menjelajah demokrasi

28
1 BAB I PERJALANAN DEMOKRASI Perubahan politik pada akhir abad ke-20 dengan ditandai runtuhnya tembok Berlin di Jerman yang melambangkan perang dingin antara ideologi komunisme dan liberal. Perubahan politik ini menghancurkan negara superpower unisoviet dan Amerika. Negara satelit yang semula menjadi pendukung kuat ideologi komynisme mulai menganut demokrasi seperti Rumania, hungaria, polandia, Bulgaria, cekoslowakia. Dan beberapa negara uni soviet terpecah menjadi beberapa negara baru menganut demokrasi, misalnya Rumania,ukraina, Estonia, Latvia, Kazakhstan dan lain-lain Perubahan ini memasuki abad baru dengan ditandai beberapa negara menganut demokrasi. Peristiwa ini sudah dimulai sejak 30 tahun yang lalu ketika pemerintah otoriter di tiga negara yaitu Portugal, Spanyol dan Yunani. Pada tahun 1970-an kemenangan demokrasi secara tuntas atas komunisme pada puncak dosontegrasi Unisoviet. Berakhirnya sejarah menjadi titik final evaluasi ideologis umat manusia dengan bentuk pemerintahan dengan kemenangan demokrasi kapitalis atas otoriterisme-komunisme. Perkembangan demokrasi dimasa depan diukur dengan banyaknya partai dalam proses bernegara yang dibedakan dengan demokrasi terbatas dan non demokrasi yang mencakup satu partai, negara yang dipimin oleh sekelompok militer, negara menganut sistem monarkhi tradisional. Meskipun kategori ini rawan polemik setidaknya telah banyak disepakati oleh ilmuwan dan politisi didunia. Misalnya di Indonesia telah terjadi transisi menuju demokrasi sejak tahun 1990 pada saat presiden Suharto yang terjadi banyak konflik etnik di wilayah Kalimantan, jawa, Sulawesi, Maluku dan papua. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi bersar-besaran yang merata d iwilayah Indonesia. Demokrasi sesungguhnya berlangsung sepanjang sejarah sejak bangsa Yunani Kuno sekitar 500 SM. Kata demokrasi paling popular sepanjang masa berasal dari kata demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan. Adapula yang meyakini demokrasi muncul pada saat mesir kuno dan Mesopotamia kuno yakni 3000 SM, tetapi ada pula yang meyakini demokrasi dimulai 200 tahun yang lalu saat Amerika Serikat melancarkan revolusi dan mengeluarkan konstitusi

Upload: pendidikan-pancasila-dan-kewarganegaraan

Post on 15-Apr-2017

64 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PERJALANAN DEMOKRASI

Perubahan politik pada akhir abad ke-20 dengan ditandai runtuhnya tembok Berlin di

Jerman yang melambangkan perang dingin antara ideologi komunisme dan liberal. Perubahan

politik ini menghancurkan negara superpower unisoviet dan Amerika. Negara satelit yang

semula menjadi pendukung kuat ideologi komynisme mulai menganut demokrasi seperti

Rumania, hungaria, polandia, Bulgaria, cekoslowakia. Dan beberapa negara uni soviet terpecah

menjadi beberapa negara baru menganut demokrasi, misalnya Rumania,ukraina, Estonia, Latvia,

Kazakhstan dan lain-lain

Perubahan ini memasuki abad baru dengan ditandai beberapa negara menganut demokrasi.

Peristiwa ini sudah dimulai sejak 30 tahun yang lalu ketika pemerintah otoriter di tiga negara

yaitu Portugal, Spanyol dan Yunani. Pada tahun 1970-an kemenangan demokrasi secara tuntas

atas komunisme pada puncak dosontegrasi Unisoviet. Berakhirnya sejarah menjadi titik final

evaluasi ideologis umat manusia dengan bentuk pemerintahan dengan kemenangan demokrasi

kapitalis atas otoriterisme-komunisme.

Perkembangan demokrasi dimasa depan diukur dengan banyaknya partai dalam proses

bernegara yang dibedakan dengan demokrasi terbatas dan non demokrasi yang mencakup satu

partai, negara yang dipimin oleh sekelompok militer, negara menganut sistem monarkhi

tradisional. Meskipun kategori ini rawan polemik setidaknya telah banyak disepakati oleh

ilmuwan dan politisi didunia. Misalnya di Indonesia telah terjadi transisi menuju demokrasi sejak

tahun 1990 pada saat presiden Suharto yang terjadi banyak konflik etnik di wilayah Kalimantan,

jawa, Sulawesi, Maluku dan papua. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi bersar-besaran yang

merata d iwilayah Indonesia.

Demokrasi sesungguhnya berlangsung sepanjang sejarah sejak bangsa Yunani Kuno sekitar

500 SM. Kata demokrasi paling popular sepanjang masa berasal dari kata demos artinya rakyat

dan kratos artinya pemerintahan. Adapula yang meyakini demokrasi muncul pada saat mesir

kuno dan Mesopotamia kuno yakni 3000 SM, tetapi ada pula yang meyakini demokrasi dimulai

200 tahun yang lalu saat Amerika Serikat melancarkan revolusi dan mengeluarkan konstitusi

2

yang terkenal demokrastis. Untuk lebih jelasnya tentang sejarah demokrasi akan dijelaskan

dibawah ini:

1. Demokrasi Mesir dan Mesopotamia Kuno

Pada masa Mesir dan Mesopotamia kuno, tulisan Yves Schemeil yang berjudul

“Democracy before Democracy” bahwasanya nilai demokrasi sudah ada pada masa ini ditandai

beberapa fenomena saat Narmer menyatukan Mesir Kuno, Sargon membawa Akadian, raja

Akhenaten menemukan monoteisme, ratu Hatshepsut mendeligitimasi hukum wanita karena

merasa dirinya seolah pria. Orang-orang mesir dan Mesopotamia telah membentuk banyak

dewan kata dan majelis jauh lebih demokratis daripada “polis” di yunani. Mereka lebih bebas

dan banyak bicara sampai dilindungi. Dikatakan demokratis karena anggotanya kaum wanita

yang tidak terjadi di Yunani Kuno (kaum wanita dianggap citizen). Mereka telah memiliki aturan

yang memungkinkan terjadinya pluralisme. Mereka juga menyadari bahwa pada masa itu juga

mereka memperkenalkan nilai demokrasi dikenal dengan istilah delegasi meskipun tidak melalui

voting majelis tetapi hal itu menggambarkan repersentasi yang sesungguhnya. Inilah warisan

nenek moyang bangsa Mesir dan Mesopotamia baru sebagai kekebasan tanpa dominasi tentang

gagasan demokrasi. Inilah demokrasi sesungguhnya terletak pada citizenship melainkan pada

memobilisasi warga yang dalam bentuk partisipasi politik yang popular sepanjang masa.

2. Demokrasi Yunani Kuno

Pada masa inilah konsep demokrasi mulai diakui dalam kajian demokrasi di fase awal.

Asal kata demokrasi yang berasal dari bahasa latin yakni demos (rakyat) dan kratos

(pemerintahan). Ini adalah bukti bahwasanya pada masa yunani kuno, istilah demokrasi

dilahirkan. Menurut Thucydides dalam karyanya “the peloponnesian war” mendiskusikan awal

mula lahirnya demokrasi pada masa yunani kuno. Dalam kajian pemerintahan dan demokrasi

yakni oligarki dan demokrasi keduanya konsepsi yang melambangkan adanya kehidupan publik

masyarakat dalam pengambilan keputusan. Oligarki yang dipimpin oleh Sparta memberikan

ruang bagi partisipasi politik hanya terbatas pada kalangan elit semata (orang kaya). Sedangkan

demokrasi yang dipimpin oleh Athena memberikan kekuasaan kepada rakyatnya untuk

memerintah diri sendiri.

Negara yunani yang terdiri dari beberapa ratus kota yang merdeka yang dikelilingi daerah

pedalaman namun berdaulat disebut juga polis (negara kota). Awalnya orang yunani hidup

secara berkelompok dan saling terpisah. Lama kelaamaan penduduk di lembah bergabung

3

membentuk sebuah komunitas poltik dan melakukan kegiatan keagamaan serta aktivitas lainnya

secara bersama-sama. Dalam perkembangannya gerakan demokrasi menurut Homblower

ternyata bukanlah atehena melainkan sparta yang mengawali gerakan demokrasi di yunani kuno.

Dibuktian dari konstitusi Sparta yang mengatur pertemuan rakyat secara teratur, dan dewan yang

mengolah usulan rakat. Ada beberapa tokoh memberikan sumbangan perkembangan pranata

demokrasi di Athena seperti solon, pisistradis, kleisthenes, ephialtes dan perikle. Namun tokoh

yang terbesar yaitu kleisthenes.

