Download - menjelajah demokrasi
1
BAB I
PERJALANAN DEMOKRASI
Perubahan politik pada akhir abad ke-20 dengan ditandai runtuhnya tembok Berlin di
Jerman yang melambangkan perang dingin antara ideologi komunisme dan liberal. Perubahan
politik ini menghancurkan negara superpower unisoviet dan Amerika. Negara satelit yang
semula menjadi pendukung kuat ideologi komynisme mulai menganut demokrasi seperti
Rumania, hungaria, polandia, Bulgaria, cekoslowakia. Dan beberapa negara uni soviet terpecah
menjadi beberapa negara baru menganut demokrasi, misalnya Rumania,ukraina, Estonia, Latvia,
Kazakhstan dan lain-lain
Perubahan ini memasuki abad baru dengan ditandai beberapa negara menganut demokrasi.
Peristiwa ini sudah dimulai sejak 30 tahun yang lalu ketika pemerintah otoriter di tiga negara
yaitu Portugal, Spanyol dan Yunani. Pada tahun 1970-an kemenangan demokrasi secara tuntas
atas komunisme pada puncak dosontegrasi Unisoviet. Berakhirnya sejarah menjadi titik final
evaluasi ideologis umat manusia dengan bentuk pemerintahan dengan kemenangan demokrasi
kapitalis atas otoriterisme-komunisme.
Perkembangan demokrasi dimasa depan diukur dengan banyaknya partai dalam proses
bernegara yang dibedakan dengan demokrasi terbatas dan non demokrasi yang mencakup satu
partai, negara yang dipimin oleh sekelompok militer, negara menganut sistem monarkhi
tradisional. Meskipun kategori ini rawan polemik setidaknya telah banyak disepakati oleh
ilmuwan dan politisi didunia. Misalnya di Indonesia telah terjadi transisi menuju demokrasi sejak
tahun 1990 pada saat presiden Suharto yang terjadi banyak konflik etnik di wilayah Kalimantan,
jawa, Sulawesi, Maluku dan papua. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi bersar-besaran yang
merata d iwilayah Indonesia.
Demokrasi sesungguhnya berlangsung sepanjang sejarah sejak bangsa Yunani Kuno sekitar
500 SM. Kata demokrasi paling popular sepanjang masa berasal dari kata demos artinya rakyat
dan kratos artinya pemerintahan. Adapula yang meyakini demokrasi muncul pada saat mesir
kuno dan Mesopotamia kuno yakni 3000 SM, tetapi ada pula yang meyakini demokrasi dimulai
200 tahun yang lalu saat Amerika Serikat melancarkan revolusi dan mengeluarkan konstitusi
2
yang terkenal demokrastis. Untuk lebih jelasnya tentang sejarah demokrasi akan dijelaskan
dibawah ini:
1. Demokrasi Mesir dan Mesopotamia Kuno
Pada masa Mesir dan Mesopotamia kuno, tulisan Yves Schemeil yang berjudul
“Democracy before Democracy” bahwasanya nilai demokrasi sudah ada pada masa ini ditandai
beberapa fenomena saat Narmer menyatukan Mesir Kuno, Sargon membawa Akadian, raja
Akhenaten menemukan monoteisme, ratu Hatshepsut mendeligitimasi hukum wanita karena
merasa dirinya seolah pria. Orang-orang mesir dan Mesopotamia telah membentuk banyak
dewan kata dan majelis jauh lebih demokratis daripada “polis” di yunani. Mereka lebih bebas
dan banyak bicara sampai dilindungi. Dikatakan demokratis karena anggotanya kaum wanita
yang tidak terjadi di Yunani Kuno (kaum wanita dianggap citizen). Mereka telah memiliki aturan
yang memungkinkan terjadinya pluralisme. Mereka juga menyadari bahwa pada masa itu juga
mereka memperkenalkan nilai demokrasi dikenal dengan istilah delegasi meskipun tidak melalui
voting majelis tetapi hal itu menggambarkan repersentasi yang sesungguhnya. Inilah warisan
nenek moyang bangsa Mesir dan Mesopotamia baru sebagai kekebasan tanpa dominasi tentang
gagasan demokrasi. Inilah demokrasi sesungguhnya terletak pada citizenship melainkan pada
memobilisasi warga yang dalam bentuk partisipasi politik yang popular sepanjang masa.
2. Demokrasi Yunani Kuno
Pada masa inilah konsep demokrasi mulai diakui dalam kajian demokrasi di fase awal.
Asal kata demokrasi yang berasal dari bahasa latin yakni demos (rakyat) dan kratos
(pemerintahan). Ini adalah bukti bahwasanya pada masa yunani kuno, istilah demokrasi
dilahirkan. Menurut Thucydides dalam karyanya “the peloponnesian war” mendiskusikan awal
mula lahirnya demokrasi pada masa yunani kuno. Dalam kajian pemerintahan dan demokrasi
yakni oligarki dan demokrasi keduanya konsepsi yang melambangkan adanya kehidupan publik
masyarakat dalam pengambilan keputusan. Oligarki yang dipimpin oleh Sparta memberikan
ruang bagi partisipasi politik hanya terbatas pada kalangan elit semata (orang kaya). Sedangkan
demokrasi yang dipimpin oleh Athena memberikan kekuasaan kepada rakyatnya untuk
memerintah diri sendiri.
Negara yunani yang terdiri dari beberapa ratus kota yang merdeka yang dikelilingi daerah
pedalaman namun berdaulat disebut juga polis (negara kota). Awalnya orang yunani hidup
secara berkelompok dan saling terpisah. Lama kelaamaan penduduk di lembah bergabung
3
membentuk sebuah komunitas poltik dan melakukan kegiatan keagamaan serta aktivitas lainnya
secara bersama-sama. Dalam perkembangannya gerakan demokrasi menurut Homblower
ternyata bukanlah atehena melainkan sparta yang mengawali gerakan demokrasi di yunani kuno.
Dibuktian dari konstitusi Sparta yang mengatur pertemuan rakyat secara teratur, dan dewan yang
mengolah usulan rakat. Ada beberapa tokoh memberikan sumbangan perkembangan pranata
demokrasi di Athena seperti solon, pisistradis, kleisthenes, ephialtes dan perikle. Namun tokoh
yang terbesar yaitu kleisthenes.
Dari tokoh tersebut, solon (tokoh peletak hukum) telah berjasa dalam empat bidang yakni:
1) membebaskan para serf dari kewajiban membayar sixth part; 2) bidang birokrasi yang semula
kebangsawanan yang memegang jabatan; 3) dewan empat ratus tidak beranggotakan orang
bangsawan lagi tetapi orang yang memiliki minat terhadap polis menjadi pusat perhatian; 4)
didirikan pengadilan rakyat sebagai tempat mengadu jika tidak memperoleh keadilan para hakim.
Pisistradis melakukan pembaharuan seperti halnya solon yakni dihubungkan demes (desa-
desa) di Attica (Athena). Attica merupakan nama wilayah yang mengitari Athena, tetapi
pemerintahan Athena terdiri dari kota Athena dan attica. Dengan membangun jalan bagi orang
dari desa dapat pergi ke Athena yang urusan politik tidak didominasi penduduk kota saja. Pada
akhir abad keenam Klethenes yang mengubah struktur dan suku yang semula ada empat suku
kini ada sepuluh yang beranggotakan Berikut tiga pranata yang dibentuk oleh kleisthenes:
a. Majelis rakyat dengan anggota 6000 orang berasal dari suku-suku. Mereka bertemu di
sebuah bukit pnyx dimulai ketika matahari terbit dan selesai tengah hari. Pengambilan
keputusan atas dasar voting jarang terjadi. Orang yang duduk di dalam blok terdiri seorang
politikus dan pendukungnya. Disinilah kemampuan berpidato sangat menentukan .
b. Dewan lima ratus merupakan perluasan dewan empat ratus. Anggotanya terdiri dari utusan
sepuluh suku dalam majelis rakyat yang mengirimkan 50 utusan. Mereka bertemu untuk
275 hari lebih banyak dari majelis rakyat. Mereka membicarakan masalah keuangan dan
diplomasi
c. Kehakiman adalah seorang hakim harus berusia minimal 30tahun. Sekitar 20 ribu orang
dapat menjadi hakim. Sebagian besar hakim adalah jenderal-jenderal yang memberi
pertanggung jawaban kepada majelis rakyat. Orang-orang bangsawan yang tinggal di
demes. Keistimewaan sebuah suku terdiri dari tiga unsur yakni kota, daerah pedalaman dan
daerah pesisir yang mewakili kepentingan golongan.
