan dengan pekarangan ada tidak ada bangunan tempat tinggal,
biasanya letaknya terpisah agak jauh dari pemukiman penduduk. Tegalan
77
terletak jauh dari pemukiman penduduk, misalnya di pinggir sungai, atau lereng
lereng perbukitan.
Masyarakat Samin memaknai tegalan secara sederhana sebagai lemah
garing, Sebagai pembeda adalah lemah teles (sawah). Tegalan tempatnya lebih
tinggi (nggeneng) tidak banyak mendapat genangan air, berbeda dengan sawah
yang tempatnya lebih rendah (ledok) sehingga cukup mendapat banyak air bila
musim hujan. Selain itu terdapat beberapa pemahaman mengenai tegalan: (1)
lemah garing, tanah kering yang kurang airnya, (2). Tanah pertanian yang jauh
dari mondokan (rumah tinggal) (3). Tanah yang di tanami palawijo dan tanaman
kayu (4) tanah yang jauh dari rumah di hutan atau lereng-lereng perbukitan (5)
Bagi masyarakat sekitar hutan, tegalan adalah tanah pemajekan yang terdapat di
hutan atau alas.
Bagi masyarakat Samin tegalan juga menjadi bagian dari lemah garapan
yang dipergunakan penduduk untuk budidaya berbagai jenis tanaman, misalnya
tanaman perkebunan, palawija maupun tanaman semusim lainnya. Tidak semua
keluarga Samin mempunyai tegalan, dari keseluruhan rumah tangga Samin
hanya sekitar 10% yang mempunyai lahan tegalan. Luas tegalan rata-rata kurang
dari 500m2, tetapi tegalan yang ada dekat hutan biasanya cukup luas berkisar
antara 500m2
Berdasarkan kajian ekologi di tegalan masyarakat Samin ditemukan
bahwa keanekaragaman jenis pohon mencapai 58 jenis, meliputi 43 marga dan
26 suku. Jenis jenis yang penting adalah Fabaceae (11 jenis), Moraceae (6
jenis), Poaceae (5 jenis), Meliaceae (5 jenis), Annonaceae (4 jenis), serta jenis
lain (Tabel 11). Keanekaragaman jenis ini hampir sama dengan yang diperoleh
dari pengamatan jenis pohon di lahan pekarangan. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat mempunyai pola yang sama dalam mengusahakan lahan
pekarangan dan tegalan.
hingga 1 hektar.
Jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia mahagoni) pring ori (Bambusa
bambos), lamtoro (Leucaena glauca), pisang (Musa paradisiaca), mangga
(Mangifera indica) merupakan jenis tanaman umum yang dibudidayakan di
tegalan masyarakat Samin. Jenis yang specifik adalah putat (Baringtonia
racemosa) hanya di temukan di pekarangan masyarakat Samin di Kudus, singkil
(Premna integrifolia) ditemukan di pekarangan masyarakat Samin di Kudus dan
Pati. Krao (Dracontomelum dao) dan Aren (Arenga pinnata) di temukan Sukolilo
Pati dan dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro. Adem mati (Litsea glutinosa),
78
Bendo (Artocarpus altilis), Randu alas (Bombax ceiba). Hanya ditemukan di
lingkungan masyarakat Samin dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro.
Tabel 11 Jenis tanaman di tegalan Masyarakat Samin No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan
1 Adem mati Litsea glutinosa (Lour.) C.B.Rob.
Lauraceae Bahan Bangunan
2 Aren Arenga pinnata Merr Arecacaae Bahan pangan 3 Asam kranji Dialium indum L. Fabaceae Bahan bangunan 4 Asem jowo Tamarindus indica L. fabaceae Bahan bangunan 5 Bendo Artocarpus elasticus
Reinw. Moraceae Bahan peralatan
6 Bringin Ficus benyamina L. Moraceae Perindang 7 Gempol Nauclea orientalis L. Rubiaceae Bahan peralatan 8 Jambe Areca catechu L. Arecaceae Perindang 9 Jambu air Syzygium aqueum
(Burman f.) Alston Myrtaceae Buah
10 Jambu klutuk Psidium guajava L. Myrtaceae Buah 11 Jarak pagar Jatropa curcas L. Euphorbiaceae Tanaman pagar 12 Jati Tectona grandis L. Verbenaceae Bahan bangunan 13 Jeruk bali Citrus maxima (Burm.f.)
Merr. Rutaceae Buah
14 Jeruk keprok Citrus aurantifolia Blanko Rutaceae Buah 15 Johar Senna siamea (Lamarck)
H.S.Irwin & Barneby Fabaceae Bangunan,
peralatan 16 Kamboja Plumeria acuminata Ait Apocynaceae Tanaman hias 17 Kates Carica papaya L. Caricaceae Buah, sayur 18 Kayu kuda Lanea grandis Engl Meliaceae Tanaman pagar 19 Kedondong Spondias dulcis L. Sapindaceae Buah 20 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Sayur, bangunan 21 Kersen Muntingia calabura L. Elaeocarpaceae Buah 22 Kluweh Artocarpus communis
(Parkinson) Forsberg Moraceae Sayur
23 Krao Dracontomelum dao (Blanco) Merris Rolfe
Verbenaceae Bangunan
24 Lamtoro Leucaena glauca L. Fabaceae Kayu bakar 25 Lamtoro gung Leucaena leucocepala L. Fabaceae Peralatan 26 Lo Ficus glomerata Roxb Moraceae Tanaman liar 27 Mahoni Swietenia macrophylla
King Meliaceae Bangunan
28 Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Meliaceae Bangunan
29 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae Buah 30 Meh Samanea saman (Jacq)
Merr. Fabaceae Kayu bakar
31 Mimbo Azadirahcta indica Adr. Juss
Meliaceae Peralatan
32 Mindi Melia azedarach L. Meliaceae Bangunan 33 Mulwo Annona reticulata L. Annonaceae Buah 34 Nangka Artocarpus heterophylla
Lam Moraceae Buah
79
Tabel 11 lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan 35 Pace Morinda citrifolia L. Rubiaceae Bahan obat 36 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae Buah 37 Pisang cici Musa acuminata L. Musaceae Buah 38 Pisang klutuk Musa balbisiana L. Musaceae Pembungkus 39 Ploso Butea monosperma (Lam)
Taub Fabaceae Tanaman pembatas
40 Poh-pohan Buchanania latifolia Roxb. Anacardiaceae Bangunan 41 Polokiyo Thevetia peruviana
(Pers.) K. Schum. Apocynaceae Tanaman hias
42 Preh Ficus thonnii Blumme Moraceae Perindang 43 Pring apus Gigantochloa apus (Schult &
Schult f.) Kurz Poaceae Bahan tali
44 Pring gading Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C. Wendl.
Poaceae Tanaman hias
45 Pring legi Bambusa sp Poaceae Bahan pangan 46 Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss Poaceae Bahan peralatan 47 Pring petung Dendrocalamus asper
(Schult. & Schult. f.) Poaceae Bahan peralatan
48 Putat Barringtonia racemosa Roxb. Lecythydaceae Perindang 49 Randu Ceiba pentandra (L.)
Gaertn. Bombacaceae Bahan serat
50 Randu alas Bombax ceiba L. Bombacaceae Perindang 51 Saga pohon Adenanthera
pavonina Fabaceae
L. Bangunan
52 Sengon Paraserianthes falcataria L.(Nielsen)
Fabaceae Bangunan
53 Sirkaya Annona muricata L. Annonaceae Buah 54 Sirsak Annona squamosa L. Annonaceae Buah 55 Tayoman Cynometra caulifolia L. Fabaceae Tanaman pagar 56 Turi Sesbania grandiflora (L.)
Poir. Fabaceae Kayu bakar
57 Waru Hibiscus tiliaceus L. Malvaceae Tanaman pembatas 58 Weru Albizia procera (Roxb) Benth Fabaceae Bangunan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi di lahan tegalan ditemukan bahwa
Jenis pohon yang mendominasi di tegalan hampir sama dengan jenis pohon
yang mendominasi lahan pekarangan. Sepuluh jenis pohon di lahan tegalan
dengan nilai INP tertinggi di tiap lokasi ditampilkan pada Tabel 12 (Selengkapnya
pada Lampiran 6 s/d 10). Jati merupakan jenis yang mempunyai nilai INP tegalan
paling tinggi pada semua tegalan masyarakat Samin dengan INP kecuali di
tegalan masyarakat Samin Kudus. Tegalan masyarakat Samin di Kudus di
dominasi oleh jenis pisang (Musa paradisiaca ).
80
Tabel 12 Indek Nilai Penting (INP) pohon dominan pada tegalan Masyarakat Samin
Nama Ilmiah Nama Lokal Indeks Nilai Penting (INP) A B C D E
Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Kluweh 6.68 5.71
Artocarpus heterophylla Lam
Nangka 16.36 9.82
Bambusa bambos(L.) Voss
Pring ori 56.82** 12.37 4.91 27.27
Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C. Wendl.
Pring Gading 4.27
Barringtonia racemosa Roxb.
10.57
Carica papaya L Pepaya 9.92 Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
10.28 8.47
Citrus aurantifolia (Christm) swingle
Jeruk manis 19.24
Cocos nucifera L 13.62 6.08 Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer
Pring petung 10.13
Ficus benyamina L. Beringin 14.37 Gigantochloa apus Schult & Schult f.) Kurz
Pring apus 3.77 11.30
Hibiscus tiliaceus L. Waru 5.72 Leucaena glauca L. Lamtoro 43.34 8.54 8.13 9.15 13.98 Leucaena leucocepala L. Lamtoro gung 12.49 Mangifera indica L. Mangga 20.93 34.61** 25.19 Melia azedarach L. Mindi 5.09 Musa paradisiaca L. Pisang 59.96* 55.57** 25.64 36.38** 11.72 Nauclea orientalis L. Gempol 8.04 Plumeria acuminata Ait. Kamboja 9.91 Psidium guajava L. Jambu biji 6.46 Samanea saman (Jacq) Merr
Meh 34.11
Senna siamea (Lamarck) H.S.Irwin & Barneby
Johar 5.20
Sesbania grandiflora (L.) Poir.
Turi 24.74 4.66
Swietenia macrophylla King
Mahoni 29.36 10.44 34.97**
Tectona grandis L. Jati 138.70* 93.49* 164.66* 81.89*
Keterangan: A: Larikrejo dan Kaliyoso (Kudus); B:Bombong dan Ngawen (Pati); C: Klopoduwur (Blora); D: Tambak (Blora); Jepang (Bojonegoro); *) Jenis domninan **} Jenis kodominan
Tanaman Jati (Tectona grandis) merupakan jenis tumbuhan yang paling
paling banyak dibudidayakan pada tegalan masyarakat Samin, tanaman ini
mendominan di hampir semua tegalan di lingkungan masyarakat Samin di
Sukolilo,Blora dan Bojonegoro, kecuali di Kudus. Jenis tanaman yang
mendominasi adalah pisang meliputi berbagai kultivar, misalnya ambon, kepok,
seblok, kawisto, dan lain-lain. Pring ori (Bambusa bambos) merupakan tanaman
yang secara ekologi cukup penting di Kudus dengan nilai INP 56.82 tertinggi
kedua setelah pisang. Pring ori juga banyak dibudidayakan ditegalan masyarakat
Samin di Klopoduwur Blora, Tambak Blora dan Jepang Bojonegoro.
81
Selain jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla ) merupakan
jenis tanaman perkebunan yang banyak dibudidayakan masyarakat Samin dan
merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai INP tertinggi kedua (34.97) setelah
jati pada tegalan di dusun Jepang Bojonegoro.
Jenis tanaman semusim yang dibudidayakan pada lahan tegalan
merupakan jenis tanaman yang tahan kering dan hanya mengandalkan air dari
hujan, antara lain: jagung (Zea mays), ketela pohon (Manihot utilissima);
kacang-kacangan antara lain: kacang hijau (Vigna radiata), kacang panjang
(Vigna unguiculata) kacang tanah (Arachis hypogaea) dan umbi umbian, antara
lain ketela rambat (Ipomoea batatas), uwi (Dioscorea alata), gadung (Dioscorea
hispida), gembili (Dioscorea aculeata
Tegalan di lingkungan masyarakat Samin belum dikelola secara intensif.
Pada tegalan yang ditanami jenis pohon atau tanaman tahunan tidak dilakukan
pengolahan tanah, pemupukan, maupun pengairan secara rutin, atau tanpa
perlakuan khusus. Sedang pada jenis tegalan yang ditanami tanaman semusim
(seperti jagung, palawijo, cabe), tanah dibuat lubang (dikowaki) dan diberi
pupuk kandang saat musim kemarau. Lahan ditanami saat musim hujan tiba.
).
Hasil lahan tegalan dari tanaman sayur biasanya digunakan untuk
kebutuhan sendiri. Namun bila hasil panen cukup besar biasanya dijual, misalnya
jagung dan ketela pohon.
4.4.2.4. Sawah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), yang dimaksud Sawah
adalah tanah yang digarap dan diairi tempat menanam padi. Dalam pengertian
masyarakat Samin yang dimaksud sawah bila konteksnya adalah lahan untuk
pertanian disebut lemah garapan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dilapangan
ditemukan jawaban yang bervariasi mengenai pengertian sawah. Pengertian
sawah bagi masyarakat Samin antara lain:(1) istilah sawah yang sebenarnya
bagi masyarakat Samin adalah istri. Istri adalah sawah dan suami adalah pemilik
sawah, anak anak adalah benih yang tumbuh dari hasil menggarap sawah.
Masyarakat Samin menerapkan kehidupan dalam pertanian mereka ibarat
hubungan suami istri. Pekerjaan utama mereka adalah bertani mengolah lemah
garapan: mengolah sawah, menebarkan dan menumbuhkan bibit padi, dengan
cara ini mereka akan mendapatkan hasil panen. Bertani ibarat menjalankan
82
kewajiban sebagai suami istri, maka petani adalah pekerjaan paling mulia bagi
mereka; (2) bila yang dimaksud adalah lahan untuk bercocok tanam padi, maka
mereka menyebutkan sebagai lemah garapan; (3) tanah yang berpengairan
sehingga memungkinkan untuk menanam padi.
Sawah bagi masyarakat Samin merupakan lahan penghidupan utama.
Pada lahan tersebut mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di siang
hari untuk bekerja di Sawah. Bagi masyarakat Samin menjadi petani adalah
pekerjaan yang paling mulia. Dengan bekerja sebagai petani mereka akan
mendapatkan suatu hasil yang jelas asal usulnya, karena diperoleh dari hasil
keringat mereka sendiri. Karena itu mereka mencurahkan segala tenaga dan
pikiran untuk mengolah lahan sawah. Dari hasil bertani di sawah inilah mereka
menggantungkan hidupnya untuk memenuhi kecukupan makan bagi keluarga
dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya.
4.4.2.4.1 Jenis-jenis sawah Dalam kaitannya dengan pengairan, dikenal adanya tanah sawah
berpengairan dan sawah tadah hujan. Sawah berpengairan adalah sawah yang
sepanjang tahun airnya dapat diatur. Pengaturan oleh Pengairan, Dinas
Pekerjaan Umum, desa atau Perorangan. Sedangkan sawah tadah hujan adalah
sawah yang hanya dikerjakan pada musim hujan, dengan mengandalkan air
hujan.
Sawah berpengairan dibedakan menjadi tiga jenis (1) Sawah berpengairan
teknis, yaitu sawah yang pengairannya dapat diatur, dapat diukur, saluran air
memenuhi persyaratan teknis bangunan irigasi. (2) Sawah berpengairan
setengah teknis, sawah yang pengairannya dapat diatur tetapi pemberian airnya
tidak dapat diukur. Saluran pembawa dan pembuangan memenuhi syarat
bangunan irigasi. (3) Sawah berpengairan sederhana, yaitu sawah yang
pengairannya tidak dapat di diatur, pemberian air tidak dapat diukur dan saluran
irigasi sederhana.
Berdasarkan pengairannya tanah sawah di lingkungan masyarakat Samin
umumnya adalah sawah berpengairan, kecuali sawah sawah di sekitar kawasan
hutan di Klopoduwur Kab Blora dan wilayah Margomulyo Kab. Bojonegoro,
(Tabel 13) sistem pengairannya adalah setengah teknis atau sistem sederhana.
Biasanya di kelola oleh Dinas Pertanian beserta Paguyupan Petani Pemakai Air
(P3A).
83
Pengairan lahan pertanian warga Samin di Kudus dan di Sukolilo Pati
dikelola dan dikoordinir oleh warga Samin, karena mereka yang memiliki lahan
persawahan paling luas, tetapi anggota kelompoknya juga diluar warga Samin.
Sistem pengairan sawah masyarakat Samin di dusun Tambak, Sumber Kab
Blora sebagian besar di kelola perorangan atau kelompok. Jika musim kemarau
mereka mengandalkan sumber air dari sumur tanah yang di bangun di
persawahan, di alirkan dengan dipompa air.
Tabel 13 Jenis sawah dan sistem pengairan di lingkungan masyarakat Samin
Desa Jenis sawah Sumber air Sistim Pengairan
Pengelola
Karangrowo, Desa Larikrejo Kudus
Berpengairan Sungai Embung
Setengah teknis Sederhana
Dinas Pengairan/P3A
Desa Baturejo, Sukolilo Pati
Berpengairan Sungai Setengah teknis Sederhana
Dinas /P3A Kelompok
Klopoduwur, Banjarejo Blora
Tadah hujan Hujan
Desa Sumber Kradenan Blora
Berpengairan Sungai Air tanah
Setengah teknis
Kelompok
Desa Tapelan Ngraho Bojonegoro
Berpengairan Sungai Dam
Dinas Pengairan/P3A
Desa Margomulyo , Bojonegoro
Tadah hujan Hujan
Sumber air untuk irigasi persawahan di desa Kaliyoso, Larikrejo Kab
Kudus dan wilayah Sukolio, sebagian besar mengandalkan sumber airnya dari
jaringan irigasi ‘Jratunseluna’ merupakan jaringan irigasi anak sungai Juana yang
melintasi wilayah tersebut. Pada musim hujan anak sungai Juana ini sering
meluap dan membanjiri lahan pertanian penduduk. Frekuensi terjadinya banjir
pada sungai Juana semakin sering sejak penjarahan kayu di Perbukitan
Kendeng, yang menyebabkan hutan banyak yang gundul, sehingga air dari hutan
langsung mengalir ke sungai- sungai kecil yang bermuara di anak sungai Juana.
Sumber air untuk sawah di desa Sumber Kec Kradenan Kab Blora, berasal
dari sungai dan air tanah. Sungai biasanya kering pada musim kemarau, namun
petani masih bisa menanam padi dengan menggunakan air tanah. Masyarakat
Samin sudah banyak membangun sumur gali di sawah dan memasang pompa
air, selain itu Dinas pengairan telah membangun sumur artesis dan pompa air
untuk memenuhi kebutuhan pengairan sawah petani. Karena itu mereka tetap
bisa menanam padi minimal 2 kali setahun.
84
4.4.2.4.2 Pola Tanam Terdapat variasi pola tanam pada masyarakat Samin. Pada tanah yang
berpengairan di Kudus, di sumber Blora pola tanam biasanya 2 kali tanam padi
dan satu kali palawija. Sedangkan untuk sawah tadah hujan biasanya hanya satu
kali padi dan satu kali palawija, setelah itu sawah diberokan. Khusus untuk
persawahan di sukolilo dilakukan 2 kali masa tanam padi, tanpa tanam palawija.
Karena lahan sering terendam banjir ketika musim hujan, maka awal tanam padi
sering mundur menunggu surut sekitar bulan Maret- april, kemudian masa tanam
kedua sekitar bulan Agustus-september sebelum musim hujan tiba. Antara bulan
Desember s/d Februari sawah tidak bisa ditanami karena terendam banjir. Tabel
14 menyajikan pola tanam dan masa tanam lahan sawah di lingkungan
masyarakat Samin.
Tabel 14 Pola tanam lahan sawah di lingkungan masyarakat Samin
Desa Pola Tanam Masa Tanam Karangrowo, Larikrejo (Kudus)
Padi-padi-palawija
Labuh-apit-ketigo
Desa Baturejo, Sukolilo (Pati)
Padi-padi Diluar musim hujan Maret-juni Agustus-Nopember
Klopoduwur (Blora) Padi-palawija-bero Labuh-apit-ketigo Sumber (Blora) Padi-padi-palawija Labuh-apit-ketigo Margomulyo (Bojonegoro)
Padi-palawijo-bero Labuh-apit-ketigo
4.4.2.4.3 Jenis Tanaman yang Dibudidayakan di Sawah
Jenis tanaman yang diusahakan di lahan sawah adalah padi. Jenis padi
yang di tanam umumnya adalah bibit unggul seperti apa yang menjadi anjuran
pemerintah. Petani sudah jarang yang menyimpan dan menanam jenis padi
lokal. Varitas padi yang disukai antara lain IR 64, IR 64 super dan Ciherang.
Ciherang paling banyak di tanam karena hasil panen biasanya lebih banyak,
lebih tahan hama, rasa dan harga jualnya tidak berbeda dengan kultivar lainnya.
Berbagai jenis tanaman palawija ditanam di sawah ketika kondisi lahan
kering. Jenis palawija yang dibudidayakan masyarakat Samin berupa biji-bijian,
kacang kacangan, sayuran dan buah buahan (Tabel 15). Jenis tanaman yang
sering ditanam di persawahan masyarakat Samin di Kudus dan Pati pada saat
musim kemarau antara terutama adalah tanaman semangka (Citrulus lanatus),
meliputi kultivar semangka buah dan semangka kwaci. Jenis biji-bijian seperti
jagung, dan kacang-kacangan tidak banyak dibudidayakan masyarakat. Pada
persawahan di lingkungan masyarakat Samin di Blora dan Bojonegoro,
85
umumnya cocok untuk ditanami berbagai jenis palawija seperti jagung, kedelai,
ketela pohon; dan berbagai jenis sayuran seperti cabe, terong, tomat, kacang
panjang dan sebagainya. Tanaman tembakau dibudidayakan oleh masyarakat
Samin di daerah Blora dan Bojonegoro. Jenis tanaman yang hanya
didudidayakan oleh masyarakat Samin di dusun Tambak Blora adalah kentang
jowo/kentang kanci (Coleus tuberosus)
Tabel 15 Jenis tanaman yang di budidayakan lahan sawah masyarakat Samin
No Nama Ilmiah Nama local A B C D E 1 Arachis hypogaea L. Kacang cabut/
kacang tanah - - + + +
2 Capsicum annum L. Lombok (cengek) - - + + + 3 Citrulus lanatus (Thunb.) Semangka buah/biji + + + + + 4 Cucumis melo L. Blewah + - - - - 5 Glycin max (L.) Merr. Kedele - - + + + 6 Ipomoea batatas L. Telo rambat - - + + + 7 Manihot utilissima L. Telo pohong (menyok) - - + + + 8 Nicotiana tabacum L. Tembakau - - + + - 9 Coleus tuberosus
(Blume) Benth Kentang jowo/ kentang ireng/ kentang kleci
- - - + -
10 Solanum lycopersicum L.
Tomat - - + + +
11 Solanum melongena L. Terong - - + + + 12 Vigna radiata (L.) R.
Wilczek Kacang hijau - - + + +
13 Vigna unguiculata (L.) Walp.
Kacang lanjar + + + + +
14 Zea mays L. Jagung (gandung) - - + + + Keterangan: A: Larikrejo dan Kaliyoso (Kudus); B:Bombong dan Ngawen (Pati); C: Klopoduwur (Blora); D:
Tambak (Blora); Jepang (Bojonegoro); +: ada ; - : tidak ada 4.4.2.4.4 Tanda-tanda Alam dalam Aktivitas Pertanian
Bagi masyarakat Samin untuk memulai bercocok tanam mereka sudah
tidak menggunakan pranoto mongso, tetapi mereka memakai pathokan awal
musim hujan (labuh) sebagai awal musim tanam pertama (MT1) untuk bercocok
tanam padi. Masa tanam kedua (MT2) adalah waktu apit, yakni waktu setelah
panen masa tanam pertama, memasuki MT2, saat masih musim penghujan.
Setelah panen MT2 biasanya sudah memasuki musim kemarau merupakan
waktu untuk bercocok tanam palawija.
Dalam budaya masyarakat Samin di juga dikenal adanya ilmu titen.
Masyarakat Samin di Kudus menggunakan beberapa perilaku hewan atau
tumbuhan yang dapat menunjukkan pergantian musim, baik musim labuh/hujan
maupun musim kemarau, antara lain ditampilkan pada Tabel 16. Beberapa jenis
hewan dan tumbuhan mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap perubahan
86
lingkungan (kelembaban, suhu, cuaca dan lain-lain) sehingga hewan tersebut
lebih cepat merespon perubahan tersebut dengan menampilkan perilaku yang
berbeda dari biasanya. Tanda-tanda ini menarik untuk dikaji dan dicari bukti-bukti
keterkaitannya dengan kondisi lingkungan sehingga secara ilmiah dapat
dibuktikan kebenarannya. Hal ini bisa membantu mengungkapkan bahwa ilmu
titen yang dimiliki masyarakat tradisional merupakan pengetahuan yang ilmiah,
sehingga masyarakat tradisionalpun sebenarnya sudah banyak mempraktekkan
pengetahuan ilmiah.
Tabel 16 Tanda tanda alam yang berkaitan dengan aktivitas pertanian di lingkungan masyarakat Samin
No Tanda tanda alam Jenis hewan /tumbuhan
Nama jenis/ Takson
Indikasi
1 ‘Kodok werijel’ kodok keluar, berbunyi
Kodok (Bufo sp) Bufo sp Awal musim labuh
2 Burung Jekethet clok
Aves - Awal musim kemarau
3 Burung Jektetet Clok
Aves - Awal musim hujan
4 Daun kapuk rontok Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn. )
Awal musim kemarau
5 Laron keluar dari sarang
Anai-anai (Laron)
Insecta (isoptera)
Musim labuh
6 Ratu rayap keluar dari sarang, ke permukaan tanah
Ratu rayap Insecta (Isoptera)
Akan datang hujan
7 Ratu rayap Masuk ke sarang
Ratu rayap Insecta (Isoptera)
Awal kemarau
8 Rebung tumbuh tetapi daun belum membuka
Pring petung Pring ori
Dendrocalamus asper Bambusa bambos
Hujan belum akan turun
9 Telur keong mas diletakkan di batang tanaman sawah
Keong mas Pamacea canaliculata
Akan ada hujan tapi genangan air tidak melibihi telur pada batang padi
4.4.2.4.5 Pengetahuan Tentang Kesuburan Tanah
Pemahaman masyarakat terhadap kesuburan tanah itu tergantung dari ada
atau tidaknya usaha manusia dalam mengolahnya. Seperti yang tercatat dalam
ungkapan ereka “Subur lan orane lemah iku gumantung wonge, yen lemah
dipaculi yo subur, yen ora tau dipaculi yo dadi ora subur” (Subur atau tidaknya
87
tanah itu ditentukan oleh orangnya, kalau tanah dicangkuli, dirawat dengan baik,
maka tanah menjadi subur, tetapi kalau tidak dicangkuli tidak diolah dengan baik
maka tanah akan menjadi tidak subur). Pemahaman ini sekaligus menunjukkan
bahwa masyarakat Samin merupakan petani yang ulet dan bekerja keras untuk
bisa mendapatkan hasil pertanian yang baik.
Bagi masyarakat Samin di Blora tanah yang dianggap subur adalah yang
berwarna hitam dan gembur, sedang tanah yang kurang subur berwarna kuning
kecoklatan dan kering. Bagi masyarakat Samin di Pati dan Kudus yang sebagian
lahan sawahnya berupa rawa pengetahuan tanah yang subur biasanya berwarna
merah kebiruan (abang biru), bila kering ngropyok (gembur, mudah lepas).
Sedang tanah yang tidak subur (lemah gering), bila kering mengkel/atos (atos).
Tanah yang cukup air biasanya subur, bila diberi pupuk akan mudah diserap
tanaman. Tanah yang kering biasanya kurang subur, bila dipupuk tidak ada air,
pupuk tidak bisa langsung diserap tanaman. Tanah yang di ledokan (tempat yang
lebih rendah) biasanya lebih subur karena mendapat aliran air yang mengandung
4.4.2.4.6 Pemupukan dan Teknologi Pembuatan Pupuk
Umumnya petani Samin sudah menggunakan pupuk kimia (Urea, TSP,
KCl). Namun mereka masih memberikan pupuk organik (pupuk kandang) paling
tidak setahun sekali terutama pada musim kemarau. Kesadaran penggunaan
pupuk organik saat ini semakin meningkat dengan semakin mahalnya pupuk
kimia. Masyarakat mulai beralih lagi menggunakan berbagai jenis pupuk organik
yang banyak tersedia di lingkungan mereka.
Pupuk organik yang digunakan terutama adalah pupuk kompos dari
kotoran sapi atau hewan ternak lainnya. Masyarakat memahami bahwa
penggunaan pupuk organik, memang tidak secara cepat memberikan kesuburan
pertumbuhan pada tanaman, namun kesuburan tanah lebih terjaga dan tahan
lama, tanaman menjadi lebih kuat dan bulir biji umumnya lebih berisi.
Masyarakat Samin memiliki pengetahuan berbagai jenis pupuk organik
dan teknologi sederhana untuk membuat pupuk organik tersebut. Teknologi
pembuatan pupuk organik tersebut diperoleh secara turun temurun merupakan
teknologi lokal, maupun teknologi baru hasil belajar dari orang lain. Jenis pupuk
organik yang diketahui masyarakat Samin antara lain pupuk kandang, pupuk
urin sapi, pupuk kotoran kelelawar, pupuk arang sekam, pupuk hijau dan
teknik pembuatannya pada Tabel 17.
88
Tabel 17 Jenis pupuk organik dan teknologi pembuatannya pada masyarakat Samin Jenis Pupuk Organik
Teknologi Pembuatan Cara pemakaian Keterangan
Pupuk Kandang
Kotoran sapi ditampung dalam lubang atau wadah khusus, dibiarkan sampai kering dan menjadi kompos. Untuk memepercepat proses menjadi kompos, kadang dibakar bersama jerami atau sampah sisa pakan ternak
Diberikan saat musim kemarau saat tanah kering, sebelum musim penghujan
Diberikan pada tanah yang kering, pada tanah yang selalu tergenang di daerah Kudus maupun Pati, tidak dilakukan pemberian pupuk kandang
Kompos Dibuat dari kotoran ternak, dan campuran dedak, batu kapur, dilakukan proses pengomposan paling tidak 1 bulan
Ditebarkan di sawah saat musim kering, sebelum datang hujan
Proses pembuatan kompos dilakukan oleh masyarakat Samin di daerah Blora dan Pati
Pupuk Urin sapi
Bahan urin sapi dan perasan empon-empon, ditambah tetes tebu dan EM4, direndam I bulan
Disemprotkan pada tanah, 3 hari sebelum tanam dan saat tanaman berumur 1 minggu
Dilakukan oleh beberapa petani Samin di Pati dan Blora
Kotoran kelelawar (Guano)
Kotoran kelelawar yang diambil dari gua-gua dpt langsung digunakan tanpa proses pengolahan
Diberiukan waktu musim kemarau
Dilakuakan petani Samin di Sukolilo Pati, diambil dari gua gua karst di Pegunungan Kendeng
Arang Sekam padi
Sekam padi ditempatkan dalam suatu wadah, dipasang suatu pipa besi untuk jalan keluar asap, sekam dibakar tidak sampai menjadi abu, dengan cara sekam dibakar secara pelan-pelan, dibolak-balik dan disiram air.
Diberikan saat musim kemarau, bersama dengan pupuk kandang atau pupuk kompos lainnya
Dilakukan petani Samin di dusun Jepang Desa Margomulyo. Sekam padi memperbaiki struktur tanah dan untuk menetralkan pH tanah kapur yang umumnya basa
Pupuk hijau Jerami atau sisa sisa tanaman palawija dicacah disebar, di lahan sawah sebelum tanah di cangkul atau di bajak
Dilakukan sehabis masa tanam padi atau palawija
Penggunaan pupuk hijau sudah jarang dilakukan masyarakat, jerami biasanya digunakan untuk pakan ternak
4.4.2.4.7 Tahap Pengelolaan Sawah Tahapan pengerjaan sawah meliputi pengolahan lahan, penyiapan bibit
padi (ngurit-ndaut) , penanaman (tandur), pemeliharaan (matun, nyemprot) dan
89
tahap panen. Tahapan kegiatan pengerjaan lahan sawah secara ringkat disajikan
pada Tabel 18.
Tabel 18 Tahapan kegiatan pengerjaan sawah dan pembagian tenaga pada masyarakat Samin
Tahapan Kegiatan Bahan peralatan Pengelolaan Pengolahan tanah
1. Pembersihan lahan 2. Pemberian air (ngoncori) 3. Membajak tanah (ngluku
dan garu), membalik dan meratakan tanah
4. Membuat tanggul
Cangkul, sabit, mesin traktor
Dilakukan laki-laki, sewa traktor, sistem upahan atau sistem sambatan
Penyiapan bibit 1. Persiapan lahan
penyemaian 2. Penyemaian bibit pada
lahan yang sudah disiapkan
3. Pencabutan benih padi (ndaut)
Benih padi, tali bambu
Lahan persemaian disiapkan di sebagian lahan sawah, ndaut dilakukan laki-laki
Penanaman padi
1. Penanaman benih padi pada lahan yang sudah disiapkan (tandur)
2. pengeringan lahan
Tali bambu, tali plastic, cangkul, sabit, seretan
tandur dilakukan oleh perempuan dgn sistem pengupahan atau sistem sambatan
Pemeliharaan 1. Pengaturan air 2. Penyiangan rumput 3. Pemupukan 4. Penanggulangan hama
Cangkul, susruk, pupuk buatan, bahan pestisida, alat semprot hama
Dilakukan pemilik sawah, tenaga laki-laki, kecuali penyiangan rumput bisa dilakukan laki-laki atau perempuan
Panen 1. Pemangkasan batang padi
Sabit Dilakukan laki-laki
2. Perontokan gabah Mesin perontok padi, karung/sak
Dilakukan laki-laki
3. Pengangkutan Sepeda motor Dilakukan laki-laki Pasca Panen 1. Penjemuran Alas penjemur
padi Dijemur dihalaman, dilakukan laki-laki atau perempuan
2. Penyimpanan Karung gabah/sak
Gabah kering dimasukkan dalam karung/sak, sebagian disimpan, sebagian di jual untuk kebutuhan
Proses pengolahan tanah. Proses pengolahan tanah bervariasi
tergantung jenis lahan dan ketersediaan air. Tujuan pengolahan tanah adalah
membuat tanah menjadi subur. Para petani mempunyai teknologi sederhana
dalam pengolahan lahan, yang diperoleh secara turun temurun. Prinsipnya
90
adalah membolak balik tanah, sehingga tanah gembur dan mudah ditanami.
Selain itu sisa-sisa tanaman sebelumnya dapat terpendam sehingga cepat
membusuk menjadi pupuk. Sawah mulai dikerjakan ketika musim labuh, yaitu
awal musim penghujan, ditandai dengan datangnya hujan pertama setelah
musim kemarau. Bila musim hujan tiba mereka mulai menggarap tanah.
Peralatan pengolahan lahan antara lain alat bajak, garu, luku, cangkul,
sabit. Untuk membajak tanah umumnya sudah diunakan peralatan modern (hand
tractor). Mereka juga menyadari pengolahan dengan tractor ini menyebabkan
tanah menjadi sedikit lebih padat, sehingga tanah kurang gembur. Tetapi karena
alasannya penghematan tenaga, mempercepat pekerjaan untuk mengejar waktu
penanaman bersama-sama petani lainnya, maka mereka menggunakan traktor.
Sebagian petani di daerah Margomulyo Bojonegoro masih menggunakan bajak
tradisional terutama untuk daerah di lereng bukit yang susah dijangkau atau
dikerjakan dengan hand tractor.
Langkah yang dilakukan sebelum lahan dibajak adalah membersihkan
lahan dari sisa-sisa panen sebelumnya. Misalnya dengan membabat sisa sisa
jerami, atau mencabut sisa-sisa batang tanaman palawija jika sawah tersebut di
tanami palawija. Pada lahan yang kering setelah bersih paling tidak sehari
sebelumnya sawah diairi agar mudah dibajak. Proses selanjutnya adalah
membalik tanah dengan alat bajak atau luku, aktivitas membalik tanah ini disebut
ngluku. Selama tanah dibajak sekaligus di aliri air (dioncori) sehingga tanah
mudah dikerjakan. Kegiatan lain selama ngluku adalah membuat tanggul
penahan air (galengan), sehingga air yang di alirkan tidak mengalir kemana-
mana. Setelah tanah di balik proses selanjutnya adalah nggaru, yaitu meratakan
tanah dengan alat yang dinamakan garu. Setelah tanah rata, tanah digenangi air
dan dibiarkan selama sehari semalam, agar air benar benar masuk dalam tanah
(tanah menep). Setelah itu tanah siap di tanami padi.
Pada lahan yang selalu basah seperti di daerah Larikrejo, Kaliyoso dan
daerah sukolilo, pengerjaan tanahnya lebih sederhana. Pada masa tanam
pertama, proses pengolahan tanah diawali dengan ngluku, tanah di balik,
kemudian dibuat galeng (tanggul sawah penahan air). Selanjutnya tanah digaru,
hingga rata. Masyarakat Samin di Larikrejo mempunyai teknologi sederhana
membantu meratakan tanah dengan menggunakan seretan (alat semacam jaring
dari benang nilon, berukuran 1x1.5m, diberi gagang dan dapat ditarik. Menurut
mereka kalau tanah tidak diratakan dapat menyebabkan adanya tanah
91
nggeneng (lebih tinggi). Bila tanah ngeneng pupuk yang ditaburkan tidak dapat
diserap tanaman padi, sehingga merangsang tumbuhnya banyak rumput.
Untuk masa tanam kedua pengolahan tanah cukup sederhana, tanah
cukup diblebes (tidak di garu atau diluku) tujuannya untuk membenankan jerami,
agar cepat menjadi pupuk. Setelah itu tanah diratakan dan siap untuk ditanami.
Penyiapan Benih. Penyiapan benih padi (wineh), merupakan tahap yang
penting bagi petani Samin. Masyarakat Samin biasanya membuat sendiri bibit
padi yang akan di tanam. Untuk membuat benih harus digunakan bibit padi yang
baik. Kriteria tanaman padi yang baik untuk dibuat bibit antara lain: (1) pari
mapak, tanaman padi yang akan diambil untuk bibit mempunyai ketinggian
sama/rata, sehingga akan dihasilkan bibit yang seragam. (2) Ulen landing ,
tangkai padi panjang. (3) dapuran/anakan padi lebih besar, berarti tanaman
subur.
Penyemaian benih dilakukan pada permulaan musim labuh, sebelum
pengolahan lahan. Penyiapan lahan penyemaian, sama seperti pengolahan
tanah sebelum ditanami, tanah di bajak, di cangkul dan diratakan, diairi. Bibit
padi siap disebarkan pada lahan tersebut. Lahan untuk menyebar benih ini
disebut pinihan. Bibit padi siap di tanam setelah berumur 21-28 hari.
Setelah cukup umur bibit padi siap di tanam, terlebih dahulu dilakukan
pencabutan bibit padi yang disebut ndaut. Proses ndaut ini biasanya dilakukan
oleh kaum laki-laki. Bibit padi diikat dengan tali bambu, untuk memudahkan
membawa ke lahan penanaman padi. Bibit padi di siapkan di lahan penanaman
dan siap untuk di tanah
Penanaman Benih Padi. Tahap penanaman padi disebut tandur .
Kegiatan tandur dilakukan oleh kaum perempuan secara bersama sama. Dalam
satu kali penanaman di suatu lahan persawahan penanaman bisa dilakukan
sampai 28-30 orang. Bagi masyarakat Samin aktivitas ini dilakukan bersama
secara bergotong royong, tanpa pengupahan (sambatan). Model tandur secara
sambatan ini sudah menjadi tradisi mereka sejak dahulu dan sampai sekarang
masih dilkakukan, dan menjadi suatu pemandangan yang menarik ketika
kegiatan sedang berlangsung.
Wineh padi di tanam mengikuti larikan tanaman padi yang dibuat terlebih
dahulu dengan bantuan benang nilon atau tali plastik. Larikan dibuat memanjang
berjarak sekitar 1 meter antara satu dengan lainnya. Penanamam wineh
92
mengikuti larikan yang sudah disiapkan. Jarak penanaman 20-25 cm, jumlah bibit
yang di tanam tiap lubang tanam 3-5 bibit. Setelah selesai penanaman maka dilakukan pengeringan air dilahan. Untuk
memberi kesempatan tumbuhnya akar dan tunas baru. Setelah bibit mulai
tumbuh ditandai dengan munculnya tunas tunas atau anakan baru, makan lahan
diairi kembali.
Pemeliharaan tanaman. Tahapan yang dilakukan setelah penanaman
padi adalah memelihara tanaman. Kegiatan pemeliharaan meliputi pengaturan
air, memperbaiki galengan (pematang), menyiangi rumput, melakukan
pemupukan dan mengamati ada tidaknya hama.
Rumput merupakan tumbuhan pengganggu pertumbuhan tanaman padi.
Untuk itu mereka melakukan penyiangan rumput di lahan sawah. Bila rumput
tidak terlalu banyak, biasanya cukup dicabut dengan tangan, tetapi bila terlalu
banyak maka rumput disiangi dengan alat yang disebut susruk. Susruk ini berupa
lempengan besi yang permukaannya di buat runcing dan tajam, dengan
pegangan terbuat dari kayu. Penggunaan alat ini dengan meletakkan alat ini ke
lantai tanah di sela tanaman padi, kemudian di dorong ke depan. Rumput yang
terkena susruk akan terangkat dari tanah.
Setelah penyiangan tanah di keringkan dan kemudian dilakukan
pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan pupuk buatan, sebanyak dua kali,
pada umur tanaman 12-15 hari, setelah tanah disiangi dan kedua pada umur
padi 21-25 hari setelah tanam. (Lahan biasanya diberikan pupuk kandang atau
kompos jauh sebelum lahan diolah, pada waktu musim kemarau). Setelah padi
keluar (mrekatak) tanah di keringkan dan ditunggu sampai padi tua.
Tahap pemeliharaan lainnya adalah penanggulangan hama. Masyarakat
Samin memiliki teknologi sederhana untuk memanggulangi hama tanaman.
Diantaranya menggunakan bahan alami dari tumbuhan atau bahan lainnya
(Tabel 19). Masyarakat Samin juga mempunyai kearifan dalam menanggulangi
hama, selain dengan cara tersebut mereka juga mempunyai cara lain yaitu
dengan cara halus. Dengan memahami bahwa hewan yang dianggap hama
tersebut sebenarnya tidak bermaksud menggannggu atau merusak tanaman
manusia, tetapi mereka datang karena butuh urip lan butuh mangan. Sebagai
sesama hidup manusia tidak mempunyai hak untuk membunuhnya. Untuk
menanggulanginya adalah dengan menyediakan apa yang mereka butuhkan
(sajen). Bentuk makanan yang disiapkan didapat dengan cara perenungan.
93
Pemberian bentuk yang diinginkan tersebut disertai jawab (permohonan secara
gaib), agar hama tersebut tidak mendatangi tanaman penduduk lagi. Cara ini
masih dilakukan sebagian penduduk Samin.
Tabel 19 Teknologi tradisional penaggulangan hama pada pertanian masyarakat Samin
No Kegunaan/ penanggulangan
Bahan Cara pembuatan dan penggunaan
1 Penanggulangan hama wereng
gadung (Dioscorea hispida ) Daun mindi (Melia azedarach L.) Daun jenu (Derris eliptica)
Bahan di haluskan, disaring dan digunakan untuk obat semprot
2 Penanggulangan hama wereng
lirang Dibakar di sawah
3 Penanggulangan walang sangit
Buah lombok (Capsicum sp), bawang putik (Allium sepa), tembakau (Nicotiana tabacum)
Bahan dihaluskan, disaring, direndam 24 jam dan disemprotkan
4 Hama walangsangit
Kepiting/yuyu Kepiting di tusuk/direnteng pada bilah bambu, ditancapkan di sawah
5 Hama walangsangit dan belalang
Kunyit (Curcuma domestica) Bengle (Zingiber purpureum) Beras (Oryza sativa)
Kunyit diparut dicampur bengle dan beras yang sudah dihaluskan, disebar di sawah
6 Hama sundhep Buah jengkol (Pithecelobium jiringa)
Jengkol diiris, disebar di sawah
7 Hama sundhep Abu dapur Abu dapur di sebar di lahan
Tahap Panen. Pemanenan padi tidak menggunakan lagi cara tradisional
dengan ani ani, yang biasanya dilakukan oleh perempuan jaman dahulu, tetapi
sekarang cara pemanenan padi dilakukan dengan sabit. Batang padi di pangkas
bagian pangkal, kemudian biji padi dirontokkan dengan mesin perontok padi
(dos) yang dilakukan saat itu juga di sawah. Kegiatan panen padi tersebut
sekarang disebut dengan istilah ‘ngedos’. Gabah yang sudah dirontokkan di
masukkan dalam karung plastik (sak/liri). Hasil panen biasanya dihitung
berdasarkan banyaknya sak gabah yang diperoleh.
Hasil panen di bawa pulang berupa gabah setelah di masukkan pada
karung, dibawa pulang. Selanjutnya dilakukan penjemuran sampai kering selama
dua sampai tiga hari. Setelah kering dimasukkan kembali ke dalam karung, untuk
disimpan, sebagian diselepkan untuk kebutuhan makan sehari-hari atau dijual
untuk membeli kebutuhan lainnya.
Dalam tradisi masyarakat Samin berlaku tradisi pembagian hasil panen.
Hasil panen dibagi untuk empat keperluan yakni: untuk wineh, untuk sandang,
94
untuk pangan dan untuk bawon. Bagian untuk wineh (bibit) selalu disiapkan
untuk persediann bibit musim tanam berikutnya, karena mereka selalu membuat
bibit sendiri untuk tanaman padinya. Bagian yang untuk sandang adalah yang
untuk kebutuhan sehari hari selain untuk makan, termasuk untuk membeli pupuk
dan keperluan rumah tangga lainnya. Bagian yang untuk pangan adalah yang
dipergunakan untuk kebutuhan makan keluarga. Bagian terakhir bawon adalah
bagian untuk yang membantu pemanenan padi.
Penyimpanan Hasil Panen. Masyarakat Samin selalu menyimpan
sebagian hasil panennya untuk kebutuhan makan atau kebutuhan lainnya. Hasil
panen pada masa tanam 1(MT1) biasanya tidak banyak menyimpan hasil
panen, karena banyak digunakan kebutuhan pembiayaan pengolahan lahan dan
penanaman berikutnya (MT2). Mereka hanya menyimpan secukupnya untuk
kebutuhan makan selama musim tanam padi berikutnya (3-4bl). Sedangkan
setelah hasil panen MT2 lebih banyak disimpan untuk persiapan selama musim
kemarau, sampai musim tanam padi berikutnya.
Cara penyimpanan hasil panen padi (gabah) dilakukan secara sendiri
maupun secara kolektif. Umumnya setiap rumah warga Samin menyimpan hasil
panen mereka secara sendiri-sendiri. Gabah kering yang sudah dimasukkan
dalam sak, disimpan di bagian samping ruang tamu. Simpanan gabah ini diambil
sedikit sedikit untuk kebutuhan makan sendiri, atau dijual untuk ditukarkan/di
belikan barang kebutuhan lain seperti minyak goreng, sabun, gula, garam dan
kebutuhan lain yang mereka tidak dapat menghasilkan sendiri.
Cara penyimpanan gabah secara kolektif dilakukan oleh masyarakat Samin
di Pati dan Kudus. Mereka membentuk semacam paguyupan simpan pinjam padi
yang dikelola secara kelompok. “Paguyupan Kadang Sikep” merupakan nama
kelompok Masyarakat Samin di Kudus dan pati yang kegiatannya antara lain
mengelola lumbung pangan. Beranggotakan warga Samin di dukuh Ngawen,
dukuh Bombong, dukuh Nggaliran Kab. Pati dan dukuh Kaliyoso, Kudus.
Penyimpanan padi dilakukan setiap panen sebanyak 20kg/keluarga. Untuk
peminjaman dikenakan tambahan pengembalian 5kg/kwintal. Gabah disimpan di
rumah warga sikep di dukuh Nggaliran Kudus dan Dukuh Ngawen Pati. Pada
kelompok tersebut terdapat dua lumbung padi yakni Lumbung gede yang
melayani masyarakat Samin pada empat desa dan Lumbung cilik yang khusus
untuk masyarakat Samin dusun Ngawen, Pati.
95
4.4.2.5 Rawa dan Embung Rawa dalam pengertian masyarakat Samin adalah tanah yang selalu
digenangi air. Keberadaan rawa di lingkungan desa semakin berkurang, sudah
banyak berubah fungsi menjadi lahan persawahan, terutama sejak dibangunnya
Saluran irigasi Jratunseluna tahun 1985/1996. Sisa-sisa rawa masih dijumpai di
sekitar persawahan terutama tanah tanah yang lebih rendah, di dekat aliran
sungai atau saluran irigasi. Gambar 26 menunjukkan Rawa yang dibangun
Embung dan sungai yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin di Kudus.
Lahan rawa banyak ditumbuhi jenis tanaman meliar terutama kangkung air
(Ipomoea aquea), enceng gondok (Eichhornia crassipes), kenthos (Nelumbo
nucifera) dan berbagai jenis rumput. Rawa bagi masyarakat penting sebagai
tempat untuk mencari pakan ternak kambing, terutama kangkung air (Ipomoea
aquea). Selain itu juga terdapat beberapa jenis ikan seperti, lele rawa, Bethik
(Ananas testudinetus), sepat (Trichogaster trichopterus), wader (Rasbora
argineteria).
Gambar 26 (a) Embung dan (b) Sungai di Karangrowo Kudus sebagai sumber
pengairan dan lahan untuk budidaya atau mencari ikan
Embung, dipahami oleh masyarakat sebagai lahan untuk menampung air
ketika musim penghujan dan sebagai sumber pengairan pada saat musim
kemarau. Lokasi embung berada agak jauh dari pemukiman warga Samin.
Embung sengaja di buat oleh pemerintah bersama masyarakat sekitar tahun
1900an, sebagai pengganti rawa untuk menampung air hujan. Selain sebagai
sumber air, embung ini juga bermanfaat bagi masyarakat sebagai tempat
budidaya ikan (karamba), juga tempat mencari ikan liar, terutama saat akhir
musim penghujan, atau pada awal musim kemarau ketika air embung mulai
surut. Jenis jenis ikan yang biasa di temukan antara lain: Lundu/ Kuthuk (Chana
a b
96
striata), Bloso, lele rawa, udang, Mujair (Oreochromis mossambicus), Nila,
Bethik, ikan sapu-sapu.
4.4.2.6 Hutan Jati Masyarakat Samin di dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro;
Klopoduwur Blora dan Sukolilo Pati, tinggal di dekat kawasan hutan jati
(Perhutani). Pada umumnya mereka mempunyai pemahaman cukup baik
mengenai hutan. Mereka banyak mendapatkan manfaat adanya hutan, karena
masyarakat di sekitar hutan perhutani biasanya menjadi penggarap lahan
perhutani (pesanggem). Sebagai pesanggem mereka mendapat lahan untuk
menanam polowijo dengan sistem tumpang sari pada lahan milik perhutani
yang dikerjakan. Hutan jati (Lahan Perhutani) merupakan tempat mencari
bekerja mencari nafkah untuk kehidupan mereka sehari hari. Hutan atau lahan
Perhutani dalam pandangan masyarakat Samin di Jepang sering disebut sebagai
baon , dari kata bahasa jawa bahu, yang berarti tenaga atau penggarap lahan.
Masyarakat Samin Bombong dan Ngawen, di Sukolilo, berada di dekat
kawasan Pegunungan Kendeng, tetapi tidak ada yang menjadi petani penggarap
lahan perhutani. Mereka juga tidak mengambil hasil hutan seperti kayu bakar,
berburu atau hasil hutan lainnya. Tetapi mereka mempunyai keterkaitan dengan
Pegunungan Kendeng karena lahan pertanian mereka sebagian tergantung pada
keberadaan sumber mata air yang ada di Kawasan Pegunungan. Sehingga
mereka mempunyai pemahaman dan kesadaran yang baik untuk menjaga
kelestarian hutan.
Masyarakat Samin di Kudus dan Tambak, Blora berada di kawasan
pedesaan yang jauh dari hutan. Mereka jarang berinteraksi langsung dengan
hutan, sehingga pemahaman mereka tentang hutan kurang. Mereka kurang
memperhatikan apa yang jauh dari kehidupan keseharian mereka. Sebagaimana
masyarakat pedesaan umumnya, mereka menyebut hutan sebagai alas. Alas
dipahami sebagai tempat tumbuhnya pohon-pohon besar, dan tempat hidupnya
hewan-hewan liar, seperti macan (Panthera sp) , kethek (Macaca sp), dan ayam
alas (Gallus gallus).
Hutan pada daerah penelitian ini merupakan hutan produksi yang dikuasai
oleh pemerintah (Perhutani). Dalam pengelolaannya pihak Perhutani melibatkan
masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan lahan perhutani ini dilakukan dengan
sistem komplangan. Masyarakat di sekitar hutan termasuk masyarakat Samin,
97
mempunyai kesempatan untuk mengerjakan lahan di kawasan hutan produksi.
Penduduk menjadi tenaga penggarap (pesanggem) tidak dipungut biaya tetapi
tetapi diharuskan menanam tanaman hutan dari Perhutani serta di haruskan
menjaga dan merawat tanaman tersebut. Sebagai imbalannya pihak Perhutani
memberi kesempatan petani untuk melakukan usaha tani di lahan pertanian di
lahan perhutani, dan hasilnya untuk kebutuhan petani sendiri.
Selain hutan produksi sebagian petani sebagian petani mempunyai lahan
pekarangan atau kebun yang dihutankan dengan sistem wanatani (Agroforestry).
Istilah wanatani dalam penelitian ini adalah lahan milik petani berupa pekarangan
atau tegalan yang di hutankan. Fungsi wanatani adalah sebagai kawasan
penyangga hutan produksi milik perhutani. Lahan milik penduduk sekitar
perhutani biasanya di tanami tanaman jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia
mahagoni), randu (Ceiba pentandra
Dari hasil inventarisasi jenis pohon dikawasan hutan didapatkan 53 jenis
pohon, mencakup 45 marga dan 21 suku. Suku suku yang mempunyai banyak
anggota jenis adalah suku Fabaceae (11 jenis), Moraceae (7 jenis), Meliaceae
(5 jenis), suku suku lainnya mempunyai anggota kurang dari 4 jenis (Tabel 20).
), mangga (Mangifera indica) dan diantara
tegakan pohon tersebut di tanami tanaman polowijo. Hal ini dimaksudkan
sebagai lahan penyangga agar hutan pokok tidak rusak serta terjaga dari
kelestarian yang mengancam hutan. Hutan wanatani di maksudkan untuk
meningkatkan pendapatan petani atau penduduk sekitar kawasan hutan.
Dari Tabel 20 diperoleh gambaran bahwa keanekaragaman pohon di hutan
cukup tinggi. Meskipun sebagian besar lahan hutan merupakan lahan milik
perhutani, yang hanya boleh ditanami jenis pohon tertentu sesuai dengan
program perhutani, antara lain jati (Tectona grandis) Mahoni (Swietenia
mahagoni), Sono keling (Dalbergia latifolia), Mindi (Melia azedarach) namun
ternyata masih banyak ditemukan berbagai jenis lain yang tetap dipertahankan
hidup di kawasan tersebut.
Masyarakat sekitar lahan Perhutani juga mengusahakan lahan mereka
dengan nenanam berbagai tanaman seperti yang diusahakan di lahan perhutani
namun mereka tetap mempertahankan berbagai jenis tumbuhan alami, atau
tumbuhan buah-buahan seperti mangga, nangka (Artocarpus heterophylla),
jambu biji (Psidium guajava), sirkaya (Annona squamosa) dan lain lain. Hal ini
merupakan upaya tidah langsung untuk mempertahankan keanekaragaman
jenis pohon di hutan.
98
Tabel 20 Jenis pohon di lahan Perhutani dan kegunaannnya No Nama ilmiah Nama lokal Suku Kegunaan
1 Acacia farnesiana (L.) Willd. Ex Del.
Klampis Fabaceae Kayu bakar
2 Aleurites moluccana L. Kemiri Euphorbiaceae Bumbu 3 Annona reticulate L. Kemlowo Annonaceae Buah 4 Annona squamosa L. Sirkoyo Annonaceae Buah 5 Arenga pinnata Merr Aren Arecaceae Tanaman liar 6 Artocarpus altilis
(Parkinson) Fosberg Kluweh Moraceae Sayur
7 Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Sukun Moraceae Buah
8 Artocarpus elasticus Reinw.
Bendo Moraceae Bangunan
9 Artocarpus heterophylla Lam
Nangka Moraceae Buah
10 Azadirachta indica L. Mimba Meliaceae Kayu papan 11 Barringtonia asiatica (L)
Kurz Keben Lecythydaceae Perindang
12 Bombax ceiba L. Randu Alas Bombacaceae Perindang 13 Buchanania latifolia
Roxb. Pohan Anacardiaceae Bangunan
14 Buta monosperma (Lam.) Taub
Ploso Fabaceae Tanaman sela
15 Caesalpinnia sapan L. Secang Fabaceae Kayu bakar 16 Calamus sp Rotan Arecaceae Meliar 17 Cassia fistulata L. Trengguli Fabaceae Kayu papan 18 Ceiba pentandra (L.)
Gaertn. Randu Bombacaceae Serat
19 Dalbergia latifolia Roxb. Sono keling Fabaceae Bangunan 20 Dialium indum L. Asem kranji Fabaceae Kayu bakar 21 Dracontomelum dao
(Blanco) Merris Rolfe Krao Verbenaceae Bangunan
22 Dysoxyllum amooroides kedoya Meliaceae Buah 23 Erioglossum
rubiginosum Brand Klayu Sapindaceae Bangunan, buah
meliar 24 Eugenia densiflora
(Blume) DC. Jambu alas Myrtaceae Bangunan
25 Eugenia javanica Lam. Jambu klampok Myrtaceae Buah 26 Ficus glomerata Roxb Lo Moraceae Tanaman mata air 27 Ficus thonigii Blumme Preh Moraceae Perindang 28 Ficus variegate Blume Gondang Moraceae Tanaman liar 29 Garcinis dulcis L. Mundung Clusiaceae Buah 30 Gigantochloa apus
(Schult & Schult f.) Kurz Pring apus Poaceae Tali, anyaman
32 Inocarpus fangifer (Parkonson) Forsberg
Gayam Fabaceae Bahan makanan, kayu bakar
31 Gmelina arborea Roxb Gmelina Verbenaceae Pakan ternak 33 Leucaena glauca L. Lamtoro Fabaceae Kayu bakar 34 Mangifera indica L. Mangga Anacardiaceae Buah 35 Macaranga tanarius (L.)
Muell. Arg Tutup Euphorbiaceae meliar
99
Tabel 20 Lanjutan
No Nama ilmiah Nama lokal Suku Kegunaan
36 Melia azedarach L. Mindi Meliaceae Kayu papan 37 Morinda citrifolia L. Pace Rubiaceae Obat 38 Musa acuminata L. Pisang cici Musaceae Buah 39 Musa paradisiaca L. Pisang Musaceae Buah 40 Pangium edule Reinw.
Ex Blume Kluwek Flacourtiaceae Aroma masakan
41 Proteum javanicum Burm
Trenggulun Burseraceae Tan buah
42 Psidium guajava L. Jambu biji Myrtaceae Buah 43 Samanea saman (Jacq)
Merr Meh Fabaceae Kayu bakar
44 Saraca indica L. Asoka Rubiaceae Tanaman hias 45 Schleicera oleosa L. Kosambi Sapindaceae Bangunan, bahan
arang 46 Sesbania grandiflora
(L.) Poir. Turi Fabaceae Kayu bakar
47 Sterculia foetida L. Kepuh Malvaceae Perindanga 48 Swietenia macrophylla
King Mahoni Meliaceae Bangunan
49 Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Mahoni Meliaceae Bangunan
50 Tamarindus indica L. Asem jowo Fabaceae Bangunan 51 Tectona grandis L. jati Verbenaceae Bangunan 52 Tetrameles nudiflora
R.Br. Winong Datiscaceae Perindang
Berdasarkan hasil cuplikan masing-masing seluas 1 Ha di lahan perhutani
di Kawasan Pegunungan Kendeng Sukolilo Pati, Desa Klopoduwur, Kab Blora
dan Dusun Jepang, Desa Margomulyo Kab Bojonedoro, ditampilkan 10 jenis
tumbuhan dengan nilai INP tertinggi (Tabel 21); (Analisis vegetasi pohon
kawasan perhutani selengkapnya disajikan pada Lampiran 11 s/d 13. Jati
merupakan jenis paling dominan di lahan perhutani dan mempunyai Indeks Nilai
penting tertinggi. Sedang jenis kodominan adalah sono keling (Dalbergia latifolia)
di lahan perhutani Pegunungan Kendeng, mindi (Melia ezedarach) di Lahan
Perhutani Desa Klopoduwur, dan Mahoni (Swietenia mahagoni) di Lahan perhutani
sekitar dusun Jepang Kab Bojonegoro.
Pada Lahan Perhutani terdapat beberapa jenis tanaman digunakan
sebagai penahan erosi atau pembatas lahan, antara lain: lamtoro (Leucadena
glauca), Secang (Caesalpinnia sapan), dan Turi (Sesbania grandiflora). Selain itu
terdapat sejumlah tumbuhan lain tetap dipertahankan, antara lain: bambu apus
(Gigantochloa apus), jambu biji (Psidium gajava), Randu (Ceiba pentandra
),
serta Nangka (Artocarpus heterophylla ).
100
Tabel 21 Indeks Nilai Penting Pohon Hutan jati di lingkungan Masyarakat Samin Nama ilmiah Nama lokal INP/ lokasi
Sukolilo Klopoduwur Jepang Tectona grandis L. Jati 84.41 212.96 177.19 Dalbergia latifolia Roxb. Sonokeling 56.28 7.15 Swietenia macrophylla King Mahoni 15.02 8.54 26.20 Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
Sukun 12.86
Dracontomelum dao (Blanco) Merris Rolfe
Krao 12.21
Annona squamosa L. Sirkoyo 11.86 Musa paradisiaca L. Pisang 10.96 12.85 22.93 Artocarpus heterophylla Lam Nangka 9.15 7.07 Senna siamea (Lamarck) H.S.Irwin & Barneby
Johar 7.13 15.00
Samanea saman (Jacq) Merr
Meh 6.52
Acacia farnesiana (L.) Willd Klampis 6.48 Azadirachta indica L. Mindi 16.42 Butea monosperma (Lam) Taub
Ploso 6.48
Caesalpinnia sapan L Secang 6.13 Ceiba pentandra (L) Gaertn. Randu 5.68 Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Pring apus 7.83
Leucaena glauca (L.) Benth Lamtoro 7.05 11.52 Psidium guajava L. Jambu biji 6.13
kosambi Shleicera oleosa (Lour). Oken
6.89
Sesbania grandiflora (L.) Poir.
Turi 7.83
Berdasar analisis vegetasi secara keseluruhan pada hutan jati jenis pohon
dominan adalah jati (Tectona grandis) INP 157.12; jenis kodominan Sono keling
(Dalbergia latifolia) INP 22.40 dan mahoni (Swietenia mahagoni) INP 20.60.
Pada tumbuhan bawah jenis yang paling dominan adalah jagung (Zea mays) INP
31.70 dan jenis kodominan ketela pohon (Manihot utilissima) INP 25.19 serta
kirinyuh (Euphatorium inulifolium) INP 18.96.
Masyarakat Samin yang tinggal di sekitar hutan sebagian besar merupakan
petani penggarap lahan Perhutani. Mereka mempunyai pengetahuan yang
cukup baik tentang tatacara pertanian di lahan kering. Budidaya tanaman pada
lahan kering memerlukan tahapan yang berbeda dengan lahan basah. Tahapan
pengerjaan lahan tersebut meliputi:
1. Persiapan lokasi lahan: budidaya lahan kering di kawasan hutan perlu
mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor yang utama adalah hak milik
101
lahan pertanian, jika lahan milik Perhutani masyarakat yang akan
mengerjakan lahan diharuskan meminta ijin kepada pihak Perhutani,
melalui mandor hutan. Pesanggem biasanya mendapat jatah
mengerjakan lahan minimal 1/8 hektar. Hak pengarapan lahan sekitar 3
tahun, tetapi kenyatannya sampai beberapa tahun, asalkan masih bisa
digunakan untuk usaha tani. Pertimbangan lain adalah pemilihan lahan,
jika memungkinkan petani berhak memilih lahan garapan. Jarak dari
tempat tinggal, kondisi lahan, kesuburan, kemiringan lahan menjadi
pertimbangan penting untuk mengusahakan lahan. Namun karena lahan
terbatas biasanya penggarap tidak mempunyai banyak pilihan.