Dari tokoh tersebut, solon (tokoh peletak hukum) telah berjasa dalam empat bidang yakni:

1) membebaskan para serf dari kewajiban membayar sixth part; 2) bidang birokrasi yang semula

kebangsawanan yang memegang jabatan; 3) dewan empat ratus tidak beranggotakan orang

bangsawan lagi tetapi orang yang memiliki minat terhadap polis menjadi pusat perhatian; 4)

didirikan pengadilan rakyat sebagai tempat mengadu jika tidak memperoleh keadilan para hakim.

Pisistradis melakukan pembaharuan seperti halnya solon yakni dihubungkan demes (desa-

desa) di Attica (Athena). Attica merupakan nama wilayah yang mengitari Athena, tetapi

pemerintahan Athena terdiri dari kota Athena dan attica. Dengan membangun jalan bagi orang

dari desa dapat pergi ke Athena yang urusan politik tidak didominasi penduduk kota saja. Pada

akhir abad keenam Klethenes yang mengubah struktur dan suku yang semula ada empat suku

kini ada sepuluh yang beranggotakan Berikut tiga pranata yang dibentuk oleh kleisthenes:

a. Majelis rakyat dengan anggota 6000 orang berasal dari suku-suku. Mereka bertemu di

sebuah bukit pnyx dimulai ketika matahari terbit dan selesai tengah hari. Pengambilan

keputusan atas dasar voting jarang terjadi. Orang yang duduk di dalam blok terdiri seorang

politikus dan pendukungnya. Disinilah kemampuan berpidato sangat menentukan .

b. Dewan lima ratus merupakan perluasan dewan empat ratus. Anggotanya terdiri dari utusan

sepuluh suku dalam majelis rakyat yang mengirimkan 50 utusan. Mereka bertemu untuk

275 hari lebih banyak dari majelis rakyat. Mereka membicarakan masalah keuangan dan

diplomasi

c. Kehakiman adalah seorang hakim harus berusia minimal 30tahun. Sekitar 20 ribu orang

dapat menjadi hakim. Sebagian besar hakim adalah jenderal-jenderal yang memberi

pertanggung jawaban kepada majelis rakyat. Orang-orang bangsawan yang tinggal di

demes. Keistimewaan sebuah suku terdiri dari tiga unsur yakni kota, daerah pedalaman dan

daerah pesisir yang mewakili kepentingan golongan.

4

Setelah kleitsthenes, ephialtes dan saudaranya. Perikles melakukan pembaruan lebih jauh

yakni membentuk asparagus (dewan orangtua) yang selama ini sebagai penjaga privilese

golongan bangsawan yang berhadapan dengan majelis rakyat dan dewan lima ratus. Ia berjasa

dalam mengembangkan gagasan demokrasi yaitu mendorong warga negara mendapatkan posisi

dalam pemerintahan dan memberi bayaran sesuai pelayanan mereka berikan dan

memperkenalkan sistem anggota juri bayaran dan menetapkan undang-undang yang

memungkinkan warga miskin menjabat sebagai hakim.

Munculnya kritikan pada jaman yunani kuno ini dalam demokrasi ternyata hak dan

kewajiban warganegara kota yunani berlaku terbatas pada elit demokrasi. Dan para wanita, orang

asing, para budak maupun penduduk biasa dipandang sebagai the guardians. Mereka dilarang

melakukan transaksi jual beli kepemilikan tanah. Sehingga dibagi dalam dua kelas yakni kelas

citizen dan kelas slave (budak) . Kelas budak tidak sekedar memilki hak dalam pemerintahan dan

kehidupan politik, namun mereka diijinkan memiliki tanah dan menikah. Pada perjalanannya

demokrasi yunani kuno mendapatkan kritikan dari plato dan aristoteles. Kritikan plato bahwa

demokrasi di Athena sebagai kemerosotan kota, kekalahan kota perang melawan Sparta dan

pembusukan moralitas dan kempemimpinan, demokrasi berarti pemerintahan oleh mayoritas

kaum miskin. Sedangkan aristoteles mengkritik demokrasi Athena sebagai bentuk pemerintahan

yang dicurahkan hanya kebaikan kaum miskin dan perlu dikembangkan ruang bagi pengaruh

rakyat misalnya pembuatan Undang-undang.

3. Demokrasi Yunani Kuno

Perkembangan demokrasi di masa kerajaan romawi dimulai peperangan perang punic tahun

264 SM dn kehancuran carthage tahun 146 SM. Orang romawi mulai menanamkan sistem

mereka suatu republik yakni res (kejadian) dan publicus (public) . Jadi, republik artinya sesuatu

yang menjadi milik rakyat. Yang semula sistem ini terbatas pada golongan bangsawan saja

dalam perkembangannya rakyat biasa masuk kedalamnya. Seluruh pejabat republik, the conculs

dan the tribunes dipilih untuk masa jabatan 1 tahun lamanya dalam majelis plebs. Menurut

polybus the concus digambarkan seperti elemen monarki memiliki kewenangan

menyelenggarakan rapat senat dan sebagai wakil negara untuk urusan luar negeri tetapi tidak

memiliki hak kontrol atas keputusan yang ditetapkan senat. Saat genting saja coconsuks

memberikan rekomendasi kekuasaan kepada diktator selama 6 bulan.

5

The tribunes memiliki kekuasaan untuk memveto hukum dekrit yang dikeluarkan hakim

yang dianggap membahayakan bagi rakyat. Mereka meminta pendapat majelis plebs dan

memberikan pengarahan tetapi sifatnya tidak mengikat. Yang disebut dengan istilah plebe scita

(diselesaikan sendiri oleh rakyat). Sistem republik mampu mengakomodasi berbagai partisipasi

elemen masyarakat dimana the conculs sebagai wadah bagi golongan monarki sedangkan sent

sebagai wadah bagi kaum aristrokasi dan majelis plebs sebagai wadah untuk rakyat kebanyakan.

Konsep pemisahan seperti ini mempengaruhi perkembangan struktur di banyak negara yang

sering kita kenal sebagai lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

4. Demokrasi Abad Pertengahan

Pada masa abad pertengahan lebih dimaknai pendekatan yang pertama kali muncul yaitu

pendekatan klasik normatif yang lebih banyak membicarakan ide-ide dan model-model

demokrasi secara substansif. Pendekatan ini mengikuti pemikiran klasik jaman yunani kuno.

Perkembangan demokrasi pada masa ini diawali oleh lahirnya magna charta pada 15 Juni 1215.

Magna charta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja john locke dari

Inggris yang berkuasa mengikatkan diri dan mengakui dan menjamin beberapa hak dan

previleges dan bawahannya sebagai imbalan penyerahan dana untuk keperluan perang dan

sebagainya. Piagam ini memiliki dua pesan yaitu kekasaan pemerintah itu terbatas dan kedua

bahwa HAM lebih pada kedaulatan raja. Piagam ini juga melarang hukuman yang berlebihan

terhadap tindak kriminal dengan alasan menghalangi kemampuan seseorang untuk menghidupi

keluarganya. Untuk pedangang bebas untuk menjual barang dagangannya. Dan tidak ada hasil

petani yang diambil tanpa kompensasi.

Selain piagam magna charta muncul emansipasi bidang sosial dan agama pada awal abad

17. Rene Descartes yang mengilhami lahirnya gagasan nilai-nilai kebebasan manusia dalam

kehidupan. Dan adanya kombinasi kebebasan individual dengan sistem aturan masyarakat

dimana saat yang sama sistem otoritarian mengatur masyarakat seluruhnya. Tokohnya seperti

John locke juga menjustifikasi sistem pemerintahan yang berlaku saat itu, monarki absolut. Yang

struktur politik didasarkan persamaan penuh dan kebebasan dibatasi hanya untuk menghormati

satu sama lain dalam kehidupan bersama yang damai. Negara memang memiliki kekuasaan yang

besar tetapi dibatasi oleh hak alamiah yang dimiliki manusia sejak lahir seperti hak asai manusia.

Oleh karena itu rakyat tidak menyerahkan seluruh kedaulatannya kepada negara seperti yang

6

dikemukakan oleh hobes. Karena jika rakyat tidak bebas maka hak asasi manusia terjadi secara

alamiah bukan diserahkan kepada negara.

Selain itu, ia dipandang sebagai tokoh atas lahirnya HAM, pemerintahan, kebebsan individu,

pemerintahan konstitusional dan lembaga eksekutif tunduk pad DPR, dan lain-lain. Montesquiue

mengungkapkan bahwa despotisme merupakan bentuk pemerintahan yang buruk, bentuk

pemerintahan yang baik adanya sistem kebebasan dimana warga negara memiliki hak untuk

melakukan apa saja selama tidak melanggar hukum. Ia juga menambahkan lembaga yudikatif

yang bertugas mengawasi kekuasaan. Gagasan ini yang melahirkan konstitusi di Amerika

sebagai bentuk pengembangan konstitusi modern pasca revolusi perancis. Rosseau lebih

menekankan pentingnya gagasan demokrasi langsung sebagai bentuk ideal. Ia mengkritik

gagasan tentang perwakilan bahwa negara harus terlibat langsung dalam pembuatan UU jika

tidak, maka tidak ada kebebasan . Kebebasan membutuhkan partisipasi dalam bentuk demokrasi

langsung.

