metode sempurna

Upload: nuryant1

Post on 17-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dalam setiap aspek kehidupan manusia baik secara pribadi, kelompok, keluarga maupun dalam berbangsa dan bernegara, pendidikan wajib dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga terdidik baik kepentingan bangsa, negara dan tanah air.

Standar kompetensi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran bahasa diarahkan untuk membantu peserta didik untuk mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain. Mengemukakan gagasan, perasaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Selain itu, pembelajaran bahasa diarahkan agar peserta didik menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinasi yang ada di dalam dirinya. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan (Depdiknas,2006: 1)

Proses belajar berbahasa di sekolah, siswa mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak secara horizontal. Maksudnya, siswa telah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Makin lama kemampuan tersebut menjadi semakin sempurna dalam arti strukturnya menjadi sempurna, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimat semakin bervariasi.

Pada hakikatnya, berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya terdapat pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Bahkan telah disebutkan bahwa dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan bahwa hakikat pembelajaran berbicara pada dasarnya adalah mengungkapkan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, pengalaman, pendapat, dan komentar alam kegiatan wawancara, presentase laporan, diskusi, protokoler, dan pidato serta dalam berbagai karya sastra berbentuk cerita pendek, novel remaja, puisi dan drama (Depdiknas, 2006: 1)

Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa, pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula.

Pada dasarnya, setiap guru menginginkan siswanya mampu menggunakan keterampilan berbicara sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasinya secara lisan sehingga dalam kondisi pembicaraan apapun mereka dapat mengaplikasikannya secara efektif dan efisien khususnya pada guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan calon peneliti dalam menceritakan ulang di kelas VIII SMP Neg. 1 Lamuru Kab. Bone bahwa nilai siswa sangat rendah dengan nilai rata-rata 6,0 (skor terendah) dengan skor ideal 100 (skor tertinggi) padahal ketuntasan hasil belajar siswa minimal 8.5. melihat realitas yang ada nilai siswa sangat rendah serta jauh dari standar nilai yang ada sehingga guru perlu sebuah metode yang dapat diterapkan supaya hasil belajar siswa meningkat paling tidak bisa mendekati nilai ketuntasan hasil belajar siswa.

Kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini diketahui pada saat siswa menyampaikan pesan/informasi yang bersumber dari media dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut kurang jelas. Siswa berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Adapula diantara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Selain itu, pada saat guru bertanya kepada seluruh siswa, umumnya siswa lama sekali untuk menjawab pertanyaan guru. Beberapa orang siswa ada yang tidak mau menjawab pertanyaan guru karena takut jawabannya itu salah. Apalagi untuk berbicara di depan kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian. Menurut (Mulyana, 2004: 293) setiap orang mempunyai gaya berbicara yang berbeda. Baik dalam aksen, mimik, gesture, cara mengungkapkan isi pembicaraan bahkan topik pembicara. Perbedaan ini dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah budaya di mana mereka tinggal bereaksi.

Keterampilan berbicara sangatlah penting bagi siswa, sehingga peneliti tertarik meneliti aspek kemampuan berbicara, meskipun masalah tersebut pernah diteliti antara lain: peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan menerapkan teknik debat topik siswa kelas X SMK Muhammadiyah 3 Makassar, Amri Ningsi (2009). Namun pada penelitian ini peneliti hanya memusatkan perhatian pada keterampilan berbicara khususnya di SMP Negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone.

Salah satu metode pembelajaran yang telah dikembangkan dan diterapkan di sekolah dalam meningkatkan kemampuan berbicara adalah metode menceritakan ulang yang merupakan metode inovatif yang menuntut siswa terlibat untuk saling bertukar pikiran, berkolaborasi, dan berkomunikasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Harapan dari penerapan metode ini adalah siswa mampu mengembangkan kemampuan komunikasi mereka.