4
Setelah kleitsthenes, ephialtes dan saudaranya. Perikles melakukan pembaruan lebih jauh
yakni membentuk asparagus (dewan orangtua) yang selama ini sebagai penjaga privilese
golongan bangsawan yang berhadapan dengan majelis rakyat dan dewan lima ratus. Ia berjasa
dalam mengembangkan gagasan demokrasi yaitu mendorong warga negara mendapatkan posisi
dalam pemerintahan dan memberi bayaran sesuai pelayanan mereka berikan dan
memperkenalkan sistem anggota juri bayaran dan menetapkan undang-undang yang
memungkinkan warga miskin menjabat sebagai hakim.
Munculnya kritikan pada jaman yunani kuno ini dalam demokrasi ternyata hak dan
kewajiban warganegara kota yunani berlaku terbatas pada elit demokrasi. Dan para wanita, orang
asing, para budak maupun penduduk biasa dipandang sebagai the guardians. Mereka dilarang
melakukan transaksi jual beli kepemilikan tanah. Sehingga dibagi dalam dua kelas yakni kelas
citizen dan kelas slave (budak) . Kelas budak tidak sekedar memilki hak dalam pemerintahan dan
kehidupan politik, namun mereka diijinkan memiliki tanah dan menikah. Pada perjalanannya
demokrasi yunani kuno mendapatkan kritikan dari plato dan aristoteles. Kritikan plato bahwa
demokrasi di Athena sebagai kemerosotan kota, kekalahan kota perang melawan Sparta dan
pembusukan moralitas dan kempemimpinan, demokrasi berarti pemerintahan oleh mayoritas
kaum miskin. Sedangkan aristoteles mengkritik demokrasi Athena sebagai bentuk pemerintahan
yang dicurahkan hanya kebaikan kaum miskin dan perlu dikembangkan ruang bagi pengaruh
rakyat misalnya pembuatan Undang-undang.
3. Demokrasi Yunani Kuno
Perkembangan demokrasi di masa kerajaan romawi dimulai peperangan perang punic tahun
264 SM dn kehancuran carthage tahun 146 SM. Orang romawi mulai menanamkan sistem
mereka suatu republik yakni res (kejadian) dan publicus (public) . Jadi, republik artinya sesuatu
yang menjadi milik rakyat. Yang semula sistem ini terbatas pada golongan bangsawan saja
dalam perkembangannya rakyat biasa masuk kedalamnya. Seluruh pejabat republik, the conculs
dan the tribunes dipilih untuk masa jabatan 1 tahun lamanya dalam majelis plebs. Menurut
polybus the concus digambarkan seperti elemen monarki memiliki kewenangan
menyelenggarakan rapat senat dan sebagai wakil negara untuk urusan luar negeri tetapi tidak
memiliki hak kontrol atas keputusan yang ditetapkan senat. Saat genting saja coconsuks
memberikan rekomendasi kekuasaan kepada diktator selama 6 bulan.
5
The tribunes memiliki kekuasaan untuk memveto hukum dekrit yang dikeluarkan hakim
yang dianggap membahayakan bagi rakyat. Mereka meminta pendapat majelis plebs dan
memberikan pengarahan tetapi sifatnya tidak mengikat. Yang disebut dengan istilah plebe scita
(diselesaikan sendiri oleh rakyat). Sistem republik mampu mengakomodasi berbagai partisipasi
elemen masyarakat dimana the conculs sebagai wadah bagi golongan monarki sedangkan sent
sebagai wadah bagi kaum aristrokasi dan majelis plebs sebagai wadah untuk rakyat kebanyakan.
Konsep pemisahan seperti ini mempengaruhi perkembangan struktur di banyak negara yang
sering kita kenal sebagai lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
4. Demokrasi Abad Pertengahan
Pada masa abad pertengahan lebih dimaknai pendekatan yang pertama kali muncul yaitu
pendekatan klasik normatif yang lebih banyak membicarakan ide-ide dan model-model
demokrasi secara substansif. Pendekatan ini mengikuti pemikiran klasik jaman yunani kuno.
Perkembangan demokrasi pada masa ini diawali oleh lahirnya magna charta pada 15 Juni 1215.
Magna charta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja john locke dari
Inggris yang berkuasa mengikatkan diri dan mengakui dan menjamin beberapa hak dan
previleges dan bawahannya sebagai imbalan penyerahan dana untuk keperluan perang dan
sebagainya. Piagam ini memiliki dua pesan yaitu kekasaan pemerintah itu terbatas dan kedua
bahwa HAM lebih pada kedaulatan raja. Piagam ini juga melarang hukuman yang berlebihan
terhadap tindak kriminal dengan alasan menghalangi kemampuan seseorang untuk menghidupi
keluarganya. Untuk pedangang bebas untuk menjual barang dagangannya. Dan tidak ada hasil
petani yang diambil tanpa kompensasi.
Selain piagam magna charta muncul emansipasi bidang sosial dan agama pada awal abad
17. Rene Descartes yang mengilhami lahirnya gagasan nilai-nilai kebebasan manusia dalam
kehidupan. Dan adanya kombinasi kebebasan individual dengan sistem aturan masyarakat
dimana saat yang sama sistem otoritarian mengatur masyarakat seluruhnya. Tokohnya seperti
John locke juga menjustifikasi sistem pemerintahan yang berlaku saat itu, monarki absolut. Yang
struktur politik didasarkan persamaan penuh dan kebebasan dibatasi hanya untuk menghormati
satu sama lain dalam kehidupan bersama yang damai. Negara memang memiliki kekuasaan yang
besar tetapi dibatasi oleh hak alamiah yang dimiliki manusia sejak lahir seperti hak asai manusia.
Oleh karena itu rakyat tidak menyerahkan seluruh kedaulatannya kepada negara seperti yang
6
dikemukakan oleh hobes. Karena jika rakyat tidak bebas maka hak asasi manusia terjadi secara
alamiah bukan diserahkan kepada negara.
Selain itu, ia dipandang sebagai tokoh atas lahirnya HAM, pemerintahan, kebebsan individu,
pemerintahan konstitusional dan lembaga eksekutif tunduk pad DPR, dan lain-lain. Montesquiue
mengungkapkan bahwa despotisme merupakan bentuk pemerintahan yang buruk, bentuk
pemerintahan yang baik adanya sistem kebebasan dimana warga negara memiliki hak untuk
melakukan apa saja selama tidak melanggar hukum. Ia juga menambahkan lembaga yudikatif
yang bertugas mengawasi kekuasaan. Gagasan ini yang melahirkan konstitusi di Amerika
sebagai bentuk pengembangan konstitusi modern pasca revolusi perancis. Rosseau lebih
menekankan pentingnya gagasan demokrasi langsung sebagai bentuk ideal. Ia mengkritik
gagasan tentang perwakilan bahwa negara harus terlibat langsung dalam pembuatan UU jika
tidak, maka tidak ada kebebasan . Kebebasan membutuhkan partisipasi dalam bentuk demokrasi
langsung.
Jik rakyat tidak bebas maka kemanusiaan mereka diingkari dan diperlakukan setengah
manusia sebagai budak atau binatang. Rakyat harus hidup dengan undang-undang yang tidak
dibuat sendiri. Maka mereka tidak akan bebas dan mereka tidak akan menjadi budak tetapi orang
lain yang membuat undang-undang tetapi mereka yang tunduk masih diingkari kebebasannya,
diingkari hak alamiah sebagai manusia. Oleh karena itu, rakyat dapat hidup didalam sebuah
masyarakat namun tetap bebas apabila rakyat diberi kesempatan untuk membuat undang-undang
sendiri. Bukan orang lain atas nama mereka. Namun sumbangan rousseau tergolong kontroversi
karena menginginkan negara kota dengan kehendak umum dimasa modern dan sulit terealisasi.
5. Revolusi Amerika
Pada tahun 1776 menjadi tonggak bersejarah bagi institusionalisasi gagasan demokrasi.
Konstitusi ini disusun tidak hanya menggambarkan internalisasi nilai demokrasi saja tetapi
melambangkan milestone dalam tatanan negara modern. Yang tidak hanya diakui ideologi saja
tetapi sebagai jalan hidup bangsa amerika. Hal ini dibuat oleh Thomas Jefferson (1743-1826)
yang terpengaruh oleh ide-ide John Locke. Menurutnya sifat manusia memiliki kepercayaan
yang kuat pada kesusilaan dan kebijaksaanan orang awam, yang percaya sebagai penjaga terbaik
bagi kebebasan mereka sendiri. Tertuang dalam the declaration of independence 1776. Dalam
deklarasi tersebut, Jefferson yakin bahwa seluruh manusia dianugerahi tuhan untuk hak hidup ,
merdeka dan mencari kebahagiaan.