2. Pembersihan lahan: Sebelum lahan dibagikan kepada pesanggem untuk
dikerjakan, dilakukan pembersihan lahan dan penebangan kayu yang
besar. Bila lahan merupakan hutan jati, maka pohon di teres (di potong
kulit kayu pada bagian bawah batang), dibiarkan pohon mengering,
kurang lebih 12 bulan. Pembersihan dilakukan dengan menebas semak
semak dan pohon kecil lainnya dengan parang, sabit dan dandang.
3. Tahap pembakaran: Setelah persiapan dan penebasan pohon selesai,
lahan dibersihkan, ranting, semak semak, daun daun rumput rumputan
dikumpulkan. Setelah serasah kering kemudian di bakar. Pembakaran ini
dimaksudkan untuk mempercepat pembusuhan serasah, sebagai sumber
hara dan mengemburkan tanah. Pembakaran dilakukan pada musim
kemarau pada mongso kesongo sampai ketelu, sekitar bulan Juni hingga
September.
4. Tahap penanaman: Tahap selanjutnya setelah pembakaran lahan adalah
penananan. Penanaman dilakukan dengan sistem campursari, tanaman
palawija dibudidayakan diantara tanaman jati. Jenis tanaman yang biasa
dibudidayakan di lahan perhutani adalah berbagai jenis polowijo terutama
adalah jagung. Jenis jagung yang ditanam adalah jagung varietas unggul
yang bibitnya sudah banyak di tersedia di toko pertanian. Jenis tanaman
lain yang dibudidayakan secara tumpangsari antara lain: ketela pohon,
kacang tanah, kacang panjang, dan cabe.
5. Untuk penanaman jagung, sebelum di tanami tanah dibuat kowakan
(lubang tempat bibit tanaman), jarak tanam 40cm. Lubang kowakan
tersebut diberi pupuk kandang, jauh hari sebelum musim tanam jagung.
Bila memasuki musim hujan bibit jagung di tebarkan sebanyak 3-4 butir
102
tiap lubang, kemudian ditutup tanah, dibiarkan sampai tumbuh.
Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan, sehingga tanaman
cukup mendapat air saat awal tumbuh. Di antara tanaman jagung, atau
pada pagian pinggir ditanami ketela pohon.
6. Tahap pemeliharaan tanaman: pemeliharaan yang dilakukan adalah
menggemburkan tanah (ndangir) disekitar tanaman, dan menyiangi
rumput. Mengemburkan tanah dilakukan setelah tanaman berumur sekitar
40 hari, Selain itu tidak ada perawatan intensif seperti penyiraman,
pemupukan, maupun penyemprotan hama. Setelah tanaman tumbuh
kadang lahan dibiarkan sampai tanaman jagung berbuah. Bila lokasi
cukup dekat dengan tempat tinggal biasanya mereka menengok lahan
mereka setiap hari terutama disiang hari, menjaga tanaman mereka dari
untuk mencegah serangan hewan liar seperti , berbagai jenis burung,
ayam alas atau celeng (Sus scrofa).
7. Tahab panen: Tanaman jagung, ketela pohon, kacang tanah bisa dipanen
sekitar umur 120 hari. Pemanenan di lakukan secara bersama sama
dengan pesanggem lainnya untuk menghindari kerusakan hasil karena
serangan hewan liar seperti burung ayam alas, dan celeng.
4.4.2.7 Sumber Mata Air dan Tempat yang Dilindungi Pada lingkungan masyarakat Samin terdapat beberapa lahan atau tempat
yang keberadaannya dilindungi oleh masyarakat. Lahan yang dilindungi tersebut
berupa sumber mata air (sendang), petilasan atau makam. Sebagian
masyarakat mengkeramatkan tempat tempat tersebut. Masyarakat Samin
melihat lebih realistis bahwa tempat tersebut dihormati atau dijaga
keberadaannya karena merupakan sumber kehidupan masyarakat sekitar.
Masyarakat melindungi tempat tempat tersebut dengan tidak menebang pohon,
merusak atau mengambil apa saja yang terdapat pada kawasan tersebut.
Sumber mata air banyak ditemukan pada kawasan Pegunungan Kendeng
utara yang berdekatan dengan lingkungan pemukiman masyarakat Samin di
Sukolilo Pati. Meskipun masyarakat Samin tidak langsung memanfaatkan
sumber mata air tersebut untuk kebutuhan keseharian mereka, namun sumber
mata air tersebut secara tidak langsung berpenmgaruh terhadap aktivitas
kehidupan masyarakat Samin karena sebagian lahan pertanian mereka
tergantung pada sumber mata air yang terdapat di kawasan Kendeng tersebut.
Oleh karena itu masyarakat Samin memiliki kepedulian yang tinggi untuk
103
melestarikan kawasan Pegunungan Kendeng sebagai kawasan penyangga
sumber air (Anonim 2005).
Kepedulian mereka terhadap kelestarian Pegunungan Kendeng diwujudkan
dalam suatu wadah organisasi Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng (JMPPK). Merupakan suatu organisasi yang beranggotakan
masyarakat umum, termasuk sebagian tokoh dan masyarakat Samin yang
menjadi motor penggerak organisasi tersebut. Selain itu juga ada organisasi
peduli kelestarian lengkungan yang dikelola oleh kaum perempuan yang disebut
Kelompok Simbar Wareh. Kegiatannya terutama menggalang kesadaran kaum
perempuan untuk melestarikan sumber air.
Sumber mata air di Kawasan Kendeng Utara, yang dapat diamati
vegetasinya dalam penelitian ini antara lain: Sumber Sentul, Sumber Gadudero,
Gua Wareh, Sumber Simbarjoyo, Sumber Ronggoboyo, Sumber Lawang dan
Sumber Soka. Keberadaan sumber mata air tersebut tetap terjaga
kelestariannya, karena ada upaya dari masyarakat untuk tetap menjaga sumber
mata air tersebut dengan melakukan penghijauan, tidak merusak atau menebang
pepohonan disekitar sumber mata air tersebut.
Di desa Klopoduwur juga terdapat tempat berupa sendang yang menurut
penuturan seorang informan dahulu merupakan petilasan para wali. Tempat
tersebut sampai sekarang masih digunakan sebagai tempat ritual bersih desa .
Upacara bersih desa yang diadakan setahun sekali, pada hari tertentu, sehabis
masa panen. Kegiatan tersebut berlangsung turun temurun sampai saat ini.
Bentuk kegiatannya berupa kenduri bersama seluruh masyarakat, dan biasanya
disertai nanggap wayang atau tayub.
Penghormatan dalam bentuk pengkeramatan terhadap sejumlah situs di
mata air dan kesadaran untuk mempertahankan sumber mata air oleh
masyarakat setempat merupakan suatu praktek konservasi yang dilakukan
masyarakat secara turun-temurun. Praktek konservasi tersebut dapat
mempertahankan sejumlah pohon hutan yang sudah jarang dijumpai di tempat
lain. Jenis-jenis pohon yang di temukan pada beberapa sumbermata air di
Kawasan Pegunungan Kendeng Pati, dan di desa Klopoduwur Blora dan sekitar
dusun Jepang Bojonegoro disajikan pada Tabel 22.
104
Tabel 22 Jenis pohon di sekitar sumber mata air pada lingkungan masyarakat Samin
No Nama ilmiah Nama local Suku Pati Klop Bjn 1 Adenanthera
pavonina L. Sogo Fabaceae - - +
2 Areca catechu L. Jambe Arecaceae - + 3 Arenga pinnata Merr Aren Arecaceae + - + 4 Artocarpus elasticus
Reinw. Bendo Moraceae + - +
5 Baringtonia racemosa Roxb
Putat Lecythidaceae + - -
6 Buchanania latifolia Roxb.
Pohan Anacardiaceae + - +
7 Calamus sp Rotan Arecaceae - - + 8 Caryota mitis Lour. Mbut buru Palmae + - + 9 Ceiba pentandra
(L.) Gaertn. Randu Bombacaceae + - +
10 Dracontomelum dao (Blanco) Merris Rolfe
Krao Verbenaceae + - +
11 Dysoxulum amooroides Miq.
Kedoya Meliaceae + - -
12 Erioglossum rubiginosum Brand
Kleyu Sapindaceae + - -
13 Eugenia densiflora (Blume) DC
Jambu alas Myrtaceae + - -
14 Ficus elasticus L. Beringin Moraceae + + + 15 Ficus thonii Blume
Preh Moraceae + + +
16 Ficus variegata Roxb
Gondang Moraceaeae + - -
17 Garcinia dulcis Mundu (Roxb.) Kurz
Clusiaceae + - +
18 Gossampinus heptaphylla Bakh.
Randu Alas Bombacaceae - - +
19 Metroxylon sp Resulo Arecaceae + - - 20 Nauclea orientalis L. Gempol Rubiaceae + - - 21 Protium javanicum
Burm.f Trenggulun Burseraceae + - -
22 Schleicera oleosa Sambi (Lour). Oken
Sapindaceae + - +
23 Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Mahoni Meliaceae + - +
24 Tamarindus indica L. Asem jawa Fabaceae + - + 25 Tectona grandis L. Jati Verbenaceae + - + 26 Terminalia edulis
Blanco Klumpit Combretaceae + - -
27 Tetrameles nudiflora R.Br.
Winong Datiscaceae + - -
105
4.5 Pembahasan 4.5.1 Pandangan Masyarakat Samin Terhadap Lingkungan
Pandangan masyarakat terhadap alam lingkungannya dapat dibedakan
dalam dua golongan, yakni pandangan imanen (holistik) dan pandangan
transeden (Soemarwoto 1988; Iskandar 2001; Soerjani et al. 2008). Dalam
pandangan holistik manusia dapat memisahkan diri sistem biofisik di sekitarnya,
seperti hewan, tumbuhan, hutan, sungai, namun merasa ada hubungan
fungsional dengan faktor-faktor biofisik tersebut sehingga membentuk satu
kesatuan sosio biofisik (Soerjani et al. 2008). Dalam pandangan transeden
manusia merasa terpisah dari lingkungannya. Ini terjadi karena lingkungan
dianggap sebagai sumberdaya yang diciptakan untuk diekploitasi sebesar-besar
kemampuan.
Masyarakat Samin adalah masyarakat tradisional yang mempunyai
pandangan holistic terhadap ekosistem dan sistem sosialnya. Manusia dan alam
(lingkungan) merupakan bagian yang tak terpisahkan, seperti wong (manusia)
dan sandang pangan. Gambaran wong dan sandang pangan ini identik dengan
gambaran manusia dan alam lingkungannya seperti yang di gambarkan Soerjani
et al. (2008). Manusia dan alam merupakan kesatuan yang tak terpisahkan
sehingga harus hidup kompak berdampingan.
Dalam ajaran kebatinan seperti yang diyakini oleh masyarakat Samin
segala sesuatu yang ada dan yang hidup, pada prinsipnya satu dan tunggal
(Mulder 1977; Soerjani et al. 2008). Manusia dipandang sebagai percikan dari zat
Illahi yang meliputi segala sesuatu. Manusia merupakan salah satu manifestasi
imanensi Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan utama dari ajaran kebatinan adalah
manunggaling kawulo Gusti. Manusia dan alam lingkungan atau segala yang
berwujud pada alam semesta ini pada prinsipnya adalah realisasi dari Tuhan.
Karena itu manusia harus berusaha untuk dapat hidup serasi dengan bagian-
bagian lain dalam ekosistem. Sebagai bagian integral ekosistemnya, masyarakat
Samin dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya selalu berikhtiar untuk dapat
menjaga kelestarian ekosistemnya.
Pandangan ekologi-sentris ini secara umum terefleksikan dalam sikap
mereka terhadap tumbuhan, binatang, dan lingkungan alam. Manusia , hewan
dan tumbuhan dalam pandangan masyarakat Samin adalah Tritunggal,
merupakan sesama hidup. Terhadap sesama hidup harus dihormati dan dijaga
106
keberadaannya. Pandangan ini membawa masyarakat Samin hidup serasi
dengan alam. Manusia merupakan bagian dari makhluk hidup lainnya sehingga
mereka harus mempunyai etika yang menuntun mereka bertindak baik untuk
menjaga kehidupan tersebut. Sesuai dengan pandangan Keraf (2006) tentang
biosentrisme, bukan hanya manusia yang mempunyai nilai tetapi alam juga
mempunyai nilai. Dalam cakupan yang lebih luas lagi sesuai dengan paham
ekosentrisme yang memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologi baik yang
hidup maupun tidak hidup (Keraf 2006; Hadi 2009). Paham ekosentrisme adalah
menuntut suatu etika yang tidak hanya berpusat pada manusia
(antroposentrisme) tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya. Prinsip moral
yang dikembangkan adalah kepentingan seluruh komunitas ekologi (Hadi 2009).
Salah satu persepsi masyarakat desa termasuk masyarakat Samin tentang
kebutuhan dasar bukan terletak pada kemakmuran materi, melainkan lebih
dalam keserasian dirinya dengan lingkungan hidupnya. Mencuri merupakan
perbuatan yang tidak benar dan merupakan pantangan besar. Menggunakan
barang yang bukan miliknya merupakan tindakan yang tidak benar, jika
memerlukannya harus ada permintaan kepada pemiliknya. Dalam keseharian
masyarakat Samin, pelanggaran terhadap suatu aturan tidak diberlakukan suatu
sanksi tertentu, namun keyakinan mereka tentang hukum karma, merupakan
norma sosial yang sangat efektif menjaga moralitas masyarakat Samin dalam
bertindak terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan alam tempat
tinggalnya.
Pandangan ini membawa masyarakat Samin menjadi masyarakat yang
tidak berlaku ekploitatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungannya.
Sumberdaya alam dan lingkungannya merupakan sandang pangan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, bukan untuk
diperjualbelikan (dikomersilkan). Perilaku non ekploitatif ini merupakan prinsip
penting dalam upaya pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelajutan.
4.5.2 Kegiatan Produksi (Ekstraktivisme, sistem pertanian tradisional, penangkapan ikan dan peternakan)
Kegiatan produksi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat
dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk
mendapatkan hasil diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan subsisten
maupun komersial.
107
4.5.2.1 Kegiatan Ekstrakstivisme
Kegiatan ekstrakstivisme merupakan kegiatan mengambil hasil hutan
bukan kayu. Teknik ekstraksi yang diterapkan masyarakat Samin di adalah
dengan cara meramu, mengumpulkan dan mengekploitasi langsung dari hutan
dalam jumlah terbatas. Jenis yang dikumpulkan adalah kayu bakar, bahan obat
tradisional dan pakan ternak. Hasil ekstraksi tumbuhan obat biasanya diramu
untuk digunakan sendiri. Sedang kayu bakar umumnya digunakan sendiri, dan
sebagian dijual.
Kegiatan ektraktivisme bukan merupakan kegiatan utama masyarakat
Samin, hanya sebagai kegiatan sambilan atau kalau memerlukannya. Kegiatan
ekstrakrifisme yang sering dilakukan adalah mengambil kayu bakar, bahan obat
tradisional, dan pakan ternak. Mereka tidak mengambil hasil hutan berupa kayu
bangunan. Beberapa jenis hasil hutan bukan kayu bahan bangunan diantaranya
di sajikan dalam Tabel 23.
Tabel 23 Keanekaragaman jenis hasil hutan jati bukan kayu bangunan yang digunakan Masyarakat Samin No Nama lokal Nama ilmiah Kegunaan Keterangan 1 Anting-anting Acalypha indica Obat Subsisten 2 Desmodium Desmodium sp Pakan ternak Subsisten 3 Garut Marantha arundinacea bahan makanan,
obat Subsisten
4 Gmelina Gmelina arborea Pakan ternak Daun, subsisten 5 Jati Tectona grandis Kayu bakar Subsisten, komersial 6 Kacangan Centrosema pubescen Pakan ternak Subsisten 7 Kaliandra Callyandra sp Kayu bakar Subsisten 8 Nangka Artocarpus heterophylla Kayu bakar, pakan
ternak Subsisten
9 Kesambi Shleicera oleosa Kayu bakar Subsisten, komersial 10 Klerecede Glyricidia sp Pakan ternak Daun 11 Lamtoro Leucaena glauca Kayu bakar, pakan
ternak Subsisten
12 Lemeni Ardisia eliptica Obat Subsisten 13 Lempuyang Zingiber aromaticum Sayuran, obat Subsisten 14 Mahoni Swietenia mahagoni Obat Biji, daun, subsisten 15 Pace Morinda cytrifolia Obat Buah, subsisten 16 Pulutan Urena lobata Pakan ternak, obat Subsisten 17 Sabrang Ipomoea crasicaulis Kayu bakar, obat Subsisten 18 Secang Caesalpinnia sapan Kayu bakar Subsisten 19 Sembukan Andrographis paniculata Obat subsisten 20 Sigaran Calopogonium
mucunoides Pakan ternak, obat Subsisten
21 Suket genjoran Paspalum scrobiculatum Pakan ternak Subsisten 22 Tapak liman Elephantropu scaber Obat Subsisten 23 Tempuyung Sonchus arvensis Obat subisten 24 Turi Sesbania grandiflora Kayu bakar, sayur Subsisten
Kegiatan meramu hanya dilakukan oleh masyarakat Samin di Dusun
Jepang Margomulyo dan Klopoduwur Blora karena letaknya berdekatan dengan
hutan jati. Pengambilan hasil hutan jati terutama adalah hasil pangkasan kayu
108
jati, atau pangkasan tanaman perindang atau tanaman pagar yang terdapat di
sekitar hutan jati. Pengambilan jenis liar untuk bahan obat jumlahnya sangat
terbatas. Sebagian masyarakat sudah membudidayakan sendiri.
4.2.5.2 Sistem Pertanian Tradisional Pertanian sawah merupakan bentuk aktivitas utama masyarakat Samin.
Secara garis besar tahap-tahap pengerjaan lahan sawah hampir sama. Mereka
sudah mengguna cara-cara pertanian dengan modern seperti penggunaan
traktor, bibit unggul, pupuk kimia, pestisida dan sebagainya. Tetapi terdapat
beberapa perbedaan diantara sejumlah lokasi penelitian karena kondisi biofisik
lahan persawahan yang agak berbeda dan perkembangan pengetahuan
masyarakat dalam mengelola sawah (Tabel 24). Sebagian masyarakat Samin
masih mempertahankan sistem pertanian tradisional seperti penggunaan benih
dari hasil seleksi sendiri, penggunaan pupuk organik/pupuk kandang, cara
penanggulangan hama, dan sistem sambatan (gotong-royong) dalam
penggarapan lahan.
Sistem pertanian sawah masyarakat Samin di atur sedemikian rupa
dengan pola tanam dan tahap penggarapan yang disesuaikan dengan kondisi
biofisik lahan dan kebutuhan bahan pangan. Sehingga kebutuhan bahan pangan
bisa tercukupi.
Sebagian besar tanah wilayah Blora dan Bojonegoro merupakan tanah
Mollisol (Bakosurtanal 1999). Tanah Mollisol setara dengan tanah Andosol
berasal dari batuan gamping, kaya bahan organik dan basa kation. Sedangkan
tanah di dataran rengah Kabupaten Kudus, Pati dan Blora merupakan tanah
Inseptisol setara dengan tanah Latosol merupakan tanah endapan (alluvial)
dengan tekstur halus dan berlempung. Berdasarkan hasil analisis beberapa
sampel tanah (Lampiran 14) didapatkan bahwa tanah di Kaliyoso Kudus dan
Sukolilo Pati serta Tambak Blora cenderung basa, kandungan bahan C- organik
berkisar 1-3%, dan N-Total dengan kandungan P-Olsen lebih dari 20 ppm.
Menurut Hardjowigeno (2003) jenis tanah demikian termasuk kategori tanah
sangat subur. Sedang di Klopoduwur Blora dan Jepang Margomulyo Bojonegoro
kadar P-Olsen lebih rendah berkisar antara 5-10 ppm, termasuk klasifikasi tanah
subur. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah pertanian masyarakarat Samin
mendukung untuk kegiatan pertanian. Kondisi kesuburan tanah ini kemungkinan
disebabkan oleh peran dan aktivitas masyarakat dalam mengelola tanah dan
menjaga kesuburan tanah antara lain pemberian pupuk kandang, dan pupuk
109
organik, pengaturan pola tanam, sistem tumpang sari dan dan tumpang gilir
serta pemberaan lahan. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat secara telah
melakukan aktivitas yang berpengaruh posistif terhadap lingkungannya.
Tabel 24 Kondisi persawahan dan jenis aktivitas dilakukan pada tiap desa pengamatan di lingkungan masyarakat Samin
Jenis kegiatan A B C D E Jenis Sawah Sawah rawa √ Sawah Irigasi √ √ √ Sawah tadah hujan √ √ Pola Tanam Padi-padi-Palawija √ √ Padi-padi √ Padi-palawija-bero √ √ Teknologi pengolahan lahan Modern dgn traktor √ √ √ √ √ Tradisional (hewan ternak) √ Kultivar padi yang di tanam Jenis unggul √ √ √ √ √ Kultivar lokal √ Cara mendapatkan benih Membeli √ √ √ √ √ Membuat sendiri √ √ √ Penggunaan pupuk Pupuk kimia √ √ √ √ √ Pupuk organik (pupuk kandang) √ √ √ √ Penanggulangan hama Pestisida kimia √ √ √ √ √ Pestisida hayati √ √ √ √ Cara halus ( kepercayaan lokal) √ √ Penanganan panen Dengan sabit dan alat perontok padi √ √ √ √ √ Gabah dijual langsung (basah) √ √ Gabah dikeringkan (sebagian disimpan) √ √ √ √ √ Sistem pengelolaan tenaga kerja Gotong royong √ √ Upahan √ √ √ Sistem penyimpanan gabah Sendiri √ √ √ √ √ Kolektif (lumbung padi) √ √ √ √ √
Keterangan: A:Larikrejo dan Kaliyoso Kudus; B: Bombong dan Ngawen Pati; C: Klopoduwur Blora; D: Tambak Blora; E: Jepang Margomulyo Bojonegoro
110
Untuk mengantisipasi sawah yang sering tergenang air karena banjir di
daerah Sukolilo dilakukan dengan mengatur pola tanam. Dalam setahun mereka
bisa dua kali menanam padi. Waktu tanam diajukan atau diundur disesuaikan
dengan kondisi hujan saat itu sehingga tanaman padi tidak terendam banjir.
Sedang pada sawah tadah hujan padi ditanam satu kali, selebihnya untuk
penanaman palawija atau diberokan. Tabel 25 menunjukkan kalender masa
tanam padi dan palawija di persawahan masyarakat Samin.
Tabel 25 Kalender masa tanam padi dan palawija sawah di lingkungan masyarakat Samin
Dusun Sep Okt Nv Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
Kaliyoso Sukolilo Klopoduwur Tambak Jepang Keterangan: masa tanam pertama (MT1); masa tanam kedua (MT2); masa tanam palawija
Kondisi iklim terutama curah hujan di lingkungan masyarakat Samin
berdasarkan data curah hujan selama 5 tahun terakhir (2005-2009) menunjukkan
bahwa jumlah bulan dengan curah hujan lebih dari 100mm berdasarkan kriteria
Schmidt & Ferguson (1951) adalah 4-5 bulan kering (pada bulan Nopember
hingga April). Pada bulan-bulan tersebut masyarakat melakukan aktivitas tanam
padi. Awal penanaman padi juga disesuaikan dengan kondisi lahan persawahan
mereka, sehingga terdapat variasi diantara komunitas Samin yang diamati.
Masyarakat Samin biasanya memulai masa tanam pertama (MT1) pada bulan
Oktober hingga Nopember, tetapi masyarakat Samin di Sukolilo Kabupaten Pati,
umunya memulai menanam padi lebih awal yaitu sekitar bulan September. Hal ini
dilakukan lebih akhir dikhawatirkan tanaman padi terendam banjir, karena
biasanya pada sekitar bulan Desember-Februari curah hujan tinggi dan sering
terjadi banjir, sehingga tidak bisa di tanami padi. Oleh karena itu masyarakat
Samin di Sukolilo Pati memajukan awal masa tanam mereka untuk menghindari
terjadinya banjir. elanjutnya mereka menanami kembali sawah mereka dengan
padi (MT2) setelah air surut sekitar bulan Maret-Juni.
Masyarakat Samin di Klopoduwur Blora dan Jepang Bojonegoro, umumnya
menanam padi hanya sekali setahun, sebagian besar sawahnya merupakan
tadah hujan. Mereka memulai menanam padi sekitar bulan Nopember-
111
Desember, disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Setelah tanam padi
dilakukan penanaman palawija, kemudian tanah diberokan.
Dari contoh sistem pengaturan pola tanam yang dilakukan masyarakat
Samin di atas menunjukkan bahwa mereka telah melakukan tindakan yang
sudah sesuai dengan kondisi lingkungan biofisik berupa iklim maupun kondisi
fisik lahan yang ada. Masyarakat Samin mampu beradaptasi dengan
keterbatasan kondisi lingkungannya.
Hasil utama pertanian masyarakat Samin adalah padi. Tabel 26
menyajikan luas tanam, produktivitas padi di lingkungan masyarakat Samin
berdasarkan data yang diolah dari data sekunder (Dinas pertanian setempat,
monografi desa dan Kecamatan dalam angka tiap desa) pada 2 tahun terakhir
(2008-2009). Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa produktivitas lahan
paling tinggi adalah di dusun Tambak, Blora, sedangkan yang paling rendah
adalah di dusun Jepang Bojonegoro.
Tabel 26 Luas tanam, produktivitas dan produksi padi sawah pada tahun 2008-2009 di lingkungan masyarakat Samin
Desa/Dusun Luas panen (Ha)
Produktivitas (ton/ha)
Produksi (ton)
Kaliyoso Kudus 105.00 6.45 677.25 Sukolilo Pati 244.00 5.06 1342.00 Klopoduwur Blora 101.00 6.00 555.50 Tambak Sumber Blora 40.00 7.50 300.00 Jepang Bojonegoro 5.25 4.50 23.63 (Sumber: data sekunder, diolah dari data dinas pertanian setempat, data kecamatan dalam angka)
Pekarangan dan tegalan di pada Masyarakat Samin dan di pedesaan pada
umumnya memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas
pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus
meyebabkan lahan tersebut menjadi bersifat artifisial (buatan) hingga membuat
suatu sistem khas. Kekayaan jenis di setiap dusun pengamatan berkisar 100 s/d
150 jenis, sedang secara keseluruhan di pekarangan dan tegalan masyarakat
Samin mencapai sekitar 200 jenis (Gambar 27 ).
Berdasarkan perannya dalam menyediakan kebutuhan sehari-hari
pekarangan dan tegalan di sekitar pemukiman masyarakat Samin telah
memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Meskipun keanekaragaman jenis yang
tersedia tidak terlalu besar, namun berdasarkan penelaahan lebih lanjut
sumberdaya tumbuhan yang ada telah dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
112
kebutuhan hidup sehari-hari, mulai dari kebutuhan pangan, obat tradisional,
bahan bangunan, peralatan, pakan ternak kayu bakar dan lainnya.
Gambar 27 Jumlah jenis tumbuhan berguna pada pekarangan dan tegalan masyarakat Samin
Pekarangan dan tegalan menyimpan potensi sumberdaya nabati yang
cukup besar bagi masyarakat Samin bagi masyarakat Samin. Namun selama ini
tidak dikelola secara intensif. Tidak banyak aktivitas masyarakat yang
mengupayakan lahan secara intensif dengan pemupukan, pemeliharaan secara
intensif maupun pembuatan klon atau kultivar baru untuk meningkatkan
produktivitas lahan. Meskipun hasil produksi yang diperoleh selama ini terutama
digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan subsisten, namun perlu ada upaya
lebih lanjut untuk meningkatkan produktivitas lahan sehingga lebih membawa
manfaat bagi masyarakat.
Sebagian penduduk Samin yang tinggal di sekitar hutan jati merupakan
petani penggarap (pesanggem) hutan jati milik Perhutani setempat. Masyarakat
memiliki pengetahuan yang cukup memahami mengenai sistem agroforestri yang
telah dijalaninya secara turun temurun. Sistem tumpangsari merupakan suatu
bentuk agroforestri sederhana yang dikembangkan di areal hutan jati di Jawa
(Foresta 2000). Sistem ini dikembangkan dalam program penghutanan sosial
Perum Perhutani. Sistem ini telah banyak membantu warga di sekitar areal hutan
jati yang umumnya lahan persawahan sangat terbatas. Bahkan sebagian warga
yang tidak mempunyai sawah menggantungkan kehidupannya dari hasil
pertanian di ereal hutan jati ini.
Sistem agrofestri yang dikembangkan Perhutani bersama masyarakat juga
berperan penting dalam memelihara keanekaragaman berbagai jenis tumbuhan.
Berdasarkan hasil identifikasi di tiga lokasi areal hutan jati yang berbeda
113
didapatkan lebih dari 130 jenis tumbuhan lain, selain tanaman perkebunan utama
yaitu Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni), sonokeling (Dalbergia
latifolia), Mindi (Melia azedarach) dan lainnya. Jenis-jenis tumbuhan lain tersebut
dapat dimanfaatkan penduduk untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, bahan
pangan, obat-obatan atau kebutuhan lainnya. Dengan demikian sistem
agroforestri di lahan hutan jati juga berperan dalam memelihara kehidupan
ekonomi sosial masyarakat Samin.
Produksi pertanian berupa jagung pada lahan sawah dan tegalan disajikan
pada Tabel 27. Dari data tersebut tercatat tiga lokasi yang mempunyai produksi
jagung, yaitu Sukolilo pati, Klopoduwur Blora dan dusun Jepang Bojonegoro.
Lahan di persawahan masyarakat Samin Kudus di Kaliyoso dan Larikrejo
umumnya tanah berawa, pada musim kemarau tanah kering dan retak-retak,
berdasar pengalaman masyarakat tidak cocok ditanami jagung. Sedang di dusun
Tambak, pada musim kemarau masih tetap menanam padi, atau menanam
jenis palawija selain jagung.
Tabel 27 Luas panen, produktivitas dan produksi jagung di sawah dan tegalan (tahun 2008/2009) di lingkungan masyarakat Samin
Desa/Dusun Luas panen (Ha) Produktivitas (ton/ha)
Produksi (ton)
Kaliyoso Kudus - - - Sukolilo Pati 88 5.50 484.00 Klopoduwur Blora 75 5.20 390.00 Tambak Sumber Blora - - -
Jepang Bojonegoro 40.3 5.00 201.50
Sumber: (Data sekunder, diolah dari Dinas pertanian setembat, data Kecamatan dalam angka)
4.2.5.3 Penangkapan Ikan
Sebagian kebutuhan protein hewani dipenuhi dari ikan yang mereka
tangkap dari sungai, rawa dan embung. Hasil tangkapan ikan dijual dan sebagian
untuk kebutuhan sendiri. Kegiatan penangkapan ikan hanya dilakukan oleh
masyarakat Samin di Kudus dan Pati. Mereka melakukan penangkapan ikan
pada saat menjelang akhir musim hujan, saat rawa atau embung mulai surut.
Alat penangkap ikan yang digunakan antara lain: Branjang, jaring, jala, kail,
kembu, lodong, jaring. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan antara lain disajikan
pada Tabel 28.
114
Tabel 28 Jenis ikan hasil tangkapan di sungai, rawa dan embung pada lingkungan masyarakat Samin
Nama lokal Nama Ilmiah Lokasi 1 Bethik Anabas testudineus Rawa, sungai 2 Bloso/betutu Oxyleotris marmorata Rawa,sungai embung 3 Kotes/kutuk Channa striata Sungai 4 Lundu/lele rawa Mystus sp Rawa, sungai, embung 5 Sapu-sapu Hypostomus
plecostomus Rawa, embung, sungai
6 Sepat Trichogaster trichopterus,
Rawa, sungai,embung
7 Tawes Barbonymus gonionotus Sungai, rawa 8 Urang Triops longicaudatus Sungai 9 Wader Rasbora argyrotaenia sungai, rawa 10 Welut Monopterus albus sawah,
4.2.5.4 Kegiatan Berternak Secara tradisional masyarakat Samin telah melaksanakan kegiatan
beternak ayam, itik, sapi, kambing. Ayam biasanya di biarkan berkeliaran di
sekitar pemukiman mereka. Sedang itik, kambing dan sapi biasanya sudah
dipelihara dalam kandang. Pemeliharan itik dahulu pada siang hari biasanya di
biarkan mencari makan di sawah, tetapi karena kotoran itik dianggap menggu
petani maka sekarang pemeliharaan itik umumnya dikandangkan.
Ternak sapi pada siang hari di pelihara di halaman, sedang pada malam
hari dikandangkan. Kandang ternak sapi warga Samin di dusun Tambak Blora
umumnya masih menjadi satu dengan rumah pokok, disamping atau di bagian
belakang rumah. Dalam pemahaman mereka rumah atau mondokan merupakan
tempat mondoknya anggota keluarga beserta sandang pangan termasuk ternak
yang mereka miliki. Hewan ternak termasuk sapi merupakan sandang pangan
sehingga mereka juga berhak untuk menempati tinggal dalam rumah bersama
mereka. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap sesama hidup.
Kotoran ternak dibersihkan setiap hari, sehingga selalu kelihatan rapi,
bersih dan tidak berbau. Mereka mempunyai teknologi sederhana membuat
kompos dari kotoran sapi. Kotoran sapi biasanya ditampung pada wadah dari
anyaman bambu, atau ditimbun pada suatu lubang yang dibuat di pekarangan
rumah. Timbunan kotoran sapi ditutup dengan jerami atau larahan (sisa pakan),
dibiarkan sampai kering atau dibakar untuk mempercepat pengeringan. Setelah
cukup kering sekitar satu tahun, pupuk sudah jadi, biasanya dilakukan saat
musim kemarau menjelang saat labuh (menjelang musim hujan).
115
4.2.5.3 Pengelolaan Lingkungan oleh Masyarakat Samin Kehidupan masyarakat Samin tidak lepas dari lingkungannya. Ruang
aktivitas produksi masyarakat berupa satuan-satuan antara lain: sawah,
pekarangan, tegalan, hutan jati, sungai rawa dan embung. Sawah merupakan
unit utama untuk beraktivitas memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi lahan sawah
sebagian masyarakat Samin kurang menguntungkan, lahan sawah di Pati dan
Kudus, sering terancam banjir, karena dahulu sawah merupakan bekas rawa-
rawa. Persawahan dilingkungan masyarakat Samin di Blora, dan Bojonegoro,
sebagian merupakan sawah tadah hujan yang sering kekurangan air.
Jenis tanaman yang dibudidayakan bervariasi tergantung dari kebutuhan
masyarakat dan kondisi lahan pertaniannya. Jenis padi yang di tanam tidak
banyak berbeda dengan masyarakat umum. Jenis tanaman semusim di sawah
berawa saat musim kering cocok ditanami buah semangka atau melon. Sedang
pada tanah di sekitar hutan jati ditanami berbagai jenis tanaman umbi-umbian,
biji-bijian, kacang-kacangan. Sistem penamaman umumnya dilakukan sistem
tumpang sari sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan setiap musim.
Mereka sudah terbuka terhadap sistem pertanian yang dikembangkan
pemerintah. Dalam hal teknologi pertanian mereka tidak ketinggalan dengan
masyatakat lain, mekanisasi pertanian, penggunaan bibit unggul dan sistem
pertanian modern lainnya telah mereka gunakan. Sebagian petani masih
menerapkan cara-cara pertanian tradisional yang di wariskan secara turun
temurun, misalnya dalam mengolah lahan, mempertahankan kesuburan tanah,
penanggulangan hama, pengaturan pola tanam, pengelolaan dari penanaman
sampai pemanenan. Segala upaya dilakukan untuk meningkatan hasil lahan
sawah.
Pekarangan, tegalan dan hutan jati merupakan lahan budidaya alternatif
untuk bercocok tanam berbagai jenis tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan
pangan tambahan atau untuk kebutuhan lainnya. Jenis tumbuhan di pekarangan,
tegalan, maupun hutan didominsi oleh tanaman budidaya. Beberapa jenis
merupakan tanaman yang liar atau meliar tanpa perawatan intensif.
Rawa, embung dan sungai bagi masyarakat Samin di Kudus dan Pati
berfungsi sebagai alternatif mencari penghasilan diluar aktivitas bertani.
Hutan/perhutani bagi sebagian masyarakat Samin di Jepang menjadi lahan
utama penghasilan mereka sebagai pesanggem, karena terbatasnya lahan
116
sawah yang ada. Hutan juga menjadi lahan utama untuk mencari kayu bakar,
pakan ternak, atau untuk mencari bahan obat-obatan.
Masyarakat Samin mampu mengantisipasi kondisi bioekologi yang kurang
menguntungkan, sehingga mereka bisa bertahan hidup sampai sekarang.
Masyarakat Samin mempunyai kebanggaan dengan profesi utamanya sebagai
petani. Ketekunan, etos kerja yang tinggi menjadi bekal utama untuk
keberhasilan mereka. Masyarakat Samin mempunyai perilaku yang positif
terhadap lingkungannya, mereka tidak berperilaku ekploitatif, mengolah dengan
lahan dengan sepenuh hati. Perilaku mereka tidak terlepas dari keyakinan ajaran
yang mereka yakini.
Dalam mengelola dan memanfaatkan lahan pertanian dan sumberdaya
alam masyarakat Samin mempunyai beberapa prinsip ajaran antara lain:
1. Tanah (bumi) ibarat ibu maka harus harus dihormati dan di jaga dengan
penuh kasih sayang layaknya menjaga ibu sendiri.
2. Dalam mengelola sawah/lahan pertanian: sawah dikelola dengan menerapkan
prinsip “suami-istri”, sawah yang sebenarnya adalah istrinya, Bagaimana
mereka mengelola lemah garapan (sawah), ibarat menjalin hubungan suami
istri.
3. Terhadap makhluk hidup lainnya mereka mempunyai prinsip “tritunggal”
sesama hidup harus saling menghormati. Mereka juga menggunakan prinsip
rukun: rukun dengan istri/suami, anak, orang tua, tetangga kanan kiri dan
rukun kepada sesama makhluk (tumbuhan, hewan dan lingkungan sekitar)
4. Dalam menggunakan barang: masyarakat Samin hanya boleh menggunakan
barang yang jelas merupakan kepunyaannya sendiri (barang sing
dumunung), pantangan untuk menggunakan milik orang lain tanpa ada ijin.
5. Prinsip bekerja keras: untuk mendapatkan sandang pangan manusia harus
sabar dan trokal (berusaha)
6. Prinsip berbuat baik: Ojo drengki srei, dahwen, kemeren, tukar padu, bedog,
colong, begal kecu ojo dilakoni, opo maneh kutil juput, nemu wae emoh
(Jangan berkelakuan buruk, keinginan memiliki kepunyaan orang lain, iri hati,
bertengkar mulut, merampok, mencuri, menjambret jangan dilakukan,
menemukan barang yang bukan miliknya saja tidak mau).
Kejujuran merupakan ajaran moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
Samin. Mereka berusaha jujur terhadap diri sendiri, dengan sesama manusia dan
dengan lingkungan alam sekitar. Kejujuran dan kerelaan terhadap alam sekitar
117
diterapkan dengan tindakan mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam
sepertlunya, tidak banyak mengeploitasi atau dengan mengkomersialkan
sumberdaya alam yang ada. Profesi menjadi petani menurut mereka adalah
pekerjaan yang paling selaras dengan alam karena dengan cara itulah mereka
bisa memberikan perhatian atau menjaga bumi ini yang selalu memberikan
kehidupan bagi mereka.
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang menjalani kehidupannya
dengan kesahajaan. Dengan kesahajaan inilah mereka bisa bertahan hidup
dengan kondisi sumberdaya alam yang ada (Rosyid 2008). Mereka tidak terlalu
kawatir dengan kehidupan masa depan yang akan datang, karena manusia
hidup itu sudah dilengkapi sarana kehidupan yaitu Sandang pangan. Manusia
dan Sandang pangan, merupakan dua obyek yang menjadi titik perhatian
mereka. Dalam pandangan mereka di dunia ini hanya ada dua unsur yang nyata
yaitu wong (manusia) dan sandang pangan. Manusia adalah simbol dari diri
yang mempunyai sifat hidup dan sandang pangan melambangkan penghidupan
sebagai prasarana untuk menjalani kehidupan. Jadi manusia untuk menjalani
kehidupan di dunia ini sudah dilengkapi sumber penghidupan.
Segala sesuatu berwujud apapun diluar manusia atau yang bukan manusia
secara sederhana oleh Masyarakat Samin dimaknai sebagai Sandang pangan.
Rumah, kendaraan, hewan ternak, sawah, air, sungai, bumi dan lain lain
merupakan wujud dari Sandang pangan. Dalam konteks pemahaman kita,
sandang pangan bisa disamakan dengan pengertian ‘lingkungan’ yang
merupakan tempat hidup atau segala sesuatu untuk memenuhi kehidupan
manusia. Hubungan antara uwong dan sandang pangan atau hubungan antara
masyarakat Samin dengan lingkungnya ini sejalan dengan keterkaitan antara
sistem sosial (masyarakat Samin) dengan sistem ekologi (Ekosistem) yang
dikemukakan oleh Rambo (1983).
Dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada masyarakat Samin
mempunyai prinsip mengambil secukupkan apa yang menjadi haknya, sekedar
untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka tidak pernah melakukan ekploitasi
berlebihan terhadap lingkungan. Kegiatan ekstraktivisme, hanya dilakukan dalam
jumlah terbatas sehingga tidak mengakibatkan gangguan yang berarti terhadap
lingkungan. Mereka berusaha menggupayakan untuk memenuhi kebutuhannya
tersebut dengan menanam sendiri di lahan mereka. Hal itu secara tidak langsung
merupakan suatu bentuk konservasi lahan produksi mereka sehingga mereka
118
dapat hidup tanpa mengganggu keberadaan lingkungan mereka. Terjaganya
keanegaragaman tumbuhan dan satuan lingkungan disekitar pemukiman
mereka merupakan satu bukti bahwa tindakan mereka serasi dengan
lingkungan.
Aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam memenuhi kehidupannya
akan memberikan imbas bagi lingkungan baik itu bersifat merugikan maupun
menguntungan. Pada Tabel 29 disajikan aktivitas produksi masyarakat Samin
dan akibat yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Aktivitas masyarakat Samin
dalam memanfaatkan lingkungannya tidak banyak memberikan dampak negatif
bagi lingkungannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Samin
memiliki bentuk kearifan bagaimana mereka memanfaatkan dan mengelola
lingkungannya.
Tabel 29 Pengaruh Aktivitas Masyarakat Samin terhadap lingkungannya
Satuan lingkungan
Aktivitas masyarakat Akibat yang ditimbulkan
Pekarangan Budidaya tanaman pekarangan
Kenyamanan lingkungan terjaga. Menjaga kecukupan kebutuhan bahan pangan, obat tradisional, bahan peralatan dan bangunan, kayu bakar serta kebutuhan sehari-hari lainnya.
Usaha peternakan Peningkatan ekonomi keluarga, ketersediaan sumber protein hewani, menjaga ketersediaan pupuk organik bagi lingkungan
Tegalan Budidaya tanaman Lingkungan tetap terjaga Membatu kecukupan kebutuhan bahan pangan, obat-obatan, bahan bangunan, peralatan, kayu bakar dan kebutuhan lainnya.
Sawah Kegiatan produksi, aktivitas pertanian di sawah
Pola pertanian mengikuti kondisi persawahan yang ada sehingga lingkungan tetap terjaga, Penggunaan varital unggul berbagai jenis tanaman budidaya telah menghilangkan berbagai kultivar lokal atau melemahkan peran berbagai kultivar lokal seperti: kultivar padi lokal, jagung; ketela pohon, umbi-umbian dan tanaman lokal lainnya. Sistem pertanian modern mengancam hilangnya bentuk pertanian tradisional yang menjadi ciri masyarakat tradisional,
119
Tabel 29 lanjutan
Satuan lingkungan
Aktivitas masyarakat Akibat yang ditimbulkan
Hutan jati Kegiatan pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan bahan pangan, obat obatan, bangunan, kayu bakar, pakan ternak
Jenis tumbuhan liar sangat terbatas, Masyarakat melakukan upaya untuk membudidayakan jenis- jenis tanaman semusin yang diperlukan untuk kehidupan, tidak terjadi penebangan liar, Lingkungan tidak mengalami gangguan berarti
Mata air Pemanfatan sumber mata air, untuk pertanian dan kebutuhan sehari-hari, pengkeramatan dan ritual khusus
Mata air tetap terjaga, vegetasi di sekitar mata air tetap terjaga
Rawa dan embung
Aktivitas budidaya dan pencarian ikan,
Lingkungan tidak mengalami gangguan berarti, masyarakat mencari ikan dengan cara tradisional
Penggunaan untuk irigasi
Mencegah banjir di musim hujan, dan menjaga suplai air di musim kemarau
Sungai Penangkapan ikan Penggunaan racun ikan oleh masyarakat non Samin telah berpengaruh terhadap semakin berkurangan keanekaragaman jenis maupun kelimpahan ikan yang ada
Aktivitas pemompaan air sungai air untuk irigasi sawah
Berperan mengurangi ketersediaan air di sungai ketika musim kemarau
4.6 Simpulan
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang sederhana, tergambar dari
tindakan dan pemikiran mereka. Mereka membagi isi alam semesta ini hanya
dua macam yaitu wong (manusia) dan sandang pangan (selain manusia). Wong
dan sandang pangan adalah satu-kesatuan ibarat menyatunya hamba dengan
Tuhannya, seperti dalam ajaran Manunggaling Kawulo Gusti. Kesederhanaan
masyarakat Samin juga tergambar dari pemahaman mengenai lingkup ruang
aktivitas aktivitas mereka yang hanya dibagi dalam dua tempat yakni mondokan
(rumah) dan lemah penggarapan. Mondokan merupakan rumah atau tempat
tinggal, sebagai tempat istirahat anggota keluarga beserta sandang pangan yang
120
mereka miliki. Sedang lemah garapan merupakan ruang mereka untuk
mendapatkan kebutuhan sandang pangan. Pengetahuan mereka mengenai lingkungan tidak terlepas dari pandangan
mereka terhadap lingkungan sekitar dan aktivitas produksi yang mereka
lakukan. Satuan lingkungan utama mereka adalah mondokan (rumah) beserta
pekarangan, dan dan lemah garapan berupa sawah, tegalan, hutan. masyarakat
Satuan lingkungan yang lain adalah rawa, embung, sungai dan sumber mata air.
Aktivitas produksi yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan dan
mengelolanya satuan lingkungan tidak menyebabkan terjadinya gangguan atau
terjadinya kerusakan lingkungan yang berarti. Karena mereka menerapkan
prinsip kehati-hatian dilandasi oleh keyakinan ajaran mereka. Alam lingkungan
itu hidup sebagaimana manusia, maka mereka memperlakukan alam layaknya
memperkukan diri sendiri.
Aktivitas pertanian sawah merupakan aktivitas produksi utama masyarakat
Samin. Selama ini mereka telah mampu berswasembada beras, dan dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup lainnya dari satuan lingkungan yang
ada. Mereka telah mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan untuk budidaya pertanian. Bentuk strategi mereka dalam
pengelola lahan pertanian adalah menerima cara pertanian modern namun
dengan pengelolaan sistem tradisional terutama dalam seleksi bibit,
penanggulangan hama, pembagian hasil panen dan sistem sambatan dalam
mengelola aktivitas pertanian.
Berdasar analisis INP pada satuan lingkungan pekarangan, tegalan
maupun hutan jati, tegakan pohon yang paling dominan adalah jati (Tectona
grandis). Nilai INP tegakan jati pada ketiga satuan lingkungan tersebut adalah:
INP 50.27 pada satuan lingkungan pekarangan, INP 94.39 pada satuan
lingkungan tegalan dan INP 157.12 pada hutan jati.
5 ETNOBOTANI MASYARAKAT SAMIN
Abstract
Ethnobotany reseach of Samin community to reveal the botanical
knowledge system covering useful and management plant for their live hood. This reseach also described this effect of the relationship between social, cultural and economic factor to the plant diversity. This reseach was concucted using direct observation, semistructural and open enden interview. To better asses to extractive activities and utilization of the plant diversity by indegenous people, an index of cultural significance (ICS) was emplyed. Samin people depent on plant resource for their livelihood, and they have a good knowledge on plant diversity surrounding them. There are various plant utilization by Samin community as food (118 species); traditional medicines and cosmetics (74 species), building materials (16 species); equipments and craft materials (15 species), fire wood (16 species); animal feed (27 species); fiber materials and straps (3 species), fish poisons (2 species); pest control materials (16 species), ritual material (26 species) and ornamental plants (45 species). The most of useful plant species (80% ) were cultivated plant. Based on calculation of the index of cultural significance show that Oryza sativa (ICS 122) was the most important plant for the Samin community.
Key word: Ethnobotany, Indeks of Cultural Significance, plant useful, the Samin
5.1 Pendahuluan
Masyarakat Samin merupakan suatu kelompok masyarakat tradisional yang
tinggal di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai
budaya unik dan banyak menyimpan nilai-nilai tradisi. Komunitas ini adalah
sekelompok orang yang mengikuti ajaran Samin Surosentiko yang muncul pada
masa kolonial Belanda (Benda & Castel 1969; Hutomo 1996; Mumfangati et al.
2004; Poluso 2006). Gerakan Samin muncul sebagai perlawanan pada
pemerintah kolonial Belanda terhadap ketidak adilan dalam penguasaan dan
pengelolaan tanah. Bentuk perlawanan mereka berupa penolakan terhadap
segala kebijakan pemerintah Belanda, diantaranya adalah penolakan membayar
pajak (King 1973; Hutomo 1996; Poluso 2006). Pengaruh ajaran dan sikap anti
pemerintah melekat dalam diri masyarakat Samin hingga membentuk suatu
tatanan atau adat istiadat sendiri yang agak berbeda dengan kebanyakan
masyarakat Jawa pada umumnya (Mumfangati et al. 2004).
Masyarakat Samin menganggap menjadi petani merupakan pekerjaan
paling mulia. Mereka mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap
sumberdaya hayati dan lingkungannya. Keterbatasan lahan dan kondisi biofisik
122
yang kurang menguntungkan tidak menyurutkan semangat mereka untuk
bertahan pada pekerjaannya. Menurut Berkes dan Folke (1998), masyarakat
yang sering dihadapkan pada tantangan mempunyai banyak pengetahuan lokal
dibanding dengan masyarakat yang jarang menghadapi masa-masa kritis,
mereka bisa bertahan hidup karena mampu beradaptasi dengan kondisi
lingkungannya.
Kajian berbagai aspek etnosain diperlukan untuk mengungkapkan
pengetahuan tradisional suatu kelompok masyarakat. Studi etnobotani merujuk
pada kajian interaksi antara manusia dengan sumberdaya tumbuhan (Martin
1995; Cotton 1996; Hamilton et al. 2003). Peneliti etnobotani dalam melakukan
analisis etnosain pengetahuan tradisional menitik beratkan pada dunia tumbuhan
meliputi berbagai aspek, diantaranya: cara pemanfaatan, pengelolaan, persepsi
dan konsepsi dari berbagai kelompok masyarakat atau etnik yang berbeda
(Cotton 1996; Purwanto 2007). Menurut Walujo (2009) etnobotani harus mampu
mengungkapkan keterkaitan hubungan budaya masyarakat, terutama tentang
persepsi dan konsepsi masyarakat dalam memahami sumberdaya nabati di
sekitar tempat bermukim.
Pada umumnya pengetahuan lokal terakumulasi dari generasi ke generasi
dan merupakan kekayaan bangsa yang tidak tergantikan dan bermanfaat bagi
masa kini dan masa yang akan datang. Pengetahuan tersebut perlu
didokumentasi dan dikaji keilmiahannya tentang potensi, kegunaan, manfaat
atau prospek pengembangannya. Disamping itu pengetahuan lokal dapat
dijadikan sebagai data dasar untuk pengembangan sumberdaya tumbuhan yang
lebih bermanfaat dan berdayaguna.
Indonesia kaya sumberdaya alam, juga memiliki keanekaragaman
kelompok etnik, maka tidak mengherankan jika pengetahuan tentang alam dan
lingkungannya tumbuh dan berkembang tergantung dari tingkat kebudayaan
suku tersebut (Waluyo 2009). Setiap kelompok masyarakat dengan karakter
wilayah dan adatnya mempunyai ketergantungan pada berbagai tumbuhan,
untuk sumber pangan maupun sumber lainya (Suryadarma 2008),
Keanekaragaman dan keunikan kultur budaya Indonesia yang tersebar dalam
ribuan pulau, membentuk mosaik kehidupan yang tiada duanya di dunia. Hal ini
merupakan keunggulan komparatif yang di miliki bangsa Indonesia yang akan
memberikan ruang yang lebih luas untuk pengembangan etnobotani.
123
Penelitian etnobotani masyarakat Samin penting untuk dilakukan
mengingat semakin besarnya tekanan dan terdegradasinya pengetahuan lokal
akibat pembangunan dan kemajuan teknologi. Studi etnobotani dapat memberi
kontribusi yang besar dalam proses pengenalan sumberdaya alam hayati yang
ada di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan pengetahuan lokal bersama
masyarakat setempat. Penelitian etnobotani penting untuk mendukung
kehidupan dalam penyediaan bahan pangan, obat-obatan, bahan bangunan,
peralatan rumah tangga, upacara adat, bahan pewarna, bahan pakaian dan
lainnya.
5.2 Tujuan Penelitian
Kajian etnobotani dalam penelitian ini bertujuan menggali secara
menyeluruh pengetahuan masyarakat Samin tentang pengelolaan sumberdaya
hayati tumbuhan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari meliputi:
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan untuk bahan pangan, bahan
bangunan, bahan obat-obatan, bahan racun, bahan pengendalian hama
tanaman, bahan ritual dan keagamaan, bahan peralatan dan seni, bahan
pewarna, kayu bakar dan lain-lain; serta tentang pengelolaan keanekaragaman
hayati tumbuhan ditinjau dari aspek pemanfaatan secara berkelanjutan.
5.3 Metode Penelitian 5.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan
Februari 2011. Lokasi penelitian meliputi 7 dusun di 4 kabupaten yakni: dusun
Larikrejo Desa Larikrejo dan dusun Kaliyoso desa Karangrowo Kec. Undaan,
Kab. Kudus; dusun Ngawen desa Sukolilo dan dusun Bombong desa Sukolilo
Kec Sukolilo , Kabupaten Pati; dusun Klopoduwur Desa Klopoduwur dan dusun
Tambak desa Sumber Kabupaten Blora; dan dusun Jepang desa Margomulyo
Kabupaten Bojonegoro jawa Timur.
5.3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: alat rekam
suara, kamera, alat tulis, peta, gunting, parang, tali plastik, kantong plastik
berbagai ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label gantung, kertas koran,
124
dan sasak. Adapun bahan kimia yang digunakan adalah alkohol 70%, formalin
5% dan spiritus.
5.3.3 Pengumpulan Data Etnobotani
Data etnobotani meliputi data etnobotani kualitatif dan kuantitatif.
Pengumpulan data kualitatif menggunakan metode survei eksploratif yang
mencakup: (1) Inventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat dan tipe pemanfaatannya dalam kebutuhan sehari-hari seperti bahan
pangan, papan, obat- obatan, ritual tradisional, dan lain-lain, (2) Mempelajari
interrelasi antara masyarakat dan lingkungan dimana mereka tinggal
(ekosistemnya), yaitu dengan memperhatikan dan membahas aspek biologi dan
sosial dari segi praktek, persepsi dan representasinya.
Metode ini didukung oleh pendekatan dan teknik pengumpulan informasi
yang bersifat partisipatif yang terdiri dari: (1) Wawancara bebas (open ended)
(Purwanto 2007) dan Wawancara semi terstruktur untuk inventarisasi
pengetahuan lokal (Grandstaff & Grandstaff 1987), (2) Mengikuti aktivitas
keseharian masyarakat, misalnya ke sawah, ke ladang, ke hutan dan aktivitas
tradisi yang ada.
Dalam penelitian ini digunakan informan kunci yaitu anggota masyarakat
yang dianggap mampu memberikan informasi yang akurat dengan kriteria tokoh
masyarakat, ahli pengobatan lokal, anggota masyarakat yang memiliki
pengetahuan cukup baik mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan. Untuk
mendapatkan informan kunci yang tepat didasarkan atas rekomendasi dari tokoh
adat/ tokok masyarakat setempat (Purwanto 2007) dan digunakan metode
snowbolling (Golar 2006; Usman & Akbar 2008) yaitu teknik penentuan
responden berdasarkan petunjuk atau penentuan responden awal terhadap
seseorang yang dianggap lebih mampu memberikan informasi sesuai kebutuhan
penelitian. Jumlah responden keseluruhan 62 orang.
Dalam analisis data dibangun matriks data untuk digunakan sebagai dasar
analisis. Pada tahap pertama dibuat semua jenis manfaat lokal (katagori-katagori
emik) yang disebutkan oleh narasumber untuk setiap jenis tumbuhan.
Selanjutnya peneliti bersama-sama dengan narasurnber membahas tentang
peringkat manfaat tersebut. Setelah peneliti mencatat peringkat manfaat yang
ditentukan oleh narasumber, lembaran data diperlihatkan kembali kepada
narasumber untuk pemeriksaan ulang terhadap peringkat manfaat yang kurang
125
sesuai dengan persepsi narasumber. Jika narasumber menyetujui pencatatan
data manfaat tersebut, maka data tersebut adalah independen dari pengaruh
subjektivitas peneliti.
Pada tingkat kedua, peneliti kemudian mengelompokkan definisi manfaat
lokal (kategori-kategori emik) ke dalam salah satu dari lima manfaat (kategori-
kategori etik): kontruksi, makanan, komersial, obat-obatan, dan teknologi.
Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mencocokkan konsep dari narasumber
seringkas mungkin dan sejauh kemampuan untuk menentukan kategori manfaat
yang mencerminkan ekuivalensi fungsional dari konsep-konsep yang
didefinisikan secara emik oleh narasumber. Dari data-data tersebut didapatkan
analisis konfrontasi antara sudut pandang pengetahuan masyarakat dengan
sudut pandang ilmu pengetahuan modern (secara ilmiah).
Data etnobotani kuantitatif ditujukan sebagai pelengkap dan pendukung
data kualitatif yang telah dikumpulkan. Penghitungan indeks kepentingan budaya
(Index of cultural significance,ICS) didasarkan pada formula yang dikembangkan
Turner (1988) yang telah dimodifikasi oleh Purwanto (2007). Indek kepentingan
budaya merupakan hasil analisis etnobotani kuantitatif untuk mengevaluasi atau
mengukur kepentingan suatu jenis tumbuhan bagi masyarakat yang didasarkan
pada nilai kuantitas (quantity value), nilai intensitas (intensity value), dan nilai
ekslusivitas (exclusivity value). Untuk menghitung ISC digunakan rumus:
n ICS = ∑ ( q x i x e )ni i = 1
(Turner 1988)
Karena setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa kegunaan, maka
persamaannya menjadi sebagai berikut :
n ICS = ∑ ( q 1 x i1 x e1 )n1 + ( q2 x i2 x e2 )n2 + ……… + ( qn x in x en )n i=1
n
ICS = index of cultural significance, adalah jumlah dari perhitungan pemanfaatan suatu jenis tumbuhan dari 1 hingga n, dimana n menunjukkan pemanfaatan ke-n (terakhir) dari suatu jenis tumbuhan; sedangkan huruf i menunjukkan nilai 1 hingga ke-n secara berurutan.
Keterangan:
Perhitungan nilai parameter dari suatu jenis tumbuhan adalah sebagai
berikut:
• q = nilai kualitas (quality value); dihitung dengan cara memberikan skor
atau nilai terhadap nilai kualitas dari suatu jenis tumbuhan, contohnya : 5 =
makanan pokok; 4 = makanan sekunder/tambahan + material primer, 3 =
126
bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat; 2 = ritual,
mitologi, rekreasi dan lain sebagainya; 1 = memiliki nilai tetapi tidak
digunakan secara khusus (Tabel 30).
• i= nilai intensitas (intensity value); menggambarkan intensitas
pemanfaatan dari jenis tumbuhan berguna dengan memberikan nilai,
contohnya : nilai 5= sangat tinggi intensitasnya; 4= secara moderat tinggi
intensitas penggunaannya; 3 = sedang intensitas penggunaannya; 2 =
rendah intensitas penggunaannya; dan nilai 1= intensitas penggunaannya
sangat jarang (Tabel 31).
• e = nilai eklusivitas (exclusivity value), sebagai contoh: 2 = paling disukai,
merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya; 1= terdapat beberapa jenis
yang ada kemungkinan menjadi pilihan; dan 0.5 = sumber sekunder atau
merupakan bahan yang sifatnya sekunder (Tabel 32).
Kategorisasi nilai kegunaan dari setiap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat berdasarkan pada cara perhitungan yang dikemukakan oleh
Tumer (1988) dalam
Tabel 30 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani
Purwanto (2007) pada Tabel 30,31 dan 32.
No Deskripsi Kegunaan Nilai guna
Makanan Utama: 1 Makanan pokok 5
Bahan Pangan Tambahan (Secondary Foods) 2 Umbi-umbian 4
3 Bahan makanan berupa batang, daun, pucuk daun, bunga, kecambah
4
4 Bahan makanan berupa buah-buahan, biji-bijian 4
5 Bahan makanan berupa tunas, pucuk tumbuhan dan bagian tanaman lainnya
4
6 Bahan makanan yang berupa jamur yang tidak beracun 4
7 Bahan makanan yang hanya dimanfaatkan pada saat paceklik, kekurangan makanan
4
8 Bahan minuman 4
Bahan pangan lain yang digunakan 9 Menambah rasa, aroma, manis, bumbu-bumbuan dan
penambah rasa lainnya 3
10
Bahan pangan suplemen sebagai campuran bentuk menu makanan, pembungkus bahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam persiapan pembuatan bahan pangan
3
11 Bahan rokok (misalnya: tembakau) 3
127
12 Pakan ternak dan makanan hewan 3
Tabel 30 lanjutan
No Deskripsi Kegunaan Nilai guna Bahan Materi Utama
13 Kayu bahan bangunan, bahan wadah 4
14 Kayu bahan bakar 4
15 Bahan serat, bahan pakaian, dan bahan kerajinan atau teknologi tradisional
4
16 Kulit kayu sebagai wadah dan konstruksi 4 Bahan Materi Sekunder
17 Penghasil tannin, berguna untuk perawatan 3 18 Bahan pewarna, tato, dekorasi dan kosmetika 3 19 Bahan deodoran, bahan pembersih 3 20 Bahan perekat, tali, bahan tahan air 3 21 Bahan sebagai alas, bahan tikar, bahan pengelap, bahan pembalut 3 22 Bahan campuran berbagai jenis bahan yang berguna 3
Bahan Obat-obatan 23 Tonikum, obat-obatan yang menyegarkan, merangsang 3 24 Purgatif, laksatif, emetik 3 25 Bahan obat untuk demam, obat batuk, TBC, influenza 3 26 Bahan pembersih luka, luka bakar 3 27 Bahan obat untuk arthritis, rheumatik, sakit persendian, lumpuh
atau paralis 3
28 Obat-obatan untuk penyakit saluran kencing 3 29 Obat-obatan untuk penyakit dalam 3 30 Obat-obatan untuk infeksi mata 3 31 Obat-obatan untuk perempuan, obstetrik atau ginekologi atau
reproduksi 3
32 Obat-obatan yang secara khusus untuk anak-anak 3 33 Obat-obatan untuk kanker 3 34 Obat-obatan untuk penyakit hati, system sirkulasi, tekanan darah 3 35 Obat anti iritasi 3 36 Analgetik dan anesthetik 3 37 Obat anti racun 3 38 Obat-obatan sakit perut atau masalah pencernaan, disentri 3 39 Obat-obatan untuk aphrodisiac 3 40 Obat-obatan untuk penyakit infeksi telinga 3 41 Obat-obatan untuk demam dan malaria 3 42 Obat sakit gigi 3 43 Obat-obatan untuk penyakit hewan 3 44 Obat-obatan untuk infeksi kulit dan perawatan kulit 3 45 Medicine miscellaneous or unspecified 3
Ritual atau Spiritual 46 Ritual kelahiran 2
128
47 Ritual inisiasi 2
Tabel 30 lanjutan
No Deskripsi Kegunaan Nilai guna 48 Ritual kematian atau ritual keberanian, kepahlawanan dalam
perang antar suku 2
49
Ritual pengobatan (Shaman's ceremonies "training' "witchcraft" protection against "witchcraft")
2
50 Ritual perburuan, pemancingan dan ritual kegiatan pertanian 2 51 Bahan pangan utama untuk ritual 2 52 Jenis yang secara spesifik ditabukan atau hanya digunakan untuk
ritual adat atau ritual penyembuhan 2
53
Sebagai jimat, tanda cinta kasih (simbol), permainan, atau sebagai bahan ritual penolak hujan dan lain-lain
2
Mitologi 54 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural atau mitos 2 55 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural dalam mitos yang
bersifat magis religius 2
56
Jenis tumbuhan berperan secara alami dalam mitos-mitos atau Sejarah
2
57 Keperluan totem, simbol dansa 2 58 Mithik atau secara tradisional berasosiasi dengan hewan 2 59 Bahan campuran 2 60 Untuk kesenangan, indikator lingkungan, nama seseorang, desa
dan sebagainya 2
61 Tumbuhan yang dihargai atau memiliki nilai 2 62 Tumbuhan yang secara spesifik tidak diketahui kegunaannya,
tetapi diketahui mempunyai gambaran yang indah atau memiliki kemiripan dengan jenis tumbuhan iainnya.