Berdasarkan penguraian masalah tersebut, maka perlu dikaji lebih mendalam tentang penerapan metode menceritakan ulang (story telling) terhadap peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Apakah penerapan metode menceritakan ulang (story telling) dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone. C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode menceritakan ulang (story telling) dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRA. Tinjauan Pustaka

1. Menceritakan ulang (story telling)a. Pengertian menceritakan ulang (story telling)

Ada banyak defenisi tentang story telling. Secara harafiah, definisi story telling merupakan suatu strategi penggunaan metode untuk menceritakan suatu cerita. Seperti halnya story telling tradisional, maka sebagian besar story menceritakan suatu topik dilihat dari sudut pandang tertentu.story telling adalah kemampuan menceritakan kembali sebuah kejadian, film atau pengalaman yang pernah dialamidan dikemas dalam cerita yang menarik. Story telling membutuhkan ekspresi gerakan mimik dan tubuh. Ketika situasi sedih makamimik dan gerakanseharusnya jugamenggambarkan kesedihan itu.

Nuraeni (2002:45), mengemukakan bahwa

Story telling adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.

Tarigan (1990: 32) berpendapat bahwa teknik menceritakan ulang adalah teknik dalam pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada siswa lainnya.

Pengertian atau batasan menceritakan ulang menggambarkan bahwa dalam menceritakan ulang siswa yang aktif. Namun demikian, keaktifan siswa bergantung sepenuhnya pada keaktifan guru. Metode menceritakan ulang sangat baik digunakan dalam memotivasi siswa untuk terlibat langsung dalam suatu pembahasan materi pelajaran yang memberi siswa terhadap permasalahan yang sedang dibicarakan sehingga menimbulkan partisipasi dalam proses belajar mengajar, melatih dan mendorong siswa untuk belajar mengekspresikan kemampuan untuk menyatakan pendapat yang tepat. Namun keberhasilan menceritakan ulang bergantung kepada penguasaan guru teknik berbicara.]b. Manfaat Menceritakan Ulang (story telling)Budaya yang berkembang pada suatu masyarakat, akan berpengaruh pada sistem pembelajaran di mana masyarakat berada. Tidak sedikit, sistem pembelajaran di sekolah membuat siswa menjadi semakin tidak mampu untuk mengutarakan pendapatnya. Jarang ditemukan, siswa yang mampu dan mau memberikan pendapatnya. Kondisi ini terjadi pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar bahkan perguruan tinggi.

Banaszewki, T. (2002:76) mengemukakan bahwa manfaat dari metode menceritakan ulang (story telling) dapat dilihat di bawah ini:

1) Siswa belajar untuk berani menunjukkan hasil karya belajar berani.

2) Menerima pendapat dari orang lain.

Sedangkan Lonsdale (2007:7) mengemukakan beberapa manfaat dari (story telling) sebagai berikut.

1) Ditinjau dari pembelajaran(a) (Story telling) berfungsi sebagai pijakan awal dari pembelajaran (sehingga siswa tertarik pada suatu mata pelajaran)

(b) (Story telling) berfungsi sebagian alat untuk meningkatkan atensi siswa pada suatu unit (materi) mata pelajaran yang membantu siswa menelaah suatu topik berdasarkan sudut pandang mereka.

2) Ditinjau dari guru

(a) (Story telling) sebagai salah satu bentuk penyajian materi sebagai upaya menjembatani berbagai macam cara belajar siswa.

(b) (Story telling) sebagai metode untuk meningkatkan minat, perhatian dan motivasi di kelas.

(c) (Story telling) sebagai metode untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dengan mempublikasikan hasil karya mereka dan berani menerima pendapat dan kritik dari orang lain.

3) Ditinjau dari siswa(a) (Story telling) sebagai metode untuk memacu minat belajar siswa.

(b) (Story telling) sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, di mana siswa belajar melalui proses bertanya, mengeluarkan pendapat, membuat karya tulis, yang semuanya berhubungan dengan orang lain.

(c) (Story telling) sebagai alat untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa.c. Langkah-langkah Menceritakan Ulang (story telling)Tarigan (1995:45) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa sebagai berikut:

1) Siswa diberi waktu 10 menit untuk membaca bacaan yang disajikan dengan caranya sendiri. Tujuan kegiatan ini agar siswa mempunyai gambaran umum tentang bacaan yang akan dibaca, siswa juga dapat mempersiapkan cara mengucapkan kata-kata tertentu atau menentukan pemenggalan kalimat.

2) Siswa diberi kesempatan menanyakan kata-kata yang dianggap baru atau sulit, yang belum diketahui maknanya supaya siswa terbantu dalam menghayati maksud bacaan.

