metode sterilisasi

10
2.3 Metode sterilisasi Metode sterilisasi yang umum digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi yaitu sterilisasi uap (panas basah), sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas dan sterilisasi dengan radiasi pengionan (Ansel, 2005). 2.3.1 Metode Sterilisasi Panas Basah atau Sterilisasi Uap Sterilisasi panas dengan tekanan atau yang umumnya dikenal dengan sterilisasi uap, didasarkan pada prinsip pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi laten uap yang berakibat pada proses pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat denaturasi dan koagulasi protein esensial dari organisme tersebut melalui proses hidrolisis (Lukas, 2006). Uap air tidak akan terbentuk jika suhu belum mencapai 100 o C, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperatur yang lebih tinggi. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem mencapai temperatur yang ditemukan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tekanan Uap Air

Upload: budiningrum

Post on 17-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

mmm

TRANSCRIPT

2.3 Metode sterilisasi

Metode sterilisasi yang umum digunakan untuk sterilisasi sediaan farmasi yaitu sterilisasi uap (panas basah), sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas dan sterilisasi dengan radiasi pengionan (Ansel, 2005).2.3.1 Metode Sterilisasi Panas Basah atau Sterilisasi Uap

Sterilisasi panas dengan tekanan atau yang umumnya dikenal dengan sterilisasi uap, didasarkan pada prinsip pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi laten uap yang berakibat pada proses pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat denaturasi dan koagulasi protein esensial dari organisme tersebut melalui proses hidrolisis (Lukas, 2006).

Uap air tidak akan terbentuk jika suhu belum mencapai 100oC, maka tekanan digunakan untuk mencapai temperatur yang lebih tinggi. Tekanan uap air yang lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem mencapai temperatur yang ditemukan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tekanan Uap Air

TekananSuhuwaktu

10 Pound115,5o C30 menit

15 Pound121,5o C20 menit

20 Pound126,5o C15 menit

(Ansel, 2005)

Campuran udara dengan uap air akan menghasilkan temperatur yang lebih rendah daripada hanya uap air saja pada tekanan yang sama. Oleh karena itu, udara yang terperangkap harus dikeluarkan dari ruang autoklaf ketika proses sterilisasi dimulai. Metode ini hanya untuk material termostabil dan tidak sensitif terhadap lembab. Metode ini tidak digunakan untuk mensterilkan sediaan berminyak, dan sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang dapat rusak karena uap air (Ansel, 2005).

Sterilisasi secara panas basah dengan autoklaf dinilai lebih efektif dalam memusnahkan mikroorganisme dibandingkan dengan sterilisasi panas kering, karena uap jenuh pada autoklaf akan terpenetrasi dan kontak pada seluruh permukaan alat dan bahan yang disterilisasi (Allen, 2002). Proses sterilisasi ini dianggap sebagai metode yang paling efektif karena metode ini bersifat nontoksik, mudah diperoleh dan relatif mudah dikontrol. Penggunaan tenaga uap dalam metode sterilisasi ini juga menambah keefektifan dari metode ini, dimana uap merupakan suatu pembawa energi yang paling efektif karena semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi (Lukas, 2006). Menurut Lukas (2006), faktor yang mempengaruhi sterilisasi uap adalah:

a. Waktu

Apabila mikroorganisme dalam jumlah besar dipaparkan terhadap uap jenuh pada suhu yang konstan, maka semua mikroorganisme tidak akan terbunuh pada saat bersamaan. Jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup dapat diplot terhadap waktu pemaparan dan akan menghasilkan kurva survivor (survivor curve). Terminologi D-value digunakan untuk mendeskripsikan waktu yang diperlukan untuk membunuh 90% mikroorganisme yang ada. Setiap mikroorganisme akan memiliki D-value yang berbeda dan tentunya D-value akan bergantung pada suhu.

b. Suhu

Peningkatan suhu akan menurunkan waktu proses sterilisasi secara dramatis. Adanya perbedaan suhu yang digunakan untuk membunuh masing-masing mikroorganisme dengan spesies yang berbeda. Namun hal ini tentu terjadi pada keadaan dimana kondisi uap jenuh harus tetap dijaga.

c. Kelembapan

Efek penambahan daya bunuh pada sterilisasi uap disebabkan kelembapan akan menurunkan suhu yang diperlukan agar terjadi denaturasi dan koagulasi protein. Adanya cairan dalam uap mengindikasikan kualitas uap. Untuk proses sterilisasi uap, kualitas uap yang diharapkan minimum 97%. Apabila kualitas uap berada di bawah 97%, maka dianggap uap tidak jenuh, sehingga daya bunuh mikroorganisme akan berkurang.

2.3.2 Metode Sterilisasi panas kering

Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa termostabil yang sensitif terhadap lembab. Senyawa tersebut meliputi bahan-bahan berminyak, dan berbagai serbuk kering yang stabil oleh pemanasan tinggi, termasuk juga alat-alat gelas dan alat-alat bedah (Ansel, 2005). Keuntungan metode sterilisasi panas kering adalah mampu menghancurkan endotoksin atau pirogen. Sterilisasi panas kering merupakan suatu cara sterilisasi melalui konduksi panas. Panas akan diabsorbsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai (Lukas, 2006).

