menjaga kestabilan frekuensi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUANBab I mengenai Pendahuluan ini menguraikan kondisi penyediaan tenaga listrik beserta
beberapa permasalahan yang terkait dengan stabilisasi frekuensi untuk menjaga mutu penyediaan
tenaga listrik. Pembahasan diawali dengan menguraikan peran penting dari tenaga listrik, kebijakan
yang ada, dan permasalahan yang terkait dengan tuntutan peningkatan efisiensi produksi. Selanjutnya,
secara ringkas akan diuraikan tentang perumusan masalah dan tujuan disusunnya makalah ini.
1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti saat ini, listrik merupakan kebutuhan primer bagi seluruh
umat manusia. Hampir semua aspek kehidupan yang melibatkan manusia ditunjang dengan
energi listrik. Mulai dari penerangan, pemanas, pendingin, telekomunikasi, hingga media
informasi dengan teknologi yang mumpuni.
Pada dasarnya, energi listrik dibangkitkan oleh pembangkit dengan generator sebagai
perangkat utamanya. Generator berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Selanjutnya energi listrik yang telah dibangkitkan tersebut ditransmisikan dan didistribusikan
kepada pengguna energi listrik untuk dikonsumsi.
Energi listrik sebagai kebutuhan primer manusia harus digunakan secara bijaksana,
produktif, dan efisien agar energi dapat dikonsumsi secara merata oleh seluruh penghuni di
muka bumi. Namun persoalan kerapkali muncul ketika terdapat gangguan-gangguan yang
menghalangi tersampaikannya energi listrik dengan baik dan sesuai porsinya. Hal tersebut
dapat terjadi karena proses penyampaian energi listrik dari pembangkitan ke konsumen
menggunakan beberapa perantara yang memiliki rugi-rugi.
Terdapat beberapa aspek sebagai syarat tersampaikannya energi listrik dengan baik
dan efisien. Salah satunya adalah besar frekuensi energi listrik yang memiliki batas-batas
tertentu, diamana PLN sebagai institusi resmi dalam bidang energi listrik memiliki kewajiban
untuk mengupayakan agar besar frekuensi dari pembangkit hingga konsumen sesuai standar.
Maka dari itu, pada makalah ini penyusun akan memberikan sedikit penjelasan mengenai
upaya stabilisasi frekuensi guna penyediaan energi listrik yang optimal, produktif, dan efisien,
1.2. Tujuan
1. Mengetahui fungsi frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik.
2. Mengetahui penyebab ketidakstabilan frekuensi.
3. Mengetahui cara menstailkan frekuensi dari sisi generator
1.3. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik?
2. Mengapa besar frekuensi harus stabil?
3. Bagaimana cara menjaga kestabilan frekuensi pada sisi generator?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1. Frekuensi Pada Sistem Tenaga Listrik
Pada Sistem Tenaga Listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan antara
daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi
jumlah putaran dan jumlah kutub listrik pada generator di pembangkit listrik.
Mengacu pada Saturan Interansional (SI), satuan frekuensi adalah Hertz, yaitu jumlah
siklus perdetik. Nama ini diberikan sebagai penghargaan kepada HeinrichR. Hertz atas
kontribusinya pada bidang gelombang elektromagnetik.
Frekuensi sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban.
Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan unit-unit
pembangkita secara beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem secara total. Pelepasan
sebagian beban secara otomatis dengan menggunakan rele frekuensi (under frequency relay)
dapat mencegah penurunan frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang
normal. Dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya
pembangkit-pembangkit baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan rele
frekuensi sudah perlu ditinjau kembali.
2. 2. Kestabilan Frekuensi
Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk dijaga
kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat dengan upaya
untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan
frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan konsumen dari kerusakan
(umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal pada batasan frekuensi
tertentu saja - 50 s.d 60 Hz).
Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata, tindakan ini
juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem. Bagaimanakah hubungan antara frekuensi
dan kestabilan sistem? Beberapa baris tulisan berikut mungkin dapat menjelaskan hal ini.
