menurunkan konsep tazkiyatun nafs sebagai … · daftar isi hhalaman judul ... adalah sistem ajaran...
TRANSCRIPT
MENURUNKAN
KONSEP TAZKIYATUN NAFS SEBAGAI
SEBUAH KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tazkiyatun Nafs
Dosen pembimbing : Ustadz Abu Fahd Jalal, Lc
DISUSUN OLEH
ASIYAH HAQ
AKADEMI GURU AL-FATIH 4
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah yang memudahkan jalan bagi para hamba-Nya untuk
meraih keridhaan-Nya. Dia membentangkan jalan-jalan hidayah bagi mereka,
menjadi ittiba’ (mengikuti) Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai
petunjuk, mendaulat mereka sebagai hamba-hambaNya, lalu mengikrarkan-Nya
dengan penghambaan dan tidak menjadikan selain-Nya sebagai tempat berserah
diri. Selain itu Dia juga menyemai benih iman dalam hati mereka. Karena mereka
ridho Allah sebagai Robb dan Islam sebagai agama.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya yang baik lagi suci, dan para
sahabatnya yang berkemilauan cahaya disisinya. Sebab berkat risalah beliau, bumi
yang sebelumnya gelap gulita menjadi terang benderang, dan hati yang
sebelumnya tercerai-berai menjadi satu. Dakwah beliau berjalan laksana matahari
yang menyinari semua penjuru. Agama beliau menembus setiap sudut siang dan
malam.
Penulis senantiasa bersyukur kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Menurunkan Konsep Tazkiyatun Nafs Sebagai Sebuah
Kurikulum Pendidikan Islam” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya guna
memenuhi tugas dalam mata kuliah Tazkiyatun nafs.
Rasa syukur dan ucapan terimakasih kembali kami haturkan kepada dosen
kami Al-Ustad Abu Fahd Djalal yang senantiasa membimbing kami dengan
memberikan petuah-petuah ilmunya pada mata kuliah Tazkiyatun nafs, yang
dengannya kami semakin terbuka, semakin mengerti apa fungsi tazkiyatun nafs itu
sendiri untuk kepentingan pendidikan Islam saat ini. Memberikan panduan
bagaimana kita menerapkannya, yakni konsep penyucian jiwa sebagai kurikulum
pendidikan Islam, yang mana kita tahu konsep pendidikan Islam sangat jauh
berbeda dengan konsep pendidikan pada umumnya. Maka dari itu dengan
bimbingan beliaulah penulisan makalah ini dapat berjalan dengan baik.
Semoga apa yang kami sajikan dalam penulisan makalah ini dapat
memberikan secercah ilmu yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Dan
menjadi sebuah pacuan dalam perkembangan pendidikan Islam untuk ummat ini.
Kebenaran hanya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kesalahan datangnya
dari manusia semata. Oleh sebab itu, koreksi, kritik maupun saran kami harapkan
dari semua pihak untuk perbaikan penulisan makalah ini.
Depok, 8 Juli 2018
DAFTAR ISI
HHALAMAN JUDUL …………………………………………………………….
KKATA PENGANTAR …………………………………………………………...
DDAFTAR ISI……………………………………………………………………...
I. PENDAHULUAN………………………………………………………
A. Latar Belakang ………………………………………………………
B. Perumusan Masalah ………………………………………………….
C. Tujuan ………………………………………………………………..
II. PEMBAHASAN………………………………………………………...
A. Konsep Tazkiyatun Nafs……………………………………………...
1. Pengertian Tazkiyatun Nafs………………………………………
2. Pentingnya Tazkiyatun Nafs……………………………………...
3. Metode Tazkiyatun Nafs………………………………………….
B. Kurikulum Pendidikan Islam………………………………………...
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam…………………………
2. Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam……………………………..
3. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam…………………………...
4. Dasar Dasar Kurikulum Pendidikan Islam………………………
5. Prinsip Dasar Kurikulum Pendidikan Islam……………………..
6. Materi Pokok Kurikulum Pendidikan Islam……………………..
7. Isi kurikulum pendidikan Islam……………………………….....
C. Menurunkan Konsep Tazkiyatun Nafs Sebagai Sebuah Kurikulum
Pendidikan Islam……………………………………………………..
A. Konsep Tazkiyatun nafs Dalam Pendidikan Islam……………….
1. Pengertian Tarbiyah, Ta’lim, Ta’dib Dan Pendidikan Islam...
2. Tujuan Pendidikan……………………………………………
3. Kurikulum/Materi Pendidikan ……………………………….
4. Metode Pendidikan ……………………………......................
5. Pendidik Dan Peserta Didik …………………………………
III. PENUTUP……………………………………………………………….
A. Kesimpulan ………………………………………..............................
B. Kritik dan Saran………………………………………………...........
DDAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diturunkan Allah Ta’la kepada Nabi Muhammad
untuk kemaslahatan umat manusia dunia dan akhirat, dan juga lahir batin. Islam
adalah sistem ajaran yang didalamnya terkandung aspek akidah (keyakinan),
syariat (aspek hukum), dan hakikat (aspek batin). Rasul dan Nabi diutus oleh
Allah untuk menyampaikan wahyu serta mensucikan jiwa manusia, seperti yang
tertuang dalam firman,“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams:9).
Membaca ayat diatas, jelas bahwa mensucikan jiwa adalah sesuatu yang
penting dalam kehidupan seorang manusia. Jiwa yang bersih akan menghasilkan
perilaku yang bersih pula karena jiwalah yang menentukan suatu perbuatan itu
baik atau buruk.Semakin baik jiwa kita maka semakin baik akhlak kita, semakin
buruk apa yang ada pada jiwa kita maka semakin buruk juga akhlak kita. Jiwa
atau yang juga disebut hati adalah sesuatu yang hanya dapat diketahui lewat mata
batin.
Islam memandang pendidikan bukan hanya sebuah proses transfer dan
transformasi sosial secara alami, akan tetapi juga merupakan sebuah amanah yang
bertujuan untuk menjadikan anak didiknya menjadi seseoarang yang
berkepribadian robbani. Menjadikan hidupnya semakin berkualitas sebab
bertambahnya ruh-ruh keimanan pada jiwa sang anak, bermanfaat baginya baik di
dunia maupun di akhirat.
Tentu semua ini sangat berkaitan dengan konsep-konsep tazkiyatun nafs yang
sudah dijelaskan oleh para ulama yang mana konsep penyucian jiwa adalah
sebuah kebutuhan rohani berupa pengajaran din (Islam), tarbiyah, dan tazkiyah
bagi jiwa. Orientasi manusia saat ini yang lebih mengedepankan materi ternyata
tidak menjamin kebahagiaan hidup. Fakta telah berbicara bahwa kegalauan hidup
dan kekeringan jiwa telah menjamur dimana-mana.
