mkl jurnal
DESCRIPTION
ghygTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kontroversi kebijakan lindung nilai (hedging) sempat memenuhi surat kabar dan
layar kaca pada pertengahan tahun 2014 kemarin. Hal tersebut bermula dari hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Tahun 2013 yang menunjukkan adanya kenaikan utang luar negeri berdenominasi dollar
AS dari Rp1,981 triliun pada tahun 2012, menjadi Rp2,375 triliun pada tahun 2013, atau
naik sebesar Rp393 triliun. Sekitar 41,43% dari kenaikan utang tersebut, atau setara
dengan Rp163,24 triliun, merupakan kerugian selisih kurs yang disebabkan melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Menurut BPK, kerugian akibat selisih kurs tersebut
dapat dihindari apabila instansi pemerintah yang memiliki pinjaman luar negeri dengan
mata uang asing melakukan transaksi lindung nilai atau hedging.
Hedging merupakan salah satu instrumen manajemen risiko yang telah lazim
digunakan di industri keuangan. Mekanisme pelaksanaan transaksi lindung nilai dalam
pengelolaan hutang pemerintah telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
12/PMK.08/2013 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor 09/MBU/2013. Sementara itu,
mekanisme transaksi lindung nilai dari segi perbankan telah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/8/PBI/2013.
Sebagai instrumen manajemen risiko, hedging mampu melindungi suatu entitas
dari risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar mata uang. Namun, tidak tertutup
kemungkinan nilai tukar yang di sepakati pada waktu kesepakatan kontrak hedging
ternyata lebih mahal dibandingkan nilai tukar spot saat pelunasan utang, sehingga entitas
mengalami kerugian akibat selisih kurs. Dalam ranah keuangan negara, selisih tersebut
dapat disalahtafsirkan sebagai kerugian negara dan dapat berimplikasi hukum bagi
pejabat terkait. Hal ini menimbulkan keraguan pemerintah dalam pengambilan kebijakan
terkait transaksi lindung nilai.
Keraguan tersebut dapat dipahami mengingat praktik hedging di Indonesia masih
jarang dilakukan. Perbedaan persepsi antar entitas pemerintah mengenai kebijakan
hedging sangat mungkin terjadi. Hal tersebut menjadi alasan BPK mengadakan rapat
koordinasi dengan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Gubernur BI, Kapolri, Kejaksaan
Agung, KPK, dan BPKP untuk membahas mengenai perlindungan nilai atas utang
pemerintah.
Rapat koordinasi yang dimotori oleh BPK tersebut menunjukkan bahwa
pelaksanaan hedging atas utang pemerintah telah menjadi suatu kebutuhan, apalagi nilai
mata uang rupiah beberapa bulan terakhir sangat tidak stabil dan cenderung melemah.
Jika tak segera menerapkan kebijakan lindung nilai, dikhawatirkan utang luar negeri
pemerintah akan membengkak dan menyebabkan jebolnya APBN saat jatuh tempo
pelunasan utang. Akan tetapi, benarkah hedging merupakan langkah yang paling tepat
untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar? Atau justru akan menimbulkan kerugian negara
yang lebih besar?
Kontroversi kebijakan lindung nilai atas utang pemerintah sangat menarik untuk
dibahas. Konsep hedging memang bukanlah hal yang asing di pasar keuangan swasta.
Tapi harus kita akui, pelaksanaan hedging merupakan hal yang baru dalam ranah
keuangan negara. Tak hanya isu kerugian negara, pemilihan teknik hedging yang tepat
juga menjadi permasalahan utama.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menyusun makalah
berjudul “Transaksi Lindung Nilai (Hedging) Sebagai Instrumen Manajemen Risiko
Dalam Kebijakan Utang Pemerintah” ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah
memahami Melalui makalah ini, pembaca diharapkan mendapatkan tambahan
pengetahuan mengenai transaksi hedging sehingga dapat turut serta mengawasi
pelaksanaan kebijakan lindung nilai yang dilakukan pemerintah atas utang luar negeri
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana Konsep Transaksi Lindung Nilai (Hedging) Sebagai Instrumen Manajemen
Risiko Dalam Kebijakan Utang Pemerintah ?
3. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memahami konsep konsep transaksi hedging dan
mekanisme pelaksanaannya terkait dengan manajemen utang pemerintah.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
1: Kurs Transaksi USD Tahun 2012-2014
Selama lima tahun terakhir, posisi utang pemerintah dalam mata uang rupiah selalu di atas
50% dari keseluruhan utang. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintah yang mengutamakan
pinjaman dalam negeri selama beberapa tahun terakhir. Walaupun begitu, posisi utang
pemerintah dalam mata uang USD masih cukup besar, yaitu berkisar di antara 20-28% selama
enam tahun terakhir, yang artinya Indonesia masih rentan terhadap risiko nilai tukar.
Saat menerima pinjaman luar negeri dalam valuta asing, nilai utang maupun jumlah cicilan
utang yang harus dibayarkan pemerintah sangat tergantung pada kurs saat jatuh tempo. Jika mata
uang rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang asing yang bersangkutan saat jatuh tempo,
jumlah mata uang rupiah yang dibutuhkan untuk melunasi hutang dalam mata uang asing akan
menjadi lebih banyak. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan kurs mata
uang asing tersebut, pemerintah dapat melakukan lindung nilai atas hutang luar negerinya.
Bank Indonesia mendefinisikan lindung nilai sebagai cara atau teknik untuk mengurangi
risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar
keuangan. Sementara itu dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.08/2013, transaksi
lindung nilai didefinisikan sebagai transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah dengan
Counterparty dalam rangka mengendalikan risiko fluktuasi beban pembayaran bunga dan
kewajiban pokok utang, dan/atau melindungi posisi nilai utang, dari risiko yang timbul maupun
yang diperkirakan akan timbul akibat adanya volatilitas faktor-faktor pasar keuangan.
Transaksi lindung nilai telah lazim digunakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang
ekspor-impor atas hutang valuta asingnya. Mereka melakukan perjanjian dengan bank atau
lembaga keuangan yang menyediakan jasa lindung nilai untuk membeli mata uang asing yang
diinginkan di masa depan pada tingkat kurs yang telah disepakati.
Transaksi lindung nilai bukannya tidak mengandung risiko. Mungkin saja kurs yang telah
disepakati dengan Counterparty lebih tinggi dari kurs spot mata uang saat jatuh tempo. Namun,
selisih yang timbul akibat perbedaan kurs beli dengan kurs spot seharusnya tidak dianggap
sebagai ‘kerugian’ atau ‘keuntungan’, melainkan diperlakukan sebagai biaya atau pendapatan
atas proses manajemen risiko.
Walaupun segala biaya yang timbul akibat transaksi lindung nilai, termasuk di antaranya
kerugian selisih kurs, menjadi beban APBN dan tidak dianggap sebagai kerugian negara, bukan
berarti pemerintah boleh mengambil kebijakan lindung nilai secara serampangan. Pemerintah
harus melakukan perhitungan proyeksi nilai tukar di masa mendatang secara hati-hati sehingga
dapat memilih teknik lindung nilai yang paling tepat.
Menurut Jeff Madura dalam bukunya yang berjudul International Financial Management,
terdapat empat metode hedging yang dapat digunakan untuk melindungi nilai hutang, yaitu
futures hedge, forward hedge, money market hedge, dan currency option hedge.
