metodologi penelitian geomorfologi

11
Metodologi Penelitian Pengumpulan Data Data geologi dapat dikelompokkan menjadi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di tapak proyek dan sekitarnya dengan metoda terestrial. Data sekunder yang meliputi peta topografi, peta geologi, dan peta hidrogeologi akan diperoleh dari intansi yang mempunyai tugas dan fungsi membuat dan menerbitkan peta tersebut. Peta topografi dan geologi diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Puslitbang Geologi), Bandung, sedangkan peta hidrogeologi dan diperoleh dari Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung. 1. Lereng Lereng merupakan bagian dari bentuklahan yang dapat memberikan informasi kondisi - kondisi proses yang berpengaruh terhadap bentuklahan, sehingga dengan memberikan penilaian terhadap lereng tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan tegas tata nama satuan geomorfologi secara rinci. Ukuran penilaian lereng dapat dilakukan terhadap kemiringan lereng dan panjang lereng, sehingga tata nama satuan geomorfologi dapat lebih dirinci dan tujuan - tujuan tertentu, seperti perhitungan tingkat erosi, kestabilan lereng dan perencanaan wilayah dapat dikaji lebih lanjut. Ukuran kemiringan lereng yang telah disepakati untuk menilai suatu bentuklahan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Ukuran kemiringan lereng (sumber : Van Zuidam,1985) KEMIRINGAN N LERENG KETERANGAN KLASIFIKAS I USSSM* (%) KLASIFIKASI USLE** (%)

Upload: rezki-fitrazaki

Post on 11-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Metodologi penelitian

TRANSCRIPT

Metodologi Penelitian

Pengumpulan DataData geologi dapat dikelompokkan menjadi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di tapak proyek dan sekitarnya dengan metoda terestrial. Data sekunder yang meliputi peta topografi, peta geologi, dan peta hidrogeologi akan diperoleh dari intansi yang mempunyai tugas dan fungsi membuat dan menerbitkan peta tersebut. Peta topografi dan geologi diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Puslitbang Geologi), Bandung, sedangkan peta hidrogeologi dan diperoleh dari Pusat Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Bandung.

1. LerengLereng merupakan bagian dari bentuklahan yang dapat memberikan informasi kondisi - kondisi proses yang berpengaruh terhadap bentuklahan, sehingga dengan memberikan penilaian terhadap lereng tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan tegas tata nama satuan geomorfologi secara rinci. Ukuran penilaian lereng dapat dilakukan terhadap kemiringan lereng dan panjang lereng, sehingga tata nama satuan geomorfologi dapat lebih dirinci dan tujuan - tujuan tertentu, seperti perhitungan tingkat erosi, kestabilan lereng dan perencanaan wilayah dapat dikaji lebih lanjut.Ukuran kemiringan lereng yang telah disepakati untuk menilai suatu bentuklahan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Ukuran kemiringan lereng (sumber : Van Zuidam,1985)KEMIRINGANNLERENG

KETERANGANKLASIFIKASIUSSSM* (%)KLASIFIKASIUSLE** (%)

0 - 2

Datar - Hampir datar0 - 21 - 2

3 - 7 Lereng sangat landai2 - 62 - 7

8 - 13Lereng landai6 - 137 - 12

14 - 20

Lereng agak curam13 - 2512 - 18

21 - 55

Lereng curam25 - 5518 - 24

56 - 140

Lereng sangat curam> 55> 24

* USSSM = United state soil System Management**USLE = Universal Soil Loss Equation (Wischmeir, 1967).

Tabel 2. Ukuran panjang lerengPANJANG LERENG (M)

KLASIFIKASI

< 15Lereng sangat pendek

15 - 50Lereng pendek

50 - 250

Lereng sedang

250 - 500Lereng panjang

> 500

Lereng sangat panjang

-Perbedaan ketinggianPerbedaan ketinggian (elevasi) biasanya diukur dari permukaan laut, karena permukaan laut dianggap sebagai bidang yang memilki angka ke-tinggian (elevasi) nol. Pentingnya pengenalan perbedaan ketinggian adalah untuk menyatakan keadaan morfografi dan morfogenetik suatu bentuklahan, seperti perbukitan, pegunungan atau dataran. Hubungan perbedaan ketinggian dengan unsur morfografi adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (sumber : Van Zuidam, 1985)KETINGGIAN ABSOLUT

UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter

Dataran rendah

50 meter - 100 meter

Dataran rendah pedalaman

100 meter - 200 meter

Perbukitan rendah

200 meter - 500 meter

Perbukitan

500 meter - 1.500 meter

Perbukitan tinggi

1.500 meter - 3.000 meter

Pegunungan

> 3.000 meter

Pegunungan tinggi

Tabel 4. Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian. (sumber: Van Zuidam,1985)

KELAS RELIEF

KEMIRINGAN LERENG ( % )PERBEDAANKETINGGIAN (m)

Datar - Hampir datar

0 - 2< 5

Berombak

3 - 75 - 50

Berombak - Bergelombang

8 - 1325 - 75

Bergelombang - Berbukit

14 - 2075 - 200

Berbukit - Pegunungan

21 - 55200 - 500

Pegunungan curam

55 - 140500 - 1.000

pegunungan sangat curam

> 140> 1.000

-Kemiringan lerengData sekunder untuk memetakan kemiringan lereng adalah topografi skala 1 : 50.000. Data primer berupa hasil pengukuran kemiringan lereng di lokasi-lokasi cuplikan. Data ini diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan klinometer. Dari peta topografi selanjutnya dipetakan dengan menggunakan rumus :L=(Ci x 100)/(s x d)Disini :L =lereng (dalam %)Ci=Interval kontour (dalam m)s = skala intervald= jarak antara dua garis kontur (transis)

2. LitologiPengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan secara terestrial di lapangan pada titik-titik yang telah ditentukan dalam satuan batuan yang membedakannya. Analisis yang dilakukan yaitu dengan mengevaluasi satuan-satuan litologi berdasarkan kaidah-kaidah stratigrafi dan karakteristik fisik yang dimiliki pada masing-masing satuan litologi. Peralatan yang digunakan dalam pemetaan/pemutakhiran data yaitu peta dasar 1 : 50.000, Kompas geologi, Loupe 10 20 x pembesaran, palu geologi (sedimen/beku), pita ukur, GPS dan HCL, 0,1 n

3. Gerakan tanahGerakan tanah adalah berpindahnya masa tanah/batuan dari tempat tertinggi ke tempat terendah akibat terjadinya gangguan keseimbangan lereng pada kondisi tertentu. Analisis kestabilan lereng atau gerakan tanah dilakukan berdasarkan metode kesetimbangan batas untuk menghitung faktor keamanannya (FK). Data masukan yang diperlukan untuk analisis ini adalah geometri lereng, jenis batuan/tanah dan distribusinya, serta sifat fisik-mekanik dari batuan/tanah pembentuk lereng.Dalam perhitungan berdasar metode kesetimbangan batas, besarnya kekuatan geser ditentukan dengan rumus = c + ( - u) tan , sehingga besarnya nilai faktor keamanan (FK) adalah :

dengan :

= kohesi pada tekanan efektif

= sudut geser dalam pada tekanan efektif

N adalah gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan. Nilai W, dan l diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, dan c dan dapat ditentukan di laboratorium. Gaya normal (N) ini tidak dapat ditentukan dengan cara menghitung kesetimbangan statis (karena terdapat keadaan statis tidak tertentu), sehingga harus dipakai suatu cara pendekatan untuk menentukan besarnya .Pada Metode Bishop, besarnya diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya lain dari arah vertikal dan dianggap bahwa resultan gaya pada batas vertikal segmen bekerja pada arah horizontal. Rumus umum untuk Metode Bishop adalah :

Disini : F = Faktor keamanan c = kohesi u = tekanan air pori W = berat segmen b = lebar segmen = sudut geser dalam = sudut yang dibuat antara bidang lincir dan horizontalNilai FK pada persamaan di atas terdapat pada bagian kiri maupun bagian kanan, sehingga untuk menghitung FK harus digunakan dengan cara iterative (pengulangan), yaitu pada awalnya diambil nilai FK percobaan, kemudian nilai FK yang diperoleh dimasukkan kembali pada bagian kanan dan seterusnya sampai diperoleh nilai FK terkecil.

