metode dakwah ronggo warsito melalui media wayang kulit ...eprints.unisnu.ac.id/1511/9/skripsi...
TRANSCRIPT
i
METODE DAKWAH RONGGO WARSITO MELALUI MEDIA
WAYANG KULIT SROBYONG, MLONGGO, JEPARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Oleh :
AHMAD ROBIT HIMAMI
131510000003
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
2016/2017
ii
PENGESAHAN
iii
PERSETUJUAN PEBIMBING
TERHADAP PROPOSAL SKRIPSI
Lamp : 1 bandel
Hal : Naskah Proposal Skripsi
Sdr. Ahmad Robit Himami
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirim naskah proposal skripsi saudara :
Nama : Ahmad Robit Himami
NIM/NIRM : 131510000003
Tempat, Tanggal Lahir : Jambu Timur, 08 Juli 1992
Program Studi : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Judul : Efektifitas dakwah Ronggo Warsito
melalui media wayang kulit di Srobyong,
Mlonggo, Jepara.
Dengan ini saya mohon kiranya Proposal Skripsi saudara tersebut dapat
segera diseminarkan.
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamua’alaikum Wr.Wb
Jepara, 19 Desember 2017
Pebimbing I Pebimbing II
Drs. Achmad Slamet, M.S.I Muhammad Nashrul Haqqi, S.Th.I., M.Hum
NIDN. 06270986
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ahmad Robit Himami
NIM : 131510000003
Fakultas : Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Prodi : Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Jika terdapat data yang tidak sesuai, penulis siap menerima sanksi sebagaimana
aturan yang berlaku
Jepara, 20 September 2017
Ahmad Robit Himami
NIM. 131510000003
v
PERSEMBAHAN
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala
karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada :
1. Orang tua saya tercinta Alm. Bapak Asmuin dan Ibu Shofiyatu yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian dan doa yang tak pernah putus.
2. Keluarga saya yang sudah kasi dukungan untuk terus berjuang mengarungi
kehidupan ini.
3. Mantan pacar, yang dahulu pernah mendukung untuk menyelesaikan tugas
akhir.
4. Teman dekat Dzawatul Fahmi, terima kasih atas dukungan semangat dan
perhatiannya selama ini untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Sedulur tuman terima kasih atas dukungan moral dan semangat tidak
henti-hentinya.
6. Sahabat-sahabat organisasi, yang sudah mendukung perjalanan kehidupan
di masa kuliah.
vi
MOTTO
من خر ج فى طلب العلم فهو فى سبيل للا
„‟Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah „‟
(HR.Turmudzi)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, penulis panjatkan atas
segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam, semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya, sahabat-sahabat dan para pengikut-Nya yang telah
membawa dan mengembangkan Islam hingga seperti sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini berkat adanya usaha dan
bantuan baik berupa moral maupun spritual dari berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis tidak
akan lupa untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama
kepada :
1. Bapak Dr. Sa‟dullah Assaidi, M. Ag., selaku Rektor UNISNU Jepara
2. Bapak KH Noor Rohman Fauzan B.Ed, M.A., selaku Dekan Fakultas
Dakwah dan Komunikasi
3. Bapak Drs, Achmad Slamet, M.S.I., selaku wakil Dekan Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, sekaligus pembimbing yang selalu
membimbing dan memberikan arahan dalam proses penyelesaian
Skripsi dari awal hingga akhir
4. Bapak Muhammad Nashrul Haqqi, S.Th. I, M. Hum, selaku dosen
pembimbing yang telah mengarahkan sehingga penulisan skripsi dapat
diselesaikan
5. Bapak Abdullah Wahab, S.Sos.i., M.S.I., selaku kaprodi Fakultas
Dakwah dan Komunikasi
6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) yang telah memberikan
viii
berbagai ilmu pengetahuan, pelayanan dan fasilitas yang terbaik
kepada penulis selama perkuliahan
7. Pembina Mustika Laras (Grup Wayang) Sekaligus dalang, KI Ronggo
Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
8. Yang terkasih seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan sehingga penulisan skripsi lancar
9. Kepada sahabat-sahabatku senasib perjuangan yang memberikan saran
dan motivasi dalam rangka menyelesaikan skripsi
10. Berbagai pihak yang secara tidak langsung membantu dukungan
morilnya dalam penyususnan skripsi ini
Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan hidayah-Nya serta
melipatgandakan balasan yang setimpal atas segala kebaikannya dan
menjadikannya sebagai amal shaleh di sisi-Nya.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis harapkan kritik dan saran dari
pembaca yang budiman dan tak lupa harapan penulis semoga skripsi ini ada
manfaatnya.
Jepara, 09 Agustus 2017
Penulis
Ahmad Robit Himami
NIM. 131510000003
ix
ABSTRAK
Ahmad Robit Himami (NIM: 131510000003). Judul Skripsi “METODE
DAKWAH RONGGO WARSITO MELALUI MEDIA WAYANG KULIT,
SROBYONG, MLONGGO, JEPARA”
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1) untuk mengetahu Biografi
Ki Ronggo Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara. 2) untuk mengetahui
Praktik Ronggo Warsito Dalam Dakwah Budaya. 3) untuk mengetahui Analisis
Metode Dakwah Wayang Kulit Ronggo Warsito. 4) Untuk mengetahui Faktor
Penghambat dan Pendukung Dakwah Ronggo Warsito Desa Srobyong, Mlonggo,
Jepara.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field Research) dan
merupakan penelitian kualitatif. Merupakan jenis kualitatif deskriptif yaitu data
yang dikumpulkan berbentuk kata-kata yang lebih menekankan pada Metodenya
dimana metode dakwah dikatakan berhasil manakala bahasa atau pesan yang
disampaikan oleh komunikator (da‟i) kepada subjek dakwah (mad‟u) ini dapat
dipahami secara menyeluruh dan mudah dipahami.
Dengan mengetahui karakter dan kpribadia mad‟u sebagai penerima
dakwah, maka dakwah melalui media wayang kulit dan di korelasikan dengan
Grup Wayang akan lebih mengena baik materi, pesan, maupun media yang
digunakan tepat sasaran.
Adapun yang menjadi penelitian adalah Ki Ronggo Warsito. Tekhnik
pengumpulan data yang digunakan : wawancara dan menggunakan metode
dokumentasi dan metode analisis data menggunakan metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dakwahnya Ki Ronggo Warsito
tersebut menggunakan wayang kulit dan diiringi Grup Wayang Mustika Laras
sebagai media dakwahnya dikarenakan ingin melestarikan atau nguri-nguri
dakwahnya Walisanga di tanah Jawa.
x
Khususnya Sunan KaliJaga Demak, sekaligus dikomparasikan dengan
media shalawat sesuai dengan mad‟u yang mendengarkan. Dengan ini masyarakat
lebih memaknai wayang kulit sebagai nilai-nilai pesan dan religius dalam
memaknai Islam.
Materi dari dakwah Ki Ronggo Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara
bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadist serta materi ceramah bersifat kondisional,
tergantung dari jenis acara pada pengajian tersebut. Jika acaranya walimatul urusy
beliau akan menerangkan tentang pernikahan dan hal-hal saja yang berkaitan
dengan nikah dan lain-lain.
Kata Kunci : Metode, Dakwah, Ronggo Warsito
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEBIMBING .......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iv
PERSEMBAHAN .................................................................................................. v
MOTTO ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I 1PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Penegasan Istilah .......................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
E. Kajian Pustaka .............................................................................................. 8
F. Metode penelitian ....................................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 14
BAB II LANDASAN TEORITIS ....................................................................... 16
A. Wayang Kulit ............................................................................................. 16
B. Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah ...................................................... 22
1. Subjek Dakwah ....................................................................................... 23
2. Objek Dakwah ........................................................................................ 25
3. Materi Dakwah ....................................................................................... 26
xii
4. Metode Dakwah ..................................................................................... 27
5. Aplikasi Metode Dakwah ....................................................................... 30
6. Strategi Dakwah ..................................................................................... 31
7. Media Dakwah ....................................................................................... 32
BAB III 35HASIL PENELITIAN ..................................................................... 35
A. Biografi Ki Ronggo Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara ................ 35
B. Praktik Dakwah Ronggo Warsito Dalam Dakwah Budaya ....................... 37
BAB IV ANALISIS METODE DAKWAH RONGGO WARSITO ............... 42
A. Analisis Metode Dakwah Wayang Kulit Ronggo Warsito ........................ 42
1. Metode Dakwah Bi Lisan Al Haal ......................................................... 43
2. Metode Pendidikan ................................................................................. 45
3. Metode Nasehat ...................................................................................... 46
B. Analisis Faktor Penghambat dan Pendukung Dakwah Ronggo Warsito
Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara. ..................................................................... 49
1. Analisis Faktor Pendukung dakwah ....................................................... 49
2. Analisis faktor penghambat dakwah ...................................................... 51
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 54
A. Simpulan .................................................................................................... 54
B. Saran ........................................................................................................... 56
C. Harapan ...................................................................................................... 57
D. Penutup ....................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59
LAMPIRAN - LAMPIRAN ............................................................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dakwah1
artinya agama yang selalu
mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan
dakwah. Maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan
erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya2, karena itu Al-Qur‟an
dalam menyebut kegiatan dakwah dengan ahsanu qaula. Dengan kata lain
bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia
dalam kemajuan agama Islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan
dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor
terlebih pada globalisasi sekarang ini, di mana berbagai informasi masuk
begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi.
Karena merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar
luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab
umat Islam secara keseluruhan. Sesuai dengan misinya “rahmatan lil
alamin”, Islam harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya
umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam
bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka melainkan pembawa
kedamaian dan kententraman dalam kehidupan mereka sekaligus
penghantar menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
1 M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Jakarta: Al-Amin Press, 1997),
hlm. 8. 2 Didin Hafidudin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press. Cet. 3, 1998), hlm. 76.
2
Dakwah bisa disampaikan melalui berbagai media yang sesuai
dengan kaidah ajaran Islam, baik dengan secara lisan,tulisan,media
massa,seni,budaya, dan sebagainya. Ini dimaksudkan agar dakwah tidak
berhenti hanya sekedar ceramah atau tabligh, melainkan dakwah bisa
menyentuh dan diterima sesuai pesan dakwah yang disampaikan.
Dari uraian tersebut bahwa kegiatan dakwah merupakan akumulasi
dari upaya transformasi dan aktualisasi dari upaya transformasi dan
aktualisasi nilai-nilai keimanan yang dilakukan seorang muslim atau suatu
lembaga keislaman. Dakwah sebagai realisasi atau wujud keyakinan
bahwa Islam sebagai ajaran, pandangan dan kebutuhan hidup dalam
kehidupan personal dan kolektif. Hal tersebut dilakukan melalui saluran
dan media tertentu sesuai dengan ragam dakwah yang terpilih.
Agar dakwah bersifat transformasi seorang da‟i harus memiliki
metode dakwah, dimana metode tersebut memerlukan pengetahuan
tentang kondisi sosial atau tingkah laku manusia dalam sosio-kulturnya
dan seberapa jauh keyakinan agama mad‟u tersebut.
Metode tersebut harus dipunyai oleh penceramah atau sering di
sebut ustadz atau kiai zaman sekarang ini. Ada yang berceramah di tempat
sendiri yaitu di mushola atau di pondok pesantren. Ada pula yang
berceramah di media televisi atau berceramah ketika disuruh mengisi
pengajian dari tempat satu ke tempat yang lain.
Setiap penceramah mempunyai ciri khas yang berbeda-beda, ada
yang berceramah dengan media ucapan tanpa ada guyonan sedikitpun,
3
juga ada kiai yang berceramah dengan diiringi musik rebana dan diiringi
dengan musik tradisional dikolaborasikan musik modern sehingga perform
kiai tersebut di atas panggung lebih menarik dan terhibur, ada juga kiai
yang hanya mengandalkan suara dalam berceramah diselingi humor tanpa
dibantu media apapun.