Future Hedge dan Forward Hedge
Forward contract dan future contract memungkinkan suatu entitas untuk membeli mata uang
tertentu pada kurs. Pembeli dan penjual akan melakukan negosiasi untuk menentukan:
Mata uang yang akan entitas bayarkan
Mata uang yang akan entitas terima
Jumlah mata uang yang akan diterima oleh entitas
Tingkat nilai tukar atas mata uang tersebut
Waktu transaksi pertukaran
Konsep forward hedge dan future hedge sangatlah mirip. Perbedaan antara keduanya adalah
dengan siapa entitas melakukan perjanjian. Forward contract merupakan hasil negosiasi antara
entitas dan bank komersial, sementara future contract dilakukan di pasar modal secara
terorganisir dan terstandarisasi.
Money Market Hedge
Penggunaan metode money market hedging menggunakan instrumen pasar uang untuk
melindungi nilai hutang atau piutang di masa yang akan datang dengan melakukan pengambilan
posisi di pasar uang. Beberapa waktu sebelum utangnya jatuh tempo, entitas meminjam mata
uang domestik ke pasar uang dan mengkonversikannya ke dalam mata uang tertentu. Setelah itu,
mata uang asing ini akan diinvestasikan hingga pembayaran hutang jatuh tempo. Ketika waktu
jatuh tempo tiba, entitas akan menarik uang yang diinvestasikan beserta keuntungan yang
diperoleh untuk membayar utang luar negerinya.
Currency Option Hedge
Dalam metode ini, entitas membayarkan sejumlah uang sebagai premi atas hak/opsi
pembelian valuta asing pada harga yang ditentukan dalam rentang waktu yang telah disepakati.
Berbeda dengan forward contract dan future contract, entitas tidak diwajibkan membeli mata
uang pada harga yang telah ditentukan. Jika saat jatuh tempo, kurs spot lebih rendah dari kurs
yang telah ditentukan dalam kontrak, entitas dapat membiarkan opsi tersebut berakhir dan
membeli valuta asing dalam kurs spot. Tentu saja apabila hal tersebut terjadi, premi yang telah
dibayarkan dianggap ‘hangus’.
Cross Currency Swap
Selain keempat metode hedging di atas, terdapat metode lain yang lazim digunakan untuk
melindungi nilai aset atau kewajiban suatu entitas, yaitu tranksasi swap. Transaksi swap
merupakan gabungan dari transaksi spot dan forward.
Pada metode cross currency swap, terdapat dua pihak yang saling menukar dua mata uang
berbeda, dengan kurs yang disepakati bersama. Praktik ini biasanya berjangka panjang. Saat
jatuh tempo, kedua mata uang dipertukarkan kembali berdasarkan kurs yang telah ditentukan
dalam kontrak swap.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Menurut Nazir (1988: 63), metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang.
Makalah ini berusaha mendeskripsikan fenomena pelaksanaan transaksi lindung nilai sebagai
bagian dari manajemen utang pemerintah dan pengaruhnya terhadap pasar mata uang. Teknik
penelitian yang akan digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu kegiatan mengamati berbagai
literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diangkat baik itu berupa buku,
makalah ataupun tulisan yang sifatnya membantu sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam proses penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Lima langkah proses manajemen risiko korporat
Perusahaan telah mengerahkan usaha yang besar akhir-akhir ini dalam merancang
strategi untuk menilai dan mengelola risiko yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
bisnisnya. Berikut ini adalah lima langkah proses manajemen risiko di perusahaan:
Proses Manajemen Risiko
1. Identifikasi Risiko
Tujuan identifikasi risiko adalah untuk mengenal secara pasti ancaman
ketidakpastian yang dihadapi organisasi. Untuk dapat melakukannya dengan baik,
diperlukan pengetahuan mendalam tentang organisasi, pasar dimana organisasi
beroperasi, lingkungan hukum dan perundang-undangan sosial, politik, serta budaya, di
mana organisasi berada, juga tingkat kemajuan pemahaman tentang strategi dan tujuan
operasional, meliputi faktor-faktor keberhasilan, ancaman serta peluang untuk mencapai
tujuan. Identifikasi risiko harus dilakukan dengan metode tertentu sehingga dapat
dipastikan bahwa semua kegiatan penting organisasi telah diidentifikasi (tidak ada yang
luput dari perhatian) dan seluruh risiko berasal dari kegiatan yang didefinisikan secara
jelas. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam identifikasi risiko antara lain,
Brainstorming, Survei, Wawancara, Informasi historis, Kelompok kerja, dll.
