metabolisme fe

6
Metabolisme Fe: (Indah Khoirun Nisa-1006669263) Tubuh mengandung 3-4 gram besi. Besi secara elemental bersifat aktif secara biologis dalam bentuk fero (Fe2+) dan feri (Fe3+). Besi berperan dalam tubuh pada proses respirasi seluler, berupa unsur-unsur hemoglobin, system sitokrom, enzim katalase, enzim peroksidase. Didalam semua komponen tersebut besi sebagai porphyrin, yaitu protein yang memegang peran penting dalam produksi hem (komponen yang membawa oksigen dalam haemoglobin) . Besi yang tersisa di dalam tubuh berikatan dengan protein, sebagai protein penyimpan (ferritin dan hemosiderin) dan bentuk transport (tranferin). Tahap-tahap utama metabolise besi (Fe): 1. Besi yang berasal dari hewan adalah sebagai besi heme (Feri/Fe3+) dan yang berasal dari nabati adalah besi non heme (Fero/Fe2+). Besi dalam pangan tersebut mula-mula mengalamai pencernaan. 2. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan direduksi oleh enzim ferireduktase menjadi Fe2+ karena besi diserap tubuh dalam bentuk Fe2+. Ion fero siap untuk diserap dimukosa intestine. 3. Sesampainya di dalam mukosa, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ kembali. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah. Apoferitin mengatur banyaknya besi yang diserap di intestin. Molekul apoferitin yang tersedia

Upload: indahneesa

Post on 26-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

tahapan metabolisme Fe dalam tubuh

TRANSCRIPT

Page 1: Metabolisme Fe

Metabolisme Fe: (Indah Khoirun Nisa-1006669263)

Tubuh mengandung 3-4 gram besi. Besi secara elemental bersifat aktif secara biologis dalam

bentuk fero (Fe2+) dan feri (Fe3+). Besi berperan dalam tubuh pada proses respirasi seluler,

berupa unsur-unsur hemoglobin, system sitokrom, enzim katalase, enzim peroksidase. Didalam

semua komponen tersebut besi sebagai porphyrin, yaitu protein yang memegang peran penting

dalam produksi hem (komponen yang membawa oksigen dalam haemoglobin) . Besi yang tersisa

di dalam tubuh berikatan dengan protein, sebagai protein penyimpan (ferritin dan hemosiderin)

dan bentuk transport (tranferin).

Tahap-tahap utama metabolise besi (Fe):

1. Besi yang berasal dari hewan adalah sebagai besi heme (Feri/Fe3+) dan yang berasal dari

nabati adalah besi non heme (Fero/Fe2+). Besi dalam pangan tersebut mula-mula

mengalamai pencernaan.

2. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan

direduksi oleh enzim ferireduktase menjadi Fe2+ karena besi diserap tubuh dalam bentuk

Fe2+. Ion fero siap untuk diserap dimukosa intestine.

3. Sesampainya di dalam mukosa, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ kembali. Fe3+ selanjutnya

berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan

Fe2+ ke dalam plasma darah. Apoferitin mengatur banyaknya besi yang diserap di

intestin. Molekul apoferitin yang tersedia jumlahnya terbatas. Bila Fe belum dibutuhkan

tubuh, apoferitin menjadi jenuh dengan ion feri dan untuk sementara disimpannya.

Akibatnya, ion-ion fero lainnya tidak dapat memasuki lagi sel mukosa intestin, dan

meneruskan perjalanannya ke kolon untuk dikeluarkan bersama tinja sehingga warna

tinja menjadi hitam kelam-mengkilat seperti karat. Mekanisme pengaturan ini dikenal

sebagai mucosal block system. Ketika tubuh memerlukan Fe kembali, ferritin melepaskan

ion ferri, kemudian ion Fe3+ yang bebas direduksi menjadi ion ferro menjelang

memasuki sistem sirkulasi darah.

