mitigasi risiko proyek kerjasama pemerintah swasta (kps) pada sistem penyediaan air minum (spam)...
DESCRIPTION
MITIGASI RISIKO PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)PADA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) UMBULANTRANSCRIPT
MITIGASI RISIKO PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS)PADA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) UMBULAN
Public Private Partnership (PPP) Risk Mitigation for Drinking Water System Umbulan
Farandika Gita Andiatma
DIV Akuntansi, Kelas 7B STAR No Urut 13, Kalimongso Pondok Aren Tangerang Selatan, [email protected]
AbstrakProyek KPS SPAM Umbulan merupakan proyek KPS yang melibatkan banyak stakeholder. Banyak risiko bawaan dari pembangunan infrastruktur tersebut, sehingga mitigasi risiko yang tepat sangat diperlukan. Dalam kasus ini, penulis menganalisa fakta yang terjadi menggunakan metode deskriptif. Alokasi risiko dan mitigasi risiko merupakan topik utama dalam penulisan ini. Penulisan ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang dapat dipakai pemerintah untuk mengurangi risiko. Hasil dari rekomendasi diperoleh dari literatur dan pendapat lain yang terkait dengan topik penulisan. Diantaranya adalah dengan melakukan alokasi risiko yang matang, dukungan fiskal dan kebijakan pemerintah, dan penyederhanaan birokrasi.
Kata Kunci: risiko, mitigasi, alokasi, rekomendasi, birokrasi, dukungan fiskal, kebijakan
AbstractPPP projects SPAM Umbulan a PPP project involving many stakeholders. Inherent risks of infrastructure development can be reduced by appropriate risk mitigation. In this case, the authors analyze the facts that occurred using descriptive methods. The allocation of risk and risk mitigation is the main topic of this paper. This writing produced several government recommendations that can be used for reducing the risk. The recommendation obtained from the literature and other opinion related to the writing topic. The recomendation are risk allocation, fiscal and government policy support, and the simplification of bureaucracy.
Keywords: risk, mitigation, allocation, recomendation, fiscal support, policy
PENDAHULUAN
Proyek Kerja sama Pemerintah-
Swasta (KPS) dilakukan oleh pemerintah
untuk mengatasi masalah fiansial,
sehingga diharapkan pihak swasta dapat
turut membantu penyelesaian
pembangunan infra struktur. Proyek KPS
sendiri adalah proyek kerja sama antara
pemerintah dengan swasta dalam
pembangunan infrastruktur, dengan
perjanjian pengelolaan aset yang telah
diatur. Pemerintah selaku Penanggung
Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) dan
swasta selaku Badan Usaha (BU). Bidang
sumber daya air merupakaan salah satu
bidang infrastruktur yang dapat dibangun
melalui pola KPS.
Agar krisis air tidak semakin parah,
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berusa
hamencari jalan keluar melalui
pemanfaatan mata air Umbulan yang
terdapat di Desa Umbulan, Kecamatan
Winongan, Kabupaten Pasuruan. Mata air
Umbulan dipilih karena mata air ini
memproduksi 4.000 liter/detik dan dapat
memenuhi kebutuhan air bersih untuk 1,8
juta jiwa. Rencana ini sendiri sudah
terpikirkan sejak 40 tahun yang lalu.
Namun, hingga saat ini proyek
tersebut belum terealisasikan. Dana yang
di butuhkan untuk pembangunan proyek
umbulan ini besarnya mencapai antara Rp
2,2 triliun hingga Rp 2,5 triliun. Dana ini
sangat besar sehingga pembangunan
proyek air Umbulan memerlukan
anggaran dari pemerintah Provinsi Jawa
Timur dan instansi terkait selain itu juga
dibutuhkan adannya kerjasama dengan
pihak swasta.
Jika dilihat dari tingkat
urgensinya,proyek ini sangat
direkomendasikan untuk direalisasikan
secepatnya karena air bersih merupakan
masalah utama diSurabaya dan
sekitarnya. Guna menyiasati kebutuhan
bahan baku air, PDAM Surabaya melirik
Umbulan sebagai alternatif. Untuk
proyek itu, PDAM Surahaya siap
mengucurkan investasi Rp 400 miliar
untuk membangun Instalasi Pengolahan
Air Minum (IPAM) dari Umbulan
menuju Kota Surabaya.
Sebagai informasi, rencana
distribusi pembagian air Umbulan adalah
sebagai berikut, Kota Pasuruan
mendapatkan suplai jatah 110 liter/detik,
Kabupaten Pasuruan 420 liter/detik,
untuk Kebutuhan Pasuruan Industrial
Estate Remb ang (PIER) 100 liter/detik,
Sidoarjo 1.370 liter/detik, Surabaya 1.000
liter/detik, dan Gresik 1.000 liter/detik .