Sterilisasi dengan panas kering biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang terbuat dari kaca, dimana pembunuhan mikoorganismenya melalui oksidasi sampai terjadi koagulasi sel. Karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba, maka sterilisasi membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Sterilisasi panas kering umumnya menggunakan suhu dan waktu sterilisasi yang telah dinilai efektif adalah berkisar 160C selama 120-180 menit, suhu 170C selama 90-120 menit, dan 180C selama 45-60 menit. Alat-alat yang disterilisasi dengan oven adalah alat gelas, stainless steel, dan bahan-bahan yang tahan terhadap proses pemanasan (Allen, 2002).

Siklus sterilisasi panas kering meliputi:

a. Fase pemanasan (udara panas disirkulasi dalam chamber).

b. Periode plateu (tercapainya suhu pada chamber).

c. Equilibrium atau holding time (seluruh chamber memiliki suhu yang sama).

d. Pendinginan chamber (mensirkulasikan udara dingin ke dalam chamber).

(Lukas, 2006)

2.3.3 Metode Sterilisasi Gas

Beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau propilen oksida. Contohnya, sterilisasi untuk alat-alat dari plastik. Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila bercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan aman bila diencerkan dengan gas inert seperti karbondioksida (Ansel, 2005). Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan sporanya. Gas yang umum digunakan adalah -propiolakton, propilen oksida, metil bromida, formaldehid, dan etilen oksida (Allen, 2002).Etilen oksida membunuh mikroorganisme melalui reaksi kimia yang dikenal dengan reaksi alkilasi. Pada reaksi alkilasi terjadi penggantian gugus atom hidrogen pada sel mikroorganisme dengan gugus alkil. Akibatnya proses metabolisme dan produksi sel terganggu (Lukas, 2006).

Kekurangan metode sterilisasi gas adalah agen kimia yang digunakan bersifat karsinogenik dan mutagenik. Sterilisasi dengan gas etilen oksida memerlukan waktu pemaparan 4-16 jam (Ansel, 2005). Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan (Depkes RI, 1995).

2.3.4 Metode Sterilisasi Radiasi

Mekanisme sterilisasi dengan radiasi adalah merusak susunan DNA mikroba dengan proses ionisasi, pembentukan radikal bebas, dan oksidasi. Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat kesehatan. Menurut Sultana et al., (2007), sterilisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan sterilisasi konvensional dengan bahan kimia, yaitu:

Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme.

Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia.

Alat dikemas dahulu baru disterilkan, maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka.

Metode sterilisasi radiasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis radiasi, yaitu:

a. Ultraviolet

Menggunakan panjang gelombang elektromagnetik 100-400 nm dengan efek optimal 254 nm. Sumbernya lampu merkuri dengan daya tembus 0,01-0,2 mm. Digunakan untuk sterilisasi ruang pada penggunaan aseptik.

b. Ion

Menggunakan teori tumbukan yaitu sinar yang secara langsung menghantam pusat mikroba atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dulu membentuk molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba.

c. Gamma

Gamma bersumber dari Co60 dan Cs137 dengan aktivitas sebesar 50-500 kilocurie. Digunakan untuk sterilisasi alat kedokteran yang terbuat dari logam, karet, serta bahan sintetis seperti polietilen.

(Lukas, 2006)

Aplikasi dari metode ini pada umumnya digunakan untuk mensterilkan bahan kering seperti alat operasi, syringe plastik, dan produk farmaseutikal kering, sedangkan sinar UV digunakan untuk mensterilkan udara, area aseptik, dan pabrikasi air (Sultana et al., 2007).

2.3.5 Metode Sterilisasi Filtrasi

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroorganisme, hingga mikroorganisme dapat dihilangkan secara fisika dengan mekanisme adsorpsi dan filtrasi (Depkes RI, 1995). Menyaring mikroba atau filtrasi melalui prinsip:

a. Filter ayakan, didasarkan perbedaan ukuran pori. Ukuran pori 0,22 m dengan ketebalan 80-159 m. Filter ini tidak dapat membebaskan pirogen dan virus.

b. Filtrasi absorbsi, filternya terbuat dari selulosa, asbes, gelas sinter, keramik dan kieselguhr serta karbon aktif. Filter ini dapat membebaskan pirogen dan virus.

(Lukas, 2006)

Kerugian metode sterilisasi filtrasi adalah penggunaan penyaring tertentu yang memiliki kecenderungan mengabsorpsi senyawa aktif tertentu selama proses penyaringan dan memberi kebasaan pada larutan selama proses penyaringan. Selain itu, kemungkinan kerusakan bentuk penyaring sehingga timbul ketidakpastian kesterilan hasil penyaringan, serta penyaringan volume besar akan diperlukan waktu yang lebih lama (Ansel, 2005).DAFTAR PUSTAKAAllen, L. V. 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding. Washington DC: American Pharmaceutical Association.Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI Pres.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.Sultana, Y., J. Hamdard, dan H. Nagar. 2007. Pharmaceutical Microbiology and Biotechnology Sterilization Methods and Principles. New Delhi: Department of Pharmaceutics Faculty of Pharmacy.