Selain itu ada juga penceramah yang menggunakan media dakwah
wayang kulit serta diiringi rebana modern yang mana media tersebut
digunakan dalam membantu performa da‟i dalam berdakwah. Kiai Warsito
atau yang lebih populer dengan sebutan Ronggo Warsito atau Ki Sholeh
adalah Seorang Kiai yang berdakwah menggunakan media wayang kulit
dan dikolaborasikan dengan shalawat, dimana shalawat tersebut
dinyanyikan oleh anak-anak sebagai media dakwahnya. Ronggo Warsito
berdakwah meniru metode dakwah Sunan Kalijaga dalam berdakwah
sehingga orang yang belum mengenal tentang Islam menjadi memahami
tentang Islam yang seutuhnya. Tetapi dalam era modern ini, Ronggo
Warsito memberi suasana yang unik dan menarik ditonton oleh
masyarakat, dengan mengolaborasikan wayang kulit dengan shalawat
ciptaannya sendiri dan diisi oleh vokal anak-anak dan diiringi musik
tradisional dan musik modern. Sehingga orang yang nonton sudah pasti
akan berkumpul dan menonton baik anak-anak, dewasa, maupun orang
tua.3
3 Wawancara dengan Nia, orang yang menghadirkan dakwah wayang Ki Sholeh pada hari
Senin, 05 Desember 2016 di rumah Jambu Sari Kecamatan Mlonggo.
4
Hal ini dibuktikan dengan respon yang baik oleh masyarakat
Srobyong terhadap Ronggo Warsito yang berdiri di Srobyong maupun
dari luar Srobyong. Dengan adanya dakwah Ronggo Warsito banyak
ketetarikan dari segi bahasa maupun karyanya. Karya- karya yang sering
dipentaskan dalam dakwah Ronggo Warsito antara lain Anak-Anak Adam,
anoman obong, ayo sedulur, mbah modin, budhalan dan lain-lain. Hal ini
merupakan media strategis untuk mengenalkan cara dakwah yang
menyentuh sampai dalam (sampai hati),keimanan, akhlaq, materi yang
disajikan.
Dalam segi sejarah, Ronggo Warsito berkenaan dengan spritual
dan mistik yaitu suluk jiwa atau suluk saloka jiwa (pembicaraan ajaran
ma‟rifat tentang wujud dan awal penciptaan), serat pamoring kawulo gusti
(zikir dan larut dalam kotemplasi dan perenungan kepada Allah SWT),
suluk lukma lelana ( perjalanan jiwa manusia dalam menuju makrifat
Tuhan), serat paramayoga (wujud Tuhan pencipta dengan makhluk), serat
wirid Hidayat Jati (kesatuan antara manusia dengan Tuhan).
Diantara sekian banyak media dakwah melalui seni budaya,
wayang kulit terhitung lebih banyak unsur tuntunan dari pada unsur
tontonannya. Dengan berdakwah menggunakan media wayang kulit dan
dikolaborasikan dengan shalawat dengan vokal anak-anak, maka
pendengar dapat memahami serta memperoleh pengetahuan yang tidak ada
pada penceramah lain sehingga diharapkan dakwahnya Ronggo Warsito
dapat berjalan efektif.
5
Untuk mengetahui lebih jelas tentang metode dakwah Ronggo
Warsitosebagai media dakwah, penulis memandang perlu untuk
melakukan penelitian, guna memperoleh jawaban yang jelas tentang
metode dakwah, khusunya di Srobyong, Mlonggo, Jepara. Namun
demikian, penulis menguatkan perhatian pada penerapan dan metode
dakwahnya. Untuk selanjutnya penulis membahasnya.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah-pahaman dalam memahami judul ini,
maka perlu kiranya peneliti terangkan beberapa istilah yang tercakup
dalam judul penelitian, sebagai mana tertera di bawah ini :
“METODE DAKWAH RONGGO WARSITO MELALUI MEDIA
WAYANG KULIT SROBYONG, MLONGGO, JEPARA”.
1. Metode dakwah
Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan
oleh seorang da‟i (komunikator) kepada mad‟u untuk mencapai suatu
tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.4Sejauh mana metode yang
di gunakan Ronggo Warsito dalam menyampaikan media dakwahnya
melalui wayang kulit.
Dakwah menurut Abdul Rosyad Shaleh adalah suatu proses
aktifitas dilakukan secara sadar, mengajak orang untuk beriman dan
4 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 7.
6
menaati Allah, mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera yang
diridhai Allah.5
Dari pengertian diatas bahwasanya dakwah harus dilakukan
dengan keadaan sadar agar tercapai pesan dakwah yang disampaikan
dan juga dakwah harus menerapkan nilai-nilai tentang Islam
sebagaimana yang diperintahkan allah SWT sesuai amar ma‟ruf nahi
munkar.
Yang dimaksud dakwah dalam skripsi ini yaitu
menenerapkan etika dan eksistensi dalam mencapai kebaikan dan
melarang kemungkaran agar tercapai tujuan yaitu dunia dan akhirat.
2. Media Wayang
Media berarti sarana komunikasi.6 Sedangkan pengertiannya
media itu sebagai sarana penghubung satu dengan yang lain. Dalam
kompleks dakwah sarana komunikasi untuk menghubungkan dakwah
yang menggunakan alat sesuai peran da‟i tersebut.
Wayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu
peran suatu pertunjukkan drama tradisional yang bisa terbuat dari kulit
maupun kayu.
Dalam konteks ini media wayang kulit dikategorikan sebagai
media dakwah yang sudah menjadi penghubung untuk mengantarkan
Islam yang dahulu dengan berdakwah dengan tujuan silatuhrahmi yang
5 Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Da‟wah Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm.9-
10. 6 Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Ed. 3, (Jakarta : Balai Pustaka,1993), hlm.569.
7
efektif dalam berdakwah dan sekaligus diterapkan oleh Ronggo
Warsito.
3. Ronggo Warsito
Ronggo Warsito adalah salah satu tokoh agama yang berada di
Desa Srobyong yang lebih dikenal dengan julukan Ki Sholeh yang
lahir di Desa Blimbing Kidul, Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Kudus pada tanggal 3 Januari 1968 yang merupakan seorang
pendalang kemudian mendirikan Group Mustika Laras.
4. Srobyong
Srobyong adalah satu nama Desa yang berada di Kecamatan
Mlonggo, Kabupaten Jepara yang menjadi tempat berdirinya media
wayang kulit dan shalawat Ronggo Warsito.
C. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini
adalah :
1. Bagaimana Metode dakwah Ronggo Warsito melalui media wayang
kulit ?
2. Bagaimana faktor yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
kegiatan dakwah Ronggo Warsito dalam media wayang kulit
Srobyong, Mlonggo, Jepara?
8
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :
1. Untuk memahami metode dakwah Ronggo Warsito melalui media
wayang kulit.
2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat
pelaksanaan dakwah Ronggo Warsito dalam media wayang kulit
Srobyong, Mlonggo, Jepara.
E. Kajian Pustaka
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu penelitian yang sudah
ada sebelumnya sebagaimana telah dilakukan penelitian oleh Ahmadun
dengan judul, “Metode Dakwah untuk Pembinaan Akhlak Santri Pondok
Pesantren Darul Yatama As Syifa‟ Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan”
tahun 2012. Alumni mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟
(2012). Dalam penelitian ini berfokus pada metode pembinaan dalam
pesantren tersebut tidak semuanya mendapatkan hasil yang memuaskan,
tetapi ada beberapa metode yang digunakan para santri yang ada di
pesantren tersebut. Seperti metode ceramah dan nasehat.7
Penelitian yang lain tentang “ Metode Dakwah Bagi Narapidana
Di Lembaga Pemasyarakatan Jepara Tahun 2013”. Karya Siti Qomariyah
alumni mahasiswi Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara (2013).
7 Ahmadun,” Metode Dakwah Untuk Pembinaan Akhlak Santri Pondok Pesantren Darul
Yatama As Syifa‟ Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan”. Skripsi S-1 (Jepara: Institut Islam
Nahdlatul Ulama” Jepara, 2012).
9
Dalam penelitiannya berfokus pada metode dakwah yang efektif didalam
narapidana lembaga pemasyarakatan Jepara.8
Lain halnya penelitian tentang “Studi Analisis Terhadap Aktifitas
Dakwah Dan Komunikasi Pondok Pesantren Miftahun Najah Tahunan
Jepara. Karya Rosy Ahmad Faiz berfokus pada aktifitas dakwah yang
dilakukan para santri dan media komunikasi yang digunakan untuk
bersosialisasi dengan masyarakat disekitar pesantren.9
Kemudian Judul Skripsi “ Efektivitas Metode Dakwah Mauidzah
Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak Santri AT-Taqwa Putra Bekasi”.
Karya Dedeh Mahmudah Alumni Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2008. Dalam Penelitiannya membahas tentang efektifitas
metode dakwah dengan menggunakan mauidzah hasanah agar dakwah
nya berjalan dengan lancar dan perkembangan dalam membangun
akhlak.10
Penelitian lain dilakukan oleh Ahmad Kholid Mun‟im Alumni
Mahasiswa UNISNU Jepara tahun 2014. Dalam penelitiannya membahas
tentang praktik dakwah yang dilakukan Ki Joko Goro-Goro yakni melalui
8 Siti Qomariyah, “ Metode Dakwah Bagi Narapidan di Lembaga Pemasyarakatan
Jepara”. Skripsi S-1 (Jepara: Universitas Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara, 2013) 9 Rosy Ahmad Faiz, “ Studi Analisis Terhadap Aktifitas Dakwah Dan Komunikasi
Pondok Pesantren Miftahun Najah Tahunan Jepara”, Skripsi S-, (Jepara: Perpustakaan Universtas
Islam Nahdlatul Ulama‟ Jepara, 2015). 10
Dedeh Mahmudah, “Efektifitas Metode Dakwah Mauidzah Hasanah Dalam
Pembinaan Santri AT-Taqwa Putra Bekasi”, Skripsi S-1, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008).
10
wayang kulit sebagai dakwahnya, kemudian menggunakan metode
dakwah mauidzah hasanah sebagai proses dakwahnya.11
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka penelitian yang akan
dilakukan penelitian ini berbeda dari objek penelitian karena objek
penelitian yang diteliti berada di Srobyong kemudian subjek yang dituju
juga berbeda dengan skripsi terdahulu. Pembahasan ini lebih ke condong
pada metode dakwah dan media wayang kulit dan di terapkan dengan
shalawat oleh vokal anak-anak dan dalang Ronggo Warsito.
F. Metode penelitian
Penelitian lapangan (field Research) ide pentingnya adalah
peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan langsung
serta membuat catatan lapangan.
Metode yang digunakan penulis yaitu menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian
ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-
kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti
tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang
telah diperoleh dan dengan demikain tidak menganalisis angka-angka.12
Untuk mempermudah penelitian dan memperoleh hasil yang
maksimal, maka penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
11
Ahmad Kholid Mun‟im, “ Studi Analisis Dakwah Ki Joko Goro-Goro Desa
Wonowongso, Karang, Demak”, Skripsi S-1, (Jepara: Perpustakaan Universitas Islam Nahdlatul
Ulama‟ Jepara, 2014). 12
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.13.