Kemudian dari perhitungan
sementara, harga jual investor kepada
Pengelola Daerah Air Bersih (PDAB)
sekitar Rp1.250-1.500/meter kubik.
Nantinya, air Umbulan yang
didistribusikan di lima daerah ini mampu
1
mencukupi kebutuhan air bersih untuk
sekitar 500.000 rumah tangga, atau
sekitar 2 juta warga.
Dalam pelaksanaan pembangunan
proyek ini, Pemprov Jatim mendapat
kewenangan penuh dalam proses tender
air Umbulan .Pemerintah pusat sudah
mendelegasikan Pemprov Jatim dalam
mengurus tender air umbulan
berkapasitas 4.500 liter/detik itu.
Biaya pembangunan transmisi
Proyek Umbulan sebesar Rp 1 triliun
sudah disanggupi pemerintah pusat
melalui APBN. Sisanya Rp750 miliar
hingga Rp800 miliar akan ditanggung
pemerintah daerah (Kot a Surabaya, Kab.
Gresik, Kab. Sidoarjo, Kota Pasuruan,
dan Kab Pasuruan), dan investor. Dengan
pemberian subsidi pemerintah pusat
senilai Rp 1 triliun, harga jual air ke
PDAM akan lebih murah. Subsidi dari
pemerintah pusat ini diharapkan
mengurangi mahalnya harga jual air.
Kementerian Pekerjaan
menegaskan , proyek Umbulan ini telah
mendapat kepastian jaminan dari PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII)
sehingga bisa memberikan kepastian
kenaikan tarif dan perubahan kebijakan
lain. permasalahan yang harus disiapkan
dari sekarang adalah masalah tarif.
Kementrian PUberharap agar tarif yang
nantinya dikeluarkan oleh PDAM
Surabaya sebagai pengelola Sumber Air
Minum Umbulan ini memberikan tarif
yang serendah- rendahnya supaya tidak
membebani masyarakat banyak.
Tindakan kerjasama yang dilakukan
pemerintah dalam pembagian
pembiayaan pembangunan proyek mata
air Umbulan adalah tindakan yang tepat
mengingat besarnya dana yang di
perlukan dalam pembangunan proyek ini
sehingga diperlukan peran serta swasta
dalam pembiayaannya.
Namun pemerintah harus tetap
menjaga fungsi kontrolnya terhadap
pihak swasta sehingga dalam
pembangunan infrastruktur yang
merupakan public service obligation dari
Pemerintah, maka Pemerintah sebagai
pelaksana pengemban amanat rakyat
mampu memberikan pelayanan yang
maksimal.
Selain itu, mengingat air yang
dalam hal ini termasuk ke dalam kategori
tool goods, Pemerintah berkewajiban
untuk menentukan standar minimum
pelayanan agar kepentingan masyarakat
terlindungi dan tidak dibebani dengan
biaya yang tinggi.
Beberapa proyek infrastruktur
memerlukan penjaminan contingent yang
tidak cukup dilakukan oleh pemerintah
daerah karena keterbatasan kemampuan
fiskal dan potensi risiko yang bisa
membahayakan posisi keuangan daerah.
Kemungkinan lain terkait kelemahan
2
dalam pengadaan proyek KPS adalah
adanya perbedaan kemampuan
menganalisis kelayakan suatu proyek
infrastruktur dan memutuskan model
penjaminan yang sesuai.
TINJAUAN PUSTAKA
Proyek Kerjasama adalah
Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan
melalui Perjanjian Kerjasama atau
pemberian Izin Pengusahaan antara
Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah
dengan Badan Usaha. Perpres 67 Tahun
2005 menyebutkan bahwa proyek
kerjasama penyediaan infrastruktur
dilakukan dengan tujuan untuk:
mencukupi kebutuhan pendanaan
secara berkelanjutan dalam
Penyediaan Infrastruktur melalui
pengerahan dana swasta;
meningkatkan kuantitas, kualitas dan
efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat;
meningkatkan kualitas pengelolaan
dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur;
mendorong digunakannya prinsip
pengguna membayar pelayanan yang
diterima, atau dalam hal-hal tertentu
mempertimbangkan kemampuan
membayar pengguna.
Risiko yang timbul dari KPS akan
ditanggung bersama antara badan usaha
dengan pemerintah sesuai alokasi risiko.
