menjaga kestabilan frekuensi

18
BAB I PENDAHULUAN Bab I mengenai Pendahuluan ini menguraikan kondisi penyediaan tenaga listrik beserta beberapa permasalahan yang terkait dengan stabilisasi frekuensi untuk menjaga mutu penyediaan tenaga listrik. Pembahasan diawali dengan menguraikan peran penting dari tenaga listrik, kebijakan yang ada, dan permasalahan yang terkait dengan tuntutan peningkatan efisiensi produksi. Selanjutnya, secara ringkas akan diuraikan tentang perumusan masalah dan tujuan disusunnya makalah ini. 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, listrik merupakan kebutuhan primer bagi seluruh umat manusia. Hampir semua aspek kehidupan yang melibatkan manusia ditunjang dengan energi listrik. Mulai dari penerangan, pemanas, pendingin, telekomunikasi, hingga media informasi dengan teknologi yang mumpuni. Pada dasarnya, energi listrik dibangkitkan oleh pembangkit dengan generator sebagai perangkat utamanya. Generator berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Selanjutnya energi listrik yang telah dibangkitkan tersebut ditransmisikan dan didistribusikan kepada pengguna energi listrik untuk dikonsumsi. Energi listrik sebagai kebutuhan primer manusia harus digunakan secara bijaksana, produktif, dan efisien agar energi dapat dikonsumsi secara merata oleh seluruh penghuni di muka bumi. Namun persoalan kerapkali muncul ketika terdapat gangguan-gangguan yang menghalangi tersampaikannya energi listrik dengan baik dan sesuai porsinya. Hal tersebut dapat terjadi karena proses penyampaian energi listrik dari

Upload: zuhri-arieffasa

Post on 09-Jul-2016

27 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Menjaga Kestabilan Frekuensi

BAB I

PENDAHULUANBab I mengenai Pendahuluan ini menguraikan kondisi penyediaan tenaga listrik beserta

beberapa permasalahan yang terkait dengan stabilisasi frekuensi untuk menjaga mutu penyediaan

tenaga listrik. Pembahasan diawali dengan menguraikan peran penting dari tenaga listrik, kebijakan

yang ada, dan permasalahan yang terkait dengan tuntutan peningkatan efisiensi produksi. Selanjutnya,

secara ringkas akan diuraikan tentang perumusan masalah dan tujuan disusunnya makalah ini.

1.1. Latar Belakang

Pada era globalisasi seperti saat ini, listrik merupakan kebutuhan primer bagi seluruh

umat manusia. Hampir semua aspek kehidupan yang melibatkan manusia ditunjang dengan

energi listrik. Mulai dari penerangan, pemanas, pendingin, telekomunikasi, hingga media

informasi dengan teknologi yang mumpuni.

Pada dasarnya, energi listrik dibangkitkan oleh pembangkit dengan generator sebagai

perangkat utamanya. Generator berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.

Selanjutnya energi listrik yang telah dibangkitkan tersebut ditransmisikan dan didistribusikan

kepada pengguna energi listrik untuk dikonsumsi.

Energi listrik sebagai kebutuhan primer manusia harus digunakan secara bijaksana,

produktif, dan efisien agar energi dapat dikonsumsi secara merata oleh seluruh penghuni di

muka bumi. Namun persoalan kerapkali muncul ketika terdapat gangguan-gangguan yang

menghalangi tersampaikannya energi listrik dengan baik dan sesuai porsinya. Hal tersebut

dapat terjadi karena proses penyampaian energi listrik dari pembangkitan ke konsumen

menggunakan beberapa perantara yang memiliki rugi-rugi.

Terdapat beberapa aspek sebagai syarat tersampaikannya energi listrik dengan baik

dan efisien. Salah satunya adalah besar frekuensi energi listrik yang memiliki batas-batas

tertentu, diamana PLN sebagai institusi resmi dalam bidang energi listrik memiliki kewajiban

untuk mengupayakan agar besar frekuensi dari pembangkit hingga konsumen sesuai standar.

Maka dari itu, pada makalah ini penyusun akan memberikan sedikit penjelasan mengenai

upaya stabilisasi frekuensi guna penyediaan energi listrik yang optimal, produktif, dan efisien,

1.2. Tujuan

1. Mengetahui fungsi frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik.

2. Mengetahui penyebab ketidakstabilan frekuensi.

3. Mengetahui cara menstailkan frekuensi dari sisi generator

Page 2: Menjaga Kestabilan Frekuensi

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik?