Jik rakyat tidak bebas maka kemanusiaan mereka diingkari dan diperlakukan setengah

manusia sebagai budak atau binatang. Rakyat harus hidup dengan undang-undang yang tidak

dibuat sendiri. Maka mereka tidak akan bebas dan mereka tidak akan menjadi budak tetapi orang

lain yang membuat undang-undang tetapi mereka yang tunduk masih diingkari kebebasannya,

diingkari hak alamiah sebagai manusia. Oleh karena itu, rakyat dapat hidup didalam sebuah

masyarakat namun tetap bebas apabila rakyat diberi kesempatan untuk membuat undang-undang

sendiri. Bukan orang lain atas nama mereka. Namun sumbangan rousseau tergolong kontroversi

karena menginginkan negara kota dengan kehendak umum dimasa modern dan sulit terealisasi.

5. Revolusi Amerika

Pada tahun 1776 menjadi tonggak bersejarah bagi institusionalisasi gagasan demokrasi.

Konstitusi ini disusun tidak hanya menggambarkan internalisasi nilai demokrasi saja tetapi

melambangkan milestone dalam tatanan negara modern. Yang tidak hanya diakui ideologi saja

tetapi sebagai jalan hidup bangsa amerika. Hal ini dibuat oleh Thomas Jefferson (1743-1826)

yang terpengaruh oleh ide-ide John Locke. Menurutnya sifat manusia memiliki kepercayaan

yang kuat pada kesusilaan dan kebijaksaanan orang awam, yang percaya sebagai penjaga terbaik

bagi kebebasan mereka sendiri. Tertuang dalam the declaration of independence 1776. Dalam

deklarasi tersebut, Jefferson yakin bahwa seluruh manusia dianugerahi tuhan untuk hak hidup ,

merdeka dan mencari kebahagiaan.

7

Thomas Jefferson juga menegaskan bahwa seluruh pemerintah bersandarkan pada

persetujuan dari yang diperintah. Bahwa pemerintah yag sah tidak akan digantikan hanya lontara

sementara tetapi penyalahgunaan kekuasaan yang menunjukkan maksud untuk melecehkan

kemanusiaan dibawah despotisme absolut adalah hak mereka, kewajiban, dan melengserkan

pemerintahan dan memberikan kesempatan kepada pemimpin yang baru untuk menyelamatkan

masa depan.

Sifat republican dari konstitusi amerika memilki semua unsur masyarakat diwakili tetap

konstitusi itu sendiri sama sekali tidak demokratis dan demokrasi baru akan datang. Banyak hak

warga negara yang dituangkan ke dalam sepuluh amandemen bill of rights tahun 1791. Dalam

demokrasi ini sebuah konstitusi bernegara menjadikan Amerika Serikat sebagai negara modern

yang mengusung nilai-nilai demokrasi sebagai tujuan hidup rakyatnya sehingga banyak negara

yang mengikuti langkah bagi penerapan sebuah demokrasi modern. Adapun 11 nilai demokrasi

yang diterapkan di demokrasi Amerika Serikat antara lain: prinsip pemerintahan berdasarkan

konstitusi; pemilu yang demokratis, federalisme pemeritahan negara bagian dan lokal;

pembuatan UU, sistem peradilan yang independen, kekuasaan lembaga kepresidenan; peran

media yang bebas, para kelompok kepentingan, hak masyarakat untuk tahu, melindungi hak-hak

minoritas, kontrol sipil atas militer.

6. Perkembangan Demokrasi di Masa Modern

Perkembangan demokrasi di masa modern ketika ditetapkan Declaration of Human rights

pada desember 1948. Deklarasi ini merupakan ekspresi perlawanan manusia yang paling

mengesankan terhadap tirani dan penindasan individu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah

mayoritas penduduk dunia yang diwakili oleh 48 negara di PBB yang menyetujui hak-hak

dimana seluruh manusia berhak atas standar yang tinggi yang menjadi acuan bagi semua negara.

Bahwa setiap orang berhak atas terhadap selurug hak, kebebasan, bahasa, agama, jenis kelamin,

kekayaan sosial bangsa, dan lain-lain. Nilai itulah yang akhirnya menjadi kesadaran bersama

untuk dikembangkan dalam kehidpuan masing-masing negara yang memperkaya perkembangan

gagasan demokrasi dari masa ke masa. Perkembangan demokrasi sungguh luar biasa dari

runtuhnya komunisme dan perang dingin yang berlangsung puluhan tahun, Dari penguasa-

penguasa baru sebagai sistem pemilihan umum sebagai pengusung demokrasi bagi negara.

Demokrasi tumbuh dari tahun 1902 hingga tahun 1997 bahkan lebih dari 75% negara didunia

8

menganut menganut demokrasi seiring dengan negara yang semula menganut komunisme

sampai menganut demokrasi sebagaimana yang terjadi di wilayah eropa timur dan asia tengah.

9

BAB II

MENJELASKAN DEMOKRASI

Pada umumnya pendefinisan demokrasi diletakkan pada dasar sebuah pemerintahan dari

rakyat bukannya dari para aristokrat, kaum monarki, birokrat, maupun para ahli atau pemimpin

agama, oleh rakyat dan untuk rakyat. Berikut akan diberikan beberapa definisi yang mencoba

beberapa variabel kunci ditengok secara komparatif. Variabel-variabel tersebut antara lain: 1)

bentuk pemerintahan yang berbahaya; 2) kompetisi yang sesungguhnya dalam mengejar

kekuasaan; 3) mengijinkan partisipasi massa yang bersifat setara; 4) memberikan kebebasan sipil

dan kebebasan lainnya yang membatasi kekuasaan negara atas masyarakat. Beberapa pengertian

demokrasi menurut para ahli:

1) H.L Mencken : demokrasi adalah sebuah teori yang mana rakyat tahu apa yang mereka

butuhkan dan pantas dapatkan sangatlah berat

2) G.B shaw: demokrasi adalah pemilu pengganti oleh pihak yang tidak kompeten dimana

banyak kesepakatan yang diselewengkan.

3) Tatu Vanhannen : demokrasi adalah sistem politik dimana kelompok-kelompok yang

berbeda secara legal merupakan entitas yang berhak berkompetisi untuk mengejar

kekuasaan dan dimana pemegang kekuasaan institusional dipilih oleh rakyat dan

bertanggung jawab kepada rakyat

4) Adam Przeworski: demokrasi adalah sistem yang memungkinkan partai politik kalah dalam

pemilu. Adanya kompetisi yang dikelola oleh aturan-aturan.

Definisi-defini diatas terkesan sederhana, tetapi sebenarnya sejarah gagasan demokrasi

sangatlah kompleks dan memiliki sejumlah pertanyan untuk dapat menilai apakah sebuah sistem

politik suatu negara itu demokratis ataukah bukan, Selain pendefinisian demokrasi dapat kita

temukan teorisasi demokrasi melalui dua pendekatan jika mengkaji konsep demokrasi yaitu

pendekatan klasik normatif dan pendekatan empirik minimalis. Untuk lebih jelasnya berikut

penjelasan mengenai demokrasi substantif (pendekatan normatif-minimalis) dan demokrasi

prosedural (pendekatan empiris-minimalis):

A. Demokrasi substantif (pendekatan normatif-minimalis)

Pendekatan ini memaknai dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan

memasukkan dimensi-dimensi nonpolitik (sosial, ekonomi dan budaya. Kebebasan sebagai

10

esensi dalam demokrasi, tidak hanya sebagai kebebasan politik tetapi juga kebebasan sosial

ekonomi. Pendekatan ini sangat memperhatikan elemen konstitusi dan gagasan rule of law untuk

mengatur prosedur kelembagaan, hak dan kewajiban rakyat serta membatasi penggunaan

kekuasaan penguasa sehingga mereka tetap berkuasa atas dasar kehendak rakyat. Secara

normatif, konstituasionalisme adalah sebuah gagasan kontraktual antara negara dan masyarakat /

antara penguasa dan rakyat untuk membangun demokrasi yang diwujudkan lewat hukum dasar

secara tekstual yang memuat tentang pembatasan kekuasaan menurut doktrin trias politica yang

bertujuan kekuasaan harus dibatasi dengan hukum dasar dan pengauasa harus tunduk pada

prinsip-prisip kedaulatan rakyat; mencakup pemberian jaminan hak-hak sipil dan politik

warganegara dengan diberi jaminan kebebasan untuk berbicara, berkumpul, berserikat, dan

sebagainya dan harus bebas dari rasa takut kemiskinan penindasan dan lain-lain.