3) Siswa dipersilakan untuk menceritakan kembali teks bacaan yang telah dibaca.d. Penerapan Menceritakan Ulang (story telling)Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, kemampuan komunikasi diperoleh melalui praktik-praktik berkomunikasi, jadi tidak harus berdasarkan teoritis atau kemampuan kognitif.

Banyak cara untuk mendapatkan pengalaman dan belajar komunikasi, yang bisa diterapkan di sekolah maupun luar sekolah, kelas maupun luar kelas. Salah satu lahan yang bisa digunakan untuk memacu kemampuan komunikasi melalui pembelajaran adalah story telling.

Brown (2005:33) mengemukakan proses penerapan story telling sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan metode story telling di depan kelas. Materi story telling bergantung pada tujuannya.

2) Siswa diminta untuk memberikan pendapat (kesan) terhadap penjelasan tersebut. Siswa diperkenankan memilih cara, pendapat, antara lain secara langsung-verbal dan secara langsung-non verba. Secara langsung verba.

3) Siswa berpendapat di depan teman-temannya secara langsung-non verba, siswa menuliskan pendapatnya pada secarik kertas.

4) Guru juga memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan pendapat dengan cara yang lain. Diharapkan, cara ini adalah salah satu upaya yang dapat menjembatani cara siswa untuk berpendapat. Sehingga mereka mempunyai banyak cara untuk berkomunikasi dengan orang lain.

5) Guru memperkenankan siswa untuk menceritakan kembali apa yang telah dijelaskan.

6) Siswa membuat portofolio atau refleksi terhadap materi yang telah diperoleh,

7) Diharapkan siswa mampu mengungkapkan semua pendapatnya (secara kognisi maupun afeksi). Dalam hal ini, siswa belajar mengomunikasikan suatu topik menurut sudut pandang mereka.2. Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya Tarigan (1981:15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sejalan dengan Tarigan , Anton M. Moeliono dkk.(1988:114) mengatakan bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan perkataan. Demikian juga Djago Tarigan (1998:34) mengatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.

Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak ( Mulgrave dalam Tarigan 1981:15).

Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikan dengan baik dan benar, dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lamuru Kabupaten Bone. Hal ini perlu karena tidak menutup kemungkinan suatu ketika siswa menghadapi suatu permasalahan yang harus dilalui dengan ucapan. Dalam hal ini, peran berbicara sangat dominan. Salah satu teknik berbicara yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa, khususnya dalam forum diskusi adalah metode menceritakan ulang.Metode menceritakan ulang, siswa mempelajari terlebih dahulu topik. Dengan demikian, pengetahuan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik, sehingga kemampuan berbicara siswa kelas dapat ditingkatkan.

Martinis (2002: 33) mengemukakan kekurangan-kekurangan kemampuan siswa dalam berbicara dalam memerankan tokoh cerita meliputi semua aspek yaitu: pelafalan, intonasi, kejelasan, kelancaran dan kretivitas berbicara hanya yang menonjol ada pada aspek intonasi dan kreativitas berbicara siswa.

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui perencanaan berupa pemilihan bahan ajar yang baru dikenal dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa, kemudian disusun sebuah skenario pembelajaran berdasarkan tuntutan kurikulum.

Jalaluddin (1996: 35) mengemukakan bahwa berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan perlu dilakukan proses kegiatan belajar mengajar secara efektif. Kemudian dilakukan penilaian kinerja terhadap siswa yang melakukan dramatisasi isi cerita dengan menggungkapkan rubrik penilaian. Saat pelaksanaan pembelajaran terdapat beberapa faktor penghambat antara lain: (a) guru kurang maksimal mengarahkan dan membimbing siswa melakukan dramatisasi isi cerita, (b) siswa kurang tertib dalam melakukan dramatisasi, dan (c) ada bahan bacaan yang berbentuk cerita kurang jelas, sehingga menghambat proses membaca siswa. b. Faktor-Faktor Keberhasilan BerbicaraKeefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicara formal, faktor kebahasaan nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara.1) Faktor KebahasaanFaktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai berikut:(a) Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyiPembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.(b) Penempatan Tekanan, Nada, sendi, dan durasi yang sesuaiPenempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.(c) Pemilihan kata dan ungkapan yang baik, Konkret, dan bervariasiKata dan ungkapan yang kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi, sehingga mudah dipahami para pendengar. Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata popular. Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurang jelasan pembicaraan.(d) Ketepatan Sasaran

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.