11
1. Pengumpulan Data
a. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer
dan skunder. Data primer adalah data yang diperoleh responden
dengan menggunakan wawancara dan observasi kepada masyarakat
Srobyong dan luar Srobyong baik anak-anak, remaja dan orang
tua.Yaitu mengikuti kegiatan dakwahRonggo Warsito dan qira‟ah
yang di bawa kannya. sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dengan menggunakan dokumentasi dan bacaan lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
b. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang maksimal, penulis
menggunakan beberapa tekhnik yaitu :
1) Wawancara, yaitu mengumpulkan informasi atau ungkapan
kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat
dan keyakinannya.13
Tekhnik wawancara ini ada 3 bagian
yaitu :
a) Interview tidak terstruktur.14
Interview ini di gunakan
untuk mewancarai masyarakat umum dengan secara
bebas mengenai media wayang kulit yang di gunakan
oleh Ronggo Warsito untuk berdakwah.
13
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 50. 14
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 136.
Wawancara tidak struktur adalah wawancara di mana orang diwawancarai bebas menjawab
pertanyaan-pertanyaan peneliti sebagai pewancara.
12
Masyarakat umum yang dimaksud adalah masyarakat
yang mengikuti pengajian dakwah Ronggo Warsito
dan ikut serta dalam kegiatannya
b) Interview terstruktur.15
Interview ini digunakan untuk
mendapatkan data-data yang akurat dan terperinci
yaitu mewancarai Ronggo Warsito mengenai
dakwahnya dengan menggunakan media wayang kulit
sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah
ditetapkan
c) Interview Mendalam. Penulis menggunakan langkah
ini untuk mendalami secara detail tentang dakwah
Ronggo Warsito yang digunakan dan mendalami
responden masyarakat secara mendalam dan berulang
kali.
2) Observasi (pengamatan)
Observasi, metode ini diartikan kerja lapangan kegiatan,
perilaku, tindakan, percakapan, proses masyarakat, atau
aspek lain dari pengalaman manusia yang dapat di amati.16
Metode ini guna untuk melengkapi metode wawancara serta
dilakukan secara langsung pada objek penelitian di lokasi.
15
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 136.
Wawancara struktur adalah wawancara yang menggunakan daftar pertanyaan yang pilihan
jawabannya telah dituliskan atau ditetapkan. 16
Patton, Michael Quinn. Qualitative Research dan Evaluation Methods, (Thausand Oaks:
Sage Publications,2002), hlm. 65.
13
3) Dokumentasi
Dokumentasi, metode ini di gunakan untuk mengetahui
bukti nyata dari kegiatan yang di lakukan nya, misalnya
dengan catatan program, publikasi, foto-foto dan tanggapan
tertulis untuk survei terbuka.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul bukanlah merupakan hasil akhir dari
suatu penelitian ilmiah, tetapi data-data tersebut masih perlu
dianalisis, baik selama dilapangan maupun setelah meninggalkan
lapangan.
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat di
kelola,mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat di ceritakan kepada orang lain.17
Menurut Janice Mc Drury ada empat tahapan analisis data
kualitatif yakni membaca / mempelajari data, mempelajari kata-kata
kunci atau menemukan tema-tema yang berasal dari data, model data
dan koding yang telah dilakukan.
Dalam analisis ini, difokuskan pada pemahaman dan
pendalaman pemaknaan serta menggabungkan dan menghubungkan
data, sehingga lebih objektif dalam menganalisa.
17
Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research For Education, (Boston: Allyn and
bacon, Inc, 1982) , hlm. 248.
14
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang sangat penting
karena mempunyai fungsi untuk menjelaskan garis-garis besar dari
masing-masing bab yang saling berkesinambungan.
Dalam penulisan penelitian ini akan dibagi tiga bagian, yakni
pertama bagian pendahuluan, kedua bagian isi, ketiga bagian akhir.
1. Bagian Awal
Bagian awal berisi: halaman judul, halaman nota pebimbing,
halaman pengesahan, pernyataan keaslian, persembahan, motto
penulis, kata pengantar, abstrak dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Untuk mempermudah penyusunannya penulis membagi skripsi ini
menjadi lima bab, antara laian :
Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang, Penegasan
Judul, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Landasan Teori, Meliputi tentang pengertian wayang kulit
dan wayang kulit sebagai media dakwah setelah itu mempelajari
subjek dan objek dakwah, metode dakwah, aplikasi dakwah,
strategi dakwah, materi dakwah dan media dakwah.
Kajian Objek Penelitian, Dalam Bab ini akan membahas
tentang biografi Ronggo Warsito dalam dakwah budaya dan praktik
Ronggo Warsito.
15
Analisis, merupakan bab yang menganalisa tentang Metode
Dakwah pementasan wayang kulit Ronggo Warsito dalam setiap
kajian yang diterapkan dan menganalisa faktor pendukung dan
penghambat dakwah Ki Ronggo Warsito .
Penutup, Pada bab penutupan ini meliputi kesimpulan
tentang metode, pendukung, penghambat, saran-saran yang
disampaikan dalam dakwah Ronggo Warsito, rekomendasi dan
penutup.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir dalam skripsi ini berisi tentang daftar pustaka, daftar
ralat, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Wayang Kulit
Wayang kulit merupakan bentuk seni pertunjukan yang sangat
populer dan disenangi berbagai lapisan masyarakat Jawa khususnya
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Wayang kulit dimaknai dengan walulang inukir (kulit yang
diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Tapi akhirnya makna ini
meluas menjadi segala bentuk pertunjukan yang menggunakan dalang
sebagai penuturnya.18
Menurut Bambang Sugito, wayang kulit merupakan bentuk
pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang dengan
menggunakan gambar boneka atau semacamnya dari kulit sebagai alat
pertunjukan dengan diiringi musik yang telah ditentukan.
Bagi orang Jawa, dunia pewayangan merupakan cerminan usaha
yang memiliki karakteristik dan nilai-nilai simbol kehidupan masyarakat.
Karena orang Jawa menilai bahwa wayang mengandung filsafat dan ajaran
keagamaan.19
Wayang kulit penuh dengan simbolik. Dalam pertunjukannya
menggambarkan kehidupan manusia, yakni manusia yang mencari
keinsyafan akan perannya, bukan manusia yang hanya hidup dan tidak
18
Sri Mulyono, Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya (PT. Gunung Agung,
1976), hlm. 154. 19
Sri Haryanto, Bayang-Bayang Adiluhung, (Semarang, Dahara Prize, 1992), hlm. 77.
17
mati. Gambaran yang jelas dapat dilihat dari struktur lakon yang
dibawakan oleh dalang yakni menceritakan perjalanan hidup salah satu
tokoh pewayangan.20
Di dalam wayang kulit terdapat tokoh sebagai peran utama
dalam cerita pakem Jawa antara lain :
Puntadewa sebagai Raja bagaikan rukun Islam dan saudara-
saudaranya sebagai simbol rukun Islam. Puntadewa memiliki sifat
“Berbudi bawa leksana”, berbudi luhur dan penuh kewibawaan.21
Seorang Raja yang arif, bijaksana dan adil dalam ucapan dan
perbuatan. Puntadewa memimpin ke empat adiknya dalam suka duka dan
penuh kasih sayang, senang tiasa unggul dalam setiap perjuangan dan
selalu ikhlas dalam menyayangi rakyat.
Bima atau Werkudara, dia dipersonifikasikan sebagai rukun
Islam ke dua yaitu shalat lima waktu. Dalam kisah pewayangan, Bima
terkenal sebagai penegak pandawa. “Ia hanya bisa berdiri saja, tidak bisa
duduk. Dalam cerita pewayangan, Bima tidurpun dengan berdiri.
Seperti halnya hadist Rasulullah SAW yang artinya :
“shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menjalankan maka ia
akan menegakkan Islam dan barang siapa yang meninggalkannya ia akan
merobohkan Islam”.
Arjuna atau Janoko, dipersonifikasikan sebagai rukun ke tiga
Islam yaitu zakat. Dalam cerita pewayangan di sebut “lelanganing jagad”
20
Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, (Jakarta: Menara Kudus, 1960), hlm. 65. 21
Sri Wintala, Karakter Tokoh-Tokoh Wayang, (Yogyakarta: Araska Publisher, 2014),
hlm. 41.
18
(lelaki pilihan). Arjuna memiliki sifat lemah lembut, terlebih kaum wanita,
dia tidak bisa mengatakan tidak (seperti orang Jawa mengatakan tidak
padahal batinnya meng‟iyakan).
Dengan kehalusan dan kelembutan Arjuna ia terlihat lemah dan
tidak berdaya, namun sebenarnya dalam kehalusan terdapat kekuatan yang
luar biasa. Terbukti dalam pertempuran selalu unggul. Ini diartikan
sebagai zakat yaitu wajib bagi setiap muslim berjuang mencari rizki dan
kekayaan. Maka agar harta berfungsi sosial atau pembersih maka harus di
zakati agar suci dan bersih lahir batinnya.
Nakula dan Sadewa, sebagai rukun Islam yang ke empat dan
lima yaitu puasa di bulan Ramadhan dan Haji. Kedua tokoh hanya bertemu
pada saat tertentu saja. Demikian pusa dan haji bertemu pada saat tertentu
saja, misalnya setahun sekali pada bulan ramadhan dan haji pada bulan
Dzulhijjah di Mekkah Al-Karomah.
Fungsi Wayang bagi masyarakat Jawa bukanlah sekedar
ekspresi seni dan hiburan, melainkan juga sebagai sumber acuan hidup dan
cermin budaya Jawa. Lewat lakon, di dalam pertunjukan wayang memuat
nilai-nilai filsafat, etika, religius dan pendidikan. Maka wayang merupkan
media pengajaran bagi manusia yang melambangkan pergulatan hidup dan
budi pekerti luhur.
Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara khususnya di Jawa,
wayang telah menemukan bentuknya. Bentuk wayang pada awalnya
19
menyerupai relief yang bisa kita jumpai di candi-candi seperti di
Prambanan maupun di Borobudur.22
Dengan kedatangan agama Islam ditanah Jawa telah
menimbulkan perubahan kebudayaan yang melekat pada masyarakat Jawa.
Perubahan yang terjadi bukan semata-mata karena perombakan oleh dunia
Islam, akan tetapi karena adanya toleransi dari Islam untuk
mengakulturasikan budaya yang telah ada.
Kebudayaan Jawa berupa wayang sudah ada sejak zaman dahulu
sebelum Indonesia merdeka dan merupakan kebudayaan asli Indonesia.
Sebenarnya wayang berasal dari kata wayangan yang berarti sumber Ilham
dalam menggambar wujud tokoh dan cerita sehingga bisa tergambar
dengan jelas dalam batin si penggambar.23
Wayang Nusantara memiliki definisi yang tidak terpisah antara
pertunjukan seni dengan peraga, membawa lakon-lakon kisah dan muatan
nilai-nilai Nusantara. Budaya wayang Indonesia adalah salah satu budaya
Nusantara yang telah mengarungi jalan panjang sejak sejarah mencatat
seni wayang nusantara di abad ke-sembilan.
Wayangkulit sebagaimana adanya sekarang merupakan kreasi
wali sanga, khusunya Sunan Kalijaga yang menceritakan wayang seni
pertunjukan dengan muatan-muatan Islam sebagai sarana dakwah.
22
Bambang Murtiyoso, Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang,
(Surakarta: Etnika Surakarta, 2004), hlm. 1. 23
Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm.
22.
20
Wayang merupakan puncak seni budaya yang paling menonjol
di Indonesia baik segi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni
sastra, seni lukis dan seni perlambang yang mempunyai unsur penerangan,
dakwah, pendidikan, hiburan serta pemahaman filsafat.
Jadi berbeda dengan sandiwara atau film dimana sutradara tidak
ikut bermain. Adapun sutradara dalam pertunjukkan wayang di kenal
dengan dalang. Yang peranannya dapat dominasi pertunjukkan seperti
dalam wayang purwa di Jawa.24
Menurut buku-buku Jawa seperti Centhini dan Sastramiruda
bahwa wayang Purwa sudah ada sejak zaman Prabu Jayabaya di
Mamenang (939 M). Wayang pada zaman ini masih erat dengan religius
yaitu menyembah atau memperingati para leluhurnya yang telah
meninggal.25
.
