struktur wajah, aksesoris serta pakaian wayang kulit …
TRANSCRIPT
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
33
STRUKTUR WAJAH, AKSESORIS SERTA PAKAIAN WAYANG KULIT PURWO
Jati Widagdo Desain Produk UNISNU Jepara Email : [email protected]
Abstrak
Wayang merupakan kebudayaan yang akrab dengan masyarakat. Wayang adalah salah satu segi kebudayaan yang merangkum berbagai macam bidang seni. Salah satu dari jenis wayang tersebut diatas, yang timbul saat kebudayaan Islam, adalah wayang kulit purwo. Wayang kulit purwo pada dasarnya dibuat dari kulit sapi/lembu”. Wayang kulit purwo menggunakan boneka berbentuk 2 dimensi. Wayang kulit purwo yang menceritakan cerita Ramayana maupun cerita Mahabarata, dinamai wayang purwo karena wayang ini adalah wayang yang pertama kali menggunakan kulit sebagai media bonekanya.
Wayang terdapat pada budaya Indonesia sejak jaman Majapahit, namun ceritanya masih berkisar cerita Jawa, sedangkan cerita Mahabarata populer pada era kerajaan Kediri pada era raja Jayabaya di mana cerita Mahabarata digubah kembali oleh Empu Sedah kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh. tetapi masuknya Islam di Indonesia terjadi kolaborasi budaya di mana cerita wayang digunakan sebagai siar agama oleh para sunan. Maka pada era kasunanan ini, sunan Kalijaga membuat boneka wayang dengan kulit sapi/lembu yang diberi nama wayang purwo.
Abstract
Wayang is a form of puppet theatre art found in Indonesia and other parts of Southeast Asia. It is one cultural art which is very popular around the world. It is involved all parts of art. Wayang kulit Purwo or Purwo shadow puppet is popular in Islamic culture era. Basically it is made from leather. Wayang kulit purwo uses two dimensial puppets. It tells about Ramayana and Mahabarata. It is named as wayang purwo because it is the first shadow puppets used leather as a media.
Wayang was born as one part of Indonesian culture since Majapahit era. But the story was talking about Javanese until the story of Mahabarata was popular in the era of Kediri kingdom led by a king of Jayabaya. In the past, the story is about Javanese story. Meanwhile, Mahabarata story was popular in Kediri Kingdom era, it is Jayabaya Kingdom era in which Mahabarata was adapted by EmpuSedah, then it was
Keywords: wayang, culture, Indonesian culture, wayang kulit purwo
Kata Kunci : wayang, kebudayaan, budaya Indonesia, wayang kulit purwo
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
34
continued by Empu Panuluh. Islam entered in Indonesia when collaboration of culture in a story of puppet theatre is used to proselytize by Sunans. Then, in Kasunanan era, Sunan Kalijaga made pupets from leather of cow and bull which is called wayangpurwo.
Pendahuluan
Wayang merupakan kebudayaan
yang akrab dengan masyarakat.
Hampir tiap hari orang bertemu
dengannya. Dalam sarasehan, per-
kumpulan dan pertemuan lainnya orang
membicarakan masalah wayang.
Ditinjau dari sudut kebudayaan Daru
Suprapto menjelaskan bahwa (Daru
Suprapto: 1; 1972) :
“Wajang adalah salah satu seni
kebudayaan jang merangkum berbagai
macam bidang seni: ukir / pahat,
sungging / lukis, gerak / tari, karawitan /
musik, vokal maupun instrumental, dan
sastra; memuat isi padat dan bermutu
penuh, mencakup segi religi dan
filsafat, etika dan estetika, psikologi dan
pedagogik. Sampai sekarang tetap
langsung daja hudupnya di dalam
perkembangan budaya bangsa tetap
mendapat tanggapan luas didalam
berbagai lapisan masjarakat”.
Demikian juga wayang merupakan
puncak kesenian klasik dan bersifat
adiluhung. Dari zaman dahulu sampai
sekarang wayang tidak bisa lepas
dengan tradisi kehidupan masyarakat
Indonesia, karena wayang merupakan
kebudayaan nasional seperti diuraikan
oleh Singgih Wibisono sebagai berikut
(Singgih Wibisono: 57; 1983) :
Wayang dikenal dan didukung oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia,
memiliki corak dan sifat yang khas dan
bermutu tinggi sehingga dapat disebut
sebagai salah satu kebudayaan
nasional.
Di samping itu daya tarik yang
diwujudkan dalam bentuk wayang
salah satunya adalah aspek
proporsinya yaitu dilihat secara
keseluruhan mempunyai variasi sendiri-
sendiri sesuai dengan karakter dari
masing-masing peranannya.
“Sukasman mengatakan bahwa,
bentuk wayang itu unik, tangannya
panjang, tubuhnya terlalu ceking, bibir
melipat, hidung over mancung dan lain-
lain.Tapi jika diurai masuk akal”. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa “Seni wayang
benar-benar seni budaya khas
Indonesia yang tinggi nilainya di negara
lain tidak ada yang menyamai.
(Sukasman: 11; 1988).
Jenis wayang dalam berdasarkan
jenis bahan pembuatnya dibagi menjadi
5, yaitu:
1. Wayang kulit : dibuat dari kulit
kerbau atau lembu.
2. Wayang golek: dibuat dari kayu.
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
35
3. Wayang wong: dimainkan oleh
orang.
