mentradisikan interaksi dosen dan mahasiswa

21
1 Mentradisikan Interaksi Dosen dengan Mahasiswa Dalam Bingkai Disiplin, Kejuangan Dan Kreatifitas Oleh : Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi (staf pengajar jurusan ilmu komunikasi FISIP UPNVY) Pendahuluan Perguruan tinggi adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam elemen/unsur yang salah satu tonggak utamanya adalah terjadinya interaksi dosen dengan mahasiswa. Interaksi tersebut menurut “pakem”nya dapat dilihat dari sisi formal dan sisi non formal. Sisi formalnya adalah terjadi pada saat dosen menjalankan fungsi utamanya sebagai pebelajar yang harus merencanakan, melaksanakan dan menilai keberhasilan mahasiswa dalam rangka mendapatkan pengetahuan, kemahiran dan ketrampilan. Implementasi aktivitas tersebut adalah terjadi pada saat dosen mengajar, membimbing skripsi, perwalian/bimbingan akademik dan sebagainya. Sedangkan pada sisi non formalnya tugas dosen adalah membantu mahasiswa untuk mendapatkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial di luar kegiatan formal tadi, seperti menanamkan kepribadian dan jati diri mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat. Secara teoritis adalah mudah melihat dan memaparkan interaksi dosen dengan mahasiswa namun hal tersebut menjadi sesuatu yang “naif” untuk diterima begitu saja. Sesungguhnya, interaksi dosen dengan http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Upload: rozalina

Post on 14-Apr-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dosen dan mahasiswa

TRANSCRIPT

Page 1: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

1

Mentradisikan Interaksi Dosen dengan Mahasiswa Dalam Bingkai Disiplin, Kejuangan Dan Kreatifitas

Oleh : Edwi Arief Sosiawan, SIP, MSi(staf pengajar jurusan ilmu komunikasi FISIP UPNVY)

Pendahuluan

Perguruan tinggi adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam

elemen/unsur yang salah satu tonggak utamanya adalah terjadinya interaksi dosen

dengan mahasiswa. Interaksi tersebut menurut “pakem”nya dapat dilihat dari sisi

formal dan sisi non formal. Sisi formalnya adalah terjadi pada saat dosen

menjalankan fungsi utamanya sebagai pebelajar yang harus merencanakan,

melaksanakan dan menilai keberhasilan mahasiswa dalam rangka mendapatkan

pengetahuan, kemahiran dan ketrampilan. Implementasi aktivitas tersebut adalah

terjadi pada saat dosen mengajar, membimbing skripsi, perwalian/bimbingan

akademik dan sebagainya. Sedangkan pada sisi non formalnya tugas dosen adalah

membantu mahasiswa untuk mendapatkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial

di luar kegiatan formal tadi, seperti menanamkan kepribadian dan jati diri

mahasiswa untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat.

Secara teoritis adalah mudah melihat dan memaparkan interaksi dosen

dengan mahasiswa namun hal tersebut menjadi sesuatu yang “naif” untuk diterima

begitu saja. Sesungguhnya, interaksi dosen dengan mahasiswa tidak se harmonis

dan semudah yang dibayangkan. Konflik terbuka dan terpendam selalu mewarnai

interaksi dosen dengan mahasiswa. Contoh terkecil adalah ketidakpuasan

mahasiswa terhadap dosen yang “tidak jelas” dalam mentransfer ilmu, kurangnya

transparansi dalam pemberian nilai, penerapan disiplin yang berlebihan/kaku

(dalam istilah populer “killer”) hingga penentangan secara sporadis dan ‘lantang”

atas kebijakan yang diterapkan oleh institusi atas nama dosen yang menjabat

struktural. Celakanya konflik tersebut kadang mandeg atau tidak terselesaikan

karena masing-masing pihak berpihak pada keyakinan kebenaran masing-masing.

Dosen kadang bersembunyi di balik segudang aturan dan etika. Sementara

mahasiswa berpedoman pada kebebasan dan “hak” mereka atas pelayanan yang

seharusnya diterima. Konflik yang tidak terselesaikan inilah yang kadang

menimbulkan apatisme pada diri mahasiswa dan dosen dalam berinteraksi. Bila

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 2: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

2

dibiarkan maka kelanjutan dari fenomena tersebut tentunya akan mengganggu

jalannya sistem pembelajaran dan pendidikan yang berdampak pada hasil

pembelajaran dan tujuan pendidikan.