Pada zaman Prabu Suryahamiluhur di Jenggala tahun 1166 Ska
(1244) wayang Purwa dibuat di atas kertas Jawa (kertas kulit kayu) dari
Ponorogo dijapit kayu dikanan-kirinya untuk menggulung. Perkembangan
berikutnya pada zaman Raja Brawijaya 1 th 1301 Saka (1379 M) di
Majapahit wayang Purwa dilukis lengkap dengan pakaian, rambut, dan
bermacam-macam warna dengan nama wayang sunggingan.
Wayang dibuat dari kulit dan berupa seperti boneka muncul
pada zaman Raden Patah di Demak tahun 1437 Saka (1515 M).
24
Soetarno, Wayang Kulit Jawa,(Surakarta: CV. Cendrawasih, 1995), hlm. 19. 25
Pandam Guritno, Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. (Jakarta: UI Press,
1988), hlm. 11.
21
Selanjutnya pada zaman Demak itu pertunjukan wayang kulit
disempurnakan agar tidak bertentangan dengan agama.
Asal-usul wayang di dunia ada dua pendapat. Pertama, wayang
berasal dan lahir di tanah Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini di
ikuti ahli-ahli dan penelitian Indonesia dan juga di teliti sarjana-sarjana
Barat diantaranya Hazeu, Brandes, Rentse dan Kryut.
Alasannya cukup kuat karena seni wayang masih erat dengan
sosialkultural dan religi sehingga orang Jawa menyebutnya dalam tokoh
Punakawan pewayangan yaitu Gareng, Petruk, Semar dan Bagong. Selain
itu nama dan tekhnis pewayangan berasal dari bahasa Jawa bukan bahasa
lain.26
Pendapat ke dua diduga wayang berasal dari India, yang di bawa
dari agama Hindu ke Indonesia. Budaya wayang sudah lahir di Indonesia
setidaknya pada zaman Prabu Airlangga, Raja Kahuripan (976-1012),
yakni kerajaan Jawa Timur sedang makmur-makmurnya.
Wayang sudah di tulis oleh para Pujangga Indonesia, sejak abad
X. Antara lain kitab Ramayana Kakawin. Berbahasa Jawa kuna ditulis
pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910). Selanjutnya, para
pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan
Mahabarata ke bahasa Jawa kuna, dimasukkan falsafah Jawa kuna
kedalamnya.
26
Sri Mulyono, Wayang, Asal-Usul, Filsafat dan Masa depannya, (Jakarta: ALDA,
1965), hlm. 21.
22
Sejak itu cerita-cerita panji kemudian digunakan untuk
pertunjukan wayang beber.Tradisi menjawakan cerita wayang diteruskan
oleh beberapa ulama Islam diantaranya para Wali Sanga.
Hadirnya tokoh punakawan dalam pewayangan sengaja dibuat
Indonesia yang mempunyai makna filsafat bahwa di dunia ini tidak ada
makhluk yang baik dan benar-benar yang jahat. Setiap makhluk selalu
menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
B. Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab (da‟a) yang artinya
mengajak, menyeru, dan memanggil. Kedua yaitu (yad‟u) mendo‟a dan
memohon.27
Beberapa dari kata tersebut berarti mengajak kebaikan dan
mencegah kemungkaran (Qs Ali Imran), mengajak manusia kejalan Tuhan
(QS Al Nahl), mengajak manusia ke agama Islam serta mengajak manusia
ke jalan yang lurus.
Dalam pengertian istilah dakwah diartikan Prof. Toha Yahya
Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada
keinsyafan atau usaha mengubah situasi menjadi lebih baik dan sempurna,
baik terhadap pribadi maupun masyarakat.28
27
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hlm. 127.
23
Jadi dakwah adalah suatu usaha atau proses yang dilakukan
dengan sadar dan terencana, dengan mengajak umat manusia ke jalan
Allah SWT. Usaha dan proses tersebut untuk memperbaiki situasi dan
untuk mencapai tujuan tertentu, yakni agar manusia hidup dengan
kebahagiaan tanpa ada paksaan.
1. Subjek Dakwah
Subjek dakwah yaitu orang yang melaksanakan tugas
dakwah. Pelaksanaan tugas ini bisa perorangan atau kelompok yang
memiliki nilai teladan yang baik dalam segi komunikator, inovator
dan emansipator.29
Dalam subjek dakwah dalam media wayang kulit, dalang
mempunyai tugas sentral pertunjukan baik dalam menyaji, penghibur
maupun sebagai juru dakwah.
Selain itu Dalang juga dikatakan sebagai Guru, menurut
Victoria M, Clara dalam bukunya Dalang di Balik Wayang (1967)
“menyatakan bahwa dalang yang dahulu menganggap dirinya
sebagai guru masyarakat, dan juga seniman, sementara itu kaum elit
justru tertarik peranan dalang sebagai guru, tulisnya.30
Karakter dalang harus paham isi cerita setiap lakon yang di
bawahnya sehingga pesan dalam kehidupan sosial dan dimasuki pesan
bernilai Islami dapat diterima oleh masyarakat.
28
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1996), Cet XIX, hlm. 194. 29
Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1997), hhlm. 47. 30
Sigit Oerdianto, “Berdakwah Keliling Kota dengan Wayang Kulit, Suara Merdeka
Senin 31 Oktober 2008.
24
Bagi dalang sejati setiap sajian wayang yang ditampilkan akan
selalu berusaha menyampaikan pesan yang menyangkut nilai religius,
nilai moral, nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesetiaan,
kesetiakawaan sosial yang semuanya itu disampaikan dalang lewat
tokoh-tokoh yang ditampilkan.
Dalang memiliki kedudukan yang tinggi setingkat kiai,
pujangga dan sebagainya. Karena wayang tersebut tidak mungkin
bisa bergerak sendiri tanpa adanya dalang, maka jelas sekali bahwa
peranan dalang sangat penting dan paling menentukan bagi
perkembangan dunia pewayangan.31
Peran dalang sebagai juru dakwah sebagaimana
menyampaikan pesan-pesan agamis dalam setiap lakon yang
dipentaskan. Dahulu pada saat awal-awalnya perkembangan Islam
Nusantara, para penyebar Islam khususnya Walisongo yaitu Sunan
Kali Jaga, juga telah menggunakan media wayang untuk mendukung
kegiatan dakwahnya, dan ternyata berhasil.
Sebagai seniman, dalang dituntut penguasaannya atas
unsur-unsur seni pedalangan, yang mencangkup seni drama, seni
rupa, seni kriya, seni sastra, seni suara, seni karawitan dan seni gaya.
Dalang harus menguasai 12 bidang keahlian yang merupakan
persyaratan klasik tradisional yang sangat berat tetapi mendasar
(Haryanto, 1988), yaitu:
31
Wawan Susetya, Dhalang, Wayang, dan Gamelan, (Jakarta: Narasi, 2007), hlm. 28.
25
Antawacana, Renggep, Enges, Tutug, pandai dalam sabetan, pandai
melawak, pandai amardawa lagu, pandai amardi basa, faham kawi
radya, faham parama kawi, faham parama sastra, dan faham awi
cerita.
Dalam hal keagamaan dalang dituntut wajib menguasai
detail demi detail tentang agama. Karena dapat dikatakan bahwa
dalang setingkat dengan kiai atau pemuka agama. Dan juga dalang
harus sebagai seorang komunikator, penyuluh, atau juru penerang.
Karena wayang tersebut tidak mungkin bergerak sendiri tanpa ada
dalang. Mak jelas sekali bahwa peranan dalang sangat penting dan
paling menentukan bagi pementasan wayang.
2. Objek Dakwah
Daerah Da‟i adalah mulai dari masyarakat desa yang
primitif hingga masyarakat industri yang telah terpengaruhi ekonomi
dan teknologi modern di tengah gejolak masyarakat yang bergejolak.
Dengan demikian da‟i harus mempunyai pemahaman besar tentang
kondisi masyarakat berbagai segi, psikologi, sosial, budaya, ekonomi
dan politik.
Berdasarkan kenyataan berkembang masyarakat bila
dilihat dari aspek psikologis, maka sasaran dakwah harus menyangkut
kelompok masyarakat baik perdesaan maupun kota-kota, tak hanya itu
sasaran dakwah juga harus menyangkut struktural berupa golongan
26
priyai dan sasaran juga menyangkut pekerjaan profesi sehingga
sasaran untuk masyarakat bisa tersampaikan dengan baik.32
3. Materi Dakwah
Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya dasar-dasar strategi
dakwah Islam. Secara global materi dakwah di klafisikan menjadi tiga
pokok yaitu :
a. Masalah Aqidah
Aqidah dalam Islam yaitu mencangkup masalah-masalah
yang erat hubungannya dengan rukun iman. Akan tetapi materi-
materi dakwah meliputi maslah yang dilarang sepertinya misalnya
syirik dan ingkar adanya Tuhan.
Dalam pertunjukan wayang kulit dalang membangun
nilai-nilai aqidah dengan syair-syair,dengan mengedepankan
keyakinan dalam setiap lakonya.
b. Masalah Syari‟ah
Syari‟ah berhubungan dengan peraturan atau hukum
Allah guna mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan
mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia.
Setiap perjalanan wayang kulit, dalang menyisipkan
cerita yang dimana di setiap kerajaan mempunyai dasar hukum
yang harus ditaati oleh semua rakyat.
32
M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 47.
27
Bahwasanya cerita ini sudah menggambarkan peraturan
atau hukum Allah perlu kehidupan manusia dalam menjalankan
tugas dunia maupun akhirat.
c. Masalah Akhlaqul karimah
Masalah aktifitas dakwah yakni untuk melengkapi
keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini
berfungsi hanya sebagai pelengkap tetapi akhlak sebagai
penyempurnaan dan keislaman.
Syair-syair yang selalu di bawakan oleh sinden
memberikan makna tentang kehidupan dan perilaku manusia
dalam menjalankan kehidupannya.
Dalang selalu melontarkan ucapan-ucapan tentang
kehormatan baik segi nilai tawadhu‟nya maupun nilai etikanya.
4. Metode Dakwah
Dalam melakukan sesuatu kegiatan dakwah, diperlukan
penyampaian metode dakwah yang tepat. Metode dakwah berarti cara-
cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i (komunikator) kepada
mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih
sayang.33
Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus
bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan
penghargaan yang mulia atas diri manusia.
33
Toto Tasmara, Komuniikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hlm. 43.
28
Selain itu metode dakwah sangat penting peranannya dalam
penyampaian dakwah. Metode tidak benar, meskipun materi yang
disampaiakan baik, maka pesan baik tersebut bisa ditolak. Seorang da‟i
mesti jeli dan bijak dalam memilih metode, karena metode sangat
penting dan mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah.34
Keberhasilan dakwah tidak terlepas dalam bentuk bentuk
dakwah
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baikdan bantalah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat di jalan-nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahl :125)
Dari pernyataan Surat an-Nahl ayat 125 dijelaskan bahwa
seruan dan ajakan menuju jalan Allah SWT harus menggunakan
metode Al-Hikmah ( bijaksana dalam menggunakan akal budinya), al-
mauidzah ( pelajaran yang baik atau memberi nasihat dengan tutur di
ajarkan Rasulullah SAW), mujaddalah bil alati hiya ahsan
(perdebatan dengan cara argumentatif).
Dalam hal ini terbentuklah metode dakwah budaya yang
mencangkup tentang cerita, tembang dan iringan musik gamelan.
Iringan musik gamelan Menurut tradisi keraton Surakarta seperti yang
dijelaskan dalam Serat Sastramiruda bahwa pertunjukan wayang kulit
34
Karni Awis, Dakwah Islam di Perkantoran, Studi Kasus Yayasan Wakaf Paramidana,
(Jakarta: disertasi SPS UIN Jakarta), hlm. 45.