Adanya pembagian risiko antara
pemerintah dan swasta dengan memberi
pengelolaan jenis risiko kepada pihak
yang dapat mengelolanya. Pembagian
risiko ini ditetapkan dengan kontrak di
antara pihak dimana pihak swasta diikat
untuk menyediakan layanan dan
pengelolaannya atau kombinasi
keduanya. PII dalam Acuan Alokasi
Risiko (2014,p.26) menjabarkan risiko
yang dihadapi dalam KPS Kelistrikan
antara lain:
Risiko Lokasi adalah kelompok risiko
dimana lahan proyek tidak tersedia
atau tidak dapat digunakan sesuai
jadwal yang sudah ditentukan
dandalam biaya yang diperkirakan,
atau bahwa lokasi dapat menimbulkan
suatu beban atau kewajiban bagi pihak
tertentu
Risiko desain, konstruksi dan uji
operasi adalah risiko desain,
konstruksi atau uji operasi suatu
fasilitas proyek atau elemen dari
prosesnya, dilakukan dengan cara
yang menyebabkan dampak negatif
terhadap biaya dan pelayanan proyek.
Risiko sponsor adalah risiko dimana
BU dan/atau sub-kontraktornya tidak
dapat memenuhi kewajiban
kontraktualnya kepada PJPK akibat
tindakan pihak investor swasta sebagai
sponsor proyek.
3
Risiko finansial adalah risiko-risiko
terkait aspek kelayakan finansial
proyek.
Risiko Operasional adalah risiko
dimana proses penyediaan layanan
infrastruktur sesuai kontrak - atau
suatu elemen dari proses tersebut
(termasuk input yang digunakan atau
sebagai bagian dari proses itu) - akan
terpengaruh dengan cara yang
menghalangi BU dalam menyediakan
layanan kontrak sesuai dengan
spesifikasi yang disepakati dan/atau
sesuai proyeksi biaya.
Risiko pendapatan (revenue) adalah
risiko bahwa pendapatan proyek tidak
dapat memenuhi proyeksi tingkat
kelayakan finansial, karena perubahan
yang tak terduga baik permintaan
proyek atau tarif yang disepakati atau
kombinasi keduanya
Risiko konektivitas jaringan adalah
risiko terjadinya dampak negatif
terhadap ketersediaan layanan dan
kelayakan finansial proyek akibat
perubahan dari kondisi jaringan saat
ini atau rencana masa depan.
Risiko interface adalah risiko dimana
metode atau standar penyediaan
layanan akan menghalangi atau
mengganggu penyediaan layanan yang
dilakukan sektor publik atau
sebaliknya
Risiko politik adalah risiko yang
dipicu tindakan/tiadanya tindakan
PJPK yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya yang merugikan secara
material dan mempengaruhi
pengembalian ekuitas dan pinjaman
Risiko kahar (force majeure) adalah
risiko terjadinya kejadian kahar yang
sepenuhnya di luar kendali kedua
belah pihak
Risiko kepemilikan aset adalah risiko
terjadinya peristiwa seperti kejadian
kehilangan (misalnya hilangnya
kontrak, force majeure), perubahan
teknologi, dan lainnya, yang
menyebabkan nilai ekonomi aset
menurun, baik selama atau pada akhir
masa kontrak.
Penjaminan infrastruktur di
indonesia dilakukan oleh PII. PII adalah
BUMN yang ekuitasnya dimiliki
seluruhnya oleh pemerintah. Sesuai
Panduan Penyediaan Penjaminan
Infrastruktur PII (2012,p.7), setiap proyek
KPS yang diusulkan untuk menerima
penjaminan melalui PII harus memenuhi
kriteria berikut ini:
Kriteria 1: Proyek merupakan proyek
KPS, sebagaimana diatur dalam
Perpres 67/2005 j.o. Perpres 13/2010.
Kriteria 2: Proyek memenuhi
ketentuan peraturan sektor terkait yang
4
rencana pengadaannya melalui proses
tender yang transparan dan kompetitif.
Kriteria 3: Proyek harus layak secara
teknis, ekonomi, keuangan dan
lingkungan, serta tidak berdampak
negatif secara sosial.
Kriteria 4: Perjanjian KPS harus
memiliki ketentuan yang sesuai untuk
arbitrase yang mengikat.
Tahapan dalam penjaminan dilakukan
dengan mekanisme berikut:
Konsultasi dan bimbingan
(Consultation and
Guidance):menyediakan informasi
rinci terkait penjaminan oleh PT PII.