2. Evaluasi Risiko
Pada tahap ini, risiko murni dapat dikategorikan berdasarkan frekuensi atau
berdasarkan seringnya kerugian terjadi. Selain itu perlu juga dianalisis besarnya atau
tingkat kerugian risiko. Harus dipertimbangkan kerugian maksimum yang mungkin
terjadi. Di dalam mengevaluasi risiko secara menyeluruh perlu dikaji derajat risiko
dengan cara yang akurat.
3. Memilih Teknik Manajemen Risiko
Hasil analisis pada langkah kedua digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan cara-cara yang akan digunakan menangani suatu risiko. Untuk situasi tertentu
mungkin tidak dibutuhkan tindakan yang lebih lanjut. Tetapi pada situasi lain, harus
digunakan cara-cara canggih untuk mendanai potensi kerugian yang sangat mungkin
terjadi.
4. Implementasi dan kaji ulang keputusan manajemen risiko
Langkah berikutnya adalah keputusan tentang metode optimal untuk menangani
risiko yang telah diidentifikasi, organisasi atau seseorang harus mengimplementasikan
metode yang dipilih. Akan tetapi, manajemen risiko harus merupakan proses yang terus
menerus dimana keputusan-keputusan terdahulu yang telah diputuskan harus dikaji
ulang secara teratur.
5. Memonitor dan mengelola risiko yang ditanggung perusahaan
Mengidentifikasi, menganalisa dan merencanakan suatu risiko merupakan bagian
penting dalam perencanaan suatu proyek. Namun, manajemen risiko tidaklah berhenti
sampai disana saja. Praktek, pengalaman dan terjadinya kerugian akan membutuhkan
suatu perubahan dalam rencana dan keputusan mengenai penanganan suatu risiko.
Sangatlah penting untuk selalu memonitor proses dari awal mulai dari identifikasi risiko
dan pengukuran risiko untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan untuk
mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah. Sehingga, ketika suatu risiko
terjadi maka respon yang dipilih akan sesuai dan diimplementasikan secara efektif
Secara garis besar, praktik transaksi lindung nilai atas utang pemerintah sudah sesuai dengan
materi langkah proses manajemen risiko di perusahaan, yang dapat diuraikan menjadi lima tahap,
yaitu:
1. Penyusunan Kebijakan Lindung Nilai
Kebijakan Lindung Nilai disusun sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
Transaksi Lindung Nilai dan paling kurang memuat tentang tujuan kebijakan lindung nilai;
target risiko pasar dari portofolio utang; target batas volatilitas pembayaran kewajiban utang;
instrumen Lindung Nilai yang dapat digunakan; dan masa berlaku kebijakan
2. Identifikasi Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai
Pada tahap ini, UPRU menyusun kebutuhan Transaksi Lindung Nilai dengan melakukan
identifikasi eksposur utang, identifikasi risiko, dan melakukan pengukuran besaran risiko.
Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai merupakan rencana kebutuhan Transaksi Lindung Nilai
yang dapat dilaksanakan untuk periode suatu tahun anggaran.
Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai disusun berdasarkan Kebijakan Lindung Nilai yang
meliputi: jenis dan besar eksposur; trend pasar; toleransi risiko; kemungkinan untuk
dilakukan natural hedging; dan jenis instrumen Lindung Nilai. Kebutuhan Transaksi Lindung
Nilai kemudian akan disampaikan kepada Komite untuk ditelaah dan diberikan rekomendasi.