29
diiringi dengan gamelan laras slendro dengan instrumen terdiri dari :
gender barung, gender penerus, rebab, kendang, slenthem, saron
barung, saron penerus, gambang, seruling, kecer, kethuk dan
kempyang, kenong lima dan enam, kempul barang serta gong
suwukan gulu.35
Namun untuk pertunjukan wayang perdesaan, atau menurut
tradisi dalang rakyat gending-gending kurang ditaati. Hal ini
dikarenakan para musisi di perdesaan kurang menguasai gending-
gending wayang, sehingga gending yang di pergunakan disesuaikan
dengan repetoar gending yang dimiliki.
Misalnya adegan Kedhatonan Dwarawati diiringi ladrang
Asmaradana. Rasa gending kadang-kadang kurang mendukung tokoh
yang ditampilkan akibatnya mengurangi mutu sajian pekeliran. Dalam
sajian pakeliranya gendhing-gendhing khusus mengiringi adegan
tertentu seperti budhalan, jaranan, perang kembar, dan pathet
manyura. Tak hanya itu suluknya juga dikembangkan dengan cengkok
dan gaya lain dengan tradisi.
Bagi dalang yang telah matang akan mampu menampilkan
keprakan yang mantap dan memiliki keindahan sendiri. Itulah
sebabnya apabila instrumen keyboard, drum, bedhug dalam iringan
wayang bukanlah keindahan yang di dapat melainkan kebisingan yang
membosankan pada gilirannya.
35
Soetarno, Wayang Kulit Jawa, (Surakarta : CV Cendrawasih, 1995), hlm. 50.
30
Oleh karena itu dalam menggunakan instrumen yang baru
hendaknya seniman dalang harus hati-hati dan empan-papan. Selain
itu dalang juga dituntut kreatifitas yang tinggi sehingga setiap
penyajiaanya diharapkan dapat memanfaatkan instrumen-instrumen
yang baru dalam komposisi gendhing yang baru pula.
Begitu juga, dalang juga memberikan metode dakwah
budayanya dengan memberikan suguhan-suguhan cerita tentang
pewayangan rakyat dan sinden selalu mengiringi tembang-tembang
yang berhubungan dengan isi cerita yang dibawakan oleh dalang.
Setiap lakon yang mempunyai karakter berbeda-beda dalam
setiap pewayangan dan gerakan-gerakan yang selalu memberikan sisi
nilai-nilai agamadalam dunia pewayangan sesuai di terapkan oleh
Sunan Kalijaga.
5. Aplikasi Metode Dakwah
Aplikasi metode dakwah sangat penting dalam menyampaikan
isi dakwah dan perlu pendekatan.36
Pendekatan yang dapat mengubah
hati, menyentuh perasaan, lurus pemikiran. Salah satunya dengan
pendekatan personal atau secara individual sehingga materi yang
disampaikan langsung diterima dan sudah pernah dilakukan pada
zaman Rasulullah SAW.37
36
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka 2000 ),
hlm. 55. 37
Ibnu Sa‟ad, Al-Thabaqat al-Kubra ,(Beirut: Dar el-Fikr 1980), hlm. 199.
31
Aplikasi metode dakwah budaya dengan menggunakan
wayang kulit sangat efektif, dikarenakan seorang dalang harus
membuat suasana menyenangkan disaat memerankan wayang.
Tak hanya itu dalang harus membuat hidup suasana penonton
dengan diiringi grup musik wayang, lagu-lagu, gaya bahasa,
penuturan dan dalil-dalil sehingga pendekatan menjadi efektif dalam
menjalankan misi dakwah.
Pendekatan pendidikan sangat penting dalam menyebarkan
dakwah kemasyarakat dikarenakan dakwah yang tidak dilandasi
dengan pendidikan yang baik akan menjadikan dakwah yang
berkualitas sehingga perlu yang namanya belajar baik belajar di
pesantren, sekolah, sanggar dan sebagainya.
Pendekatan misi perlu dalam menguatkan dakwah ke daerah-
daerah di karenakan dalam berdakwah ada pesan-pesan yang
disampaikan sesuai misi Islam rahmatallilalamin.
6. Strategi Dakwah
Ada dua hal yang harus perhatikan dalam mengatur strategi
dakwah yaitu mengatur rencana tindakan kegiatan dakwah dan
penyusunan strategi dalam mencapai tujuan.38
Dalam membangun strategi dakwah perlu yang membentuk
strategi-strategi antara lain Strategi sentimnetil dalam memfokuskan
aspek hati dan menggerakkan perasaan batin mitra dakwah.
38
Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta, Prenadamedia Group), hlm. 349.
32
Strategi sentimentil sudah di terapkan oleh grup wayang,
dengan memberi sentuhan-sentuhan syair-syair, lagu dan musik,
Sehingga hati masyarakat akan mengena dan kembali kehidupan
akhirat.
Strategi Rasional menggunakan metode aspek akal pikiran,
merenungkan dan mengambil pelajaran. Dalam aspek pola pikir,
dakwah budaya yang diterapkan oleh dalang dengan menggunakan
pola pikir pengetahuan. Sangat mempengaruhi masyarakat mengerti
tentang kehidupan modern.
7. Media Dakwah
Dari pengertian ini ahli komunikasi mengartikan media
sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang
disampaiakan oleh komunikator kepada komunikan (menerima
pesan). Dalam bahasa arab media sama dengan wasilah berarti alat
atau perantara.
Definisi media dakwah berarti alat yang menghubungkan
ide dengan umat untuk mencapai pesan dakwah.39
Ada tiga jenis media dakwah yang menghubungakan
pesan dakwah. Spoken words, yaitu media dakwah yang berbentuk
ucapan atau bunyi yang dapat ditangkap dengan indra telinga seperti
radio, telepon, dan sebagainya.
39
Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 403.
33
Pinted writting, yaitu media dakwah yang berbentuk
tulisan, gambar, lukisan, dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan
indra mata.
The audio visual, yaitu media dakwah yang berbentuk
gambar hidup yang dapat didengar sekaligus dapat dilihat seperti
televisi, film, video dan sebagainya.
Di samping penggolongan media dakwah media dakwah
di bagi segi sifatnya.Media tradisional, yaitu berbagai macam seni
pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum
(khalayak) terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat
komunikatif, seperti ludruk, wayang, drama, dan sebagainya.
Media modern, yang diistilahkan juga dengan “media
elektronika” yaitu media yang dilahirkan dari teknologi. Yang
termasuk media modern ini antara lain televisi, radio, pers dan
sebagainya.
Melihat kenyataan budaya bangsa Indonesia yang
memiliki beranekaragam media tradisional, maka dapat dipahami
mengapa para Wali Songo menggunakan media ini sebagai media
dakwah dan ternyata pilihan media yang digunakan Wali Songo
menggunakan media ini sebagai media dakwah dan ternyata pilihan
media para wali tersebut menghasilkan masyarakat muslim yang
merupakan mayoritas penduduk Indonesia.
34
Media tradisional berupa berbagai macam seni
pertunjukan, yang secara tradisional dipentaskan di depan khalayak
terutama sebagai sarana hiburan memiliki sifat komunikatif dan
ternyata mudah dipakai sebagai media dakwah yang efektif.
35
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Biografi Ki Ronggo Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara
Ki Sholeh Ronggo Warsito adalah seorang mubaligh di Jepara
yang biasa disapa Ki Ronggo Warsito. Beliau lahir pada tanggal 3 Januari
1968 di Desa Blimbing Kidul Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.40
Ki Ronggo Warsito merupakan anak ke dua dari pasangan bapak
Subiyanto dan ibu Kasriyatun. Lahir dari keturunan seniman wayang
mengikuti jejak sang ayah sebagai dalang wayang kulit. Ibu kasriyatun
adalah seorang pembuat wayang.
Kedua orang tua Ki Ronggo Warsito cukup dikenal oleh
Kaliwungu Kudus sebagai seniman wayang kulit yang sudah
menghasilkan pembuatan wayang, payut dan barongan. Memiliki lima
keturunan dimana mempunyai darah seniman.
Waryoto sebagai anak ke tiga yang dapat memainkan wayang dan
pelatih teater di Kudus dan Mahwati juga mengalir darah seniman sebagai
sinden.
Selain seni pendalangan Ki Ronggo Warsito juga bisa membuat
wayang sendiri, walaupun belum memumpuni tapi layak di pentaskan.
Karena dalam pendalangan melibatkan seni karawitan, seni kriya, seni
tatah sungging.
40
Wawancara dengan Warsito di kediaman Desa Srobyong Kecamatan Mlonggo
Kabupaten Jepara, tanggal 15 Januari 2017.
36
Menganyam pendidikan dasar di sekolah Dasar Negri 1 Blimbing
Kaliwungu selama 6 tahun, kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan
sekolah SMP Negri 1 Blimbing Kaliwungu selama 3 tahun dan
Dilanjutkan lagi ke tingkat SMA PGRI Blimbing Kaliwungu.
Selain pendidikan formal, Ki Ronggo Warsito mengenyam
pendidikan non formal belajar bersama Kyai Mansyhur yang dulu sebagai
pendalang terkenal. Tetapi beliau tak lama kemudian berpindah tempat
tinggal di Desa Srobyong Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara setelah
menikah dengan Pujianah cucu dari Mbah Kyai Muhyin Srobyong tahun
1997 dan dikaruniai dua anak yang mempunyai bakat seniman Maysithoh
Khoirun Nisak dan Ahmad
Dengan modal keberanian dan percaya diri, Ki Ronggo Warsito
memberanikan diri tampil pertama kali sebagai dalang pada tahun 1999
Dengan meminta bimbingan guru dan ayahnya di kemudian hari.
Setelah mendalang Ki Ronggo Warsito mendirikan TPQ I‟alatul
Adfal tahun 1999 dan mendirikan Madin Darul Istiqomah .
kemudian tahun 2000 mendirikan Rebana Wayang (Mustika Laras)
di Desa Srobyong dan mengajar MI Tarunajah. Awal mulanya Ronggo
Warsito mempunyai gagasanbersama Supriyono membuat Grup Mustika
Laras, dikarenakan orang Jawa Islam menggemari yang namanya kesenian
dan pewayangan dan orang Islam mencintai yang namanya shalawatan.
Sehingga terjadilah grup Mustika Laras.
37
Tak hanya itu Ki Ronggo Warsito mempunyai gagasan
membangun kader-kader untuk mencintai budaya wayang dan mencintai
shalawat terutama anak-anak. Pembuatan grup Mustika Laras didukung
banyak masyarakat Srobyong.41
Ki Ronggo Warsito mulai terkenal di Jepara sebagai pendalang
bersama anak-anak MI Tarunnajjah dan anaknya sebagai sinden cilik
berdakwah ke mana-mana hingga luar Jepara.
Tidak hanya puas dengan pendidikan wajib 12 tahun. Ki Ronggo
Warsito ingin melanjutkan pendidikan formalnya perguruan tinggi tahun
2010.Ronggo Warsito kuliah di Institut Islam Nahdlatul Ulama‟
(INISNU). Di sana mengambil program pendidikan Agama Islam.
B. Praktik Dakwah Ronggo Warsito Dalam Dakwah Budaya
Dalam melaksanakan dakwahnya, Ronggo Warsito biasanya
menggunakan media wayang kulit sebagai pengiring dakwah. Wayang
kulit sendiri yaitu benda seni tiruan manusia, binatang dan lain-lain yang
mana terbuat dari kulit binatang dan di gunakan untuk mementaskan suatu
cerita yang di sebut lakon. Wayang kulit digunakan sebagai media dakwah
Ronggo Warsito dikarenakan ingin nguri-nguri atau melestarikan tradisi
metode dakwah yang dahulu pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Ronggo Warsito dalam setiap ceramahnya biasanya didahului
dengan Grup Mustika Laras berjumlah 13 orang yang terdiri dari orang
tua, remaja dan anak-anak. Rebana tersebut mengawali pengajian dengan
41
Wawancara dengan Warsito di kediaman Desa Srobyong Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, tanggal 10 Februari 2017.