Pendekatan ini lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran klasik yang memaknai

dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan memasukkan dimensi-dimensi sosial,

ekonomi, budaya yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik mapun lembaga-

lembaga pemerintahan. Namun pendekatan klasik-normatif dianggap gagal saat banyak negara

mampu menumbuhkan demokrasi tanpa harus ditopang oleh dimensi sosial, ekonomidan budaya

yang kondusif sekalipun sejak akhir dekade 1970-an. Pendekatan tersebut dianggap hanya

membicarakan masalah ide-ide, wacana dan model-model demokrasi.

B. Demokrasi prosedural (pendekatan empiris-minimalis)

Pendekatan empirik disandarkan pada gagasan Joseph Schumpeter yaitu demokrasi sebagai

metode politik. Demokrasi merupakan pengatur kelembagaan untuk mencapai keputusan-

keputusan politik di dalam mana individu-individu, melalui perjuangan memperebutkan suara

rakyat pemilih, memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif

dalam rangka memperoleh suara rakyat. Kehendak rakyat bukanlah penggerak demokrasi

melainkan merupakan hasil proses politik,. Baginya demokrasi adalah suatu sistem untuk

memproses konflik di mana partai yang kalah dalam PEMILU tidak berusaha merusak rezim

demi mencapai tujuannya, tetapi bersedia menerima kenyataan dan menunggu putaran

pertarungan dalam PEMILU berikut. Dunia modern yang kompleks hanya bisa diperintah

dengan sukses apabila negara yang berdaulat dipisahkan secara tegas dengan rakyat yang

berdaulat dan peran yang terakhir itu dibatasi seminimal mungkin. Gagasan hukum dan

kebajikan yang didasarkan pada kehendak semua sangatlah utopis dan tidak mungkin terjadi.

11

Sehingga lebih mengedepankan frasa kehendak mayoritas. Definisi Schumpeterian yang bersifat

empirik, deskriptif, institusional dan prosedural mendominasi dan menjadi rujukan studi

demokratisasi kontemporer.

Menurut Larry diamond menyepakati definisi minimalis yang diberikan Schumpeter dan

menyebutnya demokrasi elektoral yang mengakui tingkat kebebasan tertentu agar kompetisi dan

partisipasi lebih bermakna yang mengedepankan pemilu. Belakangan demokrasi elektoral telah

diperluas dengan melekatkan variabel kebebasan sipil untuk mengukur demokrasi, sehingga

rezim-rezim masih memiliki kekuatan militer, termasuk birokrasi atau oligarki tidak lagi

dikategorikan demokrasi electoral.

Adapun kriterianya adalah moedel penentuan pemimpin dan mekanisme pembuatan

keputusan. Mekanisme pembuatan keputusan dibagi menjadi dua model yaitu model perwakilan

dan langsung. Model perwakilan artinya keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan tidak

dilakukan secara langsung melainkan diwakili oleh lembaga perwakilan disebut wakil rakyat.

Model demokrasi langsung artinya keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan tidak melalui

wakil rakyat, melainkan ikut langsung memuat keputusan secara bersama-sama. Mekanisme

penentuan pemimpin dibagi menhadi dua model yaitu musyawarah dan pemilihan secara

langsung. Sedangkan model demokrasi ada 4 yaitu demokrasi perwalian ditandai mekanisme

pemilihan melalui musyawarah dan pembuatan keputusan melalui sistem perwakilan; demokrasi

perwalkilan ditandai dengan penentuan pemimpin melalui pemilihan secara langsung dan

pembuatan keputusan melalui pemilihan secara langsung dan pembuatan keputusan melalui

perwakilan; demokrasi permusyawaratan ditandai dengan penentuan pemimpin dengan

musyawarah dan pembuatan keputusan secara langsung; demokrasi langsung berarti penentuan

pemimpin dilakukan melalui pemilihan secara langsung dan pembuatan keputusan secara

partisipatif yang melibatkan warga masyarakat.

Pendekatan empiris minimalis inilah yang banyak digunakan untuk menganalisa fenomena

demokrastisasi kontemporer karena pendekatan klasik normative yang maksimalis dianggap

terlalui utopis dikarenakan banyak negara yang menurut ukuran pendekatan normatif semestinya

tidak bisa mengembangkan demokrasi mengingat kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang tidak

kondusif yang banyak menganut demokrasi seperti Asia dan Amerika Latin. .

12

C. Dari demokrasi elektoral ke demokrasi liberal

Demokrasi elektoral adalah sebuah sistem konstitusional yang mnyelenggarakan PEMILU

multipartai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilih anggota

legislatif dan kepala eksekutif. Sedangkan demokrasi liberal sebagai konsep dianggap sebagai

konsep yang lebih daripada demokrasi elektoral maka membutuhkan: 1) penolakan kehadiran

kekuasaan militer maupun actor-aktor lain yang secara langsung maupun tidak langsung tidak

memilki akuntabilitas pada pemilu; 2) akuntabilitas secara vertikal para penguasa kepada rakyat,

demokrasi liberal menghendaki akuntabilitas secara horizontal diantara pemegang jabatan yang

membatasi kekuasaan eksekutif dan melindungi kostitusionalisme, legalitas dan proses

pertimbangan; 3) demokrasi liberal mecakup ketentuan yang luas bagi pluralisme sipil dan

politik serta kekebasan individu dan kelompok, sehingga kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai

yang saling bertentangan dapat diekspresikan dan bersaing lewat proses artikulasi dan

representasi yang berkelanjutan, tidak terbatas pada pemilu-pemilu yang diselenggarakan sevara

berkala.

Kebebasan pluralisme hanya dapat dijamin melalui rule of law yang menjalankan

peraturan-peraturan hukum secara layak, konsistten dan mudah diprediksikan. Dibawah rule of

law semua warga memiliki kesetaraan politik, sementara negara dan agen-agennya tunduk pada

hukum. Negara demokrasi liberal merupakan negara demokrasi konstitusional, rendahnya

semangat konstitusional yang berkenaan dengan pemahaman tentang pentingnya stabilitas

konstitusional merupakan salah satu kelemahan negara-negara demokratis gelombang ketiga

yang tidak liberal didunia pasca komunis dan di dunia ketiga. Sebuah negara yang berlandaskan

konstitusi adalah negara yang berkeadilan dan negara hukum. Tindakan negara seperti ini mudah

diprediksikan dan selaras dengan UU. Sementara pengadilan menegakkan batasan-batasan pada

pemerintah yang terpilih ketika melanggar UU. Sebuah negara yang berlandaskan pada

konstitusi mensayratkan sistem hukum dan peradilan dilmelengkapi negara yang bersangkutan

dengan kapasitas-kapasitas tertentu

D. Mengukur demokrasi

Mengukur kadar demokrasi bukanlah persoalan dikhotomis yakni persoalan negara itu

demokrasi atau bukan. Menurut prosedural oleh dahl dengan menenpatkan demokrasi sebagai

variabel kontinum yang dipilah menjadi tiga yakni 1) sispol dikatakan demokrasi apabila

13

memenuhi kriteria kompetisi, partisipasi dan kebebasan; 2) semi demokrasi atau demokrasi

terbatas yang dicirikan oleh tingkatan kompetisi antar partai sangat terbatas dibatasi dan

kebebasan sipil dan politik sangat terbatas dimana orientasi dan kepentingan politik tidak bisa

mengorganisir dan mengekspresikan kebebasan itu; 3) nondemokrasi yaitu saat rezim yang tidak

memberi kesempatan kompetisi, partisipasi dan kebebasan politik.

Setiap tahun freedom house menggunakan sebagian unsur-unsur demokrasi liberal untuk

mengukur demokrasi negara-negara di dunia. Variabel kebebasan sipil dan pertimbangan akan

hak-hak politik digunakan untuk mengukur derajat kebebasan sebagai eleman dasar demokarasi.

FH juga mengeluarkn laporan peringkat kualitas demokrasi negara didunia dalam rentang waktu

100 tahun. Laporan tersebut diberi judul democracy’s century, A survey of global political

change in the 20th

century pada tahun 2000 yang melihat sejauh mana sistem politik yang

digunakan mengelola sebuah pemerintahan negara dari tahun 1990 sampai tahun 2000.

FH mencatat perkembangan negara penganut demokrasi meningkat tajam yang semula

hampir nol jumlahnya pada tahun 1990 melonjak 22 hingga mencapai 119 negara. Jumlah

negara yang menganut monarki semakin meningkat dari 5 negara penganut totaliratian

(afganistan, kuba, laos, Vietnam, dan korea utara.

14

BAB III

TIPE-TIPE DEMOKRASI

1. Demokrasi Langsung

Demokrasi langsung adalah bentuk pemerintahan dimana hak untuk melakukan

pengambilan keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh badan warga negara. Dalam

demokrasi ini warga masyarakat dapat merumuskan kepentingan bersama dan menemukan

alternatif pemecahan masalah serta melaksanakannya dengan semangat kebersamaan.