Setelah itu, Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai akan diteruskan kepada Dirjen Pengelolaan
Utang untuk mendapat persetujuan.
3. Pelaksanaan Transaksi Lindung Nilai
Berpedoman pada Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai, UPT menyusun proposal
Transaksi Lindung Nilai yang mencakup uji prospektif, pilihan instrumen Lindung Nilai,
Counterparty yang direkomendasikan, dan Hedging Trigger Point. Proposal kemudian
diteruskan kepada Komite untuk ditelaah dan diberi rekomendasi.
Setelah mendapat proposal persetujuan Dirjen Pengelolaan Utang, UPT melakukan
kontak dengan Counterparty yang tercantum untuk mendapatkan kuotasi Transaksi Lindung
Nilai. Selanjutnya UPT menyusun term sheet Transaksi Lindung Nilai dan surat konfirmasi.
Surat konfirmasi kemudian dikirimkan kepada UPSP.
4. Penatausahaan Transaksi Lindung Nilai
UPSP melakukan penatausahaan Transaksi Lindung Nilai berdasarkan Surat
Konfirmasi yang diterima dari UPT dan dokumen lainnya yang mencakup verifikasi dan
konfirmasi Transaksi Lindung Nilai, pencatatan Transaksi Lindung Nilai, setelmen atas
Transaksi Lindung Nilai sesuai dengan Perjanjian Induk, akuntansi dan pelaporan, dan
penatausahaan dokumen-dokumen Transaksi Lindung Nilai
5. Monitoring dan Evaluasi
UPRU melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kondisi dan kinerja Counterparty
serta efektivitas Transaksi Lindung Nilai. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut kemudian
disampaikan kepada Komite dan unit terkait.
2. Pengelolaan risiko dengan lindung nilai forward contract
Hedging merupakan salah satu instrumen manajemen risiko yang telah lazim
digunakan di industri keuangan. Mekanisme pelaksanaan transaksi lindung nilai dalam
pengelolaan hutang pemerintah telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
12/PMK.08/2013 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor 09/MBU/2013. Sementara itu,
mekanisme transaksi lindung nilai dari segi perbankan telah diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/8/PBI/2013. Sebagai instrumen manajemen risiko, hedging mampu
melindungi suatu entitas dari risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar mata uang.
Namun, tidak tertutup kemungkinan nilai tukar yang di sepakati pada waktu kesepakatan
kontrak hedging ternyata lebih mahal dibandingkan nilai tukar spot saat pelunasan
utang, sehingga entitas mengalami kerugian akibat selisih kurs. Dalam ranah keuangan
negara, selisih tersebut dapat disalah tafsirkan sebagai kerugian negara dan dapat
berimplikasi hukum bagi pejabat terkait. Hal ini menimbulkan keraguan pemerintah
dalam pengambilan kebijakan terkait transaksi lindung nilai. Keraguan tersebut dapat
dipahami mengingat praktik hedging di Indonesia masih jarang dilakukan. Perbedaan
persepsi antar entitas pemerintah mengenai kebijakan hedging sangat mungkin terjadi.
Hal tersebut menjadi alasan BPK mengadakan rapat koordinasi dengan Menteri
Keuangan, Menteri BUMN, Gubernur BI, Kapolri, Kejaksaan Agung, KPK, dan BPKP
untuk membahas mengenai perlindungan nilai atas utang pemerintah Rapat koordinasi
yang dimotori oleh BPK tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan hedging atas utang
pemerintah telah menjadi suatu kebutuhan, apalagi nilai mata uang rupiah beberapa bulan
terakhir sangat tidak stabil dan cenderung melemah. Jika tak segera menerapkan
kebijakan lindung nilai, dikhawatirkan utang luar negeri pemerintah akan membengkak
dan menyebabkan jebolnya APBN saat jatuh tempo pelunasan utang.
