metode penelitian 3.1 lokasi dan waktu...

14
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bitung salah satu basis nelayan yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik yang dikelola oleh WCPFC. Penelitian dilaksanakan pada sepanjang tahun 2012 meliputi tahap persiapan, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan disertasi serta konsultasi. 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto, et. al. (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas. Data yang digunakan, yaitu: 1) Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai karakteristik nelayan purse seine yang melakukan penangkapan baby tuna di Bitung. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview). 2) Data Sekunder. Data sekunder diperoleh publikasi Komisi WCPFC dan instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bitung, dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Data sekunder yang digunakan berupa Laporan Tahunan dan Basis Data Komisi WCPFC, Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan data penunjang lainnya, laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Laporan

Upload: buiduong

Post on 08-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

39

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota

Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bitung

salah satu basis nelayan yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI Laut

Sulawesi dan Samudera Pasifik yang dikelola oleh WCPFC. Penelitian

dilaksanakan pada sepanjang tahun 2012 meliputi tahap persiapan, pengambilan

data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan disertasi serta konsultasi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian

survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto,

et. al. (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode

penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila

data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah

jelas. Data yang digunakan, yaitu:

1) Data Primer.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai

karakteristik nelayan purse seine yang melakukan penangkapan baby tuna di

Bitung. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek

penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview).

2) Data Sekunder.

Data sekunder diperoleh publikasi Komisi WCPFC dan instansi terkait,

seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan

Samudera (PPS) Bitung, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan Bitung, dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Data sekunder

yang digunakan berupa Laporan Tahunan dan Basis Data Komisi WCPFC,

Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan data penunjang

lainnya, laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Laporan

40

Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung dan Laporanan Tahunan Satuan

Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan metode triangulasi, yaitu penggunaan berbagai metode yang saling

melengkapi (Mulyana, 2001). Menurut Sitorus (1998) triangulasi dapat diartikan

sebagai "kombinasi sumber data" yang memadukan sedikitnya tiga metode,

seperti pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. Pengamatan dilakukan

secara langsung di lapangan, sedangkan wawancara yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah wawancara mendalam (Mulyana, 2001). Wawancara

mendalam atau wawancara tak berstruktur adalah metode yang selaras dengan

perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkinkan pihak

yang diwawancara untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya,

untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang

diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Sementara analisis dokumen

dilakukan dengan cara mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan

teori organisasi pengelolaan perikanan regional yang berkaitan dengan dasar

hukum serta dampak yang ditimbulkan dari suatu ratifikasi. Kelebihan metode

triangulasi ini adalah saling menutupi kelemahan antara satu metode dengan

metode lainnya, sehingga hasil yang diharapkan dari realitas sosial masyarakat

menjadi lebih valid.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap

purse seine yang mendaratkan ikan di PPS Bitung. Pemilihan responden nelayan

purse seine didasarkan pada penangkapan baby tuna dilakukan menggunakan alat

tangkap purse seine. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode sensus

terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

WCPFC dan melakukan pendaratan ikan di PPS Bitung. Berdasarkan data yang

diperoleh dari PPS Bitung, armada tangkap purse seine yang melakukan

penangkapan ikan di WCPFC dan mendaratkan ikan di PPS Bitung sebanyak 15

unit. Teknik sensus digunakan karena jumlah populasi yang menjadi responden

dapat dijangkau untuk dilakukan wawancara.

41

3.4 Metode Analisis Data

Ada tiga analisis pokok yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu

analisis hukum, analisis AWOT dan analisis willingness to accept (WTA).

Masing-masing metode analisis dijabarkan sebagai berikut.

3.4.1 Analisis Peraturan Perundang-Undangan

Analisis peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah analisis

yuridis normatif dan analisis yuridis komparatif. Pendekatan analisis yuridis

normatif dilakukan untuk mengetahui atau mengenal pengaturan hukum

internasional dan hukum nasional dalam mengatur pengelolaan perikanan yang

beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas, seperti UNCLOS 1982, FAO

Compliance Agreement 1993, UNFSA 1995, dan sumber hukum lain seperti Code

of Conduct for Responsible Fisheries 1995 dan IPOA on IUU Fishing 2001, serta

peraturan perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan pengelolaan

perikanan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan

United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996

tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan sebagaimana telah diubah melalui Undang-undang Nomor 45 Tahun

2009 serta beberapa peraturan pelaksananya seperti peraturan pemerintah dan

keputusan/peraturan menteri. Pengaturan yang terkait dengan pengelolaan

perikanan regional dapat dilihat pada Tabel 5.