Masyarakat sipil merupakan satu-satunya wadah pembuat keputusan politik yang memadai untuk

semua masalahh politik. Kehendak rakyat dapat diwujudkan dalam keputusan politik tanpa

perantasra dan tanpa manipulasi. Dengan kata lain, demokrasi langsung akan mengalihkan

sebanyak mungkin kepada rakyat yang berdaulat misalnya melalui keputusan rakyat, jajak

pendapat plebisit, dan lai-lain

Tipe ini dapat berhasil menyelesaikan permasalahan dalam lingkungan komunitas kecil,

tetapi cakupan pengambilan keputiusan politik melampaui batas regional, nasional, global maka

praktek demokras langsung tersebut hanya merupakan bagian dari keseluruhan proses pembuatan

keputusan yang demokratis. Demokrasi ini hanya dapat berwujud bila ada lembaga-lembaga

perwakilan yang berada dalam pengawasa. Saat ini negara yang memilki luas demokrasi

langsung berfungsi untuk memberikan dorongan koreksi dan pengimbangan kekuasaan tetapi

bukan pengganti demokrasi perwakilan.

2. Demokrasi Parlementer

Dalam demokrasi parlementer kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh

wakil-wakil rakyat sesuai dengan hasil pemilihan umum sehingga parlemenlah merupakan satu-

satunya lembaga perwakilan tertinggi untuk pengambilan keputusan. Lembaga eksekutif

biasanya dipimpin oleh seorang perdana menteri sangat tergantung kepercayaan yang diberikan

oleh parlemen. Kepala negara biasanya memiliki kekuasaan yang sangat terbatas atau bisa

dikatakan memiliki kekuasaan eksekutif melainkan hanya berperan sebagai fungsi keterwakilan

yakni menjalankan tugas-tugas mewakili negara dan penengah dalam situasi konflik. Contoh:

Inggris

15

3. Demokrasi Presidensial

Dalam demokrasi presidensial kepala pemerinthan dipimpin oleh seorang presiden yang

memilki kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik yang kuat.

Kekuasaan politik presiden seringkali dijajarkan maupun lebih kuat dari parlemen. Pengambilan

keputusan politik dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang sesuai dengan hasil pemilu, kepala

negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan pusat kekuasaan mandiri dan

berpengaruh baik dalam pembentukan pemerintahan maupun dalam penysusunan UU. Contoh :

Indonesia dan Amerika

4. Demokrasi Campuran

Pada kenyataannya tipe demokrasi yang dijalankan oleh berbagai negara didunia

merupakan tipe campuran dari beberapa tipe-tipe diatas. Sebagai contoh tipe demokrasi

parlementer di Inggris dan tipe demokrasi presidensial di anut Amerika Serikat. Namun banyak

negara yang mengkombinasikan tipe-tipe daam sistem pemerintahannya misalnya negara swiss,

perancis, dan portugis yang menerapkan tipe semi presidensial. Untuk suatu permasalahan

tertentu yang melibatkan rakyat secara langsung, plebisit, referendum acapkali digunakan

sebagai solusi pemecahan masalah. Artinya dalam tingkat lokal dan relatif kecil skalanya

demokrasi langsung diimplementasikan dalam suatu negara yang tergolong dalam tipe demokrasi

representatif sekalipun.

Menurut Mattew Sughar dan John Carey mennjabarkan tipologi d lebih detail demokrasi

campuran dalam tabel dibawah ini:

Tipe-tipe Penjabaran karakteristik Contoh negara

1. Presidensial murni - Pilihan presiden secara langsung

- Eksekutif monistik dengan presiden

Amerika

Serikat

2. Presidensial – parlementer - Pilihan presiden secara langsung

- Eksekutif dualistik dengan perdana menteri

yang tergantung pada presiden

Rusia

3. Perdana menteri –

presidensial

- Pilihan presiden secara langsung

- Eksekutif dualistik dengan perdana menteri

yang tidak tergantung pada presiden

Polandia

4. Parlementer dgn pilihan

presiden secara langsung

- Pilihan presiden secara langsung

- Eksekutif monistik dengan perdana menteri

Austria

16

5. Parlementerisme murni -Tidak ada pilihan presiden secara langsung

-Eksekutif monistik dengan perdana menteri

Jerman inggris

f. Demokrasi elektronik

Dengan kemajuan teknologi dan informasi perkembangan demokrasi juga mengalami

perkembangan lahirnya tipe yang mutakhir yakni elektonik demokrasi disebut juga E-demokrasi.

E-demokrasi berlangsung di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Swedia, Inggris,

Australia dan sebagainya. Konsep E-demokrasi menurut Martin Hagen diartikan sebagai sistem

politik demokratik yang mana computer dan jaringan digunakan untuk meningkatkan funsi-

fungsi krusiaop dari proses demokrasi. Menurut Steven Clift mengartikan e-demokrasi adalah

penggunaan teknologi IT dan strategi melalui sector demokratik dalam proses politik pada

tingkat komunitas lokal, negara, wilayah regional, bangsa-bangsa dan pada tingkat global.

Adapun yang dimaksud sektor demokratik adalah aktor-aktor demokratik yang mencakup yaitu

1) pemerintahan; 2) pejabat terpilih; 3) media sebagian besar mereka yang memiliki situs atau

portal internet; 4) partai politik dan kelompok kepentingan; 5) organisasi masyarakat sipil; 6)

organisasi internasional 7) warga pemilik hak suara.

Disini pemerintah memberikan perluasan akses untuk informasi dan interaksi secara

elektronik dengan warga, kelompok politik yang berjalan secara online dalam bentuk kampanye

advokasi maupunkampanye partai politik sementara itu media dan situs-situs internetnya

memainkan peran krusial dalam memberikan informasi berita serta pelayanan novigasi dalam

internet. Lingkaran “private sector” merupakan representasi secara komersial atas konektifitas,

piranti lunak dan teknologi. Keselurahan inilah yang menjalankan apa yang disebut e-demokrasi.

Untuk lebih jelas terapan e-demokrasi ada 4 analisa konseptual yang melandasinya yakni: 1)

teknologi sebagai obyek; 2) bentuk demokrasi yang disukai; 3) dimensi partisipasi politik yang

dipercaya sangat vitasl bagi demokrasi dan 4) agenda politik dikejar. Dengan demikian e-

demokrasi secara implementatif dapat dibagi ke dalam 3 tipe yakni teledemocracy,

cyberdemocracy dan electronic democratization. Berikut penjelasannya:

1. Teledemocracy merupakan konsep tertua dari e-demokrasi yang berkembang sejak tahun

1970-an. Teledemocracy berupaya meningkatkan bentuk demokrasi langsung melalui

penggunaan teknologi komunikasi yang baru ke dalam sistem politik di Amerika.

Tujuannya bagi demokrasi langsung pada pelaksanaan e-voting dan aktifitas politik dalam

17

dimensi partisipasi politik. Dan wahana perolehan informasi politik yang penting bagi para

pemilih.

2. Cyberdemocracy merupakan respon langsung terjadi evaluasi jaringan komputer .

3. Electronic democratization diartikan sebagai peningkatan demokrasi melalui penggunaan

teknologi komunikasi yang baru dengan cara meningkatkan kekuasaan politik yang pada

titik tertentu seringkali diminimalisir atau membawa rakyat lebih berkuasa.

18

BAB IV

DEMOKRATISASI

Menurut Samuel P.Huntington menetapkan beberapa syarat agar demokratisasi pada

tingkatan yang paling sederhana yakni harus terdapat: 1) berakhirnya sebuah rezim otoriter; 2)

dibangunnya sebuah rezim demokratis; 3) pengkosolidasian rezim demokratis. Masing-masing

dari tida perkembangan ini dapat diakibatkan oleh sebab-sebab yang berbeda dan bertentangan.

Dengan demikian, demokratisasi mengacu pada proses-proses dimana aturan-aturan dan

prosedur-prosedur kewarganegaraan diterapkan pada lembaga-lembaga politik yang dijalankan

dengan prinsip-prinsip lain atau diperluas sehingga mencakup yang sebelumnya tidak ikut

menikmati hak dan kewajiban atau diperluas sehingga meliputi isu-isu dan lembaga-lembaga

yang semula tidak menjadi wilayah partisipasi masyarakat (misalnya lembaga pendidikan,

asosiasi kepentingan, badan-badan pemerintahan).