Adapun tujuan penerapan konsep tazkiyatun nafs terhadap pendidikan adalah
mengarahkan pada pembentukan pribadi muslim yang mulia. Dengan tujuan
pendidikan yang sama yakni kesempurnaan insani dalam hal taqarrub
(mendekatkan diri) kepadaAllah, serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan
perbedaannya adalah ketika pendidikan diajarkan seringkali hanya diberikan saja
tanpa adanya pembinaan serta bimbingan dalam melaksanakan akhlak ataupun
ibadah yang diajarkan. Maka dari itu, pendidikan saat ini hendaknya melakukan
penyucian jiwa terlebih dahulu sehingga ibadah-ibadah yang dilakukan dapat
membekas pada hati dan perilaku manusia.
Jadi setiap manusia perlu melakukan pembersihan jiwa, supaya dekat
dengansang Pencipta serta menjadi insan kamil. Tazkiyatun nafs diperlukan untuk
menumbuhkan spiritual dihati manusia, selamat di dunia dan bahagia di akhirat,
memperoleh kebahagiaan abadi, hati bersinar dan suci.
Dan ketahuilah pendidikan Islam merupakan salah satu disiplin ilmu
keIslaman yang memiliki daya tarik tersendiri untuk terus dikaji secara lebih
mendalam dan komperhensif. Pendidikan Islam berperan untuk membina
manusia secara utuh dan seimbang. Lebih jauh lagi pendidikan Islam akan
membawa manusia pada derajat ulul albab, yakni manusia yang “berdzikir dan
sekaligus berpikir, berpikir dan sekaligus berdzikir.” Hal tersebut perlu dikaji dan
dipahami oleh calon pendidik yang nantinya akan membina dan membimbing
peserta didik, sehingga mereka dalam mentransformasikan ilmu dan menjalankan
tugasnya sebagai pendidikan mengacu dan mengarah pada tujuan tersebut.
Dalam perannya tersebut, tentu saja pendidikan Islam telah
di design sedemikian rupa sehingga dapat tercapai suatu sistem pendidikan yang
baik melalui sebuah perencanaan pendidikan yang disebut dengan kurikulum.
Dalam makalah ini penulis akan menerangkan sedikit tentang konsep
tazkiyatun nafs, kurikulum pendidikan Islam dan juga tentang penurunan konsep
tazkiyatun nafs sebagai kurikulum pendidikan Islam tersebut. Sehingga kami tulis
makalah ini dengan judul Menurunkan Konsep Tazkiyatun Nafs Sebagai Sebuah
Kurikulum Pendidikan Islam. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan untuk
kemaslahatan bersama.
B. Rumusan Masalah
Maka dengan berbagai permasalahan yang kita jabarkan sebelumnya, kami
merumuskan beberapa hal di antaranya sebagai berikut ;
1. Bagaimana konsep tazkiyatun nafs?
2. Bagaimana kurikulum pendidikan Islam?
3. Bagaimana penerapan konsep tazkiyatun nafs dalam kurikulum pendidikan
Islam?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat kita ketahui bahwa tujuan
kepenulisan karya ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep tazkiyatun nafs.
2. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan Islam
3. Untuk menerapkan konsep tazkiyatun nafs sebagai sebuah kurikulum
pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
1. Pengertian Tazkiyatun Nafs
Secara bahasa berasal dari dua kata, yaitu tazkiyah yang berarti menyucikan,
membersihkan, serta menumbuhkan, karena itulah sedekah harta dinamakan
zakat, dengan dikeluarkannya hak Allah dari harta itu, ia menjadi suci, bersih.
Dan an nafs itu berarti jiwa.
Tazkiyatun nafs secara istilah maknanya mencakup ;
1. Tathohur, yaitu membersihkan jiwa dari segala penyakit hati dan cacat,
seperti kekufuran, nifaq, kefasikan, bid’ah, syirik, ria, dengki, sombong,
bakhil, ujub, serta mengikuti hawa nafsu.
2. Tahaquq, yaitu merealisasikan kesucian jiwa dengan sikap tauhid dan
cabang-cabangnya seperti ikhlas, zuhud, tawakkal, taqwa, wara syukur dan
sabar.
3. Takhalluq, yaitu berprilaku dengan nama-nama Allah yang indah dan
meneladani sifat-sifat Rosulullah1
Dan tazkiyatun nafs merupakan salah satu misi dakwah Nabi, tujuan dan
tugas beliau yang terpenting adalah menanamkan akhlak yang mulia dan
menyempurnakannya serta menjelaskan keutamaannya. Hal ini tentunya
menunjukkan urgensi, peran penting tazkiyatun nafs dan pengaruh besarnya dalam
mewujudkan masyarakat Islam yang sesuai dengan manhaj kenabian. Hal ini
karena tazkiyatun nafs tidak ada kecuali dengan akhlak yang mulia,
keistiqamahan padanya dan dakwah kepada ketinggian dan indahnya akhlak
tersebut, sehingga dakwah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memperbaiki
akhlak manusia tidak terlepas dari tazkiyatun nafs (pensucian jiwa).
1 Said hawa, tazkiyatun nafs hal .173
Melihat arti pentingnya perkara ini maka para Rasul seluruhnya berdakwah
kepada pensucian jiwa umat manusia. Lihatlah Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wasallam diutus untuk mensucikan dan memurnikan jiwa manusia serta
menghilangkan kotoran dan akhlak buruk manusia. Sebagaimana dinyatakan
dengan jelas dalam Al Qur’an, di antaranya adalah firman Allah yang artinya:
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu ketahui” (QS. Al Baqarah : 151).
Bukankah tazkiyatun nafs ada dengan akhlak mulia dan istiqomah
diatasnya? Demikianlah pentingnya tazkiyatun nafs dalam membentuk
masyarakat Islam yang benar, sehingga menjadi salah satu rukun ajaran dan
dakwah Nabi Ibrahim, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yang
bermakna “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah beserta Ismail (seraya berdo’a):”Ya Rabb kami terimalah daripada
kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami umat yang tunduk
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-
tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah
Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Rabb kami, utuslah untuk
mereka seorang Rasul dari kalangan, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (al-Qur’an) dan
hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Baqarah : 127-129).
Para Rasul yang lainnya pun demikian, mereka mengajak manusia untuk
mereka dari kesyirikan dan kemaksiatan. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang
menunjukkan perhatian besar para Rasul terhadap ketaqwaan yang berarti juga
menyangkut tazkiyatun nafs, sebab hakekat tazkiyatun nafs adalah takwa. Maka
jelaslah sudah tazkiyatun nafs merupakan dakwahnya para Rasul, bahkan salah
satu rukun dakwah mereka.
2. Pentingnya Tazkiyatun Nafs Dalam Islam
Syeikh Ahmad Farid menuturkan bahwa Ilmu penyucian jiwa itu lebih
penting bagi penuntut ilmu di banding ilmu ilmu ibadah lain. Sebagaimana
pentingnya air bagi ikan dan udara bagi manusia. Hal ini karena ilmu penyucian
jiwa bisa di gunakan :
Pertama, memperbaiki hati, ada yang mengatakan hati yang baik akan
mudah menyerap ilmu, “Sebagaimana tanah yang subur akan mudah ditanami.”