2
63 Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak digunakan secara khusus atau adakalanya sangat khusus atau mempunyai kekecualian
1
64 Tumbuhan tidak berharga atau tidak bernilai atau tidak diketahui oleh siapapun
0
Catatan: Kategorisasi kegunaan tumbuhan tersebut di atas dimodifikasi dari kategori yang dibuat oleh Turner (1988) dalam Purwanto (2007).
129
Tabel 31 Kategorisasi yang menggambarkan intensitas penggunaan (Intensity of
use) jenis tumbuhan berguna. Nilai guna Deskripsi
5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jenis jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler hampir setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler harian, musiman, atau dalam waktu berkala
3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis tumbuhan secara reguler tetapi dalam kurun waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual belikan
2 Intensitas penggunaannya rendah, meliputi jenis jenis yang jarang digunakan dan tidak mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
1 Sangat jarang intensitas penggunaannya, meliputi jenis - jenis tumbuhan yang sangat minimal atau sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari
Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988) oleh Purwanto (2007)
Tabel 32 Kategorisasi yang menggambarkan tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan
Nilai guna Deskripsi 2
Paling disukai, merupakan pilihan utama, jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kultural. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain
1
Meliputi jenis jenis tumbuhan berguna yang disukai tetapi terdapat jenis jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada
0,5 Meliputi jenis jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai sumberdaya sekunder, eklusivitasnya atau nilai kegunaannya rendah
Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988) oleh Purwanto (2007)
130
5.4 Hasil
Sebagai masyarakat petani yang hidupnya masih mengandalkan
sumberdaya alam khususnya dalam bahan pangan, mereka mempunyai
pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang
terdapat di sekitarnya. Mereka mempunyai pengetahuan mengenai pengenalan,
pencirian, penamaan dan pemanfaatan terhadap berbagai jenis tumbuhan di
lingkungan pertanian dan lingkungan pemukiman di sekitar mereka. Jenis
tanaman yang dikenali dengan baik adalah tanaman pertanian. Penamaan atau
penyebutan suatu jenis tumbuhan tidak banyak berbeda dengan masyarakat
Jawa pada umumnya. Mereka juga mempunyai beberapa istilah atau penamaan
lokal untuk menyebut kelompok tumbuhan tertentu berdasarkan kegunaannya,
misalnya woh-wohan, tanduran cepakan, rencek, ramban, suket. (Tabel 33).
Tetapi beberapa penamaan lokal seperti polo kesampir, polo kependem, polo
gumantung tidak banyak dipahami oleh sebagian besar masyarakat Samin.
Tabel 33 Pengelompokan tumbuhan pada masyarakat Samin
Masyarakat Samin Masyarakat Umum Keterangan Woh-wohan Buah buahan Mencakup semua jenis buah-buahan,
biji (polowijo) dan umbi umbian (polo kependem)
Tanduran Cepakan Tanaman sayuran, bumbu, obat atau jamu tradisional
Tanaman yang biasa di tanam di pekarangan untuk kebutuhan sehari-hari untuk memasak atau membuat jamu tradisional
Kayu papan Bahan bangunan Tanamaman berkayu yang besar yang bisa digunakan untuk membuat papan untukdinding atau bagian rumah lainnya
Tanduran Samubarang
Bahan Peralatan Sebagai bahan pembuat berbagai peralatan atau untuk berbagai kegunaan
Rencek Kayu bakar Dari rampasan ranting berbagai jenis tumbuhan yang di keringkan untuk kayu bakar
Ramban Bahan pakan ternak Daun daun dari jenis tumbuhan berkayu/perdu yang digunakan sebagai pakan ternak
Suket Tumbuhan liar Semak atau herba
1. Tumbuhan semak atau herba liar yang kurang diketahui nama maupun manfaatnya 2. Herba atau rumput sebagai pakan ternak
131
5.4.1 Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Berguna
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diidentifikasi lebih dari 300 jenis
tumbuhan yang yang terdapat di lingkungan Masyarakat Samin (Lampiran 15).
(Lampiran 15). Sedang tumbuhan yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari berjumlah 235 jenis, tergolong dalam 62 suku dan 205 marga. Jenis yang
banyak dimanfaatkan adalah dai suku Fabaceae (37 jenis), Poaceae (33 jenis),
Zingiberaceae (13 jenis), Solanaceae dan Moraceae (12 jenis). Berdasarkan
pemanfaatannya tumbuhan tersebut dikelompokkan dalam beberapa kategori
yakni: tumbuhan sebagai bahan pangan, bahan obat dan kosmetika, bahan
bangunan, bahan peralatan, bahan kayu bakar, bahan makanan ternak, bahan
serat dan tali temali, bahan ritual, bahan mitos dan legenda, bahan racun, bahan
pengendali hama, Indikator lingkungan, tanaman hias dan tanaman pagar.
Kategori pemanfaatan tumbuhan dan jenis tumbuhan yang dimanfaatkan
masyarakat ditampilkan pada Tabel 34. Tabel tersebut menunjukkan bahwa
pemanfaatan jenis terbanyak adalah untuk bahan pangan (118 jenis), kemudian
untuk bahan obat tradisional 74 jenis.
Tabel 34 Kategori pemanfaatan dan jumlah jenis tumbuhan berguna
No Kategori pemanfaatan jenis tumbuhan Jumlah 1 Makanan utama atau makanan pokok 1 2 Makanan Tambahan a. Umbi-umbian 12 b. Sayur-sayuran 37 c. Buah-buahan 28 d. Biji-bijian dan kacang-kacangan 9 e. Bahan minuman 8 f. Bumbu 17
3 Bahan obat tradisional dan kosmetika 74 4 Bahan bangunan 16 5 Bahan peralatan dan kerajinan 15 6 Kayu bakar 16 7 Makanan ternak 27 8 Bahan serat dan tali temali 3 9 Bahan ritual 26
10 Bahan mitos atau legenda 9 11 Bahan racun (racun ikan) 2 12 Bahan pengendalian hama 16 13 Indikator lingkungan 5 14 Tanaman hias, tanaman pagar 45
5.4.1.1 Tumbuhan Bahan Pangan
132
Keanekaragaman jenis bahan pangan dapat dibedakan sebagai bahan
pangan pokok dan bahan pangan tambahan. Jenis makanan pokok adalah beras
(Oryza sativa). Jenis bahan makanan tambahan antara lain berupa umbi umbian
sekitar 13 jenis, biji bijian dan kacang kacangan 10 jenis (Tabel 35). Tumbuhan
bahan pangan tambahan berupa sayuran 35 jenis, buah buahan 30 jenis, bahan
minuman 8 jenis; serta bumbu dan aroma masakan 20 jenis (Tabel 36).
Tabel 35 Jenis tumbuhan sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat pada masyarakat Samin
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Jumlah kultivar
Nilai ICS
Makanan Pokok 1 Padi Oryza sativa L. Poaceae 8 122 a. Biji-bijian 2 Jagung Zea mays L. Poaceae 3 48 3 Gayam Inocarpus fagifer
(Parkinson) F.R. Forsberg
Fabaceae 1 24
4 Kacang tanah Arachis hypogaea L. Fabaceae 3 28 5 Kedele Glycine max (L.) Merill Fabaceae 3 12 6 Kentos Nelumbo nucifera
Gaertn. Nelumbonaceae 1 8
7 Kacang hijau Vigna radiata (L.) R. Wilczek
Fabaceae 1 12
8 Kacang merah/ srondol
Vigna unguiculata (L.) Walp.
Fabaceae 3 24
9 Kacang koro Mucuna sp Fabaceae 1 12 10 Kacang gude Cajanus cajan (L.)
Millsp. Fabaceae 1 12
b. Umbi umbian 11 Gadung Dioscorea hispida
Dennst. Dioscoreaceae 1 21
12 Ganyong Canna edulis L. Cannaceae 2 12 13 Gembili Dioscorea aculeata L. Dioscoreaceae 3 12 14 Gembolo/
Kemarung Dioscorea bulbifera L. Dioscoreaceae 1 12
15 Iles iles Amorphopalus variabilis Bl.
Araceae 1 8
16 Kentang jowo/ kentang ireng
Coleus tuberosus (Blume) Benth
Lamiaceae 2 8
17 Kimpul/bentul Xanthosoma viollaceum Schott
Araceae 1 8
18 Menyok/ pohong Manihot esculenta L. Euphorbiaceae 9 40 19 Palerut/Garut Maranta arundinacea
L. Marantaceae 2 27
20 Suweg
Araceae Amorphophallus campanulatus Blume ex Decne.
1 9
21 Tales Colocasia esculenta (L.) Schott
Araceae 3 28
133
22 Telo rambat, telo pendem
Ipomoea batatas L. Convolvulaceae 3 28
23 Uwi Dioscorea alata L. Dioscoreaceae 8 12
Berbagai jenis sayuran banyak ditanaman di sekitar pekarangan rumah,
sebagai tanaman cepakan (untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari),
misalnya kacang lanjaran (Vigna unguiculata), terong (Solanum melongena),
daun telo rambat (Ipomoea batatas), cengeh/cabe (Capsicum fruetescent).
Berbagai tanaman sayur juga di tanam di pematang sawah sebagai tanaman
sela atau di tegalan. Kebanyakan tanaman sayur ini merupakan tanaman yang
sudah dibudidayakan. Hanya ada beberapa jenis tanaman liar atau yang
dimanfatkan sebagai sayur misalnya terong pokak (Solanum torvum), kemangi
(Oscimum basilicum) dan kremah (Alternanthera sessilis), kangkung (Ipomoea
aquatica). Jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai sayur adalah dari
Solanaceae 6 jenis, Fabaceae 5 jenis dan Cucurbitaceae 5 jenis.
Tabel 36 Keanekaragaman jenis tanaman sayuran, buah-buahan, bahan minuman, bumbu dan aroma masakan pada masyarakat Samin No Nama lokal Nama ilmiah Suku Jumlah
kultivar Nilai ICS
A. Jenis Sayuran 1 Bayam Amaranthus hybridus L. Amaranthaceae 3 16 2 Besaran Morus alba L. Moraceae 1 14 3 Blimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxallidacdeae 1 9 4 Buncis Pisum sativum L Fabaceae 2 9 5 Cengeh/ Lombok Capsicum annum L Solanaceae 2 21 7 Gori/nangka Artocarpus heterophylla
Lam. Moraceae 1 40
8 Jipang Sechium edule Cucurbitaceae (Jacq.) Sw 1 16 10 Kacang lanjaran Vigna sinensis Fabaceae
(L.) Savi ex Hassk 3 16
11 Kangkung Ipomoea aquea Forssk. Solanaceae 3 32 12 Kates Carica papaya L. Caricaceae 4 33 13 Katu Saurapsus androgynus (L.)
Merr. Euphorbiaceae 1 9
14 Kecipir Psopocarpus tetragonolobus
Fabaceae (L.) D.C.
1 12
15 Kelor Moringa oleifera Lam Moringaceae 1 20 16 Kemangi Oscimum basilicum L. Lamiaceae 2 9 17 Kenikir Tagetes erecta L. Asteracea 2 15 18 Klanding Leucaena glauca L. Mimosaceae 2 51 19 Kluweh Artocarpus altilis
(Parkinson) Fosberg Moraceae 1 16
20 Kremah Alternanthera sessilis Amaranthaceae 3 21 21 Lempuyang/lireh Zingiber zerumbet (L.)
Smith Zingiberaceae 3 30
22 Lompong/tales Colocasia esculenta (L.) Schott
Araceae 4 28
134
23 Menyok/telo pohong
Manihot utilissima L. Araceae 7 36
Tabel 36 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Jumlah kultivar
Nilai ICS
24 Mlinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae 3 24 25 Pare pait Momordica charantia L. Cucurbitaceae 1 12 26 Bestru Luffa acutangula (L.)
Roxb. Cucurbitaceae 1 12
27 Terong pokak Solanum torvum L. Solanaceae 1 9 28 Rebung/pring legi Bambusa sp Poaceae 1 28 29 Singkil Premna integrifolia Engl. Lamiaceae 1 12 30 Sukun Artocarpus altilis
(Parkinson) Fosberg Moraceae 1 29
31 Telo rambat Ipomoea batatas L. Solanaceae 3 36 32 Terong Solanum melongena L. Solanaceae 3 9 33 Tomat Solanum lycopersicum L. Solanaceae 3 9 34 Turi Sesbania grandiflora (L.)
Poir. Fabaceae 1 33
35 Waloh Cucurbita moschata Duchesne ex Poir.
Cucurbitaceae 1 21
B. Buah buahan 1 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae 1 9 2 Blimbing Averrhoa carambola L. Oxallidaceae 1 16 3 Delima Punica granatum L. Punicaceae 1 15 4 Dondong Spondias dulcis L. Sapindaceae 2 28 5 Doyo/kedoya Dysoxyllum amooroides
Miq. Meliaceae 1 17
6 Gedang/Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae 17 48 7 Jambu bol/jambu
darsono Eugenia malaccensis L. Myrtaceae 1 9
8 Jambu klampok Eugenia samarangense Berg.
Myrtaceae 1 12
9 Jambu air Syzygium aqueum (Burm.f.) Alston
Myrtaceae 3 24
10 Jambu klutuk Psidium guajava L. Myrtaceae 2 36 11 Jambu mete Anacardium occidentale L Anacardiaceae 1 12 12 Jeruk bali Citrus maxima (Burm.f.)
Merr. Rutaceae 1 12
13 Jeruk keprok Citrus reticulata Blanco Rutaceae 2 12 14 Juwet Syzygium cumini (L.)
Skeels Myrtaceae 3 14
15 Kates/telo gantung/gandul
Carica papaya L. Caricaceae >3 33
16 Kesemek Diospiros kaki L.f. Ebenaceae 1 6 17 Kleyu Erigolossum rubiginosum
Brand. Sapindaceae 1 6
18 Kersen Muntingia calabura L. Elaeocarpaceae 1 24 19 Langsep Lansium domesticum
Corrêa Meliaceae 1 12
20 Matoa Pometia pinnata J.R. Sapindaceae 1 9
135
Forster & J.G. Forster 21 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae 2 9 22 Mulwo/kemlowo Annona reticulate L. Annonaceae 1 16 23 Mundung Garcinia dulcis (Roxb.)
Kurz. Clusiaceae 1 12
Tabel 36 Lanjutan No Nama local Nama ilmiah Suku Jumlah
kultivar Nilai ICS
24 Nongko/nangka Artocarpus heterophylla Lam.
Moraceae 3 40
25 Pelem/mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae >4 28 26 Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae 2 12 27 Sawo Manilkara zapota
(L.) P.Royen Sapotaceae 1 28
28 Semangka Citrulus vulgaris schrad Cucurbitaceae 2 12 29 Sirkoyo Annona squamosa L. Annonaceae 1 12 30 Sirsak Annona muricata L. Annonaceae 1 12 Bahan minuman 1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.)
Raeusch. Poaceae 1 26
2 Jahe Zingiber officinale Roscoe Zingiberaceae 2 40 3 Kencur Kaempferia galanga L. Zingiberaceae 2 39 4 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae 1 8 5 Rosella Hibiscus sabdariffa L. Malvaceae 1 8 6 Secang Caesalpinia sappan L. Fabaceae 1 27 7 Sereh Poaceae Cymbopogon nardus (L.)
Rendle 1 9
8 Temu lawak
Curcuma xanthorhiza Roxb.
Zingiberaceae
1 40
D. Bumbu dan aroma masakan 1 Asem jowo Tamarindus indica L. Fabaceae 1 41 2 Blimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxallidaceae 1 9 3 Cengek/Lombok Capsicum anuum L. Solanaceae 3 21 4 Jahe Zingiber offocinale Roscoe Zingiberaceae 2 40 5 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm)
swingle Rutaceae 1 28
6 Jeruk pecel Citrus aurantifolia (Christm) swingle
Rutaceae 1 21
7 Jeruk purut Citrus histrix DC Rutaceae 1 21 8 Kayu manis Cinnamomun burmanni
(Nees & T.Nees) Blume Lauraceae 1 9
9 Kemangi Oscimum basilicum L. Lamiaceae 2 9 10 Kemiri Aleurites molluccana (L.)
Willd Euphorbiaceae 1 9
11 Kencur Zingiberaceae Kaempferia galanga L. 2 30 12 Klopo/ kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae 3 40 13 Kluwek/pucung Pangium edule
Reinw. ex Blume Flacourtiaceae 2 24
14 Kunci Zingiberaceae Kaempferia angustifolia Roscoe
1 18
136
15 Kunyit Curcuma domestica Val.. Zingiberaceae 1 31 16 Laos/Lengkuas Zingiberaceae Alpinia galanga L. 1 21 17 Pandan wangi Pandanus amarylifolius
Roxb Pandanaceae 1 15
18 Salam Eugenia polyanta Miq Meyrtaceae 1 9 19 Sereh Poaceae Cymbopogon nardus (L.)
Rendle 1 9
20 Singkil Premna integrifolia L. Lamiaceae 1 9
Keanekaragaman jenis tanaman buah pada masyarakat Samin cukup
banyak tidak kurang dari 30 jenis. Jenis yang umum dijumpai di pekarangan
masyarakat adalah mangga (Mangifera indica), blimbing (Averrhoa carambola) ,
jambu klutuk (Psidium guajava), pisang (Musa paradisiaca), nagka (Artocarpus
heterophylla), papaya (Carica papaya). Tanaman pisang mempunyai banyak
kultivar antara lain: kepok, kepok awu, kapas, seblok, sobo, pipit, kentangan,
becici, mas, rojo, ambon dan lain-lain.
Pada lingkungan masyarakat Samin ditemukan berbagai jenis tumbuhan
yang bisa digunakan sebagai bahan minuman yakni secang (Caesalpinnia
sappan), alang-alang (Imperata cylindrica), jahe (Zingiber officinarum), sereh
(Cymbopogon nardus), kencur (Kaempferia galanga), temu lawak (Curcuma
xanthorhiza ), rosella (Hibiscus sabdariffa)) dan kopi (Coffea arabica). Meskipun
masyarakat mengerti kegunaan tanaman tersebut sebagai bahan minuman,
namun hanya sebagian kecil yang memanfaatkannya. Umumnya tanaman
tersebut tidak dibudidayakan khusus sebagai bahan minuman.
Berbagai jenis tumbuhan digunakan sebagai bahan bumbu atau aroma
masakan, terutama dari Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber officinale), lengkuas
(Alpinnia galanga) kunyit (Curcuma domestica), kunci (Kaempferia angustifolia),
kencur. Selain itu berbagai jenis daun atau buah dari suku Rutacea, misalnya
jeruk purut (Citrus histrix), jeruk pecel (Citrus aurantifolia); Salam (Eugenia
polyantha), sereh (Cymbipogon nardus), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)
digunakan sebagai aroma masakan. Tanaman pucung atau kluwek (Pangium
edule) merupakan tanaman penghasil kluwek, yaitu buah yang menghasilkan
warna coklat dan aroma khas untuk masakan jawa seperti rawon, dan brongkos.
Jenis ini banyak di temukan di Pegunungan Kendeng Wilayah Sukolilo, Pati.
5.4.1.2 Bahan obat Tradisional dan Kosmetik
Pengamatan terhadap terhadap pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan
obat tradisional adalah untuk membuktikan betapa pentingnya keanekaragamann
jenis tumbuhan sebagai suplemen dalam kehidupan masyarakat Samin.
137
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat mengenai jenis penyakit dan
cara pengobatan serta ramuan yang digunakan dapat dikategorikan 21 jenis
penyakit dan jumlah jenis tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan (Tabel
37). Permasalahan penyakit atau perawatan tubuh yang paling banyak
menggunakan jenis tumbuhan berturut-turut adalah: untuk perawatan ibu
sehabis melahirkan dan memperlancar asi (20 jenis); perawatan lumpuh, rematik
atau kesemutan 14 jenis; untuk kosmetika tradisional 13 jenis; untuk tonikum
atau penyegar badan 12 jenis tumbuhan. Dan untuk pengobatan lainnya
menggunakan antara 1 s/d 7 jenis tumbuhan.
Tabel 37 Kategori kegunaan dan jumlah tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Samin
Kategori pengunaan Jumlah jenis 1 Pasca persalinan dan memperlancar asi 21 2 Lumpuh, syaraf, kesemutan 14 3 Kosmetika: Bedak dingin 13 4 Tonikum: penyegar badan 12 5 Sakit kuning 7 6 Gastrointestinal: sakit perut, diare, masalah
pencernaan 7
7 Penyakit kulit 6 8 Patah tulang, keseleo 6 9 Obat tipes 5 10 Penambah nafsu makan 5 11 Obat luka 5 12 Sawanan 4 13 Penurun panas 4 14 Sakit mata 4 15 Beri beri 3 16 Pegal linu 3 17 Perawatan bayi 2 18 Kencing manis 2 19 Darah tinggi 2 20 Sakit gigi 2 21 Obat cacing 1
Dari berbagai kategori penyakit yang dikenal masyarakat dapat diketahui
bahwa penyakit tersebut sebagian besar merupakan penyakit ringan. Kasus-
kasus penyakit berat seperti kanker, sakit jantung, ginjal dan penyakit moderen
lainnya kurang dipahami oleh sebagian masyarakat Samin, sehingga merekapun
tidak mempunyai resep pengobatannya. Dalam kenyataan di lapangan jarang di
temukan masyarakat Samin yang mengalami kasus-kasus penyakit berat
138
tersebut. Mereka adalah masyarakat petani pedesaan dengan pola hidup
sederhana dengan aktivitas kerja di sawah yang tinggi sehingga mereka tetap
sehat.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan penyakit diperoleh 46 macam
pengobatan baik berupa ramuan maupun penggunaan bahan tunggal. Jenis
penyakit dan komposisi bahan ramuan yang digunakan di tampilkan
selengkapnya pada Lampiran 16.
Jamu merupakan ramuan obat tradisional yang menggunakan beberapa
jenis tumbuhan, berfungsi untuk menjaga kesehatan, menghilangkan kelelahan
dan menjaga kebugaran tubuh. Jenis yang banyak digunakan dalam berbagai
ramuan adalah temu ireng (Curcuma aeroginosa) dan temu kunci (Kaempferia
angustifolia) (6 ramuan), temu lawak (Curcuma xanthorhiza) 5 ramuan,
lempuyang (Zingiber zerumpet) dan kunyit (Curcuma domestica) 4 ramuan. Jenis
lain yang sering dipakai untuk berbagai ramuan jamu misalnya sambiloto, kates
(Carica papaya), dan jambu klutuk (Psidium guajava), cabe jowo (Piper
retrofractum).
Berdasarkan organ tumbuhan yang digunakan dapat dibedakan bagian:
akar, umbi, rimpang, batang, daun, dan semua bagian tumbuhan. Organ
tumbuhan yang paling sering digunakan adalah daun 37 jenis, rimpang (13 jenis)
dan buah/biji (12 jenis) (Gambar 28).
Gambar 28 Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat
Beberapa jenis tumbuhan diambil getahnya misalnya lamtoro (Leucaena
glauca) dan sente (Alocasia macrorrhiza), untuk obat luka; atau air perasan
batang, atau diambil minyaknya. Berdasarkan cara mengolah atau meramunya
dapat dilakukan dengan direbus kemudian diminum air rebusannya; dihaluskan
139
(dipipis) diperas dan diminum airnya; air perasan ramuan di embunkan satu
malam sebelum diminum, ada yang langsung di oleskan pada bagian yang luka,
misalnya getah klanding untuk obat luka baru.
Sejumlah ramuan obat atau jamu menggunakan bahan dasar lain selain
tumbuhan misalnya garam, gula merah, air kapur (enjet). Selain itu ada yang
menggunakan jenis hewan misalnya cacing tanah (lelur) untuk ramuan obat
tipes; undur-undur (Crustaceae) untuk obat darah tinggi atau gula, dan kepiting
beyes (Crustaceae) untuk obat sakit kuning.
Kaum wanita atau ibu-ibu masyarakat Samin banyak yang menggunakan
ramuan obat dari tumbuhan untuk perawatan setelah melahirkan (jamu gepyok),
pelancar asi (jamu uyup-uyup), memperlancar datang bulan atau penyegar (jamu
kunir asem). Sedangkan untuk remaja putri di Kudus dan Pati, menggunakan
wedak adem, untuk melindungi sengatan matahari (tabir surya) ketika pergi ke
sawah. Wedak adem tersebut bisa disebut sebagai kosmetika tradisional, karena
selain melindungi juga menghaluskan kulit wajah. Pembuatan wedak adem
(bahan perawatan kulit) dilakukan dengan cara bahan ditumbuk atau dihaluskan,
dibuat adonan kemudian dikeringkan agar bisa disimpan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis tumbuhan obat yang
digunakan masyarakat Samin dapat ditemukan 74 jenis tumbuhan untuk ramuan
obat tradisional atau perawatan tubuh (Tabel 38). Tumbuhan tersebut mencakup
33 suku, jenis yang paling banyak adalah Zingiberaceae (12 jenis).
Tabel 38 Jenis tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Samin No Nama
lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Bag yang
digunakan Bahan aktif
1 Adas Foeniculum vulgare Mill
Apiaceae sakit mata Daun Minyat atsiri, anethol, fanchom, metal chavicol, kamfena, limonene,
2 Anting anting/ ceplikan
Acalypha indica L.
Euphorbiaceae kencing manis
Daun, batang, Akar
saponin, flavonoid, tanin. Bahan Aktif: Acalyphin
3 Asem Jawa
Tamarindus indica L.
Fabaceae pelancar asi Buah asam appel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pectin dan gula invert
4 Bawang merah
Allium cepa L. Amaryllidaceae patah tulang, turun panas, sawanan
Umbi flavon glikosida,
5
Saponin
Bawang putih
Allium sativum L.
Amarillidaceae sakit kulit, jimpe syaraf, sakit kuning
Umbi zat aktif awcin, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium,
140
6 Bengkle Zingiber purpureum
Zingiberaceae
Roscoe
sawanan, bedak kosmetik
Rimpang Damar, pati, minyak atsiri sineol dan pinen
7 Beras Oryza sativa L.
Poaceae tonikum, bedak kosmetik
Biji Para aminobenzoic acid, asam ferulic, allantonin
8 Brotowali Tinospora crispa (L.) Miers
Penurun panas
daun Alkaloid, glikosida, pikroretosid, pikrotetin, palmatin, kolumbin, kokulin
Tabel 38 lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan Bag yang digunakan
Bahan aktif
9 Cabe jowo
Piper retrofractum Vahl.
Piperaceae Nafsu makan
Buah/biji buah: piperin, palmitic acid, tetrahidropitic acid, sesamin
10 Cengkeh Eugenia aromatica (L.) Baill
Myrtaceae tonikum Daun, buah Terpena : eugenol, eugenol asetat dan caryophylene
11 Ciplukan Physalis angulata L.
Oxallidaceae Kencing manis, jamu lumpuh
Akar, batang daun
Chlorogenic acid, alkaloid, tannin, kriptoxantin,
12 Cucuk manuk
Eugenia sp Myrtaceae Sakit kulit/kadas
Daun
13 Dadap serep
Erythrina subumbrans (Hask.) Merr
Fabaceae Turun panas daun Alkaloid eritradina, eritrina, eritramina, hipaforina, dan erisovina
14 Daun mimbo
Azadirachta indica Juss.
Meliaceae Darah tinggi Daun Azadirachtin, acetat keton, heksahidro-15hidroksitetrametil-fenantenon (nimbol)
15 Dewo ndaru
Eugenia uniflora L.
Myrtaceae Penurun tekanan darah
daun flavonoid, saponin, dan tanin
16 Dlingo Acorus calamus L.
Acoraceae sawanan, bedak kosmetik
Daun Saponon, flavonoid, minyak atsiri
17 Ganggeng Ceratophyllum sp
Hydrocaritaceae bedak kosmetik
Batang, daun
Kaya protein, kalsium magnesium, ferredoxin dan plastpcyanin
18 Garut Maranta arundinacea L.
Maranthaceae Uyup-uyup rimpang Flavpnoid dan Saponin
19 Gedang rojo
Musa sp Musaceae Sakit perut Buah mentah
Tannin
20 Jahe Zingiber officinale Roscoe
Zingiberaceae tonikum, kesemutan
Rimpang Gingerol, limonene, α-linolenic chlorogrnic acid, farnesol
21 Jambe Areca catechu L.
Arecaceae sakit mata Daun muda alkaloid, seperti Arekolin
22 Jambu klutuk
Psidium guajava L.
Myrtaceae diare, pelancar asi
Daun tanin, guajaverin dan vitamin.
23 Jarak pagar
Jatropa curcas L.
Euphorbiaceae pelancar asi Daun α amirin, kampesterol, stigmosterol, β-sitosterol,
141
24 Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm) swingle
Rutaceae Obat batuk buah Buah: asam sitrat, dammar lemak, sitrtat limonene, fellandren, lemon
25 Jeruk purut/ wangi
Citrus histrix DC.
Rutaceae bedak kosmetik
daun Daun: Minyak atsiri, steroid triterpenoid, tannin.
26 Kecubung Datura metel L.
Solanaceae Sakit jimpe/syaraf
Daun hiosin, co-oksalat, zat lemak, atropin (hyosiamin) dan skopolamin.
Tabel 38 lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan Bag yang digunakan
Bahan aktif
27 Kencur Kaempferia galanga L.
Zingiberaceae tonikum, bedak kosmetik, wedak adem
rimpang sineol, asam cinnamic, kamphene, alkaloid dan gom.
28 Klampis Fabaceae Acacia nilotica (L.) Willd
patah tulang Getah tunas Alkaloid, tanin, flavonoid, saponin
29 Kelapa
Cocos nucifera L.
Arecaceae jimpe/ syaraf, sakit gigi, keracunan
air kelapa, minyak klp
tanin atau antidotum (lain asam askorbat protein,
30 Krokot Portulaca oleracea L.
Amaranthaceae ramuan jamu habis melahirkan
Daun, batang
asam linolenat, saponin, flavonoid, norepinephrin
31 Kumis kucing
Ortosiphon spicatus (BL.) Miq.
Lamiaceae Pelancar air seni, kencing batu
Daun Zat tannin, orthosiphon glikosida, saponin, saponin,
32 Kunci pepet
Kaempferia angustifolia Roscoe
Zingiberaceae Sakit perut Rimpang Alkaloida, saponin, flavonoid, polifenol, minyak atsiri
33 Kunir putih Curcuma zedoaria( Christm.) Roscoe
Zingiberaceae Jamu lumpuh
Rimpang curdione dan curcumol. meningkatkan sel darah merah.
34 Kunyit/ kunir
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae diare, jamu habis melahirkan, tonikum, tipes, sakit kuning, bedak
Rimpang Kurkuminoid: kurkumin, desmetoksikumin, bisdesmetoksikur-kumin
35 Labu Cucurbita moschata Duchesne ex Poir.
Cucurbitaceae sakit tipes Buah saponon, flavonid dan tannin
36 Lamtoro Leucaena glauca L.
Fabaceae luka baru, patah tulang
Getah Daun: protein, lemak, kalsium, fosfor, besi,.
37 Lemeni Ardisia elliptica Thunb.
Myrsinaceae pelancar asi Daun methyl salycilat
38 Lempuyan gajah
Zingiber zerumbet (L.) Smith
Zingiberaceae Cacingan, nafsu makan
Rimpang minyak atsiri: kurkumin, Minyak atsiri: sineol, dipenten, limonen, kariofilen, arkurkumen
39 Lempuyanwangi
Zingiber aromaticum Val.
Zingiberaceae pelancar asi, tonikum, bedak bayi,
Rimpang Minyak atsiri: a-kurkumen,bisabolen,
142
bedak kosmetik,
zingiberen,kariofilen, seskuifelandren, zerumbon, limonen, kamfer; zat pedas
40 Lengkuas Alpinia galanga(L.) Willd.
Zingiberaceae Badan pegal Rimpang 1-asetokavikol asetat, kaiofilin oksida gaalangin, eugenol, kamfor
41 Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Meliaceae Nafsu makan, darah tinggi
Daun, biji saponin dan flavonoid
Tabel 38 lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan Bag yang digunakan
Bahan aktif
42 Meniran Physalis urinaria L.
Oxallidaceae pelancar asi, Daun, batang
Saponin, flavonoid, filantin,hipofilantine, kalium, , tanin
43 Merica Piper nigrum L.
Piperaceae tonicum, jamu lumpuh
Buah/biji Minyak atsiri, pinena, kariofilena, limonena,
44 Pace Morinda citrifolia L.
Rubiaceae Sakit perut, sakit kuning
Buah alkaloid triterpenoid, asam kaproat, asam asam kaprik dan asam kaprilat
45 Pacing towo/ daun suji
Pleome angustifolia N.E.Br.
Euphorbiaceae Jamu lumpuh
Daun Saponon dan flavonoid
46 Pala Myristica fragran Houty.
Obat tidur buah saponin, polifinol, flavonoid
47 Palerut/ Garut
Marantha arundinacea L.
Maranthaceae pelancar asi Umbi Flavonoid dan saponin
48 Pancingan/ andong
Cordyline fruticosa (Koenig) Sm
Agavaceae pelancar asi Daun Flavonoid dan saponin
49 Pepaya/ kates
Carica papaya L.
Caricaceae Nafsu makan, sakit kuning, beri beri
Daun papayotin, karpain, kautsyuk, karposit dan vitamin
50 Pisang Musa sp Musaceae Sakit tipes Batang Tannin
51 Pisang mas
Musa acuminate L.
Musaceae Darah tinggi Buah Vitamin A, B1, C - Lemak - Mineral (Kalium, chlor, natrium, magnesium, posfor
52 Wit yodium Jatropa multifida L.
Euphorbiaceae Obat luka Getah alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin
53 Pule Alstonia scholaris (L) R. Br.
Apocynaceae beri beri Kulit batang alkaloida ditain, ekitamin (ditamin),
54 Pulutan Urena lobata L.
Malvaceae sakit kulit Daun Batang dan daun: zat lender; biji : 13 -14%, lemak.
55 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
Bombacaceae Penguat rambut, Sakit gigi
Daun, Kapuk
saponin, flavonoid, tannin
56 Sabrang Ipomoea crassicaulis
Convolvulaceae Obat luka Getah batang
flavonoid, saponin, tanin, polifenol
143
(Benth.) B. L. Rob.
57 Sambiloto Andrographis paniculata (Burn.f) Nees
Acanthaceae Jamu paitan/ penambah nafsu makan, beri beri
Daun Daun dan cabang mengandung: deoxy-androdrapholide, an
58 Sangketan Moschosma polystachyon (L.) Benth
Lamiaceae Anak kagetan, bedak kosmetika
Daun Flavonoid, tannin, saponin
59 Secang Caesalpinia sappan L.
Fabaceae perangsang nafsu makan
Daun minyak atsiri, asam galat, brazilin, dan tannin
Tabel 38 lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan Bag yang digunakan
Bahan aktif
60 Sembukan Paederia foetida L.
Rubiaceae pelancar asi Daun asperuloside, gamma sitosterol, asam oleanolat, minyak atsiri.
61 Sente Alocasia macrorrhiza (L.) G. Don
Araceae Obat luka, sakit kulit
Tangkai Tangkai dan daun : Kalsium oksalat
62 Sereh Cymbopogon nardus (L.)
Poaceae Kesemutan Tangkai, rimpang
Minyak atsiri
63 Sigaran Calopogoniumuconoides (Benth ) Souvil
Fabaceae pelancar asi Daun Protein
64 Sirih Piper betle L. Piperaceae bedak bayi, sakit mata
Daun, tangkai
Minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol,
65 Sogo tumteng
Abrus precatorius L.
Fabaceae pelancar asi Daun flavonoid dan glisirhizin sebagai antioksidan
66 Suket lulangan
Eleusin indica (L) Gaertn.
Cyperaceae sakit mata Daun Saponon, tanin, polifenol
67 Tales Colocasia esculenta (L.) Schott.
Araceae Luka baru Tangkai polifenol dan saponin
68 Tapak doro
Catharantus roseus (L.) G. Don
Apocynaceae Daun alkaloid pada akar, batang, vinblastin (VLB), vincristine (VCB), leurosine (VLR), vincadioline, leurosidine, catharantine,
69 Tapak liman
Elepantropusscaber L.
Asteraceae patah tulang Daun elephantopin, Stigmasterol.
70 Teki Cyperus rotundus L.
Cyperaceae bedak kosmetik
Rimpang Minyak atsiri: alkaloid, glikosida jantung dan flavonoid
71 Temu ireng
Curcuma aeroginosa Roxb
Zingiberaceae sakit perut obat cacing, masuk angin, sakit kulit, turun panas, sakit kuning
Rimpang Minyak atsiri, curcumol, alkaloid dan saponin
72 Temu kunci
Kaempferia angustifolia Roscoe
Zingiberaceae Perut mules, bedak kosmetik, masuk angin
Rimpang Sineol, kamfer, kurkumin, zedoarin, amilum, tannin, pati
144
73 Temu lawak
Curcuma xanthorhiza Roxb
Zingiberaceae pelancar asi, tonikum, penambah nafsu makan, sakit kuning, bedak kosmetik
Rimpang Kurkumin, zat tepung, glikosida, toluil, metal,
74 Tlutup Macaranga tanarius (L.) Muell.
Euphorbiaceae Sakit kulit kadas
Daun tanariflavananol, tanariflavanone, tanariflavanone D
5.4.1.3 Bahan Bangunan
Rumah masyarakat Samin di desa Sumber dan dusun Jepang umumnya
bertipe bekuk lulang atau rumah kampung. Sebagian besar bangunan rumah
masih menggunakan kayu. Skema rumah dan bagian bangunan kayu
ditunjukkan pada Gambar 29.
Gambar 29 Skema rumah kampung. Keterangan (1) kuda-kuda, (2) bubungan (molo), (3) usuk, (4). reng, (5. blandar, (6) cagak, (7) papan
Keanekaragaman jenis pohon sebagai penghasil bahan bangunan di
lingkungan sekitar tempat pemukiman mereka cukup banyak tersedia.
Setidaknya tercatat 15 jenis tumbuhan kayu yang digunakan sebagai bahan
bangunan rumah bagi Masyarakat Samin (Tabel 39). Namun jenis kayu yang
paling disukai terutama adalah kayu jati (Tectona grandis). Kayu jati mudah
didapatkan, karena umumnya mereka tinggal di sekitar kawasan hutan jati.
Kayu jati mempunyai kualitas tinggi dalam hal keawetan dak kekuatannya,
mudah mengerjakannya dan mempunyai warna yang menarik sehingga menjadi
2
1
6 7
145
pilihan utama masyarakat. Kayu jati sejak dahulu merupakan pilihan utama
bangunan rumah masyarakat Jawa. Kayu ini mempunyai kualitas kuat dan dan
kualitas awet sangat baik. Hal ini dapat terlihat pada bangunan lama rumah
kampung wilayah Blora dan Bojonegoro atau rumah joglo di Pati dan Kudus,
hampir semua bagian kayunya berasal dari kayu jati tua yang berkualitas sangat
bagus. Jenis kayu ini digunakan pada berbagai bagian bangunan rumah dari
tiang, kuda-kuda, rangka atap (molo, blandar, reng, usuk), papan atau dinding.
Tabel 39 Jenis tumbuhan bahan bangunan rumah masyarakat Samin
Keterangan: A. Kualitas kuat, B. Kualitas awet; 1. Tiang, 2. Bubungan; 3. Blandar; 4. Kuda-kuda, 5. Usuk, 6. Reng 7. papan ; +: digunakan; - : tidak digunakan
Selain kayu jati tersedia cukup banyak kayu dari jenis lain yang digunakan
sebagai bahan bangunan. Pada prinsipnya semua jenis tumbuhan berkayu
dengan diameter batang cukup besar, tua dan kuat yang tersedia di sekitar
pemukimannya dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Jenis tanaman kayu
selain jati yang digunakan dalam bangunan rumah masyarakat Samin antara
lain: asem jawa (Tamarindus indica), nangka (Artocarpus heterophylla), Meh
(Samanea saman), kayu mangga terutama digunakan untuk papan. Saat ini
selain jati banyak dibudidayakan tanaman perkebunan misalnya mahoni
No Nama lokal Nama ilmiah A B Kegunaan
1 2 3 4 5 6 7
1 Asem jowo Tamarindus indica. L. I-II I-IV - + + - - - 2 Jati Tectona grandis L. II I + + + + + + + 3 Johar Senna siamea Lam. I I-II + - - - - + 4 Klampis Acacia nilotica - (L.) Willd - - - - - - + 5 Laban Vitex pubescent II - + + - - - - - 6 Mahoni Swietenia microphylla
King II-III III - - - + + +
7 Meh Samanea saman (Jacq) Merr
III IV - - - - - +
8 Mimba III-IV
Azadirachta indica Adr. Juss
IV-V - - - - - +
9 Mindi II-IV Melia azedarach L. IV-V - - - - - + 10 Nangka Artocarpus heterophylla
Lam. III-V IV-V + - + - - -
11 Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss
+ - - - + -
12 Pring petung Dendrocalamus asper Backer
+ + + +
13 Sengon Paraserianthes falcataria L. (Nielsen)
IV-V IV-V - - - - - +
14 Sono kembang
Pterocarpus indicus L III-IV
IV-V + - + - - -
15 Sonokeling Dalbergia latifolia II I + - + - - -
146
(Swietenia mahagoni) mindi (Melia azedarach), mimba (Azadirachta indica) dan
sengon (Paraserianthes falcataria) .
Kayu untuk bangunan hendaknya memenuhi persyaratan kelas kuat I, II
dan III dan kelas`awet I dan II (Abdurachman dan Hadjib 2006). Kelas kuat
adalah tingkat kekuatan alami suatu jenis kayu terhadap kekuatan mekanis
(beban) dinyatakan dengan kelas kuat I; II; III ;IV; V. Makin tinggi tingkat kelasnya
makin rendah kekuatannya.
Kelas awet adalah tingkat kekuatan alami suatu jenis terhadap serangan
hama tertentu, dinyatakan dengan kelas I; II; III; IV dan V, makin tinggi kelasnya
makin rendah keawetannya. Kayu jati mempunyai kelas kuat II dan kelas awet I
(Martawijaya et al. 1999). Berdasarkan kelas kekuatan dan keawetan tersebut,
kayu jati merupakan kayu yang baik untuk konstruksi bangunan rumah terutama
bagian yang harus menopang beban yang berat seperti tiang dan kuda-kuda dan
rangka atap.
Jenis lain yang mempunyai kualitas kuat ( I, II) antara lain johar (Senna
siamea), laban (Vitex pubescent), Sono keling (Dalbergia latifolia), kelapa
(Cocos nucifera). Jenis-jenis tersebut merupakan jenis kayu yang baik untuk
konstruksi bagian bangunan yang memerlukan kekuatan (tiang, rangka atap).
Namun jenis ini tidak banyak tersedia di lingkungan masyarakat Samin.
Kayu yang mempunyai kualitas kuat maupun kelas awet yang lebih rendah,
seperti mahoni (Swietenia mahagoni), mindi (Melia azedarach), Meh (Samanea
saman), sengon (Paraserianthes falcataria), merupakan kayu yang banyak
dimanfaatkan sebagai kayu bangunan terutama untuk papan. Sebagian untuk
usuk atau reng terutama kayu yang telah dilakukan proses pengawetan.
Bambu merupakan bahan alternatif yang cukup penting sebagai bahan
bangunan bagi masyarakat Samin. Jenis bambu yang banyak didapatkan di
lingkungan masyarakat Samin adalah bambu ori (Bambusa bambos) dan Bambu
petung (Dendrocalamus asper). Bambu ori atau bambu petung yang berkualitas
baik tua dan kering dapat digunakan untuk konstruksi atap rumah, tiang, dinding
rumah atau pagar. Dahulu sebagian besar konstruksi rumah mereka adalah dari
bahan bambu, namun sekarang sudah diganti dengan kayu jati. Bambu saat ini
terutama digunakan untuk konstruksi bangunan dapur dan kandang ternak.
5.4.1.4 Bahan Peralatan dan Kerajinan
147
Penggunaan berbagai jenis peralatan yang digunakan masyarakat Samin
meliputi: peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, peralatan senjata,
peralatan menangkap ikan, barang kerajinan dan benda seni.
5.4.1.4.1 Peralatan Rumah Tangga
Masyarakat Samin sudah mengenal dan menggunakan beberapa
peralatan rumah tangga dari plastik atau alluminium. Namun sebagian besar
masih mennggukanan peralatan tradisional dari kerajinan atau anyaman.
misalnya untuk peralatan masak atau wadah makanan, dan peralatan rumah
tangga lainnya. Peralatan berupa anyaman umumnya dibuat dari pring apus
(Gigantochloa apus), sedang peralatan lain dari berbagai jenis kayu antara lain
jati (Tectona grandis), nangka (Artocarpus heterophylla), Meh (Samanea saman),
sengon (Paraseriantehs falcataria), dan lain-lain (Tabel 40).
Tabel 40 Peralatan rumah tangga dan Jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat Samin No Jenis
peralatan Bahan penyusun Suku Keterangan
Nama lokal Nama ilmiah 1 Rege Lidi kelapa Cocos nucifera L. Araceae Wadah makanan,
untuk menjemur makanan
2 Wakul Pring apus Gigantochloa apus (Schult) Kurz
Poaceae Wadah nasi
3 Kreneng Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Poaceae Untuk mencuci sayur
4 Tumbu Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Poaceae Wadah beras dari anyaman bambu
5 Rejek/ tenggok
Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Poaceae Wadah barang
6 Tampah Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Poaceae Penampi beras dari nayaman bambu
7 Besek Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult f.) Kurz
Poaceae Wadah makanan dari anyaman bambu
8 Entong Kayu nangka Kayu mahoni
Artocarpus heterophylla Lam. Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Moraceae Meliaceae
Sendok nasi
9 Krapak Tanah, semen
Tungku masak
10 Lincak Pring ri Pring petung
Bambusa bambos (L.) Voss Dendrocalamus asper (Schult. & Schult.f.) Backer ex K. Heyne
Poaceae Poaceae
Bale bale dari bambu
11 Jibor/ Siwur
Batok kelapa Tangkai pring Ori
Cocos nucifera L Bambusa bambos (L.) Voss
Araceae Poaceae
Gayung air, dari bathok kelapa dan tangkai dari bambu
12 Telenan Meh Samanea saman Fabaceae Alat mengiris
148
sengon
(Jacq) Merr Paraseriantehs falcataria L. (Nielsen)
Fabaceae
13 Dingklik Jati Nangka Meh Sawo
Tectona grandis L.f. Artocarpus heterophylla Lam. Samanea saman Manilcara zapota schard
Verbenaceae Moraceae Fabaceae Sapotaceae
Tempat duduk kecil dari kayu
14 Alu Kayu jati Tectona grandis L.f. . Verbenaceae Alat penumbuk padi atau beras
15 Lesung Kayu jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae Tempat menumbuk gabah/padi
16 Gedheg Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss
Poaceae Dinding rumah
5.4.1.4.2 Peralatan Pertanian Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pertanian meliputi peralatan
pengolah tanah, peralatan penanaman dan pemeliharaan, peralatan panen dan
pasca panen. Perakatan pertanian dan jenis tumbuhan yang digunakan
ditampilkan pada Tabel 41. Jenis peralatan tradisional ini sudah banyak
berkurang pemanfaatannya karena sudah banyak peralatan modern yang
digunakan oleh masyarakat. Namun sebagian masyarakat masih memiliki dan
menggunakan peralatan ini.
Untuk mengolah tanah, alat utama yang digunakan adalah: luku (bajak) ,
garu (garu) dan, pacul (cangkul). Sedang alat pelengkap untuk mengolah tanah
antara lain: arit (sabit), bendo, parang, linggis dan dandhang. Sabit, bendo dan
parang digunakan untuk membersihkan lahan dari rumput, semak, semak atau
perdu atau pohon. Sedangkan linggis dan dandang untuk membalik tanah
terutama di daerah pegunungan yang lahannya keras atau berbatu.
Alat utama untuk mengolah tanah:
1. Luku (bajak), adalah alat untuk membajak sawah. Luku terdiri dari tiga
bagian yaitu singkal (mata luku, bagian yang langsung berhubungan
dengan tanah), racuk/cacatan luku (bagian yang berfungsi menarik bajak,
terbuat dari kayu) pasangan/angkrik (sebagai pengendali hewan penarik
bajak). Pasangan/ angkrik terbuat dari pring ori (Bambusa bambos)
Racuk/cacatan luku dan singkal terbuat dari bahan kayu jati (Tectona
grandis), sedangkan unjung singkal dipasang garu yang terbuat dari
logam yang tajam yang disebut kajen.
2. Garu dalah peralatan pertanian untuk meratakan tanah setelah digaru.
Garu terdiri dari apan-apan dan untu garu (gigi yang dipasang pada apan-
apan), racuk/cacatan garu (berfungsi menarik garu) dan pasangan
149
(sebagai pengendali hewan penarik garu), serta gujengan atau
tunggangan (tempat penggaru duduk). Garu terbuat dari kombinasi jati
dan bambu. Apan apan garu, racuk dan gujengan dari kayu jati
sedangkan pasangan/sembah terbuat dari bambu ori (Bambusa bambos).
Fungsi luku dan garu yang dijalankan hewan ternak, sekarang sudah
mulai berkurang karena masyarakat sudah banyak menggunakan traktor tangan.
Peralatan tradisional ini masih tetap digunakan terutama untuk daerah medan
yang sulit dijangkau dengan traktor mesin.
Pacul (cangul), merupakan alat tradisional untuk membalik atau meratakan
tanah. Cangkul terdiri dari dua bagian yaitu pacul dan doran. Pacul terbuat dari
logam yang tajam sedangkan doran perupakan gagang pacul yang terbuat dari
kayu. Bermacam macam kayu yang bisa dipakai untuk doran misalnya, kayu
nangka (Artocarpus heterophylla), sawo (Manilkara zapotta), asem jowo
(Tamarindus indica), kayu lamtoro (Leucaena glauca) , kayu gayam (Inocarpus
fagifer).
Dalam proses penggarapan lahan digunakan alat pelengkap untuk
membersihkan tanah seperti, arit, parang, bendo. Sedangkan alat pelengkap
untuk menggemburkan tanah : linggis, dandang, pethel. Bahan utama alat ini
terbuat dari bahan logam, gagang atau pegangan peralatan ini terbuat dari kayu.
Berbagai jenis kayu bisa digunakan untuk hulu atau gagang peralatan ini antara
lain: lamtoro (Leucaena glauca) , nangka (Artocarpus heterophylla), sawo
(Manilkara zapota), gayam (Inocarpus fagifer), asem jawa (Tamarindus indica)
dan mahoni (Swietenia mahagoni).
Peralatan tradisional untuk penamaman yang masih banyak digunakan
adalah tugal, berupa potongan kayu yang runcing untuk membuat lubang di
tanah untuk penanaman biji-bijian, seperti jagung, atau kacang kacangan. Untuk
pemeliharaan dilakukan pendangiran (penggemburan tanah) dan penyiangan
rumput, digunakan sabit. Sabit ini terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran
disesuaikan untuk jenis rumput dan kondisi lahan. Sabit yang lurus untuk
menyiangi rumput yang berakar kuat, sabit yang melengkung untuk menyiangi
rumput yang menjalar.
Peralatan pemanenan padi, sekarang hampir semuanya menggunakan
sabit, kemudian menggunakan alat perontok padi yang disebut dos. Dos ini
terbuat dari rangkaian dari jeruji besi yang digerakkan dengan pedal sepeda.
Rangka penutupnya berupa papan terbuat dari kayu ringan misalnya sengon
150
(Paraserianthes falcataria) atau meh (Samanea saman). Kegiatan pemanenan
padi ini dikenal dengan istilah ngedos, karena penggunaan alat tersebut. Untuk
pemanenan jenis tanaman lain misalnya jagung, kacang-kacangan atau umbi
umbian, peralatan yang digunakan selain sabit adalah cangkul.
Tabel 41 Peralatan pertanian dan Jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat Samin
No NAMA Bahan penyusun Keterangan Nama Lokal Nama ilmiah
a. Alat Pengolah tanah 1 Luku Singkal Kayu jati Tectona grandis L.f. Kepala luku, bagian yang
langsung berhubungan dengan tanah
Kejen Mata luku terbuat dari logam yang tajam
Racuk/ cacatan luku
Kayu jati Tectona grandis L.f. Berfungsi menarik bajak
Pasangan/ Angkrik
Kayu jati Tectona grandis L.f. Pengendali hewan penarik bajak
2 Garu Apan-apan dan
untu garu Jati Tectona grandis L.f. Bagian yang
berhubungan dengan tanah
Racuk/cacatan garu
Jati Tectona grandis L.f. Untuk menarik luku
Pasangan/ Sembah
Bambu ori Bambu Petung
Bambusa bambos (L.) Voss
Pengendali hewan penarik luku
Gujengan /tunggangan
Jati Tectona grandis L.f. Tempat penggaru duduk
4 Hulu Sabit/arit Kayu nongko Kayu sawo Kayu asem Kayu mlanding
Artocarpus heterophylla Manilkara zapota Schard Tamarindus indica L. Leucaena glauca (L.) Benth
5 Hulu Parang Kayu nongko Kayu sawo Kayu asem Kayu mlanding
Artocarpus heterophylla Lam. Manilkara zapota Schard. Tamarindus indica L. Leucaena glauca (L.) Benth
6 Hulu Bendo Kayu nongko Kayu sawo Kayu asem Kayu mlanding
Artocarpus heterophylla Lam. Manilkara zapota Schard Tamarindus indica L. Leucaena glauca (L.) Benth
b. Alat penanaman dan Pemeliharaan 7 Tugal Mlanding Leucaena glauca (L.)
Benth Kayu berujung runjing untuk menanam biji bijian
151
8 Goprak Pring apus Gigantochloa apus (Schult) Kurz
Pengusir burung
9 Memedi sawah Pring apus Gigantochloa apus (Schult) Kurz
Pengusir burung
10 Caping Pring apus Gigantochloa apus (Schult) Kurz
Penutup kepala dari anyaman bambu
c. Alat pemanenan dan Pasca Panen 11 Hulu Sabit Kayu sawo
Kayu mahoni
Manilkara zapota Schard Swietenia mahagoni
12 Garuk Kayu Jambu Mahohi
Eugenia sp Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Alat untuk membalik padi yang dijemur
5.4.1.4.3 Peralatan Pemeliharaan Ternak
Dalam pemeliharaan ternak bisanya diperlukan beberapa peralatan untuk
wadah pakan maupun untuk membersihkan kandang ternah. beberapa peralatan
khusus misalnya kranjang, wadah pakan, serok dan brongsong yang terbuat dari
bambu (Tabel 42). Peralatan lain adalah pacul kayu untuk membersihkan kotoran
sapi. Umumnya peralatan tersebut dibuat sendiri dari dari bahan tanaman bambu
atau kayu yang terdapat di lingungan pemukiman mereka.
Tabel 42 Peralatan pemeliharaan ternak dan Jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Samin
No Jenis alat Nama lokal Nama ilmiah suku Keterangan 1 Serok Pring apus Gigantochloa apus
(Schult & Schult.) Kurz
Poaceae Wadah dari anyaman bambu untuk menambil sampah atau kotoran ternak
2 Brongsong Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult.) Kurz
Poaceae Penutup moncong sapi dari anyaman bambu
3 Kranjang Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult.) Kurz
Poaceae Wadah untuk mencari rumput dari anyaman bambu
4 Pacul kayu
Kayu jati Kayu meh Kayu Pelem
Tectona grandis L.f. Samanea saman (Jacq) Merr Mangifera indica L.
Verbenaceae Fabaceae nacardiaceae
Cangkul untuk merapikan kotoran ternak, Doran kayu jati, cangkul kayu mangga
5 Wadah pakan
Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss
Poaceae Tempat untuk menyajikan pakan ternak
5.4.1.4.4 Peralatan Penangkap Ikan
152
Pada lingkungan Masyarakat Samin di Kudus dan Pati terdapat rawa atau
sungai yang sering menjadi tempat untuk menangkap ikan. Sebagian masyarakat
mempunyai peralatan tradisional untuk menangkap ikan baik sebagai peralatan
utama jaring atau jala yang terbuat dari nilon, atau berupa perlatan lain yang
terbuat dari bahan tumbuhan antara lain: branjang senggot, kembu, wuwu,
lodong, dan pancing.
Branjang senggot, merupakan alat penangkap ikan yang dapat di pasang
di sepanjang sungai. Peralatan ini berupa branjang (jaring) dan kerangka atau
rangkaian dari bambu, sehingga jaring bisa di dinaikkan diturunkan secara
berkala. Bagian-bagian dari branjang senggot ini antara lain: (1) angkatan (2)
cagak angkatan, (3) grabak (4) kelat dan (5) gligen. Jenis bambu yang digunakan
adalah bambu petung (Dendrocalamus asper) dan atau bambu Ori (Bambusa
bambos).
Lodong : merupakan anyaman bambu memanjang, dipasang berdiri pada
papagan (bambu yang dipasang melintang), ikan yang ditangkap di branjang
dimasukkan ke kepis, melalui lodong. Sedangkan kepis merupakan wadah ikan
yang disambungkan dengan ujung lodong, kepis diletakkan dalam air/sungai,
agar ikan tetap hidup (tidak membusuk), Jenis bambu yang dipakai untuk
membuat peralatan ini adalah pring apus (Gigantochloa apus).
Wadong: merupakan alat penangkap ikan yang biasa di pasang disungai atau
perairan dangkal. Alat ini terbuat dari anyaman bambu, ujungnya dibuat agak
melebar dan pangkalnya menyempit, sehingga ikan yang terperangkap tidak
bisa keluar kembali. Jenis bambu yang di pakai adalah bambu apus
(Gigantochloa apus). Alat penangkap ikan lainnya adalah pancing. Pancing:
terbuat dari bambu bambu petung (Dendrocalamus asper) dan atau Pring Ori
(Bambusa bambos). Tabel 43 menyajikan peralatan penangkap ikan yang
digunakan masyarakat Samin
Tabel 43 Peralatan penangkap ikan dan jenis tumbuhan yang digunakan
No Jenis peralatan
Nama lokal Nama ilmiah Suku Keterangan
1 Branjang Pring petung Pring ori
Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex K. Heyne Bambusa bambos (L.) Voss
Poacae Poaceae
Jaring dengan rangkaian bambu yng di pasang di sungai
2 Kembu Pring apus Gigantochloa apus (Schult & Schult.) Kurz
Poaceae Wadah ikan
3 Lodong Pring apus Gigantochloa apus Poaceae Alat
153
(Schult & Schult.) Kurz perangkap ikan dari bambu
4 Sampan Kayu jati Kayu bangkirai
Tectona grandis L.f. Shorea laevifolia Endert.
Verbenaceae Dipterocarpa-ceae
Prahu kecil untuk mencari ikan
5.4.1.4.5 Peralatan Senjata
Peralatan senjata merupakan alat untuk membela diri atau
mempertahankan diri. Peralatan senjata tidak digunakan secara rutin. Pada
saat ini hanya digunakan sebagai pelengkap hajatan atau pertunjukan seni.
Peralatan senjata yang masih ditemukan di kalangan masyarakat Samin
titampilkan pada Tabel 44. Keris merupakan senjata tradisional masyarakat
Jawa, banyak digunakan sebagai pelengkap berbusana maupun kegiatan ritual.
Beberapa tokoh Samin di Margomulyo Bojonegoro Jawa Timur, dan Klopoduwur
Blora masih menyimpan sejumlah keris dan tombak yang di jadikan sebagai sipat
kandel semacam tanda kesaktian yang hanya dimilki oleh orang-orang tertentu.
Keris dilengkapi dengan sarung pengaman (warangko) dan ‘hulu’ atau
gagang sebagai pegangannya yang terbuat dari kayu. Kayu yang bagus untuk
gagang keris adalah yang keras, ulet dan berwarna lebih gelap, biasanya yang
dipakai adalah kayu galih,
Tabel 44 Peralatan senjata dan jenis tumbuhan yang digunakan
yaitu bagian tengah kayu, terutama galih jati (Tectona
grandis), gayam (Inocarpus fagifer) dan Asem (Tamarindus indica). Sedangkan
untuk warongko kayunya lebih lunak, berserat halus dan berwarna. Jenis yang
dipakai untuk warangka antara lain kayu Sono (Dalbergia latifolia), Sawo
(Manilkara zapota), dan kemuning (Murayya paniculata).
No Nama alat
Komposisi bahan Keterangan
Nama local Nama Species Suku
1 Keris Galih jati Asem Sawo Sono Gayam
Tectona grandis. L.f. Tamarindus indica L. Manilkara zapota (L.) P.Royen Dalbergia latifolia Roxb. Inocarpus fagifer (Parkinson) F.R. Forsberg
Verbenaceae Fabaceae Sapotaceae Fabaceae Fabaceae
Peralatan senjata masy. jawa, sekarang sbg kelengkapan pakaian adat
2 Tombak Galih jati Galih gayam
Tectona grandis L.f. Inocarpus fagifer (Parkinson) F.R. Forsberg
Verbenaceae Fabaceae
3 Klewang Kayu Nangka Kayu sawo
Artocarpus heterophylla Lam. Manilkara zapota (L.)
Moraceae Sapotaceae
154
P.Royen
4 Pedang Kayu sono Kayu sawo
Dalbergia latifolia Roxb. Manilkara zapota(L.) P.Royen
Fabaceae Sapotaceae
5.4.1.4.6 Bahan Kerajinan dan Seni Pada lingkungan masyarakat Samin tersedia cukup banyak bahan yang
bisa digunakan untuk membuat anyaman atau benda seni. Tidak ada warga
Samin yang secara khusus berprofesi sebagai pengrajin, pembuat anyaman
bambu maupun pembuat benda seni. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
aktivitas mereka lebih terkonsentrasi pada kegiatan pertanian. Saat ini
masyarakat mudah mendapatkan peralatan dari anyaman bambu misalnya
kreneng, tumbu, besek dan lain-lain dengan cara membeli di pasar. Beberapa
bahan kerajinan atau benda seni yang dapat ditemukan di lingkungan
masyarakat Samin disajikan pada Tabel 45.
Bentuk kerajinan lain yang masih dilakukan masyarakat adalah membuat
jaring atau jala ikan. Kerajinan ini dibuat oleh sebagian warga Samin Larik Rejo
dan Kaliyoso Kudus, serta warga Samin Sukolilo Pati. Untuk membuat kerajinan
ini diperlukan peralatan disebut Slero dan coban. Slero adalah jarum yang
dipasangi benang nilon yang akan dianyam, dan pasangannya disebut coban.
Keduanya dibuat dengan ukuran yang bervariasi, penggunaannya disesuaikan
dengan ukuran mata jaring yang akan dibuat. Slero dan coban ini dibuat dari
bahan bambu petung (Dendrocalamus asper) atau bambu ori (Bambusa
bambos).