4. Wayang beber: cerita wayang yang
dibuat gambar pada lembaran
kain/kertas
5. Wayang suket: wayang yang dibuat
dari rumput. .
Salah satu dari jenis wayang
tersebut di atas, yang timbul saat
kebudayaan Islam, adalah wayang
porwo. Wayang porwo dipopulerkan
Sunan Kalijaga, digunakan untuk
mengembangluaskan agama Islam di
Tanah Jawa (Bambang Suwarno: 6;
1980). Sedangkan wayang kulit cerita
Mahabarata & Ramayana dinamai
wayang porwo karena wayang ini
adalah wayang yang pertama kali
menggunakan kulit binatang.
Hal ini sangat menarik penulis
meneliti mengingat wayang adalah
kebudayan Hindu namun digunakan
media dakwah agama Islam, maka seni
kerajinan wayang porwo dijadikan
sebagai objek penelitian.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana jenis dan golongan
wayang kulit purwo.
2. Bagaimana penerapan hiasan dan
warna pada wayang kulit purwo.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi jenis dan
golongan wayang purwo.
2. Memahami penerapan hiasan dan
warna pada wayang purwo.
Landasan Teori
Pada hakekatnya wayang
merupakan seni budaya bangsa
Indonesia, lahir dan berkembang sejak
zaman raja-raja di Jawa. Hal demikian
itu jelas terlihat dari fungsi dan dimensi
wayang dalam kehidupan masyarakat
yang telah menjiwai dan meresap di
hati serta digemari masyarakat, kalau
dilihat dari asal-usulnya wayang
menurut Kesusastraan Jawa II, oleh S.
Padmosoekotjo yang dikutip oleh Amir
Mertosedono sebagai berikut:
Pada tahun 939 Masehi, Sri
Jayabaya, raja Kediri-lah yang memulai
dengan membuat wayang Purwa,
berwujud rontal. Baru kemudian
dibangun kembali oleh Raden Panji di
Jenggala pada tahun 1223. Waktu itu,
suluknya masih menggunakan bahasa
Kawi. Bahannya masih rontal. Sejak
Lembu Amiluhur dari Pajajaran, putera
sang Panji-lah yang mulai membuat
wayang dari kertas, yaitu pada tahun
1244 Masehi:, dengan menggunakan
gamelan Slendro. Pada tahun 1283,
wayang yang dibuat dari kertas
dinamakan wayang beber.Sang prabu
Brawijaya mulai gemar memberi warna
pada wayang. Mulai zaman Sunan Giri,
memberikan sumbangan yang wayang
berwujud raksasa yang diberi dua biji
mata. Pada tahun 1400 lebih, Raden
Patah membuat Gunungan. Wayang
Purwa makin menanjak, sedang
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
36
wayang beber kalah terkenal. Mulai
zaman Sultan Amangkurat, timbul
wayang Krucil. Seperti sejarah
Majapahit. Lakonnya Damarwulan
dengan gamelan Slendro. Juga timbul
wayang orang, yakni tahun 1910.
Dengan uraian di atas, wayang porwo
juga sudah dikenal sebelum wayang
krucil ada. Wayang golek pada tahun
1584 Masehi atau 1506 (wayang sirna
gumulunging wisma) Sunan Kudus
membuat wayang golek (Sri Mulyono:
37:1978).
Dengan demikian, dalam
masyarakat tradisional wayang porwo
menempati kedudukan yang sangat
penting, serta dapat memadukan hal-
hal atau nilai-nilai dari kepercayaan dan
pemujaan terhadap para leluhur. Nilai-
nilai Hindu dan Budha terkandung
dalam wayang kulit purwa, nilai-nilai
Kristen ada pada wayang golek Wahyu
dan nilai-nilai Islam terkandung dalam
wayang golek Menak, hal ini secara
keseluruhannya mendapat pengolahan,
pengadaptasian yang serasi, luwes
disuatu pementasan wayang.
Pada mas pemerintahan Sultan
Agung, bentuk dan pertunjukan wayang
porwo mengalami banyak kemajuan
antara lain:
1. Pakaian wayang disempurnakan
misalnya raja memakai mahkota /
tropong. Satria memakai “gelung”
atau “ngore”, memakai “kain dodot”
dan memakai celana.
2. Dibuat bermacam-macam senjata
misalnya gada, bindi, alugara dan
sebagainya.
3. Pada masa Sultan Agung pula
wayang yang dulunya menghadap
ke depan dengan dua tangan di
belakang diubah menjadi bentuk
menyamping dengan yang terlihat
lebih panjang dari sewajarnya.
Wayang kulit purwo pada dasarnya
dibuat dari kulit lembu, yang disebut
dengan Wayang kulit purwo
menggunakan boneka berbentuk 2
dimensi disungging dan diberi tatahan.
Metodologi
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif
yakni metode yang berdasarkan pada
kondisi objek yang alami dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci
pengambilan sampel sumber data
silakukan secara porposif dan
snowbaal serta teknik penggabungan,
analisis data bersifat induktif/ kualitatif
dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada
generalisasi. Tujuannya adalah untuk
memahami fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dan
mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara
peneliti dengan fenomena yang diteliti.
Peneliti kualitatif percaya bahwa benar
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
37
adalah dinamis serta dapat ditemukan
melalui penelaahan terhadap orang-
orang melalui interaksinya dengan
situasi sosial mereka.