7
Thomas Jefferson juga menegaskan bahwa seluruh pemerintah bersandarkan pada
persetujuan dari yang diperintah. Bahwa pemerintah yag sah tidak akan digantikan hanya lontara
sementara tetapi penyalahgunaan kekuasaan yang menunjukkan maksud untuk melecehkan
kemanusiaan dibawah despotisme absolut adalah hak mereka, kewajiban, dan melengserkan
pemerintahan dan memberikan kesempatan kepada pemimpin yang baru untuk menyelamatkan
masa depan.
Sifat republican dari konstitusi amerika memilki semua unsur masyarakat diwakili tetap
konstitusi itu sendiri sama sekali tidak demokratis dan demokrasi baru akan datang. Banyak hak
warga negara yang dituangkan ke dalam sepuluh amandemen bill of rights tahun 1791. Dalam
demokrasi ini sebuah konstitusi bernegara menjadikan Amerika Serikat sebagai negara modern
yang mengusung nilai-nilai demokrasi sebagai tujuan hidup rakyatnya sehingga banyak negara
yang mengikuti langkah bagi penerapan sebuah demokrasi modern. Adapun 11 nilai demokrasi
yang diterapkan di demokrasi Amerika Serikat antara lain: prinsip pemerintahan berdasarkan
konstitusi; pemilu yang demokratis, federalisme pemeritahan negara bagian dan lokal;
pembuatan UU, sistem peradilan yang independen, kekuasaan lembaga kepresidenan; peran
media yang bebas, para kelompok kepentingan, hak masyarakat untuk tahu, melindungi hak-hak
minoritas, kontrol sipil atas militer.
6. Perkembangan Demokrasi di Masa Modern
Perkembangan demokrasi di masa modern ketika ditetapkan Declaration of Human rights
pada desember 1948. Deklarasi ini merupakan ekspresi perlawanan manusia yang paling
mengesankan terhadap tirani dan penindasan individu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah
mayoritas penduduk dunia yang diwakili oleh 48 negara di PBB yang menyetujui hak-hak
dimana seluruh manusia berhak atas standar yang tinggi yang menjadi acuan bagi semua negara.
Bahwa setiap orang berhak atas terhadap selurug hak, kebebasan, bahasa, agama, jenis kelamin,
kekayaan sosial bangsa, dan lain-lain. Nilai itulah yang akhirnya menjadi kesadaran bersama
untuk dikembangkan dalam kehidpuan masing-masing negara yang memperkaya perkembangan
gagasan demokrasi dari masa ke masa. Perkembangan demokrasi sungguh luar biasa dari
runtuhnya komunisme dan perang dingin yang berlangsung puluhan tahun, Dari penguasa-
penguasa baru sebagai sistem pemilihan umum sebagai pengusung demokrasi bagi negara.
Demokrasi tumbuh dari tahun 1902 hingga tahun 1997 bahkan lebih dari 75% negara didunia
8
menganut menganut demokrasi seiring dengan negara yang semula menganut komunisme
sampai menganut demokrasi sebagaimana yang terjadi di wilayah eropa timur dan asia tengah.
9
BAB II
MENJELASKAN DEMOKRASI
Pada umumnya pendefinisan demokrasi diletakkan pada dasar sebuah pemerintahan dari
rakyat bukannya dari para aristokrat, kaum monarki, birokrat, maupun para ahli atau pemimpin
agama, oleh rakyat dan untuk rakyat. Berikut akan diberikan beberapa definisi yang mencoba
beberapa variabel kunci ditengok secara komparatif. Variabel-variabel tersebut antara lain: 1)
bentuk pemerintahan yang berbahaya; 2) kompetisi yang sesungguhnya dalam mengejar
kekuasaan; 3) mengijinkan partisipasi massa yang bersifat setara; 4) memberikan kebebasan sipil
dan kebebasan lainnya yang membatasi kekuasaan negara atas masyarakat. Beberapa pengertian
demokrasi menurut para ahli:
1) H.L Mencken : demokrasi adalah sebuah teori yang mana rakyat tahu apa yang mereka
butuhkan dan pantas dapatkan sangatlah berat
2) G.B shaw: demokrasi adalah pemilu pengganti oleh pihak yang tidak kompeten dimana
banyak kesepakatan yang diselewengkan.
3) Tatu Vanhannen : demokrasi adalah sistem politik dimana kelompok-kelompok yang
berbeda secara legal merupakan entitas yang berhak berkompetisi untuk mengejar
kekuasaan dan dimana pemegang kekuasaan institusional dipilih oleh rakyat dan
bertanggung jawab kepada rakyat
4) Adam Przeworski: demokrasi adalah sistem yang memungkinkan partai politik kalah dalam
pemilu. Adanya kompetisi yang dikelola oleh aturan-aturan.
Definisi-defini diatas terkesan sederhana, tetapi sebenarnya sejarah gagasan demokrasi
sangatlah kompleks dan memiliki sejumlah pertanyan untuk dapat menilai apakah sebuah sistem
politik suatu negara itu demokratis ataukah bukan, Selain pendefinisian demokrasi dapat kita
temukan teorisasi demokrasi melalui dua pendekatan jika mengkaji konsep demokrasi yaitu
pendekatan klasik normatif dan pendekatan empirik minimalis. Untuk lebih jelasnya berikut
penjelasan mengenai demokrasi substantif (pendekatan normatif-minimalis) dan demokrasi
prosedural (pendekatan empiris-minimalis):
A. Demokrasi substantif (pendekatan normatif-minimalis)
Pendekatan ini memaknai dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan
memasukkan dimensi-dimensi nonpolitik (sosial, ekonomi dan budaya. Kebebasan sebagai
10
esensi dalam demokrasi, tidak hanya sebagai kebebasan politik tetapi juga kebebasan sosial
ekonomi. Pendekatan ini sangat memperhatikan elemen konstitusi dan gagasan rule of law untuk
mengatur prosedur kelembagaan, hak dan kewajiban rakyat serta membatasi penggunaan
kekuasaan penguasa sehingga mereka tetap berkuasa atas dasar kehendak rakyat. Secara
normatif, konstituasionalisme adalah sebuah gagasan kontraktual antara negara dan masyarakat /
antara penguasa dan rakyat untuk membangun demokrasi yang diwujudkan lewat hukum dasar
secara tekstual yang memuat tentang pembatasan kekuasaan menurut doktrin trias politica yang
bertujuan kekuasaan harus dibatasi dengan hukum dasar dan pengauasa harus tunduk pada
prinsip-prisip kedaulatan rakyat; mencakup pemberian jaminan hak-hak sipil dan politik
warganegara dengan diberi jaminan kebebasan untuk berbicara, berkumpul, berserikat, dan
sebagainya dan harus bebas dari rasa takut kemiskinan penindasan dan lain-lain.
Pendekatan ini lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran klasik yang memaknai
dan mengukur demokrasi secara maksimalis dengan memasukkan dimensi-dimensi sosial,
ekonomi, budaya yang mewarnai pengorganisasian internal partai politik mapun lembaga-
lembaga pemerintahan. Namun pendekatan klasik-normatif dianggap gagal saat banyak negara
mampu menumbuhkan demokrasi tanpa harus ditopang oleh dimensi sosial, ekonomidan budaya
yang kondusif sekalipun sejak akhir dekade 1970-an. Pendekatan tersebut dianggap hanya
membicarakan masalah ide-ide, wacana dan model-model demokrasi.
B. Demokrasi prosedural (pendekatan empiris-minimalis)
Pendekatan empirik disandarkan pada gagasan Joseph Schumpeter yaitu demokrasi sebagai
metode politik. Demokrasi merupakan pengatur kelembagaan untuk mencapai keputusan-
keputusan politik di dalam mana individu-individu, melalui perjuangan memperebutkan suara
rakyat pemilih, memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif
dalam rangka memperoleh suara rakyat. Kehendak rakyat bukanlah penggerak demokrasi
melainkan merupakan hasil proses politik,. Baginya demokrasi adalah suatu sistem untuk
memproses konflik di mana partai yang kalah dalam PEMILU tidak berusaha merusak rezim
demi mencapai tujuannya, tetapi bersedia menerima kenyataan dan menunggu putaran
pertarungan dalam PEMILU berikut. Dunia modern yang kompleks hanya bisa diperintah
dengan sukses apabila negara yang berdaulat dipisahkan secara tegas dengan rakyat yang
berdaulat dan peran yang terakhir itu dibatasi seminimal mungkin. Gagasan hukum dan
kebajikan yang didasarkan pada kehendak semua sangatlah utopis dan tidak mungkin terjadi.