Sebagai sebuah proses, demokratisasi dapat melambangkan derajat kualitas demokrasi

yang dianut oleh suatu negara. Perkembangannya diistilahkan Huntington sebagai Gelombang

demokratisasi. Gelombang demokratisasi merupakan sekelompok transisi dari rezim-rezim non

demokratis ke rezim-rezim demokratis yang terjadi di dalam kurun waktu tertentu dan jumlahnya

secara signifikan lebih banyak daripada transisi. Berikut tahapan-tahapan demokratisasi yang

terjadi di sepanjang masa di seluruh dunia:

1. Gelombang demokratisasi pertama (1828-1926)

Menurut Huntington mengakui sulit untuk menentukan titik awal lahirnya lembaga-

lembaga demokrasi pada gelombang pertama ini, karena kemunculan lembaga-lembaga

demokrasi menjadi fenomerna yang marak terjadi. Dengan menguunakan standar yang diberikan

Jonathan Sunshine yakni negara dapat dianggao mulai menyelenggarakan proses demokratis

apabila memenuhi syarat: 1) 50% laki-laki dewasa berhak memberikan suara, 2) seorang pejabat

yang bertanggung jawab harus mempertahankan dukungan mayoritas dalam parlemen atau

dipilih dalam pemilu. Dalam dasawarwa berikutnya standar minimal tersebut dikembangkan

dengan memperluas hak memberikan suara, mengurangi jumlah pemberian suara ganda,

memeprkenalkan sistem pemberian suara secara rahasia dan menentapkan tanggungjawab

perdana menteri dan cabinet kepada parlemen.

19

2. Gelombang Demokratisasi Balik Pertama (1922-1942)

Perkembangan politik yang dominan dalam 10tahun (1920-1930) adalah pergeseran

menjauho demokrasi dan gerakan kembali ke bentuk-bentuk de tradisional pemenrinyahn otoriter

atau totaliter, bentuk baru yang berlandaskan ada masa yang lebih luas. Negara –negara kategori

C hingga F ketika baru mengalami proses menuju demokratis, tiba-tiba harus berbalik menuju

totaliterisme seperti yang dialami oleh Italia dengan naiknya Mussolini ke tampuk pimpinan

dengan semangat faisismenya.

3. Gelombang Demokratisasi Kedua (1943-962)

Fase ini tergolong pendek. Pasca perang dunia II negara-negara kalah perang praktis

mengikuti alur dinamika politik internasional Italia dan jepang mengikuti jejak sekutu untuk

menjalankan proses demokrasi sebagai konsekuensi kalah perang. Jerman dibagi dua wilayah

pengaruh ideologinya yang jerman barat menganut demokrasi sedangkan jerman timur menganut

komunisme.

4. Gelombang Demokratisasi balik kedua (1958-1975)

Gelombang demokratisasi balik kedua disebut juga fase berdarah, Adanya keterlibatan

militer dalam kekuasaan ini menandakan menjauhnya bandul demokrasi dan berganti pada

otoriterisme. Kurang lebh 22 negara beranjak dari demokrasi menuju era otoriterisme. Fenomena

ini tidak hanya berlangsung di kawasan amaerika latin tetapi juaga kawasan asia dan afrika. Hal

yang paling mencolok adalah kekuatan elit-elit militer dan sipil bersama –sama mengelol

kekuasaan secara sinergis otoritarian disebut juga otoriterisme-birokratik.

5. Gelombang demokratisasi ketiga (1974-1990)

Negara portugal, spanyol dan yunani yang memicu lahirnya fase ini. Pada fase ini

demokrasi tidak bisa hidup di negara-negara berkembang, negara-negara yang secara ekonomi

sosial dan budaya belum layak disebut demokrasi. Sebagaimana dialami oleh negara-negara

maju. Seketika keruntuhan rezim otoriterisme juga merambah kawasan-kawasan lain.

Huntington menyebutnya sebagai fenomena yang “ber-efek bola salju”, karena begitu luar biasa

rambahan serta resonansi gelombang ini. Sebagai contoh Amerika latin tidak luput dari efek ini

yakni dengan ambruknya pemerintahan militer yang terjadi di ekuador, peru, bolovia, brasil dan

argentina digantikan oleh pemerintahan sipil yang demokratis. Demokian juga wilayah Asia,

kekuatan rakyat Filipina yang disebut people power digulingkan rezim marcos menyusul

20

terbunuhnya tokoh opossis yang populis, benigno Aquino. Korea selatan yang memiliki

pemerintaha otoriter cun do hwan berganti dan dikuasai oleh pihak oposisi.

6. Gelombang demokratisasi balik ketiga

Negara Sudan, Surinasme dan Nigeria yang mengalami perubahan politik disebut

gelombang balik. Demikian juga dengan Pakistan dengan naiknya jenderal pervez musharraf ke

tampuk kekuasaan yang mengakhiri era demokrasi dinegar a tersebut serta Junta militer Burma

yag menghentikan laju kemenangan Aung San Suu Kyi dikala merayakan pemilu multipartai

yang demokratis tahun 1992.

Larry diamond mempertanyakan pada fase gelombang ini berlalu. Namun sejumlah bukti

bahwasanya gelombang ketiga sesungguhnya cukup rentang keberhasilannya. Pada gelombang

inilah meningkatkan jumlah negara demokrasi hingga dua kali lipat jumlahnya. Tetapi

peningkatam tersebut mulai menurun ketika mencapai tahun 1990-1997. Padahal jumlah

keseluruhan negara didunia telah mencapai angka 119, sementara persentase keanikan rata-rata

negara demokrasi mulai menurun tahun 1996-1997.

Selain gelombang demokratisasi, terdapat juga pendekatan-pendekatan demokratisasi.

Menurut David Potter dkk memberikan 3 pendekatan yang secara umum digunakan para sarjana

ketika menjelaskan demokratisasi dari awal kemunculannya yang menyertai terjadinya

demokratisasi melalui pendekatan-pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain

1. Pendekatan modernisasi yang menekankan pada sejumlah prakondidsi sosial dan ejkonomi

yang dibutuhkan bagi suksesny proses demokratisasi

2. Pendekatan structural menekankan perubahan struktur kekuasaan yang menguntugkan bagi

terhjadinya prioses demokrasisai

3. Pendekatan transisi yang menekankan proses politik dan inisiatif elit serta pilihan elit yang

memperhitungkan terjadinya perubahan dari pemerintahan otoriter ke pemerintahan

demokratis

4. Pendekatan elit dan kelompok dominan dalam kaitannya dengan transisi demokratis, para elit

disamping ada yang diluar kekuasaan. Mereka adalah para pemimpin organisasi buruh bawah

tanah, pemimpin partai politik, pemimpin-pemimpin etnik, pemimpin agama maupun

pemimpin gerakan mahasiswa yang memiliki kemampuan menggerakkan transisi demokratik

menentang rezim otoriter.

21

Tahap-tahap Demokratisasi

Pada proses demokratisasi terdaat tahapan yang rumit tetapi saling berkaitan, dari

liberalsasi, transisi, instalasi dan konsolidasi. Untuk lebih jelasnya dijelaskan akan dijelaskan

dibawah ini:

1. Liberalisasi

Liberalisasi membutuhkan sebuah kebijakan yang heterogen dengan perubahan sosial, seperti

pengendoran kontrol terhadap pers, pelonggaran ruang bagi organoisasi aktifitas-aktfitas kelas

pekerja yang lebih otonom, memperkenalkan jaminan-jaminan perlindungan hukum bagi

individu-individu semacam habeas corpus, pembebasan tahanan-tahanan politik, terbukanya

peluang bagi kepulangan para pelarian dari luar negeri dan adanya toleransi terhadap oposisi.

2. Transisi

Transisi merupakan titik awal antara rezim otoriter dengan rezim demokratis yang dimulai

dari ambruknya rezim otoriter lama yang kemudian diikuti atau berakhir dengan pengesahan

lembaga-lembaga politik dan aturn politik baru di bawah payung demokrasi.

3. Konsolidasi

Konsolidasi dalam bentuk pemantapan rezim otoriter baru maupun konsolidasi dalam bentuk

intalasi demokrasi dimana rezim demokratis yang baru dilembagakan dan dikonsolidasikan.

Proses konsolidasi lebih panjang dan kompleks. Konsolidasi merupakan sebuh proses yang

mengurangi kemngkinan pembalikan demokratisasi Dalam konsolidasi demokrasi mencakup

stabilisasi, rutinisasi, institusionalisasi dan atau legitimasi terhadap bentuk-bentuk perilaku

yang relevan secara politik. Sepeti yang dunyatakan oleh Schmitter bahwa konsolidasi adalah

hubungan sosial yang membentuk struktur-struktur sosial semacam bentuk-bentuk interakso

yang membentuk struktur-struktur sosial semacam bnentuk-bentuk nteraksi yang dapat

menjadi rutin dalam setiap kejadiannya kemampuan memotivasi perilaju yang mereka jadikan

otonomi dalam funfsi internalnya dan daya tahannya terhadap penyebab perubahan secara

eksternal.