Metode Observasi
Metode observasi adalah metode
pengambilan data yang dilakukan
dengan cara pengamatan dengan
menggunakan pencatatan secara
sistematis, pengamatan dilakukan
dengan cara ikut melibatkan diri dalam
proses guna mendapatkan data-data
yang sesuai.
Arikunto (1993:112) menjelaskan
pengertian observasi adalah:
“pengamatan langsung yang
berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang
mungkin timbul dan akan diamati
dengan memberikan tanda-tanda pada
kolom, tempat-tempat peristiwa
muncul, observasi melibatkan
penyusun untuk berinteraksi secara
langsung dengan obyek yang akan
diteliti, secara terbuka dan terlibat
didalamnya secara aktif dalam upaya
memperoleh data”.
Metode Pustaka
Metode pustaka ialah metode
dengan cara mengumpulkan data-data
dari sumber tertulis yang validitasnya
dapat diyakini kebenarannya serta
sumber tersebut sesuai dengan obyek
penelitian. Sumber tersebut dapat
diperoleh dari buku, jurnal ilmiah,
wikipedia, serta sumber-sumber tertulis
lainnya yang sudah dipublikasikan.
Lokasi Penelitian
Pada penelitian lokasi yang dipilih
adalah desa dusun Dendeng Bangun
Jiwo, Kecamatan Kasihan Bantul DI.
Yogyakarta, dipilih lokasi tersebut
karena disitulah terdapat pusat
kerajinan wayang kulit salah satu
sanggar yang terkenal adalah bapak
Sagio Pupet ( sanggar).
Obyek penelitian merupakan wayang
kulit purwo yang sampai sekarang ini
masih diproduksi oleh beberapa
pengrajin wayang kulit purwo di desa
tersebut .
Wayang Kulit Porwo dan Sejarahnya
Banyak pengertian yang
dikemukakan oleh para ahli, namun
pada prinsipnya tidak jauh berbeda.
Sehubungan dengan hal tersebut
diuraikan pengertian wayang secara
umum. Menurut Kusumajadi (1970)
bahwa: Mengenai arti wayang tadi dari
suku kata Wa dan Yang. Wa = trah
yang berarti turunan, Yang = hyang
yang berarti eyang, kakek atau leluhur
yang telah meninggal, misalnya:
Pandawa dari kata Pandu-wa yang
artinya turunan Pandu. Dari
kesemuanya itu maka wayang ialah
gambar yang telah meninggal.
Selanjutnya Sri Mulyono menjelaskan
sebagai berikut: Wayang dalam bahasa
Jawa kata ini berarti “bayangan”.
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
38
Dalam bahasa Melayu disebut bayang-
bayang. Dalam bahasa Aceh : bayeng.
Dalam bahasa Bugis : wayang atau
bayang. Dalam bahasa Bikol dikenal
dengan kata baying artinya “barang”,
yaitu apa yang dapat dilihat dengan
nyata. Akar kata dari wayang adalah
yang. Akar kata ini bervariasi dengan
yung, yong, antara lain terdapat dalam
kata layang – “terbang”, doyong –
“miring” tidak stabil, royong – selalu
bergerak dari satu tempat ketempat
lain; “poyang-payingan” berjalan
sempoyongan, tidak tenang dan
sebagainya.
Dari pengertian “tidak stabil”
tersebut di atas dalam bahasa Jawa
Wayang mengandung pengertian “
berjalan kian kemari”, tidak tetap,
sayup-sayup (bagi substansi bayang-
bayang). Demikian juga ditegaskan
oleh Amir Mertosedono yang
menyebutkan:
a. Bahasa Jawa : perkataan wayang
artinya wayangan (layangan).
b. Bahasa Indonesia : bayang-bayang,
samar-samar, tidak jelas.
c. Bahasa Aceh : bayang artinya
bayangan.
d. Bahasa Bugis : wayang atau
bayang-bayang.
Selanjutnya dijelaskan oleh R.T.
Yosowidagdo bahwa: Kata wayang
dalam bahasa Jawa berasal dari kata
ayang-ayang (bayangan), karena yang
dilihat berupa bayangan dalam kelir
(tabir kain putih sebagai gelanggang
permainan wayang).
W.J.S. Poerwadarminta (1976)
mengatakan, wayang merupakan
gambar atau tiruan orang dan sebagai-
nya yang dibuat dari kayu, kulit dan lain
sebagainya untuk mempertunjukkan
suatu lakon.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa wayang mengalami
perkembangan baik bahan, bentuk,
jenis serta cerita yang ada, seperti
pada sekarang ini.
Sesuai dengan fungsinya
pemunculan wayang purwo yang
dipergunakan sebagai sarana
penyebaran agama Islam, dan sering
dengan meluas daerah penyebarannya
seperti Cirebon, Sunda, Tegal, Kudus,
Surakarta, Yogyakarta dan lain
sebagainya, maka tidak mengherankan
kalau bentuk dan penampilan wayang
porwo mengalami perubahan sesuai
dengan adat dan kebudayaan daerah
masing-masing.
Proses Produksi Wayang purwo
a. Jenis dan Golongan Wayang
Ditinjau dari produksi wayang
porwo terdiri dari 4 (empat)
golongan dengan cirinya sebagai
berikut:
1) Golongan Putri : terdiri dari tokoh-
tokoh perempuan, berukuran kecil,
rambut terurai, hanya, mata agak
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
39
sipit, anting-anting terletak dibagian
bawah telinga, dada menonjol.
Tokoh-tokohnya: Betari durga,
Kumoratih, Sembodro, Srikandi,
Sinta dan lainnya.