Penyaringan (Screening): evaluasi
formulir yang diserahkan PJPK
kepada PT PII untuk menentukan
secara umum, kelayakan proyek dalam
menerima penjaminan, berdasarkan
ketentuan dan peraturan yang ada.
Evaluasi (Appraisal). Melakukan
appraisal terhadap kelayakan proyek
secara rinci dari sisi legal, teknis,
ekonomi dan keuangan, serta dari sisi
lingkungan dan sosial, termasuk
evaluasi kemampuan PJPK dalam
memenuhi kewajiban finansial sesuai
Perjanjian KPS.
Dalam melaksanakan mandatnya,
PT PII berperan dalam kerangka
Kebijakan Satu Pelaksana (Single
Window Policy), yang dimaksudkan
untuk mewujudkan akuntabilitas,
transparansi serta konsistensi dalam
pemberian jaminan dan pemrosesan
klaim, guna meningkatkan
kepercayaan investor untuk
berpartisipasi dalam proyek-proyek
infrastruktur di Indonesia, namun
dengan tetap menjaga kepentingan
Pemerintah, utamanya terkait
kewajiban kontinjensi yang mungkin
timbul kepada Pemerintah akibat
pemberian penjaminan pemerintah.
METODOLOGI
Makalah ditulis menggunakan metode
analisis deskriptif. Sehingga data yang
digunakan merupakan data deskriptif dan
menghasilkan kesimpulan yang merujuk
pada pendapat ahli maupun penelitian
sebelumnya yang terkait.
Studi Literatur
Studi literatur digunakan untuk
memahami peraturan yang telah
dijalankan oleh pemerintah dalam
pelaksanaan KPS. Dengan literatur yang
telah ada, maka akan dianalisi risiko-
risiko yang telah dan mungkin timbul
dalam pelaksanaan proyek PLTU Jawa
Tengah.
Data
Data yang digunakan dalam
penyusunan makalah merupakan data
sekunder yang diolah kembali. Yang
termasuk data sekunder dalam makalah
5
ini adalah data-data terkait proyek SPAM
Umbulan, Laporan Keuangan PT PII,
Peraturan terkait, dan data-data terkait
literatur yang digunakan.
HASIL ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
Risiko yang telah dan berpeluang
terjadi di SPAM Umbulan
dikelompokkan menjadi 8 segmen utama.
Beberapa risiko memiliki keterkaitan
dengan risiko lain.
1. Risiko Lokasi
Risiko pengadaan tanah dalam
proyek PLTU Jawa Tengah
merupakan risiko yang telah terjadi
dan telah menjadi hambatan.
Seharusnya proses pembebasan lahan
telah diselesaikan dalam tahun 2013,
sehingga pembangunan dapat
dilakukan di akhir tahun 2013.
Namun realisasinya ground breaking
baru bisa dilaksanakan pada Maret
2015.
Permaslaahan pembebasan lahan
terkait dengan warga di tiga desa,
yaitu Ujung Negoro, Ponowareng,
dan Karanggeneng, Kecamatan
Kandeman. Beberapa permasalahan
yang timbul pada pembangunan
PLTU Batang terus berkembang,
mulai dari penawaran harga lahan
seharga Rp50 ribu per meter hingga
akhirnya ditetapkan sebesar Rp100
ribu per meter persegi. Penetapan
harga tanah sebesar Rp100
ribu/meter persegi ini sempat
memperlancar proses pembebasan
lahan, sehingga PT BPI mampu
membebaskan lahan 87 persen dari
tanah yang dibutuhkan seluas 226
hektare. Munculnya isu pembelian
harga tanah sebesar Rp400
ribu/meter persegi mengakibatkan
warga yang semula telah melepaskan
tanah yang dibeli PT BPI sebesar
Rp100 ribu/ meter kembali menuntut
harga kesetaraan harga tanah sebesar
Rp400 ribu/meter persegi. Selain
masalah harga pembebasan lahan,
warga setempat juga menuntut hal
yang lainnya, seperti pengadaan
lahan pengganti.
Keterlambatan dalam tahap
pembebasan lahan akan berpengaruh
terhadap waktu penyelesaian proyek.
Lahan sudah harus disediakan oleh
pemeriintah sebelum konstruksi
dilakukan.