Pertama kita lihat hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te), jumlah total
moment inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor
Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika :
3
a. Torsi mekanik = torsi elektrik maka Ta=0 yang berarti pula tidak ada percepatan yang
dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor berputar pada kecepatan
yang tetap sehingga mengahasilkan tegangan dengan frekuensi yang konstan. Keadaan
ini terjadi ketika tercapai keseimbangan antara jumlah energi yang dibangkitkan dengan
energi yang diserap beban.
b. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya
percepatan rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan naik
sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan Te.
c. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya
perlambatan rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan turun
sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan
Te.
Ilustrasi gambar dibawah menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara pembangkitan
dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai normalnya. Dalam hal ini ketika
Pembangkitan > beban maka frekuensi sistem akan > 50 Hz, begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu perlu selalu dijaga keadaan yang seimbang antara pembangkitan dan beban agar
tercipta frekuensi sitem yang normal 50 Hz.
Penanganan ketika tejadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan dengan
cara:
1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara menambah unit
pembangkit yang bekerja.
2. Memanfaatkan fasilitas LFC (load Frequency Control)/AGC yang mengendalikan
putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban besar makan AGC akan
memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit pembangkit dapat membangkitkan
energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban.
4
3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa harus
dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding (pembuangan beban)
ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi sistem berada dibawah nilai
settingnya.
2. 3. Menjaga Kestabilan Frekuensi pada Sisi Generator
Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator, kemudian secara
sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan kemampuan generator tersebut,
selanjutnya menghidupkan lagi generator berikutnya dan memparalelkan dengan generator
pertama untuk memikul beban yang lebih besar lagi. Saat generator kedua diparalelkan dengan
generator pertama yang sudah memikul beban diharapkan terjadinya pembagian beban yang
semula ditanggung generator pertama, sehingga terjadi kerjasama yang meringankan sebelum
beban-beban selanjutnya dimasukkan.
Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing generator yang
bekerja paralel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan udara untuk pembakaran
mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau bila mesin-mesin penggeraknya lain
maka tergantung dari jumlah (debit) air ke turbin air, jumlah (entalpi) uap/gas ke turbin
uap/gas atau debit aliran udara ke mesin baling-baling.
Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur oleh
peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari perubahan
frekuensi listrik yang stabil pada 50Hz, yang ekivalen dengan perubahan putaran (rpm) mesin
penggerak utama generator listrik. Bila beban listrik naik maka frekuensi akan turun, sehingga
governor harus memperbesar masukan ( bahan bakar/udara, air, uap/gas atau aliran udara) ke
mesin penggerak utama untuk menaikkan frekuensinya sampai dengan frekuensi listrik
kembali ke normalnya. Sebaliknya bila beban turun, governor mesin-mesin pembangkit harus
mengurangi masukan bahan bakar/udara, air, uap air/gas atau aliran udara ke mesin-mesin
penggerak sehingga putarannya turun sampai putaran normalnya atau frekuensinya kembali
normal pada 50 Hz. Bila tidak ada governor maka mesin-mesin penggerak utama generator
akan mengalami overspeed bila beban turun mendadak atau akan mengalami overload bila
beban listrik naik.
Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator menghasilkan keluaran
arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen kemampuannya. Jadi masukan
ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus generatornya atau dengan kata lain
pengaturan governor 0 persen sampai dengan 100 persen sebanding dengan arus generator 0
persen sampai dengan 100 persen pada tegangan dan frekuensi yang konstan.
Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari keluaran arus
generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke mekanis dengan
5
menggunakan elektric actuator untuk menggerakkan motor listrik yang menghasilkan gerakan
mekanis yang diperlukan oleh governor.
Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya disamakan
tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban listrik tidak akan
dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan dan frekuensinya selama
beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga tegangan dan frekuensi ini tidak
digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor.
Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai sumber sinyal
pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat diparalelkan pembagian
beban generator belum seimbang/sebanding dengan kemampuan masing-masing generator.
Alat pembagi beban generator dipasangkan pada masing-masing rangkaian keluaran generator,
dan masing-masing alat pembagi beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan
berikutnya dengan kabel untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator
dan menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator.
Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan merupakan
petunjuk posisi governor berapa persen , atau arus yang lewat berapa persen dari kemampuan
generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi alat-alat pembagi beban dengan
jumlah arus kemampuan generator -generator yang beroperasi paralel dikalikan 100 ( persen )
merupakan nilai posisi governor yang harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama
sehingga menghasilkan keluaran arus yang proprosional dan sesuai dengan kemampuan
masing-masing generator.
Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-masing alat
pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang harus dihasilkan oleh
generator setelah governornya diubah oleh electric actuator yang menerima sinyal dari alat
pembagi beban sesaat setelah generator diparalelkan .
Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan komponen-
komponen seperti berikut : trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu daya), electric actuator,
potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu.
Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan sebesar
arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya maksimum 5 A atau =
100 persen kemampuan maksimum generator).
Trafo tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban, umumnya
dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan tegangan DC. Electric
actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sehingga mampu
menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus keluaran generator mencapai yang
diharapkan.
Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur frekuensi dan
6
tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses sinkronisasi. Tegangan umumnya
sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan
putaran mesin penggerak. Setelah generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron
dengan yang telah beroperasi kemudian menutup Mccb generator, fungsi potensiometer
pengatur kecepatan ini diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih akuratnya
pengaturan kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat
potensiometer pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar.
Pada sistem kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh SPM (modul
pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi keluaran dari generator,
kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi sistem yang sudah bekerja secara
otomatis, setelah cocok memberikan sinyal penutupan ke Mccb generator sehingga bergabung
dalam operasi paralel. Untuk mencocokkan tegangan dan frekuensi dapat dilihat dalam satu
panel sinkron yang digunakan bersama untuk beberapa generator dimana masing-masing panel
generator mempunyai saklar sinkron disamping SPM-nya.
Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat pembagi
bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau penurunan beban listrik,
sehingga masing-masing generator menanggung beban dengan prosentasi yang sama diukur
dari kemampuan masing-masing
7
BAB III
PENUTUP3. 1. Simpulan
1. Frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan
total beban sistem.
2. Terdapat beberapa cara untuk ditangani apabila frekuensi < 50 Hz, yaitu
a. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke system;
b. Memanfaatkan fasilitas LFC untuk mengendalikan putaran generator; atau
c. Melakukan pengurangan beban.
3. Alat pembagi beban generator merupakan peralatan otomatis yang menyeragamkan
operasi governor dalam menaikkan atau menurunkan power mesin atau daya generator
sesuai perubahan bebannya, dan sangat diperlukan bila memiliki lebih dari dua generator
dengan karakteristik yang berbeda yang beroperasi secara paralel.
4. Dengan alat pembagi beban generator, maka setiap generator mempunyai faktor
penggunaan (beban maksimum dibagi kapasitas generator) yang sama dan kecil yang
berarti bagus. Alat pembagi beban generator hanya bisa diterapkan pada generator set-
engine yang mempunyai governor dan bisa dikembangkan untuk sistem kontrol yang lebih
lanjut seperti kontrol dengan distributed control system (DCS).
8
DAFTAR PUSTAKAHadisasono, Kondang. 2001. Alat Pembagi Beban Generator. http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?
artikel&1093850391&9. Diunduh Pada 30 Oktober 2015.
Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Jakarta : Egraha Ilmu.
Marsudi, Djiteng. 2011. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta : Erlangga.
Patriandari. 2010. Presentasi : Analisis Pengoperasian Speed Drop Governor Sebagai Pengaturan
Frekuensi Pada Sistem Kelistrikan PLTU Gresik. Institut Teknologi Yogyakarta. Diunduh Pada
30 Oktober 2015.
Said, Sri Mawar. 2009. Presentasi : Pelepasan Beban Menggunakan Under Frequency Relay Pada
Pusat Pembangkit Tello. Diunduh pada 30 Oktober 2015.
Sofwan, A., B. Utomo. 2009. Presentasi : Sistem Proteksi Terhadap Kestabilan Frekuensi Untuk
Pelepasan Beban Berbasis Fuzzy Logic Control. Diunduh Pada 30 Oktober 2015.