Konsep hedging memang bukanlah hal yang asing di pasar keuangan swasta. Tapi
harus kita akui, pelaksanaan hedging merupakan hal yang baru dalam ranah keuangan
negara. Tak hanya isu kerugian negara, pemilihan teknik hedging yang tepat juga
menjadi permasalahan utama. Saat menerima pinjaman luar negeri dalam valuta asing,
nilai utang maupun jumlah cicilan utang yang harus dibayarkan pemerintah sangat
tergantung pada kurs saat jatuh tempo. Jika mata uang rupiah mengalami depresiasi
terhadap mata uang asing yang bersangkutan saat jatuh tempo, jumlah mata uang rupiah
yang dibutuhkan untuk melunasi hutang dalam mata uang asing akan menjadi lebih
banyak. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan kurs mata uang
asing tersebut, pemerintah dapat melakukan lindung nilai atas hutang luar negerinya.
Transaksi lindung nilai bukannya tidak mengandung risiko. Mungkin saja kurs
yang telah disepakati dengan Counterparty lebih tinggi dari kurs spot mata uang saat
jatuh tempo. Namun, selisih yang timbul akibat perbedaan kurs beli dengan kurs spot
seharusnya tidak dianggap sebagai kerugiaan atau keuntunga, melainkan diperlakukan
sebagai biaya atau pendapatan atas proses manajemen risiko.Walaupun segala biaya yang
timbul akibat transaksi lindung nilai, termasuk di antaranya kerugian selisih kurs,
menjadi beban APBN dan tidak dianggap sebagai kerugian negara, bukan berarti
pemerintah boleh mengambil kebijakan lindung nilai secara serampangan. Pemerintah
harus melakukan perhitungan proyeksi nilai tukar di masa mendatang secara hati-hati
sehingga dapat memilih teknik lindung nilai yang paling tepat.
Forward contract memungkinkan suatu entitas untuk membeli mata uang tertentu
pada kurs. Pembeli dan penjual akan melakukan negosiasi untuk menentukan:
Mata uang yang akan entitas bayarkan
Mata uang yang akan entitas terima
Jumlah mata uang yang akan diterima oleh entitas
Tingkat nilai tukar atas mata uang tersebut
Waktu transaksi pertukaran
Mekanisme pelaksanaan transaksi lindung nilai dalam pengelolaan hutang pemerintah
sudah sesuai dengan Praktik Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Peraturan
Menteri BUMN Nomor 09/MBU/2013.
3. Penilaian opsi dan swaps
a. Penilaian Opsi
Pada tahun 1973, Fisher Black dan Myron Scholes mengajukan suatu model
penilaian option yang dikenal sebagai Black and Scholes Model, model ini paling banyak
digunakan untuk menentukan harga suatu option (Bodie, Kane dan Marcus, 2001). Lebih
lanjut, model ini pada mulanya ditujukan untuk menilai opsi bertipe Eropa, namun pada
perkembangan lebih lanjut diajukan beberapa modifikasi Black and Scholes model,
sehingga dapat digunakan untuk menghitung option bertipe Amerika maupun option yang
sahamnya membagikan dividen pada masa hidup option tersebut. Lebih lanjut, suatu opsi
dibagi menjadi dua yakni Call dan PutOption.
Di mana, Opsi Call menurut Bodie, Kane dan Marcus (2001) merupakan pemberian hak,
bukan kewajiban, kepada pemegangnya untuk membeli suatu aktiva pada harga tertentu pada
atau sebelum waktu tertentu. Sedangkan, Opsi Put menurut Bodie et al. (2001) merupakan
pemberian hak, bukan kewajiban, kepada pemegangnya untuk menjual suatu aktiva pada
harga tertentu pada atau sebelum waktu tertentu
b. Penilaian Swap
Tukar menukar atau yang lebih dikenal sebagai swap dalam dunia keuangan
merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan
suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya.
Nilai swap ini dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu
suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap
dan produk manejemen risiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang
sesungguhnya (absolute).
Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan
sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang
seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung
nilai atau risiko tertentu misalnya risiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu
juga digunakan sebagai instrumen spekulasi.
Kebanyakan swap diperdagangkan dalam perdagangan derivatif dan diluar bursa
(Over The Counter-OTC), dengan ketentuan dan tata cara yang berbeda-beda sesuai
kesepakatan para pihak. Beberapa jenis swap juga diperdagangkan pada bursa berjangka.
Sementara itu ada lima macam bentuk dasar dari swap jika ditinjau dari sudut banyaknya
kepentingan yaitu swap suku bunga, swap nilai tukar, swap kredit, swap komoditi, dan
swap ekuitas. Nilai dari suatu swap adalah merupakan nilai kini bersih (net present value)
dari seluruh arus kas dimasa depan (of all future cash flows). Pada masa awalnya, suatu
kontrak swap mempunyai nilai kini bersih dari arus kas dimasa depan adalah sama
dengan nol.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Tinjauan Pustaka, ada beberapa metode lindung
nilai yang dapat dipilih oleh pemerintah. Agar dapat memilih metode lindung nilai yang
paling optimal, pemerintah pusat dan BUMN dapat melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Memilih antara future hedge dan forward hedge
Pada dasarnya metode future hedge dan forward hedge sangatlah mirip, sehingga entitas
hanya perlu memilih metode mana yang lebih disukai.
2. Memilih antara future/forward hedge dan money market hedge
Ketika hendak memutuskan akan memilih metode forward (future) hedge atau money market
hedge, entitas dapat melakukan perhitungan atas biaya masing-masing metode lindung nilai dan
memutuskan metode mana yang lebih cocok.
3. Menilai kelayakan Currency Option Hedge
Distribusi estimasi arus kas keluar dari metode Currency Option Hedge dapat diukur dengan
menentukan nilai yang diharapkan dan kemungkinan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
metode ini lebih murah dari metode lainnya.
4. Mempertimbangkan kemungkinan penerapan metode Swap
Transaksi swap biasanya dilakukan oleh bank yang bisa berperan sebagai perantara atau
sebagai lawan transaksi serta melibatkan jumlah dana yang besar. Apabila terdapat bank yang
menawarkan lindung nilai dengan metode swap, tidak ada salahnya untuk menghitung estimasi
biaya yang dikeluarkan serta membandingkan dengan metode lindung nilai lainnya.
BAB V
KESIMPULAN
Transaksi lindung nilai merupakan salah satu bentuk mitigasi atas risiko fluktuasi nilai tukar
yang telah umum digunakan di pasar keuangan. Transaksi lindung nilai dapat dilaksanakan baik
atas aset maupun kewajiban valuta asing yang dimiliki suatu entitas
Fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah atas USD yang tidak stabil selama dua tahun terakhir
menyebabkan kenaikan utang luar negeri pemerintah. Untuk meminimalkan dampak risiko nilai
tukar, pemerintah dapat melakukan transaksi lindung nilai atas instrumen utang pemerintah, baik
dalam bentuk pinjaman maupun SBN. Selain itu, transaksi lindung nilai juga membawa efek
positif bagi stabilitas nilai tukar mata uang asing.
Payung hukum atas pelaksanaan transaksi lindung nilai terkait utang pemerintah telah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri BUMN, dan Peraturan Bank Indonesia.
Dalam peraturan-peraturan tersebut telah ditekankan bahwa segala biaya, termasuk di antaranya
kerugian akibat selisih kurs, dianggap sebagai beban APBN dan bukan merupakan kerugian
negara.
Efektivitas transaksi lindung nilai sangat tergantung pada ketepatan perhitungan estimasi
biaya yang dilakukan pemerintah saat proses perencanaan. Dengan hasil proyeksi yang tepat,
pemerintah dapat memilih metode lindung nilai yang paling aman dan optimal. Untuk
mendukung proses perencanaan.