Tabel 45 Jenis kerajinan dan benda seni pada lingkungan masyarakat Samin No Nama
Alat Komposisi bahan Keterangan Lokasi
didapatkan Nama lokal Nama ilmiah
1 Slero Pring petung
Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex K. Heyne
Alat untuk menganyam jala/jaring
Kudus dan Pati
2 Coban/ jarum
Pring petung
Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex K. Heyne
Jarum dari bambu untuk membuat jala
Kudus dan Pati
3 Pande besi
Srumbung Kayu jati
Tectona grandis L.f. Srumbung untuk perapian
Margomulyo Bojonegoro
4 Lepek Pring apus Gigantochloa apus (Schult) Kurz
Alas cangkir/ gelas dari anyaman bambu
Margomulyo Bojonegoro
5 Gebyok Kayu jati Tectona grandis L.f. Sekat ruangan Pati dan Kudus 6 Perangka Kuningan Alat musik jawa Pati
155
gamelan Bambu Klopo Jati
Dendrocalamus sp Cocos nucifera L. Tectona grandis L.f.
Bojonegoro
Tidak banyak barang kerajinan atau benda seni yang dimiliki atau di
hasilkan oleh masyarakat Samin. Wayang kulit merupakan sering ditemukan
pada sebagian rumah warga Samin terutama tokoh panutan mereka. Benda
seni lainnya berupa gebyok berukir, merupakan sekat pembatas antara ruang
tengah dengan ruang depan rumah. Geyok berukir ini terbuat dari kayu jati
(Tectona grandis) umumnya bukan hasil kerajinan warga Samin.
Seorang tokoh Samin di dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro
mempunyai keahlian membuat peralatan dari besi (pande besi). Peralatan yang
dihasilkan terutama adalah peralatan pertanian seperti, cangkul, sabit, gobang
dan peralatan rumah tangga seperti pisau dan bendo. Selain itu itu juga pernah
membuat seperangkat gamelan dari bahan logam. Kerajinan pande besi ini
bahan utamanya adalah besi, logam atau kuningan. Dalam proses
pembuatannya diperlukan suatu rangkaian alat untuk pemompa angin untuk
perapian yang disebut srumbung/krombong dibuat dari kayu jati (Tectona
grandis). Alat ini berupa sepasang gelondongan kayu yang dilubangi bagian
tengahnya, pada bagian bawah dipasang semacam pemompa angin membantu
perapian.
5.4.1.5 Bahan Kayu Bakar Untuk kebutuhan rumah tangga (memasak) sebagian besar masyarakat
Samin masih menggunakan kayu bakar. Umumnya mereka sudah mempunyai
kompor gas, tetapi hanya digunakan untuk kebutuhan yang mendesak. Untuk
mamasak keseharian mereka masih menggunakan kayu bakar. Berdasarkan
wawancara dan survei langsung pada masyarakat kebutuhan kayu bakar untuk
rumah tangga masyarakat Samin 0,83m3/keluarga/bulan. Kebutuhan ini dapat
penuhi sendiri dari pekarangan, kebun, sawah, atau hutan di sekitar tempat
tinggal mereka. Mereka membuat kayu bakar untuk kebutuhan selama setahun
atau setengah tahun.
Kriteria kayu bakar yang baik menurut mereka adalah yang bisa
menghasilkan kualitas api/panas yang baik, mudah terbakar, tidak cepat habis
terbakar, dan mudah di belah ketika membuat kayu. Setidaknya 16 jenis
tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar (Tabel 46).
156
Jenis yang paling banyak digunakan adalah dari anggota suku Fabacaeae
(7 jenis), sedangkan jenis lain adalah dari suku Myrtaceae, Meliaceae,
Rubiaceae dan Verbenaceae. Tanaman yang paling sering digunakan sebagai
kayu bakar adalah rencek (pangkasan cabang) tanaman jati (Tectona grandis),
klanding/lamtoro (Leucaena glauca) dan kayu meh (Samanea saman ). Kayu
tersebut merupakan kayu bakar yang disukai masyarakat karena menghasilkan
kualitas api yang cukup bangus.
Masyarakat Samin yang jauh dari hutan kebutuhan kayu bakar terutama
dipenuhi dari tanaman kayu yang ada di sekitar pekarangan, tegalan atau sawah.
Jenis yang disukai terutama dari kayu meh atau Ki Hujan (Samanea saman),
Lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora). Kayu meh merupakan
Janis kayu bakar yang banyak digunakan masyarakat. Karena kualitas kayu
yang cukup keras, tidak banyak berasap ketika di bakar, menghasilkan perapian
yang baik. Selain itu jenis ini pertumbuhannya cepat, sehingga dapat
menghasilkan kayu yang banyak.
Tabel 46 Jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan kayu bakar
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Keterangan 1 Bambu Bambusa sp Poaceae Mudah terbakar,
menyala bagus 2 Gayam Inocarpus fagifer
(Parkinson) F.R. Forsberg
Fabaceae menyala bagus
3 Gempol Nauclea orientalis L. Rubiaceae 4 Jambu Eugenia spp Myrtaceae 5 Jati Tectona gandis L.f. Verbenaceae Kualitas bagus,
disukai 6 Johar Senna siamea (Lam)
H.S.Irwin & Barneby Fabaceae Kualitas bagus
7 Kaliandra Fabaceae Calliandra calothyrsus Meisn
Mudah terbakar
8 Ketela pohon Manihot utilissima L. Euphorbiaceae Mudah terbakar, banyak tersedia
9 Klampis Acacia farnesiana Fabaceae (L.) Willd
10 Klanding/ lamtoro
Leucaena glauca (L.) Benth
Fabaceae Kualitas bagus, mudah kering, dis
11 Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Meliaceae Kualitas bagus, mudah dibelah
12 Meh Samanea saman (Jacq) Merr
Fabaceae Kualitas bagus, mudah dibelah, banyak tersedia
13 Nangka Artocarpus heterophylla Lam.
Moraceae
14 Sabrang Imopoea crassicaulis (Benth.) B. L. Rob.
Solanaceae Mudah menyala, banyak tersedia
157
15 Sambi Schleicera oleosa (Lour.) Oken
Lamiaceae Kualitas bagus
16 Turi Sesbania grandiflora (L.) Poir.
Fabaceae Kualitas bagus, mudah dibelah, banyak tersedia
Bahan kayu bakar lainnya didapat dari pangkasan cabang atau ranting
tanaman buah yang banyak ditanam masyarakat misalnya mangga, jambu,
nangka. atau ranting tanaman lain bambu (Bambusa spp), mahoni (Swietenia
mahagoni), atau kayu ketela pohon (Manihot ulilissima). Sedangkan tanaman liar
yang banyak digunakan sebagai kayu bakar adalah sabrang (Ipomoea
crassicaulis) dan Klampis (Acasia farnesiana).
5.4.1.6 Bahan Pakan Ternak Sebagian masyarakat Samin memelihara ternak Sapi atau kambing.
Jumlah ternak sapi yang dimiliki oleh setiap peternak berkisar 2-5 ekor.
Sedangkan jumlah kambing berkisar 3-4 ekor untuk setiap pemilik ternak. Ternak
tersebut umumnya dikelola oleh rumah tangga pemilik dengan pemeliharan
sistem kreman (dikandangkan terus menerus). Oleh karena itu sebenarnya
diperlukan pakan dengan kecukupan gizi yang tinggi agar pertambahan berat
badan cepat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pakan ternak sapi
yaitu: (1) Bahan pakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, (2)
Ketersediaan bahan pakan terjamin dan selalu ada, terutama disekitar
lingkungan peternak, (3) Kualitas gizi bahan pakan sesuai dengan kebutuhan
ternak, tidak mudah membentuk racun dan mudah tercemar, (4) Harga bahan
pakan relatif tidak mahal.
Pakan sapi yang diberikan terutama berupa berupa jerami padi (Oryza
sativa) Kebutuhan pakan jerami untuk seekor sapi perhari sekitar 3-5kg jerami
kering. Jerami padi hanya diperoleh saat musim panen. Bila jerami hasil panen
sendiri tidak mencukupi, mereka mencari dari sawah petani lain yang sedang
panen. Jerami dikeringkan dan di susun pada sebilah bambu, diberikan sedikit
demi sedikit pada sapi. Pakan lain yang diberikan antara lain pakan hijauan dari
tanaman jagung yang muda (rebon), daun kacang-kacangan, misalnya kacang
tanah, kacang kedele, dan rumput-rumputan yang banyak di dapatkan di sekitar
lingkungan penduduk.
158
Tercatat 27 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak, jenis
terbanyak dari suku Poaceae (rumput-rumputan) 13 jenis; selanjutnya dari suku
Fabaceae (6 jenis) dan Cyperaceae (3 jenis) (Tabel 47). Jenis pakan ternak dari
kelompok rumput rumputan atau semak umumnya merupakan tanaman liar yang
banyak tumbuh di hutan jati, tegalan, atau sawah. Sedangkan pakan ternak dari
tanaman berkayu merupakan tanaman budidaya.
Pakan ternak kambing berupa berbagai jenis dedaunan (ramban) dan
rumput yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Kebutuhan pakan ternak kambing
bagi masyarakat Samin di Kudus perharinya sekitar 1m3 rumput segar untuk 4-5
ekor kambing. Jenis pakan kambing yang banyak digunakan di Larikrejo Kudus
adalah tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) diperoleh dari rawa-rawa yang
di sekitar persawahan. Jenis ramban lainnya antara lain: daun lamtoro (Leucaena
glauca
Tabel 47 Jenis tumbuhan sebagai bahan pakan ternak sapi dan kambing
), daun kacangan (Centrosoma pubescent), kaliandra (Callyandra sp),
klerecede (Gliricidia maculata), daun gmelina (Gmelina arborea), suket tuton,
daun randu (Ceiba pentandra), daun wora wari (Hibiscus schizopetalus), daun
nangka (Atrocarpus heterophylla ) dan berbagai jenis rumput.
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Peruntukan 1 Besaran Morus alba L. Moraceae Kambing 2 Desmodium Desmodium triflorum Fabaceae (L.)
DC Kambing
3 Gmelina Gmelina arborea Roxb Verbenaceae Kambing 4 Daun kacang kulit Arachis hypogaea L. Fabaceae Kambing, sapi 5 Daun nangka Artocarpus heterophylla
Lam Moraceae Kambing
6 Jagung /rebon Zea mays L. Poaceae Sapi 7 Jerami padi Oryza sativa L. Poaceae Sapi, kerbau 8 Kacangan Centrosema pubescent
Benth. Fabaceae Kambing
9 Kaliandra Callyandra alothyrsus Fabaceae Meisn
Kambing
10 Mlanding/ Lamtoro
Leucaena glauca Fabaceae (L.) Benth
Kambing
11 Kleresede Glyricidia maculate Roxb Fabaceae Kambing 12 Kremah Alternantera sessilis (L.)
R.Br. ex DC Amaranthaceae Kambing
13 Pulutan Urena lobata L. Malvaceae Kambing 14 Kangkung Ipomoea aquatica Forssk. Solanaceae Kambing 15 Randu Ceiba pentandra (L.)
Gaertn. Bombacaseae Kambing
16 Sigaran Calopogonium muconoides (Benth.) Sauvelle
Fabaceae Kambing
17 Suket brambangan
Commelina nudiflora L. Commelinaceae Kambing
18 Suket gajah Pennisetum purpureum Schumach.
Poaceae Kambing, sapi
19 Suket Genjoran Paspalum scrobiculatum Poaceae Kambing
159
L. 20 Suket benggolo Panicum maximum Jacq. Poaceae Kambing 21 Suket kolonjono Panicum muticum Forssk Poaceae 22 Sumput Setaria Setaria sphacelata (Stapf)
Velkamp Poaceae Kambing
23 Suket merakan Pogonatherum paniceum (Lam.) Hack
Poaceae Kambing
24 Suket paitan Paspalum conjugatum P.J. Bergius
Poaceae Kambing
25 Suket teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae Kambing 26 Suket tuton Echinocloa colona (L.)
Link Poaceae Kambing, sapi
27 Suket uler-uleran Centotheca lappacea (L.) Desv.
Poaceae Kambing, sapi
Pakan ternak yang diberikan terutama berupa hijauan yang mudah
didapatkan di sekitar lingkungan peternak. Keberadaan jenis pakan tersebut
umumnya tergantung dari musim.
5.4.1.7 Bahan Serat dan Tali Tanaman randu (Ceiba pentandra) banyak terdapat di lingkungan
masyarakat Samin. Tanaman ini menghasilkan kapuk randu, sejenis serat
pakaian yang digunakan sebagai bahan pengisi bantal dan kasur. Buah kapuk
randu ini umumnya tidak digunakan sendiri namun dijual kepada pengrajin atau
pengepul di luar masyarakat Samin.
Tanaman serat lainnya adalah untuk kebutuhan tali temali. Jenis yang
paling sering digunakan adalah bambu tali atau pring apus (Gigantochloa apus).
Tanaman lain yang dapat digunakan sebagai tali adalah kulit tanaman waru
(Hibiscus tilliaceus) dan pelepah (kulit) tanaman pisang.
5.4.1.8 Bahan Racun Bahan racun terutama untuk racun ikan, tumbuhan yang paling umum
digunakan adalah jenu /tuba (Derris eliptica). Bahan ini umum digunakan di
berbagai daerah di Indonesia. Tumbuhan lainnya adalah kluwek, atau Pucung
(Pangium edule). Selain menghasilkan buah yang bisa dimanfaatkan untuk
pelengkap masakan, Tanaman kluwek ini daunnya sering dimanfaatkan
masyarakat untuk bahan racun ikan. Pemanfaatan ini terutama dilakukan oleh
masyarakat di daerah Sukolilo Pati. Tanaman beracun lainnya adalah gadung
(Dioscorea hispida.), pucuk/ujung tanaman ini menghasilkan getah beracun.
Masyarakat Samin di desa Ngawen Sukolilo kadang kadang menanfaatkan getah
tanaman ini untuk menjebak/menangkap burung. Getah racun dicampur dengan
makanan burung, burung yang memakan akan pingsan sementara.
160
5.4.1.9 Bahan Pengendalian Hama Sebagian masyarakat Samin juga menggunakan beberapa jenis tumbuhan
untuk penanggulangan hama dan penyakit tanaman. Jenis-jenis tersebut antara
lain: Gadung (Dioscorea hispida), Tembakau (Nicotiana tabacum), cengeh/cabe
(Capsicum annum), daun mahoni (Swietenia mahagoni), daun Mindi (Melia
azedarach), daun sembukan, daun delman/Kirinyuh (Euphatorium inulifolium),
wedusan (Ageratum conyzoides), tembelekan (Lantana camara), serta berbagai
jenis empon empon, misalnya jahe (Zinggeber officinale), kunyit (Curcuma
domestica), laos (Alpinia galanga) , lempuyang (Zingiber aromaticum), temu
ireng (Curcuma aeroginosa), temu kunci (Boesenbergia rotunda).
5.4.1.10 Bahan Ritual Kegiatan ritual di lingkungan masyarakat Samin yang masih sering
ditemukan hanya pada masyarakat Samin di Desa Klopoduwur Blora. Diduga
sebagai pengaruh dari keyakinan animisme dan dinamisme masih kuat,
sehingga berbagai tradisi sampai sekarang masih dilakukan. Ritual tersebut
masih dapat dilihat dalam kegiatan pertanian serta hajatan lain terkait dengan
siklus hidup, proses membangun rumah, membuat sumur atau pertunjukan seni.
Bentuk tradisi lain atau ritual adat yang masih dilakukan masyarakat di
Klopoduwur Blora antara lain bersih desa, campur bawur (tradisi syawal), muju
kendit (menjelang suro).
Dalam tradisi masyarakat Samin di Klopoduwur Blora, masih ditemukan
ritual kegiatan pertanian mulai dari awal mengolah tanah sampai awal panen
padi. Kegiatan tersebut berupa ritual kawitan (awal mengarap sawah); Ritual
Ngulemi (padi bunting); dan wiwit (awal panen padi). Kegiatan ritual pertanian ini
menggunakan berbagai sesaji seperti disajikan pada (Tabel 48). Ritual kawitan
menandai awal pengerjaan sawah. Kegiatan ini sebagai bentuk penghormatan
kepada leluhur dan memohon kepada Yang Maha kuasa agar dalam mengolah
tanah dan menaam padi diberi keselamatan dan mendapatkan hasil yang baik.
Sesaji yang disiapkan untuk ritual ini berupa bumbu masakan antara lain:
bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, trasi, gula merah; kembang
bantal (sirih yang digulung seperti rokok) dan rokok klobot (kulit jagung). Sesaji
ini di letakkan sawah pada sudut bagian timur .
161
Pada saat padi mulai berbunga atau bunting, dilakukan suatu ritual yang
disebut Ngulemi. Ritual ini sebagai bentuk persembahan kepada Dewi Sri atau
Dewi padi, dilambangkan dengan berbagai bahan makanan. Makna filosofi
kegiatan ini mengingatkan asal muasal manusia, dan alam semesta (kejadian
langit dan bumi). Dalam kegiatan ini disiapkan beberapa sesaji berupa wejahan
dan brokohan. Wejahan terdiri dari beberapa macam empon-empon, uler-uler
dan brokohan. Empon-empon dihaluskan dan disebar di sawah. Uler-uler adalah
sejenis makanan dari tepung ketan dipilin dengan gedebok pisang. Sedangkan
brokohan merupakan suguhan atau hidangan terdiri dari berbagai macam polo,
antara lain: ketela rambat (Ipomoea batatas), uwi (Dioscorea alata ), gembili
(Dioscorea aculeata), ketela pohon (Manihot utilissima), pepaya (Carica papaya).
Hidangan ini dibagikan dan dimakan bersama bagi yang hadir dalam ritual
tersebut.
Tabel 48 Bahan sesaji dan jenis tumbuhan yang digunakan dalam kegiatan ritual pertanian pada masyarakat Samin
Kegiatan/ Macam sesaji
Bahan sesaji Keterangan Nama lokal Nama ilmiah Suku
Ritual Kawitan Bumbu masakan
Bawang merah
Allium cepa L. Amarillidaceae Diletakkan di sudut sawah sebelah timur
Bawang putih Allium sativum L. Amarillidaceae Ketumbar Coriandrum sativum
L. Apiaceae
Merica Piper nigrum L. Piperaceae Terasi Cikalan klopo Kelapa Cocos nucifera L. Araceae Gula merah Kelapa Cocos nucifera L. Araceae Kembang bantal (sirih digulung spt rokok)
Sirih Piper betle L. Piperaceae
Klobot (kulit jagung)
Jagung Zea mays L. Poaceae
Rokok Tembakau Nicotiana tabacum L.
Solanaceae
Ritual Ngalemi Wejahan Kunir Curcuma longa L. Zingiberaceae Dihaluskan
dan disebar sawah
Temulawak Curcuma xanthorhiza Roxb.
Zingiberaceae
Temu kunci Kaempferia angustifolia Roscoe
Zingiberaceae
Suguhan/ brokohan
Ketela rambat
Ipomoea batatas (L.) Lamk.
Solanaceae Sebagai hidangan, dimakan bersama
Ketela pohon Manihot utilissima L. uwi Dioscorea alata L. Dioscoreaceae
162
gembili Dioscoreaceae Dioscorea aculeata L.
Kates Carica papaya L. Caricaceae Uler-uler Beras ketan Oryza sativa var
glutinosa L. Poaceae
Wiwit (Panen padi) Tumpeng Nasi liwet + intip (kerak)
beras Oryza sativa L. Poaceae Dibawa ke sawah, dibagikan atau di makan bersama
Ayam panggang
Ayam
Tahu Kedelai Glycine max (L.) Merill
Fabaceae
Tempe Kedelai Glycine max (L.) Merill
Fabaceae
Telur ayam
Ritual terakhir dalam pertanian padi adalah wiwit. Wiwit dilakukan untuk
menandai dimulainya panen padi. Sesaji pada upacara wiwit berupa menu
utama tumpeng dari nasi liwet beserta intipnya (keraknya) dan disertai lauknya
berupa ayam panggang. Sajian ini di bawa ke sawah dan didoakan oleh
modin/tetua desa dan selanjutnya dimakan bersama orang yang hadir, terutama
penggarap panen.
Masyarakat yang mempunyai hajatan tertentu biasanya menyiapkan sesaji
untuk keselamatan bagi yang punya hajat dan yang melaksanakannya. Mereka
menyiapkan sesaji ketika akan membangun rumah, membuat sumur, acara
pengatenan, sunatan, pertunjukan tayub atau wayang. Sesaji tersebut berupa
rangkaian yang disebut cok bakal, terdiri dari bunga-bungan. Berbagai
kelengkapan sesaji untuk kegiatan ritual yang terdapat di masyarakat Samin di
Klopoduwur disajikan pada Tabel 49.
Tabel 49 Materi sesaji untuk ritual berbagai hajatan pada masyarakat Samin
Macam sesaji Bahan sesaji Keterangan Nama lokal Nama ilmiah Suku
Pisang Pisang raja Musa sp Musaceae Disajikan dalam tampah (nampan dari bambu)
Wajik Beras ketan Oryza sativa var. glutinosa L.
Poaceae
Gemblong Beras ketan Oryza sativa var. glutinosa L.
Poaceae
Tape Ketan Beras ketan Oryza sativa var. glutinosa L.
Poaceae
Beras Beras Oryza sativa L. Poaceae Cengkaruk gringsing (beras ketan + gula kelapa)
Beras ketan kelapa
Oryza sativa L. Cocos nucifera L.
Poaceae Arecaceae
163
Jambe suruh Jambe Areca catechu L. Arecaceae Suruh Piper betle L. Piperaceae Bumbu masakan
Disajikan dalam satu takir (mangkok dari daun pisang)
Cikalan klopo Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Kencur Kampferia galanga
L. Zingiberaceae
Laos/lengkuas Alpinia galangal L. Zingiberaceae Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Bawang putih Alium sativum L. Liliaceae Cengeh/Lombok Capsicum
fruetescent L. Solanaceae
Gula merah Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Gereh pethek Bahan rokok Tembakau N. tabacum L. Solanaceae Cok Bakal Bunga bungaan Kanthil M. campaca L. Magnoliaceae Kenanga Cananga odorata
(Lam) Hook.J. &T.Thomson
Annonaceae
Wora wari Hibiscus zchisopetalus
Malvaceae
5.4.1.11 Bahan Mitos atau Legenda
Masyarakat Samin di Larikrejo Kudus, mempunyai cerita atau legenda
yang berkaitan dengan keberadaan beberapa jenis tanaman di lingkungan
mereka. Jenis-jenis tumbuhan tersebut banyak di tanam masyarakat sejak
jaman Belanda dan sampai saat ini keberadaannya masih banyak ditemukan.
Tanaman tersebut dijadikan simbol atau perlambang kondisi atau keadaan saat
itu. Hal ini berkaitan dengan ramalan Samin Surosentiko akan datangnya masa
kemerdekaan bangsa Indonesia pada waktu itu. Beberapa tanaman dalam
legenda atau mitos desa tersebut disajikan pada Tabel 50.
Tabel 50 Jenis tumbuhan yang berkaitan dengan mitos atau legenda di lingkungan masyarakat Samin
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Keberadaan mitos 1 Beringin Ficus benyamina L. Moraceae Tumbuhan mata air 2 Jarak kepyar Jatropha curcas L. Euphorbiaceae Mitos di Larekrejo 3 Kayu Kudo Lanea grandis Engl. Verbenaceae Mitos di larekrejo 4 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaeae Mitos di Klopoduwur 5 Lo Ficus glomerata Roxb Moraceae Mitos di Kaliyoso 6 Meh Sammanea saman
(Jacq) Merr. Fabaceae Mitos di larekrejo
7 Padi Oryza sativa L. Poaceae 8 Preh
Moraceae Ficus thonnii Blume
Tumbuhan mata air
9 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn.
Bombacaceae Mitos di larekrejo
164
10 Jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae
• Kayu kudo (Lanea grandis), dalam bahasa jawanya kudo sama dengan jaran.
Kayu Kodo ini sebagai lambang bahwa pada saat itu, (jaman penjajahan
Belanda), orang Jawa dianggap seperti layaknya Kuda, yang menjadi
kendaraan tentara Belanda. Artinya bangsa Jawa atau tanah jawa merupakan
tanah jajahan Belanda, sehingga harus tunduk pada tatanan Belanda
• Randu (Ceiba pentandra). Kata Randu dari kata Ruh nduwe’e , artinya agar
orang Jawa memahami bahwa, tanah Jawa itu merupakan tinggalan nenek
moyang sendiri, atau tanah Jawa itu milik bangsa sendiri sehingga harus
dikukuhi (dipertahankan)
• Meh (Samanea saman), secara umum tanaman ini di kenal sebagai Ki Hujan.
Meh, dalam bahasa Indonesia berarti hampir/akan segera. Maksudnya bahwa
nantinya tanah Jawa atau akan kembali di pegang atau kembali kepada
bangsa Jawa Sendiri. Tanah Jawa akan merdeka, lepas dari penjajahan
Belanda.
• Mahoni (Swietenia mahagoni), dari kata maune (asalnya), artinya tanah Jawa
akan kembali kepada pemilik asalnya yaitu orang jawa sendiri, atau tanah Jawa
akan merdeka atau akan dipegang/dikuasai oleh bangsa sendiri.
• Jarak kepyar (Jatropha curcas). Pada jaman Jepang, orang-orang di suruh
menanam Jarak kepyar, artinya ngepyarno (mengusir atau menghalau)
Belanda dari tanah Jawa.
Selain jenis tersebut terdapat jenis lain yang secara umum di mitoskan
masyarakat Jawa misalnya seperti padi (Orysa sativa), dan jati (Tectona grandis)
atau secara khusus pada beberapa tempat seperti kelapa (Cocos nucifera), Lo
(Ficus glomerata) dan Preh (Ficus thonnii).
Tanaman kelapa (Cocos nucifera) bagi masyarakat di desa Klopoduwur
Blora mempunyai makna khusus dan banyak berkembang cerita berkaitan
dengan nama desa tersebut. Sesuai dengan namanya Klopoduwur, yang berarti
pohon kelapa yang tinggi, pada desa tersebut jaman dahulu terdapat pohon
kelapa yang tingginya berpuluh-puluh meter. Mitos atau legenda yang berkaitan
dengan nama tersebut sampai sekarang masih berkembang di tengah
masyarakat.
Pada sebelum tahun 1990an, tanaman kelapa sangat banyak dan sempat
menjadi komoditas utama desa tersebut. Namun sejak adanya serangan hama
165
kwangwung (Oryctes rhinoceros) tanaman kelapa di Klopoduwur hampir habis.
Sekarang yang ada adalah peremajaan tanaman baru, yang belum produktif.
Ketiadaan pohon kelapa di Klopoduwur saat ini sering dikaitkan dengan
ketidakstabilan pucuk pimpinan kepala Daerah (Bupati) Blora yang sering
berakhir sebelum habis masa jabatannya. Sebagian masyarakat menuturkan
bahwa kondisi kepemimpinan Blora akan stabil bila, keberadaan pohon kelapa
desa Klopoduwur dikembalikan seperti kondisi semula.
Keberadaan tumbuhan lain seperti Preh (Ficus thonnii), Lo (Ficus
glomerata), Beringin (Ficus benyamina), biasanya merupakan tanaman
perindang yang berukuran besar besar (bregat), di sendang atau dekat sumber
mata air. Mereka memahami tanaman tersebut berguna dalam menjaga
keberadaan air, atau untuk kehidupan organisma lainnya misalnya burung.
Mengenai adanya makhluk halus yang menghuni pada tumbuhan besar tersebut,
mereka cenderung kurang mempercayainya, namun menghormati apa yang
diyakini orang lain.
5.4.2 Nilai Kepentingan Budaya Tumbuhan bagi Masyarakat Samin
Untuk mengetahui nilai kepentingan pemanfaatan jenis tumbuhan dalam
kehidupan sosial budaya masyarakat Samin dilakukan kuantifikasi hasil ekploratif
dari pemanfaatan jenis tumbuhan dengan perhitungan Indeks Kepentingan
Budaya (ICS). Perhitungan didasarkan pada nilai kualitas kegunaan (sebagai
bahan pangan pokok atau tambahan, materi utama atau sekunder, bahan obat-
obatan, bahan ritual, mitos dan lain-lain), intensitas penggunaan, dan nilai
eksklusifitas atau kesukaan terhadap suatu jenis. Nilai yang didapat
menunjukkan tingkat kepentingan suatu jenis tumbuhan dari yang paling
penting (banyak, sering dan menjadi pilihan utama) hingga yang kurang penting
atau minimal penggunaanya.
Berdasarkan analisis nilai kepentingan tumbuhan dengan menggunakan
ICS, telah dianalisis 235 jenis tumbuhan berguna (Lampiran 17). Pada Tabel 51
disajikan 10 jenis tumbuhan yang mempunyai nilai ICS tertinggi. Nilai indeks
kepentingan tumbuhan menggambarkan jenis-jenis yang paling disukai
masyarakat. Nilai ICS dapat berubah sesuai dengan nilai kegunaan, intensitas
penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat (Turner 1988).
Padi (Oryza sativa L.) merupakan jenis tanaman berguna yang mempunyai
nilai kepentingan paling tinggi. Kegunaan utama jenis ini sebagai bahan
166
makanan pokok, kegunaan lain adalah sebagai bahan pangan suplemen, bahan
obat dan kosmetika, pakan ternak dan pupuk (jerami), bahan ritual dan mitologi.
Jenis ini memiliki nilai ICS sangat tinggi, nilai kegunaan dan intensitas
penggunaan sangat tinggi serta merupakan jenis yang paling disukai
masyarakat. Jenis bahan pangan sumber karbohidrat lainnya yang penting
adalah Zea mays (ICS 48) dan Manihot utilissima (ICS 40). Jenis buah-buahan
yang penting adalah Musa paradisiaca (ISC 48), Carica papaya (ICS 42) dan
Artocarpus heterophylla (ICS 40). Jenis sayur-sayuran yang penting adalah
Ipomoea aquatica (ICS 32), Sesbania grandiflora (ICS 32) dan Colocasia
esculenta (ICS 28).
Tanaman jati (Tectona grandis) bagi masyarakat Samin mempunyai nilai
kegunaan yang cukup tinggi (ICS 72). Kegunaan utama dari kayu jati ini adalah
sebagai kayu bangunan, bahan peralatan dan kayu bakar.Kayu jati merupakan
kayu pertukangan yang berkualitas paling baik yang digunakan untuk berbagai
peralatan rumah tangga. Berbagai barang kerajinan dihasilkan dari kayu jati,
berupa ukir-ukuran hayu, maupun dari gambol jati. Kulit jati oleh sebagian
masyarakat Samin digunakan sebagai dinding rumah. Daun jati dapat digunakan
sebagai bahan pembungkus. Tumbuhan jati menghasilkan kayu bakar terutama
dari pangkasan cabang atau dari bagian tunggak (akar) jatinya. Istilah jati oleh
masyarakat Samin dikirotobosokan sebagai sejatining diri, sehingga dijadikan
semacam mitos atau simbol yang menjadi ajaran moral dalam kehidupan untuk
selalu berpegang pada jati diri, atau kemanpuan diri sendiri.
Tabel 51 Sepuluh jenis tumbuhan berguna dengan nilai ICS paling tinggi pada masyarakat Samin
No Nama Lokal
Nama ilmiah Kegunaan utama
Kegunaan lain* ICS )
1 Padi Oriza sativa L. Makanan pokok
2; 3a;3b; 7; 8; 9;10; 14
122
2 Jati Tectona grandis L.f Bahan bangunan
4; 5;6;10; 13 75
3 Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss
Bahan peralatan
2a; 4;5; 6; 13 60
4 Meh Samanea saman (Jacq) Merr
Kayu bakar 4; 5;6; 13;14 53
5 Pring petung
(Dendrocalamus asper (Schult. & Schult. f.) Backer ex K. Heyne
Bahan peralatan
2a; 4; 5;6; 13 52
6 Lamtoro Leucaena glauca Benth
Kayu bakar 2b, 3a;5;6;7;14 50
7 Pisang Musa paradisiaca L. Buah 2d; 3a;3b; 8b; 9 48
167
8 Jagung Zea mays L. Bahan pangan tambahan
2b; 7;9; 14 48
9 Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq
Bangunan 3a;4;5,12 47
10 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn
Bahan serat 6;7; 10; 13 45
*) Keterangan: 1. Bahan makanan pokok; 2. Bahan makanan Tambahan (a.umbi-umbian/tunas, b.sayur, c.biji, d. buah); 3a. Bahan obat tradisional; 3b. Bahan kosmetika; 4. Bahan bangunan; 5. Bahan peralatan dan kerajinan; 6. Kayu bakar; 7. Makanan ternak; 8a. Bahan serat ; 8b. Bahan tali temali; 9.Bahan ritual; 10. Bahan mitos dan legenda 11. Bahan racun ikan; 12. Bahan pengendalian hama. 13. Indikator lingkungan; 14. Kegunaan lain (pupuk)
Pring atau bambu bagi masyarakat Samin mempunyai nilai kepentingan
yang tinggi terutama pring ori (Bambusa bambos) dan pring petung
(Dendrocalamus asper). Masyarakat Samin menggunakan bambu sebagai
bahan bangunan penting setelah kayu jati. Berbagai peralatan tradisional
sebagian besar mengunakan bahan bambu baik bambu ori (Bambusa bambos)
maupun bambu petung (Dendrocalamus asper). Rebung dari kedua jenis bambu
ini dapat digunakan sebagai bahan sayuran. Selain itu tanaman bambu juga
mempunyai fungsi khusus sebagai pembatas pekarangan atau perkampungan
dengan sawah, untuk melindungi kuatnya hempasan angin. Sebagian
masyarakat juga dijadikan tanaman ini sebagai indikator pergantian musim.
Tanaman klanding atau lamtoro (Leucaena glauca) merupakan jenis
tanaman cukup penting bagi masyarakat Samin. Tumbuhan ini banyak ditanam
di pekarangan, tegalan atau di hutan jati. Kegunaan utama tumbuhan ini sebagai
bahan kayu bakar dan pakan ternak. Daun muda atau getahnya sering dijadikan
bahan obat luka baru, buahnya dimanfaatkan sebagai sayuran. Kayu batangnya
yang cukup besar dan tua sering digunakan dalam peralatan tradisional
misalnya: tuggal, dan gagang peralatan seperti cangkul, sabit, dandhang dan
kampak. Tumbuhan klanding intensitas penggunaannnya tinggi, digunakan
secara regular atau dalam waktu berkala, merupakan tumbuhan berguna yang
disukai meskipun terdapat jenis lain sebagai pengganti.
Tanaman lain sebagai sumber kayu bakar yang mempunyai nilai ISC
cukup tinggi adalah tanaman meh (Samanea saman) dan Turi (Sesbania
grandiflora). Tanaman meh (Samanea saman) merupakan sumber kayu bakar
penting bagi masyarakat Samin. Tanaman ini terdapat di hampir semua tegalan
atau pinggir jalan di lingkungan masyarakat Samin. Sedangkan Turi (Sesbania
grandiflora) banyak ditanam di persawahan Masyarakat Samin di Kudus. Selain
sebagai kayu bakar bunga dan daun muda turi digunakan sebagai bahan
sayuran.
168
Jenis tumbuhan bahan obat yang penting berdasarkan nilai ICS adalah
temu ireng (Curcuma aeroginosa, ICS 42), Lempurang (Zingiber aromaticum Val,
ICS 42) dan temu lawak (Curcuma xanthoriza, ICS 40). Jahe (Zingiber
officinale), kunyit (Curcuma domestica) Tanaman tersebut terutama dari anggota
Zingiberaceae banyak digunakan untuk keperluan sehari-hari sebagai bumbu
masakan, ramuan jamu atau obat tradisional. Disamping itu juga untuk membuat
ramuan pupuk organik atau bahan pengendalian hama nabati.
5.5 Pembahasan
Pengetahuan tradisional dan pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat
Samin perlu terus digali dan dikaji. Kenyataan membuktikan bahwa pengetahuan
tradisional tidak sedikit memberikan sumbangan terhadap kemajuan ilmu dan
teknologi. Joshi et al. (2004) memandang pengetahuan lokal sebagai suatu hasil
pembelajaran, pemikiran dan persepsi, dan menjadi dasar untuk prediksi
kejadian yang akan datang. Pemahaman dan interpretasi masyarakat
berdasarkan pada beberapa alasan logis menurut kebenaran umum. Terlebih
lagi saat ini kita sedang dipacu untuk berlomba dengan kerusakan atau
hilangnya sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional yang belum teruji.
Adanya pergeseran pola hidup yang dialami masyarakat Samin dari pola hidup
sederhana ke pola hidup modern, pertambahan jumlah penduduk dan
terbatasnya jumlah lahan merupakan beberapa penyebab kerusakan
sumberdaya hayati tersebut.
Masyarakat Samin merupakan masyarakat yang tinggal di pedesaan
yang hidupnya masih mengandalkan sumberdaya alam khususnya dalam
penyediaan pangan, mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap
keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada disekitarnya. Mereka memiliki
pengenalan, pencirian, penamaan dan pemanfaatan terhadap keanekaragaman
jenis tumbuhan yang terdapat di lingkungan pemukiman, pertanian, maupun
hutan.
169
Masyarakat Samin memiliki pengetahuan klasifikasi tradisional terhadap
obyek tumbuhan. Tumbuhan dalam bahasa Jawa disebut sebagai uwit/wit.
Secara umum uwit atau tumbuhan ini merupakan merupakan bagian dari
sandang pangan. Sandang pangan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Selanjut uwit ini dalam penyebutannya dibedakan lagi menjadi
tanduran (tanaman) dan thukulan (tumbuhan). Tanduran adalah tumbuhan yang
sengaja ditanam atau dibudidayakan manusia atau yang secara umum kita sebut
sebagai tanaman atau tanaman budidaya. Thukulan adalah tumbuhan liar atau
tumbuhan non dudidaya, yaitu tumbuhan yang tidak secara sengaja ditanam
atau dibudidayakan manusia. Klasifikasi ini menggambarkan bagaimana cara
masyarakat Samin mendapatkan jenis tumbuhan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Umumnya jenis yang paling sering dipergunakan adalah
tanduran bukan thukulan sehingga mereka lebih banyak mengenal jenis tanduran
dari pada thukulan.
Masyarakat Samin juga mempunyai pengetahuan menegai
pengelompokan tumbuhan berdasarkan kegunaannya, misalnya tanduran
cepakan, woh-wohan, rencek, ramban, suket. Tanduran cepakan merupakan
tanaman yang dikonsumsi sehari-hari, meliputi berbagai jenis tanaman sayuran,
lalapan, bumbu masakan atau bahan aromatikum. Jenis tanaman tersebut
umumnya di tanam di pekarangan sehingga cepat dan mudah mengambilnya.
Woh-wohan merupakan tanaman atau tumbuhan yang menghasilkan buah
seperti mangga, jeruk, nangka dan lain-lain. Mereka mengelompokkan umbi-
umbian seperti: uwi (Dioscorea alata) , gadung (Dioscorea hispida), telo pendem
(Ipomoea batatas), dalam kelompok woh-wohan, karena menghasilkan buah di
dalam tanah. Hal ini agak berbeda dengan klasifikasi tumbuhan pada masyarakat
Jawa umumnya yang mengelompokkan jenis umbi-umbian tersebut dalam
kelompok polo kependem. Masyarakat Samin tidak begitu memahami istilah polo
kependem, polo kesampir, polo gumantung, sedang masyarakat Jawa di
pedesaan umumnya masih memahani istilah tersebut dengan baik.
Pengetahuan masyarakat Samin mengenai keanekaragaman jenis
tumbuhan tergambar dari praktek-praktek pemanfaatan jenis tumbuhan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan tersebut meliputi kegunaan bahan
pangan, bahan obat tradisional, bahan bangunan, bagan peralatan, bahan kayu
bakar, bahan pakan ternak dan sebagainya. Berdasarkan hasil inventarisasi dari
>300 jenis tumbuhan yang terdapat pada lingkungan masyarakat Samin, 235
170
jenis atau hampir 80% jenis yang ada merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan
oleh penduduk. Tingkat pengetahuan dan pemanfaatan jenis tersebut cukup
tinggi, namun menurut Purwanto et al. (2011) tingkat pengetahuan dan
pemanfaatan jenis tersebut akan mengalami penurunan seiring dengan
penurunan keanekaragaman jenis tumbuhan di kawasan tersebut. Seiring
dengan program intensifikasi pertanian yang lebih menekankan komoditas
tertentu, maka berakibat menurunnya atau bahkan hilangkan beranekaragam
jenis atau kultivar pangan lokal yang dahulu banyak diketahui dan digunakan
masyarakat. Penurunan keanekaragaman jenis bahan pangan, misalnya jenis
umbi-umbian, biji-bijian, atau kacang-kacangan lokal dan hilangnya kultivar padi
lokal merupakan contoh nyata yang terjadi pada masyarakat pedesaan saat ini.
Hal ini juga berakibat terhadap kecenderungan penurunan pengetahuan mereka
terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan.
Sebagai masyarakat yang kehidupannya tergantung dari hasil pertanian,
mereka memiliki pengetahuan yang baik dalam membudidayakan berbagai jenis
tanaman pangan. Sehingga selama ini mereka telah mampu menyediaakan
bahan pangannya sendiri, atau mereka telah mampu berswasembada pangan.
Mereka telah membudidayalan berbagai jenis tanaman pangan untuk memenuhi
kebutuhannya. Mereka membudidayakan jenis tanaman yang mereka perlukan di
lahan sawah, tegalan, pekarangan maupun hutan jati dengan teknik budidaya
tumpang sari.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan didapatkan 235 jenis tumbuhan
berguna bagi masyarakat Samin, 118 jenis tanaman digunakan sebagai bahan
pangan atau sekitar 31% dari seluruh jenis tumbuhan berguna bagi masyarakat
Samin, meliputi bahan pangan pokok berupa padi dan bahan pangan tambahan,
meliputi sumber karbohidrat, sayuran, buah-buahan, bumbu dan aroma
masakan. Makanan pokok masyarakat Samin saat ini adalah beras (nasi).
Tetapi menurut penuturan beberapa informan, sebelum tahun 1980-an, bahan
makanan pokok masyarakat Samin yang tinggal di daerah yang kering seperti di
Klopoduwur Blora dan Jepang Margomulyo adalah jagung jagung (Zea mays).
Jenis padi (Oryza sativa) yang dibudidayakan masyarakat Samin adalah
varitas padi unggul yang umum ditanam masyarakat lainnya. Kultivar padi
tersebut antara lain: Ciherang, IR 36, IR 64 dan IR 64 super. Kultivar padi lokal
saat ini sulit ditemukan di masyarakat. Namun sekarang mulai ada kesadaran
171
untuk menanam kembali jenis-jenis padi lokal seperti: mentik wangi, mentik
susu, rojolele.
Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Kepentingan budaya (ICS) bahan
pangan yang paling penting bagi masyarakat samin adalah padi dengan nilai
ICS (122), kemudian jagung (ICS 46), dan ketela pohon (ICS 36). Jenis-jenis
pangan sumber karbohidrat seperti Uwi (Dioscorea alata), gembili (Dioscorea
aculeata, suweg (Amorphopalus campanulatus). Beberapa jenis
Bahan pangan lain yang cukup potensial adalah buah-buahan, tercatat
tidak kurang 30 jenis tanaman buah yang terdapat di sekitar pemukiman
masyarakat Samin. Jenis tanaman buah yang penting adalah pisang (Musa sp)
meliputi berbagai kultivar, nangka (Artocarphus heterophylla), dan mangga
(Mangifera indica). Pengelolaan tanaman buah di lingkungan masyarakat Samin
belum dilakukan secara optimal. Umunya hanya sekedar di tanam untuk pengisi
lahan yang kosong di pekarangan atau tegalan, dengan teknik perawatan yang
sederhana, tanpa pemeliharaan, pemupukan, penyemprotan dan perawatan
yang intensif. Hasil yang diperoleh terutama untuk dikonsumsi sendiri.
pangan sumber
karbohidrat seperti uwi (Dioscorea alata, ICS 12), gembili (Dioscorea aculeata,
ICS12), memiliki nilai ICS rendah, menunjukkan bahwa jenis tersebut kurang
penting bagi masyarakat. Jenis-jenis pangan sumber karbohidrat alternatif lokal
tersebut saat ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat karena fungsinya
sudah tergantikan oleh makanan pokok padi (nasi). Ditinjau dari potensi
ekonomi dan ekologi (kesesuaian lahan budidaya) jenis-jenis tersebut perlu
dikaji dan diintensifkan kembali untuk dikembangkan sebagai bahan pangan
alternatif masyarakat lokal.
Kajian tentang keanekaragaman di tingkat intraspesifik dari jenis tanaman
budidaya belum dapat diungkapkan secara lengkap karena keterbatasan waktu
dan kemampuan. Temuan di lapangan mengindikasikan bahwa terjadi
penurunan jumlah kultivar budidaya yang diusahakan masyarakat. Hal ini tidak
lepas dari intensifikasi program pemerintah yang menyebabkan masyarakat
mengalihkan penanaman jenis tanaman pangan dari kultivar lokal ke kultivar
introduksi. Misalnya kultivar padi, jagung, kedelai hampir semuanya merupakan
kultivar introduksi.
Beberapa jenis tumbuhan bahan pangan ditemukan mempunyai banyak
kultivar antara lain ketela pohon (Manihot utilisima), uwi (Dioscorea alata),
gembili (Dioscorea aculeata), tales (Colocasia esculenta) dan Pisang (Musa
172
paradisiaca). Kultivar ketela pohon antara lain: markonah, daplang, temu, tahun,
emprit, rawir, bekisar, jinten dan klenteng). Kultivar Uwi (Dioscorea alata) antara
lain: wi legi, wi lojo, wi cicing, wi randu, wi alus, wi bangkendit wi nujo dan wi
katak); Gembili (Dioscorea aculeata) 3 kultivar yaitu: brol, ketan, biasa; dan tales
(Colocasia esculenta) 3 kultivar yakni: tales dempel, tales ijo, tales ungu).
Pengunaan tumbuhan sebagai bahan obat bagi masyarakat Samin masih
cukup besar. Dari hasil pengamatan tercatat tidak kurang 74 jenis tumbuhan
obat, atau sekitar 19% dari jenis tumbuhan digunakan masyarakat Samin. Jenis
tumbuhan obat yang sering digunakan oleh masyarakat Samin dan secara sosial
budaya mempunyai nilai cukup penting terutama adalah dari suku Zingiberaceae.
Jenis-jenis tumbuhan obat tersebut antara lain: temu ireng (Curcuma
aeroginosa, ICS 42), Lempuyang (Zingiber aromaticum, ICS 42) dan temu
lawak (Curcuma xanthoriza, ICS 40). Jahe (Zingiber officinale, ICS 40), kencur
(Kampferia galanga ICS 39), kunyit (Curcuma domestica, ICS 34). Organ
tumbuhan yang paling sering digunakan adalah daun 37 jenis, rimpang (13 jenis)
dan buah/biji (12 jenis).
Kayu bakar merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi masyarakat
Samin, berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat Samin di Kudus kebutuhan
kayu bakar mencapai 0.83m3/bulan/keluarga atau hampir mencapai 10m3
Ketergantungan masyarakat Samin terhadap sumberdaya tumbuhan cukup
besar, berdasarkan pemanfaatannya tumbuhan tersebut dikelompokkan dalam
beberapa kategori yakni: tumbuhan sebagai bahan pangan, bahan obat dan
kosmetika, bahan bangunan, bahan peralatan, bahan kayu bakar, bahan
makanan ternak, bahan serat dan tali temali, bahan ritual, bahan mitos dan
legenda, bahan racun, bahan pengendali hama, Indikator lingkungan, tanaman
hias dan tanaman pagar. Jenis tumbuhan berguna bagi masyarakat Samin
mencapai lebih dari 235 jenis, meliputi 62 suku dan 205 marga. Jenis yang
banyak dimanfaatkan adalah dai suku Fabaceae (37 jenis), Poaceae (33 jenis),
Zingiberaceae (13 jenis), Solanaceae dan Moraceae (12 jenis).
/tahun.
Selama ini kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari lingkungan sekitar pemukiman
mereka. Tetapi penggunaan kayu bakar secara terus-menerus dalam jumlah
besar dapat mengancam kelangsungan jenis yang ada. Karena itu perlu
dilakukan tindakan dengan upaya pembudidayaan jenis-jenis tanaman kayu yang
banyak digunakan masyarakat. Jenis tersebut antara lain adalah meh/terembesi
(Sammanea saman), turi (Sesbania grandiflora) dan lamtoro (Leucaena glauca).
173
Berdasar hasil analisis Indek Kepentingan Budaya (ICS) dapat dianalisis
235 jenis tumbuhan berguna bagi masyarakat Samin. Diantaranya didapatkan
10 jenis tumbuhan yang paling penting bagi masyarakat Samin yakni: padi
(Oryza sativa , ICS 122), jati (Tectona grandis, ICS 75), pring ri (Bambusa
bambos, ICS 60), meh (Samanea saman, ICS 53), pring petung (Dendrocalamus
asper, ICS 52), lamtoro (Leucaena glauca, ICS 50), pisang (Musa paradisiaca ,
ICS 48) , jagung (Zea mays, ICS 48), mahoni (Swietenia mahagoni, ICS 47)
randu (Ceiba pentandra, ICS 45).
Padi (Oryza sativa L.) merupakan jenis tanaman paling penting dalam
sosial budaya masyarakat Samin. Secara ekonomi padi juga mempunyai
kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Samin. Selain
sebagai bahan pangan pokok tanaman ini mempunyai banyak kegunaan lain
sebagai pakan ternak (jerami), bahan obat tradisional, ritual dan mitologi.
Tanaman jati (Tectona grandis) bagi masyarakat Samin mempunyai nilai
sosial buadaya yang cukup tinggi (ICS 72), terutama sebagai bahan bangunan
dan peralatan. Jenis bahan bangunan dan peralatan lain yang penting adalah
pring ori (Bambusa bambos) dan pring petung (Dendrocalamus asper).
Tanaman lamtoro (Leucaena glauca) merupakan jenis tanaman cukup
penting bagi masyarakat Samin terutama sebagai bahan kayu bakar dan pakan
ternak. Tanaman lain sebagai sumber kayu bakar yang mempunyai nilai ISC
cukup tinggi adalah tanaman meh (Samanea saman, ICS 45) dan Turi
(Sesbania grandiflora, ICS 33).
Tanaman meh (Samanea saman) sudah lama dibudidayakan oleh
masyarakat Samin. Tanaman meh sejak dahulu sudah banyak dibudidayakan
masyarakat Samin sebagai peneduh jalan dan sebagai kayu bakar yang
mempunyai kualitas yang sangat bagus. Menurut penelitian Dahlan (2010)
tanaman meh (Samanea saman) mempunyai kemampuan menyerap gas CO2
yang sangat tinggi. Dalam satu tahun satu batang pohon dengan diameter tajuk
15 m mampu menyerap 28.5 ton gas CO2. Sehingga kandungan karbon pada
kayu tanaman ini tinggi, inilah yang menyebabkan kayu meh bagus dijadikan
sebagai kayu bakar. Dalam hal ini pilihan masyarakat terhadap jenis tanaman
meh ini sebagai kayu bakar merupakan pilihan yang tepat dan secara ilmiah
dapat dibuktikan kebenarannya. Berarti masyarakat Samin secara turun-temurun
melakukah suatu tindakan ilmiah dalam memilih kayu bakar.
174
Dalam memanfaatan sumberdaya tumbuhan masyarakat Samin melakukan
upaya pengelolaan dengan membudiyakan di lahan mereka. Budidaya berbagai
jenis tanaman secara tradisional telah dikembangkan di lahan mereka di sawah,
tegalan, pekarangan atau hutan jati. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah
jenis umum yang di tanam masyarakat atau jenis unggul dari pemerintah. Belum
ada upaya dari masyarakat untuk meningkatkan kualitas tanaman dengan teknik
penyilangan atau teknik rekayasa lainnya. Masyarakat melakukan teknik
budidaya tradisional berdasarkan pengetahuan yang diterima dari generasi
sebelumnya.
5.6 Simpulan
Pengetahuan mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan pada
masyarakat Samin tergambar dari praktek pemanfaatan dan pengelolaan jenis
tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Masyarakat Samin
masih mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya tumbuhan
lokal. Berdasarkan pemanfaatannya tercatat 235 jenis tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Samin. Mencakup 62 suku dan 205 marga.
Berdasar kategori pemanfaatannya dapat dikelompokkan sebagai bahan pangan
(118 jenis); bahan obat-obatan tradisional (74 jenis); bahan bangunan (15 jenis);
bahan peralatan dan kerajinan (15 jenis); kayu bakar (16 jenis); pakan ternak (27
jenis); bahan serat dan tali (3 jenis), bahan racun ikan (2 jenis); bahan
pengendalian hama (16 jenis) dan tanaman hias (45 jenis).
Berdasarkan analisis Indeks Kepentingan budaya diperoleh 10 jenis
tumbuhan yang penting bagi masyarakat Samin yakni: Oryza sativa(ICS 122),
Tectona grandis (ICS 75), Bambusa bambos (ICS 60), Samanea saman (ICS
53), Dendrocalamus asper (ICS 52), Leucaena glauca (ICS 50), Musa
paradisiaca (ICS 48), Zea mays (ICS 48), Swietenia mahagoni )ICS 47), Ceiba
pentandra (ICS 45). Nilai kepentingan tumbuhan dalam suatu masyarakat dapat
berubah seiring dengan perjalanan waktu sesuai dengan nilai kegunaan,
intensitas penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat terhadap suatu jenis
tumbuhan.
175
Dalam praktek pengelolaan sumberdaya tumbuhan mereka masih
menggunakan teknik pengelolaan yang sederhana. Jenis intensif dibudidayakan
tadalah tanaman yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama
tanaman padi. Jenis-jenis lain dibudidayakan secara terbatas untuk memenuhi
kebutuhan sendiri.
6 ETNOZOOLOGI MASYARAKAT SAMIN
Abstract
This research aimed to reveal the local knowledge of Samin communities to the use and management animal resources. The reseach was conducted during the period in January 2011 to June 2011. The locations of the reseach were 7 villages, wich were Larikrejo and Kaliyoso (Kudus District); Ngawen and Bombong (Pati District); Klopoduwur and Tambak (Blora District), and Jepang Margomulyo (Bojonegoro District). Data collection used survey and interview methode. Open ended and semistructured interview was performed to residents, farmers, fishermen, traditional leaders, and community leaders. The research recorded 81 species of animals that contribute to the Samin community. Based on the utilization category the animals could be categorized into: animal source of protein (21 species), pets (7 species), pests of cultivated plants (17 species), pests of livestock (3 species), predators of pests (11 species), animals for medicines (10 species), animals for ritual (1 species) and wildlife (35 species). Animals were part of the food dan clothing (sandang pangan), which were used as part of human life
Key word: animal utilization, ethnozoology, local knowledge, the Samin
.
6.1 Pendahuluan
Studi Etnozoologi mengkaji interaksi antara budaya manusia dengan
hewan dalam lingkungannya pada masa lampau maupun masa sekarang
(Johnson 2002). Kajian bidang ini mencakup pengetahuan klasifikasi, penamaan
dan keterkaitan dengan budaya masyarakat lokal, dan kegunaannya baik hewan
liar maupun hewan budidaya. Lebih lanjut (Johnson 2002) mengungkapkan
bahwa studi etnozoologi mengkaji pengetahuan lokal mengenai pemanfaatan
sumberdaya hayati fauna, berkaitan erat dengan karakter atau pola kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sifat atau karakter masyarakat lokal mempengaruhi
tindakan dalam memperlakukan alam lingkungannya. Melalui pengetahuan lokal
ini dapat membantu mengelola sumberdaya alam yang ada agar bisa
dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
Studi etnozoologi merupakan salah satu subdisiplin kajian ethnobiologi
(Cotton 1996; Johnson 2002), menggunakan kerangka pendekatan metodologi
dan teori seperti pada kajian ethnobotani. Studi etnozoologi ini sangat jarang
dilakukan di Indonesia dan bahkan sangat langka, walaupun sebenarnya
masyarakat Indonesia mengenal dengan baik pemanfaatan bebagai jenis hewan
(fauna) yang digunakan dalam berbagai kepentingan, seperti sebagai bahan
176 pangan, bahan kerajinan, bahan pakaian, bahan obat-obatan, bahan hiasan,
ritual, peralatan dan lain-lainnya.
6.2 Tujuan Penelitian
Studi ini bertujuan untuk (1) untuk mengungkapkan pengetahuan
masyarakat Samin mengenai keanekaragaman jenis hewan serta peran dan
pemanfaatan dalam kehidupan sehari-hari (2). Mempelajari interrelasi antara
masyarakat dengan keanekaragaman hewan, dengan memperhatikan dan
membahas aspek biologi dan sosial dari segi praktek, persepsi dan
representasinya.
6.3 Metode Penelitian
6.3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2011 s/d Juni 2011. Lokasi
penelitian meliputi 7 dusun di 4 kabupaten yakni: dusun Larikrejo Desa Larikrejo
dan dusun Kaliyoso desa Karangrowo Kec. Undaan Kabupaten. Kudus; dusun
Ngawen desa Sukolilo dan dusun Bombong desa Banjarejo Kec. Sukolilo
Kabupaten Pati; dusun Klopoduwur Desa Klopoduwur dan dusun Tambak desa
Sumber Kabupaten Blora; dan dusun Jepang desa Margomulyo Kabupaten
Bojonegoro Jawa Timur.
6.3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat rekam, kamera,
peta lokasi, alat tulis, lembar kuesioner.
6.3.3 Pengumpulan Data Etnozoologi
Data yang dikumpulkan dalam etnozoologi merupakan data kualitatif,
dengan menggunakan metode survei eksploratif, meliputi inventarisasi berbagai
jenis hewan yang dikenal masyarakat dan pemanfaatannya sebagai bahan
pangan, obat tradisional, ritual, peran sebagai hama, pengendali hama,
peliharaan/kesenangan dan lain-lain.
Metode ini didukung oleh pendekatan dan teknik pengumpulan informasi
yang dikembangkan dari teknik pengumpulan data etnobotani, antara lain:
177
1. Wawancara bebas (open ended) (Purwanto 2007) dan Wawancara
semi terstruktur untuk inventarisasi pengetahuan lokal (Grandstaff &
Grandstaff 1987). Beberapa pertanyaan baku yang diajukan antara lain :
• Jenis hewan yang terdapat di sekitar tempat pemukiman ternak
atau yang dipeliharaan atau hewan liar
• Cara pemeliharaan ternak
• Jenis hewan liar yang jauh dari rumah
• Kegunaan berbagai jenis hewan bagi masyarakat
• Jenis hewan yang membantu kegiatan pertanian masyarakat
• Jenis hewan pengganggu
• Jenis-jenis ikan dan cara mendapatkannya.
2. Observasi partisipatif dengan masyarakat sebagai pemandu (Martin
1995).
3. Mengikuti aktivitas masyarakat baik harian maupun khusus seperti, ke
sawah, ke ladang, ke hutan dan aktivitas pedesaan lain.
Dalam penelitian ini digunakan informan kunci yaitu anggota masyarakat
yang dianggap mampu memberikan informasi yang akurat dengan kriteria tokoh
masyarakat, atau anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup baik
mengenai keanekaragaman hayati (keanekaragan jenis hewan), peternak,
pencari ikan. Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat didasarkan atas
rekomendasi dari tokoh adat/ tokoh masyarakat setempat (Purwanto 2007).
6.3.4 Analisis Data
Dalam analisis data dibangun matriks data untuk digunakan sebagai dasar
analisis. Pada tahap pertama dibuat semua jenis manfaat lokal (katagori-katagori
emik) yang disebutkan oleh narasumber untuk setiap jenis hewan. Selanjutnya
peneliti bersama-sama dengan narasurnber membahas tentang rincian manfaat
tersebut. Setelah peneliti mencatat rincian manfaat yang ditentukan oleh
narasumber, lembaran data diperlihatkan kembali kepada narasumber untuk
pemeriksaan ulang terhadap peringkat manfaat yang kurang sesuai dengan
persepsi narasumber. Jika narasumber menyetujui pencatatan data manfaat
tersebut, maka data tersebut adalah independen dari pengaruh subjektivitas
peneliti.
178 6.4 Hasil
6.4.1 Pengetahuan Keanekaragaman Jenis Hewan
Pengetahuan masyarakat Samin mengenai keanekaragaman jenis hewan
ini penting dilakukan untuk mengungkapkan besarnya peran sumberdaya hewan
sebagai pendukung kehidupan masyarakat Samin. Pandangan masyarakat
samin terhadap hewan sebagaimana terhadap tumbuhan dan makhluk hidup
lainnya, bahwa hewan merupakan bagian dari sandang pangan. Segala
sesuatu di luar manusia di sebut sebagai sandang pangan. Sandang pangan
adalah sarana pelengkap kehidupan manusia. Suatu jenis hewan digunaan atau
tidak tergantung dari kebutuhan masing-masing orang. Pengetahuan mereka
mengenai berbagai jenis hewan tidak terlepas dari kehidupan mereka sebagai
petani di pedesaan. Umumnya mereka mengenal dengan baik berbagai jenis
hewan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian dan hewan-hewan di sekitar
tempat pemukiman mereka.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di pekarangan,
tegalan, sawah, sungai atau hutan di lingkungan masyarakat Samin diperoleh
sekitar 81 jenis hewan yang diketahui masyarakat Samin (Tabel 52)). Jenis-jenis
tersebut meliputi jenis yang diketahui mempunyai kegunaan khusus bagi
masyarakat maupun yang bersifat liar, atau belum diungkapkan kegunaan
khusus.
Tabel 52 Keanekaragaman jenis hewan pada lingkungan masyarakat Samin
No Nama lokal Nama ilmiah/ Famili Kelas/Ordo Peran/ kegunaan
Sta tus
1 Alap-alap Accipiter Aves Pemangsa tikus L 2 Anjing/asu Canis familiaris Mamalia Pemangsa tikus B 3 Ayam alas Gallus various Aves/
Galliformes L
4 Bajing Tupaia javanica Mamalia/ Scandentia
Hama kelapa L
5 Bares/rajawali
Falconidae Aves/ Falconiformes
Pemangsa tikus L
6 Bebek Anas domesticus Aves/ Anserriformes
Ternak B
7 Bekicot Achatina fulica Molusca Obat penyakit kulit/ luka
L
8 Bethik Ananas testudinetus
Pisces Bahan pangan L
9 Beyes/yuyu Crustacea Bahan ramuan obat, pengusir hama
L
10 Biawak Varranus sp Reptil Liar L 11 Bondol Accipiter sp Aves Pemangsa tikus L
179 Tabel 52 lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah/ Famili Kelas/Ordo Peran/ kegunaan
Sta tus
12 Bracan/ Gogor
Felix sylvestris Mamalia Liar L
13 Burung gereja
Passer domesticus
Aves/ Passeriformes
Liar L
14 Cacing Pheretima Platyhelminthes Obat tipes, penurun panas,
L
15 Cecak Hemidactylus frenatus
Reptil obat penyakit dalam, pemangsa nyamuk
L
16 Celeng/ babi hutan
Sus scrova Mamalia Hama tanaman budidaya
L
17 Coro Blattella asahinai Insecta Liar L 18 Cucak rowo Pycnonotus
zeylanicus (Gmelin, 1789).