TAMBAHAN
9
Hubungan Frekuensi dengan Kestabilan Sistem
Hubungan Frekuensi dengan kestabilan sistem dijelaskan pada persamaan dan rumus berikut
ini.
Daya Aktif Dan Frekuensi
Dalam suatu sistem daya listrik, frekuensi dan daya aktif adalah dua besaran yang saling
tergantung. Mengatur daya aktif adalah mengatur frekuensi, begitu pula sebaliknya. Karena pegaturan
frekuensi melibatkan daya aktif (satuan Watt), maka pengaturan frekuensi akan erat hubungannya
dengan turbin. Mengatur daya turbin adalah dengan mengatur fluida kerja (water, steam, gas) yang
tentu saja akan berhubungan erat dengan governor (control valve CV dan stop valve SV) serta sistem
pembakarannya. Dengan demikian pengaturan frekuensi merupakan suatu materi yang cukup
kompleks.
Sebagaimana telah disinggung di atas, pengaturan frekuensi sangat erat dengan pengaturan
daya aktif. Gambar ini menunjukan penyederhanaan hubungan frekuensi dengan daya aktif. Pada
gambar A, jika daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sama dengan daya yang dibutuhkan
beban (rugi transmisi diabaikan), maka frekuensi akan berada pada posisi nominal. Dalam sistem daya
listrik kita, frekuensi akan berada tepat di 50 Hz. Gambar B menunjukkan keadaan pada saat sistem
pembangkit menghasilkan daya lebih besar daripada daya yang dibutuhkan beban, maka frekuensi
sistem akan naik. Keadaan sebaliknya terjadi di gambar C, daya yang dibutuhkan beban lebih besar
daripada daya yang dibangkitkan oleh sistem pembangkit sehingga frekuensi akan turun.
Gambar tersebut dijelaskan pada rumus yang tertera pada slide.
Frequency control harus bekerja secara benar pada keadaan di gambar B dan C, untuk
mengembalikannya ke keadaan seperti di gambar A. Pada kondisi B, turbine harus mengurangi suplai
daya. Sedangkan pada kondisi C, turbin harus menambah suplai daya.
Namun sistem daya listrik umumnya mencakup wilayah yang sangat luas dan melibatkan
jumlah pembangkit yang sangat banyak, sistem transmisi yang panjang, dan titik beban yang banyak
pula. Dengan demikian, frequency control akan dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda
untuk menghasilkan respon yang cepat dan stabil serta aman.
Maka disinilah peranan frequency control dimulai. Komponen-komponen yang tergabung
dalam frequency control akan segera bekerja untuk mengembalikan frekuensi pada keadaan
nominalnya (dengan nilai daya baru). Cara yang paling masuk akal adalah menambah bukaan
governor agar fluida kerja yang masuk ke turbin bertambah. Dengan demikian, dalam
aksinya, frequency control akan menambah daya keluaran pembangkit untuk menaikkan frekuensi,
dari keadaan underfrequency menjadi keadaan nominal baru.
Cara Kerja Governor
10
Pada dasarnya cara kerja sebuah governor itu sederhana, hanya mengandalkan kecepatan
putaran mesin itu sendiri. Sebuah governor terhubung dengan poros yang berputar. Sepasang bandul
dihubungkan pada poros, bandul tersebut berputar seiring dengan adanya perputaran poros. Gaya
sentrifugal yang terjadi akibat adanya putaran menyebabkan bandul terlempar. Bandul tersebut
dihubungkan ke collar yang terdapat pada poros, collar akan naik sesuai dengan pergerakan keluar
dari gaya berat pada bandul dan jika bandul bergerak turun maka collar akan bergerak turun.
Pergerakan collar ini digunakan untuk mengoperasikan atau mengatur tuas bahan bakar (pada mesin
diesel) atau aliran fluida (pada turbin gas atau uap).