11
Sehingga lebih mengedepankan frasa kehendak mayoritas. Definisi Schumpeterian yang bersifat
empirik, deskriptif, institusional dan prosedural mendominasi dan menjadi rujukan studi
demokratisasi kontemporer.
Menurut Larry diamond menyepakati definisi minimalis yang diberikan Schumpeter dan
menyebutnya demokrasi elektoral yang mengakui tingkat kebebasan tertentu agar kompetisi dan
partisipasi lebih bermakna yang mengedepankan pemilu. Belakangan demokrasi elektoral telah
diperluas dengan melekatkan variabel kebebasan sipil untuk mengukur demokrasi, sehingga
rezim-rezim masih memiliki kekuatan militer, termasuk birokrasi atau oligarki tidak lagi
dikategorikan demokrasi electoral.
Adapun kriterianya adalah moedel penentuan pemimpin dan mekanisme pembuatan
keputusan. Mekanisme pembuatan keputusan dibagi menjadi dua model yaitu model perwakilan
dan langsung. Model perwakilan artinya keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan tidak
dilakukan secara langsung melainkan diwakili oleh lembaga perwakilan disebut wakil rakyat.
Model demokrasi langsung artinya keterlibatan rakyat dalam pembuatan keputusan tidak melalui
wakil rakyat, melainkan ikut langsung memuat keputusan secara bersama-sama. Mekanisme
penentuan pemimpin dibagi menhadi dua model yaitu musyawarah dan pemilihan secara
langsung. Sedangkan model demokrasi ada 4 yaitu demokrasi perwalian ditandai mekanisme
pemilihan melalui musyawarah dan pembuatan keputusan melalui sistem perwakilan; demokrasi
perwalkilan ditandai dengan penentuan pemimpin melalui pemilihan secara langsung dan
pembuatan keputusan melalui pemilihan secara langsung dan pembuatan keputusan melalui
perwakilan; demokrasi permusyawaratan ditandai dengan penentuan pemimpin dengan
musyawarah dan pembuatan keputusan secara langsung; demokrasi langsung berarti penentuan
pemimpin dilakukan melalui pemilihan secara langsung dan pembuatan keputusan secara
partisipatif yang melibatkan warga masyarakat.
Pendekatan empiris minimalis inilah yang banyak digunakan untuk menganalisa fenomena
demokrastisasi kontemporer karena pendekatan klasik normative yang maksimalis dianggap
terlalui utopis dikarenakan banyak negara yang menurut ukuran pendekatan normatif semestinya
tidak bisa mengembangkan demokrasi mengingat kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang tidak
kondusif yang banyak menganut demokrasi seperti Asia dan Amerika Latin. .
12
C. Dari demokrasi elektoral ke demokrasi liberal
Demokrasi elektoral adalah sebuah sistem konstitusional yang mnyelenggarakan PEMILU
multipartai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk memilih anggota
legislatif dan kepala eksekutif. Sedangkan demokrasi liberal sebagai konsep dianggap sebagai
konsep yang lebih daripada demokrasi elektoral maka membutuhkan: 1) penolakan kehadiran
kekuasaan militer maupun actor-aktor lain yang secara langsung maupun tidak langsung tidak
memilki akuntabilitas pada pemilu; 2) akuntabilitas secara vertikal para penguasa kepada rakyat,
demokrasi liberal menghendaki akuntabilitas secara horizontal diantara pemegang jabatan yang
membatasi kekuasaan eksekutif dan melindungi kostitusionalisme, legalitas dan proses
pertimbangan; 3) demokrasi liberal mecakup ketentuan yang luas bagi pluralisme sipil dan
politik serta kekebasan individu dan kelompok, sehingga kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai
yang saling bertentangan dapat diekspresikan dan bersaing lewat proses artikulasi dan
representasi yang berkelanjutan, tidak terbatas pada pemilu-pemilu yang diselenggarakan sevara
berkala.
Kebebasan pluralisme hanya dapat dijamin melalui rule of law yang menjalankan
peraturan-peraturan hukum secara layak, konsistten dan mudah diprediksikan. Dibawah rule of
law semua warga memiliki kesetaraan politik, sementara negara dan agen-agennya tunduk pada
hukum. Negara demokrasi liberal merupakan negara demokrasi konstitusional, rendahnya
semangat konstitusional yang berkenaan dengan pemahaman tentang pentingnya stabilitas
konstitusional merupakan salah satu kelemahan negara-negara demokratis gelombang ketiga
yang tidak liberal didunia pasca komunis dan di dunia ketiga. Sebuah negara yang berlandaskan
konstitusi adalah negara yang berkeadilan dan negara hukum. Tindakan negara seperti ini mudah
diprediksikan dan selaras dengan UU. Sementara pengadilan menegakkan batasan-batasan pada
pemerintah yang terpilih ketika melanggar UU. Sebuah negara yang berlandaskan pada
konstitusi mensayratkan sistem hukum dan peradilan dilmelengkapi negara yang bersangkutan
dengan kapasitas-kapasitas tertentu
D. Mengukur demokrasi
Mengukur kadar demokrasi bukanlah persoalan dikhotomis yakni persoalan negara itu
demokrasi atau bukan. Menurut prosedural oleh dahl dengan menenpatkan demokrasi sebagai
variabel kontinum yang dipilah menjadi tiga yakni 1) sispol dikatakan demokrasi apabila
13
memenuhi kriteria kompetisi, partisipasi dan kebebasan; 2) semi demokrasi atau demokrasi
terbatas yang dicirikan oleh tingkatan kompetisi antar partai sangat terbatas dibatasi dan
kebebasan sipil dan politik sangat terbatas dimana orientasi dan kepentingan politik tidak bisa
mengorganisir dan mengekspresikan kebebasan itu; 3) nondemokrasi yaitu saat rezim yang tidak
memberi kesempatan kompetisi, partisipasi dan kebebasan politik.
Setiap tahun freedom house menggunakan sebagian unsur-unsur demokrasi liberal untuk
mengukur demokrasi negara-negara di dunia. Variabel kebebasan sipil dan pertimbangan akan
hak-hak politik digunakan untuk mengukur derajat kebebasan sebagai eleman dasar demokarasi.
FH juga mengeluarkn laporan peringkat kualitas demokrasi negara didunia dalam rentang waktu
100 tahun. Laporan tersebut diberi judul democracy’s century, A survey of global political
change in the 20th
century pada tahun 2000 yang melihat sejauh mana sistem politik yang
digunakan mengelola sebuah pemerintahan negara dari tahun 1990 sampai tahun 2000.
FH mencatat perkembangan negara penganut demokrasi meningkat tajam yang semula
hampir nol jumlahnya pada tahun 1990 melonjak 22 hingga mencapai 119 negara. Jumlah
negara yang menganut monarki semakin meningkat dari 5 negara penganut totaliratian
(afganistan, kuba, laos, Vietnam, dan korea utara.
14
BAB III
TIPE-TIPE DEMOKRASI
1. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah bentuk pemerintahan dimana hak untuk melakukan
pengambilan keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh badan warga negara. Dalam
demokrasi ini warga masyarakat dapat merumuskan kepentingan bersama dan menemukan
alternatif pemecahan masalah serta melaksanakannya dengan semangat kebersamaan.
Masyarakat sipil merupakan satu-satunya wadah pembuat keputusan politik yang memadai untuk
semua masalahh politik. Kehendak rakyat dapat diwujudkan dalam keputusan politik tanpa
perantasra dan tanpa manipulasi. Dengan kata lain, demokrasi langsung akan mengalihkan
sebanyak mungkin kepada rakyat yang berdaulat misalnya melalui keputusan rakyat, jajak
pendapat plebisit, dan lai-lain
Tipe ini dapat berhasil menyelesaikan permasalahan dalam lingkungan komunitas kecil,
tetapi cakupan pengambilan keputiusan politik melampaui batas regional, nasional, global maka
praktek demokras langsung tersebut hanya merupakan bagian dari keseluruhan proses pembuatan
keputusan yang demokratis. Demokrasi ini hanya dapat berwujud bila ada lembaga-lembaga
perwakilan yang berada dalam pengawasa. Saat ini negara yang memilki luas demokrasi
langsung berfungsi untuk memberikan dorongan koreksi dan pengimbangan kekuasaan tetapi
bukan pengganti demokrasi perwakilan.