Konflik-konflik di atas terjadi karena masih ada ( dan banyak ) dosen

dalam melakukan interaksi dengan mahasiswa baik secara formal dan non formal

menggunakan pendekatan paedagogy ( anak-anak) dan bukannya andragogy

(orang dewasa). Padahal seperti yang diketahui bahwa mahasiswa adalah orang

dewasa yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak Selain

kurangnya pendekatan andragogy yang dilakukan dosen dalam berinteraksi

dengan mahasiswa, faktor lain yang menyebabkan konflik antara dosen dengan

mahasiswa adalah terabaikannya pertimbangan moral dan etika oleh masing-

masing pihak baik dosen dan mahasiswa. Dosen kadang melaksanakan tugas dan

fungsinya sesuai dengan keinginan sendiri (ego) atau keinginan institusinya yang

diterjemahkan secara kaku, sementara mahasiswa cenderung berlaku sesuai

dengan ideologi (kebebasan) yang dianutnya serta memandang prinsip kesetaraan

yang kadang mengabaikan etiket.

Dua faktor tersebut diatas merupakan sumber utama dari disharmonisasi

interaksi dosen dengan mahasiwa yang sering menjadi “lingkaran setan” dalam

kehidupan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, dalam uraian di bawah ini akan

disampaikan beberapa penawaran interaksi dosen dengan mahasiswa yang ideal

melalui pendekatan disiplin, kejuangan dan kreativitas.

Pemahaman andragogy sebagai dasar interaksi

Dosen adalah subjek dalam sistem maupun proses pendidikan di

perguruan tinggi (walau didampingi staf administrasi), karena tugas utamanya

adalah melakukan perencanaan, pelaksanaan dan melakukan penilaian akan

keberhasilan mahasiswa sebagai objek dalam proses pembelajaran. Oleh

karenanya, dosen perlu mengetahui karakteristik dari objek (mahasiswa) yang

dijadikan sasaran tugas utamanya tersebut. Pegangan utama dalam proses

pembelajaran termasuk didalamnya interaksi dengan mahasiswa tentunya adalah

pemahaman akan pendekatan pendidikan andragogy. Melalui pemahaman

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 3: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

3

andragogy tersebut dosen akan mampu menghadapi mahasiswa secara alamiah

dalam interaksi serta mengoptimalkan hasil pembelajaran yang dilakukan.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dosen dalam melakukan interaksi

secara formal dan non formal dengan mahasiswa adalah sebagai berikut :

Faktor Kebebasan

Kebebasan, adalah merupakan salah satu ciri pada orang dewasa. Dalam melakukan aktivitasnya (termasuk belajar), mahasiswa cenderung menentukan apa yang ingin dilakukan serta selalu membandingkan keadaan yang baru diterimanya dengan fenomena yang telah menjadi referensi mereka. Oleh karenanya dalam melakukan interaksi dengan mahasiswa diperlukan pandangan yang bersifat demokratis dialogis. Interaksi yang dilakukan memberikan kebebasan pada mahasiswa untuk menyampaikan opini dan pandangan mereka secara terbuka. Indoktrinasi dan komunikasi yang bersifat satu arah akan dianggap sebagai sesuatu yang mengekang mereka. Dengan demikian, melakukan tukar pendapat, diskusi, serta tanya jawab adalah suatu bentuk pendekatan yang pas bagi mereka.

Faktor Tanggung Jawab

Faktor tanggung jawab, adalah yang membedakan sifat antara orang dewasa dengan sifat anak-anak. Orang dewasa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Dengan sifat tanggung jawabnya itu, mahasiswa dalam kehidupan interaksinya di kampus menganggap dirinya sejajar dengan dosen, karena mereka menganggap bahwa antara dirinya dengan dosen sama-sama merupakan orang dewasa, yang membedakan hanyalah bahwa dosen telah memiliki pengetahuan / keterampilan tertentu yang belum dimiliki oleh dirinya. Karena kesejajarannya itu, mahasiswa cenderung ingin diperlakukan sebagai seseorang yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya, mereka lebih senang dianggap sebagai sahabat yang mengerti terhadap atas apa yang mereka lakukan. Dosen dalam konteks ini perlu menempatkan diri sebagai sosok tempat bertanya (shoulder to cry on) dikala mereka mengalami masalah dan kesulitan.