(e) KelancaranSeorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Seringkali kita mendengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi eee, ooo, aaa, dan sebagainya, sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga menyulitkan pendengar menangkap pokokpembicaraan.

2) Faktor NonkebahasaanFaktor-faktor nonkebahasaan mencakup (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku , (2) pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) penalaran dan relevansi, dan (8) penguasaan topik.c. Evaluasi Pembelajaran Berbicara

Berbicara merupakan suatu kemampuan kompleks yang melibatkan beberapa faktor, yaitu: kesiapan belajar, kesiapan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dapat dikuasai dengan baik, akan terjadi hambatan dan mutu berbicara akan menurun (Hastuti, dkk.. 1985). Semakin tinggi kemampuan seseorang menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasaan berbicaranya. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan seseorang untuk menguasai kelima unsur itu, semakin rendah pula penguasaan berbicaranya. Akan tetapi, sangat sulit bagi kita untuk menilai faktor-faktor itu karena sulit diukur.

Kerangka Pikir

Salah satu metode yang sering digunakan oleh guru dalam melakukan proses belajar mengajar adalah melatih keterampilan siswa untuk berargumentasi/berbicara di dalam kelas dengan cara guru bertanya kepada siswa atau siswa bertanya kepada guru, atau sering diistilahkan dengan menceritakan ulang.

Metode menceritakan ulang merupakan suatu kegiatan yang mengharapkan siswa untuk dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya, terutama keterampilan berbicara. Hal-hal yang menjadi topik dalam penelitian ini adalah faktor kebahasaan, meliputi: (1) penggunaan nada/irama, (2) diksi, (3) struktur kalimat; dan faktor nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian dan semangat, (2) kelancaran, (3) penalaran, dan (4) penguasaan topik . Selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kemampuan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Untuk mengungkapkan upaya meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan menerapkan metode menceritakan ulang (story telling) siswa kelas VIII SLTP Negeri I Kecematan Lamuru Kabupaten Bone, maka dalam penelitian ini didesain dengan pendekatan kualitatif. Pelaksanaannya dengan melalui penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Gambar di bawah ini akan memperjelas bagaimana penelitian ini akan dilaksanakan.

Kerangka Pikir

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penggunaan pendekatan yang digunakan untuk memeroleh data dari siswa berupa data hasil observasi aktifitas, hasil wawancara serta kegiatan guru atau peneliti selama proses pembelajaran.

2. Jenis Peneliti

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang rencana akan dilaksanakan dalam dua siklus. Jenis penelitian tindakan kelas ini dipilih dengan tujuan agar mampu menawarkan cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil belajar (Umar, 2005:3). Selain itu penelitian tindakan kelas ini dianggap mudah karena hanya melalui empat tahap yaitu perencanaan, aksi/tindakan, observasi, dan refleksi.

B. Desain dan Tahap Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Fokus penelitian ini dilaksanakan di dalam kelas. Desain penelitian tindakan kelas dipilih karena masalah yang akan dipecahkan berasal dari praktik pembelajaran berbicara bahasa Indonesia dengan menerapkan metode menceritakan ulang siswa kelas VIII SMP Negeri Lamuru Kabupaten Bone.

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdiri atas empat tahap. Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Langkah-langkah penelitian ini berdasarkan pada menggunakan siklus. Adapun alur penelitian ini, adalah sebagai berikut:

Siklus pertama

1. Perencanaan

a. Membuat skenario pembelajaran

b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran

c. Membuat lembar kerja siswad. Membuat lembar observasi untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu berlangsungnya kegiatan pembelajaran, baik siswa maupun guru.

e. Membuat alat evaluasi

f. Membuat kelompok belajar berdasarkan hasil evaluasi tes awal. 2. Tindakan/aksi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai scenario pembelajaran yang telah dibuat. Kegiatan itu sebagai berikut:

a. Sebelum pelaksanaan tindakan peneliti memberikan teks awal kepada siswa, untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki siswa, serta dijadikan dasar dalam melakukan eksperimen.