2006 2011 2013
17 Juni 6 Oktober Oktober
Perencanaan
Proyek KPS
PLTU Jawa
Tengah
Penentuan
Pemenang
Tender
Penanda
Tanganan
Perjanjian
regres
Financial
Close
TABEL-1: Time Line Proyek KPS PLTU
6
Jawa Tengah
Sumber: Diolah penulis
Kondisi ini menyebabkan banyak
pihak mempertanyakan kembali
kerangka kelembagaan kelistrikan
Negara. Untuk menanggulangi
masalah tersebut, pemerintah
seharusnya pro aktif untuk segera
mengeluarkan kebijakan terkait
pembebasan lahan. Status hukum
lahan dan prosedur yang jelas dalam
pembebasan lahan harus segera
diterbitkan. Proyek dapat
mengadopsi land capping, sehingga
pemerintah dapat mematok batas atas
harga tanah. Kompensasi yang wajar
dan komunikasi yang baik kepada
pihak yang terkena dampak
diperlukan untuk menghindari
gejolak di masyarakat. Sangat
dihindari untuk mematok harga tanah
dengan tarif yang berbeda, karena
dapat menimbulkan gejolak lagi.
2. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji
Operasi
Di dalam kelompok risiko ini,
beberapa risiko yang relevan
terhadap konstruksi PLTU Jawa
Tengah adalah risiko penyelesaian
dan risiko kenaikan biaya. Kedua
risiko tersebut merupakan bagian
dari risiko Badan Usaha.
Risiko proyek merupakan risiko
dimana penyelesaian pekerjaan yang
dibutuhkan suatu proyek dapat
terlambat sehingga penyediaan
layanan infrastruktur tidak dapat
dimulai sesuai Commercial
Operation Date (COD) yang sudah
ditetapkan. Risiko ini telah menjadi
hambatan karena proses pembebasan
lahan mengalami keterlambatan,
sehingga berdampak pada
keterlambatan proyek. Salah satu
cara mengatasi hal tersebut ialah
dengan mengeluarkan biaya lebih
besar untuk mempertahankan jadwal
pembangunan tepat waktu.
Risiko kenaikan biaya merupakan
risiko dimana pada tahap desain dan
konstruksi, biaya realiasi proyek
melebihi proyeksi biaya proyek.
Beberapa penyebab antara lain
gejolak pasar dan perubahan kurs.
Dalam PII sdisebutkan salahsatu
cara mitigasi risiko tersebut adalah
dengan menyeleksi kontraktor yang
handal dan klausul kontrak yang
standar. Selain itu jamminan asuransi
akan menghindarkan BU dalam
risiko peruahan kurs.
3. Risiko finansial
7
Risiko finansial dihadapi oleh
Badan Usaha selaku sumber utama
pendanaan proyek. Beberapa risiko
finansial yang ditanggung badan
usaha meliputi ketidakpastian
pembiayaan, berubahnya parameter
finansial (misalnya tingkat inflasi,
nilai tukar, kondisi pasar) , struktur
keuangan yang tidak cukup baik
untuk memberikan hasil yang
optimal sesuai porsi hutang dan
ekuitas selama periode proyek, dan
risiko asuransi mengenai
kemungkinan berubahnya risiko yang
dapat diasuransikan menjadi
uninsurable.
PII dalam pengelompokan risiko
mengungkapkan bahwa konsorsium
didukung sponsor /lender yang
kredibel dapat mengurangi risiko
finansial yang ditanggung. Selain itu
penggunaan instrumen lindung nilai
(hedging) dan pembiayaan dalam
Rupiah juga dapat diterapkan.
Tindakan tersebut dapat dibagi
dengan pemerintah jika terjadi
perubahan ekstrem dalam pasar, nilai
tukar, maupun inflasi.
4. Risiko pendapatan (revenue)
Risiko pendapatan terjadi karena
tidak sesuainya proyeksi tingkat
kelayakan finansial dengan
kesepakatan. Risiko pendapatan
dapat berupa realisasi permintaan
penyediaan layanan secara tak
terduga lebih rendah dari proyeksi,
karena tindakan,
keputusan/kebijakan, regulasi dari
pihak Pemerintah atau kesalahan
yang dilakukan pihak swasta baik
dalam estimasi volume permintaan
dan yang terkait penurunan kualitas
layanan.
Risiko ini merupakan risiko yang
dialokasikan ke pemerintah.
Walaupun sebenarnya swasta yang
terkena dampak dari timbulnya risiko
ini, namun pemerintah yang
memiliki andil besar dalam mitigasi
risiko. Sehingga pemerintah perlu
menerbitkan regulasi yang
mendukung dan melakukan
perbaikan kinerja. Dalam hal ini
listrik yang dihasilkan akan dibeli
oleh PLN, sehingga PLN harus
mampu menampung jumlah listrik
yang dihasilkan.