Sementara pendekatan analisis yuridis komparatif digunakan untuk

melakukan perbandingan antara ketentuan-ketentuan hukum internasional dan

peraturan perundang-undangan nasional untuk melihat persamaan dan perbedaan

dalam pengaturan pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh

di laut lepas.

42

Tabel 5 Pengaturan yang Terkait dengan Pengelolaan Perikanan Regional

No Peraturan Keterangan

Hukum dan Ketentuan Internasional

1. 1 United Nations

Convention on the Law

of the Sea 1982

Membahas masalah pengelolaan perikanan di ZEE dan Laut

Lepas

2. Agreement to Promote

Compliance with

International

Conservation and

Management Measures

by Fishing Vessels on the

High Seas, 1993.

Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan

maksud untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan

terhadap ketentuan-ketentuan konservasi sumber-sumber

perikanan di laut lepas.

3. United Nations

Implementing

Agreement/UNIA) 1995

Membahas masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis

ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya

jauh.

4. Tata Laksana Perikanan

Yang Bertanggung

Jawab (Code of Conduct

for Responsible

Fisheries) 1995

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995.

5. International Plan of

Action on IUU Fishing

2001

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam CCRF 1995,

khususnya terkait pemberantasan IUU Fishing.

Konvensi dan WCPFC

6. Konvensi WCPFC Mengatur keanggotaan , meliputi hak dan kewajiban negara

anggota, Negara bendera kapal, dan Contracting Non-Member

7. C Conservation and

Management Measures

Mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan yang tertuang

dalam Konvensi WCPFC

8. Resolusi Aturan teknis yang ditetapkan oleh WCPFC

Undang-Undang Peraturan Nasional

9. UU No. 31 Tahun 2004

tentang Perikanan

sebagaimana diubah

dengan UU No. 45

Tahun 2009

mengamanatkan Pemerintah ikut serta secara aktif dalam

keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan

internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan

perikanan regional dan internasional

10. UU No. 17 tahun 2008

tentang Pelayaran

Mengatur kapal dan persyaratan pelayaran

11. UU No. 21 Tahun 2009 Mengesahkan Agreement for the Implementation of the

Provisions of the United Nations Convention on the Law of

the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation

and Management of Straddling Fish Stocks and Highly

Migratory Fish Stocks

12. PP No. 51 Tahun 2002

tentang Perkapalan

Mengatur Negara bendera kapal dan persyaratan pelayaran

kapal

13. PP No. 30 Tahun 2008

tentang

Penyelenggaraan

Penelitian Dan

Pengembangan

Perikanan

Mengatur kegiatan penelitian perikanan di wilayah hukum

Indonesia

14. PP No. 61 Tahun 2009

tentang Kepelabuhan

Mengatur kegiatan di pelabuhan dalam rangka pelaksanaan

fungsi pemerintahan dan pengusahaan

43

No Peraturan Keterangan

15. Permen KP No.

Per.05/Men/2007

tentang Penyelenggaraan

Sistem Pemantauan

Kapal Perikanan

Mengamanatkan kewajiban penggunaan transmitter atau

Vessel Monitoring System (VMS)