2. Demokrasi Parlementer
Dalam demokrasi parlementer kekuasaan pengambilan keputusan politik dijalankan oleh
wakil-wakil rakyat sesuai dengan hasil pemilihan umum sehingga parlemenlah merupakan satu-
satunya lembaga perwakilan tertinggi untuk pengambilan keputusan. Lembaga eksekutif
biasanya dipimpin oleh seorang perdana menteri sangat tergantung kepercayaan yang diberikan
oleh parlemen. Kepala negara biasanya memiliki kekuasaan yang sangat terbatas atau bisa
dikatakan memiliki kekuasaan eksekutif melainkan hanya berperan sebagai fungsi keterwakilan
yakni menjalankan tugas-tugas mewakili negara dan penengah dalam situasi konflik. Contoh:
Inggris
15
3. Demokrasi Presidensial
Dalam demokrasi presidensial kepala pemerinthan dipimpin oleh seorang presiden yang
memilki kedudukan kuat dalam pembuatan keputusan dan kekuasaan politik yang kuat.
Kekuasaan politik presiden seringkali dijajarkan maupun lebih kuat dari parlemen. Pengambilan
keputusan politik dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang sesuai dengan hasil pemilu, kepala
negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan pusat kekuasaan mandiri dan
berpengaruh baik dalam pembentukan pemerintahan maupun dalam penysusunan UU. Contoh :
Indonesia dan Amerika
4. Demokrasi Campuran
Pada kenyataannya tipe demokrasi yang dijalankan oleh berbagai negara didunia
merupakan tipe campuran dari beberapa tipe-tipe diatas. Sebagai contoh tipe demokrasi
parlementer di Inggris dan tipe demokrasi presidensial di anut Amerika Serikat. Namun banyak
negara yang mengkombinasikan tipe-tipe daam sistem pemerintahannya misalnya negara swiss,
perancis, dan portugis yang menerapkan tipe semi presidensial. Untuk suatu permasalahan
tertentu yang melibatkan rakyat secara langsung, plebisit, referendum acapkali digunakan
sebagai solusi pemecahan masalah. Artinya dalam tingkat lokal dan relatif kecil skalanya
demokrasi langsung diimplementasikan dalam suatu negara yang tergolong dalam tipe demokrasi
representatif sekalipun.
Menurut Mattew Sughar dan John Carey mennjabarkan tipologi d lebih detail demokrasi
campuran dalam tabel dibawah ini:
Tipe-tipe Penjabaran karakteristik Contoh negara
1. Presidensial murni - Pilihan presiden secara langsung
- Eksekutif monistik dengan presiden
Amerika
Serikat
2. Presidensial – parlementer - Pilihan presiden secara langsung
- Eksekutif dualistik dengan perdana menteri
yang tergantung pada presiden
Rusia
3. Perdana menteri –
presidensial
- Pilihan presiden secara langsung
- Eksekutif dualistik dengan perdana menteri
yang tidak tergantung pada presiden
Polandia
4. Parlementer dgn pilihan
presiden secara langsung
- Pilihan presiden secara langsung
- Eksekutif monistik dengan perdana menteri
Austria
16
5. Parlementerisme murni -Tidak ada pilihan presiden secara langsung
-Eksekutif monistik dengan perdana menteri
Jerman inggris
f. Demokrasi elektronik
Dengan kemajuan teknologi dan informasi perkembangan demokrasi juga mengalami
perkembangan lahirnya tipe yang mutakhir yakni elektonik demokrasi disebut juga E-demokrasi.
E-demokrasi berlangsung di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Swedia, Inggris,
Australia dan sebagainya. Konsep E-demokrasi menurut Martin Hagen diartikan sebagai sistem
politik demokratik yang mana computer dan jaringan digunakan untuk meningkatkan funsi-
fungsi krusiaop dari proses demokrasi. Menurut Steven Clift mengartikan e-demokrasi adalah
penggunaan teknologi IT dan strategi melalui sector demokratik dalam proses politik pada
tingkat komunitas lokal, negara, wilayah regional, bangsa-bangsa dan pada tingkat global.
Adapun yang dimaksud sektor demokratik adalah aktor-aktor demokratik yang mencakup yaitu
1) pemerintahan; 2) pejabat terpilih; 3) media sebagian besar mereka yang memiliki situs atau
portal internet; 4) partai politik dan kelompok kepentingan; 5) organisasi masyarakat sipil; 6)
organisasi internasional 7) warga pemilik hak suara.
Disini pemerintah memberikan perluasan akses untuk informasi dan interaksi secara
elektronik dengan warga, kelompok politik yang berjalan secara online dalam bentuk kampanye
advokasi maupunkampanye partai politik sementara itu media dan situs-situs internetnya
memainkan peran krusial dalam memberikan informasi berita serta pelayanan novigasi dalam
internet. Lingkaran “private sector” merupakan representasi secara komersial atas konektifitas,
piranti lunak dan teknologi. Keselurahan inilah yang menjalankan apa yang disebut e-demokrasi.
Untuk lebih jelas terapan e-demokrasi ada 4 analisa konseptual yang melandasinya yakni: 1)
teknologi sebagai obyek; 2) bentuk demokrasi yang disukai; 3) dimensi partisipasi politik yang
dipercaya sangat vitasl bagi demokrasi dan 4) agenda politik dikejar. Dengan demikian e-
demokrasi secara implementatif dapat dibagi ke dalam 3 tipe yakni teledemocracy,
cyberdemocracy dan electronic democratization. Berikut penjelasannya:
1. Teledemocracy merupakan konsep tertua dari e-demokrasi yang berkembang sejak tahun
1970-an. Teledemocracy berupaya meningkatkan bentuk demokrasi langsung melalui
penggunaan teknologi komunikasi yang baru ke dalam sistem politik di Amerika.
Tujuannya bagi demokrasi langsung pada pelaksanaan e-voting dan aktifitas politik dalam
17
dimensi partisipasi politik. Dan wahana perolehan informasi politik yang penting bagi para
pemilih.
2. Cyberdemocracy merupakan respon langsung terjadi evaluasi jaringan komputer .
3. Electronic democratization diartikan sebagai peningkatan demokrasi melalui penggunaan
teknologi komunikasi yang baru dengan cara meningkatkan kekuasaan politik yang pada
titik tertentu seringkali diminimalisir atau membawa rakyat lebih berkuasa.
18
BAB IV
DEMOKRATISASI
Menurut Samuel P.Huntington menetapkan beberapa syarat agar demokratisasi pada
tingkatan yang paling sederhana yakni harus terdapat: 1) berakhirnya sebuah rezim otoriter; 2)
dibangunnya sebuah rezim demokratis; 3) pengkosolidasian rezim demokratis. Masing-masing
dari tida perkembangan ini dapat diakibatkan oleh sebab-sebab yang berbeda dan bertentangan.
Dengan demikian, demokratisasi mengacu pada proses-proses dimana aturan-aturan dan
prosedur-prosedur kewarganegaraan diterapkan pada lembaga-lembaga politik yang dijalankan
dengan prinsip-prinsip lain atau diperluas sehingga mencakup yang sebelumnya tidak ikut
menikmati hak dan kewajiban atau diperluas sehingga meliputi isu-isu dan lembaga-lembaga
yang semula tidak menjadi wilayah partisipasi masyarakat (misalnya lembaga pendidikan,
asosiasi kepentingan, badan-badan pemerintahan).
Sebagai sebuah proses, demokratisasi dapat melambangkan derajat kualitas demokrasi
yang dianut oleh suatu negara. Perkembangannya diistilahkan Huntington sebagai Gelombang
demokratisasi. Gelombang demokratisasi merupakan sekelompok transisi dari rezim-rezim non
demokratis ke rezim-rezim demokratis yang terjadi di dalam kurun waktu tertentu dan jumlahnya
secara signifikan lebih banyak daripada transisi. Berikut tahapan-tahapan demokratisasi yang
terjadi di sepanjang masa di seluruh dunia:
1. Gelombang demokratisasi pertama (1828-1926)
Menurut Huntington mengakui sulit untuk menentukan titik awal lahirnya lembaga-
lembaga demokrasi pada gelombang pertama ini, karena kemunculan lembaga-lembaga
demokrasi menjadi fenomerna yang marak terjadi. Dengan menguunakan standar yang diberikan
Jonathan Sunshine yakni negara dapat dianggao mulai menyelenggarakan proses demokratis
apabila memenuhi syarat: 1) 50% laki-laki dewasa berhak memberikan suara, 2) seorang pejabat
yang bertanggung jawab harus mempertahankan dukungan mayoritas dalam parlemen atau
dipilih dalam pemilu. Dalam dasawarwa berikutnya standar minimal tersebut dikembangkan
dengan memperluas hak memberikan suara, mengurangi jumlah pemberian suara ganda,
memeprkenalkan sistem pemberian suara secara rahasia dan menentapkan tanggungjawab
perdana menteri dan cabinet kepada parlemen.
