metakognitif

44
1 PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS HOME SCIENCE PROCESS SKILL (HSPS) DIPADUKAN DENGAN BLENDED LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA SMA KRISTEN KALAM KUDUS MALANG PROPOSAL TESIS OLEH GAMALIEL SEPTIAN AIRLANDA NIM 120341521829 UNIVERSITAS NEGERI MALANG PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI NOVEMBER 2013

Upload: zainul-usman-aliq

Post on 08-Feb-2016

210 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kemampuan berpikir kritis

TRANSCRIPT

1

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS

HOME SCIENCE PROCESS SKILL (HSPS) DIPADUKAN DENGAN

BLENDED LEARNING TERHADAP PENINGKATAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA

SMA KRISTEN KALAM KUDUS MALANG

PROPOSAL TESIS

OLEH

GAMALIEL SEPTIAN AIRLANDA

NIM 120341521829

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

NOVEMBER 2013

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman modern menuntut kualitas

sumber daya manusia yang memadai demi tercapainya kesejahteraan secara

global. Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara maksimal

dipandang sangat efektif dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Keadaan

ini mampu memunculkan dampak positif dan negatif tanpa dapat diprediksi

sebelumnya, khususnya kepada generasi muda sebagai bagian dari masyarakat.

Siswa pada tingkat sekolah menengah atas merupakan bagian penting dalam

kehidupan bermasyarakat, serta menjadi tonggak dasar perkembangan suatu

bangsa. Dalam era globalisasi yang berkembang sangat pesat, diperlukan dasar

yang kuat untuk membangun karakter siswa.

Pendidikan diharapkan mampu mengendalikan pola perkembangan era

global. Pernyataan ini terkait dengan bunyi Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 19 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan

(SNP) menjamin pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Sains

sebagai bagian dari pendidikan merupakan salah satu kunci untuk mendorong

kemajuan IPTEK. Pembelajaran sains terus mengalami perkembangan dari masa

ke masa. Saat ini perkembangan sains tidak hanya berbicara tentang munculnya

3

berbagai macam peralatan canggih seperti komputer, mobil listrik, robot, satelit

dan mikroskop elektron. Namun, sains diharapkan membahas lebih mendalam

tentang dampaknya bagi manusia dan lingkungan dalam jangka panjang.

Sebagai contoh adalah pemanfaatan Tomografi komputer untuk membantu para

medis dalam mendiagnosis permasalahan pada organ tubuh manusia seperti

halnya rekronstruksi biomolekul menggunakan mikroskop elektron (Didik,

2012). Dalam konteks pembelajaran sains, Indonesia masih jauh tertinggal dari

negara-negara maju di dunia. Berdasarkan data the Program for International

Students Assessment (PISA) 2009 menggambarkan bahwa rata-rata siswa secara

nasional dalam kategori “The Science Scale” mendapat capaian sebesar 383 dari

rentang skala 1000. Sedangkan negara-negara Organization for Economic

Cooperation and Development (OECD) berada di atas rata-rata Indonesia

dengan capaian sebesar 501, Cina mencapai 575, Singapura 542 dan Thailand

sebesar 425. Data lain menunjukkan, pencapaian siswa Indonesia dalam the

Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) berada pada urutan

ke 32 untuk kategori Sains dan ke 34 untuk Matematika dari keseluruhan 38

negara peserta (Rustaman, 2002).

Biologi sebagai bagian dari sains harus mengikuti perkembangan zaman

tanpa meninggalkan hakikat sains. Hakikat sains dapat meliputi: pengembangan

kemampuan berpikir (mind on), keterampilan (handss on), serta sikap ilmiah

(heart on) (Rustaman, 2011). Sedangkan, pengembangan biologi menurut Carin

dan Sund mengarah pada pengembangan scientific processes, scientific

products, scientific attitudes. Scientific processes identik pada proses kegiatan

4

ilmiah yang mengembangkan keterampilan proses sains yang dilakukan oleh

siswa melalui berbagai aktivitas seperti: mengamati, menganalisis melakukan

percobaan untuk menemukan sendiri konsep-konsep sebagai produk sains

ilmiah. Scientific products identik pada produk ilmiah berupa konsep materi

biologi yang dapat dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan proses ilmiah.

Scientific attitudes identik dengan sikap ilmiah seperti: kejujuran, tanggung

jawab, kedisiplinan, keterbukaan dalam menerima pendapat orang lain,

ketelitian, dll (Gamaliel, 2011). Pembelajaran biologi yang mengacu pada tiga

aspek (proses, produk, dan sikap ilmiah) sangat relevan dengan kebijakan

pemerintah yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Panduan

Umum Pengembangan Silabus, 2008).

Era perkembangan biologi memasuki tahap baru yang kecenderungannya

secara global mengalami transisi dari pemanfaatan teknologi secara fisik dan

kimia kini masuk dalam era biologis. Konsep yang ingin dicapai manusia

dengan kemajuan teknologi dan informasi seirama dengan pemahaman terhadap

lingkungan serta pengelolaannya, menunjukkan kecenderungan perubahan dunia

“zaman biologi menggantikan zaman fisika” (Naisbitt & Aburdene, 1990). Hal

ini muncul karena banyak produk hasil karya manusia yang justru merusak

keseimbangan alam bahkan membahayakan manusia itu sendiri. Contohnya

adalah rendahnya pengetahuan manusia tentang hubungan timbal balik antara

faktor biotik dan abiotik serta pencemaran dalam kehidupan bermasyarakat,

seperti pencemaran asap rokok dalam ruangan, kendaraan umum, atau tempat

umum lainnya (Rustaman, 2002). Oleh karena itu, peran biologi sebagai ilmu

5

yang mempelajari keterkaitan antara mahkluk hidup dan lingkungannya sangat

diperlukan saat ini.

Hasil observasi yang dilakukan selama bulan Agustus-September 2013

di SMA Kristen Kalam Kudus Malang menunjukkan bahwa kegiatan belajar

mengajar belum berjalan sesuai harapan, khususnya dalam pembelajaran biologi.

Guru mengajar cenderung berorientasi pada ranah kognitif saja, kurang kreatif

dalam mengemas kegiatan pembelajaran, cenderung merasa kesulitan membagi

waktu dengan beban materi yang terlalu banyak, kurang praktikum, cenderung

khawatir dan mengabaikan peran teknologi informasi khususnya internet. Fakta

lain dapat dilihat dari penggunaan instrumen pembelajarannya yang kurang

optimal yaitu: penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada

bagian indikator yang tidak menyentuh ketiga ranah: kognitif, psikomotor dan

afektif, sehingga keterampilan proses sains siswa kurang dikembangkan; aspek

penilaian yang hanya mengacu pada kemampuan kognitif saja, terlihat dalam

RPP hanya tersedia penilaian uji kompetensi tertulis serta tugas terstruktur;

sumber belajar materi biologi terbatas pada buku pelajaran sekolah, sedangkan

pemanfaatan teknologi informasi sangat terbatas; kegiatan pembelajaran

cenderung monoton yaitu melakukan diskusi dan tanya-jawab.

Keadaan tersebut akan mempengaruhi secara langsung jalannya

pembelajaran biologi dan siswa. Pembelajaran biologi hanya diartikan sebagai

transfer pengetahuan dan hafalan. Jika dilihat dari sudut pandang siswa maka,

siswa memaknai biologi adalah dengan nilai akhir yang mereka peroleh, siswa

sangat kuat dalam berbagai macam teori namun lemah jika dihadapkan pada

6

persoalan kontekstual, kurang terampil, menganggap biologi sebagai materi

hafalan, kurang mampu memanfaatkan media internet sebagai sumber belajar

secara maksimal. Aspek psikomotor yang kurang dikembangkan,

mengakibatkan keterampilan proses sains siswa kurang optimal. Kondisi ini jika

berlangsung terus menerus akan berakibat pada inisiatif, kreativitas, kualitas

pembelajaran, dan pemanfaatan teknologi informasi di sekolah yang tidak

tercapai secara optimal (Gamaliel, 2012). Pembelajaran biologi yang berfokus

pada transfer konsep materi hanya akan menyentuh ranah kemampuan berpikir

(mind on), sedangkan ranah keterampilan (handss on) dan sikap ilmiah (heart

on) kurang tersentuh (Rustaman,2011).