2) Golongan Pria atau Bambang:
golongan ini berukuran lebih besar
dari putri, berkumis baik tebal
maupun tipis, antingnya terletak
diatas telinga, dada datar. Penutup
kepala bukan mahkota dengan
jamang berjumlah dua.
3) Golongan Raja atau Gagahan :
berukuran lebih besar dari pada
bambang, bermahkota dengan
jamang berjumlah tiga, bagian-
bagian lain sama dengan bambang.
4) Golongan Raksasa atau Buto :
ukurannya paling besar, wajahnya
seram, matanya lebar, giginya
kelihatan dan kadang-kadang
memakai taring, hidungnya besar,
berkumis lebat (tebal), rambutnya
digimbal.
5) Dewa dan dewi: ciri menonjol pada
dewa atau dewi adalah memakai
sepatu (trompah)
Selain jenis dan golongan tersebut di
atas sebagai ciri dari pada wayang
porwo, maka ciri-ciri khusus dari pada
tiap tokoh wayang porwo adalah
“Wanda”. Wanda ini yang menentukan
watak atau sikap dari tokoh wayang
tersebut
b. Bentuk
Dalam penelitian ini bahan yang
digunakan dalam pembuatan
wayang kulit porwo adalah:
1) Kulit binatang: digunakan
sebagai bahan utama pembuatan
kepala, badan, lengan dan tangan.
kulit yang digunakan harus
memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
(a) Kulit yang bagus adalah kulit
kerbau atau sapi jantan dengan
warna yang jernih apabila kulit
kerbau atau sapi betina sebaik-
nya yang belum melahirkan,
karena sapi yang sudah
melahirkan seratnya banyak
yang putus (sudah mengalami
setritmat)
(b) Mudah dikerjakan, lunak,
seratnya halus padat serta
sejajar dan tidak terdapat serat
yang putus..
(c) Kering, penyamaannya
sempurna serta tidak berjamur.
Adapun jenis kulit yang bisa untuk
pembuatan wayang kulit adalah:
(1) Kulit kambing
(2) Kulit domba
(3) Kulit kelinci
(4) Kulit banteng dan lain-lain
Perajin wayang kulit biasanya lebih
suka menggunakan kulit kerbau/lembu,
karena selain kulit tersebut memenuhi
persyaratan juga sangat mudah untuk
mendapatkannya.
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
40
2) Cat : digunakan untuk mewarnai
kulit dengan tehnik sungging adalah
jenis cat yang tahan terhadap jamur.
Sedangkan macam jenis cat yang
digunakan adalah:
(a) Cat tembok, zink white yang
berwarna putih yang digunakan
sebagai dasar (cat dasar).
(b) Acrilic, cat poster, Sunday Color,
digunakan untuk warna atau
menyungging.
(c) Tinta Cina atau tinta rapido untuk
kontur pada wajah dan topi
(memberi isen-isen, Jawa)
dicampur dengan menggunakan
warna putih, untuk mendapatkan
warna lebih gelap dicampur
dengan warna hitam.
(d) Vernis: untuk mengkilapkan
wayang yang sudah diwarnai
semua.
(e) Tanduk dan tempurung penyu:
sebagai bahan pembuat tangkai
badan dam tuding tangan, serta
mengikat sendi-sendi anggota
badan wayang.
c. Desain
Dalam hal ini desain dipergunakan
dalam pembuatan wayang purwo
adalah desain:
1) Kepala
Pada dasarnya bentuk kepala
wayang kulit porwo sama dengan
bentuk kepala manusia, dengan
bagian-bagian sebagai berikut: mata,
hidung, mulut, telinga dan lain
sebagainya. Sedangkan penutup
kepala pada wayang kulit disebut “irah-
irahan”. Kepala wayang kulit terdiri dari
tiga bagian pokok yaitu:
a. Muka
Raut muka wayang kulit pada
dasarnya sama antara tokoh satu
dengan yang lainnya, misalnya
kelompok wayang alusan, gagahan
dan lain sebagainya, kesamaan disini
sesuai dengan kelompok tersebut.
Sesuai dengan kelompok diuraikan
warna muka, bentuk mata, hidung,
mulut, pada wayang kulit. Setiap
bentuk dan warna pada muka wayang
kulitk mengandung makna dan
penanda tersendiri:
a) Warna muka
Warna muka pada wayang kulit terdiri
dari lima warna yaitu:
1. Kuning atau emas untuk kesatria.
2. Hijau atau biru untuk raksasa, yang
rakus (ludukan, Jawa).
3. Merah untuk pemarah (brangasan,
Jawa).
4. Hitam untuk tokoh licik, lugu,
ataupun yang memakai topeng.
5. Putih untuk rakyat jelata atau abdi.
b) Mata
Bentuk mata wayang porwo
mempunyai lima belas besutan yaitu :
1. Gabahan untuk alusan.
2. Blarak mlirit untuk alusan.
3. Jaitan untuk alusan
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
41
4. Delen untuk kantongan
5. Dondongan untuk gagahan, patih,
raksasa, yaksi, keparak/ limbukan
dan punokawan (Jiwing dan
Blandu).
6. Kriyip-kriyip untuk, Pendeta, dan
Raksasa.
7. Kelingan untuk cakil
8. Rembesan untuk kolodiju
9. Plirikan untuk sorowito
10. Plerokan
11. Telengan
12. Pecicilan
13. Plelengan untuk raksasa
14. Keran
15. Belis
16. Plolongan untuk punokawan
Toples.