22

BAB V

ISU-ISU KRITIS

Kerapkali demokrasi disudutkan pada posisi yang kurang menguntungkan,kalau tidak

hendak mengatakan bahwa demokrasi dianggap sebagai pihak bersalah dalam suatu masalah

yang dihadapi oleh negara. Namun juga tak sedikit yang menguntugkan harapan ke pundak

demokrasi untuk temuan solusinya. Demokrasi dan pembangunan acapkali dipertentangkan

ketika elit hendak memilih pilihan-pilihan strategis untuk membangun bangsanya di tengah

atmosfer demokrasi. Terutama sekali bagi negara-negara sedang mengalami transisi menuju

demokrasi, pilihannya menjadi sangatlah krusial. Benar saja apa yang terjadi pada negara-negara

maju ketika dengan sukses memadukan demokrasi dan pembangunan menuju masyarakat yang

makmur. Tetaop tidak halnya demikian dengan negara berkembang atau negara-negara pasca

komunis. Ancaman instabilitas ekonomi dan politik menjadi sesuatu yang serius, ketika

pembangunan mengalamitantangan dan malah kegagalan. Bahkan secara sisi beberapa kalangan

menyebut bukanlah demokrasi yang memacupembangunan, melainkan otoriterisme lah yang

berjasa memakmurkan rakyat Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Cina. Namun ketika

komunisme runtuh dan disusul krisis ekonomi yang hebat melanda negara-negara tersebut, upaya

menengok demokrasi sebagai solusi, seolah menjadi langgan wajib bagi rezim berkuasa di

negara-negara tersebut.

Fenomena menarik lainnya adalah apa yang diyakini sebagai era “the end of history”

menyusul ambruknya komunisme ditandai oleh kemenangan demokrasi liberalisme yaitu

meningkatnya kekuasaan terorisme yang beranjak dari gerakan radikalisme agama. Seolah

menjadi dua hal yang kontradiktif, yakni ketika demokras menjadi tema sentral bagi kehidupan

umat manusia didunia, di sisi lain kegiatan terorisme menjadi marak berkembang tidak hanya

melanda negara-negara otoriter, negara demokrasi lemah, tetapi juga melanda negara-negara

yang telah memiliki demokrasi yang matang. Apakah lantas demokrasi menjadi pihak yang

dipersalahkan adalah suatu pertanyaan. Jelasnya adalah keduanya memiliki hubungan resiprokal

yang signifikan untuk dikaji.

Konflik-konflik yang merebak ditengah eforia jkemenangan sejarah adalah suatu hal riil

yang tidak bisa dielakkan. Optimisme presiden Bill Clinton bahwa demokrasi dapat menciptakan

perdamaian duna, seolah menjadi tidak berate ketika perang dalam skala local dan regional

23

sedemikian meluas dalam bentuk konflik SARA. Konflik tidak saja merambah kawasan rawan

konflik sebagaimana selama ini diyakini, yakni Timur Tengah tetapi telah merambah hampir ke

seluruh penjuru dunia.

Sementara itu korupsi juga menjadi tema sentral yang tak kalah menariknya. Khususnya

ketika dilekatkan pada fenomena transisi menuju demokrasi. Negara-negara yang memasuki fase

ini naik dari alumni komunis maupun alumni otoriter sama-sama menghadapi dilemma yang

rumit. Ketika sedemikian bergelora menghembuskan angin demokrasi namun seketika itu pula

didapati kenyataan adanya peningkatan korupsi yang luar biasa hebatnya. Tidak hanya melanda

rusia dan mantan orbitnya, tetapi juga korea selatan, Taiwan, Indonesia dan filipina. Belum lagi

negara-negara amerika latin. Wajarlah ketika ada nada isnis bersuara menyalahkan demokarasi

sebagai penyebab semuanya itu. Berikut tema-tema yang berkaitan dengan isu-isu kritis yaitu:

1. Demokrasi dan pembangunan

Demokasi dan pembangunan sejak negara-negara eropa barat dan amerika utara

membangun negerinya dari kehancuran perang dunia II. Demokrasi dianggap memiliki

hubungan resiprokal dengan pembangunan yang sukses yang diterapkan diwilayah tersebut

2. Demokrasi dan Radikalisme Agama

Demokrasi dan kebangkitan agama merupakan dua fenomena besar pada akhir abad 20.

Adanya sisi tidak adanya demokrasi di negara-negara muslim dapat menumbuh gerakkan

kebangkitan agama, yang melahirkan radikalisme agama dalam bentuk terorisme. Di sisi

lain adanya demokrasi yang mengijinkan adanya kebebasan berbicara, berpikir dan

mengemukakan pendapat yang dapat melahirkan gerakan kebangkitan agama yang berujung

pada radikalisme dan terorisme

3. Demokrasi dan Konflik

Demokrasi yang menimbulkan konflik yang berlatar belakang suku, agama, ras dan antar

golongan bukan hal yang mudang dipungkiri. Demokrasi diibaratkan pedang bermata dua

yaitu membawa petaka atau membawa berkah.

4. Demokrasi dan Korupsi

Sebuah pertanyaaan mengenai apakah demokrasi merupakan katalisator bagi terciptanya

korupsi. Padahal demokrasi yang menekankan peran penting partisipasi masyarakat dalam

sistem politik memberikan ruang lebih untuk meminta kuntabilitas pejabat dan serta

mewujudkan mekanisme politik yang transparan.

24

BAB VI

PROSPEK DEMOKRASI

LAYU atau BERKEMBANG

Bab ini mencoba menghindarkan diri dari tindak tumpang tinding dengan berupaya

memaparkan analisis tentang prospek demokrasi dari dua sisi yamng berjalan seiring bersama,

yakni sisi skeptik yang memandang terjalnya hambatan dan problema demokrasi akan

mengancam keberlangsungan demokrasi itu sendiri (demokras layu) dan sisi optimis yang

memandang masa depan demokrasi secara optimistik dan berdaya guna mengingat dialektika

teorisasinya terus berkembang mendukung dan melengkap kberlangsungan demokasri

(demokrasi kian berkembang). Dibawah ini kita akan melihak prospepek demokrasi akan layu

ataukah malah kian berkembang.

1. Demokrasi layu

Perbincangan demokrasi memang harus diakui kini mendominasi wacana perdebatan

publik akademis secara lebih optimistic. Hal ini didorong oleh kemenangan demokrais liberalis

atas komunisme yang ditandai oleh bubarnya unisoviet the end of history kata fukuyama. Namun

demikian bukan berarti suara minor tentang dmokrasi nyaris tak terdengar. Kelompok skeptic

juga lantang bersuara bahwa demokrasi menyandang segudang masalah yang apabila dibiarkan

akan menghancurkan negara pemakainya serta masyarakatnya.

Kelompok skeptic dari awal sudah mengingatkan bahwa demokrasi tidak akan mudah

berkembang dalam realitas politik actual. Demokrasi baru bisa disemaikan jika tersedia lahan

yang memang kondusif bagi perumbuhannya. Sebagaimana dinyatakan Macpherson bahwa

demokrasi seringkali menimbulkan kekecewaan. Demokrasi butuh lahan yang subur untuk

perkembangannya, yakni penyelenggaraan masyarakat yang bersaing individualis dan

berorientasi padr dan terselengaranya liberal. Bahkan Dorothy Pickles berani menegaskan bahwa

tidak ada demokrasi yang sempurna. Spenda demikian pendapat Tannsjo bahwa bisa terjadi

konflik diantara demokrasi di satu tempat dengan tempat lain di dalam masyarakat yang sama.

Dalam konteks ini ia memandang demokrasi secara kontekstual yaitu demokrasi untuk siapa,

demokrasi dimana dan kapan serta dlam keadaan apa.

Kesenjangan implementasi demokrasi d negara–negara afrika, amerika latin,asia dan bekas

negara komunis dengan ketentuan-ketentuan kelembagan formalnya adalah disebabkan institusi-

25

institusi politiknya terlalu lemah untuk menjamin perwakilan dari kepentingan-kepentingan yang

beragam, supremasi konstitusional, supremasi hukum dan pembatanasn kekuasaan ekskutim,.

Maka lahirlah istilah-istilah yang menggambarkan layunya demokrasi, yakni demokrasi

intensitas rendah, demokrasi keropos dan demokrasi hibrida yang kerap digunakan untuk

merepresentasikan keadaan yang secara institusional lemah dan yang baru dipulihkan Amerika

Latin

2. Demokrasi delegatif

Menurut O’donnel demokrasi delegatif memberikan tekanan secara kritis pada tiadanya

akuntabilitas horizontal antara sang presiden pem terpilih dan kedua cabang pemerintah lainnya.

Meski memilki struktur-struktur konstitusional formal dari demokrasi bahkan memenuhi standar

emprise dari demokrasi liberal mereka secara institusional kosong dan rapuh.