Berkaitan erat dengan pembelajaran biologi, sumber belajar adalah

komponen penting yang mampu menunjang pembelajaran secara maksimal.

Semakin banyak sumber belajar yang digunakan dalam sebuah pembelajaran,

maka semakin banyak pula informasi-informasi pendukung yang mampu

diperoleh. Modul pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang

mampu dikembangkan khususnya dalam pembelajaran biologi. Modul

merupakan suatu paket pembelajaran yang memuat unit konsep dari bahan

pelajaran yang memungkinkan siswa menguasainya secara mandiri (Amri,

2010). Modul yang dikembangkan dalam pembelajaran hendaknya mampu

mengakomodir kemampuan siswa dan guru. Modul bertujuan meningkatkan

efisiensi dan keefektifan pembelajaran di sekolah baik waktu, dana, fasilitas

maupun tenaga untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Mulyasa, 2003).

Banyaknya modul yang telah berkembang perlu dianalisis serta disesuaikan

7

dengan kebutuhan siswa dan guru secara tepat. Berangkat dari permasalahan-

permasalahan yang muncul, maka diperlukan solusi untuk menyelesaikan dan

mengakomodasi segala aspek yang ada.

Modul berbasis Home Science Process Skill (HSPS) adalah

pengorganisasian materi pembelajaran yang mengembangkan keterampilan

proses sains berbasis kehidupan sehari-hari (daily life) dan dapat dilakukan oleh

siswa di rumah dengan bimbingan guru. Modul ini memberikan warna baru yang

dapat dengan mudah dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Siswa dapat

melakukan kegiatannya secara nyata dan mengembangkannya secara maksimal

sesuai kreativitas masing-masing. Modul berbasis HSPS akan dipadukan dengan

pendekatan BL yang merupakan pembelajaran tatap muka dan dikombinasikan

dengan penggunaan teknologi internet sebagai sarana pendukung dalam

penjelasan materi, pemberian tugas, serta latihan (Garrison & Vaughan, 2008).

Kegiatan ini merupakan perpaduan pembelajaran yang saling melengkapi.

Melalui BL siswa dan guru dapat tetap berkomunikasi atau melakukan

konsultasi dan berinteraksi baik kegiatan dilakukan di dalam kelas maupun di

luar kelas. Keuntungan yang diperoleh dengan adanya perpaduan ini adalah

pembelajaran biologi dapat mengembangkan keterampilan proses sains,

dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, memanfaatkan teknologi

informasi khususnya internet, pembelajaran lebih efektif dan efisien,

memanfaatkan berbagai sumber belajar, mengakomodasi kreativitas siswa,

mengarah kepada pembelajaran kontekstual. Penerapan pembelajaran biologi

8

yang mengacu pada perpaduan Modul pembelajaran berbasis HSPS dengan BL

diharapkan menjadi alternatif pembelajaran biologi di era globalisasi.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian dilakukan dalam rangka

memberikan solusi permasalahan-permasalahan terkait pendidikan di SMA

Kristen Kalam Kudus Malang dengan judul: “PENGEMBANGAN MODUL

PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS HOME SCIENCE PROCESS

SKILL (HSPS) DIPADUKAN DENGAN BLENDED LEARNING

TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

SISWA KELAS XI IPA SMA KRISTEN KALAM KUDUS MALANG.”

B. Tujuan Penelitian & Pengembangan

Tujuan dari penelitian dan pengembangan ini adalah:

1. Mengembangkan suatu produk berupa modul pembelajaran berbasis Home

Science Process Skill (HSPS) untuk siswa kelas XI IPA SMA Kristen Kalam

Kudus Malang.

2. Mengetahui pengaruh modul pembelajaran biologi berbasis Home Science

Process Skill (HSPS) dipadukan dengan Blended Learning terhadap

peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas XI IPA SMA Kristen

Kalam Kudus Malang.

9

C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

1. Spesifikasi produk yang diharapkan adalah: modul pembelajaran berbasis

Home Science Process Skill (HSPS) untuk siswa kelas XI IPA pada materi

Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan

atau penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas.

2. Modul pembelajaran berbasis Home Science Process Skill (HSPS) yang

terdiri dari aspek kesesuaian dengan standar kompetensi dan kompetensi

dasar, kesesuaian materi, tampilan dan mutu teknis.

D. Pentingnya Penelitian & Pengembangan

1. Bagi Guru

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru sebagai alternatif teknik

pembelajaran yang aktif dan inovatif.

b. Sebagai bahan kajian dan acuan dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran dan mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi siswa.

c. Memberikan solusi terhadap kendala pengembangan pembelajaran

biologi yang berbasis keterampilan proses sains.

d. Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru.

e. Memberikan cara untuk memaksimalkan internet sebagai salah satu

sumber belajar dan cara mengarahkan siswa dalam penggunaannya.

2. Bagi Siswa

10

a. Mengaktifkan keterampilan proses sains siswa dalam penguasaan konsep

mata pelajaran biologi.

b. Memberikan suasana baru dalam pembelajaran biologi sehingga siswa

lebih tertarik dalam belajar biologi.

c. Mengaktifkan sikap ilmiah siswa sebagai kelanjutan dari pengembangan

keterampilan proses sains siswa.

d. Memberikan alternatif sumber belajar

e. Memaksimalkan penggunaan internet sebagai sumber belajar biologi.

3. Bagi Sekolah

a. Memberikan masukan atau saran dalam upaya mengembangkan suatu

proses pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan proses

sains siswa di sekolah.

b. Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan sumber daya tenaga

pendidik untuk medukung kualitas sekolah.

c. Memberikan masukan dalam rangka menyiapkan lulusan yang berdaya

saing internasional demi peningkatan kualitas sekolah.

d. Memberikan masukan dalam rangka memaksimalkan penggunaan

internet dan sarana pendukungnya di sekolah.

E. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian & Pengembangan

Asumsi dan keterbatasan dari penelitian adalah sebagai berikut:

11

1. Asumsi

Pada penelitian ini diasumsikan bahwa:

a. Siswa kelas XI IPA SMA Kalam Kudus Malang memiliki minat belajar

yang sama pada materi Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia

dan hewan tertentu, kelainan atau penyakit yang mungkin terjadi serta

implikasinya pada salingtemas.

b. Siswa memiliki kemampuan dan pemahaman yang sama tentang

penggunaan modul pembelajaran.

c. Siswa dianggap dapat menggunakan internet dengan baik.

d. Proses dan hasil belajar dianggap tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin

siswa.

2. Keterbatasan

Keterbatasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Materi yang digunakan terbatas pada standar kompetensi 3. Menjelaskan

struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan atau

penyakit yang mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas.

Kompetensi dasar; 3.2 Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi,

dan proses serta kelainan atau penyakit yang dapat terjadi pada sistem

peredaran darah; 3.3 Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan

proses serta kelainan atau penyakit yang dapat terjadi pada sistem

pencernaan makanan pada manusia dan hewan (misalnya ruminansia).

Materi dipilih karena mampu dikembangkan secara maksimal dengan

kegiatan proyek ilmiah berbasis kehidupan sehari-hari (daily life).

12

b. Keterampilan proses sains pada penelitian ini, mengambil beberapa

indikator saja yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan materi yang

akan diberikan.

c. Obyek yang diteliti terbatas pada siswa kelas XI IPA SMA Kristen

Kalam Kudus Malang semester genap.

