mi/susanto - ftp.unpad.ac.id filedan memiliki jaringan keja- ... pengembangan perbankan indonesia...

1
PADA era 1920-1930-an di Amerika Serikat, nyaris tidak ada yang tidak mengenal Al Capone. Dialah penjahat paling berkuasa di kawasan Chicago sebelum kiprahnya terhenti di penjara Alcatraz. Nama Al Capone menjadi legenda dan tidak bisa dilepas- kan dari bisnis ilegalnya terkait penyelundupan minuman keras dan prostitusi. Semua itu berjalan nyaman karena terlin- dungi dari semua sisi. Namun di tangan agen dari Biro Investigasi (belakangan menjadi Biro Investigasi Feder- al/FBI), Eliot Ness, perjalanan sang penjahat itu pun ber- akhir di balik jeruji besi penjara dengan penjagaan maksimal, Alcatraz. Ness paham benar tidaklah mudah mengusik Al Capone. Sebab penyuapan dan korupsi menjadi keseharian dalam tu- buh kepolisian Chicago. Ness yang mendapat tugas meng- hentikan sepak terjang sang gangster itu memilih orang- orang baru sebagai anggota timnya, dan dikenal dengan julukan the Untouchable. Ness pun menangguk sukses. Kalau kemudian sepak ter- jang Ness diaplikasikan dalam kondisi kekinian di Indonesia, The Untouchable itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebuah super body yang dibentuk pada masa peme- rintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dan berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Kewenangan istimewa KPK membuat lembaga ini bisa bergerak dengan lincah dan menjamah kejahatan kerah putih yang canggih. Seperti juga Al Capone, KPK ber- hadapan dengan sosok perlente dan memiliki jaringan keja- hatan seperti jaring laba-laba. Keterkaitan trias politika men- jadi tembok tebal nan tinggi buat KPK. KPK jilid pertama saat dipimpin mantan polisi Tau- fiqqurahman Ruki berada di zona cukup aman. Masa kon- solidasi dan mencari formula paling pas dari KPK membuat para penjahat tak begitu awas. Menggebrak Gebrakan KPK dimulai saat dikomandani Antasari Azhar. Di tangan mantan jaksa ini, kasus korupsi Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang me- libatkan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia Pohan, menjadikan Republik ini gaduh. Kemudian kasus gratikasi pembebasan lahan hutan Tanjung Api-api yang menyeret sejumlah anggota DPR, memicu alarm bagi pen- jahat kerah putih. Jelas banyak yang gerah dengan langkah KPK. Berba- gai cara dilakukan untuk me- lemahkan lembaga ini. Dimulai dengan kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banja- ran Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan Antasari Azhar. Belum juga usai masalah Antasari, serangan kedua di- luncurkan kepada Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Tuduhannya adalah penyuapan dan penyalahgu- naan wewenang yang melibat- kan tersangka korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan yang buron ke Singapura, Ang- goro Widjojo. Namun, aroma bacin tercium dari kasus yang diduga penuh rekayasa ini. Adalah Mahka- mah Konstitusi yang membuka rekaman pembicaraan antara adik Anggoro, Anggodo Wi- djojo, dengan petinggi Kejak- saan Agung. Ibarat mengurai benang kusut, kasus ini pun cenderung mbulet. Ketika Bibit- Chandra sempat jadi pesakitan pada 2009, diakui atau tidak, KPK lumpuh. Di tangan Busyro Muqod- das, KPK kembali menggeliat. Sebanyak 23 anggota DPR ter- sandung cek perjalanan yang diduga untuk mengegolkan Miranda S Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, membuat kole- ganya di Komisi III meradang. Celakanya, KPK tidak mampu menghadirkan orang yang di- duga menebar cek tersebut ka- rena sang penyalur mengalami sakit lupa ingatan permanen. KPK memiliki pendukung setia yang menaruh harapan lembaga ini menjadi palang pintu terakhir pemberantasan korupsi. Mereka meman- faatkan laman jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Gerakan 1.000.000 Facebook- ers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto, yang digagas do sen Universitas Muhammadiyah Jambi Usman Yasin, menjadi contohnya. Pen- dukungnya, hanya dalam 10 hari sudah melebihi satu juta anggota. Di Twitter, yang mendukung KPK dengan nge-tweet #du- kungkpk atau bisa juga dengan mem-follow akun @pembelakpk, yang juga merupakan pembela yang beralamat http://membe- lakpk.blogspot.com. Sayangnya, saat disambangi pada Jumat (4/2), akun @pembelakpk dan blog http://membelakpk.blogspot. com tak aktif lagi. (Din/*/R-2) KEWENANGAN luar biasa yang melekat di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata membuat kalangan DPR gerah. Apalagi ketika se- jumlah anggota dewan dicokok akibat tersandung urusan fulus dari berbagai kasus. Sejumlah anggota DPR yang dimintai pendapat nyaris sera- gam menjawab bahwa KPK lebay (berlebihan) dalam me- nyikapi kasus korupsi. Tu- dingan tebang pilih pun meng- hambur dari kalangan wakil rakyat itu. Bahkan tanpa ragu-ragu dikatakan kinerja KPK saat ini mengalami penurunan. Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengata- kan kekuatan KPK yang ber- lebihan membuat KPK rentan dimanfaatkan dan diintervensi penguasa. “Sebuah lembaga superpower bisa diintervensi penguasa, atau parlemen, atau alat-alat dan kelompok pene- kan tertentu. Semua sama ba- hayanya. Terutama di sektor hukum,” tuturnya. “Kinerja KPK saat ini meng- alami penurunan yang sa- ngat signikan. Pada periode kepemimpinan sebelumnya, banyak kasus besar yang ter- ungkap. Sekarang, skandal Bank Century saja tidak ber- hasil diselesaikan. Laporan masyarakat termasuk dari saya tidak jelas perkembangannya,” tambah anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Ah- mad Yani, Selasa (1/2). Penurunan kinerja itu terjadi, lanjut anggota Komisi III ini, karena KPK yang merupakan lembaga dengan kewenangan besar, tidak memiliki peta jalan (road map) dalam pemberan- tasan korupsi. Dalam bahasa politikus Par- tai Hanura Sarifuddin Sud- ding, ‘’Kami mempersoalkan prosedur operasi standar (SOP) KPK dalam menangani kasus korupsi. Sangat kental sekali kesan KPK bekerja tebang pilih dan mendapat pesanan dari penguasa. Kasus cek pelawat menjadi bukti nyata karena KPK langsung menahan orang yang dituduh menerima tapi penyuapnya masih meleng- gang bebas.” Ungkapan Sudding itu bisa ditebak bahwa yang dimak- sud itu adalah penahanan 24 politikus yang tersandung dugaan suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom. Sebab hingga kini KPK tak juga menahan Nunun Nurbaeti dan Miranda. Keduanya disebut- sebut memiliki peran penting terhadap aliran cek pelawat tersebut. Kejengkelan terhadap kinerja KPK juga terlihat ketika kasus pelolosan program stimulus fiskal 2009 di Departemen Perhubungan. KPK menjerat mantan politikus PAN Abdul Hadi Djamal yang mengaku telah memberikan uang pelicin kepada Jhonny Allen Marbun Rp1 miliar. Namun, hingga kini KPK belum menjerat Jhonny Allen, mantan anggota DPR dari Fraksi Demokrat, dan saat ini menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Atau, kasus pengadaan sapi impor Depsos 2004-2006. Berkaitan dengan kasus itu KPK menjerat mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. Tetapi Dirjen Bantuan Jaminan Sosial Depsos Amrun Daulay, yang disebut Bachtiar paling bertanggung jawab, justru belum diproses. Amrun meru- pakan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. “KPK jangan menutup kele- mahan dengan melakukan pe- nindakan dan memublikasikan penindakan itu. Beberapa fung- sionaris Partai Demokrat belum ditahan. Ada apa? Tidak boleh terus-terusan bilang masih dalam proses, enak saja. Itu se- babnya kenapa sebagian parpol geram dan ingin memangkas kewenangan KPK,” teriak Na- sir Djamil, anggota Komisi III dari Fraksi PKS. Memangkas kewenangan? Barangkali seperti itu yang ada dalam benak sejumlah anggota DPR. Tapi jika ditanyakan kembali apakah mereka ingin membonsai KPK, mereka justru membantah. “Kalau dilihat dari berba- gai survei, tingkat kepuasan masyarakat terhadap KPK masih lebih tinggi jika diban- dingkan dengan lembaga pene- gak hukum lainnya. KPK harus fokus menangani persoalan yang lebih besar,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat Saan Mustofa, Jumat (4/2). Itu sebabnya anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun mengatakan KPK harus fokus pada kasus-kasus yang membutuhkan ketegasan. ‘’KPK dalam pemberantasan korupsi cenderung melupakan kasus-kasus lama bahkan yang sebesar kasus Bank Century,’’ sindirnya. (Wta/Ide/Nav/ Din/*/R-2) Kinerja KPK saat ini mengalami penurunan yang sangat signifikan. Laporan masyarakat termasuk dari saya tidak jelas perkembangannya.” Ahmad Yani Anggota DPR dari F-PPP 23 SENIN, 7 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA POLKAM The Untouchable from Kuningan KETUA BARU KPK: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan pers seusai acara perkenalan dengan pejabat dan pegawai KPK di gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2010). MI/SUSANTO Tebang Pilih KPK di Mata Dewan