Para pemilih dimobilisasi oleh ikata-ikatan yang bersifat klien dan datya tarik yang populis,

personalistik bukannya pragmatis, partai-partai dan kelompok kelompok kepentingan

independen lemah terpecah pecah. Bukannya menghasilkan satu saran efektif perwakilan

berkelanjutan atas kepentingan –kepentingan popular, pemilu mendelegasikan otoritas yang

menyeluruh dan sebagian besar tdiak memilki akuntabilitas kepada siapapun yang memenangkan

pemilihan presiden. Selama masa jabatannya, sang presiden terpilih kemudian dapat memerintah

dengan dekrit bahkan keinginan mendadang, dengan mengklaim mewujudkan kehendak negara

sambil mengandalkan suatu otoritas yang lebih didasarkan pda charisma pribadi dan dukungan

gerakan popular ketimbang ada suatu partai politik.

Dalam sistem plebisiter semacam ini, diargumenkan O’donnel perubahan dapat di

implementasikan dengan cepat dan tegas persisnya karena sedemikian besar kekuasaan yang

didelegasikan pada sebuah jabatan tunggal. Akan tetapi, kebijakannya juga lebih besar

kemungkinannya bersifat tak meenentu dan tak berkesinambungan. Karena kecepatan itu sendiri

dan ketiadaan konsultasi menghasilkan satu kemungkinan yang lebih tiggi kesalah-kesalahan

besar. Karena kampanye PEMILU tidak menghasilkan komitmen proggrammatis dan kebijakan

yang jelas apapun yang selanjutnya membaratasi pra pemimpin dan kaena tak ada upaya yang

dilakukan setelah pemilihan untuk membangun suatu koalisi dukungan yang luas dan

terinformasi untuk kebijakan-kebijakan baru

26

3. Demokrasi Berkembang

Kecenderugan demokratisasi pada tingkat internasional akan berlangsung bergandengan

dengan pendalaman demokrasi pada tingkat nasional. Dalam demokrasi yang solid di negara

barat, keuntungan dari perdamaian yang diperoleh dari berakhirnya perang dingin akan

digunakan menuju penguatan negara kesejahterana dan mengentaskan ketimpangan ekonomi.

Perkembangan tersebut dikombinasikan dengan elemen-elemben yang lebih demokratis dari

partisipasi dan pengawasan warga negara dalam masyarakat local dan perusahaan , sesuai

dengan model otomniomi dmokrasi sebagaimana diuraikan oleh David Held

Setelah perang dingin usai kubu optimis meyakini bahwa perang dipandang sudah mulai

using, sedikitnya di antara negara-negara sedang dalam proses liberaslisasi , proses yang sedang

menjadi kecenderungan global. Bahwa ada pendapat yang menyatakan bahwwa nasionalme

diartikan sebagai doktrin bahwa setiap kompok budaya seharusnya punya negara sendiri. Sisa-

sia penghalang dijalan liberalisme yang berjaya itu akan dapat disingkirkan dengan bantuan

seperangkat lembaga-lembga internasional yang bersemangat, semisal pasukan perdamaian PBB

untuk menjga perdamaian. Para ahli IMF untuk menggiring berbagai negara masuk lingkaran

liberal dan melaksanakan kebijakan fiscal yang hato-hati. Sjalan dengan wawasan ini, presiden

Bill Clinton menjelaskan bahwa meningkatkan demokratisasi seyogyanya dijasikan semoyan

politi lua negeri amerikA serikat, karena sesame negara demokrasi tidak saling memerangi,

menghormati HAM manusia warga negara masing-masing.

Secara arif wibowo mencoba mengeksplorasi kelemahan dan kesalahan demokrasi dengan

cara memaklumi atau disebut memaafkan demokrasi yang baik untuk menyelematkan

demokrasi. Ada empat cara yaitu:

1. Cara persuasif disebut periode transisi menuju demokrasi. Sehingga segala kelemahan

demokrasi dapat dimaklumi karena demokrasi yang sempurna akan datang pada suatu hari

nanti

2. Masa konsolidasi demokrasi artinya selama periode ini kelompok dalam masyarakat masih

kacau balau. Sebuah jangka waktu tertentu akan terkonsolidasi secara alamai, karena

demokrasi adalah proses yang harus melewati segala negosiasi dan kompromi

3. Banyak kualitas demokrasi didunia yang dapat menolong untuk menjelaskan status

demokrasinya

27

4. Dengan memberi ajektf pada setiap kata demokrasi. Sehingga mau dikatakan tiap bangsa

memiliki demokrasinya sendiri, tidak boleh dibandingkan dengan demokrasi ditempat lain.

Salah satu hal yang paling banyak disorot oleh kubu skeptic adalah kegagalan demokrasi

dalam menggalang hubungan secara positif dan resiprokal dengan pembangunan. Lahirnya

otoriterisme dipandang secara sisnis karena meski pada level tertentu pembangunan ekonomi

mengalami kemajuan, pengelolaan negara relative berlangsung tidak demokratis, otoriter

maupun dictatorial. Konsepsi democratic development state ( negara pembangunan yang

demokratis) yakni sebuah solusi bagi negara-negara berkembang untuk memajukan

pembangunan tanpa harus mengorbankan demokrasi otoriterisme dan dictatorial

4. Democratic developmental state

Merupakan suatu negara dimana hubungan internal dan eksternal politiknya menampilkan

pemusatan kekuasaan yang memaddai yang mencakup kewenangan, otonomi, kompetensi dan

kapasitas yang terpusat pada bentuk, tujuan, dan peningkatan pencapaian tujuan pembangunan

secara eksplisit, Baik melalui pendirian dan pengembangan kondisi pertumbuhan ekonomi atau

melaui pengorganisasian secara langsung.

Ada beberapa ciri Democratic developmental state yaitu:

1. Semua developmental state dipimpin oleh elit dominan yakni adanya determinasi

pembangunan dan komitmen untuk memacu pertumbuhan ekonomi serta memajukan

kapasitasnya

2. Adanya wilayah otonom yang relative antara elit dengan institusi negara yang mereka

pimpin. Dengan adanya otonomi negara memiliki kemampuan untuk mencapai kemandirian

dari banyaknya tuntutan kepentingan-kepentingan khusus.

3. Determinasi pembangunan para elit maupun otonomi relatif negara sama-sama membantu

membentuk kekuasaan penuh, kompetensi yang tinggi dan mengisolasi birokrasi dengan

kewenangan secara langsung serta mengelola pembangunan ekonomi dan sosial secara luas.

4. Developmental state, masyarakat sipil memiliki posisi yang lemah dibawah hegemoni

negara

5. Kekuasaan, kewenangan dan otonomi negara ditingkatkan dan dikonsolidasikan pada

sejarah pembangunan modernnya sebelum invests asing masing dan menjadi pengaruh.

28

Dalam Democratic developmental state, negara tetap berposisi secara kuat tetapi tidak lagi

bersifat otoritarisme, melainkan kapasitas yang kuat menegakkan rule of law , mengejar

kepentingan social welfare yang berkelanjutan dan menggalakkan pemerintahan yang bersih.

Negara tetap memiliki kekuasaan, kewenangan, otonomi yang penting, dan mengembangkan

kualitas politik yang ditandai oleh adanya partai politik yang bebas mengorganisir dirinya sendiri

dan hidup dalam aturan main yang substansial dalam pemilu yang adil. Pemerintah bertanggung

jawab secara esensial kepada institusi perwakilan politik, lembaga peradilan yang indenden dan

didukung oleh supremasi hukum yang dihormati. Democratic developmental state merupakan

terobosan penting karena mereka menempuh langkah utama dalam mengtransformasikan

kesejahteraan secara umum ke dalam masyarakatnya dengan cara yang demokrasi.

5. Demokrasi Kosmopolitan

Globalisasi menunjukkan kekuasaan dan kedalaman hubungan-hubungan dan lembaga-

lembaga sosial yang melintas ruang dan waktu sedemikian rupa sehingga disatu pihak berbagai

kegiatan sehari-hari semakin dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dibelahan dunia lain, dan

pihak lain, praktek-praktek dan keputusan-keputusan yang dilakukan dan dibuat oleh kelompok-

kelompok dan komunitas-komunitas local dapat mempunyai gema global yang penting.

Globalisasi setidaknya mengandung dua fenomena yaitu 1) banyak klaim kegiatan politik,

ekonomi dan sosial sedang meluas dalam ruang lingkup dunia; 2) terdapat suatu intensifikasi

tingkat interaksi dan saling berhubungab didalam dan diantara negara dan masyarakat. Apa yang

baru mengenai sistem global modern yaitu perluasan hubungan-hubungan sosial dalam dan

melalui dimensi-dimensi kegiatan baru antara lainkegiatan teknologi, organisasi, administrasi

dan hukum diintensifikasi saling berhubungan seperti komunikasi modern dan teknologi

iinformasi baru. Demokrasi cosmopolitan merupakan suatu sistem pemerintahan demokratis

yang timbul dari dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang beraneka ragam dan saling

berhubungan di antara rakyat dan bangsa yang berbeda-beda.