F. Definisi Istilah atau Definisi Operasional

Definisi istilah atau operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Modul pembelajaran berbasis Home Science Process Skill (HSPS) adalah

pengorganisasian materi pembelajaran yang mengembangkan keterampilan

proses sains berbasis kehidupan sehari-hari (daily life) dan dapat dilakukan

oleh siswa di rumah dengan bimbingan guru.

2. Blended learning merupakan pembelajaran tatap muka dan dikombinasikan

dengan penggunaan teknologi internet sebagai sarana pendukung dalam

penjelasan materi, pemberian tugas, serta latihan.

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan (Handss on) yang diperoleh

siswa ketika melakukan kegiatan ilmiah dengan melakukan penelitian.

Keterampilan ini akan mengantarkan siswa menemukan produk ilmiah dan

memiliki sikap ilmiah sebagai sebuah karakter.

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Biologi

Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Pembelajaran

adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan

pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru

dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Sistem pembelajaran dapat

dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah karena

diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling

berkaitan untuk membelajarkan siswa (Hamalik, 2003).

Pembelajaran sains atau IPA yang memusatkan pada proses berpikir dapat

mewujudkan terjadinya transfer pengetahuan satau konsep ilmiah yang disertai

dengan sikap ilmiah. Suciati (2011) menyatakan bahwa pembelajaran biologi

hendaknya berbasis hands on, mind on, dan heart on activities agar pembelajaran

biologi tidak kehilangan ruhnya sebagai sains. Pembelajaran sains yang bermakna,

tidak dapat terlepas dari pemecahan masalah.

Pembelajaran biologi pada dasarnya memiliki karakteristik keilmuan yang

spesifik yang berbeda dengan ilmu lainnya. Tujuan pembelajaran biologi adalah

menumbuhkan motivasi dan minat siswa melalui pengamatan secara langsung.

Untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran biologi, siswa diharapkan

mampu memahami tentang adanya keterkaitan antara lingkungan dengan

14

fenomena makhluk hidup, dan memiliki sikap ingin tahu terhadap interaksi

makhluk hidup dengan lingkungannya. Trianto (2007) menyatakan bahwa prinsip-

prinsip pembelajaran biologi harus mencakup kriteria yaitu: 1) empat pilar

pendidikan yang dirancang UNESCO meliputi learning to do, learning to know,

learning to be, dan learning to live together, 2) inkuiri sains yang menekankan

pada rasa ingin tahu siswa. Kegiatan pembelajaran di kelas ditujukan untuk

menumbuhkan kemampuan-kemampuan untuk menggunakan keterampilan

proses.

B. Hakikat Sains Biologi

Lederman &Lederman (2004) dalam White (2006) mendeskripsikan hakikat

sains sebagai “nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang melekat pada ilmu pengetahuan

ilmiah dan perkembangan ilmu pengetahuan ilmiah”. Sementara itu, hakikat sains

menurut Made & Wandy (2009) merupakan “makna alam dan berbagai

fenomenanya, perilaku dan karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori

maupun konsep melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia.

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) atau SAINS (dalam arti sempit) sebagai

disiplin ilmu terdiri atas physical sciences dan life sciences. A.N. Whitehead,

menyatakan bahwa sains dibentuk karena pertemuan dua orde pengalaman, yaitu

hasil observasi terhadap gejala atau fakta (orde observasi), dan konsep manusia

mengenai alam semesta (orde konseptual) (Sumaji, 2003).

Hakikat dari ilmu sains adalah proses penemuan, adapun otput dari proses

itu sendiri adalah:

15

1. Proses

Output sains berupa proses menginginkan para siswa mendapatkan

kemampuan: Mengamati, mengumpulkan data, mengolah data,

menginterpretasikan data, menyimpulkan, mengkomunikasikan.

2. Produk

Dalam proses penemuan,sains menghasilkan produk berupa: konsep, dalil,

hukum, teori, dan prinsip

3. Sikap

Selain keterampilan proses yang dimiliki serta produk yang dihasilkan,

diharapkan pula tumbuh sikap yang muncul setelah proses tersebut dilalui yaitu:

terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan, bertanggungjawab, bekerja sama.

Pembelajaran sains semestinya lebih menekankan pada proses, siswa aktif

selama pembelajaran untuk membangun pengetahuannya melalui serangkaian

kegiatan agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Dalam pembelajaran

sains, siswa berperan seolah-olah sebagai ilmuwan, menggunakan metode ilmiah

untuk mencari jawaban terhadap suatu permasalahan yang sedang dipelajari. Peran

siswa seolah-olah sebagai ilmuwan dalam pembelajaran sains mengandung arti

bahwa dalam pembelajaran sains menggunakan pendekatan ”keterampilan proses

sains”.

Sains bertujuan menjelaskan fenomena alam, oleh karena itu cara belajar

sains harus melibatkan siswa pada pengalaman, yang dikenal dengan istilah handss-

on sehingga terjadi mind-on dan heart-on (Carin,1990). Selain itu juga menekankan

16

partisipasi aktif siswa. Menurut Dahar (2006) belajar sains merupakan proses

konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif siswa. Melalui pembelajaran sains

dapat dibangun keterampilan berpikir tingkat tinggi. Adapun kekuatan pembelajaran

sains untuk membangun kemampuan berpikir siswa terletak pada kemampuan

merumuskan hipotesis, yang memacu dikembangkannya berbagai kemampuan

berpikir siswa. Kemampuan berpikir ini kurang dapat berkembang pada

pembelajaran sains tanpa eksperimen atau praktikum, seperti halnya pembelajaran

sains yang ditemukan di sekolah-sekolah (Liliasari, 2005).

Biologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan alam memfokuskan

pembahasan pada masalah-masalah biologi di alam sekitar melalui proses dan sikap

ilmiah. Sebagai cabang IPA, pembelajaran biologi berpatokan pada pembelajaran

IPA seperti yang tertuang dalam kurikulum, yaitu pembelajaran yang berorientasi

pada hakikat IPA yang meliputi produk, proses dan sikap ilmiah melalui

keterampilan proses.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran IPA biologi lebih

menekankan pada pendekatan keterampilan proses sehingga menemukan fakta-fakta,

membangun konsep-konsep, teori dan sikap ilmiah di pihak siswa yang dapat

berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk pendidikan. Pembelajaran

biologi selama ini lebih banyak menghafalkan fakta, prinsip dan teori saja. Untuk

mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran biologi yang

dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan

dan menerapkan ide-ide mereka.

17

C. Home Science Process Skill (HSPS)

Biologi yang merupakan bagian dari sains, hendaknya terus dikembangkan

sesuai dengan hakikatnya sebagai sains. Menurut Carin dan Sund (1990),

pembelajaran biologi idealnya dikembangkan sesuai dengan hakikat

pembelajarannya yaitu ke arah pengembangan scientific processes, scientific

products, scientific attitudes. Pengembangan keterampilan proses sains (scientific

processes) melalui kegiatan proses ilmiah (hands on) menjadi suatu hal yang sangat

penting. Karakteristik tersebut menjadi ciri yang membedakan biologi dengan mata

pelajaran lainnya seperti: IPS, Sejarah, Bahasa Indonesia, dll. Dalam hal ini, guru

biologi dituntut untuk memiliki kompetensi merancang pembelajaran berbasis

keterampilan proses sains serta kompetensi dalam mengembangkan instrumen

penilaian yang dapat mencakup aspek kognitif, aspek psikomotor dan afektif sebab

penilaian hasil belajar memberikan gambaran kualitas pembelajaran (Djemari

Mardapi dalam Suciati, 2011).