Upload: lekhanh

Post on 08-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MI/SUSANTO - ftp.unpad.ac.id filedan memiliki jaringan keja- ... Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang me- ... Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Tuduhannya adalah

PADA era 1920-1930-an di Amerika Serikat, nyaris tidak ada yang tidak mengenal Al Capone. Dialah penjahat paling berkuasa di kawasan Chicago sebelum kiprahnya terhenti di penjara Alcatraz.

Nama Al Capone menjadi legenda dan tidak bisa dilepas-kan dari bisnis ilegalnya terkait penyelundupan minuman keras dan prostitusi. Semua itu berjalan nyaman karena terlin-dungi dari semua sisi.

Namun di tangan agen dari Biro Investigasi (belakangan menjadi Biro Investigasi Feder-al/FBI), Eliot Ness, perjalanan sang penjahat itu pun ber-akhir di balik jeruji besi penjara dengan penjagaan maksimal, Alcatraz.

Ness paham benar tidaklah mudah mengusik Al Capone. Sebab penyuapan dan korupsi menjadi keseharian dalam tu-buh kepolisian Chicago. Ness yang mendapat tugas meng-hentikan sepak terjang sang gangster itu memilih orang-orang baru sebagai anggota timnya, dan dikenal dengan

julukan the Untouchable. Ness pun menangguk sukses.

Kalau kemudian sepak ter-jang Ness diaplikasikan dalam kondisi kekinian di Indonesia, The Untouchable itu adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebuah super body yang dibentuk pada masa peme-rintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dan berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Kewenangan istimewa KPK membuat lembaga ini bisa bergerak dengan lincah dan menjamah kejahatan kerah putih yang canggih. Seperti juga Al Capone, KPK ber-hadapan dengan sosok perlente dan memiliki jaringan keja-hatan seperti jaring laba-laba. Keterkaitan trias politika men-jadi tembok tebal nan tinggi buat KPK.

KPK j i l id pertama saat dipimpin mantan polisi Tau-fiqqurahman Ruki berada di zona cukup aman. Masa kon-solidasi dan mencari formula paling pas dari KPK membuat para penjahat tak begitu awas.