Dan perlu kita ketahui bahwasannya hati itu bisa hidup bisa mati, berkaitan
dengan itu dapat dikelompokan menjadi 3 :
• Hati yang sehat
• Hati yang mati
• Hati yang sakit
a. Hati yang sehat adalah hati yang selamat, hati yang selamat
didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap hawa nafsu. Hati
yang tidak pernah beribadah kepada selain Allah dan berhukum
kepada selain Rosulullah. Seluruh ibadahnya ikhlas karena Allah,
semua apa yang dilakukan olehnya untuk Allah.
b. Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya, ia
tidak beribadah kepadanya, enggan menjalankan perintahnya. Hati
yang seperti ini berjalan bersama hawa nafsu. Semua yang ia lakukan
hanya semata karena nafsu.
c. Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit,
dia memiliki sifat kecintaan kepada Allah, keimanan dan keikhlasan
namun disamping itu ia juga memiliki sifat dengki yaitu iri hati,
sombong, dan berbangga diri.2
Kedua, agar mereka memperbarui taubat kepada Allah setiap pagi dan sore,
sebagian ulama salaf mengatakan, “Barangsiapa yang tidak bertaubat pada pagi
dan sore hari maka ia termasuk orang orang yang dzalim.”
2Ahmad Farid,Tazkiyatun nafs watarbiyatuha kama yuqorriruhu ulama assalaf hal.26-27
Ketiga, agar penuntut ilmu tidak patah semangat terhadap cobaan yang
menimpanya. Misalnya ada orang yang sangat cerdas dan giat dalam menuntut
ilmu syar’i, namun keistimewaan ini ia dimasuki dengan sifat sombong atau riya
sehingga menyebabkan celaka. Seperti dalam kisah tiga orang yang dipanggang
pertama kali dalam api neraka, disebabkan perbuatan hatinya. Semoga Allah
melindungi kita dari perilaku orang-orang celaka.
Sebagaimana yang disebutkan dalam dalil yang shohih, para ulama
merupakan pewaris para nabi sehingga misi utama mereka adalah ta’lim, tadzkir
dan tazkiyah kepada umat. Namun jarang sekali ketiga hal ini berhimpun pada
seseorang. Ada orang yang piawai dalam mentadzkir, tapi tidak banyak ilmunya,
ada yang berilmu tapi tidak piawai dalam menyampaikan nasihat, ada orang yang
berilmu dan piawai dalam menyampaikan nasihat tetapi tidak mampu melakukan
tazkiyah. Siapa yang memiliki ketiga hal ini, maka ialah pewaris kenabian utuh
karena telah memiliki obat kehidupan.
Dan perlu diingat tujuan dari tazkiyatun nafs adalah muhasabah, yaitu
melakukan intropeksi, koreksi perbaikan terhadap niat, amalan dan sikap kita,
bukan untuk menganggap suci diri dari kesalahan yang mana dilarang tegas oleh
Allah ‘Azza wa Jalla.
Seseorang yang senantiasa bermuhasabah terhadap amalan-amalannya,
melakukan tazkiyah terhadap jiwanya dengan berbagai sarana tazkiyah secara
sempurna dan memadai sekaligus mempelajari, mengkaji, dan mengamalkan yang
diketahuinya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah pasti akan tampak buah pada diri dan
prilakunya, lisannya terjaga dari mengucap yang tidak semestinya, serta tercermin
pada adab dan muamalah yang baik kepada Allah dan sesama manusia.
Dan pentingnya tazkiyatun nafs ini akan semakin jelas kalau kita memahami
bahwa makna takwa yang hakiki adalah pensucian jiwa itu sendiri. Artinya
ketakwaan kepada Allah Ta’ala yang sebenarnya tidak mungkin dicapai kecuali
dengan berusaha menyucikan dan membersihkan jiwa dari kotoran kotoran yang
menghalangi seorang hamba untuk dekat kepada Allah.
Allah Ta’ala menjelaskan hal ini dalam firman-Nya ;
“Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu( dengan ketakwaan)dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya dengan kefasikan (QS. As-Syams :7-10)
Demikian juga sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam :
“Ya Allah anugerahkanlah kepada jiwaku (dengan ketakwaan) dan
sucikanlah jiwaku dengan dengan ketakwaan itu. Engkaulah sebaik baik yang
mensucikan dan engkaulah yang menjaga serta melindunginya.” (H.R Muslim)
Imam Maimun bin Mihran (seorang ulama tabi’in) berkata, “Seorang hamba
tidak akan mencapai takwa sehingga dia melakukan muhasabatunnafs (intropeksi
diri terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat dari
pada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah
keuntungan dagang). Oleh karena itu, ada yang mengatakan, jiwa manusia itu
ibarat sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau anda tidak mengawasinya, dia
akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi membawa
agamamu).
Ketika menerangkan pentingnya tazkiyatun nafs, Imam Ibnul Qoyyim al-
Jauziyah mengatakan, ”Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari
keridhaan Allah), meskipun metode yang mereka tempuh berbeda-beda, akan
tetapi mereka sepakat mengatakan jiwa manusia adalah penghalang utama bagi
hatinyauntuk sampai kepada keridhaan Allah Ta’ala. Sehingga seorang hamba
tidak akan mencapai kedekatan dengan Allah Ta’ala melainkan dia berusaha
menentang dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nafs).”
3. Metode Tazkiyatun Nafs
Dalam pembahasan yang dimaksud disini adalah berbagai amal yang secara
langsung mempengaruhi jiwa sehingga terbebas dari penyakit-penyakit, mampu
merealisasikan iman dan akhlak Islami jika dilakukan sempurna. Walau secara
umum semua amalan bisa masuk dalam kategori ini, tetapi ada beberapa amalan
yang lebih jelas pengaruhnya pada jiwa dibanding amalan-amalan lainnya.
Diantara amalan amalan tersebut yang paling utama adalah Sholat, zakat,
infaq, puasa, haji, tilawah, Al-Qur’an, dzikir dan tafakkur, mengingat kematian,
muhasabah, muroqobah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad serta bersikap tawadhu.
Sholat berikut ruku dan sujudnya akan membersihkan jiwa dari kesombongan
kepada Allah, mengingatkan jika agar selalu istiqomah diatas perintahnya, serta
mencegah perbuatan keji dan munkar. Zakat dan infaq mampu membersihkan
jiwa dari sifat bakhil dan kikir dan menyadarkan manusia bahwa pemilik harta
sesungguhnya adalah Allah Ta’ala. Sementara puasa merupakan pembiasaan jiwa
untuk mengendalikan syahwat perut dan kemaluan.