Keterampilan proses sains merupakan aspek-aspek kegiatan intelektual yang

biasa dilakukan oleh saintis dalam menyelesaikan masalah dan menentukan produk-

produk ilmiah. Selain itu, keterampilan proses sains juga dapat diartikan sebagai

kemampuan atau kecakapan untuk melaksanakan suatu tindakan dalam belajar sains,

sehingga menghasilkan konsep, teori, prinsip, hukum, maupun fakta ilmiah

(Mundilarto, 2002). Dalam penerapannya keterampilan proses sains melibatkan

keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial (Rustaman,

1995). Melalui pengembangan keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan

dan mengembangkan sendiri fakta atau konsep, serta mengembangkan sikap ilmiah.

18

Kegiatan proses yang dilakukan sendiri oleh siswa akan membuat siswa lebih

menghayatinya. Hasil yang diperoleh akan berbeda jika hanya mendengar atau

sekedar membaca. Menurut Colburn (2000) pembelajaran berbasis kerja ilmiah atau

berbasis keterampilan proses ilmiah merupakan pembelajaran di mana siswa

dilibatkan pada permasalahan, bersifat student centered dan melibatkan aktivitas

handss-on. Lebih lanjut Tobing (1981) menyatakan bahwa dalam pembelajaran

model kerja ilmiah siswa diajarkan untuk menyusun fakta, membentuk konsep,

menghasilkan penjelasan atau teori yang menerangkan fenomena yang diberikan.

Melalui kegiatan ini, siswa dapat membangun pengetahuan sendiri melalui kegiatan-

kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama,

keterampilan proses sains dasar yaitu aktivitas ilmiah yang meliputi: mengamati

(observasi) yaitu mencari gambaran atau informasi tentang objek penelitian melalui

indera; mengkomunikasikan data hasil observasi dalam berbagai bentuk seperti:

gambar, bagan, tabel, grafik, tulisan, dll.; menggolongkan (klasifikasi) untuk

mempermudah dalam mengidentifikasi suatu permasalahan; menafsirkan data, yaitu

memberikan arti sesuatu fenomena/kejadian berdasarkan atas kejadian lainnya;

meramalkan, yaitu memperkirakan kejadian berdasarkan kejadian sebelumnya serta

hukum-hukum yang berlaku. Prakiraan dibedakan menjadi dua macam yaitu

prakiraan intrapolasi yaitu prakiraan berdasarkan pada data yang telah terjadi dan

prakiraan ekstrapolasi yaitu prakiraan berdasarkan logika di luar data yang terjadi;

mengajukan pertanyaan, berupa pertanyaan yang menuntut jawaban melalui proses

berpikir atau kegiatan. Kedua, keterampilan proses sains terpadu yaitu aktivitas

19

ilmiah yang terdiri dari: mengidentifikasi variabel, mendeskripsikan hubungan antar

variabel, melakukan penyelidikan, menganalisis data hasil penyelidikan;

merumuskan hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, melakukan

eksperimen. (Chaidar Warianto dalam Gamaliel & Suciati,2011). Keterampilan

proses sains dasar dan terintegrasi tersebut di atas, idealnya terintegrasi dalam setiap

pembelajaran biologi.

Klasifikasi keterampilan proses sains serta indikatornya menurut Rustaman,

dkk. (2005,188) yang dirumuskan dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1. Jenis dan Indikator Keterampilan Proses Sains

No Jenis Keterampilan Indikator Kompetensi

1 Mengobservasi a. Menggunakan sebanyak mungkin indera

b. Mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan

2 Mengelompokkan a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

b. Mencari perbedaan secara terpisah

c. Mengontraskan ciri-ciri

d. Membandingkan berbagai jenis objek

e. Mencari dasar pengelompokan atau penggolongan

f. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3 Menafsirkan hasil

pengamatan

a. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

b. Menemukan pola dalam suatu pengamatan

c. Menyimpulkan

4 Memperkirakan a. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi

5 Berkomunikasi a. Mengubah bentuk penyajian

b. Memberikan/menggambarkan data empiris hasil

percobaan atau pengamatan dengan grafik, tabel atau

diagram

c. Menyusun dan menyampaikan laporan secara

sistematis

d. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

e. Membaca grafik atau tabel atau diagram

f. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau

peristiwa 6 Berhipotesis a. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan

penjelasan dari satu kejadian

b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji

kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih

banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

7 Merencanakan percobaan a. Menentukan alat/bahan/sumber yang digunakan

b. Menentukan variabel/faktor penentu

c. Menentukan objek yang diukur, diamati dan dicatat

d. Menentukan langkah kerja

20

No Jenis Keterampilan Indikator Kompetensi

8 Menerapkan konsep atau prinsip

a. Menjelaskan peristiwa baru misalnya banjir dengan konsep yang telah dimiliki

b. Menerapkan konsep dalam situasi baru

9 Mengajukan pertanyaan a. Bertanya apa, bagaimana dan mengapa

b. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada

keadaan yang belum diamati

(Rustaman, 2005, 188)

Keterampilan proses sains dapat dikembangkan melalui berbagai macam

cara, salah satunya dengan kegiatan pembelajaran di rumah yang diperkenalkan

dengan Home Science Process Skill (HSPS) yang dibuat berdasarkan pembelajaran

berbasis proyek atau Project Based Learning yang dimodifikasi. HSPS ini

merupakan suatu model pembelajaran yang baru dikembangkan dengan mengacu

pada pembelajaran berbasis proyek. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh

peneliti dengan mengingat keadaan pembelajaran di era globalisasi yang maju sangat

pesat serta tuntutan masyarakat global yang tinggi, membuat sekolah dan

pembelajaran hendaknya menyesuaikan diri dengan teknologi. Pembelajaran ini

memiliki ciri khas yang sesuai dengan tuntutan era global yaitu: efektifitas waktu,

efisien, menghasilkan produk baru, kreatif, banyak sumber serta memanfaatkan

teknologi informasi dengan maksimal. Model pembelajaran HSPS yang berpedoman

pada Project Based Learning tetap mengedepankan beberapa ciri khusus yang ada

dalam pembelajaran tersebut hanya saja dimodifikasi sedemikian rupa sehingga

mampu dilaksanakan oleh siswa tidak hanya di sekolah bersama guru namun juga di

luar sekolah.

Pembelajaran berbasis proyek adalah metode pembelajaran yang

menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media. Siswa melakukan eksplorasi,

penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk

21

hasil belajar (KEMENDIKBUD, 2011). Definisi lain seperti Pembelajaran berbasis

proyek merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan penekanan

pada pemecahan masalah sebagai usaha kolaboratif dalam periode pembelajaran

tertentu. Pembelajaran ini dilaksanakan dengan melibatkan mahasiswa pada tugas –

tugas kompleks dalam kelompok pembelajaran kooperatif. Dengan demikian

dimungkinkan mahasiswa untuk bekerja secara mandiri dalam membentuk

pembelajarannya dan memunculkannya dalam produk nyata (Antuni, 2007).

Penerapan metode pembelajaran berbasis proyek sangat realistis untuk pembelajaran

sains yang memerlukan kerja praktik. Agar siswa mampu mencapai kompetensi yang

diharapkan, diperlukan metode yang tepat bagi perkuliahan workshop pendidikan

kimia. Kerja praktik mutlak diperlukan bagi perkuliahan ini sehingga penerapan

pembelajaran berbasis proyek sangat tepat dilakukan. Selain dari penguasaan

kompetensi oleh siswa, penerapan metode ini dapat dilihat dari aspek kemandirian

merancang proyek, usaha kolaboratif siswa dalam menyelesaikan tugas dan belajar

konstekstual (Antuni, 2007).

Berdasarkan pembelajaran berbasis proyek tersebut dilakukan modifikasi

dengan memperhatikan keadaan siswa serta tuntutan di era global dan pemanfaatan

eknologi informasi yang maksimal dengan memperkenalkan Home Science Process

Skill (HSPS). Pada hakikatnya Home Science Process Skill sama dengan penerapan

keterampilan proses sains pada umumnya, hanya saja dilakukan di rumah dengan

bantuan berbagai macam media pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Guru

bertindak sebagai motivator dan pembimbing siswa dengan kegiatan pembelajaran

yang dilakukan tidak hanya di sekolah melainkan di rumah atau di tempat lain.