Faktor Pengambilan Keputusan sendiri

Mahasiswa sebagai orang dewasa mampu mengambil keputusan sendiri. mereka tidak mau digurui, dipaksa untuk menerima kebenaran-kebenaran dari luar, karena mereka menganggap dapat memutuskan tentang apa yang akan mereka lakukan, tentang apa yang akan mereka ambil manfaatnya dari perilaku tersebut serta mereka menganggap dirinya mampu menilai baik buruknya sesuatu yang akan dan sedang mereka lakukan… Mengapa demikian?…Karena mereka menganggap bahwa hanya dirinyalah yang lebih mengetahui hal-hal yang berguna dan

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 4: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

4

bermanfaat bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini, seorang dosen harus melengkapi (bukan mengganti) kemampuan dirinya sebagai seseorang yang berperan sebagai “fasilitator”. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara lebih mengutamakan pada pemberian informasi yang relevan dan netral, membantu para mahasiswa dalam mengambil keputusan dan menyeleksi informasi yang diterima, terutama dalam hal-hal baru.

Faktor Pengarahan Diri sendiri

Mahasiswa sebagai orang dewasa, mereka menganggap dirinya dapat mengarahkan diri sendiri, mereka juga memiliki pandangan hidup sendiri (way of life) dalam berinisiatif dan dalam berkreasi yang disesuaikan dengan pandangan yang dimilikinya, serta mereka memiliki tingkat interaktivitas yang tinggi antar sesama mahasiswa lain. Namun hal tersebut bukan berarti mereka harus dilepas begitu saja, peran dosen dalam hal ini harus dapat mengakomodasi tingkat interaktivitas antar sesama pembelajar serta memberikan pengarahan diri dalam kelompok dimaksud.

Faktor Psikologis

Tidak jarang, faktor psikologis para mahasiswa kurang diperhatikan. Hal tersebut dimungkinkan karena ada anggapan bahwa seorang dosen, tetaplah seorang dosen yang bertugas menyampaikan ilmu, bukan psikolog ataupun psikiater yang harus bersusah payah untuk mengurusi masalah kejiwaan para mahasiswa. Tentunya, bukan itu yang dimaksud. Yang harus diperhatikan oleh seorang dosen adalah mereka harus dapat meyakinkan mahasiswa bahwa mereka diterima dan diperlakukan sebagai orang dewasa yang memiliki kebebasan untuk berekspresi dan berkreasi dan dihargai sebagai seorang sahabat. Selain itu, empati dosen sangat diperlukan, karena walau bagaimanapun, mahasiswa mengharapkan pemahaman dosen tentang apa yang diinginkan, dibutuhkan, diharapkan serta yang dirasakan oleh mereka. Asas humanistik sangat penting dalam hal ini.

Disiplin dalam interaksi dosen dan mahasiswa

Bila disiplin dijadikan dasar dan disiplin perlu ditegakkan dalam interaksi

dosen dengan mahasiswa, kiranya perlu terdapat persepsi dan pemahaman yang

sama tentang disiplin. Dalam banyak definisi, pengertian disiplin, antara lain :

pada ekstrem yang satu, berarti memaksa orang lain untuk patuh.

Bagi banyak orang, disiplin ini menimbulkan arti yang biasa dipahami orang,

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 5: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

5

menimbulkan gambaran yang amat keras dan bayangan tentang hukuman. Pada

sisi lain,"disiplin" mengacu pada usaha membantu orang lain melalui pengajaran

dan pelatihan. Contohnya, kata " a disciple" dalam bahasa Inggris berarti

seseorang yang mengikuti ajaran orang lain.