Membaca Al-Qur’an dapat mengingatkan jiwa terhadap berbagai
kesempurnaan, seorang mukmin akan tumbuh dan bertambah keimananya jika
dibacakan ayat-ayatNya, itulah sebab tilawah merupakan sarana tazkiyah. Dzikir
dan fikir merupakan dua sejoli yang dapat memperdalam imaan dan tauhid dalam
hati manusia dan menerima ayat-ayatNya. Mengingat kematian dapat
menyadarkan manusia atas ketidak berdayaan nya dihadapan Allah dan bahwa
semua manusia akan kembali pada-Nya. Muroqobah dan muhasabah terhadap
jiwa dapat menyegerakan taubat sehingga jiwa manusia terdorong untuk
melakukan perbaikan. Dan tidak ada yang lebih efektif untuk menanamkan
kebaikan selain amar maruf nahi munkar, maka orang yang tidak memerintahkan
kebaikan dan tidak mencegah kemungkaranberhak mendapat laknat dari Allah
sebagaimana bani Israil yang enggan melakukan amar maruf nahi munkar. Jihad
merupakan sarana tazkiyah tertinggi, tidak ada yang mempu melakukannya
kecuali orang yang diberi keutamaan oleh Allah. Orang yang berjihad di jalan
Allah terbebas dari sifat kikir dan takut karena ia mengobarkan jiwa-Nya untuk
Allah, dan mati syahid di jalan-Nya adalah penghapus dosa. Disamping itu semua,
sikap tawadhu akan menjauhkan seseorang dari sifat sombong dan ujub, sekaligus
memperkuat rasa kasih sayang dan lemah lembut kepada sesama.
Namun ketahuilah bahwa sebagian manusia telah tersesat akibat memahami
masalah tazkiyah ini. Sebagian intelektual zaman ini tersesat karena mengatakan,
”Selagi tujuan beribadah adalah tazkiyatun nafs -mereka menggap diri mereka
telah tersucikan-sehingga tidak perlu lagi ibadah. ”Sesungguhnya mereka adalah
orang yang paling bodoh, karena tazkiyatun nafs merupakan proses yang berjalan
terus menerus. Oleh sebab itu, jiwa senantiasa memrlukan kebutuhannya secara
terus menerus dengan berbagai sarana yang telah dibebankan Allah kepada para
hamba-Nya, Dia lebih tahu tentang jiwa. Bila manusia mengurangi ibadah dan
sarana tazkiyah lainnya maka jiwa akan langsung terpuruk.
Allah berfirman ;
“Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan keji dan
munkar) selama lama nya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dia
kehendakiNya.” (QS. An-Nur : 21)3
B. Kurikulum Pendidikan Islam
1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum berasal dari kata curriculum, semula berarti a running course,
specialy a chariot race course. Terdapat pula dalam bahasa Prancis courir artinya
berlari. Istilah ini digunakan untuk sejumlah course atau mata pelajaran yang
harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum
diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.4
Dalam pandangan tradisional disebut bahwa kurikulum memang hanya
rencana pelajaran. Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum, lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern
adalah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dan
kalimat lain disebut sebagai pengalaman belajar.
Adanya pandangan bahwa kurikulum berisi rancangan pelajaran di sekolah
disebabkan adanya pandangan tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum
memang hanya rencana pelajaran. Pandangan tradisional ini sebenarnya tidak
terlalu salah, mereka membedakan kegiatan belajar kulikuler dan kegiatan belajar
ekstrakulikuler dan kokikuler. Kegiatan kurikuler ialah kegiatan belajar untuk
3Said hawa, tazkiyatun nafs, hal. 178-179
4 S. Nasution, Perkembangan Kurikulum (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1993) hal.9
mempelajari pelajaran wajib. Sedangkan kegiatan kokikuler dan ekstrakulikuler
disebut mereka dengan kegiatan penyerta. Praktik kimia, fisika atau biologi,
kunjungan ke museum unrtuk pelajaran sejarah misalnya, dipandang mereka
sebagai kakulikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi). Apabila kegiatan itu
tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti pramuka dan olahraga, maka yang ini
isebut dengan luar kurikulum.
Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran
atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang nyata
terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu
ynag aktual dan nyata, yaitu yang actual terjadi disekolah dalam proses belajar.
Dalam pendidikan kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman
belajar, seperti berkebun, olahraga, pergaulan serta beberapa kegiatan lainnya
diluar bidan studi yang dipelajari.
Kurikulum dalam pendidikan Islam dikenal dengan kata manhaj yang berarti
jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka. Kurikulum juga
dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan pendidikan.5
Jadi kurikulum pendidikan Islam adalah rancangan dan perencanaan materi
yang nantinya akan ditempuh oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar
yang bertujuan membimbing kearah tujuan pendidikan melalui akumulasi
sejumlah pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan sesuai dengan Islam. Ini
berarti bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang dilakukan
sermpangan, tetapi hendanya mengacu pada konseptualisasi manusia,
transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus
tersusun. Dari penjelasan tersebut maksud dari kurikulum pendidikan Islam
adalah kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang bersumber dari
Al-Qur’an, Al-Hadits, ijma’ dan lainnya.
5 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 1996) hal.122
2. Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
1) Bagi Sekolah Atau Madrasah Yang Bersangkutan
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang
diinginkan.
b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam
di sekolah atau madrasah.
2) Bagi Sekolah Atau Madrasah Jenjang Selanjutnya
a. Melakukan penyesuaian.
b. Menghindari keterulangan sehingga boroswaktu.
c. Menjaga Kesinambungan
3) Bagi Masyarakat Secara Umum
a. Masyarakat sebagai pengguna (users) sehingga sekolah atau madrasah
harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat
dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan Islam.
b. Adanya kerja yang harmonis dalam hal pembenahan dan
pengembangan kurikulum pendidikan Islam.
3. Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan kurikulum
pendidikan konvensional. Karakteristik pendidikan Islam senantiasa memiliki
keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah
diletakkan Allah dan Rasul-Nya. Menurut Asy-Syaibany, ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1) Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan,
kaidah, alat dan tekniknya.
2) Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian,
pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari
segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual.
3) Adanya prinsip kesinambungan antara kandungan kurikulum tentang ilmu,
pengalaman, dan kegiatan pengajaran.
4) Keterikatan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat,
kemampuan, keperluan dan perbedaan individual antarsiswa.6
Adapun ciri khusus kurikulum pendidikan Islam, yaitu :
1) Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan
anak didik bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal
dari ajaran Islam.
2) Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk
yang memiliki keyakinan kepada Tuhan.
3) Kurikulum disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
4) Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan aqliyah
peserta didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan
konkret.
5) Pembinaan akhlak peserta didik sehingga pergaulannya tidak keluar dari
tuntunan Islam.
6) Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam
senantiasa relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam
kehidupan masyarakat.
4. Dasar-Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Dalam Islam hendaknya didasari atas asumsi tentang hakikat masyarakat,
hakikat pribadi manusia dan hakikat pendidikan itu sendiri.
Asy-Syaibani menetapakan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan
Islam, antara lain :
1) Dasar Religius
Penyusunan kurikulum pendidikan Islam harus didasarkan pada nilai-nilai
agama yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadits, pemikiran para mujtahid.