b. Pada awal tatap muka peneliti menyampaikan materi yang sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat yaitu teks bacaan.

c. Peneliti atau guru menjelaskan materi pelajaran setelah itu siswa diminta untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami.

d. Peneliti kemudian membagikan lembar kerja siswa (LKS) untuk dikerjakan secara berkelompok.

e. Peneliti melakukan pemantauan selama kegiatan pembelajaran berlangsung berdasarkan pedoman observasi.

f. Meminta siswa untuk menceritakan ulang teks bacaan yang telah dibaca.

g. Memberikan tugas rumah yaitu membuat soal sendiri dan dijawab sendiri.

h. Pada akhir siklus dilakukan pengukuran kemampuan. 3. Observasi

a. Peneliti memperhatikan keseluruhan siswa untuk mengetahui siapa yang hadir dan siapa yakni tidak hadir.

b. Pemantauan keaktifan siswa pada saat pembelajaran berlangsung berdasarkan format yang telah disiapkan.]

4. Refleksi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisa data yang diperoleh pada tahap observasi. Berdasarkan analisis data dilakukan refleksi guna melihat kekurangan dan kelebihan yang terjadi pada saat pembelajaran. Kekurangan dan kelebihan ini dijadikan untuk merencanakan siklus berikutnya.

Masalah yang ditemukan pada tahap perencanaan yaitu dalam membaca teks bacaan, siswa kelihatan ada yang serius memahami bacaan dan ada yang tidak. Pada tahap aksi, masalah yang ditemukan adalah belum seluruhnya siswa aktif dalam membaca bacaan yang telah ditentukan.

Masalah yang ditemukan pada tahap observasi adalah belum sepenuhnya siswa siap mengikuti KBM dengan pembelajaran metode menceritakan ulang (story telling). Tahapan siklus II

Berdasarkan hasil refleksi tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama, dilakukan perbaikan pelaksanaan pembelajaran pada siklus ke-II . pelaksanaan tindakan pada siklus ke-II disesuaikan dengan perubahan yang ingin dicapai. Hasil yang dicapai pada siklus ini dikumpulkan serta dianalisis untuk menetapkan suatu kesimpulan

Jadi pelaksanaan siklus ke-II dilakukan setelah pelaksanaan siklus pertama. Setelah siklus pertama dilakukan evaluasi untuk memperbaiki kekurangan yang dilaksanakan pada siklus pertama sehingga pelaksanaan siklus ke-II lebih baik dari siklus pertama. Pelaksanaan siklus ke-II halnya dengan siklus pertama dari tahap perencanaan, aksi, evaluasi, dan refleksi.

C. Definisi Operasional

Penekanan utama dalam penelitian ini adalah peningkatan pembelajaran berbicara. Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran atau kekeliruan dalam memahami penelitian, maka istilah dalam penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional yang dijabarkan sebagai berikut:

Pembelajaran berbicara adalah proses, cara, dan perbuatan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat, pikiran, dan perasaan secara lisan dengan memperhatikan ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, intonasi, diksi, dan sasaran pembicaraan.

Menceritakan ulang (storytelling) merupakan salah satu metode yang diterapkan guru untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Adapun indikator untuk metode menceritakan ulang (storytelling) yaitu: (a) membaca bacaan yang disajikan dengan caranya sendiri, (b) mempunyai gambaran umum tentang bacaan yang akan dibacakan, (c) cara mengucapkan kata-kata tertentu atau menentukan pemenggalan kalimat, (d) menanyakan kata-kata yang dianggap baru atau sulit, (e) menceritakan ulang bacaan yang telah dibaca, (f) senang belajar. D. Data dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa hasil pengamatan berdasarkan temuan-temuan di lapangan, hasil observasi pelaksanaan, catatan lapangan dan dokumentasi berupa pencatatan terhadap tindakan pembelajaran.

