merajut asa dalam bingkai keluarga baru donorjo.doc

6
Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo: Matahari, Hujan dan Bintang dalam cerita kita Selamat pagi matahari, selamat malam bintang dan selamat datang hujan yang tak pernah lelah menemani perjalanan ini. Bagiku, ini adalah perjalanan luar biasa di awal tahun 2014. Yaa, awal tahun yang aku maknai sebagai tahun penuh harapan, tahun-tahun sibuk yang harus di sibukkan dengan kebermanfaatan dan insya Allah dimulai dari sini, dari perjalananku menuju Semarang- Jepara hingga bisa menapakkan kaki di bumi Allah yang luar biasa, Desa Banyu Manis, Donorojo- Jepara. Ini adalah pengalaman workcamp pertamaku, melakukan perjalanan ke Jepara untuk pertama kalinya. Melihat secara langsung desa Banyumanis dengan aset wisatanya Gua Manik, hamparan pantai yang tersapu sepanjang mata memandang dan pulau kecil Mandalika yang begitu memikat, tak lupa dengan senyuman- senyuman elok yang tak pernah berhenti mengembang disana. Ini benar-benar menjadi nyata bukan lagi cerita-cerita yang sebelumnya pernah aku dengar dari salah satu temanku. Terima kasih karena ceritamu akhirnya membawaku kesini. Menjelajahi kehidupan Donorojo dalam tenggang waktu 12 hari, yang dirasa tak pernah cukup, bersama 28 campers lain, berbagi, belajar dari mereka yang tak pernah putus asa. Hujan memang tak pernah lelah menemani hari-hari kami, di hari kedua di desa ini, welcoming party tetap disambut hangat oleh warga Banyu Manis. Terlukis raut-raut wajah yang begitu antusias melihat penampilan kami. Seoalah-seolah aku mendengar bisikan “selamat datang anak-anakku, bergembiralah disini, bermainlah bersama kami, jadilah bagian keluarga kami”. “Mengabdi untuk peduli, menjadi bermanfaat dengan berbagi” kalimat ini bukan sekedar tagline yang kami gaung-gaungkan, namun kalimat ini membawa sebuah visi, visi yang menyatukan seluruh pemikiran campers untuk mencapai makna tertinggi dibalik kalimat tersebut.

Upload: yusnita-nur-fadhilah

Post on 06-Feb-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo.doc

Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo: Matahari, Hujan dan Bintang dalam cerita kita

Selamat pagi matahari, selamat malam bintang dan selamat datang hujan yang tak pernah lelah menemani perjalanan ini.

Bagiku, ini adalah perjalanan luar biasa di awal tahun 2014. Yaa, awal tahun yang aku maknai sebagai tahun penuh harapan, tahun-tahun sibuk yang harus di sibukkan dengan kebermanfaatan dan insya Allah dimulai dari sini, dari perjalananku menuju Semarang- Jepara hingga bisa menapakkan kaki di bumi Allah yang luar biasa, Desa Banyu Manis, Donorojo- Jepara.

Ini adalah pengalaman workcamp pertamaku, melakukan perjalanan ke Jepara untuk pertama kalinya. Melihat secara langsung desa Banyumanis dengan aset wisatanya Gua Manik, hamparan pantai yang tersapu sepanjang mata memandang dan pulau kecil Mandalika yang begitu memikat, tak lupa dengan senyuman-senyuman elok yang tak pernah berhenti mengembang disana. Ini benar-benar menjadi nyata bukan lagi cerita-cerita yang sebelumnya pernah aku dengar dari salah satu temanku. Terima kasih karena ceritamu akhirnya membawaku kesini. Menjelajahi kehidupan Donorojo dalam tenggang waktu 12 hari, yang dirasa tak pernah cukup, bersama 28 campers lain, berbagi, belajar dari mereka yang tak pernah putus asa.