19
2. Gelombang Demokratisasi Balik Pertama (1922-1942)
Perkembangan politik yang dominan dalam 10tahun (1920-1930) adalah pergeseran
menjauho demokrasi dan gerakan kembali ke bentuk-bentuk de tradisional pemenrinyahn otoriter
atau totaliter, bentuk baru yang berlandaskan ada masa yang lebih luas. Negara –negara kategori
C hingga F ketika baru mengalami proses menuju demokratis, tiba-tiba harus berbalik menuju
totaliterisme seperti yang dialami oleh Italia dengan naiknya Mussolini ke tampuk pimpinan
dengan semangat faisismenya.
3. Gelombang Demokratisasi Kedua (1943-962)
Fase ini tergolong pendek. Pasca perang dunia II negara-negara kalah perang praktis
mengikuti alur dinamika politik internasional Italia dan jepang mengikuti jejak sekutu untuk
menjalankan proses demokrasi sebagai konsekuensi kalah perang. Jerman dibagi dua wilayah
pengaruh ideologinya yang jerman barat menganut demokrasi sedangkan jerman timur menganut
komunisme.
4. Gelombang Demokratisasi balik kedua (1958-1975)
Gelombang demokratisasi balik kedua disebut juga fase berdarah, Adanya keterlibatan
militer dalam kekuasaan ini menandakan menjauhnya bandul demokrasi dan berganti pada
otoriterisme. Kurang lebh 22 negara beranjak dari demokrasi menuju era otoriterisme. Fenomena
ini tidak hanya berlangsung di kawasan amaerika latin tetapi juaga kawasan asia dan afrika. Hal
yang paling mencolok adalah kekuatan elit-elit militer dan sipil bersama –sama mengelol
kekuasaan secara sinergis otoritarian disebut juga otoriterisme-birokratik.
5. Gelombang demokratisasi ketiga (1974-1990)
Negara portugal, spanyol dan yunani yang memicu lahirnya fase ini. Pada fase ini
demokrasi tidak bisa hidup di negara-negara berkembang, negara-negara yang secara ekonomi
sosial dan budaya belum layak disebut demokrasi. Sebagaimana dialami oleh negara-negara
maju. Seketika keruntuhan rezim otoriterisme juga merambah kawasan-kawasan lain.
Huntington menyebutnya sebagai fenomena yang “ber-efek bola salju”, karena begitu luar biasa
rambahan serta resonansi gelombang ini. Sebagai contoh Amerika latin tidak luput dari efek ini
yakni dengan ambruknya pemerintahan militer yang terjadi di ekuador, peru, bolovia, brasil dan
argentina digantikan oleh pemerintahan sipil yang demokratis. Demokian juga wilayah Asia,
kekuatan rakyat Filipina yang disebut people power digulingkan rezim marcos menyusul
20
terbunuhnya tokoh opossis yang populis, benigno Aquino. Korea selatan yang memiliki
pemerintaha otoriter cun do hwan berganti dan dikuasai oleh pihak oposisi.
6. Gelombang demokratisasi balik ketiga
Negara Sudan, Surinasme dan Nigeria yang mengalami perubahan politik disebut
gelombang balik. Demikian juga dengan Pakistan dengan naiknya jenderal pervez musharraf ke
tampuk kekuasaan yang mengakhiri era demokrasi dinegar a tersebut serta Junta militer Burma
yag menghentikan laju kemenangan Aung San Suu Kyi dikala merayakan pemilu multipartai
yang demokratis tahun 1992.
Larry diamond mempertanyakan pada fase gelombang ini berlalu. Namun sejumlah bukti
bahwasanya gelombang ketiga sesungguhnya cukup rentang keberhasilannya. Pada gelombang
inilah meningkatkan jumlah negara demokrasi hingga dua kali lipat jumlahnya. Tetapi
peningkatam tersebut mulai menurun ketika mencapai tahun 1990-1997. Padahal jumlah
keseluruhan negara didunia telah mencapai angka 119, sementara persentase keanikan rata-rata
negara demokrasi mulai menurun tahun 1996-1997.
Selain gelombang demokratisasi, terdapat juga pendekatan-pendekatan demokratisasi.
Menurut David Potter dkk memberikan 3 pendekatan yang secara umum digunakan para sarjana
ketika menjelaskan demokratisasi dari awal kemunculannya yang menyertai terjadinya
demokratisasi melalui pendekatan-pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain
1. Pendekatan modernisasi yang menekankan pada sejumlah prakondidsi sosial dan ejkonomi
yang dibutuhkan bagi suksesny proses demokratisasi
2. Pendekatan structural menekankan perubahan struktur kekuasaan yang menguntugkan bagi
terhjadinya prioses demokrasisai
3. Pendekatan transisi yang menekankan proses politik dan inisiatif elit serta pilihan elit yang
memperhitungkan terjadinya perubahan dari pemerintahan otoriter ke pemerintahan
demokratis
4. Pendekatan elit dan kelompok dominan dalam kaitannya dengan transisi demokratis, para elit
disamping ada yang diluar kekuasaan. Mereka adalah para pemimpin organisasi buruh bawah
tanah, pemimpin partai politik, pemimpin-pemimpin etnik, pemimpin agama maupun
pemimpin gerakan mahasiswa yang memiliki kemampuan menggerakkan transisi demokratik
menentang rezim otoriter.
21
Tahap-tahap Demokratisasi
Pada proses demokratisasi terdaat tahapan yang rumit tetapi saling berkaitan, dari
liberalsasi, transisi, instalasi dan konsolidasi. Untuk lebih jelasnya dijelaskan akan dijelaskan
dibawah ini:
1. Liberalisasi
Liberalisasi membutuhkan sebuah kebijakan yang heterogen dengan perubahan sosial, seperti
pengendoran kontrol terhadap pers, pelonggaran ruang bagi organoisasi aktifitas-aktfitas kelas
pekerja yang lebih otonom, memperkenalkan jaminan-jaminan perlindungan hukum bagi
individu-individu semacam habeas corpus, pembebasan tahanan-tahanan politik, terbukanya
peluang bagi kepulangan para pelarian dari luar negeri dan adanya toleransi terhadap oposisi.
2. Transisi
Transisi merupakan titik awal antara rezim otoriter dengan rezim demokratis yang dimulai
dari ambruknya rezim otoriter lama yang kemudian diikuti atau berakhir dengan pengesahan
lembaga-lembaga politik dan aturn politik baru di bawah payung demokrasi.
3. Konsolidasi
Konsolidasi dalam bentuk pemantapan rezim otoriter baru maupun konsolidasi dalam bentuk
intalasi demokrasi dimana rezim demokratis yang baru dilembagakan dan dikonsolidasikan.
Proses konsolidasi lebih panjang dan kompleks. Konsolidasi merupakan sebuh proses yang
mengurangi kemngkinan pembalikan demokratisasi Dalam konsolidasi demokrasi mencakup
stabilisasi, rutinisasi, institusionalisasi dan atau legitimasi terhadap bentuk-bentuk perilaku
yang relevan secara politik. Sepeti yang dunyatakan oleh Schmitter bahwa konsolidasi adalah
hubungan sosial yang membentuk struktur-struktur sosial semacam bentuk-bentuk interakso
yang membentuk struktur-struktur sosial semacam bnentuk-bentuk nteraksi yang dapat
menjadi rutin dalam setiap kejadiannya kemampuan memotivasi perilaju yang mereka jadikan
otonomi dalam funfsi internalnya dan daya tahannya terhadap penyebab perubahan secara
eksternal.
22
BAB V
ISU-ISU KRITIS
Kerapkali demokrasi disudutkan pada posisi yang kurang menguntungkan,kalau tidak
hendak mengatakan bahwa demokrasi dianggap sebagai pihak bersalah dalam suatu masalah
yang dihadapi oleh negara. Namun juga tak sedikit yang menguntugkan harapan ke pundak
demokrasi untuk temuan solusinya. Demokrasi dan pembangunan acapkali dipertentangkan
ketika elit hendak memilih pilihan-pilihan strategis untuk membangun bangsanya di tengah
atmosfer demokrasi. Terutama sekali bagi negara-negara sedang mengalami transisi menuju
demokrasi, pilihannya menjadi sangatlah krusial. Benar saja apa yang terjadi pada negara-negara
maju ketika dengan sukses memadukan demokrasi dan pembangunan menuju masyarakat yang
makmur. Tetaop tidak halnya demikian dengan negara berkembang atau negara-negara pasca
komunis. Ancaman instabilitas ekonomi dan politik menjadi sesuatu yang serius, ketika
pembangunan mengalamitantangan dan malah kegagalan. Bahkan secara sisi beberapa kalangan
menyebut bukanlah demokrasi yang memacupembangunan, melainkan otoriterisme lah yang
berjasa memakmurkan rakyat Korea Selatan, Taiwan, Singapura dan Cina. Namun ketika
komunisme runtuh dan disusul krisis ekonomi yang hebat melanda negara-negara tersebut, upaya
menengok demokrasi sebagai solusi, seolah menjadi langgan wajib bagi rezim berkuasa di
negara-negara tersebut.