22

Pemanfaatan teknologi informasi sangat diperlukan untuk mempermudah

pelaksanaan keterampilan proses sains di rumah atau tanpa kehadiran guru secara

langsung. Pembelajaran blended learning mengkombinasikan pembelajaran secara

tatap muka yang memungkinkan dilaksanakan praktikum nyata di laboratorium dan

pembelajaran online yang mampu mengembangkan sumber belajar siswa dan

mengaktifkan keterampilan proses sains. Secara keseluruhan pembelajaran biologi

melalui blended learning dapat mengembangkan keterampilan proses sains melalui

banyak kegiatan baik secara eksperimen maupun online.

Home Science Process Skill dapat dilakukan terintegrasi dalam

pembelajaran biologi, dengan langkah-langkah sebagai berikut: (Gamaliel & Suciati,

2011)

1. Persiapan

Guru mengawali kegiatan dari menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS/

Student Worksheet) atau instrument terkait sebagai panduan siswa

dalam melaksanakan kegiatan proyek. Penyusunan LKS

memperhatikan materi-materi yang ada dalam pembelajaran (contoh

LKS tercantum dalam lampiran).

2. Pengarahan

Guru memberikan pengarahan dalam melakukan kegiatan proyek.

Pengarahan melibatkan ketertarikan siswa serta memberi gambaran

awal, kegiatan Home Science Process Skill Selanjutnya kegiatan inti

akan dilakukan sesuai dengan rencana guru dan siswa. Dalam kegiatan

ini dapat pula dilakukan pembagian kelompok kerja.

23

3. Pembimbingan

Guru membimbing siswa dalam mengidentifikasi kasus-kasus yang

aktual dalam kehidupan sehari-hari, serta berkaitan dengan materi

biologi. Kegiatan ini dilakukan sejalan dengan materi-materi yang

didapat dalam pembelajaran.

Guru membuka konsultasi bagi siswa untuk merencanakan proyek

ilmiah yang akan dilakukan. Perencanaan proyek diarahkan pada

penelitian atau penyelidikan. Kegiatan konsultasi dilakukan sejalan

dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran.

4. Pengamatan

Guru mengamati kelompok siswa (baik secara langsung atau tidak

langsung) dalam melakukan kegiatan proyek. Hendaknya, guru

memantau secara bergantian kerja dari masing-masing kelompok.

Dalam kegiatan ini juga dapat dilakukan bimbingan jika diperlukan.

Pengamatan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

memanfaatkan internet dan membuka konsultasi secara online

Pengamatan berlangsung selama kegiatan proyek dengan membawa

siswa ke tempat-tempat yang menjadi sumber masalah, mengamati

secara langsung dan mengambil data yang diperlukan. Kegiatan

pengamatan dapat dikemas semenarik mungkin sehingga siswa

menikmati dengan proyek ilmiah yang dikerjakan.

24

5. Pelaporan

Guru membimbing siswa untuk menyusun laporan hasil kerja proyek

secara ilmiah. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membuka

konsultasi secara langsung ataupun secara tidak langsung menggunakan

fasilitas internet antara guru dan siswa.

6. Evaluasi

Guru melakukan evaluasi kegiatan siswa dengan memberikan

konfirmasi (menghindari salah konsep) dan penilaian laporan hasil

kegiatan ilmiah Home Science Process Skill. Kegiatan ini dilakukan

pada saat tatap muka dengan siswa di kelas.

7. Penyajian

Guru membimbing siswa untuk mempublikasikan hasil karyanya dalam

diskusi ilmiah yang dilakukan kelas atau forum ilmiah lain seperti

Festival Sains pada waktu yang telah ditentukan bersama. Kegiatan ini

bertujuan untuk mengakomodir keterampilan proses sains indikator

berkomunikasi pada siswa.

Sedangkan kegiatan yang dilakukan siswa dapat dikemas dengan prinsip

5C (Cari, Catat, Coba, Cipta, Cerita). Prinsip 5C diterapkan untuk memudahkan

siswa dalam memahami prinsip kerja Home Science Process Skill. Siswa akan

lebih tertarik dan memberi kesan positif, mudah untuk dikerjakan. Penjelasan

dari prinsip 5C adalah: (Gambar 2.1)

25

Gambar 2.1. Tahapan Home Science Process Skill yang diterapkan siswa

D. Blended Learning

Blended learning merupakan pembelajaran tatap muka yang

dikombinasikan dengan penggunaan teknologi internet sebagai sarana pendukung

dalam penjelasan materi, pemberian tugas, serta latihan (Garrison dan Vaughan,

2008).

Menurut Hartman and Moskal (2004) bahwa Blended learning sebagai

penerapan dari pedagogik yang dikombinasikan dengan teknologi, keefektifan dan

peluang sosial menjadi pembelajaran aktif, dengan kata lain Blended learning

merupakan model instruksional yang memunculkan sebuah karakter.

Pengertian lain tentang blended learning merupakan pendekatan

pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisional atau tatap muka dan

pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online serta beragam

26

pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh dosen dan mahasiswa (Harding,

Kaczynski dan Wood, 2005). Pelaksanaan pendekatan ini memungkinkan

penggunaan sumber belajar online, terutama yang berbasis web, tanpa meninggalkan

kegiatan tatap muka.

Karsidi (2011) memberi istilah blended learning sebagai blended e-learning

yang merupakan kombinasi atau penggabungan pendekatan aspek e-learning berupa

web based instruction, video streaming, audio, komunikasi pada waktu yang sama

namun tempat berbeda (synchronous) dan komunikasi pada waktu dan tempat yang

berbeda (asynchronous) dengan pembelajaran tradisional atau tatap muka termasuk

juga metode mengajar, teori belajar, dan dimensi pedagogik. Melalui e-learning

materi pembelajaran dapat diakses kapan saja dan dari mana saja, materi

pembelajaran dapat diperkaya dengan berbagai sumber belajar dan dengan cepat

dapat diperbaharui oleh pengajar. Implementasi blended learning dapat dilakukan

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berbasis internet serta menciptakan

skenario pembelajaran dengan matang untuk mengundang keterlibatan siswa secara

aktif dan konstruktif dalam proses pembelajaran.

Karakteristik dari pembelajaran blended learning adalah membuat siswa

aktif dalam pembelajaran baik secara tatap muka (face to face) maupun secara non

tatap muka; berfokus pada siswa (student centered); dapat meningkatkan interaksi

antara siswa dengan lingkungan, siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa

dengan materi dan siswa dengan keadaan dalam kehidupan sehari-hari;

mengkombinasikan antara assessment formal dan sumatif (Seaman & Garrett, 2007)

seperti yang terlihat di dalam gambar diagram Gambar 2.2.

27

Gambar 2.2. Blended learning Sumber (Graham: 2005)

Blended learning berorientasi pada pembelajaran tatap muka yang

terintegrasi dengan elearning. Di masa lalu pembelajaran tatap muka terpisah dengan

elearning, siswa melakukan pembelajaran tatap muka bersama guru di dalam kelas

dan diberi penugasan secara terpisah dalam memanfaatkan internet. Pembelajaraan

sekarang diharapkan elearning sudah mulai terintegrasi di dalam pembelajaran tatap

muka. Pembelajaran masa depan diharapkan elearning sudah menjadi bagian dalam

pembelajaran.