Isochronous Governor:
Governor dengan karakteristik Isochronous berarti bekerja pada mode constant speed. Secara
skematik, mode ini ditunjukkan oleh gambar 6 dan responnya ditunjukkan dalam gambar 7. Jika
ada rotor speed (kecepatan rotor yang juga merepresentasikan frekuensi aktual) ωr berbeda
dengan speed refference ω0, maka aka timbul error speed (speed deviation) sebesar Δωr. Sinyal error
tersebut akan dikuatkan sebesar K dan diintegrasikan untuk menghasilkan sinyal kontrol ΔY; untuk
nantinya digunakan untuk input aktuator sistem suplai fluida. Karena menggunakan integrator type
controller, aksi pengontrolan akan selesai apabila sudah dicapai nilai steady state yang baru; atau
dengan kata lain Δωr = 0.
Pada gambar 7, dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika beban listrik (Pe) mengalami kenaikan,
maka frekuensi sistem akan turun; dimana hal ini akan terlihat jelas pada penurunan rotor speed ωr.
Dengan adanya sinyal error Δωr, maka suplai fluida kerja akan dinaikkan sehingga daya mekanik
(Pm) naik. Penambahan daya mekanik akan menurunkan laju deselerasi dan mengembalikan rotor
speed ke nilai awalnya ω0.
Speed Droop:
Karakteristik ini digunakan untuk mengatasi kelemahan mode isochronous, sehingga mode ini sangat
aplikatif di sistem grid. Skema pengontrolannya ditunjukkan dalam gambar 8. Skema ini hampir mirip
dengan pengontrolan Isochronous dengan penambahan proportional gain 1/R. Gambar 9
menunjukkan respon dari mode speed droop. Tidak seperti Isochronous,speed droop memiliki error
steady state. Untuk mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya, maka diperlukan step tambahan.
Hal ini akan dibahas dalam bagian 5.
Droop:
Droop didefinisikan sebagai prosentase deviasi kecepatan atau deviasi frekuensi terhadap perubahan
posisi control valve atau daya keluaran.
Droop 5% berarti:
Jika terjadi deviasi frekuensi sebesar 5%, maka akan terjadi perubahan daya keluaran sebesar 100%.
Sebagaimana diketahui, apabila sistem daya berada pada kondisi steady state dan kemudian terjadi
perubahan beban, misal penambahan beban; maka akan terjadi deviasi frekuensi yang dalam ini
penurunan frekuensi sistem. Besarnya deviasi ini tentu saja ditentukan oleh besarnya perubahan beban
11
dan juga variable-variabel dalam sistem daya tersebut. Dalam konteks ini, variable-variabel ersebut
berfungsi untuk ‘memperkecil’ besarnya deviasi frekuensi; secara kasar dapat disebut sebagai variable
damping, yaitu terdiri dari inersia sistem pembangkit M dan damping factor beban D. Semakin besar
inersia dan damping factor, untuk perubahan beban yang sama; maka deviasi frekuensinya semakin
kecil. Dalam sistem yang luas, keadaan ini ditunjukkan pada gambar 10.
Di sisi lain, karakteristik power/frequency pada keseluruhan sistem bergantung pada nilai speed-droop
dari tiap unit pembangkit dan damping factor pada beban D; hal ini dituliskan secara sistematis pada
persamaan di bawah. Hal ini menjelaskan rangkaian kejadian sebagai berikut
suatu sistem yang terdiri dari n buah pembangkit; dengan nominal daya danspeed-droop yang
berbeda
damping factor beban secara keseluruhan sebesar D
sistem mengalami perubahan beban sebesar ΔPL
maka deviasi frekuensinya sebesar Δfss
Dari persamaan di atas, muncul istilah baru yang disebut dengan composite frequency response
characteristic atau yang lebih dikenal dengan stiffness β, dengan satuan MW/Hz.
Adalah istilah paling umum untuk menyatakan berapa perunahan MW yang dibutuhkan untuk
mengubah frekuensi sebesar 1 Hz. Jika suatu sistem 50Hz memiliki stiffness sebesar 400MW/Hz; jika
beban turun sebesar 400MW, maka frekuensi sistem akan naik menjadi 51Hz.
Sumber :
Makalah Kontrol Frekuensi oleh Harmawan T. E. Dari Universitas Brawijaya
12