Aves/ Passeriformes
Liar L
19 Diwel Ular air Reptil Liar L 20 Doro Columba domestica Aves/
Columbiformes Peliharaan B
21 Elang bido Spilornis cheela
Aves/ Accipitriformis
Liar L
22 Emprit Lonchura punctulata
Aves Hama padi L
23 Gagak Corvus sp Aves/ Paseriformis
Liar L
24 Garangan Herpestes javanicus Mamalia Pemangsa tikus L 25 Gemak
tegalan Turnix sylvatina Aves Liar L
26 Grameh Osphronemus goramy
Pisces Bahan pangan B
27 Ikan Mas Cyprinus carpio Pisces Bahan pangan B 28 Ikan nila Oreochromis
niloticus, Pisces Bahan pangan B
29 Ikan Pari Dasyatis sp Pisces Bahan pangan lauk
B
30 Kadal
Mabaouya sp Amphibia obat kulit gatal L
31 Kadalan Aves (Cuculidae)
Phaenicopaheus javanicus
Liar L
32 Kebo/kerbau/maeso
Bubalus bubalis) Mamalia Peliharaan B
33 Kelinci Lepus negricollis Mamalia Bahan pangan, obat sakit kuning
B
34 Keong mas Pamacea canadiculata
Molusca/ Gastropoda
Hama padi /bahan makanan, pakan ternak
L
35 Kethek/ kera ekorpanjang
Macaca fascicularis Mamalia Hama tanaman L
36 Kijang Muntiacus muntjak Mamalia Hewan buruan L 37 Kodok Bufo sp Amphibi Pemangsa
nyamuk L
38 Kokang/ Kodok ijo
Fejervarya cancrivora
Amphibia Bahan pangan L
180 Tabel 52 lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah/ Famili Kelas/Ordo Peran/ kegunaan
Sta tus
39 Kotes/kutuk Channa striata Pisces Bahan pangan L 40 Kucing Fellix domestica Mamalia Hewan peliharaan B 41 Kupu Insecta/
Lepidoptera Liar L
42 Kutilang Pycnonotus aurigaster
Aves Liar L
43 Kwawung Oryctes rhinoceros Insecta Hama kelapa L 44 Laba-laba Insecta Pemangsa
serangga
45 Landak Hystrix sp Mamalia Bahan makanan L 46 Layur/gereh Trichiurus lepturus Pisces Bahan
pangan/sesaji L
47 Lele Clarias sp Pisces Bahan pangan B/L 48 Lemut/
Nyamuk Insecta/
Diptera Hewan penganggu
L
49 Lowo/ Kelelawar
Pteropus sp Mamalia/ Chiroptera
Penghasil pupuk L
50 Macan loreng
Panthera tigris Mamalia/ Carnifora
Liar L
51 Macan tutul Panthera pardus Mamalia/ Carnivora
liar L
52 Menir/betik kecil
Anabas testudineus Pisces Bahan pangan L
53 Mentog Cairina moschata (Linnaeus, 1758)
Aves/ Anseriformes
Peliharaan B
54 Merak Pavo muticus Aves Liar L 55 Merak hijau Pavo muticus Aves Liar L 56 Perkutut Geopelis stiata Aves Peliharaam B 57 Pethek/
Gereh Pisces Bahan pangan L
58 Pithik/ayam Gallus gallus Aves peliharaan/bahan ritual
B
59 Podang Oriolus chinensis Aves/ Passeriformes
Liar L
60 Prenjak Prinia familiaris Aves Liar L 61 Rase Vivericula indica Mamalia Liar L 62 Rayap Insecta/
Isoptera perusak kayu L
63 Sapi/lembu Bos sundaicus Mamalia peliharaan/alat investasi/pengolah tanah
B
64 Sepat Trichogaster trichopterus (Pallas, 1770)
Pisces Bahan pangan L
65 Srigunting Aves Dicrurus leucophaeus
liar
65 Sundep Scirpophaga innotata
Insecta Hama padi L
66 Tawes Tilapos mosambica Pisces Bahan pangan L 67 Tawon Apis sp Insecta/
Hymenoptera Penghasil madu L
68 Tekek Gecko gecko Reptilia obat kulit L 69 Tekukur
biasa Aves/ Streptopelia
chinensis Columbidae Liar/peliharaan
181 Tabel 52 lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah/ Famili Kelas/Ordo Peran/ kegunaan
Sta tus
70 Tikus omah Rattus rattus Mamalia Hewan pengganggu
L
71 Tikus wirok Rattus argentiventer Mamalia Hewan penganggu
L
72 Ulo banyu Enhydris enhydris (Schneider, 1799)
Reptil Liar L
73 Ulo gadung Ahaetulla prasina Reptil Liar L 74 Ulo sawah
/jimur Phyton reticulates Reptil Liar L
75 Undur-undur Myrmeleon sp Insecta/ Neuroptera
Obat darah tinggi, batuk, peny gula
L
76 Urang Triops longicaudatus
Crustecea Bahan pangan L
77 Wader Rasbora argyrotaenia
Pisces Bahan pangan L
78 Walang sangit
Leptocorisa oratorius
Insecta/ Hemiptera
Hama padi L
79 Wedus/ Kambing
Capra aegagrus Mamalia Peliharaan B
80 Welut Monopterus albus Pisces Bahan pangan L 81 Wereng
coklat Nilaparvata lugens Insecta/
Hemiptera Hama padi L
Keterangan: status pemeliharaan B, hewan budidaya atau peliharaan; L: hewan liar atau belum diketahui kegunaan secara khusus.
Berdasarkan pengelompokan dalam takson kelas, jenis-jenis hewan
tersebut dapat termasuk dalam beberapa kelas, meliputi: Aves (burung),
Mamalia (binatang menyusui), Amphibi, Reptil, Pisces (Ikan), Crustacea (Udang-
udangan), Insekta (Serangga) dan Oligochaeta (Cacing ). Kelompok hewan yang
anggotanya jenisnya paling banyak diketahui oleh masyarakat adalah kelompok
Aves (24 jenis), mamalia (19 jenis) dan Pisces (14 jenis) (Gambar 30).
Gambar 30 Jumlah jenis hewan pada setiap kelas yang terdapat di lingkungan
masyarakat Samin
24
19
14 13
73 2 2 1
0
5
10
15
20
25
30
Jum
lah
jeni
s
182 Secara umum keanekaragaman jenis burung di alam memang sangat
tinggi (Mc Kinnon 1986; whitten at al. 1999), habitat beragam dan distribusi
yang luas, menyebabkan kelompok hewan ini sering dijumpai di mana-mana.
Jenis burung yang hidup bebas di alam kurang di kenali masyarakat dengan
baik. Jenis burung yang dikenal dengan baik adalah mempunyai manfaat
secara langsung. Jenis yang mempunyai kegunaan langsung bagi masyarakat
terutama hewan ternak seperti ayam, bebek, mentog, atau burung piaraan untuk
kesenangan misalnya merpati, perkutut, derkuku. Sedangkan burung emprit
(Lonchura punctata) banyak dikenal masyarakat karena sering menjadi
pemangsa tanaman padi.
Berdasarkan status pemeliharaannya jumlah jenis yang dipelihara atau
dibudidayakan oleh masyarakat jauh lebih sedikit, hanya sekitar 20%, sedang
jenis hewan yang hidup liar tanpa pemeliharaan hampir 80%. Hewan yang
dibudidayakan dari kelompok Aves (7 jenis), Mamalia (6 jenis), dan Pisces (5
jenis. Kelompok hewan Amphibi, Reptil, Crustacea, Molusca , Insecta dan
Oligochaeta, semua merupakan hewan yang tidak dibudidayakan (Gambar 31).
Gambar 31 Jumlah jenis hewan peliharaan dan hewan liar di lingkungan
masyarakat Samin
Berdasarkan status pemeliharaanya dari kelompok Aves 17 jenis burung
merupakan hewan liar, 7 jenis lainnya adalah jenis peliharaan. Jenis burung liar
yang banyak terdapat di lingkungan masyarakat Samin terutama adalah burung
emprit (Lonchura punctata), burung gereja (Passer domesticus), jenis lain alap-
alap, elang bido, kepodang, tengkek, agak jarang ditemukan. Jenis Aves yang
dipelihara terutama dari kelompok unggas sebagai hewan ternak yaitu: Ayam
(Gallus gallus), bebek (Anas domesticus) dan ethog (Cairina moschata).
133 7
17
29
213
1
67
6 7 5
18
01020304050607080
Jum
lah
jeni
s
Liar Domestikasi
183 Sedangkan burung sebagai peliharaan kesenangan antara lain: Merpati
(Columba livia ), perkutut , derkuku (Geopelia striata).
Jenis mamalia yang dipelihara adalah: sapi (Bos sondaicus), kerbau
(Bulbalus bulbalis), kambing (Capra aegagrus), kucing (Felix domestica), anjing
(Canis familiaris) dan kelinci (Lepus negricollis). Sedang jenis mamalia liar antara
lain tikus (Rattus spp), garangan (Herpestes javanicus), rase (Vivericula indica),
Celeng (Sus crova), Bracan (Felix sylvestris).
Berbagai jenis ikan dapat ditemukan secara liar hidup di sungai, rawa
atau embung. Jenis ikan liar antara lain: kotes (Channa striata), wader (Rasbora
argyrotaenia), bethik (Ananas testudinetus) , sepat (Trichogaster trichopterus),
udang (Triops longicaudatus). Sedang jenis ikan yang dibudidaya antara lain:
ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus) , grameh, mujair
(Oreochromis mossambicus).
6.4.2 Kategori Pemanfaatan Jenis Hewan Berdasarkan pengetahuan dan praktek pemanfaatannya pada masyarakat,
jenis hewan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni hewan
sumber pangan protein hewani, hewan pemangsa hama, hewan pengganggu,
hewan untuk obat tradisional, hewan untuk ritual dan hewan yang belum
diketahui pemanfaatan khusus. Hasil pengelompokan tersebut disajikan dalam
Tabel 53.
Tabel 53 Kategori pemanfaatan hewan pada masyarakat samin
No Kategori Pemanfaatan Jumlah Jenis 1 Hewan untuk sumber protein hewani 21 a. Hewan ternak 9 b. Hewan buruan 4 c. Ikan 16 2 Hewan peliharan untuk kesenangan 7 3 Hewan pengganggu tanaman budidaya 17 4 Hewan pengganggu ternak 3 5 Hewan pemangsa hama 11 6 Hewan untuk obat 10 7 Hewan untuk ritual 1 8 Hewan liar /Belum diketahui kegunaan khusus 35 6.4.2.1 Hewan Sumber Protein Hewani Kebutuhan hewan sebagai bahan pangan sumber protein masyarakat
Samin antara lain berupa telur, daging dan ikan. Kebutuhan telur ayam dan
daging sebagian besar dipenuhi dengan cara membeli, sebagian kecil dipenuhi
184 dari hasil ternak sendiri. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dalam
keseharian masyarakat Samin jarang mengkonsumsi daging. Mereka
mengkonsumsi daging hanya sesekali saat ada hajatan, saat menyembelih sapi
atau kerbau.
Berdasarkan asalnya atau cara mendapatkannnya jenis hewan sumber
protein tersebut dapat dibedakan hewan hasil ternak, hewan buruan, dan ikan
hasil tanggkapan atau peliharaan.
6.4.2.1.1 Hewan Ternak
Hasil pengamatan terhadap jenis hewan ternak yang dipelihara masyarakat
Samin dapat dicatat 9 jenis hewan (Tabel 54). Keanekaragaman Jenis hewan
ternak dapat dibedakan jenis ternak besar, ternak kencil dan jenis unggas. Jenis
ternak besar yang paling banyak adalah jenis sapi, jenis lain seperti kerbau
jarang di temukan. Ternak kecil berupa kambing atau domba merupakan jenis
hewan ternak yang banyak dipelihara oleh penduduk. Jenis ternak unggas yang
banyak dipelihara adalah ayam, sedangkan bebek dan mentok hanya dimiliki
beberapa orang.
Tabel 54 Jenis hewan ternak di lingkungan masyarakat Samin
Nama lokal Nama ilmiah Kelas/ordo Keterangan 1 Sapi Bos sondaicus Mamalia Ternak besar 2 Kerbau Bubalus bubalis Mamalia Ternak besar 3 Kambing Capra aegagrus Mamalia Ternak kecil 4 Kelinci Lepus negricollis Mamalia Ternak kecil 5 Ayam Gallus gallus Aves Unggas 6 Bebek Anas
domesticus Aves Unggas
7 Enthog Aves Cairina moschata
Unggas
8 Kalkun Meleagris sp Aves/Galiformes Unggas 9 Banyak/angsa Cynus cygnus Aves/Anseriformes Unggas
6.4.2.1.1.1 Ternak Sapi Sapi merupakan jenis ternak besar yang banyak dimilki oleh rumah
tangga warga Samin. Rata-rata jumlah sapi yang dimiliki tiap keluarga/ rumah
tangga 2 s/d 5 ekor (Tabel 55). Setiap keluarga Samin dudun Jepang
Margomulyo Bojonegoro hampir semuanya memelihara ternak sapi, jumlah sapi
yang mereka miliki juga lebih besar dibanding dengan desa lainnya. Sedang di
daerah lain di Kudus dan Blora, hanya sekitar 30% dari jumlah keluarga yang
memiliki ternak sapi.
185
Bagi sebagian masyarakat Jawa, sapi merupakan harta kekayaan yang
sangat bernilai sehingga di sebut sebagai rojokoyo. Masyarakat menghormatinya
layaknya sebagai anggota keluarga, sehingga sapi di tempatkan dalam satu
rumah bersama dengan penghuninya. Fenomena kandang sapi dalam satu
rumah ini sampai saat ini masih banyak dijumpai di daerah Blora dan
Bojonegoro.
Tabel 55 Jumlah ternak sapi yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin
Desa Jumlah sapi Jumlah pemilik
Rata-rata
Larikrejo dan kaliyoso Kudus 34 15 2.3 Bombong dan Ngawen Pati 210 84 2.5 Klopoduwur Blora 1478 466 3.2 Tambak Sumber Blora 1527 435 3.5 Jepang Margomulyo Bojonegoro
984 214 4.6
Peran sapi bagi masyarakat saat ini lebih berfungsi sebagai sumber
investasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, bukan lagi sebagai alat
untuk membajak sawah. Bagi masyarakat Samin di dusun Jepang Bojonegoro
yang lahan garapan/sawahnya sempit, hasil panen tidak mencukupi untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidup maka, sapi merupakan investasi yang
sangat berarti bagi kehidupannya. Mereka menjual sapi untuk keperluan yang
membutuhkan biaya besar seperti untuk hajatan perkawinan, membeli sepeda
motor, mesin diesel,atau kebutuhan mendesak lainnya.
Bagi Masyarakat Samin di dusun Tambak Blora, sapi merupakan sumber
tabungan untuk membeli lemah garapan atau sawah. Bila hasil panen cukup
bagus sebagian digunakan untuk membeli pedhet (sapi muda) untuk dipelihara
sampai besar, kemudian dijual untuk membeli sawah. Sistem pembelian sawah
dilakukan bersama-sama dengan anggota keluarga, dan dilakukan secara
bergiliran seperti arisan. Sawah yang dibeli terutama dari lahan sawah bukan
milik masyarakat Samin.
Masyarakat Samin di Tambak Blora tidak pernah menjual sawahnya
kepada petani lain, karena tanah mereka tidak bersertifikat, otomatis tanah
mereka tidak bisa diperjual belikan. Sebagai petani mligi (pekerjaan utama,
bukan sampingan), mereka selalu berusaha untuk menambah lahan garapan
dengan menyewa atau membeli lahan. Lahan sawah mereka tidak pernah
186 berkurang, tetapi terus bertambah. Itu merupakan salah satu strategi bagaimana
masyarakat Samin di Tambak Blora, tetap eksis hanya sebagai petani.
Sapi dan hewan ternak lain menghasilkan kotoran ternak dan urin, beserta
sisa-sisa pakan untuk dijadikan pupuk kandang. Secara tradisional masyarakat
mempunyai pengetahuan dan cara sederhana mengolah kotoran ternak tersebut
menjadi pupuk. Kotoran ternak dan sisa-sisa pakan ditampung pada suatu
galian atau lubang, ditimbun dengan jerami, kemudian dibakar atau dibiarkan
sampai kering. Setelah kering kotoran ternak bisa dipakai sebagai pupuk.
Bagi masyarakat Samin di dusun Tambak, Blora kandang Sapi menjadi
satu dengan rumah induk. Kandang sapi ditempatkan di bagian samping atau
belakang rumah. Sedang di dusun lain kandang sapi sudah dibuat pada tempat
terpisah. Dalam kandang terdapat wadah makan ternak memanjang yang
terbuat dari bambu (Bambusa bambos). Kandang sapi juga digunakan untuk
menyimpan alat alat pemeliharaan ternak seperti kranjang untuk mencari rumput,
sapu lidi, serok dari bambu dan pacul kayu untuk membersihkan kandang.
Kandang dibersihkan setiap pagi setelah sapi dikelurkan.
Teknik pemeliharaan sapi warga masyarakat Samin masih sederhana.
Pada siang hari sapi dikeluarkan dari kandang, di ikat ditempat pemeliharaan, di
samping atau di halaman rumah, tergantung lahan pekarangan yang tersedia.
Pada tempat pemeliharaan dibuatkan wadah pakan ternak dari bambu (Bambusa
bambos). Di sekitar tempat pemeliharaan biasanya tersimpan tumpukan jerami
kering sebagai pakan sapi. Pada sore menjelang malam hari sapi dimasukkan
kandang.
Teknologi Pembuatan Pupuk Cair dari Urin Sapi. Masyarakat Samin di
Blora dan Pati mempunyai pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan pupuk
cair dari urin sapi atau hewan ternak lainnya. Bahan utama adalah urin sapi, urin
sapi dari kandang sapi ditampung dalam wadah, kenudian dimasukkan dalam
ember. Urin sapi kurang lebih 20 liter, dicampur dengan bahan empon-empon
yang sudah ditumbuk halus. Bahan empon-empon tersebut terdiri dari laos, jahe,
kencur, kunir, masing masing 1kg, ditambah daun mimbo, ikan asin ¼ kg.
Setelah bahan dihaluskan kemudian diperas. Air perasan dicampur dengan urin
sapi, ditambah EM4 1 gelas, ditambah tetes tebu. Bahan ditutup rapat,
didiamkan selama 1 bulan. Setelah I bulan bahan bisa digunakan sebagai pupuk
cair. Pupuk cair 1 cangkir (kurang lebih 150ml) dicampur dengan air sampai 1
187 tangki, cukup untuk menyemprot 1/3 Ha tanah. Pupuk cair ini disemprotkan pada
tanah 3 hari sebelum tanam dan satu minggu setelah tanam.
Pakan Sapi. Hewan ternak sapi terutama diberi makan jerami kering
(damen). Jerami ini didapatkan ketika musim panen, kemudian disimpan
ditimbun di sekitar kandang ternak. Jerami kering ini diberikan sebagai pakan
sapi sehari hari. Selain jerami tanaman yang disukai sapi antara diantaranya
adalah Rebon (tanaman jagung muda), ini diperoleh dengan cara menanam
jagung khusus untuk dipanen muda sebagai pakan sapi. Tanaman kacang cabut
(Arachis hypogaea) dan kacangan (Centrosema pubescent) juga disukai sapi
baik diberikan dalam kondisi segar ataupun bentuk kering (rendeng). Selain itu
untuk pakan sapi sering diberikan makan berupa rumput rumputan (Poaceae).
Rumput-rumputan ini biasanya diberikan dalam bentuk segar. Jenis rumput
rumputan pakan sapi antara lain suket benggolo (Panicum maximum Jacq.),
suket kolonjono (Panicum muticum), setaria (Setaria sphacelata), suket paitan
(Paspalum conjugatum), merakan (Pogonatherum paniceum).
6.4.2.1.1.2 Ternak Kambing
Kambing merupakan hewan ternak yang dipelihara secara intensif oleh
masyarakat Samin. Ternak kambing juga merupakan hewan peliharaan yang
berfungsi sebagai tabungan yang sewaktu waktu bisa dijual bila ada kebutuhan
yang mendesak.Jumlah rumah tangga yang memiliki kambing sekitar 20-40%
dari semua rumah tangga masyarakat Samin. Jumlah kambing yang dimiliki rata-
rata 3 hingga 4 ekor kambir tiap keluarga pemilik (Tabel 56).
Tabel 56 Jumlah ternak kambing di lingkungan Masyarakat Samin
Dusun/desa Jumlah kambing
Jumlah pemilik Rata-rata
Larikrejo dan kaliyoso Kudus 690 170 4.1 Bombong dan Ngawen Sukolilo Pati
512 159 3.2
Klopoduwur Blora 608 198 3.1 Tambak Sumber Blora 986 214 4.6 Jepang Margomulyo Bojonegoro 150 41 3.7
Kambing biasanya di pelihara secara intensif di kandang peliharaan yang
berada di samping atau belakang rumah. Kandang kambing berbentuk seperti
rumah panggung, lantai kandang dibuat agak tinggi, sekitar 1 meter dari tanah,
terbuat dari kayu papan atau bambu yang disusun sedemikian rupa sehingga
188 kotoran kambing dapat langsung jatuh ke tanah atau ditampung dengan jaring
agar mudah mengambilnya. Urin kambing ditampung dalam ember sebagai
bahan pembuatan pupuk cair.
Pakan kambing terutama terutama dari jenis hijauan yang banyak terdapat
di lingkungan sekitar pemukiman mereka. Jenis yang banyak digunakan adalah
dari Kacang-kacangan (Fabaceae) dan rumput-rumputan (Poaceae) (Tabel 57).
Kebutuhan pakan kambing umumnya di penuhi dari mencarai di kebun, tegalan
atau hutan sekitar tempat pemukiman. Lamtoro (Leucaena glauca) merupakan
jenis pakan ternak yang banyak tersedia di sekitar masyarakat Samin, di
pekarangan atau tegalan. Jenis kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan jenis
pakan kambing yang penting bagi masyarakat Samin di Kudus, karena jenis
tersebut cukup banyak tersedia di rawa-rawa dan sekitar sawah mereka.
Tabel 57 Jenis pakan ternak kambing di lingkungan masyarakat Samin
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Keterangan 1 Besaran Morus alba L. Moraceae 2 Gmelina Gmelina arborea Roxb. Verbenaceae 3 Daun nangka Artocarpus
heterophyllus Lam. Moraceae Disukai, cukup
tersedia 4 Kacangan Centrosema pubescent
Benth. Fabaceae
5 Kaliandra Calliandra alothyrsus Meisn
Fabaceae Disukai
6 Mlanding/ Lamtoro
Fabaceae Leucaena gauca (L.) Benth
Disukai , banyak tersedia
7 Kremah Alternantera sessilis (L.) R.Br. ex DC
Amaranthaceae Disukai, banyak tersedia
8 Kangkung Ipomoea aquatica Forssk.
Solanaceae Disukai, banyak tersedia
9 Suket brambangan
Commelina nudiflora L. Commelinaceae
10 Suket Genjoran Paspalum scrobiculatum L.
Poaceae
11 Suket benggolo Panicum maximum Jacq.
Poaceae
12 Suket kolonjono Panicum muticum Forssk
Poaceae
13 Suket merakan Pogonatherum paniceum (Lam.) Hack
Poaceae
14 Suket paitan Paspalum conjugatum P.J. Bergius
Poaceae
15 Suket tuton Echinocloa colona (L.) Link
Poaceae Disukai, tidak banyak tersedia
6.4.2.1.1.3 Ternak Itik Itik (bebek) dipelihara secara intensif oleh masyarakat Samin terutama di
desa Larikrejo, Undaan Kudus. Daerah tersebut sebagian tanahnya bekas rawa,
189 sehingga banyak genangan air sehingga sesuai untuk lahan pemeliharaan itik.
Semula itik dipelihara dengan cara melepasnya secara bebas di sawah sawah,
sungai atau rawa rawa, pada siang hari. Namun banyak keluhan dari para
pemilik sawah karena, karena air sawah yang terkena kotoran bebek
menyebabkan kulit gatal-gatal sehingga menggangu proses penggarapan
sawah. Sekarang pemeliharaan bebek tidak dilepas bebas di lingkungan tetapi
dipelihara dalam kandang tertutup.
Untuk memelihara bebek diperlukan ketelatenan dan kesabaran. Menurut
masyarakat Samin yang mempunyai ternak bebek, memelihara bebek harus
memahami sifat mereka. Bebek mempunyai sifat yang unik, mudah stres jika
salah memberikan makan. Jika stes bebek tidak mau bertelur sampai beberapa
hari. Bebek memerlukan pakan yang teratur dan cukup bergizi. Makanan bebek
harus banyak mengandung protein hewani untuk memacu produksi telurnya.
Bahan makanan bebek berupa sortiran berbagai jenis ikan, atau keong mas.
Bahan tersebut di haluskan/digiling dicampur dengan bekatul. Bebek diberi
makan dua kali sehari pagi dan sore hari.
6.4.2.1.2 Hewan Hasil Berburu
Berdasarkan inventari jenis hewan yang terdapat di masyarakat banyak
jenis hewan yang berpotensi sebagai sumber protein hewani, baik dari hewan
ternak maupun hewan liar. Hewan liar sebagai hasil dari hewan buruan di
lingkungan masyarakat samin antara lain: babi hutan (Sus sucrova), biawak
(Varranus sp), bajing (Tupaia javanica) ular dan landak (Histrix sp.). Namun
masyarakat Samin jarang memburu hewan liar dan mengkonsumsinya.
Perburuan hewan banyak dilakukan oleh masyarakat non Samin.
Pada masyarakat Samin sebenarnya tidak ada larangan atau pantangan
yang jelas tidak boleh berburu atau memakan hewan buruan. Namun bila dikaji
lebih lanjut dalam ajaran mereka terdapat pandangan bahwa hewan, tumbuhan
dan manusia, adalah sesama hidup yang disebut tri tunggal. Sesama hidup
mempunyai hak yang sama untuk hidup, maka masyarakat Samin sangat
menghormati makhluk hidup lain, dan tidak mau sembarangan membunuh
hidupan yang lain tanpa hak, kecuali memang merupakan sumber kebutuhan
hidup yang diperuntukkan bagi kehidupan manusia, misalnya hewan ternak.
190 6.4.2.1.3 Ikan
Jenis hewan yang banyak dikonsumsi sebagai protein hewani Masyarakat
Samin di Kudus dan Pati terutama adalah ikan air tawar. Sumber ikan terutama
berasal dari sungai, rawa atau embung yang terdapat di sekitar pemukiman
mereka. Jenis-jenis ikan yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin antara
lain: wader, bethik, bloso, ikan sapu-sapu, kutuk, sepat, lundu, belut, udang ,
merupakan jenis ikan liar yang didapat dari sungai atau rawa. Sedangkan jenis
ikan yang dipelihara di kolam atau embung antara lain: mujair (Oreochromis
mossambicus), nila, gurameh (Osphronemus goramy), dan lele (Clarias
batrachus) (Tabel 58).
Tabel 58 Jenis ikan sumber protein hewani bagi masyarakat Samin
Nama lokal Nama Ilmiah Status pemeliharaan
tempat /cara mendapatkan
1 Bethik Anabas testudineus Liar Rawa, sungai 2 Bloso/betutu Oxyeleotris marmorata Liar Rawa,sungai embung 3 Grameh Osphronemus goramy Budidaya Membeli 4 Ikan asin Layur/
Pethek Trichiurus lepturus Liar Membeli
5 Ikan Mas Cyprinus carpio budidaya Membeli 6 Ikan nila Oreochromis niloticus, Budidaya Embung, membeli 7 Kotes/kutuk Channa striata Liar Sungai 8 Lele Clarias batrachus Budidaya Membeli 9 Lundu/lele rawa Mystus sp Liar Rawa, sungai, embung 10 Mujair Oreochromis
mossambicus Budidaya Membeli
11 Sapu-sapu Hypostomus plecostomus Liar Rawa, embung, sungai 12 Sepat Trichogaster trichopterus, Liar Rawa, sungai,embung 13 Tawes Barbonymus gonionotus Liar Sungai, rawa 14 Urang Triops longicaudatus Liar Sungai 15 Wader Rasbora argyrotaenia Liar sungai, rawa 16 Welut Monopterus albus Liar sawah, membeli 6.4.3.2 Hewan Peliharaan untuk Kesenangan
Jenis hewan yang dipelihara sebagai kesenangan antara lain Anjing dan
burung. Hewan anjing merupakan salah satu hewan peliharaan yang dimiliki
sebagian masyarakat Samin. Dalam keseharian hewan ini sering diajak ke
sawah untuk membantu mencari tikus. Dalam cerita pewayangan anjing
merupakan hewan kesayangan Prabu Puntodewo, karena hewan ini telah setia
menemaninya sepanjang perjalannya. Anjing dianggap sebagai hewan mulia dan
merupakan penitisan seorang dewa.
Jenis burung untuk kesenangan antara lain: perkutut (Geopelia striata),
derkuku (Streptopelia chinensis), jalak. Menurut pengamatan secara langsung
191 di lapangan, jenis hewan peliharaan untuk kesenangan ini jarang dimiliki oleh
penduduk. Hanya dimiliki oleh beberapa keluarga saja dalam kelompok
masyarakat samin. Ini menunjukkan memelihara hewan untuk kesenangan
bukan merupakan kebutuhan yang mendasar.
6.5.3.3 Hewan Pemangsa Hama
Anjing merupakan hewan yang mempunyai kegunaan khusus bagi
sebagian masyarakat samin. Selain sebagai hewan piaraan menjaga rumah,
ternyata anjing bagi masyarakat Samin digunakan untuk membantu memangsa
hama tikus di sawah. Biasanya anjing dibawa ke sawah, secara otomatis akan
mencari dan memangsa tikus yang ada di sawah. Menurut penuturan warga,
anjing yang sudah terlatih cukup pintar untuk mencari tikus di sawah, sehingga
bisa mengurangi populasi hama tikus.
Selain anjing terdapat hewan liar yang memangsa hama sehingga
dianggap menguntungkan atau membantu petani yakni: ular sawah, burung
hantu, katak, laba-laba (temonggo). Hewan-hewan tersebut memangsa hama
tanaman padi. Misalnya ular membantu memangsa tikus; katak memangsa
belalang atau kaper (serangga) yang menjadi hama tanaman dan laba-laba
memangsa belalang atau walangsangit. Jenis burung seperti alap alap (Accipiter
sp), manuk guwek/burung hantu (Tyto alba; Bubo sp), blekok, kuntul, trocok juga
dianggap menguntungkan petani. Alap alap dan guwek memangsa tikus,
sedangkan blekok, kuntul, trocok membantu memakan ulat atau hewan lain pada
tanaman padi. Jenis-jenis hewan pemangsa hama dalam pengetahuan
masyarakat Samin ditampilkan pada Tabel 59.
Tabel 59 Jenis hewan pemangsa hama dalam pengetahuan masyarakat Samin
No Nama lokal Nama ilmiah Takson/kelas Keterangan 1 Alap-alap Accipeter sp Aves Pemangsa tikus, ular 2 Burung hantu Bubo sp Aves Pemangsa tikus, ular 3 Burung hantu Tyto alba Aves Pemangsa tikus 4 Elang Spilornis cheela Aves Pemangsa tikus, ular 5 Kuntul sawah Ardeola speciosa Aves Pemakan ikan 6 Kuntul kecil Egretta garzette Aves Pemakan ikan 7 Laba-laba Insecta/
Arthropoda Anoplodactylus lentus Pemangsa serangga
8 Anjing Canis familiaris Mamalia Pemangsa tikus 9 Garangan Herpestes javanicus Mamalia Pemangsa tikus 10 Katak Bufo sp Amphibi Pemangsa serangga 11 Ular sawah Phyton reticulates Reptil Pemangsa tikus,
katak
192 6.4.3.4 Hewan Pengganggu Tanaman Budidaya dan Pengganggu Ternak
Dalam pengetahuan masyarakat Samin terdapat beberapa jenis hewan
yang keberadaannya menyebabkan kerugian bagi petani karena mengganggu
tanaman atau hewan ternak mereka. Hewan penganggu tersebut berupa hewan
besar atau kecil. Hewan besar sebagai pengganggu tanaman pertanian antara
lain kera (Macaca fasciculata), celeng/babi hutan (Sus scrova) yang sering
memangsa jagung, ketela pohon; dan tikus sawah (Rattus argentivente) yang
memangsa tanaman padi. Hewan kecil sebagai pengganggu terutama sebagai
hama padi antara lain: wereng coklat (Nilaparvata lugens), walangsangit
(Leptocorisa oratorius), sundep (Scirpophaga innotata), dan klaper. Selain itu
juga diketahui beberapa jenis hewan yang kadang-kadang menggangu hewan
ternak mereka misalnya, Rase (Vivericula indica), garangan (Herpentes
javanicus) dan kucing hutan (Felis silvertris). Jenis hewan pengganggu hewan
ternak dan tanaman budidaya selengkapnya ditampilkan pada Tabel 60.
Dalam menghadapi hewan pengganggu atau hama, masyarakat Samin
mempunyai beberapa pandangan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengantisipasinya. Untuk menanggulangi hama tikus mereka menggunakan
anjing, atau dengan melakukan penggropyokan/omprongan pada lubang tikus.
Sebagian masyarakat Samin mengantisipasi kedatangan hama tikus dengan
cara membersihkan grumbul (semak) yang ada di sekitar pematang sawah
(galengan) yang dianggap merupakan tempat persembunyian tikus. Pematang
sawah yang lama di pecah/dicangkul kembali untuk dibuat galengan baru untuk
menghilangkan tempat persembunyian tikus.
Sebagian masyarakat Samin tidak menganggap tikus sebagai binatang
yang merugikan sehingga yang diberantas atau dibunuh. Dalam penuturan
seorang tokoh Samin di Pati dikatakan bahwa tikus sebagaimana makhluk hidup
lainnya juga butuh makan, mereka memangsa tanaman pertanian karena sudah
tidak tersedia pakan lainnya. Lahan yang ada sudah banyak digarap manusia
sehingga mereka tidak cukup mendapat makanan di alam bebas. Oleh karena itu
tidak selayaknya membunuh tikus, cara yang terbaik adalah memahami apa
yang diperlukan hewan tersebut. Dengan pemikiran demikian tokoh Samin
tersebut memberikan sejumlah makanan yang diberikan secara khusus kepada
tikus, dengan syarat/permintaan tidak mengganggu tanaman milik petani.
193 Tabel 60 Jenis hewan pengganggu ternak dan tanaman budidaya di lingkungan
masyarakat Samin
No Nama lokal Nama ilmiah Kelas Keterangan 1 Garangan Herpestes javanicus Mamalia Pemangsa ayam 2 Rase Vivericula indica Mamalia Pemangsa ayam,
kambing 3 Kucing hutan Felis silvestris Mamalia Pemangsa ayam 4 Kethek Macaca fasciculata Mamalia Pemakan tanaman
jagung, ketela pohon
5 Celeng/babi hutan
Sus scrova Mamalia Pemakan tanaman jagung, ketela pohon, kacang tanah
6 Tikus sawah Rattus argentivente Rob & KL
Mamalia Pemangsa tanaman padi, jagung
7 Burung emprit sawah
Lonchura leucogastroides
Burung Hama padi
8 Kwangwung Oryctes rhinoceros Serangga Perusak tanaman kelapa
9 Walang sangit Leptocorisa oratorius Serangga Hama padi 10 Walang coklat Nilaparvata lugens Serangga Hama padi 11 Wereng hijau Nepotettis apicalis Serangga Hama padi 12 Klaper Fase dewasa
Scirpophaga innotata Serangga Hama padi
13 Sundep Scirpophaga innotata Serangga Hama padi 14 Hama putih Cnaphalocrosis
medinalis Serangga Hama padi
15 Ulat jagung Agrotis sp Serangga Hama tanaman jagung
16 Kutu daun jagung
Rophalosiphum maydis
Serangga Perusak daun jagung
17 Ulat grayak Spodoptera litura Serangga Hama kacang kacangan
18 Ulat penggerek polong
Etiella zinckenella Serangga Hama kacang kacangan
19 Kepik Riptortus linearis
Serangga Hama kacang kacangan
20 Uret Lepidiota stigma Serangga Perusak akar
Sebagian petani masyarakat Samin mempunyai cara tersendiri untuk
menanggulangi serangan hama yaitu dengan cara halus. Mereka meyakini
bahwa apa yang ada itu sudah diatur oleh Yang Kuasa. Hewan yang datang
dan memakan tanaman pertanian memang karena mereka butuh makanan,
sama seperti manusia. Sebagai sesama hidup manusia tidak berhak membunuh
hewan. Dengan demikian mereka menghindari menggunakan cara kasar dengan
194 membasmi hama menggunakan pestisida. Jika terpaksa harus menggunakan
mereka, memakai dengan dengan hati-hati dengan frekuensi jarang, hanya
sekedar untuk mengusir. Tidak ada rasa dan niatan untuk membunuh hewan-
hewan tersebut.
6.4.3.5 Hewan Sebagai Bahan Obat Tradisional Hanya 10 jenis hewan yang diinformasikan oleh masyarakat dapat
digunakan sebagai bahan obat. Pengetahuan jenis hewan untuk obat ini
terutama diperoleh dari pengalaman mereka menggunakan sendiri, atau
mengetahui dari informasi orang lain. Jenis hewan yang digunakan untuk
pengobatan bagi masyarakat samin ditampilkan pada Tabel 61.
Jenis hewan yang digunakan sebagai obat umumnya adalah jenis yang
banyak terdapat di sekitar rumah mereka. Sebagian besar dari kelompok Reptil
antara lain: cecak (Hemydactilus sp), kadal (Mabouya), Tokek (Gecko gecko)
dan Ular. Jenis hewan lain kelompok mamalia adalah kelinci, dari kelompok
Molusca adalah bekicot (Acatina fulica), kepiting (Crustaceae), dan Cacing tanah
(Pheretima sp).
Tabel 61 Jenis hewan sebagai bahan obat tradisional pada masyarakat Samin No Nama local Nama ilmiah Kegunaan
pengobatan Bagian yg digunakan
Cara penggunaan
1 Bekicot Acatina fulica Sakit kulit Luka baru
Daging Air liur
Ditelan dioleskan
2 Cacing tanah Pheretima sp Penurun panas, tipes
Seluruh bagian
Dihaluskan diminum
3 Cecak Hemidactylus frenatus
Penyakit dalam
ekor Ditelan
4 Kadal Mabauya multifasciata
Sakit kulit, gatal
tubuhnya Dibakar, dimakan
5 Kelinci Lepus negricollis
Sakit kuning Darah, daging
Darah diminum, daging dimasak
6 Kepiting/ yuyu/ beyes
Crustacea Sakit tipes tubuhnya Dihaluskan, dicampur bahan lain dimakan
7 Tekek/ Tokek
Gecko gecko Sakit kulit/eksim
tubuhnya Dibakar, dimakan
8 Temonggo/ laba-laba
Insecta Pembalut luka
sarang Dibalutkan
9 Undur-undur Myrmeleon sp Obat batuk, gula, darah tinggi
Seluruh bagian tubuh
Ditelan
10 Ular Phyton sp Ptyas corros
Obat kulit, obat kuat
Darah, daging
Darah diminum, daging dimasak
195
Jenis penyakit yang diobati terutama adalah penyakit luar seperti penyakit
kulit atau obat luka dan penyakit dalam antara lain: batuk, sakit kuning, dan
darah tinggi. Bagian yang digunakan umumya seluruh bagian tubuhnya.
Sedangkan cara penggunaan ada yang di telan langsung dalam, dihaluskan
dulu, dibakar atau dimasak lebih dahulu.
Frekuensi penggunaan jenis hewan untuk obat dikalangan masyarakat
Samin relative jarang, hanya dilakukan oleh beberapa orang saja. Rasa tidak
tega atau jijik kemungkinan menjadi penyebabnya
6.4.3.6 Hewan untuk Ritual Tidak banyak hewan yang diketahui sebagai bahan untuk ritual, karena
bahwa tidak banyak ritual yang dilakukan masyarakat samin. Ritual yang umum
dilakukan adalah brokohan, semacam slametan atau kenduri untuk berbagai
keperluan atau hajatan misalnya slametan pernikahan, sunatan, labuhan
(kelahiran), awal tanam padi atau akan panen padi. Bahan untuk brokohan ini
biasanya berupa makanan pokok nasi tumpeng dengan lauk pauk tahu, tempe
dan sayuran (gudangan), dan ingkung ayam, beserta telur ayam. Ayam (Gallus
gallus) merupakan satu satunya hewan yang digunakan dalam kegiatan ritual
masyarakat Samin.
6.4.3.7 Hewan Liar di Hutan
Pengertian hewan liar bagi masyarakat samin adalah hewan-hewan yang
terdapatnya sekitar hutan (alas) atau tempat yang jauh dari tempat pemukiman
masyarakat. Masyarakat Samin yang mengenal hewan liar terutama mereka
yang tinggal di sekitar hutan, atau mereka yang sering pergi ke hutan. Jenis
hewan liar yang dikenal misalnya macan loreng (Panthera tigris), macan tutul
(Panthera pardus), pernah ditemukan jejak-jejaknya atau sisa-sisa bulunya di
salah satu gua di Pegunungan Kendeng Sukolilo Pati. Jenis kijang (Muticus
muntjak) dahulu dapat dijumpai meskipun sekarang sulit ditemukan. Jenis celeng
(Sus scrova), kethek (Macaca fascicularis), ayam alas (Gallus varius), merak
hijau (Pavo muticus), masih bisa ditemukan di hutan jati. Ular, biawak/sliro dan
landak dan berbagai jenis burung masih sering ditemukan. Jenis hewan liar yang
diketahui masyarakat ditampilkan pada Tabel 62.
Menurut penuturan informan beberapa jenis hewan liar seperti kera
(Macaca fascicularis), Celeng (Sus scrova) dahulu sering menjadi hewan
pengganggu tanaman pertanian. Masyarakat menyadari bahwa tempat hidup
196 hewan tersebut sudah rusak, sehingga hewan hewan tersebut sulit mencari
makanan. Oleh karena itu hewan liar tersebut sering menyerbu lahan pertanian
penduduk di sekitar hutan. Jenis hewan tersebut sekarang keberadaannya sudah
sangat jauh berkurang karena terbatasnya habitat dan pangan yang tersedia.
Masyarakat samin sendiri mempunyai prinsip ajaran bahwa manusia dan
hewan sama sama hidup, tidak mau mengganggu atau membunuh hewan lain.
Tidak ada masyarakat samin yang pekerjaannya berburu hewan liar. Hewan liar
dibiarkan di tempat hidupnya, karena mereka juga mempunyai hak hidup.
Demikian juga masyarakat tidak mau menjarah kayu atau merusak hutan
karena bukan hak miliknya.
Tabel 62 Jenis hewan liar di sekitar hutan pada lingkungan masyarakat Samin
No Nama lokal Nama ilmiah Kelas Keterangan 1 Macan loreng Panthera tigris Mamalia Sangat jarang 2 Macan tutul Panthera pardus Mamalia Jarang 3 Bracan/kucing
hutan Felix sylvestris Mamalia Jarang
4 Celeng Sus scrova Mamalia Sedang 5 Kethek Macaca fascicularis Mamalia Sedang 6 Kijang Muntiacus muntjak Mamalia Jarang 7 Landak Hystrix sp Mamalia Sedang 8 Biawak Varranus sp Reptilia Jarang 9 Ular Phyton reticulates Reptilia Jarang 10 Ayam alas Gallus varius Aves Banyak 11 Merak hijau Pavo muticus Aves Sedang 12 Alap-alap Accipiter sp Aves Sedang 13 Kadalan Aves Phaenicopaheus
javanicus Sedang
14 Sikatan ekor merah
Aves Rhipidura phoenicura
Sedang
6.5. Pembahasan Pengetahuan masyarakat Samin tentang keanekaragaman sumberdaya
hewani tidak terlalu luas. Tidak dikenal penamaan hewan secara khusus yang
membedakan dengan penamaan oleh masyarakat Jawa pada umumnya.
Pengetahuan mengenai klasifikasi hewan secara tradisional tergambar dari
kategori pengelompokan berdasarkan peran atau penggunaanya. Berdasarkan
pemanfaatannya berbagai jenis hewan dapat dikelompokkan dalam beberapa
kategori antara lain: hewan peliharaan, sumber protein hewani, hewan yang
merugikan karena menjadi hama, bahan obat, bahan ritual dan hewan liar yang
belum diketahui kegunaan khusus.
197
Masyarakat Samin hanya mengenal dengan baik jenis-jenis hewan yang
ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Jenis hewan ternak merupakan
jenis yang paling paling dekat dengan kehidupan mereka. Berdasarkan status
pemeliharaannya hewan yang dipelihara atau dibudidayakan kurang dari 25%,
termasuk diantaranya adalah hewan ternak dan beberapa ikan. Sedangkan
selebihnya (87%), merupakan hewan yang hidup bebas di alam.
Dalam pandangan masyarakat Samin semua yang ada di luar manusia
termasuk sumberdaya hewan, tumbuhan, dan lingkungan disebut sebagai
sandang pangan. Sandang pangan merupakan manisfestasi dari bentuk
kebutuhan sebagai suplemen kehidupan manusia. Segala sesuatu yang ada di
alam ini diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam pandangan
antroposentris (Keraf 2006) manusia seolah menjadi titik sentries yang bisa
menggunakan sepenuhnya sumberdaya alam yang ada ini untuk diekploitasi
sebesar-besarnya untuk kebutuhan manusia. Namun tidak demikian dalam
pemahaman masyarakat Samin. Manusia dan makhluk hidup lainnya (hewan,
tumbuhan), mempunyai kedudukan yang sama sebagai makhluk hidup, saling
melengkapi dan membutuhkan sehingga tidak dibenarkan untuk menggunakan
atau mengekploitasi tanpa hak. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat
Samin mempunyai pandangan ekosentris (Keraf 2006), karena kewajiban dan
tanggung jawab moral berlaku terhadap semua realitas ekologi.
Dalam pandangan masyarakat Samin manusia, hewan dan tumbuhan
disebut sebagai Tri tunggal (Istilah tri tunggal mempunyai arti satu wujud, dalam
tiga bentuk). Pertama: manusia; kedua berupa Sandang pangan. Sandang
pangan di bagi dua yaitu, pertama: yang hidup dan bisa berjalan atau
bergerak/pindah tempat (bewujut hewan), dan kedua, yang hidup tapi tidak bisa
berjalan, bergerak, atau berpindah tempat, berupa tumbuhan.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat diketahuai bahwa mereka
memahami semua makhluk hidup punya hak sama untuk hidup. Keberadaan
makhluk hidup lain akan menjamin kehidupan manusia. Prinsip ini tidak banyak
diungkapkan oleh masyarakat samin, namun sudah menjadi karakter bahwa
mereka sangat menghargai kehidupan hewan, tumbuhan yang ada di sekitar
lingkungan mereka.
Tindakan mereka dalam memelihara hewan ternak atau hewan piaraan
yang lainnya, di dasari oleh prinsip hidup atau ajaran yang mereka yakini.
Hewan peliharaan bagi mereka bukan sekedar barang atau aset yang hanya
198 diambil keuntungannya. Tetapi masyarakat memanggap hewan adalah sesama
hidup yang perlu dirawat dan dijaga dan dipelihara sepenuh hati, seperti menjaga
hidup yang dimiliki oleh setiap manusia yang bernyawa. Hal itu merupakan satu
bentuk tindakan masyarakat Samin sebagai realisasi ajaran mereka. Mereka
menjani kehidupan dengan sepenuh jiwa tidak pernah berniat merugikan
makhluk lainnya.
Demikian juga pandangan terhadap hewan penganggu atau hama yang
menyerang tanaman pertanian atau hewan ternak. Mereka memahami bahwa
hewan pengganggu tersebut butuh makan untuk hidup. Dengan konsep
pemahaman demikian masyarakat Samin agak berbeda dalam menghadapi
gangguan hewan tersebut. Mereka berusaha menggunakan cara halus untuk
menanggulangi gangguan hama yang menyerang tanaman pertanian mereka.
Masyarakat Samin tidak banyak mempunyai pengetahuan terhadap hewan
liar di hutan. Mereka hanya mengetahui dari cerita orang atau ketika ada
serangan hewan liar misalnya kera (Macaca sp) dan celeng (Sus scrova)
terhadap tanaman pertanian mereka. Hutan merupakan tempat hidup dan tempat
mencari makan hewan liar. Maka sudah sepantasnya hutan atau lingkungan
tempat hidup mereka tidak diganggu atau dirusak agar mereka tidak
mengganggu manusia.
Dalam pengelolaan hewan ternak masyarakat Samin masih menggunakan
cara-cara pemeliharaan tradisional. Belum banyak sentuhan teknologi baik dalam
pemeliharaan, penyediaan jenis pakan, maupun penataan kandang. Jenis hewan
yang mempunyai peran penting bagi masyarakat Samin adalah hewan ternak
sapi dan kambing. Peran ternak besar sapi dan kerbau telah mengalami
pergesaran yang awalnya sebagai alat membantu mengerjakan sawah, saat ini
lebih berperan sebagai alat investasi dan dijual saat kebutuhan mendesak.
Dilihat dari potensinya lingkungan masyarakat Samin sesuai untuk
pengembangan usaha peternakan terutama di kawasan pedesaan dan
pinggiran hutan, seperti di Blora dan Bojonegoro dan perikanan untuk daerah
yang cukup air seperti di Kudus dan Pati. Namun usaha peternakan terutama
sapi saat ini dirasakan tidak memberi keuntungan karena mahalnya biaya
perawatan dan harga jual yang rendah. Peran ternak sebagai penyedia pupuk
kandang sudah banyak ditinggalkan masyarakat, tergantikan dengan pupuk
kimia. Padahal sebenarnya peran ternak ini sangat besar terutama dalam
199 penyedia unsur hara untuk menjaga siklus dan menjaga kesuburan tanah di
lingkungan masyarakat Samin.
Ketergantungan terhadap sumberdaya hewan saat ini tidak terlalu tinggi.
Hewan dipandang sebagai pelengkap kehidupan atau seperti sandangan
(pakaian) yang sewaktu-waktu bisa digunakan bila senang atau saat diperlukan
atau ditanggalkan bila tidak tidak diperlukan. Belum banyak praktek-praktek
pemelihaan secara intensif terhadap jenis hewan ternak atau hewan potensial
lainnya. Sisi positifnya mereka tidak banyak melakukan ekploitasi perburuan
terhadap hewan liar yang terdapat di lingkungan sekitar.
6.6. Simpulan
Pengetahuan masyarakat Samin mengenai keanekaragaman jenis hewan
terbatas pada hewan yang dekat dengan pemukiman mereka. Dalam penelitian
ini dapat didokumentasi 81 jenis hewan yang diketahui mempunyai manfaat atau
kegunaan bagi masyararakat Samin. Terbagi dalam kelompok Aves (24 jenis),
Mamalia (19 jenis), Amphibi (3 jenis), Reptil (7 jenis), Pisces (14 jenis), Molusca
(2 jenis), Crustaceae (2 jenis), Insecta dan Oligochaeta (1 jenis). Berdasarkan
kategori pemanfaatannya dapat dikelompokkan: hewan sumber protein hewani
(21 jenis), hewan peliharan untuk kesenangan (7 jenis), hewan pengganggu
tanaman budidaya (17 jenis), hewan pemangsa hama (17 jenis), bahan obat
tradisional (10 jenis), bahan ritual (1 jenis) dan belum diketahui kegunaan khusus
(35 jenis). Hewan paling penting bagi masyarakat Samin adalah hewan ternak
terutama sapi. Kegunaan sapi saat ini lebih berperan sebagai tabungan atau alat
investasi bukan untuk membantu petani dalam menggarap sawah.
Masyarakat menganggap sumberdaya hewan merupakan pelengkap
kehidupan mereka yang harus dijaga keberaadaanya dan tidak saling
mengganggu. Mereka lebih banyak menggunakan jenis yang sudah
dibudidayakan, tidak banyak melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya
hewani, tidak berburu, tidak melakukan aktivitas yang merusak habitat jenis
hewan. Jenis hewan yang mempunyai peran penting bagi masyarakat adalah
hewan ternak. Hewan ternak terutama berfungsi sebagai investasi (tabungan
manyarakat). Teknik pemeliharaan ternak masih secara tradisional, belum
dikelola secara intensif.
7 PEMBAHASAN UMUM
7.1 Masyarakat Samin Saat ini
Masyarakat Samin adalah kelompok masyarakat penganut ajaran Samin
Surosentiko (Saminisme). Samin Surosentiko mengajarkan kepada murid-
muridnya agar berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran. Menurut Hutomo
(1996) ajaran tersebut merupakan sifat-sifat yang dimiliki Prabu Puntodewo.
Dalam cerita pewayangan Prabu Pontodewo atau Yudistiro merupakan raja dari
Kerajaan Amarta. Sifat yang paling menonjol dari Prabu Puntodewo adalah
sabar, jujur, taat, percaya diri dan berani berspekulasi. Versi lain mengisahkan
bahwa Puntodewo merupakan manusia berdarah putih, sebagai kiasan tokoh
yang selalu berhati suci dan menegakkan kebenaran. Prabu Puntodewo juga
punya nama lain yaitu Dharmawangsa yang berarti raja yang adil dan bijaksana.
Tampaknya para pengikut Samin ingin meneladai sifat-sifat Prabu Puntodewo
tersebut, dan ini tercermin dalam diri tokoh panutan mereka yaitu Samin
Surosentiko.
Pada awal kemunculannya gerakan Samin merupakan suatu gerakan
perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Pemicu munculnya gerakan
Samin adalah tindakan pemerintah pemerintah kolonial Belanda yang banyak
merubah tatanan-tatanan masyarakat tradisional yang telah tercipta dan
tertradisi. Penguasaan tanah atau hutan, penerapan tanam paksa, penerapan
pajak tanah yang tinggi melatar belakangi munculnya gerakan Samin di daerah
Blora. Sikap dan tindakan pemerintah saat itu menimbulkan kebencian komunitas
Samin terhadap pemerintah Belanda. Bentuk perlawanan tidak dilakukan dengan
menggunakan kekerasan fisik melainkan dengan simbol-simbol, bahasa, budaya,
busana serta adat istiadat yang berbeda jika berhadapan dengan masyarakat
umum dan pemerintah. Bentuk perlawanan lain adalah melawan atas peraturan
pemerintah terhadap pembayaran pajak, kepemilikan tanah, pengumpulan ternak
di kandang umum dan penolakan pengumpulan padi di lumbung desa. Hal inilah
yang menyebabkan pengikut ajaran Samin dicap sebagai masyarakat anti
pemerintah.
Banyak tohoh Samin dan pengikut-pengikutnya akhirnya ditangkap
Belanda. Diantara pengikut-pengikutnya banyak yang lari mengasingkan diri ke
pedesaan di sekitar hutan jati. Seiring dengan jatuhnya pemerintah Belanda
202
hingga masa kemerdekan, maka gerakan Samin berangsur-angsur surut dengan
sendirinya. Pengikut Samin yang tersisa tinggal di ‘pengasingan’ (pedesaan)
hingga sekarang.
Masyarakat Samin sebenarnya merupakan bagian dari suku/etnik Jawa.
Kelompok masyarakat ini disatukan oleh kesamaan idiologis, bukan berasal dari
suatu komunitas turun-temurun. Namun dalam perkembangannya selama lebih
dari satu abad, umumnya mereka menikah dengan sesama penganut ajaran
Samin (endogami). Mereka memiliki dan mendiami suatu kawasan tetap serta
secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural, religius yang erat
dengan lingkungan lokalnya, hal ini merupakan ciri masyarakat adat (Nababan
2003). Sehingga komunitas Samin bisa dikatakan sebagai masyarakat adat.
Menurut Konggres I Masyarakat Adat Nusantara tahun 1999, yang dimaksud
masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul
secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas
tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat
dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Pada saat ini masyarakat Samin masih tinggal di pedesaan, hidup
mengelompok sesama komunitasnya. Seiring dengan kemajuan jaman,
perubahan kondisi sosial politik bangsa, maka banyak penganutt Samin yang
meninggalkan ajarannya. Sebagian masyarakat Samin sudah menerima sistem
pendidikan formal, mau membayar pajak, menerima program-program
pemerintah seperti dalam bidang pertanian, kesehatan, sosial politik dan lainnya.
Kemajuan teknologi informasi, prasarana jalan, penerangan, sarana komunikasi
dapat diakses dengan mudah sehingga, mempercepat proses penyesuaian
mereka dengan masyarakat umum. Proses ini yang menjadi penyebab semakin
berkurangnya penganut Samin, seperti yang terjadi di Klopoduwur Blora dan
daerah sekitar yang merupakan tempat lahirnya gerakan Samin.
Sebagian masyarakat Samin yang tersisa masih cukup kuat memegang
prinsip ajarannya, misalnya tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah
formal, tidak mau berdagang, menjalankan pernikakan tanpa pencatatan dari
pihak pemerintah, bahkan ada yang secara tegas menolak program pemerintah
yang dianggap merugikan masyarakat. Misalnya gerakan masyarakat Samin
menolak pembangunan pabrik Semen di Sukolilo, yang dianggap akan
mengancam keberadaan sumber mata air, yang akhirnya akan merugikan
203
kehidupan petani. Hal ini merupakan suatu contoh tindakan mereka yang
diwarnai oleh ajaran Samin.
Karakter yang masih menonjol dikalangan masyarakat Samin adalah
kesederhanaan, kejururan, kebersaamaan dan kegotong-royongan. Karakter
lain adalah mereka masih memegang teguh Angger-angger pratikel (Hukum
Tindak Tanduk) yang berbunyi: “Aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren.
Ajo kutil jumput, mbedog colong, nemu wae emoh”. Maksudnya orang Samin
dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati, dilarang mengambil milik orang
lain, menemukan barang milik orang lain saja tidak mau. Ajaran ini menjadi
pedoman hidup bagi masyarakat Samin dalam berinteraksi dengan sesama
penganut Samin, atau dengan masyarakat umum lainnya. Ajaran masih banyak
ditaati penganutnya dan ciri penting penganut ajaran Samin Surosentiko.
Diantara lima komunitas Samin yang menjadi obyek penelitian ini satu
komunitas dengan komunitas lainnnya mempunyai karakteristik yang agak
berbeda. Ringkasan mengenai karakter masyarakat Samin pada lima lokasi
penelitian tersebut ditampilkan pada Tabel 63. Dari Tabel tersebut, dapat dilihat
bahwa masyarakat Samin di Sukolilo (Pati), Kaliyoso dan Larikrejo (Kudus) dan
Tambak desa Sumber (Blora) masih menjadi penganut ajaran Samin cukup
kuat. Kondisi ini agak berbeda dengan komunitas Samin di Klopoduwur Blora
dan Jepang Margomulyo Bojonegoro, dimana kondisi ke’’Saminan” sudah sangat
memudar, bahkan dikatakan oleh bebrapa peneliti bahwa komunitas Samin di
Klopoduwur sudah hilang.
Menurut Widyarini (2006) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
hilangnya komunitas Samin di Klopoduwur Blora. Pertama, adalah faktor internal
yaitu: sikap mau membuka diri dan menerima kebudayaan dari luar; tidak
adanya pemimpin sentral yang menyebarkan ajaran Samin; ‘Samin muda’ malu
mengakui identitas ke”Saminan” mereka serta tidak ada aturan formal yang
mengikat penganut ajaran Samin. Faktor kedua, adalah faktor eksternal, yaitu:
kontak langsung dengan budaya lain, meningkatnya tingkat pendidikan, peran
tokoh masyarakat dan pemerintah desa. Perubahan besar yang terjadi pada
masyarakat Samin di Klopoduwur adalah ketika terjadi pemberontakan PKI tahun
1965. Pemerintah daerah khawatir masyarakat Samin terlibat dalam gerakan
komunis, sehingga gencar dilakukan gerakan dakwah. Tahapan berikutnya
banyak masyarakat Samin meninggalkan ajaran Samin dan memeluk agama
Islam. Pembangunan prasarana pendidikan, lancarnya sarana transportasi,
204
teknologi informasi dan komunikasi mempunyai andil besar dalam perubahan
komunitas Samin di Blora. Faktor ketiga, adalah adanya tokoh penggerak,
misalnya Kepala Desa atau pejabat pejabat pemerintah yang menjadi agent of
Change komunitas Samin menjadi masyarakat umum.
Tabel 63 Karakteristik masyarakat Samin
No Karakter A B C D E 1 Mayoritas pekerjaan a. Hanya bertani + + + + b. Pekerjaan lain + + + c. PNS/ABRI + + 2 Kepercayaan/ Agama a. Agama Adam + + + b. Islam + + c. Lain 3 Ketaatan menjalankan ajaran Samin a. Kuat + + + b. memudar + + 4 Sekolah formal a. Tidak boleh + + b. Boleh + + + + 5 Penganut Samin yang berdagang a. Tidak ada + + b. ada + + + 5 Hubungan dengan pemerintah a. harmonis + + + + b. kurang harmonis + 7 Gerakan lingkungan a. Tidak ada + + + + b. Ada + 8 Ketokohan pemimpin a. kuat + + + a. kurang + + 9 Sifat gotong royong a. kuat + + + + + b. lemah 10 Penegakan kejujuran a. kuat + + + + + b. lemah 11 Kebanggaan generasi muda menjadi petani a. kuat + + + b. kurang + + Keterangan: A. Larikrejo & Kaliyoso (Kudus), B. Sukolilo (Pati), C. Klopoduwur Blora, D.
Tambak Blora E. Jepang (Bojonegoro)
Perbedaan karakter yang ditunjukkan oleh masyarakat Samin lebih
disebabkan karena letak pemukiman yang terpisah satu dengan lainnya.
Interaksi komunitas satu dengan lainnya erat atau renggang berkaitan dengan
jarak dan ada atau tidaknya ikatan perkawinan diantara mereka. Interaksi antara
komunitas Samin di Sukolilo Pati dan Kaliyoso Kudus cukup kuat, karena letak
205
berdekatan dan adanya ikatan keluarga diantara mereka. Sedang ikatan dengan
komunitas Samin di Blora dan Bojonegoro agak renggang karena faktor jarak
yang cukup jauh, dan sedikitnya ikatan keluarga dari hasil perkawinan.
Setiap komunitas mempunyai tokoh-tohoh yang dianggap sebagai panutan,
atau pemimpin mereka. Karakter masyarakat juga dipengaruhi oleh karakter
pemimpinnya. Tokoh-tokoh tersebut lebih bersifat sebagai pimpinan lokal yang
secara otomatis dituakan atau dipercaya pengikutnya tanpa adanya pemilihan
atau pewarisan dari pemimpin sebelumnya. Pada masyarakat Samin saat ini
tidak ada pimpinan sentral yang membawahi seluruh komunitas Samin. Tidak
ada kelembagaan secara tradisional mengatur kepemimpinan maupun tatanan
kehidupan yang berlaku. Semuanya berjalan dengan alami, bertahan atau
tidaknya komunitas tersebut sangat ditentukan oleh karakter pemimpin lokal
pada masing masing komunitas.
Meskipun terdapat sejumlah perbedaan diantara mereka namun terdapat
kesamaran diantara mereka yaitu masih menjunjung tinggi ajaran Samin.
Karakter yang menonjol dari masyarakat Samin yang masih dimiliki saat ini
adalah sifat kegotong-royongan, kejujuran, kerendahatian, kesahajaan, sabar
dan nrimo (menerima apa adanya) dalam menjalani kehidupannya. Saat ini
mereka terkonsentrasi menjadi petani di pedesaan. Menjadi petani merupakan
pekerjaan yang paling mulia dan karena merupakan realisasi ajaran mereka yang
berkaitan dengan asal muasal kehidupan manusia yaitu ajaran “Sangkan
paraning dumadi”. Bertani artinya mengolah tanah, atau menghidupkan tanah,
dari tanah mereka berasal dan dari tanah juga mereka mendapatkan
penghidupan.
Sebagai petani mereka mempunyai keterkaitan yang kuat dengan
lingkungan dan sumberdaya hayati. Mereka mempunyai pengetahuan yang baik
bagaimana memanfaatan dan mengelola sumberdaya hayati untuk kehidupan
mereka.
7.2 Hubungan Masyarakat Samin dengan Lingkungan
Interaksi masyarakat Samin dengan lingkungannya yang telah terjalin
sekian lama telah membentuk suatu hubungan timbal balik yang di pengaruhi
oleh sistem budaya (sistem sosial) dan sistem biofisik (ekosistem) (Gambar 32).
Hubungan timbal balik yang erat antara dua subsistem dapat berjalan dengan
baik dan teratur karena adanya energi, materi dan informasi. Arus ini telah
206
membentuk struktur fungsi yang khas di wilayah masyarakat Samin misalnya
dalam sistem pertanian sawah, sistem pertanian lahan kering di tegalan atau
sistem agroforestri di hutan jati. Sistem sosial membutuhkan arus energi dari
ekosistem, misalnya dalam bentuk pangan, bahan obat-obatan, bahan
bangunan, kayu bakar dan lain-lain. Sebaliknya sistem ekologi membutuhkan
energi dari sistem sosial dalam bentuk idiologi, pengetahuan, teknologi,
kearifan, kebijakan manusia dalam pemanfaatan dan pengeloaan sistem ekologi.
Gambar 32 Interaksi masyarakat Samin dengan lingkungannya ( modifikasi Rambo 1983) Unsur sosial masyarakat Samin meliputi idiologi atau kepercayaan,
pengetahuan dan teknologi, populasi, serta struktur sosial. Ideologi masyarakat
Samin dalam bentuk kepercayaan, perspektif, tata nilai, diantaranya terbentuk
suatu kearifan lokal. Keyakinan dan norma kebaikan diajarkan meliputi kejujuran,
kebersamaan (gotong-royong), kesederhanaan, kemandirian, etos kerja yang
tinggi diwujudkan dalam tindakan mereka dalam mengelola sumberdaya alam
dan lingkungannya. Oleh karena itu banyak pengetahuan dan tata nilai yang
diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya. Masyarakat yang
berhasil memperoleh pengetahuan dan mengetahui sifat dan perilaku alam
sekitarnya akan memiliki potensi untuk lebih berhasil dalam kehidupan sehari-
hari. Pengetahuan tradisional diekspresikan melalui pemanfaatan sumberdaya
alam menghasilkan mosaik-mosaik lansekap, gaya arsitektur, konstruksi yang
FUNGSI FUNGSI FUNGSI
SISTEM SOSIAL
Ideologi Teknologi
Struktur Sosial Populasi
MASUKAN Energi Materi
Informasi
KELUARAN Energi Materi
Informasi
SISTEM EKOLOGI
Iklim Fisik
Flora Fauna
207
digunakan, peralatan atau benda seni. Aspek-aspek sosial seperti, sistem
kepimpinan/kelembagaan, sistem pengeloaan tenaga kerja, dan aktivitas
kehidupan lainnya dapat dipandang sebagai turunan dari sistem pengetahuan
mereka.