4. HidrologiPengumpulan Data

Data hidrologi dikelompokkan menjadi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi pola aliran sungai, kecepatan arus (m/det), kedalaman air sungai (m), lebar sungai (m), debit air (m3/det) dan koefisien run off. Data sekunder meliputi peta rupa bumi, iklim (curah hujan, hari hujan, suhu udara) dan rancang tambang. Peta rupa bumi diperoleh dari BAKOSURTANAL, curah hujan, hari hujan dan suhu udara diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika sedangkan rancang tapak diperoleh dari pemrakarsa proyek. Data untuk mengetahui neraca air (water balance) dapat dikelompokkan menjadi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran di lapangan. Data sekunder yang mencakup peta rupa bumi, peta tanah dan data curah hujan. Peta tanah diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Analisis Data

Neraca air (water balance) tahunan di tapak proyek dihitung menurut rumus :P = ET + R + IDisini :P= curah hujan tahunan (mm)ET= evapotraspirasi tahunan (mm)R= run off tahunan (mm)I= infiltrasi tahunan (mm)

Data curah hujan diperoleh dari stasiun pengamatan hujan terdekat dengan tapak proyek. Evapotranpirasi merupakan gabungan dari transpirasi dan evaporasi. Besarnya evapotranspirasi hutan dihitung dengan menggunakan rumus Turc yang menyederhanakan fungsi klimatologi menjadi fungsi curah hujan dan suhu udara tahunan. Rumus Turc adalah :

Disini :ET=evapotraspirasi tahunan hutanP=jumlah curah hujan tahunanft=fungsi suhu = 300 + 25t + 0,5t, dengan t adalah suhu rata-rata tahunan dalam derajat celcius.

Untuk mengetahui evapotranspirasi bukan hutan dihitung dengan menggunakan cara Engler (dalam Seyhan, 1977) yaitu bahwa besarnya perbandingan evaporasi hutan : pertanian : rumput adalah 1 : 0,43 : 0,42. Seperti diketahui run off dengan beberapa strata vegetasi merupakan penggunaan lahan dengan nilai koefisien run off sangat kecil. Dalam suatu hamparan yang sangat luas aliran permukaan (run off) hutan hampir dapat dikatakan tidak ada, sisa air hujan setelah terevapotranspirasikan meresap ke dalam tanah berbentuk infiltrasi. Mengacu pada indeks konservasi hutan untuk erosi, koefisien run off hutan adalah 0,01 (Hammer, 1980).Apabila melihat rumus neraca air, terdapat empat komponen yang harus diketahui yaitu curah hujan, evapotranspirasi, run off dan infiltrasi. Data curah hujan diketahui dari data sekunder. Evapotranspirasi diperoleh dari rumus empiris, kecuali lahan setelah dilakukan penambangan, untuk kondisi ini diasumsikan evaporasi adalah rata-rata 1 mm setiap kali hujan. Dua komponen lain yaitu run off dan infiltrasi harus diukur langsung di lapangan. Untuk mengukur infiltrasi lahan sulit dilakukan oleh karena itu alternatifnya adalah mengukur run off. Koefisien run off hutan mengacu pada Hammer (1980), untuk mengetahui koefisien run off penggunaan bukan hutan dan lahan setelah dilakukan kegiatan dilakukan pengukuran run off, yaitu dengan membuat curah hutan buatan pada bidang tanah dengan luas tertentu dengan penggunaan lahan sebagaimana adanya dan tidak terganggu serta pada kondisi lahan yang mirip jika dilakukan penambangan. Pengukuran dilakukan pada berbagai kemiringan lereng. Perbandingan antara volume run off dan volume hujan yang tertampung oleh bidang tanah tersebut adalah nilai koefisien run off.Hubungan antara debit air sungai, luas penampang badan air atau saluran. Debit sungai dihitung berdasarkan hukum kontinuitas, yaitu :

Q = A . V

disini :Q = Debit badan air, m3/detA = Luas penampang basah saluran, m2V = Kecepatan air, m/detKecepatan arus sungai diukur di lapangan dengan current meter sedangkan lebar sungai diukur dengan alat meteran, kedalaman diukur dengan alat ukur duga muka air.