Dalam konteks mana disiplin akan ditegakkan ? Pemahaman selama ini

sebenarnya tidak kurang dari dua pengertian tersebut, yaitu disiplin identik

dengan kepatuhan atau mungkin juga memandangnya sebagai pengajaran. Di sisi

lain, walaupun disiplin sebagai pengajaran merupakan gagasan yang bagus,

kenyataannya kadang-kadang hal ini diterjemahkan secara sepihak oleh dosen

untuk "menggunakan cambuknya" dalam interaksinya dengan mahasiswa. Pada

konteks formal ( proses belajar mengajar, pembimbingan dsb) disiplin sebagai

kepatuhan dan pengajaran memang harus ditegakkan karena tanpa ada disiplin

maka tidak akan ada proses pembelajaran yang baik. Namun sayang objek

penderita yang dikenai disiplin tadi lebih banyak pada mahasiswa. Sanksi yang

diberlakukanpun juga lebih banyak untuk mahasiswa. Sehingga disiplin disini

akan dikonotasikan oleh pihak mahasiswa sebagai “pemaksaan” atas nama sistem.

Kalaupun kepatuhan akan disiplin tadi dijalankan oleh mahasiswa maka yang

terjadi bukan kesadaran akan tetapi “keterpaksaan”. Akibatnya dosen yang

bersangkutan akan dijauhi dan dianggap sebagai “momok” oleh mahasiswa dalam

kehidupan interaksinya di kampus.

Pada sisi lain kadang dosen menerapkan disiplin tanpa memperlihatkan

keteladanan pada mahasiswa. Seperti misalnya dosen sulit ditemui untuk

bimbingan skripsi, sulit ditemui untuk bimbingan KRS, sering kosong dalam

mengajar serta ketidaktepatan dalam memberikan penilaian (termasuk kecepatan

mengeluarkan nilai ujian akhir). Selain itu perilaku yang “jaim” ( jaga image )

juga menyebabkan mahasiswa merasa tidak nyaman dalam melakukan interaksi.

Kondisi seperti ini menjadikan dosen dinilai buruk perfomance dan

kepribadiannya oleh mahasiswa. Oleh karenanya maka tidak heran apabila dosen

yang berstatus seperti itu menjadi dipinggirkan dalam pergaulan interaksi dengan

mahasiswa.

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 6: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

6

Hal di atas nampaknya masih belum banyak diperhatikan sehingga ada

asumsi bahwa dosen tidak pernah salah. Padahal perlu diingat kunci dalam sistem

pendidikan tinggi adalah dosen. Baik buruknya perfomance dan kepribadian

dosen juga mengarah pada baik dan buruknya keberhasilan proses pendidkan di

perguruan tinggi. Oleh karenanya, perlu ada evaluasi yang harus dilakukan untuk

dosen yang tidak hanya sebatas pada cara mengajar tetapi juga dalam konteks

memberikan pelayanan kepada mahasiswa ( perlu di fikirkan oleh UPNVY).

Di sisi mahasiswa, disiplin diterjemahkan sebagai sesuatu yang

mengekang sesuatu yang membatasi kreativitas dan menurut mereka layak dan

asyik untuk dilanggar. Tuntutan egaliter / kesetaraan dalam interaksi dengan

dosen kadang melampui batas. Beberapa etiket pergaulan di kampus kadang tidak

dihiraukan sebagai pedoman berperilaku termasuk berinteraksi dengan dosen.

Contoh kecil misalnya pergi ke kampus memakai sandal (walau sepatu sandal)

sebenarnya adalah sesuatu yang kurang pantas untuk dilakukan mahasiswa baik

untuk kuliah atau sekedar menghadap/bimbingan dengan dosen.

Etiket pergaulan lain di kampus yang sering disoroti adalah cara

berpakaian, dan ini masih terus diperdebatkan baik dosen dan mahasiswa. Adalah

sah dan harus bila cara berpakaian diatur dalam aturan tertulis namun memberi

aturan yang sangat rigid juga bukan tindakan yang bijaksana. Sebagai contoh

adalah tidak mungkin melarang mahasiswi memakai pakaian ketat, jika larangan

ini diberlakukan maka si mahasiswi tersebut akan kesulitan mencari model

pakaian yang tidak ketat karena trend model pakaian sekarang untuk usia mereka

cenderung ketat. Jadi jalan keluar yang bijak adalah larangan yang diberlakukan

terhadap pakaian yang memperlihatkan sebagian anggota tubuh yang harus

ditutupi bukan ketatnya pakaian tersebut.