2) Hidung
Bentuk hidung wayang porwo
mempunyai tiga belas besutan yaitu :
a. Ambangir digunakan untik satria
lugon /watak polos seperti
Puntadewa, arjuna
b. Sembodo digunakan untik satria
yang bersifat sembodoyaitu sifat
yang tidak tanduk dan hatinya sama
seperti Baladewa ataupun Arya
Sencaki
c. Mbengker digunakan untuk
kesatria bersifat luduk seperti
Burisrowo
d. Dempok digunakan untuk kesatria
gagahan seperti Ontoseno
e. Mengkel gerang digunakan untuk
kesatria gagahan seperti namun
berbadan besat Bima Seno
f. Nyunti digunakan untuk kesatria
bersifat langak seperti Dursosono
g. Medang digunakan untuk kesatria
bersifat langak tapi tidak seportif
seperti Sangkuni
h. Nyentang digunakan untuk para
gagahan wondo langak atau raja
raksasa bersifat berani seperti
Prabu Pancatnyono.
i. Nyantik palwo digunakan untuk
para gagahan wondo langak atau
raja raksasa bersifat luduk atau
suka makan seperti Kumbokarno
j. Irung janmo digunakan dewa
Yanmo Dipati
k. Bunder digunakan untuk Nolo
Gareng
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
42
l. Nerong digunakan oleh Buto
Terong
m. Nemlik digunakan untuk Sono atau
kera
3) Mulut
Bentuk mulut pada tokoh wayang
golek ada 12 yaitu:
a. Damis untuk alusan.
b. Copet lugon
c. Nyawet satrio wondo ruruh
d. Gusen untuk gagahan
e. Mrenges untuk rahwono
f. Mringis untuk buto cakil
g. Anjeberuntuk kera/ sono
h. Gugut untuk dagelan ,sorowito
i. Mingkem satrio gagahan alus
j. Mesem dagelan
k. Mangap dagelan
l. Ngablak untuk rasekso
4) Muka/peraen
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
43
Bentuk muka wayang porwo dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu : Satria,
Denowo dan Dewo
a. Muka Satrio
Paraen satrio sendiri 6 kelompok
yaitu:
1) Raden Palugon, para satria yang
mempunyai watak jujur dan lugu
dengan wondo ruruh seperti
arjuna, pandu ataupun Punta
Dewa.biasanya bersuara lembut
2) Sapar Tirtolo ialah satria yang
tetap menjujung watak satrianya
tetapi bersifat lebih luwes dalam
menghadapi hidup namun tetap
bersuara lembut seperti Nakula,
Sadewa
3) Pusponjali ialah satria dengan
nada suara suara tegas
4) Pusponjari adalah satria dengan
watak tegas dan biasanya
bersuara lantang dengan wondo
langak seperti Baladewa, Aria
Sencaki
5) Swolosongko adalah satria yang
selalu mempunyai suara tegas
dengan sifat penuh pemikiran
atau sangkaan tokohnya antara
lain Suyudano/Duryudono
6) Suwologati adalah satria yang
selalu mempunyai suara tegas
dengan sifat selalu menjalankan
perintah biasanya pada tokoh ini
bukan raja, tokohnya antara lain
Buris Rawa, Dursasana.
Paraen/muka denawa terdiri dari 6 jenis
yaitu:
1) Kala Diju yaitu jenis raksa atau
butu laki laki tokoh nya antara lain
Kala Srenggi, Kumbokarno.
2) Kolo Wanodyo yaitu jenis raksa
atau butu perempuan tokohnya
antara lain Durga.
3) Denowo Cakil adalah tokoh
bambangan dalam cerita wayang
sebagai selingan dalam cerita
Mahabarata agar penonton tidak
terlalu tegang memperhatikan alur
cerita.
4) Kolo Dondro adalah tokoh
raksaksa bambangan dalam cerita
wayang sebagai prajurit ataupun
anak buah bagi tokoh Kolo Diju.
5) Wijo Mantri adalah tokoh
bambangan laki- laki dalam cerita
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
44
wayang sebagai pamomong
dalam cerita Mahabarata maupun
Ramayana bagi kesatria berwatak
jahat tokohnya adalah Togok.
6) Derete adalah tokoh bambangan
laki-laki sebagai anak buah
Wijomantri dalam cerita wayang
sebagai pamomong dalam cerita
Mahabarata maupun Ramayana
bagi kesatria berwatak jahat.
7) Punakawan adalah tokoh
bambangan laki-laki dalam cerita
wayang sebagai pamomong
dalam cerita Mahabarata bagi
kesatria berwatak baik yang
dipimpin semar dengan ketiga
anak angkatnya Petruk, Gareng,
dan Bagong.
No Nama Gambar Muka
1 Betoro
Girinoto
2 Betoro
Wisnu
3 Betoro
Asmoro
4 Betoro
Suryo
5 Betoro
Panjarika
n
6 Betoro
Wreko
7 Betoro
Swalando
ro
8 Betoro
Sasondro
9 Betoro
Sambu
10 Betoro
Bayu
11 Betoro
Yomodip
ati
12 Betoro
Narodo
5) Driji/ jari wayang porwo terdiri dari
12 jenis yaitu:
a. Driji janmo yaitu driji/jari para
kesatria seperti Gatotkaca ,
Abimanyu, Permadi.