16. Permen KP No.

Per.01/Men/2009

tentang Wilayah

Pengelolan Perikanan

Republik Indonesia

Mengatur pembagian wilayah pengelolaan perikanan RI

menjadi 11 bagian

17. Permen KP No.

Per.18/Men/2010

tentang Logbook

Penangkapan Ikan

Mengatur kewajiban pelaksanaan logbook penangkapan ikan

dalam, setiap kegiatan pemanfaatan perikanan

18. Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan

No Per.02/Men/2011

tentang Jalur

Penangkapan Ikan dan

Penempatan Alat

Penangkapan Ikan dan

Alat Bantu Penangkapan

Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan

Negara Republik

Indonesia sebagaimana

diubah dengan Permen

KP No. Per.05/Men/2012

Mengatur penggunaan alat tangkap dan alat bantu

penangkapan ikan berdasarkan ukuran GT dan wilayah

pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia

19. Kepmen KP No.

Kep.45/Men/2011

tentang Estimasi Potensi

Sumber Daya Ikan di

Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara

Republik Indonesia

Menetapkan estimasi potensi perikanan dan status perikanan

Indonesia

20. Permen KP No.

Per.08/Men/2012 tentang

Kepelabuhanan

Perikanan

Mengatur kegiatan pelabuhan perikanan, khususnya dalam

pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam menekan praktik-

praktik IUU Fishing

21. Permen KP No.

Per.12/Men/2012 tentang

Usaha Perikanan

Tangkap di Laut Lepas

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

kapal perikanan berbendera Indonesia di laut lepas

22. Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan

No. Per.30/Men2012

tentang Usaha Perikanan

Tangkap di Wilayah

Pengelolaan Perikanan

Negara Republik

Indonesia

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

kapal perikanan berbendera Indonesia di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia

44

3.4.2 Willingness to Accept (WTA)

Setelah survey dilaksanakan, tahap berikut adalahnya menghitung nilai

rataan dari WTA untuk setiap responden. Perhitungan ini didasarkan pada nilai

mean rataan. Nilai rataan dapat diperoleh dari hasil perhitungan yang mengacu

pada FAO (2000) yang diacu oleh Adrianto (2006), yaitu:

Analisis berikutnya adalah pendugaan kurva penawaran akan dilakukan

menggunakan persamaan berikut ini:

WTA : f (Umur, Pendidikan, Pendapatan, Lingkungan, Pengetahuan,

Kepentingan, Persetujuan, Pemanfaatan, Aturan, Perdagangan,

Dampak) Keterangan:

WTA : Nilai WTA Responden

Umur : Umur responden (tahun)

Pendidikan : Tingkat pendidikan (sekolah)

Pendapatan : Tingkat pendapatan (Rp/Bulan)

Lingkungan : Pengetahuan terhadap kondisi perikanan dan ekosistemnya

Pengetahuan : Tingkat pengetahuan terhadap hokum

Kepentingan : Tingkat kepentingan terhadap sumberdaya ikan

Persetujuan : Persepsi persetujuan terhadap ratifikasi Konvensi WCPFC

Pemanfaatan : Tingkat pemanfaatan terhadap baby tuna di wilayah WCPFC

Aturan : Tingkat pengetahuan terhadap aturan pemanfaatan Konvensi WCPFC

Perdagangan : Tingkat pengetahuan responden terhadap aturan perdagangan

Dampak : Persepsi responden terhadap perkembangan aturan yang mengakibatkan

larangan perdagangan

3.4.3 Analisis AWOT

Analisis kebijakan yang digunakan dalam penelitian adalah AHP dan

SWOT, kedua analisis tersebut akan diuraikan dibawah ini.

3.4.3.1 Analisis SWOT

Analisa SWOT adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan

untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan

(Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin

terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau

institusi/lembaga dalam skala yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut

diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan

internal maupun eskternal yang memengaruhi pola strategi institusi/lembaga

dalam mencapai tujuan.

45

Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama

yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi

membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang

memengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan

didapatkan karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral,

kelemahan utama dan kelemahan tambahan berdasarkan analisa lingkungan

internal dan eksternal yang dilakukan. Dari analisa tersebut potensi dari suatu

institusi untuk bisa maju dan berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana institusi

memanfaatkan pengaruh dari luar sebagai kekuatan tambahan serta pengaruh

lokal dari dalam yang bisa lebih dimaksimalkan.

Terdapat beberapa metodologi dalam penyusunan SWOT. Johnson dan

Scholes menjelaskan bahwa dalam penyusunan SWOT terdapat empat langkah

utama yang harus dilakukan, yaitu

1) Mengidentifikasi existing strategy yang telah ada dalam institusi sebelumnya.

Strategi ini bisa jadi bukan merupakan strategi yang disusun berdasarkan

kebutuhan institusi menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang

ada melainkan merupakan strategi turunan yang telah ada sejak lama dipegang

institusi.

2) Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi institusi dan

masih mungkin terjadi di masa mendatang.

3) Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahan

lingkungan yang ada.

4) Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian

apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan

di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi

kekuatan/peluang, dan sudah tidak sesuai merupakan kelemahan.

Penentuan kebijakan alternatif dianalisis menggunakan SWOT. Tahap

pertama dalam analisis ini adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan

kelemahan) dan eksternal (ancaman dan peluang) yang memengaruhi

pengembangan perikanan tangkap. Faktor-faktor yang akan diisi pada tabel

46

internal dan eksternal didasarkan pada kondisi sebenarnya yang diupayakan

sekuantitatif mungkin (Tabel 6).

Tabel 6 Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal Faktor Eksternal

Kekuatan

............

............

Ancaman

............

............

Kelemahan

............

............

Peluang

.............

.............

Sumber : Rangkuti (2005)

Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan

eksternal (EFAS). Pembuatan matriks dilakukan sebagai berikut ( Rangkuti 2005):

1) Pada kolom satu diisi dengan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan

kelemahan (matriks internal) serta peluang dan ancaman (matriks eksternal);

2) Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom dua, dimulai dari 0,0 ( t

tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) bobot ditentukan berdasarkan

penilaian antara faktor horizontal dan vertikal beri nilai satu apabila faktor

vertikal lebih besar pengaruhnya dari faktor horizontal, beri nilai dua apabila

faktor horizontal dan vertikal memberikan pengaruh yang seimbang dan beri

nilai tiga bila faktor horizontal memberikan pengaruh lebih besar dari faktor

vertikal;

3) Pada kolom tiga diisi rating dari masing-masing faktor, dimulai dari empat

(pengaruhnya sangat besar) sampai satu (pengaruhnya sangat kecil). Untuk

ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan

sangat besar, maka diberi nilai satu sedangkan apabila ancaman dan

kelemahannya sangat kecil maka nilainya empat ;

4) Pada kolom empat diisi perkalian antara bobot dengan rating;

5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom empat.

47

Nilai total tersebut menunjukkan bagaimana reaksi suatu organisasi atau

instansi terhadap faktor internal dan eksternal. Perhitungan nilai dimulai dari satu

hingga empat. Kriteria nilai adalah sebagai berikut:

1) Penentuan kebijakan yang akan diambil sangat sulit dilakukan karena faktor

internal dan eksternal sangat tidak mendukung;

2) Penentuan kebijakan sulit dilakukakan karena masih banyak faktor yang

belum mendukung dalam penentuan kebijakan;

3) Penentuan kebijakan lebih mudah dilakukan karena banyaknya faktor

pendukung dalam penentuan kebijakan meskipun masih ada beberapa faktor

yang kurang mendukung;

4) Penentuan kebijakan sangat baik untuk dilakukan karena faktor internal dan

eksternal sangat mendukung dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan kebijakan yang akan diambil.

Tabel 7 Faktor Strategi Internal (IFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Kekuatan (hal 30,point 2

IFAS)

(hal 31, point

3 IFAS)

(perkalian antara

bobot dengan rating)

.............

.............

2. Kelemahan

.............

.............

Sumber: Rangkuti (2005)

Tabel 8 Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Peluang (misal: 0,1) (misal: 4) (misal: 0,1x4 =

0,4)

.............

.............

2. Ancaman

.............

.............

Sumber : Rangkuti (2005)

48

Faktor-faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai

terbobot dapat berkisar antara 1,0 yang terendah hingga 4,0 yang tertinggi dan 2,5

sebagai rata-rata. Total nilai terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri

organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5

menunjukkan posisi organisasi kuat secara internal. Tahap ketiga adalah analisis

data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT.

Tabel 9 Tabel SWOT

IFAS

EFAS

Strengths (S)

..................

.................

Weaknesses (W)

..................

...................

Oportunities (O)

...............

..............

Strategi SO

(Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang)

Strategi WO

(Srategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang)

Threats (T)

.................

.................