Dengan demikian, bahasan disiplin dalam interaksi dosen dengan

mahasiswa sesungguhnya perlu ada penajaman dalam keseimbangan

penerapannya. Dosen dan mahasiswa adalah unsur dalam perguruan tinggi yang

harus mematuhi aturan, etiket dan norma yang ditetapkan dalam kehidupan

kampus. Tuntutan kedisplinan beserta konsekuensinnya bukan diberikan pada

mahasiswa saja sebagai pembelajar tetapi juga dosen sebagai subjek atau

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 7: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

7

pebelajar. Sehingga melalui cara ini akan lahir suatu budaya (tradisi) saling

menilai antara dosen dan mahasiswa. Masing-masing akan menjadi pihak yang

saling men-support terhadap jalannya aturan formal dan non formal yang berlaku

di kampus. Selain itu, melalui cara ini interaksi yang akan terjadi antara dosen dan

mahasiswa adalah munculnya sikap saling menghormati (respect) sebagai wujud

dari idealisme kesetaraan civitas academica.

Kejuangan dalam interaksi dosen dan mahasiswa

Mungkin ada benarnya apabila ada yang berpendapat bahwa nilai-nilai

kejuangan telah luntur dalam benak masyarakat. Tidak saja dilupakan tetapi sudah

dianggap hanya menjadi bagian dari sejarah saja. Bahkan ada yang lebih ekstrim

lagi memposisikan kejuangan sebagai sesuatu yang tidak sedang musim lagi.

Tidak ditayangkan di TV, tidak dikumandangkan di radio, tidak juga ada situsnya

di internet. Sehingga akibatnya kini logika kapitalisme dan hedonisme yang kian

membahana.

Dalam kehidupan kampus, kelunturan nilai-nilai kejuangan tadi dapat

dilihat dari orientasi dosen yang mengamalkan ilmu hanya untuk sekedar mencari

nafkah dan mempertahankan eksistensi. Sementara pada diri mahasiswa menuntut

ilmu hanya digunakan sebagai kedok untuk memperoleh status dan bukannya

mendedikasikannya untuk cita-cita yang luhur. Akibatnya maka tidaklah heran

apabila kemudian muncul istilah “industrialisasi perguruan tinggi”. Pendidikan

tinggi dijadikan komoditi yang berorientasi pada pasar dan mengabaikan nilai-

nilai idealisme pendidikan. Bila kondisi ini dibiarkan maka perguruan tinggi akan

semakin menjadi menara gading tinggi yang jauh dari kedekatan masyarakat

sekelilingnya.

UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) sebagai perguruan tinggi yang

mengedepankan nilai-nilai kejuangan saat ini belum ikut tergores oleh trend

lunturnya nilai-nilai kejuangan. Namun bukan tidak mungkin akan terjadi erosi

nilai kejuangan itu. Saat ini UPN masih mempertahankan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) sebagai salah satu wujud pengamalan nilai-nilai kejuangan. Pada

pelaksanaannya KKN menjadi ajang lain di luar kelas untuk interaksi dosen

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 8: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

8

dengan mahasiswa. Interaksi tersebut bersifat formal. dan berlangsung selama

penyelenggaraan KKN. Nah di luar itu ? sepertinya ada yang perlu

dipertanyakan, karena interaksi dosen dengan mahasiswa dalam wahana

kejuangan di luar KKN nampaknya tidak ada lagi. Ini menjadi tantangan

tersendiri bagi UPNVY untuk melakukan perumusan ulang tentang interaksi

dosen dengan mahasiswa dalam bingkai kejuangan. Oleh karenanya, adalah

perlu dan penting apabila UPNVY memiliki program pengabdian masyarakat di

luar KKN yang bersifat reguler dan dilaksanakan secara terpogram dengan

melibatkan dosen dan mahasiswa dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Selain

itu perlu juga dilakukan program penelitian unggulan (apakah dalam bentuk grant

atau reguler) yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara terpadu bukan hanya

pada saat pelaksanaan penelitian (di lapangan) saja, tetapi juga pada saat

pengajuan dan pembuatan proposal penelitian. Dari dua program tersebut maka

akan terjalin komunikasi dan interaksi antara dosen dengan mahasiswa melalui

bentuk kerjasama ilmiah terpadu. Masing-masing pihak akan bersama-sama

melakukan keberpihakan pada masalah-masalah sosial.