6 Ar-Rasyidin, Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Press,2005) hal.61
2) Dasar Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan tujuan pendidikan Islam, dengan dasar
filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu
kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini
kebenarannya.
3) Dasar Psikologis
Asas ini memberikan arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya
disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak didik.
4) Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu kearah realisasi
individual dalam masyarakat. Dengan maksud untuk menghasilkan pendidikan
Islam agar manusia mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan
dalam konteks kehidupan zamannya.7
Untuk mewujudkan kurikulum pendidikan Islam yang baik dan terpadu, maka
ke-empat asas ini harus berjalan seiringan.
5. Prinsip Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Al-Abrasyi, dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam maka
harus mempertimbangkan prinsip-prinsip :
• Harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani. Hal ini berarti
bahwa perlunya diberikan materi Ketuhanan (akidah).
• Harus ada yang berisi tuntunan cara hidup, yaitu ilmu fiqh dan akhlak.
• Mata pelajaran yang diberikan hendaknya mengandung kelezatan ilmiah,
yaitu yang sekarang disebut mempelajari ilmu untuk ilmu.
• Mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat bagi kehidupan.
• Mata pelajaran yang diberikan harus berguna untuk ilmu yang lain, misal
bahasa.8
7 Heri Gunawan, Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,2014) hal. 76
8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung:Rosdakarya,2008) hal.66
Sedangkan menurut Asy-Syaibani prinsip utama kurikulum pendidikan Islam
adalah :
• Beorientasi pada Islam termasuk ajaran dan nilai-nilainya.adapun
kegiatan kurikulum yang baik berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur,
cara melakukan, dan hubungan yang berlaku dilembaga harus
berdasarkan Islam
• Prinsip menyeluruh (syumulliyyah) baik dalam tujuan maupun isi
kandungan.
• Prinsip keseimbangan (tawazun) antara tujuan dan kurikulum.
• Prinsip interaksi (ittishaliyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan
masyarakat.
• Prinsip pemeliharaan (wiqayah) antara perbedaan individu.
• Prinsip perkembangan (tanmiyyah) dan perubahan (taghayyur) seiring
dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absholut
ilahiyah.
• Prinsip integritas (muwahhadah) antara mata pelajaran, pengalaman, dan
aktivitas kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan
tuntutan zaman serta tempat peserta didik berada.
6. Isi Kurikulum Pendidikan
Fine dan crunkitton menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum pendidikan, yaitu :
1. Waktu dan biaya tersedia
2. Tekanan internal dan eksternal
3. Persyaratan tentang isi kurikulum dari daerah maupun pusat
4. Tingkat dari isi kurikulum yang akan disajikan
Untuk menentukan kualisifikasi isi kurikulum pendidikan Islam, dibutuhkan
syarat yang perlu diajukan dalam perumusannya, diantaranya :
1. Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia
2. Adanya relavansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya
mendekatkan diri kepada Allah, dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3. Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia didik
4. Perlunya membawa peserta didik kepada obyek empiris, praktek
langsung, sehinggi mempunyai keterampilan-keterempilan yang riil
5. Penyusunan kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari
kontradiksi antara materi dengan materi yang lainnya
6. Materi yang disusun mempunya relavansi dengan masalah-masalah yang
mutakhir, yang sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan Negara
setempat.
7. Adanya metode yang mampu menghantarkan tercapainya materi-materi
pelajaran dengan memperhatikan perbedaan masing masing individu
8. Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan
anak didik
9. Memperhatikan aspek-aspek sosial, misalnya dakwah Islamiyah
10. Materi yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta
didik, sehingga menjadi kesempurnaan jiwanya.
11. Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
7. Materi Pokok Kurikulum Pendidikan Islam
Dalam ilmu pendidikan Islam, tentulah terdapat pokok-pokok materi yang
dijadikan sebagai dasar yang nantinya akan dijabarkan sesuai dengan kurikulum.
Diantara materi pokok tersebut, antara lain:
• Hubungan Manusia Dengan Allah Ta’ala
Habluminallah mendapatkan prioritas pertama dalam penyusunan kurikulum
yang hendak dicapai. Habluminallah mencakup segi keimanan, Islam dan Ihsan.
• Hubungan Manusia Dengan Manusia
Tujuan yang hendak dicapai dalam kurikulum ini mencakup segi kewajiban
dan larangan dalam hubungan sesama manusia, segi hak dan kewajiban dalam
bidang pemilikan dan jasa, kebiasaan hidup bersih dan sehat jasmaniah rohaniah
dan sifat-sifat kepribadian yang baik.
• Hubungan Manusia Dengan Alam
Agama Islam banyak mengajarkan tentang alam sekitar dan manusia diberi
mandate oleh Allah Ta’ala sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia boleh
menggunakan dan mengambil manfaat dari alam menurut garis-garis yang telah
ditentukan Allah.
C. Menurunkan Konsep Tazkiyatun Nafs Sebagai Sebuah Kurikulum
Pendidikan Islam
A. Konsep Tazkiyatun Nafs Dalam Pendidikan Islam
1. Pengertian Tarbiyah, Ta'lim, Ta’dib Dan Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan
aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang
ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan
karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan
dalam membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.
Pembicaraan tentang konsep tazkiyatun nafs dalam pendidikan Islam ini
menncakup pengertian istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dan pendidikan Islam.
a) Pengertian Tarbiyah
Abdurrahman An-nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus Bahasa
Arab, lafal At-Tarbiyah berasal dari tiga kata.
1. Pertama , raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh.
2. Kedua, rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa, yang
berarti menjadi besar .
3. Ketiga, rabba- yarubbu dengan wazan (bentuk) madda-yamuddu yang
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga ,dan
memelihara.
Dari ketiga asal kata diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah)
terdiri dari empat unsur, yaitu :
1. Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh.
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam.
3. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada kebaikan
dan kesempurnaan yang layak baginya.
4. Proses ini dilaksanakan secara bertahap.
b) Pengertian Ta’lim
At-Ta’lim merupakan bagian kecil dari at-tarbiyah al-aqliyah yang bertujuan
memperoleh pengetahuan dan keahlian berfikir, yang sifatnya mengacu pada
domain kognitif. Hal ini dapat dipahami dari pemakaian kata ‘allama’ dikaitkan
dengan kata ‘aradha’ yang mengimplikasikan bahwa proses pengajaran adam
tersebut pada akhirnya diakhiri dengan tahap evaluasi. Konotasi konteks kalimat
itu mengacu pada evaluasi domain kognitif, yaitu penyebutan nama-nama benda
yang diajarkan, belum pada tingkat domain yang lain. Hal ini memberi isyarat
bahwa dibanding dengan at-tarbiyah.
c) Pengertian Ta’dib
Muhammad Nadi Al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis
mengemukakan pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta’dib untuk
menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang
masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal
manusia pada masa itu disebut Adab, dan seorang pendidik pada masa itu disebut
Mu’adib.
Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur
ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam
tatanan wujud dan keberadaanya
d) Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah proses tranformasi dan internalisasi ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya .
2. Tujuan Pendidikan
Puncak kesempurnaan manusia ialah seimbangnya peran akal hati dalam
membina ruh manusia. Jadi sasaran inti dari pendidikan adalah kesempurnaan
akhlak manusia, dengan membina ruhnya. Hal ini berlandaskan firman Allah,
“Sesungguhnya engkau Muhammad benar benar mempunyai akhlak yang sangat
agung.” (Q.S 68:4). Dan sabda Nabi, ”Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlaq.” Dan komponen pendukung sempurnanya insan ialah
keseimbangan antara daya intelektual, daya emosi, daya nafs, oleh daya
penyeimbang. Al-Gazali memberikan tamsil dengan menjelaskan orang yang
menggunakan akalny yang berlebih-lebihan tentu akan akal-akalan, sedang
menganggurkannya akan jahil.
Jadi pendidikan dikatakan sukses membidik sasaran sekiranya mampu
mencetak manusia yang berakhlakul karimah. Secara ringkas tujuan pendidikan
Islam dapat diklasifikasikan kepada tiga yaitu :
1. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu
pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah.
2. Tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan akhlakul karimah.
3. Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan inti dari tujuan pendidikan ini adalah mengarah kepada realisasi tujuan
keagamaan dan akhlak dengan titik penekananya kepada perolehan keutamaan
dan taqorrub kepada Allah dan bukan mencari kedudukan yang tinggi dan
kemegahan dunia.
3. Kurikulum/Materi Pendidikan
Secara tradisional kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan anak didik
untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan
lingkungannya. Kurikulum tersebut disusun agar dapat mencapai tujuan yang
dilakukan.mengenai materi pendidikan.
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Mukhtashar Minhajul Qosidhin yang
merupakan intisari dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Gazali berpendapat
bahwa Al-Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan.
Beliau membagi kurikulum yang dipelajari oleh peserta didik itu ada 2, yaitu :
1. Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang mencakup dipelajari oleh sebagian
muslim saja, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi.
2. Ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang
bersumber dari Kitabullah.
Dan dalam penerapan 2 kurikulum tersebut disesuaikan dengan tingkatannya :
1) Tingkatan Pemula
Materi pemula di fokuskan kepada pembelajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ibnu Kholdun memandang bahwa Al-Qur’an merupakan asal agama, sumber
berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksanaan pendidikan Islam. Disamping
mengingat isi Al-Qur’an mencakup materi penanaman aqidah dan keimanan pada
jiwa peserta didik, serta memuat akhlak mulia dan pembinaan pribadi menuju
prilaku positif.
2) Tingkat Atas ( Manhaj Ali)
Kurikulum tingkat ini memiliki 2 kualisifikasi, yaitu
a. Ilmu-Ilmu yang berkaitan dengan zatnya sendiri, seperti ilmu syari’ah
yang mencakup fikih, tafsir, hadits, ilmu bumi dsb.
b. Ilmu-ilmu yang di tunjukkan untuk ilmu-ilmu yang lain dan bukan
berkaitan dengan dzatnya sendiri, misalnya ilmu bahasa, ilmu
matematika dll.
Dan adapun Ilmu syar’iyyah sebagai ilmu terpuji itu mencakup :
a) Ilmu ushul (ilmu pokok) adalah ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama
seprti tafsir, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, ilmu fiqih,
as-sunnah dsb.
b) Ilmu furu’(cabang), ilmu hal ihwal hati dan akhlak.
c) Ilmu pengantar (muqoddimah): ilmu bahasa dan nahwu.
d) Ilmu pelengkap/penyempurna seperti ilmu qiraat dan makhroj huruf
seperti biografi rawi-rawi hadits.
Sedangkan Ilmu ghair syar’iyyah yaitu semua ilmu yang berasal dari hasil
ijtihad atau intelektual muslim. Ilmu tersebut mencakup :
a) Ilmu pengobatan/kedokteran
b) Ilmu hisab atau matematika yakni untuk membagi warisan, dan yang
sepertinya.
c) Ilmu pertanian.
d) Industri dsb.
Kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu, disusun
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama masalah intelegensia
dan mental peserta didik. Untuk itu sistem penjenjang kurikulum pendidikan
Islam berorientasi pada kemampuan pola, irama, perkembangan dan kematangan
mental peserta didik, dari sini ditentukan bobot materi yang diberikan
1. Untuk tingkat dasar (ibtidaiyah), bobot materi hanya menyangkut pokok-
pokok ajaran Islam, misalnya masalah akidah (rukun iman), masalah
syari’ah (rukun Islam), dan masalah akhlaq (rukun ihsan)
2. Untuk tingkat menengah pertama (tsanawiyah), bobot materinya
mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan jenjang
menengah pertama ditambah dengan argument-argument dari dalil naqli
dan dalil aqli.
3. Untuk tingkat menengah atas (‘aliyah), bobot materinya mencakup bobot
materi yang diberikan kepada jenjang dasar dan menengah pertama,
ditambah dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang
diberikan.
4. Untuk tingkat perguruan tinggi (jami’iyah), bobot materinya mencakup
bobot yang diberikan ketika jenjang dasar, menengah pertama, menengah
atas ditambah dengan materi yang bersifat ilmiah dan filosofis
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hakekat pendidikan merupakan
upaya untuk membimbing seseorang untuk dapat dekat dengan Allah dan
mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Dan untuk mencapai tujuan yang di
inginkan dalam upaya pendidikan adalah dengan mempelajari ilmu pengetahuan,
maka pembagian ilmu-ilmu tersebut diatas tidak lain adalah termasuk konsep
tazkiyatun nafs, yang mana hal itu bertujuan agar terciptanya insan yang kamil
yang senantiasa bertaqorrub, karena termasuk sarana penyucian jiwa itu adalah
dengan sholat, zakat, puasa, beramal ma’ruf nahi munkar, menjauhi sifat tercela,
menghilangkan penyakit-penyakit hati dsb dan ini menjadi keharusan untuk setiap
manusia. Diajarkan kepada anak didik guna menanam keindahan iman dan akhlaq
dalam jiwa-jiwa mereka, yang kemudian direalisasikan didalam kehidupan
mereka dan berharap menjadikan mereka seorang yang berkepribadian rupawan
nan berakhlaq mulia, menjadikannya sebagai seorang mukmin yang ta’at
beribadah kepada Allah, dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi
larangannya. Karena pada dasarnya kurikulum pendidikan Islam itu meliputi 3 hal
yaitu, masalah keimanan, masalah keIslaman, serta masalah keihsanan dan semua
ini termasuk kedalam konsep penyucian jiwa yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
4. Metode Pendidikan
Dalam pendidikan metode pendidikan merupakan alat untuk menghantarkan
kepada pencapaian tujuan. Metode yang digunakan disesuaikan dengan tingkat
pemahaman agar mudah untuk dicerna .