Sumber data penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VIII SMP Neg. 1 Lamuru Kabupaten Bone dengan jumlah siswa 35 orang dan disesuaikan dengan permasalahan penelitian yaitu peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan pendekatan menceritakan ulang yang diklasifikasikan berdasarkan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan instrumen utama dan instrumen penunjang. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen, 1982:30). Lebih lanjut dinyatakan bahwa peneliti harus berfungsi sebagai instrumen utama dilengkapi dengan pedoman pengamatan dan catatan lapangan. Hal ini berarti, peneliti berfungsi instrumen utama karena merupakan orang yang paling mengetahui seluruh data dan cara menyikapinya.

Instrumen penunjang penelitian ini adalah (1) pedoman observasi, yang digunakan untuk mengamati latar belakang kelas dan suasana berlangsungnya proses pembelajaran, (2) pedoman wawancara, digunakan untuk memeroleh informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran berbicara. Wawancara dilakukan terhadap siswa dan guru. Hasil wawancara dijadikan bahan refleksi untuk melakukan perbaikan pada tindakan siklus berikutnya, (3) dokumentasi berupa RPP dan rekaman siswa. F. Fokus Penelitian

Input dari penelitian ini adalah siswa, maka peneliti akan meneliti peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui metode menceritakan ulang (storytelling)

Adapun fokus penelitian ini adalah:

1. Penerapan metode menceritakan ulang (storytelling)Menceritakan ulang (storytelling) merupakan salah satu metode yang diterapkan guru untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Adapun indikator untuk metode menceritakan ulang (storytelling) yaitu: (a) membaca bacaan yang disajikan dengan caranya sendiri, (b) mempunyai gambaran umum tentang bacaan yang akan dibacakan, (c) cara mengucapkan kata-kata tertentu atau menentukan pemenggalan kalimat, (d) menanyakan kata-kata yang dianggap baru atau sulit, (e) menceritakan ulang bacaan yang telah dibaca , (f) senang belajar.

Sedangkan indikator metode menceritakan ulang (storytelling) untuk guru adalah: (a) memantau kegiatan membaca siswa. (b) memberi umpan balik, (c) mengajukan pertanyaan tentang bacaan, (d) mengembangkan kegiatan bervariasi, (e) siswa menceritakan ulang bacaan yang telah dibaca, (f) menumbuhkan motivasi belajar.

2. Hasil belajar siswaHasil belajar siswa adalah ukuran berhasil tidaknya seseorang setelah mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Indikator hasil belajar siswa adalah setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode menceritakan ulang (storytelling) dapat meningkatkan keterampialn berbicara siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abimayu, Soli. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Ahmadi. 1986. Psikologi Belajar. Cetakan I. Rineka Cipta: Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineika Cipta.

Arsjad, Maidar. 1980. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Diskusi Kelompok. IKIP Jakarta: Proyek Peningkatan/pengembangan Perguruan TinggiBanaszewski, T. 2002. Story Telling Finds its Place in the Classroom Informasion today.

Depdiknas. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bahan Ajar Pembekalan Guru Bantu.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Halliday.1975. Pengajaran dan Pengujian Bahasa: Persfektif untuk Perguruan. Kuala Lumpur: Nurin Enterprise. Haryadi dan Zamzani. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.Tarigan, Henry Guntur,. 2008. Berbicara: sebagai suatu Pendekatan Berbahasa .Bandung: Angkasa. Martinis. 2002. Learning Throungh Reflection: Experimenting with Digital Storytelling, Sixth Conference Of The CLTR, Research, Development and Innovation to Enhance Learning and Teaching: the First Year Univesity Experience, Edge Hill, 10th May 2007.

Mulyana. Permana, Johan. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud. Ditjen Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Ningsih. Amri. 2005. Peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan menerapkan teknik debat topic siswa kelas X SMK Muhammadiyah 3 Makassar. Skripsi. Makassar: FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar.

Sudjana.2005. Pengantar Statistik. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sudjono, Anas. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tarigan. 1990. Teknik Pengajaran Berbahasa. Bandung: Angkasa

Kaji tindak

Menyimak

Faktor nonkebahasaan

Keberanian dan semangat

Kelancaran

Penalaran

Penguasaan bahan

Faktor Kebahasaan

Penggunaan nada/irama

Pilihan kata

Struktur kalimat

Temuan

Analisis

Menceritakan ulang

(story telling)

Berbicara

Membaca

Menulis

KTSP

Pengajaran Bahasa Indonesia