Masyarakat Samin memiliki kepercayaan atau Idiologi yang sangat
mempengaruhi bagaimana mereka memandang lingkungan alamnya. Mereka
memiliki beberapa pandangan mereka tentang alam semesta dan segala isinya.
Pandangan mengenai langit yang disimbulkan sebagai laki-laki dan bumi yang
disimbulkan sebagai perempuan, pandangan mengenai tanah yang disimbolkan
sebagai perempuan dan tumbuhan merupakan simbol dari laki-laki, sejalan
dengan pandangan mengenai sawah yang merupakan simbol perempuan (istri)
dan suami merupakan pemilik sawah. Pandangan tersebut menggambarkan
adanya dua unsur yang saling melengkapi dan adanya transfer energi antara
dua unsur tersebut sehingga terjadi sinergi untuk menjaga keseimbangan dalam
kehidupan ini. Langit dengan matahari sebagai sumber energi bersinergi dengan
bumi dengan tumbuhan berfungsi sebagai penangkap dan mengoah energi
dalam proses fotosintesis yang akan menghasilkan energi yang dipergunakan
untuk kehidupan di bumi. Tumbuhan bersinergi dengan unsur-unsur tanah,
seperti air, mineral dan bahan organik lainnya memberikan kehidupan bagi
tumbuhan, dan tumbuhan akan menghasilkan biji atau benih untuk pewarisan
generasi berikutnya. Masyarakat Samin merealisasikan pandangan terhadap
alam tersebut dalam bentuk perkawinan. Perkawinan dalam pandangan
masyarakat Samin merupakan hal yang sakral dan penting untuk menghasilkan
generasi penerus yang baik. Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa
masyarakat Samin telah mempunyai pengetahuan dan mempraktekkan kaidah
ilmu biologi hasil dari proses mereka belajar dari alam.
Pandangan sederhana mereka terhadap alam semesta, bahwa isi alam
semesta ini hanya terdiri dari dua unsur yaitu wong (manusia) dan sandang
pangan (selain manusia), identik dengan pandangan Rambo (1983) tentang
sistem sosial dan sistem ekologi dan identik dengan pandangan umum mengenai
manusia dan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat
Samin mempunyai nilai-nilai universal sesuai dengan kaidah ilmiah atau kaidah
yang kebenarannya diakui oleh masyarakat umum.
Pandangan masyarakat Samin mengenai wong dan sandang pangan
merupakan pandangan yang universal, identik dengan pandangan ilmiah
208
tentang manusia dan lingkungan, dan sejalan dengan pandangan mengenai
matahari yang dikelilingi oleh planet-planet dalam tatasurya, atau black hole
(pusat galaksi) dengan galaksi-galaksi yang mengitarinya (Gambar 33) . Manusia
itu ‘hidup’ dan sandang pangan adalah ‘penghidupan’, menyatunya dua unsur
antara ‘yang dihidupkan’ (manusia) dengan ‘yang menghidupkan’ (Tuhan), ini
merupakan inti dari ajaran ‘Manunggaling kawulo Gusti’. Alam semesta ini
sebenarnya merupakan satu-kesatuan, semuanya adalah manifestasi atau wujud
adanya Tuhan.
Konsep Wong dan Sandang Pangan Konsep Manusia dan Lingkungan (Soerjani et al. 2008)
Konsep jagad cilik dan jagad gede Susunan tata surya dan alam
Semesta
Gambar 33 Konsep kehidupan masyarakat Samin dan Konsep umum (Ilmiah)
Tingkat pengetahuan dan teknologi yang dimiliki masyarakat merupakan
faktor penting yang mempengaruhi masyarakat dalam menentukan tindakan
dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Masyarakat
Samin sebagian besar (hampir 90%) merupakan petani, dengan tingkat
WONG
SANDANG PANGAN
MANUSIA
LINGKUNGAN
JAGAD GEDE
JAGAD CILIK
209
pendidikan rendah (60% belum/tidak sekolah), maka pengetahuan dan sistem
teknologi yang berkembang di masyarakat adalah yang berkaitan dengan sistem
pertanian. Dalam bidang pertanian mereka mempunyai teknik teknik bercocok
tanam yang mengadaptasikan dengan kondisi lingkungan. Dalam mengolah
tanah sawah sudah menggunakan peralatan modern seperti penggunaan hand
traktor, genset untuk pompa air, dan dalam proses panen menggunakan mesin
perontok padi (doss). Mereka juga melakukan teknik bercocok tanam seperti
yang dilakukan masyarakat lainnya dengan menggunakan padi bibit unggul,
pupuk kimia, pestisida dan sebagainya.
Dalam hal teknik bercocok tanam padi mereka terbuka dan responsif
terhadap bentuk teknologi pertanian yang didapat dari proses belajar dengan
dari petani lain maupun saran dari penyuluh pertanian. Bahkan dapat dikatakan
masyarakat Samin merespon dengan baik gerakan revolusi hijau yang di
galakkan pada masa Orde baru. Gerakan revolusi hijau dengan segala
kelebihannya saat itu mampu meningkatkan produksi padi pada saat itu. Namun
seiring dengan perjalanan waktu ternyata muncul dampak negatif yang saat ini
terjadi pada petani pedesaan, seperti kerusakan atau berkurangya kesuburan
tanah, hilangnya predator, hilangnya varitas padi lokal dan yang paling penting
adalah hilangnya sistem pertanian tradisional yang dimiliki masyarakat lokal.
Sebagian masyarakat Samin masih mempertahankan sistem pertanian
tradisional seperti penggunaan benih dari hasil seleksi sendiri, penggunaan
pupuk organik/pupuk kandang, cara penanggulangan hama, dan sistem
sambatan (gotong-royong) dalam penggarapan lahan. Dalam penggunaan benih
padi mereka menggunakan benih unggul sesuai anjuran Dinas Pertanian, tetapi
selanjutnya mereka melakukan seleksi sendiri terhadap benih padi yang akan
ditanam berikutnya dengan kriteria: pari mapak (ketinggian tanaman padi rata),
ulen landing (tangkai panjang); jumlah anakan padi banyak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa mereka mempunyai pengetahuan dan teknologi tradisional
dalam seleksi bibit.
Dalam teknologi mengolah dan menjaga kesuburan tanah, sebagian besar
petani masih melakukan pemberaan dan pemberian pupuk organik berupa pupuk
kandang. Sebagian kecil dari Masyarakat Samin di Sukolilo dan Blora
mempunyai pengetahuan dan mempraktekkan membuat pupuk organik dan
biopestisida dari urin sapi dengan campuran empon-epon. Mereka mendapatkan
pengetahuan ini dari pelatihan yang diberikan oleh beberapa pihak yang menjadi
210
mitra masyarakat Samin. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin terbuka
terhadap pengetahuan dan teknologi baru yang diberikan kepada mereka.
Terutama teknologi yang berkaitan dengan sistem pertanian mereka.
Hubungan masyarakat Samin dengan lingkungannya telah terjalin secara
turun-temurun selama lebih satu abad keberadaan komunitas mereka. Interaksi
antara komunitas Samin (sistem sosial) dengan lingkungan biofisik (sistem
ekologi) yang telah berlangsung sekian lama menunjukkan bahwa masyarakat
Samin mampu memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada
dengan baik. Komponen ekosistem masyarakat Samin meliputi kondisi iklim,
tanah, air, satuan lingkungan beserta komponen biologi berupa tumbuhan
budidaya, hewan ternak, hewan liar, hama dan lain-lain.
Pola pemanfaatan dan penggunaan lahan dalam masyarakat pedesaan
menekankan pemanfaatan ruang tertentu untuk mendukung kehidupan
masyarakat di dalamnya. Pola penggunaan lahan ini merupakan hasil kegiatan
berkesinambungan sebagai wujud dari manfaat dan fungsi dalam proses sosial,
ekonomi, administrasi yang mengandung unsur filosofi tertentu yang menjadi
kepercayaan mereka. Satuan lingkungan berupa panggonan (rumah dan
pekarangan), sawah, tegalan, sanggeman (lahan garapan) merupakan bentuk-
bentuk satuan lingkungan yang menggambarkan pola pemanfaatan dan
penggunaan lahan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan ekologi tradisional (traditional ecologycal knowledge)
masyarakat Samin tergambar dari bentuk klasifikasi satuan lingkungan di sekitar
tempat tinggal mereka dan aktivitas yang dilakukan di dalamnya. Pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di sekitarnya
merupakan suatu bentuk apresiasi masyarakat terhadap upaya konservasi.
Meskipun mereka sebenarnya tidak mengenal istilah konservasi, namun pada
hakekatnya pembagian wilayah dan pemanfaatannya secara berkesinambungan
merupakan suatu bentuk perlindungan dan pemanfaatan secara lestari dari
sumber alam yang ada.
Secara sederhana masyarakat Samin membagi tata ruang aktivitasnya
dalam dua ruang utama yaitu mondokan (rumah) dan lemah garapan (sumber
mata pencaharian) (Gambar 34). Mondokan (rumah) merupakan tempat aktivitas
keseharian mondoknya (bermukimnya) wong (seluruh anggota keluarga) dan
sandang pangan (segala kebutuhan hidup termasuk hewan ternak yang menjadi
bagian dari kehidupan mereka). Rumah bagi masyarakat Samin selain menjadi
211
tempat tinggal, juga merupakan ‘sekolah’ yang mengajarkan berbagai nilai-nilai
kebenaran, kejujuran, dan nilai-nilai kehidupan sesuai dengan ajaran atau
keyakinan mereka. Lemah garapan merupakan simbol dari aktivitas untuk
mendapatkan sumber mata pencaharian. Sumber mata pencaharian utama
adalah bertani di sawah, selain itu juga terdapat satuan lingkungan lain yang
dapat digunakan untuk aktivitas mendapatkan penghasilan yaitu tegalan, hutan
jati, sungai rawa dan embung.
Gambar 34 Skema ruang aktivitas masyarakat Samin
Pandangan masyarakat tentang tata ruang aktivitasnya tersebut
menggambarkan kesederhanaan masyarakat Samin dalam memandang hidup
dan kehidupan. Mereka tidak pernah mengkhawatirkan kehidupan masa depan
karena kehidupan mereka sudah jelas. Mereka tidak sekolah formal tetapi tidak
khawatir tidak mendapatkan pekerjaan karena pekerjaan mereka sudah jelas
menjadi petani. Mereka tidak khawatir tidak mendapatkan makan, karena di
lingkungan sudah tersedia sandang pangan. Bila mau trokal (berusaha) maka
pasti akan mendapat hasil.
Hidup sebagai petani bukan sekedar pilihan, tetapi merupakan realisasi
dari keyakinan mereka. Lemah garapan adalah wujud dari sandang pangan atau
sumber penghidupan bagi manusia. Menjadi petani berarti mengolah tanah atau
menghidupkan tanah. Tanah merupakan asal muasal manusia, dari tanahlah
manusia berasal dan dari tanah pula manusia mendapatkan penghidupan. Hidup
menjadi petani berarti selalu mengingat asal usul kehidupan manusia. Bagi
masyarakat Samin menjadi merupakan manifestasi dari ajaran mengenai
“Sangkan paraning dumadi”
Aktivitas Mansyarakat
Mondokan
Lemah garapan
Sawah
Tegalan
Hutan
Aktivitas
212
7.3 Hubungan Masyarakat Samin dengan Sumberdaya Hayati
Masyarakat Samin mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap
sumberdaya hayati dan lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan mereka tentang
keanekaragaman tumbuhan cukup baik terutama terhadap jenis-jenis tumbuhan
yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Keanekaragaman tumbuhan
merupakan suplemen yang penting dalam kehidupan mereka. Sebagai petani
pedesaan kebutuhan hidup mereka dipenuhi sendiri dari hasil usaha tani mereka.
Padi merupakan komoditas utama dari hasil pertanian yang menjadi sumber
pehidupan mereka. Dari hasil pertanian sawah inilah mereka mendapatkan
sumber penghasilan untuk membeli kebutuhan lain yang tidak dapat mereka
hasilkan sendiri.
Kebutuhan subsisten lokal masyarakat Samin terhadap sumberdaya hayati
tumbuhan masih tergantung dari lingkungan sekitar. Subsistensi ini ditunjukkan
pada besarnya pemanfaatan jenis tumbuhan bagi masyarakat. Pada penelitian
ini diperoleh 235 jenis tumbuhan berguna, terdiri dari 205 marga dan 62 suku..
Pemanfaatan terbanyak untuk kebutuhan bahan pangan 118 jenis (31%),
pemanfaatan lain: bahan obat tradisional dan kosmetik 74 jenis (19%), bahan
bangunan 15 jenis, bahan peralatan 16 jenis, tanaman hias 45 jenis, pakan
ternak 27 jenis, kayu bakar 15 jenis, dan untuk ritual 26 jenis (Gambar 35).
Gambar 35 Persentase jumlah jenis tumbuhan berguna berdasarkan kategori pemanfaatan
Sebagai masyarakat petani yang mempraktekkan budidaya pertanian
mereka telah membudidayakan sebagian besar jenis tumbuhan bahan
kebutuhan sehari-hari. Dari 118 jenis tumbuhan bahan pangan lebih dari 85%
213
(102 jenis) tumbuhan yang dunakan merupakan jenis yang sudah
dibudidayakan, hanya sebagian kecil diambil dari non budidaya. Sumber bahan
makanan pokok masyarakat Samin adalah beras. Bahan pangan sumber
karbohidrat lainnya berupa umbi-umbian dan biji-bijian atau kacang-kacangan.
Sumber bahan makanan tambahan yang paling besar adalah dari kelompok
sayur-sayuran dan buah-buahan (Gambar 36).
Gambar 36 Jumlah jenis tumbuhan bahan pangan yang digunakan oleh
masyarakat Samin
Kebutuhan masyarakat Samin terhadap sumberdaya hayati diwujudkan
dalam praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya nabati yang terdapat di sekitar
pemukiman mereka. Masyarakat Samin telah mampu menyediakan kebutuhan
bahan pangannya sendiri. Mereka berusaha membudidayakan berbagai jenis
tanaman pangan di sawah, pekarangan, tegalan atau ladang dengan sistem
tumpang sari (multiple cropping). Padi merupakan hasil utama pertanian mereka.
Keanekaragaman jenis bahan pangan pengganti beras sebenarnya cukup besar,
tetapi karena perubahan pola makanan pokok yang sekarang semuanya
tergantung pada beras, maka peran bahan pangan pengganti menjadi
terpinggirkan.
Berdasarkan intensitas pemanfaatan jenis tumbuhan berguna bagi
masyarakat Samin dapat dibagi dalam kategori intensitas tinggi, intensitas
sedang dan intensitas rendah didasarkan kriteria yang dibuat Turner (1988).
Jenis dengan intensitas tinggi meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari secara reguler, harian, musiman atau dalam waktu
berkala, misalnya bahan pangan beras, sayuran, bumbu masakan, obat
214
tradisional, kayu bakar dan pakan ternak. Intensitas sedang adalah jenis
tumbuhan yang digunakan secara reguler tetapi dalam kurun waktu tertentu, atau
bersifat musiman, misalnya bahan pangan umbi-umbian, bahan minuman.
Sedang intensitas rendah meliputi jenis yang jarang digunakan, misalnya bahan
racun, bahan biopestisida.
Penggunaan jenis bahan pangan (bahan pangan pokok dan tambahan)
dengan intensitas tinggi hanya 24 jenis atau sekitar 21% dari semua jenis
bahan pangan. Sebagian besar bahan pangan intensitas pengunaannya rendah
(43%) dan sedang 36% (Gambar 37). Jenis dengan intensitas penggunaannya
tinggi umumnya lebih sering dibudidayakan, sedang yang sedang atau rendah,
kurang atau bahkan tidak dibudidayakan. Hal ini dapat mempengaruhi
kelestarian kehidupan jenis tersebut sehingga diperlukan stategi tersendiri untuk
mengelola jenis ini.
Gambar 37 Persentase intensitas penggunaan bahan pangan
Berdasarkan penelaahan sifat pemanfaatannya, sebagian besar jenis
tumbuhan digunakan untuk kebutuhan subsisten (hampir 90%) (Gambar 38).
Jenis tumbuhan yang digunakan untuk kebutuhan komersial hanya sekitar 2%
antara lain: tembakau (Nicotiana tabacum), dan kapuk randu (Ceiba pentandra).
Jenis yang dipergunakan untuk kebutuhan subsisten sekaligus komersial kurang
dari 10%. Padi (Oryza sativa), dan jagung (Zea mays) merupakan contoh hasil
pertanian yang digunakan secara subsisten sekaligus komersial. Besarnya
subsistensi lokal merupakan suatu ciri masyarakat tradisional yang perlu di
pertahankan untuk menjaga ketahanan pangan di lingkungan masyarakat Samin.
215
Gambar 38 Persentase subsistensi pemanfaatan tumbuhan bagi masyarakat masyarakat Samin
Pengetahuan dan Interaksi masyarakat Samin dengan sumberdaya
hewani tercermin dalam berbagai praktek pemanfaatan jenis-jenis hewan yang
terdapat di sekitar mereka. Peran dan pemanfaatan sumberdaya hewan bagi
masyarakat Samin dapat dilihat dari pemanfaatan dan pengelompokannya.
Potensi jenis sumberdaya hewan paling banyak adalah sebagai sumber bahan
pangan (29 jenis) atau 35% dari jenis yang ada (Gambar 39). Tetapi berdasarkan
pengamatan di lapangan ditemukan bahwa kebutuhan bahan pangan sumber
protein berupa daging, telor dan sebagian besar dipenuhi dari hasil membeli dari
pasar.
Gambar 39 Jumlah jenis dan kategori pemanfaatan hewan pada masyarakat Samin Jenis hewan yang mempunyai peran penting bagi masyarakat Samin
adalah hewan ternak sapi dan kambing. Peran ternak besar sapi dan kerbau
telah mengalami pergesaran yang awalnya sebagai alat membantu menggarap
sawah, saat ini lebih berperan sebagai alat investasi dan dijual saat kebutuhan
mendesak. Peran ternak sebagai penyedia pupuk kandang cenderung banyak
216
ditinggalkan masyarakat, tergantikan dengan pupuk kimia. Padahal sebenarnya
peran ternak ini sangat besar terutama dalam siklus mineral dan hara untuk
menjaga kesubutan tanah di lingkungan masyarakat Samin.
Ketergantungan terhadap sumberdaya hewan saat ini tidak terlalu tinggi.
Hewan dipandang sebagai pelengkap kehidupan atau seperti sandangan
(pakaian) yang sewaktu-waktu bisa digunakan bila senang atau saat diperlukan
atau ditanggalkan bila tidak tidak senang. Belum ada praktek-praktek
pemelihaan secara intensif terhadap jenis hewan ternak atau hewan potensial
lainnya. Sisi positifnya mereka tidak banyak melakukan ekploitasi perburuan
terhadap hewan liar yang terdapat di lingkungan sekitar.
7.4 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Tumbuhan Menggunakan Nilai INP dan Nilai ICS
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks kepentingan yang
menggambarkan peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP
suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis tersebut sangat mempengaruhi
kestabilan ekosistem (Fachrul 2007). Nilai INP diperoleh berdasarkan
penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif. Indek
kepentingan budaya atau Index of Cultiral signification (ICS) merupakan hasil
analisis etnobotani kuantitatif untuk mengevaluasi atau mengukur kepentingan
sosial budaya suatu jenis tumbuhan bagi masyarakat. Nilai ICS dapat berubah
sesuai dengan kuantitas dan intensitas penggunaan, dan tingkat kesukaan
masyarakat (Turner 1988).
Berdasarkan nilai INP pohon dan tumbuhan bawak (semak, herba, semai)
pada satuan lingkungan pekarangan, tegalan dan hutan jati di sekitar
pemukiman masyarakat Samin dibuat pengelompokan dengan kategori tinggi,
sedang dan rendah. Kategori ini dibuat berdasarkan perhitungan selisih INP
tertinggi dikurangi INP terendah dibagi jumlah kelas kategori. Demikian juga
untuk nilai ICS.
Hasil analisis penggabungan antara nilai INP dan nilai ICS jenis tumbuhan
vegetasi pohon, dan vegetasi tumbuahan bawah di lingkungan masyarakat
Samin ditampilkan pada Lampiran 18 s/d Lampiran 23. Berdasarkan nilai INP
dan nilai ICS tersebut dapat dibuat suatu matrik kategori INP/ICS yang
ditampilkan pada Tabel 64.
217
Tabel 64 Kategori nilai INP dan ICS serta strategi pengelolaan tumbuhan di lingkungan masyarakat Samin
Kategori INP/ ICS
Satuan lingkungan Strategi pengelolaan Pekarangan Tegalan Hutan jati
INP tinggi ICS tinggi
Pohon: Tectona grandis Bambusa bambos Semak: Leucaena glauca
Pohon: Tectona grandis Semak: Leucaena glauca
Pohon: Tectona grandis Semak: tidak ada
dipertahankan
INP tinggi ICS rendah
Pohon: tidak ada Semak: tidak ada
Pohon: tidak ada Semak: tidak ada
Pohon: tidak ada Semak:tidak ada
Ditingkatkan pemanfaatan nya
INP rendah ICS tinggi
Pohon: Dendrocalamus asper Samanea saman Semak: tidak ada
Pohon: Dendrocalamus asper Samanea saman Leucaena glauca Semak: tidak ada
Pohon: tidak ada Semak: Leucaena glauca
Ditingkatkan pembudidayaan nya
INP rendah ICS sedang
Pohon (17 jenis) al: Psidium guajava Tamarindus indica Cocos nucifera Ceiba pentandra Semak (13 jenis) al: Curcuma xanthoriza Maranta arundinacea Colocasia esculenta Zingiber officinarum Curcuma aeruginosa
Pohon (16 jenis) al: Swietenia mahagoni Sesbania grandiflora Cocos nucifera Melia azedarach Gigantochloa apus Semak (8 jenis) al: Curcuma aeruginosa Zingiber zerumbet Curcuma xanthoriza Zingiber officinarum
Pohon (12 jenis) al: Swietenia mahagoni Senna siamea Melia ezedarach Cesalpinnia sapan Azadirachta indica Semak (3 jenis) Zingiber officinale Zingiber zerumbet Curcuma Xanthoriza
Ditingkatkan pembudidayaannya
INP rendah ICS rendah
>50% jenis Pohon (31 jenis) al: Inocarpus fangifer Eugenia cumini Morinda citrifolia Gnetum gnemon Syxygium javanicum Semak (48jenis) al: Oscimum basilicum Plucea indica Cordyline sp Costus speciocus Solanum torvum
>50% jenis Erioglosum rubiginosum Thevetia peruviana Annona muricata Dracontomelun dao Semak (50 jenis) al: Dioscorea alata Dioscorea aculeata Dioscorea hispida
>50% jenis Garcinia dulcis Eugenia javanica Sterculia foetida Dysoxylum amoroides Buchanania latifolia Semak (24 jenis) al: Acasia farnesiana Macaranga tanarius Caesalpinia sapan Disocorea alata Dioscorea hispida
Secara umum tidak bermasalah, perlu dikaji dan dikembangkan jenis potensial
Berdasarkan Tabel 64 tersebut dapat dilihat pada satuan lingkungan
pekarangan terdapat dua jenis tumbuhan tingkat pohon yang mempunyai nilai
INP tinggi dan ICS tinggi yaitu jati (Tectona grandis) dengan INP 50.27 dan ICS
75; serta pring ori (Bambusa bambos) dengan INP 33.48 dan ICS 60. Pada
tingkat tumbuhan bawah terdapat satu jenis yaitu lamtoro (Leucaena glauca)
218
dengan INP 34.10 dan ICS 50. Pada lahan tegalan jenis pohon yang
mempunyai INP tinggi dan ICS tinggi adalah jati (Tectona grandis) dengan INP
94.39 dan ICS 75. Serta pada tumbuhan bawah adalah lamtoro (Leucaena
glauca) yang mempunyai nilai INP 25.17 dan ICS 50. Sedang pada hutan jati
jenis yang mempunyai kategori INP tinggi dan ICS tinggi adalah jati (Tectona
grandis) dengan INP 157.12 dan ICS 75. Stategi pengeloalan yang dilakukan
terhadap jenis yang mempunyai INP tinggi dan ICS tinggi adalah dengan tetap
mempertahankan jenis-jenis tersebut, karena secara ekologi mendukung
kehidupannya dan secara sosial budaya banyak diperlukan masyarakat.
Jenis tumbuhan dengan nilai INP tinggi dan ICS rendah, mengindikasikan
bahwa jenis tersebut mempunyai kesesuaian hidup pada lingkungan tersebut
sehingga tersedia cukup, tetapi jenis tersebut kurang dipergunakan masyarakat.
Pada lingkungan masyarakat Samin tidak ditemukan tumbuhan yang
mempunyai kategori INP tinggi, ICS rendah. Jenis tumbuhan yang banyak
tersedia di lingkungan umumnya sudah dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat Samin.
Pada lingkungan masyarakat Samin terdapat jenis tumbuhan yang
ketersediaan di lingkungan rendah (INP rendah) tetapi banyak dipergunakan
masyarakat (ICS tinggi) yaitu Meh (Samanea saman) dengan INP 5.79 dan ICS
53; serta pring petung (Gigantochloa asper) dengan INP 8.68 dan ICS 52. Kayu
meh disukai masyarakat sebagai kayu bakar yang berkualitas baik. Sedang pring
petung banyak dipergunakan masyarakat untuk berbagai peralatan. Strategi
pengelolaan yang perlu dilakukan untuk mengatasi jenis yang mempunyai INP
rendah dan ICS tinggi adalah dengan meningkatkan pembudidayaannya, untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan melestarikan jenis tersebut.
Kategori lain yang perlu diperhatikan adalah jenis tumbuhan yang
mempunyai INP rendah tetapi nilai ICS sedang. Artinya jenis-jenis tersebut
dipergunakan masyarakat dalam jumlah sedang namun ketersediaannya rendah.
Meliputi sejumlah pohon dan tumbuhan bawah yang digunakan oleh masyarakat,
misalnya kelapa (Cocos nucifera), asem jawa (Tamarindus indica), dan sejumlah
bahan obat atau bumbu masakan seperti jahe (Zingiber officinale) dan temu
ireng (Curcuma aeroginusa). Secara umum jenis tersebut tidak bermasalah
dapat dipenuhi dengan membeli dari luar. Namun dapat menjadi masalah apabila
penggunaan semakin meningkat dan jenis tersebut tidak terdapat dipasaran,
219
maka perlu dilakukan tindakan dengan mengintensifkan pembudidayaan jenis-
jenis tersebut.
Kategori tumbuhan dengan INP rendah dan ICS rendah merupakan
kelompok yang paling besar jumlah jenisnya, lebih dari 50% jenis tumbuhan
yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin termasuk dalam kategori ini.
Ketersediaan jenis tersebut dari frekuensi, kerapatan maupun dominansinya
rendah, serta pemanfaatannya oleh masyarakat pun rendah. Jenis tumbuhan
pada tegakan pohon yang ketersediaanya rendah dan pemanfaatan rendah
antara lain: gayam (Inocarpus fangifer), Kleyu (Erioglossum rubiginosum), bendo
(Artocarpus elasticus), Salam (Eugenia polyanta); tumbuhan buah-buahan antara
lain juwet (Eugenia cumini), langsep (Lansium domesticum), delima (Punica
granatum), jambu klampok (Eugenia javanica). Jenis-jenis tersebut sebenarnya
tidak bermasalah, tetapi karena jumlah jenisnya cukup banyak maka perlu
dikakukan pengkajian potensi pemanfaatan maupun budidayanya terhadap
beberapa jenis tanaman potensial sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut.
Jenis tumbuhan bawah dengan INP rendah dan ICS rendah mencakup
beberapa tanaman pangan seperti Garut (Marantha arundinacea), Gembili
(Dioscorea aculeata), gadung (Dioscorea hispida) uwi (Dioscorea alata), tales
(Colocasia esculenta) dan suweg (Amorphopalus campanulatus). Jenis-jenis
tersebut merupakan tanaman pangan alternatif yang potensial, tetapi banyak
ditinggalkan masyarakat. Intensitas penggunaan yang rendah dan ketersediaan
di alam rendah, maka lambat laun jenis-jenis tersebut akan hilang. Dari
kelompok tumbuhan obat dan rempah misalnya bengkle (Zingiber purpureum),
Dlingo (Acorus calamus), Pule (Alstonia scolaris) dan lain-lain. Tindakan yang
perlu dilakukan terhadap jenis ini adalah mengkaji kembali potensi pemanfaatan,
potensi ekonomi, potensi ekologi, dan prospek pengembangan jenis-jenis
potensial. Jenis yang potensial perlu dikembangkan dan disosialisasikan pada
masyarakat untuk pemanfatan dan pembudidayaannya, sehingga memacu
masyarakat untuk membudidayakan dan memanfaatakan jenis tersebut. Dengan
upaya tersebut diharapkan dapat melestarikan jenis-jenis tersebut.
7.5 Pengelolaan Sumberdaya Hayati dan Pengembangan Kampung Samin Masa Depan
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang “termarginalkan ” oleh stigma
negatif dan ketidak berpihakan penguasa terhadap masyarakat kecil. Pada sisi
220
lain mereka mampu berswasembada pangan, mandiri dalam kehidupan sosial
dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup. Membangun masyarakat desa
yang mandiri merupakan visi desa 2030 yang dirumuskan oleh beberapa pakar.
Pengertian mandiri dalam visi desa 2030 (Satria et al. 2011), diartikan sebagai
masyarakat desa yang mempunyai kualitas memenuhi sarana prasarana dasar,
memenuhi kebutuhan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan dalam desa,
membangun pendidikan berbasis lokal, membangun identitas yang berbasis nilai
budaya lokal, merencanakan pembangunan sendiri dan merumuskan
kesejahteraan ekonomi sendiri. Aspek kemandirian tersebut belum sepenuhnya
terpenuhi, namun setidaknya dalam pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan
dasar, menciptakan lapangan kerja dan membangun identitas yang berbasis
lokal telah diwujudkan oleh masyarakat Samin.
Masyarakat desa dihadapkan pada masalah keterbatasan sumberdaya
alam yang sampai saat ini masih menjadi sumber nafkah masyarakat desa.
Keterbatasan ini menurut Satria et al. (2011) disebabkan oleh tiga hal, (1)
ketimpangan penguasaan Sumberdaya alam, (2) konversi lahan pertanian
menjadi lahan lain, (3) penurunan kualitas sumberdaya alam. Ketimpangan
sumberdaya alam ini ditunjukkan oleh adata bahwa 0.02% penduduk Indonesia
menguasai 56% aset dan 70% dari aset yang dikuasai adalah tanah. Di sisi lain,
lebih dari 46.61% petani Indonesia merupakan petani gurem yang hanya
memiliki tanah kurang dari 0.25ha (Soetarto 2007 dalam Satria et al. 2011)
Kemiskinan dan kelaparan masih mendera jutaan rakyat Indonesia. Hal ini
tidak lepas dari kebijakan yang mengabaikan pangan lokal yang telah terbukti
berabad-abad lalu telah memberi makan dan kehidupan masyarakat tradisional
Indonesia secara mandiri dan berdaulat. Kearifan pemanfaatan pangan lokal
banyak tersingkirkan dengan arus modernisasi yang berorientasi materialistik,
skala besar, seragam, jangka pendek. Sumberdaya pangan lokal dan sumber-
sumber hayati liar yang belum sempat dinikmati masyarakat luas telah banyak
yang hilang. Kebijakan yang hanya berfokus pada peningkatan satu sumber
pangan secara nasional yaitu beras dan mengabaikan sumber pangan lainnya
telah membunuh karakter dan mental masyarakat pengguna pangan lokal non
beras. Pada gilirannya terjadi eliminasi secara perlahan terhadap sumber-sumber
pangan lokal yang sangat berharga bagi kelangsungan keanekaragaman hayati
(Zuhud 2011).
221
Meskipun dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya alam dan
keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia namun masyarakat Samin
terbukti mampu beradaptasi dengan melakukan serangkaian aktivitas dan
tindakan untuk mempertahankan kehidupannya.
Satu hal penting yang perlu ditekankan bahwa masyarakat Samin jarang
mengalami krisis pangan. Cara yang dilakukan untuk menjaga ketersediaan
pangan (beras) adalah dengan selalu menyimpan sebagian hasil panen untuk
kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya, hingga mencukupi sampai masa
panen berikutnya. Penyimpanan dilakukan sendiri setiap keluarga maupun
secara kolektif pada lumbung padi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat
Samin di Pati dan Kudus. Bila persediaan beras sendiri habis mereka
mempunyai tradisi saling meminjam beras pada tetangga yang masih punya
persediaan. Bila keadaan tidak memungkinkan baru mereka membeli di pasar
atau di tempat lain. Hal ini merupakan bentuk strategi sederhana bagaimana
mereka menjaga ketahanan pangan. Strategi adaptasi dibidang pertanian dilakukan teknik bercocok tanam yang
mengadaptasikan dengan kondisi lingkungan. Dalam sistem pertanian sawah
mereka sudah mengguna cara-cara pertanian modern dengan menadaptasikan
sistem pertanian tradisional seperti penggunaan benih dari hasil seleksi sendiri,
penggunaan pupuk organik/pupuk kandang, cara penanggulangan hama, dan
sistem sambatan (gotong-royong) dalam penggarapan lahan.
Masyarakat Samin juga menerapkan sistem agroferestri. Sistem
agroforestri adalah sistem pertanian dan penggunaan lahan dimana pepohonan
berumur panjang dan tanaman pangan atau pakan ternak berumur pendek
diusahakan pada petak yang sama dalam suatu pengaturan ruang datau waktu
(Foresta et al. 2000). Pekarangan dan tegalan di pedesaan sekitar pemukiman
masyarakat Samin bisa dikatakan merupakan suatu kawasan agroforestri karena
pada lahan tersebut dibudidayakan berbagai sumberdaya tanaman yang
awalnya dari hutan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Jenis
tanaman sayuran, buah-buahan, tanaman obat serta berbagai jenis tanaman
lainnya sangat penting untuk menunjang kehidupan masyarakat. Keuntungan
sosial ekonomi dan ekologi dari pekarangan maupun tegalan tersebut antara lain
dapat dilihat peranannya dalam perbaikan gizi, peningkatatan pendapatan atau
penghematan belanja keluarga, cadangan sumberdaya saat ekonomi sulit,
perlindungan tanah, pelestarian kultivar dan sebagainya.
222
Teknik adaptasi yang dikembangkan masyarakat Samin dalam bidang
pertanian dengan sistem pertanian sawah, dan pertanian lahan kering sangat
penting bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Samin. Hasil panen padi
(Oryza sativa) berperan penting sebagai penyedia bahan pangan pokok dan
barang komersial (dijual) untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Panen jagung
(Zea mays) saat musim kemarau atau dari hasil sistem tumpangsari di lahan
perhutani merupakan komoditas penting setelah padi. Sistem budidaya dengan
sistem tumpang sari telah berperan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
terutama untuk kebutuhan pangan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan
sumberdaya hayati masyarakat Samin adalah makin terkikisnya kekayaan
sumberdaya hayati lokal akibat sistem pembudidayaan yang hanya
mengintensifkan jenis tertentu yang bernilai ekonomi atau jenis yang intensitas
penggunaannya tinggi. Hal ini juga tidak lepas dari sentralisasi kebijakan
pemerintah yang telah berperan besar menghilangkan berbagai kekayaan hayati
lokal, bahkan oleh Zuhud (2009) dikatakan bahwa kondisi ini telah berperan
besar dalam melemahkan keunikan sistem kedirian masyarakat lokal.
Penerapan teknologi pertanian pada masyarakat Samin pada saat ini telah
banyak melupakan dan mengabaikan hubungan alami diantara berbagai
subsistem, sehingga manfaat yang bisa didapatkan terbatas, tidak mampu
berkembang sesuai tuntutan jaman, atau bahkan menimbulkan kerusakan
lingkungan yang berakibat menurunnya kualitas kehidupan manusia. Gerakan
pertanian sawah ‘padinisasi’ yang intensif diterapkan masyarakat Samin tanpa
disadari telah mendorong mengkonsumsi nasi sebagai satu-satunya makanan
pokok. Jagung, ubi kayu, uwi, gadung, gembili dan berbagai sumber alternatif
pangan lainnya yang menjadi sistem ‘keunikan dan kedirian’ masyarakat
pedesaan semakin terpinggirkan.
Sumberdaya hayati lokal dan pola pertanian tradisional yang dimiliki oleh
masyarakat Samin yang sebenarnya memiliki keunikan dan kedirian saat ini
tidak dikembangkan dengan baik. Pengetahuan yang berbasis teknologi dan
sumberdaya lokal telah diganti dengan pengetahuan dan teknologi modern yang
mengacu pada sistem barat. Hal ini akan mengancam kemandirian dan
ketahanan pangan masyarakat lokal.
Keunggulan komparatif pertanian daerah tropis terletak pada tanaman
tahunan yang dapat menghasilkan agregat bahan organik paling tinggi di dunia,
223
suhu udara dan curah hujan yang tinggi merupakan unsur yang menentukan
(Nataatmadja 2007; Zuhud 2009). Kelestarian sumberdaya hayati pertanian dan
besarnya manfaat yang kita capai sangat tergantung pada kemampuan kita
mengembangkan siklus tanaman dengan hewan ternak. Kawasan lingkungan
masyarakat Samin sebagian besar merupakan daerah kering yang mempunyai
sumberdaya hayati dan lingkungan yang khas dan unik. Oleh karena itu perlu
dikembangkan sistem pengelolaan yang berbasis kenunikan sumberdaya lokal
dan kearifan lokal masyarakat setempat sehingga lebih operasional
penerapannya.
Sistem pengelolaan sumberdaya alam mempunyai target utama
pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable use) didasarkan pada prinsip
manfaat bersama dan saling timbal balik untuk menjaga keseimbangan sosial
dan keselarasan dengan alam sekitar (Purwanto et al. 2004). Pada dasarnya
terdapat tiga dimensi peran sumberdaya hayati bagi kita yaitu peran yang
berdimensi ekologi, ekonomi dan dimensi etik. Dimensi ekologi dari
keanekaragaman hayati sangat jelas manfaatnya dalam fungsi ekosistem,
namun peran dimensi ekologi atau etik sering diabaikan. Pada umumnya
penguasa (pemerintah) lebih mengutamakan peran ekonomi yang manfaatnya
lebih nyata. Ketiga dimensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan
kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila pengelolaan sumberdaya hayati tidak
mengacu pada kepentingan tiga dimensi tersebut maka dapat dipastikan bahwa
sumberdaya hayati akan mengalami kerusakan seperti yang banyak terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam kaitan dengan pengelolaan sumberdaya hayati masyarakat Samin
maka diajukan konsep seperti pada Gambar 40 menunjukkan skema mengenai
konsep pengelolaan keanekaragaman hayati yang dapat digunakan sebagai
acuan dan rambu-rambu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam hayati
masyarakat Samin, dimodifikasi dari konsep yang dikemukanan Purwanto et al.
(2004).
Sebagaimana layaknya masyarakat di Indonesia yang hidupnya sangat
tergantung dari sumberdaya alam, setiap kelompok masyarakat atau etnik
memiliki sistem pengelolaan sumberdaya alam tersendiri. Demikian pula
masyarakat Samin dalam mengelola wilayah dan sumberdaya alamnya mereka
mempunyai sistem tersendiri yang dikembangkan berdasarkan tingkat kemajuan
224
budaya dan kondisi lingkungannya. Diantara pengetahuan yang dimiliki adalah
pengetahuan mereka terhadap sumberdaya hayati dan lingkungan.
Gambar 40 Konsep pengelolaan sumberdaya hayati lokal masyarakat Samin (Modifikasi Purwanto et al. 2004)
Pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat Samin mengenai
pengelolaan sumberdaya hayati dan lingkungan merupakan bentuk kearifan
yang sepantasnya di pertahankan atau dilestarikan. Menjaga kelestarian budaya
lokal artinya harus mempertahannya masyarakat lokal tersebut. Pengetahuan
lokal yang dimiliki masyarakat Samin penting untuk dipertahankan sebagai
kekayaan budaya bangsa yang bernilai luhur, maka pihak pemerintah setempat
perlu menetapkan suatu kebijakan untuk melindungi masyarakat Samin beserta
sumberdaya hayati dan lingkungannya. Bentuk perlindungan tersebut berupa
penetapan ’cagar budaya’ pada lingkungan pemukiman masyarakat Samin
yang sekarang masih ada. Langkah yang perlu ditempuh adalah pembentukan
kelembangaan komunitas Samin dan pemetaan yang lebih komprehensif dimiliki
masyarakat Samin.
Gagasan pembentukan cagar budaya ‘Kampung Samin’ sebagai pusat
pelestarian budaya dan keanekaragaman hayati lokal diperlukan untuk
mendukung ketahanan pangan dan kemandirian desa. Potensi keanekaragaman
KEANEKARAGAMAN HAYATI LOKAL
Dimensi Ekologi Dimensi ekonomi Dimensi etik
1. Kekayaan jenis, distribusi
2. Peran dan fungsi dalam ekosistem
Berguna Nilai ilmiah dari Keanekaragaman hayati, merupakan warisan kemanusiaan
Komersial subsisten
Keuntun-gan
ANCAMAN
Pengelolaan SDH Pembangunan Berkelanjutan
225
hayati yang dikaitkan dengan pelestarian dan pemanfaatan dari masyarakat lokal
dipopulerkan dengan istilah bio-cultural-diversity (Mafii 2005; Zuhud 2011), ini
juga menguatkan gagasan pembangunan masyarakat kecil yang digagas oleh
Rachman (2008). Pengembangan Kampung Samin diharapkan terwujud
konservasi sumberdaya hayati dan lingkungan masyarakat Samin berbasis
budaya lokal untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, sejahtera, kuat dan
tangguh dalam menghadapi era globalisasi dan ancaman krisis ekonomi global.
Gambar 41 menunjukkan gambaran strategi yang diungkapkan pakar kedaulatan
pangan Mulvany (2011) yang diacu Zuhud (2011) untuk membangkitkan
produktivitas masyarakat desa.
Gambar 41 Konsep pengembangan Kampung Samin (Modifikasi Mulvany 2011; Zuhud 2011)
Prinsip-prinsip untuk mencapai kedaulatan pangan menurut Mulvany
(2011) yang diacu Zuhud (2011) antara lain: (1) makanan diperuntukkan bagi
manusia sebagai hak pangan bukan untuk komoditas ekspor; (2) menghormati
nilai dan hak petani sebagai penyedia makanan bukan mengusir petani dari
lahan; (3) membuat sistem pangan lokal, bukan mempromosikan
memperdagangkan global yang tidak adil; (4) membangun lokal kontrol, bukan
pengekangan dengan Trans National Corporate, (5) membangun pengetahuan
dan ketrampilan masyarakat lokal, bukan bergantung pada teknologi asing; (6)
bekerja sesuai kaidah lingkungan, bukan menggunakan metode yang
membahayakan fungsi ekosistem.
A
B
C C=cagar budaya Kampung Samin (Low external input production)
IPTEKS (pro rakyat, ramah lingkungan, eko-teknologi)
B= tingkat produktivitas berjalan saat ini
A=industri, simplified (hight external input production
Ketersediaan bahan pangan, obat-obatan dll
Rendah ...............KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN DAYA LENTING.....................Tinggi Tinggi....................................................BIAYA KARBON............................................. Rendah Tinggi .............................................CORPORATE CONTROL.......................................Rendah Rendah ....................................KEDAULATAN PANGAN............................... Tinggi
226
Selanjutnya Zuhud (2011) menyebutkan ada tiga faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan konsep pengembangan masyarakat kampung
konservasi hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia dalam menghadapi era
global, dan relevan untuk diacu dalam konsep pengembangan kampung Samin,
yaitu; (1) pengelolaan secara terpadu unit ekosistem dan keanekeragaman
hayati lokal masyarakat kecil; (2) penerapan ekoteknologi, teknologi ramah
lingkungan, mandiri berbasis pengembangan indegenous knowledge, dan (3)
tolok ukur kemakmuran adalah income masyarakat kecil bukan income perkapita.
Pengembangan kampung Samin masa depan diharapkan tetap
mempertahankan masyarakat Samin manjadi masyarakat yang mandiri dengan
karakteristik budaya yang dimilikinya. Untuk itu diperlukan peran perguruan
tinggi untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi yang pro rakyat,
ramah lingkungan dan tetap berbasis pada sumberdaya potensi lokal.
7.6 Pelajaran yang Dapat Diambil dari Studi Kearifan Lokal Masyarakat
Samin dalam Mengelola Sumberdaya Hayati dan Lingkungannya
Masyarakat Samin mempunyai pengetahuan dalam pengelolaan
sumberdaya hayati dan lingkungannya yang sesuai dengan kaidah ekologi
seperti yang ditunjukkan pada teknik adaptasi yang mereka kembangkan:
1. Pengetahuan tradisional di bidang pertanian: Masyarakat Samin masih
memiliki kebanggaan yang tinggi berprofesi sebagai petani, karena menjadi
petani merupakan pekerjaan yang paling mulia. Mereka menjalankan aktivitas
bertani dengan sepenuh jiwa, dalam pandangan mereka sawah ibarat istri,
mereka mengelola sawah sebagaimana mereka memberikan kasih sayang
kepada istri. Dalam pengelolaan aktivitas pertanian mereka masih
menerapkan sistem sambatan yaitu penggunaan tenaga kerja secara gotong-
royong tanpa pengupahan, sehingga menghemat biaya produksi.
2. Pengetahuan tata ruang: masyarakat Samin mempunyai pengetahuan tentang
klasifikasi bentuk satuan lingkungan di sekitar pemukiman mereka. Setiap
satuan lingkungan dimanfaatkan dan dikelola sesuai dengan fungsinya.
Seluruh satuan lingkungan mempunyai manfaat yang saling terkait satu
dengan lainnya sehingga kesemuanya merupakan tempat melakukan aktivitas
dan sumber kehidupannya. Pengetahuan tentang tata ruang tradisional di
kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai landasan pengaturan tata
ruang yang lebih produktif dan ramah lingkungan. Selanjutnya setiap satuan
227
lingkungan diatur tatacara pemanfaatannya, penguasaannya dan
kelestariannya.
3. Struktur sosial: dalam masyarakat Samin tidak mengenal stratifikasi sosial,
semua masyarakat adalah setara, tidak ada pembedaan golongan, kasta atau
strata sosial. Tidak ada sistim kelembagaan atau kepemimpinan adat yang
resmi, dalam satu sisi hal ini kurang menguntungkan karena tidak ada
pembagian tugas yang jelas sehingga aspek pengaturan pemanfaatan
sumberdaya hayati kurang teratur dan terukur. Namun dalam satu sisi
menguntungkan karena tidak ada kelompok yang mendominasi atau
menguasai sumberdaya alam.
4. Pranata sosial: ajaran tentang kesetaraan antara manusia dengan alam
lingkungannya, prinsip rukun dengan sesama makhluk, prinsip perbuatan
baik terhadap sesama, prinsip kejujuran, prinsip penggunaan milik sendiri dan
tentang hukum karma menjadi landasan yang kuat dalam mengatur
sumberdaya alam, mengatur tata kehidupan, mengatur hubungan dengan
alam dan lain-lain. Prinsip-prinsip ini ditegakkan sebagai perwujutan dari
keyakinan ajaran mereka dan bisa disetarakan dengan ketentuan adat yang
tidak tertulis yang diyakini oleh segenap pemeluknya. Prinsip ini bisa dianggap
sebagai ‘sistem tersendiri’ yang cukup efektif menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan sekitar.
5. Ajaran moral: kejujuran merupakan satu sikap moral yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat Samin. Kejururan diterapkan dalam berintaraksi dengan sesama
manusia, sesama makhluk atau pada alam. Masyarakat Samin pantangan
mengambil atau menggunakan apa yang bukan hak miliknya. Apa yang
terlihat secara lahir sama dengan apa yang ada dalam batin mereka,
bagaimana mereka memperlakukan dirinya dilakukan juga terhadap
sesamanya. Keserasian atau keharmonisan interaksi sesama manusia
maupun dengan alam merupakan suatu cita-cita yang ingin diwujudkan
masyarakat Samin dalam kehidupannya. Kejujuran merupakan suatu bentuk
aksi yang diharapkan berimplikasi pada reaksi yang sama, sehingga terjalin
keharmonisan hubungan diantaranya. Kejujuran yang dipegang teguh
masyarakat Samin merupakan pelajaran yang sangat berharga, yang dapat
digunakan sebagai pelajaran bagaimana menegakkan moralitas bangsa
6. Kemandirian: Kemandirian dalam sistem pertanian telah banyak mengalami
pengikisan. Revolusi hijau dengan segala aktivitasnya telah mengubah
228
sistem tradisional yang berbasiskan lokal menjadi sistem pertanian yang
bergantung pada kebijakan pemerintah. Namun mereka masih tetap
mengakomodasi bentuk tradisional misalnya dalam penyediaan benih, dan
penggunaan tenaga kerja. Dalam penyediaan bahan pangan terutama beras
mereka mempunyai strategi tersendiri sehingga hampir selalu tercukupi.
Dalam beberapa hal masyarakat Samin memiliki ‘sistem mandiri’ antara lain
sistem perkawinan, sistem pendidikan, sistem sosial. Adanya ‘sistem mandiri’
menyebabkan masyarakat sering menghadapi benturan dengan pemerintah
maupun masyarakat lain dan sering dicap sebagai anti pemerintah, padahal
sebenarnya mereka hanya ingin menjalankan apa yang menjadi keyakinan
mereka. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah setempat dan
dimusyawarahkan untuk mendapatkan jalan keluarnya.
6. Terbentuknya masyarakat Samin akibat tekanan pemerintah kolonial Belanda
saat itu, dapat dijadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia bagaimana
mempertahankan jatidiri dan mempertahankan martabat bangsa yang saat ini
dalam tekanan negara maju dan pengaruh kuat globalisasi yang melanda
dunia.
229
8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN
8.1 Simpulan
Masyarakat Samin adalah masyarakat petani pedesaan yang hidup
kesehariannya terkait kuat dan bergantung langsung dengan sumberdaya alam
di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mempunyai
interaksi yang kuat dengan sumberdaya hayati dan dan lingkungan yang
dikelolanya. Bentuk-bentuk interaksi masyarakat dengan kondisi ekosistemnya
inilah yang membentuk suatu pola kesatuan hubungan yang unik dan berbeda
dengan masyarakat lainnya. Interaksi dengan sumberdaya alam dan lingkungan
yang telah berjalan secara turun temurun tersebut membentuk sistem
pengetahuan tradisional diantaranya berupa kearifan dalam mengelola
sumberdaya hayati dan lingkungannya. Keseluruhan pengetahuan masyarakat
Samin mengenai sumberdaya hayati dan lingkungan tersebut merupakan
representasi bentuk adaptasi mereka terhadap kondisi biofisik lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Pada prinsipnya masyarakat Samin memiliki
sistem pengetahuan yang dapat diadopsi sebagai pelengkap atau alternatif
pengelolaan sumberdaya alam dan pengaturan tata guna lahan kawasan.
Prinsip-prinsip ajaran dan pengetahuan lokal tentang sumberdaya alam dan
lingkungan merupakan elemen penting yang dapat dikembangkan sebagai
alternatif pengelolaan sumberdaya hayati lokal yang berkelanjutan. Oleh karena
itu pengelolaan partisipatif masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya
alam hayati dan lingkungan mutlak diperlukan. Berdasarkan analisis hasil penelitian dan uraian pembahasan dengan
pendekatan Etnoekologi, Etnobotani dan Etnozoologi, maka dapat dibuat
kesimpulan mengenai etnobiologi masyarakat Samin adalah sebagai berikut:
1. Prinsip yang diterapkan dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
hayati dan lingkungan adalah memanfaatkan seperlunya untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka dan selalu menjaga keseimbangan antara sistem
sosial dan keselarasan dengan alam sekitarnya.
a. Terkait degan pandangan masyarakat tentang lingkungan alam, mereka
mempunyai pandangan yang sederhana, alam semesta ini hanya terdiri
dua unsur yaitu wong dan sandang pangan, atau manusia yang hidup
dengan unsur-unsur lingkungan yang memberi penghidupan, keduanya
230
merupakan kesatuan ibarat manusia dengan Tuhan. Bagaimana mereka
mengelola lingkungan alam ibarat mereka menjaga diri sendiri atau
menghormati TuhanNya.
b. Berkaitan dengan pengetahuan mengenai tata ruang, masyarakat Samin
secara sederhana membagi aktvitas hidupnya dalam dua bagian utama
yaitu aktivitas di mondokan (rumah) dan aktivitas di lemah garapan.
Lemah garapan merupakan representasi dari aktivitas bertani atau ruang
untuk mendapatkan sumber penghidupan. Sawah merupakan ruang
utama aktivitas pertanian mereka.
c. Aktivitas masyarakat Samin tergambar dari bentuk satuan lingkungan dan
praktek pengelolaan sumberdaya hayati yang terdapat di dalamnya.
Masyarakat Samin telah mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan
pokok terutama beras, bahkan sebagian dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup lainnya.
2. Sebagai masyarakat petani yang tinggal di pedesaan mereka mempunyai
pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman tumbuhan:
a. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh lebih dari 300 jenis tumbuhan
yang terdapat di sekitar pemukiman masyarakat Samin. Jenis tumbuhan
berguna jumlahnya tidak kurang dari 235 jenis. Pemanfaatan jenis
tersebut meliputi: bahan pangan (118 jenis), obat tradisional dan kosmetik
(74 jenis), bahan bangunan ( 16 jenis) bahan peralatan (15 jenis), kayu
bakar (16 jenis), Pakan ternak (27 jenis), bahan serat dan tali (3 jenis),
bahan ritual 26 jenis, bahan mitos dan legenda (10 jenis), bahan racun (2
jenis), bahan pengendali hama (16 jenis), indikator lingkungan (5 jenis),
dan tanaman hias dan pagar (45 jenis).
b. Berdasarkan analisis Indeks Kepentingan budaya diperoleh 10 jenis
tumbuhan yang penting bagi masyarakat Samin yakni: Oryza sativa (ICS
122), Tectona grandis (ICS 75), Bambusa bambos (ICS 60), Samanea
saman (ICS 53), Dendrocalamus asper (ICS 52), Leucaena glauca (ISC
50), Musa paradisiaca (ICS 48), Zea mays (ICS 48), Swietenia mahagoni
(47) dan Ceiba pentandra (ICS 45). Nilai kepentingan tumbuhan dapat
berubah dengan seiring dengan perjalanan waktu sesuai dengan nilai
kegunaan, intensitas penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat
terhadap suatu jenis tumbuhan.
231
3. Masyarakat Samin mempunyai pengetahuan cukup baik mengenai berbagai
jenis hewan terutama yang terdapat di sekitar pemukiman mereka berupa
hewan ternak dan hewan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian
masyarakat.
a. Berdasarkan hasil inventarisasi dan wawancara diperoleh sekitar 81 jenis
hewan yang terdapat di sekitar pemukiman masyarakat Samin. Jenis yang
paling banyak adalah dari kelompok Aves (24 jenis), Mamalia (19 jenis),
Pisces (14 jenis), Reptil (7 jenis) Amphibi (4 jenis), molusca (2 jenis),
Crustaceae (2 jenis) dan Oligochaeta (1 jenis).
b. Berdasarkan kategori peran dan pemanfaatannya dapat di bedakan: hewan
sumber protein (21 jenis), hewan peliharaan untuk kesenangan (7 jenis),
hewan pengganggu tanaman budidaya (17 jenis), penganggu hewan
ternak (3 jenis), hewan pemangsa hama (11 jenis), hewan untuk obat (10
jenis), hewan untuk ritual (1 jenis), hewan liar (35 jenis).
4. Untuk strategi pengelolaan sumberdaya tumbuhan bagi masyarakat Samin
dengan membandingkan nilai INP dan nilai ICS dari setiap jenis tumbuhan
dapat dibuat beberapa kategori tumbuhan. Tumbuhan INP tinggi dan ICS
tinggi adalah: Jati (Tectona grandis), pring ori (Bambusa bambos) dan lamtoro
(Leucaena glauca). Strategi pengelolaan yang diperlukan adalah
mempertahankan jenis tersebut. Tidak ditemukan jenis yang yang
mempunyai nilai INP tinggi dan ICS rendah. Jenis yang mempunyai INP
rendah dan ICS tinggi adalah Meh/Ki Hujan (Samanea saman) dan pring
petung (Dendrocalamus asper). Upaya pengelolaan yang perlu dilakukan
adalah meningkatkan pembudidayaan. Jenis tumbuhan dengan INP rendah
dan ICS rendah jumlahnya lebih dari 50% jenis pada tiap satuan lingkungan,
jenis ini kurang penting bagi masyarakat dan ketersediaannya juga rendah,
tetapi perlu dikaji potensi pemanfaatannya dan pengembangannya.
Masyarakat Samin sudah mengenal kayu meh/trembesi (Samanea
saman) sebagai jenis kayu yang mempunyai energi tinggi untuk kayu bakar.
Secara tidak langsung masyarakat Samin sudah mengetahui bahwa kayu
meh (Samanea saman) mempunyai kandungan karbon karbon (C) yang
tinggi. Secara ilmiah jenis tanaman tersebut terbukti mampu menyerap karbon
(C) dalam jumlah tinggi.
5. Masyarakat Samin saat ini sudah banyak mengalami perubahan, mereka
bukan lagi sebagai masyarakat yang anti pemerintah seperti awal
232
kemunculannya. Saat ini mereka masih tinggal di pedesaan dan tetap
bertahan menjadi petani. Mereka masih mempunyai kebanggaan menjadi
petani, suatu karakter yang tidak banyak dimiliki lagi oleh generasi muda
sekarang. Menjadi petani merupakan pekerjaan paling mulia, dengan
menggarap tanah (sawah) berarti mereka menghidupkan tanah, tanah itulah
asal mula kehidupan mereka. Dengan bertani selalu mengingat asal muasal
mereka, hal itu merupakan bentuk pengamalan ajaran mereka yaitu sangkan
paraning dumadi.
8.1 Saran 1. Masyarakat Samin memiliki kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya
hayati dan lingkungan yang dapat diadopsi sebagai pelengkap atau alternatif
untuk pengeloaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan
pemukimannya agar lebih mempunyai nuansa konservasi dan keserasian
antara masyarakat dengan lingkungannya. Pandangan hidup dan prinsip
ajaran yang diterapkan merupakan modal yang kuat untuk dapat menjaga
keserasian dengan alam.
2. Diperlukan kebijakan pemerintah setempat untuk memberikan pengakuan
atas hak-hak masyarakat Samin. Langkah yang perlu ditempuh adalah
membentuk sistem kelembagaan yang membawahi seluruh komunitas Samin
dan melakukan pemetaan yang lebih komprehensif terhadap kawasan milik
masyarakat Samin. Untuk pengembangan masyarakat Samin menjadi
masyarakat madiri yang mempunyai kedaulatan pangan dengan tetap
mempertahankan budaya dan sumberdaya hayati lokal perlu diwacanakan
semacam ‘Cagar budaya' kampung Samin, pada pemukiman Samin yang
masih ada.
3. Dalam bidang pertanian masyarakat Samin sangat terbuka terhadap sistem
pertanian modern hal ini telah berperan menghilangkan bentuk-bentuk
pertanian tradisional yang menjadi pilar kekuatan petani pedesaan. Perlu
disosialisasikan pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,
misalnya sistem pertanian organik yang tetap bertumpu pada sumberdaya
lokal yang tersedia.
4. Dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya tumbuhan dan hewan,
masyarakat Samin masih menerapkan teknik yang sederhana, belum banyak
inovasi dan sentuhan teknologi. Perlu upaya berkelanjutan untuk
233
memperkenalkan teknologi sederhana dan tepat guna untuk mengelola dan
memanfaatkan sumberdaya lokal.
5. Dalam hal kecukupan pangan masyarakat Samin sudah mampu memenuhi
kebutuhan pangan pokok, namun faktor hama dan perubahan iklim banyak
menyebabkan kegagalan panen yang mengancam ketahanan pangan
mereka. Perlu dilakukan upaya yang lebih intensif untuk diversifikasi bahan
pangan sebagai alternatif bahan pangan pokok beras. Jenis bahan pangan
alternatif potensial yang sudah ada di lingkungan masyarakat Samin dan
perlu dibudidayakan kembali antara lain: Uwi (Dioscorea alata), gembili
(Dioscorea aculeata), ketela rambat (Ipomoea batatas), kentang jowo (Coleus
tuberosus).
6. Kebutuhan kayu bakar bagi masyarakat Samin cukup tinggi, saat ini dirasakan
mencukupi, namun kedepan perlu dilakukan penanaman dan peremajaan
terus-menerus berbagai jenis kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan kelestariannya tetap terjaga. Jenis kayu bakar yang
mempunyai nilai penting bagi masyarakat dan secara ekologi sesuai untuk
dikembangkan di lingkungan masyarakat Samin adalah: Kayu meh (Samanea
saman), turi (Sesbania grandiflora), dan lamtoro (Leucaena glauca).
235
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja K. 2008. Dinamika Budaya Lokal. Bandung: CV Indra Prahasta bersama
Pusat Kajian LBPB Al-Susanti N. 2007. Studi Etnobotani tanaman obat pada masyarakat Samin di dusun
Jepang, desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro.[skripsi]. Malang: UNM
Amsikan YG. 2006. Manfaat Kearifan Ekologi Terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup.
Suatu Studi Etnoekologi di Kalangan Orang Biboki. Jurnal Kebudayaan AKADEMIKA. Vol.4, No.1
[Anonim] 2005. Laporan Penelitian dan Studi Karst Daerah Pati, Jawa Tengah.
Bandung: Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan kawasan Pertambangan Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta: Dept. ESDM
[Anonim] 2010. What is Ethnobiology. http:// ethnobiologi.org.about ethnobiologi/ what-is-ethnobiology [20 Januari 2010]
Arybowo S. 2008. Orang Samin dan Pandangan Hidupnya. http://www. kompas. com/
kompas-cetak/0705/10/humaniora/3522042.htm [24 Desember 2008]
Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. Fl. Mal.1, 9:237-552
Backer CA, van den Brink BRC. 1965. Flora of Java. Vol I-II. Groningen: Noordhoff NV
Backer CA, van den Brink BRC. 1968. Flora of Java. Vol III. Groningen: Noordhoff NV
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei Tanah dan Pemetaan Nasional 1999. Peta Tanah Indonesia. Jakarta: Bakosurtanal
[BAPPEDAL JAWA TENGAH] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa
Tengah. 2004. Kebijakan Keanekaragaman hayati di Jawa Tengah. Semarang: Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Jawa Tengah
[BPS Blora] Biro Pusat Statistik Blora. 2009. Kecamatan Kradenan dalam Angka 2009.
Blora: BPS Kabupaten Blora [BPS Blora] Biro Pusat Statistik Blora. 2010. Blora Dalam Angka 2010. Blora: BPS
Kabupaten Blora [BPS Bojonegoro] Biro Pusat Statistik Bojonegoro. 2009. Kecamatan Margomulyo
dalam angka 2009. Bojonegoro: BPS Kabupaten Bojonegoro [BPS Kudus] Biro Pusat Statistik Kudus 2010. Kecamatan Undaan dalam Angka 2010.
Kudus: BPS Kabupaten Kudus
236
[BPS Pati] Biro Pusat Statistik Pati. 2009. Kecamatan Sukolilo dalam Angka 2009. Pati: BPS Kabupaten Pati
[BPS Pati] Biro Pusat Statistik Blora. 2010. Pati dalam Angka 2010. Pati dalam
angka 2010. Pati: BPS Kabupaten Pati Barbour GM, Burk JK, Pitts WD. 1987. Terresterial Plant Ecology. New York:
The Benyamin/ Cumming Publising Company Benda HJ, Castle L. 1969. The Samin Movement. In: Bijdragen toot de Taal-,
Land- en Volkenkunde 125; 2: 207-240 Berkes F, Folke C. 1998. Linking Social and Ecological System for Resilience
and Sustainability. Di dalam: Berkes and Folke C, editor. Linking Social and Ecological System: Management Practices and Spcial Mechanism for Buiding Resiliencies. Cambridge: Cambridge University
Brower JE, Zar JH, Ende CN Von.1990. Filed and Laboratory Methode for
General Ecology. Third Edition. Boulevard, Dubuque: Wm.C Brown Publisher.