Menurut pendapat Kerres &De Witt (2003) bahwa diperlukan kerangka 3C

untuk para pengajar yang hendak merancang blended learning, meliputi content (isi

materi pembelajaran), communication (komunikasi antara siswa dan guru serta antar

siswa sendiri). Dan construction (penciptaan kondisi mental pembelajar untuk

membantu memetakan posisi mereka dalam lanskap pembelajaran)

28

Prosedur pelaksanaan Blended learning (Woodall, 2010) antara lain:

a. Prepare Me: Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dan

memahami segala macam kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran serta

membagi siswa dalam beberapa kelompok secara heterogen. Siswa belajar untuk

terbiasa dengan perlengkapan, strategi atau teknologi yang digunakan dalam

blended learning.

b. Tell Me: Guru membimbing siswa untuk memahami topik yang diberikan kepada

masing-masing kelompok dalam tahapan ini meliputi presentasi, penjelasan dari

fakta, konsep, prosedur dan prinsip-prinsip yang terkait dengan materi. Tahapan

ini juga dapat digunakan untuk menguatkan kembali motivasi dalam

pembelajaran.

c. Show Me: Guru membimbing siswa untuk melakukan observasi, sehingga siswa

dapat menjelaskan topik yang dibahas. Tahapan ini berkaitan erat dengan fakta,

prosedur, prinsip, konsep dan atau proses dalam praktikum yang ditunjukkan pada

siswa sehingga memiliki pemahaman yang baik untuk menerapkan keterampilan.

d. Let Me: Guru membimbing siswa untuk melakukan pengelompokan

(pengklasifikasian) materi yang dibahas, serta melengkapi Lembar Kerja Siswa

(LKS/Work Sheet) dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang diperoleh

dari buku atau internet. Siswa dapat menerapkan keterampilan atau pengetahuan

baru yang didapatnya dan memberikan umpan balik untuk dijadikan koreksi.

29

e. Coach Me: Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil dan

membawanya dalam diskusi secara on line. Siswa dapat berbagi pengalaman

dengan yang lain, meliputi, guru, siswa lain, atau ahli.

f. Connect Me: Guru membimbing siswa untuk mengkomunikasikan hasil diskusi

kelompok kecil di depan kelas (dalam kegiatan diskusi kelas). Guru membimbing

siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

Siswa dapat mengaplikasikan materi dalam kehidupan sehari-hari dan

mengadakan forum diskusi melalui berbagai macam media. Pada tahap ini siswa

bebas memberikan ide atau gagasan dalam sebuah forum diskusi serta dapat

digunakan untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari.

g. Support Me: Guru memberikan konfirmasi kepada siswa agar tidak terjadi salah

konsep. Guru membimbing siswa jika di dalam diskusi ataupun pencarian sumber

terjadi kekurangan. Tahapan ini siswa diberi dukungan kembali untuk

memperoleh informasi-informasi yang mendukung pemahaman dalam materi.

h. Check Me: Guru memberikan evaluasi (tes) pada masing-masing siswa untuk

mengetahui sejauh mana penguasaan konsep materi yang diperoleh siswa. Guru

memberikan penugasan kepada siswa untuk mengkaitkan pengetahuan siswa

terhadap pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya.

Pembelajaran Blended learning memiliki banyak keunggulan antara lain

mampu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan menyediakan banyak

sumber belajar yang dapat digunakan. Banyaknya sumber belajar yang mampu

digunakan terjadi karena siswa dibebaskan untuk menggali informasi sebanyak-

30

banyaknya secara mandiri. Akses yang luas menjadi salah satu cara meningkatkan

pembelajaran aktif dan mengasah kemampuan siswa. Hal ini relevan dengan kutipan

pendapat (Semler dalam Soekartawi, 2005) yang menyatakan:

“Blended learning combines the best aspects of online learning, structured

face-to-face activities, and real world practice. Online learning systems, classroom

training, and on-the-job experience have major drawbacks by themselves. The

blended learning approach uses the strengths of each to counter the others'

weaknesses “.

”Blended learning mengkombinasikan aspek-aspek terbaik dari

pembelajaran secara online, aktivitas tatap muka dan praktek dalam kehidupan nyata.

Pembelajarang dengan sistem online, pelatihan secara klasikal dan kegiatan nyata

yang langsung dilakukan untuk mendapatkan pengalaman adalah dasar utama dari

pengembangannya. Blended learning mengkombinasikan setiap kelebihan dari

sistem pembelajaran dan meniadakan kelemahannya.”

Graham, A & Ure (2005) menyatakan bahwa pembelajaran dengan blended

learning dapat meningkatkan tiga aspek, yaitu: dapat meningkatkan pedagogik, akses

dalam kehidupan sehari-hari dan keefektifan dalam pembelajaran di kelas.

Keunggulan lain dari pembelajaran blended learning adalah pembelajaran

ini dapat dilakukan dengan berbagai model, strategi, dan metode. Sistem e learning

dapat berlangsung secara online melalui internet maupun secara offline. Proses

belajar menjadi lebih fleksibel, tidak terikat oleh jadwal waktu dan tempat, dapat

dilakukan kapan saja dan dimana saja (Karsidi, 2011). Siswa akan lebih banyak

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri serta bertanggung jawab

31

terhadap diri sendiri (Klemming, 2003), meningkatkan keterampilan menggali

informasi, kompetensi sosial, dan kepercayaan diri (Kendall, 2001).

Dari prespektif guru, blended learning dilatih untuk melakukan inovasi dan

terus belajar karena pembelajaran ini memerlukan keterampilan baru yang harus

selalu dikembangkan agar pembelajaran yang dilakukan dapat menyerap banyak

informasi dari berbagai sumber belajar (Martyn, 2003), guru akan lebih menghargai

berbagai perbedaan gaya dan kecepatan belajar yang dimiliki masing-masing siswa

(Piskurich, 2004).

32

BAB III

METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

A. Model Penelitian & Pengembangan

Menurut Tim Puslitjaknov (2008) model pengembangan merupakan dasar

untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Dalam model

pengembangan, peneliti memperhatikan 3 hal yaitu sebagai berikut.

1. Menggambarkan struktur model yang digunakan secara singkat, sebagai

dasar pengembangan produk

2. Model yang digunakan diadaptasi dari model yang sudah ada, maka perlu

dijelaskan alasan memilih model, komponen-komponen yang disesuaikan,

dan kekuatan serta kelemahan model dibanding model aslinya

3. Model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka perlu dipaparkan

mengenai komponen-komponen dan kaitan antar komponen yang terlibat

dalam pengembangan

Penelitian menggunakan model pengembangan yang diadaptasi dari model

pengembangan Borg dan Gall (1983). Model pengembangan ini

mengelompokkan langkah-langkah dalam penelitian dan pengembangan menjadi

sepuluh langkah sebagai berikut.

1. Melakukan penelitian pendahuluan (prasurvei) untuk mengumpulkan

informasi (kajian pustaka, pengamatan kelas), identifikasi permasalahan

yang dijumpai dalam pembelajaran, dan merangkum permasalahan

33

2. Melakukan perencanaan

3. Mengembangkan jenis/bentuk produk awal

4. Melakukan uji coba lapangan tahap awal

5. Melakukan revisi terhadap produk utama

6. Melakukan uji coba lapangan utama

7. Melakukan revisi terhadap produk operasional

8. Melakukan uji lapangan operasional

9. Melakukan revisi terhadap produk akhir

10. Mendiseminasikan dan mengimplementasikan produk

Prosedur penelitian pengembangan di atas diesuaikan tahapan penggunaan

Home Science Process Skill yang dipadukan dengan Blended learning sehingga

dapat dilakukan sesuai dengan tahapan yang ada. Selain itu, prosedur

dimodifikasi dengan mengingat penelitian pengembangan yang dilakukan adalah

untuk mengembangkan modul yang diujicobakan di sekolah khususnya kelas XI

SMA Kalam Kudus Malang yang memiliki tahapan proses pembelajaran.

Sehingga tahapan Mendiseminasikan dan mengimplementasikan produk tidak

dilakukan.