38
lagu-lagu shalawat oleh anak-anak selanjutnya di iringi wayang kulit
sebagai dakwahnya di atas panggung.
Di atas panggung Ronggo Warsito tidak langsung berceramah
dengan menggunakan wayang akan tetapi menerangkan materi dakwah
yang di sampaikan. Sesekali diiringi dengan suluk spritual zaman dulu
maupun sekarang yang mana orang lebih tertarik serta ceramahnya juga
disisipi dengan guyonan atau sampaan yang membuat orang-orang
mendengarkan tertawa.
Lagu-lagu dakwah yang diterangkan dalam ceramahnya
diantaranya adalah lagu ciptaan sendiri yang berjudul ayo sedulur, liriknya
yaitu
Ayo sedulur jo ngalalek ake, wajibe ngaji (sak pranatane), nggo
ngandelake (iman tauhide), baguse sangu (mulyo matine), al-qur‟an
qodim wahyu minulyo, tanpa tinulis (iso diwoco), iku wejangan (guru
waskitho), den tancepake (ing njero dhodho), kumanthil ati sarto pikiran,
mrasuk ing badan (kabeh jerohan), mukjizat rosul (dadi pedhoman),
minongko dalan (manjinge iman).42
Dalam lirik di atas , menerangkan tentang peringatan bagaimana
kita tidak boleh melupakan hidup di dunia ini, terutama ngaji, sholat dan
wahyu yang sudah di turunkan Allah SWT terhadap umatnya.
42
Sumber berasal dari hasil buku mustiko laras, ki Sholeh pada pengajian di Jambu 2016
39
Dalam proses berdakwahnya Ronggo Warsito menggabungkan
antara materi dakwah, lagu dakwah, dan vokal dari sehingga para audien
mendapatkan siraman rohani yang mengena sampai ke hati.
Setelah kiranya materi agama yang disampaikan cukup, barulah
Ronggo Warsito muncul yaitu wayang pandhawa dan punakawan. Tokoh
wayang tersebut dapat diimplementasikan sebagai sifat sifat manusia yang
ada di dunia ini.
Dalam menerangkan materi dakwah Ronggo Warsito dibantu oleh
beberapa vokal anak-anak atau disebut sinden kecil. Sinden kecil ini
tugasnya adalah menyanyikan lagu-lagu shalawat. Agar terdengar indah
dan dapat dijadikan teladan bagi para mad‟u yang mendengarkan.
Selanjutnya dibantu oleh musik-musik yaitu musik iringan piano
yang dimainkan untuk mengiringi dakwah ketika tampil di atas panggung,
ada lagi gendhong, Jidur, Terbang, ketipung, tamburan, dram, saron dan
pelok sendro dimana dimainkan ketika dinyanyikan lagu Islam.
Dalam setiap pengajiannya materi yang di sampaikan berbeda-
beda tergantung dari jenis pengajiannya. Misalnya pengajian dalam rangka
walimatul khitan, Ronggo Warsito menjelaskan anak-anak yang di khitan
dimana anak tersebut sudah waktunya untuk menjalankan syari‟at Nabi
Alloh Ibrahim bisa disebut juga Kholil Lulloh.
Setiap tetesan darah sebagai saksi sesuai Sunnah Rosul yang di
taati, untuk menjadikan anak-anak Uswatun Hasanah sebagai teladan bagi
umat Islam.
40
Sedangkan pada walimatul urusy, Ronggo Warsito menjelaskan
tentang senangnya pengantin baru di kelaminan, bagaikan Raja dan Permai
Suri yang duduk tersenyum seperti bidadari.
Tinggalkan masa remajamu, peganglah amanat dari tuhanmu,
untuk menuju hidup bahagia, rukun dan damai aman sentosa, disaat kau
berbulan madu, ingatlah akan masa depanmu, engkau tak akan kecewa,
kelak di hari tuamu.43
Selain mengandalkan wayang kulit, Ronggo Warsito juga
mengandalkan mimik muka serta suara yang dimiliki dalam proses
dakwah. Mimik muka dalam penyampaian ceramahnya sangat unik
sehingga membuat gelak tawa dari para pendengar pengajian sekalian serta
kemampuan suara yang dimiliki sangat bagus seperti dalang-dalang pada
umumnya. Ronggo Warsito dapat meniru peran suara dari setiap tokoh
pandhawa maupun punakawan misalnya Petruk, Gareng, Semar, Bagong
dan lain-lain.
Sehingga praktik budaya wayang kulit dan di padukan dengan
grup Mustika Laras membuat peforma Ronggo Warsito di atas panggung
tidak diragukan lagi, dibuktikan dengan jadwal pengajian yang padat,
mulai dari mengisi pengajian di kabupaten kudus, Jepara dan pati.
Dalam berdakwah Ki Ronggo Warsito banyak dinamika ketika
berdakwah dari segi pendukung maupun dalam penghambat. Dimana
dakwah pada zaman sekarang lebih mudah dalam penyebaran di
43
Sumber berasal dari hasil buku mustiko laras, Ki Sholeh pada pengajian di Jambu 2016
41
karenakan Ki Ronggo Warsito di bantu dengan perkembangan teknologi
antara lain sound, alat suara dan musik modern.
Selain itu penyebaran dakwah menggunakan media wayang kulit
sangat efektif karena nilai-nilai Islam dan penerapan yang digunakan Ki
Ronggo Warsito lebih mudah di tangkap masyarakat karena materi yang di
gunakan disesuaikan dengan zaman modern dan tingkah laku manusia
sekarang.
Selain pendukung, Ki Ronggo Warsito mempunyai dinamika
penghambat dalam dakwahnya. Dikarenakan, masyarakat yang menikmati
wayang kulit belum sepenuhnya dinikmati masyarakat seluruhnya.
dikarenakan banyak pemuda-pemudi lebih menikmati yang namanya
musik modern. Jadi media wayang lebih sulit diterima banyak orang
sekiling warga baik dalam segi bahasa maupun dalam segi cerita yang
dipentaskan.
Selain itu Konsistensi Ronggo Warsito dalam merekrut SDM
(sumber daya manusia) dalam menunjang keberhasilan dakwah, belum
sepenuhnya baik dikarenakan pergantian personil sehingga kualitas dalam
media wayang sulit terpenuhi.
42
BAB IV
ANALISIS METODE DAKWAH RONGGO WARSITO
A. Analisis Metode Dakwah Wayang Kulit Ronggo Warsito
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari
peran Walisongo sebagai ulama penyebar agama Islam. Yang cukup
menarik untuk disimak adalah bagaimana cara ulama mengajarkan Islam.
Islam tidak saja dilihat sebagai unsur yang universal, tetapi juga
akomodatif. Sementara kebudayaan lokal tidak dipandang sebagai unsur
„rendah‟ yang harus mengalahkan kepada Islam, tetapi justru
memperlihatkan adanya dialog.44
Salah satunya adalah wayang. Sebelum Islam masuk ke tanah
Nusantara khususnya di Jawa-wayang telah menemukan bentuknya. Tak
hanya bentuknya, ada banyak sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang
yang berisi pesan moral Islam serta karakter – karakter di dalamnya.
Wayang kulit yang diperankan Ki Dalang Ronggo Warsito
mempunyai metode yang cukup menarik. Setiap penyampaian pesan
dalam memainkan gerak – gerak wayang sangat bermakna terutama dalam
segi agama, sosial dan budaya. hal ini menjadikan bahwa setiap gerak
mempunyai pesan yang positif atau dan baik.
Dalam hal ini Metode dakwah yang diaplikasikan oleh Ronggo
Warsito dapat dikelompokkan sebagai berikut:
44
Purwadi, “Tasawuf Muslim Jawa”, (Yogyakarta, Damar Pustaka, 2004), hlm. 7.
43
1. Metode Dakwah Bi Lisan Al Haal
Secara etimologis dakwah bi lisan al-haal merupakan
penggabungan tiga kata yaitu dakwah, lisan dan al-haal. Kata dakwah
berarti memanggil, menyeru. Kata lisan berarti bahasa sedangkan al-haal
berarti hal atau keadaan.
Secara terminologis dakwah mengandung untuk menyeru berbuat
kebajikan dan melarang segala perbuatan mungkar dan mendapat
kebahagian dunia dan akhirat.
Dengan demikian, dakwah bi lisan al-haal adalah mengajak
manusia ke jalan Tuhan untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat
dengan perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia.45
Metode dakwah Ronggo Warsito diaplikasikan lewat ceramah
kebudayaan yang berupa pengajian rutin. Metode tersebut banyak
keberhasilan dalam sikap keberagaman dan kehidupan sehari – hari.
Kemajuan ini dapat di lihat dari sikap para pemuda- pemudi maupun
audience dengan seputar kebudayaan yang ada dalam forum.46
Adapun kegiatan dakwah beliau sebagai berikut :
a. Pengajian Hari Jum’at
Metode dakwah yang dilakukan oleh Ronggo Warsito yaitu
berupa pengajian setiap hari Jum‟at. Pengajian ini merupakan bentuk
metode dakwah bi-lisan yaitu penyampaian informasi atau pesan
dakwah melalui lisan langsung antara subyek dengan objek dakwah.
45
M. Munir, Metode Dakwah Edisi Revisi, ( Jakarta: Kencana, 2009), cet. 3, hlm. 215. 46
Wawancara dengan Maftuha, Masyarakat Desa Srobyong, pada hari jum‟at, 26 Januari
2018 di masjid Al Mukminin Srobyong.
44
Pengajian ini bermaksud melakukan pengajaran agama Islam dengan
menanamkan norma – norma budaya yang di terapkan Wali Songo
melalui dakwah.
Pengajian yang diikuti oleh para mad‟u masyarakat Srobyong
dan dilaksanakan di Masjid Al Mukminin. Beliau menggunakan media
dakwahnya dengan salah satu karya beliau sendiri dengan melantunkan
syair-syair yang di kumandangkan dengan lagu. Sehingga nantinya
dalam kehidupan sehari – hari mad‟u bisa mengamalkan makna kajian
yang terkandung dalam buku Mustika Laras tersebut.
b. Pengajian Hari Besar Umat Islam
Pengajian ini dilaksanakan khusus di Hari Besar Umat Islam
dengan masyarakat sekitar maupun luar dengan media wayang
kulitnya.
c. Undangan Ceramah / Pementasan Wayang kulit
Ronggo Warsito memiliki metode dalam mengisi setiap pesan
yang mau di bawakan. Melalui undangan ceramah / pementasan
wayang kulit sehingga Ronggo Warsito bisa berdakwah secara luas
dengan kajian – kajian menarik baik kajian dewasa, orang tua maupun
anak – anak sesuai dengan kondisi Undangan yang di minta oleh
masyarakat.47
47
Wawancara denagan Ahmad Farid, Masyarakat desa Jambu Timur RT 29/06 pada hari
senin, 29 Januari 2018 di Acara Undangan Ultah.
45
2. Metode Pendidikan
Metode pendidikan ini dimaksudkan metode yang penerapannya lewat
kegiatan – kegiatan pendidikan yang mengarah pada pengajaran masyarakat
luas dengan mengembangkan pengetahuan baik pengembangan dalam hal
sarana dan prasarana. Selain pendidikan formal, pendidikan informal juga
perlu ditekankan dalam kalangan umat Islam untuk menunjang diberbagai
bidang.