2. Mengapa besar frekuensi harus stabil?

3. Bagaimana cara menjaga kestabilan frekuensi pada sisi generator?

2

Page 3: Menjaga Kestabilan Frekuensi

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Frekuensi Pada Sistem Tenaga Listrik

Pada Sistem Tenaga Listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan antara

daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi

jumlah putaran dan jumlah kutub listrik pada generator di pembangkit listrik.

Mengacu pada Saturan Interansional (SI), satuan frekuensi adalah Hertz, yaitu jumlah

siklus perdetik. Nama ini diberikan sebagai penghargaan kepada HeinrichR. Hertz atas

kontribusinya pada bidang gelombang elektromagnetik.

Frekuensi sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban.

Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan unit-unit

pembangkita secara beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem secara total. Pelepasan

sebagian beban secara otomatis dengan menggunakan rele frekuensi (under frequency relay)

dapat mencegah penurunan frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang

normal. Dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya

pembangkit-pembangkit baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan rele

frekuensi sudah perlu ditinjau kembali.

2. 2. Kestabilan Frekuensi

Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk dijaga

kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat dengan upaya

untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan

frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan konsumen dari kerusakan

(umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal pada batasan frekuensi

tertentu saja - 50 s.d 60 Hz).

Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata, tindakan ini

juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem. Bagaimanakah hubungan antara frekuensi

dan kestabilan sistem? Beberapa baris tulisan berikut mungkin dapat menjelaskan hal ini.

Pertama kita lihat hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te), jumlah total

moment inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor 

Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika :

3

Page 4: Menjaga Kestabilan Frekuensi

a. Torsi mekanik = torsi elektrik maka Ta=0 yang berarti pula tidak ada percepatan yang

dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor berputar pada kecepatan

yang tetap sehingga mengahasilkan tegangan dengan frekuensi yang konstan. Keadaan

ini terjadi ketika tercapai keseimbangan antara jumlah energi yang dibangkitkan dengan

energi yang diserap beban.

b. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya

percepatan rotor sebesar  sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan naik

sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan Te.

c. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya

perlambatan rotor sebesar  sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan turun

sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan

Te. 

Ilustrasi gambar dibawah menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara pembangkitan

dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai normalnya. Dalam hal ini ketika

Pembangkitan > beban maka frekuensi sistem akan > 50 Hz, begitu pula sebaliknya. Oleh

karena itu perlu selalu dijaga keadaan yang seimbang antara pembangkitan dan beban agar

tercipta frekuensi sitem yang normal 50 Hz.

Penanganan ketika tejadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan dengan

cara:

1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara menambah unit

pembangkit yang bekerja.

2. Memanfaatkan fasilitas LFC (load Frequency Control)/AGC yang mengendalikan

putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban besar makan AGC akan

memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit pembangkit dapat membangkitkan

energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban.

4

Page 5: Menjaga Kestabilan Frekuensi

3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa harus

dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding (pembuangan beban)

ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi sistem berada dibawah nilai

settingnya.

2. 3. Menjaga Kestabilan Frekuensi pada Sisi Generator

Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator, kemudian secara

sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan kemampuan generator tersebut,

selanjutnya menghidupkan lagi generator berikutnya dan memparalelkan dengan generator

pertama untuk memikul beban yang lebih besar lagi. Saat generator kedua diparalelkan dengan

generator pertama yang sudah memikul beban diharapkan terjadinya pembagian beban yang

semula ditanggung generator pertama, sehingga terjadi kerjasama yang meringankan sebelum

beban-beban selanjutnya dimasukkan.

Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing generator yang

bekerja paralel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan udara untuk pembakaran

mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau bila mesin-mesin penggeraknya lain

maka tergantung dari jumlah (debit) air ke turbin air, jumlah (entalpi) uap/gas ke turbin

uap/gas atau debit aliran udara ke mesin baling-baling.

Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur oleh

peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari perubahan

frekuensi listrik yang stabil pada 50Hz, yang ekivalen dengan perubahan putaran (rpm) mesin

penggerak utama generator listrik. Bila beban listrik naik maka frekuensi akan turun, sehingga

governor harus memperbesar masukan ( bahan bakar/udara, air, uap/gas atau aliran udara) ke

mesin penggerak utama untuk menaikkan frekuensinya sampai dengan frekuensi listrik

kembali ke normalnya. Sebaliknya bila beban turun, governor mesin-mesin pembangkit harus

mengurangi masukan bahan bakar/udara, air, uap air/gas atau aliran udara ke mesin-mesin

penggerak sehingga putarannya turun sampai putaran normalnya atau frekuensinya kembali

normal pada 50 Hz. Bila tidak ada governor maka mesin-mesin penggerak utama generator

akan mengalami overspeed bila beban turun mendadak atau akan mengalami overload bila

beban listrik naik.

Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator menghasilkan keluaran

arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen kemampuannya. Jadi masukan

ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus generatornya atau dengan kata lain

pengaturan governor 0 persen sampai dengan 100 persen sebanding dengan arus generator 0

persen sampai dengan 100 persen pada tegangan dan frekuensi yang konstan.

Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari keluaran arus

generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke mekanis dengan

5

Page 6: Menjaga Kestabilan Frekuensi

menggunakan elektric actuator untuk menggerakkan motor listrik yang menghasilkan gerakan

mekanis yang diperlukan oleh governor.

Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya disamakan

tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban listrik tidak akan

dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan dan frekuensinya selama

beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga tegangan dan frekuensi ini tidak

digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor.

Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai sumber sinyal

pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat diparalelkan pembagian

beban generator belum seimbang/sebanding dengan kemampuan masing-masing generator.

Alat pembagi beban generator dipasangkan pada masing-masing rangkaian keluaran generator,

dan masing-masing alat pembagi beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan

berikutnya dengan kabel untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator

dan menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator.

Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan merupakan

petunjuk posisi governor berapa persen , atau arus yang lewat berapa persen dari kemampuan

generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi alat-alat pembagi beban dengan

jumlah arus kemampuan generator -generator yang beroperasi paralel dikalikan 100 ( persen )

merupakan nilai posisi governor yang harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama

sehingga menghasilkan keluaran arus yang proprosional dan sesuai dengan kemampuan

masing-masing generator.

Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-masing alat

pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang harus dihasilkan oleh

generator setelah governornya diubah oleh electric actuator yang menerima sinyal dari alat

pembagi beban sesaat setelah generator diparalelkan .

Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan komponen-

komponen seperti berikut : trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu daya), electric actuator,

potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu.

Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan sebesar

arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya maksimum 5 A atau =

100 persen kemampuan maksimum generator).

Trafo tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban, umumnya

dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan tegangan DC. Electric

actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sehingga mampu

menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus keluaran generator mencapai yang

diharapkan.

Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur frekuensi dan

6

Page 7: Menjaga Kestabilan Frekuensi

tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses sinkronisasi. Tegangan umumnya

sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan

putaran mesin penggerak. Setelah generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron

dengan yang telah beroperasi kemudian menutup Mccb generator, fungsi potensiometer

pengatur kecepatan ini diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih akuratnya

pengaturan kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat

potensiometer pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar.

Pada sistem kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh SPM (modul

pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi keluaran dari generator,

kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi sistem yang sudah bekerja secara

otomatis, setelah cocok memberikan sinyal penutupan ke Mccb generator sehingga bergabung

dalam operasi paralel. Untuk mencocokkan tegangan dan frekuensi dapat dilihat dalam satu

panel sinkron yang digunakan bersama untuk beberapa generator dimana masing-masing panel

generator mempunyai saklar sinkron disamping SPM-nya.

Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat pembagi

bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau penurunan beban listrik,

sehingga masing-masing generator menanggung beban dengan prosentasi yang sama diukur

dari kemampuan masing-masing

7

Page 8: Menjaga Kestabilan Frekuensi

BAB III

PENUTUP3. 1. Simpulan

1. Frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan

total beban sistem.

2. Terdapat beberapa cara untuk ditangani apabila frekuensi < 50 Hz, yaitu

a. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke system;

b. Memanfaatkan fasilitas LFC untuk mengendalikan putaran generator; atau

c. Melakukan pengurangan beban.

3. Alat pembagi beban generator merupakan peralatan otomatis yang menyeragamkan

operasi governor dalam menaikkan atau menurunkan power mesin atau daya generator

sesuai perubahan bebannya, dan sangat diperlukan bila memiliki lebih dari dua generator

dengan karakteristik yang berbeda yang beroperasi secara paralel.

4. Dengan alat pembagi beban generator, maka setiap generator mempunyai faktor

penggunaan (beban maksimum dibagi kapasitas generator) yang sama dan kecil yang

berarti bagus. Alat pembagi beban generator hanya bisa diterapkan pada generator set-

engine yang mempunyai governor dan bisa dikembangkan untuk sistem kontrol yang lebih

lanjut seperti kontrol dengan distributed control system (DCS).

8

Page 9: Menjaga Kestabilan Frekuensi

DAFTAR PUSTAKAHadisasono, Kondang. 2001. Alat Pembagi Beban Generator. http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?

artikel&1093850391&9. Diunduh Pada 30 Oktober 2015.

Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta : Egraha Ilmu.

Marsudi, Djiteng. 2011. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta : Erlangga.

Patriandari. 2010. Presentasi : Analisis Pengoperasian Speed Drop Governor Sebagai Pengaturan

Frekuensi Pada Sistem Kelistrikan PLTU Gresik. Institut Teknologi Yogyakarta. Diunduh Pada

30 Oktober 2015.

Said, Sri Mawar. 2009. Presentasi : Pelepasan Beban Menggunakan Under Frequency Relay Pada

Pusat Pembangkit Tello. Diunduh pada 30 Oktober 2015.

Sofwan, A., B. Utomo. 2009. Presentasi : Sistem Proteksi Terhadap Kestabilan Frekuensi Untuk

Pelepasan Beban Berbasis Fuzzy Logic Control. Diunduh Pada 30 Oktober 2015.

TAMBAHAN

9

Page 10: Menjaga Kestabilan Frekuensi

Hubungan Frekuensi dengan Kestabilan Sistem

Hubungan Frekuensi dengan kestabilan sistem dijelaskan pada persamaan dan rumus berikut

ini.

Daya Aktif Dan Frekuensi

Dalam suatu sistem daya listrik, frekuensi dan daya aktif adalah dua besaran yang saling

tergantung. Mengatur daya aktif adalah mengatur frekuensi, begitu pula sebaliknya. Karena pegaturan

frekuensi melibatkan daya aktif (satuan Watt), maka pengaturan frekuensi akan erat hubungannya

dengan turbin. Mengatur daya turbin adalah dengan mengatur fluida kerja (water, steam, gas) yang

tentu saja akan berhubungan erat dengan governor (control valve CV dan stop valve SV) serta sistem

pembakarannya. Dengan demikian pengaturan frekuensi merupakan suatu materi yang cukup

kompleks.

Sebagaimana telah disinggung di atas, pengaturan frekuensi sangat erat dengan pengaturan

daya aktif. Gambar ini menunjukan penyederhanaan hubungan frekuensi dengan daya aktif. Pada

gambar A, jika daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sama dengan daya yang dibutuhkan

beban (rugi transmisi diabaikan), maka frekuensi akan berada pada posisi nominal. Dalam sistem daya

listrik kita, frekuensi akan berada tepat di 50 Hz. Gambar B menunjukkan keadaan pada saat sistem

pembangkit menghasilkan daya lebih besar daripada daya yang dibutuhkan beban, maka frekuensi

sistem akan naik. Keadaan sebaliknya terjadi di gambar C, daya yang dibutuhkan beban lebih besar

daripada daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sehingga frekuensi akan turun.

Gambar tersebut dijelaskan pada rumus yang tertera pada slide.

Frequency control harus bekerja secara benar pada keadaan di gambar B dan C, untuk

mengembalikannya ke keadaan seperti di gambar A. Pada kondisi B, turbine harus mengurangi suplai

daya. Sedangkan pada kondisi C, turbin harus menambah suplai daya.

Namun sistem daya listrik umumnya mencakup wilayah yang sangat luas dan melibatkan

jumlah pembangkit yang sangat banyak, sistem transmisi yang panjang, dan titik beban yang banyak

pula. Dengan demikian, frequency control akan dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda

untuk menghasilkan respon yang cepat dan stabil serta aman.

Maka disinilah peranan frequency control dimulai. Komponen-komponen yang tergabung

dalam frequency control akan segera bekerja untuk mengembalikan frekuensi pada keadaan

nominalnya (dengan nilai daya baru). Cara yang paling masuk akal adalah menambah bukaan

governor agar fluida kerja yang masuk ke turbin bertambah. Dengan demikian, dalam

aksinya, frequency control akan menambah daya keluaran pembangkit untuk menaikkan frekuensi,

dari keadaan underfrequency menjadi keadaan nominal baru. 

Cara Kerja Governor

10

Page 11: Menjaga Kestabilan Frekuensi

Pada dasarnya cara kerja sebuah governor itu sederhana, hanya mengandalkan kecepatan

putaran mesin itu sendiri. Sebuah governor terhubung dengan poros yang berputar. Sepasang bandul

dihubungkan pada poros, bandul tersebut berputar seiring dengan adanya perputaran poros. Gaya

sentrifugal yang terjadi akibat adanya putaran menyebabkan bandul terlempar. Bandul tersebut

dihubungkan ke collar yang terdapat pada poros, collar akan naik sesuai dengan pergerakan keluar

dari gaya berat pada bandul dan jika bandul bergerak turun maka collar akan bergerak turun.