MenggebrakGebrakan KPK dimulai

saat dikomandani Antasari Azhar. Di tangan mantan jaksa ini, kasus korupsi Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang me-libatkan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Aulia

Pohan, menjadikan Republik ini gaduh. Kemudian kasus gratifi kasi pembebasan lahan hutan Tanjung Api-api yang menyeret sejumlah anggota DPR, memicu alarm bagi pen-jahat kerah putih.

Jelas banyak yang gerah de ngan langkah KPK. Berba-

gai cara dilakukan untuk me-lemahkan lembaga ini. Dimulai dengan kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banja-ran Nasrudin Zulkarnaen yang melibatkan Antasari Azhar.

Belum juga usai masalah Antasari, serangan kedua di-luncurkan kepada Wakil Ketua

KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Tuduhannya adalah penyuapan dan penyalahgu-naan wewenang yang melibat-kan tersangka korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan yang buron ke Singapura, Ang-goro Widjojo.

Namun, aroma bacin tercium dari kasus yang diduga penuh rekayasa ini. Adalah Mahka-mah Konstitusi yang membuka rekaman pembicaraan antara adik Anggoro, Anggodo Wi-djojo, dengan petinggi Kejak-saan Agung. Ibarat mengurai benang kusut, kasus ini pun cenderung mbulet. Ketika Bibit-Chandra sempat jadi pesakitan pada 2009, diakui atau tidak, KPK lumpuh.

Di tangan Busyro Muqod-das, KPK kembali menggeliat. Sebanyak 23 anggota DPR ter-sandung cek perjalanan yang diduga untuk mengegolkan Miranda S Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, membuat kole-ganya di Komisi III meradang.

Celakanya, KPK tidak mampu menghadirkan orang yang di-duga menebar cek tersebut ka-rena sang penyalur mengalami sakit lupa ingatan permanen.

KPK memiliki pendukung setia yang menaruh harapan lembaga ini menjadi palang pintu terakhir pemberantasan korupsi. Mereka meman-faatkan laman jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Gerakan 1.000.000 Facebook-ers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto, yang digagas do sen Universitas Muhammadiyah Jambi Usman Yasin, menjadi contohnya. Pen-dukungnya, hanya dalam 10 hari sudah melebihi satu juta anggota.

Di Twitter, yang mendukung KPK dengan nge-tweet #du-kungkpk atau bisa juga dengan mem-follow akun @pembelakpk, yang juga merupakan pembela yang beralamat http://membe-lakpk.blogspot.com. Sayangnya, saat disambangi pada Jumat (4/2), akun @pembelakpk dan blog http://membelakpk.blogspot.com tak aktif lagi. (Din/*/R-2)

KEWENANGAN luar biasa yang melekat di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata membuat kalangan DPR gerah. Apalagi ketika se-jumlah anggota dewan dicokok akibat tersandung urusan fulus dari berbagai kasus.

Sejumlah anggota DPR yang dimintai pendapat nyaris sera-gam menjawab bahwa KPK lebay (berlebihan) dalam me-nyikapi kasus korupsi. Tu-dingan tebang pilih pun meng-hambur dari kalangan wakil rakyat itu.

Bahkan tanpa ragu-ragu dikatakan kinerja KPK saat ini mengalami penurunan.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengata-kan kekuatan KPK yang ber-lebihan membuat KPK rentan dimanfaatkan dan diintervensi penguasa. “Sebuah lembaga superpower bisa diintervensi penguasa, atau parlemen, atau alat-alat dan kelompok pene-kan tertentu. Semua sama ba-hayanya. Terutama di sektor hukum,” tuturnya.