5. Risiko politik
Risiko politik adalah risiko yang
dipicu tindakan/tiadanya tindakan
PJPK yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya yang merugikan secara
material dan mempengaruhi
pengembalian ekuitas dan pinjaman.
Yang termasuk risiko politik
diantaranya adalah:
8
Risiko mata uang yang tidak dapat
dikonversi atau ditransfer
Risiko pengambilalihan aset
proyek (termasuk nasionalisasi)
oleh Pemerintah, baik secara
langsung maupun tidak langsung,
yang dapat memicu pengakhiran
kontrak proyek
Risiko perubahan regulasi dan
perundangan, yang bersifat
diskriminatif dan spesifik
sehingga secara langsung dapat
mengurangi tingkat kelayakan
finansial proyek (dapat dipicu
oleh tindakan PJPK atau
Pemerintah di luar PJPK)
PJPK tidak mampu/bersedia
melaksanakan kewajiban
pembayaran kontrak atau
kewajiban material lainnya dipicu
hal yang terkait status sebagai
entitas Pemerintah; Perijinan yang
diperlukan dari suatu otoritas
Pemerintah lainnya tidak dapat
diperoleh atau, jika diperoleh,
diperlukan biaya yang lebih besar
dari proyeksi;
Perubahan tarif pajak yang
berlaku (tarif pajak penghasilan,
PPN) atau pajak baru yang dapat
menurunkan pengembalian
ekuitas yang diharapkan.
Risiko politik termasuk dalam
cakupan risiko yang dapat
dimanage pemerintah. PII telah
mengkover risiko ini dalam
penjaminannya. Sehingga jika
risiko itu terjadi, maka PII wajib
membayarkan klaim kepada BU,
dan menagih reimbrse kepada
pemerintah.
6. Risiko kahar (force majeure)
Risiko kahar (force majeure)
adalah risiko terjadinya kejadian
kahar yang sepenuhnya di luar
kendali kedua belah pihak. Kejadian
ini dapat menimbulkan penundaan
atau default oleh BU dalam
pelaksanaan kewajiban kontraknya.
Risiko ini menjadi tanggung
jawab bersama antara BU dengan
pemerintah. Sehingga ketika
penyusunan kontrak, perlu diatur
secara rinci mengenai pembagian
tanggung jawab risiko ini.
Selain itu ada juga risiko aset
yang mitigasinya menjadi wewenang
swasta. Risiko kepemilikan aset
mencakup kebakaran dan kesalahan
penggunaan aset, sehingga swasta
dapat melakukan mitigasi dengan
asuransi.
7. Integrasi dengan APBN/D
Selama ini proyek pembangunan
yang dilakukan melalui mekanisme
KPS belum terintegrasi di dalam
9
APBN maupun APBD. Program
tersebut tidak ada di dalam renstra
dan rencana kerja pemerintah.
Akibatnya proyek akan mengalami
kendala dalam hal pembiayaan
terkait penyiapann dan transaksi
proyek tersebut. Selama ini proyek
KPS hanya mengandalkan pinjaman
dan hibah dari luar negeri yang ada
di bappenas. Untuk itu perlu
dilakukan upaya dari pemerintah
dalam hal ini Bappenas, untuk
mendorong infrastruktur dengan
mekanisme KPS. Bappenas
hendaknya memperkenalkan pola
KPS kepada lembaga, kemneterian
dan pemerintah daerah
8. Birokrasi yang Panjang
Ir. Gunsairi, MPM berpendapat
dalam transaksi dan perjanjian
kerjasama proyek KPS (2011,p.20)
bahwa tahap Transaksi Proyek
Kerjasama biasanya memerlukan
waktu yang tidak sebentar. Salah
satunya adalah terlalu banyaknya
proses birokrasi yang dilalui. Proses
tranksaksi dimulai dengan pengadaan
badan usaha, dan diharapkan diakhiri
dengan penandatanganan perjanjian
Kerjasama. Tahap Transaksi biasanya
membutuhkan biaya yang cukup
besar sekitar 3 sampai 12% dari total
nilai investasi proyek. Umumnya,
semakin lemah kerangka kebijakan
dan kapasitas kelembagaan
pemerintah, maka semakin lama
proses transaksi berlangsung.
Ketidakjelasan dalam proses di
pemerintahan, ketidakjelasan
wewenang antar lembaga nasional
dan daerah, uji tuntas proyek oleh
instansi Pemberi Kontrak yang tidak
mencukupi, serta proses-proses
persetujuan yang berbelit-belit juga
berakibat pada tertundanya
pelaksanaan proyek dan semakin
mahalnya biaya transaksi. Sehingga
pemerintah perlu membuat kerangka
kebijakan, peraturan, dan
kelembagaan yang jelas, dalam
memangkas birokrasi dan biaya yang
ditimbulkan.