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
45
b. Driji wanoro yaitu driji/jari para
sebangsa kera seperti Sugriwa,
Subali, Cacing Kanil.
c. Driji raseksodriji yang dipakai
para raksaksa seperti Betari
durga, Betara kala, kala
serenggi.
d. Ponconoko adalah jenis driji/ jari
yang pada ujung kuku
jempolnya mempunyai kuku
yang amat panjang kuku ini
dipakai oleh, dewaruci, dewa
bayu, bima dan anoman.
e. Tuding dagelan adalah jenis-jari
depan yang dipakai oleh para
dagelan salah satunya adalah
petrok kantong bolong.
f. Gengeman dagelan adalah
jenis-jari belakang yang dipakai
oleh para dagelan salah satu-
nya adalah petrok kantong
bolong.
g. Driji dagelan adalah jenis-jari
belakang yang dipakai oleh
para dagelan salah satunya
adalah gareng
h. Gelang dagelan adalah jenis-jari
depan yang dipakai oleh para
dagelan salah satunya adalah
sorowito
i. Genggeman denowo adalah
tangan depan yang dipakai
oleh para denowo
j. Genggeman putrena dalah
tangan yang dipakai untuk para
putri dalam wayang porwo.
dipakai untuk tokoh Sinta,
srikandi, sembadra dan lain lain
k. Gelang wadyoa dalah gelang
yang dipakai oleh para prajurit
atau para kesatria.
6) Kelat Bau/lengan
Lengan wayang purwo terdiri dari
dua bagian, yaitu lengan atas dan
lengan bawah. Lengan atas dari bahu
sampai siku, sedangkan dari siku ke
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
46
bawah bentuknya bulat memanjang
lengkap dengan jari-jarinya. Sedangkan
Kelat bau pada wayang porwo dibagi
menjadi 6 yaitu:
a. kelat bau satrio, kelat bau yang
dipakai para satria
b. Kelat bau bolo,Kelat bau bolo
adalah kelat bau yang dipakia oleh
golongan orang kebanyakan tetapi
bukan satria
c. Kelat bau denawo
d. Kelat bau sena,dinamai kelat bau
seno karena kelat bau ini dipakai
oleh Brotoseno/Werkudoro
e. Kelat bau denowo kiwoadalah kelat
bau yang dipakai oleh Denowo
pada tangan kiri atau pada tangan
bagian belakang.
f. Kelat bau rojo denowoadalah kelat
bau yang dipakai oleh raja
Denowo pada tangan kiri atau
pada tangan bagian belakang.
No Nama Gambar Kelat Bau
1 Satrio
2 Bolo
3 Denowo
4 Seno
5 Denowo
kiwo
6 Rojo
denowo
7) Pangabedan/bagian badan
wayang porwa
Badan wayang porwo pada
dasarnya sama dengan bentuk badan
manusia. Dibagi menjadi tiga bagian
yaitu: bahu (bagian atas), bokongan /
pinggul (bagian bawah) dan tengah
badan wayang terdiri dari 33 jenis yaiti:
1. Dewo birowo dipakai para dewa
seperti dewa Bayu
2. Wanoro kalung dipakai kera seperi
Anoman
3. Wanoro ulur-ulur dipakai oleh Subali
4. Wanoro slendang dipakai dewa kera
5. Wanoro probo dipakai Sugriwa
6. Badan wadyo dipakai para prajurit
7. Badan bungkuk dipakai para prajurit
dengan usia lanjut
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
47
8. Dewo rojo dipakai oleh dewa yang
menjadi raja seperti Kumojoyo
9. Satrio birowo dipakai oleh satria
muda seperti Dorsosono
10. Birowo ulur-ulur digunakan oleh
Birowo yang berambut panjang
11. Birowo lugas digunakan untuk
Ontoseno
12. Birowo Rojo digunakan para sartria
yang menjadi raja seperti Duryudana
13. Badan pandito digunakan untuk para
pendita seperti pandita Durna.
14. Detyo prepat digunakan oleh
rasaksa yang bukan raja seperti
Prabu Pancatnyono
15. Detyo rojo digunakan para raja
raksaksa seperti Betara Kala
16. Detyo rojo nemneman digunakan
para pangeran dari krajaan rasaksa
17. Dewo kasepuhan digunakan para
dewa tua seperti Betara Surya
18. Semar badan khusus buat semar
19. Badan togok badan khusus buat
togok
20. Bagong Badan khusus buat bagong
21. Badan cantrik dipakai untuk badan
dagelan seperti Gareng
22. Badan limbuk digunakan khusus
tokoh Limbuk
23. Badan cangik digunakan untuk
badan Cangik
24. Badan narodo badan khusus untuk
Narada
25. Badan yomo dipati badan khusus
dewa Yamadipati
26. Satrio sariro digunakan untuk satria
alusan seperti Arjuna.
