metode harada mori

12
Metode Harada Mori Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik. Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup. Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak. Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur. Metode Harada Mori

Upload: iketut-widiarta

Post on 21-Oct-2015

203 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Metode Harada Mori

Metode Harada Mori

Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing

Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan

Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini

memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas

saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam

air yang terdapat pada ujung kantong plastik.

Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator

Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva

cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes

Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang

Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7

hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.

Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu

yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.

Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva

infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.

Metode Harada Mori

Alat

1. Kantong plastik ukuran 30x200mm

2. Kertas saring ukuran 3x15cm

3. Lidi bambu

4. Penjepit

5. Mikroskop

Page 2: Metode Harada Mori

Bahan

? Tinja

? Aquades steril

Cara kerja

1. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml.

2. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring sampai mengisi

sepertiga bagiannya tengahnya.

3. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut diatas. Cara memasukkan

kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan

aquades dan tinja jangan sampai terkena aquades.

4. Nama penderita, tangggal penamaan, tempat penderita, dan nama mahasiswa.

Tabung di tutup plastik/dijepret.

5. Simpan selama 3-7 hari.

6. Disentrifuge dan dimbil dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah

mikroskop.

PEMBAHASAN

Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa

dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah

dipulas. Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari

bermacam-macam parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan

membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa

harus dikumpulkan didalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine.

Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari

setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999)

Page 3: Metode Harada Mori

Hasil pemeriksaan tinja yang telah dilakukan dengan metode natif, metode apung,

metode harada mori dan metode kato menunjukkan hasil yang negatif yang artinya

bahwa tidak ditemukan telur ataupun larva dalam tinja yang telah diperiksa. Hasil

negatif pada semua metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:

1. Sampel atau feces diperoleh dari orang yang dehat (tidak terinfeksi cacing

parasit usus)

2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum.

Misalnya pada metode natif pada saat menusuk-menusukkan lidi bambu pada

feces telur yang terdapat pada feces tidak menempel pada lidi. Pada metode

apung, pada saat larutan feces didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi

goyang sehingga telur yang sudah terapung mengendap lagi.

3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit

maupun larvanya.

4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.

5. Pada saat diambil fecesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukkan

telur pada feces.

Pemeriksaan feces pada dasrnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara

kualitatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif,

yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing

metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feces secara kuantitatif

yaitu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.

(Gandahusada,2000)

Telur fertile bentuknya yaitu, telur oval lebar, mempunyai tiga lapis dinding yang

terluar bergerigi, terdapat rongga udara. Telur infertile bentuknya yaitu, telur lebih

besar daripada yang fertile, dengan ovum yang atrofi, tidak terdapat rongga udara.

Metode yang digunakan pada pemeriksaan feces masing-masing memiliki kelebihan

dan kekurangan. Kelebihan masing-masing metode antara lain:

Page 4: Metode Harada Mori

1. Metode natif : Murah, mudah dan cepat.

2. Metode apung : Baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat dan

ringan. Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran.

3. Metode harada mori : Baik sekali untuk melihat infeksi cacing tambang

dimana larvanya jauh lebih besar dari telurnya.

4. Metode kato : Bila digunakkan dalam penelitian lapangan tidak membutuhkan

cover glass, cover glass bisa diganti dengan cellophane tape, lebih murah.

Dengan teknik lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakkan

lebih banyak tinja. Teknik ini disa digunakkan untuk pemeriksaan tinja secara

masal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas

untuk membuat diagnosis.

Kelebihan masing-masing metode yang digunakan antara lain:

1. Metode natif : Sedikitnya feces yang digunakkan untuk infeksi ringan hanya

untuk pemeriksaan infeksi berat.

2. Metode apung : membutuhkan waktu lebih lama, pada waktu pengambilan

telur, telur yang mengapung tidak terambil. Pada waktu menunggu baki atau

tabung reaksi tersenggol sehingga tidak mengapung dan hasilnya negatif.

3. Metode harada mori : Membutuhkan waktu dan alat yang lebih lama.

4. Metode kato : Pada metode kato kuantitatif, karena banyak telur yang dihitung

bisa menyebabkan jumlah telur pada feces hasilnya tidak akurat.

Pemeriksaan dengan metode natif, slide dengan pewarnaan permanen untuk bentuk

tropozoid harus dipersiapkan sebelum pemekatan. Slide dengan pewarnaan tambahan

untuk melihat kista dan ovum dapat dibuat dari hasil pemekatan tersebut. Dalam

banyak keadaan, khususnya dalam membedakkan Entamoeba histolytica dengan jenis

Page 5: Metode Harada Mori

amoeba lainnya, identifikasi sebagai tindakkan sementara. Sediaan apus dengan

pewarnaan permanen memungkinkan penelitian terhadap detail selular.