Kedua program tersebut selain sebagai wahana persemaian nilai kejuangan juga

merupakan area latihan bagi mahasiswa untuk mengamalkan ilmu yang dipelajari

serta memberi latihan pada mahasiswa dalam aplikasi metode penelitian yang

nampaknya kedodoran dipahami oleh mereka di ruang kelas.

Kreativitas dalam interkasi dosen dengan mahasiswa

Prof. John Arnold pakar filsafat perancangan berpendapat bahwa semua

orang memiliki potensi kreatif yang cukup tinggi. Orang-orang kreatif

mengembangkan potensinya secara alami sesuai dengan karakternya. Semua

orang dapat mengembangkan kreativitasnya secara sistematik dan berkelanjutan.

Kreativitas bukan milik seseorang, melainkan milik banyak orang. Karena itu

kreativitas harus dikembangkan supaya manusia dapat berpikir, berbuat, berhasil

dan memberikan yang lebih baik, lebih banyak, lebih bermanfaat dan lebih

menguntungkan. Kreativitas diperlukan supaya selalu ada yang lebih baik, supaya

semua kemampuan yang ada bermanfaat dan tidak mubazir, supaya pandai dan

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 9: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

9

terampil menyelesaikan masalah, mendapatkan temuan baru, invensi, dan inovasi.

Karena itu kreativitas perlu diperkenalkan dalam kuliah dan dalam kegiatan

ekstrakrikuler.

Brainstorming kreativitas sudah dilaksanakan UPNVY dalam mata kuliah

Widya Mwat Yasa sehingga melalui mata kuliah tersebut diharapkan para

mahasiswa dapat mengembangkan potensi kreatifnya, atau sekurang-kurangnya

dapat menjadikan dirinya kreatif, tetapi juga orang lain di sekitarnya. Namun

materi tersebut masih terbatas menstimuli bagian kognitif mahasiswa, belum

menstimuli ke arah konasi (kemauan/motif mahasiswa). Jika kreativitas dikaitkan

dengan interaksi dosen dengan mahasiswa maka nampaknya yang kelihatan

adalah lagi-lagi pada saat interaksi formal, yaitu ketika dosen menyampaikan

mata kuliah yang bersifat praktik dalam bentuk penugasan ( kuliah fotografi,

pemograman, role playing dan sebagainya). Di luar itu nampaknya unsur

kreatifitas belum banyak mewarnai kehidupan kampus. Ini bisa terjadi karena

sifat interaksi tersebut juga tidak kreatif. Sebagian besar waktu dosen dalam

berinteraksi dengan mahasiswa adalah dalam suasana formal. Padahal salah satu

strategi pengembangan kreativitas adalah melalui permainan dan humor. Artinya

pengembangan kreativitas tidak berada pada “penjara” formal tetapi justru dalam

suasana yang lebih santai dan egaliter. Masih sedikit dosen yang mau melakukan

diskusi secara non formal atau di luar kelas dengan mahasiswa, misalnya diskusi

di jam istirahat kuliah atau di kantin kampus, atau bila perlu dosen mendatangi

mahasiswa yang sedang ngobrol di lobi kampus untuk di ajak berdiskusi sebagai

sarana memberikan wacana kreativitas kepada mereka.

Selain itu, masih jarang dosen yang mau menggunakan dan

memanfaatkan sarana teknologi komunikasi untuk melakukan interaksi dengan

mahasiswa seperti e-mail, mailing list atau jaringan komunitas maya atau situs

web (padahal fasilitasnya ada di UPNVY). Penggunaan teknologi komunikasi

tersebut tentunya sedikit banyak akan menstimuli mahasiswa untuk semakin

kreatif, karena menggeluti teknologi juga termasuk salah satu unsur

pengembangan kreativitas. Dari sini dosen sebenarnya menstimuli mahasiswa

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 10: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

10

untuk mau menggeluti teknologi dan cara ini lebih baik daripada sekedar

memberikan retorika kreatif.