27. Putro sariro digunakan untuk
pangeran satria alusan seperti
Abimanyu
28. Ulur ulur sariro digunakan untuk
satria yang memakai ulur ulur seperti
Nakula
29. Kalung probo digunakan oleh Ramo
Wijaya
30. Putri rasukan dipakai dewi-dewi
seperti Kumoratih
31. Putri selendang dipakai oleh Dewi
Sinta
32. Putri sariro putri yang tidak memakai
perhiasan seperti Sembadra
33. Putri kalung dipakai oleh Srikandi
34. Putri ulur-ulur dipakai oleh Banowati.
No Nama Gambar
Pangabedan
1 Dewo
Birowo
2 Wanoro
Kalung
3 Wanoro
ulur-ulur
4 Wanoro
slendang
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
48
5 Wanoro
probo
6 Badan
wadyo
7 Badan
bungkuk
8 Dewo rojo
9 Satrio
birowo
10 Birowo
ulur-ulur
11 Birowo
lugas
12 Birowo Rojo
13 Badan
pandito
14 Detyo
prepat
15 Detyo rojo
16 Detyo rojo
nemneman
17 Dewo
kasepuhan
18 Semar
19 Badan
togok
20 Badan
bagong
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
49
21 Badan
cantrik
22 Badan
limbuk
23 Badan
cangik
24 Badan
narodo
25 Badan
yomodipati
26 Satrio sariro
27 Putro sariro
28 Ulur ulur
sariro
29 Kalung
probo
30 Putri
rasukan
31 Putri
selendang
32 Putri sariro
33 Putri kalung
34 Putri ulur-
ulur
8) Irah-Irahan/penutup kepala
Penutup kepala muka wayang
porwo dibagi menjadi kelompok yaitu :
gelung satrio, gelung putri, makuto
topong, sirah gelung. dan Ketu.
a. Gelung Satrio
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
50
Gelung satrio dibagi menjadi enam
jenis
1. Gelung Satrio Polos ini dipakai oleh
para satria yang dipakai bima
2. Gelung Satrio Leleh ini dipakai oleh
para satria berwondo ruruh seperti
arjuna.
3. Gelung Keling ini dipakai oleh
punto dewo.
4. Gelung Minongkoro ialah gelung
yang dipakai Lesmono
5. Gelung Sangga rialah gelung
gelung yang dipakai oleh sadewa
6. Gelung Gembel
a. Gelung Putri
1) Gelung Kelingialah gelung yang
dipaka Banowati
2) Gelung. Gondel ialah gelung
yang dipakai Kunti
3) Gelung Putri ialah gelung yang
dipakai Kumoratih, Dewi sinta
dan lain lain
4) Gelung Putri polos ialah gelung yang
dipakai srikandi
5) Gelung Udel ialah gelung yang
dipakai sembadra
6) Gelung Sekar ialah gelung yang
dipakai Trijoto.
9) Topong makuto ialah penutup
kepala yang dipakai oleh adipati
Karnoirah-irahan dibagi menjadi 6
enam jenis yaitu:
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
51
a. Jangkung polos ialah penutup
kepala yang dipakai.
b. Jangkung lungsen ialah penutup
kepala yang dipakai oleh Ontorjo
Pandu Dewo Srani.
c. Jangkung probo ialah penutup
kepala yang dipakai oleh raden
Suyudono
d. Makuto ialah penutup kepala yang
dipakai oleh raden raden kresno
atau raja dalam wayang porwo.
e. Topong „ialah penutup kepala yang
dipakai oleh
10) Ketusendiri terdapat tiga jenis
yaitu :
a. Ketu Dewo ialah ketu yang dipakai
oleh paradewa
b. Ketu Pendeto ialah ketu yang
dipakai oleh pendeto
c. Ketu Udeng ialah ketu yang dipakai
oleh Sangkuni,.
No Nama Gambar Irah-
Irahan Ketu
1 Ketu
dewo
2 Ketu
pendet
o
3 Ketu
udeng
11) Bagian bawah wayang porwo
terdiri dari 3 jenis yaitu:
a. Bokongan, sendiri terdiri dari 6
jenis yaitu:
1. Bokong Satrio
Bokong satrio, bentuk bokongan ini
di pakai oleh raden Arjuna
2. Bokongan Putran
Bokong putran, bentuk bokongan
putran di pakai oleh raden Ongko
Wijoyo
3. Bokongan Ratu
Bokong Ratu, bentuk bokongan
putran di pakai oleh raden Kresno
4. Bokongan Lembekan
Bokongan lembekan bentuk
bokongan lembekandi pakai oleh
raden Puntodewo.
5. Bokongan Lembekan
Bokongan lembekan bentuk
bokongan lembekandi pakai oleh
Sangkuni atau Udowo.
6. Bokongan Dewo
Bokongan dewo bentuk bokongan
dewo di pakai oleh para dewa
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
52
No Nama Gambar Bokongan
1 Bokongan
satrio
2 Bokongan
putran
3 Bokongan
ratu
4 Bokongan
lebekan
5 Bokongan
rapekan
6 Bokongan
dewo
b. Dodot
Dodot sendiri terdiri dari 6 jenis
yaitu:
1) Rapakan
Rapakan bentuk rampakan di
pakai oleh para prajurit rasekso
2) Rapakan bolo
Rapakan bolo bentuk rampakan
bolo di pakai oleh para prajurit
atau punggawa para kesatria
3) Dodot putren
Dodot putren bentuk dodot
putren di pakai oleh para putri
atau tokoh wanita
4) Rapekan pendito
Rapekan pendito bentuk
rapekan pendito di pakai oleh
para pandito seperti pandito
dorno dan lain lain
5) Rapekan dagelan 1
Rapekan dagelan 1bentuk
rapekan dagelan 1 di pakai oleh
punokawan gareng.
6) Rapekan dagelan 1
Rapekan dagelan 2 bentuk
rapekan dagelan 2 di pakai oleh
togok.