Dalam hal ini ditegaskan bahwa perlunya memilih metode yang tepat dan
sejalan dengan sasaran pendidikan. Oleh karena itu ilmu-ilmu diatas yang telah
disebutkan dibagi menjadi beberapa himpunan, bagian-bagiannya dan cabang-
cabangnya. Berdasarkan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam :
”Saya diperintahkan untuk berbicara (ilmu) kepada manusia sesuai dengan
kadar kemampuan akal”9. Maka dianjurkan bagi para pendidik untuk
menyampaikan ilmu sesuai dengan tabi’atnya, sesuai dengan kemampuan dan
kesiapan manusia. Tidak seperti “membagi daging kepada anak kecil.”
Metode yang digunakan antara lain adalah metode berkisah. Metode ini
sangat memilik pengaruh baik terhadap jiwa anak didik, unsur pendekatan
terhadap mereka lebih besar, karena berkisah memiliki luar biasa dalam menarik
9 Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qosidhin hal.34
perhatian jiwa dan memfokuskan jiwa dan indra sepenuhnya kepada orang yang
berkisah. Yang demikian itu karena kisah dengan tabi’atnya yang sangat disukai
oleh jiwa manusia. Dan ini merupakan cara pengajaran yang diharapkan mampu
membangun kepribadian baik mereka.
Al-Qur’an memberi perhatian lebih dengan menyebut kisah-kisah dalam Al-
Qur’an karena dapat menghibur hati, memupuk tekad, mengambil ibroh dan
pelajaran. Namun kisah didalam Al-Qur’an bukan untuk hiburan semata justru
didalamnya terdapat unsur- unsur tauhid bahkan hukum fikih.10
Dalam mendidik disini lebih ditekankan aspek afektif dan psikomotoriknya
dibandingkan dengan aspek kognitif. Hal ini karena jika anak kecil saja sudah
terbiasa untuk berbuat sesuatu yang positif, masa remaja atau dewasanya lebih
mudah untuk berkepribadian sholeh, dan secara otomatis, pengetahuannya bersifat
kognitif lebih mudah diperolehnya. Karena pada dasarnya metode pendidikan
bukan hanya berorientasi dalam pengetahuan saja namun metode pendidikan juga
termasuk kepada pembinaan akhlaq, sebagaimana yang dikatakan Imam Gazali:
“Sebagaimana dokter, jikalau memberikan pasien nya sengan satu macam obat
saja, niscaya akan membunuh kebanyakan orang sakit, begitu pun guru, jikalau
menunjukkan kepada murid dengan satu macam saja dari latihan, niscya
membinasakan hati mereka. Akan tetapi seyogyanyalah memperhatikan tentang
penyakit murid, tentang keadaan umurnya, sifat tubuhnya dan latihan apa yang
disanggupinya. Berdasarkan yang demikian itu, dibina latihan.” Dan berikutnya
jika guru melihat muridnya yang sombong dan congkak maka suruhlah ia ke pasar
untuk meminta-minta. Sesungguhnya sifat bangga diri, egois tidak akan hancur
selain dengan sifat mandiri.
Berdasarkan keterangan tersebut beliau kembali menegaskan bahwa untuk
membuat diaognosis dan melakukan perbaikan akhlaq tercela adalah
menyuruhnya melakukan perbuatan sebaliknya. Layaknya bila badan sakit,
obatnya ialah dengan menurunkan panas atau obatnya ialah membuang
penyakitnya itu.
10 Fu’ad Asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru hal.122
Adapun metode pendidikan (mengajar) yang lain adalah sebagai berikut :
• Metode Praktik
Termasuk sarana yang efektif dalam membimbing dan mengajar adalah
menggabungkan antara sistem teori dan sistem praktik dalam aktivitas belajar
mengajar, sistem ini memberikan jalan pintas bagi guru serta menyediakan waktu
dan tenaga. Mengulang-mengulang pelajaran dan mempraktikannya adalah faktor
kuat didalam menghafal ilmu pengetahuan dan menjaga dari kelupaan.
• Metode Dialog Dan Pendekatan Logika
Menggunakan metode pendekatan logika adalah sarana bagus yang menjamin
sampainya pelajaran kepada otak pendengar sesuai yang dikehendaki pembicara.
Memperhatikan kesederhanaan dalam dialog rasio dan mengikut sertakan murid
dalam dialog tersebut agar terjadi reaksi balik.
Mendekatkan dialog rasio sedapat mungkin dapat di terima dan dicerna
murid, seperti kisah badui yang istrinya melahirkan seorang anak yang berwarna
hitam, Rosulullah membuatkannya contoh dari sesuatu yang paling dekat
dengannya, yaitu untanya.
Hal serupa dengan metode-metode mengajar yang lainnya seperti membuat
permisalan, metode dengan membangkitkan rasa penasaran, menggunakan,
metode teladan, metode nasehat, metode pembiasaan, metode hukuman dan
ganjaran, metode ceramah dan diskusi semua itu tidak lain diharapkan mampu
menjadikan proses transformasi ilmu lebih mudah dicerna oleh para peserta didik
dan membantu mereka untuk mengoptimalkan potensinya.
5. Pendidik Dan Peserta Didik
a. Pendidik
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendidik, seseorang haruslah
meneladani akhlaq, kepribadian, dan karakter yang dimiliki Rosulullah. Karena,
hanya dengan akhlaq dan kepribadian terpuji dan mulia, serta suka mencari
hikmah, maka fungsional sebagai pendidik yang berhasil. Dan terbukti juga
bahwa akhlak seorang pendidik memiliki pengaruh besar terhadap prilaku anak
didiknya, karena mereka akan melihat kepada kepribadian gurunya.
Berikut adalah beberapa karakter yang mesti dimiliki seorang pendidik :
1. Menyayangi peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti
perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
2. Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Nabi. Sehingga ia
tidak mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan
atas tanda jasa.
3. Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada peserta
didiknya.
4. Termasuk kedalam profesionalisme guru, adalah mencegah peserta didik
jatuh terjembab ke dalam akhlak tercela melalui cara spersuasif mungkin
dan melalui cara penuh kasih sayang, tidak dengan cara mencemooh dan
kasar.
5. Kepakaran guru dalam spesialisasi tertentu tidak menyebabkannya
memandang remeh disiplin keilmuan lainnya, semisal guru yang pakar
ilmu bahsa, tidak menganggap remeh ilmu fiqih.
6. Guru menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat
pemahaman peserta didiknya.
7. Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan
materi yang jelas, konkrit dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta
didik dalam mencernanya.
8. Guru mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya
ucapan dan tindakan.11
b. Peserta Didik
Karena ilmu merupakan ibadah hati maka para pencari ilmu hendaknya
membersihkan jiwanya terlebih dahulu, ilmu akan mudah tersampaikan kepada
jiwa-jiwa yang bersih.