Fenomena menarik lainnya adalah apa yang diyakini sebagai era “the end of history”
menyusul ambruknya komunisme ditandai oleh kemenangan demokrasi liberalisme yaitu
meningkatnya kekuasaan terorisme yang beranjak dari gerakan radikalisme agama. Seolah
menjadi dua hal yang kontradiktif, yakni ketika demokras menjadi tema sentral bagi kehidupan
umat manusia didunia, di sisi lain kegiatan terorisme menjadi marak berkembang tidak hanya
melanda negara-negara otoriter, negara demokrasi lemah, tetapi juga melanda negara-negara
yang telah memiliki demokrasi yang matang. Apakah lantas demokrasi menjadi pihak yang
dipersalahkan adalah suatu pertanyaan. Jelasnya adalah keduanya memiliki hubungan resiprokal
yang signifikan untuk dikaji.
Konflik-konflik yang merebak ditengah eforia jkemenangan sejarah adalah suatu hal riil
yang tidak bisa dielakkan. Optimisme presiden Bill Clinton bahwa demokrasi dapat menciptakan
perdamaian duna, seolah menjadi tidak berate ketika perang dalam skala local dan regional
23
sedemikian meluas dalam bentuk konflik SARA. Konflik tidak saja merambah kawasan rawan
konflik sebagaimana selama ini diyakini, yakni Timur Tengah tetapi telah merambah hampir ke
seluruh penjuru dunia.
Sementara itu korupsi juga menjadi tema sentral yang tak kalah menariknya. Khususnya
ketika dilekatkan pada fenomena transisi menuju demokrasi. Negara-negara yang memasuki fase
ini naik dari alumni komunis maupun alumni otoriter sama-sama menghadapi dilemma yang
rumit. Ketika sedemikian bergelora menghembuskan angin demokrasi namun seketika itu pula
didapati kenyataan adanya peningkatan korupsi yang luar biasa hebatnya. Tidak hanya melanda
rusia dan mantan orbitnya, tetapi juga korea selatan, Taiwan, Indonesia dan filipina. Belum lagi
negara-negara amerika latin. Wajarlah ketika ada nada isnis bersuara menyalahkan demokarasi
sebagai penyebab semuanya itu. Berikut tema-tema yang berkaitan dengan isu-isu kritis yaitu:
1. Demokrasi dan pembangunan
Demokasi dan pembangunan sejak negara-negara eropa barat dan amerika utara
membangun negerinya dari kehancuran perang dunia II. Demokrasi dianggap memiliki
hubungan resiprokal dengan pembangunan yang sukses yang diterapkan diwilayah tersebut
2. Demokrasi dan Radikalisme Agama
Demokrasi dan kebangkitan agama merupakan dua fenomena besar pada akhir abad 20.
Adanya sisi tidak adanya demokrasi di negara-negara muslim dapat menumbuh gerakkan
kebangkitan agama, yang melahirkan radikalisme agama dalam bentuk terorisme. Di sisi
lain adanya demokrasi yang mengijinkan adanya kebebasan berbicara, berpikir dan
mengemukakan pendapat yang dapat melahirkan gerakan kebangkitan agama yang berujung
pada radikalisme dan terorisme
3. Demokrasi dan Konflik
Demokrasi yang menimbulkan konflik yang berlatar belakang suku, agama, ras dan antar
golongan bukan hal yang mudang dipungkiri. Demokrasi diibaratkan pedang bermata dua
yaitu membawa petaka atau membawa berkah.
4. Demokrasi dan Korupsi
Sebuah pertanyaaan mengenai apakah demokrasi merupakan katalisator bagi terciptanya
korupsi. Padahal demokrasi yang menekankan peran penting partisipasi masyarakat dalam
sistem politik memberikan ruang lebih untuk meminta kuntabilitas pejabat dan serta
mewujudkan mekanisme politik yang transparan.
24
BAB VI
PROSPEK DEMOKRASI
LAYU atau BERKEMBANG
Bab ini mencoba menghindarkan diri dari tindak tumpang tinding dengan berupaya
memaparkan analisis tentang prospek demokrasi dari dua sisi yamng berjalan seiring bersama,
yakni sisi skeptik yang memandang terjalnya hambatan dan problema demokrasi akan
mengancam keberlangsungan demokrasi itu sendiri (demokras layu) dan sisi optimis yang
memandang masa depan demokrasi secara optimistik dan berdaya guna mengingat dialektika
teorisasinya terus berkembang mendukung dan melengkap kberlangsungan demokasri
(demokrasi kian berkembang). Dibawah ini kita akan melihak prospepek demokrasi akan layu
ataukah malah kian berkembang.
1. Demokrasi layu
Perbincangan demokrasi memang harus diakui kini mendominasi wacana perdebatan
publik akademis secara lebih optimistic. Hal ini didorong oleh kemenangan demokrais liberalis
atas komunisme yang ditandai oleh bubarnya unisoviet the end of history kata fukuyama. Namun
demikian bukan berarti suara minor tentang dmokrasi nyaris tak terdengar. Kelompok skeptic
juga lantang bersuara bahwa demokrasi menyandang segudang masalah yang apabila dibiarkan
akan menghancurkan negara pemakainya serta masyarakatnya.
Kelompok skeptic dari awal sudah mengingatkan bahwa demokrasi tidak akan mudah
berkembang dalam realitas politik actual. Demokrasi baru bisa disemaikan jika tersedia lahan
yang memang kondusif bagi perumbuhannya. Sebagaimana dinyatakan Macpherson bahwa
demokrasi seringkali menimbulkan kekecewaan. Demokrasi butuh lahan yang subur untuk
perkembangannya, yakni penyelenggaraan masyarakat yang bersaing individualis dan
berorientasi padr dan terselengaranya liberal. Bahkan Dorothy Pickles berani menegaskan bahwa
tidak ada demokrasi yang sempurna. Spenda demikian pendapat Tannsjo bahwa bisa terjadi
konflik diantara demokrasi di satu tempat dengan tempat lain di dalam masyarakat yang sama.
Dalam konteks ini ia memandang demokrasi secara kontekstual yaitu demokrasi untuk siapa,
demokrasi dimana dan kapan serta dlam keadaan apa.
Kesenjangan implementasi demokrasi d negara–negara afrika, amerika latin,asia dan bekas
negara komunis dengan ketentuan-ketentuan kelembagan formalnya adalah disebabkan institusi-
25
institusi politiknya terlalu lemah untuk menjamin perwakilan dari kepentingan-kepentingan yang
beragam, supremasi konstitusional, supremasi hukum dan pembatanasn kekuasaan ekskutim,.
Maka lahirlah istilah-istilah yang menggambarkan layunya demokrasi, yakni demokrasi
intensitas rendah, demokrasi keropos dan demokrasi hibrida yang kerap digunakan untuk
merepresentasikan keadaan yang secara institusional lemah dan yang baru dipulihkan Amerika
Latin
2. Demokrasi delegatif
Menurut O’donnel demokrasi delegatif memberikan tekanan secara kritis pada tiadanya
akuntabilitas horizontal antara sang presiden pem terpilih dan kedua cabang pemerintah lainnya.
Meski memilki struktur-struktur konstitusional formal dari demokrasi bahkan memenuhi standar
emprise dari demokrasi liberal mereka secara institusional kosong dan rapuh.
Para pemilih dimobilisasi oleh ikata-ikatan yang bersifat klien dan datya tarik yang populis,
personalistik bukannya pragmatis, partai-partai dan kelompok kelompok kepentingan
independen lemah terpecah pecah. Bukannya menghasilkan satu saran efektif perwakilan
berkelanjutan atas kepentingan –kepentingan popular, pemilu mendelegasikan otoritas yang
menyeluruh dan sebagian besar tdiak memilki akuntabilitas kepada siapapun yang memenangkan
pemilihan presiden. Selama masa jabatannya, sang presiden terpilih kemudian dapat memerintah
dengan dekrit bahkan keinginan mendadang, dengan mengklaim mewujudkan kehendak negara
sambil mengandalkan suatu otoritas yang lebih didasarkan pda charisma pribadi dan dukungan
gerakan popular ketimbang ada suatu partai politik.