Walaupun seluruh usus mempunyai kemampuan menyerap besi, penyerapan maksimum

terjadi di duodenum dan jejunum bagian atas (proksimal), karena adanya pH optimum.

Secara umum, pH asam atau rendah mendorong bentuk fero dan penyerapan besi,

Page 2: Metabolisme Fe

sedangkan pH netral atau basa meningkatkan bentuk feri dan menurunkan penyerapan

besi.

4. Di dalam sirkulasi darah (plasma), Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dikatalisis oleh enzim

feroksida dan berikatan dengan transferrin (suatu beta-globulin plasma). Besi diangkut

dalam tubuh dalam bentuk transferrin dan kapasitas transferrin mengikat besi pada

plasma normal adalah 240-360 mg/dL . Transferin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum

tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Didalam sumsum tulang, tranferin

melekat ke reseptor di membran eritrosit yang sedang tumbuh dan membebaskan besi ke

dalam eritosit untuk digabungkan ke hem di dalam mitokondria. Inti hem dibentuk oleh

besi, yang dalam kombinasi dengan rantai globin yang sesuai akan membentuk

hemoglobin. Lebih dari 90% besi yang bukan simpanan dalam tubuh berada dalam

hemoglobin, yaitu sekitar 2,3 gram (60 mg/kg pada laki-laki dan 50mg/kg pada

perempuan). Sebagian besi (sekitar 1 gram) disimpan sebagai feritin dan hemosiderin

dalam makrofag di limpa, hati, dan sumsum tulang.

5. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati,

sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+.

Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan.

Setiap hari perputaran zat besi berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus didapatkan dari

makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel – sel darah merah

tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang

untuk pembentukan sel – sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel – sel

darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing.

Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron basal losses).

Untuk mengimbangi pengeluaran besi, tubuh menyerap 1mg/hari (yang merupakan 5% dari

peputaran besi). Besi tubuh lainnya yang merupakan sepertiga dari besi total tubuh, tersimpan di

dalam hati, limpa, dan sumsum tulang, atau terangkut dalam myoglobin dan koenzim protein

pengangkut electron sitokrom.

Page 3: Metabolisme Fe

Skema proses metabolism zat besi untuk mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam

tubuh:

Asupan besi dari makanan setiap hari adalah 10-20mg/hari. Jumlah besi yang diserap dari

makanan sangat bervariasi, bergantung pada beberapa faktor termasuk jumlah dan jenis besi

yang dimakan, keasaman lambung, aktivitas sumsum tulang, dan keadaan simpanan besi tubuh.

Pada keadaan defisiensi besi yang parah, tubuh dapat meningkatkan penyerapan sampai 30%

dari asupan makanan untuk mengkompensasi kekurangan.

Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan besi dal tubuh. Sedangkat faktor penghambat

absorbsi besi adalah pytat, besi yang berikatan dengan senyawa fenolik (kopi, teh, sayuran

tertentu, magnesium dan kalsium (susu, keju).

absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :

Page 4: Metabolisme Fe

- Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi

simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.

- Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam

klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.

- Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi

karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan

absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg

asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.

- Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang

tidak dapat diserap.

- Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe

- Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe

- Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.

- Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

Referensi:

Hardjasasmita, Panjaita. Ikhtisar Biokimia Dasar. Jakarta: FK UI, 2000.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2066412-penentuan-kadar-besi-

pada-serum/#ixzz1eos8xaBK (diakses Sabtu, 26 November 2011, 21.00).

http://library.usu.ac.id/download/fk/fk-arlinda%20sari2.pdf (diakses Sabtu, 26 November 2011,

21.25).

Wulandari, Dewi dan Brahm U. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium terj. Ronald

A. Sacher dan Richard A. Empherson. Jakarta: ECG, 2004.

Neal, Michael J. Medical pharmacology at a glance. Ed. Ke-5. Jakarta: Erlangga, 2006.