Dengan demikian murid atau anak didik yang mengikuti pendidikan harus
memenuhi kriteria berikut:
11Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qosidhin hal.33-34
a. Memuliakan guru dan bersikap rendah hati dan tidak takabbur.
b. Merasa satu bangunan dengan murid lainnya sehingga merupakan satu
bangunan yang saling menyayangi, menolong dan kasih sayang.
c. Pada awal langkahnya ia patut untuk menjauhi pendapat orang-orang,
karena hal itu mampu membingungkan akal dan menumpulkan
pikirannya.
d. Tidak hanya mempelajari satu jenis ilmu yang bermanfaat saja,
melainkan berbagai ilmu dengan upaya bersungguh-sungguh guna
mencapainya.12
12 Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qosidhin hal.31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Tazkiyatun nafs adalah proses penyucian jiwa dari perbuatan syirik dan dosa,
pengembangan jiwa manusia mewujudkan potensi-potensi menjadi kualitas-
kualitas moral yang luhur (akhlakul hasanah), proses pertumbuhan,
pembinaan akhlaqul karimah dalam diri dan kehidupan manusia. Dan dalam
peruses perkembangan jiwa itu terletak kebahagiaan, yaitu keberhasilan
manusia dalam memberi bentuk dan isi pada keluhuran martabatnya sebagai
makhluk yang berakhlak budi.
b. Adapun kurikulum pendidikan Islam adalah rancangan dan perencanaan
materi yang nantinya akan ditempuh oleh peserta didik dalam proses belajar
mengajar yang bertujuan membimbing kearah tujuan pendidikan melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan sesuai
dengan Islam.
c. Dalam kurikulum pendidikan Islam terdapat ciri khas yaitu semua proses
belajar mengajarnya berpedoman pada Al-Qur’an, Al-Hadits dan ijtihad,
juga keterkaitannya dengan konsep tazkiyatun nafs.
d. Kurikulum pendidikan memiliki dasar yang harus dimiliki, yaitu dasar
agama, dasar filsafat, dasar psikologis dan dasar sosiologi. Terdapat tiga
materi pokok bahasan dalam kurikulum pendidikan Islam,
yaitu habluminallah, habluminannas dan hubungan manusia dengan alam.
e. Kurikulum pendidikan Islam berbasis tazkiyatun nafs ini memiliki beberapa
komponen :
1. Tujuan pendidikan, yaitu sebagai wujud beibadah kepada Allah,
pembentukan akhlakul karimah, dan menghantarkan peserta didik
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
2. Isi kurikulum, konsep tazkiyatun nafs memiliki 2 kurikulum yaitu
kurikulum ilmu fardhu ain dan kurikulum ilmu fardhu kifayah
a. Ilmu fardhu ‘ain adalah ilmu wajib bagi tiap-tiap individu muslim
seperti ilmu Al-Qur’an, ilmu agama seperti fiqih, tafsir dsb.
b. Ilmu fardhu kifayah ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian
masyarakat saja seperti, ilmu kedokteran, ilmu pertanian dsb.
Kemudian materi-materi tersebut dapat dioperasionalkan kedalam
silabus.
3. Metode pendidikan, yaitu berupa metode teladan, metode kisah, metode
pembiasaan, metode hukuman dan ganjaran, serta metode ceramah dan
diskusi.
4. Pendidik dan Peserta didik
• Pendidik yang berakhlak karimah, penuh kasih sayang dan tidak
kalah pentingnya adalah pendidik yang menguasai ilmu pengetahuan
akan memudahkan tercapainya tujuan pendidikan dan proses
pembelajaran akan mudah dan berjalan dengan baik.
• Peserta didik harus berusaha mensucikan jiwanya dari akhlak yang
tercela. Karena jiwa yang bersih akan mudah untuk menerima ilmu
yang disampaikan oleh seorang pendidik.
5. Evaluasi yang dilakukan mencakup tes maupun nont-tes
1. Tes, yaitu penilaian yang menggunakan tes yang dilakukan terlebih
dahulu. Metode ini bertujuan untuk mengukur dan memberikan
penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai murid, meliputi
kesanggupan, penguasaan hasil belajar, keterampilan, koordinasi,
motorik, dan bakat individu atau kelompok
2. Non tes, yaitu penilaian yang tidak menggunakan sol-soal tes yaitu
dalam bentuk laporan dari pribadi mereka sendiri dari refleksi
hariannya baik Perbuatan, ucapan, keadaan tingkah laku, riwayat
hidup.
f. Ada 3 dasar pokok yang mendasari konsep kurikulum ini, yaitu
• Dasar filosofis, pandangan tentang hakikat manusia dan hakikat
pendidikan, hakikat ilmu pengetahuan dan hakikat tujuan hidup dan
tujuan pendidikan.
• Dasar psikologis, ada 2 aspek yang dikembangkan yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar. Dalam psikologi perkembangan
manusia itu dilahirkan dari bentuk yang sempurna, baik dari aspek
an-nafs dan al-jism, yang selanjutnya akan dapat berkembang
menuju kepada kesempurnaan. Dalam psikologi belajar, bahwa
dalam belajar seseorang dalam belajar mengunakan daya-daya jiwa.
Dengan perantaan fungsi daya-daya jiwa tersebut itulah seseorang
dapat belajar untuk mengetahui ilmu pengetahuan.
• Dasar sosiologis, konsep kurikulum pendidikan ini sangat
dipengaruhi oleh faktor sosiologis, karena faktor ini sangat dominan
dalam menentukan pemikiran dan kiprah dalam pendidikan. Yaitu
untuk meluruskan kekeliruan pemahaman tentang agama islam di
masyarakat. Mengembalikan mereka kepemahaman dasar yaitu yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
g. Dinamisasi konsep fardhu ‘ain dan fardhu kifayah sangat signifikan
menunjang pembaharuan pendidikan yang lebih beradab, dan kesalahan
seorang pendidik yakni cara mengajarkan ilmu fardhu kifayah yang
melepaskan secara total konsep fardhu ‘ain, yang terjadi adalah muslim
mudah digoncangkan adab dan keimanannya.
B. Kritik Dan Saran
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan karya ilmiyah
(makalah ini), baik itu dari kesalahan tanda baca, bahasa dan sebagainya. Maka
atas dasar kekurangan itu diharapkan adanya kritik dan saran yang lebih
membangun, agar ada perubahan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Farid, Ahmad. 2004.Tazkiyatun Nafs Wa Tarbiyatuha Kama Yuqorrihu Ulama Salaf. Solo
: Pustaka Arafah.
Farid, Ahmad.2014. Al-Bahru Ar-Roiq fiz-Zuhdi war Roqoiq. Jakarta : Ummul Qura.
Daradjat Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Asy-Syalhub, Fu’ad.2013.Begini Seharusnya Menjadi Guru. Jakarta : Darul Haq.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Qudamah, Ibnu. 2017. Mukhtashar Minhajul Qoshidin. Jakarta ; Darul Haq.
Nizar, Samsul. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Muhaimin.2005. Kurikulum Pendidikan Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan
Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nasution, S. 1993. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hawa, Sa’id. Al-Mustakhlish fit-Tazkiyatin Nufus. Jakarta : Robbani Press.
Tafsir, Ahmad. 2014. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja
Rosdakarya.