B. Prosedur Penelitian & Pengembangan

Prosedur pengembangan modul ini didasarkan pada delapan langkah

pengembangan. Penjabaran dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai

berikut.

34

1. Pengumpulan Informasi

Permasalahan yang terdapat di SMA Kristen Kalam Kudus Malang adalah

kegiatan belajar mengajar belum berjalan sesuai harapan, khususnya dalam

pembelajaran biologi. Guru mengajar cenderung berorientasi pada ranah

kognitif saja, kurang kreatif dalam mengemas kegiatan pembelajaran,

cenderung merasa kesulitan membagi waktu dengan beban materi yang

terlalu banyak, kurang praktikum, cenderung khawatir dan mengabaikan

peran teknologi informasi khususnya internet. Pembelajaran biologi hanya

diartikan sebagai transfer pengetahuan dan hafalan. Jika dilihat dari sudut

pandang siswa maka, siswa memaknai biologi adalah dengan nilai akhir

yang mereka peroleh, siswa sangat kuat dalam berbagai macam teori namun

lemah jika dihadapkan pada persoalan kontekstual, kurang terampil,

menganggap biologi sebagai materi hafalan.

2. Perencanaan

a. Identifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi yang digunakan yaitu 3. Menjelaskan struktur dan

fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan atau penyakit yang

mungkin terjadi serta implikasinya pada salingtemas. Rumusan tersebut

sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006. Namun, dapat

disesuaikan dengan kurikulum 2013 dengan kompetensi dasar 3.6

Mendeskripsikan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta

kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem peredaran darah

manusia dan membandingkannya dengan sistem peredaran darah hewan

35

ikan 3.7 Mendeskripsikan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses

serta kalainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pencernaan

makanan pada manusia dan membandingkan struktur pencernaan pada

hewan ruminansia 3.14 Mendeskripsikan mekanisme pertahanan tubuh

terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit. Penerapan

menggunakan kurikulum lama mengingat kurikulum 2013 khususnya

untuk biologi belum memiliki perangkat yang jelas dan baru

diujicobakan pada beberapa sekolah terpilih saja.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang di dalamnya

mengharuskan kompetensi siswa untuk menguasai ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor.

b. Penyusunan Instrumen Pembelajaran

Penyusunan instrumen pembelajaran berupa pembuatan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan

media pembelajaran dengan memanfaatkan internet. RPP memuat

kegiatan yang akan dilakukan mengarah ke dalam kerja proyek ilmiah

yang akan dilakukan siswa. Kegiatan yang dilakukan mampu

mengakomodir pembelajaran berbasis Home Science Process Skill

(HSPS) dan tahapan dalam Blended Learning.

c. Penyusunan Pelaksanaan Pembelajaran

Penyusunan pelaksanaan pembelajaran meliputi: pengkondisian siswa

dan guru dengan kegiatan berbasis Home Science Process Skill (HSPS)

dipadukan Blended Learning, pelaksanaan pembelajaran dengan

36

instrumen yang digunakan, pengamatan kerja siswa secara berkala,

memfasilitasi siswa dalam berkonsultasi, keterlaksanaan program dan

target yang dicapai.

d. Penyusunan Sumber Data

Penyusunan sumber data mencakup 3 ranah yang harus dikembangkan

dalam pembelajaran biologi, yaitu : kognitif, afektif, psikomotor.

Keterangan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sumber data yang dikembangkan

No Ranah yang dikembangkan Sumber Data

1 Kognitif Tes : Soal Non Tes: Laporan hasil kerja ilmiah dan

produk ilmiah

2 Psikomotor Non Tes: Lembar Observasi, Angket,

Wawancara

3 Afektif Non Tes: Lembar Observasi, Wawancara

3. Pengumpulan Data

Langkah ini digunakan untuk mengumpulkan bahan yang akan

digunakan untuk menyusun modul pembelajaran berbasis Home Science

Process Skill (HSPS). Pengumpulan data ini meliputi:

a. mengkaji kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum tingkat satuan

pendidikan

b. menentukan materi yang akan dikembangkan dalam modul ini, yaitu

materi sistem gerak pada manusia

c. mencari sumber pustaka berupa buku maupun artikel internet

d. mengkaji beberapa modul pembelajaran yang telah ada

37

4. Pengembangan Produk

Produk yang akan dihasilkan adalah modul pembelajaran berbasis Home

Science Process Skill (HSPS) dipadukan dengan Blended Learning untuk

kelas XI SMA Kristen Kalam Kudus Malang. Komponen-komponen modul

pembelajaran yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut.

a. Petunjuk belajar (Petunjuk siswa)

b. Kompetensi yang akan dicapai

c. Kegiatan proyek

d. Pemanfaatan sumber belajar berupa internet

e. Penerapan konsep

f. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)

g. Evaluasi

5. Validasi Produk

Langkah ini dilakukan untuk menilai apakah modul pembelajaran

berbasis Home Science Process Skill (HSPS) yang dihasilkan layak

digunakan atau tidak. Validasi ini dilakukan oleh ahli dalam bidang

pengembangan media, ahli dalam bidang materi, guru mata pelajaran, dan

siswa sebanyak 2 orang.

6. Revisi Produk

Revisi modul pembelajaran berbasis Home Science Process Skill (HSPS)

dilakukan setelah produk dinilai oleh validator. Revisi dilakukan untuk

memperbaiki kelemahan-kelemahan produk yang diungkapkan oleh

validator.

38

7. Uji Lapangan

Uji coba modul pembelajaran berbasis Home Science Process Skill

(HSPS) dilakukan dengan mencobakan modul yang telah dirancang kepada

responden, dalam hal ini responden adalah siswa SMA Kristen Kalam Kudus

Malang kelas XI semester genap.

8. Revisi Penyempurnaan

Langkah ini dilakukan apabila dalam uji coba produk, modul

pembelajaran berbasis Home Science Process Skill (HSPS) masih ditemukan

kekurangan atau kelemahan produk. Revisi ini dilakukan untuk memperbaiki

kekurangan tersebut.

Berikut ini ditampilkan gambar tabel perencanaan kegiatan penelitian,

dapat dilihat pada gambar 3.1 :

Gambar 3.1. Rencana kegiatan penelitian pengembangan hingga

pembuatan laporan (Tesis)

39

C. Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Uji coba produk merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian

pengembangan. Uji coba dilakukan setelah rancangan produk selesai. Uji

coba produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang dibuat layak

digunakan atau tidak. Uji coba produk juga melihat sejauh mana produk

yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan. Desain uji produk ini

meliputi uji ahli (ahli media dan ahli materi) dan uji lapangan.

2. Subyek Coba

Penelitian pengembangan modul pembelajaran berbasis Home Science

Process Skill (HSPS) ini yang menjadi subjek coba adalah siswa SMA

Kristen Kalam Kudus Malang kelas XI semester genap.

3. Jenis Data

Uji coba data digunakan sebagai dasar untuk menentukan keefektifan,

efisiensi, dan daya tarik produk yang dihasilkan. Jenis data yang akan

dikumpulkan harus disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan tentang

produk yang dikembangkan dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Data hasil pengembangan diperoleh melalui validasi dan uji coba produk.

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data

kuantitatif berupa skor penilaian dari validator dan siswa melalui angket

penilaian, sedangkan data kualitatif berupa tanggapan dan saran yang

diberikan oleh validator dan deskripsi keterlaksanaan uji coba modul.

40

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam pengembangan modul

adalah angket. Angket yang digunakan terdiri (1) angket validasi ahli media,

(2) angket validasi ahli materi, (3) angket validasi praktisi pendidikan, dan

(4) angket validasi siswa dan penilaian untuk siswa. Setiap angket memuat

komentar atau saran terhadap modul yang sudah dikembangkan. Dimana

jawaban dari angket menggunakan skala Likert.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan disesuaikan dengan jenis data

dikumpulkan. Teknik analisis data yang digunakan dengan mengubah data

kuantitatif menjadi bentuk persentase kemudian melalui persentase tersebut

diinterpretasikan kevalidannya. Jika hasil analisis menunjukkan kevalidan,

maka modul dapat digunakan, apabila menunjukkan tidak valid maka harus

dilakukan revisi.