Untuk lebih membangkitkan semangat kreatif, dosen dan mahasiswa perlu

membentuk adanya komunitas-komunitas kreatif. Melalui komunitas ini (yang

terbentuk secara non formal) posisi dosen akan menjadi mentor yang selain

berfungsi sebagai pembimbing/pengarah dia sendiri akan mampu melejitkan

potensi kreatifnya. Pertanyaan, keluhan dari mahasiswa yang dimentorinnya akan

menjadi pengalaman sendiri untuk menemukan ide kreatif baru. Sementara bagi

mahasiswa komunitas ini selain digunakan sebagai sarana berlatih sekaligus untuk

membangkitkan percaya diri mereka bahwa mereka mampu untuk berbuat kreatif,

serta mampu “urun rembug” memecahkan masalah.

Yang perlu diwaspadai berkaitan dengan kreativitas, kadang sengaja atau

tidak sering kebijakan yang kurang konstruktif ( yang dikeluarkan) memandulkan

kreativitas dari mahasiswa. Yang ini gak boleh, yang itu gak boleh atau boleh

dengan syarat…… tentunya akan membuat mahasiswa menjadi apatis terhadap

aktivitas yang berbau kreatif. Regulasi kegiatan mahasiswa adalah penting, namun

regulasi tersebut jangan sampai memasung kreativitas itu sendiri. Ini yang

sulit…! Pada konteks inilah dosen sebagai fasilitator dan tempat curhat,

memberikan tantangan bukan tekanan kepada mahasiswa. Artinya setiap

kreativitas yang datang dari mahasiswa perlu diappresiasi. Dosen perlu memoles

kreativitas tersebut dengan tantangan yang lebih baik bukannya melarang tanpa

memberikan alasan yang jelas apalagi tidak memberi solusi alternatif dari usulan

kreativitas tadi.

Tradisi, tradisi dan tradisi

Pilar utama dalam kehidupan perguruan tinggi seperti diketahui adalah

aturan tertulis ( Statuta, Skep dsb) dan tradisi. Aturan tertulis lebih bersifat

normatif dan cenderung kaku, sementara tradisi adalah aturan yang tidak tertulis

tetapi cenderung dipatuhi karena menjadi budaya, bersifat luwes dan tidak kaku.

Pada tema interaksi dosen dan mahasiswa pada semua bentuk, bingkai serta

tujuannya bila diatur dalam aturan tertulis adalah tidak salah, namun adalah lebih

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 11: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

11

baik bila memilih menjadikannya sebagai tradisi ( Kalau boleh bertanya : apa

saja tradisi kita ya ? ). Pilihan ini menjadikan suasana akademik dan non

akademik menjadi alami dan lebih lugas. Pola kemitraan dan kerjasama menjadi

luwes untuk dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Namun pilihan ini akan

terwujud melalui proses yang sangat panjang. Diperlukan semangat keaktifan

dosen (plus peagawai administrasi) serta partisipasi kuat mahasiswa untuk

membangun itu. Nah pertanyaannya bersedia dan mampukah kita ?

Referensi :

Ancok, Djamaludin, 2000, Dampak Teknologi Internet Pada kehidupan Manusia dan Pengelolaan Institusi Pendidikan, makalah pada peringatan Lustrum ke tujuh Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 15 januari 2000

Bakri, M. Amin, 2004, Potensi E-learning, Dikti, Jakarta

De Fleur, Melvin L, Patricia Kearney etc, 1992, Fundamental of Human Communicatons, Mayfield Publishing Company, CA, USA

Joyce B, dan Weil, 1986, Models of Teaching, Prentice Hall, New Jersey

Pannen Paulina, 2001, Pembelajaran Orang Dewasa, PAUPPAI, Dikti, Jakarta

Winataputra, Udin S, 2001, Model-model Pembelajaran Inovatif, Dikti, Jakarta

www.pustekom.ac.id/jurnal teknodik.html tanggal 20 April 2005

www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition tanggal 1 Mei 2005

www. pc.jaring.my tanggal 10 Oktober 2005

www.ibii.ac.id/free-jurnal.php tanggal 9 Nopember 2005

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 12: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