Hujan memang tak pernah lelah menemani hari-hari kami, di hari kedua di desa ini, welcoming party tetap disambut hangat oleh warga Banyu Manis. Terlukis raut-raut wajah yang begitu antusias melihat penampilan kami. Seoalah-seolah aku mendengar bisikan “selamat datang anak-anakku, bergembiralah disini, bermainlah bersama kami, jadilah bagian keluarga kami”.

“Mengabdi untuk peduli, menjadi bermanfaat dengan berbagi” kalimat ini bukan sekedar tagline yang kami gaung-gaungkan, namun kalimat ini membawa sebuah visi, visi yang menyatukan seluruh pemikiran campers untuk mencapai makna tertinggi dibalik kalimat tersebut.

Seperti campers yang lain, aku tak ingin menyianyiakan 12 hari yang telah diberikan Tuhan untuk kami belajar disini. Lewat home visit aku mulai mengenali satu persatu warga disini (ya, meskipun tak semuanya). Mendengar cerita masa lalu mereka yang seringkali mengelukan, tapi antusias mereka dalam bercerita, menunjukkan mereka tak ingin kalah dengan penyakit ini. Penyakit ‘kutukan’ kata mereka yang belum mengerti.

Banyak sosok yang menggugah dan menginspirasi yang ku temukan disini. Mulai dari mak, panggilan sayang kami kepada bu Prihatin beserta suaminya Pak Suroso dan Rizkiya, putri ketiganya. Aku menemukan sosok keluarga bahagia dalam balutan kesederhanaan. Bagiku mak bagaikan wonder women tabah menemani bapak berpuluh-puluh tahun, setia, tegar dan tidak pernah nampak kesusahan. Beliau mengajarkan kami agar selalu mau belajar dari orang lain. Menjadi pendengar yang baik dan menerima segala ketetapan Tuhan. Mak pernah

Page 2: Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo.doc

berkata kepadaku bahwasanya mak tidak sedikitpun menyesal menikah dengan bapak yang pernah menderita kusta, Mak selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Mak juga mengatakan Mak selalu berusaha mengeja nama kami dalam bait-bait do’anya. Sungguh aku belajar arti ketulusan di setiap perkataan Mak pada kami. Meski sorot matanya tak pernah tajam, bukan berarti mak tak bersungguh-sungguh. Masih teringat ketika malam minggu Mak ramai-ramai beserta Pak Suroso, Pak Karim, Pak Jono dan Rizkiya mengunjungi basecamp kami. Mak berbagi tips jamu tradisional untuk beberapa penyakit seperti Asam Urat, Batu Ginjal, Diabebetes, dll. Mak begitu antusias menceritakan kepada kami, ikhlas berbagi atas segala pengetahuan yang pernah Mak dapatkan. Terimakasih Mak, kasih sayang Mak kepada kami memang tak pernah bisa dieja, terimakasih Mak :’)

Kalau disitu ada Mak, seringkali si kecil Rizkiya mengikutinya. Rizkiya putri ketiga Mak ini sedikit pemalu, ia lebih suka diam memandangi Maknya ketika bercerita kepada kami. Sempat kaget ketika pagi-pagi Rizkiya ikut nimbrung di dapur sama Mak waktu kelompok 4 jadi kepi, ku tanyakan kepadanya, kenapa Rizkiya masih disini? Rizkiya gak berangkat sekolah? Ia masih saja bungkam, sampai akhirnya Mak yang menjawab. Mak katakan sudah 3 hari ini Rizkiya tidak berangkat sekolah karena bensin langka. Ya Robb aku merasa bersalah, kenapa aku tanyakan terang-terangan kepadanya. Sempat kulirik ekspresi Rizkiya saat itu, masih saja datar, mungkin ia hanya bisa pasrah dengan keadaan yang seperti ini. Aku hanya berharap semoga orang-orang luar biasa ini dimudahkan jalan-jalan hidupnya kedepan. Semoga semangat Rizkiya untuk bersekolah tetap berkobar. Aku percaya semangat Mak akan terus mendorong Rizkiya untuk dapat mengenyam pendidikan selanjutnya. Iyaa tahun depan Rizkiya duduk di bangku SMP dan aku berharap tahun depan kami bisa dipertemukan kembali, amiin :”).