9. Pengaruh Penjaminan PII
PT PII tidak sepenuhnya
mengurangi risiko KPS bagi
pemerintah. Jika suatu ketika muncul
klaim asuransi oleh badan usaha
kepada pemerintah yang dijamin oleh
PII, maka PII akan membayar
kewajiban tersebut sesuai klaim
badan usaha. Setelah itu PJPK akan
berkewajiban membayar kembali
pengeluaran PII sesuai Perjanjian
Regres. Jika PJPK adalah
Menteri/Kepala Lembaga, maka
mekanisme akan mengikuti
10
mekanisme APBN. Jika PJPK adalah
Kepala Daerah, maka mekanisme
regres akan mengikuti mekanisme
Anggaran Penerimaan dan Belanja
Daerah (“APBD”), sedangkan jika
PJPK adalah pimpinan
BUMN/Badan Usaha Milik Daerah
(“BUMD”), maka mekanisme regres
akan mengikuti mekanisme korporasi
sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
GAMBAR-2: Hubungan kontraktual
dan kewajiban pembayaran
Sumber: Panduan Penyediaan
Penjaminan Infrastruktur-PII
Dengan perlakuan penjaminan
melalui mekanisme yang dilakukan
oleh PII, maka BU merupakan pihak
yang lebih diutamakan dalam
mitigasi risiko. Karena risiko yang
ditanggung akan mendapat klaim
ketika benar-benar terjadi. Di lain
pihak, pemerintah melalui perjanjian
regres dengan PII berkewajiban
membayar( mengganti) kalim yang
telah dibayarkan PII kepada BU.
Dalam hal ini satu-satunya
keuntungan pemerintah adalah
meminimalkan kemungkinan kejutan
langsung (sudden shock) terhadap
APBN dan memagari (ring-fencing)
eksposur kewajiban kontinjensi
Pemerintah. Hal tersebut dapat di
ungkapkan sebagai mengurangi
sudden shock terhadap APBN karena
klaim yang terjadi tidak langsung
berdampak pada apbn, karena
pembayaran ke PII dapat dilakukan
secara berkala sesuai perjanjian
regres.
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Mitigasi risiko melalui
penjaminan PII tidak mengurangi biaya
yang ditanggung oleh pemerintah.
Penjaminan oleh PII hanya memiliki efek
mengurang sudden shock bagi APBN.
Hal tersebut dikarenakan perjanjian
regres yang mensyaratkan pemerintah
mengganti klaim yang diajukan oleh BU
11
kepada PII. Sehingga pemerintah
diharapkan dapat menyusun perjanjian
regres dengan memperhitungkan klaim
yang mungkin diajukan.
Ir. Gunsairi, MPM dalam Majalah
KPS bulan November (2011,p.6)
mengungkapkan bahwa Tidak semua
kegiatan pemberian layanan di bidang
infrastruktur melalui skema KPS
memberikan tingkat pengembalian yang
wajar (cost recovery atau financially
viable). Untuk meningkatkan kelayakan
finansial tersebut diperlukan campur
tangan pemerintah berupa pemberian
dukungan pemerintah. Dukungan
pemerintah yang diperlukan berupa
kebijakan dan bantuan fiskal kepada
swasta.
Dukungan Pemerintah dapat
diberikan dalam bentuk insentif
perpajakan dan/atau kontribusi fiskal
dalam bentuk finansial berdasarkan
usulan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah. Selain itu, pengadaan tanah
seharusnya dilaksanakan sebelum
pemasukan dokumen penawaran.
Sehingga ketika tender sudah ditentukan,
pemenang tender dapat langsung
melakukan persiapan proyek tanpa
terkendala pembebasan lahan.
Alokasi risiko adalah pembagian
risiko proyek kerjasama dengan prinsip
dasar bahwa risiko dibagi dan dibebankan
kepada pihak yang paling mampu untuk
mengendalikan risiko tersebut. Dalam hal
ini, alokasi risiko diserahkan kepada
pemerintah dan BU. Ir. Rachmat
Mardiana, MA dalam Majalah KPS bulan
November (2011,p.17) menjelaskan
bahwa prinsip alokasi risiko dalam
proyek KPS perlu diperlukan dalam
memaksimalkan value for money. Prinsip
yang lazim diterapkan untuk alokasi
risiko adalah bahwa risiko sebaiknya
dialokasikan kepada pihak yang relatif
lebih mampu mengelolanya atau
dikarenakan memiliki biaya terendah
untuk mengelola risiko tersebut. Jika
prinsip ini diterapkan dengan baik,
diharapkan dapat menghasilkan premi
risiko yang rendah dan biaya proyek yang
lebih rendah sehingga berdampak positif
bagi pemangku kepentingan proyek
tersebut.