Strategi ST

(Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi

ancaman)

Strategi WT

(Strategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

menghindari ancaman)

Sumber: Rangkuti (2005)

Strategi-strategi yang dihasilkan merupakan suatu langkah yang dapat

dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan

terbaik yang dapat dilaksanakan. Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada

dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X

adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang

diberi bobot. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai

dampak strategi yang berbeda, yaitu :

1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan

membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar,

pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif

(integrasi kedepan, integrasi kebelakang dan integrasi horizontal).

49

Sumber : David (2003)

Gambar 6 Matriks internal-eksternal (IE)

2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahankan

dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dan

pengembangan produk.

3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak

menguntungkan. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif (divestasi

dan likuidasi).

3.4.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam rangka menyusun strategi kebijakan Indonesia di WCPFC,

berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempunyai nilai pengaruh penting,

serta mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, perlu dilakukan

analisis AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan Analytical

Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA).

AHP merupakan teknik pengambilan keputusan yang pertama kali

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang professor di Whartson School of

Business pada tahun 1970–an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap

secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan

tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu kala preferensi

I

IV

VII

II

V

VIII

III

VI

IX

Kuat

3.0-4.0

Rata-rata

2.0-2.99 Lemah

1.0-1.99

Tinggi

3.0-4.0

Sedang

2.0-2.99

Rendah

1.0-1.99

Tota

l nil

ai E

FE

yan

g d

iber

i bobot

Total nilai IFE yang diberi bobot

50

diantara berbagai alternatif. AHP banyak digunakan pada keputusan untuk

banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari

strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik.

AHP merupakan proses pengambilan keputusan dengan pendekatan

sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP terdapat beberapa prinsip dasar

yang harus dipahami antara lain:

a. Dekomposisi, setelah permasalahan atau persoalan didefinisikan, maka perlu

dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-

unsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang hasil yang akurat, maka dilakukan

pemecahan terhadap unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi,

sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif

diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan

tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA karena akan

berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk

matriks pairwise comparison.

c. Synthesis of Priorrity, yaitu melakukan sintesis prioritas atau mencari nilai

eigenvektor-nya dari setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan

prioritas lokal. Matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh

karena itu untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis

diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, yaitu (1) obyek-obyak

yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan

relevansinya. (2) tingkat hubungan antara obyek-obyek didasarkan pada

kriteria tertentu.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip di atas, beberapa keuntungan

menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut: (Saaty, 1993)

a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk

beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan komplek.

51

c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan penilaian linier.

d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk

mendapatkan prioritas.

f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif.

h. AHP mempertimbangkan prioritas raltif dari berbagai faktor sistem dan

memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan

mereka.

i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis hasil yang representatif

dari penilaian yang berbeda-beda.

j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Tahapan analisis dalam penentuan prioritas strataegi kebijakan dengan

metode AWOT sebagai berikut :

a. Penyusunan model strategi kebijakan di WCPFC secara terintegrasi.

Penyusunan model strategi kebijakan geopolitik ditujukan untuk

menyederhanakan kompleksitas permasalahan pengelolaan perikanan di laut

lepas yang dihadapi sehingga dapat dianalisis secara sistematis. Model ini

disusun dengan cara membuat struktur hierarki permasalahan yang terdiri

dari lima tingkatan seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dalam hal ini, model

strategi kebijakan geopolitik disusun berdasarkan hasil analisis SWOT dan

pertimbangan dari pakar yang kompeten.

b. Penentuan tingkat kepentingan relatif antar elemen model. Tingkat

kepentingan relatif dari elemen-elemen model kebijakan ditentukan melalui

52

perbandingan berpasangan (painwise comparison). Pada masing-masing

tingkatan hierarki, responden (pakar terpilih) diminta untuk membandingkan

tingkat kepentingan relatif antara satu elemen terhadap elemen lainnya.

c. Penentuan prioritas dari alternatif-alternatif program. Untuk menentukan

prioritas dari alternatif-alternatif program, bobot kepentingan dari masing-

masing elemen model pada setiap tingkatan hierarki digabungkan dengan

cara penjumlahan terboboti (weighted summation). Dalam penelitian ini,

proses tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ExpertChoice.

Hasil akhir yang diperoleh adalah bobot kepentingan yang menunjukkan

prioritas dari alternatif-alternatif program yang dianalisis.

Gambar 7 Struktur Hirarki dengan Metode Analisis AWOT