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data kuantitatif

berupa skor angket penilaian adalah dengan menghitung persentase jawaban.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.

%100xxi

xP

(Arikunto, 1997:247 dalam Ismail, 2007)

Keterangan:

P = Persentase

Σx = Jumlah jawaban responden dalam 1 item

41

Σxi = Jumlah skor ideal dalam item

100% = Konstanta

Kriteria kevalidan data angket penilaian validator dapat ditinjau dari hasil

persentase kriteria dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kriteria Kevalidan Data Angket Penilaian Validator

Skala Nilai (%) Keterangan

85,94 -100

67,18 - 85,93

48,44 - 67,17

25 - 48,43

Valid (Tidak Revisi)

Cukup Valid (Tidak Revisi)

Kurang Valid (Revisi)

Tidak Valid (Revisi)

(Suryabrata, 1983: 59 dalam Ismail, 2007)

Hasil validasi yang diperoleh telah mencapai ≥ 67,18% maka modul

pembelajaran tersebut dinyatakan cukup valid dan tidak perlu revisi sehingga

sudah dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Namun demikian tetap

dilakukan revisi berdasarkan saran dan komentar dari validator untuk

memperbaiki produk. Sedangkan bila hasil validasi yang diperoleh ≤ 67,17%

maka modul harus direvisi dan sebelum dapat digunakan dalam pembelajaran.

Data kualitatif berupa tanggapan atau saran dari validator dan deskripsi

keterlaksanaan uji coba modul. Tanggapan atau saran dari validator yang

dianggap tepat untuk pengembangan modul maka akan digunakan sebagai tahap

revisi modul.

D. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dibuat untuk lebih mempermudah peneliti dalam

menganalisis permasalahan yang terjadi dan memberikan alternatif solusi yang

diberikan. Kerangka berpikir ini akan memperlihatkan kesesuaian masalah yang

dihadapi dan solusi yang diberikan. Kerangka berpikir akan menunjukkan

42

kelebihan serta target yang akan dicapai dalam penelitian dengan menggunakan

alternatif solusi tertentu.

Kerangka berpikir yang disajikan kali ini memuat masalah dan akar

masalah yang terjadi dalam pembelajaran biologi beserta solusi yang diberikan

berupa pengembangan modul berbasis Home Science Process Skill dipadukan

dengan Blended Learning (dapat dilihat pada gambar 3.2).

Gambar 3.2. Kerangka Berpikir

MASALAH DALAM PEMBELAJARAN

Pembelajaran biologi cenderung mengarah hanya

pada transfer of knowledge materi pada siswa.

Ranah kognitif sangat ditonjolkan

Kurang dalam penyelesaian persoalan kontekstual

Kurangnya waktu pelajaran yang diberikan untuk

menyelesaikan beban materi dalam kurikulum

AKAR MASALAH a. Keterampilan proses sains

siswa kurang berkembang

b. Kurangnya kegiatan ilmiah berbasis kehidupan sehari-hari

(daily live)

Modul berbasis Home Science Process Skill

KEUNGGULAN

Pembelajaran tatap

muka

Proyek Ilmiah

Variasi sumber

belajar (Modul)

KEUNGGULAN

Pemanfaatan internet

Efektifitas waktu

Kreatif

TARGET Keterampilan proses sains berupa:

Merencanakan percobaan

Mengelompokkan

Menafsirkan hasil pengamatan

Berkomunikasi

Menerapkan konsep atau prinsip siswa dapat

meningkat.

LUARAN

Sumber belajar

siswa bervariasi

Inovasi baru dalam

pembelajaran

LUARAN

Pemanfaatan

teknologi informasi

secara optimal

43

DAFTAR RUJUKAN

Amri, S, K.A.2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta :Prestasi Pustaka

Antuni, W., & Crys, F. 2007. Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek pada

Perkuliahan Workshop Pendidikan Kimia untuk Meningkatkan Kemandirian

dan Prestasi Belajar Mahasiswa. Yogyakarta : UNY Press

Carin & Sund. 1990. Teaching Science Through Discovery. New York: Merrill

Publishing Company.

Dahar, R. W. 2006. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran . Jakarta : Erlangga

Depdiknas. 2008. Panduan Umum Pengembangan Silabus: Jakarta

Didik Tristianto. 2012. Rekronstruksi Pada Tomografi Komputer Terhadap Obyek Uji

Bundar dan Segitiga. Jurnal Monitor Vol 1. No. 1 Juli 2012. Universitas

Narotama Surabaya

Gamaliel, S,A & Suciati. 2011. Upaya Internalisasi Karakter Melalui Home Science

Process Skill Untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Makalah

disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Biologi UNS. Surakarta, 8

Mei 2011

Gamaliel S, A. 2011. Festival Sains Dalam Pembelajaran Biologi Untuk Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional

Pendidikan Biologi UNS. Surakarta, 16 Juli 2011

Gamaliel S, A. 2012. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam

Pembelajaran Biologi Melalui Blended Learning Pada Siswa Kelas XI IPA 3

Putra SMA RSBI Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Sukoharjo Tahun

Pelajaran 2011/2012. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Garrison, R., & Vaughan, H. 2008. Blended learning in higher education: Framework,

principles and guidelines. San Francisco: Jossey-Bass.

Hamalik, O. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta.

Bumi Aksara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Model Pembelajaran Berbasis Proyek

(Project Based Learning). Jakarta : Badan Pengembang Sumber Daya Manusia

Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan

Made, I A.M & Wandy. 2009. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan

Pendidikan Tenaga Kependidikan IPA

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mundilarto. 2002. Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta; UNY.

Naisbitt, J. & Aburdene, P. (1990). Megatrend 2000. London: Sidgwick & Jackson

Rustaman, N. & Rustaman, A. 2002. Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah IPA

Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI : tidak diterbitkan.

Organization for Economic Country Development. (2010). PISA 2009 Results:

Executive Summary. Diperoleh 16 Agustus 2011,dari

http://www.pisa.oecd.org/summary/PISA2009ExecutiveSummary.pdf.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun. 2005 Taentang Standar

Nasional Pendidikan. 2005 : Jakarta

44

Rustaman, N. Y. 2011. Pendidikan dan Penelitian Sains dalam Mengembangkan

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Karakter. Makalah

disajikan pada Seminar Nasional Biologi, Sains, Lingkungan, dan

Pembelajarannya Menuju Pembangunan Karakter. Pendidikan Biologi FKIP

UNS. Surakarta, 16 Juli 2011

Seaman & Garret, P. 2007. Teaching for blended learning - Research perspectives from

on-campus and distance students. Educational and Information Technologies,

12(3), 165 174.

Suciati. 2011. Upaya Internalisasi Karakter Melalui Home Science Proses Skill untuk

Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Makalah disajikan pada

Seminar Nasional FKIP UNS. Surakarta, 8Mei 2011

Trianto.2007.Model-Model pembelajaran Inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta :

Prestasi Pustaka

White, C.D. 2006. Teaching the Nature of Science.ACASEJAEESA.1(7):1-24.

Diperoleh tanggal 25 Februari 2012, dari

http:www.unb.ca/frederiction/science/physic/acase/journal/Vol1_pdf/ACASEJ

AEESA_1_7_Donovan-white.pdf.

Woodall, D., & Hovis, S. (2010). Eight Phases of Workplace Learning: A Framework

for Designing Blended Programs. Diperoleh 16 Agustus 2011, dari

http://www.skillsoft.com/news/white_papers.pdf