Teknik Flotasi pada metode apung untuk konsentrasi kista dan telur berdasarkan

perbedaan berat jenis antara larutan kimia tertentu (1120 sampai 1210) dan telur larva

cacing serta kista protozoa (1050 sampai 1150). Terutama yang dipakai adalah

larutan gula, NaCl atau ZnSO4. Telur dan Kista mengapumg dipermukkaan larutan

yang lebih berat, sedangkan tinja tenggelam perlahan-lahan ke dasar. Flotasi lebih

baik dari pada sedimentasi pada pembuatan konsentrasi kista dan telur, kecuali telur

beroperkulum, telur Schistoma dan telur Ascaris yang tidak dibuahi. Flotasi ZnSO4

biasanya sering dipergunakkan dan lebih baik dari flotasi gula, NaCl atau larutan

garam jenuh (Brine).

Cara pengapungan feces dicampur dengan larutan garam denagn berat jenis 1200

gram/cc, sehingga telur cacing dan kista akan mengapung ke permukaan kemudian

diambil sebagai bahan pemeriksaan. Larutan dengan berat jenis 1200 gram/cc ini

telur cacing Necator americanus, Ancylostoma dupdenale, Ascaris lumbricoides,

Trichuris trichiura tidak mengalami kerusakan, tetapi larva dari Schistosoma sp,

Strongyodes sp, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan kista protozoa

menjadi sangat menciut. Sebaliknya, telur Opisthorchis sp dan Clonorchis sinensis

berat jenisnya lebih besar dari 1200 gram/cc sehingga mengendap.

Cara menghitung telur pada pemeriksaan dengan metode kato kuantitatif.

Penyelidikkan mengenai penduduk yang terkena infeksi, diharapkan dapat

menentukkan berat infeksi dengan mendapatkan jumlah telur yang diperkirakan.

Telur yang dikeluarkan setiap harinya berbeda-beda, maka diperlukan perhitungan

atas beberapa bahan, terdapat siklus dalam pembentukan telur, pengaruh dari

kepadatan tinja, makanan, pencernaan yang salah dan faktor-faktor lain yang

diketahui, dan pengeluaran telur tiap cacing mungkin berbeda untuk hospes yang

berbeda. Jumlah telur yang dikeluarkan tiap harinya lebih dapat dipercaya dari pada

jumlah telur dalam tiap gram tinja. Menghitung jumlah telur sebelum pengobatan

dapat menentukan pengobatan yang diperlukan dan menghitung jumlahnya setelah

pengobatan dapatmenentukkan hasilnya. (Brown, 1969)

Page 6: Metode Harada Mori

Empat kriteria untuk infeksi oleh cacing parasit (Darwin Karyadi):

Infeksi sangat ringan : 1-9 (15-149 butir telur)

Infeksi ringan : 10-24 (150-375 butir telur)

Infeksi sedang : 25-49 (375-749 butir telur)

Infeksi berat : > 50 (750 butir telur lebih)

Pemeriksaan kuantitatif Kato yang dilakukan hanya berdasarkan perkiraan yang

ditentukkan praktikan. Perhitungan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu:

Infeksi pada orang dewasa termasuk infeksi ringan dengan 90 telur yang

ditemukkan pada 0,5 gram tinja.

Infeksi pada anak-anak termasuk infeksi ringan dengan 60 butir telur pada 0,5

tinja.

Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan.

Diagnosis yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikkan, segingga

harus dengan bantuan pemeriksaan labolatorium. Bahan yang akan diperiksa

tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang

diperiksa adalah tinja. Identifikasi terhadap kebanyakkan telur cacing dapat dilakukan

dalam bebrapa hari setelah tinja dikeluarkan.

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

1. Pemeriksaan dengan metode natif, metode apung dan metode kato (kualitatif)

adalah mengatui infeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa.

2. Pemeriksaan kuantitatif dengan metode kato bertujuan untuk menentukan

jumlah telur yang terdapat dalam tinja yang diperiksa.

Page 7: Metode Harada Mori

3. Pemeriksaan dengan metode harada mori bertujuan untuk menentukkan dan

mengidentifikasi larva infektif dari cacing tambang dan mengetahui adanya

infeksi cacing parasit usus.

4. Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah negatif yang artinya bahwa tidak

ditemukkan telur dalam tinja yang diperiksa.

B.SARAN

1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit parasit agar masyarakat dapat

terhindar dari zoonosis

1. Membuang faeces pada tempatnya, untuk mencegah terjadinya infeksi cacing

parasit usus.

2. Menghindari makanan, air, tanah yang terkontaminasi oleh tinja yang

mengandung telur atau larva parasit

3. Menjaga kebersihan diri dan tempat tinggal agat terhindar dari infeksi parasit.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. W. 1969. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia, Jakarta.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan

Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Gandahusada,S.W .Pribadi dan D.I. Heryy.2000. Parasitologi Kedokteran.Fakultas

kedokteran UI, Jakarta.

Kadarsan,S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Page 8: Metode Harada Mori

Kurt. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, jakarta

Neva, F.A. and H.W.Brown. 1994. Basic Clinical Parasitology. Appleton and

Lange, New York.

Noble, R.N. 1961. An Illustrated Laboratory Manual of parasitology. Burgess

publishing, Minnesota.

Tierney, L. M., S. J. McPhee, M. A. Papadakis. 2002. Current Medical Diagnosis

and Treatment. Mc Graw Hill Company, New York.