No Nama Gambar Dodot
1 Rapakan
2 Rapakan
bolo
3 Dodot
putren
4 Rapekan
pendito
5 Rapekan
dagelan 1
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
53
6 Rapekan
dagelan 2
c. Suku
Suku sendiri terdiri dari 6 jenis yaitu:
1) Suku bambang biasanya dipakai
oleh prajurit bambangan
2) Suku putran biasanya dipakai oleh
anak anak raja semisal raden
wisanggeni
3) Suku kantongan biasanya dipakai
oleh prajurit kantongan
4) Suku seno adalah suku yang
dipakai oleh broto seno/ bima.
5) Suku denowo ratu nemneman
biasanya dipakai oleh denowo atau
buto/ rasaksa yang bukan raja
semisal kumbokarno,pancatnyono
dan lain lain
6) Suku denowo ratu biasanya
dipakai oleh ratu rasaksa raja
semisal rahwana, betara kala dan
lain-lain
No Nama Gambar Suku
1 Suku
bambang
2 Suku
putran
3 Suku
kantongan
4 Suku seno
5 Suku
denowo
ratu
nemneman
6 Suku
denowo
ratu
KESIMPULAN
1. Cerita wayang purwo (Mahabarata
ataupun Ramayana) berasal dari
budaya India tetapi masuknya Islam
di Indonesia terjadi kolaborasi
budaya di mana cerita yang berasal
India tidak sekedar diceritakan
diceritakan, namun diceritakan
menggunakan boneka sehingga
lebih menarik dan lebih mudah
dipahami ceritanya.
2. Pada cerita Mahabarata ataupun
Ramayana standar etika dalam
cerita itu menggunakan standar
etika India (Hindu atau Buda)
namun pada wayang porwo yang
digunakan sebagai alat dakwah
umat islam maka setandar etikanya
pun mengikuti budaya islam.
3. Wayang porwo adalah wayang
yang mengambil babad cerita dari
india namun gaya pakaiaanya
pakaiannya tidak menggunakan
gaya berpakaian India seutuhnya
namun dikolaborasikan dengan
gaya pakean jawa pada masa itu
dan pada pakaian tersebut tetap
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
54
didasarkan pada kasta sesuai
dengan kebudayaan Hindu.
Daftra Pustaka
A.G. Pringgodigdo. 1977. Ensiklopedi
Umum. Yogyakarta: PN Yayasan
Kanisius
Amir Mertosedono. 1986. Sejarah
Wayang, Asal-Usul,, Jenis dan
Cirinya. Semarang: Dahara Prize
Atik Soepadi. 1978. Pengetahuan
Pendalangan Jawa Barat.
Bandung: Lembaga Kesenian
Bandung
Atik Soepadi. 1984. Pagelaran Wayang
Golek Purwa Gaya Priangan.
Bandung: Pustaka Buana
Bambang Suwarno. 1981. Pembuatan
Wayang Golek Menak Putihan.
Surakarta : Proyek Pengembangan
ASKI
Daru SUprapto. 1972. “Wayang dan
Kesusastraan Djawa”, Kumpulan
Karangan Tentang Pewajangan.
Yogyakarta : Panitia Pameran
Wayang
Edi Sedyawati. 1981. Pertumbuhan
Seni Pertunjukan. Jakarta : PT
Sinat Harapan
Efendy Zarkasi. 1977. Unsur-Unsur
Islam Dalam Pewayangan.
Bandung : PT Alam Arif
HM Bakir, dkk. 1989. “Laporan
Penelitian Pemetaan Seni Kriya Di
Yogyakarta”, Laporan Penelitian.
Yogyakarta : ISI FSRD Yogyakarta
Kusnadi. 1983. “Peran Seni Kerajinan
(Tradisi dan Baru) Dalam
Pembangunan)”. Yogyakarta :
STSRI “ASRI”
Kusumajadi. 1970. “Wayang Kulit Buto
Terong Gaya Yogyakarta”, Sani.
Yogyakarta : STSRI “ASRI”
MA. Salmun.1977. Pengembangan
Media Kebudayaan Jawa Barat.
Jakarta : Balai Pustaka
Masjukuri,1982. Sejarah Daerah
Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta :
Dep. Pend. Dan Kebud.
Yogyakarta
Mardiko. 1988. Darso Sumarto, Dalang
dan Pengrajin Wayang Golek.
Sinar Pagi
Ny. Umar Wirahadikusuma. 1983. Hasil
Kerajinan Warisan Nenek Moyang
yang perlu DIlestarikan. Majalah
Kartika
Oka A Yoeti. 1985. Pengantar Ilmu
Pariwisata. Bandung : PN Angkasa
RM. Ismunandar K. 1985.Wayang Asal-
usul dan Jenisnya.Semarang :
Dahara Prize.
RS.Subalidinata. 1986. Purwakandha
Sumber Cerita Wayang Purwa.
Yogyakarta : Dep. Pend. Dan
Kebud. Yogyakarta
Sri Mulyono. 1987. Wayang dan
Karakter Manusia. Jakarta: PT
Gunung Agung
Sri Mulyono. 1978. Wayang Asal-usul,
Filsafat dan Masa Depannya.
Jakarta: PT Gunung Agung
Singgih Wibisono. 1983. Seni Dalam
Masyarakat Indonesia.Jakarta :
Gramedia
Sajid RM. 1958. Bauwarna Wayang.
Yogyakarta : PT Percetakan
Republik Indonesia
Jurnal SULUH p-ISSN 2615-4315
e-ISSN 2615-3289
55