Dalam sistem plebisiter semacam ini, diargumenkan O’donnel perubahan dapat di
implementasikan dengan cepat dan tegas persisnya karena sedemikian besar kekuasaan yang
didelegasikan pada sebuah jabatan tunggal. Akan tetapi, kebijakannya juga lebih besar
kemungkinannya bersifat tak meenentu dan tak berkesinambungan. Karena kecepatan itu sendiri
dan ketiadaan konsultasi menghasilkan satu kemungkinan yang lebih tiggi kesalah-kesalahan
besar. Karena kampanye PEMILU tidak menghasilkan komitmen proggrammatis dan kebijakan
yang jelas apapun yang selanjutnya membaratasi pra pemimpin dan kaena tak ada upaya yang
dilakukan setelah pemilihan untuk membangun suatu koalisi dukungan yang luas dan
terinformasi untuk kebijakan-kebijakan baru
26
3. Demokrasi Berkembang
Kecenderugan demokratisasi pada tingkat internasional akan berlangsung bergandengan
dengan pendalaman demokrasi pada tingkat nasional. Dalam demokrasi yang solid di negara
barat, keuntungan dari perdamaian yang diperoleh dari berakhirnya perang dingin akan
digunakan menuju penguatan negara kesejahterana dan mengentaskan ketimpangan ekonomi.
Perkembangan tersebut dikombinasikan dengan elemen-elemben yang lebih demokratis dari
partisipasi dan pengawasan warga negara dalam masyarakat local dan perusahaan , sesuai
dengan model otomniomi dmokrasi sebagaimana diuraikan oleh David Held
Setelah perang dingin usai kubu optimis meyakini bahwa perang dipandang sudah mulai
using, sedikitnya di antara negara-negara sedang dalam proses liberaslisasi , proses yang sedang
menjadi kecenderungan global. Bahwa ada pendapat yang menyatakan bahwwa nasionalme
diartikan sebagai doktrin bahwa setiap kompok budaya seharusnya punya negara sendiri. Sisa-
sia penghalang dijalan liberalisme yang berjaya itu akan dapat disingkirkan dengan bantuan
seperangkat lembaga-lembga internasional yang bersemangat, semisal pasukan perdamaian PBB
untuk menjga perdamaian. Para ahli IMF untuk menggiring berbagai negara masuk lingkaran
liberal dan melaksanakan kebijakan fiscal yang hato-hati. Sjalan dengan wawasan ini, presiden
Bill Clinton menjelaskan bahwa meningkatkan demokratisasi seyogyanya dijasikan semoyan
politi lua negeri amerikA serikat, karena sesame negara demokrasi tidak saling memerangi,
menghormati HAM manusia warga negara masing-masing.
Secara arif wibowo mencoba mengeksplorasi kelemahan dan kesalahan demokrasi dengan
cara memaklumi atau disebut memaafkan demokrasi yang baik untuk menyelematkan
demokrasi. Ada empat cara yaitu:
1. Cara persuasif disebut periode transisi menuju demokrasi. Sehingga segala kelemahan
demokrasi dapat dimaklumi karena demokrasi yang sempurna akan datang pada suatu hari
nanti
2. Masa konsolidasi demokrasi artinya selama periode ini kelompok dalam masyarakat masih
kacau balau. Sebuah jangka waktu tertentu akan terkonsolidasi secara alamai, karena
demokrasi adalah proses yang harus melewati segala negosiasi dan kompromi
3. Banyak kualitas demokrasi didunia yang dapat menolong untuk menjelaskan status
demokrasinya
27
4. Dengan memberi ajektf pada setiap kata demokrasi. Sehingga mau dikatakan tiap bangsa
memiliki demokrasinya sendiri, tidak boleh dibandingkan dengan demokrasi ditempat lain.
Salah satu hal yang paling banyak disorot oleh kubu skeptic adalah kegagalan demokrasi
dalam menggalang hubungan secara positif dan resiprokal dengan pembangunan. Lahirnya
otoriterisme dipandang secara sisnis karena meski pada level tertentu pembangunan ekonomi
mengalami kemajuan, pengelolaan negara relative berlangsung tidak demokratis, otoriter
maupun dictatorial. Konsepsi democratic development state ( negara pembangunan yang
demokratis) yakni sebuah solusi bagi negara-negara berkembang untuk memajukan
pembangunan tanpa harus mengorbankan demokrasi otoriterisme dan dictatorial
4. Democratic developmental state
Merupakan suatu negara dimana hubungan internal dan eksternal politiknya menampilkan
pemusatan kekuasaan yang memaddai yang mencakup kewenangan, otonomi, kompetensi dan
kapasitas yang terpusat pada bentuk, tujuan, dan peningkatan pencapaian tujuan pembangunan
secara eksplisit, Baik melalui pendirian dan pengembangan kondisi pertumbuhan ekonomi atau
melaui pengorganisasian secara langsung.
Ada beberapa ciri Democratic developmental state yaitu:
1. Semua developmental state dipimpin oleh elit dominan yakni adanya determinasi
pembangunan dan komitmen untuk memacu pertumbuhan ekonomi serta memajukan
kapasitasnya
2. Adanya wilayah otonom yang relative antara elit dengan institusi negara yang mereka
pimpin. Dengan adanya otonomi negara memiliki kemampuan untuk mencapai kemandirian
dari banyaknya tuntutan kepentingan-kepentingan khusus.
3. Determinasi pembangunan para elit maupun otonomi relatif negara sama-sama membantu
membentuk kekuasaan penuh, kompetensi yang tinggi dan mengisolasi birokrasi dengan
kewenangan secara langsung serta mengelola pembangunan ekonomi dan sosial secara luas.
4. Developmental state, masyarakat sipil memiliki posisi yang lemah dibawah hegemoni
negara
5. Kekuasaan, kewenangan dan otonomi negara ditingkatkan dan dikonsolidasikan pada
sejarah pembangunan modernnya sebelum invests asing masing dan menjadi pengaruh.
28
Dalam Democratic developmental state, negara tetap berposisi secara kuat tetapi tidak lagi
bersifat otoritarisme, melainkan kapasitas yang kuat menegakkan rule of law , mengejar
kepentingan social welfare yang berkelanjutan dan menggalakkan pemerintahan yang bersih.
Negara tetap memiliki kekuasaan, kewenangan, otonomi yang penting, dan mengembangkan
kualitas politik yang ditandai oleh adanya partai politik yang bebas mengorganisir dirinya sendiri
dan hidup dalam aturan main yang substansial dalam pemilu yang adil. Pemerintah bertanggung
jawab secara esensial kepada institusi perwakilan politik, lembaga peradilan yang indenden dan
didukung oleh supremasi hukum yang dihormati. Democratic developmental state merupakan
terobosan penting karena mereka menempuh langkah utama dalam mengtransformasikan
kesejahteraan secara umum ke dalam masyarakatnya dengan cara yang demokrasi.
5. Demokrasi Kosmopolitan
Globalisasi menunjukkan kekuasaan dan kedalaman hubungan-hubungan dan lembaga-
lembaga sosial yang melintas ruang dan waktu sedemikian rupa sehingga disatu pihak berbagai
kegiatan sehari-hari semakin dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi dibelahan dunia lain, dan
pihak lain, praktek-praktek dan keputusan-keputusan yang dilakukan dan dibuat oleh kelompok-
kelompok dan komunitas-komunitas local dapat mempunyai gema global yang penting.
Globalisasi setidaknya mengandung dua fenomena yaitu 1) banyak klaim kegiatan politik,
ekonomi dan sosial sedang meluas dalam ruang lingkup dunia; 2) terdapat suatu intensifikasi
tingkat interaksi dan saling berhubungab didalam dan diantara negara dan masyarakat. Apa yang
baru mengenai sistem global modern yaitu perluasan hubungan-hubungan sosial dalam dan
melalui dimensi-dimensi kegiatan baru antara lainkegiatan teknologi, organisasi, administrasi
dan hukum diintensifikasi saling berhubungan seperti komunikasi modern dan teknologi
iinformasi baru. Demokrasi cosmopolitan merupakan suatu sistem pemerintahan demokratis
yang timbul dari dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang beraneka ragam dan saling
berhubungan di antara rakyat dan bangsa yang berbeda-beda.