Sebenarnya bukan kebahagiaan yg membuat kita brsyukur,

namun dengan brsyukurlah kita merasa bahagia.

Selain keluarga Mak, aku mengenal sosok yang bisa dikatakan menjadi bagian sejarah penghidupan warga Banyu Manis. Pak Joyo panggilan akrab beliau. Beliau adalah sosok yang cerdas, cepat tanggap dan peduli. Semua itu bermula ketika kelompok 4 dan kelompok 1 work hari itu, di hari Rabu tepatnya (22 Januari 2014). Kami tidak melanjutkan penggarapan tanggul di Liposos. Namun, Pak Karim, Pak Suroso dan Pak Joyo membawa kami ke hutan. Disana kami diperlihatkan tempat bermuaranya sumber air penghidupan di Donorojo. Sedang ada sedikit masalah disana, kolam sumber airnya penuh lumpur karena hujan, sehingga mengganggu air-air yang mengalir pada pipa-pipa yang terpasang disana. Kami mencoba membersihkan lumpur-lumpur serta bebatuan yang ada di kolam. Masih teringat ketika aku kesulitan mengangkat bebatuan. Pak joyo berusaha membantunya. Pak Joyo mencoba mengatakan sesuatu, tapi aku seolah tak mengerti. Hingga entah Pak Suroso atau Pak Karim yang mengartikan bahwasanya saya disuruh berhenti saja, mungkin karena melihat aku begitu kesulitan mengangkat batu. Hujan memang tak pernah mau pergi dari perjalanan kami. Masih kuingat jelas saat itu hujan begitu lebat, ketika work dirasa cukup, Pak Karim meminta kami kembali. Tak mau mengambil risiko, arus sungai yang cukup deras, mengisyaratkan Pak Karim untuk mengajak kami pulang lewat atas. Lagi- lagi Pak Joyo

Page 3: Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo.doc

bagai malaikat, dengan sigap pak Joyo berusaha memotong akar-akar yang ada didepannya untuk jalan kami. Tanpa perlu aba-aba beliau langsung bekerja. Aku yang didepannya saat itu terkesima oleh ketangkasan beliau, seperti pepatah talk less, do more, terimaksih Pak Joyo.

Di hari work berikutnya aku juga mendapatkan banyak pelajaran dari pak Joyo. Aku nggak akan mungkin dapat pelajaran ini di bangku kuliah. Saat itu beliau mengajarkanku bagaimana mencabut paku yang benar tanpa merusak kayu-kayu dibawahnya.

Beliau mengajarkanku arti kesabaran, bagaimana seharusnya aku melakukan sesuatu dengan perlahan namun pasti hasilnya.

Beliau mengajarkanku ketangkasan, karena kadangkala perintah tak selalu harus dilontarkan, karena manusia memiliki hati untuk bergerak, menggerakkan yang lain ketika sisi lainnya dalam keterbatasan.

Sejenak beralih ke Rumah Sakit. Aku menemukan pemandangan berbeda disini. Kebanyakan yang aku temui adalah beliau-beliau yang sudah sepuh. Seperti Mbah Shina, Mbah Sukarti, Mbah Narti, Mbah Mikan dan mbah-mbah yang lainnya. Sosok yang cukup inspiratif bagiku adalah mbak Sukarti. Mbah satu ini masih berjiwa muda, meski fisiknya sudah tak muda lagi, tapi gaya bicaranya seperti anak muda zaman sekarang . Bisa di bilang mbah Gaul zaman sekarang, hehehe. Mbahnya begitu ekspresif dalam bercerita, ingatannya cukup kuat mengenai kenangan masa lalunya. Mbah Sukarti rajin bersih-bersih disekitar teras kamarnya. Mulai dari ngepel, membantu mbah tetangganya mandi, membantu tetangganya makan dan yang saya dengar dari pak Dono, salah satu pegawai RS, Mbah Sukarti itu leader bangsal Keluarga ini. Mbah Sukarti hafal berapa orang yang tinggal di bangsal keluarga ini. Mbah Sukarti juga membantu Pak Dono menyalurkan makanan di bangsal ini. Hidup Mbah Sukarti!!