12

CURICULUM VITAE

Nama : Edwi Arief SosiawanTmp / Tanggal Lahir : Magelang, 21 Mei 1967E - mail : [email protected] web : http://edwi.dosen.upnyk.ac.idHP : 08164229603

1. Pendidikan : Sarjana Jurusan Komunikasi FISIPOL UGM th.

1994 Magister Ilmu Sosial PPS UNPAD Bandung th.

2000 Diploma Kepelatihan & Wasit Nasional PABBSI

th.1991 Kursus PEKERTI UPNVY

th. 2003 Kursus Applied Approach UPNVY

th. 20032. Pengalaman Organisasi :

Pengurus Pusat Perguruan Silat dan Pengajian Alif Lam Ba Magelang Assisten Pusat Teknologi Informasi PPS UNPAD Bandung (1999-2001) Pelatih dan wasit nasional PABBSI KONI DIY Anggota Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi (ISKI) Pembina UKM Karate UPN “Veteran” Yogyakarta (1995-1996) Pembina UKM Pramuka UPN “Veteran” Yogyakarta (1996-1997) Pembina Marching Band “Gita Widya Mwat Yasa” UPNVY (1996) Anggota kehormatan UKM Menwa Satmenwa UPN Yogyakarta Pembina Kelompok Studi Mahasiswa Fotografi FOTKOM Komunikasi

UPNVY Anggota unit Keroncong UPN Yogyakarta Anggota Tim Tri Lomba Juang UPN Yogyakarta tahun 1996 Pengurus Kesejahteraan Pegawai UPN Yogyakarta (2001 -2005)

3. Karya Ilmiah a. Karya tulis Populer :

Internet sebagai media komunikasi (1999) Mengkaji dampak penggunaan internet (2002) Perguruan Tinggi Online, on line dan On line (2003)

b. Karya tulis ilmiah : Radio di tengah Persaingan di Media lain (Jurnal Wimaya UPNVY 1996) Radio The Fifth Estate ( Jurnal Paradigma FISIP UPNVY 1999) Sejarah filsafat komunikasi

(www.Geocities.com/pentagon/base/2115/commilpage.html) 1999

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]

Page 13: Mentradisikan Interaksi Dosen Dan Mahasiswa

13

Psikologi Komunikasi (www.Geocities.com/pentagon/base/2115/commilpage.html) 1999

Kajian internet sebagai media komunikasi massa dan interpersonal (Jurnal Penelitian LPP UPNVY 2002)

Kajian Teoritis Komunikasi Virtual (Jurnal Ilmu Komunikasi UPNVY 2003)

Tutorial Praktikum Jurnalistik Fotografi (FISIP UPNVY – 2002) Bahan Ajar Dasar-dasar Periklanan ( FISIP UPNVY – 2003) Bahan Ajar Etika dan Filsafat Komunikasi (FISP UPNVY – 2003) Bahan Ajar Komputer Grafis (2004) Bahan Ajar media Iklan (2005) Komunikasi Efektif (Dasar dan Pendekatan psikologis) 2003 Komunikasi dalam Pelatihan - 2003

c. Penelitian : Televisi dan Anak ( LPP UPNVY - 1996) Kekerasan dalam rumah tangga (dosmetic violent) (UNY – 1998) Kajian Internet sebagai Media Komunikasi (Mandiri 2001) Internet Sebagai Media Komunikasi Interpersonal Dan Massa (LPP

UPNVY – 2002) Penggunaan Ruang Komunikasi Virtual Pada Websites Pemerintah Daerah

Di Wilayah Yogyakarta (Semi-que V – 2003) Penggunaan Isi, Bentuk Dan Desain Komunikasi Virtual Pada Websites

Pemerintah Daerah Di Wilayah Yogyakarta (LPP UPNVY – 2003) Implementasi E-government pada Situs Pemda Propinsi di Indonesia

(2004)

4. Lain-lain : Pemateri dalam berbagai kursus dasar UKM Mahasiswa (Menwa, KSR

dll) Pembicara dalam berbagai seminar, workshop dan pelatihan, Kehumasan,

Fotografi, Komunikasi efektif, Communications Skill, Training for Trainer, serta Teknologi Komunikasi

Administratur websites FISIP UPNVY

http://edwi.dosen.upnyk.ac.id [email protected]