Pendidikan merupakan peranan penting dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Menurut Moh. Ali Aziz, pelaksanaan pendidikan merupakan
salah satu tujuan dakwah bagi umat manusia itu sendiri yakni membuat
manusia memiliki kualitas aqidah, ibadah serta akhlak yang tinggi.48
Demi menunjang keberhasilan dakwahnya, Ronggo Warsito
menerapkan metode pendidikan yaitu mendirikan TPQ I‟alatul Adfal dan
mendirikan Madin Darul Istiqomah. Diniyah didefinisikan sebagai suatu
tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam.
Dengan tujuan yang jelas yakni membentuk kepribadian, memantapkan
akhlak dan melengkapi dengan pengetahuan.
Secara historis diniyah dikembangkan guna keperluan dakwah dan
syiar Islam. Semakin banyaknya lembaga-lembaga dibidang pendidikan Islam
yang didirikan, agama Islam juga semakin berkembang pesat sehingga dapat
48
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 60.
46
dikatakan lembaga diniyah merupakan anak panah penyebaran Islam didunia
terutama di pulau Jawa.49
Dalam mendirikan sebuah lembaga TPQ I‟alatul Adfal dan Madin
Darul Istiqomah, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pada
kenyataannya anak – anak di lingkungan setempat, belum banyak yang respon
untuk mengaji atau menuntut ilmu disana. sehingga butuh kesabaran ber tahun
– tahun untuk adaptasi menyebarkan Islam melalui lembaga TPQ I‟alatul
Adfal dan Madin Darul Istiqomah.
Setelah berdiri selama beberapa tahun perkembangan TPQ dan
Diniyah mulai di respon oleh masyarakat sekitar. Bahkan di antaranya yang
semula tidak suka terhadap TPQ dan Diniyah mulai suka dengan keberadaan
lembaga tersebut.
Metode ini cukup efisien untuk mengembangkan metode dakwah
wayang kulit, sehingga anak – anak mulai menyukai kebudayaan Jawa bahkan
ada anak –anak yang ikut berlatih dan ikut bergabung di Group Mustika Laras.
3. Metode Nasehat
Ronggo Warsito selalu mengedepankan nasehat ketika beliau dan
group Mustika Laras melakukan pagelaran wayang kulit. Dengan memainkan
boneka wayang kulit memberikan makna pesan – pesan dakwah sesuai
49
Wahyu Ilahi, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 183.
47
pedoman Al-Qur‟an dan Hadist tentang tontonan dan tuntunan dakwah yang
benar.50
Dalang merupakan sutradara sekaligus tokoh utama dalam
pagelaran. Ia adalah penutur kisah, penyanyi lagu suluk yang
memamahami suasana pada saat-saat tertentu, pemimpin suara gamelan
yang mengiringi diatas segalanya, pemberi jiwa pada wayang atau pelaku-
pelaku manusia. Sesuai dengan perkembangan dan perubahan wayang
dengan konteks modernisasi.
Metode nasehat yang dilakukan Ronggo Warsito tujuannya
memberikan rangsangan terhadap masyarakat tutur kata, baik pendidikan,
sosial, budaya maupun agama. Tutur kata yang di ucapkan saat melakukan
pagelaran sesuai dengan konteks pagelaran yang di mainkan.
Ketika konteks itu adalah pengajian anak – anak, ulang tahun dan
Walimatul Khitan, Ronggo Warsito dan Mustika Laras memainkan kisah
tentang anak berbakti pada orang tuanya, ber shadaqah mulai dari anak –
anak. Bahkan setiap nasehat yang di terapkan lebih mudah di pahami
audiens sekitar.
Ketika konteksnya adalah pengajian maulud, Isra‟ mi‟raj, tahun
baru Islam dan Walimatul ursy‟. Ronggo Warsito memberi suluk – suluk
atau syair yang mengandung arti dari setiap cerita yang dimainkan,
sehingga gerak, ucapan dan karakter yang berbeda – beda menciptakan
50
S. Haryono, Pratiwimba Adiluhung, Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Yogyakarta:
Penerbit Djambatan, 1988), hlm. 124-126.
48
dengan kata – kata yang penuh perasaan, yang mampu memikat penonton
dan sarat dengan pesan moral.51
Dalang Ronggo Warsito banyak menceritakan tokoh-tokoh
wayang yang mempunyai makna ajaran Islam dan tingkah laku manusia
pada zamannya salah satunya :
Pandhawa bisa diartikan asal dari kata “Dawa” yang artinya
obat. Manusia mempunyai kewajiban untuk mengobati dan memberikan
obat kepada orang yang kena penyakit yang merusak aqidah.
Bima yang mempunyai makna Dodot bangbing tilu aji (Iman,
Islam dan Ihsan). Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh
sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan yang Maha Esa. Tak
berhenti di situ, dengan keyakinannya Bima mengajarkan kepada
saudaranya Janaka. Ajaranya tentang menuntut ilmu, sabar, berlaku adil
dan bertatakrama dengan manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dakwah yakni
menyuarakan pesan-pesan moral, nilai-nilai Aqidah, Syari‟ah maupun
akhlak yang ingin disampaikan kepada masyarakat umum melalui
pertunjukan wayang kulit.52
51
Purwadi, “seni Pendhalangan Wayang Purwa” (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007),
hlm. 35. 52
Wawancara dengan Nia, orang yang menghadirkan dakwah wayang Ki Sholeh pada hari Senin, 05 Desember 2016 di rumah Jambu Sari Kecamatan Mlonggo.
49
B. Analisis Faktor Penghambat dan Pendukung Dakwah Ronggo
Warsito Desa Srobyong, Mlonggo, Jepara.
1. Analisis Faktor Pendukung dakwah
Analisis Faktor pendukung dakwah Ronggo Warsito yaitu
a. Persiapan Ruhiyah (spritual) adalah aqidah pondasi kehidupan
mukmin.
Bahwa seseorang akan ditentukan oleh kekuatan aqidah
yang melekat di hati. Bisa kita pahami, penanaman aqidah dalam
generasi kaum muda, merupakan kekuatan Islam, pada saat iman
mulai tumbuh dan berkembang pada pribadi mukmin yang siap
mati di jalan Allah SWT.
Teori persiapan ritual sangat relevan dengan dakwah
Ronggo Warsito dikarenakan sejak kecil Ronggo Warsito sudah
didik kesenian oleh bapaknya mengenai tentang kesenian wayang
dan hidupnya penuh dengan keilmuan pesantren.
Sehingga proses menuntut ilmu agama dan kesenian
budaya sudah membuatnya faham betul dan membuat hatinya
tambah senang dengan agama Islam dan kesenian wayang.
b. Persiapan karakter da‟i harus memiliki karakter yang kuat dan
jelas.
Mereka adalah panutan umat, setiap gerak langkah, tutur
kata, perilaku, dan kehidupan seharinya senantiasa diperhatikan
oleh umat.
50
Teori sangat relevan dengan keseharian Ronggo Warsito
dalam berdakwah, dikarenakan ronggo warsito mempunyai garis
keturunan yang diwarisi oleh keluarganya yang mempunyai jiwa
mubaligh dan pewayangan.
Sehingga dia mempunyai karakter mubaligh dimana beliau
dengan ramah tamah serta tegas dalam penyampaian dakwahnya
dan suka membuat penonton menjadi senang dalam gerak wayang
kulitnya dan suara.
Tak hanya itu setiap gerakan di landasi ketegasan dakwah
tentang pembelajaran nilai-nilai agama, sosial maupun budaya.
Sehingga mad‟u tersebut bisa menangkap apa yang disampaiakan
oleh Ronggo Warsito.
c. Persiapan materi
segalanya akan di perlukan kelangsungan dakwah, baik
dalam skala individu maupun kolektif. Setiap langkah dakwah
membutuhkan materi, baik berupa uang yang terlihat, ataupun
berbentuk pembekalan yang terlihat secara langsung.
Teori persiapan materi ini sangat relevan dengan yang ada
pada kenyataan yang ada. Di kerenakan Ronggo Warsito dakwanya
menggunakan media wayang kulit sehingga memerlukan materi
yang sangat banyak sekali dalam pembelian wayang kulit tersebut.
51
Setiap materi yang dibawakan selalu diiringi musik yang
sesuai dengan perkembangan zaman dan materi pun juga
disesuaikan dengan objek dakwah.
Demikian rangkaian perjuangan Ronggo Warsito yang
sampai ini tidak henti-hentinya menyebarkan agama Islam.
Analisis dari teori dan hasil penelitian sesuai karena Ronggo
Warsito dengan kesehariannya yaitu selalu memohon kepada Allah
SWT dalam semua persiapan tersebut.
d. Lingkungan Setempat
Adanya lingkungan yang aman, tertib, nyaman dapat
menjadikan pendukung terlaksananya aktivitas dakwah yang di
lakukan Ronggo Warsito dan Group Mustika Laras.
Antusiasme masyarakat terhadap pengajian yang di perankan
Ronggo Warsito sangatlah banyak, di karenakan setiap ceramah Desa
ke Desa yang lain memberi warna yang berbeda dan candaan yang
memikat sehingga masyarakat dari luar pun ikut dalam setiap
pengajian.
2. Analisis faktor penghambat dakwah
Analisis faktor penghambat dakwah Ronggo Warsito yaitu :
a. Ketidakseimbangan aktifitas
Ketidakseimbangan aktifitas juga menimbulkan problematika
tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktifitas kehidupan dan
lapangan, pribadi dengan organisasi, kualitas dengan kuantintas sdm
52
semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau keseimbangan yang
merupakan asas kehidupan, juga harus dipratekkan dalam kehidupan
berjamaah dan oleh semua aktivis dakwah.
Teori ketidakseimbangan aktifitas ini sangat tidak relevan
dengan kehidupan nyata pada dakwah Ronggo Warsito dikarenakan
dia selalu menyeimbangkan kegiatan ingat kepada Allah dengan
aktifitas dakwahnya.
b. Penyesuaian diri
Penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap
dakwah yang melekat pada masing-masing.
Teori penyesuaian diri tidak sesuai di karenakan dalam
penyampaian dakwah Ronggo Warsito selalu dapat menyesuaikan diri
dimanapun tempatnya, baik ketika di undang pengajian, nikahan, sunat
dan ulang tahun dengan wayang kulit bisa menyusaiakan jenis karakter
wayang dan shalawatnya.
Tak hanya itu penyesuai diri dalam masyarakat perlu
dikarenakan masyarakat yang menonton belum tentu orang yang bisa
mendengar karena butuh penyesuaian diri.
c. Persiapan acara
Persiapan acara termasuk sebagai hambatan dalam
mementaskan wayang kulit, sehingga Ki Ronggo Warsito selalu
mempersiapkan semuanya untuk bisa menyampaikan segala materi
yang ada dan musik yang dibawakan.
53
Teori ini sangat relevan karena persiapan acara dalam segi
panggung, soundsystem dan masyarakat butuh persiapan yang matang
dalam membuat acara.
54
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang di dapat mengenai “ Metode
Dakwah Ronggo Warsito melalui media wayang kulit Srobyong,
Mlonggo, Jepara”. menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah haruslah mempunyai metode
dakwah yaitu dibagi 3 bagian yaitu:
a. Pertama, dakwah bi lisan al-haal yang meliputi kegiatan dakwah
pengajian hari Jum‟at Pengajian yang diikuti oleh para mad‟u
masyarakat Srobyong dan dilaksanakan di Masjid Al Mukminin Beliau
menggunakan media dakwahnya dengan salah satu karya beliau sendiri
dengan melantunkan syair-syair yang di kumandangkan dengan lagu.