Pergerakan collar ini digunakan untuk mengoperasikan atau mengatur tuas bahan bakar (pada mesin

diesel) atau aliran fluida (pada turbin gas atau uap).

Isochronous Governor:

Governor dengan karakteristik Isochronous berarti bekerja pada mode constant speed. Secara

skematik, mode ini ditunjukkan oleh gambar 6 dan responnya ditunjukkan dalam gambar 7. Jika

ada rotor speed (kecepatan rotor yang juga merepresentasikan frekuensi aktual) ωr berbeda

dengan speed refference ω0, maka aka timbul error speed (speed deviation) sebesar Δωr. Sinyal error

tersebut akan dikuatkan sebesar K dan diintegrasikan untuk menghasilkan sinyal kontrol  ΔY; untuk

nantinya digunakan untuk input aktuator sistem suplai fluida. Karena menggunakan integrator type

controller, aksi pengontrolan akan selesai apabila sudah dicapai nilai steady state yang baru; atau

dengan kata lain Δωr = 0.

Pada gambar 7, dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika beban listrik (Pe) mengalami kenaikan,

maka frekuensi sistem akan turun; dimana hal ini akan terlihat jelas pada penurunan rotor speed ωr.

Dengan adanya sinyal error Δωr, maka suplai fluida kerja akan dinaikkan sehingga daya mekanik

(Pm) naik. Penambahan daya mekanik akan menurunkan laju deselerasi dan mengembalikan rotor

speed ke nilai awalnya ω0.

Speed Droop:

Karakteristik ini digunakan untuk mengatasi kelemahan mode isochronous, sehingga mode ini sangat

aplikatif di sistem grid. Skema pengontrolannya ditunjukkan dalam gambar 8. Skema ini hampir mirip

dengan pengontrolan Isochronous dengan penambahan proportional gain 1/R. Gambar 9

menunjukkan respon dari mode speed droop. Tidak seperti Isochronous,speed droop memiliki error

steady state. Untuk mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya, maka diperlukan step tambahan.

Hal ini akan dibahas dalam bagian 5.

Droop:

Droop didefinisikan sebagai prosentase deviasi kecepatan atau deviasi frekuensi terhadap perubahan

posisi control valve atau daya keluaran.

Droop 5% berarti:

Jika terjadi deviasi frekuensi sebesar 5%, maka akan terjadi perubahan daya keluaran sebesar 100%.

Sebagaimana diketahui, apabila sistem daya berada pada kondisi steady state dan kemudian terjadi

perubahan beban, misal penambahan beban; maka akan terjadi deviasi frekuensi yang dalam ini

penurunan frekuensi sistem. Besarnya deviasi ini tentu saja ditentukan oleh besarnya perubahan beban

11

Page 12: Menjaga Kestabilan Frekuensi

dan juga variable-variabel dalam sistem daya tersebut. Dalam konteks ini, variable-variabel ersebut

berfungsi untuk ‘memperkecil’ besarnya deviasi frekuensi; secara kasar dapat disebut sebagai variable

damping, yaitu terdiri dari inersia sistem pembangkit M dan damping factor beban D. Semakin besar

inersia dan damping factor, untuk perubahan beban yang sama; maka deviasi frekuensinya semakin

kecil. Dalam sistem yang luas, keadaan ini ditunjukkan pada gambar 10.

Di sisi lain, karakteristik power/frequency pada keseluruhan sistem bergantung pada nilai speed-droop

dari tiap unit pembangkit dan damping factor pada beban D; hal ini dituliskan secara sistematis pada

persamaan di bawah. Hal ini menjelaskan rangkaian kejadian sebagai berikut 

suatu sistem yang terdiri dari n buah pembangkit; dengan nominal daya danspeed-droop yang

berbeda

damping factor beban secara keseluruhan sebesar D

sistem mengalami perubahan beban sebesar ΔPL

maka deviasi frekuensinya sebesar Δfss

Dari persamaan di atas, muncul istilah baru yang disebut dengan composite frequency response

characteristic atau yang lebih dikenal dengan stiffness β, dengan satuan MW/Hz. 

Adalah istilah paling umum untuk menyatakan berapa perunahan MW yang dibutuhkan untuk

mengubah frekuensi sebesar 1 Hz. Jika suatu sistem 50Hz memiliki stiffness sebesar 400MW/Hz; jika

beban turun sebesar 400MW, maka frekuensi sistem akan naik menjadi 51Hz.

Sumber :

Makalah Kontrol Frekuensi oleh Harmawan T. E. Dari Universitas Brawijaya

12