[CIFOR] Center for International Forestry Reseach. 2004. Mengekploitasi
keanekaragaman hayati, lingkungan dan pandangan masyarakat lokal mengenai berbagai lanskap hutan. Metode-metode penilaian lanskap secara multidisipliner. Bogor: CIFOR Indonesia
Conklin HC.1954. An Etnoecologycal Approach to Shifting Agricuture. Dalam
Transaction of the New York of Academy of Science II, (17): 133-142 Cotton CM. 1996. Ethnobotany: Principles and Applications. New York: John
Wiley & Sons Cox WG. 1976. Laboratory Manual of General Ecology. Iowa: Brown Company
Publishers. 195 p. Cunningham AB. 2001. Applied Ethnobotany: People, Wild Plant Use and
Conservation. London: Earshscan Dahlan EN. 2010. Trembesi Dahulunya Asing Sekarang Tidak Lagi. Bogor: IPB
Press Darmastuti R. 2005. Pola Komunikasi Sosial Masyarakat Samin, Khususnya
Komunitas di Sukolilo Pati. [tesis]. Surakarta UNS Djokosoewardi HP. 1969. Saminisme. [skripsi]. Yogyakarta: Jurusan Antropologi
UGM Dove MR. 1985. Swidden agriculture in Indonesia. The subsistence Strategies of
The Kalimantan Kantu. New York: Mouton Publishers Ellen R. 1993. The Cultural Relations of Classification, an Analysis of Nuaulu
Animal Categories from Central Seram. Cambridge: Cambridge University Pres
237
Fachrul MF. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara Foresta H, Kusworo A, Michon G, Djatmiko WA. 2000. Agroforest Khas Indonesia
Sebuah Sumbangan Masyarakat. Bogor: IRD Golar. 2006. Adaptasi sosio-kultural komunitas adat Toro dalam mempertahankan
kelestarian hutan. Di dalam: Soedjito H, editor. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfir Indonesia. Jakarta: Komisi Nasional MAB Indonesia-LIPI Press
Grandstaff S, Grandstaff TB. 1987. Semi Structure Interviewing by Multidicipline
Teams in RRA. KKU Prociding : 69 – 88. Hadi SP. 2009. Manusia dan Lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Hamilton AC, Shenji P, Kessy J, Khan AA, Lagos-White S, Shinwaei ZK. 2003. The
Purpose Teaching of Applied Ethnobotany. UK: WWF, Godalming Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Presindo Hutomo. SS. 1996. Tradisi dari Blora. Semarang: Citra almamater Hutterer K, Rambo AT. 1985. Introduction In Cultural values and Human Ecology in
Southeast Asia. Di dalam: Hutterer KL, Rambo AT & Lovelace G, editor. Michigan: Michigan Paper on Southeas Asia Center for South and Southeast Asian studies The University of Michigan
Iskandar J. 2001. Ekologi Manusia. Manusia Budaya dan Lingkungan. Bandung:
Humaniora Hutama Press [IUCN] International Union for Conservation of Nature. 1980. Strategi Keanekaragaman
Hayati Global. Jakarta: Walhi Johnson LM. 2002. Ethnobiology-Traditional Biological Knowledge in Contemporary
Global Context. Athabasca University. http://www. athabascau. ca/courses/anth/491/unit01.htm [21
April 2012]
Joshi L, Wijaya K, Sirait M, Mulyoutami E. 2004. Indegenous Systems and Ecologycal Knowledge Among Dayak People in Kutai Barat, East Kalimantan. Bogor: World Agroforestri Centre-ICRAF Working Paper No 2004_3
Kadar D, Sudijono. 1994. Geologi Lembar Rembang Jawa Tengah. Departemen
Pertambangan dan Energi. Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Keraf S. 2006. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas King VT. 1973. Some observation of the Samin Movement of the North-Central Java:
Sugestion for the theoretical Analisis of the dynamic of rural Unrest. In: Bijdragen tot de taal, Land-en Volkenkunde 129; 4:457-461
Koentjaraningrat 2005. Pengantar Anthropologi II. Pokok-pokok Etnografi. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
238 Mac. Kinnon JR, Phillip K. 1986. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung
di Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Bali. Bogor: Birdlife Machfudloh N. 2011. Studi etnobotani tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai
bahan perawatan dan pasca persalinan oleh masyarakat Samin di Kec. Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro. [skripsi]. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim
Maffi L. 2005. Linguistic Cultural and Biological Diversity. Annual Review of
Antropology 35:599-617 Martawijaya A, Kartasudjana I, Sinaga M. 1999. Ciri Umum dan sifat kegunaan
kayu Indonesia. Bogor: Forest Product and Social-economic Researc and Developmen center
Marten GG. 2001. Human Ecology. Basic Consept for Sustainable Development.
London: Earthscan Publication Ltd Martin GJ. 1995. Ethnobotany. London: Chapman and Hall. Mc Neely JA, Miller KR, Reid WV, Mittermeier RA, Werner TB. 1990. Conserving
the World’s Biodiversity. Washington DC: WWF. Mueller-Dumbois DR, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. New York: John Willey and Sons Mulder N. 1977. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press Mumfangati T, et al. 2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin
kabupaten Blora Jawa Tengah. Yogyakarta: Penerbit Jarahnitra Nababan A. 2003. Pengelolaan Sumberdaya alam berbasis masyarakat adat.
http://dte.gn.apc.org/AMAN/publikasi makalah [12 Juli 2009] Nataatmadja H. 2007. Melampui Mitos dan Logos Pemikiran ke Arah Ekonomi
Baru. Yogyakarta: Lansekap Parson JR. 1985. Primitive Polluter Semang Impact on the Malaysian Tropical
Rainforest Ecosystem. Anthropological papers 76:3-104 Poejo IA. 1989. Pola penguasaan Pemilikan dan Penggunaan Tanah secara
tradisional daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Dirjen Sejarah dan Nilai Nilai Tradisional
Poluso NL. 2006. Hutan Kaya Rakyat melarat: Penguasaan Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa, terjemahan Landung Simatupang. Jakarta: KONPHALINDO
[PPPB] Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
239
Prasetyo B. 2006. Struktur komunitas dan profil vegetasi dalam system pekarangan di desa Jabon Mekar Kecamatan Parung Bogor [tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB
Prasongko H. 1981. Kekerabatan dan perkawinan pada masyarakat Samin: kasus di
Pedukuhan Bapangan [skripsi]. Yogyakarta: Jurusan Antropologi, Fak sastra dan Kebudayaan UGM
Pringgopawiro, Sukido, 1992. Geologi Lembar Bojonegoro Jawa Timur. Bandung:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi
Purwanto Y. 1993. Studi Etnoekologi Masyarakat Dani-Baliem dan Perubahan
Lingkungan di Lembah Baliem, Jayawijaya, Irian Jaya. Berita Biologi 6(5):661-678
Purwanto Y, Laumonir Y, Malaka M. 2004. Antropologi dan Etnobiologi Masyarakat
Yamdena di Kepulauan Tanimbar. Jakarta: The TLUP Project Director, Tanimbar LUP/BAPPEDA
Purwanto Y. 2007. Ethnobiologi. Ilmu interdisipliner, metodologi, aplikasi, dan
prosedurnya dalam pengembangan Sumberdaya tumbuhan. Bogor: Bahan Kuliah Pascasarjana IPB (inpress)
Purwanto Y, Walujo, EB, Wahyudi A. 2011. Valuasi hasil hutan bukan kayu (Kawasan
Lindung PT Wirakarya Sakti Jambi). Jakarta : LIPI Press Rahman AMA. 2008. Energi dan Eko-Teknologi: Satu Catatan Penelitian Prospek
Pembangunan Masyarakat Kecil Dalam Era Global. Pemikiran Guru Besar Institue Pertanian Bogor, Perspektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Penebar Swadaya dan IPB Press
Rambo TA.1983. Conceptual Approach to Human Ecology. Research Report No.14.
Honolulu: East West Environment and Institute Raynor B, Kostka M. 2003. Back to the Future : Using Traditional Knowledge to
Strengthen Biodiversity Conservation in Pohnpei, Federated States of Micronesia. Ethnobotany Research & Applications. 1 : 55 – 63.
Rosyid M. 2008. Samin Kudus Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Rosyid M. 2010. Kodifikasi Ajaran Samin. Yogkarta: Kepel Press Sastroatmodjo SRPA. 2003. Masyarakat Samin, Siapakah Mereka? Yogyakarta:
Narasi Satria A, Rustiadi E, Purnomo AE, Editor. 2011. Menuju Desa 2030. Yogyakarta:
Pohon Cahaya Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall Typre Dase on Wet and Dry Period Ration
for Indonesia and Western New Guinea. Jakarta: Djawatan Met. Geofisik
240 Setiadi D. 2007. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta:
Universitas Terbuka Setiadi D., Muhadiono I, Yusron A. 1989. Penuntun Praktikum Ekologi. Jakarta:
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen DIKTI, PAU ITB. Soedjito H, Sukara E. 2006. Mengilmiahkan Pengetahuan Tradisional: Sumber
Ilmu Masa Depan. Di dalam: Soedjito H, editor. Kearifan Tradisional dan Cagar Biosfir di Indonesia. Jakarta: Komite Nasional MAB Indonesia, LIPI
Soekanwo A. 1968. Masyarakat Samin [skripsi.] Yogyakarta: Fakultas Sastra dan
Kebudayaan UGM Soemarwoto O. 1993. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Djambatan Soerjani M, Ahmad R, Munir R. 2008. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan
Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press Soerjani M, Kostermans AJGH, Tjitrosoepomo G. 1987. Weed of Rice in
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Sugiyono 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta Sukari 1993. Kehidupan Masyarakat Samin di Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo
Kabupaten Dati II Pati, Propinsi Jawa Tengah. Yogkakarta: Balai Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Sukenti K. 2002. Kajian Etnobotani terhadap Serat Centhini [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Sumintarsih, Ariani Ch. 2007. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan Dalam
Pemeliharaan Lingkungan Alam Kabupaten Gunung Kidul Propinsi DIY. Jakarta: Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni dan Film Dept. Kebudayaan dan Pariwisata
Suryadarma 2008. Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta Suwarti T, Wikanto R. 1992. Peta Geologi Lembar Kudus Jawa Tengah.
Bandung: Puslitbang Geologi Tashadi P, Murniatmo G, Susilantini E, Sadilah E. 1998. Kehidupan Masyarakat
Samin Dalam Era Globalisasi di Desa Jepang Margomulyo, Bojonegoro. Jawa Timur. Yogkakarta: Balai Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Toledo VM. 1992. What is etnoekologi ? Origin, scop and implications of arising
discipline. ETNOECOLOGI. Vol I(1):59-67 Turner NJ. 1988. The Importance of a Rose: Evaluating the Cultural Significance
of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. American Anthropologist,
90(2): 272-290.
241
Usman H, Akbar PS. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Van Bammelen, RW. 1949. The Geology of Indonesia. Vol VI. The Haque: Govt
Printing office Van Steenis CGGJ.2006. Flora Pegunungan Jawa. Bogor: Puslit Biologi LIPI Vayda AP.1983. Progressive contextualization: Methode for Reseach in Human
Ecology. Human Ecology 3:264-278 Verma AK, Kumar M, Bussman RW. 2007. Medical Plant in urban environment: the
medical flora of Banares Hindu University, Varanasi, Uttar Pradesh. J. Ethnobiol Ethnomed. 3:35-41
Walujo EB. 2009. Etnobotani, Menfasilitasi penghayatan, pemutakhiran pengetahuan
dan kearifan lokal dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan. Dalam Purwanto Y dan Walujo EB, editor. Seminar Etnobotani IV: Keanekaragaman Hayati, Budaya dan ilmu Pengetahuan. Jakarta : LIPI Press
Warsito. 2001. Pergeseran budaya masyarakat Samin [tesis]. Malang: UMM Warto, 2000. Saminisme: Resistensi Petani di Pedesaan Hutan Karesidenan Rembang
pada awal abad ke-20. Etnografi 1:1-11 Whitten AJ, McCarthy C.1993. List of the amphibian and reptil ofJava and Bali.
Biotropica 18:176 Whitten T, Soeriaatmagja RE, Affif SA. 1999. Ekologi Jawa dan Bali (Edisi
Terjemahan). Jakarta: Prenhallindo Whittmore TC.1994. Tropical Rain Forest of The Far East. Oxford: Clarendon Wibowo A. 2004. Pengetahuan lokal kemandirian petani samin dalam usaha tani
[tesis]. Surakarta: Program Pascasarjana UNS Widiyanto 1983. Samin Surosentiko dan koteksnya. Prisma 8: 64-70 Widyarini E. 2008. Saminisme Klopoduwur; Perubahan sosial komunitas Samin di
Blora tahun 1968-1999 [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM Yuniati EM. 2004. Pengaruh faktor sosial budaya dan ekonomi terhadap
keanekaragaman jenis tumbuhan pekarangan pada perkampungan yang dihuni oleh masyarakat Sunda dan Jawa di Kabupaten Brebes [tesis]. Bogor: SPs IPB
Zuhud EAM, 2009. Revitalisasi pengetahuan etnobotani bagi pembangunan
masyarakat kecil (etnis) menuju bangsa yang mandiri dan bermanfaat dalam era global. Dalam Purwanto Y, Walujo EB, editor. Seminar Etnobotani IV: Keanekaragaman Hayati, Budaya dan ilmu Pengetahuan. Jakarta: LIPI Press
Zuhud EAM. 2011. Pemgembangan Desa Konservasi Hutan Keanekaragaman Hayati
untuk mendukung Kedaulatan Pangan dan Obat Keluarga (POGA) Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Krisis Baru Ekonomi Dunia di Era Globalisasi. Bogor: IPB Press
242
243
LAMPIRAN
243
Lampiran 1 Analisis vegetasi pohon pekarangan masyarakat Samin Kudus
Nama ilmiah Nama Lokal
KM KR DM DR FM FR INP
Aegle mamelos mojo 0.001 0.98 0.02 0.01 0.09 1.25 2.24 Annona squamosa sirsat 0.001 3.43 0.28 0.15 0.45 6.25 9.83 Artocarpus heterophyllus
nangka 0.001 4.41 0.93 0.50 0.18 2.50 7.42
Averrhoa carambola blimbing 0.001 1.47 0.06 0.03 0.18 2.50 4.01 Bambusa bambos pring ri 0.012 5.88 114.97 62.16 0.45 6.25 74.29 Bambusa vulgaris bambu
kuning 0.001 0.98 0.02 0.01 0.09 1.25 2.24
Baringtonia racemosa putat 0.00 0.49 0.03 0.02 0.09 1.25 1.76 Carica papaya kates 0.001 2.94 0.27 0.15 0.27 3.75 6.84 Ceiba pentandra randu 0.001 2.45 1.16 0.62 0.27 3.75 6.83 Citrus reticulata jeruk
keprok 0.001 1.47 0.12 0.07 0.09 1.25 2.79
Citrusaur antifolis jeruk pecel
0.001 0.98 0.03 0.02 0.09 1.25 2.25
Dendrocalamus asper pring petung
0.001 0.49 0.50 0.27 0.09 1.25 2.01
Eugenia aquea jambu air 0.001 0.98 0.08 0.04 0.18 2.50 3.53 Eugenia javanica jambu
klampok 0.001 0.49 0.04 0.02 0.09 1.25 1.76
Gigantochloa apus pring apus
0.001 0.98 0.32 0.17 0.09 1.25 2.40
Hibiscus tiliaceus waru 0.001 2.45 0.38 0.20 0.27 3.75 6.41 Lanea grandis kayu
kudo 0.001 1.96 0.20 0.11 0.27 3.75 5.82
Leucaena glauca lamtoro 0.001 2.94 0.65 0.35 0.27 3.75 7.04 Mangifera indica Mangga 0.011 12.25 16.14 8.73 0.91 12.50 33.48 Manilkara Zapota sawo 0.001 0.49 0.02 0.01 0.09 1.25 1.75 Morinda citrifolia pace 0.001 0.49 0.00 0.00 0.09 1.25 1.74 Musa paradisiaca Pisang 0.031 33.82 40.23 21.75 0.64 8.75 64.33 Naucle orientalis gempol 0.001 1.96 0.28 0.15 0.18 2.50 4.61 Paraserianthes falcataria
sengon 0.001 0.49 0.04 0.02 0.09 1.25 1.76
Premna integrifolia singkil 0.001 0.98 0.01 0.01 0.09 1.25 2.24 Psidiun guajava Jamb biji 0.001 3.92 0.50 0.27 0.64 8.75 12.94 Samanea saman meh 0.012 5.88 7.20 3.89 0.55 7.50 17.28 Senna ciamea johar 0.001 1.96 0.40 0.21 0.18 2.50 4.67 Sesbania grandiflora turi 0.001 1.47 0.04 0.02 0.18 2.50 3.99 Tamarindus indica asem
jowo 0.001 0.49 0.02 0.01 0.09 1.25 1.75
0.10 100.00 184.95 100.00 7.27 100.00 300.00
244
Lampiran 2. Analisis vegetasi pohon pekarangan Masyarakat Samin Klopoduwur Blora Nama ilmiah Nama
lokal KM KR DM DR FM FR INP
Annona muricata srikaya 0.002 2.41 0.11 0.32 0.11 1.82 4.55 Annona squamosa sirsak 0.002 2.41 0.16 0.43 0.11 1.82 4.66 Artocarpus heterophyllus
Nangka 0.001 1.81 0.22 0.61 0.33 5.45 7.88
Averrhoa carambola Blimbing 0.001 1.81 0.17 0.46 0.33 5.45 7.73 Bambusa sp pring legi 0.001 1.21 0.32 0.88 0.11 1.82 3.90 Carica papaya Pepaya 0.002 2.41 0.12 0.34 0.33 5.45 8.21 Ceiba pentandra randu 0.000 0.60 0.03 0.09 0.11 1.82 2.51 Cocos nucifera kelapa 0.002 3.01 1.12 3.09 0.33 5.45 11.56 Eugenia aquea jambu air 0.002 3.01 1.14 3.14 0.22 3.64 9.79 Gigantochloa apus pring apus 0.001 1.81 2.87 7.92 0.11 1.82 11.55 Gliricidia maculate Kleresede 0.001 1.21 0.05 0.13 0.11 1.82 3.15 Leucaena glauca Lamtoro 0.002 3.01 0.11 0.32 0.11 1.82 5.15 Mangifera indica Mangga 0.008 9.64 5.62 15.52 0.78 12.73 37.90 Manilkara zapota sawo 0.000 0.60 0.02 0.06 0.11 1.82 2.49 Morinda citrifolia pace 0.001 1.21 0.06 0.17 0.11 1.82 3.19 Morus alba besaran 0.000 0.60 0.00 0.01 0.11 1.82 2.43 Musa paradisiacal Pisang 0.013 16.88 8.69 24.03 0.67 10.91 51.81 Mutingia carambola Kersen 0.001 1.21 0.09 0.26 0.22 3.64 5.10 Psidium guajava Jambu biji 0.005 6.03 0.76 2.09 0.56 9.09 17.21 Samane saman meh 0.001 1.21 0.82 2.27 0.11 1.82 5.29 Senna ciamea Johar 0.001 1.21 0.06 0.17 0.11 1.82 3.20 Spondis dulcis dondong 0.001 1.21 0.07 0.20 0.22 3.64 5.04 Swietenia mahagoni mahoni 0.001 1.21 0.25 0.68 0.11 1.82 3.71 Tamarindis indica Asamjawa 0.000 0.60 0.06 0.16 0.11 1.82 2.58 Tectona grandis Jati 0.015 19.29 9.70 26.82 0.33 5.45 51.56
0.079 100.00 36.19 100.00 6.11 100.00 300.00
245
Lampiran 3. Analisis vegetasi pohon pekarangan masyarakat Samin Pati
Nama Ilmiah Nama lokal
KM KR DM DR FM FR INP
Anacardium occidentale
Jambu mete
0,001 0,27 0,02 0,01 0,09 1,67 1,94
Annona squamosa Sirsak 0,001 1,86 0,31 0,08 0,18 3,33 5,27 Artocarpus altilis Kluweh 0,001 0,53 0,22 0,06 0,09 1,67 2,25 Artocarpus heteruphyllus
Nongko 0,001 0,80 0,15 0,04 0,27 5,00 5,83
Averrhoa carambola Blimbing 0,001 1,33 0,28 0,07 0,27 5,00 6,40 Caesalpinnia sapan Secang 0,001 2,92 0,63 0,16 0,18 3,33 6,42 Carica papaya Kates 0,001 0,80 0,10 0,03 0,18 3,33 4,15 Ceiba pentandra Randu 0,001 0,27 0,03 0,01 0,09 1,67 1,94 Citrus histrix jeruk
purut 0,001 0,27 0,01 0,00 0,09 1,67 1,93
Cocos nucifera Kelapa 0,001 0,27 0,03 0,01 0,09 1,67 1,94 Dendrocalamus asper
pring petung
0,001 3,45 121,10 31,57 0,18 3,33 38,35
Dracontomelum dao Krau 0,001 0,27 0,03 0,01 0,09 1,67 1,94 Eugenia aquea jambu air 0,001 0,53 0,10 0,03 0,09 1,67 2,22 Gigantochloa apus Bambu
apus 0,001 1,33 17,91 4,67 0,09 1,67 7,66
Gnetum gnemon Mlinjo 0,001 0,27 0,01 0,00 0,09 1,67 1,93 Hibiscus procera Weru 0,001 0,27 0,01 0,00 0,09 1,67 1,93 Inocarpus fagifer Gayam 0,001 1,33 0,98 0,25 0,09 1,67 3,25 Jatropa curcas Jarak 0,001 0,27 0,00 0,00 0,09 1,67 1,93 Leucaena glauca Lamtoro 0,011 10,34 7,38 1,93 0,36 6,67 18,94 Leucaena glauca Klanding 0,001 1,59 0,43 0,11 0,18 3,33 5,04 Mangifera indica Mangga 0,001 2,39 1,47 0,38 0,45 8,33 11,10 Musa paradisiaca Pisang 0,021 15,92 17,53 4,57 0,64 11,67 32,15 Mutingia calabura kersen 0,001 0,53 0,02 0,01 0,09 1,67 2,20 Premna integrifolia Singkil 0,001 0,27 0,00 0,00 0,09 1,67 1,93 Psidium guajava jambu
biji 0,001 1,33 0,32 0,08 0,18 3,33 4,74
Pterocarpus indicus Angsana 0,001 0,53 0,02 0,00 0,09 1,67 2,20 Senna siamea Johar 0,001 0,27 0,02 0,00 0,09 1,67 1,94 Sesbania grandiflora
Turi 0,001 0,27 0,01 0,00 0,09 1,67 1,93
Spondias dulcis Dondong 0,001 0,27 0,07 0,02 0,09 1,67 1,95 Swietenia mahagoni Mahoni 0,011 9,28 5,63 1,47 0,18 3,33 14,09 Tamarindus indica asem
jowo 0,001 0,27 0,01 0,00 0,09 1,67 1,94
Tectona grandis Jati 0,041 39,79 208,71 54,42 0,45 8,33 102,54
0,112 100,00 383,55 100,00 5,45 100,00 300,00
246
Lampiran 4 Analisis vegetasi Pohon pekarangan masyarakat Samin Tambak Sumber Blora
Nama ilmiah Nama lokal KM KR DM DR FM FR INP
Acassia farnesiana Klampis 0.001 1.04 0.26 0.19 0.13 2.86 4.09 Artocarpus heterophyllus
Nangka 0.005 4.69 2.39 1.77 0.33 7.14 13.60
Averrhoa bilimbi Blimbing wuluh
0.002 1.56 0.15 0.11 0.20 4.29 5.96
Averrhoa carambola
Blimbing 0.003 2.60 0.12 0.09 0.20 4.29 6.98
Bambusa bambos pring ori 0.006 5.73 96.42 71.37 0.20 4.29 81.38 Bridellia sp Gandri 0.002 2.08 0.28 0.21 0.07 1.43 3.72 Carica papaya Kates 0.003 2.60 0.26 0.19 0.20 4.29 7.08 Ceiba pentrandra Randu 0.001 0.52 0.01 0.00 0.07 1.43 1.95 Citrus aurantifolia Jeruk 0.002 1.56 0.02 0.02 0.07 1.43 3.01 Cocos nucifera Kelapa 0.001 0.52 0.04 0.03 0.07 1.43 1.98 Erioglossum rubiginosum
Klayu 0.001 0.52 0.00 0.00 0.07 1.43 1.95
Hibiscus tilliaceus Waru 0.002 1.56 0.15 0.11 0.07 1.43 3.10 Leucaena glauca Lamtoro 0.019 17.19 5.55 4.11 0.53 11.43 32.72 Mangifera indica Mangga 0.008 6.77 2.89 2.14 0.40 8.57 17.48 Morinda citrifolia Pace 0.002 2.08 0.25 0.18 0.27 5.71 7.98 Murayya paniculata
Kemuning 0.001 0.52 0.01 0.01 0.07 1.43 1.96
Musa paradisiaca Pisang 0.008 6.77 2.83 2.09 0.20 4.29 13.15 Psidium guajava jambu biji 0.003 3.12 0.24 0.18 0.27 5.71 9.02 Pterocarpus indicus
Angsana 0.001 0.52 0.02 0.02 0.07 1.43 1.97
Punica granatum Delima 0.001 0.52 0.01 0.01 0.07 1.43 1.96 Samanea saman Meh 0.001 1.04 0.61 0.45 0.13 2.86 4.35 Spondias dulcis Dondong 0.002 1.56 0.14 0.10 0.20 4.29 5.95 Swietenia microphylla
Mahoni 0.007 6.25 4.21 3.11 0.40 8.57 17.94
Syzygium javanicum
jambu air 0.001 1.04 0.06 0.04 0.13 2.86 3.94
Tamarindus indica asem jawa 0.002 1.56 0.28 0.20 0.20 4.29 6.05 Tectona grandis Jati 0.029 26.04 17.91 13.26 0.07 1.43 40.73
0.112 100.00 135.11 100.00 4.67 100.00 300.00
247
Lampiran 5 Analisis vegetasi pohon pekarangan Masyarakat Samin di Jepang Bojonegoro
Nama jenis Nama lokal
KM KR FM FR DM DR INP
Annona squaosa sirsat 0.001 0.62 0.14 2.00 0.01 0.06 2.68 Artocarpus elasticus Bendo 0.001 0.62 0.14 2.00 0.05 0.28 2.89 Artocarpus altilis kluwih 0.001 1.23 0.29 4.00 0.48 2.86 8.10 Artocarpus heterophyllus
nangka 0.003 3.09 0.29 4.00 0.67 4.01 11.10
Bambusa vulgaris bambu kuning
0.002 1.85 0.14 2.00 0.06 0.39 4.24
Carica papaya pepaya 0.002 1.85 0.29 4.00 0.11 0.69 6.54 Ceiba pentandra Randu 0.001 1.23 0.29 4.00 0.35 2.08 7.32 Cocos nucifera kelapa 0.002 1.85 0.43 6.00 0.30 1.81 9.67 Cynometra sp tayuman 0.003 3.09 0.29 4.00 0.08 0.46 7.54 Eugenia aquea jambu air 0.001 1.23 0.29 4.00 0.06 0.39 5.62 Eugenia cumini juwet 0.001 0.62 0.14 2.00 0.02 0.15 2.77 Ficus septica Awar-
awar 0.001 1.23 0.14 2.00 0.01 0.06 3.29
Glyricidia maculate kleresede 0.001 1.23 0.14 2.00 0.04 0.22 3.46 Gmelina arborea gmelina 0.001 0.62 0.14 2.00 0.02 0.14 2.76 Leucaena glauca lamtoro 0.023 20.37 0.57 8.00 0.87 5.19 33.56 Mangifera indica pelem 0.004 3.70 0.57 8.00 0.71 4.24 15.94 Melia azedarach mindi 0.008 6.79 0.14 2.00 1.22 7.29 16.08 Morinda citrifolia pace 0.001 0.62 0.14 2.00 0.01 0.06 2.67 Morus alba murbei 0.001 0.62 0.14 2.00 0.00 0.03 2.64 Musa paradisiaca pisang
kepok 0.003 3.09 0.14 2.00 0.32 1.91 6.99
Musa paradisiacal pisang 0.033 29.01 0.43 6.00 7.04 42.14 77.15 Mutiangia calabura kersen 0.001 1.23 0.29 4.00 0.06 0.34 5.58 Schleicera oleosa kosambi 0.001 1.23 0.14 2.00 0.02 0.15 3.38 Swietenia mahagoni mahoni 0.007 6.17 0.71 10.00 3.11 18.63 34.80 Tamarindus indica Asem
jowo 0.003 2.47 0.43 6.00 0.62 3.74 12.21
Tectona grandis jati 0.005 4.32 0.29 4.00 0.45 2.70 11.02 0.113 100.00 7.14 100.00 16.69 100.00 300.00
248
Lampiran 6 Analisi vegetasi pohon Tegalan Masyarakat Samin Kudus
Nama jenis Nama lokal
KM KR DM DR FM FR INP
Bambusa bambos pring ri 0.001 2.19 49.76 51.30 0.13 3.33 56.82 Baringtonia racemusa Putat 0.001 1.46 2.37 2.45 0.25 6.67 10.57 Carica papaya kates 0.001 0.73 0.01 0.01 0.13 3.33 4.07 Ceiba pentandra randu 0.011 2.92 0.67 0.70 0.25 6.67 10.28 Cynometra sp tayoman 0.001 0.73 0.02 0.02 0.13 3.33 4.08 Dendrocalamus asper pring
petung 0.001 0.73 0.11 0.12 0.13 3.33 4.18
Gigantochlo apus pring apus
0.001 0.73 0.10 0.10 0.13 3.33 4.16
Hibiscus tiliaceus waru 0.001 2.19 0.19 0.20 0.13 3.33 5.72 Lanea grandis kayu
kuda 0.001 1.46 0.05 0.05 0.13 3.33 4.84
Leucaena glauca lamtoro 0.041 21.90 7.87 8.11 0.50 13.33 43.34 Leucaena leucocephala
Lamtoro gung
0.021 8.76 0.39 0.40 0.13 3.33 12.49
Morinda citrifolia Pace 0.001 0.73 0.01 0.01 0.13 3.33 4.08 Musa paradisiacal pisang 0.041 24.82 21.15 21.81 0.50 13.33 59.96 Psidium guajava jambu biji 0.011 2.92 0.20 0.21 0.13 3.33 6.46 Samanea saman meh 0.011 8.03 12.36 12.74 0.50 13.33 34.11 Sesbania grandiflora turi 0.031 16.79 1.24 1.28 0.25 6.67 24.74 Swietenia mahagoni mahoni 0.001 1.46 0.08 0.08 0.13 3.33 4.87 Tamarindus indica asem
jowo 0.001 1.46 0.41 0.43 0.13 3.33 5.22
0.17 100.00 97.00 100.00 3.75 100.00 300.00
249
Lampiran 7 Analisi vegetasi Pohon Tegalan Masyarakat Samin Sukolilo Pati
Nama jenis Nama lokal
KM KR DM DR FM FR INP
Annona muricata sirsak 0.001 0.86 0.02 0.01 0.14 2.86 3.73
Artocarpus altilis kluweh 0.001 0.86 0.19 0.10 0.29 5.71 6.68
Artocarpus heterophyllus
nangka 0.001 0.86 0.04 0.02 0.14 2.86 3.74
Carica papaya kates 0.001 1.29 0.11 0.06 0.43 8.57 9.92
Ceiba pentrandra randu 0.001 0.43 0.06 0.03 0.14 2.86 3.32
Dialium indum asem londo
0.001 0.43 0.01 0.01 0.14 2.86 3.30
Hisbiscus procera weru 0.001 0.86 0.03 0.02 0.14 2.86 3.74
Jatropa curcas jarak 0.001 0.86 0.02 0.01 0.14 2.86 3.73
Leucaena glauca lamtoro 0.001 2.59 0.46 0.24 0.29 5.71 8.54
Mangifera indica mangga 0.001 5.60 7.37 3.89 0.57 11.43 20.93
Melia acedarach mindi 0.001 2.16 0.15 0.08 0.14 2.86 5.09
Musa paradisiaca Pisang 0.021 21.98 41.93 22.16 0.57 11.43 55.57
Mutingia calabura kersen 0.001 0.43 0.01 0.00 0.14 2.86 3.29
Naucle orientalis gempol 0.001 2.16 0.32 0.17 0.29 5.71 8.04
Senna ciamea johar 0.001 1.72 1.18 0.62 0.14 2.86 5.20
Sesabania grandiflora
turi 0.001 1.72 0.16 0.08 0.14 2.86 4.66
Swietenia mahagoni
mahoni 0.001 2.16 0.40 0.21 0.29 5.71 8.08
Tamarindus indica asem jawa
0.001 0.86 0.02 0.01 0.14 2.86 3.73
Tectona grandis jati 0.041 52.16 136.73 72.26 0.71 14.29 138.70
0.081 100.00 189.22 100.00 5.00 100.00 300.00
250
Lampiran 8 Analisi vegetasi Pohon Tegalan Masyarakat Samin Klopoduwur
Nama Jenis Nama lokal KM KR DM DR FM FR INP
Annona muricata Sirsak 0.000 0.44 0.02 0.01 0.09 1.72 2.18 Artocarpus altilis kluweh 0.002 2.19 0.07 0.07 0.18 3.45 5.71 Artocarpus heterophyllus
Nangka 0.005 5.26 2.72 2.48 0.45 8.62 16.36
Bambusa bambos pring ori 0.001 1.32 6.45 5.88 0.27 5.17 12.37 Bambusa sp pring legi 0.000 0.44 4.13 3.76 0.09 1.72 5.93 Butea monosperma Ploso 0.001 1.32 0.73 0.67 0.09 1.72 3.71 Carica papaya kates 0.000 0.44 0.02 0.01 0.09 1.72 2.18 Ceiba pentandra Randu 0.002 1.75 1.69 1.54 0.27 5.17 8.47 Cocos nucifera kelapa 0.004 3.95 3.04 2.77 0.36 6.90 13.62 Dialium indum asam kranji 0.000 0.44 0.00 0.00 0.09 1.72 2.16 Ficus elastica ringin 0.001 0.88 2.41 2.20 0.09 1.72 4.80 Gigantochloa apus Pring apus 0.001 0.88 0.98 0.89 0.18 3.45 5.21 Jatropha circas Jarak 0.002 2.19 0.16 0.14 0.09 1.72 4.06 Leucaena glauca lamtoro 0.003 2.63 0.35 0.32 0.27 5.17 8.13 Mangifra ondica mangga 0.010 10.96 16.49 15.03 0.45 8.62 34.61 Manilkara zapota kedondong 0.001 0.88 0.14 0.13 0.18 3.45 4.46 Musa paradisiaca Pisang 0.011 11.40 6.17 5.62 0.45 8.62 25.64 Paraserianthes falcataria
sengon 0.000 0.44 0.03 0.03 0.09 1.72 2.19
Psidium guajava jambu biji 0.001 0.88 0.04 0.04 0.18 3.45 4.37 Samanea saman Meh 0.000 0.44 0.05 0.05 0.09 1.72 2.21 Sesbania grandiflora Turi 0.000 0.44 0.01 0.01 0.09 1.72 2.17 Swietenia mahagoni mahoni 0.015 16.23 6.84 6.24 0.36 6.90 29.36 Tamarindus indica asem jawa 0.001 0.88 0.15 0.13 0.18 3.45 4.46 Tectona grandis Jati 0.031 32.89 57.01 51.97 0.45 8.62 93.49 Thevetia peruviana Gondang 0.000 0.44 0.01 0.01 0.09 1.72 2.17 0.095 100.00 109.70 100.00 5.27 100.00 300.00
251
Lampiran 9 Analisis vegetasi Pohon Tegalan Masyarakat Samin Tambak Sumber Blora
Nama Ilmiah Nama lokal KM KR DM DR FM FR INP
Artocarpus altilis Kluweh 0.000 0.24 0.01 0.00 0.13 2.78 3.02 Bambusa bamboss Pring ori 0.001 0.49 7.96 1.65 0.13 2.78 4.91 Bambusa vulgaris pring gading 0.003 1.47 0.11 0.02 0.13 2.78 4.27 Carica papaya Kates 0.000 0.24 0.00 0.00 0.13 2.78 3.02 Citrus aurantifolia jeruk keprok 0.017 9.54 6.61 1.37 0.38 8.33 19.24 Cocos nucifera Kelapa 0.001 0.49 0.16 0.03 0.25 5.56 6.08 Gigantochloa apus pring apus 0.002 0.98 0.05 0.01 0.13 2.78 3.77 Hibiscus tiliaceus Waru 0.001 0.49 0.25 0.05 0.13 2.78 3.32 Jatropa curcas Jarak 0.001 0.73 0.04 0.01 0.13 2.78 3.52 Leucaena glauca Lamtoro 0.006 3.42 0.81 0.17 0.25 5.56 9.15 Mangifera indica Pelem 0.013 7.33 46.01 9.52 0.38 8.33 25.19 Musa paradisiaca Pisang 0.025 13.94 14.51 3.00 0.88 19.44 36.38 Swietenia mahagoni
Mahoni 0.003 1.96 0.74 0.15 0.38 8.33 10.44
Syzygium javanicum
jambu air 0.000 0.24 0.00 0.00 0.13 2.78 3.02
Tectona grandis Jati 0.104 58.44 405.89 84.01 1.00 22.22 164.66
0.178 100.0 483.2 100.0 4.50 100.0 300.0
252
Lampiran 10 Analisis vegetasi Pohon Tegalan Masyarakat Samin Jepang Bojonegoro
Nama ilmiah Nama lokal
KM KR F FR D DR INP
Swietenia mahagoni
Mahoni 0.007 6.17 0.71 10.00 3.11 18.63 34.80
Tamarindus indica
Asem jowo
0.003 2.47 0.43 6.00 0.62 3.74 12.21
Syzygium javanicum
jambu air 0.001 1.23 0.29 4.00 0.06 0.39 5.62
Eugenia cumini Juwet 0.001 0.62 0.14 2.00 0.02 0.15 2.77 Mutingia calabura Kersen 0.001 1.23 0.29 4.00 0.06 0.34 5.58 Mangifera indica Pelem 0.004 3.70 0.57 8.00 0.71 4.24 15.94 Bambusa vulgaris bambu
kuning 0.002 1.85 0.14 2.00 0.06 0.39 4.24
Musa paradisiaca pisang kepok
0.003 3.09 0.14 2.00 0.32 1.91 6.99
Leucaena glauca lamtoro 0.023 20.37 0.57 8.00 0.87 5.19 33.56 Annona squamusa
sirsat 0.001 0.62 0.14 2.00 0.01 0.06 2.68
Artocarpus altilis kluwih 0.001 1.23 0.29 4.00 0.48 2.86 8.10 Cynometra sp tayuman 0.003 3.09 0.29 4.00 0.08 0.46 7.54 Tectona grandis jati 0.005 4.32 0.29 4.00 0.45 2.70 11.02 Artocarpus heterophyllus
nangka 0.003 3.09 0.29 4.00 0.67 4.01 11.10
Melia azedarach mindi 0.008 6.79 0.14 2.00 1.22 7.29 16.08 Cocos nucifera kelapa 0.002 1.85 0.43 6.00 0.30 1.81 9.67 Ceiba pentandra Randu 0.001 1.23 0.29 4.00 0.35 2.08 7.32 Glyricidia maculata
kleresede 0.001 1.23 0.14 2.00 0.04 0.22 3.46
Morinda citrifolia pace 0.001 0.62 0.14 2.00 0.01 0.06 2.67 Musa Paradisiaca pisang 0.033 29.01 0.43 6.00 7.04 42.14 77.15 Carica papaya pepaya 0.002 1.85 0.29 4.00 0.11 0.69 6.54 Morus alba murbei 0.001 0.62 0.14 2.00 0.00 0.03 2.64 Chleicera oleosa kosambi 0.001 1.23 0.14 2.00 0.02 0.15 3.38 Awar-
awar 0.001 1.23 0.14 2.00 0.01 0.06 3.29
Ficus sp Ficus 0.001 0.62 0.14 2.00 0.05 0.28 2.89 Gmelina arborea gmelina 0.001 0.62 0.14 2.00 0.02 0.14 2.76 0.113 100.00 7.14 100.00 16.69 100.00 300.00
253
Lampiran 11 Analisis vegetasi Pohon kawasan hutan jati Sukolilo Pati
Nama jenis Nama lokal
KM KR DM DR FM FR INP
Sterculia foetida kepuh 0.001 1.03 0.00 0.00 0.11 2.44 3.47 Aleurites moluccana
kemiri 0.001 0.52 0.05 0.04 0.11 2.44 3.00
Annona squamosa
sirkoyo 0.001 5.15 0.33 0.25 0.22 4.88 10.28
Artocarpus altilis sukun 0.001 8.25 1.83 1.39 0.22 4.88 14.51 Artocarpus altilis nangka 0.001 1.03 0.07 0.05 0.11 2.44 3.52 Artocarpus altilis kluweh 0.001 0.52 0.06 0.05 0.11 2.44 3.00 Azarirachta indica mimba 0.001 1.03 0.08 0.06 0.22 4.88 5.97 Baringtonia racemosa
putat 0.001 1.03 3.47 2.62 0.11 2.44 6.09
Baringtoniua asiatica
keben 0.001 0.52 0.02 0.01 0.11 2.44 2.97
Buchanania latifolia
pohan 0.001 1.03 0.19 0.14 0.11 2.44 3.61
Ceiba pentandra randu 0.001 1.55 0.75 0.56 0.22 4.88 6.99 Dalbergia latifolia sonokeling 0.011 17.52 46.95 35.53 0.22 4.88 57.93 Dialium indum asem
londo 0.001 0.52 0.05 0.04 0.11 2.44 2.99
Dracontomelum dao
krao 0.001 3.09 5.66 4.28 0.22 4.88 12.25
Dysoxylum amoroides
kedoya 0.001 1.03 0.17 0.13 0.11 2.44 3.60
Erioglossum rubiginosum
klayu 0.001 0.52 0.01 0.01 0.11 2.44 2.96
Eugenia javanica jambu klampok
0.001 1.03 1.83 1.39 0.22 4.88 7.30
Eugenia javanica jambu alas
0.001 0.52 0.25 0.19 0.11 2.44 3.14
Ficis thonii preh 0.001 2.06 0.62 0.47 0.11 2.44 4.97 Ficus glomerata lo 0.001 1.03 0.02 0.02 0.11 2.44 3.49 Garcinia dulcis mundung 0.001 0.52 0.02 0.01 0.11 2.44 2.97 Musa paradisiacal Pisang 0.001 5.15 1.27 0.96 0.11 2.44 8.56 Pangium edule kluwek 0.001 2.58 0.32 0.24 0.11 2.44 5.26 Samanea saman trembesi 0.001 1.55 0.51 0.39 0.11 2.44 4.37 Samanea saman meh 0.001 4.12 1.03 0.78 0.11 2.44 7.34 Senna ciamea johar 0.001 2.06 0.30 0.23 0.22 4.88 7.17 Swietenia mahagoni
mahoni 0.001 4.12 1.61 1.22 0.22 4.88 10.22
Tamarindus indica
asem londo
0.001 1.03 0.22 0.17 0.11 2.44 3.64
Tectona grandis jati 0.021 28.34 63.43 48.00 0.22 4.88 81.22
0.051 99.98 132.14 100.00 4.56 100.00 300.00
254
Lampiran 12 Analisis pohon kawasan Perhutani Klopoduwur Blora
Nama Jenis KM KR DM DR FM FR INP
Acassia farnesiana klampis 0.000 0.58 0.03 0.02 0.13 5.88 6.48 Artocarpus heterophyllus
nangka 0.001 1.16 0.05 0.03 0.13 5.88 7.07
Butea monosperma ploso 0.000 0.58 0.02 0.01 0.13 5.88 6.48 Dalbergia latifolia sono keling 0.001 1.16 0.19 0.10 0.13 5.88 7.15 Leucaena glauca lamtoro 0.001 1.16 0.02 0.01 0.13 5.88 7.05 Melia ezedarach mindi 0.003 6.98 6.62 3.56 0.13 5.88 16.42 Musa paradisiaca pisang 0.003 5.81 2.15 1.16 0.13 5.88 12.85 Senna siamea johar 0.001 2.91 0.61 0.33 0.25 11.76 15.00 Swietenia mahagoni
mahoni 0.001 2.33 0.62 0.34 0.13 5.88 8.54
Tectona grandis jati 0.037 77.32 175.80 94.47 0.88 41.18 212.96
0.048 100.00 186.12 100.00 2.13 100.00 300.00
255
Lampiran 13 Analisis vegetasi Kawasan Perhutani dusun Jepang Margomulyo Bojonegoro
Nama jenis KM KR FM FR DM DR INP
Artocarpus heterophyllus Nangka 0.001 0.78 0.05 4.55 0.55 0.26 5.58 Ceiba pentandra Kapuk
Randu 0.001 0.78 0.05 4.55 0.74 0.36 5.68
Gigantocloa apus Pring apus 0.002 3.10 0.05 4.55 0.38 0.18 7.83 Gmelina arborea Gmelina 0.001 0.78 0.05 4.55 0.05 0.02 5.34 Leucaena glauca Lamtoro 0.001 2.33 0.09 9.09 0.21 0.10 11.52 Melia azedarach Mindi 0.001 0.78 0.05 4.55 0.19 0.09 5.41 Morinda citrifolia Pace 0.001 0.78 0.05 4.55 0.04 0.02 5.34 Musa paradisiaca Pisang 0.010 17.05 0.05 4.55 2.76 1.33 22.93 Psidum guajava Jambu biji 0.001 1.55 0.05 4.55 0.06 0.03 6.13 Schleirea oleosa Sambi 0.001 2.33 0.05 4.55 0.03 0.02 6.89 Caeralpinnia sappan Secang 0.001 1.55 0.05 4.55 0.08 0.04 6.13 Sesbania grandiflora Turi 0.002 3.10 0.05 4.55 0.38 0.18 7.83 Swietenia mahagoni Mahoni 0.006 10.08 0.09 9.09 14.57 7.03 26.20 Tectona grandis Jati 0.034 55.04 0.32 31.82 187.19 90.33 177.19
0.061 100.0 1.00 100.0 207.2 100.0 300.0
257
Lampiran 14. Data hasil analisis tanah pertanian
259
Lampiran 15 Keanekaragaman jenis tumbuhan di lingkungan masyarakat Samin No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 1 Anting-anting Acalypha australis L. Euphorbiaceae Herba 2 Adem mati Litsea glutinosa
(Lour.) C.B.Rob. Lauraceae Pohon
3 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Raeusch.
Poaceae Herba
4 Andong Cordyline fruticosa L. Agavaceae Semak 5 Angsana Pterocarpus indica L. Fabaceaea Pohon 6 Apit Tabernae Montana Apocynaceae Pohon 7 Aren Arenga pinnata Merr Arecaceae Pohon 8 Asem jawa Tamarindus indica Fabaceae Pohon 9 Asem londo Dialium guinense wild. Fabaceae Pohon 10 Awar-awar Ficus septica Burm.f. Moraceae Semak 11 Bakung Crinum asiaticum L. Amaryllidaceae Herba 12 Bayam Amaranthus hybridus L. Amaranthaceae Herba 13 Bayam duri Amaranthus spinosus L. Amaranthaceae Herba 14 Bendo Artocarpus elasticus Reinw Moraceae Pohon 15 Bengkle Zingiberaceae Zingiber purpureum Roscoe Herba 16 Bengkoang Pachyrrhizus erosus Fabaceae Herba 17 Beras wutah/ daun
bahagia Diffenbachia bowmannii Carrière Araceae Herba
18 Beringin Ficus benjamina L. Moraceae Pohon 19 Besaran Morus alba L. Moraceae Semak 20 Blimbing manis Averrhoa carambola L. Oxallidaceae Pohon 21 Blimbing wuluh Arerrhoa bilimbi L. Oxallidaceae Pohon 22 Blustru Luffa cylindryca Zingiberaceae Herba 23 Bogenvile Bougaivillea glabra choisy Nyctaginaseae Semak 24 Bogo Zanthoxylum clava-herculis L Rutaceae . Semak 25 Gletang Borreria alata (Aubl.) DC. Rubiaceae Herba 26 Brobos Alysicarpus vaginalis (L.) D.C. Fabaceae Semak 27 Buah makasar Brucea javanica Simaraobaceae (L) Merr. Semak 28 Bunga pk empat Mirabilis jalapa L. Apocynaceae Semak 29 Buntut tikus Heliotropium indicum L. Boraginaceae Semak 30 Cabe jowo Piper officinarum (Mig)C. Dc. Piperaceae Semak 31 Cengeh/cabe besar Capsicum anuum L. Solanaceae Semak 32 Cengeh jampling/
cabe kecil Capsicum frutescens L. Slonanaceae Semak
33 Ceplikan Lindernia antipoda (L.) Alston Scrophulariaceae Herba 34 Ceremai Phyllanthus acidus (L.) Skeels Pyllanthaceae Semak 35 Ciplukan Physalis angulata L. Phyllanthaceae Herba 36 Cucurbitaceae Gymnopetalum
integrifolium Cucurbitaceae
(Roxb.) Kurz Herba
37 Daun dewa Gynura procumbens ( Asteraceae Lour.) Merr.
Herba
38 Daun suji/ Pacing towo
Dracaena angustifolia Medik. Agavaceae Semak
39 Delima Punica granatum L. Punicaceae Pohon 40 Delman/sigro mabur Chromolaena odorata (L) R.M.
King & H. Rob Asteraceae Semak
41 Desmodium Papilionaceae Desmodium triflorum (L.) DC Herba 42 Dlingo Acorus calamus L. Acoraceae Herba 43 Dondong Spondias purpurea L Anacardiaceae Pohon 44 Gading/kanthil Michelia champaca L Annonaceae Pohon 45 Gadung Dioscorea hispida Dennst. Dioscoreaceae Herba 46 Galik Cayratia trifolia (L.) Domin Vitaceae Semak 47 Gambas Luffa acutangula (L.) Roxb. Cucurbitaceae Herba 48 Ganggeng Ceratophyllum sp Hydrocaritaceae Herba 49 Ganyong Canna indica L. Cannaceae Herba 50 Garut Marantha arundinacea Maranthaceae L Herba 51 Gayam Inocarpus fagifer (Parkinson)
F.R. Forsberg Fabaceae Pohon
260
Lampiran 15 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 52 Gembili Dioscorea esculenta (Lour.)
Burkill Dioscoreaceae Herba
53 Rumput benggala Penicum maximum Poaceae Herba 54 Rumput setaria Setaria sphacelata Poaceae Herba 55 Centro Centrocema pubescens Poaceae Herba 56 Kacangan Pueraria phaseoloides Poaceae Herba 57 Kalopogonium Calopogonium muconoides Poaceae Herba 58 Gempol Nauclea orientalis L. Rubiaceae Pohon 59 Gewor Commelina benghalensis Commelinaceae L. Herba 60 Gewor kecil Commelina diffusa Commelinaceae Burm. Herba 61 Girang Leea indica Merr Vitaceae Semak 62 Glagah Saccharum spontaneum Poaceae Semak 63 Glodokan Polyaltia longifolia Sonn Annonaceae Pohon 64 Gmelina Gmelina arborea Verbenaceae Roxb. Pohon 65 Gondoruso Justicia gendarussa Acanthaceae Burm Semak 66 Iles-iles Amorpophalus variabilis Bl Araceae Herba 67 Jagung Zea mays L Poaceae Semak 68 Jahe emprit Zingiber officinale Roscoe Zingiberaceae Herba 69 Jahe genjah Zingiber officinale Zingiberac Herba 70 Jambe Areca catechu L Arecaceaeae Pohon 71 Jambu air Syzygium aqueum (Burman f.)
AlstonMyrtaceae
Pohon
72 Jambu klampok Eugenia samarangense Berg. Myrtaceae Pohon 73 Jambu klutuk Psidium guajava L. Myrtaceae Pohon 74 Jambu mete Anacardium occidentale L Annacardiaceae Pohon 75 Jarak pagar Jatropha curcas L. Euphorbiaceae Pohon 76 Jarak wulung Jatropha gossypiifolia L. Euphorbiaceae Semak 77 Jati Tectona grandis L.F. Verbenaceae Pohon 78 Jati belanda Guazuma ulmifolia Lam. Sterculiaceae Semak 79 Jelatang/
kemaduh Laportea ardens Blume ex J.J.Sm
Urticaceae Herba
80 Jenar/kemuning Murraya paniculata (L.) Jack Rutaceae Pohon 81 jengger ayam Celosia cristata L. Amaranthaceae Herba 82 Jeruk bali Citrus maxima (Burm.f.) Merr. Rutaceae Pohon 83 Jeruk keprok Citrus reticulata Rutaceae Blanco Pohon 84 Jeruk pecel Citrus aurantifolia (Christm)
swingle Rutaceae Semak
85 Jeruk wangi Citrus histrix DC Semak 86 Jipang Sechium edule Cucurbitaceae (Jacq.) Sw Herba 87 Johar Senna siamea Fabaceae (Lam) H.S.Irwin
& Barneby Pohon
88 Juwet Eugenia cumini (L.) Druce Myrtaceae Pohon 89 Kacang hijau Vigna radiata Fabaceae (L.) R. Wilczek Semak 90 Kacangan Centrosema pubescens Fabaceae Benth. Semak 91 Kacang srondol/
Kacang panjang Vigna unguiculata (L.) Walp.
Fabaceae Herba
92 Kamboja Plumeria acuminata Apocynaceae Ait. Pohon 93 Kaliandra Fabaceae Calliandra calothyrsus Meisn Semak 94 Kandri Bridelia stipularis Phyllanthaceae Hook. & Arn Semak 95 Kandri Tutu Bridelia tomentosa Blume Phyllanthaceae Semak 96 Kangkung Ipomoea aquatica Solanaceae Forssk. Herba 97 Kates, pepaya Carica papaya L Caricaceae Pohon 98 Katimas Euphorbia heterophylla L. Euphorbiaceae Herba 99 Katu Sauropus androgynus (L.) Merr. Euphorbiaceae Semak 100 Kayu Kudo Lannea grandis Anacardiaceae Engl. Pohon 101 Kemb sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae Semak 102 Kacang gude Cajanus cajan (L.) Millsp. Fabaceae Semak 103 Kacang tanah/
kacang cabut Arachis hypogaea L. Fabaceae Herba
104 Kecipir Psophocarpus tetragonolobus (L.) D.C.
Fabaceae Herba
261
Lampiran 15 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 105 Kedoya Dysoxylum mooroides Meliaceae Miq. Pohon 106 Kelapa Cocos nucifera L Arecaceae Pohon 107 Kelor Moringa oleifera Lam Moringacea Pohon 108 Kemangi Ocimum basilicum L. Lamiaceae Herba 109 Kembang gundul Hyptis rhomboidea Lamiaceae M.Martens
& Galeotti Semak
110 Kemb sungsang Gloriosa superba L Colchicaceae Herba 111 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd. Euphorbiaceae Pohon 112 Kemuning Murraya exotica L. Rutaceae Pohon 113 Kenanga Cananga odorata (Lam) Hook.J.
&T.Thomson Annonaceae Pohon
114 Kencur Kaempferia galanga L. Zingiberaceae Herba 115 Kenikir Cosmos caudatus Kunth Asteraceae Herba 116 Kenikir Tagetes erecta L Asteraceae Herba 117 Kentang jowo Coleus tuberosus (Blume) Benth Lamiaceae Herba 118 Kentangan Tridax procumbent L Asteraceae Herba 119 Kepoh Sterculia foetida L Malvaceae Pohon 120 Kersen Muntingia calabura L. Eleocarpaceae Pohon 121 Ketela pohon Manihot esculenta crantz Solanaceae Semak 122 Klampis Acacia farnesiana (L.) Willd. Fabaceae Pohon 123 Klanding Leucaena glauca (L.) benth Fabaceae Pohon 124 Klayu Erioglossum rubiginosum Brand. Sapindaceae Pohon 125 Klemot, sabrang Ipomoea crassicaulis (Benth.)
B.L. Robins. Solanaceae Semak
126 Klerecede Glyricidia maculata Fabaceae Pohon 127 Klerodendron Clerodendrum inerme (L.)
Gaertn. Verbenaceae Semak
128 Kluweh Artocarpus altilis (Parkinson) Forsberg
Moraceae Pohon
Kluwek/pucung Pangium edule Reinw. ex Blume Flacourtiaceae Pohon 129 Kopi Coffea arabica Rubiaceae Pohon 130 Kosambi Sapindaceae Schleicera oleosa (Lour). Oken Pohon 131 Krao Dracontomelum dao (Blanco)
Merris Rolfe Verbenaceae Pohon
132 Kremah Alternanthera sessilis Amaranthaceae (L.) R. Br. ex D
Herba
133 Kremah berduri Alternanthera ficoidea Sm. Amaranthaceae Herba 134 Kremah cilik Alternanthera
philoxeroides Amaranthaceae
(Mart.) Griseb. Herba
135 Kunir Curcuma longa L. Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae Herba
136 Kunir putih Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe
Zingiberaceae Herba
137 Kumis kucing Orthosiphon stamineus Benth Lamiaceae Herba 138 Kylinga Kylinga monocephala Poaceae Herba 139 Labu Cucurbita moschata Cucurbitaceae Herba 140 Lamtoro gung Leucaena leucocepala Fabaceae Pohon 141 Landep Barlelia cristata L. Acanthaceae Semak 142 Langsap Lansium domesticum
Corrêa Pohon
143 Laos Alpinia galanga (L.) Sw. Zingiberaceae Herba 144 Lemeni Ardisia elliptica Thunb. Myrsinaceae Semak 145 Lempuyang emprit Zingiber Americans Zinigiberaceae Herba 146 Lempuyang gajah Zingiber zerumbet Zingiberaceae (L.)
J.E.Smith Herba
147 Lempuyang wangi Zingiber aromaticum Valeton Zingiberaceae Herba 148 Lenguk Salvia occidentalis Sw. Lamiaceae Semak 149 Lo Ficus glomerata Roxb Moraceae Pohon
262
Lampiran 15 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 150 Lompong Colocasia esculenta (L.) Schott Araceae Herba 151 Luwing Ficus hispida L.f. Moraceae Semak 152 Lycopodium Lycopodium cernuum Polypodiaceae Herba 153 Kentos/lotus Nelumbo nucifera Gaertn. Nelumbonaceae Herba 154 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa (Scheff)
Boerl. Thymelaeaceae Semak
155 Mahoni (daun besar) Swietenia macrophyla King Meliaceae Pohon 156 Mahoni (daun kecil) Swietenia mahagoni (L.) Jacq Meliaceae Pohon 157 Mangga, pelem Mangifera indica L Anacardiaceae Pohon 158 Matoa Pometia pinnata J.R. Forster &
J.G. Forster Sapindaceae Pohon
159 Mawar Rosa sp Rosaceae Semak 160 Meh,trembesi,
ki hujan Samanea saman (Jacq) Merr Fabaceae Pohon
161 Melati Jasminum sambac (L.) Ait. Oleaceae Semak 162 Meniran Phylanthus niruri Phyllanthaceae Herba 163 Meniran Phylanthus urinaria L. Phyllanthaceae Herba 164 Menyok/ ubi kayu Manihot utilissima L Solanaceae Semak 165 Mimbo, Nimba Azadirahcta indica Adr. Juss Meliaceae Pohon 166 Mindi Melia azedarach L Meliaceae Pohon 167 Mlinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae Pohon 168 Kenanga Cananga odorata (Lam) Hook.J.
&T.Thomson Annonaceae Pohon
169 Mojo Aegle marmelos (L.) Corr. Serr. Rutaceae Semak 170 Mundung Garcinia dulcis Clusiaceae (Roxb.) Kurz. Pohon 171 Murbei Morus alba L Moraceae Semak 172 Nampu Homalomena javanica Araceae V.A.V.R Herba 173 Nangka Artocarpus heterophyllus Lam. Moraceae Pohon 174 Nusa indah Mussaenda frondosa L Rubiaceae Semak 175 Opo opo Flemingia strobilifera (L.) Ait. &
Ait. f. Fabaceae Semak
176 Orang-aring Eclipta prostrata L Asteraceae Herba 176 Pacar air Impatien balsamina L Balsaminaceae Herba 177 Otok otok kebo Flemingia lineata (L.) W.T.Aiton Fabaceae Semak 178 Pacar cino Aglaea odorata L Rutaceae Semak 179 Pace Morinda citrifolia L. Rubiaceae Pohon 180 Pacing Costus speciosus (Koenig) Sm. Zingiberaceae Semak 181 pacing towo Pleomele angustifolia Agavaceae N.E.Br Semak 182 Padi Oryza sativa L. Poaceae Herba 183 Palerut Maranta arundinacea L. Marantaceae Herba 184 Paliman/tapak liman Elephantropus scaber L Asteraceae Semak 185 Pare pahit Momordica charantia Cucurbitaceae
Descourt. Herba
186 Pandan Pandanus tectorius Pandanaceae Semak 187 Pandan Pandanus odoratissimus Pandanaceae Semak 188 Pandan wangi Pandanus amaryllifolius Roxb Pandanaceae Semak 189 Patikan Euphorbia atoto Euphorbiaceae Herba 190 Patikan kebo Euphorbia hirta Euphorbiaceae Herba 191 Pepaya Carica papaya Caricaceae Pohon 192 Peronan Eriochloa subglabra Poaceae (Nash)
Hitchc. Herba
193 Pis kucing Mimosa diplotricha C. Wright ex sauvalle
Fabaceae Semak
194 Pisang ambon Musa spp Musaceae 195 Pisang kawisto Musa Sp Musaceae 196 Pisang klutuk Musa balbisiana Musaceae 197 Pisang mas Musa acuminata Musaceae 198 Pisang raja Musa sp Musaceae 199 Pisang susu Musa sp Musaceae 200 Pletekan Ruellia tuberose L Acanthaceae Semak
263
Lampiran 15 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 201 Ploso Buta monosperma (Lam.) Taub Fabaceae Pohon 202 Pohon yodium Jatropha multifida Euphorbiaceae Semak 203 Poh-pohan Buchanania latifolia Roxb. Anacardiaceae Pohon 204 Polokiyo Thevetia peruviana (Pers.) K.
Schum. Apocynaceae Semak
205 Preh Ficus thonningii Blume Moraceae Pohon 206 Pring Apus Gigantochloa apus (Schult &
Schult f.) Kurz Bambusaceae Pohon
207 Pring gading Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C. Wendl.
Bambusaceae Pohon
208 Pring ori Bambusa bambos (L.) Voss Bambusaceae Pohon 209 Pring petung Dendrocalamus asper (Schult.
& Schult. f.) Backer ex K. Heyne Latychidaceae Pohon
210 Pule Alstonia scholaris Apocynaceae (L.) R.Br Pohon 211 Pulutan Urena lobata L. Malvaceae Semak 212 Pulutan Triumfetta rhomboidea Tiliaceae Jacq. Semak 123 Putat Barringtonia racemosa Roxb. Lecythidaceae Pohon 214 Putrid malu Mimosa pudica Mimosaceae Semak 215 Rambutan Passiflora foetida Passifloraceae Herba 216 Rambutan Anacardiaceae Nephelium lappaceum Pohon 217 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Malvaceae Pohon 218 Rawatan Hewittia sublobata Convolvulaceae (L.f.) Kuntze Herba 219 Rotan Calamus sp Arecaceae Pohon 220 Rubus Rubus occidentalis L. Rosaceae Semak 221 Saga pohon Poaceae Adenanthera pavonina L Herba 222 Sambiloto Andropgraphis paniculata Acanthaceae Herba 223 Sangketan Moschosma polystachyon Lamiaceae Herba 224 Sawo manila Manilkara zapota
(L.) P.Royen sapotaceae Pohon
225 Secang Caesalpinia sappan L Fabaceae Semak 226 Semanggi Marsilea crenata Presl Marsileaceae Herba 227 Semangka Citrulus vulgaris Schrad Cucurbitaceae Herba 228 Semangka biji Citrullus lanatus (Thunb.)
Matsum. & Nakai Cucurbitaceae Herba
229 Sembukan Paederia foetida L Rubiaceae Herba 230 Senggugu Clerodendron serratum (L.)
Moon Verbenaceae Semak
231 sente Alocasia macrorrhiza Araceae Schott Herba 232 Sente ireng Alocasia macrorrhiza Araceae Schott Herba 234 Sereh wangi Cymbopogon nardus
(L.) Rendle Poaceae Herba
235 Serut Streblus asper Lour. Moraceae Pohon 236 Sidaguri Sida rhombifolia Malvaceae Semak 237 Sidaguri Sida acuta Malvaceae Semak 238 Sigaran/
Kalopogonium Calopogonium mucunoides Desv.