Alokasi risiko secara umum dapat
dikelompokkan menjadi risiko yang
berdasarkan pengalaman, risiko legislasi,
dan risiko diluar kendali kedua pihak.
Risiko berdasarkan pengalaman melekat
pada swasta sehingga sebauknya
ditanggung oleh BU swasta. Hal tersebut
didasarkan pada kemampuan swasta
dalam efektivitas biaya. Sedangkan
pemerintah diharapkan dapat
menanggung risiko legislasi, terkait
kemampuan pemerintah dalam membuat
kebijakan. Dan untuk risiko diluar
12
kendali kedua pihak akan ditanggung
secara bersama-sama.
Ir. Gunsairi, MPM dalam Majalah
KPS bulan November (2011,p.20)
berpendapat bahwa untuk mendapatkan
proses transaksi dengan tingkat
keberhasilan yang baik, maka perlu
memperhatikan seperti pemilihan mitra
terbaik untuk melaksanakan proyek
tersebut dan komitmen PJPK dan para
pemangku kepentingan; kejelasan konsep
dan definisi proyek kerjasama yang
didukung ketersediaan informasi serta
analisis yang tertuang dalam dokumen
pra-studi kelayakan; perencanaan
transaksi yang realistis termasuk di
dalamnya jadwal pelaksanaan, penyiapan
kapasitas tim pengadaan dan kelengkapan
dokumen lelang; dan identifikasi investor
potensial dan minat pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Gunsairi (2011). Majalah Partnership
Edisi Khusus Tahapan KPS:
Mengapa Perlu Ada KPS.
November. 4-6.
Gunsairi (2011). Majalah Partnership
Edisi Khusus Tahapan KPS:
Transasksi dan Perjanjian Kerja
Sama Proyek KPS. November. 20-
22.
Guritno, Sri Bagus, et al Kemenkeu.
Komitmen Pemerintah Dalam
Percepatan Penyediaan
Infrastruktur di Indonesia. diakses
pada 4 Maret 2015, dari
http://www.kemenkeu.go.id/sites/
default/files/Perumusan
%20Kebijakan%20Dukungan
%20Pemerintah%20Untuk
%20Penyediaan%20Infrastruktur
%20Daerah%20Yang
%20Dikerjasamakan%20Melalui
%20Pola%20Kerjasama.pdf
Komitmen Pemerintah Dalam Percepatan
Penyediaan Infrastruktur di
Indonesia1 diakses. pada 4 Maret
Mardiana, Rachmat (2011). Majalah
Partnership Edisi Khusus Tahapan
KPS: Risiko dan Mitigasi Risiko.
November. 17-19.
Perpres 56 Tahun 2011 tentang
Perubahan kedua Perpres 67 2005
Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan
infrasstruktur
Perpres 67 Tahun 2005 tentang kerjasama
pemerintah dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur
PT Penjamin Infrastruktur
Indonesia(2014). Laporan
Keuangan PT Penjamin
Infrastruktur Indonesia Periode
2013. Jakarta: PT PII
PT Penjamin Infrastruktur Indonesia
(2012). Panduan Penyediaan
Penjaminan Infrastruktur. Jakarta:
PT PII
13
PT Penjamin Infrastruktur Indonesia
(2014). Acuan Alokasi Risiko.
Jakarta: PT PII
PKPS-Bappenas.(2013). Majalah
Partnership Edisi Khusus Listrik.
Jakarta: Bappenas
Purwanto, Budi. PLTU Jawa Tengah
Mendapat Jaminan Rp 30 Triliun
diakses pada 4 Maret 2015
http://www.tempo.co/read/news/2
011/01/17/090306977/PLTUJawa
TengahMendapatJaminanRp30Tri
liun
Pusat Pengelola Fiskal Kemenkeu.
Perumusan Kebijakan Dukungan
Pemerintah Untuk Penyediaan
Infrastruktur Daerah Yang
Dikerjasamakan Melalui Pola
Kerjasama Pemerintah Swasta.
diakses pada 4 Maret 2015, dari
http://www.kemenkeu.go.id/sites/
default/files/Komitmen
%20Pemerintah.%20dalam
%20Percepatan%20Pembangunan
%20Infrastruktur%20di
%20Indonesia.pdf
14