Sehingga nantinya dalam kehidupan sehari – hari mad‟u bisa
mengamalkan makna kajian yang terkandung dalam buku Mustika
Laras tersebut, pengajian Hari Besar Umat Islam, Pengajian ini
dilaksanakan khusus di Hari Besar Umat Islam dengan masyarakat
sekitar maupun luar dengan media wayang kulitnya, Undangan
Ceramah / Pementasan Wayang kulit, Ronggo Warsito memiliki
metode dalam mengisi setiap pesan yang mau di bawakan. Melalui
undangan ceramah / pementasan wayang kulit sehingga Ronggo
Warsito bisa berdakwah secara luas dengan kajian – kajian menarik
55
baik kajian dewasa, orang tua maupun anak – anak sesuai dengan
kondisi Undangan yang di minta oleh masyarakat.
Kedua, Metode pendidikan. Ronggo Warsito menerapkan metode
pendidikan diantaranya adalah mendirikan TPQ I‟alatul Adfal dan
Madin Darul Istiqomah. Diniyah didefinisikan sebagai suatu tempat
pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam
yang bersifat permanen.
Ketiga, Metode nasehat. Yakni pengajian anak – anak, ulang tahun
dan Walimatul Khitan, Ronggo Warsito dan Mustika Laras
memainkan kisah tentang anak berbakti pada orang tuanya, ber
shadaqah mulai dari anak – anak. Bahkan setiap nasehat yang di
terapkan lebih mudah di pahami audiens sekitar.
Ketika konteksnya adalah pengajian maulud, Isra‟ mi‟raj, tahun baru
Islam, Walimatul ursy‟, Ronggo Warsito memberi suluk – suluk atau
syair yang mengandung arti dari setiap cerita yang dimainkan,
sehingga gerak, ucapan dan karakter yang berbeda. menciptakan
dengan kata – kata yang penuh perasaan, yang mampu memikat
penonton dan sarat dengan pesan moral.
b. Faktor pendukung metode dakwah yang dilakukan Ronggo Warsito
adalah segala sesuatu yang menunjang maupun mendukung
terselenggaranya kegiatan dakwah sehingga dengan adanya hal yang
demikian, maka berbagai kegiatan dakwah dapat berjalan baik dan
lancar, mulai dari awal hingga berakhirnya kegiatan yakni persiapan
56
ruhiyah, persiapan karakter da‟i, persiapan materi dan lingkungan
setempat.
Kemudian faktor yang dapat menghambat dari berbagai aktivitas
dakwah yang dilakukan Ronggo Warsito. Dalam pelaksanaanya
mendapatkan hambatan yaitu ketidakseimbanga aktifitas, penyesuaian
diri dan persiapan acara.
B. Saran
Dakwah merupakan sesuatu kewajiban bagi seluruh umat muslim
yang bertujuan untuk mengamalkan segala apa yang di perintahkan oleh
Allah SWT. Mengajak manusia menuju kebenaran dan menjauhi segala
perkara yang di larang oleh Islam.
Untuk itu marilah kita bersama-sama menegakkan segala yang
menjatuhkan nilai-nilai ajaran Islam, baik itu hal yang sepele, ringan
maupun berat.
Dakwah ada berbagai penerapan yang dilakukan oleh penceramah,
dengan memadukan shalawat denagan kesenian wayang, dengan
pendidikan maupun dan lain-lain. Untuk itu apapun caranya yang
terpenting adalah niat yang tulus dari si penceramah tersebut hingga tidak
menimbulkan sifat ria.
Setelah penulis mengemukan beberapa kesimpulan, maka penulis
mencoba menyamapaikan saran yang bertujuan memberikan masukan
sehubungan dengan skripsi ini sebagai berikut :
57
1. Metode dakwah yang di terapkan dengan media wayang dan
shalawat menggambarkan metode dakwah yang bagus bagi
penceramah.
2. Seorang tokoh agama merupakan cerminan dan gambaran dalam
bertingkah laku baik di kehidupan sehari-hari. Maka nilai-nilai
baik lah yang harus diatur di lingkungan sendiri maupun
masyarakat.
3. Seorang tokoh agama harus memperkuat akhlaqul karimah, agar
keteguhan iman dan kekuatan Islam bisa mampu membangun
masyarakat mengenai tentang dunia dan akhirat.
4. Dakwah yang dilakukan Ronggo Warsito Desa Srobyong,
Mlonggo, Jepara dengan menggunakan media wayang kulit dan
diimbangi grup Mustika Laras sangat unik sekali, tampil beda
dengan Mubaligh yang lain. Masyarakat akan kembali mengenal
wayang dan cerita-cerita yang dahulu hingga kontemporekan
dengan sekarang.
C. Harapan
Harapan penulis supaya skripsi ini bisa dilanjutkan serta dikaji
kembali oleh mahasiswa pada generasi selanjutnya supaya mendapatkan
suatu tambahan ilmu yang berguna bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.
58
D. Penutup
Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
karena dengan taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan didalamnya, jauh dari kesempurnaan yang demikian itu tentu
dapat dimaklumi karena kertebatasan ilmu pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, penulis lapang dada menerima kritik yang membangun dan
saran-saran bagi berbagai pihak.
Penulis memanjatkan do‟a, dengan selesai dan terwujudnya skripsi
ini dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya, khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita.
Akhir kata, hanya kepada Allah SWT bermohon, seraya berdo‟a
semoga skripsi ini dapa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Amin.
59
DAFTAR PUSTAKA
Syabibi, Ridho. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Basit, Abdul. Filsafat Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Mulyana, Dedy. Komunikasi efektif, pendekatan lintasbudaya. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005
Munir, Muhammad. Metode Dakwah. jakarta: Kencana, 2009
Hafiduddin, didin. Dakwah Aktual. Jakarta : Gema Insani, Cet. Ke-3, 1998
Aziz, Abdul. Jelajah Dakwah Klasik-Kontemporer. Yogyakarta: Gama Media,
2006
Purwadadi. Dakwah Sunan Kalijaga; Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis
Kultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007
Acep, Aripudin dan Syukriadi Sambas. Dakwah Damai Pengantar Dakwah
Antarbudaya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1993
Rosyad Shaleh, Abdul. Manajemen Da‟wah Islam . Jakarta : Bulan Bintang, 1997
Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. Jakarta : Raja
Grafindo, 2014
Emzir. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2011
Mulyono Sri.Wayang: asal-usul Filsafat dan Masa Depannya.PT. Gunung
Agung, 1976
Haryanto Sri. Bayang-Bayang Adiluhung. Semarang: Dahara Prize, 1992
60
Salam Solichin.Sekitar Wali Sanga. Jakarta: Menara Kudus, 1960
Wintala Sri. Karakter Tokoh-Tokoh Wayang.Yogyakarta: Araska Publisher, 2014
Murtiyoso Bambang. pertumbuhan dan perkembangan seni pertunjukan wayang.
Surakarta: Etnika Surakarta, 2004
Amin Darori, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media, 2000
Soetarno. Wayang Kulit Jawa. Surakarta: CV. Cendrawasih, 1995
Guritno Pandam. Wayang, Kebudayaan Indonesia dan Pancasila. Jakarta: UI
Press, 1988
Palgunadi Bram.Tinjauan Tentang Wayang Kulit. buletin PSTK-ITB, 1978
Yunus Mahmud.Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990
Shihab Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam
kehidupan Masyarakat. Bandung : Mizan, 1996.
Abdul Jalil Maman, Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: CV. Pustaka Setia,
1997
Oerdianto Sigit, Berdakwah Keliling Kota dengan Wayang Kulit. Suara Merdeka
Senin 31 Oktober 2008.
Susetya Wawan, Dhalang, Wayang, dan Gamelan. Jakarta: Narasi, 2007
Arifin M, Psikologi Dakwah. Jakarta: Bumi Aksara, 1997
Tasmara Toto, Komuniikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Awis Karni, Dakwah Islam di Perkantoran, Studi Kasus Yayasan Wakaf
Paramidana. Jakarta: disertasi SPS UIN Jakarta
Muriah Siti, Metodologi Dakwah Kontemporer.Yogyakarta: Mitra Pustaka 2000
Aziz Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004
Purwadi, Tasawuf Muslim Jawa. Yogyakarta : Damar Pustaka, 2004
61
LAMPIRAN - LAMPIRAN
62
63
Transkip Wawancara
Nama : Ki Sholeh (Ronggo Warsito)
Jabatan : Dalang Wayang Kulit ( Pendiri Mustiko Laras )
Tempat/Tanggal lahir : Blimbing, 03 Januari 1968 Kec. Kaliwungu, Kab. Kudus
Alamat : Desa Srobyong Kec. Mlonggo, Jepara
Penulis : sejak kapan bapak menekuni dunia wayang?
Ki Warsito : awal mulanya menekuni dunia wayang sejak masih kecil.
Yang dimana bapak saya sudah menekuni dunia
pewayangan, sehingga saya senang. Saat itu saya
menekuni hingga berani dalang di masyarakat pada tahun
1999 di dorong oleh bapak dan guru.
Penulis : Menurut bapak, apakah wayang kulit sebagai media yang
tepat untuk melakukan dakwah?
Ki Warsito : Seni pertunjukan bukan pertunjukan seni biasa, dimana
setiap tutur kata yang di ucapkan harus mempunyai nilai
pesan moral dan akhlak. Sehingga pesan tersebut bisa
sampai pada penonton, sehingga dakwah wayang kulit
termasuk media yang tepat untuk dakwah.
Penulis : Bagaimana bapak menyampaikan pesan – pesan dakwah
saat pementasan?
Ki Warsito : Dalam pementasan, saya harus menyampaikan pesan
dakwah dengan cara suluk, sholawatan, karawitan, music,
tutur kata, perilaku lakon, sehingga pesan yang saya
bawakan harus mempunyai pesan dakwah.
64
Penulis : Apa tujuan bapak menggunakan wayang kulit sebagai
media dakwah?
Ki Warsito : Tujuan saya menggunakan wayang kulit agar para pemuda
lebih mencintai seni wayang kulit dan mengamalkan ilmu
saya pada audiens, dan setiap saya dalang harus mengena
pada masyarakat tentang dakwah wayang kulit yang saya
lakukan.
Penulis : Dengan materi apa yang bapak sampaikan saat mendalang
agar dapat di mengerti masyarakat?
Ki Warsito : Materi tentang social dan keagamaan yang pasti saya
bawakan atau lebih tepatnya masyarakat mengundang saya
sesuai dengan tema apa yang di inginkan dari pengundang,
intinya qt harus bersiap untuk segala materi – materi biar
tidak menonton. Contohnya dalam walimatul ursy, maulud
Nabi Muhammad SAW saya bawakan cerita – cerita itu.
Biar masyarakat memahami materi saya bawakan.
Penulis : Nilai- nilai pesan dakwah apa yang bapak bawakan saat
pementasan
Ki Warsito : Nilainya ya……tentang sholat, zakat, ibadah, haji tentang
rukun Islam
Penulis : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam proses
penyampaian pesan saat pertunjukan wayang kulit bapak?
Ki Warsito : Alhamdulillah, untuk penghambat penyampaian pesan
tidak ada, kecuali masalah soundsytem, cuaca, jarak
tempuh dari perjalanan, pegantian personil serta masyarakat
menderita tuna rungu. Untuk faktor pendukung, banyak
sekali, dari keluarga, sahabat, materi, tim paguyuban,
sinden, pemain gamelan dan musik modern menjadi faktor
pendukung internal.
Penulis : apa harapan bapak untuk masyarakat yang menyasikan
pertunjukan wayang kulit bapak?
65
Ki Warsito : Harapan saya terutama semua yang saya berikan bisa
manfaat bagi masyarakat baik segi kehidupan, sosial,
ekonomi maupun agama.
Dan juga harapan saya masyarakat bisa juga melestarikan
dunia seni pewayangan diminati.
Mengetahui,
Pewancara Responden
Ahmad Robit Himami Ki Ronggo Warsito