Fabaceae Semak
239 Sigro mabur Euphatorium inulifolium Asteraceae Semak 240 singkil Premna integrifolia L Lamiaceae Semak 241 Sirkoyo Annona squamosa L. Annonaceae Pohon 251 Suket jarum Andropogon aciculatus Poaceae Herba 252 Suket kilinga Kylinga monocephala Cyperaceae Herba 253 Suket lamuran Arundinella setosa Poaceae Herba 254 Suket lulangan Eleusin indica Poaceae Herba 256 Suket merakan Pogonatherum paniceum Poaceae Herba 257 Suket paitan Poaceae Axonopus compressus Herba 258 Suket paitan Paspalum conjugatum Poaceae Herba 259 Suket teki Cyperus rotundus Cyperaceae Herba 260 Suket tuton Echinocloa colona Poaceae Herba 261 Suket uler-uleran Centotheca lappacea Poaceae Herba
264
Lampiran 15 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku Habitus 262 Sukun Artocarpus altilis (Parkinson)
Fosberg Moraceae Pohon
263 Suruhan Peperomia pellucida (L.) Kunth Piperaceae Herba 264 Suweg Amorphophallus campanulatus
Blume ex Decne. Araceae Herba
265 Tales dempel Colocasia esculenta (L.) Schott Araceae Herba 267 Tapak doro Catharantus roseus (L.) G.Don Apocynaceae Herba 268 Tapak liman Elephantropus scaber L. Aspetaceae Semak 269 Tayuman Fabaceae Cynometra sp Pohon 270 Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae Semak 271 Telo rambat Ipomoea batatas (L.) Lamk. Solanaceae Herba 272 Temu ireng Curcuma aeruginosa Roxb. Zingiberaceae Herba 273 Temu lawak Curcuma xanthorhiza Roxb. Zingiberaceae Herba 274 Terong Solanum melongena L. Solanaseae Semak 275 Terong ceplik/poka Solanum torvum Swartz. Solanaceae Semak 276 Teh-tehan Duranta repens Auct.Non Jacq Verbenaceae Semak 277 Timun Cucumis sativus L Cucurbitaceae Herba 278 Tlutup Macaranga tanarius Euphorbiaceae Pohon 279 Tomat Solanum lycopersicum Solanaceae Herba 280 Totok bengok Eupatoriun odoratum Asteraceae Semak 281 Trembelutan Phyllantus reticulatus Phyllanthaceae Semak 282 Trembesi Samanea saman (Jacq.) Merr. Fabaceae Pohon 283 Trengguli Cassia javanica Fabaceae Pohon 284 Trenggulun Protium javanicum Bakh Burseraceae Pohon 286 Tuba Derris eliptica(Wallich)Benth. Fabaceae Herba 287 Turi Sesbania grandiflora (L.) Poir. Fabaceae Pohon 288 Uwi manis Dioscorea alata L. Dioscoreaceae Herba 289 Uyah-uyahan Ficus quersifolia Roxb Moraceae Semak 290 Walangan Eryngium foetidum Umbelliferae Herba 291 Waluh Cucurbita moschata Duchesne Cucurbitaceae Herba 292 Waru Hibiscus tiliaceus L Malvaceae Pohon 293 Wau Callicarpa glabrifolia Verbenaceae Semak 294 Wedelia Wedelia biflora Asteraceae Herba 25 Wedusan Ageratum conyzoides Asteraceae Herba 296 Wedusan ijo Ageratum haustorianum Asteraceae Herba 297 Weh-wehan Monochoria vaginalis (Burm. f.)
K. Presl ex Kunth Pontederiaceae Herba
298 Weru Albizia procera (Roxb) Benth Fabaceae Pohon 299 Widuri Calotropis gigantean L Asclepiadaceae Semak 300 Wijaya kusuma Epipylum oxypetalum Cactaceae Herba
265
Lampiran 16 Kategori penyakit dan komposisi bahan pengobatan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 1 Luka baru Pupus klanding Leucaena glauca Fabaceae pupus/daun
muda Dihaluskan, ditutup kain
Enjet (air kapur) 2 Luka baru lamtoro Leucaena glauca Fabaceae pupus Getahnya di teteskan
bagian yang luka diteteskan pd bagian luka
3 Luka baru Tales ireng Xanthosoma sp Araceae tangkai daun Tangkai dikupas dipanaskan
4 Obat luka Sabrang Ipomoea crassicaulis Convolvulaceae getahnya diteteskan 5 Obat luka Sente Xanthosoma sp Araceae tangkai Tangkai di kuliti,
dilembutkan, ditambah garam dan enjet
ditutupkan pada Garam luka Enjet/kapur
6 Patah tulang Klanding jawa Leucaena glauca Fabaceae pupus dihaluskan dioleskan Tapak liman Elephantropus scaber Asteraceae daun pada bagian luka Pupus klampis Acasia farnesiaca Fabaceae pupus Brambang Alium cepa Liliaceae Umbi Garam injet
7 Sakit kulit/kadas Cucuk manuk Myrtaceae Daun Bahan dihaluskan diusapkan bagian Gas yang sakit injet
8 Sakit kulit kadas Tlutup Macarangan tanarius Euphorbiaceae Daun Pulutan Urena lobata Malvaceae Daun 9 Sakit kulit/gatal Sente Xanthosoma Araceae tangkai Tangkai di kuliti,
dipanaskan kuit Diparut, diperas, diembunkan semalam,
Ditempelkan pada kulut
10 sakit kulit Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae diminum pagi hari Bawang putih Alium sativum Amarillidaceae
11 sakit perut Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Bahan dihaluskan disaring
diminum
266
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 12 Diare Jambu klutuk Psidium guajava Myrtaceaae pucuk daun Di kunyah, ditelan
Garam 13 Sakit perut Pace Morinda citrifolia Rubiaceae buah direbus diminum 14 Sakit perut Gedang rojo Musa paradisiaca Musaceae buah mentah Diparut diperes diminum 15 Diare Temu ireng Curcuma aeroginosa Zingiberaceae rimpang diparut diminum
Kunir Curcuma domestica rimpang 16 Perut mules Temu kunci Kaempferia
angustifolia Zingiberaceae Rimpang Mentah + mateng
dimakan
17 Obat mencret Gambir Uncaria gambir 18 Jamu
gepyokan/ untuk ibu sehabis melahirkan
Daun sigaran Kalopogonium muconoides
Fabaceae daun bahan di haluskan, disaring
diminum
Temu lawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae rimpang Daun lemeni Ardisia eliptica Myrtaceae daun Bandil daun Asem jowo Tamarindus indica Fabaceae Buah Gula jawa Cococ nuciferaae Arecace Buah 19 Jamu gepyok Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae Rimpang direbus diminum Asem Tamarindus indica Fabaceae Buah Krokot Portulaca sp Portulacaceae Daun, batang Sembukan Paederia foetida Rubiaceae Daun Meniran Phylanthus niruri Phylantaceae Daun batang Gula pasir
267
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 20 Uyup uyup Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae Rimpang ditumbuk halus, tambah air
matang, disaring diminum
Ibu menyusui Kunci Kaempferia angustifolia Zingiberaceae Rimpang Lempuyang wagi Zingiber aromaticum Zingiberaceae rimpang Sembukan Paederia foetida Rubiaceae daun Daun meniran Phylantus niruri Phylantaceae daun Sogo tunteng Abrus precatorius Fabaceae daun palerut Maranta arundinacea Marantaceae rimpang Cabe Piper retrofractum Piperaceae buah Jambu klutuk Psidium guajava Piperaceae daun Jarak Jatropa curcas Piperaceae daun 21 Jamu sayah Cabe jowo Piper retrofactum Piperaceae buah Bahan di masak disaring diminum
Lempuyang Zingiber aromaticum Zingiberaceae rimpang Cengkeh Eugenia aromatica Myrtaceae bunga Lada Gula batu
Piper cubeba Piperaceae buah
22 Jamu kunir asem Kunir Cucurma domestica Zingiberaceae rimpang Asem jawa Tamarindus indica Fabaceae buah Gula Garam
23 Penyegar badan Temu lawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae Rimpang Kunir Cucurma domestica Zingiberaceae rimpang Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae Rimpang
24 Jamu beras kencur
Kencur Kaempferia galanga Zingiberaceae rimpang Beras Oryza`sativa Poaceae biji Gula Garam
25 Badan pegal Lengkuas Alpinia galanga Zingiberaceae rimpang lengkuas diparut dicampur asam dan gula pasir, disaring
air diminum Asam jawa Tamarindus indica Fabaceae buah Gula pasir
268
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 26 Pemambah
Nafsu makan Pepaya Carica papaya Caricaceae daun dihaluskan, disaring diminum Garam
27 Jamu paitan/ penambah nafsu makan
Sambiloto Andrographis panicukata Acanthaceae daun bahan direbus dgn 3 gelas air, sampai 1.5 gelas
diminum Secang Caesaplinia sappan Fabaceae daun Temulawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae rimpang Mahoni Swietenia mahagoni meliaceae biji Cabe jawa Piper retrofractum Piperaceae buah
28 Jamu lumpuh Kumis kucing Ortosiiphon spicatus Lamiaceae daun Direbus air dar 4 gelas jadi 2 gelas,
diminum Pacing towo Pleome angustifolia daun pagi sore Ceplukan Physalis angulata Oxallidaceae daun Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Temu lawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae rimpang Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae rimpang Kunir putih Curcuma zedoaria Zingiberaceae rimpang Mrico Piper retrofactum Piperaceae buah
29 Sakit jimpe Kecubung Datura metel Solanaceae daun Digejek, tambah spiritus, diusapkan Bawang putih Allium sativum Amarillidaceae umbi Enjet (kapur)
30 Jimpe/syaraf Air kelapa Cocos nucifera Arecaceae Air buah dicampur Susu Madu asli
31 Kesemutan Jahe Zingiber officinale Zingiberaceae rimpang direbus diminum Sereh Cynbopogon sp Poaceae daun, rimpang
32 Sakit mata Janur jambe Areca catechu Arecaceae daun muda (janur)
Direndam air hangat, diteteskan mata
diteteskan pada
Suket lulangan Eleusin indica Poaceae daun mata yang sakit Adas Foeniculum vulgare Apiaceae bunga
33 Sakit gigi Randu Ceiba pentandra Bombacaceae kapuk Dibakar dan diberi minyak kelapa
Minyak kelapa Cocos nucifera Arecaceae Minyak kelapa
34 Panas/step Bawang merah Allium cepa Amarillidaceae umbi Diparut dibobokkan Garam
269
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 35 Turun panas Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Diparut, disaring diminum 36 Turun panas Dadap serep Erythrina Fabaceae Daun daun ditempelkan Ditempelkan 37 Bedak
bayi/badan kuat Lempuyang Zingiber aromaticum Zingiberaceae rimpang bahan dihaluskan Dobobokkan Sirih Piper betle Piperaceae tangkai
38 Obat cacing Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Diparut, tambah air, diperas
diminum
39 Masuk angin Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Diparut, diperas diminum Kunci pepet Kaempferia angustifolia Zingiberaceae rimpang
40 Sakit tipes Pisang Musa paradisiacal Musaceae Batang pisang membusuk
air dari batang pisang dicampur dgn cacing yang sudah dihaluskan
diminum
Lelur/cacing tanah 41 Sakit tipes Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae rimpang bahan dihaluskan diminum
Waloh Cucurbita moschata Cucurbitaceae air kelapa Batang pisang busuk
Musa paradisiacal Musaceae
Air kelapa Cocos nucifera Arecaceae batang Cacing buah mentah
42 Darah tinggi Pisang mas dan Undur undur
Musa acuminata Musaceae buah Dimakan
43 Darah tinggi Mimbo Azadirachta indica Meliaceae daun direbus diminum pagi dan sore
44 Kencing manis Ceplikan/acalipa Acalipa indica Phylanthaceae akar direbus Diminum 45 Kencing manis Meniran Phylanthus niruri daun bahan direbus Diminum
Ceplukan daun
270
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 46 Sakit kuning Papaya Carica papaya Caricaceae pupus /
daun muda Dihaluskan, diembunkan semalam
Diminum
Pupus pace Morinda citrifolia Rubiaceae pupus/daun muda
Buah pace muda Morinda citrifolia Rubiaceae buah muda Bawang putih Allium stivum Amarillidaceae umbi Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae rimpang Temu lawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae rimpang Temu ireng Curcuma aeruginosa Zingiberaceae rimpang Yuyu/beyes
47 Beri beri Pule Alstonia scolaris Apocynaceae kulit Bahan dihaluskan, disaring Diminum Sambiloto Andrographis panicukata Acanthaceae daun Kates Carica papaya Caricaceae daun 48 Anak kagetan Sangketan Moschosma
polystachyon Lamiaceae daun Bahan dihaluskan Diusapkan pada
kenig, ubun-ubun anak Brambang Allium cepa Amarillydaceae umbi
49 Sawanan Dlingo Acorus calamus Acoraceae daun bahan dihaluskan diusapkan ubun-ubun, kuping, leher, tangan, kaki
Bengkle Zingiber purpureum Zingibeeracea rimpang Brambang Allium cepa Amaillidaceaer umbi sangketan Moschosma
polystachyon Lamiaceae daun
50 Wedak adem Kencur Kaempferia galanga Zingiberaceae rimpang Empon-empon diparut, dicampur dgn beras selep Dibuat bulatan kecil-kecil
Dipakai untuk masker Kunci Kaempferia angustifolia Zingiberaceae rimpang Lempuyang Zingiber aromaticum Zingiberaceae rimpang Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae rimpang Beras Oryza sativa Poaceae biji Jeruk purut/ wangi Citrus sp Rutaceae buah
271
Lampiran 16 Lanjutan
No Kategori Penyakit/
Komposisi Bahan Bagian yang digunakan
Cara Meramu Pemakaian
Jenis perawatan Nama Lokal Nama Ilmiah Suku 51 Bedak Bobok 1 Beras selep Oryza sativa Poaceae biji Bahan selain beras
diblender, disaring , air dicampur beras selep, di buat cetakan bulat-bulat, dikeringkan
Umbi teki Cyperus rotundus Cyperaceae rimpang Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae rimpang Lempuyang Zingiber aromaticum Zingiber rimpang Temu lawak Curcuma xanthoriza Zingiberaceae rimpang Kencur Kaempferia galanga Zingiberaceae rimpang kunci Kaempferia angustifolia zingiberaceae rimpang
52 Bedak bobok 2 Beras Oryza sativa Poaceae Biji Beras dimasukkan dalam pelepah pisang
Hedebok Musa`paradisiaca Musaceae Pelepah Direndam 10-15 hari Ganggeng Ceratophyllum sp Hydrocaritaceae Batang, daun kemudisn diremas sampai
halus.
Lempuyang Zingiber arimaticum Zingiberaceae rimpang bahan selain beras l Kunir Curcuma domestica Zingiberaceae rimpang Dihaluskan, disaring, air Bengkle Zingiber purpureum Zingiberaceae rimpang saringan dicampur beras Dlingo Acorus calamus Acoraceae Daun selep, diaduk, dicetak, Sangketan Moschosma
polystachyon Lamiaceae Daun dijemur sampai kering
283
Lampiran 18 Nilai INP dan ICS vegetasi pohon pekarangan
No Nama Lokal Nama ilmiah INP Kategori INP
ICS *
Kategori ICS**
1 Jati Tectona grandis 50,27 Tinggi 75 Tinggi 2 Pisang Musa paradisiaca 37,48 Tinggi 48 sedang 3 Pring ori Bambusa bambos 33,48 Tinggi 60 Tinggi 4 Mangga Mangifera indica 24,93 Sedang 28 sedang 5 Lamtoro Leucaena glauca 20,95 Sedang 50 tinggi 6 Mahoni Swietenia mahagoni 15,17 Rendah 47 sedang 7 Jambu biji Psidium guajava 9,44 Rendah 42 sedang 8 Pring petung Gigantochloa asper 8,68 Rendah 52 Tinggi 9 Nangka Artocarpus heterophylla 8,60 Rendah 40 sedang 10 Blimbing Averrhoa carambola 6,68 Rendah 16 Rendah 11 Meh Samanea saman 5,79 Rendah 53 Tinggi 12 Jambu air Zysygium aqueum 5,40 Rendah 24 Rendah 13 Asem jawa Tamarindus indica 5,28 Rendah 41 sedang 14 Sirsak Annona muricata 5,23 Rendah 12 Rendah 15 Kelapa Cococ nucifera 4,99 Rendah 40 sedang 16 Mindi Melia azedarach 3,46 Rendah 30 sedang 17 Pace Morinda citrifolia 3,35 Rendah 26 sedang 18 Kates Carica papaya 3,17 Rendah 36 sedang 19 Pring apus Dendrocalamus apus 3,00 Rendah 40 sedang 20 Randu Ceiba pentandra 2,85 Rendah 42 sedang 21 Johar Senna siamea 2,11 Rendah 28 sedang 22 Waru Hibiscus tiliaceus 2,05 Rendah 20 Rendah 23 Sukun Artocarpus altilis 1,74 Rendah 16 Rendah 24 Pring peting Bambusa sp 1,65 Rendah 20 Rendah 25 Tayuman Cynometra sp 1,62 Rendah 6 Rendah 26 Pisang klutuk Musa balbisiana 1,50 Rendah 21 Rendah 27 Asem kranji Dialium indum 1,49 Rendah 20 Rendah 28 Kleresede Gliricidia maculata 1,42 Rendah 9 Rendah 29 Pring gading Bambusa vulgaris 1,39 Rendah 8 Rendah 30 Secang Caesalpinnia sapan 1,38 Rendah 27 Rendah 31 Turi Sesbania grandiflora 1,28 Rendah 33 sedang 32 Kayu kudo Lanea grandis 1,25 Rendah 23 sedang 33 Kersen Mutingia calabura 1,20 Rendah 28 sedang 34 Gempol Nauclea orientalis 0,99 Rendah 16 Rendah 35 Sawo Manilcara zapota 0,91 Rendah 28 sedang 36 Angsana Pterocarpus indicus 0,90 Rendah 24 Rendah 37 Singkil Premna integrifolia 0,90 Rendah 12 Rendah 38 Pring legi Bambusa sp 0,84 Rendah 28 sedang 39 Kesambi Scleicera oleosa 0,73 Rendah 20 Rendah 40 Gayam Inocarpus fangifer 0,70 Rendah 24 Rendah 41 Jeruk keprok Citrus ap 0,60 Rendah 16 Rendah 42 Juwet Eugenia cumina 0,60 Rendah 28 sedang 43 Gmelina Gmelina arborea 0,59 Rendah 20 Rendah 44 Sirsat Annona squamosa 0,58 Rendah 12 Rendah
284
Lampiran 18 Lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah INP Kategori INP
ICS *
Kategori ICS**
45 Besaran Morus sp 0,57 Rendah 14 Rendah 45 Kluweh Artocarpus altilis 0,48 Rendah 16 Rendah 46 Jeruk pecel Citrus 0,48 Rendah 28 sedang 47 Mojo Aegle marmelos 0,48 Rendah 8 Rendah 48 Kemuning Murraya paniculata 0,42 Rendah 12 Rendah 49 Delima Punica granatum 0,42 Rendah 15 Rendah 50 Klayu Eriolosum rubiginosum 0,42 Rendah 20 Rendah 51 Dondong Spondias dulcis 0,42 Rendah 28 sedang 52 Jambu mete Anacardium occidentale 0,42 Rendah 12 Rendah 53 Mlinjo Gnetum gnemon 0,42 Rendah 24 Rendah 54 Weru Hibiscus procera 0,42 Rendah 8 Rendah 55 Sengon Paraserianthes falcataria 0,38 Rendah 28 sedang 56 Jambu klampok Zysygium javanicum 0,38 Rendah 24 Rendah Keterangan : *) Kategori INP pohon pekarangan : Tinggi (33,64-50,27); Sedang (17,01-32,64);
Rendah (0,38-16,64). **) Kategori ICS Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
285
Lampiran 19 Nilai INP dan ISC vegetasi pohon tegalan
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
1 Jati Tectona grandis 94,39 Tinggi 75 Tinggi 2 Pisang Musa paradisiaca 39,99 Sedang 48 Sedang 3 Pring ori Bambusa bambos 17,88 Rendah 60 Tinggi 4 Mahoni Swietenia mahagoni 16,77 Rendah 47 Sedang 5 Mangga Manmgifera indica 16,39 Rendah 28 Sedang 6 Lamtoro Leucaena glauca 13,08 Rendah 50 Tinggi 7 Meh Samanea saman 7,78 Rendah 53 Tinggi 8 Turi Sesbania grandiflora 6,77 Rendah 33 Sedang 9 Nangka Artocarpus heteropphylla 6,32 Rendah 40 Sedang 10 Kelapa Cocos nucifera 5,61 Rendah 40 Sedang 11 Pring apus Dendrocalamus apus 5,08 Rendah 40 Sedang 12 Asem jawa Tamarindus indica 4,95 Rendah 41 Sedang 13 Randu Ceiba pentandra 4,73 Rendah 42 sedang 14 Jeruk keprok Citrus aurantifolia 4,12 Rendah 16 rendah 15 Kates Carica papaya 4,11 Rendah 36 sedang 16 Kluweh Artocarpus altilis 3,93 Rendah 16 Rendah 17 Pring petung Gigantochloa asper 3,03 Rendah 52 Tinggi 18 Waru Hibiscus tiliaceus 2,74 Rendah 20 rendah 19 Lamtoro gung Leucaena leucocephala 2,68 Rendah 40 sedang 20 Jarak Jatropha curcas 2,42 Rendah 18 rendah 21 Jambu biji Psidium guajava 2,32 Rendah 41 sedang 22 Putat Baringtonia racemosa 2,27 Rendah 8 rendah 23 Jambu air Zyzygium aqueum 2,16 Rendah 24 rendah 24 Kamboja Plumeiraindica 1,79 Rendah 6 rendah 25 Gempol Naucle orientalis 1,72 Rendah 16 rendah 26 Saga Adenanthera pavonina 1,38 Rendah 9 rendah 27 Pohan Buhanania latifolia 1,27 Rendah 12 rendah 28 Pring legi Bambusa sp 1,27 Rendah 28 sedang 29 Sirsat Annona muricata 1,27 Rendah 12 rendah 30 Asaem kranji Dialium indum 1,17 Rendah 20 rendah 31 Johar Senna siamea 1,12 Rendah 28 rendah 32 Mindi Melia azedarach 1,09 Rendah 30 sedang 33 Aren Arenga pinnata 1,05 Rendah 8 rendah 34 Kayu kuda Lanea grandis 1,04 Rendah 23 rendah 35 Ringin Ficus elastica 1,03 Rendah 22 rendah 36 Dondong Spondias dulcis 0,95 Rendah 28 sedang 37 Pring gading Bambusa vulgaris 0,91 Rendah 8 rendah 38 Jambe Areca catechu 0,88 Rendah 12 rendah 39 Tayoman Cenometra sp 0,87 Rendah 6 rendah 40 Pace Morinda citrifolia 0,87 Rendah 26 sedang 41 Ploso Butea monosperma 0,79 Rendah 24 rendah
286
Lampiran 19 lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
42 Bendo Artocarpus elaticus 0,76 Rendah 21 rendah 43 Kersen Mutingia calabura 0,71 Rendah 24 rendah 44 Lo Ficus glomerata 0,65 Rendah 6 rendah 45 Krao Dracontomelun dao 0,63 Rendah 12 rendah 46 Mulwo Annona reticulata 0,62 Rendah 24 rendah 47 Sengon Paraserianthes falcataria 0,47 Rendah 28 sedang 48 Polokiyo Thevetia peruviana 0,47 Rendah 4 rendah 49 Klayu Erioglosum rubiginosum 0,45 Rendah 20 rendah
Keterangan: *) Kategori INP Pohon Tegalan Tinggi (59,96-94,39); Sedang (58,96-30,01); Rendah (0,45-29,98). **) Kategori ICS Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
287
Lampiran 20 Nilai INP dan ICS vegetasi pohon sekitar Hutan Jati
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
1 Jati Tectona grandis 157,12 Tinggi 75 Tinggi 2 Sono keling Dalbergia latifolia 22,40 Rendah 24 Rendah 3 Mahoni Swietenia mahagoni 20,60 Rendah 47 Sedang 4 Johar Senna siamea 12,29 Rendah 28 Sedang 5 Lamtoro Leucaena glauca 9,29 Rendah 50 Tinggi 6 Mindi Melia azedarach 8,21 Rendah 30 Sedang 7 Nangka Artocarpus heterophylla 7,97 Rendah 40 Sedang 8 Sukun Artocarpus altilis 7,26 Rendah 29 Sedang 9 Krao Dracontemelun dau 6,13 Rendah 12 Rendah 10 Sirkoyo Annona muricata 5,14 Rendah 28 Sedang 11 Pring apus Dendrocalamus aspus 3,91 Rendah 40 Sedang 12 Turi Sesbania grandiflora 3,91 Rendah 36 Sedang 13 Kesambi Schleicera oleosa 3,44 Rendah 20 Rendah 14 Klayu Errioglosum rubininosum 3,27 Rendah 20 Rendah 15 Klampis Acasia farnesiana 3,24 Rendah 20 Rendah 16 Ploso Butea monosperma 3,24 Rendah 24 Rendah 17 Secang Caesalpinnia sapan 3,07 Rendah 27 Sedang 18 Jambu biji Psidium guajava 3,06 Rendah 41 Sedang 19 Nimba Azadirachta indica 2,98 Rendah 30 Sedang 20 Randu Ceiba pentandra 2,84 Rendah 42 Sedang 21 Gmelina Gmelina arborea 2,67 Rendah 20 Rendah 22 Kluwek Pangium edule 2,63 Rendah 24 Rendah 23 Preh Ficus thoningii 2,49 Rendah 6 Rendah 24 Pohan Buchanania latifolia 1,81 Rendah 12 Rendah 25 Kedoya Dysoxylum amoroides 1,80 Rendah 17 Rendah 26 Lo Ficus glomerata 1,74 Rendah 6 Rendah 27 Kepuh Sterculia foetida 1,74 Rendah 6 Rendah 28 Jambu alas Eugenia javanica 1,57 Rendah 6 Rendah 29 Mundung Garcinia dulcis 1,48 Rendah 12 Rendah
Keterangan: *)Kategori INP Pohon Hutan jati Tinggi (103,77-157,64), Sedang (51,89-102,77); rendah (1,48-50,89); **) Kategori ICS Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
288
Lampiran 21 Nilai INP dan ICS tumbuhan Semak herba pekarangan
N0 Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
1 Lamtoro Leucaena glauca 34,10 Tinggi 50 Tinggi 2 Menyok/ketela
pohon Manihot utilisima 25,92 Tinggi 40 Sedang
3 Cengek/lombok Capsicum fruetescent 20,75 Sedang 21 Rendah 4 Sabrang Ipomoea crassicaulis 12,56 Sedang 30 Sedang 5 Pulutan Urena lobata 11,58 Sedang 9 Rendah 6 Gembili Dioscorea aculeata 9,66 Rendah 9 Rendah 7 Opo-opo Flemingia leneata 9,54 Rendah 21 Rendah 8 Temu lawak Curcuma xanthoriza 8,36 Rendah 40 Sedang 9 Teh-tehan Duranta repen 7,16 Rendah 6 Rendah 10 Garut Marantha arundinacea 5,44 Rendah 27 Sedang 11 Sidaguri Sida rotusa 5,12 Rendah 4 Rendah 12 Jagung Zea mays 4,87 Rendah 48 Sedang 13 Terong Solanum melongena 4,51 Rendah 9 Rendah 14 Trembelutan Phyllanthus reticulatus 4,49 Rendah 8 Rendah 15 Sirkoyo Annona squamosa 4,13 Rendah 28 Sedang 16 Tales Colocasia esculenta 4,02 Rendah 28 Sedang 17 Wedusan Ageratum conyzoides 3,98 Rendah Rendah 18 Ketepeng Cassia alata 3,85 Rendah 8 Rendah 19 Jarak Jatropha curcas 3,73 Rendah 18 Rendah 20 Terong poka Solanum torvum 3,39 Rendah 9 Rendah 21 Kacang lanjar Vigna unguicula 3,35 Rendah 18 Rendah 22 Ganyong Canna edulis 3,20 Rendah 12 Rendah 23 Awar-awar Ficus sp 3,05 Rendah Rendah 24 Asem jowo Tamarindus indica 3,04 Rendah 41 Sedang 25 Gadung Dioscorea hispida 2,91 Rendah 12 Rendah 26 Kembang sepatu Hibiscus rosa-chinensis 2,90 Rendah 6 Rendah 27 Kandri Bredellia sp 2,85 Rendah Rendah 28 Totok bengok Euphatorium sp 2,76 Rendah Rendah 29 Sente Alocasia macrorrhiza 2,60 Rendah 24 Rendah 30 Pacing Costus speciocus 2,38 Rendah 2 Rendah 31 Pacing towo Pleome sp 2,31 Rendah 6 Rendah 32 Besaran Morus alba 2,30 Rendah 14 Rendah 33 Sembung Blumea sp 2,04 Rendah Rendah 34 Telo rambat Ipomoea batatas 1,93 Rendah 36 Sedang 35 Uwi legi Dioscorea alata 1,88 Rendah 9 Rendah 36 Lidah mertua Sansiviera sp 1,85 Rendah 4 Rendah 37 Lempuyang Zingiber zerumbet 1,71 Rendah 40 Sedang 38 Lidah buaya Aloe vera 1,69 Rendah 6 Rendah 39 Kucingan/m invisa Mimosa invisa 1,61 Rendah Rendah 40 Paliman Elephantropus scaber 1,50 Rendah 6 Rendah 41 Andong Cordyline sp 1,50 Rendah 4 Rendah 42 Beluntas Plucea indica 1,49 Rendah 6 Rendah 43 Kemangi Oscimum basilicum 1,49 Rendah 9 Rendah
289
Lampiran 21 Lanjutan
N0 Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
44 Kencur Kampferia galanga 1,49 Rendah 30 Sedang 45 Kunyit Curcuma domestica 1,42 Rendah 34 Sedang 46 Suweg Amorpophalus
camphanulatus 1,41 Rendah Rendah
47 Kersen Muntingia calabura 1,39 Rendah 24 Rendah 48 Kembang gundul Hyptis brevipes 1,19 Rendah Rendah 49 Waluh Cucurbita moschata 1,07 Rendah 21 Rendah 50 Dewo ndaru Eugenia uniflora 1,06 Rendah 21 Rendah 51 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa 1,06 Rendah 23 Rendah 52 Secang Caesalpinnia sapan 1,06 Rendah 27 Sedang 53 Kunci pepet Kampferia agustifolia 1,02 Rendah 18 Rendah 54 Jahe Zingiber officinarum 0,96 Rendah 40 Sedang 55 Temu ireng Curcuma aeruginosa 0,96 Rendah 42 Sedang 56 Kleresede Gliricidia maculata 0,86 Rendah 9 Rendah 57 Pacar air Impatien balsamina 0,84 Rendah 2 Rendah 58 Laos Alpinnia galanga 0,84 Rendah 21 Rendah 59 Kecipir Psopocarpus
tetragonolubus 0,78 Rendah 12 Rendah
60 Blimbing Averrhoa bilimbi 0,76 Rendah 9 Rendah 61 Kembang kertas Zinnia sp 0,67 Rendah 4 Rendah 62 Besaran Morus alba 0,66 Rendah 14 Rendah 63 Jeruk purut Citrus histrix 0,66 Rendah 21 Rendah 64 Keladi hias Caladium sp 0,66 Rendah 2 Rendah 65 Bunga pk empat Mirabilis jalapa 0,50 Rendah 2 Rendah
Keterangan: *) Kategori INP: Tinggi ( 23,4-34,1); Sedang (11,2-22,4); Rendah (0,5-10,2). **)Kategori ICS Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
290
Lampiran 22 Nilai INP dan ICS vegetasi Semak herba Tegalan
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
1 Lamtoro Leucaena glauca 25,17 Tinggi 50 Tinggi 2 Menyok/ketela
pohon Manihot utilisima 23,69 Tinggi 40 Sedang
3 Sabrang Ipomoea crassicaulis 19,36 Tinggi 30 Sedang 4 Sigro mabur Euphatorium sp 15,19 Sedang - - 5 Otok-Otok Flemingia sp 12,28 Sedang - - 6 Kb gundul Hyptis brevipes 10,63 Sedang - - 7 Palerut/garut Marantha arundinacea 7,48 Rendah 27 Sedang 8 Wedusan Ageratum conyzoydes 7,09 Rendah - Rendah 9 Pulutan Urela lobata 6,75 Rendah 8 Rendah 10 Jagung Zea mays 6,69 Rendah 48 Sedang 11 Sidaguri Sida rotusa 6,34 Rendah - - 12 Tales Colocasia esculenta 5,84 Rendah 4 Rendah 13 Jarong Stachytarpeta jamaicensis 5,52 Rendah 28 Sedang 14 Kandri Bridellia sp 5,26 Rendah 4 Rendah 15 Ganyong Canna edulis 4,91 Rendah 12 Rendah 16 Opo-opo Flemingia leneata 4,80 Rendah 21 Rendah 17 Trembelutan Phyllantus reticulatus 4,80 Rendah 8 Rendah 18 Uwi Dioscorea alata 4,65 Rendah 12 Rendah 19 Kembang telang Gloriosa suberba 4,52 Rendah - Rendah 20 Gembili Dioscora aculeata 4,23 Rendah 12 Rendah 21 Jarak Jatropha curcas 3,96 Rendah 18 Rendah 22 Suweg Amorphopalus sp 3,85 Rendah - Rendah 23 Pis kucing Mimosa pudica 3,31 Rendah - - 24 Jambu biji Psidium guajava 3,05 Rendah 41 Sedang 25 Klerodendrum Clerodendrum sp 3,03 Rendah - - 26 Paliman Elephantropus sp 2,73 Rendah 6 Rendah 27 Temu ireng Curcuma aeruginosa 2,72 Rendah 42 Sedang 28 Desmodium Desmodium sp 2,50 Rendah 4 Rendah 29 Kemangi Oscimum basilicum 2,38 Rendah 9 Rendah 30 Klayu Erioglosum rubibinosum 2,18 Rendah - - 31 Lempuyang Zingiber zerumbet 2,12 Rendah 30 Sedang 32 Lemu lawak Curcuma xanthoriza 2,00 Rendah 40 Sedang 33 Katu Saurapus androgynus 1,96 Rendah 9 Rendah 34 Semak Teprosia sp 1,87 Rendah - - 35 Sente Alocasia macrorrhiza 1,84 Rendah 24 Rendah 36 Jahe Zingiber officinarum 1,76 Rendah 40 Sedang 37 Teh-tehan Acalypa sp 1,72 Rendah 6 Rendah 38 Awar-awar Ficup septica 1,70 Rendah - - 39 Terong poka Solanum torvum 1,61 Rendah 9 Rendah 40 Buntut tikus Heliotropicum indicum 1,58 Rendah - Rendah 41 Pacing Costus speciocus 1,53 Rendah 2 Rendah 42 Bogo Xanthophyllum sp 1,52 Rendah - - 43 Singkil Premna integrifolia 1,48 Rendah 9 Rendah
291
Lampiran 22 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
44 Tapak doro Catharanthus roseus 1,47 Rendah 12 Rendah 45 Besaran Morus sp 1,40 Rendah 14 Rendah 46 Cengek Capsicum fruetescent 1,33 Rendah 21 Rendah 47 Jati londo Guazuma ulmifolia 1,31 Rendah 6 Rendah 48 Daun suji Pleomel agustifolia 1,28 Rendah 9 Rendah 49 Tomat Solanum lycopersicum 1,16 Rendah 12 Rendah 50 Secang Caesalpinnia sapan 1,04 Rendah 9 Rendah 51 Tlutup Macaranga tanarius 0,96 Rendah 9 Rendah 52 Terong Solanum melongena 0,94 Rendah 9 Rendah 53 Nyidro Canna hybrida 0,92 Rendah 6 Rendah 54 Cabe jowo Piper officinarum 0,76 Rendah 21 Rendah 55 Puring Codiaeum variegatum 0,72 Rendah 4 Rendah 56 Uyah-uyahan Ficus sp 0,71 Rendah - 57 Pandanwangi Pandanus amarylifolius 0,70 Rendah 8 Rendah 58 Apit Tabernae montana 0,68 Rendah 4 Rendah 59 Kwalot Brucea javanica 0,68 Rendah - 60 Pacar cina Aglaea odorata 0,52 Rendah 18 Rendah 61 Sirsat Annota muricata 0,52 Rendah 12 Rendah 65 Sirkoyo annota squamosa 0,45 Rendah 9 Rendah 66 Andong Cordyline 0,39 Rendah 6 Rendah 67 Bengkle Zingiber purpureum 0,39 Rendah 18 Rendah 68 Kejibeling Ortosiphon stamineus 0,39 Rendah 9 Rendah
Keterangan: *)Kategori INP: Tingggi (17,91-25,17); Sedang (8,26-16,91); Rendah (0,39-15,91). **)Kategori ICS: Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
292
Lampiran 23 Nilai INP dan ICS Semak Herba Sekitar Hutan Jati
No Nama lokal Nama ilmiah INP Kategori INP*
ICS Kategori ICS**
1 Jagung Zea mays 31,70 Tinggi 48 sedang 2 Menyok/telo
pohong Manihot utilisima 25,19 Tinggi 40 sedang
3 Sigro mabur/ kirinyuh
Euphatorium inulifolium 18,95 Sedang - -
4 Lamtoro Leucaena glauca 16,13 Sedang 50 Tinggi 5 Tembelekan Lantana camara 13,34 Sedang 4 Rendah 6 Opo-opo Flemingia lineata 11,76 Sedang 21 Rendah 7 Paliman Elepahantophus scaber 11,59 Sedang 21 Rendah 8 Jahe Zingiber officinale 11,22 Sedang 40 sedang 9 Wedusan Agetarum conyzoydes 9,82 Rendah - - 10 Uwi Dioscorea alata 9,02 Rendah 12 Rendah 11 Sirkoyo Annona squamosa 8,63 Rendah 28 Rendah 12 Kacangan Centrosema pubescent 8,57 Rendah 12 Rendah 13 Secang Caesalpinnia sapan 7,97 Rendah 27 Rendah 14 Serut Streblus asper 7,62 Rendah - - 15 Lempuyang Zingiber zerumbet 7,52 Rendah 30 sedang 16 Temu lawak Curcuma xanthoriza 6,87 Rendah 40 sedang 17 Rondo graut Mimosa invisa 6,79 Rendah 2 Rendah 18 Pacing Costus speciosus 5,76 Rendah 4 Rendah 19 Sidaguri Sida rotusa 5,48 Rendah 6 Rendah 20 kapasan/hisbiscus Hibiscus sp 5,38 Rendah - - 21 kembang gundul Hyptis brevipes 5,32 Rendah 9 Rendah 22 Pulutan Urena lobata 4,71 Rendah 21 Rendah 23 Gadung Disocorea hispida 4,29 Rendah 21 Rendah 24 Girang Lea indica 4,12 Rendah - - 25 Gembili Dioscorea aculeata 4,04 Rendah 12 Rendah 26 Pandan Pandanus sp 3,81 Rendah 9 Rendah 27 Bogo Xanthophyllum sp 3,75 Rendah - - 28 Gandri Bridellia sp 3,59 Rendah 6 Rendah 29 Suweg Amophorpalus
champanulatus 3,36 Rendah 9 Rendah
30 Uyah-uyahan Ficus sp 3,32 Rendah - - 31 Buntut
tikus/gajahan Stachytaspeta jamaicensis
3,25 Rendah - -
32 Klerodendrum Clerodendrum innerme 3,07 Rendah - - 33 kunci Kaempferia angustifolia 3,02 Rendah 18 Rendah 34 Awar-awar Ficus septica 2,33 Rendah 4 Rendah 35 Klayu Erioglosum
rubiginosum 2,22 Rendah 20 Rendah
36 Terong pokak Solanum torvum 2,17 Rendah 9 Rendah 37 Kluwing Ficus sp 1,89 Rendah 9 Rendah 38 Tlutup Macaranga tanarius 1,67 Rendah 9 Rendah 39 Klampis Acasia farnesiana 1,63 Rendah 20 Rendah 40 Kwalot Brucea javanica 1,57 Rendah - - 41 Widuri Calotropis gigantea 0,80 Rendah 6 Rendah 42 Soka Ixora 0,73 Rendah 6 Rendah Keterangan: *)Kategori INP: Tingggi (22,38-31,70); Sedang (11,32-21,38); Rendah (0,73-10,32) **)Kategori ICS: Tinggi (50,00-75,00); Sedang (25,00-49,00); rendah (2,00-24,00)
273
Lampiran 17 Nilai ICS Tumbuhan berguna bagi Masyarakat Samin
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.)
Raeusch. Poaceae 26 Bahan minuman, pakan ternak, bahan semai benih padi,
2 Andong Cordyline fruticosa L. Agavaceae 6 Tanaman hias 3 Angsana Pterocarpus indica L. Fabaceaea 24 Bahan bangunan, peralatan 4 Anting-anting Acalipa indica L. Phylanthaceae 12 Tanaman obat, pakan ternak 5 Aren Arenga pinnata Merr. Arecaceae 8 Tanaman mata air 6 Asem jawa Tamarindus indica L. Fabaceae 41 Bahan bangunan, bahan obat (buah), bumbu (buah), peralatan 7 Asem londo Dialium indum wild. Fabaceae 20 Bahan bangunan, kayu bakar 8 Babing Breynia disticha Phyllanthaceae 9 Bahan pewarna makanan 9 Bakung Crinum asiaticum L. Liliaceae 6 Tanaman hias 10 bayam Amaranthus hybridus L Amaranthaceae 16 Bahan sayuran 11 Beluntas Plucea indica L Lamiaceae 12 Lalapan 12 Bendo Artocarpus elasticus Reinw Moraceae 21 Bahan bangunan, peralatan 13 Bengkle Zingiberaceae Zingiber purpureum Roscoe 18 Bahan makanan, obat obatan, kosmetika 14 Bengkoang Pachyrrhisus erosus Fabaceae 12 Bahan makanan 15 Beras wutah Diffenbachia
bowmannii Carrière Araceae 6 Tanaman hias
16 Beringin Ficus elastic L. Moraceae 22 Perindang, mitos, habitat burung 17 besaran Morus alba L. Moraceae 14 Tanaman pagar, bahan sayur 18 Blimbing buah Averrhoa carambola L Oxallidaceae 16 Tanaman buah 19 Blimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. Oxallidaceae 9 Bumbu masakan 20 Bogenville Bogenvillea spectabilis Nygtaginaceae 6 Tanaman hias 21 Brambang Allium cepa L Liliaceae 36 Bumbu, bobok patah tulang, obat obatan 22 Bunga pk ept Mirabilis jalapa L. Apocynaceae 6 Tanaman hias 23 Cabe jowo Piper officinarum (Mig)C. Dc Piperaceae 9 Bahan obatan 24 Cengek/lombok Capsicum annum Solanaceae 21 Bumbu, bahan pestisida 25 Ceplukan Physalis angulata L. Oxallidaceae 9 Pelancar seni 26 Ceplukan/rambutan Passiflora foetida L. Pasifloraceae 15 Buah, bahan jamu 27 Daun suji Dracaena angustifolia
(Medik.) Agavaceae 12 Pewarna makanan, obat obatan
28 Delima Punica granatum L. Punicaceae 15 Buah, bahan obat 29 Dewo ndaru Eugenia uniflora L. Myrtaceae 21 Bahan jamu, daun untuk sayur
274
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 30 Dlingo Acorus calamus Acoraceae 18 Sawanan, kosmetika 31 Dondong Spondias dulcis L. Meliaceae 28 Tanaman buah, bahan papan, kayu bakar 32 Gading/kanthil Michelia champaca L. Annonaceae 15 Sesaji, Tanaman hias 33 Gadung Dioscorea hispida L. Dioscoreaceae 21 Bahan makanan, bahan biopestisida 34 Gambas Luffa acutangula (L.) Roxb. Cucurbitaceae 16 Sayuran 35 Ganggeng Ceratophyllum sp Hidrocaritaceae 6 Bahan kosmetik 36 Ganyong Canna edulis L. Cannaceae 12 Bahan makanan 37 Gayam Inocarpus fagifer (Parkinson)
F.R. Forsberg Fabaceae 24 Kayu bakar, papan, bahan makanan, peralatan
38 Gembili Dioscorea aculeate (Lour.) Burkill
Dioscoreaceae 12 Bahan makanan
39 Gempol Naucle orientalis L. Rubiaceae 16 Pembatas sawah,kayu bakar, mitos 40 Girang Lea indica Vitaceae 4 Pakan ternak 41 Glodokan Polyanthia longifolia Annonaceae 6 Tanaman pagar Gmelina Gmelina arborea Verbenaceae Roxb. 20 Pakan ternak, kayu bakar, 42 Gondoruso Justisia gendarusa Acanthaceae Burm 6 Tanaman pagar 43 Ilat boyo Sansiviera sp Liliaceae 6 Tanaman hias 44 Jagung Zea mays L. Poaceae 48 Bahan makanan, pakan ternak (daun muda), kompos (tongkol
jagung), bahan sayur (buah muda) 45 Jahe Zingiber officinale Roscoe Zingiberaceae 40 Bumbu, obat, bahan minuman 46 Jambe Areca Catechu L Arecaceae 12 Daun muda untuk obat mata 47 Jambu air Syzygium aqueum
(Burm.f.) Alston Myrtaceae 24 Buah, bangunan, peralatan
48 Jambu alas Eugenia javanica Myrtaceae 6 Tanaman mata air 49 Jambu biji/klutuk Psidium javanica Myrtaceae 42 Buah, obat (daun), kayu bahan peralatan 50 Jambu klampok Syzygium sp Myrtaceae 24 Bahan papan, peralatan 51 Jambu mete Anacardium occidentale L. Anacardiaceae 12 Buah, biji mete bahan makanan 52 Jarak pagar Jatropha curcas L. Euphorbiaceae 18 Biji jarak untuk minyak, daun bahan jamu 53 Jati Tectona grandis L.f. Verbenacaee 75 Bahan bangunan, kerajinan, kayu bakar (ranting), pembungkus 54 Jati londo Guazuma ulmifolia Lam. Verbenaceae 6 Tanaman hias 55 Jenu Derris eliptica L. Fabaceae 18 Racun ikan, Bahan pestisida
275
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 56 Jeruk bali Citrus maxima (Burm.f.) Merr. Rutaceae 12 Tanaman buah 57 Jeruk keprok Citrus reticulate Blanco Rutaceae 16 Tanaman buah 58 Jeruk nipis/pecel Citrus aurantifolia (Christm)
swingle Rutaceae 28 Bahan masakan, obat
59 Jeruk purut Citrus histrrix DC Rutaceae 21 Bumbu, wedak adem 60 Jipang Sechium edule (Jacq.) Sw Cucurbitaceae 16 Sayur 61 Johar Senna siamea ( Lam)
H.S.Irwin & Barneby Fabaceae 28 Bahan bangunan, peralatan, kayu bakar,
62 Juwet Eugenia cumini (L.) Druce Myrtaceae 28 Buah, bhn bangunan, kayu bakar 63 Kacang gude Cajanus cajan Fabaceae 9 Bahan makanan 64 kacang lancar Vigna unguicula Fabaceae 16 Sayur 65 Kacang tanah Arachis hypogaea L. Fabaceae 28 bahan makanan, pakan ternak 66 kacangan Centrosema pubescent
Benth Fabaceae 12 Pakan ternak
67 Kaliandra Calliandra Fabaceae calothyrsus Meisn 24 Pakan ternak, kayu bakar 68 Kamboja Plumeria acuminata Ait. Apocynaceae 6 Tanaman hias, 69 Kamboja jepang Adenium sp Apocynaceae 4 Tanaman hias 70 Kangkung Ipomoea aquatica Forssk. Solanaceae 16 Sayuran, pakan ternak 71 Kapasan Hibiscus sp Malvaceae 6 Bahan tali 72 Kates Carica papaya L. Caricaceae 36 Buah, sayur (buah muda, daun), bahan jamu (daun) 73 Katimas Euphorbia heterophylla L. Euphorbiaceae 4 Pakan ternak 74 Katu Sauropus androgynus (L.)
Merr.
Euphorbiaceae 9 Sayuran
75 Kayu kuda Lannea grandis Engl. Anacardiaceae 23 Kayu bakar, mitos, batas pekarangan 76 Kb jengger Celosia cristata L. Amaranthacea 2 Tanaman hias 77 Kb sepatu Hibiscus rosacinensis L. Malvaceae 6 Tan hias 78 Kacang bayung Vigna unguiculata (L.) Walp. Fabaceae 12 Bahan sayur 79 Kecipir Psophocarpus
tetragonolobus (L.) D.C.
Fabaceae 12 Sayuran
80 Kecubung Datura metel Swartz Solanaceae 9 Bahan obat 81 Kedoya Dysoxylum amooroides Meliaceae Miq. 17 Peralatan, bahan makanan buah
276
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 82 Keladi hias Caladium sp Araceae 2 Tanaman hias 83 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae 40 Bahan peralatan, bhn masakan (buah), kayu bakar (daun), mitos,
ritual (buah), penawar racun (air kelapa) 84 Kelor Moringa oleifera Lam Moringaceae 20 Daun u sayur, kayu bakar 85 Kemanggi Oscimum basilicum Lamiaceae 9 Bahan sayuran 86 Kemiri Aleruites muluccana (L.)
Willd. Euphorbiaceae 29 Bumbu (biji), kayu u bangunan, kayu bakar
87 Kemuning Murayya exotica L. Rutaceae 12 Tan hias, kosmetika 88 Kenanga Cananga odorata (Lam)
Hook.J. &T.Thomson Annonaceae 10 Sesaji, tan hias
89 Kencur Kampferia galaga L. Zingiberaceae 39 Baham minuman, naham obat/jamu, bumbu 90 Kenikir Cosmos caudatus Kunth Asteraceae 9 Bahan lalapan 91 Kenikir Tagetes erecta L. Asteraceae 4 Tanaman hias 92 Kentang kanci Coleua tuberosus Solanaceae 8 Bahan makanan (umbi) 93 Kentos Nelumbo nucifera Nelumbonaceae 8 bahan makanan 94 Kepuh Sterculia foetida L Sterculiaceae 6 Tanaman penghijauan 95 Kersen Muntingia calabura L Elaeocarpaceae 24 Buah, kayu bakar 96 Kesambi Schleicera oleosa Meliaceae (Lour).
Oken 20 Bahan bangunan, kayu bakar
97 Ketepeng Cassia alata L Fabaceae 9 Obat kulit 98 Klampes Acasia nilotica Fabaceae (L.) Willd. Ex
Del 20 Bahan bangunan, kayu bakar
99 Klayu Erioglossum rubiginosum Brand
Meliaceae 20 Bahan bangunan, tan buah, kayu bakar
100 Klerecede Gliricidia maculate Fabaceae 9 Pakan ternak 101 Kluweh Artocarpus altilis (Parkinson)
Forsberg Moraceae 16 Buah untuk sayur, kayu bahan bangunan
102 Kluwek Pangium edule Reinw. ex Blume
Flacourtiaceae 24 Bahan bumbu, kayu papan, obat tradisional, racun ikan
103 Kluwingan Ficus sp Moraceae 9 Bahan tali 104 Kopi Coffea Arabica L Rubiaceae 8 Bahan minuman 105 Krao Dracotomelum dao (Blanco)
Merris Rolfe Verbenaceae 12 Kayu bahan bangunan
277
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 106 Kremah gede Alternanthera sessilis (L.) R.
Br. ex D Amaranthaceae 21 sayur, pakan ternak
107 Kumis kucing Orthosiphon stamineus Benth Fabaceae 9 bahan jamu 108 Kunci Kaempferia angustifolia Zingiberaceae 18 bahan jamu, bumbu masakan 109 Kunir putih Curcuma zedoaria (Christm.)
Roscoe Zingiberaceae 9 Jamu
110 Kunyit Curcuma domestica Val. Zingiberaceae 34 bumbu, obat, kosmetika, ritual 111 Lamtoro Leucaena glauca Fabaceae 50 Pakan ternak (daun), sayut( buah muda), obat luka baru (pupus),
teknologi tradisional, kayu bakar 112 Lamtoro gung Leucaena sp Fabaceae 40 Bahan peralatan, kayu bakar 113 Laos Alpinia galanga (L.) Sw. Zingiberaceae 21 bumbu, obat tanaman 114 Lemeni Ardisia eliptica Thunb. Myrtaceae 9 jamu gepyok 115 Lempuyang Zingiber zerumbet (L.)
J.E.Smith Zingiberaceae 30 Sayur (daun), obat (rimpang), kosmetik (rimpang)
116 Lempyang sabrang Zingiber zerumbet (L.) Sm. Zingiberaceae 9 jamu sapi mencret 117 Lo Ficus glomerata L. Moraceae 6 Mitos 118 Lompong Colocasia esculenta (L.)
Schott Araceae 28 bahan kh, sayur
119 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa Thymelaeaceae (Scheff.) Boerl
9 tan obat
120 Mahoni Swietenia mahagoni (L.) Jacq Meliaceae 47 bahan bangunan, jamu (biji), biopestisida (daun) 121 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae 28 Buah, bahan bangunan 122 Mawar Rosa sp Rosaceae 6 tan hias 123 Meh Samanea saman (Jacq) Merr Fabaceae 53 bahan bangunan, peralatan, kayu bakar, mitos, 124 Melati Jasminum sambac (L.) Ait. Oleaceae 6 tan hias 125 Meniran Phylantus niruri L. Phylanthaceae 9 tan obat 126 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae 12 tan buah 127 Menyok/telo
pohong Manihot ulilissima L Euphorbiaceae 40 Bahan bakanan, sayur(daun), kayu bakar (batang)
128 Mindi Melia azedarach L. Meliaceae 30 bahan bangunan, biopestisida 129 Mlinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae 24 bahan sayur, biji bahan makanan 130 Mojo Aegle marmelos Meliaceae 8 Tanaman pagar
278
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 131 Mulwo Annona reticulata Annonaceae 24 tan buah, kayu bakar 132 Mundung Garcinia dulcis Clusiaceae (Roxb.) Kurz. 12 tan buah 133 Nampu Homalomena javanica
V.A.V.R Araceae 24 umbi u makanan, daun u sayur
134 Nangka Artocarpus heterophylla Moraceae 40 Buah , sayur, bangunan, peralatan 135 Nimba Azadirachta indica Adr. Juss Meliaceae 30 bahan bangunan,jamu, daun pestisida 136 Nusa indah Musaenda frondosa L. Rubiaceae 4 tan hias 137 Nyidro Canna hybrida L. Cannaceae 6 tan hias 138 Opo-opo Flemingia lineate
(L.) W.T.Aiton Fabaceae 21 bahan semai padi, pakan ternak
139 Orang aring Eclipta alba L. Asteraceae 8 pakan ternak 140 Orok-orok Crotalaria sp Fabaceae 6 tan penyubur 141 Pacar air Impatien balsamina L. Balsaminaceae 4 tan hias 142 Pacar cina Aglaea odorata L. Rutaceae 18 Sawanan (daun), cat kuku (buah) 143 Pace Morinda citrifolia L. Rubiaceae 26 obat, sayur, ritual 144 Pacing Costus speciocus L. Zingiberaceae 2 Tan hias 145 Palerut/garut Maranta arundinacea L. Maranthaceae 27 bahan pati, ramuan jamu uyup uyup, pakan ternak 146 Paliman/Tapak
liman Elephantropus scaber L. Asteraceae 21 bobok patah tulang, pakan ternak
147 Pandan wangi Pandanus amayllifolius Roxb Pandanaceae 18 bahan tikar, sesaji 148 Pare pait Momordica charantia Cucurbitaceae
Descourt. 12 bahan sayur
149 Pari/Padi Oriza sativa L. Poaceae 122 Bh makanan pokok, bhn pangan suplemen; pakan ternak (jerami), obat obatan (beras), kosmetik (beras), ritual, mitologi , bahan pupuk (jerami, sekam)
150 Petai Parkia speciosa Hassk. Fabaceae 12 buah u sayur, 151 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae 48 Buah, pembungkus (daun), obat obatan sakit perut (buah), tipes
(pelepah), sayur (bunga), bahan ritual (buah) 152 Pisang klutuk Musa balbisiana L. Musaceae 21 bahan pembungkus, obat mencret 153 Ploso Butea monosperma (Lam.)
Taub Fabaceae 24 daun pembungkus tape, kayu bakar
154 Pohan Buchanania latifolia Roxb. Anacardiaceae 12 kayu bangunan
279
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 155 Polokiyo Thevetia peruviana (Pers.)
K. Schum.
Apocynacee 4 kayu bakar
156 Preh Ficus thonningii Blume Moraceae 6 Mitos 157 Pring apus Gigantochloa asper (Schult &
Schult f.) Kurz Poaceae 40 Bahan tali, bahan anyaman, peralatan
158 Pring gading Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C. Wendl.
Poaceae 8 tan hias, tolak bala
159 Pring legi Bambusa sp Poaceae 28 Sayur (rebung), peralatan, bahan bangunan 160 Pring Peting Bambusa sp Poaceae 9 Bahan peralatan 161 Pring petung Gigantockloa asper (Schult.
& Schult. f.) Backer ex K. Heyne
Poaceae 52 Bh bangunan, tekn tradiso, kayu bakar, sayur
162 Pring ri Bambuda bambos (L.) Voss Poaceae 60 Bh bangunan, tekn trad, rebung u sayur, batas desa, indikator ling 163 Pule Alstonia scholaris (L.) R.Br Apocynaceae 9 bahan jamu 164 Pulutan Triumfeta sp Malvaceae 9 Pakan ternak 165 Pulutan Urena lobata L Malvaceae 9 pakan ternak 166 Putat Baringtonia racemosa Roxb Lecythidaceae 8 mitos, 167 Rambutan Nephelium lappaceum Anacardiaceae 9 Buah 168 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn. Bombacaceae 45 bahan serat (kapuk), kayu bakar, mitos, indk ling, pakan ternak
(daun), 169 Randu alas Bombax malabaricum DC Bombacaceae 6 Mitos 170 Rawatan Hewittia sublobata Convolvulacea (L.f.)
Kuntze 12 pakan ternak,
171 Rubus Rubus sp Rosaceae 8 tan buah 172 Sabrang Ipomoea crassicaulis (Benth.)
B. L. Rob. Solanaceae 30 kayu bakar, obat luka (getah), turun panas
173 Saga tunteng Abrus precatorius Fabaceae 9 Bahan obat 174 Sambiloto Andropgraphis paniculata Acanthaceae 9 obat sakit perut 175 Sangketan Moschosma polystachyon Lamiaceae 21 sawanan, bahan kosmetika 176 Sawo Manilkara Zapota (L.)
P.Royen Sapotaceae 28 tan buah, kayu papan, tekn trad
177 Secang Caesalpinia sappan L. Fabaceae 27 bahan minuman, ramuan jamu, tan pembatas
280
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 178 Semanggi Marsilea crenata Presl. Marsileaceae 2 pakan ternak 179 Semangka Citrulus vulgaris schrad Cucurbitaceae 12 tan buah 180 Semangka kwaci Citrulus vulgaris schrad cv
kwaci Cucurbitaceae 12 biji u kwaci
181 Sembukan Paederia foetida L. Rubiaceae 9 obat sakit perut 182 Sengon Paraserianthes falcataria (L.)
Nielson Fabaceae 28 bahan bangunan, kayu bakar
183 Sente Alocasia macrorrhiza Schott Araceae 24 0bat luka, obat kulit, tan hias 184 Sente ireng Alocasia macrorrhiza Schott Araceae 6 tan hias 185 Sereh Cymbopogon nardus
(L.) Rendle Poaceae 9 bahan aromatikum
186 Serut Streblus asper Lour. Moraceae 6 Mitos 187 Sidaguri Sida rhombifolia L. Malvaceae 4 pakan ternak 188 Sigaran Calopogonium mucunoides
Desv. Fabaceae 21 jamu gepyok, pakan ternak
189 Singkil Premna integrifolia L. Lamiaceae 12 Sayur 190 Sirih Piper betle L. Piperaceae 25 nyirih, obat, ritual 191 Sirkoyo Annona squamosa L. Annonaceae 28 Buah, kayu bakar 192 Sirsat Annona muricata L. Annonaceae 12 tan buah 193 Suket lulangan Eleusin indica L Poaceae 18 obat sakit mata, pakan ternak
194 Sogo Adenanthera pavonina L. Fabaceae 9 kayu bangunan 195 Soka Ixora sp Rubiaceae 6 tan hias 196 Sono keling Dalbergia latifolia Roxb. Fabaceae 24 Bahan bangunan, peralatan 197 Suket gajah Setaria muticum Poaceae 12 pakan ternak 198 Suket lamuran Arundinella setosa Poaceae 9 pakan ternak 199 Suket brambangan Commelina nudiflora L. Poaceae 12 pakan ternak 200 Suket genjoran Psphalum scrobilatum Poaceae 9 pakan ternak 201 Suket grintingan Cynodon dactylon (L.) Pers. Poaceae 12 pakan ternak, 202 Suket lamuran Arundinella setosa Poaceae 9 pakan ternak
203 Suket paitan Axonopus compressus (Sw.) P.Beauv.
Poaceae 12 pakan ternak
281
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 204 Suket paitan Paspalum conjugatum Poaceae 12 pakan ternak 205 Suket tuton Echinoclona colona (L.) Link Poaceae 9 pakan ternak 206 Suket uler-uleran Centotheca lappacea (L.)
Desv.Poaceae
12 makanan ternak
207 Sukun Artocapus altilis (Parkinson) Fosberg
Moraceae 29 Buah, sayur, bahan bangunan
208 Suruh Piper betle L. Piperaceae 18 bahan makanan, obat, ritual 209 Suweg Amorphophallus
campanulatus Blume ex Decne.
Araceae 9 umbi u tepung
210 Tales Colocasia esculenta (L.) Schott
Araceae 28 Sayur (daun), sumber KH (rimpang)
211 Tapak doro Catharantus roseus (L.) G.Don
Apocynaceae 6 tan hias
212 Tayuman Cynometra sp Fabaceae 6 tan pagar 213 Teh- tehan Duranta repens Auct.Non
Jacq Verbenaceae 4 tanaman pagar
214 Teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae 9 pakan ternak 215 Telo rambat Ipomoea batatas (L.) Lamk. Convolvulaceae 36 bahan makanan, daun u sayur, 216 Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae 25 bahan rokok, pestisida 217 Tembelekan Lantana camara L. Rubiaceae 4 Tan hias 218 Temu ireng Curcuma aeruginosa Roxb Zingiberaceae 42 obat kulit, turun panas, obat sakit kuning 219 Temu lawak Curcuma Xanthoriza Roxb. Zingiberaceae 40 Bahan jamu, bahan minuman, bahan pestisida 220 Terong Solanum melongena L. Solanaceae 9 Sayur 221 Terong poka Solanum torvum Solanaceae 9 Bahansayur 222 Tlutup Macaranga tanarius (L.)
Müll.Arg. Euphorbiaceae 9 obat kadas
223 Tomat Solanum licopersicum L. Solanaceae 12 Sayur 224 Totok bengok/sigro
mabur/kirinyuh Euphatorium sp Asteraceae 2 Tanaman liar
225 Trembelutan Phyllantus reticulates Phyllanthacea 8 alat trad 226 Turi Sesbania grandiflora (L.)
Poir. Fabaceae 33 Pakan ternak, sayur (bunga), kayu bakar
282
Lampiran 17 lanjutan
No Nama Lokal Nama ilmiah Suku ICS Kegunaan 227 Uket lulangan Eleusin indica L. Poaceae 18 obat sakit mata, pakan ternak 228 Uwi Dioscorea alata L. Dioscoreaceae 12 bahan makanan 229 Waladan Ipomoea obscura Solanaceae 21 penurun panas, pakan ternak 230 Waluh Cucurbita moschata
Duchesne ex Poir. Cucurbitaceae 21 bahan sayur, obat tipus
231 Waru Hibiscus tiliaceus L. Malvaceae 20 kayu bakar, tali, batas pekarangan 232 Weru Albizzia procera (Roxb)
Benth Fabaceae 8 bahan bangunan
233 Yodium Jatropha multifida L. Euphorbiaceae 9 obat luka 234 Rawatan Hewittia sublobata Convolvulaceae 6 Pakan ternak 235 Teh-tehan
Acalypa sp Phylanthaceae 6 Tanaman pagar