Lain lagi ceritanya di ruang Inventaris. Ruang inventaris ini disebut juga bangsal bujangan kata Pak Syamsul. Kenapa demikian? Karena tempat tidurnya hanya muat 1 orang untuk tiap-tiap tempat tidur. Pak Syamsul merupakan imam Musholla di RS ini. Selain pak Syamsul, aku juga berbincang banyak dengan pak Dariyono. Ehh gak berbincang sih, kebanyakan aku di dawuhi (dinasehati) disini. Bagiku, Pak Dariyono adalah sosok yang cukup idealis. Gaya bicaranya tegas, to the point dan menggebu-gebu. Tak lupa beliau juga sering menyelipkan beberapa ayat di tiap argumennya. Beliau adalah sosok yang tidak mau dipandang remeh sebagai orang yang pernah menderita kusta (OYPMK). Beliau menunjukkan meski OYPMK beliau mampu berprestasi. Beliau sangat menyukai tennis, terbukti dari piala yang beliau sabet di perayaan hari kusta sedunia tahun lalu. Lalu, tahun ini beliau meraihnya kembali di urutan kedua.

Semangatnya yang berapi-api dan sikapnya yang tak mau dipandang sebelah mata menunjukkan keteguhan diri beliau yang begitu kuat. Beliau mampu menunjukkan bahwasanya keterbatasan bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi.

Terimakasih pak Dariyono, Semangatmu begitu menggugah! Kuat! Layaknya Cahaya matahari di pagi hari yang tak kunjung padam!

Page 4: Merajut Asa dalam Bingkai Keluarga baru Donorjo.doc

Aku juga menemukan banyak bintang-bintang di desa Banyu Manis ini. Bintang si pelipur lara. Mereka sering bermain dan belajar di TPQ bersama kami. Seperti bintang dilangit yang punya ciri khas masing-masing. Begitu juga mereka, Anggun, Anggi, Arum, Likhin, Dyka, Kiki, Salma, Bagus si Juragan endog dan masih banyak lagi. Desa Banyu Manis berharap besar atas kesuksesan bintang- bintang kecil ini. Kelak mereka yang akan menjadi stake holder di negeri Banyu Manis ini yang akan menggantikan Pak Karim, Pak Suroso dan Pak Jono. Semoga mimpi dan cita-cita yang pernah mereka goreskan bersama kami bisa terjuwud seperti harapan mereka untuk bangsa ini.

Terimaksih atas segala pengalaman dan pembelajaran selama 12 hari ini. Mungkin sulit untuk menceritakan semuanya, tapi aku yakin kami semua mampu menyimpannya. Menyimpannya dalam bingkai kenangan manis kehidupan Donorojo. Terimakasih atas segala nikmat ini ya Robb..

Bersamamu kuhabiskan waktu,

Senang bisa mengenal dirimu,

Rasanya semua begitu sempurna,

Sayang untuk mengakhirinya... :”)

Terimakasih untuk yang terkasih para campers Kak Afif, Kak Aini, Kak Ajeng, Kak Ading, Iin, Kak Galih, Yuli, Kak Igel, Dek Intan, Mb Atul, Kak Nunung, Salma, Duo Kak Fitrya, Kak Hoho, Via, Nezha, Mira, Dek Ratih, Kak Lia, Kak Harrish, Arif, Richy, Kak Iga, Arum, Kak Intan, Indri, dan Linta.

Semoga bisa dipertemukan kembali kelak, ditempat yang baik, di keadaan yang baik dan dicerita yang baik pula...

Terimakasih karena telah mampu menginspirasi si kecil ini. :’)

Probolinggo, 3 Februari 2014, 21:38

Salam Hangat dan Kangen

Nita