“Kinerja KPK saat ini meng-alami penurunan yang sa-ngat signifi kan. Pada periode kepemimpinan sebelumnya, banyak kasus besar yang ter-ungkap. Sekarang, skandal Bank Century saja tidak ber-hasil diselesaikan. Laporan masyarakat termasuk dari saya tidak jelas perkembangannya,” tambah anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Ah-mad Yani, Selasa (1/2).

Penurunan kinerja itu terjadi, lanjut anggota Komisi III ini, karena KPK yang merupakan lembaga dengan kewenangan besar, tidak memiliki peta jalan (road map) dalam pemberan-tasan korupsi.

Dalam bahasa politikus Par-tai Hanura Sarifuddin Sud-ding, ‘’Kami mempersoalkan prosedur operasi standar (SOP) KPK dalam menangani kasus korupsi. Sangat kental sekali kesan KPK bekerja tebang pilih dan mendapat pesanan dari penguasa. Kasus cek pelawat menjadi bukti nyata karena KPK langsung menahan orang yang dituduh menerima tapi penyuapnya masih meleng-gang bebas.”

Ungkapan Sudding itu bisa ditebak bahwa yang dimak-sud itu adalah penahanan 24 politikus yang tersandung dugaan suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom. Sebab hingga kini KPK tak juga menahan Nunun Nurbaeti dan Miranda. Ke duanya disebut-sebut memiliki peran penting terhadap aliran cek pelawat tersebut.

Kejengkelan terhadap kinerja KPK juga terlihat ketika kasus pelolosan program stimulus

fiskal 2009 di Departemen Perhubungan. KPK menjerat mantan politikus PAN Abdul Hadi Djamal yang mengaku telah memberikan uang pelicin kepada Jhonny Allen Marbun Rp1 miliar.

Namun, hingga kini KPK belum menjerat Jhonny Allen, mantan anggota DPR dari Fraksi Demokrat, dan saat ini menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat.

Atau, kasus pengadaan sapi impor Depsos 2004-2006. Berkaitan dengan kasus itu KPK menjerat mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. Tetapi Dirjen Bantuan Jaminan Sosial Depsos Amrun Daulay, yang disebut Bachtiar paling bertanggung jawab, justru belum diproses. Amrun meru-pakan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.

“KPK jangan menutup kele-mahan dengan melakukan pe-nindakan dan memublikasikan penindakan itu. Beberapa fung-

sionaris Partai Demokrat belum ditahan. Ada apa? Tidak boleh terus-terusan bilang masih dalam proses, enak saja. Itu se-babnya kenapa sebagian parpol geram dan ingin memangkas kewenangan KPK,” teriak Na-sir Djamil, anggota Komisi III dari Fraksi PKS.

Memangkas kewenangan? Barangkali seperti itu yang ada dalam benak sejumlah anggota DPR. Tapi jika ditanyakan kembali apakah mereka ingin membonsai KPK, mereka justru membantah.

“Kalau dilihat dari berba-gai survei, tingkat kepuasan masyarakat terhadap KPK masih lebih tinggi jika diban-dingkan dengan lembaga pene-gak hukum lainnya. KPK harus fokus menangani persoalan yang lebih besar,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat Saan Mustofa, Jumat (4/2).

Itu sebabnya anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun mengatakan KPK harus fokus pada kasus-kasus yang membutuhkan ketegasan. ‘’KPK dalam pemberantasan korupsi cenderung melupakan kasus-kasus lama bahkan yang sebesar kasus Bank Century,’’ sindirnya. (Wta/Ide/Nav/Din/*/R-2)

Kinerja KPK saat ini mengalami

penurunan yang sangat signifikan. Laporan masyarakat termasuk dari saya tidak jelas perkembangannya.”

Ahmad YaniAnggota DPR dari F-PPP

23 SENIN, 7 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIAPOLKAM

The Untouchable from Kuningan

KETUA BARU KPK: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan pers seusai acara perkenalan dengan pejabat dan pegawai KPK di gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (22/12/2010).

MI/SUSANTO

Tebang Pilih KPK di Mata

Dewan